37
PENDAHULUAN Sejak dua puluh tahun terakhir Gangguan Pemusatan Perhatian ini sering disebut sebagai ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders). Gangguan ini ditandai dengan adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat singkat waktunya dibandingkan anak lain yang seusia, Biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif. Kelainan ini dapat mengganggu perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi. ADHD merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada gangguan perilaku pada anak. Dalam tahun terakhir ini gangguan ADHD menjadi masalah yang menjadi sorotan dan menjadi perhatian utama di kalangan medis ataupun di masyarakat umum. Angka kejadian kelainan ini adalah sekitar 3 – 10%, di Ameriksa serikat sekitar 3- 7% sedangkan di negara Jerman, Kanada dan Selandia Baru sekitar 5-10%. Diagnosis and Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan prevalensi kejadian ADHD pada anak usia sekolah berkisar antara 3 hingga 5 persen. Di indonesia

ADHD DOC

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Refrat ADHD

Citation preview

PENDAHULUAN

Sejak dua puluh tahun terakhir  Gangguan Pemusatan Perhatian ini sering

disebut sebagai ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders). Gangguan ini

ditandai dengan adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya

pada sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat singkat

waktunya dibandingkan anak lain yang seusia, Biasanya disertai dengan gejala

hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif. Kelainan ini dapat mengganggu

perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi.

ADHD merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada gangguan

perilaku pada anak. Dalam tahun terakhir ini gangguan ADHD menjadi masalah

yang menjadi sorotan dan menjadi perhatian utama di kalangan medis ataupun di

masyarakat umum. Angka kejadian kelainan ini adalah sekitar 3 – 10%, di

Ameriksa serikat sekitar 3-7% sedangkan di negara Jerman, Kanada dan Selandia

Baru sekitar 5-10%. Diagnosis and Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan

prevalensi kejadian ADHD pada anak usia sekolah berkisar antara 3 hingga 5

persen. Di indonesia angka kejadiannya masih belum angka yang pasti, meskipujh

tampaknya kelainan ini tampak cukup banyak terjadi.

Terdapat kecenderungan lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan. Secara epidemiologis rasion kejadian dengan perbandingan 4 : 1.

Namun tampaknya semakin lama tampaknya kejadiannya semakin meningkat saja.

Sering dijumpai pada anak usia pra sekolah dan usia sekolah,  terdapat

kecenderungan  keluhan ini akan berkurang setelah usia Sekolah Dasar. Meskipun

tak jarang beberapa manifestasi klinis tersebut dijumpai pada remaja atau orang

dewasa. ADHD adalah gangguan perkembangan yang mempunyai onset gejala

sebelum usia 7 tahun. Setelah usia anak, akan menetap saat remaja atau dewasa.

Diperkirakan penderita ADHD akan menetap sekitar 15-20% saat dewasa. Sekitar

65% akan mengalami gejala sisa saat usia dewasa atau kadang secara perlahan

menghilang. Angka kejadian ADHD saat usia dewasa sekitar 2-7%. Predisposisi

kelainan ini adalah 25 persen pada keluarga dengan orang tua yang membakat.

Deteksi dini gangguan ini sangat penting dilakukan untuk meminimalkan

gejala dan akibat yang ditimbulkannya dikemudian hari. Hal ini harus melibatkan

beberapa lapisan masyarakat. Baik dikalangan medis maupun nonmedis. Dokter

umum, dokter spesialis anak dan klinisi lainnya yang berkaitan dengan kesehatn

anak harus bisa mendeteksi Sejas dini factor resiko dan gejala yang terjadi.

Manifestasi klinis yang terjadi dapat timbul pada usia dini namun gejalanya akan

tampak nyata pada saat mulai sekolah  melakukan anamnesa terhadap orang tua

dan guru, guna mengevaluasi perkembangan dan mengarahkan pola pendidikan

dan pengasuhan anak dengan hiperaktif bila dapat dilakukan deteksi dini dan

penatalaksanaan pada tahap awal.

PEMBAHASAN

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan

perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga

menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Hal

ini ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa

duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang

duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah

suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan.

Tanda-tanda adanya gangguan ADHD sebenarnya sudah dapat dideteksi sejak anak

masa pra sekolah. Kurangnya atensi, hiperaktif dan kompulsif merupakan tanda-

tanda yang langsung dapat ditangkap adanya gangguan pada anak, misalnya saja

anak tidak suka atau kehilangan minat untuk bermain, berlari kesana-kemari dan

tidak dapat mengontrol keinginannya untuk menyentuh benda-benda disekitarnya.

Bila orangtua menangkap gejala tersebut seharusnya segeralah membawa anaknya

ke dokter anak atau psikolog. Penangan secara dini akan memberikan kontribusi

perilaku yang lebih baik ketika anak memasuki tahap perkembangan selanjutnya.

Gangguan hiperaktif-kompulsif mungkin secara langsung bisa terlihat pada

perilaku anak, namun tidak pada tipe gangguan atensi, anak terlihat dapat

bekerjasama dengan orang sekitarnya, sehingga tipe ini kadang terabaikan secara

kasat mata.

Untuk mendiagnosa secara tepat, tenaga profesional biasanya akan mengumpulkan

data-data secara lengkap untuk memutuskan diagnosis apakah anak tersebut

mengidap gangguan ADHD atau tidak, data tersebut berupa;

latar belakang keluarga anak

Kemungkinan gangguan pendengaran

Ketidakmampuan belajar

Kecemasan dan depresi

Pengaruh obat-obatan sebelumnya yang memungkinkan terjadinya gangguan

otak

Kondisi fisik seperti kondisi lobus frontal

Test psikologi (adaptasi sosial, kesehatan mental, test intelligensi, dan test

prestasi)

Situasi-situasi pencetus stress pada anak

Beberapa test lainnya dapat diberikan oleh terapis berupa tes kemampuan

membaca, pemecahan matematika, atau beberapa papan permainan. Tenaga

profesional kadang juga perlu melakukan obervasi secara langsung dalam

kehidupan sang anak. Bila ditemukan adanya gangguan ADHD secara pasti, tenaga

ahli akan membicarakan masalah ini kepada gurunya di sekolah, guru juga akan

dilibatkan dalam mendiagnosa gangguan tersebut, biasanya guru akan diberikan

sebuah form evaluasi (behavior rating scales) perilaku anak untuk diisi oleh guru

yang bersangkutan.

Gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan hiperaktivitas atau yang lebih

dikenal dengan Attention Deficits Hiperactivity Disorder (ADHD) dapat kita temui

dalam banyak bentuk dan perilaku yang tampak. Sampai saat ini ADHD masih

merupakan persoalan yang kontroversial dan banyak dipersoalkan di dunia

pendidikan. Beberapa bentuk perilaku yang mungkin pernah kita lihat seperti:

seorang anak yang tidak pernah bisa duduk di dalam kelas, dia selalu bergerak atau

anak yang melamun saja di kelas, tidak dapat memusatkan perhatian kepada proses

belajar dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas atau seorang

anak yang selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain.

ADHD sendiri sebenarnya adalah kondisi neurologis yang menimbulkan masalah

dalam pemusatan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas, dimana tidak sejalan

dengan perkembangan usia anak. ADHD lebih kepada kegagalan perkembangan

dalam fungsi sirkuit otak yang bekerja dalam menghambat monitoring dan kontrol

diri, bukan semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi selama ini. Hilangnya

regulasi diri ini mengganggu fungsi otak yang lain dalam memelihara perhatian,

termasuk dalam kemampuan membedakan reward segera dengan keuntungan yang

akan diperoleh di waktu yang akan datang.

Pada anak aktif, otaknya normal tanpa gangguan. Hanya saja energi yang

terkumpul berlimpah dan si kecil berkeinginan untuk selalu bergerak sehingga ia

mempunyai mobilitas yang cukup tinggi dibandingkan anak lain. Sementara itu,

hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi

neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Hiperaktif

merupakan turunan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD).

Gangguan itu disebabkan kerusakan kecil pada sistem saraf pusat dan otak

sehingga rentang konsentrasi penderita menjadi sangat pendek dan sulit

dikendalikan. Ada juga penyebab lainnya seperti temperamen bawaan, pengaruh

lingkungan, malfungsi otak serta epilepsi. Bisa juga kondisi gangguan di kepala,

seperti gegar otak, trauma kepala karena persalinan sulit atau pernah terbentur,

infeksi, keracunan, gizi buruk, dan alergi makanan.

ketika anak mengalami gangguan hiperaktif ini, para ibu biasanya menjadi gugup

dan kebingungan. Sering kali mencoba menutup diri dan tidak mau mengakui apa

yang dialami anaknya. Padahal, sebetulnya, tidak perlu gugup atau kuatir yang

terlalu tinggi. Ini yang sering kali dilupakan bahkan tidak diperhatikan. Para ibu

cenderung bergulat dan berkutat pada kesedihan dan kekecewaan terhadap

putra/putrinya. Tapi tidak mau melihat, bahwa anak-anak dengan gangguan

hiperaktif ternyata memiliki kecerdasan yang luar biasa. Tugas ibulah yang

mencari dan menggali kecerdasan ini.

Studi yang begitu lama membuktikan bahwa kombinasi antara obat-obatan dan

psikoterapi (behavioral therapy) dan manajemen medikasi yang tepat, terapi yang

intensif dan komunitas treatment yang rutin telah menolong anak-anak dengan

gangguan ADHD menjadi lebih baik. Menurunnya intensitas kecemasan,

membaiknya penampilan di sekolah, meningkatnya kualitas hubungan antara orang

tua-anak, meningkatkan kemampuan sosial merupakan keuntungan pemberian

treatment secara dini, tentunya dengan medikasi yang rendah dosis.

Kadang beberapa anak menunjukkan efek buruk dari medikasi, oleh karenanya

perlunya pengawasan ketat dalam pemberian obat-obatan, apalgi bila anak tersebut

disertai dengan gangguan kecemasan dan depresi. Haruslah berhati-hati dalam

memberi obat-obatan medis.

Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat

dikelompokkan dalam 2 kategori utama, yaitu: kurangnya kemampuan

memusatkan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas.

Kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dapat muncul dalam perilaku:

Ketidakmampuan memperhatikan detil atau melakukan kecerobohan dalam

mengerjakan tugas, bekerja, atau aktivitas lain.

Kesulitan memelihara perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain

Kadang terlihat tidak perhatian ketika berbicara dengan orang lain

Tidak mengikuti perintah dan kegagalan menyelesaikan tugas

Kesulitan mengorganisasikan tugas dan aktivitas

Kadang menolak, tidak suka, atau enggan terlibat dalam tugas yang

memerlukan proses mental yang lama, misalnya: tugas sekolah

Sering kehilangan barang miliknya, misal: mainan, pensil, buku, dll

Mudah terganggu stimulus dari luar

Sering lupa dengan aktivitas sehari-hari

Sedangkan hiperaktivitas-impulsivitas sering muncul dalam perilaku:

gelisah atau sering menggeliat di tempat duduk

sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana

seharusnya duduk tenang

berlari berlebihan atau memanjat-manjat yang tidak tepat situasi (pada

remaja atau dewasa terbatas pada perasaan tidak dapat tenang/gelisah)

kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan

seolah selalu terburu-buru atau bergerak terus seperti mesin

berbicara terlalu banyak

sering menjawab pertanyaan sebelum selesai diberikan. (Impulsivitas)

kesulitan menunggu giliran (Impulsivitas)

menyela atau memaksakan pendapat kepada orang lain (Impulsivitas)

Terkadang gejala tersebut juga diikuti oleh agresivitas dalam bentuk:

sering mendesak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain

sering memulai perkelahian

menggunakan senjata tajam yang dapat melukai orang lain

berlaku kasar secara fisik terhadap orang lain

menyiksa binatang

memaksa orang lain melakukan aktivitas seksual

PATOGENESIS DAN ETIOLOGI

Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas.

Seperti halnya gangguan autism, ADHD merupakan statu kelainan yang bersifat

multi faktorial. Banyak factor yang dianggap sebagai peneyebab gangguan ini,

diantaranya adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan,

perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi

metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola

pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di

sekitarnya.

Banyak penelitian menunjukkan efektifitas pengobatan dengan

psychostimulants, yang memfasilitasi pengeluaran dopamine dan noradrenergic

tricyclics. Kondisi ini mengungatkan sepukalsi adanya gangguan area otak yang

dikaitkan dengan kekuirangan neurotransmitter. Sehingga neurotransmitters

dopamine and norepinephrine sering diokaitkan dengan ADHD..

Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya gangguan

perilaku ADHD. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa

hiperaktifitas yang terjadi pada seorang anak selalu disertai adanya riwayat

gangguan yang sama dalam keluarga setidaknya satu orang dalam keluarga dekat.

Didapatkan juga sepertiga ayah penderita hiperaktif juga menderita gangguan yang

sama pada masa kanak mereka. Orang tua dan saudara penderita ADHD

mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi ADHD, kembar monozygotic lebih

mudah terjadi ADHD dibandingkan kembar dizygotic juga menunjukkan

keterlibatan fator genetic di dalam gangguan ADHD. Keterlibatan genetik dan

kromosom memang masih belum diketahui secara pasti.  Beberapa gen yang

berkaitan dengan kode reseptor dopamine dan produksi serotonin, termasuk

DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan 5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan

ADHD.

Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang

menghubungkan fungsi eksekutif bangsal ganglia.  Katekolamin adalah fungsi

neurotransmitter utama yang berkaitan dengan  fungsi  otak lobus frontalis. 

Dopaminergic dan noradrenergic neurotransmission tampaknya merupakan target

utama dalam pengobatan ADHD.

Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di

otak yang dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan

dan sebagai kontrol aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang

menyebabkan terjadinya hambatan pada sistem kontrol perilaku anak. Dalam

penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan MRI didapatkan

gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan striae subcortical

yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang tidak

relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita ADHD terdapat kelemahan

aktifitas otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang

berkaitan dengan pengaruh keterlambatan waktu terhadap respon motorik  terhadap

rangsangan sensoris. 

Beberapa peneliti lainnya mengungkapkan teori maturation lack atau suatu

kelambanan dalam proses perkembangan anak-anak dengan ADHD.   Menurut

teori ini, penderita akhirnya dapat mengejar keterlambatannya dan keadaan ini

dipostulasikan akan terjadi sekitar usia pubertas. Sehingga gejala ini tidak menetap

tetapi hanya sementara sebelum keterlambatan yang terjadi dapat dikejar.

Beberapa peneliti mengungkapkan penderita ADHD dengan gangguan

saluran cerna sering berkaitan dengan penerimaan  reaksi makanan tertentu. Teori

tentang alergi terhadap makanan, teori feingold yang menduga bahwa salisilat

mempunyai efek kurang baik terhadap tingkah laku anak, serta teori bahwa gula

merupakan substansi yang merangsang hiperaktifitas pada anak. Disebutkan antara

lain tentang teori megavitamin dan ortomolecular sebagai terapinya

Kerusakan jaringan otak atau 'brain damage yang diakibatkan oleh trauma

primer dan trauma yang berulang pada tempat yang sama. Kedua teori ini layak

dipertimbangkan sebagai penyebab terjadinya syndrome hiperaktifitas yang oleh

penulis dibagi dalam tiga kelompok. Dalam gangguan ini terjadinya penyimpangan

struktural dari bentuk normal oleh karena sebab yang bermacam-macam selain

oleh karena trauma.  Gangguan lain berupa kerusakan susunan saraf pusat (SSP)

secara anatomis seperti halnya yang disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan

hipoksia. 

Perubahan lainnya terjadi gangguan fungsi otak tanpa disertai perubahan

struktur dan anatomis yang jelas. Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya

hambatan stimulus atau justru timbulnya stimulus yang berlebihan yang

menyebabkan penyimpangan yang signifikan dalam perkembangan hubungan anak

dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.

Penelitian dengan membandingkan gambaran MRI antara anak dengan

ADHD dan anak normal, ternyata menghasilkan gambaran yang berbeda, dimana

pada anak dengan ADHD memiliki gambaran otak yang lebih simetris

dibandingkan anak normal yang pada umumnya otak kanan lebih besar

dibandingkan otak kiri.

Dengan pemeriksaan radiologis otak PET (positron emission tomography)

didapatkan gambaran bahwa pada anak penderita ADHD dengan gangguan

hiperaktif yang lebih dominan didapatkan aktifitas otak yang berlebihan

dibandingkan anak yang normal dengan mengukur kadar gula (sebagai sumber

energi utama aktifitas otak) yang didapatkan perbedaan yang signifikan antara

penderita hiperaktif dan anak normal.

FAKTOR RESIKO

Dalam melakukan deteksi dini gangguan perilaku ini maka perlu diketahui

faktor resiko yang bisa mengakibatkan gangguan ADHD. Banyak bukti penelitian

yang menunjukkan peranan disfungsi Susunan saraf pusat (SSP). Sehingga

beberapa kelainan dan gangguan yang terjadi sejak kehamilan, persalinan dan masa

kanak-kanak harus dicermati sebagai faktor resiko.

Selama periode kehamilan, disfungsi SSP disebabkan oleh gangguan

metabolik, genetik, infeksi, intoksikasi, obat-obatan terlarang, perokok, alkohol

dan faktor psikogenik.  Penyakit diabetes dan penyakit preeklamsia juga harus

dicermati.

Pada masa persalinan, disebabkan oleh: prematuritas, post date, hambatan

persalinan, induksi persalinan, kelainan letak (presentasi bayi), efek samping

terapi, depresi sistem immun dan trauma saat kelahiran normal. Sedangkan periode

kanak-kanak har5uis dicermati gangguan infeksi, trauma, terapi medikasi,

keracunan, gangguan metabolik, gangguan vaskuler, faktor kejiwaan, keganasan

dan terjadinya kejang. Riwayat kecelakaan hingga harus dirawat di rumah

sakit,kekerasan secara fisik, verbal, emosi  atau merasa diterlantarkan. Trauma

yang serius, menerima perlakuan kasar atau merasa kehilangan sesuatu selama

masa kanak-kanak,  tidak sadar diri  atau pingsan.

1. Faktor lingkungan/psikososial, seperti:

Konflik keluarga.

Sosial ekonomi keluarga yang tidak memadai.

Jumlah keluarga yang terlalu besar.

Orang tua terkena kasus kriminal.

Orang tua dengan gangguan jiwa (psikopat).

Anak yang diasuh di penitipan anak.

Riwayat kehamilan dengan eklampsia, perdarahan antepartum, fetal

distress, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, ibu merokok saat

hamil, dan alkohol.

2. Faktor genetic

Terdapat mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor dopamin (D2

dan D4) pada kromosom 11p.

3. Gangguan otak dan metabolism

Trauma lahir atau hipoksia yang berdampak injury pada lobus frontalis di

otak

Pengurangan volume serebrum

Gangguan fungsi astrosit dalam pembentukan dan penyediaan laktat serta

gangguan fungsi oligodendrosit.

MANIFESTASI KLINIS

Untuk dapat disebut memiliki gangguan hiperaktif, harus ada tiga gejala

utama yang nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan

impulsif. Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari

kegagalan seorang anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu.

Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga

mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain.

Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam.

Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan

berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia

cenderung banyak bicara dan menimbulkan suara berisik.

Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada

semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali.

Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa

pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak

tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan. Anak akan

menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai

diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya. Sisi

lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas

yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif masih

ada beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan, dan

terjadi sebelum anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya

dalam 2 situasi, misalnya di rumah dan di sekolah.

Manifestasi klinis yang terjadi sangat luas, mulai dari yang ringan hingga

berat atau bisa terjadi dengan jumlah gejala minimal hingga lebih banyak gejala.

Tampilan klinis ADHD tampaknuya sudah bisa dideteksi sejak dini Sejas usia

bayi. Gejala yang harus lebih dicermati pada usia bayi adalah bayi yang sangat

sensitive terhadap suara dan cahaya, menangis, menjerit, sulit untuk diam, waktu

tidur sangat kurang dan sering terbangun, kolik, sulit makan atau minum susu baik

ASI atau susu botol., tidak bisa ditenangkan atau digendong, menolak untuk

disayang, berlebihan air liur, kadang seperti kehausan sering minta minum, Head

banging (membenturkan kepala, memukul kepala, menjatuhkan kepala

kebelakang) dan sering marah berlebihan.

Keluhan lain pada anak besar adalah anak tampak Clumsy (canggung),

impulsif, sering mengalami kecelakaan atau jatuh,  perilaku aneh/berubah-ubah

yang mengganggu, gerakan konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak

lainnya. Agresif, Intelektual (IQ) normal atau tinggi tapi pretasi di sekolah buruk,

Bila di sekolah kurang konsentrasi, aktifitas berlebihan dan tidak bisa diam, mudah

marah dan meledak kemarahannya,  nafsu makan buruk. Koordinasi mata dan

tangan jelek., sulit bekerjasama, suka menentang dan tidak menurut, suka

menyakiti diri sendiri (menarik rambut, menyakiti kulit, membentur kepala dll) dan

gangguan tidur.

Tanda dan gejala pada anak yang lebih besar adalah tindakan yang hanya

terfokus pada satu hal saja dan cenderung bertindak ceroboh, mudah bingung, lupa

pelajaran sekolah dan tugas di rumah, kesulitan mengerjakan tugas di sekolah

maupun di rumah, kesulitan dalam menyimak,  kesulitan dalam menjalankan

beberapa perintah, sering keceplosan bicara, tidak sabaran, gaduh dan bicara

berbelit-belit, gelisah dan bertindak berlebihan, terburu-buru, banyak omong dan

suka membuat keributan, dan suka memotong pembicaraan dan ikut campur

pembicaraan orang lain

Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7 tahun, dialami pada 2

atau lebih suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik dll), disertai

adanya hambatan yang secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi

akademik dan sering salah dalam menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul

bersamaan dengan terjadinya kelainan perkembangan, skizofrenia atau kelainan

psikotik lainnya.

Tampilan lainnya pada anak dengan hiperaktif terjadi disorganisasi afektif,

penurunan kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata.   Mereka

biasanya bertindak 'nekat' dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela

pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain.   Sering kurang memperhatikan,

tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu

serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi,

tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan

sering tidak disukai teman sebayanya.   Tidak jarang mereka dengan kelainan ini

disertai adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan

kelainan otak yang spesifik.   Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong

rendah dan minder.   Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan

berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan

dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.

Sekitar 50-60% penderita ADHD didapatkan sedkitnya satu gangguan

perilaku penyerta lainnya. Gangguan perilaku tersebut adalah gangguan belajar,

restless-legs syndrome, ophthalmic convergence insufficiency, depresi, gangguan

kecemasan, kepribadian antisosial, substance abuse, gangguan konduksi dan

perilaku obsesif-kompulsif.

Penderita ADHD terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan

aktifitas yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan

impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan

orang lain.   Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering

tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan

yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau

sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman

sebayanya.  Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan

pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang

spesifik.  Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder.  

Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga

orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak

menyelesaikan masalah.

Resiko terjadi ADHD semakin meningkat bila salah satu saudara atau orang

tua mengalami ADHD atau gangguan psikologis lainnya. Gangguan posikologis

dan perilaku tersebut meliputi gangguan bipolar, gangguan konduksi, depresi,

gangguan disosiatif, gangguan kecemasan, gangguan belajar, gangguan mood,

gangguan panic, obsesif-kompulsif, gangguan panic disertai goraphobia. Juga

kelainan perilaku lainnnya seperti gangguan perkembangan perfasif  termasuk

gangguan Asperger, Posttraumatic stress disorder (PTSD), Psychotic, Social

phobia, ganggguan tidur, sindrom Tourette dan ticks.

Gejala Utama ADHD

Inatensi

Kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian. Seperti,:

Jarang menyelesaikan perintah sampai tuntas.

Mainan, dll sering tertinggal.

Sering membuat kesalahan

Mudah beralih perhatian (terutama oleh [[rangsang]] suara).

Hiperaktif

Perilaku yang tidak bisa diam. Seperti,:

Banyak bicara

Tidak dapat tenang/diam, mempunyai kebutuhan untuk selalu bergerak.

Sering membuat gaduh suasana.

Selalu memegang apa yang dilihat.

Sulit untuk duduk diam.

Gejala-gejala Lain

Sikap menentang

Seperti:

Sering melanggar peraturan.

Bermasalah dengan orang-orang yang memiliki otoritas

Lebih mudah merasa terganggu, mudah marah (dibandingkan dengan

mereka yang seus

Cemas

Seperti:

Banyak mengalami rasa khawatir dan takut.

Cenderung emosional

Sangat sensitive terhadap kritikan

Mengalami kecemasan pada situasi yang baru atau yang tidak biasa

Terlihat sangat pemalu dan menarik diri.

PENANGANAN              Melihat penyebab ADHD yang belum pasti terungkap dan adanya beberapa

teori penyebabnya, maka tentunya terdapat banyak terapi atau cara dalam

penanganannya sesuai dengan landasan teori penyebabnya.

Terapi medikasi atau farmakologi adalah penanganan dengan menggunakan

obat-obatan. Terapi ini hendaknya hanya sebagai penunjang dan sebagai kontrol

terhadap kemungkinan timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang tidak terkendali.  

Sebelum digunakannya obat-obat ini, diagnosa ADHD haruslah ditegakkan lebih

dulu dan pendekatan terapi okupasi lainnya secara simultan juga harus

dilaksanakan, sebab bila hanya mengandalkan obat ini tidak akan efektif.

Beberapa obat yang dipergunakan. Menurut beberapa penelitian dan

pengalaman klinis banyak obat yang telah diberikan pada penderita ADHD,

diantaranya adalah : 

antidepresan, Ritalin (Methylphenidate HCL), Dexedrine (Dextroamphetamine

saccharate/Dextroamphetamine sulfate), Desoxyn (Methamphetamine HCL),

Adderall (Amphetamine/Dextroamphetamine), Cylert (Pemoline),  Busiprone

(BuSpar), Clonidine (Catapres).

Methylphenidate, merupakan obat yang paling sering dipergunakan, meskipun

sebenarnya obat ini termasuk golongan stimulan, tetapi pada ksus hiperaktif sering

kali justru menyebabkan ketenangan bagi pemakainanya. Selain methylphenidate

juga dipakai Ritalin dalam bentuk tablet, memilki efek terapi yang cepat,

setidaknya untuk 3-4 jam dan diberikan 2 atau 3 kali dalam sehari.

Methylphenidate juga tersedia dalam bentuk dosis tunggal.  

Ritalin atau methylphenidate, obat stimulan yang biasa diberikan pada anak

penyandang ADHD  ternyata dapat menyebabkan perubahan struktur sel otak

untuk jangka waktu lama, ilmuwan melaporkan. Joan Baizer profesor fisiologi dan

biofisika dari University of Buffalo mengungkapkan pemberian Ritalin setiap hari

selama bertahun tahun pada sel otak tikus terlihat sama seperti yang diakibatkan

oleh amphetamin atau kokain. Para ilmuwan tersebut melakukan penelitian pada

tikus yang diberikan susu dicampur dengan Ritalin dengan dosis yang sama

diberikan pada anak anak. Para ilmuwan mendapatkan gen c-fos menjadi aktif

setelah diberikan Ritalin. Hal yang sama terjadi pada tikus yang diberikan

amphetamin dan kokain.

Ketika dosis Ritalin yang diberikan selesai bekerja dalam tubuh,  dianggap

Ritalin dapat hilang dengan sendirinya. Tetapi dalam sebuah penelitian dengan

menggunakan model ekspresi gen pada binatang menunjukkan Ritalin punya

potensi menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi otak untuk jangka waktu

yang lama. Ritalin tidak bersifat adiktif atau dapat menyebabkan ketagihan jika

pemberian dosis digunakan secara benar. Efek dari pemberian dosis tinggi

amphetamin dan kokain yang mirip ritalin tersebut telah mengaktifkan salah satu

gen yang disebut gen c-fos dalam sel otak. Jika c-fos aktif pada bagian tertentu

otak maka gen tersebut diketahui berhubungan dengan gejala adiktif.  Perubahan

pada sel otak untuk jangka waktu lama pada manusia  perlu penelitian lebih lanjut.

Mungkin menggunakan sejenis gen mikrochip untuk mengetahui gen gen mana

saja yang menjadi aktif jika diberikan Ritalin. Bila dengan penggunaan obat

tunggal dibilai kurang efektif perlu dipertimbangkan pemberian obat secara

kombinasi. Bila penatalaksanaan terhadap penderita ADHD mengalami kegagalan

(tidak menunjukkan progresifitas), harus segera dilakukan reevaluasi tentang

penegakan diagnosis, perencanaan terapi dan berbagai kondisi yang berpengaruh.

Terapi nutrisi dan diet banyak dilakukan dalam penanganan penderita.

Diantaranya adalah keseimbangan diet karbohidrat, penanganan gangguan 

pencernaan (Intestinal Permeability or "Leaky Gut Syndrome"), penanganan  alergi

makanan atau reaksi simpang makanan lainnya. Feingold Diet dapat dipakai

sebagai terapi alternatif yang dilaporkan cukup efektif.  Suatu substansi asam

amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil yang cukup

memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu

mensitesa (memproduksi) norepinephrin (neurotransmitter) yang juga dapat

ditingkatkan produksinya dengan menggunakan golongan amphetamine.

Beberapa terapi biomedis dilakukan dengan pemberian suplemen nutrisi,

defisiensi mineral,  essential Fatty Acids, gangguan metabolisme asam amino  dan

toksisitas Logam berat. Terapi inovatif yang pernah diberikan terhadap penderita

ADHD adalah terapi EEG Biofeed back, terapi herbal, pengobatan homeopatik dan

pengobatan tradisional  Cina seperti akupuntur.

Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik

dan menyeluruh. Penanganan ini harus melibatkan multi disiplin ilmu yang

dikoordinasikan antara dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh

terhadap penderita.  Untuk mengatasi gejala gangguan perkembangan dan perilaku

pada  penderita ADHD yang sudah ada dapat dilakukan dengan terapi okupasi.

Ada beberapa terapi okupasi untuk memperbaiki gangguan perkembangan dan

perilaku pada anak yang mulai dikenalkan oleh beberapa ahli  perkembangan dan

perilaku anak di dunia, diantaranya adalah sensory Integration (AYRES),

snoezelen, neurodevelopment Treatment (BOBATH), modifukasi Perilaku, terapi

bermain dan terapi okupasi lainnya

Kebutuhan dasar anak dengan gangguan perkembangan adalah sensori. Pada

anak dengan gangguan perkembangan sensorinya mengalami gangguan dan tidak

terintegrasi sensorinya. Sehingga pada anak dengan gangguan perkembangan perlu

mendapatkan pengintegrasian sensori tersebut. Dengan terapi sensori integration.

            Sensori integration adalah pengorganisasian informasi melalui beberapa

jenis sensori di anataranya adalah sentuhan, gerakan, kesadaran tubuh dan 

grafitasi, penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan penciuman yang sangat

berguna untuk menghasilkan respon yang bermakna. Beberapa jenis terapi sensori

integration adalah memberikan stimulus vestibular, propioseptif dan taktil input.

Menurunkan tactile defensivenes dan meningkatkan tactile discrimanation.

Meningkatkan body awareness berhubungan dengan propioseptik dan kinestetik.

Selain sensory integration terapi sensori lain yang dikenbal dalam terapi gangguan

perkembangan dan perilaku adalah Snoezelen. Snoezelen adalah sebuah aktifitas

yang dirancang mempengaruhi system Susunan Saraf pusat melalui pemberian

stimuli yang cukup pada system sensori primer seperti penglihatan, pendengaran,

peraba, perasa lidah dan pembau. Disamping itu juga melibatkan sensori internal

seperti vestibular dan propioseptof untuk mencapai relaksasi atau aktivasi

seseorang untuk memperbaiki kualitas hidupnya

Neurodevelopment treatment (NDT)  atau Bobath adalah terapi sensorimotor

dalam menangani gangguan sensoris motor. Terapi NDT dipakai bertujuan untuk

meningkatkan kualitas motorik penderita. Tehnik dalam terapi ini adalah untuk

memfokuskan  pada fungsi motorik utama dan kegiatan secara langsung.

Terapi modifikasi perilaku harus melalui pendekatan perilaku secara

langsung, dengan lebih memfokuskan pada perunahan secara spesifik. Pendekatan

ini cukup berhasil dalam mengajarkan perilaku yang diinginkan, berupa interaksi

sosial, bahasa dan perawatan diri sendiri. Selain itu juga akan mengurangi perilaku

yang tidak diinginkan, seperti agrsif, emosi labil, self injury dan sebagainya.

Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan

pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah,

dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.

Terapi bermain sangat penting untuk mengembangkan ketrampilan,

kemampuan gerak, minat dan terbiasa dalam suasana kompetitif dan kooperatif

dalam melakukan kegiatan kelompok. Bermain juga dapat dipakai untuk sarana

persiapan untuk beraktifitas dan bekerja saat usia dewasa. Terapi bermain

digunakan sebagai sarana pengobatan atau terapitik dimana sarana tersebut 

dipakai untuk mencapai aktifitas baru dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan

terapi.

Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa tanggung

jawab dan kita harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka agar mau

belajar mengontrol diri dan mengendalikan aktifitasnya serta kemampuan untuk

memperhatikan segala sesuatu yang harus dikuasai, dengan menyuruh mereka

untuk membuat daftar tugas dan perencanaan kegiatan yang akan dilakukan sangat

membantu dalam upaya mendisiplinkan diri, termasuk didalamnya kegiatan yang

cukup menguras tenaga (olah raga dll) agar dalam dirinya tidak tertimbun

kelebihan tenaga yang dapat mengacaukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan.

Nasehat untuk orangtua, sebaiknya orang tua selalu mendampingi dan

mengarahkan kegiatan yang seharusnya dilakukan si-anak dengan melakukan

modifikasi bentuk kegiatan yang menarik minat, sehingga lambat laun dapat

mengubah perilaku anak yang menyimpang. Pola pengasuhan di rumah, anak

diajarkan dengan benar dan diberikan pengertian yang benar tentang segala sesuatu

yang harus ia kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan serta

memberi kesempatan mereka untuk secara psikis menerima petunjuk-petunjuk

yang diberikan.

Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok

dari upaya perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak

bersedia melakukan sesuatu dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan

keyakinan bahwa dia mampu mengerjakan, pada akhirnya bila ia mampu

mengerjakannya dengan baik maka harus diberikan penghargaan yang tulus baik

berupa pujian atupun hadiah tertentu yang bersifat konstruktif.   Bila hal ini tidak

berhasil dan anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus

segera dihentikan atau dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai. Strategi

di tempat umum, terkadang anak justru akan terpicu perlaku distruktifnya di

tempat-tempat umum, dalam hal ini berbagai rangsangan yang diterima baik

berupa suasana ataupun suatu benda tertantu yang dapat membangkitkan perilaku

hiperaktif / destruktif haruslah dihindarkan dan dicegah, untuk itu orang tua dan

guru harus mengetahui hal-hal apa yang yang dapat memicu perilaku tersebut.

Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan

pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah,

dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.

PENUTUP

ADHD atau  Attention Deficite Hyperactivity Disorder pada anak yang

merupakan gangguan perilaku yang semakin sering ditemukan. Seringkali karena

kurang pemahaman dari orangtua dan guru serta orang-orang disekitarnya anak

diperlakukan tidak tepat sehingga cenderung memparah keadaan. Terdapat

beberapa pegangan dalam mendiagnosa ADHD, gejala hiperaktifitas harus dapat

dilihat pada setidaknya di dua temapat yang berbeda dengan kondisi (setting) yang

berbeda pula.

Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik

dan menyeluruh. Penanganan ini harus melibatkan multi disiplin ilmu yang

dikoordinasikan antara dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh

terhadap penderita.