33
BAB I PENDAHULUAN Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blockade konduksi atau blockade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik local setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. 1 Obat-obat anestetik lokal mempengaruhi semua sel tubuh, tapi mempunyai predileksi khusus pada jaringan saraf. Pengaruh utamanya adalah memblok hantaran saraf bila mengadakan kontak dengan suatu neuron. Obat anastetika local bergabung dengan protoplasma saraf dan menghasilkan analgesia (blok hantaran impuls nyeri) dangan mencegah terjadinya depolarisasi dengan cara menghambat masuknya ion sodium (Na + ). Sifat blok ini disebut ‘nondepolarizing block’. Reaksi ini bersifat reversible dan fungsi fisiologis saraf tersebut akan kembali sempurna seperti sediakala setelah blok berakhir. 1 Intensitas dan luasnya blok analgesia tergantung dari tempat, volume total dan konsentrasi obat anestetika local dan kemampuan penetrasi obat anestetika local tersebut. Meskipun anestesi lokal 1

koasdaily.files.wordpress.com file · Web viewGejala-gejala nyeri terbakar dan dysethesthia di dermatom L5 dan S1 biasanya mulai setelah efek dari anestesi spinal telah menyimpulkan

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blockade konduksi atau

blockade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang

transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik

local setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan

dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.1

Obat-obat anestetik lokal mempengaruhi semua sel tubuh, tapi mempunyai

predileksi khusus pada jaringan saraf. Pengaruh utamanya adalah memblok

hantaran saraf bila mengadakan kontak dengan suatu neuron. Obat anastetika local

bergabung dengan protoplasma saraf dan menghasilkan analgesia (blok hantaran

impuls nyeri) dangan mencegah terjadinya depolarisasi dengan cara menghambat

masuknya ion sodium (Na+). Sifat blok ini disebut ‘nondepolarizing block’.

Reaksi ini bersifat reversible dan fungsi fisiologis saraf tersebut akan kembali

sempurna seperti sediakala setelah blok berakhir.1

Intensitas dan luasnya blok analgesia tergantung dari tempat, volume total

dan konsentrasi obat anestetika local dan kemampuan penetrasi obat anestetika

local tersebut. Meskipun anestesi lokal relatif aman ketika digunakan dalan

regimen dosis yang direkomendasikan, pada overdosis intra arterial atau injeksi

intravena, anestesi lokal bisa menyebabkan kematian dan sangat sulit untuk

diatasi.3

Toksisitas lokal anestesi bisa dibagi menjadi tiga kategori yaitu toksisitas

lokal, sistemik, dan alergi. Toksisitas lokal bermanifestasi pada neurotoksisitas,

symptom neurologis transient (rasa sakit atau kelainan sensorik di punggung

bawah, pantat, atau ekstremitas bawah. Gejala-gejala nyeri terbakar dan

dysethesthia di dermatom L5 dan S1 biasanya mulai setelah efek dari anestesi

spinal telah menyimpulkan dan dapat berlangsung hingga jam sampai empat hari),

atau miotoksisitas, serta toksisitas sistemik termasuk toksisitas system saraf pusat

dan kardiovaskular.2,4

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Anestesi Regional atau anestesi lokal merupakan Penggunaan obat

analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri

dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible) fungsi motorik dapat

terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar.1

2.2 Klasifikasi

Anestesi local dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:2,3

1. Neurological blockade perifer

Topical, Obat dioleskan atau disemprotkan di atas selaput

mukosa seperti hidung, mata, faring dsb.

Infiltration, Injeksi obat anestesi lokal langsung diarahkan

di sekitar tempat lesi, luka atau insisi.

Field block, Membentuk dinding analegesi di sekitar

lapangan operasi seperti untuk extirpasi tumor kecil, dsb.

Nerve block, Penyuntikan obat anelgesik local langsung

ke saraf utama atau pleksus saraf.

Intravena regional anestesia, Injeksi obat anestesi lokal

intravena ke ekstremitas atas/ bawah lalu dilakukan isolasi

bagian tersebut dengan torniquet (BIER BLOCK). Paling

baik digunakan untuk ekstremitas atas.

2. Neurological blockade sentral

Anesthesia spinal

Anesthesia epidural

2.3 Mekanisme Anestesi Lokal

2

Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah

peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga

terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf.

Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan

dengan protein mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa)

menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal anestetika local dipengaruhi oleh:

ukuran, jenis dan mielinisasi saraf; pH (asidosis menghambat blockade saraf),

frekuensi stimulasi saraf.2

Mula kerja bergantung beberapa faktor, yaitu: pKa mendekati pH

fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat

menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat,

alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat, konsentrasi obat anestetika

local.2 Lama kerja dipengaruhi oleh: ikatan dengan protein plasma, karena

reseptor anestetika local adalah protein; dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi;

dipengaruhi oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.2,4,5,6

Secara umum mekanisme anestesi local dapat disimpulkan dalam

algoritma berikut ini:

Local anesthetic

⇓Binds to receptor site

⇓Na+ channel is blocked

⇓↓ Sodium conductance

⇓↓ Rate of membrane depolarization

⇓No action potential

⇓Conduction blockade

2.4 Farmakokinetik dan Farmakodinamik

3

2.4.1. Farmakokinetik

Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal :3,4,5,7

• Lipid/Water solubility ratio, menentukan “ONSET OF ACTION”.

Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi

anestesi local.

• Protein Binding, menentukan “DURATION OF ACTION”. Semakin

tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya

• pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin

rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal

dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat.

Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi) akan menghambat

kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal

tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam

bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi.

Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:4

• kadar obat dan potensinya

• jumlah pengikatan obat oleh protein

• pengikatan obat ke jaringan lokal

• kecepatan metabolisme

• perfusi jaringan tempat penyuntikan obat.

Konsentrasi minimal anestetika local (analog dengan mac, minimum alveolar

concentration) diengaruhi oleh:

1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf

2. pH (asidosis menghambat blockade saraf)

3. frekuensi stimulasi saraf

Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:

1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak

terionisasi meningkat dan dapat menembus membran sel saraf

sehingga menghasilkan mula kerja cepat.

4

2. Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat

3. Konsentrasi obat anestetika lokal

Lama kerja anestetika local dipengaruhi oleh:

1. Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah

protein.

2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.

3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah

pemberian.

2.4.2. Farmakodinamik

Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan

lokasi anatomis saraf. Saluran Na+ penting pada sel otot yang bisa dieksitasi

seperti jantung. Efeknya terhadap saluran Na+ jantung adalah dasar terapi

anestetika lokal dalam terapi aritmia tertentu (biasanya yang dipakai lidokain).

Anestetika lokal umumnya kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi dibanding

jaringan normal, karena biasanya infeksi mengakibatkan asidosis metabolik lokal,

dan menurunkan pH. 4,6

2.5 Keuntungan dan Kerugian Anestesi Lokal

2.5.1 Keuntungan Anestesia Lokal: 1,2

Alat minim dan teknik relatif sederhana sehingga biaya relatif

lebih murah.

Relatif aman untuk pasien yg tidak puasa (operasi emergency,

lambung penuh) karena penderita sadar sehingga resiko

aspirasi berkurang

Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.

Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.

Perawatan post operasi lebih ringan/ murah

Kehilangan darah sedikit

2.5.2. Kerugian Anestesia Lokal:1,2

5

Membutuhkan kerjasama penderita

Sulit diterapkan pada anak-anak

Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional

Pasien lebih suka dlm keadaan tidak sadar

Tdk praktis jika diperlukan bbrp suntikan

Ketakutan bahwa efek obat menghilang ketika pembedahan

belum selesai.

2.6 Toksisitas Pada Anestesi Lokal

Secara umum, toksisitas pada anestesi local mempengaruhi dua system

terpenting pada tubuh pasien, yaitu sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular

Toksisitas tersebut dapat terbagi dalam beberapa fase disertai gejalanya, antara

lain:,7,8,9

CENTRAL NERVOUS SYSTEM CARDIOVASCULAR SYSTEM

Initial phase Initial phase

Circumoral paresthesia Hypertension

Tinnitus Tachycardia during CNS excitatory

phase

Confusion

Excitatory phase Intermediary phase

Convulsions Myocardial depression

Decreased cardiac outp

Hypotension

Depressive phase Terminal phase

Loss of consciousness Peripheral vasodilatation

Coma Severe hypotension

Respiratory depression Sinus bradycardia

Conduction defects

Dysrhythmias

a. Sistem kardiovaskular

6

Anestetik local menekan automatisasi miokard (depolarisasi fase IV

spontan) dan mengurangi durasi periode refrakter (ditunjukkan sebagai

pemanjangan interval PR dan pelebaran QRS).

Kontraktilitas miokardial dan kecepatan konduksi ditekan pada

konsentrasi lebih besar. Relaksasi otot polos penyebab beberapa derajat

vasodilatasi (dengan pengecualian kokain).

Disritmia jantung atau kolaps sirkulasi sering suatu tanda yang hadir pada

overdosis anestetik local selama anesthesia general.

Injeksi intravaskluar bupivakain telah menyeababkan reaksi kardiotoksik

berat, meliputi hipotensi, blok jantung atrioventrikular, dan disritmia seperti

fibrilasi ventrikel. Kehamilan, hipoksemia, dan asidosis respirasi adalah factor

risiko yang mempengaruhi. Ropivakain tak cukup signifikan toksisitas jantung

karena disosianya lebih cepat dari channel sodium. Levobupivakain kurang

berefek kardiotoksik daripada bupivakain.

b. Sistem pernapasan

Relaksi otot polos bronkus. Henti napas akibat paralise saraf frenikus,

paralise interkostal,atau depresi langsung pusat penraf frenikus, paralise

interkostal,atau depresi langsung pusat pengaturan pernafasan.

Apnea dapat diakibatkan oleh paralisis saraf interkostal dan phrenic atau

penekanan pusat respirasi medulla yang menyertai eksposure langsung terhaap

agen local anestetik (postretrobulbar apnea syndrome).

c. System saraf pusat (SSP)

SSP rentan tehadap toksisitas anestetika local, dengan tanda-tanda awal

parestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus, pandangan kabur, agas

anestetika local, dengan tanda-tanda awal parestesia lidah, pusing, kepala terasa

ringan, tinnitus, pandangan kabur, agitasi, twitching, depresi pernapasan, tidak

sadar, konvulsi, koma. Tambahan adrenalin berisiko kerusakan saraf.

Kejang tonik-klonik mungkin diakibatkan blockade selektif jalur inhibisi.

Henti pernapasan sering mengikuti aktivitas kejang. Toksisitas SSP diperberat

oleh hiperkarbia, hipoksia dan asidosis.

7

d. Imunologi

Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan

derivate para-amino-benzoic acid (PABA) yang dikenal sebagai alergen

Selain itu, terdapat juga toksisitas lokal antara lain

1. Transient radicular irritation (TRI) atau transient neurologic symptoms

(TNS)

a. Ditandai oleh dysesthesia, nyeri terbakar, low back pain dan sakit

pada ekstrimitas bawah dan bokong. Etiologi gejala ini melengkapi

iritasi radikular. Gejala biasanya nampak dalam 24 jam setelah

penyembuhan lengkap dari anestesi spinal dan hilang dalam 7 hari.

b. Dapat terjadi setelah injeksi subarachnoid tak sengaja dari volume

besar atau konsensentrasi tinggi anestetik local. Insidensi

bertambah ketika menggunakan posisi litotomi selama

pembedahan.

c. Peningkatan neurotoksisitas insidensi berhubungan dengan

pemberian subarachnoid dari lidokain 5% telah dilaporkan.

2. Cauda equine syndrome

a. Terjadi ketika luka yang tersebar ke pleksus lumbosakral

menyebabkan derajat yang bermacam-macam anestesi

sensori,disfungsi spinkter usus dan kandung kemih, dan paraplegi.

b. Permulaannya dilaporkan disebabkan lidokain 5% dan tetrakain

0.5% yang diberikan melalui sebuah mikrokateter. Ada

peningkatan risiko manakala ditempatkan pada ruang

subaraknoid ,yang demikian bisa terjadi selama dan sesudah

anestetik spinal, kecelakaan injeksi subaraknoid dari dosis epidural

yang diharapkan atau dosis spinal berulang-ulang.

c. Kloroproprokain telah dikaitkan dengan neurotoksistas. Penyebab

neurotoksistas ini kemungkinan adalah pH rendah kloroprokain.

8

.

2.7 Obat-obatan pada Anestesi Lokal

Anestetika regional/lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang

dihubungkan dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara

dan gugus aromatik dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester. Berdasarkan

ikatan ini, anestetika local digolongkan menjadi: 7

1. Ester compound (-COOC-)

Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab

pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan

dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah

mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Metabolisme oleh

enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase plasma). Hidrolisa ester sangat

cepat dan kemudian metabolit dieksresi melalui urin.

Contohnya:

oCocaine

oProcaine/novocaine

oTetracaine/pontocaine

2. Amide Compound (-NHCO-)

9

Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan

metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat anestetik local.

Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit dieksresi

lewat urin dan sebagian kecil dieksresi dalam bentuk utuh. Contohnya:

oLidocaine / Xylocaine

oPrilocaine

oBupivacaine

oEtidocaine

oRopivacaine

oLevobupivacaine

Adapun perbedaan Ester dan Amide adalah sebagai berikut:7

1. Ester compound :

• Relatif tidak stabil dalam bentuk larutan

• Dimetabolisme dalam plasma oleh enzym pseudocholinesterase.

• Masa kerja pendek.

• Relatif tidak toksik.

• Dapat bersifat alergen, karena strukturnya mirip PABA (para

amino benzoic acid).

2. Amide Compound :

• Lebih stabil dalam bentuk larutan

• Dimetabolisme dalam hati

• Masa kerja lebih panjang.

• Tidak bersifat alergen.

2.7.1. Obat Anestesi Golongan Ester

b. Prokain

Prokain, obat anestesi sintetik yang pertama kali dibuat, merupakan

derivat-benzoat yang disintesa pada tahun 1905 (Einhorn) dengan sifat yang tidak

begitu toksik dibandingkan Kokain. Anestetik lokal dari kelompok ester ini

bekerja dengan durasi yang sangat singkat. Dalam tubuh zat ini dengan cepat dan

sempurna dihidrolisa oleh kolinesterase menjadi dietilaminoetanol dan PABA

(asam para-aminobenzoat), yang mengantagonir daya kerja sulfonamida, sehingga

10

toksisitasnya di dalam vascular (sistemik) dapat minimal. Akan tetapi, resorpsi

Prokain di kulit buruk, karena itu, Prokain hanya digunakan sebagai injeksi dan

sering kali bersamaan dengan adrenalin untuk memperpanjang daya kerjanya.

Sebagai anestetik lokal, prokain sudah banyak digantikan oleh lidokain dengan

efek samping yang lebih ringan. 7,8

Farmakodinamik Prokain

Pada penyuntikan prokain SK dengan dosis 100-800 mg, terjadi analgesia

umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan dosis. Efek maksimal

berlangsung 10-20 menit, dan menghilang sesudah 60 menit. Efek ini mungkin

merupakan efek sentral, atau mungkin efek dari dietilaminoetanol, yaitu hasil

hidrolisis prokain, yang bersifat analgesik, antiaritmia, berefek anestetik lokal, dan

antipasmodik yang lebih lemah dari prokain. Prokain dan beberapa anestetik

lokal lain dalam badan, dihidrolisis menjadi PABA (Para Amino Benzoic Acid),

yang dapat menghambat daya kerja sulfonamid. Oleh karena itu, sebaiknya

prokain dan anestetik lokal derivat PABA lain tidak diberikan bersamaan dengan

terapi sulfonamid. Anestetik lokal bukan derivat PABA tidak menghambat kerja

sulfonamid.

Farmakokinetik Prokain

Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk memperlambat

absorpsi perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah diabsorpsi, prokain cepat

dihidrolisis oleh esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol.

Intoksikasi

Absorpsi prokain diperlambat dengan vasokonstriktor, sehingga

toksisitasnya menjadi jauh lebih ringan. Hasil hidrolisis prokain tidak toksik.

Indikasi

Prokain digunakan secara suntikan untuk anestesi infiltrasi, blokade saraf,

epidural,kaudal, dan spinal.

Efek Samping

Efek samping yang serius adalah hipertensi, yang kadang-kadang pada

dosis rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian, serta reaksi alergi

terhadap sediaan kombinasi prokain-penisilin. Berlainan dengan kokain zat ini

11

tidak memberikan adiksi. Reaksi alergi ini dapat juga terjadi karena pemakaian

secara berulang preparat Prokain bagi tubuh.

Dosis

Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%.

Blok saraf 1-2%.

Dosis 15 mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.

b. Tetrakain

Tetrakain (Pontocaine) adalah obat anestesi lokal yang biasanya digunakan

sebagai obat untuk diagnosis atau terapi pembedahan. Akan tetapi, penelitian pada

hewan menunjukkan efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau

lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita atau penelitian

pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya

keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.

Selain itu, Tetrakain yang potensiasinya lebih tinggi dibandingkan dengan dua

obat anestesi local golongan ester lainnya ini memiliki efek samping berupa rasa

seperti tersengat. Namun, efek ini tidak membuat Tetrakain jarang digunakan, hal

ini karena salah satu kelebihannya adalah tidak menyebabkan midriasis. Tetrakain

biasanya digunakan untuk anestesi pada pembedahan mata, telinga, hidung,

tenggorok, rectum, dan dan kulit.7,8 Berkhasiat 10 kali lebih kuat daripada prokain, tapi juga 10 kali lebih toksik daripada prokain.

Lebih disukai digunakan sebagai anestesi permukaan. Dosis tunggal maksimum

sebesar 20 mg. Sangat cepat diabsorpsi dari membran mukosa yang terluka,

sehingga terdapat bahaya keracunan absorpsi.

Salah satu anastetik lokal yang dapat digunakan secara topikal pada mata

adalah Tetrakain Hidroklorida.

Dosis

Untuk Pemakaian topikal pada mata digunakan larutan Tetrakain

Hidroklorida 0,5%. Kecepatan anastetik Tetrakain Hidroklorida 25 detik dengan

durasi aksinya selama 15 menit atau lebih.

12

2.7.2. Obat Anestesi Golongan Amide

a. Lidocaine

Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat ( potensi bagus ) yang

digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi

lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan

oleh prokain. Pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan

aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestetik lokal golongan amida.

Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-

2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini efektif bila digunakan tanpa

vaso-konstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan masa

kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang

hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Lidokain dapat

menimbulkan kantuk. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin

(1: 50.000 sampai 1 : 200.000). Setelah disuntikkan, obat dengan cepat akan

dihidrolisis dalam jaringan tubuh pada pH 7,4-4 5. 7,9

Indikasi

Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi,

blokade saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan

secara setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi biasanya

digunakan larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis

total tidak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin

tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. 8,9

Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1-2% dengan

epinefrin; untuk anestesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja

kira-kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL. Untuk blokade saraf digunakan 1-2

mL. 9

Efek Samping

Efek samping lildokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP,

misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma,

dan bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan

glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini. Lidokain dosis

13

berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti

jantung. 9

Dosis

o Konsentrasi efektif minimal 0,25%.

o Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.

o Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.

o Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer.

o 0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi.

o 0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik.

o 1% untuk blok motorik dan sensorik.

o 2% untuk blok motorik pasien berotot (muscular).

o 4% atau 10% untuk topical semprot faring-laring (pump spray).

o 5% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea.

o 5% lidokain dicampur 5% prilokain untuk topical kulit.

o 5% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural).

14

b. Bupivacaine

Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan

butyl piperidin. Bupivakain berikatan dengan bagian intracellular dari kanal

sodium dan menutup sodium influk kedalam sel saraf. Merupakan anestetik lokal

yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blockade terhadap

sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular

digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa

pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat

mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada

pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih

kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat

saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain

terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama diastolic, sehingga ada

fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik. Manifestasi klinik

berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat

terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. 8,9

Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan

bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia.Ropivakain

juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja panjang, ddengan

toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain pada dosis efektif

yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan anestesia

dibandingkan bupivakain. Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam

konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan

paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah

sekitar 2 mg/KgBB. 8,9

Indikasi

Indikasi bupivakain yaitu digunakan untuk anestesi local termasuk

infiltrasi, blok saraf, epidural, dan anestesi intratekal. Bupivakain sering diberikan

melalui injeksi epidural sebelum melakukan arthroplasty panggul total. Juga

sering di injeksikan ke luka pembedahan untuk mengurangi nyeri hingga 20 jam

setelah operasi. Terkadang, bupivakain dikombinasikan dengan epinephrine untuk

memperlama durasi, dengan fentanil untuk analgesia epidural atau glukosa.

15

Kontraindikasi

Kontraindikasi bupivakain untuk anestesi regional intravena karena resiko

dari kesalahan tourniquet dan absorpsi sistemik obat. Dibandingkan dengan obat

anestesi local lainnya, bupivakain dapat mengakibatkan kardio toksik. Akan

tetapi, efek samping akan menjadi jarang bila diberikan dengan benar.

Kebanyakan efek samping berhubungan dengan cara pemberian atau efek

farmakologis dari anestesi. Tetapi reaksi alergi jarang terjadi. 11

Bupivakain dapat mengganggu konsentrasi plasma darah yang diakibatkan

karena efeknya yang mempengaruhi CNS dan kardiovaskular. Bupivakain dapat

mengakibatkan beberapa kematian ketika pasien diberikan anestesi epidural

dengan mendadak.

Farmakokinetik Dan Farmakodinamik

Bupivacaine adalah agent anastesi local yang sering digunakan,sering

digunakan untuk injeksi spinal pada tulang belakang untuk anatesi total bagian

pinggul kebawah. Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular

dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah

terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri

mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka

bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri

dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai

selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal .Bupivacaine mempunyai

lama kerja obat yang lebih lama dibandingkan dengan obat anastesi local yang

lain. Pada pemberian dosis yang berlebihan dapat menyebabkan toxic pada

jantung dan system saraf pusat .pada jantung dapat menekan konduksi jantung dan

rangsangan, yang dapat menyebabkan blok atrioventrikular, aritmia ventrikel dan

henti jantung, dan dapat menyebabkan kematian. Selain itu, kontraktilitas miokard

dan depresi vasodilatasi perifer terjadi, menyebabkan penurunan curah jantung

dan tekanan darah arteri. Efek pada SSP mungkin termasuk eksitasi SSP (gugup,

kesemutan di sekitar mulut, tinitus, tremor, pusing, penglihatan kabur, kejang)

diikuti oleh dmengantuk, hilangnya kesadaran, depresi pernafasan dan apnea)

Digunakan secara injeksi epidural dan bersifat lipofilik dimana 95% terikat

protein plasma, bupivacaine dari ruang subarachnoid relatif lambat, yaitu 0,4

16

mg/ml pada setiap 100 mg yang diinjeksikan sehingga konsentrasi maksimal di

plasma sulit dicapai. Setelah disuntikkan di ruang subarachnoid dosis maksimal

(20 mg) akan menghasilkan konsentrasi plasma < 0,1 mg/ml. Bupivacaine

dimetabolisir oleh hepar menjadi 2,6 pipecolylxylidine serta derivetnya, hanya 6%

yang diekskresikan dalam bentuk yang tak berubah (Aninom, 1999).Bupivacaine

dapat menembus plasenta. Karena ikatan protein pada fetus kurang dibandingkan

ibu, maka konsentrasi total plasma akan lebih tinggi pada ibu, walaupun

konsentrasi obat bebas plasma. Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja

lebih lambat dibanding lidokain,tetapi lama kerja sampai 8 jam. Setelah suntikan

kudal, epidural, atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit,

kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam.

Dosis

Untuk anestesa spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik.

Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%.

Max: 2 mg / kg atau 175 mg / dosis, 400 mg/24h; Info: onset 2-10min,

puncak 30-45min, durasi 3-6h, beberapa konsentrasi pengawet-bebas;

conc semua. tersedia w / epinefrin 1:200.000

2.8 Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak

digunakan

1. Anestesi permukaan.

Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh

dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk

pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan

pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.

2. Anestesi Infiltrasi.

Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi

pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan

hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya

daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).

3. Anestesi Blok

17

Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun

untuk tujuan diagnostik dan terapi.

4. Anestesi Spinal

Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari

kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini

bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai

bawah.

5. Anestesi Epidural

Anestesi epidural (blokade subarakhnoid atau intratekal)

disuntikkan di ruang epidural yakni ruang antara kedua selaput keras dari

sumsum belakang.

6. Anestesi Kaudal

Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan

melalui tempat yang berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui

hiatus skralis.

2.9 Penanganan Reaksi Toksik pada Anestesi Lokal

Anestesi Lokal yang berujung pada komplikasi ataupun toksisitas harus

segera dihentikan, karena memberikan dampak yang sangat besar dalam

kerusakan system saraf pusat maupun system kardiovaskular, secara umum

tindakan yang dapat kita lakukan pada pasien yang intoksikasi anestesi local

adalah:9

Hal yang paling utama adalah menjamin oksigenasi adekuat

dengan pernafasan buatan menggunakan oksigen

Tremor atau kejang diatasi dengan dosis kecil “ short acting

barbiturate “ seperti penthotal ( 50-150 mg ), atau dengan diazepam

( valium ) 5 -10 mg intravena

18

Depresi sirkulasi diatasi dengan pemberian vasopressor secara

bolus dilanjutkan dengan drip dalam infuse ( efedrin, nor adrenalin,

dopamine dsb. ). Pemberian bolus efedrin 5-10 mg iv.

Bila dicurigai adanya henti jantung ( cardiac arest ) resusitasi

jantung paru harus segera dilakukan.

Protokol menyarankan penggunaan Intralipid® dimulai dengan

dosis 1ml/kg IV, injeksikan dua kali dengan interval tiga sampai

lima menit. Injeksi Intralipid® disertai dengan kostan IVFD

0,25mg/kg/min sampai pasien stabil. Berdasarkan penelitian,

memberikan dosis lebih dari 8mg/kg tidak memberikan keuntungan

sama sekali.14

Laju IVFD ditingkatkan sampai dua kali lipat sampai 0,5

mL/kg/min jika tekanan darah tetap rendah.

Lanjutkan IVFD ± 10 menit setelah sirkulasi stabil

Lanjutkan monitoring (>12 jam) setelah terjadi toksisitas sistemik

anestesi lokal karena depresi kardiovaskular bisa terulang setelah

pengobatan.

Intralipid® adalah lipid emulsi yang terdiri dari minyak kacang kedelai, glycerol,

dan phospholipi telur. Intralipid® biasanya digunakan sebagai bahan lemak untuk

nutrisi total parenteral (TPN) dan sebagai pelarut propofol. Intralipid® telah

dibuktikan keefektifannya sebagai antidot dari kolaps kardiovaskular yag

disebabkan oleh toksisitas anestesi lokal.15,16 Intralipid® bertindak sebagai lemak

yang larut dalam sirkulasi, mengusir anestesi lokal dari plasma dan berikatan

dengan anestesi lokal sehingga tidak ada lagi fraksi bebas anestesi lokal yang bisa

berikatan dengan reseptor. Konsentrasi tinggi lipid dapat mencegah influks lipud

kedalam myocyte jantung dengan cara lemak dengan mudah meliputi blokade

anestesi lokal dari LCAT enzim, meningkatkan pasokan FFA di mitokondria

sehingga meningkatkan produksi ATP, yang mana dapat meningkatkan kepekaan

myocardium terhadap resusitasi.

19

BAB III

KESIMPULAN

Anestesi regional atau anestesi lokal merupakan Penggunaan obat

analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri

dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible) fungsi motorik dapat

terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar.

Anestesi regional dapat diklasifikasikan menjadi Intravenous regional

anestesi, Anelgesi permukaan, Field Block ( blok lapangan ), Blok saraf (Nerve

Block ), Infiltrasi local dan anestesi intravena regional atau dapat dibagi menjadi

neurological blockade perifer dan sentral

Anestesi regional memiliki keuntungan maupun kerugian dibandingkan

anestesi general. Salah satu kerugian dari anestesi regional adalah dapat

menimbulkan toksisitas baik sistemik yang melibatkan CNS dan CVS maupun

toksisitas local. Toksisitas yang terjadi dapat mengganggu sistem kardiovaskuler,

sistem pernafasan, sistem saraf pusat dan imunologi tubuh. Toksisitas dari obat

anestesi lokal dapat ditangani dengan pemberian oksigen yang adekuat, pemberian

short acting barbiturat, vasopressor dan terapi cairan untuk mencegah syok.

Daftar Pustaka

20

1. Dardjat M T, editor. Obat Anestetik Lokal. Dalam: Kumpulan Kuliah

Anestesiologi. Jakarta: Aksara Medisina;1986.

2. Latief Said, Surjadi Kartini, Dachlan Ruswan, editor. Anestetik Lokal. Dalam:

Petunjuk Praktis Anestesiologi. Ed 2. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi

Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002.

3. S Kristanto. Anestetik Regional. Dalam: Basuki Gunawarman, Muhadi

Muhiman, Latief Said, editor. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan

Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1989.

4. Vassiliadis, John Dr MBBS FACEM. Local Anaesthetic Toxicity and

Tumescent Anaesthesia.2008

5. Dobron, Michael B. Penuntun Praktis anestesi.Jakarta: EGC. 1994.

6. Katzung, Bertram G. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta: EGC, 1997

7. Kapitanyan, Raffi. Local Anesthetic Toxicity Treatment & Management. at:

http://emedicine.medscape.com/

8. Bukbirwa, Henry. Toxicity from Local Anaesthtic Drugs. at

http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u10/u1008_01.htm

9. Local anesthetic: Systemic toxicity. At:

http://www.openanesthesia.org/index.php?

title=Local_anesthetics:_systemic_toxicity

10. Quick Review: Toxicity of Local Anesthetics at:

http://www.entlectures.com/Resources/Quick%20Review%20Topics/Quick

%20Review%20Toxicity%20Local%20Anesthetics.pdf

11. Tasch, Mark D. Toxicity of Local Anesthetics. Philadephia: ASA Chapter 15

vol 34. 2006. At :

http://xa.yimg.com/kq/groups/26067046/1144152173/name/TOXICITY

%2BOF%2BLOCAL.pdf

12. Galindo M.A. Levobupivacain: A long Acting Local Anaesthetic with less

cardiac and neurotoxicity. At:

http://www.ndaa.ox.ac.uk/wfsa/html/u14/u1407-01.html

13. Hollmann, Markus W, Durieux E, Local anesthetics and the inflammatory

responsse: A new therapeutic indication ?. Anesthesiology, September 2000

21

14. Weinberg G. Reply to Drs Goor, Groban and Butterworth, Lipid rescue:

caveats and recommendations for the silver bullet (letter). Regional Anesthesia

and Pain Medicine.2004;29:74.

15. Weinberg GL, Ripper R, Feinstein DL, Hoffman W. Lipid emulsion infusion

rescues dogs from bupivacaine-induced cardiac toxicity. Regional Anesthesia

and Pain Medicine.2003:28:198 –202.

16. Weinberg GL, VadeBoncouer TR, Ramaraju GA, Garcia-Amro MF, Cwik MJ.

Pretreatment or resuscitation with a lipid infusion shifts the dose-response to

bupivacaine-induced asystole in rats. Anesthesiology 1998;88:1071 –5.

22