Upload
vothuan
View
246
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
Analisa hasil temuan BPK Semester I tahun anggaran 2010
terhadap Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2009
I. Landasan Hukum Dana Otsus
II. Mekanisme Pelaksanaan Dana Otsus
III. Perkembangan Dana Otsus Papua (2005-2010)
IV. Dana Otsus pada APBN 2010
V. Analisis Temuan Dana Otsus Papua
a. Temuan berdasarkan alokasi
b. Hasil Temuan (PDTT dan Temuan Berulang)
c. Dampak Otsus terhadap tingkat kemiskinan
VI. Rekomendasi
2 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
I. Landasan Hukum Dana Otonomi Khusus
1. UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua
Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001,
a) besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional
b) ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan yang masing–masing minimal
30% (tiga puluh persen) dan 15% (lima belas persen).
c) Pembangunan infrastruktur dimaksudkan agar sekurang-kurangnya dalam 25 tahun
seluruh kota-kota provinsi, kabupaten/kota, distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya
di Provinsi Papua terhubungkan dengan transportasi darat, laut atau udara yang
berkualitas.
2. UU nomor 22 tahun 1999 yang selanjutnya diubah oleh UU no. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah yang memberi kewenangan bagi daerah untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, kecuali urusan
pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah Pusat, dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.
II. Mekanisme Pelaksanaan Dana Otsus
Pemberian Dana Otonomi Khusus pada dasarnya ditujukan untuk menunjang
percepatan pelaksanaan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dalam rangka mewujudkan
keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan
pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam
rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain di Indonesia.
Alokasi pembagian Dana Otonomi Khusus antara Provinsi dan Kabupaten/Kota diatur
secara adil dan berimbang, dilakukan atas dasar musyawarah dan mufakat antara Gubernur
Papua dengan Bupati/Walikota pada tiap tahun anggaran yang dituangkan dalam Nota
Kesepakatan. Bobot alokasi Dana Otonomi Khusus untuk Kabupaten/Kota ditetapkan lebih besar
daripada Provinsi mengingat titik berat pelayanan jasa pemerintahan daerah berada di
Kabupaten/Kota, sedangkan besaran alokasi pembagian dana penerimaan khusus ditetapkan
dalam Peraturan Daerah Provinsi Papua. Gubernur kemudian menerbitkan Keputusan Gubernur
mengenai alokasi pembagian Dana Otonomi Khusus kepada Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota se-Papua berdasarkan nota kesepakatan yaitu 60% (enam puluh persen) untuk
Kabupaten/Kota dan 40% (empat puluh persen) untuk Provinsi.
Gubernur menyampaikan surat permohonan Surat Permintaan Dana Penerimaan
Khusus per triwulan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. Menteri Dalam
Negeri menyampaikan pertimbangan penerbitan Surat Permintaan Dana (SPD)/DIPA Dana
Otonomi Khusus kepada Menteri Keuangan berupa persetujuan/penundaan penyaluran dana
3 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
apabila penggunaan Dana Otonomi Khusus tidak sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.
Menteri Keuangan menerbitkan DIPA sebagai dasar penyaluran Dana Otonomi Khusus per
triwulan setelah memperhatikan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. Mekanisme dan
prosedur penyaluran dan penatausahaan Dana Otonomi Khusus yang dialokasikan ke
Kabupaten/Kota T.A. 2009 mengacu pada Permendagri nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 59 Tahun 2007.
Penyaluran Dana Otonomi Khusus bagian Kabupaten/Kota, disalurkan oleh Pemerintah
Provinsi Papua ke rekening kas daerah untuk masing-masing Pemerintah Kabupaten per
triwulan, dengan rincian sebagai berikut,
a. Tahap I sebesar 15%
b. Tahap II sebesar 30%
c. Tahap III sebesar 40%
d. Tahap IV sebesar 15%
Setelah diterima oleh Pemerintah Kabupaten maka proses penatausahaan keuangan
selanjutnya mengikuti mekanisme penatausahaan pengelolaan keuangan daerah.
III. Perkembangan Dana Otsus Papua
Dana otonomi khusus dialokasikan ke propinsi Papua mulai tahun 2002, sebagai tindak
lanjut pemberlakuan UU no. 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi propinsi Papua. Mulai
tahun 2008, Dana Otsus diberikan ke Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, selanjutnya dana
otsus juga diberikan kepada Propinsi Papua Barat mulai tahun 2009.
Alokasi otsus papua dan papua barat (triliun Rp)
No Daerah 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 Provinsi Papua 1.4 1.6 1.6 1.8 3.5 4.0 3.9 4.1 3.5
2 Provinsi Papua Barat 1.7 1.7
Total 1.4 1.6 1.6 1.8 3.5 4.0 3.9 5.8 5.2
IV. Dana Otsus pada APBN 2010
Realisasi anggaran dana otonomi khusus dalam RAPBN-P tahun 2010 diperkirakan
mencapai Rp9.099,6 miliar, yang berarti sama dengan pagunya dalam APBN tahun 2010. Apabila
dibandingkan dengan realisasi dana otonomi khusus dalam tahun 2009 sebesar Rp9.526,6
miliar, jumlah tersebut berarti lebih rendah sebesar Rp427,0 miliar (4,5 persen).
4 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
Rincian perkiraan dana otonomi khusus dalam RAPBN-P tahun 2010 tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Untuk Papua dan Papua Barat sebesar Rp3.849,8 miliar, atau sama dengan pagunya dalam
APBN tahun 2010. Jumlah tersebut setara dengan 2 (dua) persen dari pagu Dana Alokasi
Umum (DAU) secara nasional. Penggunaan Dana Otonomi Khusus tersebut diutamakan
untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan sesuai dengan Undang-undang Nomor 35
Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1
Tahun 2008. Dana Otonomi Khusus tersebut dibagikan kepada Provinsi Papua Rp2.694,9
miliar dan ProvinsiPapua Barat Rp1.154,9 miliar. Pengalokasian Dana Otonomi Khusus ke
provinsi, kabupaten, dan kota di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat menggunakan
basis penghitungan secara proporsional. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua dan
Papua Barat dimaksud tetap mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.
b. Untuk Provinsi NAD sebesar Rp3.849,8 miliar, atau sama dengan pagunya dalam APBN
tahun 2010.Dana Otonomi Khusus Aceh diarahkan penggunaannya untuk mendanai
pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat,
pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 dan berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh)
tahun sejak tahun 2008. Dana otonomi khusus NAD direncanakan, dilaksanakan, serta
5 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Provinsi NAD dan merupakan bagian yang utuh
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Perencanaan sebagian besar
c. Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka otonomi khusus sebesar Rp1.400,0 miliar, atau
sama dengan pagunya dalam APBN tahun 2010.
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat menerima Dana Tambahan Infrastruktur
masing-masing sebesar Rp800,0 miliar dan Rp600,0 miliar, yang ditujukan untuk
pendanaan pembangunan infrastruktur sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2008.
Sumber : Nota Keuangan APBN-P 2010
V. Analisis Dana Otsus Papua
A. Alokasi
Sesuai dengan UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua,
alokasi dana otsus ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan yang masing–
masing minimal 30% (tiga puluh persen) dan 15% (lima belas persen). Dana otsus juga
dialokasi untuk pembangunan infrastruktur, agar sekurang-kurangnya dalam 25 tahun
ke depan seluruh kota-kota provinsi, kabupaten/kota, distrik atau pusat-pusat
penduduk lainnya di Provinsi Papua terhubungkan dengan transportasi darat, laut
atau udara yang berkualitas.
6 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa alokasi dana otsus telah sesuai
dengan Keputusan Gubernur Provinsi Papua tentang petunjuk pengelolaan dana
penerimaan khusus dalam rangka otonomi khusus Papua. Petunjuk pengelolaan
tersebut mengharuskan penggunaan dana otsus dialokasikan pada bidang
pendidikan, bidang kesehatan, bidang pemberdayaan ekonomi rakyat, infrastruktur,
dan penunjang lainnya.
1. Alokasi terbesar adalah untuk bidang pemberdayaan ekonomi rakyat,
infrastruktur, dan penunjang lainnya senilai Rp1,87 triliun atau 53,90% dari
penerimaan.
2. Delapan pemerintah daerah belum memenuhi ketentuan pengalokasian dana
sekurang-kurangnya 30% untuk bidang pendidikan yaitu : Propinsi Papua, Kab.
Jayawijaya, Kab. Kep. Yapen, Kab. Mappi, Kab. Merauke, Kab. Mimika, Kab.
Supiori, dan Kab. Yahukimo
3. Enam pemerintah daerah belum memenuhi ketentuan pengalokasian dana
sekurang-kurangnya 15% untuk kesehatan dan perbaikan gizi, yaitu Prop. Papua,
Kab. Mappi, Kab. Mimika, Kab. Puncak Jaya, Kab. Yahukimo, dan Kab. Jayapura.
7 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
B. Temuan BPK
1) Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu atas Pengelolaan Dana Otsus
Dalam Semester I Tahun 2010, BPK telah melakukan pemeriksaan dengan tujuan
tertentu atas pengelolaan dana otonomi khusus dan dana bagi hasil (DBH) Tahun
2009. Pemeriksaan atas pengelolaan dana otsus dan DBH dilaksanakan pada 13
entitas, meliputi : Provinsi Papua, Kabupaten Jayawijaya, Keerom, Kepulauan
Yapen, Mappi, Merauke, Mimika, Paniai, Pegunungan Bintang, Puncak Jaya,
Supiori, Yahukimo, dan Kota Jayapura.
Ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan mengakibatkan
kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan penerimaan,
administrasi, ketidakhematan/pemborosan/ketidakekonomisan, dan
ketidakefektifan.
Kelompok Temuan Pemeriksaan Otsus akibat Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan
Perundang-Undangan
No Kelompok Temuan Jumlah
Kasus
Nilai
(juta Rp) Kegiatan
1 Kerugian daerah 49 16.878,51 - belanja atau pengadaan
barang/jasa fiktif,
- kekurangan volume pekerjaan,
- kelebihan pembayaran,
- pemahalan harga (markup),
- penggunaan uang/barang untuk
kepentingan pribadi dan
- pembayaran honorarium
dan/atau biaya perjalanan dinas
ganda
2 Potensi Kerugian daerah 13 8.039,35 - Pengadaan barang jasa tidak
sesuai/kurang dari kontrak
namun pembayaran belum
seluruhnya dilakukan,
- aset dikuasai pihak lain
- pihak ketiga belum
melaksanakan kewajiban untuk
menyerahkan aset kepada
daerah dan lainlain.
8 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
C
a
k
u
p
a
C
a
C
a
k
u
p
a
n
p
e
m
e
r
i
k
s
a
a
Cakupan atas pengelolaan dana otsus pada pemerintah provinsi dan 12
kabupaten/kota, yaitu senilai Rp3,49 triliun dan bila dibandingkan dengan nilai
3 Kekurangan Penerimaan 15 2.685,21 penerimaan negara/daerah
dan/atau denda keterlambatan
pekerjaan belum/tidak
ditetapkan/dipungut/diterima/dis
etor ke kas negara/daerah
4 administrasi 44 - - pertanggungjawaban tidak
akuntabel (bukti tidak
lengkap/tidak valid),
- pekerjaan dilaksanakan
mendahului kontrak atau
penetapan anggaran,
- proses pengadaan barang/jasa
tidak sesuai ketentuan (tidak
menimbulkan kerugian negara),
- sisa kas di bendahara
pengeluaran akhir tahun
anggaran belum disetor ke kas
daerah.
5 Ketidakhematan/pemborosan
/ketidak ekonomisan
4 257,23 pemborosan keuangan daerah
atau kemahalan harga
6 Ketidakefektifan 20 81,547,44 - penggunaan anggaran tidak
tepat sasaran/tidak sesuai
peruntukan,
- barang yang dibeli tidak dapat
dimanfaatkan,
- Pelaksanaan kegiatan
terlambat/terhambat sehingga
mempengaruhi pencapaian
tujuan organisasi,
- pelayanan kepada masyarakat
tidak optimal
Jumlah 145 109.404,76
9 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
temuan sebesar Rp109,40 miliar, maka besarnya persentase temuan hanya sebesar
3,14%.
2) Temuan Berulang
BPK pernah melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas pengelolaan Dana
Otonomi Khusus pada Semester II TA 2008 dengan mengambil 6 sample kabupaten, yaitu
Kabupaten Fakfak, Kabupaten Sorong, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Raja Ampat,
Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Teluk Wondama.
Pada Semester II tahun 2009, BPK kembali melakukan pemeriksaan atas pengelolaan
dana otsus yang dilaksanakan pada sembilan entitas, meliputi Provinsi Papua,
Kabupaten Yapen Waropen, Yahukimo, Waropen, Tolikara, Sarmi, Puncak Jaya,
Keerom, dan Biak Numfor, dengan cakupan pemeriksaan senilai Rp1,98 triliun.
Entitas/daerah pemeriksaan BPK yang sama antara Semester I TA. 2009 dan Semester I TA.
2010 dan temuan yang sama, terjadi di pemerintah daerah sebagai berikut:
a. Pemerintah Provinsi Papua
- Dana respek belum dimanfaatkan dengan maksimal
- Pemberian beasiswa tidak sesuai dengan ketentuan berpotensi merugikan daerah
- Pertanggungjawaban tidak diyakini kebenarannya
- Pembayaran honorarium melebihi ketentuan.
- Pelaksanaan fisik tidak sesuai dengan kontrak.
b. Kabupaten Keerom
- Kekurangan penerimaan daerah atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Hal ini
terjadi dikarenakan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) lalai dalam melakukan
pengendalian atas pelaksanaan kegiatan khususnya dalam memacu percepatan
pekerjaan dan dalam membuat berita acara kemajuan tidak sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya.
- Kekurangan volume pekerjaan. Terjadi karena PPTK, Panitia Pengadaan Barang dan
Panitia Pemeriksa Barang kurang maksimal dalam melakukan pengendalian
pekerjaan sesuai kontrak, sehingga nerindikasi merugikan keuangan daerah.
- Pertanggungjawaban yang tidak dapat diyakini kebenaran penggunaannya.
c. Kabupaten Puncak Jaya
- Penggunaan bantuan beasiswa tidak sesuai dengan peruntukannya/tidak tepat
sasaran.
- Pelaksanaan fisik kegiatan tidak sesuai kontrak, sehingga berindikasi merugikan
keuangan daerah.
- Pertanggungjawaban tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga nilai tidak dapat
ditelusuri/diyakini kebenarannya.
10 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
d. Kabupaten Yahukimo
- Harga kontrak lebih mahal dari harga pasar, sehingga dapat menyebabkan
pemborosan keuangan daerah.
- Kekurangan volume pekerjaan yang disebabkan karena pelaksanaan pekerjaan tidak
sesuai dengan kontrak sehingga berpotensi merugikan keuangan daerah.
e. Kabupaten Yapen
- Kekurangan volume pekerjaan yang disebabkan pelaksanaan fisik pekerjaan tidak
sesuai dengan kontrak yang berpotensi merugikan keuangan daerah.
- Pertanggungjawaban tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga nilainya tidak dapat
diyakini kebenaran penggunaannya.
3) Dampak Otsus terhadap tingkat kemiskinan
Persentase Penduduk Miskin berdasarkan Propinsi
No Daerah 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
32 Provinsi Papua 39.03 38.69 40.83 41.52 40.78 37.08 37.53 36.8
33 Provinsi Papua Barat - - - 41.34 39.31 35.12 35.71 34.88
Sumber : BPS diolah
Alokasi otsus papua dan papua barat (triliun Rp)
No Daerah 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 Provinsi Papua 1.4 1.6 1.6 1.8 3.5 4.0 3.9 4.1 3.5
2 Provinsi Papua Barat 1.7 1.7
Total 1.4 1.6 1.6 1.8 3.5 4.0 3.9 5.8 5.2
Dari table diatas terlihat bahwa terjadi kenaikan anggaran otonomi khusus dari Rp1,4 triliun
(tahun 2002) menjadi Rp5,2 triliun (tahun 2010) atau mengalami kenaikan sebesar 371%.
Namun demikian hal ini tidak diiringi dengan penurunan secara signifikan terhadap
persentase penduduk miskin di Papua yaitu dari sebesar 39,03% (tahun 2003) menjadi
sebesar 36,8% (tahun 2010) atau menurun sebesar 2,23%. Pembangunan Papua mendapat
sorotan tajam menyusul terus bergolaknya situasi di pulau besar tersebut. Warga Papua
juga masih jauh tertinggal dari propinsi lainnya.
11 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
Tingkat kemiskinan per provinsi, tahun 2008-2009
Setiap tahun pemerintah mengganggarkan dana Otsus yang nilainya terus meningkat
dan salah satu target utama pengalokasian Dana Otonomi Khusus tsb adalah
menurunkan angka kemiskinan melalui percepatan pembangunan daerah tsb, dengan
begitu hal tsb dapat menimbulkan dampak pada indicator tingkat kemiskinan. Pada
tahun 2006, persentase penduduk miskin mencapai 17,75 persen dan turun menjadi
14,15 persen pada tahun 2009. Sebagaimana terlihat pada Grafik , daerah yang tingkat
kemiskinannya tertinggi adalah Papua dan Papua Barat yang mencapai lebih dari 35
persen di tahun 2008 maupun 2009, diikuti dengan Provinsi Maluku dan NTT.
VI. Rekomendasi
a. Dengan memakai skema DAK, pengalokasian dana otsus perlu didampingi dengan
proposal program dan dilakukan secara bertahap sesuai dengan laporan kemajuan yang
dicapai serta pengawasan yang ketat terhadap pengalokasiannya pada bidang-bidang
yang telah ditentukan berdasarkan UU.
b. Perlu ditetapkan kriteria-kriteria yang jelas untuk proporsi pembagiannya kepada
Pemerintah Daerah di Tingkat Propinsi dan Tingkat Kabupaten/kota serta penerapan
sanksi atas dana yang tidak terserap untuk tahun-tahun berikutnya. Jika perlu, kriteria
pendistribusian dana otsus kepada tingkat propinsi dan kabupaten/kota ini dituangkan
peraturan daerah khusus (perdasus). Rancangan Peraturan Daerah Khusus Propinsi
Papua tentang Pembagian dan Pengelolaan Penerimaan dalam rangka Otsus Papua ini
telah dirumuskan pada tahun 2007, namun sampai saat ini belum ditetapkan.
c. Disamping dana otsus, Pemerintah Propinsi Papua juga mengalokasikan dana Respek
(Rencana Strategi Pembangunan Kampung) yang besarnya Rp100 juta untuk bagi setiap
kampung. Program respek merupakan salah satu solusi dan program unggulan yang
dilakukan Pemerintah Provinsi Papua untuk menanggulangi kemiskinan dan
12 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
meningkatkan kesejahteraan rakyat asli Papua yang berada di kampung-kampung.
Pendekatan program ini adalah program pembangunan dari masyarakat untuk
masyarakat yang telah berjalan sejak tahun 2007 dan 2008 dimana dalam
pelaksanaannya cukup membawa perkembangan bagi masyarakat dimulai dari proses
perencanaan sampai pada pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat sendiri. Pada
tahun 2008, dana itu dikucurkan kepada lebih dari 4.000 kampung. Selain ada kucuran
dana Rp 100 juta dari Pemerintah Provinsi Papua itu, setiap kampung juga mendapat
kucuran dana blockgrant dari pemerintah kabupaten/kota masing-masing dengan nilai
bervariasi. Meskipun dana ini hanya bisa dicairkan jika seluruh warga di kampung
melakukan rapat yang memutuskan penggunaan dana pada tahun yang bersangkutan,
perlu diterapkan mekanisme pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana ini.
Temuan BLM Respek tahun 2009 yang belum disalurkan oleh Kasda 8 Kabupaten senilai
Rp28.665.000.000,- juga perlu ditindaklanjuti.
d. Perlu dilakukan audit khusus (PDTT) terhadap seluruh daerah penerima dana otonomi
khusus.