27
JAMINAN KEBEBASAN BERAGAMA BAGI SETIAP WARGA NEGARA MAKALAH Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Kewarganegaraan (Civic) Disusun Oleh Kelompok IX : Ima Lismawaty (220110110009) Dian Chintia Pratiwi (220110110024) Putri Cahaya R.T.D. Panjaitan (220110110033) Regina Masli Putri (220110110039) Nurul Iklima (220110110055) Dini Yulia (220110110071) Nurali (220110110086) Melina Purwaningsih (220110110101) Yunnisa Ramdhani (220110110118) Izqir Rahma Cipta (220110110150) FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR

9-Makalah Kwn Kebebasan Beragama (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kebebasan Beragama

Citation preview

MAKALAH SGD SISTE M URINARIA

KASUS BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)

Disusun Oleh :

Okky Octaviani (220110110064)

Ima Lismawaty (220110110009)

Rinanda Dian Annisa (220110110021)

Dwi Juwita Meiyola (220110110033) Scriber II

Hilma Nurjannah (220110110045) Chair

Nuridha Fauziyah (220110110057)

i

JAMINAN KEBEBASAN BERAGAMA

BAGI SETIAP WARGA NEGARA

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah

Kewarganegaraan (Civic)

Disusun Oleh Kelompok IX :

Ima Lismawaty (220110110009)Dian Chintia Pratiwi (220110110024)Putri Cahaya R.T.D. Panjaitan (220110110033)Regina Masli Putri (220110110039)Nurul Iklima (220110110055)Dini Yulia (220110110071)Nurali (220110110086)Melina Purwaningsih (220110110101)Yunnisa Ramdhani (220110110118)Izqir Rahma Cipta (220110110150)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2015

Hertika Apriani Br Sihaloho (220110110070)

Regina Masli Putri (220110110039)

Sri Sulastri (220110110015)

Gusti Ayu Radhita Octavia (220110110051)

Intan TDL (220110110002

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah mengenai “Jaminan Kebebasan Beragama Bagi Setiap Warga Negara”

pada mata kuliah Kewarganegaraan (Civic) tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Mira Trisyani K, S.Kp.,MSN, selaku koordinator mata kuliah

Kewarganegaraan (Civic);

2. Bapak Agus Gandara, S.H.,M.Pd, selaku dosen mata kuliah

Kewarganegaraan (Civic);

3. Teman-teman kelompok IX yang telah berkontribusi dalam penyusuan

makalah ini

4. Pihak lain yang tidak dapat penulis kemukakan satu per satu, terima kasih

atas dukungannya. Semoga Tuhan Yang maha Esa memberikan balasan

yang lebih baik.

Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi

perbaikan di hari kemudian. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini

dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran di Fakultas Keperawatan.

Jatinangor, April 2015

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Dasar Hukum yang Menjamin Kebebasan Beragama 3

2.2. Toleransi dalam Kebebasan Beragama 8

2.3. Sanksi Hukum jika Menghalangi orang beribah 12

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan 15

DAFTAR PUSTAKA 16

ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebebasan adalah hak setiap individu selama kebebasan itu tidak merugikan

orang lain. Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu

atau masyarakat, untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi

atau umum. Kebebasan beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan

tidak menurut setiap agama. Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama,

agama-agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut

kepercayaan lain yang lain dari agama resmi. Pasal 18 dalam Kovenan Internasional

PBB tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menyatakan kebijakan yang menafikan

kebebasan seseorang untuk mengamalkan agamanya adalah satu kezaliman spiritual.

Kebebasan beragama merupakan satu konsep hukum yang terkait, tetapi tidak serupa

dengan toleransi agama, pemisahan antara agama dan negara, atau negara sekuler

Definisi hak kebebasan beragama secara formal terdapat dalam DUHAM,

tepatnya dalam Pasal 18 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran,

keinsafan batin dan agama, dalam hak ini termasuk kebebasan berganti agama atau

kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan

cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menepatinya, baik sendiri

maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun yang

tersendiri.” Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang

terdiri dari; hak untuk beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan

1

agama dengan cara mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun

kelompok dan di tempat umum atau tempat pribadi.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa dasar hukum dalam menjamin kebebasan beragama bagi warga negara?

1.2.2. Bagaimana tolerensi beragama yang harus dilakukan oleh setiap warga

negara?

1.2.3. Apa saja sanksi hukum jika menghalangi orang melaksanakan ibadah?

1.3. Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui dasar hukum dalam menjamin kebebasan beragama bagi

warga negara.

1.3.2. Untuk mengetahui toleransi yang harus dilakukan oleh setiap warga negara.

1.3.3. Untuk mengetahui sanksi hukum jika menghalangi orang melaksanakan

ibadah.

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Dasar Hukum yang Menjamin Kebebasan Beragama

Indonesia adalah negara berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa yang

mengandung prinsip bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama

walaupun bukan negara agama. Agama dapat hidup dan berkembang dengan

jaminan dan perlindungan negara, sedangkan para pemeluk agama berhak

melaksanakan dan mengembangkan agama sesuai dengan kepercayaan masing-

masing. UUD 1945 pada dasarnya telah mengakui dan memberikan jaminan

terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan. Dasar hukum yang menjamin

kebebasan beragama di Indonesia terdapat pada UUD 1945 dalam perspektif

konstitusi yaitu:

2.1.1. Hak-Hak Warga Negara dalam Kebebasan Beragama

1. Pasal 28 E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,

memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali.”

2. Pasal 28 E ayat (2)  Undang-Undang Dasar Tahun 1945 

“Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan.”

3. Pasal 28 I ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun

“Hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia.”

4. Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

3

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk

memeluk agama.”

5.   Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia (Undang-undang HAM)

“Hak. untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,

pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,

hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum,

dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut

adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun dan oleh siapapun.”

6. Pasal 22 UU HAM

(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk

beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu.”

7. Pasal 80 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

“Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya

kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan

oleh agamanya.”

2.1.2. Kewajiban Warga Negara dalam Kebebasan Beragama

1. Pasal 28J ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

4

“Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. 

2. Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

“Pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-

pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut

dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-pembatasan yang

diatur dalam undang-undang.

2.2. Toleransi dalam Kebebasan Beragama

2.2.1. Sikap Toleransi dalam Beragama

Ada tiga macam sikap dalam toleransi beragama, yaitu:

1) Negatif merupakan isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi

ajaran dan penganutnya hanya dibiarkan saja karena dalam keadaan

terpaksa.

2) Positif merupakan isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta

dihargai.

3) Ekumenis merupakan isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena

dalam ajaran mereka itu terdapat unsur-unsur kebenaran yang

berguna untuk memperdalam pendirian dan kepercayaan sendiri.

2.2.2. Manfaat Toleransi Beragama

1) Menghindari Perpecahan

5

Dengan belajar dan melakukan toleransi beragama maka kita  juga

belajar bagaimana agar bangsa Indonesia ini dapat bertahan lama. Negara

kita terbukti sangat peka terhadap isu keagamaan oleh karena itu jika tidak

bisa menjaga hubungan baik antara agama, bahaya besar telah menanti

bangsa ini.

2) Mempererat Hubungan

Dengan toleransi beragama tidak hanya dapat menghindarkan kita

dari sebuah perpecahan tapi juga dapat membuat kita lebih solid dalam

hubungan kemasyarakatan. Dapat juga bertukar pikiran

(bukan berdebat tentang agama yang lebih baik) agar dari hari kehari

kehidupan ala multiagama di negara ini menjadi sesuatu yang biasa dan

tidak menjadi alasan terjadi pertikaian anatara umat beragama.

3) Mengokohkan Iman

6

Semua agama mangajarkan hal yang baik bagaimana  mengatur

hubungan dengan masyarakat yang beragama lain. Wujud nyata tingkah

laku toleransi akan menunjukkan perwujudan iman keagamaan dalam

kehidupan sehari-hari. 

2.2.3. Toleransi Beragama dalam kehidupan

1) Toleransi beragama dalam kehidupan bermasyarakat

a. Adanya sikap saling menghormati dan menghargai antara

pemeluk agama.

b. Tidak membeda-bedakan suku, ras atau golongan.

2) Toleransi beragama dalam kehiduapan berbangsa dan bernegara

Kehidupan berbangsa dan bernegara pada hakikatnya

merupakan kehidupan masyarakat bangsa. Di dalamnya terdapat

kehidupan berbagai macam pemeluk agama dan penganut

kepercayaan yang berbeda-beda. Demikian pula di dalamnya terdapat

berbagai kehidupan antar suku bangsa yang berbeda. Namun

demikian perbedaan-perbedaan kehidupan tersebut tidak menjadikan

bangsa ini tercerai-berai, akan tetapi justru menjadi kemajemukan

kehidupan sebagai suatu bangsa dan Negara Indonesia. Oleh karena

7

itu kehidupan tersebut perlu tetap dipelihara agar tidak terjadi

disintegrasi bangsa.

Adapun toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

antara lain:

a. Merasa senasib sepenanggungan.

b. Menciptakan persatuan dan kesatuan, rasa kebangsaan atau

nasionalisme.

c. Mengakui dan menghargai hak asasi manusia.

d. Membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan.

e. Menghindari terjadinya perpecahan

f. Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan

2.2.4. Perilaku Toleransi Beragama

1) Saling Menghormati

Salah satu contoh toleransi dalam beragama ialah dengan

saling menghormati anatar umat beragama. Dengan cara jika ada

yang sedang puasa ya setidaknya kita jangan menganggi atau

8

merusak puasanya. Jika ada yang  sedang berdoa tetaplah menjaga

ketenangan saat umat lain beribadah.

2) Tidak Menganggu

Tidak menggangu sudah cukup baik untuk mewujudkan

toleransi beragama di dalam masyarakat dengan cara jika ada

upacara agama lain hendaklah tidak melanggar aturan. Misalnya

acaranya nyepi janganlah merusak dengan menciptakan keributan

tanpa peduli acara umat lain.

3) Partisipasi

Di sini perlu ditekankan pertisipasi tidak berarti anda

mengikuti acara agama lain. Contoh paling nyata ialah jika ada

9

Lebaran, Natal dan acara besar agama lainnya tidak ada salahnya

memberikan selamat kepada mereka. Ini menunjukkan perwujudan

iman yang dewasa dalam masyarakat.

2.2.5 Bentuk Pelangaran Terhadap Kebebasan Beragama di Indonesia

Di Indonesia, pergeseran rezim otoritarian menuju demokrasi jelas

menjadi kabar sedap bagi kebebasan beragama. Salah satu wujud perhatian

negara terhadap kebebasan beragama adalah dibentuknya Departemen

Agama, yang mengatur bukan hanya satu agama, tetapi lima agama: Islam,

Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha. Dalam rangka kerukunan internal

dan eksternal umat beragama, selain dibentuk dan dimantapkan organisasi

masing-masing agama, dibentuk pula forum konsultasi dan komunikasi

antar pemimpin agama dan antar pemimpin agama dan pemerintah.

Organisasi untuk tingkat pusat bagi agama Islam adalah Majelis Ulama

Indonesia (MUI), untuk umat Katolik bernama Majelis Agung Wali Gereja

Indonesia (MAWI), untuk umet Protestan bernama Dewan Gereja-Gereja

Indonesia (DGI), untuk umat Hindu terdapat Prisade Hindu Dharma Pusat

(PHDP), dan untuk umat Budha bernama Perwalian Umat Budha

Indonesia (WALUBI).

Namun, sejauh ini selalu saja bermasalah dalam implementasinya.

Bahkan, ketika pemerintah sudah terbentuk melalui mekanisme

domokratis, ternyata belum berdaya mengurangi intensitas problem

kebebasan beragama. Di Indonesia, masih ada saja diskriminasi dalam

beragama, khususnya terhadap agama minoritas. Secara kasat mata,

10

diskriminasi itu tampak misalnya dalam kebijakan yang mengakui hanya

enam agama resmi. Tidak ada keputusan resmi pemerintah terkait

pemberlakuan agama resmi kecuali hanya Surat Edaran Menteri Dalam

Negeri No. 477/74054/1978 tentang petunjuk pengisian kolom agama pada

KTP, yang antara lain disebutkan bahwa agama yang diakui pemerintah

ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha.

Orang atau komunitas di luar agama resmi selalu menjadi pihak

yang dirugikan, termasuk kelompok adat yang masuk kategori tidak

beragama. Misalnya Dayak Kaharingan di Kalimantan, Komunitas

Permalim di Medan, komunitas Tolotang di Sulawesi Selatan, dll.

Kenyataannya, tanpa menyandang label agama resmi, seseorang akan sulit

menerima atau memperoleh pelayanan publik dan hak-hak sipil. Seperti

misalnya setiap anak yang lahir tidak bisa memperoleh akte kelahiran,

pernikahan tidak bisa dicatatkan, KTP tidak diberikan.

Bentuk pelanggaran terhadap prinsip kebebasan beragama yang

lain, yaitu seperti adanya ceramah atau tulisan bernada menghujat

kelompok tertentu, penutupan rumah ibadah, aksi bersenjata, penyerbuan

masssal, intimidasi fisik dan psikologis, serta pemaksaan mengikuti aliran

agama utama hingga terbitnya ftwa-fatwa keagamaan yang justru dianggap

intoleran.

11

2.3. Sanksi Hukum jika Menghalangi orang beribadah

UU HAM tidak ada memberikan sanksi bagi orang yang

melanggar ketentuan dalam Pasal 22 UU HAM. Akan tetapi, bagi orang

yang menghalang-halangi kegiatan ibadah yang dilakukan di tempat

ibadah, dapat dijerat dengan Pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (“KUHP”):

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau

upacara keagamaan yang diizinkan, atau upacara penguburan jenazah,

diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.”

Mengenai Pasal 175 KUHP ini, R. Soesilo dalam bukunya yang

berjudulKitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-

Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan:

1) “pertemuan umum agama” adalah semua pertemuan yang bermaksud

untuk melakukan kebaktian agama;

2) “upacara agama” adalah kebaktian agama yang diadakan baik di

gereja, mesjid, atau di tempat-tempat lain yang lazim dipergunakan

untuk itu;

3) “upacara penguburan mayat” adalah baik yang dilakukan waktu masih

ada di rumah, baik waktu sedang berada di perjalanan ke kubur,

maupun di makam tempat mengubur.

12

Lebih lanjut, R. Soesilo mengatakan bahwa syarat yang penting

adalah bahwa “pertemuan umum agama” tersebut tidak dilarang oleh

negara.

Sedangkan, pelanggaran atas Pasal 80 UU Ketenagakerjaan,

mengenai hak pekerja melakukan ibadah agamanya, juga dapat

dipidana sebagaimana terdapat dalam Pasal 185 UU Ketenagakerjaan:

Pasal 185 UU Ketenagakerjaan

1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80,

Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan

ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit

Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp

400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan

tindak pidana kejahatan.

13

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Indonesia adalah negara berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa

yang mengandung prinsip bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang

beragama. Agama dapat hidup dan berkembang dengan jaminan dan

perlindungan negara, sedangkan para pemeluk agama berhak

melaksanakan dan mengembangkan agama sesuai dengan kepercayaan

masing-masing

Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan

individu atau masyarakat untuk menerapkan agama atau kepercayaan

dalam ruang pribadi atau umum. Secara eksplisit, soal kebebasan

beragama telah jelas diamanatkan oleh UUD 1945. UUD 1945 pada

dasarnya telah mengakui dan memberikan jaminan terhadap kebebasan

beragama dan berkeyakinan. Namun, sejauh ini selalu saja bermasalah

dalam implementasinya.

Sebagai warga negara yang baik, sudah seharusnya kita saling

menghormati satu dengan yang lain hal hal beragama dan memeluk

keyakinan. Pemerintah juga harus bersikap tegas dalam menangani kasus-

kasus yang terkait dengan pelanggaran kebebasan beragama bagi setiap

warga negaranya.

14

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Suaedy, et.al., 2009. Islam, konstitusi, dan Hak Asasi Manusia : Problematika Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia. Jakarta: Wahid Institute.

A Qodri Azizy,2004.Hukum Nasional, Ekletisisme Hukum Islam dan Hukum Umum. Bandung : Teraju Mizan.

Mohammad Noor Syam. 2009. Sistem Filsafat Pancasila: Tegak sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 1945, Makalah yang disajikan dalam Konggres Pancasila yang diselenggarakan UGM-MKRI pada 30-31 Mei dan 1 Juni di Kampus UGM, Yogyakarta.

Moh. Mahfud MD. 2006. Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta : LP3ES.

15