27
PERENCANAAN PARTISIPATIF PENGHITUNGAN DAN PENYUSUNAN PAYUNG HUKUM BOSP/UNIT COST ( BIAYA OPERASIONAL SATUAN PENDIDIKAN) DI TINGKAT PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH OLEH USAID ( UNITED STATES AGENCY INTERNATIONAL DEVELOPMENT) PROGRAM DBE 1 MOCHAMAD MUCHSON Abstrak USAID merupakan lembaga non pemerintah (NGO) yang berasal dari Amerika Serikat. Mulai Tahun 2005 USAID beroperasi di Indonesia di bawah Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. USAID mempunyai tiga program kegiatan yaitu Ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Bidang pendidikan mempunyai tiga program yaitu DBE 1 (desentralized basic education 1 ) yang menangani Budgeting and finance, DBE 2 yang menangani pembelajaran dan DBE 3 menangani pendidikan life skill. DBE 1 mempunyai dua program kegiatan yaitu penghitungan DEFA/AKPK (District Educatioan Finance Analysis/Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota) dan SUCA/BOSP (School Unit Cost Analysis/Biaya Operasional Satuan Pendidikan). Penghitungan BOSP didasari oleh pemikiran berapa sebenarnya biaya operasional untuk satu orang murid per tahun. Penghitungan BOSP juga muncul karena pemerintah pusat meluncurkan BOS, dengan BOS diharapkan pendidikan dasar gratis. Pertanyaannya adalah apakah dengan adanya BOS sudah menutup semua biaya operasional? Dengan pertanyaan inilah pentingnya penghitungan BOSP. Selain itu Pemerintah daerah diharapkan mendampingi BOS melalui APBD, berapa sebenarnya alokasi dana APBD yang harus dikeluarkan untuk satu orang murid, dari sini juga juga dapat dilihat pentingnya penghitungan BOSP. Selain itu juga sekolah juga dapat mengkomunikasikan berapa sebenarnya kebutuhan operasional sekolah untuk satu orang murid kepada orang tua siswa. Diharapkan orang tua juga dapat bersikap proporsional dalam menanggapi kebijakan sekolah gratis dan besarnya biaya operasional satuan pendidikan. Penghitungan BOSP yang dikembangkan oleh USAID di dasarkan pada metode penghitungan yang digunakan oleh BSNP (Badan Standar Nasional pendidikan). Tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis proses perencanaan partisipatif dan fasilitasi yang dilakukan oleh DBE 1 USAID apakah sudah memenuhi unsur- unsur pengembangan masyarakat (Community Development) yaitu mampu melakukan perencanaan dan aksi, mampu mendifinisikan kebutuhan, mengembangkan perencanaan (Action Plan), melaksanakan perencanaan, menumbuhkan kesadaran/daya nalar dan ketrampilan.

164429744 Perencanaan Partisipatif Penghitungan Dan Penyusunan Payung Hukum Bosp Unit Cost Biaya Operasional Satuan Pendidikan Di Tingkat Pendidikan Dasar

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS MATA KULIAH

PERENCANAAN PARTISIPATIFPENGHITUNGAN DAN PENYUSUNAN PAYUNG HUKUM BOSP/UNIT COST ( BIAYA OPERASIONAL SATUAN PENDIDIKAN) DI TINGKAT PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH OLEH USAID ( UNITED STATES AGENCY INTERNATIONAL DEVELOPMENT) PROGRAM DBE 1

MOCHAMAD MUCHSONAbstrakUSAID merupakan lembaga non pemerintah (NGO) yang berasal dari Amerika Serikat. Mulai Tahun 2005 USAID beroperasi di Indonesia di bawah Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. USAID mempunyai tiga program kegiatan yaitu Ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Bidang pendidikan mempunyai tiga program yaitu DBE 1 (desentralized basic education 1 ) yang menangani Budgeting and finance, DBE 2 yang menangani pembelajaran dan DBE 3 menangani pendidikan life skill. DBE 1 mempunyai dua program kegiatan yaitu penghitungan DEFA/AKPK (District Educatioan Finance Analysis/Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota) dan SUCA/BOSP (School Unit Cost Analysis/Biaya Operasional Satuan Pendidikan).Penghitungan BOSP didasari oleh pemikiran berapa sebenarnya biaya operasional untuk satu orang murid per tahun. Penghitungan BOSP juga muncul karena pemerintah pusat meluncurkan BOS, dengan BOS diharapkan pendidikan dasar gratis. Pertanyaannya adalah apakah dengan adanya BOS sudah menutup semua biaya operasional? Dengan pertanyaan inilah pentingnya penghitungan BOSP. Selain itu Pemerintah daerah diharapkan mendampingi BOS melalui APBD, berapa sebenarnya alokasi dana APBD yang harus dikeluarkan untuk satu orang murid, dari sini juga juga dapat dilihat pentingnya penghitungan BOSP. Selain itu juga sekolah juga dapat mengkomunikasikan berapa sebenarnya kebutuhan operasional sekolah untuk satu orang murid kepada orang tua siswa. Diharapkan orang tua juga dapat bersikap proporsional dalam menanggapi kebijakan sekolah gratis dan besarnya biaya operasional satuan pendidikan.Penghitungan BOSP yang dikembangkan oleh USAID di dasarkan pada metode penghitungan yang digunakan oleh BSNP (Badan Standar Nasional pendidikan). Tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis proses perencanaan partisipatif dan fasilitasi yang dilakukan oleh DBE 1 USAID apakah sudah memenuhi unsur-unsur pengembangan masyarakat (Community Development) yaitu mampu melakukan perencanaan dan aksi, mampu mendifinisikan kebutuhan, mengembangkan perencanaan (Action Plan), melaksanakan perencanaan, menumbuhkan kesadaran/daya nalar dan ketrampilan. Dari pembahasan disimpulkan: 1) proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh DBE 1 USAID sudah sesuai dengan tujuan, prinsip-prinsip, aspek-aspek, unsur-unsur dan syarat tercapainya perencanaan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat. 2) Terdapat kelebihan dan kelemahan dalam proses proses fasilitasi yang dilakukan DBE 1 USAID.

Kata-kata kunci: BOSP/UNIT COST, USAID, DBE, Budgeting and Finance, Life Skill, DEFA/AKPK, SUCA/BOSP, NGO, BOS, APBD, BSNP, Community Development, Action Plan, Perencanaan Pertisipatif, pemberdayaan masyarakat.I. Pendahuluana. Latar Belakang MasalahUSAID merupakan lembaga non pemerintah (NGO) yang berasal dari Amerika Serikat. Mulai Tahun 2005 USAID beroperasi di Indonesia di bawah Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. USAID mempunyai tiga program kegiatan yaitu Ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Bidang pendidikan mempunyai tiga program yaitu DBE 1 (desentralized basic education 1 ) yang menangani Budgeting and finance, DBE 1 yang menangani pembelajaran dan DBE 3 menangani pendidikan life skill. DBE 1 mempunyai dua program kegiatan yaitu penghitungan DEFA/AKPK (District Educatioan Finance Analysis/Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota) dan SUCA/BOSP (School Unit Cost Analysis/Biaya Operasional Satuan Pendidikan).Penghitungan BOSP didasari oleh pemikiran berapa sebenarnya biaya operasional untuk satu orang murid per tahun. Penghitungan BOSP juga muncul karena pemerintah pusat meluncurkan BOS, dengan BOS diharapkan pendidikan dasar gratis. Pertanyaannya adalah apakah dengan adanya BOS sudah menutup semua biaya operasional? Dengan pertanyaan inilah pentingnya penghitungan BOSP. Selain itu Pemerintah daerah diharapkan mendampingi BOS melalui APBD, berapa sebenarnya alokasi dana APBD yang harus dikeluarkan untuk satu orang murid, dari sini juga juga dapat dilihat pentingnya penghitungan BOSP. Selain itu juga sekolah juga dapat mengkomunikasikan berapa sebenarnya kebutuhan operasional sekolah untuk satu orang murid kepada orang tua siswa. Diharapkan orang tua juga dapat bersikap proporsional dalam menanggapi kebijakan sekolah gratis dan besarnya biaya operasional satuan pendidikan.Sampai saat ini sekolah dan pemerintah daerah belum pernah menghitung BOSP, sehingga sekolah dan pemerintah daerah merasa kesulitan untuk mengetahui berapa sebenarnya biaya operasional sekolah untuk satu orang siswa per tahun, dampaknya adalah sekolah mencukup cukupkan dana BOS yang diterima dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah merasa kesulitan berapa sebenarnya alokasi dana APBD yang digunakan untuk mendampingi BOS.Penghitungan BOSP yang dikembangkan oleh USAID di dasarkan pada metode penghitungan yang digunakan oleh BSNP (Badan Standar Nasional pendidikan). BSNP telah menghitung BOSP untuk wilayah DKI Jakarta dengan harga patokan Jakarta. Untuk BOSP Daerah mengacu pada indeks harga yang juga dikeluarkan oleh BSNP. Permasalahannya adalah penghitungan BOSP tersebut bagi daerah tidak melibatkan sekolah dan pemerintah daerah, sehingga sekolah dan pemerintah daerah tidak merasa mempunyai hasil perhitungan tersebut. Untuk itulah USAID mempunyai program mendampingi penghitungan BOSP yang dilakukan oleh stakeholder pendidikan di daerah yang terdiri dari sekolah, dinas pendidikan, dewan pendidikan,BAPEDA, Bagian Keuangan Setda, bagian hukum, pers, LSM dan lain-lain. Diharapkan hasil dari penghitungan BOSP ini merupakan kebutuhan biaya operasional sekolah yang sebenarnya, yang dibutuhkan oleh sekolah dan pemerintah daerah. Penghitungan BOSP ini dilanjutkan dengan penyusunan payung hukum di tingkat kabupaten/kota, artinya hasil perhitungan BOSP akan dituangkan dalam bentuk peraturan daerah. Peraturan daerah yang disusun berupa peraturan bupati/walikota tentang pembiayaan pendidikan, SK bupati tentang besaran biaya operasional satuan pendidikan dan SK kepala Dinas pendidikan tentang kategori sekolah. Diharapkan dengan adanya payung hukum ini pemerintah daerah, sekolah dan masyarakat dapat memahami peran masing-masing dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pemenuhan biaya operasional satuan pendidikan. Dari latar belakang masalah tersebut dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana perencanaan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh DBE 1 USAID dalam penghitungan dan penyusunan payung hukum Biaya Operasional Satuan pendidikan? Dari rumusan masalah tersebut tujuan pembahasan laporan ini adalah : 1. Untuk menguraiakan tahap-tahap perencanaan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat yang dilakukan DBE 1 USAID dalam penghitungan dan penyusunan payung hukum BOSP.2. Untuk menganalisis kelebihan dan kelemahan model perencanaan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat yang dilakukan DBE 1 USAID dalam penghitungan dan penyusunan payung hukum BOSP. Manfaat Pembahasan:1. Bagi DBE 1 USAIDMelalui analisis ini dapat digunakan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan model perencanaan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat sehingga dapat digunakan untuk lebih menyempurnakan model yang selama ini diterapkan.2. Bagi MasyarakatKajian ini dapat digunakan sebagai contoh model perencanaan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan salah satu NGO. Diharapkan masyarakat dapat memberi masukan sehingga dapat lebih menyempurnakan model perencanaan partisipatif dalam pemberdayaan yang telah dilakukan program DBE 1 USAID.

II. Tinjauan Pustakaa. Perencanaan 1. Pengertian PerencanaanPerencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana dan sebagainya.) dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi, eksistensifikasi, revisi, renovasi, subtitusi, kreasi dan sebagainya).Rangkaian proses kegiatan itu dilaksanakan agar harapan tersebut dapat terwujud menjadi kenyataan di masa akan datang, yakni dalam jangka waktu tertentu (1, 5, 10 dan seterusnya) yang akan datang Proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang berdasarkan tujuan yang telah ditentukan keputusan tersebut disusun secara sistematis, rasional dan ilmiahPernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan, cara mencapai tujuan, jumlah dan sumber biaya, waktu dan tempat yang terlibat.Terry(1950) Proses pemilihan dan menghubungkan menghubungkan fakta yang digunakan untuk menyusun asumsi, yang diduga akan terjadi dimasa datang, yang kemudian merumuskan kegiatan yang diusulkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Perencanaan adalah kegiatan merumuskan tujuan usaha, prosedur,metoda,dan jadual pelaksanaan, yang didalamnya termasuk ramalan tentang kondisi yang akan datang dan perkiraan atau asumsi tentang akibat dari rencana tersebut bila terlaksana terhadap kondisi mendatang yang akan terbentuk.Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan atau proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang, proses berbagai keputusan tersebut adalah kegiatan merumuskan tujuan usaha, prosedur, metoda dan jadual pelaksanaan, tempat, forcasting dan lain-lain. Proses penyusunan berbagai keputusan tersebut disusun secara sistematis, rasional dan ilmiah. 2. Prinsip Perencanaana. Perencanaan itu interdisiplinairb. Perencanaan itu fleksibelc. Perencanaan itu obyektif rasionald. Perencanaan itu berdasarkan resources dan potensi yang adae. Perencanaan itu sebagai wahana untuk menghimpun kekuatan yang terkoordinasikanf. Perencanaan itu harus berdasarkan datag. Perencanaan itu pengendalian kekuatan dirih. Perencanaan itu komprehensif dan ilmiah 3. Manfaat Perencanaana. Dengan Perencanaan, diharapkan sebagai arahan kegiatan;b. Dengan Perencanaan, diharapkan sebagai pedomanc. Dengan Perencanaan, dapat meramalkan (forecasting) dalam pelaksanaan kegiatand. Dengan Perencanaan, dapat memilih berbagai alternatif yang terbaik (the best alternative)e. Dengan Perencanaan, sebagai alat ukur/standard dalam evaluasi kinerja. 4. Kegunaan Perencanaana. Sebagai informasi keputusan yang tepat untuk dilakukanb. Sebagai panduan kegiatan & monitoringc. Sebagai rantai koordinasid. Sebagai dasar moneve. Sebagai alat utk meninjau ulangf. Sebagai inventarisasi kebutuhang. Sebagai alat untuk mencocokan perencanaan, pelaksanaan, hasil, atau perencanaan, pengembangan dan kesejahteraan. 5. Tahapan Perencanaana. Need assessmentb. Formulation of goals and objective;c. Policy and priority settingd. Program and project formulatione. Feasibility testing (alokasi sumber dan dana)h. Plan Implementationi. Evaluation and revision for future plan

b. Perencanaan Partisipatif 1. Pengertian Perencanaan PartisipatifPartisipasi merupakan proses anggota masyarakat sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan-kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka (Sumarto, 2004)Perencanaan tidak dapat efektif, kecuali bila dilakukan dengan pengenalan, pemahaman, dan pemanfaatan struktur kekuatan pemerintah dan non-pemerintah (Branch, 1995)Dari pengertian partisipasi dan perencanaan tersebut dapat disimpulkan perencanaan partisipatif adalah suatu rangkaian proses kegiatan atau proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang, proses berbagai keputusan tersebut adalah kegiatan merumuskan tujuan usaha, prosedur, metoda dan jadual pelaksanaan, tempat, forcasting dan lain-lain. Proses penyusunan berbagai keputusan tersebut disusun secara sistematis, rasional dan ilmiah dengan melibatkan anggota masyarakat baik sebagai individu maupun sebagai kelompok sosial dan organisasi. 2. Kekuatan dan Kelemahan Perencanaan Partisipatif Kekuatan (Adams, 2004; Layzer, 2002) :a. Berperan memelihara sistem demokrasi lokalb. Menunjukkan dukunganc. Mengkritisi isu kebijakand. Menyusun agenda kebijakane. Menunda pengesahan/pemberlakuan suatu kebijakanf. Mengembangkan jaringan antar dan antara warga dengan pejabat terpilihg. Menghasilkan solusi lestari dan peduli lingkunganKelemahan (Irvin & Stansbury, 2004) :a. Pemborosan sumber daya dalam pembuatan kebijakan (dalam masyarakat kurang ideal)b. Tidak efektif sebagai persuasi rasional (dalam kondisi tertentu)c. Tergantung karakter/sifat stakeholdersc. Pengertian Pengembangan Masyarakat (Community Development) Menurut International Corporation Administration (1956) dalam (Dwiyanto dkk, 2006:92) pengembangan masyarakat adalah suatu proses aksi social (yang tidak pernah berhenti) dimana anggota-anggota komunitas mengorganisir diri mereka sendiri untuk:1. Mampu melakukan perencanaan dan aksi2. Mampu mendifinisikan kebutuhan dan masalah di tingkat individu/kolektif3. Mengembangkan perencanaan di tingkat individu/kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan masalahnya (membuat action plan)4. Melaksanakan perencanaan dengan mendasarkan pada potensi dalam komunitas5. Dukungan dari luar komunitas luar hanya apabila diperlukan.Selanjutnya (Mardikanto, 2001) dalam (Dwiyanto dkk, 2006:92) menganrtikan pengembangan masyarakat (Community Development) sebagai upaya yang dilakukan (oleh pihak luar) untuk menumbuhkan kesadaran, daya nalar dan ketrampilan masyarakat setempat agar mereka secara mandiri mampu memanfaatkan potensi-potensi dan peluang untuk mengelola program-program pembangunan demi perbaikan kualitas hidup mereka secara berkelanjutan.Kemudian menurut (LPTP-UMA BUILD, 2002) dalam (Dwiyanto dkk, 2006:93) mengartikan pengembangan masyarakat sebagai suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat dan pengorganisasian masyarakat.Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan masyarakat (Community Development) adalah suatu proses aksi sosial (yang tidak pernah akan berhenti) dimana anggota-anggota komunitas mengorganisir diri mereka sendiri sehingga mampu menumbuhkan kesadaran, daya nalar dan ketrampilan masyarakat setempat agar mereka secara mandiri dapat memanfaatkan potensi dan peluang untuk mengelola program pembangunan demi perbaikan kualitas hidup mereka secara berkelanjutan. Usaha tersebut dapat dilakukan oleh pihak intern maupun ekstern komunitas tersebut.d. Asas dan Prinsip Pengembangan MasyarakatIfe (1995) dalam (Dwiyanto dkk, 2006:97) memaparkan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat (Community Development) seperti tersebut dibawah ini:1. Pembangunan terpadu (Integreted development) Proses pengembangan masyarakat merupakan satu kesatuan proses pembangunan yang mencakup aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, lingkungan dan personal.2. Konfrontasi dengan ketidakberdayaan structural (Confronting Structural Disadvantage)Mengakar pada perspektif keadilan social dalam pengembangan masyarakat, seorang pekerja community perlu menyadari kompleksitas tekanan pada suatu kelas, gender, ras dan perlu kritis terhadap latar belakang warga komunitas, ras, jenis kelamin, serta partisipasi warga komunitas pada struktur penindasan tersebut.3. Hak Asasi Manusia (Human Rights) Program pengembangan masyarakat harus mengacu pada prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia seperti hak mendapatkan penghidupan yang layak, hak untuk ikut serta dalam kehidupan cultural, hak untuk memperoleh perlindungan, dan hak untuk self determination.4. Keberlanjutan (Sustainability) Pengembangan masyarakat berusaha meminimalisasi ketergantungan pada sumberdaya yang tidak dapat diperbarui dan menggantinya dengan sumber daya yang diperbarui. Hal ini berimplikasi pada masyarakat setempat dalam hal penggunaan lahan, gaya hidup, konservasi, transportasi, dan lain-lain.5. Pemberdayaan (Empowerment) Makna oemberdayaan adalah mambatu komunitas dengan sumber daya, kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan komunitas.6. Kemandirian ( Self Reliance) Kemandirian merupakan prinsip kunci dalam mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya untuk menciptakan proses pembangunan yang berkelanjutan dengan berusaha menggunakan potensi local. Berusaha menggunakan sumber daya sendiri baik keuangan, teknik, sumber daya alam dan sumber daya manusia.7. ketidaktergantungan pada pemerintah ( Independence from State) Dalam pengembangan komunitas diharapkan peranan pemerintah diminimalisasi, atau berperan sebagai sponsor dan respon dari pemerintah merupakan kebutuhan untuk mewujudkan dukungan pemerintah terhadap program pengembangan masyarakat. Peranan berlebihan dari pemerintah dapat menimbulkan kelemahan pada kekuatan berbasis komunitas.8. Keahlian pihak luar ( Eksternal Experties) Kontribusi konsultan luar atau eksternal expertise dalam bentuk pengalaman ataupun pertimbangan diterapkan dengan cara yang sesuai dengan situasi, kemampuan, cara, tradisi setempat dan lingkungan.9. Membangun Communitas (Community Building) Program pengembangan masyarakat mencakup penguatan interaksi social, mengajak kebersamaan (mengajak ke dalam kegiatan bersama, memecahkan masalah bersama dan bekerja sama), menterjemahkan melalui dialog pemahaman dan tindakan social.10. Kerja sama ( C0-operation) Berusaha membuat kerja sama pada tindakan masyarakat setempat, dengan cara membuat orang-orang bersama dan mencari untuk memberi imbalan pada perilaku kerja sama. Pada tingkat dasar, pengembangan komunitas dapat menghasilkan co-operation dari kegiatan komunitas dengan mengajak orang, bersama-sama menemukan perilaku co-operation dari individu atau kelompok, sehingga dalam jangka pangjang akan mampu memecahkan segala persoalan yang dihadapi bersama.11. Partisipasi (Participation) Pendekatan pengembangan masyarakat selalu mengoptimalkan partisipasi, dengan tujuan semua warga ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan dan dalam proses implementasi serta evaluasi.12. Mendifinisikan Kebutuhan (Defining Need) Peranan pekerja community yang sangat penting adalah membangun consensus dari beragam kebutuhan warga komunitas. Batasan kebutuhan dating dari anggota komunitas itu sendiri, melalui proses dialog. Sehingga dapat dirumuskan sesuatu yang benar-benar jadi kebutuhan anggota komunitas, bukan keinginan.

e. Pemberdayaan 1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Di dalam literatur pembangunan, konsep pemberdayaan memiliki persepektif yang lebih luas. Terdapat tiga kunci untuk melakukan pemberdayaan, yaitu pertama, memberikan informasi kepada setiap orang. Kedua, menciptakan otonomi melalui batas-batas. Ketiga, mengganti hirarki dengan tim.Inti dari pemberdayaan masyarakat adalah mengupayakan pengembangan terhadap klien (individu, kelompok, atau masyarakat secara umum) dari kondisi yang tidak berdaya menjadi kondisi yang berdaya untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik.Pemberdayaan juga dapat diartikan memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan, dan mendelegasikan otoritas. Hal-hal yang harus dilakukan untuk melakukan pemberdayaan adalah:1. Meningkatkan kesadaran atas posisi masyarakat dalam struktur politik.2. Kesadaran kritis yang muncul diharapkan membuat masyarakat mampu membuat argumentasi terhadap berbagai eksploitasi serta sekaligus membuat keputusan terhadap hal tersebut.3. peningkatan kapasitas masyarakat (politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan).4. Mengkaitkan dengan pembangunan sosial dan budaya.

2. Aspek-aspek Pemberdayaan Masyarakat Mardikanto (2007:139) menjelaskan aspek-aspek pemberdayaan masyarakat:a. Peningkatan kepemilikan asset (sumberdaya fisik dan finansial), serta kemampuan (secara individual dan kelompok) untuk memanfaatkan asset tersebut demi perbaikan kehidupan mereka.b. Hubungan antar individu dan kelompoknya, kaitannya dengan pemilikan asset dan kemampuan memanfaatkannya.c. Pemberdayaan dan reformasi kelembagaan.d. Penegmbangan jejaring dan kemitraan kerja, baik di tingkat local, regional, maupun global.3. Unsur-unsur Pemberdayaan MasyarakatMardikanto (2007:139) menjelaskan upaya pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan sedikitnya (empat) unsur pokok, yaitu:a. Aksesibilitas informasi, karena informasi merupakan kekuasaan baru kaitannya dengan peluang, layanan, penegakan hukum, efectivitas negoisasi dan akuntabilitas.b. Keterlibatan atau partisipasi, yang menyangkut siapa yang dilibatkan dan bagaimana mereka terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan.c. Akuntabilitas, kaitannya dengan pertanggungjawaban Publio atas segala kegiatan yang dilakukan dengan mengatasnamakan rakyat.d. Kapasitas organisasi local, kaitannya dengan kemampuan bekerja sama, mengorganisir warga masyarakat, serta memobilisasi sumberdaya untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi. 4. Syarat Tercapainya Tujuan Pemberdayaan masyarakatUntuk mencapai tujuan-tujuan pemberdayaan masyarakat terdapat tuga jalur kegiatan yang harus dilaksanakan, yaitu:a. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolaknya hdala, pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakatnya memiliki potensi (daya) yang dapat dikembangkan.b. Pemberdayaan hdala upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memberikan motivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya, serta berupaya untuk mengembangkannya.c. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering).f. Dasar Pemikiran

PERENCANAAN PARTISIPATIFMERUMUSKAN PERENCANAAN/AKSIMENDIFINISIKAN KEBUTUHANMENGEMBANGKAN ACTION PLANMELAKSANAKAN RENCANAPRINSIP-PRINSIPSustainabilityPRINSIP-PRINSIPCommunity Building

MENUMBUHKAN:KESADARANDAYA NALARKETRAMPILAN

EmpowermentSelf RelienceIndependence From StateParticipationDefining needMEMANFAATKAN:POTENSIPELUANGPROGRAM PEMBANGUNANCo-perationIntegreted DevelopmentExsternal Experties

PERBAIKAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN

III. Pembahasana. Proses Fasilitasi Oleh DBE 1 USAID Proses fasilitasi yang dilakukan oleh DBE 1 USAID melalui pelaksanaan workshop di tingkat distrik dengan melibatkan semua stakeholder pendidikan. Pada kegiatan penghitungan dan penyusunan payung hukum BOSP, workshop dilaksanakan sebanyak 5 kali dengan perincian sebagai berikut (USAID, 2008: 15):1. Workshop tahap 1: penyamaan persepsi tentang BOSP2. Workshop tahap 2: Penghitungan BOSP Berdasarkan Klasifikasi Sekolah3. Workshop tahap 3 lanjutan: Penghitungan BOSP tahap ke dua (Penghitungan BOSP)4. Workshop tahap 4: Penyusunan Kebijakan (Payung Hukum)

b. Dari dasar pemikiran tersebut diatas dianalisis proses perencanaan partisipatif dan fasilitasi yang dilakukan oleh DBE 1 USAID.

1. Mampu melakukan perencanaan dan aksiPada dasarnya sekolah menyadari adanya kebutuhan Biaya Operasional Satuan Pendidikan tetapi tidak pernah dilakukan perhitungan disamping karena tidak ada format pengisian juga karena SDM disekolah yang belum mampu menghitung secara rinci BOSP tersebut. Tahun 2005 muncul BOS (Biaya Operasional sekolah) yang berasal dari pemerintah pusat. Penghitungan BOS oleh pemerintah pusat ini berasal dari BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) yang menyusun standar pengelolaan pendidikan termasuk didalamnya standar pembiayaan disamping standar-standar pengelolaan pendidikan yang lain.Permasalahannya adalah BOS yang berasal dari pemerintah pusat tidak cukup untuk kebutuhan operasional sekolah terutama untuk menjamin mutu pendidikan. Untuk itulah sekolah dengan bantuan fasilitasi yang dilakukan oleh DBE 1 USAID melakukan proses penghitungan BOSP yang menjadi kebutuhan sekolah sebenarnya. Di dalam proses fasilitasi, sekolah sebenarnya sangat menyadari kebutuhan menghitung BOSP, tetapi timbul pertanyaan, siapakah yang akan menutup BOSP apabila BOSP lebih tinggi dari BOS? Pemerintah daerah? Masyarakat? Atau hanya sekedar dihitung?. Pemerintah pusat tahun 2009 sudah menaikkan BOS, harapannya pemerintah daerah ikut serta dalam menanggung kekurangan BOS tersebut melalui pengalokasian APBD sebagai pendamping BOS. Sehingga penghitungan BOSP tetap diperlukan dan bermanfaat baik bagi sekolah, pemerintah daerah maupun masyarakat.Dengan asumsi yang demikian, kemudian sekolah membuat perencanaan penghitungan BOSP melalui penyusunan RAPBS (Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah). 2. Mampu mendifinisikan kebutuhanSeperti telah diterangkan diatas, dalam hubungan dengan penghitungan BOSP sekolah sebenarnya menyadari adanya kebutuhan operasional sekolah. Perlu ditegaskan disini bahwa dalam hal pembiayaan pendidikan terdapat 3 jenis yaitu biaya investasi, biaya personal dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang manfaatnya lebih dari satu tahun seperti untuk membangun gedung, membangun ruang kelas baru, pembelian alat-alat sekolah yang manfaatnya lebih dari satu tahun. Biaya personal adalah biaya yang ditanggung oleh orang tua siswa untuk mengirim anak ke sekolah misalnya untuk transportasi, uang jajan, seragam, wisata, dan lain-lain. Sedang biaya operasional adalah biaya yang digunakan untuk operasional sekolah sehari-hari yang mabfaatnya kurang dari satu tahun, misalnya untuk pembelian alat tulis sekolah, bahan praktikum, pemeliharaan sarana prasarana, dan lain-lain. Dari ketiga biaya tersebut biaya operasional sekolah merupakan biaya yang paling mendesak untuk dipenuhi karena berdampak pada kelancaran proses belajar mengajar sehari-hari. Untuk itulah sekolah sangat memerlukan pemenuhan kebutuhan biaya operasional sekolah. Untuk tingkat SD dan SMP pemenuhan biaya operasional sekolah ini berasal dari BOS walaupun untuk meningkatkan kualitas pendidikan banyak sekolah yang mengatakan BOS belum cukup, untuk itu diperlukan penghitungan biaya operasional sekolah melalui penghitungan BOSP yang difasilitasi oleh DBE 1. Untuk SMA dan SMK kebutuhan operasional sekolah berasal dari orang tua siswa dalam bentuk iuran bulanan, walaupun ada yang berasal dari pemerintah propinsi seperti bantuan untuk siswa miskin (bantuan Khusus Siswa Miskin-BKSM).

Dibawah ini dapat dilihat pengkategorian pembiayaan pendidikan:

3. Mengembangkan perencanaan (Action Plan)

Seperti yang telah dijelaskan diatas, pada dasarnya sekolah sudah mampu menyusun perencanaan dalam rangka penghitungan kebutuhan operasional sekolah dalam bentuk RAPBS. Tetapi RAPBS sebenarnya digunakan sebagai syarat cairnya dana BOS dari pemerintah pusat. Format penghitungan biaya operasional sekolah sendiri yang belum ada, dan sekolah belum mampu menyusun format tersebut. Apalagi hendak dikemanakan format tersebut setelah dihitung. Sehingga dari sini dapat disimpulkan sekolah belum mampu menyusun action plan atas perencanaan yang telah dibuat. Untuk itu DBE 1 memfasilitasi dalam bentuk penghitungan dan perumusan kebijakan BOSP. Format penghitungan BOSP dikembangkan dari BSNP(Badan Standar Nasional Pendidikan). Sedang penyusunan kebijakan mengundang stakeholder pendidikan dalam workshop yang diikuti oleh BAPPEDA, Bagian Hukum, DPRD, Panitia Anggaran, Dinas pendidikan, Dewan pendidikan, LSM, Pers, dan lain-lain.

Action plan yang disusun oleh DBE 1 adalah sebagai berikut:

4. Melaksanakan perencanaan Seperti telah diterangkan diatas, bahwa sekolah belum mampu untuk mengembangkan perencanaan dalam bentuk action plan. Untuk itu dibantu oleh DBE 1 USAID membuat action plan seperti gambar diatas. Dalam tahap melaksanakan perencanaan sepenuhnya juga difasilitasi oleh DBE 1. Langkah-langkah melaksanakan perencanaan adalah sebagai berikut:1. Pembentukan TIM penghitungan dan penyusunan kebijakan pembiayaan pendidikan. Tim ini terdiri dari perwakilan sekolah disetiap jenjang, dinas pendidikan, dewan pendidikan, pemerintah daerah, dan DPRD. Tim ini bertugas mengawal proses penghitungan dn penyusunan kebijakan pembiayaan pendidikan mulai dari awal sampai tersusunnya kebijakan pembiayaan pendidikan.2. Workshop tahap 1 yaitu penyamaan persepsi tentang pembiayaan pendidikan. Pada workshop ini dilakukan penyamaan persepsi tentang jenis pembiayaan pendidikan, kategorisasi sekolah, dan komponen biaya operasional satuan pendidikan (BOSP).3. Workshop tahap 2 yaitu penghitungan biaya operasional satuan pendidikan. Format penghitungan dikembangkan dari BSNP.4. Workshop tahap 3 yaitu verifikasi hasil perhitungan BOSP. Verifikasi ini dilakukan oleh Dinas Pendidikan. Tujuan verifikasi ini adalah menyesuaikan frekwensi, unit satuan, harga untuk disesuaikan dengan standar yang ada. Artinya sekolah tidak semaunya sendiri menentukan komponen biaya operasional satuan pendidikan, tetapi tetap dalam pengendalian Dinas Pendidikan.5. Workshop tahap 4 yaitu penyusunan draf kebijakan pembiayaan pendidikan. Draf kebijakan pembiayaan pendidikan ini terdiri dari Peraturan Bupati tentang Pembiayaan Pendidikan, Surat Keputusan Bupati tentang besaran biaya operasional sekolah, dan Surat Keputusan kepala Dinas tentang Kategorisasi Sekolah.6. Workshop tahap 5 yaitu tahap finalisasi yaitu sosialisasi pada stakeholder pendidikan tentang hasil penghitungan BOSP dan penyusunan kebijakan pembiayaan pendidikan agar memperoleh masukan dan memperolah perhatian terutama dari pemerintah daerah untuk mengalokasikan APBD sebagai pendamping BOS, disamping diimplementasikan draf kebijakan pembiayaan pendidikan yang telah disusun.

Walaupun konsep pelaksanaan perencanaan ini ada di DBE 1 tetapi sekolah dan para stakeholder pendidikan lain tetap berperan dalam tahapan proses tersebut, hal ini disebabkan karena setiap tahapan tersebut tetap melibatkan semua stakeholder pendidikan terutama sekolah. Pada tahap perhitungan BOSP sekolah menghitung sendiri kebutuhan operasionalnya, demikian pula dalam merumuskan draf kebijakan, sekolah dan para stakeholder lain tetap dilibatkan. DBE 1 hanya berperan sebagai fasilitator sekaligus sebagai nara sumber apabila ada permasalahan dalam memahami konsep dasar penghitungan BOSP.5. Menumbuhkan kesadaran, daya nalar dan ketrampilan.Perlu diketahui bahwa proses penghitungan BOSP yang dilakukan oleh DBE 1 membuka mata semua stakeholder pendidikan terutama sekolah dan dinas pendidikan. Artinya sekolah dan dinas pendidikan sangat memerlukan penghitungan kebutuhan biaya operacional. Selama ini hanya menerima apa saja bantuan operacional sekolah yang berasal dari pemerintah pusat dan sedikit dari pemerintah daerah berupa dana rutin dari APBD. Sehingga dari proses fasilitasi yang dilakukan oleh DBE 1 dapat menumbuhkan kesadaran untuk menghitung berapa sebenarnya kebutuhan operacional masing-masing sekolah. Hal ini juga didasari oleh pemikiran bahawa kebutuhan operacional tiap sekolah akan berbeda apalagi bagi sekolah-sekolah yang maju. Biaya operacional sekolah memang harus berbeda, tidak seperti konsep BOS yang menyamaratakan biaya operacional sekolah untuk semua sekolah diseluruh Indonesia.Penghitungan BOSP juga menumbuhkan daya nalar terutama sekolah dengan merumuskan sendiri besaran kebutuhan operacional sekolah yang selama ini menerima saja besaran biaya operacional sekolah dari pemerintah.Disamping itu dalam proses fasilitasi peserta diwajibkan dapat memahami komponen-komponen BOSP dengan memasukkan ke dalam template Excel, sehingga secara tidak langsung merupakan proses pembelajaran komputer yang pada umumnya menjadi kendala bagi personel di sekolah. Penghitungan BOSP juga dalam rangka memanfaatkan potensi yang ada disekolah yaitu mengembangkan program-program sekolah baik kelancaran proses relajar mengajar maupun kegiatan siswa yang bersifat akademik maupun non akademik. Disamping itu juga memanfaatkan potensi masyarakat dalam rangka menggali peran serta masyarakat untuk ikut terlibat dalam pembiayaan pendidikan. Penghitungan BOSP juga dapat memanfaatkan peluang dana dari APBD untuk menambah BOS yang oleh sebagaian besar sekolah menganggap BOS Belum cukup untuk mendukung kebutuhan operacional sekolah terutama untuk peningkatan kualitas pendidikan.Disamping itu Penghitungan BOSP juga dalam rangka melaksanakan program pembangunan terutama bidang pendidikan terutama penuntasan wajib belajar 9 tahun, disamping untuk meningkatkan pemerataan pendidikan, relevansi pendidikan dan kualitas pendidikan.6. Tujuan dari semua tahapan diatas dalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara berkelanjutan melalui pendidikan. Pemerintah sudah berusaha untuk mencapai tujuan tersebut dengan mengalokasikan 20 % dari APBN untuk kegiatan pendidikan.7. Tahapan proses fasilitasi yang dilakukan oleh DBE 1 sudah melalui prinsip-prinsip pengembangan masyarakat, yaitu: a. Keberlanjutan (Sustainability)Penghitungan BOSP akan ditinjau setiap dua tahun sekali untuk disesuaikan dengan perkembangan harga-harga yang berlaku. Disamping itu, penghitungan BOSP akan tetap diperlukan oleh sekolah karena masalah yang mendasar dari sekolah hdala bagaimana mencukupi kebutuhan operasionalnya. b. Pemberdayaan (Empowerment)Proses fasilitasi yang dilakukan oleh DBE 1 adalah dengan prinsip pemberdayaan yaitu dengan mengajak sekolah menghitung sendiri BOSP, menentukan componen BOSP, dan menyusun kebijakan pembiayaan pendidikan. c. Kemandirian ( Self Reliance)Penghitungan BOSP juga dalam rangka melaksanakan manajemen berbasis sekolah, artinya sekolah menyusun sendiri program-program yang akan dilaksanakan termasuk didalamnya otonomi dibidang pengelolaan keangan sekolah. d. Ketidaktergantungan pada pemerintah (Independence from State)Penghitungan BOSP juga dalam rangka desentralisasi, artinya kebijakan pendidikan yang dulunya dari pusat, sekarang dilimpahkan ke daerah, artinya sekolah diberi kewenangan untuk mengurus dirinya sendiri. e. Membangun communitas (Community Building) Penghitungan BOSP dikemas dalam bentuk workshop, dimana didalam workshop peserta dilibatkan dalam merencanakan kegiatan, menghitung sendiri kebutuhan operasionalnya, dan bersama-sama menyusun draf kebijakan, melalui diskusi dan dialog. f. Kerja sama (Co-operation) Proses fasilitasi yang dilakukan dengan membagi peserta ke dalam beberapa kelompok, yaitu kelompok SD, kelompok SMP, kelompok SMA dan kelompok SMK. Tiap-tiap kelompok tersebut merumuskan BOSP untuk semua kelompoknya bukan untuk sekolahnya sendiri. Sehingga dari proses ini terlihat kerja sama antar stakeholder pendidikan. g. Partisipasi (Participation) Proses fasilitasi yang dilakukan oleh DBE1 melibatkan semua stakeholder pendidikan seperti sekolah, dinas pendidikan, dewan pendidikan, BAPPEDA, Bagian Hukum, Panitia Anggaran, DPRD. Semua peserta ini dilibatkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan implementasi serta evaluasi kegiatan penghitungan dan penyusunan kebijakan pembiayaan pendidikan. h. Mendifinisikan kebutuhan (Defining Need) Pada tahap pembentukan Tim, peserta diajak berdiskusi tentang perlu tidaknya penghitungan BOSP. Dari diskusi dihasilkan kata sepakat bahwa sekolah memerlukan penghitungan BOSP dalam rangka melihat berapa sebenarnya kebutuhan operasional sekolah. i. Pembangunan terpadu (Integreted development). Penghitungan BOSP dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional sekolah. Apabila sekolah sudah terpenuhi kebutuhan operasionalnya maka kualitas pendidikan akan terjamin. Pendidikan yang baik akan dapat membantu meningkatkan pembangunan social, politik, ekonomi, kebudayaan, lingkungan, dan lain-lain. j. Keahlian pihak luar (Eksternal Experties) Proses fasilitasi yang dilakukan oleh DBE 1 USAID dilakukan oleh fasilitator-fasilitator yang berasal dari Indonesia. Program yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan klien. Workshop dilaksanakan sesuai dengan kondisi peserta, situasi, kemampuan, cara, tradisi dan lingkungan setempat.

c. Analisis Kelebihan dan Kelemahan Sistem Fasilitasi DBE 1 USAID1. Kelebihan:a. Semua biaya pelaksanaan workshop ditanggung sepenuhnya oleh DBE 1 USAID seperti transportasi, akomodasi dan materi.b. Setiap kegiatan didukung oleh program lunak/software, sehingga memaksa peserta untuk menguasai program komputer terutama MS Word, MS Excel, MS Powerpoint.c. Pada pelaksanaan workshop selalu dipandu oleh konsultan yang berpengalaman. Konsultan juga berperan sebagai fasilitator.d. Pada pelaksanaan workshop peserta mendapatkan satu set perlengkapan workshop, seperti tas yang didalamnya berisi buku catatan, pensil, foto copy materi dan soft copy materi.e. Pada pelaksanaan workshop peserta bekerja sehingga pada akhir workshop menghasilkan suatu produk yaitu perhitungan BOSP dan draft kebijakan.f. Pada pelaksanaan workshop fasilitator memandu tahap demi tahap proses penghitungan BOSP dan penyusunan kebijakan..g. Pada pelaksanaan workshop, peserta selain mendengarkan konsep-konsep dasar materi juga berdiskusi dan mempresentasikan hasil kerjanya. Dari kegiatan ini mendidik peserta untuk bekerja dan bertanggung jawab terhadap materi workshop, tidak hanya mendengarkan saja.h. Dengan workshop, pemberdayaan dilakukan pada sekolah, yaitu menghitung kebutuhan sebenarnya biaya operasional sekolah. Dinas Pendidikan, yaitu mengkomunikasikan pada pemerintah kebutuhan sebenarnya biaya operasional sekolah di wilayah kerjanya. DPRD, yaitu sebagai bahan pengambilan kebijakan terutama pembiayaan pendidikan. Pemerintah daerah, yaitu sebagai bahan masukan untuk mengambil kebijakan tentang alokasi dana APBD sebagai pendamping BOS.i. DBE 1 USAID mengawal tahapan penghitungan dan penyusunan kebijakan BOSP ini mulai dari perencanaan materi workshop, pelaksanaan workshop sampai pada usulan kepada pemerintah daerah untuk dijadikan peraturan daerah tentang pembiayaan pendidikan dan biaya operasional satuan pendidikan.j. Setelah workshop berakhir dilakukan pendampingan di Dinas pendidikan sampai menghasilkan produk yang sesuai dengan tujuan.2. Kelemahan:a. Peserta kebanyakan adalah orang penting, sehingga jarang hadir, tepat waktu, apalagi sampai 8 jam kerja. b. Banyak peserta yang hadir dalam workshop terutama saat bertempat di hotel berbintang, tetapi produktivitasnya sangat rendah, apalagi kalau workshop sudah selesai dan harus menyelesaikan pekerjaan setelah workshop. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut, apakah kedatangan peserta karena materi workshop atau yang lain.c. Banyaknya data yang dibutuhkan dalam pelaksanaan workshop, dan kadang-kadang tidak tersedia saat workshop mengakibatkan waktu workshop tidak produktif dan tidak menghasilkan produk yang sesuai dengan tujuan.d. Pemahaman teknis peserta yang kurang terhadap materi workshop sehingga menghasilkan produk workshop yang kurang sesuai dengan tujuan.e. Inisiatif workshop penghitungan dan penyusunan kebijakan BOSP datang dari DBE 1 USAID sehingga peserta kurang merasa memiliki program tersebut, walaupun sebenarnya peserta merasa penting karena menyangkut kebutuhannya.f. Peserta yang dari sekolah sangat antusias mengikuti workshop, karena merasa menjadi kebutuhannya. Kebalikannya peserta dari Dinas Pendidikan dan Pemerintah Daerah kurang antusias dalam mengikuti workshop karena merasa bukan menjadi prioritas kebijakan, alasannya sangat klise yaitu pemerintah daerah tidak mempunyai dana untuk membantu sekolah menutup BOSP.g. Kurang adanya kemauan dari pemerintah daerah dan DPRD untuk memperjuangkan penghitungan dan penyusunan kebijakan BOSP menjadi sebuah kebijakan pendidikan di daerah, dengan alasan selama ini sekolah sudah dibantu melalui dana rutin, yang sebenarnya jumlahnya sangat minim. Disamping itu juga karena waktu pembahasan yang tidak tepat karena waktu pengusulan anggaran sudah berlalu. Pada intinya pemerintah daerah tidak mempunyai dana untuk mendampingi BOS.

IV. Penutupa. Kesimpulan1. DBE 1 USAID telah melakukan pemberdayaan masyarakat dengan program penghitungan dan penyusunan kebijakan BOSP. Penghitungan BOSP sebenarnya telah dihitung oleh BSNP baik untuk DKI Jakarta mapun daerah-daerah seluruh Indonesia dengan penyesuaian indeks harga masing-masing daerah, tetapi daerah merasa perlu menghitung sendiri berapa sebenarnya kebutuhan BOSPnya sehingga DBE 1 USAID perlu memfasilitas proses penghitungan tersebut.2. Proses fasilitasi dilakukan tahap demi tahap, dimulai dari workshop penyamaan persepsi, workshop konsep dasar penghitungan BOSP, workshop penghitungan BOSP dengan pengisian template MS Excel, workshop verifikasi hasil penghitungan BOSP, workshop penyusunan payung hukum, dan workshop sosialisasi hasil penghitungan dan penysunan kebijakan BOSP.3. Setiap workshop di disain peserta, tujuan, metode, seting tempat duduk, dan proses fasilitasi yang dilakukan.4 Proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh DBE 1 USAID sudah sesuai dengan tujuan, prinsip-prinsip, aspek-aspek, unsur-unsur dan syarat tercapainya perencanaan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat.5 Terdapat kelebihan dan kelemahan proses fasilitasi yang dilakukan DBE 1 USAID. Kelebihannya antara lain tersedianya perlengkapan workshop, workshop dipandu oleh konsultan yang bertindak juga sebagai fasilitator, workshop dilakukan dengan bekerja, berdiskusi, presentasi dan menghasilkan produk. Kelemahannya diantaranya adalah karena kebanyakan peserta orang penting maka jarang sekali yang datang tepat waktu atau sesuai target waktu, kurangnya kesungguhan dari peserta terutama dari unsur dinas pendidikan dan pemerintah daerah, sulitnya merealisasikan produk workshop menjadi sebuah kebijakan karena kurangnya komitmen pemerintah daerah dan dana APBD yang terbatas untuk mendampingi BOS.

b. Rekomendasi1. Hendaknya DBE 1 USAID men-setting kembali pelaksanaan workshop yang dilakukan terutama yang berkaitan dengan tingkat kebutuhan pemerintah daerah, ketersediaan dana APBD, tujuan workshop, peserta workshop, tempat workshop, dan proses fasilitasi workshop.2. Hendaknya DBE 1 USAID lebih memandirikan peserta workshop, kesannya peserta dimanja dengan berbagai fasilitas workshop, tetapi hasilnya kurang memberdayakan peserta, seperti pemahaman terhadap materi workshop, tanggung jawab terhadap hasil workshop, keberlanjutan terhadap hasil workshop, mendorong proses belajar, mendorong kreativitas, dan mau melakukan perubahan.

V. DAFTAR PUSTAKA

Rohmad, Zaini, 2009, Bahan Kuliah: Perencanaan dan Evaluasi Program Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat, Pasca Sarjana S-3, UNS, Surakarta.

Mardikanto, Totok, 2007, Redifinisi dan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian, Pusat pengembangan Agrobisnis dan Perhutanan Sosial, Sukoharjo, Solo.

Tiyanto, Dwi, Dkk, 2006, Mengubah Dari Yang Kecil: Perspektif, Konsepsi, dan Metode Membangun Komunitas, Lindu Pustaka, Karanganyar Jawa Tengah.

USAID Indonesia, 2008, Buku Pedoman Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan, USAID, Jakarta.