10
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 1 PROSES PENGEMBANGAN LAHAN DAN KETERKAITAN ANTAR STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN LAHAN KAWASAN INDUSTRI KENDAL, JAWA TENGAH Muhammad Ihsan (1) , Delik Hudalah (2) (1) Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. (2) Kelompok Keahlian Perencanaan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. Abstrak Makin pesatnya kebutuhan akan lahan perkotaan dan tingginya arus urbanisasi yang tidak terbendung berujung pada kejenuhan struktur kota yang memicu bangkitnya arus suburbanisasi. Arus suburbanisasi ini perlu ditunjang dengan pengembangan lahan yang mampu membangkitkan pusat- pusat pertumbuhan baru sekaligus menyerap penduduk di wilayah suburban. Namun penelitian yang dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa peran pemerintah daerah dalam menumbuhkan pusat- pusat baru di suburban tidak terlihat di era desentralisasi ini. Sebaliknya peran swasta dalam menyerap penduduk dan tenaga kerja sangat signifikan melaui pengembangan lahan skala besar yang dilakukan. Contohnya pengembangan lahan kawasan industri Jababeka yang dibangun oleh PT. Jababeka di Cikarang yang terletak di hinterland Jakarta. Studi kasus yang diteliti dalam penelitian ini adalah Kawasan Industri Kendal (KIK) yang sedang dikembangkan oleh PT. Jababeka di hinterland Semarang. Namun, berbeda dengan Kawasan industri Jababeka, KIK dibangun pada era desentralisasi yang diduga proses pengembangan lahan akan menjadi semakin rumit. Dari hasil analisis yang dilakukan, ternyata banyak stakeholder yang terlibat pada tahap perizinan, pembebasan lahan dan penyusunan rencana dalam proses pengembangan lahan KIK. Kata-kunci : proses pengembangan lahan, perizinan, pembebasan lahan, Kawasan Industri Kendal Pengantar Salah satu karakteristik pada era globalisasi adalah tidak terprediksinya pertumbuhan area perkotaan dan terjadi peningkatan arus urbanisasi, terutama ke kota-kota besar yang merupakan kawasan metropolitan. Arus urbanisasi yang tinggi ke kota-kota besar ini meningkatkan kejenuhan struktur dari kota tersebut. Kejenuhan struktur kota di metropolitan menimbulkan kecenderungan yang terbalik yaitu munculnya arus suburbanisasi ke daerah hinterland. Dalam penelitian Hudalah et al (2007) menyatakan bahwa kurang adanya peran pemerintah dalam fenomena suburbanisasi. Hal ini ditunjukan dengan peran pemerintah dalam dekonsentrasi industri skala besar relatif rendah di era desentralisasi ini. Dekonsentrasi industri di daerah hinterland merupakan faktor utama dalam menarik suburbanisasi melalui penyediaan lapangan pekerjaan yang besar dan berujung pada dekonsentrasi tenaga kerja di kota besar. Sebaliknya peran swasta dalam menyerap penduduk dan tenaga kerja sangat signifikan melaui pengembangan lahan skala besar yang dilakukan. Contohnya pengembangan lahan kawasan industri Jababeka yang dibangun oleh PT. Jababeka di Cikarang yang terletak di hinterland Jakarta. Masih terbatasnya penelitian mengenai proses pengembangan lahan dan rendahnya peran pemerintah daerah menjadi penting dilakukan penelitian mengenai proses pengembangan skala besar. Studi kasus yang diteliti dalam penelitian ini adalah Kawasan Industri Kendal (KIK) yang

Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaitan Antar Stakeholders dalam Pengembangan Lahan Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah

  • Upload
    itb

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 1

PROSES PENGEMBANGAN LAHAN DAN KETERKAITAN ANTAR

STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN LAHAN KAWASAN

INDUSTRI KENDAL, JAWA TENGAH

Muhammad Ihsan (1), Delik Hudalah(2)

(1)Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. (2)Kelompok Keahlian Perencanaan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan

(SAPPK), ITB.

Abstrak

Makin pesatnya kebutuhan akan lahan perkotaan dan tingginya arus urbanisasi yang tidak terbendung

berujung pada kejenuhan struktur kota yang memicu bangkitnya arus suburbanisasi. Arus

suburbanisasi ini perlu ditunjang dengan pengembangan lahan yang mampu membangkitkan pusat-

pusat pertumbuhan baru sekaligus menyerap penduduk di wilayah suburban. Namun penelitian yang

dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa peran pemerintah daerah dalam menumbuhkan pusat-

pusat baru di suburban tidak terlihat di era desentralisasi ini. Sebaliknya peran swasta dalam menyerap

penduduk dan tenaga kerja sangat signifikan melaui pengembangan lahan skala besar yang dilakukan.

Contohnya pengembangan lahan kawasan industri Jababeka yang dibangun oleh PT. Jababeka di

Cikarang yang terletak di hinterland Jakarta. Studi kasus yang diteliti dalam penelitian ini adalah

Kawasan Industri Kendal (KIK) yang sedang dikembangkan oleh PT. Jababeka di hinterland Semarang.

Namun, berbeda dengan Kawasan industri Jababeka, KIK dibangun pada era desentralisasi yang

diduga proses pengembangan lahan akan menjadi semakin rumit. Dari hasil analisis yang dilakukan,

ternyata banyak stakeholder yang terlibat pada tahap perizinan, pembebasan lahan dan penyusunan

rencana dalam proses pengembangan lahan KIK.

Kata-kunci : proses pengembangan lahan, perizinan, pembebasan lahan, Kawasan Industri Kendal

Pengantar

Salah satu karakteristik pada era globalisasi

adalah tidak terprediksinya pertumbuhan area

perkotaan dan terjadi peningkatan arus

urbanisasi, terutama ke kota-kota besar yang

merupakan kawasan metropolitan. Arus

urbanisasi yang tinggi ke kota-kota besar ini

meningkatkan kejenuhan struktur dari kota

tersebut. Kejenuhan struktur kota di metropolitan

menimbulkan kecenderungan yang terbalik yaitu

munculnya arus suburbanisasi ke daerah

hinterland. Dalam penelitian Hudalah et al (2007)

menyatakan bahwa kurang adanya peran

pemerintah dalam fenomena suburbanisasi. Hal

ini ditunjukan dengan peran pemerintah dalam

dekonsentrasi industri skala besar relatif rendah

di era desentralisasi ini. Dekonsentrasi industri di

daerah hinterland merupakan faktor utama

dalam menarik suburbanisasi melalui penyediaan

lapangan pekerjaan yang besar dan berujung

pada dekonsentrasi tenaga kerja di kota besar.

Sebaliknya peran swasta dalam menyerap

penduduk dan tenaga kerja sangat signifikan

melaui pengembangan lahan skala besar yang

dilakukan. Contohnya pengembangan lahan

kawasan industri Jababeka yang dibangun oleh

PT. Jababeka di Cikarang yang terletak di

hinterland Jakarta.

Masih terbatasnya penelitian mengenai proses

pengembangan lahan dan rendahnya peran

pemerintah daerah menjadi penting dilakukan

penelitian mengenai proses pengembangan skala

besar. Studi kasus yang diteliti dalam penelitian

ini adalah Kawasan Industri Kendal (KIK) yang

Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaitan antar Stakeholder dalam Pengembangan lahan KIK, Jawa tengah

2 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1

sedang dikembangkan oleh PT. Jababeka di

hinterland Semarang. Namun, berbeda dengan

Kawasan industri Jababeka, KIK dibangun pada

era desentralisasi yang diduga proses

pengembangan lahan akan menjadi semakin

rumit. Tujuan dari penelitian ini adalah

menjelaskan dinamika proses pengembangan

lahan yang terjadi di kawasan industri Kendal.

Proses pengembangan lahan perubahan bentuk

fisik, hak-hak, material dan nilai yang terkandung

di dalam lahan maupun bangunan dari suatu

keadaan ke keadaan lainnya, melalui upaya yang

dilakukan oleh agen-agen yang berkepentingan

dan bertujuan untuk memperoleh dan

memanfaatkan sumberdaya yang ada (Healey,

1992). Menurut Yudhono (2011) tahapan proses

pengembangan lahan meliputi; perizinan,

pembebasan lahan, pematangan lahan,

perencanaan dan pembangunan. Hal ini sejalan

dengan Peraturan Mentri Perindustrian No

35/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan

Industri dimana proses pengembangan lahan

meliputi; perizinan, pembebasan lahan, dan

penyusunan DED (Detail Engineering Design).

Stakeholder adalah suatu individu atau kelompok

yang mampu memberikan dampak ataupun

terkena dampak dari tujuan suatu pihak

(Freeman, 1984). Menurut overseas development

administration, stakeholder diklasifikasikan

menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat

keterlibatan dan signifikansi peran yang diberikan,

yaitu; stakeholder kunci, stakeholder primer dan

stakeholder sekunder.

Metode

Metodologi penelitian dilakukan dengan

mengelaborasi teori proses pengembangan lahan

yang ada dan pedoman teknis/aturan proses

pengembangan lahan dengan proses

pengembangan lahan yang terjadi di Kawasan

Industri Kendal, Jawa tengah. Pendekatan

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode penelitian kualitatif. Metode

penelitian kualitatif melakukan penelitian pada

obyek yang alamiah, yaitu obyek yang

berkembang pada adanya, tidak dimanipulasi

oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak

mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut

(Sugiyono, 2013). Proses pendekatan metode

penelitian kualitatif yang dipilih adalah studi

kasus. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan pendekatan studi

kasus dimaksudkan untuk menggambarkan

secara jelas fenomena proses pengembangan

lahan skala besar yang dilakukan PT Jababeka

dalam mendirikan Kawasan Industri Kendal, Jawa

Tengah.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik pengumpulan data

primer dan sekunder. Pengumpulan data primer

dilakukan melalui survey primer dengan

melakukan wawancara. Wawancara yang

digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

semi terstruktur, dimana pertanyaan yang

menjadi acuan wawancara telah disusun, namun

pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat

berkembang sesuai dengan temuan dan kondisi

wawancara yang dilakukan. wawancara

dilakukan untuk memperoleh data sebagai

berikut.

Tabel 1. Data Wawancara Semi Terstruktur

Responden Lingkup Pertanyaan

• PT. Jababeka, Tbk • Pemilik Lahan • Tokoh Masyarakat

• Tahapan dan Proses pengembangan lahan KIK • Perizinan • Pembebasan Lahan • Penyusunan perencanaan DED

Pemerintah Pusat; • Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan Kab. Kendal dan Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah

Pemerintah Daerah; • Bappeda Kab. Kendal • BPMPT Kab. Kendal • DISTARU Kab. Kendal • DISPERINDAG Kab. Kendal

• Tahapan dan Proses pengembangan lahan KIK • Perizinan • Pembebasan Lahan • Penyusunan perencanaan DED

• Peran kelembagaan dan keterkaitan antar stakeholder dalam proses pengembangan lahan KIK

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan

survey sekunder yang memilih data-data

berkenaan dengan penelitian. Dalam penelitian

ini data sekunder yang digunakan berupa

Muhammad Ihsan

Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 3

dokumen yang terkait perencaaan dan perizinan

pengembangan lahan kawasan industri juga

dilihat dengan kesesuaian wilayahnya, dokumen

tersebut meliputi:

a. Peraturan Menteri Perindustrian Republik

Indonesia Nomor 35/M-IND/PER/3/2010

tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri

b. Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor

20 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten

Kendal Tahun 2011-2031

c. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009

Tentang Kawasan Industri

d. Peraturan terkait tugas pokok dan fungsi

kelembagaan yang terlibat dalam proses

pengembangan lahan KIK

e. Dokumentasi (riset, fact book, profil) yang

dimiliki PT. Jababeka, Tbk terhadap

pengembangan Kawasan Industri Kendal

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam dalam

penelitian ini adalah analisis data kualitatif yang

terdiri dari tiga analisis yaitu analisis isi (content

analysis) terhadap transkrip wawancara, analisis

deskriptif terhadap data sekunder dan analisis

pemetaan stakeholder (stakeholder mapping).

Analisis isi dan analisis deskriptif digunakan untuk

menarik interpretasi mengenai proses

pengembangan lahan KIK dengan melihat

kesesuaian antara peraturan dengan dinamika

yang terjadi di lapangan. Sedangkan analisis

pemetaan stakeholder digunakan untuk

memetakan keterkaitan antar stakehoder yang

terlibat dalam proses pengembangan lahan KIK.

Proses Pengembangan Lahan KIK

Untuk mengetahui proses pengembangan lahan

kawasan industri Kendal perlu diidentifikasi

tahapan-tahapan pengembangan lahan yang

dilakukan. Tahapan pengembangan lahan yang

dilakukan melihat fenomena yang terjadi di

lapangan dengan mengacu pada Peraturan

Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor

35 tahun 2010 tentang pedoman teknis kawasan

industri yaitu perizinan, pembebasan lahan dan

perencanaan DED (Detail Engineering Design).

Gambar 1 adalah gambar proses pengembangan

lahan yang terjadi di lapangan dari hasil analisis

isi terhadap transkrip wawancara.

Tahap pertama dalam proses pengembangan

lahan KIKi adalah memperoleh izin prinsip. Izin

Gambar 1. Proses Pengembangan Lahan Kawasan Industri Kendal

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaitan antar Stakeholder dalam Pengembangan lahan KIK, Jawa tengah

4 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1

prinsip diterbitkan oleh BPMPT (Badan

Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu)

Kabupaten Kendal yang disahkan oleh Bupati.

Untuk memperoleh izin prinsip tersebut

dibutuhkan serangkaian proses dari permohonan

izin prinsip hingga penerbitan izin prinsip. Dalam

permohonan izin prinsip, PT. Jababeka harus

memiliki izin penanaman modal dari BKPM Pusat

dikarenakan dalam mengembangkan KIK PT.

Jababeka bekerjasama dengan perusahaan

Singapur yaitu Sembcorp. Selain izin penanaman

modal, dokumen yang harus dipenuhi dalam

permohonan izin prinsip adalah proposal, akta

pendirian perusahaan, NPWP-PT (Nomor Pokok

Wajib Pajak), copy dari KTP direktur perusahaan,

serta pengesahan akta PT (perseroan terbatas)

dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Setelah PT. Jababeka memenuhi semua itu,

dokumen permohonan izin prinsip tersebut

dimasukan kepada bidang pengelolaan perizinan

BPMPT Kabupaten Kendal. Permohonan izin

prinsip yang diserahkan PT. Jababeka kepada

BPMPT Kabupaten Kendal digabung dengan para

pemohon lain, kemudian BPMPT mengadakan

rapat untuk membahas permohonan izin prinsip

tersebut. Setelah itu PT. Jababeka diundang

untuk melakukan presentasi di BPMPT Kabupaten

Kendal dihadapan BKPRD (Badan Koordinasi

Penataan Ruang Daerah), dari situ BKPRD

memelakukan peninjauan langsung ke lapangan

dan melihat kesesuaiannya dengan RTRW

kemudian baru diterbitkan izin prinsip.

Setelah memiliki izin prinsip, PT. Jababeka

menindaklanjuti dengan perolehan izin lokasi.

Untuk penerbitan izin lokasi PT. Jababeka harus

memiliki PTP (Pertimbangan Teknis Pertanahan)

sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala

Badan Pertanahan (PERKABAN) nomor 2 tahun

2011. PTP berisi pertimbangan-pertimbangan

tentang penguasaan tanah, penggunaan tanah

dan keadaan hak tanah yang sesuai dengan

tanah yang akan dikembangkan di suatu daerah.

PTP dibuat oleh kantor pertanahan Kabupaten

Kendal yang mana merupakan BPN tingkat

Kabupaten/Kota. Setelah pengurusan dan

perolehan PTP, PT. Jababeka menyertakan PTP

tersebut beserta permohonan izin lokasi kepada

BPMPT Kabupaten Kendal. Permohonan izin

lokasi meliputi: akta pendirian berbadan hukum,

SK NPWP, gambar kasar sketsa tanah yang

dimohon, proposal rencana proyek, surat

pernyataan kesanggupan ganti rugi kepada

pemilik tanah, dan surat izin prinsip. Kemudian

BPMPT Kabupaten Kendal akan menerbitkan izin

lokasi yang disahkan oleh Bupati. Setelah

memiliki izin lokasi, PT. Jababeka diwajibkan

untuk segera melakukan pembebasan lahan

dengan para pemilik lahan mengingat izin lokasi

tersebut memiliki batas waktu yang ditentukan

Gambar 2. Proses Pembebasan Lahan Kawasan Industri Kendal

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Izin

Lokasi

Terbit

Legalisa

si akta

tanah

: Proses

: Data

Tokoh

Masyarakat

CEK NJOP

PEMETAAN

BLOK NEGOSIASI KESEPAKATAN

BUDGET

Pemilik

Luas

Jenis surat

Pagu-Pagu Acuan

Negosiasi

Harga NJOP per

Blok

Prioritas Lokasi

Kondisi Tanah

PT. JABABEKA, TBK PEMILIK LAHAN

Muhammad Ihsan

Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 5

yaitu 6 bulan. Rincian proses pembebasan lahan

akan dijelaskan pada gambar 2.2.

Pembebasan lahan yang dilakukan PT. Jababeka

dimulai dengan pemetaan lahan-lahan yang akan

dibebaskan. Pemetaan lahan tersebut dilakukan

dengan untuk mencari informasi mengenai

pemilik lahan yang akan dibebaskan, luas lahan

yang akan dibebaskan dan jenis surat tanah yang

akan dibebaskan. Jenis surat tanah dapat berupa

SHM (Sertifikat Hak Milik) ataupun girik (letter c).

Tanah yang memiliki jenis surat SHM berarti

tanah tersebut telah didaftarkan pada BPN dan

memiliki sertifikat, sedangkan girik atau letter c

adalah surat tanah ketika tanah tersebut belum

didaftarkan pada BPN dan masih berupa catatan-

catatan di desa bahwa tanah tersebut dimiliki dan

digarap oleh seseorang. Setelah pemetaan lahan,

PT. Jababeka melakukan cek terhadap NJOP

(Nilai Jual Objek Pajak) lahan yang akan

dibebaskan, pengecekan NJOP dilakukan per blok

lahan. Selanjutnya PT. Jababeka menyusun

budget. Budget yang disusun bernilai lebih besar

dari NJOP karena pemilik lahan biasanya

meminta harga lebih tinggi dari NJOP. Sehingga

untuk membebaskan lahan tersebut PT.

Jababeka memasang pagu-pagu sebagai acuan

dalam proses negosiasi

Menuju proses negosiasi, PT. Jababeka

membutuhkan pihak ketiga dalam menjembatani

mereka dengan pemilik lahan. Pihak ketiga ini

dapat berupa pejabat daerah maupun tokoh

masyarakat yang dipandang di daerah tersebut.

Dalam proses negosiasi yang dilakukan dengan

pemilik lahan, ada dua hal yang dipertimbangkan

oleh PT. Jababeka, yaitu prioritas lokasi dan

kondisi tanah. Prioritas lokasi dan kondisi tanah

ini penting dalam artian PT. Jababeka dapat

mengusahakan budget tinggi ketika lokasi lahan

yang akan dibebaskan berada di lokasi yang

penting dan dijual dengan harga yang sangat

tinggi oleh pemilik lahan. Ataupun PT. Jababeka

dapat memikirkan kembali lokasi nya ketika lahan

yang akan dibebaskan berada di lokasi yang tidak

begitu penting namun pemilik lahan meminta

harga yang tinggi. Dalam proses negosiasi ini

intinya adalah kesepakatan, pada akhirnya NJOP

atau pagu-pagu harga acuan hanya disusun

untuk memberikan gambaran dalam negosiasi

namun akhirnya berujung pada kesepakatan

antara pemilik lahan dengan PT. Jababeka.

Setelah melakukan pembebasan lahan yang

berujung pada kesepakatan dan PT. Jababeka

melakukan pembayaran, PT. Jababeka akan

melakukan sertifikasi akta kepemilikan tanah

yang telah dibebaskan kepada PPAT (Pejabat

Pembuat Akta Tanah). Setelah akta tanah

dilegalisasi, PT. Jababeka memprosesnya kepada

BPN Kantor pertanahan Kabupaten Kendal

beserta catatan-catatan pajaknya yang sudah

diselesaikan. Kemudian BPN melakukan

pengukuran peta bidang berdasarkan luasan

tanah yang dibebaskan. Jika hasil pengukuran

dari blok-blok lahan yang dibebaskan tersebut

diantara luasan 0 ha–10 hektar, maka PT.

Jababeka mengajukan permohonan hak kepada

Kantor pertanahan Kabupaten Kendal. Namun

jika luasan lahan dari hasil pengukuran blok-blok

lahan yang dibebaskan diselang luasan 10 ha-

1000 ha, maka PT. Jababeka harus mengajukan

permohonan hak kepada Kantor wilayah

pertanahan Provinsi Jawa Tengah. Dari

permohonan hak tersebut PT. Jababeka akan

memperoleh HGB (Hak Guna Ganungan) yang

dikeluarkan oleh BPN baik tingkat

kabupaten/kota maupun tingkat provinsi.

Gambar 3. Penyusunan DED Kawasan Industri Kendal

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Dinas Tata Ruang

Kab Kendal

BPN

(Kantor Pertanahan/ Kantor

Wilayah)

SERTIFIKAT

HGB

: Proses

: Data

LEGALISASI DAN

PENGECEKAN RENCANA

MASTER

PLAN

SITE

PLAN A

DED

SITE

PLAN C

SITE

PLAN B

PEMATANGAN

LAHAN

INFRASTRUK

TUR UTILITAS

Konsultan

Teknis yang

disewa oleh

PT. Jababeka

Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaitan antar Stakeholder dalam Pengembangan lahan KIK, Jawa tengah

6 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1

Setelah PT. Jababeka memiliki sertifikat HGB,

maka dilanjutkan untuk memperoleh IMB (Izin

Mendirikan Bangunan) kepada BPMPT Kabupaten

Kendal. IMB dapat diperoleh PT. Jababeka

setelah memiliki masterplan dan DED (Detail

Engineering Design) dari pengembangan

kawasan industri Kendal serta melakukan

pembayaran retribusi IMB kepada BPMPT

Kabupaten Kendal. DED merupakan rencana

detail pembangunan kawasan industri yang

dilakukan pihak pengembang yang meliputi

penetapan batas tapak, pengembangan lahan,

perancangan detail prasarana dan sarana,

perancangan detail kaveling dan bangunan siap

pakai serta perancangan fasilitas dan sarana

penunjang kawasan industri tersebut. DED

merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi

oleh PT. Jababeka dalam memperoleh izin

mendirikan bangunan (IMB), dimana DED ini

akan dilegalisasi bersama masterplan dan

gambar teknik oleh Dinas Tata Ruang Kabupaten

Kendal untuk memperoleh IMB tersebut.

Penyusunan DED untuk kawasan industri Kendal

tidak dilakukan secara langsung oleh

pengembang yaitu PT. Jababeka melainkan

dilakukan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang

dimaksud adalah konsultan teknis yang disewa

oleh PT. Jababeka. Penyusunan DED kawasan

industri Kendal dilakukan oleh pihak ketiga

dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki PT.

Jababeka.

Perhitungan besaran etribusi IMB diatur dalam

Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2011 tentang

Retribusi dan Perizinan Tertentu. Dalam

peraturan daerah tersebut dihitung rumus

besaran retribusi IMB yang disusun berdasarkan

fungsi dan klasifikasi bangunan. Parameter dari

fungsi bangunan yang mempengaruhi besaran

biaya retribusi IMB untuk kawasan industri

Kendal adalah fungsi hunian. Sedangkan

parameter dari klasifikasi bangunan yang

mempengaruhi biaya retribusi IMB adalah;

kompleksitas, permanensi, risiko kebakaran,

zonasi gempa, kepadatan gedung, ketinggian

bangunan dan kepemilikan. Setelah

menyelesaikan kewajiban membayar retribusi

IMB, PT. Jababeka melakukan pembangunan

produk yang akan dipasarkan. Produk dari

kawasan industri Kendal yang dipasarkan oleh PT.

Jababeka terdiri dari 2 jenis, yaitu bangunan

pabrik (factory building) dan kavling kawasan

industri. Umumnya produk jenis kavling kawasan

industri memiliki pasar perusahaan-perusahaan

besar seperti Samsung, SOA, dan perusahaan

besar lainnya diakarenakan standar teknis dari

perusahaan besar spesifikasinya berbeda-beda

sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut.

Sedangkan bangunan pabrik memiliki pasar

perusahaan industri menengah kebawah yang

merupakan vendor dari perusahaan besar.

Keterkaitan Antar Stakeholder

Tabel 2. Stakeholder Terkait Proses Pengembangan

Lahan KIK

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Pemerintah

Pusat

Pemerintah

Daerah

Non-

Pemerintahan

Badan Koordinasi

Penanaman Modal

(BKPM)

Badan Perencanaan

dan Pembangunan

Daerah Kabupaten

Kendal

PT. Jababeka,

Tbk

Kementrian

ATR/BPN, Kantor

Pertanahan

Kabupaten Kendal

Badan Penanaman

Modal dan Perizinan

Terpadu Kabupaten

Kendal

Konsultan

Teknis

Kantor Wilayah

Provinsi Jawa

Tengah

Dinas Cipta Karya

dan Tata Ruang

Kabupaten Kendal

Pemilik Lahan

Dinas Perindustrian

dan Perdagangan

Kabupaten Kendal

Badan Lingkungan

Hidup Kabupaten

Kendal

Proses pengembangan lahan kawasan industri

Kendal melibatkan berbagai lembaga baik dari

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan non

pemerintahan di Kabupaten Kendal. Berdasarkan

kondisi beragamnya kelembagaan yang terlibat

dalam kerjasama ini, dilakukan identifikasi

kelembagaan yang terlibat dalam proses

pengembangan lahan kawasan industri Kendal.

Identifikasi ini didasarkan pada tugas pokok dan

fungsi serta regulasi yang mengatur pembagian

kewenangan dalam proses pengembangan lahan

kawasan industri.

Pemetaan keterkaitan antar stakeholder dibagi

berdasarkan empat jenis keterkaitan, yaitu:

koordinasi, pemberian rekomendasi, monitoring

dan pengawasan serta pengajuan izin. Koordinasi

Muhammad Ihsan

Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 7

antar stakeholder dalam proses pengembangan

lahan KIK secara umum diwadahi oleh BKPRD

Kabupaten Kendal. Koordinasi yang dilakukan

terjadi dalam dua kelompok kerja yang terdapat

dalam BKPRD Kabupaten Kendal, yaitu:

kelompok kerja perencanaan tata ruang dan

kelompok kerja pemanfaatan dan pengendalian

pemanfaatan ruang. Koordinasi yang terjadi di

luar BKPRD Kabupaten Kendal adalah koordinasi

antara Dinas Tata Ruang dan Ciptakarya dengan

BPN Kantor Pertanahan dalam hal memberikan

rekomendasi PTP dan analisa keruangan kepada

PT. Jababeka, Tbk. PTP yang diberikan Kantor

Pertanahan harus adanya kesesuaian dengan

analisa keruangan yang diberikan Dinas Tata

Ruang sehingga dibutuhkan koordinasi.

Pemberian rekomendasi dalam proses

pengembangan lahan kawasan industri Kendal

dilakukan oleh tiga stakeholder kepada PT.

Jababeka, Tbk. Tiga stakeholder tersebut adalah

BPN Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal, BLH

Kabupaten Kendal dan Dinas Tata Ruang

Kabupaten Kendal. Monitoring dan pengawasan

dilakukan oleh empat stakeholder kepada PT.

Jababeka, Tbk dalam proses pengembangan

lahan kawasan industri Kendal. Monitoring dan

pengawasan dilakukan oleh Disperindag

Kabupaten Kendal, Dinas Tata Ruang Kabupaten

Kendal, Bappeda Kabupaten Kendal dan BPMPT

Kabupaten Kendal. Disperindag Kabupaten

Kendal melakukan monitoring kegiatan

perindustrian terkait perubahan dan peningkatan

pekerjaan dalam tahap pematangan lahan

terhadap regulasi.

Pengajuan izin dalam proses pengembangan

lahan kawasan industri Kendal dilakukan oleh PT.

Jababeka, Tbk selaku pengembang kepada tiga

stakeholder yaitu BKPM RI, Kantor Pertanahan

Kabupaten Kendal, dan BPMPT Kabupaten Kendal.

Pengajuan izin dilakukan PT. Jababeka kepada

BPMPT Kabupaten Kendal untuk memperoleh izin

prinsip, izin lokasi, izin HO, dan Izin mendirikan

Bangunan (IMB). Izin yang diajukan PT.

Jababeka kepada BKPM RI adalah izin

penanaman modal sebagai syarat mendapatkan

izin prinsip dikarenakan PT. Jababeka melakukan

JVA (Joint Venture Agreement) dengan

Sembcorp yang merupakan perusahaan

pengembang dari Singapur. Pengajuan izin juga

diajukan PT. Jababeka kepada BPN Kantor

Gambar 4. Keterkaitan Antar Stakeholder dalam Proses Pengembangan Lahan KIK

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Koordinasi

Monitoring dan Pengawasan

Pemberian Rekomendasi

Pengajuan izin

BPMPT

Kab Kendal

DISTARU Kab Kendal

DISPERINDAG Kab Kendal

BPN BKPM Pusat

BAPPEDA Kab Kendal

BLH Kab Kendal

PT. Jababeka, Tbk

Masyarakat (Pemilik Lahan)

TERLIBAT/KEANGGOTAAN

DALAM BKPRD KAB KENDAL

Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaitan antar Stakeholder dalam Pengembangan lahan KIK, Jawa tengah

8 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1

Pertanahan maupun Kantor Wilayah sesuai

dengan luasan pembebasan lahan dalam

mengajukan permohonan hak untuk

mendapatkan HGB (Hak Guna Bangunan) untuk

mendirikan factory building maupun kavling di

kawasan industri untuk dipasarkan.

Kesimpulan

Dalam konteks desentralisasi, proses

pengembangan lahan kawasan industri Kendal

memerlukan segenap perizinan yang harus

ditempuh PT. Jababeka selaku pengembang

untuk memperoleh hak dan izin membangun

kawasan industri tersebut. Perizinan tersebut

secara garis besar adalah izin prinsip, izin lokasi,

Izin HO, AMDAL, HGB dan IMB. Izin prinsip

diperoleh dengan mengajukan permohonan izin

prinsip kepada BPMPT Kabupaten Kendal yang

disertai izin penanaman modal dari BKPM Pusat

dan persyaratan permohonan izin prinsip lainnya.

Setelah segala persyaratan izin prinsip dipenuhi,

berkas permohonan izin prinsip dan persyaratan

tersebut masuk pada bidang pengelolaan

perizinan BPMPT Kabupaten Kendal yang

kemudian akan dilakukan presentasi oleh PT.

Jababeka dihadapan BKPRD Kabupaten Kendal.

Setelah itu BKPRD akan melakukan tinjauan

lokasi dan RTRW, kemudian izin prinsip akan

disahkan oleh Bupati dan diterbitkan. Setelah

mendapatkan izin prinsip, tahap selanjutnya PT.

Jababeka masuk kepada perolehan izin lokasi.

Izin lokasi membutuhkan dokumen PTP

(Pertimbangan Teknis Pertanahan) yang dibuat

oleh BPN Kantor pertanahan Kabupaten Kendal.

PTP tersebut merupakan syarat untuk penerbitan

izin lokasi yang diatur dalam Peraturan Kepala

Badan Pertanahan nomor 2 tahun 2012. Setelah

memperoleh PTP dari BPN Kantor Pertanahan

Kabupaten Kendal, PT. Jababeka mengajukan

dokumen permohonan izin lokasi disertai PTP

tersebut kepada BPMPT Kabupaten Kendal yang

kemudian izin lokasi akan disahkan oleh Bupati

dan diterbitkan. Setelah izin lokasi diterbitkan, PT.

Jababeka diwajibkan untuk segera melakukan

pembebasan lahan dikarenakan izin lokasi

tersebut memiliki masa berlaku 6 bulan. Pada

tahap ini proses pengembangan lahan yang

dilakukan oleh PT. Jababeka lebih rumit dari

prosedur perizinan secara umum dikarenakan

adanya keterlibatan BKPRD yang tidak berlaku di

semua daerah sehingga menambah alur proses

birokrasi dalam memperoleh izin lokasi.

Proses pembebasan lahan dimulai dengan

pemetaan mengenai informasi luas, pemilik dan

jenis surat lahan yang akan dibebaskan. Setelah

melakukan pemetaan, PT. Jababeka melakukan

cek terhadap harga NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)

per blok lahan yang akan dibebaskan dan

menyusun budget. Setelah itu PT. Jababeka

menghubungi pihak ketiga yang berupa tokoh

masyarakat untuk menjembataninya dengan

pemilik lahan, disanalah terjadi proses negosiasi

hingga mencapai kesepakatan dan pembayaran.

Tanah yang sudah dibebaskan dan dibayar

dilanjutkan dengan sertifikasi dan legalisasi akta

tanah kepada PPAT. Setelah akta dilegalisasi, PT.

Jababeka memprose ke BPN Kantor pertanahan

kabupaten Kendal untuk dilakukan pengukuran

atas tanah yang sudah dibebaskan untuk

mengajukan permohonan hak dan penerbitan

HGB. Jika hsail pengukuran di rentang 0-10

hektar maka permohonan hak diajukan pada BPN

Kantor pertanahan Kabupaten Kendal, namun

jika hasil pengukuran dalam rentang 10-1000

hektar maka permohonan hak harus diajukan PT.

Jababeka kepada BPN Kantor Wilayah Provinsi

Jawa tengah. Bersamaan dengan pengajuan

permohonan hak, PT. Jababeka juga mengurusi

izin HO (Hinder Ordonantie) atau izin gangguan

kepada BPMPT Kabupaten Kendal dengan

membayar biaya retribusi atas gangguan yang

ditimbulkan. Setelah itu PT. Jababeka

melanjutkan kepada pembuatan dokumen

AMDAL untuk diserahkan dan dinilai oleh BLH

Kabupaten Kendal. Setelah dokumen AMDAL

dinilai oleh tim teknis di BLH Kabupaten Kendal,

dokumen AMDAL itu dikembalikan kepada PT.

Jababeka dan harus segera dilakukan revisi

dalam kurun waktu 3 tahun. Permohonan hak

dan AMDAL merupakan prasyarat terbitnya HGB

(Hak Guna Bangun) yang diterbitkan oleh BPN

baik kantor wilayah Provins Jawa Tengah

maupun kantor pertanahan di Kabupaten Kendal.

Setelah HGB diterbitkan BPN, PT. Jababeka

melanjutkan proses untuk memperoleh IMB (Izin

Mendirikan Bangunan) kepada BPMPT Kabupaten

Kendal. Untuk memperoleh IMB, PT. Jababeka

harus sudah memiliki masterplan, DED (Detail

Muhammad Ihsan

Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 9

Engineering Design), HGB, dan membayar biaya

retribusi IMB kepada Pemerintah. Setelah

memiliki IMB, PT. Jababeka melakukan

pembangunan dari produk yang akan dipasarkan.

PT. Jababeka memiliki dua jenis produk yang

dipasarkan, yaitu bangunan pabrik (factory

building) dan kavling. Pasar dari kavling adalah

perusahaan besar yang memiliki spesifikasi

bangunan tersendiri untuk kegiatan pabrik atau

perusahannya, sedangkan pasar dari produk

factory building biasanya merupakan vendor-

vendor dari perusahaan besar, dalam artian

perusahaan-perusahaan menengah kebawah

yang men-support sebuah perusahaan besar.

Dalam segenap proses pengembangan lahan

kawasan industri Kendal (KIK) terdapat banyak

stakeholder yang terlibat, yaitu pada proses

perizinan, pembebasan lahan, dan penyusunan

dokumen perencanaan. Dalam perolehan hak

dan perizinan untuk melakukan pengembangan

lahan KIK, PT. Jababeka berinteraksi dengan

Pemerintah Pusat (BKPM RI, Kementrian Agraria

dan Tata Ruang/BPN) dan Pemerintah Daerah

Kabupaten Kendal yang tergabung dalam BKPRD

(Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah).

Dalam perolehan lahan melalui proses

pembebasan lahan PT. Jababeka berinteraksi

dengan masyarakat baik pemilik lahan ataupun

tokoh masyarakat yang dipandang untuk

menjembatani PT. Jababeka dengen pemilik

lahan. Dalam penyusunan dokumen perencanaan

(master plan, feasibility study) ataupun dokumen

prasyarat untuk perolehan perizinan (AMDAL,

Detail Engineering Design) PT. Jababeka

berinteraksi dengan konsultan teknis.

Keterlibatan banyak stakeholder baik dari

pemerintahan, non-pemerintahan, dan

masyarakat tersebut dipetakan melalui empat

jenis hubungan keterkaitan, yaitu; koordinasi,

monitoring dan pengawasan, rekomendasi, dan

pengajuan izin. Dari hasil pemetaan keterkaitan

stakeholder pada GAMBAR 4.5, stakeholder yang

terlibat dikategorikan kedalam tiga kelompok

berdasarkan klasifikasi overseas development

administrations (ODA, 1995) yaitu: stakeholder

kunci, stakeholder primer dan stakeholder

sekunder. Stakeholder primer adalah kelompok

stakeholder yang memiliki peran signifikan

terhadap keberhasilan proses pengembangan

lahan KIK, yaitu PT. Jababeka dan BPMPT

Kabupaten Kendal. Stakeholder primer, adalah

kelompok stakeholder yang berperan langsung

dari proses pengembangan lahan KIK yaitu Dinas

Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten kendal,

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten

Kendal, BLH Kabupaten Kendal, BAPPEDA

Kabupaten Kendal, BKPM Pusat dan BPN Kantor

pertanahan Kabupaten Kendal maupun BPN

Kantor wilayah Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan

stakeholder sekunder adalah kelompok yang

memiliki kemungkinan terkena dampak dari

proses pengembangan lahan KIK, yaitu

masyarakat baik pemilik lahan ataupun tokoh

masyarakat yang menjembatani PT. Jababeka

dengan pemilik lahan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai

identifikasi proses pengembangan lahan kawasan

industri dengan studi kasus kawasan industri

Kendal, Jawa Tengah, terdapat beberapa

rekomendasi untuk para stakeholder terkait,

terutama pemerintah daerah dan PT. Jababeka,

Tbk. Dalam proses pengembangan lahan KIK,

dibutuhkan kapasitas kelembagaan, pengalaman

dan sistem kerja yang baik dari Pemerintah

Daerah dalam mendampingi swasta untuk

berinvestasi di daerahnya. Maka dari itu,

beberapa rekomendasi yang dapat penulis

berikan terkait proses pengembangan lahan

kawasan industri Kendal adalah sebagai berikut.

a. Perlu adanya rotasi di pemerintahan daerah

sehingga terjadinya kesetaraan kualitas

dalam menghadapi persoalan yang ada di

daerahnya. Hal ini direkomendasikan karena

terjadinya ketidakjelasan prosedur perizinan

yang diberikan oleh Pemerintah Daerah

Kepada PT. Jababeka. Ketidakjelasan

prosedur perizinan yang diberikan

Pemerintah daerah ini diduga karena

Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal baru

pertama kali menghadapi investor

pengembangan kawasan indsutri skala besar.

b. Perlu penataan kembali wadah koordinasi

antar pemerintah daerah di Kabupaten

Kendal yang saat ini diselenggarakan oleh

BKPRD Kabupaten Kendal, mengingat

keterlibatannya masih kurang dalam proses

pengembangan lahan KIK.

Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaitan antar Stakeholder dalam Pengembangan lahan KIK, Jawa tengah

10 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1

c. BPMPT Kabupaten Kendal merupakan

stakeholder kunci dalam perizinan proses

pengembangan lahan KIK karena

merupakan perizinan satu pintu di

Kabupaten Kendal. Namun, masih adanya

keluhan yang muncul dari PT. Jababeka

berupa ketidakjelasan prosedur

pengembangan lahan, sehingga dari

pengalaman pertama pengembangan

kawasan industri ini dibutuhkan semacam

produk baru dari BPMPT Kendal yang dapat

berupa info grafis/ skema yang

menggambarkan urutan perizinan yang

harus ditempuh dalam proses

pengembangan lahan atau pemanfaatan

lahan secara keseluruhan di Kabupaten

Kendal.

d. PT. Jababeka membutuhkan peningkatan

sumberdaya perusahaan khususnya terkait

tenaga ahli dalam melakukan proses

pengembangan lahan. Hal ini dikarenakan

PT. Jababeka masih menyewa jasa konsultan

teknis dalam melakukan penyusunan

dokumen perencanaan yaitu masterplan, FS,

DED dan AMDAL. Jika PT. Jababeka memiliki

tenaga ahli, penyusunan dokumen

perencanaan dan prasyarat perizinan

tersebut dapat dilakukan sendiri. Sehingga

akan berkurangnya biaya yang dikeluarkan

dalam melakukan proses pengembangan

lahan kedepannya.

Daftar Pustaka

Gar-On Yeh dan Wu, F. (1996) The New Land

Development Process and Urban

Development in Chinese Cities, Joint editors

and Blackwell publishers, 331-353

Healey, P (1991) Model of the Development

Process: a review, Journal of Property

Research 8, 219-238.

Healey, P. dan S.M. Barrett (1990) Structure and

agency in land and property development

processes: some ideas for research, Urban

Studies 27, 89-103.

Hudalah, D et all. (2007) Industrial Land

Development and Manufacturing

Deconcentration in Greater Jakarta, Urban

Geography, vol 34, No 7, 950-971

Hudalah, D dan Firman, T. (2011) Industrial

Estate and Post-Suburban Transformation in

Jakarta Metropolitan Region, Elsevier, Cities,

40-48

Karyoedi, Moch. (2006) Eksternalitas dan

Transaction Cost dalam Mekanisme Pasar

pada Pengemangan Lahan dan Properti di

Kawasan Perkotaan Bandung, Jurnal

Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.17/No.2,

1-20

Winarso, H, dkk. (2006) Studi Pengembangan

Lahan Informal Di Perkotaan, Studi Kasus:

Cirebon Dan Palangkaraya, Research Series

UPDRG 01-2006, Urban Planning and Design

Research Group, ITB.

Yudono, A. (2011) Pengembangan, Pengadaan

dan Kebijakan Lahan perkotaan, slide mata

kuliah pengembangan lahan, jurusan PWK

Universitas Brawijaya.

Ranotra, Cindie (2011): Evaluasi Kesiapan

Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal dalam

Mewujudkan Rencana Kawasan Ekonomi

Khusus. Tugas Akhir Perencanaan Wilayah

dan Kota UGM

Sasongko, Adryan (2014): Peran Kepemimpinan

dalam kerjasama Pengendalian Banjir di

Kawasan Metropolitan JABODETABEK. Tugas

Akhir Perencanaan Wilayah dan Kota ITB

Talitha, Tessa (2014): Model Kerja Sama Antar

Daerah dalam Perencanaan Sistem

Transportasi Wilayah Metropolitan Bandung

Raya. Tugas Akhir Perencanaan Wilayah dan

Kota ITB.

Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 9

Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan

Tertentu Di Kabupaten Kendal

Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 7

Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 9

Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan

Tertentu Di Kabupaten Kendal

Peraturan Menteri Perindustrian Republik

Indonesia Nomor 35/M-Ind/Per/3/2010

Tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri

Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 20

Tahun 2011 Tentang Rtrw Kabupaten Kendal

Tahun 2011-2031