Upload
hechy-hoop
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/28/2019 96097366-ch-14docx
1/8
1
AKUNTANBILITAS PEMERINTAH DAERAH
A. Skop Pengembangan Pengauditan Pemerintah
Akuntabilitas publik adalah kewajiban pemerintah sebagai pihak pemegang amanah
(agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada masyarakat sebagai
pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut.
Kewajiban pemerintah dimaksud terutama berkaitan dengan aktivitas birokrasi dalam
memberikan pelayanan sebagai kontraprestasi atas hak-haknya yang telah dipungut langsung
maupun tidak langsung dari masyarakat. Oleh sebab itu perlu pertanggungjawaban melalui
media yang disusun berdasarkan standar eksplisit selanjutnya dikomunikasikan kepada pihak
internal dan eksternal secara periodik maupun insidental sebagai keharusan hukum bukan
semata-mata karena kesukarelaan.
Jenis-jenis Akuntabilitas Publik
Menurut Mardiasmo akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:
1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability)
2. Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability).
(2004:21)
Lebih lanjut jenis-jenis akuntabilitas publik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Akuntabilitas vertikal (vertical accountability) adalah pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Misalnya pertanggungjawaban unit-
unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah
kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR. Berlaku bagi setiap
tingkatan dalam organisasi internal penyelenggaraan negara termasuk pemerintah.
Dimana setiap pejabat atau petugas publik baik individu atau kelompok secara hirarki
berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada atasan langsungnya mengenai
perkembangan kinerja atau hasil pelaksanaan kegiatannya secara periodik maupun
sewaktu-waktu bila dipandang perlu.
7/28/2019 96097366-ch-14docx
2/8
2
(2) Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability) adalah pertanggungjawaban kepada
masyarakat luas. Melekat pada setiap lembaga negara sebagai satu organisasi untuk
mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan dilaksanakan ataupun
perkembangannya untuk dikomunikasikan kepada pihak eksternal dan lingkungannya.
Dimensi Akuntabilitas Publik
Menurut Mahmudi dimensi akuntabilitas publik yang harus dipenuhi oleh organisasi
sektor publik antara lain:
1. Akuntabilitas hukum dan kejujuran (accountability for probity and legality),
2. Akuntabilitas manajerial (manajerial accountability),
3. Akuntabilitas program (programe accountability),
4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability), dan
5. Akuntabilitas finansial (financial accountability).
(2007:9)
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa akuntabilitas publik hendaknya dipahami
bukan sekedar akuntabilitas finansial saja, akan tetapi akuntabilitas lainnya yaitu akuntabilitas
kejujuran dan hukum, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, dan akuntabilitas
kebijakan.
Lebih lanjut dimensi akuntabilitas publik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Akuntabilitas hukum dan kejujuran
Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga-lembaga publik untuk
berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati ketentuan hukum yang berlaku.
Akuntabilitas hukum berkaitan dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain
yang disyaratkan dalam menjalankan organisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran
berkaitan dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), korupsi, dan
kolusi.
(2) Akuntabilitas manajerial
Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik untuk melakukan
pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif. Akuntabilitas manajerial juga dapat
7/28/2019 96097366-ch-14docx
3/8
3
diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability) dan berkaitan pula
dengan akuntabilitas proses (process accountability).
(3) Akuntabilitas program
Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan
dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah mempertimbangkan alternatif
program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. Lembaga-
lembaga publik harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada
pelaksanaan program.
(4) Akuntabilitas kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga publik atas
kebijakan-kebijakan yang diambil. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa
tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu diambil, siapa sasarannya, pemangku
kepentingan (stakeholder) mana yang akan terpengaruh dan memperoleh manfaat dan
dampak (negatif) atas kebijakan tersebut.
(5) Akuntabilitas finansial
Akuntabilitas finansial adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk
menggunakan uang publik(public money) secara ekonomi, efisien, dan efektif, tidak ada
pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial mengharuskan
lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan keuangan untuk menggambarkan
kinerja finansial organisasi kepada pihak luar.
Audit sektor publik secara jelas menunjukkan perbedaan antara kewajiban dengan tugas,
mulai dari sertifikasi akuntan sampai audit terhadap organisasi khusus, penugasan atas
pemeriksaan kecurangan, korupsi, dan nilai uang dari audit (value for money audit). Kegiatan
audit sektor publik meliputi perencanaan, pengendalian, pengumpulan data, pemberian opini, dan
pelaporan. Permasalahan pokok dalam proses audit adalah memberikan sasaran yang jelas dalam
pelaksanaannya dengan diperoleh melalui proses pengetesan.
Audit sektor publik di Indonesia dikenal sebagai audit keuangan negara. Audit keuangan
negara ini diatur dalam UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
jawab Keuangan Negara. Undang-undang ini merupakan pengganti ketentuan warisan Belanda,
yaituIndische Comptabiliteitswet(ICW) danInstructie en verdere bepalingen voor de Algemene
7/28/2019 96097366-ch-14docx
4/8
4
Rekenkamer(IAR), yang mengatur prosedur audit atas akuntabilitas pengelolaan keuangan oleh
pemerintah.
Pemerintahan yang bersih atau good governance ditandai dengan tiga pilar utama yang
merupakan elemen dasar yang saling berkaitan (Prajogo, 2001). Ketiga elemen dasar tersebut
adalah partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Suatu pemerintahan yang baik harus membuka
pintu yang seluas-luasnya agar semua pihak yang terkait dalam pemerintahan tersebut dapat
berperan serta atau berpartisipasi secara aktif, jalannya pemerintahan harus diselenggarakan
secara transparan dan pelaksanaan pemerintahan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam bahasa akuntansi, akuntabilitas (kemampuan memberikan pertanggungjawaban)
merupakan dasar dari pelaporan keuangan (Wilopo, 2001). Pelaporan keuangan pemerintah
tersebut memegang peran yang penting agar dapat memenuhi tugas pemerintahan yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dalam suatu masyarakat yang demokratis.
Dalam negara demokrasi, "pelaporan keuangan yang transparan" merupakan sesuatu
yang dituntut oleh rakyat kepada pemerintahnya. Sebaliknya, dalam negara demokrasi,
pemerintah berkewajiban memberikan laporan keuangan yang transparan kepada rakyat.
Pemerintah demokratis harus bertanggung jawab atas integritas, kinerja dan kepengurusan,
sehingga pemerintah harus menyediakan informasi yang berguna untuk menaksir akuntabilitas
serta membantu dalam pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik. Pemerintah adalah
entitas pelapor (reporting entity) yang harus membuat laporan keuangan dengan beberapa
pertimbangan berikut : (Partono, 2000) :
1.Pemerintah menguasai dan mengendalikan sumber-sumber yang signifikan
2.Penggunaan sumber-sumber tersebut oleh pemerintah dapat berdampak luas terhadap
kesejahteraan ekonomi rakyat
3.Terdapat pemisahan antara manajemen dan pemilikan sumber-sumber tersebut
Laporan keuangan yang dihasilkan oleh organisasi sektor publik pemerintah merupakan
instrumen utama untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik (Mardiasmo, 2002).
Akuntabilitas mengacu pada kewajiban perseorangan, suatu kelompok atau suatu organisasi yang
diasumsikan harus melaksanakan kewenangan dan/atau pemenuhan tanggung jawab. Kewajiban
tersebut meliputi :
1.Answering, usaha untuk memberikan penjelasan atau justifikasi untuk pelaksanaan dan/atau
pemenuhan tanggung jawab
7/28/2019 96097366-ch-14docx
5/8
5
2.Reporting, pelaporan hasil atas pelaksanaan dan/atau pemenuhan
3.Producing, asumsi kewajiban atas hasil yang dicapai
Adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas publik
menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk memberikan informasi kepada
publik, salah satunya melalui informasi akuntansi yang berupa laporan keuangan. Dilihat dari sisi
internal organisasi, laporan keuangan sektor publik merupakan alat pengendalian dan evaluasi
kinerja manajerial dan organisasi. Sedangkan dari sisi eksternal, laporan keuangan merupakan
alat pertanggungjawaban kepada publik dan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Menurut GASB, tujuan laporan keuangan sektor publik adalah (Mardiasmo, 2002) :
1.Mempertanggungjawabkan pelaksanaan fungsinya (demonstrating accountability)
2.Melaporkan hasil operasi (reporting operating result)
3.Melaporkan kondisi keuangan (reporting financial condition)
4.Melaporkan sumber daya jangka panjang (reporting long live resources)
Seiring dengan munculnya tuntutan dari masyarakat agar organisasi sektor publik
mempertahankan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik serta value for money dalam
menjalankan aktivitasnya serta untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh
organisasi sektor publik, maka diperlukan audit terhadap organisasi sektor publik tersebut. Audit
yang dilakukan tidak hanya terbatas pada audit keuangan dan kepatuhan, namun perlu diperluas
dengan melakukan audit terhadap kinerja organisasi sektor publik tersebut.
JENIS-JENIS AUDIT DALAM AUDIT SEKTOR PUBLIK
Audit yang dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang dilakukan
pada sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang
institusional dan hukum, dimana audit sektor publik pemerintah mempunyai prosedur dan
tanggung jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas dibanding audit sektor swasta (Wilopo,
2001).
Secara umum, ada tiga jenis audit dalam audit sektor publik, yaitu audit keuangan
(financial audit), audit kepatuhan (compliance audit) dan audit kinerja (performance audit).
Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan pengendalian
keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi keuangan diotorisasi serta dicatat
7/28/2019 96097366-ch-14docx
6/8
6
secara benar. Audit kepatuhan adalah audit yang memverifikasi/memeriksa bahwa pengeluaran-
pengeluaran untuk pelayanan masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan undang-undang
peraturan. Dalam audit kepatuhan terdapat asas kepatutan selain kepatuhan (Harry Suharto,
2002). Dalam kepatuhan yang dinilai adalah ketaatan semua aktivitas sesuai dengan kebijakan,
aturan, ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Sedangkan kepatutan lebih pada keluhuran
budi pimpinan dalam mengambil keputusan. Jika melanggar kepatutan belum tentu melanggar
kepatuhan.
Audit yang ketiga adalah audit kinerja yang merupakan perluasan dari audit keuangan
dalam hal tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-
tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang
diaudit. Audit kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas
ekonomi dan efisiensi operasi, efektifitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan
terhadap kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja
yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan
hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
B. Pilihan dan Kesempatan Audit Pemerintah Daerah
Pemberian otonomi daerah berarti pemberian kewenangan dan keleluasaan (diskresi)
kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Agar
tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan, pemberian wewenang dan keleluasaan harus
diikuti dengan pengawasan dan pengendalian yang kuat, serta pemeriksaan yang efektif.
Pengawasan dilakukan oleh pihak luar eksekutif (dalam hal ini DPRD dan masyarakat);
pengendalian, yang berupa pengendalian internal dan pengendalian manajemen, berada di bawah
kendali eksekutif (pemerintah daerah) dan dilakukan untuk memastikan strategi dijalankan
dengan baik sehingga tujuan tercapai; sedangkan pemeriksaan (audit) dilakukan oleh badan yang
memiliki kompetensi dan independensi untuk mengukur apakah kinerja eksekutif sudah sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2001).
Penguatan fungsi pengawasan dapat dilakukan melalui optimalisasi peran DPRD sebagai
kekuatan penyeimbang antara eksekutif dengan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
7/28/2019 96097366-ch-14docx
7/8
7
langsung, dan melalui LSM serta organisasi sosial kemasyarakatan di daerah. Perlu dipahami
oleh anggota DPRD bahwa pengawasan terhadap eksekutif adalah pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan yang telah digariskan, bukan pemeriksaan (audit). Pemeriksaan tetap
harus dilakukan oleh badan atau lembaga yang memiliki otoritas dan keahlian profesional,
seperti BPK, BPKP, atau Kantor Akuntan Publik (KAP) yang selama ini menjalankan fungsinya
lebih pada sektor swasta sehingga fungsinya pada sektor publik perlu ditingkatkan.
Harus disadari bahwa saat ini masih terdapat beberapa kelemahan dalam melakukan audit
pemerintah di Indonesia. Kelemahan pertama bersifat inherent sedangkan kelemahan kedua
bersifat struktural. Kelemahan pertama adalah tidak tersedianya indikator kinerja yang memadai
sebagai dasar mengukur kinerja pemerintah. Kelemahan kedua adalah masalah kelembagaan
auditPemerintah Pusat dan Daerah yang overlappingsatu dengan lainnya, sehingga pelaksanaan
pengauditan tidak efisien dan tidak efektif.
MEMPERKUAT VALUE FOR MONEY(VFM)AUDIT
Good governance akan tercapai jika lembaga pemeriksa berfungsi dan tertata dengan
baik. Setelah itu, pengembangan pengauditan perlu dilakukan. Salah satunya dengan memperluas
cakupan audit, tidak hanya auditkeuangan (financial audit) tetapi juga value for money audit
atau sering disebut performance audit. Audit kinerja merupakan suatu proses sistematis untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara
independen atas ekonomi dan efisiensi operasi serta efektivitas dalam pencapaian hasil yang
diinginkan, dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan, dan hukum yang berlaku, serta
menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut
(Malan et al., 1984).
Secara lebih rinci, auditkinerja dibagi menjadi auditekonomi dan efisiensi (management
audit) dan audit efektivitas (program audit) (Herbert, 1979). Audit ekonomi dan efisiensi
bertujuan untuk menentukan: (1) apakah suatu entitas telah memperoleh, melindungi, dan
menggunakan sumber dayanya (seperti karyawan, gedung, dan peralatan kantor) secara hemat
(ekonomis) dan efisien, (2) penyebab ketidakhematan dan ketidakefisienan, dan (3) apakah
entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
kehematan dan efisiensi. Sedangkan, audit efektivitas bertujuan untuk menentukan tingkat
7/28/2019 96097366-ch-14docx
8/8
8
pencapaian hasil program, efektivitas pelaksanaan program, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program (Malan et al., 1984).
Tujuan memperkuat pelaksanaan VFM audit adalah meningkatkan akuntabilitas sektor publik.
Hal ini penting untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Nantinya DPR atau DPRD, menteri-menteri dan lembaga-lembaga pemerintahan, baik di pusat
maupun di daerah, harus memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat, dan akhirnya
akuntabilitas publik merupakan bagian penting dari sistem politik dan demokrasi.