Upload
nguyennguyet
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian
2.1.1 Definisi Pajak
Beberapa ahli memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai pajak itu
sediri. Perbedaan tersebut didasari oleh perbedaan sudut pandang dari masing-masing
individu. Menurut Rochmat Soemitro (dalam Sari, 2013:34), menjelaskan bahwa:
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara
untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk
public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment.”
Kemudian definisi pajak menurut P.J.A Adriani (dalam Sari,2013:34),
menjelaskan bahwa:
“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Sedangkan pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
Pasal 1 adalah:
“Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
13
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pajak
merupakan iuran yang dipaksakan oleh penguasa (pemerintah) kepada Wajib Pajak
(yang telah ditentukan undang-undang), yang digunakan untuk membiayai keperluan
perbelanjaan pemerintah.
2.1.2 Subjek Pajak
Dalam pelaksanaan fungsinya pajak juga memiliki standarisasi persyaratan
dalam menentukan subjek pajaknya. Subjek pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
yaitu, subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Pengertian dan
penjabaran subjek pajak dalam negeri dan luar negeri yang dijabarkan berdasarkan
Pasal 2 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor Nomor 36 Tahun 2008 tentang
perubahan keempat atas Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983
tentang pajak penghasilan. Yang menjadi subjek pajak adalah :
a. 1. Orang pribadi
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak
b. Badan
c. Bentuk usaha tetap
Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak
luar negeri. Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
14
waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak
berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah
4. dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
Sedangkan yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
15
dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa:
a. Tempat kedudukan manajemen
b. Cabang perusahaan
c. Kantor perwakilan
d. Gedung kantor
e. Pabrik
f. Bengkel
g. Gudang
h. Ruang untuk promosi dan penjualan
i. Pertambangan dan penggalian sumber alam
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
16
bulan
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa,
atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.
2.1.3 Fungsi Pajak
Dalam bukunya yang berjudul Konsep Dasar Perpajakan, Diana Sari
memberikan penjelasan bahwa fungsi pajak mempunyai dua fungsi utama yaitu
fungsi penerimaan (budgeter) dan fungsi mengatur (reguler).
a. Fungsi penerimaan (budgeter) memberikan pengertian bahwa pajak sebagai
alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam kas negara
dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin
dan pembangunan.
b. Fungsi mengatur (reguler) yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di
bidang keuangan misalnya mengadakan perubahan tarif, memberikan
pengecualian-pengecuaian, keringanan-keringanan yang khusus ditujukan
kepada masalah tertentu.
17
Selain dua fungsi utama tersebut, terdapat fungsi lainnya, yaitu:
a. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan.
b. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan.
c. Fungsi demokrasi
Pajak yang sudah dipungut oleh negara merupakan wujud sistem gotong
royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada
masyarakat pembayar pajak.
2.1.4 Jenis-Jenis Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:5) pajak dapat digolongkan menjadi tiga macam,
yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga pemungutnya.
a. Menurut Golongannya
1. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak
dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh:
Pajak Penghasilan.
2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain.Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
18
b. Menurut Sifatnya
1. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:
Pajak Penghasilan.
2. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
1. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, dan Bea Materai.
2. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri
atas:
a) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.
b) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
19
2.1.5 Cara Pemungutan Pajak
Waluyo (2011:16) menjelaskan bahwa cara pemugutan pajak didasari oleh
tiga stelsel, yaitu:
a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)
Penganaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, setelah
penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini lebih
realistis. Kelemahannya pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode
(setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel Anggapan (Fictif Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-
undang, sebagai contoh: penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah
pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun.
Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak didasarkan pada keadaan yang
sebenarnya.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada
20
pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus melunasi kekurangannya.
Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil maka kelebihannya dapat
diminta kembali.
2.1.6 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga sistem (Mardiasmo, 2011:
7), yaitu sebagai berikut:
a. Official Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh Wajib Pajak.
b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
c. Withholding System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak.
21
2.1.7 Definisi Wajib Pajak
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang
perubahan keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa:
“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.”
2.1.8 Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP)
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sesuai dengan
Undang-undang No 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan pasal 1 angka 11 disebutkan bahwa:
“Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak
dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”
2.1.9 Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)
Seperti dalam batasan SPT di atas bahwa Wajib Pajak dalam melaporkan
perhitungan pajaknya dan/atau pembayaran pajaknya menggunakan SPT. Pasal 3
Undang-Undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak untuk
mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani
22
serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal
Pajak. Dengan ini lebih menegaskan fungsi SPT bagi Wajib Pajak.
a. Bagi Pengusaha
Bagi pengusaha bahwa SPT Pajak Penghasilan yaitu berfungsi sebagai sarana
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
1. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun
pajak atau bagian tahun pajak;
2. penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
3. harta dan kewajiban; dan/atau
4. pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Bagi Pengusaha Kena Pajak
Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak
Pertambahan Nilai dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya
terutang dan untuk melaporkan tentang:
1. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
23
2. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
Pengusaha Kena Pajak dan/atau pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
c. Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak
Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau
dipungut dan disetorkannya.
2.1.10 Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)
Jenis surat pemberitahuan (SPT) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 meliputi:
a. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan atau Surat
Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Tahun
Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) tahun takwim
kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun takwim. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu)
Tahun Pajak.
b. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas
pembayaran pajak bulanan atau Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat
Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. Masa Pajak adalah jangka waktu
yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang
24
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan
takwim.
2.1.11 Batas Waktu Penyampaian SPT
Sesuai Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, batas waktu penyampaian SPT diatur:
a. SPT Masa, paling lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak, kecuali untuk SPT
Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai yaitu secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir
minggu berikutnya, dan SPT Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM yang
dipungut oleh Bendahara paling lama 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa Masa
Pajak dalam satu SPT Masa, paling lama 20 hari setelah berakhirnya Masa
Pajak Terakhir.
b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3
(tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, sedangkan untuk SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir
Tahun Pajak.
25
2.1.12 Reformasi Perpajakan
Menurut Diana Sari (2013:6), reformasi perpajakan di Indonesia telah
dilakukan pertama kali pada tahun 1983 dimana saat itu terjadi reformasi atau
perubahan sistem mendasar atas pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem
Official Assesssment ke sistem Self Assessment.
Perubahan sistem ini bertujuan mengurangi kontak langsung antara Aparat
Pajak dengan Wajib Pajak yang sebelumnya dikhawatirkan dapat menimbulkan
praktik-praktik ilegal untuk menghindari atau mengurangi kewajiban perpajakan para
Wajib Pajak yang bersangkutan.
Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek
perpajakan, melalui reformasi :
a. moral, etika dan integritas Aparat Pajak;
b. kebijakan perpajakan;
c. pelayanan kepada masyarakat Wajib Pajak;
d. pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan;
e. pemberian reward dan penerapan punishment yang tegas terhadap Aparat
Pajak
Reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan
terhadap tiga bidang pokok atau utama yang secara langsung menyentuh pilar
perpajakan, yaitu :
a. Bidang Administrasi, yakni melalui reformasi administrasi perpajakan;
26
b. Bidang Peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap Undang-Undang
Perpajakan; dan
c. Bidang Pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional.
2.1.12.1 Modernisasi Administrasi Perpajakan
Menurut Djozoli Sadhani (2005:60) modernisasi administrasi pajak adalah
suatu proses reformasi pembaharuan dalam bidang administrasi pajak yang dilakukan
secara komprehensif. Meliputi aspek teknologi informasi yaitu perangkat lunak,
perangkat keras, dan SDM dengan tujuan mencapai tingkat kepatuhan perpajakan
yang tinggi, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan, dan tercapainya
produktivitas kinerja aparat perpajakan yang tinggi, sehingga diharapkan dapat
mengurani korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).
2.1.12.2 Modernisasi Peraturan Perpajakan
Dari aspek peraturan perpajakan, Ditjen pajak terus mengupayakan
pengembangan yuridis formal dan materil perpajakan. Langkah yang dilakukan yakni
melalui penyesuaian dan pembaruan atau amandemen peraturan dan kebijakan
perpajakan seirama dengan perkembangan yang terjadi dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Reformasi kebijakan perpajakan ini dilakukan untuk
lebih mengefektifkan dan mengefisiensikan pemungutan pajak sejalan dengan
perkembangan dunia usaha sehingga lebih kompetitif.
27
2.1.12.3 Modernisasi Pengawasan Perpajakan
Di bidang pengawasan dibangunlah Bank Data Perpajakan Nasional (BDPN)
yang berfungsi untuk menyeimbangkan pelaksanaan sistem self assessment dengan
official assessment dalam penghitungan dan penetapan besarnya pajak yang terutang.
Selain itu, pembangunan Bank Data Perpajakan Nasional (BDPN) juga bertujuan
untuk melakukan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan yakni kegiatan
untuk menambah jumlah Wajib Pajak yang terdaftar sebagai upaya dalam
peningkatan penerimaan negara.
2.1.13 E-System Perpajakan
Sebagai upaya dalam melakukan modernisasi perpajakan, Direktorat Jenderal
Pajak melakukan terobosan dengan menerapkan electronic system, yang nantinya
diharapkan dapat membantu kinerja dalam hal administrasi perpajakan. Menurut
Liberti Pandiangan (2008:35), e-system merupakan suatu sistem yang digunakan
untuk menunjang kelancaran administrasi melalui teknologi internet. Banyak layanan
e-system pada administrasi perpajakan di Indonesia, yaitu:
a. e-Registration; sistem pendaftaran, perubahan data Wajib Pajak dan atau
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui sistem yang terhubung langsung
secara online dengan Direktorat Jenderal Pajak.
b. e-Filing; suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan melalui sistem online
dan real time.
c. e-Payment; suatu sistem pembayaran pajak yang dilakukan secara online.
28
d. e-Conseling; suatu pelayanan pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk
konsultasi secara online.
e. e-SPT; aplikasi (software) yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan dalam menyampaikan SPT.
2.1.14 Pengertian E-Filing
E-filing merupakan sebuah aplikasi sistem informasi dimana warga negara
berinteraksi dengan sistem TI yang komplek. Dalam kaitan pelayanan kepada
masyarakat, e-filing memberikan dimensi penting terhadap layanan e-government
dalam bidang administrasi pajak yaitu dengan layanan yang memanfaatkan kecepatan
dan keefektifan biaya melalui internet (Sharma dan Yurcik, 2011).
Secara sederhana e-filing merupakan implementasi penerapan e-Government
dalam bidang administrasi perpajakan khususnya dalam pelaporan SPT, e-filing telah
digunakan di beberapa negara untuk menunjang sistem perpajakan yang ada. Ada dua
metode pendekatan tentang sistem e-filing, yaitu Interactive Filing dan Batch Filing
(Sharma & Yurcik dalam Susanto 2011). Dalam Interactive filing, Wajib Pajak
berinteraksi langsung dengan aplikasi yang berbasis web untuk menyelesaikan
pelaporan pajak secara online. Di dalam metode interaktif ini terdapat dua alternatif
teknologi yang digunakan yaitu:
a. Wajib Pajak berinteraksi langsung dengan web server yang di hosting oleh
otoritas pajak atau oleh pihak ketiga yang menjadi partner dari otoritas pajak.
29
b. Wajib pajak mengunduh software yang berisi formulir elektronik pengisian
pajak yang terutang, Wajib Pajak mengisi file secara offline kemudian
melakukan koneksi ke website e-filing untuk mengirimkan file-file informasi
yang telah diisi.
Sesuai dengan Undang-undang No 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 6 disebutkan bahwa e-filing merupakan suatu
cara penyampaian SPT atau Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang
dilakukan secara on-line yang realtime melalui website Direktorat Jendral Pajak
(www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Services Provider
(ASP). Untuk saat ini, e-filing melayani penyampaian dua jenis SPT, yaitu:
a. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Formulir 1770S.
Digunakan bagi WP Orang Pribadi yang sumber penghasilannya diperoleh
dari satu atau lebih pemberi kerja dan memiliki penghasilan lainnya yang
bukan dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas. Contohnya karyawan,
Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI), serta pejabat Negara lainnya, yang memiliki
penghasilan lainnya antara lain sewa rumah, honor pembicara/pengajar/pelatih
dan sebagainya.
b. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Formulir 1770SS.
Digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan
selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan bruto
tidak lebih dari Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) setahun serta tidak
30
terdapat penghasilan lainnya kecuali penghasilan dari bunga bank dan bunga
operasi.
Untuk menyampaikan SPT atau pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan
menggunakan e-filing, Wajib Pajak dapat:
a. mengunjungi website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) dan klik
pada icon e-filing atau langsung mengunjungi alamat (e-filing.pajak.go.id);
b. mengunjungi halaman penyedia jasa aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh
Direktorat Jenderal Pajak, yaitu:
1. http://www.pajakku.com
2. http://www.laporpajak.com
3. http://www.spt.co.id
2.1.15 Sistem E-filing Direktorat Jenderal Pajak
Reformasi dan modernisasi administrasi perpajakan diharapkan dapat
meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak terhadap institusional Direktorat Jenderal
Pajak, yang selanjutnya akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam
menjalankan kewajiban perpajakannya sehingga diharapkan tax gap yaitu perbedaan
tingkat penerimaan pajak aktual dengan penerimaan pajak potensial akan semakin
kecil. Hal ini sesuai dengan tujuan utama dari institusi pengumpulan pajak yaitu
tercapainya penerimaan pajak dengan tax effort yang optimal. Beberapa determinan
yang mempengaruhi kesediaan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran pajak
secara sukarela, yaitu :
31
a. efektivitas administrasi pajak
b. pertimbangan makro ekonomi seperti suku bunga dan tingkat inflasi.
c. rendahnya biaya kepatuhan pada sistem perpajakan yang ada.
d. kewajaran dan keadilan yang dirasakan oleh Wajib Pajak.
e. simplisitas ketentuan, tatacara, dan prosedur.
f. kualitas pelayanan administrasi pajak kepada Wajib Pajak.
g. dapat dipertanggungjawabkannya uang dari masyarakat wajib pajak.
Tuntutan pelayanan yang cepat, mudah, murah dan akurat merupakan harapan
dari masyarakat, oleh Direktorat Jenderal Pajak tuntutan pelayanan ini direspon
dengan modernisasi administrasi perpajakan, modernisasi administrasi perpajakan
yang dilakukan DJP pada dasarnya meliputi (Pandiangan, 2008):
a. restrukturisasi organisasi.
b. penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan
informasi.
c. penyempurnaan manajemen sumber daya manusia.
Meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT), Direktorat Jenderal Pajak melakukan pengembangan sistem
pelaporan SPT dengan e-filing. Sistem e-filing merupakan lanjutan dari penyampaian
SPT dalam bentuk elektronik SPT atau yang dikenal dengan e-SPT. E-filing dibangun
pada akhir tahun 2004 dan diresmikan pada tahun 2005 oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Setelah peresmian e-filing Direktorat Jenderal Pajak
mengadakan sosialisasi kepada Wajib Pajak di seluruh Kantor Wilayah.
32
Pengembangan lanjutan e-filing dilakukan pada tahun 2009. Dari action plan
Direktorat Jenderal Pajak tidak ditemukan rencana pengembangan dan sosialisasi e-
filing selanjutnya dimasa yang akan datang.
2.1.16 Tujuan Penggunaan E-Filing
Tujuan utama layanan pelaporan pajak secara e-filing ini adalah
(www.kemenkeu.go.id/en/node/28690):
a. mempermudah proses perekaman data SPT di dalam basis data DJP
b. mengurangi pertemuan langsung antara Wajib Pajak dengan petugas pajak.
c. mengurangi dampak antrian dan volume pekerjaan proses penerimaan SPT
d. mengurangi volume berkas fisik/kertas dokumen perpajakan (Go Green
Campaign).
2.1.17 Kelebihan E-Filing
Menurut Iim Ibrahim Nur (2009:44-45), dengan adanya aplikasi e-filing, baik
Wajib Pajak ataupun Direktorat Jenderal Pajak akan sangat diuntungkan. Beberapa
hal yang dapat disampaikan mengenai kelebihan yang dapat diperoleh bagi Wajib
Pajak dengan adanya aplikasi e-filing adalah:
a. membantu untuk menyediakan fasilitas pelaporan SPT secara elektronik (via
internet) kepada Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak Orang Pribadi dapat
menyampaikan SPT dari rumah atau tempatnya bekerja, sedangkan Wajib
Pajak Badan dapat melakukannya dari lokasi kantor atau tempat kedudukan
33
usahanya. Hal ini akan dapat membantu memangkas biaya dan waktu yang
dibutuhkan oleh Wajib Pajak untuk mempersiapkan, memproses,
memverifikasi dan melaporkan SPT ke Kantor Pajak secara benar dan tepat
waktu.
b. efisiensi waktu karena Wajib Pajak cukup duduk di depan komputer mereka
yang terhubung ke internet untuk melakukan pelaporan, tanpa harus
mendatangi KPP.
c. menekan biaya, dengan mengurangi penggunaan kertas sehingga akan
mengurangi biaya cetak lembar isian SPT. Selain itu akan terjadi
penghematan biaya komunikasi dan transportasi.
d. mendapatkan realtime acknowledgement (konfirmasi pelaporan pajak), artinya
Wajib Pajak menerima konfirmasi untuk laporan yang telah dilakukan secara
langsung pada saat laporan tersebut diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Nomor konfirmasi langsung diterima Wajib Pajak berupa Nomor Tanda
Terima ASP (NTTA) dan Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) saat itu
juga.
e. pelaporan SPT lebih efisien dan aman karena data tersimpan dalam bentuk
elektronik dan terenkripsi, terintegritas serta non-repudiation (tak terelakan).
f. beberapa ASP menambah fasilitas dengan menyediakan kemudahan mengenai
informasi perpajakan seperti kalkulator pajak, kurs pajak, peraturan pajak
terkini dan informasi lainnya seputar pajak.
34
g. dari segi efisiensi meningkat karena jika terjadi kesalahan input data dan
sebagainya, aplikasi yang digunakan untuk pengisian laporan e-SPT akan
melakukan pengecekan secara otomatis dan dapat segera dilakukan perbaikan.
Hal ini terjadi karena aplikasi e-SPT berisi formula yang dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya salah pengisian. Selain itu, seandainya terjadi
kesalahan input dapat segera direvisi tanpa harus menghapus atau mengganti
lembar kertas SPT.
h. sederhana dan nyaman karena tidak perlu antri menyampaikan SPT dan bisa
dilakukan dimana saja dan darimana saja selama dapat terhubung ke internet.
i. sentralisasi penyampaian SPT PPN bagi Wajib Pajak Badan yang memiliki
beberapa kantor cabang dapat dilakukan dengan aplikasi e-filing sehingga
dapat mempermudah konsolidasi pelaporan PPN antar cabang.
Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga mendapatkan keuntungan-
keuntungan dengan sistem pelaporan SPT dengan aplikasi e-filing sebagai berikut:
a. memberikan pelayanan terbaik bagi Wajib Pajak sehingga tercipta pelayanan
prima Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini dapat dicapai karena tidak terlalu
banyak bersentuhan antara Wajib Pajak dengan petugas di Direktorat Jenderal
Pajak, sehingga prinsip good governance di Direktorat Jenderal Pajak lebih
cepat tercapai.
b. perekaman data di KPP dapat dilakukan dengan cepat dan akurat tanpa
direkam petugas secara manual karena aplikasi e-filing dibuat sedemikian
rupa sehingga mudah untuk digunakan dan akurat karena penjumlahannya
35
dilakukan secara otomatis menggunakan sistem. Sehingga akan terjadi
penghematan sumber daya manusia dalam perekaman data SPT di KPP.
c. dengan cepat dan mudahnya pelaporan pajak ini berarti juga akan
memberikan dukungan kepada KPP dalam hal percepatan penerimaan laporan
SPT dan perampingan kegiatan administrasi pendataan distribusi dan
pengarsipan laporan SPT. Petugas pajak tidak perlu lagi menginput data-data
SPT ke dalam sistem karena data-data tersebut telah diinput oleh Wajib Pajak
pada saat penyampaian e-filing. Hal ini berarti mengurangi beban kerja
petugas pajak.
2.1.18 Kelemahan E-Filing
Menurut Iim Ibrahim Nur (2009:45-46), dengan begitu banyaknya kelebihan
sistem penyampaian SPT dengan aplikasi e-filing, masih terdapat kelemahan-
kelemahan yang harus diperhatikan diantaranya:
a. di atas kertas, perpindahan pelaporan pajak konvensional ke pelaporan pajak
digital terlihat mudah. Namun di lapangan bisa terjadi berbagai permasalahan.
Pada tahap awal penerapan sistem ini di KPP dibawah Kanwil DJP Khusus
dan Kanwil DJP Wajib Pajak besar upload data sering gagal.
b. akses jalur koneksi internet di Indonesia yang masih belum optimal. Koneksi
internet di Indonesia terkadang lambat bahkan terputus, sehingga ketika Wajib
Pajak akan men-upload data SPT dengan aplikasi e-filing dan kemudian
36
terputus, maka Wajib Pajak harus mengulangnya dari awal. Hal ini sangat
dirasakan oleh banyak Wajib Pajak yang sudah mengaplikasikan e-filing.
c. terdapatnya perbedaan format data digital yang dimiliki oleh Wajib Pajak
dengan ASP serta Direktorat Jenderal Pajak. Sehingga perlu dilakukan
penyesuaian oleh pihak ASP agar format data digital yang ada bisa
compatible dengan format yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2.1.19 Tata Cara Penggunaan E-Filing
Wajib Pajak yang akan menggunakan e-filing diharuskan memiliki e-FIN
(Electronic Filing Identification Number) sebelum dapat menyampaikan SPT atau
pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan nya. Electronic Filing Identification
System (e-FIN) adalah nomor identitas Wajib Pajak yang di terbitkan oleh Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
Permohonan diajukan secara tertulis dengan melampirkan fotocopy kartu
Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau surat keterangan terdaftar beserta fotocopy surat
pengukuhan bagi pengusaha kena pajak.
Setelah memperoleh e-FIN, Wajib Pajak dapat mendaftar ke salah satu
Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak dan akan menerima Digital Certificate dari Direktorat Jenderal Pajak
berdasarkan e-FIN yang telah dimiliki Wajib Pajak, yang fungsinya sebagai
pengaman data SPT Wajib Pajak dalam bentuk encryption (pengacakan) sehingga
37
hanya bisa dibaca oleh sistem tertentu (dalam hal ini sistem penerimaan SPT ASP
dan Direktorat Jenderal Pajak) dengan nama dan NPWP Wajib Pajak yang
bersangkutan.
Kemudian, Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan nya secara
on-line, untuk memulai menyampaikan SPT-nya secara on-line, Wajib Pajak terlebih
dahulu harus login ke situs ASP yang telah dipilih. Selain itu, sertifikat (Digital
Certificate) yang telah diperoleh akan selalu digunakan setiap kali Wajib Pajak akan
menyampaikan SPT-nya secara on-line.
2.1.20 Technology Acceptance Model (TAM)
Technology Acceptance Model (TAM) adalah model yang disusun oleh Davis
(1989) yaitu suatu model untuk memprediksi dan menjelaskan bagaimana pengguna
teknologi menerima dan menggunakan teknologi tersebut dalam pekerjaan individual
pengguna. Dalam teori ini penerimaan pengguna atau pemakai teknologi informasi
menjadi bagian dari riset dari penggunaan teknologi informasi, sebab sebelum
digunakan dan diketahui kesuksesannya, terlebih dahulu dipastikan tentang
penerimaan atau penolakan atas penggunaan teknologi informasi tersebut.
Penerimaan pengguna teknologi informasi merupakan faktor penting dalam
penggunaan dan pemanfaatan sistem informasi yang dikembangkan. Penerimaan
pengguna teknologi informasi sangat erat kaitannya dengan variasi permasalahan
pengguna dan potensi imbalan yang diterima jika teknologi informasi diaplikasikan
38
dalam aktivitas pengguna kaitannya dengan aktivitas perpajakan (Pratama dalam
Gowinda, 2010).
Model TAM sebenarnya diadopsi dari model TRA yaitu teori tindakan yang
beralasan dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu
hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Selanjutnya reaksi dan
persepsi pengguna teknologi informasi akan mempengaruhi sikapnya dalam
penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan
penggunaan teknologi informasi sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam
konteks pengguna teknologi, sehingga alasan individu dalam melihat manfaat dan
kemudahan penggunaan teknologi informasi menjadikan tindakan atau perilaku orang
tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi. Berikut ini beberapa
faktor yang dikemukakan oleh Davis,diantaranya:
a. persepsi kegunaan (usefulness)
b. persepsi kemudahan dalam penggunaan teknologi (ease of use).
c. persepsi kerumitan (Complexity)
d. persepsi keamanan dan kerahasiaan (Security and Privacy)
e. persepsi kesiapan teknologi informasi Wajib Pajak (Readiness Technology
Taxpayers Information)
f. persepsi intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling (Behavioral Intensity
for the e-filling Usage)
39
2.1.20.1 Persepsi Kegunaan (Usefulness)
Persepsi kegunaan didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan
suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi setiap individu yang
menggunakannya. Menurut Davis (1989) menemukan bahwa hubungan persepsi
kegunaan terhadap penggunaan senyatanya lebih kuat dibandingkan dengan konstruk
manapun. Chin dan Todd (1991) memberikan dimensi tentang kegunaan sistem
teknologi yaitu :
a. menjadikan pekerjaan lebih mudah
b. bermanfaat
c. menambah produktifitas
d. mempertinggi efektifitas
e. meningkatkan kinerja pekerjaan
Berdasarkan definisi diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kegunaan
teknologi dari pengguna dalam memutuskan penerimaan teknologi tersebut sangat
memberikan kotribusi positif bagi pengguna, yaitu dapat memberikan manfaat
terhadap peningkatan performa kinerja.
2.1.20.2 Persepsi Kemudahan Dalam Penggunaan Teknologi (ease of use)
Persepsi tentang kemudahan dalam penggunaan sebuah teknologi
didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana individu percaya bahwa sistem teknologi
dapat dengan mudah dipahami dan digunakan (Davis, 1989). Suatu sistem dapat
dikatakan berkualitas jika sistem tersebut dirancang untuk memenuhi kepuasan
40
pengguna melalui kemudahan dalam menggunakan sistem tersebut. Kemudahan
penggunaan dalam konteks ini bukan saja kemudahan untuk mempelajari dan
menggunakan suatu sistem tetapi juga mengacu pada kemudahan dalam melakukan
suatu pekerjaan atau tugas dimana pemakaian suatu sistem akan semakin
memudahkan seseorang dalam bekerja dibanding mengerjakan secara manual
(Pratama dalam Gowinda, 2010).
Dapat disimpulkan persepsi kemudahan yaitu mempersepsikan bahwa sistem
ini mudah untuk digunakan dan bukan merupakan beban bagi para Wajib Pajak
sehingga dapat disimpulkan bahwa kemudahan dapat mengurangi usaha (baik waktu
dan tenaga) seseorang didalam mempelajari teknologi informasi.
2.1.20.3 Persepsi Kerumitan (Complexity)
Kerumitan didefinisikan sebagai tingkat harapan pengguna bahwa teknologi
bebas dari usaha (Amoroso dan Gardner, 2004). Kerumitan juga akan muncul, jika
Wajib Pajak belum bisa menerima sebuah teknologi baru dalam pelaporan pajaknya
(e-filling) dengan alasan belum terbiasa sehingga Wajib Pajak menginterpretasikan
bahwa teknologi yang baru ini dapat menyita waktu dalam mempelajarinya atau
bahkan sulit untuk dipahami sehingga Wajib Pajak enggan untuk menggunakan e-
filling.
41
2.1.20.4 Persepsi Keamanan dan Kerahasian (Security and Privacy)
Suatu sistem informasi dapat dikatakan baik jika keamanan sistem tersebut
dapat diandalkan. Keamanan sistem ini dapat dilihat melalui data pengguna yang
aman disimpan oleh suatu sistem informasi. Data pengguna ini harus terjaga
kerahasiaannya dengan cara data disimpan oleh sistem sehingga pihak lain tidak
dapat mengakses data pengguna secara bebas (Dewi, 2009).
Dalam sistem e-filling ini aspek keamanan juga dapat dilihat dari tersedianya
username dan password bagi Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri untuk dapat
melakukan pelaporan Surat pemberitahuan (SPT) secara online. Digital certificate
juga dapat digunakan sebagai proteksi data Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bentuk
encryption (pengacakan) sehingga hanya dapat dibaca oleh sistem tertentu.
2.1.20.5 Persepsi Kesiapan Teknologi Informasi Wajib Pajak (Readiness
Technology Taxpayers Information)
Kesiapan teknologi pada dasarnya dipengaruhi oleh individu itu sendiri,
apakah dari dalam diri individu siap menerima teknologi khususnya dalam hal ini e-
filling. Jika Wajib Pajak bisa menerima sebuah teknologi baru maka Wajib Pajak
tersebut tidak ragu-ragu untuk melaporkan pajaknya menggunakan e-filling. Kesiapan
teknologi informasi juga mempengaruhi kemajuan pola pikir individu, artinya
semakin individu siap menerima teknologi yang baru berarti semakin maju pemikiran
individu tersebut yaitu bisa beradaptasi dengan teknologi yang semakin lama semakin
berkembang ini (Desmayanti, 2012).
42
2.1.20.6 Persepsi Intensitas Perilaku dalam Penggunaan E-Filing (Behavioral
Intensity for The E-Filing Usage)
Intensitas perilaku merupakan kelanjutan dari minat (intention) dimana minat
adalah keinginan untuk melakukan perilaku. Jadi, intensitas adalah perilaku individu
dalam melakukan suatu hal secara terus-menerus. Menurut Theory Planned of
Behavior (TPB) intensitas perilaku termasuk tahapan behavior. Tindakan atau
perilaku yang dimaksud disini yaitu intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling.
Manfaat penggunaan e-filling adalah agar Wajib Pajak memperoleh
kemudahan dalam memenuhi kewajibannya, sehinggga pemenuhan kewajiban
perpajakan dapat lebih mudah dilaksanakan dan tujuan untuk menciptakan
administrasi perpajakan yang lebih tertib dan transparan dapat dicapai, sehingga
dengan begitu banyak Wajib Pajak yang sudah menggunakannya berkeinginan untuk
menggunakannya kembali pada saat pelaporan pajaknya di masa depan atau secara
intensitas (Gowinda, 2010).
2.1.21 Pengertian Drop Box
Berdasarkan Surat Edaran Nomor 43/PJ/2014 menyatakan pengertian drop
box, adalah tempat lain yang dapat digunakan untuk menerima Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan. Drop box ini sesuai namanya, berbentuk kotak berukuran cukup
besar dengan logo DJP dan lubang seperti celengan tempat memasukkan SPT
Tahunan. Drop box ini ditempatkan pada tempat yang memang strategis, seperti
pusat-pusat perbelanjaan dan pusat-pusat keramaian di mana saja yang nantinya akan
43
disediakan drop box maupun ditaruh di kantor-kantor pajak. Surat Pemberitahuan
(SPT) yang disampaikan lewat drop box adalah SPT Tahunan PPh Badan
(1771&1771S), SPT Tahunan Orang Pribadi (1770, 1770S dan 1770SS) dan SPT
Tahunan Pembetulan (Doly, 2014).
Dalam proses drop box, ada petugas khusus yang mendatangi pusat-pusat
perbelanjaan atau tempat-tempat strategis lainnya dengan membawa kotak khusus
untuk menerima SPT Tahunan. SPT yang diserahkan melalui drop box tidak diteliti
petugas (petugas tidak melakukan penelitian SPT), melainkan SPT tersebut langsung
diterima. Apabila Wajib Pajak telah menyerahkan SPT Tahunannya, petugas akan
memberikan tanda terima. Tanda terima ini terdiri dari tiga bagian, satu diberikan
kepada Wajib Pajak , satu untuk ditempel di amplop atau langsung dijadikan satu
dengan SPT (apabila SPT tidak menggunakan amplop), dan satu untuk diarsipkan
(Primamora,2010:5).
2.1.22 Tujuan Layanan Drop Box
Adanya layanan Drop Box ini, bertujuan untuk melanjutkan inovasi pelayanan
perpajakan. Drop Box merupakan terobosan baru Direktorat Jenderal Pajak dalam
rangka mendorong kesadaran masyarakat dalam membayar pajak (Santoso:2011).
Tujuan utama dari drop box adalah memudahkan dan memberi kenyamanan
Wajib Pajak dalam penyampaian SPT Tahunan. Kemudahan itu berupa penyampaian
SPT Tahunan yang sangat mudah dan cepat, karena SPT yang disampaikan tidak
diteliti kelengkapannya terlebih dahulu melainkan langsung diterima dan diberi tanda
44
terima. Tentunya hal tersebut membuat Wajib Pajak tidak perlu meluangkan banyak
waktu dalam menyampaikan SPT Tahunan, misalnya karena adanya penelitian
kelengkapan dan antrean yang panjang.
Kemudahan lain yang didapat Wajib Pajak dengan adanya drop box yaitu
Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan dimana pun dia berada tanpa
memperhatikan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Sementara itu, untuk kenyamanan
yang diberikan dengan adanya drop box, yaitu Wajib Pajak tidak perlu lagi
mengalami antrean yang panjang dalam penyampaian SPT. Selain itu, dengan
penempatan drop box yang strategis menambah kenyamanan lainnya bagi Wajib
Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan diberikannya
kemudahan dan kenyamanan tersebut maka diharapkan kepatuhan Wajib Pajak dalam
penyampaian SPT Tahunan akan meningkat yang tentunya juga akan meningkatkan
penerimaan pajak (Dimas dkk, 2014).
2.1.22 Tata Cara Penggunaan Drop Box
Cara menyampaikan SPT melalui drop box adalah formulir SPT diisi dengan
jelas, benar dan lengkap. Bagi yang SPT kurang bayar harus melampirkan Surat
Setoran Pajak (SSP) tanda pembayaran. Lalu berkas-berkas tersebut dimasukkan ke
dalam amplop folio tertutup. Di amplop tersebut ditulis nama Wajib Pajak, NPWP,
tahun pajak, status SPT (nihil/kurang bayar/lebih bayar), dan cantumkan nomor
telepon yang bisa dihubungi (Primamora, 2010:5).
45
Apabila setelah disampaikan ke KPP terkait dari drop box itu ada ditemukan
SPT yang tida lengkap maka akan disampaikan surat permintaan kelengkapan SPT
Tahunan yang harus dilengkapi dalam jangka waktu 30 hari. Jika wajib pajak
melengkapi berkasnya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan itu, maka SPT
dianggap diterima pada tanggal disampaikan di drop box. Namun jika tidak segera
dilengkapi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka dianggap belum
menyampaikan SPT (www.pajak.go.id).
Berdasarkan penjelasan mengenai layanan drop box di atas, maka yang
menjadi indikator untuk layanan drop box berdasarkan Surat Edaran Nomor
43/PJ/2014 adalah:
a. Tempat penyampaian SPT
b. Penempatan yang strategis
c. Petugas Khusus Pajak
d. Tanda terima penyampaian SPT
e. Memudahkan Wajib Pajak
f. Memberi kenyamanan pada Wajib Pajak
2.1.23 Pengertian Kepatuhan Pajak
Pengertian kepatuhan pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138),
menyatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya. Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam
46
Siti Kurnia Rahayu (2010 : 138) menjelaskan bahwa sebagai suatu iklim kepatuhan
dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:
a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan
b. mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas
c. menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
d. membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
2.1.25 Jenis-Jenis Kepatuhan
Menurut Mardiasmo (2011:5) terdapat dua macam kepatuhan, yaitu:
a. kepatuhan formal
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang Perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT).
b. kepatuhan material
Kepatuhan material adalah keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive
memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa
Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat melalui kepatuhan
formal.
47
2.1.26 Kriteria Wajib Pajak Patuh
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 yang diubah
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 jo Keputusan
Dirjen Pajak Nomor 550 tahun 2000, Wajib Pajak dimasukkan dalam kategori wajib
pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua
tahun terakhir
b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; tidak
pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir;
c. dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal
terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada
pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang
paling banyak 5%; wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun
terakhir di audit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak
mempengaruhi laba rugi fiskal”.
Predikat Wajib Pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan
Wajib Pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada
hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan
pada kas negara. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi
48
kriteria sebagai Wajib Pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada
negara jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka
tidak dapat diberi predikat Wajib Pajak patuh (Rahmi, 2015).
2.1.27 Wajib Pajak Patuh
Penetapan Wajib Pajak Patuh dilakukan oleh Kepala Kantor Direktorat
Jenderal Pajak setelah menerima daftar nominative Wajib Pajak Patuh dari Kantor
Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Januari dan mengirimkan penetapan Wajib
Pajak patuh kepada :
a. Kepala KPP tempat Wajib Pajak domisili terdaftar;
b. Kepala KPP tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar;
c. Kepala Kantor Wilayah atasan KPP tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar.
Penetapan Wajib Pajak patuh tersebut berlaku untuk jangka waktu 2 (dua)
tahun kalender.
2.1.28 Pencabutan Wajib Pajak Patuh
Surat Penetapan Wajib Pajak patuh dicabut oleh Kepala Wilayah setelah
mempertimbangkan usulan Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam hal memenuhi
kriteria pembetulan, yaitu :
a. Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindak penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan;
b. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa lebih dari 3 (tiga) Masa
49
Pajak untuk semua jenis pajak;
c. Dalam hal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa tidak lebih dari 3
(tiga) Masa Pajak, terdapat penyampaian SPT Masa yang lewat dari batas
waktu penyampaian SPT Masa masa berlaku berikutnya;
d. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk 2 (dua) Masa Pajak
atau lebih berturut-turut untuk semua jenis pajak; atau
e. Dalam suatu Masa Pajak, ternyata tidak memenuhi kriteria tidak pernah
dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dalam
jangka watu 10 (sepuluh) tahun terakhir sejak Masa Pajak yang bersangkutan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang dapat menjadi bahan
perbandingan untuk penulis dalam melakukan penelitian ini, diantaranya:
a. Ayu Ika Novarina S.H (2005) dalam penelitiannya yang berjudul
“Implementasi Electronic Filing System (E-Filing) dalam Praktik
Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) di Indonesia” Hasil penelitian
tersebut menunjukan bahwa penerapan e-filing terbukti cepat, akurat, efisien,
dan efektif karena Wajib Pajak dapat langsung menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT) secara on-line tanpa harus ke Kantor Pelayanan Pajak
dan akan menerima konfirmasi laporan yang telah disampaikan, langsung
pada saat laporan tersebut diterima (realtime).
50
b. Tresno, Indra Pahala, Selvy Ayu Rizky (2012) dalam penelitiannya yang
berjudul “Pengaruh Persepsi Penerapan Sistem E-Filing Terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak Badan dengan Perilaku Wajib Pajak sebagai Variabel
Intervening dan Biaya Kepatuhan sebagai Variabel Moderasi”. Hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa persepsi subjek pajak pada e-filing
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak, persepsi
subjek pajak pada e-filing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
perilaku subjek pajak, perilaku subjek pajak memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap kepatuhan pajak, perilaku subjek pajak tidak dapat
mengintervensi hubungan persepsi subjek pajak pada e-filing terhadap
kepatuhan pajak, dan biaya kepatuhan tidak dapat hubungan moderat persepsi
subjek pajak pada e-filing terhadap kepatuhan pajak.
c. Esy Desmayanti (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Penggunaan Fasilitas E-Filling Oleh Wajib Pajak
Sebagai Sarana Penyampaian SPT Masa Secara Online Dan Realtime”. Hasil
penelitiannya tersebut menunjukan bahwa persepsi kegunaan berpengaruh
signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling,
persepsi kemudahan berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas
perilaku dalam penggunaan e-filling, kerumitan berpengaruh signifikan
negatif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling, keamanan dan
kerahasiaan berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam
51
penggunaan efilling, kesiapan teknologi informasi wajib pajak berpengaruh
signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling.
d. Risal C.Y Laihad (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Perilaku Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E-Filing Wajib Pajak di Kota
Manado”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa persepsi kegunaan
secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan e-filing dan persepsi
kemudahan secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan e-filing,
tetapi sikap terhadap perilaku tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penggunaan e-filing.
e. Ricky Alfiando Wowor, Jenny Morasa, Inggriani Elim (2014) dalam
penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Wajib Pajak Untuk Menggunakan E-Filing”. Hasil penelitian
tersebut menunjukan bahwa persepsi pengalaman, persepsi keamanan dan
kerahasiaan, dan persepsi kecepatan secara bersama berpengaruh terhadap
perilaku penggunaan e-filling pada Wajib Pajak badan di Kota Manado.
f. Dimas Andri Dwi Nugroho, Siti Ragil Handayani, Muhammad Saifi (2014)
dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Layanan Drop Box Dan E-
Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan Pajak Penghasilan”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
variabel drop box dan e-filing berpengaruh secara simultan terhadap
kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh. Dari hasil analisis secara parsial
diketahui bahwa variabel e-filing mempunyai kontribusi terhadap kepatuhan
52
penyampaian SPT Tahunan PPh. Variabel e-filing merupakan variabel yang
dominan berpengaruh terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti/Tahun Judul Hasil
1 Ayu Ika Novarina
S.H/ 2005
Impelentasi
Electronic Filing
System (E-Filing)
dalam Praktik
Penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT)
di Indonesia
penerapan e-filing terbukti cepat, akurat, efisien,
dan efektif karena Wajib Pajak dapat langsung
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara
on-line tanpa harus ke Kantor Pelayanan Pajak dan
akan menerima konfirmasi laporan yang telah
disampaikan, langsung pada saat laporan tersebut
diterima (realtime).
2 Tresno, Indra
Pahala Selvy Ayu
Rizky/ 2012
Pengaruh Persepsi
Penerapan Sistem E-
Filing terhadap
Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak Badan
dengan Perilaku
Wajib Pajak sebagai
Variabel Intervening
dan Biaya Kepatuhan
sebagai Variabel
Moderasi
persepsi subjek pajak pada e-filing memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan
pajak, persepsi subjek pajak pada e-filing memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku
subjek pajak, perilaku subjek pajak memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan
pajak, perilaku subjek pajak tidak dapat
mengintervensi hubungan persepsi subjek pajak
pada e-filing terhadap kepatuhan pajak, dan biaya
kepatuhan tidak dapat hubungan moderat persepsi
subjek pajak pada e-filing terhadap kepatuhan
pajak.
3 Esy Desmayanti
(2012)
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Penggunaan Fasilitas
E-Filling Oleh Wajib
Pajak Sebagai Sarana
Penyampaian SPT
Masa Secara Online
Dan Realtime
persepsi kegunaan berpengaruh signifikan
positif terhadap intensitas perilaku dalam
penggunaan e-filling, persepsi kemudahan
berpengaruh signifikan positif terhadap
intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling,
kerumitan berpengaruh signifikan negatif
terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan
e-filling, keamanan dan kerahasiaan
berpengaruh signifikan positif terhadap
intensitas perilaku dalam penggunaan efilling,
kesiapan teknologi informasi wajib pajak
berpengaruh signifikan positif terhadap
intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling. 4 Risal C.Y Laihad/
2013
Pengaruh Perilaku
Wajib Pajak terhadap
Penggunaan E-Filing
Wajib Pajak di Kota
Manado
persepsi kegunaan secara signifikan berpengaruh
terhadap penggunaan E-Filing dan persepsi
kemudahan secara signifikan berpengaruh terhadap
penggunaan E-filing, tetapi sikap terhadap perilaku
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
53
No Peneliti/Tahun Judul Hasil
penggunaan E-Filing.
5 Ricky Alfiando
Wowor, Jenny
Morasa, Inggriani
Elim/ 2014
Analisis Faktor-
Faktor yang
Mempengaruhi
Perilaku Wajib Pajak
untuk Menggunakan
E-Filing
persepsi pengalaman, persepsi keamanan dan
kerahasiaan, dan persepsi kecepatan secara
bersama berpengaruh terhadap perilaku
penggunaan e-Filling pada wajib pajak badan di
Kota Manado.
6 Dimas Andri Dwi
Nugroho, Siti
Ragil Handayani,
Muhammad Saifi
(2014)
Pengaruh Layanan
Drop Box Dan E-
Filing Terhadap
Tingkat Kepatuhan
Penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT)
Tahunan Pajak
Penghasilan
variabel drop box dan e-filing berpengaruh secara
simultan terhadap kepatuhan penyampaian SPT
Tahunan PPh. Dari hasil analisis secara parsial
diketahui bahwa variabel e-filing mempunyai
kontribusi terhadap kepatuhan penyampaian SPT
Tahunan PPh. Variabel e-filing merupakan
variabel yang dominan berpengaruh terhadap
kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh.
54
2.3 Kerangka Pemikiran
Globalisaisi yang terjadi memberikan pengaruh terhadap berbagai macam
aspek. Salah satunya terjadi globalisasi terhadap teknologi informasi terutama
internet yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
Kemajuan teknologi modern khususnya bidang elektronika, membawa
kemudahan dalam melaksanakan tugas-tugas kearsipan. Salah satu pengaruh
kemajuan teknologi terhadap bidang kearsipan yaitu dengan adanya inovasi baru pada
proses pengarsipan yaitu arsip elektronik. Kelebihan utama arsip elektronik tentu saja
lebih praktis dan memiliki tingkat risiko lebih kecil (Laihad, 2013).
Perkembangan teknologi informasi digunakan oleh pemerintah guna
meningkatkan layanan pemerintahan, hal ini dikenal dengan istilah Electronic
Government. Menurut Andri Parwito (2009), Electronic Government atau yang lebih
dikenal sebagai e-Gov merupakan adopsi dari peranan teknologi informasi yang
digunakan oleh pemerintah supaya efektivitas dan efisiensi dalam rangka
melaksanakan fungsi public service kepada warga negara.
Begitupun dengan apa yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak pada
tahun 1983. Pada saat itu merupakan langkah awal yang dilakukan oleh Dirjen Pajak
dalam melakukan reformasi perpajakan, dengan melakukan modernisasi perpajakan
yang memanfaatkan perkembangan dari electronic government yang kemudian lebih
dikenal dengan e-system.
55
Tujuan diterapkannya e-system pada saat itu adalah untuk meningkatkan
pelayanan publik yang dalam hal ini berkaitan dengan perpajakan. Selain itu,
diharapkan akan meningkatkan pula tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak yang
kemudian akan berimplikasi terhadap penerimaan negara terutama dari sektor pajak.
Selain perancangan e-system, Dirjen Pajak melakukan terobosan lainnya
dengan membuat layanan drop box. Drop box merupakan terobosan baru Direktorat
Jenderal Pajak dalam rangka mendorong kesadaran masyarakat dalam membayar
pajak (Santoso,2011). Drop box pajak dapat mempermudah masyarakat untuk
memperoleh informasi mengenai kewajiban perpajakan serta memudahkan dalam
penyampaian SPT Tahunan.
Dimas, Siti Ragil, Saifi (2014) menyatakan bahwa dengan adanya layanan
drop box, maka akan memberikan kemudahan berupa penyampaian SPT Tahunan
yang sangat mudah dan cepat, karena SPT yang disampaikan tidak diteliti
kelengkapannya terlebih dahulu melainkan langsung diterima dan diberi tanda terima.
Tentunya hal tersebut membuat wajib pajak tidak perlu meluangkan banyak waktu
dalam menyampaikan SPT Tahunan, misalnya karena adanya penelitian kelengkapan
dan antrean yang panjang. Kemudahan lain yang didapat Wajib Pajak dengan adanya
drop box yaitu Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan dimana pun dia
berada tanpa memperhatikan KPP tempat wajib pajak terdaftar.
Kepatuhan perpajakan merupakaan ketaatan, tunduk dan patuh serta
melaksanakan ketentuan perpajakan. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan
secara sukarela merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana Wajib
56
Pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian
secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut (Tresno,
Indra, Selvy: 2012).
Menurut Norman D. Nowak (dalam Zain, 2007) kepatuhan Wajib Pajak
memiliki pengertian yaitu: “suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan
kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:
a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan
b. mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas
c. menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
d. membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Berbagai macam fasilitas pelayanan yang berbasis e-system dirancang oleh
Dirjen Pajak sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan publik dan juga
memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melakukan administrasi
perpajakannya, diantaranya yaitu:
a. e-Registration
b. e-Filling
c. e-Payment
d. e-Conseling
e. e-SPT
57
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak terbaru yaitu PER-29/PJ/2014 Pasal 1
Ayat 7 menyebutkan bahwa e-filing adalah suatu cara penyampaian SPT Elektronik
yang dilakukan secara on-line yang realtime melalui saluran tertentu yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
E-filing merupakan salah satu hal yang penting dan memajukan e-government
pelayanan di negara ini, hal ini dapat mempermudah Wajib Pajak dalam menghitung
dan membayar pajak mereka (Anna dkk, 2012).
Penerapan e-filing sebagai suatu langkah dalam modernisasi sistem
perpajakan di Indonesia diharapkan mampu memberikan layanan prima terhadap
publik sehingga dapat meningkatkan kepuasan Wajib Pajak. Wajib Pajak yang puas
akan dapat merubah perilakunya dalam membayar pajak, akhirnya tingkat kepatuhan
Wajib Pajak juga dapat berubah.
E-filing menawarkan kemudahan dari segi waktu dan mengurangi kesalahan
dalam perhitungan pembebanan pajak. Kemudian e-filing menawarkan banyak
keuntungan pada penyedia pelayanan atau otoritas pajak (Anna dkk, 2012).
Dengan adanya sistem pelayanan seperti ini, diharapkan Wajib Pajak tidak
perlu datang hingga mengantri di Kantor Pelayanan Pajak untuk menyampaikan SPT
nya karena Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT nya sendiri dimana pun mereka
berada secara online, kapanpun tidak terbatas oleh waktu dan hari, lebih mudah dan
tentunya lebih murah.
Tresno, Indra, dan Selvy (2012) menemukan bahwa persepsi subjek pajak
pada e-filing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak,
58
persepsi subjek pajak pada e-filing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
perilaku subjek pajak, perilaku subjek pajak memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap kepatuhan pajak, perilaku subjek pajak tidak dapat mengintervensi
hubungan persepsi subjek pajak pada e-filing terhadap kepatuhan pajak, dan biaya
kepatuhan tidak dapat hubungan moderat persepsi subjek pajak pada e-filing terhadap
kepatuhan pajak.
Dimas Andri Dwi Nugroho, Siti Ragil Handayani, Muhammad Saifi (2014)
menemukan bahwa variabel drop box dan e-filing berpengaruh secara simultan
terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh. Dari hasil analisis secara parsial
diketahui bahwa variabel e-filing mempunyai kontribusi terhadap kepatuhan
penyampaian SPT Tahunan PPh. Variabel e-filing merupakan variabel yang dominan
berpengaruh terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh.
59
Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka pemikiran yang dapat digambarkan
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Perkembangan
Teknologi Informasi
Reformasi
Perpajakan
e - Government
e -Filling
Modernisasi
Administrasi
Perpajakan
e - System
Mempermudah dalam
Menyampaikan SPT
Pengaruhnya terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak dalam
Menyampaikan SPT
Layanan drop box
60
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan kerangka pemikiran yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah:
Gambar 2.2
Model Hipotesis
Secara parsial:
H01: Penerapan E-Filing tidak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT.
Hα1: Penerapan E-Filing berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib
Pajak dalam menyampaikan SPT.
Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak
(Y)
Penerapan
E-Filing
(X1)
Layanan
Drop Box
(X2)
61
H02: Layanan Drop box tidak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib
Pajak dalam menyampaikan SPT.
Hα2: Layanan Drop box berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak
dalam menyampaikan SPT.
Secara simultan:
H0: Penerapan E-Filing dan layanan Drop box tidak berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT.
H1: Penerapan E-Filing dan layanan Drop box berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT.