Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
EVALUASI KUALITATIF KESIAPAN PENERAPAN SISTEM SINGLE SIGN ON DI UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
Disusun Oleh :
FAIZAL ARDYANTO
1113093000043
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
SKRIPSI
EVALUASI KUALITATIF KESIAPAN PENERAPAN SISTEM SINGLE
SIGN ON DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Disusun Oleh :
FAIZAL ARDYANTO
1113093000043
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
SKRIPSI
EVALUASI KUALITATIF KESIAPAN PENERAPAN SISTEM SINGLE
SIGN ON DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sistem Informasi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
FAIZAL ARDYANTO
1113093000043
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Faizal Ardyanto – 1113093000043, Evaluasi Kualitatif Kesiapan Penerapan
Sistem Single Sign On di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di bawah bimbingan
A’ang Subiyakto, M.Kom dan Meinarini Catur Utami, MT
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan salah satu perguruan tinggi Islam di
Indonesia yang memiliki visi menjadi universitas kelas dunia dengan keunggulan
integrasi keilmuan, keislaman, dan keindonesiaan. Sistem yang terintegrasi seperti
sistem Single Sign On (SSO) dapat menunjang UIN dalam mewujudkan visi
tersebut. Faktanya adalah belum terintegrasinya seluruh sistem yang ada di UIN.
Sehingga menyebabkan kinerja dari setiap sistem dan seluruh stakeholder yang
ada pada kampus ini kurang maksimal, efektif, efisien dan aman. Penelitian ini
bertujuan untuk menggali hubungan pengaruh antar faktor tingkat kesiapan
penerapan sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan memahami tingkat
kesiapan penerapan sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan
sudut pandang narasumber dan Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
kualitatif dengan teknik analisis data menggunakan jawaban narasumber yang
berasal dari pegawai Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
(PUSTIPANDA) UIN Jakarta, pegawai Pusat Perpustakaan, pegawai Network
Operations Center (NOC) UIN Jakarta, pegawai Pusat Laboratorium Terpadu
(PLT) UIN Jakarta melalui wawancara dan Focus Group Discussio (FGD).
Hasilnya adalah dipaparkannya hubungan pengaruh antar faktor kesiapan
penerapan sistem SSO di UIN Jakarta dan tingkat kesiapan penerapan sistem SSO
pada UIN Jakarta. Penelitian ini memberikan hasil kepada PUSTIPANDA UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pengembangan sistem SSO untuk diterapkan di
UIN Jakarta berdasarkan pengaruh antar faktor.
Kata kunci : Single Sign On (SSO), Evaluasi Kesiapan, Technology Readiness
Index (TRI), Kualitatif Deskriptif
Bab I-V + 137 Halaman + xxii Halaman + 12 Gambar + 8 Tabel + Daftar Pustaka
+ Lampiran
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayah dan nikmat-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Evaluasi
Kualitatif Kesiapan Penerapan Sistem Single Sign On Di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta” dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta para
pengikutnya hinga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1) Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
2) Ibu Nia Kumaladewi, MMSI selaku Ketua Program Studi Sistem Informasi
Fakultas Sains dan Teknologi.
3) Bapak A‟ang Subiyakto, M.Kom sebagai Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan arahan, bimbingan, motivasi dan dukungan baik secara moral
maupun teknis selama melakukan penulisan skripsi ini.
4) Ibu Meinarini Catur Utami, MT sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan arahan, bimbingan, motivasi dan dukungan baik secara moral
maupun teknis selama melakukan penulisan skripsi ini.
5) Seluruh dosen Program Studi Sistem Informasi yang telah memberikan ilmu
kepada penulis selama perkuliahan.
vi
6) Seluruh karyawan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah banyak
membantu penulis dalam perkuliahan, terutama dalam menyelesaikan
administrasi yang berkaitan dengan skripsi.
7) Bapak Nashrul Hakiem M.T, Ph.D, bapak Achmad Nur Sholeh, M.Kom,
bapak Indra Munawar, bapak Reza Alamsyah, bapak Purwohandoyo, bapak
Mahbubul Wathoni, bapak Arif Richiawan dan ibu Tri Kiswati
Nurhidayatullah selaku narasumber yang telah banyak membantu penulis
dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi
ini.
8) Ibu dan Bapak yang selalu berjuang sekuat tenaga agar penulis dapat
menjadi orang yang sukses dan berpendidikan tinggi. Terima kasih atas
segala doa, nasihat, motivasi, dan waktumu yang sangat berarti, berharap
agar penulis dapat menjadi seseorang yang lebih baik lagi, dan kuat dalam
menjalani kehidupan serta dapat menjadi anak yang dapat dibanggakan.
Serta adik yang selalu memberikan doa dan dukungan bagi penulis. Terima
kasih untuk semua.
9) Aphriliana Dian Sadhewi, wanita yang selalu memberikan doa dan
dukungan secara tulus bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
10) Gregoryo Gusti, Tris Renanda, Fauzan Arifin dan M. Ariful Hikami yang
tergabung dalam JAPOS squad selaku teman seperjuangan dalam
menyelesaikan kuliah ini, ISDM Research Group serta seluruh teman-teman
SI 2013.
vii
Penulis memohon kepada Allah SWT agar seluruh dukungan, bantuan, dan
bimbingan dari semua pihak dibalas pahala yang berlipat-lipat. Selain itu, penulis
menyadari penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna sehingga saran dan kritik dapat disampaikan melalui kepada penulis.
Akhir kata, semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan sekaligus
menambah ilmu bagi kita semua. Amiin Allahuma Aamiin.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
PERNYATAAN .................................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 6
1.3. Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 6
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ......................................................... 6
1.5 Tujuan dan Sasaran Penelitian ....................................................................... 7
1.6 Manfaat Penelitian..........................................................................................7
1.7 Metodologi Penelitian .................................................................................... 8
1.8 Daftar Singkatan............................................................................................10
1.9 Sistematika Penulisan...................................................................................11
BAB II .................................................................................................................... 1
2.1 Konsep Dasar Sistem ................................................................................... 13
ix
2.1.1 Pengertian Sistem ..................................................................................... 13
2.1.2 Karakteristik Sistem ................................................................................. 13
2.1.3 Klasifikasi Sistem ..................................................................................... 16
2.2 Konsep Dasar Informasi ............................................................................... 17
2.2.1 Siklus Informasi ....................................................................................... 20
2.3 Pengertian Sistem Informasi ....................................................................... 21
2.3.1 Definisi Sistem Informasi ......................................................................... 21
2.3.2 Komponen Sistem Informasi .................................................................... 22
2.4 Konsep Dasar Keamanan ............................................................................. 23
2.5 Konsep Dasar Evaluasi ................................................................................ 27
2.5.1 Pengertian Evaluasi .................................................................................. 27
2.5.2 Tahapan Sebelum Evaluasi....................................................................... 28
2.6 Konsep Dasar Kesiapan ............................................................................... 28
2.6.1 Pengertian Kesiapan ................................................................................. 28
2.6.2 Tingkat Kesiapan Teknologi .................................................................... 29
2.7 Konsep Dasar Single Sign On (SSO) ........................................................... 30
2.7.1 Pengertian Single Sign On (SSO)...................................................................30
2.7.2 Keuntungan Single Sign On (SSO)............................................................33
2.7.3 Kerugian Single Sign On (SSO).................................................................34
2.7.4 Syarat Implementasi Single Sign On (SSO)...............................................35
2.8 Konsep Dasar OAuth ................................................................................... 37
2.9 Konsep Dasar Technology Readiness .......................................................... 38
2.10 Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 40
x
2.11 Metode Analisis Data ................................................................................... 43
2.12 Konsep Dasar Kualitatif ............................................................................... 44
2.12.1 Perbedaan Penelitian Kualitatif dengan Kuantitatif.................................46
2.13 Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta......................................................47
2.13.1 Awal Pendirian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta....................................47
2.13.2 Penerapan Teknologi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.......................53
2.14 Studi Literatur Sejenis...................................................................................53
2.14.1 Technology Readiness Index....................................................................53
2.14.2 Penelitian Tentang SSO...........................................................................57
2.15 IPO Model......................................................................................................71
2.16 Model dan Tema Penelitian...........................................................................72
BAB III ................................................................................................................. 76
3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................................. 76
3.2 Lokasi dan Objek Penelitian ......................................................................... 77
3.3 Prosedur Penelitian....................................................................................... 78
3.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 79
3.4.1 Observasi ................................................................................................. 79
3.4.2 Wawancara ............................................................................................... 81
3.4.3 Focus Group Discussion ........................................................................... 82
3.4.4 Studi Literatur ........................................................................................... 83
3.5 Metode Analisis Data Penelitian .................................................................. 84
3.6 Intrumen Penelitian ...................................................................................... 89
BAB IV ................................................................................................................. 90
xi
4.1 Profil Narasumber ........................................................................................ 90
4.2 Hasil Analisis dan Interpretasi ..................................................................... 92
4.2.1 Tema 1: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Discomvort (DS)
........................................................................................................................... 92
4.2.2 Tema 2: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Insecurity (IS) .. 94
4.2.3 Tema 3: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Inovativeness (IV)
........................................................................................................................... 95
4.2.4 Tema 4: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Optimisme (OP)
........................................................................................................................... 96
4.2.5 Tema 5: Hubungan System Context (SC) terhadap Discomfort (DS) ..... 98
4.2.6 Tema 6: Hubungan System Context (SC) terhadap Insecurity (IS) ......... 99
4.2.7 Tema 7: Hubungan System Context (SC) terhadap Inovativeness (IV) 101
4.2.8 Tema 8: Hubungan System Context (SC) terhadap Optimisme (OP) .... 102
4.2.9 Tema 9: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Discomfort
(DS) ................................................................................................................. 104
4.2.10 Tema 10: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Insecurity
(IS) ................................................................................................................... 106
4.2.11 Tema 11: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap
Inovativeness (IV) ........................................................................................... 108
4.2.12 Tema 12: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Optimisme
(OP) ................................................................................................................. 110
4.2.13 Tema 13: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap System
Context (SC) .................................................................................................... 111
xii
4.2.14 Tema 14: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Person and
Action (P&A) .................................................................................................. 113
4.2.15 Tema 15: Hubungan Discomfort (DS) terhadap TRI ........................... 115
4.2.16 Tema 16: Hubungan Insecurity (IS) terhadap TRI ............................... 116
4.2.17 Tema 17: Hubungan Inovativeness (IV) terhadap TRI ........................ 117
4.2.18 Tema 18: Hubungan Optimisme (OP) terhadap TRI ........................... 118
4.2.19 Tema 19: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap TRI ....... 119
4.3 Tingkat Kesiapan UIN dalam Penerapan SSO........................................... 121
BAB V ................................................................................................................. 122
5.1 Limitasi.......................................................................................................122
5.2 Kesimpulan ................................................................................................ 122
5.3 Saran .......................................................................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................127
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Karakteristik Sistem (Hutahaean, 2015).........................................14
Gambar 2.2 Siklus Informasi (Hutahaean, 2015)...............................................20
Gambar 2.3 Sistem Non Single Sign on..............................................................32
Gambar 2.4 Sistem Single Sign On.....................................................................32
Gambar 2.5 Teknology Readiness Index............................................................55
Gambar 2.6 IPO LOGIC.....................................................................................72
Gambar 2.7 Model dan Tema Penelitian............................................................72
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian.........................................................................78
Gambar 3.2 Tahapan Observasi..........................................................................80
Gambar 3.3 Tahapan Wawancara.......................................................................82
Gambar 3.4 Tahapan FGD.................................................................................83
Gambar 3.5 Proses Pengkodean.........................................................................84
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Singkatan....................................................................................10
Tabel 2.1 Tingkat Kesiapan Teknologi.................................................................30
Tabel 2.2 Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (Marshall)..................46
Tabel 2.3 Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (Sugiyono).................47
Tabel 2.4 Studi Literatur TRI................................................................................60
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif.......................................................................64
Tabel 3.1 Tabel Analisis.......................................................................................86
Tabel 4.1 Profil Narasumber.................................................................................90
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Wawancara.............................................................................xvi
Lampiran 2 Foto Focus Group Discussion (FGD)............................................xvii
Lampiran 3 Foto Wawancara............................................................................xviii
Lampiran 4 CV Narasumber...............................................................................xix
Lampiran 5 Lembar Observasi.............................................................................xx
Lampiran 4 Tabel Olah Data...............................................................................xxi
Lampiran 5 Surat-surat Pendukung Penelitian..................................................xxii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi berdampak pada perkembangan teknologi yang semakin hari kian
meningkat. Kemajauan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah mendorong
manusia untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pada setiap kegiatannya.
Bidang-bidang seperti e-commerce, e-banking, e-government misalnya, telah banyak
memanfaatkan kemajuan TIK dalam aktivitasnya (Damanhuri et al., 2017).
Perkembangan dari fungsi TIK yang selalu berkembang untuk dapat
menyelesaikan berbagai masalah yang ada dikehidupan sehari-hari mendorong
dilakukannya inovasi secara berkelanjutan (Yunita, 2017).
Berbagai hal dibuat untuk membuat kegiatan sehari-hari manusia lebih
mudah, efektif dan efisien. Penerapan teknologi di berbagai bidang yang ada di
lingkungan manusia membawa banyak dampak diantaranya informasi menjadi
tersedia secara luas, cepat dan tepat. Hal ini pun dimanfaatkan dalam bidang
akademik sehingga proses yang berjalan dapat didukung dengan penerapan
teknologi dan hasilnya akan menjadi efektif dan efisien. Menurut Hong & Songan
(dikutip dalam Subiyakto et al., 2015) menyatakan bahawa peran TIK pada
institusi pendidikan tinggi berupa tersedianya afordibilitas, aksesibilitas, serta
kualitas dari pendidikan itu sendiri, terutama peran TIK dapat menjamin kinerja
manajemen dan fungsi akademik. Dengan adanya inovasi-inovasi baru di dalam
2
dunia akademik baik berupa sistem-sistem baru ataupun sejenisnya sehingga
menyebabkan adanya proses tranformasi dan reformasi pendidikan tinggi. Hal ini
sejalan dengan yang di katakan Menurut Albacth dalam bukunya (A Report
Prepare For UNESCO 2009 World Conference on Higher Education) (dikutip
dalam Arifin, 2016) menyebutkan bahwa sejak konferensi dunia UNESCO
tentang perguruan tinggi di tahun 1998 hingga sekarang setidaknya muncul
sejumlah kecenderungan dan isu-isu global yang menjadi bahan diskusi pada
beberapa dekade terakir yang telah memberikan dampak yang cukup besar bagi
proses tranformasi dan reformasi pendidikan tinggi di seluruh dunia. Menurut
Huda dan Hussin (2013), agar efektif kegiatan yang berhubungan dengan TI perlu
menjadi bagian integral dari penyerahan modul yang direncanakan oleh
departemen atau tim, yang mengharuskan siswa melaksanakan tugas terkait TI
sebagai bagian penting pembelajaran mereka.
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan
salah satu perguruan tinggi Islam di Indonesia yang memiliki visi menjadi
universitas kelas dunia dengan keunggulan integrasi keilmuan, keislaman, dan
keindonesiaan. Tujuan adalah (1) menghasilkan sarjana (lulusan) yang beriman,
bertaqwa, dan berakhlak mulia serta memiliki keunggulan kompetitif dalam
persaingan global (2) menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara dan
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik, profesi, dan atau
vokasi yang kompetitif serta dapat mengembangkan ilmu agama Islam, sains dan
teknologi, serta seni (3) menyebarluaskan ilmu agama Islam, sains dan teknologi,
3
serta seni yang dijiwai oleh nilai keislaman, dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat dan memperkaya budaya nasional.
Untuk mendukung hal tersebut, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sewajarnya
memiliki berbagai inovasi sistem yang dapat menunjang visi misi dan tujuan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta itu sendiri. Menurut Baig dan Gururajan (dikutip
dalam Alanita dan Suaryana, 2014) mengatakan bahwa teknologi informasi (TI)
merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan bisnis.
Dalam hal ini, universitas ini sudah memiliki beberapa sistem informasi
diantaranya, untuk mahasiswa terdapat sistem AIS, dimana mahasiswa dapat
melihat informasi mengenai perkuliahan, penilaian, beasiswa dan lain sebagainya.
Bagian informasi untuk kemahasiswaan di halaman sendiri serta sistem untuk
perpustakaan yang berdiri sendiri. Pada sistem dalam bidang akademik yang ada,
penggunaan nama dan nim mahasiswa dijadikan sebagai kunci utama untuk dapat
mengakses sistem yang terkait. Hal ini dirasa masih kurang efisien, karena
diharuskannya mengakses satu per satu sistem dan memasukkan login secara satu
persatu pula.
Selain sistem AIS juga terdapat sistem LKP, sistem repository, sistem
perparkiran dan sebagainya yang masih saling berdiri sendiri. Untuk itu perlu
diterapkan suatu sistem yang dapat membuat sistem akademik menjadi lebih
efektif, efisien dan lebih aman. Dampak yang terjadi juga akan membuat sistem
akademik menjadi lebih terintegrasi dan terhubung dikarenakan dokumentasi yang
dapat menjadi satu tempat. Sistem yang dimaksud penulis adalah Sistem Single
Sign On (SSO) karena sistem SSO memberikan efisiensi dan keamanan bagi
4
pengguna dalam mengelola serta mengakses berbagai layanan aplikasi
(Ramadhan, 2012).
Pada penelitian tentang analisis teknologi SSO yang dilakukan oleh Gilang
Ramadhan (2012) memnyebutkan bahwa SSO adalah sebuah sistem dimana
pengguna cukup menggunakan satu username dan password untuk mengakses
dan menggunakan layanan pada semua aplikasi yang ada. SSO hadir untuk dapat
memudahkan para penggunanya sehingga tidak perlu melakukan login berkali-
kali pada sistem yang masih di dalam satu ruang lingkup. SSO sendiri merupakan
salah satu pilihan yang dapat diterapkan karena menjadi salah satu cara dalam
pengontrolan akses dan identity management pada jaringan (Fauziah, 2014).
Sistem SSO ini juga sudah banyak di implementasikan di berbagai sektor bidang
yang ada di lingkungan masyarakat. Dalam penggunaannya di bidang akademik
sangat dibutuhkan terutama bagi para mahasiswa dan para akademisi hanya perlu
menggunakan satu username id dan password untuk dapat mengautentifikasi ke
dalam sistem besar akademik.
Untuk mengimplementasikan sebuah teknologi baru ke dalam suatu
organisasi perlu mengatahui tingkat kesiapannya terlebih dahulu. Kesiapan dalam
aspek teknologi atau Technolgy Readiness (TR) adalah bagaimana seorang
individu atau organisasi dapat dengan siap beradaptasi, menggunakan dan
memanfaatkan teknologi dalam kegiatan mereka sehari-hari (Lazuardi, 2013).
Menurut Jogiyanto (dikutip dalam Pambudi, 2015) dengan adanya suatu
pengukuran dan penilaian dalam tingkat kesiapan dan kemampuan pengguna
suatu teknologi maka akan meminimalisir tingkat kesalahan, kesulitan dan resiko
5
yang ada. Karena jika tidak di ketahui terlebih dahulu tingkat kesiapannya akan
menimbulkan kegagalan dalam pengimplementasiannya. Untuk itu, pengujian
tingkat kesiapan pengimplementasian sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta perlu dilakukan. Kesiapan dalam aspek teknologi atau Technolgy
Readiness adalah bagaimana seorang individu atau organisasi dapat dengan siap
beradaptasi, menggunakan dan memanfaatkan teknologi dalam kegiatan mereka
sehari-hari (Lazuardi, 2013). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif, Menurut Bogdan & Tylor (dikutip
dalam Moleong, 2011) menyatakan bahwa kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif karena peneliti ingin menggali lebih dalam tentang faktor apa saja yang
mempengaruhi tingkat kesiapan dalam pengimplementasian suatu teknologi baru
serta untuk memperkuat hasil penelitian sejenis dengan menggunakan metode
kuantitatif.
Berdasarkan pembahasan di atas dan mengetahui masalah yang ada pada
sistem yang berjalan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu, masih belum
terintegrasinya beberapa sistem di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga
membuat tidak efektifnya sistem yang ada saat ini serta diharapkan penelitian ini
dapat menghasilkan suatu output yang berguna bagi perkembangan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta kedepan, maka penulis tertarik melakukan suatu penelitian
dengan judul “Evaluasi Kualitatif Kesiapan Penerapan Sistem Single Sign On
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.
6
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, dapat dilihat bahwa permasalahan yang ada
pada UIN Syarif Hidayataullah Jakarta adalah belum terintegrasinya seluruh
sistem yang ada sehingga menyebabkan kinerja dari setiap sistem dan seluruh
stakeholder yang ada pada kampus ini kurang maksimal, efisien dan aman. Oleh
karena itu, sekiranya perlu di terapkan sebuah sistem SSO agar dapat
mengintegrasikan seluruh sistem tersebut.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka dapat dirumuskan beberapa
pertanyaan penelitian, yaitu :
1) Bagaimana menggali adanya pengaruh antar faktor kesiapan
penerapan SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
2) Bagaimana memaknai status kesiapan penerapan sistem SSO di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta?
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian kali ini dibatasi pada :
1) Penelitian ini dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya melibatkan lingkup Pusat Teknologi Informasi dan
Pangkalan Data (PUSTIPANDA), Network Operations Center (NOC)
UIN dan Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) serta Perpustakaan
Utama (PU) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7
2) Proses yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggali pengaruh
antar faktor kesiapan penerapan SSO dan memahami tingkat kesiapan
pengguna kunci pada penerapan sistem SSO.
3) Tema penelitian di adopsi dari model penilaian Technology Readiness
Index (2014) dengan tiga variabel pengaruh lingkungan dari model
Subiyakto et.al. (2015).
1.5 Tujuan dan Sasaran Penelitian
Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1) Menggali pengaruh antar faktor kesiapan penerapan SSO
menggunakan sudut pandang dari narasumber yang telah ditetapkan
oleh peneliti.
2) Memahami status kesiapan penerapan sistem SSO di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan sudut pandang dari
narasumber yang telah ditetapkan oleh peneliti.
1.6 Manfaat Penelitian
1) Bagi Penulis
a. Penerapan materi akademis yang diperoleh selama perkuliahan.
b. Pemenuhan salah satu syarat kelulusan strata satu (S1) Sistem
Informasi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8
c. Belajar untuk menganalisis dan mengidentifikasi masalah pada
proses bisnis yang sedang berjalan.
2) Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk pemangku kebijakan akan penerapan sistem
SSO di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
model alternatif dalam pengukuran tingkat kesiapan dengan
pengadopsian, pengkombinasian dan pengadaptasian aspek
individu dan aspek eksternal dilingkungan individu seperti budaya
organisasi, isi konten suatu sistem serta perilaku dan aksi
organisasi tempat individu itu berada.
4) Secara metodologi, penelitian ini dapat diharapkan menjadi
pendorong pemanfaatan metode kualitatif dalam hal pembuatan
skripsi khususnya di Program Studi Sistem Informasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1.7 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan & Tylor (dikutip dalam Moleong, 2011)
menyatakan bahwa kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Pengumpulan data dimulai dengan melakukan studi literatur.
Menurut Sarwono (2006) studi literatur yaitu mempelajari berbagai buku referensi
serta hasil penelitian sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan
landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Tujuan studi literatur adalah
untuk mendapatkan peta tentang domain penelitian yang dilaksanakan.
9
Ada beberapa cara dalam melakukan studi literatur, antara lain:
1) Membaca buku-buku referensi yang berkaitan dengan penelitian,
2) Membaca artikel yang terkait dengan penelitian,
3) Membaca jurnal yang terkait dengan penelitian.
Setelah melakukan studi literatur, pengumpulan data dilanjutkan dengan teknik
obserfasi. Moleong (2011) menyatakan observasi adalah pengamatan digunakan
untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan,
perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Selanjutnya adalah
wawancara, menurut Esterberg (dikutip dalam Sugiyono, 2013) menyatakan
bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik
tertentu. Yang terakhir adalah Focus Group Discussion (FGD), menurut Irwanto
(dikutip dalam Pratiwi, 2016) mendefinisikan FGD adalah suatu proses
pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan
tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok. Dalam penelitian kali ini,
instrumen penelitian yang berupa daftar pertanyaan wawancara di turunkan dari
tema yang telah ditentukan yaitu:
1. Hubungan antara faktor person and action dengan discomvort.
2. Hubungan antara faktor person and action dengan insecurity.
3. Hubungan antara faktor person and action dengan innovativenes.
4. Hubungan antara faktor person and action dengan optimism.
5. Hubungan antara faktor system context dengan discomvort.
6. Hubungan antara faktor system context dengan insecurity.
10
7. Hubungan antara faktor system context dengan innovativenes.
8. Hubungan antara faktor system context dengan optimism.
9. Hubungan antara faktor organizational context dengan discomvort.
10. Hubungan antara faktor organizational context dengan insecurity.
11. Hubungan antara faktor organizational context dengan innovativenes.
12. Hubungan antara faktor organizational context dengan optimism.
13. Hubungan antara faktor organizational context dengan system context.
14. Hubungan antara faktor organizational context dengan person and
action.
15. Hubungan antara faktor discomfort dengan TRI.
16. Hubungan antara faktor insecurity dengan TRI.
17. Hubungan antara faktor innovativenes dengan TRI.
18. Hubungan antara faktor optimism dengan TRI.
19. Hubungan antara faktor organizational context dengan TRI.
1.8 Daftar Singkatan
Di bawah ini merupakan tabel daftar singkatan yang digunakan dalam penelitian
kali ini
Tabel 1.1 Daftar Singkatan
SSO Single Sign On
TR Technology Readiness
TRI Technology Readiness Index
TRL Technology Readiness Level
PUSTIPANDA Pusat Teknologi Informasi dan
Pangkalan Data
NOC Network Operation Center
11
PLT Pusat Laboratorium Terpadu
PU Perpustakaan Utama
FGD Focus Group Discussion
1.9 Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan laporan, penulisan laporan penelitian ini terbagi dalam lima
bab yang secara singkat akan diuraikan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan secara singkat mengenai latar belakang masalah,
pertanyaan penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, tujuan dan sasaran
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Pada
bab ini bertujuan untuk menjelaskan seluruh ruang lingkup dari penelitian ini.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini membahas mengenai dasar-dasar teori yang mendukung analisis dan
evaluasi kesiapan penerapan sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada
bab ini bertujuan untuk menjabarkan seluruh teori pendukung yang digunakan
dalam penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
pendekatan penelitian, lokasi dan objek penelitian, prosedur penelitian, metode
pengumpulan data dan metode analisis data yang digunakan. Pada bab ini
bertujuan untuk menjelaskan seluruh proses yang dilakukan dalam penelitian ini.
12
BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI
Bab ini menguraikan profil dari setiap narasumber dan membahas hasil-hasil yang
diperoleh serta interpretasinya dari hasil pengumpulan data dalam penelitian ini
baik dari hasil observasi, wawancara maupun FGD. Pada bab ini bertujuan untuk
memaparkan hasil dan interpretasi dari hasil yang di peroleh dalan penelitian ini.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi limitasi yang berisi keterbatasan penelitian, kesimpulan yang
berkenaan dengan hasil pemecahan masalah serta beberapa saran untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut. Pada bab ini bertujuan untuk memaparkan
kesimpulan dari penelitian ini dan beberapa saran untuk pengembangan penelitian
selanjutnya.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Sistem
2.1.1 Pengertian Sistem
Hutahaean (2015) dalam bukunya yang berjudul Konsep Sistem Informasi, sistem
adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan,
berkumpul bersama-sama untuk melakukan kegiatan atau untuk melakukan
sasaran yang tertentu. Mulyanto (2009) menyatakan bahwa sistem dapat diartikan
sebagai kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu
tujuan tertentu sebagai satu kesatuan. Menurut Hall (2009), sistem adalah
sekelompok dari dua atau lebih subsistem yang mempunyaii hubungan dan
memiliki suatu tujuan yang sama.
Dalam bidang sistem informasi, sistem diartikan sebagai sekelompok
komponen yang saling berhubungan, bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama dengan menerima input serta menghasilkan output dalam proses
transformasi yang teratur. Mulyanto (2009) menyatakan apabila suatu komponen
tidak memberikan kontribusi terhadap sistem untuk mencapai tujuan, tentu saja
komponen tersebut bukan bagian dari sebuah sistem.
2.1.2 Karakteristik Sistem
Menurut Hutahaean (2015) dalam bukunya yang berjudul Konsep Sistem
Informasi, suatu sistem memiliki karakteristik atau sifat-sifat tertentu.
14
Karakteristik dari sebuah sistem dapat terlihat dari gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Karakteristik Sistem (Hutahaean, 2015)
Gambar 2.1 di atas ini merupakan karakteristik sistem menurut Hutahaean
(2015). Dapat dilihat dari gambar di atas pula bahwa sebuah sistem memiliki
input, memprosesnya dan menghasilkan sebuah output. Selain itu sebuah sistem
juga memiliki batasan dan lingkungan luar yang mempengaruhi sistem tersebut.
Untuk lebih jelas tentang karakteristik sistem, dapat dilihat dari penjelasan di
bawah ini.
15
1) Komponen sistem (Components)
Suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen yang sering disebut
dengan subsistem yang saling berinteraksi, yang artinya saling
bekerjasama membentuk satu kesatuan. Komponen-komponen sistem
dapat berupa subsistem atau bagian-bagian dari sistem
2) Batas sistem (Boundary)
Batas sistem merupakan daerah yang membatasi antara suatu sistem
dengan sistem yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya. Batas
sistem memungkinkan suau sistem dipandang sebagai satu kesatuan.
Batas suatu sistem menunjukkan ruang lingkup (scope) sistem itu
sendiri.
3) Lingkungan luar sistem (Environments)
Lingkungan luar dari suatu sistem adalah apapun di luar batas dari
sistem yang mempengaruhi operasi sistem. Lingkungan luar sistem
dapat bersifat menguntungkan dan dapat juga bersifat merugikan bagi
sistem tersebut.
4) Penghubung sistem (Interface)
Penghubung yang dimaksud adalah media yang dapat
menghubungkan antara subsistem dengan subsistem lainnya. Melalui
penghubung ini memungkinkan sumber-sumber daya mengalir dari
satu sistem ke subsistem yang lain.
16
5) Masukan sistem (Input)
Masukan yaitu energi yang dimasukkan ke dalam sistem, dimana
dapat berupa masukan perawatan dan masukan sinyal. Masukkan
perawatan adalah energi yang diinputkan supaya sistem tersebut dapat
beroperasi, sedang masukan sinyal adalah energi yang diproses untuk
mendapatkan keluaran.
6) Keluaran sistem (Output)
Keluaran yaitu hasil dari energi yang diolah dan diklasifikasikan
menjadi keluaran yang berguna dan sisa pem buangan.
7) Pengolah sistem (Process)
Suatu sistem dapat mempunyai suatu bagian pengolah yang akan
merubah input menjadi output.
8) Sasaran sistem (Goal)
Suatu sistem pasti mempunyai tujuan (goal) atau sasaran (objective).
2.1.3 Klasifikasi Sistem
Hutahaean (2015) dalam bukunya yang berjudul Konsep Sistem Informasi, sistem
dapat di klasifikasikan dalam beberapa sudut pandang yaitu:
1. Sistem abstrak, yaitu sistem yang berupa pemikiran-pemikiran atau
ide-ide yang tidak tampak secara fisik.
2. Sistem fisik, yaitu sistem yang ada secara fisik.
3. Sistem alamiyah, yaitu sistem yang terjadi melalui proses alamiyah,
17
tidak dibuat oleh manusia.
4. Sistem buatan manusia, yaitu sistem yang dibuat oleh manusia yang
melibatkan interaksi antara manusia dengan mesin.
5. Sistem tertentu, yaitu sistem yang beroperasi dengan tingkah laku
yang sudah dapat di prediksi sebagai keluaran sistem yang dapat di
ramalkan
6. Sisten tak tentu, yaitu sistem yang kondisi masa depannya tidak dapat
di prediksi karena mengandung unsur probabilistik
7. Sistem tertutup, yaitu sistem yang tidak terpengaruh dan tidak
berhubungan dengan lingkungan luar. Secara teoritis sistem ini ada,
kenyataannya tidak ada sistem yang benar-benar tertutup, yang ada
hanya relatively closed system.
8. Sistem terbuka, yaitu sistem yang berhubungan dan terpengaruh
dengan lingkungan luarnya. Sistem ini menerima input dan output dari
lingkungan luar atau subsistem lainnya.
2.2 Konsep Dasar Informasi
Hutahaean (2015) dalam bukunya yang berjudul Konsep Sistem Informasi,
informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih
berarti bagi penerimanya. Hall (2013) menyatakan bahwa informasi sering
diartikan sebagai data yang diolah dimana informasi tersebut ditentukan oleh
efeknya terhadap pengguna, bukan dari bentuk fisiknya. Definisi informasi
menurut Mulyanto (2009), informasi yaitu sesuatu yang menunjukan hasil
18
pengolahan data yang diorganisasikan dan berguna kepada orang yang
menerimanya. Serta menurut Jogiyanto (2005), informasi adalah data yang diolah
menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya.
Sedangkan Menurut Gordon (2004) informasi adalah data yang telah diolah
menjadi bentuk yang berguna bagi penerimanya dan nyata, berupa nilai yang
dapat dipahami di dalam keputusan sekarang maupun masa depan.
Dari empat definisi di atas dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data
yang telah menempuh proses pengolahan untuk penambahan nilai yang berguna
bagi penggunanya dan dapat digunakan untuk hal–hal yang penting. Karakteristik
dari informasi adalah penerima informasi mengalami perubahan dari kondisi
(state) belum mengetahui. Informasi yang benar dan baru dapat mengoreksi dan
mengkonfirmasi informasi sebelumnya. Informasi juga dapat dikatakanan sebagai
data yang telah diproses, yang mempunyai nilai yang berguna untuk mengambil
kesimpulan dan tindakan atau keputusan.
Karakteristik informasi yang berguna menurut Hall (2013) adalah relevance,
timeliness, accuracy, completeness dan summarization. Penjelasan dari
karakteristik informasi tersebut adalah sebagai berikut :
1) Relevance (Relevan)
Relevan dapat berarti sesuai dengan hal yang dimaksud atau
diperlukan. Oleh karena itu, isi dari sebuah laporan atau dokumen
harus menyajikan suatu tujuan yaitu memenuhi kebutuhan pengguna
informasi. Oleh karena itu, sistem informasi harus menyajikan data
yang relevan dalam laporannya.
19
2) Timeliness (Tepat Waktu)
Informasi yang berguna adalah informasi yang digunakan tepat pada
waktunya. Misalnya, seorang manajer penjualan membuat keputusan
setiap harinya untuk menentukan target dan strategi penjualan sales
representative berdasarkan laporan status penjualan, maka informasi
dalam laporan penjualan tidak boleh lebih dari satu hari.
3) Accuracy (Akurat)
Informasi harus bebas dari kesalahan yang bersifat material. Material
dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat penting
dan dapat mengakibatkan perubahan atas pertimbangan seseorang
yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut.
4) Completeness (Kelengkapan)
Informasi yang disajikan untuk pengambilan keputusan harus lengkap,
dalam arti tidak ada informasi penting yang terlewatkan atau hilang.
Sebagai contoh, suatu laporan harus menyediakan semua perhitungan
yang diperlukan dan menyajikan pesan yang jelas dan tegas (tidak
ambigu).
5) Summarization (Keringkasan)
Informasi harus dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Manajer pada tingkat yang lebih rendah umumnya memerlukan
informasi yang rinci sedangkan pada tingkat manajemen puncak
cenderung memerlukan informasi yang ringkas.
20
2.2.1 Siklus Informasi
Hutahaean (2015) dalam bukunya yang berjudul Konsep Sistem Informasi, siklus
informasi adalah data yang diolah melalui suatu model menjadi informasi
kemudian penerima menerima informasi tersebut yang brguna untuk pengambilan
keputusan dan melakukan tindakan yang lain yang akan membuat sejumlah data
kembali. Data tersebut ditangkap sebagai input, diproses kembali lewat suatu
model dan seterusnya. Siklus ini juga disebut dengan siklus pengolahan data.
Untuk lebih jelas tentang siklus informasi dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah
ini.
Gambar 2.2 Siklus Informasi (Hutahaean, 2015)
21
2.3 Pengertian Sistem Informasi
2.3.1 Definisi Sistem Informasi
Menurut Hall (dikutip dalam Kadir, 2014) menyatakan bahwa sistem informasi
merupakan sebuah rangkaian prosedural yang berisi data yang dikelompokkan
lalu diproses hingga menjadi informasi dan didistribusikan kepada pengguna
informasi. Menurut O‟Brien (2013) sistem informasi merupakan sekumpulan
orang, prosedur, dan sumber daya yang mengumpulkan, mengubah, dan
menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. Sedangkan menurut Gelinas dan
Dull (2012) sistem informasi adalah sebuah sistem buatan manusia yang secara
umum terdiri dari sekumpulan yang terintegrasi dari komponen berbasis komputer
dan susunan komponen manual untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
mengelola data dan untuk menyediakan hasil informasi kepada pengguna. Whitten
et al. (2004) mengemukakan bahwa sistem informasi ialah pengaturan orang, data,
proses dan teknologi informasi yang berinteraksi untuk mengumpulkan,
memproses, menyimpan, dan menyediakan sebagai output informasi yang
diperlukan untuk mendukung sebuah organisasi.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
adalah kombinasi teratur dari sumber daya yang ada yaitu manusia, hardware,
software, jaringan komunikasi dan sumber daya data yang mengumpulkan,
mengubah, menyimpan dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.
22
2.3.2 Komponen Sistem Informasi
Menurut Kadir (2003) dalam suatu sistem informasi terdapat beberapa komponen
yaitu hardware, software, prosedur, orang, database, jaringan komputer dan
komunikasi data.
1) Perangkat Keras (Hardware)
Mencakup piranti-piranti fisik seperti komputer dan printer.
2) Perangkat Lunak (Software)
Kumpulan dari perintah/fungsi yang ditulis dengan aturan tertentu
untuk memerintahkan komputer melaksanakan tugas tertentu.
3) Prosedur
Menghubungkan berbagai perintah dan aturan yang akan menentukan
rancangan dan penggunaan sistem informasi
4) Manusia
Orang-orang yang terlibat dalam kegiatan sistem informasi
5) Data
Komponen dasar sistem informasi yang akan diproses lebih lanjut
untuk menghasilkan informasi
6) Jaringan Komputer dan Komunikasi Data
Sistem penghubung yang memungkinkan sumber dipakai secara
bersama atau diakses oleh sejumlah pemakai.
23
2.4 Konsep Dasar Keamanan
Menurut Putra (2016) keamanan data merupakan bagian dari perkembangan
teknologi informasi. Ketika berpikir bahwa data yang dimiliki merupakan data
yang sangat penting, semua berusaha untuk melindunginya agar jangan sampai
jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Data disini bisa bersifat
umum tidak terbatas pada data digital saja, tetapi juga seperti data diri (ktp,
ijasah, sertifikat, dan lain-lain). Menurut Susilo (dikutip dalam Putra, 2016)
data yang menyangkut informasi pribadi tidak seharusnya diumbar sembarang
seperti pada situs blog yang tersedia, situs jejaring pertemanan, email, selebaran,
fotokopi KTP di buang sembarangan dan lain-lain. Susanto et al. (2012)
mengemukakan bahwa keamanan mungkin dapat dianggap sebagai karakteristik
motivasi yang menjadi bentuk konfirmasi yang pasti berdasarkan kinerja yang
dihasilkan dari penggunaan berbasis teknologi.
Menurut Simons (dikutip dalam Chazar, 2016) keamanan sistem informasi
adalah bagaimana kita dapat mencegah penipuan (cheating) atau, paling tidak,
mendeteksi adanya penipuan di sebuah sistem berbasis informasi, dimana
informasinya sendiri tidak memiliki arti fisik. Menurut Howard (dikutip dalam
Chazar, 2016) menyatakan bahwa keamanan sistem informasi adalah tindakan
pencegahan dari serangan pengguna komputer atau pengakses jaringan yang tidak
bertanggung jawab. Terkait keamanan informasi, dikenal istilah 4R keamanan
informasi yakni: Right Information (Informasi yang benar), Right People (Orang
yang tepat), Right Time (Waktu yang tepat) dan Right Form (Bentuk yang tepat).
Menurut APCICT (dikutip dalam Amin, 2014) mengatakan bahwa pengaturan 4R
24
adalah cara paling efisien untuk memelihara dan mengontrol nilai informasi.
Menurut Chan dan Mubarak (dikutip dalam Amin, 2014) mengatakan
bahwa ada beberapa konsep keamanan informasi yang dipaparkan oleh antara
lain:
1. Phishing. Phising adalah usaha untuk mendapatkan informasi rahasia
atau melakukan pencurian identitas dengan menggunakan e-mail atau
website palsu yang meniru alamat situs atau alamat e-mail yang
sebenarnya. Phising juga dilakukan dengan caracara non-teknis seperti
Social Engineering atau dilakukan bersama dengan Spam (akan dibahas
di bagian berikutnya) sebagai modus untuk melakukan phising. Phising
merupakan ancaman umum terhadap aspek kerahasiaan keamanan
informasi dan karena itu penting bagi karyawan untuk menyadari
konsep dan bahayanya.
2. Spam. Spam adalah surat atau pesan elektronik komersial yang tidak
diinginkan oleh penerimanya. Mungkin tampak sepele, namun Spam
bukan hanya mengganggu penerima namun berpotensi menimbulkan
bencana atau mengganggu sistem. Sebagai contoh, kode berbahaya
seperti virus atau trojan sering menggunakan Spam sebagai kendaraan
untuk distribusi. Kode berbahaya dapat mengurangi performansi sistem
dan membatasi akses ke pengguna, sehingga melanggar aspek
ketersediaan informasi. Sealin itu dalam pesan Spam, terkadang memuat
link yang mengarahkan ke situs phising. Sementara kontrol teknis yang
diterapkan organisasi untuk mencegah Spam memasuki sistem e-mail
25
organisassi mungkin tidak dapat mengatasi 100%. Oleh karena itu,
penting baki karyawan atau individu untuk menyadari konsep Spam dan
bahaya yang terkaut.
3. Social Engineering. Dalam konteks keamanan informasi, Social
Engineering adalah penggunaan sarana non-teknis untuk melakukan
pencurian identitas atau untuk memperoleh informasi rahasia.
Penyerang dalam hal ini dapat menggunakan kombinasi dari manipulasi
psikologis dan peniruan dalam rangka mendorong korban tidak bersedia
dalam menyediakan informasi rahasia. Karena aspek yang sangat
manusiawi dari Social Engineering, tidak mungkin untuk mencegah
serangan menggunakan kontrol teknis. Mitigasi Social Engineering
sangat bergantung pada kesadaran karyawan tentang konsep dan
penegakan kebijakan organisasi yang berkaitan dengan keamanan dan
privasi.
4. Strong Password. Password adalah kunci untuk otentikasi pengguna dan
untuk mencegah akses tidak sah kedalam sistem. Selain Social
Engineering dan praktek phising, password dapat diperoleh secara ilegal
dengan menggunakan dua jensi serangan yang dikenal sebagai password
cracking. Bukan masalahh apakah password dapat dipecahkan atau
tidak, melainkan berapa lawa waku yang dibutuhkan untuk
memecahkan kombinasi password tersebut. Semakin kuat sebuah
password maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
memecahkannya. Password yang kuat akan mengurangi kemungkinan
26
serangan password dilakukan oleh penyerang. Kontrol teknis yang ada
sudah mumpuni untuk membuat password yang kuat, namun tidak
semua sistem informasi memiliki kontrol tersebut, oleh karena itu perlu
kesadaran karyawan untuk meyakini bahwa password mereka cukup
kuat. Pengetahuan mengenai konsep passsword ini menjadi sangat
penting. Password yang kuat harus terdiri dari kombinasi yang cukup
panjang antara huruf, angka dan simbol.
5. Data or Information Integrity. Integritas data dan informasi yang
berkaitan dengan aspek integritas keamanan informasi memiliki ciri
berikut:
a. Akurasi dan kebenaran, yaitu informasi harus kuat dan benar dalam
artian data harus tepat dan sesuai dengan kenyataan, misalnya data
tanggal lahir yang diinputkan ke d alam sistem tidak boleh memiliki
ruang kemungkinan kesalahan.
b. Kepercayaan, memastikan akurasi dan kebenaran akan memastikan
bahwa informasi yng tersimpan dalam sistem adalah representasi
dari kenyataan sehingga seseorang dapat mempercayai informasi
tersebut.
c. Keberlakuan dan ketepatan waktu, menggunakan tanggal lahir
sebagai contoh, tanggal pasti kelahiran adalah variabel yang berubah
dari waktu ke waktu. Informasi keberlakuan dipengaruhi oleh
perubahan kenyataan dari waktu ke waktu dan harus dipenuhi.
27
6. Social Networking. Pendapat bahwa media sosial atau situs jejaring
seperti Facebook dan Twitter sebagai sumber bocornya informasi
rahasia sudah semakin relevan beberapa tahun terakhir ini. Media sosial
dapat menjadi sumber kebocoran data ketika karyawan mengungkapkan
informasi pribadi dan informasi yang berkaitan dengan tempat kerja di
situs media sosial. Oleh karena itu, media sosial merupakan bagian
penting untuk setiap rencana keamanan atau kebijakan. Kesadaran akan
bahaya jejaring sosial dalam kaitannya dengan keamanan informasi
sangatlah penting.
2.5 Konsep Dasar Evaluasi
2.5.1 Pengertian Evaluasi
Kuo et al. (2012), mengemukakan bahwa evaluasi adalah kegiatan yang
bermaksud untuk memahami bagaimana suatu hal terjadi. Menurut Mardapi
(dikutip dalam Gede, 2015) menjelaskan bahwa evaluasi dapat diartikan sebagai
penentuan kesesuaian antara hasil yang dicapai dan tujuan yang ingin dicapai.
Rutoto (2010) menyebutkan bahwa evaluasi dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan atau proses untuk memberikan atau menentukan nilai di atas suatu objek
tertentu, benda, lembaga, program. Arikunto (2004) berpendapat bahwa evaluasi
adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah
menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk
28
menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah
dilakukan.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif ataupun negatif
atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang
yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya.
2.5.2 Tahapan Sebelum Evaluasi
Menurut Tessmer (dikutip dalam Kuo et al., 2012) mencatat bahwa semua
evaluasi formatif akan mengikuti beberapa langkah umum ini:
1. Rencanakan evaluasi
2. Perkenalkan evaluasi kepada peserta
3. Lakukan evaluasi
4. Mengumpulkan dan mengatur data
5. Buat revisi berbasis data
6. Evaluasi versi revisi (jika mungkin)
2.6 Konsep Dasar Kesiapan Teknologi
2.6.1 Pengertian Kesiapan
Kesiapan menurut kamus psikologi adalah “tingkat perkembangan dari
kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan
sesuatu”. Menurut Holt (dikutip dalam Rafferty, 2013), kesiapan akan perubahan
adalah jangkauan dimana secara kognitif dan secara emosional cenderung untuk
menerima, merangkul, dan mengadopsi rencana khusus yang dengan sengaja
29
mengubah keadaan yang tetap. Menurut Eby (dikutip dalam Rafferty, 2013)
kesiapan akan perubahan dikonseptualisasikan dalam istilah persepsi individual
mengenai aspek khusus dari lingkungannya jangkauan dimana organisasi
dirasakan siap mengambil perubahan yang berskala besar. Kesiapan akan
perubahan organisasi merefleksikan kenyataan penafsiran yang unik dari
individual mengenai organisasi.
Kesiapan adalah kondisi seseorang secara keseluruhan yang dapat
membuatnya siap untuk dapat memberikan respon atau jawaban dalam suatu cara
tertentu terhadap suatu situasi yang dihadapinya. Slameto (2010) mengatakan
maka seseorang akan menyesuaikan kondisi tersebut dan akan berpengaruh atau
memiliki kecenderungan untuk memberi respon. Sedangkan menurut Hamalik
(2008), kesiapan adalah tingkatan atau keadaan yang harus dicapai dalam proses
perkembangan perorangan pada tingkatan pertumbuhan mental, fisik, sosial dan
emosional.
2.6.2 Tingkat Kesiapan Teknologi
Mankins (1995) mengatakan bahwa Technology Readiness Level (TRL) adalah
sistem pengukuran / metrik yang sistematis yang mendukung penilaian
kematangan teknologi tertentu dan perbandingan kematangan yang konsisten
antara berbagai jenis teknologi.
Menurut Mankins (1995) ada sembilan tingkat kematangan atau kesiapan
teknologi yang mana antara satu tingkat dengan tingkat yang lain saling terkait
dan menjadi landasan bagi tingkatan berikutnya. Berikut ini adalah peringkat
kesiapan teknologi yang ditunjukkan dengan nilai:
30
Tabel 2.1 Tingkat Kesiapan Teknologi (Mankins, 1995)
9 Teknologi benar-benar teruji / terbukti melalui keberhasilan pengoperasian
8
Sistem teknologi telah lengkap dan memenuhi syarat (qualified) melalui
pengujian dan demonstrasi dalam lingkungan / aplikasi sebenarnya
7 Prototipe telah diuji dalam lingkungan sebenarnya
6 Model atau prototipe telah diuji dalam lingkungan yang relevan
5 Komponen teknologi telah di validasi dalam lingkungan yang relevan
4 Komponen teknologi telah divalidasi dalam lingkungan laboratorium
3
Konsep dan karakteristik penting dari suatu teknologi telah dibuktikan
secara analitis dan eksperimental
2 Konsep teknologi dan aplikasinya telah diformulasikan
1 Prinsip dasar dari suatu teknologi telah diteliti
2.7 Konsep Dasar Single Sign On (SSO)
2.7.1 Pengertian Single Sign On (SSO)
Menurut Ponnapalli (2004), single sign on dapat didefinisikan sebagai
pengalaman pengguna dalam melakukan login hanya sekali dan mampu
menavigasi di banyak aplikasi tanpa perlu memasukkan id dan password untuk
setiap aplikasi. SSO hadir untuk dapat memudahkan para penggunanya sehingga
tidak perlu melakukan login berkali-kali pada sistem yang masih didalam satu
ruang lingkup.
31
Menurut Fauziah (2014), penerapan SSO memberikan kemudahan kepada
pengguna dengan cukup melakukan proses autentikasi sekali saja untuk
mendapatkan izin akses terhadap semua layanan yang terdapat di dalam suatu
jaringan. SSO sendiri dapat dibuat dalam bentuk web-based maupun non web-
based. Ponnapalli (2004), mengatakan perencanaan yang baik dalam mengadopsi
dan mengimplementasikan SSO dapat melengkapi pengukuran keamanan yang
telah ada disuatu organisasi. Menurut Sari et al. (2015) mengatakan salah satu
produk SSO ini adalah Security Assertion Markup Language (SAML) yang
digunakan sebagai portal penghubung antara pengguna dengan aplikasi web.
Menurut Ragouzi et al. (dikutip dalam Sari et al., 2015) SAML merupakan
standar yang mendefinisikan kerangka berbasis XML untuk menggambarkan
dan bertukar informasi keamanan antar mitra bisnis online. Pada penelitian
yang telah dilakukan oleh Lewis menyebutkan bahwa otentifikasi SSO dengan
menggunakan SAML akan memberikan keamanan pada proses pertukaran dan
identifikasi data berbasis XML. Menurut Wahyuningrum (2012) XML Encryption
adalah adalah elemen yang didalamnya memuat seluruh informasi
mengenai parameter-parameter yang digunakan dalam proses enkripsi.
Sedangkan menurut Santoso (dikutip dalam Sari et al., 2015) menyebutkan
bahwa XML Encryption, merupakan cara mengimplemtasikan teknologi
kriptografi kedalam sebuah dokumen XML tanpa merusak struktur dokumen
tersebut.
32
Gambar 2.3 Sistem Non Single Sign on (Abu Bakar, 2013)
Gambar 2.4 di atas merupakan gambar apabila menggunakan sistem sign on
biasa, user harus memasukan username dan password setipa kali hendak
mengakses masing-masing service.
Gambar 2.4 Sistem Single Sign On (Abu Bakar, 2013)
Gambar 2.5 di atas merupakan gambar apabila menggunakan sistem single
sign on, user hanya perlu memasukan username dan password satu kali untuk
mengakses service.
33
2.7.2 Keuntungan Single Sign On (SSO)
Menurut Ponnapali (2004), pada umumnya SSO memiliki beberapa keuntungan,
antara lain :
1) Pengguna tidak perlu mengingat banyak username dan password.
Cukup dengan satu credential, sehingga pengguna cukup melakukan
proses otentikasi sekali saja untuk mendapatkan izin akses terhadap
semua layanan aplikasi yang tersedia di dalam jaringan.
2) Kemudahan pemrosesan data. Jika setiap layanan aplikasi memiliki
data pengguna masing-masing, maka pemrosesan data pengguna
(penambahan, pengurangan, perubahan) harus dilakukan pada setiap
aplikasi yang ada. Sedangkan dengan menggunakan sistem SSO,
cukup hanya melakukan sekali pemrosesan pada server database
backend-nya. Hal ini menyatakan bahwa penggunaan sistem SSO
meningkatkan efisiensi waktu dan kepraktisan dalam memproses data.
3) Tidak perlu membuat data pengguna yang sama di setiap aplikasi
karena setiap layanan aplikasi dalam jaringan dapat terhubung
langsung dengan server database back end ini, maka hanya dengan
sekali saja memasukan input data kedalam database credential
pengguna akan valid di seluruh layanan aplikasi.
4) Menghemat biaya untuk pemeliharaan password. Ketika harus
melakukan reset password karena pengguna lupa pada password,
pengelola layanan tidak perlu menghabiskan waktu dan bandwith
untuk menemukan data credential pengguna.
34
2.7.3 Kerugian Single Sign On (SSO)
Selain mendatangkan keuntungan, menurut Ponnapali (2004) sistem SSO juga
dapat mendatangkan kerugian yaitu:
1) Pentingnya kesadaran pengguna untuk merahasiakan data credential
dan menjaga keadaan tetap dalam kondis login. Bila masih dalam
keadaan login, pengguna yang tidak sah dapat memakai mesin yang
ditinggalkan pengguna sahnya.
2) Kerumitan mengimplementasikan sistem SSO ke dalam sebuah
jaringan yang heterogen dan multiplatform, sehingga banyak
pengelola layanan jaringan kurang begitu giat dalam
mengimplementasikannya.
3) Kelemahan dalam hal keamanan. Jika password sistem pengelola
layanan jaringan diketahui oleh orang yang tidak berhak, maka orang
tersebut dapat melakukan perubahan terhadap semua data yang ada
didalam sistem.
4) Titik kegagalan tunggal (Single point failure). Jika setiap layanan
aplikasi bergantung kepada sistem SSO, sistem ini dapat menjadi
suatu titik kegagalan bila tidak dirancang dengan baik. Kondisi
apapun yang dapat menyebabkan sistem SSO padam, mengakibatkan
pengguna tidak dapat mengakses seluruh layanan aplikasi yang
dilindungi oleh sistem SSO tersebut.
35
2.7.4 Syarat Implementasi Sistem SSO
Menurut Ardagna (2009), persyaratan dalam mengimplementasikan sebuah sistem
SSO diantaranya:
1) Authentication
Ini merupakan fitur terpenting dalam SSO yang dapat memberukan
suatu mekanisme otentikasi dengan username dan password.
2) Strong Authentication
Untuk tingkat keamanan yang lebih tinggi dapat ditambahkan dengan
mekanisme otentikasi berdasarkan biometric seperti scan untuk sidik
jari dan retina.
3) Authorization
Setelah melewati sistem otentikasi maka selanjutnya user yang masuk
diberikan otorisasi untuk masuk ke dalam suatu jaringan.
4) Provisioning
Suatu ketentuan yang diambil menjadi kebutuhan dalam pengambilan
keputusan. Oleh sebab itu maka menjadi tanggung jawab user untuk
memastikan bahwa permintaan dikirim dengan memuaskan.
5) Federation
Hal ini berkaitan erat dengan tingkat kepercayaan untuk dapat
mengakses ke dalam suatu jaringan.
36
6) CIM (Centralized Identity Management)
Seluruh akses id pengguna dapat diatur menjadi terpusat,
dimaksudkan agar satu pengguna dapat masuk hanya dan dengan
menggunakan satu id akses saja.
7) Client Status Info
Arsitektur SSO berarti pertukaran informasi pengguna antara server
SSO dan layanan untuk memenuhi otentikasi serta otorisasi.
8) Single Point of Control
Tujuan dari penerapan SSO yaitu untuk dapat menyediakan
pengontrolan jalur akses yang unik bagi para pengguna.
9) Standard Compliance
Protokol yang digunakan dalam SSO misalnya X.509 (public-key
infrastructure) untuk security menggunakan SAML serta protokol
untuk bertukar informasi pada lingkungan yang berbeda seperti
SOAP.
10) Cross-Language Availability
Teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sebuah aplikasi,
misalnya penerapan protocol berbasis XML.
11) Password Proliferation Prevention
Tingkat keamanan password
37
2.8 Konsep Dasar OAuth
Menurut Pai et al. (2011) OAuth adalah suatu standar otorisasi yang
memungkinkan para pengguna memberikan aplikasi third party dengan akses
terbatas ke tempat penyimpanan mereka pada server, tanpa membocorkan kata
sandinya atau kredensial yang bersifat rahasia lainnya. Untuk menggambarkan
protokol secara keseluruhan, kami perlu memahami berbagai peran dalam single
protokol yang sedang berjalan. Peran-perannya sebagai berikut:
1. Pemilik sumber daya (resource owner): Suatu kesatuan yang lahir
(entitas) yang memiliki kekuatan untuk memberikan izin kepada orang
lain untuk mengakses sumber daya yang dimilikinya. Dengan kata lain,
itu adalah pengguna akhir dari aplikasi, atau lebih khususnya lagi,
perwakilan pengguna (browser).
2. Server sumber daya (resource server): kesatuan yang lahir (entitas)
yang menjadi tempat terlindungnya sumber daya yang dimiliki oleh
pemilik sumber daya, dan memiliki kemampuan untuk menanggapi
permintaan akses sumber daya menggunakan akses token.
3. Klien (Client): Aplikasi yang dapat membuat permintaan sumber daya
ke server sumber daya atas nama pemilik sumber daya setelah mendapat
otoritas.
4. Server Otoritas (Authorization Server): Server yang mengeluarkan akses
token ke klien setelah berhasil melakukan otentikasi pemilik sumber
daya dan mendapatkan otorisasi.
38
Seperti yang disoroti oleh Paul (2010), ada celah keamanan di OAuth
Kelemahannya adalah klien kredensial yang menyertakan password klien
seharusnya disimpan di tempat yang aman untuk mencegah penyalahgunaan.
Dalam kasus dimana klien adalah aplikasi web, kredensial disimpan di sisi server
pada web server aman yang bisa dijaga melawan serangan dengan menggunakan
tindakan pengamanan yang dibutuhkan. Namun, jika klien adalah aplikasi
desktop, maka kredensial disimpan dalam perangkat lunak desktop. Hacker yang
berpengalaman dapat merekayasa ulang kode dan mengambil klien kredensial, ia
kemudian bisa menyamar sebagai aplikasi berbahaya klien dengan menggunakan
kredensial rahasia klien yang dikompromikan, sehingga membodohi pemilik
sumber daya dan server sumber daya.
2.9 Konsep Dasar Technology Readiness
Menurut Parasuraman (2000), Technology Readiness (TR) di definisikan sebagai
kecenderungan untuk merangkul dan menggunakan teknologi baru untuk
menyelesaikan tujuan dari berbagai pekerjaan baik di rumah maupun di tempat
pekerjaan. Menurut Chen (2014), setiap individu percaya bahwa kegiatan sehari-
hari mereka akan lebih efisien, dapat diatur pengaturan serta fleksibel dengan
mengadopsi teknologi.
Pasuraman dan Colby (2015) mendefinisikan technology readiness sebagai
“People propensity to embrace and use new tecnologies for accomplishing goals
in home life an at the workplace”. TRI dikembangkan oleh Parasuraman untuk
mengukur keyakinan dan pemikiran seseorang secara umum terhadap teknologi.
39
Pandangan seseorang terhadap teknologi dapat bersifat positif, yaitu optimisme
menyikapi teknologi serta kecenderungan menjadi pionir dalam penggunaan
teknologi baru, maupun pandangan negatif, yaitu kecenderungan untuk merasa
tidak nyaman dan skeptis terhadap teknologi. Hal ini menyebabkan munculnya
empat dimensi dalam technology readiness, yaitu optimisme (optimism), inovasi
(innovativeness), ketidaknyamanan (discomfort), dan ketidakamanan (insecurity).
Dimensi optimism merepresentasikan pandangan positif terhadap teknologi
dan persepsi terhadap manfaat teknologi dalam meningkatkan efisiensi pekerjaan
dan meningkatkan kinerja seseorang di lingkungan kerja dan di rumah. Dimensi
innovativeness mengacu pada tingkat dimana seseorang senang bereksperimen
dengan teknologi dan menjadi yang terdepan dalam usaha mencoba produk atau
jasa berbasis teknologi yang terbaru. Dimensi discomfort menunjukkan rasa
kurangnya penguasaan teknologi dan rasa tidak percaya diri dalam menggunakan
teknologi terbaru. Meskipun ada hubungannya dengan dimensi discomfort yang
menunjukkan ketidaknyamanan terhadap teknologi secara umum, tetapi dimensi
insecurity lebih mengacu pada ketidakpercayaan terhadap transaksi berbasis
teknologi dan keraguan terhadap kemampuan kerja teknologi tersebut. Menurut
Parasuraman dan Colby (2015) dua dimensi pertama dari technology readiness
yaitu optimism dan innovativeness merupakan “Kontributor (contributors)” yang
dapat meningkatkan kesiapan terhadap penggunaan teknologi sementara dua
dimensi lainnya yakni discomfort dan insecurity dianggap sebagai “Penghambat
(inhibitors)” yang dapat menekan tingkat kesiapan terhadap teknologi.
40
2.10 Metode Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2013) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data.
1) Menurut Esterberg (dikutip dalam Sugiyono, 2013) wawancara
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam
suatu topik tertentu.
2) Observasi dalam penelitian kualitatif sebagaimana yang diungkapkan
oleh Djam‟an dan Aan (2012) adalah pengamatan langsung terhadap
objek untuk mengetahui keberadaan objek, situasi, konteks dan
maknanya dalam upaya mengumpulkan data penelitian. Moleong
(2011) menyatakan observasi adalah pengamatan digunakan untuk
mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan,
perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Observasi
sesungguhnya dilakukan dengan memiliki tujuan atau manfaat. Dari
berbagai macam observasi dimaksud tentunya memiliki manfaat
dalam sebuah penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2007)
mengungkapkan bahwa manfaat observasi adalah sebagai berikut:
a. Dengan observasi di lapangan peneliti lebih mampu memahami
konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, untuk mendapat
pandangan yang holistik atau menyeluruh.
41
b. Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung,
sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan
induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan
sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan
melakukan penemuan atau discovery.
c. Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang
dan tidak diamati oleh orang lain, khususnya orang yang
berada dalam lingkungan itu karena telah dianggap biasa dan
olehnya itu tidak terungkap dalam wawancara.
d. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang
sedianya tidak akan terungkap oleh narasumber dalam
wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena
dapat merugikan nama lembaga.
e. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di
luar persepsi narasumber, sehingga peneliti memperoleh
gambaran yang lebih komprehensif.
f. Melalui pengamatan lapangan, peneliti tidak hanya
mengumpulkan data yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-
kesan pribadi dan merasakan situasi sosial yang diteliti.
3) Menurut Sugiyono (2013) dokumen merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-
karya monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera,
42
biografi, peraturan, kebijakan. Sedangkan menurut Sarwono (2006),
studi pustaka adalah mempelajari berbagai buku referensi serta hasil
penelitian sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan
landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Dokumen yang
berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.
Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat
berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif.
4) Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
5) Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu diskusi yang
dilakukan secara sistematis dan terarah mengenai suatu isu atau
masalah tertentu. Irwanto (2006) mendefinisikan FGD adalah suatu
proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai
suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi
kelompok.
6) Sesuai namanya, pengertian Focus Group Discussion mengandung
tiga kata kunci:
a. Diskusi (bukan wawancara atau obrolan)
b. Kelompok (bukan individual)
c. Terfokus/terarah (bukan bebas).
43
Artinya, walaupun hakikatnya adalah sebuah diskusi, FGD tidak sama
dengan wawancara, rapat, atau obrolan beberapa orang di kafe-kafe. FGD bukan
pula sekadar kumpul-kumpul beberapa orang untuk membicarakan suatu hal.
Banyak orang berpendapat bahwa FGD dilakukan untuk mencari solusi atau
menyelesaikan masalah. Artinya, diskusi yang dilakukan ditujukan untuk
mencapai kesepakatan tertentu mengenai suatu permasalahan yang dihadapi oleh
para peserta, padahal aktivitas tersebut bukanlah FGD, melainkan rapat biasa.
FGD berbeda dengan arena yang semata-mata digelar untuk mencari konsensus.
Sebagai alat penelitian, FGD dapat digunakan sebagai metode primer
maupun sekunder. FGD berfungsi sebagai metode primer jika digunakan sebagai
satu-satunya metode penelitian atau metode utama (selain metode lainnya)
pengumpulan data dalam suatu penelitian. FGD sebagai metode penelitian
sekunder umumnya digunakan untuk melengkapi riset yang bersifat kuantitatif
dan atau sebagai salah satu teknik triangulasi. Dalam kaitan ini, baik
berkedudukan sebagai metode primer atau sekunder, data yang diperoleh dari
FGD adalah data kualitatif.
2.11 Metode Analisis Data
Analisis Data Kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (dikutip dalam Moleong,
2011) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
44
Menurut Strauss dan Corbin (2008), pemrosesan data menggunakan
pendekatan kualitatif dengan proses coding. Terdapat tiga teknik coding antara
lain open coding, axial coding dan selective coding.
1) Proses open coding adalah proses identifikasi konsep, dimana fitur
dan dimensi mereka ditemukan dalam data.
2) Axial coding adalah proses yang merelasikan kategori-kategori kepada
sub-kategori yang disebut “aksial”. Tujuan dari Axial coding untuk
mengumpulkan kembali data yang telah dipenggal-penggal selama
Open coding.
3) Selective coding adalah kategori-kategori yang didapat selama Open
coding dan Axial coding secara sistematis diintegrasi untuk
membentuk skema yang lebih besar, yang merupakan suatu katerori
utama. Prosedur Selective coding sangat mirip dengan Axial coding,
kecuali untuk tingkat agregasi dimana Axial coding kategori-kategori
dihubungkan kepada sub-kategori, sedangkan dalam Selective coding
terjadi integrasi antara kategori inti dengan kategori-kategori untuk
mencari makna dari setiap kategori.
2.12 Konsep Dasar Kualitatif
Penelitian Kualitatif adalah study yang meneliti kualitas hubungan, aktivitas,
situasi, atau berbagai material. Menurut Wahab (2014) penelitian kualitatif lebih
menekankan pada deskriptif holistik, yang menjelaskan secara detil tentang
kegaiatan atau situasi apa yang sedang berlangsung daripada membandingkan
45
efek perlakuan tertentu, atau menjelaskan tentang sikap atau perilaku seseorang.
Metode penelitian kualitatif sebagaimana yang diungkapkan Bogdan dan Taylor
(dikutip dalam Moleong, 2011) sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Selain itu, metode penelitian kualitatif menurut Nana (2007)
adalah cara untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa,
aktivitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual
maupun kelompok.
Menurut Sugiyono (2013) bahwa penelitian kualitatif deskriptif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang biasanya
digunakan untuk meneliti pada kondisi objektif yang alamiah dimana peneliti
berperan sebagai instrumen kunci. Selain itu, studi deskriptif analitis menurut
Winarno (dikutip dalam Supardan, 2000) adalah suatu penelitian yang tertuju
pada penelaah masalah yang ada pada masa sekarang. Menurut Eisenhardt
(dikutip dalam Rahman, 2011) mengatakan untuk jumlah narasumber pada
penelitian kualitatif yang dianggap cukup adalah 4-8 orang.
Penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang hendaknya
menjadi pedoman oleh peneliti, sebagaimana yang dikatakanan oleh Bogdan dan
Biklen (dikutip dalam Moleong, 2011) bahwa karakteristik penelitian kualitatif
diantaranya:
1) Peneliti sendiri sebagai instrument utama untuk mendatangi secara
langsung sumber data
2) Mengimplementasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
46
lebih cenderung kata-kata dari pada angka
3) Menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses
tidak semata-mata kepada hasil
4) Melalui analisis induktif, peneliti mengungkapkan makna dari
keadaan yang terjadi
5) Mengungkapkan makna sebagai hal yang esensial dari pendekatan
kualitatif.
2.12.1 Perbedaan Penelitian Kualitatif Dengan Penelitian Kuantitatif
Ada beberapa perbedaan antara penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif.
Menurut Marshall (1996) perbedaan antara penelitian kualitatif dengan
penelitian kuantitatif antara lain.
Tabel 2.2 Perbedaan Penelitian Kualitatif dengan Kuantitatif (Marshall, 1996)
Faktor Pembeda Kualitatif Kuantitatif
Filosofi Dasar Induktif, holistik Deduktif
Tujuan Mengeksplorasi lebih
kompleks
Untuk menguji satu set
hipotesis
Rencana Penelitian Literatif, fleksibel Langkah sudah ditentukan
Posisi Peneliti Bagian integral dari proses
penelitian
Satu diantara faktor
lainnya
Menilai Kualitas dari
Hasil
Dinilai berdasarkan intuisi
dari peneliti
Uji langsung validitas dan
reliabilitas dengan
menggunakan statistik
Ukuran dari Utilitas Hasil Transferabiliti Generalisasi
Menurut Onwuegbuzie dan Leech (2005), ada perbedaan antara peneliti
kuantitatif dan kualitatif sehubungan dengan ontologi, epistemologi, aksiologi,
retorika, logika, generalisasi dan hubungan sebab-akibat yang tercipta.
47
Sedangkan menurut Sugiyono (2008) dalam bukunya menyatakan ada
beberapa perbedaan antara penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif
diantaranya.
Tabel 2.3 Perbedaan Penelitian Kualitatif dengan Kuantitatif (Sugiyono, 2008)
Faktor Pembeda Kualitatif Kuantitatif
Desain Fleksibel Spesifik, jelas dan rinci
Tujuan Menemukan pola
hubungan yang bersifat
interaktif, menemukan
teori
Menguji teori dan mencari
generalisasi yang
mempunyai nilai prediktif
Teknik Pengumpulan Data Wawancara mendalam Kuesioner
Posisi peneliti Peneliti instrumen utama Satu diantara faktor
lainnya
Instrumen Penelitian Camera, buku catatan,
recorder
Angket, kuesioner
Data Deskriptif kualitatif Kuantitatif
Sampel Purposive, kecil Besar, random
Analisis Induktif, terus menerus
dari awal penelitian
Dedukti, setelah
pengumpulan data selesai
Hubungan Dengan
Rrsponden
Akrab agar memperoleh
pemahaman yang
mendalam
Berjarak agar objektif
Kepercayaan Terhadap
Hasil
Pengujian kredibilitas
proses dan hasil penelitian
Pengujian validitas dan
reliabilitas instrumen
2.13 Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.13.1 Awal Pendirian UIN Sarif Hidayatullah Jakarta
Menurut Priscillia (2013) Pada 1 Juni 2007 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
merayakan ulang tahun. Selama setengah abad, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
telah menjalankan mandatnya sebagai institusi pembelajaran dan transmisi ilmu
pengetahuan, institusi yang mendukung proses pembangunan bangsa dan
48
sebagai institusi pengabdian masyarakat yang menyumbangkan program-
program peningkatan kesejahteraan sosial. Selama setengah abad UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta telah melewati beberapa periode sejarah sehingga
sekarang ini telah menjadi salah satu universitas Islam terkemuka di Indonesia.
Secara singkat sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat dibagi ke dalam
beberapa periode yaitu periode perintisan, periode fakultas IAIN al-Jami‟ah,
periode IAIN Syarif Hidayatullah, dan periode UIN Syarif Hidayatullah. IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu IAIN tertua di Indonesia yang
bertempat di Ibukota Jakarta, dan menempati posisi yang unik dan strategis.
UIN tidak hanya menjadi Jendela Islam di Indonesia, tetapi juga sebaga
simbol bagi kemajuan pembangunan nasional, khususnya di bidang pembangunan
sosial-keagamaan. Sebagai upaya untuk mengintegrasikan ilmu umum dan
ilmu agama, lembaga ini mulai mengembangkan diri dengan konsep IAIN
dengan mandat yang lebih luas (IAIN with Wider Mandate) menuju terbentuknya
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan keluarnya
keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 031 tanggal 20 Mei 2002 IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta resmi berubah menjadi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Peresmiannya dilakukan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia,
Hamzah Haz, pada 8 Juni 2002 bersamaan dengan upacara Dies Natalis ke-45
dan Lustrum ke-9 serta pemancangan tiang pertama pembangunan Kampus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui dana Islamic Development Bank (IDB).
Satu langkah lagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menambah fakultas yaitu
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (Program Studi Kesehatan Masyarakat)
49
sesuai surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 1338/ D/T/2004
Tahun 2004 tanggal 12 April 2004 tentang ijin Penyelenggaraan Program Studi
Kesehatan Masyarakat (S1) pada Universitas Islam Negeri dan Keputusan
Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam tentang izin penyelenggaraan
Program Studi Kesehatan Masyarakat Program Sarjana (S1) pada Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor Dj.II/37/2004 tanggal
19 Mei 2004. Sebagai bentuk reintegrasi ilmu, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sejak tahun akademik 2002/2003 menetapkan nama-nama fakultas sebagai
berikut:
1. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
2.Fakultas Adab dan Humaniora
3. Fakultas Ushuluddin
4. Fakultas Syari‟ah dan Hukum
5.Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
6. Fakultas Dirasat Islamiyah
7. Fakultas Psikologi
8. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
9.Fakultas Sains dan Teknologi
10.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
11.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
12. Sekolah Pascasarjana
Hingga tahun 2008 wisuda ke-85 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah
menghasilkan alumni lebih dari 50.000 orang, baik lulusan Sarjana Strata Satu
50
(S1), Sarjana Magister (S2) serta Sarjana Doktor (S3). UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta terus berupaya menyiapkan peserta didiknya menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat
menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan
keagamaan dan ilmu ilmu terkait lainnya dalam arti yang seluas-luasnya.
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta resmi menjadi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dengan terbitnya Keputusan Presiden RI No. 031 Tanggal 20 Mei 2002.
Keppres itu menjadi landasan legalitas formal perubahan IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada saat itu terdiri
dari 9 fakultas yaitu: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Fakultas Adab dan
Humaniora, Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Fakultas Syariah dan Hukum,
Fakultas Dakwah dam Komunikasi, Fakultas Dirasat Islamiyah, Fakultas
Psikologi, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Fakultas Sains dan Teknologi,
dengan jumlah jurusan/prodi sebanyak 41 dengan bidang studi ilmu-ilmu umum
dan ilmu-ilmu agama.
Dengan perubahan ini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diharapkan dapat
mendorong terjadinya integrasi keilmuan baik dalam bidang agama, kemanusiaan,
keindonesiaan dengan tujuan menghasilkan lulusan yang memiliki wawasan
integratif, adaptif, responsif dan inovatif terhadap pemikiran modern dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi dengan landasan
iman, ilmu dan amal yang menjadi dasar pijakan dalam pengembangan ilmu-ilmu
Islam, baik ilmu-ilmu Quraniyah maupun ilmu-ilmu Kauniyah.
51
Kerangka itu pula yang mendasari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam
pemberian gelar kesarjanaan sesuai dengan Keputusan Rektor IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta No. 16 Tahun 2002. Dalam keputusan tersebut dinyatakan
bahwa mahasiswa yang berhasil menyelesaikan studinya di Program S1, S2, S3
berhak mendapat gelar sesuai dengan program studinya. Dengan demikian lulusan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berada pada posisi yang sama dengan lulusan
universitas-universitas negeri yang lain di Indonesia. Sebagai Universitas Islam
Negeri yang sejajar dengan Universitas Negeri lainnya di Indonesia, mulai Tahun
akademik 2003/2004 dalam penerimaan mahasiswa baru disamping penerimaan
secara lokal, UIN Syarif Hidayatullah juga masuk dalam SPMB (Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru) yang bertarap Nasional. Dengan demikian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta secara tidak langsung sudah mendapat pengakuan
secara nasional dan internatsional. Pengakuan ini menjadi modal dasar
membangun menuju internasionalisasi dan globalisasi dalam kerangka universitas
riset yang unggul dan kompetitif (Leading Towards Research University).
Langkah untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum juga
mendasari pendirian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun akademik 2004/2005. Pendirian FKIK
berdasarkana Surat Keputusan Menteri Agama SK No.MA/25/2004 dan surat
Dirjen Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Departemen Pendidikan Nasional No.
995/D/6/2004. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pada Tahun akademik
2004/2005 UIN Jakarta membuka Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
dengan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat berdasarkan izin operasional
52
Dirjen Dikti No. 1338/D/P/2004 tanggal 12 April 2004 dan Program Studi
Farmasi dengan izin operasional No 138/D2.2/2004 tanggal 6 Agustus 2004 dan
Surat Keputusan Dirjen Bagais Depag No. Dj.11/274/2004 tanggal 8 Agustus
2004. Sedangkan untuk program studi Pendididkan Dokter dan Program Studi
Keperawatan dibuka pada tahun akademik 2005/2006 berdasarkan izin
operasional Dirjrn Dikti no.1356/D/T/2005 tanggal 10 Mei 2005 dan Surat
Keputusan Dirjen Bagais Nomor:Dj.II/123/2005 tanggal 17 Mei 2005.
Pendirian FKIK ini bekerjasama dengan FK UI sebagai Fakultas
Pembina.Sebelumnya juga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah mengadakan
kerjasama untuk mendukung pendirian FKIK dengan berbagai pihak,di antaranya
dengan sejumlah rumah sakit di wilayah Jakarta dan Tangerang sebagai tempat
praktek bagi mahasiswa. Komitmen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi
Universitas Riset ini adalah untuk menghasilkan penemuan-penemuan baru di
bidang ilmu pengetahuan, baik dalam ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum,
dengan menempatkan kemampuan meneliti sebagai kualifikasi utama dalam
setiap kinerja ilmiah akademis. Karena sebagai Universitas Riset, kemampuan
penelitian menjadi kualifikasi utama dalam setiap penampilan.
Dengan berbasis riset, diharapkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat
memiliki daya tarik bagi mahasiswa terutama bagi mahasiswa tingkat magister
dan doktor dari berbagai penjuru dunia sehingga tercipta academic,social cultural
exchange yang pada gilirannya membentuk intelectual community dan learning
society dengan berkemampuan riset dan analisis yang dapat diterapkan dalam
berbagai bidang profesional dalam spectrum yang lebih luas dan UIN Syarif
53
Hidayatullah Jakarta siap go internasional dan menjadi Universitas International.
dan menjadi Jendela Keunggulan Akademis Islam Indonesia (Window of
Academic Excellence of Islam in Indonesia) seperti yang diharapkan oleh tokoh-
tokoh pejuang pendidikan Islam.
2.13.2 Penerapan Teknologi Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Awal mula kehadiran sistem informasi akademik di perguruan tinggi merupakan
suatu keharusan, terlebih di era teknologi informasi dan informasi sekarang ini.
Tahun 2006, UIN Jakarta secara efektif telah memiliki dan mengaplikasikan
teknologi tersebut melalui sebuah sistem jaringan yang disebut Sistem Informasi
Perguruan Tinggi atau Simperti. Namun, dalam perkembangannya, sistem itu
belum berjalan optimal. Tahun 2009, Simperti diubah menjadi Sistem Informasi
Akademik (Academic Information System/AIS).
Seiring perkembangannya, penggunaan teknologi di UIN tidak terbatas
pada AIS semata, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Huda, Hidayah
dan Putra (2016) menyatakan bahwa social technology saat ini untuk mendukung
kegiatan sehari-hari,terutama untuk tujuan dalam proses belajar mengajar.
2.14 Studi Literatur Sejenis
2.14.1 Technology Readiness Index
Istilah Technology Readiness Index (TRI) awalnya diperkenalkan pada tahun
2000 dan diterbitkan dalam jurnal layanan penelitian (Journal of Service
Reasearch). Parasurman (2000) mengusulkan untuk mengukur “people’s
propensity to embrace and use new technologies for accomplishing goals in home
54
life and at work”, maksudnya adalah mengenai kecenderungan masyarakat untuk
menggunakan teknologi baru untuk membantu tujuan kehidupan berumah tangga
dan dalam pekerjaan. Dan sejak itu TRI telah menjadi sebuah metrik yang
diterima secara luas untuk mempelajari proses adopsi teknologi produk dan
layanan.
Sebagai skala multy-item, TRI terdiri dari 36 pertanyaan yang ditujukan
untuk mengukur tingkat kesiapan. Skala 36-item terdiri dari empat dimensi
komponen keyakinan yang berkaitan dengan teknologi yang memperngaruhi
tingkat kesiapan seseorang. Keyakinan ini menetapkan kesediaan seseorang untuk
berinteraksi dengan teknologi baru. Dari empat dimensi, dua adalah kontributor
dan dua lagi adalah inhibitor pada adopsi teknologi.
Kontributornya sebagai berikut:
1) Optimism (kepercayaan diri) yaitu menggambarkan sebuah ekspektasi
dari kebenaran positif teknologi.
2) Innovativeness (inovasi) yaitu mengenai otoritas penggunaan
teknologi.
Sedangkan inhibitor adalah:
1) Discomfort (ketidaknyamanan) adalah keraguan tentang jaminan
orang awam akan pengalamannya dengan teknologi.
2) Insecurity (ketidak amanan) adalah resiko kemungkinan orang-orang
melakukan transaksi berbasis teknologi (technology-based
transactions).
55
Sebagai kontributor, optimisme dan inovasi sebagai penggerak dari
Technology Readiness. Pada kenyataannya, skor tinggi diukur pada dimensi-
dimensi ini yang pada umumnya akan memperbesar kesiapan teknologi
(Technology Readiness). Sebaliknya, ketidaknyamanan dan ketidakamanan
mencegah atau menunda, berkecenderungan membuat orang-orang untuk
menggunakan teknologi baru. Dengan demikian, skor tinggi yang diukur pada
dimensi-dimensi ini akan menurunkan seluruh kesiapan teknologi (Technology
Readiness). Selama bertahun-tahun, TRI telah banyak bermanfaat bagi para
peneliti yang tertarik pada media sosial, akses mobile dan layanan teknologi
lainnya. Skala 36-item yang di bangun oleh Parasurman telah diterjemahkan
dalam berbagai bahasa untuk memfasilitasi perkembangannya di banyak negara
dan telah digunakan di berbagai sektor layanan termasuk pendidikan, perbankan,
telekomunikasi, kesehatan dan layanan professional lainnya. Untuk lebih jelas
mengenai TRI, dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini.
Gambar 2.5 Teknology Readiness Index (Parasuraman, 2000)
56
Mengingat faktor TRI sebagai karakteristik tertentu antara technology
motivated dan non-motivated, dengan melihat pada gambar di atas, kita dapat
mempertimbangkan hipotesis sebagai berikut.
1) H1: Faktor optimisme, didefinisikan sebagai visi yang positif tentang
teknologi, dan keyakinan control yang lebih besar, fleksibilitas dan
efisiensi dalam kehidupan manusia, adalah unsur yang membedakan
antara motivated dan non-motivated dari sistem e-learning.
2) H2: Faktor inovasi, didefinisikan sebagai kecenderungan untuk
menjadi pelopor, pemimpin atau opinion-former dalam penggunaan
teknologi, adalah unsur yang membedakan antara motivated dan non-
motivated dari sistem e-learning.
3) H3: Faktor ketidaknyamanan, didefinisikan sebagai persepsi tentang
kurangnya kontrol atas teknologi dan perasaan tertekan dalam
penggunaan teknologi, adalah unsur yang membedakan antara
motivated dan non-motivated dari sistem e-learning.
4) H4: Faktor ketidakamanan, didefinisikan sebagai ketidakpercayaan
teknologi dan skeptisis kemampuan diri untuk menggunakannya
dengan tepat, adalah unsur yang membedakan antara motivated dan
non-motivated dari sistem e-learning.
Selain mempelajari tentang TRI itu sendiri, studi literatur dalam penelitian
kali ini, peneliti juga membaca dan menganalisa sepuluh penelitian sejenis yang
menggunakan TRI. Hasil dari studi literatur terhadap sepuluh penelitian sejenis
tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.
57
2.14.2 Penelitian Tentang SSO
Penelitian tentang Sistem Single Sign On (SSO) di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sudah pernah dilakukan. Penelitian ini di lakukan oleh Hersy Ayu (2017)
dengan menggunakan metode kuantitatif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Ayu menggunakan menggunakan tujuh variabel yang diambil dari Subiyakto et al.
(2015) serta model pengukuran Technology Readiness Index Parasuraman dan
Colby (2014). Model penelitin ini terdiri dari 7 variabel yaitu Person and Action
(P&A), Context System (CS), Context Organization (CO), Discomfort (DS),
Insecurity (IS), Innovativeness (IV), Optimism (OP).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hersy Ayu (2017) adalah
1. Hasil pengolahan data seluruh responden yang berpartisipasi dapat
diketahui bahwa 250 responden yang terdiri dari dosen, pegawai, dan
mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa dengan data
dominan para calon pengguna sistem yang ada di UIN, 45% diantaranya
jarang mengakses sistem informasi yang ada. Sementara 48% diantaranya
merasa cukup siap untuk dapat menggunakan SSO di lingkup bidang
akademik. 33% merasa kurang siap, 15% merasa siap, 3% merasa tidak
siap dan 1% lainnya merasa sangat siap untuk dapat menggunakan SSO.
2. Adanya penghapusan 6 dari 37 indikator dalam penelitian ini diantaranya,
PA3, PA6 CO5, CO6, IV2, dan IV3. Peneliti beranggapan hal ini terjadi
karena item instrumen kurang tepat dan 46,8% penyebaran kuesioner
dilakukan secara tidak langsung (online). Hal ini dapat saja menjadi faktor
58
bahwa penafsiran yang bias bagi responden sebab tidak adanya
pendampingan secara langsung.
3. Selanjutnya 6 dari 19 hipotesis yaitu PA→DS, CS→IV, CO→DS,
CO→IS, IV→TRI, DS→TRI dinyatakan ditolak karena antar variabel
tidak memiliki pengaruh yang signifikan atau belum terpenuhinya nilai
statistika (t-test) pada pengujian struktural dalam model penilitian ini.
Tidak diterimanya hipotesis ini menunjukkan perbedaan pada hasil
penelitian sejenis yang ada sebelumnya. Peneliti berpendapat bahwa
adanya perbedaan pada hasil penelitian dalam model ini dapat diwajarkan
karena adanya perbedaan variabel dan instrumen penelitian, objek, sampel
serta adanya keterbatasan saat pelaksanaan penelitian di lapangan dan
kondisi lingkungan yang ada dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
hasil dari penelitian.
4. Berdasarkan hasil penelitian 13 hipotesa yang diterima yaitu, PA→OP,
PA→IV, PA→IS, CO→OP, CO→IV, CO→PA, CO→ CS, CO→TRI,
CS→OP, CS→DS, CS→IS, OP→TRI dam IS→TRI. Sehingga faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkat kesiapan penerapan adalah.
a. PA (persons & actions) berpengaruh terhadap faktor-faktor
tingkat kesiapan pengguna.
b. CO (context organizational) berpengaruh terhadap faktor-faktor
tingkat kesiapan pengguna.
c. CS (content system) berpengaruh terhadap faktor-faktor tingkat
kesiapan pengguna.
59
d. CO (context organizational) berpengaruh terhadap PA (persons
& actions).
e. CO (context organizational) berpengaruh terhadap CS (content
system).
f. CO (context organizational) berpengaruh langsung terhadap
tingkat kesiapan pengguna.
60
Tabel 2.4 Studi Literatur TRI
No Judul Tahun Tujuan Metode Hasil
1. Evaluasi Kesiapan Pengguna
Dalam Adopsi Sistem Informasi
Terintegerasi di Bidang
Keuangan Menggunakan
Metode Technology Readiness
Index
2012 melakukan evaluasi kesiapan
pengguna dalam adopsi TIK
diukur dari keyakinan positif dan
keyakinan negatif pengguna
terhadap teknologi dengan
mengadopsi metode Technology
Readiness Index (TRI) yang
dikembangkan oleh Parasuraman
(2000)
Technology Readiness
Index.
-Optimism
-Innovativeness
- Discomfort
- Insecurity
Variabel dalam TRI
berpengaruh terhadap
Technology Readiness
dalam adopsi Sistem
Informasi yang
terintegrasi (Sistem
Keuangan)
2. Analisis Kesiapan Pengguna
Sistem Informasi Akademik
2015
melakukan analisis kesiapan
kompetensi teknologi pengguna
pada proses implementasi SIA
Politeknik Negeri Madiun (PNM)
menggunakan metode Technology
Readiness Index (TRI).
TRI
-Optimism
-Innovativeness
- Discomfort
- Insecurity
Kesiapan dalam
penggunaaan Sistem
Informasi Akademik di
PNM dinilai cukup
3 Pengaruh Technology Readiness
Terhadap Penerimaan teknologi
Komputer Pada UMKM di
Yogyakarta
2014
mengekplorasi pengaruh kesiapan
teknologi terhadap persepsi
kemanfaatan sistem dan persepsi
kemudahan penggunaan sistem
serta pengaruh kedua persepsi
terhadap teknologi tersebut
terhadap minat menggunakan
teknologi komputer dalam
membantu proses bisnis pada
UMKM di Yogyakarta.
TRAM
-Optimism
-Innovativeness
- Discomfort
- Insecurity
- perceived ease of use
-perceived usefulness
-behavioral intention
- Optimism dan
Innovativeness
berpengaruh positif
terhadap persepsi
kemudahan dan manfaat
dalam penggunaan
teknologi
- Discomfort dan
Insecurtiy tidak
berpengaruh terhadap
persepsi kemudahan dan
penggunaan teknlogi
61
4 Pengukuran Tingkat Kesiapan
E-Learning (E-Learning
Readiness)
2012 1. Menentukan model E-
Learning Readiness untuk
organisasi khususnya
pendidikan
2. Melakukan pengukuran
E-Learning Readiness
berdasarkan model yang
didapat sebagai studi
kasus
3. Menentukan strategi
peningkatan kesiapan
perguruan tinggi ABC
untuk 5implementasi E-
Learning berdasarkan
pengukuran
Model E-Learning
Readiness
- Human Resources
- Kultur Organisasi
- Teknologi
- Kebijakan
- Keadaan
Keuangan
Organisasi
- Infrastruktur
Perguruan tinggi ABC
mendapat indeks E-
Learning Readiness
sebesar 3.07 (Not Ready)
5 Technology Readiness dan
Model Penerimaan Teknologi
Informasi Mahasiswa
2015 Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menyelidiki pengaruh
kesiapan teknologi pada model
penerimaan teknologi informasi
mahasiswa berdasarkan TAM dan
menganalisis pengaruh
Technology Readiness terhadap
model penerimaan teknologi
informasi (internet) mahasiswa.
TAM
- perceived
usefulness
- perceived ease of
use
- attitude
- behavioralintenti
ons
Hasil penelitian
menunjukkan TR
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kemudahaan yang
dirasakan pengguna
untuk menggunakan
suatu teknologi
informasi.
6 Analisa Perilaku pengguna
Android di Magelang dengan
Technology Readiness and
Acceptance Model (TRAM)
2014 Penelitian yang akan dilakukan ini
adalah untuk mengetahui tingkat
penerimaan mobile phone
berbasis android ini juga faktor-
faktor apa saja yang
mempengaruhi pengguna dengan
menggunakan Technology
TRAM
-Optimism
- Innovativeness
- Discomfort
-Insecurity
-Perceived Usefull
-Perceived Easy of Use
Seluruh variabel terkait
saling memiliki nilai
kepengaruhan satu sama
lain
Tabel 2.4 Studi Literatur TRI (lanjutan)
62
Readiness and acceptance model
(TRAM).
-Actual Use
7 Pengaruh Variabel Demografi
dan Technology Readiness
Terhadap perilaku Belanja
Online di Kota Denpasar
2014 Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh variabel
demografi dan Technology
Readiness seseorang terhadap
perilaku belanja online.
Variabel Demografi dan
Variabel Technology
Readiness
Variabel demografi (
Umur, Jenis kelamin
pendidikan dan
pendapatan serta variabel
Technology Readiness
(Optimism, innovatives,
Discomfort dan
Insecurity) memiliki
dampak positif semakin
tinggi nilai variabelnya
maka semakin tinggi
perilaku belanja online di
kota Denpasar.
8 Tingkat Kesiapan (Readiness)
Pengadopsian Teknologi
Informasi: Studi Kasus Panin
Bank
2013 mengukur tingkat kesiapan para
pengguna sistem Business
Intelligence dalam pengadopsian
teknologi informasi
TRI
- Optimism
- Innovativeness
- Discomfort
- Insecurity
Hasil yang didapat dalam
pengukuran kesiapan
menggunakan TRI dalam
pengadopsian Oracle
Business Intelligence
pada Panin Bank ada
dalam kategori rendah.
Perlu adanya
pengembangan dan
perbaikan dari sisi
sumber daya
manusianya,
9 Evaluasi Kesiapan Implementasi
Green ICT di Lingkungan
Sekolah Negeri Kabupaten
Ponorogo
2016 mengavaluasi kesiapan
implementasi Green ICT di
sekolah Negri Kabupaten
Ponorogo dengan menggunakan
Framework G-Readiness
- Attitude
- Policy
- Practice
Tiga faktor penting yang
menunjukkan kesiapan
penerapan Green ICT di
sekolah negeri kabupaten
Tabel 2.4 Studi Literatur TRI (lanjutan)
63
G-Readiness Framework - governance Ponorogo Government,
Policy dan Practice.
Sedangkan faktor-faktor
yang menunjukkan
ketidaksiapan penerapan
Green ICT di sekolah
negri Kabupaten
Ponorogo adalah Attitude
dan Technology
10 Pengukuran Tingkat Kesiapan
Penerapan E-Learning
Menggunakan TRI (Technology
Readiness Index), Studi Kasus:
UIN Suska Riau
2015 Penelitian ini dilakukan untuk
mengukur kesiapan penerapan E-
Learning yang ada di UIN
SUSKA (Pusat Komputer)
TRI
- Optimism
- Innovativeness
- Insecurity
- Discomfort
Tingkat kesiapan
penerapan E-Learning
pada fakultas sains dan
teknologi secara
keseluruhan dapat
disimpulkan berada pada
tingkatan not ready
Tabel 2.4 Studi Literatur TRI (lanjutan)
64
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif
No Judul Pengarang (tahun) Tujuan Metode Hasil
1 Reaction to Safety
Equipment Technology
in the Workplace and
Implications: A Study
of the Firefighter‟s
Hood
Brian W. Ward (2017) Memahami pandangan
pemadam kebakaran tentang
situasi yang mengancam
kehidupan
Bagaimana kap pemadam
kebakaran mempengaruhi
keterampilan yang biasanya
digunakan untuk mencegah
kematian dan keberhasilan
melakukan tugas pemadam
kebakaran yang kompleks.
Kualitatif
Analisis data menunjukkan bahwa
reaksi negatif akhirnya berasal
dari masalah otonomi, mental dan
fisik yang dibutuhkan untuk
melakukan tugas dibutuhkan
petugas pemadam kebakaran, dan
halangan dalam menegosiasikan
ancaman yang mengancam
lingkungan yang berasal dari api.
Temuan ini menunjukkan bahwa
saat mengenalkan teknologi
peralatan keselamatan baru untuk
pekerja tanggap darurat, reaksi
mereka untuk peralatan ini,
pengaruhnya terhadap otonomi
dan kemampuan mereka untuk
menyelesaikan tugas pekerjaan
yang kompleks, memiliki
implikasi pencegahan yang
penting
2 Qualitative content
analysis in nursing
research:
concepts, procedures
and measures to
achieve
trustworthiness
Graneheim & Lundman
(2003)
Untuk mengetahui konsep-
konsep penting yang berkaitan
dengan analisis kualitatif pada
penelitian keperawatan
(nursing)
Untuk menggambarkan
penggunaan konsep yang
berkaitan dengan prosedur
Kualitatif Analisis kualitatif dapat menjadi
metode yang penting bagi siswa
saat menghadiri kelas penelitian
untuk mempersiapkan analisis
pada berbagai tingkat kesulitan,
yauitu menganalisa konten pada
teks melakukan manifestasi isi.
Dengan pengetahuan siswa dapat
65
penelitian
Melakukan langkah-langkah
untuk mencapai sebuah
kepercayaan
menyesuaikan untuk penafsiran
maksa dasar meliputi konten laten
pada tingkat abstraksi.
3 The Core of
Professional Growth in
Work-Related Teacher
Education
Aarto-Pesonen & ynjala
(2017)
Untuk memberikan
pemahaman guru lebih
mendalam mengenai persepsi
siswa dan pengalaman belajar
mereka di pendidikan tinggi
Untuk mengetahui esensi
proses perkembangan
profesionalitasnya dengan
mengkonseptualisasikan inti
prosesnya dengan
mendengarkan suara guru
sendiri selama du tahun kerja
program pendidikan pengajar
Untuk meringkas dimensi dan
inti dari perkembangan
profesionalitas siswa melalui
pengembangan teori substantif
sebagai dari proses penelitian
Kualitatif Pentingnya emosi dan
pengaruhnya terhadap
pertumbuhan profesional orang
dewasa menguat menjelang akhir
analisis. Kekuatan dan spektrum
dari emosi yang dialami oleh para
siswa selama penelitian hampir
tak terbatas, terbukti dari gaya
penulisan, pilihan kata-kata, dan
penggunaan huruf kapital dan
smiley.
Emosi juga bisa bertindak sebagai
jeda dan bahkan mencegahnya
pemikiran baru secara
keseluruhan, emosi sepertinya
mempengaruhi dinamika yang
berbeda arah perkembangan
dengan memperkuat atau
menumpulkan inisiatif,
komitmen, motivasi dan sikap
reflektif terhadap diri sendiri dan
guru
Penelitian tersebut menegaskan
peran emosi dalam pembelajaran
dan menghasilkan konseptualisasi
unik pada pengembangan
profesionalitas guru yang terkait
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif (lanjutan)
66
dengan pekerjaan pendidikan.
4 Three Approaches to
Qualitative Content
Analysis
Hsieh & Shannon
(2005)
Untuk meyajikan pendekatan-
pendekatan yang
dikategorikan sebagai konten
analisis kualitatif
Untuk menggambarkan
perbedaan pada tiga
pendekatan, yaitu pendekatan
conventional, directed, dan
summative pada analisis
kualitatif dengan hipotesis
untuk menjelaskan masalah
desain dan prosedur analitis
untuk setiap pendekatan
Kualitatif Kunci perbedaan ketiga
pendekatan tersebut adalah pada
bagaimana awal code diterapkan.
Pada pendekatan konvensional,
pengklasifiksian berasal dari data
selama proses analisis data. Pada
pendekatan directed, peneliti
menggunakan teori yang ada atau
pencarian ulang sebelumnya
untuk mengembangkan skema
pengkodean awal sebelum
menganalisis data (Kyngas &
Vanhanen, 1999). Sebagai hasil
analisis, kode tambahan
dikembangkan, dan skema
pengkodean awal direvisi dan
disempurnakan. Peneliti lebih
efisien dalam menggunakan
pendekatan directed, karena dapat
mengembangkan dan
memperbaiki teori yang ada. Pada
pendekatan summative,
menganalisis teks biasanya
dengan didekati sebagai single
words atau dalam kaitannya
dengan konten tertentu.
5 Pre-Service Foreign
Language Teachers‟
Perceptions of
Research Skills: A
Elda Elmas &
Selami Aydin (2017)
Untuk mengetahui presepsi
guru terhadap pra-layanan
EFL mengenai skil penelitian
untuk pemahaman mendalam
Kualitatif Kegiatan penelitian dapat
mengembangkan pengetahuan
guru terhadap pra-layanan ELF,
kemampuan penelitian, dan
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif (lanjutan)
67
Qualitative Study tentang bagaimana presepsi
mereka terhadap pengaruh skil
penelitian atau kontribusinya
dalam proses belajar mengajar
kecakapan bahasa target,
sementara mereka merasakan
beberapa permasalahan selama
proses berlangsung
6 Training Impact on
Novice and
Experienced Research
Coordinators
Linda S. Behar-
Horenstein et al (2017)
Untuk menggambarkan
perspektif peserta mengenai
dampak koordinator penelitian
online dan sesi kelas pelatihan
terhadap pengembangan
model pelatihan kompetensi
dasar yang mana pelatihan
tersebut untuk memastikan
bahwa tenaga kerja ilmu
translational memiliki
kemampuan dan pengetahuan
untuk memajukan
translational science
Kualitatif Hasil penelitian mengemukakan
bahwa tidak semua lingkungan
belajar sesuai dengan kebutuhan
belajar peserta (participant).
Koordinasi penelitian klinis
merupakan kegiatan sosial yang
rumit, bagaimana tiap-tiap
individu memahami pribadi dan
kelompok terbangun secara sosial
7 Exploring Perceptions
of Key Events in a
Qualitative Research
Class: Applying Some
Principles of
Collaborative Analytic
Inquiry in Practice
Janet C. Richards &
Steve Haberlin (2017)
Untuk menjelaskan bagaimana
penerapan beberapa prinsip
penyelidikan analitik
kolaboratif dan komunikasi
asynchronous e-mail untuk
merespon satu sama lain dan
ingatan terhadap peristiwa
penting yang terjadi sepanjang
semester
Kualitatif Dalam penelitian ini terdapat tiga
tahap:
Tahap 1: Sebelum menulis,
peneliti terlibat dalam
refleksi dan diskusi e-mail
dan tatap muka. peneliti juga
menganggap halangan yang
mungkin terjadi pada
kemitraannya karena
melibatkan hubungan siswa /
guru, yang kita tahu bisa
menyebabkan kesulitan.
Tahap 2: peneliti beralih ke
literatur yang ada dan
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif (lanjutan)
68
merenungkan perbedaan
antara analitik dan
penyelidikan analitik
kolaboratif. peneliti
menyimpulkan bahwa perlu
dukung penelitian ini melalui
gagasan yang ada dalam
penyelidikan kolaboratif
Tahap 3: peneliti melakukan
penelitian ini dengan
mendiskusikan gagasan
masing-masing tentang
peristiwa penting di dalam
kelas. Kemudian peneliti
menulis satu sama lain,
terlibat dalam dialog timbal
balik. Peneliti juga
memeriksa dan merangkum
analisis proses kolaboratif
ini. Peneliti menyadari
bahwa mereka dapat menolak
gagasan positivis tentang
generalisasi penemuannya
sebagai sebuah kebenaran
akhir. Namun pada saat yang
sama, peneliti dapat
mengenali perilaku dan
emosi manusia yang
universal dan dipengaruhi
oleh konteks sosial
.
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif (lanjutan)
69
8
In the Light of Shared
Words: Collaborative
Writing in a Research
Study on Student Voice
in Spanish Schools
Teresa Susinos Rada,
Ceballos López, N ., &
Saiz Linares, Á. (2017)
Untuk menjelaskan proses
penulisan kolaboratif antara
pengajar dengan penelitin
yang merupakan tahap akhir
(hasil diseminasi) dari proyek
penelitian kualitatif-
kolaboratif
Untuk mempromosikan dan
menganalisis pengalaman
pelajar-pelajar dari berbagai
sekolah Spanyol
Untuk memperluas
kesempatan bagi pelajar untuk
berpartisipasi dan mengambil
keputusan mengenai desain,
manajemen dan evaluasi
segala aspek kehidupan
sekolah (kurikulum,
organisasi, iklim sekolah,
koeksistensi dan sebagainya)
Kualitatif Menekankan peran penulisan
kolaboratif sebagai suatu model
bernilai untuk produksi dan
diseminasi ilmiah yang
menantang metode penelitian
tranditional dan mengenali
heterogenitas perspektif yang
dipegang oleh para participant
yang berbeda-beda.
9 Teaching Students How
to Make Their Dreams
Come True: An
Autoethnography of
Developing and
Teaching the Dream
Reseach Methods
Course
E. James Baesler (2017) Untuk menjelaskan bagaimana
cara mewujudkan impian
siswa menjadi kenyataan
melalui auto ethnography
yang mengisahkan kisah
transformasi metode teknik
penelitian komunikasi menjadi
baru dan metode penelitian
creative dream
Kualitatif Dalam penelitian purple cow (ide
kreatif luar biasa), siswa mencoba
mewujudkan impian mereka
melalui cerita pribadi, perspektif
siswa, saran untuk guru, dan
pertanyaan refleksi. Penelitian
dilakukan selama empat minggu
menggunakan media serbet
membuat gambar beberapa bagian
pai dimana tiap potongan terdapat
impian mereka untuk
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif (lanjutan)
70
direalisasikan. Hal ini membantu
siswa mewujudkan sebagian
impian hidup mereka melaui
metode penelitian sebagai
perantaranya. Siswa dapat
membayangkan mimpi,
menemukan metode yang tepat,
mengumpulkan data untuk
mngkalkulasi mimpinya
10 Older People in a
Community Gospel
Choir: Musical
Engagement and Social
Connection
Joseph & Southcott
(2017)
Untuk memahami makna dan
pemahaman participants
(senior Australia) dalam
pementasan musik mereka
pada South of the River
Community Gospel Choir
Kualitatif Pentingnya bidang musik dan
pentingnya sosial dari direktur
musik; pentingnya peluang
kinerja yang mendukung baik
dalam sosialisasi maupun
penjangkauan masyarakat; peran
keanggotaan ensemble dalam
membina dan memelihara
pemahaman mengenai self-esteem
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif (lanjutan)
71
Dari tabel 2.4 di atas, dapat dilihat dari sepuluh paper yang peneliti baca
tersebut terlihat perbedaan dari sepuluh penelitian di atas dengan penelitian ini
adalah di objek, metode dan model yang di gunakan. Jika dari sepuluh penelitian
di atas seluruhnya menggunakan metode kuantitatif sedangkan penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif. Dilihat dari model yang digunakan,
delapan diantaranya menggunakan satu model pengukuran yaitu TRI dan dua
yang lainnya menggunakan penggabungan dua model yaitu TAM dengan TRI
yang biasa disingkat TRAM sedangkan penelitian ini menggunakan Tema yang di
adopsi dari model TRI yang dikembangkan oleh Parasuraman dan Colby (2015)
dengan tiga variabel dari penelitian keberhasilan proyek sistem informasi milik
Subiyakto et.al (2015). Sedangkan dari tabel 2.5 dapat dilihat referensi literatur
tentang penelitian kualitataif yang peneliti gunakan.
2.15 IPO Model
Davis (1998) mempresentasikan program komputer sebagai logika IPO dan
menjelaskan bahwa model logika sistematis ini dapat dipahami dengan mudah
oleh beberapa pemangku kepentingan yang secara teknis tidak berpengalaman
dalam pekerjaan teknis. Davis (1998) mengatakan bahwa logika IPO ini
digunakan pada penelitian yang bertujuan dalam hal pengukuran kualitas suatu
sistem. Subiyakto et al (2014) mengatakan teori dasar sistem ini digunakan untuk
dapat memberi gambaran akan konsep sistematis dari suatu sistem. Berikut adalah
merupakan alur dari IPO logic.
72
Gambar 2.6 IPO LOGIC (Davis, 1998)
2.16 Model dan Tema Penelitian
Gambar 2.7 Model dan Tema Penelitian
73
Dilihat dari gambar 2.7 di atas dan seperti penjelasan sebelumnya, peneliti
menggunakan tujuh variabel yang diambil dari Subiyakto et al. (2015) serta model
pengukuran Technology Readiness Index Parasuraman dan Colby (2014). Model
penelitin ini terdiri dari 7 variabel yaitu Person and Action (P&A), Context System
(CS), Context Organization (CO), Discomfort (DS), Insecurity (IS),
Innovativeness (IV), Optimism (OP).
Menurut Julita & Rafaei (dalam Bianda, 2012) mengatakan bahwa focus of
control dan komitmen organisasi memainkan peran penting terhadap kesiapan
untuk berubah. Selanjutnya menurut Visagle & Steyn (dalam Bianda, 2012) juga
mengungkapkan faktor komitmen organisasi dapat mempengaruhi kesiapan untuk
berubah. Holt (2007) mendefinisikan kesiapan adalah kepercayaan karyawan
bahwa mereka mampu melaksanakan perubahan yang diusulkan (self efficacy),
perubahan yang diusulkan tepat untuk dilakukan organisasi (appropiateness),
pemimpin berkomitmen dalam perubahan yang diusulkan (management support),
dan perubahan yang diusulkan akan memberikan keuntungan bagi anggota
organisasi (personal benefit). Dari penjelasan Holt (2007) seorang karyawan yang
dinyatakan siap untuk berubah akan menunjukkan perilaku menerima, merangkul,
dan mengadopsi rencana perubahan yang dilakukan.
Dari penjelasan di atas dan merujuk pada penelitian Subiyakto and Ahlan
(2014) yang membangun model penelitian berdasarkan IPO model. Peneliti
mengadopsi IPO model seperti yang di tuangkan Davis WS (1998) pada bukunya
yang berjudul HIPO hierarchy plus input-process-output, dimana dimensi input
peneliti menggunakan tiga variabel dari penelitian Subiyakto et al. (2015) tentang
74
keberhasilan proyek sistem informasi yaitu Person and Action (P&A), Context
System (CS) dan Context Organization (CO). Sedangkan pada dimensi proses dan
output menggunakan model pengukuran Technology Readiness Index
Parasuraman dan Colby (2015) yaitu , Discomfort (DS), Insecurity (IS),
Innovativeness (IV), Optimism (OP) untuk dijadikan model penelitian kali ini.
Dari penjelasan mengenai model di atas, peneliti mengadopsi tema-tema yang
akan digunakan dalam penelitian kali ini yaitu:
1. Hubungan antara faktor person and action dengan discomvort.
2. Hubungan antara faktor person and action dengan insecurity.
3. Hubungan antara faktor person and action dengan innovativenes.
4. Hubungan antara faktor person and action dengan optimism.
5. Hubungan antara faktor system context dengan discomvort.
6. Hubungan antara faktor system context dengan insecurity.
7. Hubungan antara faktor system context dengan innovativenes.
8. Hubungan antara faktor system context dengan optimism.
9. Hubungan antara faktor organizational context dengan discomvort.
10. Hubungan antara faktor organizational context dengan insecurity.
11. Hubungan antara faktor organizational context dengan innovativenes.
12. Hubungan antara faktor organizational context dengan optimism.
13. Hubungan antara faktor organizational context dengan system context.
14. Hubungan antara faktor organizational context dengan person and
action.
15. Hubungan antara faktor discomfort dengan TRI.
75
16. Hubungan antara faktor insecurity dengan TRI.
17. Hubungan antara faktor innovativenes dengan TRI.
18. Hubungan antara faktor optimism dengan TRI.
19. Hubungan antara faktor organizational context dengan TRI.
76
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut
Bogdan dan Tylor (dikutip dalam Moleong, 2011) sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sistem SSO di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan melakukan eksplorasi terhadap kesiapan
penerapan sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sesuai dengan pendekatan yang telah ditentukan, secara khusus tahapan-
tahapan penelitian juga menerapkan metode, teknik dan alat secara kualitatif,
seperti di tunjukan oleh prosedur penelitian. Contohnya teknik pengumpulan data,
menurut Sugiyono (2013) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi,
wawancara dan focus group discussion (FGD). Penentuan narasumber sebagai
sumber data menggunakan teknik untuk penelitian kualitatif, analisis data
dilaksanakan dengan perangkat lunak komputer terkait dan seterusnya.
77
3.2 Lokasi dan Objek Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Objek yang
dijadikan dalam penelitian kali ini adalah sistem SSO. Narasumber dalam
panelitian ini dipilih secara purposive sampling. Menurut Sugiyono (dikutip
dalam Mayasari, 2014) Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu. Peneliti menggunakan teknik
purposive sampling karena sesuai yang dikatakanan Corbin dan Strauss (2008)
bahwa purposive sampling, yang sering dianggap lebih tepat digunakan dalam
penelitian kualitatif daripada random sampling. Menurut Guarte dan Barrios,
(2006) purposive sampling merujuk pada seleksi acak unit sampel dalam
populasi yang sudah tersegmentasi sesuai kebutuhan peneliti. Sedangkan
menurut Eisenhardt (dikutip dalam Rahman, 2011) mengatakan bahwa untuk
jumlah narasumber pada penelitian kualitatif yang dianggap cukup adalah 4-8
orang, dan penelitian ini melibatkan total delapan narasumber yang terdiri dari
sebagai berikut:
1) Satu orang pimpinan PUSTIPANDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2) Tiga orang pegawai PUSTIPANDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3) Dua orang pegawai Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
4) Satu orang pegawai Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5) Satu orang pegawai NOC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
3.3 Prosedur Penelitian
Secara prosedural, penelitian ini dilakukan dalam tujuh tahap. Prosedur penelitian
yang peneliti lakukan selama kurang lebih enam bulan dalam melakukan
penelitian ini meliputi penentuan masalah, kajian pustaka, perancangan penelitian,
pembuatan instrumen penelitian, observasi wawancara dan FGD, analisis dan
interpretasi data dan yang terakhir pembuatan laporan. Untuk lebih jelas mengenai
prosedur penelitian, dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini.
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian (diadopsi dari Yunita, 2017)
79
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian kali ini berupa observasi, wawancara,
focus group discussion (FGD) dan studi literatur. Untuk lebih jelas mengenai
metode pengumpulan data dari penelitian kali ini akan di jelaskan sebagai berikut:
3.4.1 Observasi
Seperti yang dijelaskan sebelunya, observasi dalam penelitian kualitatif
sebagaimana yang diungkapkan oleh Djam‟an dan Aan, (2012) adalah
pengamatan langsung terhadap objek untuk mengetahui keberadaan objek, situasi,
konteks dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data penelitian. Moleong
(2011) menyatakan observasi adalah pengamatan digunakan untuk
mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian,
perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Muhadjir (2011) mengatakan
observasi kuantitatif berbeda dengan observasi kualitatif. Observasi kualitatif
bebas meneliti konsep-konsep dan kategori pada setiap peristiwa selanjutnya
memberi makna pada subjek penelitian atau amatan.
Terkait dengan penelitian kali ini, peneliti melakukan observasi langsung di
lingkungan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta guna mengetahui berbagai
aktivitas di lingkungan kampus. Selain itu, observasi di lingkungan kampus UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta juga dilakukan untuk mengetahui sejauh mana sistem
yang ada di UIN Jakarta telah terintegrasi serta sarana dan prasarana yang
digunakan untuk mendukung proses integrasi tersebut. Dari hasil observasi ini,
peneliti memperoleh data sistem apa saja yang sudah terintegrasi di lingkungan
kampus UIN Jakarta dan siapa-siapa saja tokoh yang nantinya akan dijadikan
80
sebagai narasumber dalam penelitian kali ini yaitu mereka-mereka yang
berkompeten dalam persoalan yang terkait dengan masalah yang sedang di teliti.
Observasi yang digunakan oleh peneliti adalah observasi non sistematis yaitu
tidak menggunakan pedoman baku akan tetapi pengamatan dilakukan secara
spontan dengan cara mengamati apa adanya dan bagaimana proses kegiatan dan
sistem apa saja yang sudah terintegrasi serta orang-orang yang kompeten untuk
dijadikan narasumber peneliti di lingkungan kampus UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Tahapan observasi yang peneliti lakukan pada penelitian ini, dapat dilihat
pada gambar 3.2 di bawah ini.
Gambar 3.2 Tahapan Observasi (Faizal, 2017)
Denzin, dan Lincoln (2009) mengatakan, maka observasi menjadi sebuah
hal yang perlu dan menjadi keharusan bagi berkembangnya ilmu pengetahuan.
Oleh sebab itulah peneliti melakukan observasi dalam penelitian ini.
81
3.4.2 Wawancara
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menurut Esterberg (dikutip dalam Sugiyono,
2013) wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik
tertentu. Terkait penelitian kali ini, peneliti melakukan wawancara secara
langsung guna memperoleh data-data terkait dengan penelitian. Proses wawancara
yang dilakukan, dalam rangka memperkuat data-data yang diperoleh saat
observasi yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti.
Dalam proses wawancara peneliti sangat memberikan keleluasaan kepada
para narasumber dalam menjawab semua pertanyaan yang diajukan peneliti.
Wawancara dalam penelitian ini ditujukan untuk memperoleh data yang valid
tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kesiapan dalam
penerapan SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sejauh mana tingkat
kesiapan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menerapkan sistem SSO. Peneliti
melakukan wawancara dalam penelitian ini kepada delapan narasumber yang
terdiri dari dua orang pegawai Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, satu orang pegawai Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, satu orang pegawai NOC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Seluruh
proses wawancara dilakukan peneliti dengan panduan tema penelitian yang
digunakan dalam penelitian kali ini sebagaimana telah dijelaskan pada bab
sebelumnya. Dalam proses wawancara ini juga, peneliti mengabadikannya dalam
bentuk foto dan juga rekaman suara. Tahapan wawancara yang peneliti lakukan
pada penelitian ini, dapat dilihat pada gambar 3.3 di bawah ini.
82
Gambar 3.3 Tahapan Wawancara (Faizal, 2017)
3.4.3 Focus Group Discussion
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menurut Irwanto (2006) mendefinisikan
FGD adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis
mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi
kelompok.
Terkait penelitian kali ini, peneliti melakukan FGD guna memperoleh data-
data terkait dengan tingkat kesiapan penerapan sistem SSO di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kesiapan
tersebut. Proses FGD yang dilakukan, dalam rangka lebih memperkuat data-data
yang diperoleh saat observasi dan wawancara yang telah dilakukan sebelumnya
oleh peneliti. Peneliti melakukan FGD dengan empat orang narasumber yang
terdiri dari seorang pimpinan PUSTIPANDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
83
tiga orang pegawai PUSTIPANDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan di
laksanakan di salah satu ruangan kantor PUSTIPANDA UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Seluruh proses FGD dilakukan peneliti dengan panduan tema penelitian
yang digunakan dalam penelitian kali ini sebagaimana telah dijelaskan pada bab
sebelumnya. Dalam proses FGD ini juga peneliti mengabadikannya dalam bentuk
foto dan juga rekaman suara. Tahapan dari FGD yang peneliti lakukan pada
penelitian ini, dapat dilihat pada gambar 3.4 di bawah ini.
Gambar 3.4 Tahapan FGD (Faizal, 2017)
3.4.4 Studi Literatur
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menurut Sarwono (2006), studi pustaka
adalah mempelajari berbagai buku referensi serta hasil penelitian sebelumnya
yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah
yang akan diteliti. Terkait penelitian kali ini, peneliti melakukan studi literatur
84
berupa mebandingkan 20 (dua puluh) penelitian sejenis yang berkaitan dengan
penelitian kali ini. Dari sepuluh paper penelitian sejenis yang peneliti bandingkan,
peneliti menganalisa metode yang digunakan, tujuan dari penelitian tersebut,
tahun penelitian serta hasil dari penelitian tersebtu dan membandingkannya
dengan penelitian yang peneliti lakukan. Data lengkap dari hasil studi literatur
yang peneliti lakukan dapat dilihat pada tabel 2.2.
3.5 Metode Analisis Data Penelitian
Analisis data penelitian dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan
pengkodean, seperti yang dikatakanan Strauss dan Corbin (2008) yaitu
pemrosesan data kualitatif melalui pengkodean, ada tiga tahap pengkodean yaitu
open coding, axial coding dan selective coding. Tiga tahap pengkodean ini
dilakukan menggunakan perangkat lunak MS. Excel 2010. Dari hasil pengkodean
tersebut di dapatkan kecenderungan jawaban dari setiap narasumber mengenai 19
hubungan yang tercipta dari setiap tema dalam penelitian kali ini. Untuk lebih
jelas dengan proses analisis data yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.5 di
bawah ini.
Gambar 3.5 Proses Pengkodean (Faizal, 2017)
85
Gambar 3.5 di atas menggambarkan proses analisis dan pengkodean dari data
mentah yang di dapat saat pengumpulan data hingga menghasilkan data valid
untuk penelitian kali ini. Pada proses open coding, peneliti mengumpulkan data-
data yang diperoleh pada saat FGD maupun wawancara. Setelah di kumpulkan,
data di transkrip secara keseluruhan menggunakan MS. Word 2010. Selanjutnya,
peneliti melakukan proses axial coding. Pada proses ini, peneliti memilah-milah
jawaban narasumber yang dianggap penting dan mewakili pertanyaan serta
memberikan kode sesuai interval yang telah di tentukan. Proses terakhir yang
dilakukan adalah selective coding, pada proses ini peneliti menganalisis pola
kecenderungan jawaban dari setiap narasumber dan menjadikannya pola data baru
yang dijadikan sebagai data valid dalam penelitian kali ini. Dalam proses
pengkodean seluruhnya peneliti menggunakan intuisi dari dirinya. Hal ini sesuai
yang di katakan Moleong (2011) bahwa dalam penelitian kualitatif peneliti
merupakan instrumen utamanya. Selain itu Miles & Huberman (1992)
menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah seni dan menekankan pada
intuisi peneliti. Data-data valid yang telah di analisis dan diolah selengkapnya
dapat dilihat pada gambar 3.6 di bawah ini.
86
Tabel 3.1 Tabel Analisis
P1 1 2 3 4 5 6 P2 1 2 3 4 5 6 P3 1 2 3 4 5 6 P4 1 2 3 4 5 6 P5 1 2 3 4 5 6 P6 1 2 3 4 5 6 P7 1 2 3 4 5 6 P8 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
T1 T1.1.1 1 T1.2.1 1 T1.3.1 1 T1.4.1 1 T1.5.4 1 T1.6.4 1 T1.7.4 1 T1.8.4 1 4 0 0 4 0 0
T2 T2.1.4 1 T2.2.4 1 T2.3.4 1 T2.4.4 1 T2.5.4 1 T2.6.4 1 T2.7.4 1 T2.8.4 1 0 0 0 8 0 0
T3 T3.1.4 1 T3.2.4 1 T3.3.4 1 T3.4.4 1 T3.5.4 1 T3.6.4 1 T3.7.4 1 T3.8.4 1 0 0 0 8 0 0
T4 T4.1.4 1 T4.2.4 1 T4.3.4 1 T4.4.4 1 T4.5.4 1 T4.6.4 1 T4.7.4 1 T4.8.4 1 0 0 0 8 0 0
T5 T5.1.4 1 T5.2.3 1 T5.3.4 1 T5.4.3 1 T5.5.4 1 T5.6.3 1 T5.7.3 1 T5.8.3 1 0 0 5 3 0 0
T6 T6.1.4 1 T6.2.4 1 T6.3.4 1 T6.4.4 1 T6.5.4 1 T6.6.4 1 T6.7.4 1 T6.8.4 1 0 0 0 8 0 0
T7 T7.1.5 1 T7.2.4 1 T7.3.4 1 T7.4.4 1 T7.5.4 1 T7.6.4 1 T7.7.4 1 T7.8.5 1 0 0 0 6 2 0
T8 T8.1.5 1 T8.2.5 1 T8.3.5 1 T8.4.5 1T8.5.5 /
T8.5.61 1 T8.6.5 1 T8.7.5 1 T8.8.5 1 0 0 0 0 8 1
T9 T9.1.5 1 T9.2.5 1 T9.3.5 1 T9.4.4 1 T9.5.5 1 T9.6.5 1 T9.7.5 1 T9.8.5 1 0 0 0 1 7 0
T10 T10.1.2 1 T10.2.2 1 T10.3.2 1 T10.4.2 1 T10.5.4 1 T10.6.3 1 T10.7.3 1 T10.8.4 1 0 0 6 2 0 0
T11 T11.1.5 1 T11.2.4 1 T11.3.4 1 T11.4.4 1 T11.5.5 1 T11.6.4 1 T11.7.4 1 T11.8.4 1 0 0 0 6 2 0
T12 T12.1.5 1 T12.2.4 1 T12.3.4 1 T12.4.4 1 T12.5.4 1 T12.6.4 1 T12.7.4 1 T12.8.4 1 0 0 0 8 0 0
T13 T13.1.4 1 T13.2.4 1 T13.3.4 1 T13.4.4 1 T13.5.4 1 T13.6.4 1 T13.7.5 1 T13.8.4 1 0 0 0 7 1 0
T14 T14.1.5 1 T14.2.5 1 T14.3.5 1 T14.4.5 1 T14.5.5 1 T14.6.4 1 T14.7.5 1 T14.8.4 1 0 0 0 1 7 1
T15 T15.1.5 1 T15.2.4 1 T15.3.4 1 T15.4.4 1 T15.5.4 1 T15.6.4 1 T15.7.4 1 T15.8.4 1 0 0 0 8 0 0
T16
T16.1.3 /
T16.1.61 T16.2.4 1 T16.3.4 1 T16.4.3 1 T16.5.4 1 T16.6.4 1 T16.7.4 1 T16.8.4 1 0 0 1 7 0 0
T17 T17.1.5 1 T17.2.5 1 T17.3.5 1 T17.4.5 1 T17.5.5 1 T17.6.5 1 T17.7.5 1 T17.8.5 1 0 0 0 0 8 0
T18 T18.1.5 1 T18.2.4 1 T18.3.4 1 T18.4.4 1 T18.5.5 1 T18.6.5 1 T18.7.4 1 T18.8.5 1 0 0 0 3 5 0
T19 T19.1.4 1 T19.2.4 1 T19.3.5 1 T19.4.4 1 T19.5.4 1 T19.6.5 1 T19.7.5 1 T19.8.4 1 0 0 0 6 2 0
T20 T20.1 T20.2 T20.3 T20.4 T20.5 T20.6 T20.7 T20.8
Analisis
87
Tabel 3.1 di atas merupakan tabel analisis dari seluruh data yang di peroleh pada
penelitian kali ini baik dari hasil wawancara maupun FGD. Tabel ini dibuat
menggunakan Ms. Excel 2010, karena menurut Mayer dan Avery (2009)
mengatakan Excel biasanya digunakan untuk analisis kuantitatif tetapi Excel juga
bermanfaat pada analisis kualitatif karena dapat menghandle banyaknya jumlah
data, memberikan berbagai atribut dan juga menyediakan berbagai macam teknik.
Menurut Amozurrutia et al. (dikutip dalam Ose, 2016) mengatakan bahwa Excel
dapat digunakan dalam analisis kualitatif menggunakan format tertentu dan
fungsi-fungsi lainnya. Sedangkan menurut Ose (2016) mengatakan Ms. Office
(word dan Excel) merupakan metode yang mudah untuk pengkodingan yang
sistematis dan penataan data wawancara berdasarkan pada fungsi dasar word dan
Excel itu sendiri. Menurut Powell dan Renner (2003) mengatakan kamu lebih baik
menggunakan Excel, jika data berada dalam Ms Word kamu dengan mudah
mengirimnya ke Excel. Siapkan file Excel yang telah diatur yang berisikan kolom
unuk ID, identitas, katagori (tema), kode dan text. Menurut Hyde dan Maier
(2006) mengatakan kelebihan menggunakan Microsoft Excel sebagai development
environment adalah ia menyediakan kemampuan yang membolehkan analisis dan
manipulasi data dan visualisasi keputusan. Menurut Smith (2011) mengatakan
bahwa matriks coding boleh dibuat dengan menggunakan spreadsheet Word atau
Excel tetapi prosesnya boleh menjadi sukar dan bermasalah apabila banyak data
yang terlibat. Swallow, Newton dan Lattum (2003) dalam penelitiannya
menggambarkan bagaimana Microsoft Excel digunakan sebagai alat untuk
memaparkan dan mengurus data yang diekstrak dari transkrip. Ada tiga alasan
88
mengapa mereka menggunakan Micrsoft Excel yaitu (1) Sebagai salah satu
komponen dari MS Office, excel sudah tersedia dan tidak perlu membeli atau
mengunduhnya lagi, (2) Kerana ia diwujudkan dalam paket yang biasa, file
spreadsheet yang dihasilkan boleh dengan mudah dibagikan atau dipindahkan
antara peneliti, (3) Mudah digunakan. Tabel ini berisikan kode-kode dari seluruh
data dari 19 tema penelitian kali ini baik dari jawaban narasumber satu sampai
dengan narasumber delapan. Dapat dilihat dari tabel 3.1 di atas, bahwa ada kode
T1 sampai dengan T19 yang berwarna hijau itu menandakan kode dari tema satu
hingga tema sembilan belas. Sedangkan T20 yang berwarna kuning merupakan
pertanyaan kesimpulan yang ditanyakan peneliti kepada narasumber yaitu
mengenai tingkat kesiapan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam
pengimplementasian sistem SSO.
Masih dilihat dari tabel 3.1 di atas, ada kode P1 hingga P8 yang
menandakan kode dari narasumber satu hingga narasumber delapan. Di setiap
samping dari kode narasumber, terdapat angka 1-6 yang menandakan interval
yang dibuat oleh peneliti dari setiap jawaban narasumber berkaitan dengan 19
tema penelitian. Hal ini sesuai dengan yang dikatakanan oleh Kuswandi (2012)
yaitu bila dari data penelitian diperoleh data yang memberikan skala pengukuran
Ordinal, maka agar analisis dapat dilanjutkan skala pengukuran Ordinal harus
dinaikkan (ditransformasikan) ke dalam skala Interval. Yang terakhir dapat dilihat
dari tabel 3.1 adalah kolom analisis di bagian ujung dari tabel yang menandakan
kecenderungan jawaban dari setiap narasumber. Tabel 3.1 ini digunakan peneliti
89
sebagai rujukan dalam menyajikan data hasil wawancara dan FGD, untuk lebih
jelas tentang penggunaan tabel 3.1 dapat dilihat pada bab IV.
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini terdiri dari dua lembar surat yaitu satu lembar surat
pengantar dari peneliti sebagai permohonan untuk pengisiannya dan satu lembar
pertanyaan penelitian yang terdiri dari sembilan belas pertanyaan pengujian
berdasarkan tema yang telah ditentukan. Untuk pertanyaan pengujian dari setiap
tema secara lengkap dapat dilihat pada lampiran no. 1. Selain dua lembar surat,
terdapat juga satu lembar surat hasil observasi yang secara lengkap dapat dilihat di
lampiran, satu buah handphone sebagai alat dokumentasi saat wawancara dan
FGD, satu buah software Ms. Visio 2007, satu buah software Ms. Word 2010,
satu buah software Ms. Excel 2010 untuk mengolah data kualitatif dan satu buah
laptop.
90
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN INTERPRETASI
4.1 Profil Narasumber
Pada bagian profil narasumber ini akan di jelaskan secara rinci latar belakang dari
setiap narasumber dari penelitian ini, meliputi pengalaman kerja, status pekerjaan
riwayat pendidikan, jenis kelamin dan unit kerja dari setiap narasumber. Profil
dari setiap narasumber secara ringkas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Profil Narasumber
Narasumber Jenis
Kelamin Status
Riwayat
Pendidikan
Pengalaman
Kerja Unit Kerja
Narasumber-1 Pria PNS
Dosen S3 12 tahun
PUSTIPANDA
UIN Jakarta
Narasumber-2 Pria Non-
PNS S1 6 tahun
Narasumber-3 Pria Non-
PNS S1 5 tahun
Narasumber-4 Wanita PNS S1 5 tahun
Narasumber-5 Pria Non-
PNS S2 6 tahun
Perpustakaan
Utama UIN
Jakarta
Narasumber-6 Pria Non-
PNS S1 5 tahun Pusat
Laboratorium
Terpadu UIN
Jakarta Narasumber-7 Pria Non-
PNS S1 5 tahun
Narasumber-8 Pria Non-
PNS S1 6 tahun NOC UIN Jakarta
91
Tabel 4.1 di atas merupakan tabel yang berisikan profil dari seluruh
narasumber dalam penelitian kali ini. Dapat dilihat dari tabel di atas, narasumber
dalam penelitian kali ini tersebar dalam empat unit kerja yaitu empat narasumber
berasal dari PUSTIPANDA UIN Jakarta, satu orang berasal dari perpustakaan
utama UIN Jakarta, dua orang narasumber berasal dari pusat laboratorium UIN
Jakarta dan satu orang narasumber berasal dari NOC UIN Jakarta. Masih dilihat
dari tabel tersebut di atas, bahwa narasumber dalam penelitian kali ini rata-rata
memiliki pengalaman kerja di atas lima tahun dan satu narasumber sudah
memiliki pengalaman kerja di UIN Jakarta selama 12 tahun. Peneliti memilih
narasumber yang sudah memiliki pengalaman kerja di atas lima tahun karena,
semakin lama pengalaman kerja yang dimiliki oleh seorang auditor akan
menghasilkan kualitas audit lebih baik (Rahmatika dalam Putu Septiani, 2014).
Dua dari delapan narasumber dalam penelitian kali ini merupakan PNS, dimana
satu narasumber merupakan PNS dosen dan satu yang lain merupakan PNS
administrasi sedangkan enam narasumber yang lain merupakan pegawai non-
PNS. Latar belakang pendidikan para narasumber bervariasi yaitu S1, S2 dan
yang tertinggi S3. Latar belakang pendidikan juga menjadi faktor yang menjadi
pertimbangan peneliti dalam narasumber karena, tingkat pendidikan juga sangat
diperlukan dalam menentukan kualitas audit. Semakin banyak pengatahuan yang
didapat maka akan memudahkan auditor dalam memecahkan masalah dalam
melaksanakan tugas audit (Putu Septiani, 2014). Laksmi (2010), pendidikan
adalah kegiatan untuk meperbaiki dan mengembangkan sumber daya manusia
dengan cara meningkatkan kemampuan dan pengertian tentang pengetahuan
92
umum dan pengetahuan ekonomi termasuk didalamnya peningkatan pengetahuan
teori dan ketrampilan dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi
perusahaan. Hal itu yang membuat peneliti berasumsi bahwa narasumber yang
memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan sesuai dengan topik yang di teliti
tepat dijadikan narasumber dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, dari
delapan narasumber yang terlibat hanya satu narasumber yang berjenis kelamin
wanita dan sisanya sebanyak tujuh orang narasumber berjenis kelamin pria.
4.2 Hasil Analisis dan Interpretasi
4.2.1 Tema 1: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Discomfort
(DS)
Hasil temuan untuk tema pertama adalah dari delapan narasumber yang terlibat,
empat diantaranya menyatakan tidak berpengaruh. Hal ini ditemukan dari petikan
wawancara dengan narasumber yaitu.
“Tidak, kenapa? Karena dengan diterapkannya SSO justru akan nyaman.
Ada beberapa alasan ya, sekarang kamu bayangkan ya ketika kamu login
di AIS dan wifi @uinjkt sama atau beda? Beda kan, ketika kamu
mengubah password di AIS apakah berbuah password di wifi? Tidak. SSO
solusi kenyamanan justru menurut saya.” (T1.1.1)
Jawaban tersebut diperkuat oleh jawaban dari narasumber lain yaitu.
“Tidak, karena sepengetahuan saya orang atau institusi yang telah
menggunakan SSO pasti lebih nyaman.” (T1.2.1)
93
Namun, sebagian narasumber yang lain menganggap bahwa hubungan antara
variabel P&A terhadap variabel DS adalah berpengaruh. Hal itu terlihat dari
jawaban narasumber yaitu.
“Kalo menurut saya pribadi itu saya rasa berpengaruh, karena kalo kita
menerapkan suatu sistem baru pasti orang-orang atau user sebagai
pengguna akan sedikit tidak nyaman karena adanya hal baru namun pada
akhirnya jika ssudah SSO itu pasti akan nyaman. Ya bisa dibilang 70% lah
pengaruhnya” (T1.5.4)
Jawaban tersebut juga diperkuat oleh jawaban dari narasumber lain yaitu.
“Berpengaruh ya, ini kalo ssudah SSO pasti akan jadi nyaman. Ya 80% lah”
(T1.6.4)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel P&A memiliki pengaruh terhadap variabel DS. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output
(Davis WS, 1998) dimana variabel P&A berada dalam dimensi input. Hal ini pun
sesuai bahwa faktor sumber daya manusia memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kesiapan penerapan sistem (Putra & Ariyanto, 2015; Nasution, 2016)
Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel P&A yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
94
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel DS yang berada dalam dimensi proses.
4.2.2 Tema 2: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Insecurity (IS)
Hasil temuan untuk tema kedua adalah variabel person and action (P&A)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel insecurity (IS). Hal ini terlihat
dari jawaban narasumber yaitu.
“Berpengaruh 70%, keamanan berbanding terbalik dengan kenyamanan.
Kalo nyaman pasti nyaman, karena kita kalo ssudah SSO kita sekali masuk
bisa langsung membuka semua aplikasi yang ssudah terintegrasi cuma
kalo untuk ketidakamanan bisa dikatakanan tidak aman karena kebiasaan
kita ni pada saat log in, contoh di perpus ada fasilitas umum yang itu bisa
digunakan untuk SSO namun karena beberapa faktor mungkin kita lupa
sign out itu jadi akhirnya tidak aman tu karena kan kalo sudah log in bisa
masuk semua kan tu.” (T2.5.4)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Berpengaruh 70%, kenapa? Karena satu password untuk semua aplikasi
dikhawatirkan akan msudah disalah gunakan.” (T2.1.4)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel P&A memiliki pengaruh terhadap IS. Hal ini sesuai dengan asumsi awal
95
yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output (Davis WS,
1998) dimana variabel P&A berada dalam dimensi input. Hal ini pun sesuai
bahwa faktor sumber daya manusia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kesiapan penerapan sistem (Putra & Ariyanto, 2015; Nasution et al., 2016)
Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel P&A yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel IS yang berada dalam dimensi proses.
4.2.3 Tema 3: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Inovativeness
(IV)
Hasil temuan untuk tema ketiga adalah variabel person and action (P&A)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel inovativeness (IV). Hal ini terlihat
dari jawaban narasumber yaitu.
“Ya berpengaruh 70%. Contoh inovasi misalnya nanti kalo kita
mengadakan seminar kan sekarang ada daftar melalui G+ atau Facebook
nah nanti kalo kita ssudah SSO kan kita tinggal daftar melalui akun AIS,
inovasi baru dari UIN itu.” (T3.1.4)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
96
“Ya berpengaruh 70%. Secara umum dalam kondisi seperti sekarang yang
serba teknologi kita sebagai pengguna teknologi harus siap dalam segala
macam inovasi baru terkait teknologi ya salah satunya SSO itu sendiri.”
(T3.5.4)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel P&A memiliki pengaruh terhadap IV. Hal ini sesuai dengan asumsi awal
yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output (Davis WS,
1998) dimana variabel P&A berada dalam dimensi input. Hal ini pun sesuai
bahwa faktor sumber daya manusia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kesiapan penerapan sistem (Putra & Ariyanto, 2015; Nasution et al., 2016)
Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel P&A yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel IV yang berada dalam dimensi proses.
4.2.4 Tema 4: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Optimisme
(OP)
Hasil temuan untuk tema keempat adalah variabel person and action (P&A)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel optimisme (OP).
97
Hal ini terlihat dari seluruh narasumber yang sepakat menjawab bahwa variabel
P&A mempengaruhi variabel OP. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban
narasumber yaitu.
“Ya berpengaruh 70%. Karena gini ya, di UIN itu tidak semua orang tau ya
tentang SSO, kalo dikatakanan berpengaruh atau tidak ya berpengaruh.
Kita ambil contoh untuk lingkup mahasiswa, kalo bicara tentang SSO
mereka tau apa itu SSO, dosen berbicara tentang SSO tau ya walaupun itu
tidak semua dosen tau, tapi kalo kita bicara staf dan karyawan apakah kita
tau seluruh staf dan karyawan mengetahui seluruhnya tentang hal ini. Tapi
balik lagi kalo dari saya sendiri optimis kita siap untuk menerapkan SSO.”
(T4.5.4)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Ya 75% pengaruhnya. Karena masih banyak orang-orang di UIN yang
bertentangan ya tapi harus kita tabrak agar kita bisa maju dan gak
tertinggal dari yang lain.” (T4.1.4)
“Ya, berpengaruh. 75% juga ini. Orang-orang di UIN harus optimis dalam
penerapan teknologi baru yang baik untuk UIN”. (T4.3.4)
98
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel P&A memiliki pengaruh terhadap OP. Hal ini sesuai dengan asumsi awal
yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output (Davis WS,
1998) dimana variabel P&A berada dalam dimensi input. Hal ini pun sesuai
bahwa faktor sumber daya manusia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kesiapan penerapan sistem (Putra & Ariyanto, 2015; Nasution et al., 2016)
Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel P&A yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel OP yang berada dalam dimensi proses.
4.2.5 Tema 5: Hubungan System Context (SC) terhadap Discomfort (DS)
Hasil temuan untuk tema kelima adalah 5 dari 8 narasumber menjawab bahwa
variabel system context (SC) cukup berpengaruh terhadap variabel discomfort
(DS). Hal ini terlihat dari jawban narasumber yaitu.
“Ya berpengaruh, 65%. Mungkin di awal saja akan cukup berpengaruh
karena pasti akan berubah sistemnya yang awal seperti apa nah yang baru
seperti apa.” (T5.1.4)
“Cukup berpengaruh ya, (sekitar) 60%. Proses adaptasi di awal saja saya
rasa.” (T5.8.3)
99
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Berpengaruh ya 65%. Mungkin di awal saja akan berpengaruh karena pasti
akan berubah sistemnya yang awal seperti apa nah yang baru seperti apa.”(
T5.5.4)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel SC memiliki pengaruh terhadap variabel DS. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output
(Davis WS, 1998) dimana variabel SC berada dalam dimensi input. Hal ini pun
sesuai bahwa konten pada sistem mempengaruhi tingkat kesiapan penerapan
sistem (Napitupulu, 2016).
Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel SC yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel DS yang berada dalam dimensi proses.
4.2.6 Tema 6: Hubungan System Context (SC) terhadap Insecurity (IS)
Hasil temuan untuk tema keenam adalah variabel system context (SC)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel insecurity (IS). Hal ini terlihat
dari seluruh narasumber yang sepakat menjawab bahwa variabel SC
100
mempengaruhi variabel IS. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban narasumber
yaitu.
“Ya berpengaruh 75%, konteks sistem yang dibuat pasti mempertimbangkan
unsur keamanan” ( T6.2.4)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Berpengaruh, kalo tadi saya katakan tidak aman itu mungkin dari sisi
human eror ya. Kalo dari sisi sistem saya rasa aman karena kalo ssudah
SSO kita kan konsepnya banyak aplikasi bermuara pada satu database, jadi
kita akan lebih msudah dalam pengamanannya.” (T6.5.4)
“Ya berpengaruh, seperti yang saya bilang faktor keamanan penting untuk
penerapan SSO.” (T6.6.4)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel SC memiliki pengaruh terhadap variabel IS. Hal ini sesuai dengan asumsi
awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output (Davis
WS, 1998) dimana variabel SC berada dalam dimensi input. Hal ini pun sesuai
bahwa konten pada sistem mempengaruhi tingkat kesiapan penerapan sistem
(Napitupulu, 2016).
101
Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel SC yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel IS yang berada dalam dimensi proses.
4.2.7 Tema 7: Hubungan System Context (SC) terhadap Inovativeness (IV)
Hasil temuan untuk tema ketujuh adalah variabel system context (SC) berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel inovativeness (IV). Hal ini terlihat dari seluruh
narasumber yang sepakat menjawab bahwa variabel SC mempengaruhi variabel
IV. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.
“Ya pengaruh 85%. Misal kita ada mau bikin seminar atau apa yang biasa
daftar menggunakan facebook atau g+ nah kalo ssudah SSO nanti bisa
daftar menggunakan email @uinjkt atau akun UIN yg lain.” (T7.1.5)
“Ya pengaruh, ya 80%. Kalo kita ssudah SSO kan kita harus tau konsepnya
kaya apa, sinkronisasi setiap aplikasi kaya apa, cara kerjanya kaya apa
misal sistem perpustakaan bisa sinkron dengan AIS dll.” (T7.5.4)
Dua jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Ya pengaruh, ya 80% lah. Kalo kita ssudah SSO kan kita harus tau inovasi
inovasi terkait dengan SSO” (T7.6.4)
102
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel SC memiliki pengaruh terhadap variabel IV. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output
(Davis WS, 1998) dimana variabel SC berada dalam dimensi input. Hal ini pun
sesuai bahwa konten pada sistem mempengaruhi tingkat kesiapan penerapan
sistem (Napitupulu, 2016).
Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel SC yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel IV yang berada dalam dimensi proses.
4.2.8 Tema 8: Hubungan System Context (SC) terhadap Optimisme (OP)
Hasil temuan untuk tema kedelapan adalah variabel system context (SC)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel optimisme (OP). Hal ini terlihat
dari seluruh narasumber yang sepakat menjawab bahwa variabel SC sangat
mempengaruhi variabel OP. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban narasumber
yaitu.
“Berpengaruh, 85%. Sistem SSO ini akan menimbulkan optimisme baru
pada user agar user dapat bekerja dengan baik cepat dan efektif.” (T8.4.5)
103
“Ya jelas ini berpengaruh 90%. Kenapa? Ini akan membuat kinerja dari
sistem itu lebih cepat dan efisien dalam pengembangan sistem baru.”
(T8.1.5)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Ya jelas ini berpengaruh 90%. Kenapa? Di kita sekarang ini wifi mau
masuk pake NIM, perpustakaan masuk pake NIM, AIS pake NIM untuk
mahasiswa ya, jadi kalo saya bilang si prosesnya sudah jalan tinggal
sistemnya aja yang disiapin jadi jelas pengaruh konteks sistem terhadap
optimisme. Optimis bisalah kalo dari sistemnya.” (T8.5.5)
Namun daripada itu, untuk poin ini salah satu narasumber memberikan masukan
yang bisa dijadikan saran kedepannya, beliau mengatakan bahwa.
“Mungkin yg jadi kendala bagaimana menyatukan sistem-sistem yang
opensource nanti, contoh kalo dari perpus repository dari d space bukan
develop pustipanda, lonta dari UI nah disitu kendalanya.”(T8.5.6)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel SC memiliki pengaruh terhadap variabel OP. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output
(Davis WS, 1998) dimana variabel SC berada dalam dimensi input. Hal ini pun
104
sesuai bahwa konten pada sistem mempengaruhi tingkat kesiapan penerapan
sistem (Napitupulu, 2016).
Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel SC yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel OP yang berada dalam dimensi proses.
4.2.9 Tema 9: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Discomfort
(DS)
Hasil temuan untuk poin ini adalah variabel organizational context (OC)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel discomfort (DS). Hal ini terlihat
dari seluruh narasumber yang sepakat menjawab bahwa variabel OC sangat
mempengaruhi variabel DS. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban narasumber
yaitu.
“Sangat berpengaruh 90%, kenapa demikian konteks organisasi yg ada
sekarang ini untuk masalah single sign on itu banyak aplikasi yang harus
semua disamakan.” (T9.1.5)
“Sangat berpengaruh 90%, Kenapa demikian karena dilihat dari budaya
organisasi di UIN ini sendiri budaya organisasi menjadi faktor yang sangat
penting.” (T9.5.5)
105
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Sangat berpengaruh 85%, Manajemen badnwith di kampus kita ini masih
diatur dalam satu divisi operation adapun konektifitas dari masing-masing
end user itu cukup sekali langsung connect jadi setiap besoknya dia kesana
gak perlu log in lagi, nah itu yang akan berubah karena setiap besoknya dia
kesana tidak langsung connect harus log in lagi, harus ada refresh lagi.
Maka dari konteks organisasi kami dari PUSTIPANDA
mempertimbangkan itu,pasti ada yang tidak nyaman.” (T9.2.5)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel OC memiliki pengaruh terhadap variabel DS. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output
(Davis WS, 1998) dimana variabel OC berada dalam dimensi input. Hal ini pun
sesuai bahwa faktor organisasi seperti budaya dan strukturnya mempengaruhi
tingkat kesiapan penerapan sistem (Atrinawati & Surendro, 2009; Widiastuti dan
Budi, 2016). Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan
Hussin (2015) bahwa salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi
inovasi TI adalah dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya
dukungan manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat
ditunjukkan untuk implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa
inovasi tersebut merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks
HEI, dukungan manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola
106
TI yang baik dan menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung
kegiatan belajar mengajar, penelitian dan administrasi.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel DS yang berada dalam dimensi proses.
4.2.10 Tema 10: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Insecurity
(IS)
Hasil temuan untuk tema kesepuluh adalah 4 dari 8 orang narasumber menyatakan
bahwa variabel OC kurang berpengaruh terhadap variabel IS. Hal itu sesuai
jawaban narasumber yaitu.
“Kalo menurut saya si kurang berpengaruh ya. Ya 30% lah untuk dari
kontek organisasi karena kita ssudah ada firewall, server sendiri yg kita
bisa maintenance sendiri nah tapi kalo itu kan masuknya ke konteks sistem
ya bukan organisasi.” (T10.1.2)
Selain itu, dua orang narasumber menyatakan bahwa variabel OC cukup
mempengaruhi variabel IS. Hal ini sesuai jawaban narasumber yaitu.
“Kalo menurut saya si cukup berpengaruh ya 60% untuk dari konteks
organisasi karena yang paling pengaruh kalo untuk security ya dari sistem
sama penggunanya.” (T10.6.3)
107
Dan sisa narasumber yang lain menjawab bahwa variabel OC berpengaruh
terhadap variabel IS. Hal ini sesuai pula dengan jawaban narasumber yaitu.
“Kalo menurut saya si berpengaruh ya 70% untuk dari konteks organisasi
dilihat dari budaya kerjanya itu ya apa ya, password itu belum menjadi
suatu yg penting. Contoh di sistem perpustakaan yang di bagian sirkulasi
peminjaman, login pake akun petugas sirkulasi terus kemudian ada jam
piket ganti tugas tapi akun itu kan gak di close, itu baru perpustakaan ya
gimana kalo sudah single sign on.” (T10.5.4)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel OC memiliki pengaruh terhadap variabel IS. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output
(Davis WS, 1998) dimana variabel OC berada dalam dimensi input. Hal ini pun
sesuai bahwa faktor organisasi seperti budaya dan strukturnya mempengaruhi
tingkat kesiapan penerapan sistem (Atrinawati & Surendro, 2009; Widiastuti dan
Budi, 2016). Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan
Hussin (2015) bahwa salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi
inovasi TI adalah dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya
dukungan manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat
ditunjukkan untuk implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa
inovasi tersebut merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks
HEI, dukungan manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola
108
TI yang baik dan menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung
kegiatan belajar mengajar, penelitian dan administrasi.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel IS yang berada dalam dimensi proses.
4.2.11 Tema 11: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap
Inovativeness (IV)
Hasil temuan untuk tema 11 adalah variabel organizational context (OC)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel inovativeness (IV). Hal ini terlihat
dari seluruh narasumber yang sepakat menjawab bahwa variabel OC sangat
mempengaruhi variabel IV. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban narasumber
yaitu.
“Sangat berpengaruh, karena akan lebih memsudahkan kami antar sesama
pegawai yang tergabung dalam institusi UIN dalam proses transaksi data.”
(T11.1.5)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Sangat berpengaruh, karena akan lebih memsudahkan kami antar sesama
pegawai yang tergabung dalam institusi UIN dalam proses transaksi data.
109
Jadi lebih cepat semua kerjanya, itu inovasi baru yang bakal bikin UIN
lebih maju kedepannya kalo apa2 sudah dikerjain secara cepat efektif dan
efisien.” (T11.5.5)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel OC memiliki pengaruh terhadap variabel IV. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output
(Davis WS, 1998) dimana variabel OC berada dalam dimensi input. Hal ini pun
sesuai bahwa faktor organisasi seperti budaya dan strukturnya mempengaruhi
tingkat kesiapan penerapan sistem (Atrinawati & Surendro, 2009; Widiastuti dan
Budi, 2016). Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan
Hussin (2015) bahwa salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi
inovasi TI adalah dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya
dukungan manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat
ditunjukkan untuk implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa
inovasi tersebut merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks
HEI, dukungan manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola
TI yang baik dan menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung
kegiatan belajar mengajar, penelitian dan administrasi.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
110
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel IV yang berada dalam dimensi proses.
4.2.12 Tema 12: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap
Optimisme (OP)
Hasil temuan untuk tema 12 adalah variabel organizational context (OC)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel optimisme (OP). Hal itu bisa di
lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.
“Ya berpengaruh 80%, mau bagaimanapun pimpinan lah yang ngambil
keputusan dengan segala pertimbangannya.” (T12.5.4)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Ya berpengaruh, 80% karena pimpinan lah yang ngambil keputusan pada
akhirnya” (T12.6.4)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel OC memiliki pengaruh terhadap variabel OP. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output
(Davis WS, 1998) dimana variabel OC berada dalam dimensi input. Hal ini pun
sesuai bahwa faktor organisasi seperti budaya dan strukturnya mempengaruhi
tingkat kesiapan penerapan sistem (Atrinawati & Surendro, 2009; Widiastuti dan
Budi, 2016). Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan
111
Hussin (2015) bahwa salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi
inovasi TI adalah dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya
dukungan manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat
ditunjukkan untuk implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa
inovasi tersebut merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks
HEI, dukungan manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola
TI yang baik dan menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung
kegiatan belajar mengajar, penelitian dan administrasi.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel OP yang berada dalam dimensi proses.
4.2.13 Tema 13: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap System
Context (SC)
Hasil temuan untuk tema 13 ini adalah variabel organizational context (OC)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel system context (SC). Hal itu bisa
di lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.
“Ya berpengaruh, karena banyak yang harus kita ubah. Misal satu aplikasi
ini primery keynya NIP nah aplikasi yang lain primery keynya NIDN
harus kita samakan.” (T13.1.4)
112
“Ya berpengaruh ini, pengambil kebijakan di organisasi memiliki
kewenangan pastinya untuk merubah sistem yang ada.”( T13.3.4)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Ya berpengaruh, karena untuk merubah seluruh sistem yang ada untuk
menjadi SSO kita harus menyentuh satu organisasi UIN secara
keseluruhan.” (T13.2.4)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel OC memiliki pengaruh terhadap variabel SC. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output
(Davis WS, 1998) dimana variabel OC berada dalam dimensi input. Hal ini pun
sesuai bahwa faktor konteks organisasi mempengaruhi efektivitas implementasi
sistem informasi dan keberhasilan penerapannya (Muhartawaty, 2013). Hal ini
juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan Hussin (2015) bahwa
salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi inovasi TI adalah
dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya dukungan
manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat ditunjukkan untuk
implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa inovasi tersebut
merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks HEI, dukungan
manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola TI yang baik dan
113
menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung kegiatan belajar
mengajar, penelitian dan administrasi.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel SC yang berada dalam dimensi proses.
4.2.14 Tema 14: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Person
and Action (P&A)
Hasil temuan untuk 14 ini adalah variabel organizational context (OC)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel person and action (P&A). Hal itu
bisa di lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.
“Ya berpengaruh, orang-orang sebagai user kan merupakan bagian dari
organisasi itu sendiri. 85% pengaruhnya.” (T14.3.5)
“Ya berpengaruh, ini akan menjadi memsudahkan semua. jadi kalo
pemangku kebijakan ssudah setuju SSO kan satu password untuk semua.
Ya jadi sangat berpengaruh lah. 85% lah itu.” (T14.5.5)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Ya berpengaruh 85%, ini akan menjadi memsudahkan semua. Ya kami dari
pihak pustipanda tidak akan ada lagi yang “pak mau reset password”.
114
Meminimalisir itu, jadi kalo sudah SSO kan satu password untuk semua.”
(T14.2.5)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel OC memiliki pengaruh terhadap variabel P&A. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output
(Davis WS, 1998) dimana variabel OC berada dalam dimensi input. Hal ini pun
sesuai bahwa faktor konteks organisasi dapat memberikan arahan,
mengkoordinasikan, dan mengkomunikasikan tindakan orang-orang di dalamnya
sehingga memiliki nilai yang tinggi dan bermakna dapat dipahami sebagai
landasan penggerak suatu organisasi (Trisnaningsih, 2007; Anshari et al., 2014;
Yunita, 2017). Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan
Hussin (2015) bahwa salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi
inovasi TI adalah dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya
dukungan manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat
ditunjukkan untuk implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa
inovasi tersebut merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks
HEI, dukungan manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola
TI yang baik dan menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung
kegiatan belajar mengajar, penelitian dan administrasi.
Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
115
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel P&A yang berada dalam dimensi proses.
4.2.15 Tema 15: Hubungan Discomfort (DS) terhadap TRI
Hasil temuan untuk tema 15 ini adalah variabel discomfort (DS) berpengaruh
secara signifikan terhadap TRI. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban
narasumber yaitu.
“Ya berpengaruh 75%, yang pertama kan kita harus ada pelatihan
pengenalan sistem baru, kalo tidak kan mereka tidak siap. Karena sistem
baru itukan perlu adaptasi.” (T15.5.4)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Ya berpengaruh 70%, Karena penerapan sistem baru perlu adaptasi.”
(T15.8.4)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel DS memiliki pengaruh terhadap variabel TRI. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model pengukuran tingkat kesiapan
penerapan index (TRI) 2.0 (Parasuraman, 2000; Lin et al., 2005; Parasuraman dan
Colby, 2014) yang menyatakan bahwa variabel DS mempengaruhi variabel (TRI).
116
4.2.16 Tema 16: Hubungan Insecurity (IS) terhadap TRI
Hasil temuan untuk tema 16 ini adalah, satu dari delapan narasumber menyatakan
cukup berpengaruh. Beliau mengatakan bahwa.
“Cukup berpengaruh ya 60%, karena apa? gini lo kalo kita pake SSO itu
hanya satu server yang kita jaga dibandingkan kalo kita gak SSO yang
membutuhkan banyak server yang perlu kita jaga.” (T16.1.3)
Sedangkan 7 narasumber lainnya menyatakan bahwa variabel IS mempengaruhi
TRI. Hal ini sesuai jawaban dari narasumber yaitu.
“Berpengaruh, 70%. Karena itu tadi kalo dari orangnya budaya
organisasinya budaya kerjanya masih sama kaya sebelum SSO ya ssudah
pasti tidak aman.” (T16.5.4)
“Berpengaruh 70%. Faktor keamanan jadi bagian penting jika ingin
menerapkan SSO.” (T16.6.4)
Selain itu, peneliti juga menemukan temuan baru dalam tema ini yaitu
PUSTIPANDA UIN Jakarta ternyata telah menguji coba penerapan sistem SSO
dalam dua divisi yang dimiliki. Hal ini terlihat dari petikan wawancara dengan
narasumber yaitu.
“Sudah, uji coba dilakukan oleh dua divisi yaitu divisi operation dan
development. Divisi operation ini ada jaringan internet sedangkan divisi
development ada aplikasi-aplikasi. Tapi balik lagi baru uji coba belum di
117
terapkan secara keseluruhan dan dari hasil uji coba itu insyaAllah faktor
keamanan kurang berpengaruh, ya amanlah.” (T16.1.6)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel IS memiliki pengaruh terhadap variabel TRI. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model pengukuran tingkat kesiapan
penerapan index (TRI) 2.0 (Parasuraman, 2000; Lin et al., 2005; Parasuraman dan
Colby, 2014) yang menyatakan bahwa variabel DS mempengaruhi variabel (TRI).
4.2.17 Tema 17: Hubungan Inovativeness (IV) terhadap TRI
Hasil temuan untuk tema 17 ini adalah variabel inovativeness (IV) berpengaruh
secara signifikan terhadap TRI. Hal ini terlihat dari seluruh narasumber yang
sepakat menjawab bahwa variabel IV sangat mempengaruhi TRI. Hal itu bisa di
lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.
“Ya tentu sangat berpengaruh, 85%. ketika ssudah SSO inovasi inovasi baru
ssudah tentu harus dilakukan. Misal kita akan membuat dan bisa membuat
jika ada device-device aneh atau misal login pada jam luar kantor akan
diberikan alarm untuk peringatan ke kami sebagai pengelola. Itu inovasi
yang akan meminimalisir keamanan juga tentunya.” (T17.1.5)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
118
“Ya tentu sangat berpengaruh 85%, ketika ssudah SSO inovasi inovasi baru
ssudah tentu harus dilakukan.” (T17.2.5)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel IV memiliki pengaruh terhadap variabel TRI. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model pengukuran tingkat kesiapan
penerapan index (TRI) 2.0 (Parasuraman, 2000; Lin et al., 2005; Parasuraman dan
Colby, 2014) yang menyatakan bahwa variabel DS mempengaruhi variabel (TRI).
4.2.18 Tema 18: Hubungan Optimisme (OP) terhadap TRI
Hasil temuan untuk tema 18 ini adalah variabel optimisme (OP) berpengaruh
secara signifikan terhadap TRI. Hal ini terlihat dari seluruh narasumber yang
sepakat menjawab bahwa variabel OP sangat mempengaruhi TRI. Hal itu bisa di
lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.
“Sangat berpengaruh ini 85%, kita harus optimis dalam penerapan SSO ini.
Ini optimis secara keilmuwan.” (T18.5.5)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
“Sangat berpengaruh ini 85%, kita harus optimis dalam penerapan SSO ini.
optimis secara tim dan keilmuwan.” (T18.1.5)
119
“Berpengaruh ini 80%, kita harus optimis dalam penerapan SSO ini.optimis
secara tim, organisasi dan keilmuwan” (T18.2.4)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel OP memiliki pengaruh terhadap variabel TRI. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model pengukuran tingkat kesiapan
penerapan index (TRI) 2.0 (Parasuraman, 2000; Lin et al., 2005; Parasuraman dan
Colby, 2014) yang menyatakan bahwa variabel DS mempengaruhi variabel (TRI)
4.2.19 Tema 19: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap TRI
Hasil temuan untuk tema 19 ini adalah variabel Organizational Context (OC)
berpengaruh secara signifikan terhadap TRI. Hal ini terlihat dari seluruh
narasumber yang sepakat menjawab bahwa variabel OP sangat mempengaruhi
TRI. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.
“Konteks organisasi disini itu masih susah untuk mengetahui atau
memahami penggunaan teknologi terbaru, di organisasi kita ini masih
minim penyambung lidah untuk menyamakan pikiran antara orang IT
dengan pihak pemangku kebijakan. Jadi untuk saya untuk hal ini
berpengaruh 80%.” (T19.2.4)
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang
mengatakan bahwa.
120
“Konteks organisasi di UIN ini sekarang masih terkendala SDM disini itu
masih susah untuk mendukung tim untuk mengatasi hal yang berkaitan
dengan teknologi. Jadi berpengaruh sebesar 80% konteks organisasi itu.”
(T19.5.4)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa
variabel OC memiliki pengaruh terhadap TRI. Hal ini sesuai dengan asumsi awal
yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output (Davis WS,
1998) dan dengan asumsi awal bahwa faktor konteks organisasi mempengaruhi
efektivitas implementasi sistem informasi dan keberhasilan penerapannya
(Muhartawaty, 2013) serta menurut Widiastuti & Budi (2016) organisasi termasuk
budaya dan strukturnya dapat mempengaruhi tingkat kesiapan penerapan sistem.
Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan Hussin (2015)
bahwa salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi inovasi TI
adalah dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya dukungan
manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat ditunjukkan untuk
implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa inovasi tersebut
merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks HEI, dukungan
manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola TI yang baik dan
menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung kegiatan belajar
mengajar, penelitian dan administrasi.
121
Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,
2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada
pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),
yang dalam hal ini adalah variabel TRI yang berada dalam dimensi output.
4.3 Tingkat Kesiapan UIN dalam Penerapan SSO
Hasil temuan untuk poin ini adalah secara umum UIN ssudah memiliki kesiapan
dalam rangka mengimplementasikan SSO itu sendiri. Hal itu bisa di lihat dari
petikan jawaban narasumber berikut ini.
“Secara umum kesiapan sudah 75% karena kita bertabrakan dengan konteks
organisasi yang sudah saya jelaskan tadi.” (T20.1)
“secara umum kesiapan sudah 70%”( T20.2)
“secara umum kesiapan sudah 75%”( T20.3)
“secara umum kesiapan sudah 70%”( T20.4)
“secara umum kesiapan sudah 75%” (T20.5)
“menurut saya pribadi, secara umum UIN 80% siap untuk hal ini” (T20.6)
“secara umum kesiapan sudah 70%” (T20.7)
“secara umum kesiapan sudah 70%” (T20.8)
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa tingkat
kesiapan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam penerapan SSO itu berkisar
antara 70% - 80%.
122
BAB V
PENUTUP
5.1 Limitasi
Penelitian ini memiliki keterbatasan dari diri peneliti sendiri karena keterbatasan
pengetahuan yang dimiliki peneliti dan juga peneliti yang hanya mampu
menggunakan delapan narasumber kunci dalam penelitian kali ini. Dimana dari
delapan narasumber tersebut tidak ada satu perwakilan pun dari pihak top
management (pemangku kebijakan) di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Hal ini dikarenakan penentuan narasumber dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling, purposive sampling sendiri menurut
Juan et al. (2013) yaitu sebuah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Sedangkan menurut Kajornboon (2005), apabila responden
tidak mudah ditemui dan marah, maka interview dapat dibatalkan atau ditunda.
Berdasarkan dua hal tersebut, peneliti mempertimbangkan kemudahan akses
untuk dapat melakukan wawancara terhadap salah satu orang dari jajaran top level
management UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan hal tersebut yang menjadi
keterbatasan dalam penelitian kali ini.
5.2 Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan penelitian, peneliti mengambil beberapa kesimpulan
penting dari penelitian ini yaitu.
123
1) Dari hasil pengolahan data yang diperoleh dari jawaban setiap
narasumber, dapat diketahui bahwa seluruh tema (19 tema) yang di
ajukan peneliti diterima yaitu:
1. Faktor person and action mempengaruhi faktor discomfort,
insecurity, innovativeness dan optimism.
2. Faktor system context mempengaruhi faktor discomfort, insecurity,
innovativeness dan optimism.
3. Faktor organizational context mempengaruhi faktor discomfort,
insecurity, innovativeness, optimism, person and action, system
context dan TRI
4. Faktor discomfort, insecurity, innovativeness dan optimism
mempengaruhi TRI
Dilihat dari 19 tema tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kesiapan penerapan sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta adalah:
a. Faktor person and action (P&A), yaitu faktor dari orang sebagai
pengguna yang ada di UIN Jakarta mempengaruhi tingkat
kesiapan dalam penerapan sistem SSO di UIN Jakarta.
b. Faktor system context (SC) yaitu faktor dari sistem SSO itu
sendiri mempengaruhi tingkat kesiapan dalam penerapan sistem
SSO di UIN Jakarta.
124
c. Faktor organizational context (OC) yaitu faktor dari organisasi
UIN Jakarta mempengaruhi tingkat kesiapan dalam penerapan
sistem SSO di UIN Jakarta.
d. Faktor discomfort (DS) yaitu faktor dari ketidaknyamanan dari
orang sebagai pengguna yang ada di UIN Jakarta mempengaruhi
tingkat kesiapan dalam penerapan sistem SSO di UIN Jakarta.
e. Faktor insecurity (IS) yaitu faktor dari ketidakamanan
mempengaruhi tingkat kesiapan dalam penerapan sistem SSO di
UIN Jakarta.
f. Faktor inovativeness (IV) yaitu faktor dari penciptaan inovasi
dari orang yang ada di UIN Jakarta mempengaruhi tingkat
kesiapan dalam penerapan sistem SSO di UIN Jakarta.
g. Faktor optimism (OP) yaitu faktor dari optimisme orang yang
ada di UIN Jakarta mempengaruhi tingkat kesiapan dalam
penerapan sistem SSO di UIN Jakarta.
2) Dari hasil pengolahan data jawaban setiap narasumber, dapat
diketahui bahwa status kesiapan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sekitar 70% - 80%. Dimana 70% – 80% tersebut dikatakan bahwa
secara teknis SSO sudah siap untuk diterapkan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta namun ada beberapa hal non-teknis yang masih
menghambat penerapan SSO di Universitas ini.
125
Berdasarkan hasil temuan itu juga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini telah
memberikan kontribusi dan manfaat yamg signifikan, berupa:
1. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
para pengambil keputusan khususnya pihak PUSTIPANDA dalam
rencana penerapan sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Secara teoritis, penelitian ini menggunakan 19 tema penelitian yang di
adopsi dari 2 model yaitu TRI 2.0 milik Parasuraman & Colby (2015)
dengan tiga variabel pengaruh lingkungan dari model Subiyakto et.al.
(2015). Sehingga hasil dari model penelitian ini dapat menjadi
alternatif yang dapat dipertimbangkan untuk dapat mengukur tingkat
kesiapan penerapan sistem baru.
3. Secara metodologi, penelitian ini juga berperan dalam mendorong
variasi penelitian yang menggunakan metode kualitatif dalam
penyusunan skripsi pada Program Studi Sistem Informasi di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.3 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai
berikut:
1) Bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik dengan topik dan metode
seperti yang digunakan peneliti dapat mempertimbangkan beberapa
hal sebagai berikut:
126
a. Untuk penentuan narasumber sebaiknya dilakukan dengan
mempertimbangkan latar belakang narasumber terlebih dahulu
agar memperoleh narasumber yang kompeten.
b. Jumlah narasumber lebih ditambah lagi agar memperolah variasi
jawaban yang lebih lengkap.
2) Untuk pihak PUSTIPANDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, agar
dapat terus mengembangkan sistem SSO yang nantinya berencana di
terapkan karena berdasarkan hasil wawancara oleh delapan
narasumber di temukan jawaban bahwa tingkat kesiapan Universitas
ini dalam penerapan SSO sudah mencapai 70%. Selain itu,
sebagaimana saran dari salah satu narasumber yang harus menjadi
perhatian PUSTIPANDA adalah bagaimana menyatukan sistem-
sistem yang opensource nanti.
127
DAFTAR PUSTAKA
Aarto, L., & Tynjala, P. (2017). Dimensions of Professional Growth in Work-
Related Teacher Education. Australian Journal of Teacher Education, 42.
Alannita, N. P., & Suaryana, I. G. N. A. (2014). Pengaruh Kecanggihan
Teknologi Informasi, Partisipasi Manajemen, dan Kemampuan Teknik
Pemakai Sistem Informasi Akuntansi Pada Kinerja Individu. E-Jurnal
Akuntansi, 33-45.
Amin, M. (2014). Pengukuran Tingkat Kesadaran Keamanan Informasi
Menggunakan Multiple Criteria Decision Analysis (MCDA). Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Vol, 5(1).
Ardagna, C. A., Frati, F., & Gianini, G. (2009). Open source in Web-based
applications: a case study on single sign-on.
Arifin, A. S. (2016). Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi Dan Pergeseran
Paradigma Reformasi Pendididikan Tinggi Pada\Institusi Pendidikan
Tinggi Keagamaan Islam. LITERASI (Jurnal Ilmu Pendidikan), 6(2),
135-154.
Baesler, E. J. (2017). Teaching Students How to Make Their Dreams Come True:
An Autoethnography of Developing and Teaching the Dream Reseach
Methods Course. The Qualitative Report, 22(12), 3186-3209.
128
Behar, L. S., Potter, J. E., Prikhidko, A., Swords, S., Sonstein, S., & Kolb, H. R.
(2017). Training Impact on Novice and Experienced Research
Coordinators. The Qualitative Report, 22(12), 3118-3138.
Chazar, C., & Ramdhani, M. A. (2016). Model Perencanaan Keamanan Sistem
Informasi Menggunakan Pendekatan Metode Octave dan ISO 27001:
2005. In Seminar Nasional Telekomunikasi dan Informatika.
Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi.(diterjemahkan oleh Kartono, K)
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Chen, S. C., Jong, D., & Lai, M. T. (2014). Assessing the relationship between
technology readiness and continuance intention in an E-appointment
system: relationship quality as a mediator. Journal of medical systems,
38(9), 76.
Dalyono. (2005). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Damanhuri, A., Mujahidin, E., & Hafidhuddin, D. (2017). Inovasi Pengelolaan
Pesantren dalam Menghadapi Persaingan di Era Globalisasi.
TA'DIBUNA, 2(1), 17-37.
Davis, W. S., & Yen, D. C. (Eds.). (1998). The information system consultant's
handbook: Systems analysis and design. CRC press.
Divayana, D. G. H. (2015). Evaluasi Program Penanggulangan HIV/AIDS
Dengan Model CIPP Berbantuan Komputer. Proceedings Konferensi
Nasional Sistem dan Informatika (KNS&I).
129
Dwiyanto, D., & Mada, F. I. B. U. G. (2002). Metode Kualitatif: Penerapannya
dalam Penelitian.
Echols, M. (2005). John dan Shadily. Hassan, Kamus Inggris Indonesia “An
English-Indonesian Dictionary”, Jakarta: PT Gramedia.
Elmas, E., & Aydin, S. (2017). Pre-Service Foreign Language Teachers'
Perceptions of Research Skills: A Qualitative Study. The Qualitative
Report, 22(12), 3088-3101
Fauziah, Y. (2014). Tinjauan Keamanan Sistem Pada Teknologi Cloud
Computing. Jurnal Informatika, 8(1).
Graneheim, U. H., & Lundman, B. (2004). Qualitative content analysis in nursing
research: concepts, procedures and measures to achieve trustworthiness.
Nurse education today, 24(2), 105-112.
Hasanah, H. (2017). Teknik-Teknik Observasi (Sebuah Alternatif Metode
Pengumpulan Data Kualitatif Ilmu-ilmu Sosial). At-Taqaddum: Jurnal
Peningkatan Mutu Keilmuan dan Kependidikan Islam, 8(1), 21-46.
Holt, D., Armenakis, F. S., & Harris, G. (2007). Readiness for organizational
change the systematic development of a scale. The journal of applied
behavioral science, 43(2), 232-255.
Hong, K. S., & Songan, P. (2011). ICT in the changing landscape of higher
education in Southeast Asia. Australasian Journal of Educational
Technology, 27(8).
Hsieh, H. F., & Shannon, S. E. (2005). Three approaches to qualitative content
analysis. Qualitative health research, 15(9), 1277-1288.
130
Huberman, M., & Miles, M. B. (2002). The qualitative researcher's companion.
Sage.
Huda, M. Q., & Hussin, H. (2013). A conceptual model of information technology
innovation implementation effectiveness in higher education. In
Information and Communication Technology for the Muslim World
(ICT4M), 2013 5th International Conference on (pp. 1-6). IEEE.
Huda, M. Q., Hidayah, N. A., & Putra, S. J. (2016). A study of social technology
use in State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. In
Cyber and IT Service Management, International Conference on (pp. 1-
6). IEEE.
Hutahaean, J. (2015). Konsep Sistem Informasi. Deepublish.
Hyde, K. M., & Maier, H. R. (2006). Distance-based and stochastic uncertainty
analysis for multi-criteria decision analysis in Excel using Visual Basic
for Applications. Environmental Modelling & Software, 21(12), 1695-
1710.
Jaya, M. K., Mulyadi, D., & Sulaeman, E. (2012). Pengaruh Kecerdasan
Emosional Terhadap Kinerja Karyawan Pada Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Kerawang. Jurnal Manajemen, 10(1), 1038-1046.
Joseph, D., & Southcott, J. (2017). Older People in a Community Gospel Choir:
Musical Engagement and Social Connection. The Qualitative Report,
22(12), 3209-3223.
Kadir, A., & Triwahyuni, T. C. (2003). Pengenalan teknologi informasi.
Yogyakarta: Andi.
131
Kajornboon, A. B. (2005). Using interviews as research instruments. E-journal for
Research Teachers, 2(1), 1-9.
Kuo, L. H., Wei, H. M., Chen, L. M., Wang, M. C., Ho, M. K., & Yang, H. J.
(2012). An evaluation model of integrating emerging technology into
formal curriculum. International Journal of Education and Information
Technologies, 6(3), 250-445.
Lazuardi, A. (2013). Tingkat Kesiapan (Readiness) Pengadopsian Teknologi
Informasi: Studi Kasus Panin Bank. Universitas Indonesia.
Lewis, K. D. (2009). Web single sign-on authentication using SAML. arXiv
preprint arXiv:0909.2368.
Lippert, S. K., & Govindarajulu, C. (2006). Technological, organizational, and
environmental antecedents to web services adoption. Communications of
the IIMA, 6(1), 14.
Mankins, J. C. (1995). Technology readiness levels. White Paper, April, 6.
Marshall, M. N. (1996). Sampling for qualitative research. Family practice, 13(6),
522-526.
Mayasari, L. P. R., Sinarwati, N. K., & Yuniarta, G. A. (2014). Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi
Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada
Pemerintah Kabupaten Buleleng. JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Akuntansi S1), 2(1).
132
McLeod, L., & MacDonell, S. G. (2011). Factors that affect software systems
development project outcomes: A survey of research. ACM Computing
Surveys (CSUR), 43(4), 24.
Mcmillan, J.H, & Schumacher. (2003). Research in Education (fifth edition). New
York: Longman.
Moleong, L. J. (2011). Metodologi Penelitian kualitatif. Edisi Revisi. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyanto, A. (2009). Sistem Informasi: Konsep & Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Napitupulu, D. (2016). Kesiapan Implementasi E-Learning di Lingkungan
Universitas XYZ. In Seminar Nasional Tekno Altek, Pusat Penelitian
Inovasi LIPI.
Onwuegbuzie, A. J., & Leech, N. L. (2005). On becoming a pragmatic researcher:
The importance of combining quantitative and qualitative research
methodologies. International journal of social research methodology,
8(5), 375-387.
Ose, S. O. (2016). Using Excel and Word to structure qualitative data. Journal of
Applied Social Science, 10(2), 147-162.
Pambudi, S. A. (2015). Analisis Kesiapan Pengguna Sistem Informasi Akademik.
SEMNASTEKNOMEDIA ONLINE, 3(1), 2-1.
133
Parasuraman, A. (2000). Technology Readiness Index (TRI) a multiple-item scale
to measure readiness to embrace new technologies. Journal of service
research, 2(4), 307-320.
Parasuraman, A., & Grewal, D. (2000). The impact of technology on the quality-
value-loyalty chain: a research agenda. Journal of the academy of
marketing science, 28(1), 168-174.
Parasuraman, A., & Colby, C. L. (2015). An updated and streamlined technology
readiness index: TRI 2.0. Journal of service research, 18(1), 59-74.
Ponnapalli, R. (2005). Secure implementation of Enterprise single sign-on product
in an organization. SANS Institute InfoSec Reading Room.
Pramadani, A. B. (2012). Hubungan antara Komitmen Organisasi dengan
Kesiapan untuk Berubah pada Karyawan Divisi Enterprise Service (DES)
Telkom Ketintang Surabaya. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi,
1(03).
Pratiwi, F. D. (2016). Persepsi Anak Muda Tentang Radio Muslim (Studi
Kualitatif Terhadap Pendengar Radio MQ FM Yogyakarta). CHANNEL
Jurnal Komunikasi, 4(1).
Priscillia, H., Syuhendra, A., Sastriadi, N., & Robiantoro, R. (2013). Analisis
Sistem Informasi Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. SKRIPSI
MAHASISWA TI S1.
134
Putra, A. T. (2016). Perancangan Aplikasi Single Sign On Untuk
Mengimplementasikan Layanan Login di Jaringan. SKRIPSI S1.Potensi
Utama.
Putra, A. T., Darma, I. W. G. Y., Ariyanto, D. (2015). “Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penerapan Standar Akuntansi Berbasis Akrual”. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana 13.1 (2015):12-32.
Putra, S. J., Subiyakto, A., Ahlan, A. R., & Kartiwi, M. (2016). A Coherent
Framework for Understanding the Success of an Information System
Project. TELKOMNIKA (Telecommunication, Computing, Electronics
and Control), 14(1), 302-308. doi:10.12928/TELKOMNIKA.v14i1.2711
Rahman, A. (2016). Evaluasi Kesuksesan E-Government: Studi Kasus di
Kabupaten Sleman dan Kabupaten Tulungagung. Jurnal Akuntansi dan
Auditing Indonesia, 15(2).
Ramadhan, G., Kunang, Y. N., & Suryayusra, S. (2014). Analisis teknologi
Single Sign On (SSO) dengan penerapan Central Authentication Service
(CAS) pada Universitas Bina Darma. Jurnal Mahasiswa Teknik
Informatika.
Renner, M., & Taylor-Powell, E. (2003). Analyzing qualitative data. Programme
Development & Evaluation, University of Wisconsin-Extension
Cooperative Extension.
135
Richards, J. C., & Haberlin, S. (2017). Exploring Perceptions of Key Events in a
Qualitative Research Class: Applying Some Principles of Collaborative
Analytic Inquiry in Practice. The Qualitative Report, 22(12), 3139-3153.
Sandelowski, M. (2000). Focus on research methods-whatever happened to
qualitative description?. Research in nursing and health, 23(4), 334-340.
Sari, D. R., Kunang, Y. N., & Muzakir, A. (2015, August). Sistem Keamanan
SSO Berbasis SAML pada Jalur Komunikasi dengan Menggunakan
XML Encryption. In Student Colloquium Sistem Informasi & Teknik
Informatika (SC-SITI) (Vol. 1). Fakultas Ilmu Komputer Universitas
Bina Darma.
Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian. Kuantitatif Kualitatif.
Slameto. (2006). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Smith, J., & Firth, J. (2011). Qualitative data analysis: the framework approach.
Nurse researcher, 18(2), 52-62.
Subiyakto, A., & Ahlan, A. R. (2013, 27-28 Nov. 2013). A coherent framework
for understanding critical success factors of ICT project environment.
Paper presented at the 2013 International Conference on Research and
Innovation in Information Systems (ICRIIS).
Subiyakto, A., & Ahlan, A. R. (2014). Implementation of Input-Process-Output
Model for Measuring Information System Project Success.
136
TELKOMNIKA Indonesian Journal of Electrical Engineering, 12(7),
5603-5612. doi:10.11591/telkomnika.v12i7.5699
Subiyakto, A., Ahlan, A. R., Kartiwi, M., & Putra, S. J. (2016). Measurement of
the information system project success of the higher education
institutions in Indonesia: a pilot study. International Journal of Business
Information System, 23(2), 229-247. doi:10.1504/IJBIS.2016.10000261
Subiyakto, A., Ahlan, A. R., Kartiwi, M., Putra, S. J., & Durachman, Y. (2016).
The User Satisfaction Perspectives of the Information System Projects.
Indonesian Journal of Electrical Engineering and Computer Science,
4(1).
Subiyakto, A., Ahlan, A. R., Kartiwi, M., & Sukmana, H. T. (2015a). Influences
of the Input Factors towards Success of An Information System Project.
TELKOMNIKA (Telecommunication Computing Electronics and
Control),13(2),686693.doi:http://dx.doi.org/10.12928/telkomnika.v13i2.1
323
Subiyakto, A., Ahlan, A. R., Kartiwi, M., & Sukmana, H. T. (2015b).
Measurement of Information System Project Success Based on
Perceptions of the Internal Stakeholders. International Journal of
Electrical and Computer Engineering (IJECE), 5(2), 271-279. Retrieved
from http://iaesjournal.com/online/index.php/IJECE/article/view/7009
137
Subiyakto, A., Ahlan, A. R., Putra, S. J., & Kartiwi, M. (2015). Validation of
Information System Project Success Model. SAGE Open, 5(2), 1-14.
doi:10.1177/2158244015581650
Subiyakto, A., Ahlan, A. R., & Sukmana, H. T. (2014). An Alternative Method
for Determining Critical Success Factors of Information System Project.
TELKOMNIKA Telecommunication, Computing, Electronics and
Control,12(3),665674.doi:http://dx.doi.org/10.12928/telkomnika.v12i3.1
05
Subiyakto, A., Rosalina, R., Utami, M. C., Kumaladewi, N., & Putra, S. J. (2017).
The Psychometric and Interpretative Analyses for Assessing the End-
User Computing Satisfaction Questionnaire. Paper presented at the 5th
International Conference on Information Technology for Cyber and IT
Service Management (CITSM) 2017 Denpasar, Bali.
Subiyakto, A., Septiandani, D., Nurmiati, E., Durachman, Y., Kartiwi, M., &
Ahlan, A. R. (2017). Managers Perceptions towards the Success of E-
Performance Reporting System. TELKOMNIKA (Telecommunication
Computing Electronics and Control), 15(3), 1389-1396.
doi:10.12928/TELKOMNIKA.v15i3.5133Sugiyono, P. D. (2013).
Metode Penelitian Manajemen. Bandung: ALFABETA, CV.
Sumarjo, H. (2010) Analisis Data Kualitatif Dalam Penelitian Teknik Arsitektur.
INERSIA, 6(1).
138
Susanto, A., Chang, Y., Zo, H., & Park, M. C. (2012, October). The role of trust
and security in Smartphone banking continuance. In Systems, Man, and
Cybernetics (SMC), 2012 IEEE International Conference on (pp. 2133-
2138). IEEE.
Susinos, T., Ceballos L. N., & Saiz L. A. (2017). In the Light of Shared Words:
Collaborative Writing in a Research Study on Student Voice in Spanish
Schools. The Qualitative Report, 22(12), 3172-3185.
Swallow, V., Newton, J., & Van L. C. (2003). How to manage and display
qualitative data using „Framework‟and Microsoft® Excel. Journal of
clinical nursing, 12(4), 610-612.
Tjahjadi, J. A. (2013). Studi Deskriptif Kriteria Suksesor pada Perusahaan
Keluarga Sub-distributor Kebutuhan Farmasi. Agora, 1(3), 1027-1037.
Visagie, C. M., & Steyn, C. (2011). Organisational commitment and responses to
planned organisational change: An exploratory study. Southern African
Business Review, 15(3), 98-121.
Wahyuningrum, T. (2012). Implementasi XML Encryption (XML Enc)
Menggunakan Java. Jurnal Infotel, 4(1), 17-28.
Ward, B. W. (2017). Reaction to Safety Equipment Technology in the Workplace
and Implications: A Case Study of the Firefighter's Hood.
Wirawan, I. G. W. S. G. (2013). Pengaruh Independensi, Profesionalisme, Tingkat
Pendidikan dan Pengalaman Kerja pada Kinerja Auditor BPK RI
Perwakilan Provinsi Bali. E-Jurnal Akuntansi, 2(2), 488-503.
139
Yunita, I. (2017). Pengukuran Kepuasan Pengguna terhadap Tulis (Technology
Uin Library Information System) pada Pusat Perpustakaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.
LAMPIRAN
Transkrip Wawancara
Nama Narasumber : Bapak Indra Munawar
Peneliti : Faizal Ardyanto
Hari/Tanggal : Kamis, 24 Agustus 2017
Lokasi Wawancara : PUSTIPANDA UIN Jakarta
Peneliti :Assalamualaikum wr wb, pertama saya mau menjelaskan judul yang
saya ambil itu evaluasi kualitati kesiapan penerapan SSO di UIN
Jakarta
Pak Indra :Walaikumsalam, iya
Peneliti :Baik sekarang kita langsung masuk ke pertanyaan per tema aja ya pak
Pak Indra :Iya
Peneliti :Yang pertama pak, kalo menurut bapak apakah person and action
berpengaruh secara signifikan terhadap ketidaknyamanan dalam
penerapan SSO di UIN?
Pak Indra :Tidak, kenapa? Karena dengan diterapkannya SSO justru akan
nyaman.
Peneliti :Baik, sekarang yang kedua pak. Apakah person and action
berpengaruh secara signifikan terhadap ketidakamanan dalam
penerapan SSO di UIN?
Pak Indra :Pengaruh 70%, kenapa? Karena satu password untuk semua aplikasi
dikhawatirkan akan mudah disalah gunakan.
Peneliti :yang ketiga pak, apakah person and action berpengaruh secara
signifikan terhadapa penciptaan inovasi baru? Jadi disini maksudnya
kalo kita sudah pake SSO harus ada inovasi2 baru dalam mengelola
atau mengmbangkannya kan pak.
Pak Indra :Ya berpengaruh 70%. Contoh inovasi misalnya nanti kalo kita
mengadakan seminar kan sekarang ada daftar melalui G+ atau
Facebook nah nanti kalo kita sudah SSO kan kita tinggal daftar
melalui akun AIS, inovasi baru dari UIN itu.
Foto – Foto Saat FGD di PUSTIPANDA UIN Jakarta
Foto – Foto Saat Wawancara
Lembar Observasi
Nama Pengamat : Faizal Ardyanto
Tanggal Pengamatan : 10 s.d 12 Juli 2017
Lokasi Pengamatan : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tujuan :
1. Memperoleh data awal yang berguna untuk penelitian
2. Merekam data awal sebanyak-banyaknya data-data yang meliputi beberapa
aspek yang diamati.
Petunjuk :
1. Pengamat berada pada posisi yang tidak mengganggu kegiatan yang
sedang berlangsung namun tetap dapat memantau setiap kegiatan yang
dilakukan.
2. Pengamat memberikan catatan tentang apa yang telah diamatinya.
No Aspek Yang
Diamati Tanggal Catatan
1.
Sistem Yang
Sudah SSO di
UIN
10 Juli
2017
Temuan awal sistem yang sudah SSO di UIN
wifi mahasiswa.
2.
Narasumber
Yang
Kompeten
11 Juli
2017
Temuan awal dan dibantu oleh dosen
pembimbing deangan arahannya, di temukan
calon-calon responden yang tepat.
3. Perilaku User 12 Juli
2017
Temuan awal saat pengamat melihat perilaku
user saat menggunakan sistem AIS di FST
khususnya, mereka telah aware terhadap
keamanan terhadap akun mereka dan mereka
juga sangat familiar dengan aplikasi tersebut.