Upload
khangminh22
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
0
TESIS
PERILAKU WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM
PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI e-Filing : SEBUAH
PENDEKATAN FENOMENOLOGI
PERSONAL TAXPAYER BEHAVIOR IN USING OF e-Filing INFORMATION SYSTEM : A PHENOMONOLOGICAL
APPROACH
disusun dan diajukan oleh
ADIL SETIAWAN P3400213037
kepada
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
TESIS
PERILAKU WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM
PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI e-Filing : SEBUAH
PENDEKATAN FENOMENOLOGI
PERSONAL TAXPAYER BEHAVIOR IN USING OF e-Filing INFORMATION SYSTEM : A PHENOMONOLOGICAL
APPROACH
disusun dan diajukan oleh
ADIL SETIAWAN P3400213037
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Makassar, November 2017
Komisi Penasehat
Ketua Anggota
Dr. Alimuddin, S.E., Ak., MM Dr. Darwis Said, S.E., Ak., M.SA. NIP 195912081986011003 NIP 196608221994031009
Ketua Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin
Dr. H. Abdul Hamid Habbe, S.E., M.Si. NIP 196305151992031003
ii
TESIS
PERILAKU WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM PENGGUNAAN
SISTEM INFORMASI e-Filing : SEBUAH PENDEKATAN FENOMENOLOGI
disusun dan diajukan oleh
ADIL SETIAWAN
Nomor Pokok P3400213037
Telah dipertahankan di depan Panitia UjianTesis
Pada tanggal, 27 November 2017
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui
Komisi Penasehat
Dr. Alimuddin, S.E., Ak., MM. Dr. Darwis Said, S.E., Ak., M.SA. Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis Magister Akuntansi Universitas Hasanuddin Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Dr. H. Abdul Hamid Habbe, S.E., M.Si. Prof. Dr. Abd. Rahman Kadir, SE.,M.Si
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
nama : ADIL SETIAWAN
NIM : P3400213037
jurusan/program studi : MAGISTER AKUNTANSI
menyatakan dengan ini sebenar-benarnya bahwa tesis yang berjudul
PERILAKU WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM PENGGUNAAN SISTEM
INFORMASI e-Filing : SEBUAH PENDEKATAN FENOMENOLOGI
Adalah karya ilimiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam
naskah tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan/diterbitkan
sebelumnya, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan
dalam sumber kutipan dan pustaka.
Apabila dikemudian hari ternyata dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan
terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Makassar, 05 Desember 2017
Yang membuat pernyataan,
ADIL SETIAWAN
iv
PRAKATA
Peneliti panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, tesis ini dapat terselesaikan. Tesis ini disusun guna
memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh derajat Starata Dua (S2) Pada
Pasca Sarjana Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin.
Peneliti mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya tesis ini. Ucapan awal terima kasih peneliti
kepada Ayah dan Ibu, serta saudara-saudara peneliti yang selalu memberikan
iringan doa dan perhatiannya selama ini.
Pada kesempatan ini pula, peneliti mengucapkan terima kasih atas
bimbingannya kepada bapak Dr. Alimuddin, S.E., Ak., MM. dan bapak Dr. Darwis
Said, S.E., Ak., M.SA. selaku komisi panasihat. Disamping itu, terima kasih juga
kepada tim penguji diantaranya Dr. R. A. Damayanti, S.E., Ak., M.Soc., Sc., CA.,
Prof. Dr. Mediaty, S.E., Ak., M.Si., CA., dan Dr. Yohanis Rura, S.E., Ak., M.SA.,
CA. dan kepada ketua Prodi Maksi FEB., Bapak Dr. H. Hamid Habbe, S.E., M.Si.
yang telah memberikan saran-saran untuk penyempurnaan tesis ini.
Dukunagan teman kuliah, Nur Fadhila Amri, Zulkifli Abu, Abd. Gaffar,
Alfiah Dahlan, Nekstriani, Halim Usman, Hj. Sitti Fatmawati, Muh. Abdi Imam, Ria
Zulkha Ermayda, Muh. Afwan Ismayanto dan Sulfianty. rekan, Dr. Firman Menne,
S.E., M.Si., Ak., CA., Dr. Farida, S.E., M.Si., Ak., CA. dan Dr. Lukman Setiawan,
S.E., M.Si. civitas akademika Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin, Dewi Chairani, S.E., Burhanuddin, Neni, Udin, Jamal, Hatta, Evo,
Limbas, Suaib, H. Tarru, Aso, budi, Safar dan Sahari bulan, dan semua pihak
yang terlibat secara langsung membantu peneliti menyelesaikan tesis ini.
Dukungan, bimbingan dan kepeduliannya dalam proses penyelesaian studi ini.
Terima kasih, itulah kata yang bisa peneliti ucapkan semoga bisa Allah SWT.
melimpahkan keberkahan kepada semua yang telah membantu.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak begitu pula dengan tesis ini masih jauh
dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang sifatnya membangun akan lebih
menyempurnakan tesis ini.
v
ABSTRAK
ADIL SETIAWAN. Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Penggunaan Sistem Informasi e-Filing : Sebuah Pendekatan Fenomenologi (dibimbing oleh Alimuddin dan Darwis Said)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku wajib orang pribadi pajak dalam penggunaan Sistem Informasi perpajakan (e-filing).
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi untuk memahami fenomena secara komprehensif dan mendalam dengan menekankan pada subjektifitas dan pengungkapan inti dari pengalaman melalui penggabungan antara noema (obyektifitas) dan noesis (subyektifitas) informan. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi langsung terhadap informan wajib pajak yang menggunakan sistem e-Filing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perilaku “enggan” dalam penggunaan
sistem informasi e-Filing disebabkan karena kurangnya pemahaman wajib pajak terkait penggunaan e-Filing, selain itu Wajib Pajak acuh tak acuh dalam penggunaan e-Filing karena faktor keisbukkan. Wajib pajak merasa belum memahami sepenuhnya dalam penggunaan e-Filing, sehingga animo atau minat wajib pajak untuk menggunakan e-Filing itu sangat rendah. rasa takut yang dirasakan wajib pajak atas penggunaan e-Filing merupakan dampak dari tidak tersedianya bandwidth atau kecepatan internet.
Kata kunci: sistem informasi e-filing, perilaku, wajib pajak, SPT Tahunan.
vi
ABSTRACT ADIL SETIAWAN. Personal Taxpayer Behavior in Using of e-Filing Information Systems : A Phenomenological Approach (supervised by Alimuddin and Darwis Said).
This study aims to determine the compulsory personal behavior of the taxpayer in using taxation information systems (e-filing).
It is qualitative study with phenomenological approach to investigate comprehensively and in depth the phenomena by focusing on the subjectivity and core disclosure of experience by merging the noema (objectivity) to noesis (subjectivity). The data were collected through interview and direct observation of the taxpayer informants using e-Filing information system.
The study indicates that the "reluctant" behavior in using e-Filing information system is due to the lack of understanding of the taxpayers of the use of e-Filing, the taxpayer also ignore the use of e-Filing because of their daily business factors. Therefore, their interest to use e-Filing system is really low. They were afraid to use the system because they did not have access to broadband internet speed. Keywords: e-filing information system, behavior, taxpayer, tax return.
vii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii ABSTRAK .............................................................................................. iii DAFTAR ISI ........................................................................................... iv DAFTAR TABEL .................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2 Pertanyaan Penelitian ........................................................... 12 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 12 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................ 12
BAB II PERILAKU DAN PENERIMAAN TEKNOLOGI INFORMASI ....... 14 2.1 Perilaku Atas Penerimaan Sistem Informasi e-Filing ............ 14 2.2 Penerimaan e-Filing Oleh Wajib Pajak .................................. 19 2.2.1 Kemajuan Layanan e-filing ......................................... 21 2.2.2 Teori Perilaku Dalam Implementasi Teknologi Informasi 22 2.2.3 Perilaku Wajib Pajak ................................................... 22 2.2.3.1 Sikap Terhadap Penggunaan e-filing (Attitudes Toward Use Of e-filing) Dalam Kepatuhan men- Yampaikan SPT-Tahunan ............................... 26 2.2.3.2 Niat Penggunaan e-filing (IntentionTo Use e-filing) ........................................................... 29 2.3 Penggunaan Sistem Informasi Pajak .................................... 30
2.3.1 User e-filing ................................................................ 30 2.3.2 e-filing ......................................................................... 32
2.4 Layanan Fiskus Terhadap Wajib Pajak ................................. 36 2.4.1 Kemauan Membayar Pajak ......................................... 37 2.4.2 Kesadaran Membayar Pajak ....................................... 37 2.4.3 Kualitas Layanan terhadap Wajib Pajak ...................... 38
2.5 Mendongkrak Kepatuhan Penyampaian SPT ....................... 39 2.5.1 Inovasi untuk Meningkatkan Kepatuhan ...................... 40 2.5.2 Edukasi dan Mempertegas Sanksi Terhadap Wajib Pajak ................................................................. 41
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 43 3.1 Rancangan Penelitian ........................................................... 43 3.2 Fokus Objek Penelitian dan Setting Lokasi ........................... 46 3.3 Unit Analisis dan Pemilihan Informan ................................... 47 3.4 Tahap-Tahap Penelitian ....................................................... 48 3.5 Sumber Data ........................................................................ 50 3.6 Teknik Pengumpulan Data ................................................... 50 3.7 Alat Bantu Pengumpulan Data .............................................. 53 3.8 Keabsahan dan Kehandalan Penelitian ................................ 54 3.9 Teknik Analisis Data ............................................................. 56
viii
BAB IV KETERBATASAN DAN KURANGNYA PEMAHAMAN MERUBAH PERILAKU WAJIB PAJAK ATAS PENGGUNAAN e-Filing .... 59
4.1 Pengantar ............................................................................. 59 4.2 Menelisik Pengetahuan Informan dalam menggunakan e-Filing 60
4.2.1 Kurangnya Pemahaman : Enggan penggunaan e-Filing 64 4.2.2 Acuh Tak Acuh Karena Kesibukkan ............................ 66 4.2.3 Rendahnya Minat Wajib Pajak Dalam Penggunaaan
e-Filing ....................................................................... 69 1.2.4 Rasa Takut Yang Menghantui Penggunaan e-Filing ... 73
4.3 Pola Pikir Wajib Pajak Jadi Tantangan Sukseskan e-Filing .. 76 4.4 Ringkasan ............................................................................. 78
BAB V PERSEPSI WAJIB PAJAK ATAS KEWAJIBAN PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI e-Filing .................................................... 82 5.1 Pengantar ............................................................................ 82 5.2 Tumpang Tindih Antara Kewajiban dan Kesulitan Wajib Pajak
Menggunakan e-Filing. ........................................................ 83 5.2.1 Sulitnya Bagi Wajib Pajak Untuk Mendapatkan e-FIN . 84 5.2.2 Sulitnya Bagi Wajib Pajak Untuk Menggunakan e-Filing 87
5.3 Munculnya Persepsi Atas Kewajiban Penggunaan e-Filing .. 91 5.3.1 Persepsi Kebermanfaatan Terhadap Penggunaan
e-Filing ....................................................................... 92 5.3.2 Persepsi Kemudahan Terhadap Penggunaan e-Filing 94 5.3.3 Persepsi Kepuasan wajib Pajak Terhadap Penggunaan
e-Filing ....................................................................... 97 5.4 Kewajiban e-Filing : Kerumitan Dalam Bingkai Ketaatan ...... 99 5.5 Ringkasan ............................................................................ 101
BAB VI KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN KETERBATASAN PENELITIAN .............................................................................. 104
6.1 Kesimpulan .......................................................................... 104 6.2 Keterbatasan Penelitian ....................................................... 106 6.3 Rekomendasi ....................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 109
ix
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi ............................................... 75
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendapatan negara yang berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak,
dan/atau dari hasil kekayaan alam yang ada di dalam negara tersebut. dimana
penghasilan tersebut yaitu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya
juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan rakyat,
pendidikan, kesejahteraan, dan sebagainya. Mungkin, masyarakat menganggap
bahwa dengan pungutan pajak dapat mengurangi penghasilan atau kekayaan
individu. Namun justru sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang
kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat, melalui pengeluaran-
pengeluaran rutin, seperti pembayaran gaji pegawai negeri dan pengeluaran-
pengeluaran pembangunan, seperti pembangunan jalan, jembatan, rumah sakit,
sekolah, dan lain-lain. Selain itu, pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam
rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat, seperti subsidi
BBM.
Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang paling potensial.
Ditinjau dari komposisi penerimaan negara, sektor pajak menempati urutan
teratas bahkan per 31 Oktober Tahun 2015 mencapai angka 59,41% atau
sekitar Rp 768,957 triliun, dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai
APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294,258 triliun dari total pendapat negara
(Kementrian Keuangan RI, 2015). Pajak sendiri merupakan sumber
penghasilan negara yang dipungut dari warga Negara Indonesia yang diatur
dalam undang-undang dan bersifat memaksa. Disebabkan pajak memberikan
1
2
konstribusi tertinggi dalam negara maka pemerintah senantiasa melakukan
berbagai upaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
penerimaan negara dari sektor pajak adalah dengan melakukan reformasi
perpajakan, di antaranya yaitu dengan melakukan reformasi peraturan
Perundang-undangan Perpajakan serta sistem administrasi perpajakan agar
basis pajak dapat semakin diperluas, sehingga potensi penerimaan pajak yang
tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan
sosial dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak (WP). Pajak
dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), di bawah naungan Kementrian
Keuangan Republik Indonesia.
Dalam mengemban tugasnya, DJP memerlukan kecepatan dan ketepatan
data dan informasi mengenai subjek dan objek pajak yang ditangani untuk
menentukan pengenaan pajak terutang. Penanganan data dan informasi
tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan sistem informasi yang baik. Dalam
dunia perpajakan, perkembangan yang terjadi meliputi tidak hanya dalam
kuantitas dan kualitas sistem perpajakan, melainkan meliputi seluruh aspek dari
sistem administrasi perpajakan.
Kemajuan teknologi informasi juga telah banyak mengubah paradigma dan
perilaku manusia modern, sehingga berbagai terobosan terkait dengan aplikasi
teknologi informasi dalam sistem perpajakan terus dilakukan (Ibrahim, 2009:35).
Salah satunya adalah perbaikan business process yang mencakup metode,
sistem, dan prosedur kerja, yang diarahkan pada penerapan full automation
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Rahayu, 2010:112).
Mengacu pada hal tersebut di atas, tidak mengherankan apabila tahun ini
Pemerintah telah mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara, Anggota Tentara
3
Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi melalui e-
filing. Seruan Pemerintah ini hendaknya juga diikuti oleh karyawan BUMN/BUMD
dan juga seluruh tenaga kerja di berbagai sektor, baik profit maupun non-profit.
Dunia dahulu hanya mengenal sistem pembayaran pajak manual, dimana
para petugas pajak mendatangi wajib pajak untuk menagih pajak bagi wajib
pajak. Seiring dengan berjalannya waktu, dikembangkan pula model-model
sistem pemungutan pajak yang lebih efektif, serta efisien dalam hal pemenuhan
asas-asas perpajakannya seperti halnya kepatuhan Wajib Pajak untuk
membayar pajak.
Kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) dapat dilihat dari patuh-
tidaknya seorang Wajib Pajak dalam mendaftarkan dirinya, kepatuhan untuk
menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan Wajib Pajak dalam
penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam membayar
tunggakan (Lisa, dkk., 2013:43). Kepatuhan perpajakan meliputi kepatuhan
formal dan kepatuhan material (substansi), dimana kepatuhan formal artinya
melaksanakan kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan
kepatuhan material (substansi) berarti SPT itu disampaikan dengan benar
(Danny, 2011).
Masalah kepatuhan Wajib Pajak merupakan masalah masyarakat
dan negara baik di negara maju maupun negara berkembang, sehingga
setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti harus berurusan
dengan pajak agar tidak timbul tindakan penghindaran, pengelakan,
penyelundupan, dan pelalaian pajak (Mahdi, 2012:67 dan Rahayu,
2010:140). Salah satu masalah kepatuhan Wajib Pajak yang menjadi tolak ukur
4
kinerja Dirjen Pajak adalah kepatuhan dalam pelaporan SPT Tahunan, karena
SPT Tahunan adalah siklus awal dari pekerjaan DJP (Anandita, 2012).
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam
menyampaikan atau melaporkan SPT-nya, Direktorat Jenderal Pajak selalu
berupaya mengoptimalkan pelayanan sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran dan keinginan masyarakat untuk tertib sebagai Wajib Pajak. salah
satunya yaitu dengan menghadirkan sebuah Sistem Informasi Direktorat
Jenderal Pajak (SIDJP) yaitu pengembangan dari Sistem Administrasi
Perpajakan Terpadu (SAPT). SIDJP merupakan suatu sistem informasi dalam
administrasi perpajakan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang
dihubungkan dengan suatu jaringan kerja di kantor pusat yang terdiri dari empat
komponen utama, yaitu: core system; organisasi pendukung yang dapat
dilakukan secara sistem, aplikasi administrasi dan manajemen kasus; workflow
system; serta profil wajib pajak.
SIDJP dirancang untuk mengelola data transaksi wajib pajak seperti
pendaftaran dan pelaporan (e-SPT/e-Filing) yang sifatnya terintegrasi dengan
menggunakan modul - modul utama adminstrasi perpajakan dan database KPP
yang ada di dalam core system informasi. SIDJP bertujuan menyediakan sarana
pendukung terciptanya data wajib pajak yang akurat dengan adanya partisipasi
aktif tiap seksi dalam melakukan monitoring terhadap data wajib pajak. SIDJP
pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Makassar khususnya diharapkan
dapat menghasilkan output dan outcome yang lebih baik dan berkualitas, sesuai
dengan tujuan awal dibangunnya SIDJP.
Sebelum adanya reformasi perpajakan seluruh kegiatan perpajakan
dilakukan secara manual seperti pengisian, pelaporan dan pembayaran yang
dilakukan langsung pada kantor pajak. Kemudahan dalam sistem administrasi
5
perpajakan modern dapat juga diterapkan dalam hal pelayanan administrasi
perpajakan. Contoh nyata dari kemudahan sistem administrasi perpajakan yaitu:
1) Wajib Pajak dapat mendaftarkan diri secara online dengan menggunakan e-
Registration di manapun berada tanpa harus melalui kantor pajak langsung. 2)
Wajib Pajak dapat juga mengisi SPT dengan memanfaatkan media komputer
secara e-SPT, dengan adanya e-SPT pengiriman data Surat Pemberitahuan
(SPT) dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja baik di dalam maupun di luar
negeri, tidak tergantung pada jam kantor dan dapat pula dilakukan di hari libur
dan tanpa kehadiran Petugas Pajak. 3) Melaporkan SPT secara online melalui
(e-Filing), dalam penggunaan (e-Filing) dapat mengurangi beban proses
administrasi laporan pajak menggunakan kertas.
Salah satu faktor yang mempengaruhi langkah penerapan bentuk
pelayanan perpajakan berbasis internet dan full automation adalah pemahaman
masyarakat atas teknologi internet dengan menerapkan e-system perpajakan
yang salah satunya adalah (e-Filing) (Ibrahim, 2009:35 dan Rahayu, 2010:131).
(E-filing) merupakan layanan pengiriman atau penyampaian SPT secara
elektronik baik untuk orang pribadi maupun badan (perusahaan, organisasi) ke
DJP melalui sebuah ASP (Application Service Provider atau Penyedia Jasa
Aplikasi) dengan memanfaatkan jalur internet secara online dan real time,
sehingga Wajib Pajak tidak perlu lagi melakukan pencetakan semua formulir
laporan dengan gaya pemborosan dan menunggu tanda terima secara manual
yang membutuhkan waktu yang lama (Risal, 2013:45).
Penggunaan (e-Filing) di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan
dengan negara lain (Iwan, 2013 15:48 WIB). Kurangnya minat masyarakat dalam
menggunakan (e-Filing) dikarenakan masyarakat yang masih belum peka
pada penggunaan teknologi berupa internet, (e-Filing) dianggap mahal dan
6
tidak praktis, masyarakat yang masih kesulitan serta belum mengerti dalam
menggunakan (e-Filing), faktor proteksi keamanan pada media internet yang
relatif masih rendah, serta kapasitas (e-Filing) yang hanya menerima SPT
sekitar 2.000 lampiran per hari (Iwan, 2013; Muktia, 2013; Ahmad, 2014;
Adjat, 2014; Bambang, 2012; dan Kismantoro, 2014).
Pemahaman terhadap hakikat dari minat perilaku sangat diperlukan oleh
DJP untuk meningkatkan intensitas minat perilaku Wajib Pajak dalam
penggunaan e-filing, karena dengan pemahaman terhadap minat perilaku
tersebut, DJP dapat membuat keputusan untuk mengendalikan faktor-faktor
yang mempengaruhi minat perilaku tersebut (Jackson et al.,1997:358).
Selain itu, pemahaman terhadap hakikat dari minat perilaku ini akan memberikan
wawasan bagi DJP dalam mengembangkan strategi khusus untuk meningkatkan
penggunaan sistem e-filing oleh Wajib Pajak (Ibrahim, 2012:2).
Disamping itu, Aplikasi dan layanan (e-Filing) belum diketahui secara luas
oleh masyarakat Indonesia, sehingga Wajib Pajak yang menggunakan (e-
Filing) masih sangat rendah (Kismantoro Petrus, 2014 : 13:07 WIB). Sebagian
Wajib Pajak yang sudah menggunakan (e-Filing) tidak akan melanjutkan
penggunaan sistem tersebut dan akan kembali ke pelaporan secara manual,
dikarenakan (e-Filing) masih sulit digunakan untuk sebagian Wajib Pajak.
Mengapa harus e-filing? e-Filing merupakan bagian dari modernisasi
pajak yang terjadi di seluruh dunia. e-Filing memanfaatkan perkembangan
teknologi internet untuk pelaporan pajak perusahaan maupun pribadi. Media
internet dipilih untuk menjawab tuntutan wajib pajak akan efektifitas dan efisiensi
waktu maupun biaya. Dengan menggunakan media internet pelaporan dapat
dilakukan secara online dan realtime, sehingga memangkas waktu dan biaya
yang timbul dari prosedur-prosedur birokrasi perpajakan. Tidak dapat dipungkiri,
7
e-filing adalah sebuah produk inovasi perkembangan teknologi informasi yang
disediakan untuk memudahkan sekaligus meningkatkan pelayanan kepada para
pembayar pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya. Dengan e-filing, kegiatan mengisi dan mengirim SPT tahunan
dapat dilakukan dengan mudah dan efisien karena telah tersedia formulir
elektronik di layanan pajak online yang siap memandu para pengguna layanan.
Selain itu, layanan pajak online dapat diakses kapan pun dan dimana pun,
sehingga penyampaian SPT melalui e-filing dapat dilakukan setiap saat selama
24 jam. Dan tentunya, dalam e-filing tidak diperlukan lagi dokumen fisik berupa
kertas-kertas karena semua dokumen akan dikirim dalam bentuk dokumen
elektronik.
Kepatuhan Wajib Pajak dalam penyampaian SPT tahunan dengan
menggunakan (e-Filing) tergantung dari kenyamanan Wajib Pajak dalam
penggunaan Sistem Informasi (e-Filing). Olehnya itu perilaku Wajib Pajak
terhadap penggunaan Sistem Informasi (e-Filing) dapat dipengaruhi oleh
kemudahan Wajib Pajak dalam mengakses atau menggunakan Sistem Informasi
(e-Filing) dalam penyampaian atau pelaporan SPT tahunan. Menurut Titis (2011),
Tujuan perilaku ditentukan oleh sikap atas perilaku tersebut. Dalam hal ini yaitu
e-filing, perilaku penerimaan pengguna untuk menggunakan e-filing ditentukan
oleh minat yang dibentuk dari sikap.
Dalam kesiapan teknologi informasi wajib pajak mempengaruhi keinginan
dalam menggunakan sistem informasi. Dimana akan timbul minat untuk
menggunakan sistem informasi yaitu berupa pelaporan pajak secara elektronik
(e- Filing) apabila pada pribadi individu tersebut bersedia menerima sebuah
teknologi baru dimana teknologi tersebut mampu memiliki manfaat dan memudah
penggunanya dalam pelaporan pajaknya. Oleh karena itu dapat disimpulkan, jika
8
kesiapan teknologi informasi wajib pajak itu semakin banyak yang
memanfaatkan teknologi dari pelaporan elektronik (e-Filling) dikarenakan
sangat membantu dalam proses penggunaannya maka tingkat penggunaan
akan semakin tinggi, sehingga minat penggunaan semakin meningkat. Dalam
peningakatan yang terjadi tersebut akan mempengaruhi penggunaan sistem
secara berkelanjutan.
Dalam tataran teoritik, perilaku wajib pajak dalam penggunaan sistem
informasi (e-Filing), merupakan hal yang sangat mendasar dan menjadi penentu
dalam menentukan keyakinan yang diperoleh menegenai konsekuensi dari suatu
perilaku (Ajzen, 2005). Kalau kita melihat dari sudut pandang perilaku seseorang
dalam menentukan atau memilih apa yang diinginkan untuk mencapai suatu
kepuasan bagi dirinya, hal ini merupakan hal yang lumrah bagi setiap individu
ketika ingin melakukan atau memilih sesuatu sesuai keinginanya, seseorang
tersebut akan memilih apa yang menjadi kesenangan bagi dirinya dan tentunya
ada dorongan yang kuat sehinggan seseorang tersebut dapat menentukan
pilihan atau sikapnya. Sama halnya perilaku wajib pajak dalam menentukan
sikap diterima atau tidaknya penggunaan sistem informasi (e-Filing) dalam
penyapaian SPT Tahunan tergantung dari sistem informasi tersebut apakah
sistem informasi tersebut dapat memberikan pelayanan yang baik atau tidak
karena hal tersebut menjadi penentu sikap seseorang (bagi wajib pajak) diterima
atau tidaknya penggunaan sisitem informasi (e-Filing) dalam penyampaiam SPT
Tahunan.
Terlepas dari sikap atau perilaku seseorang (wajib pajak) menentukan
sikapnya dalam penggunaan sistem informasi (e-Filing), Dirjen Pajak berharap
penuh agar semua wajib pajak sudah menggunakan Sistem Informasi (e-Filing)
sendiri dalam pelaporan atau penyampaian SPT Tahunan tanpa harus datang
9
langsung ke KPP Pratama Makassar. Inilah yang menjadi Pekerjaan Rumah bagi
Pemerintah setempat dengan Dirjen Pajak dalam memberikan pelayanan yang
memadai kepada masyarakat dalam hal ini wajib pajak.
Di Era modern ini, tuntutan penggunaan teknologi dari berbagai elemen
Negara untuk penyelenggaraan teknologi yang modern. Seperti kota-kota besar
yang ada di Indonesia salah satunya kota Makassar, dimana kota Makassar
sudah termasuk kota Metropolitan yang seharusnya dapat memberikan
pelayanan yang maksimal bagi masyarakat khususnya dalam pemanfaatan
teknologi dengan mengahadirkan fasilitas-fasilitas yang mendukung jalannya
teknologi modern, seperti, pelayanan internet dengan bandwich yang tinggi,
listrik yang memadai dll. Dengan hal tersebut maka permasalahan dalam
pelayanan secara teknologi modern dapat teratasi. Tidak seperti yang terjadi
dalam pelayanan teknologi modern yang ada di Kota Makassar, contoh, dari segi
pelayanan internet, masih banyak keluhan-keluahan dari masyarakat dalam
penggunaan internet yang jaringan internetnya tidak memadai sehingga keluh
kesah dikeluarkan oleh sebagiaan masyarakat kota Makassar, terlebih khusus
dalam lingkungan Dirjen Pajak atau di KPP Pratama Makassar, Dimana tempat
penelitian yang saya lakukan terkait dengan judul yang saya angkat. salah satu
contoh pelayanan sistem informasi (e-Filing) dalam penyampaian atau pelaporan
SPT Tahunan. Dengan Kondisi yang dirasakan oleh wajib pajak tidak semulus
harapan Dirjen Pajak yang mengharapkan semua wajib pajak sudah
menggunakan sistem informasi (e-Filing) dalam penyampaian atau pelaporan
SPT Tahunan. Tapi apalah daya, karena itu tadi, pelayanan internet tidak
memadai, sehingga ketika wajib pajak ingin melaporkan SPT Tahunan sering
terjadi hang atau error, belum lagi masalah-masalah lain yang dirasakan oleh
wajib pajak secara pribadi dalam penguasaan teknologi, kemudian sistem
10
informasi (e-Filing) yang masih mengharuskan wajib pajak datang langsung ke
KPP Pratama Makassar ketika wajib pajak ingin melakukan regitrasi untuk
mendapatkan e-Fin. ilustarasi atau pendapat saya, “seharusnya sistem informasi
(e-Filing), ketika wajib pajak ingin melakuakan registrasi untuk mendapatkan e-
Fin, cukup dengan menggunakan KTP atau NPWP pada saat login, dengan
begitu wajib pajak tidak harus datang lagi ke KPP Pratama Makassar untuk
mendapatkan e-FIN dengan antrian yang panjang”. Inilah sebagian kecil alasan
kenapa wajib pajak masih harus datang langsung dan mengantri ke KPP
Pratama Makassar untuk menyampaikan atau melaporkan SPT Tahunan,
sehingga pandangan Dirjen Pajak tidak seindah pemandangan yang ingin dilihat
di KPP Pratama Makassar tanpa melihat wajib pajak masih melakukan antrian
panjang dalam pelaporan atau penyampaian SPT Tahunan, tentunya ini
bukanlah suatu pemandangan yang enak bagi Dirjen Pajak yang ada di KPP
Pratama Makassar.
Fakta yang terjadi dalam pelaporan dan pembayaran pajak khususnya di
lingkungan KPP Pratama Makassar, masih sekitar 47% Wajib Pajak (WP) yang
melaporkan SPT tahunan secara manual dengan datang langsung ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Makassar atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan,
dan Konsultasi Pajak (KP2KP), dimana WP terdaftar, (data KPP Pratama
Makassar, 2016). Menurut Dirjen Pajak, angka atau persentase tersebut masih
sangat tinggi dan menjadi masalah besar bagi Dirjen Pajak, karena harapan
Dirjen Pajak semua wajib pajak sudah harus menggunakan e-Filing sendiri tanpa
harus datang lagi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mengantri untuk melaporkan
SPT Tahunan. mungkin mereka (wajib pajak) belum mengerti sehingga masih
menggunakan cara manual (Adjat, 2014). Notabenenya salah seorang Wajib
Pajak di KPP Pratama Makassar, mengaku bahwa masih kesulitan dalam
11
menggunakan Sistem Informasi (e-Filing), masih sulit untuk mengakses
pelaporan SPT secara online karena disebabkan jaringan internet yang masih
lambat, sering mengalami kegagalan dalam pengirimanan SPT Tahunan
disebabkan sistem yang masih sering error. Hal ini tentu tidak sejalan dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh Dirjen Pajak dari segi pemanfaatan teknologi
informasi dengan adanya SIDJP (e-Filing), dimana sistem informasi ini dirancang
untuk mempermudah Wajib Pajak dalam memberikan informasi pajak secara
efektif, begitupula mengurangi antrian dan menghemat waktu. Bagi Dirjen Pajak,
(e-Filing) dapat mengurangi kesalahan input data karena dilakukan sendiri oleh
Wajib Pajak, mengurangi volume proses penerimaan SPT dan mengurangi
berkas fisik dan dokumen perpajakan.
Oleh karena itu penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan
pendekatan fenomenologi yang meneliti tentang perilaku wajib pajak orang
pribadi dalam Penggunaan Sistem Informasi (e-Filing). Yang dimana Wajib Pajak
masih banyak yang datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk
melaporkan SPT-nya. berbeda dengan penelitian sebelumnya yang
menggunakan pendekatan kuantitatif, Suryadi (2006), melakukan penelitian
tentang model hubungan kausal kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib pajak
dan pengaruhnya terhadap kinerja penerimaan pajak di Jawa Timur, dengan
responden sebanyak 800 Wajib Pajak pembayar pajak terbesar yang terdaftar di
8 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam lingkungan Kerja Kantor Wilayah Dirjen
Pajak Jawa Timur. Dari 8 KPP tersebut masing- masing ditentukan 100
pembayar pajak terbesar yang diurut berdasarkan ranking, sehingga jumlahnya
menjadi 800 Wajib Pajak. Dimana salah satu dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa Pelayanan perpajakan yang diukur dari ketentuan perpajakan, kualitas
SDM dan sistem informasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap
12
kinerja penerimaan pajak.
Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian
dengan judul “Perilaku Waib Pajak Orang Pribadi Dalam Penggunaan Sistem
Informasi e-Filing : Sebuah Pendekatan Fenomenologi".
1.2 Pertanyaan Penelitian
Wajib Pajak dalam penyampaian SPT Tahunan menjadi sebuah
keharusan yang rutin dilakukan tiap tahunnya, sehingga pemerintah membangun
sebuah sistem informasi (e-Filing) dengan tujuan untuk mempermudah bagi wajib
pajak dalam menyampaikan SPT tahunannya. namun dalam proses
penyampaian SPT Tahunan masih ada beberapa yang menghambat atau
menjadi masalah dalam penyampaian SPT Tahunan bagi wajib pajak sehingga
wajib pajak masih banyak yang memilih untuk datang langsung ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) untuk menyampaikan atau melaporkan SPT Tahunan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka pertanyaan yang
ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : bagaimana perilaku
wajib pajak orang pribadi dalam penggunaan Sistem Informasi (e-Filing) saat
menyampaikan atau melaporkan SPT Tahunan.
1.3 Tujuan Penelitian
Dari permasalahan di atas, yang dimana wajib pajak masih banyak yang
datang lansung ke KPP Pratama Makassar untuk menyampaikan atau
melaporkan SPT Tahunan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perilaku wajib pajak orang pribadi dalam penggunaan Sistem Informasi (e-Filing).
1.4 Kegunaan Penelitian
Harapan peneliti dalam penelitian ini yaitu dapat memberikan manfaat bagi
semua kalangan dan memberikan beberapa kontribusi baik secara teori maupun
13
praktis. Kegunaan secara teoritis maupun praktis yang dapat diperoleh dari hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menggali lebih dalam teori-teori yang
sudah ada seperti, Teori perilaku yang direncanakan (theory of Planned
Behavioral) dan Teori Fenomenologi (Phenomenology Theory) bagi para
akademisi khususnya para peneliti yang melakukan penelitian terkait dengan
penelitian ini, bahkan diharapkan mampu melahirkan teori/konsep baru
sebagai pengembangan dari teori-teori yang sudah ada yang menjadi acuan
dalam penelitian ini.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) untuk mengetahui kelemahan dari Sistem Informasi (e-Filing) yang
menyebabkan Wajib Pajak (WP) masih banyak yang datang langsung ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP), untuk melaporkan SPT Tahunannya.
3. Dengan hasil penelitian ini diharapkan semua keluhan dari Wajib Pajak
terkait penggunaan Sistem Informasi (e-Filing) yang masih terdapat banyak
masalah dalam penyampaian SPT Tahunan agar diketahui dan direspon
baik oleh Direktorat Jenderal Pajak.
4. Implikasi praktis dalam penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberi
kemudahan bagi WP dalam pengisian dan penyerahan SPT tanpa harus
datang langsung dan mengantri ke KPP Pratama Makassar.
14
BAB II
PERILAKU DAN PENERIMAAN TEKNOLOGI INFORMASI
2.1 Perilaku Atas Penerimaan Sistem Informasi (e-Filing).
Minat atau intensi (intention) adalah keinginan untuk melakukan
perilaku. Menurut Fisbein dan Ajzen (1975), Minat perilaku adalah suatu ukuran
tentang kekuatan tujuan seseorang untuk melakukan tindakan khusus. Dapat
dikatakan, minat perilaku penggunaan e-filing adalah ukuran kekuatan dari minat
seseorang untuk menunjukan perilaku terhadap adanya sistem e-filing. Theory of
Planned Behavior (TPB) didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah
makhluk yang rasional dan menggunakan informasi-informasi yang mungkin
baginya, secara sistematis. Orang memikirkan implikasi dari tindakan mereka
sebelum mereka memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku-
perilaku tertentu.
TPB dimulai dengan melihat intensi berperilaku sebagai anteseden
terdekat dari suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat intensi seseorang
untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia
melakukannya. Intensi adalah suatu fungsi dari beliefs dan atau informasi yang
penting mengenai kecenderungan bahwa menampilkan suatu perilaku tertentu
akan mangarahkan pada suatu hasil yang spesifik. Intensi bisa berubah karena
waktu. Semakin lama jarak antara intensi dan perilaku, semakin besar
kecenderungan terjadinya perubahan intensi. Karena Ajzen dan Fishbein tidak
hanya tertarik dalam hal meramalkan perilaku tetapi juga memahaminya,
mereka mulai mencoba untuk mengindentifikasi penentu-penentu dari intensi
berperilaku. Mereka berteori bahwa intensi adalah suatu fungsi dari dua
14
15
penentu utama, yaitu a) sikap terhadap perilaku dan b) norma subjektif dari
perilaku.
TPB memperhitungkan bahwa semua perilaku tidaklah di bawah kendali
dan bahwa perilaku-perilaku tersebut berada pada suatu titik dalam suatu
kontinum dari sepenuhnya di bawah kendali sampai sepenuhnya di luar kendali.
Individu mungkin memiliki kendali sepenuhnya ketika tidak terdapat hambatan
apapun untuk menampilkan suatu perilaku. Dalam keadaan ekstrim yang
sebaliknya, mungkin sama sekali tidak terdapat kemungkinan untuk
mengendalikan suatu perilaku karena tidak adanya kesempatan, karena tidak
adanya sumber daya atau ketrampilan. Teori ini membuat model prilaku
seseorang sebagai suatu fungsi dari tujuan prilaku. Tujuan prilaku di tentukan
oleh sikap atas prilaku tersebut (Sarana, 2000). Dengan demikian dapat di
pahami reaksi dan persepsi pengguna Teknologi Informasi (TI) akan
mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan penggunaan TI, yaitu salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi adalah persepsi pengguna atas kemanfaatan
dan kemudahan penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam
konteks penggunaa TI, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan
kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan orang tersebut dapat menerima
penggunaan Teknologi Informasi.. Tindakan atau perilaku yang dimaksud disini
adalah perilaku dalam menggunakan e-filing.
Pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyediakan fasilitas e-Filing ini
dengan maksud untuk menyediakan suatu layanan pelaporan pajak bagi
WP secara online dan realtime. Sistem e-Filing harus memberikan banyak
manfaat, mudah dipahami, bersifat praktis sehingga WP tertarik atau
berminat terhadap e-Filing.
16
Mempertimbangkan fenomena Sistem Informasi (e-Filing) sebagai sistem
yang bisa dikatakan terpopuler di kalangan direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat
ini, maka DJP mengharapkan agar semua Wajib Pajak sudah menggunakan (e-
Filing) dalam pelaporan atau penyampaian SPT Tahunan. Teknologi dan
komunikasi memang sudah seharusnya digunakan untuk mempermudah
penggunanya. Seperti halnya Sistem Informasi (e-Billing) yaitu pembayaran
pajak secara elektronik. menawarkan kemudahan pembayaran pajak melalui
metode pembayaran elektronik dengan cepat, mudah, nyaman dan fleksibel.
Semua Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak di seluruh
Indonesia dapat memanfaatkan fitur layanan ini.
Peran program e-Filing dapat dilihat dari seberapa efektif e-Filing dapat
menghilangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak
dalam melaporkan atau menyampaikan SPT Tahunan (Sri, 2011 : 49). Faktor
tersebut terdiri dari perbedaan perilaku individu, perasaan ketidakadilan,
persepsi risiko rendah dan pengambilan resiko. Faktor pertama adalah faktor
perbedaan individu, wajib pajak yang berusia lanjut atau orang tua cenderung
enggan melakukan e-Filing, mereka lebih suka melaporkan SPT secara manual
atau datang langsung ke kantor pajak, hal ini disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan mereka tentang IT. Selain faktor umur, faktor geografis Wilayah
Makasssar yang merupakan wilayah yang sangat berpengaruh besar terhadap
pengguna e-Filing. kurangnya fasilitas e-Government yang berupa sarana dan
prasana untuk akses internet yang lambat menjadikan masyarakat di Makassar
lebih memilih untuk melaporkan SPT nya secara manual.
Dengan demikian dapat dipahami reaksi dan persepsi pengguna Sistem
Informasi e-Filing akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan penggunaan
Sistem Informasi e-Filing, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah
17
persepsi pengguna atas kemanfaatan dan kemudahan penggunaan e-Filing
sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks penggunaan Sistem
Informasi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan
penggunaan Sistem Informasi e-Filing menjadikan tindakan orang tersebut dapat
menerima penggunaan Sistem Informasi e-Filing. Model TPB yang
dikembangkan dari teori psikologis menjelaskan prilaku pengguna komputer,
yaitu berlandaskan pada kepercayaan (belief), sikap (attitude), intensitas
(intention) dan hubungan prilaku pengguna (user behavior relationship). Tujuan
model ini untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivasional
terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan individu
sendiri. Teori ini menyediakan suatu kerangka untuk mempelajari sikap terhadap
perilaku. Berdasarkan teori tersebut, penentu terpenting perilaku seseorang
adalah intensi untuk berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan suatu
perilaku adalah kombinasi dari sikap untuk menampilkan perilaku tersebut
dan norma subjektif. Sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan
mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma subjektif,
kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh.
Wiethoff (2004) menggunakan TPB sebagai acuan dalam merancang
suatu model pelatihan. Ia mencoba mengaplikasikan TPB untuk mempengaruhi
motivasi belajar dalam suatu program pelatihan. Ia menterjemahkan TPB ke
dalam aspek-aspek yang terkait dengan suatu pelatihan, keberhasilan dan
pengukurannya, meskipun yang dilakukannya masih terbatas pada motivasi
untuk belajarnya saja. Misalnya ia menterjemahkan komponen norma subjektif
(mengenai kehadirannya dalam pelatihan) menjadi persepsi mengenai dukungan
menajemen dan teman sekerja terhadapnya untuk mengikuti pelatihan dan
bagaimana motivasinya untuk mematuhi mereka. Dengan menggunakan
18
asumsi-asumsi dalam TPB, untuk meningkatkan motivasi belajar para
peserta pelatihan, dapat dilakukan melalui peningkatan komponen-komponen
tersebut. Meskipun demikian, dari rancangan yang diajukannya, Wienthoff juga
masih mempertanyakan bagaimana hasil pelatihan nanti akan ditransfer ke
tempat kerja.
Dari perspektif penggunaan sistem informasi (e-Filing) bagi wajib pajak
yang masih kurang paham dalam penggunaan sistem informasi tersebut, maka
perlu adanya pelatihan khusus atau sosialisasi terkait penggunaan sistem
informasi (e-Filing) bagi wajib pajak secara merata. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Wietholf (2004), yang dimana ia mencoba mengaplikasikan TPB
untuk mempengaruhi motivasi belajar dalam suatu program pelatihan. Sebab
penelitian kali ini akan menguak permaslahan yang terjadi dalam penggunaan
sistem informasi (e-Filing) bagi wajib pajak, nah salah satu maslah yang dihadapi
oleh wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi (e-Filing) dalam pelaporan
SPT Tahunan yaitu kurangnya pengetahuan dalam penggunaan sistem informasi
tersebut, maka penelitian kali ini, peneliti akan mencoba menerapkan teori TPB
dalam mengatasi salah satu masalah yang dirasakan oleh wajib pajak yaitu
dengan mengadakan pelatihan atau sosialisasi khusus terkait penggunaan
sistem informasi (e-Filing), walaupun masih banyak masalah-maslah yang
dirasakan oleh wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi (e-Filing), yang
peneliti akan kuak dalam penelitian kali ini, namun peneliti hanya memberikan
salah satu konstruk penerapan TPB dalam pelatihan atau sosialisasi untuk
mengatasi masalah bagi wajib pajak yang belum memahami sepenuhnya dalam
penggunaan sistem informasi (e-Filing).
Sambuu and Chuluunbat (2010 : 183-188) melakukan penelitian tentang
inisiatif e-government di Mongolia dan menyoroti kebutuhan untuk modernisasi
19
sistem informasi, inisiatif yang dimaksud adalah kontribusi untuk modernisasi
sistem informasi pajak seperti data-sharing protokol antara instansi pemerintah
dan Bank Dunia. penelitian ini juga menjelaskan dampak positif dari perbaikan
sistem Informasi Pajak dalam sistem pajak dan pelaksanaan keseluruhan e-
governance di Mongolia. Serta menyajikan tantangan masa depan modernisasi
sistem pajak dan rekomendasi yang berkaitan, tidak hanya untuk sistem
informasi administrasi pajak baru, tetapi juga pengembangan e-government
umum. sebagai lembaga utama penanganan dengan pendaftaran wajib pajak
orang pribadi dan bisnis, administrasi pajak dapat menjadi sumber yang baik di
mana lembaga pemerintah lainnya dapat mengandalkan untuk data yang akurat
pendaftaran dan informasi terkait yang pada gilirannya, dapat sangat berguna
dalam meningkatkan pelayanan dari pemerintah baik melalui cara tradisional
atau elektronik.
2.2 Penerimaan e-Filing Oleh Wajib Pajak
Fenomena yang terjadi di KPP Pratama Makassar mengenai aplikasi e-
Filing yaitu walaupun aplikasi e-Filing bertujuan untuk memudahkan Wajib Pajak
untuk melaporkan Surat Pemberitahuannya tetapi masih banyak Wajib Pajak
yang memilih menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan cara datang
langsung ke KPP Pratama Makassar. Wajib Pajak merasa takut ketika mereka
menggunakan aplikasi e-Filing bermasalah dengan jaringan error dan akses
yang kurang fleksibel memungkinkan data yang mereka masukan tidak
terekam, hilang dan justru tidak masuk ke database DJP, sehingga
mengancam kemanan data dari setiap Wajib Pajak (Ayi, 2015).
Penggunaan e-Filing ini dilakukan bertujuan agar Wajib Pajak
memperoleh kemudahan dalam memenuhi kewajibannya, sehingga pemenuhan
kewajiban perpajakan dapat lebih mudah dilaksanakan dan tujuan untuk
20
menciptakan administrasi perpajakan yang lebih tertib dan transparan dapat
dicapai (Dewi, 2009). Dewi pun mengungkapkan bahwa tujuan utama dari
pelaporan e-Filing adalah memangkas biaya dan waktu Wajib Pajak untuk
mempersiapkan, memproses dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) secara benar dan tepat waktu.
Sebelum melakukan pembayaran pajak, wajib pajak harus melaporkan
terlebih dahulu jumlah pajak yang terhutang melalui surat pemberitahuan pajak
(SPT) secara online yaitu dengan menggunakan Sistem Informasi (e-Filling).
Surat pemberitahuan ini berisi informasi perpajakan yang benar dan akurat
mengenai besarnya jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak
Persepsi tentang kemudahan penggunaan sebuah teknologi didefinisikan
sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa teknologi tersebut
dapat dengan mudah dipahami dan digunakan (Arief, 2006). Persepsi
kemudahan penggunaan menjadi penentu suatu sistem dapat diterima atau
tidak, Wajib Pajak yang beranggapan bahwa e-Filing itu mudah digunakan
akan mendorong mereka untuk terus menggunakan sistem tersebut,
kemudahan yang diberikan oleh e-Filing akan menyebabkan Wajib Pajak
senang dalam menggunakannya dan akan mengesampingkan kekurangan yang
ada dalam e-Filing (Hastuty, 2006).
E-Filing juga sangat menguntungkan Wajib Pajak antara lain
memberikan kemudahan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT dengan biaya
cenderung lebih murah dibanding secara manual dan dengan proses yang
lebih cepat karena Wajib Pajak merekam sendiri Surat Pemberitahuannya
sehingga bisa lebih akurat, efektif dan efisien (Livari, 2005).
Suryadi (2006), melakukan penelitian tentang model hubungan kausal
kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib pajak dan pengaruhnya terhadap
21
kinerja penerimaan pajak di Jawa Timur dengan responden sebanyak 800 Wajib
Pajak pembayar pajak terbesar yang terdaftar di 8 Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) dalam lingkungan Kerja Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur. Dari 8
KPP tersebut masing- masing ditentukan 100 pembayar pajak terbesar yang
diurut berdasarkan ranking, sehingga jumlahnya menjadi 800 Wajib Pajak. Hasil
penelitian menunjukkan, kesadaran wajib pajak yang diukur dari persepsi wajib
pajak, pengetahuan perpajakan, karakteristik wajib pajak dan penyuluhan
perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak.
Pelayanan perpajakan yang diukur dari ketentuan perpajakan, kualitas SDM dan
sistem informasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
penerimaan pajak. Kepatuhan Wajib Pajak yang diukur dari pemeriksaan pajak,
penegakan hukum dan kompensasi pajak berpengaruh secara signifikan
terhadap penerimaan pajak.
2.2.1 Kemajuan Layanan E-Filing
Direktur Teknologi Informasi Perpajakan Dirjen Pajak Iwan Djuniardi
menyatakan bahwa sejak diluncurkan pada tahun 2004 perkembangan sistem e-
filing terus mengalami kemajuan. Menurut Iwan Djuniardi pada tahun 2004, wajib
pajak hanya dapat mengakses sistem e-filing melalui perusahaan penyedia jasa
aplikasi (Application Service Provider) seperti www.pajakku.com,
www.laporpajak.com, www.layananpajak.com serta www.spt.co.id. Sejak tahun
2012 wajib pajak telah dapat mengakses sistem e-filing melalui website resmi
Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) (Syukro, 2013).
Pada tahun 2015 wajib pajak dapat menggunakan e-filing dalam
penyampaian SPT melalui aplikasi mobile android untuk e-filing Surat
Pemberitahuan (SPT) 1770 SS. Aplikasi ini dapat memberikan kemudahan
dalam pengisian dan penyampaian SPT karena wajib pajak dapat lebih praktis
22
menggunakan android yang mudah dibawa kemana-mana, sehingga tidak
perlu menggunakan perangkat komputer untuk menggunakan e-filing. Aplikasi e-
filing dapat diunduh melalui aplikasi android yaitu Play Store dengan kata kunci
„efiling 1770 SS atau melalui browser dengan menggunakan link
https://play.google.com/store/apps/details?id=id.go. pajak.efiling. (Kemenkeu,
2015). Untuk meningkatkan kualitas layanan e-filing, Direktorat Jenderal Pajak
menyediakan tutorial penggunaan e- filing untuk SPT 1770 S dan SPT 1770 SS.
2.2.2 Teori Perilaku dalam Implementasi Teknologi Informasi
Malone (1997) dalam Laudon dan Laudon (2005), berdasarkan teori
keperilakuan, diajukan teori yang mengatakan bahwa teknologi informasi mampu
mengubah hierarki dari pengambilan keputusan pada organisasi dengan cara
menekan biaya yang diperlukan oleh informasi dan memperluas distribusi
informasi. Terkait dengan e-filing, dengan diciptakannya e-filing dalam DJP
dapat merampingkan posisi-posisi dalam organisasi tersebut. Teknologi
informasi mampu membawa informasi langsung dari unit-unit operasi ke atasan,
dengan demikian mengurangi pekerja data yang terkait. Teknologi informasi juga
dapat mendistribusikan informasi secara langsung kepada para pekerja di
level yang lebih rendah. Aspek keperilakuan dalam impelementasi teknologi
informasi berkaitan juga dengan penerimaan pengguna terhadap teknologi
informasi yang diterapkan. Beberapa model telah dibangun untuk menganalisis
dan memahami faktor-faktor diterimanya penggunaan teknologi informasi.
Salah satu teori penerimaan pengguna terhadap suatu teknologi informasi
disebut dengan TAM.
2.2.3 Perilaku wajib pajak
Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan perluasan dari Theory of
Reasoned Action (TRA). Dalam TRA dijelaskan bahwa niat seseorang terhadap
23
perilaku dibentuk oleh dua faktor utama yaitu attitude toward the behavior dan
subjective norms Fishbein dan Ajzen, (1975), sedangkan dalam TPB
ditambahkan satu faktor lagi yaitu perceived behavioral control (Ajzen, 1991).
TPB sangat sesuai digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku di dalam
kewirausahaan. Sebagaimana dikatakan oleh Ajzen (1991) bahwa TPB is
suitable to explain any behavior which requires planning, such as
entrepreneurship (TPB cocok untuk menjelaskan perilaku apa pun yang
memerlukan perencanaan, seperti kewirausahaan).
Manusia biasanya berperilaku dengan cara yang masuk akal, mereka
mempertimbangkan perilakunya berdasarkan informasi yang tersedia, dan
secara implisit atau eksplisit juga mempertimbangkan akibat dari tindakan
mereka Ajzen, (2006). Ajzen (2005) menjelaskan, perilaku didasarkan faktor
kehendak yang melibatkan pertimbangan-pertimbangan untuk melakukan atau
tidak melakukan suatu perilaku; dimana dalam prosesnya, berbagai
pertimbangan tersebut akan membentuk intensi untuk melakukan suatu perilaku.
TPB ini menggunakan tiga konstruk sebagai anteseden dari intensi, yaitu
sikap kita terhadap perilaku tersebut, norma subjektif, dan perasaan kita
mengenai kemampuan mengontrol segala sesuatu yang mempengaruhi apabila
hendak melakukan perilaku tersebut. Sehingga konstruk yang digunakan dalam
menyusun aitem-aitem berbasis TPB selayaknya diperoleh dari studi
pendahuluan. niat berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu: (1)
Behavioral Beliefs atau sikap terhadap perilaku ini ditentukan oleh keyakinan
yang diperoleh mengenai konsekuensi dari suatu perilaku atau disebut juga
behavioral beliefs Ajzen (2005). Belief berkaitan dengan penilaian-penilaian
subjektif seseorang terhadap dunia sekitarnya, pemahaman mengenai diri dan
juga lingkungannya. Bagaimana cara mengetahui belief ini? Nah ternyata dalam
24
teorinya TPB ini, Ajzen cerita bahwa belief dapat diungkap dengan cara
menghubungkan suatu perilaku yang akan kita prediksi dengan berbagai
manfaat atau kerugian yang mungkin diperoleh apabila kita melakukan atau tidak
melakukan perilaku itu. Keyakinan ini dapat memperkuat sikap terhadap perilaku
itu apabila berdasarkan evaluasi, diperoleh data bahwa perilaku itu dapat
memberikan keuntungan bagi kita pelakunya. (2) normatif beliefs, yaitu
keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi
harapan tersebut (normatif beliefs and motivation to comply). sikap terhadap
perilaku merupakan fungsi dari keyakinan terhadap perilaku yang akan dilakukan
(behavioral belief) maka norma subjektif adalah fungsi dari keyakinan seseorang
ini yang diperoleh atas pandangan orang-orang lain yang berhubungan
dengannya dan (3) control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal
yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control
beliefs) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan
menghambat perilakunya tersebut (perceived power). Persepsi kontrol perilaku
atau disebut saja kontrol perilaku adalah perasaan seseorang mengenai mudah
atau sulitnya mewujudkan suatu perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Untuk
menjelaskan mengenai perasaan yang berkaitan dengan kontrol perilaku ini,
Ajzen membedakannya dengan locus of control atau pusat kendali yang
dikemukakan oleh Rotter‟s. Pusat kendali berkaitan dengan keyakinan
seseorang yang relatif stabil dalam segala situasi. Persepsi kontrol perilaku dapat
berubah tergantung situasi dan jenis perilaku yang akan dilakukan. Pusat kendali
berkaitan dengan keyakinan individu bahwa keberhasilannya melakukan segala
sesuatu tergantung pada usahanya sendiri (Rotter‟s, 1966). Jika keyakinan ini
berkaitan dengan pencapaian yang spesifik, misalnya keyakinan dapat
25
menguasai keterampilan menggunakan komputer dengan baik disebut kontrol
perilaku (perceived behavioral control).
Konsep lain yang agak dekat maksudnya dengan persepsi kontrol
perilaku adalah self efficacy atau efikasi diri yang dikemukakan Bandura (dalam
Ajzen, 2005). Efikasi diri adalah keyakinan individu untuk berhasil menguasai
ketrampilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Konsep
persepsi kontrol perilaku yang dikemukakan oleh Ajzen ini banyak sekali
dipengaruhi oleh riset yang dilakukan oleh Bandura mengenai efikasi diri.
Dalam TPB, Ajzen (2005) mengemukakan bahwa persepsi kontrol
ditentukan oleh keyakinan individu mengenai ketersediaan sumberdaya berupa
peralatan, kompatibelitas, kompetensi, dan kesempatan (control belief strength)
yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan diprediksi dan besarnya
peran sumber daya tersebut (power of control factor) dalam mewujudkan perilaku
tersebut. Semakin kuat keyakinan terhadap tersedianya sumberdaya dan
kesempatan yang dimiliki individu berkaitan dengan perilaku tertentu dan
semakin besar peranan sumberdaya tersebut maka semakin kuat persepsi
kontrol individu terhadap perilaku tersebut.
Individu yang mempunyai persepsi kontrol tinggi akan terus terdorong dan
berusaha untuk berhasil karena ia yakin dengan sumberdaya dan kesempatan
yang ada, kesulitan yang dihadapinya dapat diatasi. Misalnya jika ada dua orang
yang sama-sama ingin belajar menggunakan komputer, walaupun keduanya
mencoba dan berlatih, individu yang mempunyai kontrol perilaku tinggi tahu
mengenai tindakan yang perlu diambilnya pada saat mengalami kesulitan. Ia
tahu mengenai beberapa hal yang perlu dipersiapkan, kepada siapa ia meminta
bantuan apabila mengalami kesulitan sehingga individu ini akan terus berusaha
lebih keras. Itulah sebabnya Ajzen (2005) mengemukakan bahwa kontrol perilaku
26
ini bersama dengan intensi erat hubungannya dengan dilakukan atau tidak
dilakukannya sebuah perilaku.
Penelitian dari Tarjo dan Indra Kusumawati (2006) meneliti tentang
analisis perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap pelaksanaan Self
Assessment System. Hasilnya penerapan Self assessment system di
Bangkalan belum berjalan secara baik, meski pada fungsi membayar sudah
baik. Untuk fungsi melapor WP sudah melaksanakan fungsinya, namun mereka
melapor bukan karena kesadaran tapi karena adanya denda. Dari fungsi fiskus,
self assessment system yang diterapkan di Bangkalan belum berjalan dengan
baik, ini dibuktikan dengan informasi tentang penyuluhan yang tidak merata.
Selain itu fungsi pengawasan yang dilakukan oleh fiskus sulit diukur dari
persepsi WP. Untuk fungsi pelayanan, ternyata mereka sering datang ke KPP
adalah WP yang fungsi perhitungannya dilakukan oleh fiskus.
2.2.3.1 Sikap Terhadap Penggunaan e-filing (Attitudes Toward Use of
e -filing) dalam kepatuhan menyampaikan SPT-Tahunan.
Sikap atau attitude berasal dari Bahasa Latin, yaitu aptus yang berarti
sesuai atau cocok dan siap untuk bertindak atau berbuat sesuatu Ismail & Zain,
(2008). Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau
negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu.
Menurut Gagne dan Briggs dalam Ajzen, (2002), sikap merupakan suatu
keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tindakan individu
terhadap objek, orang atau kejadian tertentu. Sikap merupakan kecenderungan
kognitif, afektif, dan tingkah laku yang dipelajari untuk berespon secara positif
maupun negatif terhadap objek, situasi, institusi, konsep atau seseorang. Sikap
merupakan faktor personal yang mengandung evaluasi positif atau dalam tingkah
27
laku yang menghindari, melawan, atau menghalagi objek Eagly & Chaiken,
(1993).
Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari
keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang
diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan
terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa
atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu
perilaku. Dengan kata lain, seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku
dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki
sikap yang positif, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan Theory Of Planned Behavior, seseorang yang percaya
bahwa menampilkan perilaku tertentu akan mengarahkan pada hasil yang positif
akan memiliki sikap favorable terhadap ditampilkannya perilaku, sedangkan
orang yang percaya bahwa menampilkan tingkah laku tertentu akan
mengarahkan pada hasil yang negatif, maka ia akan memiliki sikap unfavorable
Ajzen, (1988). Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu Penelitian yang
dilakukan Amoroso dan Gardner (2004) menemukan bahwa pengguna mungkin
memiliki sikap yang positif jika mereka percaya bahwa penggunaan
teknologi akan meningkatkan kinerja dan produktivitas mereka. Studi dari Lee
et al (2003) juga menyatakan bahwa sikap berpengaruh signifikan positif
terhadap penggunaan teknologi. Dengan adanya sikap yang positif dari
pengguna saat menggunakan suatu teknologi dalam hal ini e-filing maka
kecenderungan untuk memakai e-filing akan selalu ada dibandingkan dengan
pengguna yang memiliki sikap negatif. oleh Erwin (2009) dalam penelitiannya
yang berjudul “Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan”. Beberapa kesimpulan
dari hasil penelitian adalah Endang Novi Hastuty dan Siti Ismijati Jenie (2006)
28
sebagai berikut. Pertama, persepsi kontrol perilaku tidak signifikan berpengaruh
langsung pada kepatuhan pajak. Kedua, persepsi kontrol perilaku mempunyai
pengaruh positif yang signifikan terhadap niat. Ketiga, kondisi keuangan
mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap Kepatuhan Pajak.
Keempat, kondisi fasilitas perusahaan mempunyai pengaruh positif yang
signifikan terhadap kepatuhan pajak. Kelima, kondisi iklim organisasi
mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan pajak. Keenam,
niat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan pajak.
Endang dan Siti (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Implementasi
Elektronik Filing Sistem (E-Filing) Dalam Praktek Perpajakan Di Indonesia”.
Penelitiannya menyimpulkan bahwa e-filing belum cukup efisien bagi wajib
pajak sampai dengan diberlakukannya hukum telematika (cyberlaw) karena
dengan diberlakukannya hukum telematika (cyberlaw) yang mengatur
keabsahan dokumen yang ditandatangani secara elektronik maka wajib pajak
tidak lagi diwajibkan menyampaikan induk surat pemberitahuannya kembali.
Sri dan Ita (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
(Survei Atas Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Bandung “X”). Hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa penerapan sistem administrasi perpajakan
modern pada perpajakan modern tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kepatuhan wajib pajak.
Alabede, Ariffin, dan Idris (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “The
Moderating Effect of Financial Condition on The Factors Influencing Tax Payers‟
Compliance Behaviour in Nigeria”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
kondisi finansial terbukti memiliki efek moderasi. Tingkat kepatuhan wajib pajak
sangat dipengaruhi oleh determinannya
29
Saipei dan Abdullah (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “The
Compliance Cost of The Personal Income Taxation in Malaysia”. Hasil penelitian
tersebut menunjukan bahwa biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh wajib
pajak perorangan adalah biaya waktu untuk menyimpan data-data atau dokumen
perpajakan. Apabila mengacu pada biaya moneter, maka biaya terbesar yang
harus dikeluarkan wajib pajak adalah biaya untuk menyewa konsultan pajak.
indikator dari sikap terhadap penggunaan (attitude toward using) terdiri dari:
1. Metode atau ide yang baik adalah penilaian wajib pajak bahwa
menggunakan e-filing merupakan metode yang baik dalam melaporkan pajak.
2. Disukai adalah penilaian bahwa menggunakan e-filing disukai oleh wajib pajak
untuk melaporkan pajaknya.
3. Menyenangkan adalah penilaian wajib pajak bahwa menggunakan e-filing
akan menjadi pengalaman yang menyenangkan
2.2.3.2 Niat Penggunaan E-Filing (Intention To Use E-Filing)
Dalam TPB (Theory Planned Behavior), niat penggunaan adalah suatu
ukuran mengenai kemauan individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu.
Berdasarkan penelitian terdahulu, indikator untuk mengukur niat penggunaan e-
filing adalah sebagai berikut :
1. Berencana atau melanjutkan penggunaan adalah adanya rencana
penggunaan e-filing bagi wajib pajak yang belum menggunakannya.
Sedangkan bagi wajib pajak yang telah menggunakan e- filing akan
melanjutkannya di masa mendatang.
2. Menjadi prioritas adalah wajib pajak lebih memilih menggunakan e-filing
dibandingkan secara manual dalam melaporkan pajaknya.
3. Menginformasikan kepada orang lain adalah wajib pajak akan
merekomendasikan kepada orang lain untuk menggunakan e-filing.
30
2.3 Penggunaan Sistem Informasi Pajak
2.3.1 User (e-filing)
Pengguna (e-filing) adalah Wajib Pajak, sebagaimana dijelaskan dalam
Undang-Undang No. 28/2007 yang merupakan perubahan ketiga atas Undang-
Undang No. 6/1983 tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Wajib Pajak dibedakan menjadi tiga (Muldjono, 2008 : 1) yaitu :
1. Wajib Pajak Pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki
penghasilan di atas pendapatan tidak kena pajak. Di Indonesia, setiap
orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam Undang-Undang.
2. Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
3. Wajib Pajak Bendaharawan adalah Bendaharawan Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga pemerintah, Lembaga Negara
lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Luar Negeri, yang
membayar gaji, upah, tunjangan, honorarium dan pembayaran lain dengan
31
nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada
wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Bisa dikatakan NPWP
merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak. Oleh karena itu, setiap
wajib pajak dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan
mencantumkan NPWP pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT).
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang digunakan Wajib Pajak
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT dibedakan menjadi
dua, yang pertama SPT Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa yaitu surat
pemberitahuan yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran
pajak bulanan. Ada beberapa jenis pelaporan SPT Masa yaitu PPh pasal 21,
PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 25, PPh pasal 26, PPh pasal 4 (2), PPh
pasal 15, PPN dan PPnBM. Sementara SPT Tahunan yaitu Surat
Pemberitahuan yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Dalam penelitian ini
yang diteliti adalah pelaporan SPT Masa yang dilakukan oleh Wajib Pajak
Badan.
32
2.3.2 (e-filing)
(e-filing) adalah suatu cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) baik
SPT Masa, maupun SPT Tahunan atau Pemberitahuan Perpanjangan SPT
Tahunan oleh Orang Pribadi maupun Badan ke Direktorat Jenderal Pajak yang
dilakukan secara online dan realtime melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau
Application Service Provider (ASP). Online berarti bahwa wajib pajak dapat
melaporkan pajak melalui internet dimana saja dan kapan saja, sedangkan kata
realtime berarti bahwa konfirmasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
dapat diperoleh saat itu juga apabila data-data Surat Pemberitahuan (SPT) yang
diisi dengan lengkap dan benar telah sampai dikirim secara elektronik.
Pada awalnya terjadi kesimapangsiuran mengenai angka-angka
penerimaan pajak yang disampaikan antara satu pejabat dengan pejabat lain
termasuk Departemen Keuangan. Hal ini rupanya disebabkan sistem Modul
Penerimaan Negara (MPN) yang merupakan sistem informasi di Departemen
Keuangan yang mengintegrasikan penerimaan DJP, Direktorat Jenderal Bea
Cukai, serta pengeluaran Direktorat Jenderal Anggaran belum solid
(Wiyono,2008). Oleh karena itu Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
mensosialisasikan fasilitas baru untuk pelaporan pajak yaitu (e-filing), dalam
rangka untuk meminimalisasi ketidakakuratan sistem yang terjadi oleh MPN.
Secara garis besar (e-filing) juga sangat menguntungkan Wajib Pajak antara lain
memberikan kemudahan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT dengan biaya
cenderung lebih murah dibanding secara manual dan dengan proses yang lebih
cepat karena wajib pajak merekam sendiri Surat Pemberitahuannya sehingga
bisa lebih akurat, efektif dan efisien. Serta dengan adanya data silang
pajak akan menciptakan keadilan pajak dan transparansi sehingga dapat
meminimalisasi segala kecurangan, kebocoran dan penyimpangan dalam
33
penerimaan pajak.
Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008
tentang “Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dan Penyampaian
Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik
(e filling) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP)” sebelumnya ada
beberapa hal yang perlu diketahui mengenai alat kelengkapan (e-filing) yaitu
meliputi :
1. Application Service Provider (ASP) adalah perusahaan yang telah ditunjuk
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat
menyalurkan penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT
Tahunan secara elektronik ke DJP. Perlu diketahui bahwa tidak semua
Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) diperkenankan untuk bertindak
sebagai mediator, melainkan hanya ASP yang telah memenuhi syarat dan
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak saja. Adapun syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi adalah sebagai
berikut:
a. Berbentuk badan
b. Memiliki izin usaha penyedia jasa aplikasi
c. Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
d. Menandatangani perjanjian dengan Direktorat Jenderal Pajak.
Menurut Novarina (2005) terdapat 17 Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi
(ASP) yang telah ditunjuk oleh DJP, namun baru 8 ASP yang sudah aktif melalui
websitenya masing-masing, yaitu :
a. http://www.tax-tel.com
b. http://pajakmandiri.com
34
c. http://mitrapajak.com
d. http://www.spt.co.id
e. http://www.pajakku.com
f. http://laporpajak.com
g. http://setorpajak.com
h. http://www.ic-rekayasa.co.id/espt/default.html
2. Electronic Filing Identification Number (e-FIN) adalah nomor identitas
yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar
kepada Wajib Pajak yang mengajukan permohonan untuk melaksanakan e-
Filing.
3. Digital Certificate (DC) adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang
memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukan status
subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Sertifikat ini digunakan untuk proteksi
data SPT dalam bentuk encryption (pengacakan) yaitu hanya bisa dibaca
oleh sistem tertentu (dalam hal ini sistem penerimaan SPT ASP dan DJP)
dan dengan nama serta NPWP tertentu pula. Sehingga terjamin
kerahasiaannya.
4. e-SPT adalah data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat
oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan
oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan tata cara dalam penggunaan (e-filing) :
a) Pengajuan permohonan untuk mendapatkan e-FIN (Electronic
Filing Identification Number) :
1) Wajib Pajak mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk
mendapatkan Electronic Filing Identification Number (e-FIN), dengan
35
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak terdaftar sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak, dengan melampirkan Fotocopy Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak
atau Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Namun jika Wajib Pajak
adalah Pengusaha Kena Pajak maka disertai dengan Surat
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
2) Permohonan sebagaimana dimaksud diatas disetujui apabila
alamat yang tercantum pada permohonan adalah sama dengan
alamat yang tercantum dalam masterfile (database) Wajib Pajak
di Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.
3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan harus memberikan
keputusan atas permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak untuk
memperoleh Electronic Filing Identification Number (e-FIN) paling lama
2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
4) Jika e-FIN hilang, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pencetakan ulang dengan syarat menunjukkan kartu NPWP atau Surat
Keterangan Terdaftar yang asli. Dan dalam hal Pengusaha Kena Pajak
harus menunjukkan Surat Pengusaha Kena Pajak yang asli.
b) Pendaftaran
1) Wajib Pajak yang sudah mendapatkan e-FIN dapat mendaftar
melalui ASP yang telah ditunjuk resmi oleh DJP
2) Setelah Wajib Pajak mendaftarkan diri, ASP akan memberikan :
a. User ID dan Password
b. Aplikasi e-SPT disertai dengan petunjuk penggunaan dan
informasi lainnya
c. Sertifikat (digital certificate) yang diperoleh dari DJP berdasarkan
36
e-FIN yang didaftarkan oleh Wajib Pajak pada ASP. Digital
Certificate ini akan berfungsi sebagai pengaman data Wajib Pajak
dalam setiap proses (e-filing)
c) Penyampaian e-SPT secara (e-filing)
1) Dengan menyampaikan aplikasi e-SPT yang telah di dapat maka
Surat Pemberitahuan (SPT) dapat diisi secara offline oleh Wajib Pajak
2) Setelah pengisian SPT lengkap maka Wajib Pajak dapat mengirimkan
secara online ke Direktorat Jenderal Pajak melalui ASP.
Kemudian Wajib Pajak berhak menerima tanda bukti elektronik yang diberikan
oleh DJP melalui Kantor Pelayanan Pajak meliputi nama, Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), tanggal transaksi, jam transaksi, Nomor Tanda Terima
Elektronik (NTTE), Nomor Transaksi Pengiriman ASP (NTPA), serta nama
Perusahaan Penyedia Aplikasi (ASP) yang tertera pada hasil cetakan SPT Induk
dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan.
2.4 Layanan Fiskus Terhadap Wajib Pajak
Pelayanan berkualitas yang diberikan kepada wajib pajak antara lain:
Pertama, prosedur administrasi pajak dibuat sederhana agar mudah dipahami
oleh semua wajib pajak, pendaftaran NPWP, adanya sistem informasi
perpajakan dan sistem administrasi perpajakan, sehingga sistem ini pelayanan
prima kepada wajib pajak menjadi semakin nyata. Kedua, petugas pajak atau
Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam skill, knowledge, dan experience
dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan perundang-undangan
perpajakan, pelayanan petugas bank tempat pembayaran wajib melayani dan
memberikan penjelasan terhadap wajib pajak dengan ramah agar wajib pajak
benar-benar paham sesuai yang diharapkan atau diinginkan. Ketiga, KPP
memberikan kemudahan dalam pembayaran yang dilakukan melalui e-Banking
37
yang bisa dilakukan dimana saja, Penyampaian SPT melalui drop box yang
dapat dilakukan dimana saja, tidak harus di KPP tempat wajib pajak terdaftar,
disediakan sistem pelaporan melalui e-SPT dan e-Filling. NPWP yang dapat
dilakukan secara online melalui e-Register dari website pajak. Keempat, KPP
memberikan perluasan Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), dengan perluasan ini
dapat meningkatkan pelayanan wajib pajak dengan menetapkan suatu
pelayanan yang terpadu untuk setiap KPP, sehingga dapat memberikan
pelayanan kepada wajib pajak tanpa harus mendatangi masing-masing seksi.
Seperti penelitian yang dilakukan Wiyono (2008) terhadap para wajib pajak yang
telah mencoba atau menggunakan e-filing di Indonesia menunjukkan hasil bahwa
persepsi kemudahan berpengaruh signifikan terhadap persepsi kegunaan
teknologi. Kemudahan pengguna akan mempengaruhi penggunaan sistem e-
filing. Jika pengguna menginteroretasikan bahwa sistem e-filing mudah
digunakan maka penggunaan sistem akan tercapai.
2.4.1 Kemauan Membayar Pajak
Konsep kemauan membayar pajak (willingness to pay tax) diartikan
suatu nilai yang rela dikontribusikan oleh seseorang (yang ditetapkan dengan
peraturan) digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Negara dengan
tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung (Vanessa dan
Hari;2009). Kemauan membayar pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada
wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, dan tarif pajak. (Devano dan
Rahayu 2006).
2.4.2 Kesadaran Membayar Pajak
kewajiban pajak akan meningkat bilamana dalam masyarakat muncul
persepsi positif terhadap pajak. Meningkatnya pengetahuan perpajakan
38
masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan
berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak.
Karakteristik wajib pajak yang dicerminkan oleh kondisi budaya, sosial, dan
ekonomi akan dominan membentuk perilaku wajib pajak yang tergambar dalam
tingkat kesadaran mereka dalam membayar pajak. Penyuluhan pajak yang
dilakukan secara intensif dan kontinyu akan dapat meningkatkan pemahaman
wajib pajak tentang kewajiban membayar pajak sebagai wujud kegotong royongan
nasional dalam menghimpun dana untuk kepentingan pembiayaan pemerintahan
dan pembangunan nasional (Suryadi,2006). Meskipun sistem pemungutan pajak
self assessment system sudah dijalankan. Namun dalam prakteknya sulit berjalan
sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan disalahgunakan. Hal ini dapat dilihat
dari banyaknya wajib pajak yang dengan sengaja tidak patuh, kesadaran wajib
pajak yang masih rendah atau kombinasi keduanya, sehingga membuat wajib
pajak enggan melaksanakan kewajiban membayar pajak. Rendahnya kepatuhan
dan kesadaran wajib pajak ini bisa terlihat dari sangat kecilnya jumlah mereka
yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan mereka yang
melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya. (Sadhani, 2004 dalam
Tarjo dan Indra Kusumawati, 2006).
2.4.3 Kualitas Layanan terhadap Wajib Pajak
Kualitas layanan adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan
kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang
dapat dipertangggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus.
Secara sederhana definisi kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Pelayanan
perpajakan dibentuk oleh dimensi kualitas sumber daya manusia (SDM),
39
ketentuan perpajakan dan sistem informasi perpajakan.
Standar kualitas pelayanan prima kepada masyarakat wajib pajak akan
terpenuhi bilamana SDM melakukan tugasnya secara profesional, disiplin, dan
transparan. Dalam kondisi wajib pajak merasa puas atas pelayanan yang
diberikan kepadanya, maka mereka akan cenderung akan melaksanakan
kewajiban membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila
ketentuan perpajakan dibuat sederhana, mudah dipahami oleh wajib pajak,
maka pelayanan perpajakan atas hak dan kewajiban mereka dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien. Dengan demikian sistem informasi perpajakan dan
kualitas SDM yang handal akan menghasilkan pelayanan perpajakan yang
semakin baik.
2.5 Mendongkrak Kepatuhan Penyampaian SPT
Oleh Budi, pegawai Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan RI*
Salah satu hajatan tahunan Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak)
adalah penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan, yang harus
disampaikan oleh wajib pajak orang pribadi paling lambat 31 Maret dan Badan
Usaha paling lambat 30 April. Sejak awal tahun, petugas pajak mulai disibukkan
dengan berbagai kegiatan untuk meningkatkan tingkat kepatuhan penyampaian
SPT. Kegiatan yang dilakukan antara lain himbauan agar wajib pajak segera
mengisi SPT sebelum jatuh tempo melalui berbagai media, kampanye
simpatik dan sosialisasi penyampaian SPT, penempatan drop box SPT di
perkantoran dan pusat-pusat perbelanjaan, sampai seremonial penyampaian
SPT oleh kepala negara dan para pejabat tinggi pemerintah.
Tahun ini, penyampaian SPT oleh Presiden Joko Widodo dilaksanakan
pada 19 Maret 2015 di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak. Sebelumnya,
Wakil Presiden Jusuf Kalla telah menyampaikan SPT pada akhir Februari lalu
40
di Makassar. Penyampaian kewajiban pajak oleh Presiden dan Wakil Presiden
tersebut diharapkan menjadi teladan kepatuhan kewajiban pajak di Indonesia.
2.5.1 Inovasi untuk Meningkatkan Kepatuhan
Tingkat kepatuhan SPT merupakan syarat utama bagi tercapainya target
penerimaan pajak. Terlebih, pada tahun 2015 Dirjen Pajak menanggung target
penerimaan pajak sebesar Rp1.489,3 triliun, meningkat Rp109,3 triliun dibanding
target penerimaan perpajakan dalam APBN 2015 sebesar Rp1.380 triliun.
Namun demikian, tingkat kepatuhan penyampaian SPT masih rendah. Dari 75
juta penduduk yang harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), baru
sekitar 20 juta yang terdaftar memiliki NPWP. Dari jumlah tersebut, baru 10 juta
saja yang melaporkan SPT. Hal ini berarti lebih dari setengah wajib pajak tidak
melaporkan SPT tahunan pajaknya.
Untuk itu, Dirjen Pajak melakukan berbagai cara antara lain dengan
menciptakan kemudahan cara dalam penyampaian SPT. Selain datang
langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, Wajib Pajak dapat
memasukkan dokumen SPT melalui drop box yang banyak ditempatkan di
berbagai perkantoran dan pusat perbelanjaan. Dengan semakin berkembangnya
penggunaan internet di Indonesia, Dirjen Pajak telah melakukan terobosan
untuk mempermudah penyampaian SPT melalui aplikasi e-SPT yang
dikembangkan sejak 2004. Menurut Pandiangan (2008:35), e-SPT adalah
penyampaian SPT dalam bentuk digital ke KPP secara elektronik atau dengan
menggunakan media komputer. Penerapan e-SPT ini sejalan dengan
semangat e-Government untuk pencapaian efisiensi kerja pemerintah dalam
waktu singkat, dan pembentukan mekanisme pemerintahan yang bersih dan
transparan. E-SPT merupakan salah satu bagian dari proses modernisasi
administrasi perpajakan agar Wajib Pajak memperoleh kemudahan dalam
41
memenuhi kewajibannya.
Pengembangan dari e-SPT adalah e-filing. Sejak dikembangkan pada
tahun 2014, pelapor SPT melalui e- filing mencapai 1,7 juta orang pada 2014
dan sebanyak 500 ribu pada awal Maret 2015. Dengan fitur kemudahannya,
dapat dipastikan pengguna e-filing akan melonjak sampai dengan 31 Maret
2015. Keuntungan dari penggunaan e-filing bagi Wajib Pajak antara lain
mengurangi antrian dan menghemat waktu. Bagi Dirjen Pajak, e-filing dapat
mengurangi kesalahan input data karena dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak,
mengurangi volume proses penerimaan SPT dan mengurangi berkas fisik dan
dokumen perpajakan. Inovasi baru yang dilakukan Dirjen Pajak pada 2015
adalah pengisian SPT melalui gawai (gadget) dengan mengunguh aplikasi
android e-filing dari Play Store. Aplikasi tersebut tersedia untuk pengisian dan
pelaporan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Sangat Sederhana
(Formulir 1770 SS), yang diperuntukkan untuk Wajib Pajak yang mempunyai
penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah
penghasilan bruto maksimal Rp60 juta setahun.
2.5.2 Edukasi dan Mempertegas Sanksi Terhadap Wajib pajak
Berbagai upaya yang telah dilakukan Dirjen Pajak untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk menyampaikan SPT perlu disosialisasikan dan
dilakukan upaya edukasi yang pasif kepada masyarakat. Edukasi yang
dilakukan bukan hanya menjelang akhir penyampaian SPT, namun perlu
dilakukan sepanjang tahun. Edukasi kepada masyarakat dapat dilakukan dari
bulan Januari sampai dengan Maret (untuk orang pribadi) dan April (untuk
Badan Usaha).
Selanjutnya, edukasi yang dilakukan dalam rangka peningkatan kesadaran
masyarakat untuk mengisi SPT dan edukasi bagaimana mengisi SPT dengan
42
benar. Selain itu, kebijakan Dirjen Pajak yang meniadakan sanksi administratif
bagi wajib pajak yang melakukan pembetulan SPT tahun pajak sebelumnya
perlu disosialisasikan agar Wajib Pajak dapat dengan sukarela membetulkan
SPT tahun sebelumnya apabila terdapat kesalahan. Selain penekanan bahwa
Wajib Pajak tidak akan dikenai sanksi administratif, pesan lain yang
disampaikan adalah sanksi yang tegas apabila pada waktu dilakukan
pemeriksaan ternyata ditemukan kasus kurang bayar.
Selain berbagai kegiatan edukasi SPT, Dirjen Pajak telah menghimbau
kepada para wajib pajak, bahwa keterlambatan penyampaian SPT dapat
menyebabkan Wajib Pajak terkena sanksi baik berupa denda sampai pidana.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi akan dikenakan sanksi administrasi sebesar
Rp100.000 dan untuk Wajib Pajak Badan dikenakan sanksi sebesar
Rp1.000.000. Berdasarkan pasal 13 A Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP), untuk Wajib Pajak yang baru pertama alpa atau
lalai menyampaikan SPT tidak dikenakan sanksi pidana. Namun, apabila
melakukan keterlambatan penyampaian SPT lebih dari sekali, Wajib Pajak bisa
dikenakan sanksi pidana dan denda. Hal ini merujuk Pasal 38 UU KUP,
apabila wajib pajak alpa atau lalai tidak menyampaikan SPT, atau
menyampaikan SPT tetapi dengan isi tidak benar, dan merupakan laporan
setelah kali pertama atau untuk kali kedua dan seterusnya, maka Wajib
Pajak akan dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit satu kali dan paling
banyak dua kali jumlah pajak terutang, atau pidana kurungan paling singkat
tiga bulan, dan paling lama satu tahun.
43
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan
fenomenologi untuk memahami fenomena secara komprehensif dan mendalam
dengan menekankan pada subjektifitas dan pengungkapan inti dari
pengalaman melalui penggabungan antara noema (obyektifitas) dan noesis
(subyektifitas) informan. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
wawancara dan observasi langsung terhadap informan wajib pajak orang
pribadi yang menggunakan sistem e-Filing. Sementara itu, pemilihan
Fenomenologi transdental Husserl yaitu karena menekankan pada subjektifitas
dan mengungkap inti dari pengalaman melalui penggabungan antara fakta dan
ideal (Kuswarno, 2009:40). Fenomenologi transdental Husserl sangat sesuai
dengan penelitian ini, karena penelitian ini berusaha memahami inti dari
pengalaman informan yang dimana melihat dari sisi wajib pajak dalam pengalaman
menggunakan Sistem Informasi e-Filing yang selama ini mereka hadapi dan
memenuhi relung-relung kealamiahan dari sebuah persepktif Fenomenologi.
Berbeda dengan pendekatan kuantitatif, penelitian kualitatif tidak
dimaksudkan untuk mencari pola atau hukum universal (universal law/) dalam
fenomena untuk tujuan generalisasi. Pemnelitian kualitatif dilakukan dengan
setting yang alami dengan tujuan mengungkap fenomena sebagaimana adanya.
Menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2005:5) :
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah untuk menafsirkan fenomena yang terjadi dengan menggunakan metode yang ada. Penelitian kualitatif mengutamakan latar ilmiah, metode alamiah, dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian ilmiah.
Dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif memili ki maksud untuk
43
44
memahami fenomena sosial dengan cara mendalami latar ilmiah yang ada .
Trasedental Phenomenologi yang diluncurkan oleh Edmund Huserl
dalam Kamayanti (2016:150) berfokus pada suatu studi kesadaran. Sebuah
buku hasil kompilasi kuliah-kuliahnya tahun 1910-1920, mengerucutkan diskusi
tentang fenomenologi pada konsep “Aku”/”I”. jika ada yang mengatakan bahwa
fenomenologi, karena berakar pada kesadaran, adalah studi psikologi, Huserl
menolak keras pendapat ini.
“Aku”, jelas Husserl (2006) adalah pusat dari seluruh lingkungan
(Umgebung) yang dengan penegasan keberadaan “Aku” membedakan satu
manusia dengan manusia yang lain karena pengalaman setiap “Aku” akan
membentuk persepsi, ingatan, ekspektasi, serta fantasi yang berbeda. Oleh
karena itu “Aku” disini bukan pengalaman, namun yang mengalami; “Aku”
bukan aksi namun yang melakukan. Seorang fenomenolog berkeinginan untuk
memahami apa yang dialami oleh “Aku” sehingga “Aku” melakukan
pemaknaan atas suatu hal tertentu. Mengupas “Aku” ini adalah tugas
fenomenolog, yang tentu akan sangat melelahkan. Oleh Karen itu, jika anda
memilih fenomenologi, tidak mungkin anda mengambil lebih dari 10 informan.
Bahkan 3 atau 4 informan sudah akan sangat melelahkan peneliti jila
fenomenologi benar-benar dilakukan.
Asumsi bahwa “Aku” dalam fenomenologi adalah pusat dari lingkungan
(the zero point) (Husserl, 2006 : 6), akhirnya mengarah pada bagaimana “Aku”
dalam tubuh”ku” (lived body) yang mengambil ruang dan tempat tertentu
mendapatkan pengalaman. Pengalaman ini membentuk intuisi “Aku”. Asumsi
inilah yang akan diturunkan ke metode penelitian yang menekankan pada
pemahaman akan pentingnya intensi (niat).
Adapun komponen konseptual dalam fenomenologi transendental Husserl
45
adalah sebagai berikut:
2. Kesengajaan (Intentionality)
Kesengajaan adalah sesuatu yang diawali dari kesadaran yang
menuntun manusia dalam berhubungan dengan objek tertentu, baik itu
berwujud, maupun tidak. Kesengajaan menurut Husserl dipengaruhi oleh
kesenangan (minat), penilaian awal, dan harapan pada objek. Contoh
konsep kesengajaan adalah Mr. X melakukan pendekatan pada Mrs. Y
karena Mr. X memiliki harapan untuk dapat menjadikan Mrs. Y sebagai
istrinya. Dalam penelitian ini, kesengajaan ditunjukkan dengan bagaimana
informan menjalani profesinya sebagai praktisi di bidang perpajakan
sehingga dapat memahami perilaku Wajib Pajak berdasarkan pendapat
mereka masing-masing. Proses menjalani profesi sebagai praktisi di bidang
perpajakan merupakan suatu kesengajaan (intentionality).
3. Noema dan Noesis
Kesengajaan dibentuk oleh dua konsep utama, yakni noema dan
noesis. Noema dan noesis memiliki prinsip yang berbeda. Noema adalah
sisi objektif dari fenomena yang dapat kita lihat, dengar, rasa, pikir, dan
cium, sedangkan noesis adalah sisi subjektif dari fenomena yang menjadi
bahan dasar pemikiran manusia dalam mempersepsi, mengingat, menilai,
merasa, dan berpikir. Meskipun pada prinsipnya noema dan noesis
berbeda, akan tetapi keduanya memiliki keterkaitan yang sangat tinggi.
Noesis tidak akan ada sebelum ada noema. Pengidentifikasian noesis
yang menjadi inti dari penelitian ini. Inti dari fenomena tidak ditekankan
pada ciri fisik yang melekat padanya, akan tetapi terletak pada esensi dari
fenomena tersebut. Dapat disimpulkan bahwa dalam proses pemahaman
esensi dari suatu fenomena, kita harus melihat noema dan noesis dari setiap
46
informan.
4. Intuisi
Menurut Descrates dalam Starthern (2001 : 26), intuisi diartikan sebagai
kemampuan manusia untuk membedakan yang murni dan yang
diperhatikan dari the light of reason alone (semata-mata alasannya). Intuisi
membimbing manusia memperoleh pengetahuan. Dengan intuisi, noema
dan noesis dapat terhubung, sehingga esensi dari suatu noema akan
tercermin dalam noesis. Dalam penelitian ini, yang dimaksud intuisi adalah
kemampuan peneliti dalam memahami setiap pernyataan yang diberikan
oleh informan tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas.
5. Intersubjektivitas
Fenomenologi transdental memperbolehkan adanya keterlibatan
intersubjektif dalam proses pembentukan makna. Intersubjektif dipengaruhi
oleh empati yang seseorang miliki pada orang lain. Hal ini wajar karena
manusia memiliki kecenderungan untuk membandingkan pengalamannya
dengan pengalaman orang lain. Intersubjektif muncul ketika terdapat
kesamaan pemahaman antara peneliti dan informan terhadap suatu
fenomena yang ditelaah.
3.2 Fokus Objek Penelitian dan Setting lokasi
Dalam upaya memeroleh keabsahan dan kedalaman data dan informasi
dari objek penelitian, maka setting lokasi penelitian sedapat mungkin dilakukan
pada area yang bersentuhan langsung dengan implementasi sistem informasi
perpajakan (e-Filing) yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Dengan demikian
lokasi yang representative adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Makassar yang beralamat di Jalan Urip Sumoharjo Km. 4 Gedung Keuangan
Negara 1 Makassar, yang berbatasan langsung dengan Kantor Dewan
47
Perwakilan Rakyat Makassar. Lokasi penelitian sangat mudah untuk dijangkau
dan dekat dengan tempat kerja peneliti, sehingga memberi kemudahan dalam
pemerolehan data.
Namun demikian fokus objek penelitian dan setting lokasi pada saat
penelitian dan penggalian informasi kepada informan, maka yang menjadi objek
penelitian hanya terfokus pada Wajib Pajak Orang Pribadi dan PPh Pasal 21,
dan lokasi pengambilan data dari informan tidak harus pada KPP Pratama
Makassar, tetapi bisa saja di tempat lain yang dirasakan nyaman oleh informan,
termasuk di rumah informan atau di tempat lain yang memungkinkan.
3.3 Unit Analisis dan Pemilihan Informan
Teknik pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive sampling.
Menurut Notoadmodja, (2010), purposive sampling Yakni salah satu teknik
sampling non random sampling dimana peneliti menentukan pengambilan
sampel berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat populasi
ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya. Teknik ini dipilih karena
memberikan kefleksibelan pada peneliti untuk mencari informan yang dianggap
kompeten dan mengetahui permasalahan secara mendalam. Adapun syarat
dalam menentukan sampel dari purposive sampling yaitu, petama, penentuan
karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan,
kedua, pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat, atau
karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi, dan ketiga, subjek
yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak
mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi. Menurut Sanders, 1982 dalam
Mulia (2013), dalam penelitian fenomenologi, banyak informan belum
tentu akan menghasilkan informasi yang berkualitas. Peneliti fenomenologis
harus sedapat mungkin mendalami informan yang sedikit untuk mendapatkan
48
informasi yang berkualitas. Informasi yang berkualitas idealnya dapat diperoleh
melalui tiga sampai dengan enam informan. Berdasarkan pendapat dari Sanders
tersebut, dalam penelitian ini saya melakukan wawancara terhadap beberapa
orang informan didasarkan pada kecukupan data atau inlormasi yang dibutuhkan
dalam penelitian ini. Peneliti mengambil informan diantaranya dari profesi
pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Wajib Pajak dan Konsultan Pajak. Jumlah
informan dalam penelitian ini ditetapkan dengan menggunakan teknik snow-ball,
yaitu salah satu metode dalam pengambilan sampel dari suatu populasi dengan
cara berantai. Neuman, (2003). yakni suatu metode penentuan informan yang
dilakukan bersamaan dengan penggalian data melalui wawancara mendalam
dari seseorang informan ke informan lainnya dan seterusnya sampai peneliti
tidak menemukan informasi lain lagi yang ditandai dengan adanya jawaban yang
berulang dari informan yang menandakan pertanyaan sudah berada pada titik
jenuh.
Karakteristik informasi didedikasikan pada pencapaian tujuan penelitian
yakni untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat bagi Wajib Pajak
dalam penggunaan Sistem Informasi (e-Filing) dengan pendekatan
Fenomenologi, dalam lingkup KPP Pratama Makassar, sehingga informan bisa
hanya satu atau dua orang saja atau bahkan lebih sebagaimana teknik snwo-ball
tadi. Informan terutama diharapkan bersumber dari user (pengguna) sistem
informasi baik dari sisi pelayan maupun pelanggan (Wajib Pajak).
3.4 Tahap-Tahap Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua tahap penelitian, yaitu :
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun
berdasarkan dimensi kebermanfaatan (usefulness) sistem informasi perpajakan
49
dengan permasalahan yang dihadapi oleh informan. Pedoman wawancara ini
berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam
wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukkan kepada yang
lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing penelitian untuk mendapat masukan
mengenai isi pedoman wawancarara. Setelah mendapat masukan dan koreksi
dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara
dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Tahap persiapan
selanjutnya adalah peneliti membuat pedoman observasi yang disusun
berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku informan selama wawancara dan
observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya
terhadap kepuasan informan dan pencatatan langsung yang dilakukan pada saat
peneliti melakukan observasi. Namun apabila tidak memungkinkan maka peneliti
sesegera mungkin mencatatnya setelah wawancara selesai.
Peneliti selanjutnya mencari informan yang sesuai dengan karakteristik
objek penelitian. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya
kepada informan tentang kesiapanya untuk diwawancarai. Setelah informan
bersedia untuk diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan informan
tersebut mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.
2. Tahap pelaksanaan penelitiaan
Peneliti membuat kesepakatan dengan informan mengenai waktu dan
tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang telah dibuat.
Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahakan hasil rekaman
berdasarkan wawancara dalam bentuk tertulis. Selanjutnya peneliti melakukan
analisis data dan interprestasi data sesuai dengan langkah-langkah yang
dijabarkan pada bagian metode analisis data. setelah itu, peneliti membuat
50
dinamika psikologis dan kesimpulan yang dilakukan, peneliti memberikan saran-
saran untuk penelitian selanjutnya.
3.5 Sumber Data
Sumber data adalah faktor penting yang menentukan keberhasilan
penelitian. Tanpa sumber, penelitian tidak akan berjalan, karena tidak memiliki
dasar yang jelas. Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2005:157),
sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan,
sumber data tertulis, foto, dan data statistik.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 2 sumber data, yaitu kata-kata
dan tindakan, dan sumber data tertulis. Kata-kata dan tindakan peneliti peroleh
dari proses wawancara dengan informan dan perolehan informasi dari
pembicara seminar yang diikuti oleh peneliti. Sumber data tertulis diperoleh
peneliti dari jurnal, buku, artikel, dan peraturan perundang- undangan.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 2 teknik pengumpulan data,
yakni teknik wawancara dan observasi, kedua teknik pengumpulan data ini
merupakan teknik yang paling cocok diterapkan dalam penelitian fenomenologi
ini. Kedua teknik pengumpulan data ini akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Wawancara
Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data
dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang informan, caranya adalah
dengan bercakap-cakap secara tatap muka.
Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara. Dalam proses wawancara dengan menggunakan
pedoman umum wawancara ini, interview dilengkapi pedoman wawancara yang
51
sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan
urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit.
Pedoman wawancara digunakan untuk memandu peneliti mengenai
aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list)
apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan
pedoman demikian peneliti harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut
akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan
pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung. Berikut 6 point
yang menjadi kunci utama pertanyaan yang diajukan kepada informan. Pertama,
apakah bapak / ibu sudah menggunakan sistem informasi e-Filing atau belum
dalam pelaporan SPT Tahunan? jika belum apa yang menyebabkan bapak / ibu
belum menggunakan e-Filing? Kedua, menurut bapak / ibu apa saja yang
menjadi kendala dalam penggunaan sistem informasi e-Filing? Ketiga,
bagaimana perilaku bapak / ibu ketika diperhadapkan dengan sistem informasi e-
Filing? Keempat, bagaimana menurut bapak / ibu terkait penggunaan sistem
informasi e-Filing? Kelima, apakah menurut bapak / ibu dengan hadirnya sistem
informasi e-Filing dapat memberikan dorongan kepatuhan dalam pelaporan SPT
Tahunan? Keenam, apa saran bapak kepada Ditjen Pajak terkait penggunaan
sistem informasi e-Filing?
Kerlinger (dalam Hasan 2000 : 23) menyebutkan 3 hal yang menjadi
kekuatan metode wawancara :
a. Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang
diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer
dengan memberikan penjelasan.
b. Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu.
52
c. Menjadi stu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah tidak
dapat dilakukan.
Menurut Yin (2003 : 12) disamping kekuatan, metode wawancara juga
memiliki kelemahan, yaitu :
a. Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang
penyusunanya kurang baik.
b. Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai.
c. Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang
akurat.
d. Ada kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin didengar
oleh interviewer.
2. Observasi
Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi.
Menurut Nawawi & Martini (1991 : 45) observasi adalah pengamatan dan
pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu
gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.
Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memahami proses
terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya.
Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap Kantor Pelayanan
Pajak, perilaku informan selama wawancara, interaksi informan dengan peneliti
dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan
terhadap hasil wawancara.
Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998 : 67) tujuan observasi adalah
mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung,
orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian di lihat dari
perpektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut. Salah satu
53
hal yang penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati
hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil
observasi menjadi data penting karena :
a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal
yang diteliti akan atau terjadi.
b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada
penemuan dari pada pembuktiaan dan mempertahankan pilihan untuk
mendekati masalah secara induktif.
c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian
sendiri kurang disadari.
d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang
karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara
terbuka dalam wawancara.
e. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif
terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan akan
menjadi bagian dari data yang pada giliranya dapat dimanfaatkan untuk
memahami fenomena yang diteliti.
3.7 Alat Bantu Pengumpulan Data
Menurut Poerwandari (1998 : 68) peneliti sangat berperan dalam seluruh
proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut,
mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan
hasil penelitian. Dalam mengumpulkan data-data peneliti membutuhkan alat
Bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini menggunakan alat bantu
pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan 3 alat, yaitu :
1. Pedoman wawancara
54
Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak
menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak \hanya
berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
2. Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan pengamatan
sesuai dengan tujuan penelitian. Pedoman observasi disusun berdasarkan
hasil observasi terhadap perilaku informan selama wawancara dan observasi
terhadap lingkungan atau setting lokasi wawancara, serta pengaruhnya
terhadap perilaku informan dan informasi yang muncul pada saat
berlangsungnya wawancara.
3. Alat Perekam
Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar peneliti
dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus berhenti
untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat
perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari informan untuk
mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.
3.8 Keabsahan dan Kehandalan Penelitian
Yin (2003 : 56) mengajukan empat kriteria keabsahan dan kehandalan
yang diperlukan dalam suatu penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut
adalah Sebagai berikut :
1. Keabsahan Konstruk (Construct validity)
Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa
yang berukur benar- benar merupakan variabel yang ingin diukur. Keabsahan ini
juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu
caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu tehnik pemeriksaan keabsahan
55
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan
pengecekan atau Sebagai pembanding terhadap data tersebut. Menurut Patton
(dalam Sulistiany 1999 : 45) ada 4 macam triangulasi Sebagai teknik
pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu:
a. Triangulasi data
Mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu
informan yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda.
b. Triangulasi Pengamat
Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan
data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi kasus bertindak Sebagai
pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil
pengumpulan data.
c. Triangulasi Teori
Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data
yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori
telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya
data tersebut.
d. Triangulasi metode
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode
wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat
wawancra dilakukan.
2. Keabsahan Internal (Internal validity)
Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa
jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.
56
Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat.
Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya
akan memengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Walaupun telah dilakukan uji
keabsahan internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang
berbeda.
3. Keabsahan Eksternal (Eksternal validity)
Keabsahan eksternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat
digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memiliki
sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, tetapi dapat dikatakan bahwa penelitian
kualitatif memiliki keabsahan eksternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus
tersebut memiliki konteks yang sama.
4. Kehandalan (Realibilitas)
Kehandalan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh
penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang
penelitian yang sama. Dalam penelitian ini, kehandalan mengacu pada
kemungkinan peneliti selanjutnya memeroleh hasil yang sama apabila penelitian
dilakukan sekali lagi dengan informan yang sama. Hal ini menunjukan bahwa
konsep kehandalan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain
penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data.
3.9 Teknik Analisis Data
Marshall dan Rossman dalam Kabalmay (2002 : 72) mengajukan teknik
analisa data kualitatif untuk proses analisis data yang dapat digunakan dalam
penelitian ini. Dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa metode
dan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan, diantaranya :
1. Mengorganisasikan Data
57
Peneliti mendapatkan data langsung dari informan melalui wawancara
mendalam (indepth interveiw), dimana data tersebut dicatat dan direkam dengan
tape recorder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkripnya dengan
mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara
verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang agar peneliti mengerti
benar data atau hasil yang telah didapatkan.
2. Pengelompokan berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban
Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data,
perhatiaan yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul di luar
apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara,
peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman
dalam melakukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali
membaca transkip wawancara dan melakukan coding, melakukan pemilihan data
yang relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan
penjelasan singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan
analisis yang telah dibuat.
Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti.
Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-
hal yang diungkapkan oleh informan. Data yang telah dikelompokkan tersebut
oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema
penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap pengalaman,
permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada subjek.
3. Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data
Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data
tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap
ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan
58
landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokkan
apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai.
4. Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data
Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud,
peneliti masuk ke dalam tahap penjelasan. Dan berdasarkan kesimpulan yang
telah didapat dari kaitanya tersebut, penulis merasa perlu mencari suatau
alternatif penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam
penelitian kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan yang lain. Dari hasil
analisis, ada kemungkinan terdapat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau
yang tidak terfikirkan sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan
alternatif lain melalui referensi atau teori-teori lain. Alternatif ini akan sangat
berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan dan saran.
5. Menulis Hasil Penelitian
Penulisan data informan yang telah berhasil dikumpulkan merupakan hal
yang sangat membantu peneliti untuk memeriksa kembali apakah kesimpulan
yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakai adalah
presentase data yang didapat yaitu, penulisan data-data hasil penelitian
berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan informan dan
significant other. Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari informan dan
significant other, dibaca berulang kali sehinggga penulis mengerti benar
permasalahannya, kemudian dianalisis, sehingga didapat gambaran mengenai
penghayatan pengalaman dari subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi secara
keseluruhan, dimana di dalamnya mencangkup keseluruhan kesimpulan dari
hasil penelitian.
59
BAB IV
KETERBATASAN DAN KURANGNYA PEMAHAMAN MERUBAH
PERILAKU WAJIB PAJAK ATAS PENGGUNAAN e-Filing
4.1 Pengantar
Awal tahun 2016, Pebruari-April siklus tahunan hajatan besar kota
Makassar yaitu warga Makassar yang telah ber NPWP wajib melaporkan surat
pemberitahuan (SPT) tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi selambat-
lambatnya tanggal 31 Maret dan Wajib Pajak Badan adalah 30 April. Di bulan
Maret fenomena tahunan kembali terjadi yaitu banyak Wajib Pajak yang
mengantri untuk melaporkan SPTnya, mereka berjubel mendatangi Kantor-
Kantor Pelayanan Pajak, dan saat itu pula Kantor Pajak sibuk dalam memberikan
pelayanan termasuk dalam mengatur antrian, menejemen penerimaan SPT dan
membuka meja-meja konsultasi, bahkan layanan penerimaan SPT pun dilakukan
melebihi jam kerja termasuk hari libur sabtu-minggu.
Fenomena tahunan 2016 sebenarnya telah diantisipasi dari tahun ke
tahun, berbagai layanan penerimaan SPT diterapkan sesuai ketentuan yang ada
seperti WP langsung ke KPP/KP2KP, atau ke tempat lain yang ditentukan yaitu
dengan diadakannya Drop Box, Pojok Pajak, dan Mobil Pajak Keliling, WP pun
sebenarnya bisa dengan melaporkan melalui pos atau dengan cara lain melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, selain itu dengan berkembangan
teknologi informasi, penyampaian SPT dapat melalui internet yang dikenal
dengan Sistem Informasi e-Filing baik melalui penyedia jasa aplikasi atau ASP
(Application Service Provider) dan juga menggunakan aplikasi pada situs DJP
(www.pajak.go.id) berupa aplikasi e-Filing (efiling.pajak.go.id). Khusus Wajib
Pajak Badan untuk tahun 2015, sudah wajib melaporkan dengan e-SPT.
59
60
Penyampaian SPT melalui internet dengan aplikasi e-Filing akan sangat
membantu Wajib Pajak, selain dapat melaporkan kapan saja (24 jam),
menghemat kertas dan tidak perlu ke Kantor Pajak (KPP dan KP2KP) atau
tempat lain yang ditunjuk (Drop box dll), dan yang pasti hemat waktu karena tidak
perlu mengantri. Saat ini e-Filing melalui website DJP masih terbatas pada
penerimaan SPT WP OP yang melaporkan dengan formulir 1770S (WP yang
mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja dan atau yang
dikenakan pajak penghasilan final/bersifat final), atau dengan formulir 1770SS
(WP yang memperoleh pengahasilan dari satu pemberi kerja dengan
penghasilan bruto tidak lebih dari Rp. 60.000.000,-).
Oleh karena itu, bab ini disuguhkan untuk menguraikan persepsi wajib
pajak terkait penggunaan Sistem Informasi e-Filing dalam pelaporan SPT
Tahunan di KPP Pratama Makassar, yang menurut Dirjen Pajak untuk
melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT) dengan Sistem
Informasi e-Filing itu mudah. Dalam bab ini Pendekatan fenomenologi
trasedental dibangun dengan makna dunia objektivitasnya (noema) berangkat
dari kegiatan intensional (noesis) kesadaran murni yang digunakan untuk
mengetahui apakah berdasarkan pengalaman wajib pajak dalam penggunaan
teknologi informasi itu dapat mempermudah dan mendorong minat perilaku wajib
pajak dalam penggunaan Sistem Informasi e-Filing untuk menyampaikan atau
melaporkan SPT Tahunan.
4.2 Menelisik Perilaku Wajib Pajak dalam menggunakan e-Filing
Seperti salah satu kenalan peneliti panggil saja nama akrabnya “Arif” dia
adalah salah satu karyawan swasta Bosowa Berlian Motor yang sudah tergolong
wajib pajak, hssssst… kebetulan satu naungan Bosowa dengan Peneliti “wah
kesempatan bagus” (dalam hatiku), awal perkenalan dengan Arif itu tepatnya di
61
ruang mesin ATM Bukopin yang terletak di lingkungan kantor Bosowa Berlian
Motor “yaaa maklum sama-sama karyawan Bosowa nabungnya di Bank
Bukopin”, kebetulan kami pada waktu itu ingin melakukan transaksi di mesin
ATM Bukopin.
Lanjut cerita, Arif ternyata adalah seorang wajib pajak, namun pada awal
perkenalan kami, peneliti tidak punya niat untuk melakukan penelitian dengan
wawancara langsung kepada Arif, tapi karena Arif adalah seorang wajib pajak
maka peneliti berinisiatif untuk malakukan wawancara. Penelitipun langsung
menawarkan kepada Arif untuk melakukan wawancara langsung terkait dengan
judul penelitian yang peneliti angkat.
Menurut informan (Arif), sebagai perilaku Wajib Pajak yang enggan
menyampaikan SPT Tahunan ada dimana-mana, tidak hanya di Makassar saja.
“Ya sebetulnya orang enggan menyampaikan SPT Tahunan itu ada dimana-mana, gak hanya di Makassar. Mereka masih menganggap penyampaian SPT dengan menggunakan Sistem Informasi e-Filing adalah hal tabu. Tapi kan kita aturan ada ya?” (Wawancara : Tanggal 01 September 2016).
Kemudian peneliti menanggapai statemen dari Arif bahwa benar atuaran itu
ada sebagaimana tahun ini pemerintah telah mewajibkan seluruh Aparatur Sipil
Negara, Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia
menyampaikan SPT Tahunan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi atau badan
melalui Sistem Informasi e-Filing. Aturan pemerintah ini hendaknya juga diikuti
oleh karyawan BUMN/BUMD dan juga seluruh tenaga kerja di berbagai sektor,
baik profit maupun non-profit.
Berdasarkan pernyataan awal (noema) informan Arif, bahwa
kecenderungan perilaku Wajib Pajak adalah enggan menyampaikan SPT
Tahunan dengan menggunakan Sistem Informasi e-Filing. Dijelaskan lebih lanjut
oleh Arif (noesis), maksud dari kata “enggan” adalah berusaha menyampaikan
SPT Tahunan dengan menggunakan Sistem Informasi e-Filing. Masalah ini
62
tentunya tidak hanya dirasakan oleh “saya” kata “Arif”, akan tetapi masih banyak
wajib pajak yang lain yang ada di kota Makassar merasakan hal serupa yaitu
wajib pajak menganggap e-Filing masih terlalu asing (tabu) bagi mereka,
sehingga wajib pajak masih enggan untuk menggunakan sistem informasi e-
Filing. Sebagai mana yang kita ketahui bahwa bagi wajib pajak terutama bagi
ASN, POLRI dan TNI sudah diwajibkan dalam penggunaan e-Filing. Jadi mau
tidak mau mereka harus menggunakan sistem tersebut.
Kemudian peneliti kembali bertanya lebih spesifik terkait dengan
permasalahan Wajib dalam penyampaian SPT Tahunan dengan menggunakan
Sistem Informasi e-Filing.
“Sama saja, saya juga masih kurang paham teknisnya bagaimana, karena selama ini saya belum pernah dapat sosialisasi secara langsung terkait penggunaan Sistem Informasi e-Filing, ya mungkin karena kami ini pegawai swasta jadi kami belum dapat sosialisasi secara merata. tapi saya mau tahu juga penggunaan e-Filing itu bagaimana? (kata Arif), karna selama ini saya hanya nebeng ke bendahara dalam penyampaian SPT Tahunan”. (Wawancara : Tanggal 01 September 2016).
Dari penjelasan lebih lanjut (noesis) oleh Arif, terlihat bahwa permasalahan
yang sering dihadapi oleh Wajib Pajak adalah kurang mengerti teknis
penggunaan Sistem Informasi e-Filing. Wajib Pajak mempunyai waktu yang
terbatas untuk memahami Sistem Informasi tersebut secara menyeluruh. Wajib
Pajak menginginkan sesuatu yang mudah bagi mereka. Menjelaskan peraturan
secara keseluruhan akan membuat Wajib Pajak bingung. Pegawai pajak harus
bisa menyadari hal tersebut. Oleh karena itu, Kemudian lanjut pertanyaan
kepada informan tentang harapan kepada pemerintah setempat atau kepada
Direktorat Jenderal Pajak? Terkait Penggunaaan Sisitem Informasi e-Filing
dalam penyampaian SPT Tahunan. seperti harapan dari informan (Arif) bahwa :
“Harapan saya adalah supaya pemerintah setempat menyediakan sarana dan prasarana dalam pemanfaatan Sitem Informasi e-Filing, sedangkan harapan saya kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yaitu melakukan sosialisasi secara merata baik kepada wajib pajak pribadi maupun badan terkait dengan Sitem Informasi e-Filing.” (Wawancara : Tanggal 01 September 2016).
63
Peneliti mencoba menegaskan (noesis) bahwa penjelasan peraturan
penyampaian SPT Tahunan dengan menggunakan e-filing tidak akan efektif
untuk dipahami oleh Wajib Pajak apabila tidak ada sosialisasi secara langsung,
kalaupun wajib pajak ada yang memahami tanpa ada sosialisasi itupun hanya
satu atau dua wajib pajak yang mengerti. Maka dari itu peneliti melihat bahwa
Direktorat Jenderal Pajak memang sudah melakukan sosialisasi dalam
penyampaian SPT Tahunan dengan menggunakan Sistem Informasi e-Filing
namun tidak secara keseluruhan atau merata.
Lanjut pertanyaan, Kalaupun pak Arif sudah memahami penggunaan
Sistem Informasi e-Filing kemudian “apakah pak Arif (Informan) mau
memanfaatkan Sistem Informasi e-Filing dengan sendiri dalam penyampaian
SPT Tahunan, Tanpa harus datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
lagi untuk menyampaikan SPT Tahunan?” Arif secara spontan menjawab :
“Belum tentu seh.. karena bisa saja kan? kita mendapatkan masalah dalam pneggunaan e-Filing secara online jadi yaaa mau tidak mau kalau dapat masalah ya harus ke KPP lagi untuk melaporkan atau menyampaikan SPT Tahunan secara langsung. Karena waktu istrahat terbatas pak Arif langsung mengakhiri wawancara tersebut “maaf pak adil saya harus kembali ke kantor dulu karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan, nanti di lain waktu bisa ngobrol-ngobrol lagi kok” penelitipun mempersilahakan pak Arif dengan ucapan terima kasih banyak serta budaya salam jabat tangan tidak terlupakan”. (Wawancara : Tanggal 01 September 2016).
Dari hasil wawancara terakhir dari informan (Arif), (noema) “belum tentu
seh.. karena bisa saja kan? kita mendapatkan masalah dalam pneggunaan e-
Filing secara online jadi ya, mau tidak mau, kalau dapat masalah ya harus ke
KPP lagi untuk melaporkan atau menyampaikan SPT Tahunan secara langsung”.
Dari jawaban Informan (noesis) bahwa informan belum sepenuhnya percaya diri
dengan menggunakan sistem informasi e-Filing secara mandiri. Kemampuan
Informan yang terbatas dalam penggunaan e-Filing memberikan responsif
terhadap perilaku Informan sendiri dalam penggunaan e-Filing. Informan tidak
64
berani mengambil sebuah resiko ketika terjadi kesalahan dalam penggunaan
sistem informasi e-Filing. Sehingga informan lebih memilih datang langsung ke
KPP untuk melaporkan SPT Tahunannya. (Notoatmodjo, 2010).
4.2.1 Kurangnya Pemahaman : Enggan Menggunakan e-Filing
Di zaman modern yang serba elektronik digital sekarang ini tidak menutup
kemungkinan bahwa semua orang akan mengikuti perkembangan zaman
tersebut dan semua akan tahu dalam penggunaan teknologi. Masyarakat kota
Makassar, khususnya para wajib pajak maupun badan masih banyak yang awam
atau tidak tahu dalam penggunaan teknologi terkhusus penggunaan sistem
informasi e-Filing. hal tersebut disebabkan tidak dilakukannya sosialisasi secara
merata sehingga wajib pajak bermasabodoh dalam hal sistem infornasi e-Filing,
karena dalam penyampaian SPT tahunan secara e-Filing mereka selalu
mengharapkan dan menitipkan SPT ke pada bendahara perusahaan untuk
pelaporan SPT Tahunannya, tanpa disadari kebiasaan buruk ini akan berdampak
pada dirinya sendiri dengan ketidaktahuan dalam penggunaan sIstem informasi -
e-Filing. Dari kebiasaan buruk tersebut dapat menyebabkan ketidaktahuan
penggunaan sistem informasi e-Filing secara terus menerus.
Ketidaktahuan wajib pajak dalam penggunaan e-Filing merupakan hal yang
lumrah, mengapa tidak? Dari regulasi pajak yang ada di Indonesia atau di
Negara manapun dalam hal penyampaian atau pelaporan SPT Tahunan itu
dilakukan hanya satu kali dalam setahun. Itu artinya penggunaan atau
pengaplikasian e-Filing juga hanya sekali dalam satu tahun, jadi tidak menutup
kemungkinan bahwa wajib pajak akan terus mengingat tata cara penggunaan e-
Filing dalam pelaporan SPT Tahunan walaupun pada waktu pertama kalinya
wajib pajak pernah tahu tata cara penggunaan e-Filing. Tanpa menentukan
range umur atau usia informan, rata-rata umur wajib pajak pribadi yang dijadikan
65
sebagai informan dalam penelitian ini adalah 40 tahun ke atas, dengan usia
tersebut tentunya daya ingat sesorang tidak lagi sama dengan anak yang
belasan tahun yang mudah mengingat sesuatu. Hal ini yang banyak dirasakan
oleh wajib pajak yaitu mudah lupa dalam penggunaan e-Filing yang dimana
hanya dilakukan atau diaplikasikan sekali setahun, yang mengharuskan mereka
harus belajar lagi tiap kali ingin menggunakan atau mengaplikasikan e-Filing.
Hal tersebut dirasakan oleh salah satu Guru SMAN 3 Makassar yaitu
bapak Zainal Arifin :
Maaf, untuk masalah penggunaan Sistem Informasi e-Filing memang saya masih kurang paham dan jadinya saya enggan menggunakam e-Filing namun, saya tetap patuh dalam penyampaian SPT Tahunan. Awalnya saya pernah belajar menggunakan e-Filing yang dibantu oleh seorang pegawai pajak, disamping belum memahami penggunaan e-Filing dengan benar kemudian karena faktor umur, jadi saya kurang nangkap apa yang diajarkan terkait penggunaan e-Filing. Sehingga untuk tahun selanjutnya saya tidak ingat lagi langkah-langkah penggunaan e-Filing, karena kita gunakan e-Filing hanya setahun sekali yaitu pada saat pelaporan SPT Tahunan saja, jadi memang mudah untuk kita lupa. (wawancara : 04 Oktober 2016).
Pengakuan yang ditegaskan oleh Zainal di atas merupakan sebagian kecil
dari fenomena yang terjadi pada lingkungan wajib pajak, kalau merujuk pada
kendala yang dirasakan oleh informan Zainal, (noema) bahwa dari
ketidakpahaman informan terkait penggunaan e-Filing, bukan berarti informan
tidak patuh dalam pelaporan atau penyampaian SPT Tahunan. Di sini dapat
dilihat bahwa informan sebenarnya tidak lalai dalam memenuhi kewajibannya
sebagai wajib pajak. Namun seringkali wajib pajak larut dalam ketidakpahaman
dan kerumitan, sehingga wajib pajak enggan menggunakan e-Filing itu sendiri.
Informan menyadari bahwa untuk penggunaan e-Filing setahun satu kali akan
lebih mudah untuk dilupa. menurut informan, disamping belum memahami
penggunaan e-Filing dengan benar kemudian karena faktor usia yang tidak muda
lagi dan tidak adanya kebiasaan untuk selalu mengingat dan mengulang-ulang
66
kembali penggunaan e-Filing dalam kurun waktu satu tahun, sehingga untuk
tahun berikutnya dalam penggunaan e-Filing informan lupa lagi.
Masalah ketidakpahaman dalam penggunaan e-Filing dan dalam
melaporkan SPT Tahunan yang dirasakan oleh informan Zainal. Dari sudut
pandang (neosis) informan lebih dipicu oleh ketidakbiasaan dalam menggunakan
e-Filing. sehingga informan mudah lupa ketika di tahun berikutnya barulah
informan mencoba kembali untuk menggunanakan e-Filing dalam pelaporan SPT
Tahunan. namun, karena rumitnya mekanisme pelaporan SPT berbasis e-Filing
bagi sebagai wajib pajak, yang tidak dibarengi dengan membiasakan diri untuk
seseringkali mungkin mengulang kembali penggunaan e-Filing. Dengan demikian
ketidakpahaman wajib pajak, bahkan bisa dikatakan ketidak-mau-tahuan (cuek),
dan adanya pelayanan ekstra yang diberikan oleh aparat KPP terutama di masa-
masa injury time pelaporan pajak dengan alasan sibuk dengan pekerjaan kantor.
Kesemuanya menjadi fenomena tersendiri dalam pemanfaatan e-Filing sebagai
sarana yang seharusnya memudahkan wajib pajak dalam melaporkan SPT
Tahunannya, bukan malah menjadi aplikasi yang tak bermakna dan malah
menyusahkan diri sendiri. Hal ini yang harus menjadi perhatian pengguna dan
aparat perpajakan khususnya Ditjen Pajak dalam mengantisipasi masalah ini
untuk periode-periode berikutnya, agar tercipta keselarasan antara ekspektasi
dan tujuan dari keberadaan sistem aplikasi pajak online ini.
4.2.2 Acuh Tak Acuh Karena Kesibukkan
Penyampaian SPT Tahunan PPh pada saat-saat yang mepet menimbulkan
kesulitan tersendiri. Memang sudah terbukti masyarakat Indonesia kebanyakan
suka yang menunda-nunda waktu atau budaya kita senangnya yang mepet-
mepet. Contoh, dalam melakukan pembayaran biasanya baru dilakukan pada
saat terakhir jatuh tempo. Seperti bayar rekening listrik, rekening telepon, tagihan
67
kartu kredit dan sebagainya. Demikian juga terkait dengan pemenuhan
kewajiban perpajakan berupa penyampaian atau pelaporan Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan yang jauh jauh hari sudah dihimbau sejak awal tahun baru dan
sampai batas akhir 31 Maret. Ternyata masih mendapati antrian yang panjang,
disaat berada di hampir penghujung batas akhir penyampaian SPT. (Wagimin,
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak : 2016).
Adanya tradisi Wajib Pajak dalam penyampaian SPT pada batas akhir
penyampaian SPT Tahunan, hal ini belum dipelajari dengan baik oleh KPP
Pratama Makassar, akibatnya pada saat batas akhir penyampaian SPT terjadi
antrian panjang dan petugas kewalahan menanganinya sehingga pelayanan
menjadi lama dan kurang menyenangkan, (Wagimin, Pegawai Direktorat
Jenderal Pajak : 2016). Perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya dan melaporkan SPT Tahunannya tepat waktu ditentukan oleh
banyak faktor diantaranya, faktor kesadaran dari wajib pajak sebagai warga
Negara yang baik dengan melakukan selft assessment dengan benar, faktor
informasi mengenai segala resiko bila melakukan selft assessment tidak benar,
faktor kasus-kasus pajak di media dan faktor lainnya. Kepatuhan melaporkan
SPT Tahunan adalah terkait dengan bagaimana melaporkan semua informasi
yang diperlukan tepat pada waktunya, mengisi secara benar jumlah pajak
terutang, memmbayar dan melaporkan pajak pada waktunya.
Khusus untuk pegawai Kementerian Keuangan, diharapkan dapat
memberikan teladan bagi masyarakat dengan menyampaikan SPT Tahunan
lebih awal lagi. Karena berbagai alasan, sering baru menyadari kewajiban untuk
menyampaikan SPT Tahunan pada Hari -1 atau tepat pada hari terakhir batas
waktu penyampaian. Seperti yang dialami oleh teman saya pada tahun yang lalu
tepatnya tahun 2015, Dia bekerja di salah satu perusahaan swasta di Makassar.
68
Karena terdapat hal-hal yang kurang jelas dia datang langsung ke KPP dan
bertanya beberapa hal. Waktunya sudah sangat mepet, karena dia datang
tanggal 30 Maret 2016 yang jatuh pada hari Rabu. Berarti dia baru dapat
menyampaikan SPT Tahunannyanya besok, hari Kamis tanggal 31 Maret 2016
yang juga merupakan batas akhir penyampaian SPT Tahunan 2015. Agar dapat
menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu, maka dia harus menyampaikannya
secara langsung ke KPP yang jaraknya lumayan jauh atau ke kantor pos tertentu
yang buka pada hari Kamis.
Berbagai kegiatan atau aktifitas yang menjadi rutinitas tiap hari adalah
salah satu kebiasaan yang sudah mendarahdaging bagi pekerja kantoran,
kesibukkan pun tak terhindarkan dari pekerjaan-pekerjaan yang harus
diselesaikan. Terkadang di hari yang sibuk, 24 jam sehari rasanya tidak cukup
untuk menyelesaikan semua pekerjaan, baik pekerjaan di kantor atau pekerjaan
di rumah. Belum terselesaikan pekerjaan hari ini, ternyata esok hari telah datang
dan pekerjaan baru sudah datang. Tanpa disadari satu tahun terlewati dengan
penuh kesibukkan pelaporan pajakpun sudah tiba di penghujung bulan maret,
namun karena faktor kesibukkan biasanya pelaporan SPT Tahunan dilaporkan
pada akhir-akhir bulan maret bahkan kadang wajib pajak terlambat dalam
pelaporan SPT Tahunan.
Lanjut informan bapak Zainal Arifin mengatakan bahwa :
“Jadi selain kurangnya pemahaman penggunaan e-Filing saya juga sangat sibuk dengan pekerjaan sehingga dalam penyampaian SPT Tahunan Di awal-awal bulan itu biasa terlupakan, hingga pada akhirnya, biasa saya melaporkan SPT Tahunan itu di akhir-akhir Bulan Maret dengan datang langsung ke KPP, memang kesibukkan saya ini yang membuat saya terlena dengan waktu, bukan hanya pada menyampaian SPT Tahunan saja yang sering terlambat tapi seperti bayar air, listrik dll. Yang menjadi kewajiban juga sering terlambat, tapi kalau air dan listrik biasanya anak atau istri yang urus semuanya”. (wawancara : 04 Oktober 2016).
Dari sudut pandang (noema) bahwa dari kurangnya pemahaman dari
informan terkait penggunaan e-Filing yang ditambah lagi dengan kesibukan wajib
69
pajak sehingga terlena, malas dan gagal fokus kembali pada e-Filing
menyebabkan waktu pelaporan SPT Tahunan menjadi tertunda bahkan
terlambat. Seperti yang diungkapkan oleh informan bahwa hal ini yang menjadi
boomerang bagi dirinya karena pada akhirnya akan berdampak pada pengenaan
sanksi dan denda administrasi jika informan terlambat dalam pelaporan SPT
Tahunan. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian bagi Direktorat Jenderal
(Ditjen) Pajak dan menjadi pertimbangan agar semua wajib pajak dapat
menggunakan e-Filing sendiri dengan mudah dan simple.
Memaknai kalimat dari informan “terlena dengan waktu” di sini (noesis)
menjelaskan yaitu tumpang tindihnya waktu pelaporan SPT dengan berbagai
kegiatan lain yang menyita waktu wajib pajak, sehingga wajib pajak terpaksa
menggunakan pola manual dengan meminta tolong kepada petugas pajak atau
mungkin tetap menyelesaikan pelaporan pajaknya dengan memanfaatkan e-
Filing tetapi dalam kondisi sudah terlambat.
4.2.3 Rendahnya Minat Wajib Pajak Dalam Penggunaaan e-Filing
Pemanfaatan e-Filing seharusnya menghadirkan sejumlah kemudahan dan
keuntungan, disamping relatif simple juga murah karena tersusun dalam
rangkaian sistem informasi yang berbasis online yang feature-nya cukup jelas
dan detail dari sisi panduan dan formulir-formulir yang terstruktur juga berdampak
pada efisiensi penggunaan kertas (paperless), sehingga sejatinya e-Filing ini
memberikan kemanjaan yang ekstra fasilitas bagi penggunanya. Meski demikian
“bagai api jauh dari panggang”, kemudahan dan keunggulan sistem e-Filing ini
justru tidak disadari dan tidak diminati dengan baik oleh sebagian wajib pajak
dengan berbagai alasan sebagaimana dikemukakan dalam poin sebelumnya.
Rendahnya minat wajib pajak dalam memanfaatkan e-Filing dibuktikan
dengan data KPP Pratama Makassar 2016, yang menunjukkan bahwa minat
70
perilaku wajib pajak masih rendah. Sebaliknya wajib pajak yang melaporkan SPT
Tahunan dengan datang langsung ke KPP Pratama Makassar masih cukup
tinggi pada kisaran 47%. Angka ini menjadi tidak proporsional mengingat
intensitas penggunaan internet yang cukup tinggi oleh masyarakat Indonesia
yang sebagian besarnya adalah wajib pajak. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya
angka pengguna internet di Indonesia yakni mencapai angka 82 juta orang
(Kominfo, 2014). Seharusnya media pelaporan SPT Tahunan oleh wajib pajak
secara online tinggi, seiring dengan tingginya pengguna internet di Indonesia.
Namun kenyataannya sistem online ini hanya didominasi oleh user pada wilayah
media sosial semata seperti facebook, twitter, dan search engine google lainnya.
Berdasarkan fenomena dan kenyataan di lapangan menyebutkan e-Filing
ini belum mampu memberikan pengaruh yang positif terhadap tingkat kepatuhan
wajib pajak dalam pelaporan SPT Tahunan secara nasional (Pegawai pajak
“Irfan” : 2016). Jumlah SPT e-Filing yang diterima Ditjen Pajak hingga saat ini
ditengarai berasal dari wajib pajak yang memang sudah patuh menyampaikan
SPT Tahunan dan bukan berasal dari wajib pajak baru atau wajib pajak yang
belum patuh yang kemudian dengan adanya e-Filing menjadi patuh secara
formal. Lanjut pernyataan informan bapak Zainal mengatakan bahwa :
“Terkait e-Filing memang belum ada sosialisasi secara marata, yang
diutamakan hanya para wajib pajak badan, kalau sudah ada petunjuk dari DJP kami para wajib pajak pribadi pasti akan langsung menerima. Jadi DJP harus lebih intens secara personal approach untuk melakukan sosialisasi, karena tanpa ada legal action secara personal approach maka saya rasa tidak akan efektif. jangan menganggap semua wajib pajak itu sudah mengerti dengan sosialisasi e-Filing yang ada di media visual seperti tv, radio atau yang lain”. (Wawancara : Tanggal 04 Oktober 2016).
Dalam pernyataan informan Zainal (noema) bahwa belum adanya
sosialisasi secara keseluruhan atau merata kepada wajib pajak pribadi oleh
Ditjen Pajak terkait penggunaa e-Filing. Sehingga hal tersebut dapat
menyebabkan rendahnya minat wajib pajak dalam penggunaan e-Filing. Seperti
71
apa yang dirasakan oleh informan memang seharusnya Ditjen Pajak tidak boleh
memilih-milih wajib pajak ketika melakukan sosialisasi karena wajib pajak baik
pribadi maupun badan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam
penggunaan sistem informasi e-Filing dalam melaporkan SPT Tahunan inilah
yang menjadi salah satu penyebab rendahnya minat wajib pajak dalam
penggunaan e-Filing..
Ditjen Pajak harus lebih intens dalam melakukan sosialisasi secara
personal approach atau pendekatan pribadi secara legal action kepada wajib
pajak yang sama sekali belum mengetahui penggunaan sistem informasi e-Filing.
Yang dimaksud personal approach oleh informan di sini adalah pendekatan
secara pribadi ketika melakukan sosialisasi, jadi petugas dari pajak harus
melakukan metode private kepada wajib pajak yang belum tahu sama sekali
dalam penggunaan sistem informasi e-Filing selama sosialisasi berlangsung.
Karena tanpa ada sosialisasi atau imabauan dari DJP sendiri maka wajib pajak
dalam hal ini tidak terdorong untuk menggunakan e-Filing, atau akan
berpengaruh terhadap rendahnya minat wajib pajak dalam penggunaan e-Filing.
Jadi tidak hanya melakukan sosialisasi dengan hanya menyampaikan
bahwa keharusan dalam penggunaan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan,
tapi bagaimana bersosialisasi dengan wajib pajak yaitu dengan mengajarkan
secara praktisi langkah-langkah penggunaan e-Filing dalam pengisian formulir
SPT Tahunan secara elektronik dengan begitu wajib pajak pasti akan lebih
terdorong dan mau menggunakan e-Filing. pihak Ditjen Pajak jangan
menganggap bahwa sosialisasi yang dilakukan melalui media visual seperti, tv,
radio, koran atau yang lain itu dapat diterima atau dipahami oleh wajib pajak
secara langsung karena kemampuan seseorang dalam hal penggunaan
teknologi informasi itu berbeda-beda bahkan ada orang yang tidak tahu sama
72
sekali dalam penggunaan teknologi informasi atau biasa diistilahkan (GapTek)
atau Gagap Teknologi.
Dari pernyataan informan (noesis) bahwa pendekatan secara personal
approach dalam sosialisasi e-Filing itu lebih efektif, Karena untuk mengukur
kemampuan seseorang dalam penggunaan teknologi informasi memang
seharusnya ada pendekatan secara pribadi (personal approach) yang dilakukan
oleh pihak Ditjen Pajak, sehingga wajib pajak manapun kalau merasakan
pendekatan seperti ini oleh pihak DJP maka secara tidak langsung hubungan
emosional anatara wajib pajak, e-Filing, dan petugas sosialisasi akan tercipta,
dengan begitu wajib pajak yang tadinya enggan menggunakan e-Filing, pada
akhirnya wajib pajak cenderung menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT
Tahunan.
Di zaman modern yang serba elektronik digital sekarang ini tidak menutup
kemungkinan bahwa semua orang akan mengikuti perkembangan zaman
tersebut dan semua akan tahu dalam penggunaan teknologi. Masyarakat kota
Makassar khususnya para wajib pajak maupun badan masih banyak yang awam
atau tidak tahu dalam penggunaan teknologi terkhusus penggunaan sistem
informasi e-Filing. hal tersebut disebabkan tidak dilakukannya sosialisasi secara
merata sehingga wajib pajak bermasabodoh dalam hal sistem infornasi e-Filing,
karena dalam penyampaian SPT tahunan secara e-Filing mereka selalu
mengharapkan dan menitipkan SPT ke pada bendahara perusahaan untuk
pelaporan SPT Tahunannya, tanpa disadari kebiasaan buruk ini akan berdampak
pada dirinya sendiri dengan ketidaktahuan dalam penggunaan sIstem informasi -
e-Filing. Dari kebiasaan buruk tersebut dapat menyebabkan pengaruh rendahnya
minat wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing.
73
Dari sudut pandang Direktorat Jenderal Pajak (DJP), penerapan e-Filing
dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pelaporan SPT
Tahunannya, tinggal bagaimana peran DJP untuk meningkatkan kemauan atau
minat wajib pajak dalam penggunaan e-Filing. Kepatuhan dalam hal ini adalah
kepatuhan menyampaikan atau melaporkan SPT Tahunan dengan
menggunakan sisitem informasi e-Filing. Salah satu cara diantaranya adalah
dengan meningkatkan sosialisasi secara terus menerus. Selain itu, wajib pajak
juga harus mempunyai kemauan sendiri untuk memanfaatkan e-Filing secara
maksimal. Dengan demikian terdapat konsistensi bahkan akselerasi informasi
dari DJP kepada wajib pajak yang dilakukan secara terus menerus yang akan
memicu terjadinya loncatan minat dan kepatuhan wajib pajak dalam merengkuh
mudahnya memanfaatkan e-Filing. Demikian sebaliknya bila DJP tidak serius
melakukan sosialisasi dan himbauan apalagi bila diperparah dengan kemalasan
wajib pajak untuk menggunakan e-Filing, maka akan semakin menurunkan
eksistesnsi e-Filing dari sisi keberadaan „minat‟ para penggunanya (wajib pajak).
Menurut Crow dan Crow (1976) bahwa seharusnya minat dapat membantu
seseorang untuk memutuskan apakah ia akan melaksanakan aktivitas yang ini
atau aktivitas yang lain dan juga dapat dipahami bahwa minat menunjukkan
kekuatan motif yang menyebabkan seseorang memberikan perhatian kepada
orang, benda atau aktifitas tertentu.
4.2.4 Rasa Takut Yang Menghantui Penggunaan e-Filing
Internet adalah jendela dunia, tak terjangkau oleh batasan apapun. Kita
bisa membuka wawasan lebih terbuka dengan mencari seluas-luasanya
informasi dari berbagai belahan dunia. Pemerintah patut memikirkan hal ini
karena memang jika berkaca pada dunia luar, akses internet yang disediakan
sudah sangat memadai sehingga pantas jika masyarakat dengan berbagai
74
macam kalangan bisa memanfaatkan akses tersebut untuk keperluan yang lain.
Seperti wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing dalam pelaporan
SPT Tahunan. soal pengguna (wajib pajak), bukan masalah mereka bisa atau
tidak menggunakan eFiling. karena yang menjadi kendala adalah akses jaringan
internet ada atau tidak dan apakah cukup memadai bagi keperluan semua wajib
pajak dalam pelaporan SPT Tahunan dengan e-Filing. Masalah bisa
mengoperasikan e-Filing sebenarnya hanya butuh waktu saja. Seperti
pernyataan dari Informan bapak Zainal mengatakan bahwa :
“Kami sebagai wajib pajak diharuskan menggunakan sistem informasi e-Filing, tanpa ada dukungan jaringan internet yang memadai. seperti yang saya rasakan. ketika saya mengakses sistem informasi e-Filing, biasanya saya mengalami gangguan jaringan di tengah-tengah pengisian formulir SPT, bahkan sering pula terjadi jaringan error. Daripada terjadi kesalahan dalam pengisisan formulir SPT Tahunan maka saya lebih memilih ke KPP untuk melaporkan SPT tahunan dengan bantuan petugas pajak, itupun di KPP saya biasanya menunggu cukup lama karena disebabkan jaringan internet yang kurang kencang, dengan alasan banyaknya wajib pajak secara serentak menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan”. (Wawancara : Tanggal 04 Oktober 2016).
Dari pernyataan Informan (noema) bahwa sulitnya mengakses sistem
informasi e-Filing, karena disebabkan jaringan internet yang tersedia tidak
memadai, Informan katakan pula bahwa mereka lebih memilih ke KPP untuk
melaporkan SPT Tahunan ketimbang menggunakan e-Filing secara mandiri. Dari
kendala yang dialami oleh informan kali ini, menunjukkan bahwa, kendala utama
dalam penggunaan sistem informasi e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan,
adalah tidak tersedianya jaringan internet yang memadai. Sehingga hal tersebut
dapat pula menjadi salah satu pemicu rendahnya minat wajib pajak dalam
penggunaan sistem informasi e-Filing Seperti pernyataan informan pada sub bab
sebelumnya.
Lanjut, (noesis) bahwa tidak tersedianya jaringan internet yang memadai
dalam penggunaan sistem informasi e-Filing, merupakan kendala utama yang
perlu diperhatikan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Jaringan internet yang tidak
75
memadai, maksudnya adalah bandwidth atau kecepatan jaringan yang ada
kurang maksimal. Jadi ketika sebagian besar para user atau pengguna (wajib
pajak) secara serentak mengakses jaringan server sistem informasi e-Filing,
maka secara otomatis jaringan internet mengalami gangguan, bahkan terjadi
error disaat menginput formulir elektronik dalam pelaporan SPT Tahunan secara
online. Inilah kendala yang menjadi kegelisahan atau ketakutan sehingga wajib
pajak merasa waswas menggunakan sistem informasi e-Filing secara mandiri.
Kondisi tersebut membuat wajib pajak khawatir apakah mereka sudah
melakukan dengan benar dalam pengisian formulir atau justru tidak dan malah
tejadi selisih bayar. Hal ini yang menggiring wajib pajak masih datang langsung
ke KPP untuk melakukan pelaporan SPT Tahunan. Wajib pajak berpendapat
bahwa mereka lebih memilih untuk datang langsung ke KPP karena wajib pajak
takut terkendala dengan jaringan internet yang sering terjadi error sehingga
mengalami kegagalan disaat pengisian formulir SPT online. Hal tersebut menjadi
perhatian bagi DJP dan Pemerintah agar penggunaan e-Filing secara mandiri
dapat dilakukan oleh wajib pajak secara merata.
Keempat perilaku wajib pajak orang pribadi dalam penelitian ini dapat
dilihat pada table berikut :
PERILAKU NOEMA NOESIS PENYEBAB
- Enggan
- wajib pajak larut dalam ketidakpahaman dan kerumitan
- informan lebih dipicu oleh ketidakbiasaan dalam menggunakan e-Filing. sehingga informan mudah lupa ketika di tahun berikutnya barulah informan mencoba kembali untuk menggunanakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan.
- Faktor Usia
76
Tabel 1 : Perilaku wajib pajak orang pribadi, olah data (2017)
4.3 Pola Pikir Wajib Pajak Jadi Tantangan Sukseskan e-Filing
Sampai sekarang kesadaran wajib pajak untuk menggunakan e-Filing
masih belum mencapai tingkat sebagaimana yang diharapkan. Umumnya wajib
pajak kurang respon dan kurang percaya diri terhadap penggunaan sistem
informasi e-Filing karena masih merasa awam dengan sistem tersebut. Banyak
- Acuh Tak Acuh
- Rendahnya Minat
- Takut
- Terlena dengan waktu dan gagal fokus dengan e-Filing
- Kecemburuan sosial dari wajib pajak orang pribadi kepada wajib pajak badan
- Sulitnya mengakses
sistem informasi e-Filing
- tumpang tindihnya waktu pelaporan SPT dengan berbagai kegiatan lain baik di rumah maupun di kantor yang menyita waktu wajib pajak, sehingga wajib pajak terpaksa menggunakan pola manual dengan meminta tolong kepada petugas pajak.
- Wajib pajak orang pribadi butuh perhatian khusus dengan adanya sosialisasi yang lebih intens secara personal approach atau pendekatan pribadi secara legal action
- Wajib pajak takut
terkendala dengan jaringan internet yang sering terjadi error sehingga mengalami kegagalan disaat pengisian formulir SPT online dan wajib pajak takut jika pelaporan SPT tidak terlapor karena adanya gangguan jaringan internet.
- Sibuk dengan pekerjaan sehari-hari, baik di kantor maupun di rumah
- Tidak melakukan sosialisasi secara merata
- Bandwidth atau kecepatan internet ke server e-Filing kureng maksimal
77
wajib yang sudah lama bekerja kemudian tiba-tiba diperhadapkan dengan sistem
informasi e-Filing, mau tidak mau wajib pajak harus beradaptasi dan bersentuhan
dengan sistem informasi e-Filing. Berbagai perilakupun muncul di antara wajib
pajak terhadap penggunaan e-Filing seperti rendahnya minat perilaku wajib pajak
untuk menggunakan e-Filing, sikap acuh tak acuh terhadap e-Filing,
terdorongnya motivasi wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan dll.
Sehubungan hal tersebut terkait belum maksimalnya respon masyarakat
terhadap penggunaan sistem informasi e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan
tentunya beberapa keluhanpun muncul dari wajib pajak seperti keluhan dari
Informan yaitu bapak Zainal bahwa.
“Dahulu dalam pelaporan SPT Tahunan masih secara manual, kamipun enjoy
ketika harus ke KPP untuk melaporkan SPT Tahunan, tapi sekarang dengan
hadirnya e-Filing justru kami tidak merasa enjoy lagi karena saya sendiri belum
memahami penggunaan sistem informasi e-Filing jadi saya masih harus tetap
ke KPP lagi dan lebih ribetnya lagi karena sekarang pelaporan SPT diharuskan
menginput formulir secara elektronik, karena saya belum memahami jadi harus
meminta bantuan kepada pegawai pajak untuk diajari dalam penginputan
formulir tersebut, namun tidak semudah itu karena harus antri karena
banyaknya wajib pajak yang senasib dengan saya, ya.. jadi harus sabar
menunggu sampai giliran kita yang dibantu untuk menginput formulir secara
elektronik”. (wawancara : Tanggal 04 Oktober 2016)
Berdasarkan masalah yang dihadapi oleh informan (Zainal), (noema),
bahwa dengan hadirnya e-Filing justru informan merasa tambah ribet dan tidak
enjoy dalam pelaporan SPT Tahunan. Hal tersebut disebabkan karena di KPP
harus mencari pegawai pajak yang siap membantu dalam pengimputan formulir
elektronik (e-Filing) dan lebih ribetnya lagi selain membutuhkan waktu yang lama
dalam pengimputan formulir juga harus disiplin mengantri panjang karena dalam
pengimputan secara elektronik membutuhkan waktu yang lama apalagi kalau
jaringan yang kurang bagus atau lambat. Lanjut (noesis) bahwa untuk mengubah
mindset itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena pada dasarnya
informan belum tahu sama sekali dalam penggunaan sistem informasi e-Filing.
78
Tapi sebagai pegawai pajak harus siap dan sabar menghadapi informan seperti
ini, karena wajar saja wajib pajak lupa dengan pengisian formulir walaupun pada
awalnya sudah diajarkan tetapi jika tidak dibiasakan maka akan lupa cara
pengisian formulir tersebut, apalagi pelaporan SPT dilaporkan satu tahun sekali.
Disinilah bagaimana peran Ditjen Pajak yang harus betul-betul memperhatikan
informan apabila mendapatkan masalah seperti ini, agar terus diberikan dorong
untuk lebih mandiri dalam penggunaan e-Filing..
4.4 Ringkasan
Berangkat dari sebuah fenomena yang terjadi, yang kemudian
menggambarkan sebuah perilaku dari berbagai paradigma wajib pajak dalam
memandang sebuah sistem informasi e-Filing yang dimana para pelaku atau
wajib pajak yang awam dengan e-Filing tentunya hal tersebut menjadi hal baru
bagi mereka. Dengan hadirnya sistem informasi e-filing, mau tidak mau para
wajib pajak harus berbaur dengan sistem tersebut, karena hal tersebut
merupakan tujuan dan harapan besar dari Ditjen Pajak (DJP) guna
mempermudah bagi para wajib pajak dalam menyampaikan atau melaporkan
SPT Tahunannya dan hal tersebut sudah menjadi regulasi dari Ditjen Pajak
(DJP) maupun Pemerintah terkait pelaporan SPT Tahunan. Namun demikian
tidak berjalan mulus sesuai apa yang menjadi keinginan atau harapan dari DJP
sendiri. Mengapa tidak? tidak semua para wajib pajak dapat menggunakan
sistem informasi e-Filing secara mandiri. Hal ini yang menjadi tantangan bagi
DJP bersama pemerintah dalam mewujudkan smart e-Filing di kalangan wajib
pajak. Dengan carut marutnya kehadiran sistem informasi e-Filing diberbagai
kota di Indonesia terkhusus di Kota Makassar merupakan trending topic di
kalangan pajak saat ini.
79
Bab kali ini menelisik perilaku wajib pajak terkait penggunaan sistem
informasi e-Filing, bahwa perilaku wajib pajak muncul karena masih adanya
kendala-kendala yang dirasakan oleh wajib pajak atas penggunaan sistem
informasi e-Filing. Perilaku tersebut teraktualisasi ketika wajib pajak mengalami
kendala dalam pelaporan SPT Tahunan secara online. seperti Pertama,
kurangnya pemahaman wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing
sehingga wajib pajak enggan untuk menggunakan e-Filing secara mandiri. Wajib
Pajak lebih memilih untuk datang langsung ke KPP Pratama Makassar guna
pelaporan SPT Tahunan. Hal ini merupakan masalah besar bagi DJP dan harus
melakukan perbaikan atau restorasi rupa agar penggunaan e-Filing bisa secara
menyeluruh dan mandiri. Salah satu penyebab kurangnya pemahaman wajib
pajak dalam penggunaan e-Filing yaitu karena faktor ketidakbiassan “bisa karena
biasa” dan sebaliknya. Seperti yang kita ketahui bahwa pengguanaan sistem
informasi e-Filing hanya digunakan dalam setahun sekali yaitu pada saat
menyampaikan atau melaporkan SPT Tahunan saja. Jadi tidak menutup
kemungkinan para wajib pajak dapat mengingat secara terus menerus
penggunaan e-Filing. Misalkan tahun ini wajib pajak dipandu atau didampingi
oleh petugas pajak dalam pengisian formulir SPT Tahunan secara online atau e-
Filing dalam pelaporan SPT Tahunan sampai selesai di saat itu juga wajib pajak
tahu-menahu sedikit tentang e-Filing. Setelah penyampaian SPT Tahunan sudah
dilaporkan maka pada saat itu pula wajib pajak mulai untuk melupakan
penggunaan e-Filing yang diisi dengan kesibukkan pekerjaan sehari-harinya di
kantor tanpa mengulang-ulang kembali tata cara pengisisan formulir SPT
Tahunan secara online. Dengan begitu pelaporan atau penyampaian SPT
Tahunan berikutnya, wajib pajak jadi lupa atau tidak tahu-menahu sehingga wajib
80
pajak akhirnya enggan menggunakan sistem informasi e-filing yang disebabkan
ketidaktahuannya sendiri.
Kedua, hadirnya sikap acuh tak acuh terhadap pemanfaatan sistem
informasi e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan karena faktor kesibukkan.
Sehingga pelaporan SPT Tahunan secara online awal bulan terlupakan bahkan
terlewatkan dari batas waktu yang telah ditentukan dalam pelaporan SPT
Tahunan. Mau tidak mau wajib pajak harus datang langsung ke KPP jika waktu
pelaporan SPT Tahunan sudah lewat. Hal seperti ini banyak dirasakan oleh wajib
pajak dan sudah menjadi kebiasaan sehingga mereka acuh tak acuh atau gagal
fokus dalam penggunaan sistem informasi e-Filing serta mereka sudah merasa
enjoy dengan keadaan seperti itu walaupun mereka harus dikenakan sanksi
berupa denda karena keterlambatan dalam pelaporan SPT Tahunan, karena
dengan datang langsung ke KPP mereka berharap dapat dibantu oleh petugas
pajak dalam pelaporan SPT Tahunan secara online atau e-Filing.
Ketiga, rendahnya minat wajib pajak dalam penggunaan e-Filing karena
tidakadanya sosialisasi secara merata sehingga para wajib pajak merasa tidak
adanya perhatian khusus dari DJP ataupun Pemerintah setempat. Wajib pajak
memang perlu adanya dorongan berupa sosialisasi secara khusus dan merata
dari DJP dalam penggunaan e-Filing, agar para wajib pajak tidak merasa
terkucilkan. Karena wajib pajak akan merasa terkucilkan jika tidak ada perhatian
dari seseorang yang dibutuhkan, dalam hal ini adalah Ditjen Pajak (DJP). Hal
tersebut dapat menyebabkan kekecewaan yang sangat mendalam sehingga
berdampak kepada hal yang terkait dengan DJP, seperti wajib pajak yang acuh
tak acuh atas regulasi yang dikeluarkan oleh DJP. misalakan rendahnya minat
dalam penggunaan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan.
81
Keempat, rasa takut yang menghantui wajib pajak ketika menggunakan e-
Filing dalam pelaporan SPT Tahunan. Ketakutan yang diraskan wajib pajak
ketika melakukan pengisian formulir elektronik secara online, wajib pajak takut
melakukan kesalahan dalam pengisian formulir yang dapat menyebabkan
terjadinya selisih bayar. Hal ini dikarenakan jaringan internet yang sering
menglami gangguan seperti lambatnya jaringan internet bahkan terjadi error.
Sehingga menyulitkan bagi para wajib pajak dalam mengakses sistem informasi
e-Filing.
Kelima, hadirnya pemikiran-pemikiran dari wajib pajak terkait penggunaan
e-Filing yang dimana pola pikir wajib pajak yang selalu menghadirkan rasa
was-was atau rasa takut dalam penggunaan e-Filing, rasa takut akan
kesalahan ketika pengisian formulir SPT Tahunan secara online yang
akan berdampak pada kurang bayar, selisih bayar, tidak terlapornya
sebagian item yang tertera pada formulir elektronik ataukah pelaporan
tersebut tidak terkirim sama sekali karena biasa terjadi gangguan sistem
jaringan yang error. Hal inilah yang menjadi buah pemikiran dari wajib
pajak dengan hadirnya rasa takut ketika mereka diperhadapkan langsung
dengan sistem informasi e-Filing. Sehingga hal tersebut menjadi
tantangan tersendiri akan kesuksesan e-Filing secara menyeluruh pada
kalangan wajib pajak.
82
BAB V
PERSEPSI WAJIB PAJAK ATAS KEWAJIBAN PENGGUNAAN
SISTEM INFORMASI e-Filing
5.1 Pengantar
Pada bab sebelumnya telah diuraikan berbagai keuntungan dalam
pemanfaatan e-Filing. Yang perlu diingat semua terobosan dalam bidang
perpajakan yang dikeluarkan Ditjen Pajak takkan bertaring tanpa dukungan dari
pemerintah. Seperti halnya regulasi yang dikeluarkan pemerintah untuk Ditjen
Pajak terkait aturan pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi wajib
pajak yang sudah terdaftar.
Nomor Pokok Wajib Pajak biasa disingkat
dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak (WP) sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya. Namun yang berstatus sebagai karyawan, kewajiban memiliki
NPWP tidak selalu timbul. Ada syarat khusus yang menjadi dasar kapan
timbulnya kewajiban ber-NPWP.
Oleh karena itu pada bab ini, peneliti akan menggali persepsi Wajib Pajak
untuk mengetahui peran dan status pekerjaan dalam melaksanakan
kewajibannya yakni melaporkan SPT Tahunan dengan penggunaan e-Filing
berdasarkan status pekerjaan. status wajib pajak yang dimaksud dalam hal ini
yaitu peran atau pekerjaan wajib pajak yang sesuai aturan dan ketentuan yang
berlaku pada DJP untuk memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak dalam
pelaporan atau penyampaian SPT Tahunan dengan menggunakan sistem
informasi e-Filing. Status pekerjaan wajib pajak tidak dapat digeneralisasi secara
82
83
umum, karena dari status pekerjaan wajib pajak nantinya yang akan
membedakan formulir SPT Tahunan secara elektronik atau e-Filing. Seperti
yang berstatus ASN/TNI/Polri dan Dokter serta pegawai Swasta. Dalam bab ini
juga akan menjelaskan perilaku Wajib Pajak yang dihadapi oleh masing-masing
wajib pajak berdasarkan status pekerjaan mereka dalam melaksanakan setiap
kewajiban perpajakan sesuai dengan Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
5.2 Tumpang Tindih Antara Kewajiban dan Kesulitan Wajib Pajak
Menggunakan e-Filing.
Demi mendukung kesuksesan sistem e-Filing, mulai tahun 2016, e-Filing
pajak diwajibkan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pengguna e-Faktur untuk
melakukan e-Filing SPT Tahunan Badan (Pengumuman DJP nomor PENG-
04/PJ.09/2016). Kebijakan ini juga berlaku untuk TNI, Polri dan PNS atau ASN
juga PNS pekerjaan bebas seperti Dokter, pengacara dan lainnya yang memiliki
penghasilan sendiri di luar dari gaji pegawai tidak termasuk usaha dagang. Hal
ini diharapkan bisa mendorong masyarakat yang lainnya di beberapa daerah,
mulai dari pegawai swasta dan BUMN untuk menyampaikan SPT tahunan
melalui e-Filing.
Dari keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Rabu
(24/2/2016), Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota Tentara Nasional Indonesia
(TNI), dan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di seluruh Indonesia
diminta melaporkan pajak dengan menggunakan e-Filing. Ketentuan ini sesuai
dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PAN RB) Nomor 8 tahun 2015. Dengan adanya peraturan tersebut
yang mewajibkan ASN, TNI dan Polri untuk menggunakan e-Filing dalam
melaporkan SPT Tahunannya, namun, bukan hanya Aparatur Sipil Negara, TNI
dan Polri saja yang dapat memanfaatkan e-Filing tapi semua wajib pajak namun,
84
e-Filing adalah sarana pelaoran SPT Tahunan yang beretikad memudahkan
wajib pajak. maka mau tidak mau mereka yang termasuk dalam golonagan
tersebut yang harus menggunakan e-Filing.
5.2.1 Sulitnya Bagi Wajib Pajak Untuk Mendapatkan e-FIN
Era manual telah lewat, kini zamannya serba teknologi, begitu juga dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan Adapun wajib pajak datang kekantor pajak
karena belum bisa masuk ke aplikasi efiling dikarenakan belum mendapatkan
elektronik e-Filing identification number (e-FIN) baik itu dari kalangan
PKP,ASN,TNI,POLRI serta PNS pekerjaan bebas maupun wajib pajak yang
belum diwajibkan menggunakan e-Filing namun bukan berarti tidak bisa
menggunakan aplikasi efiling tapi karena belum registrasi e-FIN, karena itu masih
banyak wajib pajak datang kekantor pajak untuk meregistrasi elektronik e-Filing
identification number (e-FIN) karena pada dasarnya kontribusi wajib pajak bukan
hanya dari kalangan pengusaha kena pajak (PKP) maupun ASN,TNI/Polri akan
tetapi semua wajib pajak yang telah memiliki NPWP.
Seperti salah seorang Polri yang bertugas di SPN Batua Makassar sebut
saja nama panggilannya bapak “Ardi” beliau mengatakan bahwa :
“Bukan persoalan tidak tahu dalam prosedur untuk mendapatkan e-FIN, tapi disini saya menilai bahwa aplikasi e-Filing ini masih ada kekurangan dan masih menyulitkan kita ketika mau mendapatkan e-FIN, seperti yang saya alami ketika saya mendapatkan e-FIN, saya musti ke KPP lagi untuk mendaftarkan diri dengan mengisi formulir secara manual. Yang lebih parahnya lagi ketika mendaftar untuk mendapatkan e-FIN, itu tidak boleh diwakili oleh orang lain, repot kan..? kenapa sih tidak online saja daftarnya tanpa harus ke KPP lagi? Inilah alasan kami masih ke KPP walau harus menambah kuota antrian”. (wawancara : 9 November 2016).
Wajib Pajak berhak mendapatkan pelayan prima yang disediakan direktorat
jenderal (Ditjen) Pajak, selain yang diwajibkan pelaporan dengan menggunakan
e-Filing masih diberikan kebabasan melapor baik manual maupun e-Filing
sehingga masih banyak yang datang kekantor pajak untuk menyampaikan surat
85
pemberitahuan masa / tahunan langsung ke kpp khusunya yang belum
mendapatkan sosialisasi penggunaan e-Filing DJP online dan wajib pajak yang
tergolong ASN,TNI dan POLRI pun masih banyak yang datang langsung ke KPP
melaporkan SPT dengan meminta bantuan pegawai Pajak.
Berdasarkan pernyataan awal (noema) informan (Ardi), dapat dilihat bahwa
informan mendapatkan keganjalan disaat ingin mendapatkan e-FIN, yaitu
informan merasa bahwa dirinya dipersulit, karena ketika informan ingin
mendapatkan e-FIN informan musti datang ke kantor pajak untuk registrasi e-
FIN dan terlebih lagi karena disaat untuk mendapatkan e-FIN tidak boleh
diwakili oleh orang lain baik teman maupun saudara. Dijelaskan lebih lanjut
(noesis) oleh informan (Ardi), bahwa dengan sulitnya mendapatkan e-FIN
informan akan berusaha mencari cara atau mencari waktu kosong untuk
datang ke KPP guna mendapatkan e-FIN disebabkan faktor kesibukan dengan
pekerjaan sehingga harus mencari waktu kosong. Menurut informan
kemungkinan besar wajib pajak yang lain juga merasakan hal yang sama
seinngga ditengah-tengah kesibukkan kita memang harus menyiapkan waktu
kosong guna mendapatkan e-FIN karena prosesnya juga lama tergantung dari
kecepatan akses internet belum lagi antrian yang begitu panjang yang
memang sangat menyita waktu. Kemudian pernyataan informan berikut
menyadarkan kita semua terkhusus kepada wajib pajak lain bahwa,
“Kembali lagi dari kita sendiri, kita bisa memberi edukasi, bahwa dengan adanya kesibukan di kantor bukan berarti kita menuruti kesibukan tersebut dan tidak menyempatkan diri untuk ke KPP, jangan sampai kita terlena dengan kesibukan sehingga untuk mendapatkan e-FIN saja selalu tertunda bahkan inilah penyebab wajib pajak tidak menggunakan e-Filing ketika melaporkan SPT Tahunan. (Wawancara, 9 November 2016)”.
Menyikapi hal tersebut informan memberikan edukasi dengan menyadarkan
wajib pajak lainnya agar tidak terlena dengan kesibukan karena kewajiban
seorang wajib pajak untuk mendapatkan e-FIN harus terpenuhi agar
86
pemanfaatan e-Filing pun berjalan sesuai harapan Ditjen Pajak. Meskipun
informan (Ardi) sudah memberikan edukasi belum tentu semua wajib pajak
memiliki pemikiran yang sama dan tidak dapat dipungikri bahwa wajib pajak
pada dasarnya ingin mendaptkan kemudahan dalam urusan pajak seperti
dengan kemudahan mendapatkan e-FIN tanpa harus ke KPP lagi. Sambung oleh
Informan Ardi bahwa,
“Beberapa di antara teman yang awalnya bermasa bodoh untuk mendapatkan e-FIN karena dengan alasan tidak ada waktu untuk ke KPP. Sehingga pada akhirnya ketika ada pemeriksaan barulah mereka sadar dan mau berusaha untuk mendapatkan e-FIN dan ada beberapa teman yang dikenakan sanksi berupa denda disebabkan sudah sekian lama tidak pernah melaporkan SPT Tahunan. Dengan begitu kami para wajib pajak selalu berharap agar proses seperti ini lebih dimudahkan lagi seprti untuk mendapatkan e-FIN tadi. (Wawancara, 9 November 2016)”.
Wajib Pajak mulai menyadari bahwa untuk menggunakan e-Filing dalam
melaporkan SPT Tahunan haruslah mendapatkan e-FIN terlebih dahulu sebagai
nomor register untuk menggunakan Sistem Informasi e-Filing. Yang menjadi
kendala di sini bagi Wajib pajak yang tergolong PNS/TNI/Polri bahwa langkah
awal yaitu untuk mendapatkan e-FIN cukup menyulitkan bagi wajib pajak.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Baytiomo, (2016) dalam media info
kompasiana bahwa :
“Lalu saya jadi berpikir, apa gunanya e-FIN. Makhluk ini malah mempersulit untuk lapor SPT Tahunan secara online. Untuk mendapatkannya sudah sulit, setelah di dapatkan harus disimpan, dijaga dengan baik, jangan sampai menghilang. Mengapa Dirjen Pajak tidak membuat sistem lapor pajak online, selayaknya memaintain akun media sosial? ketika kita membuat akun baru media sosial, cukup memasukan data pribadi, e-mail dan password. Hal yang sama bisa diterapkan saat registrasi lapor pajak online. Kita bisa input NPWP, email dan password. Lalu kita dikirimkan e-mail dari dirjen pajak untuk verifikasi email. Selesai verifikasi, langsung lapor pajak deh. Data pribadi kita kan sudah tersimpan saat mendaftarkan NPWP. Jadi tidak perlu input data pribadi lagi. Kalau begini mekanismenya, Ngapain harus ada e-FIN?”
Di sisi lain para wajib pajak yang tergolong ASN memang dituntut dan
diwajibkan untuk menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan. Tidak
sampai dsitu, setelah para wajib pajak mendapatkan e-FIN dan sudah dapat
87
mengakses e-Filing. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah mereka
semua wajib pajak akan menggunakan e-Filing sendiri tanpa datang lagi ke KPP
dan tanpa ada masalah lagi? Tentu saja tidak, masih banyak kendala yang
dirasakan wajib pajak ketika menggunakan e-Filing sendiri. Yang tentunya akan
dibahas dan digalih lebih dalam lagi maslah yang dirasakan wajib pajak tersebut
terkait dengan teori dan judul penelitian yang diangkat pada sub-sub berikutnya.
5.2.2 Sulitnya Bagi Wajib Pajak Untuk Menggunakan e-Filing
Setelah menyelesaikan pelaporan melalui e-Filing, biasanya program akan
mengeluarkan survei kepuasan, dengan bertanya apakah wajib pajak tersebut
merasa puas ataukah tidak dengan adanya program pemerintah ini. Jika menurut
wajib pajak sistem e-Filing DJP Online masih rumit. Silahkan pilih “TIDAK PUAS”,
itu adalah feedback (masukan) untuk DJP. Namun jika menurut wajib pajak e-
Filing itu bagus dan mudah serta cukup membantu wajib pajak dalam
melaporkan SPT Tahunan, maka pilihlah “PUAS”.
Pilihan tersebut sangatlah sensitif karena sesekecil apapun keganjalan yang
wajib pajak dapatkan dalam pengisian Formulir SPT Tahunan secara elektronik
(e-Filing) seperti halnya gangguan internet yang dapat menyebabkan sistem
error sehingga wajib pajak mengulang-ulang kembali sampai pengisian formulir
berhasil, maka wajib akan merasa tidak puas dalam pelayanan sistem tersebut
walapun sebenarnya keganjalan tersebut bukan kesalahan sistem e-Filing
melainkan gangguan internet. Seperti yang dirasakan oleh wajib pajak atau
informan “Ardi” bahwa:
“Kadang saya merasa kessel ketika saya sedang mengisi formulir SPT Tahunan secara online (e-Filing), di tengah-tengah pengisian formulir tiba-tiba ada gangguan internet yang menyebabkan sistem error dan saya menunggu sampai jaringan internet kembali normal kemudian saya mengulang kembali mengisi formulir dari awal lagi.” (Wawancara, 9 November 2016)”.
88
Berbeda dengan kerumitan atau kesulitan yang didapatkan dalam sistem e-
Filing itu sendiri yang menyebabkan wajib pajak tidak menggunakan sistem
informasi e-Filing secara mandiri, yaitu penyediaan formulir wajib pajak yang
tergolong PNS pekerjaan bebas seperti Dokter, Pengacara dan profesi sejenis
lainnya yang menggunakan kode formulir 1770, hal tersebut tidak ditemukan
dalam sistem aplikasi e-Filing. Untuk memudahkan wajib pajak dalam hal
pelaporan SPT Tahunan dengan e-Filing, mesti menggunakan fitur formulir 1770,
yang tidak tersedia dalam aplikasi e-Filing. Namun demikian, situs e-Filing
memberikan fitur upload untuk mengunggah formulir 1770. Formulir yang
diunggah harus sudah diisi dan dalam bentuk format file .CSV. Untuk melakukan
hal tersebut, ada serangkaian persiapan yang harus dilakukan di komputer yaitu
dengan cara menginstal aplikasi tersebut dalam komputer. jika ke situs
pajak.go.id, wajib pajak akan kesulitan, pertama karena (mungkin) traffic ke situs
ini begitu tinggi, performa koneksi situs pajak kurang baik. Kedua, meskipun
kelihatannya sederhana, bila wajib pajak ikuti langkahnya, kemungkinan banyak
error yang wajib pajak temui dan wajib pajak kemungkinan akan frustrasi setelah
15 menit mengutak-atik komputer. Kesulitan seperti ini yang dirasakan oleh wajib
pajak yang tergolong PNS pekerjaan bebas seperti Dokter, Pengacara dan
perofesi sejenis lainnya sehingga wajib pajak enggan menggunakan e-Filing
dalam pelaporan SPT Tahunan.
Seperti yang dirasakan oleh salah satu Dokter PNS pekerjaan bebas sebut
saja nama panggilannya “dr. Alwi” yang punya usaha klinik di Makassar bahwa :
“Dalam pelaporan SPT Tahunan dengan e-Filing sebenarnya sangat membantu dan memudahkan kita sebagai wajib pajak untuk melaporkan SPT, tapi sistem e-Filing yang ada sekarang ini masih ada beberapa kekurangannya salah satunya adalah tidak adanya fitur formulir 1770 tersedia dalam e-Filing. Sehingga kita wajib pajak ini kesulitan ketika ingin mengupload berkas yang berformat CSV karena harus menggunakan aplikasi tersendiri di luar e-Filing sehingga sangat sulit bagi saya ketika saya ingin melaporkan SPT Tahunan.
89
Lebih mudah, ketik SPT, taruh amplop lalu serahkan ke kantor POS atau ke KPP langsung”. (Wawancara, 13 Desember 2016).
Dari pernyataan di atas (noema) informan menjelaskan bahwa dalam
sistem aplikasi e-Filing masih terdapat kekurangan sehingga dapat menyulitkan
para wajib pajak dalam penggunaan sistem tersebut untuk pelaporan SPT
Tahunan. Wajib pajak yang berstatus PNS Pekerjaan bebas (dokter), berbeda
dengan status PNS tanpa pekerjaan bebas atau dengn kata lain PNS yang tidak
mempunyai usaha lain. Perbedaan tersebut dapat diliat dari kode formulir antara
PNS Pekerjaan bebas dan PNS Tanpa pekerjaan bebas, yang dimana formulir
SPT Tahunan PNS Pekerjaan bebas dengan kode 1770 sedangkan PNS tanpa
pekerjaan bebas yaitu dengan kode 1770 S. dari perbedaan tersebut sehingga
dapat mengukur kekurangan dari sistem aplikasi e-Filing, yaitu dimana formulir
secara elektronik dengan kode 1770 tidak ditemukan atau tidak tersedianya pada
sistem aplikasi e-Filing. Pada saat wajib pajak ingin mengupload berkas yang
diminta oleh formulir 1770 maka wajib pajak harus terlebih dahulu menginstal
aplikasi khusus formulir 1770 di masing-masing komputer.
Lanjut (noesis) bahwa dengan keadaan tersebut yang terdapat pada
sisitem aplikasi e-Filing dapat menyulitkan bagi wajib pajak untuk melaporkan
SPT Tahunannya dengan menggunakan sistem informasi e-Filing secara
mandiri. sehingga dengan kesulitan yang ada, dapat menyurutkan minat bagi
wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing.
Dari kekurangan sistem tersebut di atas, sudah jelas bahwa salah satu
alasan bagi wajib pajak enggan menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT
Tahunan. Tidak hanya sampai disitu, di luar dari kekurangan sistem informasi e-
Filing juga dapat dilihat dari gangguan jalannya e-Filing yaitu kecepatan internet
atau banwich tidak secara maksimal. Sehingga berdampak bagi user atau sistem
informasi e-Filing itu sendiri. Mengapa tidak? Seperti yang sudah dibahas pada
90
bab sebelumnya, penggunaan sistem informasi e-Filing biasanya serentak
digunakan pada batas bulan pelaporan SPT Tahunan. Di bulan tersebut para
wajib pajak secara serentak untuk menggunakan e-Filing terkait penyampaian
atau pelaporan SPT Tahunan yang akan segera berakhir. banyaknya pengguna
e-Filing secara bersamaan di bulan Maret sehingga menyebabkan sistem e-Filing
terganggu, seperti terjadinya error pada sistem dan sulitnya pagi para wajib pajak
untuk masuk di situs pajak e-Filing. Dengan begitu wajib pajak terpaksa harus ke
KPP untuk menyerahkan atau melaporkan secara manual kepada petugas pajak.
Seperti halnya yang dirasakan oleh informan “Alwi” bahwa:
Biasanya di awal-awal bulan Maret saya coba-coba untuk online dengan membuka situs pajak e-Filing, tapi apalah daya, untuk masuk di situsnya saja sudah berat n loadingnya sangat lama dan kadang saya sudah sampai di form pengisian SPT dan sementara pengisi form bahkan sudah dipertengahan, eh.. tiba-tiba jaringan ngadat atau error, ya mau tidak mau kembali dari awal lagi ngisi formnya, kan kesel tuh…!!!”. (Wawancara, 13 Desember 2016).
Kendala yang muncul di permukaan, terkait dengan fasilitas jaringan
internet yang kurang memadai, khususnya jaringan server DJP kota Makassar.
Merupakan sebuah realitas atau fenomena yang menjadi salah satu pokok
permasalahan dalam menggunakan e-Filing bagi wajib pajak. Kemudian kendala
yang dirasakan oleh dr. Alwi (noema) bahwa informan merasa kesel atau tidak
nyaman dengan jaringan internet yang tersedia, yang dimana jaringan
berfluktuasi kadang cepat kadang juga lambat, bahkan bisanya jaringan terputus,
sehingga semua sistem aplikasi online yang sedang berjalan akan terhenti atau
error. Inilah yang dirasakan oleh informan dr. Alwi sehingga informan merasa
tidak nyaman disaat mengaplikasikan sistem e-Filing. Jaringan internet
merupakan hal yang utama dalam mengakses sistem informasi e-Filing. tanpa -
jaringan internet sistem tersebut tidak dapat dijalankan atau diakses.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Gusma at. all, (2016) dalam penelitiannya
mengatakan bahwa :
91
“Pelaksananaan e-Filing ini menggunakan sistem online, dimana jaringan
internet menjadi elemen penting dalam pelaksanaannya. Tanpa jaringan
internet maka tidak dapat terlaksananya sistem pelaporan ini (SPT Tahunan).”
Kendala Yang dirasakan oleh dr. Alwi adalah hal yang juga banyak
dirasakan oleh wajib pajak lainnya, dari sudut (noesis) bahwa dari fasilitas
jaringan internet yang tersedia dari segi kecepatan atau bandwich-nya terbukti
belum terpenuhi sesuai kebutuhan di kalangan pajak. Sehingga pemerintah
dapat mengukur kecepatan internet atau bandwich yang dibutuhkan oleh
masyarakat di kota Makassar khususnya bagi wajib pajak.
5.3 Munculnya Persepsi Atas Kewajiban Penggunaan e-Filing
Pemerintah melalui Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 8 Tahun 2015 mewajibkan
Aparatur Sipil Negara/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik
Indonesia (ASN/TNI/Polri) untuk mematuhi seluruh ketentuan peraturan
perpajakan dengan diwajibkannya mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak,
membayar pajak, serta mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh melalui
e-Filing. Penyampaian SPT Tahunan PPh melalui e-Filing oleh ASN/TNI/Polri
harus disampaikan dengan benar, lengkap, jelas dan tepat waktu. pimpinan unit
kerja diminta untuk melakukan koordinasi dengan unit kerja DJP tempat
bendahara pemerintah terdaftar sebagai Wajib Pajak sehingga pelaksanaan
sosialisasi pelaporan SPT Tahunan PPh melalui e-Filing dapat berjalan dengan
lancar. ASN/TNI/Polri, Bendahara Pemerintah, dan Pejabat yang tidak mentaati
peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut akan dijatuhi hukuman
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Intinya agar segenap jajaran Ditjen Pajak baik di tingkat Kantor Wilayah
(Kanwil) maupun di tingkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) segera
mensosialisasikan ke perusahaan dan instansi pemerintah lain maupun kesatuan
92
TNI/Polri tentang yang wajib dan tidak wajib dalam penggunaan e-Filling untuk
melaporkan SPT Tahunan. Untuk membedakan antara ASN, TNI, Polri dan
Dokter serta Pegawai Swasta (pekerjaan bebas) dalam penggunaan e-Filing
dalam melaporkan SPT Tahunannya kita dapat melihat dari masing-masing
formulir SPT, misalkan, antara pegawai Swasta dan Pegawai Negeri Sipil formulir
SPT yang mereka gunakan sama-sama menggunakan formulir kode SPT 1770S
yang membedakan adalah bukti potong 1721-A1 untuk karyawan swasta dan
1721-A2 untuk Pegawai negeri sipil. Sedangkan formulir untuk Dokter dan
Konsultan memiliki formulir kode SPT 1770.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran sistem informasi e-Filing
merupakan suatu hal yang sangat penting, khususnya bagi para wajib pajak
yang tergolong status PNS / ASN. Maka dari itu pada tahun 2015 ditetapkan
bahwa semua wajib pajak yang berstatus PNS/ASN diwajibkan untuk
menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan.
5.3.1 Persepsi Kebermanfaatan Terhadap Penggunaan e-Filing
Pelaporan pajak di Indonesia semakin mudah semenjak adanya sebuah
terobosan cara lapor pajak online yang dikenal dengan sebutan e-Filing.
Meskipun metode yang memanfaatkan kecanggihan teknologi ini memberikan
banyak keuntungan bagi pemakainya, namun masih banyak Wajib Pajak yang
melaporkan SPT secara manual dengan mendatangi Kantor Pelayanan Pajak
(KPP).
Dengan e-Filing, kegiatan mengisi dan mengirim SPT tahunan dapat
dilakukan dengan mudah dan efisien, karena telah tersedia formulir elektronik di
layanan pajak online yang akan memandu para pengguna layanan. Selain itu,
layanan pajak online juga dapat diakses kapan dan di mana pun, sehingga
penyampaian SPT dapat dilakukan setiap saat selama 24 jam. Dengan e-Filing,
93
tidak perlu lagi dokumen fisik berupa kertas, karena semua dokumen akan
dikirim dalam bentuk dokumen elektronik.
Kalau kita menelisik lebih jauh manfaat dari e-Filing memang sangat besar
manfaatnya jika seiring dengan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dalam
pemanfaatan sistem informasi e-Filing. Namun pada kenyataannya seperti apa
yang kita lihat dan rasakan bahwa pemanfaatan teknologi secara online belum
sepenuhnya didukung oleh fasilitas yang memadai. Sehingga tidak menutup
kemungkinan para pengguna (user) e-Filing masih acuh tak acuh dengan
keberadaan e-Filing.
Lanjut informan “Ardi” yang memberikan sebuah persepsi terkait
kebermanfaatan e-Filing bahwa :
“Kalau dikatakan manfaat, berarti manfaat yang dirasakan oleh seseorang dari sesuatu yang berguna buat dirinya. Okelah e-Filing manfaatnya tidak menggunakan kertas lagi, tidak perlu jauh-jauh ke KPP lagi untuk melaporkan SPT dll. Tapi manfaat dari sistem informasi e-Filing tidak didukung oleh fasilitas, seperti fasilitas jaringan internet yang masih lambat. Terkait dengan penggunaan e-Filing saya sendiri belum merasakan manfaat sepenuhnya dari sistem informasi e-Filing itu sendiri, karena saya sendiri masih ke KPP untuk melaporkan SPT Tahunan dengan bantuan petugas pajak”. (Wawancara, 09 november 2016).
Dari pernyataan informan “Ardi” (noema) bahwa informan belum
merasakan sepenunya manfaat dari sistem e-Filing itu sendiri. Yang dimana
penyebab utamanya adalah jaringan internet yang tidak mendukung sehingga
informan belum mersakan berbagai manfaat dari e-Filing. Lanjut (noesis)
dijelaskan bahwa dengan menggaris bawahi kata “manfaat” yang dimaksudkan
yaitu merasakan berbagai manfaat dari sistem informasi e-Filing. Manfaat dari
sistem informasi e-Filing memang tujuannya untuk mempermudah bagi wajib
pajak untuk melaporkan SPT Tahunan. Dengan manfaat yang dirasakan oleh
para wajib pajak, maka dapat mempengaruhi minat wajib pajak dalam
menggunakan sistem informasi e-Filing. Nurul (2012), dalam penelitiannya yang
94
berjudul “Pengaruh Persepsi Kebermanfaatan, Persepsi Kemudahan
Penggunaan, Dan Kepuasan Wajib Pajak Terhadap Penggunaan e-Filing Bagi
Wajib Pajak”. Yang mengatakan bahwa,
“Persepsi Kebermanfaatan mempengaruhi tingkat Penggunaan e-Filing. Semakin tinggi tingkat Persepsi Kebermanfaatan e-Filing, maka wajib pajak akan semakin sering pula menggunakan e-Filing, terdapat pengaruh positif antara variabel Persepsi Kebermanfaatan terhadap Penggunaan e-Filing.
Secara subjektif penelitian tersebut terdapat kesamaan yaitu terdapat
pengaruh persepsi kebermanfaatan terhadap penggunaan e-Filing. Namun,
secara objektif Penelitian tersebut berbanding terbalik dengan penelitian yang
peneliti dapatkan di lapangan, seperti yang dirasakan oleh informan “Ardi” bahwa
belum merasakan sepenunya manfaat dari sistem e-Filing itu sendiri. seiring
dengan harapan Ditjen Pajak. Namun pada kenyataannya manfaat dari e-Filing
tidak tersalurkan sepenuhnya kepada wajib pajak. Jika manfaat dari sistem
informasi e-Filing tidak dirasakan oleh banyak wajib pajak dikarenakan oleh
sesuatu yang seharusnya bisa terpenuhi, seperti jaringan internet yang masih
lambat, yang dimana pemerintah bersama Ditjen Pajak harusnya dapat
memfasilitasi hal tersebut, maka jauh dari harapan Ditjen Pajak kepada wajib
pajak dalam penggunaan e-Filing secara menyeluruh. bagaikan “harapan yang
tinggal angan-angan”.
5.3.2 Persepsi Kemudahan Terhadap Penggunaan e-Filing
Kemajuan teknologi informasi telah banyak mengubah paradigma dan
perilaku manusia modern. Hal ini disadari oleh Direktorat Jenderal Pajak,
berbagai terobosan terkait dengan aplikasi teknologi informasi dalam sistem
perpajakan (e-Filing) terus dilakukan dalam rangka intensifikasi perpajakan.
Tujuannya adalah guna kemudahan, peningkatan dan optimalisasi pelayanan
kepada Wajib Pajak, sehingga akan diperoleh peningkatan pendapatan negara
dari sektor perpajakan.
95
Secara umum, e-Filing melalui situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang
beralamatkan di www.pajak.go.id, adalah sistem pelaporan SPT menggunakan
sarana internet tanpa melalui pihak lain dan tanpa biaya apapun, yang dibuat
oleh DJP untuk memberikan kemudahan bagi WP dalam pembuatan dan
penyerahan laporan SPT kepada DJP secara lebih mudah, lebih cepat, dan lebih
murah. Dengan e-Filing, WP tidak perlu lagi menunggu antrian panjang di lokasi
Dropbox maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Hal ini merupakan salah satu
terobosan baru pelaporan SPT yang digulirkan DJP untuk membuat WP semakin
mudah dan nyaman dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Dengan cepat dan mudahnya pelaporan pajak dengan e-Filing berarti juga
akan memberikan dukungan kepada Kantor Pajak dalam hal percepatan
penerimaan laporan SPT dan perampingan kegiatan administrasi, pendataan
(juga akurasi data), distribusi dan pengarsipan laporan SPT. Petugas pajak tidak
perlu lagi menginput data-data SPT ke dalam sistem karena data-data tersebut
telah diinput oleh wajib pajak pada saat menyampaikan SPT melalui e-filing. Hal
ini berarti mengurangi beban kerja petugas pajak.
Kemudahan dalam menggunakan sistem informasi e-Filing hanya diraskan
oleh para wajib pajak yang sebelumnya sudah memahami kegunaan internet,
memiliki alamat surel (e-mail), bermain game secara online, dan melakukan
browsing untuk mencari informasi. Sedangkan wajib pajak yang belum
mempunyai dasar pengetahuan yang sama, sulit bagi wajib pajak untuk
mengetahui penggunaan e-Filing. Sehinnga muncullah persepsi dari sebagian
wajib pajak mengatakan bahwa sistem informasi e-Filing sangat ribet dan rumit.
Rumit dan mudahnya Sistem informasi e-Filing itu relatif, tergantung individunya.
Lanjut informan “dr. Alwi” memberikan persepsinya terkait kemudahan
dalam penggunaan sistem Informasi e-Filing bahwa :
96
“saya tidak bisa katakan mudah dalam penggunaan sistem informasi e-Filing, karena saya sendiri masih kesulitan, seperti saya ini seorang Dokter punya usaha lain tentunya berbeda dengan PNS yang lain yang tanpa pekerjaan bebas atau usaha lain dalam menggunakan sistem informasi e-Filing, ada beberapa hal yang saya belum pahami, seperti ketika saya ingin mengupload berkas yang berformat CSV karena harus terlebih dahulu kita menginstal aplikasi di luar e-Filing agar bisa mengupload berkas yang berformat CSV belum lagi jika terjadi selisih bayar atau kurang bayar pajak. ini menurut persepsi saya belum lagi menurut persepsi wajib pajak yang lain yang sama sekali tidak tahu komputer”. (Wawancara, 13 Desember 2016).
Seperti apa yang dijelaskan oleh informan (noema) bahwa informan masih
kesulitan dan tidak mudah bagi informan untuk menggunakan sistem informasi e-
Filing. Karena masih ada beberapa hal yang belum diketahui oleh informan,
misalkan seperti yang dijelaskan informan pada sub bab sebelumnya. ketika
ingin menggunakan formulir dengan kode 1770 bagi PNS pekerjaan bebas, yang
dimana membutuhkan berkas pelaporan berupa file yang berformat CSV.
Rumitnya disini ketika harus menginstal aplikasi pendukung di luar aplikasi e-
Filing, untuk mengupload berkas atau file yang berformat CSV. Kemudian
informan juga belum mengetahui cara pelaporan SPT ketika terjadi selisih bayar
atau kurang bayar pajak jika terjadi selisih bayar.
Lanjut (noesis) dijelaskan bahwa dari apa yang disamapaikan oleh
informan masih ada beberapa yang belum dimengerti terkait penggunaan sistem
informasi e-Filing oleh informan seperti yang disebutkan di atas. Kalau merujuk
pada penelitian sebelumnya oleh Nurul (2012), dalam penelitiannya bahwa,
“Persepsi Kemudahan Penggunaan mempengaruhi tingkat Penggunaan e-Filing. Semakin tinggi tingkat Persepsi Kemudahan Penggunaan, maka wajib pajak akan semakin sering pula menggunakan e-Filing. terdapat pengaruh positif antara variabel Persepsi Kemudahan Penggunaan terhadap Penggunaan e-Filing”.
Apabila penelitian tersebut, dilihat dari sisi subjektifnya memang terdapat
pengaruh positif persepsi kemudahan penggunaan terhadap penggunaan e-
Filing. Tetapi secara objektif berbeda dengan penelitian yang peneliti dapatkan di
lapangan. Kita dapat menarik benang merahnya bahwa dalam sistem informasih
97
e-Filing masih terdapat kerumitan ketika ingin melaporkan SPT Tahunan.
Berbagai prosedur dan tata cara dalam pelaporan SPT dengan menggunakan
sistem informasi e-Filing tergantung formulir elektroniknya yang dilihat
berdasarkan kode formulir. Tingkat kemudahan dan kesulitannya pun berbeda-
beda, seperti apa yang dialami oleh informan yang berstatuskan PNS pekerjaan
bebas (dokter), yang dimana informan pada saat mengisi formulir dengan kode
1770 yang menggunakan format file CSV informan mengalami kesulitan karena
harus menginstal aplikasi di luar aplikasi e-Filing.
5.3.3 Persepsi Kepuasan wajib Pajak Terhadap Penggunaan e-Filing
Kepuasan wajib pajak dapat dilihat dari Penilaian kinerja yang
berhubungan dengan penyelesaian pelaporan SPT Tahunan dengan e-Filing
oleh wajib pajak, apakah dalam pelaporan SPT Tahunan pada sistem informasi
e-filing akan berhasil atau gagal. Pencapaian ini juga perlu dikaitkan dengan
perilaku wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing selama proses
pengisian formulir SPT. Kepuasan wajib pajak dalam hal ini berhubungan
dengan pencapaian sistem informasi e-Filing dalam memenuhi kebutuhan
pengguna (user) atau wajib pajak. serta memberikan kemudahan dalam
pelaporan SPT Tahunan dengan e-Filing, dan pada akhirnya wajib pajak akan
merasa puas atas kinerja dari aplikasi pajak (e-Filing), yang tentunya juga
didukung oleh fasilitas yang disediakan oleh pemerintah setempat, terkait fasilitas
yang berhubungan dengan sistem informasi e-Filing, contoh fasilitas jaringan
internet yang harus memadai.
Jadi apabila wajib pajak merasa puas terhadap sistem informasi yang
digunakan (e-Filing), maka wajib pajak akan cenderung untuk merasa nyaman
dan aman selama pengisian formulir SPT Tahunan dengan menggunakan sistem
informasi e-Filing. sehingga wajib pajak juga akan merasa terbantu dalam
98
menyelesaikan pelaporan SPT Tahunan dengan mudah. Oleh karena itu
persepsi kepuasan wajib pajak dalam penggunaan sisitem informasi (e-Filing) ini
mendukung Theory of Planned Behavior (TPB), dapat digunakan untuk
menjelaskan bahwa sikap atau perilaku terhadap penggunaan e-Filing (attitude),
norma subyektif (subjective norms), dan kontrol perilaku persepsian (perceived
behavioral control) mempengaruhi niat atau keinginan untuk menggunakan
teknologi, agar dapat membantu, untuk mengetahui perilaku, persepsi, dan
mengetahui seberapa besar pengaruh sistem informasi e-Filing terhadap niat
atau keinginan wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing untuk
pelaporan SPT tahunan.
Tingkat kepuasan seseorang berbeda-beda dengan apa yang dirasakan
setiap orang, tergantung capaian yang dicapai, seperti halnya informan “dr. Alwi”
mengtakan bahwa:
“Belum tentu semua wajib pajak merasa puas dengan kehadiran sistem informasi e-Filing dalam memenuhi kebutuhan pelaporan SPT Tahunan. Seperti apa yang saya rasakan disaat melaporkan SPT, masih ada beberapa yang belum terpenuhi sesuai keinginan saya ketika menggunakan sistem informasi e-Filing, seperti untuk mendapatkan e-FIN harus ke KPP untuk mendapatkan registrasi e-FIN, fitur untuk mengupload berkas yang berformat CSV belum tersedia, dan jaringan internet yang tidak memadai. Itulah yang saya rasakan sehingga saya belum bisa mengatakan kalau saya sudah merasa puas dengan kehadiran e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan.” (Wawancara, 13 Desember 2016).
Persepsi dari informan terkait kepuasan dalam menggunakan sistem
informasi e-Filing, hal tersebut tidak dapat diinterfensi karena kepauasan
seseorang itu adalah apa yang dirasakan dari hasil yang dicapai. Seperti yang
dingkapkan oleh Kotler (2008), kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang
setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan
harapannya. dari penjelasan informan, (noema) bahwa informan belum merasa
puas dengan apa yang rasakan informan ketika menggunakan e-Filing dalam
99
pelaporan SPT Tahunan. Menurut informan masih terdapat beberapa
kekurangan-kekurangan pada sistem informasi e-Filing.
Lanjut (noesis), bahwa kekurangan-kekurangan sistem informasi e-Filing
yang dialami dan dirasakan oleh informan yang menyebabkan informan belum
merasa puas, bukan berarti sistem informasi e-Filing adalah produk gagal.
Namun sistem tersebut belumlah sempurna menurut informan, karena masih
terdapat kekurangan-kekurangan dalam sistem tersebut. Sehingga informan
belum mendapatkan kepuasan dalam penggunaan sistem e-Filing. Kalau
merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurul (2012) bahwa,
“Kepuasan pengguna mempengaruhi tingkat Penggunaan e-Filing. Semakin tinggi tingkat Kepuasan Pengguna, maka wajib pajak akan semakin sering pula menggunakan e-Filing. terdapat pengaruh positif antara variabel Kepuasan Pengguna terhadap Penggunaan e-Filing”.
Maka secara subjektif penelitian tersebut terdapat kesamaan antara
penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurul
(2012). Namun secara objektif berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh
informan dalam penelitian yang peneliti lakukan kali ini. Pernyataan informan
adalah sebuah ungkapan perasaan yang muncul dari ketidakpuasan setelah
sekian kali informan menggunakan sistem informasi e-Filing. Justru dari
kekurangan-kekurangan itulah sehingga dapat menjadi sebuah koreksi informan
terhadap sistem informasi e-Filing kepada Ditjen Pajak.
5.4 Kewajiban e-Filing : Kerumitan Dalam Bingkai Ketaatan
Realitas, buah pemikiran atau persepsi wajib pajak atas kewajiban
penggunaan sistem informasi e-Filing, merupakan dasar pemikiran atau
ungkapan wajib pajak atas apa yang dirasakan. Kalau kita merujuk pada Surat
Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Menpan RB) Nomor 8 Tahun 2015, yang mewajibkan Aparatur Sipil
Negara/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia
100
(ASN/TNI/Polri) untuk mematuhi seluruh ketentuan peraturan perpajakan dengan
mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, membayar pajak, serta mengisi dan
menyampaikan SPT Tahunan PPh melalui e-Filing. Di sini jelas bahwa yang
diwajibkan dalam penggunaan e-Filing hanya para wajib pajak yang tergolong
ASN/PNS. Sedangkan bagi pekerja bebas atau pegawai swasta belum
diwajibkan atas penggunaan sistem informasi e-Filing. Tidak menutup
kemungkinan bahwa mereka tidak boleh menggunakan e-Filing, semua wajib
pajak dibolehkan untuk menggunakan e-Filing. Walaupun pekerja bebas atau
pegawai swasta belum diwajibkan atas penggunaan e-Filing dalam pelaporan
SPT Tahunan namun mereka tetap wajib melaporkan SPT Tahunannya.
Wajib pajak yang tergolong ASN / PNS dan wajib pajak pekerja bebas atau
pegawai swasta, mempunyai persepsi yang berbeda dalam hal penggunaan e-
Filing. Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa yang diwajibkan atas
penggunaan sistem informasi e-Filing itu hanya berlaku kepada wajib pajak yang
tergolong ASN / PNS saja. Menurut beberapa informan yang peneliti dapatkan di
lapangan terkhusus bagi ASN / PNS seperti pak “Ardi” dan pak dr. “Alwi” dan
yang lainnya bahwa, mereka merasakan terjadinya tumpang tindih antara
kewajiban yang mengharuskan mereka dalam penggunaan sistem informasi e-
Filing dan sulitnya mendapatkan e-FIN dan sulitnya menggunakan e-Filing.
Wajib pajak ASN / PNS yang masih asing atau belum familiar dengan e-
Filing, mereka merasa dilema karena di sisi lain mereka diwajibkan untuk
menggunakan e-Filing, di sisi lain mereka masih kesulitan dalam penggunaan e-
Filing. Mau tidak mau wajib pajak harus menggunakan e-Filing. sehingga
berbagai alasanpun muncul, ketika mereka masih datang langsung ke KPP untuk
melaporkan SPT Tahunannya sebagaimana pernyataan informan pada sub-sub
sebelumnya, Terkait kewajiban mereka dalam menggunakan e-Filing.
101
Sedangkan wajib pajak pekerja bebas atau pegawai swasta mereka welcome
saja dengan hadirnya sistem informasi e-Filing, karena mereka belum diwajibkan
untuk menggunakan e-Filing. Namun ada beberapa wajib pajak di antara mereka
yang penasaran dengan penggunaan e-Filing bahkan mereka sudah cenderung
menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan di tiap tahunnya. Seperti
informan “Arif” yang mengatakan bahwa informan belum pernah mendapatkan
sosialisasi secara langsung terkait penggunaan e-Filing, mungkin kami karena
pegawai swasta, sehingga tidak disosialisasikan secara merata. Namun informan
katakan juga bahwa mereka tetap ingin tahu bagaimana cara penggunaan
sistem informasi e-Filing, jadi DJP harus melakukan sosialisasi secara merata.
5.5 Ringkasan
Benang merah yang dapat ditarik dalam pembahasan di atas yaitu
menguraikan persepsi wajib pajak yang tergolong ASN / PNS dari berbagai
pemahaman dan pengetahuan serta pengalaman informan (wajib pajak) terkait
kewajiban atas penggunaan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan, yang
kemudian dituangkan ke dalam wadah ranah publik sebagai bahan koreksi bagi
DJP yang sifatnya membangun. Fakta memperlihatkan bahwa berbagai persepsi
wajib pajak yang tercermin dalam gelap gemelutnya nilai-nilai e-Filing yang
menjadi sebuah keluhan bagi wajib pajak dalam pelaporan SPT Tahunan. Hal
seperti ini harusnya DJP memberikan perhatian khusus kepada wajib pajak, Jika
keluhan dari wajib pajak terus menerus dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian
dari DJP, maka hal tersebut dapat merubah mindset atau pola pikir wajib pajak
untuk tidak menggunakan e-Filing secara mandiri.
Hadirnya persepsi dari wajib pajak yang menjadi sebuah dilema dalam
menentukan sikap atas penggunaan sistem informasi e-Filing dapat dilihat dari
berbagai kendala seperti, pertama, tumpang tindih antara kewajiban dan
102
kesulitan wajib pajak menggunakan e-Filing, hal ini menjadi dilema tersendiri bagi
wajib pajak, menagpa tidak? Di sisi lain wajib pajak harus mematuhi peraturan
Nomor 8 tahun 2015 atas kewajiban wajib pajak yang tergolong ASN / PNS
dalam menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan. Di sisi lain wajib
pajak mendapatkan kesulitan dalam pelaporan SPT dengan e-Filing, seperti,
sulitnya mendapatkan e-FIN atau nomor registrasi sebagai aktivasi e-Filing.
Sulitnya mendapatkan e-FIN dapat menjadi kendala tersendiri bagi wajib pajak,
seperti beberapa keluhan dari informan bahwa “untuk mendapatkan e-FIN kita
harus ke KPP lagi untuk mendaftarakan diri dengan mengisi formulir manual dan
lebih parahnya lagi karena tidak boleh terwakilkan oleh orang lain. Apa sih
sulitanya kalau di fitur e-Filing Jika disediakan form untuk registrasi e-FIN? Jadi
ketika ingin mendaptakan e-FIN cukup dengan mendaftarkan KTP dan NPWP
secara online tanpa harus ke KPP lagi”. Kemudian sulitnya bagi wajib pajak
untuk menggunakan e-Filing, kesulitan yang didapatkan dalam sistem e-Filing
itu sendiri yaitu penyediaan formulir wajib pajak yang tergolong PNS pekerjaan
bebas seperti Dokter, Pengacara dan profesi sejenis lainnya dengan kode
formulir 1770 itu tidak ditemukan dalam fitur sistem aplikasi e-Filing. Pada saat
wajib pajak ingin mengupload berkas dengan format file CSV yang diminta oleh
formulir 1770 maka wajib pajak harus terlebih dahulu menginstal aplikasi khusus
formulir 1770 di masing-masing komputer.
Kedua, persepsi wajib pajak ASN / PNS terhadap kewajiban penggunaan e-
Filing. Berbagai persepsi pun bermunculan dari berbagai wajib pajak seperti,
persepsi kebermanfaatan terhadap penggunaan e-Filing, informan katakan
bahwa informan belum merasakan sepenuhnya manfaat dari sistem informasi e-
Filing itu sendiri. Yang dimana penyebab utamanya adalah jaringan internet yang
tidak mendukung sehingga informan belum mersakan berbagai manfaat dari e-
103
Filing. Kemudian persepsi kemudahan terhadap penggunaan e-Filing,
informan katakan bahwa masih kesulitan dan tidak mudah bagi informan untuk
menggunakan sistem informasi e-Filing. Karena masih ada beberapa hal yang
belum diketahui oleh informan, misalkan ketika ingin menggunakan formulir
dengan kode 1770 bagi PNS pekerjaan bebas, yang dimana membutuhkan
berkas pelaporan berupa file yang berformat CSV. Rumitnya disini ketika harus
menginstal aplikasi pendukung di luar aplikasi e-Filing di masing-masing
komputer, untuk mengupload berkas atau file yang berformat CSV. Kemudian
informan juga belum mengetahui cara pelaporan SPT ketika terjadi selisih bayar
atau kurang bayar pajak jika terjadi selisih bayar. Kemudian yang terakhir
persepsi kepuasan wajib pajak terhadap penggunaan e-filing, menurut
informan bahwa dari berbagai kendala yang dialami dan dirasakan oleh informan
ketika menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan, itu belum
memberikan kepuasan tersendiri bagi informan.
104
BAB VI
KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN KETERBATASAN PENELITIAN
6.1 Kesimpulan
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi transendental
Edmund Husserl yang memotret perilaku wajib pajak atas penggunaan sistem
informasi e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan, yang dituangkan dalam
sebuah analisis berdasarkan pengalaman informan (wajib pajak) yang memiliki
sisi objektif (noema) dan subyektif (noesis). Berdasarkan pengalaman informan
terkait penggunaan sistem informasi e-Filing (transendental) dapat membuka
cakrawala berfikir dalam memahami perilaku wajib pajak. Fenomena yang terjadi
dapat dilihat dari paradigma atau sudut pandang yang berbeda dari wajib pajak
terkait penggunaan sistem informasi e-Filing yaitu adanya kendala dalam
penggunaan sistem informasi e-Filing yang dapat mempengaruhi perilaku wajib
pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing dan perilaku hadir ketika
melihat dan merasakan kondisi di lapangan. Hal tersebut dapat dilihat dari
berbagai persoalan.
Pertama, perilaku “enggan” dalam penggunaan sistem informasi e-Filing
disebabkan karena kurangnya pemahaman wajib pajak terkait penggunaan e-
Filing. Wajib Pajak mengaku bahwa mereka enggan menggunakan e-Filing
karena takut ketika melakukan kesalahan dalam pelaporan SPT Tahunan secara
online (e-Filing). Namun, Wajib Pajak tetap patuh dalam pelaporan SPT Tahunan
walaupun mereka (Wajib Pajak) harus ke KPP lagi untuk melaporkan SPT
dengan meminta bantuan kepada petugas pajak. Rumitnya prosedur
penggunaan e-Filing sehingga sebagian Wajib Pajak sering larut dalam
104
105
kerumitan tersebut, tidak lain sebagian besar dari Wajib Pajak yang tergolong
lanjut usia 50 tahun ke atas. Wajib Pajak yang tergolong lanjut usia tersebut, sulit
bagi mereka untuk memahami prosedur penggunaan e-Filing apalagi
penggunaan e-Filing hanya dilakukan satu kali dalam satu tahun.
Kedua, Wajib Pajak acuh tak acuh dalam penggunaan e-Filing karena
faktor keisbukkan. Kesibukkan di rumah maupun dikantor yang menyebabkan
wajib pajak sehingga terlena, malas dan gagal fokus kembali pada e-Filing
menyebabkan waktu pelaporan SPT Tahunan menjadi tertunda bahkan
terlambat.
ketiga, rendahnya minat Wajib Pajak dalam penggunaan sistem informasi
e-Filing. Wajib pajak merasa belum memahami sepenuhnya dalam penggunaan
e-Filing, sehingga animo atau minat wajib pajak untuk menggunakan e-Filing itu
sangat rendah. Hal tersebut disebabkan karena tidak adanya sosialisasi secara
merata bagi wajib pajak pribadi. Olehnya itu wajib pajak menginginkan adanya
sosialisasi secara intens dan merata dengan melakukan personal approach atau
pendekatan pribadi agar wajib pajak lebih mudah untuk memahami prosedur
penggunaan sistem informasi e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan.
Keempat, rasa takut yang menghantui atas penggunaan e-Filing.
Keraguan atau rasa takut yang dirasakan wajib pajak atas penggunaan e-Filing
merupakan dampak dari tidak tersedianya bandwidth atau kecepatan internet
secara maksimal. Sehingga ketika wajib pajak secara serentak mengakses
jaringan server sistem informasi e-Filing, maka secara otomatis jaringan internet
mengalami gangguan, bahkan terjadi error disaat menginput formulir elektronik
dalam pelaporan SPT Tahunan secara online. Hal tersebut yang menjadi
kegelisahan atau ketakutan bagi wajib pajak sehingga wajib pajak merasa
waswas untuk menggunakan sistem informasi e-Filing secara mandiri. Kondisi
106
tersebut membuat wajib pajak khawatir apakah mereka sudah melakukan
dengan benar dalam pengisian formulir atau justru tidak dan malah tejadi selisih
bayar.
6.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain sebagai berikut :
Pertama, penelitian ini belum sepenuhnya mengumpulkan referensi
rujukan semisal teori dan hasil-hasil penelitian yang terkait langsung dengan
perilaku wajib pajak terhadap penggunaan e-Filing. Untuk mengungkap dan
menggali secara mendalam penelitian ini, maka dari itu penelitian ini lebih
menggunakan pendekatan kepada pemahaman informan secara komprehensif
daripada pendekatan regulatif.
Kedua, penelitian ini belum bergerak lebih jauh untuk melacak wajib pajak
yang terdaftar di masing-masing KPP Pratama yang ada di kota Makassar
berdasarkan range umur atau usia masing-masing wajib pajak, penelitian ini
hanya melacak secara umum dan hanya memilih beberapa informan yang benar-
benar berkompeten sebagai wajib pajak dalam melihat carut marutnya
penggunaan sistem informasi perpajakan e-Filing.
6.3 Rekomendasi
Penelitian ini melahirkan beberapa rekomendasi yang sifatnya
membangun, antara lain sebagai berikut :
Pertama, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harusnya melakukan sosialisasi
secara intens dan merata serta melakukan pendekatan khusus (personal
approach) yang menuntun para wajib pajak secara personal baik di kalangan
ASN / PNS maupun di kalangan Swasta atau pekerja bebas. Dengan begitu
wajib pajak akan menggunakan sistem informasi e-Filing dalam pelaporan SPT
107
Tahunan secara mandiri tanpa harus datang ke KPP memenuhi antrian yang
panjang hanya untuk meminta bantuan petugas pajak.
Kedua, Drektorat Jenderal Pajak (DJP) bersama pemerintah memberikan
fasilitas jaringan internet dengan bandwich yang tinggi dan memadai di kota
Makassar khususnya jaringan server lingkup DJP atau lingkup KPP Pratama
Makassar. Dengan begitu jaringan lalod dan error akan terhindarkan disaat wajib
pajak melakukan pelaporan SPT Tahunan secara online (e-Filing).
Ketiga, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harusnya memeberikan
kemudahan bagi wajib pajak untuk mendapatkan Electronic Filing Identification
Number (E-FIN). Dalam hal ini DJP dengan cara menyediakan fitur pada aplikasi
e-Filing untuk melakukan registrasi e-FIN. Sehingga wajib pajak cukup dengan
menyediakan KTP atau NPWP untuk melakukan registrasi secara online guna
mendapatkan e-FIN, tanpa harus ke KPP lagi untuk melakukan registrasi.
Keempat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan penambahan fitur-
fitur pada aplikasi e-Filing sesuai kebutuhan user atau pengguna dalam hal ini
wajib pajak agar dimudahkan dalam penggunaan sistem informasi e-Filing.
Semisal penambahan fitur untuk upload berkas atau file yang berformat CSV
bagi wajib pajak yang tergolong ASN / PNS pekerja bebas dan fitur untuk
mendownload surat setoran pajak (SSP) apabila terjadi selisih bayar atau kurang
bayar, tanpa harus ke KPP lagi untuk meminta surat setoran pajak (SSP) pada
petugas pajak.
Kelima, Wajib Pajak harus mematuhi aturan yang berlaku terkait batas
waktu atau jatuh tempo yang telah ditentukan dalam pelaporan SPT Tahunan
dan lebih berani untuk menggunakan e-Filing secara mandiri dalam pelaporan
SPT Tahunan tanpa harus datang lagi ke KPP.
108
Keenam, Wajib Pajak tidak boleh acuh tak acuh terhadap
penggunaan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan dan wajib pajak
harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk belajar dalam penggunaan
sistem informasi e-Filing.
109
DAFTAR PUSTAKA
Adjat Djatnika, 2014. Walikota Bandung dan Wakilnya Laporkan SPT via E-filing. Diakses pada 11 April 2014 dalam <http://jabar.tribunnews.com/ 2014/03/27/wali-kota-bandung-dan- wakilnya-laporkan-spt-via-e-filling. Senin, 03 Agustus 2015 | 21:05 WITA.
Ajzen, I. dan Fishbein, M. 1975. Understanding Attitudes and Predicting Social Behavior. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ.
Alabede, Zainol and Idris. 2011. Tax Service Quality and Compliance Behaviour
in Nigeria: Do Taxpayer‟s Financial Condition and Risk Preference Play Any Moderating Role. Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences, ISSN 1450-2887 Issue 78 (2011)
Anton M. Meliono, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai
Pustaka, Jakarta.
Arief Wibowo, 2006. Kajian tentang Perilaku Pengguna Sistem Informasi dengan
Pendekatan Technology Acceptance Model (TAM), Universitas Budi
Luhur, Jakarta.
Ari Kamayanti, 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif Akuntansi, Yayasan Rumah
Peneleh, Jakarta Selatan.
Avianto, Rahayu, dan Bayu. 2016. Analisa Peranan E-Filing Dalam Rangka
Meningkatkan Kepatuhan Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan
Wajib Pajak Orang Pribadi. Jurnal Perpajakan Vol. 9 No. 1
Universitas Brawijaya.
Azhar, Susanto 2008. Sistem Informasi Akuntansi, T. Lingga Jaya : Jakarta.
Bogdan, R. C., & Biklen, S. K. 1982. Qualitative research for education: An
introduction to theory and methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Chr.Jimmy L.Gaol. 2008. Sistem Informasi Manajemen. Grasindo. Jakarta.
Citra dan Noviandini. 2012. Pengaruh Persepsi Kebermanfaatan, Persepsi
Kemudahan Penggunaan, Dan Kepuasan Wajib Pajak Terhadap
Penggunaan E-Filing Bagi Wajib Pajak. Jurnal Nominal Vol. 1 No. 1
Universitas Negeri Yogyakarta.
Davis FD., 1989. Perceived Usefullness, Perceived ease of use of Information Technology. Management Information System Quarterly, 21(3).
109
110
Denzin N.K. 1994. The Art and Politics of Interpretion, in Denzin N.K. and Lincoln
Y.S. (eds)., 1994, Handbook Qualitative Research, New Delhi : Sage
Publication.
Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. 1998. Collecting and interpreting qualitative
material, Thousand Oaks, CA: Sage.
Devano, S dan Siti Rahayu, 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Kencana,
Jakarta.
Dewi, A.A. Ratih Khomalyana. 2009. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penerimaan Wajib Pajak terhadap Penggunaan E-filling.” Fakultas
Ekonomi, Universitas Diponegoro.
Djoko Mulyono, 2008. Ketentuan Perpajakan Lengkap Dengan Undang-undang
No. 28 Tahun 2007, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Evi Hindrayana dan Humdiana, 2009. Sistem Informasi Manajemen,
mempersiapkan pekerja berbasis pengetahuan dalam mengelola
system informasi. Mitra Wacana Media, Jakarta.
Fishbein, Martin and Ajzen, Icek, 1975. Belief, Attitude, Intention and Behavior:
An Introduction to Theory and Research, Addison-Wesley Publishing
Company Inc, Menlo Park, California.
Focus, Fafa. 2010. Stategi Cerdas Memengaruhi Dan Mempertahankan Konsumen. visimedia. Jakarta.
Furchan, Arief, 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya : Penerbit
Usaha Nasional, Surabaya.
Garfinkel, Harold, 1991. studies in ethnometodology, englewood Cliffs, new
Jersey : Pentice Hall.
Garfinkel, Harold, 1988. studies in ethnometodology, englewood Cliffs, new
Jersey : Pentice Hall.
Gefen, D., Karahanna, E. and Straub, D. 2003. Trust and TAM in Online shopping : an integrated model. MIS Quarterly, 27(1):51-90.
George H. Bodnar, William S. Hopwood, 2000. Sistem Informasi Akuntansi, Buku
Satu, Salemba Empat, Jakarta.
Giddlens, Anthony and Jonathan H.Turner (ed.). 2008. social Theory Today :
Panduan Sistematis Tradisi dan Tren Terdepan Teori Sosial,
Terjemahan Yudi Santoso, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Gordon B. Davis, 1991. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen Bagian 1,
PT Pustaka Binamas Pressindo, Jakarta.
111
Harinurdin, Erwin. 2009. Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan. Bisnis &
Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, ISSN 0854-3844
Hlm. 96-104. Vol. 16 No. 2.
Hastuty, Endang Novi, dan Jenie, Siti Ismijati. 2006. Implementasi
Elektronik Filing Sistem e-Filing Dalam Praktek Perpajakan di
Indonesia. Sekolah Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Jurnal
SOSIOSAINS 19 (2) April 2006.
Heritage, John. 1984. Garfinkel and Ethnometodologi. Cambridge: Polity Press.
Ibrahim, I. 2012. Factors Underpinning Usage Behaviour of an Electronic Filing
System: The Case of Malaysian Personal Taxpayer. Paper
presented at Australian Tax Teachers Association (ATTA)
Conference.
Ismadji Suryadi, 2011. Process & Product Innvation For Techno Preneurship,
Teknik Kimia Unika Widya Mandala, vol. 6 No.2
Iwan Djuniardi. 2013. Pelaporan SPT Pajak E-filing Terus Digenjot. Diakses pada
07 September 2015 dalam <http://www.republika.co.id
/berita/ekonomi/keuangan/13/12/06/ mxdn44-pelaporanspt-pajak-
efiling-terus-digenjot, Jumat, 6 Desember 2013 | 5:48>.
Jabbar, Hijattulah Abdul, dan Pope, Jeff. 2008. Exploring The Relationship
Between Tax Compliance Costs and Compliance Issues in Malaysia.
Journal of Applied Law and Policy.
Jackson et. Al., 1997. A Global Budget For Fine Root Biumas, Surface Area, and
Nutrient Contents, Proc. Natl. Acad. SCI. USA, vol. 94 PP.
7362±7366, Ecology.
Jacob Vredenbergt,1985. Pengantar Metodologi Untuk Ilmu-Ilmu Empiris,
Penerbit Gramedia, Jakarta.
Jogiyanto, HM., 1995. Analisis & disain sistem informasi : pendekatan terstruktur
teori dan praktek aplikasi bisnis. Andi Offset. Yogyakarta.
Joseph W. Wilkinson, Michael J. Cerullo, 1999. Accounting Information Systems:
Essential Concepts and Applications, wiley.
Karanta, Maria., Hakkan Malmer., Ingrid Munck., Gunnar Olsson. 2000. A Citizen‟s Perspective on Public Sector Performance and Service Delivery. Progress in Measurement and Modelling of Data from Swedish Taxpayer Survey. Dipresentasikan di European Evaluation Society EES Conference, October 12, Loussanne.
112
Kerlinger, Fred N. 2000. Asas-asas Penelitian Humanioral, FE UGM, Yogyakarta.
Kismantoro Petrus, 2014. Lapor dan Setor Pajak Bisa di BRI, diakses pada
tanggal 07 September 2015, http://bisnis.tempo.co/read/news
/2014/03/24/087564852/ lapor-dan-setor-pajak-bisa-di-bri, Senin, 24
Maret 2014 | 13:07 WIB.
Kroenke, David M., 1992. Management Information System: Second
Edition, Mitchell McGraw-Hill, CA.
Kurniawan, Agung, 2005. Transformasi Pelayanan Publik, Pembaruan :
Yogyakarta.
Landy, F.J. & Becker, W.S. 1987. “Motivation Theory Reconsidered”, in
Cummings, L. L. & Staw, B. M. (Eds.), Research in Organizational
Behavior, Vol. 9: 1-38. Greenwich, Connecticut: JAI Press Inc.
Lani Sidharta, 1995, Pengantar Sistem Informasi Bisnis, P.T. ELEX Media
Komputindo, Jakarta.
Livari, Juhari, 2005. An. Empirical test of the DeLone and McLean, Model of
Information System Succes Database for Advances in Information
System Spring.
Laudon, Kenneth C.,Laudon, Jane P. 2005. Sistem Informasi Manajemen. Edisi Enam. Andi. Yogyakarta
Liberty Pandiangan. 2005. “e-Filing permudah pelaporan SPT”. Bisnis Indonesia
14 Agustus 2015.http://www.pajak2000.com/news_detail.php?id=102.
Jakarta.
Lim Ibrahim Nur, 2009. Analisis Penerapan Sistem Pelaporan Pajak dengan
Aplikasi E-Filing secara Online, Universitas Multimedia Nusantara,
ISSN 2085-4579, Ultima Infosys, vol. 1 No. 1
Lisa Humairah, David P.E. Saerang, & Ventje Ilat. 2013. Pengaruh Sistem
Administrasi Perpajakan Modern, Pemeriksaan Pajak, dan
Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Ternate. Jurnal Riset Akuntansi dan
Auditing Volume 4, Nomor 1, Juni 2013. pp43-53.
Livari, Juhani. 2005. “An Empirical Test of The DeLone-McLean Model of
Information System Success” Dataabase for Advance in Information
System (DFA). ISSN: 1532-0936 .Volume 36. ProQuest Company.
Loren Bagus, 1996. Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama : Jakarta, p. 307
113
Mahdi Hendrich. 2012. Analisa Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT
Tahunan Orang Pribadi pada KPP Pratama Kayu Agung. Jurnal
Ilmiah Volume V, Nomor 1, 2012. pp66-78.
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik, Penrbit Buku UPP AMP
YKPN, Yogyakarta
Maleong, Lexy Prof.Dr, MA. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung.
_________ 2005. Metodologi Penelitian. Remaja Rosdakarya, Bandung. Mardiasmo, 2008. Perpajakan edisi revisi 2008, PT Andi, Yogyakarta. Marina Lestari, Kertahadi, Imam Suyadi, 2013. Efektifitas Sistem Informasi
Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Malang), Fakultas Ilmu Administras Universitas Brawijaya Malang, Vol. 6 No.2.
Marshall and Rossman, 2002. Designing Qualitatitative Research, Sage Publicat
ion, London.
McLeod, Raymond, Jr & schell, George P, 2008. Sistem Informasi Manajemen,
Edisi 10, Terjemahan oleh Ali Akbar Yulianto dan Afia R. Fitriati,
Salemba Empat, Jakarta.
M. Heyvaert, B. Maes, P.Onghena, 2011. Mixed methods research synthesis:
definition, framework, and potential, Springer Science, Business
Media B.V.
Miladia, Novita. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tax
Compliance Pengusaha Kena Pajak Badan Pada Perusahaan
Industri Manufaktur di Semarang. Skripsi Universitas Diponegoro,
Tidak Dipublikasikan.
Moenir, 2006. Manajemen Pelayanan Publik, Bina Aksara : Jakarta.
Muddasir, Ahmad. 2008. Analisis Kesuksesan Penerapan Sistem Informasi
Direktorat Jendral Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Jakarta
Menteng Tiga). Tesis Tidak Terpublikasi. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Nawawi, dan Martini Hadari, 1991. Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Gajah
Mada University Press.
Neuman. W. Lawrence. 2003. Social Research Methods. Qualitative and
Quantitative Approaches. AllynandBacon. Boston.
114
Norman K. Denzin, Yuonna S. Lincoln, 2011. Handbook of Qualitative Research,
Sage Publication University of Llionis at orbana-Champaign, USA,
Texas A&M University, ISBN : 9781412974172.
Northcraft, G.B., dan Neale., 1994. Negotiating Successful Research Collaboration. New Jersey: Prentice Hall.
Notoatmodjo, 2007. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. Nurcholis, Hanif., 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dalam Otonomi Daerah.
Grasindo. Jakarta
Pandiangan, Liberti., 2013. Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan
Berdasarkan Undang-Undang Terbaru, PT Elex Media Komput indo.
Jakarta.
Pandiangan, Liberti., 2008. Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan
Berdasarkan Undang-Undang Terbaru, PT Elex Media Komput indo.
Jakarta.
Paul Starthern, 2001. Descartes in 90 Minutes. Penerbit Erlangga, Jakarta.
P.J.A. Adriani, 1991. Pegantar Ilmu Hukum Pajak. Penerbit Salemba Empat,
Jakarta.
Poerwandari, E. Kristi, 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi,
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan,
Jakarta.
Pujiani Melli, Effendi Rizal, 2009. Analisis Efektifitas Penggunaan E-System
Terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Palembang Ilir Timur,
STIE MDP.
Rahayu, Sri, dan Lingga, Ita Salsalina, 2009. Pengaruh Modernisasi Sistem.
Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal
Akuntansi Vol. 1 No. 2 Bandung Maranatha University Press.
Risal C.Y. Laihand, 2013. Pengaruh Perilaku Wajib Pajak Terhadap Penggunaan
E-Filing Wajib Pajak Di Kota Manado, Universitas Sam Ratulangi
Manado, ISSN 2303-1174, Jurnal Emba, vol. 1 No. 3.
Ritzer, George, 1996. “Structuralism, Poststructuralism and The Emergence of
Postmodern Social Theory”, dalam Sosiological Theory, New York:
The McGraw-Hill Companies, Inc.
Ritzer, George. 2009. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Raja
Grafindo Persada : Jakarta.
115
Robbins, Stephen P., 1998. Organization Behavior, Concepts, Controvercies,
Application, seventh edition, Englewood Cliffs.
Robert G Murdick. 2002. Analisis dan Desain Sistem Informasi, Andi,
Yogyakarta.
Sambuu and Chuluunbat, 2010. Proceedings of the 6th International Conference
on Theory and Practice of Electronic Governance, New York, NY,
USA, ISBN: 978-1-4503-1200-4.
Sari, E., M. 2009. Motivasi. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu
Buana : Jakarta
Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati, 2010. Perpajakan Indonesia : Teori dan
Teknis Perhitungan, Graha Ilmu : Yogyakarta.
Sondang P. Siagian, 2001. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.
_________2003. Sistem Informasi Manajemen, Bumi Aksara : Jakarta.
Sulistiany, 1999. Penelitian Kualitatif, Media Pustaka, Yogyakarta.
Sulistyo-Basuki, 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra
bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia.
Suryadi, 2006. Model kausal kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib pajak,dan
pengaruhnya terhadap kinerja penerimaan pajak:Suatu survey
diwilayah Jatim. Jurnal Keuangan Publik.Volume 4.No.1:105-121.
Tarjo dan Indra Kusumawati 2006. Analisis perilaku wajib pajak orang pribadi
terhadap pelaksanaan self assessment system: Suatu studi di Bangkalan.JAAI 10 No.1.101-120.
Turban, Efraim., McClean, Ephraim., Wetherbe. James., 2006. Information
Technology for Management Making Coinnections for Strategis
Advantage. 2nd
Edition, John Wiley & Sons.Inc. Vanessa Tatiana, Priyo Hari, 2009. Dampak sunset policy terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi kemauan membayar pajak. Makalah Simposium
Nasional Indonesia Perpajakan II.
Ward J et al, 2006. At a Glance Fisiologi; alih bahasa, dr.Indah RW; Editor,
Amalia Safitri, Rina Astikawati. Jakarta: Erlangga.
Y. Maryono & B. Patmi Istiana. 2008. Teknologi Informasi & Komunikasi 1,
Quadra, Bandung.
116
Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus: Disain dan Metode. M. Djauzi Mudjakir
(Penerjemah), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sumber Lain :
Ahmad Rudi Hartono. 2014. Banyak Masyarakat Indonesia Tak Jujur Saat Laporkan Pajak. Diakses pada 20 Maret 2014 dalam <http://www. merdeka.com/uang/banyak-masyarakat-indonesia-tak-jujur-saat-laporkan- pajak.html . Selasa, 14 September 2015 | 17:05 WITA.
Anandita Budi Suryana. 2012. Dropbox, Reformasi Birokrasi, dan Penerimaan Pajak. Jakarta. Diakses pada 19 Maret 2014 dalam <http://www.pajak.go. id/content/article/dropbox-reformasi-birokrasi-dan-penerimaan-pajak. Jumat, 25 September 2015 | 20.00 WITA.
Bambang Heru Tjahjono. 2012. Heru: Proteksi Keamanan Media TI Masih Rendah. Diakses pada 20 Maret 2014 dalam <http://www.fokus manado.com/2012/12/heru-proteksi-keamanan-media-ti-masih.html. Minggu, 4 Oktober 2015.
Danny Darussalam. 2011. Kepatuhan Wajib Pajak Badan Laporkan SPT Meningkat 53,2%. Diakses pada 7 April 2014 dalam <http://www. ortax.org/ortax/?mod=berita&page =show&id =11050&q=&hlm=. Kamis, 15 Oktober 2015.
Winna Titis Sugihanti. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Perilaku Untuk Menggunakan E-filing (Studi Empiris pada Wajib Pajak Badan Kota Semarang). Diakses pada 22 Mei 2016 dalam <http:// eprints.undip.ac.id/28634/1/Jurnal.pdf>.
http://id.wikipedia.org/wiki/Edmund_Husserl
http://yoyoksiemo.blogspot.com/2007/10/edmund-husserl-1859-1938.html
Iwan Djuniardi. 2013. Pelaporan SPT Pajak E-filing Terus Digenjot. Diakses pada 20 Maret 2014 dalam <http://www.republika.co.id/ berita/ ekonomi/ keuangan/13/12/06/ mxdn44-pelaporan-spt-pajak-efiling-terus-digenjot. Selasa, 20 Oktober 2015 | 15:48 WITA.
Kismantoro Petrus. 2014. E-filing - SPT Online?. Diakses pada 31 Mei 2014 dalam <http://finance.detik.com/read/2014/05/12/156474/ 2524566/8/efiling-spt-online. Senin, 02 November 2015 | 21.22 WITA.
Muktia Agus Budi Santoso. 2013. „Online‟, Isi SPT Cuma 10 Menit. Diakses pada 9 Oktober 2013 dalam <http://bisniskeuangan.kompas.com/read/ 2013/02/22/14030370/Online..Isi.SPT. Cuma.10.Menit . Jumat, 11 September 2015|14:30 WITA.
Saling Sharing Supaya Gak Garing\r\n@baymawarto\r\nwww.catatansibay.web.id.
117
Kamis, 04 Maret 2016. 13.00 WITA.
Syukro, 2013. melalui website resmi Direktorat Jenderal Pajak
(www.pajak.go.id). Kamis, 21 Januari 2016, 21.00 WITA.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara TahunAnggaran 2013. 16 November 2012. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012Nomor 228. Jakarta
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. 17 Juli 2007. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 85. Jakarta