24
ANALISIS KEWENANGAN PEMELIHARAAN JALAN KOTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DI KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN Usulan Penelitian A. Latar Belakang Kebutuhan akan infrastruktur jalan di zaman modern saat ini semakin krusial seiring bertumbuhnya jumlah kendaraan bermotor yang terus melonjak dengan pesatnya, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor tersebut memang dapat menghasilkan keuntungan yang besar dari sisi ekonomi (pendapatan negara) melalui pungutan pajak kendaraan bermotor, retribusi parkir, dll. Akan tetapi di sisi lain, seiring banyaknya kendaraan yang memanfaatkan jalanan umum akan berdampak pada kondisi jalan tersebut. Oleh karena itu, biaya pemeliharaan jalan pun jadi meningkat sebanding dengan pertumbuhan dan penggunaan jalan. Pembangunan jalan di Indonesia termasuk salah satu tugas modern pemerintah selain pembangunan terhadap sungai, perhubungan, angkutan, pos, dan telekomunikasi. 1 Secara umum, jalan merupakan barang publik yang harus disediakan oleh Pemerintah. Namun dalam perkembangan masyarakat berkembang pula jalan-jalan berbayar yang 1 ? Philipus M. Hadjon (et.al.), Pengantar Hukum Administrasi Negara, Surabaya: Gajah Mada University Press, 1994, hlm. 20 1

UP REVISI 07 OKT

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS KEWENANGAN PEMELIHARAAN JALAN KOTA

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004

TENTANG JALAN DI KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

Usulan Penelitian

A. Latar Belakang

Kebutuhan akan infrastruktur jalan di zaman modern saat ini semakin

krusial seiring bertumbuhnya jumlah kendaraan bermotor yang terus

melonjak dengan pesatnya, terutama di kota-kota besar di Indonesia.

Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor tersebut memang dapat

menghasilkan keuntungan yang besar dari sisi ekonomi (pendapatan

negara) melalui pungutan pajak kendaraan bermotor, retribusi parkir, dll.

Akan tetapi di sisi lain, seiring banyaknya kendaraan yang memanfaatkan

jalanan umum akan berdampak pada kondisi jalan tersebut. Oleh karena

itu, biaya pemeliharaan jalan pun jadi meningkat sebanding dengan

pertumbuhan dan penggunaan jalan.

Pembangunan jalan di Indonesia termasuk salah satu tugas modern

pemerintah selain pembangunan terhadap sungai, perhubungan,

angkutan, pos, dan telekomunikasi.1 Secara umum, jalan merupakan

barang publik yang harus disediakan oleh Pemerintah. Namun dalam

perkembangan masyarakat berkembang pula jalan-jalan berbayar yang

1 ? Philipus M. Hadjon (et.al.), Pengantar Hukum Administrasi Negara, Surabaya: Gajah Mada University Press, 1994, hlm. 20

1

2

bersifat kuasi publik seperti jalan Tol dan jalan areal khusus.2 Pengertian

jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian

jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang

diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di

atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di

atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel,

sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang

Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (selanjutnya disebut UU Nomor 38

Tahun 2004).

Pengelompokan jalan di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 UU Nomor 38 Tahun 2004, menurut statusnya dikelompokkan ke

dalam Jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kota dan

Jalan Desa. Pemeliharaan jalan nasional menjadi kewenangan

Pemerintah Pusat yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Kementerian

Pekerjaan Umum, Jalan Provinsi menjadi kewenangan Pemerintah

Provinsi serta Jalan Kabupaten menjadi kewenangan pemerintah

Kabupaten/kota. Secara operasional, pihak yang bertanggung jawab

untuk memelihara jalan adalah dinas Pekerjaan Umum (PU) atau lembaga

lain yang sejenis.

Pengaturan pembagian kewenangan pemeliharaan jalan bertujuan

agar pelayanan kepada masyarakat tentang penyediaan jalan yang

berkualitas dapat terpenuhi sehingga pergerakan masyarakat dari satu

2 ? Jalan Areal Khusus contohnya yaitu jalan akses ke bandara, jalan pelabuhan, kawasan industri, dan sebagainya.

3

tempat ke tempat lainnya dapat dilaksanakan dengan mudah, aman, dan

efisien. Namun pembedaan kewenangan urusan pemeliharaan jalan

tersebut secara faktual di lapangan menimbulkan perbedaan perlakuan

dan kualitas karena seringkali jalan nasional jauh lebih baik daripada jenis

jalan lainnya, terutama jalan kabupaten/kota atau jalan penghubung

antara kabupaten/kota yang satu dengan kabupaten/kota yang lain.

Kondisi dan kualitas jalan kabupaten/kota maupun jalan penghubungnya

saat ini banyak yang rusak, terbengkalai, dan tidak terurus, hal ini sangat

membahayakan jiwa keselamatan pengguna jalan, kondisi fisik kendaraan

bermotor yang cepat rusak, dan pada akhirnya merusak infrastruktur jalan

itu sendiri.

Beberapa fakta telah menunjukkan masih kurangnya upaya

pemerintah dalam pemeliharaan jalan di Kabupaten/Kota Tangerang

sebagaimana diberitakan dalam Republika.co.id tahun 20113, data

sepanjang tahun 2010 hingga awal Februari 2011 terdapat 718 jumlah

kecelakaan di wilayah Tangerang, Banten, yang 62 kasus diantaranya

diakibatkan rusaknya infrastruktur jalan yang ada, kondisi jalan utama dan

alternatif yang rusak parah sehingga pengendara mengalami cedera

bahkan meninggal dunia. Dari kasus kecelakaan lalu lintas tersebut

terdapat sembilan warga yang meninggal dunia, sebanyak 84 penduduk

mengalami luka berat dan 54 warga menderita luka ringan. Kecelakaan

3 ? Siwi Tri Puji B., “62 Kasus Kecelakaan di Tangerang Akibat Jalan Rusak”, (http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/metropolitan/11/02/05/162490-duh-62-kasus-kecelakaan-di-tangerang-akibat-jalan-rusak), 2011, diunduh pada hari Sabtu, 18 April 2015 pukul 11:28

4

lalu lintas juga terjadi karena tidak adanya lampu Penerangan Jalan

Umum (PJU) sehingga pengemudi terperosok dalam saluran akibat

menghindari lubang besar. Bahkan pada ruas tertentu tidak ditemukan

adanya marka jalan agar pengendara dapat menghindar dan mengurangi

kecepatan kendaraan dari arah berlawanan. Kemudian mengutip pada

artikel berita dari merdeka.com, Pemerintah Kota Tangerang mendesak

agar segera mengevaluasi tata pelaksanaan perbaikan jalan dan

mengajukan anggaran tambahan kepada Pemerintah Provinsi Banten

untuk perbaikan jalan.4

Sejatinya, pembagian urusan pemeliharaan jalan tersebut juga

merupakan pelaksanaan desentralisasi sebagaimana didefinisikan dalam

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah sebagai penyerahan urusan pemerintahan oleh

pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi atau

prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berdasarkan

otonomi daerah. Urusan yang berkaitan dengan jalan merupakan salah

satu urusan konkuren yang diserahkan kepada pemerintah daerah.

Pemerintah daerah dituntut berperan seoptimal mungkin untuk mampu

memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat di daerahnya

dan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah agar semua kondisi jalan

berikut sarana dan prasarana yang berada di wilayahnya selalu

4 ? Aryo Putranto Saptohutomo, “Diduga perbaikan jalan asal, Pemkot Tangerang protes Pemprov Banten”, (http://www.merdeka.com/peristiwa/diduga-perbaikan-jalan-asal-pemkot-tangerang-protes-pemprov-banten.html), 2015, diunduh pada hari Sabtu 18 April 2015, pukul 11:28

5

terpelihara dengan baik sehingga mampu mengurangi kecelakaan,

memperlancar arus distribusi barang dan jasa, dan pada akhirnya

mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan memperbaiki tingkat

kehidupan seluruh masyarakat.

Kabupaten/kota, sebagai pusat urat nadi pergerakan sosial ekonomi

masyarakat dan sebagai bentuk pemerintahan paling penting dalam

pelaksanaan otonomi daerah, meskipun sudah diberi kewenangan

melakukan pemeliharaan jalan kabupaten/kota namun belum sepenuhnya

memiliki infrastruktur jalan yang baik guna mendukung upaya

mensejahterakan seluruh rakyat di setiap wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Oleh karena itu, penulis bermaksud menganalisis

salah satu komponen dari kewenangan kabupaten/kota dalam penyediaan

layanan transportasi tersebut, dengan mengambil fokus pada

pembangunan jalan oleh Pemerintah Kota Tangerang.

Penulisan skripsi ini serupa dengan penulisan yang dilakukan oleh

Ade Darmawan tentang pemeliharaan jalan, tetapi perbedaannya adalah

saudara Ade membahas mengenai pertanggungjawaban atas kerusakan

jalan di kota Bandung, sedangkan skripsi ini membahas mengenai

kewenangan pemeliharaan jalan di kota Tangerang yang lebih

menitikberatkan pada analisis dari kajian Hukum Administrasi Negara

tentang pelayanan publik.

Permasalahan yang telah dikemukakan diatas tentu perlu dibahas,

oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat karya tulis guna memenuhi

6

kewajiban untuk mencapai gelar sarjana hukum dengan mengangkat

permasalahan ini, dengan judul: “ANALISIS KEWENANGAN

PEMELIHARAAN JALAN KOTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DI KOTA TANGERANG

PROVINSI BANTEN”

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan kewenangan pemeliharaan jalan kota

berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang

Jalan oleh Pemerintah Kota Tangerang, Provinsi Banten?

2. Bagaimana Pemerintah Kota mengatasi kendala secara yuridis

dalam melaksanakan kewenangan pemeliharaan jalan kota di

Kota Tangerang, Provinsi Banten?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pelaksanaan pemeliharaan jalan di Kota Tangerang, Provinsi Banten.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pelaksanaan kewenangan pemeliharaan jalan kota

berdasarkan Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang

Jalan oleh Pemerintah Kota Tangerang, Provinsi Banten.

2. Mengetahui berbagai persoalan-persoalan yang dialami

Pemerintah Kota Tangerang secara yuridis dalam melaksanakan

7

kewenangan pemeliharaan jalan kota di Kota Tangerang, Provinsi

Banten.

D. Kegunaan Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna untuk:

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

terhadap pengembangan Ilmu Hukum, khususnya dalam bidang

hukum administrasi negara maupun hukum pemerintahan

daerah.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat

digunakan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dalam

mengembangkan dan melengkapi bahan perkuliahan.

Secara Praktis, penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan

masukan kepada Pemerintah Kota Tangerang maupun Dinas Bina Marga

dan Sumber Daya Air Kota Tangerang dalam penyelenggaraan Jalan Kota

maupun Jalan Kabupaten di Kota Tangerang.

E. Kerangka Pemikiran

Tujuan bangsa Indonesia secara konstitusional terdapat dalam

Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD Tahun 1945) yang

menyebutkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah:

“membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

8

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”

Dalam Pembukaan tersebut dinyatakan bahwa salah satu tanggung

jawab pemerintah adalah mensejahterakan rakyat Indonesia sehingga

pemerintah berperan aktif melakukan pembangunan nasional di segala

bidang, hal ini dijabarkan lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3)

UUD Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara

hukum. Negara hukum dalam arti luas menuntut peran lebih dari negara

dalam mencapai tujuannya, negara dituntut tidak hanya sebagai negara

penjaga malam (nachtwakersstaat) yang menjalankan tugas secara pasif

hanya bertindak apabila hak-hak rakyat dalam bahaya atau ketertiban

umum dan keamanan terancam.5 Indonesia sebagai negara hukum

modern (welfare state) memiliki kewajiban lebih luas, yakni

mengutamakan kepentingan rakyat demi kemakmuran seluruh rakyat dan

keamanan sosial, sehingga negara berperan aktif mengatur pergaulan

masyarakat.6 Peran aktif tersebut merupakan reformasi negara penjaga

malam (nachtwakersstaat) yang semula menyerahkan urusan pencapaian

kesejahteraan kepada masyarakat. Sudikno Mertokusumo

mengemukakan bentuk tanggung jawab Indonesia sebagai negara hukum

merupakan tujuan dari hukum positif negara Indonesia.7 Hal tersebut

sependapat dengan yang dikemukakan oleh Sri Soemantri bahwa negara

5 ? Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, 1973, hlm. 13.6 ? Idem, hlm. 14.7 ? Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005, hlm. 92.

9

kesejahteraan pada mulanya sudah ada sebagai konsep negara

Indonesia.8

Indonesia sejak semula telah menerapkan konsep negara

kesejahteraan yang harus aktif dalam mencapai kesejahteraan bagi

rakyatnya. Kesejahteraan dapat dicapai dengan melakukan pembangunan

di berbagai bidang, salah satunya infrastruktur jalan yang tersedia secara

baik menghubungkan wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Pemerintah sebagai penyelenggara jalan sebagaimana didefinisikan

dalam Pasal 1 butir 14 UU Nomor 38 Tahun 2004 merupakan pihak yang

dituntut secara aktif untuk melakukan pengaturan, pembinaan,

pembangunan dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya.

Selanjutnya, Pasal 13 UU Nomor 38 Tahun 2004 menyebutkan bahwa

penguasaan atas jalan ada pada negara, yakni memberi kewenangan

kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melaksanakan

penyelenggaraan jalan.

Asas legalitas merupakan salah satu dasar dalam setiap

penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain, setiap

penyelenggaraan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu

kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.9 H.D. Stout

mengatakan bahwa wewenang adalah pengertian yang berasal dari

hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai

8 ? Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 43.9 ? Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 98.

10

keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan

penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam

hubungan hukum publik.10 Lebih lanjut, H.D. Stout, dengan mengutip

pendapat Goorden, mengatakan bahwa wewenang adalah keseluruhan

hak dan kewajiban yang secara eksplisit diberikan oleh pembuat undang-

undang kepada subjek hukum publik. Menurut Bagir Manan, wewenang

dalam istilah hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan

hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam

hukum, wewenang berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam

kaitannya dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian

kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri

(zelfbesturen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan

untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya.

Kewajiban secara vertikal berarti kekuasaan untuk mejalankan

pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintahan negara secara

keseluruhan.11

Berdasarkan prinsip asas legalitas, maka wewenang pemerintahan

berasal dari peraturan perundang-undangan. Artinya sumber wewenang

bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan, sebagaimana

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang

Administrasi Pemerintahan (selanjutnya disebut UU Nomor 30 Tahun

10 ? H.D. Stout, De Betekenissen van de Wet, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle, 1994, hlm. 102.11 ? Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah, Makalah pada Seminar Nasional, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 13 Mei 2000, hlm 1-2.

11

2014), menyebutkan bahwa wewenang adalah hak yang dimiliki oleh

Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara

lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam

penyelenggaraan pemerintahan. Kewenangan pemerintahan

sebagaimana Pasal 11 UU Nomor 30 Tahun 2014, dapat diperoleh

melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Menurut Indroharto,

pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh

suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Di sinilah

terciptanya suatu wewenang baru. Kemudian pada delegasi, terjadilah

pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan

Tata Usaha Negara yang memperoleh wewenang pemerintahan secara

atributif kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara lainnya. Jadi,

suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.12

Dalam hal pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi ini

terdapat syarat-syarat sebagai berikut:

1) Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi tidak dapat lagi

menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.

2) Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan

untuk itu dalam peraturan perundang-undangan.

3) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki

kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.

12 ? Ridwan HR, sebagaimana dikutip dari Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hlm. 91.

12

4) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya pemberi

delegasi berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan

wewenang tersebut.

5) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya pemberi delegasi

memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang

tersebut.13

Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, mengetahui sumber dan

cara memperoleh wewenang lembaga pemerintahan ini penting, karena

berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum (rechtelijke

verantwording), seiring dengan salah satu prinsip negara hukum yaitu

“tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban” (there is no authority

without responsibility).14 Oleh karena itu, adanya wewenang atas

penyelenggaraan jalan tersebut menimbulkan tanggung jawab

penyelenggara jalan seperti tanggung jawab selalu memelihara jalan

sehingga tidak terjadi kerusakan jalan, fasilitas pendukung yang minim,

serta marka jalan yang tidak memadai. Apabila terjadi kecelakaan akibat

penyebab-penyebab kerusakan tersebut diatas, maka dapat dikatakan

penyelenggara jalan melakukan perbuatan melanggar hukum karena tidak

menjalankan kewajibannya menyelenggarakan jalan umum secara layak.

Hal ini didasari pada pertimbangan huruf a UU Nomor 38 Tahun

2004 yang menyebutkan bahwa jalan sebagai salah satu prasarana

transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan

13 ? Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah pada Penataran Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 1998, hlm. 9-10.14 ? Ridwan HR., op. cit., hlm. 105.

13

berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan persatuan dan kesatuan

bangsa, wilayah negara, dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan

kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD

Tahun 1945.

Pertimbangan huruf b UU Nomor 38 Tahun 2004 juga menyebutkan

bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai

peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial, dan

budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan

pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan

pembangunan antardaerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan

nasional, memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta

membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran

pembangunan nasional.

Pemeliharaan jalan merupakan bagian tahapan kegiatan yang

penting dalam pembangunan jalan kota, sebagaimana Pasal 34 UU

Nomor 38 Tahun 2004 yang meliputi:

a. perencanaan teknis, pemrograman dan penganggaran, pengadaan

lahan, serta pelaksanaan konstruksi jalan kota;

b. pengoperasian dan pemeliharaan jalan kota; dan

c. pengembangan dan pengelolaan manajemen pemeliharaan jalan

kota.

14

F. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian, penggunaan metode adalah hal yang sangat

penting dalam menunjang penyelesaian masalah yang akan dikaji,

sehingga akan mendapatkan manfaat yang bersifat ilmiah. Metode

penelitian yang digunakan oleh Penulis, antara lain:

1. Spesifikasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan spesifikasi

penelitian Deskriptif Analitis yang dilakukan oleh Penulis dengan

cara memaparkan sistem pemeliharaan jalan beserta

wewenang-wewenang Pemerintah Kota Tangerang berdasarkan

ketentuan-ketentuan dalam UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang

Jalan.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode pendekatan yuridis-normatif. Pendekatan yuridis-

normatif ini adalah penelitian terhadap asas-asas hukum, norma

dan kaidah-kaidah hukum dalam peraturan perundang-

undangan.15 Metode penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti

bahan-bahan pustaka, sehingga data yang digunakan adalah

berupa data sekunder.

3. Tahapan Penelitian

Penulis melakukan penelitian dengan tahapan berikut:

15 ? Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, 2008, hlm. 51.

15

a. Penelitian kepustakaan, yaitu mengkaji data sekunder

yang terdiri dari:

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang

mengikat,16 berupa peraturan perundang-undangan

nasional, antara lain:

a) UUD 1945;

b) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang

Jalan;

c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah;

d) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang

Administrasi Pemerintahan;

e) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006

tentang Jalan; dan

f) Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6

Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Tangerang 2012-2032.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang

berhubungan erat dengan bahan hukum primer yang

digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan

hukum primer,17 antara lain buku-buku yang ditulis

16 ? Ibid.17 ? Ibid.

16

oleh para ahli tentang hukum, serta teori-teori

mengenai otonomi daerah.

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang

memberikan petunjuk atau penjelasan atas bahan

hukum primer dan sekunder,18 berupa kamus, artikel,

jurnal ilmiah dan surat kabar atau media online.

b. Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan

dengan mengumpulkan, meneliti dan merefleksikan data

primer yang diperoleh dari lapangan untuk menunjang

data sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini, antara lain:

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data

sekunder dengan cara mempelajari, buku-buku, arsip-

arsip, bahan-bahan ilmiah serta peraturan perundang-

undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data primer

dengan cara berkomunikasi langsung dengan pihak-

pihak yang mendukung diperolehnya data terkait

masalah yang akan diteliti. Dalam hal ini, pihak-pihak

yang akan saya wawancarai yaitu salah satu perwakilan 18 ? Ibid.

17

dari pejabat Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air

Kota Tangerang atau pejabat pemerintah kota setempat.

5. Metode Analisis Data

Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis

data Yuridis Kualitatif yang dalam menarik simpulan tidak

menggunakan rumusan matematis, tetapi baik hasil dari

penelitian kepustakaan maupun hasil dari penelitian lapangan

yang dilakukan oleh Penulis akan dianalisis secara deduktif dan

diuraikan secara deskriptif.

6. Lokasi Penelitian

Penulis menggunakan data sekunder berupa buku-buku,

arsip-arsip, bahan-bahan ilmiah serta peraturan perundang-

undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Penelitian

kepustakaan ini dilakukan di Perpustakaan Hukum Mochtar

Kusumaatmadja di Jalan Dipatiukur Nomor 35, Bandung,

Perpustakaan CISRAL UNPAD di Jalan Dipatiukur Nomor 46,

Bandung dan Gedung Perpustakaan Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia, Senayan, Jakarta Pusat.

Selain itu, penelitian lapangan menggunakan data primer

berupa hasil wawancara. Peneliti melakukan wawancara antara

lain di Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Tangerang.

Selain itu peneliti juga melakukan observasi beberapa ruas jalan

rusak di Kota Tangerang.

18

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang saling berkaitan dan

berkesinambungan, selain itu juga terdapat daftar pustaka.

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan mengungkapkan latar belakang,

identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI WEWENANG

PEMERINTAH KOTA DALAM PENYELENGGARAAN

JALAN

Dalam bab ini akan diuraikan teori dan konsep tentang

wewenang pemerintahan, pembagian kewenangan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam otonomi

daerah dan kewenangan pemerintah kota dalam

penyelenggaraan jalan menurut UU Nomor 38 Tahun 2004.

BAB III PEMELIHARAAN JALAN KOTA OLEH PEMERINTAH

KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

Dalam bab ini akan dibahas bagaimana pelaksanaan dan

ruang lingkup kewenangan pemeliharaan jalan kota oleh

Pemerintah Kota Tangerang, dukungan anggaran

pemeliharaan jalan kota, pertanggungjawaban Pemerintah

19

Kota Tangerang terhadap kewenangan pemeliharaan jalan

kota, dan mekanisme pengawasan dan akuntabilitas

pelaksanaan pemeliharaan jalan kota.

BAB IV PELAKSANAAN KEWENANGAN PEMELIHARAAN

JALAN KOTA DI KOTA TANGERANG

Dalam bab ini akan dibahas bagaimana pelaksanaan

kewenangan pemeliharaan jalan kota oleh Pemerintah Kota

Tangerang Provinsi Banten, serta hambatan dan kendala

yuridis Pemerintah Kota Tangerang dalam melaksanakan

kewenangan pemeliharaan jalan kota tersebut.

BAB V PENUTUP

Bab ini akan menguraikan kesimpulan dari hasil

pembahasan dalam penelitian ini serta saran-saran yang

dapat memberikan solusi alternatif berkenaan dengan

masalah yang dibahas.

DAFTAR PUSTAKA

20

A. Buku

Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2001.

----------------. Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah, Makalah pada Seminar Nasional, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 13 Mei 2000.

C. S. T. Kansil, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

H. A. W. Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.

Huisman, R.J.H.M. Algemen Bestuursrecht, Een Inleiding, Kobra, Amsterdam, tt.,

Nicolai, P., et. al., Bestuurecht, Amsterdam, 1994.

Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah pada Penataran Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 1998

Philipus M. Hadjon, et. al., Pengantar Hukum Administrasi Negara, Gajah Mada University Press, Surabaya, 1994.

Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara: Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, 2013.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, 2008.

Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992.

Stout, H.D., De Betekenissen van de Wet, Theoretisch-Kritische Beschouwingen over het Principe van Wetmatigheid van Bestuur. W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle, 1994.

Stroink, F.A.M. en J.G. Steenbeek, Inleiding in Het Staats-en Administratief Recht, Samsom H.D. Tjeenk Willink, Alphen aan den Rijn, 1985.

21

Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, 1973.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005.

Syamsuddin Haris, Desentralisasi & Otonomi Daerah: DesentralisasiDemokratisasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, LIPI Press, Jakarta, 2005.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi

Pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.

Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang 2012-2032.

Lampiran :

OUTLINE

22

ANALISIS KEWENANGAN PEMELIHARAAN JALAN KOTA

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004

TENTANG JALAN DI KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Identifikasi Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Praktis

2. Kegunaan Teoritis

E. Kerangka Pemikiran

F. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

2. Metode Pendekatan

3. Tahapan Penelitian

4. Teknik Pengumpulan Data

5. Metode Analisis Data

6. Lokasi Penelitian

G. Sistematika Penulisan

23

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI WEWENANG

PEMERINTAH KOTA DALAM PENYELENGGARAAN

JALAN

A. Tinjauan Umum Tentang Wewenang Pemerintahan

B. Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah dalam Otonomi Daerah

C. Kewenangan Pemerintah Kota dalam

Penyelenggaraan Jalan Menurut UU Nomor 38 Tahun

2004

BAB III PEMELIHARAAN JALAN KOTA OLEH PEMERINTAH

KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

A. Ruang Lingkup Kewenangan Pemeliharaan Jalan

Kota oleh Pemerintah Kota

B. Dukungan Anggaran Pemeliharaan Jalan Kota

C. Pertanggungjawaban Pemerintah Kota terhadap

Kewenangan Pemeliharaan Jalan Kota

D. Mekanisme Pengawasan dan Akuntabilitas

Pelaksanaan Pemeliharaan Jalan Kota

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN KEWENANGAN

PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA TANGERANG

24

A. Pelaksanaan Kewenangan Pemeliharaan Jalan

Kota oleh Pemerintah Kota Tangerang Provinsi

Banten

B. Hambatan dan Kendala Pemerintah Kota dalam

Melaksanakan Kewenangan Pemeliharaan Jalan Kota

di Kota Tangerang Provinsi Banten

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

B. Saran