Upload
suri
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pertanian sebagai pondasi ekonomi Indonesia
Kamis, 31 Juli 2008Permasalahan Mekanisasi Pertanian di Indonesia
Terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya pengembangan teknologipertanian berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) di dalam negeri yakni:a. sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesinpertanian (alsintan) masih lemah,b. pemanfaatan dan ketersediaan alat dan mesin (alsintan) masih kurang,c. skala usaha penggunaan alat dan alsintan belum memadai,d. dukungan perbengkelan masih lemah,e. belum mantapnya kelembagaan alsintan,f. belum optimalnya pengelolaan alsintan di sub sektor peternakan, dang. masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan pengembangan alsintan serta terbatasnya daya belimaupun permodalan akibat daya tukar produk pertanian yang makin menurun.
Faktor – faktor penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia diantaranya adalah :• PermodalanUmumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang relatif sempit dan kurang dalam permodalannya, sehingga tidak semua petani mampuuntuk membeli alsin pertaian yang harganya relatif mahal.
• Kondisi LahanTofogarapi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan bergunung-gunung sehinga menyulitkan untuk pengoperasian mesin-mesin pertanian,khususnya mesin prapanen• Tenaga kerjaTenaga kerja diIndonesia cukup melimpah/banyak. Oleh karena itu bila digantikan dengan tenaga mesin , dikhawatirkan menimbulkan dampak penganguran• Tenaga Ahli
Kurangnya tenaga ahli yang atau orang yang kompeten dalam menangani mesin-mesin pertanian.Mengingat hal tersebut, terutama poin nomer 3 maka perngembangan mekanisasi pertanian di Indonesia menganut azas mekanisasi pertanian selektif, yaitu mengintrodusir alat dan mesin pertanianyang disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.
Adapun tantangan yang dihadapi dalam pengembangan teknologi alat dan mesin pertanian adalah:(1) menyiapkan perangkat peraturan perundangundangan tentang alsintan,(2) menumbuh kembangkan industri dan penerapan alsintan,(3) mengembangkan kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang mandiri untuk meningkatkan efisiensi penggunaan alsintan,(4) mengembangkan lembaga pengujian alsintan yang terakreditasi di daerah dalam rangka otonomi daerah,(5) mengembangkan alsintan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan alsintan Diposkan oleh qimoenk di 01.43 Tidak ada komentar:
Pengertian Mekanisasi Pertanian
Teknologi pertanian sering dipahami sebagai penggunaan mesin-mesin pertanian lapang (mechanization) pada proses produksi pertanian, bahkan sering dipandang sebagai traktorisasi. Pemahaman seperti itu dapat dimaklumi karena introduksi teknologidi bidang pertanian ketika itu diawali dengan gerakan mekanisasi pertanian untuk memacu produksi pangan terutama dengan penerapan traktor seperti percobaan mekanisasi pertanian di Sekon Timor-Timur tahun 1946, pool-pool traktor pada tahun 1958, perusahaan bahan makanan dan pembukaan lahan tahun 1958, serta PN. Mekatani (Mekanisasi Pertanian) tahun 1962.
Mekanisasi pertanian diartikan secara bervariasi oleh beberapa orang. Mekanisasi pertanian diartikan sebagai pengenalan dan penggunaan dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis
tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya. Secara umum mekanisasi pertanian dapat juga diartikan sebagi penerapan ilmu teknik untuk mengembangkan, mengorganisasi, dan mengendalikan operasi di dalam produksi pertanian. Ruang lingkup mekanisasi pertanian juga berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi pertanian. Ada pula yang mengartikan bahwa pada saat ini teknologi mekanisasi yang digunakan dalam proses produksi sampai pasca panen (penanganan dan pengolahan hasil) bukan lagi hanya teknologi yang didasarkan pada energi mekanis, namun sudah mulai menggunakan teknologi elektronika atau sensor, nuklir, image processing, bahkan sampai teknologi robotik. Jenis teknologi tersebut digunakan baik untuk proses produksi, pemanenan, dan penanganan atau pengolahan hasil pertanian.
Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkanproduktifitas tenaga kerja, meningkatkan produktifitas lahan, danmenurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin pada prosesproduksi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, produktifitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani.Pengalaman dari negara-negara tetangga Asia menunjukkan bahwa perkembangan mekanisasi pertanian diawali dengan penataan lahan (konsolidasi lahan), keberhasilan dalam pengendalian air, masukanteknologi biologis, dan teknologi kimia. Penerapan teknologi mekanisasi pertanian yang gagal telah terjadi di Srilangka yang disebabkan kecerobohan akibat penerapan mesin-mesin impor secara langsung tanpa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik pertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang melakukan modifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksisendiri untuk digunakan oleh petani mereka.
Suatu hal yang paling mendasar yang masih belum diperhatikan dalam pengembangan teknologi pertanian di Indonesia hingga kini adalah kurang memadainya dukungan prasarana pertanian. Prasarana pertanian kita belum dikelola secara baik, sehingga masih agak sulit atau lambat dalam melakukan introduksi mesin-mesin pertanian. Pengelolaan lahan, pengaturan dan manejemen pengairan yang meliputi irigasi dan drainase, serta pembuatan jalan-jalan
transportasi daerah pertanian, dan masih banyak lagi aspek lainnya yang belum disentuh secara sungguh-sungguh dan profesional.Relevansinya dengan hal tersebut, beberapa hal penting yang harusdilaksanakan antara lain adalah merencanakan atau memperbaiki kondisi lahan (konsolidasi lahan). Selain itu juga mendatangkan dan mengupayakan agar prasarana dan sarana pertanian sampai dan tersedia di lapangan tepat waktu sehingga dapat mengakselerasi pencapaian visi dan misi pertanian modern. Pengembangan teknologipertanian diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat kita umumnya dan petani khususnya. Dapat dipastikan bahwa jika teknologi pertanian yang cocok tersebut telah berhasil dikembangkan dan diterapkan di negara kita, maka ketahanan pangan atau swasembada pangan pasti akan tercapai sehingga kemandirian dalam hal ekonomi dan politik dapat kita wujudkan. Apabila hal tersebut benar-benar kita miliki, maka dalam menghadapi era global nanti kita sudah punya bekal paling tidak ketahanan pangan dalam menghadapi beberapa goncangan. Dengan ketahanan pangan berarti bahaya kekurangan pangan atau kelaparan akibat tajamnya persaingan pada era global dapat dihindarkan. Pada akhirnya kita punya modal kemandirian minimal dalam satu aspek pangan dan beberapa aspek lainnya misalnya keutuhan bangsa dan semangat untuk berkompetesi demi kemajuan bangsa yang berdaulat dan bermartabat Diposkan oleh qimoenk di 01.30 4 komentar: Posting Lebih Baru Beranda Langganan: Entri (Atom)
Arsip Mektan Agustus (2) Juli (2)
embangunan pertanian Indonesia telah menempuh sejarah yang panjang
sejalan dengan perjalanan bangsa ini, dan merupakan suatu kenyataan
bahwa sektor pertanian memberi perm strategis dalam pembangunan
nasional. Sebagian besar penduduk Indonesia masih bergelut dan
menggantungkan hidupnya di sektor ini. Namun ditengah percaturan
globalisasi dunia dewasa ini sektor pertanian belum menampakkan
perubahan yang signifikan terhadap indikator investasi dan pendapatan
per kapita di sektor pertanian dalam pembangunan nasional. Dari data-
data yang terkumpul dapat disimpulkan bahawa banyaknya masalah
pertanian yang terjadi saat ini dan belum dapat diselesaikan oleh
pemerintah secara maksimal. Hal itu disebabkan karena pemerintah masih
menggunakan metode-metode zaman dulu yang saat ini tidak sesuai lagi
digunakan pada sektor pertanian. Pembuatan tugas ini bertujuan untuk
menambah informasi dan pengetahuan serta memenuhi syarat mata kuliah
Teknologi Infofmasi. pengumpulan informasi dan data-data berasal dari
departemen pertanian, buku panduan, dan media internet.
1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian di Indonesia sedang berada di
persimpangan jalan. Sebagai penunjang kehidupan berjuta-juta
masyarakat Indonesia, sektor pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi
yang kukuh dan pesat. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu
komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk
mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, pertanian Indonesia telah
mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam
pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan
dan pengurangan kemiskinan secara drastis. Hal ini dicapai dengan
memusatkan perhatian pada bahan-bahan pokok seperti beras, jagung,
gula, dan kacang kedelai. Akan tetapi, dengan adanya penurunan tajam
dalam hasil produktifitas panen dari hampir seluruh jenis bahan pokok,
ditambah mayoritas petani yang bekerja di sawah kurang dari setengah
hektar, aktifitas pertanian kehilangan potensi untuk menciptakan
tambahan lapangan pekerjaan dan peningkatan penghasilan.
Walapun telah ada pergeseran menuju bentuk pertanian dengan nilai
tambah yang tinggi, pengaruh diversifikasi tetap terbatas hanya pada
daerah dan komoditas tertentu di dalam setiap sub-sektor. Pengalaman
negara tetangga menekankan pentingnya dukungan dalam proses pergeseran
tersebut. Sebagai contoh, di pertengahan tahun 1980-an sewaktu
Indonesia mencapai swasembada beras, 41% dari semua lahan pertanian
ditanami padi, sementara saat ini hanya 38%; suatu perubahan yang
tidak terlalu besar dalam periode 15 tahun. Sebaliknya, penanaman padi
dari total panen di Malaysia berkurang setengahnya dari 25% di tahun
1972 menjadi 13% di 1998. Selain itu seperti tercatat dalam hasil
studi baru-baru ini, ranting pemilik usaha kecil/ pertanian
industrial, hortikultura, perikanan, dan peternakan, yang sekarang ini
berkisar 54% dari semua hasil produksi pertanian, kemungkinan besar
akan berkembang menjadi 80% dari pertumbuhan hasil agraris di masa
yang akan datang. Panen beras tetap memegang peranan penting dengan
nilai sekitar 29% dari nilai panen agraris. Tetapi meskipun disertai
dengan tingkat pertumbuhan hasil yang tinggi, panen beras tidak akan
dapat mencapai lebih dari 10% nilai peningkatan pertumbuhan hasil.
1.2 Perumusan Masalah Dari paparan yang telah diuraikan diatas, maka
perkembangan sektor pertanian yang terjadi saat ini tidak menunjukan
progress yang baik bagi beberapa pihak penting, seperti petani. Hal
itu dapat dilihat dari perkembangan pertanian saat ini dan nilai
indeks yang di terima petani (IT) yang semakin menurun pada
periodenya. Dari hal tersebut maka akan diperoleh suatu dasar
berepijak bagi penulis untuk dapat memfokuskan penjelasan makalah ini
kearah rumusan yang lebih jelas. 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan dan
Batasan Dari paparan dan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas
maka ruanglingkup pembahasan dan batasan kami fokuskan terhadap
“Masalah-Masalah yang Menghambat Perkembangan Sektor Pertanian”. 1.4
Tujuan Penulisan Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas
bersama-sama permasalahan pada sektor pertanian yang terjadi saat ini
dan pemecahan masalah yang dapat dilakukan oleh seorang mahasiswa.
Selain itu makalah ini juga bertujuan sebagai sarana pertukaran
informasi atau ilmu guna mencapai tujuan yang sama.
1.5 Manfaat Penulisan Hasil penulisan tugas ini memberikan manfaat
bagi: Penulis Sebagai sarana pembelajaran analisis dalam menerapkan
teori Pembaca Sebagai bahanpembelajaran yang sudah di ajarkan di
kelas. pertimbangan dalam upaya meningkatkan pendidikan sekalipun
dengan biaya terbatas. Dan sebagai wadah tukar pikiran antara
sipembaca dan penulis dalam memecahkan masalah yang ada.
2.1 Pembahasan Masalah A. PERANAN SEKTOR PERTANIAN Pentingnya
pertanian di dalam pertumbuhan sebuah ekonomi yang didominasi oleh
sektor pertanian, pertumbuhan pertanian akan meningkatkan laju
pertumbuhan pendapatan daerah bruto (PDB). Peran sektor pertanian
sangat diperlukan dalam upaya menurunkan kemiskinan. Data PBB
menyatakan bahwa pada daerah pedesaan di negara berkembang terdapat
sekitar 1 milyar penduduk dari 1,2 milyar penduduk hidup dalam
kemiskinan absolut (absolute poverty). Bank Dunia mengetahui bahwa
populasi, pertanian dan environment adalah kunci untuk mengetahui
masalah yang dihadapi di Sub-Sahara Afrika, yaitu daerah yang paling
miskin di dunia. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat yang tidak
diimbangi oleh teknik pertanian menyebabkan kekurangan. Hal ini juga
menyebabkan degradasi tanah dan penurunan produksi dan konsumsi
makanan per kapita.
Selain membutuhkan sumber daya finansial, sektor pertanian juga
memerlukan teknologi maju dan infrastruktur. Diskriminasi pemerintah
terhadap sektor pertanian akan menghalangi keseluruhan pembangunan.
Transformasi Pertanian mengemukakan bahwa keberhasilan sektor
pertanian bukan hanya alat bagi pembangunan, tetapi keberhasilan di
sektor pertanian juga menjadi tujuan dari pembangunan. Pertanian dapat
menjamin penyediaan kebutuhan milyaran penduduk di masa depan. Hal
yang berhubungan dengan transformasi sektor pertanian: 1. Peningkatan
produktivitas pertanian. 2. Penggunaan sumber daya yang dihasilkan
untuk pembangunan di luar sektor pertanian. 3. Integrasi pertanian
dengan ekonomi nasional melalui infrastruktur dan pasar.
Salah satu karakteristik dalam pembangunan ekonomi adalah pergeseran
jangka panjang populasi dan produksi dari sektor pertanian menjadi
sektor industri dan sektor jasa. Hanya sebagian kecil masyarakat dalam
negara industri yang hidup dari sektor pertanian. Konsep strategi
pembangunan berimbang (balanced growth), yaitu pembangunan di sektor
pertanian dan sektor industri secara bersamaan merupakan tujuan
pembangunan yang paling ideal. Pada kenyataannya konsep strategi
pembangunan berimbang tidak dapat dilakukan oleh negara berkembang,
hal ini dikarenakan sumber daya yang tidak mencukupi untuk melakukan
pembangunan di sektor pertanian maupun sektor industri sekaligus.
Kontribusi Pertanian pada Pembangunan Pertanian memiliki kontribusi
yang sangat besar kepada pembangunan. Kontribusi pertanian tersebut
adalah: 1. Meningkatkan persediaan makanan. 2. Pendapatan dari ekspor.
3. Pertukaran tenaga kerja ke sektor industri. 4. Pembentukan modal.
5. Kebutuhan akan barang-barang pabrikan.
Dalam analisis klasik dari Kuznets (1964), pertanian di LDCs dapat
dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat
bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pengembangan ekonomi
nasional, yaitu sebagai berikut: 1. Ekspansi sektor-sektor ekonomi
lain sangat tergantung pada produk-produk dari sector pertanian, bukan
saja untuk suatu kelangsungan pertumbuhan suplai makanan mengikuti
pertumbuhan penduduk. 2. Karena bias agraris yang sangat kuat dari
ekonomi selama tahp awal proses pembangunan ekonomi. 3. Karena
pentingnya pertanian secara relative menurun dengan pertumbuhan dan
pembanguna ekonomi. 4. Sektor pertanian mampu berperan sebagai sumber
penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran.
1. Kontribusi Produk Kontribusi produk dari pertanian dapat dilihat
dari relasi antara pertumbuhan pangsa PDBdari sector tersebut dengan
pangsa awalnya dan laju pertumbuhan relatifdari produk-produk neto
pertanian dan non pertanian. Didalam system ekonomi terbuka, besarnya
kontribusi produk dari sector pertanian, baik lewat pasar maupun lewat
keterkaitan produksi dengan sector-sektor nonpertanian, misalnya
industri manufaktur, juga sangat dipengaruhi oleh kesiapan sector itu
sendiri dalam menghadapi persaingan dari luar (tingkat daya saingnya).
2. Kontribusi Pasar Negara agraris dengan proporsi populasi pertanian
(petani dan keluarganya) yang besar, seperti Indonesia, merupakan
sumber yang sangat penting bagi pertumbuhan pasar domestik bagi
sektor-sektor nonpertanian, khususnya industri manufaktur.
Namun, peranan sektor pertanian lewat kontribusi pasarnya terhadap
diversifikasi dan pertumbuhan output dari sektor-sektor nonpertanian,
sangat tergantung pada dua faktor penting yang dapat dianggap sebagai
prasyarat, yaitu : 1. Dampak dari keterbukaan ekonomi dimana pasar
domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang buatan dalam negeri,
tetapi juga barang-barang impor. 2. Jenis teknologi yang digunakan
disektor pertanian yang menentukan tinggi rendahnya tingkat mekanisasi
atau modernisasi dari sektor tersebut. 3. Kontribusi Faktor-faktor
Produksi Ada dua factor produksi yang dapat dialihkan dari sector
pertanian ke sector-sektor nonpertanian, tanpa harus mengurangi volume
produksi (produktivitas) di sector pertanian, pertama adalah tenaga
kerja dan kedua adalah modal. 4. Kontribusi Devisa Kontribusi sector
pertanian di suatu negara terhadap peningkatan devisa terjadi melalui
peningkatan ekspor dan atau pengurangan impor Negara tersebut untuk
komoditi- komoditi pertanian.
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita
menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian Indonesia
mengalami beberapa permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi
pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar
Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai
untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat
kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung
kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga
membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita
akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam
negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung
dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi
alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama
karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang
diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu
mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia,
dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan
arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
1. Perkembangan Sejak Awal Dekade 1970-an Selama periode 1995-1997
pangsa PDB dari sector pertanian (termasuk peternakan, kehutanan, dan
perikanan) mengalami penurunan (pada harga konstan 1993). Pada saat
krisis mencapai puncaknya tahun 1999, semua sector mengalami
pertumbuhan negative, kecuali listrik, gas, dan air minum dengan tetap
positif 2,6% sector pertanian mengalami pertumbuhan -0,7%, dan sector
industri manufaktur - 11,4%. 2. Produksi Padi/Beras Peranan sector
pertanian di Indonesia sangat krusial karena harus memenuhi kebutuhan
pangan penduduk yang jumlahnya lebih dari 200 juta prediksi kebutuhan
beras nasional didasarkan pada asumsi : › · Setiap penduduk
mengkonsumsi 144 kilogram per tahun › · Seluruh penduduk mengkonsumsi
beras, › · Indonesia tetap dengan luasan wilayah dan penduduk yang
relative sama (artinya, lepasnya propinsi kecil, seperti Timor Timur,
tidak banyak berpengaruh dalam hitungan)
3. Daya Saing dan Perkembangan Ekspor a. Dampak Liberalisasi
Perdagangan Penerapan liberalisasi perdagangan dunia berdampak
negative terhadap ekspor komoditas pertanian Indonesia. b.
Perkembangan Ekspor Beras Data dari Departemen Pertanian (Deptan)
menunjukkan bahwa beras bukan merupakan salah satu produk pertanian
yang diunggulkan untuk ekspor, melainkan komoditas-komoditas lainnya,
seperti karet, minyak kelapa sawit, teh, kopi, dan kakau. Namum ini
bukan berarti Indonesia tidak pernah mengekspr beras.
C. NILAI TUKAR PETANI Nilai Tukar Petani (NTP) adalah angka
perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks
harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Nilai
tukar petani (sectoral terms of trade) untuk pertanian adalah rasio
harga barang pertanian (Pa) dan harga barang industri (Pi). Kenaikan
nilai tukar petani (NTP) berarti harga pangan naik lebih cepat
daripada barang industri. Petani dapat membeli lebih banyak keperluan
mereka pada hasil yang sama dan mendorong petani untuk meningkatkan
hasil mereka (Lynn, 2003). Nilai tukar petani (NTP) juga dapat menjadi
indikator tingkat kesejahteraan petani, semakin tinggi NTP semakin
tinggi daya beli petani.
D. INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN Salah satu faktor penting yang sangat
menentukan investasi disektor pertanian bukan hanya laju pertumbuhan
output, melainkan juga tingkat daya saing global dari komoditas-
komoditas pertanian merupakan modal investasi yang dapat digunakan
untuk berbagai tujuan yang sifatnya bisa langsung atau tidak langsung
terkait dengan proses produksi. Langsung, misalnya untuk membeli mesin
baru atau peralatan-peralatan modern dan inpu-input lainnya untuk
keperluan kegiatan produksi pertanian. Tidak langsung, misalnya untuk
kegiatan penelitian dan pengembangan proses produksi maupun output dan
input, dan untuk menyelengarakan pelatihan- pelatihan bagi petani
(peningkatan sumber daya manusia), misalnya manajemen, quality
control, cara- cara yang baik dalam membajak tanah, bercocok tanam dan
penanganan pasca panen, dan sebagainya.
E. KETERKAITAN PERTANIAN DENGAN INDUSTRI MANUFAKTUR Tidak dapat
dipungkiri bahwa salah satu penyebab krisis ekonomi di Indonesia
adalah karena kesalahan industrialisasi dari awal pemerintahan orde
baru yang tidak berbasis pada pertanian. Selama krisis juga terbukti
bahwa sektor pertanian masih mampu mengalami laju pertumbuhan yang
positif, walaupun dalam persentase yang kecil, sedangkan sektor
industri manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negative diatas
satu digit. Banyak pengalaman dinegara-negara maju seperti Eropa dan
Jepang yang menunjukan bahwa mereka memulai industrialisasi setelah
atau bersamaan dengan pembangunan disektor pertanian.
3.1 Kesimpulan Perkembangan sektor pertanian di Indonesia saat ini
berada pada fase yang menghawatirkan. Sehingga dibutuhkan banyak
kontribusi dari berbagai paihak khususnya pemerintah. Selain
pemerintah, dalam mengembangkan sektor pertanian ini juga dibutuhkan
kontribusi dari pihak swasta agar tujuan dapat segera tercapai dan
berjalan dengan lancar. Mengingat dana pemerintah yang terbatas
sehingga bantuan dana dari pihak swasta. Hal tersebut merupakan salah
satu penggalangngan investasi di sektor pertanian yang kian hari makin
menurun sehingga membuat hidup para petani kian hari makin rendah
pendapatannya.
TERIMAKASIH
Pendahuluan
Mekanisasi pertanian adalah suatu cara untuk meningkatkan
efisiensi usaha pertanian. Peningkatan efisiensi tersebut meliputi
produktivitas, mutu, dan kontinuitas pasokan produk-produk
pertanian untuk selalu terus ditingkatkan dan dipelihara. Selain
efisiensi di atas tadi juga ada sisi lain yang harus juga ditingkatkan
efisiensinya yang meliputi: efisiensi lahan, tenaga kerja, energi,
sumber daya (benih, pupuk, air), kualitas komoditas, kesejahteraan
petani, kelestarian lingkungan dan produksi yang berkelanjutan.
Mekanisasi pertanian dalam kerangka pembangunan pertanian di
Indonesia memiliki peran yang strategis yang meliputi peningkatan
produktivitas, efisiensi kerja, produksi, diversifikasi, kualitas dan
nilai tambah, pengembangan pertanian maju dan peningkatan lapangan
kerja karena mekanisasi merupakan aplikasi ilmu teknik untuk
mengembangkan dan mengorganisasikan operasi pertanian atau suatu
introduksi dan penggunaan alat mekanis untuk operasi pertanian.
Menurut hasil Simposium Mekanisasi Pertanian tahun 1967 di Ciawi,
Bogor, Jawa Barat, ilmu mekanisasi pertanian adalah ilmu yang
mempelajari penguasaan dan pemanfaatan bahan dan tenaga alam untuk
mengembangkan daya kerja manusia dalam bidang pertanian, demi
kesejahteraan umat manusia. Pengertian pertanian dalam hal ini adalah
pertanian dalam arti yang seluas-luasnya. Menurut Prof. A. Moens
(Agricultural University Wageningen): “Mechanization of agriculture is
the introduction and the utilization of any mechanical aid to perform
agricultural operations”. Menurut Prof. Sunyoto (Universitas Gadjah
Mada): “Agricultural Mechanization is defined as the application of
mechanical energy in agriculture, while agriculture itself in broad
sense is a science and method of plant and animal production, which is
useful for man kind, including all the processing activities of the
products to be used by man”.
Peralatan mekanis adalah semua jenis benda dan perlengkapan yang
digerakkan oleh manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin,
air, atau sumber energi lainnya. Mekanisasi juga dapat didefinisikan
sebagai semua penerapan ilmu keteknikan untuk mengembangkan, mengatur,
dan mengontrol kegiatan produksi pertanian. Tujuan pokok mekanisasi di
bidang pertanian adalah: 1) meningkatkan produktivitas pekerja; 2)
merubah karakter pekerjaan pertanian, yaitu membuatnya menjadi tidak
berat dan menarik; dan 3) meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil
pertanian.
Smith dan Wilkes (1996) berpeendapat bahwa alat mekanis adalah
alat yang dapat bergerak dan mempunyai tenaga (manusia, hewan, motor
bakar/listrik, angin, air, dan sumber energi lain). Sedangkan operasi
pertanian merupakan usaha manusia mengubah karakteristik/posisi suatu
objek. Misalnya, tanah: diolah lalu ditanami; benih: dari gudang lalu
disemai. Karakteristik objek pertanian ditentukan oleh tipe aktivitas,
besar aktivitas (luasan/berat/jumlah), waktu (mulai-selesai), lamanya
(jangka) waktu, hasil (kuantitas-kualitas), biaya, beban kerja,
pengaruh terhadap lingkungan, dan sebagainya.
Namun demikian, ada sejumlah permasalahan yang berhubungan dengan
alat dan mesin pertanian (alsintan), antara lain: adanya mesin tipe
baru, bagaimana mengubah desain, bagaimana menguji
komparatif/evaluasi, efisiensi dan efektivitas, studi tentang tanah,
desain model alsintan, faktor waktu dan gerak, gaya bagian gerak
(percepatan/ perlambatan), berat mesin dan keseimbangan, getaran dan
kelelahan, dan sebagainya.
Selain itu, tahapan produksi dan pemasaran alsin masih
dikoordinasi oleh American Society of Agricultural Engineering (ASAE), sebuah
lembaga internasional yang berkedudukan di Amerika Serikat, yang telah
melakukan kebijakan pilot mechines atau multilokasi, yang meliputi
pengujian fungsional, mekanis (struktural dan ketahanan/ durability),
kebutuhan daya dan gaya-gaya eksternal yang bekerja (bajak, dan
sebagainya).
Kendala lain dalam penerapan mekanisasi di bidang pertanian, di
antaranya adalah: 1) lahan sempit; 2) rasio pekerja dengan lahan yang
tersedia kecil; 3) modal tidak tersedia; dan 4) laju pertumbuhan
penduduk semakin meningkat.
Sejarah Mekanisasi Pertanian
Asal mula adanya mekanisasi di bidang pertanian dimulai dari
semakin bertambahnya jumlah penduduk bertambah dan kebutuhan pangan
bertambah sehingga bidang pertanian dan industri didorong untuk
semakin semakin berkembang. Namun pada sisi yang lain, tenaga manusia
dan ternak yang dapat digunakan semakin terbatas sehingga perlu
introduksi alat dan mesin pertanian (pra dan pasca panen).
Menurut Daywin et al. (1991), manusia sebagai sumber daya adalah
kurang efisien dan kurang efektif. Kemampuannya terbatas, sekitar 0.1
HP (horse power atau tenaga kuda) untuk kerja terus menerus. Meski
demikian, seperti di negara-negara berkembang lainnya, di Indonesia
daya manusia dan ternak masih memegang peranan penting. Penggunaan
traktor sebenarnya telah dimulai pada tahun 1914, hanya saja masih
terbatas pada usaha-usaha perkebunan. Sejak 1950, pemerintah mulai
menaruh perhatian dalam pengembangan daya mekanis. Mulai saat itu,
perkembangan penggunaan daya mekanis terutama pada bidang pengolahan
hasil pertanian berkembang pesat.
Alat dan mesin pertanian sejak tahun 1970-an telah banyak
diproduksi di dalam negeri, khususnya yang tergolong dalam alat
mekanis pengolahan tanah, alat pemeliharaan tanaman, pompa air irigasi
dan mesin engolahan hasil pertanian. Produksi traktor tangan pada
tahun 1987/1988 sebanyak 3.334 unit.
Pada dasarnya tujuan pokok mekanisasi di bidang pertanian adalah
untuk: 1) meningkatkan produktivitas pekerja; 2) merubah karakter
pekerjaan pertanian, yaitu membuatnya menjadi tidak berat dan menarik;
dan 3) meningkatkan kualitas kerja di lahan. Oleh karena itu,
penggunaan alat dan mesin pertanian dianggap sebagai salah satu
alternatif untuk mengisi kebutuhan tenaga dalam rangka peluasan areal,
peningkatan intensitas tanam pada lahan yang ada dan perbaikan
pengelolaan pascapanen.
Tiga periode penggunaan tenaga di bidang pertanian (menurut N.B.
Walker dalam buku “Survey and Problems in Agricultural Engineering”):
1. Periode Tenaga Manusia (1850): a) membosankan; b) perbudakan; c)
pendapatan per kapita rendah; d) paling tidak 78 % penduduk bertani
untuk memenuhi kebutuhan pangan negara; dan e) surplus hasil pertanian
jarang terjadi.
2. Periode Tenaga Hewan (1850-1900): a) penggunaan tenaga hewan memberi
pengaruh pada penciptaan dan pengembangan mesin pertanian; b) jumlah
penduduk di pertanian berkurang; c) petani mempunyai pandangan untuk
pengembangan industri pertanian; d) perhatian pada penelitian di
bidang pertanian meningkat; e) paling tidak 34 % penduduk bertani
untuk memenuhi kebutuhan pangan negara; dan f) efisiensi meningkat dan
surplus dapat tercapai.
3. Periode Tenaga Mekanis (1900-sekarang): a) modal investasi mesin
peralatan meningkat; b) timbul permasalahan manajemen tenaga kerja; c)
meningkatkan gaya hidup petani; d) perkembangan di bidang keteknikan
semakin meningkat; dan e) jumlah penduduk yang bekerja di bidang
pertanian semakin berkurang.
Berdasarkan latar belakang sejarah di atas, maka ruang lingkup
mekanisasi pertanian meliputi 6 (enam) bidang, yaitu: 1) bidang mesin
budidaya pertanian; 2) bidang teknik tanah dan air; 3) bidang
lingkungan dan bangunan pertanian; 4) bidang elektrifikasi pertanian;
5) bidang mesin-mesin pengolahan pangan dan hasil pertanian; dan 6)
bidang sistem dan manajemen informasi pertanian.
Perbedaan Prinsip Usahatani Padi Lahan Kering dan Lahan Basah
Menurut Daywin, Sitompul, dan Hidayat (1999), terdapat sejumlah
faktor yang membedakan usahatani di lahan kering dan basah, khususnya
untuk padi.
1. Lapisan Kedap
Pengetahuan yang umum dalam pertanian lahan kering menunjukkan
bahwa pembentukan lapisan kedap di bawah lapisan topsoil atau lapisan
olah harus dihindarkan. Para petani lahan kering suka dan selalu
mempertahankan “lahan bebas lapisan kedap”.
Sebaliknya, bagi usahatani padi sawah di Asia, perlu membentuk dan
mempertahankan lapisan kedap yang oiptimum. Dalam sejarah manusia,
petani padi sawah menciptakan sistem penanaman dengan memindahkan
bibit dari pesemaian agar mereka dapat membentuk dan mempertahankan
lapisan kedap melalui operasi pelumpuran, dan agar pengendalian gulma
dapat lebih baik dan mudah, dibanding sistem penanaman dengan menebar
langsung.
Tabel 2. Beda prinsip bertani di lahan kering dan sawah.Pertanian lahan
kering di Eropa dan
Amerika (gandum,
jagung, sayur-
sayuran, dsb)
Pertanian padi sawah di Asia (padi,
gandum, sayur-sayuran, dsb)
Hujan
tahunan
300-600 mm/tahun. 1500-3000 mm/tahun, maks. 4500
mm/tahunKedalaman
olah tanah
20-30 cm. Makin dalam
makin baik (olah
tanah minimum).
10-15 cm. Makin dangkal makin mudah
dikerjakan. Kedalaman setelah
pelumpuran 15-20 cm.Datar dan
kerataan
Tidak perlu. Benar-benar datar dan rata.
Rekomendasi Kementerian di Jepang
untuk kedataran petak: ± 2,5 cm Þ
± 5 cm luas petak.
Galengan Tidak perlu. Sangat diperlukan.Luas
petakan
Makin luas makin
baik.
Makin kecil makin mudah dibuat datar
secara tradisional: 0,1-0,3 ga & < 1
ha. Rekomendasi Kementerian: 50 m x
20 m Þ 100 m x 20-30 m ÞLapisan
kedap
Tidak harus
terbentuk. Jika
terbentuk,
dihancurkan supaya
akar tumbuh lebih
baik.
Harus terbentuk dan dipertahankan
supaya tidak bocor air irigasi.
Petani tidak suka petakan bocor dan
dalam.
Sumber: Daywin, Sitompul, dan Hidayat (1999)
Di daerah penanam padi, petani menikmati sumur dangkal dengan muka
air tanah yang tinggi untuk keperluan sehari-hari sepanjang tahun
sehingga lapisan kedap mempunyai fungsi yang sangat penting:
a. Lapisan kedap dengan kekerasan > 7 kgf/cm2, biasanya sebesar 10-20
kgf/cm2 dalam ‘cone index’ dengan ketebalan lapisan sekitar 10-15 cm,
mampu mendukung manusia, ternak, dan mesin.
b. Untuk menghindarkan perkolasi yang berlebihan dari air irigasi,
lapisan kedap dibuat > 40 mm/hari ke dalam air tanah, ke dalam atau di
bawah subsoil, karena perkolasi yang berlebihan berarti hilangnya pupuk
kandang dan pupuk buatan, yang dapat menyebabkan penurunan hasil.
c. Dengan mempertahankan struktur yang optimum dari lapisan kedap, hasil
yang lebih besar dan stabil dapat dicapai dan meminimumkan hilangnya
air irigasi dan pupuk.
2. Kedalaman Pembajakan
Pertanian lahan kering modern biasa mengolah topsoil sedalam 20 cm
atau hingga 30 cm, dengan harapan pertumbuhan akar tanaman lebih baik
yang mana membutuhkan air di lapisan subsoil untuk hidup. Namun untuk
padi sawah, kedalaman pembajakan konvensional sejak adanya manusia dan
tenaga ternak hanya 10-15 cm. Karena itu selalu ada air irigasi yang
cukup tanaman di atas dan di dalam lapisan olah atau topsoil.
3. Kerataan dan Ukuran Petakan Sawah
Petakan sawah harus benar-benar datar dan rata karena sifat-sifat
dan permukaan air, sementara lahan kering tidak perlu datar dan rata.
Nenek moyang petani di Asia, telah membuat banyak sawah dengan petakan
kecil sejauh mereka mampu karena petakan lebih kecil akan memudahkan
membuat lapisan olah datar dan rata.
Pada tahun 1970-an, kementerian di Jepang merekomendasikan luas
petakan sawah kurang dari 100 m x 20-30 m, dengan semua saluran
irigasi da drainasi berfungsi selama periode kematangan padi.
Fasilitas drainasi tidak selalu dibutuhkan pada usahatani lahan
kering.
Mekanisasi dan Produksi Pertanian
Produktivitas pertanian di Indonesia sudah saatnya berubah dari
pola tradisional menjadi pola modern yang ramah lingkungan. Produktif
tidak hanya di tataran on farm tetapi juga harus di tataran off farm.
Pada level on farm yang harus mulai berbenah adalah pada level
peningkatan nilai produksi dan efisiensi. Efisiensi di level on farm
meliputi penggunaan benih, pupuk, air dalam upaya yang sangat
sinergis, artinya harus ada korelasi dan hubungan yang seimbang antara
ketiganya, sehingga diharapkan adanya keterpaduan yang menguntungkan
bagi petani.
Banyak kasus muncul akibat tidak sinerginya ketika faktor tersebut
seperti benih yang tidak layak untuk dikembangkan, penggunaan pupuk
dan pemakaian air yang berlebihan sehingga berpengaruh pada konversi
dan degradasi lahan.
Pada level off farm, yang harus ditekankan adalah kemampuan pasokan
komoditas, pengolahan lanjutan serta industrialisasi pedesaan berbasis
pertanian. Titik tekan mekanisasi juga berpengaruh di sektor off farm,
dengan adanya sentuhan mekanisasi maka nilai tambah dari komoditas
akan lebih tinggi dari pada tanpa sentuhan. Sentuhan tersebut dapat
berupa pengolahan lanjutan seperti penyimpanan, pengemasan, dan alur
pendistribusian yang terpadu pada pemasaran komoditas.
Untuk mendukung keberlanjutan ini perlu adanya pendampingan secara
berkala, penyiapan infrastruktur yang memadai, dan sosialisasi kepada
masyarakat. Pendampingan secara berkala diwujudkan dengan melakukan
pelatihan-pelatihan kepada kelompok tani akan pentingnya mekanisasi
sesuai dengan pendekatan yang dijalankan. Pendekatan ini perlu
dilakukan agar program bisa mengalami keberlanjutan yang baik, tidak
hanya sekadarnya saja.
Mengutip dari makalah komisi mekanisasi pertanian dijelaskan bahwa
pendekatan pengembangan mekanisasi pertanian ada 2 (dua) hal yaitu:
1. Holistik: pengembangan dalam sistem holistik terpadu dan sinergi
antara teknologi, prasarana dan kelembagaan.
2. Progresif: pengembangan secara proaktif ke arah kemajuan melibatkan
partisipasi stakeholder.
Penyiapan infrastruktur juga menjadi entri point dalam menjaga
keberadaan mekanisasi. Infrastruktur penting karena memiliki peran
yang strategis dan merupakan penunjang utama bagi penerapan mekanisasi
pertanian. Lemahnya infrastruktur dapat menimbulkan ancaman serius
terhadap keberadaan mekanisasi terutama dalam mendukung ketahanan
pangan nasional. Seperti contoh pada program swasembada dapat berjalan
jika saja penerapan mekanisasi dan optimalisasi infrastruktur
pertanian dapat bersinergi menjadi kesatuan yang utuh di lapangan.
Sosialisasi pengembangan program mekanisasi pertanian dapat
dilakukan dengan strategi benar tepat sasaran. Jadi pendekatan
sosialisasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pendekatan selektif
dan pendekatan partisipatif. Pendekatan selektif yaitu dengan
pemilihan teknologi disesuaikan dengan agroekosistem dan komoditas
pertanian, sedangkan pendekatan partisipatif yaitu dengan pengembangan
yang mengikutsertakan partisipasi aktif semua stakeholder.
Melihat dari adanya kebijakan sektor mekanisasi pertanian yang
memiliki keberpihakan pada masyarakat akan sungguh naif jika hanya ada
dalam tataran wacana saja. Sudah saatnya penerapan mekanisasi mulai
menjamah di kalangan masyarakat petani sebagai stakeholder utama penyedia
pangan, tidak hanya dimiliki oleh petani-petani besar. Untuk itu,
semua arah kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah harus benar-benar
tepat dan bermanfaat bagi pembangunan berlanjutan sektor pertanian
ini.
Tanpa adanya kesatuan dukungan dan sinergisitas semua pihak yang
saling bekerja bersama untuk kemajuan ini, niscaya prospek
pengembangan mekanisasi pertanian akan menjadi buah sejarah kegagalan
yang akan selalu diingat oleh generasi penerus kita mendatang. Sudah
saatnya kita semua mulai menerapkan kebijakan yang bersifat proaktif
dan berpihak kepada masyarakat dengan melibatkan partisipasi aktif
stakeholder sehingga diharapkan mekanisasi pertanian lebih cepat
berkembang.
Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian
atau Balitbangtan Deptan (2005) menyatakan bahwa dukungan mekanisasi
pertanian akan menjadi agenda pembangunan pertanian yang perlu
diperhatikan jika dikaitkan dengan program revitalisasi pertanian,
yang mengisyaratkan kepada tiga pilar utama, yaitu ketahanan pangan,
pengembangan agribisnis, dan kesejahteraan rakyat. Sektor pertanian
selalu dikaitkan dengan ketiga hal tersebut, karena merupakan sumber
mata pencaharian yang sangat dominan bagi lebih dari 50 % penduduknya.
Dari sumber penelitian yang didapat dapat dilihat bahwa pada tahun
1999 lebih dari 65 % penduduk pedesaan yang hidup dari sektor
pertanian, menguasai lahan kurang dari 0,5 ha/keluarga dan
berpenghasilan antara Rp1.630.000,- sampai Rp1.679.000,-/ tahun.
Petani yang menguasai lahan antara 0,5 ha sampai 1,0 ha, memiliki
penghasilan Rp2.650.000-Rp3.423.000/tahun. Sedangkan penduduk desa
yang tidak bekerja di sektor pertanian justru mempunyai penghasilan
lebih besar yaitu antara Rp3.138,000-Rp7.301.2000/tahun. Selain dari
pada itu, penduduk perkotaan yang memiliki pendapatan terendah, telah
melampaui pendapatan penduduk yang bekerja di sektor pertanian yang
memiliki lahan > 1 ha, yaitu Rp.4.650.000/tahun. Secara nasional
penduduk perkotaan mempunyai pendapatan lebih besar dari Rp.
4.600.000,-/tahun sampai dengan Rp. 9,264,500/tahun.
Dengan demikian, semakin jelas bahwa sektor pertanian belum mampu
memberikan pendapatan yang lebih baik meskipun pembangunan pertanian
telah dijadikan fokus utama pembangunan ekonomi pada masa lalu. Karena
itu revitalisasi pertanian menjadi jawaban untuk melakukan pembaharuan
yang lebih terarah dan fokus. Revitalisasi pertanian tidak akan
berjalan bila hanya dikerjakan sendiri oleh sector pertanian, tanpa
melibatkan sektor lain seperti infrastruktur, perdagangan, industri
dan manufaktur. Pembangunan pertanian perlu dibangun dengan skenario
yang bulat sebagai fokus pembangunan ekonomi.
Meskipun tarikan dari sektor industri semakin besar sehingga
tenaga kerja di sektor pertanian dirasakan berkurang di beberapa
pusat-pusat produksi yang berdekatan dengan kota besar, namun
tampaknya kecepatan arus tenaga kerja ke industri dan jasa, belum
sepenuhnya mampu menurunkan persentase keterlibatan tenaga kerja
secara cepat, sementara ini sumbangan tenaga kerja pertanian pada
sektor ekonomi masih di atas 45 %. Faktor-faktor eksogenus tersebut
masih diperkuat lagi dengan makin berkurangnya daya dukung sumber daya
lahan. Sampai dengan tahun 1998 kurang lebih 10 juta ha lahan telah
dieksplorasi untuk peningkatan produksi beras setiap tahun.
Namun data yang ada masih harus dikoreksi dengan makin meluasnya
konversi lahan sawah produktif menjadi lahan industri khususnya di
Jawa, yang tidak bisa lagi untuk memproduksi beras dan pangan
karbohidrat lainnya. Sementara itu selama waktu 10 tahun (1983-1993),
lahan pertanian di Indonesia telah menurun sejumlah 1,3 juta ha dan 1
juta di antaranya adalah di Jawa dan Bali. Tambahan lagi bencana El-
Nino yang membawa dampak kekeringan, harus dipahami sebagai faktor
eksternal yang tidak bisa dicegah, namun perlu diwaspadai dan dipakai
sebagai indikator untuk melakukan suatu tindakan Early Warning System.
Mekanisasi Pertanian sebagai supporting systems mempunyai peran vital
untuk ikut mendukung revitalisasi pertanian dalam arti yang luas,
antara lain memberikan citra pertanian Indonesia yang kuat dan tidak
berkesan kumuh, mampu menjadi harapan sebagian besar masyarakat yang
menggantungkan hidupnya pada sektor ini sekaligus menyediakan pangan
yang cukup bagi seluruh masyarakat dan menghasilkan devisa bagi
tumbuhnya perekonomian negara dengan teknologi yang dibutuhkan. Karena
itu revitalisasi pertanian tidak dapat terpisah dari pembangunan
infrastruktur, kelembagaan, sumber daya manusia, pengembangan
investasi dan permodalan dan teknologi termasuk mekanisasi pertanian.
Dari aspek sumber daya manusia, statistik menunjukkan bahwa tenaga
kerja manusia untuk sektor pertanian dalam kurun waktu 1992-1997 telah
mengalami penurunan dari 41 juta menjadi 34,5 juta orang. Penurunan
lebih kurang 10 % atau sekitar 2 % per tahun merupakan suatu gambaran
bahwa pekerjaan pertanian bukan pekerjaan yang menarik dan menjadi
gantungan untuk dukungan hidup utama. Untuk sub sektor pertanian
tanaman pangan dan hortikultura, dalam waktu 6 tahun tersebut
berkurang 1,3 juta tenaga kerja per tahun. Semakin menurunnya jumlah
SDM yang terlibat justru semakin menunjukkan peningkatan produktivitas
tenaga kerja, namun belum tentu diimbangi dengan peningkatan
pendapatan petani.
Sebelum era krisis moneter tahun 1989-1995, telah terjadi
pergeseran tenaga kerja akibat pertumbuhan ekonomi yang memberi
kesempatan kerja lebih luas di sektor industri dan jasa. Hal ini
memberi dampak nyata berkurangnya pekerja sektor pertanian, baik
secara proporsional tetapi juga secara absolut seperti terlihat pada
Tabel 3. Namun, proyeksi pada tahun 1998 diperkirakan terjadi
perubahan peralihan tenaga kerja kembali ke sektor pertanian karena
lumpuhnya sektor industri pada masa terjadinya krisis moneter.
T abel 3. Distribusi persentase tenaga kerja di sektor pertanian dan jasa.1)
SEKTOR 1980 1985 1990 1995 19982)
Pertani
an:Orang 28.843.041 34.141.089 35.747.477 35.233.270 39.417.533
% 55,93 54,65 49,95 43,95 44,96Industr
i:Orang 5.133.391 6.281.049 9.030.101 10.985.507 9.933.288
% 9,96 10,06 12,63 13,71 11,73Jasa:
Orang 17.251.387 21.613.239 26.112.890 33.809.283 22.725.436% 34,11 35,29 37,42 42,34 43,71
Keterangan:1) BPS 1995 dan 1998: Survei Angkatan Kerja Nasional 15 tahun ke atas.2) Angka Proyeksi berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional.
Kebijakan Penggunaan Alsintan
Alat dan mesin pertanian telah digunakan dalam usaha tani tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Penggunaan alat dan
mesin pertanian telah dirasakan manfaatnya oleh petani khususnya
tanaman pangan dalam mempercepat pengolahan tanah, pengendalian hama,
panen dan perontokan khususnya di daerah intensifikasi. Namun demikian
jumlah alat dan mesin pertanian masih sangat sedikit dibanding dengan
luas lahan yang ada. Ditinjau dari jumlah alat dan mesin yang
digunakan, level mekanisasi pertanian masih berada + 30 persen. Di
samping itu pemakaian juga belum optimum khususnya dalam Usaha
Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA).Demikian pula angka susut
pascapanen juga masih besar yaitu berkisar antara 12,5-23 %. Untuk
komoditas perkebunan, mekanisasi telah digunakan terutama untuk
pengolahannya. Namun demikian lebih dari 65 % komoditas perkebunan
belum dapat diolah sehingga peluang pengembangan mekanisasi untuk
komoditas ini masih terbuka luas. Meskipun mekanisasi pertanian juga
telah digunakan di bidang peternakan terutama untuk pengolahan pakan,
penyediaan bibit dan pengolahan produk, namun jumlahnya masih jauh
dari kebutuhannya. Untuk komoditas hortikultura, mekanisasi mulai dari
irigasi sampai dengan pengolahan produk jadi masih belum mendapatkan
perhatian yang layak. Meskipun demikian beberapa prototipe alat dan
mesin pasca panen hortikultura telah tersedia dan siap untuk
dikembangkan seperti mesin grader buah, penggoreng vakum, perajang dan
pengering.
Industri alsintan sudah berkembang semenjak dua dekade terakhir
khususnya untuk mencukupi kebutuhan alat dan mesin pertanian padi.
Kapasitas terpasang dari industri traktor lokal sebenarnya lebih
tinggi dari kebutuhan dalam negeri, namun karena kebijakan makro dalam
tarif, harga alsin, bunga bank dan subsidi atau kredit yang belum
sepenuhnya mendukung bagi industri maupun pemakai alsintan, maka
perkembangan industri dan penggunaan tumbuh lambat.
Untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan IP dari komoditas
unggulan terpilih, diperlukan tambahan jumlah alsin baik untuk tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Guna memenuhi
tambahan kebutuhan tersebut diperlukan dana dalam bentuk investasi dan
pengelolaan yang baik terutama melalui UPJA. Untuk mendukung tanaman
pangan dan hortikultura diperlukan tambahan investasi alat dan mesin
pertanian sebesar Rp60 T (triliun).
Target pengembangan alsin untuk tanaman padi adalah hand traktor,
transplanter, weeder, pompa air, hand sprayer, reaper (pemanen), thresher dryer,
dan mesin penggilingan padi. Untuk komoditas hortikultura,
pengembangan mekanisasi diarahkan pada mesin grader dan pemeras jeruk,
perajang multiguna dan penggoreng vakum untuk pisang serta traktor dan
pompa air untuk bawang merah. Sedangkan untuk tanaman perkebunan
diarahkan pada pengembangan mesin untuk pengolahan. Pengolahan pakan
baik untuk unggas dan ruminansia merupakan prioritas yang harus
dilakukan sehingga mesin pengolahan pakan menjadi prioritas
pengembangan mekanisasi.
Dalam usaha meningkatkan dukungan mekanisasi pertanian rangka
pengembangan mekanisasi seperti diuraikan di atas, kebijakan
pengembangan mekanisasi pertanian harus mampu meningkatkan
produktivitas, efisiensi, mutu dan nilai tambah, mendorong tumbuhnya
industri alat dan mesin dalam negeri dan mendorong kemitraan antara
industri besar dan UKM. Strategi yang perlu ditempuh dalam
pengembangan mekanisasi pertanian adalah membangun industri pertanian
di pedesaan berbasis mekanisasi pertanian pada sentra produksi. Untuk
itu diperlukan dukungan kebijakan untuk pengembangan mekanisasi guna
mendukung revitalisasi pertanian antara lain adalah: (1) pengembangan
infrastruktur; (2) mendorong berkembangnya industri alsin dalam negeri
dan (3) mengembangkan model skim kredit dan bantuan keuangan yang
mendorong tumbuhnya mekanisasi pertanian.
Ciri utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu
dan kontinuitas pasokan yang terus menerus harus selalu meningkat dan
terpelihara. Produk-produk pertanian kita baik komoditas tanaman
pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan menghadapi
pasar dunia yang telah dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki
standar tertentu. Tentu saja produk dengan mutu tinggi tersebut
dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan muatan teknologi
standar. Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan tajam
tidak hanya di dunia tetapi bahkan di kawasan ASEAN. Mampukan kita
memacu pertanian kita menjadi sektor yang sejajar dengan tetangga dan
dunia?
Keadaan di atas menunjukkan bahwa sektor pertanian akan tetap
penting dalam perekonomian dan berperan dalam pembangunan nasional,
terlebih jika wacana pembangunan yang terintegrasi antara pertanian,
industri dan perdagangan dipandang sebagai suatu sistem entity yang utuh.
Kaitan yang erat antara pertanian dan industri serta perdagangan
senantiasa menuntut berkembangnya kebijakan pembangunan pertanian yang
dinamis sejalan dengan transformasi perekonomian yang sedang terjadi.
Dalam suasana lingkungan strategis yang berubah cepat, penajaman arah
kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan pada masa reformasi menjadi
demikian penting.
Dengan mekanisasi pertanian diharapkan efisiensi dan produktivitas
penggunaan sumberdaya dapat ditingkatkan, selain agar ketepatan waktu
dalam aktivitas pertanian dapat lebih ditingkatkan. Pertanian
merupakan kegiatan yang tergantung pada musim. Pada saat musim tanam
dan musim panen tenaga kerja yang dibutuhkan sangat besar. Tetapi pada
waktu lain tenaga kerja kurang dibutuhkan dan ini mengakibatkan
terjadinya pengangguran tak kentara. Dengan mekanisasi pertanian semua
aktivitas pertanian dapat diselesaikan dengan lebih tepat waktu
sehingga memberikan hasil yang lebih baik, di samping itu penggunaan
alat dan mesin pertanian dapat juga mengurangi kejenuhan dalam
pekerjaan petani dan tenaga kerja dapat dialokasikan untuk melakukan
usaha tani lain atau kegiatan di sektor lain yang sifatnya lebih
kontinu.
Namun tidak semua teknologi dapat diadopsi danditerapkan begitu
saja karena pertanian di negara sumber teknologi mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan negara kita, bahkan kondisi lahan
pertanian di tiap daerah juga berbeda-beda. Teknologi tersebut harus
dipelajari, dimodifikasi, dikembangkan, dan selanjutnya baru
diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Dalam hal ini peran
kelembagaan sangatlah penting, baik dalam inovasi alat dan mesin
pertanian yang memenuhi kebutuhan petani maupun dalam pemberdayaan
masyarakat. Lembaga-lembaga ini juga dibutuhkan untuk menilai
respon sosial, ekonomi masyarakat terhadap inovasi teknologi,
dan melakukan penyesuaian dalam pengambilan kebijakan mekanisasi
pertanian.
Alih Teknologi Mekanisasi Pertanian di Indonesia
Mekanisasi pertanian pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi lahan dan tenaga kerja, meningkatkan luas lahan yang dapat
ditanami, menghemat energi dan sumberdaya (benih, pupuk, dan air),
meningkatkan efektivitas, produktivitas dan kualitas hasil pertanian,
mengurangi beban kerja petani, menjaga kelestarian lingkungan dan
produksi pertanian yang berkelanjutan, serta meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan petani (Salokhe dan Ramalingam 1998).
Awal perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia ditandai
dengan pemanfaatan alat dan mesin pertanian peninggalan Belanda di
Sekon. Alat dan mesin pertanian peninggalan Belanda ini kemudian
dipindahkan ke Jawa dan digunakan untuk pengenalan serta pengembangan
mekanisasi pertanian di Indonesia. Pada tahun 1950-an mulai didirikan
pool-pool traktor di berbagai wilayah di Indonesia. Dengan bantuan
pool traktor dan alat-alat pertanian ini, dilakukan pembukaan lahan di
berbagai daerah. Pada awal-awal perkembangan mekanisasi pertanian ini,
kita masih mengadopsi langsung teknologi dari negara maju. Padahal
kondisi lahan pertanian kita dan sistem usahataninya jauh berbeda
dengan negara asal teknologi. Akibatnya berbagai masalah timbul,
seperti batas sawah menjadi hilang dan lapisan bawah yang kedap air
rusak. Harapan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan juga
tidak tercapai. Proses alih teknologi seperti ini sering disebut
sebagai material transfer.
Tabel 4. Jumlah dan kapasitas perusahaan alsintan skala menengah tahun
2000.No Provinsi Jumlah
perusahaan
Kapsitas produksi
(unit)1 DI. Aceh 2 4.0002 Sumatera Utara 2 3.0003 DKI, Jakarta 6 20.0004 Jawa Barat 8 35.0005 Jawa Tengah 3 10.0006 DI. Yogyakarta 2 20.0007 Jawa Timur 6 30.0008 Kalimantan Timur 1 2.0009 Sulawesi Tengah 1 1.000
Jumlah 30 125.000
Sumber: Anon (2000)
Tabel 5. Perkembangan produksi industri alsintan.No Nama Alsintan 88/89 90/91 92/93 94/95 96/971 Traktor tangan 2.490 6.330 9.350 9.818 11.8602 Traktor mini 14 20 36 38 503 Traktor besar 188 200 360 540 6324 Mesin penumbuk
padi
830 1.337 1.511 1.587 1.980
5 Mesin perontok
padi
500 909 1.432 1.503 1.845
6 Polisher 150 665 1.050 1.213 1.5607 RMU 400 468 11.300 1.638 2.0108 Pompa irigasi 10.800 7.973 55.714 70.200 95.8759 Alat penyemprot
hama
- - - 390.50
0
556.00
0Sumber: Lisyanto (2002)
Korelasi antara Mekanisasi Pertanian dengan Kinerja Pertanian
1. Korelasi antara Mekanisasi Pertanian dengan Kinerja Sektor Pertanian
Seperti disebutkan sebelumnya, perkembangan mekanisasi pertanian
di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1950-an. Tetapi pada awal
perkembangannya, mekanisasi pertanian di Indonesia mengalami banyak
hambatan baik dalam hal teknis, ekonomis, maupun sosial. Penggunaan
alsintan baru mengalami peningkatan sejak tahun 1970-an karena
kesadaran petani semakin tinggi akan manfaat mekanisasi pertanian.
Kesadaran ini juga merupakan kebijakan untuk program swasembada beras
waktu itu, sehingga semua usaha peningkatan produksi padi diupayakan
dengan prioritas tinggi, terutama pada pembangunan irigasi,
penyuluhan, dan perluasan areal pencetakan sawah baru.
Walaupun pemakaian alsintan di Indonesia terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, tetapi tingkat mekanisasi di
Indonesia masih ketinggalan dari negara-negara lain. Menurut Alfan
(1999), Indonesia masih sangat ketinggalan pada pengembangan traktor.
Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005 kw/ha. AS 1,7 kw/ha,
Belanda 3,6 kw/ha dan Jepang 5,6 kw/ha. Rendahnya pemakaian traktor
ini mencerminkan mekanisasi pertanian yang masih rendah sehingga
produktivitas pertanian kita jauh ketinggalan dari negara-negara maju
di atas.
Kehilangan hasil dalam pertanian masih besar dan penanganan
pascapanen juga kurang sehingga produk yang dihasilkan mutunya kurang
baik. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 1986/87 susut pascapanen
ada pada angka 18-19 % dan terbesar pada panen dan perontokan masing-
masing adalah 3 dan 5 %. Pada tahun 2004, Tjahyo Hutomo dkk.
menunjukkan bahwa rendemen penggilingan padi hanya mencapai rata- rata
59 %, sedangkan angka rendemen pada proyeksi pengadaan pangan adalah
63 %. Suatu hal yang memiliki risiko tinggi pada ketahananan pangan,
dan hal ini bisa merupakan indikasi kelemahan pada sistem kelembagaan
perberasan nasional.
Tabel 6. Pemakaian alsintan di Indonesia pada periode 1973-2001.Tahu
n
Jenis alsintan
Trakto
r roda
2
Trakt
or
roda
4
Pompa
air
Sprayer Thresh
er
Mesin
penggilingan
padi
Rice
milling
unit
(RMU)1973 1.914 1.600 * 74.190 * 1.347 21.6271981 4.843 3.850 * 418.237 * 15.149 *1988 16.804 4.316 * 918.699 103.01
9
* 26.936
1990 23.431 4.524 * 1.061.3
38
147.50
9
* 31.301
1994 50.224 5.384 * 1.300.9
66
262.12
1
* *
1995 53.867 6.124 * 1.387.2
33
300.14
1
* 40.038
1997 74.893 4.483 99.30
9
1.550.8
07
351.70
2
34.227 41.392
1998 81.108 4.656 117.1
16
1.642.6
86
367.25
0
37.071 42.551
2000 97.033 3.976 190.0
13
1.760.5
43
388.60
9
34.754 45.402
2001 84.664 3.711 215.7
74
1.562.2
17
340.65
4
32.309 39.996
Keterangan: *) Data tidak tersedia
Sumber: Data tahun 1973-1995 bersumber dari Lisyanto, 2002.
Mekanisasi pertanian dapat meningkatkan produktivitas pertanian
melalui pengolahan lahan yang lebih baik, mengurangi kehilangan hasil
serta meningkatkan ketepatan waktu dalam aktivitas pertanian. Selama
musim tanam dan musim panen, permintaan tenaga kerja sangat besar.
Dengan menggunakan alat dan mesin pertanian pekerjaan ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Dan tenaga kerja manusia
dapat dialokasikan untuk pekerjaan lain.
Tabel 7. Struktur ongkos per hektar usahatani di Indonesia.Keterangan 1994 1995 1996 1998/199
9Jumlah Produksi (kg) 4,352 4,357 4,424 4,204Nilai Produksi (Rp) 1,483,92
0
1,818,74
9
1,941,62
0
5,110,62
9Pengeluaran (Rp):
Bibit 22,055 25,606 28,035 98,709
Pestisida 15,343 15,962 18,718 78,106 Pupuk 91,449 105,423 113,201 366,215 Upah buruh 239,550 280,801 301,689 627,498 Lainnya 98,979 105,488 109,402 146,449Jumlah Pengeluaran (Rp) 467,376 533,280 571,045 1,316,97
7Pendapatan Bersih (Rp) 1,016,54
4
1,285,46
9
1,370,57
5
3,793,65
2Urban CPI (1996=1) 0.85 0.93 1.00 2.02Rural CPI (1996=1) 0.82 0.93 1.00 2.57Pendapatan Bersih Riel di
Perkotaan
1,195,93
4
1,382,22
5
1,370,57
5
1,878,04
6Pendapatan Bersih Riel di
Perdesaan
1,239,68
8
1,382,22
5
1,370,57
5
1,476,12
9Sumber: Buku Statistik Indonesia 200, BPS (2001) dan Anon (2001)
2. Korelasi antara Mekanisasi Pertanian dengan Kinerja Usaha Tani
Melalui struktur ongkos usaha tani dapat dilihat proporsi
tiap input pertanian terhadap biaya usaha tani. Pada Tabel 7. dapat
dilihat struktur ongkos per hektar usaha tani di Indonesia pada tahun
1994-1998/1999. Proporsi terbesar pada biaya usahatani adalah upah
buruh. Pada saat krisis, tahun 1998/1999 pendapatan bersih petani
mengalami peningkatan yang cukup besar. Kenaikan ini terjadi karena
harga barang-barang naik, termasuk harga beras. Akan tetapi kenaikan
pendapatan bersih riil petani sebenarnya tidak sebesar kenaikan
pendapatan nominalnya. Pendapatan bersih riil di rural hanya meningkat
7.7 persen dari tahun sebelumnya.
Harapan dan Tantangan Pengembangan Mekanisme Pertanian ke Depan
Alih teknologi mekanisasi pertanian telah berjalan di Indonesia
dengan didahului fase material transfer, dimana seluruh bentuk baik
teknologi dan pengetahuan diterapkan seperti yang berlaku di negara
asal, namun fase ini tidak memberikan hasil pengetahuan kecuali
pengalaman berhadapan dengan teknologi modern pada zaman itu. Fase
tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyesuaian penyesuaian yang
diadop melalui design transfer dimana konsep, metodologi dan sistem
sebagian besar masih tetap menggunakan asli negara asal,
hanyadilakukanpenyesuaiandalamskalaekonominya. Yang terakhir, dengan
perkembangan ilmu dan teknologi serta informasi yang makin maju,
secara bertahap, proses alih teknologi mekanisasi di Indonesia
mencapai tahap capacity transfer. Pada fase ini, perencanaan, pengembangan
dan perluasan mekanisasi pertanian dicoba dilakukan sesuai dengan
kemampuan adaptasi dan adopsi yang melibatkan lingkungan sosial
ekonomi.
Agar mekanisasi pertanian dapat berkembang dengan baik, maka
adopsi teknologi yang dilakukan harus tepat. Artinya, teknologi yang
diadopsi dari pihak luar harus dimodifikasi dan disesuaikan dengan
kondisi masyarakat Indonesia agar teknologi tersebut dapat diterima
dan dimanfaatkan dengan baik.
Untuk mengembangkan kelembagaan mekanisasi pertanian, strategi
yang dapat dilakukan antara lain: Pertama, membangun asosiasi petani
yang kuat agar melalui asosiasi ini dapat tercipta komunikasi antara
pemerintah dengan petani sehingga petani dapat menyalurkan aspirasi
dan kepentingannya dengan lebih baik.
Kedua, pemerintah perlu menetapkan kebijakan perdagangan yang
kondusif untuk mendukung perkembangan industri alsintan dalam negeri,
dan memeratakan distribusi alsintan di tiap wilayah Indonesia.
Ketiga, riset dan pengembangan harus ditingkatkan, dan kerjasama
antara lembaga riset pemerintah, swasta, universitas, serta lembaga
riset asing perlu dibina untuk meningkatkan inovasi teknologi
Indonesia.
Keempat, mendirikan lembaga keuangan pertanian yang memberi
kemudahan bagi petani dalam memperoleh kredit, baik itu sebagai modal
usaha maupun untuk pembiayaan aktivitas pertanian melalui skim kredit
pertanian.
Kelima, memberikan pelatihan dan pendidikan bagi petani agar
petani mampu mengoperasikan alsintan dengan baik dan aman. Di samping
itu, pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan petani serta memajukan cara berpikir
petani.
Keenam, mendirikan fasilitas produksi dan perbaikan lokal agar
desain dan produksi alsintan dapat dilakukan secara spesifik sesuai
dengan kondisi lahan setempat, mengurangi biaya transportasi ke
petani, dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di desa.
Ketujuh, meningkatkan jasa penyewaan alat dan mesin pertanian agar
petani kecil yang tidak sanggup membeli alsintan dapat menggunakan
alsintan dan mendapatkan manfaat darinya. Dalam usaha sewa jasa
alsintan, kemampuanmanajemen dan profesionalisme kelompok tani dan KUD
perlu ditingkatkan agar mampu mendapatkan keuntungan dari usaha sewa
jasa yang dilakukan.
Peran pemerintah sangat penting dalam menciptakan kondisi dimana
setiap pihak yang terlibat dalam mekanisasi pertanian dapat memperoleh
manfaat dan dapat berkembang. Dan tentu saja tujuan akhir dari
mekanisasi pertanian adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi,
serta meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat.
Soal Latihan dan Jawaban
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ilmu mekanisasi pertanian!Jawaban:
Menurut hasil Simposium Mekanisasi Pertanian tahun 1967 di Ciawi,
Bogor, Jawa Barat, ilmu mekanisasi pertanian adalah ilmu yang
mempelajari penguasaan dan pemanfaatan bahan dan tenaga alam untuk
mengembangkan daya kerja manusia dalam bidang pertanian, demi
kesejahteraan umat manusia.
2. Sebutkan dan jelaskan 3 (tiga) perbedaan prinsip antara usahatani padi
lahan basah dan lahan kering!
Jawaban:
2.1.Lapisan Kedap
Lapisan kedap mempunyai fungsi yang sangat penting:
a. Lapisan kedap dengan kekerasan > 7 kgf/cm2, biasanya sebesar 10-20
kgf/cm2 dalam ‘cone index’ dengan ketebalan lapisan sekitar 10-15 cm,
mampu mendukung manusia, ternak, dan mesin.
b. Untuk menghindarkan perkolasi yang berlebihan dari air irigasi,
lapisan kedap dibuat > 40 mm/hari ke dalam air tanah, ke dalam atau di
bawah subsoil, karena perkolasi yang berlebihan berarti hilangnya pupuk
kandang dan pupuk buatan, yang dapat menyebabkan penurunan hasil.
c. Dengan mempertahankan struktur yang optimum dari lapisan kedap, hasil
yang lebih besar dan stabil dapat dicapai dan meminimumkan hilangnya
air irigasi dan pupuk.
2.2.Kedalaman Pembajakan
Di dalam pertanian lahan kering yang modern, adalah biasa untuk
mengolah topsoil sedalam 20 cm, atau jika mungkin 30 cm, dengan harapan
agar pertumbuhan akar tanaman lebih baik yang mana membutuhkan air di
lapisan subsoil untuk hidup.
Akan tetapi untuk padi sawah, kedalaman pembajakan konvensional sejak
adanya manusia dan tenaga ternak hanya 10 sampai kurang dari 15 cm
saja. Karena itu selalu ada air irigasi yang cukup tanaman di atas dan
di dalam lapisan olah atau topsoil.
2.3.Kerataan dan Ukuran Petakan Sawah
Petakan sawah harus benar-benar datar dan rata karena sifat-sifat dan
permukaan air, sementara lahan kering tidak perlu datar dan rata.
Nenek moyang petani di Asia, telah membuat banyak sawah dengan petakan
kecil sejauh mereka mampu karena petakan lebih kecil akan memudahkan
membuat lapisan olah datar dan rata. Pada tahun 1970-an, kementerian
di Jepang merekomendasikan luas petakan sawah kurang dari 100 m x 20-
30 m, dengan semua saluran irigasi/drainasi berfungsi selama periode
kematangan padi. Fasilitas drainasi tidak selalu dibutuhkan pada
usahatani lahan kering.
3. Sebutkan 3 (tiga) kebijakan pengembangan mekanisasi guna mendukung
revitalisasi pertanian!
Jawaban:
Dukungan kebijakan untuk pengembangan mekanisasi guna mendukung
revitalisasi pertanian antara lain: (1) pengembangan infrastruktur;
(2) mendorong berkembangnya industri alsin dalam negeri dan (3)
mengembangkan model skim kredit dan bantuan keuangan yang mendorong
tumbuhnya mekanisasi pertanian.
4. Sebutkan 5 (lima) fungsi dari mekanisasi pertanian dalam pembangunan
pertanian!
Jawaban:
4.1.Mempertinggi efisiensi tenaga manusia;
4.2.Meningkatkan derajat hidup petani;
4.3.Menjamin kualitas, kuantitas, dan kapasitas produksi pertanian;
4.4.Memungkinkan pertumbuhan pertanian untuk kebutuhan keluarga
(konsumtif) ke arah pertanian perusahaan (produktif);
4.5.mempercepat transisi bentuk ekonomi dari sifat agraris ke industri.
5. Sebutkan permasalahan dalam pengembangan mekanisasi pertanian!
Jawaban:
5.1.Luasan lahan usahatani yang relatif sempit;
5.2.Rasio pekerja dengan lahan yang tersedia kecil;
5.3.Modal tidak tersedia atau terbatas; dan
5.4.Laju petumbuhan penduduk semakin meningkat.
5.5.Pembuatan mesin tipe baru;
5.6.Perbaikan suatu mesin, pembuatan model baru dari mesin yang sudah ada
atau perubahan desain untuk mengurangi biaya pembuatan mesin tersebut;
5.7.Uji komparatif dari beberapa mesin atau evaluasi untuk kerja dari
suatu mesin;
5.8.Studi tentang peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan mesin
yang ada. Sebagai contoh, menentukan penyetelan yang tepat dan kondisi
operasi dari suatu mesin panen agar kerusakan biji dan susut seminimum
mungkin;
5.9.Penelitian dan studi tentang masalah fundamental yang tidak langsung
berhubungan dengan mesin tertentu, seperti studi mekanika tanah dalam
hubungannya dengan pengolahan tanah dan traksi;
5.10. Penelitian desain model alsin dengan memperhitungkan faktor waktu
dan gerak yang efisien, gaya bagian gerak (percepatan/perlambatan),
berat mesin dan keseimbangan, getaran dan kelelahan, dan sebagainya;
5.11. Tahapan penelitian, produksi, dan pemasaran alsin masih
dikoordinasi oleh American Society of Agricultural Engineering (ASAE);
Daftar Pustaka
Alfan, Z., 1999. Mekanisasi, pemecahan masalah efisiensi kerja petani. http://www.indomedia.com/bpost/012000/20/opini/opini1.htm.
Bidang Infokom Imatetani Unibraw, 2010. Mekanisasi pertanian: Kini dan nanti di
Indonesia. Traksi: Nafas pergerakan Imatetani. E-magazine Ikatan
Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia. Edisi 1/Tahun I/Juli 2010.
Universitas Brawijaya. Malang, Jawa Timur.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005. Prospek dan arah
pengembangan agribisnis: Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Daywin, F. J., R. G. Sitompul, dan I. Hidayat, 1999. Mesin-mesin budidaya
pertanian di lahan kering. Bogor, Jawa Barat: Academic Development of the
Graduate Program, The Faculty of Agricultural Engineering and
Technology, Institut Pertanian Bogor. JICA-DGHE/IPB Project/ADAET:
JTA: 9a(132).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas lapang.
http://teknoperta.wordpress.com/2008/ 09/15/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-kapasitas-lapang-2/.Diakses tanggal 30 November 2010.
Handaka, 2004. Inovasi mekanisasi pertanian berkelanjutan. Suatu Alternatif
Pemikiran.
Handaka dan Joyowinoto, 2002. Proses inovasi teknologi mekanisasi pertanian di
Indonesia. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Badan
Litbang Pertanian. Bogor, Jawa Barat.Hermawan, W., 2010. Kinerja mesin-mesin pengolahan tanah untuk penyiapan penanaman di
lahan kering. Prosiding Seminar Nasional Perteta 2010, Purwokerto, 10 Juli
2010: Revitalisasi Mekanisasi Pertanian dalam Mendukung Ketahanan
Pangan dan Energi. Purwokerto, Jawa Tengah.
Joyowinoto, 2004. Pengembangan mekanisasi pertanian kinerja dan tinjauan
kelembagaan.
Kapasitas lapang dan efisiensi peralatan. http://teknoperta.wordpress.com / 2 0
0 8/0 9/1 5/ faktor-faktor-yang-mempengaruhi-kapasitas-lapang-2/.
Lisyanto, 2002. Pengembangan teknologi berbasis pertanian: Suatu modal kemandirian
dalam menghadapi era global. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://rudyct.tripod.com/sem1_023/ lisyanto.htm.
Nuswantara, B., 2002. Prospek bank pertanian di Indonesia: Kajian falsafah sains
terhadap skim kredit pertanian. Tugas Mata Kuliah Falsafah Sains. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Jawa Barat.
Politeknik Banjarnegara, 2010. Mekanisasi pertanian. Banjarnegara, Jawa
Tengah.
PSP dan Departemen Pertanian, 2003. Evaluasi dampak deregulasi agroinput.
Kerjasama PSP-IPB dan Departemen Pertanian, Jakarta.
Smith, H. P. dan L. H. Wilkes, 1996. Mesin dan peralatan usaha tani. Edisi
keenam, cetakan kedua. T. Purwadi, penerjemah. G. Tjitrosoepomo,
editor. Judl asli: Farm machinery and equipment. Sixth edition (Harris Pearson
Smith, 1976). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press (Anggota
IKAPI).
Soedjatmiko, dkk., 1995. Sejarah mekanisasi pertanian: Fakta, analisis, masa depan.
Kerjasama Asset Professional-Jurusan Mekanisasi Pertanian, Institut
Teknologi Indonesia. Serpong.
Soemangat, 2003. Kebijaksanaan transfer inovasi mekanisasi pertanian di tingkat
pedesaan untuk pengembangan agrobisnis.
Soenarto, D., P. Gardjito, M. Makbul, V. L. Tjandrakirana, dan K.
Hidajat, 1969. Mekanisasi pertanian. Djakarta: PT. Soeroengan.
Soentoro, 1998. Pengembangan mekanisasi pertanian tinjauan aspek ekonomi dan
kelembagaan. Prosiding Perspektif Pemanfaatan Mekanisasi Pertanian
dalam Peningkatan Daya Saing Komoditas. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Bogor, Jawa Barat.
The Library of Congress Country Studies, 1998. Agriculture.
http://reference. allrefer.com/ country-guide-study/southkorea
Tinjauan pustaka.Mengenal alat alat laboratorium adalah materi yang harus
dikuasai oleh seseorang yang bekerja di laboratorium. Mengenal alat alat laboratorium menjadi mutlak karena setiap praktikum kita akan mengginakan alat yang berbeda. Fungsi dari masing masing alat tersebut juga harus diketahui ddengan baik oleh semuamahasisiwa, selain itu juga ada cara kerja dari tiap tiap alat harus diketahui dengan baik. Mekanisasi pertanian diartikan secara bervariasi oleh beberapa orang. Mekanisasi pertanian diartikan sebagai pengenalandan penggunaan dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya. Secara umum mekanisasi pertanian dapat juga diartikan sebagi penerapan ilmu teknik untuk mengembangkan, mengorganisasi, dan mengendalikan operasi di dalam produksi pertanian (Robbins,2005). Ruang lingkup mekanisasi pertanian juga berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi pertanian. Ada pula yang mengartikan bahwa pada saat ini teknologi mekanisasi yang digunakan dalam proses produksi sampai pasca panen (penanganan dan pengolahan hasil) bukan lagi hanya teknologi yang didasarkan pada energi mekanis, namun sudah mulai menggunakan teknologi elektronika atau sensor, nuklir, image processing, bahkan sampai teknologi robotik. Dan digunakan baik untuk proses produksi, pemanenan, dan penanganan atau pengolahan hasil pertanian (Mugniesyah, 2006). Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja, meningkatkan produktifitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin pada proses produksi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, produktifitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani. Pengalaman dari negara-negara tetangga Asia menunjukkan bahwa perkembangan mekanisasi pertanian diawali dengan penataan lahan (konsolidasi lahan), keberhasilan dalam pengendalian air, masukan teknologi biologis, dan teknologi kimia. Penerapan teknologi mekanisasi pertanian yang gagal telah terjadi di Srilangka yang disebabkan kecerobohan
akibat penerapan mesin-mesin impor secara langsung tanpa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik pertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang melakukan modifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksi sendiri untuk digunakan oleh petani mereka ( Hamilton dkk,1996). Suatu hal yang paling mendasar yang masih belum diperhatikan dalam pengembangan teknologi pertanian di Indonesia hingga kini adalah kurang memadainya dukungan prasarana pertanian. Prasarana pertanian kita belum dikelola secara baik, sehingga masih agak sulit atau lambat dalam melakukan introduksi mesin-mesin pertanian (Robbins,2005).Pengelolaan lahan, pengaturan dan manejemen pengairan yang meliputi irigasi dan drainase, serta pembuatan jalan-jalan transportasi daerah pertanian, dan masih banyak lagi aspek lainnya yang belum disentuh secara sungguh-sungguh dan profesional.Relevansinya dengan hal tersebut, beberapa hal penting yang harusdilaksanakan antara lain adalah merencanakan atau memperbaiki kondisi lahan (konsolidasi lahan). Selain itu juga mendatangkan dan mengupayakan agar prasarana dan sarana pertanian sampai dan tersedia di lapangan tepat waktu sehingga dapat mengakselerasi pencapaian visi dan misi pertanian modern (Anonim, 2011). Pengembangan teknologi pertanian diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat kita umumnya dan petani khususnya. Dapat dipastikan bahwa jika teknologi pertanian yang cocok tersebut telah berhasil dikembangkan dan diterapkan di negara kita, maka ketahanan panganatau swasembada pangan pasti akan tercapai sehingga kemandirian dalam hal ekonomi dan politik dapat kita wujudkan (Siahan,2001). Pada akhirnya kita punya modal kemandirian minimal dalam satu aspek pangan dan beberapa aspek lainnya misalnya keutuhan bangsa dan semangat untuk berkompetesi demi kemajuan bangsa yang berdaulat dan bermartabat (Siahan,2001). Pembangunan pertanian akan bergerak dengan baik apabila mengandung 5 (lima) syarat pokok seperti , teknologi yangselalu berubah pasar bagi hasil –hasil usaha tani tersedianya saprotan secara local perangsang bagi petani transpotasi selain syarat pokok tersebut juga terdapat syarat pelancar yaitu pendidikan pembangunan kredit produksi, kegiatan bersama atau
kelompok oleh petani perbaikan dan perluasan areal lahan perencanaan nasional pembangunan pertanian (Mugniesyah, 2006).2.2 Mesin Pra Panen. Mesin pra panen untuk pertanian adalah mesin yang digunakan untuk mengelolah lahan dari lahan primer hingga pengelolahan lahan sekunder. Adapun mesin pra pertanian yang dirancang khusus untuk penanaman hingga pemeliharaan tanaman yangbiasa disebut dengan mesin alat tanam (Wijanto,2002).Traktor tangan merupakan (hand tractor) merupakan sumber penggerek dari implement (peralatan) pertanian. Biasanya traktor tangan digunakan untuk mengolah tanah. Namun sebenarnya traktor tangan ini merupakan mesin yang serba guna , karena dapat digunakan untuk tenaga penggerek implement yang lain, seperti pompa air, alat prosesing, trailer, dan lain – lain (Anonim, 2011). Selain kopling utama, ada dua kopling kemudi. Kopling kemudian terletak di bawah gigi persneleng, di pangkal poros kedua roda. Kopling kemudian dioperasikan melalui tunas kemudi kiri dan kanan. Apabila kopling kemudi kanan ditekan , maka putaran gigi persneleng tidak tersambung dengan poros roda kanan . Sehingga roda kanan akan berhenti , dan traktor tangan dapat bergerak maju mundur dengan kecepatan tertentu karena putaran poros motor penggerek disalurkan di samping roda . Ada tiga jenis roda yang digunakan pada traktor tangan, yaitu roda ban, roda besi, roda apung (roda sangkar / cage whell) .
Roda ban berfungsi untuk transportasi dan mengolah tanah kering.Bentuk permukaan roda ban beralur agak dalam untuk mencegah slip . Roda ban dapat meredam getaran , sehingga tidak merusak jalan – jalan .Roda besi digunakan untuk pembajakan di lahan kering. Sirip pada roda besi akan menancap ke tanah, sehingga akan mengurangi terjadinya slip pada saat menarik bebab berat. Roda apung digunakan pada saat pengolahan tanah basah (Mugniesyah, 2006) .Roda apung ini ada yang lebar. Ukuran roda disesuiakan dengan spesifikasi traktor .Besar kecilnya roda akan berpengaruh terhadap lajunya traktor. Poros roda traktor biasanya cukup panjang dan dilengkapi dengan beberapa lubang. Poros yang panjangini dimaksudkan untuk menyesuaikan lebar oleh implement. Pemasangan roda yang cukup lebar juga aka menjaga keseimbangan
traktor.Pemanasan roda yang cukup lebar juga menjaga keseimbangantraktor. Aplikasinya dari alat dan mesin pertanian sangat dipergunakan untuk memudahkan dalam pengerjaannya, khususnya dalam bidang pertanian.
Berkembangnya teknologi sekarang ini, menyebabkan tingkat produksi dalam pemakaiannya alsintan juga dilakukan secara modern, sehingga dapat memudahkan dalam kehidupan. Tujuan dari penggunaan alat dan mesin ini sangat diperlukan karena sangat mendukung dalam meningkatkan produktivitas pada pertanian(Anonim,2011).Untuk melaksanakan tugas dengan baik perlu peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang merupakan ujung tombak transfer teknologi kepada petani tersebut. Dari hasil evaluasi Program Pendidikan dan Latihan jarak jauh terhadap para PPL dilaporkan terdapat perkembangan yang positif dalam wawasan pengetahuan , keterampilan serta peningkatan kemampuan pengelolahan usaha pertanian masyarakat (Siahan,2001). Penerapan mekanisasi sangat berhubungan dengan kemajuan – kemajuan bidang lain dari “Agricultural Engenering” dan berbentuk dalam satu atau lebih kombinasi dari bidang – bidang tersebut. Agricultural Engenering meliputi bidang – bidangTeknik Mesin Budidya Pertanian (Farm Power and Machinery), TeknikTanah dan Air (Soil and Water Engenering), Teknik Bangunan Pertanian (Farm Structures), Teknik Pengolahan Hasil Pertanian (Agricultural Product Procesing Engenering), Teknik Pelistrikan Pertanian (Farm Electrification), dan Teknik Pengolahan Pangan (Food Engenering) (Siahan,2001).2.2. Mesin Pasca Panen Pasca panen (kegiatan setelah panen) merupakan ruas kegiatan usaha tani yang paling kritis, bukan hanya curahan tenaga kerja namun juga faktor kritis yang menyangkut masalah susut. Data BPS pada musim tanam 1986/1987 menunjukkan angka susut yang cukup besar yaitu 21,3% dari seluruh kegiatan (panen sampai penggilingan). Angka susut memang berbeda beda, namun angka nasional yang ditunjukkan oleh data BPS dapat dipakai sebagai acuan resmi nasional ( Hamilton dkk,1996). Mesin pasca panen adalah mesin yang digunakan untuk mengelolah hasil pertanian yang biasanya dirancang sesuai dengan hasil pertanian yang ada. Mesin pasca panen ini biasanya lebih mengarah
kepembuatan produk yang ingin dihasilkan. Contohnya mesin penghasil sari buah, mesin pembuat bubuk coklat, mesin pembuat mie, dan sebagainya (Hamilton dkk,1996) Alat dan mesin yang digunakan dalam pra penen dan pasca panen sangat membantu di dalam proses pertanian mulai dari pengolahan tanah sampai pada produksi pertanian. Dengan bertambahnya alat dan mesin yang canggih dapat meningkatkan produksi pertanian untuk kebutuhan konsumen yang semakin meningkat. Hal ini di pengaruhi oleh bertambahnya jumlah pendudukdi dunia, sehingga peningkatan produksi terutama tanaman pangan mendorong para ahli untuk membuat alat yang modern,agar dapat mencukupi kebutuhan hidup manusia (Siahan,2001). Teknologi Industri Pertanian didefinisikan sebagai disiplin ilmu terapan yang menitikberatkan pada perencanaan, perancangan, pengembangan, evaluasi suatu sistem terpadu (meliputi manusia, bahan, informasi, peralatan dan energi) pada kegiatan agroindustri untuk mencapai kinerja (efisiensi dan efektivitas) yang optimal. Disiplin ini menerapkan matematika, fisika, kimia/biokimia, ilmu-ilmu sosial ekonomi, prinsip-prinsipdan metodologi dalam menganalisis dan merancang agar mampu memperkirakan dan mengevaluasi hasil yang diperoleh dari sistem terpadu agroindustri. Sebagai paduan dari dua disiplin, teknik proses dan teknik industri dengan objek formalnya adalah pendayagunaan hasil pertanian (Wijanto,2002). Kemajuan para petani ini ditandai oleh banyaknya petani kita yang telah menggunakan saran-saran para penyuluh daribidang pertanian tentang bagaimana cara menggunakan mesin perontok gabah yang baik sehingga menghasilkan hasil komoditi yang sangat baik. Jika dahulunya perontokan dilakukan dengan caradibanting dan diijak-injak, sekarang mereka telah beralih menggunakan power tresher atau biasa kita sebut dengan mesin perontok gabah. Hal ini membuat pekerjaan mereka lebih mudah dan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Pengolahan gabah merupakan tahap yang penting dalam pengolahan padi sebelum dikonsumsi karena perdagangan padi dalam partai besar dilakukan dalam bentuk gabah (Robbin, 2005).Perontokan dan pengeringan. Perontokan adalah proses memisahkan gabah dari merang sedangkan pengeringan adalah proses mengurangi kadar air gabah hasil panen untuk keperluan simpan atau giling,
urutan 2 proses ini dapat dibolak-balik. Pada padi hibrida umumnya dirontokkan dulu lalu dikeringkan/dijemur sedangkan padi varietas local umumnya dikeringkan lalu dirontokkan( Wijanto, 2002). Setelah dirontokkan,gabah dimasukkan ke mesin pemecah kulit. Proses ini mengelupaskan sekam dari gabah. Hasil biji beras yang dikenal dengan Beras Pecah Kulit atau Brown Rice.Biji beras masih memiliki kulit ari (aleurone dan pericarp). Lapisan kulit ari ini umumnya dikenal dengan istilah bekatul. Aleurone adalah lapisan protein. Pada saat benih berkecambah, selaleurone akan memecah menjadi asam amino. Dipicu oleh hormon yangdipecahkan oleh embrio aleuron akan mensintesis enzim yang berguna untuk memacu perkecambahan. Pericarp adalah jaringan yangmengelilingi biji, sebagai pelindung embrio (Robbin, 2005). Berbagai penelitian membuktikan bahwa lapisan kulit ari kaya akan kandungan protein, vitamin, mineral, lemak dan serat. Oleh karena itu, membiasakan mengkonsumsi beras pecah kulit menjadi lebih sehat dan lebih baik. Akan tetapi, umumnya orang enggan memakannya karena nasi dari beras pacah kulit lebih keras, walaupun sudah lama dimask sehingga, sulit dikunyah (Wijanto,2002). Proses mengelupas kulit ari sehingga diperoleh beras putih bersih. Biji beras yang putih bersih ini sebagian besar terdiri dari pati. Petani yang menggunakan teknologi di bidang pertanian khususnya yang menggunakan mesin pertanian haruslah mampu mengetahui biaya-biaya yang ia akan keluarkan dalam pengolahan lahannya. Seperti pengeluaran untuk bahan bakar mesin,biaya perawatan mesin,biaya perawatan tanamannya, sampai upah pekerja jika ia menggunakan jasa pekerja. Hal ini sangatlah penting karena dengan mengetahui seluruh biaya pengeluaran yang telah dikeluarkan selama pengolahan lahan, maka para petani dapatmengetahui keuntungan yang akan diperolehnya nanti (Robbin,2005). Mesin evaporator vakum adalah mesin yang biasa dipakaiuntuk mengurangi kadar air suatu bahan yang berbentuk cair. Prinsip kerja dari mesin ini adalah tanpa pemanasan langsung, suhu biasa diatur sesuai dengan keinginan. Penggunaan suhu rendahdisertai dengan vakum, akan menjaga nutrisi/gizi produk tidak hilang atau rusak. Mesin separator sentrifugal (sentrifus) berfungsi untuk memisahkan cairan dari cairan yang berbeda,
seperti air dan minyak pada proses pembuatan VCO (Wijanto,2002).
Beberapa kasus pada pengolahan kakao dan kopi, juga memberikan indikasi, bahwa penggunaan alat dan mesin untuk sortasi, pengeringan, dan penanganan primer hasil kakao dan kopi mampu meningkatkan kualitas 10 hasil dan pada akhirnya mengangkatnilai tambah hasil pertanian Dalam sistem agribisnis yang terbagidalam empat sub sistem yaitu sub sistem agribisnis hulu sampai pada sub sistem agribisnis hilir (pengolahan dan pemasaran), peran alat dan mesin pertanian diperlukan(Anonim,2011).Faktor – faktor pra panen yang diketahui berdampak pada cita rasaproduk hortikultura termasuk lingkungan , praktek budaya , bahan kimia yang digunkan serta faktor unsure hara . Pengaruh iklim terhadap cita rasa buah dan sayur juga telah banyak dilaporkan. Diketahui bahwa musim berpengaruh besar terhadap tinngkat kepedesaan pad bawang merah ( Hamilton dkk,1996) Terdapat banyak faktor pra – panen yang dapat mempengaruhi mutu pasca panen buah dan sayur, terutama pengaruhnya terhadap penampakan , kekerasan dan cita rasa. Faktor-faktor biologi , fisilologi , lingkungan , dan budidaya. Kerusakan – kerusakan yang terjadi selama proses produksi , benda– benda asing yang tidak diinginkan yang tercampur pada produk hortikultura dan residu bahan kimia serta variasi genetic (Anonim, 2011).Untuk tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) teknologi mekanisasi yang ada di pasar sebenarnya sudah tersedia cukup dengan suplai yang cukup. Namun demikian, masalah manajemen sistem mekanisasi menjadi faktor kendala yang perlu diperhatikan,bidang ini tidak banyak mendapat perhatian sebagai bidang sains dan perekayasaan. Pada masa sekarang dengan keinginan dan keutuhan untuk menuju ke produktivitas, efisiensi, kualitas dan nilai tambah, sistem manajemen/sistem enjinering mekanisasi pertanian perlu mendapatkan perhatian bagi peneliti/perekayasa mekanisasi, penyuluh dan praktisi yang bergerak di bidang mekanisasi (Mugniesyah, 2006). Sebagai contoh dalam tahap penanganan dan pengolahan hasil pertanian, masalah hasil samping dan limbah perlu mendapat perhatian lebih banyak. Komoditi pertanian mempunyai prospek baik serta bersifat renewable. Sebagai contoh
adalah sabut kelapa dan cangkang sawit dan sekam padi yang umumnya hanya dibakar. Teknologi pirolis dapat menambah nilai uang limbah dan dikembalikan lagi kepada usaha tani dalam bentuk yang lain.
II. Maksut dan tujuan1. Untuk mengetahui fungsi alat2. Untuk mengetahui cara penggunaanya3. Mengetahui bagian alat tersebut
III. METODEOLOGITempat pelaksanaan.Adapun tempat pelaksanaan praktikum mekanisasi pertanian dengan acara pengenalan alat dilakukan di laboratorium fakultas pertanian ,universitas tidar magelang.
Alat dan bahan.Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain, kertas, pensil,penghapus,sprayer,pisau stek,pisau sadap,pisau gores,gunting stek,sabit,skop,cangkul.
Langkah kerja.-mengamati bagian bagian alat- menggambar secara deatail- identifikasi bagian baianya- membuat laporan.
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN TRAKTOR
I. TINJAUAN PUSTAKA. traktor adalah kendaraan khusus dirancang untuk
memberikan tinggi traksi (atau torsi) pada kecepatan lambat,
untuk keperluan pengangkutan sebuah trailer atau mesin yang
digunakan dalam pertanian atau konstruksi . Paling umum, istilah
ini digunakan untuk menggambarkan pertanian kendaraan yang
menyediakan tenaga dan traksi untuk memekanisasi tugas pertanian,
khususnya (dan awalnya) pengolahan tanah tetapi sekarang berbagai
macam tugas. Pertanian mengimplementasikan dapat ditarik di
belakang atau dipasang pada traktor, dan traktor juga dapat
menyediakan sumber daya jika menerapkan adalah mekanik.
Penggunaan lain istilah umum, " unit traktor ", menggambarkan
unit daya dari truk trailer-semi (truk diartikulasikan).
Traktor Kata diambil dari bahasa Latin , yang merupakan kata
benda agen dari trahere "untuk menarik". Penggunaan tercatat
pertama dari kata yang berarti "sebuah mesin atau kendaraan untuk
menarik kereta atau bajak" terjadi pada tahun 1901, menggusur
sebelumnya panjang motor traksi (1859).
Di Inggris , Irlandia , Australia , India , Spanyol ,
Argentina , dan Jerman kata "traktor" biasanya berarti "traktor
pertanian", dan penggunaan "kata" traktor untuk berarti jenis
lain kendaraan akrab bagi perdagangan kendaraan tapi tidak
familiar untuk sebagian besar masyarakat umum. Di Kanada dan AS
kata juga dapat merujuk kepada jalan traktor porsi trailer
traktor truk .
Traktor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai roda
dua , dua-wheel drive dengan roda depan membantu, roda empat
(sering dengan kemudi diartikulasikan), atau traktor lagu (dengan
baik dua atau empat lagu karet bertenaga).
Traktor pertanian klasik terbuka sederhana kendaraan ,
dengan dua penggerak roda sangat besar pada poros di bawah ini
dan sedikit di belakang kursi tunggal (kursi dan kemudi roda
akibatnya di tengah), dan mesin di depan pengemudi, dengan dua
steerable roda di bawah kompartemen mesin. Desain dasar tetap
tidak berubah selama beberapa tahun, namun taksi tertutup
dipasang pada hampir semua model modern, untuk alasan keselamatan
operator dan kenyamanan.
Pada beberapa daerah dengan atau basah tanah berat,
khususnya di Central Valley of California, yang "Caterpillar"
atau "crawler" jenis traktor dilacak menjadi populer pada 1930-
an, karena traksi unggul dan pengapungan. Ini biasanya bermanuver
melalui penggunaan pedal rem berbalik dan cengkeraman melacak
terpisah dioperasikan oleh tuas daripada roda kemudi.
Berbagai traktor pertanian khusus telah dikembangkan untuk
keperluan tertentu. Ini "baris tanaman" meliputi traktor dengan
disesuaikan tapak lebar untuk memungkinkan traktor untuk
mewariskan baris jagung, tomat atau tanaman lainnya tanpa
menghancurkan tanaman, "Wheatland" atau "standar" traktor dengan
roda tetap non-adjustable dan pusat yang lebih rendah gravitasi
untuk membajak dan lainnya bekerja medan berat untuk tanaman
siaran, dan "tinggi tanaman" traktor dengan disesuaikan tapak dan
peningkatan ground clearance, sering digunakan dalam budidaya
kapas dan lainnya operasi baris tanaman tinggi tanaman yang
tumbuh, dan "traktor utilitas", biasanya traktor kecil dengan
pusat gravitasi rendah dan jari-jari berputar pendek, digunakan
untuk tujuan umum sekitar tanah beserta rumah-rumah pertanian
tersebut. Banyak utilitas traktor digunakan untuk grading non-
pertanian, pemeliharaan lansekap dan tujuan penggalian, terutama
dengan loader, backhoes, garpu palet dan perangkat sejenis. taman
kecil atau rumput traktor dirancang untuk dan semi-pedesaan
berkebun pinggiran kota dan pemeliharaan lansekap juga ada dalam
berbagai konfigurasi.
Beberapa jenis traktor pertanian yang ditemukan di tempat
lain daripada pertanian: dengan berkebun 'departemen universitas
besar, di taman publik, atau untuk digunakan pekerja jalan raya
dengan obor silinder terikat di sisi-sisinya dan bor pneumatik
udara kompresor permanen diikat selama nya power take-off . Hal
ini juga sering dilengkapi dengan rumput (rumput) ban yang kurang
merusak permukaan lunak daripada ban pertanian.
Ruang teknologi telah dimasukkan ke dalam pertanian dalam
bentuk GPS perangkat, dan kuat on-board komputer diinstal sebagai
fitur opsional pada traktor pertanian. Teknologi ini digunakan
dalam modern, pertanian presisi teknik. The -spin off dari ruang
perlombaan telah benar-benar difasilitasi otomatisasi dalam
membajak dan penggunaan sistem autosteer pesawat tak berawak pada
traktor yang berawak tetapi hanya mengarahkan pada akhir baris,
gagasan untuk tidak tumpang tindih dan penggunaan bahan bakar
lebih dan tidak meninggalkan goresan saat melakukan pekerjaan
seperti budidaya .
Daya tahan dan mesin traktor membuat mereka sangat cocok
untuk tugas-tugas rekayasa. Traktor dapat dilengkapi dengan alat-
alat teknik seperti pisau dozer , ember , cangkul , ripper, dan
sebagainya. Yang paling umum lampiran untuk bagian depan traktor
adalah dozer blade atau ember . Ketika terpasang dengan alat-alat
teknik traktor disebut kendaraan rekayasa .
Sebuah buldoser adalah traktor tipe track terpasang dengan
pisau di depan dan satu-winch belakang tali. Buldoser adalah
traktor sangat kuat dan memiliki tanah terus-sangat baik, sebagai
tugas utama mereka adalah untuk mendorong atau tarik hal.
Buldoser telah dimodifikasi lebih lanjut dari waktu ke waktu
untuk berevolusi menjadi mesin baru yang mampu bekerja dengan
cara bahwa bulldozer yang asli tidak bisa. Salah satu contohnya
adalah bahwa loader traktor diciptakan dengan menghapus pisau dan
menggantikannya ember volume besar dan lengan hidrolik yang dapat
menaikkan dan menurunkan ember, sehingga membuat itu berguna
untuk meraup bumi, batu dan material lepas yang serupa untuk
memuat ke truk.
Sebuah depan loader atau loader adalah sebuah traktor dengan
alat rekayasa yang terdiri dari dua lengan bertenaga hidrolik
pada kedua sisi kompartemen mesin depan dan mengimplementasikan
miring. Ini biasanya sebuah kotak terbuka lebar disebut ember
tapi lampiran umum lainnya adalah garpu palet dan penggenggam
bale.
modifikasi lain pada buldoser asli meliputi pembuatan mesin
yang lebih kecil untuk membiarkannya beroperasi di wilayah kerja
kecil di mana gerakan terbatas. Ada juga loader roda kecil, resmi
disebut Skid-steer loader tetapi dijuluki " Bobcat "setelah
produsen asli, yang sangat cocok untuk proyek-proyek penggalian
kecil di daerah terbatas.
Powered pertanian pertama mengimplementasikan pada abad ke-
19 awal adalah mesin portable - uap mesin pada roda yang dapat
digunakan untuk menggerakkan mekanik mesin pertanian dengan cara
sabuk yang fleksibel. Sekitar tahun 1850, yang pertama mesin
traksi dikembangkan dari ini, dan banyak digunakan untuk
pertanian. Traktor pertama bertenaga uap mesin membajak . Mereka
digunakan dalam pasang, diletakkan di kedua sisi lapangan untuk
mengangkut seorang bajak bolak-balik antara mereka menggunakan
kabel kawat. Dimana kondisi tanah diizinkan (seperti di Amerika
Serikat) traktor uap digunakan untuk mengarahkan-haul bajak,
namun di Inggris dan di tempat lain mesin membajak digunakan
untuk kabel-diangkut membajak gantinya. Uap bertenaga mesin
pertanian tetap digunakan hingga abad ke 20 sampai mesin
pembakaran internal dapat diandalkan telah dikembangkan.
A. Mekanisasi pertanian
Perkembangan zaman dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan
teknologi memiliki dampak yang luar biasa terhadap kehidupan manusia.
Manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi untuk berfikir akan
selalu mengembangkan sesuatu hal agar menjadikan kehidupannya menjadi
lebih baik. Oleh karena itu, proses perubahan akan terus berjalan.
Penggunaan alat dan mesin pertanian sudah sejak lama digunakan dan
perkembangannya mengikuti dengan perkembangan kebudayaan manusia. Pada
awalnya alat dan mesin pertanian masih sederhana dan terbuat dari batu
atau kayu kemudian berkembang menjadi bahan logam. Susunan alat ini
mula-mula sederhana, kemudian sampai ditemukannya alat mesin pertanian
yang komplek. Dengan dikembangkannya pemanfaatan sumber daya alam
dengan motor secara langsung mempengaruhi perkembangan dari alat mesin
pertanian (Sukirno, 1999).
Sesuai dengan defenisi dari mekanisasi pertanian (agriculture
mechanization), maka penggunaan alat mekanisasi pertanian adalah untuk
meningkatkan daya kerja manusia dalam proses produksi pertanian dan
dalam setiap tahapan dari proses produksi tersebut selalu memerlukan
alat mesin pertanian (Sukirno, 1999).
Mekanisasi pertanian merupakan introduksi dan penggunaan alat
mekanis untuk melaksanakan operasi pertanian. Mekanisasi pertanian
disebut juga sebagai aplikasi ilmu engenering untuk mengembangkan,
mengorganisir dan mengatur semua operasi (MJ, 2011).
Hasil-hasil pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan harus memiliki
penanganan pasca panen yang baik. Penanganan yang dilakukan diusahakan
memperhatikan tingkat standarisasi mutu yang diizinkan. Penanganan
yang tidak baik akan berdampak pada kualitas bahan yang buruk, harga
jual yang rendah, serta dapat menimbulkan kerugian bagi para produsen
hasil-hasil pertanian tersebut.
Setiap perubahan usaha tani melalui mekanisasi didasari tujuan
tertentu yang membuat perubahan tersebut bisa dimengerti, logis, dan
dapat diterima. Diharapkan perubahan suatu sistem akan menghasilkan
sesuatu yang menguntungkan dan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Secara umum, tujuan mekanisasi pertanian adalah :
a. mengurangi kejerihan kerja dan meningkatkan efisiensi tenaga
manusia
b. mengurangi kerusakan produksi pertanian
c. menurunkan ongkos produksi
d. menjamin kenaikan kualitas dan kuantitas produksi
e. meningkatkan taraf hidup petani
f. memungkinkan pertumbuhan ekonomi subsisten (tipe pertanian
kebutuhan keluarga) menjadi tipe pertanian komersil (comercial
farming)
Tujuan tersebut di atas dapat dicapai apabila penggunaan dan
pemilihan alat mesin pertanian tepat dan benar, tetapi apabila
pemilihan dan penggunaannya tidak tepat hal sebaliknya yang akan
terjadi (Rizaldi, 2006). Perubahan-perubahan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang dilakukan pemerintah sekarang
berjalan dengan diarahkan pada semua sektor. Tidak terkecuali sektor
pertanian. Pertanian memiliki peranan yang sangat penting bagi
kesejahteraan rakyat. Berhasilnya sektor pertanian akan berdampak pada
ketahanan pangan.
Ilmu mekanisasi Pertanian adalah bagian dari industri pertanian hari
ini yang penting karena produksi yang efisien dan pengolahan bahan-
bahan tergantung pada mekanisasi.
Oleh karena itu, mayoritas pekerja bekerja pada bidang keduanya baik
di lahan maupun di pemasaran hasil-hasil pertanian yang membutuhkan
keahlian-keahlian yang memungkinkan mereka untuk mengoperasikan,
mempertahankan, dan memprebaiki mesin dan peralatan. (Shin and Curtis,
1978).
Menurut Hardjosentono dkk (1996) peranan mekanisasi pertanian
dalam pembangunan pertanian di Indonesia adalah:
1. Mempertinggi efisiensi tenaga manusia
2. Meningkatkan derajat dan taraf hidup petani
3. Menjamin kenaikan kuantitas dan kualitas serta kapasitas produksi
pertanian
4. Memungkinkan pertumbuhan tipe usaha tani yaitu dari tipe pertanian
untuk kebutuhan keluarga(subsistence farming) menjadi tipe pertanian
perusahaan (commercial farming)
5. Mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari sifat agraris
menjadi sifat industri.
Namun dari segi tujuan dan peranan mekanisasi di Indonesia sangat
tidak dapat berjalan dengan lurus, masih banyak hambatan-hambatan yang
di hadapi oleh petani di Indonesia.
B. DAMPAK MEKANISASI
Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau
akibat. Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan
biasanya mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun
dampak negatif. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah
pelaksanaan pengawasan internal. Seorang pemimpin yang handal sudah
selayaknya bisa memprediksi jenis dampak yang akan terjadi atas sebuah
keputusan yang akan diambil.
Menurut kamus besar Indonesia Dampak adalah pengaruh kuat yang
mendatangkan akibat, baik negatif maupun positif.
Jadi dampak dari mekanisasi itu sendiri ialah pengaruh atau
akibat introduksi dan penggunaan alat mekanis untuk melaksanakan
operasi pertanian yang dapat berakibat positif maupun negative di
dalam masyarakat tani Indonesia. Beberapa dampak dari mekanisasi yang
ditinjau dari beberapa segi antara lain :
1. Ditinjau Dari Segi Ketenaga kerjaan.
Mempunyai cadangan tenaga kerja yang terampil serta fleksibel
karena terus menerus mau mendalami kemajuan, dan mendapatkan pelatihan
dan penyuluhan yang berkelanjutan, yang sewaktu-waktu dapat
dimanfaatkan didalam sektor industri (industri pertanian—agro industri
ataupun sector lainnya). Transformasi struktural dalam tenaga kerja
tersebut dari sektor pertanian ke sektor yang lain itu merupakan
akibat yang wajar dari peningkatan produktifitas di dalam sektor
pertanian.
Kontribusi mekanisasi pertanian untuk tanaman pangan ditandai
dengan meningkatnya kebutuhan tenaga kerja pada pengolahan lahan,
karena makin langkanya tenaga kerja manusia dan ternak pada daerah
daerah beririgasi yang mempunyai intensitas tanam tinggi. Disamping
itu, faktor budidaya tanam padi varietas unggul, memerlukan
keserempakan tanam untuk dalam satu kawasan luas, untuk menghindari
serangan hama dan memutus siklus hama. Oleh karena itu, volume
pekerjaan menjadi meningkat waktu pengolahan lahan singkat sehingga
jumlah curahan tenaga kerja untuk kegiatan tersebut meningkat.
Kasus diatas dibuktikan dengan tingkat pertumbuhan 18% pada
traktor, dan terutama didominasi oleh traktor kecil. Di Jawa, meskipun
penduduknya lebih padat dari pulau pulau lain, populasi traktor pada
tahun 2000 mencapai 50% dari total populasi di Indonesia atau sekitar
49,000 unit dari 101,000 unit. Dari 50% tersebut, propinsi Jawa Barat
dengan luas areal sawah 1.2 juta hektar memiliki populasi traktor
terbanyak, diikuti oleh propinsi Jawa Tengah, kemudian propinsi Jawa
Timur .
Didaerah lain, traktor makin tahun juga meningkat jumlahnya,
terutama pada daerah daerah yang mempunyai irigasi lebih baik seperti
Sulawesi Selatan, Bali, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, dan
Lampung. Namun demikian belum dapat diduga parameter statistiknya
antara perkembangan traktor dan intensitas tanam disuatu wilayah,
namun dapat diduga bahwa mekanisasi pengolahan lahan akan sangat
berkorelasi dengan jumlah lahan sawah irigasi dan intensitas tanamnya.
Pada kasus perluasan areal tanaman pangan, dapat disebutkan
peranan pompa air irigasi, terutama untuk wilayah wilayah yang
mempunyai air tanah dangkal didaerah Sragen (Jawa Tengah), Ngawi,
Kediri, dan Madiun di Jawa Timur. Pompa air memungkinkan perubahan
pola tanam 1 kali menjadi 2 atau lebih dalam setahun. Peningkatan
intensitas tanam tersebut dimungkinkan karena faktor air sebagai
kendala utama dapat dipecahkan, dan sekaligus meningkatkan kesempatan
kerja, karena bertambahnya jumlah tanaman per tahun. Namun demikian,
meskipun input teknologi pompa air-nya sendiri hanya memberikan margin
keuntungan yang sedikit, karena biaya air tidak sesuai dengan biaya
pokok yang harus ditanggung oleh pompa air (Ditjentan, 1979; Balai
Besar, 2000, Ditjen
Tananam Pangan 2000).
Akan tetapi walaupun melimpahnya ketersediaan tenaga kerja di
perdesaan kondusif bagi pertumbuhan sektor pertanian, namun di sisi
lain merupakan beban bagi sektor pertanian karena pendapatan buruh
tani dan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian semakin sulit
ditingkatkan. Selain itu, melimpahnya tenaga kerja di sektor pertanian
justru menciptakan persoalan baru yaitu terjadinya fragmentasi lahan
dan menurunnya luas penguasaan lahan per rumah tangga yang akan
melahirkan lebih banyak kemiskinan di sektor pertanian untuk masa yang
akan datang. Sebagai akibatnya, penduduk miskin di sektor pertanian
akan melimpah pula.
2. Ditinjau Dari Segi Sosial Budaya Dan Agama
Dengan mekanisasi pertanian yang modern dan berwawasan agribisnis
dikembangkan dan dibangun dari pertanian tradisionil melalui proses
modernisasi. Pada prinsipnya, modernisasi menuntut terjadinya
perubahan dan pembaharuan sistim nilai dan budaya. Modernisasi berarti
melakukan reformasi terhadap norma dan budaya yang tidak sesuai lagi
dengan perubahan zaman, kurang produktif, kurang efisien dan tidak
memiliki daya saing. Perubahan tersebut perlu waktu, harus terjadi
dalam lingkup integral dan tidak hanya mencakup aspek-aspek teknis,
ekonomis, politis melainkan juga aspek penghidupan sosio-kulturil.
Pengembangan mekanisasi pertanian dan teknologi pasca panen yang
mampu memberikan kontribusi optimal kepada pembangunan sistem dan
usaha agribisnis. Dimana pengembangan tersebut bertujuan untuk
memberikan landasan yang kuat bagi berlangsungnya pengembangan
mekanisasi pertanian, sebagai wahana perubahan budaya pertanian
tradisional ke budaya pertanian industrial atau modern.
Adanya modernisasi mekanisasi/ tekhnologi pertanian di satu sisi
mengakibatkan naiknya tingkat rasionalitas (nilai tiori), orientasi
ekonomi dan nilai kuasa,sementara pada sisi lain modernisasi
mengakibatkan lunturnya nilai-nilai kepercayaan (nilai agama), nilai
gotong royong (solidaritas) dan nilai seni mengalami komersialisasi.
Modernisasi dapat juga menaikan semua nilai budaya yang di uraikan di
atas. Kenyataan memperlihatkan bahwa nilai yang sangat dominant
mengalami pergeseran adalah naiknya tingkat rasinolitas (nilai tiori),
orientasi financial (nilai ekonomi) sebagai dampat kebijaksanaan
pembangunan yang lebih memprioritaskan pembangunan ekonomi yang
diikuti oleh pesatnya penerapan ilmu dan technologi. Sehinga
pergeseran nilai dan peransosial budaya terjadi, karena modernisasi
menururt Schoorl (1991) tidak sama persis dengan pembangunan.
Modernisasi lebih banyak diwarnai oleh gejala perubahan tekhnologi dan
berkembangnya ekonomi pasar. Sedangkan pembangunan lebih menitik
beratkan pada adanya perubahan struktur masyarakat.
Dahulu, sebelum ada dan diterapkanya teknologi biologis dan teknologi
biokimia, mulai dari pembukaan dan pengolahan lahan, menggarap
sawah/ladang sampai pada menjelang dan pasca panen, nilai agama
(kepercayaan) selalu mendominasi setiap langkah para petani. Kenyataan
ini dapat dibuktikan dengan adanya kebiasan para petani yang mencari
dan menentukan hari dan bulan baik untuk bercacok tanam dan memanen
hasil pertaniannya. Sebelum pelaksanaan panen padi misalnya, di
sekeliling sawah/ladang selalu didahului dengan acara do’a dan
selamatan bersama agar hasil panenya meningkat dan mendapatkan
perlindungan dan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Eksistensi nilai agama (kepercayaan) tersebut, setelah hadir dan
diterapkanya teknologi biologis dan biokimia, telah bergeser dan
bahkan ada yang telah hilang sama sekali diganti oleh nilai-nilai yang
bersifat rasional. Wawasan dan cara berfikir mereka menjadi lebih
terbuka bahwa meningkatnya hasil panen tidak semata-mata ditentukan
oleh dilaksanakanya do’a selamatan disekeliling sawah/ladang,tetapi
ditentukan oleh penanaman bibit unggul, cara pengolahan, penggunaan
pupuk, pemberantasan hama sampai kepada penanganan pasca panen. Hal
ini menunjukan bahwa cara dan tingkat rasionalitas berfikir mereka
semakin meningkat dan bertambah maju, sementara nilai-nilai agama
(kepercayaan) makin luntur dan memudar.
Majunya cara berfikir diatas didukung oleh adanya pelaksanaan program
pemerataan pendidikan melalui kejar paket , wajib belajar dan media
masa secara pasti mampu mengajak masyarakat untuk berfikir dan
bertindak berdasar logika (nilai teori). Artinya baik buruknya sesuatu
tidak lagi berdasarkan pada nilai-nilai kepercayaan. Fenomena ini
tanpak jelas pada pola tingkah laku mereka sebagai refleksi dari cara
berfikirnya yang telah mengalami pergeseran.
Sebelum adanya program mekanisasi, para petani menggarap sawahnya
dengan menggunakan tenaga kerbau atau sapi. Sekarang ;lahan pertanian
sudah digarap dengan bantuan mesin (menyewa traktor milik pemodal).
Demikian juga dalam pelaksanaan panen yang dulunya banyak melibatkan
para tetangga memangterlihat tidak efesien-dengan adanya tresser
(mesin perontok padi) penggunaan tenaga manusia menjadi berkurang.
Penggunaan alat ini disatu sisi memang menguntungkan, tapi disisi lain
pola hubungan antar masyarakat petani, jelas merenggankan kohesi
social, dan secara ekologis karena gabahnya tidak ada yang tercecer
menyebabkan populasi burung menurun atau bermigrasi ketempat lain.
Padahal keberadan burung merupakan salah satu mata rantai makanan
dalam suatu ekosistem masyarakat petani.
Dahulu, nilai gotong royong sangat terasa sekali, jika ada tetangga
yang melaksanakan hajatan. Ketika petani mau menanam padi atau kedelai
di ladang atau panenan, pasti tidak bayar, upahnya hanya makan pagi
dan siang atau makan kecil. Jadi, kalau ada diantara mereka menanam
atau memanen, maka warga yang lainnya ikut gotong royong dan begitu
sebaliknya, terjadi semacam barter tenaga. Sekarang keadaanya telah
bergeser, kalau mau bercocok tanam atau panenan sudah harus
memperhitungkan upah. Bahkan sekarang jika ada gentong dipukul untuk
menggotong rumah tetangga, banyak orang yang berfikir praktis, cukup
memberi uang dan tidak udah ikut gotong royong. Persoalanya mengapa
hal ini terjadi ?
Adanya desakan ekonomi pasar yang kuat, memang terlalu sulit dan
berat untuk mempertahankan model gotong royong seperti diatas, dan
memang tidak harus dipertahankan benar-asal proporsional. Pola pikir
praktis dengan hanya memberi uang tanpa mau terlibat gotong royong
jelas merupakan pertanda erosi nilai dan munculnya nilai baru yakni
indivualisme pada masyarakat perdesaan, Munculnya nilai individualisme
ini terjadi karena semakin terbatasnya kepemilikan tanah yang banyak
dikuasai oleh tuan tanah lokal atau masuknya petani berdasi dari
kota.Jika dahulu yang namanya pekulen itu sampai dilempar orang
kampung karena tidak membayar pajak pada pemerintah. Banyak pekulen
Yang memiliki sawah 1–2 Ha malas menggarapnya, karena kebanyakan
tanah, tapi sekarang semua pada lapar tanah, bahkan banyak juga orang
kota datang untuk menggusur orang desa untuk memperluas daerah
bisnisnya. Dari sini lalu tumbuh benih–benih individualisme di
kampung–kampung yang dulu damai dan penuh kekerabatan.
Benih-benih individualisme di atas banyak dicontohkan oleh orang–
orang kampung yang relatif terpelajar. Diantara mereka sekarang banyak
membuat pagar tembok sekeliling rumahnya dan ada juga yang membuat
dasar lantai rumah yang tinggi, padahal dulu perbuatan ini dianggap
angkuh dan dinilai tidak memiliki rasa kebersamaan. Jadi rasa
kebersmaan yang dulu ada di kampung, sekarang tidak terlihat lagi,
kalau di kota barangkali hal ini dapat dimengerti.
Dahulu jika ada orang yang hendak bertransmigrasi atau pindah tempat
tinggal, itu pasti ditangisi oleh warga kampungnya. Keadaan sekarang
sudah berubah, hendak pergi jauh atau mau pindah ke mana, mereka sudah
tidak perduli, bahkan merasa bersyukur supaya kampung lebih sepi dan
luas. Jadi rasa kegotong–royongan itu bukan saja sudah tererosi, tapi
malah lebih sedikit dari sisa yang tererosi itu.
Fenomena di atas menjadi indikasi bahwa nilai gotong –
royong,nilai solidaritas sosial di perdesaan telah menurun tajam,
sedangkan nilai kuasa semakin meningkat dan menguat. Penguatan nilai
kuasa ini dapat dilihat dari kondisi riil bahwa para petani dipedesaan
telah menggunakan kuasanya dalam menggarap sawahnya, memanen padi,
menyewa traktor dan dalam berbagai kegiatan lainnya, yang sebelumnya
mungkin karena ikatan-ikatan tradisional harus mereka kerjakan dengan
mengikutsertakan petani tetangga atau petani sedesanya. Keadaan ini
menjadi pertanda yang jelas bahwa masuknya teknologi mekanisasi
pertanian memang menguntungkan sekaligus juga menumbuhkan benih–benih
individualisme masyarakat petani yang sebelumnya hanya ada sedikit
atau bahkan tidak ada sama sekali.
Nilai seni di masyarakat-pun mengalami pergeseran ke arah
komersialisasi, padahal dulu seni lebih didominasi oleh rasa seni dan
keindahan, terlepas dari pertimbangan material. Wayang kulit, wayang
golek atau bentuk kesenian rakyat lainnya, kini sudah banyak diberi
pesan sponsor, sehingga tidak lagi menghasilkan kesenian yang bermakna
dalam memberi kontribusi nilai kepada kehidupan, bahkan dengan adanya
pesan – pesan sponsor, nilai kesenian menjadi jelek dan tidak mandiri
lagi.
Dahulu, kesenian ronggeng tidak bayar, habis penen langsung
mengadakan pentas ronggeng dan penonton secara sukarela menyumbang
langsung. Tapi ronggeng sekarang sudah pasang tarif, demikian juga
dalang. Jadi seni sudah mengalami komersialisasi yang sangat parah,
kesenian kampung menjadi tidak asli lagi, karena pola konsumerisme
sudah besar dan merambah kemana mana.
3. Ditinjau Dari Segi pengolahan Pembangunan
Mekanisasi pertanian dan Teknologi Pasca Panen merupakan wahana
untuk transformasi dari pertanian tradisional ke arah pertanian dengan
budaya industri. Dan juga mekanisasi merupakan sebagai suatu sub
sistem IPTEK memiliki arti yang sangat strategis, karena dengan
(mekanisasi pertanian ) termasuk teknologi pasca panen), akan didorong
pergeseran kearah produktivtas dan efisiensi usaha tani tradisional ke
usaha tani komersial atau modern.Adanya pengembangan kelembagaan
mekanisasi pertanian dipedesaan. Dimana kelembagaan bukan terbatas
hanya pada institusi fisik seperti organisasi pemerintah, namun juga
berkaitan dengan supporting system yang dibutuhkan untuk melayani
pengembangan mekanisasi pertanian dan teknologi pasca panen. Antara
lain adalah keberadaan kelompok tani desa, asosiasi pengusaha,
dealership, UPJA, lembaga kredit atau keuangan desa, lembaga penjamin
kredit desa, asuransi ( jika appropriate pada saatnya), bengkel dan
industri perawatan dan pemeliharaan yang perlu dihidupkan. Sehingga
dengan adanya lembaga lembaga tersebut, keberlanjutan operasi
mekanisasi pertanian dipedesaan dapat dijamin berlangsung terus. Juga
pengentasan kemiskinan dan penghapusan kelaparan hanya dapat dilakukan
melalui pembangunan dan pengembangan mekanisasi pertanian dan
perdesaan yang berkelanjutan, yang dapat meningkatkan produktivitas
pertanian, produksi pangan dan daya beli masyarakat.
Bersamaan dengan penerapan berbagai macam teknologi pertanian di
perdesaan, pemerintah juga memperkenalkan program pembangunan desa
melalui bantuan desa. Pada program ini, pemerintah tidak membenarkan
lagi proyek-proyek desa dilaksanakan secara gotong royong tanpa
disertai dengan imbalan gaji/upah. Akibatnya, dalam mengerjakan sawah,
nilai tolong menolong (gotong royong) pun juga sudah lebih sedikit
jika dibandingkan dengan dua atau tiga puluh tahun yang lalu.
Pembangunan sekarang ini semakin menjauhkan jarak antara yang
kaya dan yang miskin. Petani kaya dengan modal 2 Ha tanah semakin enak
dan kaya , karena tanahnya disewakan jutaan rupiah pertahun dengan
tanpa resiko rugi. Sebaliknya petani miskin bertambah miskin dan
susah. Hendak naik gunung saja, sekarang jangankan kayu, daun jati
saja sudah tidak boleh diambil, karena sudah dikuasai oleh pemegang
HPH dari kota. Akibatnya, petani miskin mati kelaparan di Negaranya
yang subur.
Pembangunan sektor pertanian telah membawa pergeseran nilai dan
perilaku keagamaan dan sosial budaya masysarakat petani. Hal ini
tampak pada semakin meningkatnya orientasi ekonomi dan rasionalitas
berpikir masyarakat petani, sementara nilai kepercayaan dan rasa
solidaritas, kegotongroyongan terlihat sermakin luntur, bahkan sangat
mungkin akan hilang sama sekali.
Sekalipun demikian, pergeseran nilai dan perilaku keagamaan dan sosial
budaya tidak semuanya buruk (negatif). Kecuali sebagai intensitas
pelaksanaan pembangunan di satu sisi, pergeseran nilai sosial budaya
bahkan- mungkin- menjadi kekuatan pendorong bagi keberhasilan
pembangunan sektor pertanian.
Pergeseran nilai dan perilaku keagamaan dan sosial budaya juga
dapat menjelaskan seperti mengapa partisipasi masyarakat perdesaan
dalam kegiatan pembangunan rendah. Partisispasi ini mungkin dapat di
tingkatkan dengan menyesuaikan nilai dan perilaku keagamaan dan sosial
budaya yang berlaku di masyarakat tersebut.
Adanya pergeseran nilai dan perilaku keagamaan dan sosial budaya ini
juga mengisaratkan kuatnya harapan masyarakat perdesaan untuk menuju
perbaikan taraf kehidupan mereka. Oleh karena itu, dalam melakukan
program pemberdayaan masyarakat pedesaan, kecuali perlunya perhatian
terhadap aspirasi masyarakat yang tercermin dalam nilai dan perilaku
keagamaan dan sosial budaya mereka pada saat ini, juga perlu dan harus
melakukan transformasi nilai dan ilmu pengetahuan terlebih dahulu yang
sesuai dengan modernisasi, sehingga pelaksanaan program pembangunan
(pemberdayaan masyarakat pedesaan) dapat mengena pada sasaran yang
diinginkan.
4. Ditinjau Dari Segi Sosial Ekonomi
Berbagai studi menyebutkan, bahwa alat dan mesin pertanian
memiliki kaitan sangat erat dengan dinamika sosial ekonomi dari sistem
budidaya pertaniannya. Sumbangan alat dan mesin pertanian dalam
pembangunan pertanian dapat diukur pada berbagai kasus, misalnya
penggunaan pompa ai tanah di Jawa Imur yang mampu merubah pola tanam
dari padi-bero menjadi padi - padi atau padi – palawija palawija.
Demikian pula penggunaan mesin perontok padi yang menurunkan susut
panen dari > 5% menjadi kurang dari 2%. Penelitian terhadap perbaikan
dan penyempurnaan mesin penggilingan padi mampu menaikkan rendemen
giling cukup. Dan juga beberapa kasus pada pengolahan kakao dan kopi,
juga memberikan indikasi, bahwa penggunaan alat dan mesin untuk
sortasi, pengeringan, dan penanganan primer hasil kakao dan kopi mampu
meningkatkan kualitas hasil dan pada akhirnya mengangkat nilai tambah
hasil pertanian Dalam sistem agribisnis yang terbagi dalam empat sub
sistem yaitu sub sistem agribisnis hulu sampai pada sub sistem
agribisnis hilir (pengolahan dan pemasaran), peran alsintan
diperlukan.
5. Ditinjau Dari Segi Perluasan Areal Baru
Peran mekanisasi pertanian pada perluasan areal baru, terutama
pada lahan pasang surut, sulfat masam, lahan bergambut, memberikan
prospek yang cukup baik dalam kaitannya dengan usaha pelestarian swa
sembada beras. Hasil penelitian, studi dan pengamatan di berbagai
ekosistem tersebut memberikan indikasi bahwa marginalitas lahan
tersebut bersifat dinamis, dimana unsur waktu, perkembangan teknologi
budidaya padi, kelembagaan alih teknologi memegang peranan penting
dalam mematangkan tanah (Puslitbangtan, 1996). Unsur kepekaan
(sensitivity) mekanisasi pada lahan tersebut ditunjukkan oleh
keberadaan gambut, pirit, kematangan lahan (n-faktor) dan indeks konis
(cone indeks) dan tinggi genangan air. Dengan determinan tersebut,
mekanisasi pertanian pada ekosistem rawa, pasang surut dan lahan
bergambut harus selektif dan memandu dilakukannya suatu pemilihan
alsintan yang spesifik, manajemen operasi dan kelembagaan
pengaturannya (Tim Studi Mekanisasi Lahan Rawa/ Gambut, 1997).
6. Ditinjau Dari Segi Sumber Daya Manusia
Dengan adanya pengembangan mekanisasi pertanian maka akan
meningkatkan sumber daya manusia atau juga meningkatkan keberdayaan
masyarakat desa. Karena kemampuan Sumber Daya Manusia dibutuhkan tidak
hanya untuk mengoperasikan mekanisasi pertanian secara fisik sebagai
operator teknologi, namun juga diperlukan dalam manajemen sistem
teknologi. Manajemen Sistem Teknologi tersebut dimulai dari pemilihan
( seleksi), pengujian dan evaluasi, serta penciptaan teknologi baru
yang sepadan dengan perkembangan zaman. Pergeseran sistem pertanian
dari padat tenaga kerja ke padat modal dengan menggunakan mekanisasi
pertanian memerlukan keahlian dalam merencanakan, menganalisa, dan
memberikan keputusan keputusan yang tepat.
Masyarakat perdesaan-orang kampung- sebetulnya banyak yang tidak
mengerti bahwa pembangunan itu untuk siapa, karena terlampau sedikit
hasil pembangunan dirasakan oleh orang desa. Modernisasi pertanian,
misalnya hasilnya memang dirasakan, tetapi oleh mereka yang awalnya
sudah kenyang (kaya), karena mereka punya tanah. Petani yang tanahnya
sedikit, apalagi yang tidak punya, kehadiran traktor dan instrumen
pertanian modern lainya sama sekali tidak ada artinya.
Pembangunan yang menyangkut bibit-bibit unggul memang mereka
rasakan, tetapi untuk menaikan derajat kehidupan, sama sekali tidak
ada perubahan yang mendasar. Petani yang pada tahun 1970-an sebagai
derap- buruh upah panenan- sampai sekarang masih sebagai buruh derap.
Berbeda dengan para petani yang sejak awal memiliki tanah 1-2 Ha,
sekarang relatif bertambah kaya dan makmur, jadi yang teranggkat bukan
lapisan bawahnya.
Hal tersebut terjadi karena modernisasi yang dibawa kedesa tanpa
adanya pertimbangan dan analisa yang matang. Mestinya, modernisasi
harus melalui tahapan persiapan sarana pengetahuan lebih dahulu yang
sesuai dengan rencana modernisasi. Karena itu perlu disiapkan agar
masyarakat di perdesaan memiliki rasa kemandirian- transformasi
semangat dan rasa optimis.
Demikian juga dengan kehadiran traktor dan instrumen pertanian modern
lainya. Karena tidak diberi wawasan terlebih dahulu tentang traktor
dan instrumen pertanian lainya, untuk 1-2 hari mungkin tidak ada
masalah, tetapi untuk sekian bulan berikutnya, bila ada metalnya klok,
murnya copot, spuyernya lepas, terpaksa menyerah bulat- bulat
kebengkel Cina. Tukang bengkel bilang bayarnya Rp. 100.000,- terpaksa
harus membayar Rp. 100.000.-. Jika hal ini terjadi, berarti nilai
produktifitas mesin menjadi hilang bahkan bisa menjadi minus. Hal ini
bisa saja terjadi, jika sebelumnya tidak ada transformasi nilai atau
ilmu penetahuan mengenai hal tersebut.
7. Ditinjau Dari Segi Pangan
Dengan adanya mekanisasi pertanian maka akan ada pemenuhan
kebutuhan pangan. Hal ini dikarenakan pada umumnya penghidupan
masyarakat pedesaan dari sektor pertanian.
8. Ditinjau Dari Pengaruh Globalisasi
Globalisasi perdagangan merupakan masalah sekaligus peluang dalam
pembangunan/ pengembangan mekanisasi pertanian. Beberapa implikasi
dari dinamika lingkungan internasional tersebut, adalah:
(1) setiap negara harus meningkatkan dayasaing produknya agar tidak
tersisih oleh produk-produk impor, di sisi lain kita dapat
memanfaatkan pasar global yang semakin terbuta; dan
(2) globalisasi disatu sisi akan mempengaruhi pola konsumsi masyarakat
dalam negeri dalam hal keragaman, mutu dan keamanan produk pangan.
C. Permasalahan Mekanisasi Pertanian di Indonesia
Terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya pengembangan teknologi
pertanian berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) di dalam negeri
yakni:
a. sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesin
pertanian (alsintan) masih lemah,
b. pemanfaatan dan ketersediaan alat dan mesin (alsintan) masih
kurang,
c. skala usaha penggunaan alat dan alsintan belum memadai,
d. dukungan perbengkelan masih lemah,
e. belum mantapnya kelembagaan alsintan,
f. belum optimalnya pengelolaan alsintan di sub sektor peternakan, dan
g. masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan
pengembangan alsintan serta terbatasnya daya beli maupun permodalan
akibat daya tukar produk pertanian yang makin menurun.
Faktor–faktor penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di
Indonesia diantaranya adalah :
• Permodalan
Umumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang relatif sempit dan
kurang dalam permodalannya, sehingga tidak semua petani mampu untuk
membeli alsin pertaian yang harganya relatif mahal.
• Kondisi Lahan
Tofogarapi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan
bergunung-gunung sehinga menyulitkan untuk pengoperasian mesin-mesin
pertanian,khususnya mesin prapanen
• Tenaga kerja
Tenaga kerja diIndonesia cukup melimpah/banyak. Oleh karena itu bila
digantikan dengan tenaga mesin , dikhawatirkan menimbulkan dampak
penganguran
• Tenaga Ahli
Kurangnya tenaga ahli yang atau orang yang kompeten dalam menangani
mesin-mesin pertanian.
Mengingat hal tersebut, terutama poin nomer 3 maka perngembangan
mekanisasi pertanian di Indonesia menganut azas mekanisasi pertanian
selektif, yaitu mengintrodusir alat dan mesin pertanian yang
disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.
KESIMPULAN
Mekanisasi pertanian diartikan sebagai pengenalan dan penggunaan
dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi
pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk semua jenis
alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan,
motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya.
Dampak dari mekanisasi sendiri berupa memberi pengaruh positif dan
negatif ditengah masyarakat tani di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2010). pengertian dan definisi dampak. Retrieved oktober 09, 2014,
from http://carapedia.com/pengertian_definisi_dampak_info2123.html
MJ, A. (2011, Maret 15). DAMPAK MEKANISASI PERTANIAN TERHADAP PEMBANGUNAN
PEDESAAN . Retrieved oktober 09, 2014, from http://saipol-
book.blogspot.com/2012/05/dampak-mekanisasi-pertanian-terhadap.html
Qimoenk. (2008, juli 31). Permasalahan Mekanisasi Pertanian di Indonesia.
Retrieved oktober 9, 2014, from
http://mektan.blogspot.com/2008/07/permasalahan-mekanisasi-pertanian-
di.html
rahim, s. (2013, mei 10). MEKANISASI, FAKTOR PENENTU DAN PENGHAMBAT.
Retrieved oktober 09, 2014, from
http://mekanisasisuplirahim.blogspot.com/2013/05/mekanisasi-faktor-
penentu-dan-penghambat.html
rahim, s. (2013, mei 10). PERAN MEKANISASI DI INDONESIA . Retrieved oktober
09, 2014, from http://mekanisasisuplirahim.blogspot.com/2013/05/peran-
mekanisasi-di-indonesia.html
I PENDAHULUANA. Latar Belakang
Transformasi pertanian menuju modernisasi ditandai oleh
tahapan masyarakat industri dengan ciri produktivitas
tinggi, efisien dalam penggunaan sumber daya alam dan
teknologi, serta mampu berproduksi dengan menghasilkan
output yang berkualitas dan bernilai tambah tinggi.
Dengan kata lain, pertanian modern dapat menjadi suatu
wujud sistem usaha tani dengan spesialisasi produk yang
sangat beragam, penggunaan tradeable input makin tinggi dan
sudah mempraktekkan sistem manajemen usaha tani lebih efisien.
Dengan ciri-ciri tersebut tuntutan diterapkannya suatu
sistem manajemen usaha pertanian yang secara optimal
memanfaatkan sumber daya lokal yang spesifik dan
berkelanjutan menjadi keharusan. Dalam masa reformasi
pembangunan pertanian di Indonesia disiapkan untuk
memasuki era modernisasi dengan konsep pembangunan pertanian
berwawasan agribisnis. Pembangunan pertanian berwawasan
agrbisnis diletakkan sebagai bagian pembangunan ekonomi
dengan suatu grand strategimembangun sistem dan usaha
pertanian yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan
dan terdesentralisasi.Ciri pembangunan ini tidak dapat dipisahkan
dari keragaman wilayah, ekosistem dan zona agro-ekologi yang
memberikan kekayaan sistem dan usaha tani yang spesifik dari satu
wilayah ke wilayah lain. Keragaman wilayah tersebut
memberikan ciri kemampuan wilayah spesifik yang berbeda satu
dengan yang lain( natural resource endowment). Sarana
prasarana, sistem budaya, sistem sosial, dan kemampuan
sumber daya manusia dalam mengantisipasiperubahan dinamika
domestik dan global pada akhirnya akan muncul sebagai
regional capacity dari suatu peta kemampuan ekonomi
pertanian Indonesia. Sumber daya lahan pertaniannya terdiri
dari berbagai ekosistem yang memiliki ciri sangat
spesifik, yang tercipta dari berbagai komponen alamiah,
dan buatan manusia, termasuk di dalamnya sistem budaya.
Jika digambarkan akan muncuk suatu mozaik yang memetakan
kemampuan wilayah dan kinerja ekonomi pertaniannya. Untuk
wilayah lahan berbasis irigasi, petani dihadapkan pada
lingkunganpertanian yang potensial untuk berusaha padi dan
tanaman pangan lain. Sedangkan pada lahan kering ekosistem
ini menuntun petani untuk mengembangkan pertanian dengan
basis lahan kering.
B. Tujuan
Agar mahasiswa dapat mengetahui apa itu Mekanisasi pertanian.
Agar mahasiswa dapat menerapkan prnsip prinsip mekanisasi
pertanian
ll TINJAUN PUSTAKA
2.1. Tantangan dan Isu Pembangunan Pertanian
Kabinet Indonesia Bersatu telah diumumkan pada
tanggal 20 Oktober 2004. Seharisesudah diumumkan Menteri
Koordinator Perekonomian menyatakan bahwa fokus pembangunan
ekonomi pada 5 tahun mendatang ( 2004-2009) adalah
pembangunan pertanian. Alasan yang dipakai sebagai dasar
adalah sektor pertanian merupakan sektor yang menghidupi
lebih dari 50% tenaga kerja di Indonesia, sumber daya
pertanian yang dimiliki juga memberikan dukungan yang
besar. Namun demikian beban sektor ini memang sangat
berat pada masa masa reformasi ini, antara lain disebutkan
oleh Andreas Maryoto ( Kompas, 26 Okktober 2004)
adalah; (a) penyelundupan gula, (b) konversi lahan, (c),
penyakit hewan, (d) membanjirnya produk impor, dan (e)
bioteknologi. Pada akhir atrikelnya disebutkan perlunya
mekanisasi pertanian untuk menjawab tantangan pergeseran
minat angkatan muda pada sektor pertanian, yang sebenarnya
gejala ini sudah sangat lama dikemukakan oleh para ahli dan
peminta mekanisasi pertanian pada Seminar Mekanisasi
Pertanian Untuk Pembangunan Anton Apriantono (2004) pada
pidato serah terima Menteri Pertanian menyebutkan hal yang
sama dengan penekanana pada masalah (a) konversi lahan
pertanian dari pertanian ke non pertanian yang semakin luas,
(b) ancaman produk impor dari luar negeri, (c)
Berkecamuknya wabah penyakit dan OPT, hewan dan ternak;
(d) berkembangnya standar mutu produk pertanian, (e)
Pemakaian dan pemanfaatan bio teknologi, (e) Konsep swa
sembada pangan yang mulai dipertanyakan pelaksanaan dan
mekanismenya, (f) konflik kepentingan antar pusat dan daerah.
Dari dua hal tersebut, sebenarnya sudah dapat diduga,
bahwa proses transformasi ditandai dengan pergeseran
struktur perekonomian yang semakin jelas, yaitu menurunnya
kontribusi relatif sektor pertanian pada GDP, dari lebih
50% pada tahun 1970 an menjadi hanya sekitar 17% pada
tahun 2003. Namun demikian tidak diimbangi oleh menurunnya
kontribusi tenaga kerja dari lebih 50% pada tahun 1970,
menjadi sekitar 45% pada tahun 2000. Ada indikasi ketimpangan
struktural. Dari keragaan pembangunan, keberhasilan di
sektor pertanian 1 Pidato Serah terima Menteri Pertanian 20
Oktober 2004.
Laporan Akhir 7 yang menonjol adalah tercapainya swasembada
beras pada tahun 1984 dan semakin mantapnya peningkatan
produksi danproduktivitas beberapa komoditas strategis
lainnya yang berasal dari komoditas palawija, hortikultura,
perkebunan, peternakan dan perikanan. Keberhasilan ini
telah membawa dampak perbaikan terhada pendapatan,
kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya,
terciptanya kesempatan kerja serta meningkatkan ekspor non
migas. Demikian pula keberhasilan pembangunan sektor
pertanian telah membawa dampak terhadap perubahan perilaku
petani yang mulai beralih orientasi usahataninya, dari
usahatani subsisten ke usahatani komersial, dan dari
usahatani tradisonal kearah usahatani dengan teknologi yang
lebih moderen. Ringkasnya selama PJP I sektor pertanian
telah memberikan peranan yang sangat besar bagi
perekonomian nasional. (Baharsyah, 1997). Namun demikian, pada
masa 1997 - sekarang dan awal abad 21 ini sudah terlihat beragam
tantangan yang antara lain disebut oleh Menteri Pertanian yang
baru dan Andreas Maryoto diatas, yang harus dihadapi oleh
sektor pertanian, seperti membanjirnya impor buah, produksi
beras yang belum stabil, degradasi sumber daya alam dan
lingkungan, melemahnya daya beli, kesenjangan produksi yang belum
dapat teratasi dengan baik dan banyak lagi. Disamping
harus mempertahankan keberhasilan yang sudah dicapai dalam
PJP I, sektor ini bersama-sama dengan sektor yang lain
memasuki suatu dunia persaingan yang semakin ketat, tajam dan
pengaruhnya begitu kuat terhadap kinerja nasional Hal hal
tersebut menambah penekanan bahwa sektor pertanian perlu
dibangun menjadi sektor yang modern. Gambaran di atas
menunjukkan bahwa sektor pertanian akan tetap penting
dalam perekonomian serta tetap berperan dalam pembangunan
nasional. Keterkaitan yang erat antara pertanian dan
industri serta jasa senantiasa menuntut berkembangnya
kebijaksanaan pembangunan pertanian yang dinamis sejalan
dengan transformasi perekonomian yang sedang terjadi.
2.2. Faktor faktor Penting dalam Peningkatan Kemampuan
Ekonomi
Hal hal khusus yang perlu diperhatikan dalam
peningkatan pembangunan ekonomi pada sektor pertanian adalah
masih lemahnya beberapa aspek pembangunan yang erat dengan
penurunan biaya produksi dan keuntungan komparatif negara
(Birgman, 2000)2 antara 2David Bergman, 2002. Globalization and
the Developing Countries. Emerging Strategis for Laporan Akhir 8
lain sebagai berikut:
a. Akses pada pasar. Pasar merupakan institusi yang sangat
diperlukan dala pembangunan pertanian. Dalam konteks ini bukan
hanya jarak geografi, namun juga komponen yang menyusun biaya
transportasi termasuk di darat, dan biaya biaya lain yang
termasuk di dalamnya. Akses pada pasar sering kali
menghambat petani di daerah terpencil mendapatkan benefit
dari produk usaha taninya. Sarana prasana yang terbatas
pada suatu daerah menyebabkan suatu daerah menjadi
terisolasi dan pada akhirnya menjadikan wilayah tertinggal
dan miskin.
b. Akses pada Teknologi Maju. Rendahnya produktivitas tenaga
kerja karena rendahnya mutu sumber daya manusia, menghalangi
negara negara berkembang mengambil keuntungan melimpahnya
tenaga kerja dan rendahnya biaya tenaga kerja. Demikian
pula, kondisi tersebut akan menghambat laju inovasi teknologi. Di
sektor pertanian, penggunaan teknologi tradisonal, varietas
tradisional dan cara `cara manajemen usaha tani yang
berproduksi rendah menyebabkan petani hanya mampu
memberikan penghasilan rendah atau sulit memasarkan di pasar
lokal dan tidak akan mampu melakukan ekpor. Transfer
teknologi berproduksi tinggi kepada mereka akan mampu
mempercepat dan meningkatkan produktivitas usaha tani dari
subsisten menjadi surplus dan bahkan menuju kepada ekspor
jika ditunjang dengan manajemen sistem dan usaha tani yang tepat.
c. Stabilitas Politik dan Ekonomi.
Setiap usaha pembangunan yang berkelanjutan memerlukan
stabilitas Politik dan ekonomi sebagai jaminan berjalannya
proses pembangunan. Pengalaman selama kurun waktu 7 tahun
sejak 1998 memberikan pembelajaran yang mahal kepada
bangsa Indonesia. Krisis demi krisis membawa dampak yang
memperluas ketidak pastian ekononomi. Krisis Politik membawa
dampak kepada krisis ekonomi, dan pada akhirnya meluas pada
krisis kepercayaan. Pemulihan kepada strabilitas tidak hanya
memakan waktu lama ( sampai sekarang) tetapi juga memakan
biaya ekonomi yang sangat tinggi. Konflik yang
berkepanjangan juga menjadikan Indonesia menjadi wilayah
yang tidak menarik untuk menarik investasi asing.
d. intervensi Pemerintah. Pada masa reformasi peran
pemerintah
semakin dikurangi dari peran yang mengatur dan
mengarahkan, manjadi peran untuk memfasilitasi. Peran
masyarakat (termasuk Rural Development and Poverty Alleviation.
CABI Publising. ISNA Laporan Akhir 9 swasta, LSM) menjadi
sangat dominan dalam pembangunan. Namun demikian peran
sebagai fasilitator tidak serta merta melepaskan semua
urusan kepada masyarakat dalam pembangunan. Hal hal yang
sifatnya sangat strategis dan merupakan kepentingan publik
tetap menjadi kewajiban pemerintah. Penyuluhan pertanian,
pembangunan sarana dan prasarana pertanian, dan percepatan
pembangunan untuk daerah daerah yang tertinggal, atau pilot
pembangunan yang sifatnya trigermasih perlu mendapatkan porsi
bantuan pemerintah.Hal hal diatas juga merupakan faktor pemicu
atau mempercepat proses mekanisasi pertanian. Seperti
dikemukakan oleh Handaka dalam proses inovasi mekanisasi
pertanian berkelanjutan ( 2003)3dan Sistem Manajemen Mekanisasi
Pertanian ( 2004).
lll PEMBAHASAN
3.1. PENGERTIAN MEKANISASI PERTANIANMekanisasi pertanian diartikan secara bervariasi oleh beberapa
orang. Mekanisasi pertanian diartikan sebagai pengenalan danpenggunaan dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untukmelangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanistersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yangdigerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik,angin, air, dan sumber energi lainnya. Secara umum mekanisasipertanian dapat juga diartikan sebagi penerapan ilmu teknik untukmengembangkan, mengorganisasi, dan mengendalikan operasi di dalamproduksi pertanian(Robbins,2005).Ruang lingkup mekanisasi pertanian juga berkembang sejalan dengan
perkembangan teknologi dan modernisasi pertanian. Ada pula yangmengartikan bahwa pada saat ini teknologi mekanisasi yang digunakandalam proses produksi sampai pasca panen (penanganan dan pengolahanhasil) bukan lagi hanya teknologi yang didasarkan pada energimekanis, namun sudah mulai menggunakan teknologi elektronika atausensor, nuklir, image processing, bahkan sampai teknologi robotik.Dan digunakan baik untuk proses produksi, pemanenan, dan penangananatau pengolahan hasil pertanian (Mugniesyah, 2006).Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkanproduktifitas tenaga kerja, meningkatkan produktifitas lahan, danmenurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin pada prosesproduksi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas,produktifitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani.Pengalaman dari negara-negara tetangga Asia menunjukkan bahwaperkembangan mekanisasi pertanian diawali dengan penataan lahan(konsolidasi lahan), keberhasilan dalam pengendalian air, masukanteknologi biologis, dan teknologi kimia. Penerapan teknologimekanisasi pertanian yang gagal telah terjadi di Srilangka yangdisebabkan kecerobohan akibat penerapan mesin-mesin impor secaralangsung tanpa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristikpertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang melakukanmodifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksisendiri untuk digunakan oleh petanimereka (Hamiltondkk,1996).Suatu hal yang paling mendasar yangmasih belum diperhatikan dalam pengembangan teknologi pertanian diIndonesia hingga kini adalah kurang memadainya dukungan prasaranapertanian. Prasarana pertanian kita belum dikelola secara baik,sehingga masih agak sulit atau lambat dalam melakukan introduksimesin-mesin pertanian (Robbins,2005). Pengelolaan lahan, pengaturandan manejemen pengairan yang meliputi irigasi dan drainase, sertapembuatan jalan-jalan transportasi daerah pertanian, dan masihbanyak lagi aspek lainnya yang belum disentuh secara sungguh-sungguh danprofesional.Relevansinya dengan hal tersebut, beberapahal penting yang harus dilaksanakan antara lain adalah merencanakanatau memperbaiki kondisi lahan (konsolidasi lahan). Selain itu jugamendatangkan dan mengupayakan agar prasarana dan sarana pertaniansampai dan tersedia di lapangan tepat waktu sehingga dapatmengakselerasi pencapaian visi dan misi pertanian modern(Anonim,2011).Pengembangan teknologi pertanian diarahkan untukmeningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat kita umumnyadan petani khususnya. Dapat dipastikan bahwa jika teknologi
pertanian yang cocok tersebut telah berhasil dikembangkan danditerapkan di negara kita, maka ketahanan pangan atau swasembadapangan pasti akan tercapai sehingga kemandirian dalam hal ekonomidan politik dapat kita wujudkan (Siahan,2001).Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkanproduktifitas tenaga kerja, meningkatkan produktifitas lahan, danmenurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin pada prosesproduksi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas,produktifitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani.Pengalaman dari negara-negara tetangga Asia menunjukkan bahwaperkembangan mekanisasi pertanian diawali dengan penataan lahan(konsolidasi lahan), keberhasilan dalam pengendalian air, masukanteknologi biologis, dan teknologi kimia. Penerapan teknologimekanisasi pertanian yang gagal telah terjadi di Srilangka yangdisebabkan kecerobohan akibat penerapan mesin-mesin impor secaralangsung tanpa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristikpertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang melakukanmodifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksisendiri untuk digunakan oleh petani mereka.
3.2. PERANAN MEKANISASI PERTANIAN
1. Mempertinggi efisiensi tenaga manusia2. Meningkatkan derajat dan taraf hidup petani3. Menjamin kenaikan kuantitas dan kualitas serta kapasitas
produksi pertanian4. Memungkinkan pertumbuhan tipe usaha tani yaitu dari tipepertanian untuk kebutuhan keluarga(subsistence farming) menjadi tipepertanian perusahaan (commercial farming)
5. Mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari sifatagraris menjadi sifat industri.
3.3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MEKANISASI PERTANIAN
Sumbangan alat dan mesin pertanian dalam pembangunan
pertanian dapat diukur pada berbagai kasus, misalnya penggunaan
pompa ai tanah di Jawa Timur yang mampu merubah pola tanam dari
padi-bero menjadi padi - padi atau padi – palawija. Demikian pula
penggunaan mesin perontok padi yang menurunkan susut panen dari >
5% menjadi kurang dari 2%. Penelitian terhadap perbaikan dan
penyempurnaan mesin penggilingan padi mampu menaikkan rendemen
giling cukup.
Adapun beberapa keunggulan dari mekanisasi pertanian
yaitu :
1. Meningkatkan produksi per satuan luas dengan adanya alat-alat
mekanis yang canggih yang telah di gunakan oleh para petani
2. Dengan meningkatnya hasil produksi maka pendapatan para petani
juga otomatis akan meningkat
3. Dapat meningkatkan efektifitas, produktivitas, kuantitas dan
kualitas hasil pertanian
4. Teknologi pasca panen mampu memberikan dukungan untuk
mempertahankan mutu pada penanganan segar, meningkatkan nilai
tambah pada hasil produksi dengan proses pengolahan yang benar
dan tepat, tanpa memperngaruhi rasa dan aroma.
5. Dapat meningkatkan efisiensi lahan dan tenaga kerja ( tidak
terlalu membutuhkan banyak Sumber Daya Manusia)
6. Menghemat energi dan sumber daya ( benih, pupuk, dan air)
7. Dapat meminimalisir faktor-faktor penyebab kegagalan dalam
produksi
8. Meningkatkan luas lahan yang di tanami dan menghemat waktu
karena dengan menggunakan alat-alat mekanis pengolahan lahan yang
luas dapat dengan cepat terselesaikan dan juga pekerjaan para
petani akan lebih terasa ringan.
9. Menjaga kelestarian lingkungan dan produksi pertanian yang
berkelanjutan, serta
10. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani
Disamping banyaknya keunggulan dari mekanisasi di atas,
terdapat juga beberapa kelemahan dari mekanisasi pertanian,
diantaranya yaitu sebagai berikut :
1. Tidak dapat dipungkiri bahwa mekanisai pertanian dapat
menggeser tenaga kerja manusia dan memberikan dampak negative
terhadap pemerataan pendapatan.
2. Membutuhkan biaya yang tinggi dalam pengadaan dan perawatan
alat-alat mekanis tersebut
3. Sebagian alat-alat tersebut memerlukan arus listrik dalam
penggunaannya, jadi tidak semua alat dapat digunakan di sembarang
tempat, seperti tempat yang tidak terdapat sumber arus listrik.
4. Dapat memperbanyak pengangguran karena pada dasarnya semua
kegiatan pertanian telah banyak menggunakan alat-alat mekanis
yang tidak memerlukan SDM yang banyak.
IV. PENUTUP
4.1.KesimpulanMekanisasi pertanian diartikan sebagai pengenalan dan penggunaan
dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan
operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk
semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga
manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber
energi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Irwanto, Kohar A. 1980. Alat dan Mesin Budidaya PertanianFakultasMekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. ITB. Bandung.
Mugniesyah. 2006. Mesin Peralatan. Departement Teknologi PertanianUniversitas Sumatera Utara
Sukirno, MS.1999. Mekanisasi Pertanian.Pokok Bahasan Alat MesinPertanian dan Pengelolaannya. Diklat Kuliah. UGM, Yogyakarta.
Wijanto. 2002. Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
PERAN MEKANISASI DI INDONESIA
Perkembangan zaman dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak yang luar biasa terhadap kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi untuk berfikir akan selalu mengembangkan sesuatu hal agar menjadikan kehidupannya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, proses perubahan akan terus berjalan.
Penggunaan alat dan mesin pertanian sudah sejak lama
digunakan dan perkembangannya mengikuti dengan perkembangan
kebudayaan manusia. Pada awalnya alat dan mesin pertanian masih
sederhana dan terbuat dari batu atau kayu kemudian berkembang
menjadi bahan logam. Susunan alat ini mula-mula sederhana,
kemudian sampai ditemukannya alat mesin pertanian yang komplek.
Dengan dikembangkannya pemanfaatan sumber daya alam dengan motor
secara langsung mempengaruhi perkembangan dari alat mesin
pertanian (Sukirno, 1999).
Sesuai dengan defenisi dari mekanisasi pertanian (agriculture
mechanization), maka penggunaan alat mekanisasi pertanian adalah
untuk meningkatkan daya kerja manusia dalam proses produksi
pertanian dan dalam setiap tahapan dari proses produksi tersebut
selalu memerlukan alat mesin pertanian (Sukirno, 1999).
Setiap perubahan usaha tani melalui mekanisasi didasari
tujuan tertentu yang membuat perubahan tersebut bisa dimengerti,
logis, dan dapat diterima. Diharapkan perubahan suatu sistem akan
menghasilkan sesuatu yang menguntungkan dan sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Secara umum, tujuan mekanisasi pertanian
adalah :
a. mengurangi kejerihan kerja dan meningkatkan efisiensi tenaga
manusia
b. mengurangi kerusakan produksi pertanian
c. menurunkan ongkos produksi
d. menjamin kenaikan kualitas dan kuantitas produksi
e. meningkatkan taraf hidup petani
f. memungkinkan pertumbuhan ekonomi subsisten (tipe pertanian
kebutuhan keluarga) menjadi tipe pertanian komersil (comercial
farming)
Tujuan tersebut di atas dapat dicapai apabila penggunaan dan
pemilihan alat mesin pertanian tepat dan benar, tetapi apabila
pemilihan dan penggunaannya tidak tepat hal sebaliknya yang akan
terjadi (Rizaldi, 2006).
Perubahan-perubahan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang dilakukan pemerintah sekarang berjalan
dengan diarahkan pada semua sektor. Tidak terkecuali sektor
pertanian. Pertanian memiliki peranan yang sangat penting bagi
kesejahteraan rakyat. Berhasilnya sektor pertanian akan berdampak
pada ketahanan pangan.
Ilmu mekanisasi Pertanian adalah bagian dari industri
pertanian hari ini yang penting karena produksi yang efisien dan
pengolahan bahan-bahan tergantung pada mekanisasi. Oleh karena
itu, mayoritas pekerja bekerja pada bidang keduanya baik di lahan
maupun di pemasaran hasil-hasil pertanian yang membutuhkan
keahlian-keahlian yang memungkinkan mereka untuk mengoperasikan,
mempertahankan, dan memprebaiki mesin dan peralatan. (Shin and
Curtis, 1978).
Menurut Hardjosentono dkk (1996) peranan mekanisasi
pertanian dalam pembangunan pertanian di Indonesia adalah:
1. Mempertinggi efisiensi tenaga manusia
2. Meningkatkan derajat dan taraf hidup petani
3. Menjamin kenaikan kuantitas dan kualitas serta kapasitas
produksi pertanian
4. Memungkinkan pertumbuhan tipe usaha tani yaitu dari tipe
pertanian untuk kebutuhan keluarga(subsistence farming) menjadi tipe
pertanian perusahaan (commercial farming)
5. Mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari sifat
agraris menjadi sifat industri.
Hasil-hasil pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan harus
memiliki penanganan pasca panen yang baik. Penanganan yang
dilakukan diusahakan memperhatikan tingkat standarisasi mutu yang
diizinkan. Penanganan yang tidak baik akan berdampak pada
kualitas bahan yang buruk, harga jual yang rendah, serta dapat
menimbulkan kerugian bagi para produsen hasil-hasil pertanian
tersebut.
Untuk menghasilkan produk olahan diperlukan ilmu, keahlian
dan keterampilan tersendiri. Teknik dalam mengolahnya juga
berbeda beda. Beberapa teknik pengolahan pangan yang sering
dilakukan adalah menghilangkan lapisan luar yang tidak diinginkan
(pencucian).
Banyak Petani di Indonesia tidak melakukan pencucian
terhadap hasil panen yang mereka dapatkan. Khususnya para petani
kakao, hasil yang mereka peroleh tidak di olah sama sekali,
mereka langsung menjual hasil panen berupa buah, padahal jika
mereka mengelolah biji kakao tersebut,yakni dengan mencuci, lalu
menjualnya nilai jual nya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
penjualan langsung, yakni berupa buah. Pencucian dengan alat
mekanis belum banyak dilakukan karena kurangnya pengetahuan dan
keterbatasan jumlah alat yang ada petani. Sehingga harga jual
yang diperoleh kurang menguntungkan, padahal apabila dilakukan
akan meningkatkan pendapatan.
Untuk itu, masyarakat khususnya para petani,memerlukan suatu
alat pencuci biji kakao dalam penanganan hasil-hasil pertanian
selama pasca panen. Diharapkan meningkatkan pendapatan para
petani kakao .
Pada masa kini alat pencuci biji kakao sudah banyak
dirancang. Yakni alat yang menggunakan elektromotor dengan
kapasitas berbeda-beda. Alat pencuci biji kakao ini terdiri dari
beberapa bagian penting yaitu: electromotor, tabung pencuci, plat
aluminium. Biji kakao yang dimasukkan ke dalam tabung pencuci
akan berputar bersama berputar nya tabung pencuci biji kakao
tersebut.( Anonimous, 2010).
Kelemahan alat ini adalah jika digunakan langsung di tempat-
tempat yang tidak terdapat sumber arus listrik maka alat tidak
dapat dioperasikan. Untuk itu perlu dirancang alat pencuci biji
kakao yang dapat bekerja dengan tenaga manual bila suatu daerah
belum ada arus listrik, perancangan alat penggerak secara manual
yang dimaksud digunakan untuk memutar alat pencuci biji kakao,
sehingga dapat digunakan dimana saja, juga alat ini dapat
menghemat biaya operasional.
Peran Mekanisasi Pertanian
Pengembangan alat dan mesin pertanian yang juga pengembangan
mekanisasi pertanian tidak dapat berdiri sendiri, karena
merupakan suatu sub sistem penunjang ( supporting system) dalam proses
budidaya, pengolahan dan penyimpanan. Sebagai teknologi yang
bersifat indivisible ( tidak dapat terbagi), peran alat dan mesin
pertanian tersebut sebaiknya dapat didistribusikan pada banyak
pemakai, atau petani kecil yang tidak mempunyai cukup kemampuan
untuk memilikinya. Berbagai studi menyebutkan, bahwa alat dan
mesin pertanian memiliki kaitan sangat erat dengan dinamika
sosial ekonomi dari sistem budidaya pertaniannya.