39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Mobilisasi 2.1.1.a Pengertian Mobilisasi Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk berjalan, bangkit, berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset, duduk dan sebagainya, disamping menggunakan ekstremitas (Harry & Potter, 2006). Mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti mengekspresikan emosi, dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari, dan kegiatan rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka sistem saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik. Mobilisasi merupakan salah satu aspek yang paling penting dilihat dari sudut pandang fungsi psikologis karena mobilisasi adalah hal yang sangat mendasari 6

14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Mobilisasi

2.1.1.a Pengertian Mobilisasi

Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk berjalan, bangkit,

berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset, duduk dan sebagainya,

disamping menggunakan ekstremitas (Harry & Potter, 2006).

Mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti mengekspresikan emosi, dengan

gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup

sehari-hari, dan kegiatan rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara

optimal maka sistem saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik.

Mobilisasi merupakan salah satu aspek yang paling penting dilihat dari sudut

pandang fungsi psikologis karena mobilisasi adalah hal yang sangat mendasari

untuk mempertahankan atau memelihara kebebasan karena konsekuensi yang

serius akan terjadi ketika kebebasan itu hilang.

2.1.1.b Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi

Menurut Sudoyo, et. al (2009), menjelaskan bahwa faktor – faktor yang

mempengaruhi mobilisasi adalah:

66

Page 2: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

a. Faktor fisik

Adanya penyakit-penyakit seperti osteoporosis, osteomalasia, kanker tulang,

paget’s disease, trauma, masalah pada persendian (osteoartritis, artritis heumatoid,

gout), pada otot ( polimalgia pseudoclaudication) dan masalah pada kaki juga

menyebabkan lansia tidak ingin atau tidak mampu berjalan.

b. Faktor psikis

Adanya penyakit parkinson, demensia, depresi, kekhawatiran jatuh pada diri

lansia atau kondisi keluarga juga mempengaruhi mobilisasi pada lanjut usia.

Berbagai penyebab psikis yang mempengaruhi perubahan dalam kemampuan

mobilisasi berasal dari kesadaran tentang merosotnya dan perasaan akan rendah

diri kalau dibandingkan dengan orang yang lebih muda dalam arti kekuatan,

kecepatan dan ketrampilan. Tekanan emosional, yang berasal dari sebab-sebab

psikis dapat mempercepat mobilisasi untuk mencoba melakukan sesuatu yang

mungkin akan membahayakan baginya.

c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi mobilisasi pada lanjut usia.

lansia yang pada umumnya tinggal diingkungan rumah akan berbeda

mobilisasinya dengan lansia yang sakit dan berada di rumah sakit. Lansia yang

berada di rumah sakit akan menghabiskan waktunya dengan kebiasaan berbaring

di tempat tidur secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Hal ini juga

akan mengakibatkan penuruanan mobilisasi pada lansia.

7

Page 3: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

2.1.1.c Komponen-komponen Mobilisasi

Terdapat beberapa komponen dalam mobilisasi lansia, diantaranya yaitu

(Darmojo, 2009):

a. Kemandirian (Self efficacy)

Adalah suatu istilah untuk menggambarkan rasa percaya atas keamanan

dalam melakukan aktivitas. Hal ini sangat berhubungan dengan

ketidaktergantungan dalam aktivitas sehari - hari. Dengan keberdayagunaan

mandiri ini seorang lansia mempunyai keberanian dalam melakukan aktivitas.

b. Latihan pertahanan (Resistance training).

Berhubungan dengan hasil yang didapat atas jenis latihan bertahanan, antara

lain yang mengenai kecepatan gerak sendi, luas lingkup gerak sendi (Range of

Motion) dan jenis kekuatan yang dihasilkannya (pemendekan atau pemanjangan

otot). Keuntungan yang didapat akan sangat besar bila kemampuan maksimum

atas jenis/mesin latihan tertentu akan meningkat akibat latihan tersebut. Pada

penelitian di panti – panti werdha didapatkan bahwa latihan bertahanan yang

intensif akan meningkatkan kecepatan gait (langkah) sekitar 12 % dan kekuatan

untuk menaiki tangga sebesar 23- 38 %. Gabungan latihan bertahanan dan

keseimbangan akan meningkatkan kecepatan langkah lansia yang hidup

dimasyarakat sebesar 8 % .

c. Daya tahan (Endurance)

Daya tahan akan meningkatkan kekuatan yang didapatkan dari latihan

pertahanan. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja

otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan

8

Page 4: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan

terhadap penyakit seperti osteoporosis (keropos pada tulang).

d. Kelenturan

Pembatasan atas lingkup gerak sendi (ROM) banyak terjadi pada usia lanjut,

yang sering akibat keketatan atau kekakuan otot dan tendon dibanding sebagai

akibat kontraktur sendi. Keketatan otot betis sering memperlambat gerak dorso-

flexi dan timbulnya kekuatan otot dorsofleksor sendi lutut yang diperlukan untuk

mencegah jatuh kebelakang. Bermacam keketatan otot lain diantaranya yang

disebabkan oleh kifosis toraks, keketatan otot pada otot adukator dan abdukator

paha juga sering dijumpai. Oleh karena itulah latihan kelenturan sendi

merupakan komponen penting dari program latihan atau olahraga bagi lanjut

usia.

e. Keseimbangan

Keseimbangan pada lansia harus dipertahankan karena gangguan

keseimbangan pada lansia saat kegiatan dapat menyebabkan lansia mudah

terjatuh. Komponen yang terkait dengan mobilisasi lansia diantaranya, yaitu

(Potter&Perry, 2006) :

1) Sistem skeletal

Skelet adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang.

Skelet merupakan tempat melekatnya otot dan ligamen. Ikatan ini yang

menyebabkan mobilisasi dari gerakat skelet, seperti : membuka dan menutup

mulut atau meluruskan lengan atau kaki.

9

Page 5: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

2) Karakteristik tulang

Karakteristik tulang meliputi kekokohan, kekuatan dan elastisitas.

Kekokohan tulang itu merupakan hasil dari adanya garam anorganik seperti

kalsium dan fosfat yang tersebar dalam matrik tulang. Kekokohan berhubungan

dengan kekakuan tulang, yang penting untuk mempertahankan tulang panjang

tetap lurus, dan membuat tulang tetap lurus serta membuat tulang dapat

menyangga berat badan saat berdiri. Selain itu, tulang mempunyai tingkat

elastisitas dan fleksibilitas skelet yang dapat berubah sesuai usia.

3) Sendi

Sendi adalah hubungan diantara tulang. Setiap sendi diklasifikasikan sesuai

dengan struktur dan tingkat mobilisasinya.

4) Ligamen

Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat,

fleksibel mengikat sendi menjadi satu dan menghubungkan tulang dengan

kartilago. Ligamen bersifat elastis sehingga membantu fleksibilitas sendi dan

mendukung sendi.

5) Tendon

Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang

menghubungkan otot dengan tulang. Tendon bersifat kuat, fleksibel dan tidak

elastis.

6) Kartilago

Kartilago adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler,

yang terletak terutama di sendi dan di toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.

10

Page 6: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada lansia dan penyakit

osteoartritis.

7) Otot skelet

Otot skelet mempunyai kemampuan untuk berkontransi dan berelaksasi,

merupakan elemen kerja dari pergerakan.

2.1.1.d Macam-macam Mobilisasi

Macam-macam mobilisasi yaitu :

a. Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh ini menunjukkan syaraf motorik dan sensorik mampu

mengontrol seluruh area tubuh. Mobilisasi penuh mempunyai banyak keuntungan

bagi kesehatan, baik fisiologi maupun psikologis bagi seseorang untuk memenuhi

kebutuhan dan kesehatan secara bebas, mempertahankan interaksi sosial dan

peran dalam kehidupan sehari-hari.

b. Mobilisasi sebagian

Seseorang yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya mempunyai

gangguan syaraf sensorik maupun motorik pada area tubuh. Mobilisasi sebagian

dapat dibedakan menjadi :

1) Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem

muskuloskeletal seperti dislokasi sendi dan tulang.

2) Mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh rusaknya sistem syaraf yang

reversibel.

11

Page 7: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

2.1.1.e Mobilisasi Pada Lansia

Manfaat mobilisasi yang tepat dan benar bagi lansia :

a.Meningkatkan kemampuan dan kemauan seksual lansia.

b.Kulit tidak cepat keriput atau menghambat proses penuaan.

c.Meningkatkan keelastisan tulang sehingga tulang tidak mudah patah.

d.Menghambat pengecilan otot dan mempertahankan atau mengurangi kecepatan

penurunan kekuatan otot.

2.1.1.f Alat Ukur Mobilisasi

Menurut Hariandy (2007) dan Mahoney FI (1965) menyatakan bahwa alat

ukur mobilisasi menggunakan Indeks Barthel yang terdiri dari 10 pertanyaan

diantaranya yaitu : melakukan makan, mengenakan pakaian atas, mangenakan

pakaian bawah, mengenakan pelindung, mencuci pakaian, cuci muka/mandi,

mengendalikan kandung kemih, mengendalikan usus besar, melakukan perawatan

perineum, berpindah ke/dari kursi, berpindah ke/dari toilet, berpindah

ke/darikamar mandi, berjalan sepanjang 50 meter, naik/turun tangga satu lantai,

menggunakan kursi roda sepanjang 50 meter. Dari pertanyaan diatas diperoleh

hasil tertinggi 100 dan terendah 1,dengan pembagian kriteria mandiri utuh skor 81

- 100, mandiri terbatas dengan skor 41- 80 .

12

Page 8: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

2.1.2 Dimensia

2.1.2.a Definisi Dimensia

Dimensia merupakan gangguan intelektual yang menghambat fungsi kerja dan

sosial. Perubahan kognitif akan menurunkan kemampuan lansia untuk melakukan

kegiatan harian (Potter dan Pery, 2009) .

Dimensia adalah gangguan intelektual yang pada umumnya muncul setelah

usia 65 tahun (Sudoyo, et. al 2009) .

Durand dan Barlow dalam Hernanta (2013) menyatakan bahwa dimensia

adalah onset-gradual fungsi otak yang melibatkan kehilangan ingatan,

ketidakmampuan mengenali berbagai objek atau wajah, dan kesulitan dalam

merencanakan dan penalaran abstrak.

Gyayson dalam Hernanta (2013), menyebutkan bahwa demensia bukanlah

sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan oleh

beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian

dan tingkah laku.

2.1.2.b Penyebab Dimensia

Penyebab dimensia menurut Hernanta (2013), diklasifikasikan kedalam

beberapa kelompok sebagai berikut :

a. Penyebab biologis

1. Adanya penumpukan protein lengket yang disebut anyloid plaques yang

berakumulasi diotak pada penderita dimensia. Plak amiloid juga ditemukan

pada lansia yang tidak memiliki gejala - gejala dimensia, tetapi juga dalam

jumlah yang lebih sedikit.

13

Page 9: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

2. Didalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut

saraf yang semrawut adan protein abnormal, yang bisa terlihat pada autopsi.

Dimensia sosok lewy sangat menyerupai penyakit alzhaimer, tetapi memiliki

perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi didalam otak.

3. Penyebab yang lain dari dimensia adalah serangan stroke yang berturut - turut.

Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau

kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap

menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami

kerusakann akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark. Dimensia yang

berasal dari stroke kecil disebut dimensia multi-infark. Sebagian besar

penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya

menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.

4. Dimensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau

cardiac arrest. Penyebab lain dari dimensia adalah penyakit parkinson, penyakit

pick, AIDS, penyakit paru, ginjal, gangguan darah, gangguan nutrisi,

keracunan metabolism dan diabetes.

5. Faktor genetis yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4), alela (4)

kromosom 19 pada penderita alzheimer familial/sporadic. Penyebab lainnya

adalah neurotransmiter lain yang berkurang yaitu non adrenergic presinaptic,

serotonin, somatostatin, corticothropin, releasingfaktor, glutamate, dan

sebagainya.

14

Page 10: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

b. Penyebab Psikologis

Penderita yang mengalami depresi memiliki resiko dua kali lebih besar

mengalami dimensia. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian oleh Epidemological

Pathways Follow-Up Study yang dilakukan selama lima tahun. Pasien yang sudah

didiagnosis menderita dimensia dikeluarkan dari penelitian ini.

Selama periode lima tahun, 36 dari 445 atau 7,9 persen dari pasien diabetes

dengan depresi berat didiagnosis dengan dimensia. Diantara 3.382 pasien dengan

diabetes saja, 163 atau 4,8 persen mengembangkan gejala dimensia. Para peneliti

menemukan hasil bahwa depresi berat dengan diabetes mengalami peningkatan

2,7 kali lipat untuk mengalami dimensia, dibanding pasien diabetes tanpa

mengalami depresi berat. Depresi meningkatkan resiko dimensia, karena kelainan

biologis efektif ini berhubungan dengan penyakit, termasuk tingginya kadar

hormon kortisol atau masalah sistem saraf otonom yang dapat mempengaruhi

jantung, pembekuan darah. Selain itu, faktor - faktor lain yang meningkatkan

resiko dimensia karena perilaku umum dalam kondisi seperti merokok, makan

berlebihan, kurang olahraga, dan kesulitan dalam mengikuti rejimen pengobatan

dan perawatan.

c. Penyebab Sosial

Gaya hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan faktor – faktor

yang dapat menyebabkan dimensia, misalnya penyalahan substansi yang dapat

menyebabkan dimensia. Gaya hidup seperti diet, olahraga, dan stress

mempengaruhi penyakit kardiovaskuler dan dapat membantu menentukan siapa

saja yang akan mengalami dimensia vaskuler. Gaya hidup yang sehat seperti diet,

15

Page 11: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

olahraga, dan kontrol terhadap makanan dapat meminimalisasi kemungkinan

terjadinya stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan dimensia vaskuler.

Sedangkan gaya hidup yang tidak sehat seperti stress, tidak mengontrol makanan,

jarang berolahraga dapat meningkatkan resiko terkena stroke dan tekanan darah

tinggi yang menyebabkan dimensia vaskuler.

Faktor-faktor kultural juga dapat mempengaruhi seseorang mengalami

dimensia. Sebagai contoh, hipertensi dan stroke menonjol dikalangan orang –

orang Afrika, Amerika dan orang - orang Asia-Amerika tertentu, yang

menjelaskan mengapa dimensia vaskuler sering dialami oleh kelompok ini. Hal

ini terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat, seperti dikalangan orang - orang

Afrika-Amerika yang sering mengkonsumsi alkohol dan makanan - makanan

cepat saji dan berpengawet yang meningkatkan resiko terkena hipertensi dan

stroke yang menyebabkan dimensia vaskuler (Durand dan Barlow dalam

Hernanta, 2013) .

2.1.2.c Gejala dan Tanda Dimensia

gejala dan tanda demensia meliputi :

a. Kehilangan Ingatan

Gejala ini merupakan gejala umum dari dimensia, dan ingatan mengenai

kejadian - kejadian baru yang pertama - tama terkena dampaknya. Kapasitas

untuk mengingat lebih jauh ke masa lalu biasanya tidak terpengaruh sampai

penyakit tersebut mencapai tingkat yang lebih tinggi. Untuk menyimpan informasi

dalam ingatan, pertama - tama yang harus diperhatikan adalah untuk menandai

dan menyerapnya sehingga kita dapat mengingatnya kembali di saat kemudian.

16

Page 12: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

Kemampuan untuk menyimpan informasi akan mengalami kemunduran karena

perubahan otak akibat penyakit ini. Pada tahap awal, masalah kemunduran yang

terjadi pada ingatan jangka pendek, mungkin tidak menimbulkan banyak masalah

dan juga banyak orang yang mendapati ingatan mereka menjadi kurang baik

ketika mereka beranjak tua. Tetapi ketika penyakit tersebut berkembang,

kehilangan ingatan menjadi lebih menyiksa. Sebagai contoh sipenderita pergi

karena suatu perintah dan kemudian dia lupa kemana tujuannya, atau dia makan

kemudian dia lupa bila sudah makan. Pada tahap lanjut, dia bisa lupa akan nama-

nama orang didekatnya.

b. Disorientasi waktu dan tempat

Lupa hari atau tempat tujuan untuk sesaat masih termasuk normal. Akan tetapi

jika terjadi lupa tempat dimana ia berada, tersesat di jalan yang biasa dikenalnya,

tidak tahu bagaimana ia sampai di tempat tersebut dan tidak lupa akan nama

teman, nomor telepon rekan bisnis dan pekerjaan adalah hal yang biasa terjadi,

masih dapat mengingatkan lagi beberapa saat kemudian. Orang dengan kepikunan

atau demensia mengalami kelupaan yang sangat sering sehingga mengganggu

fungsi kehidupan sehari-hari, dan mereka tidak dapat mengingat kembali kejadian

yang baru.

Lupa hari atau tempat tujuan untuk sesaat masih termasuk normal. Akan tetapi

jika terjadi lupa tempat dimana ia berada, tersesat di jalan yang biasa dikenalnya,

tidak tahu bagaimana ia sampai di tempat tersebut dan tidak bisa mencari jalan

pulang ke rumahnya sendiri maka hal ini menunjukkan gejala demensia.

17

Page 13: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

c. Perubahan Kepribadian dan prilaku

Kepribadian pada sebagian penderita tampak tetap sama seperti sebelum

mengalami penyakit, tetapi yang lain menunjukan perubahan yang sangat

menyolok. Penarikan diri secara sosial dan hilangnya minat terhadap kegiatan-

kegiatan yang biasa dilakukan merupakan hal yang biasa terjadi. Orang - orang

yang mengalami dimensia dapat mengalami pergantian suasana hati yang tidak

jelas, atau bagian terpendam dari kepribadiannya dapat lebih terungkap. Mereka

cenderung menjadi pendengki dan cemas. Beberapa diantarnya mengalami

perubahan kepribadian secara drastis, mungkin berubah dari seseorang yang

lembut menjadi seseorang yang pemarah dan agresif.

b. Kesulitan dalam berkomunikasi

Pada tahap awal dimensia orang orang mengalami kesulitan dalam

menemukan kata - kata yang tepat untuk diucapkan ketika berbicara. Ini membuat

mereka sulit terlibat dalam percakapan yang sukar.

Kemudian mereka tidak dapat menyelesaikan kalimat, melantur, atau mereka

mengucapkan kata- kata yang sama berulang kali. Kemampuan membaca dan

menulis juga terkena dampaknya.

Menjadi lebih sulit untuk menemukan kata-kata yang tepat ketika berbicara

pada saat kondisi memburuk dan ketidakmampuan juga menjadi menurun,

percakapan menjadi sulit.

e. Kesulitan berfikir abstrak

Pasien demensia akan mengalami kesulitan dalam hitung menghitung, kalimat

majemuk dan peribahasa maupun pemahaman konsep.

18

Page 14: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

f. Salah menaruh barang

Setiap orang bisa saja lupa menaruh kunci atau dompet. Seseorang dengan

demensia Alzheimer mungkin dapat meletakkan benda-benda di tempat yang

tidak seharusnya misalnya setrika ditaruh didalam kulkas, atau arloji diletakkan di

dalam panci.

j. Kehilangan inisiatif

Merasa lelah terhadap pekerjaan rumah tangga, aktivitas bisnis atau kegiatan

sosial lainnya adalah normal bila setelah beberapa waktu mempunyai minat

kembali. Seseorang dengan demensia dapat menjadi sangat pasif dan apatis

sehingga diperlukan usaha untuk menarik minatnya agar mau ikut beraktivitas.

Menurut World Alzheimer’s Report 2009 manifestasi dari demensia dapat dibagi

ke dalam 3 stadium :

1.Stadium awal untuk 1-2 tahun pertama

2.Stadium menengah untuk 2-5 tahun berikutnya

3.Stadium akhir setelah 5 tahun berlangsung

19

Page 15: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

Tabel 2.1 Stadium dan Gejala Dimensia

Stadium Awal Stadium awal seringkali diabaikan. Keluarga maupun teman-teman pasien (bahkan oleh tenagakesehatan sendiri) menganggapnya sebagai bagian normal dari proses penuaan. Karena onset dari demensia yang gradual, sering kali sulit untuk memastikan kapan stadium ini dimulai.

Stadium menengah Seiring perjalanan penyakit, batasan stadium menjadi lebih jelas.

Stadium AkhirStadium akhir merupakan tahap mendekati disabilitas dan kebergantungan total.Gangguan memori menjadi sangat serius dan dampak fisik dari penyakit semakin berat.

Menjadi pelupa, khususnya mengenai hal-hal atau peristiwa yang baru saja terjadi.

Menjadi sangat pelupa, khususnya terhadap peristiwa yang baru saja terjadi dan nama orang - orang.

Deteriorisasi kapasitas memori semakin parah, mulai tidak dapat mengenali sanak-saudara, teman-teman dekat, maupun objek yang familiar.

Memiliki sedikit kesulitan dalam berkomunikasi.

Kesulitan dalam berkomunikasi semakin parah (pelafalan dan komprehensif) .

Tidak dapat memahami kejadian yang berlangsung di sekelilingnya.

Mulai lupa dan tersesat ditempat - tempat yang familiar.

Kesulitan dalam mengenali tempat -tempat maupun kejadian yang familiar. Seringkali tersesat bahkan di rumah ataupun dalam komunitas sekitar.

Tidak dapat menemukan arah menuju berbagai lokasi di rumah, semakin sering tersesat.

Menurunnya tingkat orientasi terhadap waktu, termasuk diantaranya hari, bulan, atau pun tahun.

Membutuhkan bantuan dalam perawatan pribadi seperti menggunakan toilet, mandi, berpakaian.

Tidak dapat makan tanpa bantuan, seringkali mengalami kesulitan dalam mengunyah.

Memiliki kesulitan dalam membuat keputusan dan menangani keuangan pribadi.

Perilaku mulai berubah, termasuk di antaranya sering menanyakan hal yang sama secara berulang -ulang, gangguan tidur, dan berhalusinasi.

Semakin meningkatnya kebutuhan akan bantuan dalam melakukan perawatan diri seperti mandi, berpakaian dan menggunakan toilet.

Kesulitan dalam melakukan kegiatan atau aktivitas rutin dirumah.

Tidak dapat melakukan aktivitas rutin di rumah seperti memasak, menyiapkan makanan, berbelanja dan sebagainya.

Penurunan kemampuan mobilitas : sulit berjalan, dan lebih sering berada dikursi atau tempat tidur.

20

Page 16: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

Mood dan tingkah laku :1. Mulai kurang aktif, dan motivasi menurun. Ketertarikan dalam aktivitas maupun hobby mulai hilang. 2. Dapat menunjukkan perubahan mood, baik itu depresi maupun kecemasan.

 3.Seringkali marah dan agresif dalam menanggapi hal yang wajar .

Menunjukkan perilaku agresi di lingkungan rumah maupun komunitas.

Perubahan perilaku semakin jelas. Mulai menunjukkan sikap agresi bahkan terhadap keluarga sendiri dan agitasi nonverbal seperti menendang, memukul, berteriak atau menjerit.

Sumber : Alzheimer’s disease International World Alzheimer’s Report 2009. dan Neurological disorders:publ ic hea l th chal lenges . Geneva,World Health

Organization, 2006

2.1.2.d Kelompok beresiko

Kelompok yang Berisiko Terkena Demensia :

Berikut adalah kelompok paling berisiko demensia, yaitu :

a) Orang tua usia ≥ 65 tahun dan hidup sendiri.

b) Orang tua yang baru kehilangan keluarga.

c) Lanjut usia yang baru pulang dari perawatan rumah sakit.

d) Lanjut usia yang sehariannya memerlukan bantuan orang

sekitarnya.

e) Lanjut usia yang karena sesuatu kondisi, tergantung pada

orang lain.

2.1.2.e Alat Ukur Demensia

Menurut Hariandy (2007), Kurlowicz (1999) dan Folstein dalam Darmojo

(2009) menyatakan bahwa alat ukur demensia menggunakan Mini Mental State

Examination yang terdiri dari 11 pertanyaan dan dikelompokkan menjadi 5

21

Page 17: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

macam, yaitu : orientasi (tahun, musim, tanggal, hari, bulan, negara, desa, kota,

dan tempat tinggal), registrasi (menamai tiga objek), atensi dan kalkulasi

(mengeja kata “wahyu” dari belakang ke depan), mengingat (menanyakan tiga

objek yang telah di sebutkan tadi diatas), dan bahasa. Dari pertanyaan diatas bisa

dikatakan demensia jika skor kurang dari 24 dan dikatakan tidak dimensia jika

skor lebih dari sama dengan 24.

2.1.3 Lanjut Usia

2.1.3.a Definisi lanjut usia

Menurut UU No.4 tahun 1969 yang termuat dalam pasal 1 seseorang

dikatakan lansia setelah 55 tahun, tidak mampu atau tidak berdaya mencari nafkah

sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang

lain. Menurut organisasi kesehatan dunia dan undang-undang No.13 tahun 1998

seseorang dikatakan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun

keatas.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas bisa disebutkan bahwa yang

disebut lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Dimana pada

masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, sosial, dan spiritual

yang akan mempengaruhi semua aspek kehidupan yang akan dialami oleh semua

orang karena lansia merupakan tahapan dari hidup manusia yaitu lanjutan dari

usia dewasa.

2.1.3.b Batasan-batasan lanjut usia

Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI, ada tiga golongan lansia, yaitu

lansia dini (umur 55-64 tahun), lansia (umur 65 tahun keatas) dan lansia beresiko

22

Page 18: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

tinggi (umur 70 tahun keatas). Kategori lansia dini merupakan kelompok umur

yang sebagian masih aktif produktif hingga persiapan menjelang pensiun,

sedangkan mulai kelompok umur lansia keatas akan semakin rentan terhadap

masalah kesehatannya termasuk penurunan kemampuan mobilisasi.

Penggolongan lansia menurut WHO (Suhartini dalam Vina Dwi & Vitrah,

2010) Lanjut usia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age) = usia 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) = usia 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) = usia 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) = usia > 90 tahun

2.1.3.c Proses Menua

Penuaan atau menua merupakan suatu proses normal yang perubahan yang

berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang

hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan (Fatimah, 2010) .

Proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami

berbagai macam perasaan seperti sedih, cemas, kesepian, dan mudah tersinggung.

Permasalahan tersebut merupakan masalah kesehatan jiwa yang terjadi pada

lansia. Masalah gangguan kesehatan jiwa mulai dialami golongan lansia pada saat

mereka mulai merasakan adanya tanda - tanda terjadinya proses penuaan pada

dirinya. Jika lansia mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa, maka kondisi

tersebut dapat mengganggu kegiatan sehari – hari lansia (Maryam.,et al 2008) .

23

Page 19: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

2.1.3.d Perubahan-perubahan pada lanjut usia

Berbagai masalah fisik, psikis, dan sosial akan muncul pada lanjut usia

sebagai proses menua atau penyakit degeneratif yang muncul seiring dengan

menuanya seseorang. Menua merupakan proses yang alamiah yang akan dialami

oleh setiap individu. Hal ini ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh dalam

penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan terkait usia. Perubahan -

perubahan terkait usia melalui perubahan fisik, perubahan psikososial, dan

perkembangan spiritual. Pada lanjut usia umumnya akan mengalami perubahan

fisik dan psikososial :

a. Perubahan fisik

Sel lebih sedikit jumlahnya, kecil ukurannya, cairan tubuh dan intraseluler

berkurang, hubungan persyarafan lambat dalam respon, berkurangnya

penglihatan, hilangnya pendengaran, rendahnya ketahanan terhadap dingin,

tekanan darah menurun (mengakibatkan pusing mendadak) dan juga tekanan

darah meninggi, jantung berdebar-debar, otot-otot pernafasan hilang kekuatannya

dan menjadi kaku, paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih

berat, nyeri dada, kehilangan gigi, hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap

di lidah terutama rasa manis dan asin, rasa lapar menurun, konstipasi, dan berat

badan menurun, ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, frekuensi buang

air seni meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia

sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urin, sukar menahan buang air

kecil (inkontinensia urin), produksi dari hampir semua hormon menurun,

menurunnya hormon kelamin, misal : progesteron, estrogen, testoteron, kulit-kulit

24

Page 20: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

keriput akibat hilangnya lemak dan menurunnya turgor kulit, kulit kepala dan

rambut menipis, warna kelabu, kuku jari menjadi keras dan rapuh, mudah

gatal-gatal, otot-otot kram, nyeri pinggang, dan mudah jatuh.

b) Perubahan psikososial

Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara

otomatis akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Menurunnya kondisi psikis

ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif.

Menurunnya kondisi psikososial ditandai dengan merasakan atau sadar akan

kematian (sense of awareness of mortality), perubahan dalam cara hidup yaitu

memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit, penyakit kronis dan

ketidakmampuan, hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik yaitu perubahan

terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri. Rangkaian dari kehilangan, yaitu

kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga, dan gangguan sosial

panca indra yaitu timbul kebutuhan dan ketulian.

2.2 Hubungan Antara Demensia dengan Mobilisasi pada Lansia

Terdapat badan lewy di otak pada lansia yang mengalami dimensia. Badan

lewy atau lewy tubuh kecil adalah benjolan melingkar protein yang berkembang

di dalam sel-sel otak. Badan Lewy ini akan mengganggu efek dari dua bahan

kimia utusan di otak yaitu dopamin dan asetilkolin. Bahan kimia pembawa pesan,

yang mengirim informasi dari satu sel otak ke sel otak yang lain, yang disebut

neurotransmitter. Dopamin dan asetilkolin memainkan peran penting dalam

mengatur fungsi otak, seperti memori, pembelajaran, suasana hati dan

perhatian.memori , pembelajaran, suasana hati dan perhatian. Fungsi otak akan

25

Page 21: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

terganggu karena kerusakan sel - sel di otak dan menyebabkan volume otak

menyusut secara perlahan. Selama beberapa tahun hal ini akan menyebabkan

volume otak berkurang dan menimbulkan gejala fisik, seperti kekakuan otot dan

lambatnya gerakan berjalan. orang dengan dimensia lambat laun tidak akan dapat

melakukan aktivitas rutin di rumah seperti memasak, menyiapkan

makanan, berbelanja dan sebagainya. Pada stadium akhir, gejala fisik yang

ditunjukan adalah Penurunan kemampuan mobilitas seperti sulit berjalan, dan

lebih sering berada dikursi atau tempat tidur (¶ http://www.abualbanicentre.com

diperoleh tanggal 15 April 2014) .

orang dengan dimensia memiliki kecepatan berjalan jauh lebih lambat akibat

volume otak yang berkurang (Helmi,2013 ¶http://health.okezone.com/ diperoleh

tanggal 16 April 2014) .

26

Page 22: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

Gambar 2.1 pathways dimensia menyebabkan gangguan mobilisasi

badan lewy

Sumber : ¶ http://www.abualbanicentre.com diperoleh tanggal 15 April 2014 dan

¶http://health.okezone.com/ diperoleh tanggal 16 April 2014.

27

Menggangu efek dopamin dan asetilkolin

Kerusakan sel – sel di otak

Volume otak berkurang

kekakuan otot dan lambatnya

gerakan berjalan

Penyusutan volume otak

Kemampuan kognitif menurun dan gangguan intelektual

1. kehilangan ingatan2. ketidakmampuan mengenali objek atau wajah3. kesulitan dalam merencanakan dan penalaran abstrak

1.resiko jatuh2.sulit berjalan, 3. Kesulitan melakukan aktivitas sehari - hari

Badan Lewy

Page 23: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

2.3 Penelitian Terkait

Penelitian ini diajukan berdasarkan penelitian-penelitian yang hampir serupa

pernah dilakukan, yaitu:

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Istiana Ratna Wijayanti (2007) tentang

Hubungan antara tingkat depresi dengan mobilisasi pada lansia di Panti Wreda

Pucang Gading Semarang . Dari uji spearman diperoleh adanya hubungan antara

tingkat depresi dengan mobilisasi dengan nilai r hitung 0,438 (+) dengan nilai p =

0,001 ( 0,05 ). Perbedaan penelitian ini adalah pada variabel bebas dan tempat

penelitiannya. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu depresi serta tempat yang

akan dilakukan penelitian adalah di di Panti Wreda Pucang Gading Semarang.

Persamaan penelitian ini terdapat pada variabel terikatnya yaitu mobilisasi pada

lansia.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Ropiah (2010) tentang Hubungan

antara dimensia dengan mobilisasi lansia Panti Wreda Margo Mukti Rembang.

Hasil dari penelitian ini didapatkan Berdasarkan hasil uji Rank Spearmans nilai r

sebesar 0,422 dan p value sebesar 0,000 artinya ada hubungan yang bermakna

antara demensia dengan mobilisasi lansia di Panti Wreda Margo Mukti Rembang

Tahun 2010 dengan tingkat hubungan sedang.

28

Page 24: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

2.4 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah hubungan antar konsep berdasarkan studi empiris.

kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan penelitian yang dilakukan

Gambar 2.2 Kerangka Teori Hubungan Antara Dimensia Dengan Mobilisasi Lansia

Sumber :Sudoyo, et. al, (2009).

29

Faktor Lingkungan :- Lingkungan

rumah- Lingkungan

rumah sakit

Faktor Psikis :- Demensia- Parkinson, - Depresi- Kekhawatiran

Mobilisasi pada lansia

Faktor Fisik :- Osteoporosis- Osteomalasia- Kanker tulang - Paget’s disease,- Trauma,- Masalah pada

persendian(osteoartritis, artritis heumatoid, gout),

- Pada otot (polimalgia pseudoclaudicatio)

- Masalah pada kaki

Page 25: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah abstarksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal -

hal khusus (Notoatmodjo, 2012). Jika kerangka teori digunakan untuk

memberikan landasan penelitian yang dilakukan, maka konsep dimaksudkan

untuk menjelaskan makna dan maksud teori yang dipakai, untuk menjelaskan

kata-kata yang mungkin masih abstrak dalam teori

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Hubungan Antara Dimensia Dengan Mobilisasi

pada Lansia

Variabel independen variabel dependen

Variabel penelitian :

1. Variabel Independen : Dimensia

2. Variabel Dependen : Mobilisasi pada lansia

2.6 Hipotesis

Hipotesa adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Biasanya

hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel, yaitu

variabel bebas dan variabel terikat. Hipotesis berfungsi untuk menentukan kearah

pembuktian, artinya hipotesis ini merupakan pertanyaan yang harus dibuktikan.

Rumusan hipotesis sudah akan tercermin variabel-variabel yang akan diamati atau

diukur, dan bentuk hubungan antara variabel-variabel yang akan dihipotesiskan.

30

Mobilisasi pada lansiaDimensia

Page 26: 14_Bab 2 Bagus Pranata.docx

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha = Ada hubungan antara dimensia dengan mobilisasi pada lansia di UPTD

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Lampung Tahun 2014.

31