90
Pertanian sebagai pondasi ekonomi Indonesia Kamis, 31 Juli 2008 Permasalahan Mekanisasi Pertanian di Indonesia Terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya pengembangan teknologi pertanian berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) di dalam negeri yakni: a. sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesin pertanian (alsintan) masih lemah, b. pemanfaatan dan ketersediaan alat dan mesin (alsintan) masih kurang, c. skala usaha penggunaan alat dan alsintan belum memadai, d. dukungan perbengkelan masih lemah, e. belum mantapnya kelembagaan alsintan, f. belum optimalnya pengelolaan alsintan di sub sektor peternakan, dan g. masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan pengembangan alsintan serta terbatasnya daya beli maupun permodalan akibat daya tukar produk pertanian yang makin menurun. Faktor – faktor penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia diantaranya adalah : • Permodalan Umumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang relatif sempit dan kurang dalam permodalannya, sehingga tidak semua petani mampu untuk membeli alsin pertaian yang harganya relatif mahal. • Kondisi Lahan Tofogarapi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan bergunung-gunung sehinga menyulitkan untuk pengoperasian mesin-mesin pertanian,khususnya mesin prapanen • Tenaga kerja Tenaga kerja diIndonesia cukup melimpah/banyak. Oleh karena itu bila digantikan dengan tenaga mesin , dikhawatirkan menimbulkan dampak penganguran • Tenaga Ahli

Pertanian sebagai pondasi ekonomi Indonesia data mekan

  • Upload
    suri

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Pertanian sebagai pondasi ekonomi Indonesia

Kamis, 31 Juli 2008Permasalahan Mekanisasi Pertanian di Indonesia

Terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya pengembangan teknologipertanian berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) di dalam negeri yakni:a. sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesinpertanian (alsintan) masih lemah,b. pemanfaatan dan ketersediaan alat dan mesin (alsintan) masih kurang,c. skala usaha penggunaan alat dan alsintan belum memadai,d. dukungan perbengkelan masih lemah,e. belum mantapnya kelembagaan alsintan,f. belum optimalnya pengelolaan alsintan di sub sektor peternakan, dang. masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan pengembangan alsintan serta terbatasnya daya belimaupun permodalan akibat daya tukar produk pertanian yang makin menurun.

Faktor – faktor penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia diantaranya adalah :• PermodalanUmumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang relatif sempit dan kurang dalam permodalannya, sehingga tidak semua petani mampuuntuk membeli alsin pertaian yang harganya relatif mahal.

• Kondisi LahanTofogarapi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan bergunung-gunung sehinga menyulitkan untuk pengoperasian mesin-mesin pertanian,khususnya mesin prapanen• Tenaga kerjaTenaga kerja diIndonesia cukup melimpah/banyak. Oleh karena itu bila digantikan dengan tenaga mesin , dikhawatirkan menimbulkan dampak penganguran• Tenaga Ahli

Kurangnya tenaga ahli yang atau orang yang kompeten dalam menangani mesin-mesin pertanian.Mengingat hal tersebut, terutama poin nomer 3 maka perngembangan mekanisasi pertanian di Indonesia menganut azas mekanisasi pertanian selektif, yaitu mengintrodusir alat dan mesin pertanianyang disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.

Adapun tantangan yang dihadapi dalam pengembangan teknologi alat dan mesin pertanian adalah:(1) menyiapkan perangkat peraturan perundangundangan tentang alsintan,(2) menumbuh kembangkan industri dan penerapan alsintan,(3) mengembangkan kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang mandiri untuk meningkatkan efisiensi penggunaan alsintan,(4) mengembangkan lembaga pengujian alsintan yang terakreditasi di daerah dalam rangka otonomi daerah,(5) mengembangkan alsintan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan alsintan Diposkan oleh qimoenk di 01.43 Tidak ada komentar:

Pengertian Mekanisasi Pertanian

Teknologi pertanian sering dipahami sebagai penggunaan mesin-mesin pertanian lapang (mechanization) pada proses produksi pertanian, bahkan sering dipandang sebagai traktorisasi. Pemahaman seperti itu dapat dimaklumi karena introduksi teknologidi bidang pertanian ketika itu diawali dengan gerakan mekanisasi pertanian untuk memacu produksi pangan terutama dengan penerapan traktor seperti percobaan mekanisasi pertanian di Sekon Timor-Timur tahun 1946, pool-pool traktor pada tahun 1958, perusahaan bahan makanan dan pembukaan lahan tahun 1958, serta PN. Mekatani (Mekanisasi Pertanian) tahun 1962.

Mekanisasi pertanian diartikan secara bervariasi oleh beberapa orang. Mekanisasi pertanian diartikan sebagai pengenalan dan penggunaan dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis

tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya. Secara umum mekanisasi pertanian dapat juga diartikan sebagi penerapan ilmu teknik untuk mengembangkan, mengorganisasi, dan mengendalikan operasi di dalam produksi pertanian. Ruang lingkup mekanisasi pertanian juga berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi pertanian. Ada pula yang mengartikan bahwa pada saat ini teknologi mekanisasi yang digunakan dalam proses produksi sampai pasca panen (penanganan dan pengolahan hasil) bukan lagi hanya teknologi yang didasarkan pada energi mekanis, namun sudah mulai menggunakan teknologi elektronika atau sensor, nuklir, image processing, bahkan sampai teknologi robotik. Jenis teknologi tersebut digunakan baik untuk proses produksi, pemanenan, dan penanganan atau pengolahan hasil pertanian.

Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkanproduktifitas tenaga kerja, meningkatkan produktifitas lahan, danmenurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin pada prosesproduksi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, produktifitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani.Pengalaman dari negara-negara tetangga Asia menunjukkan bahwa perkembangan mekanisasi pertanian diawali dengan penataan lahan (konsolidasi lahan), keberhasilan dalam pengendalian air, masukanteknologi biologis, dan teknologi kimia. Penerapan teknologi mekanisasi pertanian yang gagal telah terjadi di Srilangka yang disebabkan kecerobohan akibat penerapan mesin-mesin impor secara langsung tanpa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik pertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang melakukan modifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksisendiri untuk digunakan oleh petani mereka.

Suatu hal yang paling mendasar yang masih belum diperhatikan dalam pengembangan teknologi pertanian di Indonesia hingga kini adalah kurang memadainya dukungan prasarana pertanian. Prasarana pertanian kita belum dikelola secara baik, sehingga masih agak sulit atau lambat dalam melakukan introduksi mesin-mesin pertanian. Pengelolaan lahan, pengaturan dan manejemen pengairan yang meliputi irigasi dan drainase, serta pembuatan jalan-jalan

transportasi daerah pertanian, dan masih banyak lagi aspek lainnya yang belum disentuh secara sungguh-sungguh dan profesional.Relevansinya dengan hal tersebut, beberapa hal penting yang harusdilaksanakan antara lain adalah merencanakan atau memperbaiki kondisi lahan (konsolidasi lahan). Selain itu juga mendatangkan dan mengupayakan agar prasarana dan sarana pertanian sampai dan tersedia di lapangan tepat waktu sehingga dapat mengakselerasi pencapaian visi dan misi pertanian modern. Pengembangan teknologipertanian diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat kita umumnya dan petani khususnya. Dapat dipastikan bahwa jika teknologi pertanian yang cocok tersebut telah berhasil dikembangkan dan diterapkan di negara kita, maka ketahanan pangan atau swasembada pangan pasti akan tercapai sehingga kemandirian dalam hal ekonomi dan politik dapat kita wujudkan. Apabila hal tersebut benar-benar kita miliki, maka dalam menghadapi era global nanti kita sudah punya bekal paling tidak ketahanan pangan dalam menghadapi beberapa goncangan. Dengan ketahanan pangan berarti bahaya kekurangan pangan atau kelaparan akibat tajamnya persaingan pada era global dapat dihindarkan. Pada akhirnya kita punya modal kemandirian minimal dalam satu aspek pangan dan beberapa aspek lainnya misalnya keutuhan bangsa dan semangat untuk berkompetesi demi kemajuan bangsa yang berdaulat dan bermartabat Diposkan oleh qimoenk di 01.30 4 komentar: Posting Lebih Baru Beranda Langganan: Entri (Atom)

Arsip Mektan Agustus (2) Juli (2)

embangunan pertanian Indonesia telah menempuh sejarah yang panjang

sejalan dengan perjalanan bangsa ini, dan merupakan suatu kenyataan

bahwa sektor pertanian memberi perm strategis dalam pembangunan

nasional. Sebagian besar penduduk Indonesia masih bergelut dan

menggantungkan hidupnya di sektor ini. Namun ditengah percaturan

globalisasi dunia dewasa ini sektor pertanian belum menampakkan

perubahan yang signifikan terhadap indikator investasi dan pendapatan

per kapita di sektor pertanian dalam pembangunan nasional. Dari data-

data yang terkumpul dapat disimpulkan bahawa banyaknya masalah

pertanian yang terjadi saat ini dan belum dapat diselesaikan oleh

pemerintah secara maksimal. Hal itu disebabkan karena pemerintah masih

menggunakan metode-metode zaman dulu yang saat ini tidak sesuai lagi

digunakan pada sektor pertanian. Pembuatan tugas ini bertujuan untuk

menambah informasi dan pengetahuan serta memenuhi syarat mata kuliah

Teknologi Infofmasi. pengumpulan informasi dan data-data berasal dari

departemen pertanian, buku panduan, dan media internet.

1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian di Indonesia sedang berada di

persimpangan jalan. Sebagai penunjang kehidupan berjuta-juta

masyarakat Indonesia, sektor pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi

yang kukuh dan pesat. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu

komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk

mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, pertanian Indonesia telah

mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam

pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan

dan pengurangan kemiskinan secara drastis. Hal ini dicapai dengan

memusatkan perhatian pada bahan-bahan pokok seperti beras, jagung,

gula, dan kacang kedelai. Akan tetapi, dengan adanya penurunan tajam

dalam hasil produktifitas panen dari hampir seluruh jenis bahan pokok,

ditambah mayoritas petani yang bekerja di sawah kurang dari setengah

hektar, aktifitas pertanian kehilangan potensi untuk menciptakan

tambahan lapangan pekerjaan dan peningkatan penghasilan.

Walapun telah ada pergeseran menuju bentuk pertanian dengan nilai

tambah yang tinggi, pengaruh diversifikasi tetap terbatas hanya pada

daerah dan komoditas tertentu di dalam setiap sub-sektor. Pengalaman

negara tetangga menekankan pentingnya dukungan dalam proses pergeseran

tersebut. Sebagai contoh, di pertengahan tahun 1980-an sewaktu

Indonesia mencapai swasembada beras, 41% dari semua lahan pertanian

ditanami padi, sementara saat ini hanya 38%; suatu perubahan yang

tidak terlalu besar dalam periode 15 tahun. Sebaliknya, penanaman padi

dari total panen di Malaysia berkurang setengahnya dari 25% di tahun

1972 menjadi 13% di 1998. Selain itu seperti tercatat dalam hasil

studi baru-baru ini, ranting pemilik usaha kecil/ pertanian

industrial, hortikultura, perikanan, dan peternakan, yang sekarang ini

berkisar 54% dari semua hasil produksi pertanian, kemungkinan besar

akan berkembang menjadi 80% dari pertumbuhan hasil agraris di masa

yang akan datang. Panen beras tetap memegang peranan penting dengan

nilai sekitar 29% dari nilai panen agraris. Tetapi meskipun disertai

dengan tingkat pertumbuhan hasil yang tinggi, panen beras tidak akan

dapat mencapai lebih dari 10% nilai peningkatan pertumbuhan hasil.

1.2 Perumusan Masalah Dari paparan yang telah diuraikan diatas, maka

perkembangan sektor pertanian yang terjadi saat ini tidak menunjukan

progress yang baik bagi beberapa pihak penting, seperti petani. Hal

itu dapat dilihat dari perkembangan pertanian saat ini dan nilai

indeks yang di terima petani (IT) yang semakin menurun pada

periodenya. Dari hal tersebut maka akan diperoleh suatu dasar

berepijak bagi penulis untuk dapat memfokuskan penjelasan makalah ini

kearah rumusan yang lebih jelas. 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan dan

Batasan Dari paparan dan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas

maka ruanglingkup pembahasan dan batasan kami fokuskan terhadap

“Masalah-Masalah yang Menghambat Perkembangan Sektor Pertanian”. 1.4

Tujuan Penulisan Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas

bersama-sama permasalahan pada sektor pertanian yang terjadi saat ini

dan pemecahan masalah yang dapat dilakukan oleh seorang mahasiswa.

Selain itu makalah ini juga bertujuan sebagai sarana pertukaran

informasi atau ilmu guna mencapai tujuan yang sama.

1.5 Manfaat Penulisan Hasil penulisan tugas ini memberikan manfaat

bagi: Penulis Sebagai sarana pembelajaran analisis dalam menerapkan

teori Pembaca Sebagai bahanpembelajaran yang sudah di ajarkan di

kelas. pertimbangan dalam upaya meningkatkan pendidikan sekalipun

dengan biaya terbatas. Dan sebagai wadah tukar pikiran antara

sipembaca dan penulis dalam memecahkan masalah yang ada.

2.1 Pembahasan Masalah A. PERANAN SEKTOR PERTANIAN Pentingnya

pertanian di dalam pertumbuhan sebuah ekonomi yang didominasi oleh

sektor pertanian, pertumbuhan pertanian akan meningkatkan laju

pertumbuhan pendapatan daerah bruto (PDB). Peran sektor pertanian

sangat diperlukan dalam upaya menurunkan kemiskinan. Data PBB

menyatakan bahwa pada daerah pedesaan di negara berkembang terdapat

sekitar 1 milyar penduduk dari 1,2 milyar penduduk hidup dalam

kemiskinan absolut (absolute poverty). Bank Dunia mengetahui bahwa

populasi, pertanian dan environment adalah kunci untuk mengetahui

masalah yang dihadapi di Sub-Sahara Afrika, yaitu daerah yang paling

miskin di dunia. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat yang tidak

diimbangi oleh teknik pertanian menyebabkan kekurangan. Hal ini juga

menyebabkan degradasi tanah dan penurunan produksi dan konsumsi

makanan per kapita.

Selain membutuhkan sumber daya finansial, sektor pertanian juga

memerlukan teknologi maju dan infrastruktur. Diskriminasi pemerintah

terhadap sektor pertanian akan menghalangi keseluruhan pembangunan.

Transformasi Pertanian mengemukakan bahwa keberhasilan sektor

pertanian bukan hanya alat bagi pembangunan, tetapi keberhasilan di

sektor pertanian juga menjadi tujuan dari pembangunan. Pertanian dapat

menjamin penyediaan kebutuhan milyaran penduduk di masa depan. Hal

yang berhubungan dengan transformasi sektor pertanian: 1. Peningkatan

produktivitas pertanian. 2. Penggunaan sumber daya yang dihasilkan

untuk pembangunan di luar sektor pertanian. 3. Integrasi pertanian

dengan ekonomi nasional melalui infrastruktur dan pasar.

Salah satu karakteristik dalam pembangunan ekonomi adalah pergeseran

jangka panjang populasi dan produksi dari sektor pertanian menjadi

sektor industri dan sektor jasa. Hanya sebagian kecil masyarakat dalam

negara industri yang hidup dari sektor pertanian. Konsep strategi

pembangunan berimbang (balanced growth), yaitu pembangunan di sektor

pertanian dan sektor industri secara bersamaan merupakan tujuan

pembangunan yang paling ideal. Pada kenyataannya konsep strategi

pembangunan berimbang tidak dapat dilakukan oleh negara berkembang,

hal ini dikarenakan sumber daya yang tidak mencukupi untuk melakukan

pembangunan di sektor pertanian maupun sektor industri sekaligus.

Kontribusi Pertanian pada Pembangunan Pertanian memiliki kontribusi

yang sangat besar kepada pembangunan. Kontribusi pertanian tersebut

adalah: 1. Meningkatkan persediaan makanan. 2. Pendapatan dari ekspor.

3. Pertukaran tenaga kerja ke sektor industri. 4. Pembentukan modal.

5. Kebutuhan akan barang-barang pabrikan.

Dalam analisis klasik dari Kuznets (1964), pertanian di LDCs dapat

dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat

bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pengembangan ekonomi

nasional, yaitu sebagai berikut: 1. Ekspansi sektor-sektor ekonomi

lain sangat tergantung pada produk-produk dari sector pertanian, bukan

saja untuk suatu kelangsungan pertumbuhan suplai makanan mengikuti

pertumbuhan penduduk. 2. Karena bias agraris yang sangat kuat dari

ekonomi selama tahp awal proses pembangunan ekonomi. 3. Karena

pentingnya pertanian secara relative menurun dengan pertumbuhan dan

pembanguna ekonomi. 4. Sektor pertanian mampu berperan sebagai sumber

penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran.

1. Kontribusi Produk Kontribusi produk dari pertanian dapat dilihat

dari relasi antara pertumbuhan pangsa PDBdari sector tersebut dengan

pangsa awalnya dan laju pertumbuhan relatifdari produk-produk neto

pertanian dan non pertanian. Didalam system ekonomi terbuka, besarnya

kontribusi produk dari sector pertanian, baik lewat pasar maupun lewat

keterkaitan produksi dengan sector-sektor nonpertanian, misalnya

industri manufaktur, juga sangat dipengaruhi oleh kesiapan sector itu

sendiri dalam menghadapi persaingan dari luar (tingkat daya saingnya).

2. Kontribusi Pasar Negara agraris dengan proporsi populasi pertanian

(petani dan keluarganya) yang besar, seperti Indonesia, merupakan

sumber yang sangat penting bagi pertumbuhan pasar domestik bagi

sektor-sektor nonpertanian, khususnya industri manufaktur.

Namun, peranan sektor pertanian lewat kontribusi pasarnya terhadap

diversifikasi dan pertumbuhan output dari sektor-sektor nonpertanian,

sangat tergantung pada dua faktor penting yang dapat dianggap sebagai

prasyarat, yaitu : 1. Dampak dari keterbukaan ekonomi dimana pasar

domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang buatan dalam negeri,

tetapi juga barang-barang impor. 2. Jenis teknologi yang digunakan

disektor pertanian yang menentukan tinggi rendahnya tingkat mekanisasi

atau modernisasi dari sektor tersebut. 3. Kontribusi Faktor-faktor

Produksi Ada dua factor produksi yang dapat dialihkan dari sector

pertanian ke sector-sektor nonpertanian, tanpa harus mengurangi volume

produksi (produktivitas) di sector pertanian, pertama adalah tenaga

kerja dan kedua adalah modal. 4. Kontribusi Devisa Kontribusi sector

pertanian di suatu negara terhadap peningkatan devisa terjadi melalui

peningkatan ekspor dan atau pengurangan impor Negara tersebut untuk

komoditi- komoditi pertanian.

Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita

menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian Indonesia

mengalami beberapa permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi

pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar

Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai

untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat

kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung

kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga

membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.

Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita

akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam

negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung

dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi

alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama

karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang

diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu

mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia,

dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan

arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.

1. Perkembangan Sejak Awal Dekade 1970-an Selama periode 1995-1997

pangsa PDB dari sector pertanian (termasuk peternakan, kehutanan, dan

perikanan) mengalami penurunan (pada harga konstan 1993). Pada saat

krisis mencapai puncaknya tahun 1999, semua sector mengalami

pertumbuhan negative, kecuali listrik, gas, dan air minum dengan tetap

positif 2,6% sector pertanian mengalami pertumbuhan -0,7%, dan sector

industri manufaktur - 11,4%. 2. Produksi Padi/Beras Peranan sector

pertanian di Indonesia sangat krusial karena harus memenuhi kebutuhan

pangan penduduk yang jumlahnya lebih dari 200 juta prediksi kebutuhan

beras nasional didasarkan pada asumsi : › · Setiap penduduk

mengkonsumsi 144 kilogram per tahun › · Seluruh penduduk mengkonsumsi

beras, › · Indonesia tetap dengan luasan wilayah dan penduduk yang

relative sama (artinya, lepasnya propinsi kecil, seperti Timor Timur,

tidak banyak berpengaruh dalam hitungan)

3. Daya Saing dan Perkembangan Ekspor a. Dampak Liberalisasi

Perdagangan Penerapan liberalisasi perdagangan dunia berdampak

negative terhadap ekspor komoditas pertanian Indonesia. b.

Perkembangan Ekspor Beras Data dari Departemen Pertanian (Deptan)

menunjukkan bahwa beras bukan merupakan salah satu produk pertanian

yang diunggulkan untuk ekspor, melainkan komoditas-komoditas lainnya,

seperti karet, minyak kelapa sawit, teh, kopi, dan kakau. Namum ini

bukan berarti Indonesia tidak pernah mengekspr beras.

C. NILAI TUKAR PETANI Nilai Tukar Petani (NTP) adalah angka

perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks

harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Nilai

tukar petani (sectoral terms of trade) untuk pertanian adalah rasio

harga barang pertanian (Pa) dan harga barang industri (Pi). Kenaikan

nilai tukar petani (NTP) berarti harga pangan naik lebih cepat

daripada barang industri. Petani dapat membeli lebih banyak keperluan

mereka pada hasil yang sama dan mendorong petani untuk meningkatkan

hasil mereka (Lynn, 2003). Nilai tukar petani (NTP) juga dapat menjadi

indikator tingkat kesejahteraan petani, semakin tinggi NTP semakin

tinggi daya beli petani.

D. INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN Salah satu faktor penting yang sangat

menentukan investasi disektor pertanian bukan hanya laju pertumbuhan

output, melainkan juga tingkat daya saing global dari komoditas-

komoditas pertanian merupakan modal investasi yang dapat digunakan

untuk berbagai tujuan yang sifatnya bisa langsung atau tidak langsung

terkait dengan proses produksi. Langsung, misalnya untuk membeli mesin

baru atau peralatan-peralatan modern dan inpu-input lainnya untuk

keperluan kegiatan produksi pertanian. Tidak langsung, misalnya untuk

kegiatan penelitian dan pengembangan proses produksi maupun output dan

input, dan untuk menyelengarakan pelatihan- pelatihan bagi petani

(peningkatan sumber daya manusia), misalnya manajemen, quality

control, cara- cara yang baik dalam membajak tanah, bercocok tanam dan

penanganan pasca panen, dan sebagainya.

E. KETERKAITAN PERTANIAN DENGAN INDUSTRI MANUFAKTUR Tidak dapat

dipungkiri bahwa salah satu penyebab krisis ekonomi di Indonesia

adalah karena kesalahan industrialisasi dari awal pemerintahan orde

baru yang tidak berbasis pada pertanian. Selama krisis juga terbukti

bahwa sektor pertanian masih mampu mengalami laju pertumbuhan yang

positif, walaupun dalam persentase yang kecil, sedangkan sektor

industri manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negative diatas

satu digit. Banyak pengalaman dinegara-negara maju seperti Eropa dan

Jepang yang menunjukan bahwa mereka memulai industrialisasi setelah

atau bersamaan dengan pembangunan disektor pertanian.

3.1 Kesimpulan Perkembangan sektor pertanian di Indonesia saat ini

berada pada fase yang menghawatirkan. Sehingga dibutuhkan banyak

kontribusi dari berbagai paihak khususnya pemerintah. Selain

pemerintah, dalam mengembangkan sektor pertanian ini juga dibutuhkan

kontribusi dari pihak swasta agar tujuan dapat segera tercapai dan

berjalan dengan lancar. Mengingat dana pemerintah yang terbatas

sehingga bantuan dana dari pihak swasta. Hal tersebut merupakan salah

satu penggalangngan investasi di sektor pertanian yang kian hari makin

menurun sehingga membuat hidup para petani kian hari makin rendah

pendapatannya.

TERIMAKASIH

Pendahuluan

Mekanisasi pertanian adalah suatu cara untuk meningkatkan

efisiensi usaha pertanian. Peningkatan efisiensi tersebut meliputi

produktivitas, mutu, dan kontinuitas pasokan produk-produk

pertanian untuk selalu terus ditingkatkan dan dipelihara. Selain

efisiensi di atas tadi juga ada sisi lain yang harus juga ditingkatkan

efisiensinya yang meliputi: efisiensi lahan, tenaga kerja, energi,

sumber daya (benih, pupuk, air), kualitas komoditas, kesejahteraan

petani, kelestarian lingkungan dan produksi yang berkelanjutan.

Mekanisasi pertanian dalam kerangka pembangunan pertanian di

Indonesia memiliki peran yang strategis yang meliputi peningkatan

produktivitas, efisiensi kerja, produksi, diversifikasi, kualitas dan

nilai tambah, pengembangan pertanian maju dan peningkatan lapangan

kerja karena mekanisasi merupakan aplikasi ilmu teknik untuk

mengembangkan dan mengorganisasikan operasi pertanian atau suatu

introduksi dan penggunaan alat mekanis untuk operasi pertanian.

Menurut hasil Simposium Mekanisasi Pertanian tahun 1967 di Ciawi,

Bogor, Jawa Barat, ilmu mekanisasi pertanian adalah ilmu yang

mempelajari penguasaan dan pemanfaatan bahan dan tenaga alam untuk

mengembangkan daya kerja manusia dalam bidang pertanian, demi

kesejahteraan umat manusia. Pengertian pertanian dalam hal ini adalah

pertanian dalam arti yang seluas-luasnya. Menurut Prof. A. Moens

(Agricultural University Wageningen): “Mechanization of agriculture is

the introduction and the utilization of any mechanical aid to perform

agricultural operations”. Menurut Prof. Sunyoto (Universitas Gadjah

Mada): “Agricultural Mechanization is defined as the application of

mechanical energy in agriculture, while agriculture itself in broad

sense is a science and method of plant and animal production, which is

useful for man kind, including all the processing activities of the

products to be used by man”.

Peralatan mekanis adalah semua jenis benda dan perlengkapan yang

digerakkan oleh manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin,

air, atau sumber energi lainnya. Mekanisasi juga dapat didefinisikan

sebagai semua penerapan ilmu keteknikan untuk mengembangkan, mengatur,

dan mengontrol kegiatan produksi pertanian. Tujuan pokok mekanisasi di

bidang pertanian adalah: 1) meningkatkan produktivitas pekerja; 2)

merubah karakter pekerjaan pertanian, yaitu membuatnya menjadi tidak

berat dan menarik; dan 3) meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil

pertanian.

Smith dan Wilkes (1996) berpeendapat bahwa alat mekanis adalah

alat yang dapat bergerak dan mempunyai tenaga (manusia, hewan, motor

bakar/listrik, angin, air, dan sumber energi lain). Sedangkan operasi

pertanian merupakan usaha manusia mengubah karakteristik/posisi suatu

objek. Misalnya, tanah: diolah lalu ditanami; benih: dari gudang lalu

disemai. Karakteristik objek pertanian ditentukan oleh tipe aktivitas,

besar aktivitas (luasan/berat/jumlah), waktu (mulai-selesai), lamanya

(jangka) waktu, hasil (kuantitas-kualitas), biaya, beban kerja,

pengaruh terhadap lingkungan, dan sebagainya.

Namun demikian, ada sejumlah permasalahan yang berhubungan dengan

alat dan mesin pertanian (alsintan), antara lain: adanya mesin tipe

baru, bagaimana mengubah desain, bagaimana menguji

komparatif/evaluasi, efisiensi dan efektivitas, studi tentang tanah,

desain model alsintan, faktor waktu dan gerak, gaya bagian gerak

(percepatan/ perlambatan), berat mesin dan keseimbangan, getaran dan

kelelahan, dan sebagainya.

Selain itu, tahapan produksi dan pemasaran alsin masih

dikoordinasi oleh American Society of Agricultural Engineering (ASAE), sebuah

lembaga internasional yang berkedudukan di Amerika Serikat, yang telah

melakukan kebijakan pilot mechines atau multilokasi, yang meliputi

pengujian fungsional, mekanis (struktural dan ketahanan/ durability),

kebutuhan daya dan gaya-gaya eksternal yang bekerja (bajak, dan

sebagainya).

Kendala lain dalam penerapan mekanisasi di bidang pertanian, di

antaranya adalah: 1) lahan sempit; 2) rasio pekerja dengan lahan yang

tersedia kecil; 3) modal tidak tersedia; dan 4) laju pertumbuhan

penduduk semakin meningkat.

Sejarah Mekanisasi Pertanian

Asal mula adanya mekanisasi di bidang pertanian dimulai dari

semakin bertambahnya jumlah penduduk bertambah dan kebutuhan pangan

bertambah sehingga bidang pertanian dan industri didorong untuk

semakin semakin berkembang. Namun pada sisi yang lain, tenaga manusia

dan ternak yang dapat digunakan semakin terbatas sehingga perlu

introduksi alat dan mesin pertanian (pra dan pasca panen).

Menurut Daywin et al. (1991), manusia sebagai sumber daya adalah

kurang efisien dan kurang efektif. Kemampuannya terbatas, sekitar 0.1

HP (horse power atau tenaga kuda) untuk kerja terus menerus. Meski

demikian, seperti di negara-negara berkembang lainnya, di Indonesia

daya manusia dan ternak masih memegang peranan penting. Penggunaan

traktor sebenarnya telah dimulai pada tahun 1914, hanya saja masih

terbatas pada usaha-usaha perkebunan. Sejak 1950, pemerintah mulai

menaruh perhatian dalam pengembangan daya mekanis. Mulai saat itu,

perkembangan penggunaan daya mekanis terutama pada bidang pengolahan

hasil pertanian berkembang pesat.

Alat dan mesin pertanian sejak tahun 1970-an telah banyak

diproduksi di dalam negeri, khususnya yang tergolong dalam alat

mekanis pengolahan tanah, alat pemeliharaan tanaman, pompa air irigasi

dan mesin engolahan hasil pertanian. Produksi traktor tangan pada

tahun 1987/1988 sebanyak 3.334 unit.

Pada dasarnya tujuan pokok mekanisasi di bidang pertanian adalah

untuk: 1) meningkatkan produktivitas pekerja; 2) merubah karakter

pekerjaan pertanian, yaitu membuatnya menjadi tidak berat dan menarik;

dan 3) meningkatkan kualitas kerja di lahan. Oleh karena itu,

penggunaan alat dan mesin pertanian dianggap sebagai salah satu

alternatif untuk mengisi kebutuhan tenaga dalam rangka peluasan areal,

peningkatan intensitas tanam pada lahan yang ada dan perbaikan

pengelolaan pascapanen.

Tiga periode penggunaan tenaga di bidang pertanian (menurut N.B.

Walker dalam buku “Survey and Problems in Agricultural Engineering”):

1. Periode Tenaga Manusia (1850): a) membosankan; b) perbudakan; c)

pendapatan per kapita rendah; d) paling tidak 78 % penduduk bertani

untuk memenuhi kebutuhan pangan negara; dan e) surplus hasil pertanian

jarang terjadi.

2. Periode Tenaga Hewan (1850-1900): a) penggunaan tenaga hewan memberi

pengaruh pada penciptaan dan pengembangan mesin pertanian; b) jumlah

penduduk di pertanian berkurang; c) petani mempunyai pandangan untuk

pengembangan industri pertanian; d) perhatian pada penelitian di

bidang pertanian meningkat; e) paling tidak 34 % penduduk bertani

untuk memenuhi kebutuhan pangan negara; dan f) efisiensi meningkat dan

surplus dapat tercapai.

3. Periode Tenaga Mekanis (1900-sekarang): a) modal investasi mesin

peralatan meningkat; b) timbul permasalahan manajemen tenaga kerja; c)

meningkatkan gaya hidup petani; d) perkembangan di bidang keteknikan

semakin meningkat; dan e) jumlah penduduk yang bekerja di bidang

pertanian semakin berkurang.

Berdasarkan latar belakang sejarah di atas, maka ruang lingkup

mekanisasi pertanian meliputi 6 (enam) bidang, yaitu: 1) bidang mesin

budidaya pertanian; 2) bidang teknik tanah dan air; 3) bidang

lingkungan dan bangunan pertanian; 4) bidang elektrifikasi pertanian;

5) bidang mesin-mesin pengolahan pangan dan hasil pertanian; dan 6)

bidang sistem dan manajemen informasi pertanian.

Perbedaan Prinsip Usahatani Padi Lahan Kering dan Lahan Basah

Menurut Daywin, Sitompul, dan Hidayat (1999), terdapat sejumlah

faktor yang membedakan usahatani di lahan kering dan basah, khususnya

untuk padi.

1. Lapisan Kedap

Pengetahuan yang umum dalam pertanian lahan kering menunjukkan

bahwa pembentukan lapisan kedap di bawah lapisan topsoil atau lapisan

olah harus dihindarkan. Para petani lahan kering suka dan selalu

mempertahankan “lahan bebas lapisan kedap”.

Sebaliknya, bagi usahatani padi sawah di Asia, perlu membentuk dan

mempertahankan lapisan kedap yang oiptimum. Dalam sejarah manusia,

petani padi sawah menciptakan sistem penanaman dengan memindahkan

bibit dari pesemaian agar mereka dapat membentuk dan mempertahankan

lapisan kedap melalui operasi pelumpuran, dan agar pengendalian gulma

dapat lebih baik dan mudah, dibanding sistem penanaman dengan menebar

langsung.

Tabel 2. Beda prinsip bertani di lahan kering dan sawah.Pertanian lahan

kering di Eropa dan

Amerika (gandum,

jagung, sayur-

sayuran, dsb)

Pertanian padi sawah di Asia (padi,

gandum, sayur-sayuran, dsb)

Hujan

tahunan

300-600 mm/tahun. 1500-3000 mm/tahun, maks. 4500

mm/tahunKedalaman

olah tanah

20-30 cm. Makin dalam

makin baik (olah

tanah minimum).

10-15 cm. Makin dangkal makin mudah

dikerjakan. Kedalaman setelah

pelumpuran 15-20 cm.Datar dan

kerataan

Tidak perlu. Benar-benar datar dan rata.

Rekomendasi Kementerian di Jepang

untuk kedataran petak: ± 2,5 cm Þ

± 5 cm luas petak.

Galengan Tidak perlu. Sangat diperlukan.Luas

petakan

Makin luas makin

baik.

Makin kecil makin mudah dibuat datar

secara tradisional: 0,1-0,3 ga & < 1

ha. Rekomendasi Kementerian: 50 m x

20 m Þ 100 m x 20-30 m ÞLapisan

kedap

Tidak harus

terbentuk. Jika

terbentuk,

dihancurkan supaya

akar tumbuh lebih

baik.

Harus terbentuk dan dipertahankan

supaya tidak bocor air irigasi.

Petani tidak suka petakan bocor dan

dalam.

Sumber: Daywin, Sitompul, dan Hidayat (1999)

Di daerah penanam padi, petani menikmati sumur dangkal dengan muka

air tanah yang tinggi untuk keperluan sehari-hari sepanjang tahun

sehingga lapisan kedap mempunyai fungsi yang sangat penting:

a. Lapisan kedap dengan kekerasan > 7 kgf/cm2, biasanya sebesar 10-20

kgf/cm2 dalam ‘cone index’ dengan ketebalan lapisan sekitar 10-15 cm,

mampu mendukung manusia, ternak, dan mesin.

b. Untuk menghindarkan perkolasi yang berlebihan dari air irigasi,

lapisan kedap dibuat > 40 mm/hari ke dalam air tanah, ke dalam atau di

bawah subsoil, karena perkolasi yang berlebihan berarti hilangnya pupuk

kandang dan pupuk buatan, yang dapat menyebabkan penurunan hasil.

c. Dengan mempertahankan struktur yang optimum dari lapisan kedap, hasil

yang lebih besar dan stabil dapat dicapai dan meminimumkan hilangnya

air irigasi dan pupuk.

2. Kedalaman Pembajakan

Pertanian lahan kering modern biasa mengolah topsoil sedalam 20 cm

atau hingga 30 cm, dengan harapan pertumbuhan akar tanaman lebih baik

yang mana membutuhkan air di lapisan subsoil untuk hidup. Namun untuk

padi sawah, kedalaman pembajakan konvensional sejak adanya manusia dan

tenaga ternak hanya 10-15 cm. Karena itu selalu ada air irigasi yang

cukup tanaman di atas dan di dalam lapisan olah atau topsoil.

3. Kerataan dan Ukuran Petakan Sawah

Petakan sawah harus benar-benar datar dan rata karena sifat-sifat

dan permukaan air, sementara lahan kering tidak perlu datar dan rata.

Nenek moyang petani di Asia, telah membuat banyak sawah dengan petakan

kecil sejauh mereka mampu karena petakan lebih kecil akan memudahkan

membuat lapisan olah datar dan rata.

Pada tahun 1970-an, kementerian di Jepang merekomendasikan luas

petakan sawah kurang dari 100 m x 20-30 m, dengan semua saluran

irigasi da drainasi berfungsi selama periode kematangan padi.

Fasilitas drainasi tidak selalu dibutuhkan pada usahatani lahan

kering.

Mekanisasi dan Produksi Pertanian

Produktivitas pertanian di Indonesia sudah saatnya berubah dari

pola tradisional menjadi pola modern yang ramah lingkungan. Produktif

tidak hanya di tataran on farm tetapi juga harus di tataran off farm.

Pada level on farm yang harus mulai berbenah adalah pada level

peningkatan nilai produksi dan efisiensi. Efisiensi di level on farm

meliputi penggunaan benih, pupuk, air dalam upaya yang sangat

sinergis, artinya harus ada korelasi dan hubungan yang seimbang antara

ketiganya, sehingga diharapkan adanya keterpaduan yang menguntungkan

bagi petani.

Banyak kasus muncul akibat tidak sinerginya ketika faktor tersebut

seperti benih yang tidak layak untuk dikembangkan, penggunaan pupuk

dan pemakaian air yang berlebihan sehingga berpengaruh pada konversi

dan degradasi lahan.

Pada level off farm, yang harus ditekankan adalah kemampuan pasokan

komoditas, pengolahan lanjutan serta industrialisasi pedesaan berbasis

pertanian. Titik tekan mekanisasi juga berpengaruh di sektor off farm,

dengan adanya sentuhan mekanisasi maka nilai tambah dari komoditas

akan lebih tinggi dari pada tanpa sentuhan. Sentuhan tersebut dapat

berupa pengolahan lanjutan seperti penyimpanan, pengemasan, dan alur

pendistribusian yang terpadu pada pemasaran komoditas.

Untuk mendukung keberlanjutan ini perlu adanya pendampingan secara

berkala, penyiapan infrastruktur yang memadai, dan sosialisasi kepada

masyarakat. Pendampingan secara berkala diwujudkan dengan melakukan

pelatihan-pelatihan kepada kelompok tani akan pentingnya mekanisasi

sesuai dengan pendekatan yang dijalankan. Pendekatan ini perlu

dilakukan agar program bisa mengalami keberlanjutan yang baik, tidak

hanya sekadarnya saja.

Mengutip dari makalah komisi mekanisasi pertanian dijelaskan bahwa

pendekatan pengembangan mekanisasi pertanian ada 2 (dua) hal yaitu:

1. Holistik: pengembangan dalam sistem holistik terpadu dan sinergi

antara teknologi, prasarana dan kelembagaan.

2. Progresif: pengembangan secara proaktif ke arah kemajuan melibatkan

partisipasi stakeholder.

Penyiapan infrastruktur juga menjadi entri point dalam menjaga

keberadaan mekanisasi. Infrastruktur penting karena memiliki peran

yang strategis dan merupakan penunjang utama bagi penerapan mekanisasi

pertanian. Lemahnya infrastruktur dapat menimbulkan ancaman serius

terhadap keberadaan mekanisasi terutama dalam mendukung ketahanan

pangan nasional. Seperti contoh pada program swasembada dapat berjalan

jika saja penerapan mekanisasi dan optimalisasi infrastruktur

pertanian dapat bersinergi menjadi kesatuan yang utuh di lapangan.

Sosialisasi pengembangan program mekanisasi pertanian dapat

dilakukan dengan strategi benar tepat sasaran. Jadi pendekatan

sosialisasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pendekatan selektif

dan pendekatan partisipatif. Pendekatan selektif yaitu dengan

pemilihan teknologi disesuaikan dengan agroekosistem dan komoditas

pertanian, sedangkan pendekatan partisipatif yaitu dengan pengembangan

yang mengikutsertakan partisipasi aktif semua stakeholder.

Melihat dari adanya kebijakan sektor mekanisasi pertanian yang

memiliki keberpihakan pada masyarakat akan sungguh naif jika hanya ada

dalam tataran wacana saja. Sudah saatnya penerapan mekanisasi mulai

menjamah di kalangan masyarakat petani sebagai stakeholder utama penyedia

pangan, tidak hanya dimiliki oleh petani-petani besar. Untuk itu,

semua arah kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah harus benar-benar

tepat dan bermanfaat bagi pembangunan berlanjutan sektor pertanian

ini.

Tanpa adanya kesatuan dukungan dan sinergisitas semua pihak yang

saling bekerja bersama untuk kemajuan ini, niscaya prospek

pengembangan mekanisasi pertanian akan menjadi buah sejarah kegagalan

yang akan selalu diingat oleh generasi penerus kita mendatang. Sudah

saatnya kita semua mulai menerapkan kebijakan yang bersifat proaktif

dan berpihak kepada masyarakat dengan melibatkan partisipasi aktif

stakeholder sehingga diharapkan mekanisasi pertanian lebih cepat

berkembang.

Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian

atau Balitbangtan Deptan (2005) menyatakan bahwa dukungan mekanisasi

pertanian akan menjadi agenda pembangunan pertanian yang perlu

diperhatikan jika dikaitkan dengan program revitalisasi pertanian,

yang mengisyaratkan kepada tiga pilar utama, yaitu ketahanan pangan,

pengembangan agribisnis, dan kesejahteraan rakyat. Sektor pertanian

selalu dikaitkan dengan ketiga hal tersebut, karena merupakan sumber

mata pencaharian yang sangat dominan bagi lebih dari 50 % penduduknya.

Dari sumber penelitian yang didapat dapat dilihat bahwa pada tahun

1999 lebih dari 65 % penduduk pedesaan yang hidup dari sektor

pertanian, menguasai lahan kurang dari 0,5 ha/keluarga dan

berpenghasilan antara Rp1.630.000,- sampai Rp1.679.000,-/ tahun.

Petani yang menguasai lahan antara 0,5 ha sampai 1,0 ha, memiliki

penghasilan Rp2.650.000-Rp3.423.000/tahun. Sedangkan penduduk desa

yang tidak bekerja di sektor pertanian justru mempunyai penghasilan

lebih besar yaitu antara Rp3.138,000-Rp7.301.2000/tahun. Selain dari

pada itu, penduduk perkotaan yang memiliki pendapatan terendah, telah

melampaui pendapatan penduduk yang bekerja di sektor pertanian yang

memiliki lahan > 1 ha, yaitu Rp.4.650.000/tahun. Secara nasional

penduduk perkotaan mempunyai pendapatan lebih besar dari Rp.

4.600.000,-/tahun sampai dengan Rp. 9,264,500/tahun.

Dengan demikian, semakin jelas bahwa sektor pertanian belum mampu

memberikan pendapatan yang lebih baik meskipun pembangunan pertanian

telah dijadikan fokus utama pembangunan ekonomi pada masa lalu. Karena

itu revitalisasi pertanian menjadi jawaban untuk melakukan pembaharuan

yang lebih terarah dan fokus. Revitalisasi pertanian tidak akan

berjalan bila hanya dikerjakan sendiri oleh sector pertanian, tanpa

melibatkan sektor lain seperti infrastruktur, perdagangan, industri

dan manufaktur. Pembangunan pertanian perlu dibangun dengan skenario

yang bulat sebagai fokus pembangunan ekonomi.

Meskipun tarikan dari sektor industri semakin besar sehingga

tenaga kerja di sektor pertanian dirasakan berkurang di beberapa

pusat-pusat produksi yang berdekatan dengan kota besar, namun

tampaknya kecepatan arus tenaga kerja ke industri dan jasa, belum

sepenuhnya mampu menurunkan persentase keterlibatan tenaga kerja

secara cepat, sementara ini sumbangan tenaga kerja pertanian pada

sektor ekonomi masih di atas 45 %. Faktor-faktor eksogenus tersebut

masih diperkuat lagi dengan makin berkurangnya daya dukung sumber daya

lahan. Sampai dengan tahun 1998 kurang lebih 10 juta ha lahan telah

dieksplorasi untuk peningkatan produksi beras setiap tahun.

Namun data yang ada masih harus dikoreksi dengan makin meluasnya

konversi lahan sawah produktif menjadi lahan industri khususnya di

Jawa, yang tidak bisa lagi untuk memproduksi beras dan pangan

karbohidrat lainnya. Sementara itu selama waktu 10 tahun (1983-1993),

lahan pertanian di Indonesia telah menurun sejumlah 1,3 juta ha dan 1

juta di antaranya adalah di Jawa dan Bali. Tambahan lagi bencana El-

Nino yang membawa dampak kekeringan, harus dipahami sebagai faktor

eksternal yang tidak bisa dicegah, namun perlu diwaspadai dan dipakai

sebagai indikator untuk melakukan suatu tindakan Early Warning System.

Mekanisasi Pertanian sebagai supporting systems mempunyai peran vital

untuk ikut mendukung revitalisasi pertanian dalam arti yang luas,

antara lain memberikan citra pertanian Indonesia yang kuat dan tidak

berkesan kumuh, mampu menjadi harapan sebagian besar masyarakat yang

menggantungkan hidupnya pada sektor ini sekaligus menyediakan pangan

yang cukup bagi seluruh masyarakat dan menghasilkan devisa bagi

tumbuhnya perekonomian negara dengan teknologi yang dibutuhkan. Karena

itu revitalisasi pertanian tidak dapat terpisah dari pembangunan

infrastruktur, kelembagaan, sumber daya manusia, pengembangan

investasi dan permodalan dan teknologi termasuk mekanisasi pertanian.

Dari aspek sumber daya manusia, statistik menunjukkan bahwa tenaga

kerja manusia untuk sektor pertanian dalam kurun waktu 1992-1997 telah

mengalami penurunan dari 41 juta menjadi 34,5 juta orang. Penurunan

lebih kurang 10 % atau sekitar 2 % per tahun merupakan suatu gambaran

bahwa pekerjaan pertanian bukan pekerjaan yang menarik dan menjadi

gantungan untuk dukungan hidup utama. Untuk sub sektor pertanian

tanaman pangan dan hortikultura, dalam waktu 6 tahun tersebut

berkurang 1,3 juta tenaga kerja per tahun. Semakin menurunnya jumlah

SDM yang terlibat justru semakin menunjukkan peningkatan produktivitas

tenaga kerja, namun belum tentu diimbangi dengan peningkatan

pendapatan petani.

Sebelum era krisis moneter tahun 1989-1995, telah terjadi

pergeseran tenaga kerja akibat pertumbuhan ekonomi yang memberi

kesempatan kerja lebih luas di sektor industri dan jasa. Hal ini

memberi dampak nyata berkurangnya pekerja sektor pertanian, baik

secara proporsional tetapi juga secara absolut seperti terlihat pada

Tabel 3. Namun, proyeksi pada tahun 1998 diperkirakan terjadi

perubahan peralihan tenaga kerja kembali ke sektor pertanian karena

lumpuhnya sektor industri pada masa terjadinya krisis moneter.

T abel 3. Distribusi persentase tenaga kerja di sektor pertanian dan jasa.1)

SEKTOR 1980 1985 1990 1995 19982)

Pertani

an:Orang 28.843.041 34.141.089 35.747.477 35.233.270 39.417.533

% 55,93 54,65 49,95 43,95 44,96Industr

i:Orang 5.133.391 6.281.049 9.030.101 10.985.507 9.933.288

% 9,96 10,06 12,63 13,71 11,73Jasa:

Orang 17.251.387 21.613.239 26.112.890 33.809.283 22.725.436% 34,11 35,29 37,42 42,34 43,71

Keterangan:1) BPS 1995 dan 1998: Survei Angkatan Kerja Nasional 15 tahun ke atas.2) Angka Proyeksi berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional.

Kebijakan Penggunaan Alsintan

Alat dan mesin pertanian telah digunakan dalam usaha tani tanaman

pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Penggunaan alat dan

mesin pertanian telah dirasakan manfaatnya oleh petani khususnya

tanaman pangan dalam mempercepat pengolahan tanah, pengendalian hama,

panen dan perontokan khususnya di daerah intensifikasi. Namun demikian

jumlah alat dan mesin pertanian masih sangat sedikit dibanding dengan

luas lahan yang ada. Ditinjau dari jumlah alat dan mesin yang

digunakan, level mekanisasi pertanian masih berada + 30 persen. Di

samping itu pemakaian juga belum optimum khususnya dalam Usaha

Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA).Demikian pula angka susut

pascapanen juga masih besar yaitu berkisar antara 12,5-23 %. Untuk

komoditas perkebunan, mekanisasi telah digunakan terutama untuk

pengolahannya. Namun demikian lebih dari 65 % komoditas perkebunan

belum dapat diolah sehingga peluang pengembangan mekanisasi untuk

komoditas ini masih terbuka luas. Meskipun mekanisasi pertanian juga

telah digunakan di bidang peternakan terutama untuk pengolahan pakan,

penyediaan bibit dan pengolahan produk, namun jumlahnya masih jauh

dari kebutuhannya. Untuk komoditas hortikultura, mekanisasi mulai dari

irigasi sampai dengan pengolahan produk jadi masih belum mendapatkan

perhatian yang layak. Meskipun demikian beberapa prototipe alat dan

mesin pasca panen hortikultura telah tersedia dan siap untuk

dikembangkan seperti mesin grader buah, penggoreng vakum, perajang dan

pengering.

Industri alsintan sudah berkembang semenjak dua dekade terakhir

khususnya untuk mencukupi kebutuhan alat dan mesin pertanian padi.

Kapasitas terpasang dari industri traktor lokal sebenarnya lebih

tinggi dari kebutuhan dalam negeri, namun karena kebijakan makro dalam

tarif, harga alsin, bunga bank dan subsidi atau kredit yang belum

sepenuhnya mendukung bagi industri maupun pemakai alsintan, maka

perkembangan industri dan penggunaan tumbuh lambat.

Untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan IP dari komoditas

unggulan terpilih, diperlukan tambahan jumlah alsin baik untuk tanaman

pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Guna memenuhi

tambahan kebutuhan tersebut diperlukan dana dalam bentuk investasi dan

pengelolaan yang baik terutama melalui UPJA. Untuk mendukung tanaman

pangan dan hortikultura diperlukan tambahan investasi alat dan mesin

pertanian sebesar Rp60 T (triliun).

Target pengembangan alsin untuk tanaman padi adalah hand traktor,

transplanter, weeder, pompa air, hand sprayer, reaper (pemanen), thresher dryer,

dan mesin penggilingan padi. Untuk komoditas hortikultura,

pengembangan mekanisasi diarahkan pada mesin grader dan pemeras jeruk,

perajang multiguna dan penggoreng vakum untuk pisang serta traktor dan

pompa air untuk bawang merah. Sedangkan untuk tanaman perkebunan

diarahkan pada pengembangan mesin untuk pengolahan. Pengolahan pakan

baik untuk unggas dan ruminansia merupakan prioritas yang harus

dilakukan sehingga mesin pengolahan pakan menjadi prioritas

pengembangan mekanisasi.

Dalam usaha meningkatkan dukungan mekanisasi pertanian rangka

pengembangan mekanisasi seperti diuraikan di atas, kebijakan

pengembangan mekanisasi pertanian harus mampu meningkatkan

produktivitas, efisiensi, mutu dan nilai tambah, mendorong tumbuhnya

industri alat dan mesin dalam negeri dan mendorong kemitraan antara

industri besar dan UKM. Strategi yang perlu ditempuh dalam

pengembangan mekanisasi pertanian adalah membangun industri pertanian

di pedesaan berbasis mekanisasi pertanian pada sentra produksi. Untuk

itu diperlukan dukungan kebijakan untuk pengembangan mekanisasi guna

mendukung revitalisasi pertanian antara lain adalah: (1) pengembangan

infrastruktur; (2) mendorong berkembangnya industri alsin dalam negeri

dan (3) mengembangkan model skim kredit dan bantuan keuangan yang

mendorong tumbuhnya mekanisasi pertanian.

Ciri utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu

dan kontinuitas pasokan yang terus menerus harus selalu meningkat dan

terpelihara. Produk-produk pertanian kita baik komoditas tanaman

pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan menghadapi

pasar dunia yang telah dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki

standar tertentu. Tentu saja produk dengan mutu tinggi tersebut

dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan muatan teknologi

standar. Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan tajam

tidak hanya di dunia tetapi bahkan di kawasan ASEAN. Mampukan kita

memacu pertanian kita menjadi sektor yang sejajar dengan tetangga dan

dunia?

Keadaan di atas menunjukkan bahwa sektor pertanian akan tetap

penting dalam perekonomian dan berperan dalam pembangunan nasional,

terlebih jika wacana pembangunan yang terintegrasi antara pertanian,

industri dan perdagangan dipandang sebagai suatu sistem entity yang utuh.

Kaitan yang erat antara pertanian dan industri serta perdagangan

senantiasa menuntut berkembangnya kebijakan pembangunan pertanian yang

dinamis sejalan dengan transformasi perekonomian yang sedang terjadi.

Dalam suasana lingkungan strategis yang berubah cepat, penajaman arah

kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan pada masa reformasi menjadi

demikian penting.

Dengan mekanisasi pertanian diharapkan efisiensi dan produktivitas

penggunaan sumberdaya dapat ditingkatkan, selain agar ketepatan waktu

dalam aktivitas pertanian dapat lebih ditingkatkan. Pertanian

merupakan kegiatan yang tergantung pada musim. Pada saat musim tanam

dan musim panen tenaga kerja yang dibutuhkan sangat besar. Tetapi pada

waktu lain tenaga kerja kurang dibutuhkan dan ini mengakibatkan

terjadinya pengangguran tak kentara. Dengan mekanisasi pertanian semua

aktivitas pertanian dapat diselesaikan dengan lebih tepat waktu

sehingga memberikan hasil yang lebih baik, di samping itu penggunaan

alat dan mesin pertanian dapat juga mengurangi kejenuhan dalam

pekerjaan petani dan tenaga kerja dapat dialokasikan untuk melakukan

usaha tani lain atau kegiatan di sektor lain yang sifatnya lebih

kontinu.

Namun tidak semua teknologi dapat diadopsi danditerapkan begitu

saja karena pertanian di negara sumber teknologi mempunyai

karakteristik yang berbeda dengan negara kita, bahkan kondisi lahan

pertanian di tiap daerah juga berbeda-beda. Teknologi tersebut harus

dipelajari, dimodifikasi, dikembangkan, dan selanjutnya baru

diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Dalam hal ini peran

kelembagaan sangatlah penting, baik dalam inovasi alat dan mesin

pertanian yang memenuhi kebutuhan petani maupun dalam pemberdayaan

masyarakat. Lembaga-lembaga ini juga dibutuhkan untuk menilai

respon sosial, ekonomi masyarakat terhadap inovasi teknologi,

dan melakukan penyesuaian dalam pengambilan kebijakan mekanisasi

pertanian.

Alih Teknologi Mekanisasi Pertanian di Indonesia

Mekanisasi pertanian pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

efisiensi lahan dan tenaga kerja, meningkatkan luas lahan yang dapat

ditanami, menghemat energi dan sumberdaya (benih, pupuk, dan air),

meningkatkan efektivitas, produktivitas dan kualitas hasil pertanian,

mengurangi beban kerja petani, menjaga kelestarian lingkungan dan

produksi pertanian yang berkelanjutan, serta meningkatkan pendapatan

dan kesejahteraan petani (Salokhe dan Ramalingam 1998).

Awal perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia ditandai

dengan pemanfaatan alat dan mesin pertanian peninggalan Belanda di

Sekon. Alat dan mesin pertanian peninggalan Belanda ini kemudian

dipindahkan ke Jawa dan digunakan untuk pengenalan serta pengembangan

mekanisasi pertanian di Indonesia. Pada tahun 1950-an mulai didirikan

pool-pool traktor di berbagai wilayah di Indonesia. Dengan bantuan

pool traktor dan alat-alat pertanian ini, dilakukan pembukaan lahan di

berbagai daerah. Pada awal-awal perkembangan mekanisasi pertanian ini,

kita masih mengadopsi langsung teknologi dari negara maju. Padahal

kondisi lahan pertanian kita dan sistem usahataninya jauh berbeda

dengan negara asal teknologi. Akibatnya berbagai masalah timbul,

seperti batas sawah menjadi hilang dan lapisan bawah yang kedap air

rusak. Harapan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan juga

tidak tercapai. Proses alih teknologi seperti ini sering disebut

sebagai material transfer.

Tabel 4. Jumlah dan kapasitas perusahaan alsintan skala menengah tahun

2000.No Provinsi Jumlah

perusahaan

Kapsitas produksi

(unit)1 DI. Aceh 2 4.0002 Sumatera Utara 2 3.0003 DKI, Jakarta 6 20.0004 Jawa Barat 8 35.0005 Jawa Tengah 3 10.0006 DI. Yogyakarta 2 20.0007 Jawa Timur 6 30.0008 Kalimantan Timur 1 2.0009 Sulawesi Tengah 1 1.000

Jumlah 30 125.000

Sumber: Anon (2000)

Tabel 5. Perkembangan produksi industri alsintan.No Nama Alsintan 88/89 90/91 92/93 94/95 96/971 Traktor tangan 2.490 6.330 9.350 9.818 11.8602 Traktor mini 14 20 36 38 503 Traktor besar 188 200 360 540 6324 Mesin penumbuk

padi

830 1.337 1.511 1.587 1.980

5 Mesin perontok

padi

500 909 1.432 1.503 1.845

6 Polisher 150 665 1.050 1.213 1.5607 RMU 400 468 11.300 1.638 2.0108 Pompa irigasi 10.800 7.973 55.714 70.200 95.8759 Alat penyemprot

hama

- - - 390.50

0

556.00

0Sumber: Lisyanto (2002)

Korelasi antara Mekanisasi Pertanian dengan Kinerja Pertanian

1. Korelasi antara Mekanisasi Pertanian dengan Kinerja Sektor Pertanian

Seperti disebutkan sebelumnya, perkembangan mekanisasi pertanian

di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1950-an. Tetapi pada awal

perkembangannya, mekanisasi pertanian di Indonesia mengalami banyak

hambatan baik dalam hal teknis, ekonomis, maupun sosial. Penggunaan

alsintan baru mengalami peningkatan sejak tahun 1970-an karena

kesadaran petani semakin tinggi akan manfaat mekanisasi pertanian.

Kesadaran ini juga merupakan kebijakan untuk program swasembada beras

waktu itu, sehingga semua usaha peningkatan produksi padi diupayakan

dengan prioritas tinggi, terutama pada pembangunan irigasi,

penyuluhan, dan perluasan areal pencetakan sawah baru.

Walaupun pemakaian alsintan di Indonesia terus mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun, tetapi tingkat mekanisasi di

Indonesia masih ketinggalan dari negara-negara lain. Menurut Alfan

(1999), Indonesia masih sangat ketinggalan pada pengembangan traktor.

Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005 kw/ha. AS 1,7 kw/ha,

Belanda 3,6 kw/ha dan Jepang 5,6 kw/ha. Rendahnya pemakaian traktor

ini mencerminkan mekanisasi pertanian yang masih rendah sehingga

produktivitas pertanian kita jauh ketinggalan dari negara-negara maju

di atas.

Kehilangan hasil dalam pertanian masih besar dan penanganan

pascapanen juga kurang sehingga produk yang dihasilkan mutunya kurang

baik. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 1986/87 susut pascapanen

ada pada angka 18-19 % dan terbesar pada panen dan perontokan masing-

masing adalah 3 dan 5 %. Pada tahun 2004, Tjahyo Hutomo dkk.

menunjukkan bahwa rendemen penggilingan padi hanya mencapai rata- rata

59 %, sedangkan angka rendemen pada proyeksi pengadaan pangan adalah

63 %. Suatu hal yang memiliki risiko tinggi pada ketahananan pangan,

dan hal ini bisa merupakan indikasi kelemahan pada sistem kelembagaan

perberasan nasional.

Tabel 6. Pemakaian alsintan di Indonesia pada periode 1973-2001.Tahu

n

Jenis alsintan

Trakto

r roda

2

Trakt

or

roda

4

Pompa

air

Sprayer Thresh

er

Mesin

penggilingan

padi

Rice

milling

unit

(RMU)1973 1.914 1.600 * 74.190 * 1.347 21.6271981 4.843 3.850 * 418.237 * 15.149 *1988 16.804 4.316 * 918.699 103.01

9

* 26.936

1990 23.431 4.524 * 1.061.3

38

147.50

9

* 31.301

1994 50.224 5.384 * 1.300.9

66

262.12

1

* *

1995 53.867 6.124 * 1.387.2

33

300.14

1

* 40.038

1997 74.893 4.483 99.30

9

1.550.8

07

351.70

2

34.227 41.392

1998 81.108 4.656 117.1

16

1.642.6

86

367.25

0

37.071 42.551

2000 97.033 3.976 190.0

13

1.760.5

43

388.60

9

34.754 45.402

2001 84.664 3.711 215.7

74

1.562.2

17

340.65

4

32.309 39.996

Keterangan: *) Data tidak tersedia

Sumber: Data tahun 1973-1995 bersumber dari Lisyanto, 2002.

Mekanisasi pertanian dapat meningkatkan produktivitas pertanian

melalui pengolahan lahan yang lebih baik, mengurangi kehilangan hasil

serta meningkatkan ketepatan waktu dalam aktivitas pertanian. Selama

musim tanam dan musim panen, permintaan tenaga kerja sangat besar.

Dengan menggunakan alat dan mesin pertanian pekerjaan ini dapat

diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Dan tenaga kerja manusia

dapat dialokasikan untuk pekerjaan lain.

Tabel 7. Struktur ongkos per hektar usahatani di Indonesia.Keterangan 1994 1995 1996 1998/199

9Jumlah Produksi (kg) 4,352 4,357 4,424 4,204Nilai Produksi (Rp) 1,483,92

0

1,818,74

9

1,941,62

0

5,110,62

9Pengeluaran (Rp):

Bibit 22,055 25,606 28,035 98,709

Pestisida 15,343 15,962 18,718 78,106 Pupuk 91,449 105,423 113,201 366,215 Upah buruh 239,550 280,801 301,689 627,498 Lainnya 98,979 105,488 109,402 146,449Jumlah Pengeluaran (Rp) 467,376 533,280 571,045 1,316,97

7Pendapatan Bersih (Rp) 1,016,54

4

1,285,46

9

1,370,57

5

3,793,65

2Urban CPI (1996=1) 0.85 0.93 1.00 2.02Rural CPI (1996=1) 0.82 0.93 1.00 2.57Pendapatan Bersih Riel di

Perkotaan

1,195,93

4

1,382,22

5

1,370,57

5

1,878,04

6Pendapatan Bersih Riel di

Perdesaan

1,239,68

8

1,382,22

5

1,370,57

5

1,476,12

9Sumber: Buku Statistik Indonesia 200, BPS (2001) dan Anon (2001)

2. Korelasi antara Mekanisasi Pertanian dengan Kinerja Usaha Tani

Melalui struktur ongkos usaha tani dapat dilihat proporsi

tiap input pertanian terhadap biaya usaha tani. Pada Tabel 7. dapat

dilihat struktur ongkos per hektar usaha tani di Indonesia pada tahun

1994-1998/1999. Proporsi terbesar pada biaya usahatani adalah upah

buruh. Pada saat krisis, tahun 1998/1999 pendapatan bersih petani

mengalami peningkatan yang cukup besar. Kenaikan ini terjadi karena

harga barang-barang naik, termasuk harga beras. Akan tetapi kenaikan

pendapatan bersih riil petani sebenarnya tidak sebesar kenaikan

pendapatan nominalnya. Pendapatan bersih riil di rural hanya meningkat

7.7 persen dari tahun sebelumnya.

Harapan dan Tantangan Pengembangan Mekanisme Pertanian ke Depan

Alih teknologi mekanisasi pertanian telah berjalan di Indonesia

dengan didahului fase material transfer, dimana seluruh bentuk baik

teknologi dan pengetahuan diterapkan seperti yang berlaku di negara

asal, namun fase ini tidak memberikan hasil pengetahuan kecuali

pengalaman berhadapan dengan teknologi modern pada zaman itu. Fase

tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyesuaian penyesuaian yang

diadop melalui design transfer dimana konsep, metodologi dan sistem

sebagian besar masih tetap menggunakan asli negara asal,

hanyadilakukanpenyesuaiandalamskalaekonominya. Yang terakhir, dengan

perkembangan ilmu dan teknologi serta informasi yang makin maju,

secara bertahap, proses alih teknologi mekanisasi di Indonesia

mencapai tahap capacity transfer. Pada fase ini, perencanaan, pengembangan

dan perluasan mekanisasi pertanian dicoba dilakukan sesuai dengan

kemampuan adaptasi dan adopsi yang melibatkan lingkungan sosial

ekonomi.

Agar mekanisasi pertanian dapat berkembang dengan baik, maka

adopsi teknologi yang dilakukan harus tepat. Artinya, teknologi yang

diadopsi dari pihak luar harus dimodifikasi dan disesuaikan dengan

kondisi masyarakat Indonesia agar teknologi tersebut dapat diterima

dan dimanfaatkan dengan baik.

Untuk mengembangkan kelembagaan mekanisasi pertanian, strategi

yang dapat dilakukan antara lain: Pertama, membangun asosiasi petani

yang kuat agar melalui asosiasi ini dapat tercipta komunikasi antara

pemerintah dengan petani sehingga petani dapat menyalurkan aspirasi

dan kepentingannya dengan lebih baik.

Kedua, pemerintah perlu menetapkan kebijakan perdagangan yang

kondusif untuk mendukung perkembangan industri alsintan dalam negeri,

dan memeratakan distribusi alsintan di tiap wilayah Indonesia.

Ketiga, riset dan pengembangan harus ditingkatkan, dan kerjasama

antara lembaga riset pemerintah, swasta, universitas, serta lembaga

riset asing perlu dibina untuk meningkatkan inovasi teknologi

Indonesia.

Keempat, mendirikan lembaga keuangan pertanian yang memberi

kemudahan bagi petani dalam memperoleh kredit, baik itu sebagai modal

usaha maupun untuk pembiayaan aktivitas pertanian melalui skim kredit

pertanian.

Kelima, memberikan pelatihan dan pendidikan bagi petani agar

petani mampu mengoperasikan alsintan dengan baik dan aman. Di samping

itu, pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan petani serta memajukan cara berpikir

petani.

Keenam, mendirikan fasilitas produksi dan perbaikan lokal agar

desain dan produksi alsintan dapat dilakukan secara spesifik sesuai

dengan kondisi lahan setempat, mengurangi biaya transportasi ke

petani, dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di desa.

Ketujuh, meningkatkan jasa penyewaan alat dan mesin pertanian agar

petani kecil yang tidak sanggup membeli alsintan dapat menggunakan

alsintan dan mendapatkan manfaat darinya. Dalam usaha sewa jasa

alsintan, kemampuanmanajemen dan profesionalisme kelompok tani dan KUD

perlu ditingkatkan agar mampu mendapatkan keuntungan dari usaha sewa

jasa yang dilakukan.

Peran pemerintah sangat penting dalam menciptakan kondisi dimana

setiap pihak yang terlibat dalam mekanisasi pertanian dapat memperoleh

manfaat dan dapat berkembang. Dan tentu saja tujuan akhir dari

mekanisasi pertanian adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi,

serta meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat.

Soal Latihan dan Jawaban

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ilmu mekanisasi pertanian!Jawaban:

Menurut hasil Simposium Mekanisasi Pertanian tahun 1967 di Ciawi,

Bogor, Jawa Barat, ilmu mekanisasi pertanian adalah ilmu yang

mempelajari penguasaan dan pemanfaatan bahan dan tenaga alam untuk

mengembangkan daya kerja manusia dalam bidang pertanian, demi

kesejahteraan umat manusia.

2. Sebutkan dan jelaskan 3 (tiga) perbedaan prinsip antara usahatani padi

lahan basah dan lahan kering!

Jawaban:

2.1.Lapisan Kedap

Lapisan kedap mempunyai fungsi yang sangat penting:

a. Lapisan kedap dengan kekerasan > 7 kgf/cm2, biasanya sebesar 10-20

kgf/cm2 dalam ‘cone index’ dengan ketebalan lapisan sekitar 10-15 cm,

mampu mendukung manusia, ternak, dan mesin.

b. Untuk menghindarkan perkolasi yang berlebihan dari air irigasi,

lapisan kedap dibuat > 40 mm/hari ke dalam air tanah, ke dalam atau di

bawah subsoil, karena perkolasi yang berlebihan berarti hilangnya pupuk

kandang dan pupuk buatan, yang dapat menyebabkan penurunan hasil.

c. Dengan mempertahankan struktur yang optimum dari lapisan kedap, hasil

yang lebih besar dan stabil dapat dicapai dan meminimumkan hilangnya

air irigasi dan pupuk.

2.2.Kedalaman Pembajakan

Di dalam pertanian lahan kering yang modern, adalah biasa untuk

mengolah topsoil sedalam 20 cm, atau jika mungkin 30 cm, dengan harapan

agar pertumbuhan akar tanaman lebih baik yang mana membutuhkan air di

lapisan subsoil untuk hidup.

Akan tetapi untuk padi sawah, kedalaman pembajakan konvensional sejak

adanya manusia dan tenaga ternak hanya 10 sampai kurang dari 15 cm

saja. Karena itu selalu ada air irigasi yang cukup tanaman di atas dan

di dalam lapisan olah atau topsoil.

2.3.Kerataan dan Ukuran Petakan Sawah

Petakan sawah harus benar-benar datar dan rata karena sifat-sifat dan

permukaan air, sementara lahan kering tidak perlu datar dan rata.

Nenek moyang petani di Asia, telah membuat banyak sawah dengan petakan

kecil sejauh mereka mampu karena petakan lebih kecil akan memudahkan

membuat lapisan olah datar dan rata. Pada tahun 1970-an, kementerian

di Jepang merekomendasikan luas petakan sawah kurang dari 100 m x 20-

30 m, dengan semua saluran irigasi/drainasi berfungsi selama periode

kematangan padi. Fasilitas drainasi tidak selalu dibutuhkan pada

usahatani lahan kering.

3. Sebutkan 3 (tiga) kebijakan pengembangan mekanisasi guna mendukung

revitalisasi pertanian!

Jawaban:

Dukungan kebijakan untuk pengembangan mekanisasi guna mendukung

revitalisasi pertanian antara lain: (1) pengembangan infrastruktur;

(2) mendorong berkembangnya industri alsin dalam negeri dan (3)

mengembangkan model skim kredit dan bantuan keuangan yang mendorong

tumbuhnya mekanisasi pertanian.

4. Sebutkan 5 (lima) fungsi dari mekanisasi pertanian dalam pembangunan

pertanian!

Jawaban:

4.1.Mempertinggi efisiensi tenaga manusia;

4.2.Meningkatkan derajat hidup petani;

4.3.Menjamin kualitas, kuantitas, dan kapasitas produksi pertanian;

4.4.Memungkinkan pertumbuhan pertanian untuk kebutuhan keluarga

(konsumtif) ke arah pertanian perusahaan (produktif);

4.5.mempercepat transisi bentuk ekonomi dari sifat agraris ke industri.

5. Sebutkan permasalahan dalam pengembangan mekanisasi pertanian!

Jawaban:

5.1.Luasan lahan usahatani yang relatif sempit;

5.2.Rasio pekerja dengan lahan yang tersedia kecil;

5.3.Modal tidak tersedia atau terbatas; dan

5.4.Laju petumbuhan penduduk semakin meningkat.

5.5.Pembuatan mesin tipe baru;

5.6.Perbaikan suatu mesin, pembuatan model baru dari mesin yang sudah ada

atau perubahan desain untuk mengurangi biaya pembuatan mesin tersebut;

5.7.Uji komparatif dari beberapa mesin atau evaluasi untuk kerja dari

suatu mesin;

5.8.Studi tentang peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan mesin

yang ada. Sebagai contoh, menentukan penyetelan yang tepat dan kondisi

operasi dari suatu mesin panen agar kerusakan biji dan susut seminimum

mungkin;

5.9.Penelitian dan studi tentang masalah fundamental yang tidak langsung

berhubungan dengan mesin tertentu, seperti studi mekanika tanah dalam

hubungannya dengan pengolahan tanah dan traksi;

5.10. Penelitian desain model alsin dengan memperhitungkan faktor waktu

dan gerak yang efisien, gaya bagian gerak (percepatan/perlambatan),

berat mesin dan keseimbangan, getaran dan kelelahan, dan sebagainya;

5.11. Tahapan penelitian, produksi, dan pemasaran alsin masih

dikoordinasi oleh American Society of Agricultural Engineering (ASAE);

Daftar Pustaka

Alfan, Z., 1999. Mekanisasi, pemecahan masalah efisiensi kerja petani. http://www.indomedia.com/bpost/012000/20/opini/opini1.htm.

Bidang Infokom Imatetani Unibraw, 2010. Mekanisasi pertanian: Kini dan nanti di

Indonesia. Traksi: Nafas pergerakan Imatetani. E-magazine Ikatan

Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia. Edisi 1/Tahun I/Juli 2010.

Universitas Brawijaya. Malang, Jawa Timur.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005. Prospek dan arah

pengembangan agribisnis: Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian. Departemen

Pertanian. Jakarta.

Daywin, F. J., R. G. Sitompul, dan I. Hidayat, 1999. Mesin-mesin budidaya

pertanian di lahan kering. Bogor, Jawa Barat: Academic Development of the

Graduate Program, The Faculty of Agricultural Engineering and

Technology, Institut Pertanian Bogor. JICA-DGHE/IPB Project/ADAET:

JTA: 9a(132).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas lapang.

http://teknoperta.wordpress.com/2008/ 09/15/faktor-faktor-yang-

mempengaruhi-kapasitas-lapang-2/.Diakses tanggal 30 November 2010.

Handaka, 2004. Inovasi mekanisasi pertanian berkelanjutan. Suatu Alternatif

Pemikiran.

Handaka dan Joyowinoto, 2002. Proses inovasi teknologi mekanisasi pertanian di

Indonesia. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Badan

Litbang Pertanian. Bogor, Jawa Barat.Hermawan, W., 2010. Kinerja mesin-mesin pengolahan tanah untuk penyiapan penanaman di

lahan kering. Prosiding Seminar Nasional Perteta 2010, Purwokerto, 10 Juli

2010: Revitalisasi Mekanisasi Pertanian dalam Mendukung Ketahanan

Pangan dan Energi. Purwokerto, Jawa Tengah.

Joyowinoto, 2004. Pengembangan mekanisasi pertanian kinerja dan tinjauan

kelembagaan.

Kapasitas lapang dan efisiensi peralatan. http://teknoperta.wordpress.com / 2 0

0 8/0 9/1 5/ faktor-faktor-yang-mempengaruhi-kapasitas-lapang-2/.

Lisyanto, 2002. Pengembangan teknologi berbasis pertanian: Suatu modal kemandirian

dalam menghadapi era global. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

http://rudyct.tripod.com/sem1_023/ lisyanto.htm.

Nuswantara, B., 2002. Prospek bank pertanian di Indonesia: Kajian falsafah sains

terhadap skim kredit pertanian. Tugas Mata Kuliah Falsafah Sains. Program

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Jawa Barat.

Politeknik Banjarnegara, 2010. Mekanisasi pertanian. Banjarnegara, Jawa

Tengah.

PSP dan Departemen Pertanian, 2003. Evaluasi dampak deregulasi agroinput.

Kerjasama PSP-IPB dan Departemen Pertanian, Jakarta.

Smith, H. P. dan L. H. Wilkes, 1996. Mesin dan peralatan usaha tani. Edisi

keenam, cetakan kedua. T. Purwadi, penerjemah. G. Tjitrosoepomo,

editor. Judl asli: Farm machinery and equipment. Sixth edition (Harris Pearson

Smith, 1976). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press (Anggota

IKAPI).

Soedjatmiko, dkk., 1995. Sejarah mekanisasi pertanian: Fakta, analisis, masa depan.

Kerjasama Asset Professional-Jurusan Mekanisasi Pertanian, Institut

Teknologi Indonesia. Serpong.

Soemangat, 2003. Kebijaksanaan transfer inovasi mekanisasi pertanian di tingkat

pedesaan untuk pengembangan agrobisnis.

Soenarto, D., P. Gardjito, M. Makbul, V. L. Tjandrakirana, dan K.

Hidajat, 1969. Mekanisasi pertanian. Djakarta: PT. Soeroengan.

Soentoro, 1998. Pengembangan mekanisasi pertanian tinjauan aspek ekonomi dan

kelembagaan. Prosiding Perspektif Pemanfaatan Mekanisasi Pertanian

dalam Peningkatan Daya Saing Komoditas. Pusat Penelitian Sosial

Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Bogor, Jawa Barat.

The Library of Congress Country Studies, 1998. Agriculture.

http://reference. allrefer.com/ country-guide-study/southkorea

Tinjauan pustaka.Mengenal alat alat laboratorium adalah materi yang harus

dikuasai oleh seseorang yang bekerja di laboratorium. Mengenal alat alat laboratorium menjadi mutlak karena setiap praktikum kita akan mengginakan alat yang berbeda. Fungsi dari  masing masing alat tersebut juga harus diketahui ddengan baik oleh semuamahasisiwa, selain itu juga ada cara kerja dari tiap tiap alat harus diketahui dengan baik.          Mekanisasi pertanian diartikan secara bervariasi oleh beberapa orang. Mekanisasi pertanian diartikan sebagai pengenalandan penggunaan dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya. Secara umum mekanisasi pertanian dapat juga diartikan sebagi penerapan ilmu teknik untuk mengembangkan, mengorganisasi, dan mengendalikan operasi di dalam produksi pertanian (Robbins,2005).           Ruang lingkup mekanisasi pertanian juga berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi pertanian. Ada pula yang mengartikan bahwa pada saat ini teknologi mekanisasi yang digunakan dalam proses produksi sampai pasca panen (penanganan dan pengolahan hasil) bukan lagi hanya teknologi yang didasarkan pada energi mekanis, namun sudah mulai menggunakan teknologi elektronika atau sensor, nuklir, image processing, bahkan sampai teknologi robotik. Dan digunakan baik untuk proses produksi, pemanenan, dan penanganan atau pengolahan hasil pertanian (Mugniesyah, 2006).          Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja, meningkatkan produktifitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin pada proses produksi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, produktifitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani. Pengalaman dari negara-negara tetangga Asia menunjukkan bahwa perkembangan mekanisasi pertanian diawali dengan penataan lahan (konsolidasi lahan), keberhasilan dalam pengendalian air, masukan teknologi biologis, dan teknologi kimia. Penerapan teknologi mekanisasi pertanian yang gagal telah terjadi di Srilangka yang disebabkan kecerobohan

akibat penerapan mesin-mesin impor secara langsung tanpa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik pertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang melakukan modifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksi sendiri untuk digunakan oleh petani mereka ( Hamilton dkk,1996).             Suatu hal yang paling mendasar yang masih belum diperhatikan dalam pengembangan teknologi pertanian di Indonesia hingga kini adalah kurang memadainya dukungan prasarana pertanian. Prasarana pertanian kita belum dikelola secara baik, sehingga masih agak sulit atau lambat dalam melakukan introduksi mesin-mesin pertanian (Robbins,2005).Pengelolaan lahan, pengaturan dan manejemen pengairan yang meliputi irigasi dan drainase, serta pembuatan jalan-jalan transportasi daerah pertanian, dan masih banyak lagi aspek lainnya yang belum disentuh secara sungguh-sungguh dan profesional.Relevansinya dengan hal tersebut, beberapa hal penting yang harusdilaksanakan antara lain adalah merencanakan atau memperbaiki kondisi lahan (konsolidasi lahan). Selain itu juga mendatangkan dan mengupayakan agar prasarana dan sarana pertanian sampai dan tersedia di lapangan tepat waktu sehingga dapat mengakselerasi pencapaian visi dan misi pertanian modern (Anonim, 2011).                Pengembangan teknologi pertanian diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat kita umumnya dan petani khususnya. Dapat dipastikan bahwa jika teknologi pertanian yang cocok tersebut telah berhasil dikembangkan dan diterapkan di negara kita, maka ketahanan panganatau swasembada pangan pasti akan tercapai sehingga kemandirian dalam hal ekonomi dan politik dapat kita wujudkan (Siahan,2001). Pada akhirnya kita punya modal kemandirian minimal dalam satu aspek pangan dan beberapa aspek lainnya misalnya keutuhan bangsa dan semangat untuk berkompetesi demi kemajuan bangsa yang berdaulat dan bermartabat (Siahan,2001).               Pembangunan pertanian akan bergerak dengan baik apabila mengandung 5 (lima) syarat pokok seperti , teknologi yangselalu berubah pasar bagi hasil –hasil usaha tani tersedianya saprotan secara local perangsang bagi petani transpotasi selain syarat pokok tersebut juga terdapat syarat pelancar yaitu pendidikan pembangunan kredit produksi, kegiatan bersama atau

kelompok oleh petani perbaikan dan perluasan areal lahan perencanaan nasional pembangunan pertanian (Mugniesyah, 2006).2.2 Mesin Pra Panen.            Mesin pra panen untuk pertanian adalah mesin yang digunakan untuk mengelolah lahan dari lahan primer hingga pengelolahan lahan sekunder. Adapun mesin pra pertanian yang dirancang khusus untuk penanaman hingga pemeliharaan tanaman yangbiasa disebut dengan mesin alat tanam (Wijanto,2002).Traktor tangan merupakan (hand tractor) merupakan sumber penggerek dari implement (peralatan) pertanian. Biasanya traktor tangan digunakan untuk mengolah tanah. Namun sebenarnya traktor tangan ini merupakan mesin yang serba guna , karena dapat digunakan untuk tenaga penggerek implement yang lain, seperti pompa air, alat prosesing, trailer, dan lain – lain (Anonim, 2011).              Selain kopling utama, ada dua kopling kemudi. Kopling kemudian terletak di bawah gigi persneleng, di pangkal poros kedua roda. Kopling kemudian dioperasikan melalui tunas kemudi kiri dan kanan. Apabila kopling kemudi kanan ditekan , maka putaran gigi persneleng tidak tersambung dengan poros roda kanan . Sehingga roda kanan akan berhenti , dan traktor tangan dapat bergerak maju mundur dengan kecepatan tertentu karena putaran poros motor penggerek disalurkan di samping roda . Ada tiga jenis roda yang digunakan pada traktor tangan, yaitu roda ban, roda besi, roda apung (roda sangkar / cage whell) .

Roda ban berfungsi untuk transportasi dan mengolah tanah kering.Bentuk permukaan roda ban beralur agak dalam untuk mencegah slip . Roda ban dapat meredam getaran , sehingga tidak merusak jalan – jalan .Roda besi digunakan untuk pembajakan di lahan kering. Sirip pada roda besi akan menancap ke tanah, sehingga akan mengurangi terjadinya slip pada saat menarik bebab berat. Roda apung digunakan pada saat pengolahan tanah basah (Mugniesyah, 2006) .Roda apung ini ada yang lebar. Ukuran roda disesuiakan dengan spesifikasi traktor .Besar kecilnya roda akan berpengaruh terhadap lajunya traktor. Poros roda traktor biasanya cukup panjang dan dilengkapi dengan beberapa lubang. Poros yang panjangini dimaksudkan untuk menyesuaikan lebar oleh implement. Pemasangan roda yang cukup lebar juga aka menjaga keseimbangan

traktor.Pemanasan roda yang cukup lebar juga menjaga keseimbangantraktor. Aplikasinya dari alat dan mesin pertanian sangat dipergunakan untuk memudahkan dalam pengerjaannya, khususnya dalam bidang pertanian.

Berkembangnya teknologi sekarang ini, menyebabkan tingkat produksi dalam pemakaiannya alsintan juga dilakukan secara modern, sehingga dapat memudahkan dalam kehidupan. Tujuan dari penggunaan alat dan mesin ini sangat diperlukan karena sangat mendukung dalam meningkatkan produktivitas pada pertanian(Anonim,2011).Untuk melaksanakan tugas dengan baik perlu peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang merupakan ujung tombak transfer teknologi kepada petani tersebut. Dari hasil evaluasi Program Pendidikan dan Latihan jarak jauh terhadap para PPL dilaporkan terdapat perkembangan yang positif dalam wawasan pengetahuan , keterampilan serta peningkatan kemampuan pengelolahan usaha pertanian masyarakat (Siahan,2001).           Penerapan mekanisasi sangat berhubungan dengan kemajuan – kemajuan bidang lain dari “Agricultural Engenering” dan berbentuk dalam satu atau lebih kombinasi dari bidang – bidang tersebut. Agricultural Engenering meliputi bidang – bidangTeknik Mesin Budidya Pertanian (Farm Power and Machinery), TeknikTanah dan Air (Soil and Water Engenering), Teknik Bangunan Pertanian (Farm Structures), Teknik Pengolahan Hasil Pertanian (Agricultural Product Procesing Engenering), Teknik Pelistrikan Pertanian (Farm Electrification), dan Teknik Pengolahan Pangan (Food Engenering) (Siahan,2001).2.2. Mesin Pasca Panen            Pasca panen (kegiatan setelah panen) merupakan ruas kegiatan usaha tani yang paling kritis, bukan hanya curahan tenaga kerja namun juga faktor kritis yang menyangkut masalah susut. Data BPS pada musim tanam 1986/1987 menunjukkan angka susut yang cukup besar yaitu 21,3% dari seluruh kegiatan (panen sampai penggilingan). Angka susut memang berbeda beda, namun angka nasional yang ditunjukkan oleh data BPS dapat dipakai sebagai acuan resmi nasional ( Hamilton dkk,1996). Mesin pasca panen adalah mesin yang digunakan untuk mengelolah hasil pertanian yang biasanya dirancang sesuai dengan hasil pertanian yang ada. Mesin pasca panen ini biasanya lebih mengarah

kepembuatan produk yang ingin dihasilkan. Contohnya mesin penghasil sari buah, mesin pembuat bubuk coklat, mesin pembuat mie, dan sebagainya (Hamilton dkk,1996)              Alat dan mesin yang digunakan dalam pra penen dan pasca panen sangat membantu di dalam proses pertanian mulai dari pengolahan tanah sampai pada produksi pertanian. Dengan bertambahnya alat dan mesin yang canggih dapat meningkatkan produksi pertanian untuk kebutuhan konsumen yang semakin meningkat. Hal ini di pengaruhi oleh bertambahnya jumlah pendudukdi dunia, sehingga peningkatan produksi terutama tanaman pangan mendorong para ahli untuk membuat alat yang modern,agar dapat mencukupi kebutuhan hidup manusia (Siahan,2001). Teknologi Industri Pertanian didefinisikan sebagai disiplin ilmu terapan yang menitikberatkan pada perencanaan, perancangan, pengembangan, evaluasi suatu sistem               terpadu (meliputi manusia, bahan, informasi, peralatan dan energi) pada kegiatan agroindustri untuk mencapai kinerja (efisiensi dan efektivitas) yang optimal. Disiplin ini menerapkan matematika, fisika, kimia/biokimia, ilmu-ilmu sosial ekonomi, prinsip-prinsipdan metodologi dalam menganalisis dan merancang agar mampu memperkirakan dan mengevaluasi hasil yang diperoleh dari sistem terpadu agroindustri. Sebagai paduan dari dua disiplin, teknik proses dan teknik industri dengan objek formalnya adalah pendayagunaan hasil pertanian (Wijanto,2002).              Kemajuan para petani ini ditandai oleh banyaknya petani kita yang telah menggunakan saran-saran para penyuluh daribidang pertanian tentang bagaimana cara menggunakan mesin perontok gabah yang baik sehingga menghasilkan hasil komoditi yang sangat baik. Jika dahulunya perontokan dilakukan dengan caradibanting dan diijak-injak, sekarang mereka telah beralih menggunakan power tresher atau biasa kita sebut dengan mesin perontok gabah. Hal ini membuat pekerjaan mereka lebih mudah dan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Pengolahan gabah merupakan tahap yang penting dalam pengolahan padi sebelum dikonsumsi karena perdagangan padi dalam partai besar dilakukan dalam bentuk gabah (Robbin, 2005).Perontokan dan pengeringan. Perontokan adalah proses memisahkan gabah dari merang sedangkan pengeringan adalah proses mengurangi kadar air gabah hasil panen untuk keperluan simpan atau giling,

urutan 2 proses ini dapat dibolak-balik. Pada padi hibrida umumnya dirontokkan dulu lalu dikeringkan/dijemur sedangkan padi varietas local umumnya dikeringkan lalu dirontokkan( Wijanto, 2002).             Setelah dirontokkan,gabah dimasukkan ke mesin pemecah kulit. Proses ini mengelupaskan sekam dari gabah. Hasil biji beras yang dikenal dengan Beras Pecah Kulit atau Brown Rice.Biji beras masih memiliki kulit ari (aleurone dan pericarp). Lapisan kulit ari ini umumnya dikenal dengan istilah bekatul. Aleurone adalah lapisan protein. Pada saat benih berkecambah, selaleurone akan memecah menjadi asam amino. Dipicu oleh hormon yangdipecahkan oleh embrio aleuron akan mensintesis enzim yang berguna untuk memacu perkecambahan. Pericarp adalah jaringan yangmengelilingi biji, sebagai pelindung embrio (Robbin, 2005).           Berbagai penelitian membuktikan bahwa lapisan kulit ari kaya akan kandungan protein, vitamin, mineral, lemak dan serat. Oleh karena itu, membiasakan mengkonsumsi beras pecah kulit menjadi lebih sehat dan lebih baik. Akan tetapi, umumnya orang enggan memakannya karena nasi dari beras pacah kulit lebih keras, walaupun sudah lama dimask sehingga, sulit dikunyah (Wijanto,2002).          Proses mengelupas kulit ari sehingga diperoleh beras putih bersih. Biji beras yang putih bersih ini sebagian besar terdiri dari pati. Petani yang menggunakan teknologi di bidang pertanian khususnya yang menggunakan mesin pertanian haruslah mampu mengetahui biaya-biaya yang ia akan keluarkan dalam pengolahan lahannya. Seperti pengeluaran untuk bahan bakar mesin,biaya perawatan mesin,biaya perawatan tanamannya, sampai upah pekerja jika ia menggunakan jasa pekerja. Hal ini sangatlah penting karena dengan mengetahui seluruh biaya pengeluaran yang telah dikeluarkan selama pengolahan lahan, maka para petani dapatmengetahui keuntungan yang akan diperolehnya nanti (Robbin,2005).           Mesin evaporator vakum adalah mesin yang biasa dipakaiuntuk mengurangi kadar air suatu bahan yang berbentuk cair. Prinsip kerja dari mesin ini adalah tanpa pemanasan langsung, suhu biasa diatur sesuai dengan keinginan. Penggunaan suhu rendahdisertai dengan vakum, akan menjaga nutrisi/gizi produk tidak hilang atau rusak. Mesin separator sentrifugal (sentrifus) berfungsi untuk memisahkan cairan dari cairan yang berbeda,

seperti air dan minyak pada proses pembuatan VCO (Wijanto,2002).

             Beberapa kasus pada pengolahan kakao dan kopi, juga memberikan indikasi, bahwa penggunaan alat dan mesin untuk sortasi, pengeringan, dan penanganan primer hasil kakao dan kopi mampu meningkatkan kualitas 10 hasil dan pada akhirnya mengangkatnilai tambah hasil pertanian Dalam sistem agribisnis yang terbagidalam empat sub sistem yaitu sub sistem agribisnis hulu sampai pada sub sistem agribisnis hilir (pengolahan dan pemasaran), peran alat dan mesin pertanian diperlukan(Anonim,2011).Faktor – faktor pra panen yang diketahui berdampak pada cita rasaproduk hortikultura termasuk lingkungan , praktek budaya , bahan kimia yang digunkan serta faktor unsure hara . Pengaruh iklim terhadap cita rasa buah dan sayur juga telah banyak dilaporkan. Diketahui bahwa musim berpengaruh besar terhadap tinngkat kepedesaan pad bawang merah ( Hamilton dkk,1996)             Terdapat banyak faktor pra – panen yang dapat mempengaruhi mutu pasca panen buah dan sayur, terutama pengaruhnya terhadap penampakan , kekerasan dan cita rasa. Faktor-faktor biologi , fisilologi , lingkungan , dan budidaya. Kerusakan – kerusakan yang terjadi selama proses produksi , benda– benda asing yang tidak diinginkan yang tercampur pada produk hortikultura dan residu bahan kimia serta variasi genetic (Anonim, 2011).Untuk tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) teknologi mekanisasi yang ada di pasar sebenarnya sudah tersedia cukup dengan suplai yang cukup. Namun demikian, masalah manajemen sistem mekanisasi menjadi faktor kendala yang perlu diperhatikan,bidang ini tidak banyak mendapat perhatian sebagai bidang sains dan perekayasaan. Pada masa sekarang dengan keinginan dan keutuhan untuk menuju ke produktivitas, efisiensi, kualitas dan nilai tambah, sistem manajemen/sistem enjinering mekanisasi pertanian perlu mendapatkan perhatian bagi peneliti/perekayasa mekanisasi, penyuluh dan praktisi yang bergerak di bidang mekanisasi (Mugniesyah, 2006).                Sebagai contoh dalam tahap penanganan dan pengolahan hasil pertanian, masalah hasil samping dan limbah perlu mendapat perhatian lebih banyak. Komoditi pertanian mempunyai prospek baik serta bersifat renewable. Sebagai contoh

adalah sabut kelapa dan cangkang sawit dan sekam padi yang umumnya hanya dibakar. Teknologi pirolis dapat menambah nilai uang limbah dan dikembalikan lagi kepada usaha tani dalam bentuk yang lain.

II.               Maksut dan tujuan1.       Untuk mengetahui fungsi alat2.       Untuk mengetahui cara penggunaanya3.       Mengetahui bagian alat tersebut

III.             METODEOLOGITempat pelaksanaan.Adapun tempat pelaksanaan praktikum mekanisasi pertanian dengan acara pengenalan alat dilakukan di laboratorium fakultas pertanian ,universitas tidar magelang.

Alat dan bahan.Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain, kertas, pensil,penghapus,sprayer,pisau stek,pisau sadap,pisau gores,gunting stek,sabit,skop,cangkul.

Langkah kerja.-mengamati bagian bagian alat- menggambar secara deatail- identifikasi bagian baianya- membuat laporan.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN TRAKTOR

I.     TINJAUAN  PUSTAKA.            traktor adalah kendaraan khusus dirancang untuk

memberikan tinggi traksi (atau torsi) pada kecepatan lambat,

untuk keperluan pengangkutan sebuah trailer atau mesin yang

digunakan dalam pertanian atau konstruksi . Paling umum, istilah

ini digunakan untuk menggambarkan pertanian kendaraan yang

menyediakan tenaga dan traksi untuk memekanisasi tugas pertanian,

khususnya (dan awalnya) pengolahan tanah tetapi sekarang berbagai

macam tugas. Pertanian mengimplementasikan dapat ditarik di

belakang atau dipasang pada traktor, dan traktor juga dapat

menyediakan sumber daya jika menerapkan adalah mekanik.

Penggunaan lain istilah umum, " unit traktor ", menggambarkan

unit daya dari truk trailer-semi (truk diartikulasikan).

Traktor Kata diambil dari bahasa Latin , yang merupakan kata

benda agen dari trahere "untuk menarik". Penggunaan tercatat

pertama dari kata yang berarti "sebuah mesin atau kendaraan untuk

menarik kereta atau bajak" terjadi pada tahun 1901, menggusur

sebelumnya panjang motor traksi (1859).

Di Inggris , Irlandia , Australia , India , Spanyol ,

Argentina , dan Jerman kata "traktor" biasanya berarti "traktor

pertanian", dan penggunaan "kata" traktor untuk berarti jenis

lain kendaraan akrab bagi perdagangan kendaraan tapi tidak

familiar untuk sebagian besar masyarakat umum. Di Kanada dan AS

kata juga dapat merujuk kepada jalan traktor porsi trailer

traktor truk .

Traktor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai roda

dua , dua-wheel drive dengan roda depan membantu, roda empat

(sering dengan kemudi diartikulasikan), atau traktor lagu (dengan

baik dua atau empat lagu karet bertenaga).

Traktor pertanian klasik terbuka sederhana kendaraan ,

dengan dua penggerak roda sangat besar pada poros di bawah ini

dan sedikit di belakang kursi tunggal (kursi dan kemudi roda

akibatnya di tengah), dan mesin di depan pengemudi, dengan dua

steerable roda di bawah kompartemen mesin. Desain dasar tetap

tidak berubah selama beberapa tahun, namun taksi tertutup

dipasang pada hampir semua model modern, untuk alasan keselamatan

operator dan kenyamanan.

Pada beberapa daerah dengan atau basah tanah berat,

khususnya di Central Valley of California, yang "Caterpillar"

atau "crawler" jenis traktor dilacak menjadi populer pada 1930-

an, karena traksi unggul dan pengapungan. Ini biasanya bermanuver

melalui penggunaan pedal rem berbalik dan cengkeraman melacak

terpisah dioperasikan oleh tuas daripada roda kemudi.

Berbagai traktor pertanian khusus telah dikembangkan untuk

keperluan tertentu. Ini "baris tanaman" meliputi traktor dengan

disesuaikan tapak lebar untuk memungkinkan traktor untuk

mewariskan baris jagung, tomat atau tanaman lainnya tanpa

menghancurkan tanaman, "Wheatland" atau "standar" traktor dengan

roda tetap non-adjustable dan pusat yang lebih rendah gravitasi

untuk membajak dan lainnya bekerja medan berat untuk tanaman

siaran, dan "tinggi tanaman" traktor dengan disesuaikan tapak dan

peningkatan ground clearance, sering digunakan dalam budidaya

kapas dan lainnya operasi baris tanaman tinggi tanaman yang

tumbuh, dan "traktor utilitas", biasanya traktor kecil dengan

pusat gravitasi rendah dan jari-jari berputar pendek, digunakan

untuk tujuan umum sekitar tanah beserta rumah-rumah pertanian

tersebut. Banyak utilitas traktor digunakan untuk grading non-

pertanian, pemeliharaan lansekap dan tujuan penggalian, terutama

dengan loader, backhoes, garpu palet dan perangkat sejenis. taman

kecil atau rumput traktor dirancang untuk dan semi-pedesaan

berkebun pinggiran kota dan pemeliharaan lansekap juga ada dalam

berbagai konfigurasi.

Beberapa jenis traktor pertanian yang ditemukan di tempat

lain daripada pertanian: dengan berkebun 'departemen universitas

besar, di taman publik, atau untuk digunakan pekerja jalan raya

dengan obor silinder terikat di sisi-sisinya dan bor pneumatik

udara kompresor permanen diikat selama nya power take-off . Hal

ini juga sering dilengkapi dengan rumput (rumput) ban yang kurang

merusak permukaan lunak daripada ban pertanian.

Ruang teknologi telah dimasukkan ke dalam pertanian dalam

bentuk GPS perangkat, dan kuat on-board komputer diinstal sebagai

fitur opsional pada traktor pertanian. Teknologi ini digunakan

dalam modern, pertanian presisi teknik. The -spin off dari ruang

perlombaan telah benar-benar difasilitasi otomatisasi dalam

membajak dan penggunaan sistem autosteer pesawat tak berawak pada

traktor yang berawak tetapi hanya mengarahkan pada akhir baris,

gagasan untuk tidak tumpang tindih dan penggunaan bahan bakar

lebih dan tidak meninggalkan goresan saat melakukan pekerjaan

seperti budidaya .

Daya tahan dan mesin traktor membuat mereka sangat cocok

untuk tugas-tugas rekayasa. Traktor dapat dilengkapi dengan alat-

alat teknik seperti pisau dozer , ember , cangkul , ripper, dan

sebagainya. Yang paling umum lampiran untuk bagian depan traktor

adalah dozer blade atau ember . Ketika terpasang dengan alat-alat

teknik traktor disebut kendaraan rekayasa .

Sebuah buldoser adalah traktor tipe track terpasang dengan

pisau di depan dan satu-winch belakang tali. Buldoser adalah

traktor sangat kuat dan memiliki tanah terus-sangat baik, sebagai

tugas utama mereka adalah untuk mendorong atau tarik hal.

Buldoser telah dimodifikasi lebih lanjut dari waktu ke waktu

untuk berevolusi menjadi mesin baru yang mampu bekerja dengan

cara bahwa bulldozer yang asli tidak bisa. Salah satu contohnya

adalah bahwa loader traktor diciptakan dengan menghapus pisau dan

menggantikannya ember volume besar dan lengan hidrolik yang dapat

menaikkan dan menurunkan ember, sehingga membuat itu berguna

untuk meraup bumi, batu dan material lepas yang serupa untuk

memuat ke truk.

Sebuah depan loader atau loader adalah sebuah traktor dengan

alat rekayasa yang terdiri dari dua lengan bertenaga hidrolik

pada kedua sisi kompartemen mesin depan dan mengimplementasikan

miring. Ini biasanya sebuah kotak terbuka lebar disebut ember

tapi lampiran umum lainnya adalah garpu palet dan penggenggam

bale.

modifikasi lain pada buldoser asli meliputi pembuatan mesin

yang lebih kecil untuk membiarkannya beroperasi di wilayah kerja

kecil di mana gerakan terbatas. Ada juga loader roda kecil, resmi

disebut Skid-steer loader tetapi dijuluki " Bobcat "setelah

produsen asli, yang sangat cocok untuk proyek-proyek penggalian

kecil di daerah terbatas.

Powered pertanian pertama mengimplementasikan pada abad ke-

19 awal adalah mesin portable - uap mesin pada roda yang dapat

digunakan untuk menggerakkan mekanik mesin pertanian dengan cara

sabuk yang fleksibel. Sekitar tahun 1850, yang pertama mesin

traksi dikembangkan dari ini, dan banyak digunakan untuk

pertanian. Traktor pertama bertenaga uap mesin membajak . Mereka

digunakan dalam pasang, diletakkan di kedua sisi lapangan untuk

mengangkut seorang bajak bolak-balik antara mereka menggunakan

kabel kawat. Dimana kondisi tanah diizinkan (seperti di Amerika

Serikat) traktor uap digunakan untuk mengarahkan-haul bajak,

namun di Inggris dan di tempat lain mesin membajak digunakan

untuk kabel-diangkut membajak gantinya. Uap bertenaga mesin

pertanian tetap digunakan hingga abad ke 20 sampai mesin

pembakaran internal dapat diandalkan telah dikembangkan.

A.        Mekanisasi pertanian

Perkembangan zaman dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan

teknologi memiliki dampak yang luar biasa terhadap kehidupan manusia.

Manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi untuk berfikir akan

selalu mengembangkan sesuatu hal agar menjadikan kehidupannya menjadi

lebih baik. Oleh karena itu, proses perubahan akan terus berjalan.

Penggunaan alat dan mesin pertanian sudah sejak lama digunakan dan

perkembangannya mengikuti dengan perkembangan kebudayaan manusia. Pada

awalnya alat dan mesin pertanian masih sederhana dan terbuat dari batu

atau kayu kemudian berkembang menjadi bahan logam. Susunan alat ini

mula-mula sederhana, kemudian sampai ditemukannya alat mesin pertanian

yang komplek. Dengan dikembangkannya pemanfaatan sumber daya alam

dengan motor secara langsung mempengaruhi perkembangan dari alat mesin

pertanian (Sukirno, 1999).

Sesuai dengan defenisi dari mekanisasi pertanian (agriculture

mechanization), maka penggunaan alat mekanisasi pertanian adalah untuk

meningkatkan daya kerja manusia dalam proses produksi pertanian dan

dalam setiap tahapan dari proses produksi tersebut selalu memerlukan

alat mesin pertanian (Sukirno, 1999).

Mekanisasi pertanian merupakan introduksi dan penggunaan alat

mekanis untuk melaksanakan operasi pertanian. Mekanisasi pertanian

disebut juga sebagai aplikasi ilmu engenering untuk mengembangkan,

mengorganisir dan mengatur semua operasi (MJ, 2011).

Hasil-hasil pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan harus memiliki

penanganan pasca panen yang baik. Penanganan yang dilakukan diusahakan

memperhatikan tingkat standarisasi mutu yang diizinkan. Penanganan

yang tidak baik akan berdampak pada kualitas bahan yang buruk, harga

jual yang rendah, serta dapat menimbulkan kerugian bagi para produsen

hasil-hasil pertanian tersebut.

Setiap perubahan usaha tani melalui mekanisasi didasari tujuan

tertentu yang membuat perubahan tersebut bisa dimengerti, logis, dan

dapat diterima. Diharapkan perubahan suatu sistem akan menghasilkan

sesuatu yang menguntungkan dan sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan. Secara umum, tujuan mekanisasi pertanian adalah :

a. mengurangi kejerihan kerja dan meningkatkan efisiensi tenaga

manusia

b. mengurangi kerusakan produksi pertanian

c. menurunkan ongkos produksi

d. menjamin kenaikan kualitas dan kuantitas produksi

e. meningkatkan taraf hidup petani

f. memungkinkan pertumbuhan ekonomi subsisten (tipe pertanian

kebutuhan keluarga) menjadi tipe pertanian komersil (comercial

farming)

Tujuan tersebut di atas dapat dicapai apabila penggunaan dan

pemilihan alat mesin pertanian tepat dan benar, tetapi apabila

pemilihan dan penggunaannya tidak tepat hal sebaliknya yang akan

terjadi (Rizaldi, 2006). Perubahan-perubahan untuk memperbaiki dan

meningkatkan kesejahteraan rakyat yang dilakukan pemerintah sekarang

berjalan dengan diarahkan pada semua sektor. Tidak terkecuali sektor

pertanian. Pertanian memiliki peranan yang sangat penting bagi

kesejahteraan rakyat. Berhasilnya sektor pertanian akan berdampak pada

ketahanan pangan.

Ilmu mekanisasi Pertanian adalah bagian dari industri pertanian hari

ini yang penting karena produksi yang efisien dan pengolahan bahan-

bahan tergantung pada mekanisasi.

Oleh karena itu, mayoritas pekerja bekerja pada bidang keduanya baik

di lahan maupun di pemasaran hasil-hasil pertanian yang membutuhkan

keahlian-keahlian yang memungkinkan mereka untuk mengoperasikan,

mempertahankan, dan memprebaiki mesin dan peralatan. (Shin and Curtis,

1978).

Menurut Hardjosentono dkk (1996) peranan mekanisasi pertanian

dalam pembangunan pertanian di Indonesia adalah:

1. Mempertinggi efisiensi tenaga manusia

2. Meningkatkan derajat dan taraf hidup petani

3. Menjamin kenaikan kuantitas dan kualitas serta kapasitas produksi

pertanian

4. Memungkinkan pertumbuhan tipe usaha tani yaitu dari tipe pertanian

untuk kebutuhan keluarga(subsistence farming) menjadi tipe pertanian

perusahaan (commercial farming)

5. Mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari sifat agraris

menjadi sifat industri.

Namun dari segi tujuan dan peranan mekanisasi di Indonesia sangat

tidak dapat berjalan dengan lurus, masih banyak hambatan-hambatan yang

di hadapi oleh petani di Indonesia.

B.        DAMPAK MEKANISASI

Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau

akibat. Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan

biasanya mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun

dampak negatif. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah

pelaksanaan pengawasan internal. Seorang pemimpin yang handal sudah

selayaknya bisa memprediksi jenis dampak yang akan terjadi atas sebuah

keputusan yang akan diambil.

Menurut kamus besar Indonesia Dampak adalah pengaruh kuat yang

mendatangkan akibat, baik negatif maupun positif.

Jadi dampak dari mekanisasi itu sendiri ialah pengaruh atau

akibat introduksi dan penggunaan alat mekanis untuk melaksanakan

operasi pertanian yang dapat berakibat positif maupun negative di

dalam masyarakat tani Indonesia. Beberapa dampak dari mekanisasi yang

ditinjau dari beberapa segi antara lain :

1.         Ditinjau Dari Segi Ketenaga kerjaan.

Mempunyai cadangan tenaga kerja yang terampil serta fleksibel

karena terus menerus mau mendalami kemajuan, dan mendapatkan pelatihan

dan penyuluhan yang berkelanjutan, yang sewaktu-waktu dapat

dimanfaatkan didalam sektor industri (industri pertanian—agro industri

ataupun sector lainnya). Transformasi struktural dalam tenaga kerja

tersebut dari sektor pertanian ke sektor yang lain itu merupakan

akibat yang wajar dari peningkatan produktifitas di dalam sektor

pertanian.

Kontribusi mekanisasi pertanian untuk tanaman pangan ditandai

dengan meningkatnya kebutuhan tenaga kerja pada pengolahan lahan,

karena makin langkanya tenaga kerja manusia dan ternak pada daerah

daerah beririgasi yang mempunyai intensitas tanam tinggi. Disamping

itu, faktor budidaya tanam padi varietas unggul, memerlukan

keserempakan tanam untuk dalam satu kawasan luas, untuk menghindari

serangan hama dan memutus siklus hama. Oleh karena itu, volume

pekerjaan menjadi meningkat waktu pengolahan lahan singkat sehingga

jumlah curahan tenaga kerja untuk kegiatan tersebut meningkat.

Kasus diatas dibuktikan dengan tingkat pertumbuhan 18% pada

traktor, dan terutama didominasi oleh traktor kecil. Di Jawa, meskipun

penduduknya lebih padat dari pulau pulau lain, populasi traktor pada

tahun 2000 mencapai 50% dari total populasi di Indonesia atau sekitar

49,000 unit dari 101,000 unit. Dari 50% tersebut, propinsi Jawa Barat

dengan luas areal sawah 1.2 juta hektar memiliki populasi traktor

terbanyak, diikuti oleh propinsi Jawa Tengah, kemudian propinsi Jawa

Timur .

Didaerah lain, traktor makin tahun juga meningkat jumlahnya,

terutama pada daerah daerah yang mempunyai irigasi lebih baik seperti

Sulawesi Selatan, Bali, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, dan

Lampung. Namun demikian belum dapat diduga parameter statistiknya

antara perkembangan traktor dan intensitas tanam disuatu wilayah,

namun dapat diduga bahwa mekanisasi pengolahan lahan akan sangat

berkorelasi dengan jumlah lahan sawah irigasi dan intensitas tanamnya.

Pada kasus perluasan areal tanaman pangan, dapat disebutkan

peranan pompa air irigasi, terutama untuk wilayah wilayah yang

mempunyai air tanah dangkal didaerah Sragen (Jawa Tengah), Ngawi,

Kediri, dan Madiun di Jawa Timur. Pompa air memungkinkan perubahan

pola tanam 1 kali menjadi 2 atau lebih dalam setahun. Peningkatan

intensitas tanam tersebut dimungkinkan karena faktor air sebagai

kendala utama dapat dipecahkan, dan sekaligus meningkatkan kesempatan

kerja, karena bertambahnya jumlah tanaman per tahun. Namun demikian,

meskipun input teknologi pompa air-nya sendiri hanya memberikan margin

keuntungan yang sedikit, karena biaya air tidak sesuai dengan biaya

pokok yang harus ditanggung oleh pompa air (Ditjentan, 1979; Balai

Besar, 2000, Ditjen

Tananam Pangan 2000).

Akan tetapi walaupun melimpahnya ketersediaan tenaga kerja di

perdesaan kondusif bagi pertumbuhan sektor pertanian, namun di sisi

lain merupakan beban bagi sektor pertanian karena pendapatan buruh

tani dan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian semakin sulit

ditingkatkan. Selain itu, melimpahnya tenaga kerja di sektor pertanian

justru menciptakan persoalan baru yaitu terjadinya fragmentasi lahan

dan menurunnya luas penguasaan lahan per rumah tangga yang akan

melahirkan lebih banyak kemiskinan di sektor pertanian untuk masa yang

akan datang. Sebagai akibatnya, penduduk miskin di sektor pertanian

akan melimpah pula.

2.         Ditinjau Dari Segi Sosial Budaya Dan Agama

Dengan mekanisasi pertanian yang modern dan berwawasan agribisnis

dikembangkan dan dibangun dari pertanian tradisionil melalui proses

modernisasi. Pada prinsipnya, modernisasi menuntut terjadinya

perubahan dan pembaharuan sistim nilai dan budaya. Modernisasi berarti

melakukan reformasi terhadap norma dan budaya yang tidak sesuai lagi

dengan perubahan zaman, kurang produktif, kurang efisien dan tidak

memiliki daya saing. Perubahan tersebut perlu waktu, harus terjadi

dalam lingkup integral dan tidak hanya mencakup aspek-aspek teknis,

ekonomis, politis melainkan juga aspek penghidupan sosio-kulturil.

Pengembangan mekanisasi pertanian dan teknologi pasca panen yang

mampu memberikan kontribusi optimal kepada pembangunan sistem dan

usaha agribisnis. Dimana pengembangan tersebut bertujuan untuk

memberikan landasan yang kuat bagi berlangsungnya pengembangan

mekanisasi pertanian, sebagai wahana perubahan budaya pertanian

tradisional ke budaya pertanian industrial atau modern.

Adanya modernisasi mekanisasi/ tekhnologi pertanian di satu sisi

mengakibatkan naiknya tingkat rasionalitas (nilai tiori), orientasi

ekonomi dan nilai kuasa,sementara pada sisi lain modernisasi

mengakibatkan lunturnya nilai-nilai kepercayaan (nilai agama), nilai

gotong royong (solidaritas) dan nilai seni mengalami komersialisasi.

Modernisasi dapat juga menaikan semua nilai budaya yang di uraikan di

atas. Kenyataan memperlihatkan bahwa nilai yang sangat dominant

mengalami pergeseran adalah naiknya tingkat rasinolitas (nilai tiori),

orientasi financial (nilai ekonomi) sebagai dampat kebijaksanaan

pembangunan yang lebih memprioritaskan pembangunan ekonomi yang

diikuti oleh pesatnya penerapan ilmu dan technologi. Sehinga

pergeseran nilai dan peransosial budaya terjadi, karena modernisasi

menururt Schoorl (1991) tidak sama persis dengan pembangunan.

Modernisasi lebih banyak diwarnai oleh gejala perubahan tekhnologi dan

berkembangnya ekonomi pasar. Sedangkan pembangunan lebih menitik

beratkan pada adanya perubahan struktur masyarakat.

Dahulu, sebelum ada dan diterapkanya teknologi biologis dan teknologi

biokimia, mulai dari pembukaan dan pengolahan lahan, menggarap

sawah/ladang sampai pada menjelang dan pasca panen, nilai agama

(kepercayaan) selalu mendominasi setiap langkah para petani. Kenyataan

ini dapat dibuktikan dengan adanya kebiasan para petani yang mencari

dan menentukan hari dan bulan baik untuk bercacok tanam dan memanen

hasil pertaniannya. Sebelum pelaksanaan panen padi misalnya, di

sekeliling sawah/ladang selalu didahului dengan acara do’a dan

selamatan bersama agar hasil panenya meningkat dan mendapatkan

perlindungan dan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Eksistensi nilai agama (kepercayaan) tersebut, setelah hadir dan

diterapkanya teknologi biologis dan biokimia, telah bergeser dan

bahkan ada yang telah hilang sama sekali diganti oleh nilai-nilai yang

bersifat rasional. Wawasan dan cara berfikir mereka menjadi lebih

terbuka bahwa meningkatnya hasil panen tidak semata-mata ditentukan

oleh dilaksanakanya do’a selamatan disekeliling sawah/ladang,tetapi

ditentukan oleh penanaman bibit unggul, cara pengolahan, penggunaan

pupuk, pemberantasan hama sampai kepada penanganan pasca panen. Hal

ini menunjukan bahwa cara dan tingkat rasionalitas berfikir mereka

semakin meningkat dan bertambah maju, sementara nilai-nilai agama

(kepercayaan) makin luntur dan memudar.

Majunya cara berfikir diatas didukung oleh adanya pelaksanaan program

pemerataan pendidikan melalui kejar paket , wajib belajar dan media

masa secara pasti mampu mengajak masyarakat untuk berfikir dan

bertindak berdasar logika (nilai teori). Artinya baik buruknya sesuatu

tidak lagi berdasarkan pada nilai-nilai kepercayaan. Fenomena ini

tanpak jelas pada pola tingkah laku mereka sebagai refleksi dari cara

berfikirnya yang telah mengalami pergeseran.

Sebelum adanya program mekanisasi, para petani menggarap sawahnya

dengan menggunakan tenaga kerbau atau sapi. Sekarang ;lahan pertanian

sudah digarap dengan bantuan mesin (menyewa traktor milik pemodal).

Demikian juga dalam pelaksanaan panen yang dulunya banyak melibatkan

para tetangga memangterlihat tidak efesien-dengan adanya tresser

(mesin perontok padi) penggunaan tenaga manusia menjadi berkurang.

Penggunaan alat ini disatu sisi memang menguntungkan, tapi disisi lain

pola hubungan antar masyarakat petani, jelas merenggankan kohesi

social, dan secara ekologis karena gabahnya tidak ada yang tercecer

menyebabkan populasi burung menurun atau bermigrasi ketempat lain.

Padahal keberadan burung merupakan salah satu mata rantai makanan

dalam suatu ekosistem masyarakat petani.

Dahulu, nilai gotong royong sangat terasa sekali, jika ada tetangga

yang melaksanakan hajatan. Ketika petani mau menanam padi atau kedelai

di ladang atau panenan, pasti tidak bayar, upahnya hanya makan pagi

dan siang atau makan kecil. Jadi, kalau ada diantara mereka menanam

atau memanen, maka warga yang lainnya ikut gotong royong dan begitu

sebaliknya, terjadi semacam barter tenaga. Sekarang keadaanya telah

bergeser, kalau mau bercocok tanam atau panenan sudah harus

memperhitungkan upah. Bahkan sekarang jika ada gentong dipukul untuk

menggotong rumah tetangga, banyak orang yang berfikir praktis, cukup

memberi uang dan tidak udah ikut gotong royong. Persoalanya mengapa

hal ini terjadi ?

Adanya desakan ekonomi pasar yang kuat, memang terlalu sulit dan

berat untuk mempertahankan model gotong royong seperti diatas, dan

memang tidak harus dipertahankan benar-asal proporsional. Pola pikir

praktis dengan hanya memberi uang tanpa mau terlibat gotong royong

jelas merupakan pertanda erosi nilai dan munculnya nilai baru yakni

indivualisme pada masyarakat perdesaan, Munculnya nilai individualisme

ini terjadi karena semakin terbatasnya kepemilikan tanah yang banyak

dikuasai oleh tuan tanah lokal atau masuknya petani berdasi dari

kota.Jika dahulu yang namanya pekulen itu sampai dilempar orang

kampung karena tidak membayar pajak pada pemerintah. Banyak pekulen

Yang memiliki sawah 1–2 Ha malas menggarapnya, karena kebanyakan

tanah, tapi sekarang semua pada lapar tanah, bahkan banyak juga orang

kota datang untuk menggusur orang desa untuk memperluas daerah

bisnisnya. Dari sini lalu tumbuh benih–benih individualisme di

kampung–kampung yang dulu damai dan penuh kekerabatan.

Benih-benih individualisme di atas banyak dicontohkan oleh orang–

orang kampung yang relatif terpelajar. Diantara mereka sekarang banyak

membuat pagar tembok sekeliling rumahnya dan ada juga yang membuat

dasar lantai rumah yang tinggi, padahal dulu perbuatan ini dianggap

angkuh dan dinilai tidak memiliki rasa kebersamaan. Jadi rasa

kebersmaan yang dulu ada di kampung, sekarang tidak terlihat lagi,

kalau di kota barangkali hal ini dapat dimengerti.

Dahulu jika ada orang yang hendak bertransmigrasi atau pindah tempat

tinggal, itu pasti ditangisi oleh warga kampungnya. Keadaan sekarang

sudah berubah, hendak pergi jauh atau mau pindah ke mana, mereka sudah

tidak perduli, bahkan merasa bersyukur supaya kampung lebih sepi dan

luas. Jadi rasa kegotong–royongan itu bukan saja sudah tererosi, tapi

malah lebih sedikit dari sisa yang tererosi itu.

Fenomena di atas menjadi indikasi bahwa nilai gotong –

royong,nilai solidaritas sosial di perdesaan telah menurun tajam,

sedangkan nilai kuasa semakin meningkat dan menguat. Penguatan nilai

kuasa ini dapat dilihat dari kondisi riil bahwa para petani dipedesaan

telah menggunakan kuasanya dalam menggarap sawahnya, memanen padi,

menyewa traktor dan dalam berbagai kegiatan lainnya, yang sebelumnya

mungkin karena ikatan-ikatan tradisional harus mereka kerjakan dengan

mengikutsertakan petani tetangga atau petani sedesanya. Keadaan ini

menjadi pertanda yang jelas bahwa masuknya teknologi mekanisasi

pertanian memang menguntungkan sekaligus juga menumbuhkan benih–benih

individualisme masyarakat petani yang sebelumnya hanya ada sedikit

atau bahkan tidak ada sama sekali.

Nilai seni di masyarakat-pun mengalami pergeseran ke arah

komersialisasi, padahal dulu seni lebih didominasi oleh rasa seni dan

keindahan, terlepas dari pertimbangan material. Wayang kulit, wayang

golek atau bentuk kesenian rakyat lainnya, kini sudah banyak diberi

pesan sponsor, sehingga tidak lagi menghasilkan kesenian yang bermakna

dalam memberi kontribusi nilai kepada kehidupan, bahkan dengan adanya

pesan – pesan sponsor, nilai kesenian menjadi jelek dan tidak mandiri

lagi.

Dahulu, kesenian ronggeng tidak bayar, habis penen langsung

mengadakan pentas ronggeng dan penonton secara sukarela menyumbang

langsung. Tapi ronggeng sekarang sudah pasang tarif, demikian juga

dalang. Jadi seni sudah mengalami komersialisasi yang sangat parah,

kesenian kampung menjadi tidak asli lagi, karena pola konsumerisme

sudah besar dan merambah kemana mana.

3.         Ditinjau Dari Segi pengolahan Pembangunan

Mekanisasi pertanian dan Teknologi Pasca Panen merupakan wahana

untuk transformasi dari pertanian tradisional ke arah pertanian dengan

budaya industri. Dan juga mekanisasi merupakan sebagai suatu sub

sistem IPTEK memiliki arti yang sangat strategis, karena dengan

(mekanisasi pertanian ) termasuk teknologi pasca panen), akan didorong

pergeseran kearah produktivtas dan efisiensi usaha tani tradisional ke

usaha tani komersial atau modern.Adanya pengembangan kelembagaan

mekanisasi pertanian dipedesaan. Dimana kelembagaan bukan terbatas

hanya pada institusi fisik seperti organisasi pemerintah, namun juga

berkaitan dengan supporting system yang dibutuhkan untuk melayani

pengembangan mekanisasi pertanian dan teknologi pasca panen. Antara

lain adalah keberadaan kelompok tani desa, asosiasi pengusaha,

dealership, UPJA, lembaga kredit atau keuangan desa, lembaga penjamin

kredit desa, asuransi ( jika appropriate pada saatnya), bengkel dan

industri perawatan dan pemeliharaan yang perlu dihidupkan. Sehingga

dengan adanya lembaga lembaga tersebut, keberlanjutan operasi

mekanisasi pertanian dipedesaan dapat dijamin berlangsung terus. Juga

pengentasan kemiskinan dan penghapusan kelaparan hanya dapat dilakukan

melalui pembangunan dan pengembangan mekanisasi pertanian dan

perdesaan yang berkelanjutan, yang dapat meningkatkan produktivitas

pertanian, produksi pangan dan daya beli masyarakat.

Bersamaan dengan penerapan berbagai macam teknologi pertanian di

perdesaan, pemerintah juga memperkenalkan program pembangunan desa

melalui bantuan desa. Pada program ini, pemerintah tidak membenarkan

lagi proyek-proyek desa dilaksanakan secara gotong royong tanpa

disertai dengan imbalan gaji/upah. Akibatnya, dalam mengerjakan sawah,

nilai tolong menolong (gotong royong) pun juga sudah lebih sedikit

jika dibandingkan dengan dua atau tiga puluh tahun yang lalu.

Pembangunan sekarang ini semakin menjauhkan jarak antara yang

kaya dan yang miskin. Petani kaya dengan modal 2 Ha tanah semakin enak

dan kaya , karena tanahnya disewakan jutaan rupiah pertahun dengan

tanpa resiko rugi. Sebaliknya petani miskin bertambah miskin dan

susah. Hendak naik gunung saja, sekarang jangankan kayu, daun jati

saja sudah tidak boleh diambil, karena sudah dikuasai oleh pemegang

HPH dari kota. Akibatnya, petani miskin mati kelaparan di Negaranya

yang subur.

Pembangunan sektor pertanian telah membawa pergeseran nilai dan

perilaku keagamaan dan sosial budaya masysarakat petani. Hal ini

tampak pada semakin meningkatnya orientasi ekonomi dan rasionalitas

berpikir masyarakat petani, sementara nilai kepercayaan dan rasa

solidaritas, kegotongroyongan terlihat sermakin luntur, bahkan sangat

mungkin akan hilang sama sekali.

Sekalipun demikian, pergeseran nilai dan perilaku keagamaan dan sosial

budaya tidak semuanya buruk (negatif). Kecuali sebagai intensitas

pelaksanaan pembangunan di satu sisi, pergeseran nilai sosial budaya

bahkan- mungkin- menjadi kekuatan pendorong bagi keberhasilan

pembangunan sektor pertanian.

Pergeseran nilai dan perilaku keagamaan dan sosial budaya juga

dapat menjelaskan seperti mengapa partisipasi masyarakat perdesaan

dalam kegiatan pembangunan rendah. Partisispasi ini mungkin dapat di

tingkatkan dengan menyesuaikan nilai dan perilaku keagamaan dan sosial

budaya yang berlaku di masyarakat tersebut.

Adanya pergeseran nilai dan perilaku keagamaan dan sosial budaya ini

juga mengisaratkan kuatnya harapan masyarakat perdesaan untuk menuju

perbaikan taraf kehidupan mereka. Oleh karena itu, dalam melakukan

program pemberdayaan masyarakat pedesaan, kecuali perlunya perhatian

terhadap aspirasi masyarakat yang tercermin dalam nilai dan perilaku

keagamaan dan sosial budaya mereka pada saat ini, juga perlu dan harus

melakukan transformasi nilai dan ilmu pengetahuan terlebih dahulu yang

sesuai dengan modernisasi, sehingga pelaksanaan program pembangunan

(pemberdayaan masyarakat pedesaan) dapat mengena pada sasaran yang

diinginkan.

4.         Ditinjau Dari Segi Sosial Ekonomi

Berbagai studi menyebutkan, bahwa alat dan mesin pertanian

memiliki kaitan sangat erat dengan dinamika sosial ekonomi dari sistem

budidaya pertaniannya. Sumbangan alat dan mesin pertanian dalam

pembangunan pertanian dapat diukur pada berbagai kasus, misalnya

penggunaan pompa ai tanah di Jawa Imur yang mampu merubah pola tanam

dari padi-bero menjadi padi - padi atau padi – palawija palawija.

Demikian pula penggunaan mesin perontok padi yang menurunkan susut

panen dari > 5% menjadi kurang dari 2%. Penelitian terhadap perbaikan

dan penyempurnaan mesin penggilingan padi mampu menaikkan rendemen

giling cukup. Dan juga beberapa kasus pada pengolahan kakao dan kopi,

juga memberikan indikasi, bahwa penggunaan alat dan mesin untuk

sortasi, pengeringan, dan penanganan primer hasil kakao dan kopi mampu

meningkatkan kualitas hasil dan pada akhirnya mengangkat nilai tambah

hasil pertanian Dalam sistem agribisnis yang terbagi dalam empat sub

sistem yaitu sub sistem agribisnis hulu sampai pada sub sistem

agribisnis hilir (pengolahan dan pemasaran), peran alsintan

diperlukan.

5.         Ditinjau Dari Segi Perluasan Areal Baru

Peran mekanisasi pertanian pada perluasan areal baru, terutama

pada lahan pasang surut, sulfat masam, lahan bergambut, memberikan

prospek yang cukup baik dalam kaitannya dengan usaha pelestarian swa

sembada beras. Hasil penelitian, studi dan pengamatan di berbagai

ekosistem tersebut memberikan indikasi bahwa marginalitas lahan

tersebut bersifat dinamis, dimana unsur waktu, perkembangan teknologi

budidaya padi, kelembagaan alih teknologi memegang peranan penting

dalam mematangkan tanah (Puslitbangtan, 1996). Unsur kepekaan

(sensitivity) mekanisasi pada lahan tersebut ditunjukkan oleh

keberadaan gambut, pirit, kematangan lahan (n-faktor) dan indeks konis

(cone indeks) dan tinggi genangan air. Dengan determinan tersebut,

mekanisasi pertanian pada ekosistem rawa, pasang surut dan lahan

bergambut harus selektif dan memandu dilakukannya suatu pemilihan

alsintan yang spesifik, manajemen operasi dan kelembagaan

pengaturannya (Tim Studi Mekanisasi Lahan Rawa/ Gambut, 1997).

6.         Ditinjau Dari Segi Sumber Daya Manusia

Dengan adanya pengembangan mekanisasi pertanian maka akan

meningkatkan sumber daya manusia atau juga meningkatkan keberdayaan

masyarakat desa. Karena kemampuan Sumber Daya Manusia dibutuhkan tidak

hanya untuk mengoperasikan mekanisasi pertanian secara fisik sebagai

operator teknologi, namun juga diperlukan dalam manajemen sistem

teknologi. Manajemen Sistem Teknologi tersebut dimulai dari pemilihan

( seleksi), pengujian dan evaluasi, serta penciptaan teknologi baru

yang sepadan dengan perkembangan zaman. Pergeseran sistem pertanian

dari padat tenaga kerja ke padat modal dengan menggunakan mekanisasi

pertanian memerlukan keahlian dalam merencanakan, menganalisa, dan

memberikan keputusan keputusan yang tepat.

Masyarakat perdesaan-orang kampung- sebetulnya banyak yang tidak

mengerti bahwa pembangunan itu untuk siapa, karena terlampau sedikit

hasil pembangunan dirasakan oleh orang desa. Modernisasi pertanian,

misalnya hasilnya memang dirasakan, tetapi oleh mereka yang awalnya

sudah kenyang (kaya), karena mereka punya tanah. Petani yang tanahnya

sedikit, apalagi yang tidak punya, kehadiran traktor dan instrumen

pertanian modern lainya sama sekali tidak ada artinya.

Pembangunan yang menyangkut bibit-bibit unggul memang mereka

rasakan, tetapi untuk menaikan derajat kehidupan, sama sekali tidak

ada perubahan yang mendasar. Petani yang pada tahun 1970-an sebagai

derap- buruh upah panenan- sampai sekarang masih sebagai buruh derap.

Berbeda dengan para petani yang sejak awal memiliki tanah 1-2 Ha,

sekarang relatif bertambah kaya dan makmur, jadi yang teranggkat bukan

lapisan bawahnya.

Hal tersebut terjadi karena modernisasi yang dibawa kedesa tanpa

adanya pertimbangan dan analisa yang matang. Mestinya, modernisasi

harus melalui tahapan persiapan sarana pengetahuan lebih dahulu yang

sesuai dengan rencana modernisasi. Karena itu perlu disiapkan agar

masyarakat di perdesaan memiliki rasa kemandirian- transformasi

semangat dan rasa optimis.

Demikian juga dengan kehadiran traktor dan instrumen pertanian modern

lainya. Karena tidak diberi wawasan terlebih dahulu tentang traktor

dan instrumen pertanian lainya, untuk 1-2 hari mungkin tidak ada

masalah, tetapi untuk sekian bulan berikutnya, bila ada metalnya klok,

murnya copot, spuyernya lepas, terpaksa menyerah bulat- bulat

kebengkel Cina. Tukang bengkel bilang bayarnya Rp. 100.000,- terpaksa

harus membayar Rp. 100.000.-. Jika hal ini terjadi, berarti nilai

produktifitas mesin menjadi hilang bahkan bisa menjadi minus. Hal ini

bisa saja terjadi, jika sebelumnya tidak ada transformasi nilai atau

ilmu penetahuan mengenai hal tersebut.

7.         Ditinjau Dari Segi Pangan

Dengan adanya mekanisasi pertanian maka akan ada pemenuhan

kebutuhan pangan. Hal ini dikarenakan pada umumnya penghidupan

masyarakat pedesaan dari sektor pertanian.

8.         Ditinjau Dari Pengaruh Globalisasi

Globalisasi perdagangan merupakan masalah sekaligus peluang dalam

pembangunan/ pengembangan mekanisasi pertanian. Beberapa implikasi

dari dinamika lingkungan internasional tersebut, adalah:

(1) setiap negara harus meningkatkan dayasaing produknya agar tidak

tersisih oleh produk-produk impor, di sisi lain kita dapat

memanfaatkan pasar global yang semakin terbuta; dan

(2) globalisasi disatu sisi akan mempengaruhi pola konsumsi masyarakat

dalam negeri dalam hal keragaman, mutu dan keamanan produk pangan.

C.        Permasalahan Mekanisasi Pertanian di Indonesia

Terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya pengembangan teknologi

pertanian berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) di dalam negeri

yakni:

a. sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesin

pertanian (alsintan) masih lemah,

b. pemanfaatan dan ketersediaan alat dan mesin (alsintan) masih

kurang,

c. skala usaha penggunaan alat dan alsintan belum memadai,

d. dukungan perbengkelan masih lemah,

e. belum mantapnya kelembagaan alsintan,

f. belum optimalnya pengelolaan alsintan di sub sektor peternakan, dan

g. masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan

pengembangan alsintan serta terbatasnya daya beli maupun permodalan

akibat daya tukar produk pertanian yang makin menurun.

Faktor–faktor penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di

Indonesia diantaranya adalah :

• Permodalan

Umumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang relatif sempit dan

kurang dalam permodalannya, sehingga tidak semua petani mampu untuk

membeli alsin pertaian yang harganya relatif mahal.

• Kondisi Lahan

Tofogarapi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan

bergunung-gunung sehinga menyulitkan untuk pengoperasian mesin-mesin

pertanian,khususnya mesin prapanen

• Tenaga kerja

Tenaga kerja diIndonesia cukup melimpah/banyak. Oleh karena itu bila

digantikan dengan tenaga mesin , dikhawatirkan menimbulkan dampak

penganguran

• Tenaga Ahli

Kurangnya tenaga ahli yang atau orang yang kompeten dalam menangani

mesin-mesin pertanian.

Mengingat hal tersebut, terutama poin nomer 3 maka perngembangan

mekanisasi pertanian di Indonesia menganut azas mekanisasi pertanian

selektif, yaitu mengintrodusir alat dan mesin pertanian yang

disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.

KESIMPULAN

Mekanisasi pertanian diartikan sebagai pengenalan dan penggunaan

dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi

pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk semua jenis

alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan,

motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya.

Dampak dari mekanisasi sendiri berupa memberi pengaruh positif dan

negatif ditengah masyarakat tani di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2010). pengertian dan definisi dampak. Retrieved oktober 09, 2014,

from http://carapedia.com/pengertian_definisi_dampak_info2123.html

MJ, A. (2011, Maret 15). DAMPAK MEKANISASI PERTANIAN TERHADAP PEMBANGUNAN

PEDESAAN . Retrieved oktober 09, 2014, from http://saipol-

book.blogspot.com/2012/05/dampak-mekanisasi-pertanian-terhadap.html

Qimoenk. (2008, juli 31). Permasalahan Mekanisasi Pertanian di Indonesia.

Retrieved oktober 9, 2014, from

http://mektan.blogspot.com/2008/07/permasalahan-mekanisasi-pertanian-

di.html

rahim, s. (2013, mei 10). MEKANISASI, FAKTOR PENENTU DAN PENGHAMBAT.

Retrieved oktober 09, 2014, from

http://mekanisasisuplirahim.blogspot.com/2013/05/mekanisasi-faktor-

penentu-dan-penghambat.html

rahim, s. (2013, mei 10). PERAN MEKANISASI DI INDONESIA . Retrieved oktober

09, 2014, from http://mekanisasisuplirahim.blogspot.com/2013/05/peran-

mekanisasi-di-indonesia.html

I PENDAHULUANA.     Latar Belakang

Transformasi pertanian menuju modernisasi ditandai oleh

tahapan masyarakat  industri  dengan  ciri produktivitas 

tinggi,  efisien  dalam penggunaan  sumber  daya  alam  dan  

teknologi,  serta  mampu berproduksi  dengan  menghasilkan 

output  yang  berkualitas   dan bernilai  tambah  tinggi. 

Dengan  kata  lain,  pertanian modern  dapat menjadi  suatu 

wujud  sistem  usaha  tani  dengan   spesialisasi  produk yang 

sangat  beragam,  penggunaan  tradeable input  makin  tinggi  dan

sudah mempraktekkan sistem manajemen usaha tani lebih efisien.

Dengan  ciri-ciri  tersebut  tuntutan  diterapkannya   suatu 

sistem manajemen  usaha   pertanian  yang   secara  optimal 

memanfaatkan sumber  daya   lokal  yang  spesifik  dan 

berkelanjutan  menjadi keharusan.  Dalam  masa  reformasi 

pembangunan  pertanian  di Indonesia   disiapkan  untuk  

memasuki  era  modernisasi  dengan konsep pembangunan pertanian

berwawasan agribisnis. Pembangunan  pertanian  berwawasan 

agrbisnis  diletakkan sebagai  bagian  pembangunan  ekonomi 

dengan  suatu  grand  strategimembangun  sistem  dan  usaha 

pertanian   yang  berdaya  saing, berkerakyatan, berkelanjutan

dan terdesentralisasi.Ciri pembangunan ini tidak dapat dipisahkan

dari keragaman wilayah, ekosistem dan zona agro-ekologi yang

memberikan kekayaan sistem dan usaha tani yang spesifik dari satu

wilayah ke wilayah lain.  Keragaman  wilayah  tersebut 

memberikan  ciri  kemampuan wilayah spesifik yang berbeda satu

dengan yang lain( natural resource endowment).  Sarana 

prasarana,  sistem  budaya,  sistem  sosial,  dan kemampuan

sumber daya manusia dalam mengantisipasiperubahan dinamika 

domestik  dan  global   pada  akhirnya  akan  muncul  sebagai

regional  capacity  dari  suatu   peta  kemampuan  ekonomi 

pertanian Indonesia.  Sumber  daya  lahan  pertaniannya  terdiri 

dari  berbagai ekosistem  yang  memiliki  ciri  sangat 

spesifik,  yang  tercipta  dari berbagai  komponen  alamiah, 

dan  buatan  manusia,  termasuk  di dalamnya  sistem  budaya.  

Jika  digambarkan  akan  muncuk  suatu mozaik   yang  memetakan 

kemampuan  wilayah  dan  kinerja  ekonomi pertaniannya.  Untuk 

wilayah  lahan  berbasis  irigasi,  petani  dihadapkan  pada

lingkunganpertanian yang potensial untuk berusaha padi dan

tanaman pangan  lain.  Sedangkan  pada  lahan  kering  ekosistem 

ini  menuntun petani  untuk  mengembangkan  pertanian  dengan 

basis  lahan  kering.

B.     Tujuan

      Agar mahasiswa dapat mengetahui apa itu Mekanisasi pertanian.

      Agar mahasiswa dapat menerapkan prnsip prinsip mekanisasi

pertanian

ll TINJAUN PUSTAKA

2.1. Tantangan dan Isu Pembangunan Pertanian

Kabinet  Indonesia  Bersatu  telah  diumumkan  pada 

tanggal  20 Oktober  2004.  Seharisesudah  diumumkan   Menteri 

Koordinator Perekonomian menyatakan bahwa fokus pembangunan

ekonomi pada 5  tahun  mendatang  (  2004-2009)   adalah 

pembangunan  pertanian. Alasan  yang  dipakai  sebagai  dasar 

adalah  sektor  pertanian merupakan  sektor  yang  menghidupi 

lebih  dari  50%  tenaga  kerja  di Indonesia,  sumber  daya 

pertanian  yang  dimiliki   juga  memberikan dukungan  yang 

besar.  Namun  demikian   beban  sektor  ini  memang sangat

berat  pada masa masa reformasi ini, antara  lain disebutkan

oleh  Andreas   Maryoto  (  Kompas,  26  Okktober  2004) 

adalah;  (a) penyelundupan  gula,  (b)  konversi  lahan,  (c), 

penyakit  hewan,  (d) membanjirnya  produk  impor,  dan   (e) 

bioteknologi.   Pada   akhir atrikelnya disebutkan  perlunya 

mekanisasi  pertanian untuk  menjawab tantangan  pergeseran  

minat  angkatan  muda  pada  sektor  pertanian, yang sebenarnya

gejala ini sudah sangat lama dikemukakan oleh para ahli  dan 

peminta  mekanisasi  pertanian  pada  Seminar  Mekanisasi

Pertanian Untuk Pembangunan  Anton  Apriantono  (2004) pada 

pidato  serah  terima  Menteri Pertanian  menyebutkan  hal  yang 

sama  dengan  penekanana  pada masalah (a) konversi lahan

pertanian dari pertanian ke non pertanian yang semakin  luas, 

(b)  ancaman  produk  impor  dari  luar  negeri,  (c)

Berkecamuknya  wabah penyakit  dan  OPT,  hewan  dan  ternak; 

(d) berkembangnya  standar  mutu  produk pertanian,  (e) 

Pemakaian  dan pemanfaatan bio  teknologi,  (e)  Konsep swa 

sembada  pangan  yang mulai  dipertanyakan  pelaksanaan  dan 

mekanismenya,  (f)  konflik kepentingan antar pusat dan daerah.

Dari  dua  hal  tersebut,  sebenarnya  sudah  dapat  diduga, 

bahwa proses   transformasi  ditandai  dengan   pergeseran 

struktur perekonomian yang semakin jelas, yaitu menurunnya

kontribusi relatif sektor  pertanian  pada  GDP,  dari   lebih 

50%  pada  tahun  1970  an menjadi  hanya  sekitar  17%  pada 

tahun  2003.  Namun  demikian  tidak diimbangi  oleh  menurunnya 

kontribusi  tenaga  kerja  dari  lebih  50% pada tahun 1970,

menjadi sekitar 45% pada tahun 2000. Ada indikasi ketimpangan

struktural.  Dari  keragaan  pembangunan,  keberhasilan  di 

sektor  pertanian 1 Pidato Serah terima Menteri Pertanian 20

Oktober 2004.

Laporan Akhir 7 yang  menonjol  adalah  tercapainya  swasembada 

beras  pada  tahun 1984 dan semakin mantapnya peningkatan

produksi danproduktivitas beberapa  komoditas  strategis 

lainnya  yang  berasal  dari  komoditas palawija,  hortikultura, 

perkebunan,  peternakan  dan  perikanan. Keberhasilan  ini 

telah  membawa  dampak  perbaikan  terhada pendapatan, 

kesejahteraan  petani  dan  masyarakat  pada  umumnya,

terciptanya  kesempatan  kerja  serta  meningkatkan  ekspor  non 

migas. Demikian  pula  keberhasilan  pembangunan  sektor 

pertanian  telah membawa  dampak  terhadap  perubahan  perilaku 

petani  yang  mulai beralih  orientasi  usahataninya,  dari 

usahatani  subsisten  ke  usahatani komersial,  dan  dari 

usahatani  tradisonal  kearah  usahatani  dengan teknologi  yang 

lebih  moderen.  Ringkasnya  selama  PJP I  sektor pertanian 

telah  memberikan  peranan  yang  sangat  besar  bagi

perekonomian nasional. (Baharsyah, 1997). Namun demikian, pada

masa 1997 - sekarang dan awal abad 21 ini sudah terlihat beragam

tantangan yang antara lain disebut oleh Menteri Pertanian yang

baru dan Andreas Maryoto diatas, yang harus dihadapi  oleh 

sektor  pertanian,  seperti  membanjirnya  impor  buah, produksi

beras yang belum stabil, degradasi sumber daya  alam dan

lingkungan, melemahnya daya beli, kesenjangan produksi yang belum

dapat  teratasi   dengan  baik  dan  banyak  lagi.  Disamping 

harus mempertahankan  keberhasilan  yang  sudah  dicapai  dalam 

PJP  I, sektor  ini  bersama-sama dengan  sektor  yang  lain  

memasuki  suatu dunia persaingan yang semakin ketat, tajam dan

pengaruhnya begitu kuat terhadap kinerja nasional Hal  hal 

tersebut  menambah  penekanan  bahwa  sektor  pertanian perlu  

dibangun  menjadi  sektor  yang  modern.  Gambaran  di  atas

menunjukkan  bahwa  sektor  pertanian  akan  tetap  penting 

dalam perekonomian  serta  tetap  berperan  dalam  pembangunan

nasional. Keterkaitan  yang  erat  antara  pertanian  dan 

industri serta  jasa senantiasa  menuntut  berkembangnya 

kebijaksanaan  pembangunan pertanian  yang  dinamis  sejalan 

dengan  transformasi  perekonomian yang sedang terjadi.

2.2. Faktor  faktor  Penting  dalam  Peningkatan  Kemampuan

            Ekonomi

         Hal  hal  khusus  yang  perlu  diperhatikan  dalam 

peningkatan pembangunan ekonomi pada sektor pertanian adalah

masih lemahnya beberapa  aspek  pembangunan   yang  erat  dengan 

penurunan  biaya produksi dan keuntungan komparatif negara

(Birgman, 2000)2 antara 2David Bergman, 2002. Globalization and

the Developing Countries. Emerging Strategis for Laporan Akhir 8

lain sebagai berikut:

a. Akses  pada  pasar.  Pasar  merupakan  institusi  yang  sangat

diperlukan dala pembangunan pertanian. Dalam konteks ini bukan

hanya jarak geografi, namun juga komponen yang menyusun biaya

transportasi termasuk di darat, dan biaya biaya lain yang

termasuk di  dalamnya.  Akses  pada  pasar  sering  kali 

menghambat  petani  di daerah  terpencil  mendapatkan  benefit 

dari  produk  usaha  taninya. Sarana  prasana  yang  terbatas 

pada  suatu  daerah  menyebabkan suatu  daerah  menjadi 

terisolasi  dan  pada  akhirnya  menjadikan wilayah tertinggal

dan miskin.

b. Akses  pada  Teknologi  Maju. Rendahnya  produktivitas  tenaga

kerja karena  rendahnya  mutu sumber  daya  manusia, menghalangi

negara  negara  berkembang  mengambil  keuntungan  melimpahnya

tenaga  kerja  dan  rendahnya  biaya  tenaga  kerja.  Demikian 

pula, kondisi tersebut akan menghambat laju inovasi teknologi. Di

sektor pertanian, penggunaan teknologi tradisonal, varietas

tradisional dan cara  `cara  manajemen   usaha  tani  yang 

berproduksi  rendah menyebabkan  petani  hanya  mampu 

memberikan  penghasilan rendah atau sulit memasarkan di pasar

lokal dan tidak akan mampu melakukan  ekpor.  Transfer 

teknologi   berproduksi  tinggi  kepada mereka akan mampu

mempercepat dan meningkatkan produktivitas usaha  tani  dari 

subsisten  menjadi  surplus  dan  bahkan  menuju kepada ekspor

jika ditunjang dengan manajemen sistem dan usaha tani yang tepat.

c.  Stabilitas Politik dan Ekonomi.  

Setiap usaha pembangunan yang berkelanjutan  memerlukan 

stabilitas  Politik  dan  ekonomi  sebagai jaminan  berjalannya 

proses  pembangunan.  Pengalaman  selama kurun  waktu  7  tahun 

sejak  1998  memberikan  pembelajaran  yang mahal  kepada 

bangsa  Indonesia.  Krisis  demi  krisis  membawa dampak yang

memperluas ketidak pastian ekononomi. Krisis Politik membawa 

dampak  kepada  krisis  ekonomi,  dan  pada  akhirnya meluas pada

krisis kepercayaan. Pemulihan kepada strabilitas tidak hanya 

memakan  waktu  lama  (  sampai  sekarang)  tetapi  juga memakan 

biaya  ekonomi  yang  sangat  tinggi.  Konflik  yang

berkepanjangan  juga  menjadikan  Indonesia  menjadi  wilayah 

yang tidak menarik untuk menarik investasi asing.

d.  intervensi  Pemerintah. Pada  masa  reformasi  peran 

pemerintah

semakin  dikurangi  dari  peran  yang  mengatur  dan 

mengarahkan, manjadi  peran  untuk  memfasilitasi.  Peran 

masyarakat (termasuk Rural Development and Poverty Alleviation.

CABI Publising.  ISNA Laporan Akhir 9 swasta,  LSM)  menjadi 

sangat  dominan  dalam  pembangunan. Namun  demikian  peran 

sebagai  fasilitator  tidak  serta  merta melepaskan  semua 

urusan  kepada  masyarakat  dalam pembangunan.  Hal  hal  yang 

sifatnya  sangat  strategis dan merupakan  kepentingan  publik 

tetap  menjadi  kewajiban pemerintah.  Penyuluhan  pertanian, 

pembangunan  sarana  dan prasarana pertanian, dan percepatan

pembangunan untuk daerah daerah   yang  tertinggal,  atau  pilot 

pembangunan  yang  sifatnya trigermasih perlu mendapatkan porsi

bantuan pemerintah.Hal hal diatas juga merupakan faktor pemicu

atau mempercepat proses  mekanisasi  pertanian.  Seperti 

dikemukakan  oleh  Handaka dalam proses inovasi mekanisasi

pertanian berkelanjutan ( 2003)3dan Sistem Manajemen Mekanisasi

Pertanian ( 2004).

lll PEMBAHASAN

3.1. PENGERTIAN MEKANISASI PERTANIANMekanisasi pertanian diartikan secara bervariasi oleh beberapa

orang. Mekanisasi pertanian diartikan sebagai pengenalan danpenggunaan dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untukmelangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanistersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yangdigerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik,angin, air, dan sumber energi lainnya. Secara umum mekanisasipertanian dapat juga diartikan sebagi penerapan ilmu teknik untukmengembangkan, mengorganisasi, dan mengendalikan operasi di dalamproduksi pertanian(Robbins,2005).Ruang lingkup mekanisasi pertanian juga berkembang sejalan dengan

perkembangan teknologi dan modernisasi pertanian. Ada pula yangmengartikan bahwa pada saat ini teknologi mekanisasi yang digunakandalam proses produksi sampai pasca panen (penanganan dan pengolahanhasil) bukan lagi hanya teknologi yang didasarkan pada energimekanis, namun sudah mulai menggunakan teknologi elektronika atausensor, nuklir, image processing, bahkan sampai teknologi robotik.Dan digunakan baik untuk proses produksi, pemanenan, dan penangananatau pengolahan hasil pertanian (Mugniesyah, 2006).Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkanproduktifitas tenaga kerja, meningkatkan produktifitas lahan, danmenurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin pada prosesproduksi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas,produktifitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani.Pengalaman dari negara-negara tetangga Asia menunjukkan bahwaperkembangan mekanisasi pertanian diawali dengan penataan lahan(konsolidasi lahan), keberhasilan dalam pengendalian air, masukanteknologi biologis, dan teknologi kimia. Penerapan teknologimekanisasi pertanian yang gagal telah terjadi di Srilangka yangdisebabkan kecerobohan akibat penerapan mesin-mesin impor secaralangsung tanpa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristikpertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang melakukanmodifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksisendiri untuk digunakan oleh petanimereka   (Hamiltondkk,1996).Suatu hal yang paling mendasar yangmasih belum diperhatikan dalam pengembangan teknologi pertanian diIndonesia hingga kini adalah kurang memadainya dukungan prasaranapertanian. Prasarana pertanian kita belum dikelola secara baik,sehingga masih agak sulit atau lambat dalam melakukan introduksimesin-mesin pertanian (Robbins,2005). Pengelolaan lahan, pengaturandan manejemen pengairan yang meliputi irigasi dan drainase, sertapembuatan jalan-jalan transportasi daerah pertanian, dan masihbanyak lagi aspek lainnya yang belum disentuh secara sungguh-sungguh danprofesional.Relevansinya dengan hal tersebut, beberapahal penting yang harus dilaksanakan antara lain adalah merencanakanatau memperbaiki kondisi lahan (konsolidasi lahan). Selain itu jugamendatangkan dan mengupayakan agar prasarana dan sarana pertaniansampai dan tersedia di lapangan tepat waktu sehingga dapatmengakselerasi pencapaian visi dan misi pertanian modern(Anonim,2011).Pengembangan teknologi pertanian diarahkan untukmeningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat kita umumnyadan petani khususnya. Dapat dipastikan bahwa jika teknologi

pertanian yang cocok tersebut telah berhasil dikembangkan danditerapkan di negara kita, maka ketahanan pangan atau swasembadapangan pasti akan tercapai sehingga kemandirian dalam hal ekonomidan politik dapat kita wujudkan (Siahan,2001).Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkanproduktifitas tenaga kerja, meningkatkan produktifitas lahan, danmenurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin pada prosesproduksi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas,produktifitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani.Pengalaman dari negara-negara tetangga Asia menunjukkan bahwaperkembangan mekanisasi pertanian diawali dengan penataan lahan(konsolidasi lahan), keberhasilan dalam pengendalian air, masukanteknologi biologis, dan teknologi kimia. Penerapan teknologimekanisasi pertanian yang gagal telah terjadi di Srilangka yangdisebabkan kecerobohan akibat penerapan mesin-mesin impor secaralangsung tanpa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristikpertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang melakukanmodifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksisendiri untuk digunakan oleh petani mereka.

3.2. PERANAN MEKANISASI PERTANIAN

1. Mempertinggi efisiensi tenaga manusia2. Meningkatkan derajat dan taraf hidup petani3. Menjamin kenaikan kuantitas dan kualitas serta kapasitas

produksi pertanian4. Memungkinkan pertumbuhan tipe usaha tani yaitu dari tipepertanian untuk kebutuhan keluarga(subsistence farming) menjadi tipepertanian perusahaan (commercial farming)

5. Mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari sifatagraris menjadi sifat industri.

3.3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MEKANISASI PERTANIAN

Sumbangan alat dan mesin pertanian dalam pembangunan

pertanian dapat diukur pada berbagai kasus, misalnya penggunaan

pompa ai tanah di Jawa Timur yang mampu merubah pola tanam dari

padi-bero menjadi padi - padi atau padi – palawija. Demikian pula

penggunaan mesin perontok padi yang menurunkan susut panen dari >

5% menjadi kurang dari 2%. Penelitian terhadap perbaikan dan

penyempurnaan mesin penggilingan padi mampu menaikkan rendemen

giling cukup.

  Adapun beberapa keunggulan dari mekanisasi pertanian

yaitu :

1.   Meningkatkan produksi per satuan luas dengan adanya alat-alat

mekanis yang canggih yang telah di gunakan oleh para petani

2.   Dengan meningkatnya hasil produksi maka pendapatan para petani

juga otomatis akan meningkat

3.   Dapat meningkatkan efektifitas, produktivitas, kuantitas dan

kualitas hasil pertanian

4.   Teknologi pasca panen mampu memberikan dukungan untuk

mempertahankan mutu pada penanganan segar, meningkatkan nilai

tambah pada hasil produksi dengan proses pengolahan yang benar

dan tepat, tanpa memperngaruhi rasa dan aroma.

5.   Dapat meningkatkan efisiensi lahan dan tenaga kerja ( tidak

terlalu membutuhkan banyak Sumber Daya Manusia)

6.   Menghemat energi dan sumber daya ( benih, pupuk, dan air)

7.   Dapat meminimalisir faktor-faktor penyebab kegagalan dalam

produksi

8.   Meningkatkan luas lahan yang di tanami dan menghemat waktu

karena dengan menggunakan alat-alat mekanis pengolahan lahan yang

luas dapat dengan cepat terselesaikan dan juga pekerjaan para

petani akan lebih terasa ringan.

9.   Menjaga kelestarian lingkungan dan produksi pertanian yang

berkelanjutan, serta

10.  Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani

Disamping banyaknya keunggulan dari mekanisasi di atas,

terdapat juga beberapa kelemahan dari mekanisasi pertanian,

diantaranya yaitu sebagai berikut :

1.   Tidak dapat dipungkiri bahwa mekanisai pertanian dapat

menggeser tenaga kerja manusia dan memberikan dampak negative

terhadap pemerataan pendapatan.

2.   Membutuhkan biaya yang tinggi dalam pengadaan dan perawatan

alat-alat mekanis tersebut

3.   Sebagian alat-alat tersebut memerlukan arus listrik dalam

penggunaannya, jadi tidak semua alat dapat digunakan di sembarang

tempat, seperti tempat yang tidak terdapat sumber arus listrik.

4.   Dapat memperbanyak pengangguran karena  pada dasarnya semua

kegiatan pertanian telah banyak menggunakan alat-alat mekanis

yang tidak memerlukan SDM yang banyak.

IV. PENUTUP

4.1.KesimpulanMekanisasi pertanian diartikan sebagai pengenalan dan penggunaan

dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan

operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk

semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga

manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber

energi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Irwanto, Kohar A. 1980. Alat dan Mesin Budidaya PertanianFakultasMekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. ITB. Bandung.

Mugniesyah. 2006. Mesin Peralatan. Departement Teknologi PertanianUniversitas  Sumatera Utara

Sukirno, MS.1999. Mekanisasi Pertanian.Pokok Bahasan Alat MesinPertanian dan Pengelolaannya. Diklat Kuliah. UGM, Yogyakarta.

Wijanto. 2002. Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

PERAN MEKANISASI DI INDONESIA

Perkembangan zaman dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak yang luar biasa terhadap kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi untuk berfikir akan selalu mengembangkan sesuatu hal agar menjadikan kehidupannya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, proses perubahan akan terus berjalan.

Penggunaan alat dan mesin pertanian sudah sejak lama

digunakan dan perkembangannya mengikuti dengan perkembangan

kebudayaan manusia. Pada awalnya alat dan mesin pertanian masih

sederhana dan terbuat dari batu atau kayu kemudian berkembang

menjadi bahan logam. Susunan alat ini mula-mula sederhana,

kemudian sampai ditemukannya alat mesin pertanian yang komplek.

Dengan dikembangkannya pemanfaatan sumber daya alam dengan motor

secara langsung mempengaruhi perkembangan dari alat mesin

pertanian (Sukirno, 1999).

Sesuai dengan defenisi dari mekanisasi pertanian (agriculture

mechanization), maka penggunaan alat mekanisasi pertanian adalah

untuk meningkatkan daya kerja manusia dalam proses produksi

pertanian dan dalam setiap tahapan dari proses produksi tersebut

selalu memerlukan alat mesin pertanian (Sukirno, 1999).

Setiap perubahan usaha tani melalui mekanisasi didasari

tujuan tertentu yang membuat perubahan tersebut bisa dimengerti,

logis, dan dapat diterima. Diharapkan perubahan suatu sistem akan

menghasilkan sesuatu yang menguntungkan dan sesuai dengan tujuan

yang telah ditetapkan. Secara umum, tujuan mekanisasi pertanian

adalah :

a. mengurangi kejerihan kerja dan meningkatkan efisiensi tenaga

manusia

b. mengurangi kerusakan produksi pertanian

c. menurunkan ongkos produksi

d. menjamin kenaikan kualitas dan kuantitas produksi

e. meningkatkan taraf hidup petani

f. memungkinkan pertumbuhan ekonomi subsisten (tipe pertanian

kebutuhan keluarga) menjadi tipe pertanian komersil (comercial

farming)

Tujuan tersebut di atas dapat dicapai apabila penggunaan dan

pemilihan alat mesin pertanian tepat dan benar, tetapi apabila

pemilihan dan penggunaannya tidak tepat hal sebaliknya yang akan

terjadi (Rizaldi, 2006).

Perubahan-perubahan untuk memperbaiki dan meningkatkan

kesejahteraan rakyat yang dilakukan pemerintah sekarang berjalan

dengan diarahkan pada semua sektor. Tidak terkecuali sektor

pertanian. Pertanian memiliki peranan yang sangat penting bagi

kesejahteraan rakyat. Berhasilnya sektor pertanian akan berdampak

pada ketahanan pangan.

Ilmu mekanisasi Pertanian adalah bagian dari industri

pertanian hari ini yang penting karena produksi yang efisien dan

pengolahan bahan-bahan tergantung pada mekanisasi. Oleh karena

itu, mayoritas pekerja bekerja pada bidang keduanya baik di lahan

maupun di pemasaran hasil-hasil pertanian yang membutuhkan

keahlian-keahlian yang memungkinkan mereka untuk mengoperasikan,

mempertahankan, dan memprebaiki mesin dan peralatan. (Shin and

Curtis, 1978).

Menurut Hardjosentono dkk (1996) peranan mekanisasi

pertanian dalam pembangunan pertanian di Indonesia adalah:

1. Mempertinggi efisiensi tenaga manusia

2. Meningkatkan derajat dan taraf hidup petani

3. Menjamin kenaikan kuantitas dan kualitas serta kapasitas

produksi pertanian

4. Memungkinkan pertumbuhan tipe usaha tani yaitu dari tipe

pertanian untuk kebutuhan keluarga(subsistence farming) menjadi tipe

pertanian perusahaan (commercial farming)

5. Mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari sifat

agraris menjadi sifat industri.

Hasil-hasil pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan harus

memiliki penanganan pasca panen yang baik. Penanganan yang

dilakukan diusahakan memperhatikan tingkat standarisasi mutu yang

diizinkan. Penanganan yang tidak baik akan berdampak pada

kualitas bahan yang buruk, harga jual yang rendah, serta dapat

menimbulkan kerugian bagi para produsen hasil-hasil pertanian

tersebut.

Untuk menghasilkan produk olahan diperlukan ilmu, keahlian

dan keterampilan tersendiri. Teknik dalam mengolahnya juga

berbeda beda. Beberapa teknik pengolahan pangan yang sering

dilakukan adalah menghilangkan lapisan luar yang tidak diinginkan

(pencucian).

Banyak Petani di Indonesia tidak melakukan pencucian

terhadap hasil panen yang mereka dapatkan. Khususnya para petani

kakao, hasil yang mereka peroleh tidak di olah sama sekali,

mereka langsung menjual hasil panen berupa buah, padahal jika

mereka mengelolah biji kakao tersebut,yakni dengan mencuci, lalu

menjualnya nilai jual nya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

penjualan langsung, yakni berupa buah. Pencucian dengan alat

mekanis belum banyak dilakukan karena kurangnya pengetahuan dan

keterbatasan jumlah alat yang ada petani. Sehingga harga jual

yang diperoleh kurang menguntungkan, padahal apabila dilakukan

akan meningkatkan pendapatan.

Untuk itu, masyarakat khususnya para petani,memerlukan suatu

alat pencuci biji kakao dalam penanganan hasil-hasil pertanian

selama pasca panen. Diharapkan meningkatkan pendapatan para

petani kakao .

Pada masa kini alat pencuci biji kakao sudah banyak

dirancang. Yakni alat yang menggunakan elektromotor dengan

kapasitas berbeda-beda. Alat pencuci biji kakao ini terdiri dari

beberapa bagian penting yaitu: electromotor, tabung pencuci, plat

aluminium. Biji kakao yang dimasukkan ke dalam tabung pencuci

akan berputar bersama berputar nya tabung pencuci biji kakao

tersebut.( Anonimous, 2010).

Kelemahan alat ini adalah jika digunakan langsung di tempat-

tempat yang tidak terdapat sumber arus listrik maka alat tidak

dapat dioperasikan. Untuk itu perlu dirancang alat pencuci biji

kakao yang dapat bekerja dengan tenaga manual bila suatu daerah

belum ada arus listrik, perancangan alat penggerak secara manual

yang dimaksud digunakan untuk memutar alat pencuci biji kakao,

sehingga dapat digunakan dimana saja, juga alat ini dapat

menghemat biaya operasional.

Peran Mekanisasi Pertanian

Pengembangan alat dan mesin pertanian yang juga pengembangan

mekanisasi pertanian tidak dapat berdiri sendiri, karena

merupakan suatu sub sistem penunjang ( supporting system) dalam proses

budidaya, pengolahan dan penyimpanan. Sebagai teknologi yang

bersifat indivisible ( tidak dapat terbagi), peran alat dan mesin

pertanian tersebut sebaiknya dapat didistribusikan pada banyak

pemakai, atau petani kecil yang tidak mempunyai cukup kemampuan

untuk memilikinya. Berbagai studi menyebutkan, bahwa alat dan

mesin pertanian memiliki kaitan sangat erat dengan dinamika

sosial ekonomi dari sistem budidaya pertaniannya.