Upload
satyani-adiwibowo
View
322
Download
20
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tentang udang galah
Citation preview
Jurnal Budidaya Air Tawar Vol. 9 No. 2 Nopember 2013, hal 46-60.
46
PRODUKSI UDANG GALAH
H. Sutomo, D. Rohmana, S. Rosellia, K. Tisna Wibowo, A. Djadjanurdjasa,
S. Hastuti, Sudiana, L. Rahmi, T. Bastian, Nendih, Bunga
Abstrak
Dalam rangka meningkatkan produktivitas udang galah di kolam budidaya, dilakukan pembentukan
populasi dasar sintetis, dengan harapan pada generasi tertentu akan diperoleh benih yang menunjukkan
kinerja pertumbuhan yang jauh lebih baik. Produksi benih sebar dilakukan melalui pemijahan induk Mahakam-
Mahakam dan Mahakam-Bone. Sedangkan sistem teknologi budidaya yang diterapkan adalah budidaya
terintegrasi udang galah bersama padi di sawah atau UGADI. Kegiatan pembentukan populasi dasar sintetis
menghasilkan calon induk dasar sintetis sebanyak 1.000 pasang dengan ukuran dan bobot calon induk jantan
dan betina masing-masing 14,1cm dan 39,1 g serta 11,9 cm dan 18,5 g. Kegiatan budidaya udang galah di
sawah bersama padi menghasilkan kelangsungan hidup antara 34,2-72,5% dan FCR antara 1.1-1.9.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Udang galah (Macrobrachium
rosenbergii) merupakan spesies penting
secara komersil khususnya di Asia
Tenggara untuk konsumsi lokal maupun
sebagai produk ekspor yang bernilai
tinggi. Selain pangsa pasarnya yang masih
terbuka luas, udang galah relatif mudah
dibudidayakan karena makanannya tidak
tergantung pada pakan buatan dan dapat
dibesarkan secara polikultur dengan ikan
tawar lain (Asaduzzaman et al., 2009).
Menurut Weidenbach (1982) M.
rosenbergii di alam memiliki kebiasaan
makan yang bersifat omnivor, makan
dengan frekuensi sering dan rakus
terhadap cacing air, serangga air, larva
serangga, moluska kecil, krustase (udang
jenis lain), daging dan organ dalam ikan
dan binatang lain, padi-padian, biji-bijian,
kacang-kacangan, buah-buahan, alga,
serta daun dan batang lunak tanaman air.
Bahkan dapat memanfaatkan bakteri
heterotrof dalam bentuk biofloc
(Rohmana, 2009).
Pengembangan udang galah
terkendala dengan ketidakberhasilan
produksi benih di hatchery akibat infeksi
penyakit yang beragam dan tidak
terpungkiri bahwa saat ini banyak
hatchery udang galah yang berhenti
beroperasi. Kerentanan larva terhadap
penyakit sebagai dampak dari
manajemen induk yang salah. Pada
umumnya hatchery menggunakan induk
dari hasil pembesaran sendiri tanpa
memperhatikan kaidah memproduksi
induk yang seharusnya. Kegiatan
sebelumnya memperlihatkan bahwa
hibridisasi udang galah Mahakam-Bone
PRODUKSI UDANG GALAH
(H. Sutomo, D. Rohmana, S. Rosellia, K. Tisna Wibowo, A. Djadjanurdjasa,
S. Hastuti, Sudiana, L. Rahmi, T. Bastian, Nendih, Bunga)
47
dan pemijahan Mahakam-Mahakam
mampu meningkatkan kelangsungan
hidup larva yang jauh lebih baik sehingga
produktivitas benih di hatchery
meningkat. Oleh karena itu produksi
benih sebar pada tahun 2011 pun akan
menggunakan kedua kombinasi
pemijahan tersebut.
Sementara itu produktivitas udang
galah di kolam pembesaran mengalami
permasalahan dengan pertumbuhan yang
lambat. Peningkatan performa udang
galah dapat dilakukan melalui upaya
perbaikan mutu genetik benih
diantaranya dengan hibridisasi,
penggunaan induk hasil seleksi dan
pembentukan populasi dasar sintetis.
Penggunaan benih hibrida untuk
meningkatkan kinerja pertumbuhan telah
dilakukan. Namun demikian upaya
tersebut belum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Untuk mendukung
produktivitas udang konsumsi di kolam
budidaya, pada tahun 2011 ini akan
dilakukan pembentukan populasi dasar
sintetis, dengan harapan pada generasi
tertentu akan diperoleh benih yang
menunjukkan kinerja pertumbuhan yang
jauh lebih baik. Pada saat ini BBPBAT
Sukabumi memiliki induk udang galah F3
terseleksi yang berasal dari Sungai
Mahakam (Kalimantan Timur), Sungai
Cenranae-Bone (Sulawesi Selatan) dan
Citanduy (Jawa Barat). Induk F3 dari ketiga
sumber tersebut akan dijadikan sebagai
bahan dasar pembentukan populasi
sintetis udang galah.
Mina padi atau UGADI (Udang Galah
dan Padi) belum lama dikenal di
masyarakat tetapi belum berkembang
secara intensif dan berkelanjutan.
Gerakan ugadi merupakan sinergi antara
pertanian dan perikanan sekaligus
menambah pendapatan petani. Budidaya
ugadi adalah budidaya terpadu yang
dapat meningkatkan produktivitas lahan
sawah, yaitu selain tidak mengurangi hasil
padi, juga dapat menghasilkan udang.
Selain menyediakan pangan sumber
karbohidrat, sistem ini juga menyediakan
protein, sehingga cukup baik untuk
meningkatkan kebutuhan gizi
masayarakat. Dengan teknologi yang
tepat, ugadi dapat memberikan
keuntungan bagi petani. Keuntungan yang
didapat dari usaha tani ugadi berupa
peningkatan produksi padi dan udang,
mengurangi penggunaan pestisida, pupuk
organik dan penyiangan. Pada saat harga
gabah turun atau bahkan gagal panen,
petani tetap mendapatkan pendapatan
dari pemeliharaan udang galah konsumsi.
Jurnal Budidaya Air Tawar Vol. 9 No. 2 Nopember 2013, hal 46-60.
48
Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk
memperoleh calon induk udang galah
unggul melalui pembentukan populasi
dasar sintetis dan benih udang galah
berkualitas baik hasil hibridisasi dan
pemijahan induk terseleksi.
Target
Memperoleh benih sebar udang
galah berkualitas baik sebanyak 2.000.000
ekor dan calon induk dasar sintetis
sebanyak 1.000 ekor.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Kegiatan perbanyakan calon induk
dasar sintetis dan produksi benih udang
galah dilakukan pada bulan Januari-
Desember 2011. Tempat kegiatan adalah
Sub Unit Pembenihan Udang Galah
Palabuhan Ratu dan BBPBAT Sukabumi di
Selabintana.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan adalah induk
F3 Mahakam, Cenranae-Bone dan
Citanduy, pakan induk, pakan larva,
artemia, pakan benih, pakan pembesaran,
obat-obatan, kapur, pupuk dan benih padi
INPARI 13.
Alat
Alat digunakan adalah kolam
pemeliharaan induk, kolam pemijahan,
bak penetasan, bak pemeliharaan larva,
bak pemeliharaan juvenil, kolam
pentokolan, kolam pembesaran, sawah,
bak penampungan air laut, bak
penampungan air tawar, bak
pencampuran air laut-air tawar, instalasi
aerasi, instalasi ait tawar, instalasi air laut,
genset, ember, baskom, gayung, alat
sifon, alat packing, dan peralatan
perikanan lainnya.
Prosedur Kerja
Produksi Benih Sebar
Kegiatan produksi benih mengikuti
Standar Prosedur Operasional (SPO)
Pembenihan Udang Galah (BBPBATS,
2009).
a. Persiapan kolam
• Pengeringan kolam
- Menguras air
- Menjemur tanah dasar untuk
menguapkan gas-gas sisa metabolit
sampai kadar air mencapai 15 - 20%
• Perbaikan konstruksi
• Menambal bocoran
- Merapikan pematang dan saluran
- Memperbaiki pintu air
PRODUKSI UDANG GALAH
(H. Sutomo, D. Rohmana, S. Rosellia, K. Tisna Wibowo, A. Djadjanurdjasa,
S. Hastuti, Sudiana, L. Rahmi, T. Bastian, Nendih, Bunga)
49
• Pengolahan tanah dasar
- Pembalikan tanah dasar untuk
menyempurnakan proses oksidasi
dalam tanah
- Pengapuran bila pH tanah < 6,7
dengan bahan CaCO3 (ton/ha)
- Pemupukan menggunakan pupuk
organik (kompos) dengan dosis 1 – 3
ton/ha
• Pengisian air dan penumbuhan
plankton
- Menutup pintu pengeluaran air
sampai tidak ada kebocoran
- Air dimasukkan melalui pintu
pemasukan yang dilengkapi saringan
dengan mesh size 1 mm untuk
mencegah masuknya ikan liar dan
sampah dari saluran air
- Pemupukan anorganik awal 5 ppm
dengan rasio N : P = 3 : 1 hingga 5 : 1
- Pemupukan anorganik susulan 2 ppm
dengan rasio yang sama
Tabel 1. Kebutuhan Kapur Bakar (CaO) pada
Berbagai pH pan Tekstur Tanah
pH TANAH TANAH
LIAT
LIAT
BERPASIR BERPASIR
< 4,0 14,32 7,16 4,48
4,0 – 4,5 10,74 5,37 4,48
4,6 – 5,0 8,95 4,48 3,58
5,1 – 5,5 5,37 3,58 1,79
5,6 – 6,0 3,58 1,79 0,90
6,1 – 6,5 1,79 1,79 Nihil
>6,5 Nihil Nihil Nihil
b. Persiapan sarana dan prasarana
• Bangunan hatchery dibersihkan dengan
sapu, lantainya didesinfeksi dengan
kalsium hipoklorit 10%
• Mencuci kotoran yang menempel pada
permukaan bak dengan memakai
detergen selanjutnya diseka dengan
kalsium hipoklorit 10%
• Pipa saluran air didesinfeksi dengan
cara memasukkan larutan kalium
permanganat dengan dosis 100 g/ton
ke dalamnya dan ditahan selama
minimal 24 jam
• Perlengkapan aerasi dan perlengkapan
lapang lainnya dicuci dengan detergen
selanjutnya direndam pada larutan
iodin dengan dosis 100 ml/ton selama
minimal 24 jam, lalu dibilas dan
dikeringkan (dijemur) di tempat yang
bersih
• Bangunan dan bak pemeliharaan
dibiarkan terjemur selama minimal 1
minggu selanjutnya dicuci ulang
dengan menggunakan natrium
thiosulfat 5% sampai residu kaporit
hilang
Jurnal Budidaya Air Tawar Vol. 9 No. 2 Nopember 2013, hal 46-60.
50
• Pemasangan perlengkapan aerasi dan
pipa outlet/dop di setiap wadah
pemeliharaan
c. Pengelolaan air sumber
• Air tawar berasal dari sumur dalam,
dipompa dan diendapkan di bak
reservoir air tawar
• Air laut diambil pada saat kondisi jernih
di hamparan karang dengan
menggunakan pompa dan diendapkan
di bak reservoir air laut
• Air tawar dialirkan melalui send filter
dan air laut disaring dengan filter bag
ke dalam bak pencampuran
Pada kegiatan pembenihan
dibutuhkan air bersalinitas 5‰ untuk
penetasan telur dan 12‰ untuk
pemeliharaan larva, dan untuk membuat
air dengan salinitas tersebut digunakan
perhitungan dengan rumus:
ScVc = StVt + SlVl
St: salinitas air tawar, Vt: volume air tawar
Sl: salinitas air laut, Vl: volume air laut
Sc: salinitas air campuran, Vc: volume air campuran
Desinfeksi air dilakukan dengan cara
berikut:
• Mengisi air pada bak pencampuran
dengan salinitas yang dikehendaki
• Menimbang kalsium hipoklorit
sebanyak 30 g/m3, ditempatkan di
ember 10 liter, lalu diencerkan dengan
air, diaduk dan disebar merata pada air
yang didesinfeksi
- Pengaerasian dilakukan selama 1 jam
untuk menghomogenkan kalsium
hipoklorit
- Air dibiarkan selama minimal 24 jam
hingga semua mikroba mati, lalu
dinetralkan dengan natrium
thiosulfat 15 g/m3 dengan cara
seperti memberikan kalsium
hipoklorit
- Pemberian EDTA sebanyak 5-10 g/m3
dapat dilakukan 2 jam setelah
pemberian natrium thiosulfat
- Pengaerasian dilakukan terus
menerus minimal 12 jam hingga air
siap pakai
d. Pengelolaan induk
• Pemeliharaan induk dilakukan di kolam
dengan kepadatan 5 ekor/m2, selama
pemeliharaan induk diberi pakan pellet
3% dengan frekuensi 3 kali sehari serta
untuk melengkapi kebutuhan
nutrisinya ditumbuhkan pakan alami
PRODUKSI UDANG GALAH
(H. Sutomo, D. Rohmana, S. Rosellia, K. Tisna Wibowo, A. Djadjanurdjasa,
S. Hastuti, Sudiana, L. Rahmi, T. Bastian, Nendih, Bunga)
51
• Pemijahan dilakukan di bak pemijahan
berukuran 15 m2secara masal dengan
kepadatan 2-3 ekor/m2 serta
perbandingan jantan dan betina adalah
1 : 3. Model pemijahan yang akan
dilakukan adalah persilangan induk
betina Mahakam F3 Mahakam dengan
induk jantan Bone F3 dan pemijahan
sesama induk Mahakam F3
• Pemilahan induk yang bertelur
dilakukan setelah 3 minggu pemijahan.
e. Penetasan telur
• Wadah penetasan berupa bak volume
2 m3 dan diisi dengan air bersalinitas 5
ppt yang telah didesinfeksi
• Induk yang bertelur dikelompokkan
berdasarkan tingkat kematangan telur.
• Selama pengeraman induk diberi pakan
pellet sebanyak 3 %/BB dengan
frekuensi 2 kali yaitu pagi dan sore hari
• Telur akan menetas setelah kira-kira 21
hari sejak diovulasikan; telur yang telah
berwarna kecoklatan akan segera
menetas, biasanya tidak lebih dari dua
hari
• Induk yang telah menetaskan telur
dipindahkan ke bak pemeliharaan
induk dan larva dipanen dengan
scoopnet dan ditampung di baskom 10
liter
f. Pengelolaan larva
• Wadah pemeliharaan larva berupa bak
fiber glass volume 1,5 m3 dan diisi
dengan air bersalinitas 12 ppt sebanyak
1 m3 yang telah didesinfeksi
• Manajemen pemberian pakan larva
disajikan pada Tabel 2
• Mulai stadia hari ke-31, benih diberi
pakan cramble sebanyak 2 g/m3
bersamaan dengan pemberian pakan
egg custard
• Penambahan air dilakukan pada hari
ke-7 dan 10 sebanyak 0,25 m3 hingga
mencapai volume maksimal (1,5 m3)
selanjutnya dilakukan pergantian air
sebanyak 10-25% setiap tiga hari
bertepatan dengan waktu penyifonan
kotoran
• Monitoring kesehatan dan lingkungan
dilakukan secara rutin dan apabila
terjadi gejala penyakit dan penurunan
kualitas air dilakukan tindakan berupa
pemberian probiotik dan pergantian air
• Penurunan salinitas dimulai pada saat
stadia D-28 secara gradual dan
mencapai salinitas 0 promil pada saat
stadi juvenil D-5.
Jurnal Budidaya Air Tawar Vol. 9 No. 2 Nopember 2013, hal 46-60.
52
Tabel 2. Manajemen Pemberian Pakan Larva Udang Galah
STADIA
(hari ke-)
07.00 09.00 11.00 13.00 15.00 17.00
ARTEMIA
(ekor/ml)
EGG CUSTARD
(g/m3)
ARTEMIA
(ekor/ml)
EGG CUSTARD
(g/m3)
ARTEMIA
(ekor/ml)
EGG CUSTARD
(g/m3)
D1
D2-5
D6-10
D11-15
D16-20
D21-25
D26-30
D31-35
D36-40
-
1
1
1-2
1-2
2
2
2
2
-
-
2
4
6
8
6
4
2
-
-
1
1-2
1-2
2
2
2
2
-
-
2
4
6
8
6
4
2
-
1
1
1-2
1-2
2
2
2
2
-
-
2
4
6
8
6
4
2
g. Penyediaan pakan buatan larva
• Menimbang bahan-bahan pakan yang
terdiri dari tepung terigu 250 g, tepung
kanji 10 g, udang kering 15 g, cumi-
cumi segar 10 g, udang segar 10 g, ragi
roti 10 g, minyak ikan 5 g, telur ayam
10 butir, vit mix 2 g
• Bahan yang masih kasar diiris dengan
pisau sehingga mudah diblender
• Semua bahan dibender hingga hancur
dan tercampur merata
• Adonan ditempatkan pada wadah
plastik tahan panas dan dikukus hingga
matang
• Pakan buatan yang sudah matang
dicetak dengan kain kasa yang
mempunyai mata lubang 1 mm
sehingga menghasilkan butiran pakan
berukuran 0,5-1 mm
• Pengawetan pakan dapat dilakukan
dengan cara menyimpannya dalam
kulkas
h. Penyediaan pakan alami-artemia
• Dekapsulasi artemia dengan tahapan
proses sebagai berikut:
- Menimbang siste artemia sebanyak
75 gram dan memasukkan dalam
kantong mesh 200 selanjutnya
direndam dalam air tawar selama ½
jam
- Membuat larutan dekapsulasi yang
terdiri dari kaporit 30 gram dan soda
api 15 gram dalam 1 liter air tawar
- Membuat larutan penetral natrium
thiosulfat 15 gram dalam 1 liter air
tawar
- Siste dalam kantong yang telah
direhidari direndam dalam larutan
dekapsulasi selama 5 menit
selanjutnya diremas-remas hingga
cangkang terkelupas yang dicirikan
dengan terjadinya perubahan warna
menjadi oranye
- Siste dicuci dengan air tawar sampai
bersih untuk membuang larutan
PRODUKSI UDANG GALAH
(H. Sutomo, D. Rohmana, S. Rosellia, K. Tisna Wibowo, A. Djadjanurdjasa,
S. Hastuti, Sudiana, L. Rahmi, T. Bastian, Nendih, Bunga)
53
dekapsulasi lalu direndam dalam
larutan penetral selama 5 menit dan
dibilas lagi dengan air tawar
- Siste siap ditetaskan dan untuk
pengawetan dapat disimpan dalam
kulkas
• Wadah penetasan berupa fiber glass
berbentuk kerucut dan diisi dengan air
bersalinitas 12‰ yang telah
didesinfeksi
• Menimbang siste hasil dekapsulasi
sesuai kebutuhan lalu dimasukkan ke
dalam corong penetasan yang telah
berisi air dan diberi aerasi kuat
• Panen dilakukan setelah 24 jam dengan
cara menyifon menggunakan selang ½
inchi yang bagian ujungnya dilengkapi
kantong mesh 200
• Siste dibilas dengan air steril lalu
diberikan pada larva udang.
i. Pengelolaan juvenil
• Wadah pemeliharaan juvenil berupa
bak outdoor volume 20 m3 dengan air
tawar (0 ‰) sebanyak 15 m3 yang
telah didesinfeksi. Aerasi diberikan
sangat kuat supaya terjadi pengadukan
bahan organik.
• Penebaran juvenil muda sebaiknya
dilakukan pada pagi hari dengan
kepadatan 1000-2000 ekor/m3
• Pemberian pakan alami artemia
dilakukan hanya pada saat penebaran
selanjutnya diberikan pakan buatan
yang mengandung protein 40%
sebanyak 40% BB/hari dengan
frekuensi 3 kali yaitu jam 07.00, 12.00
dan 17.00
• Pemeliharaan juvenil dilakukan selama
15 hari dan benih siap ditebar di kolam
untuk ditokolkan atau langsung
dibesarkan.
j. Pengelolaan biosekuritas
• Pengaturan tata letak
- Pengaturan tata letak berdasarkan
alur produksi secara berurutan mulai
dari sub unit pengelolaan air sumber,
karantina, pemijahan, penetasan
telur, pemeliharaan larva,
penyediaan pakan hidup artemia,
penyediaan pakan buatan larva,
pemeliharaan juvenil, dan
pemanenan benih
- Pemagaran areal hatchery dan
penyekatan antara area sub unit
produksi
- Penyimpanan pakan, bahan kimia dan
obat-obatan dilakukan secara
Jurnal Budidaya Air Tawar Vol. 9 No. 2 Nopember 2013, hal 46-60.
54
terpisah, bersih dan siap pakan sesuai
peruntukannya
• Pengaturan akses masuk lokasi
• Sterilisasi wadah, peralatan dan
ruangan
• Sanitasi lingkungan pembenihan
• Pengelolaan limbah buangan hatchery
• Pengaturan personil:
- Pakaian dan perlengkapan kerja
personil harus bersih
- Sterilisasi alas kaki dan tangan
k. Pembesaran udang galah bersama
padi di sawah
• Dalam pemeliharaan ugadi, benih padi
yang digunakan yaitu dari jenis INPARI
13 dan benih udang galah
(Macrobrachium rosenbergii).
• Pupuk yang digunakan pada awal
pemeliharaan padi dengan NPK.
• Pakan buatan (pellet) dengan protein
30%. Pemberian pakan pada awal
penebaran sebanyak 4% bobot biomass
dan berkurang pada 1 bulan terakhir
masa pemeliharaan, sebanyak 2%
bobot biomass.
• Ukuran benih yang ditebar yaitu ukuran
3-5 gram/ekor dengan masa
pemeliharaan 3 bulan (90 hari) dan
ukuran 6-8 gram/ekor selama 2 bulan
(60 hari) pemeliharaan, dengan
kepadatan yang sama yaitu 5 ekor/m2.
Pembentukan Populasi Dasar Sintetis
Calon Induk Udang Galah
Prosedur pembentukan populasi
dasar sintetis mengacu pada protokol P4
Pemuliaan Udang Galah (LRPTBPAT
Sukamandi, 2010) dan Teknis pembesaran
udang galah mengikuti Standar Prosedur
Operasional (SPO) Pembesaran Udang
Galah di Kolam (BBPBATS, 2007).
a. Penyediaan induk dari populasi/strain
yang berbeda
• Populasi/strain bersumber dari tiga
populasi budidaya generasi ke-3 (F3)
asal Mahakam (M), Cenranae-Bone (B)
dan Citanduy (C)
• Kriteria induk jantan dan betina adalah
yang secara visual tampak normal dan
sehat dan berukuran masingmasing 50
dan 40 gram.
b. Pemijahan, penetasan telur dan
pemeliharaan larva
• Pemijahan untuk menghasilkan
populasi dasar sintetik dilakukan secara
resiprokal, yaitu induk jantan dari
populasi A dikawinkan dengan induk
betina dari populasi B dan sebaliknya.
Selain itu, pemijahan pada masing-
PRODUKSI UDANG GALAH
(H. Sutomo, D. Rohmana, S. Rosellia, K. Tisna Wibowo, A. Djadjanurdjasa,
S. Hastuti, Sudiana, L. Rahmi, T. Bastian, Nendih, Bunga)
55
masing populasi/strain juga dilakukan.
Jumlah kombinasi persilangan adalah
N2; dimana N adalah jumlah populasi.
Sehingga terdapat 32 (=9) kombinasi
persilangan yaitu MM, MB, MC, BM,
BB, BC, CM, CB dan CC.
• Pemijahan antara suatu kombinasi
populasi dengan kombinasi populasi
lainnya dilakukan secara terpisah. Hal
ini untuk memastikan bahwa setiap
kombinasi populasi memiliki
representasi (turunan) yang dapat
dikontribusikan kepada populasi dasar.
Sementara pemijahan pada masing-
masing kombinasi populasi dapat
menerapkan salah satu dari dua cara,
yaitu pemijahan secara berpasangan
atau pemijahan secara komunal. Dalam
hal ini di BBPBAT Sukabumi dilakukan
pemijahan secara komunal.
• Pemijahan secara komunal dilakukan
dengan menebar dan memelihara
calon-calon induk jantan dan betina
secara bersama-sama dalam satu
kolam dan membiarkan perkawinan
terjadi di kolam.
• Mengecek induk-induk yang telah
memijah dengan cara memanen dan
mengamati secara visual setelah 15
hari masa pemijahan.
• Memindahkan induk induk betina yang
telah memijah dan mengerami telur
berwarna kecoklatan ke wadah
penetasan sampai telur dilepaskan dari
kantung pengeraman (brood chamber).
• Memindahkan induk betina setelah
semua telur menjadi larva.
• Memelihara larva secara terpisah antar
famili dalam bak pemeliharaan larva.
Metoda pemeliharaan larva mengikuti
SOP produksi benih (BBPBATS, 2009).
c. Pendederan (pentokolan)
Tahap pendederan bertujuan
menyediakan benih udang galah dengan
ukuran yang siap ditebar ke kolam
pembesaran. Bergantung pada ukuran
tokolan yang dikehendaki untuk tujuan
pembesaran, dikenal istilah tokolan I dan
tokolan 2. Tokolan satu adalah tokolan
berukuran panjang total 3-5 cm yang
didapat dari pemeliharaan PL selama satu
bulan sedangkan tokolan 2 berkuran 5-7
cm yang didapatkan dari pemeliharaan PL
selama 2 bulan. Pendederan dapat
dilakukan di kolam tanah atau waring
dengan kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Pendederan dalam kolam
tanah dapat menghasilkan pertumbuhan
yang lebih baik, namun biasanya memiilki
kelangsungan hidup yang rendah.
Jurnal Budidaya Air Tawar Vol. 9 No. 2 Nopember 2013, hal 46-60.
56
Sebaliknya, pendederan dalam waring
umumnya menghasilkan kelangsungan
hidup yang lebih tinggi, walapun
pertumbuhan sedikit lebih rendah. Uraian
dalam protokol ini adalah untuk
pendederan yang dilakukan dalam waring
yang dipasang di kolam tanah untuk masa
pemeliharaan selama 1 bulan.
• Mempersiapkan kolam, meliputi
mengolah tanah dasar, mengangkat
sisa-sisa bahan organik, dan menabur
kapur bila pH tanah rendah.
• Mengisi kolam melalui sistem
penyaringan hingga ketinggian air 30
cm, memupuk kolam dengan kotoran
ayam 250-500 kg/ha, 15 kg/ha urea
dan 10 kg/ha TSP
• Memasang waring ukuran 2x2 m
dengan ukuran mata waring 1 mm
beserta perangkat pendukungnya, yaitu
shelter dan aerasi.
- Memasukkan air hingga ketinggian 80
cm, dengan penetrasi cahaya 25-40
cm
- Menebar juvenil yang telah siap dari
masing-masing kombinasi pemijahan
dengan kepadatan 250 ekor/m2
- Memberi pakan benih dengan pakan
berprotein 38-40%, sebanyak 20%
dari bobot biomass dengan frekwensi
4 kali per hari, untuk kontrol pakan
menggunakan anco
- Memonitor parameter kualitas air
(kuantitas dan kualitas) secara
periodik dan kondisi waring.
Diupayakan agar sirkulasi air dalam
waring terjaga dengan menggosok
sisi-sisi waring secara rutin terutama
apabila populasi organisme penempel
pada waring telah rata
- Memasukkan air sebayak 10%
volume per hari guna
mempertahankan kualitas air kolam
- Pada saat pemanenan, mengambil
50% populasi terbaik dari masing-
masing kombinasi pemijahan dan
dilakukan pembesaran secara
komunal.
d. Pembesaran
Tahap pembesaran ditujukan untuk
mendapatkan udang galah calon induk
dengan ukuran >30 gram/ekor.
• Persiapan wadah pemeliharaan
Persiapan kolam untuk kegiatan
pembesaran sama seperti persiapan
kolam untuk produksi benih
(pemeliharaan induk).
PRODUKSI UDANG GALAH
(H. Sutomo, D. Rohmana, S. Rosellia, K. Tisna Wibowo, A. Djadjanurdjasa,
S. Hastuti, Sudiana, L. Rahmi, T. Bastian, Nendih, Bunga)
57
• Penebaran benih
- Padat tebar :
o tahap pentokolan II
(ukuran 10 – 15 ekor/m2)
o tahap pembesaran
(ukuran 5 – 10 ekor/m2)
- Waktu tebar benih/tokolan dilakukan
pada pagi atau sore hari
- Aklimatisasi dilakukan hingga ada
kesuaian dengan air kolam
- Benih yang sehat dengan sendirinya
akan keluar dari wadah aklimatisasi
• Pemberian pakan
- Menimbang pakan sesuai kebutuhan
o Pentokolan II : 10 – 6% biomass
dengan frekuensi 3 – 4 x per hari
o Pembesaran : 5 – 3% biomass
dengan frekuensi 3-4 kali per hari
- Ukuran butiran pakan disesuaikan
dengan ukuran udang
- Pemberian pakan disebar merata ke
seluruh kolam
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembentukan Populasi Dasar Sintetis
Hasil pemijahan dan pemeliharaan
larva udang galah dari sembilan kombinasi
pemijahan pada kegiatan pembentukan
populasi dasar sintetis disajikan pada
Tabel 3.
Induk betina F3 Citanduy paling baik
dalam hal pemijahan, lebih dari 75%
berhasil bertelur selama 15 hari
pemijahan. Kelangsungan hidup larva
tertinggi diperoleh dari hasil pemijahan
Bone-Ciamis, diikuti Bone-Bone dan
Mahakam-Mahakam. Sedangkan pada
kegitan pentokolan, kelangsungan hidup
tertinggi diperoleh dari hasil pemijahan
Mahakam-Bone diikuti Mahakam-Ciamis
dan dan Bone-Bone (Tabel 4).
Setiap kombinasi pemijahan diambil
tokolan yang paling besar sebanyak 1000
ekor sehingga terdapat 9000 tokolan hasil
pencampuran 9 kombinasi pemijahan.
Tokolan tersebut dipelihara sampai
mencapai ukuran calon induk. Pada akhir
pemeliharaan diseleksi calon induk yang
ukurannya paling besar sebanyak 1000
ekor jantan dan 1000 ekor betina dengan
ukuran dan bobot jantan 14,1 cm dan
39,1 g serta betina 11,9 cm dan 18,5 g.
Hasil kegiatan pendederan juvenil
udang galah dengan teknologi bioflok
disajikan pada Tabel 5.
Jurnal Budidaya Air Tawar Vol. 9 No. 2 Nopember 2013, hal 46-60.
58
Tabel 3. Keberhasilan Pemijahan dan Kelangsungan Hidup Larva pada
Pembentukan Populasi Dasar Sintetis
KOMBINASI JUMLAH BETINA
(EKOR)
JUMLAH JANTAN
(EKOR)
JUMLAH BETINA
BERTELUR
(EKOR)
KEBERHASILAN
PEMIJAHAN
(%)
SR LARVA-JUVENIL
(%)
CC 30 15 26 89,7 13,31
CM 30 15 22 81,5 17,91
CB 30 15 21 77,8 27,27
MC 30 15 15 55,6 18,97
MM 30 15 12 46,2 29,00
MB 30 15 19 73,1 19,90
BC 30 15 17 73,9 35,44
BM 30 15 21 72,4 13,44
BB 30 15 16 57,1 32,76
Tabel 4. Bobot Benih Udang Galah pada Pemeliharaan Tokolan Bulan Pertama dan Kedua
serta Kelangsungan Hidup selama Pemeliharaan
KOMBINASI BOBOT 1 BLN BOBOT 2 BLN SR JUVENIL-TOKOLAN
(g) (g) (%)
CC 0,10±0,05 1,53±0,64 75,0
CM 0,06±0,02 2,05±0,72 85,0
CB 0,06±0,02 1,81±0,56 85,0
MC 0,20±0,10 1,97±0,70 92,3
MM 0,09±0,08 1,08±0,43 77,6
MB 0,23±0,23 1,02±0,71 98,9
BC 0,05±0,02 1,32±0,43 69,9
BM 0,12±0,07 1,07±0,42 81,0
BB 0,10±0,05 1,27±0,38 89,1
Tabel 5. Laju Pertumbuhan Harian, Kelangsungan Hidup, FCR dan Retensi Nitrogen
PERLAKUAN ULANGAN LPH
(%)
SR
(%) FCR
RETENSI
NITROGEN (%)
Biofloc
1 12.18 92.00 0.76 58.93
2 11.29 98.00 0.90 49.82
3 10.95 89.11 1.10 41.08
Rataan±STDV 11.47±0.64 93.04±4.53 1.10±0.9 49.49±8.92
Kontrol
1 11.29 53.78 1.72 26.13
2 8.57 77.78 1.79 25.1
3 7.87 93.78 1.46 30.81
Rataan±STDV 9.24±1.8 75.11±20.1 1.66±0.2 27.35±3.05
PRODUKSI UDANG GALAH
(H. Sutomo, D. Rohmana, S. Rosellia, K. Tisna Wibowo, A. Djadjanurdjasa,
S. Hastuti, Sudiana, L. Rahmi, T. Bastian, Nendih, Bunga)
59
Tabel 6. Data Kegiatan Sistem Budidaya Terintegrasi Udang Galah-Padi (UGADI)
Laju pertumbuhan harian dan
kelangsungan hidup benih udang galah
pada perlakuan bioflok lebih tinggi
daripada kontrol sebagai akibat dari selalu
tersedianya pakan dalam bentuk bioflok.
Udang galah dapat meretensi protein
sebanyak 17,3-25% (Rohmana dkk., 2010).
Udang windu hanya meretensi nitrogen
sebesar 16,3-17,1% (Hari et al.. 2004).
Benih sebar udang galah pada tahun
2011 telah didistribusikan ke wilayah Jawa
Barat (Sukabumi, Garut, Karawang),
Banten (Pandeglang), Kalimantan Timur,
DI Yogyakarta (Sleman), dan Riau
(Kampar). Sedangkan induk/calon induk
pada tahun 2011 mulai didistribusikan ke
Loka Riset Pemuliaan Sukamandi, Balai
Udang Galah Pamarican, Balai Udang
Galah Karawang dan VEDCA Cianjur.
Hasil kegiatan sistem budidaya
terintregasi antara udang galah dan padi
(Ugadi) disajikan pada Tabel 6. Kegiatan
budidaya udang galah di sawah bersama
padi menghasilkan kelangsungan hidup
antara 34,2-72,5%, lebih rendah dari
budidaya udang di kolam yang
menghasilkan kelangsungan hidup antara
60-80%. Namun demikian FCR pada
budidaya ugadi lebih baik daripada
budidaya monokultur di kolam yaitu
antara 1.1-1.9. FCR budidaya monokultur
udang galah umumnya di atas 2.
PARAMETER NOMOR SAWAH
SAWAH 1 SAWAH 2 SAWAH 3 SAWAH 4 SAWAH 5
Luas (m2) 1,126 1,028 875 666 849
Jumlah Tebar (ekor) 5,750 5,180 4,377 2,544 4,425
Padat Tebar (ekor/m2) 5 5 5 4 5
Pakan (% BBM) 4 4 4 4 4
Tebar
Tanggal 07 Jun 07 Jun 31 Mei 31 Mei 31 Mei
Panjang (cm) 7.31 10.42 7.61 7.92 7.61
Berat (g) 3.31 10.47 3.64 3.98 3.64
Pakan (g/hari) 305 868 255 162 258
Panen
Tanggal 22 Aug 09 Aug 22 Aug 22 Aug 22 Aug
Ukuran Besar (kg) 61.0 97.0 61.5 52.5 65.0
Ukuran Kecil (kg) 9.0 6.0 9.0 4.0 4.0
Total (kg) 70.0 103.0 70.5 56.5 69.0
Total (ekor) 1,965.0 3,037.0 2,226.0 1,845.0 2,270.0
FCR 1.58 1.51 1.40 1.11 1.94
SR (%) 34.2 58.6 50.9 72.5 51.3
Jurnal Budidaya Air Tawar Vol. 9 No. 2 Nopember 2013, hal 46-60.
60
KESIMPULAN DAN SARAN
Kegiatan pembentukan populasi
dasar sintetis menghasilkan calon induk
dasar sintetis sebanyak 1.000 pasang.
Benih sebar udang galah didistribusikan ke
wilayah Jawa Barat (Sukabumi, Garut,
Karawang), Banten (Pandeglang),
Kalimantan Timur, DI Yogyakarta
(Sleman), dan Riau (Kampar). Sedangkan
induk/calon induk didistribusikan ke Loka
Riset Pemuliaan Sukamandi, Balai Udang
Galah Pamarican, Balai Pengembangan
Budidaya Air Payau dan Laut Karawang
dan VEDCA Cianjur. Kelangsungan hidup
pada kegiatan budidaya udang galah
bersama padi lebih rendah daripada
budidaya udang di kolam. Namun
demikian FCR pada budidaya ugadi lebih
baik daripada budidaya monokultur di
kolam.
DAFTAR PUSTAKA
Asaduzzaman M, Wahab MA, Verdegem MCJ,
Benerjee S, Akter T, Hasan MM, Azim ME.
2009. Effect of addition of tilapia Oreochromis
niloticus and substrates for periphyton
developments on pond ecology and
production in C/N-controlled freshwater
prawn Macrobrachium rosenbergii farming
systems. Aquaculture 287: 371-380.
[BBPBATS] Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar Sukabumi. 2007. Standar Prosedur
Operasional (SPO) Pembesaran Udang Galah
di Kolam. Sukabumi: BBPBATS, DJPB-DKP.
[BBPBATS] Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar Sukabumi.2009. Standar Prosedur
Operasional (SPO) Pembenihan Udang Galah.
Sukabumi: BBPBATS, DJPB-DKP.
[LRPTBPAT] Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi
Budidaya Perikanan Air Tawar
Sukamandi.2010. Protokol Pemuliaan Udang
Galah. Sukamandi: LRPTBPAT, PRPB-BRKP.
New MB. 2002. Farming Freshwater Prawns: A
Manual for Cultureof The Gaint River Prawn
(Macrobrachium rosenbergii). Roma: Food
and Agriculture Organization of The United
Nations.
Rohmana, D. 2009. Konversi limbah budidaya ikan
lele, Clarias sp., menjadi bakteri heterotrof
untuk perbaikan kualitas air dan makanan
udang galah, Macrobrachium rosenbergii
[Tesis]. Bogor: Mayor Ilmu Akuakultur,
Sekolah Pascasarjana, IPB.
Weidenbach RP. 1982. Dietary components of
freshwater prawns reared in Hawaiian ponds.
Di dalam: New MB, Editor. Giant Prawn
Farming. ‘Giant Prawn 1980’, An International
Conference on Freshwater Prawn Farming;
Bangkok, 15-21 June 1980. Amsterdam:
Elseiver. hlm 257-267.