24
53 BAB III METODE PENELITIAN A. Pembentukan Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan Penggunaan Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan dilakukan dengan pembobotan antara masing-masing variabel pembentuk. Sama halnya seperti yang dilakukan Freedman (1994), , Kanaan, Siddharta dan Bhoi (2006), dan Qoyyum (2002) dimana dalam pembentukan Indeks Kondisi Moneter menggunakan variabel nilai tukar dan suku bunga. Sedangkan Indeks Kondisi Keuangan berdasarkan Goodhart dan Hoffman (2001) menggunakan variabel nilai tukar, tingkat suku bunga, total kredit dan nilai saham IHSG sebagai variabel pembentuk. Setelah diketahui bobot dari masing-masing variabel tersebut menggunakan estimasi model VAR, langkah selanjutnya adalah mengalikan bobot tersebut dengan masing-masing variabelnya, yang dirumuskan sebagai berikut (Santoso, 1999): ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) t : indeks waktu, dengan t=0 sebagai waktu dasar θir : bobot suku bunga θex : bobot nilai tukar θih : bobot IHSG θtc : bobot total kredit

53 · 3. Alasan institusional, yang menyangkut urusan administrasi dan Alasan institusional, yang menyangkut urusan administrasi dan perjanjian, menyebabkan orang baru dapat mengambil

  • Upload
    others

  • View
    32

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

53

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pembentukan Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan

Penggunaan Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan

dilakukan dengan pembobotan antara masing-masing variabel pembentuk.

Sama halnya seperti yang dilakukan Freedman (1994), , Kanaan, Siddharta

dan Bhoi (2006), dan Qoyyum (2002) dimana dalam pembentukan Indeks

Kondisi Moneter menggunakan variabel nilai tukar dan suku bunga.

Sedangkan Indeks Kondisi Keuangan berdasarkan Goodhart dan Hoffman

(2001) menggunakan variabel nilai tukar, tingkat suku bunga, total kredit dan

nilai saham IHSG sebagai variabel pembentuk.

Setelah diketahui bobot dari masing-masing variabel tersebut

menggunakan estimasi model VAR, langkah selanjutnya adalah mengalikan

bobot tersebut dengan masing-masing variabelnya, yang dirumuskan sebagai

berikut (Santoso, 1999):

( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )

t : indeks waktu, dengan t=0 sebagai waktu dasar

θir : bobot suku bunga

θex : bobot nilai tukar

θih : bobot IHSG

θtc : bobot total kredit

54

B. Interpolasi PDB

PDB dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder triwulanan

PDB atas dasar harga berlaku tahun 2000 yang kemudian diinterpolasi

dengan metode Qudratic-Match Sum di Eviews 9, sehingga diperoleh angka

PDB bulanan. Interpolasi data triwulan menjadi bulanan diperlukan karena

tidak tersedianya data PDB bulanan dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan

Indonesia.

Proses interpolasi merupakan proses pencocokan kurva (curve

fitting), yaitu proses mencocokkan nilai hampiran atau nilai hasil proyeksi

dan peramalan terhadap nilai aktualnya sehingga mencapai tingkat ketelitian

yang tinggi (Munir, 2003:192). Interpolasi yang dilakukan dalam penelitian

ini menggunakan metode quadratic math sum yaitu sebagai berikut:

M1t = 1/3[(Qt- 1,5)/3 (Qt-Qt-1)]

M2t = 1/3[(Qt- 0)/3 (Qt-Qt-1)]

M3t = 1/3[(Qt+ 1,5)/3 (Qt-Qt-1)]

Dimana:

M = Data Bulanan

Q1 = Data Kuartalan yang berlaku

Qt-1 = Data Kuartal sebelumnya

Interpolasi data dari data yang memiliki frekuensi rendah ke

frekuensi yang lebih rinci, dengan menggunakan nilai substantif

berdasarkan nilai dasar. Dalam hal ini Eviews menyediakan metode

pengonversian frekuensi dengan berbagai macam pilihan frekuensi yang

55

ada. Penelitian ini menggunakan Metode Quadratic-Match Sum untuk

memperkirakan nilai fungsi diantara poin-poin data yang sudah

diketahui, dimana metode ini sesuai dengan properties data yang relatif

sedikit dan cukup stabil (Eviews 6 User Guide I, p. 109)

C. Metode Analisis Data

Metode Vector Autoregression (VAR) yang pertama kali

dikemukakan oleh Sims muncul sebagai jalan keluar atas permasalahan

rumitnya proses estimasi dan inferensi karena keberadaan variabel endogen

yang berada di kedua sisi persamaan (endogenitas variabel), yaitu di sisi

dependen dan independen. Model Vector Auto Regression (VAR) adalah

model ekonometrika yang sering digunakan dalam analisis kebijakan

makroekonomi dinamik dan stokastik. Tujuan dari dibentuknya VAR adalah

apabila ada keserentakan antara sebuah kumpulan variabel, variabel-variabel

tersebut seharusnya diperlakukan dalam keadaan yang adil (equal footing):

seharusnya tidak ada priori perbedaan antarvariabel endogen dan eksogen

(Gujarati: 2004: 848).

Vector Auto Regression (VAR) adalah salah satu bentuk model

ekonometrika yang menjadikan suatu peubah sebagai fungsi linier dari

konstanta dan log dari pengubah itu sendiri serta nilai lag dari pengubah lain

yang terdapat dalam suatu sistem persamaan tertentu. Keunggulan metode

VAR dibandingkan dengan metode ekonometrika konvensional (Hadi, 2003)

adalah :

56

1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem

yang kompleks (multivariate) sehingga dapat menangkap

hubungan secara keseluruhan variable di dalam persamaan.

2. Estimasi sederhana dimana metode OLS biasa dapat digunakan

pada setiap persamaan secara terpisah

3. Uji VAR yang multivariate bisa menghindari parameter yang

biasa akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan

4. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam

sistem persamaan dengan menjadikan seluruh variable sebagai

variabel endogenous.

5. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari

berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk

gejala perbedaan palsu (spurious variable endogenety and

exogenety) di dalam model ekonometrika konvensional terutama

pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran

yang salah.

Metode VAR menjelaskan bahwa setiap variabel yang terdapat

dalam model tergantung pada pergerakan masa lalu variabel itu sendiri dan

pergerakan masa lalu dari variabel lain yang terdapat dalam sistem

persamaan. Metode VAR biasa digunakan untuk memproyeksikan sistem

variabel runtun waktu (time series) dan menganalis dampak dinamis

gangguan yang terdapat dalam persamaan tersebut. Di samping itu, pada

dasarnya metode VAR dapat dipadankan dengan suatu model persamaan

simultan (Hadi, 2003). Hal ini disebabkan oleh karena dalam analisis VAR

57

kita mempertimbangkan beberapa variabel endogen secara bersama-sama

dalam suatu model.

Meskipun bisa disebut sebagai metode analisis yang relatif

sederhana, metode analisis VAR mampu mengatasi permasalahan endogenity.

Dengan memperlakukan seluruh variabel yang digunakan dalam persamaan

sebagai variabel endogen, maka identifikasi arah hubungan antar variabel

tidak perlu dilakukan. Analisis VAR dapat dikatakan sebagai alat analisis

yang sangat berguna, baik dalam memahami adanya hubungan timbal balik

antar variabel ekonomi maupun dalam pembentukan model ekonomi yang

berstruktur. Secara garis besar terdapat empat hal yang ingin diperoleh dari

pembentukan sebuah sistem persamaan, yang pada dasarnya dapat disediakan

dengan metode VAR, yaitu deskripsi data, peramalan, inferensi struktural,

dan analisis kebijakan.

Dalam tahap pengujian awal variabel menggunakan metode uji VAR

digunakan manakala data yang digunakan dalam penelitian telah stasioner

seluruhnya pada tingkat level, apabila data belum stasioner seluruhnya pada

tingkat level dan terkointegrasi maka metode yang digunakan adalah Vector

error Correction Model (VECM). Metode time series yang paling frontier

untuk menganalisis hubungan Indeks Kondisi Moneter dan Keuangan

terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Dalam penelitian ini, data terlebih dahulu diuji stasioneritas datanya

dengan menggunakan uji akar unit (unit root test). Apabila data telah

stasioner pada tingkat level maka dilanjutkan dengan persamaan VAR biasa

(unrestricted VAR) yang terdiri dari dua persamaan guna menentukan ordo

58

VAR yang optimal dan dilanjutkan dengan uji kointegrasi menggunakan

metode Johansen. Namun apabila data tidak stasioner pada level, dapat

menggunakan model VECM (Vector Error Correction Model), yaitu model

untuk menganalisis data multivariate time series yang tidak stasioner.

Uji selanjutnya yaitu uji Granger Causality untuk mengetahui

apakah terdapat hubungan dua arah antara variabel yang diteliti. Sebagai

salah satu syarat dalam penggunaan model VECM bahwa tidak boleh terdapat

hubungan dua arah diantara variabel yang diteliti. Setelah lolos dalam uji

kausalitas Granger Model VECM dapat digunakan. Model VECM digunakan

dalam model VAR non struktural apabila data runtun waktu tidak stasioner

pada level, tetapi stasioner pada data diferensi dan terkointegrasi sehingga

menunjukkan adanya hubungan teoritis antarvariabel. Salah satu Pemodelan

VECM dilakukan berbagai tahapan yang harus dilakukan seperti uji

stasioneritas data, penentuan lag optimum, uji kausalitas Granger dan uji

kointegrasi.

Secara umum tahap pengujian menggunakan metode VAR/VECM

dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Tahap Pengujian VAR/VECM

Sumber: Widarjono, 2007

59

Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam menggunakan

model VECM yaitu:

1. Uji Akar Unit (Unit Root Test)

Uji stationer sangat penting dalam analisis time series.

Pengujian stasioneritas ini dilakukan dengan menguji akar-akar unit.

Data yang tidak stationer akan mempunyai akar-akar unit, sebaliknya

data yang stationer tidak ada akar-akar unit. Data yang tidak stationer

akan menghasilkan regresi lancung yaitu regresi yang menggambarkan

hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara

statistik padahal kenyataannya tidak atau tidak sebesar regresi yang

dihasilkan tersebut (Laksani, 2004). Pada prinsipnya uji ini dimaksudkan

untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otogresif yang

ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Penentuan pada kestasioneran

harus diperhatikan karena akan memengaruhi hasil dari penelitian dan

karena banyaknya koefisien yang muncul pada analisis VAR dapat

menimbulkan kesulitan dalam estimasinya.

Uji stasioneritas dapat dilakukan dengan menggunakan metode

Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Phillips-Perron (PP) hingga

diperoleh data yang stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu

besar dan mempunyai kecenderungan mendekati nilai rata-ratanya. Uji

Augmented Dickey-Fuller menyesuaikan uji Dickey-Fuller untuk

mengatasi kemungkinan adanya masalah autokorelasi pada error term

dengan menambahkan lag dari bentuk difference dari variabel dependen.

Sedangkan, Phillips-Perron menggunakan metode statistik

60

nonparametrik untuk mengatasi masalah autokorelasi pada error term

tanpa menambahkan lag dari bentuk difference. Formulasi uji ADF yaitu

sebagai berikut Gujarati (2004: 817-818):

Keterangan:

= Variabel yang diamati periode t

= nilai variabel Y pada satu periode sebelumnya

= konstanta

= koefisien tren

= koefisien variabel lag Y

= panjangnya lag

= error term white noise yang murni

Phillips-Perron (1988) mengembangkan generalisasi prosedur

Dickey-Fuller, formulasi uji PP menurut Enders (1995: 239) yaitu

sebagai berikut:

dan

( )

Keterangan:

= Variabel yang diamati periode t

= nilai variabel y pada suatu periode sebelumnya

= gangguan

T = jumlah yang diobservasi

61

Hasil dari nilai t statistik ADF maupun PP yang ditunjukkan

oleh uji akar unit dibandingkan dengan nilai kritis McKinnon untuk

melihat kestasioneran data yang diteliti. Apabila angka yang ditunjuk

oleh nilai t statistik ADF atau PP lebih besar dari nilai kritis McKinnon

maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner karena tidak

mengandung unit root. Sebaliknya, apabila angka yang ditunjuk oleh

nilai t statistik ADF atau PP lebih kecil dari nilai kritis McKinnon maka

disimpulkan bahwa data yang diteliti mengandung masalah unit root

sehingga tidak stasioner.

Data yang tidak stasioner pada uji ADF atau PP tingkat level

maka akan dilakukan differencing data untuk memperoleh data yang

stasioner pada derajat yang sama di first difference I(1). Langkah ini

disebut dengan uji derajat integrasi yang dimaksudkan untuk melihat

pada derajat keberapa data akan stasioner. Uji ini dilakukan dengan

mengurangi data tersebut dengan data periode sebelumnya. Pendekatan

ini dilakukan untuk mengurangi persamaan regresi lancung (spurious

regression) sehingga diperoleh data yang stasioner dengan derajat I(n).

Menurut Gujarati (2004: 806) regresi lancung atau regresi tanpa memiliki

arti dapat terjadi dalam time series yang tidak stasioner bahkan jika

sampel adalah sangat besar.

2. Penentuan Lag Optimal (Lag Length)

Sebagai konsekuensi dari penggunaan model dinamis dengan

data berkala (time series), efek perubahan unit dalam variabel penjelas

dirasa selama sejumlah periode waktu (Gujarati, 2007). Dengan kata lain,

62

perubahan suatu variabel penjelas kemungkinan baru dapat dirasakan

pengaruhnya setelah periode tertentu (time lag).

Lag (beda kala) ini dapat terjadi karena beberapa alasan pokok

(Gujarati, 2007), diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Alasan psikologis, dimana orang tidak langsung mengubah

kebiasaannya saat terjadi suatu perubahan pada hal lain.

2. Alasan teknologi mendorong orang untuk menahan atau menunda

konsumsi saat ini, agar dapat memperoleh barang dengan harga yang

lebih murah sebagai akibat munculnya produk keluaran baru.

3. Alasan institusional, yang menyangkut urusan administrasi dan

perjanjian, menyebabkan orang baru dapat mengambil keputusan

setelah berakhirnya periode kontrak atau perjanjian.

Langkah penting yang harus dilakukan dalam analisis VAR adalah

penetuan panjang lag. Penentuan lag optimal bertujuan untuk menetapkan

ordo optimal kointegrasi jangka panjang. Penentuan lag yang optimal dapat

ditentukan dengan menggunakan beberapa kriteria, yaitu: LR (Likelihood

Ratio), AIC (Akaike Information Criterion), SC (Schwarz Information

Criterion), FPE (Final Prediction Error), dan HQ (Hannan-Quinn

Information Criterion). Penentuan lag haruslah tepat agar perilaku dalam

model dapat diketahui dengan optimal dan dapat melihat hubungan dari setiap

variabel di dalam sistem. Kriteria dari masing-masing cara tersebut adalah

sebagai berikut:

AIC = (

) ( )

SIC = (

)

( )

63

HQ = (

) (

)

Keterangan :

1 = Sum of squared residual

T = Jumlah observasi

k = parameter yang diestimasi.

Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria

informasi tersebut, dipilih atau tentukan kriteria yang mempunyai final

prediction error corection (FPE) atau jumlah dari AIC, SIC, dan HQ

yang paling kecil diantara berbagai lag yang diajukan, Ajija et al (2011:

167)

3. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality)

Metode Granger Causality merupakan salah satu metode untuk

menguji hubungan kausal atau interdependensi antara dua data deret

waktu. Kemungkinan-kemungkinan hasil yang didapat dalam pengujian

Granger Causality adalah kedua variabel memiliki hubungan kausal dua

arah, hanya terdapat hubungan kausal satu arah, dan independensi atau

tidak ada hubungan diantara kedua variabel (Gujarati, 2003: 697). Uji

Granger Causality, membutuhkan model dengan lag, seperti model

autoregressive atau Vector Autoregressive (VAR) dan Vector Error

Correction Model (VECM).

Pengujian dengan menggunakan metode ini adalah untuk

mengetahui bilamana variabel endogen dapat diperlakukan atau dianggap

sebagai variabel eksogen. Dalam memilih lag pada umumnya lebih baik

memilih menggunakan lag yang lebih banyak dibandingkan dengan lag

64

yang sedikit, karena dalam teori ini sangat erat kaitannya dalam hal

relevansi seluruh informasi pada masa lalu. Dalam penentuan lag

diperlukan pula pertimbangan yang beralasan dan memadai, dimana

variabel lag dapat membantu menjelaskan variabel endogen yang

diprediksi. Dalam hal ini, Eviews memproses bivariate linear

autoregressive model dalam bentuk:

( )

( )

Keterangan:

x dan y : semua variabel yang digunakan

α : nilai koefisien

β : nilai prediksi

t : periode t

t-1 : periode t-1

ε : error term

4. Uji Kointegrasi (Johansen’s Cointegration Test)

Metode kointegrasi yang dapat digunakan diantaranya metode

kointegrasi Engle Granger dan metode kointegrasi Johansen. Dalam

penelitian ini digunakan metode kointegrasi Johansen untuk memperoleh

hubungan jangka panjang antara variabel-variabel dalam model.

Kointegrasi ini merupakan hubungan jangka panjang antar variabel yang

telah memenuhi syarat dalam proses integrasi yaitu dimana semua

variabel telah stasioner pada derajat yang sama. Menurut Gujarati (2004:

65

697) secara ekonomi, variabel dapat kointegrasi apabila memiliki

hubungan jangka panjang, atau kesinambungan antara keduanya.

Pengujian kointegrasi bisa diasumsikan sebagai tes awal untuk

menghindari spurious regression atau regresi lancung, sehingga apabila

terdapat kointegrasi maka permasalahan regresi lancung tidak akan

terjadi. Apabila variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian tidak

saling terkointegrasi maka menggunakan VAR in first difference. Namun

apabila variabel-variabel yang digunakan saling terkointegrasi, maka

metode Vector Error Correction Model (VECM) dapat digunakan.

Analisis dengan metode ini dapat dilihat dengan

membandingkan nilai Max-Eigen dengan nilai Trace yang ditunjuk.

Apabila nilai Max-Eigen dan nilai Trace yang ditunjuk lebih besar

daripada nilai kritis 1% dan 5% maka data tersebut terkointegrasi. Begitu

pun sebaliknya apabila nilai Max-Eigen dan nilai Trace yang ditunjuk

lebih kecil dari nilai kritis 1% dan 5% maka data tersebut tidak

terkointegrasi. Metode uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian

ini adalah dengan menggunakan Johansen Cointegration Test.

5. Estimasi Vector Autoregression (VAR) / Vector Error Corection Model

(ECM)

Salah satu kegunaan pengujian stasioneritas dan kointegrasi

sebelumnya adalah digunakan untuk menentukan metode VAR yang

akan dipakai melakukan dalam estimasi apakah metode VAR in Level

ataukah menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM).

Jika pengujian sebelumnya menunjukkan hasil estimasi data yang tidak

66

stasioner namun memiliki kointegrasi dengan variabel data yang lain

maka akan digunakan metode VECM. Metode ini pada dasarnya

menggunakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus

diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun

terkointegrasi.

VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi

tersebut ke dalam spesifikasi model. Karena itulah mengapa VECM juga

sering disebut sebagai model VAR bagi data time series yang bersifat

non stasioner dan memiliki hubungan kointegrasi. Berdasarkan Enders

(1995: 300) Sims (1980) mengkritik “incredible identification

restrictions” yang melekat dalam model struktural untuk sebuah estimasi

berpendapat untuk sebuah strategi estimasi alternatif. Pertimbangan

dengan mengikuti ganeralisasi multivarian dari model VAR, dituliskan

menjadi:

Keterangan:

= vektor variabel yang masuk dalam VAR

= vektor intersep

= matriks parameter

= vektor residual

Terminologi VAR adalah karena munculnya nilai lag pada

variabel dependen pada bagian kanan dan terminologi vektor muncul

karena pada faktanya kita berurusan dengan dua (atau lebih) variabel

67

vektor. Menurut Gujarati (2004: 862-863), kelebihan yang terdapat pada

metode VAR antara lain:

a. Metode VAR sederhana, seseorang tidak harus mendeterminasikan

apakah variabel yang digunakan eksogen atau endogen, karena

semua variabel dalam VAR ini adalah endogen.

b. Estimasi model VAR sederhana yaitu metode OLS yang biasa

dipakai dapat diaplikasikan pada setiap persamaan secara terpisah.

c. Peramalan yang didapatkan dari metode VAR dalam beberapa kasus

hasilnya baik dari sebuah model persamaan berkelanjutan yang lebih

kompleks.

d. Metode VAR sangat berguna untuk memahami adanya hubungan

timbal balik antara variabel-variabel ekonomi maupun di dalam

pembentukan model ekonomi berstruktur.

e. Metode VAR dilengkapi dengan estimasi Impulse Response

Function (IRF) dan Variance Decomposition. Impulse Respone

Function digunakan untuk melacak respon saat ini dan masa depan

setiap variabel akibat shock suatu variabel tertentu. Varian

Decomposition memberikan informasi mengenai kontribusi

(presentase) varians setiap variabel terhadap perubahan suatu

variabel tertentu.

Namun di sisi lain juga terdapat beberapa kritik terhadap model

VAR, yaitu sebagai berikut:

a. Tidak seperti model persamaan simultan, model VAR lebih bersifat a

theoretic karena hanya menggunakan sedikit informasi terdahulu.

68

Mengingat kembali model persamaan simultan, untuk beberapa

variabel memainkan peranan penting dalam pengidentifikasian model.

b. Karena menekankan pada peramalan, model VAR kurang baik

digunakan untuk menganalisis kebijakan.

c. Kendala yang paling besar dalam model VAR adalah penentuan

berapa jarak lag yang dapat digunakan.

d. Variabel yang akan digunakan dalam VAR harus stasioner, dan

apabila tidak stasioner, perlu dilakukan transformasi bentuk data,

misalnya melalui first difference.

e. Sering ditemui kesulitan dalam menginterpretasi setiap koefisien pada

estimasi model VAR sehingga sebagian besar peneliti melakukan

interpretasi pada estimasi Impulse Response Function (IRF) dan

Varian Decomposition.

Model VAR untuk mengidentifikasi hubungan diantara variabel

yang tidak stasioner dapat menggunakan model koreksi kesalahan atau

Vector Error Corection Model (VECM). Berdasarkan Hakim (2011),

bentukan VECM dapat ditulis sebagai berikut:

Keterangan:

∑ = komponen VAR dalam first difference

= komponen pengoreksi kesalahan (error correction)

= Vektor dari variabel

= Vektor konstanta

69

k = struktur lag

= vektor white noise error terms

VECM merupakan suatu model ekonometrika yang dapat

digunakan untuk mengetahui tingkah laku jangka pendek dari suatu

variabel terhadap jangkanya, akibat shock yang permanen. Menurut Ajija

et al (2011: 189), asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VECM

adalah semua variabel harus bersifat stasioner. Hal ini ditandai dengan

semua sisaan bersifat white noise, yaitu memiliki rataan nol, ragam

konstan, dan diantara variabel tidak bebas tidak ada korelasi.

Untuk melakukan uji VECM kestasioneran data melalui

pendifirensialan saja masih belum cukup, maka diperlukan kointegrasi

atau hubungan jangka panjang dan jangka pendek didalam model.

Apabila variabel-variabel yang diteliti tidak terkointegrasi dan stasioner

stasioner pada orde yang sama, maka dapat diterapkan VAR standar atau

VAR In difference yang dihasilkan akan identik dengan OLS, akan tetapi

jika dalam pengujian membuktikan terdapat kointegrasi, maka dapat

diterapkan Error Correction Model (ECM) untuk single equation atau

Vector Error Correction Model (VECM) untuk system equation.

Model pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Model untuk variabel Indeks Kondisi Moneter

∑ ∑

2. Model untuk variabel Indeks Kondisi Keuangan

∑ ∑

Keterangan:

70

= konstanta

µ = error term

LN_PDB = Nilai PDB Indonesia

LN_MCI = Indeks Kondisi Moneter

LN_FCI = Indeks Kondisi Keuangan

6. Impulse Response Function (IRF)

Sims (1992) dalam Ajija et al (2011: 168) menjelaskan bahwa

Impulse Response Function (IRF) menggambarkan ekspektasi k-periode

ke depan dari kesalahan prediksi suatu variabel akibat inovasi dari

variabel yang lain. Dengan demikian, lamanya pengaruh dari shock suatu

variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali

ke titik keseimbangan dapat dilihat atau diketahui. Dalam penelitian ini

IRF dilakukan untuk melihat respon yang ditunjukkan oleh variabel PDB

akibat adanya goncangan (shock) yang ditimbulkan akibat adanya

perubahan dalam Indeks Kondisi Moneter maupun Indeks Kondisi

Keuangan.

7. Variance Decomposition

Variance decomposition atau disebut juga Forecast Error

Variance Decomposition (FEVD) merupakan perangkat pada model

VAR yang akan memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang

diestimasi menjadi komponen – komponen shock, kemudian variance

decomposition akan memberikan informasi mengenai proporsi dari

pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock variabel

lainnya pada periode saat ini dan periode yang akan datang.

71

Menurut Koop (2005), FEVD dilakukan untuk melihat

kontribusi suatu variabel dalam menjelaskan variabilitas variabel

endogennya. Perbedaan antara Impulse Response Function (IRF) dengan

Variance Decomposition yaitu pada Variance Decomposition, perubahan

dalam suatu variabel ditunjukkan dengan perubahan error variance nya.

Dalam penelitian ini Variance Decomposition digunakan untuk melihat

peran Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan dalam

menjelaskan pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama periode 2006

sampai 2015.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian ini adalah ekonomi moneter dan ekonomi

makro di Indonesia. Penelitian ini menganalisis hubungan Indeks Kondisi

Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di

Indonesia, mengingat bahwa kestabilan sistem keuangan di Indonesia menjadi

penting guna menjaga kestabilan perekonomian itu sendiri. Penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder runtun

waktu (time series) bulanan, untuk melihat hubungan Indeks Kondisi Moneter

(MCI) dan Indeks Kondisi Keuangan (FCI) terhadap pertumbuhan ekonomi

di Indonesia selama 1 dekade terakhir yaitu dari tahun 2006 sampai dengan

tahun 2015

72

E. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang menjadi bahan analisis dalam penelitian ini adalah

data sekunder runtun waktu (time series). melihat hubungan Indeks Kondisi

Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di

Indonesia, penelitian ini menggunakan data bulanan dari tahun 2006 sampai

dengan tahun 2015. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi :

1. Nilai Tukar Rupiah Indonesia terhadap Dolar Amerika Serikat yang

diperoleh dari www.bi.go.id (SEKI)

2. Tingkat Suku Bunga Berjangka yang merupakan tingkat suku bunga

deposito dengan tenor 1 bulan di Indonesia yang diperoleh dari

www.bi.go.id (SEKI)

3. Tingkat Inflasi Indonesia yang merupakan tingkat inflasi yang terjadi di

Indonesia diperoleh dari www.bi.go.id (SEKI)

4. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indeks harga saham

gabungan Indonesia yang tertera pada BEI yang diperoleh dari

www.bi.go.id (SEKI)

5. Total Kredit Perbankan yaitu keseluruhan total penyaluran kredit oleh

bank umum yang diperoleh dari Buku Besar Makro Ekonomi, Badan

Kebijakan Fiskal Republik Indonesia.

6. Indeks Kondisi Moneter yaitu Indeks yang dibentuk oleh variabel nilai

tukar dan tingkat suku bunga dengan menggunakan model VECM yang

diolah menggunakan Eviews 9.

73

7. Indeks Kondisi Keuangan yaitu Indeks yang dibentuk oleh variabel nilai

tukar, tingkat suku bunga, nilai IHSG dan total kredit perbankan dengan

menggunakan model VECM yang diolah menggunakan Eviews 9.

8. Total PDB merupakan keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang

menggunakan harga berlaku setiap tahun yang menggambarkan

pertumbuhan ekonomi. Data untuk variabel ini diperoleh dari BPS

(www.bps.go.id)

9. Indeks Produksi Industri merupakan angka indeks yang digunakan untuk

melihat laju pertumbuhan industri. Data untuk variabel ini diperoleh dari

BPS (www.bps.go.id)

F. Definisi Operasional Variabel

Untuk melihat hubungan Indeks Kondisi Moneter dan Indeks

Kondisi Keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, maka

penulis menggunakan PDB sebagai proksi dari pertumbuhan ekonomi di

Indonesia. Sedangkan untuk pembentukan Indeks Kondisi Moneter, penulis

menggunakan variabel tingkat suku bunga dan nilai tukar, dan Indeks Kondisi

Keuangan sebagai pengembangan Indeks Kondisi Moneter dengan

menambahkan dua variabel pembentuk lainnya, yaitu nilai IHSG (Indeks

Harga Saham Gabungan) dan juga total kredit perbankan. Definisi dari

masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

1. Indeks Kondisi Moneter

Pergerakan indeks kondisi moneter ditentukan oleh gejolak dari

komponen yang membentuk indeks kondisi moneter yaitu suku bunga

74

dan nilai tukar. Tujuan utama penggunaan Indeks Kondisi Moneter

(MCI) adalah untuk mengetahui stance kebijakan moneter. Indeks ini

dapat memberikan informasi tentang akan dilakukannya pengetatan atau

pelonggaran moneter di Indonesia. Secara empiris, MCI adalah rata-rata

tertimbang (weighted average) dari perubahan suku bunga dan nilai tukar

relatif terhadap periode yang ditentukan (base periode).

Dalam penelitian ini, Indeks Kondisi Moneter dibentuk dengan

menggunakan metode pembobotan melalui VECM, dengan

menggunakan variabel inflasi sebagai variabel pembentuk. Variabel

Indeks Kondisi Moneter ini disimbolkan dengan LNMCI.

2. Indeks Kondisi Keuangan

Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa transmisi

kebijakan moneter sebelumnya hanya melibatkan saluran dari nilai tukar

dan tingkat suku bunga dalam perhitungannya. Seperti yang dilakukan

oleh Modigliani, Bernanke dan Gertler dalam (Gauthier, Graham dan

Liu, 2004), penelitian ini mengungkapkan peran nilai saham dan juga

saluran kredit memiliki peran yang cukup penting pula dalam transmisi

kebijakan moneter. Perubahan nilai saham mempengaruhi masyarakat

dalam merubah keputusan untuk berkonsumsi, dimana kenaikan nilai

saham dapat menarik masyarakat untuk berinvestasi. Sedangkan saluran

kredit bekerja ketika harga aset mengalami kenaikan, sehingga

masyarakat maupun perusahaan dapat meningkatkan nilai dari jumlah

pinjaman melalui peningkatan nilai jaminan yang mereka miliki.

75

Oleh sebab itu dalam penelitian kali ini, Indeks Kondisi

Keuangan digunakan dari pengembangan Indeks Kondisi Moneter.

Dimana selain menggunakan saluran nilai tukar dan juga tingkat suku

bunga, dalam pembentukannya menambahkan dua variabel lainnya, yaitu

nilai IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dan juga total kredit

perbankan. Sama halnya seperti Indeks Kondisi Moneter, Indeks Kondisi

Keuangan juga dibentuk dengan menggunakan model VECM, dimana

variabel Indeks Kondisi Keuangan ini disimbolkan dengan LNFCI.

3. Pertumbuhan Ekonomi

Untuk melihat ukuran satu pertumbuhan ekonomi dapat dilihat

dari PDB. PDB adalah produk barang dan jasa total yang dihasilkan

dalam perekonomian suatu Negara di dalam masa satu tahun. Terdapat

dua cara untuk menghitung PDB salah satunya dengan cara melihat total

pendapatan setiap orang dalam perekonomian, sedangkan cara lain

melihat PDB adalah pengeluaran toal barang dan jasa dalam satu

perekonomian (Mankiw, 2007).

Tujuan PDB yaitu meringkas kegiatan ekonomi dalam nilai

mata uang tunggal pada periode waktu tertentu, mengukur pendapatan

total dan pengeluaran total nasional atau arus uang output barang dan jasa

dalam suatu perekonomian. Alasan PDB dapat melakukan pengukuran

total pendapatan dan pengeluaran dikarenakan untuk suatu perekonomian

secara keseluruhan, pendapatan pasti sama dengan pengeluaran. Dalam

penelitian, variabel ini disimbolkan dengan LNPDB. Data yang

digunakan adalah produk domestik bruto menurut lapangan usaha atas

76

dasar harga berlaku 2000 yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS)

berdasarkan perhitungan triwulan yang diinterpolasi menggunakan data

Eviews 9 menjadi perhitungan bulanan.

Selain itu penelitian ini juga menggunakan Indeks Produksi

Industri yang digunakan untuk melihat laju pertumbuhan industri, karena

IPI juga digunakan dalam. Terlebih lagi angka indeks IPI juga dipakai

sebagai bahan masukan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (RAKORTAS)

Bidang Ekonomi, serta digunakan juga sebagai dasar penghitungan

Produk Domestik Bruto (PDB). Indeks produksi Industri bulanan

merupakan indikator ekonomi makro dimaksudkan untuk dapat dijadikan

sebagai suatu sistem pemantauan dini (early warning system), agar

pembuat keputusan dapat lebih cepat dalam membuat kebijakan. Dalam

penelitian, variabel ini disimbolkan dengan LNIP