Upload
independent
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KEWENANGAN PEMELIHARAAN JALAN KOTA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004
TENTANG JALAN DI KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN
Usulan Penelitian
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan infrastruktur jalan di zaman modern saat ini semakin
krusial seiring bertumbuhnya jumlah kendaraan bermotor yang terus
melonjak dengan pesatnya, terutama di kota-kota besar di Indonesia.
Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor tersebut memang dapat
menghasilkan keuntungan yang besar dari sisi ekonomi (pendapatan
negara) melalui pungutan pajak kendaraan bermotor, retribusi parkir, dll.
Akan tetapi di sisi lain, seiring banyaknya kendaraan yang memanfaatkan
jalanan umum akan berdampak pada kondisi jalan tersebut. Oleh karena
itu, biaya pemeliharaan jalan pun jadi meningkat sebanding dengan
pertumbuhan dan penggunaan jalan.
Pembangunan jalan di Indonesia termasuk salah satu tugas modern
pemerintah selain pembangunan terhadap sungai, perhubungan,
angkutan, pos, dan telekomunikasi.1 Secara umum, jalan merupakan
barang publik yang harus disediakan oleh Pemerintah. Namun dalam
perkembangan masyarakat berkembang pula jalan-jalan berbayar yang
1 ? Philipus M. Hadjon (et.al.), Pengantar Hukum Administrasi Negara, Surabaya: Gajah Mada University Press, 1994, hlm. 20
1
2
bersifat kuasi publik seperti jalan Tol dan jalan areal khusus.2 Pengertian
jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel,
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (selanjutnya disebut UU Nomor 38
Tahun 2004).
Pengelompokan jalan di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 UU Nomor 38 Tahun 2004, menurut statusnya dikelompokkan ke
dalam Jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kota dan
Jalan Desa. Pemeliharaan jalan nasional menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Kementerian
Pekerjaan Umum, Jalan Provinsi menjadi kewenangan Pemerintah
Provinsi serta Jalan Kabupaten menjadi kewenangan pemerintah
Kabupaten/kota. Secara operasional, pihak yang bertanggung jawab
untuk memelihara jalan adalah dinas Pekerjaan Umum (PU) atau lembaga
lain yang sejenis.
Pengaturan pembagian kewenangan pemeliharaan jalan bertujuan
agar pelayanan kepada masyarakat tentang penyediaan jalan yang
berkualitas dapat terpenuhi sehingga pergerakan masyarakat dari satu
2 ? Jalan Areal Khusus contohnya yaitu jalan akses ke bandara, jalan pelabuhan, kawasan industri, dan sebagainya.
3
tempat ke tempat lainnya dapat dilaksanakan dengan mudah, aman, dan
efisien. Namun pembedaan kewenangan urusan pemeliharaan jalan
tersebut secara faktual di lapangan menimbulkan perbedaan perlakuan
dan kualitas karena seringkali jalan nasional jauh lebih baik daripada jenis
jalan lainnya, terutama jalan kabupaten/kota atau jalan penghubung
antara kabupaten/kota yang satu dengan kabupaten/kota yang lain.
Kondisi dan kualitas jalan kabupaten/kota maupun jalan penghubungnya
saat ini banyak yang rusak, terbengkalai, dan tidak terurus, hal ini sangat
membahayakan jiwa keselamatan pengguna jalan, kondisi fisik kendaraan
bermotor yang cepat rusak, dan pada akhirnya merusak infrastruktur jalan
itu sendiri.
Beberapa fakta telah menunjukkan masih kurangnya upaya
pemerintah dalam pemeliharaan jalan di Kabupaten/Kota Tangerang
sebagaimana diberitakan dalam Republika.co.id tahun 20113, data
sepanjang tahun 2010 hingga awal Februari 2011 terdapat 718 jumlah
kecelakaan di wilayah Tangerang, Banten, yang 62 kasus diantaranya
diakibatkan rusaknya infrastruktur jalan yang ada, kondisi jalan utama dan
alternatif yang rusak parah sehingga pengendara mengalami cedera
bahkan meninggal dunia. Dari kasus kecelakaan lalu lintas tersebut
terdapat sembilan warga yang meninggal dunia, sebanyak 84 penduduk
mengalami luka berat dan 54 warga menderita luka ringan. Kecelakaan
3 ? Siwi Tri Puji B., “62 Kasus Kecelakaan di Tangerang Akibat Jalan Rusak”, (http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/metropolitan/11/02/05/162490-duh-62-kasus-kecelakaan-di-tangerang-akibat-jalan-rusak), 2011, diunduh pada hari Sabtu, 18 April 2015 pukul 11:28
4
lalu lintas juga terjadi karena tidak adanya lampu Penerangan Jalan
Umum (PJU) sehingga pengemudi terperosok dalam saluran akibat
menghindari lubang besar. Bahkan pada ruas tertentu tidak ditemukan
adanya marka jalan agar pengendara dapat menghindar dan mengurangi
kecepatan kendaraan dari arah berlawanan. Kemudian mengutip pada
artikel berita dari merdeka.com, Pemerintah Kota Tangerang mendesak
agar segera mengevaluasi tata pelaksanaan perbaikan jalan dan
mengajukan anggaran tambahan kepada Pemerintah Provinsi Banten
untuk perbaikan jalan.4
Sejatinya, pembagian urusan pemeliharaan jalan tersebut juga
merupakan pelaksanaan desentralisasi sebagaimana didefinisikan dalam
Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai penyerahan urusan pemerintahan oleh
pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi atau
prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berdasarkan
otonomi daerah. Urusan yang berkaitan dengan jalan merupakan salah
satu urusan konkuren yang diserahkan kepada pemerintah daerah.
Pemerintah daerah dituntut berperan seoptimal mungkin untuk mampu
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat di daerahnya
dan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah agar semua kondisi jalan
berikut sarana dan prasarana yang berada di wilayahnya selalu
4 ? Aryo Putranto Saptohutomo, “Diduga perbaikan jalan asal, Pemkot Tangerang protes Pemprov Banten”, (http://www.merdeka.com/peristiwa/diduga-perbaikan-jalan-asal-pemkot-tangerang-protes-pemprov-banten.html), 2015, diunduh pada hari Sabtu 18 April 2015, pukul 11:28
5
terpelihara dengan baik sehingga mampu mengurangi kecelakaan,
memperlancar arus distribusi barang dan jasa, dan pada akhirnya
mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan memperbaiki tingkat
kehidupan seluruh masyarakat.
Kabupaten/kota, sebagai pusat urat nadi pergerakan sosial ekonomi
masyarakat dan sebagai bentuk pemerintahan paling penting dalam
pelaksanaan otonomi daerah, meskipun sudah diberi kewenangan
melakukan pemeliharaan jalan kabupaten/kota namun belum sepenuhnya
memiliki infrastruktur jalan yang baik guna mendukung upaya
mensejahterakan seluruh rakyat di setiap wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Oleh karena itu, penulis bermaksud menganalisis
salah satu komponen dari kewenangan kabupaten/kota dalam penyediaan
layanan transportasi tersebut, dengan mengambil fokus pada
pembangunan jalan oleh Pemerintah Kota Tangerang.
Penulisan skripsi ini serupa dengan penulisan yang dilakukan oleh
Ade Darmawan tentang pemeliharaan jalan, tetapi perbedaannya adalah
saudara Ade membahas mengenai pertanggungjawaban atas kerusakan
jalan di kota Bandung, sedangkan skripsi ini membahas mengenai
kewenangan pemeliharaan jalan di kota Tangerang yang lebih
menitikberatkan pada analisis dari kajian Hukum Administrasi Negara
tentang pelayanan publik.
Permasalahan yang telah dikemukakan diatas tentu perlu dibahas,
oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat karya tulis guna memenuhi
6
kewajiban untuk mencapai gelar sarjana hukum dengan mengangkat
permasalahan ini, dengan judul: “ANALISIS KEWENANGAN
PEMELIHARAAN JALAN KOTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DI KOTA TANGERANG
PROVINSI BANTEN”
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan kewenangan pemeliharaan jalan kota
berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan oleh Pemerintah Kota Tangerang, Provinsi Banten?
2. Bagaimana Pemerintah Kota mengatasi kendala secara yuridis
dalam melaksanakan kewenangan pemeliharaan jalan kota di
Kota Tangerang, Provinsi Banten?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pelaksanaan pemeliharaan jalan di Kota Tangerang, Provinsi Banten.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pelaksanaan kewenangan pemeliharaan jalan kota
berdasarkan Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan oleh Pemerintah Kota Tangerang, Provinsi Banten.
2. Mengetahui berbagai persoalan-persoalan yang dialami
Pemerintah Kota Tangerang secara yuridis dalam melaksanakan
7
kewenangan pemeliharaan jalan kota di Kota Tangerang, Provinsi
Banten.
D. Kegunaan Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna untuk:
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
terhadap pengembangan Ilmu Hukum, khususnya dalam bidang
hukum administrasi negara maupun hukum pemerintahan
daerah.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat
digunakan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dalam
mengembangkan dan melengkapi bahan perkuliahan.
Secara Praktis, penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan
masukan kepada Pemerintah Kota Tangerang maupun Dinas Bina Marga
dan Sumber Daya Air Kota Tangerang dalam penyelenggaraan Jalan Kota
maupun Jalan Kabupaten di Kota Tangerang.
E. Kerangka Pemikiran
Tujuan bangsa Indonesia secara konstitusional terdapat dalam
Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD Tahun 1945) yang
menyebutkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah:
“membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
8
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Dalam Pembukaan tersebut dinyatakan bahwa salah satu tanggung
jawab pemerintah adalah mensejahterakan rakyat Indonesia sehingga
pemerintah berperan aktif melakukan pembangunan nasional di segala
bidang, hal ini dijabarkan lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3)
UUD Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara
hukum. Negara hukum dalam arti luas menuntut peran lebih dari negara
dalam mencapai tujuannya, negara dituntut tidak hanya sebagai negara
penjaga malam (nachtwakersstaat) yang menjalankan tugas secara pasif
hanya bertindak apabila hak-hak rakyat dalam bahaya atau ketertiban
umum dan keamanan terancam.5 Indonesia sebagai negara hukum
modern (welfare state) memiliki kewajiban lebih luas, yakni
mengutamakan kepentingan rakyat demi kemakmuran seluruh rakyat dan
keamanan sosial, sehingga negara berperan aktif mengatur pergaulan
masyarakat.6 Peran aktif tersebut merupakan reformasi negara penjaga
malam (nachtwakersstaat) yang semula menyerahkan urusan pencapaian
kesejahteraan kepada masyarakat. Sudikno Mertokusumo
mengemukakan bentuk tanggung jawab Indonesia sebagai negara hukum
merupakan tujuan dari hukum positif negara Indonesia.7 Hal tersebut
sependapat dengan yang dikemukakan oleh Sri Soemantri bahwa negara
5 ? Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, 1973, hlm. 13.6 ? Idem, hlm. 14.7 ? Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005, hlm. 92.
9
kesejahteraan pada mulanya sudah ada sebagai konsep negara
Indonesia.8
Indonesia sejak semula telah menerapkan konsep negara
kesejahteraan yang harus aktif dalam mencapai kesejahteraan bagi
rakyatnya. Kesejahteraan dapat dicapai dengan melakukan pembangunan
di berbagai bidang, salah satunya infrastruktur jalan yang tersedia secara
baik menghubungkan wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Pemerintah sebagai penyelenggara jalan sebagaimana didefinisikan
dalam Pasal 1 butir 14 UU Nomor 38 Tahun 2004 merupakan pihak yang
dituntut secara aktif untuk melakukan pengaturan, pembinaan,
pembangunan dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya.
Selanjutnya, Pasal 13 UU Nomor 38 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
penguasaan atas jalan ada pada negara, yakni memberi kewenangan
kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melaksanakan
penyelenggaraan jalan.
Asas legalitas merupakan salah satu dasar dalam setiap
penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain, setiap
penyelenggaraan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu
kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.9 H.D. Stout
mengatakan bahwa wewenang adalah pengertian yang berasal dari
hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai
8 ? Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 43.9 ? Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 98.
10
keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan
penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam
hubungan hukum publik.10 Lebih lanjut, H.D. Stout, dengan mengutip
pendapat Goorden, mengatakan bahwa wewenang adalah keseluruhan
hak dan kewajiban yang secara eksplisit diberikan oleh pembuat undang-
undang kepada subjek hukum publik. Menurut Bagir Manan, wewenang
dalam istilah hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan
hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam
hukum, wewenang berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam
kaitannya dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian
kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri
(zelfbesturen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan
untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya.
Kewajiban secara vertikal berarti kekuasaan untuk mejalankan
pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintahan negara secara
keseluruhan.11
Berdasarkan prinsip asas legalitas, maka wewenang pemerintahan
berasal dari peraturan perundang-undangan. Artinya sumber wewenang
bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan, sebagaimana
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (selanjutnya disebut UU Nomor 30 Tahun
10 ? H.D. Stout, De Betekenissen van de Wet, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle, 1994, hlm. 102.11 ? Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah, Makalah pada Seminar Nasional, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 13 Mei 2000, hlm 1-2.
11
2014), menyebutkan bahwa wewenang adalah hak yang dimiliki oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara
lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Kewenangan pemerintahan
sebagaimana Pasal 11 UU Nomor 30 Tahun 2014, dapat diperoleh
melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Menurut Indroharto,
pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh
suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Di sinilah
terciptanya suatu wewenang baru. Kemudian pada delegasi, terjadilah
pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan
Tata Usaha Negara yang memperoleh wewenang pemerintahan secara
atributif kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara lainnya. Jadi,
suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.12
Dalam hal pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi ini
terdapat syarat-syarat sebagai berikut:
1) Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi tidak dapat lagi
menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.
2) Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan
untuk itu dalam peraturan perundang-undangan.
3) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki
kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.
12 ? Ridwan HR, sebagaimana dikutip dari Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hlm. 91.
12
4) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya pemberi
delegasi berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan
wewenang tersebut.
5) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya pemberi delegasi
memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang
tersebut.13
Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, mengetahui sumber dan
cara memperoleh wewenang lembaga pemerintahan ini penting, karena
berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum (rechtelijke
verantwording), seiring dengan salah satu prinsip negara hukum yaitu
“tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban” (there is no authority
without responsibility).14 Oleh karena itu, adanya wewenang atas
penyelenggaraan jalan tersebut menimbulkan tanggung jawab
penyelenggara jalan seperti tanggung jawab selalu memelihara jalan
sehingga tidak terjadi kerusakan jalan, fasilitas pendukung yang minim,
serta marka jalan yang tidak memadai. Apabila terjadi kecelakaan akibat
penyebab-penyebab kerusakan tersebut diatas, maka dapat dikatakan
penyelenggara jalan melakukan perbuatan melanggar hukum karena tidak
menjalankan kewajibannya menyelenggarakan jalan umum secara layak.
Hal ini didasari pada pertimbangan huruf a UU Nomor 38 Tahun
2004 yang menyebutkan bahwa jalan sebagai salah satu prasarana
transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan
13 ? Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah pada Penataran Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 1998, hlm. 9-10.14 ? Ridwan HR., op. cit., hlm. 105.
13
berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan persatuan dan kesatuan
bangsa, wilayah negara, dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan
kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD
Tahun 1945.
Pertimbangan huruf b UU Nomor 38 Tahun 2004 juga menyebutkan
bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai
peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial, dan
budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan
pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan
pembangunan antardaerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan
nasional, memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta
membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran
pembangunan nasional.
Pemeliharaan jalan merupakan bagian tahapan kegiatan yang
penting dalam pembangunan jalan kota, sebagaimana Pasal 34 UU
Nomor 38 Tahun 2004 yang meliputi:
a. perencanaan teknis, pemrograman dan penganggaran, pengadaan
lahan, serta pelaksanaan konstruksi jalan kota;
b. pengoperasian dan pemeliharaan jalan kota; dan
c. pengembangan dan pengelolaan manajemen pemeliharaan jalan
kota.
14
F. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian, penggunaan metode adalah hal yang sangat
penting dalam menunjang penyelesaian masalah yang akan dikaji,
sehingga akan mendapatkan manfaat yang bersifat ilmiah. Metode
penelitian yang digunakan oleh Penulis, antara lain:
1. Spesifikasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan spesifikasi
penelitian Deskriptif Analitis yang dilakukan oleh Penulis dengan
cara memaparkan sistem pemeliharaan jalan beserta
wewenang-wewenang Pemerintah Kota Tangerang berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode pendekatan yuridis-normatif. Pendekatan yuridis-
normatif ini adalah penelitian terhadap asas-asas hukum, norma
dan kaidah-kaidah hukum dalam peraturan perundang-
undangan.15 Metode penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti
bahan-bahan pustaka, sehingga data yang digunakan adalah
berupa data sekunder.
3. Tahapan Penelitian
Penulis melakukan penelitian dengan tahapan berikut:
15 ? Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, 2008, hlm. 51.
15
a. Penelitian kepustakaan, yaitu mengkaji data sekunder
yang terdiri dari:
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang
mengikat,16 berupa peraturan perundang-undangan
nasional, antara lain:
a) UUD 1945;
b) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan;
c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah;
d) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan;
e) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006
tentang Jalan; dan
f) Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Tangerang 2012-2032.
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang
berhubungan erat dengan bahan hukum primer yang
digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan
hukum primer,17 antara lain buku-buku yang ditulis
16 ? Ibid.17 ? Ibid.
16
oleh para ahli tentang hukum, serta teori-teori
mengenai otonomi daerah.
3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang
memberikan petunjuk atau penjelasan atas bahan
hukum primer dan sekunder,18 berupa kamus, artikel,
jurnal ilmiah dan surat kabar atau media online.
b. Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan
dengan mengumpulkan, meneliti dan merefleksikan data
primer yang diperoleh dari lapangan untuk menunjang
data sekunder.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian ini, antara lain:
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data
sekunder dengan cara mempelajari, buku-buku, arsip-
arsip, bahan-bahan ilmiah serta peraturan perundang-
undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data primer
dengan cara berkomunikasi langsung dengan pihak-
pihak yang mendukung diperolehnya data terkait
masalah yang akan diteliti. Dalam hal ini, pihak-pihak
yang akan saya wawancarai yaitu salah satu perwakilan 18 ? Ibid.
17
dari pejabat Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Tangerang atau pejabat pemerintah kota setempat.
5. Metode Analisis Data
Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis
data Yuridis Kualitatif yang dalam menarik simpulan tidak
menggunakan rumusan matematis, tetapi baik hasil dari
penelitian kepustakaan maupun hasil dari penelitian lapangan
yang dilakukan oleh Penulis akan dianalisis secara deduktif dan
diuraikan secara deskriptif.
6. Lokasi Penelitian
Penulis menggunakan data sekunder berupa buku-buku,
arsip-arsip, bahan-bahan ilmiah serta peraturan perundang-
undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Penelitian
kepustakaan ini dilakukan di Perpustakaan Hukum Mochtar
Kusumaatmadja di Jalan Dipatiukur Nomor 35, Bandung,
Perpustakaan CISRAL UNPAD di Jalan Dipatiukur Nomor 46,
Bandung dan Gedung Perpustakaan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia, Senayan, Jakarta Pusat.
Selain itu, penelitian lapangan menggunakan data primer
berupa hasil wawancara. Peneliti melakukan wawancara antara
lain di Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Tangerang.
Selain itu peneliti juga melakukan observasi beberapa ruas jalan
rusak di Kota Tangerang.
18
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang saling berkaitan dan
berkesinambungan, selain itu juga terdapat daftar pustaka.
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan mengungkapkan latar belakang,
identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI WEWENANG
PEMERINTAH KOTA DALAM PENYELENGGARAAN
JALAN
Dalam bab ini akan diuraikan teori dan konsep tentang
wewenang pemerintahan, pembagian kewenangan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam otonomi
daerah dan kewenangan pemerintah kota dalam
penyelenggaraan jalan menurut UU Nomor 38 Tahun 2004.
BAB III PEMELIHARAAN JALAN KOTA OLEH PEMERINTAH
KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN
Dalam bab ini akan dibahas bagaimana pelaksanaan dan
ruang lingkup kewenangan pemeliharaan jalan kota oleh
Pemerintah Kota Tangerang, dukungan anggaran
pemeliharaan jalan kota, pertanggungjawaban Pemerintah
19
Kota Tangerang terhadap kewenangan pemeliharaan jalan
kota, dan mekanisme pengawasan dan akuntabilitas
pelaksanaan pemeliharaan jalan kota.
BAB IV PELAKSANAAN KEWENANGAN PEMELIHARAAN
JALAN KOTA DI KOTA TANGERANG
Dalam bab ini akan dibahas bagaimana pelaksanaan
kewenangan pemeliharaan jalan kota oleh Pemerintah Kota
Tangerang Provinsi Banten, serta hambatan dan kendala
yuridis Pemerintah Kota Tangerang dalam melaksanakan
kewenangan pemeliharaan jalan kota tersebut.
BAB V PENUTUP
Bab ini akan menguraikan kesimpulan dari hasil
pembahasan dalam penelitian ini serta saran-saran yang
dapat memberikan solusi alternatif berkenaan dengan
masalah yang dibahas.
DAFTAR PUSTAKA
20
A. Buku
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2001.
----------------. Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah, Makalah pada Seminar Nasional, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 13 Mei 2000.
C. S. T. Kansil, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.
H. A. W. Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.
Huisman, R.J.H.M. Algemen Bestuursrecht, Een Inleiding, Kobra, Amsterdam, tt.,
Nicolai, P., et. al., Bestuurecht, Amsterdam, 1994.
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah pada Penataran Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 1998
Philipus M. Hadjon, et. al., Pengantar Hukum Administrasi Negara, Gajah Mada University Press, Surabaya, 1994.
Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara: Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, 2013.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, 2008.
Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992.
Stout, H.D., De Betekenissen van de Wet, Theoretisch-Kritische Beschouwingen over het Principe van Wetmatigheid van Bestuur. W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle, 1994.
Stroink, F.A.M. en J.G. Steenbeek, Inleiding in Het Staats-en Administratief Recht, Samsom H.D. Tjeenk Willink, Alphen aan den Rijn, 1985.
21
Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, 1973.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005.
Syamsuddin Haris, Desentralisasi & Otonomi Daerah: DesentralisasiDemokratisasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, LIPI Press, Jakarta, 2005.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang 2012-2032.
Lampiran :
OUTLINE
22
ANALISIS KEWENANGAN PEMELIHARAAN JALAN KOTA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004
TENTANG JALAN DI KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Praktis
2. Kegunaan Teoritis
E. Kerangka Pemikiran
F. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
2. Metode Pendekatan
3. Tahapan Penelitian
4. Teknik Pengumpulan Data
5. Metode Analisis Data
6. Lokasi Penelitian
G. Sistematika Penulisan
23
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI WEWENANG
PEMERINTAH KOTA DALAM PENYELENGGARAAN
JALAN
A. Tinjauan Umum Tentang Wewenang Pemerintahan
B. Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam Otonomi Daerah
C. Kewenangan Pemerintah Kota dalam
Penyelenggaraan Jalan Menurut UU Nomor 38 Tahun
2004
BAB III PEMELIHARAAN JALAN KOTA OLEH PEMERINTAH
KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN
A. Ruang Lingkup Kewenangan Pemeliharaan Jalan
Kota oleh Pemerintah Kota
B. Dukungan Anggaran Pemeliharaan Jalan Kota
C. Pertanggungjawaban Pemerintah Kota terhadap
Kewenangan Pemeliharaan Jalan Kota
D. Mekanisme Pengawasan dan Akuntabilitas
Pelaksanaan Pemeliharaan Jalan Kota
BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN KEWENANGAN
PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA TANGERANG