15
5 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar Belajar merupakan kata kerja yang tentu saja memiliki pengertian yang beragam. Pengertian hasil belajar menurut Purwanto yang dikutip Ridwan (2008:2) prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport. Sedangkan menurut Muhibin yang dikutip Abu Muhamad (2008:30) dijelaskan bahwa hasil belajar merupakan taraf keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok pesantren dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Dengan demikian pengertian hasil belajar dapat diberikan batasan bahwa hasil belajar adalah hasil kerja belajar seseorang yang diperoleh atau dicapai dengan kemampuan yang optimal dalam tes sebagaimana yang dinyatakan dalam skor pada raport. Hasil belajar dapat dinyatakan dalam proporsi sebagai berikut: pertama, hasil belajar murid merupakan ukuran keberhasilan guru dengan anggapan bahwa fungsi penting guru dalam mengajar adalah untuk meningkatkan hasil belajar murid, kedua, hasil belajar murid mengukur apa yang telah dicapai murid, ketiga, hasil belajar (achivement) itu sendiri diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah. Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

  • Upload
    vodiep

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

5

2 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hasil Belajar

2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar

Belajar merupakan kata kerja yang tentu saja memiliki pengertian yang beragam.

Pengertian hasil belajar menurut Purwanto yang dikutip Ridwan (2008:2) prestasi belajar

adalah hasil yang dicapai seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan

dalam raport. Sedangkan menurut Muhibin yang dikutip Abu Muhamad (2008:30) dijelaskan

bahwa hasil belajar merupakan taraf keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi

pelajaran di sekolah atau pondok pesantren dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari

hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

Dengan demikian pengertian hasil belajar dapat diberikan batasan bahwa hasil belajar

adalah hasil kerja belajar seseorang yang diperoleh atau dicapai dengan kemampuan yang

optimal dalam tes sebagaimana yang dinyatakan dalam skor pada raport. Hasil belajar dapat

dinyatakan dalam proporsi sebagai berikut: pertama, hasil belajar murid merupakan ukuran

keberhasilan guru dengan anggapan bahwa fungsi penting guru dalam mengajar adalah untuk

meningkatkan hasil belajar murid, kedua, hasil belajar murid mengukur apa yang telah dicapai

murid, ketiga, hasil belajar (achivement) itu sendiri diartikan sebagai tingkat keberhasilan

murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah.

Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari

dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat

perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat

perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan

psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan

pelajaran.

Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi

perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari

tidak mengerti menjadi mengerti.

Page 2: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

6

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui

tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai

berikut:

Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan,

pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan

yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu

nilai atau kompleks nilai.

Ranah Psikomotor

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular

(menghubungkan, mengamati).

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih

menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil

penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria

dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah

memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar:

a. Keterampilan dan kebiasaan

b. Pengetahuan dan pengertian

c. Sikap dan cita-cita

Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses

belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian

dalam kehidupan siswa tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah

suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta

akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya

karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai

Page 3: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

7

hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku

kerja yang lebih baik.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 102), "Hasil belajar atau achievement

merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas

yang dimiliki oleh seseorang"

MenurutAhmad Tafsir (2008: 34-35), hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku

yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga)

aspek yaitu: 1) tahu, mengetahui (knowing); 2) terampil melaksanakan atau mengerjakan

yang ia ketahui itu (doing); dan 3) melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan

konsekwen (being).

2.1.1.2 Faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Menurut Merson U. Sungalang (dalam Tulus Tu’u, 2004:78) faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar adalah kecerdasan, bakat, minat dan perhatian, motif, cara belajar, sekolah,

lingkungan keluarga. Menurut Tulus Tu’u (2004:83) Selain itu masih terdapat faktor

penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar diri siswa. Faktor dari

dalam yaitu kesehatan, kecerdasan, perhatian, minat dan bakat. Sedangkan faktor dari luar

diri siswa yaitu keluarga, sekolah, disiplin yang diterapkan di sekolah, masyarakat, lingkungan

tetangga, dan aktivitas organisasi.

Menurut Slameto (2003:54-72) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa

adalah faktor dari dalam diri siswa yang meliputi intelegensi dan bakat, kesehatan, minat dan

motivasi, dan faktor dari luar diri siswa yang meliputi keluarga, sekolah, metode, masyarakat

dan lingkungan alam.

Siswa yang intelegensinya baik umumnya mudah belajar dengan hasil baik.

Sebaliknya siswa yang intelegensinya rendah cenderung mengalami kesulitan dalam belajar

sehingga prestasinya rendah. Bakat juga besar pengaruhnya dalam menentukan keberhasilan

siswa. Jika dalam kegiatan belajar bahan pelajaranyang diperoleh sesuai dengan bakat yang

dimiliki, maka hasilnya akan lebih baik. Kesehatan yang tidak maksimal juga akan

mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Minat dan motivasi belajar sangat berpengaruh

terhadap sikap siswa dalam belajar. Siswa yang berminat terhadap pelajaran tertentu akan

Page 4: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

8

termotivasi memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Sehingga hasil pelajaran akan lebih

baik.

Keluarga mempunyai kontribusi yang besar terhadap keberhasilan siswa dalam

belajar. Perhatian terhadap belajar siswa mulai dari memperhatikan hasil kerja, membantu

kesulitan, menyediakan fasilitas di rumah serta memberi kasih sayang. Kondisi sosial di

rumah turut andil dalam membentuk karakter siswa.

Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu

diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain: faktor dalam diri

siswa(faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa(faktor ekstern). Faktor-faktor yang

berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak

antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model belajar yang menempatkan siswa pada

kelompok-kelompok yang berkategori. Dalam pembelajaran kelompok setiap anggota akan

bekerja sama dalam memahami suatu bahan pelajaran dan belajar belum selesai jika salah

satu teman dalam kelompoknya belum menguasai bahan pelajaran tersebut. Tujuan

pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin,

1995 dalam Rahayu, 1999).

Pada dasarnya pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-

tidaknya empat tujuan pembelajaran yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap

keragaman dan pengembangan keterampilan sosial disamping juga bertujuan untuk

meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif juga

memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling

bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama dan melalui penggunaan struktur

penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. Melalui pembelajaran

kelompok, siswa diberi tugas agar bisa menampakkan keragaman anggota kelompoknya baik

kemampuan akademik, jenis kelamin, usia, latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya.

Sehingga dengan keragaman tersebut diharapkan terjadi saling tolong-menolong di antara

siswa dalam memecahkan suatu permasalahan. Sebagai contoh, seorang siswa yang

Page 5: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

9

memiliki kemampuan akademik di bawah rata-rata akan terbantu dengan penjelasan anggota

kelompok atau siswa lain yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata.

Melalui belajar kelompok, secara khusus siswa berperan sebagai sumber belajar

antara satu dengan yang lain, berbagai dan mengumpulkan informasi serta saling membantu

untuk mencapai keberhasilan bersama. Sebab ada kecenderungan bahwa siswa lebih mudah

menerima dan memahami informasi dari teman sebayanya daripada penjelasan dari guru.

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (2000:6) adalah sebagai berikut:

d. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

e. Kelompok dibentuk dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

f. Apabila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, agama, etnis, dan jenis

kelamin yang berbeda-beda.

g. Pembelajaran lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Roger dan David

Johnson (dalam Lie, 2002:30) menyebutkan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa

dianggap pembelajaran kooperatif.

Ada lima unsur yang harus dipenuhi agar kerja kelompok dapat dapat dikatakan

sebagai pembelajaran kooperatif, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif (positive interdependence).

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggota kelompoknya.

Setiap siswa mendapatkan nilai sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari

sumbangan setiap anggota.

b. Akuntabilitas individual (individual accountability)

Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan

tugasnya. Tugas disusun sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok

melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa

dilaksanakan.

c. Interaksi tatap muka (face-to-face promotive interaction)

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.

Kegiatan interaksi ini akan membentuk kerjasama yang menguntungkan semua anggota. Inti

dari kerja sama adalah menghargai perbedaan memanfaatkan kelebihan, dan mengisi

kekurangan masing-masing.

Page 6: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

10

Jadi, para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima

satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.

d. Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi (interpersonal and small group skill)

Sebelum menugaskan siswa dalam bentuk kelompok, pengajar perlu mengajarkan

cara-cara berkomunikasi. Karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan

berbicara. Padahal keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para

anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengemukakan

pendapat mereka.

Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini merupakan proses yang panjang.

Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal dalam waktu

singkat. Namun proses ini sangat bermanfaat untuk memperkaya pengalaman belajar dan

pembinaan mental dan emosional para siswa.

e. Evaluasi proses kelompok (group processing)

Keberhasilan belajar dari kelompok sangat menentukan tercapainya tujuan belajar.

Evaluasi kelompok merupakan cara kelompok dalam mencapai keefektifan kerja sama dan

kelompok-kelompok siswa memantau secara reguler apa yang mereka selesaikan dan

bagaimana anggota kelompok serta individu dapat berfungsi lebih efektif (saling memantau

kemajuan individu dan kelompok).

Dalam pembelajaran kooperatif ada enam langkah atau tahapan yang pelaksanaannya

bervariasi tergantung pada pendekatan atau model yang digunakan. Enam langkah tersebut

dapat dilihat dalam Tabel berikut.

Page 7: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

11

Tabel 1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tindakan Guru

Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk belajar

Fase 2 Menyampaikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok-kelompok belajar dan membantu kelompok melakukan transisi secara efisien

Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya

Fase 6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

(Ibrahim, 2000:10)

Suprayekti (2006:88) menjelaskan berdasarkan karakteristik pembelajaran kooperatif

tersebut dapat memberikan dampak positif kepada siswa antara lain :

a. Membangun sikap belajar kelompok /bersosialisasi.

b. Membangun kemampuan bekerjasama.

c. Melatih kecakapan berkomunikasi.

d. Melatih keterlibatan emosi siswa.

e. Mengembangkan rasa percaya diri dalam belajar.

f. Meningkatkan prestasi akademiknya secara individu dan kelompok.

g. Meningkatkan motivasi belajar.

h. Memperoleh kepuasan belajar.

Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Johnson &

Johnson, Copper (dalam Rahayu, 1999:53) bahwa keuntungan pembelajaran kooperatif

adalah: 1) siswa bertanggung jawab atas proses belajarnya, terlibat secara aktif dan memiliki

Page 8: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

12

usaha yang lebih besar untuk berprestasi, 2) siswa mengembangkan keterampilan berfikir

tinggi dan berfikir kritis, 3) hubungan yang lebih positif antar siswa dan kesehatan psikologis

yang lebih besar. Kelemahan pembelajaran ini menurut Suarjan (2000:70 dalam Firnanduz,

2004: 15) adalah: 1) bagi guru, guru akan kesulitan mengelompokkan siswa yang memiliki

kemampuan heterogen dari segi prestasi akademis dan banyak menghabiskan waktu untuk

diskusi, 2) bagi siswa, siswa dengan kemampuan yang tinggi masih banyak yang belum

terbiasa untuk menyampaikan atau memberi penjelasan kepada siswa lain sehingga sulit

untuk dipahami. Dalam hal ini, guru menekankan pentingnya menjawab dan mengajukan

pertanyaan kepada siswa lain dalam satu kelompok guna menghidupkan suasana

pembelajaran kooperatif.

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization)

2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif tipe TAI

Model pembelajaran kooperatif TAI (Team Assisted Individualization) merupakan

pembelajaran yang mengkombinasikan antara belajar kooperatif dengan belajar individual.

TAI (Team Assisted Individualization) menghendaki siswa mengerjakan unit-unit program

biologi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Slavin (1995:98) menyatakan bahwa:

“TAI was created to take advantage considerable of socialization potencial of cooperative learning. Previous studies of group-paced cooperative learning methods have consistently found positive effect of this method of such out-come as relation and attitudes toward main streamed academically handicapped student. ”

Kutipan di atas mengandung makna bahwa TAI juga melihat siswa untuk bersosialisasi

dengan baik, ditemukan adanya pengaruh positif hubungan dan sikap terhadap siswa yang

terlambat akademis. Menurut Slavin (1995:102) dalam Anwar (2003:21) pembelajaran

kooperatif model TAI terdiri dari 8 komponen, yaitu placement test; teams; student creative,

team study; team score and team recognition, teaching group; fact test, whole class unit.

2.1.3.2 Tahapan Pembelajaran Kooperatif tipe TAI

Delapan komponen pembelajaran kooperatif model TAI adalah sebagai berikut:

a. Placement test

Page 9: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

13

Untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan sebagai dasar pertimbangan

pengelompokan, maka siswa dalam tahap ini diberi tes yang berupa pretes atau bisa berupa

hasil tes sebelumnya.

b. Team

Siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang yang

heterogen. Fungsi kelompok adalah memastikan semua anggota kelompok ikut dan memiliki

kesempatan yang sama untuk sukses. Tiap kelompok mempunyai atau mengembangkan

kemampuan masing-masing untuk berpikir tentang objek yang dipermasalahkan sehingga ada

interaksi kelompok yang diperoleh dari seluruh sumbangan anggota kelompok.

c. Teaching group

Guru menjelaskan materi pokok secara klasikal pada siswa yaitu dengan

memperkenalkan konsep-konsep utama pada siswa sebelum mereka mengerjakan tugas

secara individu.

d. Student creative

Sebelum siswa bekerja dalam kelompoknya, terlebih dahulu masing-masing siswa

berusaha membaca, memahami materi pelajaran serta mencoba mengerjakan tugas secara

individu.

e. Team study

Para siswa diberikan suatu unit perangkat pembelajaran matematika secara individu,

unit tersebut berisikan materi kemudian para siswa mengerjakan dan membahas unit-unit

tersebut dalam kelompok masing-masing. Jika ada siswa yang mendapat kesulitan

disarankan untuk meminta bantuan dalam kelompok sebelum meminta bantuan kepada guru.

f. Whole class unit

Pada tahap ini dilakukan diskusi kelas, setiap anggota kelompok mempresentasikan

hasil kerja kelompoknya. Ketika ada kelompok yang mempresentasikan hasil kerja

kelompoknya, maka tugas kelompok lain adalah menanggapi jawaban dari hasil kerja

kelompok yang dipresentasikan. Setelah diskusi selesai guru melakukan evaluasi terhadap

jalannya diskusi serta membenahi atau menyempurnakan jawaban siswa. Di akhir diskusi

guru meminta siswa untuk membuat kesimpulan.

g. Fact test

Page 10: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

14

Guru memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberikan materi.

Pada penelitian ini tes diberikan setelah akhir tiap siklus.

h. Team scores and team recognition

Diakhir tiap pembelajaran guru menghitung skor kelompok. Skor ini didasarkan pada

jumlah rata-rata dari nilai anggota kelompok dan dari tes. Kriteria yang dianut untuk

menentukan kriteria kelompok adalah kriteria tinggi dibuat untuk kelompok super, kriteria

menengah untuk kelompok hebat, dan kriteria minimum untuk kelompok baik. Skor

perkembangan individu berguna untuk memotivasi siwa agar bekerja keras untuk memperoleh

hasil yang lebih baik.

Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes pada akhir

siklus. Skor dasar diambil dari skor tes yang dilakukan oleh guru sebelum melaksanakan

pembelajaran kooperatif model TAI. Sedangkan pemberian tes akhir siklus dilakukan setelah

pembelajaran kooperatif model TAI. Kriteria pemberian skor peningkatan individual dapat

dilihat pada Tabel

Tabel 2 Kriteria Pemberian Skor Peningkatan individual

Skor Siswa Skor Perkembangan

Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 10 sampai dengan 1 poin di bawah skor dasar 10 poin diatas skor dasar Lebih dari 10 poin di atas skor dasar Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor dasar) (Adopsi dari Anwar, 2003:54)

5 10 20 30 30

Pemberian penghargaan diberikan setiap akhir pembelajaran berdasarkan skor

peningkatan yang diperoleh setiap anggota kelompok. Pemberian penghargaan dilakukan

dengan cara diumumkan nama-nama kelompok dengan skor kelompok tertinggi dan skor

perkembangan tertinggi, dan penghargaan dapat berupa apapun asalkan siswa dapat tertarik

dan termotivasi serta meningkatkan prestasi kelompoknya.

Menurut Slavin (1995) dalam Anwar (2003:54) penghargaan kelompok berdasarkan

skor kelompok terdapat tiga tingkatan penghargaan yang dapat dilihat pada Tabel.

Tabel Tingkat Penghargaan Kelompok

Page 11: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

15

Tabel 3 Tingkat Penghargaan Kelompok

Poin Kelompok Tingkat Penghargaan Kelompok

5 < PPK < 15 15<PPK<23 23<PPK<30

Baik Hebat Super

Adapun tahap-tahap dalam model pembelajaran TAI adalah sebagai berikut.

a. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh kelompok siswa.

b. Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar

guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu. (Mengadopsi komponen

Placement Test).

c. Guru memberikan materi secara singkat. (Mengadopsi komponen Teaching Group).

d. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilai

ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa. (Mengadopsi komponen Teams).

e. Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah dirancang sendiri

sebelumnya, dan guru memberikan bantuan secara individual bagi yang memerlukannya.

(Mengadopsi komponen Team Study).

f. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dengan mempresentasikan hasil

kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh guru. (Mengadopsi komponen Student

Creative).

g. Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu. (Mengadopsi komponen

Fact Test).

h. Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada)

berdasarkan hasil koreksi. (Mengadopsi komponen Team Score and Team Recognition).

i. Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan.

2.1.3.3 Kekurangan dan kelebihan Model pembelajaran kooperatif TAI

Model pembelajaran kooperatif TAI memiliki kekurangan dan kelebihan.

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif TAI, Slavin (1995:101)

menyatakan bahwa belajar kooperatif model TAI mempunyai kelebihan sebagai berikut:

a. Guru terlibat minimal dalam pengaturan dan pengecekan rutin

b. Guru akan menggunakan waktunya paling sedikit dalam mengajar kelompok kecil

Pelaksanaan program sederhana

Page 12: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

16

c. Para siswa dapat mengecek pekerjaan satu sama lain Mengurangi perilaku yang

mengganggu Mengurangi konflik antar pribadi Program ini sangat membantu siswa yang

lemah

d. Meningkatkan motivasi belajar pada diri siswa

e. Meningkatkan hasil belajar

Selain memiliki kelebihan model pembelajaran kooperatif TAI juga memiliki

kekurangan. Disebutkan oleh Derc (1991) dalam Anwar (2003:37) bahwa:

a. Dibutuhkan waktu yang lama untuk membuat dan mengembangkan perangkat

pembelajaran, dan

b. Jumlah siswa yang besar dalam kelas, maka guru akan mengalami kesulitan dalam

memberikan bimbingan kepada siswanya.

2.1.4 Pembelajaran Matematika di SD

2.1.4.1 Hakekat Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

Belajar matematikan merupakan tentang konsep-konsep dan struktur abstrak yang

terdapat dalam matematika serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur

matematika. Belajar matematika harus melalui proses yang bertahan dari konsep yang

sederhana ke konsep yang lebih kompleks. Setiap konsep matematika dapat dipahami

dengan baik jika pertama-tama disajikan dalam bentuk konkrit. Russeffendi (1992)

mengungkapkan bahwa alat peraga adalah alat untuk menerangkan/ mewujudkan konsep

matematika sehingga materi pelajaran yang disajikan mudah dipahami oleh siswa.

Salah satu dari Standar Kompetensi Lulusan SD pada mata pelajaran matematika

yaitu, memahami konsep bilangan pecahan, perbandingan dalam pemecahan masalah, serta

penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari Depdiknas 2006. Berdasarkan uraian tersebut

dapat dikatakan bahwa pemahaman guru tentang hakekat pembelajaran matematika di SD

dapat merancang pelaksanaan proses pembelajaran dengan baik yang sesuai dengan

perkembangan kognitif siswa, penggunaan media, metode dan pendekatan yang sesuai pula.

Sehingga guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif serta

terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang efektif.

Page 13: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

17

2.1.4.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

Tujuan pembelajaran matematika di SD dapat dilihat di dalam kurikulum tingkat

satuan pendidikan 2006 SD. Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut, (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes, akurat, efesien, dan

tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi

kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirikan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap

menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian

dan minat dalam mempelajari matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan

masalah.

Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan sikap

siswa serta memberikan tekanan pada ketrampilan dalam penerapan matematika juga

memuat tujuan khusus matematika SD yaitu: (1) menumbuhkan dan mengembangkan

ketrampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari, (2) menumbuhkan

kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, (3)

mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut, (4)

membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.

2.1.4.3 Ruang Lingkup Materi Matematika Sekolah Dasar

Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek-

aspek sebagai berikut: (1) bilangan, (2) geomteri, (3) pengolahan data Depdiknas, 2006.

Cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan

geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri, lokasi dan

susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan pengukuran berkaitan dengan petbandingan

kuantitas suaru obyek, penggunaan satuan ukuran dan pengukuran.

Page 14: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

18

2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Astuti Waluyati (2009) dalam Penelitiannya: “Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

pada Pokok Bahasan Aljabar Kelas VII di SMPN 4 Gamping Sleman Yogyakarta. (Astuti

Waluyati, 2009)”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelasVII SMPN 4

Gamping Sleman Yogyakarta yang berjumlah 228 orang. Sedangkan sampelnya ditentukan

dengan teknik pengundian kelas, sehingga diperoleh kelas VII-D sebanyak 36 siswa sebagai

kelompok eksperimen dan kelasVII-E sebanyak 38 siswa sebagai kelompok kontrol. Hasil

Penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara rerata skor prestasi kedua

kelompok pembelajaran, dan rata-rata hasil belajar siswa dengan metode pembelajaran

kooperatif tipe TAI (66,30) lebih unggul dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar

menggunakan metode pembelajaran konvensional.

Cita Retno Wulandari (2006) dalam skripsinya yang berjudul: “Penerapan

Pembelajaran Kooperatif Dengan Tipe TAI (Teams Assisted Individualization) Pada

Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Minat Belajar Siswa Pokok Bahasan Aritmetika Sosial

(Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Manyaran Tahun Pelajaran 2005/2006)”.

Sugandi (2002) dalam tesisnya yang berjudul: “Pembelajaran Pemecahan Masalah

Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Assisted Individualization

(TAI) pada Siswa Kelas 1 SMU Negeri 9 Bandung”.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada teknik

pengumpulan data, metode penelitian dan tujuan penelitian yang dilakukan, serta tempat

penelitian.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan

dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang penting. Kerangka

berpikir dalam penelitian ini adalah sebagaimana tergambar dalam bagan gambar berikut.

Page 15: 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2106/3/T1_262010788_BAB II.pdf · penghambat prestasi belajar yaitu faktor dari dalam dan faktor

19

Gambar 1 Bagan Kerangka berpikir

2.4 Hipotesis Tindakan

Dengan memperhatikan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, kaitannya dengan

permasalahan yang ada maka hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah penerapan model

Pembelajaran Cooperative Learning Tipe TAI dapat meningkatkan hasil belajar matematika

standar kompetensi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan pada siswa kelas IV SDN

Sembung 01 semester 2 tahun pelajaran 2011/2012.

Kondisi Awal

GURU : Belum menggunakan model

pembelajaran cooperative learning tipe TAI

SISWA :

Hasil belajar

Matematika rendah

Siklus I : menggunakan model

pembelajaran cooperative learning tipe TAI

Tindakan

GURU : menggunakan

model pembelajaran cooperative learning

tipe TAI

Hasil belajar

Matematika

meningkat

Kondisi Akhir

Siklus II : menggunakan model

pembelajaran cooperative learning tipe TAI