11
Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional Pendahuluan Perahu atau kapal tradisional adalah salah satu sarana transportasi dan penunjang mata pencaharian di danau , sungai dan di laut. Perahu tersebut dibuat berdasarkan pengetahuan yang diperoleh secara turun-temurun. Perkembangan pengetahuannya didasarkan atas pengalaman di lapangan dan naluri dalam beradaptasi terhadap lingkungannya. Dengan demikian perahu atau kapal tradisional dari suatu daerah merupakan salah satu produk sarana yang dikembangkan berdasarkan kemampuan penyesuaian terhadap lingkungan alam di kawasan di mana pemilik atau pengrajian perahu tersebut tinggal. Proses adaptasi tesebut diwarnai oleh adat istiadat dari penduduk setempat. Sesuai dengan banyaknya suku yang berdiam di daerah pesisir atau banyaknya ragam adat istiadat di Indonesia, hal ini akan menentukan beragamnya bentuk perahu tradisional baik dari segi variasi ukuran maupun corak seni budayanya. Sebagian besar dari kapal-kapal tradisional yang beroperasi di Indonesia adalah untuk kepentingan nelayan atau kapal berjenis kapal ikan. Hal ini berkaitan langsung dengan mata pencaharian sebagian besar penduduk yang berdiam di wilayah pesisir yang pada umumnya berprofesi sebagai nelayan. Terdapat perbedaan bentuk dan ukuran antara kapal kayu yang beroperasi di dekat pantai dengan yang beroperasi di laut bebas. Namun beberapa perahu memiliki kesamaan bentuk di bagian lambung, yaitu berbentuk huruf U. Kapal ikan tradisional dibuat mengikuti rencana operasi penangkapan yang ditentukan oleh jenis dan besar ukuran alat tangkap ikannya. Perkembangan alat tangkap ikan mengikuti kebutuhan yang didasarkan perkembangan kondisi di lapangan, misal penyesuaian alat tangkap berdasarkan kondisi lapisan air, yaitu alat tangkap ikan untuk bagian di lapisan permukaan, di bagian dasar atau di antara keduanya, kemudian kondisi dasar yang berpasir, berlumpur, atau berbatu karang. Sedangkan berdasarkan jarak pelayaran, perahu atau kapal tradisional dapat dibuat untuk keperluan operasi tangkap di dekat pantai atau di lautan bebas. Perahu atau kapal ikan sebagai sarana alat tangkap ikan dibangun untuk mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan operasi tangkap sebagaimana diuraikan di atas. Indonesia adalah suatu negara yang memiliki wilayah teritorial dengan hampir 2/3 wilayahnya terdiri atas lautan yang dipisahkan dengan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Fakta lain menunjukkan bahwa terdapat banyak suku dan ragam adat istiadat yang secara langsung akan menentukan

Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional Pendahuluan

Embed Size (px)

Citation preview

Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional

Pendahuluan

Perahu atau kapal tradisional adalah salah satu sarana transportasi dan

penunjang mata pencaharian di danau , sungai dan di laut. Perahu tersebut dibuat

berdasarkan pengetahuan yang diperoleh secara turun-temurun. Perkembangan

pengetahuannya didasarkan atas pengalaman di lapangan dan naluri dalam

beradaptasi terhadap lingkungannya. Dengan demikian perahu atau kapal tradisional

dari suatu daerah merupakan salah satu produk sarana yang dikembangkan

berdasarkan kemampuan penyesuaian terhadap lingkungan alam di kawasan di

mana pemilik atau pengrajian perahu tersebut tinggal. Proses adaptasi tesebut

diwarnai oleh adat istiadat dari penduduk setempat. Sesuai dengan banyaknya suku

yang berdiam di daerah pesisir atau banyaknya ragam adat istiadat di Indonesia, hal

ini akan menentukan beragamnya bentuk perahu tradisional baik dari segi variasi

ukuran maupun corak seni budayanya.

Sebagian besar dari kapal-kapal tradisional yang beroperasi di Indonesia

adalah untuk kepentingan nelayan atau kapal berjenis kapal ikan. Hal ini berkaitan

langsung dengan mata pencaharian sebagian besar penduduk yang berdiam di

wilayah pesisir yang pada umumnya berprofesi sebagai nelayan. Terdapat perbedaan

bentuk dan ukuran antara kapal kayu yang beroperasi di dekat pantai dengan yang

beroperasi di laut bebas. Namun beberapa perahu memiliki kesamaan bentuk di

bagian lambung, yaitu berbentuk huruf U.

Kapal ikan tradisional dibuat mengikuti rencana operasi penangkapan yang

ditentukan oleh jenis dan besar ukuran alat tangkap ikannya. Perkembangan alat

tangkap ikan mengikuti kebutuhan yang didasarkan perkembangan kondisi di

lapangan, misal penyesuaian alat tangkap berdasarkan kondisi lapisan air, yaitu alat

tangkap ikan untuk bagian di lapisan permukaan, di bagian dasar atau di antara

keduanya, kemudian kondisi dasar yang berpasir, berlumpur, atau berbatu karang.

Sedangkan berdasarkan jarak pelayaran, perahu atau kapal tradisional dapat dibuat

untuk keperluan operasi tangkap di dekat pantai atau di lautan bebas. Perahu atau

kapal ikan sebagai sarana alat tangkap ikan dibangun untuk mengakomodasi

kebutuhan-kebutuhan operasi tangkap sebagaimana diuraikan di atas.

Indonesia adalah suatu negara yang memiliki wilayah teritorial dengan

hampir 2/3 wilayahnya terdiri atas lautan yang dipisahkan dengan ribuan pulau yang

tersebar dari Sabang hingga Merauke. Fakta lain menunjukkan bahwa terdapat

banyak suku dan ragam adat istiadat yang secara langsung akan menentukan

keberagaman bentuk dan ukuran dari perahu atau kapal tradisional. Salah satu

contoh kapal tradisional yang beroperasi di perairan Indonesia adalah kapal

tradisional yang beroperasi di daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa. Secara umum

bentuk perahu nelayan yang beroperasi di pantura, berdasarkan teknik

pembuatannya di bedakan atas perahu jukung dan perahu jenis mayang. Jukung

adalah perahu kecil yang dibuat dari satu batang kayu yang digali bagian dalamnya

yang membentuk ruang yang dapat mengangkut muatan dan di bagian luar dari

batang tersebut dibuat bentuk stream line dan mengerucut pada bagian ujung-

ujungnya. Sedangkan mayang merupakan perahu besar yang dibangun dengan

menggunakan bilah-bilah papan. Bentuk buritan dapat melengkung atau lurus,

sedang di bagian haluan bentuk lengkungannya disesuaikan kebiasaan atau

kebutuhan. Baik perahu jukung maupun perahu mayang memiliki ukuran bervariasi

dan dapat memiliki nama atau sebutan yang berbeda untuk beberapa daerah.

Perahu jenis ini telah digunakan di sepanjang Pantura dengan berbagai sebutan

antara lain : jegong, landrangan, sopek, pancasan, konting, bikung, kolek, kolekan,

dll. Secara umum perahu ini disebut sebagai sampan. Jenis perahu ini hanya

beroperasi di dekat pantai. Sedangkan perahu mayang dikenal sebagai perahu

Rembang atau perahu Jawa. Gambar 1. menunjukkan contoh perahu atau kapal

rembangan atau perahu Jawa. Perahu ini beroperasi pada jarak relative jauh dari

pantai, dan pada umumnya menggunakan payang sebagai alat tangkap ikan.

Gambar 1. Contoh Kapal Tradisional Pantai Utara Jawa a) Kapal Ikan Tradisional Brondong, Lamongan, b) Kapal Rembang/Kragan, c) Kapal Juwono.

a b

c

Teknologi Pembuatan Perahu Besar (Mayang)

Persiapan Bahan Baku

Sebagaimana telah diketahui secara umum bahwa bahan baku utama dari

pembuatan perahu atau kapal tradisional adalah kayu. Demikian pula dengan perahu

mayang sebagai perahu berukuran besar. Pemilihan bahan umumnya sedapatkan

mungkin diperoleh dari daerah di mana perahu dibangun. Hal ini ini bertujuan

menghemat biaya pembuatan. Jika untuk jenis kayu tertentu yang dibutuhkan tidak

diperoleh, akan didatangkan bahan kayu dari daerah lain. Seperti kayu meranti yang

tidak tumbuh di Pulau Jawa, jika dipertimbangkan perlu untuk mendatangkan

material tersebut karena tidak memperoleh substitusi material yang tepat, maka

kebutuhan kayu dapat dipenuhi dari daerah penghasil kayu tersebut, misal

Kalimantan, Sumatera, dll. Peraturan Kapal Kayu BKI 1996 pada halaman lampiran,

memberikan suatu informasi tentang daftar daerah penghasil berbagai jenis kayu

serta rekomendasi penggunaannya untuk bagian konstruksi tertentu dalam kapal.

Bahan baku kayu yang telah didatangkan dari sumber bahan baku, akan

ditempatkan di lapangan atau tempat terbuka. Bahan kayu tersebut umumnya masih

bersifat mentahan, proses selanjutnya kayu akan dipotong, dibelah atau digergaji

dan diketam untuk keperluan konstruksi profil kerangka dan kulit lambung kapal.

Untuk jenis kayu jati, terdapat perbedaan kualitas antara kayu jati yang dijemur di

tempat terbuka dengan kayu jati yang berada di Tempat Penimbunan Kayu (TPK)

milik perhutani. Kayu dari TPK Perhutani ini adalah kayu jati yang ditebang setelah

satu tahun dimatikan pohonnya. Hal ini menyebabkan tekstur kayu mengeras dan

kandungan air di dalamnya telah mengering. Kayu jati ini memiliki kualitas terbaik,

umumnya digunakan untuk konstruksi bagian bawah kapal yang membutuhkan

ketahanan yang tinggi. Harga kayu jati ini dapat mencapai Rp. 12 juta/m3. Gambar 2.

menunjukkan situasi penempatan atau penumpukan material kayu untuk berbagai

keperluan pembuatan profil konstruksi dan kulit kapal.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2. (a), (b), (c), (d) Material kayu diletakkan di lapangan atau tempat terbuka sebelum diolah.

Proses Pengolahan Kayu

Sebelum proses perakitan atau pembangunan kapal dilakukan, terlebih

dahulu dilakukan pengolahan kayu mentah yang telah disediakan. Tujuan dari

pengolahan kayu adalah untuk mendapatkan profil-profil konstruksi untuk

kebutuhan sistem kerangka dan papan-papan untuk kebutuhan kulit lambung

maupun geladak. Profil-profil konstruksi dan kulit tersebut dibentuk dengan cara

memotong, membelah, melakukan proses penyambungan, dan mengetam untuk

mendapatkan permukaan yang halus. Sebelumnya dilakukan pemrosesan terlebih

dahulu dari material mentah menjadi material siap untuk dibentuk, dengan

menggunakan alat mekanis bertenaga mesin. Setelah itu dilakukan pembentukan

profil konstruksi sesuai fungsinya. Pekerjaan detail konstruksi dapat secara manual

atau dipercepat dengan bantuan peralatan mekanis bertenaga listrik, seperti gergaji

listrik, alat ketam dan gerinda listrik, bor listrik, dan sebagainya.

Penggunaan teknologi mekanis sesuai perkembangannya untuk proses

pengolahan kayu tidak serta merta menghilangkan ciri khas utama dari kapal

tradisional, karena keberadaan alat tersebut bersifat mempercepat proses

pengolahan bahan. Ciri khas kapal tradisional masih tetap ada, di mana hal ini

disebabkan karena secara umum pola pembangunan kapalnya masih mengikuti cara

yang lama, yaitu kapal dibangun tanpa proses desain atau hanya berdasarkan

pengalaman pembuatnya.

Untuk profil konstruksi gading yang melengkung, dibentuk dengan

menggunakan beberapa potong kayu. Bagian lengkung gading dapat diperoleh dari

kayu yang melengkung atau diperoleh melalui proses pengolahan terhadap suatu

balok kayu. Khusus untuk papan kulit, guna mendapatkan kelengkungan sesuai

dengan yang diharapkan, dilakukan proses pemanasan di atas api. Pemanasan dapat

berlangsung hingga beberapa jam, di mana lama waktu pemanasan ditentukan oleh

jenis kayu dan ukuran ketebalannya. Proses pemanasan ini baru berhenti setelah

bentuk kelengkungan papan sesuai dengan yang diharapkan. Selain pemanasan,

lengkungan kayu juga dapat diperoleh dengan penggunaan katrol. Gambar 3.

menunjukkan salah satu proses pengolahan kayu untuk keperluan konstruksi dan

kulit lambung kapal.

a b

c d

e

Gambar 3. Proses pengolahan kayu untuk profil konstruksi dan kulit

lambung, (a) – (f) proses pembuatan profil dimulai dari pengolahan kayu mentah, (g) – (k) proses pembentukan kulit sesuai bentuk lengkungan, dengan cara pemanasan dan penggunaan katrol.

f

g

h

i

j

k

Peralatan untuk Pembuatan Kapal

Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan perahu atau kapal

tradisional pada umumnya berkembang mengikuti perkembangan teknologi di

bidang peralatan mekanis, baik yang bertenaga mesin maupun peralatan-peralatan

yang menggunakan tenaga listrik sebagai sumber tenaga penggeraknya. Contoh

gergaji besar yang masih digunakan oleh pengrajin perahu asal Brondong Lamongan

Jawa Timur adalah gergaji Denso (chainsaw) yang digerakan oleh mesin diesel.

Sedangkan untuk penghalus permukaan dapat digunakan mesin ketam listrik,

gerinda, atau penggunaan mesin bor untuk membuat lubang pasak atau paku, mesin

bor besar untuk lubang poros, dan sebagainya. Meskipun demikian untuk bagian-

bagian tertentu pengrajin masih menggunakan peralatan manual, seperti palu, gada,

kapak, parang, dan sebagainya. Gambar 4. menunjukkan contoh berbagai macam

peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan perahu atau kapal tradisional.

a

b

c

d

e

f

Gambar 4. Contoh beberapa peralatan yang digunakan untuk pembuatan perahu, (a) – (e) peralatan yang digunakan untuk pengolahan kayu hingga siap untuk pembentukan profil konstruksi, (f), (g), (h) peralatan manual untuk pembentukan profil, dan peralatan listrik yang terdiri atas (i) mesin bor, (j) mesin gergaji potong, (k) mesin ketam, dan (l) mesin gerinda.

Proses Perakitan atau Pembangunan Kapal

Kapal berukuran relative besar umumnya memiliki struktur yang sedemikian

komplek. Bagian yang satu terkait mutlak dengan bagian yang lain dan merupakan

g h

i j

k l

suatu urutan yang harus dikerjakan secara bertahap. Misal peletakan lunas,

merupakan bagian awal yang harus disediakan terlebih dahulu sebelum pemasangan

gading atau kulit. Selain itu bagian-bagian dari konstruksi profil dalam badan kapal

juga bersifat spesifik baik dari bentuk, ukuran maupun cara penanganannya.

Perbedaan yang mencolok antara kapal tradisional dengan kapal modern adalah

proses perakitan profil gading dengan kulit kapal. Untuk kapal tradisional pada

umumnya pembentukan lambung dimulai dari pemasangan kulit kapal setelah

peletakan lunas, baru kemudian dipasang gading dari sisi bagian dalam lambung

kapal. Hal ini berlaku sebaliknya untuk kapal-kapal modern, yaitu menyelesaikan

terlebih dahulu sistem kerangka, baru disusul dengan pemasangan kulit. Gambar 5.

Menunjukkan perbedaan dari dua metode pembangunan lambung kapal.

Gambar 5. Dua metode pembangunan lambung kapal, a) Metode tradisional, b) Metode modern.

Proses perakitan atau pembangunan kapal tradisional untuk perahu berbadan besar

pada umumnya dimulai dari peletakan lunas. Profil lunas ini memegang peranan penting

terutama dalam perkiraan biaya produksi atau pembuatannya, umumnya biaya produksi

dapat diperkirakan menurut panjang lunas. Untuk langkah berikutnya lunas ini akan

disambung dengan profil kayu dari linggi haluan dan buritan. Setelah linggi haluan dan

buritan terpasang pada lunas, tahap berikutnya dapat dilakukan pemasangan kulit lambung.

Hingga ketinggian tertentu sebelum pemasangan kulit sampai pada tinggi geladak

maksimum, pemasangan profil gading dapat dilaksanakan dari sisi dalam lambung kapal

mulai dari alas kapal. Penyempurnaan dari setiap bentuk gading dalam kapal dapat berjalan

seiring penyelesaian dari pemasangan kulit lambung. Setelah proses perakitan lambung

selesai (profil gading telah terpasang sempurna dengan kulit), langkah selanjutnya adalah

pembuatan konstruksi geladak. Keberadaan konstruksi geladak ini akan memberikan

kekuatan memanjang yang cukup besar dari kapal. Konstruksi geladak dibangun dengan

mempertimbangkan bukaan bukaan dalam kapal, seperti ambang palka, bukaan kamar

mesin, dan sebagainya. Setelah konstruksi geladak selesai dibangun, proses selanjutnya

a b

dapat dimulai pembangunan rumah geladak. Rumah geladak ini selain difungsikan sebagai

ruang navigasi, dengan perluasan tertentu dapat digunakan sebagai ruang akomodasi ABK.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan kapal tradisional tidak selalu berada pada

satu tempat (galangan). Proses pembuatan bagian-bagian tertentu dapat berlangsung

ditempat lain. Misalnya pembangunan kapal ikan 50 GT di Kragan, dapat berlangsung hingga

pada penutupan geladak saja, sedangkan pembuatan bangunan atas dan pemasangan mesin

dapat dilakukan di Juwana. Demikian pula untuk proses finishing, seperti pemasangan

instalasi listrik, dapat dilaksanakan ketika kapal sudah turun ke air.

Bagian yang tidak kalah penting sebelum kapal turun ke air adalah proses

pemakalan. Tujuan dari kegiatan pemakalan ini adalah untuk menjamin kekedapan antar

sambungan papan. Guna mencapai tujuan itu, biasanya pemakalan dilakukan dengan

menggunakan kulit kayu yang ulet dan tahan lama, misal kulit kayu gelam. Selain itu dapat

pula digunakan bahan-bahan sintetik sebagai pengganti kulit kayu. Gambar 6. Menjelaskan

secara garis besar rangkaian kegiatan dalam proses pembangunan kapal tradisional.

a

b

c

Gambar 6. Urutan proses pembuatan kapal tradisional, a) Peletakan lunas dan penyambungan linggi, b) Pemasangan kulit pada lunas, c) Penyambungan antar papan semakin tinggi, d) Pemasangan profil gading di mulai dari alas menuju ke arah sisi kapal, e) Perakitan kulit dengan gading sudah selesai, f) Pembuatan konstruksi geladak, g) Pembuatan rumah geladak, h) Konstruksi rumah geladak selesai dibangun, i) Proses pemakalan untuk menjamin kekedapan, j) Badan kapal telah terbangun dengan sempurna.

j

i h

g f

e d