Upload
marcelia-lembono
View
118
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kerangka dalam hubungan internasional di abad XXI kini semakin
menarik saja. Dimana aktor-aktor bukan lagi hanya menjadi penonton dalam
percaturan dunia internasional, bahkan mulai terjun dengan semakin
beraninya untuk mempertahankan power bahkan meningkatkan power-nya.
Aktor-aktor tersebut bukan saja dari kalangan negara yang memiliki power
besar saja, melainkan negara kecil yang ingin mempertahankan
eksistensinya.
Hal ini dapat dilihat dimana isu di suatu negara dapat menjadi isu
di negara lain bahkan merambah ke isu regional dan juga global.
Pengimplementasian tersebut dapat dilihat dimana kebijakan luar negeri
suatu negara, seperti isu keamanan dapat mengancam keamanan negara lain,
serta perdamaian dunia. Perjuangan suatu negara dalam menjaga
kedaulatannya serta melindungi kepentingannya akan menjadi isu yang
sensitif, tidak lain akan menyebabkan suatu persaingan karena setiap negara
sibuk untuk menjaga keamanan negaranya masing-masing.
Persaingan ini dapat dilihat dengan adanya rivalitas antara
Republik Rakyat China (RRC) dan Amerika Serikat (AS) di kawasan Asia
Pasifik. Faktor keinginan mendominasi sebagai bagian dari kepentingan
2
politik dan ekonomi yang dimilikinya, membuat AS harus menjaga
kepentingan regionalnya di kawasan Asia Pasifik maupun kepentingan
globalnya. Membuat suatu strategi adalah salah satu cara AS untuk
membendung pengaruh RRC serta memarginalkannya di kawasan ini.
Persaingan antara RRC dan AS berpotensi meningkatkan ketegangan yang
ditakutkan akan berakhir menjadi konflik karena pertikaian di masa-masa
sebelumnya.
Secara geografis kawasan Asia Pasifik adalah kawasan yang
berdasarkan posisinya memilliki nilai penting dalam pusat-pusat kegiatan
dunia. Melihat lokasi geografisnya dapat mempengaruhi kebijakan strategi
dan power suatu negara yang ingin beradu dalam kawasan ini. Kawasan
Asia Pasifik dipandang sebagai mandala yang paling cocok untuk
memahami pentingnya peran regionalisme dalam membangun jaringan-
jaringan interaksi yang sifatnya multilateral. Di kawasan Asia Pasifik
ditemukan apa yang oleh George Shultz disebut sebagai “a web of
cooperative realities” dan ini merupakan perkembangan yang sangat
penting dalam hubungan internasional kontemporer. 1
Republik Rakyat China (RRC) adalah salah satu negara yang patut
di perhitungkan sekarang di kawasan Asia Pasifik. Kenyataan ini dapat
dilihat dimana hampir di semua negara di kawasan ini memiliki kerjasama
dengan RRC. Keterlibatan RRC di kawasan Asia Pasifik membuat AS
merasa terancam keberadaannya karena mulai tampak kekuatan baru.
1 Bantarto Bandoro. 1996. Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik. Jakarta: CSIS. hal. 4
3
Kawasan Asia Pasifik merupakan kawasan potensial bagi kedua kekuatan
baru abad ini. Ini disebabkan negara-negara di kawasan ini merupakan salah
satu jaminan kelangsungan hidup bagi kedua negara besar ini. .
Pasca penyerangan pada tanggal 7 Desember 1941 yang dilakukan
oleh Jepang di Pangkalan Angkatan Laut AS di Pearl Harbour, Hawaii,
membuat AS sadar betapa pentignya kawasan Asia Pasifik bagi keamanan
wilayahnya.2 Hal ini disebabkan karena Asia Pasifik berbatasan langsung
dengan kawasan AS di bagian pantai timur. Melihat ancaman ini AS perlu
membuat strategi guna menjaga pertahanan dan keamanannya sebab jika
tidak di disiati dengan baik akan mengancam kebijakan AS.
AS adalah satu-satunya negara yang dalam kurun waktu satu
dasawarsa ini menjadi hegemoni dunia. Negara yang menjadi pemenang
dalam perang dingin ini mampu menunjukkan kedigdayaannya di dunia
internasional. Tak dapat terelakkan lagi bahwa AS memiliki kemapanan
dalam berbagai sektor baik itu sumber daya manusia, sumber daya alam,
industri, teknologi, militer, dan pemerintahan. National Power inilah yang
sekarang ini hampir dimiliki oleh RRC.
China dalam beberapa tahun terakhir telah banyak melakukan
investasi dalam memodernisasi militernya dimana diduga kuat oleh banyak
prediksi akan memicu perlombaan senjata, pengembangan senjata nuklir,
modernisasi kekuatan militer (termasuk dengan teknologi informasi). Belum
2 Amir F. Hidayat & H.G. Abdurrasyid. 2006. Ensiklopedi Negara-negara di Dunia. Bandung:
Pustaka Setia. h. 406.
4
lagi dimilikinya kekuatan nuklir membuat kekuatan militer China lebih
besar dari pada waktu-waktu sebelumnya. Kekuatan militer sebagai akibat
perlombaan senjata ini yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi China
yang dapat menyebabkan berbagai manuver geopolitik yang mengarah
kepada sistem keamanan Asia Pasifik yang rawan terhadap rivalitas.
Hal ini dapat dilihat pada kebijakan China yang semakin asertif,
khususnya dalam hal klaim-klaim teritorial dan sikapnya yang agresif
terhadap negara-negara yang memiliki sengketa wilayah dengannya. Sikap
keras China terhadap beberapa negara di ASEAN, seperti Vietnam, Filipina,
Malaysia dan Brunei Darussalam dalam sengketa di Laut Cina Selatan serta
terhadap Jepang dalam sengketa atas Kepulauan Senkaku membuat negara-
negara di kawasan ini melihatnya sebagai indikasi dari meningkatnya
ancaman China. Bahkan AS dan sekutunya mulai waspada terhadap indikasi
yang mengancam ini.
Ancaman lainnya adalah respon China pasca dua hari setelah AS
menandatangani perjanjian dengan Australia mengenai penempatan Darwin
sebagai pagkalan militer AS, dimana China mengumumkan segera
melakukan latihan militer di kawasan Pasifik Barat. Bahkan China akan
meluncurkan patroli bersama dengan tiga negara di Sungai Mekong, yaitu
Laos, Myanmar, dan Thailand untuk mengembalikan perlayaran dan
jaminan keamanan di sungai itu. Keempat negara ini akan mengeksplorasi
lebih banyak cara untuk meningkatkan keamanan di perairan itu, dan China
5
akan membantu melatih dan mempersenjatai polisi di Laos dan Myanmar
untuk melakukan patroli.3
Kebijakan pemerintah RRC untuk meningkatkan power nya di
sektor militer membuatnya harus meningkatkan anggaran belanja militernya
yang pada tahun 2010 adalah 7,5% dan kini di tahun 2011 menjadi 12,7%.4
Kebijakan ini pun membuat negara-negara tetangganya merasa terancam,
terlebih lagi AS yang selama ini merasa disaingi oleh RRC. Meningkatnya
Military Capability yang dimiliki oleh RRC, tidak lain karena anggarannya
dikeluarkan guna: research development, memodernisasi teknologi dan
industri militer, eksport-import senjata tiap tahun selalu dalam keadaan
surplus, kepemilikan senjata nuklir, serta kepemilikan pangkalan militer di
luar negeri.
Dalam politik luar negerinya, RRC untuk meningkatkan
pengaruhnya di wilayah Asia Pasifik bukan saja memberi bantuan-bantuan
ekonomi tetapi juga di segi militer dia melakukan kerjasama dengan negara-
negara di Asia Pasifik dalam bidang militer. Kerjasama itu dapat dilihat dari
latihan militer, serta kerjasama dalam pembelian senjata. Aktifitas
militernya pun dapat dilihat dimana RRC membangun pangkalan militer di
Asia Pasifik, yaitu di daerah Asia Tenggara khususnya di Myanmar.
3Desy Saputra. China Akan Luncurkan Patroli Sungai Mekong. on line.
http://www.antaranews.com/berita/286606/china-akan-luncurkan-patroli-sungai-mekong diakses
tanggal 29 Desember 2011. 4China Says it Will boost its defence budget in 2011. on line. http://www.bbc.co.uk/news/business-
12631357 diakses tanggal 29 Desember 2011.
6
Melihat kebijakan politik luar negeri yang dilakukan RRC,
direspon dengan cepat oleh AS dengan meningkatkan strategi militernya
sebagai bagian dari kebijakan luar negerinya di Asia Pasifik. Berdasarkan
doktrin pertahanan AS adalah pertahanan global, mencegah dan
memusnahkan musuh sejak jauh sebelum menyentuh tanah airnya. Itulah
yang membuat AS menjalin aliansi dengan banyak negara dan membangun
pangkalan militer dimana-mana, termasuk di Australia Utara dimana AS
akan menaruh korps marinirnya di Fort Robertson, Darwin. AS akan mulai
menempatkan 250 orang marinirnya di Darwin dan jumlahnya akan terus
ditingkatkan hingga 2.500 orang.5 AS tidak akan membangun pangkalan-
pangkalan baru di benua itu, tetapi akan menggunakan fasilitas pasukan
Australia.
Perjanjian jangka panjang penempatan kekuatan militer AS di
Darwin dengan Australia ini merupakan gelar kekuatan di kawasan pasifik
yang pertama kalinya sejak berakhirnya perang Vietnam. Motif keberadaan
marinir AS di Fort Robertson, adalah untuk mewujudkan peningkatan
kerjasama militer di antara Australia dan AS. Marinir itu dimaksudkan
menjadi gugus tugas reaksi cepat operasi non militer jika terjadi bencana
alam di Australia dan kawasan sekitarnya.
5Dan Lothian & Lesa Jansen. U.S. Military Footprint to Grow in Australia. on line.
http://whitehouse.blogs.cnn.com/2011/11/16/u-s-military-footprint-to-grow-in-
australia/?iref=allsearch diakses pada tanggal 29 Desember 2011.
7
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Pengaruh Republik Rakyat China (RRC) dari segi militer di Asia
Pasifik jelas membuat Amerika Serikat (AS) memberikan respon, dimana
AS membuat strategi militer guna membendung pengaruh RRC di
kawasan strategis ini. Kawasan Asia Pasifik menjadi objek dalam
pertarungan kekuatan antara aktor lama, AS dengan aktor baru, RRC
dimana mereka saling beradu kekuatan. RRC sendiri disini ingin menjadi
penetral kekuatan dari AS yang telah lama berkepentingan di kawasan ini.
Dalam pembahasan ini penulis juga akan memfokuskan pada tahun
2008 dimana pada masa ini jelas sekali terjadi rivalitas antara AS dan
RRC. Hal ini tidak lain karena pada masa pemerintahan ini adalah moment
dimana Amerika Serikat dan RRC secara sadar maupun tidak sadar saling
memperlihatkan kemampuan serta kecanggihan militernya dan berani
terang-terangan menunjukkan rivalitas mereka di kawasan Asia Pasifik.
Rivalitas militer inilah yang nantinya akan menjadi pembahasan dari
penulis.
Penulis juga akan membatasi pembahasan ini pada pengaruh RRC
di Asia Pasifik dalam bidang militer. Hal ini disebabkan, pertumbuhan
ekonomi RRC yang semakin meningkat tiap tahunnya dimana secara
langsung maupun tidak langsung jelas akan berdampak pada kapabilitas
dan kemapanan militernya. Kemampuan militer RRC inilah yang nantinya
akan menjadi ancaman bagi Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik.
8
Kemudian dari bahasan yang telah penulis uraikan dalam latar
belakang masalah, maka penulis merumuskan penelitian ini untuk
menjawab pertanyaan:
1. Bagaimana bentuk pengaruh RRC di Asia Pasifik dalam bidang
militer?
2. Bagaimana bentuk strategi militer Amerika Serikat dalam
membendung pengaruh RRC di Asia Pasifik ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan batasan pada perumusan masalah, penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan menganalisa bagaimana bentuk pengaruh RRC di
Asia Pasifik dalam bidang militer.
2. Mengetahui dan menganalisa bagaimana bentuk strategi militer
Amerika Serikat dalam membendung pengaruh RRC di Asia
Pasifik.
2. Kegunaan Penelitian
Apakah tujuan tersebut dapat dicapai, maka penelitian ini:
1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan
studi Ilmu Hubungan Internasional di masa mendatang.
9
2. Diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi bahan kajian
para peneliti Ilmu Hubungan Internasional serta pemerhati
masalah-masalah internasional.
3. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada akademisi dan
praktisi yang mengambil kebijakan.
D. Kerangka Konseptual
Perubahan-perubahan cepat yang terjadi dalam hubungan
internasional telah memunculkan berbagai isu-isu, baik dari politik,
ekonomi, sosial, budaya, hingga militer. Hal ini tidak lain untuk tetap
menjaga eksistensi dirinya dengan tangible maupun intangible powers
yang dimilikinya demi mencapai dan memperjuangkan tujuan dan
kepentingan nasional.6 David N. Farnsworth mendefinisikan perbedaan
antara tangible dan intangible powers, dimana dalam hal ini bagi
pandangan ini bahwa:
unsur-unsur yang bersifat tangible adalah unsur-unsur yang terdiri
atas, penduduk, geografis, sumber-sumber daya alam, kekuatan-
kekuatan ekonomi, kekuatan militer. Sedangkan untuk unsur-unsur
yang berkategorikan sebagai yang bersifat intangible terdiri dari
unsur-unsur seperti, national morale, nation leadership dan sistem
politik.7
Konsep kepentingan nasional merupakan dasar suatu negara
melakukan hubungan internasional dengan negara-negara lain. Hal ini
dikarenakan agar tujuan nasional suatu negara dapat tercapai dengan tetap
6 Anak Agung Banyu Perwita. 2006. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Jakarta: Remaja
Rosdakarya. h.41. 7 P. Anthonius Sitepu. 2011. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu. h.186.
10
mempertahankan power bahkan lebih dari itu. Power adalah alat yang
digunakan suatu negara semata-mata untuk mengontrol negara lain dalam
menjalin hubungan internasional. Jadi dapat dikatakan bahwa kepentingan
nasional adalah:
tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan
para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan
kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional suatu negara secara
khas merupakan unsur-unsur yang membentuk kebutuhan negara
yang paling vital, seperti pertahanan, keamanan, militer, dan
kesejahteraan ekonomi.8
Adanya kepentingan nasional serta power yang dimiliki suatu
negara, maka negara akan merefleksikannya ke dalam kebijakan politik
luar negeri yang dipengaruhi oleh kondisi dalam negeri suatu negara.
Politik luar negeri juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk kebijaksanaan
atau tindakan yang diambil dalam hubungannya dengan situasi/aktor yang
ada di luar batas-batas wilayah negara.9 Politik luar negeri inilah yang
nantinya menjadi dasar suatu negara untuk melakukan aktifitasnya dengan
negara lain dalam hubungan internasional.
Terdapat dua unsur utama dalam politik luar negeri, yaitu: tujuan
nasional dan sarana nasional. Strategi militer merupakan salah satu sarana
dalam menjalankan kebijakan politik luar negeri. Berdasarkan
pegertiannya Cathal J. Nolan dalam The Greenwood Encyclopedia of
International Relations , menjelaskan strategi adalah:
8 Anak Agung Banyu Perwita, op cit., hal 35.
9 P. Anthonius Sitepu, op cit. , hal. 178.
11
a grand plan designed to obtain an ultimate military or political
goal, by whatever means-political, economic, military, or
diplomatic; … Strategy in this, its fullest sense refers to the art
and science of using the policy goals, or win its wars, by the best
possible means (those least wasteful of lives, treasure, or other
national interests). Strategy thus involves a great deal of planning
over a long period and employs the full resources of the military,
intelligence, and diplomacy. A narrower sense of the terms is the
employment of armed force to reach specific military objectives in
a war…10
Strategi militer yang direncanakan merefleksikan bagaimana
kapabilitas pertahanan suatu negara. Kapabilitas pertahanan negara
dikaitkan dengan kemampuan negara. Alfin Toffler mengatakan bahwa
kekuatan dan kemampuan negara di era reformasi berasal dari tiga
hal,yaitu: kemampuan mempengaruhi serta menekan negara lain
(power/politics) yang antara lain melalui penggunaan kekuatan angkatan
bersenjata (militer); wealth (ekonomi); dan knowledge (ilmu pengetahuan
dan teknologi). 11
Elemen ekonomi inilah yang kemudian diperhitungkan sebagai
faktor penentu dari kekuatan elemen militer suatu negara. Berdasarkan
sejarah, selalu terdapat korelasi positif antara elemen ekonomi dengan
elemen militer suatu negara. Awalnya, kekuatan militer diperlukan sebagai
dasar stabilitas domestik dan luar negeri untuk terlaksananya
pembangunan ekonomi; sementara untuk jangka panjang elemen ekonomi
10
Cathal J. Nolan. 2002. The Greenwood Encyclopedia of International Relations. Vol. 4.
Westport: Greenwood Press. h. 1602. 11
Wibawanto Nugroho. “Pertahanan Negara Dikaitkan dengan Kemampuan Negara”. Verity.
Vol.1. no.1. hal.70.
12
merupakan faktor yang paling signifikan dan menentukan bagi nasib
kekuatan militer suatu negara.12
Dalam perkembangannya pun, setiap negara-negara yang
bertetangga atau bahkan yang berada dalam satu kawasan atau regional,
menjalin hubungan yang lebih erat dalam berbagai bidang. Hubungan
multilateral yang terjalin dalam satu kawasan, kini pun lebih dikenal
dengan istilah regionalisme. Greenwood Encyclopedia of International
Relations , menjelaskan pengertian regionalisme, yaitu:
a policy favoring regional over universal associations as the
optimum path to international organizations. Some analysts view
regional integration as merely an interm step to construction of
global organizations. Other see it as a possible serious obstacle to
univeralism should regional trade and/or political blocs develop.13
Adanya regionalisme, membuat negara-negara dalam satu regional
perlu menciptakan suatu konsep yang bernama regional security. Regional
security sendiri berkaitan dengan keamanan bersama dalam satu regional
untuk menghindari konflik dan tetap menciptakan perdamaian. Keamanan
bersama sengaja dirancang untuk menghindarkan potensi suatu agresi yang
datang dari kekuatan-kekuatan luar. 14
12
Ibid, hal 71 13
Cathal J. Nolan. 2002. The Greenwood Encyclopedia of International Relations. Vol. 3.
Westport: Greenwood Press. h. 1385 14
P. Anthonius Sitepu, op cit. , hal. 159.
13
E. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Dari beberapa rumusan masalah yang diambil oleh penulis, maka
penulisan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Dalam
penelitian deskriptif ini, penulis mencoba memberikan gambaran
mengenai bentuk pengaruh RRC di Asia Pasifik dalam bidang militer,
serta bentuk strategi militer AS dalam membendung pengaruh RRC di
Asia Pasifik.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian
ini adalah telaah pustaka (library research), yaitu dengan cara
mengumpulkan data dari literatur yang berhubungan dengan
permasalahan yang akan dibahas, dan kemudian menganalisanya.
Literatur ini berupa buku-buku, dokumen, jurnal-jurnal, majalah, surat
kabar, dan situs-situs internet ataupun laporan-laporan yang berkaitan
dengan permasalahan yang akan penulis teliti.
Adapun, tempat-tempat yang akan dikunjungi selama pengumpulan
data, antara lain:
1. Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia di Jakarta
2. Perpusatakaan Ali Alatas Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia di Jakarta
3. Perpustakaan Pusdiklat Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia di Jakarta
14
4. Perpustakaan Centre For Strategic and International Studies
(CSIS) di Jakarta
5. Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di
Jakarta
6. Perpustakaan Freedom Institute di Jakarta
7. Perpustakaan Universitas Indonesia di Depok
3. Jenis Data
Dalam penulisan ini, jenis data yang penulis gunakan adalah data
sekunder dari berbagai literatur terkait dan data primer dari hasil
interview dengan narasumber yang ahli di bidangnya. Adapun data
sekunder yang dibutuhkan adalah data mengenai bentuk pengaruh
RRC di Asia Pasifik dalam bidang militer, serta data mengenai bentuk
strategi Amerika Serikat dalam membendung pengaruh RRC di Asia
Pasifik.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam
menganalisis data hasil penelitian adalah teknik analisis kualitatif.
Adapun dalam menganalisis permasalahan digambarkan berdasarkan
fakta-fakta yang ada, kemudian mengubungkan fakta tersebut dengan
fakta lainnya sehingga menghasilkan sebuah argumen yang tepat.
Sedangkan, data kuantitatif memperkuat ananlisis kualitatif.
15
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Konsep Kebijakan Luar Negeri
Konsep kebijakan luar negeri merupakan konsep yang selalu digunakan
untuk melakukan hubungan internasional antar negara dalam merefleksikan
kepentingan nasionalnya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk merumuskan
sikap apa yang sebaiknya diambil suatu negara untuk mencapai kepentingannya
dalam tataran bilateral, multilateral, regional, bahkan global. Keputusan politik
luar negeri yang dirumuskan dalam kebijakan ini pun terkadang menjadi ancaman
bagi negara lain karena merasa terancam.
Kepentingan nasional sendiri yang merupakan panduan untuk melaksanakan
kebijakan luar negeri, secara harfiah jika kita menggunakan pendekatan realis atau
neorealis maka kepentingan nasional diartikan sebagai kepentingan negara
sebagai unitary aktor yang penekanannya pada peningkatan national power
(kekuasaan nasional) untuk mempertahankan keamanan nasional dan survival dari
negara tersebut.
Untuk tetap berdiri sebagai negara berdaulat suatu negara harus
mempertahankan kedaulatan atau yurisdiksinya dari campur tangan asing. Selain
itu negara itu berkepentingan untuk mempertahankan keutuhan wilayahnya
(territorial integrity) sebagai wadah bagi entitas politik tersebut. Dengan
16
demikian ada pembedaan antara kepentingan nasional yang bersifat vital atau
esensial dan ada juga kepentingan nasional yang bersifat non-vital atau sekunder.
Kepentingan nasional yang bersifat vital biasanya berkaitan dengan kelangungan
hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi identitas
kebijakan luar negerinya. Kalau kepentingan vital atau strategis suatu negara
menjadi taruhan dalam interaksinya dengan aktor lain, maka negara tersebut akan
menggunakan segala instrumen yang dimilikinya termasuk kekuatan militer untuk
mempertahankannya. Kepentingan nasional non-vital atau sekunder tidak
berhubungan secara langsung dengan eksistensi negara itu tetapi tetap
diperjuangkan melalui kebijakan luar negeri. 15
Dari perspektif rentang waktu, Paul R.Viotti dan Mark V. Kauppi
membedakan tujuan kebijakan luar negeri jangka pendek, menengah dan panjang
menyangkut tiga isu penting dalam politik global yaitu keamanan, ekonomi dan
identitas. Dalam tabel berikut keduanya memberikan contoh kebijakan luar negeri
yang berkaitan dengan tiga isu tersebut berdasarkan rentang waktu yang
dicakupnya.
15
Aleksius Jemadu. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. h. 67-
69.
17
Tabel 1: Konsep Kebijakan Luar Negeri
Contoh Isu-isu
Tujuan Kebijakan Luar Negeri
Jangka Pendek
(Tingkat
pentingnya
bervariasi, sering
urgensinya tinggi)
Jangka
Menengah
(Tidak mendesak
tapi tetap penting)
Jangka Panjang
(Tidak mendesak,
tetapi nilai
pentingnya lebih
tinggi)
Upaya Perang
(Keamanan)
Merundingkan
gencatan senjata;
memisahkan
pihak-pihak yang
bertikai.
Mempertahankan
fungsi penjagaan
perdamaian yang
efektif; mengelola
konflik yang tak
terselesaikan dan
mencegah eskalasi
kekerasan.
Mencapai
perdamaian yang
langgeng;
menyelesaikan
konflik dan
rekonsiliasi.
Perdagangan
(Ekonomi)
Mengajak pihak
yang lain untuk
memberikan
konsesi dalam
perdagangan
berupa penurunan
tarif atau
hambatan
perdagangan
lainnya.
Menciptakan
lingkungan yang
kondusif untuk
perluasan
hubungan
perdagangan.
Menjamin tatanan
perdagangan yang
bebas secara
global.
Sumber: Paul R. Viotti and Mark V. Kauppi.16
Tidak semua negara selalu berhasil dalam mengatasi kendala-kendala yang
dihadapinya dalam lingkungan eksternal. Hal ini sangat ditentukan oleh konsep
lain yang terkait dengan kebijakan luar negeri yaitu kapabilitas nasional (national
capabilities). Di tengah arus globalisasi yang penuh dengan persaingan dan
meningkatnya ancaman keamanan non-tradisional suatu negara dituntut untuk
meningkatkan kapabilitas nasional dalam berbagai aspeknya. Dalam konteks ini
yang dimaksudkan kendala atau hambatan dalam pencapaian tujuan kebijakan luar
16
Aleksius Jemadu. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. h.71
dalam buku Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi. 1990. International Relations Theory: Realism,
Pluralism, Globalism. New York: Macmillan Publishing Company. hal. 89.
18
negeri adalah situasi atau kondisi yang menciptakan kesulitan atau resiko dan
biaya tinggi bagi aktor untuk mencapai tujuannya. Kendala eksternal bisa muncul
dari negara-negara tetangga yang menunjukkan sikap permusuhan dan secara
sengaja menghambat pencapaian tujuan negara lawannya. Di samping kendala
eksternal tentu ada juga kendala internal yang berkaitan dengan situasi dan
kondisi domestik suatu negara serta kemampuan pemerintahnya untuk
memobilisasi sumberdaya yang tersedia untuk pencapaian tujuan kebijakan luar
negeri.
Dalam berbagai literatur kebijakan luar negeri penggunaan konsep
kekuasaan atau power sering dicampuradukkan dengan penggunaan konsep lain
seperti pengaruh (influence), otoritas (authority), kekuatan (force). Tetapi melalui
penjelasan dan contoh berikut ini kiranya kita dapat membedakan penggunaannya
dalam analisis kebijakan luar negeri. Konsep pengaruh berkaitan dengan
kemampuan untuk mengatur atau mengubah perilaku individu atau kelompok.
Negara X dikatakan memiliki pengaruh terhadap negara Y bila negara Y
mengharuskan dirinya melakukan suatu aktivitas sesuai dengan kehendak negara
X. Tanpa pengaruh itu negara Y tidak mungkin mau melakukan kegiatan
tersebut.17
Pelaksanaan pengaruh bisa dilakukan dengan cara yang memaksa
(coercive) dan tidak memaksa (non-coercive). Penggunaan paksaan termasuk
mengeluarkan ancaman atau penggunaan kekuatan (force) untuk mengubah
17
Aleksius Jemadu. Ibid. h. 70.
19
perilaku. Otoritas (authority) adalah kemampuan untuk menghasilkan atau
menjamin kepatuhan karena ada penerimaan secara sukarela hak dari pihak yang
diberi otoritas tersebut untuk membuat keputusan yang sifatnya mengikat. Karena
sifat politik global yang anarkhis, menurut pandangan kaum realis politik global
lebih banyak menggunakan konsep power (kekuasaan) daripada otoritas yang
lebih banyak digunakan untuk politik domestik. Konsep kekuasaan (power) itu
sendiri diartikan sebagai kemampuan untuk menentukan hasil akhir (outcome)
dari suatu proses interaksi. Karena itu kekuasaan merupakan bentuk penggunaan
pengaruh yang bersifat memaksa individu atau negara lain melakukan sesuatu
tindakan yang tidak dikehendainya atau tidak dikehendaki oleh anggota komunitas
yang lain. Force atau kekuatan mengacu pada penggunaan atau ancaman
penggunaan kekuatan fisik secara nyata untuk memberikan hukuman atau
memaksa aktor lain untuk mewujudkan tujuan dari aktor yang menggunakan
kekuatan tersebut. 18
Konsep kapabilitas nasional mengandung arti yang lebih konkrit dan dapat
diukur dibandingkan dengan konsep national power. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa national power suatu negara dibangun dari kapabilitas yang
multidimensional. Selain itu konsep kapabilitas nasional yang sangat penting
dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri mencakup aspek yang luas dan karena
itu dalam pemakaiannya selalu dalam bentuk jamak (national capabilities). Dalam
kondisi politik global yang semakin kompetitif dan masih penuh dengan konflik
kapabilitas nasional suatu negara menjadi elemen yang penting dalam pelaksanaan
18
Aleksius Jemadu. 2008. Ibid. h. 71.
20
kebijakan luar negerinya. Biasanya negara dengan tingkat pembangunan ekonomi
dan teknologi yang kuat juga pada saat yang sama memiliki kapabilitas militer
yang kuat. Hal ini disebabkan oleh keterkaitan antara peralatan militer yang
canggih dengan biaya yang mahal yang tidak bisa ditanggung oleh negara-negara
berkembang.
Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi menyusun suatu kerangka analisis
sederhana berdasarkan suatu hipotesis bahwa pencapaian tujuan kebijakan luar
negeri sangat ditentukan oleh keterkaitan antara konsep kepentingan nasional
yang menjadi acuan perumusan tujuan kebijakan luar negeri, peluang dan kendala
yang ada di lingkungan eksternal dan internal, serta kapabilitas nasional untuk
mewujudkan pencapaian tujuan tersebut.19
Para ahli Hubungan Internasional
menggunakan cara yang berbeda-beda dalam mengelaborasi konsep kapabilitas
nasional serta komponen-komponen utamanya. Realitas politik global yang sangat
kompleks dewasa ini menuntut agar kapabilitas nasional harus memperhitungkan
perkembangan teknologi komunikasi dan militer yang semakin canggih sehingga
faktor geografis dan kekayaan sumberdaya alam tidaklah lagi secara mutlak
menentukan superioritas suatu negara terhadap negara-negara lain. Dalam
masyarakat pasca-industri sekarang ini ada kebutuhan untuk meninjau kembali
cara kita mengukur national power suatu negara.
Biasanya para ahli Hubungan Internasional membaginya ke dalam dua
bagian yang besar yaitu kapabilitas nasional yang bersifat tangible (nyata, dapat
19
Aleksius Jemadu. 2008. Ibid. h. 71.
21
diamati secara empiris, dengan indikator pengukuran yang jelas) dan yang bersifat
intangible (abstrak dan pengukurannya bersifat kualitatif). Dalam perkembangan
terakhir beberapa penulis memperkenalkan pembedaan antara hard power
(kekuasaan mliter dan teknologi) dan soft power (nilai-nilai, kebudayaan dan pola
konsumsi) di mana kedua-duanya penting dalam pencapaian tujuan kebijakan luar
negeri dalam era globalisasi sekarang ini.
Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi menyebutkan ada sekurang-kurangnya
empat kategori kapabilitas nasional suatu negara yaitu kapabilitas politik,
kapabilitas sosial dan budaya, kapabilitas yang berkaitan dengan geografi,
ekonomi dan teknologi serta kapabilitas militer, yang termasuk ke dalam
kapabilitas politik adalah sumberdaya manusia, teknologi komunikasi, reputasi
atau citra suatu negara di mata internasional, dan hakekat budaya politik dan
sistem politiknya. Kapabilitas sosial dan budaya suatu masyarakat terdiri dari
tingkat kohesi sosialnya, tingkat pendidikan, sistem nilai yang dianut, etos kerja
dan sikap positifnya terhadap kemajuan, selanjutnya ada faktor geografi, ekonomi
yang biasanya diukur dengan GNP (Gross National Product), dan penguasaan
teknologi khususnya teknologi yang memberikan nilai tambah atau value added
yang tinggi kepada komoditi ekspornya. Akhirnya kapabilitas militer sebagai
unsur kapabilitas nasional terdiri dari kemampuan senjata konvensional dan
senjata nuklir. Pemilikan senjata nuklir meningkatkan political leverage suatu
negara dalam kebijakan luar negeri sehingga diperhitungkan oleh negara-negara
lain.
22
B. Konsep Strategi Militer
Terdapat dua unsur utama dalam politik luar negeri, yaitu: tujuan nasional
dan sarana nasional. Strategi militer merupakan salah satu sarana dalam
menjalankan kebijakan luar negeri. Berdasarkan pegertiannya Cathal J. Nolan
dalam The Greenwood Encyclopedia of International Relations , menjelaskan
strategi adalah:
a grand plan designed to obtain an ultimate military or political goal, by
whatever means-political, economic, military, or diplomatic; … Strategy in
this, its fullest sense refers to the art and science of using the policy goals,
or win its wars, by the best possible means (those least wasteful of lives,
treasure, or other national interests). Strategy thus involves a great deal of
planning over a long period and employs the full resources of the military,
intelligence, and diplomacy. A narrower sense of the terms is the
employment of armed force to reach specific military objectives in a war…20
Negara menggunakan strategi untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya.
Dimana strategi dilakukan untuk memperkirakan seberapa jauh hasil yang akan
dicapai nantinya. Selain itu negara sebagai aktor utama dalam percaturan
internasional harus memiliki nilai yang menjual dalam arti ada kemampuan yang
dimilikinya, sehingga ia disegani oleh lawannya. Seperti yang digambarkan oleh
Jon C. Pevehouse dalam bukunya yang berjudul International Relations:
Actors use strategy to pursue good outcomes in bargaining with one or more
other actors. States deploy power capabilities as leverage to influence each
other‟s actions. Bargaining is interactive, and requires an actor to take
account of other actor‟s interests even while pursuing its own. Sometimes
bargaining communication takes place through actions rather than words.21
20
Cathal J. Nolan. 2002. The Greenwood Encyclopedia of International Relations. Vol. 4.
Westport: Greenwood Press. h. 1602. 21
Joshua S. Goldstein dan Jon C. Pevehouse. 2010. International Relations. Longman: New
York. h. 71.
23
Hal ini tidak terlepas dari paradigma realisme, yang mengatakan:
Classical realists emphasize statecraft-the art of managing state affairs and
effectively maneuvering in a world of power politics among sovereign states.
Power strategies are plans actors use to develop and deploy power
capabilities to achieve their goals.22
Strategi adalah seluruh keputusan kondisional yang menetapkan tindakan-
tindakan yang akan dan yang harus dijalankan guna menghadapi setiap keadaan
yang mungkin terjadi di masa depan. Merumuskan suatu strategi berarti
memperhitungkan semua situasi yang mungkin dihadapi pada setiap waktu di
masa depan dan kemudian dari semenjak sekarang sudah menetapkan atau
menyiapkan tindakan mana yang akan diambil atau dipilih kelak, guna
menghadapi realisasi dari setiap kemungkinan tersebut.
Pada akhir abad ke-20 dan abad ke-21 sekarang ini, nampak makin
pentingnya pendekatan strategi yang dikemukakan Sun Tzu23
. Sebagaimana sudah
diutarakan, di masa kini kekuatan saja, termasuk kekuatan senjata penghancul
massal, belum tentu dapat membawa keberhasilan. Sebaliknya, yang lebih penting
sekarang adalah melakukan pendekatan yang tepat, termasuk di luar kekuatan
militer untuk menetralisasi kekuatan lawan sehingga tercapai kemenangan damai.
Terbukti bahwa kemenangan perang dalam arti militer dan penggunaan kekerasan
22
Ibid, h. 71.
23 Sun Tzu adalah pakar militer China yang berpengaruh besar terhadap pemikiran militer pada
umumnya yang hidup pada tahun 500 SM yang melahirkan karya terkenal The Art of War yang
ditulis antara tahun 400 dan 320 SM. Sebanyak 13 esei kecilnya tetap yang terbaik sepanjang
masa. Termasuk jika dibandingkan dengan Clausewitz, yang mengulas topik strategi 22 abad
kemudian. Pemikiran Sun Tzu, kemudian banyak mempengaruhi pikiran militer Jepang di samping
pada bangsa China sendiri.
24
jauh dari mencukupi untuk mencapai tujuan politik padahal setiap perang dimulai
karena melakukan itu hendak mencapai tujuan politik tertentu.24
Strategi dirumuskan tidak hanya dalam “milieu” waktu, ia jatuga
memperhitungkan “milieu” ruang. Di dalam realitasnya yang menyangkut tentang
strategi keamanan dan pertahanan merupakan suatu keseluruhan yang dapat
dibedakan antara strategi pertahanan dan strategi keamanan. Perbedaan antara
strategi pertahanan dan strategi keamanan disebabkan oleh sebab inisial yang
harus diperhitungkan di dalam kedua jenis strategi tadi. Strategi pertahanan
dirumuskan untuk menghadapi gangguan-gangguan terhadap kemerdekaan
nasional yang sebab inisialnya datang dari wilayah nasional.25
Strategi militer yang direncanakan merefleksikan bagaimana kapabilitas
pertahanan suatu negara. Kapabilitas pertahanan negara dikaitkan dengan
kemampuan negara. Alfin Toffler mengatakan bahwa kekuatan dan kemampuan
negara di era reformasi berasal dari tiga hal,yaitu: kemampuan mempengaruhi
serta menekan negara lain (power/politics) yang antara lain melalui penggunaan
kekuatan angkatan bersenjata (militer); wealth (ekonomi); dan knowledge (ilmu
pengetahuan dan teknologi). 26
Elemen ekonomi inilah yang kemudian diperhitungkan sebagai faktor
penentu dari kekuatan elemen militer suatu negara. Berdasarkan sejarah, selalu
terdapat korelasi positif antara elemen ekonomi dengan elemen militer suatu
24
Sayidiman Suryohadiprojo. 2008. Pengantar Ilmu Perang. Jakarta: Pustaka Intermasa. h. 27-28. 25
T. May Rudy. 2002. Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang
Dingin. Bandung: Refika Aditama. h.1. 26
Wibawanto Nugroho. “Pertahanan Negara Dikaitkan dengan Kemampuan Negara”. Verity.
Vol.1. no.1. hal.70.
25
negara. Awalnya, kekuatan militer diperlukan sebagai dasar stabilitas domestik
dan luar negeri untuk terlaksananya pembangunan ekonomi; sementara untuk
jangka panjang elemen ekonomi merupakan faktor yang paling signifikan dan
menentukan bagi nasib kekuatan militer suatu negara.27
Adanya strategi militer pun tak terlepas dari kapabilitas militer yang
dimiliki. Seperti yang dijelakan oleh S. F. Tomajczyck dalam Dictionary of The
Modern United States Military :
The ability of a nationa to achieve a specific wartime objective , such as
destroying a target or winning a battle. When determining one‟s military
capability, four aspects must be considered: Force Structure: The number,
size and composition of the combat units (e.g., airwings, divisions, ships)
that make up the military force; Modernization: The technical sophistication
of the combat units and their weapons and equipment; Readiness: The
ability of combat units and weapons systems to deploy without without
unacceptable delay and perform at the level expected of them; Sustanibility:
The ability of combat units, weapon systems and equipment to maintain their
level of performance and duration of combat activity in order for certain
objectives to be achieved. This so-called “staying power” is typically
measured in numbers of days. For instance, a Marine Expeditionary Unit
(MEU) generally has a self-sustainment capability of 15 days; a Marine
Expeditionary Force (MEF), 60 days.28
C. Konsep Regional Security
Dewasa ini konsep keamanan tidak hanya diartikan penjagaan keselamatan
pada tataran nation states tapi telah menjangkau ke segala bidang kehidupan. Hal
27
Ibid, hal. 71. 28
S. F. Tomajczyk. 1996. Dictionary of The Modern United States Military. North Carolina: Mc
Farland & Company. h. 383.
26
ini diuraikan juga oleh Ikrar Nusa Bhakti. Menurutnya konsep keamanan29
meliputi:
1. Keamanan Militer
Upaya mempertahankan warga, wilayah, dan sumber daya suatu negara
terhadap unsur-unsur luar.
2. Keamanan Politik
Upaya melindungi stabilitas organisasi negara, sistem-sistem
pemerintahan dan ideologi yang melegitimasinya.
3. Keamanan Ekonomi
Upaya mempertahankan tingkat-tingkat kemakmuran tertentu dan
kekuatan negara melalui akses pada sumber daya alam, manusia,
keuangan, pasar.
4. Keamanan Masyarakat
Upaya mempertahankan pola-pola tradisional atas bahasa, budaya, agama,
tatanan sosial dan identitas komunal dalam konteks perubahan
evolusioner.
5. Keamanan Lingkungan
Upaya menjaga kelestarian ekosistem.
Sebuah keadaan yang dapat membahayakan keamanan nasional merupakan
perpaduan dari ancaman dan kerawanan. Keduanya berhubungan erat serta
29
Ikrar Nusa Bhakti, Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Ketahanan ASEAN Sebagai Lembaga
Kerjasama Regional, Analisis CSIS Tahun XXVII No. 4, Jakarta, 1998, hal. 338 dalam Johanis
Henga Malee. “Perlombaan Senjata di AsiaPasifik dan Implikasinya terhadap Keamanan
Regional”. Siklus. Vol. 1. No. 1. hal. 11.
27
berhubungan dengan keamanan baik nasional maupun internasional. Yang dapat
dilakukan oleh sebuah negara untuk menangkal hal ini adalah dengan membuat
sebuah kebijakan keamanan nasional yang difokuskan pada negara itu sendiri,
sebagai upaya untuk meredam keamanan nasional dalam negeri, sekaligus dengan
tidak melupakan kebijakan luar negeri untuk mengurangi ancaman dari luar.
Adapun ancaman-ancaman dari berbagai sektor 30
, yaitu:
1. Militer
Ancaman militer telah menjadi hantu yang paling menakutkan
dalam sejarah sebuah bangsa. Tak hanya unsur-unsur vital yang akan
hancur, namun pula unsur-unsur ekosistem serta unsur kehidupan sosial
politik akan mengalami akibat yang lebih fatal. Pencegahan ancaman
militer sampai saat ini masih merupakan prioritas setiap negara, mengingat
tentu saja mereka tidak ingin apa-apa yang telah di raih rakyatnya dalam
bidang seni budaya, industri, teknologi serta seluruh aktivitas yang telah
ditekuni, musnah karena peperangan.
Tingkat ancaman militer terhadap suatu negara bervariasi,
tergantung dari apa yang menyebabkan terjadinya konflik tersebut. Mulai
dari pelanggaran batas territorial, hukuman, perebutan batas territorial
negara, invasi, sampai ancaman pembumi-hangusan sebuah negara dengan
adanya blockade pengeboman. Tujuannya juga beragam, mulai dari
30
T. May Rudy. Op cit, h. 33-35.
28
persoalan minor seperti pelanggaran batas laut teritorial, sampai perbedaan
paham yang dianut negara lain.
2. Politik
Ancaman politik lebih mengarah kepada stabilitas organisasi
pemerintah. Tujuannya bisa untuk menekan pemerintah yang berkuasa
dalam kebijakan yang diambil, menggulingkan pemerintah, atau
menciptakan intrik politik yang mampu mengganggu jalannya
pemerintahan sehingga pula melemahkan kekuatan militernya. Ancaman
politik boleh jadi merupakan ancaman umum yang terdapat di semua
bangsa-bangsa di dunia, tanpa melihat besar atau kecilnya baik negara
maupun kekuatan yang dimilikinya.
Biasanya ancaman politik dari luar berkaitan erat dengan ideologi.
Banyaknya paham ideologi yang masih dianut oleh rakyat sebuah negara,
tentunya menyimpan bom waktu yang siap meledak setiap saat dan
ancaman politik dari dalam negeri pun sama bahayanya dengan ancaman
politik yang datang dari luar.
3. Sosial
Perbedaan antara ancaman politik dan ancaman sosial yang dapat
terjadi di sebuah negara adalah sangat tipis. Ancaman sosial biasanya
terjadi sebagai imbas dari ancaman militer dan politik. Diskriminasi serta
perbedaan tingkat sosial kehidupan merupakan faktor penting dalam
terjadinya ancaman sosial dalam sebuah negara sebelum akhirnya menjadi
ancaman politik di jajaran elit pemerintahan.
29
4. Ekonomi
Ancaman ekonomi merupakan ancaman yang paling sulit diatasi
dalam kaitannya dengan keamanan nasional. Bukan saja hal ini dapat
berarti kokoh atau tidaknya sebuah bangsa, namun keberhasilannya pun
ditentukan oleh banyak faktor. Negara dalam hal ini hanyalah salah satu
aktor yang berperan dalam perekonomian dunia. Kelemahan dalam bidang
ekonomi, dapat menjadi jalan bagi bangsa asing untuk mengontrol
jalannya pemerintahan melalui bantuan ekonomi. Jika negara tersebut
tidak mampu segera bangkit dari aspek structural tersebut, maka
keruntuhan sebuah negara tinggal menunggu waktu.
Hubungan antara ekonomi dan kemampuan kemiliteran saling
berkaitan. Kemampuan kemiliteran suatu negara bukan hanya terletak
pada persediaan dari strategi peralatan tetapi juga pada barang yang di
hasilkan suatu industri yang mampu mendukung pasukan bersenjata.
Untuk kekuatan utama, artinya sebuah perusahaan industry mampu
menghasilkan beraneka macam senjata masa kini.
5. Ekologi
Ancaman ekologi bagi keamanan nasional ibarat ancaman militer
dan ekonomi yang dapat menghancurkan bentuk dasar suatu negara.
Secara tradisional, ancaman ekologi bisa dilihat sebagai ketidaksengajaan,
bagian dari kehidupan kondisi alam, dan suatu persoalan dari pokok
persoalan bagi agenda keamanan nasional.
30
Beberapa susunan-susunan ini mulai dari ancaman militer, politik, sosial,
ekonomi, dan ekologi tidak merupakan sebuah agenda statis bagi keamanan
nasional. Ancaman militer masih menguasai secara teoritis dan selama politik
internasional masih berbentuk anarki, ancaman militer masih tetap menjadi
perhatian utama. Melihat banyaknya ancaman dari negara-negara lain bahkan
ancaman dari dalam negeri sendiri membuat keresahan bagi negara-negara yang
merasa terancam keeksistensiannya.
Pecahnya suatu perang dapat diakibatkan oleh adanya perlombaan senjata
yang secara strategis tidak stabil dan secara politis tidak terkendali. Di sini,
negara-negara yang bermusuhan terkunci dalam sebuah siklus ketakutan bersama.
Dalam proses ini setiap pihak sama-sama merasa terancam, kesiagaan defensif
salah satu pihak dianggap bukti motif ofensif oleh pihak lain, yang selanjutnya
mempersenjatai diri sebagai tanggapannya. Hal inilah yang disebut dilemma
keamanan (security dilemma), yang akhirnya pihak yang satu dan atau pihak
lainnya akan terus mengawasi pihak lain dan menambah persenjataan untuk
kepentingan keamanan sendiri.
Alternatif lain, dalam upayanya untuk memelihara keamanannya sendiri
sebuah negara dapat mengambil langkah-langkah yang berdampak mengurangi
keamanan negara lainnya yang pada gilirannya negara-negara itu akan mengambil
langkah-langkah tertentu yang telah diambil oleh negara pertama. Negara pertama
kemudian akan merasa terancam dan terpaksa mengambil tindakan lanjut yang
dapat memprovokasi tindakan balasan negara lain dan seterusnya. Ini sumber
munculnya pertimbangan strategi First-Strike Attack dan Second-Strike Attack
31
(Retaliation Capability), Deterrence (Upaya Penggentar), Pencegatan (Intercept)
dan hal lain semacam itu.
Adanya konsep keamanan dan ancaman-ancaman, melahirkan konsep
perlombaan senjata (Arms Race) yang tidak lain untuk melindungi keamanan
nasional (National Security), serta konsep membangun rasa saling percaya
(Confidence Building Measures/CBMs).31
Ketiga konsep ini termasuk beberapa
konsep yang digunakan dalam menganalisa terjadinya perlombaan senjata di Asia
Pasifik pasca Perang Dingin. Adapun pengertian dari ketiga konsep tersebut,
yaitu:
1. Perlombaan Senjata (Arms Race)
Menurut Walter S. Jones perlombaan senjata adalah suatu keadaan
atau susasana negara-negara yang bermusuhan terkunci dalam sebuah
siklus ketakutan bersama, suatu proses yang disebut pembentukan reaksi
permusuhan. Dalam proses ini setiap pihak sama-sama merasa terancam.
Kesiagaan defensif salah satu pihak dianggap bukti motif ofensif oleh
pihak lain, yang selanjutnya mempersanjatai diri sebagai tanggapannya.
Semua pihak berusaha saling mengungguli sehingga menumbuhkan
perlombaan senjata dan pasukan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
2. Keamanan Nasional (National Security)
Keamanan Nasional adalah bagian dari kepentingan nasional yang
tidak dapat dipisahkan. Bahkan tujuan politik luar negeri untuk
31
Johanis Henga Malee. Op cit. hal. 10-12.
32
mempertahankan kepentingan nasional berkaitan dengan upaya
mempertahankan keamanan nasional. Makna keamanan (security) bukan
sekedar kondisi “aman tenteram” tetapi keselamatan atau kelangsungan
hidup bangsa dan negara.32
Jelasnya national security atau keamanan nasional menurut buku
International Relations: A Political Dictionary, bermakna: “The allocation
of resources for the production, deployment, and employment of what we
may call the coercive facilities which a nation uses in pursuing its interst”
dapat diterjamahkan sebagai “pengalokasian sumber-sumber untuk
produksi, implementasi, dan pelaksanaan atas apa yang disebut sebagai
fasilitas koersif yang digunakan suatu negara dalam mencapai
kepentingan-kepentingannya.”33
3. Membangun Rasa Saling Percaya (Confidence Building Measures/CBMs)
Salah satu definisi CBMs sebagaimana dirumuskan dalam
Konferensi Keamanan dan Kerjasama di Eropa yang bertempat di Helsinki
tahun 1975 adalah “the need to contribute to the reduction of the dangers
of armed conflict and of misunderstanding or miscalculation of military
activities which could give rise to apprehension , particularly in a
situation where the participating states lack clear and timely information
about the nature of such activities” bahwa CBMs harus menyumbangkan
32
T. May Rudy. 2002. Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang
Dingin. Bandung: Refika Aditama dalam Johanis Henga Malee. “Perlombaan Senjata di
AsiaPasifik dan Implikasinya terhadap Keamanan Regional”. Siklus. Vol. 1. No. 1. Hal. 10.
33 Ibid hal. 65 dalam Johanis Henga Malee. “Perlombaan Senjata di AsiaPasifik dan Implikasinya
terhadap Keamanan Regional”. Siklus. Vol. 1. No. 1. Hal. 10.
33
upaya mengurangi bahaya konflik bersenjata dan kesalahpahaman atau
salah perhitungan dari kegiatan militer yang dapat meningkatkan
kecemasan, terutama pada situasi di mana negara-negara yang terlibat
tidak memiliki informasi yang jelas dan cepat mengenai sifat dari kegiatan
tersebut. 34
Dengan demikian, salah satu fungsi dari CBMs adalah mengurangi
resiko peperangan dengan meningkatkan komunikasi dan predicitability
dalam suatu sistem internasional untuk mengurangi resiko tercetusnya
konflik akud akibat kesalahpahaman atau kesalahan interpretasi terhadap
perilaku militer dan politis negara-negara. Konsep CBMs juga dijelaskan
oleh Kusnanto Anggoro, menurutnya CBMs adalah salah satu usaha untuk
menciptakan saling pengertian antar negara sehingga langkah-langkah
untuk memperteguh keamanan melalui peningkatan kemampuan
pertahanan suatu negara tidak akan dianggap sebagai ancaman bagi negara
lain. Dalam menumbuhkan kepercayaan yang dimaksud, ada 3 bentuk
kebijakan:
a. Langkah-langkah Deklaratorik (Declaratory Measures) meliputi
pernyataan untuk tidak melakukan serangan pertama dalam bentuk
apapun, persetujuan untuk tidak menggunakan jenis persenjataan
tertentu kalau konflik bersenjata terpaksa tidak dapat dihindari.
34
David Capie dan Paul Evans. “Cinfidence-Building Measures” The Asia-Pasific Security
Lexicon ISEAS. Singapore. h. 84 dalam dalam Johanis Henga Malee. “Perlombaan Senjata di
AsiaPasifik dan Implikasinya terhadap Keamanan Regional”. Siklus. Vol. 1. No. 1. Hal. 12.
34
b. Tindakan-tindakan Transparansi (Tranparency Measures) yang
terdiri dari tukar menukar informasi, menjalin komunikasi,
pemberitahuan mengenai aktivitas militer dan pemberian ijin untuk
saling melakukan observasi dan inspeksi dalam kegiatan yang
berkaitan dengan keamanan bersama.
c. Tindakan-tindakan Pembatasan (Constraint Measures) seperti
usaha untuk membatasi resiko (risk reduction regime) melarang
keberadaan sistem persenjataan tertentu di suatu kawasan.
Dalam perkembangannya pun, setiap negara-negara yang bertetangga atau
bahkan yang berada dalam satu kawasan atau regional, menjalin hubungan yang
lebih erat dalam berbagai bidang. Hubungan multilateral yang terjalin dalam satu
kawasan, kini pun lebih dikenal dengan istilah regionalisme. Greenwood
Encyclopedia of International Relations , menjelaskan pengertian regionalisme,
yaitu:
a policy favoring regional over universal associations as the optimum path
to international organizations. Some analysts view regional integration as
merely an interm step to construction of global organizations. Other see it
as a possible serious obstacle to univeralism should regional trade and/or
political blocs develop.35
Adanya regionalisme, membuat negara-negara dalam satu regional perlu
menciptakan suatu konsep yang bernama regional security. Regional security
sendiri berkaitan dengan keamanan bersama dalam satu regional untuk
menghindari konflik dan tetap menciptakan perdamaian. Keamanan bersama
35
Cathal J. Nolan. 2002. The Greenwood Encyclopedia of International Relations. Vol. 3.
Westport: Greenwood Press. h. 1385.
35
sengaja dirancang untuk menghindarkan potensi suatu agresi yang datang dari
kekuatan-kekuatan luar. 36
36
P. Anthonius Sitepu, op cit. , hal. 159.
36
BAB III
PERBANDINGAN KEKUATAN AMERIKA SERIKAT DENGAN
REPUBLIK RAKYAT CHINA DI ASIA PASIFIK
A. Kekuatan Militer Amerika Serikat di Asia Pasifik
Pasca penyerangan yang dilakukan oleh Jepang pada tanggal 7 Desember
1941 di Pangkalan Angkatan Laut AS di Pearl Harbour, Hawaii 37
, membuat AS
sadar betapa pentingnya kawasan Asia Pasifik bagi keamanan wilayahnya.
Kawasan Asia Pasifik adalah kawasan yang berbatasan langsung dengan wilayah
Amerika Serikat di bagian pantai timur. Agar tidak mengancam kebijakan
Amerika Serikat, AS perlu membuat strategi untuk menjaga pertahanan dan
keamanannya.
Bagi Amerika Serikat, kawasan Asia Timur merupakan fokus dari
kepentingannya di Asia Pasifik. Fokus kebijakan AS di Asia Timur disini
mengandung pengertian kawasan Asia Timur sebagai bagian dari Asia-Pasifik
sebab dinamika Asia-Pasifik sendiri berpusat di Asia Timur. Dengan demikian,
analisis mengenai Asia Timur disini tidak dipisahkan dari konteks kajian
hubungan internasional di Asia-Pasifik. Namun dalam perkembangan terakhir
realitas hubungan internasional di Asia Pasifik, istilah Asia Timur sering
dimaksudkan untuk menunjukkan suatu kawasan yang terdiri dari tiga sub-
wilayah, yaitu Northeast Asia, Indochina dan Asia Tenggara, sehingga deskripsi
Asia Timur dimulai dari Russia bagian timur sampai bagian paling selatan dari
37
Amir F. Hidayat & H.G. Abdurrasyid. 2006. Ensiklopedi Negara-negara di Dunia. Bandung:
Pustaka Setia. h. 406.
37
Asia Tenggara. Kawasan ini merupakan pusat kegiatan ekonomi yang paling
dinamis sehingga pernah dijuluki sebagai “keajaiban ekonomi asia timur”.
Doktrin pertahanan Amerika Serikat adalah pertahanan global, mencegat
dan memusnahkan musuh sejak jauh sebelum menyentuh tanah airnya. Itulah
yang membuat AS menjalin aliansi pertahanadengan banyak negara dan
membangun pangkalan militer di beberapa negara, serta melakukan aktivitas-
aktivitas militer. Ini disadari AS guna menjaga kedaulatan serta kepentingan
nasionalnya.
AS pun mempelajari banyak hal pasca penyerangan Pearl Harbour, serta
berakhirnya Perang Dingin. Isu keamanan selalu menjadi prioritas dalam
kebijakan AS. Mempertahankan power serta menyebarkan pengaruhnya
merupakan beberapa yang dilakukan AS. Bahkan tak tanggung-tanggung, AS
mengatakan dalam situs resminya : Refocused American foreign policy on the
Asia Pacific, the world‟s fastest-growing region.38
Dalam kurun waktu beberapa tahun ini, AS semakin gencar melakukan
perubahan militer, serta pembaharuan dalam teknologi militernya. Ini disadari AS
karena ancaman-ancaman dari negara-negara di dunia, khususnya negara-negara
di Asia Pasifik jelas memberikan ancaman secara langsung maupun tidak
langsung kepada AS. Hingga kini pun AS masih memimpin sebagai negara
terkuat dalam urusan pertahanan dan keamanan. Kekuatan militernya pun hingga
38
http://www.whitehouse.gov/issues/foreign-policy , on line. diakses tanggal 2 Februari 2012.
38
kini belum tertandingi. Berikut bagaimana kekuatan militer AS dibandingkan
dengan kekuatan dunia lainnya:
Tabel 2: The Military Balance
Country Military Budget Active Personnel Key Equipment
US $739.3bn 1.569.000 6.302 battle tanks
3.252 fighter/ground attack
aircraft
71 submarines
450 land-based
intercontinental ballistic
missile launchers
China $89.8bn* 2.285.000 7.400 battle tanks
1.669 fighter/ground attack
aircraft
62 submarines
66 land-based
intercontinental ballistic
missile launchers
UK $62.7bn 174.000 227 battle tanks
220 fighter/ground attack
aircraft
11 submarines
0 land-based intercontinental
ballistic missile launchers
Russia $52.7bn* 956.000 3.310 battle tanks
1.439 fighter/ground attack
aircraft
65 submarines
292 land-based
intercontinental ballistic
missile launchers
India $31.9bn 1.325.000 3.233 battle tanks
784 fighter/ground attack
aircraft
15 submarines
0 land-based intercontinental
ballistic missile launchers
*Anggaran resmi pada nilai tukar pasar. Banyak analis mengatakan pengeluaran
aktual China pada pertahanan jauh lebih tinggu dari laporan pemerintah.
Sumber: IISS, 201139
39
http://www.bbc.co.uk/news/world-us-canada-16428133
39
Strategi AS menurut Menteri Pertahanannya, Leon Panetta dimana
menekankan, militer akan mempertahankan kemampuannya untuk menghadapi
lebih dari satu ancaman pada satu waktu, dan akan lebih fleksibel dan mudah
beradaptasi daripada di masa lalu. Walaupun terjadi pengurangan 10-15% untuk
anggaran pertahanannya, namun Presiden Barack Obama mengatakan bahwa
dunia harus tahu, Amerika Serikat akan mempertahankan keunggulan militernya
dengan angkatan bersenjata yang gesit, fleksibel, dan siap untuk berbagi
kontinjensi dan ancaman.40
Berikut merupakan gambaran kekuatan militer AS
dari segi personil di seluruh dunia dan terbagi-bagi dalam beberapa kawasan:
Peta 1: Personil Militer AS di Seluruh Dunia
Sumber: US Defense Manpower Data Center, 201141
Doktrin pertahanan AS adalah pertahanan global, mencegat dan
memusnahkan musuh sejak jauh sebelum menyentuh tanah airnya. Itulah yang
membuat AS menjalin aliansi dengan banyak negara dan membangun pangkalan
40
http://www.bbc.co.uk/news/world-us-canada-16430405 41
Ibid.
40
militer di beberapa negara di dunia, khususnya di Asia Pasifik, seperti Jepang,
Korea Selatan, Thailand, Filiphina, Singapura, dan juga Australia. Berikut peta
pangkalan militer AS di Asia Pasifik:
Peta 2: Pangkalan Militer AS di Asia Pasifik
Sumber: US Defense Dept; militarybases.com42
Salah satu strategi yang dilakukan AS di kawasan Asia Pasifik adalah
dengan yang baru-baru ini dilakukannya adalah melakukan penandatangan MoU
42
http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-15715446
41
dengan pemerintah Australia mengenai rencana penempatan 2.500 pasukan
marinir AS di Darwin, Australia.. AS akan mulai menempatkan 250 orang
marinirnya di Darwin dan jumlahnya akan terus ditingkatkan hingga 2.500 orang.
AS tidak akan membangun pangkalan-pangkalan baru di benua itu, tetapi akan
menggunakan fasilitas pasukan Australia.43
Selain mengeluarkan kebijakan pertahanan dengan aliansi dimana rencana
penempatan 2.500 pasukan marinir AS di Darwin, Australia, sudah muncul kabar
terbaru bahwa Angkatan Laut AS akan menempatkan beberapa kapal perang
tercepatnya di Singapura, dan di masa depan kemungkinan juga di Filiphina.
Rencana itu merupakan bagian dari pemfokusan strategi militer AS di kawasan
persimpangan jalur maritim, Asia Pasifik. Bahkan, AS berencana menempatkan
beberapa kapal tempur pantai (littoral combat ships/LCS) kami di fasilitasi AL
Singapura. Ini akan membuat AL (AS) mempertahankan postur kekuatan garis
depan global AS dengan jumlah kapal dan pesawat yang lebih kecil daripada saat
ini.44
Kapal-kapal yang akan ditempatkan di Singapura akan menjalankan
operasi militer bersama untuk menghadapi bajak laut dan perdagangan illegal di
kawasan Laut China Selatan. Selain menempatkan kapal-kapal LCS di Singapura,
AS juga akan menempatkan pesawat patroli P-8A Poseidon atau peswat pengintai
43
Prayitno Ramelan. Perseteruan AS dan China di Laut China Selatan. on line
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/445558/ diakses tanggal 4 Februari
2012.
44 Dahono Fitrianto. AS Akan Tempatkan Kapal Perang di Singapura. on line.
http://internasional.kompas.com/read/2011/12/16/13322567/AS.Akan.Tempatkan.Kapal.Perang.di.
Singapura diakses tanggal 29 Desember 2011.
42
tak berawak pada 2025. Pesawat-pesawat itu secara rutin akan diterbangkan di
atas wilayah Filiphina dan Thailand untuk membantu negara-negara itu
meningkatkan kewaspadaan wilayah maritim. Langkah penempatan perlengkapan
militer di negara-negara sekutu itu karena untuk sementara AS kemungkinan tidak
akan sanggup menanggung ongkos finansial dan diplomatik untuk membuka
pangkalan utama baru di negara lain, seperti yang ada di Jepang atau Korea
Selatan. 45
B. Kebijakan Politik Luar Negeri RRC
Sebagai sebuah negara yang telah memiliki sejarah sepanjang 5000 tahun
sebelum berdirinya China pada 1949, konsep keamanan yang diyakini China saat
itu masih sangat tradisional. Keamanan hanya bercerita tentang kedaulatan
nasional dan integritas wilayah. Sehingga strategi keamanan yang diterapkan
adalah dengan upaya penggunaan militer dan diplomasi untuk mempertahankan
kedaulatan dan kepentingan integritas wilayah.46
Mulai tahun 1949 hingga 1991, konsep keamanan China mengalami empat
periode evolusi, secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut:47
1. Masa Pro-Soviet (1949-1957)
Agenda keamanan China ditekankan pada keselamatan wilayahnya,
konsolidasi rejim baru dan penyatuan ideologi negara. Aliansi militer
45
Ibid. 46
Athiqah Nur Ilmi, Ibid. h. 141-142. 47 Athiqah Nur Ilmi, Ibid. h. 142-143 yang dikutip dari Wu Baiyi. The Chinese Security Concept
ant Its Historical Evolution dalam www.stanley foundation.org/papers/wub.pdf .
43
dengan Moscow dan bersatu dengan blok Komunis dianggap sebagai
penjamin keamanan utama bagi rakyat China.
2. Masa menjadi Oposisi Superpower (1958-1970)
Konsep keamanan China didominasi oleh persaingan ideologi dan
ancaman perang. Setelah berpisah dengan Moscow pada akhir 1950-
an, Beijing secara terbuka bersikap antagonis dengan kedua
superpower yaitu AS dan Uni Soviet (US). Untuk mengatasi tekanan
keamanan, China mencari kedekatan moral dengan negara-negara
Asia, Eropa, dan Afrika. Prioritas utama keamanan bagi China saat itu
yaitu bertahan dibawah agresi tiba-tiba dan mengejutkan.
3. Masa Bersatu untuk Melawan Hegemoni (1971-1981)
Terdapat dua peristiwa yang diyakini oleh para pemimpin China,
ancaman keamanan utama dating dari ekspansi US. Pertama, strategi
AS setelah gagal dalam intervensi militer di Indochina. Kedua,
kemunculan Doktrin Breznev yang berlanjut pada lanjut konflik
perbatasan China-Soviet. Konsekuensinya, Beijing kembali melakukan
pendekatan dengan Washington dan sekutu-sekutunya.
4. Masa Sikap Keamanan Non Blok (1982-1991)
Dekade ini merupakan pengecualian di mana tidak ada ancaman serius
dari luar dan yang menentang China. Selama tahun 1980-an, ketika ada
kesepakatan antara dua superpower, Moscow mulai mendekati Beijing
untuk rekonsiliasi. Hubungan segitiga strategis ini ditolak pada 1989.
44
Pada periode ini, China memberikan signal adanya transformasi atas
warisan konsep keamanannya. Pertama, Beijing mulai menekankan
pentingnya keuntungan ekonomi dan teknologi di era keterbukaan,
maka China membuka diri memperluas perdagangan luar negeri dan
menarik investasi seluas-luasnya. Di samping itu, pada pertengahan
1980-an, China berpartisipasi dalam negosiasi tentang rejim keamanan
multipartai di bawah PBB, termasuk kesepakatan tentang senjata
pemusnah, pelucutan senjata komprehensif dan ruang angkasa. Kedua,
multilateralisme menempatkan China mulai melakukan kerjasama
dengan negara tetangga atau beberapa masalah keamanan transnasional
(missal polusi lingkungan, imigran illegal, penyelundupan obat-obatan,
kejahatan lintas batas yang diorganisir, dan lain-lain). Ketiga, insiden
Tiananmen dan sanksi lanjutan dari Barat membatasi interaksi Beijing
dengan tantangan dometik dan eksternal.
Poin utama dari “konsep keamanan baru”, sebagaimana disampaikan
Presiden Jiang Zemin dalam pidatonya di UN Summit, bahwa keamanan tidak
tergantung pada meningkatnya persenjataan militer dan tidak juga pada blok-blok
militer keamanan. Akan tetapi keamanan seharusnya tergantung pada kepercayaan
dan ikatan kepentingan bersama. Kesetaraan, persaudaraan dan hubungan yang
stabil antar negara seharusnya menjadi pondasi politik bagi stabilitas dan
perdamaian regional. Dialog dan kerjasama seharusnya menjadi kerangka utama
45
untuk mendukung pembangunan dan perdamaian regional.48
Adapun prinsip
konsep keamanan baru yang ditekankan oleh pemerintah China, yaitu:49
1. Membangun kepercayaan bersama bermakna bahwa setiap negara
harus memahami perbedaan dalam ideologi dan sistem sosial,
mengurangi mentalitas perang dingin dan kekuatan politik. Mereka
harus menggalang intensitas dialog dan briefing bersama tentang
keamanan satu sama lain dan kebijakan politik serta operasi penting.
2. Keuntungan bersama berarti semua negara harus memenuhi kebutuhan
objektif dari perkembangan sosial di era globalisasi, menghormati
kepentingan keamanan satu sama lain dan menciptakan kondisi
keamanan bagi yang lain disamping memastikan bahwa kepentingan
keamanan bertujuan untuk mencapai keamanan bersama.
3. Kesetaraan bermakna semua negara, kecil atau besar adalah anggota
yang sejajar di komunitas internasional dan harus saling menghormati
satu sama lain, memperlakukan satu sama lain sejajar dan mencegah
untuk mencampuri urusan internal negara lain dan mendorong
demokratisasi dalam hubungan internasional.
4. Koordinasi berarti semua negara harus mencari upaya damai dari
perselisihan mereka melalui negosiasi dan membawa kerjasama yang
48
Athiqah Nur Ilmi, Ibid. h. 145-146 dalam Remin Ribao (People’s Daily) tanggal 8 September
2000, yang dikutip oleh Chon Shulong. 49
Athiqah Nur Ilmi, Ibid. h. 146 dalam Pan Zhenqiang, China‟s Security Agenda in 2004. on line
info Dienst Ausgabe 2, 2004 dalam www.kas.de/proj/home/pub/37/I/year-2000/dokument_id-
4160/ .
46
berskala luas dan mendalam terhadap isu keamanan yang menjadi
perhatian bersama juga untuk membasmi segala bahaya potensial dan
mencegah pecahnya perang dan konflik.
Saat ini, isu keamanan telah menjadi urusan multilateral semua negara,
tidak hanya bilateral. China termasuk salah satu negara yang menekankan
perlunya bilateral dan multilateral untuk mengatasi isu keamanan. Untuk
mendukung upaya tersebut, China memutuskan untuk melibatkan diri di berbagai
forum atau organisasi, antara lain:50
1. Pembangunan Kepercayaan Bersama (Confidence Building Measures-
CBMs)
China mulai menerima dan mengadopsi model peningkatan keamanan
negara sejak awal 1990-an melalui pembangunan kepercayaan bersama
(CBMs) dengan berbagai negara di Asia dan lainnya. China
menandatangani sejumlah persetujuan dalam rangka CBMs,
diantaranya untuk mengatasi isu perbatasan wilayah dan urusan
militer. Sebagai negara yang berbatasan langsung dengan banyak
negara, China telah menandatangani sejumlah persetujuan perbatasan
diantaranya dengan Rusia dan negara-negara Asia Tengah, India,
Vietnam dan AS untuk keamanan maritim. Selain itu China juga
menandatangani persetujuan Code of Conduct di Laut Cina Selatan
dengan negara-negara ASEAN. Upaya lain yaitu pada 1996
50
Athiqah Nur Ilmi, Ibid. h. 164-167.
47
persetujuan CBMs di bidang militer khususnya wilayah perbatasan
(Persetujuan Shanghai) dan pada April 1997 persetujuan pengurangan
senjata di wilayah perbatasan (persetujuan Moskow). Pihak-pihak yang
terlibat adalah China, Rusia, Kyrgystan, Kazakhstan dan Tajikistan.
2. Kerjasama keamanan regional
Selain kerjasama bilateral CBMs, China juga lebih aktif dalam dialog
keamanan multilateral dan proses kerjasama di Asia. Diantaranya,
China telah menggunakan pertemuan APEC (Asia Pasific Economic
Cooperation) untuk mengadakan diskusi bilateral dan multilateral
dalam berbagai isu termasuk isu politik dan keamanan, khususnya
diantara China, AS, Rusia, dan Jepang, termasuk dengan negara-
negara ASEAN.
Kemudian di dalam ARF sebagai forum keamanan resmi di Asia,
dimungkinkan untuk menjadi institusi multilateral untuk kerjasama
keamanan regional ini Asia Timur dan seluruh Asia. China menjadi
lebih aktif di forum tersebut dengan menghimbau forum tersebut dapat
meningkatkan kerjasama nasional di wilayah keamanan non-
tradisional seperti obat-obatan ilegal, kejahatan transnasional dan
counter-terrorism.
Sebagai forum yang diusulkan oleh pemerintah Thailand pada tahun
2001, ACD (Asia Cooperation Dialogue) merupakan proses resmi dari
kerjasama regional Asia. Pertemuan pertama menteri luar negeri
48
dilaksanakan pada Juni 2002 di Thailand. 17 negara Asia juga ASEAN
(kecuali Myanmar), China, Jepang, Korea Selatan, India, Pakistan,
Bangladesh, Bahrain, Qatar berpartisipasi dalam pertemuan itu.
Organisasi keamanan paling “nyata” yang China bangun bersama
negara-negara tetangganya yaitu Shanghai Cooperation Organization
(SCO). Dari forum “Shanghai Five” menuju SCO, China dan
pemerintah negara lainnya dalam organisasi ini menemukan
kepentingan dan posisi bersama dalam mengatasi tiga hal yaitu
separatisme, terorisme dan ekstrimis keagamana. SCO telah
menyelenggarakan beberapa latihan bersama antar negara anggotanya,
termasuk “Peace Mission 2005” antara China-Russia juga
diselenggarakan di dalam kerangka ini. Namun yang lebih penting,
kerjasama ini sesungguhnya bernuansa keamanan ekonomi, kaitannya
dengan pengamanan jalur pipa minyak yang menghubungkan negara-
negara tersebut.
3. Kerjasama Multilateral Internasional
Dalam beberapa tahun belakangan ini, China sebagai salah satu negara
tetap DK PBB menjadi lebih aktif dalam intervensi internasional atas
isu keamanan di dunia. China bersikeras bahwa segala aksi
internasional harus mendapatkan persetujuan PBB dan bahkan
dipimpin oleh PBB. Dalam hal ini, China mendukung perang Teluk II
karena invasi Irak atas Kuwait, operasi PBB di Kamboja pada awal
49
1990-an dan operasi PBB di Timor Timur beberapa waktu lalu. Dan
China menentang aksi NATO di Kosovo pada 1999 serta tidak
mendukung aksi militer Amerika dan Inggris di Irak karena mereka
tidak mendapatkan persetujuan PBB. China juga mendukung dan
berpartisipasi dalam berbagai operasi perdamaian PBB.
4. Kemitraan dan Multilateralisme Ad Hoc
China juga mendukung dan berpartisipasi di beberapa aktivitas
multilateral untuk mendorong perdamaian dan stabilitas di Asia dan
dunia. Contohnya di Semenanjung Korea. China mendukung dan
berpartisipasi dalam “Four-Party Talk” atas isu Korea pada
pertengahan dan akhir 1990-an dan telah berupaya mendorong “Three-
Party Talk” dan “Six-Party Talk” atas isu nuklir Korea sejak 2002.
50
Peta 3: Seven Military Commands (Regions)
Tabel 3: Seven Military Commands (Regions)
Basis Military
Command
Commander Political Commissar
Beijing
(Hebei, Shanxi, Inner
Mongolia)
General FANG Fenghui General FU Tinggui
Chengdu
(Sichuan, Yunnan,
Guizhou, Tibet and
Chongqing)
General LI Shiming General ZHANG
Haiyang
Guangzhou
(Hubei, Hunan,
Guangdong, Guangxi,
Hainan)
General ZHANG
Qinsheng
General ZHANG Yang
Jinan
(Shandong, Henan)
General FAN Changlong General LIU
Dongdong
Lanzhou
(Shaanxi, Gansu,
Ningxia, Qinghai, and
Xinjiang)
General WANG
Guosheng
General LI Changcai
Nanjing
(Jiangsu, Zhejiang,
Anhui, Fujian and
Jiangxi
General ZHU Wenquan General CHEN
Guoling
Shenyang
(Liaoning, Jilin and
Heilongjiang)
General CHANG
Wanquan
General HUANG
Xianzhong
Sumber: China Today51 dan berbagai sumber 51
http://www.chinatoday.com/arm/index.htm#pla.army.rank diakses pada 2 Mei 2012.
51
C. Peningkatan Kekuatan Militer RRC
Seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi di fora internasional
serta konstelasi politik dan keamanan antar negara-negara di dunia, China dengan
kebijakan pertahanannya berupaya beradaptasi dengan fenomena yang terjadi.
Mengemukanya isu-isu keamanan non-tradisional, menuntut China untuk
mengeluarkan konsep keamanan komprehensif.
Seiring dengan meningkatnya perekonomian China yang semakin hari
semakin menunjukkan perkembangan positif bahkan melaju dengan pesatnya
membuat negara ini pun harus berbenah diri dalam militernya. Anggaran militer
pun ditingkatkan guna menjaga pertahanan dan keamanan negaranya, semata-
mata demi menjaga kedaulatan. Tiap tahunnya pun anggran militer ditingkatkan
sehubung diperlukannya alutsista pertahanan negara, mulai dari modernisasi
persenjataan, angkatan perang, serta membuat kapal induk.
52
Tabel 4: China Military Budget
Budget Year RMB Yuan
(billion)
=$USD
(billion)
% of total
national budget
% increase
over last year
2012 670.27 1064 11.22
2011 601 91.5 6 12.7
2010 532.1 77.90 7.5
2009 480.69 70.70 6.3 14.9
2008 418.20
2007 350.92 7.5 17.8
2006 297.93 7.4
2005 7.3
2004 200.00 24.00 7.7
2003
2002 166.00 20.00 17.6
2001 141.04 17.00 8.30
2000 121.29 14.61 8.29
1999 107.67 12.97 8.20
1998 93.47 11.26 8.66
1997
1996
1995 63.00 7.59 14.5
1994 55.00 6.63 28.8
1993 42.70 5.14 15.4
1992 37.00 4.46 13.8
1991 32.50 3.92
Sumber: China Today52 dan berbagai sumber
Bukan hanya mempunyai kapal induk baru, China juga memiliki Chendu
J-20, pesawat siluman pertamanya yang terbang perdana pada 11 Januari 2011.
China juga punya peluru kendali balistik antikapal induk, Dong Feng DF-21D.
Jangkauan tembak rudal ini hingga 4.000 kilometer, yang artinya dengan mudah
menjangkau musuh-musuh bebuyutan, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan,
yang semuanya sekutu Amerika Serikat.
Hanya butuh dua dekade, China berhasil membangun kekuatan kapal-
kapal selam dan kapal amfibi terbesar di Asia serta tambahan ratusan pesawat
52
http://www.chinatoday.com/arm/index.htm#pla.army.rank diakses pada 2 Mei 2012.
53
tempur yang kekuatannya sepadan dengan F-15 dan F-16 milik Amerika. Menurut
laporan Pentagon, China sedang mengembangkan misil antikapal yang mampu
menyerang dari jarak 900 mil atau hampir 1.500 kilometer. Bahkan akan
dibuatkan lagi kapal induk seperti Shi Lang yang dikabarkan sedang dibangun.
Tabel 5: Anatomi Militer China
Angkatan Darat
(PLA Ground Force)
Personil: 1.900.000
Tank: 14.000
Artileri: 14.500 satuan
Helikopter: 453 unit
Meriam: 14.000
Peluncur roket: 2.400
Senjata anti pesawat: 7.700
Senjata anti tank: 6.500 unit
Angkatan Udara
(PLA Air Force)
Personil: 470.000
Pesawat tempur: 2.566 unit
Jet: 400 unit
Lapangan Udara: 67 unit
Angkatan Laut
(PLA Navy)
Personil: 250.000
Kapal perang: 760 unit
Kapal pengangkut: 1.822 unit
Kapal selam: 66 unit
Kapal perusak: 27 unit
Fregat: 52
Amfibi: 121 unit
Kapal patroli pantai: 368 unit
Cadangan
(Second Artilery Force)
Personil: 100.000
Rudal Nuklir: 140
Antirudal: 1.000
Sumber: China Today53 dan berbagai sumber
Selain pengembangan militer, China juga lebih agresif, yang mana
perilaku militernya memberikan ancaman. Pemerintah China mendeklarasikan
perluasan batas wilayah lautnya hingga ratusan mil dari pantai, yang menurut
hukum internasional, sudah masuk kawasan internasional. Hal ini dikarenakan
53
http://www.chinatoday.com/arm/index.htm#pla.army.rank diakses pada 2 Mei 2012.
54
China merasa wilayah itu sebagai bagian dari wilayahnya, mereka merasa berhak
melakukan pengamanan di Laut China Selatan, serta di Kepulauan Spartly yang
menjadi sengketa teritori beberapa negara, seperti China, Taiwan, Vietnam,
Filiphina, dan Brunei, selain itu beberapa kali militer China mengancam kapal
milik Vietnam dan Filiphina ketika sedang melakukan eksplorasi gas.
Perilaku militer China yang lainnya, dapat terlihat pada pertengan tahun
kemarin, dimana kapal China memotong kabel yang digunakan kapal Vietnam
melakukan tes seismik di dasar laut. Selain itu, kapal perang China sudah berani
mengganggu kapal Amerika di Laut Kuning. Bahkan diprediksikan oleh Roger
Cliff yang merupakan periset independen pertahanan spesialis China yang juga
pernah menjadi pejabat di Pentagon, di tahun 2020, kemampuan serang dan
bertahan militer China sudah matang, bahkan untuk menghadapi Amerika
sekalipun.
Sebelum adanya misil balistik antar benua (Intercontinental Ballistic
Missiles atau ICBMs), AS memiliki keunggulan strategis dalam hal dimana
wilayahnya secara geografis jauh dari musuh-musuh potensialnya. Tidaklah
mengherankan kalau selama perang dunia pertama dan kedua (kecuali serangan ke
Pearl harbour) wilayah AS relatif aman dari kehancuran seperti yang yang dialami
oleh Eropa Barat dan Jepang. Keuntungan strategis geopolitik seperti itu saat ini
menjadi tak bermakna karena jangkauan senjata nuklir China dan Korea Utara
yang dapat menghancurkan kota-kota di AS.
55
China sebagai negara besar dengan wilayah yang luas dan garis pantai
yang panjang, harus memiliki kekuatan militer untuk mempertahankan dirinya.
China menganut strategi defensif dalam membangun angkatan bersenjatanya.
Sehingga membangun angkatan bersenjata yang hebat merupakan suatu yang
wajar.
Pendapat bahwa China merupakan ancaman bukanlah disebabkan oleh
modernisasi kekuatan militernya tapi karena ideologi yang dianut oleh China.
Inilah yang menyebabkan persepsi tentang China menjadi subjektif. China yang
dikendalikan oleh Partai Komunis dengan sistem sosialisnya dianggap sebagai
ancaman bagi negara-negara Barat. Selain itu China sebagai kekuatan ekonomi
yang luar biasa juga menjadi perhatian negara-negara Barat.
D. Kondisi di Asia Pasifik
Asia Pasifik kini merupakan kawasan yang tumbuh dan dinamis, dimana
ekonomi dunia saat ini berpusat di kawasan Asia Pasifik dari eropa ke arah Asia
Timur. Kawasan Asia Pasifik, merupakan kawasan yang memiliki penduduk
terbanyak, GDP (Gross National Product) terbesar ada di Asia Pasifik, kawasan
ini pun merupakan pangsa pasar dunia, kerjasama Asia Pasifik lebih dominan
daripada kawasan lain, selain itu, kawasan ini merupakan kawasan penyumbang
polutan, apabila berhasil untuk menurunkan emisinya, maka akan berpengaruh
pada lingkungan dunia, kawasan ini juga merupakan jalur pelayaran laut.54
Hal
54
Wawancara dengan Kepala Kawasan Amerika, BPPK Kementerian Luar Negeri RI. O’Conroy
Doloksaribu. Jakarta 26 Maret 2012.
56
inilah yang membuat kawasan ini memiliki nilai lebih yang membuat negara-
negara berlomba-lomba menancapkan power serta pengaruhnya.
Peta 4: Asia Pasifik
Sumber: USPACOM (United States Pacific Command)
55
Kawasan Asia Pasifik memiliki sejarah yang panjang dalam
perkembangannya, jika dilihat dari sejarah dulu kawasan ini juga merupakan salah
satu tempat yang berpengaruh antar dua kekuatan yaitu Uni Soviet dan Amerika
Serikat (AS). Keruntuhan Uni Soviet sekaligus menghapus polarisasi dua blok
kawasan Asia Pasifik. Bahaya konfrontasi militer antara dua negara adidaya juga
telah hilang seiring dengan berkurangnya kehadiran militer Amerika Serikat dan
ditarik mundurnya kekuatan militer bekas Uni Soviet dari kawasan ini. Akan
tetapi ironisnya, tidak seperti di Eropa dan Amerika dimana berakhirnya
persaingan Timur-Barat diikuti dengan munculnya tekanan-tekanan tentang
perlunya pengurangan anggaran militer dan tuntutan akan keuntungan dari suatu
55
http://www.pacom.mil/web/site_pages/uspacom/regional%20map.shtml
57
perdamaian (peace dividend), di Asia Pasifik terjadi perkembangan yang
sebaliknya.
Beberapa tahun terakhir, terutama sejak akhir tahun 1980-an, anggaran
militer Asia Pasifik meningkat tajam. Dalam edisi 20 Februari 1993, The
Economist mencatat bahwa negara-negara Asia kini sedang terlibat dalam proses
pembangunan kekuatan militer. Pengamatan serupa juga dinyatakan oleh seorang
analis dalam tulisannya di Foreign Affairs, edisi Summer 1993, bahwa
perlombaan senjata akan berlangsung secara intensif di Asia Pasifik.56
Kontradiktif dengan kawasan lain yang menunjukkan penurunan persaingan
militer khususnya dengan pengurangan anggaran pertahanan.
Berkurangnya pengaruh kekuatan militer Amerika Serikat dan Rusia di
kawasan ini, menandai era multipolarisasi hubungan kekuatan regional. Hal ini
jelas bahwa dengan ditarik mundurnya kekuatan militer oleh kedua negara besar
tersebut justru mendesentralisasikan sekaligus memunculkan kekuatan-kekuatan
militer regional baru. Era multipolarisasi dan desentralisasi semakin jelas dengan
munculnya kekuatan-kekuatan militer regional seperti China, India, dan Jepang.
Proses multipolarisasi dan desentralisasi telah mendorong hampir semua negara di
kawasan ini untuk memperkuat diri, karena mereka sadar sudah tidak ada lagi
jaminan keamanan seperti yang dirasakan pada era perang dingin berlangsung.
Berakhirnya perang dingin langsung mengubah pola interaksi dan peta
kekuatan di kawasan Asia Pasifik, pada era Perang Dingin berlangsung ada dua
56
Johanis Henga Malee. Op cit. h. 9.
58
kekuatan yang slaing bersaing, dengan runtuhnya Uni Soviet tidak hanya karena
hebatnya strategi politik pembendungan (containment policy), namun keadaan ini
sekaligus memunculkan kekuatan tunggal di kawasan ini yaitu Amerika Serikat.
Predikat yang baru disandang sebagai penguasa dan kekuatan tunggal di dunia
disatu sisi sangat membanggakan, tapi pada sisi yang lain telah menghadirkan
ancaman bagi stabilitas keamanan, oleh karena keseimbangan kekuasaan (balance
of power) yang berjalan pada era perang dingin, kini telah berakhir. Menyadari
berat dan mahalnya sebuah persaingan serta pada sisi yang lain terjadi penurunan
tingkat eskalasi ancaman, membuat Amerika Serikat secara berangsur-angsur
menurunkan cengkraman dan pengaruhnya di kawasan Asia Pasifik dengan secara
berturut-turut melakukan penarikan pasukan di Subic Naval Base dan Clark Air
Force Base, Filiphina pada tahun 1992.
Penarikan pengaruh inilah memulai dan mendorong terjadinya gejolak
instabilitas (ketidakstabilan atau terganggunya) kawasan akibat kekosongan
kekuasaan (vacuum power) yang ditinggilkan Amerika Serikat. Kawasan yang
sudah lepas dari control ketat Amerika Serikat ternyata telah berada dalam situasi
dan kondisi yang tidak menentu. Semua negara berada dalam suasana saling
curiga satu sama lain. Kecurigaan tersebut terlihat secara jelas dengan munculnya
berbagai persepsi terancam diantara mereka.
Menjabarkan teori yang dikemukakan oleh Walter S. Jones jelas bahwa
suasana permusuhan dan proses pembentukannya, sedang terjadi di kawasan Asia
Pasifik. Masing-masing negara terkunci dalam siklus ketakutan yang disebabkan
oleh adanya kekosongan kekuasaan atau hilangnya jaminan keamanan yang
59
selama ini dipegang oleh AS. Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan,
Australia, Filiphina, Taiwan, Singapura, Thailand, dan Indonesia yang
mengandalkan jaminan keamanan dari AS merasa terancam oleh kekuatan-
kekuatan regional seperti China, India, Korea Utara dan Rusia. Persepsi ancaman
tersebut semakin nyata bila melihat agresifnya China dan India dalam
memodernisasi armada militernya, bila keadaan sudah seperti ini, tidak lain
banyak pilihan yang tersedia selain memperkuat diri dengan menambah kekuatan
militer juga.
Di lain pihak situasi dan kondisi kawasan yang tidak menentu tersebut
telah mendorong munculnya konflik-konflik teritorial yang selama perang dingin
berlangsung tidak terlalu mencuat. Munculnya konflik-konflik teritorial adalah
konsekuensi dari pengurangan pengaruh Amerika Serikat di kawasan yang
membuat semua negara, terutama kekuatan-kekuatan regional bergerak lebih
bebas tanpa ada perasaan takut dan diawasi, termasuk dalam masalah klaim
mengklaim sebuah wilayah. Akibat dari klaim yang saling tumpang tindih
tersebut persepsi terancam semakin meningkat. Peningkatan persepsi terancam ini
sangat beralasan mengingat wilayah kedaulatan seperti yang diklaim oleh masing-
masing negara, mulai disusik, di intervensi bahkan dianeksasi, yang merupakan
situasi darurat dimana telah menyentuh hal yang paling mendasar keamanan
nasional dan kelangsungan hidup negara dan bangsa sudah dalam ancaman, dan
tidak ada kompromi untuk masalah ini, penambahan armada militer adalah solusi
permasalahan yang tepat.
60
Pengaruh-pengaruh inilah yang perlu diwaspadai oleh Amerika Serikat
karena merupakan indikasi ancaman dari China. Salah satu cara yang dilakukan
Amerika Serikat dalam membendung pengaruh China, yaitu membuat strategi
militer. Walaupun hingga kini pembendungan-pembendungan serta pengaruh-
pengaruh China di Asia Pasifik belum menunjukkan tingkat keseriusan.
61
BAB IV
STRATEGI MILITER AMERIKA SERIKAT DALAM MEMBENDUNG
PENGARUH REPUBLIK RAKYAT CHINA DI ASIA PASIFIK
A. Bentuk Pengaruh RRC dalam Bidang Militer di Asia Pasifik
Konsep keamanan seiring dengan waktu telah meluas pada dimensi baru
non-tradisional. Namun realita ini tidak kemudian mengeliminasi ancaman militer
seutuhnya. Konsep keamanan tradisional masih relevan untuk diamati. Hal ini
tidak terlepas dari kenyataan bahwa negara-negara di dunia tetap mengeluarkan
anggarannya untuk belanja militer, dan juga meningkatkan kekuatan militer dan
pertahanannya, tidak terkecuali dengan China.
Sebuah kekuatan militer akan disebut berkembang apabila terdapat
peningkatan anggaran militer, peningkatan dan juga modernisasi peralatan militer
untuk mendukung pengembangan kapabilitas militernya. Hal inilah yang
kemudian menunjukkan pengembagan kekuatan militer China di segala aspek
pertahanan baik darat, udara, dan laut. Satu-satunya kekuatan militer paling
penting yang muncul di Asia dan dunia adalah China.57
Pengembangan kekuatan
militer China di dalam aspek pertahanan merupakan kepentingan strategis dan
kebijakan keamanan China.
57
Kishore Mahbubani. 2011. Asia Hemisfer Baru Dunia: Pergeseran Kekuatan Global ke Timur
yang Tak Terelakkan. Jakarta: Kompas Media Nusantara. h. 96.
62
Kepentingan strategis merupakan dasar dari suatu negara untuk
mengaplikasikan kebijakan pertahanannya. Dalam hal ini kebijakan pertahanan
China, yang juga merupakan kepentingan strategis China dalam bidang keamanan
terfleksi dalam buku putih pertahanannya. Menurut China‟s Defense White Paper
201058
dalam mengaplikasikan kebijakan nasionalnya di bidang pertahanan China
adalah defensive in nature. China kemudian menempatkan perlindungan terhadap
kedaulatan nasional, keamanan, integritas teritorial dan pengamanan terhadap
kepentingan pembangunan nasional dan kepentingan rakyatnya diatas segala hal.
Hal ini menunjukkan prioritas kebijakan kemanan China yang mencakup hal-hal
vital tersebut.
Kepentingan strategis ini terefleksi dari tujuan dasar pasukan bersenjata
China, yaitu mengkonsolidasikan pertahanan nasional, melawan agresi,
mempertahankan kedaulatan bangsa atas tanah teritorial, laut, udara, serta
kepentingan maritim, dan menjaga persatuan nasional, dan keamanan. Hal ini
sekaligus mengindikasikan bahwa dasar kebijakan pertahanan China adalah active
defensive.
Dalam perkembangannya, kebijakan untuk tahap baru dalam abad baru ini
pada dasarnya sejalan dengan kepentingan strategis China terdahulu yang meliputi
keamanan nasional untuk menegakkan persatuan dan menjamin kepentingan
pembangunan nasional, terkoordinasinya pembangunan berkelanjutan pertahanan
nasional China dan angkatan bersenjata, meningkatkan kinerja angkatan
bersenjata, menerapkan strategi militer pertahanan aktif, mengejar strategi nuklir
58
http://english.gov.cn/official/2011-03/31/content_1835499_4.htm
63
self-defense, dan mendorong lingkungan kemanan yang kondusif bagi
pembangunan damai China.
Menurut persyaratan keamanan nasional dan tingkat pembangunan
ekonomi dan sosial, China mengejar strategi pengembangan tiga langkah untuk
memodernisasi pertahanan nasional dan angkatan bersenjata dengan langkah yang
terencana. Kerangka kerja strategis ini didefinisikan sebagai berikut: langkah
pertama adalah meletakkan dasar yang kuat pada tahun 2010, kedua adalah untuk
membuat kemajuan besar di sekitar tahun 2020, dan ketiga adalah pada dasarnya
mencapai tujuan strategis membangun angkatan bersenjata yang mampu
memenangkan perang di pertengahan abad ke-21.
Seperti pernyataan Presiden Hu Jintao dalam pidatonya pada kongres ke-
17 Partai Komunis China, bahwa China harus segera mengembangkan
kemampuan militer yang berteknologi tinggi. Secara eksplisit, pemimpin China
tersebut juga mengonfirmasikan bahwa lima tahun ke depan sasaran strategis
pengembangan kekuatan militer China yakni membangun angkatan bersenjata
yang terkomputerisasi, unggul dalam kemampuan tempur berbasis teknologi
informasi, serta didukung oleh prajurit bermutu tinggi dalam jumlah besar. Hal ini
menunjukkan adanya upaya China untuk memodernisasi dan melakukan
transformasi pertahanannya di berbagai sektor baik di darat, laut, dan udara.
Angkatan bersenjata China atau yang dikenal dengan People‟s Liberation
Army (PLA), terdiri dari tiga elemen, yaitu angkatan darat (PLA Ground Force),
angkatan laut (PLA Navy), dan angkatan udara (PLA Air Force) serta Second
64
Artilery Force. Pemerintah China kemudian membagi kekuatan PLA menjadi
tujuh area komando militer, yaitu Shenyang, Beijing, Lanzhou, Jinan, Nanjing,
Guangzhou, dan Chengdu. 59
Angkatan darat China (PLA Ground Force) mempunyai 7.500 tank tempur
utama, 5.500 pengangkut personel lapis baja dan 25.000 vehiclesand pertempuran
infantri artileri, sedangkan pasukan regular terdiri 1,7 juta personil, dengan
800.000 personil tambahan dan cadangan. Hal ini menunjukkan bahwa China
memiliki tentara aktif terbesar di dunia, dan kedua terbesar dari segi personil
tentara. Angkatan darat China ini telah dan terus mengalami pembaharuan besar
yang cepat untuk menghadapi perang. Dalam hal ini pasukan garis depan, pasukan
khusus diberikan prioritas dalam pengalokasian senjata modern yang lebih baru.
PLA juga telah meningkatkan kemampuan medan pertempuran melalui C4ISR,
dengan pengenalan komunikasi satelit, jaringan wireless, dan radio digital. Selama
dekade terakhir ini, angkatan darat berubah dari kekuatan infantri yang didominasi
dengan daya terbatas proyeksi kemampuan menjadi sebuah kekuatan yang lebih
modern dengan aset jangka panjang, selain itu China membeli senjata sistem dan
mengadopsi konsep operasional yang memungkinkan preemption strike.
Angkatan udara China (PLA Air Force) memiliki 330.000 personil disertai
2.500 pesawat udara dimana 1.617 pesawat adalah pesawat udara untuk
menyerang dimana 400 diantaranya adalah pesawat terbaru). Hal ini membuat
angkatan udara China terbesar ketiga setelah AS dan Rusia sekaligus
mengindikasikan angkatan udara terbesar di Asia. Bahkan, angkatan udara China
59
Ibid.
65
juga dilengkapi dengan akuisisi pesawat Su-30 dan F-10 yang dilengkapi amunisi
tempur seperti satelit dan rudal jelajah untuk melakukan serangan dari udara ke
udara.60
Pernyataan yang pernah dipaparkan oleh Hu Jintao “The navy should be
strengthened and modernized. The navy should be prepared at any time to
military struggle” yang mana pernyataan ini merefleksikan keinginan China untuk
memodernisasi angkatan pertahanannya, khususnya angkatan laut yang
dipersiapkan untuk pertarungan militer. Hal ini kemudian berdampak kepada
peningkatan kapabilitas militer China yang signifikan.
Angkatan laut China bertujuan utama untuk operasi maritim. Angkatan
laut ini akan bertanggungjawab untuk tugas-tugas seperti menjaga keamanan
maritim China dan mempertahankan kedaulatan perairan teritorial bersama
dengan hak dan kepentingan maritim. Angkatan laut terutama terdiri dari kapal
selam, kapal permukaan, penerbangan, mariner dan pertahanan pesisir.
Perkembangan China untuk menguasai laut terjadi akibat dari modernisasi
yang menjadi wacana Deng Xiaoping selepas tahun 1978. Tiga fokus modernisasi
China adalah pertanian, industri, dan pertahanan. Kebijakan China untuk
menguasai laut terlihat dari beberapa rencananya yang terorganisir, dimana pada
tahun 2000, China direncanakan untuk menguasai gugus pulau pertama,
sedangkan pada 2015 China direncanakan untuk mempunyai peran utama di laut
60
Poltak Hotradero. “Penguasa Baru Samudra Biru”. Tempo. 23-29 Januari 2012.h. 80-81.
66
dalam konteks gugus pulau kedua, sedangkan pada 2020 mengarah kepada
pembentukan Blue Water Navy.61
Rencana yang telah diprogramkan terefleksi dari anggaran belanja
angkatan laut China yang mencapai sepertiga dari total anggaran pertahanan
keseluruhan. Angkatan laut mendapatkan lebih dari sepertiga dari keseluruhan
anggaran militer China. Hal ini mencerminkan yang menjadi prioritas Beijing saat
ini adalah angkatan laut sebagai alat keamanan nasional. Anggaran resmi militer
China untuk tahun 2010 adalah $ 78.000.000.000, namun Pentagon mengatakan
China menghabiskan lebih dari jumlah tersebut.
Seiring dengan upaya modernisasi angkatan laut China, terdapat
perubahan strategi dari kebijakan China di dalam pertahanan lautnya. Menurut
Laksamana Zhang Huachen, wakil Komandan Angkatan Laut Timur menyatakan
bahwa strategi pertahanan China berubah dari pertahanan pantai menjadi
pertahanan laut. Hal ini sejalan dengan perluasan kepentingan ekonomi negara
tersebut sehingga angkatan laut diorientasikan untuk melindungi jalur transportasi
negara dan keamanan laut jalur utama. Untuk mencapai hal ini, Angkatan Laut
China perlu mengembangkan sistem pertahanan yang lebih besar dan dengan
kemampuan yang lebih komprehensif.
Armada laut China memiliki tiga armada, yaitu Armada Beihai, Nanhai,
dan Donghai. Armada ini masing-masing bermarkas di kota Provinsi Shandong
61
Kuliah umum sekdilu XXXV oleh Hasyim Djalal mengenai Laut China Selatan, Juni 2010
dalam Kertas Kerja Perorangan (TASKAP) Perkembangan Militer Cina dan Kemungkinan
Dampaknya di Laut Cina Selatan. Meirisa Hilda Sukasa. 2010. Sekolah Dinas Luar Negeri
Angkatan XXXV. Kementerian Luar Negeri RI. Jakarta.
67
Qingdao, Ningbo di Provinsi Zhejiang, dan Zhanjiang di Provinsi Guangdong.
Setiap armada memiliki armada penerbangan di bawah komando, basis dukungan,
flotillas, perintah pasukan maritim, penerbangan dan brigade divisi laut.
Menurut China‟s Defense White Paper 2010, Angkatan laut China telah
meningkatkan dan mengoptimalkan persenjataan dan peralatan angkatan lautnya.
Upaya yang dilakukan adalah dengan membangun tipe baru kapal selam, kapal
perusak, frigat dan pesawat. Kapabilitas persenjataan dibentuk dengan sistem
peralatan generasi kedua sebagai inti dan generasi ketiga sebagai tulang
punggung.
Kekuatan kapal selam memiliki anti kapal di bawah air, anti kapal selam,
serta memiliki kemampuan serangan balik nuklir. Kapal permukaan telah
mengembangkan kekuatan mencolok diwakili oleh tipe baru rudal kapal perusak
dan frigat, dan memiliki pengintai maritim, anti kapal, anti kapal selam,
pertahanan udara, dan kemampuan operasional lainnya. Sayap penerbangan telah
mengembangkan kekuatan udara yang mencolok diwakili oleh pesawat laut
serangan , dan memiliki pengintai, anti kapal, anti kapal selam dan pertahanan
udara kemampuan operasional.
Angkatan laut China memiliki 72 kapal untuk menyerang. Diantaranya
adalah 58 kapal selam yang ditujukan untuk menyerang, 50 kapal selam
menengah, dan 41 rudal untuk patrol pantai. Selain itu China membangun dan
menguji generasi kedua kapal selam nuklir dengan kelas JIN (Type 094)
bertenaga nuklir dan kapal selam rudal balistik dengan kelas Shang (Type 093)
68
kapal selam berkemampuan serangan nuklir yang dimula pada tahun 2005. Pada
tahun 2006, China memperoleh peluru kendali buatan Rusia, Sovremennyy II
dengan kemampuan kapal perusak.
Dalam pengembangannya, terdapat dua strategi pertahanan perairan China,
yaitu green water navy dan blue water navy. Green water navy adalah strategi
pertahanan China untuk mempertahankan laut teritorialnya, sedangkan blue water
navy adalah kekuatan angkatan laut yang dapat beroperasi di lautan mencapai
wilayah ZEE dan menjadi strategi untuk memproyeksikan kekuatannya hingga
wilayah Pasifik Barat. Strategi yang dijalankan oleh China adalah blue water
capability yang diwijudkan dalam tiga tahap yaitu crawl, walk, run. Tahap
pertama adalah dengan memperlihatkan keberadaan secara singkat kekuatan laut
di Pasifik Barat dan Samudera Hindia, tahap kedua adalah menempatkan kekuatan
laut dalam jangka waktu yang lama, dan tahap ketiga adalah penguasaan seluruh
wilayah Asia.
Pada saat ini tahapan penguasaan Laut Cina dengan blue water navy
capability telah menunjukkan kea rah tahap kedua, dimana China telah
menunjukkan penempatan kekuatan laut dalam jangka yang lama. Di satu sisi hal
ini diperlihatkan dengan pengembangan kekuatan laut China yang semakin
modern adalah ditujukan untuk menempatkan kekuatan lautnya dalam jangka
waktu yang lama sebelum mengarah ke penguasaan seluruh wilayah Asia.
China merupakan kekuatan yang baru berkembang, yang disertai dengan
pertumbuhan ekonomi dan militer secara linier. Dalam hal ini, pertumbuhan
69
ekonomi China yang tinggi disertai pula dengan peningkatan kapabilitas
militernya hingga mencapai dua digit dalam dua dekade terakhir. Peningkatan
kapabilitas militer China ini merupakan sebuah bentuk modernisasi yang
dilakukan China dalam kebijakan pertahanannya. Modernisasi ini kemudian
memberi dampak signifikan khususnya di dalam sektor pertahanan yang
diindikasikan dengan adanya transformasi kebijakan pertahanan China secara
gradual, baik dari sektor anggaran belanja militer, pembaharuan alat-alat
pertahanan, maupun peningkatan kualitas tentara pertahanannya.
Kebijakan Pertahanan China ini secara tidak langsung menimbulkan
kekhawatiran diantara negara-negara di kawasan Asia Pasifik karena memiliki
kedekatan geografis. Hal ini sejalan dengan teori ilmu hubungan internasional
yang menyatakan bahwa peningkatan kekuatan militer suatu negara akan
menimbulkan security dilemma. Hal ini tentunya akan menjadi efek domino
ketika negara-negara di kawasan mempersepsikan peningkatan kekuatan militer
China sebagai ancaman. Secara tidak langsung security dilemma ini akan
mengarah kepada arms race sebagai bentuk preventif demi menjaga kestabilan
keamanan.
Sikap China pun semakin asertif, dimana China pada maret 2010 telah
mengklasifikasi Laut Cina Selatan sebagai core interest. Pemformulasian
kepentingan nasional China ini kemudian akan berdampak kepada kebijakan
politik yang akan diambil China berkenanan Laut Cina Selatan. Hal ini kemudian
dipersepsikan oleh negara-negara yang berkonflik dan juga AS sebagai keinginan
China untuk menguasai secara penuh Laut Cina Selatan, khususnya di dalam
70
freedom of navigation. Di sisi lain kemudian pernyataan China ini menimbulkan
persepsi negara-negara yang memiliki konflik wilayah di Laut Cina Selatan
sebagai sebuah potensi baru klaim atas wilayah yang mana sudah pernah diredam
pada tahun 2002 lalu.
Negara-negara yang sedang berkonflik dengan China dalam sengketa Laut
China Selatan, seperti Taiwan, Filiphina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei
Darussalam merespon peningkatan militer China sebagai bentuk pengaruh militer
China yang sangat nyata dan direspon sebagai ancaman. Beberapa negara di Asia
Tenggara ini mengklaim atas bagian-bagian Laut China Selatan, satu jalur
pelayaran penting dan strategis yang diperkirakan memiliki cadangan besar
minyak dan gas. Sementara di satu sisi China melakukan pengklaiman seluruh
wilayah Laut China Selatan
Selain melakukan pengklaiman terhadap Laut China Selatan, China kini
semakin asertif dan sering melakukan agresi di wilayah persengketaan ini. China
mengirimkan salah satu kapal patrolinya yang tersebar ke laut China Selatan
ditengah meningkatnya ketegangan di perairan yang diperebutkan . Kapal patroli,
Haixun-31 melakukan perjalanan rutin dalam patrolinya untuk mengawasi lalu
lintas kapal barang dan melindungi keamanan laut dalam perjalanan ke Singapura.
China juga melakukan patroli bersama dengan tiga negara di Sungai
Mekong. Polisi China akan bergabung dengan patroli polisi dari Laos, Myanmar,
dan Thailand untuk mengembalikan perlayaran dan jaminan keamanan di sungai
itu. China telah memimpin dan inisiatif untuk memulai patroli, bahkan akan
71
mendirikan satu markas untuk keamanan yang mampu berkomunikasi dengan
kantor di tiga negara, yaitu Laos, Myanmar, dan Thailand selama 24 jam karena
Sungai Mekong merupakan daerah segitiga emas yang dikenal sebagai tempat
penyelundupan narkoba. Polisi di empat negara akan mengeksplorasi lebih banyak
cara untuk meningkatkan keamanan di perairan itu, dan China akan membantu
melatih dan mempersenjatai polisi di Laos dan Myanmar untuk melakukan patroli.
Perilaku militer China kini semakin meningkat pula, dimana beberapa kali
kapal militer China mengancam kapal milik Vietnam dan Filiphina ketika sedang
melakukan eksplorasi gas. Bahkan, kapal China memotong kabel yang digunakan
kapal Vietnam melakukan tes seismik di dasar laut.62
Hal ini dilakukan oleh China
karena merasa Laut China Selatan merupakan daerah teritorialnya, sementara
perairan ini masih dalam persengketaan yang tak kunjung usai.
Adanya bentuk pengaruh militer China yang semakin meningkat,
menimbulkan kekhawatiran negara di Asia Pasifik, khususnya negara-negara
tetangga. Ini dapat dilihat pernyataan oleh Sekretaris Kabinet Jepang, modernisasi
militer China, meningkatnya kegiatan militer China ditambah dengan
ketidaktransparanan, merupakan kekhawatiran bagi Jepang.63
Hubungan China
dan Jepang sering diwarnai ketegangan apalagi kedua negara bersengketa atas
62
Vietnam latihan militer di Laut China Selatan.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/06/110613_vietnamnavaldrill.shtml . diakses pada
tanggal 29 Desember 2011. 63
China akan tingkatkan anggaran militer.
http://www.bbc.uk/indonesia/dunia/2011/03/110304_chinadefense.shtml . diakses pada tanggal 29
Desember 2011.
72
kepemilikan Kepulauan Senkaku/Diaoyu di Laut China Timur.64
Peningkatan
militer China, direspon Jepang sebagai ancaman dimana dalam Buku Putih
Pertahanan Jepang menyatakan bahwa China adalah kekuatan yang perlu
diwaspadai.65
China juga semakin mendominasi wilayah Taiwan karena menganggap
Taiwan masih wilayah kedaulatannya. Sehingga jika suatu negara ingin
bekerjasama dengan China, negara tersebut harus mengakui Taiwan sebagai
wilayah China, mengingat tuntutan kemerdekaan Taiwan yang terus digulirkan
karena belum terselesaikan masalahnya, setelah Hongkong yang telah kembali ke
China pada 1997 dan Macao pada 1999. China bersikeras bahwa isu Taiwan
merupakan masalah internal China dan menentang segala aksi atas dua China atau
satu China, satu Taiwan atau segala bentuk pembicaraan atas kemerdekaan
Taiwan.
Mengingat Taiwan merupakan wilayah dari China, membuat China dan
AS sering bersitegang perihal tindakan AS yang turut membantu memodernisasi
perangkat tempur Angkatan Udara Taiwan. AS menyepakati paket modernisasi
skuadron jet tempur F-16 milik Taiwan dengan nilai kontrak mencapai 5,85 miliar
dolar AS.66
Akibat kebijakan luar negeri AS ini membuat China marah karena
bagi Beijing, Taiwan bukanlah negara merdeka, melainkan sekedar salah satu
kepulauan miliknya.
64
China and Japan discuss disputed island chain. on line. http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-
china-18082168 . diakses pada tanggal 16 April 2012. 65
Japan defence review warns of China‟s military might. on line.
http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-pacific-12015362 diakses pada 29 Desember 2011. 66
AS-China gelar perundingan militer. http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/77925
diakses pada 29 Desember 2011
73
Pemerintah China juga turut membantu negara tetangganya yang memiliki
ideologi sama dengannyaa, yaitu Korea Utara. Di tengah kecaman dunia
internasional atas Korea Utara terkait percobaan roket dan uji coba senjata nuklir,
China malah mendukung penuh aktifitas militer Korea Utara tersebut.67
Bahkan
China juga selalu melakukan veto untuk setiap resolusi yang dikeluarkan oleh
PBB yang tertuju pada Korea Utara.
Dalam aktifitas militernya pun, China kini mampu menjadi negara
pemasok peralatan perang. Hal ini dapat dilihat dimana pemerintah China dan
Indonesia lebih meningkatkan hubungan dan kerjasama di bidang militer,
khususnya di bidang industri dan pertahanan. Selama ini kerjasama yang sudah
dilaksanakan Indonesia adalah membeli beberapa peralatan perang dari China,
sedangkan ke depannya hubungan akan lebih erat dimana tidak hanya membeli
dan menjual saja, tetapi lebih ditingkatkan pada kerjasama di bidang produksi,
riset, dan lain-lain yang saling menguntungkan.68
Ini disadari karena lebih
murahnya harga peralatan perang serta lebih lama pembayaran yang bisa
dilakukan oleh Indonesia ke China ketimbang melakukan pembelian dengan
negara lain.
Pada tahun 2010, China mengadakan pelatihan kelautan bersama dengan
Thailand, Singapura serta beberapa negara tetangga. Fokus pelatihan militer
tersebut pada tugas-tugas seperti kejahatan-kejahatan transnasional, seperti
67
Diplomat China dukung Korea Utara. http://www.indochinatown.com/?link=news&value=1002
diakses pada 26 April 2012. 68
Biro Humas Setjen Dephan RI. RRC dan RI Sepakat Tingkatkan Kerjasama di Bidang Industri.
http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=4788 . diakses pada tanggal
29 Desember 2011.
74
terorisme, menghadapi bajak laut, penyelundupan narkoba, perdagangan illegal,
dan lain-lain.69
Disini dapat kita lihat, kemapanan dalam segi militer mampu
membuat China mengajak negara-negara sekitarnya untuk bersama-sama menjaga
keamanan di sekitar kawasan dengan power yang dimilikinya.
Analisa kebijakan luar negeri China bahwa China menganut Maxi/Mini
real politik dalam merespon berbagai isu global dan isu regional, politik luar
negeri China juga memperlihatkan konsistensi dalam tujuan umumnya. Tujuan
utama yang digariskan sebagai panduan dari kebijakan luar negeri China dan tetap
tidak berubah adalah perlindungan bagi kedaulatan China, keamanan China,
integritas teritorial, pembangunan ekonomi dan image internasional.70
Melihat hal
ini jelas membuat bentuk pengaruh militer China di kawasan Asia Pasifik
meningkat mengingat munculnya China sebagai kekuatan baru global.
B. Bentuk Strategi Militer Amerika Serikat dalam Membendung
Pengaruh RRC di Asia Pasifik
Fenomena hubungan internasional dewasa ini tidak bisa terlepas begitu
saja dari fenomena tentang negara dan kepentingannya, dimana mengejar
kepentingan-kepentingan kekuasaan. Kepentingan keamanan merupakan salah
satu kepentingan utama suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya
yang nantinya dijabarkan dalam kebijakan luar negeri yang didefinisikan secara
sepihak oleh negara. Ini disadari karena negara tidak bisa menggantungkan
69
http://english.gov.cn/official/2011-03/31/content_1835499_6.htm 70
Ani Soetjipto. “Kebijakan Luar Negeri China: Respon China terhadap Berbagai Tantangan
Global”. Jurnal Politika. Vol. 2. No. 1. h. 100.
75
kepentingan keamanannya pada negara lain, dan atas dasar inilah Amerika Serikat
(AS) membentengi dirinya dari ancaman pihak-pihak luar.
Struktur sistem internasional yang bersifat anarki melahirkan dilemma
keamanan dimana memaksa negara untuk melakukan dua pilihan kebijakan, entah
itu meningkatkan kekuatan militernya, baik dari segi modernisasi atau dalam
bentuk aliansi pertahanan dengan negara lain. Inilah yang dilakukan AS untuk
memarjinalkan atau membendung pengaruh China di kawasan Asia Pasifik.
Adapun pendekatan tradisional dengan fokus pada aspek-aspek geopolitik, seperti
strategi pembendungan atau penangkalan, keseimbangan kekuatan, dan juga
strategi militer.
AS dalam pertahanannya pun melakukan pembaharuan-pembaharuan
dalam strategi militernya. Untuk menghadapi Korea Selatan, AS menggunakan
hedging strategy71
dan menghadapi Jepang, AS menggunakan bandwagoning
strategy.72
Akan tetapi ketika AS harus berhadapan dengan China, AS
71
Hedging strategy mulanya merupakan istila yang dipakai dalam ekonomi, yang berkaitan
dengan perlindungan dari resiko mata uang, yang mana pertahanan dana dari perubahan nilai mata
uang, berupa penetapan nilai mata uang aktual dengan maksud untuk menutup transaksi. Akan
tetapi, seiring perkembangannya, kini Hedging dapat digunakan dalam bidang militer. Amerika
Serikat menggunakan istila “pivot but hedge” ini ke Korea Selatan guna melindungi nilai mata
uangnya walaupun terjadi pemotongan terhadap anggaran militernya, akan tetapi untuk tetap
mempertahankan posisinya, Korea Selatan yang notabennya negara sekutu AS tetap menginginkan
AS untuk tetap berada di kawasan Asia Pasifik dengan membuka pangkalan militer di Korea
Selatan dengan catatan, anggaran militer tersebut ditanggung oleh Korea Selatan.
72 Bandwagoning strategy merupakan istilah yang pertama kali dikemukakan oleh Quincy Wright
dalam bukunya yang berjudul A Study of War (1942) dan dipopulerkan oleh Kenneth Waltz dalam
bukunya yang berjudul Theory of International Politics (1979). Dalam salah satu teori hubungan
internasional, yaitu realis, bandwagoning mengacu pada tindakan negara lebih lemah bergabung
dengan kekuatan kuat atau koalisi dalam keseimbangan politik kekuasaan. Bandwagoning terjadi
ketika negara lemah memutuskan bahwa biaya menentang kekuatan kuat melebihi manfaat.
Kekuatan yang lebih kuat mungkin menawarkan insentif, seperti kemungkinan keuntungan
teritorial, perjanjian perdagangan, atau perlindungan untuk mendorong negara-negara lemah untuk
76
menggunakan kedua strategi ini, bandwagoning strategy mengikuti hedging
strategy. 73
Penguatan kemampuan militer China tentu membuat khawatir dan menjadi
ancaman bagi negara-negara yang notabennya pernah memiliki sejarah atau
potensi konflik dengan China. Peningkatan kekuatan militer China inilah yang
selalu mendapatkan sorotan dari AS karena AS menyadari kebangkitan China
merupakan ancaman bagi keberadaan AS di Asia Pasifik. Peningkatan kekuatan
militer China yang disertai dengan pertumbuhan ekonominya yang mencapai dua
digit selama kurun waktu dua dekade, dianggap AS akan menimbulkan
ketidakstabilan di kawasan, khususnya Asia pasifik. Hal ini dikarenakan AS
memiliki kepentingan di kawasan ini.
AS kini mulai memfokuskan kembali kebijakan luar negerinya di Asia
Pasifik karena tidak ingin lagi mengambil kebijakan-kebijakan reaktif saja kepada
China, tidak ada yang jelas, dan bukan kebijakan jangka panjang karena saat itu
konsentrasinya AS terletak pada timur tengah, eropa (perluasan NATO), dan tidak
siap dengan strategi di Asia Pasifik.74
AS tidak ingin pengaruhnya di Asia Pasifik
ini berkurang, itu sebabnya ia harus tetap mempertahankan kepentingan
nasionalnya di kawasan strategis ini. Hal ini membuat AS harus membuat bergabung dengannya. Inilah yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap Jepang, dimana
AS membangun pangkalan militer di Jepang dengan menggunakan anggaran dari Jepang guna
melindungi Jepang dari serangan negara-negara tetangganya dan yang tak terduga-duga. Hal ini
dilakukan oleh Jepang karena disadari Jepang lemah dalam bidang militer itu sebabnya dibutuhkan
kehadiran AS guna melindungi Jepang, sehingga Jepang dapat fokus dalam mengurusi
ekonominya.
73 Wawancara dengan Pakar Militer LIPI. Muh. Riefqi Muna, PhD., M. DefStud. Jakarta. 21 Maret
2012. 74
Wawancara dengan Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Asia
Pasifik dan Afrika, BPPK Kementerian Luar Negeri RI. Dr. Siswo Pramono, SH, LLM. Jakarta. 27
Maret 2012.
77
kebijakan luar negeri yang lebih fokus ke Asia Pasifik. Salah satunya adalah
membuat strategi militer guna membendung pengaruh RRC yang semakin
meningkat di kawasan ini.
Dalam pertahanannya, AS membentuk suatu badan untuk setiap kawasan
di dunia yang juga masih dalam naungan departemen pertahanan AS. Salah
satunya adalah U.S. Pacific Command (USPACOM) yang merupakan badan yang
bersama-sama dengan badan-badan pemerintah AS lainnya untuk melindungi dan
membela AS. Selain itu badan ini bertujuan untuk memajukan keamanan regional,
khususnya Asia Pasifik dan mencegah agresi serta siap menanggapi spektrum
penuh kontinjensi militer.(lihat pada lampiran hal.89)
AS juga mendukung terhadap perkembangan berbagai hubungan
multilateralisme untuk dialog keamanan. Hal ini merupakan langkah baru bagi AS
sebab pada awal 1990 AS masih menolak multilateralisme terutama untuk
kawasan Asia Pasifik. Bagi AS, yang lebih menggunakan pendekatan realis dalam
kebijakan luar negerinya, penggunaan forum multilateral dapat dijadikan tempat
untuk melakukan bargaining power yang menguntungkan. Selain itu, melalui
pendekatan ini AS dapat mengembangkan konsep pax-Consortium di dalam
kebijakan keamanannya.
Strategi militer merupakan cara AS untuk membendung pengaruh China
yang semakin meluas. AS menggunakan aliansi-aliansi militernya di kawasan
Asia Pasifik untuk bersama-sama meng-counter kebangkitan China untuk
menjaga kestabilan kawasan Asia Pasifik. Ini dilakukan AS guna melindungi
78
kepentingan-kepentingan ekonomi AS. Seperti adagium dalam percaturan politik
dunia, dimana ada kepentingan ekonomi, maka disana akan ada kehadiran militer.
Kepentingan AS di kawasan Asia Pasifik dapat dilihat dari tiga sub-
wilayah, yaitu Asia Timur, Asia Tenggara dan Australia bersama Pasifik Selatan.
Kepentingan-kepentingan AS ini membuat berbagai konflik dengan China dimana
AS turut campur dalam masalah keamanan di Semenanjung Korea, komitmen AS
dengan Taiwan dalam Taiwan Relations Act (TRA)75
, dan sengketa wilayah di
Laut China Selatan. Bahkan penempatan pasukan marinir AS di Australia
membuat hubungan AS-China semakin merenggang.
Kebijakan luar negeri China, dimana kepentingan strategisnya sebagai
core interest di Laut China Selatan, China melalui Luo Yoan, Sekretaris Jenderal
Deputi Hubungan Luar Negeri menyatakan bahwa hal ini harus dipersepsikan
oleh pengguna jalur laut China Selatan sebagai hak China untuk declare its
sovereignity. Dalam memformulasikan kepentingan nasionalnya ini, China harus
mengeluarkan kebijakan terkait dengan Laut China Selatan, diantaranya adalah
75
Dalam TRA memuat ketentuan sebagai berikut: 1). AS akan membantu memelihara keamanan,
perdamaian, dan stabilitas di wilayah Pasifik Barat, 2). Menggalakkan kebijaksanaan luar negeri
AS untuk meneruskan hubungan perdagangan, kebudayaan, dan hubungan lainnya yang lebih
bersahabat antara rakyat AS dan rakyat Taiwan, demikian pula dengan daratan China dan seluruh
rakyat di wilayah Pasifik Barat, 3). Keamanan dan stabilitas baik politik maupun ekonomi di
wilayah itu menjadi kepentingan AS dan merupakan masalah yang menjadi perhatian
internasional, 4). Dimantpkannya hubungan diplomatik AS-RRC, dengan suatu harapan agar
penentuan masa depan Taiwan diselesaikan secaradamai, 5). Mempertimbangkan bahwa usaha
menentukan masa depan Taiwan tidak secara damai (embargo dan boikot) akan mengancam
perdamaian dan keamanan Pasifik Barat dan menjadi perhatian bagi kepentingan AS, 6).
Melengkapi Taiwan dengan senjata-senjata defensif. Dikutip dari R. Siti Zuhro, Politik Reunifikasi
Beijing Terhadap Taipei”, Jurnal Ilmu Politik IV, Jakarta: PT. Gramedia, 1989, h. 82 dalam buku
Ikrar Nusa Bhakti & Awani Irewati. 1998. Kebijakan Keamanan AS Tahun 1990-an: Implikasinya
Terhadap Politik Keamanan di Asia Pasifik. Jakarta: LIPI. h. 51.
79
kebijakan administratif sebagai regulasi yang mengatur kedaulatan di Laut China
Selatan, kebijakan hukum dimana China beranggapan harus ada definisi hukum
mengenai batas teritorial kedaulatannya. Dengan menambahkan Laut China
Selatan sebagai core interest, China telah menunjukkan keinginannya untuk
mengamankan kepentingan maritimnya di perairan strategis yang menghubungkan
Asia Timur Laut dan Samudera India sekaligus sebagai sumber pertentangan
antara China dengan negara lain kawasan.
Menanggapi hal tersebut, AS melalui Clinton menyatakan bahwa Laut
Cina Selatan merupakan national interest AS dalam konteks bahwa AS tidak
mentolerir bentuk monopoli yang mungkin dilakukan China dan mendukung
adanya Freedom of Passage in High Seas maupun Freedom of Navigation. Hal ini
tentunya terkait dengan kepentingan AS di Laut Cina Selatan, oleh karena itu AS
merasa keamanan di Laut Cina Selatan harus tetap dijaga kestabilannya untuk
tetap menjaga kesinambungan kepentingan AS di Laut Cina Selatan.
Dilihat dari keterlibatannya, AS memiliki dua kepentingan di Laut China
Selatan, yang pertama adalah kepentingan strategis dan yang kedua adalah
kepentingan ekonomi. Kepentingan strategis dipersepsikan sebagai kepentingan
AS untuk memposisikan diri menghadapi ancaman di Asia Pasifik. Jalur ini
merupakan rute terpendek yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik yang akan memudahkan transportasi kapal-kapal AS. Kepentingan
ekonomi dipersepsikan kepada posisi geografis Laut China Selatan yang
menghubungkan Samudera Hindia yang dinilai memiliki nilai ekonomis yang
tinggi.
80
Adanya dominasi China di Laut China Selatan membuat AS menjadi
khawatir karena tidak adanya kebebasan navigasi yang tentunya akan
melumpuhkan sektor transportasi kelautan di Asia Tenggara. Selain itu yang
menjadi kekhawatiran, kapal-kapal yang melewati Laut China Selatan harus
meminta izin dari China terlebih dahulu, yang mana akan membatasi jalur laut
internasional yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kepentingan AS di
Laut China Selatan. Keprihatinan atas kebebasan navigasi dan keamananan serta
keselamatan SLOCs (Sea Lines of Communication) berkembang karena hubungan
jangka panjang strategis AS dengan negara-negara Asia Tenggara dan
meningkatnya volume perdagangan maritimnya melalui daerah ini. Laksamana
Robert F. Willard, Komandan USPACOM, menjelaskann bahwa nilai jalur
kawasan Laut China Selatan untuk perdagangan bilateral tahunan bernilau USD
5,3 triliun, dimana USD 1,2 triliun terkait dengan AS. 76
Mengingat Laut Cina Selatan rentan akan potensi konflik atas klaim
wilayah antara China dengan negara-negara di gugus Laut Cina Selatan yang
notabennya adalah negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan melihat
peningkatan kapabilitas militer China yang signifikan terutama angkatan lautnya,
juga mengamati hadirnya AS dan aliansi militernya di Asia Pasifik. Doktrin
pertahanan AS adalah pertahanan global, mencegat dan memusnahkan musuh
sejak jauh sebelum menyentuh tanah airnya. Itulah yang membuat AS menjalin
aliansi dengan banyak negara dan membangun pangkalan militer di beberapa
76
Prayitno Ramelan. Perseteruan AS dan China di Laut China Selatan.
http://ramalanintelijen.net/?p=4336 diakses pada 29 Desember 2011.
81
negara di dunia, khususnya di Asia Pasifik, seperti Jepang, Korea Selatan,
Thailand, Filiphina, Singapura, dan juga Australia.
AS juga rutin melakukan latihan militer bersama dengan negara-negara di
Asia Pasifik, salah satunya adlaah Vietnam. Angkatan Laut AS dan Vietnam
melakukan latihan bersama di Laut China Selatan. Latihan ini digelar beberapa
pekan setelah Vietnam dan China terlibat sengketa wilayah di perairan tersebut.
Ini merupakan kerjasama dalam perbaikan hubungan diplomatik antara AS dan
Vietnam yang sebelumnya pernah terlibat perang dan baru memulihkan hubungan
diplomatik pada tahun 1995. 77
Latihan militer juga dilakukan AS dengan Filiphina. AS mengerahkan
kapal canggih dalam latihan militer di Laut China Selatan. Filiphina dan AS
memulai latihan angkatan laut bersama di tengah ketegangan dengan China
mengenai sengketa wilayah di Laut China Selatan. Beberapa kapal perusak
bersenjata rudal milik AS dikerahkan dalam latihan selama 11 hari di perairan
barat daya Filiphina.78
Selain itu AS dan Filiphina melakukan perjanjian
pertahanan dimana ini merupakan jaminan tambahan bagi Filiphina mengenai
dukungan yang diberikan AS jika China tetap menekankan klaim kepemilikannya
atas wilayah yang dipersengketakan.
77
AS dan Vietnam gelar latihan militer.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/07/110715_usvietnam.shtml diakses pada 29
Desember 2011. 78
AS-Filiphina gelar latihan militer.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/06/110628_usfilipinas.shtml diakses pada 29
Desember 2011.
82
Dalam kunjungan ke Asia Pasifik tahun lalu tepatnya November 2011,
Presiden Barack Obama menekankan bahwa kekuatan AS akan terus berada di
kawasan tersebut, serta mengumumkan kesepakatan penempatan pasukan marinir,
kapal perang, dan pesawat tempur AS di pangkalan militer Australia di Darwin.
Perjanjian jangka panjang penempatan kekuatan militer di Darwin dengan
Australia ini merupakan gelar kekuatan di kawasan Asia Pasifik yang pertama
kalinya sejak berakhirnya perang Vietnam. Keputusan AS ini berkaitan dengan
pertumbuhan kekuatan militer China yang makin besar beberapa tahun
belakangan. Pertumbuhan militer dan sikap China yang makin agresif dalam
beberapa perselisihan teritorial dengan tetangga-tetangganya membuat negara-
negara, seperti Jepang dan Korea Selatan meminta jaminan AS untuk tetap
menjadi penyeimbang kekuatan di kawasan ini.
AS akan mulai menempatkan 250 orang marinirnya di Darwin dan
jumlahnya akan terus ditingkatkan hingga 2.500 orang. AS tidak akan
membangun pangkalan-pangkalan baru di benua itu, tetapi akan menggunakan
fasilitas pasukan Australia. Kebijakan ini pun akhirnya tereralisasi dimana pada
bulan April 2012 sekitar 200 marinir AS telah tiba di Darwin, Australia.79
Pemotongan anggaran pertahanannya sebesar USD 400 miliar dalam
sepuluh tahun terakhir, tidak akan membuat AS mengorbankan kawasan Asia
Pasifik. Akan tetapi ini tidak mengurangi keinginan AS untuk tetap memfokuskan
dirinya di Asia Pasifik. Seperti pernyataan Presiden Barack Obama saat
79
First Marines in Australia as US ramps up Asia Pacific focus. Jakarta Post. April 5, 2012. h. 11.
83
kunjungannya ke Australia, “The United States is a Pacific power, and we are
here to stay”.80
Dalam United States Pacific Command Strategic Guidance, salah satu
fokus area AS di kawasan Asia Pasifik adalah China, dimana AS akan memantau
program modernisasi militer China dan karena itu mempersiapkannya, serta
secara khusus akan berkonsentrasi pada fokus AS tersebut, yaitu China.
Tujuannya adalah untuk melindungi dan membela wilayah dan kepentingan AS
dan mengembangkan keamanan regional, mencegah agresi serta siap untuk
menanggapi spektrum penuh dari militer yang tak terduga-duga. (lampiran h.94)
AS juga memperkuat dan meningkatkan aliansi dan kemitraan.
Memperkuat dan meningkatkan aliansi yang ada dan memanfaatkan mereka untuk
membentuk hubungan multilateral dan kehadiran yang lebih efektif.
Meningkatkan aliansi dan kemitraan untuk membangun kapasitas selama
spektrum penuh kegiatan militer. Bahkan meningkatkan profesionalisme militer
dan meningkatkan interoperabilitas antara sekutu dan mitra untuk membangun
kepercayaan dan meningkatkan efektivitas multilateral.
80
Barack Obama says Asia-Pacific is „top US priority‟ . http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-
15715446 diakses pada 29 Desember 2011.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan China‟s National Defense yang dikeluarkan oleh pemerintah
Republik Rakyat China (RRC) pada tahun 2010 yang merupakan Buku
Putih pertahanannya, memaparkan bahwa kebijakan nasional China di
bidang pertahanan adalah defensive in nature. China kemudian
menempatkan perlindungan terhadap kedaulatan nasional, keamanan,
integritas teritorial, dan pengamanan terhadap kepentingan pembangunan
nasional dan kepentingan rakyatnya diatas segala hal. Hal ini membuat
China semakin meningkatkan pertahanannya di bidang militer, dimana
dapat dilihat semakin bertambahnya anggaran militer China tiap tahunnya
karena disadari untuk melindungi keamanan dan pertahanan negaranya
dibutuhkan anggaran yang besar, sehingga China pun memodernisasi
persenjataan dan angkatan militernya, dimana kebijakan ini meningkatkan
power China di tingkat global, khususnya kawasan regional, yaitu Asia
Pasifik. Meningkatnya power China di Asia Pasifik membuat China
menjadi salah satu negara yang berpengaruh di kawasan ini, dapat dilihat
China melakukan aktifitas-aktifitas militer, seperti membangun hubungan
kerjasama pertahanan dengan negara-negara di Asia Pasifik, baik itu
berupa patroli dan latihan militer bersama, penjualan persenjataan, serta
85
memperbaharui strategi-strategi militer tiap tahunnya yang mana dari
green water navy menjadi blue water navy.
2. Kemajuan RRC yang pesat, khususnya di bidang militer menjadikan China
tampil sebagai kekuatan regional yang mana menimbulkan kekhawatiran
diantara negara-negara di kawasan Asia Pasifik karena memiliki kedekatan
geografis yang mana peningkatan kekuatan militer suatu negara akan
berdampak terhadap negara lain dan menyebabkan security dilemma.
Secara tidak langsung kebangkitan China ini pun menjadikan China
sebagai ancaman yang mana ditakuti akan mengarah pada arms race
sebagai bentuk preventif demi menjaga kestabilan keamanan. Hal ini
membuat Amerika Serikat (AS) yang merupakan aktor lama di kawasan
ini kembali memfokuskan kebijakan luar negerinya demi menjaga power
serta kestabilan kawasan mengingat AS memiliki aliansi pertahanan yang
merupakan sekutunya, seperti: Jepang, Korea Selatan, Thailand,
Singapura, Filiphina, dan Australia. Di dalam Buku Putihnya yang
merupakan dasar pertahanannya, dijelaskan bahwa AS akan terus
memantau program modernisasi militer China bahkan mempersiapkan
kemungkinan terburuk untuk memastikan bahwa kepentingan AS dan
sekutunya tidak terkena dampak negatif atas kebangkitan China. Inilah
yang membuat AS melakukan pembaharuan terhadap kebijakan luar
negerinya khususnya di bidang militer guna membendung pengaruh China
bahkan memarginalkan China di kawasan Asia Pasifik, dimana AS baru-
baru ini membuka pangkalan militer di Fort Roberson, Darwin, Australia,
86
serta menjalin kerjasama pertahanan keamanan yang lebih intensif dengan
Singapura dan Filiphina setelah sebelumnya memiliki pangkalan militer di
Jepang dan Korea Selatan.
B. Saran
1. Sebaiknya, AS dan China yang notabennya merupakan negara besar dan
sama-sama memiliki hak veto serta adanya kepemilikan nuklir
membuatnya harus lebih intensif melakukan hubungan baik dari segi
politik, ekonomi, bahkan pertahanan dan keamanan. Ini tidak lain
dilakukan untuk mengurangi konflik yang ada diantara kedua negara ini
mengingat sejarahnya selalu mengalami konflik-konflik, seperti konflik
Taiwan, Korean peninsula, Laut Cina Selatan, bahkan kebijakan yang
baru-baru saja dilakukan oleh AS dengan menempatkan pasukan
marinirnya di Australia yang jelas membuat China geram.
2. Perlombaan kekuataan militer antara China dan AS, jelas membuat
ancaman terhadap negara-negara yang berada di Asia Pasifik. Di satu sisi
kebangkitan China akan menguntungkan bagi negara-negara yang berada
di kawasan Asia Pasifik karena sebagai penetralisir kekuatan AS di
kawasan ini, tetapi di satu sisi kebangkitan ini juga berdampak negatif
karena semakin asertifnya China yang ditakuti manakala mengambil
kebijakan tiba-tiba, seperti pencaplokkan wilayah. Itu sebabnya, sebaiknya
negara-negara yang berada di kawasan ini tidak menggantungkan
keamanannya kepada kedua negara ini.
87
3. Apabila Amerika Serikat dapat mengakomodasi kebangkitan China dan
juga aktif menjalin kerjasama dengan China, maka diharapkan China akan
tampil sebagai kekuatan regional dan global yang bertanggungjawab. Hal
ini akan mendorong terwujudnya tatanan ekonomi, politik, dan keamanan
regional yang benar-benar multipolar yang mana diharapkan dapat
mencegah dominsai satu atau dua kekuatan besar atas kawasan Asia
Pasifik.