31
BAB II PENGELOLAAN KASUS 2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman; Nyeri A. Konsep Dasar Nyeri Menurut Long (1996) dalam Asmadi (2008), nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. Menurut Prasetyo (2010) konsep atau nilai yang berkaitan dengan nyeri meliputi : 1. Nyeri hanya dapat dirasakan dan digambarkan secara akurat oleh individu yang mengalami nyeri tersebut. 2. Apabila pasien mengatakan bahwa dia nyeri, maka dia benar merasakan nyeri walaupun anda tidak menemukan kerusakan pada tubuhnya. 3. Nyeri mencakup dimensi psikis, emosional, kognitif, sosiokultural dan spiritual. 4. Nyeri sebagai peringatan adanya ancaman yang bersifat aktual maupun potensial. B. Fisiologi Nyeri Menurut Mubarak (2007) sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus bertugas mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan panas, dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri disebut resiseptor. Menurut Tamsuri (2006) reseptor nyeri (nosiseptor) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri. Organ tubuh yang berperan dalam reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Berdasarkan letaknya nosisepter dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan didaerah viseral. Didalam tubuh manusia terdapat dua macam tansmiter impuls nyeri yang

repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 52927... · BAB II PENGELOLAAN KASUS 2.1 A.2015-12-04 · BAB II . PENGELOLAAN KASUS . 2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar

Gangguan Rasa Nyaman; Nyeri

A. Konsep Dasar Nyeri

Menurut Long (1996) dalam Asmadi (2008), nyeri adalah perasaan yang tidak

nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat

menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.

Menurut Prasetyo (2010) konsep atau nilai yang berkaitan dengan nyeri

meliputi :

1. Nyeri hanya dapat dirasakan dan digambarkan secara akurat oleh individu

yang mengalami nyeri tersebut.

2. Apabila pasien mengatakan bahwa dia nyeri, maka dia benar merasakan

nyeri walaupun anda tidak menemukan kerusakan pada tubuhnya.

3. Nyeri mencakup dimensi psikis, emosional, kognitif, sosiokultural dan

spiritual.

4. Nyeri sebagai peringatan adanya ancaman yang bersifat aktual maupun

potensial.

B. Fisiologi Nyeri

Menurut Mubarak (2007) sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer

yang khusus bertugas mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi

sentuhan panas, dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan

sensasi nyeri disebut resiseptor. Menurut Tamsuri (2006) reseptor nyeri

(nosiseptor) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri.

Organ tubuh yang berperan dalam reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam

kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.

Berdasarkan letaknya nosisepter dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian

tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan didaerah

viseral. Didalam tubuh manusia terdapat dua macam tansmiter impuls nyeri yang

berfungsi untuk menghantarkan sensasi nyeri dan sensasi yang lain seperti dingin,

hangat, sentuhan, dan sebagainya.

Neuroregulator atau substansi yang berperan dalam transmisi stimulus saraf

yang terdiri dari dua yaitu neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter

mengirimkan impuls-impuls elektrik melewati rongga sinaps antara dua serabut

saraf, dan dapat bersifat sebagai penghambat atas dapat pula mengeksitasi.

Sedangkan neuromodulator bekerja secara tidak langsung dengan meningkatkan

atau menurunkan efek partikuler neurotransmiter (Tamsuri, 2006).

C. Klasifkasi nyeri

Menurut Prasetyo (2010), nyeri diklasifikasikan berdasarkan jenis nyeri yaitu:

1. Nyeri Akut

Nyeri akut terjadi setelah cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan

memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan

sampai berat) dan berlangsung dengan waktu yang singkat. Fungsi nyeri

akut adalah untuk memberi peringatan akan cidera atau penyakit yang akan

datang. Nyeri akut biasanya menghilang dengan atau tanpa pengobatan

setelah area yang rusak pulih kembali. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang

dari 6 bulan), biasanya akibat dari trauma, bedah, atau inflamasi. Contonya

seperti sakit kepala, sakit gigi, tertusuk jarum, terbakar, nyeri otot, nyeri

saat melahirkan, nyeri sesudah tindakan pembedahan (Prasetyo, 2010).

2. Nyeri Kronis

Nyeri kronis berlangsung lebih lama dari nyeri akut (lebih dari 6 bulan),

dengan intensitas bervariasi yaitu ringan sampai berat, penderita kanker

maligna biasanya akan merasakan nyeri kronis terus menerus dan

berlangsung sampai kematian. Nyeri kronis dibedakan dalam dua

kelompok besar yaitu nyeri kronis maligna dan nyeri kronis non maligna.

Menurut Tamsuri (2006), nyeri diklasifikasikan berdasarkan lokasi nyeri yaitu:

1. Nyeri kutaneus (superficial)

Biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperti pada laserasi, luka

bakar. Memiliki durasi yang pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi

yang tajam.

2. Nyeri somatis dalam (deep somatic pain)

Nyeri yang terjadi pada otot dan tulang serta struktur penyokong lainnya,

bersifat tumpul dan distimulasi dengan adanya peregangan dan iskemia.

3. Nyeri viseral

Disebabkan oleh kerusakan organ internal, nyeri bersifat difus (singkat)

dan durasi cukup lama. Sensasi yang timbul biasanya tumpul.

4. Nyeri sebar (radiasi)

Sensasi nyeri meluas dari daerah asal kejaringan sekitar. Nyeri biasanya

dirasakan saat berjalan/bergerak, bersifat intermiten atau konstan.

5. Nyeri fantom

Nyeri khusus yang dirasakan oleh pasien yang mengalami amputasi. Nyeri

dipersepsi berada pada organ yang telah diamputasi seolah-olah organnya

masih ada.

6. Nyeri alih (reffered pain)

Timbul akibat nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga

dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi.

D. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut Prasetyo (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

diantaranya:

Usia, merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada

individu. Pada lansia seorang perawat melakuan pengkajian lebih rinci ketika

lansia melaporkan adanya nyeri. Anak kecil yang belum dapat berbicara juga

belum dapat mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada

orang tuanya. Jenis kelamin, secara umum pria dan wanita tidak berbeda dalam

berespon terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya yang menganggap bahwa laki-

laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis dibandingkan anak perempuan

dalam situasi yang sama ketika nyeri terjadi.

Makna nyeri, makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri

dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Seorang wanita yang merasakan

nyeri saat bersalin akan mempersiapkan nyeri secara berbeda dengan wanita

lainnya yang nyeri karena dipukul oleh suaminya. Lokasi dan tingkat keparahan

nyeri, nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada

masing-masing orang. Nyeri yang dirasakan mungkin terasa ringan, sedang atau

bisa menjadi nyeri yang berat. Kaitannya dengan kualitas nyeri, masing-masing

individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul

berdenyut, terbakar dan lain-lain, sebagai contoh individu yang tertusuk jarum

akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan individu yang terkena luka bakar.

Perhatian, tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi

persepsi nyeri, perhatian yang meningkat pada nyeri akan meningkatkan respon

nyeri, upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan pengalihan respon nyeri.

Konsep ini yang mendasari bermacam terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti

relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase. Ansietas

(kecemasan), hubungan nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang

dirasakan sering kali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri dapat

menimbulkan ansietas, contoh seseorang yang terkena kanker kronis merasa takut

dengan penyakitnya, itu akan meningkatkan persepsi nyerinya. Keletihan,

keletihan/ kelelahan akan meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan koping

individu.

Pengalaman sebelumnya, setiap orang akan belajar dari pengalaman nyeri,

tetapi pengalaman tersebut tidak membuat individu mudah dalam menghadapi

nyeri pada masa yang akan datang. Dukungan keluarga dan sosial, individu yang

mengalami nyeri sering kali membutuhkan dukungan, bantuan, perlindungan dari

keluarga atau teman terdekat. Walaupun nyeri masih dirasakan oleh klien,

kehadiran orang terdekat akan meminimalkan rasa kesepian dan ketakutan.

Menurut Mubarak (2007), latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor

yang memengaruhi reaksi dan ekspresi nyeri. Sebagai contoh, individu dari

budaya tertentu cenderung ekspresif dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan

dari budaya lain justru lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin

merepotkan orang lain.

E. Skala Pengukuran Nyeri / Itensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh

indvidu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, nyeri dalam

intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda

(Tamsuri, 2006)

a. Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS)

Digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian. Pasien menilai nyeri

dengan skala 0 sampai 10, angka 0 diartikan tidak merasa nyeri, angka 10

diartikan nyeri yang paling berat yang pernah dirasakan (Prasetyo, 2010).

b. Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS)

Merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus

menurus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.

Skala ini memberi kebebasan pada pasien untuk mengidentifikasi tingkat

keparahan nyeri yang ia rasakan. Skala analog visual merupakan pengukur

keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi

setiap titik pada rankaian, dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu

angka (Prasetyo, 2010).

Tidak ada nyeri Nyeri paling

hebat

2.1.1 Pengkajian

Pengkajan nyeri yang faktual/terkini, lengkap, dan akurat akan memudahkan

perawat dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnosa, merencanakan

terapi pengobatan, dan memudahkan dalam mengevaluasi. Terdapat beberapa

komponen yang harus diperhatikan seoang perawat dalam memulai pengkajian

respon nyeri (Prasetyo, 2010).

Dorvan & Girton (1984) dalam Prasetyo (2010) mengidentifikasi komponen

tersebut diantaranya penentuan ada tidaknya nyeri, dalam melakukan pengkajian

nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri,

walaupun pada saat observasi perawat tidak menemukan luka atau cidera. Setiap

nyeri yang dilaporkan pasien adalah nyata, tetapi ada sebagian pasien

menyembunyikan nyerinya untuk menghindari pengobatan.

Menurut Prasetyo (2010), karakteristik nyeri dibagi dalam beberapa metode P, Q,

R, S, T, yaitu:

• Faktor Pencetus (P: provocate), perawat mengkaji tentang penyebab atau

stimulasi nyeri pada pasien. Perawat melakukan observasi dibagian tubuh yang

mengalami cidera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka

perawat dapat mengeksplorasikan perasaan pasien dengan menanyakan

perasaan apa yang dapat mencetus nyeri.

• Kualitas (Q: quality), kualitas nyeri adalah hal yang subjektif yang

diungkapkan pasien, pasien sering mendeskripsikan nyeri dengan kalimat:

berdenyut, tajam, tumpul, bepindah-pindah, perih, seperti tertindih, tertusuk.

Tiap-tiap pasien berbeda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.

• Lokasi (R: region), mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta pada pasien

untuk menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan nyeri oleh pasien.

Untuk melokalisi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta pasien

untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri, apabila nyeri bersifat

difus (menyebar) maka kemungkinan akan sulit untuk dilacak.

• Keparahan (S: severe), tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan

karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini pasien disuruh

menggambarkan nyeri yang dirasakannya sebagai nyeri ringan, sedang, berat.

Kesulitannya adalah makna dari setiap istilah berbeda bagi perawat dan pasien,

tidak ada batasan khusus yang membedakan antara nyeri ringan, sedang, berat.

Ini juga disebabkan karena pengalaman nyeri setiap orang berbeda-beda.

• Durasi (T: time), perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan durasi,

awitan, dan rangkaian nyeri, misalnya menanyakan “kapan nyeri mulai

dirasakan?”, “sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “apakah nyeri yang

dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?”, “seberapa sering nyeri

kambuh?”.

• Faktor yang memperberat/meringankan nyeri. Perawat perlu mengkaji faktor

yang memperberat keadaan pasien, misalnya peningkatan aktifitas, perubahan

suhu, stres dan lainnya.

Menurut Tamsuri (2006), pengkajian fisiologis dan perilaku terhadap nyeri

terkadang sulit dilakukan. Indikasi fisiologis dan perilaku tentang nyeri minimal

bahkan tidak ada. Perubahan fisiologis involunter dianggap lebih akurat sebagai

indikator nyeri dibandingkan laporan verbal pasien.

Tabel perbedaan respon fisiologis akut dan kronis (Tamsuri, 2006).

Nyeri Akut Nyeri Kronis

Intensitas ringan sampai berat Respon saraf simpatis:

• Peningkatan nadi • Peningkatan denyut jantung • Peningkatan tekanan darah • Diaforesis • Dilatasi pupil

Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan atau proses penyembuhan

Pasien tampak cemas dan lemas Menyatakan nyeri Muncul perilaku nyeri seperti:

menangis, memegangi daerah yang sakit, mengusap daerah yang sakit

Intensitas ringan sampai berat Respon saraf parasimpatis:

• Tanda vital normal • Kulit kering dan hangat • Pupil normal atau berdilatasi

Nyeri timbul terus menerus hingga

sembuh Pasien tampak depresi dan menarik

diri Tidak menyatakan nyeri kecuali

ditananya Perilaku nyeri tidak ada

2.1.2 Analisa Data

Menurut Potter dan Perry (2005) dalam Prasetyo (2010), penegakan diagnosa

keperawatan yang akurat untuk pasien yang mengalami nyeri dilakukn

berdasarkan pengumpulan dan analisis data yang cermat. Terdapat dua diagnosa

keperawatan utama yang dapat digunakan untuk menggambarkan nyeri yaitu nyeri

akut dan nyeri kronis.

Data subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien berupa suatu

ungkapan terhadap situasi atau kejadian yang dialami pasien tersebut. Informsi

tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat. Data objektif adalah data yang dapat

diobservasi dan diukur, diperoleh dengan menggunakan panca indra selama

pemeriksaan fisik misalnya frekunensi nadi, pernafasan, tekanan darah, berat

badan, tinggi badan, suhu, tingkat kesadaran (Prasetyo, 2010).

Tabel contoh analisa data berdasarkan Nanda, Nic, dan Noc (Wilkinson,

2011)

Data Masalah Keperawatan Diagnosa Kepeawatan

Data Subjektif: Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat

Data objektif - Posisi untuk menghindari nyeri - Perubahan tonus otot (rentang

dari lemas tidak bertenanga sampai kaku)

- Respon autonomik (diaforesisi, perubahan tekanan darah, pernafasan, nadi, dilatasi pupil)

- Perilaku distraksi (melakuan aktifitas lain)

- Perilaku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, menghela nafas panjang)

- Wajah topeng (nyeri)

Nyeri akut Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi

2.1.3 Rumusan Masalah

Contoh diagnosa keperawatan Nanda untuk Nyeri (Potter & Perry, 2005).

Ansietas yang berhubungan dengan: - Nyeri yang tidak hilang

Nyeri yang berhubungan dengan: - Cedera fisik atau trauma - Penurunan suplai darah ke jantung - Proses melahirkan normal

Nyeri kronik yang berhubungan dengan: - Jaringan parut - Kontrol nyeri yang tidak adekuat

Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan: - Nyeri maligna kronis

Ketidakefektipan koping individu berhubungan dengan: - Nyeri muskuloskeletal - Nyeri insisi

Risiko cidera berhubungan dengan: - Penurunan resepsi nyeri

Difisit perawatan diri berhubungan dengan: - Nyeri muskuloskeletal

Disfungsi seksual berhubungan dengan: - Nyeri artritis panggul

Gangguan pola tidur berhubungan dengan: - Nyeri punggung bagian bawah

2.1.4 Perencanaan

Menurut Potter dan Perry (2005) untuk setiap diaknosa yang telah

teridentifikasi, perawat menegembangkan rencana keperawatn untuk kebutuhan

pasien. Perawat dan pasien bersama-sama mendiskusikan tentang harapan dan

tindakan untuk mengatasi nyeri. Apabila perawat memberi asuhan keperawatan

pada pasien yang mengalami nyeri, maka tujuan berorientasi pada pasien yang

mencakup hal-hal berikut:

1. Pasien mengatakan merasa sehat dan nyaman

2. Pasien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri

3. Pasien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini

4. Paisen menjelaskan faktor-faktor penyebab ia merasa nyeri

5. Pasien menggunakan terapi yang diberikan dirumah dengan aman

Sedangkan menurut Tamsuri (2006), perencanaan asuhan keperawatan pada nyeri

akut meliputi:

1. Tujuan: nyeri berkurang/teratasi

2. Kriteria hasil:

- pasien mengatakan kenyamanan menjadi lebih baik

- gejala yang berhubungan dengan nyeri berkurang/hilang

- pasien memperagakan usaha untuk mengurangi nyeri, menguraikan

obat yang digunakan

- pasien menghubungkan pengurangan nyeri setelah melakukan

tindakan penurunan rasa nyaman

Menurut Tamsuri (2006) dan Wilkinson (2011) dalam buku Nic dan Noc,

intervensi yang dapat dilakukan yaitu:

Wilkinson (2011) Intervensi - Lakukan pengkajian nyeri yang

komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, keparahan nyeri

- Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidakmampuan pada skala 0-10

- Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif dimasa lalu, seperti distraksi, relaksasi, kompres hangat

- Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktifitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung

- Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon pasien terhadap analgesik misalnya, “obat ini akan mengurangi rasa nyeri anda”.

- Intruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai

- Lakukan perubahan posisi nyaman, ganti linen tempat tidur bila

Rasional - Untuk mengetahui sejauh mana

nyeri terjadi - Mengetahui tingkat skala nyeri

pasien - Untuk mengetahui tindakan yang

nyaman dilakukan bila nyeri muncul

- Untuk mengalihkan rasa nyeri yang

dialami pasien agar pasien lupa akan nyerinya dengan melakukan aktifitas

- Agar pasien tahu manfaat obat yang

diberikan kepadanya sehingga nyeri berkurang

- Agar perawat lebih mengetahui

nyeri yang dialami pasien ketika nyeri tidak dapat diatasi

- Memberikan rasa nyaman

diperlukan Tamsuri (2006) Intervensi - Kaji derajat nyeri - Jelaskan penyebab nyeri, berapa

lama nyeri akan berlangsung

- Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut

- Ajarkan tindakan penururnan nyeri

noninvasif - Berikan analgetik

Rasional - Dapat menggunakan skala 0-10 - Pengatahuan yang memadai

memberi orientasi tentang penyakit yang lebih baik

- Ketakutan dapat menjadi faktor yang meningkatkan sensasi nyeri

- Tindakan nyeri noninvasif antara lain relaksasi, stimulasi kutan, distraksi

- Mengurangi nyeri

Untuk menetapkan rencana perawatan yang efektif, maka perawat membina

hubungan yang terapeutik dengan pasien dan memberi penyuluhan nyeri kepada

pasien (Potter & Perry, 2005).

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN USU

2.2.1 Pengkajian

BIODATA

IDENTITIAS PASIEN

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki - laki

Umur : 41 Tahun

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan : Tamat SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Kapten Sumarsono Karya II, Gang. Swadaya

No. 24A

Tanggal Masuk RS : Minggu, 31 Mei 2014

No. Register : 04.02.01201400036CI.001

Ruangan / kamar : Ruang VII dan VIII / Melati III

Golongan darah : A

Tanggal pengkajian : Selasa, 3 Juni 2014

Tanggal operasi : Senin, 2 Juni 2014

Diagnosa Medis : Prostatitis post Dj Stent

I. KELUHAN UTAMA

Pasien mengatakan setelah pelepasan alat dj stent, nyeri dirasakan dibagian luka

operasi di dekat pangkal paha, di perut bawah sebelah kiri, nyeri timbul ketika

merubah posisi, terkadang nyeri terasa di pinggang, saat buang air kecil juga nyeri

masih terasa, tetapi pola buang air kecil sudah normal.

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

A. Provocativ/palliative

1. Apa penyebabnya

Pasien mengatakan nyeri muncul ketika merubah posisi dan ketika

buang air kecil, terkadang nyeri muncul tidak diketahui apa

penyebabnya.

2. Hal-hal yang memperbaiki

Pasien mengatakan jika nyeri pada saat buang air kecil dia merubah

posisi buang air kecil berdiri menjadi duduk, dan nyeri akibat luka

insisi dia hanya beristirahat.

B. Quantity/quality

1. Bagaimana dirasakan

Pasien mengatakan nyeri dihipokondria sinistra kuadran 3, nyeri

disekitar penis saat buang air kecil.

2. Bagaimana dilihat

Ketika nyeri muncul terlihat meringis.

C. Region

1. Dimana lokasinya

Pasien mengatakan nyeri terkadang panas disekitar luka operasi

dibagian hipokondria sinistra kuadran 3, nyeri juga terasa disekitar

penis.

2. Apakah menyebar

Hanya menyebar dibagian pinggang.

D. Severity

Pasien mengatakan nyeri mengganggu, karena tidak biasa beraktifitas

seperti biasa.

E. Time

Saat ingin melakukan perubahan posisi dan saat buang air kecil.

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Penyakit yang pernah dialami

Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang serius

sebelumnya, hanya demam atau flu biasa.

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan

Pasien mengatakan jika demam ia meminum air hangat dan

mengkonsumsi obat yang dibeli di apotek, jika 3 hari tidak sembuh

barulah pasien berobat kebidan dekat rumahnya.

C. Pernah dirawat/dioperasi

Pasien belum pernah dirawat atau dioperasi sebelumnya, ketika terkena

penyakit prostatitis inilah pasien dirawat dan dioperasi.

D. Lama dirawat

Tidak ada.

E. Alergi

Pasien tidak mempunyai riwayat alergi.

F. Imunisasi

Tidak lengkap.

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

A. Orang tua

Orang tua tidak memiliki riwayat penyakit seperti pasien dan riwayat

penyakit keturunan.

B. Saudara kandung

Pasien mengatakan anak pertama (kakak) meninggal karena penyakit

typus, anak ketiga dan keenam (abang dan adik) meninggal karena

demam tinggi, anak ketujuh (adik) mengalami kebutaan sejak SMA.

C. Penyakit keturunan yang ada

Pasien mengatakan tidak ada penyakit keturunan dari kelurga.

D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Tidak ada yang mengalami gangguan jiwa dalam keluarga.

E. Anggota keluarga yang meninggal

Pasien mengatakan ada tiga orang anggota keluarga yang telah

meninggal yaitu kakak, abang, dan adik.

F. Penyebab meninggal

Pasien mengatakan kakaknya meninggal karena penyakit typus, abang

dan adiknya meninggal karena demam tinggi.

VI. RIWAYAT OBSTETRIK

Tidak ada pemeriksaan.

VII. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL

A. Persepsi pasien tentang penyakitnya

Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang agar bisa kembali

berkumpul dengan keluarganya.

B. Konsep Diri

- Gambaran diri

pasien mengatakan tidak merasa malu akan penyakitnya.

- Ideal diri

pasien mengatakan ingin cepat sembuh.

- Harga diri

pasien mengatakan yakin akan kesembuhannya.

- Peran diri

pasien mengatakan ia adalah tulang punggung bagi anak dan

istrinya.

- Identitas

pasien mengatakan ia adalah seorang ayah dan kepala keluarga.

C. Keadaan emosi

Stabil, ketika berbicara kooperatif.

D. Hubungan sosial

- Orang yang berarti

Keluarga dan orang tua.

- Hubungan dengan keluarga

Hubungan dengan keluarga terjalin dengan harmonis.

- Hubungan dengan orang lain

Pasien mengatakan hubungan dengan tetangga atau orang yang ada

disekitarnya terjalin baik.

- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Tidak ada.

E. Spiritual

- Nilai dan keyakinan

Pasien mengatakan dia seorang muslim dan percaya dengan adanya

Allah SWT.

- Kegiatan ibadah

Pasien mengatakan dia ikut pengajian yang ada didaerah tempat

tinggalnya, sering adzan dimesjid dan shalat 5 waktu.

VIII. STATUS MENTAL

• Tingkat kesadaran : Compos mentis

• Penampilan : Rapi

• Pembicaraan : Kooperatif

• Alam perasaan : Sadar

• Afek : Stabil

• Interaksi selama wawancara : Kooperatif

• Persepsi : Normal

• Proses fikir : Normal

• Isi fikir : Normal

• Waham : Tidak ada waham

• Memori : Normal

IX. PEMERIKSAAN FISIK

Pengkajian dilakukan pada tanggal: Selasa, 3 Juni 2014

A. Keadaan umum

Pasien terlihat lemah, meringis ketika menahan nyeri, gelisah.

B. Tanda-tanda vital

- Suhu tubuh : 370C

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Nadi : 80 x/i

- Pernafasan : 22 x/i

- Skala nyeri : 6

- TB : 166 cm

- BB : 65 kg

C. Pemeriksaan head to toe

Kepala dan rambut

- Bentuk : bulat, simetris, tidak ada masa

- Ubun-ubun : tertutup dan keras

- Kulit kepala : bersih

Rambut

- Penyebaran dan keadaan rambut : penyebaran rambut rata dan

bersih

- Bau : tidak ada

- Warna kulit : coklat atau sawo matang

Wajah

- Warna kulit : Sawo matang

- Struktur wajah : Bulat, tidak ada edema

Mata

- Kelengkapan dan kesimetrisan

Mata lengkap, simetris kanan dan kiri

- Palpebra

Tidak ada tanda peradangan

- Konjungtiva dan sklera

Normal, konjungtiva tidak enemis, skelera tidak ikterus, tidak ada

tanda pembengkakan

- Pupil

Pupil isokor

- Cornea dan iris

Normal, tidak ada peradangan dan pengapuran

- Visus

Tidak menggunakan alat bantu seperti kaca mata

- Tekanan bola mata

Tidak dilakukan pemeriksaan

Hidung

- Tulang hidung dan posisi septum nasi

Normal, simetris

- Lubang hidung

Simetris kanan dan kiri

- Cuping hidung

Tidak ada pernafasan cuping hidung

Telinga

- Bentuk telinga

Simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan

- Ukuran telinga

Normal, simetris kanan dan kiri

- Lubang telinga

Normal, bersih tidak ada kotoran telinga

- Ketajaman pendengaran

Baik

Mulut dan faring

- Keadaan bibir

Mukosa normal

- Keadaan gusi dan gigi

Baik

- Keadaan lidah

Bersih

- Orofaring

Tidak dilakukan pemeriksaan, karena pasien dapat menelan

Leher

- Posisi trachea : Normal, tidak ada masa

- Thyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid

- Suara : Normal, jelas

- Kelenjar limfe : Normal, tidak ditemukan adanya

pembesaran

- Vena jugularis : Tidak dilakuan pemeriksaan

- Denyut nadi karotis : Normal, denyut teraba

Pemeriksaan integumen

- Kebersihan : Bersih

- Kehangatan : Normal

- Warna : Sawo matang

- Turgor : Kembali <3 detik

- Kelembaban : Normal, kulit tampak lembab, tidak ada lesi

kulit

- Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan pada kulit

Pemeriksaan payudara dan ketiak

- Ukuran dan bentuk

Tidak dilakukan pemeriksaan

- Warna payudara dan areola

- Tidak dilakukan pemeriksaan

- Kondisi payudara dan putting

Normal, Bulat

- Produksi ASI

Tidak memproduksi ASI karena laki-laki

- Aksilla dan clavicula

Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan thoraks/dada

- Inspeksi thoraks (normal, burel chest, funnel chest, pigeon chest,

flail chest, kifos koliasis)

Tidak dilakukan pemeriksaan

- Pernafasan (frekuensi, irama)

Tidak dilakukan pemeriksaan

- Tanda kesulitan bernafas

Tidak ada, karena tidak menggunakan otot bantu pernafasan dan

pernafasan cuping hidung tidak ada

Pemeriksaan paru

- Palpasi getaran suara

Tidak dilakukan pemeriksaan

- Perkusi

Tidak dilakukan pemeriksaan

- Auskultasi (suara nafas, suara ucapan, suara tambahan)

Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan jantung

- Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan abdomen

- Inspeksi (bentuk, benjolan):

Bentuk simetris, tidak ada benjolan, terdapat luka insisi

dihipokondria sinistra kuadran 3

- Auskultasi

Tidak dilakukan pemeriksaan

- Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, ascietas, hepar, lien)

Tidak dilakukan pemeriksaan

- Perkusi (suara abdomen):

Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya

- Genitalia ( rambut pubis, lubang uretra)

Tidak dilakukan pemeriksaan

- Anus (lubang anus, kelainan pada anus)

Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas (kesimetrisan, kekuatan

otot, edema) :

Tidak dilakukan pemeriksaan karena pasien dapat berjalan dan

menggerakkan tangan

Pemeriksaan neurologi (Nervus cranialis): Tidak dilakukan

pemeriksaan

Fungsi motorik : Dapat berjalan, dapat menggerakkan ekstremitas atas

dan bawah, dapat mengangkat beban ringan

Fungsi sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas

dingin, getaran) : Tidak dilakukan pemeriksaan

Refleks (bisep, trisep, brachioradialis, patelar, tenson achiles,

plantar) :

Tidak dilakukan pemeriksaan

X. POLA KEBIASAAN SEHARI HARI

I. Pola makan dan minum

- Frekuensi makan/hari : 3 kali sehari

- Nafsu/selera makan : normal

- Nyeri ulu hati : tidak ada

- Alergi : Tidak ada alergi

- Mual dan muntah : tidak ada

- Waktu pemberian makan : pagi, siang, sore

- Jumlah dan jenis makan : 1 porsi nasi biasa

- Waktu pemberian cairan/minum

Pasien minum sendiri ketika haus

- Masalah makan dan minum (kesulitan menelan, mengunyah)

Tidak ada

II. Perawatan diri/personal hygiene

- Kebersihan tubuh : Bersih

- Kebersihan gigi dan mulut : Bersih

- Kebersihan kuku kaki dan tangan : Bersih

III. Pola kegiatan/Aktivitas

- Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti

pakaian dilakukan secara mandiri, sebahagian, atau total.

Pasien melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, misalnya

mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian dilakukan sendiri walaupun

dalam keadaan sakit ketika dirawat dirumah sakit.

- Uraikan aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit

Selama dirawat pasien tetap melakukan shalat, walaupun shalat

berbaring ditempat tidur karena tidak tahan membungkuk

IV. Pola eliminasi

1. BAB

- Pola BAB : 1 kali sehari

- Karakter feses : lunak

- Riwayat perdarahan : tidak ada

- BAB terakhir : beberapa jam setelah operasi

- Diare : Tidak ada

- Penggunaan laksatif :Tidak ada

2. BAK

- Pola BAK : 5 x sehari

- Karakter urine : Kuning keruh

- Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK

nyeri masih ada karena baru saja operasi pengambilan alat dj stent

yang di pasang di uretra pasien

- Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : Tidak ada

- Penggunaan diuretik : Tidak ada

- Upaya mengatasi masalah

Diberi analgesik dan beristirahat

V. Mekanisme koping

- Adaptif

Bicara dengan orang lain

Mampu menyelesaikan masalah

Teknik relaksasi

Aktivitas konstruksi

o Olah raga

- Maladaptif : Tidak ada

2.2.2 ANALISA DATA

NO DATA Penyebab Masalah Keperawatan 1. Tanggal: 3 Juni 2014

DS : • pasien mengatakan

nyeri diluka insisi, masih ada terasa nyeri saat berkemih dan merubah posisi, pasien mengatakan skala nyeri 6

DO : • tampak lemah, skala

nyeri 6, tampak meringis saat merubah posisi, terkadang nyeri dipinggang dan sekitar luka

• perilaku ekspresif (misalnya gelisah) saat nyeri

• tanda-tanda vital TD: 120/80 mmHg, HR: 80 x/i, RR: 22 x/i

Prostatitis post dj stent

Luka insisi (agen penyebab cedera,

misalnya biologi (luka operasi)

Stimulasi Reseptor Nyeri (peptida, serotin,

dan prostaglandin)

Gangguan Rasa Nyaman

Nyeri

Ganguan Rasa Nyaman; Nyeri

2. Tanggal: 5 Juni 2014 DS: • pasien mengatakan

tubuhnya demam (panas), lemah, sedikit pusing

DO: • Terlihat lemah, kulit

teraba hangat, gelisah, turgor masih normal, tidak ada tanda peradangan dilokasi insisi (rubor, kolor, dolor, tumor tidak ada), terlihat kepanasan, mukosa bibir kering

• Tanda-tanda vital

Prostatitis dj stent

Terpajan pada lingkungan yang panas

(cuaca panas)

Peningkatan laju metabolisme

Dehidrasi ringan

Hipertermia

Hipertermia

TD: 110/70 mmHg, HR: 90 x/i, RR: 24 x/i, T: 37,70C

2.2.3 Rumusan Masalah

a. Masalah Keperawatan • Gangguan Rasa Nyaman; Nyeri • Hipertermia

b. Diagnosa Keperawatan (Prioritas) • Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan luka insisi (agen

penyebab cidera), peningkatan stimulasi reseptor nyeri (peptida, serotin, prostaglandin) ditandai dengan tampak lemah, meringis, skala nyeri 6, nyeri saat merubah posisi dan berkemih, terkadang nyeri dipinggang dan sekitar luka, perilaku ekspresif (gelisah), TD: 120/80 mmHg, HR: 80 x/i, RR: 20 x/i.

• Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme,

dehidrasi ringan ditandai dengan lemah, gelisah, kulit teraba hangat, turgor masih normal, mukosa bibir kering, kepanasan, T: 37,70C, TD: 110/70 mmHg, HR: 90 x/i, RR: 24 x/i

2.2.4 Perencanan

PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL No. Dx Perencanaan Keperawatan

1 Tujuan dan kriteria hasil : - Mengatakan nyeri berkurang atau hilang, sakal nyeri 0. - Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam

aktivitas/istirahat dengan cepat.

- Menunujukan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.

Intervensi Rasional Mandiri

• Kaji skala nyeri (0-10)

• Berikan posisi nyaman ketika nyeri muncul

• Ajarkan tekhnik relaksasi (tarik nafas dalam) ketika nyeri muncul

• Kaji tanda-tanda vital

• Bantu pasien mengidentifikasi tingkat kenyamanan yang efektif, seperti memperhatikan lokasi/intensitas nyeri (0-10), relaksasi, atau kompres hangat dingin disekitar nyeri

• Bantu pasien untuk fokus pada

aktifitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan pengalihan melalui menonton TV yang ada diruangan, berinteraksi dengan orang disekitarnya

Kolaborasi • Gunakan tindakan pengendalian

nyeri jika nyeri belum berat, ketika nyeri sudah berat laporkan kepada dokter atau kolaborasi pemberian analgetik

• Mengetahui seberapa besar tingkat

nyeri yang dialami pasien • Untuk mengurangi atau

meringankan rasa nyeri sampai pada tingkat yang dapat diterima pasien

• Untuk meringankan rasa nyari

• Mengetahui keadaan umum pasien

• Membantu pasien mengidentifikasi nyeri yang dialami agar dapat meringankan dan mengurangi nyeri sampai pada kenyamanan yang diterima pasien

• Untuk mengalihkan rasa nyeri yang dialami pasien agar pasien lupa akan nyerinya dengan melakukan aktifitas

• Untuk mengurangi rasa nyeri

2 Tujuan dan kriteria hasil - Hipertermia tidak terjadi/berkurang - Tidak terjadi dehidrasi

Intervensi Rasional Mandiri

• Kaji tanda-tanda vital

• Pantau suhu setiap 2 jam • Pantau hidrasi (misalnya, turgor

kulit, kelembaban membran mukosa)

• Anjurkan kepada pasien untuk

banyak minum air (sedikitnya 4 liter sehari)

• Anjurkan kepada pasien/keluarga untuk mengganti pakaian dengan bahan yang mudah meyerap keringat

• Anjurkan kepada keluarga memberi

kompres dingin di aksilla, kening, tengkuk, dan lipatan paha

Kolaborasi • Kolaborasi penggunaan antipiretik

jika perlu

• Mengetahui keadaan umum pasien

• Untuk mengetahui peningkatan dan

penurunan suhu akibat cuaca • Untuk mengetahui tingkat dehidrasi

• Mempercepat proses pengeluaran panas didalam tubuh, agar tidak terjadi dehidrasi

• Untuk mengurangi rasa panas, memudahkan panas didalam tubuh keluar

• Mempercepat proses pengeluaran

panas

• Obat penurun panas

2.2.5 Implementasi dan Evaluasi

PELAKSANAAN KEPERAWATAN / CATATAN PERKEMBANGAN Hari/tanggal No. Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi (SOAP) Rabu, 4 Juni 2014

I 08.30

09.00

10.00

• Mengukur skala nyeri (0-10)

Jam: 13.00 WIB S: pasien mengatakan masih lemah dan masih terasa nyari dipinggang dan sekitar luka insisi, pasien mengatakan skala nyeri 6, menggunakan tekhnik relaksasi jika nyeri muncul

• Memberikan posisi nyaman ketika nyeri muncul (misalnya semi fowler)

• Mengajarkan tekhnik relaksasi ketika nyeri muncul (tekhnik tarik nafas dalam)

10.15

11.00

12.00

12.45

O: skala nyeri 6, terlihat lemah, jika berjalan masih terlihat menahan nyeri, sudah mulai menggunakan tekhnik relaksasi, gelisah masih ada, TD: 120/80 mmHg, HR: 80 x/i, RR: 20 x/i Meminum tablet asam mefenamat 500 mg A: masalah teratasi sebagian P: intervensi dilanjutkan

• Mengukur tanda-tanda vital

• Membantu pasien mengidentifikasi tingkat kenyamanannya seperti menanyakan skala nyeri, lokasi nyeri, mengajarkan tekhnik relaksasi dan mengajarkan cara mengompres hangat atau dingin ketika nyeri timbul

• Membantu pasien untuk fokus pada aktifitasnya bukan pada nyerinya seperti menganjurkannya menonton TV yang ada diruangan, menganjurkan untuk bercakap-cakap dengan orang yang ada disekitarnya atau dengan pasien yang ada disebelahnya

• Memberikan analgetik oral asam mefenamat

Kamis, 5 Juni 2014

I 08.45

09.00

09.15

09.45

10.00

• Mengukur skala nyeri (0-10)

Jam: 13.00 WIB S: Pasien mengatakan masih lemah, gelisah, nyeri masih terasa tetapi tidak seperti kemarin, pasien mengatakan skala nyeri 4 O: Skala nyari 4, melakuan tekhnik retaksasi sendiri, terlihat lemah, gelisah, jika berjalan masih berhati-hati, mau

• Memberikan posisi nyaman ketika nyeri muncul (misalnya semi fowler)

• Menganjurkan tekhnik relaksasi ketika nyeri muncul (tekhnik tarik nafas dalam)

• Mengukur tanda-tanda vital

• Membantu pasien

11.00

mengidentifikasi tingkat kenyamanannya seperti menanyakan skala nyeri yang dirasakan, lokasi nyeri, menganjurkan tekhnik relaksasi dan menganjurkan mengompres hangat atau dingin ketika nyeri timbul

berinteraksi dengan orang yang disekitarnya, menonton TV TD: 110/80 mmHg, HR: 80 x/i, RR: 20 x/i A: Masalah teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan

• Membantu pasien untuk fokus pada aktifitasnya bukan pada nyerinya seperti menganjurkannya menonton TV yang ada diruangan, menganjurkan untuk bercakap-cakap dengan orang yang ada disekitarnya atau dengan pasien yang ada disebelahnya

Kamis, 5 Juni 2014

Dx II 09.45 10.00 10.15 10.20 10.25

• Mengukur tanda-tanda vital (TD,

HR, RR,T )

• Mengukur suhu setiap 2 jam untuk melihat penurunan atau kenaikan suhu

• Memantau hidrasi (lihat turgor

kulit kembali cepat atau lambat, lihat kelembaban mukosa)

• Menganjurkan kepada pasien

untuk banyak minum air (sedikitnya 4 liter sehari) agar tidak terjadi dehidrasi, dan mempercepat proses penurunan panas

• Menganjurkan kepada

pasien/keluarga untuk mengganti pakaian dengan bahan yang mudah meyerap keringat/pakaian yang longgar agar mempercepat proses

Jam: 11.30 WIB S: pasien mengatakan panas sudah tidak ada, masih terasa lemas, banyak minum O: turgor kulit normal, mukosa sudah lembab karena pasien banyak minum, pasien mau mengganti pakaian dengan pakaian yang longgar, TD: 110/80 mmHg, HR: 80 x/i, RR: 20 x/i, T: 370C Meminum tablet parasetamol 500 mg A: masalah teratasi P: intervensi dihentikan

10.30 10.00

pelepasan panas dalam tubuh • Menganjurkan kepada keluarga

memberi kompres dingin di aksilla, kening, tengkuk, dan lipatan paha

• Memberikan antipiretik oral

tablet paracetamol

Jumat, 6 Juni 2014

I 08.30 08.45 09.00 10.00 11.00 12.00

• Mengukur skala nyeri (0-10)

Jam: 13.00 WIB S: Pasien mengatakan skala nyeri 3, nyeri sudah berkurang, dan mengatakan saat ini dia senang karena sudah diperbolehkan pulang A: skala nyeri 3, terlihat gembira, lemah masih ada, menggunakan tekhnik relaksasi, dapat mengatur posisi nyaman sendiri, bercakap-cakap dengan orang disekitarnya dan menonton TV, jalan masih berhati-hati TD: 120/80 mmHg, HR: 82 x/i, RR: 20 x/i, T: 36,70C

• Memberikan posisi nyaman ketika nyeri muncul (misalnya semi fowler)

• Menganjurkan tekhnik relaksasi ketika nyeri muncul (tekhnik tarik nafas dalam)

• Mengukur tanda-tanda vital

• Membantu pasien mengidentifikasi tingkat kenyamanannya seperti menanyakan skala nyeri yang dirasakannya, lokasi nyeri, menganjurkan tekhnik relaksasi dan menganjurkan mengompres hangat atau dingin ketika nyeri timbul

• Membantu pasien untuk fokus pada aktifitasnya bukan pada nyerinya seperti menganjurkannya menonton TV yang ada diruangan, menganjurkan untuk bercakap-cakap dengan orang yang ada disekitarnya atau dengan pasien yang ada disebelahnya

A: Masalah teratasi P: intervensi dihentikan