65
Paraparesis Inferior LAPORAN STATUS PASIEN SMF ILMU PENYAKIT SYARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTAMADYA CILEGON FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI Nama Mahasiswa : Adhyanovic Hadi Pradipta, S.Ked NIM : 030.07.001 Asal : Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta Pembimbing : dr. Mukhdiar Kasim, SpS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. A Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 26 tahun Status Perkawinan : Kawin Pekerjaan : Ibu rumah tangga Suku Bangsa : Jawa Agama : Islam Pendidikan terakhir : SMP Alamat : Cilegon Pasien masuk Rumah Sakit pada tanggal 1 Oktober 2012. B. ANAMNESIS Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 1

113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lapsus

Citation preview

Page 1: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

LAPORAN STATUS PASIEN

SMF ILMU PENYAKIT SYARAF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTAMADYA CILEGON

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Nama Mahasiswa : Adhyanovic Hadi Pradipta, S.Ked

NIM : 030.07.001

Asal : Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta

Pembimbing : dr. Mukhdiar Kasim, SpS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 26 tahun

Status Perkawinan : Kawin

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMP

Alamat : Cilegon

Pasien masuk Rumah Sakit pada tanggal 1 Oktober 2012.

B. ANAMNESIS

Diambil secara Autoanamnesis pada tanggal 9 Oktober 2012.

I. Keluhan Utama : Kedua tungkai tidak dapat digerakkan sejak 1 hari

sebelum masuk rumah sakit.

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 1

Page 2: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

II. Keluhan Tambahan : Sakit petut, BAB (-), kencing terus-terusan.

III. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Kota Cilegon dengan keluhan kedua

tungkai tidak dapat digerakkan dan terasa lemas sejak 1 hari sebelum

masuk rumah sakit. Pasien mengakui bahwa keluhan tersebut datang

mendadak saat bangun tidur. Pasien juga mengakui bahwa kedua kakinya

tidak dapat merasakan apapun sejak saat itu. Sejak saat itu pula, pasien

mengaku BAK terus menerus dan tidak dapat pasien hentikan. Pasien juga

mengaku sudah beberapa hari tidak BAB dan saat masuk rumah sakit,

perutnya terasa sakit.

Pasien menyangkal keluhan demam, batuk pilek dan tidak ada

riwayat trauma pada kepala dan punggung.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Hipertensi : ( - )

b. Diabetes Mellitus : ( - )

c. Asthma : ( - )

d. Alergi : ( - )

e. Lain-lain : ( - )

V. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Hipertensi : ( - )

b. Diabetes Mellitus : ( - )

c. Asthma : ( - )

d. Alergi : ( - )

e. Lain-lain : ( - )

C. ANAMNESIS MENURUT SISTEM

I. Kulit

( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat

malam

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 2

Page 3: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

( - ) Kuku ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Sianosis

( - ) Lain-lain

II. Kepala

( - ) Trauma ( - ) Sakit kepala

( - ) Sinkop ( - ) Nyeri pada sinus

III. Mata

( - ) Nyeri ( - ) Radang

( - ) Sekret ( - ) Gangguan penglihatan

( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Ketajaman penglihatan

IV. Telinga

( - ) Nyeri ( - ) Gangguan pendengaran

( - ) Sekret ( - ) Kehilangan pendengaran

( - ) Tinitus

V. Hidung

( - ) Trauma ( - ) Gejala penyumbatan

( - ) Nyeri ( - ) Gangguan penciuman

( - ) Sekret ( - ) Pilek

( - ) Epistaksis

VI. Mulut

( - ) Bibir ( - ) Lidah

( - ) Gusi ( - ) Gangguan pengecap

( - ) Selaput ( - ) Stomatitis

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 3

Page 4: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

VII. Tenggorokan

( - ) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara

VIII. Leher

( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher

IX. Dada (Jantung / Paru)

( - ) Nyeri dada ( - ) Sesak napas

( - ) Berdebar ( - ) Batuk darah

( - ) Ortopnoe ( - ) Batuk

X. Abdomen (Lambung / Usus)

( - ) Rasa kembung ( - ) Wasir

( - ) Mual ( - ) Mencret

( - ) Muntah ( - ) Tinja darah

( - ) Muntah darah ( - ) Tinja berwarna dempul

( - ) Sukar menelan ( - ) Tinja berwarna ter

( √ ) Nyeri perut

( - ) Perut membesar

XI. Saluran Kemih / Alat kelamin

( - ) Disuria ( - ) Kencing nanah

( - ) Stranguria ( - ) Kolik

( - ) Poliuria ( - ) Oliguria

( - ) Polakisuria ( - ) Anuria

( - ) Hematuria ( - ) Retensi urin

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 4

Page 5: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

( - ) Kencing batu ( - ) Kencing menetes

( √ ) Ngompol (tidak disadari)( - ) Penyakit Prostat

XII. Saraf dan Otot

( - ) Anestesi ( - ) Sukar mengingat

( √ ) Parestesi ( - ) Ataksia

( - ) Otot lemah ( - ) Hipo / hiper – esthesi

( - ) Kejang ( - ) Pingsan

( - ) Afasia ( - ) Kedutan (“Tick”)

( - ) Amnesia ( - ) Pusing (vertigo)

( - ) Lain-lain ( - ) Gangguan bicara (Disartri)

XIII. Ekstremitas

( - ) Bengkak ( - ) Deformitas

( - ) Nyeri sendi ( - ) Sianosis

D. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

- Tinggi badan : 155 cm

- Berat badan : 50 kg

- Tekanan darah : 100/70 mmHg

- Nadi : 80 x/ menit

- Suhu : 36 o C

- Pernapasan : 22 x/ menit

- IMT : 20,83

- Keadaan gizi : Baik (normal)

- Kesadaran : Compos mentis

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 5

Page 6: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

- Sianosis : -

- Udema umum : -

- Habitus : -

- Mobilitas : terbatas

- Umur menurut taksiran : sesuai dengan umur biologis

Aspek Kejiwaan

- Tingkah laku : wajar

- Alam perasaan : biasa

- Proses pikir : wajar

Kulit

Warna : sawo matang Effloresensi : -

Jaringan parut : - Pigmentasi : -

Pertumbuhan rambut : rata Pembuluh darah :

terlihat

Suhu raba : hangat Lembab / kering : dbn

Keringat : dbn Turgor : dbn

Ikterus : - Lapisan lemak : -

Edema : - Lain-lain : -

Kelenjar Getah Bening

Submandibula : dbn Leher : dbn

Supraklavikula : dbn Ketiak : dbn

Lipat paha : dbn

Kepala

Ekspresi wajah : dbn Simetri muka : dbn

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 6

Page 7: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Rambut : dbn Pembuluh darah temporal :

dbn

Mata

Exophthalmus : - Enopthalmus : -

Kelopak : dbn Lensa : dbn

Konjungtiva : dbn Visus : dbn

Sklera : dbn Gerakan mata : dbn

Lapangan penglihatan : dbn Tekanan bola mata : dbn

Deviatio konjungae : dbn Nystagmus : -

Telinga

Tuli : dbn Selaput pendengaran : dbn

Lubang : lapang Penyumbatan : -

Serumen : + dbn Perdarahan : -

Cairan : -

Mulut

Bibir : dbn Tonsil : dbn

Langit-langit : dbn Bau pernapasan : dbn

Gigi geligi : dbn Trismus : dbn

Faring : dbn Selaput lendir : dbn

Lidah : dbn

Leher

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 7

Page 8: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5 ± 2

Kelenjar Tiroid : dbn, tidak teraba pembesaran

Kelenjar Limfe : dbn, tidak teraba pembesaran

Deviasi trachea : dbn, tidak teraba deviasi trachea

Dada

Bentuk : simetris, datar, tidak cekung

Pembuluh darah : dbn

Buah dada : dbn

Paru-paru

Depan Belakang

Inspeksi Kanan

Simetris dalam statis dan dinamisKiri

Palpasi Kanan

Vocal fremitus simetris kanan dan kiriKiri

Perkusi Kanan Hiper sonor Hiper sonor

Kiri Hiper sonor Hiper sonor

Auskultasi Kanan Suara napas vesikuler

Rh (-/-)

Wh(-/-)

Kiri

Jantung

- Inspeksi : pulsasi ictus cordis terlihat

- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclaicula

sinistra.

- Perkusi :

i. Batas jantung kanan di ICS V linea sternalis dextra

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 8

Page 9: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

ii. Batas jantung atas di ICS III linea parasternalis sinistra

iii. Batas jantung kiri di ICS V 1 cm linea midclavicularis

sinistra

- Auskultasi :

i. Bunyi jantung I dan II regular

ii. Murmur ( - ), irama Gallop ( - )

Abdomen

- Inspeksi : dinding abdomen tampak datar,

warna kecoklatan, tidak tampak efloresensi bermakna

- Palpasi

i. Dinding perut : supel, tidak ada tahanan,

ii. Hati : tidak teraba pembesaran

iii. Limpa : tidak teraba pembesaran

iv. Ginjal : ballottement -/-

v. Lain-lain : -

- Perkusi : tympani di keempat kuadran

abdomen

- Auskultasi : Bising usus (+), normal

Alat kelamin (atas ind ikasi)

Tidak dilakukan pemeriksaan karena tidak ada indikas

Anggota gerak

Lengan

Kanan Kiri

Otot Tonus : dbn

Massa : dbn

Tonus : dbn

Massa : dbn

Sendi Dbn Dbn

Gerakan Dbn Dbn

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 9

Page 10: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Kekuatan Dbn (5) Dbn (5)

Edema - -

Lain-lain - -

Tungkai dan kaki

Kanan Kiri

Luka - -

Varises - -

Otot (tonus dan massa) Lemah lemah

Sendi - -

Gerakan - -

Kekuatan 1 1

Edema - -

E. STATUS NEUROLOGIS

Pada pemeriksaan status neurologis pasien, ditemukan:

Kesadaran kuantitatif : GCS(E4V5M6) = 15

Orientasi : Baik

Jalan pikiran : Baik/ Koheren

Kemampuan bicara : Baik

Cara berjalan : Tidak dapat dinilai

Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinsky II (-), Laseq

(-), Kernig(-)

Pemeriksaan N. Cranialis : N III, IV, VI

Kanan Kiri

Kedudukan bola mata

Kelopak mata

Pergerakan bola mata

Orthoporia

Tenang

Dbn

Orthoporia

Tenang

Dbn

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 10

Page 11: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Exopthalmus

Nistagmus

-

-

-

-

Pemeriksaan motorik:

o Kekuatan otot Tonus Otot

5 5

1 1

o Refleks fisiologis

Bicep

Tricep

Knee

Achilles

o Refleks patologis

Schaffer : +/+

Gordon : +/+

Babinsky : +/+

o Sensibilitas : Kedua tungkai sudah dapat merasakan rangsang

tajam dan halus

o Sistem Saraf Otonom : BAB ( + ) BAK ( + )

o Fungsi luhur : tidak ada kelainan

F. Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah Rutin,

Jenis Pemeriksaan 2 Oktober 2012

Hb 10,4

Ht 31,7

Leukosit 7.430

Trombosit 566.000

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 11

N N

N N

N N

N N

Page 12: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

2. Kimia Darah, tanggal 2 Oktober 2012

Jenis Pemeriksaan Nilai

GDS 93

GDS 1-2 -

Ureum 18

Creatinin 1,2

Asam urat -

Cholesterol total -

HDL/LDL -

Triglycerid -

Bilirubin Total/ direct -/-

SGOT 15

SGPT 12

Gamma GT -

Alkali Phospatase -

Total Protein -

Albumin/Globulin -/ -

Natrium 142,9

Kalium 3,47

Calcium 108,0

3. Urin Rutin (tidak dilakukan)

Jenis Pemeriksaan Hasil

pH -

Protein -

Reduksi -

Sedimen Eritrosit -

Leukosit -

Kristal -

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 12

Page 13: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

4. Pemeriksaan Lain, 2 Oktober 2012

Jenis Pemeriksaan Hasil

HbsAg Reaktif

G. ELEKTROKARDIOGRAFI (tidak dilakukan)

H. PEMERIKSAAN RADIOLOGI (tidak dilakukan)

I. RINGKASAN

Pasien datang ke IGD RSUD Kota Cilegon dengan keluhan kedua tungkai

tidak dapat digerakkan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, timbul mendadak

tanpa disertai penyakit pendahulu. Kedua tungkai juga tidak dapat merasakan

apapun. BAK tidak dapat dikontrol pasien. Tidak ada riwayat trauma pada kepala

maupun punggung.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera icterik (-/-)

Thorax :

- Cor : BJ I dan II regular, Bising (-) Gallop (-)

- Paru :

i. Inspeksi : Simetris kanan dan kiri

ii. Auskultasi : Vesikuler, rhonci (-/-) wheezing (-/-),

iii. Palpasi : dbn

iv. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Abdomen :

- Inspeksi : datar

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Palpasi : Supel, nyeri tekan ( - )

- Perkusi : Tympani di keempat kuadran abdomen

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 13

Page 14: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Status neurologic:

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6)

- Pemeriksaan motorik

o Kekuatan otot Tonus Otot

5 5

1 1

o Refleks fisiologis

Bicep

Tricep

Knee

Achilles

o Refleks patologis

Schaffer : +/+

Gordon : +/+

Babinsky : +/+

- Sensibilitas : terdapat perbaikan

Laboratorium : HBsAg Reaktif

I. DIAGNOSIS KERJA dan DASAR DIAGNOSIS

Diagnosis fungsional : Paraparesis Inferior

Diagnosis etiologi : Suspect Multiple Sclerosis

Diagnosis anatomic : Lesi Medulla Spinalis

Diagnosis Kerja : Paraparesis Inferior et causa susp. Multiple

Sclerosis

Dasar Diagnosis :

o Timbul mendadak

o Usia dewasa muda

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 14

N N

N N

N N

N N

Page 15: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

o Jenis kelamin (perempuan)

o Terdapat inkontinensia urin

J. DIAGNOSIS BANDING

Untuk pasien ini, diagnosis banding yang mungkin ada adalah:

Paraparesis Inferior et causa Tumor Medulla Spinalis

Paraparesis Inferior et causa Stroke Medulla Spinalis

K. ANJURAN PEMERIKSAAN

MRI

L. RENCANA PENATALAKSANAAN

Non-Farmakologis

o Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit yang dialami oleh

pasien, penanganan serta kemungkinan komplikasi yang terjadi

o Edukasi pasien tentang pentingnya pengobatan dan kontrol

kesehatan yang teratur untuk mencegah kekambuhan penyakit.

o Edukasi pasien tentang cara hidup yang baik supaya kualitas

hidupnya tetap terjaga.

Farmakologis

o O2 2 liter/menit

o Infuse RL + Sohobion 1 amp 20 tpm

o Antibiotik

Ceftriaxone 2x1 gr

o Anti Emetik

Ranitidin

o Analgetik

Asam Mefenamat 500mg

o Anti Inflamasi

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 15

Page 16: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Metilprednisolon

N. PROGNOSIS

a) Ad Vitam : Dubia ad Bonam

b) Ad Functionam : Dubia ad Malam

c) Ad Sanationam : Dubia ad Malam

TINJAUAN PUSTAKA

PARAPARESIS INFERIOR

1. Pendahuluan

Paresis memiliki arti kelemahan dan paraparesis digunakan untuk

mendeskripsikan kelemahan pada kedua tungkai. Pengertian ini kemudian meluas

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 16

Page 17: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

dengan memasukkan kelainan pola jalan yang disebabkan oleh lesi UMN, bahkan

pada keadaan yang tidak disertai dengan kelemahan pada pemeriksaan otot secara

manual.

Gangguan ini kemudian dikaitkan dengan adanya spastisitas yang diinduksi oleh

adanya gangguan fungsi dari traktus kortikospinalis. Pada orang dewasa,

penyebab tersering dari sindroma ini adalah multiple sclerosis dengan diagnosis

banding berupa tumor pada daerah foramen magnum, Chiari malformation,

spondylosis cervical, arteriovenous malformation, dan lateral sclerosis primer.

Diagnosis untuk penyebab sindroma ini tidak bisa ditegakkan dengan melihat

gejala klinisnya saja, tetapi memerlukan pemeriksaan lanjutan seperti;

pemeriksaan cairan serebrospinalis, CT scan, MRI, dan myelography.

Apabila terdapat tanda-tanda cerebellar ataupun tanda-tanda lain selain dari tanda-

tanda gangguan pada kortikospinal bilateral, kemungkinan gangguan yang

mendasarinya adalah multiple sclerosis ataupun penyakit bawaan lain seperti

olivopontocerebellar degeneration. Kombinasi antara tanda-tanda LMN pada

lengan dan UMN pada tungkai menjadi suatu karakteristik dari amyotrophic

lateral sclerosis.

Petunjuk lain dari penyebab spastic paraparesis termasuk nyeri servikal dan

radikular pada neurofibroma atau massa ekstra aksial lainnya pada kanalis

servikalis. Juga kemungkinan muncul bersamaan dengan gejala-gejala cerebellar

atau tanda lain yang mengarah pada multiple sclerosis.

Dikatakan juga bahwa tumor pada otak di daerah parasagital akan menyebabkan

terjadinya isolated spastic paraparesis karena terjadi penekanan pada area tungkai

di korteks motorik pada kedua hemisfer.

Paraparesis kronik dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan pada LMN. Alih-

alih muncul tanda-tanda gangguan UMN, malah muncul flaccid paraparesis yang

disertai dengan hilangnya reflex tendon pada tungkai.

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 17

Page 18: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Paraparesis akut memunculkan permasalahan lain pada diagnosisnya. Jika ada

nyeri pada punggung dan reflex tendon masih muncul, atau jika ada tanda-tanda

UMN, maka kemungkinan muncul akibat adanya lesi kompresi dimana sebuah

studi menyebutkan bahwa metastase dari tumor menjadi penyebab utamanya.

Pada anak-anak dan orang dewasa muda, tanda dan gejala yang muncul bisa

menjadi lebih berat, ditambah dengan rasa nyeri karena gangguan ini sering

disebabkan oleh acute transverse myelitis. Hal ini mungkin terlihat pada anak-

anak dan orang dewasa. Selain dari gejala-gejala motorik yang timbul, gejala

sensoris juga bermakna untuk menunjukkan letak lesi penyebab gangguan

tersebut.

Jika reflex tendon menghilang dan tingkat gangguan sensoris pada pasien dengan

paraparesis akut tidak dapat ditentukan, kemungkinan terbesar penyebabnya

adalah Sindroma Guillain-Barre (GBS) baik pada anak-anak maupun pada

dewasa. Kehilangan fungsi sensoris dapat mengarahkan kita pada diagnosis

tersebut.

2. Penyakit-penyakit dengan Paraparesis

A. Multiple Sclerosis

a) Definisi

Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit kronis yang biasanya muncul pada

usia dewasa muda. Secara patologis, penyakit ini dikarakteristikkan sebagai suatu

inflamasi, demyelnisasi dan terdapatnya jaringan parut (sclerosis) pada beberapa

area (multiple) di substansia alba dari susunan saraf pusat.

Penyebab MS sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, namun factor-

faktor seperti mekanisme autoimmune, factor pemicu dari lingkungan dan genetic

oleh sebagian ahli dinilai memiliki peranan penting dalam kejadian MS.

b) Epidemiologi

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 18

Page 19: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

MS menurut penelitian sering mengenai usia dewasa muda. Umur saat pertama

kali terserang MS berpuncak pada kisaran 25-30 tahun, sangat jarang kejadian

pada usia dibawah 10 tahun dan diatas 60 tahun.

MS lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria, dengan angka

kejadian sekitar 1,4 sampai 3,1 lebih sering dibandingkan pada pria.

Ras juga sangat mempengaruhi angka kejadian dari MS. Dilaporkan bahwa

populasi berkulit putih (kaukasoid) sangat beresiko tinggi mengalami MS

dibandingkan dengan yang berkulit kuning (mongoloid) maupun hitam (negroid)

yang lebih rendah resiko terkena penyakit MS ini.

c) Etiologi dan Patogenesis

Penyebab utama dari MS sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat dalil

yang menyebutkan bahwa pada individu yang secara genetic beresiko, dapat

memicu mekanisme autoimun yang menyebabkan terjadinya demyelinisasi pada

usia muda (yang mungkin disebabkan oleh virus).

o Kecenderungan Genetik

Seperti sudah sedikit disinggung di atas, disebutkan bahwa

populasi berkulit putih lebih rentan mengalami MS, hal ini semakin

diperkuat oleh data penelitian yang menyebutkan bahwa angka

kejadian tertinggi terletak pada daerah-daerah yang diinvasi oleh

bangsa Nordic dahulu kala. Tetapi hal ini tidak dapat menjadikan

kesimpulan karena prevalensi menurut ras sangat dipengaruhi oleh

migrasi.

Penelitian pada keluarga yang memiliki lebih dari satu anggota

yang terkena MS memberikan data bahwa terjadi predisposisi

genetic pada penderita MS. Major Histocompatibility Complex

(MHC) pada kromosom 6 telah diidentifikasikan sebagai gen yang

berperan pada kejadian MS. MHC berfungsi untuk mengkode gen

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 19

Page 20: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

pada Histocompatibility antigens (HLA system) yang terlibat pada

presentasi antigen ke sel T. Gen yang paling berperan dari tiga

kelas gen-gen HLA adalah alel kelas II. Terutama pada region DR

dan DQ. Pada orang berkulit putih, haplotipe kelas II tersebut

(DR15, DQ6, Dw2) dihubungkan dengan peningkatan resiko

terjadinya MS. Namun, penggambaran haplotype seperti ini baik

pada pasien dengan MS maupun pada orang normal tidak

menunjukkan perbedaan yang signifikan.

o Immunology

Menurut bukti yang diambil dari hasil pemeriksaan terhadap darah,

cairan CSF pada hewan percobaan yang telah mengalami

demyelnisasi memberikan informasi bahwa mekanisme autoimun

terlibat dalam proses kejadian MS.

Pada pemeriksaan darah tepi, beberapa perubahan non-spesifik

terlihat. Terutama pada MS sekunder progresif. Perubahan ini sama

seperti yang terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun lain

seperti SLE. Perubahan yang terjadi tersebut adalah penekanan

pada aktivitas gen supresor CD8 + sel T dan juga pada autologous

mixed lymphocyte reaction (AMLR). Pada MS, seperti juga pada

SLE, ditemukan penurunan jumlah CD4+CD45RA+suppressor-

inducer sel T yang berada pada darah tepi.

Pleositosis LCS juga sangat umum terjadi, terutama pada fase MS

akut. Sel T yang berfungsi sebagai helper-inducer

(CD4+CDw29+sel-sel) menyusun sebagian besar sel dan

ditemukan dengan jumlah yang tinggi pada LCS dibandingkan

dengan daerah lain.Reaktifitas sel T ditemukan saat melawan

beberapa epitop dari Myelin Basic Protein (MBP) dan protein

proteolipid.

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 20

Page 21: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Antibodi secreting B-cells juga diaktifkan pada MS, terjadi

peningkatan jumlah IgG pada LCS dan sintesis IgG juga

meningkat.

Infiltrasi limfosit dan makrofag perivaskuler menjadi suatu ciri dari

immunitas SSP. Limfosit yang predominan pada MS adalah sel-sel

helper-inducer (CD4+CDw29). Reseptor Interleukin-2 (IL-2) juga

dapat dibuktikan pada kebanyakan sel T, yang menjadi pertanda

bahwa sel-sel yang mensekresi sitokin telah diaktifkan secara

immunologis.

Sitokin yang diproduksi oleh sel T yang diaktifkan dan makrofag

memegang peranan penting pada kerusakan jaringan. Sitokin

tersebut akan memanggil tissue necrosis factor (TNF) yang bersifat

toksik terhadap sel-sel oligodendroglial dan myelin, dan dapat

ditemukan pada plak MS.

o Virus

Data epidemiologi yang telah dibahas sebelumnya sempat

menyinggung tentang pajanan lingkungan pada MS. Encephalitis

viral pada anak-anak dapat diikuti oleh demyelinisasi. Pada

binatang percobaan, yang paling sering dipelajari adalah

demyelinsasi yang diinduksi oleh virus Theiler, suatu murine

picornavirus.

Apabila terinfeksi oleh virus strain ini, maka dapat berujung pada

infeksi oligodendrosit dengan infiltrasi limfosit perivaskuler dan

demyelinisasi.

Faktor genetic member pengaruh pada kecenderungan pada

terjadinya demyelinisasi dan penyakit-penyakit klinis lain.

Kecenderungan ini dihubungkan dengan pembentukan respon

imun pada hewan saat melawan virus. Oleh karena itu, pada MS,

demyelinisasi dapat ditimbulkan oleh infeksi virus, seperti;

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 21

Page 22: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Measles, rubella, mumps, coronavirus, parainfluenza, herpes

simplex, vaccinia, dan HTLV-1.

Dua virus yang sangat konsiten terlibat dalam pathogenesis MS

adalah Epstein-Barr virus (EBV) dan human herpes virus 6

(HHV6).

o Faktor lainnya

Factor-faktor lain yang sering disebut sebagai pemicu dari

terjadinya MS antara lain adalah trauma fisik. Vaksinasi yang tidak

lengkap juga disebutkan sebagai factor yang dapat menyebabkan

terjadinya MS.

d) Tanda dan Gejala

Karena persarafan di otak dan medulla spinalis mengalami kerusakan, pasien

dengan MS dapat memiliki gejala-gejala yang terlihat di seluruh tubuh.

Gejala-gejala tersebut antara lain:

Gejala-gejala pada otot:

o Kehilangan keseimbangan

o Spasme otot

o Mati rasa pada beberapa anggota tubuh

o Kesulitan dalam menggerakkan lengan dan tungkai

o Kesulitan dalam berjalan

o Kesulitan dalam melakukan gerakan koordinasi dan membuat

pergerakan ringan

o Tremor

o Paraparesis (superior/inferior)

Gejala-gejala pada usus dan kandung kemih:

o Konstipasi

o Kesulitan memulai berkemih

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 22

Page 23: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

o Inkontinensia

Gejala-gejala pada pengelihatan:

o Pengelihatan ganda

o Rasa tidak nyaman pada mata

o Pergerakan mata yang tidak terkontrol

o Kehilangan pengelihatan

Gejala-gejala seksual:

o Disfungsi ereksi

Kelemahan pada tungkai merupakan gejala yang paling umum terjadi, dapat

muncul sebagai monoparesis, hemiparesis, atau tetraparesis, dan yang paling

sering adalah paraparesis asimetrik.

Pada beberapa pasien, terutama yang mengalami gejala late-onset, mungkin akan

terjadi suatu paraparesis spastic atau monoparesis yang berjalan progresif lambat,

tanpa adanya abnormalitas lain kecuali tanda-tanda kortikospinal (spastisitas,

hyperreflexia dan reflex Babinski bilateral) dan kelumpuhan ringan pada sensasi

proprioseptif. Cerebellum dan penghubungnya dengan batang otak biasanya ikut

terlibat, sehingga menyebabkan dysartria, ataxia, tremor, dan inkoordinasi pada

lengan atau tungkai.

e) Pemeriksaan Diagnostic

Dalam menegakkan diagnosis multiple sklerosis dibutuhkan beberapa

pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

Pemeriksaan elektroporesis susunan saraf pusat, antibody Ig dalam SSP

yang abnormal.

Pemeriksaan elektroforesis terhadap SSP biasanya mengungkap adanya

ikatan oligoklonal (beberapa pita imunoglobulin gamma [IgG]), yang

menunjukkan abnormalitas imunoglobulin. Dalam kenyataannya, hampir

95% antibodi IgG normal terlihat di SSP pada klien dengan multipel

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 23

Page 24: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

skierosis. Pemeriksaan potensial bangkitan dilakukan untuk membantu

memastikan luasnya proses penyakit den memantau perubahan.

MRI

CT scan dapat menunjukkan atrofi serebri. MRI menjadi alat diagnostik

utama untuk memperlihatkan plak kecil dan untuk mengevaluasi

perjalanan penyakit den efek pengobatan. Disfungsi kandung kemih yang

mendasari diagnosis dengan pemeriksaan urodinamik. Pengujian

neuropsikologis dapat diindikasikan untuk mengkaji kerusakan kognitif.

Riwayat seksual menbantu untuk mengindentifikasi hal-hal kekhawatiran

khusus. Pemeriksaan MRI menunukkan bahwa banyak plak tidak

menimbulkan gejala serius, dan pasien dengan plak ini tidak secara serius

mengalami gangguan tetapi mengalami periode remisi yang panjang di

antara episode remisi. Terdapat bukti bahwa remielinasi secara actual

terjadi pada beberapa pasien.

f) Penatalaksanaan Medis

Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala dan membantu fungsi klien.

Penatalaksanaan meliputi penatalaksanaan pada serangan akut dan kronik.

Program pengobatan sesuai dengan individu, kelompok, dan rasional yang

menjadi indikasi untuk mengurangi gejala dan memberikan dukungan secara

terus¬menerus. Banyak klien multipel skierosis mengalami keadaan stabil dan

hanya memerlukan pengobatan yang lebih sering yang ditujukan pada

pengontrolan gejala sedangkan yang lain mengalami progresi penyakit yang

mantap.

Penatalaksanaan Serangan Akut ( Farmakoterapi )

o Kortikosteroid dan ACTH digunakan sebagai agen anti-

inflamasi yang dapat meningkatkan konduksi saraf,

menurunkan inflamasi, kekambuhan dalam waktu singkat atau

eksaserbasi (exacerbation). Karena mekanisme imun

merupakan faktor patogenesis multipel sklerosis, make

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 24

Page 25: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

sejumlah agen farmakologik dicoba untuk modulasi respons

imun dan menurunkan kecepatan perkembangan penyakit den

serangan yang sering den menurunkan keadaan yang semakin

buruk. Obat-obat ini mencakup azatioprin, sikiofosfamid, dan

interferon.

o Beta interferon (Betaseron) telah disetujui untuk digunakan

dalam perjalanan relapsing-remitting. Beta interferon

(Betaseron ®) digunakan untuk mempercepat penurunan

gejala. Betaseron telah diketahui efektif dalam menurunkan

secara signifikan jumlah dan beratnya eksaserbasi akut dengan

pemindaian MRI yang menunjukkan area demielinisasi yang

lebih kecil pada jaringan otak. ini merupakan obat baru yang

dapat menjanjikan untuk pengobatan multipel skierosis

meskipun telah ratusan kali dicoba.

o Modalitas lain (misalnya radiasi, kopolimer 1, dan kladribin)

sekarang masih diteliti sebagai pengobatan yang mungkin

untuk bentuk multipel sklerosis progresif.

o Baklofen sebagai agen antispasmodik merupakan pengobatan

yang dipilih untuk spastisitas. Klien dengan spastisitas beret

dan kontraktur memerlukan blok saraf dan intervensi

pembedahan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut.

o Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan

kondisi penyakit

Penatalaksanaan Gejala Kronik

o Pengobatan spastic dengan bacloferen (Lioresal®), dantrolene

(Dantrium®), diazepam (Valim®), terapi fisik, intervensi

pembedahan.

o Kontrol kelelahan dengan namatidin (Simmetrel®).

o Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling.

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 25

Page 26: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

o Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan

pemasangan kateter tetap.

o Penatalaksanaan terhadap kontrol berkemih dan defekasi pada

kebanyakan masalah sulit klien. Umumnya, gejala disfungsi

kandung kemih dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu

ketidakmampuan untuk menyimpan urine (hiperefleksi; tidal

tertahan), ketidakmarnpuan mengosongkan kandung kemih

(hiporefleksi, hipotonik), dan campuran kedua tipe. Berbagai

variasi pengobatan digunakan untuk mengatasi masalah

masalah ini. Kateterisasi sendiri yang dilakukan secara sering

efektif digunakan untuk disfungsi kandung kemih.

Infeksi saluran kemih sering terjadi akibat disfungsi neurologis.

Asam askorbat dapat diberikan untuk mengasamkan urine,

sehingga menurunkan kemungkinan bakteri untuk bertumbuh.

Antibiotik diberikan bile dibutuhkan,

o Penatalaksanaan BAB dengan laksatif dan supositoria.

o Penatalaksanaan rehabilitasi dengan terapi fisik dan terapi

kerja.

o Kontrol distonia dengan karbamazim (Treganol®).

o Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamazepin

(Tegratol®), feniton (Dilantin®), perfenazin dengan

amitriptilin (Triavili®)

B. Tumor Medulla Spinalis

Definisi

Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada

daerah cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas;

Tumor primer:

o Jinak yang berasal dari

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 26

Page 27: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

tulang; osteoma dan kondroma,

serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma),

berasal dari selaput otak disebut Meningioma;

jaringan otak; Glioma, Ependimoma.

o Ganas yang berasal dari

jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma,

sel muda seperti Kordoma.

Tumor sekunder: merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di

daerah rongga dada, perut, pelvis dan tumor payudara.

Epidemiologi

Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara

pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari

total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan

insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita

pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun.

Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan

20% terletak di segmen lumbosakral.

Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma, astrositoma

dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada orang dewasa

pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia anak-anak.

Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari

ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.

Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh

pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang

tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal

intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor

intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada

remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal

dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal,

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 27

Page 28: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

lumbosakral atau pada conus medularis. Hemangioblastoma merupakan tumor

vaskular yang tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua

tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun

pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada

dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan

perempuan 1,8 : 1.

Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan

meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan

insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan

tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada

kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira

25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada

segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada

foramen magnum.

Klasifikasi

Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi

menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak

maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan

metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru,

payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer

yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma,

sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.1

Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu

sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam

tumor medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1.

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 28

Page 29: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Gambar 2.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-

ekstramedular, dan (C) Tumor Ekstradural

Tabel 1. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya

Ekstra dural Intradural ekstramedular Intradural intramedular

Chondroblastoma

Chondroma

Hemangioma

Lipoma

Lymphoma

Meningioma

Metastasis

Neuroblastoma

Neurofibroma

Osteoblastoma

Osteochondroma

Ependymoma, tipe myxopapillary

Epidermoid

Lipoma

Meningioma

Neurofibroma

Paraganglioma

Schwanoma

Astrocytoma

Ependymoma

Ganglioglioma

Hemangioblastoma

Hemangioma

Lipoma

Medulloblastoma

Neuroblastoma

Neurofibroma

Oligodendroglioma

Teratoma

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 29

Page 30: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Osteosarcoma

Sarcoma

Vertebral hemangioma

Etiologi dan Patogenesis

Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara

pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap

penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat

karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker

yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian

menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang

normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.7

Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan

muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat genetik

kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota

keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan

neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan

neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan

pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien

dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas

dari kromosom 3.

Manifestasi Klinis

Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam tiga

tahapan, yaitu:

Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang

lama

Sindroma Brown Sequard

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 30

Page 31: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral

Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler, nyeri

vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler merupakan

indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis dan disebut

pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat nyerinya

radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24% nyeri

funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas3. Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh

tumor medula spinalis bila:

Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus

piramidalis

Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP

seperti C5-7, L3-4, L5 dan S1

Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor

yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang

menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya

biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks.

Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali

dengan gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah,

papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor

neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor,

yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal,

dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian

hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer.

Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di

sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang

selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor

di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang

menyebar ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk,

bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 31

Page 32: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor

yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung

atau nyeri pada tungkai.

Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat dalam

Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis

Lokasi Tanda dan Gejala

Foramen

Magnum

Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat

sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering adalah

nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia dalam

dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas yang

meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat barang, atau

bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan

sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien yang melaporkan

kesulitan menulis atau memasang kancing. Perluasan tumor

menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya sensasi secara

bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing, disartria, disfagia,

nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot

sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu

timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya

berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas.

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 32

Page 33: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Servikal Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular yang

melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang tangan.

Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal, diatas C4)

diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melalui

arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan dan atrofi

gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7)

dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas (biseps,

brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang tepi

radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari

tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan

hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.

Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada

ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia. Pasien

dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan

abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat gangguan

intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian bawah, refleks

perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus menonjol apabila

penderita pada posisi telentang mengangkat kepala melawan suatu

tahanan) dapat menghilang.

Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang

melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen

lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens dari

tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula spinalis

lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks perut, namun

menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan kelemahan

fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan

refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral.

Nyeri umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal

bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan

kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta kehilangan

refleks pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia

yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 33

Page 34: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah.

Kauda

Ekuina

Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda khas

lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang kadang-

kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks

saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

Tumor Ekstradural

Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi pada

medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat

merupakan gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari,

minggu/bulan diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks,

yang mulanya hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin

menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat

gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini

dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae,

nyeri demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.

a. Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis

keganasan terutama dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon,

tiroid, melanoma, limfoma, atau sarkoma.

Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi

metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks,

sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah

lumbosakral.

Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level

torakal, karena diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1

cm).

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 34

Page 35: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang

tajam dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada

penekanan atau palpasi.

Tumor Intradural-Ekstramedular

Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik progresif.

Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak adalah

neurinoma pada laki-laki dan meningioma pada wanita.

a. Neurinoma (Schwannoma)

Memiliki karakteristik sebagai berikut:

Berasal dari radiks dorsalis

Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular

2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada

satu sisi dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan

gejala lanjut terdapat tanda traktus piramidalis

39% lokasinya disegmen thorakal

b. Meningioma

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

± 80% terletak di regio thorakalis dan ±60% pada wanita usia

pertengahan

Pertumbuhan lambat

Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan

gejala traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler

biasanya bilateral dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek

Tumor Intradural-Intramedular

Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa terbakar

dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan seperti

electric shock like pain (Lhermitte sign).

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 35

Page 36: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

a. Ependimoma

Memiliki karakteristik sebagai berikut:

Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun

Wanita lebih dominan

Nyeri terlokalisir di tulang belakang

Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun

Nyeri disestetik (nyeri terbakar)

Menunjukkan gejala kronis

Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan

b. Astrositoma

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Prevalensi pria sama dengan wanita

Nyeri terlokalisir pada tulang belakang

Nyeri bertambah saat malam hari

Parestesia (sensasi abnormal)

c. Hemangioblastoma

Memiliki karakter sebagai berikut:

Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun

Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak

pada 1/3 dari jumlah pasien keseluruhan.

Penurunan sensasi kolumna posterior

Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi

Diagnosis

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 36

Page 37: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula spinalis

dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di bawah ini.

a. Laboratorium

Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan

xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam

mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor

medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah

menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang

komplit.

b. Foto Polos Vertebrae

Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan

ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung hantu” pada

tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi

patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik

(mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya Ca payudara.

c. CT-scan

CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan

terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan

ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan

dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat membantu dokter

mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas tumor.

d. MRI

Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang

mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan

gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas

dibandingkan dengan CT-scan.

Diagnosis Banding

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)

Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders

Mechanical Back Pain

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 37

Page 38: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Brown-Sequard Syndrome

Infeksi Medula Spinalis

Cauda Equina Syndrome

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun

ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk

menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis

secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi

secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post

operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif

secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi

dengan terapi radiasi post operasi.

Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :

a. Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus, mungkin

juga menghasilkan perbaikan neurologis).

b. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik

Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya

dengan sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi

bertulang; analgesik untuk nyeri.

Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-

4000 cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas

dan di bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi

dengan komplikasi yang lebih sedikit.

c. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat

blok dan kecepatan deteriorasi

bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat:

penatalaksanaan sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi,

teruskan deksamethason keesokan harinya dengan 24 mg IV

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 38

Page 39: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama

radiasi, selama 2 minggu.

bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan

deksamethason 4 mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama

perawatan sesuai toleransi.

d. Radiasi

Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak

dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.

e. Pembedahan

Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan

teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan

pada pembedahan tumor medula spinalis.

Indikasi pembedahan:

Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi

bila lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat

terjadi pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan

sebagai metastase.

Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).

Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam,

kecuali signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya

terjadi dengan tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal

atau melanoma.

Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain:

Paraplegia

Quadriplegia

Infeksi saluran kemih

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 39

Page 40: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Kerusakan jaringan lunak

Komplikasi pernapasan

Komplikasi yang muncul akibat pembedahan adalah:

Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi

pada anak-anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang

belakang tersebut dapat menyebabkan kompresi medula spinalis.

Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat

terjadi obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan

hidrosefalus.

Prognosis

Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai

prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan

pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya

pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah

pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin

buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).

C. Gangguan Vaskularisasi Medulla Spinalis

Anatomi

Pembuluh yang mengantar darah pada medulla spinalis berasal dari cabang arteri

vertebralis, arteria intercostalis dan arteria lumbalis. Tiga arteri yang membujur

memasok darah pada medulla spinalis yaitu; sebuah arteri spinalis anterior dan

dua arteri spinalis posterior. Pembuluh-pembuluh ini memperoleh bantuan

memasok darah oleh segmental yang dikenal sebagai arteria radicularis. Arteria

radicularis anterior dan posterior berjalan mengiringi radix anterior dan posterior

nervi spinalis. Beberapa arteri ini kecil dan hanya mengantar darah pada akar saraf

dan piamater spinalis, yang lain berukuran besar dan mengadakan hubungan

dengan arteria spinalis anterior dan posterior. Seluruhnya terdapat sekitar 14

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 40

Page 41: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

arteria radicularis yang besar dan 12 arteria radicularis yang beranastomosis

dengan arteria spinalis.

Arteria radicularis anterior magna (Adamkiewicz) mengantar darah pada medulla

spinalis daerah torakal sebelah kaudal dan daerah lumbal sebelah cranial,

termasuk intumescentia lumbosacralis. Arteri ini biasanya lebih besar daripada

arteria radicularis lainnya. Arteria radicularis magna ini lebih sering berasal di

sebelah kiri dari arteria intercostalis atau arteria lumbalis. Pembuluh ini sangat

penting secara klinis karena membantu memasok cukup banyak darah pada arteria

spinalis anterior yang merupakan sumber pemasok utama pada medulla

spinalisbagian dua pertiga kaudal.

Biasanya terdapat tiga vena spinalis anterior dan tiga vena spinais posterior.

Vena-vena ini melintas membujur, berhubungan bebas satu sama lain dan darah di

dalamnya disalurkan melalui banyak vena radicularis. Vena-vena penyalur darah

medulla spinalis dan vertebra membentuk plexus venosi vertebrales interni, terdiri

dari vena-vena yang berdinding tipis dan tidak berkatup sekeliling dura mater

spinalis. Vena-vena ini berhubungan melalui sinus longitudinal anterior dan sinus

longitudinal posterior dengan sinus venosus durae matris spinalis crania. Vena

spinalis anterior dan posterior dan plexus venosi vertebrales menyalurkan isinya

ke dalam vena intervertebralis dan lalu ke dalam vena vertebralis, vena lumbalis

ascendens dan sistem vena azygos.

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 41

Page 42: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Infark Medulla Spinalis

Etiologi

Infark medulla spinalis biasanya terjadi pada segmen T4-T9 dan biasanya

disebabkan oleh ateroma yang melibatkan aorta dan menjadi komplikasi yang

paling potensial dari pembedahan aneurisma torakoabdominal.

Penyebab lain dari infark medulla spinalis yang jarang terjadi diantaranya adalah;

gangguan kolagen pada pembuluh darah, syphilitic angiitis, dissecting aortic

aneurysm, embolic infarction, kehamilan, sickle cell disease dan penyakit lainnya.

Iskemia pada medulla spinalis dapat terjadi sebagai komplikasi awal dari

pembedahan spinal arteriovenosus malformation (AVM).

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada stroke medulla spinalis biasanya muncul dalam hitungan

menit atau jam sejak iskemia berlangsung. Gejala pertama adalah nyeri punggung

radicular, nyeri yang menyebar, dalam pada kedua tungkai atau sensasi terbakar

pada kaki. Gejala-gejala sensorik ini kemudian diikuti oleh munculnya kelemahan

yang cepat pada tungkai. Oklusi pembuluh darah pada arteri spinalis anterior

region servikal dapat menimbulkan tetraplegia inkontinensia urin dan feses dan

penurunan fungsi sensorik pada daerah di bawah lesi. Pada lesi servikal dapat

terjadi depresi pernapasan. Kelemahan spastic yang terjadi dapat disebabkan

karena oleh lesi pada traktus kortikospinalis lateralis.

Seringnya, stroke medulla spinalsi terjadi pada region midthoracic, yang dapat

menyebabkan munculnya paraplegia, inkontinensia urin, hilangnya sensasi nyeri

dan suhu, dan terganggunya fungsi proprioseptif. Kelemahan yang terjadi diikuti

oleh munculnya reflex babinsky. Spastisitas dan hiperreflexia biasanya muncul

dalam beberapa minggu. Insufisiensi arteri pada region lumbar menyebabkan

terjadinya paraplegia.

Diagnosis

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 42

Page 43: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

Diagnosis stroke medulla spinalis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan MRI,

selain dapat menentukan letak lesi, MRI juga dapat menentukan apakah terdapat

kelainan lain seperti neoplasma atau spondilosis servikal.

Pemeriksaan punksi lumbal juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah

terjadi infeksi atau perdarahan pada medulla spinalis.

Penatalaksanaan

Prinsip umum penatalaksanaan pasien dengan quadriplegia atau paraplegia harus

dilakukan, dapat juga diberikan antiplatelet dan antikoagulan, namun belum ada

study yang menunjukkan keefektifitasan penggunaan kedua jenis obat ini sampai

sekarang.

Prognosis

Prognosis pada pasien dengan stroke medulla spinalis menurut sebuah studi

dinyatakan bahwa tingkat mortalitas pasien dengan stroke medulla spinalis adalah

22%, 57% mengalami kelumpuhan sehingga harus menggunakan kursi roda dan

25% harus menggunakan dirawat menggunakan alat bantu, dan 18% pasien

dirawat jalan.

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 43

Page 44: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

KESIMPULAN

Paraparesis adalah suatu keadaan berupa kelemahan pada ekstremitas. Paraparesis

bukan merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri, namun merupakan suatu

gejala yang disebabkan oleh adanya kelainan patologis pada medulla spinalis.

Kelainan- kelainan pada medulla spinalis tersebut diantaranya adalah Multiple

Sclerosis, suatu penyakit inflamasi dan demyelinisasi yang disebabkan oleh

berbagai macam hal. Diantaranya adalah kelainan genetic, infeksi dari virus dan

factor lingkungan.

Selain itu, paraparesis juga dapat disebabkan oleh tumor yang menekan medulla

spinalis, baik primer maupun sekunder. Juga dapat disebabkan oleh kelainan

vascular pada pembuluh darah medulla spinalis, yang bisa berujung pada stroke

medulla spinalis.

Semua keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya paraparesis inferior, yang

apabila tidak segera ditangani akan memperburuk keadaan penderita. Sehingga,

diagnosis dan penanganan yang tepat pada kelainan-kelaianan di atas diharapkan

dapat membantu penderita paraparesis untuk mewujudkan kondisi yang optimal.

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 44

Page 45: 113345009 Laporan Status Pasien Ny a Paraparesis Inferior

Paraparesis Inferior

DAFTAR PUSTAKA

1. Rowland LP. Syndrome Caused by Weak Muscles. In: Merrit’s

Neurology. 11th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.

2. Sadiq SA. Multiple Sclerosis. In: Merrit’s Neurology. 11th ed. New York:

Lippincott Williams & Wilkins; 2005.

3. Weisberg LA. Vascular Disease of the Spinal Cord. In: Merrit’s

Neurology. 11th ed. New York: Lippincott Wiliams & Wilkins; 2005.

4. Smith KJ, McDonald WI. The pathophysiology of multiple sclerosis: the

mechanisms underlying the production of symptoms and the natural

history of the disease. Philos Trans R Soc Lond B Biol Sci. 1999 October

29; 354(1390): 1649–1673.

5. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [1 April 2011].

6. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults.

[serial online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/

7. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management

of Intradural Intramedullary Neoplasms. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [1 April 2011].

8. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and

Spinal Cord Tumors - Hope Through Research. [serial online].

http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainands

pinaltumors.htm. [1 April 2011].

9. Moore KL, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates; 2002.

Hal. 214-16

Adhyanovic Hadi Pradipta S.Ked 45