13
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 D - 1 KARAKTERISTIK HASIL KONDISIONING LIMBAH RADIOAKTIF UNTUK KESELAMATAN PENYIMPANAN CHARACTERISTICS OF CONDISIONED RADIOACTIVE WASTE FOR DISPOSAL SAFETY Aisyah Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, Badan Tenaga Nuklir Nasional e-mail: [email protected] Abstrak. Pengelolaan limbah radioaktif dilakukan untuk mencegah terlepasnya radionuklida ke lingkungan dan mencegah potensi dampak radiologi terhadap manusia. Oleh karena itu dilakukan kondisioning yaitu dengan mengungkung radionuklida yang terkandung dalam limbah radioaktif dengan bahan matriks tertentu seperti semen, gelas atau polimer. Untuk menjamin keselamatan penyimpanan, hasil kondisioning limbah radioaktif harus mempunyai karakteristik yang memenuhi persyaratan ketahanan kimia, fisika dan mekanik. Penyimpanan dekat permukaan dilakukan untuk menyimpan hasil kondisioning limbah aktivitas rendah, sedangkan penyimpanan pada formasi geologi dilakukan untuk menyimpan hasil kondisioning limbah aktivitas tinggi. Makalah ini membahas karakteristik hasil kondisioning limbah radioaktif yang dilakukan di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif yang dikaitkan dengan keselamatan penyimpanan. Karakteristik hasil kondisioning limbah radioaktif yang diukur adalah ketahanan kimia, fisika dan mekanik yang masing-masing dinyatakan dengan mengukur laju pelindihan, densitas dan kuat tekan. Karakteristik hasil kondisioning limbah konsentrat menunjukkan laju lindih 1,2 x 10 -3 1,3 x 10 -2 g/cm 2 hari; densitas 2,38 2,42 g/cm 3 ; dan kuat tekan 2,90 3,03 kN/cm 2 . Sedangkan karakteristik hasil kondisioning limbah resin menunjukkan laju lindih 4,0 x 10 -3 1,0 x 10 -2 g/cm 2 hari; densitas 1,70 1,72 g/cm 3 ; dan kuat tekan 2,85 3,01 kN/cm 2 . Terdapat kesesuaian karakteristik hasil kondisioning limbah radioaktif yang dilakukan dengan persyaratan penyimpanan yang ditentukan, sehingga keselamatan manusia dan lingkungan dapat terjaga baik bagi generasi saat ini maupun generasi mendatang. Kata kunci: Kondisioning, limbah radioaktif, penyimpanan Abstract. The radioactive waste management is aimed to prevent the release of radionuclide to the environment and to prevent potential effect of radiology to human safety. Therefore, a conditioning had been done by entrapping radionuclide contained in the radioactive waste by using selected matrix of material such as cement, glass or polymers. To ensure the disposal safety, the conditioned waste should meet the required characteristics of chemical, physical and mechanical durability. Near surface disposal was used to dispose the conditioned waste with a low level of radioactive, while geological formation disposal was used for a high level one. This paper discusses the characteristics of post conditioning radioactive waste, which had been processed in the Radioactive Waste Technology Center, with regard to the disposal safety. Characteristics of the conditioned radioactive waste being measured were the chemical, physical and mechanical durability which had been determined by measuring leaching rate, density and compressive strength of the conditioned radioactive waste respectively. Characteristics of the concentrate conditioned waste showed the leaching rate of 1.2 x 10 -3 1.3 x 10 -2 g/cm 2 day; density of 2.38 2.42 g/cm 3 ; and compressive strength of 2.90 3.03 kN/cm 2 . Meanwhile, the characteristics of conditioned resin waste showed the leaching rate of 4,0 x 10 -3 1,0 x 10 -2 g/cm 2 day; density of 1,70 1,72 g/cm 3 ; and compressive strength of 2,85 3,01 kN/cm 2 . The characteristics of the conditioned radioactive waste suit the disposal requirements properly, so the environment and human safety will be maintained for both current and future generations. Keywords: conditioning, radioactive waste, disposal POSTER

1-13, Poster-Aisyah

Embed Size (px)

Citation preview

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 1

KARAKTERISTIK HASIL KONDISIONING LIMBAH RADIOAKTIF UNTUK KESELAMATAN PENYIMPANAN

CHARACTERISTICS OF CONDISIONED RADIOACTIVE WASTE

FOR DISPOSAL SAFETY

Aisyah Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, Badan Tenaga Nuklir Nasional

e-mail: [email protected]

Abstrak. Pengelolaan limbah radioaktif dilakukan untuk mencegah terlepasnya radionuklida ke lingkungan dan mencegah potensi dampak radiologi terhadap manusia. Oleh karena itu dilakukan kondisioning yaitu dengan mengungkung radionuklida yang terkandung dalam limbah radioaktif dengan bahan matriks tertentu seperti semen, gelas atau polimer. Untuk menjamin keselamatan penyimpanan, hasil kondisioning limbah radioaktif harus mempunyai karakteristik yang memenuhi persyaratan ketahanan kimia, fisika dan mekanik. Penyimpanan dekat permukaan dilakukan untuk menyimpan hasil kondisioning limbah aktivitas rendah, sedangkan penyimpanan pada formasi geologi dilakukan untuk menyimpan hasil kondisioning limbah aktivitas tinggi. Makalah ini membahas karakteristik hasil kondisioning limbah radioaktif yang dilakukan di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif yang dikaitkan dengan keselamatan penyimpanan. Karakteristik hasil kondisioning limbah radioaktif yang diukur adalah ketahanan kimia, fisika dan mekanik yang masing-masing dinyatakan dengan mengukur laju pelindihan, densitas dan kuat tekan. Karakteristik hasil kondisioning limbah konsentrat menunjukkan laju lindih 1,2 x 10-3 1,3 x 10-2 g/cm2hari; densitas 2,38 2,42 g/cm3; dan kuat tekan 2,90 3,03 kN/cm2. Sedangkan karakteristik hasil kondisioning limbah resin menunjukkan laju lindih 4,0 x 10-3 1,0 x 10-2 g/cm2hari; densitas 1,70 1,72 g/cm3; dan kuat tekan 2,85 3,01 kN/cm2. Terdapat kesesuaian karakteristik hasil kondisioning limbah radioaktif yang dilakukan dengan persyaratan penyimpanan yang ditentukan, sehingga keselamatan manusia dan lingkungan dapat terjaga baik bagi generasi saat ini maupun generasi mendatang. Kata kunci: Kondisioning, limbah radioaktif, penyimpanan

Abstract. The radioactive waste management is aimed to prevent the release of radionuclide to the environment and to prevent potential effect of radiology to human safety. Therefore, a conditioning had been done by entrapping radionuclide contained in the radioactive waste by using selected matrix of material such as cement, glass or polymers. To ensure the disposal safety, the conditioned waste should meet the required characteristics of chemical, physical and mechanical durability. Near surface disposal was used to dispose the conditioned waste with a low level of radioactive, while geological formation disposal was used for a high level one. This paper discusses the characteristics of post conditioning radioactive waste, which had been processed in the Radioactive Waste Technology Center, with regard to the disposal safety. Characteristics of the conditioned radioactive waste being measured were the chemical, physical and mechanical durability which had been determined by measuring leaching rate, density and compressive strength of the conditioned radioactive waste respectively. Characteristics of the concentrate conditioned waste showed the leaching rate of 1.2 x 10-3 1.3 x 10-2 g/cm2day; density of 2.38 2.42 g/cm3; and compressive strength of 2.90 3.03 kN/cm2. Meanwhile, the characteristics of conditioned resin waste showed the leaching rate of 4,0 x 10-3 1,0 x 10-2 g/cm2day; density of 1,70 1,72 g/cm3; and compressive strength of 2,85 3,01 kN/cm2. The characteristics of the conditioned radioactive waste suit the disposal requirements properly, so the environment and human safety will be maintained for both current and future generations. Keywords: conditioning, radioactive waste, disposal

POSTER

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 2

PENDAHULUAN Saat ini pemanfaatan teknologi nuklir

dalam berbagai bidang telah berkembang dengan pesat. Teknologi nuklir telah diaplikasikan secara luas dalam berbagai bidang, seperti bidang kesehatan, pertanian, industri dan bahkan Indonesia telah merencanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) guna memenuhi kebutuhan listrik yang semakin meningkat. Sejalan dengan hal itu tentunya akan ditimbulkan limbah radioaktif yang harus dikelola dengan benar agar selamat bagi masyarakat dan lingkungan. Undang-Undang No.10 Tahun 1997 tentang ketenaganukliran pada pasal 22 menyebutkan bahwa pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan untuk mencegah timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup [BATAN, 2012].

Pengelolaan limbah radioaktif merupakan kegiatan yang dimulai dari pengumpulan, pemilahan, pengolahan, penyimpanan sementara dan penyimpanan lestari limbah radioaktif. Sedangkan pengolahan meliputi reduksi volume, kondisioning termasuk pewadahan limbah radioaktif. Reduksi volume dimaksudkan untuk meminimalkan jumlah limbah, sehingga memudahkan penanganan berikutnya [Anonymous,2010; IAEA, 2009]. Reduksi volume bisa dilakukan melalui beberapa proses seperti evaporasi, pertukaran ion, membran, dan pengolahan kimia. Tergantung pada jenis prosesnya, hasil reduksi volume berupa konsentrat limbah yang mengandung radionuklida. Sedangkan kondisioning limbah radioaktif merupakan kegiatan pengkondisian limbah radiaoktif dalam wadah tertentu sedemikian rupa sehingga radionuklida terkungkung cukup kuat dalam wadah limbah sehingga radionuklida tidak mudah lepas ke lingkungan. Imobilisasi limbah radioaktif dengan bahan matriks tertentu sehingga terbentuk monolith yang stabil merupakan bagian dari proses kondisioning limbah radioaktif. Banyak jenis bahan matriks yang dapat digunakan sebagai bahan untuk imobilisasi limbah radioaktif. Pemilihan bahan matriks sebagai bahan imobilisasi tergantung pada karakteristik limbahnya. Limbah aktivitas

rendah dan sedang pada umumnya diimobilisasi menggunakan semen, sedangkan limbah aktivitas tinggi menggunakan gelas, keramik ataupun synrock. Polimer biasanya digunakan sebagai bahan matriks untuk imobilisasi limbah transuranium [World Nuclear Association, 2010; IAEA,1993]. Limbah hasil kondisioning termasuk hasil imobilisasi ditempatkan dalam wadah untuk dilakukan penyimpanan sementara dan dilanjutkan dengan disposal (penyimpanan lestari).

Pada penyimpanan sementara, limbah hasil kondisioning disimpan dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 30 tahun untuk selanjutnya dilakukan disposal baik pada permukaan tanah maupun pada formasi geologi. Oleh karena itu limbah hasil kondisioning harus memiliki karakteristik tertentu agar limbah cukup aman terkungkung dalam wadah dalam waktu yang cukup lama.

Terdapat beberapa karakteristik hasil kondisioning limbah radioaktif yang penting yaitu ketahanan kimia, fisika dan mekanik baik untuk limbah aktivitas rendah dan sedang maupun untuk limbah aktivitas tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena berkaitan dengan tujuan pengelolaan limbah radioaktif, yaitu ketahanannya dalam mengungkung radionuklida agar tidak mudah menyebar ke lingkungan. Karakteristik ketahanan kimia hasil kondisioning limbah aktivitas rendah dan sedang ditentukan dengan mengukur laju pelindihannya, ketahanan fisika ditentukan dengan mengukur densitasnya, dan ketahanan mekanik ditentukan dengan mengukur kuat tekannya. Sedangkan untuk hasil kondisioning limbah aktivitas tinggi, disamping karakteristik tersebut masih banyak karakteristik lain yang harus diperhatikan yang berkaitan dengan proses imobilisasi, transportasi, disain peralatan dan penyimpannya, yaitu titik peleburan, viskositas, hantaran listrik, hantaran panas, ketahanan panas dan ketahanan radiasinya [IAEA,2007; Herlan M.,2005]. Untuk menjamin keselamatan manusia dan lingkungan bagi generasi saat ini maupun generasi mendatang, maka limbah hasil kondisioning harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Ketidaksesuaian karakteristik hasil kondisioning limbah radioaktif dengan karakteristik yang telah ditentukan, akan

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 3

berakibat pada tingginya persyaratan yang harus dipenuhi baik pada penyimpanan sementara maupun pada disposal. Makalah ini membahas tentang karakteristik hasil kondisioning limbah radioaktif termasuk limbah hasil kondisioning yang telah dilakukan oleh Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) yang selamat dalam penyimpanan sementara maupun disposal sehingga dapat menjamin keselamatan manusia dan lingkungan baik untuk generasi saat ini maupun untuk generasi mendatang. Makalah ini ditulis pada bulan Februari Tahun 2012 di Bidang Teknologi Limbah Radioaktif, Badan Tenaga Nuklir Nasional yang berlokasi di Kawasan Nuklir Serpong. PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF Tujuan dari penyimpanan limbah radioaktif adalah mengisolasi limbah radioaktif sehingga tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi manusia dan lingkungan. Penyimpanan limbah radioaktif dilakukan dalam 2 tahap yaitu penyimpanan sementara dan penyimpanan lestari (disposal). Penyimpanan sementara limbah radioaktif dilakukan selama reaktor beroperasi dengan pengawasan secara terus menerus. Pada umumnya penyimpanan ini dilakukan selama 30-50 tahun. Gudang penyimpanan sementara biasanya berupa bangunan di atas permukaan tanah dengan ketebalan dinding yang diperhitungkan sebagai perisai radiasi. Sebagai contoh gudang penyimpanan sementara limbah radioaktif aktivitas rendah dan sedang di PTLR seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 (PTLR, 2012).

Gambar 1. Gudang penyimpanan sementara limbah radioaktif aktivitas rendah dan sedang

(PTLR, 2012).

Pada Gambar 1 tampak limbah hasil kondisioning yang berupa drum dengan volume 200 liter yang merupakan wadah limbah radioaktif terkompaksi. Dalam satu drum 200 liter dapat memuat 8-10 drum 100 liter limbah padat terkompaksi. Disela-sela drum 200 liter selanjutnya diberi batu koral dan dicor dengan semen.Gambar 2 menunjukkan drum 200 liter yang memuat 8 drum 100 liter yang telah dikompaksi (PTLR, 2012).

Gambar 2. Drum 200 liter wadah limbah

radioaktif terkompaksi (PTLR, 2012).

Selain drum 200 liter, pada Gambar 1 juga tampak wadah limbah hasil kondisioning yang berupa shell beton 950 liter. Shell beton 950 liter ini merupakan wadah limbah konsentrat dan limbah resin yang terkondisioning dalam semen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3(PTLR, 2012).

Gambar 3. Shell beton 950 liter wadah limbah

konsentrat dan resin (PTLR, 2012). Pusat Teknologi Limbah Radioaktif juga memiliki gudang penyimpanan sementara limbah radiasi tinggi. Gudang penyimpanan ini berupa sumuran dengan kedalaman 4 meter. Terdapat 20 sumuran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 (PTLR, 2012).

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 4

Gambar 4. Sumuran pada gudang penyimpanan sementara limbah radiasi tinggi (PTLR, 2012).

Limbah dengan radiasi tinggi ditimbulkan dari produksi radioisotop, limbah sumber radiasi dari industri dan rumah sakit. Beberapa jenis limbah ini dikondisioning dalam drum baja tahan karat 60 liter dan dimasukkan dalam sumuran. Disposal limbah radioaktif merupakan penyimpanan akhir limbah radioaktif yang telah terkondisioning. Pada disposal limbah radioaktif, hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga selama mungkin agar tidak terjadi kontak antara limbah terkondisioning dengan air tanah. Jika sempat terjadi kontak maka dikhawatirkan akan terjadi kerusakan wadah yang berakibat lepasnya radionuklida yang masih cukup potensial ke lingkungan. Untuk limbah aktivitas rendah dan sedang pada umumnya dilakukan model penyimpanan dekat permukaan (Near Surface Disposal: NSD). Model ini telah umum digunakan dibeberapa negara. Pada sistem NSD, fasilitas disposal ditempatkan pada atau di bawah permukaan tanah dengan ketebalan penutup beberapa meter. Fasilitas ini diperuntukkan bagi limbah aktivitas rendah dan sedang tanpa radionuklida berumur panjang. Gambar 5 menunjukkan contoh NSD di Perancis (IAEA, 2012).

Gambar 5. Near Surface Disposal di Perancis (IAEA, 2012).

Untuk limbah aktivitas tinggi biasanya dipilih model penyimpanan pada formasi geologi (Geological Disposal). Dalam sistem Geological Disposal fasilitas penyimpanan diletakkan pada kedalaman 500 – 1000 meter di bawah permukaan tanah. Fasilitas ini dikhususkan untuk limbah aktivitas tinggi dan mengandung radionuklida berumur panjang. Deep geological disposal ini baru merupakan konsep, belum ada negara yang melakukan konstruksi dan operasi. Pada umumnya konsep geological disposal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 (Westcumbria, 2012).

Gambar 6. Konsep geological disposal untuk limbah aktivitas tinggi (Westcumbria, 2012).

Pada Gambar 6 tampak bahwa untuk menjamin agar radionuklida dalam limbah aktivitas tinggi terisolasi cukup kuat pada limbah terkondisioning, maka fasilitas geological disposal dilengkapi dengan penahan ganda yang terdiri dari limbah terkondisioning dalam matrik tertentu (condisioned waste) , wadah limbah (container), overpack (additional container), buffer material dan kondisi geologi setempat (host rock) (JNC, 2000; NEA, 2003). Fasilitas penahan ganda ini akan menjamin isolasi radionuklida dalam jangka waktu lama sehingga tidak menyebar ke lingkungan.

PERSYARATAN PENYIMPANAN LIMBAH Untuk menjamin keselamatan manusia dan lingkungan terhadap potensi dampak radiologi dalam pengelolaan limbah radioaktif, maka kualitas limbah hasil kondisioning harus mempunyai karakteristik yang memenuhi

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 5

persyaratan yaitu ketahanan kimia, fisika, mekanik dan radiasi. Karakteristik ini diperlukan agar limbah yang telah terkondisioning mampu bertahan dalam jangka waktu lama, tidak rusak, retak maupun pecah. Untuk hasil kondisioning limbah aktivitas

rendah dan sedang, ketahanan kimia, fisika dan mekanik limbah masing-masing dinyatakan dengan mengukur laju pelindihan, densitas dan kuat tekan dengan karakteristik seperti ditunjukkan pada Tabel 1 (Zainus, Edo Walman, 1998; IAEA, 2007).

Tabel 1. Karakteristik Limbah Hasil Kondisioning

Limbah Aktivitas Rendah dan Sedang Standar (Zainus, Edo Walman, 1998; IAEA, 2007).

No. Karakteristik Besaran 1. 2. 3. 4. 5.

Kuat Tekan Densitas Kandungan limbah Ketahanan terhadap radiasi Laju Lindih

- 134Cs , +137Cs - 58 Co , 60Co, 90Sr

3 kN/cm2 1,7 – 3 g/cm3 Padat: 20 – 40% , Cair: 4 – 20% Sangat tahan 10-1 – 10-4

10-3 – 10-5

Ketahanan Kimia Limbah Hasil Kondisioning Laju pelindihan merupakan salah satu karakteristik dari sifat ketahanan kimia limbah hasil kondisioning yang penting diperhatikan. Karakteristik ini digunakan untuk menentukan kualitas limbah hasil kondisioning. Laju pelindihan merupakan pertimbangan utama dari limbah terkondisioning karena tujuan akhir dari disposal limbah adalah menjaga agar radionuklida yang masih cukup potensial tidak terlepas keluar dan menyebar ke lingkungan.

Ada 2 metode pengujian laju pelindihan yang dapat dipilih sesuai dengan karakteristik limbah hasil imobilisasi, yaitu (Herlan M, Aisyah, 2006; Aisyah, Herlan M, 2006):

1. Uji pelindihan jangka panjang Uji pelindihan ini dilakukan dengan

membuat simulasi kondisi lingkungan pada fasilitas disposal. Pengujian ini bisa dipakai untuk pengujian hasil kondisioning limbah aktivitas rendah dan sedang. Pengujian dilakukan dengan merendam contoh dalam air pelindih pada suhu kamar dalam waktu tertentu. Data yang diperoleh dapat dipakai sebagai dasar untuk memperkirakan karakteristik limbah hasil kondisioning

dalam jangka lama. Besaran laju pelindihan ditentukan dengan rumus:

An .G Ri = A0.L.t dimana Ri: laju pelindihan unsur I (gcm-2hari-1), A0 dan An masing-masing aktivitas awal dan aktivitas akhir unsur I (Ci); G, L dan t masing-masing berat contoh (g), luas permukaan contoh yang berbentuk silinder (cm2) dan waktu pelindihan (hari).

2. Uji pelindihan dipercepat Metode ini merupakan uji pelindihan

jangka pendek, yang dimaksudkan untuk mempelajari efek dari beberapa parameter proses kondisioning yaitu: Untuk menunjukkan dan membandingkan

ketahanan kimia dari berbagai komposisi limbah hasil kondisioning.

Untuk pengukuran pengaruh perlakuan khusus misalnya devitrifikasi gelas-limbah

Untuk mempelajari pengaruh suhu, pH, waktu dan tekanan terhadap laju pelindihan.

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 6

Uji pelindihan ini dilakukan dengan metode soxhlet dengan mengacu pada Japan Industrial Standard (JIS). Metode ini biasa dipakai untuk pengujian hasil imobilisasi limbah aktivitas tinggi yaitu dengan bahan matriks gelas. Laju pelindihan gelas-limbah ditentukan secara dinamik pada suhu 100 0C selama 24 jam. Besaran laju pelindihan setara dengan laju pelindihan pada suhu kamar selama 1 tahun. Besaran laju pelindihan ditentukan dengan rumus:

Wo - W L = S. t dimana : L: laju pelindihan (gcm-2hari-1), S: luas permukaan contoh (cm2g-1), Wo : berat contoh sebelum dilindih (g),W: berat contoh sesudah dilindih (g), t: waktu pelindihan (hari). Ketahanan Fisika Limbah Hasil Kondisioning Ketahanan fisika yang ditinjau adalah densitas dan pengaruh panas yang dihasilkan oleh radionuklida dalam limbah. Pada limbah aktivitas rendah dan sedang, serta limbah Transuranium (TRU), panas yang dihasilkan kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap ketahanan fisika, namun densitas merupakan karakteristik yang berpengaruh. Densitas dipengaruhi oleh homoginitas bahan dalam proses imobilisasi. Pencampuran yang kurang homogen dapat menghasilkan banyak pori-pori dan endapan dalam limbah hasil imobilisasi yang akan berakibat rendahnya densitas. Densitas yang rendah akan berpengaruh pada kekuatan mekanik limbah hasil imobilisasi yaitu kuat tekannya menurun. Densitas ditentukan dengan menggunakan rumus (Herlan M, Aisyah, 2006; Aisyah, Herlan M, 2006):

Vm

dimana : adalah densitas contoh (g/cm3); M dan V masing-masing massa (g) dan volume (cm3) contoh.

Ketahanan Mekanik Limbah Hasil Kondisioning Ketahanan mekanik limbah hasil kondisioning diukur dengan melakukan uji tekan (uji penghancuran) dengan alat “Paul Weber”. Uji penghancuran dilakukan dengan memberi tekanan yang diperlukan untuk menghancurkan contoh. Ketahanan mekanik penting dalam transportasi dan penyimpanan limbah. Jika pada transportasi atau penyimpanan terjadi benturan/jatuh, maka akan terjadi retakan atau kehancuran . Adanya retakan atau butiran akan menaikkan luas permukaan kontak dengan air, sehingga menaikkan laju pelindihan. Ketahanan mekanik dipengaruhi oleh komposisi dan homogenitas (porositas dan adanya oksida yang tidak larut dalam limbah hasil kondisioning). Kekuatan tekan dihitung dengan rumus (Herlan M, Aisyah, 2006; Aisyah, Herlan M, 2006):

A

Pmaksc

dimana c adalah kekuatan tekan (kN/cm2); Pmaks : beban tekanan maksimum (kN); dan A adalah luas penampang mula-mula (cm2) [5]

Pada saat ini, strategi Indonesia dalam daur bahan bakar nuklir adalah daur terbuka yaitu bahan bakar bekas tidak diproses olah ulang. Sebagai limbah aktivitas tinggi adalah bahan bakar bekas reaktor, sehingga tidak ada pengolahan limbah aktivitas tinggi maupun limbah transuranium (TRU). Dalam kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) pengolahan limbah aktivitas tinggi maupun TRU dilakukan berkaitan dengan adanya limbah aktivitas tinggi yang ditimbulkan dari Instalasi Radiometalurgy (IRM) dalam menguji bahan bakar paska iradiasi, limbah yang ditimbulkan dari Instalasi Produksi Radioisotop (IPR) yang memproduksi isotop Mo99. dan limbah yang berasal dari produksi bahan bakar nuklir di Batan Teknologi (PT. BATEK). Gambar 7 menunjukkan skema limbah aktivitas tinggi/TRU yang ada di BATAN (Aisyah, 2004; Aisyah, 2007).

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 7

Gambar 7. Penimbulan Limbah Aktivitas Tinggi/Transuranium di BATAN (Aisyah, 2004; Aisyah, 2007).

Limbah aktivitas tinggi atau TRU yang ditimbulkan dari BATAN memiliki kandungan radionuklida dominan adalah uranium, selain itu juga terdapat kandungan radionuklida Cs pada limbah yang berasal dari RM KONDISIONING LIMBAH RADIOAKTIF DI PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF

Sesuai dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1997 tentang ketenaganukliran pada pasal 23 menyebutkan bahwa pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh Badan Pelaksana. Sedangkan menurut Peraturan Kepala BATAN Nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN, maka PTLR merupakan badan pelaksana pengelolaan limbah radioaktif. Sebagai badan pelaksana pengelolaan limbah radioaktif maka PTLR memiliki Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR). Pusat Teknologi Limbah Radioaktif sampai dengan saat ini telah mengelola limbah radioaktif dari seluruh wilayah Indonesia. Berbagai jenis limbah radioaktif yang meliputi limbah radioaktif padat, cair dan semi cair dari industri, rumah sakit maupun dari lembaga-lembaga litbang yang menggunakan bahan radioaktif mengirimkan limbah radioaktif yang ditimbulkan ke PTLR.

Pengolahan limbah radioaktif yang dilakukan oleh PTLR ditunjukkan pada Gambar 8 (PTLR, 2012).

Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR) semula didisain hanya untuk pengolahan limbah radioaktif aktivitas rendah dan sedang yang meliputi limbah radioaktif padat, cair dan semi cair. Limbah padat berasal dari internal Batan, rumah sakit maupun industri, limbah radioaktif cair dan semi cair (pada umumnya berupa resin bekas) sebagian besar berasal dari limbah pengoperasian Reaktor GA Siwabessy. Reduksi volume limbah radioaktif padat dilakukan dengan proses insenerasi dan kompaksi, sedangkan reduksi volume limbah radioaktif cair dilakukan dengan proses evaporasi. Hasil reduksi volume limbah radioaktif padat dikondisioning (diimobilisasi dengan semen) dan dimasukkan dalam wadah yang berupa drum 100 atau 200 liter, sedangkan konsentrat hasil evaporasi limbah radioaktif cair dikondisioning ( diimobilisasi) dengan semen dan dimasukkan dalam wadah yang berupa shell beton 950 liter seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Limbah radioaktif semi cair yang berupa resin bekas juga dikondisioning (diimobilisasi) dengan semen dalam shell beton 950 liter. Hasil kondisioning limbah padat, konsentrat dan resin disimpan sementara di Gudang Penyimpanan Sementara. Sedangkan hasil kondisioning limbah radiasi tinggi dan limbah sumber bekas disimpan sementara di

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 8

Gudang Penyimpanan Sementara Limbah Aktivitas Tinggi (PSLAT). Bahan bakar bekas langsung disimpan di Kanal Hubung Instalasi penyimpanan Sementara Bahan Bakar Bekas

(KH-IPSB3). Karakteristik hasil kondisioning limbah radioaktif yang telah dilakukan PTLR ditunjukkan pada Tabel 2 (Bahdir, J., 1997; Bahdir, J., 1998; Bahdir, J., 2004)

Gambar 8. Pengolahan Limbah Radioaktif di PTLR (PTLR, 2012).

Tabel 2. Karakteristik Hasil Kondisioning Limbah Aktivitas Rendah dan Sedang di PTLR

(Bahdir, J., 1997; Bahdir, J., 1998; Bahdir, J., 2004)

No. Karakteristik Besaran 1. 2.

Kondisioning konsentrat

Laju lindih Densitas Kuat tekan

Kondisioning resin bekas

Laju lindih Densitas Kuat tekan

1,2 x 10-3 1,3 x 10-2 g/cm2hari 2,38 2,42 g/cm3 2,90 3,03 kN/cm2

4,0 x 10-3 1,0 x 10-2 g/cm2hari1 1,70 1,72 g/cm3 2,85 3,01 kN/cm2

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 9

PEMBAHASAN Berdasarkan pengalaman PTLR dalam

melakukan pengolahan limbah radioaktif aktivitas rendah dan sedang dan telah dihasilkan limbah yang terkondisioning dengan karakteristik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Pada. Tabel 2 terlihat bahwa kuat tekan dan laju lindih limbah hasil kondisioning konsentrat evaporator dan resin bekas mempunyai harga yang relatif sama, sedangkan densitas limbah hasil kondisioning konsentrat evaporator lebih besar dari pada densitas limbah hasil kondisioning resin bekas. Ikatan antara resin bekas dan semen secara fisik tidak sekuat ikatan antara konsentrat limbah dengan semen. Oleh karena itu dalam hasil kondisioning resin bekas dengan semen memungkinkan terjadinya rongga halus. Banyaknya rongga dalam hasil imobilisasi dapat menurunkan harga densitasnya. Selanjutnya densitas yang sangat rendah menjadikan hasil imobilisasi rapuh dan laju lindih akan meningkat. Potensi pelepasan radionuklida ke lingkungan pada limbah hasil imobilisasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya harga laju lindihnya. Namun demikian secara keseluruhan jika dibandingkan antara karakteristik limbah hasil imobilisasi PTLR dengan limbah hasil kondisioning standar yang disajikan pada Tabel 1, maka terlihat bahwa hasil pengolahan limbah radioaktif cair dan semi cair yang dikondisioning dengan semen menunjukkan hasil yang memenuhi persyaratan. Ketidak sesuaian hasil pengolahan dengan standar akan mempertinggi persyaratan sistem disposal yaitu dengan memperkuat penahan ganda, seperti kualitas contener, overpack, buffer material maupun struktur geologi tempat disposal.

Dalam rangka lebih meningkatkan kualitas hasil kondisioning limbah resin bekas, maka pengalaman Jepang patut dipertimbangkan dalam mengelola resin bekas yang aktivitasnya tidak terlampau tinggi. Bertolak dari konsep bahwa pada disposal disarankan agar resin bekas diubah menjadi bahan anorganik yang stabil, maka Jepang melakukan reduksi volume resin bekas dengan membakar dalam insenerator sehingga menjadi abu. Abu hasil pembakaran kemudian diimobilisasi dengan semen. Namun jika

aktivitas resin cukup tinggi seperti resin bekas dari PLTN dengan aktifitas antara 35 – 350 Ci/m3 dengan jumlah sekitar 10 m3 setiap tahunnya , maka resin bekas tidak bisa langsung dibakar dalam insenerator. Hal ini karena kerja insenerator menjadi lebih berat karena dibutuhkan efisiensi pemurnian gas buang yang lebih tinggi dalam rangka meminimalkan emisi zat radioaktif, sehingga metoda insenerasi langsung secara teknik, ekonomi dan keselamatan masih perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu pengolahan awal diperlukan sebelum diproses dalam insenerator dengan menurunkan aktivitas nya. Adapun trend pengolahan resin bekas di dunia saat ini adalah bahwa resin bekas hanya disimpan dalam wadah yang kuat (High Integrated Container) dengan terlebih dahulu dilakukan proses awal terhadap resin bekas tersebut. High Integrated Container (HIC) merupakan wadah resin bekas yang terbuat dari logam dengan ketebalan tertentu sehingga dapat menyimpan resin dalam jangka waktu yang lama (Aisyah, Herlan, M.,2007). Konsep pengolahan resin bekas dengan HIC ini adalah adanya ketidak pastian pengolahan limbah radioaktif dimasa mendatang, sehingga jika suatu saat nanti ditemukan metode pengolahan limbah radioaktif yang lebih kompatibel dengan fasilitas disposalnya, maka resin bekas masih dapat dengan mudah diambil kembali.

Penelitian dan pengembangan pengolahan limbah aktivitas tinggi/TRU yang berasal dari Produksi Radioisotop, Laboratorium Radiometalurgi dan limbah yang berasal dari produksi bahan bakar nuklir dari PT. BATEK dilakukan menggunakan metode pertukaran ion dengan resin, zeolit/zeolit termodifikasi, bentonit/bentonit termodifikasi dan pengolahan secara kimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mineral alam dapat ditingkatkan perannya dengan memodifikasinya menjadi struktur yang memiliki kemampuan serap yang tinggi terhadap radionuklida yang terkandung dalam limbah seperti uranium, thorium, Cs, Sr , Co dan Ce. Penelitian dan pengembangan limbah aktivitas tinggi yang berasal dari proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas mengacu pada litbang yang dilakukan oleh beberapa negara maju diantaranya adalah Japan Atomic Energy

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 10

Agency (JAEA) Jepang. Pengolahan limbah aktivitas tinggi di Jepang dilakukan dengan vitrifikasi menggunakan gelas borosilikat pada suhu 1150 0C dan gelas limbah hasil vitrifikasi dimasukkan pada container (canister) yang terbuat dari baja tahan karat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9 (Frontline, 2011). Sedangkan gelas limbah hasil kondisioning (vitrifikasi) yang dihasilkan memiliki karakteristik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 (Herlan, M.,2005)

Gambar 9. Canister gelas limbah (Frontline, 2011

Tabel 3. Karakteristik Hasil Kondisioning

Limbah Aktivitas Tinggi Milik JAEA (Herlan, M.,2005).

No. Karakteristik Besaran 1. 2. 3 4 5 6 7 8 9 10

Densitas Koefisien muai panjang Titik transformasi Konduktivitas panas Titik pelunakan Tahanan listrik Kekentalan Laju pelindihan Panas jenis Kekuatan mekanik

2,74 g cm-3 83x10-7 0C-1 (30-300 0C) 5010C 0,87 K cal m-2 jam-1 0C-1 (pada 100 0C) 614 0C 4,8 ohm cm (pada 1150 0C 40 poise pada (1150 0C) 2,3x10-5 g cm-2 hari-1 (statik, 100 0C, 24 jam) 0,21 cal g-1 0 C-1 (pada 1150 0C) 57 Mpa

Dari Tabel 3 terlihat bahwa gelas limbah hasil kondisioning limbah aktivitas tinggi memiliki karakteristik yang lebih rumit dibandingkan dengan karakteristik hasil kondisioning limbah aktivitas rendah dan sedang. Limbah aktivitas tinggi mengandung radionuklida hasil belah dan aktinida yang berumur paro sangat panjang, sehingga hasil kondisioning harus memiliki ketahanan fisika, kimia dan mekanik dalam jangka waktu ribuan tahun. Ditambah lagi radionuklida hasil belah dalam gelas limbah akan menimbulkan panas yang cukup tinggi yang dapat menimbulkan devitrifikasi gelas limbah hasil kondisioning. Terjadinya devitrifikasi akan menaikkan laju pelindihan gelas limbah dan ini harus dihindari. Untuk menghindari terjadinya devitrifikasi, maka pada penyimpanan sementara gelas limbah hasil kondisioning dilengkapi dengan sistem

pendingin udara seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10 (Anonymous, 2012) . Itulah sebabnya diperlukan karakteristik hasil kondisioning limbah aktivitas tinggi yang lebih detail. Penelitian hasil kondisioning limbah aktivitas tinggi yang dilakukan diantaranya adalah pengaruh besarnya panas yang ditimbulkan pada penyimpanan sementara gelas limbah hasil kondisioning terhadap terjadinya devitrifikasi. Kondisi panas berlebih pada gelas limbah hasil kondisioning terjadi karena adanya kegagalan sistem pendingin pada fasilitas penyimpanan sementara. Terjadinya devitrifikasi akan berakibat pada kenaikan laju pelindihan gelas limbah hasil kondisioning. Laju pelindihan yang semakin tinggi harus dihindari karena memperbesar kemungkinan potensi pelepasan radionuklida ke lingkungan.

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 11

.

Gambar 10. Fasilitas penyimpanan sementara hasil kondisioning limbah aktivitas tinggi (Anonymous, 2012)

Karakteristik hasil kondisioning yang

juga perlu diperhatikan adalah ketahanan radiasi baik untuk hasil kondisioning limbah aktivitas rendah dan sedang maupun untuk limbah aktivitas tinggi. Ketahanan radiasi merupakan ketahanan limbah hasil kondisioning terhadap radiasi yang dipancarkan oleh radionuklida dalam limbah. Pada limbah aktivitas rendah dan sedang, radiasi gamma yang dipancarkan kecil sehingga tidak cukup berpengaruh dalam karakteristik limbah hasil kondisioning. Terjadinya radiolisis pada hasil kondisioning limbah dengan bitumen (aspal) karena radiasi gamma, akan menaikkan laju lindih. Pada kondisioning limbah aktivitas tinggi dengan gelas, radiasi gamma yang terkandung dalam limbah cukup tinggi yang akan mengakibatkan panas yang tinggi sehingga terjadi devitrifikasi. Terjadinya devitrifikasi pada hasil kondisioning limbah aktivitas tinggi akan menaikkan laju lindih dan ini harus dihindari. Radiasi alfa yang dipancarkan oleh aktinida dalam limbah TRU dapat mengakibatkan reaksi inti, sehingga terjadi perubahan komposisi. Terjadinya perubahan komposisi apat dideteksi dari perubahan densitas dan perubahan kekuatan tekannya. Perubahan komposisi ini akan menaikkan laju pelindihan radionuklida dalam gelas. Untuk menghindarkan perubahan

komposisi dipilih bahan matriks yang tidak memungkinkan terjadinya reaksi inti (Herlan, M, 2005; Aisyah, Herlan, M.,2010) KESIMPULAN. Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan untuk mencegah timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup. Oleh karena itu dilakukan kondisioning limbah radioaktif yang meliputi imobilisasi dan pewadahan. Pada umumnya limbah aktivitas rendah dan sedang dikondisioning dalam semen, limbah aktivitas tinggi dikondisioning dalam gelas dan limbah TRU dikondisioning dalam polimer atau bitumen. Untuk menjamin keselamatan penyimpanan hasil kondisioning limbah radioaktif baik penyimpanan sementara maupun disposal, maka hasil kondisioning harus memiliki karakteristik yang memenuhi persyaratan seperti densitas, kuat tekan dan laju pelindihan. Hasil kondisioning limbah radioaktif yang dilakukan PTLR memiliki karakteristik yang memenuhi standar yang ditentukan baik untuk hasil kondisioning konsentrat maupun resin bekas. Ketidaksesuaian karakteristik hasil kondisioning dengan persyaratan yang ditentukan, akan menjadikan persyaratan

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 12

disposal yang lebih berat seperti keharusan mempertimbangkan penerapan penahan ganda pada fasilitas disposal, dan ini menjadikan biaya pengolahan limbah menjadi lebih besar. Sampai dengan saat ini Indonesia menganut opsi daur bahan bakar terbuka sehingga tidak ditimbulkan limbah aktivitas tinggi dari proses olah ulang. Oleh karena itu pengolahan limbah aktivitas tinggi saat ini dilakukan dalam skala litbang. Untuk keselamatan pengelolaan limbah radioaktif, maka pada umumnya disposal hasil kondisioning limbah aktivitas rendah dan sedang dilakukan dengan model near surface disposal, sedangkan untuk limbah aktivitas tinggi dikembangkan konsep geological disposal. DAFTAR PUSTAKA Anonymous , 2012, Prospek Pengolahan

Limbah Radioaktif (LRA), Available: http://www.ansn-indonesia.org/?modul=topic&menu=item&topic_id=5&GroupId=39&DocumentId=164 diakses 02 -01- 2012.

Aisyah, Herlan, M., 2010, Pengaruh Perlakuan Panas dan Kandungan Limbah Terhadap Perubahan Struktur Gelas-Limbah, Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah, 13[2], PTLR-BATAN.

Aisyah, Herlan, M.,2006, Pengaruh Kadar Silika Dalam Glass Frit Terhadap Densitas, Titik Leleh Dan Koefisien Muai Panjang Gelas-Limbah, Prosiding Seminar Nasional Kimia Dan Kongres Nasional Himpunan Kimia Indonesia, Pusat Penelitian Kimia - LIPI Dan Himpunan Kimia Indonesia, Jakarta.

Aisyah, 2004, Pengaruh Keasaman Dan Kandungan Limbah Pada Imobilisasi Limbah TRU Dari Instalasi Radiometalurgi Dengan Polimer, Hasil Penelitian Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif 2003, P2PLR, Jakarta.

Aisyah, Herlan, M., 2007, Pengelolaan Limbah Radioaktif Hasil Samping Produksi Radioisotop Molibdenun-99, Prosiding Seminar Teknologi Pengelolaan Limbah V, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, Serpong.

Anonymous, 2010, Nuclear Waste Management Available: http://www.numo.or.jp/en/jigyou/new_eng_tab04.html, diakses 10 -03- 2010.

Aisyah, Herlan, M., 2007, Pengelolaan Resin Bekas Dari Operasi Reaktor, Prosiding Seminar Nasional X ” Kimia dalam Pembangunan”, Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia , Yogyakarta.

Batan, 2012, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran, Available: http://www.batan.go.id/prod_hukum/uu_tenuk.php, diakses 10 -01- 2012.

Bahdir, J, 1998, Imobilisasi Limbah Resin RSG-GAS Dengan Matriks Semen, Hasil Penelitian PTPLR 1996/1997, PTPLR, Serpong.

Bahdir, J, 1997, Studi Penentuan Standar Kualitas Produk Sementasi Limbah Radioaktif, Hasil Penelitian Pusat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif 1996/1997, P2PLR.

Bahdir J., 2004, Optimasi Sifat Lindih Blok Beton 950 liter Hasil Imobilisasi Konsentrat Limbah Cair P2TRR, Hasil Penelitian dan Kegiatan Pengelolaan Limbah Radioaktif Tahun 2003, Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif, Serpong.

Bahdir, J, 1998, Studi Penentuan Standar Kualitas Produk Sementasi Limbah Radioaktif, Hasil Penelitian Pusat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif 1996/1997 , Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif, Serpong.

Frontline, 2011, Interview with R.K. Sinha, Available: http://www.frontline.in/fl2811/stories/20110603281108500.htm, diakses 05 -01- 2012.

Herlan, M., 2005, Persyaratan Gelas-Limbah Untuk Vitrifikasi Skala Industri Dan Penyimpanan, Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah, 8 [1], P2PLR-BATAN.

Herlan, M., Aisyah, 2006, Pengaruh Kandungan Radionuklida Hasil Belah Terhadap Sifat Fisika Dan Kimia Gelas-Limbah, Prosiding Seminar Nasional Kimia Dan

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

D - 13

Kongres Nasional Himpunan Kimia Indonesia, Pusat Penelitian Kimia - LIPI Dan Himpunan Kimia Indonesia, Jakarta.

IAEA, 2012, Waste Technology Section, Overview of Disposal Options, Available: http://www.iaea.org/OurWork/ST/NE/NEFW/Technical_Areas/WTS/geologicaldisposal-options.html, diakses 10-01-2012.

IAEA., 2009, Standards Predisposal Management of Radioactive Waste (Safety Standards Series No. GSR Part 5), IAEA, Vienna.

IAEA, 2007, Strategy and Methodology for Radioactive Waste Characterization, IAEA- TECDOC -1537, Vienna.

IAEA, 2001, Handling and Processing of Radioactive Waste From Nuclear Applications, Technical Series Report No. 402 A, IAEA,Vienna.

IAEA, 1993, Improved Cement Solidification of Low and Intermediate Level Radioactive Wastes, Technical Report Series No.350, IAEA,Vienna.

Japan Nuclear Cycle Development Institute (JNC).,2000, Second Progress Report on Research and Development for the Geological Disposal of HLW in Japan, JNC, Jepang.

Nuclear Energy Agency (NEA),2003, Engineered Bari-ier Systems and the Safety of Deep Geological Repositories, OECD, Paris.

PTLR, 2012, Pengelolaan Limbah Radioaktif, Available: http://www.batan.go.id/ptlr/11id/, diakses 05 -01- 2012.

Westcumbria, 2012, Managing Radioactive Waste Safety, What is geological disposal? Available: http://www.westcumbriamrws.org.uk/page/111/Background-information.htm, diakses 10 -01-2012

World Nuclear Association, 2010, Radioactive Waste Management, Availabl:http://world- nuclear.org/info/inf04.html, diakses 6 -10- 2010.

Zainus, S., Edo, W., 1998, Immobilisasi Limbah Radioaktif Pemancar Alfa Dengan Matriks Plastik Polimer Epoksi, Prosiding Seminar Nasional II Plastik Dan Lingkungan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet dan Plastik.