118
EFISIENSI PEMASARAN KAYU JENIS SENGON (Paraserianthes falcataria) (Studi Kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor) Purwanto PROGAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M

101198 Purwanto Fst

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ekofisiologi

Citation preview

Page 1: 101198 Purwanto Fst

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JENIS SENGON (Paraserianthes falcataria)

(Studi Kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor)

Purwanto

PROGAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011 M

Page 2: 101198 Purwanto Fst

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JENIS SENGON (Paraserianthes falcataria)

(Studi Kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor)

Oleh: Purwanto

106092002995

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Progam Studi Agribisnis

PROGAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2011 M

Page 3: 101198 Purwanto Fst

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul ” Efisiensi Pemasaran Kayu Jenis Sengon (Paraserianthes falcataria) Studi Kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor”, yang ditulis oleh Purwanto NIM 106092002995. Telah diuji dan dinyatakan lulus dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jum’at Tanggal 10 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Dr. Ir. Edmon Daris, MS Ir. Junaidi, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Elpawati, MP Ir. Iwan Aminudin, M.Si

Mengetahui,

Dekan Ketua Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Agribisnis

Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Drs. Acep Muhib, MMA NIP. 19680117 2001121 1 001 NIP. 19690605 20112 1 001

Page 4: 101198 Purwanto Fst

SURAT PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR –

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juni 2011

PURWANTO

Page 5: 101198 Purwanto Fst

Daftar Riwayat Hidup

Data Diri

Nama Lengkap : Purwanto

Alamat : Kp. Bulak RT 03/13 No.19 Kemirimuka, Depok 16423

Telepon : 085232978136

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Juli 1988

Agama : Islam

Email : [email protected]

Motto Hidup : Dont Be Strong But Do Your Best Always

Riwayat Pendidikan

1992-1994 TK An-Nuriyah Depok

1994-2000 SD Negeri Depok Jaya 1

2000-2003 SMP Negeri 2 Depok

2003-2006 SMA Negeri 5 Depok

2006-2011 Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 6: 101198 Purwanto Fst

Riwayat Organisasi

2007-2008 Anggota Forum Lingkar Pena Ciputat

2008-2009 Staf CIC (Campus Interpreuner Comunity)

Staf Olahraga dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan

Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Kegiatan Pelatihan

2005 Pelatihan Komputer LPK Mahasin

2007 Pelatihan Kewirausahaan Campus Interpreuner Community

Training Organization Platform Badan eksekutif mahasiswa agribisnis

Training Organisasi dan Motivasi yang diselenggarakan BEM FST UIN Jakarta.

Seminar Sainstek Muslim “Urgensi Cyber Community Bagi perkembangan Masyarakat Islam”

2008 Pendidikan Dasar (Diksar) Perkoperasian dan Kewirausahaan yang diselenggarakan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2010 Training Etnomark Consulting “Metode Riset Kualitatif via Etnography”

2011 Training BBC School of Kahfi “Be Powerfull Speaker Trough Great Communication”

Page 7: 101198 Purwanto Fst

Riwayat Pekerjaan

2007 Magang dalam Penyusunan Outlook Perkebunan Kapas, Pusat Data dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian

2010 Praktek Kerja Lapang Bagian Tanaman Produksi PT Rajawali Nusantara Indonesia PG Unit II Subang

2009-2010 Monitoring Badan Pelaksana Progam Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja Indonesia

2010 - sekarang Field Risecher di Etnomark Consulting

Page 8: 101198 Purwanto Fst

RINGKASAN

PURWANTO. 106092002995. Efisiensi Pemasaran Kayu Jenis Sengon (Paraserianthes falcataria) Studi Kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. (Dibawah bimbingan Elpawati dan Iwan Aminudin)

Salah satu Kecamatan pemasok kayu jenis sengon di kabupaten bogot

adalah Kecamatan Leuwisadeng. Sebagian besar petani sengon di kecamatan ini belum mampu maksimal dalam mengumpulkan informasi pasar sehingga mereka kurang memiliki daya saing dalam menawarkan kayu sengon. Akibatnya volume kayu dan keuntungan dari hasil penjualan yang didapat menjadi sedikit. Harga kayu dijual lebih ditentukan oleh para perantara dan memposisikan petani sebagi penerima harga (price-taker). Posisi tersebut mengakibatkan peranan perantara lebih menonjol dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan petani. Walaupun kondisi tersebut adalah kondisi yang pada umumnya terjadi dalam suatu usahatani, akan tetapi perlu dikaji lebih jauh mengenai efisiensi pemasaran yang sedang terjadi saat ini sehingga dapat diketahui apakah sistem pemasaran tersebut sudah efisien atau belum.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi pemasaran kayu jenis sengon berdasarkan (1) Saluran dan lembaga pemasaran kayu jenis sengon, (2) Struktur pasar kayu jenis sengon, (3) Fungsi pemasaran petani, perantara dan sawmill kayu jenis sengon, (4) Marjin pemasaran perantara dan sawmill kayu jenis sengon, (5) Farmer’s share petani Kecamatan Leuwisadeng. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, sedangkan dalam menganalisis data digunakan analisis saluran pemasaran, analisis struktur pasar, analisis fungsi pemasran, analisis marjin pemasaran dan analisis farmer’s share

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa saluran pemasaran yang terbentuk pada pemasaran kayu jenis sengon kecamatan leuwisadeng yaitu Saluran Pemasaran 1 terdiri dari Petani – Perantara – Sawmill - Material, Saluran Pemasaran 2 terdiri dari Petani – Sawmill - Material dan Saluran Pemasaran 3 terdiri dari Petani – Perantara – Sawmill - Indutri Luar Daerah. Struktur pasar yang dihadapi oleh pemasaran kayu sengon dari Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor adalah pasar persaingan tidak sempurna. Berdasarkan perbandingan jumlah petani dan jumlah perantara, sawmill ataupun material, struktur pasar yang terbentuk dari sisi petani adalah oligopsoni. Jumlah petani yang lebih banyak daripada perantara, sawmill maupun material menyebabkan petani menjadi penerima harga (price taker). Pada tingkat pemasaran selanjutnya jumlah perantara lebih banyak daripada jumlah sawmill. Dengan demikian struktur pasar yang terbentuk adalah monopsoni

Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga pemasaran adalah: Fungsi pemasaran petani yaitu Pembelian, Penjualan, Pengambilan Pasar dan Penelitian Pasar. Fungsi pemasaran perantara yaitu Pembelian, Penjualan, Pengangkutan, Biaya Pemasaran, Pengambilan Resiko, Penelitian Pasar, Demand Creation. Fungsi pemasaran sawmill yaitu Pembelian, Penjualan, Penyimpanan,

Page 9: 101198 Purwanto Fst

Pengangkutan, Standarisasi dan Grading, Pengambilan Resiko, Penelitian Pasar dan Demand Creation.

Marjin Pemasaran yang diperoleh lembaga pemasaran yang terlibat adalah: Marjin Pemasaran perantara untuk saluran pemasaran 1 adalah sebesar Rp.297.223/m3, dan untuk saluran pemasaran 3 sebesar Rp.324.107/m3. pada saluran pemasaran 2 tidak ada nilai marjinnya karena pada saluran ini petani tidak melalui perantara dalam pendistribusian kayu ke sawmill. Marjin pemasaran sawmill untuk pemasaran kayu sengon pada saluran pemasaran 1, saluran pemasaran 2 dan saluran pemasaran 3 adalah masing-masing Rp.248.661/m3, Rp.298.214/m3 dan Rp.334.920/m3. Total marjin pemasaran yang diperoleh dari saluran pemasaran kayu sengon Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor untuk saluran pemasaran 1, saluran pemasaran 2 dan saluran pemasaran 3 adalah masing-masing Rp Rp.548.661/m3, Rp.301.191/m3 dan Rp.657.619/m3. sehingga dipastikan bahwa marjin pemasaran tertinggi dihasilkan oleh saluran pemasaran 3 dan terendah saluran pemasaran 2. Sehingga saluran pemasaran 2 dinilai lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran lainnya.

Persentase bagian yang diperoleh petani (farmer’s share) atas pemasaran kayu sengon saluran pemasaran 1, saluran pemasaran 2 dan saluran pemasaran 3 adalah masing 55,66%, 74,9% dan 50,67% dari harga jualnya. Hal ini berarti farmer’s share tertinggi dihasilkan dari saluran pemasaran 2 dan terendah saluran pemasaran 3. hasil perhitungan menunjukan bahwa pemasaran kayu sengon saluran pemasaran 2 lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran lainnya

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan (1) Petani seharusnya mampu menjual pohon sengonnya dalam bentuk kayu tebangan bukan dalam keadaan berdiri, sehingga hasil atau keuntungan yang diterima petani lebih besar lagi. (2) Seharusnya ada pihak yang mengontrol dalam hal ini Pemerintah untuk memastikan agar petani menggunakan saluran pemasaran 2. Nilai farmer share yang dimiliki saluran pemasaran 2 sebesar 74,9 % lebih tinggi dibandingkan saluran pemasaran lainnya (3) Dinas Kehutanan seharusnya turun langsung ke petani lewat penyuluh menyampaikan informasi-informasi yang berkaitan dengan pemasaran sengon, agar petani memiliki bargaining position dalam menentukan harga (4) Petani mampu mendapatkan bibit sengon yang unggul yang mampu mengatasi keragaman bibit sengon tersebut.

Page 10: 101198 Purwanto Fst

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya. Atas Ridho-

Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih karena kau telah

meciptakan seorang pemimpin besar yang mulia, Muhammad SAW, kutahurkan

salam dan salawat baginya. Penulis menyadari tanpa bimbingan dan dorongan dari

semua pihak, maka penelitian dan penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan

lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini, izinkan penulis menyampaikan

terima kasih sebesar – besarnya kepada :

1. Ibunda Tarni dan Ayahanda Junaidi, kedua orang tua tercinta yang penuh

kasih sayang. Semoga Allah SWT memberikan kesempatan kepada

penulis untuk membalas semua pengorbanan dan kasih sayangnya. Adikku

Muhammad Iqbal, terimakasih atas segala bantuan tenaga dan doanya.

Alhamdullilah karena aku lahir di tengah keluarga yang penuh kehangatan

2. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Drs. Acep Muhib, MMA selaku ketua Program Studi Agribisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Ir. Elpawati, M.P selaku dosen pembimbing I yang telah

membimbing, memberikan saran, motivasi, nasihat dan arahan serta

meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran disela-sela kesibukannya dalam

penyusunan skripsi ini.

Page 11: 101198 Purwanto Fst

5. Bapak Ir. Iwan Aminudin, M.si selaku dosen pembimbing II yang telah

membimbing, memberikan saran, motivasi, nasihat dan arahan serta

meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran disela-sela kesibukannya dalam

penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, M.S selaku dosen penguji I yang telah

meluangkan waktu dan tenaganya untuk menguji skripsi penulis serta

memberikan saran dan arahan.

7. Bapak Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen penguji II yang telah meluangkan

waktu dan tenaganya untuk menguji skripsi penulis serta memberikan

saran dan arahan.

8. Bapak dan Ibu dosen pengajar Progam Studi Agribisnis, atas ilmu-ilmu

yang diajarkan kepada kami.

9. Dewi Rochmawati, SP atas bimbingan, motivasi, kritik, dan saran serta

bantuan dalam hal administrasi kepada penulis.

10. Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor atas bantuannya memberikan

informasi-informasi yang terkait dalam penelitian ini

11. Terima kasih untuk pegawai BPP Leuwiliang yang memberikan penulis

sebuah inspirasi untuk selalu bersemangat dalam menghadapi ujian ini

dengan sabar dan keikhlasan, semoga perhatiannya tidak cukup sampai

disini dan tali silaturahmi kita tetap terjaga.

12. Seluruh petani dan perantara kayu jenis sengon di kecamatan Leuwisadeng

yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, atas kesediaan waktu

menjawab semua pertanyaan penulis.

Page 12: 101198 Purwanto Fst

13. Perwakilan dari Industri Pengolahan kayu (sawmill), atas waktu dan

bantuannya memberikan informasi-informasi penting yang dibutuhkan

dalam penelitian ini terhadap penulis.

14. Ibu Amalia E. Maulana, Phd atas ilmu ilmu yang diberikan merupakan

sumber inspirasi dalam penelitian ini dan tidak lupa rekan-rekan di

Etnomark Consulting atas motivasi, semangat, masukan, kritikan dan

sarannya semoga tetap kompak dan sukses.

15. Sahabat-sahabatku Andi Asmara, Hamzah Ali, Budi Imami, Sri Ajeng dan

teman Agribisnis Angkatan 2006 semoga dikemudian hari kita tetap dapat

saling menyemangati dan membantu serta selalu erat dalam ikatan

silahurahmi.

16. Kawan-kawan Agribisnis Angkatan 2001-2011 terima kasih untuk

masukan, semangat dan motivasinya, mudah-mudahan tali silaturahmi

tetap terjaga.

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Jakarta, Juni 2011

Penulis

Page 13: 101198 Purwanto Fst

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 6

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7

1.4. Ruang Lingkup dan Manfaat Penelitian ................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 10 2.1. Landasan Teori................................................................................... 10

2.1.1. Kayu Sengon ........................................................................... 10 2.1.1.1. Botani dan Ekologi ..................................................... 10 2.1.1.2. Penanaman ................................................................. 11 2.1.1.3. Kegunaan ................................................................... 12

2.1.2. Pemasaran ............................................................................... 13 2.1.3. Manajemen Pemasaran ............................................................ 15 2.1.4. Lembaga Pemasaran ................................................................ 16 2.1.5. Saluran Pemasaran ................................................................... 17 2.1.6. Fungsi Pemasaran .................................................................... 22 2.1.7. Marjin Pemasaran .................................................................... 23 2.1.8. Struktur Pasar .......................................................................... 25 2.1.9. Farmer’s Share........................................................................ 27 2.1.10. Efisiensi Pemasaran ................................................................ 27

2.2. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 28

2.3. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 29

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 33

3.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................. 33

3.2. Jenis dan Pengumpulan Data .............................................................. 33

3.3. Penentuan Responden......................................................................... 34

Page 14: 101198 Purwanto Fst

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................ 34 3.4.1. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran ................................ 35 3.4.2. Analisis Fungsi Pemasaran ....................................................... 35 3.4.3. Analisis Struktur Pasar ............................................................. 36 3.4.4. Analisis Marjin Pemasaran ....................................................... 36 3.4.5. Analisis Farmer’s Share ........................................................... 38

3.5. Definisi Operasional ........................................................................... 38

BAB IV LOKASI PENELITIAN .......................................................................... 41

4.1. Letak dan Luas Wilayah ..................................................................... 41

4.2. Tata Guna Lahan ................................................................................ 42

4.3. Sosial Ekonomi Masyarakat ............................................................... 42 4.3.1. Menurut Usia ............................................................................ 43 4.3.2. Menurut Mata Pencaharian ....................................................... 43 4.3.3. Menurut Jenis Kelamin ............................................................. 44 4.3.4. Menurut Latar Belakang Pendidikan ......................................... 45

4.4. Karakteristik Responden .................................................................... 46

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 48

5.1. Analisis Lembaga dan Saluran Pemsaran Kayu Sengon ...................... 48

5.2. Analisis Fungsi Pemasaran Kayu Sengon ........................................... 52 5.2.1. Analisis Fungsi Pemasaran di Tingkat Petani ............................ 53 5.2.2. Analisis Fungsi Pemasaran di Tingkat Perantara ....................... 54 5.2.3. Analisis Fungsi Pemasaran di Tingkat Sawmill ......................... 57

5.3. Analisis Struktur Pasar Kayu Sengon ................................................. 60 5.3.1. Pembeli dan Penjual ................................................................. 60 5.3.2. Keadaan Produk ....................................................................... 61 5.3.3. Kondisi Keluar Masuk Pasar ..................................................... 64 5.3.4. Jenis Transaksi ......................................................................... 65 5.3.5. Informasi Pasar ......................................................................... 68 5.3.6. Harga dan Sttruktur Pasar ......................................................... 68

5.4. Marjin Pemasaran .............................................................................. 70 5.4.1. Analisis Marjin Pemasaran di Tingkat Perantara ....................... 70 5.4.2. Analisis Marjin Pemasaran di Tingkat Sawmill ......................... 71

5.5. Analisis Nilai Farmer’s Share ............................................................ 72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 76

6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 76

6.2. Saran .................................................................................................. 78

Page 15: 101198 Purwanto Fst

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 80

LAMPIRAN ............................................................................................................ 83

Page 16: 101198 Purwanto Fst

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Produksi Kayu Bulat berdasarkan Sumbernya Tahun 2004-2009 ...................... 3

2. Karakteristik Struktur Pasar............................................................................ 36

3. Data Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009 .......... 42

4. Data Pengelompokan Usia di Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009 ................ 43

5. Data Pengelompokan Pekerjaan Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009 ........... 44

6. Data Pengelompokan Jenis Kelamin Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009 ..... 44

7. Data Pengelompokan Jenjang Pendidikan Kec. Leuwisadeng tahun 2009 ....... 45

8. Tabulasi Responden Penelitian ...................................................................... 46

9. Fungsi pelaku pemasaran kayu Sengon Kecamatan Leuwisadeng ................... 53

10. Marjin, Keuntungan dan Biaya Pemasaran Ditingkat Perantara ...................... 56

11. Marjin, Keuntungan dan Biaya Pemasaran Ditingkat Sawmill ........................ 59

12. Bentuk dan Jenis kayu Olahan Kec. Leuwisadeng Tahun 2011 ....................... 63

13. Sistem Pembayaran Kayu Sengon Kec. Leuwisadeng 2011 ............................ 67

14. Lembaga Pemasaran Kayu Sengon Kec. Leuwisadeng Tahun 2011 ................ 69

15. Harga Rata-rata kayu Sengon di Kec. Leuwisadeng Tahun 2011 .................... 70

16. Marjin Pemasaran Kayu Sengon ditingkat Perantara ...................................... 70

17. Marjin Pemasaran Kayu Sengon Ditingkat Sawmill ....................................... 72

18. Farmer’s Share Kayu Sengon Menurut Saluran Pemasarannya ....................... 73

19. Analisis Efisiensi Pemasaran Kayu Sengon Secara Ekonomis menurut

Saluran Pemasarannya .................................................................................. 75

Page 17: 101198 Purwanto Fst

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Konsep-konsep pokok pemasaran .................................................................. 13

2. Tingkat saluran pemasaran ............................................................................. 20

3. Nilai-nilai marjin pemasaran .......................................................................... 24

4. Kerangka pemikiran penelitian ....................................................................... 32

5. Saluran pemasaran kayu sengon di Kecamatan Leuwisadeng ......................... 50

Page 18: 101198 Purwanto Fst

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Database responden dan harga jual di tingkat petani

kecamatan Leuwisadeng Februari 2011(rupiah/m3) …........…………… 83

2. Database responden harga beli dan harga jual di tingkat perantara

kecamatan Leuwisadeng Februari 2011(rupiah/m3) ……......................... 84

3. Database responden harga beli dan harga jual di tingkat sawmill

kecamatan Leuwisadeng Februari 2011(rupiah/m3) …........................… 85

4. Biaya Produksi, Penjualan, Biaya Pemasaran dan Keuntungan di

tingkat petani Kecamatan Leuwisadeng Februari

2011(rupiah/m3)................................................................................... 86

5. Marjin Pemasaran, Biaya Pemasaran dan Keuntungan di tingkat perantara

Kecamatan Leuwisadeng Februari 2011(rupiah/m3) …….............. 87

6. Marjin Pemasaran, Biaya Pemasaran dan Keuntungan di tingkat sawmill

Kecamatan Leuwisadeng Februari 2011(rupiah/m3) ……................... 88

7. Perbandingan Marjin dan Keuntungan Tiap Saluran Pemasaran Kecamaran

Leuwisadeng Februari 2011(rupiah/m3) …………...…................. 89

8. Biaya pemasaran ditingkat perantara Kecamatan Leuwisadeng

Februari 2011(rupiah/m3)………………………………..................... 90

9. Biaya pemasaran ditingkat sawmill Kecamatan Leuwisadeng

Februari 2011(rupiah/m3) …………………………………................... 91

10. Daftar Nama Responden Penelitian ………………………................. 92

11. Biaya Produksi di Tingkat Petani Kecamatan Leuwisadeng

Februari 2011………………………………………………........... 94

Page 19: 101198 Purwanto Fst

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam dengan

keanekaragaman hayati dan tingkat keunikan (endemisme) yang sangat tinggi

sehingga dimasukkan ke dalam salah satu negara mega-biodiversity.

Keanekaragaman hayati termasuk di dalamnya jenis-jenis satwa dan tumbuhan

serta ekosistemnya telah memberikan manfaat bagi manusia, salah satunya adalah

hutan. Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan sangat penting

bagi kehidupan makhluk di dunia. Hutan memiliki fungsi tangible (dapat diukur

dari segi ekonomi) dan intangible (sulit diukur dari segi ekonomi). Fungsi

tangible adalah sebagai penghasil bahan baku untuk berbagai keperluan

masyarakat seperti kayu gergajian, kayu lapis, kayu pertukangan, pulp, dan kayu

energi. Sedangkan fungsi intangible hutan adalah sebagai pengatur siklus

hidrologi, penyeimbang ekosistem, pencegah bencana alam (erosi, longsor,

banjir), tempat rekreasi, serta habitat bagi tumbuhan dan satwa.

Pada masa awal pembangunan Indonesia, eksploitasi sumber daya hutan

hanya berorientasi pada timber based management yang menitikberatkan pada

manfaat untuk devisa negara. Memasuki abad 21, pembangunan kehutanan

Indonesia dihadapkan pada permasalahan yang makin komplek yaitu Indonesia

dikenal sebagai negara dengan laju pengurangan luas hutan terbesar di dunia. Data

menunjukan laju pengurangan luas hutan tersebut di Sumatera mencapai 2 persen

per tahun, di Jawa mencapai 0,42 persen per tahun, di Kalimantan mencapai 0,94

Page 20: 101198 Purwanto Fst

persen per tahun, di Sulawesi mencapai 1 persen per tahun dan di Papua mencapai

0,7 persen per tahun. Pengurangan luas hutan tersebut terjadi akibat proses laju

penurunan mutu hutan (degradasi) dan penggundulan hutan (deforestasi).

Beberapa studi menunjukan laju degradasi dan deforestasi hutan di Indonesia

mencapai 1-1,5 juta hektar per tahunnnya. Hal tersebut telah memberikan

implikasi yang sangat luas dan mengkhawatirkan bagi kehidupan masa depan.

Fungsi-fungsi lingkungan yang mendukung kehidupan manusia terabaikan.

Keranekaragam kehidupan flora dan fauna yang membentuk mata rantai

kehidupan menjadi rusak dan hilang, yang terjadi saat ini adalah banjir di

beberapa daerah serta kebakaran hutan yang menimbulkan kabut asap. Selain itu

laju kerusakan yang tinggi mengakibatkan sumber daya hutan Indonesia

mengalami penurunan potensi kayu yang sangat berarti dari tahun ke tahun. Disisi

lain permintaan untuk kebutuhan kayu perumahan, pulp, gergajian, energi, dan

bahan baku lainnya meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk

Indonesia, dampaknya adalah persedian kayu yang ada tidak dapat mencukupi

kebutuhan.

Berdasarkan data mengenai produksi kayu bulat berdasarkan sumber

produksi tahun 2004-2008 pada Tabel 1, besarnya produksi kayu diambil dari tiga

sumber, yakni: hutan alam, hutan tanaman dan izin lainnya yang sah. Produksi

kayu dari hutan alam didapat melalui penebangan di sejumlah hutan yang telah

melalui proses tebang pilih. Produksi kayu dari hutan ini semakin tahun semakin

menurun. Pada tahun 2004 jumlahnya mencapai 5.142.637 meter kubik,

selanjutnya di tahun 2005 jumlahnya menjadi 9.334.862 meter kubik dan jumlah

Page 21: 101198 Purwanto Fst

produksinya semakin menurun hingga pada tahun 2008 menjadi 7.374.092 meter

kubik.

Tabel 1. Produksi Kayu Bulat berdasarkan Sumbernya Tahun 2004-2008

(m3)

Tahun Hutan Alami Hutan Tanaman Ijin Lainnya

Yang Sah Total Perhutani Hutan Rakyat

2004 5.142.637 923.632 7.329.028 153.640 13.548.937 2005 9.334.862 757.993 12.818.199 1.311.584 24.222.638 2006 9.020.903 337.797 11.451.249 982.195 21.792.144 2007 9.501.292 48.034 20.614.209 1.328.050 31.491.585 2008 7.374.092 96.954 22.321.885 2.191.511 31.984.442 Sumber: Statistik Kehutanan Indonesia

Menurunnya produksi kayu bulat yang bersumber pada hutan alam

merupakan kebijakan untuk mengurangi dampak kerusakan alam yang disebabkan

menurunnya daya dukung alam bagi lingkungan sekitarnya, sehingga terjadi

bencana alam seperti tanah longsor, banjir dan kekeringan. Produksi kayu bulat

yang bersumber dari hutan tanaman merupakan hasil produksi dari Perhutani dan

hutan rakyat. Produksi dari perhutani semakin tahun menunjukan penurunan tapi

disisi lain produksi hutan rakyat menunjukan kenaikan. Sebagai contoh pada

tahun 2004 produksi perhutani sebesar 923.632 meter kubik dan di tahun 2008

produksinya turun drastis menjadi 96.954 meter kubik. Disisi lain produksi hutan

rakyat meningkat dari tahun 2004 sebesar 7.329.028 meter kubik dan di tahun

2008 menjadi 22.321.885 meter kubik.

Secara keseluruhan produksi kayu bulat di Indonesia meningkat tiap

tahunnya mulai dari tahun 2004 yang hanya menghasilkan kayu bulat sebesar

Page 22: 101198 Purwanto Fst

13.548.937 meter kubik dan di tahun 2008 meningkat lebih dari dua kali lipatnya

sebesar 31.984.442 meter kubik. Hal ini menunjukan bahwa produksi kayu bulat

di Indonesia terus meningkat pada tiap tahunnya

Sumber daya hutan memiliki keterbatasan untuk memperbaharui alam

yang ada didalamnya. Daya regenerasi hutan lebih rendah apabila dibandingkan

dengan tingkat pemanfaatan sumber daya kayu untuk pemenuhan kebutuhan

hidup manusia. Semakin tinggi kebutuhan akan sumber daya hutan, maka akan

semakin berkurang potensi sumber daya hutan tersebut. Apabila kondisi ini

semakin hari semakin tidak terkendali maka kondisi ekosistem hutan akan

menjadi rusak dan luas kawasan hutan akan semakin berkurang karena adannya

kegiatan eksploitasi dan konversi areal hutan untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya

(Soerianegara, 1996;24).

Berdasarkan hasil paduserasi Tata Guna Hutan dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP), luas potensi sumber daya hutan di Propinsi

Jawa Barat seluas 784.119 ha, atau sekitar 22,57 % dari luas daratan Jawa Barat.

Luas tersebut sendiri dari hutan produksi 295.635 ha, hutan lindung 210.138 ha.

Selain kawasan hutan hasil paduserasi, di Jawa Barat terdapat hutan milik atau

hutan rakyat seluas 98.127,78 ha. Berdasarkan aspek pengelolaan, kawasan hutan

seluas 792.467 ha atau sekitar 79,19 persen dari luas kawasan hutan Jawa Barat

sepenuhnya dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Sisanya berupa

kawasan konservasi seluas 208.267 ha atau sekitar 20,81 persen dari luas kawasan

hutan Jawa Barat yang terdiri dari kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

alam yang dikelola oleh unit-unit pengolalaan Taman Nasional. (RTRWP, 2009:2)

Page 23: 101198 Purwanto Fst

Pertimbangan ekonomi dalam hal eksploitasi, produksi dan konsumsi

harus diimbangi dengan pertimbangan ekologi dalam hal regenerasi, rehabilitasi

dan konservasi. Kecepatan eksploitasi sumber daya hutan tersebut banyak

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, salah satunya adalah untuk bahan

baku kayu gergajian. Di daerah pedesaan dan perkotaan telah banyak tersebar

industri-industri kayu gergajian dengan menggunakan jenis bahan baku kayu yang

berbeda. Didaerah pedesaan seperti Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor,

salah satu jenis bahan baku yang umum digunakan adalah jenis kayu sengon

(Paraserianthes falcataria).

Berdasarkan hasil riset sosial budaya dan ekonomi kehutanan oleh Badan

Litbang Departemen Kehutanan (2004) disebutkan bahwa keengganan masyarakat

dalam mengembangkan hutan rakyat adalah akibat tidak tersedianya informasi

pasar yang lengkap. Rentabilitas usaha pengelolaan hutan rakyat sengon diduga

sebagian besar tidak diterima petani, tetapi diterima oleh perantara, sebab skenario

pemasaran masih dikendalikan oleh perantara dan jaringannya. Kendala tersebut

diperburuk dengan belum berfungsinya kelembagaan pemasaran di tingkat petani

secara optimal sehingga tidak mampu mengantisipasi perkembangan pasar

(Achmad et al, 2004)

Selanjutnya banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran

kayu sengon akan mempengaruhi panjang pendeknya saluran pemasaran dan

besarnya biaya pemasaran. Besarnya biaya pemasaran akan mengarah pada

semakin besarnya perbedaan harga antara petani produsen dengan konsumen.

Hubungan antara harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar

Page 24: 101198 Purwanto Fst

oleh konsumen sangat bergantung pada struktur pasar yang menghubungkannya

dan biaya transfer. Apabila semakin besar marjin pemasaran ini akan

menyebabkan harga yang diterima petani produsen menjadi semakin kecil dan

semakin mengindikasikan sebagai sistem pemasaran yang tidak efisien (Tomek

and Robinson, 1990).

1.2. Rumusan Masalah

Kayu sengon terkenal murah dan mudah dalam penggunaannya sebagai

kayu gergajian. Di wilayah Kecamatan Leuwisadeng, harga kayu sengon sangat

tergantung terhadap kualitas dan kuantitasnya di alam. Dengan meningkatnya

jumlah industri penggergajian kayu, kebutuhan pasokan bahan baku kayu sengon

akan semakin meningkat. Berdasarkan pengamatan awal di lokasi penelitian,

kondisi hutan rakyat Kecamatan Leuwisadeng memiliki kondisi lingkungan alam

yang subur dengan kondisi topografi lahan yang berbukit. Kondisi lingkungan ini

sangat sesuai untuk tanaman sengon sehingga dapat tumbuh dengan baik. Akan

tetapi kondisi tersebut belum didukung oleh sistem budidaya yang baik oleh

petani sebagai produsen.

Karakteristik produk kayu sengon berbeda dengan karakteristik produk jati

misalnya, selain tergolong kayu yang mudah untuk dibudidayakan, kayu sengon

juga memiliki keunggulan mudah dalam proses izin penebangan. Kayu jenis jati

untuk memanennya selain jangka produksi yang lebih lama juga memiliki

perizinan yang cukup rumit antara lain harus mengajukan izin penebangan ke

Page 25: 101198 Purwanto Fst

departemen kehutanan sedangkan kayu sengon cukup surat izin dari kepala desa

atau setingkat kelurahan, penebangan sudah bisa dilakukan.

Terbatasnya kemampuan petani dalam mengumpulkan informasi pasara

menjadi salah satu penyebab mereka kurang memiliki daya saing dalam

menawarkan kayu sengon, sehingga volume kayu dan keuntungan dari hasil

penjualan yang didapatnya sedikit. Harga kayu dijual lebih ditentukan oleh para

perantara dan memposisikan petani sebagai penerima harga (price taker). Posisi

tersebut mengakibatkan peranan perantara lebih menonjol dan mendapatkan

keuntungan yang lebih besar dibandingkan petani. Walaupun kondisi tersebut

adalah kondisi yang pada umumnya terjadi dalam suatu usahatani, akan tetapi

perlu dikaji lebih jauh mengenai efisiensi pemasaran yang sedang terjadi saat ini

sehingga dapat diketahui apakah sistem pemasaran tersebut sudah efisien atau

belum.

Berdasarkan judul, latar belakang dan uraian tersebut, perumusan

penelitian ini adalah: Bagaimana efisiensi pemasaran kayu jenis sengon hutan

rakyat di Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan

penelitian ini adalah menganalisis efisiensi pemasaran kayu jenis sengon hutan

rakyat di Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor berdasarkan:

Saluran dan Lembaga Pemasaran yang terbentuk pada pemasaran kayu jenis

sengon hutan rakyat di Kecamatan Leuwisadeng

Page 26: 101198 Purwanto Fst

Fungsi Pemasaran yang dilakukan para pelaku pemasaran

Struktur Pasar yang dihadapi para pelaku pemasaran

Marjin Pemasaran perantara dan industri pengolahan kayu (sawmill)

Nilai farmer’s share petani kayu jenis sengon di Kecamatan Leuwisadeng

1.4. Ruang Lingkup dan Manfaat Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi kegiatan efisiensi pemasaran kayu

sengon hutan rakyat di Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor. Termasuk

analisis data mengenai jumlah dan fungsi saluran serta lembaga pemasaran yang

terlibat, fungsi pemasaran, struktur pasar, nilai marjin pemasaran dan Farmer’s

Share.

Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat

dan informasi penting baik secara langsung ataupun tidak langsung:

1. Bagi Akademis

Memberikan kontribusi ilmiah terutama bidang disiplin kelimuan

manajemen agribisnis dalam aspek pemasaran, sehingga dapat menambah

wawasan, pengetahuan, pengalaman serta pemahaman dalam mengkaji

penerapan konsep dan teori. Selain itu juga sebagai referensi untuk

penelitian mengenai sistem pemasaran kayu sengon selanjutnya.

2. Bagi Perusahaan dan Pemerintah Daerah

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi

dalam segala keterangan dari penulis dan menjadi bahan masukan bagi

Page 27: 101198 Purwanto Fst

pengusaha, sehingga pelaksanaan pemasaran kayu sengon dapat mendorong

investasi pada usahatani kayu sengon. Bagi Pemerintah Daerah dapat

menjadi acuan dalam rangka pengembangan budidaya sengon secara

terpadu di hutan rakyat

3. Untuk Penulis

Diharapkan dapat menyempurnakan dan mempelajari manajamen agribisnis

secara lebih baik khususnya dalam bidang pemasaran kayu sengon, serta

ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama masa perkuliahan dan

membandingkan kenyataan yang terjadi di lingkungan dunia usaha. Dalam

teori maupun praktek dan memperluas wawasan berfikir serta pengetahuan

dan pengalaman terhadap aspek yang di teliti yaitu mengenai pelaksanan

pemasaran kayu sengon.

Page 28: 101198 Purwanto Fst

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)

Budi (1992;10) menyatakan bahwa sengon merupakan salah satu jenis

tanaman yang tumbuh dengan cepat di daerah tropis. Untuk pertama kalinya pada

tahun 1871, Teysmann menemukan tanaman sengon di pedalaman Pulau Banda,

yang kemudian dibawa ke Kebun Raya Bogor. Dari kebun inilah kemudian

sengon tersebar ke berbagai daerah dari mulai pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan,

Sulawesi, sampai Irian Jaya. Pada saat ini sengon juga dijumpai di Negara

Filipina, Malaysia, Srilanka, India. Dengan nama biasa atau nama ilmiah apapun

yang dikenal, kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) merupakan

pohon serbaguna yang berharga untuk daerah tropis beriklim lembab. Spesies ini

juga merupakan salah satu species yang dapat digunakan sebagai kayu pulp, kayu

bakar, pohon hias, naungan (kopi, teh, dan ternak sapi) dan produk kayu lainnya.

Pemanfaatan potensial yang sedang diuji coba dalam penanaman hutan adalah

dengan sistem tumpang sari.

2.1.1.1. Botani dan Ekologi

Paraserianthes falcataria termasuk keluarga Leguminose (sub-keluarga

Mimosoideae). Jenis ini sudah dikenal luas dengan nama yang lamanya, Albizia

falcataria, atau juga pernah disebut A. moluccana dan A. Falcata “Falcate”

artinya melengkung seperti sabit sesuai dengan bentuk daunnya. Ranting daun

Page 29: 101198 Purwanto Fst

berpasang-pasangan, panjangnya antara 23-30 cm. bunganya berwarna putih

gading, polongnya tipis, rata, panjang 10-13 cmm dengan lebar 2 cm. Falcataria

termasuk pohon besar sehingga mencapai ketinggian 24-30 m, dengan diameter

80 cm. jika di tempat terbuka akan membentuk tajuk yang besar berbentuk

payung. Pada penanaman sebanyak 1000-2000 pohon/ha, tajuk akan menyempit,

karena membutuhkan cahaya. Setelah berumur 3-4 tahun akan memproduksi biji

secara teratur dalam jumlah banyak. sengon tumbuh secara alami di Indonesia,

Papua Nugini dan Kepulauan Solomon dari 10˚LS-30˚LU. Dalam habitat

alamiahnya bisa tumbuh dari permukaan laut sampai 1200 m. dengan curah hujan

2000-4000 mm, serta musim kemarau kurang dari dua bulan dengan suhu antara

22˚C-34˚C. meski lebih menyukai tanah basa (NAS 1983 dalam Budi 1992),

namun dapat pula tumbuh dengan baik di tanah yang masam.

Akar sengon relatif menguntungkan dibandingkan akar pohon lainnya.

Akar tunggangnya cukup kuat menembus ke dalam tanah sementara itu akar

rambutnya tidak terlalu besar, dan tidak semrawut. Akar rambut tersebut akan

dimanfaatkan oleh pohon induknya untuk menyimpan zat nitrogen, oleh sebab itu

tanah di sekitar pohon sengon akan menjadi subur (Budi 1992;12)

2.1.1.2. Penanaman

Pada umumnya tanaman sengon diperbanyak dengan biji. Biji tersebut

dapat dibeli di penangkar benih, kios-kios pertanian, ataupun dicari dibawah

pohon induk. Jumlah biji sengon sebanyak 42000 per kg dengan perkecambahan

biji mudah dan hanya membutuhkan perendaman air semalam. Agar

Page 30: 101198 Purwanto Fst

perkecambahan seragam, biji-biji tersebut dapat dimasukan dalam air panas atau

dalam masam belerang pekat (H2SO4) selama 10 menit, dilanjutkan dengan

perendaman dalam air selama 15 menit. Anakan sengon ditanam setelah tiga

bulan dipersemaian dan akan tumbuh dengan cepat di lahan (NAS, 1983 dalam

NFTA World Education. 1991;31)

Penanaman sengon diawali dengan pengaturan jarak tanam dan pembuatan

lubang tanam. Jarak tanam untuk produksi kayu pulp dengan waktu rotasi antara

6-8 tahun adalah 3m x 3m. jika diinginkan kayu tebangan untuk papan, pada umur

6-8 tahun tegakan dapat dijarangkan sampai 6m x 6m dan dipanen pada umur 15

tahun. Pada lahan yang lebih subur, umumnya jarak tanaman untuk produksi kayu

pulp 4m x 4m. dari penelitian tentang jarak tanam yang lebih rapat ditemukan

bahwa pertumbuhan dengan jarak 2m x 2m secara signifikan lebih cepat

dibandingkan dengan jarak 1m x 1m. Adapun ukuran lubang tanam panjang 30cm

x 30cm x 30cm. (Budi 1992;17)

2.1.1.3 Kegunaan

Bagian terpenting yang bernilai ekonomis pada tanaman sengon adalah

kayunya. Sengon lebih dikenal sebagai tanaman pulp. Kegunaan lainnya, yaitu

sebagai serat dan bahan papan, peti kemas, kotak kemasan, korek api, sumpit dan

mebel ringan. Kayunya sukar di gergaji dan tidak kuat atau tidak tahan lama.

Tajuknya yang jarang memberikan naungan untuk tanaman kopi, teh, dan cokelat.

Di samping itu, berfungsi sebagai tanaman penahan angin bagi pohon pisang

(Budi 1992;21)

Page 31: 101198 Purwanto Fst

Sengon juga berpotensi dalam alley farming. Di Indonesia, pada percobaan

di tanah asam (pH 4,2) yang ditanam dalam larikan-larikan dengan jarak 4 meter,

menghasilkan pupuk hijau (bahan kering) 2-3 ton/ha/tahun. Penggunaannya

sebagai pupuk hijau akan meningkatkan produksi kopi 4 kali lipat, apabila

dibandingkan dengan plot pembanding. (Budi 1992;27)

2.1.2 Pemasaran

Pengertian pemasaran banyak didefinisikan oleh para pakar dengan sudut

pandang yang berbeda-beda. Kotler dan Amstrong (2004;6) berpendapat bahwa

pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan

kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui

penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan produk lain. Definisi

pemasaran tersebut bertumpu pada konsep pokok sebagai berikut:

Gambar 1. Konsep-Konsep Pokok Pemasaran Sumber: Philip Kotler 1994

Menurut Stanton (1997;7) pemasaran adalah suatu sistem total dari

kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga,

mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan

keinginan barang dan jasa baik kepada para konsumen saat ini maupun konsumen

potensial. Secara sistematis dapat dikatakan bahwa pemasaran mencakup kegiatan

untuk mengetahui keinginan konsumen, merencanakan dan mengembangkan

Kebutuhan, keinginan,

permintaan

Produk dan jasa

Nilai dan

kepuasan

Jual beli dan

transaksi

Pasar dan

pemasar

Page 32: 101198 Purwanto Fst

produk yang memenuhi keinginan kemudian memutuskan cara terbaik untuk

menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan produk.

Pengertian pemasaran dapat dilihat dengan pendekatan aspek manajerial

dan aspek ekonomi. Berdasarkan aspek manajerial, pemasaran merupakan analisis

perencanaan organisasi, pelaksanaan dan pengendalian untuk menentukan

kedudukan pasar. Sedangkan berdasarkan aspek ekonomi, pemasaran merupakan

distribusi fisik dan aktivitas ekonomi yang memberikan fasilitas-fasilitas untuk

bergerak, mengalir dan pertukaran komponen barang dan jasa dari produsen ke

konsumen. Selain itu pemasaran merupakan kegiatan produktif karena

meningkatkan, menciptakan nilai guna bentuk, waktu, tempat dan kepemilikan.

Dengan demikian pemasaran pertanian dapat diartikan sebagai semua bentuk

kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik

dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertaniaan dari tangan

produsen ke konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang

menghasilkan perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah penyalurannya

dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen (Limbong,

1987;11)

2.1.3 Manajemen Pemasaran

Definisi manajemen pemasaran menurut Khols (2002;17) adalah

keragaaan dari semua aktivitas bisnis dalam upaya menyalurkan produk atau jasa

mulai dari titik produksi sampai ke tangan konsumen. Manajemen pemasaran

Page 33: 101198 Purwanto Fst

merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga,

promosi dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menghasilkan pertukaran

yang memenuhi sasaran perorangan dan organisasi (Kotler, 1994;28)

Dalam menganalisis manajemen pemasaran Khols (2002;21), selanjutnya

mengemukakan beberapa pendekatan yang digunakan yaitu:

1. Pendekatan Fungsi (the fungsional approach)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi pemasaran

apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Fungsi-

fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi

fisik (penyimpanan, transportasi dan pengolahan) dan fungsi fasilitas

(standarisasi, resiko, pembiayaan dan informasi pasar)

2. Pendekatan Kelembagaan (the institusional appoarch)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui berbagai macam

lembaga atau pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Pelaku-pelaku ini adalah

pedagang perantara (merchant middleman) yang terdiri dari pedagang

pengumpul, pedagang pengecer, pedagang spekulatif, agen, manufaktur, dan

organisasi lainnya yang terlibat.

3. Pendekatan Sistem (the behavior system appoarch)

Merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan, untuk

mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses pemasaran, seperti

perilaku lembaga yang terlibat dalam pemasaran dan kombinasi dari fungsi

Page 34: 101198 Purwanto Fst

pemasaran. Pendekatan ini terdiri dari the input-output system, the power

sistem dan the communication system.

2.1.4 Lembaga Pemasaran

Hanafiah dan Saefudin (2006;21), menjelaskan bahwa lembaga pemasaran

adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran

dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga pemasaran

ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi

jasa. Kotler dan Amstrong (2001;7) mengartikan istilah lembaga perantara sebagai

pihak yang berperan secara ekonomis dalam mentransformasikan bauran komoditi

atau produk yang dibuat oleh produsen ke dalam bauran produk yang dibutuhkan

konsumen.

Stern dan El-Ansary dalam Kotler (2002;559) menambahkan bahwa

perantara memperlancar arus barang dan jasa karena menghubungkan

ketidaksesuaian antara berbagai barang dan jasa yang dihasilkan produsen dan

berbagai macam barang yang diminta konsumen, sedangkan ketidaksesuaian

tersebut ditimbulkan dari kenyataan bahwa produsen menghasilkan sejumlah

besar barang dengan keragaman terbatas sedangkan konsumen hanya

menginginkan jumlah terbatas dari banyaknya ragam.

Sesuai dengan peran yang dilakukan, lembaga pemasaran akan berkaitan

langsung degan barang yang akan diperjualbelikan. Secara umum lembaga

pemasaran dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan pengusaan terhadap barang.

Yaitu terdiri dari:

Page 35: 101198 Purwanto Fst

1. Lembaga pemasaran yang tidak dimiliki namun mengusai barang, misalnya

agen, perantara, dan broker

2. Lembaga pemasaran yang memiliki dan mengusai barang, contohnya pedagang

pengumpul, pedagang pengecer, grosir dan eksportir/importer

3. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak mengusai barang, yaitu

fasilitas pengangkutan, pergudangan, asuransi dan lain-lain.

2.1.5 Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah rute dan status kepemilikan yang ditempuh oleh

suatu produk ketika produk ini mengalir dari penyedia bahan mentah melalui

produsen sampai ke konsumen akhir. Saluran ini terdiri dari semua lembaga atau

pedagang perantara yang memasarkan produk atau barang/jasa dari produsen

sampai ke konsumen. Beragam pertukaran produk, pembayaran, kepemilikan dan

informasi terjadi di sepanjang saluran pemasaran. Saluran pemasaran diperlukan

karena produsen menghasilkan produk dengan memberikan kegunaan bentuk

(form utility) bagi konsumen setelah sampai ke tangannya, sedangkan lembaga

penyalur memberntuk atau memberikan kegunaan waktu, tempat dan

kepemilikian dari produk itu (Kotler dan Susanto. 2001;59). Anggota pemasaran

memiliki fungsi utama yaitu, antara lain:

1. Informasi: Pengumpulan dan penyebaran informasi riset pemasaran mengenai

pelanggan, pesaing, dan pelaku lain serta kekuatan dalam lingkungan

pemasaran yang potensial dan yang ada saat ini.

Page 36: 101198 Purwanto Fst

2. Promosi: Pengembangan dan penyebaran penawaran untuk menarik

pelanggan

3. Negoisasi: Usaha untuk mencapai persetujuan akhir

4. Pemesanan: Komunikasi terbalik dari anggota saluran pemasaran dengan

produsen mengenai minat membeli

5. Pembiayaan: Perolehan dan alokasi dana untuk membiayai persedian

6. Pengambilan resiko: Asumsi resiko yang berhubungan dengan kegiatan

pemasaran

7. Kepemilikan fisik: Kesinambungan penyimpanan dan pergeseran produk fisik

dari bahan mentah sampai ke konsumen akhir

8. Pembayaran: Transfer pemilikan

Saluran pemasaran merupakan cara yang digunakan untuk menyampaikan

produk dari produsen ke konsumen. Saluran pemasaran sangat penting terutama

untuk melihat tingkat harga pada masing-masing lembaga pertanian dan harga jual

produk di pasaran. Panjang pendeknya saluran lembaga pemasaran suatu produk

pertanian tergantung kepada beberapa faktor yaitu:

1. Jarak dari produsen ke konsumen

Semakin jauh jarak antara produsen dengan konsumen maka akan cenderung

menciptakan saluran pemasaran yang panjang dengan aktifitas dan pelaku

bisnis yang lebih banyak.

2. Sifat komoditas

Page 37: 101198 Purwanto Fst

Produk yang cepat rusak membutuhkan saluran pemasaran yang relatif

pendek agar dapat segera sampai ke konsumen untuk diolah atau dikonsumsi.

3. Skala produksi

Skala produksi yang semakin besar menyebabkan saluran pemasaran akan

semakin banyak melibatkan sejumlah saluran pemasaran. Dengan demikian

kehadiran pedagang perantara diharapkan dalam penyaluran produk sehingga

saluran yang akan dilalui cenderung lebih panjang.

4. Kekuatan modal yang dimiliki

Produsen dengan kekuatan modal yang besar cenderung memiliki saluran

pemasaran yang pendek karena fungsi pemasaran yang dapat dilakukan lebih

banyak dibandingkan produsen yang modalnya lemah. Dengan kata lain,

pedagang dengan modal yang besar cenderung memperpendek saluran

pemasaran.

Saluran pemasaran dapat dibedakan menurut jumlah tingkatan. Perbedaan

tingkatan dimaksudkan untuk mengetahui panjang sebuah saluran. Saluran

pemasaran dapat dibedakan menjadi saluran nol tingkat, satu tingkat, dua tingkat

dan tiga tingkat. Saluran nol tingkat merupakan saluran yang didalamnya hanya

ada produsen dan konumen. Saluran tingkat satu menggunakan bantuan pedagang

pengecer untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Saluran dua

tingkat menambahkan fungsi pedagang besar diantara produsen dan pedagang

pengecer, sedangkan saluran tiga tingkat merupakan saluran terpanjang karena

ditambahkan fungsi pemborong pada jalur pemasaran. Gambar 2 di bawah ini

Page 38: 101198 Purwanto Fst

menggambarkan saluran pemasaran yang umum digunakan dalam pemasaran

barang konsumen atau pertanian (Kotler dan Susanto, 2001;95)

Saluran 0 tingkat Saluran 1 tingkat Saluran 2 tingkat Saluran 3 tingkat

Gambar 2. Tingkat Saluran Pemasaran Sumber: Kotler dan AB Susanto (2001)

Saluran tingkat nol/saluran distribusi langsung. Disini produsen menjual

barangnya langsung kepada konsumen akhir, konsumen akhir dapat berupa perorangan

yang membeli barangnya secara langsung atau dapat juga perusahaan lain yang

menggunakan barang-barangnya secara tidak langsung. Artinya barang-barang tersebut

diolah dahulu (bahan baku) atau digunakan dalam proses produksi. Saluran ini

merupakan saluran yang kurang efektif karena tidak mungkin bagi sekian banyak

produsen untuk mengadakan kontrak langsung secara ekonomis dengan berjuta-juta

pembeli hasil produksi mereka. Saluran tingkat satu disini produsen hanya menggunakan

PRODUSEN

konsumen konsumen konsumen konsumen

Pengecer Pengecer Pengecer

Pedagang besar

Pedagang besar

Agen

Page 39: 101198 Purwanto Fst

satu mata rantai saja, yaitu menggunakan lembaga pengecer. Produsen langsung

menghubungi pengecer yang dianggap cocok untuk menyalurkan barangnya kepada

konsumen akhir, biasanya barang yang dijual melalui pengecer adalah: Barang yang

cepat rusak, beda harga produsen dan pengecer tidak banyak, pengawasan

pendistribusian barang-barang dapat dilakukan lebih cermat. Saluran dua tingkat adalah

saluran distribusi yang menggunakan lembaga-lembaga saluran distribusi dua tingkat,

yaitu grosir dan pengecer. Faktor-faktor yang menyebabkan arus barang dipasarkan

sering melalui jasa-jasa, seperti: Pengumpulan & penyebaran, pemilikan barang,

pemberian kredit, pengiriman dan pengangkutan. Saluran tiga tingkat menyalurkan

barang melalui beberapa lembaga saluran distribusi, misalnya untuk memasarkan

barang-barangnya ke seluruh wilayah Indonesia, maka perusahaan menetapkan agen

untuk tiap-tiap propinsi, grosir untuk tiap-tiap kota dan akhrinya pada pengecer untuk

konsumen akhir. Perusahaan mengangkat agen yang diberikan kuasa atau ijin untuk

mendistribusikan produk pada daerah tertentu, lalu agen mengangkat pedagang besar

atau grosir pada tiap-tiap daerah agar dapat disalurkan lagi oleh para pengecer.

2.1.6 Fungsi Pemasaran

Fungsi pemasaran merupakan kegiatan atau tindakan dalam proses

pemasaran. Anindita (2004;19) menjelaskan bahwa fungsi pemasaran adalah

kegiatan utama yang khusus dilakasanakan untuk menyelesaikan proses

pemasaran. Downey & Erickson (1992;282) menambahkan bahwa beberapa

kegiatan atau fungsi khusus membentuk langkah-langkah yang akan dilakukan,

Page 40: 101198 Purwanto Fst

namun dalam pelaksanaanya tidak perlu berurutan tetapi mencakup semuanya

agar proses pemasaran berhasil dicapai.

Anindita (2004;19) menjelaskan bahwa fungsi pemasaran dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Fungsi Pertukaran

Fungsi pertukaran dengan perpindahan hak milik dari barang dan jasa

yang dipasarkan. Fungsi tersebut didapat melalui proses penjualan dan

pembelian antar lembaga yang bersangkutan

b. Fungsi Fisik

Fungsi fisik merupakan tindakan yang berhubungan langsung dengan

barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan

waktu. Fungsi fisik ini meliputi kegiatan penyimpanan, pengolahan dan

pengangkutan

c. Fungsi Fasilitas

Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk

memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan

konsumen. Fungsi faslitias ini meliputi fungsi standarisasi dan grading,

fungsi penanggungan resiko, resiko pembiayaan dan fungsi informasi

pasar.

2.1.7 Marjin Pemasaran

Page 41: 101198 Purwanto Fst

Hanafiah dan Saefuddin (2006;99) mendefinisikan marjin pemasaran

sebagai perbedaan harga yang dibayarkan oleh penjual pertama (produsen) dan

harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Berdasarkan pengertian tersebut

menunjukan selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran yang saling

berinteraksi. Marjin pemasaran juga dinyatakan sebagai dari jasa-jasa pelaksanaan

kegiatan sejak tingkat produsen sampai tingkat konsumen.

Komponen marjin pemasaran terdapat dua yaitu komponen biaya

pemasaran dan komponen keuntungan lembaga pemasaran. Besarnya biaya

pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran berbeda-beda untuk setiap jenis

produk dan tingkat lembaga pemasaran. Perbedaan waktu dilakukan

kegiatan/aktivitas pemasaran juga merupakan salah satu faktor yang menimbulkan

perbedaan pada biaya dan marjin keuntungan dan yang didapatkan oleh lembaga

pemasaran.

Marjin pemasaran dapat digambarkan melalui gambar yang dikemukan

oleh Limbong dan Sitorus (1985;74) yang menunjukan keterkaitan antara

permintaan, penawaran dan harga. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat

besarnya nilai marjin pemasaran yang merupakan hasil perkalian dari perbedaan

harga pada dua tingkat lembaga pemasaran dengan jumlah produk yang

dipasarkan.

Besarnya nilai marjin pemasaran ditunjukan oleh daerah M antara

(Pr dan Pf). Pr merupakan harga ditingkat pengecer dan Pf adalah harga ditingkat

petani. Sedangkan kurva turunan adalah suplai ditingkat pengecer dan kurva

penawaran primer merupakan suplai di tingkat petani. Kurva permintaan primer

Page 42: 101198 Purwanto Fst

merupakan permintaan di tingkat pengecer sedangkan kuerva permintaan adalah

permintaan ditingkat petani. Q merupakan jumlah keseimbangan ditingkat petani

dan pengecer, sehingga dapat dirumuskan bahwa rumus marjin pemasaran adalah

Marjin pemasaran = (Pr-Pf). Q

Gambar 3. Nilai Marjin Pemasaran Sumber: Hammond dan Dahl (1997)

Keterangan:

Limbong dan Sitorus (1985;75) menyatakan bahwa marjin pemasaran

memiliki tiga sifat umum yaitu:

a. Marjin pemasaran pada setiap komoditi pertanian adalah berbeda-beda

dikarenakan perbedaan jasa yang diberikan

b. Marjin pemasaran produk hasil pertanian cenderung akan naik dalam

jangka panjang dengan menurunnya bagian harga yang diterima petani

akibat dari efek upah buruh dalam jangka panjang dan bertambah

Page 43: 101198 Purwanto Fst

tingginya pendapatan masyarakat karena kemajuan pembangaunan

ekonomi

c. Marjin pemasaran relatif stabil dalam jangak pendek terutama dalam

hubungannya dengan berfluktuasinya harga-harga produk hasil pertanian.

2.1.8 Struktur Pasar

Anindita (2004;24) menyatakan bahwa pendekatan struktur pasar dan

tingkah laku dilakukan untuk mengetahui bagaimana pasar berjalan secara adil

dan efisien dalam system pemasaran dengan menggunakan beberapa kriteria

berikut:

a. Tingkat konsentrasi pembeli dan penjual

b. Tingkat diferensiasi produk

c. Barriers to entry

d. Tingkat pengetahuan pasar

e. Tingkat integrasi dan diversifikasi

Ditambahkan pula oleh Anindita (2004;26), berdasarkan kondisi kriteria

diatas maka struktur pasar dapat diklarifikasikan menjadi pasar kompetitif,

oligopolistik, monopoli atau monopolistik. Winardi (1992;20) menegaskan bahwa

struktur pasar yang dihadapi oleh penjual akan berpengaruh terhadap penentuan

harga produknya.

Struktur pasar (market structure) adalah suatu dimensi yang menjelaskan

pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam

suatu pasar, distribusi perusahaaan menurut berbagai ukuran seperti size atau

Page 44: 101198 Purwanto Fst

concentration, deskripsi produk dan diferensiasi produk, syarat-syarat entry dan

sebagainya Hammond dan Dahl (1997;27). Sruktur pasar dicirikan oleh

konsentrasi pasar, diferensiasi produk, dan kebebasan keluar masuk pasar. Dalam

analisis sitem pemasaran, struktur pasar sangat diperlukan karena secara otomatis

akan dijelaskan bagaimana perilaku penjual dan pembeli yang terlibat (market

conduct) dan selanjutnya akan menunjukan keragaan yang terjadi dari struktur dan

perilaku pasar (market performance) yang ada dalam sistem pemasaran tersebut.

Hammond dan Dahl (1997;44), menetapkan empat faktor penentu dari

karakteristik struktur pasar, yaitu: jumlah atau ukuran perusahaan, kondisi atau

keadaaan komoditas, kondisi keluar masuk perusahaan, dan tingkat pengetahuan

yang dimiliki oleh patisipan dalam pemasaran. Berdasarkan strukturnya, pasar

digolongkan menjadi dua yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan

tidak sempurna. Pasar persaingan sempurna jika terdapat banyak pembeli dan

penjual, setiap pembeli dan penjual hanya mengusai sebagian kecil dari barang

dan jasa, sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker), barang

atau jasa homogeni serta pembeli dan penjual bebas keluar masuk pasar (freedom

to entry and to exit). Sedangkan pasar persaingan tidak sempurna dapat dilihat

dari dua sisi, yaitu sisi penjual dan pembeli. Dari sisi pembeli terdiri dari pasar

monopsoni, oligopsoni dan sebagainya. Dari sisi penjual terdiri dari pasar

persaingan monopolipstik, monopoli, oligopoli dan sebagainya.

2.9 Farmer’s Share

Page 45: 101198 Purwanto Fst

Tomek dan Robinson (1990;114) menjelaskan bahwa bagian harga yang

diterima petani (farmer’s share) adalah suatu nilai hasil perbandingan antara

harga jual di petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dan dinyatakan

dalam persentase. Tomek dan Robinson (1990;116) menambahkan bahwa

farmer’s share dan harga di tingkat petani memiliki kecenderungan untuk

bergerak naik atau turun bersama-sama, saat harga di tingkat petani menurun

maka farmer’s share akan menghasilkan persentase yang rendah, ini berarti

pemasaran terselenggara kurang baik. Farmer’s share mempunyai hubungan

negatif dengan marjin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani

semakin rendah

2.1.10 Efisiensi Pemasaran

Setiap pelaku pemasaran menginginkan proses pemasaran dapat berjalan

seefisien mungkin, sedangkan terjadinya proses pemasaran yang tidak efisien

dikarenakan panjangnya saluran pemasaran, tingginya biaya pemasaran dan

kegagalan pasar (Anindita, 2004:22). Ada dua pengukuran efisiensi pemasaran

yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis.

Menurut Hanafiah & Saefuddin (2006:100), efisiensi teknis adalah upaya

pengendalian fisik produk dengan tujuan mengurangi kerusakan produk,

mencegah merosotnya mutu produk, dan menghemat tenaga kerja sehingga

mengakibatkan pengurangan biaya pemasaran. Efisiensi ekonomis bertujuan

penggunaan biaya yang serendah mungkin untuk memperoleh keuntungan.

Ditambahkan pula bahwa banyaknya lembaga perantara yang terlibat dalam

Page 46: 101198 Purwanto Fst

saluran pemasaran yang secara vertikal akan menambah biaya pemasaran dans

ebaliknya makin sedikit perantara maka pendistribusian makin cepat, makin

murah dan makin efisien produk.

2.2. Studi Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai kayu sengon (Paraserianthes falcataria),

kayu gergajian dan sistem pemasaran produk pertanian pernah dilakukan

sebelumnya. Beberapa judul penelitian yang pernah diteliti adalah:

Firman, N.S (1998), melakukan penelitian mengenai Analisis Efisiensi

Tataniaga Mangga Cengkir, Arumanis dan Gedong. Hasil penelitian menunjukan

marjin pemasaran di lokasi penelitian tidak merata dengan marjin terbesar pada

pengumpul dan Pedagang Antar Kota (PAK). Struktur pasar di tingkat petani,

tengkulak dan PAK dari sisi pembeli termasuk ke pasar oligopsoni. Sedangkan

sistem pasar di tingkat pengepul dan pedagang grosir dari sisi penjual adalah pasar

oligopoli. Dari hasil analisis marjin pemasaran dan keterpaduan pasar disimpulkan

sistem pemasaran di lokasi penelitian belum efisien.

Maryatun (1999), melakukan penelitian mengenai Analisis Biaya dan

Pemasaran (Marketing Marjin) kayu gerjgajian di DKI dengan studi kasus di

daerah Kalibaru. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendapatkan gambaran

tentang profil perdagangan yang berada di wilayah Kalibaru, mengidentifikasi

lembaga-lembaga yang terlibat dan menentukan efisiensi saluran pemasarannya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui lembaga pemasaran yang terlibat dalam

pemasaran kayu gergajian di Kalibaru adalah; distributor, pedagang besar dan

Page 47: 101198 Purwanto Fst

pengecer. Tingkat pengecer pada kayu Borneo Kalimantan merupakan tingkat

pemasaran yang efisien secara ekonomi, sedangkan kayu Keruing pada tingkat

distributor adalah jenis kayu yang efisien secara operasional

2.3 Kerangka Pemikiran

Hutan sebagai salah satu sumber daya alam memiliki manfaat bagi

kehidupan makhluk di dunia, manfaat tersebut sesuai dengan fungsi hutan yang

dapat diukur dengan nilai ekonomi (fungsi tangiable) dan tidak dapat diukur

dengan nilai ekonomis (fungsi intangiable). Dengan fungsi ekonomisnya, hutan

telah memberikan mafaat berupa hasil hutan dan non kayu. Hasil hutan berupa

kayu bulat (gelondongan atau log) dan berbagai hasil hutan lainnya. Hasil hutan

kayu tersebut digunakan sebagai bahan baku terhadap indutri kayu gergajian, yang

kemudian dimanfaatkan untuk bahan baku kayu pertukangan dan juga kayu

energy. Kayu pertukangan umumnya digunakan untuk pembuatan tiang, papan,

palang, bahan baku mebel serta berbagai macam jenis kebutuhan kayu lainnya.

Kebutuhan dan permintaan bahan baku kayu gergajian sangat bergantung terhadap

kualitas, kuantitas dan harga kayu. Berdasarkan kualitas, bahan baku kayu harus

sesuai dengan bentuk fisik yang diinginkan. Berdasarkan kuantitas, bahan baku

kayu tersbut harus tersedia dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi

kebutuhan yang bersifat mendadak. Sedangkan berdasarkan harga, bahan baku

kayu tersebut harus memiliki harga yang terjangkau oleh konsumen. Salah satu

bahan kayu yang digunakan untuk indutri kayu gergajian di wilayah kecamatan

Leuwisadeng, kabupaten Bogor yaitu jenis kayu sengon (Paraserianthes

Page 48: 101198 Purwanto Fst

falcataria) atau dikenal dengan naman kayu Albisia atau Jeungjen. Banyaknya

kayu sengon yang tumbuh alami di wilayah kecamatan Leuwisadeng menjadikan

kayu sengon sebagai pilihan utama untuk industri gergajian. Hal ini yang

menjadikan kebutuhan kayu di wilayah tersebut semakin meningkat dari hari ke

hari. Akan tetapi disisi lain peningkatan kebutuhan kayu tersebut tidak dapat

diimbangi oleh pasokan bahan baku yang tersedia di alam yang semakin dari

jumlahnya semakin menurun.

Berdasarkan pengamatan awal di wilayah penelitian masih sedikit

(diperbaiki) jumlah petani sebagai produsen kayu yang mengelola kebun

sengonnya dengan baik. Sebagian petani beranggapan bahwa hasil penjualan kayu

sengon hanya merupakan pendapatan sampingan sehingga mereka enggan untuk

mengeluarkan biaya tambahan untuk pemeliharaan kebun. Kurangnya motivasi

petani untuk membudidayakan tanaman sengon secara terpadu di wilayah

Kecamatan Leuwisadeng dan adanya penurunan jumlah permintaan bahan baku

kayu sengon dari awal menjadi hal yang menarik untuk melakukan kajian lebih

jauh mengenai prospek pengembangan kayu sengon di kebun-kebun milik

masyarakat. Selain itu juga untuk mengetahui kondisi sistem pemasaran kayu

sengon di wilayah penelitian, perlu juga dikasi lebih jauh mengenai bagaimana

tingkat efisiensi sistem pemasaran kayu sengon yang sedang terjadi saat ini.

Pengukuran tingkat efisiensi pemasaran tersebut dilakukan dengan

pendekatan marjin pemasaran dan sistem pemasaran yang ada, yaitu dengan

mengidentifikasi lembaga pemasaran dan jalur pemasaran kayu sengon serta

kondisi harga yang berlaku ditingkat produsen dan konsumen di wilayah

Page 49: 101198 Purwanto Fst

penelitian. kajian mengenai efisiensi sistem pemasaran dan prospek

pengembangan kayu sengon tersebut dirasakan penting sebagai salah satu cara

meningkatkan produktivitas hasil panen kayu petani sehingga dapat memberikan

keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Dengan

diketahuinya tingkat efisiensi sistem pemasaran kayu yang terjadi, maka

selanjutnya diharapkan dapat dirumuskan beberapa alternatif pengembangan

pertanian sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraaan masyarakat

setempat. Untuk lebih jelas mengenai kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat

pada Gambar 4

Page 50: 101198 Purwanto Fst

Gambar 4 Kerangka Pemikiran Penelitian

SUMBER DAYA HUTAN

Fungsi tangiable (dapat diukur dengan nilai ekonomi Fungsi intangiable

(sulit diukur dengan nilai ekonomi

Hasil Hutan Non Kayu Rekreasi,getah,air,rotan, buah,dll

Hasil Hutan kayu Sengon

Pemasaran Petani sebagai price-taker

Industri kayu gergajian Suplai kayu pertukangan dan energi

Efisiensi pemasaran

1. Analisis Saluran dan lembaga pemasaran

2. Analisis Fungsi Pemasaran 3. Analisis Struktur Pasar 4. Analisis Marjin Pemasaran 5. Analisis Farmer’s Share

Hasil Perumusan Saluran Distribusi yang tepat

Page 51: 101198 Purwanto Fst

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari

2011 di Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini

dipilih dengan pertimbangan kedekatannya terhadap bahan baku kayu, dan

banyaknya industri gergajian yang tersebar di sekitar wilayah penelitian

3.2. Jenis dan Pengumpulan Data

Data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung di lapangan. Wawancara

dilakukan berdasarkan kuesioner yang meliputi pertanyaan mengenai karakteristik

petani, jenis kayu, harga beli, harga jual, jumlah kebutuhan kayu, jumlah

produksi, sumber pembelian, arah penjualan, tujuan pembelian, dan teknik

pengangkutan. Kuesioner tersebut diberikan kepada individu atau kelompok yang

terlibat dalam saluran pemasaran kayu Sengon di wilayah Kecamatan

Leuwisadeng, yaitu meliputi petani sebagai produsen kayu, pengusaha seperti

pemilik material ataupun pemilik industri gergajian kayu, lembaga Pemerintah

yang terlibat seperti Perum Perhutani ataupun Penyuluh Kehutanan dan

masyarakat sekitar sebagai konsumen. Sedangkan data sekunder meliputi

informasi mengenai keadaan umum, letak geografis dan informasi lain yang

berkaitan dengan objek penelitian yang diperoleh dari Badan Statistik Kabupaten

Page 52: 101198 Purwanto Fst

Bogor, Dinas kehutanan Jawa Barat, Kantor Kecematan Leuwisadeng, Kantor

Kelurahan dan Perpustakaan.

3.3. Penentuan Responden

Responden penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan

melakukan penelusuran saluran pemasaran mulai dari tingkat petani sampai ke

tingkat sawmill. Penentuan responden diambil berdasarkan informasi dari

responden sebelumnya sehingga jalur pemasaran tersebut tidak terputus. Total

responden petani berjumlah 32 orang diambil di wilayah sekitar Kecamatan

Leuwisadeng, meliputi petani yang memiliki kebun yang sedang atau telah

ditanami kayu sengon dan petani yang memproduksi bibit sengon untuk

digunakan sendiri atau untuk dijual. Responden perantara informasinya diambil

dari responden petani, jumlah responden perantara sebesar 18 orang. Sedangkan

jumlah responden sawmill meliputi 11 industri pengolahan kayu yang melakukan

pembelian kayu sengon dari petani maupun petani di wilayah penelitian. Total

responden sebanyak 61 orang yang terdiri dari 32 petani, 18 perantara dan 11

sawmill

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis

kualitatif dilakukan dengan pengamatan terhadap keadaan lokasi, karakteristik

petani, struktur pasar, perilaku pasar, saluran pemasaran, lembaga pemasaran,

aspek pasar dan pemasaran, dan fungsi pasar.. Sedangkan analisis kuantitatif

Page 53: 101198 Purwanto Fst

dilakukan untuk melihat keragaan pasar dengan pendekatan analisis marjin

pemasaran dan Farmer’s Share.

3.4.1. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran

Analisis ini ditujukan untuk mengidentifikasi lembaga-lembaga dan

saluran pemasaran yang digunakan dalam pemasaran kayu sengon. Identifikasi

tersebut meliputi identitas, fungsi dan tata cara lembaga-lembaga tersebut dalam

rangka memasarkan kayu Sengon sampai kepada konsumen akhir. Analisis

lembaga dan saluran pemasaran dilakukan dengan mengamati proses pemasaran

yang melibatkan semua pihak yang terlibat didalamnya mulai dari petani Sengon

hingga konsumen akhir.

3.4.2. Analisis Fungsi Pemasaran

Analisis fungsi pemasaran dilakukan dengan mengamati fungsi-fungsi

pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam satu

saluran pemasaran, diantaranya fungsi penjualan, pembelian, penyimpanan,

pengolahan, pengangkutan, standardisasi dan grading, pembiayaan, penanggungan

resiko, pembayaran dan informasi. Dalam analisis ini akan diketahui apakah

fungsi pemasaran yang dilakukan dapat mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan

pemilikan yang memisahkan produk dari orang yang membutuhkan atau

menginginkan.

Page 54: 101198 Purwanto Fst

3.4.3. Analisis Struktur Pasar

Analisis struktur pasar diperoleh dari pengamatan terhadap transaksi

penjualan dan pembelian kayu Sengon selama penelitian untuk memperoleh

informasi mengenai jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, jenis transaksi yang

terjadi (keberadaan kontak transaksi), penentuan harga, informasi pasar, keadaan

produk dan kondisi keluar masuk pasar. Analisis struktur pasar ditujuan untuk

mengetahui kondisi persaingan diantara produsen dan konsumen kayu yang

terdapat di wilayah penelitian. Untuk lebih jelasnya mengenai struktur pasar dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Struktur Pasar

KARAKTERISTIK STRUKTUR PASAR Jumlah

Partisipan Sifat Produk Sisi Penjual Sisi Pembeli

Banyak Standar Persaingan Murni

Persaingan Murni

Banyak (homogen) Diferensiasi

Persaingan Monopolistik

Persaingan Monopolistik

Beberapa Standar Oligopoli Murni

Oligopsoni Murni

Beberapa Diferensiasi Oligopoli Diferensiasi

Oligopsoni Diferensiasi

Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber : Hammond dan Dahl, 1997

3.4.4. Analisis Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan

dengan pembelian pada setiap tingkat lembaga yang terlibat dalam pemasaran

kayu Sengon. Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya merupakan penjumlahan

dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diterima lembaga pemasaran.

Page 55: 101198 Purwanto Fst

Secara matematis hubungan antara marjin pemasaran, biaya pemasaran dan

keuntungan lembaga pemasaran dapat dinyatakan sebagai berikut:

Mi = Hji - Hbi, dan

Mi = Bi + πi, sehingga

Hji – Hbi = Bi + πi

Keterangan :

Mi = Marjin pemasaran pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)

Hji = Harga penjualan pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)

Hbi = Harga pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)

Bi = Biaya pemasaran pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)

πi = Keuntungan pemasaran pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)

i = 1,2,3…n

Penyebaran marjin Pemasaran kayu Sengon dapat juga dilihat berdasarkan

persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga

pemasaran. Perhitungan dilakukan dengan mempergunakan rumus:

Rasio Biaya – Keuntungan (%) =

Keterangan :

πi = Keuntungan pemasaran lembaga ke-i (Rp/kg)

Bi = Biaya pemasaran lembaga ke-i (Rp/kg)

3.4.5. Analisis Farmer’s Share

Anindita (2004 : 113) menyatakan bahwa bagian harga yang diterima

petani (Farmer’s Share) adalah

Page 56: 101198 Purwanto Fst

Pp FS = x 100% Pe

Keterangan:

FS = Bagian yang diterima petani

Pp = Harga jual ditingkat petani

Pe = Harga yang dibayarkan konsumen

3.5. Definisi Operasional

1. Jenis kayu sengon yang menjadi objek penelitian adalah jenis

Paraserianthes falcataria atau biasa disebut masyarakat sekitar dengan

Jeungjing atau Albizia.

2. Saluran pemasaran adalah saluran yang terbebntuk dari kegiatan

pemasaran kayu sengon Kecamatan Leuwisadeng

3. Lembaga pemasaran adalah pelaku yang terlibat dalam kegiatan

pemasaran kayu sengon Kecamatan Leuwisadeng.

4. Fungsi pemasaran adalah kegiatan yang dilakukan lembaga pemasaran

selama proses pemasaran berlangsung

5. Petani Sengon adalah pelaku pemasaran yang berfungsi membudidayakan

pohon sengon kemudian yang menjualnya ke perantara ataupun sawmill.

6. Perantara adalah pelaku pemasaran yang berfungsi mempertemukan atau

memfasilitasi petani dengan sawmill. Merupakan pedagang yang membeli

pohon berdiri dan menjualnya dengan merubah bentuk atau masih bentuk

Page 57: 101198 Purwanto Fst

gelondongan (log). Kayu-kayu tersebut dikumpulkan dan diletakkan di

tepi jalan, dikenal juga sebagai “pengepul”.

7. Sawmill adalah Indutri yang memiliki alat gergajian untuk mengolah kayu

log menjadi kayu ukuran tiang, papan, kusen,reng, palet atau bentuk

lainnya yang diinginkan

8. Material adalah Pedagang yang membeli kayu olahan (tiang, papan, reng,

kaso) dari Industri Penggergajian Kayu yang kemudian dikumpulkan di

sebuah tempat (toko) untuk dijual

9. Harga per meter kubik ditingkat sawmill diasumsi untuk kayu olahan jenis

Kaso.

10. Harga jual lembaga pemasaran adalah harga rata-rata produk yang

dibayarkan oleh lembaga pemasaran selanjutnya dinyatakan dalam satuan

per meter kubik

11. Harga beli lembaga pemasaran adalah harga rata-rata produk yang

dibayarkan oleh lembaga pemasaran sebelumnya dinyatakan dalam satuan

per meter kubik

12. Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dibayarkan oleh lembaga

pemasaran dalam pemasaran kayu sengon dan dinyatakan dalam satuan

per meter kubik

13. Marjin pemasaran adalah perbedaan antara herga yang dibayarkan

lembaga pemasaran dengan yang diterima oleh petani dan dinyatakan

dalam satuan per meter kubik

Page 58: 101198 Purwanto Fst

14. Farmer’s Share adalah bagian harga yang diterima petani dari

perbandingan antara harga yang diterima petani dengan harga jual

sawmill.

Page 59: 101198 Purwanto Fst

BAB IV LOKASI PENELITIAN

Wilayah Kabupaten Bogor terbagi menjadi 3 wilayah yakni Bogor Timur,

Bogor tengah dan Bogor Barat. Diantara ketiga wilayah tersebut, Bogor Barat

adalah wilayah yang memiliki potensi Hutan rakyat terbesar diantara ketiga

wilayah tersebut. Luas Areal hutan rakyat di Kabupaten Bogor tercatat 10.791,28

ha pada tahun 2005. Dari luas arela tersebut luas areal hutan sengon adalah

sebanyak 2.745,02 ha.

Berdasarkan sebaran arealnya, Bogor Barat merupakan wilayah kabupaten

Bogor yang memiliki areal hutan rakyat terluas hampir untuk semua jenis tanaman

yakni sekitar 7.362,27 ha atau sekitar 67,4% dari seluruh luas hutan rakyat di

kabupaten Bogor. Total luas lahan tersebut sebanyak 3.311,98 ha adalah hutan

rakyat yang ditanami Sengon

4.1. Letak dan Luas Wilayah

Kecamatan Leuwisadeng merupakan daerah pemekaran dari Kecamatan

Leuwiliang. Kecamatan Leuwisadeng memiliki luas sekitar 4.010,03 ha dan

ketinggian 500-1000 meter dpl. Kecamatan Leuwisadeng berbatasan dengan

Kecamatan Rumpin di sebelah utara, Kecamatan Nanggung di sebelah selatan,

Kecamatan Leuwiliang disebelah timur, Kecamatan Nanggung dan Leuwiliang di

sebelah barat. Kecamatan Leuwisadeng terdiri dari 8 desa atau kelurahan, yaitu

Page 60: 101198 Purwanto Fst

Babakan Sadeng, Kalong I, Kalong II, Leuwisadeng, Sadeng, Sadengkolot,

Sibanteng dan Wangun Jaya

4.2. Tata Guna Lahan

Kecamatan Leuwisadeng memiliki luas lahan sebesar 3.258,35 ha. Dari

penggunaan lahan tersebut diketahui bahwa luas areal pertanian, dalam hal ini

meliputi sawah, ladang dan kehutanan sebesar 2.519,6 ha atau sekitar hampir

77,33 %. Sisanya meliputi pekarangan, perumahan, empang, kuburan, tanah

kosong, jalan dan lainnya. Perbandingan luas lahan dapat dilihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 3. Data Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Leuwisadeng tahun

2009

No Jenis Penggunaan Lahan Luas Persentasi

1 Lahan Pertanian 2.519,6 77,33

2 Pekarangan 140,9 4,32

3 Perumahan 545,2 16,73

4 Lainnya 52,65 1,62

Jumlah 3.258,35 100 Sumber : BPS Bogor 2009 data diolah

4.3. Sosial Ekonomi Masyarakat

Dalam laporan per Kecamatan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor,

Kecamatan Leuwisadeng terdapat sebanyak 15.594 KK (kepala keluarga), 267 RT

(rukun tetangga), 57 RW (rukun warga) dan 8 Kelurahan.

Page 61: 101198 Purwanto Fst

4.3.1. Menurut Usia

Jumlah penduduk di Leuwisadeng menurut Badan Pusat Statistik

Kabupaten Bogor tahun 2009 adalah sebanyak 70.682 jiwa. Golongan usia

terbanyak ada diantara 15-29 tahun dengan presentase sebesar 29,63 % atau

sebanyak 20.946 jiwa.

Tabel 4. Data Pengelompokan Usia di Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009

No Usia (Tahun) Jumlah Jiwa Persentase 1 0-14 20.127 28,48 2 15-29 20.946 29,63 3 30-44 16.469 23,30 4 45-54 6.548 9,26 5 55+ 6.592 9,33 Jumlah 70.682 100

Sumber: BPS Bogor 2009 data diolah

Jika kita melihat tabel bahwa untuk usia 55 tahun keatas hanya sebesar

9,33 % atau sebanyak 6.592 jiwa. Sedangkan usia antara 0-14 tahun sebesar 28,48

% atau sebanyak 20.127 jiwa. Diluar itu semuanya adalah antara 15-55 tahun

jumlahnya lebih dominan dibandingkan yang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa

tenaga kerja yang produktif masih tersedia.

4.3.2. Menurut Mata Pencaharian

Dari total jumlah penduduk yang tinggal di Leuwisadeng, hanya sekitar

20.312 orang yang terdaftar memiliki mata pencaharian. Distribusi mata

pencaharian warga kecamatan Leuwisadeng didominasi oleh Pedagang dan buruh.

Sedangkan untuk petaninya sendiri, yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Bogor

tahun 2009 adalah sebanyak 744 jiwa.

Page 62: 101198 Purwanto Fst

Tabel 5. Data Pengelompokan Pekerjaan Kecamatan Leuwisadeng tahun

2009

No Pekerjaan Jumlah penduduk 1 PNS 606 2 TNI/POLRI 29 3 Pegawai/ Karyawan 1.981 4 Pedagang/ Wirausaha 7.110 5 Petani 744 6 Peternak 12 7 Jasa 1.637 8 Buruh 8.068 9 Lainnya 125 Jumlah 20.312

Sumber: BPS Bogor 2009 data diolah

4.3.3. Menurut Jenis Kelamin

Jumlah pendudukan berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Leuwisadeng

menunjukan bahwa berbandingan antara laki laki dan perempuan menunjukan

bahwa jumlah laki-laki lebih banyak daripada jumlah perempuan. Berdasarkan

tabel dibawah ini menunjukan bahwa jumlah laki-laki sebesar 51,75 % atau

sebanyak 36.385 jiwa dan perempuan sebesar 48,25 % atau sebesar 34.101 jiwa.

Tabel 6. Data Pengelompokan Jenis Kelamin Kecamatan Leuwisadeng tahun 2009

Kecamatan Laki-laki Perempuan TOTAL jumlah Persentase Jumlah Persentase

Leuwisadeng 36.385 51,75 34.101 48,25 70.682 Sumber : BPS Bogor 2009 data diolah

4.3.4. Menurut Latar Belakang Pendidikan

Berdasarkan latar belakang pendidikan, dari total keseluruhan masyarakat

Leuwisadeng hanya sebesar 58.871 jiwa yang mengenyam pendidikan. Sisanya

Page 63: 101198 Purwanto Fst

memang tidak sekolah atau belum sekolah. Berdasarkan jenjang pendidikan,

SD/sederajat menempati mayoritas dengan nilai sebesar 61,14 % atau sebesar

35.993 jiwa. Dan diposisi selanjutnya ditempati SLTP/sederajat sebesar 29,48

persen atau sebanyak 17.355 jiwa.

Tabel 7. Data Pengelompokan Jenjang Pendidikan Kec. Leuwisadeng tahun 2009

No Jenjang pendidikan Jumlah Penduduk Persentase 1 SD/Sederajat 35.993 61,14 2 SLTP/Sederajat 17.355 29,48 3 SLTA/Sederajat 4.369 7,42 4 Diploma I/II 278 0,47 5 Akademi/ Diploma III 128 0,22 6 Strata I 274 0,47 7 Strata II 463 0,79 8 Strata III 11 0,02 TOTAL 58.871 100

Sumber : BPS Bogor 2009 data diolah

Berdasarkan tabel diatas untuk jenjang pendidikan Diploma dan Sarjana

total hanya sebanyak 1.154 jiwa atau sekitar 1,96 % dari total keseluruhan jenjang

pendidikan.hal ini menunjukan bahwa jenjang pendidikan masyarakat di

Leuwisadeng tergolong rendah.

4.4. Data Responden

Berdasarkan data responden yang didapat dilapangan, maka

pengelompokan responden dapat dibagi menjadi usia, pekerjaan dan

Pendidikannya. Pengelompokan usia dibagi menjadi rentang usia 38-42 tahun, 43-

Page 64: 101198 Purwanto Fst

47 tahun, 48-52 tahun dan 53-58 tahun. Pengelompokan pekerjaan dibagi menjadi

guru, petani, karyawan, PNS, buruh, pedagang dan wiraswasta. Pengelompokan

pendidikan dibagi menjadi SD, SLTP, SLTA dan S1

Tabel 8 Tabulasi Responden Penelitian

Latar Belakang Petani Perantara

Usia

38-42 9 0 43-47 8 4 48-52 4 7 53-58 11 7

Pekerjaan

Guru 5 2 Petani 17 3 Karyawan 2 4 PNS 4 0 Buruh 1 6 Pedagang 3 0 Wiraswasta 0 3

Pendidikan

SD 18 8 SLTP 3 5 SLTA 10 5 S1 1 0

Sumber: Data lapangan diolah

Berdasarkan tabel di atas rata-rata usia petani terdapat pada rentang usia

antara 53-58 tahun sebanyak 11 orang begitu pula dengan usia perantara terdapat

pada rentang usia 53-58 tahun sebanyak 7 orang. Berdasarkan rata-rata latar

belakang pekerjaan petani sebanyak 17 orang murni berprofesi sebagai petani dan

pekerjaan perantara didominasi oleh buruh sebanyak 6 orang. Berdasarkan tingkat

pendidikan, rata-rata petani hanya lulusan SD sebanyak 18 orang, sama halnya

dengan perantara yang hanya lulusan SD sebanyak 8 orang.

Page 65: 101198 Purwanto Fst

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran Kayu Sengon

Lembaga Pemasaran yang terlibat dalam kegiatan Pemasaran kayu Sengon

pada wilayah penelitian adalah; Petani kebun sengon, Perantara Kayu, Industri

Penggergajian Kayu (Sawmill), Material, dan Industri luar Daerah

1. Petani Sengon

Produsen penghasil kayu yang berasal dari lahan milik sendiri atau sewa

2. Perantara Kayu

Merupakan pedagang yang membeli pohon berdiri dan menjualnya dengan

merubah bentuk atau masih bentuk gelondongan (log). Kayu-kayu tersebut

dikumpulkan dan diletakkan di tepi jalan, dikenal juga sebagai “pengepul”.

3. Industri Penggergajian Kayu (Sawmill)

Indutri yang memiliki alat gergajian untuk mengolah kayu log menjadi

kayu ukuran tiang, papan, kusen,reng, palet atau bentuk lainnya yang

diinginkan

4. Material

Pedagang yang membeli kayu olahan (tiang, papan, reng, kaso) dari

Industri Penggergajian Kayu yang kemudian dikumpulkan di sebuah

tempat (toko) untuk dijual

5. Industri Luar daerah

Page 66: 101198 Purwanto Fst

Merupakan industri yang letaknya diluar tempat penelitian yang membeli

kayu gelondongan atau kayu olahan untuk dijadikan barang lain yang

mempunyai nilai jual tinggi, seperti industri mebel dll

Saluran pemasaran pada penelitian ini adalah serangkaian Organisasi yang

terdiri dari Petani, Perantara, Sawmill, dan Material yang saling ketergantungan

dan terlibat dalam proses pemasaran. Berdasarkan hasil pengamatan selama

penelitian secara umum dapat dikelompokan menjadi 3 saluran pemasaran, yaitu:

Saluran 1 terdiri atas Petani, Perantara, Sawmill dan Material

Saluran 2 terdiri atas Petani, Sawmill, dan Material

Saluran 3 terdiri atas Petani, Perantara, Sawmill dan Industri Luar Daerah

Saluran Pemasaran yang paling dominan terjadi di daerah penelitian

adalah Saluran 1 yang terdiri atas Petani, Perantara, Sawmill dan Material.

Saluran pemasaran ini disajikan dalam gambar 5

Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3

PETANI

Page 67: 101198 Purwanto Fst

Gambar 5. Saluran Pemasaran Kayu Sengon di Kecamatan Leuwisadeng

Umumnya saluran pemasaran kayu Sengon yang terjadi di lokasi

penelitian merupakan suatu kebiasan yang telah mereka lakukan selama ini.

Seperti contohnya beberapa petani kayu telah memiliki pembeli atau langganan

khusus yang siap menampung hasil panen dari kebunnya. Beberapa hal yang

menjadi alasan petani untuk tidak berpindah langganan dalam menjual hasil

panennya adalah karena faktor kepercayaan antara para pelaku pemasaran. Hasil

pengamatan dan analisis data dilapangan, didapatkan bahwa saluran pemasaran

yang banyak dipilih oleh pelaku saluran pemasaran adalah saluran 1 yang terdiri

dari Petani-Perantara-Sawmill-Material. Data penunjukan bahwa sebesar 50%

atau 16 orang dari 32 petani memilih menyalurkan kayu sengon ke saluran

pemasaran 1, selanjutnya sebesar 31,25% atau 10 orang dari 32 petani

menyalurkan kayu sengon ke saluran pemasaran 3 dan sebesar 18,75% atau 6

orang dari 32 petani menyalurkan kayu sengon ke saluran pemasaran 2.

Saluran 1 paling banyak dipilih disebabkan karena petani di Kecamatan

Luewisadeng cenderung bersifat pasif sehingga hal ini membuka peluang bagi

Perantara Sawmill Perantara

Sawmill Material Sawmill

Material Industri Luar Daerah

Page 68: 101198 Purwanto Fst

para perantara untuk mencari bahan baku ke wilayah-wilayah desa yang kemudian

ditawarkan kepada sawmill. Selain itu keuntungan lainnya yang didapatkan oleh

para perantara adalah mereka hanya membeli kayu berbentuk gelondongan (log),

sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus untuk merubah bentuk kayu. Hal ini

dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan perantara, disisi lain keuntungan dari

hasil penjualan kayu log lebih tinggi dan perputaran uangnya lebih cepat. Lebih

tinggi karena jumlah pelaku pemasaran lebih sedikit, dengan resiko yang sedikit

pula. Perputaran uang lebih cepat karena kayu log dapat cepat dibeli atau

ditampung oleh sawmill.

Saluran 2 merupakan saluran pemasaran kayu Sengon yang kondisi

didalamnya hampir mirip dengan Saluran 1, namun perbedaanya adalah pelaku

pemasaran tidak memerlukan perantara. Kondisi ini sebenarnya jarang dijumpai di

lokasi penelitian mengingat karekteristik petani yang pasif. Hanya sebagian petani

yang memiliki Inisiatif untuk menjual langsung ke sawmill. Atau bisa juga terjadi

bahwa perantara merupakan suruhan dari pihak sawmill, bukan individu yang

independen sebagai perantara. Namun jarang sekali sawmill yang seperti ini di

lokasi penelitian, kebanyakan antara perantara dan sawmill saling berdiri sendiri.

Saluran 3 merupakan trend yang sedang berkembang atau bisa dibilang

berpotensi akan menjadi saluran pemasaran utama di lokasi penelitian namun

belum banyak dillakukan, saluran pemasaran ini terdiri dari Petani-Perantara-

Sawmill-Industri Luar daerah. Mengingat sekarang kayu Sengon sudah menjadi

Primadona saat ini, permintaan kayu Sengon dari luar daerah cukup besar

terutama dari Industri perkayuan. Mulai dari saat ini sudah mulai banyak sawmill

Page 69: 101198 Purwanto Fst

yang mulai bekerja sama dengan pihak dari luar daerah untuk mengirimkan kayu

Sengon dalam satuan meter kubik untuk diolah menjadi barang-barang Industri

perkayuan seperti bangku, lemari dll.

5.2. Analisis Fungsi Pemasaran Kayu sengon

Lembaga pemasaran merupakan suatu lembaga atau organisasi yang

membantu produsen yaitu petani kayu Sengon menjalankan kegiatan fungsional

pemasaran yang tidak dapat dilakukannya. Kegiatan fungsional pemasaran adalah

kegiatan yang bertujuan memperlancar pemasaran kayu Sengon sehingga dapat

dinikmati konsumen secara efektif dan efisien. Pada tabel 9 dibawah menunjukan

fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh Petani, Perantara dan Sawmill

Tabel 9. Fungsi pelaku pemasaran kayu Sengon Kecamatan Leuwisadeng

Fungsi pemasaran Petani Perantara Sawmill

Pembelian √ √ √

Penjualan √ √ √

Penyimpanan - - √

Pengangkutan - √ √

Standarisasi dan grading - - √

Biaya Pemasaran - √ √

Pengambilan Resiko √ √ √

Page 70: 101198 Purwanto Fst

Penelitian Pasar (Market Research) √ √ √

Demand Creation - √ - Sumber: Data Lapangan diolah

5.2.1. Analisis Fungsi Pemasaran di Tingkat Petani

Proses pemasaran Kayu Sengon di Kecamatan Leuwisadeng dimulai dari

petani yang melakukan beberapa fungsi pemasaran, diantaranya pembelian,

penjualan dan pengambilan resiko. Fungsi pembelian yaitu petani membeli

kebutuhan produksi diantaranya bibit sengon, pupuk, obat, dll. Kebutuhan

produksi ini diperoleh melalui pembelian ke pedagang dengan sistem

pembayaran secara tunai dan kredit.

Fungsi penjualan yaitu petani menjual hasil pembesaran pohon sengonnya

ke perantara. Sistem pembayaran untuk penjualan kayu Sengon dari petani ke

perantara dilakukan secara tunai yaitu perantara membayar tunai sejumlah harga

yang disetujui.

Masa produksi hingga pemanenan diantara petani berbeda antara usia 4-5

tahun. Pemeliharan dan perawatan sengon yang dilakukan petani menetukan

tingkat kematian pohon Sengon yang berarti merugikan petani. Kerugian inilah

yang akhirnya menimbulkan fungsi penanggungan resiko di petani

Fungsi penelitian pasar yaitu petani mencari informasi kayu sengon dari

berbagai media maupun dengan ikut pelatihan dan penyuluhan dari dinas

kehutanan terkait informasi mengenai harga kayu sengon sesuai dengan kualitas

dan kuantitas. Tujuannnya agar petani tidak menjual harga kayu sengon di bawah

harga pasaran yang justru akan merugikan petani

Page 71: 101198 Purwanto Fst

5.2.2. Analisis Fungsi Pemasaran di Tingkat Perantara

Perantara sebagai pihak kedua setelah petani dalam saluran pemasaran

berperan sebagai perantara antara petani dan sawmill, serta bertugas mengirimkan

kayu Sengon dalam bentuk gelondongan ke sawmill untuk diolah menjadi bentuk

satuan meter kubik. Adapun fungsi pemasaran yang dilakukan perantara adalah

Pembelian, Penjualan, Pengangkutan, Pembiayaan Pemasaran, Pengambilan

resiko, Penelitian Pasar dan demand creation.

Fungsi pembelian yaitu perantara membeli kayu sengon dari petani sesuai

dengan jenis dan kualitas yang dibutuhkan untuk dijual ke sawmill. Perantara

mendatangi petani yang telah diketahui memiliki kebun Sengon yang siap panen.

Setelah itu hal yang biasa dilakukan adalah petani menjual ke perantara pohon

sengon dalam bentuk belum dipanen, atau biasa disebut “jual berdiri”. Petani

biasanya tidak mau repot, semua biaya memanenan ditanggung oleh perantara.

Fungsi Pengangkutan yaitu perantara menggunakan alat transportasi mobil

pick up atau truk untuk mengangkut kayu Sengon dari kebun petani ke sawmill.

Fungsi Penanggungan Resiko yaitu perantara mengalami kerugian apabila dalam

proses panen dan pengakutan kayu mengalami kerusakan. Atau kejadian lain

apabila mengalami keterlambatan pengiriman yang membuat sawmill menagih

biaya kompensasi keterlambatan ke perantara. Namun tingkat penanggungan

resiko di perantara tidak sebesar penanggungan resiko yang dialami petani karena

waktu kepemilikan perantara atas kayu sengon paling pendek diantara lembaga

pemasaran lainnya.

Page 72: 101198 Purwanto Fst

Fungsi penelitian pasar yaitu perantara aktif dalam mencari informasi kayu

Sengon baik dari berbagai media cetak manpun dari informasi yang berkembang

di lokasi penelitian. Penelitian pasar ini untuk mengetahui harga dari kuantitas dan

kualitas kayu sengon yang berlaku di pasar, serta informasi penting lain. Informasi

yang didapat selanjutnya disebar ke kelangan petani dengan tujuan petani

menghasilkan kayu sengon sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang diperlukan

sehingga secara langsung mendukung keberhasilan pemasaran pedagang.

Fungsi Demand Creation yaitu perantara menciptakan permintaan dari

sawmill ataupun pembeli baru untuk kayu sengon. Fungsi demand Creation

dilakukan dengan menawarkan kayu sengon ke beberapa pihak yang berpotensi

membelinya. Fungsi pembiayaan yaitu perantara mengalokasikan,

memperhitungkan dan mencari bantuan modal untuk membayar semua biaya yang

timbul dari pemasaran kayu sengon. Adapun biaya yang timbul akibat

pelaksanaan fungsi pemasaran tersebut adalah biaya tenaga kerja, chainsaw dan

biaya transportasi seperti yang disajikan pada tabel 10

Tabel 10. Marjin,Keuntungan dan Biaya Pemasaran Ditingkat Perantara

(Rupiah/m3)

Uraian Marjin Pemasaran

Biaya Keuntungan Tenaga

Kerja Chainsaw Transportasi

Harga 306.184 58.894 18.940 23.000 205.351 % 100 19.23 6.19 7.51 67.07

Sumber: Data Lapangan diolah

Pada tabel diatas diketahui bahwa ada 3 komponen biaya pemasaran yang

dikeluarkan perantara yaitu tenaga kerja, chainsaw, dan transportasi. Biaya tenaga

kerja adalah biaya yang dibayarkan atas pelaksanaan kegiatan upah pekerja mulai

Page 73: 101198 Purwanto Fst

dari proses memanenan dikebun petani hingga kayu sampai di sawmill, biaya ini

sebesar Rp.58.894/m3. Biaya Chainsaw adalah biaya peralatan penebang kayu

sengon biaya ini sebesar Rp.18.940/m3. Biaya transportasi adalah biaya yang

dibayarkan perantara atas pelaksanaan fungsi pengakutan mulai dari sewa mobil

hingga bensinnya, biaya ini sebesar Rp.23.000/m3

Total biaya pemasaran ditingkat perantara dari ketiga kompenen biaya

yang dikeluarkan untuk pemasaran yaitu sebesar Rp.100.834/m3. Keuntungan

ditingkat perantara untuk pemasaran kayu sengon adalah sebesar Rp.205.351/m3

5.2.3. Analisis Fungsi Pemasaran di Tingkat Sawmill

Sawmill adalah sebagai pihak ketiga yang harus mengirimkan barang ke

material memiliki fungsi pemasaran yang lebih banyak dibandingkan perantara.

adapun fungsi pemasaran yang dilakukan sawmill, yaitu pembelian, penjualan,

penyimpanan, pengakutan, standarisasi dan grading,pembiayaan, pengambilan

resiko, penelitian pasar (market research) dan demand creation

Fungsi pembelian yaitu kegiatan sawmill dalam mendapatkan persediaan

kayu sengon dari perantara. Dalam menentukan kebutuhan persedian kayu

sengon, sawmill menggunakan perencanaan jumlah kayu sengon yang diminta.

Perencanaan ini berdasarkan permintaan dari material ataupun kapasitas produksi

sawmill.

Page 74: 101198 Purwanto Fst

Fungsi standarisasi dan grading yaitu kegiatan sawmill mengecek kembali

kayu sengon dari perantara, harus sesuai diameter dan panjang kayu. Karena

nantinya akan dibuat perencanaan dalam proses pengolahan, mau dijadikan

bentuk tiang, papan,kaso ataupun palang. Perencaan dibuat untuk meminimalisir

penyusutan yang terjadi.

Fungsi penyimpanan yaitu kegiatan sawmill menyimpan kayu sengon

yang telah diolah serta di standarisasi dan grading ke dalam gudang yang telah

disediakan. Tempat penyimpanan ini bertujuan sebagai tempat persinggahan

sementara dan juga mempersiapkan kondisi kayu sengon olahan untuk dikirim ke

material.

Fungsi penjualan yaitu segala kegiatan penjualan sawmill hingga kayu

sengon sampai ke material. Semua kegiatan penjualan dijalankan dengan bekerja

sama dengan material untuk menfolahan jenis kayu olahan berdasarkan pesanan

dari material dari ukuran, kualitas dan kuantitas kayu olahan.

Fungsi penanggungan resiko yaitu sawmill menanggung semua resiko

yang timbul saat pengolahan dan pemasaran hingga kayu olahan sampai ke

material. Adapun resiko yang ditanggung adalah kesalahan pada saat pengolahan,

kerusakan saat penyimpanan dan pengangkutan serta kerugian akibat biaya

pembelian dan perawatan.

Fungsi pengangkutan yaitu kegiatan pengiriman kayu olahan ke sawmill.

Dalam pengangkutan ke sawmill menggunakan alat transportasi mobil yang

tertutup guna meminimalisir kerusakan yg terjadi akibat proses pengiriman kayu

ke sawmill.

Page 75: 101198 Purwanto Fst

Fungsi penelitian pasar yaitu kegiatan yang menunjang pemasaran berjalan

secara efektif dan efisien. Adapun pelaksanaannya dilakukan dengan

mengumpulkan informasi dari berbagai media cetak ataupun informasi yang

berkembang ditempat penelitian. Lalu informasi ini diteruskan ke perantara guna

mendapatkan diameter, kualitas dan kuantitas yang diinginkan.

Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan sawmill melakukan pembiayaan atas

biaya yang keluar untuk keperluan pengolahan dan biaya pemasaran. Biaya-biaya

pemasaran yang dikeluarkan sawmill disajikan pada tabel 11

Tabel 11. Marjin, Keuntungan dan Biaya Pemasaran Ditingkat Sawmill

(Rupiah/m3)

Uraian Marjin Pemasaran

Biaya Keuntungan Tenaga

Kerja Chainsaw Trans-portasi Bandsaw

Harga 281.169 69.091 22.273 33.636 33.182 122.987 % 100 24.57 7.92 11.96 11.8 43.74

Sumber: Data Lapangan diolah

Pada tabel di atas diketahui bahwa ada 4 komponen biaya pemasaran

ditingkat sawmill yaitu biaya tenaga kerja, chainsaw, transportasi dan bandsaw.

Biaya tenaga kerja adalah meliputi semua biaya yang keluar akibat pembayaran

upah tenaga kerja untuk kegitan bongkar muat di sawmil, pemotongan kayu,

pengakutan, perawatan kayu selama di sawmill dll sebesar Rp.69.901/m3. Biaya

Chainsaw adalah biaya pemotongan kayu dalam bentuk Log kedalam bentuk yang

Page 76: 101198 Purwanto Fst

lebih kecil lagi agar dapat dibentuk ke dalam bentuk kotak didalam pemotongan

Bandsaw, biaya ini sebesar Rp.22.273/m3.

Biaya transportasi adalah biaya pengakutan dari sawmill ke lokasi pembeli

selanjutkany baik itu material ataupun industri lain baik dalam maupun luar kota,

biaya ini diperkirakan sebesar Rp.33.636/m3. Biaya Bandsaw adalah biaya yang

ditimbulkan dari proses pembentukan kayu dari log ke bentuk kotak persegi

panjang, biaya yang dikeluarkan untuk bandsaw meliputi biaya bahan bakar dan

baiaya asah gergaji yaitu sebesar Rp.33.182/m3.

Total biaya pemasaran ditingkat sawmill dari keempat kompenen

pemasaran yaitu sebesar Rp 158.182/m3. Keuntungan ditingkat perantara untuk

pemasaran kayu sengon adalah sebesar Rp 122.987/m3

5.3. Analisis Struktur Pasar Kayu Sengon

5.3.1. Pembeli dan Penjual

Pemasaran kayu sengon melibatkan beberapa penjual dan pembeli. Selama

penelitian berlangsung terhitung ada beberapa petani yang terlibat dalam

pemasaran kayu sengon. Mereka umumnya tergabung dalam kelompok tani.

Perantara yang ada di kecamatan Leuwisadeng terdiri dari individu dan beberapa

merupakan orang suruhan dari sawmill.

Jumlah sawmill sendiri di Kecamatan Leuwisadeng terdiri dari 11 sawmill,

yaitu UD Putra Mahkota, Cahaya Alam, Sipa Jaya, PD Permata Putra, Nanda

Jelambar, Salira Indah, PD Goa Putra, CV Karya Jaya, CV Dian Surya Gemilang,

Wande dan Dedi Hudaedi. Seluruh sawmill ini merupakan Pengolahan kayu yang

Page 77: 101198 Purwanto Fst

menjadikan Sengon sebagai produk utamanya, selain itu juga ada beberapa kayu

lain seperti Kayu Afrika, Jabon, Gmelina, Jati dan Durian.

Untuk Material sendiri jumlahnya tidak terlalu banyak di Kecamatan

Leuwisadeng, selama penelitian hanya ada satu material yang ada di Kecamatan

Leuwisadeng yaitu Toko Sinar Sakti. Toko material lain berada diluar kecamatan

Leuwisadeng yaitu didaerah Leuwiliang, Jasinga, Nanggung dan Bogor Kota.

5.3.2. Keadaan Produk

Umumnya jenis kayu yang diperdagangkan di wilayah penelitian

Kecamatan Leuwisadeng adalah jenis kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)

atau yang lebih dikenal masyarakat sekitar dengan sebutan kayu jeunjing. Jenis

kayu lain yang diperdagangkan di kecamaran Leuwisadeng antara lain: kayu

Afrika (Maesopsis eminii), kayu Jabon (Anthocephalus cadamba), kayu

Gmelina/Jati putih (Gmelina arborea), kayu Jati (Tectona grandis) dan kayu

Durian (Durio zibethinus)

Untuk jenis kayu Sengon pada tingkat Industri Penggergajian Kayu (IPK)

dapat dihasilkan bermacam-macam kayu olahan dengan berbagai macam ukuran

seperti; bentuk tiang, papan, kaso, kusen, palang, reng, palet. Untuk bentuk tiang

dapat dibuat 10 cm x 10 cm. Papan dibuat dengan ukuran 3 cm x 20 cm. Kaso

dengan ukuran 6 cm x 6 cm. Kusen bahan jendela dan pintu biasanya berukuran 7-

8 cm x 15 cm. Palang dada umumnya berukuran 5 cm x 10 cm. Reng berukuran 2

cm x 3 cm dan merupakan jenis olahan kayu yang paling kecil. Sedangkan palet

yang digunakan untuk bahan baku pembuat beraneka ragam meubel berukuran 3

Page 78: 101198 Purwanto Fst

cm x 8-10 cm. Semua jenis kayu olahan umumnya memiliki panjang ukuran kayu

yang sama yaitu 200 cm, 250 cm dan 300 cm. Kecuali jenis palet dapat dihasilkan

kayu dengan ukuran 100 cm, 120 cm dan 140 cm. Pada umumnya untuk industri

gergajian, selain menyediakan kayu dengan ukuran dan jenis tertentu, industri

juga menyediakan ukuran kayu pesanan berdasarkan kebutuhan konsumen.

Kayu olahan yang akan diperdagangkan umumnya diberikan perlakuan

terlebih dahulu dengan cara dikering anginkan dibawah terik sinar matahari

selama kurang lebih 3-7 hari. Kemudian kayu disusun berdasarkan jenis dan

ukurannya sehingga memudahkan dalam pengakutan

Di tingkat IPK (sawmill) selain dihasilkan kayu dengan jenis dan ukuran

tertentu, juga dihasilkan kayu sisa olahan (rendemen) yang berupa serbuk

gergajian, potongan-potongan kayu dan kulit kayu (bablir). Ketiganya dapat

dimanfaatkan dan memiliki nilai jual untuk digunakan sebagai kayu bakar. Pada

saat berlangsungnya penebangan, cabang dan ranting pohon yang sudah ditebang

hak kepemilikannya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pihak penjual

(petani sengon) dengan pembeli (perantara). Kepemilikan cabang dan ranting ini

tidak mempengaruhi harga jual pohon yang bersangkutan.

Beberapa keuntungan yang didapatkan oleh industri gergajian apabila

mendapatkan pesanan dari material-material di sekitar kota Bogor seperti

Leuwiliang, Nanggung, Ciampea dan Dramaga ataupun luar daerah Bogor seperti

Jakarta, Tanggerang dan Bekasi , hal ini karena spesifikasi ukuran kayu olahan

yang lebih kecil dari seharusnya (potongan khusus). Untuk tiang berukuran 8 cm x

8 cm, papan berukuran 2 cm x 18 cm, kaso berukuran 4,5 cm x 4,5 cm dan palang

Page 79: 101198 Purwanto Fst

dada berukuran 4,5 cm x 8 cm. Sortimen khusus tersebut ditampung oelh material

material tersebut dengan standar harga yang sama. Sehingga walaupun bahan

baku yang tersedia di lokasi indutri kurang memadai akan tetapi tetap dapat

dimanfaatkan sehingga tidak ada bahan baku yang terbuang percuma. Data

selengkapnya tercantum pada tabel 12

Tabel 12. Bentuk dan Jenis kayu Olahan Kec. Leuwisadeng Tahun 2011

No Bentuk Kayu Ukuran Yang Dijual (cm) Ukuran Khusus (cm)

1 Tiang 10 x 10 x 200 10 x 10 x 250 10 x 10 x 300

8 x 8 x 200 8 x 8 x 250 8 x 8 x 300

2 Papan 3 x 20 x 200 3 x 20 x 250 3 x 20 x 300

2 x 18 x 200 2 x 18 x 250 2 x 18 x 300

3 Kaso 6 x 6 x 250

5 x 10 x 250 5 x 10 x 300

4,5 x 8 x 200 4,5 x 8 x 250 4,5 x 8 x 300

4 Palang 5 x 10 x 200 5 x 10 x 250 5 x 10 x 300

4,5 x 8 x 200 4,5 x 8 x 250 4,5 x 8 x 300

Sumber: Data Lapangan diolah

Pada umumnya cabang dan ranting yang terbuang dijadikan bahan baku

kayu bakar oelh masyarakat untuk keperluan memasak dirumah ataupun bagi

industri kecil rumah tangga. Adanya cabang dan ranting yang digunakan sebagai

kayu bakar oleh masyarakat, dirasakan sebagainilai tambah bagi perantara, selain

Page 80: 101198 Purwanto Fst

hasil kayu gelondongan. Beberapa hal yang menjadi alasan perantara untuk

menjual kayu bakar atau menyerahkannya kepada pemilik kebun tergantung

lokasi penebangan. Apabila dirasakan biaya pemungutan kayu bakar lebih besar

dari harga jualnya maka perantara lebih baik memberikannya kepada petani

pemilik kebun. Selain itu juga tergantung cuaca pada saat pengakutan, apabila

cuca hujan maka kondisi jalan akan sedikit terhambat karena kondisi tanah yang

becek sehingga para kuli nagkut kayu akan kesulitan membawanya. Kesulitan

lainnya karena kondisi geografis daerah Leuwisadeng yang berbukit dan

bergunung sehingga umumnya kayu yang dipanen berada diatas lereng bukit yang

cukup tinggi dengan jalan yang masih berupa tanah

5.3.3. Kondisi Keluar Masuk Pasar

Kondisi keluar atau masuk ke suatu pasar diantara tingkat atau lembaga

pemasaran akan berbeda-beda. Pada tingkat petani hampir tidak ada halangan

untuk memasuki atau keluar dari pasar. Jika petani memiliki areal lahan yang

cukup dan memiliki modal produksi yang diperlukan untuk budidaya Sengon,

memiliki ketekunan dan kesabaran tinggi, maka setiap saat dapat bebas untuk

menentukan ikut serta atau tidak dalam pasar. Disamping itu juga menjadi petani

sengon tidak memerlukan suatu keahlian tertentu.

Pada tingkat perantara dan sawmill mungkin sedikit lebih sulit untuk

keluar masuk pasar sebagai pendatang baru ataupun masuk kembali setelah keluar

pasar. Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk turut serta dalam

pemasaran yaitu memiliki modal yang cukup besar, jaringan pemasaran yang luas,

Page 81: 101198 Purwanto Fst

jaminan konsistensi pasokan, serta kemampuan dalam melakukan transaksi atau

bernegoisasi.

Pada tingkat toko material karena hanya ada satu toko material yang saat

ini ada, hampir tidak ada halangan untuk masuk ke dalam pemasaran kayu

Sengon. Walaupun tergolong harus memiliki modal yang cukup besar, namun

karena diwilayah penelitian tidak banyak toko material yang menjadi pesaing.

Tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatian dari karakteristik user kayu

Sengon (pembeli akhir), mereka cenderung langsung membeli ke sawmill

ketimbang membeli di Material karena harganya lebih murah. Sehingga toko

material harus jauh dari sentra pengolahan kayu seperti sawmill.

5.3.4. Jenis Transaksi

Pada umumnya proses penjualan kayu Sengon dan jenis kayu lainnya

dilakukan petani dalambentuk pohon berdiri, akan tetapi ada juga yang

menawarkan kayu dalam bentuk sudah ditebang. Ada beberapa cara yang

digunakan dalam proses penjualan kayu di Kecamatan Leuwisadeng, diantaranya:

1. Petani menawarkan langsung kayu yang akan dijualnya kepada perantara

dengan menyebutkan kondisi fisik kayu seperti jenis, umur dan volume kayu

2. Perantara telah mengamati kebun-kebun kayu milik masyarakat sebelumnya.

Apabila ada jenis dan ukuran kayu yang dibutuhkan maka akan langsung

menanyakan apakah dijual atau tidak.

3. Perantara mendapatkan informasi dari pihak ketiga. Informasi tersebut

kemudian ditindak lanjuti dengan mensurvei langsung ke lokasi kebun kayu.

Page 82: 101198 Purwanto Fst

Umumnya pihak ketiga tersebut juga mendapat upah dari perantara yang

bersangkutan.

Setelah salah satu dari ketiga proses tersebut dilaksanakan, maka petani

dan perantara langsung melakukan tawar menawar harga sampai terjadinya

transaksi jual beli. Pada proses tersebut dibahas mengenai kesepakatan

pembayaran dengan sistem tunai atau tempo (mencicil). Perantara yang tidak

memiliki modal besar umumnya melakukan pembayaran dengan cara mencicil,

kadang kala para perantara ini meminjam modal terlebbih dahulu kepada sawmill

yang menjadi langganannya untuk menutupi kekurangan pembayaran. Kerjasama

antara sawmill dengan perantara terjalin karena adanya permintaan terhadap

kebutuhan kayu untuk industri, sehingga mereka memanfaatkan jasa perantara

untuk memenuhi kebutuhan kayu. Berdasarkan pengamatan di wilayah kecamatan

Leuwisadeng diperoleh data bahwa pada tingkat perantara yang menggunakan

sistem pembayaran tunai sebanyak 61,11 % dan 11,11 % dengan cara mencicil,

sisanya sebanyak 28,78 % menggunakan cara keduanya.

Sawmill yang ada di wilayah penelitian berjumlah 11 unit industri. Industri

tersebut hampir seluruhnya terletak di jalan Leuwiliang-Jasinga. Dari seluruh

industri tersebut tercatat sebanyak 54.55 persen industri membayar kontan,

sebanyak 27.27 persen dengan cara mencicil dan 18.17 persen dengan cara

keduanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 13

Page 83: 101198 Purwanto Fst

Tabel 13. Sistem Pembayaran Kayu Sengon Kec. Leuwisadeng 2011

No Sistem Pembayaran

PELAKU PASAR

Perantara (orang) Persen (%) Sawmill

(unit) Persen (%)

1 Kontan 11 61.11 6. 54.55

2 Tempo 2 11.11 3. 27.27

3 Keduanya 5 27.78 2. 18.17

Total 18 100 11 100 Sumber: Data Lapangan diolah

Pembayaran dengan mencicil biasanya memakan waktu berkisar antara 2-

3 bulan setelah penebangan. Hal ini memang dirasakan memberatkan bagi petani

karena pada umumnya mereka menjual kayu untuk membayar kebutuhan-

kebutuhan penting yang bersifat mendadak seperti membayaran iuran sekolah

anak, membayar hutang piutang, membiayai hajatan seperti pernikahan, biaya

naik haji, ataupun kebutuhan mendesak lainnya.

Umumnya petani memprioritaskan penjualan kayunya kepada orang yang

sudah dipercaya akan membayar dengan lancar seperti kepada orang-orang yang

memiliki jabatan penting diwilayah desanya seperti; Guru, Petugas Kantor Desa,

ataupun Juragan-juragan tanah yang terkenal memiliki modal yang besar dan

memiliki sifat jujur.

Page 84: 101198 Purwanto Fst

5.3.5. Informasi Pasar

Informasi pasar yang berkenaan dengan kayu Sengon sangat dibutuhkan

oleh tiap pelaku pemasaran yang terlibat. Pemberian informasi yang lengkap

khususnya mengenai harga jual dan beli kayu Sengon hanya mungkin dilakukan

dengan pihak yang berada dalam tingkat atau kelompok lembaga pemasaran yang

sama, sehingga tidak pernah ada penyebaran informasi harga antara lembaga

pemasaran yang tidak satu tingkat. Hubungan diantara mereka hanyalah pada saat

terjadi transaksi jual beli kayu Sengon berlangsung. Lain halnya antara petani dan

perantara, umumnya diantara mereka sudah terjalin hubungan kekeluargaan

kerena memang diantara petani ada yang masih kerabat dekat, tetangga, atau

teman dekat sehingga tidak segan untuk saling berdiskusi dan bertukar informasi.

5.3.6. Harga dan Struktur Pasar

Salah satu indikator untuk melihat struktur pasar adalah lembaga

pemasarannya, umumnya komoditas pertanian memiliki jalur pemasaran yang

realtif panjang. Berdasarkan perbandingan jumlah petani dan jumlah perantara,

sawmill atapun Material, struktur pasar yang terbentuk dari sisi petani adalah

oligopsoni jumlah petani yang lebih banyak daripada perantara, sawmill maupun

material menyebabkan petani menjadi penerima harga (price taker). Lebih

jelasnya dapat dilihat di tabel 14.

Tabel 14. Lembaga Pemasaran Kayu Sengon Kec. Leuwisadeng Tahun 2011

Page 85: 101198 Purwanto Fst

No Pelaku Pasar Jumlah (orang) Persen (%) 1 Petani 32 51.61 2 Perantara 18 29.03 3 Sawmill 11 17.74 Total 62 100

Sumber: Data Lapangan diolah

Pada tingkat pemasaran selanjutnya jumlah perantara lebih banyak

daripada jumlah sawmill. Dengan demikian struktur pasar yang terbentuk adalah

monopsoni. Hambatan untuk masuk sebagai pelaku pasar lebih tinggi karena

membutuhkan sejumlah modal yang besar dan proses penentuan harga didominasi

oleh sawmill sehingga menempatkan perantara sebagai penerima harga. Dengan

demikian struktur pasar yang terbentuk berdasarkan jumlah antara lembaga

pemasaran dan petani adalah struktur pesaingan tidak sempurna. Harga jual dan

beli kayu gelondongan jenis Sengon pada setiap tingkatan pelaku pemasaran di

Kecamatan Leuwisadeng berbeda beda, untuk harga beli rata-rata ditingkat

perantara sebesar Rp.682.308/m3 dengan harga jual rata-rata Rp.988.492/m3 dan

pada tingkat sawmill harga beli rata-rata Rp.975.649/m3 dengan harga jual rata-

rata sebesar Rp.1.256.818/m3 untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel 15

Tabel 15. Harga Rata-rata kayu Sengon (Rupiah/m3)

Pelaku Saluran Pemasaran

Rata-rata Harga Beli

Rata-rata Harga Jual

Page 86: 101198 Purwanto Fst

Petani

I - 688.839 II - 898.809 II - 675.714

Rata-rata - 724.107

Perantara I 687.897 985.119

III 671.131 995.238 Rata-rata 682.308 988.492

Sawmill

I 988.889 1.237.500 II 901.786 1.200.000 III 998.413 1.333.333

Rata-rata 975.649 1.256.818 Sumber: Data Lapangan diolah

5.4. Marjin Pemasaran

5.4.1. Analisis Marjin Pemasaran ditingkat Perantara

Marjin Pemasaran perantara diperoleh dari selisih antara harga pembelian

dari petani dengan harga penjualan ke sawmill. Harga beli dan harga jual yang

digunakan adalah harga yang berlaku ditingkat perantara. Marjin pemasaran

ditingkat perantara untuk pemasaran kayu sengon berdasarkan saluran pemasaran

disajikan pada tabel 16

Tabel 16. Marjin Pemasaran Kayu Sengon ditingkat Perantara (Rupiah/m3)

Saluran Pemasaran

Harga Beli

Harga Jual

Marjin Pemasaran

Biaya Pemasaran Keuntungan

SP 1 687.897 985.119 297.223 101.667 195.566

SP 2 - - - - -

SP 3 671.131 995.238 324.107 99.167 224.940 Sumber: Data Lapangan diolah

Pada tabel di atas diketahui marjin pemasaran ditingkat perantara pada

saluran pemasaran 1 sebesar Rp.297.223/m3 dan pada saluran pemasaran 3

sebesar Rp.324.107/m3 . Sedangkan pada saluran pemasaran 2 tidak ada marjin

Page 87: 101198 Purwanto Fst

pemasaran ditingkat perantara karena pada saluran ini petani menjual langsung ke

sawmill tanpa perantara. Harga pembelian kayu sengon dari petani sangat

dipengaruhi oleh lokasi panen kayu sengon itu sendiri, semakin susah medan

panennya semakin murah harga sengon tersebut, karena sengon dengan medan

panen yang sulit sangat menyulitkan perantara untuk memanennya. Faktor lainnya

adalah bentuk kayu sengon itu sendiri, apabila semakin melengkung batang pohon

sengonnya semakin besar penyusutannya dan semakin murah juga harganya

ditingkat petani.

Pada tingkat perantara keuntungan didapat dari selisih dari marjin

pemasaran dengan biaya pemasaran. Pada saluran pemasaran 1 keuntungan yang

didapatkan perantara sebesar Rp.195.556/m3 sedangkan untuk saluran

pemasaran 3 keuntungan yang didapatkan perantara sebesar Rp.224.940/m3.

5.4.2. Analisis Marjin Pemasaran Ditingkat Sawmill

Marjin pemasaran sawmill ditentukan oleh selisih harga jual kayu sengon

ke material atau industri luar daerah dengan harga beli ke perantara. Harga yang

digunakan adalah harga yang berlaku ditingkat sawmill. Marjin pemasaran

sawmill untuk pemasaran kayu sengon pada setiap saluran pemasarannya

disajikan pada tabel 17

Tabel 17. Marjin Pemasaran Kayu Sengon Ditingkat Sawmil (Rupiah/m3)

Saluran Pemasaran

Harga Beli

Harga Jual

Marjin Pemasaran

Biaya Pemasaran Keuntungan

SP 1 988.889 1.237.500 248.611 145.833 102.778

SP 2 901.786 1.200.000 298.214 147.500 150.714

Page 88: 101198 Purwanto Fst

SP 3 998.413 1.333.333 334.920 190.000 144.920 Sumber: Data Lapangan diolah

Pada tabel di atas diketahui bahwa marjin pemasaran ditingkat sawmill

pada saluran pemasaran 1 adalah sebesar Rp.248.661/m3, pada saluran pemasaran

2 adalah sebesar Rp.298.214/m3 dan pada saluran pemasaran 3 adalah sebesar

Rp.334.920/m3. Harga beli dari perantara dipengaruhi oleh bentuk batang kayu

sengon itu sendiri, karena semakin melengkung batang kayu sengon maka akan

semakin besar penyusutannya. Sehingga semakin melengkung semakin murah

harganya.

Selain biaya pemasaran ada juga biaya yang timbul akibat penyusutan.

Karena sawmill membeli dari perantara dalam bentuk Log meter kubik. Untuk

dijadikan kotak meter kubik penyusutan yang terjadi sebesar 30 persen.

Keuntungan sawmill pada saluran pemasaran 1 adalah sebesar Rp.102.778/m3,

pada saluran pemasaran 2 adalah sebesar Rp.150.714/m3 dan pada saluran

pemasaran 3 adalah sebesar Rp.114.940 /m3.

5.5. Analisis Nilai Farmer’s Share

Tomek dan Robinson (1981;114) menjelaskan bahwa bagian harga yang

diterima petani (farmer’s share) adalah suatu nilai hasil perbandingan antara

harga jual di petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dan dinyatakan

Page 89: 101198 Purwanto Fst

dalam persentase. Nilai Farmer’s Share pemasaran kayu sengon ditiap saluran

pemasaran disajikan pada tabel 18

Tabel 18. Farmer’s Share Kayu Sengon Menurut Saluran Pemasarannya (Rupiah/m3)

Saluran Pemasaran

Harga Ditingkat Petani

Harga Di tingkat Sawmill

Farmer's Share (%)

SP1 688.839 1.237.500 55.66

SP2 898.809 1.200.000 74.90

SP3 675.714 1.333.333 50.67 Sumber: Data Lapangan diolah

Pada penelitian ini bagian yang diterima petani atau Farmer’s Share

adalah hasil perbandingan antara harga jual di petani dengan harga jual di

sawmill. Farmer’s Share atau bagian yang diterima petani untuk pemasaran kayu

sengon pada saluran pemasaran 1, saluran pemasaran 2 dan saluran pemasaran 3

adalah masing 55,66%, 74,9% dan 50,67 % dari harga jual sawmill. Pada ketiga

saluran pemasaran yang diteliti diketahui bahwa pada saluran pemasaran 2

memberikan bagian harga terbesar bagi petani dibandingkan saluran pemasaran

lainnya, sedangkan saluran pemasaran 3 memberikan bagian harga petani yang

terkecil dari lainnya. Hal ini diakibatkan harga kayu sengon ditingkat petani lebih

tinggi dari jenis lainnnya. Hal ini disebabkan petani di saluran pemasaran 2

menjual kayu sengon tidak dalam kondisi “berdiri” melainkan kayu tersebut

dipanen sendiri dan diantarkan ke sawmill, sehingga bagian pemasaran perantara

diambil alih oleh petani sehingga keuntungan dan Farmer’s Share lebih tinggi

dibandingkan saluran pemasaran lainnya.

Page 90: 101198 Purwanto Fst

Efisiensi saluran pemasaran diukur secara teknis dan ekonomis bertujuan

untuk lebih meningkatkan keuntungan yang diterima lembaga pemasaran.

Efisiensi secara teknis dilihat dari upaya lembaga pemasaran dalam pengendalian

fisik produk untuk mengurangi kerusakan dan penyusutan produk serta

menghemat tenaga kerja. Pemasaran kayu sengon Kecamaran Leuwisadeng

memiliki jalur pemasaran utama yaitu dari Petani-Perantara-Sawmill. Sehingga

pemasaran kayu sengon Kecamatan Leuwisadeng dapat dikatakan efisien. Namun

dalam kenyataannya ada alternatif jalur pemasaran yang lebih efisien yang hanya

melibatkan Petani-Sawmill, karena semakin sedikit lembaga pemasaran yang

terlibat dalam saluran pemasaran membuat pendistribusian produk makin cepat,

makin murah dan makin efisien produk diantar ke tingkat selanjutnya dalam hal

ini material atau industri luar daerah. Namun saluran pemasaran yang hanya

melibatkan petani dan sawmill belum bisa diterapkan karena perantara

mempunyai peran besar dalam pendanaan biaya pemasaran. Apabila tidak melalui

perantara, maka petani harus menanggung biaya pemasaran yang biasanya

ditanggung perantara.

Tabel 19. Analisis Efisiensi Pemasaran Kayu Sengon Secara Ekonomis

menurut Saluran Pemasarannya (Rupiah/m3)

Uraian Saluran Pemasaran SP 1 SP 2 SP 3

Marjin Pemasaran 548.661 301.191 657.619

Page 91: 101198 Purwanto Fst

Farmer's Share (%) 55.66 74.9 50.67

Sumber: Data Lapangan diolah

Pada tabel di atas, marjin pemasaran kayu sengon diperoleh selama

prose pemasaran dari petani hingga ke sawmill untuk saluran pemasaran 1,

saluran pemasaran 2 dan saluran pemasaran 3 adalah masing-masing

Rp.548.661/m3, Rp.301.191/m3 dan Rp.657.619/m3. sehingga dipastikan bahwa

marjin pemasaran tertinggi dihasilkan oleh saluran pemasaran 3 dan terendah

saluran pemasaran 2.

Bagian yang diperoleh petani (farmer’s share) atas pemasaran kayu

sengon saluran pemasaran 1, saluran pemasaran 2 dan saluran pemasaran 3 adalah

masing 55,66%, 74,9% dan 50,67% dari harga jualnya. Hal ini berarti farmer’s

share tertinggi dihasilkan dari saluran pemasaran 2 dan terendah saluran

pemasaran 3.

Secara ekonomis saluran pemasaran kayu sengon pada saluran

pemasaran 2 relatif lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran lainnya karena

menhasilkan marjin pemasaran yang lebih rendah dan tentunya menhasilkan

bagian yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan saluran pemasaran lainnya.

Page 92: 101198 Purwanto Fst

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam pemasaran kayu

sengon pada periode bulan Februari hingga Maret 2011 di Kecamatan

Leuwisadeng Kabupaten Bogor , maka dapat disimpulkan bahwa:

Terdapat 3 (tiga) saluran pemasaran di lokasi penelitian pada pemasaran kayu

sengon yaitu Saluran Pemasaran 1 terdiri dari Petani – Perantara – Sawmill -

Material, Saluran Pemasaran 2 terdiri dari Petani – Sawmill - Material dan

Saluran Pemasaran 3 terdiri dari Petani – Perantara – Sawmill - Indutri Luar

Daerah. Sehingga yang paling efisien adalah Saluran Pemasaran 2 yang

terdiri dari Petani - Sawmill – Material karena semakin sedikit rantai

pemasaran semakin rendah biaya pemasarannnya

Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga pemasaran adalah:

o Fungsi pemasaran petani yaitu Pembelian, Penjualan, Pengambilan Pasar

dan Penelitian Pasar

o Fungsi pemasaran perantara yaitu Pembelian,Penjualan, Pengangkutan,

Biaya Pemasaran, Pengambilan Resiko, Penelitian Pasar, Demand

Creation

o Fungsi pemasaran sawmill yaitu Pembelian, Penjualan, Penyimpanan,

Pengangkutan, Standarisasi dan Grading, Pengambilan Resiko, Penelitian

Pasar dan Demand Creation

Page 93: 101198 Purwanto Fst

Struktur pasar yang dihadapi oleh pemasaran kayu sengon dari Kecamatan

Leuwisadeng Kabupaten Bogor adalah pasar persaingan tidak sempurna.

Berdasarkan perbandingan jumlah petani dan jumlah perantara, sawmill

ataupun material, struktur pasar yang terbentuk dari sisi petani adalah

oligopsoni. Jumlah petani yang lebih banyak daripada perantara, sawmill

maupun material menyebabkan petani menjadi penerima harga (price taker).

Pada tingkat pemasaran selanjutnya jumlah perantara lebih banyak daripada

jumlah sawmill. Dengan demikian struktur pasar yang terbentuk adalah

monopsoni.

Marjin Pemasaran yang diperoleh lembaga pemasaran yang terlibat adalah:

o Marjin Pemasaran perantara untuk saluran pemasaran 1 adalah sebesar

Rp.297.223/m3, dan untuk saluran pemasaran 3 sebesar Rp.324.107/m3.

pada saluran pemasaran 2 tidak ada nilai marjinnya karena pada saluran ini

petani tidak melalui perantara dalam pendistribusian kayu ke sawmill

o Marjin pemasaran sawmill untuk pemasaran kayu sengon pada saluran

pemasaran 1, saluran pemasaran 2 dan saluran pemasaran 3 adalah masing-

masing Rp.248.661/m3, Rp.298.214/m3 dan Rp.334.920/m3.

o Total marjin pemasaran yang diperoleh dari saluran pemasaran kayu

sengon Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor untuk saluran

pemasaran 1, saluran pemasaran 2 dan saluran pemasaran 3 adalah masing-

masing Rp Rp.548.661/m3, Rp.301.191/m3 dan Rp.657.619/m3. sehingga

dipastikan bahwa marjin pemasaran tertinggi dihasilkan oleh saluran

Page 94: 101198 Purwanto Fst

pemasaran 3 dan terendah saluran pemasaran 2. Sehingga saluran

pemasaran 2 dinilai lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran lainnya

Persentase bagian yang diperoleh petani (farmer’s share) atas pemasaran

kayu sengon saluran pemasaran 1, saluran pemasaran 2 dan saluran

pemasaran 3 adalah masing 55,66%, 74,9% dan 50,67% dari harga jualnya.

Hal ini berarti farmer’s share tertinggi dihasilkan dari saluran pemasaran 2

dan terendah saluran pemasaran 3. hasil perhitungan menunjukan bahwa

pemasaran kayu sengon saluran pemasaran 2 lebih efisien dibandingkan

saluran pemasaran lainnya.

5.2. Saran

Setelah penulis mengamati kegiatan pemasaran kayu sengon dari petani di

Kecamaran Leuwisadeng Kabupaten Bogor maka disarankan:

1. Jika dilihat dari tingkat efisiensi, seharusnya petani menjual pohon sengonnya

dalam bentuk kayu tebangan bukan dalam keadaan berdiri, sehingga hasil

atau keuntungan yang diterima petani lebih besar lagi. Untuk itu harus ada

sosialisasi dan penyuluhan dari dinas kehutanan agar hal tersebut dapat

terwujud

2. Saluran pemasaran yang dinilai efisien adalah saluran pemasaran 2 yaitu

dengan komposisi lembaga pemasaran Petani-Sawmill-Material, oleh karena

itu diharapkan ada pihak yang mengontrol dalam hal ini Pemerintah untuk

memastikan agar petani menggunakan saluran pemasaran 2. Nilai farmer

Page 95: 101198 Purwanto Fst

share yang dimiliki saluran pemasaran 2 sebesar 74,9 % lebih tinggi

dibandingkan saluran pemasaran lainnya

3. Fungsi pemasaran ditingkat petani menjelaskan bahwa dalam proses

penelitian pasar, petani kurang aktif dalam mendapatkan informasi pasar, oleh

karena itu diharapkan Dinas Kehutanan turun langsung ke petani lewat

penyuluh menyampaikan informasi-informasi yang berkaitan dengan

pemasaran sengon, agar petani memiliki bargaining position dalam

menentukan harga

4. Proses pengolahan kayu sengon umumnya dipengaruhi oleh tingkat kelurusan

batang kayu sengon, rata-rata konversi dari bentuk log ke kubikasi mengalami

penyusutan 30%. Tingkat kelurusan batang sengon itu dipengaruhi oleh bibit

sengon itu sendiri, kebanyakan petani belum mendapatkan bibit sengon yang

unggul, sehingga tingkat kelurusan batang sengon masih beragam. Oleh

karena itu, diharapkan para petani mendapatkan bibit sengon yang unggul

yang mampu mengatasi keragaman bibit sengon tersebut.

Page 96: 101198 Purwanto Fst
Page 97: 101198 Purwanto Fst

DAFTAR PUSTAKA

Achmad B., S. Mulyana, U. Supriyadi dan D. S. Rachmat. Kajian tata niaga kayu rakyat di Kabupaten Kuningan. Prosiding Ekspose Terpadu Hasil-Hasil Penelitian dengan tema Menuju Pembangunan Hutan Tanaman Produktivitas Tinggi dan Ramah Lingkungan, Yogyakarta 11 - 12 Oktober 2004. (Kuningan: Pusat Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Badan Litbang Kehutanan, 2004)

Anindita, Ratya. Pemasaran Hasil Pertanian. Katalog Perpustakaan Nasional Dalam Terbitan (KDT). (Surabaya: Papyrus, 2004)

Badan Pusat Statistik. Data Statistik Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor 2010 (Bogor: badan Pusat Statistik, 2010)

Budi, S.H. Budidaya Sengon. (Yogyakarta: Kanisius, 1992)

Departemen Kehutanan. Statistik Kehutanan Indonesia 2010. (Jakarta: Departemen Kehutanan, 2010)

Downey, W.D. & S.P. Erickson. Manajemen Agribisnis. (Jakarta: Erlangga, 1992)

Firman, N. Analisis Efisiensi Tataniaga Mangga Cengkir, Arumanis dan Gedong. Kasus di Desa Kebulen, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Fakultas Pertanian, 1998

Hammond, J.W & Dale C. Dahl. Market and Price Analysis. (New York : McGraw-Hill Book Company Inc, 1997)

Page 98: 101198 Purwanto Fst

Hanafiah & Saefudin. Tataniaga Hasil Perikanan (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2006)

Khols. R.L dan J.N Uhl. Marketing of Agricultural Product. Edisi Kesembilan. (New Jersey: Prentice Hall. 2002)

Kotler, Philip. Dasar-dasar Pemasaran (Jakarta: CV Intermedia, 1990)

Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran Jilid 1. Ed ke-6 (Jakarta: Erlangga, 1994)

Kotler, Philip & Gary Amstrong. Dasar-dasar Pemasaran. Ed ke-9. (Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia, 2001)

Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran. Jilid 2 (Jakarta: PT. Prehallindo, 2002)

Kotler, Philip & A.B. Susanto. Manajemen Pemasaran di Indonesia, Ed Pertama. (Jakarta: Salemba Empat, 2001)

Limbong, W.H & Panggabean Sitorus. Pengantar Tataniaga Pertanian. Ed pertama. (Bogor: Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, 1985)

Limbong, W.H. Pengantar Tataniga Pertanian (Bogor: Institut Pertanian bogor, 1987)

Maryatun, S. Analisis Biaya dan Pemasaran (Marketing Marjin), Kayu Gergajian di DKI Jakarta (Studi Kasus di Kalibaru [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Fakultas Pertanian, 1999

Page 99: 101198 Purwanto Fst

Mubyanto. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi Ketiga (Jakarta: PT. Pusaka LP3S. 1994)

NFTA World Education. Paraserianthes falcataria: Juara Pertumbuhan di Asia Tenggara. Lembar Informasi Pohon Pengikat Nitrogen. Konsorsium Pengembangan Dataran Tinggi Nusa Tenggara. Nitrogen Fixing Tree Asociational (Jakarta: Studio Driya Media, 1991)

Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP). (Bogor: RTRWP, 2009)

Soekartawi. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian (Teori dan Aplikasi). Edisi Revisi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002)

Soerianegara, I. Ekologi, Ekologisme, dan Pengelolaan Sumberdaya Hutan. Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan (Bogor: Institut Pertanian Bogor, 1996)

Stanton, William. Fundamental of Marketing (Tokyo: Mc. Graw-Hill Book, 1997)

Tomek, W.G & Kenneth L. Robinson. Agricultural Product Prices. Ed ke-3. (London: Cornell University Press, 1990)

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pedoman Penulisan Skripsi. (Jakarta: UIN Press, 2004)

Winardi. Harga dan Penetapan Harga dalam Bidang Pemasaran. (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 1992)

Page 100: 101198 Purwanto Fst

No Nama Responden Luas (ha) Saluran Pemasaran Harga Jual

1 Otang 2,00

SP1

714.286

2 Karna 1,00 742.857

3 Idis 0,71 714.286

4 Ato 0,85 742.857

5 Udin 2,14 628.571

6 H.Amin 0,29 642.857

7 Endin 0,05 742.857

8 H.Awang 0,71 700.000

9 Saepul 2,14 642.857

10 Iip 2,00 714.286

11 Adi 0,36 642.857

12 Sumarna 0,57 728.571

13 Ocim 0,28 678.571

14 Dadang 0,14 714.286

15 Eman 0,35 642.857

16 Atang 0,28 628.571

17 Asep 1,28

SP2

857.143

18 Umar 1,14 928.571

19 Solihin 1,50 928.571

20 H.Encu 1,00 857.143

21 Aep 1,00 892.857

22 Ahmad 0,71 928.571

23 H. Ahmad Sueb 3,00 SP3 785.714

Page 101: 101198 Purwanto Fst

Lampiran 2 Database Responden Harga Beli dan Harga Jual di Tingkat Perantara Kec. Leuwisadeng Februari 2011 (Rupiah/m3)

No Nama

Perantara

Beli dari

(petani) Harga Beli

Harga Beli Rata-rata

Saluran Pemasaran

Harga Jual

1 Untung Otang 714.286

728.571

SP1

971.429 Karna 742.857

2 Onih Idis 714.286 714.286 1.014.286

3 Rukayat Ato 742.857 742.857 964.286

4 Amru Atang 628.571 628.571 971.429

24 Yayat 0,57 678.571

25 Ocim 0,71 742.857

26 Badru 0,42 642.857

27 Rahmat 0,28 678.571

28 Mamat 0,71 714.286

29 Asep Saepuloh 0,43 685.714

30 Ali 0,50 642.857

31 Marwan 0,21 571.429

32 Aang 0,71 614.286

Total 23.171.429

Rata-rata 724.107

Page 102: 101198 Purwanto Fst

5 Tisna Eman 642.857 642.857 957.143

6 Atan Dadang 714.286 714.286 964.286

7 Suspendi

Ocim 678.571

683.333 1.035.714 Sumarna 728.571

Adi 642.857

8 Engkos Iip 714.286 714.286 1.000.000

9 Dadang H.Awang 700.000 671.428

1.014.286 Saepul 642.857

10 Dayat Endin 742.857 742.857 1.014.286

11 Parman H.Amin 642.857 642.857 971.429

12 Mamat Udin 628.571 628.571 942.857

13 Ismet Sopian

H Ahmad S 785.714

712.499

SP3

1.000.000 Yayat 678.571

Ocin 742.857

Badru 642.857

14 Udin Rahmat 678.571 678.571 1.000.000

15 H. Aceng Mamat 714.286 714.286 1.028.571

16 Umar Asep Sae 685.714 685.714 1.000.000

17 Komar Ali 642.857 642.857 971.429

18 Usep Marwan 571.429

592.857 971.429 Aang 614.286

Total 12.281.545 17.792.860

Rata-rata 682.308 988.492

Page 103: 101198 Purwanto Fst

No Nama

Sawmill Beli dari Ket.

Saluran Pemasaran

Harga Beli

Rata-rata

Harga Jual

Page 104: 101198 Purwanto Fst

1 Putra Mahkota

Untung Perantara

SP1

971.429 971.429 1.200.000

2 Cahaya Alam Onih Perantara 1.014.286

989.286 1.250.000 Rukayat Perantara 964.286

3 Nanda Jelambar

Amru Perantara 971.429

964.286 1.250.000 Tisna Perantara 957.143

Atan Perantara 964.286

4 Dian Surya Gemilang

Suspendi Perantara 1.035.714 1.017.857

1.250.000

Engkos Perantara 1.000.000

5 Wande Dadang Perantara 1.014.286 1.014.286 1.275.000

6 Dedi Hudaedi

Dayat Perantara 1.014.286

976.190 1.200.000 Parman Perantara 971.429

Mamat Perantara 942.857

7 Sipa Jaya

Asep Petani

SP2

857.143

892.857 1.200.000 Umar Petani 928.571

Solihin Petani 928.571

H.Encu Petani 857.143

8 Permata Putra

Aep Petani 892.857 910.714 1.200.000

Ahmad Petani 928.571

9 Salira Indah

Usep Perantara

SP3

971.429

980.952 1.300.000 Komar Perantara 971.429

Umar Perantara 1.000.000

10 Goa Putra H.Aceng Perantara 1.028.571

1.014.286 1.350.000 Udin Perantara 1.000.000

11 Karya Jaya Ismet Perantara 1.000.000 1.000.000 1.350.000

Page 105: 101198 Purwanto Fst

Lampiran 3 Database Responden Harga Beli dan Jual di Tingkat Sawmill Kec. Leuwisadeng Februari 2011 (Rupiah/m3)

Lampiran 4 Biaya Produksi, Penjualan, Biaya Pemasaran dan Keuntungan di Tingkat Petani Kec. Leuwisadeng Februari 2011 (Rupiah/m3)

No Nama Biaya

Produksi Penjualan

Biaya Pemasaran

Keuntungan

1 Otang 255.000 714.286 0 459.286

2 Karna 243.000 742.857 0 499.757

3 Idis 237.000 714.286 0 477.136

4 Ato 255.000 742.857 0 487.857

5 Udin 230.000 628.571 0 398.221

6 H.Amin 243.000 642.857 0 399.757

7 Endin 218.000 742.857 0 524.407

8 H.Awang 237.000 700.000 0 462.850

9 Saepul 207.000 642.857 0 436.307

10 Iip 255.000 714.286 0 459.286

11 Adi 230.000 642.857 0 412.507

12 Sumarna 255.000 728.571 0 473.571

Sopian

Total 10.732.144 13.825.000

Rata-Rata 975.649 1.256.818

Page 106: 101198 Purwanto Fst

13 Ocim 243.000 678.571 0 435.471

14 Dadang 230.000 714.286 0 483.936

15 Eman 243.000 642.857 0 399.757

16 Atang 218.000 628.571 0 410.121

17 Asep 237.000 857.143 90.000 529.993

18 Umar 255.000 928.571 120.000 553.571

19 Solihin 291.000 928.571 120.000 517.871

20 H.Encu 230.000 857.143 90.000 536.793

21 Aep 224.000 892.857 115.000 553.457

22 Ahmad 224.000 928.571 120.000 584.171

23 H. Ahmad Sueb 255.000 785.714 0 530.714

24 Yayat 243.000 678.571 0 435.471

25 Ocim 213.000 742.857 0 530.357

26 Badru 243.000 642.857 0 399.757

27 Rahmat 237.000 678.571 0 441.421

28 Mamat 224.000 714.286 0 489.886

29 Asep Saepuloh 255.000 685.714 0 430.714

30 Ali 237.000 642.857 0 405.707

31 Marwan 243.000 571.429 0 328.329

32 Aang 255.000 614.286 0 359.286

Total 23.171.42

5 655.000 13.494.425

Rata-rata 724.107 109.166 421.700

Page 107: 101198 Purwanto Fst

Lampiran 5 Marjin Pemasaran, Biaya Pemasaran dan Keuntungan di Tingkat Perantara Kec. Leuwisadeng Februari 2011(Rupiah/m3)

No Nama Harga Beli Harga Jual Marjin

Pemasaran Biaya

Pemasaran Keuntungan

1 Untung 728.571 971.429 242.858 110.000 132.858

2 Onih 714.286 1.014.286 300.000 105.000 195.000

3 Rukayat 742.857 964.286 221.429 100.000 121.429

4 Amru 628.571 971.429 342.858 115.000 227.858

5 Tisna 642.857 957.143 314.286 110.000 204.286

6 Atan 714.286 964.286 250.000 90.000 160.000

7 Suspendi 683.333 1.035.714 352.381 100.000 252.381

8 Engkos 714.286 1.000.000 285.714 110.000 175.714

9 Dadang 671.428 1.014.286 342.858 95.000 247.858

10 Dayat 742.857 1.014.286 271.429 90.000 181.429

11 Parman 642.857 971.429 328.572 115.000 213.572

12 Mamat 628.571 942.857 314.286 80.000 234.286

13 Ismet Sopian 712.499 1.000.000 287.501 105.000 182.501

14 Udin 678.571 1.000.000 321.429 85.000 236.429

15 H. Aceng 714.286 1.028.571 314.285 115.000 199.285

16 Umar 685.714 1.000.000 314.286 100.000 214.286

17 Komar 642.857 971.429 328.572 110.000 218.572

18 Usep 592.857 971.429 378.572 80.000 298.572

Page 108: 101198 Purwanto Fst

Total 12.281.544 17.792.860 5.511.316 1.815.000 3.696.316

Rata-rata 682.308 988.492 306.184 100.833 205.351

Lampiran 6 Marjin Pemasaran, Biaya Pemasaran dan Keuntungan di Tingkat Sawmill Kec. Leuwisadeng Februari 2011 (Rupiah/m3)

No Nama Harga Beli Harga Jual Marjin

Pemasaran Biaya

Pemasaran Keuntungan

1 Putra Mahkota 971.429 1.200.000 228.571 150.000 78.571

2 Cahaya Alam 989.286 1.250.000 260.714 150.000 110.714

3 Nanda Jelambar 964.286 1.250.000 285.714 145.000 140.714

4 Dian Surya Gemilang 1.017.857 1.250.000 232.143 150.000 82.143

5 Wande 1.014.286 1.275.000 260.714 140.000 120.714

6 Dedi Hudaedi 976.190 1.200.000 223.810 140.000 83.810

7 Sipa Jaya 892.857 1.200.000 307.143 155.000 152.143

Page 109: 101198 Purwanto Fst

8 Permata Putra 910.714 1.200.000 289.286 140.000 149.286

9 Salira Indah 980.952 1.300.000 319.048 180.000 139.048

10 Goa Putra 1.014.286 1.350.000 335.714 190.000 145.714

11 Karya Jaya 1.000.000 1.350.000 350.000 200.000 150.000

Total 10.732.143 13.825.000 3.092.857 1.740.000 1.352.857

Rata-Rata 975.649 1.256.818 281.169 158.182 122.987

Lampiran 7 Perbandingan Marjin dan Keuntungan Tiap Saluran Pemasaran Kec. Leuwisadeng Februari 2011(Rupiah/m3)

1. Saluran Pemasaran 1

Pelaku Harga Beli Harga Jual Marjin

Pemasaran Biaya

Pemasaran Keuntungan

Petani - 688.839 - - 409.399

Perantara 687.897 985.119 297.223 101.667 195.566

Sawmill 988.889 1.237.500 248.611 145.833 102.778

Material 1.237.500 - - - -

Page 110: 101198 Purwanto Fst

2. Saluran Pemasaran 2

Pelaku Harga Beli Harga Jual Marjin

Pemasaran Biaya

Pemasaran Keuntungan

Petani - 898.809 - 109.167 502.976

Sawmill 901.786 1.200.000 298.214 147.500 150.714

Material 1.200.000 - - - -

3. Saluran Pemasaran 3

Pelaku Harga Beli Harga Jual Marjin

Pemasaran Biaya

Pemasaran Keuntungan

Petani - 675.714 - - 392.714

Perantara 671.131 995.238 324.107 99.167 224.940

Sawmill 998.413 1.333.333 334.920 190.000 144.920

Industri Luar Daerah

1.333.333 - - - -

Lampiran 8 Biaya Pemasaran di Tingkat Perantara Kec. Leuwisadeng Februari 2011(Rupiah/m3)

No Nama Biaya Pemasaran

(dalam ribuan)

Total

(dalam ribuan)

Page 111: 101198 Purwanto Fst

Tenaga Kerja Chainsaw Transportasi

1 Untung 69.000 16.000 25.000 110.000

2 Onih 61.000 20.000 24.000 105.000

3 Rukayat 58.000 19.000 23.000 100.000

4 Amru 67.000 22.000 26.000 115.000

5 Tisna 64.000 21.000 25.000 110.000

6 Atan 52.000 18.000 20.000 90.000

7 Suspendi 58.000 19.000 23.000 100.000

8 Engkos 64.000 21.000 25.000 110.000

9 Dadang 55.000 18.000 22.000 95.000

10 Dayat 52.000 17.000 21.000 90.000

11 Parman 67.000 22.000 26.000 115.000

12 Mamat 47.000 15.000 18.000 80.000

13 Ismet Sopian 61.000 20.000 24.000 105.000

14 Udin 50.000 15.000 20.000 85.000

15 H. Aceng 67.000 22.000 26.000 115.000

16 Umar 58.000 19.000 23.000 100.000

17 Komar 64.000 21.000 25.000 110.000

18 Usep 46.000 16.000 18.000 80.000

Total 1.060.000 341.000 414.000 1815.000

Rata-rata 58.890 18.940 23.000 100.830

Persentase 55.87 17.91 21.82 100

Page 112: 101198 Purwanto Fst

Lampiran 9 Biaya Pemasaran di Tingkat Sawmill Kec. Leuwisadeng Februari 2011(Rupiah/m3)

No Nama

Biaya Pemasaran

Total

(dalam ribuan) Tenaga

Kerja Bandsaw Transportasi Chainsaw

1 Putra Mahkota 70.000 35.000 25.000 20.000 150.000

2 Cahaya Alam 75.000 25.000 25.000 25.000 150.000

3 Nanda Jelambar 60.000 35.000 30.000 20.000 145.000

4 Dian Surya Gemilang 75.000 30.000 25.000 20.000 150.000

5 Wande 60.000 30.000 25.000 25.000 140.000

6 Dedi Hudaedi 70.000 25.000 25.000 20.000 140.000

7 Sipa Jaya 80.000 25.000 25.000 25.000 155.000

8 Permata Putra 70.000 25.000 25.000 20.000 140.000

9 Salira Indah 70.000 30.000 55.000 25.000 180.000

10 Goa Putra 70.000 50.000 50.000 20.000 190.000

11 Karya Jaya 60.000 55.000 60.000 25.000 200.000

Total 760.000 365.000 370.000 245.000 1.740.000

Rata-Rata 69.091 33.182 33.636 22.273 158.182

Page 113: 101198 Purwanto Fst

Persentase 43.68 20.98 21.26 14.08 100

Lampiran 10 Daftar Nama Responden Penelitian

Nama Responden Usia Latar Belakang Pekerjaan Pendidikan

Page 114: 101198 Purwanto Fst

Petani

Otang

Karna

Idis

Ato

Udin

H.Amin

Endin

H.Awang

Saepul

Iip

Adi

Sumarna

Ocim

Dadang

Eman

Atang

Asep

Umar

Solihin

H.Encu

Aep

Ahmad

H.Ahmad Sueb

Yayat

Ocim

Badru

41

54

57

44

46

53

42

47

57

41

53

39

47

54

50

58

41

58

43

58

44

41

55

57

47

45

49

Guru

Petani

Petani

Karyawan

Petani

Guru

Karyawan

Petani

PNS

Petani

Buruh

Petani

Petani

Petani

PNS

Petani

Pedagang

Petani

Pedagang

Petani

Pedagang

Petani

PNS

Guru

Petani

PNS

Petani

SLTA

SD

SD

SLTP

SD

SLTA

SLTA

SD

S1

SD

SD

SLTP

SD

SD

SLTA

SD

SD

SLTA

SD

SLTP

SD

SD

SLTA

SLTA

SD

SLTA

SD

Page 115: 101198 Purwanto Fst

Lampiran 11 Biaya Produksi di Tingkat Petani Kec. Leuwisadeng Tahun 2011

Rahmat

Mamat

Asep Saepuloh

Ali

Marwan

Aang

Perantara

Untung

Onih

Rukayat

Amru

Tisna

Atan

Suspendi

Engkos

Dadang

Dayat

Parman

Mamat

Ismet

Sopian

Udin

H.Aceng

Umar

Komar

Usep

41

48

38

49

41

45

48

53

55

48

51

45

57

55

48

50

53

51

45

57

46

54

50

45

Guru

Petani

Petani

Petani

Guru

Petani

Wiraswasta

Karyawan

Buruh

Karyawan

Buruh

Wiraswasta

Petani

Karyawan

Karyawan

Buruh

Wiraswasta

Buruh

Guru

Guru

Buruh

Guru

Petani

Buruh

SLTA

SD

SD

SD

SLTA

SD

SLTA

SLTA

SLTP

SLTP

SD

SLTP

SD

SLTP

SLPA

SD

SLTP

SD

SLTA

SLTA

SD

SLTA

SD

SD

Page 116: 101198 Purwanto Fst

No Nama Total Biaya (Rupiah)

Jumlah Pohon

Volume Produksi

(m3)

Biaya Per pohon (Rupiah/Pohon)

Biaya per Volume

(Rupiah/m3)

1 Otang 1.785.000 28 7 63.750 255.000

2 Karna 4.254.250 70 17,5 60.775 243.000

3 Idis 3.320.100 56 14 59.288 237.000

4 Ato 892.500 14 3,5 63.750 255.000

5 Udin 644.980 11 2,75 57.588 230.000

6 H.Amin 850.850 14 3,5 60.775 243.000

7 Endin 2.140.810 39 9,75 54.613 218.000

8 H.Awang 664.020 11 2,75 59.288 237.000

9 Saepul 578.340 11 2,75 51.638 207.000

10 Iip 2.499.000 39 9,75 63.750 255.000

11 Adi 967.470 17 4,25 57.588 230.000

12 Sumarna 357.000 6 1,5 63.750 255.000

13 Ocim 510.510 8 2 60.775 243.000

14 Dadang 2.579.920 45 11,25 57.588 230.000

15 Eman 510.510 8 2 60.775 243.000

16 Atang 152.915 3 0,75 54.613 218.000

17 Asep 1.660.050 28 7 59.288 237.000

18 Umar 1.785.000 28 7 63.750 255.000

19 Solihin 2.441.880 34 8,5 72.675 291.000

20 H.Encu 1.289.960 22 5,5 57.588 230.000

21 Aep 1.256.640 22 5,5 56.100 224.000

22 Ahmad 942.480 17 4,25 56.100 224.000

Page 117: 101198 Purwanto Fst

23 H. Ahmad Sueb 3.570.000 56 14 63.750 255.000

24 Yayat 1.701.700 28 7 60.775 243.000

25 Ocim 1.338.750 25 6,25 53.125 213.000

26 Badru 340.340 6 1,5 60.775 243.000

27 Rahmat 332.010 6 1,5 59.288 237.000

28 Mamat 1.099.560 20 5 56.100 224.000

29 Asep Saepuloh 1.606.500 25 6,25 63.750 255.000

30 Ali 1.660.050 28 7 59.288 237.000

31 Marwan 680.680 11 2,75 60.775 243.000

32 Aang 2.142.000 34 8,5 63.750 255.000

Total 46.555.775 770 192,5 1.917.175 7.668.700

Rata-rata 1.454.868 24,06 6,01 59.912 239.647

Asumsi konversi yang digunakan adalah 1 m3 = 4 buah pohon

Page 118: 101198 Purwanto Fst