Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
DAMPAK KEPEMILIKAN LAHAN TERHADAP PRODUKSI
USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI DESA BONTOSUNGGU
KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA
ROSMIATI
105960108011
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Strata Satu (S- 1)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Dampak Kepemilikan
Lahan Terhadap Produksi Usahatani Jagung Hibrida di Desa Bontosunggu
Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa adalah benar merupakan
hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, Oktober 2015
Rosmiati
105960108011
v
ABSTRAK
ROSMIATI.105960108011. Dampak Kepemilikan Lahan terhadap
Produksi Usahatani Jagung Hibrida di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa. Dibimbing oleh SRI MARDIYATI
DAN SALEH MOLLA
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan produksi
usahatani jagung hibrida dan pengaruh perbedaan kepemilikan lahan terhadap
petani usahatani jagung hibrida di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Gowa.
Pengambilan populasi dalam penelitian ini dilakukan secara acak atau
Simple Random Sampling pada petani pemilik lahan sendiri, dan sengaja atau
Purpossive sampling pada petani penyewa lahan. Populasi yang dijadikan sampel
sebanyak 40 petani yang melakukan Usahatani Jagung Hibrida. Analisis data yang
digunakan adalah analisis data kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata produksi jagung hibrida pada
petani pemilik lahan sendiri sebesar 9,618 kg/ha biji pipil kering, dengan harga
Rp. 2,700/kg. Penerimaan usahatani sebesar Rp 25.967.647.00/ha, dengan rata-
rata besar biaya produksi 6.966.546.00/ha. Dengan demikian diperoleh rata-rata
pendapatan usahatani jagung hibrida sebesar Rp 19.001.101.00/ha sedangkan rata-
rata produksi jagung pada petani penyewa lahan sebesar 9,958kg/ha biji pipil
kering, dengan harga Rp. 2,700/kg. Penerimaan usahatani sebesar Rp
26.885.377.00/ha dengan rata-rata besar biaya produksi Rp 8.005.243.00/ha.
Dengan demikian diperoleh rata-rata pendapatan usahatani jagung hibrida sebesar
Rp 18.880.134.00/ha. Faktor produksi yaitu luas lahan dan kepemilikan lahan
berpengaruh nyata terhadap hasil produksi jagung hibrida,
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam
tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah SAW beserta para keluarga, sahabat
dan para pengikutnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Dampak Kepemilikan Lahan terhadap Produksi Usahatani Jagung
Hibrida Di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten
Gowa”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P, selaku pembimbing I dan Ir. Saleh molla, M.M
selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing
dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi dapat diselesaikan.
2. Bapak Ir. Saleh Molla, M.M selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Amruddin, S.Pt., M.Si selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
4. Kedua orangtua ayahanda Dasang dan ibunda Kamisa, dan kakak-kakakku
tercinta Hadinah, Nurmawati, Irta, Syafaruddin, Nursiah dan segenap keluarga
yang senantiasa memberikan bantuan, baik moril maupun material sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis di Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu kepada
penulis.
6. Kepada pihak pemerintah Kecamatan Bontonompo Selatan khususnya kepala
Desa Bontosunggu beserta jajarannya yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian di Daerah tersebut.
7. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal hingga akhir
yang penulis tidak dapat sebut satu persatu.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan. Semoga
Kristal-kristal Allah senantiasa tercurah kepadanya. Amin.
Makassar, Oktober 2015
ROSMIATI
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI .................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................. xi
DAFTRA LAMPIRAN ............................................................... xii
I. PENDAHULUAN ................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 4
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 6
2.1 Tanaman Jagung ............................................................ 6
2.2 Kepemilikan Lahan Usahatani ....................................... 11
2.3 Biaya dan pendapatan Usahatani ................................... 19
2.3.1 Biaya Usahatani ..................................................... 20
2.3.2 Penerimaan Usahatani ............................................ 21
2.3.3 Pendapatan Usahatani ............................................ 22
2.4 Faktor Produksi .............................................................. 23
ix
2.5 Harga .............................................................................. 25
2.6 Kerangka pemikiran ....................................................... 26
III. METODE PENELITIAN ..................................................... 28
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................... 28
3.2 Teknik Penentuan Sampel ............................................ 28
3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................. 29
3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................... 29
3.5 Teknik Analisis Data .................................................... 30
3.6 Defenisi Oprasional ...................................................... 34
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI ........................................ 35
4.1 Letak Geografis ........................................................... 35
4.2 Kondisi Demografis .................................................... 36
4.3 Kondisi Pertanian ........................................................ 40
4.4 Sarana dan Prasarana .................................................. 41
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................... 43
5.1 Identitas Responden ..................................................... 43
5.2 Perbandingan Produksi Usahatani Jagung .................. 46
5.3 Hasil Regresi Usahatani Jagung .................................. 49
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 54
6.1 Kesimpulan ................................................................. 54
6.2 Saran ........................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Luas Wilayah per Dusun .......................................................... 36
2. Jumlah dan Perkembangan Penduduk di Desa Bontosunggu
Kecamatana Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa .............. 37
3. Kepadatan Penduduk per Dusun di Desa Bontosunggu
Kecamatan Botonompo Selatan Kabupaten Gowa .................. 38
4. Jumlah Penduduk Menurut Kepala Keluarga di Desa
Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten
Gowa ........................................................................................ 39
5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa
Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten
Gowa ........................................................................................ 39
6. Pola Penggunaan Lahan di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa ................................... 40
7. Sarana dan Prasarana di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa ................................... 42
8. Identitas Responden Petani Pemilik Lahan Sendiri di Desa
Bontosunggu Kecamatana Bontonompo Selatan Kabupaten
Gowa ........................................................................................ 44
9. Identitas Responden Petani Penyewa Lahan di Desa
Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten
Gowa ........................................................................................ 45
10. Rata-Rata, Biaya dan Produksi per Hektar Usahatani Jagung
Hibrida pada Petani Pemilik Lahan Sendiri ............................. 47
11. Rata-Rata, Biaya dan Produksi per Hektar Usahatani Jagung
Hibrida pada Petani Penyewa Lahan ....................................... 48
12. Hasil Analisis Regresi Responden Petani terhadap Usahatani
Jagung Hibrida ......................................................................... 49
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Kerangka Pikir Dampak Kepemilikan Lahan terhadap
Produksi Usahatani Jagung Hibrida ......................................... 27
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
Teks
1. Kuisioner Penelitian tentang Dampak Kepemilikan Lahan
terhadap Produksi Usahatani Jagung Hibrida ......................... 58
2. Peta Lokasi Penelitian ............................................................. 61
3. Identitas Responden Usahatani Jagung Hibrida pada Petani
Pemilik Lahan Sendiri ............................................................. 62
4. Identitas Responden Usahatani Jagung Hibrida pada Petani
Penyewa Lahan ....................................................................... 63
5. Biaya Penyusutan Alat Usahatani pada Petani Pemilik Lahan
Sendiri ..................................................................................... 64
6. Biaya Penyusutan Alat Usahatani pada Petani Penyewa
Lahan ....................................................................................... 67
7. Rekapitulasi Biaya Total Usahatani Jagung Hibrida pada
Pemilik Lahan Sendiri ............................................................. 70
8. Rekapitulasi Biaya Total Usahatani Jagung Hibrida pada
Petani Penyewa Lahan ............................................................ 72
9. Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Jagung Hibrida pada
Petani Pemilik Lahan Sendiri .................................................. 74
10. Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Jagung Hibrida pada
Petani Penyewa Lahan ........................................................... 75
11. Luas Lahan, Produksi, dan Penerimaan Usahatani Jagung
Hibrida ................................................................................... 76
12. Luas Lahan, Produksi dan Penerimaan Usahatani Jagung
Hibrida .................................................................................... 77
13. Penerimaan, Biaya Total, dan Pendapatan Usahatani Jagung
Hibrida pada Petani Pemilik Lahan Sendiri ........................... 78
xiii
14. Penerimaan, Biaya Total, dan Pendapatan Usahatani Jagung
Hibrida Pada Petani Penyewa Lahan ...................................... 79
15. Tabel Regresi .......................................................................... 80
16. Hasil Regresi Responden Petani terhadap Usatani Jagung
Hibrida ................................................................................... 81
17. Dokumentasi Penelitian Usahatani Jagung Hibrida ................ 82
xiv
DAMPAK KEPEMILIKAN LAHAN TERHADAP PRODUKSI
USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KECAMATAN
BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA
ROSMIATI
105960108011
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya swasembada jagung perlu diprioritaskan mengingat saat ini jagung
merupakan salah satu komoditas palawija utama di Indonesia. Selain sebagai
bahan makanan pokok, jagung bisa diolah menjadi beragam produk industri
makanan, diantaranya jagung dapat diolah menjadi sirup, minyak nabati, aneka
makanan kecil, maizena dan margarin. Jagung juga dapat diproses menjadi bahan
campuran makanan ternak, terutama unggas. Seiring dengan kemajuan teknologi
pengolahan jagung berlanjut pada tingkat penghasil bahan bakar (ethanol). Oleh
karena itu kebutuhan akan jagung memiliki nilai strategis seperti halnya beras
(Anonim, 2002).
Upaya pencapaian swa sembada jagung tahun 2007, Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan (2005) telah mengadakan pertemuan koordinasi Masyarakat
Agribisnis Jagung (MAJ). Hal ini dimaksudkan oleh Pemerintah agar sektor
pertanian bisa menjadi katalisator terdepan dalam mewujudkan sistem agribisnis
tanaman pangan yang mandiri, berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan
berbasis pada pengelolaan sumber daya yang lestari. Upaya tersebut juga
dibarengi dengan melakukan kajian terhadap komoditas jagung dengan tujuan
untuk mengetahui potensi hasilnya.
Prospek usahatani tanaman jagung cukup cerah bila dikelola secara
intensif dan komersial berpola agribisnis. Permintaan pasar dalam negeri dan
peluang ekspor komoditas jagung cenderung meningkat dari tahun ke tahun, baik
2
untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hasil penelitian agroekonomi tahun 1981-
1986 menunjukkan bahwa permintaan terhadap jagung terus meningkat.
Meningkatnya tingkat pendapatan dan bertambahnya jumlah penduduk,
permintaan akan bahan makanan bergizi terus naik, dan berkembangnya industri
pengolahaan pangan yang mengolah jagung ke berbagai bentuk olahan
menyebabkan permintaan jagung dalam negeri terus meningkat (Rukmana, 1997).
Sulawesi Selatan dikenal sebagai daerah penghasil utama jagung
khususnya Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa,
petani banyak menggantungkan hidupnya dengan berusahatani jagung. Akan
tetapi produksi jagung masih rendah dikarenakan petani belum manpu
menerapkan kombinasi input yang tepat serta kurangnya penggunaan teknologi
yang baik. Hal ini berdampak terhadap tingkat pendapatan petani jagung, di mana
pendapatan yang diterima masih relatif kecil sedangkan biaya yang dibutuhkan
sangat besar untuk pemenuhan faktor-faktor produksi seperti pembelian bibit,
pupuk, upah tenaga kerja dan sewa lahan bagi petani yang tidak menpunyai lahan
sendiri.
Kepemilikan lahan pada umumnya ada tiga jenis, lahan milik sendiri,
lahan sewa dan lahan gadai. Lahan milik sendiri merupakan lahan yang di miliki
seutuhnya oleh pemilik lahan, lahan sewa adalah lahan yang disewa dari pemilik
lahan. Kemudian Lahan gadai adalah lahan garapan yang di dapat seorang petani
dari pemilik lahan, dimana pemilik lahan membutuhkan dana sehingga pemilik
lahan memberikan jaminan lahannya untuk digarap. Kepemilikan lahan tersebut
juga berbeda-beda dalam tata cara pengelolaannya, seperti perencanaan,
3
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Sehingga hasil (output) yang
dihasilkan dari berbagai status kepemilikan lahan (milik sendiri, sewa, dan gadai)
juga berbeda-beda. Hal ini lah yang memungkinkan menuntut para petani agar
lebih memiliki pemahaman dalam proses pengelolaan usaha supaya dapat
memberikan kontribusi yang lebih besar lagi dari hasil lahan yang di usahakan.
Tanah atau lahan adalah salah satu aset penting yang diperlukan
masyarakat terutama bagi petani. Ketika konsep pertanian dikenal, manusia mulai
memanfaatkan tanah sebagai sumber produksi untuk bertahan hidup bahkan
menjadi sumber kekuasaan. Mulai saat inilah konsep tanah menjadi bagian yang
penting dalam kehidupan manusia, terutama pada masyarakat agraris. Tanah bagi
masyarakat agraris berfungsi sebagai aset prduksi untuk dapat menghasilkan
komoditas hasil pertanian, baik untuk tanaman pangan ataupun tanaman
perdagangan. Tanah bagi petani Indonesia terutama di sulawesi adalah dua hal
yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa tanah petani tidak mampu berbuat apa-apa.
Tanpa tanah petani kehilangan sumber penghidupannya apalagi bagi petani yang
memilki lahan atau tanah sempit.
Tanah atau lahan bagi petani adalah satu-satunya tumpuan hidup masalah
tentang tanah dengan demikian menjadi salah satu permasalahan pokok dan masih
belum mampu terselesaikan hingga saat ini. Bahkan dapat dinyatakan bahwa
sejarah tentang masyarakat petani adalah sejarah tentang tanah, yaitu meliputi
penguasaan tanah, hak pengelolaan tanah, tugas dan tanggung jawab pengelola
tanah, dan sebagainya. Begitu pentingnya masalah tanah ini maka setiap penguasa
berusaha untuk melakukan pengaturan sedemikan rupa sehingga mereka dapat
4
mengambil keuntungan atas tanah tersebut Permasalahan tersebut berlaku untuk
semua jenis tanah, terutama tanah untuk pertanian sebagai sumber penghidupan
masyarakat agraris atau pedesaan dan inilah awal mula kemunculan pola-pola
penguasaan dan pemilikan atas tanah atau lahan pertanian.
Oleh karena itu maka penulis harus melakukan suatu penelitian yang
berjudul “Dampak Kepemilikan Lahan Terhadap Produksi Usahatani
Jagung Hibrida (Zea mays L.) di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Gowa”
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diambil rumusan masalah
yaitu:
1. Bagaimana perbandingan produksi usahatani jagung hibrida antara lahan milik
sendiri dengan lahan sewa di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Gowa?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan kepemilikan lahan terhadap petani usahatani
jagung hibrida di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan
Kabupaten Gowa?
5
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakan penelitian ini adalah:
1. untuk menganalisis perbandingan produksi usahatani jagung hibrida antara
lahan milik sendiri dengan lahan sewa
2. untuk mengetahui pengaruh perbedaan kepemilikan lahan terhadap petani
usahatani jagung hibrida.
b. Kegunaan Penilitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah di kemukakan, hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait antara
lain sebagai berikut:
Manfaat Ilmiah
1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi baru
2. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Dinas Pertanian dan instansi
terkait.
Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan
penulis dan sebagai salah satu cara untuk mengaplikasikan ilmu dan teori
yang diperoleh di bangku kuliah.
2. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dalam
penelitian berikutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk ke
dalam famili Graminae, termasuk dalam tumbuhan yang menghasilkan biji
(Spermatophyta), sedangkan bijinya tertutup oleh bakal buah sehingga termasuk
dalam golongan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae), dimasukkan ke dalam
kelas Monocotyledoneae, ordo Graminaceae dan digolongkan ke dalam genus
Zea dengan nama ilmiah Zea mays. L (Rukmana, 2006).
Jagung termasuk tanaman yang membutuhkan air yang cukup banyak,
terutama pada saat pertumbuhan awal, saat berbunga, dan saat pengisian biji.
Kekurangan air pada stadium tersebut akan menyebabkan hasil yang menurun.
Kebutuhan jumlah air setiap varietas sangat beragam. Namun demikian, secara
umum tanaman jagung membutuhkan 2 liter air per tanaman per hari saat kondisi
panas dan berangin (Purwono dan Hartono,2006).
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya
diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap
pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya
berketinggian antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6
m. Tinggi tanaman biasanya diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas
sebelum bunga jantan (Anonim, 2007).
7
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas: Commelinidae
Ordo: Poales
Famili: Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus: Zea
Spesies: Zea mays L. (Rukmana, 1997).
Sistem perakaran tanaman jagung terdiri atas akar-akar seminal, koronal,
dan akar udara. Akar-akar seminal merupakan akar-akar radikel atau akar primer
ditambah dengan sejumlah akar-akar lateral yang muncul sebagai akar adventif
pada dasar pada buku pertama di atas pangkal batang. Akar-akar seminal ini
tumbuh pada saat biji berkecambah. Akar koronal merupakan akar yang tumbuh
dari bagian dasar pangkal batang. Akar-akar ini tumbuh ke arah atas dari jaringan
batang setelah plumula muncul. Akar udara merupakan akar yang tumbuh dari
buku-buku di atas permukaan tanah, tetapi dapat masuk ke dalam tanah
(Rukmana, 2006).
Batang jagung tidak berlubang seperti batang padi tetapi padat dan berisi
berkas-berkas pembuluh sehingga semakin memperkuat tegakan tanaman. Hal ini
juga didukung jaringan kulit yang keras dan tipis yang terdapat pada batang
sebelah luar. Secara umum, rata-rata tinggi tanaman berkisar antara 60-300 cm.
8
Batang jagung beruas pada bagian pangkal batang jagung beruas pendek dengan
jumlah ruas berkisar antara 8-21. jumlah ruas tergantung pada varietas jagung
(Anonim, 1993).
Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun
terdiri dari 8-48 helaian, tergantung varietasnya. Daun terdiri dari tiga bagian,
yaitu kelopak daun, lidah daun, dan helaian daun. Kelopak daun umumnya
membungkus batang. Antara kelopak dan helaian daun terdapat lidah daun atau
disebut dengan ligula. Permukaan daun tanaman jagung pada umumnya berbulu
dan pada bagian bawah permukaan daun tidak berbulu (Purwono dan Hartono,
2006).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah dalam satu
tanaman. Bunga jantan tumbuh dibagian pucuk tanaman, berupa karangan bunga.
Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam
tongkol. Tongkol tumbuh dari satu buku, diantara batang dan pelepah daun. Pada
umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif
meskipun memiliki sejumlah bunga betina, beberapa varietas unggul dapat
menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif. Bunga jantan jagung cenderung
siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betina (Anonim, 2006).
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi tergantung
pada jenisnya. Pada umumnya, biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat
secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung
terdiri dari tiga bagian utama, yaitu; a) pericarp yang merupakan lapisan tipis
9
terluar pada biji, (b) endosperm (82%) sebagai cadangan makanan, dan (c) embrio
(11,6%) (Rukmana, 2006).
Jagung termasuk kedalam jenis tanaman C4 yang mempunyai sifat-sifat
menguntungkan antara lain aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif
tinggi, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah, serta efisien dalam
penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat fisiologis dan anatomis yang
menguntungkan dalam kaitannya dengan hasil (Leonard dan Martin, 1973).
Menurut Suprapto (1998), tanaman jagung termasuk tanaman menyerbuk
silang karena 95% persariannya berasal dari tanaman lain dan hanya 5% berasal
dari tanaman sendiri.
Syarat Tumbuh tanaman jagung
a. Tanah
Tanah merupakan media tanam tanaman jagung. Akar tanaman
berpengang kuat pada tanah serta mendapatkan air dan unsur hara dari tanah.
Perubahan tubuh tanaman secara kimi, fisik dan biologi akan berpegaruhi fungsi
dan kekuatan akar dalam menopang pertumbuhan serta produktifitas tanaman.
Pemberian pupuk, akan memberikan dan menambah kesuburan tanah sehingga
pertumbuhan dan produktifitas tanaman jagung dapat di penenuhi dengan
seimbang ( Purwono dan Hartono, 2005 ).
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang
gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-
7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah
dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras
10
dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara
50-600 m dpl.
Jagung dikenal sebagai tanaman yang dapat tumbuh di lahan kering, sawah
dan pasang surut asalkan syarat tumbuh yang diperlukan terpenuhi. Jenis tanah
yang dapat ditanami jagung antara lain Andosol, Latosol, dan Grumosol. Tanah
bertekstur lempung atau liat berdebu (Latosol) merupakan jenis tanah yang terbaik
untuk pertumbuhan jagung. Tanaman jagung akan tumbuh dengan baik pada tanah
yang subur, gembur dan kaya humus. Pada tanah berpasir, tanaman jagung manis
hibrida bisa tumbuh dengan baik dengan syarat kandungan unsur hara tersedia dan
mencukupi. Pada tanah berat atau sangat berat, misalnya tanah grumosol, jagung
manis hibrida masih dapat tumbuh dengan baik dengan syarat tata air (drainase)
dan tata udara (aerasi) diperhatikan. Adapun tanah yang paling baik untuk
ditanami jagung manis hibrida adalah tanah lempung berdebu, lempung berpasir
atau lempung (Warisno, 1998).
b. Iklim
Daerah yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung yaitu daerah
beriklim sedang hingga beriklim subtropik/tropis basah. Jagung dapat tumbuh di
daerah yang terletak antara 500LU – 400LS. Pada lahan yang tidak beririgasi,
pertumbuhan tanaman memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan
selama masa pertumbuhan. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan
sinar matahari yang penting dalam masa pertumbuhan. Suhu yang dikehendaki
tanaman jagung untuk pertumbuhan terbaiknya antara 270- 320 C (Purwono dan
Hartono, 2005).
11
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam
awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari,
tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil
biji yang tidak optimal. Suhu optimum antara 230 C - 300 C.
Tanaman akan tumbuh normal pada curah hujan yang berkisar 250-500
mm pertahun. Curah hujan kurang atau lebih dari angka yang di atas akan
menurunkan produksi. Air banyak dibutuhkan pada waktu perkecambahan dan
setelah berbunga. Tanaman membutuhkan air lebih sedikit pada pertumbuhan
vegetatif dibanding dengan pertumbuhan generatif. Setelah tongkol mulai kuning,
air tidak diperlukan lagi. Idealnya tanaman jagung manis membutuhkan curah
hujan 100-125 mm perbulan dengan distribusi merata (Tobing, dkk, 1995).
2.2 Kepemilikan Lahan Usahatani
Menurut Purwowidodo (1983) lahan mempunyai pengertian: “Suatu
lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi, dan tumbuhan yang
sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan”.
Lahan juga diartikan sebagai “Permukaan daratan dengan benda- benda padat, cair
bahkan gas” (Rafi‟I, 1985).
Definisi lain juga dikemukakan oleh Arsyad yaitu : Lahan diartikan
sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta
benda yang diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan,
termasuk didalamnya hasil kegiatan manusia dimasa lalu dan sekarang seperti
12
hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil yang merugikan seperti
yang tersalinasi. (FAO dalam Arsyad, 1989)
Utomo (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami yang
melandasi kegiatan kehidupan dan penghidupan, memiliki dua fungsi dasar,
yakni:
1. Fungsi kegiatan budaya; suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik sebagai kawasan perkotaan
maupun pedesaan, perkebunan hutan produksi dan lain-lain.
2. Fungsi lindung; kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya
alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa yang bisa
menunjang pemanfaatan budidaya.
Menurut FAO (1995) dalam Luthfi Rayes (2007), lahan memiliki banyak
fungsi yaitu :
a) Fungsi produksi
b) Fungsi lingkungan biotic
c) Fungsi pengatur iklim
d) Fungsi hidrologi
e) Fungsi penyimpanan
f) Fungsi pengendali sampah dan polusi
g) Fungsi ruang kehidupan
h) Fungsi peninggalan dan penyimpanan
i) Fungsi penghubung spasial
13
Sihaloho (2004) membedakan penggunaan tanah ke dalam 3 kategori,
yaitu:
1. Masyarakat yang memiliki tanah luas dan menggarapkan tanahnya kepada
orang lain; pemilik tanah menerapkan sistem sewa atau bagi hasil.
2. Pemilik tanah sempit yang melakukan pekerjaan usaha tani dengan tenaga kerja
keluarga, sehingga tidak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani.
3. Pemilik tanah yang melakukan usaha tani sendiri tetapi banyak memanfaatkan
tenaga kerja buruh tani, baik petani bertanah sempit maupun bertanah luas.
Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi manusia
terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Lillesand dan
Kiefer (1993) mendefinisikan penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan
manusia pada suatu bidang lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan
perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan
kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Sebagai contoh pada
penggunaan lahan untuk permukiman yang terdiri atas permukiman, rerumputan,
dan pepohonan.
Sistem penggunaan lahan dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu
penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan
lahan pertanian antara lain tegalan, sawah, ladang, kebun, padang rumput, hutan
produksi, hutan lindung dan sebagainya. Penggunaan lahan non pertanian antara
lain penggunaan lahan perkotaan atau pedesaaan, industri, rekreasi, pertambangan
dan sebagainya (Arsyad, 1989 dalam Haryani, Poppy. 2011).
14
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arsyad (1989), “Pengertian sifat
lahan yaitu : atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat diukur atau
diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur tanah, jumlah curah hujan, distribusi
hujan, temperatur, darinase tanah, jenis vegetasi dan sebagainya”. Sifat lahan
merupakan suatu penciri dari segala sesuatu yang terdapat di lahan tersebut yang
merupakan pembeda dari suatu lahan yang lainnya. Sifat lahan menunjukkan
bagaimana kemungkinan penampilan lahan jika digunakan untuk suatu
penggunaan lahan. (Haryani, Poppy. 2011).
Sifat-sifat lahan terdiri dari beberapa bagian yaitu karakteristik lahan,
kualitas lahan, pembatas lahan, persyaratan penggunaan lahan, perbaikan lahan
(Jamulya, 1991).
a. Karakteristik Lahan
Karakteristik lahan adalah suatu parameter lahan yang dapat diukur atau
diestimasi, misalnya kemiringan lereng, curah hujan, tekstur tanah dan struktur
tanah. Satuan parameter lahan dalam survey sumbardaya lahan pada umumnya
disertai deskripsi karakteristik lahan.
b. Kualitas Lahan
Kualitas lahan mempengaruhi tingkat kesesuaian lahan untuk penggunaan
tertentu. Kualitas lahan dinilai atas dasar karakteristik lahan yang berpengaruh.
Suatu karakteristik lahan yang dapat berpengaruh pada suatu kualitas lahan
tertentu, tetapi tidak dapat berpengaruh pada kualitas lahan lainnya.
15
c. Pembatas Lahan
Pembatas lahan merupakan faktor pembatas jika tidak atau hampir tidak
dapat memenuhi persyaratan untuk memperoleh produksi yang optimal dan
pengelolaan dari suatu penggunaan lahan tertentu. Pembatas lahan dapat
dibedakan menjadi dua yaitu : (1) Pembatas lahan permanen, pembatas lahan yang
tidak dapat diperbaiki dengan usaha-usaha perbaikanlahan (land improvement).
(2) pembatas lahan semetara, pembatas lahan yang dapat diperbaiaki dengan cara
pengelolaaan lahan.
d. Persyaratan Penggunaan Lahan
Persyaratan penggunaan lahan di kelompokan kedalam beberapa bagian :
1. Persyaratan ekologikal : ketersediaan air, unsur hara, oksigen dan resiko banjir
2. Persyaratan pengelolaan, contonya persiapan pembibitan dan mekanisasi
selama panen.
3. Persyaratan konservasi, contohnya control erosi, resiko komplen tanah, resiko
pembentukan kulit tanah.
4. Persyaratan perbaikan, contohnya pengeringan lahan, tanggap terhadap
pemupukan.
e. Perbaikan Lahan
Perbaikan lahan adalah aktivitas yang dilakukan untuk memperbaiki
kualitas lahan pada sebidang lahan untuk mendapatkan keuntungan dalam
meningkatkan produksi pertanian. Perbaikan lahan mutlak dilakukan agar kulaitas
lahan dapat terus terjaga dan bermanfaat bagi generasi yang akan datang.
(Jamulya, 1991).
16
Petani adalah orang yang mengusahakan/mengelola usaha pertanian baik
pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, perburuan dan
perikanan. Petani tanaman dapat merupakan petani pemilik atau petani penggarap
sesuai dengan yang dikemukakan Patong (1986) tentang klasifikasi petani :
a. Petani pemilik
Petani pemilik merupakan golongan petani yang memiliki lahan sendiri
serta lahannya tersebut diusahakan atau digarap sendiri dan status lahannya
disebut lahan milik. Semua faktor-faktor produksi, baik berupa tanah, peralatan
dan sarana produksi yang digunakan adalah milik petani sendiri. Dengan demikian
petani pemilik bebas menentukan kebijaksanaan usahataninya, tanpa perlu
dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain. Golongan petani yang agak berbeda
statusnya adalah yang mengusahakan tanahnya sendiri dan juga mengusahakan
lahan orang lain. Keadaan semacam ini timbul karena persediaan tenaga kerja
dalam keluarganya banyak. Untuk mengaktifkan seluruh persediaan tenaga kerja
ini, ia mengusahakan tanah orang lain.
b. Petani penyewa
Petani penyewa merupakan golongan petani yang mengusahakan tanah
orang lain dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri. Besarnya
sewa dapat berbentuk produksi fisik atau sejumlah uang yang sudah ditentukan
sebelum penggarapan dimulai. Lama kontrak sewa ini tergantung pada perjanjian
antara pemilik tanah dan penyewa. Jangka waktu dapat terjadi satu musim, satu
tahun, dua tahun atau jangka waktu yang lebih lama. Dalam sistem sewa, resiko
17
usahatani hanya ditanggung oleh penyewa. Pemilik lahan menerima sewa
lahannya tanpa dipengaruhi oleh resiko usahatani yang mungkin terjadi.
c. Petani Penggarap
Petani penggarap merupakan golongan petani yang mengusahakan tanah
orang lain dengan sistem bagi hasil. Dalam sistem bagi hasil, resiko usahatani
ditanggung oleh pemilik tanah dan penggarap. Besarnya bagi hasil tidak sama
untuk tiap daerah. Biasanya bagi hasil ini ditentukan oleh tradisi daerah-daerah
masing-masing, kelas tanah, kesuburan tanah, banyaknya permintaan dan
penawaran, dan peraturan Negara yang berlaku. Menurut peraturan pemerintah,
besarnya bagi hasil ialah 50 persen untuk pemilik dan 50 persen untuk penyakap
setelah dikurangi dengan biaya produksi yang berbentuk sarana. Disamping
kewajiban terhadap usahataninya, dibeberapa daerah terdapat pula kewajiban
tambahan bagi penggarap, misalnya kewajiban membantu pekerjaan di rumah
pemilik tanah dan kewajiban-kewajiban lain berupa materi. Dalam usahataninya
petani juga bertindak sebagai “manajer”. Keterampilan bercocok tanam atau
menggembalakan ternak pada umumnya merupakan hasil kerja dari kemampuan
fisiknya yang meliputi alat, tangan, mata dan kesehatan.
Soetriono (2003) dalam Ishak (2008) mengemukakan bahwa status petani
dibedakan atas petani pemilik, berarti golongan petani yang memiliki tanah dan
dia pulalah yang secara langsung mengusahakan dan menggarapnya; petani
penyewa, berarti golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan
jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri dan kontrak sewa tergantung
pada perjanjian antara pemilik tanah dengan penyewa; petani penyakap, berarti
18
golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan sistem bagi hasil;
petani pemilik penyakap, berarti golongan petani yang mengusahakan tanah orang
lain; buruh tani, berarti petani yang digolongkan berdasarkan bagaimana cara
mereka memperoleh tanah milik orang lain untuk dikerjakan. Seringkali
perbedaan kepemilikan lahan petani atau kelompok petani mempunyai pengaruh
penting terhadap hasil usahatani disuatu wilayah. Perbedaan kepemilikan lahan ini
berhubungan erat dengan penggunaan masukan dan keuntungan yang diperoleh.
Pada kasus-kasus tertentu dimana pemilikan lahan mempunyai pengaruh terhadap
proses produksi, sering dijumpai bahwa proporsi biaya yang dipikul oleh masing-
masing pembuat keputusan (pemilik lahan) tidak proporsional dengan keuntungan
yang dibagi. Keputusan yang diberikan tentu saja tidak akan sama diantara status
kepemilikan lahan yang berbeda tersebut, sekalipun besarnya biaya dan
keuntungan yang diterima adalah proporsional (Anonim, 2013).
Menurut Soekartawi (2006), adanya kewajiban-kewajiban dan
kemungkinan keuntungan yang diterima oleh masing-masing pihak dalam hal
status kepemilikan lahan tersebut menyebabkan adanya perbedaan motivasi petani
dalam mengerjakan lahannya. Dalam hal upaya meningkatkan produksi misalnya,
antara petani pemilik penggarap dengan penyewa dapat terjadi motivasi yang
sama kuatnya karena semua keuntungan akan mereka nikmati. Sedangkan bagi
petani penyakap, mungkin saja merasa tidak seluruh produksi akan dinikmati
sendiri, karena harus berbagi dengan pemilik lahan.
19
2.3 Biaya dan Pendapatan Usahatani
Usahatani adalah sebagian dari kegiatan di permukaan bumi dimana
seorang petani, sebuah keluarga atau manajer yang digaji bercocok tanam atau
memelihara ternak. Petani yang berusaha tani sebagai suatu cara hidup,
melakukan pertanian karena dia seorang petani. Apa yang dilakukan petani ini
hanya sekedar memenuhi kebutuhan. Dalam arti petani meluangkan waktu, uang
serta dalam mengkobinasikan masukan untuk menciptakan keluaran adalah
usahatani yang dipandang sebagai suatu jenis perusahaan. (Soekartawi, 2002).
Alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan disebut faktor-faktor produksi
yang memiliki tugas dan fungsi dalam produksi pertanian. Tanpa salah satu faktor
tersebut produksi tidak akan diperoleh dengan memuaskan. Adapun cirri-ciri
usahatani di Indonesia menurut soekartawi (1986) adalah:
1. Sempitnya lahan yang dimiliki petani
2. Kurangnya modal
3. Pengalaman petani yang masih terbatas dan kurang dinamis.
Pengelolaan usahatani yang efisien akan mendatangkan pendapatan yang
positif atau suatu keuntungan, usahatani yang tidak efisien akan mendatangkan
suatu kerugian. Usahatani yang efisien adalah usaha tani yang produktivitasnya
tinggi. Ini bisa dicapai kalau manajemen pertaniannya baik. Dalam faktor-faktor
produksi dibedakan menjadi dua kelompok :
a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam-macam tingkat
kesuburan, benih, varitas pupuk, obat-obatan, gulma dsb.
20
b. Faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat
pendidikan, status pertanian, tersedianya kredit dan sebagainya (Soekartawi,
2000).
2.3.1 Biaya Usahatani
Biaya dalam kegiatan usahatani oleh petani ditujukan untuk menghasilkan
pendapatan yang tinggi bagi usahatani yang dikerjakan. Dengan mengeluarkan
biaya maka petani mengharapkan pendapatan yang setinggi-tingginya melalui
tingkat produksi yang tinggi.
Menurut Kartasapoetra, (1986) biaya produksi adalah semua pengeluaran
yang harus dikeluarkan produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan
bahan-bahan penunjang lainnya yang akan didayagunakan agar produksi yang
direncanakan dapat terwujud dengan baik.
Soekartawi (1995) mengemukakan biaya usahatani dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).
Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya dan harus
dikeluarkan walaupun produk yang dihasilkan banyak atau sedikit. Biaya ini
meliputi pajak, penyusustan alat-alat produksi, bunga pinjaman sewa tanah dan
lain-lain. Sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) merupakan biaya tidak tetap
yang sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang
dihasilkan. Biaya ini meliputi biaya tenaga kerja, biaya saprodi dan lain-lain.
Biaya variabel ini sifatnya berubah sesuai dengan besarnya produksi. Konsep
biaya dinyatakan sebagai biaya rill dan biaya non rill. Biaya rill adalah biaya yang
sebenarnya dikeluarkan selama usahatani. Misalnya jumlah tenaga kerja yang
21
dipakai adalah tenaga kerja luar keluarga, bila didalam usahatani tenaga kerja
didalam keluarga juga digunakan maka biaya tenaga kerja yang dihitung hanya
yang menyewa saja, yaitu tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga. Sedangkan
konsep biaya nonrill memperhitungkan semua pengeluaran baik yang nyata
dibayar selama usahatani maupun yang tidak nyata sebagai peramalan dengan
menggunakan harga bayangan (shadow price) dalam mengembangkan usahatani
untuk musim tanam kedepannya (Soekartawi, 1995).
2.3.2 Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jualnya. Penerimaan dapat diartikan sebagai nilai produk total dalam
jangka waktu tertentu baik yang dipasarkan maupun tidak. Penerimaan juga dapat
didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan. Penerimaan
usahatani yaitu penerimaan dari semua sumber usahatani meliputi nilai jual hasil,
penambahan jumlah inventaris, nilai produk yang dikonsumsi petani dan
keluarganya. Penerimaan adalah hasil perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual produk. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:
TR = Y . Py
Dimana:
TR = Total Revenue (Penerimaan Usahatani)
Y = Output (Produksi yang diperoleh)
Py = Price (Harga Output). (Soekartawi (1995)
22
2.3.3 Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani menurut Gustiyana (2004), bahwa pendapatan
usahatani dapat dibagi menjadi dua pengertian, yaitu :
a. Pendapatan kotor, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petanidalam
usahatani selama satu tahun yang dapat diperhitungkan dari hasil penjualan
atau pertukaran hasil produksi yang dinilai dalam rupiah berdasarkan harga
pe satuan berat pada saat pemungutan hasil.
b. Pendapatan bersih, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam satu
tahun dikurangi dengan biaya produksi selama proses produksi. Biaya
produksi meliputi biaya riil tenaga kerja dan biaya riil sarana produksi.
Menurut Soekartawi (1995) pendapatan sebagai selisih antara total
penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam suatu usahatani. Total
penerimaan merupakan hasil perkalian dari jumlah produksi yang dihasilkan
dengan nilai/harga produk tersebut, sedangkan total biaya adalah semua biaya
yang dikeluarkan dalam suatu usahatani. Pendapatan rumah tangga petani
bersumber dari dalam usahatani dan pendapatan dari luar usahatani. Pendapatan
dari dalam usahatani meliputi pendapatan dari tanaman yang diusahakan oleh
petani. Sedangkan dari luar usahatani bersumber dari pendapatan selain usahatani
yang diusahakan.
I = TR-TC
Dimana :
I = Income (Pendapatan)
TR = Total Renue (Penerimaan)
TC = Total Cost (Total Biaya)
23
2.4 Faktor Produksi
Faktor produksi sering disebut dengan korbanan produksi untuk
menghasilkan produksi. Faktor produksi disebut dengan input.
Input merupakan hal yang mutlak, karena proses produksi untuk
menghasilkan produk tertentu dibutuhkan sejumlah faktor produksi tertentu.
Misalnya untuk menghasilkan jagung dibutuhkan lahan, tenaga kerja, tanaman,
pupuk, pestisida, tanaman pelindung dan umur tanaman. Proses produksi
menuntut seorang pengusaha mampu menganalisa teknologi tertentu dan
mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi untuk menghasilkan
sejumlah produk tertentu seefisien mungkin.
1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang perlu diperhitungkan dalam
proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan saja dilihat dari tersedianya
tenaga kerja saja tetapi kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga diperhatikan.
Jumlah tenaga kerja ini masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas
tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja. Bila kualitas tenaga
kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi
(Soekartawi, 2005).
2. Modal
Dalam proses produksi pertanian, modal dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu modal tidak bergerak (biasanya disebut modal tetap). Faktor produksi seperti
tanah, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori modal tetap.
Sebaliknya modal tidak tetap atau modal variable, adalah biaya yang dikeluarkan
24
dalam proses produk dan habis dalam satu kali dalam proses produksi, misalnya
biaya produksi untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan atau yang dibayarkan
untuk pembayaran tenaga kerja (Soekartawi, 2005).
3. Pupuk
Tujuan dari pemupukan lahan pada prinsipnya adalah sebagai persediaan
unsur hara untuk produksi makanan alami, serta untuk perbaikan dan
pemeliharaan keutuhan kondisi tanah dalam hal struktur, derajat keasaman, dan
lain-lain (Sumeru Ranoemihardja dan Kustiyo, 1985).
Soekartawi (1995), lapisan tanah atas pada dasar lahan biasanya
mempunyai kandungan bahan organik yang rendah. Bila tanah tersebut
mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi, bahan organik tersebut
terutama berbentuk humus tanah dan tidak terlalu aktif. Pupuk alami mempunyai
Nitrogen yang lebih rendah dengan terurai lebih lambat. Tetapi bahan organik
tidak terurai seluruhnya dan akan terakumulasi didasar kolam.
Pupuk bagi lahan pertanian harus mengandung jenis nutrien yang tepat,
yaitu nutrien yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman yang akan ditambahkan
di dalam lahan pertanian. Pada umumnya adalah nutrien yang menjadi faktor
pembatas seperti fosfor dan nitrogen (Sumeru Ranoemihardja dan Kustiyo, 1985).
4. Produk
Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Dalam
bidang pertanian, produk atau produksi itu bervariasi karena perbedaan kualitas.
Pengukuran terhadap produksi juga perlu perhatian karena keragaman kualitas
tersebut. Nilai produksi dari produk-produk pertanian kadang-kadang tidak
25
mencerminkan nilai sebenarnya, maka sering nilai produksi diukur menurut harga
bayangannya/shadow price (Soekartawi, 2005).
2.5 Harga
Istilah harga tidaklah asing bagi semua orang, harga tercipta biasanya dari
adanya tawar-menawar antara para penjual dengan pembeli, setelah tercipta
kesepakatan harga. Harga merupakan satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran
yang menghasilkan pendapatan sedangkan unsur lainnya, hanya merupakan unsur
biasa saja. Harga menpengaruhi tingkat penjualan dan tingat keuntungan yang
dapat dicapai oleh petani.
Saladin mengemukakan bahwa harga adalah sejumlah uang sebagai alat
tukar menukar untuk menperoleh produk atau jasa atau dapat juga dikatakan
penentu nilai suatu produk terhadap konsumen.
Menurut Tjiptono (2006) secara sederhana istilah harga dapat diartikan
sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan/atau aspek lain (non moneter) yang
mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu
jasa. Utilitas merupakan atribut atau faktor yang berpotensi memuaskan
kebutuhan dan keinginan tertentu.
Harga merupakan salah satu penetu keberhasilan suatu petani karena harga
menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh petani dari penjualan
hasil produksinya.
berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa harga adalah
sejumlah uang yang dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya
dalam mendapatkan produk atau jasa.
26
2.6 Kerangka Pemikiran
Salah satu sub sektor pertanian yang merupakan salah satu komoditi
tanaman pangan adalah tanaman jagung. Jagung merupakan tanaman yang
banyak diusahakan oleh petani di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Gowa karena jagung merupakan bahan makanan pokok kedua
setelah padi.
Pengelolaan usahatani jagung hibrida luas lahan merupakan salah satu
faktor yang sangat penting, karena luas lahan yang diusahakan untuk suatu
usahatani akan mempengaruhi jumlah produksi yang diperoleh dalam satu musim
tanam, sehingga akan berpengaruh terhadap biaya yang akan dikeluarkan oleh
petani dan tentunya akan berpengaruh terhadap pendapatan petani.
Pengelolaan usahatani jagung hibrida dikenal petani pemilik lahan dan
petani penyewa, dimana jumlah produksi petani penyewa per hektarnya lebih
besar dibandingkan petani pemilik lahan sendiri, yang disebabkan karena adanya
dorongan motivasi bahwa status tanah yang di usahakan hanya sebatas lahan sewa
yang harus dibayar kepada pemilik lahan sehingga petani penyewa berusaha untuk
memaksimalkan usahataninya. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka
pemikiran penelitian dapat disusun pada gambar berikut:
27
Gambar 1. Kerangka pemikiran Dampak Kepemilikan Lahan terhadap Produksi
Usahatani Jagung Hibrida.
Usahatani jagung hibrida
Petani jagung
Petani penyewa lahan Petani pemilik
lahan
Faktor Produksi:
- Lahan
- Bibit
- Pupuk
- Pestisida
- Tenaga kerja
- Umur petani
- Pendidikan petani
- Jumlah tanggungan
keluarga
Faktor Produksi:
- Lahan
- Bibit
- Pupuk
- Pestisida
- Tenaga kerja
- Umur petani
- Pendidikan petani
- Jumlah tanggungan
keluarga
Produksi Produksi
Harga
(Output)
Penerimaan Penerimaan
Pendapatan Pendapatan
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bontosunggu, Kecamatan
Bontonompo Selatan, Kabupaten Gowa. Penentuan lokasi dilakukan secara
sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan sentra produksi jagung
di Kabupaten Gowa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus
2015.
3.2 Teknik Penentuan Sampel
Penelitian ini dilakukan pada petani di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa yang memiliki perbandingan produksi
antara petani pemilik lahan sendiri dengan petani penyewa dengan jumlah
populasi sebanyak 200 petani. Teknik penentuan sampel dilakukan secara simple
random sampling (acak) pada petani pemilik lahan sendiri dan teknik purpossive
(secara sengaja) pada petani penyewa dengan jumlah sampel sebanyak 40 petani
yang diambil dari 20 persen dari populasi.
Hal ini sesuai pendapat Arikunto (2002) yang mengatakan bahwa apabila
subjek kurang dari 100 lebih baik populasi diambil sebagai sampel tetapi apabila
lebih dari 100 maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih.
29
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah merupakan data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari petani jagung
hibrida yang telah ditetapkan sebagai responden atau sampel dengan dibantu alat
daftar pertanyaan (kuesioner).
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari berbagai media online
beserta dari berbagai buku dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.4 Teknik Pengumpulan data
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data menggunakan cara
sebagai berikut :
a. Observasi, yaitu cara pengumpulan data dengan mengamati langsung
dilapangan. Teknik ini dilakukan melalui dua jalur yaitu observsi langsung
dan observasi tidak langsung. Observasi langsung adalah pengumpuln data
yang dilakukan secara langsung ditempat kejadian. Observasi tidak langsung
adalah pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala
pada obyek penelitian yan pelaksanannya tidak secara langsun pada obyeknya.
b. Dokumentasi yaitu cara pengumpulan data dengan jalan mengumpulkan data
melalui keterangan secara tertulis yang merupakan dokumen-dokumen yang
ada hubungannya dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian
30
c. Wawancara dilakukan dengan cara mewawancarai langsung petani sampel
sebagai responden dengan menggunakan alat bantu daftar pertanyaan yang
telah disusun sebelumnya.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode analisis
kuantitatif yaitu untuk menganalisis besarnya pengaruh dari pemanfaatan input
produksi dalam menghasilkan output produksi jagung. Untuk menganalisis biaya
produksi dan pendapatan usahatani jagung digunakan fungsi produksi cobb-
Douglas. Bentuk liniernya dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi, 2006).
a. Fungsi Pendapatan
Besarnya pendapatan dapat dihitung menggunakan rumus :
Pd = TR – TC
Dimana: Pd = Pendapatan Usahatani
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya
Rumus untuk mencari penerimaan yaitu TR = Y. Py
Dimana : TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py = Harga Y
31
Rumus untuk mencari Total Cost TC = FC + VC
Dimana : TC = Total Cost (total biaya)
FC = Fixed Cost
VC = Variabel Cost
b. Fungsi Produksi
Fungsi produksi dapat dihitung menggunakan rumus :
Y = b₀ + b₁ X₁ + b₂ X₂ + b₃ X₃ + b₄ X₄ + b₅ Dʟ + е
Dimana : Y = Produksi Jagung Hibrida (kg)
X₁ = Luas Lahan (ha)
X₂ = Benih (kg)
X₃ = Pupuk Kimia (kg)
X₄ = Tenaga Kerja (HOK)
Dʟ = Kepemilikan Lahan
D₁ = Lahan Milik Sendiri (Dummy)
D₀ = Lahan Sewa (Dummy)
e = Penyimpangan yang mungkin terjadi
b0 = Intersep/Konstanta
b₁-b₅ = Koefisien regresi
32
1. Uji R2
Uji R2
(koefisien determinasi) digunakan untuk mengetahui kemampuan
variabel bebas mempengaruhi variabel tak bebasnya. Semakin tinggi nilai R2
(semakin mendekati satu) makin erat hubungan antara variabel bebas dengan
variabel tak bebasnya. Dan sebaliknya semakin mendekati 0, maka makin kecil
pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas.
Dimana nilai R2 adalah 0 < R
2< 1, yang artinya :
a. Bila R2 = 1, berarti besarnya pengaruh dari variabel bebas terhadap naik
turunnya variabel terikat sebesar 100 persen, sehingga tidak ada faktor lain
yang mempengaruhinya.
b. Bila R2 = 0, berarti variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel
terikat.
2. Uji F
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-
sama terhadap variabel tak bebas pada tingkat kepercayaan 95 % dengan taraf
signifikansi 5 % atau tingkat kesalahan 5%. Adapun hipotesis yang digunakan
adalah sebagai berikut:
a. Ho : b1 = b2 ... = b6 = 0
b. Ha : b1 ≠b2 ... b6 ≠0 (paling tidak ada salah satu yang tidak sama dengan nol)
c. F kritis = df1= k-1; df2= n-k (n= jumlah data; k= jumlah variabel)
33
Kriteria pengujian yang digunakan adalah:
a. Nilai signifikansi <α, Fhitung >F kritis berarti Ho ditolak dan Ha diterima,
maka variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap
variabel tak bebas.
b.Nilai signifikansi >αberarti, F hitung ≤ F kritis berarti Ho diterima danHa
ditolak, maka variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata
terhadap variabel tak bebas.
3. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas
terhadap variabel tak bebasnya. Hipotesis yang digunakan untuk menguji
persamaan di atas adalah:
a. Ho : b1 = b2 = … = 0
b. Ha : b1 ≠b2 … = b6 ≠0 (paling tidak ada salah satu yang tidak sama
dengan nol)
c. t kritis = signifikansi = df= n-k-1 (k= jumlah variabel independen)
Kriteria pengujian yang digunakan adalah:
a. Nilai signifikansi <α, t hitung > t kritis maka Ho ditolak dan Ha diterima,
berarti variabel bebas secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel tak
bebas.
b. Nilai signifikansi >α, t hitung ≤ t kritismaka Ho diterima dan Ha ditolak,
artinya variabel bebas secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap
variabel tak bebas ( Usman, 1995).
34
3.6 Defenisi Oprasional
1. Petani jagung adalah orang yang melakukan usahatani jagung dilahan sawah
2. Petani pemilik lahan adalah golongan petani yang memiliki lahan dan ia
pulalah yang secara langsung mengusahakan dan menggarapnya.
3. Petani penyewa adalah petani yang tidak memiliki lahan tetapi melakukan
usahataninya pada lahan orang lain dengan cara menyewa lahan.
4. Biaya usahatani adalah biaya yang diperhitungkan oleh petani selama satu kali
musim tanam. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap dan
biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah pengeluaran yang dilakukan oleh petani
dalam melaksanakan aktivitas usahatani jagung yang besarannya tidak
mempengaruhi besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan biaya
tidak tetap adalah pengeluaran yang dilakukan oleh petani dalam
melaksanakan aktivitas usahatani jagung yang besarannya mempengaruhi
besarnya produksi dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
5. Produksi adalah hasil usahatani jagung oleh petani pemilik lahan dan petani
penyewa selama satu kali musim tanam yang dinyatakan dalam satuan
kilogram (kg)
6. Harga jagung hibrida adalah harga nominal jagung ditingkat petani pada saat
produk dijual, dihitung dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).
7. Penerimaan adalah produksi yang diperoleh selama satu kali musim tanam
dikalikan dengan harga yang dinyatakan dalam satuan rupuah (Rp) .
8. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya usahatani
jagung yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak Geografis
Desa Bontosunggu merupakan salah satu desa di Kecamatan Bontonompo
Selatan. Luas wilayah desa Bontosunggu adalah 4,07 Km dan jarak dari pusat
kota yakni Kecamatan Bontonompo Selatan adalah 2 Km. secara administratif,
Desa Bontosunggu memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Bontoramba Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sanrobone Kecamatan Sanrobone
Kabupaten Takalar
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tonasa Kecamatan Sanrobone
Kabupaten Takalar
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sala’jangki Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa
Desa Bontosunggu meiliki 5 Dusun, yaitu Dusun Bontociniayo, Dusun
Sorobaya, Dusun Tamalate, Dusun Kampung Beru, dan Dusun Gallang. Adapun
luas wilayah untuk masing-masing dusunnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
36
Tabel 1. Luas Wilayah Per Dusun di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Gowa Tahun 2014
No Dusun Luas Wilayah
(Km²)
Persentase
(%)
1 Bontociniayo 1,19 29,24
2 Tamalate 0,70 17,20
3 Gallang 0,46 11,30
4 Kampung Beru 1,05 25,28
5 Sorobaya 0,67 16,46
Jumlah 4,07 100
Sumber: Kantor Desa Bontosunggu tahun 2014
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa Dusun yang memiliki luas
wilayah paling paling luas di Desa Bontosunggu yaitu Dusun Bontociniayo
dengan persentase 29,24% dan luas wilayah 1,19 Km². sedangkan Dusun yang
paling terkecil di Desa Bontosunggu yaitu Dusun Gallang dengan persentase
11,3% dan luas wilayah 0,46 Km².
4.2 Kondisi Demografis
Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam
pembangunan khuususnya di wilayah Desa Bontosunggu. Dalam nilai universal
penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan sekaligus yang menikmati
hasil pembangunan. Dalam kaitan peran penduduk tersebut, kualitas mereka perlu
ditingkatkan dan pertumbuhan serta mobilitasnya harus dikendalikan. Untuk lebih
jelasnya mengenai aspek demografi I Desa Bontosunggu dapat di lihat pada
penjelasan berikut.
37
a. Jumlah dan perkembangan penduduk
Perkembangan penduduk di Desa Bontosunggu dalam kurun waktu 5
tahun terakhir cenderung mengalami penurunan tiap tahunnnya. Penurunan
angkatan jumlah penduduk disebabkan oleh meningkatnya migrasi keluar dan
angka kematian di wilayah tersebut. Menurut hasil registrasi penduduk pada juni
2014, jumlah penduduk di Desa Bontosunggu berjumlah 2.618 jiwa.
Jumlah angka penduduk pada tahun 2010 di Desa Bontosunggu berjumlah
2.788 jiwa, tahun 2011 jumlah penduduk di wilayah ini mengalami penurunan
sebanyak 62 jiwa sehingga menjadi 2.726 jiwa, dan pada tahun 2012 juga
mengalami penurunan hingga pada bulan juni tahun 2014. Untuk lebuh jelasnya
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Jumlah dan Perkembangan Penduduk di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa tahun 2014
No
Tahun
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Pertambahan
Persentase
(%)
1 2009 2.788 - -
2 2010 2.726 -62 -2,27
3 2011 2.703 -23 -0,85
4 2012 2.683 -20 -0,74
5 2013 2.618 -65 -2,48
Rata-Rata 2.704 -43 -1,58
Sumber: Kantor Desa Bontosunggu tahun 2014
38
b. Kepadatan penduduk
Desa Bontosunggu yang memilki luas wilayah 4,07 Km² dan jumlah
penduduk 2.618 jiwamemiliki tingkat kepadatan penduduk 643 jiwa/km². Adapun
kepadatan penduduk berdasarkan tiap dusun dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kepadatan Penduduk Per Dusun di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa 2014
No
Dusun
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Luas Wilayah
(Km²)
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/Km²)
1 Bontociayo 920 1,19 773
2 Tamalate 386 0,70 551
3 Sorobaya 380 0,67 567
4 Kampong Beru 533 1,05 508
5 Gallang 399 0,46 867
Jumlah 2.618 4,07 643
Sumber: Kantor Desa Bontosunggu tahun 2014
c. Penduduk Menurut Kepala Keluarga
Berdasarkan hasil registrasi jumlah penduduk pada juni 2013, jumlah
kepala keluarga yang terdapat di Desa Bontosunggu yaitu sebanyak 591 KK.
Jumlah kepala keluarga yang terbanyak terdapat di Dusun Bontociniayo dengan
persentase 35,14% dan jumlah penduduk 224 jiwa. Sedangkan jumlah kepala
keluarga yang paling sedikit yaitu terdapat di Dusun Gallang dengan persentase
15,24% dan jumlah penduduk 60 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 4 berikut.
39
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kepala Keluarga di Desa Bontosunggu
Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa tahun 2014
No
Dusun
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Jumlah
Kepala
Keluarga
(KK)
Persentase
(%)
1 Bontociayo 920 224 35.14
2 Tamalate 386 90 14.74
3 Sorobaya 380 91 14.51
4 Kampong Beru 533 126 20.35
5 Gallang 399 60 15.24
Jumlah 2618 519 100
Sumber : Kantor Desa Bontosunggu tahun 2014
d. Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Penduduk Desa Bontosunggu pada juni 2013 yang berjumlah 2.618 jiwa di
dominasi oleh penduduk yang berjenis kelamin perempuan yakni dengan jumlah
1.335 jiwa dan penduduk laki-laki yang berjumlah 1.283 jiwa. Jadi sex ratio
penduduk menurut jenis kelamin di Desa Bontosunggu yaitu 96% yang berarti
dalam 96 orang penduduk perempuan, terdapat satu orang penduduk laki-laki.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ada tabel 5 berikut.
40
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Bontosunggu
Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa tahun 2014
No
Dusun
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Laki-laki Perempuan
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Sex
Ratio
1 Bontociniayo 464 456 920 101
2 Tamalate 181 205 386 88
3 Sorobaya 173 207 380 83
4 Kampong Beru 255 278 533 92
5 Gallang 210 189 399 111
Jumlah 1.283 1.335 2.618 96
Sumber: Kantor Bontosunggu tahun 2014
4.3 Kondisi Pertanian
Total luas wilayah Desa Bontosunggu yakni 407 Ha, maka dapat
diperincikan berdasarkan hasil survey lapangan terhadap jenis-jenis penggunaan
lahannya dan berdasarkan kondisi fisik dasar lahan yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor mendasar seperti kondisi dasar lahan dan aktivitas masyarakat
menunjukkan bahwa pola penggunaan lahan di Desa Bontosunggu di dominasi
oleh lahan sawah dengan luas 289,301 Ha dan penggunaan lahan lainnya yaitu
berupa kebun campuran seluas 47,651 Ha tambak 48,7881 Ha, perumahan 17,562
Ha, fasilitas perkantoran 0,042 Ha, fasilitas pemakaman 0,189 Ha, lapangan 0,329
Ha, fasilitas pendidikan 0,946 Ha, lapangan peribadatan 0,156 Ha, fasilitas
kesehatan 0,032 Ha, dan jalan 2,0017 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 6 berikut.
41
Tabel 6. Pola Penggunaan Lahan di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Gowa Tahun 2014
No Jenis Penggunaan Lahan Luas
(Ha)
Persentase
(%)
1 Sawah 289,301 71,08
2 Kebun Campuran 47,651 11,71
3 Tambak 48,7881 11,987
4 Perumahan 17,562 4,315
5 Fasilitas Perkantoran 0,0342 0,008
6 Fasilitas Pemakaman 0,189 0,0046
7 Lapangan 0,329 0,080
8 Failitas Pendidikan 0,946 0,232
9 Fasilitas peribadatan 0,156 0,038
10 Fasilitas Kesehatan 0,42 0,103
11 Jalan 2,0017 0,492
Jumlah 407 100
Sumber: Kantor Desa Bontosunggu tahun 2014
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang paling
dominan di Desa Bontosunggu yaitu berupa penggunaan lahan sawah dengan
persentase 71,08%. Sedangkan penggunaan lahan yang paling minoritas yaitu
berupa lahan untuk sarana perkantoran dengan persentase 0,008%.
4.4 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana di Desa Bontosunggu saat ini dinilai cukup
memadai. Hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis sarana yang telah tersedia baik
sarana angkutan, sarana pendidikan dan sarana sosial. Daerah ini dapat dicapai
dengan roda empat.
42
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa petani tidak mengalami
kesulitan dalam menperoleh sarana produksi dan penjualan hasil produksi karena
sarana trasnportasi sudah cukup tersedia. Sarana dan prasarana di Desa
Bontosunggu dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Sarana dan Prasarana di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Gowa tahun 2014
No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)
1 Mesjid 6
2 TK 2
3 SD 3
4 Madrasah-Aliyah 1
5 Puskesdas 2
6 Kantor Desa 1
Jumlah 15
Sumber : Kantor Desa Bontosunggu 2014
Tabel 7 menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang paling dominan di
Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa yaitu
tempat peribadatan berupa mesjid sebanyak 6 unit dan sarana dan prasarana yang
paling minoritas berupa Madrasah-Aliyah dan Kantor Desa sebanyak 1 unit..
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identitas Responden
Identitas petani responden yang diuraikan berikut menggambarkan
keberagaman petani responden dari beberapa aspek yaitu luas lahan, umur, tingkat
pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan pengalaman berusahatani. Identitas
seorang responden akan sangat membantu dalam proses penelitian karena dapat
memberikan informasi tentang keadaan usahataninya terutama dalam peningkatan
produksi usahataninya.
Petani merupakan orang yang melakukan usaha dalam memenuhi
kebutuhannya dibidang pertanian. Untuk memperolah informasi tentang usahatani
yang diusahakannya, maka identitas petani responden merupakan salah satu hal
penting yang dapat membantu kelancaran proses penelitian.
Responden dalam penelitian ini adalah petani jagung hibrida di Desa
Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa, dengan jumlah
responden yang dijadikan sebagai sampel sebanyak 40 orang yang termasuk
petani pemilik lahan sendiri dan petani penyewa lahan.
44
Berikut dapat dilihat tabel 8 yang merupakan pembahasan mengenai
identitas responden berdasarkan petani pemilik lahan sendiri.
Tabel 8. Identitas responden petani pemilik lahan sendiri di Desa Bontosunggu
Kecamatan Bontonompo Selatan tahun 2015
No Uraian Satuan Range Rataan
1 Luas Lahan Ha 0.24 - 0.90 0.51
2 Umur Tahun 25 – 55 42.40
3 Tingkat Pendidikan Tahun 2 – 12 7.55
4 Jumlah Tanggungan Jiwa 2 – 5 3.15
5 Pengalaman Bertani Tahun 5 – 25 14.55
Sumber : Data Primer telah diolah 2015
Berdasarkan tabel 8 diatas diketahui bahwa rata-rata sampel petani pemilik
lahan sendiri di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan memiliki
luas lahan rata-rata 0.51 Ha setiap KK. Jumlah luas lahan yang petani miliki sudah
dapat dikatakan cukup luas berdasarkan rata-rata luas lahan petani sampel.
Rata-rata umur petani sampel di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan adalah 42.40 tahun menunjukkan bahwa petani sampel
masih tergolong dalam usia yang produktif.
Rata-rata tingkat pendidikan sampel petani pemilik lahan sendiri di Desa
Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan adalah sekitar 7.55 tahun atau
tingkat SLTP, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani jagung masih
tergolong rendah, sehingga mempengaruhi cara mereka berfikir dalam
berusahatani.
45
Setiap kepala keluarga petani sampel jagung yang menjadi sampel
memiliki jumlah tanggungan sekitar 3 jiwa. Jumlah tanggungan keluarga akan
berpengaruh terhadap jumlah produksi dan pendapatan petani.
Rata-rata pengalaman petani jagung di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan adalah 14.55 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
pengalaman bertani petani sampel cukup lama sehingga menpengaruhi tingkat
pendapatan petani.
Berikut dapat dilihat tabel 9 yang merupakan pembahasan mengenai
identitas responden berdasarkan petani penyewa lahan.
Tabel 9. Identitas responden petani penyewa lahan di Desa Bontosunggu
Kecamatan Bontonompo Selatan tahun 2015
No Uraian Satuan Range Rataan
1 Luas Lahan Ha 0.29 - 0.85 0.53
2 Umur Tahun 25 – 54 38.50
3 Tingkat Pendidikan Tahun 5 – 12 8.35
4 Jumlah Tanggungan Jiwa 2 – 5 3.25
5 Pengalaman Bertani Tahun 3 – 23 12.00
Sumber : Data Primer telah diolah 2015
Berdasarkan tabel 9 diatas diketahui bahwa rata-rata sampel petani
penyewa lahan di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan memiliki
luas lahan rata-rata 0.53 Ha setiap KK. Jumlah luas lahan yang petani miliki sudah
dapat dikatakan cukup luas berdasarkan rata-rata luas lahan petani sampel.
Rata-rata umur petani sampel di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan adalah 38.50 tahun menunjukkan bahwa petani sampel
masih tergolong dalam usia yang produktif.
46
Rata-rata tingkat pendidikan sampel petani penyewa lahan di Desa
Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan adalah sekitar 8.35 tahun atau
tingkat SLTP, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani jagung masih
tergolong rendah, sehingga mempengaruhi cara mereka berfikir dalam
berusahatani.
Setiap kepala keluarga petani sampel jagung yang menjadi sampel
memiliki jumlah tanggungan sekitar 3 jiwa. Jumlah tanggungan keluarga akan
berpengaruh terhadap jumlah produksi dan pendapatan petani.
Rata-rata pengalaman petani jagung di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan adalah 12.00 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
pengalaman bertani petani sampel cukup lama sehingga menpengaruhi tingkat
pendapatan petani.
5.2 Perbandingan Produksi Usahatani Jagung Hibrida antara Petani Pemilik
Lahan Sendiri dengan Petani Penyewa Lahan
Biaya merupakan peranan yang sangat penting dalam melakukan suatu
usahatani. Jenis biaya yang digunakan dalam analisis biaya yaitu biaya tetap dan
biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam
melakukan usahatani jagung hibrida yang besarannya tidak mempengaruhi
besarnya produksi dan yang tergolong dalam biaya tetap meliputi penyusutan alat,
pajak dan sewa lahan. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan
oleh petani dalam melakukan usahatani jagung yang besarannya dapat
mempengaruhi besarnya produksi dan dinyatakan dalam satuan rupiah, yang
tergolong dalam biaya variabel yaitu benih, pupuk, pestisida, upah tenaga kerja
47
Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian dari produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Jumlah produksi adalah hasil yang diperoleh dari usahataninya,
sedangkan harga jual adalah nilai atau harga dari usahatani per satuan produksi.
Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila situasi pendapatan memenuhi
persyaratan yaitu cukup untuk membayar semua sarana produksi, upah tenaga
kerja atau bentuk lainnya selama proses produksi.
Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya
(Soekartawi, 2006). Menurut Kuswandi, pendapatan adalah arus masuk bruto dari
manfaat ekonomi yang timbul akibat aktivitas normal perusahaan selama satu
periode yang mengakibatkan kenaikan modal dan tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan menghimpun
semua data yang telah diperoleh dari responden, maka diperoleh hasil seperti pada
tabel 10 – 11 produksi antara petani pemilik lahan sendiri dan petani penyewa
lahan dibawah ini.
48
Tabel 10. Rata-rata Biaya dan Produksi per Hektar Usahatani Jagung Hibrida
pada Petani Pemilik Lahan Sendiri di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa
No Uraian Jumlah Harga per Unit Nilai
(unit) (Rp) (Rp)
1 Produksi (kg) 9.618 2.700 25.967.647 .00
2 Biaya Variabel :
a. Benih (kg) 18.0 75.000 1.485.294.00
b. Urea (kg) 495.1 2.000 990.196.00
c. ZA (kg) 247.9 1.500 37.912.00
d. NPK (kg) 247.3 2.500 618.137.00
e. Pengairan (ltr) 111.961 8.000 895.686.00
f. Herbisida :
Gramoxone (kg) 3.431 60.000 205.882.00
g. Tenaga Kerja (HOK)
Penanaman (HOK) 6.078 - 381.863.00
Panen (HOK) 6.275 - 700.980.00
h. Biaya Sewa
Traktor - - 339.706.00
Sprayer - - 27.451.00
Angkut - - 77.941.00
Total 6.095.049.00
3 Biaya Tetap :
a. Penyusutan Alat - - 414.890.00
b. Pajak - - 56.127.00
Total 871.497.00
4 Pendapatan - - 19.001.101.00
Sumber : Data Primer telah diolah tahun 2015
Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa penerimaan yang diperoleh
usahatani jagung pada petani pemilik lahan sendiri sebesar Rp. 25.967.647.00
yang diperoleh dari hasil perkalian jumlah produksi dengan harga jual pada
produk per kilogramnya. Total biaya sebesar Rp. 6.966.546.00 yang diperoleh dari
hasil jumlah biaya variabel sebesar Rp. 6.095.049.00 dan biaya tetap sebesar Rp.
49
871.497.00. Jadi, pendapatan yang diperoleh sebesar Rp. 19.001.101 yang
merupakan selisih dari total penerimaan dengan biaya – biaya yang dikeluarkan.
Tabel 11. Rata-rata biaya dan Produksi per Hektar Usahatani Jagung Hibrida pada
Petani Penyewa Lahan di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Gowa
No Uraian Jumlah Harga per Unit Nilai
(unit) (Rp) (Rp)
1 Produksi (kg) 9.958 2.700 26.885.377.00
2 Biaya Variabel :
a. Benih (kg) 20.2 75.000 1.514.151.00
b. Urea (kg) 504.7 2.000 1.009.434.00
c. ZA (kg) 252.8 1.500 379.245.00
d. NPK (kg) 251.9 2.500 629.717.00
e. Pengairan (ltr) 101.132 8.000 809.057.00
f. Herbisida :
Gramoxone (kg) 2.642 60.000 158.491.00
g. Tenaga Kerja (HOK)
Penanaman (HOK) 5.094 - 259.434.00
Panen (HOK) 4.057 - 254.717.00
h. Biaya Sewa
Traktor (Rp) - - 326.887.00
Pompa Air (Rp) - - 72.736.00
Sprayer (Rp) - - 26.415.00
Angkut (Rp) - - 49.057.00
Total 5.489.340.00
3 Biaya Tetap :
a. Penyusutan Alat (Rp) - - 345.062.00
b. Pajak (Rp) - - 50.425.00
c. Sewa lahan (Rp) - - 1.008.491.00
Total 2.515.904.00
4 Pendapatan (Rp) - - 18.880.134.00
Sumber : Data Primer telah diolah tahun 2015
Berdasarkan tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa penerimaan yang
diperoleh usahatani jagung pada petani penyewa lahan sebesar Rp. 26.885.377.00
yang diperoleh dari hasil perkalian jumlah produksi dengan harga jual pada
50
produk per kilogramnya. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 8.005.243.00
yang diperoleh dari hasil jumlah biaya variable sebesar Rp. 5.489.340.00 dan
biaya tetap sebesar Rp. 2.515.904.00. Jadi, pendapatan yang diperoleh sebesar Rp.
18.880.134.00 yang merupakan selisih dari total penerimaan dengan biaya – biaya
yang dikeluarkan.
Berdasarkan hasil kalkulasi diatas maka dapat diketahui perbandingan
jumlah produksi antara petani pemilik lahan sendiri dengan petani penyewa lahan
yaitu produksi petani pemilik lahan sendiri sebesar 9.618 kg/ha per musim dan
produksi petani penyewa lahan sebesar 9.958 kg/ha per musim, dimana jumlah
produksi petani penyewa lahan lebih besar dibandingkan dengan jumlah produksi
petani pemilik lahan sendiri.
5.3 Hasil Regresi Linear Berganda untuk Mengetahui Pengaruh
Perbandingan Kepemilikan Lahan terhadap Produksi pada Usahatani
Jagung Hibrida
Penelitian ini menggunakan 5 variabel bebas, Luas Lahan (X1), Benih
(X2), Pupuk (X3), Tenaga Kerja (X4) Kepemilikan Lahan (Dʟ) di Desa
Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa.
Pengaruh variabel-variabel tersebut dapat diketahui dengan cara analisis
regresi linear berganda. Berdasarkan analisis regresi linear berganda, pengaruh
perbandingan kepemilikan lahan terhadap produksi usahatani jagung hibrida di
Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa.
51
Tabel 11. Hasil Analisis Regresi Responden Petani terhadap Usahatani Jagung
Hibridadi Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan
Kabupaten Gowa
Variabel Bebas Koefisien t_statistik P
Konstanta
Luas Lahan (x₁)
Benih (x₂)
Jumlah Pupuk (x₃)
Tenaga Kerja (x₄)
Kepemilikan Lahan (Dʟ)
108.923
5.107***
9.751ns
-14.604ns
- 5.814ns
- 108. 425***
2.07
3.16
0.20
- 0.15
- 1.28
- 3.50
0,046
0,003
0,842
0,881
0,211
0,001
R² = 0.9977 (99,77%) ***) : signifikan (α = 1%)
Fhitung = 34,56 **) : signifikan (α = 5%)
Prob = 0,000 ns
) : non signifikan (tidak signifikan)
Sumber: Data Primer telah diolah tahun 2015
Hasil persamaan regresinya:
Y = 108.923 + 5.107 X₁*** + 9.751 X₂ - 14.604 X₃ - 5.814 X₄ - 108.425 Dʟ***
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan program
EViews8 menunjukkan bahwa nilai uji F (over all test) adalah 34,56 dan
berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal ini berarti bahwa
kelima variabel bebas (luas lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan kepemilikan
lahan) yang digunakan dalam model untuk menganalisis hasil produksi usahatani
jagung hibrida secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variasi naik
turunnya produksi usahatani jagung hibrida.
Hasil analisis juga memberikan pemahaman bahwa model yang digunakan
untuk menduga hasil produksi usahatani jagung hibrida mampu menjelaskan
dinamika produksi usahatani jagung hibrida tersebut sebesar 99,77 persen.
Sedangkan sisanya sebesar 0,23 persen disebabkan oleh faktor-faktor lain di luar
model pendugaan yang digunakan dalam analisis.
52
Hasil pendugaan dalam analisis parsial di atas juga menunjukkan bahwa
variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani jagung hibrida
adalah luas lahan, dan kepemilikan lahan. Variabel luas lahan mempunyai nilai
koefisien regresi sebesar 5,107. Nilai koefisien dari variabel tersebut
menunjukkan korelasi positif dan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95
persen (0,003 < 0,05) terhadap hasil produksi usahatani jagung hibrida. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa secara kuantitatif apabila luas lahan petani
bertambah satu hektar, maka produksi usahatani jagung hibrida akan meningkat
sebesar 5,107 kg/ha per musim.
Nilai koefisen regresi untuk variabel kepemilikan lahan adalah -108,425
dan secara statistik berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95 persen (0,001 <
0,05) terhadap hasil produksi usahatani jagung. Variabel kepemilikan lahan
tersebut memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap produksi usahatani jagung
hibrida.
Berdasarkan hasil regresi Dampak Kepemilikan Lahan berpengaruh kuat
terhadap produksi usahatani jagung hibrida. Hal ini berarti bahwa secara
kuantitatif apabila lahan tersebut merupakan lahan milik sendiri maka produksi
usahatani jagung hibrida akan menurun sebesar 108,425 kg/ha dan sebaliknya
apabila lahan sewa maka produksi usahatani jagung hibrida akan meningkat
sebesar 108,425 kg/ha per musim. Hal ini disebabkan karena adanya motivasi
bahwa status lahan yang diusahakan merupakan lahan milik orang yang harus
dibayar sewanya sehingga petani berusaha untuk memaksimalkan usahataninya.
53
Nilai koefisien variable benih adalah 9,751 artinya berpengaruh positif
terhadap hasil produksi usahatani jagung hibrida, tetapi secara statistik tidak
berpengaruh nyata pada taraf 95 persen (0,842 > 0,05). Karena berpengaruh
positif, maka secara kuantitatif apabila benih bertambah satu kilogram maka akan
meningkat sebesar 9,751 kg/ha per musim.
Nilai koefisien variable pupuk adalah -14,604 artinya berpengaruh negatif
terhadap produksi usahatani jagung hibrida, tetapi secara statistik tidak
berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95 persen (0,881 > 0,05). Karena
berpengaruh negatif, maka secara kuantitatif apabila pupuk bertambah satu
kilogram maka hasil produksi usahatani jagung hibrida akan menurun sebesar
14,604 kg/ha per musim.
Nilai koefisien variabel tenaga kerja adalah -5,814 artinya berpengaruh
negatif terhadap hasil produksi usahatani jagung hibrida, tetapi secara statistik
tidak berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95 persen (0,211 > 0,05). Karena
berpengaruh negatif, maka secara kuantitatif apabila tenaga kerja bertambah satu
orang maka hasil produksi usahatani jagung hibrida akan menurun sebesar 5,814
kg/ha per musim.
Berdasarkan hasil pendugaan statistik tersebut dapat dipahami bahwa hasil
produksi usahatani jagung hibrida dipengaruhi oleh faktor luas lahan, dan
kepemilikan. Semakin bertambah luas lahan seorang petani maka akan semakin
meningkatkan hasil produksi jagungnya. Demikian pula kepemilikan lahan
apabila lahan tersebut merupakan lahan sewa maka hasil produksi usahatani
jagung hibrida akan meningkat.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Produksi adalah suatu kegiatan memproses input (faktor produksi) menjadi
suatu output sedangkan pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan
biaya total.
2. Faktor-faktor yang menpengaruhi produksi usahatani jagung secara signifikan
adalah luas lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan kepemilikan lahan.
3. Dampak kepemilikan lahan terhadap produksi usahatani jagung yaitu memiliki
dampak positif terhadap petani penyewa dan berdampak negatif pada petani
pemilik lahan. Hal ini disebabkan karena petani penyewa lahan memiliki
dorongan motivasi bahwa status lahan yang di usahakan merupakan lahan
milik orang lain yang harus dibayar sewanya.
6.2 Saran
Walaupun petani memperoleh produksi yang besar, namun petani
memperoleh pendapatan yang rendah karena mereka menjual hasil pada saat
panen raya sehingga harga rendah. Petani perlu menyimpan dahulu menunggu
harga baik. Akan tetapi permasalahan mereka adalah kebutuhan akan uang tunai
yang sangat mendesak menyebabkan petani menjual saat panen. Permasalahan
tersebut dapat diatasi dengan cara bekerjasama membentuk kelompok atau
koperasi pertanian atau bekerjasama dengan lembaga lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius. Yogyakarta.
Anonim, 2002. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian,. Jakarta
Anonim. 2006. Budidaya Jagung Hibrida. (http://www.tanindo.com/, diakses 15
Mei 2015)
Anonim. 2007. Jagung. http://werintek.progessio.or.id/2011/06/-byrans. Diakses
15 Mei 2015.
Anonim. 2013. Balai Diklat Pertanian TPH Propinsi Sulawesi Selatan. Makalah
Disampaikan pada Diklat Agribisnis Jagung Bagi Tenaga Teknis/Penyuluh
tanggal 18 sampai
Arikunto, S, 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek edisi V. Jakarta
Rineka Cipta
Arsyad S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.
FAO and IIRR, 1995. Resource management for upland areas in SE-Asia. An
Information Kit. Farm field document 2. Food and Agriculture
Organisation of the United Nations, Bangkok, Thailand and International
Institute of Rural Reconstruction, Silang, Cavite, Philippines.
Gustiyana, H. 2004. Analisis Pendapatan Usahatani untuk Produk Pertanian.
Salemba empat: Jakarta.
Haryani, Poppy. 2011. Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan dan Perubahan
Garis Pantai di DAS Cipunagara dan Sekitarnya, Jawa Barat. Skripsi.
Medan : Jurusan Pendidikan Geografi. UNIMED
Ishak. 2008. Pengelolaan Perpustakaan Berbasis Teknologi Informasi. Pustaka:
Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi
Jamulya (1991). Evaluasi sumberdaya lahan- evaluasi kemanpuan lahan.
Yogyakarta: fakultas Geografi Universitas gadjah mada.
Kartasapoetra, G., (1986) Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas
Kerja), Jakarta: Rineka Cipta.
Leonard, W.H., and J.H. Martin. 1973. Cereal Crops. MacMillan Publishing Co.,
Inc. New York.
56
Lillesand T.M, Kiefer FW. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Alih
bahasa. R. Dubahri. Gadjah Mada University Press.
Luthfi M Rayes (2007). Metode Investarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta :
Andi.
Purwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Dewaruci Press: Jakarta.
Purwono, M. S. dan Hartono, R. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar
Swadaya. Bogor
Purwono, Rudi Hartono. 2006. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Rafi’I, S. 1985. Ilmu Tanah. Bandung : Angkasa Bandung
Rukmana R. 1997. Usahatani Jagung. Kanisius. Yogyakarta
Rukmana R, 2006. usahatani Jagung. Kanisius, Yogyakarta
Soekartawi, dkk. 1986. Ilmu Usahatani Dan Penelitian Untuk Pengembangan
Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Soekartawi,1995. Analisis Usahatani. UI Press, Jakarta
Soekartawi, 2000. Pembangunan Pertanian, Rajawali Press, Jakarta.
Soekartawi, 2002, Analisis Usaha Tani, UI – Press, Jakarta.
Soekartawi, 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada :
Jakarta.
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. UI Press, Jakarta.
Soetriono, 2003. Pengantar Ilmu Pertanian. Bayu Media. Jember
Sihaloho, Martua (2004). Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur
Agraria. Institut Pertanian Bogor.
Sumeru Ranoemihardjo, B. S., S. U. dan Kustiyo. 1985. Pupuk dan Pemupukan
Tambak. INFIS (Indenesia Fisheries Information Systen). Direktorat
Jenderal Perikanan. Jakarta.
Suprapto HS, 1998. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta
Tjiptono, 2006. Strategi Pemasaran. Penerbit Andi, Yogyakarta.
57
Tobing, M.P.L, Ginting, O. Ginting, S dan R.K Damanik, 1995. Agronomi
Tanaman Makanan I. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992. Pembangunan dan Alih
Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung.
Uzer Usman. (1995). Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Warisno. 1998. Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta.
58
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian tentang Dampak Kepemilikan Lahan terhadap
Produksi Usahatani Jagung di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa
DAFTAR KUESIONER UNTUK RESPONDEN
Judul Penelitian :
Dampak Kepemilikan Lahan terhadap Produksi Usahatani Jagung di
Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa
Kode/No. Sampel : ……………………………………………………..
Nama Responden : ……………………………………………………..
Dusun/RT/RW : ……………………………………………………..
Desa/Kelurahan : ……………………………………………………..
Kecamatan : ……………………………………………………..
Kabupaten : ……………………………………………………..
Tgl. Wawancara : ……………………………………………………..
A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama Responden : .......………………………..................................
2. Umur : ..…..…….. tahun
3. Pendidikan Terakhir : TT SD / SD / SLTP / SLTA / Diploma / Sarjana
4. Pekerjaan Pokok : .......………………………..................................
5. Pekerjaan Sampingan : .......………………………..................................
6. Pengalaman Berusahatani : ..…..…….. tahun
7. Luas Lahan Usahatani : ................. ha
- Lahan Milik : ……………….
- Lahan Sewa : ……………….
8. Jumlah tanggungan keluarga : ..…..…….. orang
59
B. BIAYA USAHATANI JAGUNG
1. Biaya Variabel (Sarana Produksi dan Tenaga Kerja)
No. Uraian Satuan
(unit)
Jumlah
(unit)
Harga
(Rp/unit)
Nilai
(Rp)
1. Persiapan Lahan
a. TK Luar Keluarga HKO
b. TK Dalam Keluarga HKO
2. Tanam
a. Benih Kg
a. TK Luar Keluarga HKO
b. TK Dalam Keluarga HKO
4. Pemupukan
a. pupuk ................... Kg
b. pupuk ................... Kg
c. pupuk ................... Kg
d. pupuk ................... Kg
f. TK Luar Keluarga HKO
g. TK Dalam Keluarga HKO
5. Penyiangan
a. TK Luar Keluarga HKO
b. TK Dalam Keluarga HKO
6. Pengendalian OPT
a. .............................. l/kg
b. .............................. l/kg
d. TK Luar Keluarga HKO
e. TK Dalam Keluarga HKO
7. Pengairan
a. Iuran air Rp
b. Sewa pompa Rp
c. TK Luar Keluarga HKO
d. TK Dalam Keluarga HKO
8. Panen
a. TK Luar Keluarga HKO
b. TK Dalam Keluarga HKO
Total Biaya Variabel -
60
2. Biaya Tetap:
2.1. Penyusutan Alat
Nama alat
Harga
Baru
(Rp/unit)
Jumlah
(unit)
Nilai
(Rp)
Umur
Ekonomis
(tahun)
Penyusutan
(Rp/musim)
1. Cangkul
2. Parang
3. Tangki/Sprayer
4.. Pompa air
5. Karung
Jumlah
2.2. Pengeluaran lain-lain
a. Pajak……………… : Rp ......................... /musim
b. Sewa Lahan ........... : Rp ........................... /musim
c. ............................. : Rp ........................... /musim
d. ............................ : Rp ........................... /musim
C. PENERIMAAN USAHATANI JAGUNG
Komoditas Jumlah
(kg)
Harga
(Rp/kg)
Nilai
(Rp)
Jagung
Jagung
Jumlah
D. PERTANYAAN PENDUKUNG
1. Mengapa memilih menyewa lahan ? Alasannya: ..................................
2. Sudah berapa lama menyewa lahan ? ...............................
3. Apakah kelebihan dan kekurangan menyewa lahan ? ............................
4. Apakah ada perbedaan produksi dan pendapatan antara pemilik lahan dengan
penyewa lahan ? .........................................................................
61
Lampiran 2. Peta Lokasi Penelitian di Desa Bontosunggu Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa
81
Lampiran 16. Hasil Regresi Responden Petani terhadap Usahatani Jagung Hibrida
di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten
Gowa
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 09/29/15 Time: 12:00
Sample: 1 40
Included observations: 40
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 108.923 52.799 2.07 0.046
X1 5.107 1.618 3.16 0.003
X2 9.751 4.864 0.20 0.842
X3 -14.604 97.265 -0.15 0.881
X4 -5.814 4.564 -1.28 0.212
DL -108.425 30.978 -3.50 0.001
R-squared 0.998036 Mean dependent var 5091.250
Adjusted R-squared 0.997748 S.D. dependent var 1942.536
S.E. of regression 92.19055 Akaike info criterion 12.02307
Sum squared resid 288.969.3 Schwarz criterion 12.27641
Log likelihood -234.4615 Hannan-Quinn criter. 12.11467
F-statistic 34.562.60 Durbin-Watson stat 1.916995
Prob(F-statistic) 0.000000
Estimation Command:
=========================
LS Y C X1 X2 X3 X4 DL
Estimation Equation:
=========================
Y = C(1) + C(2)*X1 + C(3)*X2 + C(4)*X3 + C(5)*X4 + C(6)*DL
Substituted Coefficients:
=========================
Y = 108.923 + 5.107*X1 + 9.751*X2 - 14.604*X3 - 5.814*X4 - 108.425*DL
82
Lampiran 17. Dokumentasi Penelitian Usahatani Jagung Hibrida di Desa
Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa
Gambar 1. Wawancara penelitian pada petani jagung hibrida
Gambar 2. Tanaman jagung yang siap panen
83
Gambar 3. Petani yang melakukan pengupasan kulit jagung hibrida
Gambar 4. Alat yang digunakan dalam budidaya tanaman jagung hibrida
84
Gambar 5. Alat yang digunakan dalam budidaya tanaman jagung hibrida
Gambar 6. Jagung hibrida yang siap dipipil
85
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gowa 01 Maret 1992,
tepatnya di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Gowa dari Ayah Dasang dan Ibu
Kamisa. Penulis merupakan anak Terakhir dari enam
bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Inpres
Pa’bundukang pada tahun 2004, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP
Negeri 2 Bontonompo Selatan dan tamat pada tahun 2007. Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan ke SMK Negeri 3 Takalar dan tamat pada tahun
2010.
Penulis lulus seleksi dan diterima di Universitas Muhammadiyah
Makassar pada tahun 2011 dengan mengambil Jurusan Agribisnis Fakultas
Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah Magang di UD Mentari
Bakery Palangga.
Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis Skripsi
yang berjudul “Dampak Kepemilikan Lahan terhadap Pendapatan Usahatani
Jagung Hibrida di Desa Bontosunggu Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten
Gowa”.