32
JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015 46 ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Oleh Yusriana Staf Pengajar Kopertis Wilayah I dpk Universitas Amir Hamzah Medan Abstract Abortion is an act to terminate a pregnancy by removing the fetus from the womb before the fetus can survive outside content. In general, women had abortions because it led some of them economic incentive / motivation individually, beauty boost, boost morale and motivation within. According to Islamic law in principle prohibited abortion illegal. But for certain conditions with a number of other reasons allowed in medical and Syar'i, then abortion can be performed. Keywords: Abortion, the Law of Islam Abstrak Aborsi adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum janin itu dapat hidup diluar kandungan.Pada umumnya wanita melakukan aborsi karena didorong beberapa hal diantaranya dorongan ekonomi/dorongan individual, dorongan kecantikan, dorongan moral dan dorongan lingkungan. Menurut Hukum Islam pengguguran kandungan pada prinsipnya dilarang (haram). Tetapi untuk keadaan tertentu dengan sejumlah alasan tertentu yang dibenarkan secara medis dan syar’i, maka aborsi dapat dilakukan. Kata Kunci: Aborsi,Hukum Islam. I. Pendahuluan Setiap makhluk hidup mempunyai hak untuk menikmati kehidupan baik hewan, tumbuhan maupun manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini. Oleh karena itu ajaran Islam sangat mementingkan pemeliharaan terhadap 5 hal yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Memelihara jiwa dan melindunginya dari berbagai ancaman berarti memelihara ekstensi kehidupan manusia. Namun tidak semua orang merasa senang dan bahagia dengan setiap kelahiran yang tidak direncanakan, karena faktor kemiskinan, hubungan di luar nikah dan alasan-alasan lainnya. Hal ini mengakibatkan ada sebagian wanita yang menggugurkan kandungannya setelah janin bersemi dalam rahimnya. Aborsi tidak hanya dilakukan oleh para wanita berstatus isteri yang bermaksud menghentikan kelangsungan kandungannya, tetapi juga banyak penyandang hamil pra nikah melakukannya. Kecenderungan melakukan aborsi ini tak lepas dari pandangan terhadap hakikat kepada kehidupan anak manusia dimulai. Aborsi merupakan masalah yang kompleks, mencakup nilai-nilai religius, etika, moral dan ilmiah. Data menyebutkan satu juta wanita Indonesia melakukan aborsi setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut sekitar 50% berstatus belum nikah, 10%-21% diantaranya dilakukan oleh remaja, 8%-10% kegagalan KB dan 2%- 3% kehamilan yang tidak diinginkan oleh pasangan menikah. 34 Kenyataan ini menunjukkan tingginya kebutuhan terhadap praktek aborsi dan beraggamnya faktor penyebab aborsi. Tingginya animo masyarakat untuk melakukan praktek aborsi yang tidak di imbangi dengan pengetahuan hukum dan nilai agama sering kali 34 Setiawan Budi Utomo dalam Http:/www.Dakwatma.com/2009/10/41 81/Aborsi_Perspektif_syariah

ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

46

ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Oleh Yusriana

Staf Pengajar Kopertis Wilayah I dpk Universitas Amir Hamzah Medan

Abstract

Abortion is an act to terminate a pregnancy by removing the fetus from the womb before the fetus can survive outside content. In general, women had abortions because it led some of them economic incentive / motivation individually, beauty boost, boost morale and motivation within. According to Islamic law in principle prohibited abortion illegal. But for certain conditions with a number of other reasons allowed in medical and Syar'i, then abortion can be performed. Keywords: Abortion, the Law of Islam

Abstrak Aborsi adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum janin itu dapat hidup diluar

kandungan.Pada umumnya wanita melakukan aborsi karena didorong beberapa hal diantaranya dorongan ekonomi/dorongan individual, dorongan kecantikan, dorongan moral dan dorongan lingkungan. Menurut Hukum Islam pengguguran kandungan pada prinsipnya dilarang (haram). Tetapi untuk keadaan tertentu dengan sejumlah alasan tertentu yang dibenarkan secara medis dan syar’i, maka aborsi dapat dilakukan. Kata Kunci: Aborsi,Hukum Islam. I. Pendahuluan Setiap makhluk hidup mempunyai hak untuk menikmati kehidupan baik hewan, tumbuhan maupun manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini. Oleh karena itu ajaran Islam sangat mementingkan pemeliharaan terhadap 5 hal yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Memelihara jiwa dan melindunginya dari berbagai ancaman

berarti memelihara ekstensi kehidupan manusia. Namun tidak semua orang merasa senang dan bahagia dengan setiap kelahiran yang tidak direncanakan, karena faktor kemiskinan, hubungan di luar nikah dan alasan-alasan lainnya. Hal ini mengakibatkan ada sebagian wanita yang menggugurkan kandungannya setelah janin bersemi dalam rahimnya. Aborsi tidak hanya dilakukan oleh para wanita berstatus isteri yang bermaksud menghentikan kelangsungan kandungannya, tetapi juga banyak

penyandang hamil pra nikah melakukannya. Kecenderungan melakukan aborsi ini tak lepas dari pandangan terhadap hakikat kepada kehidupan anak manusia dimulai. Aborsi merupakan masalah yang kompleks, mencakup nilai-nilai religius, etika, moral dan ilmiah. Data menyebutkan satu juta wanita Indonesia melakukan aborsi setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut sekitar 50% berstatus belum nikah,

10%-21% diantaranya dilakukan oleh remaja, 8%-10% kegagalan KB dan 2%-3% kehamilan yang tidak diinginkan oleh pasangan menikah.34 Kenyataan ini menunjukkan tingginya kebutuhan terhadap praktek aborsi dan beraggamnya faktor penyebab aborsi. Tingginya animo masyarakat untuk melakukan praktek aborsi yang tidak di imbangi dengan pengetahuan hukum dan nilai agama sering kali

34 Setiawan Budi Utomo dalam Http:/www.Dakwatma.com/2009/10/4181/Aborsi_Perspektif_syariah

Page 2: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

47

masalah aborsi dianggap enteng dan prakteknya dilakukan secara bersembunyi-sembunyi sekalipun tidak

jarang merenggut nyawa sang ibu. II. Rumusan masalah 1. Apa pengerttian aborsi? 2. Apa saja jenis-jenis aborsi? 3. Bagaimana hukum aborsi dalam

Islam? III. Pembahasan 1. Pengertian Aborsi Menurut bahasa kata aborsi berasal dari bahasa Inggris yaitu Abortion yang berarti gugur kandungan atau keguguran, Dalam bahasa Arab disebut Isqatu Hamli atau Al-Ijtihadh. Menurut Huzaimah Tahido Yanggo dalam bukunya masail Fiqhiyah ada perbedaan dalam mengartikan tentang aborsi, seperti diungkapkan oleh

Sardikin Guna Putra, aborsi adalah pengakhiran kehamilan atas hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, sedangkan menurut Mardjono Reksodiputra, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum hasil konsepsi apat lahir secara alamiah dengan adanya kehendk merusak hasil konsepsi tersebut. Berbeda juga menurut Nani Soendo, aborsi adalah pengeluaran buah kehamilan pada waktu janin masih demikian kecilnya sehingga tidak dapat hidup .35 Menurut M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Perempuan bahwa aborsi adalah pengguguran kandungan (janin) sebelum sempurna

masa kehamilan, baik dalam keadaan hidup atau mati, sehingga keluar dari rahim dan tidak hidup, baik itu dilakukan dengan obat atau selainnya oleh yang mengandungnya maupun bantuan orang lain.36

35 Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer, Bandung, Angkasa, 2007:192 36 M. Quraish Shihab, Perempuan dari Cinta Sampai Seks Dari Nikah Mut’ah

2. Jenis- Jenis Aborsi Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang

dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh (Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 , Hal 260). Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi yaitu: a. Aborsi Spontan/Alamiah atau

Abortus Spontancus b. Aborsi Buatan/sengaja atau

Abortus Provocatus Criminalis. c. Aborsi Terapeutik/ Medis atau

Abortus Provocatus Therapenticum.

Aborsi Spontan/alamiah

berlangsung tanpa tindakan apapun, kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.

Aborsi buatan/sengaja/abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gr

sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan, atau dukun beranak).

Aborsi terapentik/ abortus provocatus therapenticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medis.

Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau

penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.

sampai nikah sunnah dari Bias Lama sampai Bias Batu, Jakarta, Lentera Hati,2005:233

Page 3: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

48

Pelaksanaan aborsi adalah sebagai berikut: kalau kehamilan lebih muda, lebih mudah dilakukan, makin

besar makin lebih sulit dan resikonya makin banyak bagi si ibu, cara-cara yang dilakukan di klinik-klinik aborsi itu bermacam-macam, biasanya tergantung dari besar kecilnya janinnya. 1. Abortus untuk kehamilan sampai 12

minggu biasanya dilakukan dengan MR(Menstrual Regulation) yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali lebih kuat)

2. Pada janin yang lebih besar( sampai 16 minggu dengan cara dilatasi dan curetage)

3. Sampai 24 minggu, disini bayi sudah besar sekali, sebab itu

biasanya harus dibunuh lebih dahulu dengan meracuni dia, misalnya dengan cairan garam yang pekat seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan kedalam rahim, kedalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar lalu mati

4. Diatas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglaudin sehingga terjadi proses kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari tempat pemeliharaan dan perlindungannya.

5. Juga dipakai cara operasi sesaria seperti kehamilan yang biasa

dengan berbagai alasan seseorang melakukan aborsi tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan non medis

3. Aborsi Menurut Hukum Islam

Dr. Abdurrahman al-Baghdadi

dalam bukunya menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh yaitu masa 4 bulan masa kehamilan,

maka semua ulama fiqh (fuqaha) sepakat akan keharamannya Tetapi para ulama fiqh berbeda pendapat jika

aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya roh. Sebagian memperbolehkan dan sebagian lainnya mengharamkan. a). Ulama’ yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan roh 1. Muhammad Ramli (w 1596) dalam kitabnya An-Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. 2. Ada pula yang memandangnya makruh dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin atau pun setelah peniupan ruh kepadanya, jika dokter menetapkan bahwa keberadaan janin

dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam sesuai dengan firman Allah QS. Al-Maidah : 32. Artinya : “Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang

manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. Tetapi apabila pengguguran itu dilakukan karena benar-benar terpaksa demi melindungi/ menyelamatkan si

Page 4: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

49

ibu maka islam membolehkan, bahkan mengharuskan, karena islam mempunyai prinsip : “menempuh salah

satu tindakan yang lebih ringan dari hal yang berbahaya itu adalah wajib”. Kaidah fiqh dalam masalah ini menyebutkan : ”Jika berkumpul dua mudharat (bahaya) dalam satu hukum maka dipilih yang lebih ringan mudharatnya” b). Ulama yang mengharamkan abortus dan menstrual regulation. 1. Mahmud Syaltut (eks rektor Universitas al-Azhar Mesir) Bahwa sejak bertemunya sel sperma (mani laki-laki) dengan ovum (sel telur wanita) maka pengguguran adalah suatu kejahatan dan haram hukumnya, sekalipun si janin belum bernyawa sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang

sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa bernama manusia yang harus dihormati dan dijaga eksistensinya. Dan makin besar dosanya apabila pengguguran dilakukan setelah janin bernyawa, apalagi sangat besarnya dosanya kalau sampai dibunuh/ dibuang bayi yang baru lahir dari kandungan. 2. Pendapat yang disepakati fuqaha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya roh (4 bulan) didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 bulan masa kehamilan. Abdullah ibn Mas’ud berkata bahwa rasulullah bersabda : Sesungguhnya

setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ’nuthfah’, kemudian dalam bentuk ’alaqah’. Selama itu pula, kemudian dalam bentuk ’mudghah’ selama itu pula kemudian ditiupkan ruh kepadanya (H.R. Bukhari, Muslim,Abu Daud, Ahmad dan Tirmidzi). Dalam QS al-Isra’ ayat 31 : Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan

memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.

QS al Isra’ ayat 33yang berbunyi : Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya kami Telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” Berdasarkan dalil-dalil diatas maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa/ telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak

kejahatan pembunuhan yang diharamkan islam. Fatwa MUI tentang abortus Majelis ulama Indonesia (MUI) memutuskan Fatwa tentang abortus : Pertama : Ketentuan Umum 1. Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati. 2. Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar. Kedua : Ketentuan Hukum 1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).

2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina. Mengenai menstrual regulation, islam juga melarangnya karena pada hakikatnya sama dengan abortus, merusak, menghancurkan janin calon manusia yang dimuliakan oleh Allah karena ia berhak tetap dalam keadaan hidup sekalipun hasil dari hubungan yang tidak sah (di luar

Page 5: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

50

perkawinan yang sah) sebab menurut islam bahwa setiap anak lahir dalam keadaan suci (tidak bernoda) sesuai

dengan hadis nabi: “Semua anak dilahirkan atas fitrah, sehingga jelas omongannya. Kemudian orang tuanya lah yang menyebabkan anak itu menjadi yahudi, nasrani,/ majusi (H.R Abu ya’la, al-thabrani dan al-baihaqi dari al-aswad bin sari’). - Hukuman Bagi Pelaku Aborsi

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa aborsi daam pandangan hukum Islam termasuk perbuatan yang keji dan merupakan suatu kejahatan. Kejahatan yang lengkap unsur-unsurnya dan dilakukan oleh pelaku dalam keadaan sadar dan sengaja, tentu akan mendapatkan hukuman. Sebagaimana dicontohkan

Nabi dalam haditsnya:

عنه: أنه امرأتين من عن أبي هريرة ر ضي الله

هذيل، رمت إحداهما الأخرى فطرحت جنينها، فقضى

ة، عبد أو أم صلهى الله عليه وسلهم فيها بغره 37.رسول الله“Salah seorang dari dua perempuan bani Huzeil melempar saudaranya (juga dari perempuan bani Huzeil) sehingga gugur kandungannya. Kemudian Rasulullah saw, menghukumnya dengan ghurrah seorang sahaya laki-laki atau perempuan”. (HR. Muslim).

Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi, menetapkan wajib ghurrah (denda)38 pada janin tanpa menjelaskan pada tahap mana ia diwajibkan. Ini berati denda itu diwajibkan karena adanya janin dalam kandungan, walau pun masih berbentuk cairan seperma.39

37 Imam Muslim, Sahih Muslim, Tahkik Muhammad Fuad Abdul Baqy (Bairut: Dar Ihya’ At-Turas,tth),1309. 38 Ghurrah (denda) dapat diartikan sebagai diyat (tebusan), kifarah (ganti rugi) dan ta’zir (hukuman).Hukuman tersebut diberikan dengan melihat usia kandungan saat melakukan aborsi. 39 Saifullah dalam Problematika Hukum Islam Kontemporer.145

Di Indonesia sendiri sanksi bagi pelaku aborsi telah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Pasal 194, salah

satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah supaya pelaku aborsi jera. Hukuman tersebut adalah pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1 milyar rupiah.40

Kesimpulan Aborsi adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum janin itu dapat hidup diluar kandungan. Dalam dunia kedokteran aborsi ada 3 macam yaitu aborsi spontan/alamiah atau abortus spontaneus, aborsi buatan/ sengaja atau abortus provocatus criminalis, aborsi terapeutik/ medis atau abortus provocatus therapenticum.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan Fatwa tentang abortus, Pertama: Ketentuan Umum a. Darurat adalah suatu keadaan

dimana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.

b. Hajat adalah suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar.

Kedua: Ketentuan Hukum a. Aborsi haram hukumnya sejak

terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (midasi)

b. Aborsi dibolehkan karena adanya

unsur baik yang bersifat darurat ataupun hajat.

Daftar Pustaka Hasbi, Rusli, Fiqh Inovatif Dinamika

Pemikiran Ulama Timur Tengah, Jakarta, Al-Irfan Publishing,2007.

40 Undang-undang N0.36 Tahun 2009 tentang kesehatan.

Page 6: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

51

Muslim Imam, Shahih Muslim, Tahkik Muhammad Fuad Abdul Baqy, Beirut;, Dar Ihya; At-Turas tt

Saifullah dalam Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2009 Setiawan Budi utomo dalam,

http:/www.dakwatuna.com/209/10/4181/Aborsi-Perspektif-Syariah

Shihab, Quraosy, Perempuan dari Cinta sampai Seks Dari Nikah Mut’ah sampai nikah Sunnah dari Bias Lama sampai Bias Baru, Jakarta, Lentera Hati:2005

Yanggo Huzaimah Tahido, Masail Fiqhiyah, Kajian Islam Temporer, Bandung, Angkasa 2007

Page 7: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

52

KETERKAITAN ANTARA PERIZINAN PABRIK KELAPA SAWIT PT. PERMATA HIJAU SAWIT DENGAN PENGELOLAAN LIMBAH DALAM UPAYA MENCEGAH TERJADINYA

PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

Fajar Khaifi Rizki

staf pengajar Fakultas Hukum USU Medan

Abstrak Pasal 67 UUPPLH, bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian

fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Dalam praktiknya terdapat banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan aktivitasnya menghasilkan limbah dan salah satunya adalah limbah B3. Dari hasil penelitian Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 dan 2012 terdapat banyak perusahaan yang menghasilkan limbah B3 di Provinsi Sumatera Utara antara lain adalah rumah sakit, perusahaan industri kimia dan pabrik kelapa sawit. Oleh karena itu penulis ingin mengkaji ketentuan yang berhubungan dengan perizinan terhadap pabrik kelapa sawit.

Dalam upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh limbah B3, maka kepada perusahaan-perusahaan tersebut diwajibkan untuk memperoleh izin lingkungan. Sebagaimana

dalam Pasal 1 butir 35 UUPPLH, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

Sebagai salah satu persyaratan yang wajib dilakukan oleh perusahaan adalah izin lingkungan. Terutama dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan oleh perusahaan yang berhubungan dengan pengelolaan limbah dimana terdapat 5 (lima) kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang terwujud dalam bentuk perizinan yaitu perizinan penyimpanan, perizinan pengumpulan, perizinan pengangkutan, perizinan pemanfaatan, dan perizinan pengolahan limbah B3. Namun dalam praktik dan penerapan telah menimbulkan permasalahan.

PT. Permata Hijau Sawit yang bergerak dalam bidang industri pengelolaan kelapa sawit yang beralokasi di Jalan Lintas Sibuhuan-Sosa, Desa Mananti, Kecamatan Hutaraja Tinggi, Kabupaten Padang Lawas Propinsi Sumatera Utara. Dan kemudian PT. Permata Hijau Sawit ini berkantor di Jl. Sultan Iskandar Muda No. 107 Medan 20154 Indonesia yang telah melakukan usahanya sejak tahun 2008 dan telah melakukan penyusunan dokumen UKL dan UPL ini sesuai dengan format Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup.

Page 8: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

53

PENDAHULUAN Pada tanggal 3 Oktober 2009,

Pemerintah Republik Indonesia telah

mensahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Materi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup termasuk kedalam ruang lingkup hukum lingkungan. Hukum lingkungan adalah juga bagian dari hukum yang berhubungan dengan lingkungan fisik dan yang dapat diterapkan terhadap penegakan atau penanggulangan masalah-masalah pencemaran, pengurasan dan

penyerangan. Hukum lingkungan mengandung ketentuan-ketentuan bagi perilaku masyarakat untuk mencegah atau menanggulangi masalah-masalah lingkungan. Perbuatan kaidahnya melalui dua cara. Langsung dengan menetapkan perintah-perintah dan larangan-larangan dan secara tidak langsung, karena hukum lingkungan memberikan peraturan-peraturan atas dasar mana organ-organ penguasa dapat merumuskan kaidah-kaidah warganya lebih lanjut.41

Selanjutnya hukum lingkungan memberikan, untuk bertindaknya penguasa untuk kepentingan lingkungan, peraturan-peraturan hukum dalam bentuk ketentuan-

ketentuan yang menciptakan kewenangan.42

Perundang-undangan lingkungan terutama terdiri dari perundang-undangan pokok (kaderwetgeving).43 Ciri khas dari perundang-undangan

41 Siti Sundari Rangkuti, Lampiran

Pada Pengantar Hukum Perizinan, Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda, Surabaya, 1992, hlm. 2-3.

42 Ibid., hlm. 3. 43 Ibid.

pokok membawa serta bahwa untuk daya kerja undang-undang lingkungan sejumlah pokok bahasan harus diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri atau peraturan dari penguasa-penguasa yang lebih rendah. Akibatnya ialah bahwa, pelaksanaan perundang-undangan lingkungan, berada baik di tangan penguasa rendahan/(Propinsi, Kabupaten/Kotamadya dan para pengelola kualitas air) maupun di tangan penguasa kerajaan.44

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat berbagai aspek hukum diantaranya Hukum Administrasi Negara (HAN) yang terdiri dari Pasal 4 sampai kepada Pasal 82 yang meliputi

perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Hal ini juga terjabar dalam berbagai bentuk peraturan, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

Dari ketentuan-ketentuan diatas, segi hukum administrasi (bestuur recht) berkaitan dengan peran Pemerintah untuk memberikan perizinan pendirian usaha dan melakukan langkah pengamanan atau upaya yang bersifat preventif untuk mematuhi persyaratan-persyaratan lingkungan dan memberikan sanksi administrasi terhadap pelanggaran atas perizinan lingkungan yang telah

diberikan, dan gugatan administrasi. Perizinan adalah suatu contoh

yang baik tentang berbarengnya fungsi instrumental dan normatif dari hukum lingkungan. Segi instrumental dari perizinan antara lain terdiri dari hal bahwa kebijaksanaan lingkungan dilaksanakan dengan perantaraan perizinan itu. Perizinan adalah suatu alat untuk menstimulasi perilaku yang

44 Ibid., hlm. 3-4.

Page 9: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

54

baik untuk lingkungan atau untuk mencegah perilaku yang tidak dikehendaki. Segi normatif dari

perizinan adalah bahwa hukum menentukan peraturan-peraturan mana yang dapat kita cakupkan untuk dipakai bagi suatu perizinan. Kaidah-kaidah hukum lingkungan memperoleh isi yang konkrit karena pemberian izin dan karena mengkaitkan peraturan-peraturan pada perizinan itu.45

Ada bermacam-macam bentuk pengaturan secara langsung dalam hukum lingkungan, yang paling bersifat pencegahan adalah larangan kecuali izin.46

Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam

rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.47 Perizinan diatur dalam pasal 36 s/d 41, menetapkan sebagai berikut : Pasal 36 dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa :

(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.

(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL.

(3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.

45 Ibid., hlm. 17. 46 Ibid., hlm. 19. 47 Pasal 1 butir 35 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan

kewenangannya. Selanjutnya Pasal 37 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa :

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL.

(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan apabila :

a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan,

penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi.

b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL, atau

c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara.48 Menteri, gubernur, atau

bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan. Pengumuman sebagaimana

48 Pasal 38 Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Page 10: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

55

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat.49

Ketentuan di atas merupakan pelaksanaan atas keterbukaan informasi, dengan adanya pengumuman memungkinkan peran serta masyarakat, khususnya yang belum menggunakan kesempatan dalam prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses pengambilan keputusan. Izin lingkungan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan, dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan. Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbaharui izin lingkungan.50

Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehingga perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber

daya alam serta kegiatan pembangunan lain. Mendayagunakan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata, maupun

49 Pasal 39 Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

50 Syamsul Arifin, Hukum Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Indonesia, P.T. Sofmedia, Jakarta, 2012, hlm. 108.

hukum pidana, diharapkan selain akan menimbulkan efek jera juga akan meningkatkan kesadaran seluruh

pemangku kepentingan tentang betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini dan masa depan.51

Perizinan terpadu bidang lingkungan hidup dalam hal ini tidak hanya tentang teknis administrasi (prosedur, waktu dan biaya) sebagaimana dipahami oleh aparat pemerintahan selama ini. Namun juga berkaitan dengan aspek substansi perizinan bidang lingkungan hidup itu sendiri. Sebagai suatu sistem, berdasarkan UU-PPLH perizinan lingkungan hidup harus didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(KLHS), rencana tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).52

Berkaitan dengan keterpaduan perizinan, Pasal 123 UUPPLH menyatakan, bahwa segala izin di bidang lingkungan hidup yang telah dikeluarkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini ditetapkan. Izin dalam ketentuan ini, misalnya izin pengolahan limbah B3, izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air limbah ke

sumber air.53 Mencermati ketentuan-

ketentuan berkaitan dengan perizinan dalam hal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

51 Mas Achmad Santoso, Good

Governance & Hukum Lingkungan, ICEL, Jakarta, 2001, hlm. 234.

52 Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 7.

53 Ibid., hlm. 8.

Page 11: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

56

Pengelolaan Lingkungan Hidup ini, pada satu sisi, yang dimaksudkan adalah izin lingkungan sebagai syarat

mendapat izin usaha dan/atau kegiatan (sektoral). Jika terdapat kaitan yang erat antara izin lingkungan dengan izin usaha dan/atau kegiatan. Kedudukan AMDAL sendiri merupakan syarat memperoleh izin lingkungan dan izin usaha dan/atau kegiatan merupakan satu kesatuan sistem perizinan dalam UUPPLH.54

Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.55

Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.56

Klasifikasi Bahan Berbahaya Beracun (B3) menurut karakteristiknya adalah sebagai berikut :57 1. mudah meledak (explosive), 2. pengoksidasi (oxidizing), 3. sangat mudah sekali menyala

(extremely flammable), 4. sangat mudah menyala (highly

flammable), 5. mudah menyala (flammable),

6. amat sangat beracun (extremely toxic),

54 Ibid. 55 Pasal 1 butir 21 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

56 Pasal 1 butir 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

57 Syamsul Arifin, Hukum Perlindungan..., Op.cit., hlm. 119.

7. sangat beracun (highly toxic), 8. beracun (toxic), 9. berbahaya (harmfull),

10. korosif (corrosive), 11. bersifat iritasi (irritant), 12. berbahaya bagi lingkungan

(dangerous to the environment), 13. karsinogenik (carcinogenic), 14. teratogenik (teratogenic), 15. mutagenik (mutagenic).

Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.58

Kewajiban untuk melakukan pengelolaan B3 merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup yang berupa

terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup mengingat B3 mempunyai potensi yang cukup besar untuk menimbulkan dampak negatif.59

Adapun kewajiban-kewajiban Pengelola B3 adalah sebagai berikut :60 Penghasil, yaitu : a. Wajib mencegah terjadinya

pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup,

b. Wajib meregristrasikan B3 yang diproduksi,

c. Wajib membuat MSDS (Material Safety Data Sheet),

d. Wajib mengemas setiap B3 sesuai klasifikasinya serta memberi simbol dan label,

e. Wajib memiliki tempat penyimpanan yang memenuhi syarat,

f. Wajib melengkapi sistem tanggap darurat dan prosedur penanganan B3,

58 Pasal 1 butir 23 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

59 Syamsul Arifin, Hukum Perlndungan...., Op.cit., hlm. 120.

60 Ibid.

Page 12: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

57

g. Wajib menjaga keselamatan dan kesehatan kerja,

h. Wajib menanggulangi kecelakaan

dan keadaan darurat, i. Wajib menyampaikan laporan

kegiatan. Penyimpan, yaitu: a. Wajib mencegah terjadinya

pencemaran atau kerusakan lingkungan,

b. Wajib memiliki MSDS, c. Wajib mengemas setiap B3 sesuai

klasifikasinya dan memberikan simbol dan label,

d. Wajib memiliki sistem tanggap darurat dan prosedur penanganan B3,

e. Wajib melakukan penanggulangan kecelakaan dan keadaan darurat,

f. Wajib menjaga keselamatan dan kesehatan kerja,

g. Wajib menyampaikan laporan kegiatan,

Pengguna, yaitu: a. Wajib mencegah terjadinya

pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup,

b. Wajib menjaga keselamatan dan kesehatan kerja,

c. Wajib memiliki MSDS, d. Wajib memasang simbol dan label

sesuai klasifikasinya, e. Wajib melakukan penanggulangan

kecelakaan dan keadaan darurat, f. Wajib memiliki prosedur penanganan

dan keadaan darurat, g. Wajib menyampaikan laporan.

Pengangkut, yaitu: a. Wajib mencegah terjadinya

pencemaran dan kerusakan lingkungan,

b. Wajib memilik MSDS, c. Wajib menggunakan sarana yang

layak operasi, d. Wajib mengemas B3 sesuai

klasifikasinya dan memberi simbol dan label,

e. Wajib melengkapi sistem tanggap darurat dan prosedur,

f. Wajib melakukan penanggulangan keadaan darurat dan kecelakaan,

g. Wajib menjaga keselamatan dan

kesehatan kerja, h. Wajib menyampaikan laporan

kegiatan. Pengedar, yaitu: a. Wajib melakukan pencegahan

terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan,

b. Wajib memiliki MSDS, c. Wajib mengemas sesuai dengan

klasifikasinya, memberi simbol dan label,

d. Wajib menjaga keselamatan dan kesehatan kerja,

e. Wajib melakukan penanggulangan kecelakaan dan keadaan darurat.

Pasal 59 UUPPLH mengatur mengenai pengelolaan limbah bahan

berbahaya dan beracun sebagai berikut : (1) Setiap orang yang menghasilkan

limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.

(2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.

(3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.

(4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri,

gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.

(6) Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.

Page 13: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

58

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Penjelasan dari Pasal 59 ayat (1) menyebutkan, bahwa pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, dan/atau pengolahan, termasuk penimbunan limbah B3. Yang dimaksud dengan pihak lain adalah badan usaha yang melakukan pengelolaan limbah B3 dan telah mendapatkan izin.61

Bahan beracun dan berbahaya dapat diidentifikasikan dalam bentuk dan sifat bahan itu sendiri, apakah berupa cairan atau pun gas. Disamping itu perlu diketahui efek bahan kimia terhadap lingkungan, bahaya langsung

terhadap masyarakat, kontak dengan sumber air, pengaruh hujan dan sebagainya. Perkiraan bahaya bahan kimia dapat diketahui dari nama suatu unsur kimia, hasil reaksinya terhadap unsur kimia lain, berat jenis, tekanan uap dan batas-batas peledakan. Bahan beracun dan berbahaya banyak dikaitkan dengan masalah penyimpanan dan penggunaan. Penyimpanan bahan yang mudah terbakar berbeda dengan penyimpanan bahan yang peka terhadap air. Bahan yang peka terhadap air antara lain, natrium, kalsium, sulfide dan alkali pekat. Bahan-bahan ini banyak digunakan sebagai bahan penolong ataupun bahan-bahan utama dalam

industri dan disimpan dalam pabrik. Jenis bahan-bahan oxidator seperti permanganate, bormat, kromat, ozon, perborat dan senyawa-senyawa nitrat harus disimpan dalam ruangan sejuk, yang tahan api dan terventilasi. Bahan-bahan yang bersifat korosif, natrium hidroksida, formaldehyde, kresol, natrium, sodium cyanide, seng chloride

61 Ibid., hlm. 122.

dan lain-lain.62 Ketentuan tanggung jawab

mutlak (“Strict Liability”) ditetapkan

dalam Pasal 88 UUPPLH, sebagai berikut : “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan”.63

Penjelasan Pasal di atas menyebutkan, bahwa :64

Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan

oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksud dengan “sampai batas waktu tertentu” adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah

tersedia dana lingkungan hidup. Berdasarkan uraian diatas,

dihubungkan dengan Pasal 67 UUPPLH, bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Makna yang terkandung dari

62 Ibid., hlm. 167. 63 Ibid., hlm. 172-173. 64 Ibid., hlm. 173.

Page 14: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

59

ketentuan diatas memberikan kewajiban kepada setiap orang untuk mengendalikan pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup yang dapat dilaksanakan oleh setiap orang sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 butir 32 dari UUPPLH, bahwa “setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum”.

Dalam praktiknya terdapat banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan aktivitasnya menghasilkan limbah dan salah satunya adalah limbah B3. Dari hasil penelitian Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 dan 2012 terdapat banyak perusahaan yang menghasilkan limbah B3 di Provinsi Sumatera Utara

antara lain adalah rumah sakit, perusahaan industri kimia dan pabrik kelapa sawit. Oleh karena itu penulis ingin mengkaji ketentuan yang berhubungan dengan perizinan terhadap pabrik kelapa sawit.65

Dalam upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh limbah B3, maka kepada perusahaan-perusahaan tersebut diwajibkan untuk memperoleh izin lingkungan. Sebagaimana dalam Pasal 1 butir 35 UUPPLH, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

Sebagai salah satu persyaratan yang wajib dilakukan oleh perusahaan adalah izin lingkungan. Terutama dalam setiap kegiatan yang akan

65 Wawancara langsung dengan

Kepala Bagian Penegakan Hukum BLH-SU Bapak Dr. Indra Utama Msi, pada tanggal 19 Februari 2013, pukul 10.00 WIB, di Kantor BLH-SU.

dilakukan oleh perusahaan yang berhubungan dengan pengelolaan limbah dimana terdapat 5 (lima)

kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang terwujud dalam bentuk perizinan yaitu perizinan penyimpanan, perizinan pengumpulan, perizinan pengangkutan, perizinan pemanfaatan, dan perizinan pengolahan limbah B3. Namun dalam praktik dan penerapan telah menimbulkan permasalahan.

PT. Permata Hijau Sawit yang bergerak dalam bidang industri pengelolaan kelapa sawit yang beralokasi di Jalan Lintas Sibuhuan-Sosa, Desa Mananti, Kecamatan Hutaraja Tinggi, Kabupaten Padang Lawas Propinsi Sumatera Utara. Dan kemudian PT. Permata Hijau Sawit ini

berkantor di Jl. Sultan Iskandar Muda No. 107 Medan 20154 Indonesia yang telah melakukan usahanya sejak tahun 2008 dan telah melakukan penyusunan dokumen UKL dan UPL ini sesuai dengan format Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup. Oleh karena itu beranjak dari uraian-uraian latar belakang di atas dipilihlah judul tentang “Keterkaitan Antara Perizinan Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit Dengan Pengelolaan Limbah Dalam Upaya Mencegah Terjadinya Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup”. A. Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau

Sawit Sesuai dengan prioritas

Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Pembangunan Ekonomi Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan dalam Pelita Kelima Daerah dititik beratkan pada sektor industri disamping sektor pertanian dan sektor pariwisata. Peningkatan sektor industri ditujukan agar dapat lebih berperan sebagai penggerak utama laju peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, terutama sektor industri yang menghasilkan komoditas ekspor, industri

Page 15: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

60

yang menyerap banyak tenaga kerja, industri pengolah hasil pertanian dan industri yang dapat menghasilkan barang modal.66

Menyambut baik Program Pemerintah untuk pembangunan tersebut, PT. Permata Hijau Sawit yang telah memiliki lahan tanaman sawit seluas 8.040 Ha, bermaksud untuk melakukan penanaman modal dengan membangun pabrik pengolahan Tandan Buah Segar Sawit menjadi minyak dan inti sawit.67 Hal ini tergambar pada tabel dibawah:

Tabel 1 : Luas Areal Kebun PT. Permata Hijau Sawit.

No Jenis Kegiatan Luas/Ha

1. Kebun Papaso 7050

2. Kebun Mondang 600

3. Areal Pabrik (Mananti)

40

4. Dan lain-lain 350

Sumber : Rencana Pemantauan Lingkunga (RPL Perkebunan Kelapa Sawit Serta Pengolahan Minyak Sawit PT. Permata Hijau Sawit Tahun 1995.

Menyadari bahwa pembangunan

industri pasti akan memberikan dampak terhadap lingkungan, PT. Permata Hijau Sawit melalui Direkturnya telah membuat pernyataan pada tanggal 3 Mei 1995 yang isinya antara lain, secara teknis akan melakukan upaya penanggulangan

pencemaran yang bersumber dari perusahaan PT. Permata Hijau Sawit dan memikul beban serta bertanggung jawab sepenuhnya atas segala kerugian dan pengrusakan kelestarian alam dan pencemaran terhadap lingkungan (air, udara, dan suara) yang ditimbulkan oleh pembangunan dan operasional pabrik.68

Studi Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL) yang telah dilakukan

66 Laporan Akhir Penyajian

Informasi Lingkungan (PIL) Pabrik Minyak Sawit PT. Permata Hijau Sawit, (Medan : PT. Citra Amdal Lestari, 1995), hlm. 2.

67 Ibid. 68 Ibid., hlm. 3.

oleh PT. Permata Hijau Sawit terhadap kegiatan kebun kelapa sawit dan Pengolahan Pabrik Minyak Sawit.69

Pendekatan Studi Evaluasi terhadap Lingkungan Pabrik Minyak Sawit Kebun PT. Permata Hijau Sawit dilakukan dengan memfokuskan studi terhadap aspek yang berhubungan dan akan terkena dampak dari kegiatan pembangunan yaitu menyangkut aspek fisik-kimia, biologi, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya. Masing-masing aspek dikaji sesuai dengan pedoman teknis dari Menteri Pertanian tentang Penyusunan PIL untuk Bidang Usaha Perkebunan dengan melibatkan Tim yang terdiri dari tenaga ahli pada bidangnya masing-masing.70

Penentuan wilayah dampak, pengumpulan, analisis dan interpretasi

data dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah yang telah ditetapkan untuk masing-masing objek penelitian. Pendugaan dampak dilakukan berdasarkan operasi dari kegiatan dan limbah yang dihasilkannya dan kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan.71

Sesuai dengan persyaratan yang telah digariskan, maka Penyajian Informasi Lingkungan yang dilakukan terhadap Lingkungan Pabrik Minyak Sawit Kebun PT. Permata Hijau Sawit berdasarkan kepada:72 a. Identifikasi secara sistematis

terhadap kegiatan yang akan dilakukan baik pembangunan maupun operasional pabrik yang

diduga akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan;

b. Penyusunan dilakukan secara antar disiplin ilmu dan dengan metode ilmiah;

c. Memberi petunjuk pelaksanaan sehingga dapat dilakukan uji ulang;

69 Ibid., hlm. 1. 70 Op.cit., hlm. 9. 71 Ibid. 72 Ibid.

Page 16: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

61

d. Lingkup pelaksanaan mewakili wilayah yang terkena dampak.

Pabrik Minyak Sawit dan potensi

sumber daya alam serta perkampungan penduduk yang berdekatan dengan lokasi kegiatan serta daerah pemukiman dan instalasi pengolahan air minum yang berada di bawah aliran limbah operasional pabrik yang meliputi:73

a. Daerah penyebaran buangan pabrik baik bentuk padat maupun cair serta gas;

b. Daerah aktivitas pengembangan dan perbatasan pemukiman penduduk disekitar lokasi pabrik;

c. Daerah pendukung dari segi perekonomian, sosial dan

sumber daya alam dan manusia, yang erat hubungannya dengan hasil produksi dan operasi pabrik.

PEL tersebut menyimpulkan adanya dampak dan dampak potensial yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. 74

Hasil identifikasi dan prediksi dampak lingkungan yang meliputi:75 1. Fisik Kimia berdampak penurunan

kualitas air dan peningkatan erosi; Air limbah PMS Kebun PT. Permata Hijau Sawit dibuang ke badan air Sungai Sosa yang melewati beberapa dusun kecil di pinggirnya. Penduduk sepanjang sungai sangat tergantung kepada keberadaan air

Sungai Sosa yang menopang ketersediaan air bagi kehidupan sehari-hari mereka baik dari segi kebutuhan air rumah tangga maupun penyediaan protein hewani seperti ikan, lalu lintas air maupun usaha pengambilan pasir dan kerikil. Dengan adanya limbah cair dari kegiatan pabrik maka pada

73 Ibid., hlm. 10. 74 Op.cit., hlm. 1. 75 Op.cit., hlm. 12.

kondisi limbah tanpa pengelolaan yang baik dapat mengakibatkan turunnya kualitas perairan yang

nantinya akan dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat yang memanfaatkannya. Proses penyediaan uap yang menggunakan cangkang dan serat sebagai bahan bakar serta pembakaran janjang akan menghasilkan partikulat disamping gas sisa pembakaran yang bertemperatur tinggi. Kegiatan operasi pabrik yang menggunakan peralatan mekanis maupun elektris akan menimbulkan kebisingan dan gangguan terhadap kenyamanan lingkungan. Kegiatan pengelolaan lahan akan mengakibatkan terjadinya

perubahan pada sifat fisik tanah baik akibat terbukanya permukaan tanah oleh kegiatan perkebunan maupun kegiatan lain yang mengakibatkan terjadinya suksesi vegetasi maupun akibat adanya rembesan dari limbah cair.

2. Hayati berdampak berkurangnya satwa liar;76 Pengaruh pencemaran ke dalam suatu perairan dikaitkan pada dua macam prinsip yaitu prinsip batas toleransi dan prinsip kompetisi. Prinsip batas toleransi yaitu kemampuan jasad renik menerima lingkungan yang tercemar, mungkin bersifat asing atau toksik. Secara langsung dilakukan

berdasarkan pertemuan dengan satwa liar, sedangkan pengamatan secara tidak langsung dilakukan berdasarkan tanda-tanda yang ditinggalkan satwa liar, seperti jejak, bekas cakaran pada pohon-pohon, tanah, sarang, bau, dan tanda-tanda lainnya.

3. Sosial-Ekonomi berdampak peningkatan kesempatan kerja.77

76 Ibid., hlm. 20.

Page 17: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

62

Pembangunan Pabrik Minyak Sawit di Desa Mananti yang membangun jalan untuk mencapai pabriknya

akan membuka jalan transportasi ke wilayah disekitar pabrik. Wilayah pemukiman yang selama ini tidak pernah mengalami gangguan dari pencemaran industri akan mulai terganggu dengan dimulainya pembangunan pabrik. Perubahan kondisi lingkungan ini akan menyebabkan perubahan persepsi maupun tingkah laku dari penduduk. Demikian juga dengan pola pekerjaan dan pendapatan akan mengalami perubahan akibat adanya kegiatan pabrik.78 Tujuan PEL tersebut memberikan arahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk

setiap dampak terhadap komponen lingkungan sebagai berikut:79 (i). Pengelolaan erosi dengan

penanaman dan pemeliharaan tanaman penutup tanah dan pembuatan teras;

(ii). Pengelolaan kualitas air dengan pengolahan limbah (UPL) pengontrolan penggunaan pupuk dan kegiatan pemberantasan hama;

(iii). Pengelolaan terhadap hayati dengan cara pemasangan papan larangan untuk penangkapan dan pemeliharaan satwa langka dan penyuluhan;

(iv). Pengelolaan terhadap

penyerapan tenaga kerja dengan mempertahankan aktivitas kebun.

Arahan Rencana Pemantauan Lingkungan terhadap Kegiatan Kebun dan Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit dengan jumlah pengolahan 30 ton TBS/jam sebagai berikut:80

77 Ibid., hlm. 29. 78 Ibid., hlm. 30. 79 Op.cit., hlm. 2. 80 Ibid.

(i) Pemantauan kondisi pencegahan erosi yang sudah ada;

(ii) Pemantauan terhadap kondisi

perairan; (iii). Pemantauan terhadap luas

gangguan satwa liar; (iv). Pemantauan terhadap jumlah

penyerapan tenaga kerja. Tujuan rencana pemantauan

lingkungan:81 1. Menciptakan mekanisme

pengendalian pengelolaan lingkungan untuk membantu pengambilan keputusan dalam pengelolaan perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Kelapa Sawit.

2. Menguji alternatif penanganan dampak.

3. Menciptakan sistem peringatan dini terhadap perubahan

lingkungan yang tidak terduga. 4. Menciptakan mekanisme

koordinasi antara pihak-pihak yang terkait melalui pertukaran informasi. Rencana Pemantauan

Lingkungan pada hakekatnya merupakan salah satu fungsi pengelolaan lingkungan termasuk pelaksanaan RKL. Tanpa RPL maka tidak terjamin tersedianya informasi yang tepat bagi pemrakarsa dalam pengendalian lingkungan. Pengelolaan selalu dihadapkan pada ketidakpastian dan kemungkinan tidak tercapainya sasaran dan tujuan.82

Bagi pihak lain yang berperanserta dalam pengelolaan

lingkungan informasi tersbut juga diperlukan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian apabila memang diperlukan dalam pengelolaan lingkungan pada umumnya dan pelaksanaan RPL pada khususnya. Terlebih-lebih karena pengelolaan lingkungan melibatkan banyak pihak maka ada kemungkinan yang lebih

81 Ibid. 82 Ibid.

Page 18: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

63

besar untuk terjadinya perubahan terhadap rencana yang sudah disusun bersama.83

Pembangunan pabrik pengolahan PT. Permata Hijau antara lain sebagai berikut:84

a. Pabrik Pengolah Buah Kelapa Sawit menjadi minyak dan inti sawit direncanakan dengan kapasitas olah 30 ton Tandan Buah Segar (TBS) perjam.

b. Pemasangan fondasi dan pembangunan gedung.85 Pemasangan fondasi dilakukan dengan menggunakan tenaga karyawan tak terdidik dengan pengawas tenaga ahli konstruksi sipil. Bahan untuk semen didatangkan dari daerah Sumatera Barat. Bahan

bangunan lain seperti pasir dan kerikil berasal dari Sungai Sosa yang juga merupakan hasil sampingan dari sumber daya alam di sekitar lokasi proyek.

c. Perakitan Pabrik.86 Pembangunan pabrik dengan konstruksi baja untuk Pabrik Minyak Sawit umumnya tidak seluruhnya dikerjakan di lapangan. Pabrikasi dilakukan di Medan dan dengan menggunakan transportasi darat dibawa ke lapangan untuk di rakit. Umumnya untuk merakit pabrik diperlukan tenaga terdidik dan terlatih yang didatangkan dari luar daerah Padang Lawas dan

merupakan karyawan dari kontraktor pelaksana bangunan.

d. Pemasangan mesin dan peralatan.87 Sebahagian dari peralatan mesin pengolah kelapa telah dapat diproduksi di Indonesia,

83 Ibid., hlm. 3. 84 Op.cit., hlm. 45. 85 Ibid., hlm. 46. 86 Ibid. 87 Ibid.

khususnya di Sumatera Utara. Sebahagian lain mesin-mesin pengolah sawit masih harus

diimpor dari luar negeri seperti Decanter, Purifier, dan Sludge Separator. Demikian juga dengan peralatan pendukung seperti gen-set dan turbin uap serta peralatan katup-katup instalasi uap. Mesin-mesin yang diproduksi di Medan maupun diimpor dibawa ke lokasi pabrik dengan menggunakan kendaraan darat. Pemasangan mesin dilakukan oleh tenaga ahli yang merupakan karyawan kontraktor. Pemasangan mesin dilanjutkan dengan uji coba operasi secara satuan dan

setelah sistem pengolahan lengkap terpasang, maka uji coba pabrik dilakukan dibawah pengawasan kontraktor.

e. Instalasi pengolah air bersih.88 Pabrik Minyak Sawit membutuhkan air yang cukup banyak. Untuk satu ton TBS diperlukan air bersih ± 1,5 ton yang termasuk kebutuhan domestik seperti keperluan kantor dan perumahan. Sumber air baku diambil dari Sungai Sosa. Khusus untuk air umpan ketel masih harus ditreatment lagi sehingga kualitasnya memenuhi persyaratan yang diminta oleh ketel dari jenis

pipa air. f. Instalasi pengolah air limbah.89

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah menegaskan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan

88 Ibid., hlm. 47. 89 Ibid.

Page 19: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

64

dan pencemaran. Dalam perencanaan pabrik telah dimasukkan pembuatan kolam

pengolah limbah dengan ponding system.

B. Peraturan-Peraturan Yang Berhubungan Dengan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Pada Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit

Dalam kaitannya dengan

pengelolaan pabrik kelapa sawit dari pengelolaan limbahnya terutama yang berhubungan dengan limbah bahan berbahaya dan beracun pemerintah telah menerbitkan peraturan-peraturan sebagai berikut :

1. Peraturan Pemerintah RI No.

18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

2. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

3. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun;

4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pengumpulan dan

Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Di Pelabuhan;

5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan

Label Bahan Berbahaya dan Beracun;

7. Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah;

9. Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 33 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

10. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi Secara Biologis;

11. Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan

Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

12. Keputusan Kepala Bapedal No. 2 Tahun 1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

13. Keputusan Kepala Bapedal No. 3 Tahun 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

Page 20: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

65

14. Keputusan Kepala Bapedal No. 4 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pesyaratan

Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan, Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

15. Keputusan Kepala Bapedal No. 5 Tahun 1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

16. Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas;

17. Keputusan Kepala Bapedal No. 2 Tahun 1998 tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Di Daerah;

18. Keputusan Kepala Bapedal No. 3 Tahun 1998 tentang Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun;

19. Surat Edaran Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 1997 tentang Penyerahan Minyak Pelumas Bekas.

Dari beberapa peraturan diatas bahwasannya bahan berbahaya dan

beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.90

90 Pasal 1 butir 1 Peraturan

Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001

Sesuai dengan batasan yuridis tentang bahan berbahaya dan beracun (B3) ciri-ciri B3 dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:91 a. mudah meledak (explosive); b. pengoksidasi (oxidizing); c. sangat mudah sekali menyala

(extremely flammable); d. sangat mudah menyala (highly

flammable); e. mudah menyala (flammable); f. amat sangat beracun (extremely

toxic); g. sangat beracun (highly toxic); h. beracun (toxic); i. berbahaya (harmful); j. korosif (corrosive); k. bersifat iritasi (irritant); l. berbahaya bagi lingkungan

(dangerous to the environment);

m. karsinogenik (carcinogenic); n. teratogenik (teratogenic); o. mutagenik (mutagenic).

Karena B3 ini merupakan bahan berbahaya dan beracun yang akan menimbulkan kerusakan yang lebih serius dibandingkan dengan limbah non B3. Oleh karenanya itu pemerintah mengeluarkan atau menerbitkan izin limbah B3 ini sesuai dengan kewenangannya harus memenuhi prosedur dan pengkajian yang dilakukan oleh perusahaan, sehingga kajian B3 merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka memperoleh izin dari pemerintah.

Untuk Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit, pemerintah telah

menerbitkan beberapa surat rekomendasi dan surat izin, antara lain: 1. Surat Rekomendasi Nomor:

660/2459/2009 tentang Persetujuan Pengkajian

tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

91 Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

Page 21: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

66

Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah Perkebunan PT. Permata Hijau

Sawit (PHS). Hal tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit pada Tanah Perkebunan Kelapa Sawit, serta memperhatikan Surat Keterangan dari Camat Hutaraja Tinggi Nomor: 660/125/2009 tanggal 24 Maret 2009 dua surat Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Padang Lawas Nomor: 660/118/2009 tanggal 01 Mei 2009 Perihal Rekomendasi.92 Sesuai dengan rekomendasi diatas, Bupati Kabupaten Padang Lawas

telah menerbitkan Surat Izin Bupati Padang Lawas Nomor: 503/003/LA/2010 tentang Izin Pemanfaatan Air Limbah Pengolahan Kelapa Sawit Pada Tanah Perkebunan Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit (PHS). Dengan ketentuan dan syarat sebagai berikut:93 1. Batas kualitas air limbah yang

keluar dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah sebagai berikut; untuk BOD ≤ 5.000 mg/1 dan pH antara 6-9.

2. Seluruh air limbah yang dihasilkan dengan kualitas sebagaimana pada angka 1 (satu) harus dimanfaatkan untuk

mengairi tanah perkebunan PT.

92 Surat Rekomendasi Bupati

Padang Lawas Nomor: 660/2459/2009 Tentang Persetujuan Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah Perkebunan PT. Permata Hijau Sawit (PHS), hlm. 1.

93 Surat Izin Bupati Padang Lawas Nomor: 503/003/LA/2010 Tentang Izin Pemanfaatan Air Limbah Pengolahan Kelapa Sawit Pada Tanah Perkebunan Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit (PHS), hlm 1.

Permata Hijau Sawit di Kebun Bukit Udang Blok 42, 43, 52, 53, 54, 61, 62, 63, 64, 71, 73, 81

dan 91 jumlah total 350 Ha. 3. Melakukan pemantauan air

limbah yang keluar dari pond terakhir untuk (land application) sebelum air limbah tersebut dibuang ke lahan dengan parameter, frekuensi pemantauan dan metode analisis sebagai berikut:

Tabel 2 : Parameter, Frekuensi Pemantauan Air Limbah dan Metode Analisis.

No PARAMETER FREKUENSI METODE

1. Debit Harian -

2. BOD Bulanan Winkler

3. COD Bulanan Titrimetri/spektrofotom

eter

4. Ph Harian pH meter

5. Minyak/Lemak

Bulanan Gravimetri/Sokl

et

6. Pb Bulanan ASS

7. Cu Bulanan ASS

8. Cd Bulanan ASS

9. Zn Bulanan ASS Sumber : Surat Izin Bupati Padang Lawas Nomor: 503/003/LA/2010.

4. Air Tanah Melakukan Pemantauan terhadap air tanah pada sumur pantau di lahan

aplikasi yang dialiri dengan parameter, frekuensi pemantauan dan metode analisis sebagai berikut :

Page 22: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

67

Tabel 3 : Parameter, Frekuensi Pemantauan Air Tanah dan Metode Analisis.

No. PARAMETER FREKUENSI METODE

1. BOD 6 bulan sekali

Winkler

2. DO 6 bulan sekali

-

3. pH 6 bulan sekali

pH meter

4. NO3 sebagai N

6 bulan sekali

Colorimetri

5. NH3-N 6 bulan sekali

Colorimetri

6. Pb 6 bulan sekali

ASS

7. Cu 6 bulan sekali

ASS

8. Cd 6 bulan sekali

ASS

9. Zn 6 bulan sekali

ASS

10. Cl 6 bulan sekali

Titrimetri

11. SO4¯² 6 bulan sekali

Colorimetri

Sumber : Surat Izin Bupati Padang Lawas Nomor: 503/003/LA/2010.

5. Tanah

Melakukan pemeriksaan kualitas tanah pada lahan aplikasi (rorak), antar rorak dan lahan control masing-masing pada

kedalaman 0-20 cm, 20-40 cm, 40-60 cm, 60-80 cm, 80-100 cm, 100-120 cm, (6 lapisan), dengan parameter, frekuensi dan metode analisis sebagai berikut :

Tabel 4 : Parameter, Frekuensi Tanah dan Metode Analisis.

No PARAMETER

FREKUENSI

METODE

1. pH dalam air

1 tahun sekali

pH meter

2. C-organik 1 tahun sekali

Welklye-Back

3. N total 1 tahun sekali

Kjeldhal

4. P-tersedia 1 tahun sekali

Bray I

5. Kation dapat

ditukar Ka, Na, Ca, Mg

1 tahun sekali

Nh4 Oac pH:7

6. Kapasitas Tukar Kation (CEC)

1 tahun sekali

AAS

7. Kejenuhan Basah

1 tahun sekali

(Ca+Mg+Na)/KTK*100%

8. Logam-logam

berat (Pb, Cu, Zn,

Cd)

1 tahun sekali

Distribusi Basah

9. Tekstur (Pasir, Debu, Liat)

1 tahun sekali

Pipet

10. Minyak/Lemak

1 tahun sekali

Soklet

Sumber : Surat Izin Bupati Padang Lawas Nomor: 503/003/LA/2010.

6. Menyampaikan laporan kepada Bupati Padang Lawas Cq. Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah, tentang : a. Hasil Pemantauan

sebagaimana dimaksud pada angka 3 setiap 1 (satu) bulan sekali.

b. Hasil Pemantauan sebagaimana dimaksud.

c. Hasil Pemantauan sebagaimana dimaksud pada angka 5 setiap 6 (Enam) bulan sekali.

7. Dalam Pelaksanaan pemanfaatan air limbah di perkebunan kelapa sawit,

dilarang adanya air larian (run off) ke sungai atau lingkungan lainnya. pada tanah diluar wilayah yang telah ditetapkan dalam keputusan ini.

Page 23: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

68

8. Dilarang melakukan pengenceran air limbah pada tanah diluar wilayah yang

telah ditetapkan dalam keputusan ini.

9. Dilarang membuang air limbah ke sungai bila kualitas air limbah melebihi mutu air limbah yang berlaku sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

10. Perusahaan wajib membayar Retribusi Izin Pemanfaatan Limbah Cair (Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor: 8 Tahun 2004.

11. Izin Land Application (LA) ini berlaku selama kegiatan pemanfaatan limbah cair masih berlangsung serta dalam rangka Pengendalian dan Pengawasan terhadap lingkungan Hidup, Perusahaan yang memiliki Izin Land Application (LA) wajib melaksanakan pendaftaran ulang setiap 1 (satu) tahun sekali terhitung sejak dikeluarkannya surat izin ini.

12. Surat Izin ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat

kekeliruan didalamnya akan diperbaiki sebagaimana mestinya.

2. Surat Izin Bupati Padang Lawas Nomor: 503/001/PAL/2009 tentang Izin Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit. Dengan

ketentuan dan syarat sebagai berikut:94 A. Ketentuan Teknik

1. Pembuangan air limbah Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit harus memenuhi persyaratan dibawah kadar maximum baku mutu sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-51/MENLH/10/1995 sebagai berikut: Tabel 5 : Parameter, Kadar Maximum dan Beban Pencemaran.

No. PARAMETER Kadar Max

(Mg/l)

Beban Pencemaran max Kg/ton

1. BOD5 100 0,25

2. COD 350 0,88

3. TTS 250 0,63

4. Minyak dan lemak

25 0,063

5. NH3_N 50 0,125

6. pH 6-9 -

Sumber : Surat Izin Bupati Padang Lawas Nomor: 503/001/PAL/2009.

2. Melaporkan apabila

terjadi perubahan kegiatan pada Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit Desa Mananti

Kecamatan Hutaraja Tinggi.

3. Melakukan pemantauan pada titik pantau yang telah ditetapkan pada lokasi sebelum air limbah masuk ke unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (In Let) dan setelah air limbah dilakukan proses

94 Surat Izin Bupati Padang Lawas

Nomor: 503/001/PAL/2009 Tentang Izin Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit, hlm. 1.

Page 24: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

69

pengolahan (Out Let) minimal 6 bulan sekali dalam bulan Juni dan

Desember. B. Kewajiban Pemegang Izin95

1. Setiap 1 (satu) tahun sekali diwajibkan melakukan daftar ulang secara tertulis kepada Bupati Padang Lawas c/q Kantor Pelayanan Perizinan Daerah Kabupaten Padang Lawas dengan Rekomendasi dari kantor Lingkungan Hidup.

2. Melakukan analisa laboratorium untuk parameter limbah cair yang dibuang ke perairan uumum secara Priodik,

yaitu setiap bulan sekali dan dilaporkan persemester (1x3 bulan) kepada Bupati Padang Lawas c/q Kantor Lingkugan Hidup Kabupaten Padang Lawas.

3. Melakukan Pencatatan debit air limbah yang dibuang setiap hari, dan direkap setiap bulannya serta dilaporkan setiap semester (1x3 bulan) kepada Bupati Padang Lawas c/q Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Padang Lawas.

4. Dilarang melakukan

pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan dadakan.

5. Dilarang melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penataan batas kadar yang dipersyaratkan.

6. Melakukan swapantau dan kewajiban untuk

95 Ibid., hlm. 2.

melaporkan hasil swapantau.

7. Melaksanakan forum

dialog/cerah pikir bersama antar pihak Perusahaan dengan pihak masyarakat sekitar dan unsur Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup.

8. Melakukan dan melaksanakan semua ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Padang Lawas dalam kaitannya dengan pembuangan air limbah.

9. Apabila dikemudian hari

Izin Pembuangan Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit Desa Mananti Kecamatan Hutaraja Tinggi terdapat kekeliruan akan ditinjau ulang kembali sebagaimana mestinya.

3. Surat Izin Bupati Padang Lawas tentang Izin Penyimpanan Limbah B3 Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit (PHS). Dengan ketentuan dan syarat sebagai berikut:96 1. Dalam Operasional kegiatan

penyimpanan limbah B3 bersedia memenuhi

ketentuan: a. Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

96 Surat Izin Bupati Padang Lawas

Nomor: 503/002/LB 3/2010 Tentang Izin Penyimpanan Limbah B3 Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit (PHS), hlm. 1.

Page 25: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

70

b. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta Pengawasan Pemulihan akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun oleh Pemerintah Daerah;

d. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan Nomor: KEP-01/BAPEDALDA/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

2. Mematuhi ketentuan tentang Jenis Limbah B3 yang diizinkan untuk disimpan.

3. Lokasi tempat penyimpanan sementara Limbah B3 memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Letak Lokasi TPS berada

di area kawasan kegiatan; b. Merupakan daerah bebas

banjir; c. Letak Bangunan

berjauhan atau pada jarak yang aman dari bahan lain yang mudah terkontaminasi dan/atau mudah terbakar dan atau mudah bereaksi atau tidak berdekatan dengan fasilitas umum.

4. Bangunan tempat penyimpanan sementara

limbah B3 harus memenuhi persyaratan teknis antara lain:97

a. Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang disimpan;

b. Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung;

c. Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai;

d. Lantai harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak;

e. Mempunyai dinding dari bahan yang tidak mudah terbakar;

f. Bangunan dilengkapi dengan symbol.

5. Melaksanakan tata cara Penyimpanan Limbah B3 sebelum dimanfaatkan:98 a. Mengatur Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun yang disimpan sesuai jenis, karakteristik pada tempat yang sudah ditentukan;

b. Menghindari tumpahan, ceceran limbah bahan berbahaya dan beracun yang disimpan dan

prosedur housekeeping yang baik harus dilaksanakan;

c. Mencatat setiap terjadi perpindahan limbah B3 yang keluar dan masuk tempat penyimpanan sesuai jenis dan jumlahnya ke dalam

97 Ibid., hlm. 2. 98 Ibid.

Page 26: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

71

lembar kegiatan Limbah B3;

d. Mematuhi jangka waktu

penyimpanan dan/atau pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun.

6. Menyampaikan Laporan kegiatan Penyimpanan Limbah B3 setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati Padang Lawas melalui Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Padang Lawas.

7. Bertanggung jawab terhadap kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan tersebut.

8. Menjaga kelestarian sumber

daya alam dan lingkungan hidup di lokasi dan disekitar tempat usaha dan/atau kegiatan.

9. Setiap 1 (satu) tahun sekali diwajibkan melakukan daftar ulang secara tertulis kepada Bupati Padang Lawas c/q Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Daerah Kabupaten Padang Lawas dengan Rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Padang Lawas.

10. Apabila dikemudian hari Izin Penyimpanan Limbah B3 Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit Desa

Mananti Kecamatan Hutaraja Tinggi terdapat kekeliruan akan ditinjau ulang kembali sebagaimana mestinya.99

Dalam kenyataannya Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit ini telah diduga melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin, hal ini sesuai dengan Berita Acara Verifikasi Pelaksanaan Sanksi

99 Ibid.

Administrasi pada tanggal 6 Mei 2009, bertempat di lokasi PT. Permata Hijau Sawit, Jl. Lintas Sibuhuan-Sosa, Desa

Mananti, Kecamatan Hutaraja Tinggi, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Masing-masing dari instansi tersebut telah melakukan kegiatan verifikasi pelaksanaan sanksi administrasi yang telah dijatuhkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup kepada PT. Permata Hijau Sawit, sesuai dengan Surat Perintah Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Penataan Lingkungan Hidup Nomor: B-119/Dep.V-4/LH/02/2009, tanggal 23 Februari 2009.100

Verifikasi dilaksanakan pada lokasi pabrik PT. Permata Hijau Sawit, melalui kegiatan:101

1. Pertemuan dalam rangka

klarifikasi tindak lanjut pelaksanaan sanksi administrasi oleh PT. Permata Hijau Sawit;

2. Melakukan pengecekan/verifikasi terhadap dokumen-dokumen terkait;

3. Melakukan peninjauan lapangan dan pemotretan pada area pabrik PT. Permata Hijau Sawit;

4. Membuat Berita Acara Hasil Verifikasi.

Dari verifikasi yang telah dilakukan ditemukan fakta-fakta sebagai berikut:102

1. PT. Permata Hijau Sawit

telah mengurus izin pembuangan air limbah kepada Bupati Padang Lawas. Saat berita acara ini ditandatangani, izin sedang di proses.

100 Berita Acara Verifikasi

Pelaksanaan Sanksi Administrasi, 6 Mei 2009, hlm. 1.

101 Ibid. 102 Ibid., hlm. 1-2.

Page 27: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

72

2. Telah ada upaya untuk perbaikan kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

dalam bentuk pengerukan kolam.

3. PT. Permata Hijau Sawit telah mengurus persetujuan pengkajian pemanfaatan air limbah kepada Bupati Padang Lawas (izin masih dalam proses), sedangkan untuk pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Ketanah telah dilakukan kerja sama dengan pihak Unversitas Sumatera Utara.

4. PT. Permata Hijau Sawit pada saat dilaksanakan verifikasi lapangan masih memanfaatkan sebagian oli

untuk dibakar di high presure boiler refinery, sedangkan izin pemanfaatan oli tersebut belum diajukan ke Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Selain dimanfaatkan, sebagian oli telah dijual kepada pihak ketiga yang telah mempunyai izin. Dari verifikasi ini juga didapati informasi tentang komitmen perusahaan untuk tidak lagi memanfaatkan oli bekas untuk dibakar pada high presure boiler refinery, dan akan segera menyiapkan bangunan Tempat

Penyimpanan Sementara Limbah B3 sesuai dengan peraturan perundangan berlaku serta mengurus izin penyimpanan sementara limbah B3 ke Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

5. Telah melakukan pencatatan debit air limbah dan pemeriksaan kadar parameter Baku Mutu Air Limbah secara periodik.

6. Masih ditemukannya tumpukan limbah domestik di bantaran sungai serta

pembakaran limbah domestik secara terbuka.

Dari fakta-fakta tersebut diatas, tim merekomendasikan:103

1. Agar Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Lawas segera menerbitkan izin pembuangan limbah cair yang telah diajukan oleh PT. Permata Hijau Sawit.

2. Agar meningkatkan upaya perbaikan fasilitas IPAL dan segera menyiapkan perencanaan pengelolaan IPAL yang lebih baik.

3. Agar Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Lawas

segera menerbitkan persetujuan pengkajian pemanfaatan air limbah yang telah diajukan oleh PT. Permata Hijau Sawit bersama dengan pihak Universitas Sumatera Utara untuk segera merealisasikan hasil kajian pemanfaatan air limbah.

4. Agar segera megurus izin tempat penyimpanan sementara limbah B3 ke Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan menyiapkan bangunan untuk tempat penyimpanan sementara limbah B3 sesuai dengan keputusan Kepala

Bapedal Nomor KEP-01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

5. Agar pencatatan debit air limbah dan pemeriksaan kadar parameter Baku Mutu

103 Ibid., hlm. 2-3.

Page 28: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

73

Air Limbah secara periodik tetap dipertahankan.

6. Tidak ada lagi tumpukan

limbah domestik di bantaran sungai dan tidak lagi melakukan pembakaran limbah domestik secara terbuka. Disarankan agar PT. Permata Hijau Sawit membangun TPS/Kontainer limbah domestik. Demikian Berita Acara Verifikasi Lapangan ini dibuat dengan sebenar-benarnya pada lokasi pabrik PT. Permata Hijau Sawit Jl. Lintas Sibuhuan-Sosa, Desa Mananti, Kecamatan Hutaraja Tinggi, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi

Sumatera Utara. C. Perizinan Dalam Pengelolaan

Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit

Pengelolaan pabrik kelapa sawit akan menimbulkan dampak baik yang berupa dampak positif dan dampak negatif. Menurut Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas”:

a. KLHS; b. tata ruang; c. baku mutu lingkungan hidup; d. kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup; e. amdal; f. UKL-UPL; g. perizinan; h. instrumen ekonomi

lingkungan hidup; i. peraturan perundang-

undangan berbasis lingkungan hidup;

j. anggaran risiko lingkungan hidup;

k. audit lingkungan hidup; dan

l. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu

pengetahuan.

Dalam kaitan dengan instrumen tersebut diatas salah satu adalah perizinan, hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 36 UUPPLH, bahwa:

(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.

(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi

UKL-UPL. (3) Izin lingkungan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.

(4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Kemudian dilanjut pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

Berdasarkan ketentuan diatas, dan hasil studi yang dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit,

terdapat beberapa izin yang harus dilengkapi oleh perusahaan yaitu:104

1. Izin pembuangan limbah cair

PKS PT. Permata Hijau Sawit Nomor: 503/001/PAL/2009 tanggal 4 Juni 2009;

2. Izin pembuangan limbah cair PKS PT. Permata Hijau Sawit

104 Berita Acara Pemeriksaan, 01

Juni 2011, hlm. 6.

Page 29: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

74

Nomor: 503/001/PAL/2010 tanggal 31 Desember 2010;

3. Rekomendasi Bupati Padang

Lawas Nomor: 660/2459/2009 tanggal 22 Mei 2009 tentang Persetujuan pengkajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah perkebunan PT. Permata Hijau Sawit;

4. Izin pemanfaatan air limbah pengolahan kelapa sawit pada tanah perkebunan kelapa sawit PT. Permata Hijau Sawit oleh Bupati Padang Lawas Nomor: 503/003/LA/2010 tanggal 29 Desember 2010;

5. Izin penyimpanan limbah B3

PKS PT. Permata Hijau Sawit oleh Bupati Padang Lawas Nomor: 503/002/LB3/2010 Desember 2010;

6. Izin UKL/UPL PT. Permata Hijau Sawit yang disahkan oleh Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Padang Lawas tanggal 23 Oktober 2008.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Izin lingkungan merupakan salah

satu instrumen dalam upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, untuk mewujudkan tujuan dari perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup khususnya pengelolaan limbah dimana substansi pengaturan perizinan pengelolaan limbah belum lengkap dan masih memerlukan peraturan pelaksana.

2. Terdapat beberapa izin pabrik kelapa sawit PT. Permata Hijau Sawit antara lain : a. Izin pembuangan limbah cair PKS

PT. Permata Hijau Sawit Nomor:

503/001/PAL/2009 tanggal 4 Juni 2009;

b. Izin pembuangan limbah cair PKS

PT. Permata Hijau Sawit Nomor: 503/001/PAL/2010 tanggal 31 Desember 2010;

c. Rekomendasi Bupati Padang Lawas Nomor: 660/2459/2009 tanggal 22 Mei 2009 tentang Persetujuan pengkajian pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah perkebunan PT. Permata Hijau Sawit;

d. Izin pemanfaatan air limbah pengolahan kelapa sawit pada tanah perkebunan kelapa sawit PT. Permata Hijau Sawit oleh Bupati Padang Lawas Nomor: 503/003/LA/2010 tanggal 29

Desember 2010; e. Izin penyimpanan limbah B3 PKS

PT. Permata Hijau Sawit oleh Bupati Padang Lawas Nomor: 503/002/LB3/2010 Desember 2010;

f. Izin UKL/UPL PT. Permata Hijau Sawit yang disahkan oleh Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Padang Lawas tanggal 23 Oktober 2008.

B. Saran 1. Dalam hubungannya dengan

pengaturan perizinan pengelolaan limbah pemerintah harus melengkapi substansi peraturan perundang-undangan yang masih memerlukan peraturan

pelaksanaannya dan sekaligus mensosialisasikan ketentuan-ketentuan itu sehingga sejak dini masyarakat dan perusahaan yang melakukan pengelolaan sumber daya alam mematuhi dan mentaati ketentuan tersebut sehingga akan terwujudnya kondisi lingkungan hidup yang baik dan sehat.

2. Terhadap pihak perusahaan harus menginventarisasi peraturan-peraturan apa saja yang harus

Page 30: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

75

dipatuhi serta persyaratan-persyaratan apa saja yang harus dilakukan agar kegiatan dari usaha

yang akan dilaksanakan telah memenuhi dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam arti kata perusahaan harus memahami serta mengetahui peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perizinan lingkungan.

3. Pemerintah harus konsisten dalam menerapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dan harus menerapkan sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku :

Abduh, Muhammad, Profil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI) Dikaitkan Dengan Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN), Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Diucapkan Pada Hari Sabtu tanggal 22 Oktober 1988.

Adisapoetra R. Kosim, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Pradnya Paramita, 1978.

Andreae, S.J. Fockema, Rechtsgdeerd Handwoordenboek, Tweede Druk, J.B. Wolter’ Uitgeversmaatshappij N.V., Groningen, 1951.

Arifin, Syamsul, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Mewujudkan Pembangunan Berwawasan Lingkungan Di Sumatera Utara, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2004.

---------------------, Hukum Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Indonesia, Jakarta : P.T. Sofmedia, 2012.

Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983.

Bethan, Syamsuhardi, Penerapan Prinsip-Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup dan Kehidupan Antar Generasi, Bandung : Alumni, 2008.

Hasibuan, Erwin Hidayah, Pengaturan Sanksi Administrasi Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Sumatera Utara, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2009.

Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Jakarta : Sinar Grafika, 2012.

Kusumaatmadja, Mochtar, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung : Bina Cipta, 1986.

---------------------, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional, Bandung : Bina Cipta, 1995.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, 1994.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007.

Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung : Mandar Maju, 2008.

Ningrat, Koentjoro, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997.

Nosanchuk, dan Erickson, Memahami Data Statistik Untuk Ilmu Sosial, Jakarta : LP3ES, 1996.

Pudyatmoko, Y. Sri, Perizinan Problem Dan Upaya Pembenahan, Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

Rahmadi, Takdir, Hukum Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Surabaya: Airlangga University Press, 2003.

Rangkuti, Siti Sundari, Lampiran Pada Pengantar Hukum Perizinan, Surabaya : Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda, 1992.

Salman, Otje dan Eddy Damian

(ed), Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M., Bandung : Alumni, 2002

Santoso, Mas Achmad, Good Governance & Hukum Lingkungan, Jakarta : ICEL, 2001.

Seidman, Robert B, The State Law and Development, Lt. Matines Press Inc, 1978.

Page 31: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

76

Setyabudi, Bambang, Asisten Deputi Urusan Perencanaan Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Jakarta : Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2007.

Siahaan, N.H.T., Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Lingkungan, Jakarta : Airlangga, 1987.

Singarimbun, Masri dkk., Metode Penelitian Survey, Jakarta : LP3ES, 1989.

Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, Jakarta : Rajawali, 1983.

--------------, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI-Press, 1986.

--------------, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia Press, 2006.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Soemarwoto, Otto, “Pengolahan Lingkungan”, Yogjakarta : Gajah Mada University Press, 1988.

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988.

Spelt, N.M. dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, Surabaya : Yuridika, 1993.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2001.

Surakhmad, Wiranto, Dasar dan Teknik Research, Bandung : Transito, 1978.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta : RajaGrafindo, 1998.

Sutedi, Adrian, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

Salman, H.R. Otje, S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Bandung : Refika Aditama 2005.

Tjuparmah S, Komaruddin, Yooke, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta : Bumi Aksara, 2006.

Utrecht, E., Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakarta : Ichtiar, 1957.

Van Der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, cetakan kedelapan, Jakarta : Balai Buku Ichtiar, 1985.

Van Praag, M.M., Algemen Nederlands Administratief Recht, Juridische Boekhandel en Uitgeverij A. Jongbloed & Zoon, ‘s-Gravenhage, 1950. B. Makalah :

Basah, Sjachran, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada Penataran Hukum Administrasi dan lingkungan di Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 1995.

Hadjon, Philipus M dan Tatiek Sri Djatmiati, Tata Perizinan Pada Era Otonomi Daerah, Surabaya : Makalah, 2001.

Manan, Bagir, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Makalah Tidak Dipublikasikan, Jakarta, 1995.

Syafrudin, Ateng, Perizinan untuk Berbagai Kegiatan, Makalah tidak dipublikasikan. C. Peraturan Perundang-undangan :

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara/PERATUN.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-51/MENLH/10/1995.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun. D. Wawancara : Wawancara langsung dengan Kepala Bagian Penegakan Hukum BLH-SU Bapak

Page 32: ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM ISSN: 2355-987X

VOLUME 2/ NOMOR 1/ JUNI 2015

77

Dr. Indra Utama Msi, pada tanggal 19 Februari 2013, pukul 10.00 WIB, di Kantor BLH-SU. E. Dokumen :

Laporan Akhir Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) Pabrik Minyak Sawit PT. Permata Hijau Sawit, Medan : PT. Citra Amdal Lestari, 1995.

Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Perkebunan Kelapa Sawit Serta Pengolahan Minyak Sawit PT. Permata Hijau Sawit, Medan : PT. Permata Hijau Sawit, 1995.

Surat Rekomendasi Bupati Padang Lawas Nomor: 660/2459/2009 Tentang Persetujuan Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah Perkebunan PT. Permata Hijau Sawit (PHS).

Surat Izin Bupati Padang Lawas Nomor: 503/003/LA/2010 Tentang Izin Pemanfaatan Air Limbah Pengolahan Kelapa Sawit Pada Tanah Perkebunan Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit (PHS).

Surat Izin Bupati Padang Lawas Nomor: 503/001/PAL/2009 Tentang Izin Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit.

Surat Izin Bupati Padang Lawas Nomor: 503/002/LB 3/2010 Tentang Izin Penyimpanan Limbah B3 Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit (PHS).

Berita Acara Verifikasi Pelaksanaan Sanksi Administrasi, Tanggal 6 Mei 2009.

Berita Acara Pemeriksaan, Tanggal 1 Juni 2011. F. Internet :

http://m.artikata.com/arti-367785-pengelolaan.html , diakses pada hari Senin tanggal 18 Februari 2013 jam 13.20 WIB.

http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-perijinan/, diakses pada hari Rabu tanggal 3 April 2013 jam 17.35 WIB.

G. Putusan Pengadilan : Putusan Sela Nomor: 675/Pid. Sus/2011/PN. Psp