18
BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI 5.1. Analisis dan Interpretasi Data Geolistrik Pengukuran geolistrik di Desa Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon dilakukan sebanyak 3 titik pengkuran yaitu titik pengukuran GL-01, GL-02, dan GL-03. Data hasil pengukuran lapangan adalah sebagai berikut (tabel 5.1, tabel 5.2 dan tabel 5.3). Tabel 5.1. Data lapangan hasil pengukuran Geolistrik di Titik GL-1 18

07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

BAB 5

ANALISIS DAN INTERPRETASI

5.1. Analisis dan Interpretasi Data Geolistrik

Pengukuran geolistrik di Desa Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon

dilakukan sebanyak 3 titik pengkuran yaitu titik pengukuran GL-01, GL-02, dan GL-

03. Data hasil pengukuran lapangan adalah sebagai berikut (tabel 5.1, tabel 5.2 dan

tabel 5.3).

Tabel 5.1. Data lapangan hasil pengukuran Geolistrik di Titik GL-1

18

Page 2: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

Tabel 5.2. Data lapangan hasil pengukuran Geolistrik di Titik GL-2

Tabel 5.3. Data lapangan hasil pengukuran Geolistrik di Titik GL-3

19

Page 3: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

Dari data lapangan tersebut, nilai resistivitas yang didapat adalah nilai resistivitas

semu (apparent resistivity). Untuk mendapatkan nilai resistivitas yang mendekati

dengan nilai resistivitas sebenarnya di bawah permukaan maka dilakukan

perhitungan dengan cara inversi dengan menggunakan software khusus. Hasil dari

inversi tersebut dapat dilihat pada gambar 5.1, gambar 5.2 dan gambar 5.3.

Gambar 5.1. Hasil inversi nilai resistivitas di Titik GL-1

Gambar 5.2. Hasil inversi nilai resistivitas di Titik GL-2

20

Page 4: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

Gambar 5.3. Hasil inversi nilai resistivitas di Titik GL-3

Data lapangan dan hasil inversi menunjukkan bahwa pada umumnya nilai

resistivitas di permukaan cenderung rendah yang disebabkan oleh jenis tanahnya

yang di dominasi oleh lempung, dan kemungkinan adanya lapisan yang mengandung

besi (Fe) di beberapa tempat sehingga menyebabkan nilai resistivitasnya sangat

kecil. Nilai resistivitas yang lebih besar pada umumnya mulai dijumpai pada

kedalaman belasan meter, yang menunjukkan adanya litologi yang dapat menjadi

akuifer dangkal. Hal ini juga terbukti dari survai pengukuran sumur-sumur dangkal

penduduk yang digali pada kedalaman yang bervariasi mulai dari 8 meter sampai 17

meter.

Pada musim kemarau, beberapa sumur warga mengalami kekeringan,

walaupun tidak semuanya. Namun demikian kebutuhan penduduk akan airtanah

tetap masih kekurangan, sehingga penelitian ini ditujukan untuk mencari potensi

adanya airtanah dalam yang dapat memenuhi kebutuhan airtanah di Desa

Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga.

Kemudian data hasil inversi ini dibuat kolom litologinya untuk

memperkirakan potensi resevoir airtanah dalam yang mungkin ada pada titik survai

21

Page 5: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

GL-1, GL-2 dan GL-3. Kolom litologi ini dapat dilihat pada gambar 5.4, gambar 5.5

dan gambar 5.6 berikut.

22

Page 6: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

Gambar 5.4. Kolom Litologi hasil interpretasi data geolistrik di lokasi GL-1

23

Page 7: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

Interpretasi Kolom Litologi GL-1

Ringkasan interpretasi dari kolom litologi di titik GL-1 adalah sebagai berikut :

Kedalaman 0 – 1,53 m :

Merupakan tanah hasil lapukan endapan aluvial dengan nilai resistivitas yang

rendah, berukuran butir lempung dan kemungkinan mengandung besi (Fe)

sehingga menyebabkan nilai resistivitasnya rendah.

Kedalaman 1,53 – 10,57 m :

Merupakan endapan aluvial yang didominasi lempung dan juga telah

mengalami pelapukan. Zona ini merupakan zona vadose (vadose zone) yaitu

zona yang lembab atau basah karena air hujan.

Kedalaman 10,57 – 46,60 m :

Merupakan endapan aluvial lempung pasiran (dominan lempung), sehingga

mempunyai potensi sebagai akuitar, yaitu dapat menyimpan dan

mengeluarkan airtanah dalam jumlah yang terbatas. Litologi ini dapat

dimanfaatkan oleh penduduk untuk sumber airtanah dangkal / sumur gali.

Kedalaman 46,60 – 116,93 m :

Merupakan endapan aluvial pasir lempungan (dominan pasir). Litologi ini

merupakan potensi airtanah dalam dan diinterpretasikan dapat menjadi

akuifer dengan produktifitas sedang (debit < 5 liter/detik). Hal ini mungkin

disebabkan adanya lapisan-lapisan lempung yang juga ada pada zona ini.

Kedalaman 116,93 – 162,61 m :

Merupakan endapan aluvial lempung pasiran (dominan lempung) sehingga

kurang potensial untuk airtanah dalam dan fungsinya yaitu sebagai akuitar

yang mengeluarkan airtanah dalam jumlah yang terbatas.

Kedalaman 162,61 m - ...? :

Merupakan breksi laharik Gunung Slamet Tua. Hal ini ditunjukkan nilai

resistivitas yang sangat tinggi (2068,46 ohm.m.) sehingga diinterpretasi

merupakan akuifer kering yang tidak terisi oleh airtanah.

24

Page 8: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

Gambar 5.5. Kolom Litologi hasil interpretasi data geolistrik di lokasi GL-2

25

Page 9: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

Interpretasi Kolom Litologi GL-2

Ringkasan interpretasi dari kolom litologi di titik GL-2 adalah sebagai berikut :

Kedalaman 0 – 2,2 m :

Merupakan tanah hasil lapukan endapan aluvial dengan nilai resistivitas yang

rendah, berukuran butir lempung dan kemungkinan mengandung besi (Fe)

sehingga menyebabkan nilai resistivitasnya rendah.

Kedalaman 2,2 – 6,55 m :

Merupakan endapan aluvial yang didominasi lempung dan juga telah

mengalami pelapukan. Zona ini merupakan zona vadose (vadose zone) yaitu

zona yang lembab atau basah karena air hujan.

Kedalaman 6,55 – 18,71 m :

Merupakan endapan aluvial lempung pasiran (dominan lempung), sehingga

mempunyai potensi sebagai akuitar, yaitu dapat menyimpan dan

mengeluarkan airtanah dalam jumlah yang terbatas. Litologi ini dapat

dimanfaatkan oleh penduduk untuk sumber airtanah dangkal / sumur gali.

Kedalaman 18,71 – 156,98 m :

Merupakan endapan aluvial pasir (dominan pasir). Hal ini cukup menarik

karena litologi ini merupakan potensi airtanah dangkal yang cukup baik.

Litologi ini kemungkinan berasal dari endapan channel (saluran) sungai purba

sehingga butirannya didominasi pasir dan mempunyai porositas yang cukup

baik sebagai akuifer airtanah. Dari data survai kedalaman sumur gali di

sekitar titik GL-2 ini yaitu antara 12 – 17 meter dan kondisi saat kemarau

menjadi kering. Oleh karena itu direkomendasikan untuk menggali lebih

dalam sampai sekitar 20 meter untuk mendapatkan zona ini.

Kedalaman 156,98 – 205,78 m :

Merupakan endapan aluvial lempung pasiran (dominan lempung) sehingga

kurang potensial untuk airtanah dalam dan fungsinya yaitu sebagai akuitar

yang mengeluarkan airtanah dalam jumlah yang terbatas.

26

Page 10: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

Gambar 5.6. Kolom Litologi hasil interpretasi data geolistrik di lokasi GL-3

27

Page 11: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

Interpretasi Kolom Litologi GL-3

Ringkasan interpretasi dari kolom litologi di titik GL-3 adalah sebagai berikut :

Kedalaman 0 – 0,08 m :

Merupakan tanah hasil lapukan endapan aluvial dengan nilai resistivitas yang

rendah, berukuran butir lempung dan kemungkinan mengandung besi (Fe)

sehingga menyebabkan nilai resistivitasnya rendah.

Kedalaman 0,08 – 14,19 m :

Merupakan endapan aluvial yang didominasi lempung dan juga telah

mengalami pelapukan. Zona ini merupakan zona vadose (vadose zone) yaitu

zona yang lembab atau basah karena air hujan.

Kedalaman 14,19 – 19,60 m :

Merupakan endapan aluvial lempung pasiran (dominan lempung), sehingga

mempunyai potensi sebagai akuitar, yaitu dapat menyimpan dan

mengeluarkan airtanah dalam jumlah yang terbatas. Litologi ini dapat

dimanfaatkan oleh penduduk untuk sumber airtanah dangkal / sumur gali.

Kedalaman 19,60 – 47,00 m :

Merupakan endapan aluvial lempung dan berfungsi sebagai akuiklud, yaitu

lapisan yang dapat menyimpan air, tetapi hanya dapat mengalirkan air dalam

jumlah yang sedikit. Lapisan ini lebih bersifat kedap air (impermeable).

Kedalaman 47,00 – 73,16 m :

Merupakan endapan aluvial pasir sehingga baik untuk menjadi akuifer

airtanah dengan produktifitas yang baik (> 5 liter/detik). Zona ini yang

diinterpretasikan sebagai zona potensial airtanah dalam, karena nilai

resistivitasnya cukup tinggi dan diatasnya ada lapisan kedap air sehingga

kemungkinan tekanan airnya bisa cukup tinggi.

Kedalaman 73,16 – 180,58 m :

Merupakan endapan aluvial pasir kerikilan yang juga baik untuk menjadi

akuifer aitanah.

Kedalaman 180,58 m - ...? :

Merupakan endapan aluvial lempung pasiran yang kurang baik sebagai

akuifer airtanah.

28

Page 12: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

Sebagai tambahan dalam analisis potensi airtanah di Desa Kedungbenda, Kecamatan

Kemangkon, Kabupaten Purbalingga ini, dilakukan survai kedalaman sumur gali di

desa tersebut. Adapun data hasil survai lapangan dapat dilihat pada Tabel 5.4. dan

gambar penyebarannya dapat dilihat pada gambar 5.7.

Tabel 5.4. Data beberapa sumur gali di Desa Kedungbenda

Gambar 5.7. Penyebaran lokasi survai sumur gali dan lokasi survai geolistrik di Desa Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga

29

Page 13: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

Sumur-sumur gali yang tersebar di Desa Kedungbenda ini mempunyai

karakteristik yang berbeda statusnya pada saat musim kemarau, yaitu ada yang

kering dan ada yang tetap basah dan menghasilkan air. Penyebaran sumur-sumur

yang basah dan kering pada musim kemarau ini dapat dilihat pada gambar 5.8.

Gambar 5.8. Lokasi penyebaran status sumur gali pada musim kemarau

Dari gambar sebaran status sumur gali tersebut, dapat ditarik garis korelasi

interpretasi sumur-sumur gali yang masih basah statusnya pada musim kemarau

untuk membantu mencari sebaran daerah mana saja yang potensial untuk dibuat

sumur gali selanjutnya dan masih menghasilkan airtanah pada musim kemarau

(gambar 5.9). Yang menarik dari interpretasi ini adalah bahwa garis tersebut mirip

dengan pola alur sungai pada saat ini sehingga bisa jadi sumur-sumur yang tetap

basah pada musim kemarau tersebut terletak pada jalur sungai lama dimana

batuannya umumnya didominasi endapan pasir sehingga bagus untuk akuifer

airtanah.

Namun demikian garis korelasi pada gambar 5.9 tersebut masih merupakan

interpretasi “kasar” dan tidak dapat dijadikan patokan baku untuk menggali sumur

30

Page 14: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

dangkal. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sebaran yang lebih

akurat.

Gambar 5.9. Garis alur interpretasi yang menghubungkan sumur-sumur yang basah pada musim kemarau membentuk alur yang mirip dengan alur sungai saat ini.

Hal menarik lainnya adalah bahwa pada sumur-sumur gali yang lokasinya dekat

dengan lokasi survai geolistrik GL-2 mempunyai status kering pada musim kemarau,

padahal sumur-sumur tersebut masuk dalam garis alur interpretasi sumur yang

basah. Jika dilihat dari kolom litologi GL-2 tampak adanya akuifer yang baik pada

kedalaman sekitar 20 meteran, sedangkan sumur-sumur di sekitar GL-2 tersebut

kedalaman galinya sekitar 12 – 17 meter, sehingga ada kemungkinan untuk

menggali sumur lebih dalam untuk mendapatkan akuifer yang baik seperti pada

kolom litologi GL-2.

31

Page 15: 07_BAB v Analisis Dan Interpretasi

32