Upload
jack
View
244
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
BINA
Citation preview
BAHAN AJARPELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI
ASISTEN KEBUN KELAPA SAWIT
KODE PROGRAM PELATIHAN : A.0126201.01.15
MEMBINA MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEBUN
(Kode: TAN. KS01.004.01)
KEMENTERIAN PERTANIAN RIBADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN Jl. Harsono RM No.3 Ragunan Jakarta Selatan
2015
I. JUDUL : Membina Masyarakat Di Lingkungan Kebun.
II. KOMPETENSI DASAR
Setelah pembelajaran ini diharapkan para peserta dapat menyusun kegiatan
dan membina masyarakat di lingkungan kebun dengan baik.
III. Indikator Kompetensi
Setelah selesai mempelajari paket pembelajaran ini peserta dapat menjelaskan
tentang :
1. Norma masyarakat di lingkungan kebun diidentifikasi dengan tepat.
2. Materi rencana kegiatan kemasyarakatan dibuat sesuai dengan budaya lokal.
3. Kegiatan kemasyarakatan di lingkungan kebun dilakukan dengan tepat
4. Hubungan kemasyarakatan di lingkungan kebun dilakukan secara
berkesinambungan
IV. LANGKAH KERJA (KUK)
1. Menjelaskan cara mengidentifikasi norma masyarakat di lingkungan kebun
dengan tepat.
2. Mengidentifikasi norma masyarakat di lingkungan kebun dengan tepat.
3. Menjelaskan cara membuat materi rencana kegiatan kemasyarakatan sesuai
dengan budaya lokal.
4. Membuat materi rencana kegiatan kemasyarakatan sesuai dengan budaya
lokal.
5. Menjelaskan cara melakukan kegiatan kemayarakatan di lingkungan kebun
dengan tepat.
6. Melakukan kegiatan kemayarakatan di lingkungan kebun dengan tepat.
7. Menjelaskan cara melakukan hubungan masyarakat di lingkungan kebun
secara berkesinambungan.
8. Melakukan hubungan masyarakat di lingkungan kebun secara
Berkesinambungan.
V. TEORI FUNGSIONAL
Kekurang berdayaan masyarakat menghadapi perubahan lingkungan
menyebabkan lemahnya masyarakat beradaptasi terhadap perubahan ekosistem yang
terjadi. Ketidakberdayaan masyarakat ini dapat menyebabkan kesenjangan yang
semakin meluas antara masyarakat dengan masyarakat lainnya,maupun antara
masyarakat dengan pihak-pihak yang menjadi bagian dari perusahaan besar, yang
pada gilirannya dapat berujung pada konflik sosial yang berkepanjangan. Kesenjangan
dalam akses sumberdaya ekonomi antara pihak-pihak terkait, diantara masyarakat asli
dengan pendatang, perusahaan besar dan pihak terkait lainnya di Provinsi Riau
berpotensi menjadi sumber konflik social semacam itu. Oleh karena itu, pemberdayaan
masyarakat dapat menjadi salah satu solusi konflik yang efektif
Konflik sosial yang terjadi dan tidak terkelola dapat berdampak pada lemahnya
produktivitas masyarakat maupun pihak terkait, karena iklim lingkungan sosial yang
tidak kondusif. Sebaliknya bila, potensi konflik sosial bila dapat dikelola dengan baik
dapat berdampak positif bagi upaya mewujudkan kesejahteraan sosial, namun bila
kurang mampu mengelolanya maka dapat berdampak buruk bagi kedamaian,
keserasian kehidupan sosial di kawasan tersebut.
Aspek permasalahan sosial yang berpotensi muncul, yaitu potensi konflik dan masalah
kesenjangan akses ekonomi antara masyarakat setempat dengan pendatang, serta
antara masyarakat dengan pihak perkebunan besar. Bagaimana mengelola potensi
konflik agar berdampak positif bagi kesejahteraan rakyat dan bagaimana model
pemberdayaan masyarakat yang perlu dikembangkan untuk menumbuhkan keserasian
hidup antar berbagai pihak yang berinteraksi dalam pemanfaatan sumberdaya lokal
terkait dengan pengembangan kebut sawit ke depan. Pada tingkat yang paling dasar,
kesejahteraan manusia yang beradab adalah kemampuan manusia untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya, yaitu : kecukupan pangan, sandang, papan, kesehatan dan
pendidikan (Sumardjo, 2010). Apabila kebutuhan dasarnya tersebut terpenuhi, kondisi
tersebut dapat dikatakan sebagai kondisi aman pertama dalam kesejahteraan manusia.
Faktanya, perilaku
manusia itu sendiri sering kurang kondusif bagi upaya mewujudkan kesejahteraan
mereka, baik secara individu, keluarga maupun masyarakat, sehingga menyebabkan
kesenjangan dalam upaya mewujudkan kesejahteraannya. Disinilah peran pemerintah
terutama dan pihak-pihak terkait adalah mengembangkan suasana yang kondusif bagi
upaya-upaya mewujudkan kesejahteraan sosial secara beradab dan berkeadilan.
Secara keseluruhan menurut ADB (Sumardjo, 2010) dapat dibedakan tiga tingkatan
hierarki kebutuhan, yaitu: (1) survival, mencakup pangan/gizi, kesehatan, air
bersih/sanitasi, dan sandang; (2) Security, yaitu rumah, kedamaian, pendapatan, dan
pekerjaan; dan (3) Enabling, yaitu pendidikan dasar, partisipasi, perawatan keluarga
dan kondisi psikososial. Masyarakat yang semakin berdaya semakin mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut, sejalan dengan UU No 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial. Dengan demikian, penyelenggaraan pelayanan untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial menjadi lebih dini dan lebih bersifat pencegahan,
selain yang sifatnya penanganan masalah social yang sudah terjadi.
Dalam mukadimah UUD 1945 diamanatkan bahwa negara bertanggungjawab untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam
rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam UU No 11
Tahun 2009 pasal 1 telah diatur tentang bagaimana penyelenggaraan kesejahteraan
sosial. Dalam pasal yang sama dinyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat hidup
layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya.
Asas Penyelenggaraan kesejahteraan sosial (UU No: 11 Tahun 2009 pasal 2) adalah
kesetiakawanan, keadilan, kemanfaataan, keterpaduan, kemitraan, keterbukaan,
akuntabilitas, partisipasi, profesionalitas, dan keberlanjutan. Hal ini banyak sejalan atau
bahkan hampir seluruhnya sejalan dengan asas penyuluhan. Asas Penyuluhan (UU No
16 Tahun 2006 pasal 2) adalah demokrasi, manfaat, kesetaraan, keterpaduan,
keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan, berkelanjutan,
berkeadilan, pemerataan, dan bertanggunggugat . Kalau diperhatikan kata-kata kunci
yang yang termuat dalam kedua undang-undang tersebut menunjukkan bahwa diantara
asas keduanya banyak yang sejalan atau bahkan sama (Sumardjo, 2010).
Tujuan Penyelenggaraan kesejahteraan sosial (UU No: 11 Tahun 2009 pasal 3) adalah
meningkatkan taraf kesejahteraan, mencapai kemandirian, meningkatkan ketahanan
sosial, dan meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia
usaha, serta kemampuan dan kepedulian masyarakat secara melembaga,
meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Tujuan ini
sejalan dengan tujuan penyuluhan dan arahnya menuju pembangunan berkelanjutan,
yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang partisipatif, mandiri. Dan berdaya (Sumardjo,
2010).
Pengertian Pembinaan
Pengertian Pembinaan secara umum diartikan sebagai usaha untuk memberi
pengarahan dan bimbingan guna mencapai suatu tujuan tertentu. Berikut adalah isi
Undang-Undang ketenagakerjaan BAB XII Pembinaan :
1. Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan
dengan ketenagakerjaan.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud dapat mengikutsertakan unsur dunia usaha dan
masyarakat.
3. Pembinaan sebagaimana dimaksud, dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi
Pembinaan diarahkan untuk :
a. mewujudkan perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan;
b. mendayagunakan tenaga kerja secara optimal serta penyediaan tenaga kerja yang
sesuai dengan pembangunan nasional;
c. mewujudkan terselenggaranya pelatihan kerja yang berkesinambungan guna
meningkatkan kemampuan, keahlian dan produktivitas tenaga kerja;
d. menyediakan informasi pasar kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja yang
sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan tenaga kerja pada pekerjaan yang
tepat;
e. menyelenggarakan sertifikasi keterampilan dan keahlian tenaga kerja sesuai dengan
standar;
f. mewujudkan tenaga kerja mandiri
g. menciptakan hubungan yang harmonis dan terpadu antara pelaku proses produksi
barang dan jasa yang diwujudkan dalam Hubungan Industrial Pancasila;
h. mewujudkan kondisi yang harmonis dan dinamis dalam hubungan kerja yang
meliputi terjaminnya hak pengusaha dan pekerja; dan
i. memberikan perlindungan tenaga kerja yang meliputi keselamatan dan kesehatan
kerja, norma kerja, pengupahan, jaminan sosial tenaga kerja, serta syarat kerja.
A. Norma masyarakat di lingkungan kebun
Di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai macam norma yang berlaku
dan tentu harus dipatuhi bersama. Norma diartikan sebagai aturan-aturan yang berlaku
didalam masyarakat. Kehadirannya tentu bukan tanpa sebab, norma ini bertujuan untuk
menciptakan keteraturan didalam masyarakat sehingga menjadikan kehidupan
bermasyarakat yang aman, nyaman, tentram, tertib, dan sentosa. Dalam
pelaksanaannya, tidak semua orang bisa mematuhi norma-norma yang berlaku. Hal ini
disebabkan banyak faktor, diantaranya adalah tingkat pendidikan, kondisi ekonomi,
status sosial, dan lain-lainnya. Dan inilah macam-macam norma yang berlaku didalam
masyarakat Indonesia:
1. Norma Agama
Indonesia memang bukan merupakan negara agama, akan tetapi hampir seluruh
penduduknya beragama. Oleh karena itu, norma agama merupakan salah satu norma
yang berlaku didalam masyarakat kita. Norma agama itu sendiri merupakan peraturan-
peraturan yang bersumber langsung dari Tuhan YME, bisa berupa perintah-perintah
ataupun larangan-larangan. Norma ini seharusnya ditaati bagi siapa aja yang mengaku
dia beragama, pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan siksa diakhirat
kelak.
Contoh-contoh dari norma agama antara lain:
Taat dalam menjalankan ibadah.
Menghormati orang-orang yang lebih tua.
Menghargai orang-orang yang lebih muda.
Tidak boleh berdusta (berkata bohong)
Tidak boleh mencuri barang milik orang lain
2. Norma Kesusilaan
Salah satu dari berbagai macam norma yang berlaku umum dimasyarakat kita adalah
norma kesusilaan. Norma ini munculnya dari hari sanubari yang paling dalam seorang
manusia. Parameter dari norma kesusilaan adalah ahlak, jika seseorang memiliki ahlak
yang baik tentu dia mentaati norma kesusilaan dengan baik, dan juga sebaliknya.
Pelanggaran terhadap norma kesusilaan adalah perasaan menyesal yang amat sangat
dari hati yang paling dalam. Norma ini berlaku umum dan universal, artinya tiap-tiap
manusia dapat menerimanya.
Contoh-contoh dari norma kesusilaan antara lain:
Berbuat baik terhadap setiap orang.
Selalu berbicara jujur dan tidak berdusta.
Menjalankan perintah orang tua.
Tidak berbuat curang atau menipu.
Tidak mencuri barang milik orang lain.
3. Norma Kesopanan.
Tidak bisa dipungkiri lagi jikalau kehidupan masyarakat Indonesia takan pernah lepas
dari norma kesopanan yang berlaku dimasyarakatnya. Norma kesopanan itu sendiri
memiliki arti aturan-aturan yang berlaku dimasyarakat yang dibuat oleh masyarakat itu
sendiri sehingga akan tercipta masyarakat yang saling menghormati satu sama lain.
Pelanggaran terhadap norma ini akan sangat merugikan karena orang tersebut akan
dicela bahkan dikucilkan oleh masyarakat, hal ini dikarenakan norma ini bersumber dari
keyakinan masyarakat itu sendiri.
Contoh-contoh dari norma kesopanan antara lain:
Berpakaian sopan ditengah masyarakat.
Berbicara sopan kepada orang tua.
Membuang sampah pada tempatnya.
Tidak berbicara ketika makan.
Tidak meludah disembarang tempat.
4. Norma Kebiasaan
Macam-macam norma yang berlaku didalam masyarakat Indonesia lainnya adalah
norma kebiasaan atau habit. Norma ini muncul akibat dari perbuatan yang dilakukan
oleh masyarakat secara berulang-ulang dan dalam bentuk yang sama sehingga
menjadikannya suatu kebiasaan. Jika ada orang yang tidak melakukannya, maka orang
tersebut dianggap aneh oleh masyarakat setempat. Jika norma ini dilakukan secara
terus menerus dan oleh masyarakat yang lebih luas, bukan tidak mungkin norma ini
menjadi suatu budaya bangsa.
Contoh-contoh dari norma kebiasaan antara lain:
Mudik ketika menjelang lebaran.
Kegiatan-kegiatan selamatan.
Syukuran kelahiran bayi.
Upacara-upacara adat istiadat.
Kegiatan-kegiatan adat.
5. Norma Hukum
Indonesia adalah negara hukum, sehingga tiap-tiap warganya menjungjung tinggi
norma hukum yang berlaku. Norma Hukum sendiri memiliki arti peraturan-peraturan
yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang untuk mengikat setiap warganya
agar senantiasa taat pada hukum yang berlaku. Adapun pelanggaran terhadap norma
ini akan dikenakan hukuman, bisa berupa penjara, denda maupun hal-hal lainnya. Satu
hal yang istimewa dari norma hukum adalah sifatnya yang memaksa.
Contoh-contoh norma hukum antara lain
Berbuat korupsi akan mendapatkan hukuman
Membunuh orang lain akan mendapatkan hukuman
melanggar ketertiban umum akan mendapatkan hukuman
Berbuat teror akan mendapatkan hukuman
Menipu orang lain akan mendapatkan hukuman
Nah itulah pembahasan mengenai macam-macam norma yang berlaku didalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Pada dasarnya munculnya norma-norma tersebut
adalah baik yaitu untuk mengatur kehidupan manusia menjadi lebih baik lagi. Jadi,
sudah sepatutnya kita senantiasa taat menjalani kelima macam norma yang berlaku
tersebut, yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma kebiasaan,
dan norma hukum. Semoga dengan ketaatan kita kepada norma-norma tersebut,
negara ini akan menjadi negara yang aman, tertib dan tentram.
B. Materi rencana kegiatan kemasyarakatan dibuat sesuai dengan
budaya lokal.
1. Strategi Pembinaan SDM masyarakat
Strategi pembinaan pelatihan SDM masyarakat sekitar kebun diarahkan agar
pelatihan kerja mampu berfungsi memenuhi tuntutan pasar kerja. Hal ini perlu dilakukan
sesuai dengan tuntutan dunia kerja, perkembangan teknologi dan perkembangan
pembangunan.
Strategi pelatihan kerja menggunakan pendekatan kesisteman dan dibina secara
terpadu, berkesinambungan, berperan secara optimal dan menghasilkan tenaga kerja
yang siap pakai, terampil, disiplin dan produktif.
Dalam strategi pembinaan pelatihan dikenal adanya trilogi latihan kerja sebagai berikut :
a. Latihan kerja harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan kesempatan
kerja.
b. Latihan kerja harus senantiasa mutakhir sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
c. Latihan kerja merupakan kegiatan yang bersifat terpadu dalam arti proses
kaitan dengan pendidikan, latihan dan pengembangan satu dengan yang lain.
Jelas bahwa semua upaya-upaya pelatihan bermuara pada pasar kerja sehingga tidak
satupun peserta latihan menjadi penganggur. Oleh karena itu didalam strategi pelatihan
perlu diadakan pembaharuan-pembaharuan total pada beberapa kebijakan sebagai
berikut :
a. Mengizinkan lembaga pelatihan swasta (LPS) yang berperan bisnis.
Untuk menggalakkan pelatihan maka pemerintah sewajarnya mencari mitra usaha
pelatihan yang mengusahakan berbagai jenis pelatihan terutama :
Pelatihan-pelatihan teknologi canggih
Pelatihan-pelatihan konstruksi berat
b. Mengadakan pelatihan bagi para sarjana untuk dapat mandiri.
Model pekerja mandiri sarjana perlu dibantu dengan tempat kerja, alat kerja, bahan
kerja, model kerja dan berbagai informasi tentang pasar kerja. Sarjana-sarjana
tersebut merupakan pelopor usaha mandiri (POM) yang dapat diprogramkan
dengan kerja sama universitas, pemerintah, perusahaan dan pertisipasi masyarakat
setempat. POM tersebut diharapkan sebagai motivator dan dinamisator dalam
pembangunan didaerah. PMO merupakan kelas menengah yang dapat mencerna
kebijakan pemerintah terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat setempat dan
sebaliknya, sehingga implementasi dari kebijakan pemerintah dapat sejalan dangan
pasar kerja yang ada.
2. PENGEMBANGAN SDM
Pengembangan manajeman adalah suatu proses bagaimana manajemen
mendapatkan pegalaman, keahlian dan sikap untuk menjadi atau meraih sukses
sebagai pemimpin dalam organisasi mereka. Karena itu, kegiatan pengembanagn
ditunjukan membantu karyawan untuk mendapat menangani jawabannya dimasa
mendatang, dengan memperhatikan tugas dan kewajiban yang dihadapi sekarang.
Walaupun pelatihan dapat membantunkaryawan untuk mengerjakan pekerjaan
mereka saat ini, keuntungan dari program pelatihan dapat diperoleh sepanjang karirnya
dan dapat membantu peningkatan karirnya dimasa mendatang. Pengembangan,
sebaliknya, dapat membantu individu untuk memegang tanggung jawab dimasa
mendatang.
c. Sasaran Pelatihan dan Pengembangan
Sasaran pelatihan yang dapat dirumuskan dengan jelas akan bermanfaat dalam :
Menjamin konsistensi dalam menyusun program pelatihan yang mencakup
materi, metode, cara penyampaian, sarana pelatihan;
Memudahkan komunikasi antara penyusun program pelatihan dngan pihak yang
memerlukan pelatihan ;
Memberiakan kejelasan bagi peserta tentang apa yang harus dilakukan dalam
rangka mencapai sasaran ;
Memudahakan penilaian peserta dalam mengikuti pelatihan ;
Memudahkan penilaian hasil program pelatihan;
Menghidari kemungkinan konflik antara penyelenggara dengan orang yang
meminta pelatihan mengenai efektivitas pelatihan yang diselenggarakan.
Tujuan dari pelatihan dan pengembangan adalah :
Untuk meningkatakan kuantitas output;
Untuk meningkatkan kualitas output;
Untuk mrnurunkan biaya limbah dan peraatan;
Untuk menurunkan jumlah dan biaya terjsdinya kecelakaan;
Untuk menurunkan turnover, ketidak hadiran kerja serta meningkatkan
kepuasan kerja;
Untuk mencegah timbulnya antipati karyawan.
d. Metode Pelatihan dan Pengembangan
1. On the Job Training :
On the job training adalah metode yang sudah sangat popular dalam dunia
pelatihan karyawan. OJT sendiri secara definisi adalah melatih seseorang untuk
mempelajari pekerjaan sambil mengerjakanya (Gary Dessler,2006:285). Pelatihan yang
diberikan pada saat karyawan bekerja. Sambil bekerja seperti biasa, karyawan
memperoleh pelatihan, sehingga dapat memperoleh umpan balik secara langsung dari
pelatihnya (Handoko, 1989). Dilakukan oleh semua perusahaan, terutama untuk
karyawan baru s/d karyawan yang berpengalaman. Keuntungannya: relatif tidak mahal,
peserta pelatihan bisa belajar sambil tetap menjalankan proses produksi, tidak perlu
ruang kelas khusus. Bentuk pelatihan on the job training :
Coaching/pendampingan: karyawan dibimbing, diarahkan oleh atasan / supervisor /
karyawan lain yang lebih berpengalaman. Hungan mereka serupa dengan
hubungan karyawan- tutor. Cara ini akan berjalan efektif apabila periode selama
bimbingan dan umpan balik diperpanjang
Rotasi pekerjaan: peserta pelatihan ditugaskan untuk berpindah dari satu bagian ke
bagian pekerjaan yang lain dalam satu perusahaan, dengan interval yang
terencana, sehingga diperoleh pengalaman kerja. Cara ini umum dipakai dalam
melatih manajer dengan level manajerial apapun juga.
Magang/apprenticeship training: merupakan pembelajaran bagi karyawan baru
kepada karyawan lama yg lebih berpengalaman.
Pelatihan Instruksi Jabatan (Job Instruction Training): diberikan untuk pekerjaan
yang terdiri dari urutan langkah-langkah yang logis. Semua langkah perlu ditata
dalam urutan yang tepat. Petunjuk pengerjaan diberikan secara langsung pada
pekerjaan yang sedang dilakukan. Contoh sederhana: mengoperasikan mesin pintal
benang.
Planned progression yaitu pemindahan karyawan dalam salura-saluran yang telah
ditentukan melalui tingkatan-tingkatan organisasi yang berbeda-beda.
Penugasan sementara
Sistem penilaian prestasi formal
2. Off the Job Training:
Teknik pelatihan yg dilakukan di luar waktu kerja, dan berlangsung di lokasi jauh dari
tempat kerja, agar perhatian peserta lebih terfokus. Peserta pelatihan menerima
presentasi tentang aspek tertentu, kemudian mereka diminta memberikan tanggapan
sebagaimana dalam kondisi yang sebenarnya. Dalam teknik ini juga digunakan metode
simulasi. Keuntungan Off the Job Training :
Trainer/ Instruktur harus lebih trampil dalam mengajar, karena tidak ada
tuntutan pekerjaan yang lain.
Trainee/ karyawan terhindar dari kekacauan dan tekanan situasi kerja,
sehingga mampu konsentrasi lebih baik/ lebih terfokus perhatiannya.
Tidak mengganggu proses produksi yang sedang berjalan di perusahaan.
Waktu dan perhatian lebih memadai
4. Simulasi, permaian yang dapat dibagi menjadi 2 macam : simulasi yang melibatkan
simulator yang bersifat mekanik ( mesin) yang mengandalkan aspek-aspek utama
dalam situasi kerja, simulasi computer, keadaan yang sesuai dengan program yang
ada dikomputer.
5. Studi Kasus, adalah pelatiha yang menggunakan deskripsi tertulis dari suatu
permasalahan real yang dihadapi oleh perusahaan atau perusahaan lain.
6. Role Playing, adalah metode pelatihan yang merupakan perpaduan antara metode
kasus dan program pengembangan sikap.
7. Business game, menekankan pada pengembanagan kemampuan problem solving.
8. Balai Pelatihan (Vestibule Training): Merupakan alternatif untuk mengatasi
kekurangan pada metode pelatihan di tempat kerja (on the job). Jenis pekerjaan
yang dilatih adalah sama dengan pelatihan di tempat kerja. Cocok digunakan bila
jumlah peserta pelatihan melebihi kemampuan supervisior lini
9. Laboratorium: di mana seseorang belajar menjadi lebih sensitif terhadap orang
lain,lingkungan dan sebagainya
10.Program Pengembangan Eksekutif: di mana para manajer berpartisipasi dalam
program-program yang di buka untuk umum melalui penggunaan alias
kaskus,simulasi,dan metode pengajaran lainya
11.Ceramah, adalah pendekatan terkenal karena menawarkan sisi ekonomis dan
material organisasi, tetapi partisipasi, umpan balik, transfer dan repetisi sama
rendah. Televise, film, slide dan film pendek sama dengan ceramah.
C. Kegiatan kemasyarakatan di lingkungan kebun
1. Model Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat yang efektif membuat masyarakat menjadi berdaya,
yaitu masyarakat menjadi lebih dinamis, lebih adaptif terhadap perubahan yang terjadi
di lingkungannya, lebih mampu akses teknologi tepat guna, luas wawasan, kosmopolit,
dan empati terhadap pihak luar. Perubahan dari sistem sosial Tradisional tersebut
terjadi melalui proses penyadaran dan partisipatif (Sumardjo, 2010). Dalam
pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan peluang, ancaman, permasalahan
dan potensi sumberdaya lokal yang ada, seperti yang telah diuraikan pada pokok
bahasan sebelumnya.
Peluang yang dapat dikembangkan misalnya : (1) kerjasama dalam pemanfaatan
kontribusi perusahaan dalam pembangunan masyarakat melalui alokasi dana CSR
yang terencana dalam jangka menengah maupun jangka panjang, (2) memanfaatkan
dana APBD yang tersedia dengan mengoptimalkan peran penyuluh pertanian/
perkebunan, dan (3) memanfaatkan keberadaan lembaga perguruan tinggi dan
kelembagaan lembaga swadaya masyarakat melalui pengembangan kemitraan sinergis
antara peran Pemerintah Daerah, Swasta, Masyarakat dan Perguruan Tinggi.
Dalam hal pemberdayaan masyarakat ini penting kehadiran agen pemberdayaan
seperti penyuluh atau fasilitator pemberdaya sangat diperlukan untuk berfungsi sebagai
pendamping pengembangan masyarakat. Bagaimana peran penyuluh sebagai
pemberdaya bagi masyarakat tradisional adalah (Sumardjo, 2010) :
1. Membangkitkan kebutuhan untuk berubah
2. Mengunakan hubungan untuk perubahan
3. Mendiagnosis masalah
4. Mendorong motivasi untuk berubah
5. Merencanakan tindakan pembaharuan
6. Memelihara program pembaharuan dan mencegah stagnasi
7. Mengembangkan kapasitas kelembagaan
8. Mencapai hubungan terminal untuk secara dinamis mengembangkan proses
perubahan yang lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan.
Pemberdayaan masyarakat di lingkup perkebunan sawit perlu memperhatikan
aspek keberlanjutan usaha di sektor pertanian. Kini sudah cukup dikenal istilah
pertanian berkelanjutan (sustainable development) yang memadukan tiga tujuan yang
meliputi : (1) pengamanan lingkungan, (2) pertanian yang secara ekonomi
menguntungkan, dan (3) terwujudnya kesejahteraan sosial (Gold, 1999).
Pertanian berkelanjutan merupakan suatu pendekatan sistem yang memahami
keberlanjutan secara mutlak, yang memahami sudut pandang ekosistem lokal,
masyarakat yang terkait dengan system pertanian, baik lokal maupun global, sehingga
dapat menjadi instrumen menggali interkoneksi antar pertanian dan aspek lain dari
lingkungannya dalam jangka panjang. Secara teknis pertanian, keberlanjutan
agroekosistem menjadi berarti (Gliessman, 1998 dalam Sumardjo, 2009) : (1)
memelihara basis sumberdaya alam, (2) menyandarkan pada minimasi penggunaan
input buatan dari luar system pertanian, (3) mengendalikan hama dan penyakit melalui
mekanisme aturan internal, dan (4) perbaikan ulang kerusakan yang disebabkan oleh
kegiatan budidaya dan aktivitas panen.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses pengembangan kesempatan,
kemauan/motivasi, dan kemampuan masyarakat untuk dapat lebih akses terhadap
sumberdaya, sehingga meningkatkan kapasitasnya untuk menentukan masa depan
sendiri dengan berpartisipasi dalam mempengaruhi dan mewujudkan kualitas
kehidupan diri dan komunitasnya. Tujuan jangka pendek pemberdayaan sebaiknya
jelas (spesific), terukur (measurable), sederhana (relistic), sehingga merupakan kondisi
yang mendorong minat masyarakat untuk mewujudkannya (achievable) dalam waktu
tertentu.
Tujuan pemberdayaan yang lebih kompleks perlu ada dan sebaiknya ditetapkan
sebagai tujuan dalam jangka panjang (vision). Visi yang jelas berpotensi untuk menjadi
pemandu kegiatan kerjasama diantara masyarakat untuk menetapkan tujuan-tujuan
jangka pendek pemberdayaan, sehingga proses pemberdayaan menjadi lebih terarah,
efektif dan efisien. Hal ini disebabkan setiap proses pemberdayaan menuju pada suatu
kondisi kehidupan di masa yang akan datang yang lebih jelas (Sumardjo, 2009).
Tujuan pemberdayaan seyogyanya didasarkan pada kebutuhan riil (real-needs)
masyarakat dan bukan hanya sekedar kebutuhan yang dirasakan (felt-need). Idealnya
kebutuhan yang dirasakan masyarakat adalah kebutuhan riilnya. Oleh karena itu,
siapapun pelaku pemberdaya semestinya mampu mengenali dengan baik kebutuhan riil
masyarakat dan secara dialogis dikomunikasikan sedemikian rupa dengan masyarakat
sehingga menjadi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat.
Dalam kontek penerapan tanggungjawab sosial perusahaan yang akhir-akhir ini
cukup banyak dikembangkan, kebutuhan yang diangkat sebagai tujuan dalam
pemberdayaan seyogyanya merupakan konsensus antara pihak-pihak yang
mendefinisikan kebutuhan, misalnya pemerintah, perusahaan, masyarakat/LSM dan
pemberdaya atau pemberi pelayanan serta akademisi/peneliti. Peran pemberdaya
mengupayakan dialog antara para pendefinisi kebutuhan sehingga diperoleh konsensus
mengenai kebutuhan masyarakat secara partisipatif. Diutamakan, pendefinisian
kebutuhan oleh masyarakat sendiri, dengan cara mengajak orang untuk berdialog dan
mengembangkan kemampuan warga untuk mengartikulasikan kebutuhan mereka yang
sesungguhnya (Sumardjo, 2009).
Salah satu prinsip penting dalam pemberdayaan adalah menghargai lokal
(valuing the local). Prinsip-prinsip ini tersirat oleh gagasan pembangunan yang bersifat
“bottom up”. Prinsip-prinsip ini berpusat pada gagasan untuk menghargai pengetahuan
lokal, nilai-nilai, keyakinan, ketrampilan, proses dan sumber daya suatu masyarakat.
Dengan demikian lebih mudah meyakinkan masyarakat dan mengembangkan
partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan tersebut (Sumardjo, 2007).
Pemahaman paradigma dalam pengembangan kapasitas petani bergeser dari
masa ke masa. Pada masa sistem pembangunan pertanian yang sentralistis tampak
prioritas dalam penyuluhan adalah (Sumardjo, 2009): Better farming, better business,
better living; Masa Transisi Agribisnis-Reformasi adalah Betterbusiness, better farming,
better living; dan Masa Reformasi adalah Better living, better business, better farming.
Peran pemberdaya penting dalam proses pemberdayaan, yaitu melakukan hal-
hal berikut: (1) analisis situasi, potensi, permasalahan dan kebutuhan, kini dan ke
depan, (2) mengembangankan penyadaran kemungkinan timbulnya masalah
(realneeds), (3) mengembangkan pengetahuan, (4) wawasan dan menyusun kerangka
berfikir/ bertindak, (5) mengembangkan alternatif tindakan yang tepat bagi upaya
peningkatan nilai tambah usaha tani, (6) mendampingi dalam proses pengambilan
keputusan usahatani yang dikelola secara optimal, (7) mengembangkan motivasi
pelaku utama dan pelaku usaha, (8) mengevaluasi dan mengembangkan kompetensi
pelaku utama, dan (9) mengembangkan kemandirian melalui peningkatan perilaku dan
peningkatan kapasitas kelembagaan sosial-ekonomi petani secara partisipatif
(Sumardjo, 2007 diadaptasi dari Chambers).
Dalam proses pemberdayaan seperti ini dilihat dari perspektif pemerintah maka
tujuannya adalah tidak hanya meningkatkan produksi pertanian khususnya pangan dan
perkebunan, merangsang pertumbuhan ekonomi, namun juga harus dimaksudkan
untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga petani dan masyarakat desa (pelaku
utama, pelaku usaha) dan rakyat, serta mengusahakan pertanian (agroekosistem)
berkelanjutan. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut sering dalam prakteknya
dihadapkan pada masalah-masalah potensi konflik berikut (Sumardjo, 2009):
1. Peningkatan produksi versus penetapan harga produk
2. Peningkatan dan pencapaian target produksi versus cara tidak partisipatif dan
berorientasi target
3. Intervensi top down versus upaya pemberdayaan dan pengembangan
kemandirian petani
4. Penyuluhan atau pemberdayaan sebagai instrumen pemerintah (mengejar target
produksi) versus instrumen rakyat (peningkatan kesejahteraan)
5. Mengutamakan kepentingan pemerintah atau perusahaan, versus
mengutamakan kepentingan rakyat
Seyogyanya ditempuh solusi berupa proses pemberdayaan dengan pendekatan dialog,
dengan
komunikasi konvergen dan pengembangan pola-pola kemitraan sinergis.
2. Konseptual Kemitraan sebagai Alternatif Solusi Konflik melalui Pemberdayaan
Kemitraan merupakan suatu bentuk kerjasama sinergis antar berbagai pihak terkait
yang sifatnya saling mendukung, saling memperkuat dan saling ‘menghidupi’. Terkait
dengan pengelolaan potensi konflik ini kemitraan perlu terjadi antara pihak-pihak terkait
serta peranan masing-masing harus jelas :
1. Kemitraan Pemerintah-Dunia Usaha
Peran yang dimainkan pemerintah Peran pemerintah : mandating, fasilitating,
partnering, endorsing untuk mengembangkan sinergi kegiatan bersama pemerintah
dengan pihak Terkait.
2. Kemitraan Masyarakat-Dunia Usaha
Harapan masyarakat terhadap dunia usaha adalah peningkatan pendapatan,
kontribusi perusahaan, dan tumbuhnya kebanggaan atas keberadaan perusaah
tersebut di daerah itu.
3. Keterlibatan masyarakat dalam program CSR, yang perlu dikembangkan adalah
bagaimana dapat ditingkatkan manfaat komunitas pada perusahaan dan manfaat
perusahaan pada komunitas.
Berikut ini sekedar pemikiran yang diangkat dari pengalaman dan pemikiran
yang sifatnya masih perlu diuji lebih lanjut, yaitu bagaimana peran-peran pihak terkait
dapat dikembang dalam kemitraan tersebut. Peran pemerintah dalam pemberian
mandat (mandating) terutama dalam : penyusunan standar kinerja bisnis dan
mengontrol implementasi peraturan perundangan/ Perda terkait. Peran memfasilitasi
(fasilitating) meliputi upaya mewujudkan suasana kondusif dan insentif bagi praktek
CSR (perbaikan sosial dan lingkungan), sedangkan peran dalam pengembangan
kemitraan (partnering) adalah berupaya mewujudkan kemitraan strategis antara
permerintah, perusahaan besar, masyarakat dan perguruan tinggi. Dalam hal ini
diupayakan perlu terwujudnya masyarakat madani ( harmoni social dan lingkungan)
serta keaktivan masyarakat sebagai partisipan melalui kegiatan para fasilitator
pemberdaya. Peran pemerintah lainnya adalah memberikan dukungan (Endorsing)
politik/ kebijakan demi terselenggaranya sinergi kemitraan antar pihak terkait dalam
kemitraan.
Peran pemerintah tersebut terutama dalam hal-hal berikut: (1) Menetapkan dan
menjamin pencapaian standar minimal, (2) Kebijakan publik tentang peran bisnis
perusahaan besar, (3) pengembangan tata-pamong korporat (corporate governance)
yang bersih, (4) Pengembangan iklim yang kondusif bagi investasi yang mendukung
pembangunan daerah dan Pertanggungjawab, (5) filantropi dan community
development, (6) Keterlibatan pihak terkait sebagai representasi stakeholders, (7)
mengarahkan upaya produksi dan konsumsi yang mendukung aplikasi CSR yang efektif
bagi pemberdayaan masyarakat, dan bila perlu ada (8) sertifikasi yang mendukung
CSR, standar beyond compliance, sebagai insentif bagi sistem manajemen perusahaan
yang peduli pengembangan masyarakat yang disertai transparansi dan pelaporan CSR
secara teratur, dan (9) memperjelas pedoman proses multipihak dan konvensi dalam
kemitraan yang sinergis.
Perlu diupayakan bagaimana meningkatkan peran komunitas dalam berkontribusi
terhadap Reputasi dan citra yang lebih baik bagi perusahaan perkebunan, melegitimasi
untuk perusahaan
beroperasi secara sosial, menyediakan untuk pemanfaatan tenaga kerja local. Di
samping itu peran masyarakat juga dapat berkembang kearah terwujudnya keamanan
yang lebih besar bagi operasinal perusahaan dan terpeliharaannya pemanfaatan
infrastruktur lingkungan sosial ekonomi lebih baik.
Perusahaan dapat mengembangkan personel yang kompeten dan komitmen
sebagai tenaga kerja melalu pelatihan bagi calon tenaga kerja, serta mengembangkan
sikap pemasok, pemberi jasa, pelanggan lokal yang kondusif bagi operasional
perusahaan. Masyarakat juga dapar berperan sebagai labatorium pembelajaran untuk
berinovasi bagi perusahaan. Di sisi lain dapat dikembangkan manfaat keberadaan
perusahaan bagi masyarakat antara lain melalui : ketersediaan peluang kerja/ usaha,
pengalaman kerja, pelatihan ketrampilan, pendanaan investasi komunitas,
pengembangan infrastruktur , dan pengembangan keahlian komersial bagi
masyarakat sekitar. Peran lain yang berpotensi dapat dikembangkan oleh perusahaan
misalnya
mengembangkan kompensasi teknis dan personal pekerja, membantu mempromosikan
bagi prakarsa prakarsa komunitas yang sejalan dengan kebutuhan yang lebih luas,
serta pengembangan jaringan kerjasama lebih luas usaha produktif lokal.
D. Hubungan kemasyarakatan di lingkungan kebun dilakukan secara
berkesinambungan
1. Persepsi Terhadap Kehadiran proyek Perkebunan Kelapa Sawit
Persepsi terhadap kehadiran proyek perkebunan kelapa sawit umumnya
popsitif, walaupun ada diantaranya yang memiliki persepsi negatif. Hal ini tidak berarti,
pembangunan proyek perkebunan kelapa sawit adalah bentuk ideal bagi masyarakat.
Persepsi negatif terhadap pembangunan perkebunan kelapa sawit, selain dipengaruhi
oleh kesan terhadap program transmigrasi yang kurang berhasil, juga nasib para
transmigran lokal yang ikut serta dalam program transmigrasi tidak mendapat perlakuan
yang sama seperti transmigran dari luar daerah. Karena itu, mereka hawatir akan
mengalami nasib yang serupa. Berangkat dari realitas sosial yang mereka alami
tersebut, ada sebagian masyarakat yang tidak mau menyerahkan tanahnya untuk
dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit itu, sehingga ketika pertama proyek
ini mulai digarap pada tahun 1982 ditemukan beberapa daerah enklave (adanya lahan
perladangan atau jamih dan kebun karet rakyat) ditengah-tengah lingkungan perkebun
kelapa sawit.
Persepsi lain adalah akan mendapat ganti rugi atas tanah dan tanam tumbuh
yang ada di atasnya. Namun dalam kenyataannya persepsi masyarakat ini berbeda
dengan persepsi pihak pemerintah yang memandang bahwa hutan adalah milik negara
diperuntukan untuk kemakmuran rakyat, karena itu terhadap tanah-tanah masyarakat
yang terkena areal perkebunan kelapa sawit tersebut pihak pemerintah tidak memberi
ganti rugi kepada masyarakat setempat. Harapan lain adalah dapat diterima sebagai
karyawan tetap proyek perkebunan, dengan alasan untuk mendapatkan uang tunai
secara tetap setiap bulan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dalam
keluarganya. Hal tersebut sesuai dengan pemikiran Dove (1986 dalam Sapardi, 1991)
bahwa msyrkat pedalaman (baca: orang Dayak) berusaha meminimkan resiko, yaitu
menginginkan jaminan atas tersedianya pekerjaan tetap untuk mendapatkan sumber
uang tunai secara teratur dan tetap. Namun dalam kenyataan mereka hanya dapat
menjadi tenaga buruh perkebunan atau pekerja kasar, sementara itu tenaga karyawan
banyak diisi oleh penduduk yang berasal dari daerah lain. Karena untuk menjadi
karyawan dituntut persyaratan administratif yang ketat dan kaku.
2. Perubahan Lapangan Kerja dan Diversifikasi Pekerjaan
Lapangan pekerjaan setelah kehadiran proyek Perusahaan Inti Rakyat
Perkebunan kelapa sawit, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pertama yang
sementara dan; kedua yang tetap. Pekerjaan yang sementara yaitu membangun
sarana perumahan di lingkungan proyek perkebunan kelapa sawit. Pekerjaan ini
berlangsung tidak begitu lama sebab dalam beberapa bulan kemudian bangunan yang
digunakan untuk perumahan karyawan proyek perkebunan kelapa sawit jadi dan bisa
ditempati, para tukang itu keluar. Jenis pekerjaan yang tetap antara lain, adalah tenaga
buruh perkebunan, karyawan pabrik, staf karyawan proyek perkebunan, usaha
angkutan buah kelapa sawit, dan angkutan pupuk serta obat hama penyakit tanaman.
Lapangan pekerjaan baru dari luar antara lain bengkel kendaraan bermotor, kios
bensin, warung atau toko, kiostel, warung kopi, rumah makan, dan pembangunan
sarana jalan. Tenaga kerja sebagian besar adalah masyarakat setempat, bahkan
diantara mereka ada yang menjadi pedagang besar.
3. Perubahan Sistem Hubungan Kerja
Kehadiran proyek perkebunan kelapa sawit, beberapa aspek kehidupan seperti
sistem gotong royong masih berlaku, tetapi perkembangan dan perbedaan fungsi dalam
masyarakat dewasa ini cenderung mengubah bentuk gotong royong itu. Kenyataan ini
sesuai dengan teori solidaritas organik dan mekanik Durkheim (dalam Veeger, 1992)
menyatakan bahwa pada bentuk solidaritas organik, terintegrasi karena adanya
keseragaman pola-pola relasi sosial, yang dilatar belakangi oleh kesamaan pekerjaan
dan kedudukan semua anggotanya, sedangkan solidaritas mekanik, dimana
masyarakat mulai berubah, setelah pertambahan penduduk memaksa masyarakat
untuk merundingkan suatu pembagian kerja. Pembagian ini mengakibatkan perbedaan
kepentingan, status dan pikiran yang menjurus kepada pola interaksi yang parsial dan
fungsional, untuk mencapai kesatuan dibutuhkan undang-undang, peraturan-peraturan,
kontrak atau perjanjian, dan suatu ideologi atau seperangkat nilai-nilai yang bersifat
lebih umum dan abstrak.
Perubahan sistem hubungan kerja tersebut, sejalan dengan semakin
intensifnya peredaran uang di lingkungan mereka, karena proyek perkebunan
menganut managemen modern yang dalam imbalan tenaga selalu dibayar dalam
bentuk uang kontan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sayogyo (1985), bahwa kehadiran
proyek ekonomi dari luar yang dikerjakan secara modern telah menghacurkan pranata
desa tradisional berazaskan tolong menolong yang diganti dengan sistem upah yang
dibayar dengan uang.
Dengan demikian sistem upah modern pada umumnya berorientasi pada
keuntungan yang sebesar-besarnya, karena itu dasar kerja yang dugunakan adalah
pembagian kerja yang jelas dan menuntut dilakukan secara profesionalisme. Sistem
upah yang rasional yang dipraktekkan secara modern oleh pihak perkebunan kelapa
sawit, sudah berpengaruh terhadap sistem upah tradisional. Pada saat ini, akibat
masuknya proyek perkebunan kelapa sawit, prinsip kebersamaan secara tradisional
yang sejak dulu menjadi sistem nilai hidup bermasyarakat untuk menjamin
kelangsungan kehidupan bergeser menjadi sistem nilai yang berbentuk konkrit dalam
bentuk imbal jasa berupa upah, terutama aktivitas dalam memelihara perkebunan.
Peralihan dari sistem upah tradisional ke arah sistem upah modern telah
mumunculkan struktur sosial baru di dalam masyarakat pedalaman yakni adanya
golongan pencari upah atau pekerja diperkebunan yang hidup berdampingan dengan
para pendatang.
4. Perubahan Pola Hubungan Sosial Masyarakat
Kehadiran proyek perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan kerja sama
tidak hanya terbatas dalam lingkungan komunitas mereka sendiri, tetapi sudah
melibatkan orang luar terutama dengan pihak perkebunan. Dalam hal persaingan yang
sangat kentara adalah persaingan dalam memperoleh kesempatan untuk dapat bekerja
pada proyek perkebunan kelapa sawit. Demikian juga dalam memugar dan
memperbaiki rumah yang diganti dengan bangunan yang lebih kuat, besar dan
permanen serta adanya persaingan dalam membeli barang-barang konsumtif seperti
televisi, VCD, radio tape recorder, sepeda, dan sepeda motor. Barang konsumtif
seperti ini dengan mudah mereka miliki, karena dapat diperoleh dengan kredit yang
pembayarannya dipotong dari hasil penjualan buah kelapa sawit.
Dengan demikian kehadiran proyek perkebunan kelapa sawit, telah
menyebabkan munculnya kompleksitas persaingan tidak hanya persaingan ekonomi
tetapi juga persaingan sosial dan politik. Suparlan (1998) mengemukakan bahwa
persaingan di dalam kehidupan bermasyarakat itu selalu ada dan tidak dapat diingkari
lagi kehadirannya. Ini berarti setelah kehadiran proyek perkebunan kelapa sawit
persaingan yang terjadi tidak hanya terbatas pada perebutan sumber daya alam, tetapi
juga persaingan dalam pendidikan dan politik.
Dalam pada itu, konflik yang terjadi setelah masuknya proyek perkebunan
kelapa sawit, tidak hanya tentang tanah semata-mata, tetapi juga sudah menyangkut
pergaulan anak-anak muda, antara tetangga dan, warga yang kurang sehat. Menurut
Rauf (2001) karena masyarakat terdiri dari sejumlah besar hubungan sosial, selalu saja
terjadi konflik antara warga masyarakat yang terlibat dalam hubungan sosial. Dalam
kaitan itu, konflik atau pertikaian yang terjadi di lokasi penelitian secara perorangan
antara tetangga pada umumnya disebabkan oleh masalah-masalah yang berkisar pada
kehidupan ketetanggaan. Seperti adanya kecemburuan sosial terhadap tetangga yang
hidupnya lebih maju, adanya tetangga yang tidak menepati janji. Konflik terbuka antara
sesama warga dalam skala besar setelah masuknya perkebunan kelapa sawit
memang belum pernah terjadi, tetapi konflik individual dalam skala kecil memang
sering terjadi. Konflik seperti itu tidak berkembang luas karena dapat diatasi oleh orang
Dayak secara musyawarah. Perselisihan cukup sering terjadi umumnya antar remaja
pada saat kompetisi olahraga atau dalam pergaulan sehari-hari, tetapi tidak sampai
meluas menjadi konflik antar suku bangsa, agama atau antar golongan.
5. Perubahan Pola Kehidupan
Perubahan pola kehidupan terfokus pada pemenuhan kebutuhan pokok sehari-
hari tidak mengalami perubahan yang menyolok. Kebiasaan menyuguhkan tamu
dengan minuman tuak sudah diganti dengan minuman teh atau kopi, demikian juga
dengan jenis rokok yang terbuat dari nipah yang diisi dengan tembakau sulit
ditemukan, rokok yang dikonsumsi adalah buatan pabrik. Dengan demikian kehadiran
proyek perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan perubahan dalam pola konsumsi
masyarakat. Kenyataan ini memperkuat teori yang perubahan sosial yang dikemukakan
oleh Ogbur (dalam Lauer, 1993) yang menyatakan bahwa perubahan disatu pihak akan
mengakibatkan perubahan dipihak lain.
Demikian juga dalam hal berpakaian. Fungsi pakaian tidak lagi dipandang
hanya sebagai penutup badan, tetapi sudah dianggap sebagai sesuatu yang dapat
memperindah badan, hal itu terlihat dari jenis dan model pakaian yang dipakai mereka,
terutama di kalangan anak-anak muda sudah tidak ada bedanya lagi dengan jenis dan
model pakaian yang biasa dipakai oleh para pendatang dari luar. Di kalangan anak
muda baik pria maupun wanita sudah biasa mengenakan celana jeans, dengan
penampilan yang rapi. Zulkarnaen (2000) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan
hal yang sama, yaitu dikalangan orang pedalaman, mereka juga akrab menggunakan
celana jeans. Tampilan rambut dipotong dan disisir trendy.
Kehidupan bidang agama hampir tidak mengalami perubahan yang berarti.
Jauh sebelum dibangunnya mereka sudah menganut agama Katolik dan Protestan.
Agama itu diperkenalkan oleh para misionaris kristen Katolik dan Protestan. Para
misionaris Kristen mulai menyebarkan agama di daerah pedalaman Kalimantan sejak
awal abad ke 20 (Day, 1995). Adat istiadat dan hukum adat masyarakat setempat
masih tetap berlaku sebagai kontrol sosial, yang pelaksanaannya disesuaikan dengan
ajaran agama dan perkembangan masyarakatnya. Menurut Garna (1999) masih
kuatnya adat istiadat dan hukum adat, karena dianggap sebagai pedoman hidup bagi
masyarakat.
Perubahan dalam peranan keluarga. Bentuk keluarga batih relatif tetap terdiri
ayah, ibu dan anak-anaknya. Fungsi keluarga adalah satuan pengasuhan anak,
tampaknya masih belum mengalami perubahan yang esensial. Ibu tetap merupakan
orang yang paling penting kedudukannya dalam proses enkulturasi dan sosialisasi
anak-anak demikian pula ayah dan beberapa anggota keluarga dekat lainnya.
Perubahan justru terjadi sebagai suatu bentuk fenomena sosial yang berubah ialah
ruang gerak anak-anak perempuan makin luas yang diakibatkan oleh orientasi nilai
budaya, sehingga tampak lebih leluasa dan fleksibel. Anak perempuan boleh berjalan
berduaan dengan laki-laki tanpa merasa bersalah dan takut dimarahi orang tua.
VI. GAMBAR PEMBINAAN MASYARAKAT
Pertemuan Dengan Masyarakat
Konsep reklamasi areal tambang menjadi kebun sawit yang produktif bekerjasama antara KPC dan pihak Pertanian
Konsep reklamasi areal tambang menjadi kebun sawit yang produktif bekerjasama antara KPC dan pihak Pertanian
Konsep reklamasi areal tambang menjadi kebun sawit yang produktif bekerjasama antara KPC dan pihak Pertanian
Pemberdayaan/pembinaan petani di kawasan pengembangan perkebunan
Pemberdayaan/pembinaan petani di kawasan pengembangan perkebunanPemberdayaan/pembinaan petani di kawasan pengembangan perkebunan
Pertemuan dengan masyarakat dan ketua kelompok membahas mengenai pembinaan masyarakat
Konsep reklamasi areal tambang menjadi kebun sawit yang produktif bekerjasama antara KPC dan pihak Pertanian
Rapat dengan anggota masyarakat membahas mengenai petani plasma sawit
Pembinaan masyarakat mengenai pengolahan hasil
VII. ALAT DAN BAHAN
1. Komputer
2. Flashdisk Dan CD
3. OHP Dan Plastic Transparancy
4. Kertas Koran
5. Kertas Stensil
6. White Board
7. Spidol Boardmarker Dan Permanent
VI. KEAMANAN KERJA
1. Manajer Plasma menyelenggarakan pelatihan dan kampanye mengenai
keselamatan dan kesehatan petani.
2. Dilakukan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan.
3. Dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi petani dengan resiko
kecelakaan kerja tinggi.
4. Penyediaan sarana keselamatan bekerja Seperti helm, masker, sepatu dan
lain-lain;
5. Rekaman terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan kerja.
Pelatihan bagi KWT di lingkungan perusahaan
VII. LEMBAR EVALUASI
A. Pertanyaan
1. Jelaskan apa yang anda ketahui mengenai pembinaan dan pemberdayaan ?
2. Jelaskan pengertian norma masyarakat yang anda ketehui ?.
3. Jelaskan kegiatan kemasyarakatan di lingkungan kebun yang anda ketahui ?
4. Jelaskan hubungan kemasyarakatan di lingkungan kebun dilakukan secara
berkesinambungan ?
Jawab
1. Pengertian Pembinaan secara umum diartikan sebagai usaha untuk memberi
pengarahan dan bimbingan guna mencapai suatu tujuan tertentu. Berikut adalah isi
Undang-Undang ketenagakerjaan BAB XII Pembinaan :
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang
berhubungan dengan ketenagakerjaan.
Pembinaan sebagaimana dimaksud dapat mengikutsertakan unsur dunia usaha
dan masyarakat.
Pembinaan sebagaimana dimaksud, dilaksanakan secara terpadu dan
terkoordinasi
2. Norma masyarakat adalah :aturan-aturan yang berlaku didalam masyarakat.
Kehadirannya tentu bukan tanpa sebab, norma ini bertujuan untuk menciptakan
keteraturan didalam masyarakat sehingga menjadikan kehidupan bermasyarakat
yang aman, nyaman, tentram, tertib, dan sentosa
3. Rencana Kegiatan kemasyarakatan adalah sebagai berikut
a. Model Pemberdayaan Masyarakat
Membangkitkan kebutuhan untuk berubah
Mengunakan hubungan untuk perubahan
Mendiagnosis masalah
Mendorong motivasi untuk berubah
Merencanakan tindakan pembaharuan
Memelihara program pembaharuan dan mencegah stagnasi
Mengembangkan kapasitas kelembagaan
Mencapai hubungan terminal untuk secara dinamis mengembangkan proses
perubahan yang lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan
b. Konseptual Kemitraan sebagai Alternatif Solusi Konflik melalui
Pemberdayaan
Keterlibatan masyarakat dalam program CSR,
Kemitraan Masyarakat-Dunia Usaha
Kemitraan Pemerintah-Dunia Usaha
4. Hubungan kemasyarakatan di lingkungan kebun
Persepsi Terhadap Kehadiran proyek Perkebunan Kelapa Sawit
Perubahan Lapangan Kerja dan Diversifikasi Pekerjaan
Perubahan Pola Hubungan Sosial Masyarakat
Perubahan Sistem Hubungan Kerja
Perubahan Pola Kehidupan