26
Power Approach to Decision Making Kelompok 1: Anggi Ade Primawan Andreas Zuredi Annisa Sista Arka Pertasari Imas Qurhothul A. Rysa Yulianda Teguh Denggano P.

Power Approach to Decision Making

  • Upload
    ui

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Power Approach to Decision Making

Kelompok 1:Anggi Ade Primawan

Andreas ZurediAnnisa Sista

Artika PertasariImas Qurhothul A.

Rysa YuliandaTeguh Denggano P.

Power Approach• Model kekuasaan (power) memandang

pembuatan keputusan sebagai sesuatu yang dibentuk dan ditentukan oleh struktur kekuasaan: kelas, orang kaya, tatanan birokratis, dan tatanan politik, kelompok penekan, dan kalangan professional atau ahli pengetahuan teknis.

Power Approach Variants1. Elitism2. Pluralism3. Marxism4. Corporatism5. Profesionalism6. Technocracy

1. Elitism• Model elitism ini berfokus pada dimana

power tersebut terkonsentrasi• Terbagi dalam 2 kelompok : elit dan massa• Kelompok Elit : sekelompok orang dengan

power• Massa : mereka yang tidak memiliki power

Laswell and The Power of Elites

•Laswell : “the study of politics is the study of influence and influential”•(mereka yang) berpengaruh adalah mereka yang mendapatkan sebagian besar dari apa yang ada (power). Yang mendapat lebih adalah elit, dan sisanya adalah massa.• Sirkulasi/perpindahan kekuasaan dari kelompok elit ini hanya berputar pada “skill group” saja (militer, bisnis, teknokrat, orang dengan skill komunikasi dan propaganda, dan birokrat dengan keahlian dalam organisasi)

Mills and The Military-Industrial Complex

• Mills

“Pengambilan keputusan di Amerika didominasi oleh kelompok militer dan mereka yang menguasai ekonomi”

Dimensions of Power

• Dahl : “A dapat memaksa B melakukan sesuatu yang normalnya B tak akan lakukan”

• Masalah : sifatnya satu dimensi.

• Dimensi kedua : B tidak melakukan perlawanan karena adanya halangan yang bersifat institusional. Tujuannya adalah untuk mencegah partisipasi B

Dimensions of Power (1)

• Namun ternyata ada dimensi ketiga. Power dimanifestasikan oleh individu atau organisasi, ketika mampu membangun bias dalam sebuah pengambilan keputusan (mobilization bias).

•Dimensi ini beroperasi melalui pembentukan kesadaran B, ketika A membentuk pemahaman B akan isu dan konflik yang sebenarnya riil namun tidak termanifestasi akibat kesadaran B telah terganggu. Inilah yang dimaksud dengan “hidden dimension of elite power”

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan:“Proses pengambilan keputusan tidak menyita banyak waktu karena hanya ditentukan oleh kelompok elit tertentu”

Kekurangan:•“Pengambilan keputusan hanya didasarkan pada kepentingan kelompok tertentu (kelompok elit) dan kelompok elit dapat mempengaruhi massa”

2. Pluralism/ Demokrasi Liberal

• Focus: Pendistribusian Kekuasaan

“Kebijakan publik pada dasarnya adalah hasil dari persaingan bebas antara ide dan kepentingan”

• Ciri-ciri Pluralism:a. Kekuasaan didistribusikan secara luasb. Sistem politik sangat teratur dan terbukac. Setiap orang dapat berpartisipasi dalam permainan politik

Pluralism• Lindblom (1959), pembuatan kebijakan melibatkan

peran para kapitalis terutama kepentingan bisnis dan pasar.

• Dahl (1982) menyatakan bahwa pengambilan keputusan tidak bersifat netral, biasanya lebih didominasi oleh kepentingan bisnis. Selain itu, dalam pengambilan keputusan sering terjadi “bias kepentingan” dan tidak menguntungkan bagi pihak lemah serta pihak yang tidak memiliki sumber daya.

Analisis Dahl dan Lindblom

• Tindakan pemerintah ditujukan untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan sosial.

• Aktor yang berperan dalam pengambilan keputusan tidak hanya para politisi, namun juga kepentingan bisnis (swasta)

Analisis Dahl dan Lindblom

• Pendekatan pluralisme dipengaruhi oleh capitalist system

• Solusi:- Tidak meletakkan kepentingan bisnis (swasta)

dalam pengambilan keputusan- Meningkatkan partisipasi- Meningkatkan keterbukaan demokrasi

3. Marxism old and new: decision making in capitalist societies

• “Instrumentalist approach”: fokus pada konflik kelas dan kekuasaan ekonomi

• Miliband: negara dalam masyarakat kapitalis merupakan instrument kelas penguasa untuk mengatur negara demi kepentingan kelas itu sendiri.

• Negara sebagai instrumen kapitalis gagal dikarenakan dua faktor:

1. Kapitalis tidak melayani masyrakat2. Negara bisa membuat keputusan dengan

otonomi sistem kapitalis

• Teori dual state: negara dalam masyarakat kapitalis berusaha untuk menata pembuatan kebijakan agar kebijakan yang berkaitan erat dengan kepentingan capital dapat diatur dengan ketat dan dikonsentrasikan pada pembuatan keputusan negara yang lebih tinggi.

• Poulanzas: negara ikut dalam proses mengatur fraksi-fraksi yang berbeda dan bersikap netral dalam memberikan pelayanan yang lebih baik antara kelompok kepentingan di negara kapitalis.

4. Corporatism

Pendekatan ini menekankan pada kepentingan segelintir elite yang ter-

organisasi dengan sengaja.

• Pendekatan ini berkembang pada masa abad pertengahan, dalam pergerakan fasisme.

• Kelompok dalam proses pembuatan policy menemukan masalah yaitu adanya konflik kepentingan antara labour dan capital.

Cawson (1986)

• Corporatism as a political system of interest mediation

• Corporatism as an economic system• Corporatism as a new form of state

Corporatism as a Political System Of Interest Meditation (1)

Dalam dimensi ini corporatism melihat pola interaksi antar government-business-labour dalam pola corporatist dan diatur secara institusionalis.

Pluralism vs CorporationSchmitter

• PluralismPengambilan keputusan dilakukan oleh konstituen dalam pola yang tidak hirarki, kompetitif, voluntary and not specially licensed.

• CorporatismPengambilan keputusan dilakukan oleh konstituen yang hirarki, non kompetitif, non voluntary dan licensed

Corporatism as an Economic System (2)

Dimensi ini menjelaskan teori corporatism, dimana negara mengambil peran untuk mengatur dan mengontrol bisnis privat.

Dalam upaya untuk mengatasi krisis ekonomi negara mengambil jalan dengan memfasilitasi terbentuknya kerjasama guna mengurangi kemungkinan terjadinya konflik dan persaingan.

Corporatism as a New Form of State (3)

Dalam dimensi ini dijelaskan bahwa pengambilan keputusan tidak lagi hanya membicarakan voting, legislatif dan birokrasi melainkan sudah menjadi Public Corporation dimana legislatif (politik) dan birokrasi(legal authority) memiliki peran yang sama besar.

5. Professionalism

• Dalam pendekatan ini, kaum profesional dianggap mendapatkan power/position dalam decision making & implementasi kebijakan publik dalam demokrasi liberal.

• Terdapat pandangan bahwa pendekatan ini akan efektif ketika sebuah negara banyak dipimpin oleh mereka- mereka dari kalangan profesional.

• Kaum profesional ini memiliki kekuasaan untuk membentuk decision-making process dan untuk kepentingan kelompoknya

• Di tahun 1980-an, dimana kaum profesional tidak mendominasi. Profesionalism dianggap sebagai problem bukan solusi, karena menghambat proses politik

• Maka banyak terjadi reformasi yang mengarah pada pengurangan pengaruh dan penambahan tanggung jawab kaum profesional

6. Technocracy

• Dalam pendekatan Technocracy, pembuatan keputusan bergerak ke arah peraturan yang lebih rasional (Ilmiah).

• Menurut Daniel Bell, Pada pendekatan Technocracy, ketika dalam masyarakat dimana ilmu pengetahuan sekelompok orang lebih dominan daripada yang lain, maka pembuatan keputusan dipengaruhi oleh sekelompok orang dominan yang memiliki pemahaman tentang dunia modern atau disebut teknokrat.