Upload
bagus-pranata-siahaan
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Mobilisasi
2.1.1.a Pengertian Mobilisasi
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk berjalan, bangkit,
berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset, duduk dan sebagainya,
disamping menggunakan ekstremitas (Harry & Potter, 2006).
Mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti mengekspresikan emosi, dengan
gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup
sehari-hari, dan kegiatan rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara
optimal maka sistem saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik.
Mobilisasi merupakan salah satu aspek yang paling penting dilihat dari sudut
pandang fungsi psikologis karena mobilisasi adalah hal yang sangat mendasari
untuk mempertahankan atau memelihara kebebasan karena konsekuensi yang
serius akan terjadi ketika kebebasan itu hilang.
2.1.1.b Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
Menurut Sudoyo, et. al (2009), menjelaskan bahwa faktor – faktor yang
mempengaruhi mobilisasi adalah:
66
a. Faktor fisik
Adanya penyakit-penyakit seperti osteoporosis, osteomalasia, kanker tulang,
paget’s disease, trauma, masalah pada persendian (osteoartritis, artritis heumatoid,
gout), pada otot ( polimalgia pseudoclaudication) dan masalah pada kaki juga
menyebabkan lansia tidak ingin atau tidak mampu berjalan.
b. Faktor psikis
Adanya penyakit parkinson, demensia, depresi, kekhawatiran jatuh pada diri
lansia atau kondisi keluarga juga mempengaruhi mobilisasi pada lanjut usia.
Berbagai penyebab psikis yang mempengaruhi perubahan dalam kemampuan
mobilisasi berasal dari kesadaran tentang merosotnya dan perasaan akan rendah
diri kalau dibandingkan dengan orang yang lebih muda dalam arti kekuatan,
kecepatan dan ketrampilan. Tekanan emosional, yang berasal dari sebab-sebab
psikis dapat mempercepat mobilisasi untuk mencoba melakukan sesuatu yang
mungkin akan membahayakan baginya.
c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi mobilisasi pada lanjut usia.
lansia yang pada umumnya tinggal diingkungan rumah akan berbeda
mobilisasinya dengan lansia yang sakit dan berada di rumah sakit. Lansia yang
berada di rumah sakit akan menghabiskan waktunya dengan kebiasaan berbaring
di tempat tidur secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Hal ini juga
akan mengakibatkan penuruanan mobilisasi pada lansia.
7
2.1.1.c Komponen-komponen Mobilisasi
Terdapat beberapa komponen dalam mobilisasi lansia, diantaranya yaitu
(Darmojo, 2009):
a. Kemandirian (Self efficacy)
Adalah suatu istilah untuk menggambarkan rasa percaya atas keamanan
dalam melakukan aktivitas. Hal ini sangat berhubungan dengan
ketidaktergantungan dalam aktivitas sehari - hari. Dengan keberdayagunaan
mandiri ini seorang lansia mempunyai keberanian dalam melakukan aktivitas.
b. Latihan pertahanan (Resistance training).
Berhubungan dengan hasil yang didapat atas jenis latihan bertahanan, antara
lain yang mengenai kecepatan gerak sendi, luas lingkup gerak sendi (Range of
Motion) dan jenis kekuatan yang dihasilkannya (pemendekan atau pemanjangan
otot). Keuntungan yang didapat akan sangat besar bila kemampuan maksimum
atas jenis/mesin latihan tertentu akan meningkat akibat latihan tersebut. Pada
penelitian di panti – panti werdha didapatkan bahwa latihan bertahanan yang
intensif akan meningkatkan kecepatan gait (langkah) sekitar 12 % dan kekuatan
untuk menaiki tangga sebesar 23- 38 %. Gabungan latihan bertahanan dan
keseimbangan akan meningkatkan kecepatan langkah lansia yang hidup
dimasyarakat sebesar 8 % .
c. Daya tahan (Endurance)
Daya tahan akan meningkatkan kekuatan yang didapatkan dari latihan
pertahanan. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja
otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan
8
mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan
terhadap penyakit seperti osteoporosis (keropos pada tulang).
d. Kelenturan
Pembatasan atas lingkup gerak sendi (ROM) banyak terjadi pada usia lanjut,
yang sering akibat keketatan atau kekakuan otot dan tendon dibanding sebagai
akibat kontraktur sendi. Keketatan otot betis sering memperlambat gerak dorso-
flexi dan timbulnya kekuatan otot dorsofleksor sendi lutut yang diperlukan untuk
mencegah jatuh kebelakang. Bermacam keketatan otot lain diantaranya yang
disebabkan oleh kifosis toraks, keketatan otot pada otot adukator dan abdukator
paha juga sering dijumpai. Oleh karena itulah latihan kelenturan sendi
merupakan komponen penting dari program latihan atau olahraga bagi lanjut
usia.
e. Keseimbangan
Keseimbangan pada lansia harus dipertahankan karena gangguan
keseimbangan pada lansia saat kegiatan dapat menyebabkan lansia mudah
terjatuh. Komponen yang terkait dengan mobilisasi lansia diantaranya, yaitu
(Potter&Perry, 2006) :
1) Sistem skeletal
Skelet adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang.
Skelet merupakan tempat melekatnya otot dan ligamen. Ikatan ini yang
menyebabkan mobilisasi dari gerakat skelet, seperti : membuka dan menutup
mulut atau meluruskan lengan atau kaki.
9
2) Karakteristik tulang
Karakteristik tulang meliputi kekokohan, kekuatan dan elastisitas.
Kekokohan tulang itu merupakan hasil dari adanya garam anorganik seperti
kalsium dan fosfat yang tersebar dalam matrik tulang. Kekokohan berhubungan
dengan kekakuan tulang, yang penting untuk mempertahankan tulang panjang
tetap lurus, dan membuat tulang tetap lurus serta membuat tulang dapat
menyangga berat badan saat berdiri. Selain itu, tulang mempunyai tingkat
elastisitas dan fleksibilitas skelet yang dapat berubah sesuai usia.
3) Sendi
Sendi adalah hubungan diantara tulang. Setiap sendi diklasifikasikan sesuai
dengan struktur dan tingkat mobilisasinya.
4) Ligamen
Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat,
fleksibel mengikat sendi menjadi satu dan menghubungkan tulang dengan
kartilago. Ligamen bersifat elastis sehingga membantu fleksibilitas sendi dan
mendukung sendi.
5) Tendon
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon bersifat kuat, fleksibel dan tidak
elastis.
6) Kartilago
Kartilago adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler,
yang terletak terutama di sendi dan di toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
10
Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada lansia dan penyakit
osteoartritis.
7) Otot skelet
Otot skelet mempunyai kemampuan untuk berkontransi dan berelaksasi,
merupakan elemen kerja dari pergerakan.
2.1.1.d Macam-macam Mobilisasi
Macam-macam mobilisasi yaitu :
a. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh ini menunjukkan syaraf motorik dan sensorik mampu
mengontrol seluruh area tubuh. Mobilisasi penuh mempunyai banyak keuntungan
bagi kesehatan, baik fisiologi maupun psikologis bagi seseorang untuk memenuhi
kebutuhan dan kesehatan secara bebas, mempertahankan interaksi sosial dan
peran dalam kehidupan sehari-hari.
b. Mobilisasi sebagian
Seseorang yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya mempunyai
gangguan syaraf sensorik maupun motorik pada area tubuh. Mobilisasi sebagian
dapat dibedakan menjadi :
1) Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal seperti dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh rusaknya sistem syaraf yang
reversibel.
11
2.1.1.e Mobilisasi Pada Lansia
Manfaat mobilisasi yang tepat dan benar bagi lansia :
a.Meningkatkan kemampuan dan kemauan seksual lansia.
b.Kulit tidak cepat keriput atau menghambat proses penuaan.
c.Meningkatkan keelastisan tulang sehingga tulang tidak mudah patah.
d.Menghambat pengecilan otot dan mempertahankan atau mengurangi kecepatan
penurunan kekuatan otot.
2.1.1.f Alat Ukur Mobilisasi
Menurut Hariandy (2007) dan Mahoney FI (1965) menyatakan bahwa alat
ukur mobilisasi menggunakan Indeks Barthel yang terdiri dari 10 pertanyaan
diantaranya yaitu : melakukan makan, mengenakan pakaian atas, mangenakan
pakaian bawah, mengenakan pelindung, mencuci pakaian, cuci muka/mandi,
mengendalikan kandung kemih, mengendalikan usus besar, melakukan perawatan
perineum, berpindah ke/dari kursi, berpindah ke/dari toilet, berpindah
ke/darikamar mandi, berjalan sepanjang 50 meter, naik/turun tangga satu lantai,
menggunakan kursi roda sepanjang 50 meter. Dari pertanyaan diatas diperoleh
hasil tertinggi 100 dan terendah 1,dengan pembagian kriteria mandiri utuh skor 81
- 100, mandiri terbatas dengan skor 41- 80 .
12
2.1.2 Dimensia
2.1.2.a Definisi Dimensia
Dimensia merupakan gangguan intelektual yang menghambat fungsi kerja dan
sosial. Perubahan kognitif akan menurunkan kemampuan lansia untuk melakukan
kegiatan harian (Potter dan Pery, 2009) .
Dimensia adalah gangguan intelektual yang pada umumnya muncul setelah
usia 65 tahun (Sudoyo, et. al 2009) .
Durand dan Barlow dalam Hernanta (2013) menyatakan bahwa dimensia
adalah onset-gradual fungsi otak yang melibatkan kehilangan ingatan,
ketidakmampuan mengenali berbagai objek atau wajah, dan kesulitan dalam
merencanakan dan penalaran abstrak.
Gyayson dalam Hernanta (2013), menyebutkan bahwa demensia bukanlah
sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan oleh
beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian
dan tingkah laku.
2.1.2.b Penyebab Dimensia
Penyebab dimensia menurut Hernanta (2013), diklasifikasikan kedalam
beberapa kelompok sebagai berikut :
a. Penyebab biologis
1. Adanya penumpukan protein lengket yang disebut anyloid plaques yang
berakumulasi diotak pada penderita dimensia. Plak amiloid juga ditemukan
pada lansia yang tidak memiliki gejala - gejala dimensia, tetapi juga dalam
jumlah yang lebih sedikit.
13
2. Didalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut
saraf yang semrawut adan protein abnormal, yang bisa terlihat pada autopsi.
Dimensia sosok lewy sangat menyerupai penyakit alzhaimer, tetapi memiliki
perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi didalam otak.
3. Penyebab yang lain dari dimensia adalah serangan stroke yang berturut - turut.
Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau
kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami
kerusakann akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark. Dimensia yang
berasal dari stroke kecil disebut dimensia multi-infark. Sebagian besar
penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
4. Dimensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau
cardiac arrest. Penyebab lain dari dimensia adalah penyakit parkinson, penyakit
pick, AIDS, penyakit paru, ginjal, gangguan darah, gangguan nutrisi,
keracunan metabolism dan diabetes.
5. Faktor genetis yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4), alela (4)
kromosom 19 pada penderita alzheimer familial/sporadic. Penyebab lainnya
adalah neurotransmiter lain yang berkurang yaitu non adrenergic presinaptic,
serotonin, somatostatin, corticothropin, releasingfaktor, glutamate, dan
sebagainya.
14
b. Penyebab Psikologis
Penderita yang mengalami depresi memiliki resiko dua kali lebih besar
mengalami dimensia. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian oleh Epidemological
Pathways Follow-Up Study yang dilakukan selama lima tahun. Pasien yang sudah
didiagnosis menderita dimensia dikeluarkan dari penelitian ini.
Selama periode lima tahun, 36 dari 445 atau 7,9 persen dari pasien diabetes
dengan depresi berat didiagnosis dengan dimensia. Diantara 3.382 pasien dengan
diabetes saja, 163 atau 4,8 persen mengembangkan gejala dimensia. Para peneliti
menemukan hasil bahwa depresi berat dengan diabetes mengalami peningkatan
2,7 kali lipat untuk mengalami dimensia, dibanding pasien diabetes tanpa
mengalami depresi berat. Depresi meningkatkan resiko dimensia, karena kelainan
biologis efektif ini berhubungan dengan penyakit, termasuk tingginya kadar
hormon kortisol atau masalah sistem saraf otonom yang dapat mempengaruhi
jantung, pembekuan darah. Selain itu, faktor - faktor lain yang meningkatkan
resiko dimensia karena perilaku umum dalam kondisi seperti merokok, makan
berlebihan, kurang olahraga, dan kesulitan dalam mengikuti rejimen pengobatan
dan perawatan.
c. Penyebab Sosial
Gaya hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan faktor – faktor
yang dapat menyebabkan dimensia, misalnya penyalahan substansi yang dapat
menyebabkan dimensia. Gaya hidup seperti diet, olahraga, dan stress
mempengaruhi penyakit kardiovaskuler dan dapat membantu menentukan siapa
saja yang akan mengalami dimensia vaskuler. Gaya hidup yang sehat seperti diet,
15
olahraga, dan kontrol terhadap makanan dapat meminimalisasi kemungkinan
terjadinya stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan dimensia vaskuler.
Sedangkan gaya hidup yang tidak sehat seperti stress, tidak mengontrol makanan,
jarang berolahraga dapat meningkatkan resiko terkena stroke dan tekanan darah
tinggi yang menyebabkan dimensia vaskuler.
Faktor-faktor kultural juga dapat mempengaruhi seseorang mengalami
dimensia. Sebagai contoh, hipertensi dan stroke menonjol dikalangan orang –
orang Afrika, Amerika dan orang - orang Asia-Amerika tertentu, yang
menjelaskan mengapa dimensia vaskuler sering dialami oleh kelompok ini. Hal
ini terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat, seperti dikalangan orang - orang
Afrika-Amerika yang sering mengkonsumsi alkohol dan makanan - makanan
cepat saji dan berpengawet yang meningkatkan resiko terkena hipertensi dan
stroke yang menyebabkan dimensia vaskuler (Durand dan Barlow dalam
Hernanta, 2013) .
2.1.2.c Gejala dan Tanda Dimensia
gejala dan tanda demensia meliputi :
a. Kehilangan Ingatan
Gejala ini merupakan gejala umum dari dimensia, dan ingatan mengenai
kejadian - kejadian baru yang pertama - tama terkena dampaknya. Kapasitas
untuk mengingat lebih jauh ke masa lalu biasanya tidak terpengaruh sampai
penyakit tersebut mencapai tingkat yang lebih tinggi. Untuk menyimpan informasi
dalam ingatan, pertama - tama yang harus diperhatikan adalah untuk menandai
dan menyerapnya sehingga kita dapat mengingatnya kembali di saat kemudian.
16
Kemampuan untuk menyimpan informasi akan mengalami kemunduran karena
perubahan otak akibat penyakit ini. Pada tahap awal, masalah kemunduran yang
terjadi pada ingatan jangka pendek, mungkin tidak menimbulkan banyak masalah
dan juga banyak orang yang mendapati ingatan mereka menjadi kurang baik
ketika mereka beranjak tua. Tetapi ketika penyakit tersebut berkembang,
kehilangan ingatan menjadi lebih menyiksa. Sebagai contoh sipenderita pergi
karena suatu perintah dan kemudian dia lupa kemana tujuannya, atau dia makan
kemudian dia lupa bila sudah makan. Pada tahap lanjut, dia bisa lupa akan nama-
nama orang didekatnya.
b. Disorientasi waktu dan tempat
Lupa hari atau tempat tujuan untuk sesaat masih termasuk normal. Akan tetapi
jika terjadi lupa tempat dimana ia berada, tersesat di jalan yang biasa dikenalnya,
tidak tahu bagaimana ia sampai di tempat tersebut dan tidak lupa akan nama
teman, nomor telepon rekan bisnis dan pekerjaan adalah hal yang biasa terjadi,
masih dapat mengingatkan lagi beberapa saat kemudian. Orang dengan kepikunan
atau demensia mengalami kelupaan yang sangat sering sehingga mengganggu
fungsi kehidupan sehari-hari, dan mereka tidak dapat mengingat kembali kejadian
yang baru.
Lupa hari atau tempat tujuan untuk sesaat masih termasuk normal. Akan tetapi
jika terjadi lupa tempat dimana ia berada, tersesat di jalan yang biasa dikenalnya,
tidak tahu bagaimana ia sampai di tempat tersebut dan tidak bisa mencari jalan
pulang ke rumahnya sendiri maka hal ini menunjukkan gejala demensia.
17
c. Perubahan Kepribadian dan prilaku
Kepribadian pada sebagian penderita tampak tetap sama seperti sebelum
mengalami penyakit, tetapi yang lain menunjukan perubahan yang sangat
menyolok. Penarikan diri secara sosial dan hilangnya minat terhadap kegiatan-
kegiatan yang biasa dilakukan merupakan hal yang biasa terjadi. Orang - orang
yang mengalami dimensia dapat mengalami pergantian suasana hati yang tidak
jelas, atau bagian terpendam dari kepribadiannya dapat lebih terungkap. Mereka
cenderung menjadi pendengki dan cemas. Beberapa diantarnya mengalami
perubahan kepribadian secara drastis, mungkin berubah dari seseorang yang
lembut menjadi seseorang yang pemarah dan agresif.
b. Kesulitan dalam berkomunikasi
Pada tahap awal dimensia orang orang mengalami kesulitan dalam
menemukan kata - kata yang tepat untuk diucapkan ketika berbicara. Ini membuat
mereka sulit terlibat dalam percakapan yang sukar.
Kemudian mereka tidak dapat menyelesaikan kalimat, melantur, atau mereka
mengucapkan kata- kata yang sama berulang kali. Kemampuan membaca dan
menulis juga terkena dampaknya.
Menjadi lebih sulit untuk menemukan kata-kata yang tepat ketika berbicara
pada saat kondisi memburuk dan ketidakmampuan juga menjadi menurun,
percakapan menjadi sulit.
e. Kesulitan berfikir abstrak
Pasien demensia akan mengalami kesulitan dalam hitung menghitung, kalimat
majemuk dan peribahasa maupun pemahaman konsep.
18
f. Salah menaruh barang
Setiap orang bisa saja lupa menaruh kunci atau dompet. Seseorang dengan
demensia Alzheimer mungkin dapat meletakkan benda-benda di tempat yang
tidak seharusnya misalnya setrika ditaruh didalam kulkas, atau arloji diletakkan di
dalam panci.
j. Kehilangan inisiatif
Merasa lelah terhadap pekerjaan rumah tangga, aktivitas bisnis atau kegiatan
sosial lainnya adalah normal bila setelah beberapa waktu mempunyai minat
kembali. Seseorang dengan demensia dapat menjadi sangat pasif dan apatis
sehingga diperlukan usaha untuk menarik minatnya agar mau ikut beraktivitas.
Menurut World Alzheimer’s Report 2009 manifestasi dari demensia dapat dibagi
ke dalam 3 stadium :
1.Stadium awal untuk 1-2 tahun pertama
2.Stadium menengah untuk 2-5 tahun berikutnya
3.Stadium akhir setelah 5 tahun berlangsung
19
Tabel 2.1 Stadium dan Gejala Dimensia
Stadium Awal Stadium awal seringkali diabaikan. Keluarga maupun teman-teman pasien (bahkan oleh tenagakesehatan sendiri) menganggapnya sebagai bagian normal dari proses penuaan. Karena onset dari demensia yang gradual, sering kali sulit untuk memastikan kapan stadium ini dimulai.
Stadium menengah Seiring perjalanan penyakit, batasan stadium menjadi lebih jelas.
Stadium AkhirStadium akhir merupakan tahap mendekati disabilitas dan kebergantungan total.Gangguan memori menjadi sangat serius dan dampak fisik dari penyakit semakin berat.
Menjadi pelupa, khususnya mengenai hal-hal atau peristiwa yang baru saja terjadi.
Menjadi sangat pelupa, khususnya terhadap peristiwa yang baru saja terjadi dan nama orang - orang.
Deteriorisasi kapasitas memori semakin parah, mulai tidak dapat mengenali sanak-saudara, teman-teman dekat, maupun objek yang familiar.
Memiliki sedikit kesulitan dalam berkomunikasi.
Kesulitan dalam berkomunikasi semakin parah (pelafalan dan komprehensif) .
Tidak dapat memahami kejadian yang berlangsung di sekelilingnya.
Mulai lupa dan tersesat ditempat - tempat yang familiar.
Kesulitan dalam mengenali tempat -tempat maupun kejadian yang familiar. Seringkali tersesat bahkan di rumah ataupun dalam komunitas sekitar.
Tidak dapat menemukan arah menuju berbagai lokasi di rumah, semakin sering tersesat.
Menurunnya tingkat orientasi terhadap waktu, termasuk diantaranya hari, bulan, atau pun tahun.
Membutuhkan bantuan dalam perawatan pribadi seperti menggunakan toilet, mandi, berpakaian.
Tidak dapat makan tanpa bantuan, seringkali mengalami kesulitan dalam mengunyah.
Memiliki kesulitan dalam membuat keputusan dan menangani keuangan pribadi.
Perilaku mulai berubah, termasuk di antaranya sering menanyakan hal yang sama secara berulang -ulang, gangguan tidur, dan berhalusinasi.
Semakin meningkatnya kebutuhan akan bantuan dalam melakukan perawatan diri seperti mandi, berpakaian dan menggunakan toilet.
Kesulitan dalam melakukan kegiatan atau aktivitas rutin dirumah.
Tidak dapat melakukan aktivitas rutin di rumah seperti memasak, menyiapkan makanan, berbelanja dan sebagainya.
Penurunan kemampuan mobilitas : sulit berjalan, dan lebih sering berada dikursi atau tempat tidur.
20
Mood dan tingkah laku :1. Mulai kurang aktif, dan motivasi menurun. Ketertarikan dalam aktivitas maupun hobby mulai hilang. 2. Dapat menunjukkan perubahan mood, baik itu depresi maupun kecemasan.
3.Seringkali marah dan agresif dalam menanggapi hal yang wajar .
Menunjukkan perilaku agresi di lingkungan rumah maupun komunitas.
Perubahan perilaku semakin jelas. Mulai menunjukkan sikap agresi bahkan terhadap keluarga sendiri dan agitasi nonverbal seperti menendang, memukul, berteriak atau menjerit.
Sumber : Alzheimer’s disease International World Alzheimer’s Report 2009. dan Neurological disorders:publ ic hea l th chal lenges . Geneva,World Health
Organization, 2006
2.1.2.d Kelompok beresiko
Kelompok yang Berisiko Terkena Demensia :
Berikut adalah kelompok paling berisiko demensia, yaitu :
a) Orang tua usia ≥ 65 tahun dan hidup sendiri.
b) Orang tua yang baru kehilangan keluarga.
c) Lanjut usia yang baru pulang dari perawatan rumah sakit.
d) Lanjut usia yang sehariannya memerlukan bantuan orang
sekitarnya.
e) Lanjut usia yang karena sesuatu kondisi, tergantung pada
orang lain.
2.1.2.e Alat Ukur Demensia
Menurut Hariandy (2007), Kurlowicz (1999) dan Folstein dalam Darmojo
(2009) menyatakan bahwa alat ukur demensia menggunakan Mini Mental State
Examination yang terdiri dari 11 pertanyaan dan dikelompokkan menjadi 5
21
macam, yaitu : orientasi (tahun, musim, tanggal, hari, bulan, negara, desa, kota,
dan tempat tinggal), registrasi (menamai tiga objek), atensi dan kalkulasi
(mengeja kata “wahyu” dari belakang ke depan), mengingat (menanyakan tiga
objek yang telah di sebutkan tadi diatas), dan bahasa. Dari pertanyaan diatas bisa
dikatakan demensia jika skor kurang dari 24 dan dikatakan tidak dimensia jika
skor lebih dari sama dengan 24.
2.1.3 Lanjut Usia
2.1.3.a Definisi lanjut usia
Menurut UU No.4 tahun 1969 yang termuat dalam pasal 1 seseorang
dikatakan lansia setelah 55 tahun, tidak mampu atau tidak berdaya mencari nafkah
sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang
lain. Menurut organisasi kesehatan dunia dan undang-undang No.13 tahun 1998
seseorang dikatakan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas bisa disebutkan bahwa yang
disebut lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Dimana pada
masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, sosial, dan spiritual
yang akan mempengaruhi semua aspek kehidupan yang akan dialami oleh semua
orang karena lansia merupakan tahapan dari hidup manusia yaitu lanjutan dari
usia dewasa.
2.1.3.b Batasan-batasan lanjut usia
Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI, ada tiga golongan lansia, yaitu
lansia dini (umur 55-64 tahun), lansia (umur 65 tahun keatas) dan lansia beresiko
22
tinggi (umur 70 tahun keatas). Kategori lansia dini merupakan kelompok umur
yang sebagian masih aktif produktif hingga persiapan menjelang pensiun,
sedangkan mulai kelompok umur lansia keatas akan semakin rentan terhadap
masalah kesehatannya termasuk penurunan kemampuan mobilisasi.
Penggolongan lansia menurut WHO (Suhartini dalam Vina Dwi & Vitrah,
2010) Lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) = usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) = usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) = usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) = usia > 90 tahun
2.1.3.c Proses Menua
Penuaan atau menua merupakan suatu proses normal yang perubahan yang
berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang
hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan (Fatimah, 2010) .
Proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami
berbagai macam perasaan seperti sedih, cemas, kesepian, dan mudah tersinggung.
Permasalahan tersebut merupakan masalah kesehatan jiwa yang terjadi pada
lansia. Masalah gangguan kesehatan jiwa mulai dialami golongan lansia pada saat
mereka mulai merasakan adanya tanda - tanda terjadinya proses penuaan pada
dirinya. Jika lansia mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa, maka kondisi
tersebut dapat mengganggu kegiatan sehari – hari lansia (Maryam.,et al 2008) .
23
2.1.3.d Perubahan-perubahan pada lanjut usia
Berbagai masalah fisik, psikis, dan sosial akan muncul pada lanjut usia
sebagai proses menua atau penyakit degeneratif yang muncul seiring dengan
menuanya seseorang. Menua merupakan proses yang alamiah yang akan dialami
oleh setiap individu. Hal ini ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh dalam
penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan terkait usia. Perubahan -
perubahan terkait usia melalui perubahan fisik, perubahan psikososial, dan
perkembangan spiritual. Pada lanjut usia umumnya akan mengalami perubahan
fisik dan psikososial :
a. Perubahan fisik
Sel lebih sedikit jumlahnya, kecil ukurannya, cairan tubuh dan intraseluler
berkurang, hubungan persyarafan lambat dalam respon, berkurangnya
penglihatan, hilangnya pendengaran, rendahnya ketahanan terhadap dingin,
tekanan darah menurun (mengakibatkan pusing mendadak) dan juga tekanan
darah meninggi, jantung berdebar-debar, otot-otot pernafasan hilang kekuatannya
dan menjadi kaku, paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih
berat, nyeri dada, kehilangan gigi, hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap
di lidah terutama rasa manis dan asin, rasa lapar menurun, konstipasi, dan berat
badan menurun, ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, frekuensi buang
air seni meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia
sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urin, sukar menahan buang air
kecil (inkontinensia urin), produksi dari hampir semua hormon menurun,
menurunnya hormon kelamin, misal : progesteron, estrogen, testoteron, kulit-kulit
24
keriput akibat hilangnya lemak dan menurunnya turgor kulit, kulit kepala dan
rambut menipis, warna kelabu, kuku jari menjadi keras dan rapuh, mudah
gatal-gatal, otot-otot kram, nyeri pinggang, dan mudah jatuh.
b) Perubahan psikososial
Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara
otomatis akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Menurunnya kondisi psikis
ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif.
Menurunnya kondisi psikososial ditandai dengan merasakan atau sadar akan
kematian (sense of awareness of mortality), perubahan dalam cara hidup yaitu
memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit, penyakit kronis dan
ketidakmampuan, hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik yaitu perubahan
terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri. Rangkaian dari kehilangan, yaitu
kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga, dan gangguan sosial
panca indra yaitu timbul kebutuhan dan ketulian.
2.2 Hubungan Antara Demensia dengan Mobilisasi pada Lansia
Terdapat badan lewy di otak pada lansia yang mengalami dimensia. Badan
lewy atau lewy tubuh kecil adalah benjolan melingkar protein yang berkembang
di dalam sel-sel otak. Badan Lewy ini akan mengganggu efek dari dua bahan
kimia utusan di otak yaitu dopamin dan asetilkolin. Bahan kimia pembawa pesan,
yang mengirim informasi dari satu sel otak ke sel otak yang lain, yang disebut
neurotransmitter. Dopamin dan asetilkolin memainkan peran penting dalam
mengatur fungsi otak, seperti memori, pembelajaran, suasana hati dan
perhatian.memori , pembelajaran, suasana hati dan perhatian. Fungsi otak akan
25
terganggu karena kerusakan sel - sel di otak dan menyebabkan volume otak
menyusut secara perlahan. Selama beberapa tahun hal ini akan menyebabkan
volume otak berkurang dan menimbulkan gejala fisik, seperti kekakuan otot dan
lambatnya gerakan berjalan. orang dengan dimensia lambat laun tidak akan dapat
melakukan aktivitas rutin di rumah seperti memasak, menyiapkan
makanan, berbelanja dan sebagainya. Pada stadium akhir, gejala fisik yang
ditunjukan adalah Penurunan kemampuan mobilitas seperti sulit berjalan, dan
lebih sering berada dikursi atau tempat tidur (¶ http://www.abualbanicentre.com
diperoleh tanggal 15 April 2014) .
orang dengan dimensia memiliki kecepatan berjalan jauh lebih lambat akibat
volume otak yang berkurang (Helmi,2013 ¶http://health.okezone.com/ diperoleh
tanggal 16 April 2014) .
26
Gambar 2.1 pathways dimensia menyebabkan gangguan mobilisasi
badan lewy
Sumber : ¶ http://www.abualbanicentre.com diperoleh tanggal 15 April 2014 dan
¶http://health.okezone.com/ diperoleh tanggal 16 April 2014.
27
Menggangu efek dopamin dan asetilkolin
Kerusakan sel – sel di otak
Volume otak berkurang
kekakuan otot dan lambatnya
gerakan berjalan
Penyusutan volume otak
Kemampuan kognitif menurun dan gangguan intelektual
1. kehilangan ingatan2. ketidakmampuan mengenali objek atau wajah3. kesulitan dalam merencanakan dan penalaran abstrak
1.resiko jatuh2.sulit berjalan, 3. Kesulitan melakukan aktivitas sehari - hari
Badan Lewy
2.3 Penelitian Terkait
Penelitian ini diajukan berdasarkan penelitian-penelitian yang hampir serupa
pernah dilakukan, yaitu:
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Istiana Ratna Wijayanti (2007) tentang
Hubungan antara tingkat depresi dengan mobilisasi pada lansia di Panti Wreda
Pucang Gading Semarang . Dari uji spearman diperoleh adanya hubungan antara
tingkat depresi dengan mobilisasi dengan nilai r hitung 0,438 (+) dengan nilai p =
0,001 ( 0,05 ). Perbedaan penelitian ini adalah pada variabel bebas dan tempat
penelitiannya. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu depresi serta tempat yang
akan dilakukan penelitian adalah di di Panti Wreda Pucang Gading Semarang.
Persamaan penelitian ini terdapat pada variabel terikatnya yaitu mobilisasi pada
lansia.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Ropiah (2010) tentang Hubungan
antara dimensia dengan mobilisasi lansia Panti Wreda Margo Mukti Rembang.
Hasil dari penelitian ini didapatkan Berdasarkan hasil uji Rank Spearmans nilai r
sebesar 0,422 dan p value sebesar 0,000 artinya ada hubungan yang bermakna
antara demensia dengan mobilisasi lansia di Panti Wreda Margo Mukti Rembang
Tahun 2010 dengan tingkat hubungan sedang.
28
2.4 Kerangka Teori
Kerangka teori adalah hubungan antar konsep berdasarkan studi empiris.
kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan penelitian yang dilakukan
Gambar 2.2 Kerangka Teori Hubungan Antara Dimensia Dengan Mobilisasi Lansia
Sumber :Sudoyo, et. al, (2009).
29
Faktor Lingkungan :- Lingkungan
rumah- Lingkungan
rumah sakit
Faktor Psikis :- Demensia- Parkinson, - Depresi- Kekhawatiran
Mobilisasi pada lansia
Faktor Fisik :- Osteoporosis- Osteomalasia- Kanker tulang - Paget’s disease,- Trauma,- Masalah pada
persendian(osteoartritis, artritis heumatoid, gout),
- Pada otot (polimalgia pseudoclaudicatio)
- Masalah pada kaki
2.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstarksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal -
hal khusus (Notoatmodjo, 2012). Jika kerangka teori digunakan untuk
memberikan landasan penelitian yang dilakukan, maka konsep dimaksudkan
untuk menjelaskan makna dan maksud teori yang dipakai, untuk menjelaskan
kata-kata yang mungkin masih abstrak dalam teori
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Hubungan Antara Dimensia Dengan Mobilisasi
pada Lansia
Variabel independen variabel dependen
Variabel penelitian :
1. Variabel Independen : Dimensia
2. Variabel Dependen : Mobilisasi pada lansia
2.6 Hipotesis
Hipotesa adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Biasanya
hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel, yaitu
variabel bebas dan variabel terikat. Hipotesis berfungsi untuk menentukan kearah
pembuktian, artinya hipotesis ini merupakan pertanyaan yang harus dibuktikan.
Rumusan hipotesis sudah akan tercermin variabel-variabel yang akan diamati atau
diukur, dan bentuk hubungan antara variabel-variabel yang akan dihipotesiskan.
30
Mobilisasi pada lansiaDimensia
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha = Ada hubungan antara dimensia dengan mobilisasi pada lansia di UPTD
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Lampung Tahun 2014.
31