15

Click here to load reader

5. Tinjauan Pustaka Ruptur Uteri

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN2.1DefinisiRuptur uteri adalah robeknya dinding uterus yang biasanya terjadi pada kehamilan dan persalinan.22.2EpidemiologiTerjadinya ruptur uteri pada seseorang ibu hamil atau saat persalinan merupakan suatu kegawat daruratan yang mengancam jiwa ibu dan janinnya. Kematian ibu dan janin karena ruptur uteri masih tinggi. Insidensi atau angka kematian yang tinggi lebih sering ditemukan pada negara-negara yang sedang berkembang, seperti negara-negara di Asia dan Afrika. Angka ini dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, fasilitas pengangkutan yang memadai dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting.3Frekuensi ruptur uteri di rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan. Angka-angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju (1:15000 persalinan).12.3Klasifikasi Ruptur uteri dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat robekan uteri, etiologi, waktu, dan lokasi terdapat robekannya.3,42.3.1Menurut tingkat robekanBerdasarkan tingkat robekannya, ruptur uteri dapat diklasifikasikan jadi 3, antara lain :2,3a. Ruptur uteri komplit, bila robekan terjadi pada seluruh lapisan dinding uterus.b. Ruptur uteri inkomplit, bila robekan hanya mengenai endometrium dan miometrium, sedangkan lapisan perimetriumnya masih utuh. disebut juga dehisensi. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan eksplorasi dinding rongga uterus setelah janin dan plasenta lahir.c. Ruptur uteri imminens, bila baru ada gejala akan terjadi ruptur. Penderita merasa kesakitan terus menerus baik waktu his maupun di luar his. Teraba ligamentum rotundum menegang. Teraba ring van bandl setinggi pusat. Segmen bawah rahim menipis. Urine pada kateter berwarna kemerahan karena bercampur darah.2.3.2Menurut etiologinya: a. Ruptur uteri spontan, yaitu ruptura uteri yang terjadi secara spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut). Faktor pokok di sini ialah bahwa persalinan tidak maju karena rintangan, misalnya panggul sempit, hidrosefalus, janin dalam letak lintang, dan sebagainya, sehingga segmen bawah rahim makin lama makin diregangan. Pada suatu regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan myometrium, terjadilah ruptura uteri. Faktor yang merupakan predisposisi terhadap terjadinya ruptura uteri ialah multiparitas; di sini di tengah-tengah miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan.4b. Ruptur uteri traumatika, ruptura uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan seperti tabrakan dan sebagainya. Robekan demikian itu bisa terjadi pada saat kehamilan, tapi angka kejadian ruptur uteri akbat trauma dari luar jarang terjadi karena otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar.3c. Ruptur uteri violenta, disebabkan manipulasi tenaga tambahan lain seperti induksi atau stimulasi partus dengan oksitosin atau sejenisnya. Versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut, kesalahan ketika melakukan embriotomi dan juga setelah ekstraksi dengan cunam yang sukar. Perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui apakah terjadi ruptura uteri.3d. Ruptur uteri pada parut uterus. Ruptur uteri demikian ini terdapat paling sering pada parut bekas seksio sesarea, peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma (miomektomi) dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut karena kuret yang terlampau dalam. Di antara parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi ssesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri daripada parut bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1. Hal ini disebabkan karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio bisa menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri.5Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteria besar terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian berkumpul di ligamentum latum dan untuk sebagian keluar melalui jalan lahir. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteria besar luka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan syok dan menyebabkan kematian janin dalam uterus.62.3.3Menurut waktu terjadinya:6a. Ruptur Uteri Gravidarum, terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpusb. Ruptur Uteri Durante Partum. Terjadi pada saat persalinan, lokasinya sering pada segmen bawah Rahim (SBR). Ruptur uteri saat persalinan lebih sering terjadi dibandingkan dengan ruptur uteri gravidarum.2.3.4Menurut lokasi:3,6a. Korpus uteri, biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.b. Segmen bawah rahim (SBR), biasanya pada partus sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur.c. Servik uteri, biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forcep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.d. Kolpoporeksis, robekan-robekan diantara servik dan vagina.

( Gambar 2.1 Uterus dengan jaringan parut dan arah kontraksi korpus uterus dengan segmen bawah Rahim)

( Gambar 2.2 Ruptur uteri komplit)

( Gambar 2.3 Ruptur uteri akibat induksi berlebihan )2.4Faktor ResikoFaktor resiko ruptur uteri terdapat pada uterus yang bercacat misalnya pada parut bekas seksio sesarea atau parut jahitan ruptur uteri yang pernah terjadi sebelumnya (histerorafi), trauma (kecelakaan lalu lintas, ekstraksi forcep), overdistensi uterus (hidramnion, gemelli, makrosomia), anomali uterus, plasenta perkreta, choriocarsinoma.2,7

( Gambar 2.4 ruptur uteri akibat ekstraksi vakum)

( Gambar 2.5 Ruptur uteri pada persalinan dengan bekas SC)2.5Gejala dan TandaGejala klinis yang bisa didapatkan pada pasien dengan ruptur uteri adalah : Penderita pucat dan perdarahan vaginal, pada saat terjadi ruptur penderita kesakitan sekali dan merasa ada robekan di perutnya, gejala kolaps dan kemudian syok.6,8 Sedangkan tanda-tanda yang bisa kita dapatkan pada pemeriksaan adalah:8,9 1. Penderita pucat;2. Takikardi;3. Perdarahan vaginal;4. Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu5. Dapat diraba jelas bagian-bagian janin langsung di bawah dinding perut.6. Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu7. Perut kembung, kadang-kadang defance muscular dan pada keadaan ini janin sukar diraba; 8. Dapat ditemukan uterus sebagai benda sebesar kepala bayi di samping bagian janin; 9. Denyut jantung janin negatif; 10. His berhenti atau kontraksi uterus hipotonik11. Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan teregang.

( Gambar 2.6 Gambaran ring van bandl )12. Tanda-tanda adanya cairan bebas dalam kavum peritoneum. 13. Pada pemeriksaan vaginal bagian bawah janin tidak teraba lagi atau teraba tinggi dalam jalan lahir. Kadang robekan dapat diraba, demikian pula usus pada ronggaperut melalui robekan.2.6Ruptur Uteri Komplit dan Ruptur Uteri ImminensRuptur uteri komplit dapat terjadi pada akhir kehamilan atau dalam persalinan yang sebelumnya terdapat riwayat seksio sesarea klasik atau pembedahan uterus yang ekstensif. Adanya riwayat pembedahan uterus sebelumnya memberikan korelasi 3:1 dibandingkan tanpa riwayat pembedahan untuk terjadinya ruptur uteri.6Ruptur uteri imminens, gejala dan tanda-tandanya: penderita gelisah, pernapasan dan nadi menjadi cepat serta dirasakan nyeri terus menerus di perut bagian bawah baik ada his maupun di luar his, segmen bawah rahim tegang dan menipis, lingkaran retraksi (Bandl) meninggi sampai mendekati pusat, urine kateter berwarna kemerahan, terdapat tanda-tanda gawat janin.2.7Penatalaksanaan Dalam menghadapi masalah ruptur uteri semboyan prevention is better than cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola persalinan di mana pun persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tinggi haruslah dirujuk agar persalinannya berlangsung di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup dan berpengalaman. Bila telah terjadi ruptur uteri tindakan terpilih adalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang banyak, penanganan utuk syok, serta pemberian antibiotika spektrum luas.1,10,11Untuk mencegah timbulnya ruptur uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami seksio sesarea atau pembedahan lain pada uterus.10,12Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan berakibat kematian ibu dan janin. Tindakan bedah yang dapat dilakukan antara lain :7,10,111.Histerektomi, yaitu operasi pengangkatan kandungan (rahim dan uterus) pada seorang wanita, sehingga setelah menjalani operasi ini dia tidak bisa lagi hamil dan mempunyai anak. Histerektomi dapat dilakukan melalui irisan pada bagian perut atau melalui vagina. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya. Ada beberapa jenis histerektomi, yaitu : 7,10,11a. Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, Rahim diangkat, tetapi mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher rahim) secara rutin.b. Histerektomi total. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut Rahim diangkat secara keseluruhannya.c. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopii, dan kedua ovarium.d. Histerektomi radikal. Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan, dan kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis kanker tertentu.

(Gambar 2.7 Jenis-jenis histerektomi)2.Histerorafi, yaitu tindakan operatif dengan mengeksidir luka dan dijahit dengan sebaik-baiknya. Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia kecuali bila luka robekan masih bersih dan rapi dan pasiennya belum punya anak hidup.7,10Sebagai bentuk tindakan definitif maka bila robekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafi ; namun bila robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi.8,12Angka kematian maternal akibat ruptur uteri mencapai 4,2%, sedangkan angka kematian perinatal mencapai 46%. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi: perdarahan, syok, infeksi postoperasi, kerusakan ureteral, tromboflebitis, emboli air ketuban, DIC (disseminated intravascular coagulation), dan kematian.13

SKEMA PENATALAKSANAAN RUPTUR UTERI

Ruptura uteri

Imminens Inkomplit Komplit

Kepala Kepala Tepi luka Luka compang- belum masuk PAP sudah masuk PAP lurus/baik camping

Janin hidup Janin mati Laparatomi histerorafi Ekstraksi forsep Embriotomi

KU baikKU jelek

Histerorafi Amputasi uteri/ histerektomi total

Bedah sesarea Cukup anak Tubektomi

2.8Prognosis Angka mortalitas yang ditemukan dalam berbagai , tetapi jika janin masih hidup pada saat terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi, kalau tidak keadaan hipoksia baik sebagai keadaan terlepasnya plasenta ataupun hipovolemi maternal tidak akan terhindari, jika tidak diambil tindakan, sebagian besar pasien akan meninggal karena perdarahan atau mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian.10,12,13Diagnosa cepat, tindakan operasi segera, ketersediaan darah dalam jumlah besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita dengan ruptur uterus.11

12