36

2. Buletin Tritonis Edisi II Juni 2011

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Buletin Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih

Citation preview

berbagai kegiatan telah dilaksanakan selama triwulan

kedua di tahun 2011 ini. kegiatan-kegiatan tersebut

coba kami kemas dalam setiap rubrik dalam buletin

tritonis. serangkaian kegiatan workshop hiu paus, rakor

pengelolaan merbau dan upaya konservasinya di papua

barat serta sosialisasi zonasi di wasior mengisi rubrik

liputan. rubrik dari lapangan akan memberikan informasi

mengenai keberadaan kima di nutabari, survei populasi

hiu paus di perairan kwatisore dan kegiatan bina cinta

alam di aisandami. keunikan satwa ubur-ubur kotak

akan mengisi rubrik biodiversity, sementara dalam rubrik

serba-serbi dapat kita jumpai sejumput informasi di balik

tanda segitiga dalam plastik kemasan.

akhir kata, kami dari tim redaksi buletin tritonis

mengucapkan selamat membaca dan menikmati setiap

informasi yang kami sajikan dalam setiap rubriknya...

salam konservasi.. Dan

Selamat membaca…

Liputan :

Workshop & Training Monitoring Hiu Paus (Whale Shark) di TN. Teluk Cenderawasih

Rapat Koordinasi Pengelolaan Konservasi Jenis Merbau (Intsia sp.) dan Upaya Konservasinya di Provinsi Papua Barat.

Sosialisasi Zonasi TN. Teluk Cenderawasih di Kabupaten Teluk Wondama

3

6

8

Artikel :

Mekanisme Perdagangan Produk Sumberdaya Laut di Kawasan Konservasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih

10

11

14

17

Berita Gambar : 18

Dari Lapangan :

Keberadaan Jenis Kima (Tridacnidae) di Pulau Nutabari Kawasan TN. Teluk Cenderawasih.

Survey Populasi Hiu Paus (Whale Shark) di Perairan Kwatisore Kawasan TN. Teluk Cenderawasih

Bina Cinta Alam (BCA) di Aisandami

20

24

27

Kemitraan : Survey Sosial Ekonomi Masyarakat di Kampung Yende dan Kampung Syabes (Kerjasama antara Balai

Besar TN. Teluk Cenderawasih dengan WWF-Indonesia)

28

Biodiversity : Chironex fleckeri (ubur-ubur)

30

Serba-serbi : Perlu Anda Tahu?

Kenali Tanda Segitiga dalam Kemasan Plastik

33

Buletin Tritonis (Tanggap, Realistis, Informatif & Obrolannya Nikmat Disimak),

Merupakan media informasi dan komunikasi konservasi untuk menyebarluaskan informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara umum, pengelolaan-pengelolaan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kawasan konservasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih.

Alamat Redaksi : Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Jln. Essau Sesa -Sowi Gunung,

Manokwari-Papua Barat, Telp: (0986)212303, Fax: (0986)214719,

e-mail : [email protected]

Pembina & Penanggung Jawab : Kepala Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih,

Pengarah/Editor : Ir. Christina Matakupan, M.Si Pimpinan Redaksi : Seha Rizqon, S.Pt Staff Redaksi : Sumaryono, S.Hut &

Muhibbudin Danan Jaya, A.Md

Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih

enyelenggaraan Workshop

dan Training Monitoring Hiu

Paus (Whale Shark) di Taman

Nasional Teluk Cenderawasih

(TNTC) adalah mengingat sangat

tingginya potensi sumber daya

alam hayati & ekosistemnya,

terutama keberadaan Hiu Paus

(Whale Shark) dalam wilayah

taman nasional yang berada pada

lintas Provinsi Papua dan Papua

Barat, selain penyu sisik

(Eretmochelys imbricata), penyu

hijau Chelonia mydas), penyu

lekang (Lephidochelys olivacea),

terdapat duyung (Dugong dugon),

serta beberapa jenis lumba-lumba

(Dolphinidae).

Keberadaan Hiu Paus di

kawasan TNTC merupakan

fenomena yang menarik untuk

dikaji lebih lanjut, mengingat

perilaku jenis ikan hiu terbesar di

dunia ini, seringkali ditemukan

melakukan migrasi di sepanjang

kehidupannya. Namun sebaliknya,

kawanan hiu paus di TNTC dapat

ditemukan sepanjang tahun di

sekitar Tanjung Kwatisore, yang

merupakan Zona Tradisonal Taman

Nasional Teluk Cenderawasih.

Maksud dan tujuan

Pelaksanaan Workshop dan

T r a i n i n g

Monitoring Whale

Shark/Hiu Paus

adalah untuk

m e m b e r i k a n

pemahaman akan

arti penting

p e r l i n d u n g a n

k e b e r a d a a n

Whale Shark yang

ada di wilayah

Papua dan khususnya di Kabupeten

Nabire, serta peran serta

masyarakat dalam konservasi

Whale Shark/ Hiu Paus. Dalam

Workshop dan Training Monitoring

Whale Shark ini dihadiri oleh

Direktur Kawasan Konservasi dan

Bina Hutan Lindung Dirjen PHKA

(Ir. Sonny Partono, MM); Direktur

Pengembangan Jasa Lingkungan

Kawasan Konservasi dan Hutan

Lindung Dirjen PHKA (Ir. Sumarto

Suharno, MM); serta Bio-ekologi

Whale shark, Metode photo ID

oleh Dr. Brent Stewart (Pakar

Whale Shark dari Amerika Serikat).

Workshop dan Training Monitoring

Whale Shark (Hiu Paus) akan diikuti

oleh 40 (empat puluh) orang yang

berasal dari Instansi pemerintah,

Perguruan tinggi, LSM dan

perusahaan/ pengembang jasa

ekowisata, Lembaga Masyarakat

adat dan masyarakat.

Kegiatan Workshop dan

Training monitoring Whale Shark

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 03

LIPUTAN :

Workshop dan Training Monitoring Hiu Paus (Whale Shark) di Taman Nasional Teluk Cenderawasih

ini merupakan kegiatan yang cukup

strategis untuk mensinkronkan

antara konservasi jenis Whale

Shark/Hiu Paus di kawasan Taman

Nasional Teluk Cenderawasih

dengan rencana Pengembangan

Pariwisata Alam Daerah di

Kabupaten Nabire, yang secara

bersama-sama akan mendukung

pengelolaan kawasan Taman

Nasional Teluk Cenderawasih yang

lestari dan memberikan manfaat

bagi masyarakat, khususnya

masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan.

U p a y a k o n s e r v a s i

keanekaragaman hayati yang ada

di TNTC, khususnya konservasi

Whale Shark/Hiu Paus, para ahli

telah memprediksi dan mengamati

kegiatan yang akan menjadi

ancaman terhadap keberadaan

Whale Shark, antara lain :

pengeboman ikan, penggunaan

jaring ikan yang tidak ramah

lingkungan, rencana kegiatan

ekplorasi migas, maraknya

pembangunan dan belum adanya

sistem pengaturan bagan ikan, alur

pelayaran di

wilayah perairan

habitat hiu paus,

konversi hutan

bakau, kerusakan

e k o s i s t e m

padang lamun

dan ekosistem

terumbu karang,

sedikit banyak

akan memberikan

p e n g a r u h

negative terhadap keberadaan

hidup paus (Whale Shark).

Berbagai kegiatan tersebut di

atas tentunya memerlukan suatu

upaya penyelamatan yang cepat

dan terpadu oleh semua pihak,

sehingga kelestarian sumber daya

alam laut yang ada dapat terjaga.

Salah satu upaya dalam rangka

konservasi hiu paus (Whale Shark)

adalah melakukan monitoring

tentang keberadaan, populasi dan

kesehatan Whale Shark yang ada.

K e g i a t a n t e r s e b u t

m e n g h a s i l k a n b e b e r a p a

rekomendasi yang antara lain

adalah sebagai berikut :

1. Spesies Hiu Paus (Whale Shark)

di Taman

Nasional Teluk

Cenderawasih

merupakan

spesies

kharismatik yang

langka, sehingga

perlu dilakukan

penelitian lebih

lanjut tentang

ekologi, biologi

dan perilaku Hiu Paus serta

monitoring populasi dan

habitatnya di Taman Nasional

Teluk Cendrawasih dalam rangka

pengembangan kebijakan

konservasi jenis Hiu Paus.

2. Taman Nasional Teluk

Cendrawasih satu pertiga

wilayahnya terdapat di

Kabupaten Nabire, yang menjadi

habitat penting bagi siklus hidup

Hiu Paus perlu dilakukan

pengamanan kawasan dan

monitoring terhadap kegiatan di

kawasan TNTC

3. Adanya potensi pemanfaatan

Hiu Paus sebagai asset

pariwisata, sehingga perlu kajian

manfaat ekonomi dari

konservasi Hiu Paus di Taman

Nasional Teluk Cendrawasih,

melalui:

Pencanangan Hiu Paus

sebagai “icon” sekaligus

potensi ODTWA baru

ecotourism campaign serta

menjadikan Teluk

Cenderawasih menjadi tujuan

wisata.

Perlu “branding” ikon wisata

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 04

Liputan ……

teluk cenderawasih untuk

tujuan ekowisata.

Pengembangan baseline

biologi/ekologi species Hiu

Paus untuk pemanfaatan

ekowisata sehingga tujuan

perlindungan dan

pengawetan dapat tercapai;

Pengembangan aksesibilitas

dan infrastruktur ekowisata

Perlu keterlibatan semua

pihak termasuk masyarakat

secara terpadu dalam upaya

konservasi Hiu Paus dan

pemanfaatannya untuk

pariwisata alam melalui

pengembangan ekowisata

berbasis masyarakat

Pengembangan pelayanan

ekowisata melalui

peningkatan kapasitas

masyarakat yang berbasis

budaya masyarakat lokal

dalam rangka pemberdayaan

ekonomi masyarakat;

Penciptaan iklim dan

pengembangan standar

prosedur yang menjamin

keamanan dan kenyamanan

yang kondusif bagi aktifitas

wisata

4. Perlu adanya upaya

pengelolaan kolaboratif

dan terpadu semua

pihak (pemerintah,

swasta, masyarakat,

Perguruan Tinggi dan

LSM) terkait

pengelolaan Taman

Nasional Teluk

Cenderawasih,

khususnya pengelolaan Hiu

Paus termasuk pengawasan

untuk mencegah ancaman

terhadap populasi dan habitat

Hiu Paus;

5. Perlu adanya aturan dan

regulasi yang jelas sebagai

komitmen bersama terkait

upaya konservasi jenis Hiu Paus

& pengembangannya pariwisata

alam, disertai dengan

pembagian iuran masing-

masing pihak.

6. Perlu adanya suatu wadah yang

mengurusi pengelolaan

pariwisata alam untuk

mengatur mekanisme

pembagian peran masing-

masing pihak yang terlibat,

termasuk konstribusi manfaat

sesuai yang disepakati;

7. Perlu pengembangan pengelola

ekowisata teluk cenderawasih

(kontak person, SOP, capacity

building, pemanduan, promosi

(pemasaran dan administrasi

keuangan)

8. Diversifikasi obyek wisata alam

lainnya seperti mangrove,

tanam lamun, tanam pohon

pantai, dan lain-lain.

9. Perlu adanya kesepakatan

bersama dan sinkronisasi

pengawasan untuk konservasi

Hiu Paus/Whale Shark.

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 05

…… Liputan

Kayu Merbau (Instia sp.) yang mudah dikenal dengan tekstur seratnya yang berwarna merah kecoklatan dan banyak digunakan untuk panelling, lantai parket, pintu dan jendela termasuk kategori kayu keras dan dengan tekstur yang dimilikinya. Merbau menjadi sebuah simbol eklusifitas dalam interior. Merbau banyak tumbuh di wilayah Su-matera, Kalimantan, Maluku dan Papua.

Sampai dengan saat ini pemanfaatan jenis Mer-bau masih terus berjalan, sehingga ada kekhawatiran dari beberapa pihak terha-dap eksistensi Merbau pada populasi alamnya di Papua pada masa yang akan datang, dikhawatirkan popu-lasi Merbau akan semakin menurun. Aplikasi teknologi diperlukan guna peningkatan percepatan budidaya Merbau dan oleh karena itu kami mengharapkan pihak Akademisi dapat memberi fasilitasi transfer teknologi pengelolaan dan konservasi keragaman genetik serta dukungan para pihak lain agar Merbau tidak dimasukkan dalam Appendix III CITES. Semuanya itu agar Merbau tetap terjaga keberadaannya pada populasi alamnya karena kontribusinya sangat besar bagi kesejahteraan masyarakat di Papua.

Merbau mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan, sehingga pengembangan dan pemanfaatan potensi Merbau di Papua harus dilaksanakan secara berkelanjutan dalam program yang kongkrit.

Dalam melaksanakan pengembangan dan pemanfaatan Merbau, perlu kerja sama para pihak dalam rangka menyusun rancang bangun, road map dan aplikasi teknologi yang dapat mendukung terwujudnya kebijakan yang lebih komprehensif dengan dukungan dana yang memadai termasuk sharing dengan para mitra.

Kementerian Kehutanan telah menetapkan Visi Pembangunan Kehutanan Tahun 2010-2014, yaitu “Hutan Lestari Untuk Kesejahteraan Masyarakat Yang Berkeadilan”, dengan Kebijakan Prioritas (Jakpri) sebagai berikut : 1. Pemantapan Kawasan Hutan. 2. Rehabilitasi Hutan dan Peningka-

tan Daya Dukung Daerah Aliran Sungai (DAS).

3. Pengamanan Hutan dan Pengen-dalian Kebakaran Hutan.

4. Konservasi Keanekaragaman Hayati.

5. Revitalisasi Pemanfaatan Hutan dan Industri Kehutanan.

6. Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan.

Kebijakan prioritas tersebut kemudian diterjemahkan lagi men-

jadi target-target yang lebih spesi-fik, terarah dan terukur kedalam sasaran prioritas pembangunan kehutanan. Dari keenam Kebijakan Prioritas tersebut, hampir se-muanya langsung terkait dengan pengelolaan dan konservasi jenis Merbau, dan yang penting adalah bagaimana meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dengan

para pemangku Kebijakan Prioritas yaitu jajaran Eselon I di lingkup Kementerian Kehutanan dalam pengelolaan dan konservasi jenis Merbau.

Rapat Koordinasi Pengelolaan Konservasi Jenis Merbau di Papua Barat yang dilaksanakan pada tanggal 19 April 2011 di Billy Jaya Hotel ini menghasilkan bahan tindak lanjut dan rekomendasi terhadap penanganan permasalahan dalam pengelolaan

konservasi jenis Merbau di Papua Barat. Memperhatikan arahan Gubernur Papua Barat dan paparan Kepala Dinas Kehutanan dan

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 06

Liputan ……

Rapat Koordinasi Pengelolaan Konservasi Jenis Merbau (Intsia sp.) dan Upaya Konservasinya di Papua Barat oleh : Widia Nur Ulfah, S.Pi *)

Perkebunan Provinsi Papua Barat; paparan Dr. Drs. Erdy Santoso, MS. (Badan Litbang Kehutanan); paparan Dr. Ir. Julius Dwi Nugroho, M.Sc. (Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua); paparan Ir. Batseba A. Suripatty, M.Sc. (Balai Penelitian Kehutanan Manokwari); tanggapan serta diskusi yang berkembang, maka pokok-pokok rumusan yang disepakati melalui acara Rapat Koordinasi Pengelolaan Konservasi Jenis Merbau di Papua Barat Tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1. Dalam rangka pengel-

olaan konservasi jenis Merbau, perlu peningkatan koordinasi dan sinkronisasi dengan para pemangku kepentingan yaitu jajaran Eselon I di lingkup Kementerian Kehutanan, Dinas Propinsi dan Kabupaten/Kota yang menangani urusan Kehutanan di Provinsi Papua Barat, pihak Akademisi serta stakeholder.

2. Konservasi dan pemanfaatan jenis Merbau diperlukan kerjasama stakeholder dalam menyusun data base kondisi tegakan alam (potensi dan penyebaran); rancang bangun; road map dan aplikasi bioteknologi konservasi jenis Merbau melalui percepatan budidaya dan pengaturan pemanfaatan yang lestari.

3. Untuk menjaga kondisi potensi jenis Merbau di alam, Pemerintah Provinsi Papua Barat harus lebih proaktif untuk mendorong penyelamatan potensi jenis Merbau sebagai aset yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dengan dukungan kelembagaan

kehutanan yang kuat dan aplikasi bioteknologi yang dapat mendukung terwujudnya kebijakan yang lebih komprehensif dengan dukungan dana yang memadai dalam pengembangan budidaya jenis Merbau, serta penunjukan sumber benih jenis Merbau.

4. Mengingat potensi alam dan penguasaan teknologi budi-daya, maka diperlukan dukungan stakeholder agar jenis Merbau tidak dimasukkan

dalam Appendix III CITES karena kontribusi dan keberadaan jenis Merbau yang besar bagi kesejahteraan masyarakat di Papua Barat.

5. Selain penelitian jenis Merbau Intsia bijuga dan Intsia palembanica, perlu dikembangkan juga penelitian jenis Intsia acuminata, termasuk penelitian hama dan penyakitnya.

6. Pemanfaatan mikoriza dalam penanaman jenis Merbau disamping memberikan man-faat yang sangat besar, perlu juga diperhatikan sterilisasi me-dia tanam di persemaian.

7. Mengusulkan kepada Kemente-rian Kehutanan agar setiap Pe-megang IUPHHK yang ada di Provinsi Papua Barat diwajibkan

untuk membangun tegakan benih jenis Merbau.

8. Dalam rangka konservasi jenis Merbau, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat diharapkan dapat men-dorong Dinas Kabupaten/Kota yang menangani urusan Kehu-tanan di Provinsi Papua Barat untuk pembangunan kebun benih dan persemaian perma-nen jenis Merbau, disamping jenis unggulan setempat.

9. Mengusulkan kepada Kemente-rian Kehutanan agar jenis Merbau dimasukkan ke dalam sistem silvikultur intensif. Kesembilan poin diatas merupakan hasil rumusan peserta Rakor yang terdiri dari Dr. Drs. Erdy Santoso, MS. (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan), Dr. Ir. Julius Dwi Nugroho, M.Sc. (Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua),

Ir. Sylvia Makabori, M.Si (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat), A.G. Martana, S.Hut., MH (Balai Besar KSDA Papua Barat), Ir. Christina Matakupan, M.Si (Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih), Ir. Batseba A. Suripatty, M.Sc (Balai Penelitian Kehutanan Manokwari) dan Ir. Sukarya, M.Si (Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah XVIII Manokwari). Semoga setelah Rakor ini, upaya konservasi Merbau di Papua Barat bisa berjalan dengan baik.

*) Calon PEH pada Balai Besar TNTC

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 07

…… Liputan

D a l a m m e n u n j a n g

pengelolaan Taman Nasional Teluk

Cenderawasih (TNTC), telah

disusun zonasi TNTC yang berfungsi

sebagai aturan pengelolaan tata

ruang didalam kawasan, sehingga

peruntukan dan pemanfaatan

kawasan bisa tepat sasaran dan

menunjang pelestarian kawasan.

Pada tanggal 15 Juli 2009 telah

ditetapkan Zonasi TNTC oleh

Direktur Jenderal PHKA dengan SK

Nomor 121/IV-KK/2009. Dengan

disyahkannya Zonasi TNTC, maka

perlu dilakukan kegiatan sosialisasi

kepada Stakholder terkait yang

sama-sama memiliki kepeningan

terhadap kawasan TNTC, baik dari

Pemerintah Daerah Kabupaten

Teluk Wondama, Pihak swasta

maupun perwaki lan dar i

masyarakat. Dengan adanya

kegiatan sosialisasi zonasi ini,

harapannya bisa menekan

terjadinya pelanggaran karena

kurangnya

i n f o r m a s i

b e r k a i t a n

pengaturan

r u a n g

( z o n a s i )

d i d a l a m

k a w s a n

TNTC.

M a k s u d

k e g i a t a n

sosialisasi yang akan dilaksanakan

adalah menyampaikan informasi

tentang zonasi TNTC yang telah

ditetapkan agar berfungsi secara

efektif sesuai zona yang telah

ditetapkan. Sedangkan tujuannya

adalah 1) Menyamakan persepsi

dan visi Balai Besar TNTC dengan

Pemerintah Daerah Kabupaten

Teluk Wondama, Pihak swasta

maupun masyarakat dalam upaya

perlindungan dan pemanfaatan

kawasan TNTC berdasarkan Zonasi

yang ada. 2) Membangun

ko mit m e n be r sa ma dan

meningkatkan peran serta

Pemerintah Daerah Kabupaten

Teluk Wondama, Pihak swasta

maupun masyarakat dalam

melakukan pengelolaan dan

p e n g e m b a n g a n k a w a s a n

konservasi TNTC.

Kegiatan Sosialisasi Zonasi

TNTC dilaksanakan di komplek

perkantoran Rasiei, Kabupaten

Teluk Wondama. Beberapa instansi

dan stakeholder diundang dalam

kegiatan ini, yang terdiri dari

perwakilan pemerintah daerah,

pihak swasta, maupun nelayan

lokal sebagai perwakilan

masyarakat yang tinggal di dalam

kawasan TNTC.

Program Jangka Panjang Pembangunan Kabupaten Teluk Wondama

Dalam kegiatan sosialisasi

zonasi ini pihak Pemerintah Daerah

yang diwakili dari BAPPEDA

memaparkan rencana tata ruang

pembangunan kabupaten, dalam

jangka waktu 20 tahun, yaitu dari

tahun 2006-2025 mendatang.

D a l a m p e m a p a r a n n y a ,

menunjukkan dalam penyusunan

RTRW Kabupaten Teluk wondaman

sudah mempert imbangkan

keberadaan Kawasan TNTC,

dimana kurang lebih 2/3 luas

kawasan TNTC masuk kedalam

kawasan administrative Kabupaten

Teluk Wondama. Hal ini bisa dilihat

dalam Visi Pembangunan

Kabupaten Teluk Wondama:

“Terwujudnya Kabupaten Teluk

Wondama Sebagai Pusat

P a r i w i s a t a B a h a r i y a n g

berwawasan lingkungan menuju

masyarakat yang sejahtera lahir

dan batin, mandiri serta beriman”.

Hal ini senada dengan Visi

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 08

Liputan ……

Kegiatan Sosialisas Zonasi Taman Nasional Teluk

Cenderawasih di Wasior

Pengelolaan kawasan TNTC:

“Terwujudnya kawasan TN. Teluk

Cenderawasih yang lestari

berdasarkan kearifan lokal guna

peningkatan kesejahteraan

masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan”.

Seiring dengan komitmen

Pemerintah Daerah Kabupaten

Teluk Wondama untuk menjaga

keaslian dan kelestarian lingkungan

yang ada, dimana hampir 90%

wilayah administrative Kabupaten

Teluk Wondama berada dalam

kawasan TNTC, program

pembangunan jangka panjang

kabupaten lebih menekankan

terhadap kelestarian kawasan.

Pemerintah pun menyadari untuk

menunjang peningkatan kunjungan

pariwisata di daerahnya, maka

aspek kelestarian kawasan menjadi

prioritas utama dan harga mati.

“Alam Papua adalah alam yang

masih asli, dimana sudah sulit

ditemui kondisi alam yang masih

asli di daerah lain. Jika karunia

Tuhan ini tidak kita jaga, maka

dalam jangka waktu yang tidak

terlalu lama alam kita akan rusak

juga seperti daeerah lain”

Pengembangan kawasan dan

perekonomian masyarakat di

Kabupaten Teluk Wondama lebih

d i tekankan pada sektor

pengembangan pariwisata Bahari,

karena wilayah kabupaten Teluk

Wondama sebagian besar berupa

pesisir pantai dan pulau-pulau kecil

yang berada didalam kawasan

TNTC. Pengembangan pariwisata

akan berjalan secara optimal jika

didukung dengan adanya

transportasi yang terjangkau dan

regular, sehingga dapat menunjang

mobilitas wisatawan dari kota

menuju lokasi objek-objek wisata

yang ada, pemerintah daerah

memegang peranan yang sangat

fital untuk mengembangkan

pariwisata.

D a l a m p e r e n c a n a a n

pembangunan jangka panjang,

pemerintah kabupaten Teluk

W o n d a m a m e r e n c a n a k a n

beberapa pusat kegiatan, sehingga

pelayanan dan aktifitas masyarakat

tidak tersentral di kota Rasiei saja,

melainkan bisa terlayani di

beberapa pusat kegiatan yang

berada di beberapa daerah.

Dengan adanya pusat-pusat

kegiatan yang

d i b a n g u n d i

daerah, dapat

m e n g g e r a k k a n

r o d a

perekonomian di

daerah-daerah dan

m e n g u r a n g i

k e s e n j a n g a n

p e m b a n g u n a n

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 09

…… Liputan

antara ibukota kabupaten dengan

ibukota-ibukota distrik. Mengingat

sarana transportasi yang digunakan

masyarakat saat ini lebih banyak

mengandalkan sarana transportasi

laut dengan biaya yang cukup

tinggi, diharapkan dengan

dibangunnya pusar-pusat kegiatan

di beberapa distrik dapat menekan

biaya transportasi yang dikeluarkan

oleh masyarakat. Dengan adanya

sarana transportasi yang layak dan

regular, akan memberikan efek

positif terhadap ketersediaan

fasilitas penunjang lainnya.

Selain membangun pusat-

pusat kegiatan, program

pemerintah daerah Kabupaten

Teluk Wondama membangun tiga

sektor utama, yaitu pembangunan

jaringan Listrik dengan energy

alternative, pembangunan sarana

komunikasi dan pembangunan

sarana transportasi. Dengan

adanya tiga pilar pembangunan

diatas, perkembangan daerah serta

pelayanan jasa terhadap

wisatawan bisa terlayani secara

optimal.

Program pembangunan

listrik antara lain dengan

meggunakan teknologi Mikro Hidro

untuk daerah dengan ketrsediaan

aliran air yang melimpah maupun

pengembangan listrik system solar-

sel terpusat. Pengembangan

sarana transportasi dilakukan

dengan membangun jalan darat

yang menghubungkan beberapa

daerah yang berada di tanah besar.

Dengan adanya jalan darat

menekan biaya transportasi yang

dikeluarkan, sehingga perjalanan

yang ditempuh bisa lebih ekonomis

dan efisien. Selain itu Pemda

berusaha untuk menyediakan

sarana transportasi laut regular

yang menghubungkan beberapa

daerah yang memiliki potensi

pariwisata, sehingga bisa lebih

o p t i m a l p e n g e m b a n g a n

pariwisatanya.

Dari pemaparan materi dan

hasil diskusi yang berkembang

dalam kegiatan kegiatan sosialisasi

Zonasi TNTC tersebut dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Pemerintah Daerah kabupaten

Teluk Wondama Sudah memiliki

Rencana Tata Ruang dan

Wilayah (RTRW) Kaupaten sejak

tahun 2007.

2. Dalam RTRW Kabupaten Teluk

W o n d a m a , r e n c a n a

pembangunan daerah-daerah

yang saat ini masih terisolir

dengan membangun pusat-

pusat Pelayanan Daerah.

3. Dari Pembangunan Daerah di

Kabupaten Teluk Wondama

lebih ditekankan pada

p e m b a n g u n a n

sektor Pariwisata.

4. Fungsi pembagian

Zonasi Taman

Nasional untuk

d a p a t

m e n g a k o m o d i r

s e m u a

kepentingan di

dalam kawasan

tanpa meninggalkan fungsi

konservasi di dalam kawasan TN.

Teluk Cenderawasih serta untuk

mewujudkan visi “Terwujudnya

kawasan TNTC yang lestari

berdasarkan kearifan lokal guna

peningkatan kesejahteraan

masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan”.

5. paparan yang didampaikan dari

Bappeda dan BBTNTC, sudah

adanya komitmen antara pemda

dengan pihak pengelola

kawasan TNTC.

6. Dengan pemahaman yang

dimiliki oleh peserta, diharapkan

akan terjadi peningkatan

keamanan kawasan.

Saran-Saran

1. Dari pelaksanaan kegiatan

Sosialisasi Zonasi ini dapat

dilakukan dengan

optimal. Dalam

p e l a k s a n a a n

kegiatan tidak

terlepas dari

kekurangan. Saran

untuk pelaksanaan

kegiatan sosialisasi

yang akan datang:

2. K e g i a t a n

Sosialisasi Zonasi bisa

dilakukan secara intensif dan

bekesinambungan, sehingga

bisa menghindari kesenjangan

informasi yang sering terjadi

dilapangan

3. Selain kegiatan sosialisasi,

pihak pengelola kawasan juga

perlu melakukan koordinasi

secara intensif terhadap SKPD-

SKPD terkait, sehingga dapat

meminimalisir adanya mis

komunikasi antara pihak

Pemerintah daerah dengan

pemangku kawasan dalam

pengelolaan kawasan TNTC.

4. Perlu dilakukan pemasangan

tanda batas maupun papan

informasi di beberapa zona

larang ambil, sehingga

m a s y a r a k a t m a u p u n

wisatawan bisa mengetahui

batasan-batasan daerah yang

diperbolehkan dan dilarang

untuk dimasuki.

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 10

Liputan …….

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 11

ARTIKEL :

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 12

Artikel ……

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 13

…… Artikel

padang

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 14

Artikel ……

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 15

…… Artikel

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 16

Artikel ……

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 17

…… Artikel

Peserta Workshop & Monitoring Hiu Paus (Whale Shark) dalam Kawasan TNTC di Nabire (kiri), foto bersama di Kampung Akudiomi (Kwatisore) setelah melakukan monitoring Hiu Paus di perairan Kwatisore kawasan TNTC (kanan)

Kunjungan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua di Kampung Akudiomi (Kwatisore) kawasan

penyangga Taman Nasional Teluk Cenderawasih

Kegiatan Patroli Rutin pengamanan kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih oleh Seksi Pengelolan TN. Wilayah I Sima

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 18

BERITA GAMBAR :

Kegiatan Operasi Gabungan pengamanan kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih oleh Bidang Pengelolan TN. Wilayah II Wasior

Pembentangan Spanduk di Bawah Laut bentuk kreatifitas himpunan mahasiswa komunitas pesisir dan laut di

Pulau Mansinam, kerjsama dengan Balai Besar TNTC dan WWF Teluk Cenderawasih Project

Pembekalan Tim Sosialisasi Zonasi kawasan TN Teluk Cenderawasih yang difasilitasi oleh

WWF Teluk Cenderawasih Project

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 19

…… Berita gambar

awasan Taman Nasional

Teluk Cenderawasih (TNTC)

yang merupakan Kawasan

Konservasi Laut terluas di

Indonesia dengan keanekaragaman

sumberdaya alam di dalamnya

mempunyai arti penting bagi upaya

konservasi melalui tiga aspek yaitu

1) Perlindungan sistem penyangga

kehidupan; 2) Pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan

dan satwa; dan, 3) Pemanfaatan

secara lestari sumber daya alam

hayati dan ekosistemnya. Upaya

konservasi saat ini diarahkan tidak

hanya untuk melindungi atau

menjaga segala keanekaragaman

sumberdaya alam yang ada namun

juga harus dapat memberikan

manfaat yang besar bagi

p e n i n g k a t a n

k e s e j a h t e r a a n

masyarakat yang

ada di dalam dan

sekitar kawasan

konservasi dan

tentunya di kawasan

T N T C . S e l a i n

memiliki peran baik

secara ekologi, sosial

dan ekonomi bagi

masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan, TNTC memiliki potensi

jenis flora dan fauna serta

ekosistem khas yang memiliki

fungsi ekologis penting. Potensi

fauna diantaranya adalah biota laut

yaitu moluska, di kawasan TNTC

ditemukan 201 Jenis, termasuk

diantaranya adalah Kima

(Tridacnidae) yang dikenal sebagai

kerang raksasa dimana sebagian

besar spesies yang ada di seluruh

dunia terdapat di perairan

Indonesia, dan 7 jenis diantaranya

terdapat dalam kawasan TNTC.

Kima (giant clams) merupakan

salah satu hewan laut yang

dilindungi di seluruh dunia

termasuk di Indonesia. Pada tahun

1987 pemerintah Indonesia

melalui Surat Keputusan

Menteri Kehutanan No 12/

Kpts/II/1987 yang diperkuat

d e n g a n P e r a t u r a n

Pemerintah No. 7 Tahun

1999 memasukkan jenis Kima

yang hidup di Indonesia

menjadi hewan yang

dilindungi, dan jenis Kima

tersebut juga masuk pada

Appendix II CITES.

Walaupun hewan ini dilarang

untuk diambil dari alam, namun

pemanfaatannya masih tetap

berlangsung. Hal ini bisa dilihat di

berbagai tempat khususnya di

wilayah pesisir masih banyak

ditemukan cangkang-cangkang

(shells) Kima baik yang menumpuk

di rumah penduduk untuk

digunakan sebagi bahan bangunan

seperti pondasi, penimbunan lahan

kosong dsb, juga banyak

ditemukan berserak di pantai

khususnya cangkang yang kecil

atau bahkan sebagai souvenir baik

di warung-warung cinderamata di

pantai atau di toko-toko khusus

souvenir. Di beberapa wilayah

bahkan hingga saat ini masih bisa

ditemukan daging Kima segar yang

di jual di pasar tradisional. Akibat

aktifitas manusia tersebut

menyebabkan menurunnya

populasi kima secara drastis di

alam. Oleh karena itu untuk

menjaga/ melestarikan populasi

yang masih ada serta

meningkatkan populasi di alam

diperlukan usaha-usaha konservasi.

Deskripsi Pulau Nutabari

Pulau Nutabari secara

administratif termasuk dalam

pemerintahan Kampung Akudiomi

Distrik Yaur Kabupaten Nabire

Propinsi Papua, sedangkan secara

ge ogr af i s te r l etak pada

S.03°06’07.7” Lintang Selatan dan

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 20

Keberadaan jenis Kima (Tridacnidae) di Pulau Nutabari Kawasan

Taman Nasional Teluk Cenderawasih

Oleh: Sumaryono, S.Hut.*)

Pulau Nutabari

Survey awal keberadaan kima di pulau Nutabari

DARI LAPANGAN :

E.135°09’29.3” Bujur Timur,

dengan luasan pulau ± 1 hektar.

Secara umum, kondisi Pulau

Nutabari memiliki toprografi

berbukit dan terjal dari pantai

hingga ke puncak tertinggi pulau

tersebut dengan kelerengan rata-

rata 5º - 45º. Tingginya di atas

permukaan laut bervariasi dengan

ketinggian rata-rata hingga puncak

tertinggi 20 m dpl.

Pulau Nutabari merupakan

salah satu zona inti dalam sistem

pengelolaan TNTC. Zona inti

tersebut melingkupi wilayah

daratan secara keseluruhan hingga

wilayah terumbu karang yang

mengelilingi pulau tersebut.

Potensi keanekaragaman

flora fauna pulau Nutabari yang

teridentifikasi dari ekosistem

daratan pulau meliputi pohon

kelapa, pohon jeruk, merbau

pantai, ketapang, cemara pantai

dan dari suku Pandanus sp. Pulau

ini merupakan habitat

bagi burung, seperti

elang dan raja udang.

Potensi perairan

lautnya sangat kaya

seperti terumbu

karang, jenis ikan,

ter ipang, serta

memiliki pantai

dengan pasir putih

yang indah. Untuk

kondisi terumbu

karang termasuk dalam tipe

terumbu karang datar dengan

kedalaman relatif dangkal yang

memanjang dari pesisir pantai ke

arah laut hingga tubir dengan

luas terumbu karang ± 18 Ha.

Keanekaragaman

Keanekaragaman jenis dapat

dikatakan sebagai keheterogenan

jenis dan merupakan ciri khas

struktur komunitas. Indeks

keanekaragaman pada suatu

kawasan menggambarkan adanya

kekayaan jenis di kawasan

tersebut. Nilai keanekaragaman

tergantung variasi jumlah individu

tiap jenis yang didapatkan,

sehingga makin kecil jumlah jenis

dan variasi jumlah individu tiap

jenis, maka keanekaragaman suatu

ekosistem akan semakin kecil,

demikian juga sebaliknya.

Dari Tabel 1 terlihat bahwa

kisaran indeks keanekaragaman

tertinggi pada transek IV yaitu

0,9911, kemudian terendah pada

transek pengamatan VI dengan

nilai 0,5983. Namun secara

keseluruhan nila i indeks

keanekaragaman jenis Kima

(Tridacnidae) di perairan Pulau

Nutabari dikatakan masih rendah.

Kepadatan Jenis

Kepadatan jenis merupakan

jumlah individu perunit area (luas)

pengamatan. Berdasarkan hasil

analisis maka diperoleh kepadatan

jenis kima di Pulau Nutabari yang

disajikan pada Tabel 3.

Jenis kima yang ditemukan di

Perairan Pulau Nutabari

berdasarkan pengamatan di

lapangan diperoleh 4 jenis antara

lain, Tridacna gigas, Tridacna

squamosa, Tridacna derasa, dan

Tridacna maxima. Kepadatan jenis

(D) Kima di perairan Pulau Nutabari

rata-rata berkisar 0,0057 ind/m2

hingga 0,0771 ind/m2. Terlihat

pada histogram gambar 3 dan 4

kepadatan jenis kima yang ada di

Pulau Nutabari.

Histogram 1 terlihat jenis

Tridacna maxima di perairan Pulau

Nutabari memiliki kepadatan lebih

tinggi (0,0771 ind/m2) dari jenis

lainnya yang ditemukan. Jenis kima

Tridacna maxima ini mempunyai

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 21

…… dari lapangan

No Jenis Kima Transek Pengamatan

I II III IV V VI

1 Tridacna gigas 0.1606 0.2071 0.3100 0.1885 - -

2 Tridacna squamosa 0.3342 0.3466 0.3100 0.3301 0.2880 0.3579

3 Tridacna derasa 0.1606 0.0000 - 0.1885 0.1973 -

4 Tridacna maxima 0.2703 0.2703 0.2876 0.2840 0.2018 0.2403

Jumlah H’ 0.9257 0.8240 0.9075 0.9911 0.6871 0.5983

Tabel 1. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) pada setiap transek pengamatan

Histogram 1. Kepadatan Jenis kima di Pulau Nutabari

penyebaran yang cukup luas di

Pulau Nutabari, terlihat pada tiap

transek pengamatan jenis tersebut

memiliki kepadatan lebih tinggi

dari jenis lain. Tridacna maxima

memang masih cukup banyak,

karena mereka hidup menempel

pada karang atau batuan lain,

sehingga sulit diambil atau

ditangkap. Selain itu jenis Tridacna

maxima mempunyai ukuran yang

relatif kecil, hasil pengamatan di

lapangan ukuran berkisar 10 – 20

cm.

Rendahnya tingkat kepadatan

jenis, seperti Tridacna gigas,

Tridacna derasa, dan Tridacna

squamosa, karena ukuran yang

relatif besar menjadikannya mudah

ditangkap dan diambil.

Menurunnya populasi kima di

alam, antara lain disebabkan oleh

pengambilan/pemanenan kima

secara langsung di alam yang

dilakukan oleh masyarakat di

sekitar pantai.

Indeks Nilai Penting (INP)

INP merupakan jumlah dari

Kerapatan Relatif (KR) dan

Frekuensi Relatif (FR) yang

menunjukkan dominasi jenis dalam

pengamatan. Dimana nilai INP yang

terbesar menunjukkan

jenis yang dominan.

Dengan melihat

histogram 2, menunjukkan

bahwa jenis kima Tridacna

maxima merupakan jenis

paling dominan.

Sedangkan jenis lain

seperti Tridacna gigas dan

Tridacna derasa

cenderung memiliki INP

sangat rendah. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa populasi

Tridacna gigas dan Tridacna derasa

sangat sedikit dan bahkan sulit

untuk ditemukan, karena

eksploitasi dan penangkapan kima

berlebih yang dilakukan oleh

masyarakat setempat.

Identifikasi Jenis Kima (Tridacnidae)

Identifikasi kima yang selama

ini dilakukan adalah dengan

melihat bentuk daripada cangkang

kima. Dari hasil identifikasi jenis

kima (Tridacnidae) yang ada di

dunia ini diperoleh 9 jenis dan 7

diantaranya terdapat di

Indonesia. Dan dari ketujuh

kima tersebut mempunyai

bentuk dan ukuran yang

berbeda-beda. Berdasarkan

pengamatan di lapangan

salah satu bagian dari kima

yaitu Mantel yang berwarna/

bercorak sangat beragam,

dan masing-masing individu

kima mempunyai warna/

corak mantel yang beragam

walaupun dalam satu jenis.

Dikatakan Mudjiono (1988), bahwa

kima mempunyai keistimewaan

dalam mendapatkan makanannya,

disamping mendapatkan makanan

dari lingkungan sekitarnya kima

juga mampu menanam

makanannya sendiri yang terletak

pada mantel. Mantel dari kima

merupakan substrat yang baik bagi

sejenis algae bersel satu yang

disebut Zooxanthellae. Jadi mantel

kima merupakan substrat dari

algae, sehingga mantel memiliki

warna/corak yang beragam pada

masing-masing individu. Dikatakan

pula oleh Dody (2011), bahwa

Zooxanthella jugalah aktor di balik

layar, yang menentukan warna-

warni indah dari mantel kima.

Setiap kima, memiliki warna dan

corak motif yang berbeda,

tergantung pada spesies

Symbidinium yang menjadi

pasangannya. Kima sendiri

mendapatkan keuntungan, karena

zooxanthellae memberinya

tambahan nutrisi yang disalurkan

melalui sistem saringan makanan

(filter food) si Kima.

Pemanfaatan Kima (Tridacnidae)

Berdasarkan hasil pengamatan

di lapangan serta wawancara

dengan masyarakat yang pernah

singgah atau mencari ikan di

sekitar Pulau Nutabari, diperoleh

informasi hampir semua jenis kima

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 22

dari lapangan ……

Histogram Indeks Nilai Penting Jenis kima (Tridacnidae) di Pulau Nutabari

sering dimanfaatkan antara lain

Tridacna gigas, Tridacna

squamosa, Tridacna derasa, dan

Tridacna maxima.

Masyarakat biasa mengambil

kima sebagai bahan makanan

untuk dikonsumsi dan biasanya

juga untuk dijual ke kampung-

kampung lain atau ke kota. Selain

daging kima yang dikonsumsi,

cangkangnya juga dapat

dimanfaatkan sebagai hiasan

rumah, tempat asbak dan bahan

baku pembuatan kapur pinang.

Cara pengambilan kima untuk

jenis Tridacna gigas dan Tridacna

derasa lebih mudah dengan hanya

mengangkat dari dasar ke

permukaan, dan bila dibandingkan

dengan jenis Tridacna Maxima

atau Tridacna Crocea harus

menggunakan linggis untuk

membongkar kima karena jenis

tersebut hidup di batu karang dan

diantara karang-karang. Akibat

pengambilan kima tersebut

menyebabkan semakin

berkurangnya jumlah populasi

kima di alam dan merusak/

menghancurkan terumbu karang.

Karena kesadaran masyarakat

masih kurang/minim sehingga

aktifitas tersebut sampai sekarang

masih terus dilakukan. Menurut

Ambariyanto (2002), sebagai usaha

untuk menjaga maupun

mengambangkan populasi kima di

alam maka diperlukan suatu usaha

konservasi melalui sistem

pengelolaan populasi kima yang

tepat, termasuk di dalamnya

adalah penegakkan hukum dan

peraturan, restoking dan usaha

budidaya. Disamping itu

pengelolaan populasi kima berbasis

masyarakat juga merupakan hal

yang perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Ambariyanto. 2007. Pengelolaan Kima

Di Indonesia Menuju Budidaya

Berbasis Konservasi. Seminar

Nasional MOLUSKA: dalam

Penelitian, Konservasi dan Ekonomi

Jurusan Ilmu Kelautan, FPIK UNDIP,

Semarang.

Dibyowati, Lia. 2009. Keanekaragaman

Moluska (Bivalvia dan Gastropoda)

di Sepanjang Pantai Carita,

Pandeglang Banten. FMIPA IPB.

Bogor. Skripsi Mahasiswa (tidak

diterbitkan).

Mudjiono. 1988. Catatan Beberapa

Aspek Pertumbuhan Kima, Suku

Tridacnidae (Molusca, Pelecypoda).

Oseana, Volume XIII. UPT Balai

Konservasi biota laut Ambon. LIPI.

Jakarta.

Mudjiono. 2009. Telaah Komunitas

Moluska di Rataan Terumbu

Perairan Kepulauan Natuna Besar

Kabupaten Natuna. Oseanologi dan

Limnologi di Indonesia. UPT Balai

Konservasi biota laut Ambon. LIPI.

Jakarta.

Tandana, R. 2010. Faktor-faktor yang

mempengaruhi distribusi kima

(Tridacna spp.) di Perairan Pulau

Purup kawasan Taman Nasional

Teluk Cenderawasih. FPPK UNIPA.

Manokwari. Skripsi Mahasiswa

(tidak diterbitkan)

http://dody94.wordpress.

com/2011/05/05/kima-kerang-

raksasa-yang-semakin-langka/

*) PEH Pertama pada Bidang Pengelolaan TN

Wilayah I Nabire, Balai Besar TNTC

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 23

…… dari lapangan

Contoh Warna/Corak Mantel Pada Jenis Tridacna maxima yang Beragam

awasan Taman Nasional Laut

Teluk Cenderawasih memiliki

keanekaragaman hayati dan

keindahan alam yang sangat

potensial. ± 95% dari luasannya

adalah perairan yang merupakan

habitat alami bagi beberapa jenis

spesies penting yang dilindungi dan

jumlah populasinya semakin

berkurang, antara lain beberapa

jenis penyu, duyung, lumba-lumba,

beberapa jenis hiu termasuk ikan

hiu terbesar yaitu Hiu Paus (Whale

Shark), yang juga dikenal dengan

nama Hiu Totol atau Hiu Bodoh.

Hiu ini dapat ditemui di

samudera tropis dan hangat dan

hidup di laut. Spesies ini dipercaya

berasal sekitar 60 juta tahun yang

lalu. Hiu Paus merupakan ikan

terbesar dengan panjang mencapai

14 m, yang sepanjang hidupnya

melakukan pergerakan/migrasi

sehingga seringkali hanya dapat

dijumpai sewaktu-waktu pada

tempat yang berada di jalur

migrasinya. Namun yang sangat

menarik di kawasan TNTC adalah

keberadaan Hiu Paus dapat

ditemukan sepanjang tahun di

sekitar perairan Kwatisore, Zona

Tradisional TNTC. Saat ini,

keberadaan Hiu Paus telah menarik

minat berbagai pihak untuk

mengembangkan Whale Shark

tourism, sebagaimana telah

dikembangkan di beberapa negara.

Selain itu, keberadaan Hiu Paus

dapat menambah keunikan TNTC,

sehingga apabila memungkinkan

maka Hiu Paus dapat dijadikan

sebagai Flagship Species di Taman

Nasional Laut Teluk Cenderawasih.

Sampai saat ini Hiu Paus yang

ada di TNTC belum diketahui dari

perairan mana asalnya, karena ikan

ini merupakan satwa langka yang

belum banyak diteliti. Adapun

habitat hidupnya diperkirakan di

perairan tropis sedangkan

makanan utamanya adalah

plankton dan ikan-ikan kecil,

sehingga keberadaan hiu paus

menjadi penting untuk menjadi

indikator kualitas perairan suatu

ekosistem laut.

Kegiatan Survey Habitat Hiu

Paus di kawasan TNTC dilakukan

dengan metode wawancara dan

pengamatan langsung. Metode

wawancara dengan masyarakat

lokal yang sering melaut

merupakan salah satu langkah awal

dalam memperoleh informasi

seputar keberadaan/kemunculan

Hiu Paus. Wawancara juga

dilakukan terhadap nelayan-

nelayan bagan, mengingat

kemunculan Hiu Paus (Whale

Shark) ini sering muncul di perairan

sekitar bagan terutama bagan-

bagan yang beroperasi disekitar

perairan Kwatisore.

Yang kedua adalah metode

pengamatan langsung pada

daerah-daerah kemunculan Hiu

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 24

Survey Populasi Hiu Paus (Whale Shark) di Perairan Kwatisore

Taman Nasional Teluk Cenderawasih oleh : Yoslianto *)

dari lapangan ……

Peta pergerakan Hiu Paus (Whale Shark) di dunia

Sumber : International Union for Conservation of Nature (IUCN)

Kemunculan Hiu Paus di permukaan saat pengamatan

Paus setelah mendapat data dari

para responden. Pengamatan

dilakukan pada pagi dan sore hari

saat Hiu Paus ini mencari makan.

Habitat hidupnya diperkirakan di

perairan tropis dimana perairan

Teluk Cenderawasih menjadi salah

satu tempat migrasi dari Hiu Paus

dan makanan utamanya adalah

plankton dan ikan-ikan kecil. Dalam

melakukan pengamatan secara

langsung dilakukan pencatatan

jumlah individu ter l ihat,

pergerakan, suhu perairan,

estimasi ukuran dan dugaan

frekuensi kemunculan setiap hari

per lokasi.

Hiu paus, Rhincodon typus,

adalah hiu pemakan plankton yang

merupakan spesies ikan terbesar.

Berikut adalah klasifikasi ilmiah Hiu

Paus / Whale Shark :

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Chondrichthyes Sub kelas : Elasmobranchii Ordo : Orectolobiformes Famili : Rhincodontidae (Müller dan Henle, 1839) Genus : Rhincodon Smith, 1829 Spesies : Rhincodon typus

Hiu Paus merupakan ikan

terbesar dengan panjang badan

dapat mencapai 14 m, yang

sepanjang hidupnya melakukan

pergerakan/migrasi sehingga

seringkali hanya dapat dijumpai

sewaktu-waktu pada tempat yang

berada di jalur migrasinya. Namun

hal yang sangat menarik di

kawasan TNTC adalah keberadaan

Hiu Paus yang dapat ditemukan

sepanjang tahun di sekitar Tanjung

Kwatisore yang dalam zonasi TNTC

termasuk dalam Zona Tradisional.

Saat ini, keberadaan Hiu Paus telah

menarik minat berbagai pihak

untuk mengembangkan Whale

Shark tourism, sebagaimana telah

dikembangkan di beberapa negara.

Kegiatan survey Hiu Paus di

perairan Kwatisore dilakukan

dengan melakukan survey lokasi

munculnya Hiu Paus ini, dan

ternyata hampir semua bagan yang

berada di perairan Kwatisore

terdapat kemunculan Hiu Paus.

Keunikan dari kemunculan Hiu

Paus di perairan Kwatisore ini

adalah Hiu Paus ini muncul di

sekitar bagan untuk mendapatkan

makanannya yaitu ikan puri yang

ditangkap oleh nelayan bagan dan

tak jarang Hiu Paus ini

terperangkap di dalam jaring

nelayan dan oleh nelayan Hiu Paus

ini dikeluarkan dari dalam jaring.

Karena seringnya Hiu Paus ini

masuk ke dalam jaring Bagan, oleh

nelayan dianggap sebagai

pengganggu yang dapat merobek

jaring dari Bagan. Namun ada hal

unik ketika ikan raksasa ini makan,

jika ada ikan yang berukuran besar

masuk kemulutnya maka akan

dimuntahkan lagi keluar.

Masyarakat setempat mereka

lebih mengenal Hiu Paus ini dengan

sebutan “Gurano Bintang”, hal ini

disebabkan oleh karena corak/totol

berwarna putih yang berada

seluruh permukaan kulit bagian

atas dari Hiu Paus ini yang

berwarna abu-abu. Disebut juga

Hiu Bodoh oleh karena anggapan

masyarakat bahwa Hiu adalah ikan

yang sangat ditakuti oleh

keganasannya yang sering

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 25

…… dari lapangan

Ikan puri sebagai salah satu sumber pakan Hiu Paus

Bagan nelayan sebagai tempat bermain dan mencari makan Hiu Paus

menyerang, akan tetapi jenis yang

satu ini sangat bersahabat dengan

cukup akrab untuk bermain dengan

para pengunjung yang berada

didekatnya. Namun sejinak-jinaknya

Hiu Paus ini tidak menutup

kemungkinan dapat membahayakan

para pengunjung yang berusaha

untuk memegangnya. Disebabkan

ukuran tubuhnya yang

sangat besar maka akan

sangat berbahaya jika Hiu

Paus ini menabrak atau

mengkibaskan ekornya ke

tubuh pengunjung

s e h i n g g a d a p a t

mengakibatkan cidera

yang cukup serius. Secara

kasat mata kulit luar dari

Hiu Paus ini cukup kasar

seperti kertas pasir

(ampelas), ukuran Hiu Paus yang

terlihat sepanjang survey di

perairan Kwatisore berukuran 2-10

meter. Walaupun ukuran Hiu Paus

ini lebih besar dibandingkan dengan

Hiu jenis lain, namun Hiu Paus ini

tidak memiliki gigi tajam seperti

gergaji yang dimiliki oleh Hiu

penyerang lainnya namun

sebaliknya Hiu Paus ini hanya

memiliki gigi-gigi halus yang berada

diujung bibirnya. Terdapat hal

menarik yang diperlihatkan oleh Hiu

Paus ini ketika diberi makan dengan

ikan-ikan kecil akan memposisikan

tubuhnya secara vertikal dan

menyedot ikan-ikan kecil kedalam

mulutnya yang besar.

Dari hasil survey, dalam sehari

dapat dijumpai 27 ekor Hiu Paus.

Hal ini menunjukkan bahwa

populasi Hiu Paus / Whale Shark di

perairan Kwatisore sangat banyak,

tentu saja dengan populasi yang

cukup banyak akan sangat menarik

ketertarikan wisatawan asing

maupun lokal yang masuk ke

kawasan TNTC khususnya di

perairan Kwatisore untuk melihat

atraksi Hiu Paus ini.

Seiring dengan berjalannya

waktu kemungkinan kemungkinan

dampak yang bisa terjadi adalah

menghilangnya Hiu Paus dari

perairan ini, hal ini kemungkinan

bisa terjadi oleh karena Hiu Paus ini

adalah satwa yang terus melakukan

migrasi. Keberadaan bagan yang

sangat banyak di perairan Kwatisore

bisa menjadi ancaman bagi Hiu

Paus dalam hal persaingan untuk

mendapatkan Ikan Puri (Engraulis)

yang menjadi makanan dari Hiu

Paus. Namun hal ini perlu dikaji

lebih mendalam lagi dan jika bagan

t idak beroperasi apakah

kemungkinan di perairan Kwatisore

ini Hiu Paus juga tidak ada /migrasi

ke tempat lain.

Keberadaan Hiu Paus yang

dapat ditemukan sepanjang tahun

di sekitar Tanjung Kwatisore,

Zona Tradisional TNTC dan

saat ini, keberadaan Hiu

Paus telah menarik minat

berbagai pihak untuk

mengembangkan Whale

Shark tourism.

Dari hasil survey maka Perlu

pengaturan keberadaan

Bagan yang beroperasi di

p e r a i r a n K w a t i s o r e ,

m e n g i n g a t a d a n y a

persaingan dengan Hiu Paus yang

mencari makan. Agar supaya

banyaknya Bagan yang beropersi

tidak menyebabkan keberadaan

Hiu Paus ke depan menjadi

b e r k u r a n g a t a u b ah k a n

menghilang.

Perlu adanya kerjasama yang

baik dengan LSM lokal yang

bergerak dibidang pariwisata agar

dapat melakukan pengaturan

terkait penyelaman oleh

wisatawan sehingga tidak

mengganggu aktivitas dari Hiu

Paus.

*) PEH Pelaksana pada Balai Besar

TN. Teluk Cenderawasih

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 26

dari lapangan ……

Wawancara dengan masyarakat pemilik wilayah Perairan Kwatisore

epala Seksi Pengelolaan

Taman Nasional dan staf/

petugas Polhut Wilayah III

Aisandami melaksanakan

kegiatan Bina Cinta Alam (BCA),

yang dikhususkan bagi para

siswa/siswi sekolah Dasar (SD)

Negeri Aisandami, kegiatan Bina

Cinta Alam ini merupakan

kegiatan yang rutin dilakukan

guna memberikan wawasan

pengetahuan dan mengajarkan

kepada peserta atau Siswa/

Siswi untuk lebih mencintai dan

memelihara lingkungan sekitar

dimana mereka tinggal. Pada

kesempatan itu kami petugas

SPTN III Aisanndami bertemu

dengan siswa/siswi di kelas

untuk memberikan arahan dan

penyampaian materi namun

karena keterbatasan sarana dan

prasarana untuk memberikan

dan menampilkan materi yang

ada sehingga kami berinisiatif

untuk mengajak peserta atau

para Siswa/Siswi keluar ruangan

kelas agar tidak membosankan

para peserta Bina Cinta Alam

dalam menerima materi yang di

berikan, dan kami mengajak

mereka ke pantai

tepat di depan

kantor SPTN III

Aisandami,

dalam

kesempatan itu

Kepala Seksi

Pengelolaan TN.

Aisandami

memberikan

materi tentang

ekosisttem pantai dan

manfaatnya, menjelaskan apa

yang ada di Taman Nasional

Teluk Cenderawasih, peserta

sangat antusias mendengarkan

materi yang diberikan walaupun

hanya dengan penjelasan

secara lisan tanpa menampilkan

gambar-gambar bahkan tulisan,

walaupun kami tidak memiliki

sarana dan prasarana yang

memadai namun kami tetap

bisa melaksanakan Bina Cinta

Alam (BCA), dan memberikan

materi dengan baik kepada

peserta atau para siswa/siswi

yang ada.

Kami mengajak teman –

teman agar tetap semangat

dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawab untuk

memberikan pelayanan dan

informasi kepada masyarakat

dalam kawasan Taman Nasional

Teluk Cenderawasih, walaupun

sarana dan prasarana kita tak

memadai ibarat peribahasa

“Tak ada kayu akarpun jadi”

tetap semangat untuk

konservasi kita…….

*) Calon PolHut SPTN III Aisandami

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 27

…… dari lapangan

BINA CINTA ALAM DI AISANDAMI YANG SERBA SEDERHANA Oleh : La Hamid *)

Taman Nasional Teluk

Cenderawasih (TNTC) memiliki luas

1.453.500 ha dan merupakan

taman nasional laut terluas di

Indonesia serta tentu saja memiliki

sumber keanekaragaman hayati

yang sangat tinggi, hal ini

dikarenakan berada di tepi

samudera Pasifik serta merupakan

daerah pertemuan antara

lempengan benua Australia dan

lempengan samudera Pasifik. Oleh

karenanya kawasan TNTC ini

menjadi tujuan dari masyarakat

u n t u k m e l a n g s u n g k a n

kehidupannya sehari-hari. Hal ini

dapat dilihat dari tingginya tingkat

pemanfaatan sumberdaya alam

oleh masyarakat tersebut.

Masyarakat di kawasan TNTC ini

sudah ada sebelum TNTC di tunjuk

sebagai kawasan pelestarian alam

dimanan masyarakat ini tinggal di

sepanjang pesisir dan pulau-pulau

di dalam kawasan

TNTC.

Pada kegiatan

kemitraan kali ini

antara Balai Besar

TNTC dengan WWF-

Indonesia adalah

kegiatan survey

sosial ekonomi

masyarakat d i

kawasan TNTC, namun pada kali ini

diuraikan kegiatan survey di SPTN

IV Roon yaitu di kampung Yende

dan kampung Syabes. Kegiatan

survey ini bertujuan ingin melihat

perkembangan yang terjadi di

kedua kampung tersebut baik dari

sisi kependudukan, ekonomi,

pendidikan, maupun kesehatan.

Kegiatan ini dilakukan pada tanggal

4-9 Mei 2011. Kegiatan survey

sosial ekonomi ini dilakukan

dengan observasi langsung ke

masyarakat yaitu dengan interview

(wawancara) langsung

ke masyarakat. Karena

selain ingin memperoleh

data yang diperlukan

juga ingin melihat secara

langsung kehidupan di

masyarakat, terutama di

dalam keluarga.

Jumlah Penduduk

Di kampung Yende, terdapat

64 kepala keluarga dengan jumlah

total penduduknya 394 jiwa terdiri

dari laki-laki 197 jiwa dan

perempuan 197 jiwa, terdapat 90

rumah yang sebagian besar terbuat

dari dinding papan dan atap seng.

Sedangkan di kampung Syabes

terdiri dari 64 kepala keluarga

dengan jumlah penduduk total 251

jiwa yang terdiri dari laki-laki 146

jiwa dan perempuan 105 jiwa,

terdapat 64 rumah yang juga

sebagian besar terbuat dari dinding

papan dan atap seng.

Fasilitas Umum

Fasilitas umum yang

terdapat dikedua kampung tidak

berbeda jauh yaitu adanya fasilitas

MCK dan faisilitas air bersih yang

dialirkan dari mata air gunung

melalui pipa-pipa menuju titik-titik

pengambilan air yang terletak di

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 28

Kemitraan :

Survey Sosial Ekonomi Masyarakat di Kampung Yende dan Kampung Syabes (Kerjasama antara Balai Besar TN. Teluk Cenderawasih dengan WWF-Indonesia)

Oleh: Topo Budi Danarko, S.Pi.*)

Suasana Interview dengan masyarakat

Salah Satu Mata Pencaharian Masyarakat

tengah pemukiman warga, kurang

lebih terdapat 5 titik pengambilan

air. Selain itu, terdapat generator

pembangkit listrik yang mampu

menerangi di kedua kampung,

namun akan beroperasi jika

tersedia bahan bakarnya. Oleh

karenanya diperlukan kesadaran

dari warga agar memberikan iuran

p e r b u l a n u n t u k b i a y a

operasionalnya.

Kesehatan

Di bidang pelayanan

kesehatan, kedua kampung

tersebut memiliki fasilitas yang

cukup representativ dengan

bangunan yang telah disediakan.

Namun patut disayangkan karena

tenaga kesehatan yang tidak

menetap di lokasi. Hal ini tentunya

akan menyulitkan warga saat

membutuhkan pelayanan mereka.

Di kampung Yende terdapat 3

orang petugas, sedangkan di

kampung Syabes terdapat 2 orang

petugas kesehatan, dengan

dibantu beberapa orang kader

kesehatan. Sanitasi lingkungan

yang kurang bersih juga menjadi

salah satu penyebab warga sering

mengalami sakit, diantaranya

anemia, ispa, dan penyakit kulit.

Selama ini banyak warga

membuang sampat di laut sehingga

diperlukan tempat pembuangan

sampah di masing-masing

kampung agar kebersihan

lingkungan laut tetap terjaga.

Pendidikan

Seperti di bidang

kesehatan, pada kedua

kampung tersebut juga

s u d a h d i l e n g k a p i

bang unan g edu ng

sekolah SD, namun

permasalahan yang

terjadi adalah masih

minimnya guru pengajar

yang menetap di kampung untuk

mengajar. Dengan minimnya guru

mengakibatkan tidak maksimalnya

dalam mengajar murid. Selain itu

banyak terjadi putus sekolah yang

mungkin dikarenakan usia masuk

SD sudah tinggi.

Mata Pencaharian

Sebagian besar masyarakat

k e d u a k a m p u n g m a s i h

mengandalkan hasil laut untuk

m e m e n u h i k eb ut uh an ny a ,

diantaranya mencari teripang, ikan

segar, membuat ikan asin. Menurut

hasil wawancara, penghasilan

masyarakat perbulan berkisar

antara Rp 500.000,- - Rp.2.000.000,

-.biasanya mereka menjual kepada

pengepul yang secara rutin dating

ke kedua kampung tersebut. Selain

sebagai nelayan, masyarakat ada

yang menjadi aparat kampung,

petugas kesehatan dan guru.

Kearifan Lokal

Beberapa kearifan lokal

masyarakat di kedua kampung

telah menjadi budaya yang baik,

d iantaranya ada lah sas i

(penutupan sementara lokasi

pemanfaatan sumberdaya ikan).

Rencananya sasi ini akan dilakukan

setelah beberapa kampung di

sekitar pulau Roon mengadakan

pertemuan guna mencapai

kesepakatan untuk melakukan sasi.

Hal ini bertujuan untuk upaya

meningkatkan hasil tangkapan

yang akan meningkatkan

penghasilan masyarakat.

Simpulan

Setelah melihat uraian

singkat di atas dapat dilihat bahwa

masyarakat kawasan sangat

penting sekali peranannya

t e ru ta m a d a l a m r an g ka

pengelolaan kawasan, oleh karena

itu diperlukan langkah-langkah

agar kerjasama antara semua pihak

dapat terjalin dengan baik dan

s i ne rg i t erut a ma d a la m

mengupayakan pemberdayaan

masyarakat kawasan yang

b e r t u j u a n m e n i n g k a t k a n

kesejahteraan mereka.( Topo )

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 29

……… kemitraan

Kondisi Sekolah Di Kampung Syabes

Chironex fleckeri dikenal den-

gan Sea Wasp merupakan ubur-

ubur paling berbahaya. Hewan

yang masuk dalam Filum Cnidaria

ini, memiliki sengatan yang sangat

mematikan. Hewan ini dapat dite-

mui di perairan Australia bagian

utara, Teluk Meksiko (dekat Texas),

Asia Tenggara.

Klasifikasi Chironex fleckeri adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Cnidaria

Kelas : Cubozoa

Ordo : Cubomedusae

Famili : Chirodropidae

Genus : Chironex

Spesies : Chironex fleckeri

Seekor Chironex fleckeri

memiliki 60 tentakel. Setiap ten-

takel mampu tumbuh memanjang

sampai 3 m. Hewan ini masuk

dalam filum Cnidaria karena

memiliki sel penyengat yang yang

berukuran mikroskopik yang dise-

but Nematokis atau Cnidoblast

pada tentakelnya. Sel-sel penyen-

gat inilah yang menjadi alat untuk

menyalurkan toksin ke mangsanya.

Cara sel-sel penyengat bekerja san-

gatlah mengagumkan. Mereka me-

rupakan jarum-jarum sangat kecil

yang tertanam dalam daging di

sepanjang tentakel (seperti kelen-

jar keringat dalam kulit). Aktivitas

sel-sel penyengat tersebut dipicu

secara kimia yaitu ketika mereka

bersentuhan dengan kulit manusia

atau kulit bersisik ikan. Para

peneliti telah menangkap ubur-

ubur kotak dan menempatkannya

dalam tangki di laboratorium.

Ketika alkohol dimasukkan dima-

sukkan dalam tangki tersebut, sel-

sel penyengat bereaksi dan me-

lepaskan bisa/ toksin. Percobaan

sederhana ini menunjukkan bahwa

sel-sel nematokis pada tentakel

ubur-ubur tidak akan bereaksi

tanpa adanya rangsangan kimia

dari kulit manusia.

Chironex fleckeri memegang

rekor sebagai makhluk paling me-

matikan berdasarkan kriteria jum-

lah orang yang dapat tewas oleh

toksinnya dan waktu yang dibu-

tuhkan sampai korbannya tewas

setelah sengat. Toksin yang dihasil-

kan seekor Chironex fleckeri

mampu membunuh sampai dengan

60 orang dewasa. Sengatan yang

cukup parah dari hewan ini dapat

mengakibatkan kematian dalam

waktu 4 menit.

Dalam siklus hidupnya, Chi-

ronex fleckeri mengalami pergiliran

keturunan (metagenesis) yang ter-

diri dari 2 fase yaitu fase polip

(vegetatif) dan fase medusa (fase

generatif). Pada fase polip, hewan

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 30

BIODIVERSITY :

Chironex fleckeri (Ubur-ubur) Oleh : Lidia Tessa Vita Sari, S.Si *)

ini umumnya hidup soliter dan me-

lekat di dasar perairan sehingga

menyerupai tumbuhan yang ter-

tambat. Dalam tubuh polip terda-

pat rongga gastrovaskuler yang

berfungsi sebagai usus. Di bagian

atas terdapat mulut dan tentakel

yang berperan untuk menangkap

mangsa. Pada fase vegetatif ini,

individu baru terbentuk melalui

proses fragmentasi. Fase medusa

merupakan fase generatif. Pada

fase ini, dihasilkan sel telur dan sel

sperma. Pada fase ini, medusa

berenang bebas di perairan dengan

bentuk seperti payung dengan ten-

takel yang menjuntai. Fase medusa

inilah yang sering kita sebut ubur-

ubur. Pada fase generatif, medusa

jantan melepaskan sperma yang

masuk ke ovarium medusa betina

dan membuahi sel telur dn mem-

bentuk zygot. Zygot kemudian ber-

gerak ke rongga mulut dan melan-

jutkan perkembangan hingga mem-

bentuk larva bersilia yang disebut

Planula. Planula akan menempel

pada substrat di dasar laut, silia

dilepaskan dan berkembang men-

jadi polip muda (skifistoma). Skifis-

toma akan membentuk tunas-

tunas lateral yang akan tampak

seperti tumpukan piring dan dise-

but strobilasi. Kuncup dewasa pal-

ing atas akan melepaskan diri dan

menjadi medusa muda (efira) yang

kemudian akan berkembang men-

jadi medusa dewasa.

Chironex fleckeri memiliki

bentuk “bell” kotak sehingga sering

juga disebut ubur-ubur kotak (box

jellyfish). “Bell” ini transparan dan

umumnya berdiameter 16-24 cm

bahkan ada yang mencapai diame-

ter 35 cm. warnanya yang biru pu-

cat membuatnya nyaris tak terlihat

dalam air. Hewan ini menyerang

dengan membungkus mangsanya

dengan tentakel-tentakelnya yang

penuh nematokis dan mengeluar-

kan toksin ke dalam tubuh

korbannya.

Serangan Chironex fleckeri

pada manusia menimbulkan rasa

sakit yang amat sangat, sebagai-

mana rasa sakit akibat zat asam

atau besi panas. Tentakel yang me-

nempel akan menimbulkan bilur-

bilur pada kulit.

Sengatan ini mengakibatkan

rasa sakit, demam, kejang otot,

mati rasa, kelumpuhan bahkan

kematian. Toksin yang masuk

dalam tubuh akan mengakibatkan

malfungsi sel-sel otot jantung

(menyebabkan denyut jantung

tidak beraturan) yang kemudian

dapat menyebabkan terhentinya

denyut jantung. Toksin yang

dilepaskan oleh nematokis akan

menyebabkan bengkaknya nodus

limfatikus yang berdekatan dengan

lokasi sengatan dan korban tak

sadarkan diri sebelum mereka

mampu keluar dari air. Pra peneliti

menganjurkan menggunakan es

pada bekas sengatan selama 5-15

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 31

Chironex fleckeri dengan “bell” transparan

…… Biodiversity

menit untukmengurangi rasa sakit

kemudian membilas bekas senga-

tan dengan air tawar dan memberi-

kan obat atau krim antiinflamasi

seperti Papain, krim hidrokortison.

Dengan tetap memperhatikan per-

ingatan dalam penggunaan obat

tersebut.

Dalam website para penjaga

pantai di Hawaii memberikan per-

tolongan pertama terhadap senga-

tan ubur-ubur kotak. Menurutnya,

ada dua hal penting yangmeru-

pakan kunci penanganan sengatan

ubur-ubur kotak. Yang pertama,

melepaskan nematokis yang masih

tertinggal di kulit untuk mencegah

luka yang semakin parah. Yang

kedua, mengobati luka dan nyeri

yang diakibatkan oleh toksin yang

dikeluarkan nematokis. Berikut ini

adalah pertolongan pertama yang

direkomendasikan untuk menan-

gani sengatan ubur-ubur kotak:

1. Segera membasuh area yang

tersengat dengan cuka untuk

mencegah sengatan nematokis

lebih lanjut. Hal ini tidak mengu-

rangi rasa sakit tetapi dapat

mencegah sengatan lanjutan;

2. Jangan menggosok area luka

dengan pasir atau apa pun;

3. Basuh mata yang terkena sen-

gaatan dengan air tawar selama

minimal 15 menit. Jika pengli-

hatan kabur, atau mata terus

berair, nyeri, bengkak atau sen-

sitif terhadap cahaya setelah

dibasuh, segera hubungi dokter;

4. Lepaskan tentakel yang telah

direndam cuka dengan bantuan

tongkat atau alat lain;

5. Jika korban sesak napas, lemah,

kram otot, berdebar-debar atau

gejala umum lainnya, segera

bawa ke rumah sakit;

6. Untuk mengurangi rasa nyeri,

gunakan es. Jika nyeri menjadi

semakin parah, segera bawa ke

rumah sakit.

Pustaka

Schmidt, T. 2011. "Chironex fleck-eri" (On-line), Animal Diversity Web. Accessed April 19, 2011 at http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Chironex_fleckeri.html.

Anonim.2011. Deadliest Creature - Sea Wasp (Marine Stinger) (Chironex fleckeri).(Online), (http://www.extremescience.com/zoom/index.php/animal-kingdom-records/36-deadliest-sea-wasp, diakses 20 April 2011).

McEldowney, A. Chironex fleckeri. (Online), (http://web.fccj.org/~dbyres/2011projects/chironex/chironex_fleckeri.htm, diakses 20 April 2011).

*) Calon Pengendali Ekosistem Hutan Tk. Ahli Pertama pada BPTN III Ransiki

Balai Besar TNTC

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 32

Biodiversity ……

Bilur-bilur akibat sengatan Chironex fleckeri

alam kemasan plastic

tercantum berbagai kode. Tanda

inilah yang menentukan daya

tahan dan tingkat keamanannya.

Berikut ini adalah berbagai kode

resin yang dan deskripsinya:

PET (Polyethylene Terephthalate)

Botol dengan

bahan dasar

PET ditandai

dengan logo

daur ulang

dengan angka

1 di bagian

tengahnya

serta tulisan TETE atau PET

(polyethylene terephthalate) di

bawahnya. Bahan ini biasanya

digunakan untuk botol plastik yang

jernih/ transparan/ tembus

pandang. Botol jenis ini

direkomendasikan HANYA SEKALI

PAKAI karena jika terlalu sering

dipakai apalagi untuk menyimpn

air hangat/ panas, polimer pada

botol akan melepaskan zat

karsinogenik (dapat menyebabkan

kanker). Dalam pembuatan PET,

digunakan antomoni trioksida.

Senyawa ini dapat masuk dalam

tubuh dan dapat mengakibatkan

iritasi kulit dan saluran pernafasan,

meningkatkan masalah menstruasi

dan keguguran, pun bila

melahirkan, anak mereka

kemungkinan besar akan

mengalami pertumbuhan yang

lambat hingga usia 12 bulan.

Serpihan dan pellet PET yang telah

dibersihkan dan didaur ulang dapat

digunakan untuk membuat serat

benang karpet, fiberfill dan

geotextile.

HDPE (High Density Polyethylene)

Botol dengan

bahan dasar

HDPE ditandai

dengan logo

daur ulang

dengan angka 2

di tengahnya

serta tulisan

HDPE di bawahnya. HDPE

merupakan salah satu bahan

plastic yang aman untuk digunakan

karena memiliki kemampuan untuk

mencegah reaksi kimia antara

kemasan plastik berbahan HDPE

dengan makanan/ minuman yang

dikemasnya. HDPE memiliki sifat

bahan yang lebih kuat, keras,

buram dan lebih tahan terhadap

suhu tinggi. Sama seperti PET,

HDPE juga direkomendasikan

hanya untuk sekali pemakaian,

karena pelepasan senyawa

antimoni trioksida terus meningkat

seiring waktu. Hasil daur ulangnya

dapat digunakan sebagai kemasan

produk nonpangan seperti

shampoo, kondisioner, pipa,

ember.

V (Polyvinyl Chloride/ PVC)

Botol plastic

dengan bahan dasar polyvinyl

chloride ditandai dengan logo daur

ulang dengan angka 3 di tengahnya

serta tulisan V di bawahnya. Plastic

jenis ini tergolong jenis plastic yang

paling sulit di daur ulang dan biasa

digunakan untuk pipa dan

konstruksi bangunan. PVC

mengandung DEHA yang akan

bereaksi dengan makanan yang

dikemas karena DEHA lumer pada

suhu -150C. Reaksi ini akan

berbahaya untuk ginjal, hati dan

berat badan.

LDPE (Low Density Polyethylene)

Peralatan

plastic

dengan bahan

LDPE ditandai

dengan logo

daur ulang

dengan angka

4 di

tengahnya serta tulisan LDPE di

bawahnya. LDPE (Low Density

Polyethylene) merupakan plastic

tipe coklat (Thermoplastic/ dibuat

dari minyak bumi) yang biasa

dipakai untuk tempat makanan,

plastic kemasan dan botol-botol

yang lembek. Sifat mekanis plastic

LDPE adalah kuat, agak tembus

cahaya, fleksibel dan permukaan

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 33

KENALI TANDA SEGITIGA DALAM KEMASAN PLASTIK

SERBA-SERBI : Sebaiknya Anda Tahu ...

agak berlemak. Pada suhu , 600C

sangat resisten terhadap senyawa

kimia, daya proteksi terhadap uap

air tergolong baik akan tetapi

kurang baik bagi gas-gas lain

seperti oksigen. Plastik jenis ini

dapat didaur ulang, baik untuk

barang-barang yang memerlukan

fleksibilitas tetapi kuat, dan

memiliki resistensi yang baik

terhadap reaksi kimia. Barang

berbahan LDPE ini sulit

dihancurkan, tetapi tetap baik

untuk tempat makanan karena sulit

bereaksi secara kimiawi dengan

makanan yang dikemas dengan

bahan ini.

PP (Polypropylene)

Peralatan

plastic

berbahan

polypropylene

ditandai

dengan logo

daur ulang

dengan angka 5

di tengahnya serta tulisan PP di

bawahnya. PP (polypropylene)

adalah pilihan terbaik untuk bahan

plastik, terutama untuk yang

berhubungan dengan makanan dan

minuman seperti tempat

menyimpan makanan, botol

minum dan terpenting botol

minum untuk bayi. Karakteristik

adalah biasa botol transparan yang

tidak jernih atau berawan.

Polipropilen lebih kuat dan ringan

dengan daya tembus uap yang

rendah, ketahanan yang baik

terhadap lemak, stabil terhadap

suhu tinggi dan cukup mengkilap.

Carilah dengan kode angka 5 bila

membeli barang berbahan plastik

untuk menyimpan kemasan

berbagai makanan dan minuman.

Plastic jenis ini biasa didaur ulang

menjadi casing baterai, sapu, sikat,

dll.

PS (Polystyrene)

Peralatan

plastic

berbahan

polystyrene

ditandai

dengan logo

daur ulang

dengan

angka 6

ditengahnya serta tulisan PS di

bawahnya. PS biasa dipakai sebagai

bahan tempat makan styrofoam,

tempat minum sekali pakai, dan

lain-lain. Polystyrene merupakan

polimer aromatik yang dapat

mengeluarkan bahan styrene ke

dalam makanan ketika makanan

tersebut bersentuhan. Pemakaian

bahan ini sangat dihindari untuk

mengemas makanan. Selain

tempat makanan, styrene juga bisa

didapatkan dari asap rokok, asap

kendaraan dan bahan konstruksi

gedung. Bahan ini harus dihindari,

karena selain berbahaya untuk

kesehatan otak, mengganggu

hormon estrogen pada wanita yang

berakibat pada masalah

reproduksi, dan pertumbuhan dan

sistem syaraf, juga karena bahan

ini sulit didaur ulang. Pun bila

didaur ulang, bahan ini

memerlukan proses yang sangat

panjang dan lama. Bahan ini dapat

dikenali dengan kode angka 6,

namun bila tidak tertera kode

angka tersebut pada kemasan

plastik, bahan ini dapat dikenali

dengan cara dibakar (cara terakhir

dan sebaiknya dihindari). Ketika

dibakar, bahan ini akan

mengeluarkan api berwarna kuning

-jingga, dan meninggalkan jelaga.

Banyak Negara bagian di Amerika

telah melarang pemakaian tempat

makan berbahan Styrofoam

termasuk Negara Cina.

Other

Plastik

No.7 atau

Other (O)

dan jenis

plastik

lainnya

selain dari

no.1

hingga 6,

yakni

botol susu bayi, plastik kemasan,

dan gallon air minum. Plastik No.7

ini termasuk Polycarbonate yang

mengandung Bisphenol-A yang

berpotensi merusak system

hormon juga berbahaya bagi

tubuh. Tetapi, ada juga bahan yang

baik untuk lingkungan karena

dapat diurai yang disebut bioplastik

yang terbuat dari tepung jagung,

kentang, tebu. Plastik yang

menggunakan kode ini terbuat dari

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 34

serba-serbi ……

Selamat jalan Bapak Peronsito, SE (P Ito), selamat

meneruskan pengabdian…... semoga di tempat yang baru

karya bhaktinya terus menjadi inspirasi bagi rekan kerja

dan mendapat apresiasi dari atasan…

Terima kasih atas pengabdian, kerjasama, ketulusan dan sumbangsihnya bagi Balai Besar Taman Nasional Teluk

Cenderawasih selama bertugas. Kebersaman yang telah terjalin selama ini merupakan suatu kedekatan yang sangat berkesan bagi kita semua.

Kenanglah kebersamaan kita…. We Always Love You P Ito…. Good Luck!!! .

Buletin Tritonis, Edisi II Juni 2011 35

Ucapan …………………

Selamat bergabung pada rekan-rekan

baru di Balai Besar Taman Nasional

Teluk Cenderawasih.. Luasnya lautan

Konservasi Teluk Cenderawasih telah

menunggu sentuhan-sentuhan kreatif

dan pengabdian rekan-rekan semua.

Mari kita jalin kebersamaan untuk

menunaikan tugas yang telah

menunggu…. “Di laut kita jaya, di

kota kita wibawa”

Selamat atas kelahiran putri pertama rekan kita, Falik Kambori. Semoga putri tercinta yang bernama (Faradila Kamilatun Dzakiyy Kambori) menjadi anak sholehah, berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsa.

Segenap pimpinan dan staff Balai Besar

TNTC mengucapkan selamat atas pernikahan Saudara Frans K. Sineri, SE dengan Sara Y. Karubaba, S.Pd, M.Phil pada tanggal 23 April 2011 di Manokwari.

Semoga dalam mengarungi hidup baru

bersama dapat menjadikan hidup lebih berwarna dan bermakna…..

Pimpinan dan Seluruh Staff Redaksi Bulletin Tritonis Balai

Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Mengucapkan :

resin yang tidak termasuk

enam golongan yang

lainnya, atau terbuat dari

lebih dari satu jenis resin

dan digunakan dalam

kombinasi multi-layer.

Plastik yang cukup aman

digunakan adalah yang

berkode 04 dan 05, namun

konsumen jangan takut

untuk menggunakan

plastik, hanya sebaiknya

lebih berhati-hati dan

menggunakan plastik

dengan bijaksana.

Sumber:

http://deslisumatran.wordpress.com/2010/03/28/makna-tanda-recycle-pada-plastik/

http://dhysblue.wordpress.com/2009/12/04/plastik-dan-kode-keamanannya/

Selamat Jalan …..

Selamat Datang ..

Selamat Menempuh Hidup Baru …..

CPNS Balai Besar TNTC :

1. Gerits Ortes Wanma (Polhut)

2. Wahyu Alit Santoso (Polhut)

3. Tiar Rustandi, A.Md (Polhut)

4. Eric Rosady, A.Md (Polhut)

5. Sanny Sutanto, S.Si (PEH)

6. Esie Mega Wangi, S.Si (PEH)

7. Posma Pitta S, S.Hut (Penyusun

Program dan Evaluasi)

8. Erik S. Lesmana, S.Sos (Analisis

Kepegawaian)

9. Nike Cynthia Sari, A.Md

(Pengumpul dan Pengolah Data

Kepegawaian)

Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Jl. Essau Sesa - Sowi Gunung, Manokwari - Papua Barat

Telp. (0986) 212303, Fax. (0986) 214719 Email : [email protected]

Sumber Dana : DIPA Balai Besar TNTC, Tahun Anggaran 2011