51
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 gram, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Menurut Easment, abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu. Menurut Jeffcoat, abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus belum viable by law. Menurut Holmer, abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16. Sedangkan Monro melaporkan bahwa fetus dengan berat 397 gram dapat hidup terus, jadi definisi tersebut di atas tidaklah mutlak. Walaupun bayi dengan berat 700-800 gram dapat hidup, tapi hal ini di anggap sebagai suatu keajaiban. Makin tinggi berat anak waktu lahir, makin besar kemungkinannya untuk hidup (Sarwono, 2007). Abortus dapat dibagi menjadi abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan atau terjadi secara spontan. Menurut aspek klinis abortus dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu abortus imminens, abortus insipiens, abortus

abortus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

abortus laporan kasus

Citation preview

Page 1: abortus

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran

hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu

hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 gram, atau usia kehamilan

kurang dari 20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai.

Menurut Easment, abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana

fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan

apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 gram atau usia kehamilan

kurang dari 28 minggu. Menurut Jeffcoat, abortus adalah pengeluaran dari hasil

konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus belum viable by law.

Menurut Holmer, abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16.

Sedangkan Monro melaporkan bahwa fetus dengan berat 397 gram dapat hidup

terus, jadi definisi tersebut di atas tidaklah mutlak. Walaupun bayi dengan berat

700-800 gram dapat hidup, tapi hal ini di anggap sebagai suatu keajaiban. Makin

tinggi berat anak waktu lahir, makin besar kemungkinannya untuk hidup

(Sarwono, 2007).

Abortus dapat dibagi menjadi abortus spontan dan abortus provokatus.

Abortus spontan merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan atau

terjadi secara spontan. Menurut aspek klinis abortus dapat dibagi menjadi 6

golongan, yaitu abortus imminens, abortus insipiens, abortus kompletus, abortus

inkompletus, missed abortion dan abortus habitualis. Masing-masing abortus

memiliki tanda dan karakteristik sendiri (Sarwono, 2007).

Insidens abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita

dapat mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil dan ia tidak

mempunyai gejala yang hebat sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi

yang terlambat (siklus memanjang). Terlebih lagi insidens abortus preminalis

sangat sulit ditentukan karena biasanya tidak dilaporkan oleh rumah sakit

sebagai rasio dari jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA angka

kejadian secara nasional berkisar antara 10-20% (Hoesin, 2007).

Rekurensi terjadinya abortus sebanyak 20 % jika terdapat riwayat 1 kali

abortus spontan sebelumnya, 35 % jika terdapat riwayat 2 kali abortus spontan

Page 2: abortus

2

sebelumnya, 50 % jika terdapat riwayat 3 abortus spontan sebelumnya, dan 30

% jika terdapat riwayat 3 kali abortus spontan sebelumnya dan telah 1 kali

mengalami partus spontan (Hoesin, 2007).

Penyebab-penyebab abortus spontan bervariasi meliputi infeksi, faktor

hormonal, kelainan bentuk rahim, faktor imunologi (kekebalan tubuh), dan

penyakit dari ibu. Penyebab abortus pada umumnya terbagi atas faktor janin dan

faktor ibu. Pada umumnya abortus spontan yang terjadi karena faktor janin

disebabkan karena terdapatnya kelainan pada perkembangan janin seperti

kelainan kromosom (genetik), gangguan pada ari-ari, maupun kecelakaan pada

janin. Frekuensi terjadinya kelainan kromosom (genetik) pada triwulan pertama

berkisar sebesar 60%. Beberapa hal yang berkaitan dengan faktor ibu yang

dapat menyebabkan abortus spontan adalah faktor genetik orangtua yang

berperan sebagai carrier (pembawa) di dalam kelainan genetik; infeksi pada

kehamilan, kelainan hormonal, kelainan jantung dan kelainan bawaan dari rahim

(Hoesin, 2007).

Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya abortus adalah usia

ibu yang lanjut, riwayat kehamilan sebelumnya yang kurang baik, riwayat

infertilitas (tidak memiliki anak), Adanya kelainan atau penyakit yang menyertai

kehamilan, infeksi (cacar, toxoplasma, dll), paparan dengan berbagai macam zat

kimia (rokok, obat-obatan, alkohol, radiasi), trauma pada perut atau panggul

pada 3 bulan pertama kehamilan dan Kelainan kromosom (genetik) (Hoesin,

2007).

Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada fase abortus yang tidak

aman (unsafe abortion) walaupun kadang-kadang dijumpai juga pada abortus

spontan. Komplikasi dapat berupa perdarahan, perforasi, kegagalan ginjal,

infeksi, syok akibat perdarahan dan infeksi sepsis. Perforasi ini seringkali terjadi

sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan tenaga yang tidak ahli, seperti

bidan dan dukun. Sedangkan syok pada abortus disebabkan oleh perdarahan

yang banyak, serta infeksi berat atau sepsis (Hoesin, 2007).

Mengingat angka kejadian abortus yang masih tinggi dan

komplikasinya yang akan menyebabkan kematian khususnya di indonesia,

sehingga perlu dilakukan pembahasan yang lebih lanjut tentang abortus. Selain

itu, penjelasan di atas menunjukkan bahwa banyak kemungkinan penyebab yang

bisa terjadi pada abortus inkomplit ini, selain itu juga dijelaskan bahwa komplikasi

Page 3: abortus

3

yang terjadi bisa membahayakan jiwa janin dan uterus sehingga perlu dilakukan

pembahasan yang lebih lanjut tentang abortus inkomplit.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana diagnosis abortus inkomplit pada kasus ini ditegakkan?

2. Apakah etiologi terjadinya abortus inkomplit pada kasus ini?

3. Apakah penatalaksanaan abortus inkomplit pada kasus ini sudah tepat ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui cara penegakkan diagnosis abortus imkomplit pada kasus ini.

2. Mengetahui etiologi terjadinya abortus inkomplit pada kasus ini.

3. Mengetahui apakah penatalaksanaan abortus inkomplit pada kasus ini

sudah tepat.

1.4 Manfaat

1. Menambah pengetahuan tentang tata cara penegakkan diagnosa

abortus inkomplit.

2. Mengetahui etiologi serta faktor – faktor resiko penyebab terjadinya

abortus inkomplit sehingga dapat memberikan KIE secara tepat pada

saat ANC.

3. Mengambil manfaat dari studi kasus di bawah ini agar lebih baik

dalam penatalaksanaan kasus abortus inkomplit.

Page 4: abortus

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Abortus

Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum

sanggup hidup sendiri diluar uterus, belum sanggup diartikan apabila fetus itu

beratnya terletak antara 400-1000 juta, atau UK < 28 minggu. Abortus adalah

pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu yaitu fetus

belum Viable by low. Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-

16 dimana proses plasentasi belum selesai. Abortus adalah berakhirnya

kehamilan sebelum anak dapat hidup di dua luar. Abortus adalah berakhirnya

kehamilan dengan umur kehamilan < 20 minggu atau berat jenis < 1000 gram.

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada

atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum

mampu untuk hidup di luar kandungan (Sarwono, 2007).

2.2 Klasifikasi Abortus

Abortus dapat dibagi atas 2 golongan : (Mocthar 1998:211 )

2.2.1 Abortus Spontan

Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului factor-faktor

mekanis ataupun medialis, semata-mata disebabkan oleh factor-faktor

alamiah.

2.2.2 Abortus Provokatus

Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-

obatan maupun alat. Abortus ini dibagi dua :

1. Abortus Medialis

Adalah abortus dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan

akan membahayakan jiwa ibu ( berdasarkan indikasi medis ).

Page 5: abortus

5

2. Abortus Kriminalis

Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan yang

tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

2.3 Pembagian Abortus Spontan

Abortus Kompletus (Keguguran lengkap) adalah seluruh hasil konsepsi

dikeluarkan (desidua dan fetus) sehingga rongga rahim kosong.

Abortus Incompletus (Keguguran bersisa) adalah hanya sebagian dari

hasil konsepsi dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua dan placenta.

Abortus Insipien (Keguguran sedang berlangsung) adalah abortus sedang

berlangsung dengan ostium eksternum dan internum sudah terbuka dan

ketuban yang teraba. Kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.

Abortus Iminens (Keguguran membakat) adalah abortus membakat dan

akan terjadi. Dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan

memberikan obat-obatan.

Missed Abortion adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap

berada dalam rahim yang tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.

Abortus Habitualis (Keguguran berulang) adalah keadaan dimana

penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.

Abortus Infektiosus dan Abortus Septik adalah keguguran yang disertai

infeksi genital. Abortus septic adalah keguguran disertai infeksi berat

dengan penyebaran kuman atau toxinnya kedalam peredaran darah atau

peritoneum.

2.4 Epidemiologi Abortus

Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti

kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan

anak memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15 %

Page 6: abortus

6

dari semua kehamilan. Namun, frekuensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih

tinggi lagi karena banyak kejadian yang tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi

komplikasi; juga karena abortus spontan hanya disertai gejala ringan, sehingga

tidak memerlukan pertolongan medis dan kejadian ini hanya dianggap sebagai

haid yang terlambat. Terlebih lagi insidens abortus preminalis sangat sulit

ditentukan karena biasanya tidak dilaporkan oleh rumah sakit sebagai rasio dari

jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA angka kejadian secara

nasional berkisar antara 10-20% (Sastrawinata, 2004 : 2). Delapan puluh persen

kejadian abortus terjadi pada usia kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak

disebabkan karena kelainan pada kromosom.

Sesuai Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 1997 dilaporkan 6%

kehamilan dalam periode 1992-1997 berakhir dengan keguguran, angka

keguguran lebih tinggi didaerah perkotaan (7%) daripada pedesaan (5%) secara

umum kehamilan yang tidak diinginkan (tidak direncanakan atau tidak

diharapakan) telah turun dari 17% (1991-1994) menjadi 14% (1994-1997).

Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%, abortus imminens

86,17%, sedangkan kasus abortus inkomplit di Indonesia sebanyak 9,75%

(Hoesin, 2007).

2.5 Etiologi Abortus

Beberapa hal penyebab abortus dapat dibagi menjadi beberapa faktor,

antaranya (Williams, 2005) :

1) Faktor fetal

Abortus spontan pada awal kehamilan umumnya menunjukkan

abnormalitas perkembangan dari zigot, embrio, atau plasenta. Pada 1000 kasus

abortus spontan yang diteliti oleh Hertig dan Sheldon (1943), separuhnya adalah

degenerasi atau kosongnya embrio, oleh karena rusaknya ovum. 50 hingga 60

persen dari abortus spontan disebabkan oleh kelainan kromosom yang dapat

dilihat pada tabel 6.1 (Williams, 2005).

Trisomi autosomal sering menyebabkan keguguran pada trisemester

awal. Semua trisomi autosomal kecuali kromosom nomer 1 telah teridentifikasi

Page 7: abortus

7

pada kasus abortus, dan abrtus dengan autosom 13, 16, 18, 21, dan 22 adalah

yang paling umum menyebabkan abortus.

Monosomi X (45, X), adalah abnormalitas kromosom spesifik tunggal

yang sering dijumpai. Monosomi ini menyebabkan sindroma turner, yang

biasanya akan terjadi abortus dan sedikit sekali bayi lahir hidup perempuan.

Kasus monosomi autosomal sangat jarang dan tidak banyak yang hidup.

Triploid lebih sering berhubungan dengan hydropic placental (molar)

degeneration. Mola hidatidosa inkomplit mungkin triploid atau trisomi hanya

pada kromosom 16. Walaupun janin lebih sering gugur pada awal kehamilan,

berberapa tumbuh lebih lama dan menunjukkan malformasi. Umur maternal dan

paternal lanjut tidak meningkatkan insiden triploid.

Aborsi tetraploid jarang lahir hidup dan sangat sering gugur pada awal

gestasi. Abnormalitas struktur kromosom tidak banyak menyebabkan aborsi.

Berberapa bayi yang lahir dengan translokasi seimbang akan tumbuh normal.

Abortus pada kromosom euploid adalah janin dengan kromosom normal

cenderung mengalami keguguran pada umur gestasional yang lebih tua bila

dibandingkan aneuploid (Williams, 2005).

2) Faktor Maternal

Penyebab abortus kromosom euploid sukar untuk dipahami, walaupun

berbagai masalah kesehatan, kondisi lingkungan, dan abnormalitas dari

perkembangan janin telah diimplikasikan. Pengaruh dari umur maternal yang

yang disebutkan di atas adalah faktor yang paling sering terjadi.

a. Infeksi

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2001), infeksi

adalah penyebab tidak umum pada aborsi awal kehamilan. Bahkan dalam

penelitian Simpson (1996) yang berjudul insulin-dependent diabetic women—

presumably more susceptible to infection—, tidak ditemukan bukti bahwa infeksi

dapat menginduksi keguguran.

Beberapa infeksi spesifik telah dipelajari. Sebagai contoh, walaupun Brucella

abortus dan Campylobacter fetus menyebabkan abortus pada ternak, bakteri –

bakteri ini tidak menyebabkan hal yang sama pada manusia (Sauerwin, 1993).

Pada penelitian lain juga tidak terbukti baik Listeria monocytogenes atau

Chlamydia trachomatis menstilumulasi abortus pada manusia (Feist, 1999;

Osser, 1996; Paukku, 1999). Pada studi prospektif, infeksi HSV pada kehamilan

Page 8: abortus

8

awal juga tidak meningkatkan insiden keguguran (Brown, 1997). Bukti bahwa

Toxoplasma gondii menyebabkan abortus pada manusia tetap belum dapat

disimpulkan.

Data yang menyangkut hubungan antara infeksi dan peningkatan abortus

masih diperdebatkan. Sebagai contoh, Quinn dkk (1983a, b) menyediakan bukti

serologik yang mendukung peran Mycoplasma hominis dan Ureaplasma

urealyticum. Namun Temmerman dkk (1992) menemukan bahwa tidak ada

hubungan antara mycoplasma genital dengan abortus spontan. Mereka

menemukan bahwa abortus berhubungan langsung dengan bukti serologik dari

infeksi syphilis dan human immunodeficiency virus (HIV)-1, dan kolonisasi

streptococcus grup B pada vagina. Sebagai perbandingan, van Benthem dkk

(2000) melaporkan bahwa wanita memiliki resiko abortus yang sama baik

sebelum atau sesudah mereka terinfeksi HIV. Oakeshott dkk (2002) melaporkan

hubungan antara trimester kedua, bukan pertama dengan bakterial vaginosis.

b. Penyakit Debilitas Kronis

Abortus pada awal kehamilan jarang sebagai dampak penyakit kronis seperti

tuberkulosis atau karsinoma. Celiac sprue, telah dilaporkan sebagai penyebab

infertilitas baik pada pria maupun wanita dan abortus habitualis (Sher, 1994).

c. Kelainan Endokrin

i) Hipotiroid

Defisiensi iodin mungkin berhubungan dengan keguguran (Castañeda,

2002). Defisiensi hormon tiroid bersifat umum pada wanita dan biasanya

disebabkan oleh masalah autoimun, namun efek hipotiroid pada keguguran awal

kehamilan belum dipelajari secara mendalam. Bahkan tanpa hipotiroid,

autoantibodi tiroid berhubungan dengan peningkatan insiden keguguran

(Abramson, 2001; Lakasing, 2005).

ii) Diabetes Mellitus

Angka abortus spontan dan malformasi kongenital mayor keduanya

meningkat pada wanita dengan IDDM (insulin-dependent diabetes melitus)

(Greene, 1999). Resiko yang nampak berhubungan dengan derajat kontrol

metabolik pada awal kehamilan. Pada studi prospektif, Mills dkk (1988)

melaporkan bahwa kontrol glukosa yang bagus hingga hari ke 21 setelah

konsepsi menghasilkan angka keguguran yang sama dengan kontrol

nondiabetik. Kontrol glukosa yang buruk, menyebabkan peningkatan angka

Page 9: abortus

9

keguguran. Diabetes adalah penyebab dari abortus habitualis, dan Craig dkk

(2002) telah melaporkan insiden yang lebih tinggi resistensi insulin pada wanita

dengan abortus habitualis.

d. Nutrisi

Defisiensi asupan satu atau berberapa nutrisi tidak menunjukkan penyebab

penting pada abortus. Bahkan hiperemia gravidarum selama kehamilan awal

dengan penurunan berat badan yang signifikan jarang diikuti oleh keguguran.

e. Pemakaian obat dan faktor lingkungan

Berbagai macam agen yang berbeda dilaporkan berhubungan dengan

peningkatan insiden abortus :

Tembakau

Merokok berhubungan dengan peningkatan resiko abortus euploid (Kluine,

1980). Dua studi beranggapan bahwa resiko abortus meningkat secara linear

dengan penggunaan rokok per hari (Armstrong, 1992; Chatenoud, 1998).

Alkohol

Pada abortus spontan dan anomali fetus, seringnya mengkonsumsi alkohol

pada 8 minggu awal kehamilan (Floyd, 1999). Resiko ini berhubungan baik oleh

karena frekuensi dan dosis (Armstrong, 1992; Kline, 1980). Konsumsi alkohol

minimal pada kehamilan tidak berhubungan secara signifikan terhadap abortus

(Cavallo, 1995; Kesmodel, 2002).

Kafein

Amstrong dkk (1992) melaporkan bahwa wanita yang mengkonsumsi

setidaknya lima cangkir kopi sehari memiliki sedikit peningkatan resiko abortus,

dan di atas itu, resiko berjalan secara linear. Cnattingius dkk (2000) meneliti

peningkatan resiko abortus hanya pada wanita yang mengkonsumsi paling tidak

500 mg cafein per hari setara dengan 5 cangkir kopi. Klebanoff dkk (1999)

melaporkan bahwa wanita hamil dengan kadar caffein dan paraxantin tinggi

memiliki resiko keguguran. Mereka menyimpulkan bahwa konsumsi kopi sedang

menyebabkan abortus spontan.

Radiasi

Pada dosis terapi yang diberikan untuk mengatasi malignansi, radiasi dapat

merupakan penyebab abortus. Walaupun dosis yang lebih rendah menyebabkan

efek toxic yang lebih rendah pula, dosis pada manusia yang menyebabkan

Page 10: abortus

10

abortus belum dapat diketahui. Menurut Brent (1999), paparan kurang dari 5 rad

tidak meningkatkan resiko keguguran.

Kontrasepsi

Kontrasepsi oral atau bahan spermasidal tidak berhubungan dengan

peningkatan angka keguguran. Bila piranti intrauterin gagal mencegah

kehamilan, resiko abortus terutama abortus septik akan meningkat

Toksin lingkungan

Pengkajian secara akurat tentang hubungan antara paparan lingkungan dan

keguguran masih belum dapat dilakukan. Terdapat kesulitan dalam mengukur

intensitas dan durasi paparan, hanya terdapat sedikit informasi yang mengarah

pada agen spesifik. Namun, nampaknya lebih baik berhati-hati pada paparan

toksin lingkungan.

Beberapa studi termasuk yang dilakukan oleh Barlow dan Sullivan (1982)

yang menemukan bahwa arsenik, timah hitam, formaldehid, benzena dan etil

oksida mungkin menyebabkan keguguran. Peningkatan resiko keguguran telah

dijelaskan pada seorang asisten dokter gigi yang terpapar selama 3 jam atau

lebih nitrat oksida per hari tanpa penggunaan peralatan keamanan (Rowland,

1995). Tanpa penggunaan alat keselamatan, Boivin (1997) menyimpulkan bahwa

wanita yang pekerjaannya terpapar dengan gas anastesi memiliki resiko

peningkatan angka keguguran. Pada metaanalisis lainnya, Dranitsaris dkk (2005)

mengidentifikasi keterkaitan kecil dari abortus spontan pada staff wanita yang

bekerja dengan obat cytoxcix kemoterapi.

3) Faktor Imunologis

Beberapa kerusakan imunologis berhubungan dengan abortus pada awal

kehamilan. Abortus yang terjadi berulang kali dinamakan abortus habitualis.

a. Trombofilia bawaan

Terdapat banyak kerusakan genetik koalagulasi darah yang menaikkan

resiko baik trombosis arteri dan vena. Berberapa studi mengatakan bahwa

trombofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor V leiden, protrombin, antitrombin,

protein C dan S, dan methylene tetrahydrofolate reductase

(hyperhomocysteinemia).

b. Laparotomy

Pembedahan abdomen atau pelvis yang tidak komplikasi selama kehamilan

awal tidak meningkatkan resiko abortus. Tumor ovarium biasanya dihilangkan

Page 11: abortus

11

tanpa mengganggu kehamilan. Perkecualian adalah penghilangan kista corpus

luteum atau kista ovarii pada awal kehamilan dimana corpus luteum berada. Bila

pembedahan dilakukan sebelum minggu ke 10 gestasi, suplemen progesteron

dibutuhkan.

c. Trauma

Trauma abdominal mayor dapat menyebabkan abortus, walaupun tidak lazim

pada kehamilan awal. Efek trauma minor pada angka aborsi sulit ditentukan.

Secara umum, trauma menyumbangkan sedikit insiden abortus.

d. Defek uterus

i. Defek uterus didapat

Leiomyoma besar dan multipel adalah kasus umum, dan menyebabkan

keguguran. Dalam hal ini, letak dari tumor lebih berpengaruh pada keguguran

daripada besar tumor. Synechiae uterus yang lebih dikenal dengan Asherman

syndrome biasanya terjadi akibat destruksi luas endometrium karena kuretase.

Histerosalfingogram menunjukan karakteristik dari defek multipel, namun

histeroscopi lebih akurat. Pada kehamilan beruntun, jumlah endometrium

mungkin tidak cukup untuk mendukung adanya suatu kehamilan kembali, dan

abortus mungkin terjadi.

ii. Defek uterus yang berkembang

Formasi duktus müllerian abnormal atau defek fusi dapat berkembang

spontan atau dapat diikuti pada paparan in utero diethylstilbestrol. Walaupun hal

tersebut dapat menyebabkan keguguran midtrimester dan komplikasi kehamilan

dan kelahiran preterm, hal ini masih kontroversi apakah defek uterus

menyebabkan keguguran awal kehamilan.

e. Inkompetensia servix

Hal ini ditandai dengan dilatasi cervix tanpa rasa sakit pada mid trimester.

Keadaan ini dapat diikuti dengan prolaps dan balooning dari membran ke vagina,

dan ekspulsi fetus imatur. Chansen dkk (2005) melaporkan bahwa dilatasi dan

evakuasi atau dilatasi dan ekstraksi setelah 20 minggu tidak meningkatkan

kemungkinan inkompentensia servix (Williams, 2005).

f. Paternal faktor

Hanya sedikit diketahui tentang hubungan faktor paternal dan keguguran.

Umumnya, abnormalitas kromosom pada sperma berhubungan dengan abortus

(Carrell, 2003).

Page 12: abortus

12

2.6 Patogenesis Abortus

Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nekrosis

jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda

asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda

asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum

menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan

seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih

dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak

perdarahan (Williams, 2005)

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, vili korialis belum menembus

desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada

kehamilan 8 sampai 14 minggu penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta

tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahan. Pada

kehamilan lebih 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada plasenta.

Pendarahan tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap. Hasil

konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya

kantong amnion kosong atau tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula

janin telah mati lama. (Fransisca,2007).

Apabila hasil konsepsi tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu akan terjadi

gangguan pembentukan darah. Berbagai bentuk perubahan hasil konsepsi yang

tidak dikeluarkan dapat terjadi :

Mola karneosa atau mola darah: sebuah ovum yang dikelilingi oleh kapsul

gumpalan darah sehingga terlihat seperti gumpalan daging. Tebal kapsul

tersebut bervariasi, dengan didalamnya tersebar vili korialis yang sudah

mengalami degenerasi. Rongga kecil yang berisi cairan didalamnya tampak

tertekan dan berubah bentuk akibat dinding tebal gumpalan darah yang lama.

Spesimen semacam ini berkaitan dengan abortus yang terjadi agak lambat,

sehingga darah dibiarkan berkumpul di antara desidua dan korion serta

mengental dan membentuk sejumlah lapisan.

Page 13: abortus

13

Mola tuberosa dan hematoma subkorionik tuberosa pada desidua merupakan

istilah yang dipakai untuk menyatakan lesi yang sama. Gambaran

karakteristiknya adalah amnion yang secara makroskopis tampak noduler

sebagai akibat dari tonjolan hematom yang terlokalisir dengan berbagai

macam ukuran di antara selaput amnion dan korion.

Fetus kompresus : janin mengalami mummifikasi, terjadi penyerapan kalsium

dan tertekan sampai gepeng

Fetus papireseus : kompresi fetus berlangsung terus, terjadi penipisan

laksana kertas

Blighted ovum : hasil konsepsi yang dikeluarkan tidak mengandung janin

hanya benda kecil yang tidak berbentuk

Missed abortion : hasil konsepsi yang tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu

(Williams,2005).

2.7 Diagnosis Abortus

Dicurigai abortus apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: nyeri

suprapubik, kram uterus, dan atau nyeri punggung, perdarahan vagina, dilatasi

cervix, ekspulsi dari produk konsepsi, hilangnya gejala dan tanda dari kehamilan,

secara kuantitatif human chorionic gonadotropin tidak meningkat, temuan USG

yang abnormal (seperti gestasional sac yang kosong, disorganisasi fetal,

kurangnya pertumbuhan dari fetus) (DeCherney, 2006).

Jika dicurigai kehamilan ektopik, dilakukan pemeriksaan bimanual secara

hati-hati. Karena kehamilan ektopik awal biasanya mudah pecah. Pikirkan

kemungkinan abortus pada wanita usia reproduktif, yang mengalami terlambat

haid (terlambat haid dengan jangka waktu lebih dari satu bulan sejak waktu haid

terakhirnya) dan mempunyai satu atau lebih tanda berikut ini: perdarahan, kaku

perut, pengeluaran sebagian produk konsepsi, serviks yang berdilatasi atau

uterus yang lebih kecil dari seharusnya.jika abortus merupakan kemungkinan

diagnosis segera kenali dan tangani komplikasi yang ada (Saifudin, 2010).

Page 14: abortus

14

2.8 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Threatened Abortion/ Abortus mengancam/ Abortus imminens

Setidaknya sekitar 20-30% dari wanita hamil mempuyai riwayat

perdarahan pada trimester pertama. Pada sebagian besar kasus, hal ini

mempresentasikan sebuah perdarahan implantasi. Cervix masih menutup dan

perdarahan sedikit dengan atau tanpa kram (DeCherney, 2006).

Inevitable Abortion/abortus insipiens

Nyeri perut atau punggung dengan perdarahan disertai cervix yang

terbuka mengindikasikan impending abortus. Abortus tidak dapat dihindari jika

terdapat cervical affacement, cervical dilatasi, dan atau ruptur dengan membrane

yang signifikan (DeCherney, 2006).

Abortus Incomplete

Pada abortus inkomplit produk dari konsepsi telah keluar sebagian dari

rongga uterus. Pada kehamilan kurang dari umur 10 minggu, Fetus dan placenta

biasanya keluar bersamaan. Setelah 10 minggu, Kemungkinan dapat keluar

terpisah, dengan sebagian produk konsepsi tertahan dalam rongga uterus. Kram

selalu terjadi. Perdarahan secara umum persisten dan mungkin berlanjut parah

(DeCherney, 2006).

Abortus komplet

Abortus komplet dapat diidentifikasi dari keluarnya seluruh hasil konsepsi.

Perdarahan sedikit dapat berlanjut untuk beberapa waktu, sakit biasanya timbul

setelah janin telah melewati cervix (DeCherney, 2006).

Missed Abortion

Missed abortion dapat berimplikasi bahwa kehamilan masih tertahan dan

diikuti oleh matinya fetus. Mengapa hasil konsepsi tidak langsung ekspulsi masih

belum dapat diketahui. Hal ini kemungkinan terdapat produksi progestogen pada

placenta tetap berlanjut ketika kadar estrogen turun jauh, yang mana

menurunkan kontraktilitas uterus (DeCherney, 2006)

Blighted Ovum

Blighted ovum atau kehamilan tanpa embrio merepresentasikan

kegagalan perkembangan embrio jadi hanya terdapat gestational sac dengan

Page 15: abortus

15

atau tanpa sebuah yolk sac. Sebuah alternative hipotesis menunjukkan bahwa

fetal pole telah direabsorbsi dilihat dengan ultrasonografi (DeCherney, 2006).

Tabel 1.1 Deferensial Diagnosis perdarahan pada kehamilan muda

Perdarahan Serviks Uterus Gejala/tanda Diagnosis

Bercak hingga Sedang

Tertutup Sesuai dengan usia gestasi

Kram perut bawah dan uterus lunak

Abortus imminen

Tertutup/terbuka Sedikit membesar dari normal

Limbung/pingsanNyeri perut bawahNyeri goyang portioMassa adneksaCairan bebas intra abdomen

Kehamilan ektopik terganggu

Lebih kecil dari usia gestasi

Sedikit atau tanpa nyeri perut bawahRiwayat ekpulsi hasil konsepsi

Abortus komplit

Sedang hingga massif/banyak

Terbuka Sesuai usia kehamilan

Kram atau nyeri perut bagian belum terjadi ekpulsi hasil konsepsi

Abortus insipiens

Kram atau nyeri perut ekpulsi sebagian hasil konsepsi

Abortus inkomplit

Terbuka Lunak dan lebih basar dari usia gestasi

Mual/muntahKram perut bawahSindroma mirip preeklamsiaTak ada janin keluar jaringan seperti anggur

Abortus mola

(Saifudin,2002)

Page 16: abortus

16

Tabel 1.2 Diagnosis Abortus berulang

Penyebab Diagnosis

Genetic error Pedigree 3 generasi dan karyotype dari kedua orangtua dan setiap

material abortus sebelumnya

Abnormalitas anatomi

dari jalur reproduksi

Lakukan hysterosalpingogram atau hysterocopy

Kelainan hormonal Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk T4 dan TSH, serum

progesterone atau biopsy endometrium selama fase luteal, dan gucose

tolerant test. 

Infeksi Kultur cervix untuk Chlamydia dan gonorrhea, dan kultur untuk

Mycoplasma dan Ureaplasma. 

Penyakit Autoimmune Evaluasi tekanan darah dan fungs ginjal, cek untuk antikoagulan lupus

dan anticardiolipin.

Agen Eksogen Riwayat keluarga dan skrining obat-obatan.

Faktor Immunologis Testing masih belum dpat dilakukan

(DeCherney, 2006)

2.9 Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap

Jika terdapat perdarahan yang signifikan, pasien akan anemis. Hitung

leukosit dan sedimentasi mungkin akan meningkat walaupun tanpa adanya

infeksi (DeCherney, 2006)

Tes kehamilan

Turun atau peningkatan abnormal dari level plasma dari human chorionic

gonadotropin (hCG) dapat membantu diagnosa kelainan pada kehamilan seperti

blighted ovum, abortus spontaneous atau kehamilan ektopik (DeCherney, 2006).

Ultrasonografi

Page 17: abortus

17

Ultrasonografi transvaginal membantu untuk mendokumentasikan kehamilan

intrauterine seawal-awalnya 4-5 minggu usia kehamilan. Gerak janin dapat

terlihat pada embrio >5mm dari crown sampai rump atau pada embrio setidaknya

pada kehamilan 5-6 minggu. Ultrasound dapat berguna untuk menentukan

bilamana kehamilan masih viable dan mana yang lebih mirip pada keadaan

abortus (DeCherney, 2006).

Pada abortus yang mengancam, ultrasonografi dapat mengungkap

gestational sac yang normal dan embrio yang masih viable. Walaupun begitu,

sebuah sac yang irregular sebuah eccentric fetal pole, terdapatnya sac yang

besar (> 25% of sac size) dan terdapat perdarahan retrochorionic, dan atau heart

rate yang lambat (<85bpm) merupakan prognosis yang buruk. Jika terlihat fetus

yang hidup pada minggu ke 6 atau kurang pada USG, resiko dari abortus 15-

30%. Resiko berkurang menjadi 5-10% pada minggu 7-9 minggu kehamilan dan

berkurang menjadi kurang dari 5%setelah minggu ke 9 kehamilan (DeCherney,

2006).

Pada abortus komplit, gestasional sac selalu deflate dan irregular, material

achogenic memperlihatkan jaringan plasenta terlihat pada rongga uterus. pada

abortus komplit, endometrium terlihat menutup dengan tidak ada produk hasil

konsepsi.(DeCherney, 2006).

Embrio atau fetus tanpa gerakan dari jatung konsisten dengan missed

abortion, yang mana terdapat gestasional sac yang abnormal, tanpa sebuah yolk

sac atau embrio, konsisten dengan blighted ovum. Sebagian kehamilan hilang

beberapa minggu sebelum muncul keluhan dan gejala (DeCherney, 2006).

Page 18: abortus

18

Gambar 1.1. Pada pemeriksaan USG tampak kehamilan intrauterine, pada

kehamilan 8 minggu, tampak embrio (E) dan yolk sac (Ys) (DeCherney,

2006).

Gambar 1.2 Terminasi janin pada kehamilan 8 minggu dengan irregular sac

yolk sac (Ys) (DeCherney, 2006).

Gambar 1.3. Gestasional sac yang kosong menandakan blighted ovum

(DeCherney, 2006).

Page 19: abortus

19

Gambar 1.4. Uterus yang kosong (U) dengan sebuah massa di adnexa (A)

merupakan tanda dari kehamilan ektopik. Hcg pada saat transabdominal

ultrasonografi lebih dari 100 mIU/mL (DeCherney, 2006).

Kehamilan ektopik dapat menyebabkan gejala yang sama dengan

miscarriage, seperti abnormalitas dari menstruasi dan nyeri perut atau pelvis.

Sebuah massa di adnexa mungkin atau juga mungkin tidak dapat terlihat.

Ultrasonografi dapat secara virtual menyingkirkan diagnosis kehamilan

ektopik dengan mendokumentasikan sebuah kehamilan intrauterine

(DeCherney, 2006).

2.10 Prognosis

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan setelah didiagnosa

aborsi berulang akan mempunyai outcome yang baik, dengan atau tanpa terapi.

Warburton dan fraser (1964) melaporkan terdapat abortus berulang sebanyak 25

sampai 30 persen berdasarkan jumlah abortus sebelumnya. Poland dan kawan-

kawan (1977) mencatat bahwa apabila wanita dengan diagnosis abortus

mempunyai riwayat melahirkan bayi hidup, resiko untuk berulangnya aborsi

sebanyak kira-kira 30 persen. Jika, walaupun, seorang wanita tidak pernah

melahirkan bayi hidup, dan setidaknya pernah mengalami satu kali abortus

spontan maka resiko untuk aborsi pada kehamilan selanjutnya sebanyak 46

persen (Cunningham, 2007).

2.11 Penatalaksanaan

Abortus merupakan terminasi kehamilan dimana fetus masih belum cukup

matang untuk bertahan hidup.Keadaan ini mebahayakan bagi seorang ibu

karena perdarahan. Perdarahan ini disebabkan oleh adanya sisa hasil konsepsi

pada uterus. Sehingga untuk menghentikan perdarahan tersebut, harus

dikeluarkan sisa-sisa hasil konsepsi dari dalam uterus. Pengeluaran hasil

konsepsi ini bisa dilakukan dengan pelebaran serviks atau transabdominal.

Tindakan pengeluaran hasil konsepsi melalui pelebaran serviks bisa dengan

digitalisasi (bila sisa konsepsi sedikit), atau dilatasi dan kuretase. Sedangkan

dengan transabdominal, dapat dilakukan hysterotomy atau hysterectomy

(Cunningham et al, 2005).

Page 20: abortus

20

Dilatasi dan Kuret

Pertama teknik dilatasi dan kuret mengharuskan melebarkan leher rahim

dan kemudian mengevakuasi kehamilan dengan cara scraping keluar isinya

(kuret tajam), dengan pengisapan keluar isinya (kuret hisap), atau dengan kedua

cara tersebut. Vacuum aspirasi, bentuk paling umum dari kuret hisap,

membutuhkan kanula yang kaku yang melekat pada sumber . Atau, aspirasi

vakum manual menggunakan kanula serupa yang menempel pada jarum suntik

genggam untuk sumber vakumnya. Kemungkinan adalah perforasi uterus,

laserasi serviks, perdarahan, penghapusan lengkap dari janin dan plasenta, dan

infeksi. Dengan demikian, kuret tajam atau hisap harus dilakukan sebelum 14

sampai 15 minggu (Cunningham et al, 2005).

Pada usia kehamilan 16 minggu, untuk mengeluarkan hasil konsepsi

ukuran menggunakan dilatasi dan evakuasi (D & E) teknik. Teknik dilatasi

serviks, dicapai dengan logam atau dilator higroskopik, untuk menghancurkan

struktur badan dan evakuasi bagian-bagian janin. Dengan penghapusan lengkap

janin, kuret vakum besar menanggung digunakan untuk menghapus plasenta

dan jaringan yang tersisa. Dilatasi dan ekstraksi (D & X) adalah mirip dengan

dilatasi dan evakuasi namun evakuasi hisap isi intrakranial dilakukan setelah

melahirkan tubuh janin melalui serviks yang terdilatasi memfasilitasi ekstraksi

dan meminimalkan cedera rahim atau serviks dari instrumen atau tulang janin.

Prosedur ini telah disebut aborsi kelahiran parsial. Untuk mengurangi resiko

infeksi pada saat kuret dapat diberikan doksisiklin 200 mg seblum dan 100 mg

sesudah kuretase (Cunningham et al, 2005).

Histerotomi

Hysterotomy adalah teknik pengeluaran hasil konsepsi melalui jalan

transabdominal. Teknik ini seperti operasi Caesar namun sayatan pada uterus

lebih kecil. Seperti pada pembedahan perut besar pada umumnya, tindakan ini

diperlukan anestesi umum dan agak jarang dilakukan. Hysterotomy hanya

dilkaukan bila metode non-invasif lainnya tidak berhasil atau suit dilakukan.

(Dorland, 2000)

Histerektomi

Page 21: abortus

21

Hysterectomy atau histerektomi merupakan operasi pengangkatan rahim.

Histerektomi dapat total (menghilangkan tubuh, fundus, dan leher rahim rahim;

sering disebut "lengkap") atau parsial (pengangkatan tubuh uterus sementara

meninggalkan rahim utuh; juga disebut "supracervical") (Dorland, 2000).

Tatalaksana terutama dilakukan pada gejala abortus yang disebabkan oleh

faktor maternal. Tatalaksana yang diberikan dapat berupa sebagai berikut:

1.) istirahat baring : tidur baring merupakan unsur penting dalam

pengobatan, karena cara ini dapat menyebabkan bertambahnya aliran

darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik. Walaupun cara ini

belum terbukti dapat mempengaruhi outcome, namun sebagian besar ibu

merasa keadaannya menjadi lebih baik. Tetapi sebagian ahli lainnya

merasa bahwa secara psikologis ibu akan lebih baik jika tetap aktif karena

tidak akan memperburuk prognosis kehamilan. Namun tindakan yang

menimbulkan banyak stress pada fisik tetap harus dihindari termasuk

hubungan suami istri

2.) Menangani penyakit pada ibu : seringkali ibu hamil yang mengalami

gejala abortus juga sedang menderita penyakit lain, seperti diabetes

mellitus, hipotiroid, infeksi, dan lain-lain. Penyakit-penyakit ini harus

ditangani dengan tepat dengan tetap mempertimbangkan kondisi ibu

yang sedang hamil, dan kondisi janin.

3.) Meningkatkan keadaan umum ibu : cara yang dapat dilakukan antara lain

seperti makan makanan bergizi, minum suplemen vitamin, menghindari

stress fisik dan pikiran, menjaga kebersihan jalan lahir dan sebagainya.

4.) Keadaan janin juga harus terus dipantau untuk mengetahui bagaimana

prognosis kehamilan, dan jika ternyata janin sudah mati, maka perlu

dilakukan evakuasi.

Penatalaksanaan Berdasarkan 4 Kategori Utama Abortus: (Saifuddin, 2010)

1. Abortus Imminens

Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total

Mengurangi aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual

Page 22: abortus

22

Apabila pendarahan berhenti, lakukan asuhan antenatal seperti biasa

Ababila pendarahan terus berlangsung, lakukan konfirmasi penyebab

terjadinya pendarahan, khusunya bila ditemui uterus yang lebih besar dari

yang diharapkan, mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola

hidatidosa.

Tidak perlu menggunakan terapi hormonal (esterogen atau progestin)

atau tokolitik (salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak

dapat mencegah abortus

2. Abortus Insipiens

Bila usia kehamilan kurang dari 16 minggu, dilakukan evakuasi uterus

dengan aspirasi vakum manual (AVM) atau dilatasi dan kuretase. Namum

apabila evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka pemberian

ergometrin 0,2 mg IM (jika perlu ulang setiap 15 menit) atau misoprostol

400mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu). Namun obat-

obatan ini tidak efektif untuk pendarahan yang masif, sehingga tetap

harus dipersiapkan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.

Bila usia kehamilan lebih dari 16 minggu, evakuasi sisa-sisa hasil

konsepsi. Pemberian infus 20IU oksitosin dalam 500cc garam fisiologis

dilakukan bila diperlukan untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.

3. Abortus inkomplit

Jika pendarahan tidak seberapa banyak dan usia kehamilan kurang dari

16 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atan dengan cunam

ovum untuk mengeluarkan sisa konsepsi. Bila pendarahan berhenti,

dapat diberikan ergometrin 0,2 mg IM.

Jpendarahan berlangsung terus menerus dan kehamilan usia kehamilan

kurang dari 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan dengan aspirasi vakum

manual, atau bial tidak tersedia bisa d lakukan dilatasi dan kuretase.

Namun bila evakuasi masih belum bisa dilakukan, terapi farmakologis

dapat membantu mengurangi pendarahan yaitu ergometrin 0,2mg IM

diulangi selama 15 menit atau misoprostol 400mcg per oral.

Bila kehamilan lebih dari 16 minggu kita harus membuat kondisi kontraksi

pada uterus dengan bantuan oksitosin 20 IU dalam 500 cc cairan garam

fisiologis secara IV. Setelah ada ekspulsi hasil konsepsi, dilakukan

evakuasi hasil konsepsi dengan AVM atau dilatasi dan kuretase. Sisa

Page 23: abortus

23

konsepsi tidak boleh ada yang tertinggal dalam uterus agar tidak terjadi

pendarahan terus menerus.

4. Abortus Komplit

Tidak perlu evakuasi lagi

Observasi untuk melihat adanya perdarahan yang banyak. ibu dapat

menjadi syok berat setelah terjadi pendarahan yang banyak. Bila

pendarahan sangat mengancam jiwa, tranfusi darah dapat menjadi pilihan

pertama.

Page 24: abortus

24

BAB 3

LAPORAN KASUS

Nama : Ny. Retnowati

No. Rekam Medik : 10985932

Umur : 34 tahun

Alamat : Jl. Tirtojoyo Genting RT3 RW 7 Merjosari Malang

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Nama Suami : Tn Fajar

Pekerjaan : Guru

Status Perkawinan : Menikah 1x, Lama 6 tahun, AT 4 th

Status Paritas : P2002 Ab100

Menarche : 13 tahun

Haid : Teratur

Siklus : 28 hari

HPHT : 5 – 5 – 2011 ~ UK 10 – 12 mgg

Lama Haid : 7 hari

Jumlah haid : 2-3 pembalut per hari

Karakteristik haid : bergumpal

Warna haid : merah

Merasa nyeri haid : nyeri sebelum, selama, dan sesudah haid

Flour : (-)

Flouxus : (+)

KB : (-)

MRS : 14-07-2011

Anamnesis :

Subyektif (tgl. 14 Juli 2011)

KU : keluar flek-flek dari jalan lahir sejak 2 hari yang lalu

Page 25: abortus

25

Pasien mengeluh keluar flek-flek dari jalan lahir sejak tanggal 12 juli

2011 jam 19.00, akan tetapi pasien tetap di rumah

Tanggal 13 Juli 2011 jam 20.00, keluar darah dari jalan lahir disertai

perut terasa mules, akan tetapi pasien tetap di rumah.

Tanggal 14 Juli 2011 jam 06.00, keluar darah dari jalan lahir

bertambah banyak disertai gumpalan-gumpalan, kemudian pasien

datang ke RSSA Malang.

Riwayat dioyok, trauma, instrumentasi, minum jamu-jamuan atau obat-

obatan, keputihan tidak didapatkan

Pasien tahu dirinya hamil saat telat haid 1 bulan yang lalu, setelah tes

urine sendiri dan hasilnya (+) positif

BAK/BAB dalam batas normal

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan mengaku stress dan

sering makan tidak teratur

Obyektif

Keadaan Umum : Cukup

GCS : 456,Kompos metis

Tensi : 120/80mmHg

Nadi : 84x/menit

RR : 20x/menit

Temp axila : 36,4 ºC

Kepala dan leher : Anemia -/-, icterus -/-, pembesaran kelenjar leher -/-

Thorak paru : Simetris, C/P dalam batas normal

Abdomen : Flat supel, met (-), massa (-), nyeri (-), BU (+) N

Fundus uteri = 1 jari di atas symphisis

Extremitas : Edema -/-

Pemeriksaan Ginekologis

Genetalia : Pendarahan (+) minimal, fluor (–)

Inspeculo : V/V pendarahan (+) min, POMP terbuka dan terlihat

jaringan

VT : V/V pendarahan (+) min

POMP terbuka dan teraba jaringan

Page 26: abortus

26

CUAF ~ 10-12 minggu

AP D/S dalam batas normal

CD dalam batas normal

Labora t orium :

• Darah Lengkap: 8700 / 11,2 / 32 / 282.000

• HCG Test : (+) positif

Assesment :

Abortus inkomplit

Planning :

Planning diagnosis : -

Planning terapi :

Bed rest

MRS pro curretage

Injeksi Gentamycin 80 mg i.v diberikan 30 menit

Kaltrofen supp II sebelum kuretase

Tx oral post kuretase :

• Amoxicilin 3x500 mg

• Asam mefenamat 3x500 mg

• Metergin 3x1 tab

• Rob 1x1 tab

Planning monitoring : VS, keluhan subyektif, perdarahan

Planning edukasi : Penjelasan tentang keadaan ibu yang sebenarnya

yaitu apa yang sedang dialami ibu, apa itu abortus inkomplit, dan

mengapa bisa terjadi demikian.

BAB 4

Page 27: abortus

27

PEMBAHASAN

4.1 Analisa Kemungkinan Etiologi Abortus Inkomplit pada Pasien

Dari anamnesis yang dilakukan terhadap pasien, tidak diketahui

secara pasti penyebab terjadinya abortus. Beberapa penyebab abortus

antara lain :

1. Adanya kemungkinan janin yang tidak berkembang

Sekitar setengah dari semua kasus abortus spontan disebabkan

oleh kelainan genetik yang artinya kasus abortus spontan bisa saja

terjadi pada ibu hamil yang sehat secara fisik dan mental. Namun pada

pasien ini tidak diketahui apakah janin tidak berkembang, karena tidak

ada pemeriksaan diagnostic sebelumnya yang menunjukkan janin tidak

berkembang.

2. Pekerjaan Pasien

Pekerjaan pasien sebagai ibu rumah tangga yang cukup sibuk

bisa menjadi salah satu penyebab kejadian abortus inkomplit. Seperti

dijelaskan oleh Williams, 2005, pekerjaan ibu mempengaruhi kesehatan

dalam kehamilan. Semakin berat pekerjaan ibu hamil, maka semakin

besar resiko untuk mengalami kelainan dalam kehamilan. Pekerjaan

sebagai tukang yang berkategori berat dapat berkontribusi pada kejadian

abortus (Williams, 2005).

3. Asupan gizi dan nutrisi

Pasien mengaku memiliki pola makan yang tidak teratur. Hal ini

bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya abortus inkomplit karena

pola makan yang tidak teratur dapat dikaitkan dengan asupan gizi yang

kurang baik. Selain itu pasien juga tidak mengkonsumsi suplemen

vitamin apapun, karena itu dapat disimpulkan bahwa asupan gizi pada

pasien ini kurang memadai untuk menunjang tercapainya kehamilan

yang baik walaupun faktor nutrisi cuma berperan kecil dalam terjadinya

kejadian abortus.

4. Pasien Merasa Nyeri Selama Haid

Yang harus ditanyakan kepada pasien adalah karakteristik nyeri,

letak nyeri di perut bagian sebelah mana, nyeri haid berkurang atau

meningkat dengan apa, kapan waktu yang paling nyeri, apakah

Page 28: abortus

28

mengkonsumsi obat untuk mengurangi nyeri haid atau tidak, nyeri haid

mengganggu kegiatan atau tidak. Jika mengacu ke data pasien, maka

kemungkinan pasien mengalami dismenorea sekunder. Pikirkan mungkin

adanya kemungkinan endometriosis, adenomiosis, PID cronis, myoma

uteri, atau polip endometrium. Di mana semua kemungkinan itu bisa

menyebabkan kejadian abortus.

5. Infeksi

Infeksi kronis seperti TORCH dapat menyebabkan abortus. Toksin,

bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin,

sehingga menyebabkan kematian janin, kemudian terjadi abortus.

a. Infeksi Toxoplasma Gondii

Penyakit toxoplasmosis bukan disebabkan virus tetapi disebabkan oleh

sejenis parasit toxoplasma gondii. Bila penyakit ini mengjangkiti seorang

wanita hamil, maka pada janin dalam kandungannya juga akan beresiko

terinfeksi dan menimbulkan berbagai kecacatan fisik pada anak setelah

dilahirkan. Infeksi toxoplasma gondii menyebabkan abortus spontan

sebesar 4%, lahir mati sebesar 3%, toxoplasmosis bawaan 20%

(Cunningham, 2005).

b. Infeksi Virus Rubella

Infeksi rubella merupakan penyakit infeksi ringan pada anak dan dewasa

muda, tetapi memberi nuansa istimewa seandainya infeksinya mengenai

ibu hamil, dimana virus dapat menembus barier plasenta dan langsung

patogenik terhadap janin yang dikandung. Infeksi rubella dapat

menyebabkan abortus spontan, lahir mati, malformasi janin, kelainan

bayi, sindrom rubella pada anak di kemudian hari (Cunningham, 2005).

c. Infeksi Cytomegalo Virus

Infeksi CMV pada wanita hamil dapat memberikan dampak : lahir

prematur, berat badan rendah, memperlihatkan gejala-gejala kuning,

mikrosefali, perkapuran pada otak, pembesaran hati dan limfa,

kerusakan pada mata dan telinga, keterbelakangan mental, gangguan

pembentukan darah. (Cunningham, 2005)

d. Infeksi Virus Herpes Simplex

Page 29: abortus

29

Herpes simplex / herpes genetalis adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh HSV2 di mukosa alat kelamin dan sebagian kecil HSV1

di mukosa mulut. Wanita hamil yang terinfeksi HSV2 harus ditangani

secara serius, karena virus dapat menembus plasenta dan menimbulkan

kerusakan neonatal, dampak-dampak kongenital, dan abortus spontan

(Cunningham, 2005).

Penyakit Infeksi Akut

a. Malaria

Terdapat empat spesies plasmodium yang menyebabkan malaria pada

manusia, yaitu vivax, ovale, malariae, dan falsiparum. Organisme ini

ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Serangan-serangan

malaria secara bermakna meningkat tiga sampai empat kali lipat pada

dua trimester terakhir kehamilan dan dua bulan pascapartum. Insiden

abortus dan kelahiran preterm meningkat pada wanita hamil yang

mengalami malaria (Cunningham, 2005).

b. Pneumonia

Pneumonia dalam kehamilan merupakan penyebab kematian non

obstetrik yang terbesar setelah penyakit jantung. Oleh karena itu,

pneumonia harus segera diketahui dalam kehamilan, segera dirawat,

dan diobati secara intensif untuk mencegah timbulnya kematian janin/ibu,

terjadinya abortus, persalinan prematur, atau kematian dalam kandungan

(Cunningham, 2005).

c. Demam Tifoid

Disebabkan oleh Salmonella typhi yang disebarkan melalui ingesti oral

makanan, air, atau susu yang tercemar. Pada wanita hamil, penyakit

lebih mungkin dijumpai selama epidemi atau pada mereka yang

terinfeksi HIV. Dari kajian Dildy dkk (1990), dilaporkan bahwa demam

tifoid antepartum dahulu menyebabkan abortus atau persalinan preterm

pada hampir 80% kasus, dengan angka kematian janin 60% dan angka

kematian ibu 25% (Cunningham, 2005).

4.2 Penegakan Diagnosis Abortus Inkomplit Pada Pasien

Page 30: abortus

30

Ny.R didiagnosa sebagai Abortus inkomplit. Keadaan tersebut

ditegakkan atas dasar:

1. Anamnesis

Pendarahan

Pasien mengeluh terjadi perdarahan dari jalan lahir berupa bercak-

bercak cokelat pada 12 juli 2011 dimana usia kehamilan pasien masih

dibawah 20 minggu yaitu sekitar 10-12 minggu.

Nyeri Perut

Pasien mengeluh nyeri pada suprapubis dan tidak ditemukan adanya

riwayat trauma ataupun tanda-tanda infeksi lokal. Tipe nyerinya mules

seperti saat menstruasi.

Hamil

Usia kehamilan pasien sekitar 10-12 minggu.

Analisis dari Anamnesis Pasien.

Abortus inkomplit akan mengalami perdarahan pervaginam pada

trimester pertama kehamilan. Suatu abortus inkomplit dapat atau tanpa

disertai rasa mules ringan, sama dengan pada waktu menstruasi atau

nyeri pinggang bawah. Maka dari hasil anamnesis pasien diatas dapat

disimpulkan bahwa kondisi pasien mengarah kearah kejadian abortus,

dimana pasien dengan kehamilan muda (10–12 minggu) mengalami

pendarahan dan merasakan nyeri pada daerah supra pubis yang bukan

disebabkan oleh riwayat trauma ataupun infeksi atau keradangan lokal.

Nyeri di suprapubis pun seharusnya lebih digali kembali. Mulai dari

onset, durasi, lokasi secara spesifik, apakah ada penyebaran rasa nyeri,

karakteristik nyeri, serta faktor-faktor yang kemungkinan dapat

memperberat atau memperingan rasa nyeri. Hal ini juga perlu digali

secara lengkap, untuk memastikan bahwa sumber rasa nyeri bukanlah

disebabkan oleh penyakit lain, melainkan efek dari abortus yang sedang

terjadi pada pasien. Diagnosis banding dari abortus adalah KET dimana

nyeri pada KET bersifat menyeluruh di perut bagian bawah, nyeri tekan

dan nyeri goyang.

Selain keluhan utama, seharusnya pasien juga digali tentang keluhan

penyerta seperti apakah kondisi pasien sangat lemas, jantung berdebar-

Page 31: abortus

31

debar ataupun badan gemetar. Selanjutnya menggali riwayat penyakit

sekarang dan riwayat penyakit terdahulu yang dapat mempengaruhi,

dipengaruhi, memperberat, atau diperberat oleh kejadian abortus

sekarang.

Anamnesis secara sistematis, lengkap dan terarah amatlah penting.

Hal itu ditujukan untuk mempersempit ruang diagnosis kita, dimana pada

saat anamnesis kita memikirkan diferential diagnosa penyakit pasien

sehingga kita fokus pada kemungkinan yang terbesar menjadi diagnosis

pasien.

2. Status Obstetrik dan Ginekologi

Pasien menikah 1x selama 6 tahun, P2002 Ab100. HPHT 5-5-2011 ~

10-12 minggu, pasien tidak memakai KB. Riwayat fluor (-). Pasien

menarche umur 13 tahun, haid teratur, siklus haid ± 28 hari, dengan

karakteristik darah cair dan sedikit menggumpal, jumlah haid 2–3

pembalut per hari, dan darah berwarna merah. Biasanya pasien merasa

sakit sebelum, selama, dan sesudah haid.

Analisis dari Status Obstetrik dan Ginekologi Pasien

Dari HPHT, usia kehamilan pasien kira-kira ~ 10–12 minggu. Ini

merupakan kehamilannya yang ketiga. Kemudian pasien ditemukan tidak

mempunyai riwayat keputihan. Karakteristik bau fluor sangat penting

untuk ditanyakan karena berhubungan dengan terjadinya suatu infeksi

tertentu. Seperti infeksi Candida albicans dimana fluor berbau apek,

infeksi Tricomonas vaginalis berbau busuk, sedangkan infeksi Gonorrhea

berbau amis. Infeksi pada ibu hamil bisa menyebabkan kejadian abortus,

seperti infeksi Gonorrhea pada ibu hamil.

Siklus haid, menarche, lama haid, dan karakteristik darah haid pasien

normal. Data-data tersebut diperlukan untuk mengetahui apakah ada

gangguan pada fase menstruasi. Apabila lama haid > 8 hari disebut

menorrhagia, jika lama haid < 3 hari disebut hipomenorrhae, sedangkan

jika lama haid 3–8 hari disebut sebagai haid normal.

Salah satu bagian dari anamnesis yang penting dan seringkali terjadi

kesalahan adalah saat menentukan hari pertama haid terakhir (HPHT)

karena tidak semua pasien mengerti apa yang dimaksud dengan HPHT.

Page 32: abortus

32

Agar tidak terjadi kesalahan, maka perlu pertanyaan yang lebih rinci dan

jelas sehingga pasien tidak salah dalam menjawab.

3. Pemeriksaan Fisik

Status Interna

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan pasien mengalami

anemis. Tanda vital pasien pun dalam batas normal serta evaluasi pada

bagian thoraks juga ditemukan dalam batas normal. Pengumpulan data

menyangkut nadi tidak hanya dievaluasi frekuensinya, tetapi juga

pulsusnya apakah irreguler atau tidak. Hal itu penting untuk dievaluasi

karena setiap nilai (jenis pulsus) merupakan manifestasi penyakit yang

berbeda. Seperti pulsus paradoxus yang biasa terjadi pada kelainan

tamponade jantung.

Pemeriksaan Ginekologi

Pada palpasi abdomen didapatkan data bahwa abdomen flat,

supel, dan tinggi fundus uteri 1 jari di atas simfisis. Pada pemeriksaan

genitalia eksterna, inspekulo dan vaginal touche (VT) ditemukan adanya

fluxus yang keluar melalui ostium uteri eksterna (OUE). Pendarahan

(fluxus) yang terjadi akibat penembusan villi koriales ke dalam desidua

pada saat implantasi ovum.

Pada pemeriksaan selanjutnya tidak ditemukan keadaan patologi

pada corpus uteri, adnexa, parametrium, dan cavum douglasi. Corpus

uteri sedikit membesar sesuai dengan usia kehamilan 10–12 minggu,

adnexa parametrium dexter dan sinistra tidak ditemukan massa ataupun

nyeri, serta cavum douglasi pun tidak menonjol.

4.3 Analisis Penatalaksanaan Abortus Inkomplit Pada Pasien

Pada pasien ini penatalaksanaan abortus inkomplit yang utama

adalah kuretase. Hal ini dilakukan untuk mengeluarkan sisa jaringan di

dalam uterus, di mana pasien datang dalam keadaan janin telah keluar

dari jalan lahir namun masih didapatkan sisa jaringan di dalam uterus.

Persiapan kuretase dilakukan dengan memberikan injeksi gentamycin

80mg i.v 30 menit sebelumnya. Hal ini bertujuan sebagai antibiotik

profilaksis sehingga untuk mencapai dosis terapeutik diberikan 30 menit

sebelum operasi. Selain itu diberikan kaltrofen supp sebagai analgesik

Page 33: abortus

33

yang dapat memberikan efek tokolitik, dimana obat ini diberikan 30 menit

sebelum kuretase. Sebelum dilakukan kuretase, dilakukan anestesi blok

paraservikal, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Siapkan 20 ml 0,5 % larutak lognokain tanpa adrenalin

Pergunakan jarum 22 atau 25, penjang 3,5 cm untuk menyuntik obat

Jika memakai tenakulum untuk menjepit serviks berikan injeksi 1 ml

lignokain 0,5 % pada bagian serviks anterior atau posterior

sebelumnya (jepitan biasanya pada pukul 10.00 atau pukul 12.00)

Dengan jepitan tenakulum dengan sedikit tarikan dicari batas antara

epithelium serviks yang licin dan jaringan vagina, disinilah tempat

untuk menyuntikkan obat.

Suntikkan jarum tepat dibawah epithelium. Lakukan aspirasi dan

yakinkan tidak masuk ke dalam pembuluh darah. Jika ternyata

menusuk pembuluh darah, jarum dicabut dan lakukan pengulangan

prosedur di tempat lain.

Suntikkan 2 ml lignokain tepat di bawah epithelium, tidak lebih dari 3

mm, pada pukul 3, 5, 7, dan 9. Jika perlu ditambah suntikan pada

pukul 2 dan pukul 10. Jika suntikan betul akan terjadi pembengkakan

dan pucat di daerah suntikan.

Setelah selesai menyuntikkan tunggu sekitar 2 menit dan lakukan tes

jepit serviks. Jika masih terasa sakit, tunggu 2 menit lagi.

Setelah kuretase diberikan beberapa terapi oral yaitu amoxicillin

sebagai antibiotik yang diberikan untuk mencegah infeksi post kuretase.

Asam mefenamat merupakan analgesik yang diberikan untuk

mengurangi rasa nyeri post kuretase. Metergin merupakan semi sintetik

ergot alkaloid yang berfungsi untuk menghentikan pendarahan dari

uterus. Amoxicillin, asam mefenamat, dan metergin diberikan dalam

bentuk tablet, dan diminum ketika pasien dalam kondisi yang stabil

(Saifudin, 2002).

BAB 5

PENUTUP

Page 34: abortus

34

5.1 Kesimpulan

Kasus Ny. R, umur 34 tahun, datang berobat dengan keluhan

utama pendarahan dari jalan lahir serta merasakan nyeri pada bagian

suprapubis. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis

kasus ini mengarah pada kejadian Abortus Inkomplit.

1. Kemungkinan etiologi dari kejadian abortus pada pasien ini dipengaruhi

oleh pekerjaan, status fisik dan mental pasien, asupan gizi pasien, dan

faktor genetik.

2. Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan dari anamnesis dengan keluhan

keluarnya janin dari jalan lahir. Dari pemeriksaan fisik ditemukan portio

dalam keadaan terbuka, tampak sisa jaringan dan adanya janin yang

telah keluar dari jalan lahir .

3. Penanganan abortus inkomplit pada pasien ini adalah dengan

melakukan kuretase

5.2 Saran

Diperlukan ketepatan dan ketelitian dalam melakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik, sehingga kita akan mendapatkan data yang tepat,

spesifik dan lengkap

Daftar Pustaka

Page 35: abortus

35

Anonymous. 2007. www.ncbi.nlm.nih.gov. management of threatened abortion.

Diakses 14 Februari 2011

Bloom, Cunningham, Gilstrap, Hauth, Leveno, Wenstroom, 2005. Williams

Obstetric. Texas, Section III, Antepartum . Chapter 9. Abortion 

Cunningham, 2007,F. Gary, MD. 2007. Cunningham, 2007s Obstetrics, twenty

second edition. McGraw-Hill Companies.Amerika serikat.

DeCherney,Alan H. 2006. DeCherney,2006 Diagnosis & Treatment Obstetrics &

Gynecology, Tenth Edition. McGraw-Hill Companies.Amerika serikat.

Fransisca, 2007. Aborsi.pdf. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya

Kusuma.

Husada sari. 2009. Aborsi

(http://www.sarihusada.co.id/masakehamilanmenyusui/baca/3/11). Di

akses tanggal 22 januari 2010 pukul 17.00.

Ibnu dian. 2008. Abortus (aborsi).

(http://diyoyen.blog.friendster.com/2008/12/abortus-aborsi/) Di akses

tanggal 22 januari 2010 pukul 18.00.

Linda. 2009. www.health.nytimes.com. Abortion-threatened. Diakses 15 Februari

2011

Sarwono, 2007. Ilmu Kebidanan. Abortus Imminens. Jakarta : PT Bina Pustaka.

Hal: 305.

Saifudin, abdul bari.2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal

dan neonatal.PT bina pustaka sarwono prawiroharjo.Jakarta.

Sastrowinata, Sulaiamn (2004), OBSTETRI PATOLOGI, EGC, Jakarta.

Page 36: abortus

36

Williams, Schorge, Scaffner, Halforson, et al. 2008. First-Trisemester Abortion.

Williams Ginecology. The McGraw-Hill Companies, Inc.