72
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TAHUN 2010 2030 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MAKASSAR 2010 2030 BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT KOTA TAHUN 2010

55172923 Rancangan Perda RTRW2030 Makassar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

RTRW

Citation preview

  • RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA

    TAHUN 2010 2030

    TENTANG

    RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MAKASSAR

    2010 2030

    BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT KOTA TAHUN 2010

  • 1

    RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TAHUN 2010 SAMPAI TAHUN 2030

    TENTANG

    RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA TAHUN 2010 SAMPAI TAHUN 2030

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    WALIKOTA KOTA

    Menimbang: a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kota dengan memanfaatkan

    ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah;

    b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat, maka Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;

    c. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kota adalah 20 tahun sehingga Peraturan Daerah Kota Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota 2005-2015 sudah tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, maka perlu diganti dengan Peraturan Daerah baru;

    d. bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Nomor 2 Tahun 1987 perlu disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

    e. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, serta sebagai pelakasanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tahun 2010 sampai Tahun 2030.

  • 2

    Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

    2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3234), sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3368);

    3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967, Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2931);

    4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225);

    5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

    6. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3318);

    7. Undang-undang Nomor 50 Tahun 1986 tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah serta Ruang Udara di Sekitar Bandar Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3343);

    8. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

    9. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427);

    10. Undang-undang Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);

    11. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);

    12. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);

    13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);

    14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, tentang Kesehatan; 15. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

    16. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247)

  • 3

    17. Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377)

    18. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

    19. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

    20. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

    21. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 132);

    22. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;

    23. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725 );

    24. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;

    25. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

    26. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik;

    27. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran; 28. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

    Angkutan Jalan; 29. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tentang Perubahan Batas-

    batas Daerah Kotamadya Makassar dan Kabupaten Gowa, maros, Pangkajene dan Kepulauan dalam Lingkungan daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2970);

    30. Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 1982 tentang Pengaturan Tata Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225);

    31. Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294);

    32. Peraturan Pemerintah RI Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3445);

    33. Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 Tahun 1992, tentang Cagar Budaya; 34. Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan; 35. Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 1993 tentang Analisa

    Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3538);

    36. Peraturan Pemerintah RI Nomor 191 Tahun 1995, tentang Pemeliharaan dan pemanfaatan Benda Cagar Budaya;

    37. Peraturan Pemerintah RI Nomor 67 Tahun 1996, tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990, tentang Kepariwisataan;

  • 4

    38. Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);

    39. Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721);

    40. Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);

    41. Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

    42. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816);

    43. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

    44. Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Kualitas Udara;

    45. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);

    46. Peraturan Pemerintah RI Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4027);

    47. Peraturan Pemerintah RI Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4146);

    48. Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

    49. Peraturan Pemerintah RI Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);

    50. Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);

    51. Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Bebas hambatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4468);

    52. Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;

    53. Peraturan Pemerintah RI Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

    54. Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan; 55. Keputusan Presiden RI Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri;

  • 5

    56. Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

    57. Keputusan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri;

    58. Keputusan Presiden RI Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;

    59. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum;

    60. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah;

    61. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan PeKotaan;

    62. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;

    63. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang Daerah;

    64. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah;

    65. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;

    66. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah;

    67. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota beserta Rencana Rincinya;

    68. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1992 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Peraturan Rencana Daerah Kota;

    69. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan;

    70. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 Tahun 2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang;

    71. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

    72. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 376/M/KPTS/2004 tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya;

    73. Keputusan bersama Menteri dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang Pengembangan Kabupaten/Kota Sehat;

    74. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 369/KPTS/M/2005 tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional;

    75. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 44 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan;

    76. Peraturan daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Mamminasata;

    77. Peraturan Daerah Kota Nomor 13 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota.

  • 6

    Dengan Persetujuan Bersama

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA

    dan

    WALIKOTA

    M E M U T U S K A N :

    Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN TAHUN 2030.

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : (1) Daerah adalah Kota. (2) Kota adalah Kota Makassar (3) Pemerintah Daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur

    penyelenggara Pemerintahan daerah. (4) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga

    perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan daerah. (5) Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah

    daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    (6) Walikota adalah Walikota. (7) Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kota. (8) Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

    termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

    (9) Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. (10) Visi tata ruang adalah suatu pandangan ke depan yang menggambarkan arah dan

    pengelolaan wilayah Kota untuk mencapai visi pembangunan yang telah ditetapkan di tingkat Kota.

    (11) Misi tata ruang adalah komitmen dan panduan arah bagi pembangunan dan pengelolaan wilayah Kota untuk mencapai visi pembangunan yang telah ditetapkan di tingkat Kota.

    (12) Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

    (13) Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

    (14) Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

    (15) Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.

    (16) Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.

  • 7

    (17) Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

    (18) Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

    (19) Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

    (20) Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

    (21) Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

    (22) Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. (23) Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. (24) Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah rencana

    struktur tata ruang wilayah yang mengatur struktur dan pola ruang wilayah Kota. (25) Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur

    terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

    (26) Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.

    (27) Wilayah Kota adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perKotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa Pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

    (28) Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. (29) Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi

    kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah dan budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang berkelanjutan.

    (30) Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

    (31) Kawasan hijau adalah ruang terbuka hijau yang terdiri dari kawasan hijau lindung dan hijau binaan.

    (32) Kawasan hijau lindung adalah bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas.

    (33) Kawasan hijau binaan adalah bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitasnya yang diperlukan baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial Kota yang dapat didukung fasilitas sesuai keperluan untuk fungsi penghijauan tersebut.

    (34) Kawasan tangkapan air adalah kawasan atau areal yang mempunyai pengaruh secara alamiah atau binaan terhadap keberlangsungan badan air seperti waduk, situ, sungai, kanal, pengolahan air limbah dan lain-lain.

    (35) Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

    (36) Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

    (37) Daya tampung lingkungan hidup kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukan kedalamnya.

    (38) Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup.

  • 8

    (39) Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

    (40) Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kanan kiri sungai, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.

    (41) Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

    (42) Kawasan Sistem Pusat Kegiatan adalah kawasan yang diarahkan bagi pemusatan berbagai kegiatan campuran maupun yang spesifik, memiliki fungsi strategis dalam menarik berbagai kegiatan Pemerintahan, sosial, ekonomi, dan budaya serta kegiatan pelayanan Kota menurut hirarki terdiri dari sistem pusat kegiatan utama yang berskala Kota, regional, nasional dan internasional dan sistem pusat penunjang yang berskala lokal.

    (43) Kawasan Sentra Primer adalah kawasan dalam sistem pusat kegiatan yang menurut hirarkinya termasuk dalam sistem pusat utama.

    (44) Kawasan Terpadu selanjutnya dapat disingkat KT adalah kawasan yang memiliki fungsi lebih dari satu, terdiri atas fungsi utama dan penunjang. Masing-masing dari dua fungsi ini saling terkait dan bersinergi serta saling mempengaruhi dan mendukung fungsi utama dalam satu sistem.

    (45) Kawasan Pusat Kota adalah KT yang tumbuh sebagai pusat Kota dengan percampuran berbagai kegiatan, memiliki fungsi strategis dalam peruntukannya seperti kegiatan Pemerintahan, sosial, ekonomi, dan budaya serta pelayanan Kota.

    (46) Kawasan Pelabuhan Terpadu adalah KT yang diarahkan sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam satu sistem ruang yang bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan dengan aktivitas kepelabuhanan dan segala persyaratannya.

    (47) Kawasan Bandara Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam satu sistem ruang yang bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan dengan aktivitas bandara dan segala persyaratannya.

    (48) Kawasan Maritim Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan kemaritiman yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

    (49) Kawasan Industri Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan industri yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

    (50) Kawasan Pergudangan Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan pergudangan yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

    (51) Kawasan Permukiman Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pemusatan dan pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana lingkungannya yang terstruktur secara terpadu dengan Koefisien Dasar Bangunan lebih besar dari 20% (dua puluh persen).

    (52) Kawasan Riset dan Pendidikan Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan riset dan pendidikan yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

  • 9

    (53) Kawasan Budaya Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan budaya yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

    (54) Kawasan Olahraga Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan olahraga yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

    (55) Kawasan Bisnis Dan Pariwisata Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis dan pariwisata yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

    (56) Kawasan Bisnis Global Terpadu adalah KT yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis global yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

    (57) Kawasan Strategis Kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

    (58) Izin pemanfaatan tanah/ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan tanah atau ruang sesuai dengan Ketentuan/Peraturan Perundang-undangan.

    (59) Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

    (60) Industri selektif adalah kegiatan industri yang kriteria pemilihannya disesuaikan dengan kondisi Makassar sebagai Kota dunia, yakni industri yang hemat lahan, hemat air, tidak berpolusi, dan menggunakan teknologi tinggi.

    (61) Indutri non polutif/ramah lingkungan adalah industri yang tidak menghasilkan limbah cair dan atau tidak membutuhkan air dalam jumlah banyak.

    (62) Industri polutif adalah industri yang menghasilkan limbah cair dan atau membutuhkan air dalam jumlah banyak.

    (63) Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN adalah hirarki fungsional Kota sebagai pusat kegiatan yang berpotensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional, dan mempunyai potensi mendorong daerah sekitarnya, serta sebagai pusat pelayanan keuangan /bank/jasa, pusat pengolahan/pengumpul barang, pusat jasa Pemerintahan, simpul transportasi serta pusat jasa-jasa kemasyarakatan yang lain untuk nasional atau meliputi beberapa provinsi.

    (64) Kawasan campuran adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembang kegiatan campuran bangunan umum dengan permukiman beserta fasilitasnya dengan Koefisien Dasar Bangunan lebih dari 20% (dua puluh persen).

    (65) Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum.

    (66) Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.

    (67) Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

    (68) Kawasan prioritas adalah kawasan yang diprioritaskan pembangunannya dalam rangka mendorong pertumbuhan Kota ke arah yang direncanakan dan/atau menanggulangi masalah-masalah yang mendesak.

  • 10

    (69) Tipologi kawasan adalah penggolongan kawasan sesuai karakter dan kualitas kawasan, lingkungan, pemanfaatan ruang, penyediaan prasarana dan sarana lingkungan, yang terdiri dari kawasan mantap, dinamis dan peralihan.

    (70) Perbaikan lingkungan adalah pola pengembangan kawasan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur lingkungan yang telah ada, dan dimungkinkan melakukan pembongkaran terbatas guna penyempurnaan pola fisik prasarana yang telah ada.

    (71) Pemeliharaan lingkungan adalah pola pengembangan kawasan dengan tujuan untuk mempertahankan kualitas suatu lingkungan yang sudah baik agar tidak mengalami penurunan kualitas lingkungan.

    (72) Pemugaran lingkungan adalah pola pengembangan kawasan yang ditujukan untuk melestarikan, memelihara serta mengamankan lingkungan dan atau bangunan yang memiliki nilai sejarah budaya dan/atau keindahan.

    (73) Peremajaan lingkungan adalah pola pengembangan kawasan dengan tujuan mengadakan pembongkaran menyeluruh dalam rangka pembaharuan struktur fisik dan fungsi.

    (74) Pembangunan baru adalah pola pengembangan kawasan pada area tanah yang masih kosong dan atau belum pernah dilakukan pembangunan fisik.

    (75) Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah selanjutnya disingkat BKPRD merupakan badan yang bertanggung jawab dalam perencanaan, pemenfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatn ruang Kota.

    (76) Panduan rancang Kota adalah panduan bagi perencanaan kawasan yang memuat uraian teknis secara terinci tentang kriteria, ketentuan-ketentuan, persyaratan-persyaratan, standar dimensi, standar kualitas yang memberikan arahan bagi pembangunan suatu kawasan yang ditetapkan mengenai fungsi, fisik bangunan prasarana dan fasilitas umum, fasilitas sosial, utilitas maupun sarana lingkungan.

    (77) Panduan pembangunan kawasan adalah panduan bagi pembangunan kawasan sebagai implementasi dari hasil panduan rancang Kota dan memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai komposisi peruntukan-peruntukan, intensitas pemanfaatan ruang, tahapan dan tata cara pembangunan, pembiayaan pembangunan, dan pengaturan mengenai keseimbangan antara manfaat ruang yang diperoleh para pihak yang terkait dengan kewajiban penyediaan prasarana, fasilitas umum, fasilitas sosial, utilitas umum, dan sarana lingkungan, serta sistem pengelolaan kawasan yang akan dibangun.

    (78) Intensitas ruang adalah besaran ruang untuk fungsi tertentu yang ditentukan berdasarkan pengaturan Koefisien Lantai Bangunan, Koefisien Dasar Bangunan dan Ketinggian Bangunan tiap kawasan bagian Kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan Kota.

    (79) Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya dapat disebut KDB adalah angka persentase berdasarkan perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas tanah perpetakan perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang Kota.

    (80) Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya dapat disebut KLB adalah besaran ruang yang dihitung dari angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana teknis ruang Kota.

    (81) KLB rata-rata adalah besaran ruang yang dihitung dari nilai KLB rata-rata pada suatu kawasan berdasarkan ketetapan nilai KLB menurut pemanfaatan ruang yang sejenis.

    (82) Koefisien Tapak Besmen yang selanjutnya dapat disebut KTB adalah angka persentase luas tapak bangunan yang dihitung dari proyeksi dinding terluar bangunan di bawah permukaan tanah terhadap luas perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang.

    (83) Koefisiensi Daerah Hijau yang selanjutnya dapat disebut KDH adalah angka persentase berdasarkan perbandingan jumlah luas lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan/atau peresapan air terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana Kota.

  • 11

    (84) Ketinggian Bangunan yang selanjutnya dapat disebut KB adalah jumlah lantai penuh suatu bangunan dihitung mulai dari lantai dasar sampai lantai tertinggi.

    (85) Wilayah pengembangan yang selanjutnya disingkat WP adalah wilayah yang secara geografis berada dalam satu pelayanan pusat sekunder.

    BAB II

    NORMA PENATAAN RUANG

    Bagian Kesatu

    Asas dan Prinsip Dasar

    Pasal 2

    (1) Prinsip dasar penyusunan RTRW harus mempertimbangkan tiga aspek pokok, yaitu: a. Aspek strategis, yaitu kebijksanaan dasar penentu fungsi kawasan

    pengembagan fungsi kegiatan yang merupakan penjabaran atau mengisi rencana-rencana pembangunan nasional dan daerah dalam jangka panjang;

    b. Aspek teknis, yaitu kebijaksanaan dasar yang ditujukan untuk membuat keserasian dan mengoptimalkan pola tata ruang Kota dengan menetapkan fungsi kawasan, sehingga dapat memisahkan antar suatu fungsi dengan fungsi lainnya secara jelas;

    c. Aspek pengelolaan pembangunan, meliputi kebijaksanaan dasar pembangunan dan mempertimbangkan aspek hukum dan perundangan serta administrasi Kota agar rencana dapat dilaksanakan sesuai dengan prioritas serta pemerataan pembangunan.

    (2) RTRW berdasarkan asas : a. Pemanfaatan ruang untuk semua kepentingan secara terpadu,

    berdayaguna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan.

    b. Persamaan, keadilan dan perlindungan hukum. c. Keterbukaan, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat.

    Bagian Kedua

    Maksud Penyusunan RTRW, Visi, Misi, Tujuan Penataan Ruang dan Sasaran Penyempurnaan RTRW

    Pasal 3

    (1) Maksud penyusunan RTRW Kota yang terpadu, serasi, selaras dan seimbang, berkelanjutan, berdaya guna, berhasil guna, terbuka, berkepastian hukum dan keadilan dan akuntabilitas adalah agar selanjutnya dapat menjadi pedoman atau acuan untuk:

    a. Sinkronisasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota; b. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota

    dalam kurun waktu Tahun 2010-2030; c. Pemanfaatan dan pengendalian pembangunan sarana dan prasarana

    wilayah Kota; d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan

    antar wilayah, serta keserasian antar sektor;Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan

    e. Penataan ruang kawasan strategis Kota.

  • 12

    (2) Visi penataan ruang diarahkan untuk mewujudkan Makassar untuk Kembali ke Kota Dunia dengan Kearifan Lokal.

    (3) Misi penataan ruang adalah: a. Membangun Makassar yang berbasis pada masyarakat; b. Mengembangkan lingkungan kehidupan perKotaan yang berkelanjutan; c. Mengembalikan Makassar ke Kota Dunia dengan kearifan lokal.

    (4) Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota 2030 secara khusus adalah mewujudkan ruang wilayah Makassar sebagai Kota tepian air kelas dunia yang didasari keunggulan dan keunikan lokal menuju kemandrian lokal dalam rangka persaingan global demi ketahanan nasional serta wawasan nusantara yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.

    (5) Tujuan penataan ruang wilayah Kota secara umum adalah menyusun satu dokumen RTRW Kota yang lengkap agar dapat dimanfaatkan:

    a. Sebagai bahan acuan/referensi bagi kebijakan perencanaan penataan ruang lainnya;

    b. Sebagai matra ruang RPJP/RPJM Kota; c. Sebagai pedoman dasar perencanaan yang diharapkan mampu menjawab

    masalah-masalah tuntutan pembangunan dan tuntutan lingkungan global serta rumusan maupun kebijaksanaan yang dibutuhkan di masa mendatang (prospektus ruang);

    d. Sebagai pedoman dasar perencanaan yang diharapkan bisa menjadi pegangan untuk bagaimana membangun dan menjadikan Makassar berdiri dan berkembang sesuai dengan ciri keunikan dan keunggulan lokalnya, dengan tetap berbasis pada peruntukan dan kepentingan hak-hak dasar masyarakat;

    e. Sebagai pedoman dasar perencanaan pembangunan Kota yang secara konsep desain rencana disusun berdasarkan filosofi rencana tata ruang yang sehat, untuk rakyat, dan terkendali;

    f. Sebagai kebijakan pokok pemanfaatan dan pengendalian ruang dalam wilayah Makassar dan sekitarnya sesuai dengan dasar kondisi wilayahnya yang berazaskan pada pembangunan berkelanjutan;

    g. Sebagai wadah keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah/kawasan di dalam dan di luar wilayah Makassar serta keserasian antarsektor pembangunan;

    h. Sebagai wadah perencanaan yang bertujuan meningkatkan peran dan fungsi Makassar tidak hanya sebagai satu Kota, tetapi lebih jauh dari itu perannya ingin ditingkatkan secara lebih besar menjadi satu Kota dengan representasi sebagai ruang keluarga Indonesia Timur;

    i. Sebagai refleksi dalam perencanaan mamminasata khususnya untuk Kota dan tingkat keterhubungannya baik secara spasial maupun aspasial dengan wilayah-wilayah mamminasata lainnya;

    j. Sebagai bahan informasi dalam penetapan investasi yang dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha/swasta; dan

    k. Sebagai acuan dalam perumusan program pembangunan baik yang menyangkut sumber pembiayaan, pentahapan atau pelaksanaan kegiatan pembangunan dalam ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;

    (6) Sasaran penyempurnaan RTRW adalah: a. Memantapkan sistem perencanaan tata ruang yang bersifat umum ke

    khusus yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), RTRW Pulau, RTRW Provinsi, dan RTRW Kota, yang berarti bahwa RTRW Nasional menjadi acuan dalam penyusunan RTRW Pulau, RTRW Pulau menjadi acuan dala peyusunan RTRW Provinsi, dan seterusnya;

  • 13

    b. Mengelola sistem pengaturan zonasi yang berperan sebagai instrumen pelaksanaan rencana tata ruang yang memuat aturan-aturan spesifik keruangan yang mengikat untuk setiap kawasan dengan fungsi tertentu dalam suatu wilayah perencanaan;

    c. Menerapkan peraturan zonasi, pemberian insentif dan diinsentif serta pengenaan sanksi terhadap pelanggaran tata ruang yang dikenakan tidak hanya kepada pemberi izin pemanfaatan ruang tetapi juga kepada penerima izin;

    d. Mempertegas dan memperjelas kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota agar dalam pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang dapat terwujud harmonisasi dan saling melengkapi antara Pemerintah pusat, propinsi dan Kota;

    e. Menegaskan muatan rencana tata ruang yang meliputi perkembangan lingkungan strategis, pemerataan dan keselarasan pembangunan antara permerintah pusat (nasional) dengan daerah-daerah dengan memperhatikan dan mempertimbangkan daya dukung serta daya tampung lingkungan masing-masing daerah;

    f. Memantapkan pengelolaan kawasan yang tidak hanya terbatas pada kawasan lindung dan budidaya tetapi diperluas pada kawasan metropolitan dan Kawasan Strategis nasional dan Kota;

    g. Memantapkan kepastian hukum dan akuntabilitas dalam pelaksanaan penataan ruang setelah perencanaan RTRW Kota ini dibuat;

    h. Memberikan arahan penataan ruang yang berdasarkan sistem wilayah dan sistem internal perKotaan termasuk di dalamnya fungsi utama kawasan, wilayah administrasi, kegiatan kawasan dan nilai strategis kawasan;

    i. Membatasi penataan ruang wilayah Kota tidak hanya untuk keperluan ekonomi dan estetis tetapi juga aspek kenyamanan dan bioekologis.

    BAB III

    KEDUDUKAN, LINGKUP WILAYAH, LINGKUP MATERI DAN

    JANGKA WAKTU PERENCANAAN

    Bagian Kesatu

    Kedudukan

    Pasal 4

    Kedudukan RTRW Kota merupakan : a. Acuan dalam penyusunan rencana rinci tata ruang di bawahnya, yakni Rencana

    Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan, dan Rencana Teknik Ruang (RTR) Kawasan.

    b. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kota. c. Rencana struktur ruang wilayah Kota yang meliputi sistem perKotaan, jaringan

    transportasi, energi, telekomunikasi, dan sumber daya air bersih di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan;

    d. Rencana pola ruang wilayah Kota yang meliputi kawasan lindung Kota dan kawasan budi daya Kota.

    e. Penetapan Kawasan Strategis Kota. f. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota yang berisi indikasi program utama

    jangka lima tahunan.

  • 14

    g. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota yang berisi ketentuan umum, peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

    h. Rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH. i. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau.

    Bagian Kedua

    Lingkup Wilayah

    Pasal 5

    (1) Lingkup wilayah RTRW Kota mencakup strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kota sampai batas ruang daratan, ruang perairan, dan ruang udara menurut peraturan perundang-undanganyang berlaku, dengan luas wilayah Kota 17.585,00 Ha yang terdiri dari 14 kecamatan yaitu: Mariso ( 182,00 Ha), Mamajang ( 225,00 Ha), Tamalate ( 2.021,00 Ha), Rappocini ( 923,00 Ha), Makassar ( 252,00 Ha), Ujung Pandang ( 263,00 Ha), Wajo ( 199,00 Ha), Bontoala ( 210,00 Ha), Ujung Tanah ( 594,00 Ha), Tallo ( 583,00 Ha), Biringkanaya ( 4822,00 Ha), Tamalanrea ( 3184,00 Ha), Manggala ( 2422,00 Ha), dan Panakkukang ( 1705,00 Ha).

    (2) Batas-batas daerah adalah sebelah utara: Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep; sebelah timur: Kabupaten Gowa dan Kabupaten Maros; sebelah Selatan: Kabupaten Gowa, serta sebelah Barat: Selat Makassar .

    (3) Lingkup wilayah seperti yang dimaksud ayat (1) pasal ini mencakup ruang darat, ruang udara serta ruang di dalam bumi.

    Bagian Ketiga

    Lingkup Materi

    Pasal 6

    Lingkup materi adalah penyusunan RTRW Kota Tahun 2010 2030.

    Bagian Keempat

    Jangka Waktu Perencanaan

    Pasal 7

    (1) Jangka waktu RTRW Kota adalah 20 (duapuluh) tahun. (2) RTRW yang telah ditetapkan ditinjau kembali tiap 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

    BAB IV

    KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

    Bagian Kesatu

    Kebijakan Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

  • 15

    Paragraf 1

    Kebijakan Perencanaan Tata Ruang

    Pasal 8

    Kebijakan perencanaan tata ruang meliputi : a. Penyusunan kerangka regulasi sebagai penjabaran dari RTRW. b. Peninjauan kembali dan penyempurnaan RTRW.

    Pasal 9

    Kebijakan pengembangan penataan ruang Kota adalah: a. Memantapkan fungsi Kota sebagai Kota Dunia dengan Kearifan Lokal; b. Memprioritaskan arah pengembangan Kota ke arah koridor timur, selatan, utara,

    dan membatasi pengembangan ke arah barat agar tercapai keseimbangan ekosistem;

    c. Melestarikan fungsi dan keserasian lingkungan hidup dalam penataan ruang dengan mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

    d. Mengembangkan sistem prasarana dan sarana Kota yang berintegrasi dengan sistem regional, nasional dan internasional;

    Paragraf 2

    Kebijakan Pemanfaatan Ruang

    Pasal 10

    Kebijakan pemanfaatan ruang meliputi : a. Kebijakan pengembangan struktur ruang. b. Kebijakan pengembangan pola ruang.

    Pasal 11

    Kebijakan pengembangan struktur ruang yang dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, meliputi: a. Kebijakan pengembangan sistem Kota. b. Kebijakan pengembangan Kawasan Terpadu. c. Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis.

    Pasal 12

    Kebijakan pengembangan pola ruang yang dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, meliputi: a. Kebijakan pengelolaan dan pemantapan Kawasan Terpadu. b. Kebijakan pengendalian Kawasan Terpadu. c. Kebijakan pengembangan Kawasan Terpadu sesuai dengan daya dukung dan

    daya tampung lingkungan. d. Kebijakan pengembangan fasilitas sosial dan fasilitas umum. e. Kebijakan pengembangan potensi perekonomian daerah. f. Kebijakan pengendalian terhadap kawasan rawan bencana alam.

    Pasal 13

    Kebijakan pengembangan sistem Kota yang dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, meliputi: a. Kebijakan pembangunan/pengembangan infrastruktur sistem Kota. b. Kebijakan pengembangan sistem Kota sesuai fungsi utamanya.

  • 16

    Paragraf 3

    Kebijakan Pengendalian Tata Ruang

    Pasal 14

    Kebijakan pengendalian tata ruang meliputi: a. Pengaturan zonasi rencana pola ruang. b. Penerapan mekanisme dan prosedur perizinan. c. Penerapan sistem insentif dan disinsentif. d. Penerapan sanksi.

    Pasal 15

    Kawasan pengembangan terpadu Kota yang dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, terdiri atas: a. Kawasan pusat Kota, yang berada pada bagian tengah barat dan selatan Kota

    mencakup wilayah Kecamatan Wajo, Bontoala, Ujung Pandang, Mariso, Makassar, Ujung Tanah dan Tamalate;

    b. Kawasan permukiman terpadu, yang berada pada bagian tengah pusat dan timur Kota, mencakup wilayah Kecamatan Manggala, Panakukang, Rappocini dan Tamalate;

    c. Kawasan pelabuhan terpadu, yang berada pada bagian tengah barat dan utara Kota, mencakup wilayah Kecamatan Ujung Tanah dan Wajo;

    d. Kawasan bandara terpadu, yang berada pada bagian tengah timur Kota, mencakup wilayah Kecamatan Biringkanaya dan Tamalanrea;

    e. Kawasan maritim terpadu, yang berada pada bagian utara Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tamalanrea;

    f. Kawasan industri terpadu, yang berada pada bagian tengah timur Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tamalanrea dan Biringkanaya;

    g. Kawasan pergudangan terpadu, yang berada pada bagian utara Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tamalanrea, Biringkanaya dan Tallo;

    h. Kawasan riset dan pendidikan terpadu, yang berada pada bagian tengah timur Kota, mencakup wilayah Kecamatan Panakukang, Tamalanrea dan Tallo;

    i. Kawasan budaya terpadu, yang berada pada bagian selatan Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tamalate;

    j. Kawasan olahraga terpadu, yang berada pada bagian selatan Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tamalate;

    k. Kawasan bisnis dan pariwisata terpadu, yang berada pada bagian tengah barat Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tamalate;

    l. Kawasan bisnis global terpadu, yang berada pada bagian tengah barat Kota, mencakup wilayah Kecamatan Mariso.

    Pasal 16

    Kawasan pengembangan strategis Kota yang dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, terdiri atas: a. Kawasan Strategis Wisata Pulau Terpadu berada di pesisir sebelah barat Kota,

    yang termasuk dalam Kepulauan Spermonde, mencakup wilayah Kecamatan Ujung Pandang dan Ujung Tanah;

    b. Kawasan Strategis koridor pesisir berada di Kecamatan Tamalanrea; c. Kawasan Stategis pelabuhan terpadu berada pada bagian tengah barat dan utara

    Kota, mencakup wilayah Kecamatan Ujung Tanah dan Wajo; d. Kawasan Strategis Sungai Jeneberang Terpadu yang bermuara di sebelah

    selatan Kota, yang melintasi Kota dan Kab.Gowa; e. Kawasan Strategis Sungai Tallo yang berada di sebelah utara Kota, mencakup

    wilayah Kecamatan Tallo; f. Kawasan Strategis lindung Lakkang berada di Kecamatan Tallo, yang diapit oleh

    Sungai Tallo dan Sungai Pampang;

  • 17

    g. Kawasan Strategis pusat energi berada di sebelah utara Kota yang mencakup wilayah Kecamatan Tamalanrea, tepatnya di muara Sungai Tallo yang berdekatan dengan Kawasan Strategis maritim terpadu;

    h. Kawasan Bandara Terpadu berada pada bagian tengah timur Kota, mencakup wilayah Kecamatan Biringkanaya dan Tamalanrea, serta berbatasan langsung dengan Kabupaten Maros;

    i. Kawasan Strategis maritim terpadu berada di pesisir utara Kota tepatnya berada di Kelurahan Untia;

    j. Kawasan Strategis bisnis karebosi berada di lapangan Karebosi yang merupakan jantung Kota, alun-alun Kota kebanggaan masyarakat yang telah ada sejak zaman dahulu dan merupakan titik nol Kota;

    k. Kawasan Strategis bisnis losari yang terletak di kawasan pusat Kota lama; l. Kawasan Strategis bisnis global terpadu berada di kawasan pusat Kota lama

    yakni di sekitar Tanjung Beringin.

    Bagian Kedua

    Strategi Pengembangan Tata Ruang

    Misi dan Strategi Pengembangan Tata Ruang Kota

    Pasal 17 Misi Pengembangan Tata Ruang Kota

    Untuk mewujudkan misi tata ruang yang dimaksud Pasal 3 ayat (3), ditetapkanlah misi pengembangan kawasan tata ruang sebagai berikut:

    a. Kawasan Terpadu mempunyai misi: 1) Misi kawasan pusat Kota adalah menjadikan kawasan tersebut

    sebagai kawasan dengan kualitas standar pelayanan yang lebih baik terhadap lingkungan dan masyarakatnya dengan mendorong aktivitas pembangunan fisik yang berkembang dan mengelola lingkungan dengan lebih terkendali;

    2) Misi kawasan permukiman terpadu adalah mewujudkan dan mengembangkan kawasan pemukiman yang berkepadatan sedang hingga tinggi ke arah timur Kota serta mengendalikan kegiatan jasa dan niaga yang melebihi kebutuhan kawasan;

    3) Misi kawasan pelabuhan terpadu adalah mendukung pengembangan pelabuhan beserta lingkungannya menjadi kawasan dengan tingkat pelayanan terbaik yang berstandar internasional dan meningkatkan kualitas ruang dari kondisi eksisting kawasan yang ada dengan meremajakan, menata kembali, serta merevitalisasi untuk mendukung fungsi utama sebagai pusat jasa kepelabuhanan;

    4) Misi kawasan bandara terpadu adalah mewujudkan kawasan bandara sebagai gerbang dan ruang tamu Kota dengan penataan kembali dan mengarahkan pengembangan kawasan berikat dalam mendukung peran Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin sebagai pusat koordinasi di Kawasan Timur Indonesia;

    5) Misi kawasan maritim terpadu adalah mewujudkan kawasan Untia menjadi kawasan maritim terpadu berskala regional dan nasional, mewujudkan pengembangan kawasan menjadi Kota nelayan terpadu sekaligus menjadi percontohan yang dapat dibanggakan, serta mengembangkan pariwisata berwawasan lingkungan dengan melestarikan dan mengelola kawasan mangrove di pesisir pantai utara Makassar;

  • 18

    6) Misi kawasan industri terpadu adalah meningkatkan pengembangan kawasan sebagai pusat industri (selektif) terpadu dalam skala global, membatasi pertumbuhan dan pemanfaatan ruang sebagai kawasan pergudangan, serta mendorong tumbuhnya ruang-ruang pendukung kawasan yang bisa mendukung kawasan dapat tumbuh dan berkembang secara optimal;

    7) Misi kawasan pergudangan terpadu adalah mengarahkan pengembangan kawasan sebagai pusat pergudangan yang lengkap dan terpadu, menghentikan pertumbuhan pemanfaatan ruang pergudangan yang tidak tertata baik, menata dan mewujudkan kawasan bebas banjir dengan merencanakan sistem drainase terpadu serta mendorong tumbuhnya ruang-ruang pendukung kawasan secara optimal;

    8) Misi kawasan riset dan pendidikan terpadu adalah meningkatkan fungsi kawasan sebagai pusat riset dan pendidikan dengan standar global, citra yang baik dan atmosfir akademik yang tinggi, membatasi kegiatan pemanfaatan ruang yang bertentangan dengan fungsi utama kawasan, menata kawasan kosong sekitar Sungai Tallo dengan model pemanfaatan ruang berbasis lingkungan yang berstandar global, serta mendorong tumbuhnya ruang-ruang pendukung kawasan, sekaligus mewujudkan fungsi kawasan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbasis agropolitan dan maritim, yang menjadi penentu percepatan pembangunan Kota, menetapkan sebagai pusat kawasan hijau binaan dalam bentuk Kota taman, mewujudkan Kota tepi sungai sebagai usaha untuk memberi batas jelas antara kawasan konservasi dengan kawasan budidaya perKotaan dan mendorong tumbuhnya ruang-ruang pendukung kawasan;

    9) Misi kawasan budaya terpadu adalah melakukan perencanaan dan penataan kembalikawasan Benteng Somba Opu sebagai pusat budaya dan sejarah Sulawesi, mengembangkan ruang-ruang pendukung kawasan untuk memperkuat daya tarik fungsi utama kawasan, menetapkan/mewajibkan seluruh bangunan yang ada pada kawasan ini agar menerapkan gaya tradisional serta memberi batas jelas dengan kawasan Kota Baru Tanjung Bunga;

    10) Misi kawasan olahraga terpadu adalah mewujudkan fungsi kawasan sebagai pusat olahraga, baik olahraga air maupun olahraga lainnya, memanfaatkan kebutuhan mitigasi pantai sebagai ruang untuk fungsi olahraga dan rekreasi, serta mendorong tumbuhnya ruang-ruang pendukung kawasan;

    11) Misi kawasan bisnis dan pariwisata terpadu adalah melakukan peninjauan kembali terhadap masterplan Tanjung Bunga, mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang sesuai penetapan fungsi kawasan sebelum dan sesudahnya;

    12) Misi kawasan bisnis global terpadu adalah mewujudkan kawasan Tanjung Beringin sebagai kawasan bisnis dengan standar internasional melalui pembangunan dan pengembangan kawasan Centerpoint of Indonesia sebagai penengara baru Kota dengan Wisma Negaranya, mewujudkan kegiatan mitigasi pantai sebagai kebutuhan lingkungan yang mendesak, mengembangkan fungsi kawasan hanya pada fungsi bisnis yang berskala global, serta memperjelas status tanah untuk mempersiapkan atmosfir investasi berdaya tarik tinggi.

  • 19

    b. Kawasan Strategis mempunyai misi: 1) Misi Kawasan Strategis wisata pulau terpadu adalah

    mengoptimalkan pemanfaatan ruang pesisir dan laut dalam upaya mitigasi bencana terhadap kenaikan muka air laut yang dapat berakibat pada hilang/tenggelamnya suatu pulau dan pemanfaatan potensi sumber daya alam pulau sebagai salah satu objek wisata bahari sehingga mampu meningkatkan sumber pendapatan bagi Pemerintah Kota;

    2) Misi Kawasan Strategis koridor pesisir adalah memberi kontrol kuat terhadap kestabilan dan keseimbangan lingkungan ekosistem-ekosistem pesisir;

    3) Misi Kawasan Strategis pelabuhan terpadu adalah memberi dukungan kuat dan sinergitas yang solid terhadap kepentingan dan aktivitas kepelabuhanan dengan Kawasan Strategis yang lain;

    4) Misi Kawasan Strategis Sungai Jeneberang Terpadu untuk kepentingan lingkungan diarahkan dalam hal pengendalian dan pengembangan kawasan secara komprehensif untuk pemanfaatan fungsi hulu-hilir sungai menjadi kawasan konservasi dan pembatasan kegiatan pembangunan diatasnya, sedangkan untuk kepentingan ekonomi, pengembangan Sungai Jeneberang diarahkan pada pengembangan kegiatan pariwisata, budidaya perikanan dan mengembangkan pinggir sungai menjadi kawasan yang mampu berproduksi secara ekonomi;

    5) Misi Kawasan Strategis Sungai Tallo diarahkan pada pemanfaatan fungsi sungai sebagai kawasan pariwisata dan sarana transportasi alternatif guna menunjang pertumbuhan dan aktivitas perKotaan;

    6) Misi Kawasan Strategis lindung Lakkang untuk kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan diarahkan pada keberlanjutan sumber daya hayati yang ada melalui pelestarian dan perlindungan ekosistem, sehingga dapat menjadi daerah penyangga lingkungan perairan, mampu mengatasi tingkat pencemaran udara dengan penetepan kawasan sebagai ruang terbuka hijau, pemanfaatan sumber daya hayati sebagai objek wisata yang berbasis lingkungan serta pusat pengembangan ilmu pengetahuan dengan Lakkang sebagai kawasan konservasi berbasis agropolitan dan maritim;

    7) Misi Kawasan Strategis pusat energi untuk kepentingan ekonomi adalah sebagai tempat penyimpanan gas, cikal bakal sentral penyimpanan konversi gas di wilayah Indonesia dan menjadi pusat pembangunan kilang minyak, tangki gas, penyulingan minyak, bio fuel, sampai pembangkit listrik, sedangkan untuk kepentingan pengamanan, Kawasan Strategis pusat energi menerapkan standardisasi pengamanan keselamatn hidup tingkat 2 serta jauh dari kawasan pemukiman penduduk guna mencegah terjadi kebakaran akibat ledakan tangki;

    8) Misi Kawasan Strategis bandara terpadu untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi dan berdasarkan potensi yang dimilikinya diarahkan pada pengembangannya sebagai zona berikat dalam mendukung peran bandara Internasional Sultan Hasanuddin sebagai hub di Indonesia Timur dalam memobilitasi arus barang dan jasa antar wilayah bahkan keluar negeri sehingga mampu meningkatkan sumber pendapatan daerah di sektor jasa khususnya bagi Kota dan mampu mewujudkan kawasan bandara sebagai ruang tamu Kota;

  • 20

    9) Misi Kawasan Strategis maritim terpadu untuk kepentingan ekonomi dan keberlanjutan ekosistem diarahkan pada pemanfaatan sumber daya alam laut bagi masyarakat nelayan yang berwawasan lingkungan melalui penggunaan alat tangkap ramah lingkungan serta memfasilitasi pembangunan Pelabuhan Perikanan Nusantara, pengembangan ekoturisme yang memanfaatkan fungsi kawasan hutan mangrove, serta pengembangan kawasan sebagai daerah mitigasi bencana alam sekaligus sebagai kawasan pendidikan maritim terbesar di Asia;

    10) Misi Kawasan Strategis bisnis Karebosi diperuntukan sebagai objek wisata belanja, ruang terbuka hijau, dan ruang terbuka publik yang mampu mengakomodir segala kebutuhan masyarakat;

    11) Misi Kawasan Strategis bisnis Losari diarahkan dan diperuntukkan pada kegiatan bisnis dan sosial masyarakat, yang ditunjang dengan pengadaan hotel dan restoran.

    12) Misi Kawasan Strategis bisnis global terpadu diarahkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan bisnis global yang dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang lengkap yang saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid, sedangkan di aspek lingkungan ditetapkan bahwa pengembangan kawasan ini diarahkan pada upaya mitigasi bencana terhadap kenaikan muka air laut, abrasi, dan sedimentasi.

    Paragraf 4

    Strategi Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pengendalian Ruang

    Pasal 18

    Untuk mewujudkan misi pengembangan tata ruang Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka strategi pengembangan tata ruang wilayah Kota 2030 adalah sebagai berikut:

    a. Memantapkan fungsi Kota sebagai Kota dunia dengan kearifan lokal; 1) Mengembangkan kawasan-kawasan terpadu yang mengakomodasi

    dan memperkuat posisi utama Kota sebagai Kota dunia sesuai daya dukung, daya tampung dan daya tumbuh serta daya saing;

    2) Mengembangkan kawasan-kawasan terpadu yang mendukung dan melengkapi anatomi posisi utama untuk menciptakan ruang yang organis dan mencapai ruang yang profesional, yaitu kawasan pusat Kota, kawasan permukiman terpadu, kawasan pelabuhan terpadu, kawasan bandara terpadu, kawasan maritim terpadu, kawasan industri terpadu, kawasan pergudangan terpadu, kawasan riset dan pendidikan terpadu, kawasan budaya terpadu, kawasan olahraga terpadu, kawasan bisnis dan pariwisata terpadu, serta kawasan bisnis global terpadu;

    b. Memperkokoh atmosfir tata ruang yang berciri Makassar yang kuat; 1) Mendorong percepatan pembukaan, pengembangan dan

    pengendalian ruang-ruang tepian air dan pulau-pulau dalam suatu sistem Integrated Coastal Zone Management (ICZM) yang berbasis mitigasi dan adaptasi yang diatur dalam sistem kode pesisir Kota;

    2) Merevitalisasi dan mengintegrasikan semua situs peninggalan sejarah lokal, nasional, nusantara dan global dalam suatu sistem yang terakumulasi, terangkai, dan turistik sebagai warna dari atmosfir tata ruang wilayah Kota 2030 (sejarah & budaya);

  • 21

    3) Mengembangkan dan menyebarkan sentra-sentra kuliner Makassar secara terpadu yang melibatkan orang Makassar sebagai pelaku-pelaku ekonomi utama sebagai aroma dari atmosfir tata ruang wilayah Kota 2030;

    4) Menetapkan Kawasan Strategis yang harus mengakomodasi arsitektur lokal dalam tingkatan gradasi penerapan sebagai irama dari atmosfir tata ruang wilayah Kota 2030.

    c. Memprioritaskan mitigasi dan adaptasi lingkungan pesisir dan sungai: 1) Membentuk kembali pantai Kota menjadi garis pantai melalui

    kegiatan reklamasi pantai yang terencana, terkendali dan terbatasi sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai usaha mitigasi dan adaptasi pesisir;

    2) Menetapkan standar level pesisir dengan membangun patok penanda mitigasi pada semua kawasan koridor pantai dan sungai;

    3) Mengembangkan sistim jaringan prasarana drainase tangkap di sepanjang pesisir pantai dan sungai;

    4) Mengembangkan ruang-ruang di tepi perairan dalam bentuk Kota tepi sungai maupun Kota tepi laut yang terpadu dengan RTH, konservasi DAS dan konservasi mangrove pantai yang produktif dan turistik;

    d. Mengembangkan fungsi tematik ruang yang berdaya saing tinggi dan berstandar global:

    1) Mengembangkan kawasan-kawasan progresif dan prospektif baru yang memilki keunggulan strategis untuk membangun dan memperkuat posisi Kota, baik dalam perannya di Pulau Sulawesi, Indonesia Timur, nusantara dan global yaitu: kawasan bisnis global terpadu, kawasan riset dan pendidikan terpadu, kawasan energi terpadu. Kawasan bandara terpadu, kawasan pelabuhan terpadu, dan kawasan maritim terpadu.

    2) Mengembangkan seluruh kawasan ruang wilayah dengan konsep rasio tutupan hijau yang tinggi walaupun KDH yang tersedia cukup rendah untuk mewujudkan Makassar Green (program lingkungan berwawasan hijau Kota) dan Makassar Low Carbon Waterfront City (program pembatasan penggunaan karbon Kota);

    3) Mengembangkan kawasan-kawasan ekowisata laut tropis dan kawasan-kawasan ekowisata sungai tropis yang merupakan ikon-ikon wisata yang paling diminati dunia sebagai kawasan penggerak ekonomi berbasis ekoturisme saat ini.

    e. Menyebar pusat-pusat kegiatan perKotaan yang tematik dan terpadu: 1) Mengembangkan kawasan-kawasan tematik berdasarkan

    karakteristik daya dukung, daya tampung, daya tumbuh dan daya saing terpadu yang terakumulasi, baik antar kawasan dalam ruang wilayah Kota maupun terpadu dalam kawasan dengan fungsi permukiman yang sesuai serta fungsi-fungsi pendukung lainnya dalam membentuk kawasan-kawasan yang anatomis, otonomis dan profesional serta prospektif yang tersebar merata dalam bentuk Kota terpadu yang berkarakter Makassar;

    2) Mengembangkan dan meningkatkan jangkauan pelayanan sistem jaringan prasarana yang terpadu antar kawasan dan sistem jaringan prasarana yang terpadu dalam kawasan dengan standar global.

    3) Mengembangkan atmosfir karakter arsitektur masing-masing kawasan dengan ciri masing-masing sebagai sub-karakter untuk membangun ruang wilayah Kota yang berciri Makassar yang kuat.

    f. Memaksimalkan ruang terbuka menjadi RTH.

  • 22

    g. Meningkatkan kualitas hijau ruang wilayah dengan rasio tutupan hijau:

    1) Mengembangkan gerakan satu orang menanam satu pohon, satu rumah memiliki koefisien tutupan hijau di atas 50%, dan satu kawasan memiliki satu jenis pohon;

    2) Menetapkan RTH kawasan baru hasil reklamasi di atas minimum 30% dengan tingkat tutupan hijau di atas minimum 50%;

    3) Mengembangkan kawasan taman mangrove baru pada setiap muara sungai dan muara kanal buatan serta kawasan-kawasan pemecah gelombang.

    h. Merevitalisasi kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana di wilayah Kota:

    1) Mengembangkan dan meningkatkan interkoneksi antarpusat-pusat kegiatan;

    2) Merevisi dan mengembangkan sistem jaringan drainase Kota; 3) Mengembangkan sistem energi alternatif untuk mencukupi

    kebutuhan maksimal Kota; 4) Mengembangkan sistem IPAL Kota dan IPAL kawasan; 5) Menetapkan sistem antenna utama untuk menara telekomunikasi; 6) Mengembangkan sistem jaringan air bersih mandiri untuk setiap

    kawasan; 7) Mengembangkan Kota cyber yang semua ruang wilayah Kotanya

    terlayani hot spot;

    8) Mengembangkan sistem jaringan CCTV Kota. i. Melengkapi jaringan prasarana Kota standar global:

    1) Mengembangan sistem jalan layang pada simpul-simpul penting Kota;

    2) Mendorong pembangunan kelanjutan jalan bebas hambatan; 3) Mengembangkan sistem jaringan prasarana jalan baru dengan 4

    (empat) jalur 2 (dua) arah; 4) Mengembangkan sistem STP Kota; 5) Mengembangkan sistem jaringan air konsumsi bersih; 6) Mengembangkan sistem transportasi massal monorel terpadu; 7) Mengembangkan sistem penanda publik berstandar global; 8) Mengembangkan sistem jaringan jalan terpadu untuk pejalan kaki

    dan sepeda. j. Mengembangkan sistim transportasi air dan sistem transportasi darat yang

    terpadu melalui sistem ODOT: 1) Mengembangan sistem transportasi air Kota mulai dari Sungai

    Jeneberang Pantai Makassar Sungai Tallo; 2) Mengembangkan sistem transportasi massal bis transKota dan

    monorel; 3) Mengembangkan sistem terminal serta dermaga laut yang

    berwawasan hijau dan terpadu; 4) Mengembangkan sistem terminal serta halte yang berwawasan hijau

    dan terpadu; 5) Mengembangkan pusat-pusat kegiatan pesisir yang turistik,

    berwawasan lingkungan, dan produktif; 6) Mengembangkan sistem moda transportasi laut yang sesuai dengan

    karakteristik laut dan sungai. k. Mengembangkan sistim intermoda transportasi yang terpadu dan hirarkis:

    1) Bis transKota untuk moda transportasi massal utama antar kawasan; 2) Pete-pete menjadi media transportasi pembantu dalam kawasan; 3) Taksi becak menjadi moda transportasi dalam lingkungan; 4) Sepeda menjadi moda transportasi individu utama;

  • 23

    5) Pembatasan dan pengendalian motor; 6) Pembatasan dan pengendalian mobil pribadi; 7) Taksi motor menjadi moda transportasi antar lingkungan dalam

    Kota; 8) Mengarahkan secara bertahap seluruh moda transportasi Kota

    berbahan bakar gas dan campuran; 9) Strategi pengembangan kawasan terpadu Kota.

    Pasal 19

    Sesuai dengan karakteristik fisik dan perkembangannya, Makassar dibagi atas 12 (dua belas) Kawasan Terpadu dan 12 (dua belas) Kawasan Strategis, dengan strategi pembangunan untuk masing-masing wilayah pengembangan dimanfaatkan sebagai berikut:

    a. Wilayah Pengembangan (WP) I di bagian atas Sungai Tallo, tepatnya di bagian utara dan timur Kota. Dasar kebijakan utamanya diarahkan pada peningkatan peran dan fungsi-fungsi kawasan yang berbasiskan pengembangan infrastruktur dasar ekonomi perKotaan melalui pengembangan kegiatan secara terpadu seperti pengembangan fungsi dari sektor industri dan pergudangan, pusat kegiatan perguruan tinggi, pusat riset, bandar udara yang berskala internasional, kawasan maritim dan pusat kegiatan riset sebagai sentra primer baru di bagian utara Kota.

    b. Wilayah Pengembangan (WP) II di bagian bawah Sungai Tallo, tepatnya di bagian timur Jalan Andi Pangeran Pettarani sampai batas bagian bawah Sungai Tallo. Dasar kebijakan utamanya mengarah pada pengembangan kawasan pemukiman perKotaan secara terpadu dalam bingkai pengembangan sentra primer baru di bagian timur Kota;

    c. Wilayah Pengembangan (WP) III di pusat Kota, tepatnya di sebelah barat Jalan Andi Pangeran Pettarani sampai dengan Pantai Losari dan batas bagian atas dari Sungai Balang Beru (Danau Tanjung Bunga). Dasar kebijakan utamanya mengarah pada kegiatan revitalisasi Kota, pengembangan pusat jasa dan perdagangan, pusat bisnis dan Pemerintahan serta pengembangan kawasan pemukiman secara terbatas dan terkontrol guna mengantisipasi semakin terbatasnya lahan Kota yang tersedia tanpa mengubah dan mengganggu kawasan dan/atau bangunan cagar budaya;

    d. Wilayah Pengembangan (WP) IV di bagian bawah Sungai Balang Beru, tepatnya sampai batas administrasi Kabupaten Gowa. Dasar kebijakan utamanya mengarah pada pengembangan kawasan secara terpadu untuk pusat kegiatan kebudayaan, pusat bisnis global terpadu yang berstandar internasional, pusat bisnis dan pariwisata terpadu dan pusat olahraga terpadu yang sekaligus menjadi sentra primer baru di bagian selatan Kota;

    e. Wilayah Pengembangan (WP) V di Kepulauan Spermonde Makassar dengan dasar kebijakan utama yang diarahkan pada peningkatan kegiatan pariwisata, kualitas kehidupan masyarakat nelayan melalui peningkatan budidaya laut dan pemanfaatan sumber daya perikanan dan konservasi ekosistem terumbu karang.

    Pasal 20

    Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang seperti yang dimaksud dalam Pasal 19, meliputi:

    a. Pengaturan zonasi rencana pola ruang dilaksanakan melalui harmonisasi antara rencana pemanfaatan ruang yang satu dengan rencana pemanfaatan ruang di sekitarnya.

    b. Pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang secara konsisten. c. Penerapan mekanisme dan prosedur perizinan yang efisien dan efektif.

  • 24

    d. Penerapan sistem insentif dan disinsentif untuk mendukung perwujudan tata ruang sesuai rencana.

    e. Penerapan sanksi yang jelas sesuai ketentuan Perundang-undangan.

    Pasal 21 Strategi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah meliputi:

    a. Meningkatkan interkoneksi antara kawasan perkotaan baik Makassar sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu Palopo, Watampone, Parepare, Barru, Pangkajene, Jeneponto dan Bulukumba, maupun Pusat-Pusat Kegiatan Lokal (PKL) berupa ibukota-ibukota Kabupaten yang tidak termasuk dalam PKN maupun PKW, antara kawasan perkotaan dengan pusat-pusat kegiatan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dengan wilayah sekitarnya, termasuk dengan pulau-pulau kecil;

    b. Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang potensial dan belum terlayani oleh pusat pertumbuhan yang ada;

    c. Mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan, khususnya daerah pantai dan daerah irigasi teknis; dan

    d. Mendorong kawasan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan agar lebih produktif, kompetitif dan lebih kondusif untuk hidup dan berkehidupan secara berkelanjutan, serta lebih efektif dalam mendorong pengembangan wilayah sekitarnya, terutama PKN, PKW dan PKL.

    BAB V

    ARAH PERENCANAAN WILAYAH KOTA

    Bagian Kesatu

    Rencana Struktur Tata Ruang

    Paragraf 1

    Umum

    Pasal 22

    Struktur pemanfaatan ruang wilayah Kota dijabarkan ke dalam rencana pengembangan yang meliputi:

    a. Rencana persebaran penduduk; b. Rencana pengembangan kawasan hijau; c. Rencana pengembangan kawasan permukiman; d. Rencana pengembangan kawasan bangunan umum; e. Rencana pengembangan kawasan industri; f. Rencana pengembangan kawasan pergudangan; g. Rencana pengembangan sistem pusat kegiatan; h. Rencana pengembangan sistem transportasi; i. Rencana pengembangan sistem prasarana dan sarana wilayah; j. Rencana intensitas ruang.

    Paragraf 2

    Rencana Persebaran Penduduk

    Pasal 23

    (1) Untuk mewujudkan tata ruang wilayah yang ideal, maka ditetapkan kebijakan persebaran penduduk di masing-masing Kota sebagai berikut:

  • 25

    a. Jumlah penduduk kawasan pusat Kota pada tahun 2030 dibatasi atau

    dikendalikan sampai sekitar 360.127 jiwa; b. Jumlah penduduk kawasan permukiman terpadu dibatasi atau

    dikendalikan sampai sekitar 441.892 jiwa; c. Jumlah penduduk kawasan pelabuhan terpadu dibatasi atau dikendalikan

    sampai sekitar 35.787 jiwa; d. Jumlah penduduk kawasan bandara terpadu dibatasi atau dikendalikan

    sampai sekitar 137.188 jiwa; e. Jumlah penduduk kawasan maritim terpadu dibatasi atau dikendalikan

    sampai sekitar 28.917 jiwa; f. Jumlah penduduk kawasan industri terpadu dibatasi atau dikendalikan

    sampai sekitar 169.393 jiwa; g. Jumlah penduduk kawasan pergudangan terpadu dibatasi atau

    dikendalikan sampai sekitar 79.886 jiwa; h. Jumlah penduduk kawasan riset dan pendidikan terpadu dibatasi atau

    dikendalikan sampai sekitar 86.367 jiwa; i. Jumlah penduduk kawasan budaya terpadu dibatasi atau dikendalikan

    sampai sekitar 1.500 jiwa; j. Jumlah penduduk kawasan olahraga terpadu dibatasi atau dikendalikan

    sampai sekitar 98.855 jiwa; k. Jumlah penduduk kawasan bisnis dan pariwisata terpadu dibatasi atau

    dikendalikan sampai sekitar 14.812 jiwa; l. Jumlah penduduk kawasan bisnis global terpadu dibatasi atau

    dikendalikan sampai sekitar 85.797 jiwa. (2) Ketentuan sebagaimana tercantum pada ayat (1) pasal ini dapat disesuaikan dengan

    perkembangan dan dinamika hidup masyarakat Kota serta Keputusan Walikota.

    Paragraf 3

    Rencana Pengembangan Kawasan Hijau

    Pasal 24

    (1) Pengembangan kawasan hijau lindung dilakukan melalui pembinaan kawasan sesuai dengan fungsinya, meliputi kawasan pesisir pantai utara Kota sebagai kawasan hutan bakau dan kawasan hilir Sungai Tallo sebagai kawasan hutan bakau sekaligus area pembibitan mangrove;

    (2) Kawasan hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi: a. RTH berbentuk area dengan fungsi sebagai fasilitas umum; b. RTH berbentuk jalur untuk fungsi pengaman, peneduh, penyangga

    dan/atau keindahan lingkungan. (3) Pengembangan kawasan hijau yang dijabarkan dalam 12 Kawasan Terpadu, dengan

    persentase luas RTH sebagai berikut: a. Persentase luas RTH di kawasan pusat Kota ditargetkan sebesar 5% (lima

    persen) dari luas kawasan dengan arahan pengembangan sebagai berikut: 1) Mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan dalam

    pusat Kota serta hijau produktif di pekarangan; 2) Mengembangkan jalur hijau terbuka di sepanjang bagian barat

    pantai Makassar; 3) Mempertahankan lahan pemakaman (Perkuburan Arab,

    Baroanging, Dadi, dan Maccini) dan lapangan olah raga yang ada (Lapangan Hasanuddin, dan Karebosi);

    4) Meningkatkan RTH di daerah permukiman padat (Spasial Lette, Baraya dan Abu Bakar Lambogo);

  • 26

    5) Melestarikan taman-taman lingkungan di kawasan permukiman (Taman Gatot Subroto, Safari, Segitiga BalaiKota, Segitiga Hassanuddin, Segitiga Jalan Masjid Raya, Segitiga Pasar Baru, Segitiga Pualam, Segitiga Ratulangi, Segitiga Tugu Harimau, dan Tempat Hiburan Rakyat Kerung-Kerung) serta pengadaan RTH umum melalui program perbaikan lingkungan dan peremajaan di beberapa kawasan dalam pusat Kota;

    6) Mengembangkan area budidaya tanaman hias sebagai RTH sementara pada lahan tidur;

    7) Menanam pohon-pohon besar/pelindung pada halaman rumah, ruas jalan, dan di pinggir Sungai Jeneberang, terutama pada lingkungan padat.

    b. Persentase luas RTH di kawasan permukiman terpadu ditargetkan sebesar 7% (tujuh persen) dari luas kawasan, dengan arahan pengembangan sebagai berikut:

    1) Menata kawasan resapan air Balang Tonjong sebagai kawasan hijau lindung;

    2) Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan dalam kawasan permukiman terpadu serta hijau produktif di pekarangan;

    3) Mempertahankan lahan pemakaman (Perkuburan Islam Panaikang dan Taman Makam Pahlawan) dan lapangan olah raga yang ada di Hertasning;

    4) Meningkatkan RTH di daerah permukiman padat pada Kawasan Sukaria dan sekitarnya juga di Perumnas Toddopuli dan sekitarnya;

    5) Melestarikan taman-taman lingkungan di kawasan permukiman serta pengadaan RTH umum melalui program perbaikan lingkungan dan peremajaan di beberapa kawasan;

    6) Mengembangkan area budidaya tanaman hijau produktif sebagai RTH sementara di lahan tidur;

    7) Menanam pohon-pohon besar/pelindung pada halaman rumah, ruas jalan, dan di pinggir Sungai Jeneberang, terutama pada lingkungan padat.

    c. Persentase luas RTH di kawasan pelabuhan terpadu ditargetkan sebesar 7% (tujuh persen) dari luas kawasan, dengan arahan pengembangan sebagai berikut:

    1) Meningkatkan RTH di area pengembangan Pelabuhan Soekarno-Hatta yang sekaligus berfungsi sebagai sarana sosialisasi;

    2) Menata bagian hilir muara Sungai Tallo; 3) Mempertahankan lahan pemakaman Perkuburan Raja-Raja

    Tallo dan lapangan olah raga yang ada di Sabutung-Koptu Harun;

    4) Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan dalam kawasan pelabuhan terpadu serta hijau produktif di pekarangan;

    5) Meningkatkan RTH di daerah permukiman padat Sabutung-Barukang dan sekitarnya;

    6) Melestarikan lingkungan permukiman dengan pengadaan RTH umum pada kawasan Sabutung-Barukang dan sekitarnya melalui program perbaikan dan peremajaan lingkungan;

  • 27

    7) Mengembangkan area budidaya tanaman hijau produktif sebagai RTH sementara di lahan tidur;

    8) Menanam pohon-pohon besar/pelindung pada halaman rumah, ruas jalan, dan di pinggir Sungai Tallo, terutama pada lingkungan padat.

    d. Persentase luas RTH pada kawasan bandara terpadu ditargetkan sebesar 15% (lima belas persen) dari luas kawasan, dengan arahan pengembangan sebagai berikut:

    1) Mengamankan RTH di sekitar Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin dengan budi daya pertanian;

    2) Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan serta hijau produktif di pekarangan;

    3) Mempertahankan lahan pemakaman Sudiang dan lapangan olah raga yang ada di kawasan bandara terpadu;

    4) Mengembangkan penghijauan di pusat-pusat permukiman dalam kawasan bandara terpadu seperti Kawasan Perumnas Sudiang, Perumahan Pemerintah Provinsi dan kompleks perumahan lainnya dalam kawasan ini;

    5) Mendorong peningkatan RTH di daerah permukiman berkelompok yang terdapat dalam Kawasan Terpadu ini;

    6) Melestarikan taman-taman lingkungan di kawasan permukiman serta mengadakan RTH Umum melalui program perbaikan lingkungan dan peremajaan di beberapa kawasan;

    7) Mendorong pengembangan area budidaya tanaman hias sebagai RTH sementara pada lahan tidur;

    8) Mendorong penanaman pohon-pohon besar/pelindung pada halaman rumah, ruas jalan, terutama pada lingkungan permukiman.

    e. Persentase luas RTH pada kawasan maritim terpadu ditargetkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari luas kawasan, dengan arahan pengembangan sebagai berikut:

    1) Mengembangkan jalur hijau terbuka di sepanjang garis pantai utara Makassar;

    2) Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan serta hijau produktif di pekarangan;

    3) Melestarikan taman-taman lingkungan di kawasan permukiman serta mengadakan RTH umum melalui program perbaikan lingkungan dan peremajaan di beberapa wilayah;

    4) Mengembangkan area budidaya tanaman hijau produktif sebagai RTH sementara di lahan tidur;

    5) Menanam pohon-pohon besar/pelindung di halaman rumah dan ruas jalan, terutama pada lingkungan permukiman.

    f. Persentase luas RTH pada kawasan industri terpadu ditargetkan sebesar 7 % (tujuh persen) dari luas kawasan, dengan arahan pengembangan sebagai berikut:

    1) Menata jalur hijau binaan di sepanjang jalan bebas hambatan Kota;

    2) Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan dalam kawasan;

    3) Menyediakan RTH yang seimbang pada areal kawasan industri;

  • 28

    4) Melestarikan taman-taman lingkungan dalam kawasan industri dan kawasan permukiman sekitarnya serta pengadaan RTH umum melalui program perbaikan lingkungan dan peremajaan di beberapa kawasan;

    5) Menanam pohon di halaman rumah, ruas jalan, dan pinggir Sungai Tallo terutama di lingkungan permukiman.

    g. Persentase luas RTH pada kawasan pergudangan terpadu ditargetkan sebesar 5% (lima persen) dari luas kawasan, dengan arahan pengembangan sebagai berikut:

    1) Menata jalur hijau di sepanjang jalan bebas hambatan Kota; 2) Menata bagian hilir muara Sungai Tallo; 3) Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang

    jalan dalam kawasan; 4) Menyediakan RTH yang seimbang di kawasan industri; 5) Mengadakan taman-taman lingkungan dalam kawasan

    pergudangan melalui program perbaikan dan peremajaan lingkungan;

    6) Mendorong penanaman pohon-pohon pelindung di sepanjang ruas jalan dan pinggir Sungai Tallo.

    h. Persentase luas RTH pada kawasan Riset dan Pendidikan terpadu ditargetkan sebesar 7 % (tujuh persen) dari luas kawasan, dengan arahan pengembangan sebagai berikut:

    1) Menghijaukan pusat-pusat kegiatan dalam kawasan riset dan pendidikan terpadu (Universitas Hasanuddin, Universitas Cokroaminoto, STIMIK Dipanegara, Universitas Islam Makassar, Universitas Muslim Indonesia, Universitas 45, dan lain-lain);

    2) Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan serta hijau produktif di pekarangan;

    3) Mempertahankan lahan pemakaman (Perkuburan Kristen Pannara) dan lapangan olah raga milik kampus;

    4) Meningkatkan RTH di daerah-daerah permukiman yang terdapat dalam kawasan ini;

    5) Melestarikan taman-taman lingkungan yang terdapat dalam kawasan kampus dan permukiman penduduk serta pengadaan RTH umum melalui program perbaikan lingkungan dan peremajaan di beberapa kawasan;

    6) Mengembangkan area budidaya tanaman hijau produktif sebagai RTH sementara di lahan tidur;

    7) Menanam pohon-pohon besar/pelindung di halaman kampus, rumah, dan ruas jalan.

    i. Persentase luas RTH pada kawasan budaya terpadu ditargetkan sebesar 18 % (delapan belas persen) dari luas kawasan, dengan arahan pengembangan sebagai berikut:

    1) Mengamankan RTH dalam areal kawasan Taman Miniatur Sulawesi;

    2) Menata bagian hilir daerah aliran Sungai Jeneberang dan Balang Beru;

    3) Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan serta hijau produktif dalam kawasan pengembangan Taman Miniatur Sulawesi;

  • 29

    4) Melestarikan taman-taman lingkungan yang terdalam dalam kawasan Taman Miniatur Sulawesi serta pengadaan RTH baru melalui program perbaikan lingkungan, peremajaan di beberapa bagian dalam kawasan ini;

    5) Mengembangkan area budidaya tanaman hias maupun tanaman hijau produktif sebagai RTH sementara pada lahan tidur.

    j. Persentase luas RTH pada kawasan olahraga terpadu ditargetkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari luas kawasan, dengan arahan pengembangan sebagai berikut:

    1) Mengembangkan jalur hijau terbuka di sepanjang garis pantai bagian barat Makassar;

    2) Menata bagian hilir muara Sungai Jeneberang; 3) Meningkatkan penghijauan di area pengembangan kawasan; 4) Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang

    jalan serta hijau produktif pada pusat-pusat kegiatan yang akan dikembangkan pada kawasan ini;

    5) Membentuk taman-taman Kota dan RTH sebagai wadah sosialisasi dan aktivitas warga.

    k. Persentase luas RTH pada kawasan bisnis dan pariwisata terpadu ditargetkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari luas kawasan, dengan arahan pengembangan sebagai berikut: 1) Mengembangkan jalur hijau terbuka di sepanjang garis pantai

    bagian barat Makassar; 2) Menata bagian hilir muara Sungai Jeneberang; 3) Meningkatkan penghijauan di daerah sekitar danau Tanjung

    Bunga (Sungai Baling Beru) guna menjadi wadah rekreasi dan sosialisasi warga;

    4) Menata dan mengembangkan jalur hijau berbunga di sepanjang jalan serta hijau produktif di dalam kawasan permukiman Tanjung Bunga;

    5) Meningkatkan RTH dan taman-taman Kota di kawasan Kota Terpadu Tanjung Bunga;

    6) Mengembangkan area budidaya tanaman hijau produktif sebagai RTH sementara di lahan tidur.

    l. Persentase luas RTH pada kawasan bisnis global terpadu ditargetkan sebesar 12% (dua belas persen) dari luas kawasan, dengan arahan pengembangan sebagai berikut:

    1) Mengembangkan jalur hijau terbuka di sepanjang garis pantai bagian barat Makassar;

    2) Melanjutkan penataan dan pengembangan kawasan hijau baru dari proses revitalisasi Pantai Losari;

    3) Menata bagian hilir muara kanal Kota; 4) Menata bagian hilir muara Sungai Balang Beru; 5) Meningkatkan RTH melalui pembuatan hutan dan taman-taman

    Kota secara seimbang dalam kawasaan global terpadu.

    Paragraf 4

    Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman

    Pasal 25

    (1) Kawasan permukiman terdiri atas kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi, sedang, dan kawasan permukiman berkepadatan rendah.

  • 30

    (2) Pengembangan permukiman secara bertahap diarahkan untuk mencapai norma satu unit rumah yang layak huni untuk setiap keluarga.

    (3) Setiap kawasan permukiman secara bertahap dilengkapi dengan sarana lingkungan yang jenis dan jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat berdasar standar fasilitas umum/fasilitas sosial.

    (4) Fasilitas umum/fasilitas sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. Fasilitas Pendidikan; b. Fasilitas Kesehatan; c. Fasilitas Peribadatan; d. Fasilitas Olah Raga/Kesenian/Rekreasi; e. Fasilitas Pelayanan Pemerintah; f. Fasilitas Bina Sosial; g. Fasilitas Perbelanjaan/Niaga; h. Fasilitas Transportasi.

    (5) Bangunan campuran pada kawasan permukiman terdiri dari campuran antara perumahan dengan jasa, perdagangan, industri kecil dan atau industri rumah tangga secara terbatas beserta fasilitasnya;

    (6) Rencana pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), (3), (4), (5) di masing-masing Kawasan Terpadu diuraikan sebagai berikut:

    a. Rencana pengembangan kawasan permukiman pada kawasan pusat Kota ditargetkan menempati wilayah perencanaan seluas 733,50 Ha, dengan uraian arahan pengembangan berikut:

    1) Mengembangkan pola perbaikan lingkungan pada kawasan permukiman kumuh berat dan sedang (Lette, Baraya dan Abu Bakar Lambogo) termasuk yang berada di sepanjang bantaran kanal Kota;

    2) Mendorong pengembangan peremajaan lingkungan terbatas pada kawasan permukiman kumuh berat;

    3) Mengembangkan kawasan permukiman secara vertikal dan memperkecil perpetakan untuk penyediaan perumahan golongan menengah-bawah yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai serta manusiawi;

    4) Mempertahankan lingkungan permukiman yang teratur, yang tersebar dalam kelompok-kelompok perumahan berkompleks di dalam Kota;

    5) Membatasi pemanfaatan dan pelestarian lingkungan khususnya pada kawasan pemugaran dan bangunan bersejarah dalam Kota;

    6) Mempertahankan fungsi perumahan pada kawasan mantap; 7) Melengkapi fasilitas umum yang manusiawi di kawasan

    permukiman; 8) Membatasi perubahan fungsi kawasan permukiman yang sudah

    ada dan sekaligus melestarikan lingkungannya. b. Rencana pengembangan kawasan permukiman pada kawasan

    permukiman terpadu ditargetkan menempati wilayah perencanaan seluas 2.160,10 Ha, dengan uraian arahan pengembangan berikut: 1) Mempertahankan lingkungan permukiman yang teratur, yang

    tersebar dalam kelompok-kelompok perumahan berkompleks dalam kawasan ini;

    2) Mengembangkan kawasan permukiman baru terutama di wilayah timur Kota (antara jalan lingkar tengah dan luar);

    3) Mendorong pengembangan kawasan permukiman KDB rendah beserta fasilitasnya di daerah pengembangan permukiman Panakkukang Mas;

  • 31

    4) Mempertahankan lingkungan permukiman yang teratur, yang tersebar dalam kelompok-kelompok perumahan berkompleks di dalam kawasan;

    5) Mempertahankan fungsi perumahan pada kawasan mantap; 6) Melengkapi fasilitas umum yang manusiawi di kawasan

    permukiman; 7) Membatasi perubahan fungsi kawasan permukiman yang sudah

    ada dan sekaligus melestarikan lingkungannya. c. Rencana pengembangan kawasan permukiman pada kawasan

    pelabuhan terpadu ditargetkan menempati wilayah perencanaan seluas 29,16 Ha, dengan uraian arahan pengembangan berikut: 1) Mempertahankan lingkungan permukiman yang teratur yang

    terdapat dalam kawasan pelabuhan terpadu; 2) Mengembangkan perbaikan lingkungan pada kawasan

    permukiman kumuh sedang dan ringan (kawasan pesisir pantai utara, Galangan Kapal Paotere) secara terbatas melalui pengembangan secara vertikal, yang dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai;

    3) Mengembangkan permukiman masyarakat menengah ke atas pada areal reklamasi pantai utara;

    4) Membatasi perubahan fungsi kawasan permukiman di kawasan Kota tua/bersejarah dan Pelabuhan Soekarno-Hatta sekaligus melestarikan lingkungannya;

    5) Membatasi pemanfaatan kawasan dengan fungsi tertentu khususnya pada kawasan pemugaran dan atau bangunan bersejarah dalam Kota seperti lingkungan dan bangunan makam Raja-raja Tallo;

    6) Mempertahankan fungsi perumahan pada kawasan mantap; 7) Melengkapi fasilitas umum yang manusiawi di kawasan

    permukiman; 8) Membatasi perubahan fungsi kawasan permukiman yang sudah

    ada dan sekaligus melestarikan lingkungannya. d. Rencana pengembangan kawasan permukiman pada kawasan

    bandara terpadu ditargetkan menempati wilayah perencanaan seluas 201,18 Ha, dengan uraian arahan pengembangan berikut: 1) Mengembangkan kawasan permukiman ber-KDB rendah di

    sekitar KKOP Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin dengan upaya mengembangkan budidaya tanaman hijau produktif dan pertanian;

    2) Mendorong pengembangan peremajaan lingkungan pada kawasan permukiman kumuh;

    3) Mempertahankan lingkungan permukiman yang teratur, yang tersebar dalam kelompok-kelompok perumahan berkelompok dalam kawasan;

    4) Mempertahankan fungsi perumahan pada kawasan mantap; 5) Melengkapi fasilitas umum yang manusiawi di kawasan

    permukiman; 6) Membatasi perubahan fungsi kawasan permukiman yang sudah

    ada dan sekaligus melestarikan lingkungannya. e. Rencana pengembangan kawasan permukiman pada kawasan

    maritim terpadu ditargetkan menempati wilayah perencanaan seluas 53,01 Ha, dengan uraian arahan pengembangan berikut: 1) Mengembangkan pola perbaikan lingkungan pada kawasan

    permukiman kumuh dalam kawasan maritim terpadu berikut dengan penyediaan saranan dan prasarana yang memadai;

  • 32

    2) Mengembangkan permukiman nelayan yang