03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    1/71

    HUBUNGAN ANTARA BULLYING

    DENGAN DEPRESI PADA SISWA SMA

    SKRIPSI

    Oleh :

    Metha Nurdiana Sisnarwastu Djati03.40.0100

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

    SEMARANG

    2008

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    2/71

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

    HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii

    HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ iii

    HALAMAN MOTTO ................................................................................ iv

    KATA PENGANTAR ............................................................................... v

    DAFTAR ISI .............................................................................................. viii

    DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii

    ABSTRAKSI ............................................................................................. xiii

    BAB I : PENDAHULUAN

    A.  Latar Belakang Masalah ............................................... 1

    B.  Tujuan Penelitian ......................................................... 10

    C.  Manfaat Penelitian ....................................................... 10

    1.  Manfaat Teoritis ..................................................... 10

    2.  Manfaat Praktis ...................................................... 10

    BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN

    A. 

    Depresi ......................................................................... 11

    1.  Pengertian Depresi pada Siswa SMA .................... 11

    2. 

    Penyebab Depresi pada Siswa SMA ...................... 14

    3.  Gejala Depresi pada Siswa SMA ........................... 16

    B. 

     Bullying ........................................................................ 22

    1. 

    Pengertian Bullying ................................................ 22

    2.  Bentuk – Bentuk Bullying ...................................... 24

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    3/71

    C.  Hubungan antara Bullying dengan Depresi pada Siswa

    SMA ............................................................................. 27

    D.  Hipotesis ....................................................................... 29

    BAB III : METODE PENELITIAN

    A. 

    Metode Penelitian Yang Digunakan ............................ 30

    B. 

    Identifikasi Variabel Penelitian .................................... 30

    C.  Definisi Operasional Variabel Penelitian ..................... 30

    1.  Depresi pada Siswa SMA ...................................... 30

    2. 

     Bullying  .................................................................. 31

    D. 

    Populasi dan Pengambilan Sampel .............................. 32

    1.  Populasi .................................................................. 32

    2. 

    Teknik Pengambilan Sampel .................................. 32

    E.  Metode Pengumpulan Data .......................................... 33

    F. 

    Validitas Dan Reliabilitas ............................................ 36

    1.  Validitas Alat Ukur ................................................ 36

    2. 

    Reliabilitas ............................................................. 37

    G. 

    Metode Analisis Data ................................................... 38

    BABIV : PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

    A.  Orientasi Kancah Penelitian ......................................... 39

    B. 

    Persiapan Penelitian ..................................................... 41

    1. 

    Administrasi Perizinan ........................................... 41

    2.  Penyusunan Alat Ukur ........................................... 42

    C.  Pelaksanaan Penelitian ................................................. 47

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    4/71

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    5/71

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Siswa SMA (Sekolah Menengah Atas) di Indonesia memiliki berbagai

    macam permasalahan. Bentuk-bentuk permasalahan siswa yang sering kali

    muncul dalam pemberitaan media massa adalah perilaku agresifitas siswa, yaitu

    tawuran, membolos, perkelahian antar sesama murid, bahkan bunuh diri. Selain

     belajar sebagai kewajiban utamanya, para siswa yang berada dalam rentang usia

    remaja ini juga memiliki tugas perkembangan sebagai seorang remaja, yaitu

    mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria

    maupun wanita (Havighurst, dalam Hurlock, 1992, h. 10). Hinton (1989, dalam

    Susilowati) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa perubahan

    hormonal, perubahan tingkat dan pola hubungan sosial sehingga remaja

    cenderung mempersepsikan orang tua secara berbeda. Selain itu, masa

     pertumbuhan remaja, jarang dapat berlangsung dengan lancar. Banyak masalah

    yang terjadi semakin serius hingga menyebabkan depresi yang berkepanjangan.

    Interaksi dengan lingkungan sosial juga merupakan hal yang rentan bagi remaja

    dalam melepaskan emosi-emosinya baik secara positif maupun negatif. Umumnya

     para orang tua seringkali tidak menyadari perubahan pada diri anak. Tidak adanya

    dukungan dari lingkungan dan adanya tekanan-tekanan yang berasal dari dalam

    dan luar diri membuat remaja menjadi tertekan, cemas, stres, bahkan depresi yang

    mengarah pada bunuh diri. Beberapa kasus siswa bunuh diri diakibatkan oleh

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    6/71

      2

    kehidupan yang penuh stres pada saat ini seperti adanya nilai standar Ujian

     Nasional yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, bencana yang terjadi

    dimana-mana, dan berbagai peristiwa hidup yang menyedihkan. Hal yang sama

    diungkapkan oleh Susilowati (2008) yang mengatakan bahwa penyebab depresi

    dikarenakan siswa mengalami tekanan dalam penyesuaian diri dalam berinteraksi

    dengan orang lain. Menurut data di Instalasi Gawat Darurat (IRD) RSU dr Soetomo Surabaya, lima remaja

    bunuh diri setiap bulannya, dan data ini belum termasuk dari rumah sakit lainnya. Menurut Indarini (2007), rata-rata

    orang bunuh diri karena depresi. Ada banyak hal yang menjadi penyebab depresi, antara lain karena faktor

     pekerjaan, kebutuhan ekonomi, selain itu juga faktor usia juga mempengaruhi,

    sehingga angka bunuh diri pada remaja cukup tinggi. Bunuh diri karena depresi

    menjadi penyebab ketiga (bahkan kedua) kematian pada remaja. Survei Badan

    Kesehatan Dunia (WHO) di 14 negara (1990) memperlihatkan bahwa depresi

    merupakan masalah kesehatan yang mengakibatkan beban sosial nomor empat

    terbesar di dunia. Prediksi WHO dalam dua dekade mendatang diperkirakan lebih

    dari 300 juta penduduk dunia menderita depresi. Pada tahun 2020 depresi akan

    menempati masalah kesehatan nomor dua terbesar setelah penyakit

    kardiovaskuler. Fakta ini membuktikan bahwa depresi harus mendapatkan

     perhatian yang lebih serius lagi, karena orang dengan depresi ringan masih tetap

     bisa bekerja. Namun, jika orang tersebut sampai mengurung diri, tidak bisa

     bekerja atau sekolah, tidak bisa makan, tidak melakukan aktifitas apa-apa, bahkan

    timbul gejala psikotik seperti suara-suara yang menjelekkan dirinya, maka orang

    tersebut mengalami depresi berat. Begitu pula bila remaja yang berada dalam

    masa sekolah mengalami depresi, akibatnya dapat mengakibatkan penurunan

     prestasi belajar, karena tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar, merasa gelisah,

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    7/71

      3

    apatis, putus asa, dan yang terburuk depresi juga bisa menimbulkan keinginan

    untuk bunuh diri seperti diungkapkan Suryanto (2007). Berkaitan dengan remaja,

     National Institute of Mental Health  (dalam Siswanto, 2007, h.73) menyebutkan

     bahwa gangguan depresi memiliki pengaruh yang sangat mendalam terhadap

     berfungsinya dan penyesuaian diri pada remaja terutama pada masa

     perkembangannya. Pada umumnya, gejala-gejala depresi yang dialami oleh

    remaja antara lain mengalami kesedihan yang terus-menerus; ketidakmampuan

    untuk menikmati aktivitas yang sebelumnya menyenangkan; meningkatnya

    aktivitas atau mudah tersinggung; sering mengeluhkan penyakit-penyakit yang

     bersifat fisik seperti sakit kepala atau perut; sering tidak masuk sekolah atau

     prestasi yang buruk di sekolah; kebosanan yang menetap; energi yang rendah,

    konsentrasi yang buruk; perubahan besar dalam pola-pola makan dan tidur

    (Vicnett dalam Siswanto, 2007, h.80).

    Menurut Maramis (2006), istilah depresi dalam ilmu kesehatan jiwa

    dipergunakan untuk menggambarkan suatu kondisi gangguan jiwa yang secara

    klinis tampil dalam bentuk suasana perasaan murung, kehilangan gairah hidup,

    lesu, pesimis atau putus asa, serta kehilangan rasa percaya diri, disertai berbagai

    keluhan fisik/somatis, seperti berat badan turun, disfungsi seksual, dan gangguan

    tidur. DSM IV (1994, h.107) menyebutkan bahwa depresi adalah gangguan

    suasana hati (mood disorder ). Chaplin (2005, h.130) menjelaskan bahwa depresi

    adalah keadaan kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai

    dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi

    masa yang akan datang. Depresi juga bisa menjadi respon sementara bagi

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    8/71

      4

     berbagai macam situasi dan stres. Pada remaja, umumnya depresi terjadi karena

     proses kematangan yang normal, stres yang berkaitan dengan pengaruh hormon

    seks, dan tidak tergantung konflik dengan orang tua. Depresi juga reaksi terhadap

    hal-hal yang mengganggu seperti kematian teman, putus dengan pacar, atau

    kegagalan di sekolah (Van Voorhees, 2007). Sedangkan menurut Seligman (1989,

    dalam Santrock, 2003, h.530) depresi pada remaja terjadi karena meluasnya

     perasaan tidak berdaya, yang disebabkan karena meningkatnya penekanan pada

    diri sendiri, kemandirian, dan individualisme, serta menurunnya penekanan pada

    hubungan dengan orang lain, keluarga, dan agama. Contoh nyata penyebab siswa

    menjadi depresi menurut Akito dari Universitas Waseda (2007), bahwa siswa di

    Jepang saat ini cenderung tidak mampu mengontrol dirinya ketika mereka

    menghadapi penderitaan, seperti persoalan pertengkaran yang disebabkan oleh

    murid yang kuat terhadap murid yang lemah. Kasus serupa juga terjadi di

    Indonesia dimana faktor lingkungan terutama teman sebaya juga dapat menjadi

     penyebab depresi bahkan bunuh diri pada siswa (Suryanto, 2007). Mappiare

    (1982, h.130) menyebutkan bahwa remaja yang merasa diterima oleh teman

    sebayanya akan merasa berarti, berharga, dan dibutuhkan. Sebaliknya, remaja

    yang merasa tidak diterima atau ditolak oleh teman sebayanya dapat mengalami

    gangguan psikis dan sosial, diantaranya depresi. Depresi pada siswa umumnya

     juga disebabkan oleh faktor lingkungan atau dengan teman sekolah. Herbert

    (2004, h.66) mengungkapkan bahwa kesehatan mental pada siswa banyak

    dipengaruhi oleh kekerasan yang terjadi antar siswa yang kemudian dapat

    menimbulkan depresi. Berdasarkan hasil penelitian diindikasikan bahwa korban

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    9/71

      5

    kekerasan antar siswa dapat mengalami depresi (Herbert, 2004, h.83). Kekerasan

    yang dimaksud adalah bullying atau sering disebut peer victimization dan hazing.

     Bullying  adalah bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha

    menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang

    lebih ‘lemah’ oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempersepsikan

    dirinya lebih ‘kuat’.  Bullying  secara sederhana diartikan sebagai penggunaan

    kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga

    korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya (Suryanto, 2007). Perbuatan

     pemaksaan atau menyakiti ini terjadi di dalam sebuah kelompok, misalnya

    kelompok siswa satu sekolah, itulah sebabnya disebut sebagai  peer victimization 

    (Djuwita, 2007). Sedangkan hazing adalah perilaku yang sama namun dilakukan

    oleh anggota yang lebih senior kepada yuniornya. Kebiasaan hazing  ini bermula

    dari masa orientasi sekolah (MOS) yang biasanya hanya diadakan beberapa hari,

    namun kemudian secara informal diperpanjang sendiri oleh anggota-anggota

    senior dalam proses penerimaan anggota baru ke dalam kelompok mereka.

    Djuwita juga menjelaskan kasus lain dari bullying  yang berkenaan dengan

    kegiatan orientasi sekolah untuk siswa baru, dimana siswa senior kerap

    "membenarkan diri" memerintah adik-adik kelasnya yang baru masuk. Menurut

    Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA, 2007), bullying sendiri merupakan situasi

    dimana seseorang yang kuat menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti

    seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang. Pihak yang kuat dalam

    hal ini tidak hanya fisik namun juga secara mental, dan korban bullying  tidak

    dapat mempertahankan dirinya sendiri karena lemah secara fisik atau mental.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    10/71

      6

    Menurut Mellor (2007), bullying  tumbuh subur karena secara umum bullying 

    sangat terkait dengan relasi kuasa. Menurut hasil penelitian Djuwita disebutkan

     bahwa budaya feodalisme juga merupakan salah satu faktor terjadinya bullying.

    Ketika orang muda harus menghormati mereka yang usianya lebih tua apa pun

     perlakuan mereka; ketika sebagian guru menganggap bullying  di sekolah akan

     berlalu seiring waktu; dan ketika orang tua melihat bullying sebagai ”ujian” bagi

    anak agar menjadi pribadi tahan banting dan disiplin. Di Indonesia, sejak 5 tahun

    terakhir, gejala bullying di sekolah mulai diperhatikan media massa, walau dengan

    istilah yang beragam. Dalam bahasa pergaulan kita sering mendengar istilah

    gencet-gencetan  atau juga senioritas. Masih banyak bentuk bullying  yang tidak

    terlihat langsung, padahal dampaknya sangat serius. Misalnya, ketika ada siswa

    yang dikucilkan, difitnah, dipalak, dan masih banyak lagi kekerasan lain yang

    termasuk dalam perilaku bullying ini (Djuwita, 2006).

    Peristiwa-peristiwa bullying  ini seperti gunung es, hanya beberapa yang

    tampak dan terekspos keluar. Namun yang tidak disadari oleh orang tua, guru dan

    lingkungan bahwa bullying  tidak hanya terjadi secara fisik saja, namun juga

    bullying secara mental juga dapat terjadi pada siswa. Banyak orang beranggapan

     bahwa bullying bukanlah masalah yang serius, padahal tanpa kita sadari tindakan

    bullying terjadi setiap hari di lingkungan rumah, sekolah, kantor dan di mana pun.

    Ironisnya, masyarakat cenderung mendiamkan dan menyepelekan hal itu.

    Penelitian yang dilakukan Yayasan Sejiwa pada 2004-2006 menunjukkan bahwa

     banyak guru di Indonesia yang menganggap bullying  bukan masalah serius

    (Suryanto, 2007). Padahal bullying  menandakan minimnya perhatian sekaligus

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    11/71

      7

    kemampuan guru untuk menghindarkan anak didiknya dari ancaman kekerasan,

     baik itu psikis maupun fisik dari teman-temannya (Izn, 2007).

    Kasus-kasus bullying tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi diseluruh

    dunia, termasuk negara-negara maju seperti Amerika dan Jepang. Hal ini dapat

    dilihat dari hasil survei yang telah dilakukan Institut Nasional Kesehatan Anak

    dan Perkembangan Manusia di Amerika Serikat (NICHD) pada tahun 2001 yang

    memaparkan bahwa lebih dari 16% siswa sekolah di Amerika mengaku

    mengalami bullying oleh murid lain. Survei ini dilakukan pada 15.686 siswa kelas

    6 sampai dengan 10 di berbagai sekolah negeri maupun swasta di A.S.

    Departemen Kehakiman A.S sendiri mengeluarkan hasil statistik yang sangat

    mencengangkan di tahun 2001, bahwa 77% pelajar A.S mengalami bullying baik

    secara fisik, verbal maupun mental. Kasus bullying  di Jepang juga diungkap

    melalui penelitian Werly (2001, dalam SEJIWA, 2008, h.10) yang menyebutkan

     bahwa 10% pelajar yang stres karena bullying, dan sudah pernah melakukan usaha

     bunuh diri paling tidak sekali. Penelitian tentang  Bullying  di Indonesia masih

     belum banyak dilakukan. Hanya ada beberapa penelitian tentang bullying,

    diantaranya adalah penelitian yang dilakukan tim fakultas Psikologi UI, yang

    menyatakan bahwa bullying  yang terjadi di SMA adalah Group Bullying  dan

    gejala ini lebih banyak terjadi di kalangan Sekolah Menengah Atas (SMA),

    terutama di kota-kota seperti Jakarta, Bogor dan Bandung (Djuwita, 2006).

    Sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Huneck (dalam Indarini, 2007),

    mengungkapkan bahwa 59 % siswa di Indonesia yang di survei, pernah

    mendengar ejekan yang menyakitkan hati dan perasaannya setiap harinya di

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    12/71

      8

    sekolah sehingga mereka merasa enggan atau malas untuk datang ke sekolah

    lantaran trauma. Hal ini senada dengan Bangu (2007) yang mengatakan bahwa

    10-16 % siswa di Indonesia yang di survei melaporkan bahwa mereka telah

    diejek, di olok-olok, di kucilkan, di pukul, di tendang, atau di dorong setidaknya

    sekali dalam setiap minggunya di sekolah.  Bullying bisa dilakukan oleh seorang

    individu atau sekelompok individu. Target atau korban bullying juga bisa seorang

    individu ataupun sekelompok individu. Namun dalam konteks bullying di sekolah,

    korban biasanya adalah murid secara perseorangan atau tidak dilakukan kepada

    sekelompok murid.

    Alexander (dalam SEJIWA, 2008, h.10) menjelaskan bahwa bullying 

    adalah masalah kesehatan publik yang perlu mendapatkan perhatian karena orang-

    orang yang menjadi korban bullying  kemungkinan akan menderita depresi dan

    kurang percaya diri. Penelitian-penelitian juga menunjukkan bahwa siswa yang

    menjadi korban bullying akan mengalami kesulitan dalam bergaul, merasa takut

    datang ke sekolah sehingga absensi mereka tinggi dan ketinggalan pelajaran,

    mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, dan kesehatan

    mental maupun fisik jangka pendek maupun panjang mereka akan terpengaruh

    (Rigby, 1999 dalam Djuwita, 2006).  Sedangkan menurut Bangu (2007), anak

    yang dibulisering menampakan sikap : mengurung diri atau menjadi school

     phobia, minta p indah sekolah, konsentrasi berkurang, prestasi belajar menurun,

    suka membawa barang-barang tertentu (sesuai yang di minta si pembuli), anak

     jadi penakut, gelisah, tidak bersemangat, menjadi pendiam, mudah sensitif,

    menyendiri, menjadi kasar dan dendam, mudah cemas, mimpi buruk, melakukan

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    13/71

      9

     perilaku bullying kembali terhadap orang lain. Pendapat lain juga dikemukan oleh

    Mellor (2007) yang mengatakan bahwa dalam tingkatan tertentu, efek bullying 

     bisa menurunkan kemampuan akademis siswa. Ini lantaran siswa seringkali

    merasa gundah, sulit berkonsentrasi sehingga kurang bergairah dalam belajar.

    Mereka juga seringkali takut (karena trauma) dan tidak percaya diri. Dampaknya,

     potensi siswa gagal diberdayakan di sekolah.  Sementara itu menurut Sheras

    (2002, h.54) anak yang menjadi korban bullying dalam waktu yang cukup lama

    akan menunjukkan gejala atau perilaku seperti menjadi malu, penuh ketakutan dan

    atau kecemasan, memiliki self esteem yang rendah, menarik diri dari lingkungan

    sosialnya, mengalami kelemahan secara fisik, dan emosional. Ciri-ciri individu

    yang mengalami bullying  seperti gelisah, tidak bersemangat, menjadi pendiam,

    menyendiri, sulit berkonsentrasi, dan menjadi tidak bergairah juga terdapat pada

    individu yang mengalami depresi seperti yang diungkapkan oleh Mahendratto

    (2007). 

    Berdasarkan uraian di atas, bullying  dapat menjadi penyebab seorang

    individu menjadi depresi. Depresi berdampak pada hilangnya minat terhadap

    aktifitas belajar, konsentrasi yang menurun, serta hilangnya gairah hidup pada

    siswar. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut apakah bullying  menimbulkan depresi

     pada siswa SMA.

    B. Tujuan

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    14/71

      10

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara bullying 

    dengan depresi pada siswa SMA.

    C. Manfaat

    Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik manfaat praktis

    maupun teoritis.

    1.  Manfaat Praktis

    Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan rujukan untuk

    memetakan penyebab dari depresi sehingga dapat memberikan treatment  

    yang tepat terhadap depresi yang disebabkan oleh bullying.

    2.  Manfaat Teoritis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi

     pengembangan psikologi klinis dan psikologi sosial; khususnya mengenai

    kaitan antara bullying dengan depresi pada siswa SMA.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    15/71

    11

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A.  Depresi Pada Siswa SMA

    1. Definisi Depresi pada Siswa SMA 

    Siswa SMA di Indonesia pada umumnya adalah remaja yang berada dalam

    usia sekolah. Remaja atau adolescence (Inggris) berasal dari kata Latin adolescere

    yang artinya tumbuh ke arah kematangan. Kematangan disini tidak hanya

    kematangan secara fisik, tetapi juga kematangan secara sosio-psikologis (Muss,

    dalam Sarwono, 2002, h.8). Menurut Santrock (2003, h.26), remaja diartikan

    sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa

    yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

    Pada tahun-tahun berikutnya, definisi menjadi semakin berkembang ke

    arah yang bersifat konkrit operasional. Ditinjau dari bidang kegiatan WHO, yaitu

    kesehatan, masalah yang terutama dirasakan mendesak mengenai kesehatan

    remaja adalah kehamilan terlalu awal. Berangkat dari masalah pokok ini, WHO

    menetapkan batasan usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Selanjutnya

    WHO menyatakan walaupun definisi diatas terutama didasarkan pada usia

    kesuburan (fertilitas) wanita, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria

    danWHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian yaitu :

    a.  Remaja awal : 10-14 tahun

     b. 

    Remaja akhir : 15-20 tahun

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    16/71

      12

    Hurlock (1968, h.12) membagi batasan-batasan remaja sebagai berikut :

    a. Pubertas/adolescence : 10 atau 12-13 tahun

     b. Masa Remaja Awal : 13 atau 14-17 tahun

    c. Masa Remaja Akhir : 17-21 tahun

    Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelajar SMA berada

    dalam rentang umur remaja yang berada dalam masa transisi dari anak-anak

    menuju dewasa yang ditandai dengan perubahan biologis, kognitif, dan sosial-

    emosional, yang terbagi dalam batasan-batasan usia tertentu. Pada penelitian ini,

     peneliti membagi remaja berdasarkan rentang usia sesuai pendapat Hurlock yang

    meliputi remaja awal, yaitu ketika individu berusia 13-17 tahun. Pemilihan

     pembagian remaja berdasarkan rentang usia sesuai Hurlock ini dikarenakan teori

    tersebut dianggap sesuai dengan kondisi sosio-budaya masyarakat Indonesia.

    Apabila mengacu pada perubahan fungsi remaja dari makhluk aseksual menjadi

    makhluk seksual, individu di Indonesia mulai berubah dari aseksual menjadi

    seksual di usia 13 tahun dan dianggap berakhir menjadi individu yang kurang

     bertanggung jawab secara hukum di usia 17 tahun. Masa remaja awal menurut

    Hurlock ini juga merupakan rentang usia yang ideal bagi seseorang berada dalam

    masa pendidikan sebagai pelajar SMA di Indonesia, yaitu antara 15-17 tahun.

    Kehidupan remaja sebagai pelajar selalu penuh dinamika dan

     permasalahan. Ada yang dapat dihadapi, ada pula yang terasa berat untuk dilalui.

    Tekanan-tekanan dari luar maupun dari dalam diri seseorang terkadang dapat

    menimbulkan depresi. Menurut Hawari (2001, h.91), depresi merupakan salah

    satu betuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan

    kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus

    asa. Hal yang sama dikemukakan oleh National Institute of Mental Health (dalam

    Siswanto, 2007, h.75), yang mendefinisikan gangguan depresi sebagai suatu

     penyakit “tubuh yang menyeluruh”(whole-body), yang meliputi tubuh, suasana

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    17/71

      13

     perasaan (mood). Definisi depresi sendiri menurut Burns (1988, h.143)

    digolongkan sebagai gangguan mood atau susasana hati, dimana penderita depresi

    mengalami perasaan sedih yang mendalam sehingga tidak dapat berfungsi secara

    adekuat dan kadang-kadang kesedihan tersebut berlangsung agak lama dan

     penderita tidak dapat keluar dari kesedihan tersebut. DSM IV (1994, h.107)

    menjelaskan bahwa depresi adalah gangguan suasana hati (mood disorder ).

    Gangguan suasana hati mengacu pada pengertian emosi yang tertahan lama, yang

    mewarnai kehidupan manusia serta melibatkan depresi maupun kegembiraan

    (mania). Depresi meliputi perasaan sedih dan kepatahan hati yang luar biasa,

    sedangkan mania dikarakteristikkan melalui perasaan berlebihan atau euphoria

    yang mendalam dan tidak realistik. Menurut Greist dan Jefferson (1987, h. 1),

    depresi adalah suatu gangguan yang berlangsung cukup lama disertai gejala –

    gejala dan tanda – tanda yang mengganggu kewajaran sikap dan tindakan

    seseorang atau yang menyebabkan kesedihan yang amat sangat dan bisa

    keduanya. Sedangkan De Paulo (2002, h. 9-11) berpendapat bahwa depresi

    adalah suatu perasaan kesepian atau perasaan yang asing bagi dirinya, merasa

    kehilangan. Seseorang yang mengalami depresi akan merasa terisolasi dan dunia

    kelihatan asing dan tempat yang ‘keras’. Kebiasaan berpikir yang alamiah dan

     perilaku yang tenang tidak ada disaat dibutuhkan. Lebih lanjut De Paulo

    mengatakan bahwa depresi merupakan penyakit periodik (episodic). Episode

    tersebut dapat berlangsung seminggu atau sebulan atau setahun tergantung dari

     banyaknya simptom terselesaikan. Simptom tersebut bisa berasal dari faktor

    eksternal atau internal (perubahan hormonal). Sebagian besar individu tidak

    mengetahui bahwa dirinya mengalami depresi.

    Dari penjabaran mengenai definisi depresi di atas, maka dapat disimpulkan

     bahwa depresi pada siswa SMA adalah suatu pemikiran negatif tentang diri,

     perasaan sedih yang mendalam, putus asa dan tidak berpengharapan, dan merasa

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    18/71

      14

    tidak berguna yang manifestasinya berupa tindakan penarikan diri, dan

    kegelisahan yang mengganggu kewajaran sikap dan tindakan seseorang.

    2. Penyebab Depresi pada Siswa SMA

    Sarason dan Sarason (1989, h. 277) menjelaskan mengenai faktor-faktor

    yang menjadi penyebab depresi pada seseorang :

    a. Faktor dari individu itu sendiri

    1)  Faktor biologis

    2) 

    Distorsi kognitif

    3) 

    Rasa rendah diri

     b. Faktor dari lingkungan

    1) 

    Kehilangan status dan identitas diri

    2) 

    Kehilangan mata pencaharian, penghasilan, dan kemiskinan

    3) 

    Ketakutan ancaman

    4) 

    Gangguan kesehatan

    De Clerq (1994, h.127) menyebutkan faktor-faktor penyebab depresi adalah :

    a. 

    Faktor penentu dari dalam diri sendiri termasuk di dalamnya faktor

    kognitif, kekurangan saat dilahirkan, kekurangan bio-kemis.

     b.  Faktor penentu dari lingkungan, meliputi pola interaksi keluarga dan

    hubungan sosial. Hubungan sosial yang buruk yaitu perilaku bullying yang

    dilakukan oleh teman sebaya atau pun oleh lingkungan dapat membuat

    seseorang merasa tertekan dan tidak berdaya sehingga siswa menjadi

    depresi. Menurut Ross (dalam Davis, 2003, h.9), bullying merupakan salah

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    19/71

      15

    satu bentuk interaksi sosial negatif, dimana di dalamnya terdapat lebih dari

    satu orang pembuli  yang menunjukkan perilaku agresif yang telah

    direncanakan, dan dalam kenyataannya menyebabkan stres kepada individu

    yang kurang dominan (korban).

    c. 

    Faktor dalam kehidupan, meliputi pengalaman kehilangan seseorang yang

     berharga.

    Lebih lanjut,  National Institute of Mental Health  (2007) menyebutkan

     bahwa penyebab depresi pada remaja, anak-anak, dan orang dewasa adalah

     penolakan sosial, permasalahan keluarga, dan kegagalan dalam ujian. Menurut

     Nevid (2005, h.177), kejadian yang menimbulkan stres, masalah, dan konflik

    keluarga, kurangnya dukungan sosial, faktor genetis juga bisa berperan. Seligman

    (dalam Clerq 1994, h. 120-121) mengemukakan bahwa bila seseorang atau hewan

    mengalami kejadian yang tidak dapat mereka kontrol, dalam dirinya timbul suatu

    harapan ketidakmampuan menguasai keadaan dalam situasi yang sama. Dalam

    situasi-situasi tersebut mereka akan menunjukkan perilaku ketidakberdayaan yang

    dipelajari. Orang ini memandang dirinya tidak berdaya untuk menjaga hal-hal

    negatif di masa depan. Menurut Seligman orang menjadi depresi karena mereka

     percaya apapun yang mereka kerjakan tidak akan membuat perbedaan. Selain itu

     juga disebutkan bahwa depresi merupakan kepercayaan yang dipelajari dalam

    ketidakberdayaan seseorang. Seligman (Oltmanns dan Emery, 1998, h. 174) juga

    mengatakan bahwa penderita depresi percaya bahwa mereka tidak mempunyai

    harapan dan tidak dapat menguasai keadaan dalam hidup mereka.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    20/71

      16

    Berdasarkan uraian di atas, banyak faktor yang menyebabkan timbulnya

    depresi pada remaja usia sekolah, antara lain penolakan sosial, permasalahan

    keluarga, dan kegagalan dalam ujian, kejadian yang menimbulkan stres seperti

     perilaku bullying  yang dialami oleh siswa, masalah, dan konflik keluarga,

    kurangnya dukungan sosial, kepercayaan yang dipelajari dalam ketidakberdayaan

    seseorang, dan faktor genetis. Jadi, keseluruhan faktor tersebut dapat disimpulkan

    menjadi penyebab depresi yang berasal dari dalam diri sendiri atau individu, dari

    lingkungan, dan dari dalam kehidupan.

    3. Gejala Depresi pada Siswa SMA

    Menurut Nevid, dkk (2005, h.230) ciri-ciri umum dari depresi menurut

    DSM IV-TR adalah :

    a. Perubahan pada kondisi emosional :

    1) 

    Perubahan pada mood (periode terus-menerus dari perasaan terpuruk,

    depresi, sedih, atau muram).

    2)  Penuh air mata atau menangis.

    3)  Meningkatnya iritabilitas (mudah tersinggung, kegelisahan, atau

    kehilangan kesabaran.

     b. Perubahan dalam motivasi :

    1)  Perasaan tidak termotivasi, atau memiliki kesulitan untuk memulai

    (kegiatan) di pagi hari atau bahkan sulit bangun dari tempat tidur

    2) 

    Menurunnya tingkat partisipasi sosial atau minat pada aktivitas sosial

    3)  Kehilangan kenikmatan atau minat dalam aktivitas menyenangkan

    4) 

    Menurunnya minat pada seks

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    21/71

      17

    5)  Gagal untuk berespons pada pujian atau reward

    c. Perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik :

    1)  Bergerak atau berbicara dengan lebih perlahan daripada biasanya

    2) 

    Perubahan dalam kebiasaan tidur (tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit,

     bangun lebih awal dari biasanya dan merasa kesulitan untuk kembali tidur

    di pagi buta-disebut mudah terbangun di pagi buta)

    3) 

    Perubahan dalam selera makan (makan terlalu banyak atau terlalu sedikit)

    4)  Perubahan dalam berat badan (bertambah atau kehilangan berat badan)

    5) 

    Berfungsi secara kurang efektif daripada biasanya di tempat kerja atau di

    sekolah

    d. Perubahan kognitif :

    1) 

    Kesulitan berkonsentrasi atau berpikir jernih

    2) 

    Berpikir negatif mengenai diri sendiri dan masa depan

    3) 

    Perasaan bersalah atau menyesal mengenai kesalahan di masa lalu

    4) 

    Kurangnya self esteem atau merasa tidak adekuat

    5)  Berpikir akan kematian atau bunuh diri

    Dalam DSM IV-TR (Nevid, dkk 2005, h.231) dijabarkan mengenai gejala-

    gejala depresi yaitu:

    a.  Sedih, keadaan depresi

     b. 

    Berkurangnya nafsu makan dan kehilangan berat badan atau nafsu makan

    meningkat dan berat badan bertambah

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    22/71

      18

    c.  Gangguan atau kesulitan tidur (insomnia) tidak dapat tidur kembali setelah

    terbangun ditengah malam dan bangun terlalu pagi, atau pada beberapa

     pasien memiliki keinginan untuk tidur sepanjang waktu

    d. 

    Perubahan dalam aktivitas, menjadi lesu, malas atau gelisah

    e. 

    Kehilangan minat dan kesenangan dalam aktivitas sehari-hari

    f.  Kehilangan energi, kelelahan yang berlebihan

    g. 

    Konsep diri yang negatif, menyalahkan diri sendiri, dan merasa bersalah

    h.  Mengeluh atau membuktikan kesulitan dalam berkonsentrasi

    i. 

    Adanya keinginan untuk bunuh diri

    Gejala depresi dalam DSM IV-TR (Nevid dkk, 2005, h.231)

    mengungkapkan bahwa gangguan depresi mayor dicirikan sebagai satu atau dua

    episode depresi mayor sekurang-kurangnya dua minggu timbul perasaan depresi

    atau hilangnya minat disertai oleh sekurang-kurangnya empat gejala tambahan

    depresi. Empat gejala tambahan depresi meliputi perubahan dalam selera makan

    atau berat tubuh, berkurangnya energi, perasaan tidak berharga atau bersalah,

    kesulitan berpikir atau sulit konsentrasi, pikiran untuk bunuh diri. 

    Depresi mengacu pada suasana hati atau gejala klinis yaitu suatu kombinasi

    dari emosional dan afeksi, kognitif, dan tingkah laku (Oltmans dan Emery, 1998,

    h. 152). Gejala-gejala tersebut antara lain :

    a. 

    Gejala afektif pada orang yang menderita depresi adalah : penderita

    memiliki perasaan yang murung dan sedih.

     b. 

    Gejala kognitif pada orang yang menderita depresi adalah : penderita

    depresi mudah mengalihkan perhatiannya. Mereka sukar dalam

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    23/71

      19

     berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan, merasa bersalah, merasa tidak

     berguna, pada beberapa orang merasa tidak memiliki harapan, kehilangan

    kesenangan sehingga tidak jarang memilih bunuh diri.

    c. 

    Gejala somatik pada orang yang menderita depresi adalah : merasa cepat

    lelah, sulit tidur meski kadang ada yang terlalu banyak tidur, makan

     berlebihan, diet berlebih, sering terbangun pada waktu tidur, bangun dua

     jam lebih awal dari biasanya.

    Atkinson, dkk (1991, h.430) menyebutkan empat gejala depresi yaitu :

    a. 

    Gejala emosional (mood)

    Kesedihan dan kekesalan adalah adalah gejala yang paling menonjol pada

    depresi. Individu merasa putus asa dan tidak berdaya, seringkali menangis

    dan mencoba bunuh diri, hilangnya kegembiraan atau kepuasan dalam

    hidupnya.

     b. 

    Gejala kognitif

    Gejala kognitif terutama terdiri dari pikiran negatif. Individu yang

    mengalami depresi cenderung memiliki rasa percaya diri yang rendah,

    merasa tidak kuat dan menyalahkan diri sendiri atas kegagalan. Mereka

    merasa putus asa tentang masa depan dan merasa pesimistik bahwa mereka

    dapat melakukan sesuatu untuk memperbaiki hidup.

    c. 

    Gejala motivasional

    Motivasi mengalami surut pada depresi. Orang yang mengalami depresi

    cenderung pasif dan cenderung sulit memulai aktivitas.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    24/71

      20

    d.  Gejala fisik

    Gejala fisik depresi antara lain : hilangnya nafsu makan atau penambahan

    nafsu makan, gangguan tidur, kelelahan, serta hilangnya energi.

    Lewinsohn, dkk.(1994, dalam Nevid dkk, 2005, h.169) menjelaskan

     bahwa depresi pada remaja memiliki gejala yang hampir sama seperti yang

    dialami oleh orang dewasa, beberapa gejala yang dialami oleh remaja adalah :

    a. Kecenderungan penurunan prestasi di sekolah

     b. Perubahan dalam penampilan dan kebersihan pribadi

    c. Berlaku merugikan /negatif dan membantah

    d. Kepercayaan yang tidak umum atau halusinasi

    e. Nafsu makan berubah secara teratur (bertambah atau kehilangan berat badan)

    f. Gelisah, menarik diri, atau menjadi lambat atau lebih banyak berdiam diri

    (menghabiskan waktu dengan bengong, malas bergerak)

    g. Kehilangan tenaga, mengeluh merasa capek atau lelah setiap saat

    h. Mengeluh selalu merasa bersalah atau merasa tidak berharga

    i. Keyakinan bahwa hidup itu sudah tidak berharga untuk dijalani

    Greist dan Jefferson (1987, h.2-3) mengatakan bahwa depresi yang

     patologik juga mempunyai gejala-gejala psikis dan fisik. Gejala psikis yang sering

    terjadi antara lain perasaan sedih yang mendalam, perasaan tidak berguna,

     perasaan berdosa, putus asa, ingin mati, dan sebagainya. Bila gejala depresi

    memberat dapat terjadi tindakan sampai bunuh diri. Gejala fisik yang terjadi

    antara lain : gangguan tidur, berat badan berkurang, hilang nafsu makan dan

    libido. Pada depresi ringan justru akan nampak hal sebaliknya, seperti tidur terus,

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    25/71

      21

    dan nafsu makan bertambah. Pemikiran orang yang menderita depresi sering

     bersifat negatif, baik tentang dirinya sendiri, masa sekarang, maupun masa yang

    akan datang. Penderita depresi juga sering mengeluh tentang melemahnya daya

    konsentrasi dan ingatan serta kesulitan dalam mengambil keputusan. Penderita

    seringkali merasa cemas, merasa sesuatu yang menakutkan akan terjadi, tetapi

    sesuatu itu tidak jelas. Dapat juga timbul rasa takut yang berlebih-lebihan atau

    ketakutan yang tidak wajar terhadap situasi-situasi tertentu. Hal yang sama juga

    dikemukakan oleh National Institute of Mental Health (2007) yang menyebutkan

     bahwa gejala depresi pada remaja adalah perasaan sedih, cemas atau kosong yang

    terus menerus, perasaan tidak mempunyai harapan, pesimis, merasa bersalah,

    tidak berharga, dan perasaan tidak berdaya. Remaja sendiri juga kehilangan minat,

    aktifitas, dan kesenangan akan hobi yang dulu sering dilakukan. Lewinsohn,

    dkk.(1994, dalam Nevid dkk, 2005, h.169) menjelaskan bahwa depresi pada

    remaja memiliki gejala yang hampir sama seperti yang dialami oleh orang

    dewasa.

    Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

    gejala-gejala depresi pada siswa SMA meliputi empat hal yang utama yaitu gejala

    emosional (mood), gejala kognitif, gejala motivasional, dan gejala fisik. Gejala

    emosional yaitu kesedihan dan kekesalan sedangkan gejala kognitif terutama

    terdiri dari pikiran negatif. Gejala motivasional yaitu individu cenderung pasif dan

    cederung sulit memulai aktivitas, dan gejala fisik berupa hilangnya nafsu makan

    atau penambahan nafsu makan, gangguan tidur, kelelahan serta hilangnya energi.

    Gejala-gejala depresi ini telah mencakup sebagian besar gejala-gejala depresi

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    26/71

      22

    yang diungkap oleh para ahli lain, dan seorang individu tidak harus memiliki

    keempat gejala tersebut untuk dapat didiagnosis sebagai menderita depresi, tetapi

    lebih kepada banyaknya gejala yang dimiliki.

    B.  Bullying 

    1. Pengertian Bullying

    Pengertian bullying  masih menjadi perdebatan dan belum menemukan

    suatu definisi yang diakui secara universal, sehingga belum ada pengertian yang

     baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang

     berarti banteng yang senang menyeruduk kesana kemari. Istilah ini akhirnya di

    ambil untuk menguraikan suatu tindakan yang destruktif. Berbeda dengan negara

    lain, seperti di Norwegia, Finlandia, Denmark, dan Finlandia yang menyebutkan

    bullying  dengan istilah mobbing  atau mobbning. Istilah aslinya berasal dari

    Inggris, yaitu mob yang menekankan bahwa biasanya mob adalah kelompok orang

    yang anonim dan berjumlah banyak dan terlibat kekerasan (Heinemann, 1972 &

    Olweus 1973a dalam Olweus, 2004, h. 8). Tattum (dalam Rigby, Smith, and

    Pepler, 2007, h.5) memandang bahwa bullying adalah keinginan untuk menyakiti

    dan sebagian besar harus melibatkan ketidakseimbangan kekuatan yaitu orang

    atau kelompok yang menjadi korban adalah yang tidak memiliki kekuatan dan

     perlakuan ini terjadi berulang-ulang dan diserang secara tidak adil. Berbeda

    dengan tindakan agresif lain yang melibatkan serangan yang dilakukan hanya

    dalam satu kali kesempatan dan dalam waktu pendek, bullying  biasanya terjadi

    secara berkelanjutan dalam jangka waktu cukup lama, sehingga korbannya terus-

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    27/71

      23

    menerus berada dalam keadaan cemas dan terintimidasi. Hal ini didukung oleh

     pernyataan yang dikemukakan Djuwita (dalam Mellor, 2007) bahwa bullying 

    adalah penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau

    kelompok, sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya, dan

     peristiwanya mungkin terjadi berulang. Pendapat yang relatif sama dikemukakan

    oleh SEJIWA (2007) yang menyatakan bahwa bullying  adalah situasi dimana

    seseorang yang kuat (bisa secara fisik maupun mental) menekan, memojokkan,

    melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang,

    untuk menunjukkan kekuasaannya. Dalam hal ini sang korban tidak mampu

    membela atau mempertahankan dirinya sendiri karena lemah secara fisik atau

    mental.

    Hal yang penting disini bukan sekedar tindakan yang dilakukan, tetapi apa

    dampak  

    tindakan tersebut terhadap korbannya. Misalnya, seorang siswa

    mendorong bahu temannya dengan kasar; bila yang didorong merasa

    terintimidasi, apalagi bila tindakan tersebut dilakukan berulang-ulang, maka

     perilaku bullying telah terjadi. Bila siswa yang didorong tak merasa takut atau

    terintimidasi, maka tindakan tersebut belum dapat dikatakan bullying (SEJIWA,

    2007). Sedangkan Mellor (2007) mendefiniskan bullying  dari sudut pandang

    korban yaitu bullying  terjadi ketika seorang secara terang-terangan di sakiti oleh

    tindakan orang lain, dan ia tidak memiliki kekuatan untuk mencegah terjadinya

    kekejaman tersebut (2007). Menurut Sullivan (2000, h. 14) bullying  juga harus

    dibedakan dari tindakan atau perilaku agresif lainnya. Pembedaannya adalah tidak

     bisa dikatakan bullying  jika seseorang menggoda orang lain secara bercanda,

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    28/71

      24

     perkelahian yang terjadi hanya sekali, dan perbuatan kasar atau perkelahian yang

    tidak bertujuan untuk menyebabkan kehancuran atau kerusakan baik secara

    material maupun mental. Selain itu tidak bisa dikatakan bullying  jika termasuk

     perbuatan kriminal seperti penyerangan dengan senjata tajam, kekerasan fisik,

     perbuatan serius untuk menyakiti atau membunuh, pencurian serius, dan

     pelecehan seksual yang dilakukan hanya sekali.

    Definisi yang diterima secara luas adalah yang dibuat Olweus (2004, h.9)

    yang menyatakan bahwa siswa yang mengalami bullying  adalah ketika siswa

    secara berulang-ulang dan setiap saat mendapat perlakuan negatif oleh seorang

    atau lebih siswa lain.  Tindakan negatif disini adalah ketika seseorang secara

    sengaja melukai atau mencoba melukai, atau membuat seseorang tidak nyaman.

    Intinya secara tidak langsung tersirat dalam definisi perilaku agresif.

    Berdasarkan uraian di atas, pengertian korban bullying  adalah ketika

    seseorang secara terang-terangan di sakiti oleh tindakan orang lain dan setiap saat

    atau terus-menerus mendapat perlakuan negatif baik secara mental maupun fisik

    oleh seorang atau lebih, dan korban tidak memiliki kekuatan untuk mencegah

    terjadinya kekejaman tersebut.

    2. Bentuk-bentuk Bullying

    Sheras (2002, h. 36 – 48) mengatakan bahwa bentuk bullying dapat berupa

    bullying  secara fisik, bullying  secara verbal, bullying secara sosial dan bullying

    secara seksual. Perilaku bullying secara fisik berupa menendang, memukul,

    mendorong dan tindakan penyerangan fisik yang lain.  Bullying verbal contohnya

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    29/71

      25

    adalah mencela, mengejek, memberi julukan yang merendahkan, mengancam dan

    membuat gosip.  Bullying  dalam bentuk sosial yaitu sengaja dijauhi, ditolak,

    diasingkan dan bercanda yang keterlaluan sedangkan bentuk bullying  secara

    seksual biasanya dialami oleh perempuan. Bentuknya berupa intimidasi dan

    rumor secara seksual yang disebarkan ke teman-teman, sentuhan yang tidak

     pantas, labeling seksual (“pelacur”). Pendapat yang sama diungkapkan Olweus

    (2004, h. 9) bahwa bullying  itu berbentuk tindakan negatif secara fisik, verbal

    maupun psikologis. Tindakan negatif secara fisik berupa memukul, mendorong,

    menendang, mencubit dan bentuk penguasaan secara kontak fisik yang lain.

    Tindakan verbal dapat berupa ancaman, ejekan, menggoda dan memanggil dengan

    nama julukan yang tidak disukai. Bentuk psikologis dari bullying yaitu raut wajah

    yang tidak menyenangkan, tidak memasukan dalam kegiatan kelompok atau

    menolak keterlibatan seseorang dalam kegiatan kelompok. Hal ini senada dengan

    yang diungkapkan oleh Bangu (2007) yang menyatakan bahwa bullying  dapat

     berupa tindakan fisik, verbal atau psikologis. Tindakan fisik muncul dalam

    aktivitas menonjok, memaksa, memukul, mendorong, mencekik, menendang,

    meninju, menggigit, mencubit, mencakar, meludahi, mencengkeram, merusak

     properti pribadi, mengancam, menodong dengan senjata dan lain sebagainya.

    Tindakan verbal antara lain mengejek, menghina, mengolok-olok, menakuti lewat

    telepon, ancaman kekerasan, pemerasan, mencela, gossip, menyebarkan rumor,

     penghinaan ras, mengancam lewat alat komunikasi elektronik, pesan tanpa nama

     pengirim. Tindakan psikologis yakni tidak diikutsertakan seseorang dalam satu

    kelompok, mengucilkan, menyebarkan gosip, merusak hubungan, menghina

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    30/71

      26

     pakaian yang di kenakan, memandang hina, menatap dengan agresif dan

    sebagainya. Mellor (2007) juga mengungkap hal yang sama bahwa 

    bullying 

    terbagi tiga, yang pertama, bullying fisik seperti memukul, mencubit, menampar,

    atau memalak. Kedua, bullying verbal seperti memaki, menggosip atau mengejek

    dan, bullying  psikologis seperti mengintimidasi, mengecilkan, mengabaikan dan

    diskriminasi.

    SEJIWA (2007) menggolongkan bentuk bullying sedikit berbeda. Menurut

    SEJIWA ada 3 (tiga) bentuk bullying  yaitu fisik   seperti menggigit, menendang,

    mendorong, mencubit, mencakar, menampar, menjambak, meludahi, memukul,

    melempar barang, memalak, memilin telinga. Verbal seperti  mengintimidasi,

    menjuluki, menghina, menyebar rumor, memfitnah, merendahkan, mencela,

    memaki, mengancam, komentar-komentar rasis dan yang terakhir non verbal yaitu 

    mengejek, mengucilkan, memandang sinis, ekspresi wajah merendahkan,

    mendiamkan, mengabaikan, mempermalukan. Bentuk-bentuk bullying  seperti

    yang diungkapkan di atas dapat disimpulkan ada 3 (tiga) hal yang utama yaitu

    bullying secara fisik, bullying  secara verbal dan bullying  secara psikologis atau

    nonverbal. Bullying fisik adalah tindakan berupa kontak fisik yang negatif seperti

    memukul, mendorong, menendang dan tindakan fisik negatif yang lain. Bentuk

    verbal berupa intimidasi, menjuluki, mengancam dan mengejek sedangkan

    bullying  secara psikologis atau nonverbal yaitu menunjukkan raut wajah yang

    tidak menyenangkan, menolak keikutsertaan dalam kelompok, mengucilkan dan

    mendiamkan.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    31/71

      27

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan ada tiga bentuk bullying  yang

    dialami oleh korban yaitu bullying  secara fisik, bullying  secara psikologis, dan

    bullying secara verbal.

    C. Hubungan antara Bullying dengan Depresi pada Siswa SMA

    Remaja sebagai seorang siswa seringkali menghadapi kesulitan dalam

    kehidupannya. Permasalahan terhadap teman, sekolah, dan keluarga serta

    lingkungan sekitarnya juga mempengaruhi siswa dalam perkembangnnya.

    Lingkungan yang tidak kondusif, ataupun permasalahan yang menekan dapat

    membuat siswa menjadi cemas, stres, bahkan depresi. Salah satu penyebab siswa

    depresi biasanya yang berhubungan dengan pelajaran, masalah keluarga, dan

    interaksi sosialnya. Salah satu bentuk dari interaksi sosial yang negatif adalah

     perilaku abuse. Perilaku abuse  yang dialami anak dapat berakibat depresi pada

    anak atau remaja. Echols dan Shadily (dalam Siswanto, 2007, h. 122)

    mendefinisikan abuse sebagai penyalagunaan, perlakuan kejam, siksaan, makian,

    memperlakukan dengan kasar atau kejam atau keji, memaki-maki dan

    mengkhianati. Perilaku abuse  dengan kategori  physical abuse  dan emotional

    abuse bila dilakukan terus-menerus pada individu tertentu, maka kategori perilaku

    abuse tersebut merupakan perilaku bullying. Seseorang yang mengalami bullying 

    akan merasa tertekan bila setiap saat mendapat perlakuan yang tidak

    menyenangkan tersebut. Menurut Ross (dalam Davis, 2003, h.9), bullying

    merupakan salah satu bentuk interaksi sosial dimana di dalamnya terdapat lebih

    dari satu orang pembuli  yang menunjukkan perilaku agresif yang telah

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    32/71

      28

    direncanakan, dan dalam kenyataannya menyebabkan stres kepada individu yang

    kurang dominan (korban). Perilaku agresif bisa berupa kontak fisik secara

    langsung dan atau serangan tidak langsung yaitu secara verbal.

    Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa siswa yang menjadi korban

    bullying akan mengalami kesulitan dalam bergaul, merasa takut datang ke sekolah

    sehingga absensi mereka tinggi dan ketinggalan pelajaran, mengalami kesulitan

     berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, dan kesehatan mental maupun fisik

     jangka pendek maupun panjang mereka akan terpengaruh (Rigby, 1999 dalam

    Djuwita, 2006). Menurut Sullivan (2000, h.x) anak yang menjadi target oleh

    kekerasan remaja ini (korban pembulian) berisiko menderita kelemahan fisik,

    ditolak dan dibuang, atau menjadi korban gosip, diberi julukan dan diremehkan.

    Bila terus berlanjut maka efeknya bisa membuat kesehatan mental remaja

    terganggu. Davis (2003, h. 19) juga menyatakan hal yang sama melalui penelitian

    yang pernah dilakukan, yaitu bullying  dapat mengakibatkan kecenderungan

    depresi meningkat, bunuh diri, agresivitas, dan penurunan prestasi akademik. Bila

    gejala tersebut muncul dan menetap pada diri anak dalam waktu relatif lama,

    akan berakibat anak mengalami tekanan atau stres. Kondisi stres yang dialami

    siswa tersebut, bila tidak disadari dan tidak mendapatkan penanganan secara

    serius akan menjadikan siswa mengalami depresi. Pendapat ini didukung oleh

    Rigby, dkk (2007, h. 1) yang menyatakan korban bullying akan mengalami

    harga diri rendah, kecemasan, depresi, tidak percaya pada orang lain, gejala

     psikosomatis dan penolakan sekolah. Korban bullying kemudian diramalkan

    akan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami kekerasan di masa

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    33/71

      29

    depan. Hasil yang paling tragis dari korban bullying  adalah bunuh diri.

    Bentuk-bentuk bullying yang bertujuan menyakiti merupakan stresor negatif

     bagi seseorang dan hal ini menunjukkan bahwa bullying  merupakan salah

    satu stresor dari luar diri siswa yang berdampak negatif. Ketika seorang

    siswa tidak mendapat dukungan dan perhatian dari keluarga, teman dan

    lingkungan pergaulannya maka akan menimbulkan dampak yang negatif,

    salah satunya adalah depresi.

    Berdasarkan uraian tersebut, bullying merupakan stresor negatif dari

    luar yang menjadi salah satu penyebab timbulnya depresi. Oleh karena itu

    bullying berhubungan dengan timbulnya depresi pada siswa SMU.

    D. Hipotesis

    Ada hubungan positif antara bullying  dengan depresi pada siswa SMA.

    Semakin tinggi siswa mengalami bullying, maka semakin tinggi tingkat depresi

     pada siswa SMA, begitu juga sebaliknya.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    34/71

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. 

    Metode Penelitian yang Digunakan

    Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Azwar (1998,

    h.5) pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data – data numerikal

    (angka) yang diolah dengan metoda statistika. Pada dasarnya, pendekatan

    kuantitatif dilakukan pada penelitian yang dilakukan dalam rangka menguji

    hipotesis dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas

    kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh

    signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang

    diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampel besar.

    B.  Identifikasi Variabel Penelitian

    Variabel penelitian adalah objek yang akan diselidiki (Hadi, 2000, h.4),

    atau apa yang menjadi perhatian sesuatu penelitian (Arikunto, 1993, h.9). Variabel

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

    1. 

    Variabel tergantung : depresi pada siswa SMA

    2.  Variabel bebas : bullying

    C. 

    Definisi Operasional Variabel Penelitian

    1. Depresi pada Siswa SMA

    Depresi pada siswa SMA adalah  suatu pemikiran negatif tentang diri,

     perasaan sedih yang mendalam, putus asa dan tidak berpengharapan, dan merasa

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    35/71

    tidak berguna yang manifestasinya berupa tindakan penarikan diri, dan

    kegelisahan yang mengganggu kewajaran sikap dan tindakan. Depresi pada siswa

    SMA ini diungkap melalui skala depresi yang disusun berdasarkan gejala-gejala

    depresi yang meliputi gejala emosional (mood), gejala kognitif, gejala

    motivasional dan gejala fisik. Semakin tinggi skor yang diperoleh,

    mengindikasikan tingkat depresi pada siswa yang semakin tinggi. Sebaliknya

    semakin rendah skor yang diperoleh, mengindikasikan tingkat depresi pada siswa

    yang semakin rendah.

    2. Bullying 

    Korban bullying  adalah ketika seseorang secara terang-terangan di sakiti

    oleh tindakan orang lain dan setiap saat atau terus-menerus mendapat perlakuan

    negatif baik secara mental maupun fisik oleh seorang atau lebih, dan ia tidak

    memiliki kekuatan untuk mencegah terjadinya kekejaman tersebut.

    Ada tiga bentuk bullying yang dialami oleh korban, yaitu bullying secara

    fisik, bullying  secara verbal dan bullying  secara psikologis.  Bullying  pada siswa

    SMA diungkap melalui skala bullying  yang disusun berdasarkan tiga bentuk

    bullying, yaitu bullying  secara fisik, bullying  secara verbal dan bullying  secara

     psikologis. Semakin tinggi skor yang diperoleh, mengindikasikan tingkat bullying 

     pada siswa yang semakin tinggi. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh,

    mengindikasikan tingkat bullying pada siswa SMA yang semakin rendah.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    36/71

    D. 

    Populasi dan Pengambilan sampel

    1. Populasi

    Menurut Azwar (1998, h.77), populasi didefinisikan sebagai kelompok

    subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Sebagai populasi,

    kelompok subyek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik yang

    membedakannya dari kelompok subyek lain.

    Populasi yang akan digunakan oleh peneliti adalah siswa SMAN 5

    Semarang. Ciri-ciri populasi dalam penelitian ini adalah :

    a. Siswa SMA kelas X

     b. Terdaftar aktif sebagai siswa di SMA

    Mengingat keterbatasan waktu, perijinan, dan biaya, maka tidak seluruh

     populasi dikenakan dalam penelitian.

    2. Teknik Pengambilan Sampel

    Sampel penelitian adalah sejumlah individu dari sebagian populasi (Hadi,

    2000, h.70). Sampel merupakan bagian dari populasi, maka sampel harus

    memiliki ciri-ciri yang dimiliki populasinya. Representasi sampel terhadap

     populasi sangat tergantung pada sejauh mana karakteristik sampel itu sama

    dengan karakteristik populasinya. Kesimpulan yang diperoleh pada sampel akan

    digeneralisasikan pada populasi penelitian, sehingga sangatlah penting untuk

    memperoleh sampel yang representatif bagi populasinya (Azwar, 1998, h.77).

    Teknik pengambilan sampel penelitian yang digunakan pada penelitian ini

    adalah cluster random sampling. Cluster random sampling adalah cara

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    37/71

    mengambil sampel untuk memperoleh satu kelas secara acak, dimana setiap kelas

    memiliki satu kesempatan yang sama untuk terpilih.

    E.  Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    metode skala. Metode skala adalah suatu metode penelitian yang menggunakan

    daftar pernyataan atau pertanyaan yang harus dijawab dan dikerjakan atau daftar

    isian yang harus diisi oleh sejumlah subyek. Berdasarkan jawaban atau isian

    tersebut, peneliti mengambil kesimpulan mengenai subyek yang diteliti

    (Suryabrata, 2000, h.15-16).

    Dalam penelitian ini, bentuk skala yang digunakan adalah skala langsung,

    yaitu skala yang diisi langsung oleh subyek yang diteliti. Bentuk pertanyaan yang

    digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala tertutup, yaitu skala yang

     jawabannya dibatasi atau sudah ditentukan sehingga subyek tidak dapat

    memberikan respon atau jawaban seluas-luasnya (Suryabrata, 2000, h.79).

    Adapun skala yang digunakan untuk pengambilan data adalah :

    1.  Skala Depresi pada Siswa SMA

    Dalam penelitian ini, skala depresi pada siswa SMA disusun berdasarkan

    empat gejala utama depresi pada remaja, yaitu:

    a.  Gejala emosional (mood)

    Kesedihan dan kekesalan adalah adalah gejala yang paling menonjol pada

    depresi. Individu merasa tidak berdaya, seringkali menangis dan mencoba

     bunuh diri, hilangnya kegembiraan atau kepuasan dalam hidupnya.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    38/71

     b.  Gejala kognitif

    Gejala kognitif terutama terdiri dari pikiran negatif. Individu yang

    mengalami depresi cenderung memiliki rasa percaya diri yang rendah,

    merasa tidak kuat dan menyalahkan diri sendiri atas kegagalan. Mereka

    merasa pesimistik bahwa mereka dapat melakukan sesuatu untuk

    memperbaiki hidup.

    c. 

    Gejala motivasional

    Motivasi mengalami surut pada depresi. Orang yang mengalami depresi

    cenderung pasif dan cenderung sulit memulai aktivitas.

    d. 

    Gejala fisik

    Gejala fisik depresi antara lain : hilangnya nafsu makan atau penambahan

    nafsu makan, gangguan tidur, kelelahan, serta hilangnya energi.

    Skala ini terdiri dari 16 item favourable dan 16 item unfavourable dan

     berbentuk skala tertutup.

    Pada butir pernyataan yang favourable, subyek akan memperoleh skor

    empat (4) untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor tiga (3) untuk jawaban

    Sesuai (S), skor dua (2) untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor satu (1)

    untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan pada butir pernyataan

    unfavourable, subyek akan memperoleh skor empat (4) untuk jawaban Sangat

    Tidak Sesuai (STS), skor tiga (3) untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), skor dua

    (2) untuk jawaban Sesuai (S), dan skor satu (1) untuk jawaban Sangat Sesuai

    (SS). Rancangan item skala depresi pada remaja dapat dilihat pada tabel 1.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    39/71

    Tabel 1

     Blue Print Depresi Pada Siswa SMA

    Gejala Depresi pada

    Remaja

    Favourable Unfavourable Jumlah

    Emosional (mood) 4 4 8

    Kognitif 4 4 8

    Motivasional 4 4 8

    Fisik 4 4 8

    Jumlah 16 16 32

    2. Skala Bullying 

    Dalam penelitian ini, skala korban bullying  disusun berdasarkan tiga

     bentuk  bullying, yaitu:

    e. 

     Bullying secara fisik, adalah tindakan berupa kontak fisik yang negatif

    seperti memukul, mendorong, menendang dan tindakan fisik negatif yang

    lain yang dilakukan terhadap korbannya.

    f. 

     Bullying  secara verbal, adalah tindakan berupa intimidasi, menjuluki,

    mengancam dan mengejek yang dilakukan terhadap korbannya.

    g. 

     Bullying  secara psikologis yaitu menunjukkan raut wajah yang tidak

    menyenangkan, menolak keikutsertaan dalam kelompok, mengucilkan dan

    mendiamkan yang dialami oleh korban.

    Penyajian skala yang diberikan dalam bentuk empat (4) kategori

     jawaban, yaitu Tidak Pernah (TP), Kadang-kadang (K), Sering (S), dan Sering

    Sekali (SS). Adapun skor yang diberikan bergerak dari 1 sampai dengan 4.

    Skor satu (1) untuk jawaban Tidak Pernah, skor dua (2) untuk jawaban

    Kadang-kadang, skor tiga (3) untuk Sering, dan skor empat (4) untuk Sering

    Sekali. Rancangan item skala bullying pada remaja dapat dilihat pada tabel 2.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    40/71

    Tabel 2

     Blue Print Skala Bullying 

     No. Bentuk-bentuk Bullying  Total item

    1. Fisik 92. Verbal 9

    3. Psikologis 9

    Jumlah 27

    F. Validitas dan Reliabilitas

    Sejauh mana kepercayaan dapat memberikan pada kesimpulan tergantung

    antara lain pada akurasi dan kecermatan data yang diperoleh. Akurasi dan

    kecermatan dari hasil pengukuran tergantung pada validitas dan reliabilitas alat

    ukurnya (Azwar, 1992, h. 5).

    1. Validitas Alat Ukur

    Instrumen penelitian dikatakan valid apabila instrumen itu benar-benar

    mengukur apa yang hendak diukur dan mampu mengukur sejauh hal yang hendak

    diukur (Ancok, 1987, h.13).

    Rumus yang digunakan adalah korelasi Product Moment  dari Carl Pearson

    dan dioperasikan dengan menggunakan program SPSS versi 13.0. Menurut Ancok

    (1987, h.17), hasil korelasi yang diperoleh dengan menggunakan rumus Product

     Moment   perlu dikoreksi lagi mengingat adanya kelebihan bobot pada koefisien

    relasi tersebut. Kelebihan bobot terjadi karena nilai item yang dikorelasikan

    dengan nilai total masih ikut sebagai komponen nilai total sehingga menyebabkan

    koefisien relasi menjadi lebih besar.

    Rumus yang digunakan untuk mengkoreksi rumus tersebut adalah rumus

    Part Whole yang dioperasikan dengan menggunakan program SPSS versi 13.0.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    41/71

    2. Reliabilitas

    Setelah dilakukan uji validitas instrumen selanjutnya dilakukan reliabilitas

    instrumen dengan tujuan agar data yang diperoleh dapat mencerminkan variabel

     penelitian, maka alat pengumpul data yang akan digunakan harus reliabel.

    Menurut Arikunto (1998, h.170-172), suatu instrumen dikatakan reliabel

     jika instrumen itu memberikan hasil yang relatif sama meskipun digunakan untuk

    mengukur berulang kali. Suatu skala instrumen dianggap reliabel, dapat

    dipercaya, bila secara konsisten memberi hasil yang sama jika diterapkan pada

    sampel yang sama pada waktu yang berbeda. Dengan demikian reliabilitas

    (keterandalan) suatu instrumen merupakan syarat dalam proses pengumpulan data,

    sehingga dapat secara konsisten memberi hasil yang sama meskipun digunakan

     berulangkali pada waktu yang berbeda.

    Uji reliabilitas instrumen penelitian ini menggunakan  Alpha Cronbach 

    yang dioperasikan dengan menggunakan program SPSS versi 13.0. Alasan

     penggunaan  Alpha Cronbach  karena koefisien alpha memberikan harga yang

    lebih kecil atau sama besar dengan reliabilitas yang sebenarnya, sehingga ada

    kemungkinan reliabilitas tes lebih tinggi daripada koefisien alpha, koefisien alpha

     bersifat fleksibel karena dapat digunakan untuk butir dikotomi maupun non

    dikotomi, hasil yang diperoleh lebih murni dan hasil reliabilitas dengan

    menggunakan teknik ini akan lebih cermat karena dapat mendekati hasil yang

    sebenarnya. (Azwar, 1998, h.28).

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    42/71

    F. 

    Metode Analisis Data

    Analisis data adalah cara yang digunakan dalam mengolah data yang

    diperoleh, sehingga didapatkan suatu kesimpulan. Teknik analisis data yang

    digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik

    korelasi Product Moment   yang dioperasikan menggunakan program SPSS versi

    13. 0.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    43/71

    39

    BAB IV

    PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

    A.  Orientasi Kancah Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Semarang

    (SMAN 5) yang beralamat di Jalan Pemuda No. 143 Semarang. SMAN 5

    Semarang. Pertama kali berdiri pada tanggal 1 Agustus 1964 dan menempati

    lokasi di jalan Sultan Agung, SMAN 5 Semarang berbagi tempat dengan SPG

     Negeri Semarang. Seiring meningkatkan jumlah murid yang ingin melanjutkan ke

     jenjang yang lebih tinggi, maka pada tanggal 23 Januari 1966, SMAN Negeri 5

    Semarang menempati gedung sekolah di jalan Pemuda No. 143 Semarang hingga

    sekarang.

    SMA Negeri 5 Semarang merupakan sekolah milik pemerintah atau

    sekolah negeri yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah (Kepsek) yang

     berkoordinasi dengan komite sekolah dan empat orang wakil kepala sekolah

    (Wakasek) yang masing-masing menduduki jabatan sebagai Wakasek Bidang

    Kesiswaan, Wakasek Bidang Kurikulum, Wakasek Bidang Sarana Prasarana, dan

    Wakasek Bidang Hubungan Masyarakat. Sekolah ini memiliki staf pengajar

    sebanyak 77 orang, termasuk kepala sekolah dan wakasek. Sekolah ini memiliki

     jumlah siswa sebanyak 1.090 orang siswa dan terbagi ke dalam 3 angkatan yaitu

    kelas 1, kelas 2, kelas 3. Tiap angkatan terbagi menjadi 9 kelas dan memiliki

     jumlah siswa tiap kelasnya rata-rata 40 orang siswa. Kelas X dibedakan lagi

    menjadi kelas XI-X7 sebagai kelas biasa dan kelas X8 dan X9 untuk siswa

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    44/71

      40

    unggulan dengan saringan tes IQ yang bertujuan untuk menjuruskan siswa-siswi

    yang memiliki keunggulan lebih untuk masuk ke program kelas IPA. Jumlah

    keseluruhan murid kelas X untuk tahun ajaran 2007/2008 ini adalah 379 orang.

    SMAN 5 Semarang memiliki tata tertib bagi para peserta didiknya, dengan

    tujuan bahwa disiplin adalah awal keberhasilan. Sanksi bagi siswanya yang

    melanggar peraturan disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya. Sebagai contoh,

    SMAN 5 Semarang memiliki peraturan yang lain antara lain siswa tidak

    diperbolehkan untuk menikah, melakukan hubungan seks dan hamil di luar nikah,

    mengkonsumsi dan mengedarkan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba),

     bekerja sama dengan pihak lain dalam kejahatan dan melakukan perbuatan

    kriminal yang lain, dan berbagai peraturan lain yang sudah tercantum didalam

    Angka Kredit Point Pelanggaran Peserta Didik.

    Selain beberapa peraturan tersebut, sekolah ini juga memiliki kelebihan

    yang menonjol yaitu banyaknya prestasi yang sudah dicapai baik oleh guru

    maupun siswa-siswanya dalam bidang akademis, karya ilmiah, seni dan olahraga.

    Siswa SMAN 5 Negeri Semarang rata-rata memiliki kemampuan akademis yang

    cukup baik, hal ini dapat dilihat dari standar nilai yang merupakan syarat untuk

    menjadi siswa SMAN 5 Semarang, yaitu NEM rata-rata setiap mata pelajaran di

    atas 75,00.

    Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 5 Semarang dengan pertimbangan-

     pertimbangan sebagai berikut:

    a. 

    Jumlah subyek penelitian di SMAN 5 Semarang memenuhi persyaratan

     penelitian.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    45/71

      41

     b.  Ciri-ciri subyek yang diteliti memenuhi syarat-syarat tercapainya tujuan

     penelitian. Antara lain perilaku bullying  dapat terjadi di sekolah dengan

     prestasi baik.

    c. 

    Belum pernah diadakan penelitian tentang “Hubungan antara bullying dengan

    depresi pada siswa SMA”.

    d.  Lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti sehingga mempermudah

     pelaksanaan penelitian, menghemat waktu, biaya, dan tenaga.

    e.  Peneliti mendapatkan izin dari SMAN 5 Semarang untuk melakukan

     penelitian.

    Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka penulis

    mengadakan penelitian di tempat tersebut karena sesuai dengan karakteristik yang

    telah ditentukan dalam penelitian ini, yaitu subyek adalah siswa SMA kelas X

    yang sedang beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan teman-teman baru. 

    B.  Persiapan Penelitian

    1. Administrasi Perizinan

    Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu mengajukan

    mengajukan permohonan untuk memperoleh surat pengantar yang dikeluarkan

    oleh Dekan Fakultas Psikologi UNIKA Soegijapranata yang dikeluarkan pada

    tanggal 13 Maret 2008 dengan nomor surat 610/B.7.3/FP/III/2008 yang ditujukan

    kepada Kepala Sekolah SMAN 5 Semarang. Kemudian Kepala Sekolah

    mengeluarkan surat ijin bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Surat

    keterangan perizinan dapat dilihat pada lampiran G.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    46/71

      42

    2. Penyusunan Alat Ukur

    Penyusunan alat ukur dimulai dengan menentukan aspek – aspek yang

    akan digunakan untuk membuat skala berdasarkan konsep yang telah

    dikemukakan dalam teori. Setelah aspek–aspek ditentukan, peneliti membuat

    rancangan skala yang berisi sejumlah item untuk membuat skala bullying,  dan

    skala depresi pada siswa SMA.

    a. 

    Uji coba Alat Ukur

    Sebelum digunakan untuk penelitian yang sesungguhnya, terlebih

    dahulu dilakukan uji coba terhadap skala yang akan digunakan. Tahap uji

    coba dilakukan untuk mencari validitas dan reliabilitas alat ukur. Untuk uji

    coba, dipilih subyek dengan ciri – ciri yang sama dengan subyek

     penelitian. Populasi penelitian adalah siswa SMAN 5 Semarang yang

     berusia 13-17 tahun dan masih di tingkat X, yang kemudian ditetapkan

    sebanyak dua kelas untuk uji coba dan untuk penelitian sebanyak tiga

    kelas.

    Uji coba skala dilaksanakan pada tanggal 18 hingga 22 Maret 2008

    di SMAN 5 Semarang. Peneliti mengambil data dengan cara masuk ke

    kelas-kelas yang telah ditentukan melalui metode cluster random sampling

    dan memperoleh dua kelas yaitu kelas X1 dan X2. Setelah data terkumpul,

    kemudian peneliti melaksanakan analisis data. Berdasarkan hasil jawaban

    subyek, dari 77 skala uji coba yang diberikan, keseluruhannya diisi

    lengkap dan memenuhi syarat. Uji coba pertama dilakukan pada tanggal

    18 Maret 2008. Kelas pertama untuk uji coba adalah kelas X2 yang

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    47/71

      43

    keseluruhan siswanya berjumlah 41 orang dan seluruhnya hadir dan

    mengisi skala yang dibagikan oleh peneliti. Uji coba kedua dilakukan pada

    hari Sabtu tanggal 22 maret 2008 pada kelas X1 yang memiki jumlah

    murid 42 orang, namun yang hadir pada saat uji coba hanya 36 orang.

    Peneliti menggunakan satu alat ukur berupa skala yang terdiri dari

    dua buah skala, yaitu skala bullying, dan skala depresi pada remaja. Kedua

    skala ini berbentuk tertutup, dalam arti subyek diminta untuk memilih

    alternatif jawaban yang ada dan yang penting sesuai dengan dirinya.

    1. 

    Skala Bullying

    Skala bullying  terdiri dari 27 item berbentuk pernyataan

    Favourable (F) dan mempunyai nilai 1 – 4. Nilai 1 untuk jawaban

    sangat tidak pernah (TP), nilai 2 untuk jawaban kadang-kadang (K),

    nilai tiga untuk jawaban sering (S), dan nilai 4 untuk jawaban sering

    sekali (SS). Adapun sebaran item skala dapat dilihat pada tabel 4.

    Tabel 3

    Sebaran Item Skala Bullying

     No. Bentuk-bentuk Bullying  Favourable

    1. Fisik 1,4,7,10, 3,16,19,22,25,

    2. Verbal 2,5,8,11,14,17,20,23,26

    3. Psikologis 3,6,9,12,15,18,21,24,27

    2. Skala Depresi pada Siswa SMA

    Skala depresi pada remaja terdiri dari 32 item dengan perincian

    16 item berbentuk pernyataan Favourable (F) dan 16 item berbentuk

     pernyataan Unfavourable (UF). Untuk pernyataan  favourable

    mempunyai nilai 1 – 4. Nilai 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    48/71

      44

    (STS), nilai 2 untuk jawaban tidak sesuai (TS), nilai tiga untuk

     jawaban sesuai (S), dan nilai 4 untuk jawaban sangat sesuai (SS).

    Untuk pernyataan unfavourable nilai 4 untuk jawaban sangat tidak

    sesuai (STS), nilai 3 untuk jawaban tidak sesuai (TS), nilai 2 untuk

     jawaban sesuai (S), dan nilai 1 untuk jawaban sangat sesuai (SS).

    Adapun sebaran item skala dapat dilihat pada tabel 4.

    Tabel 4

    Sebaran Item Skala Depresi pada Siswa SMA

     No. Gejala-gejala Favourable Unfavourable1. Emosional 1,9,17,25 5,13,21,29

    2. Kognitif 6,14,22,30 2,10,18,26

    3. Motivasional 3,11,19,27 7,15,23,31

    4. Fisik 8,16,24,32 4,12,20,28

     b.  Uji Validitas dan Reliabilitas

    1. 

    Skala Bullying 

    Penggunaan validitas dan reliabilitas terhadap alat ukur

    dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 13.0. Hasil uji validitas

    Skala bullying  menunjukkan koefisien yang bergerak dari 0,304

    sampai dengan 0,689. Hasil uji validitas terhadap 27 item skala

    bullying, 20 item yang dinyatakan valid dan 7 item yang dinyatakan

    gugur. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan  Alpha Cronbach 

     pada skala kecenderungan bunuh diri pada siswa SMA adalah 0,881

    dengan taraf signifikansi 5%. Hasil uji reliabilitas ini selengkapnya

    dapat dilihat pada lampiran C-1, sedangkan skala penelitian pada

    lampiran A-1.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    49/71

      45

    Tabel 5

    Sebaran Item Valid dan Gugur

    Skala Bullying

     No. Bentuk-bentukbullying 

    Favourable Jumlah Gugur Valid

    1. Fisik 1, 4, 7*, 10*,13,16, 19*,

    22*, 25

    9 4 5

    2. Verbal 2, 5*, 8,11, 14, 17, 20*, 23,

    26

    9 2 7

    3. Psikologis 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24,

    27*

    9 1 8

    Jumlah 27 27 7 20

    Keterangan: Tanda * adalah nomor item gugur

    Tabel 6Sebaran Item Baru

    Skala Bullying

     No. Bentuk-bentuk bullying  Favourable

    1. Fisik 1, 4, 7(13), 10(16), 13(25)

    2. Verbal 2, 5(8), 8(11), 11(14), 14(17), 16(23), 18(26)

    3. Psikologis 3, 6, 9, 12, 15, 17(18), 19(21), 20(24)

    Keterangan: Dalam tanda ( ) adalah nomor item lama

    2. 

    Skala Depresi pada Siswa SMA

    Penggunaan validitas dan reliabilitas terhadap alat ukur

    dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 13.0. Hasil uji validitas

    Skala depresi pada siswa SMA menunjukkan koefisien yang bergerak

    dari 0,328 sampai dengan 0,632. Hasil uji validitas terhadap 32 item

    skala depresi, sebanyak 19 item yang dinyatakan valid dan 13 item

    yang dinyatakan gugur. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan

     Alpha Cronbach  pada skala depresi pada siswa SMA adalah 0,834

    dengan taraf signifikansi 5%. Hasil uji reliabilitas ini selengkapnya

    dapat dilihat pada lampiran C-2, sedangkan untuk skala penelitian

    dapat dilihat pada lampiran A-2.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    50/71

      46

    Tabel 7

    Sebaran Item Valid dan Gugur

    Skala Depresi pada siswa SMA

     No. Gejala-gejala Favourable Unfavourable Jmlh Gugur Valid

    1. Emosional 1*,9,17,25 5,13,21,29 8 1 7

    2. Kognitif 6*,14,22,30* 2*,10,18*,26 8 4 4

    3. Motivasional 3*,11*,19,27 7,15*,23*,31 8 4 4

    4. Fisik 8*,16,24*,32* 4*,12,20,28 8 4 4

    Jumlah 16 16 32 13 19

    Keterangan: Tanda * adalah nomor item yang gugur.

    Tabel 8

    Sebaran Item Baru

    Skala Depresi pada Siswa SMA

     No. Gejala-gejala Favourable Unfavourable

    1. Emosional 1(9), 9(17), 16(25) 5, 13, 18(21), 19(29)

    2. Kognitif 6(14), 14(22) 2(10), 10(26)

    3. Motivasional 3(19), 11(27) 7,15 (31)

    4. Fisik 8(16) 4(12), 12(27), 17(28)

    Keterangan: Dalam tanda ( ) adalah nomor item lama

    C.  Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2008 dan 2 April 2008

     pada 125 siswa SMAN 5 Semarang yang terbagi menjadi tiga kelas yaitu kelas

    X3, kelas X4, dan kelas X6 dengan menggunakan Teknik Cluster Random

    Sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan skala penelitian

    kepada siswa di dalam kelas yang telah ditentukan. Kelas pertama adalah kelas X4

    dengan jumlah siswa 44 orang, dan 2 orang siswa absen sehingga skala yang

    disebar hanya 42 dan skala yang memenuhi syarat atau diisi lengkap hanya 40.

    Setelah itu penelitian berikutnya adalah kelas X3 yang memiliki jumlah siswa 43

    orang dan 3 orang absen untuk keperluan OSIS, sehingga skala yang disebar

    hanya 40 dan semuanya diisi dengan lengkap. Kelas terakhir adalah kelas X6

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    51/71

      47

    dengan jumlah murid 42 orang dan absen 2 orang sehingga skala yang disebar

    hanya 40 dan 2 skala gugur karena tidak diisi dengan lengkap sehingga skala yang

    lengkap berjumlah 38. Setelah data terkumpul, peneliti melaksanakan analisis

    data. Setiap subyek penelitian diberi dua buah skala yaitu skala  Bullying, dan

    skala Depresi pada siswa SMA. Dari 122 skala, hanya 118 yang memenuhi syarat

    yaitu diisi dengan lengkap.

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    52/71

    48

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A.  Hasil Penelitian

    1.  Uji Asumsi

    Penelitian ini menggunakan dua macam skala, yaitu skala bullying, dan

    skala depresi pada siswa sma. Sebelum menggunakan korelasi Product Moment

    untuk uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilaksanakan uji asumsi menyangkut uji

    normalitas dan uji linieritas. Tujuan dilakukannya uji normalitas yaitu sebagai

    salah satu syarat digunakannya korelasi Product Moment . Teknik tersebut sebagai

    salah satu teknik statistik parametrik menghendaki adanya suatu distribusi yang

    normal. Melalui uji normalitas, maka akan diketahui apakah distribusi kedua

    variabel tersebut normal atau tidak dan untuk mengetahui apakah sampel yang

    diambil telah representative dengan populasi.

    Uji asumsi dilakukan dengan bantuan program komputer Statistical

    Packages for Social Sciences (SPSS) for Windows versi 13.0.

    a. 

    Uji Normalitas

    Setelah dilakukan penghitungan uji normalitas dengan

    menggunakan rumus Kolmogorov – Smirnov, untuk variabel bullying,

    maka diperoleh nilai K-S Z sebesar 1,233 dengan p>0,05. Hasil yang

    diperoleh ini menunjukkan bahwa sebaran skor variabel bullying normal.

    Untuk variabel depresi pada siswa SMA diperoleh nilai K-S Z sebesar

    1,319 dengan p>0,05. Hasil yang diperoleh ini menunjukkan bahwa skor

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    53/71

      49

    variabel depresi pada remaja normal. Data selengkapnya dapat dilihat pada

    lampiran E-1.

     b.  Uji Linieritas

    Uji linieritas hubungan antara variabel bullying  dengan variabel

    depresi pada remaja diperoleh nilai F linier sebesar 8,833 dengan p

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    54/71

      50

    bullying psikologis, fisik, dan verbal.  Bullying yang berkaitan sangat erat dengan

    timbulnya depresi adalah bullying  secara psikologis, yaitu sebesar 0,307 dengan

     p

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    55/71

      51

     julukan kepada temannya yang dianggap lucu hanya untuk iseng. Menurut Sheras

    (2002, h.41), bullying  yang dilakukan oleh remaja (14-18 tahun) lebih banyak

    dilakukan secara verbal untuk menjalin hubungan dengan yang lain (seperti

    menggosipkan teman sekelas), berusaha membalas dendam (‘menghina’ saingan

    atau musuh), atau mengukuhkan posisi menjadi yang dominan (mengganggu

    anak-anak yang kurang agresif). Namun seperti halnya bullying  psikologis,

     banyak sekali bentuk-bentuk dari bullying verbal yang bila dilakukan secara terus-

    menerus akan menimbulkan gangguan bagi korbannya. Dampak kronis dari

    bullying verbal ini adalah berkurangnya rasa percaya diri, rendahnya self esteem,

    menderita depresi dan kecemasan (Sheras, 2002, h.42). Tidak ada hubungan

    antara bullying fisik terhadap depresi pada siswa SMA. Hal ini dapat dilihat dari

    koefisien korelasi antara bullying fisik dengan depresi pada remaja yaitu sebesar

    0,118 dengan p>0,05. Hal ini disebabkan karena perilaku bullying fisik terhadap

    korbannya tidak menimbulkan depresi pada siswa SMA. Berbeda dengan bullying 

     psikologis yang langsung menyerang secara mental, bullying fisik terjadi namun

    dampaknya lebih menyakitkan secara psikologis. Seseorang yang mengalami

    bullying  secara fisik sering kali tidak berdaya untuk membalas. Hal ini sesuai

    dengan yang dikemukakan oleh Sullivan (2000, h. x) yang mengatakan bahwa

    korban bullying  secara fisik berisiko menderita kelemahan fisik, dibuang oleh

    kelompoknya, atau menjadi korban gosip, diberi julukan dan diremehkan. Bila

    dilakukan terus menerus maka akan membuat kesehatan mental siswa terganggu.

    Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak emosional dan

    ketidakpastian. Remaja pun juga harus beradaptasi dengan lingkungannya,

    Perpustakaan Unika

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    56/71

      52

    termasuk lingkungan sekolah, dan teman-temannya. Bila remaja kurang dapat

     beradaptasi dengan teman-temannya maka tidak menutup kemungkinan ia akan di

    bullying. Adanya perilaku bullying  sangat dipengaruhi oleh baik buruknya

    interaksi antar siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Davis (2003,

    h.10) bahwa orang yang menjadi target untuk di-bully  adalah orang-orang yang

    sering menyendiri dan tidak punya teman atau ‘beking’. Ketika seorang siswa

    mengalami suatu permasalahan dalam hal ini bullying, dan ia kurang memiliki

    keterampilan dalam menyelesaikan permasalahannya dengan baik, maka tidak

    menutup kemungkinan siswa tersebut akan mengalami stres. Hal ini sesuai

    dengan yang dikemukakan oleh Nevid (2005, h.177) bahwa kejadian yang

    menimbulkan stres, masalah, dan konflik keluarga, kurangnya dukungan sosial ,

    dan faktor genetis juga bisa berperan dalam timbulnya depresi.

     Bullying  berhubungan sangat signifikan dengan koefisien korelasi 0,320

    dengan p

  • 8/20/2019 03.40.0100 Metha Nurdiana Sisnarwastu D

    57/71

      53

    depan dan masih merasa optimis bahwa mereka dapat melakukan sesuatu untuk

    memperbaiki hidup, hal ini bisa dilihat dari koefisien korelasi yang menyatakan

     bahwa tidak ada hubungan antara bullying dengan gejala depresi secara kognitif

    dengan koefisien korelasi sebesar 0,099 dengan p>0,05. Lebih lanjut, tidak ada

    hubungan antara bullying dengan gejala fisik yang timbul akibat depresi, hal ini

     bisa dilihat dari koefisien korelasi sebesar 0,076 dengan p>0,05. Hal ini

    menunjukkan bahwa pada korban bullying tidak sampai menimbulkan hilangnya

    nafsu makan atau penambahan nafsu makan, gangguan tidur, kelelahan, serta

    hilangnya energi.

    Jadi dari hubungan antara bullying dan depresi dapat disimpulkan bahwa

    bullying secara psikologis dan verbal lebih mempengaruhi seseorang dalam

    mengalami depresi, sedangkan depresi yang ditimbulkan oleh bullying  lebih

    menyebabkan munculnya gejala depresi secara emosional dan motivasional pada

    diri siswa SMA.

    Penelitian ini memiliki beberapa kelem