4. Kajian an Buah Muda Kakao Sebagai Burhanuddin Mustafa

Embed Size (px)

Citation preview

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005 ISBN : 979-95025-6-7

KAJIAN PENYARUNGAN BUAH MUDA KAKAO SEBAGAI SUATU METODE PENGENDALIAN PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) Conopomopha cramerella Snellen (Lepidoptera : Gracillariidae) Burhanuddin MustafaDinas Perkebunan Sulawesi Selatan ABSTRAKKajian penyarungan buah muda kakao sebagai suatu metode pengendalian pengegrek buah kakao (PBK) telah dilaksanakan di Desa Kampiri Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng pada bulan Maret Juni 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penyarungan buah kakao sangat efektif melindungi buah, menghasilkan biji besar tidak menghambat perkembangan buah, bahkan terdapat kecenderungan buah yang disarungi dengan sarung plastik masih berpeluang terjadi layu dan busuk, tetapi tidak berbeda nyata dan bahkan persentasenya lebih rendah disbanding buah yang tidak disarungi. Dibanding dengan metode insektisida Sihalotrin, metode penyarungan buah 15 kali lebih efisien. Kata kunci : Kajian penyarungan, metode pengendalian PBK.

PENDAHULUAN Penggerek buah kakao (PBK), Conopomopha cramerella merupakan hama utama kakao yang menimbulkan masalah serius di Indonesia, karena telah menyerang hampir seluruh areal pertanaman kakao dan sangat merugikan petani. Kehilangan hasil akibat serangan PBK dapat mencapai 64,90 82,20% (Wardojo, 1980). Berbagai metode pengendalian PBK yang sudah pernah atau sedang dietrapkan antara lain rampasan buah dan panen pada saat masak awal yang diikuti pembenaman dan pengarungan kulit buah. Kedua metode pengendalian etrsebut ternyata kurang berhasil, karena petani tidak disiplin melaksanakannya akibat petani memiliki cabang usahatani yang lain dan pemilikan areal kakao yang luas. System pangkas eradikasi (SPE) pernah disarankan untuk dilaksanakan di Sulawesi Tengah (Sulistyowati dan Prawoto, 1993). Metode ini masih diragukan efektivitasnya karena serangan ulang tidak dapat dihindari, apalagi jika

tidak seluruh hamparan pertanaman kakao dilakukan SPE. Kelemahan lainnya adalah masih banyak buah yang tidak terserang dikorbankan dan masa tunggu panen berikutnya cukup lama, sehingga metode ini tidak disarankan lagi untuk diaplikasikan di perkebunan rakyat. Metode yang pernah diterapkan di Malaysia adalah kombinasi feromon dan insektisida. Metode ini kurang efektif, cukup rumit pelaksanaannya dan membutuhkan biaya besar, sehingga tidak dilanjutkan. Pelepasan parasitoid Trichogramma bactrae fumata sebanyak 85.000 ekor per ha setiap 3 hari dan aplikasi entompatogen, Beauveria bassiana isolate PBK media padat 4,5 kg per ha dengan jumlah larutan 150 l/ha interval setiap minggu tidak efektif dan hasilnya tidak lebih baik dari pada tanpa pengendalian (Mustafa, 2000; 2005). PBK memang sangat sulit dikendalikan apabila telah meneyrang buah, karena sejak telur menetas menjadi larva langsung masuk dan berkembang di dalam buah kakao, sehingga sulit dijangkau dengan metode pengendalian

23

Burhanuddin Mustafa : Kajian Penyarungan Buah Muda Kakao

seperti musuh alami dan insektisida (Wardojo, 1980; 1981). Dengan demikian, maka pengendalian PBK yang dapat diharapkan bermakna hasilnya adalah mencegah terjadinya serangan PBK pada buah kakao. Metode penyarungan buah dengan sarung plastik, merupakan metode yang mencegah imago PBK meletakkan telur pada buah kakao. Menurut Morsamdono dan Wardojo (1984) hamper 100% buah yang disarungi bebas dari serangan PBK. Namun metode ini belum diterapkan secara massal seperti halnya penggunaan insektisida, karena petani terlanjur mengadopsi metode insektisida sebagai metode pengendalian PBK yang selama ini digunakan berdasarkan pengalaman mereka mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) lainnya. Petani juga menganggap penyarungan buah agak sulit dilakukan terhadap buahbuah kakao yang letaknya tinggi karena harus memanjat atau menggunakan tangga. Namun anggapan tersebut terjawab setelah ditemukannya peralatan penyarungan buah yang cukup sederhana dan mampu menyarungi buah sampai ketinggian 4 m tanpa memanjat dan menggunakan tangga (Mustafa, 2003; 2005). Penyarungan buah muda kakao diduga juga kurang efisien, dapat menyebabkan buah layu dan buah busuk, serta dapat menghambat perkembangan buah. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyarungan buah terhadap perkembangan buah, tingkat kelayuan, dan serangan busuk buah, serta membandingkan tingkat efisiensi penyarungan buah dengan insektisida terhadap serangan PBK. BAHAN DAN METODE Penyarungan buah kakao muda dilakukan 2 penelitian yaitu :

1. Pengaruh penyarungan buah kakao pada berbagai panjang buah terhadap perkembangan buah dan serangan PBK Penelitian ini dilaksanakan pada pertanaman kakao rakyat yang telah terserang PBK sejak tahun 1998 di desa Kampiri, kecamatan Liliriaja, kabuoaten Soppeng pada bulan Maret 2003 sampai dengan Juni 2003. a. Desain Penelitian Berbagai panjang buah kakao yang disarungi dibandingkan dengan buah kakao yang tidak disarungi pada pohon yang sama. Pada setiap pohon contoh selalu terdapat perlakuan berpasangan yaitu buah disarungi dan tidak disarungi (control) dengan panjang yang sama. Panjang buah yang mulai diberi perlakuan adalah 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 cm masing-masing 20 buah. b. Pelaksanaan Penelitian Pada setiap pohon kakao semua buah yang kira-kira panjangnya antara 3 10 cm diukur sebagai calon buah untuk perlakuan, selanjutnya diberi label terhadap buah yang akan diberi perlakuan maupun terhadap pohon contoh kakao. Buah yang disarungi menggunakan kantong plastik transparan ukuran 30 cm x 17 cm x 0,02 mm dan diikat pada tangkai buah menggunakan karet gelang nilon diameter 1 4 cm, sedang kontrol hanya diberi label saja. c. Pengamatan Pengamatan perkembangan buah (panjang dan lilit buah), buah layu, buah yang terserang busuk buah, dilakukan setiap minggu. Pengamatan terhadap persentase serangan buah, persentase kerusakan biji, produksi biji basah (gram/buah), dan rata-rata jumlah biji normal perbuah diamati pada saat panen. Persentase bauh terserang, persentase kerusakan biji atau kehilangan hasil

24

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005 ISBN : 979-95025-6-7

menggunakan metode Mumford (1986) sebagai berikut : Buah kakao yang dipanen dikelompokkan dalam 4 kelompok yaitu : Buah kelompok A : Bebas serangan PBK (normal) Buah kelompok B : Buah yang kerusakan biji lebih kecil dari 10% (serangan ringan) Buah kelompok C : Buah yang tingkat kerusakan biji 10% sampai dengan 50% (serangan sedang) Buah kelompok D : Buah yang tingkat kerusakan biji lebih dari 50% (serangan berat).

Potensi Produksi - PRiel Z = -------------------------------- x 100% Potensi Produksi

Potensi produksi = Jumlah seluruh buah dipanen/indeks buah A. d. Analisis data Pertambahan panjang buah dan lilit buah selama 6 (enam) minggu pengamatan dirata-ratakan pertambahannya setiap minggu (mm). Jumlah buah layu dan buah busuk setiap perlakuan dipersentasekan dengan buah normal. Analisis data menggunakan uji dua ratarata berpasangan 1 = 1 pada taraf = 5% (Steel dan Torrie, 1980) dengan rumus:d t = Sd2 n , Sd2 = n1 1 [ d2 ( d2) ] n

Setiap kelas buah dilakukan penetapan indeks buah (Pod value) yaitu jumlah buah per 1 (satu) kg biji kering (kadar air + 7%). (i) Persentase buah terserang PBK ditetapkan dengan rumus : B + C + D Y = ------------------------------ x 100% A + B + C + D (ii) Produksi biji kakao kering dihitung dengan menggunakan rumus :A B + D D ------ + ------+ -------+ ------ x 100% IA IB IC ID

PRiel =

Keterangan : t = Hasil dari peubah d = Rata-rata dari selisih parameter X2 terhadap X1 Sd = Simpangan baku dari selisih parameter X2 terhadap X1 X1 dan X2 = Hasil pengamatan masing-masing parameter n = Jumlah sample Hipotesis yang diuji dalam analisis adalah: Ho : Hipotesis yang diuji dalam analisis adalah: Ho : 1 = 2, H1 : 1 2 Ho diterima jika t1 > t > t1

Keterangan : I = (Indeks buah); Jumlah buah dalam satu kilogram biji kakao kering kadar air 7% (buah/kg) sesuai masing-masing kelompok buah (iii) Kehilangan hasil dihitung dengan rumus :

2. Penelitian tingkat efektivitas dan efisiensi metode penyarungan buah dan metode insektisida untuk pengendalian PBK Penelitian ini juga dilaksanakan pada pertanaman kakao rakyat yang telah terserang PBK sejak tahun 1998 di desa Kampiri, kecamatan Liliriaja, kabupaten

25

Burhanuddin Mustafa : Kajian Penyarungan Buah Muda Kakao

Soppeng pada bulan Juli 2003 sampai dengan September 2003. a. Desain penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), terdiri dari 3 perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan antara lain (A) penyarungan buah kakao muda yang berukruan panjang 7 10 cm, (B) aplikasi insektisida Sihalotrin konsentrasi 0,10% formulasi interval dua minggu (enam kali aplikasi sampai buah dipanen), dan (C) control (tanpa perlakuan pengendalian). Metode insektisida yang digunakan untuk membandingkan perlakuan penyarungan buah kakao, sebab hanya insektisida yang agak efektif mengendalikan PBK (Mustafa, 2000) dan cukup banyak diadopsi oleh petani dalam pengendalian PBK selama ini karena mudah pelaksanaannya dan selalu tersedia di lokasi. b. Pelaksanaan penelitian 1. Masing-masing blok terdiri dari 50 pohon tanaman kakao, jarak antar blok dan ulangan adalah 4 (empat) baris tanaman atau sekitar + 10 m.

2. Setiap perlakuan dari setiap blokditandai buah yang panjangnya 7 10 cm sebanyak 200 buah per blok untuk selanjutnya diberi perlakuan dan dilakukan pengamatan. 3. Perlakuan insektisida hanya pada buah-buah yang telah diberi label dan cabang-cabang horizontal disemprot dengan konsentrasi 0,10% formulasi. Aplikasi insektisida menggunakan alat semprot punggung (hand sprayer) semi otomatis dilakukan setiap 2 minggu sampai panen. Insektisida yang digunakan adalah Matador 25EC berbahan aktif Sihalotrin dari golongan piretroid sintetis. 4. Perlakuan penyarungan buah terhadap 200 buah per blok. Cara penyarungan buah bagi buah yang tidak dapat dijangkau tangan (letaknya agak tinggi) menggunakan peralatan penyarungan seperti Gambar 1, sedang cara pemasangan plastik pada alat penyarungan buah seperti Gambar 2. Buah kakao yang dapat dijangkau tangan pelaksana hanya menggunakan kantong plastik kemudian dilengketkan dengan api dari obat nyamuk bakar.

1,5 inci cm

1,5 inci cm

2M

2M

1M

80 cm

80 cm

a

b

c

26

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005 ISBN : 979-95025-6-7

Ket. : a. Model pipa plastik (2 m)b. Model pipa plastik (1 m) c. Model alat pendorong kayu

Gambar 1. Alat penyarungan buah kakao Urutan pelaksanaannya sebagai berikut : plastik dipasang pada pipa paralon, kemudian diikat dengan karet pada bagian ujung plastik (+ 2 cm dari ujung), selanjutnya ujung plastik tersebut dilipat kearah bawah. Plastik berikutnya dipasang lagi dan diatur sedemikian rupa dengan jarak antar plastik + 2,5 cm sehingga plastik tersusun pada peralatan tersebut sesuai kebutuhan dan kemampuan peralatan. Cara memasang plastik pada buah kakao yaitu alat penyarungan buah diarahkan pada buah kakao sampai buah masuk ke dalam alat tersebut, selanjutnya pastik didorong menggunakan alat pendorong pada gambar 1 sampai plastik terlepas dari alat penyarungan buah dan menyarungi buah.

Keterangan : a. Pipa paralon b. Plastik transparan c. Plastik yang dimasukkan

d. Plastik yang diikat dengan karet gelang e. Plastik dilipat kearah bawah f. Susunan beberapa plastik dalam pipa paralon

Gambar 2. Urutan-urutan pemasangan plastik pada alat penyarungan benih c. Pengamatan Parameter yang diamati adalah jumlah buah layu dan jumlah buah yang terkena busuk buah, kedua parameter tersebut diamati setiap minggu sampai panen. Sedang parameter yang diamati pada saat panen adalah jumlah buah yang dipanen, buah terserang PBK, kehilangan hasil, dan total produksi biji kering kadar air 7% (gram). d. Analisis data Analisis data untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap tingkat serangan PBK dan kerusakan buah

27

Burhanuddin Mustafa : Kajian Penyarungan Buah Muda Kakao

dilakukan analisis varians (ANOVA) dengan uji F pada taraf kepercayaan 85%, dilanjutkan uji beda nyata terkecil (BNT). Analisis pendapatan untuk membandingkan tingkat efisiensi antar perlakuan dengan menggunakan rata-rata biaya tenaga kerja di Sulawesi Selatan dan harga sarana sesuai harga di lokasi penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh penyarungan buah kakao pada berbagai panjang buah terhadap perkembangan buah dan serangan PBK

a. Perkembangan buah dan mutu biji yang dihasilkan Rata-rata pertambahan panjang dan lilit buah serta nilai t uji beda rata-rata tertera pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat pertambahan panjang buah dan lilit buah berbeda tidak nyata antara perlakuan dan control dengan nilai t lebih kecil dari apda t table. Dengan demikian penyarungan buah tidak menghambat perkembangan buah, bahkan terdapat kecenderungan buah yang disarungi pertambahannya lebih tinggi dari pada buah tanpa disarungi.

Tabel 1. Rata-rata pertambahan panjang dan lilit buah (mm) setiap minggu dan hasil uji beda rata-rata dari berbagai panjang buah yang disarungi dan tidak disarungi selama 6 minggu pengamatan. Panjang buah mulai perlakuan (cm) 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Rata-rata pertambahan setiap minggu (mm) Panjang buah Lilit buah Kontrol Nilai t hitung Perlakuan Kontrol 14,54 14,42 13,79 12,29 10,79 10,13 10,04 9,08 11,89 0,093 0,080 0,076 0,078 0,010 0,003 0,047 0,011 9,90 10,60 10,55 10,00 8,05 6,45 6,65 6,05 8,53 10,45 10,45 9,75 9,85 8,10 7,65 6,35 5,59 8,52

Perlakuan 15,75 15,29 12,67 11,33 11,67 10,17 9,92 9,21 12,00

Nilai t hitung 0,068 0,018 0,077 0,036 0,005 0,120 0,033 0,005 -

T table (46) (0,025) = 2,015

Buah yang disarungi cenderung lebih cepat masak/panen dari pada buah yang tanpa penyarungan (Gambar 3). Buah yang disarungi pada umur 63 hari setelah penyerbukan, telah masak pda umur 145 hari sejak terjadi penyerbukan, sedang buah yang tidak disarungi masak/panen adalah 160 hari, sehingga terdapat selisih waktu panen + 15 hari. Buah yang disarungi lebih cepat matang dibanding buah yang tidak disarungi, disebabkan karena gas etilen yang dikeluarkan oleh buah dalam proses pematangan tetap berada di sekitar buah

karena tertahan oleh sarung plastik. Akibatnya buah kakao menyerap kembali gas etilen tersebut yang menyebabkan buah matang lebih cepat. Brody (1993) mengemukakan bahwa buah yang dalam proses pematangan mengeluarkan gas etilen sebagai hasil respirasi, sehingga dapat mempercepat proses pematangan bagi buah yang bersangkutan dan buahbuah lain yang ada disekitarnya. Oleh sebab itu, untuk menghambat proses kematangan buah pisang sering diberi perlakuan K Mn Dy yang berfungsi menyerap gas etilen yang diproduksi oleh

28

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005 ISBN : 979-95025-6-7

buah pisang, sehingga kematangan buah pisang dapat tertunfa selama 21 hari pada suhu ruang (Situhu dan Supriyadi, 2004). Buah yang disarungi menghasilkan biji yang relative lebih besar dengan mutu yang lebih baik. Rata-rata berat biji kakao kering kadar air 7% dari buah yang disarungi sebesar 93,46 mg per biji, sedikit lebih berat dari pada biji kakao yang tidak disarungi dengan berat 93,07 mg per biji. Demikian juga kandungan lemaknya

relative sama yaitu 49,1%, sedang biji dari buah tidak disarungi kandungan lemaknya sebesar 48,95%. Kandungan kulit ari dari biji kakao yang disarungi sebesar 12,38% lebih rendah dari pada biji biji kakao yang tidak disarungi sebesar 12,46%. Analisis mutu biji kakao tersebut dilakukan di laboratorium PT. RFFEM Indonesia, Makassar dengan mengambil sample biji secara acak masing-masing 1 (satu) kg berat basah tanpa fermentasi.

Gambar 3. Buah yang disarungi lebih cepat masak/panen (A) 15 hari dari pada buah yang tidak disarungi (B), masing-masing buah berasal dari bunga yang bersamaan diserbuki dan disarungi pada umur 63 hari. Hasil penelitian tersebut sama dengan yang dikemukakan oleh Tay (1987) bahwa tidak terjadi perbedaan ukuran biji antara buah yang disarungi dengan buah yang tidak disarungi. Namun oleh Mumfrod (1986) mengemukakan bahwa buah-buah kakao yang disarungi dengan kantong plastic akan menghasilkan biji lebih kecil jika dibandingkan biji dari buah bebas serangan PBK yang tidak disarungi kantong plastic. b. Buah layu dan terserang busuk buah Penyarungan buah muda tidak menyebabkan terjadinya kelayuan buah/pentil dan busuk buah lebih tinggi dari pada buah-buah yang tidak disarungi. Nilai T uji rata-rata bagi buah layu adalah 0,050 dan busuk buah adalah 1,381 lebih kecil dari pada nilai t Tabel (46 (0,025) = 2,015, seperti tertera pada Tabel 2. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa buah-buah yang disarungi dan tidak disarungi tidak berbeda nyata terhadap rata-rata buah/pentil yang layu dan busuk buah, namun terdapat kecenderungan bahwa

29

Burhanuddin Mustafa : Kajian Penyarungan Buah Muda Kakao

buah-buah yang disarungi akan lebih aman dari kelayuan dan busuk buah

akibat pathogen dibandingkan buah-buah yang tidak disarungi.

Tabel 2. Rata-rata buah layu dan serangan busuk buah bagi buah disarungi dan buah tidak disarungi dari perlakuan 20 buah. Panjang buah mulai perlakuan (cm) 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Buah layu (%) Perlakuan Kontrol 35 45 20 30 15 20 20 15 5 25 0 0 0 5 0 0 11,87 16,50 Buah Busuk (%) Perlakuan Kontrol 15 20 30 30 20 15 15 30 10 5 10 10 5 10 5 20 13,75 17,50

Saat penyarungan buah belum terjadi infestasi jamur, maka buah-buah yang disarungi lebih aman dari serangan patogen karena tertutupi oleh plastic. Namun jika buah telah terinfeksi pathogen apda saat penyarungan dilaksanakan, maka buah tersebut tidak akan terhindar lagi bahkan akan lebih cepat perkembangan jamur. Buah-buah yang

tidak disarungi potensinya akan terserang pathogen lebih tinggi dari pada buah-buah yang disarungi seperti terlihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4 terlihat bahwa buah-buah yang tidak disarungi terserang oleh jamur sehingga menyebabkan busuk buah, sedang buah yang disarungi plastik bebas dari serangan busuh buah.

Gambar 4. Buah terserang penyakit busuk buah (tanpa penyarungan) (A) dan buah aman dari serangan penyakti busuh buah (dilakukan penyarungan) (B).

30

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005 ISBN : 979-95025-6-7

Buah/pentil layu yang terjadi dalam penelitian ini, umumnya disebabkan oleh pathogen terutama diduga penyebab utamanya adalah Colletotrichum sp. yang ditunjukkan oleh gejala awal adanya bercak/bintik coklat pada ujung buah/pentil. Buah/pentil layu fisologis tidak sebanyak yang disebabkan oleh patogen yang ditandai gejala awal perubahan warna buah/pentil menjadi kuning yang selanjutnya berkerut dengan garis-garis coklat. Hal yang sama dikemukakan oleh Junianto et al. (1989) bahwa kelayuan buah/pentil kakao mulia terutama disebabkan oleh jamur C. gloesporioides sebanyak 79,17%, sedang layu fisiologis hanya sebanyak 16,40%, akibat Helopetis spp. 3,92%. Buah busuk diduga terutama disebabkan oleh jamur Phytophtora palmivora yang ditandai dengan gejala bercak coklat kehitaman terutama pada pangkal buah dan adanya serbuk putih pada permukaan bercak. Hal yang sama dikemukakan oleh Morsamdono dan Wardojo (1984) bahwa terjadinya busuk buah pada buah yang disarungi karena buah telah mengandung inokulum pathogen P. palmivora pada saat penyarungan buah. Oleh karenanya sebelum penyarungan buah, maka disarankan terlebih dahulu dilakukan pengendalian pathogen P. palmivora dan pathogen lainnya terutama pada musim hujan. Dengan demikian, penyarungan buah kakao selain menghambat peletakan telur oleh imago betina PBK, juga dapat menghambat infeksi jamur yang menyebabkan kelayuan buah dan busuk buah sedikit, karena kelayuan buah/pentil atau busuk buah dominant disebabkan oleh jamur patogen. Persentase buah layu pada penyarungan buah yang panjangnya 3 6 cm sebesar 15 35% dan terserang busuk buah pada ukuran yang sama

sebanyak 15 30%, sedang pada panjang buah 7 10 cm, buah layu dan busuk buah yang menyebabkan terjadinya tambahan biaya, serta mengurangi resiko serangan PBK. Pernyataan yang relative sama dikemukakan oleh Wardojo (1984) bahwa peluang terjadinya buah layu sangat kecil apabila dilakukan penyarungan buah yang panjangnya 8 10 cm pada kakao tipe Amelonado dan panjang buah 10 12 cm pada kakao tipe Trinitario. c. Intensitas serangan PBK (%) dan kehilangan hasil (%) Penyarungan buah pada panjang buah 3 10 cm untuk tipe kakao Tribitario, tidak ditemukan adanya serangan PBK. Buah yang tidak dilakukan penayrungan, persentase serangan PBK mencapai 55%, dan kehilangan hasil 15,59%. Persentase serangan PBK dan kehilangan hasil pada buah yang tidak disarungi memang cukup rendah, karena dilakukan pada saat curah hujan di atas normal. Curah hujan di atas normal menyebabkan rendahnya peletakan telur dan serangan larva PBK (Lim, 1992). Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa penyarungan buah untuk pengendalian PBK pada saat curah hujan di atas normal seyogyanya tidak dilakukan, karena serangan PBK tidak terlalu tinggi, sedang buah layu dan serangan busuk buah mencapai + 25%, sehingga menyebabkan peningkatan biaya produksi yang tidak bermanfaat. Kehilangan hasil akibat serangan PBK terhadap buah yang tidak disarungi hanya 15,59%, sehingga penyarungan buah menurunkan pendapatan. Kerugian penyarungan buah pada musim hujan akan lebih besar lagi apabila harga produksi biji kakao kering hanya sekitar Rp. 5.000/kg, sedang harga sarana dan biaya tenaga kerja tetap tinggi.

31

Burhanuddin Mustafa : Kajian Penyarungan Buah Muda Kakao

2. Penelitian tingkat efektivitas dan efisiensi metode penyarungan buah dan metode insektisida untuk pengendalian PBK Rata-rata intensitas serangan, kehilangan hasil, daproduksi biji kakao kering serta hasil biji beda nyata terkecil (BNT) tertera pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa intensitas serangan

PBK (%) dan kehilangan hasil akibat serangan PBK (%) pada perlakuan penyarungan buah kakao 0% dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan insektisida dan kontrol. Dengan demikian, produksi biji kakao kering pada petak perlakuan penyarungan buah lebih tinggi dan berbeda sangat nyata dari pada perlakuan insektisida, sedang perlakuan insektisida dapat mengamankan produksi biji kakao kering lebih tinggi dan berbeda sangat nyata dengan petak control yang tanpa perlakuan pengendalian PBK.

Tabel 3. Rata-rata intensitas serangan PBK (%), kehilangan hasil (%), dan produksi biji kakao kering (gram) serta hasil uji beda nyata terkecil (BNT) masing-masing terhadap 200 buah kakao yang mendapat perlakuan insektisida Sihalotrin, penyarungan buah dan kontrol. Perlakuan Kehilangan hasil Produksi biji kering (%) (gram) Penyarungan 0,00 a 0,00 a 4.885 a Insektisida 32,62 b 9,26 b 4.406 b Kontrol 57,35 c 24,09 c 2.957 c BNT 0,01 = 9,07 BNT 0,01 = 1,49 BNT 0,05 = 353,42 Huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada = 5% dan 1% Intensitas serangan

Aplikasi insektisida Sihalotrin dengan konsentrasi 0,10% formulasi yang dilakukan sebanyak 6 (enam) kali aplikasi belum dapat membatasi serangan PBK sampai 0% seperti pada perlakuan penyarungan buah. Rata-rata persentase buah terserang PBK dan kehilangan hasil pada perlakuan insektisida masing-masing 32,62% dan 9,26% masih lebih rendah dari pada tanpa perlakuan pengendalian (control). Hasil penelitian tersebut berbeda yang dikemukakan Sulstiyowati et al. (1995). Insektisida sihalotrin dengan konsentrasi 0,06% dan 0,12% formulasi yang diaplikasikan sebanyak 5 kali masing-masing menyebabkan buah terserang PBK 7,40% dan 4,12%. Hal tersebut diduga karena tingkat populasi PBK berbeda, karena persentase serangan PBK pada petak control hanya 31,18%, sedang pada saat penelitian ini 57,35%. Indeks buah pada perlakuan

penyarungan buah hanya 26,2 buah, sedang pada perlakuan insektisida adalah 32 buah dan pada petak control indeks buah 46. Hasil penelitian ini menunjukkan penyarungan buah masih lebih efektif dari pada penggunaan insektisdia untuk mengendalikan serangan PBK. Namun pada saat penyarungan buah perlu pengetahuan yang memadai tentang buah/pentil yang berpeluang layu dan terserang busuk buah, agar tidak dilakukan penyarungan terhadap buah yang diprediksi akan layu sehingga biaya produksi tidak menjadi lebih besar. Tingginya persentase buah layu dan busuk buah pada percobaan ini, disebabkan oleh tanaman yang agak rimbun, sehingga buah kecil atau pentil kalah dalam persaingan assimilate dengan daun-daun tua serta ranting-ranting yang menyebabkan buah layu. Demikian juga

32

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005 ISBN : 979-95025-6-7

persentase buah busuk akibat kelembaban tinggi disertai kurangnya sanitasi kebun terutama tidak adanya saluran drainase, dan sumber inokulum jamur busuk buah selalu tersedia, karena buah-buah yang hitam tidak disingkirkan dari pohon kakao (Junianto et al., 1989). Analisis pendapatan pengendalian PBK metode penyarungan buah, metode insektisida, dan kontrol dari 200 buah kakao muda tertera pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa selisih penerimaan (pendapatan) dari perlakuan penyarungan

buah dengan tanpa perlakuan (kontrol) sebesar Rp. 12.825,- lebih besar dari pada selisih penerimaan antara perlakuan insektisdia dengan tanpa perlakuan (kontrol) sebesar Rp. 2.395,- Dengan demikian penyarungan buah dapat meningkatkan pendapatan sebesar 7,16% dari tanpa pengendalian (kontrol). Dengan demikian penyarungan buah kakao lebih mengutungkan 5,25 kali dibandingkan metode insektisida dalam pengendalian PBK.

Tabel 4. Analisis pendapatan pengendalian PBK metode penayrungan buah, insektisida, dan tanpa pengendalian (kontrol) dari 200 buah muda kakao. Uraian Produksi biji kakao kering (gram) Penerimaan (Rp) Harga sarana produksi (Rp) Biaya tenaga kerja (Rp) Pengeluaran (Rp) Pendapatan (Rp) Perlakuan Penyarungan buah Insektisida 4.885 4.406 55.295 49.875 5.000 7.800 4.000 6.210 9.000 14.010 46.295 35.865 Kontrol 2.975 33.470 0, 0, 0, 33.470

Biaya yang dibutuhkan dalam perlakuan penyarungan buah adalah kantong plastik dan karet gelang nilon, harganya masing-masing Rp. 17,50 per lembar dan Rp. 7,50 per buah. Biaya penyarungan buah rata-rata sebesar Rp. 20 per buah. Kebutuhan insektisida Sihalotrin untuk 6 kali aplikasi bagi 200 buah kakao adalah 6 ml dengan harga Rp. 1.300/ml. biaya aplikasi insektisida adalah 6 x 0,05 HOK x Rp. 20.700/HOK = Rp. 6.210,- Penerimaan sesuai produksi biji kakao kering dikali harga sebesar R. 11.320/kg. biaya-biaya pemeliharaan tanaman seperti pemupukan, pemangkasan, dan kegiatan budidaya lainnya tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya pengendalian PBK. Potensi dampak negatif penyarungan buah yaitu kerusakan tanah apabila sampah-sampah plastik yang tidak digunakan lagi dibiarkan berserakan,

karena tidak dapat terdegradasi seperti bahan organiki lain. Namun potensi dampak negatif baik jangka pendek maupun jangka panjang bagi insektisida jauh lebih besar dari pada plastic misalnya keracunan pekerja. Residu pestisida pada hasil produksi, resistensi hama, punahnya musuh alami, dan munculnya hama sekunder (Untung, 1993). Sampahsampah plastic sangat mudah diatasi dengan mengumpulkan dalam satu wadah untuk di daur ulang (Mustafa, 2003), sedang insektisida setelah diaplikasikan pada tanaman, hampir pasti tidak ada lagi upaya yang dapat meminimalkan dampak negatifnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penyarungan buah kakao sangat efektif melindungi buah, menghasilkan biji bsar tidak menghambat perkembangan

33

Burhanuddin Mustafa : Kajian Penyarungan Buah Muda Kakao

buah, bahkan terdapat kecenderungan buah yang disarungi dengan sarung plastik masih berpeluang terjadi layu dan busuk, tetapi tidak berbeda nyata dan bahkan persentasenya lebih rendah dibanding buah yang tidak disarungi. Dibanding dengan metode onsektisida Sihalotrin, metode penyarungan buah 15 kali lebih efisien. Saran

disease management in Southeas Asia and Australia. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Musamdono dan S. Wardojo. 1984. Kemajuan dalam percobaan perlindungan buah coklat dengan katong plastik dan serangan Acrocercops cramerella SN. Menara Perkebunan. 52(4):93-96. Mumford, J.D. 1986. Control of the cocoa podborer (Acrocercops cramerella) : A critical review. Pp.277-286. In Pushparajah, E. and P.S. Chew (ed.) Cocoa and coconut : Progress and Outlook, Incorporated Society of Planters. Kuala Lumpur. Mustafa, B. 2000. Program Dinas Perkebunan Propinsi Sulawesi Selatan dalam upaya peningkatan produktivitas komoditi kakao. Disajikan pada Pertemuan Nasional Benih. 24-25 Mei 2000 di Hotel Prapanca, Jakarta. Direktorat Perbenihan, Ditjen Perkebunan. 17 pp. Mustafa, B. 2003. Pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK) dengan metode penyelubungan (kondomisasi) buah kakao muda. Makalah Seminar Sosialisasi Peningkatan Produktivitas, Mutu dan Pengendalian Hama Penggerek Buah Kako. Asosiasi Kakao Infonersia, Lampung 6 Mei 2003. Sulistyowati, E. dan A.A. Prawoto. 1993. Hama penggerek buah kakao (PBK) di Sulawesi Tengah dan uji coba system pangkasan eradikasi (SPE) untuk penanggulangannya. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 15:20-28. Tay, E.B. 1987. Control of cocoa podborer the Sabah Experience. Pp.7-17. In

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah penggerek buah kakao (PBK) adalah budidaya tanaman intensif dan penyarungan buah kakao, sebelum ditemukan metode pengendalian PBK yang lebih efektif dan lebih efisien. Perlu disosialisasikan budidaya tanaman intensif dan penyarungan buah kakao yang lebih baik dan kondisi tanaman tetap baik dalam jangka waktu panjang. Dengan demikian, diharapkan semua komponen yang terlibat terutama pihak pemerintah dan swasta (pedagang/eksportir kakao) dapat berperan aktif memfasilitasi teredianya sarana produksi yang tepat, agar petani dapat melaksanakan budidaya kakao yang lebih baik dan berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Junianto, Y.D., S. Sukamto, dan S. Wardani. 1989. Pendugaan kehilangan hasil akibat serangan Colletotrichum gloesporiodes Penz. Sacc. Pada kakao mulia. Pelita Perkebunan, 5(1):19-36. Lim, G.T. dan P.K. Phua. 1992. Biology, ecology, and control of cocoa podborer Canopomorpha cramerella (Snellen). Pp.85-100. In Keane P.J. & C.A.J. Putter (eds) Cocoa pest and

34

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005 ISBN : 979-95025-6-7

Ooi, P.A.C. et al. (eds) Management of the cocoa podborer. The Malaysisa Plant Protection Society (MAPPS), Kuala Lumpur. Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada Univ. Press. 273 p. Wardojo, S. 1980. The cocoa podborer major hidranceto development. Indonesian Agricultural Research & Development Journal, 2:1-4.

Wardojo, S. 1981. Startegi penelitian dan pemberantasan penggerek buah coklat. Menara Perkebunan, 49(3):69-74. Wardojo, S. 1984. Kemungkinan pembebasan Maluku Utara dari pada masalah penggerek buah coklat, Acrocercops cramerella Sn. Menara Perkebunan, 52(3):57-64.

35