36
PERTAHANAN NEGARA Pertahanan negara sejatinya adalah elemen terpenting bagi kelangsungan negara. Terlebih lagi di Indonesia sebagai negara dengan struktur geografis negara kepulauan, dan memiliki sumber daya alam serta manusia yang besar, tentu pertahanan negara menjadi hal yang mutlak untuk dijalankan dan harus diatur secara tepat dan. Pertahanan negara sendiri menurut Pasal 1 ayat 1 UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. 1 Pertahanan negara adalah tanggung jawab setiap warga negara. Dan sesungguhnya dengan sumber daya yang besar yang dimiliki, Indonesia dapat membentuk kekuatan pertahanan yang besar pula. Untuk membentuk kekuatan pertahanan yang baik tentu harus terlebih dahulu dibentuk sistem pertahanan yang komprehensif, agar dapat mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat menangkal segala bentuk ancaman, baik dari dalam maupun luar negara. Dan untuk menjalankan sistem pertahanan tersebut perlu dibentuk doktrin pertahanan negara sebagai acuan bagi komponen-komponen pertahanan yang terlibat. A. Doktrin Pertahanan Negara Indonesia 1 UU No.3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara

Pertahanan Negara Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

PERTAHANAN NEGARA

Pertahanan negara sejatinya adalah elemen terpenting bagi

kelangsungan negara. Terlebih lagi di Indonesia sebagai negara

dengan struktur geografis negara kepulauan, dan memiliki

sumber daya alam serta manusia yang besar, tentu pertahanan

negara menjadi hal yang mutlak untuk dijalankan dan harus

diatur secara tepat dan. Pertahanan negara sendiri menurut

Pasal 1 ayat 1 UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara

adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara,

keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap

keutuhan bangsa dan negara.1

Pertahanan negara adalah tanggung jawab setiap warga

negara. Dan sesungguhnya dengan sumber daya yang besar yang

dimiliki, Indonesia dapat membentuk kekuatan pertahanan yang

besar pula. Untuk membentuk kekuatan pertahanan yang baik

tentu harus terlebih dahulu dibentuk sistem pertahanan yang

komprehensif, agar dapat mencakup seluruh wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan dapat menangkal segala bentuk

ancaman, baik dari dalam maupun luar negara. Dan untuk

menjalankan sistem pertahanan tersebut perlu dibentuk doktrin

pertahanan negara sebagai acuan bagi komponen-komponen

pertahanan yang terlibat.

A. Doktrin Pertahanan Negara Indonesia

1 UU No.3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara

Doktrin Pertahanan Negara adalah prinsip-prinsip dasar

yang memberikan arah bagi pengelolaan sumber daya pertahanan

untuk mencapai tujuan keamanan nasional. Prinsip-prinsip

dasar tersebut terdiri dari enam muatan doktrin pertahanan,

yaitu (1) perspektif bangsa tentang perang; (2) komponen

negara yang terlibat perang; (3) pemegang kendali perang;

(4) mekanisme pertanggung-jawaban; (5) strategi perang; dan

(6) terminasi perang. Enam muatan ini kemudian disusun di

tiga tingkatan, yaitu politik, militer, dan profesional.2

Di tingkatan politik, prinsip politik dari doktrin

berisi beberapa hal yang berkaitan dengan tugas angkatan

bersenjata untuk menghadapi ancaman militer bersenjata. Di

tingkatan militer, doktrin lebih banyak menjawab pertanyaan

tentang bagaimana kekuatan militer akan digunakan untuk

menghadapi ancaman. Penggunaan kekuatan militer ini dapat

saja mengakomodasi kebutuhan untuk melakukan strategi

pencegahan dini agar perang-perang berskala kecil tidak

meluas.3

Dalam Doktrin Pertahanan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, dijelaskan tentang Hakikat, Kedudukan dan

Landasan Doktrin Pertahanan, Perjuangan Bangsa Indonesia

untuk berdiri sejajar dengan bangsa lain di dunia, Hakikat

ancaman, Konsepsi Pertahanan Negara, Penyelenggaraan

Pertahanan Negara dan Pembinaan Kemampuan Pertahanan

Negara.4

2 Andi Widjajanto, Evolusi Doktrin Pertahanan Indonesia, Jurnal Pro Patria, 2005, hal. 13 Op.Cit4 Kementerian Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan Negara

Adapun pasal 1 ayat 2 UU No. 3 tahun 2002 menyebutkan

bahwa Sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang

bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara,

wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta

dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan

secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk

menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan

keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.5

Doktrin pertahanan negara Indonesia sendiri terus

mengalami perubahan sejak Indonesia merdeka. Perubahan ini

dilakukan agar doktrin pertahanan tetap fleksibel dan mampu

mengikuti perkembangan zaman. Berikut adalah perubahan

doktrin pertahanan negara Indonesia sejak kemerdekaan:

1. Masa Perang Kemerdekaan (1945-1949)

Pada periode ini, doktrin pertahanan disesuaikan

dengan kondisi Indonesia sebagai negara yang baru

terbentuk. Pasca proklamasi, dibentuk Badan Keamanan

Rakyat (BKR). BKR bukanlah tentara atau angkatan

bersenjata, melainkan korps rehabilitasi perang. Tidak

dibentuknya angkatan bersenjata disebabkan oleh prinsip

para pemimpin nasional Indonesia bahwa kemerdekaan

Indonesia dicapai dengan jalan diplomasi, bukan dengan

jalan pemberontakan bersenjata.6

Tentara reguler baru dibentuk pada tanggal 5 Oktober

1945 dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). TKR5 UU No. 3 Thaun 2002 Tentang Pertahanan Negara6 Andi Widjajanto, Evolusi Doktrin Pertahanan Indonesia, Jurnal Pro Patria, 2005, hal. 2

kemudian berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia

(TNI) pada tanggal 7 Juni 1947. Transformasi angkatan

bersenjata ini menunjukkan bahwa pembentukan organisasi

militer moderen sangat dipengaruhi oleh kebijakan politik

pemerintah untuk menjalankan diplomasi perjuangan.7

Di masa ini, dikenal pula sistem ‘Wehrkreise’ yang

dikembangkan oleh militer Indonesia. Sistem ini pada

intinya membagi daerah pertempuran dalam lingkaran-

lingkaran (kreise) yang memungkinkan satuan-satuan militer

secara mandiri mempertahankan (wehr) lingkaran

pertahanannya. Kemandirian pertahanan melingkar ini

dilakukan dengan melakukan mobilisasi kekuatan rakyat dan

sumber daya yang berada di lingkaran pertahanan tertentu.

Sistem Wehrkreise ini kemudian dilengkapi dengan dalil-

dalil perang gerilya10 sebagai bentuk operasional taktik

militer di medan pertempuran.8

Pada tahun 1946, dibentuk pula Barisan Cadangan

sebagai pendukung TNI. Barisan cadangan ini masuk dalam

strategi ‘Pertahanan Bulat (Total) Lagi Teratur’. Fungsi

barisan cadangan ini diperkuat dalam Ketetapan Dewan

Hanneg No.85/1947 tentang Pertahanan Rakyat. Ketetapan

ini menjabarkan konsepsi “Pertahanan Rakyat Total” yang

didefinisikan sebagai “Segala lapisan rakyat, baik

pegawai negeri, maupun orang, atau badan partikelir di

seluruh daerah Indonesia harus turut serta di dalam

perlawanan dengan sehebat-hebatnya, dan masing-masing

7 Ibid8 Ibid, hal. 4

dalam pekerjaan dan kewajibannya”. Konsep pertahanan

total ini kemudian diikuti dengan militerisasi instansi-

instansi pemerintahan.9

2. Masa RIS (1949-1950)

Banyaknya pemberontakan yang terjadi di daerah serta

Agresi Militer Belanda II menyebabkan Departemen

Pertahanan membentuk Angkatan Perang Republik Indonesia

Serikat. Pada tanggal 5 Januari 1950, Menteri Pertahanan

RIS mengeluarkan Penetapan No.12/MP/50 mengenai

Organisasi Tentara Republik Indonesia Serikat (TRIS).

Untuk mengatasi pemberontakan dan melawan Agresi Militer

Belanda ini, dibentuk konsep pasukan ekspedisi dan

operasi gabungan. Operasi gabungan ini juga dilaksanakan

untuk menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan

(RMS).10

3. Masa Perang Internal (1950-1959)

Masa ini diwarnai dengan pemberontakan DI/TII di

Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, dan pemberontakan

PRRI/PERMESTA. Untuk menghadapi pemberontakan DI/TII di

Jawa Barat diterapkan operasi militer gabungan dengan

sistem ‘Pagar Betis’. Operasi ini merupakan implementasi

dari doktrin perang wilayah dan digabungkan dengan

doktrin pertahanan rakyat.11

9 Ibid10 Ibid, hal. 511 Ibid, hal. 6

Selain operasi ‘pagar betis’, dilaksanakan juga

Operasi Tegas untuk menumpas pemberontakan PRRI/PERMESTA

di Riau. Operasi Tegas adalah gabungan dari operasi

militer gabungan dengan operasi pendadakan lawan. Operasi

Tegas juga dilengkapi dengan Operasi Blokade Sungai.

Keseluruhan rangkaian operasi militer ini dijalankan

secara simultan untuk melawan pemberontakan DI/TII. Namun

sekali lagi keseluruhan operasi militer ini tetap

berpegang pada doktrin pertahanan negara.12

4. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)

Konsistensi penggunaan doktrin pertahanan rakyat

tetap terjadi di periode 1959-1967. Pada 3 Desember 1960,

MPRS-RI menetapkan Ketetapan tentang Garis-garis Besar

Pola Pembangunan Nasional Sementara Berencana Tahapan

Pertama 1961-1969 yang dimuat dalam Peperti No.169/1960.

Ketetapan ini mengatur bahwa:

”Pertahanan Negara Republik Indonesia bersifat defensif-

aktif dan bersikat anti-kolonialisme dan anti-

imperialisme dan berdasarkan pertahanan rakyat semesta

yang berintikan tentara suka rela dan milisi”.13

Masa ini juga diwarnai dengan perintah Trikora (Tri

Komando Rakyat) oleh Presiden Soekarno untuk operasi

pembebasan Irian Barat. Selain Trikora, ditetapkan juga

pengaturan tentang Mobilisasi 1959-1962, yang sberisi

tentang wajib militer darurat, militerisasi kepolisian

12 Ibid13 Ibid, hal. 7-8

negara, pembentukan organisasi pertahanan sipil,

memperluas ketangkasan keprajuritan, pembentukan dan

penyusunan satuan-satuan tugas khusus sipil, mobilisasi

umum untuk kepentingan hankamneg, dan pembebasan Irian

Barat.14

Presiden soekarno kemudian juga mengumumkan Komando

Operasi Malaysia yang terangkum dalam Dwi Komando Rakyat

(Dwikora). Pembentukan operasi ini didasari atas dasar

Sikap pertahanan negara yang anti-kolonialisme dan anti-

imperialisme. Tujuan dari operasi militer ini adalah

untuk melindungi daerah perbatasan dan melindungi pasukan

gerilya yang akan masuk ke wilayah lawan.15

5. Periode Orde Baru (1967-1998)

Pada periode ini dilaksanakan operasi tempur,

operasi intelijen, dan operasi teritorial. Tiga pola

dasar operasi militer tersebut dibakukan dalam doktrin

Tri Ubaya Çakti yang dirumuskan ulang oleh TNI AD dalam

Seminar AD II di Seskoad, Bandung (25-31 Agustus 1966).

Di dalam Doktrin Tri Ubaya Çakti terdapat tiga doktrin

dasar, yaitu Doktrin Pertahanan Darat Nasional

(Hanratnas), Doktrin Kekaryaan, dan Doktrin Pembinaan.16

Untuk operasi militer, Doktrin Hanratnas merupakan

landasan bagi pengembangan strategi perang dan doktrin

militer. Konsepsi Perang Rakyat Semesta (Perata) menjadi

titik sentral Doktrin Hanratnas. Doktrin Tri Ubaya Çakti14 Ibid15 Ibid, hal. 1016 Ibid, hal. 11

secara rinci menjabarkan pola operasi Perata yang terdiri

dari operasi keamanan dalam negari yang didukung oleh

operasi intelijen, tempur, dan teritorial, serta operasi

pertahanan yang dilaksanakan dengan operasi defensif

aktif.17

Pada Seminar Hankam tanggal 21 September-17 Oktober

1966 menghasilkan doktrin perjuangan TNI ”Tjatur Darma

Eka Karma”. Doktrin Tjatur Darma Eka Karma kembali

menetapkan konsep perang rakyat semesta sebagai konsep

dasar pertahanan negara. Doktrin ini mengatur bahwa yang

menjadi dasar pelaksanaan pertahanan dan keamanan negara

adalah sistem pertahanan dan keamanan Perang Rakyat

Semesta (Perata).18

Sistem pertahanan keamanan rakyat semesta kemudian

mendapat bentuk operasional saat Panglima ABRI Jenderal

L.B. Moerdani menetapkan Keputusan Panglima Angkatan

Bersenjata No: Kep/04/II/1988 tentang Doktrin Perjuangan

TNI-ABRI “Catur Darma Eka Karma (CADEK)”. Dalam Doktrin

CADEK 1988 ini, penyelenggaraan pertahanan keamanan

negara dilakukan dengan mengembangan suatu kemampuan

pertahanan keamanan negara yang diwujudkan dalam suatu

sishankamrata. Sishankamrata dikembangkan dengan

mendayagunakan segenap sumber daya nasional dan prasarana

nasional secara menyeluruh, terpadu, dan terarah.

Doktrin CADEK 1988 juga menetapkan bahwa politik

pertahanan keamanan negara adalah “defensif-aktif serta

17 Ibid18 Ibid, hal. 12

preventif aktif yang diarahkan untuk menjamin keamanan

dalam negeri, turut serta memelihara perdamaian dunia

pada umumnya dan keamanan di kawasan Asia Tenggara…”.19

B. Konteks Maritim Dalam Pertahanan Indonesia

Sudah disinggung sebelumnya bahwa Indonesia merupakan

negara kepulauan dengan 80 persen wilayah laut, dan 20

persen wilayah darat. Dengan demikian,ancaman terhadap

kedaulatan dan wilayah Indonesia berada di laut. Ditambah

lagi posisi geografis Indonesia yang menjadi jalur

perdagangan internasional, ancaman dari wilayah laut menjadi

semakin tinggi.

Laut Indonesia memiliki arti yang sangat penting bagi

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu, laut

sebagai media pemersatu bangsa, laut sebagai media

perhubungan, laut sebagai media sumber daya, laut sebagai

media pertahanan dan keamanan, serta laut sebagai media

diplomasi. Konsep pemikiran tersebut sangat diperlukan

bangsa Indonesia agar tidak menjadikan dan menganggap laut

sebagai rintangan, kendala atau hambatan sebagaimana

dihembuskan oleh pihak-pihak asing yang tidak menginginkan

kemajuan bagi bangsa dan negara Indonesia.

Adapun ancaman yang mungkin dihadapi Indonesia ke depan

antara lain kejahatan lintas negara (misalnya penyeludupan,

pelanggaran ikan ilegal), pencemaran dan perusakan

ekosistem, imigrasi gelap, pembajakan/perampokan, aksi

radikalisme, konflik komunal dan dampak bencana alam.

19 Ibid, hal. 16

Untuk memahami konteks maritim dalam pertahanan

Indonesia, penting untuk terlebih dahulu memahami konsep

negara maritim. Konsep negara maritim Indonesia diawali

dengan Deklarasi Djoeanda pada tanggal 13 Desember 1957,

yang kemudian ditindak lanjuti dengan adanya konsep wawasan

nusantara, UU No 4/60 tentang Perairan dan UNCLOS 1982. Isi

Deklarasi "Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan

yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan

Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas dan

lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan

Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan

bagian daripada perairan pedalaman atau perairan nasional

yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia.20

Pada tanggal 18 Desember 1996 di Makassar dicanangkan

Deklarasi Negara Maritim Indonesia, dengan tindak lanjut

Konsep Pembangunan Negara Maritim Indonesia, Dewan Kelautan

Nasional. Substansinya adalah menyebut Negara Kesatuan RI

beserta perairan nusantara, laut wilayah, zona tambahan,

ZEE, dan landas kontinennya sebagai Negara Maritim

Indonesia. Pada tanggal 26 September 1998 kembali

dicanangkan Deklarasi Bunaken dengan tidak lanjut The Ocean

Charter. Isi Deklarasi : Mulai saat ini visi pembangunan dan

persatuan nasional Indonesia harus juga berorientasi laut.

Semua jajaran pemerintah dan masyarakat hendaknya juga

mberikan perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan, dan

pemeliharaan potensi kelautan Indonesia.21

20 Pusat Kajian Maritim Seskoal, “Konsep Negara Maritim dan Ketahanan Nasional,” hal. 221 Ibid

Gagasan Negara Maritim Indonesia adalah aktualisasi

dari wawasan nusantara dan berguna untuk memberi gerak pada

pola pikir, pola sikap dan pola tindak bangsa Indonesia

secara bulat dalam aktualisasi wawasan nusantara.

Pengembangan konsepsi negara maritim Indoensia sejalan

dengan upaya peningkatan kemampuan bangsa kita menjadi

bangsa yang modern dan mandiri dalam teknologi kelautan dan

kedirgantaraan bagi kesejahteraan bangsa dan negara.

Wilayah Laut Indonesia yang melingkupi seluruh

kepulauan nusantara menjadi faktor penentu terwujudnya

kesatuan politik, ekonomi, sosial dan budaya bangsa dalam

menciptakan pertahanan negara yang maksimal, efektif, dan

mantap. Kemampuan mobiltas nasional dengan transportasi

(darat, laut dan udara) dan logistik terpadu dalam pangkalan

dan pertahanan di laut wilayah (teritorial sea), hingga ke

laut lepas menjadi syarat utama untuk menciptakan pertahanan

negara yang kuat.

Adapun lingkungan laut atau maritim sesungguhnya

memiliki lima dimensi strategi Militer yang saling

berhubungan, yaitu:22

a. Dimensi ekonomi

Penggunaan laut sebagai media perhubungan, transportasi

dan perdagangan telah dimanfaatkan sejak dahulu hinga

sekarang, dan hampir 99,5 % pergerakan roda perekonomian

di dunia adalah melewati jalur laut, volume muatan

22 Ibid, hal. 5-6

meningkat delapan kali sejak tahun 1945 dan kecenderungan

semakin meningkat sampai sekarang.

b. Dimensi Politik

Perubahan dimensi politik dari lingkungan maritim

berkembang sangat tajam semenjak tahun 1970-an. Bagi

sejumlah besar Negara pantai, khususnya bagi dunia

ketiga, perairan yang berbatasan dengan pantai

memberikan prospek satu-satunya untuk perluasan wilayah

negara. Selain itu, seringkali terjadi perselisihan atas

perbatasan laut, dan hal ini dimotivasi oleh kepentingan

politik dan kalkulasi biaya dan manfaat yang didapat bila

menguasai wilayah laut.

c. Dimensi Hukum

Basis dimensi hukum dalam lingkungan maritim adalah

Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS

1982). Dimensi hukum sekarang difokuskan pada masalah

perikanan ilegal dan perdagangan narkoba secara ilegal

melalui jalur laut.

d. Dimensi Militer

Di laut dimensi militer selalu berkembang mengikuti

perkembangan teknologi, sehingga profesionalisme Angkatan

Laut suatu Negara selalu dikaitkan dengan penguasaan dan

penggunaan teknologi yang mutakhir.

e. Dimensi Fisik

Pemahaman terhadap lingkungan fisik adalah kekuatan

maritim akan berfungsi sangat penting tergantung pada

kondisi geografi, dan hidroseanografi. Daerah Operasi

kekuatan maritim mulai dari perairan dalam laut bebas

(Blue Waters) ke perairan yang lebih dangkal (Green

Waters) sampai ke perairan pedalaman, muara dan sungai

(Brown Waters). Ada juga wilayah laut strategis yang

berbatasan atau dimiliki oleh negara-negara pantai yang

berdekatan. Seperti selat Malaka, dimiliki oleh

Indonesia, Malaysia dan Singapura. Oleh karena itu konsep

"Joint Security" akan mudah diterima dan diterapkan di

antara negara-negara pantai tersebut.

Kembali pada konsepsi pertahanan negara dalam UU no.

3 tahun 2002, yaitu keikutsertaan bangsa Indonesia dalam

mempertahankan negaranya, serta pemanfaatan seluruh sumber

daya nasional, dan seluruh wilayah negara dalam usaha

pertahanan negara. Mencermati amanat undang-undang

tersebut, maka sudah sewajarnya Indonesia sebagai suatu

negara kepulauan menempatkan kekuatan laut dan udaranya

sebagai tulang punggung pertahanannya, sehingga proyeksi

kekuatan pertahanan, jika diperlukan, akan secara cepat

dilaksanakan.

C. Komponen Pertahanan Indonesia

Selain harus memiliki doktrin pertahanan yang

komprehensif, sebuah negara harus memiliki sumber daya

manusia (SDM) pertahanan yang tangguh. Untuk menciptakan SDM

pertahanan yang demikian, harus diterapkan satu kebijakan

pertahanan untuk pembinaan SDM. Pembinaan SDM ini dilakukan

untuk meningkatkan potensi SDM yang dapat dilaksanakan

melalui: pembinaan kesadaran bela negara dalam rangka

penyiapan komponen cadangan dan komponen pendukung sebagai

bentuk model/embrio untuk dikembangkan di masa depan,

mengintensifkan pendataan potensi sumber daya nasional

sebagai langkah awal penyiapan komponen cadangan dan

komponen pendukung, membina koordinasi dan kerja sama

dengan pemerintah pusat (Departemen/LPND) dan pemerintah

daerah serta instansi terkait lainnya, menyusun RUU Komponen

Cadangan, RUU Komponen Pendukung (RUU Komcad saat ini telah

masuk proses legislasi di DPR), dan menyiapkan RUU

Pengabdian sesuai profesi yang masuk sebagai unsur lain

kekuatan bangsa untuk menghadapi ancaman non militer.23

Pertahanan negara sebagaimana disebutkan dalam pasal 6

UU no.3 tahun 2002 diselenggarakan melalui usaha membangun

dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta

menanggulangi setiap ancaman. Adapun Pasal 7 menyebutkan

bahwa:24

(1) Pertahanan negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,

diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini

dengan sistem pertahanan negara.

(2) Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman

militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai

komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan

komponen pendukung.

(3) Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman

nonmiliter menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang23 “Sumber Daya Manusia Pertahanan Memiliki Peranan Penting Dalam Penyelenggaraan Pertahanan Negara”, http://dmc.kemhan.go.id/post-sumber-daya-manusia-pertahanan-memiliki-peranan-penting-dalam-penyelenggaraan-pertahanan-negara.html , diakses pada 6 Desember 201324 UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara

pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan

sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur

lain dari kekuatan bangsa.

Dengan melihat pada pasal 7 ini jelas terlihat bahwa

sistem pertahanan negara tidak hanya dilaksanakan oleh TNI

sebagai komponen utama tetapi juga oleh komponen lain yaitu

cadangan dan pendukung. Pasal 8 UU no. 3 tahun 2002

menjelaskan tentang komponen pertahanan ini yaitu:25

(1) Komponen cadangan, terdiri atas warga negara, sumber

daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana

nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui

mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama.

(2) Komponen pendukung, terdiri atas warga negara, sumber

daya alam, sumberdaya buatan, serta sarana dan prasarana

nasional yang secara langsung atau tidak langsung dapat

meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan

komponen cadangan.

Komponen Utama

TNI sebagai komponen utama sistem pertahanan negara

menjadi garda terdepan dalam menghadapi ancaman terhadap

keamanan nasional. Pasal 10 UU no.3 tahun 2002 menjelaskan

tentang fungsi dan tugas TNI secara umum dalam sistem

pertahanan negara yaitu:26

(1) Tentara Nasional Indonesia berperan sebagai alat

pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 25 Ibid26 Ibid

(2) Tentara Nasional Indonesia, terdiri atas Angkatan

Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

(3) Tentara Nasional Indonesia bertugas melaksanakan

kebijakan pertahanan negara untuk :

a. mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah;

b. melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa;

c. melaksanakan Operasi Militer Selain Perang; dan

d. ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan

perdamaian regional dan internasional.

Dalam kaitan tugas pertahanan TNI, telah diundangkan

Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional

Indonesia. Pembinaan prajurit diprioritaskan sebagai

kebutuhan mendesak dalam rangka mewujudkan TNI sebagai alat

negara yang profesional, khususnya yang berkaitan dengan

kemampuan intelejen, kemampuan bertempur untuk

mempertahankan NKRI, kemampuan untuk melaksanakan operasi

militer selain perang (OMSP) serta kemampuan dukungan dalam

hal memelihara kesinambungan penyelenggaraan pertahanan

negara dalam keadaan damai dan kondisi darurat, dengan

dukungan anggaran rasional yang disetujui DPR.27

Komponen Cadangan

Komponen Cadangan adalah warga negara republik

Indonesia, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta

sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk

dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan27 “Sumber Daya Manusia Pertahanan Memiliki Peranan Penting Dalam Penyelenggaraan Pertahanan Negara”, http://dmc.kemhan.go.id/post-sumber-daya-manusia-pertahanan-memiliki-peranan-penting-dalam-penyelenggaraan-pertahanan-negara.html , diakses pada 6 Desember 2013

memperkuat Komponen Utama. Komponen Cadangan di tiap-tiap

daerah disiapkan secara dini dan berkesinambungan untuk

menjamin ketersediaan kekuatan pengganda bagi Komponen

Utama, serta dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan yang

berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah serta Lembaga

Fungsional terkait, sesuai kebutuhan dan ketersediaan

anggaran pertahanan. Kebutuhan mendesak saat ini bagi

pembangunan Komponen Cadangan yaitu meliputi : penyusunan

perangkat hukum dan perundang-undangan RUU Komponen

Cadangan; serta membentuk Komponen Cadangan dan membinanya

secara berkesinambungan.28

Komponen Pendukung

Komponen Pendukung adalah warga negara republik

Indonesia, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta

sarana dan prasarana nasional yang secara langsung atau

tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan

Komponen Utama dan Komponen Cadangan.29

Analisa

Sumber daya manusia memang menjadi faktor yang paling

penting dalam pertahanan suatu negara, demikian juga di

Indonesia. Dan dengan populasi terbesar keempat di dunia

Indonesia jelas diuntungkan karena memiliki SDM yang

melimpah. Namun, jumlah SDM tidak selamanya menjamin

terciptanya sistem pertahanan yang baik dan efisien, tanpa

memiliki skill pertahanan dan dukungan alutsista yang

28 Ibid29 Ibid

mumpuni. Sejauh ini, SDM pertahanan Indonesia masih lemah

untuk menghadapi perubahan di dunia internasional. SDM

pertahanan Indonesia kurang mendapat kesempatan dan

pelatihan.

Lemahnya SDM pertahanan Indonesia juga disebabkan belum

adanya kebijakan pertahanan yang mengatur tentang manajemen

SDM yang baik dan terintegrasi. Kebijakan pengembangan SDM

pertahanan yang ada saat ini pun belum mengarah pada

peningkatan mutu profesionalisme TNI sebagai garda terdepan

pertahanan negara Indonesia. Kemudian, bila dikembalikan

pada perundang-undangan yang mengatur tentang pertahanan

yakni UU No.3 tahun 2002, UU ini belum membahas tentang

sumber daya prajurit, baik dari sisi pengetahuan, keahlian,

maupun sikapnya. Dengan demikian, peraturan atau kebijakan

yang ada belum menyentuh profesionalisme prajurit.

Selain lemahnya SDM, alutsista yang buruk menjadi

cerminan lain dari kondisi sistem pertahanan Indonesia saat

ini. Menilik pada kondisi alutsista Indonesia saat ini,

jelas bahwa alutsista Indonesia masih jauh dari kata

‘mumpuni’ untuk mendukung SDM Indonesia, baik bagi Komponen

Utama, Komponen Cadangan, maupun Komponen Pendukung.

Terutama bagi komponen utama atau satuan tempur (TNI),

mereka sudah berikrar untuk membela bangsa dan negara dengan

mengorbankan jiwa raganya. Tentu jauh lebih baik apabila

para prajurit ini diberikan alat perlindungan yang selain

dapat memberi keselamatannya juga mampu meningkatkan

kemampuan dan semangat bertempur mereka.

Kondisi alutsista Indonesia didominasi dengan peralatan

yang terbatas, dan peralatan yang ada kondisinya sudah tua

dan kebanyakan merupakan alutsista bekas negara lain yang

dibeli dengan harga murah atau diberikan melalui hibah.

Dengan kondisi alutsista yang jauh dari ideal, dapat

dibayangkan bila Indonesia harus mendeteksi keberadaan

pesawat asing di wilayah udaranya, sedangkan radar yang

dimiliki tidak dapat beroperasi selama 24 jam.

Akar dari problematika alutsista indonesia terkait pada

dua hal, yakni penggunan anggaran pertahanan yang tidak

tepat sasaran dan industri pertahanan yang belum berkembang.

Terkait dengan anggaran pertahanan, sesungguhnya alokasi

APBN untuk biaya pertahanan sudah cukup memadai, bahkan

dalam RUU APBN 2014, kementerian pertahanan mendapatkan

anggaran terbesar, yakni sebesar 30% dari APBN atau Rp. 83,4

Triliun.30

Dengan demikian, yang menjadi masalah dari anggaran

pertahanan adalah alokasi atau penggunaannya. Seperti sudah

disinggung sebelumnya bahwa kebanyakan alutsista yang dibeli

Indonesia sudah dalam kondisi bekas, atau sekalipun baru

kualitasnya tidak bisa disebut baik. Baru-baru ini misalnya,

Indonesia yang semula ingin membeli enam pesawat F16 dari

AS, tiba-tiba merubah tujuan pembelian saat negosiasi

berjalan. Anggaran yang semula akan digunakan untuk membeli

30 “APBN 2014, Kementerian Pertahanan Dapat Anggaran Terbesar”,

www.tempo.co , diakses pada 6 Desember 2013

pesawat F16 justru dialihkan untuk mengupgrade 24 pesawat

F16 bekas hibah dari AS.31

Permasalahan kedua adalah, industri pertahanan nasional

yang belum berkembang. Terkait dengan anggaran juga,

perusahaan negara yang bergerak di sektor strategis

pertahanan, seperti PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT

PINDAD, dan PT PAL kurang mendapat perhatian, terlebih

setelah krisis moneter 1997. Selain perusahaan yang memang

bergerak di sektor ini, problem lain muncul dari perusahaan-

perusahaan penyedia bahan baku, seperti baja, bahan kimia,

alumunium, dan lain sebagainya yang saat ini dikuasai

investasi asing dan lebih diutamakan untuk kebutuhan luar

negeri (ekspor). Selain dua masalah tersebut, masalah lain

adalah tidak adanya alih teknologi dan penguasaan riset oleh

para tenaga ahli dalam industri pertahanan.

Indonesia memang masih memiliki banyak kekurangan dalam

mengembangkan alutsista dan industri pertahanannya untuk

mendukung sistem pertahanan negara. Namun demikian, masa

depan sistem pertahanan Indonesia dengan alutsista yang

mumpuni dan industri pertahanan yang maju tetap ada. Sejauh

ini, langkah awal untuk menuju kepada pertahanan negara yang

baik sudah terlihat.

Dalam penggunaan anggaran pertahanan misalnya, dapat

dikatakan bahwa kebijakan pertahanan Indonesia memiliki

pergeseran yang cukup drastis sjak mengalami kekosongan

pembelanjaan militer selama 10 tahun, karena negara berfokus31 “TNI AU Akan Sambut 24 Pesawat F16 Bekas Amerika”, www.tempo.co, diakses pada 6 Desember 2013

pada pertumbuhan ekonomi dan perkembangan usaha. Perlu

diketahui bahwa anggaran pertahanan Indonesia saat ini

mengalami peningkatan yang signifikan, dimana pada tahun

2006, anggaran pertahanan Indonesia hanya berjumlah 3 persen

dari total APBN.

Bukti dari perkembangan kebijakan pertahanan ini

diantaranya, pada tahun 2013 ini Menteri Pertahanan Purnomo

Yusgiantoro mencanangkan modernisasi militer dengan

penyerapan anggaran sebesar 16,7 miliar dolar AS.

Modernisasi ini difokuskan pada pembelian kapal penghancur

berpeluru kendali, tank, sistem peluncuran roket majemuk,

jet tempur, kapal selam, dan beberapa persenjataan militer

lainnya. Adapun perincian anggarannya adalah 2,5 milyar

dolar AS untuk 10 frigat ringan yang dikembangkan oleh

produsen kapal negara PAL, 2 milyar dolar AS untuk empat

kapal selam, dan 6 milyar dolar AS untuk tambahan pesawat

jet tempur Sukhoi dan F16.32

Pembelanjaan militer pun akan difokuskan pada produk

dalam negeri dan jika harus membeli keluar akan diterapkan

metode produksi gabungan. Selain itu produk asing juga akan

terus dipantau manfaatnya bagi pertahanan Indonesia. Selain

itu Komite Tingkat Tinggi (HLC) yang diketuai oleh wakil

menteri pertahanan akan memantau laju perluasan sektor

32 Asia Pacific Defence Forum, “Militer Indonesia berencana untuk

membelanjakan 16,7 milyar dolar AS sampai tahun 2015”, http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/10/22/indonesia-military-spends, diakses pada 6 Desember 2013

pertahanan sampai tahun 2014. HLC ini terdiri atas beberapa

divisi pemerintah, termasuk keuangan, audit, dan badan

khusus yang bertanggung jawab untuk pembelian barang dan

jasa.33

Selain sudah dimulainya reformasi penggunaan anggaran

pertahanan, industri pertahanan Indonesia juga mulai bangkit

seiring dengan diberikannya Penyertaan Modal Negara (PMN)

dari Kementerian BUMN kepada 41 perusahaan milik negara

sebesar Rp.68,82 truliun. Dengan demikian, PT DI, PT PINDAD,

dan PT PAL sebagai tiga perusahaan di sektor pertahanan juga

akan mendapat dana tersebut. Meskipun dana yang didapat

tidak terlalu banyak, paling tidak ada langkah awal untuk

membantu pengembangan industri pertahanan nasional.

Langkah awal dengan pemberian modal kepada industri

pertahanan nasional hendaknya memang dipertahankan.

Investasi jangka panjang pemerintah di dalam industri

pertahanan nasional dapat menjadi solusi yang baik untuk

meminimalisir dan bahkan menghentikan pembelian alutsista

dari luar negeri. Meskipun demikian, dalam jangka pendek dan

menengah, pembelian alutsista dari luar dengan metode

produksi gabungan tetap dapat dijalankan, dengan syarat ada

alih teknologi sehingga industri pertahanan nasional pun

kemudian dapat mengikuti perkembangan industri pertahanan

internasional.

D. Keamanan Nasional

33 Ibid

Konsep pertahanan negara tidak akan terlepas dari

konsep keamanan nasional yang merupakan tujuan utama dari

pertahanan negara. Adapun konsep keamanan nasional itu

sendiri memiliki perbedaan definisi, yakni definisi

strategis (strategic definition) dan definisi non-strategis

ekonomi (economic non-strategic definition). Definisi yang pertama

umumnya menempatkan “keamanan” sebagai nilai abstrak,

terfokus pada upaya mempertahankan independensi dan

kedaulatan negara, dan umumnya berdimensi militer.

Sementara, definisi kedua terfokus pada penjagaan terhadap

sumber-sumber ekonomi dan aspek non-militer dari fungsi

negara.34

Sementara itu, menurut Frederick Hartman, keamanan

nasional secara normatif adalah “the sum total of the vital

national interests of the state,” atau dengan kata lain,

kepentingan nasional negara adalah keamanan nasional itu

sendiri. Keamanan juga sering dipahami sebagai upaya negara

untuk mencegah perang, terutama melalui strategi pembangunan

kekuatan militer yang memberikan kemampuan penangkal

(deterrent).35

Bangsa Indonesia sendiri sejak awal memahami bahwa

dalam konsep keamanan nasional ada keterkaitan antar aspek

kehidupan, yang tidak hanya didominasi oleh aspek militer.

Namun, konsepsi keamanan nasional di Indonesia menjadi

semakin kabur sejak terjadinya pemisahan kelembagaan antara

TNI dan Polri. Dengan kata lain, ada pemisahan konsep34 Rizal Sukma, ”Konsep Keamanan Nasional”, CSIS Jakarta (FGD ProPatria, Jakarta 28 November 2002), hal. 135 Ibid, hal. 2

‘keamanan’ dari konsep ‘pertahanan’. Kekaburan ini jelas

tampak sejak dikeluarkannya TAP MPR VI dan VII. Dalam hal

ini, Polri ditetapkan sebagai institusi yang bertanggung

jawab terhadap “keamanan” sementara TNI bertanggungjawab di

bidang “pertahanan.” Pemilihan itu kemudian melahirkan

Perbedaan persepsi bahwa ruang lingkup Polri adalah untuk

dalam negeri (keamanan) dan TNI untuk luar negeri

(pertahanan).36

Memang pemisahan TNI dan Polri dilakukan dalam rangka

reformasi sektor keamanan (security sector reform), namun faktanya

pemisahan ini justru menimbulkan banyak persoalan dan

mempersulit proses reformasi itu sendiri. Dampak dari

kekaburan konsep keamanan nasional ini diantaranya:37

a. Kekaburan pengertian konsep “keamanan” menyulitkan

proses penataan fungsi dan efektifitas TNI dan Polri.

b. Kekaburan itu juga menimbulkan kesulitan dalam

merumuskan tata hubungan kerja diantara keduanya.

c. Kerancuan konsep tidak mendorong lahirnya kesadaran

akan arti penting perumusan suatu Kebijakan Keamanan

Nasional yang seharusnya menjadi rujukan bagi bangsa

Indonesia dalam membangun kembali Republik ini dari

keterpurukan ekonomi, politik, dan sosial.

d. Dalam konteks pertahanan negara, ketiadaan Kebijakan

Keamanan Nasional mempersulit proses perumusan Kebijakan

Pertahanan Negara yang sesuai dengan perkembangan zaman

dan kebutuhan bangsa.

36 Ibid, hal. 137 Ibid

Masalah keamanan nasional Indonesia tidak hanya

berkisar pada kekaburan konsep kemanan nasional, tetapi juga

masalah perumusan UU Keamanan Nasional. Hingga saat ini

Indonesia belum memiliki UU keamanan nasional sebab RUU yang

diajukan pada tahun 2012 belum disahkan menjadi UU dan

mengalami banyak penolakan dari berbagai kalangan. Ketentuan

tentang keamanan nasional atau UU kamnas memang memiliki

dampak yang luas, beberapa kemungkinan dampak tersebut

adalah:38

a. Dampak yang mungkin ditimbulkan dari tindakan yang

ditempuh dalam merespon ancaman terhadap keamanan

nasional

b. Memberikan kewenanangan tertentu pada badan-badan negara

yang terkait atau lembaga yang dibentuk berdasarkan UU

ini dalam menentukan atau merespon keamanan nasional

c. Perumusan pengertian dan tindakan yang ditempuh dalam

merespon ancaman keamanan nasional tidak jarang membatasi

atau berpotensi melanggar jaminan hak asasi manusia warga

negara

Terkait dengan dampak di atas, Isi RUU keamanan

nasional dianggap memiliki banyak kejanggalan. Dalam artikel

yang dipublikasi oleh Elsham, disebutkan secara jelas

kejanggalan-kejanggalan di dalam RUU kamnas. Diantara

kejanggalan-kejanggalan tersebut adalah:

a. Dalam konsideran mengingat, jelas bahwa RUU kamnas hanya

menekankan pada pertahanan dan kemanan negara, serta38 ELSAM, “Catatan ELSAM atas RUU Keamanan Nasional 2011: Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional, Jauh dari Ideal’, (Jakarta: 2011), hal. 1

kewajiban bagi setiap warganegara untuk turut serta dalam

pembelaan negara. Padahal materi RUU juga menyinggung

tentang keamanan manusia yang terkait juga dengan

pemenuhan HAM. Oleh karena itu, di dalam konsideran

mengingat, selain menyantumkan ketentuan di dalam Undang-

Undang Dasar 1945, yang terkait dengan pertahanan dan

keamanan, serta kewajiban pembelaan negara bagi setiap

warganegara, sudah seharusnya dicantumkan pula ketentuan-

ketentuan yang terkait dengan jaminan perlindungan hak

asasi manusia wargangera. Beberapa ketentuan terkait

jaminan perlindungan hak asasi manusia di dalam

konstitusi, yang seharusnya dicantumkan antara lain

ketentuan Pasal 28 A, Pasal 28 C ayat (2), Pasal 28 D

ayat (1), Pasal 28 E, Pasal 28 F, Pasal 28 G, Pasal 28 I

ayat (1) dan ayat (5).39

Selain ketentuan-ketentuan tersebut, penting juga

untuk menyantumkan beberapa peraturan perundang-undangan

terkait, di luar UU Pertahanan Negara, UU POLRI, dan UU

TNI. Beberapa peraturan perundang-undangan tersebut

ialah: (1) UU No. 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaan

Bahaya sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan

UU No. 52 Prp Tahun 1960; (2) UU No. 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia; (3) UU No. 12 Tahun 2005

tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil

dan Politik.40

39 Ibid, hal. 340 Ibid

b. Dalam Ketentuan Umum, kejanggalan terdapat pada:

- Poin 8: Ada kejanggalan ketika di dalam ketentuan umum

dicantumkan secara khusus perihal intelijen, sebagai

salah satu unsur utama keamanan nasional, yang sejajar

dengan unsur utama lainnya, sementara unsur yang lain

tersebut, yaitu TNI dan Polri, tidak dicantumkan.41

- Poin 13: Longgarnya pengertian mengenai ancaman tidak

bersenjata dipastikan akan membuka celah bagi lahirnya

keluasan tafsir atas terminologi ini, sehingga

dikhawatirkan ketentuan ini justru akan menjadi

pengertian yang sifatnya karet, yang dapat mengganggu

jalannya demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia,

dengan alasan keamanan nasional.42

c. Dalam materi muatan, kejanggalan terdapat pada:43

- Pasal 17 ayat (4), yang berisi bahwa ancaman potensial

dan ancaman aktual sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

diatur dalam Keputusan Presiden. Faktanya,

pendelegasian pengaturan mengenai ancaman potensial dan

ancaman aktual terhadap keamanan nasional, dengan

menggunakan Keputusan Presiden adalah tidak tepat.

Sebab dalam hirarki peraturan perundang-undangan,

Keputusan Presiden sifatnya individual dan konkrit,

bukan suatu pengaturan yang umum. Untuk itu seharunya

ketentuan ini didelegasikan kepada Peraturan Presiden

yang sifatnya regeling, selain itu juga penting

41 Ibid42 Ibid, hal. 443 Ibid, hal. 4-6

dicantumkan mekanisme review dari bentuk-bentuk ancaman

ini, agar tidak semata-mata menjadi pilihan subjektif

presiden. Review ini penting untuk mencegah terjadinya

abuse of power.

- Pasal 18 yang berisi bahwa penyelenggaraan keamanan

nasional berdasarkan pada asas: tujuan, manfaat, serta

terpadu dan sinergis. Dalam penyelenggaraan keamanan

nasional, selain berdasarkan pada asas tujuan, manfaat,

terpadu dan sinergis, juga seharusnya menempatkan

penghormatan terhadap hak asasi manusia sebagai asas,

tidak hanya menjadi prinsip. Selain itu, asas

proporsionalitas juga penting sebagai salah satu asas

yang harus dianut di dalam penyelenggaraan keamanan

nasional.

- Pasal 22 yang berisi: (1) Penyelenggaraan keamanan

nasional melibatkan peran aktif penyelenggara intelijen

nasional. (2) Penyelenggara intelijen nasional

sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertugas mengembangkan

sistem peringatan dini, sistem informasi, dan sistem

analisis. (3) Pengembangan sistem peringatan dini,

sistem informasi, dan sistem analisis. Munculnya pasal

ini terkesan mengada-ada dan tidak runtut dengan

ketentuan di atasnya. Sebaiknya ketentuan Pasal 22

ditiadakan, karena sudah terakomodasi di dalam Pasal

21, sebagaimana nantinya akan diatur di dalam UU

Intelijen Negara. Selain itu, di dalam bagian unsur

dan peran ini, juga ada penegasan peran unsur keamanan

nasional lainnya, di luar intelijen.

- Pasal 23 yang berisi: (1) Penyelenggara intelijen

nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 terdiri

atas BIN, Badan Intelijen Strategis Pertahanan, Badan

Intelijen TNI, Badan Intelijen Kepolisian, dan

institusi intelijen pemerintah lainnya. (2) Kepala

BIN sebagai unsur utama penyelenggara sistem intelijen

nasional. (3) Penyelenggara intelijen sebagaimana

dimaksud pada ayat 1 dapat melakukan kerja sama dengan

negara lain melalui wadah formal atau informal sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebaiknya ketentuan Pasal 23 juga dihapus, karena sudah

terakomodasi oleh ketentuan Pasal 21. Selain itu,

penegasan peran intelijen negara juga sudah dimunculkan

di dalam Pasal 30 ayat (3).

- Pasal 39 yang berisi: (1) Penindakan dini sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 huruf c terhadap berbagai jenis

ancaman keamanan nasional dilaksanakan oleh unsur

keamanan nasional yang terkait langsung sebagai unsur

utama didukung dan diperkuat oleh unsur keamanan

nasional yang tidak terkait langsung sebagai unsur

pendukung. (2) Penindakan dini sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan untuk:

a. mencegah meningkat dan meluasnya intensitas ancaman

yang diperkirakan dapat mengakibatkan terjadinya korban

dan kerugian yang lebih besar;

b. mencegah campur tangan pihak asing yang dapat

merugikan keamanan nasional; dan

c. mengembalikan kondisi keadaan menjadi tertib sipil

dan stabil dengan melaksanakan tindakan represif dan

kuratif secara terukur.

Merujuk pada ketentuan Pasal 4 huruf (c) dan

penjelasannya, pengertian yang dibangun di dalam

ketentuan sifatnya sangat luas dan lentur, sehingga

memungkinkan tafsir yang beragam, dan dapat digunakan

oleh pemerintah berkuasa untuk melakukan tindakan

represif terhadap aktivitas tertentu warganegara. Oleh

karena itu, harus ada pembatasan-pembatasan yang jelas,

mengenai pengertian dari peristilahan penindakan dini.

Selain permasalahan keamanan nasional tersebut,

maka ke depan ada beberapa tantangan terhadap keamanan

nasional yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia,

yaitu:44

Menjaga keutuhan wilayah RI

Memulihkan stabilitas internal, khususnya penegakan law

and order

Mempercepat pemulihan ekonomi

Menyelesaikan dan mencegah konflik-konflik komunal

Membangun dan mengkonsolidasikan demokrasi

Menciptakan stabilitas dan keamanan regional

Mengelola hubungan setara dan berkeuntungan timbal

balik dengan anggota masyarakat internasional lainnya

Polri dalam Keamanan Nasional

44 Rizal Sukma, ”Konsep Keamanan Nasional”, CSIS Jakarta (FGD ProPatria, Jakarta 28 November 2002), hal. 3

Isu lainnya yang tidak dapat dipisahkan dari masalah

keamanan nasional adalah peran Polri dalam keamanan nasional

Indonesia. Sudah disebutkan dalam paparan sebelumnya bahwa

sejak era reformasi tepatnya sejak tanggal 1 April 1999

secara kelembagaan Polri terpisah dari TNI. Dengan demikian,

Polri bukan lagi bagian dari Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia (ABRI), tetapi berubah menjadi alat negara,

penegak hukum, pelindung dan pengayom serta pelayan

masyarakat.45

Kedudukan Polri sendiri disebutkan dalam Pasal 2 ayat 1

Keppres RI No. 89 tahun 2000 tentang kedudukan Kepolisian

Negara RI adalah berada di bawah Presiden RI. Keppres ini

juga menyatakan bahwa di masa depan tidak ada lagi hubungan

struktural antara Polri dan TNI, Polri akan dipimpin oleh

Kapolri dan harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan

Departemen Dalam Negeri. Sementara itu dalam Pasal 1 Tap MPR

No. VI/MPR/2000 ditegaskan bahwa TNI dan Polri secara

kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masing-

masing. Dalam Pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa Tentara

Nasional Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam

pertahanan negara, sedangkan dalam pasal 2 ayat 2 dijelaskan

bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat

negara yang berperan dalam memelihara keamanan.46

Fungsi Polri kemudian dijelaskan dalam UU No. 2 tahun

2002, yaitu: “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi

pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan45 Indria Samego, “Peran Polri dalam Kerangka Kerja Sistem Keamanan Nasional”, Jurnal Pro Patria, hal. 146 Ibid, hal. 2

ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.” Sementara itu,

tugas pokok kepolisian dijelaskan dalam pasal 13 UU No. 2

tahun 2002, yang berbunyi: “Tugas pokok Kepolisian Negara

Republik Indonesia adalah: a. Memelihara keamanan dan

ketertiban masyarakat, b. Menegakkan hukum, dan c.

Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.47

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa Polri dalam

kerangka keamanan nasional memiliki peran yang tidak

terbantahkan. Polri dalam hal ini memiliki fungsi preventif,

yakni menjalankan kewenangannya untuk mencegah timbulnya

ancaman-ancaman terhadap keamanan nasional Indonesia. Namun

demikian, fungsi ini memang belum terlaksana dengan baik,

sebab saat ini Polri masih dalam proses reformasi menjadi

lembaga negara yang berdiri sendiri. Dan proses reformasi

ini juga tidak berlangsung dengan lancar. Maka, peran dan

fungsi Polri dalam kerangka keamanan nasional masih harus

dipertanyakan.

E. Studi Kasus: Perbandingan Doktrin Pertahanan Indonesia

dengan Negara Lain

Studi kasus ini akan menjelaskan perbedaan dan

persamaan doktrin pertahanan negara Indonesia dengan negara

lain, yaitu Republik Islam Iran. Persamaan dan perbedaan

antara doktrin pertahanan negara Indonesia dengan doktrin

47 Ibid

pertahanan negara Iran adalah, pertama, baik Indonesia

maupun Iran sama-sama mendasarkan doktrin pertahanannya pada

kondisi geografis negara. Namun, perbedaanya adalah

Indonesia melihat wilayahnya yang 80 persen berupa lautan

sebagai potensi datangnya ancaman seperti penyelundupan

narkoba misalnya. Sedangkan Iran melihat posisi geografisnya

yang berada di antara negara-negara teluk akan mendatangkan

ancaman seperti konflik perbatasan dan terorisme.48

Persamaan lainnya adalah, doktrin pertahanan negara di

Indonesia dan Iran sama-sama dibuat sebagai acuan dalam

menjalankan pertahanan negara yang bertujuan mencapai

keamanan nasional. Jika keamanan nasional Indonesia

difokuskan pada penciptaan stabilitas internal dan pemulihan

ekonomi, maka keamanan nasional Iran difokuskan pada

penjagaan perbatasan dan mempertahankan rezim Islam di

Iran.49

Persamaan yang ketiga adalah, baik Indonesia maupun

Iran sama-sama membagi komponen utamanya menjadi angkatan

darat, laut dan udara. Namun, dalam hal ini Iran lebih fokus

pada pertahanan udara dan lautnya, terutama karena Iran

mengkhawatirkan serangan udara dari Amerika Serikat. Sama

seperti Indonesia, doktrin pertahanan Iran juga mengalami

evolusi sesuai dengan rezim yang berkuasa, misalnya di era

Shah, Iran mendasarkan doktrin pertahanannya pada prinsip

nasionalisme Iran, sedangkan di masa republik Islam, Iran

48 Shmuel Bar, “Iranian Defense Doctrine and Decision Making,” (IDC Herzliya: 2004), hal. 3449 Ibid

menambahkan partikularisme syiah sebagai landasan doktrin

pertahanannya.50

Kemudian lebih jauh, bila kita membandingkan Indonesia

dengan Iran dalam hal sistem pertahanan negara, Indonesia

harus banyak belajar dari sistem pertahanan negara Iran.

Dalam pertahanan udara misalnya, baik Indonesia maupun Iran,

seperti sama-sama menggantungkan pertahanannya di wilayah

udara. Lalu, mengapa Iran mampu membangun kekuatan

pertahanan udara yang sangat baik sementara Indonesia tidak?

Bila dibandingkan Indonesia dan Iran berada dalam tingkat

ekonomi yang tidak jauh berbeda, bahkan SDM dan SDA

Indonesia jauh lebih banyak dari pada Iran, dan Iran

menghadapi berbagai embargo ekonomi. Tetapi, lagi-lagi

jumlah tidak menjamin apapun dalam pembentukan sistem

pertahanan yang baik.

Iran, selalu merasa tencam oleh Israel dan AS. Dan Iran

pun menyadari bahwa negara-negara Teluk lain tidak akan ada

yang membantu dirinya menghadapi serangan yang mungkin

dilancarkan oleh AS maupun Israel. Dengan demikian, Iran

terpacu untuk terus membangun kekuatan pertahanan udaranya

dengan mengembangkan industri pertahanan dalam negerinya,

sampai berhasil membuat pesawat tanpa awaknya sendiri.

Keinginan untuk mandiri dan percaya akan kemampuan industri

pertahanan dalam negeri menjadi kunci mengapa Iran mampu

berkembang sebagai negara yang memiliki sistem pertahanan

yang baik.

50 Ibid

Selain itu komitmen pemerintah juga dibutuhkan untuk

membangun sistem pertahanan yang baik. Pemerintah Iran

sangat berkomitmen mengejar ketertinggalan Iran dalam

teknologi pertahanan dari negara-negara maju. Pemerintah

Iran mengutamakan pengembangan produksi pesawat tanpa awak

dan bahkan mampu mengambil alih kendali dan menjatuhkan

pesawat tanpa awak AS. Kontras dengan Iran, pemerintah

Indonesia seperti sudah disinggung sebelumnya, kurang

berkomitmen untuk modernisasi dan pembangunan pertahanannya.

Pemerintah selama ini lebih fokus pada peningkatan

kesejahteraan masyarakat dan aliran dana dari APBN untuk

industri pertahanan nasional yang masih sangat minim.

F. Kesimpulan

Pertahanan negara sekali lagi menjadi elemen terpenting

bagi kelangsungan suatu negara, termasuk Indonesia. Untuk

menciptakan pertahanan negara yang baik, dibutuhkan suatu

sistem yang komprehensif dan efisien. Sistem ini dapat

tercipta bila negara memiliki doktrin pertahanan yang tepat

dan fleksibel sebagai panduan pertahanan negara yang mampu

menghadapi perkembangan dan perubahan zaman. Namun, doktrin

pertahanan tidak cukup tanpa ada implementasi yang benar

dalam bentuk aturan dan kebijakan pertahanan.

Dalam hal kebijakan pertahanan inilah Indonesia masih

memiliki banyak kekurangan. Kurangnya pembinaan SDM

pertahanan dalam bentuk Komponen Utama, Komponen Cadangan,

dan Komponen Pendukung serta tidak adanya kebijakan yang

mengatur profesionalisme prajurit menjadi masalah dalam

kebijakan pertahanan Indonesia. Adapun masalah lainnya

adalah alutsista yang tidak memadai dan belum berkembangnya

industri pertahanan nasional.

Namun demikian, perubahan menuju pertahanan negara

Indonesia yang kuat dan lebih baik tetap ada. Diantaranya,

pengalokasian dana APBN yang lebih besar untuk angaran

pertahanan, pengembangan produk dalam negeri dari industri

pertahanan, serta reformasi di tubuh Kemhan, TNI, dan Polri

agar dapat saling bahu membahu membentuk sistem pertahanan

negara yang baik juga terus berjalan.