116

PERGESERAN PARADIGMA KE LAUT

Embed Size (px)

Citation preview

PERGESERAN PARADIGMA KE LAUTNegeri Kepulauan Terbesar di Dunia Perlu Pergeseran Paradigma. Langkah-langkah Strategis dan Taktis

AGUS S DJAMIL

SERI AL QURAN DAN LAUTAN

© Hak Cipta ada pada Agus S. Djamil dan dilindungi oleh Undang Undang. Tidak ada sebarang bagian

dari buku ini yang bisa disalin dengan media apapun tanpa seijin tertulis dari pengarang.

Bandar Seri Begawan

ISBN

Cetakan pertama edisi eBook, 2012.

Penerbit Niru Design Alam

Design Sampul dan Grafis oleh Nizal

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

v H a l a m a n |

Buku-Buku Lain Dari Penulis Yang Sama

· The Earthquake Odyssey· Batas Dua Laut· Ayat Ayat Laut· Bapakku Si JinKunJur· Resepsi Agung di Arafah· Pergeseran Paradigma Ke Laut· Abundace· Fascinating Indonesia· Al Quran dan Lautan· Kiprah

Buku-Buku Lain Dari Penulis Yang Sama

· The Earthquake Odyssey· Batas Dua Laut· Ayat Ayat Laut· Bapakku Si JinKunJur· Resepsi Agung di Arafah· Pergeseran Paradigma Ke Laut· Abundace· Fascinating Indonesia· Al Quran dan Lautan· Kiprah

• TheEarthquakeOdyssey

• BatasDuaLaut

• AyatAyatLaut

• BapakkuSiJinKunJur

• ResepsiAgungdiArafah

• PergeseranParadigmaKeLaut

• Abundace

• FascinatingIndonesia

• AlQurandanLautan

• Kiprah

Buku Lain dari Penulis yang Sama

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

v i | H a l a m a n

Komentar Komentar Terhadap Buku ‘Induk’ Alquran Dan Lautan

“Nilai buku ini, bukan saja karena AlQuran banyak berbicara tentang lautan dengan segala potensinya, tetapi hari depan Indonesia untuk survival akan sangat bergantung kepada lautan, tidak saja sebagai sumber protein yang berlimpah, bahan obat, dan juga sumber energy yang tak akan pernah habis. Bung Agus telah sangat berhasil mengenalkan kepada kita betapa sentralnya posisi lautan, baik dilihat dari ekonomi, maupun ditinjau dari kepentingan militer. Disebut misalnya letak Selat Malaka, Selat Lombok dan Selat Makassar yang sungguh strategis bagi lalu lintas pelayaran dunia.

Bung Agus melalui karya tulisnya sungguh telah berjasa menyingkapkan potensi lautan untuk kepentingan umat manusia”

(Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Founder Maarif Insitute, pada kolom Resonansinya di Republika, 20 November 2007)

“Buku ini langka. Saya tidak bosan membacanya. Terserah anda menilai apa ini kelebihannya atau kekurangnnya. Buku ini sangat kaya akan informasi yang beragam. Bukan pesan sponsor, kalau saya mengatakan bahwa buku ini bagus, sangat perlu dibaca, karena informasi di dalamnya sungguh kaya. ”

(Prof. Dr. Quraish Shihab, Ahli Tafsir, Pusat Studi Al Qur’an, Jakarta. Mantan Menteri Agama Republik Indonesia)

“Semua yang ingin saya katakan sudah ada dalam buku ini. Buku ini seperti menjawab kerinduan kita. ”

(Prof. Dr. Muchtar Achmad, pakar biologi kelautan,

Komentar Komentar Terhadap Buku ‘Induk’ Alquran Dan Lautan

“Nilai buku ini, bukan saja karena AlQuran banyak berbicara tentang lautan dengan segala potensinya, tetapi hari depan Indonesia untuk survival akan sangat bergantung kepada lautan, tidak saja sebagai sumber protein yang berlimpah, bahan obat, dan juga sumber energy yang tak akan pernah habis. Bung Agus telah sangat berhasil mengenalkan kepada kita betapa sentralnya posisi lautan, baik dilihat dari ekonomi, maupun ditinjau dari kepentingan militer. Disebut misalnya letak Selat Malaka, Selat Lombok dan Selat Makassar yang sungguh strategis bagi lalu lintas pelayaran dunia.Bung Agus melalui karya tulisnya sungguh telah berjasa menyingkapkan potensi lautan untuk kepentingan umat manusia” (Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Founder Maarif Insitute, pada kolom Resonansinya di Republika, 20 November 2007)“Buku ini langka. Saya tidak bosan membacanya. Terserah anda menilai apa ini kelebihannya atau kekurangnnya. Buku ini sangat kaya akan informasi yang beragam. Bukan pesan sponsor, kalau saya mengatakan bahwa buku ini bagus, sangat perlu dibaca, karena informasi di dalamnya sungguh kaya.” (Prof. Dr. Quraish Shihab, Ahli Tafsir, Pusat Studi Al Qur’an, Jakarta. Mantan Menteri Agama Republik Indonesia) “Semua yang ingin saya katakan sudah ada dalam buku ini. Buku ini seperti menjawab kerinduan kita.” (Prof. Dr. Muchtar Achmad, pakar biologi kelautan, Rektor UNRI - Riau)

“Buku ini mudah-mudahan menggugah bangsa Indonesia, karena penulis buku berhasil memaparkan secara gamblang posisi strategis Indonesia. Disampaikan dengan sangat eloquent.““Gagasan-gagasan dan solusi penulis sungguh unik, reformatif dan pragmatis bagi Indonesia untuk kembali meraih kejayaan sebagai bangsa maritim. Buku Al Qur’an dan Lautan ini patut dijadikan referensi bagi siapa saja yang terlibat dalam mengaktualisasikan nilai–nilai Al Qur’an pada kehidupan masyarakat negeri kepulauan ini dari segi ekologi, sains, ekonomi dan sosial politik.”

KOMENTAR KOMENTAR terhadap buku ‘induk’ ALQURANDANLAUTAN

“Nilai buku ini, bukan saja karena AlQuran banyak berbicara tentang lautan dengan segala potensinya, tetapi hari depan Indonesia untuk survival akan sangat bergantung kepada lautan, tidak saja sebagai sumber protein yang berlimpah, bahan obat, dan juga sumber energy yang tak akan pernah habis. Bung Agus telah sangat berhasil mengenalkan kepada kita betapa sentralnya posisi lautan, baik dilihat dari ekonomi, maupun ditinjau dari kepentingan militer. Disebut misalnya letak Selat Malaka, Selat Lombok dan Selat Makassar yang sungguh strategis bagi lalu lintas pelayaran dunia.

Bung Agus melalui karya tulisnya sungguh telah berjasa menyingkapkan potensi lautan untuk kepentingan umat manusia”

(Prof.Dr.AhmadSyafiiMaarif,MantanKetuaUmumPPMuhammadiyah, FounderMaarif Insitute, padakolom Resonansinya di Republika, 20 November2007)

“Buku ini langka. Saya tidak bosan membacanya. Terserah anda menilai apa ini kelebihannya atau kekurangnnya. Buku ini sangat kaya akan informasi yang beragam.”

“Bukan pesan sponsor, kalau saya mengatakan bahwa buku ini bagus, sangat perlu dibaca, karena informasi di dalamnya sungguh kaya.”

(Prof.Dr.QuraishShihab,AhliTafsir,PusatStudiAlQur’an, Jakarta. MantanMenteriAgamaRepublikIndonesia)

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

v i i H a l a m a n |

Rektor UNRI - Riau)

“Buku ini mudah-mudahan menggugah bangsa Indonesia, karena penulis buku berhasil memaparkan secara gamblang posisi strategis Indonesia. Disampaikan dengan sangat eloquent. “

“Gagasan-gagasan dan solusi penulis sungguh unik, reformatif dan pragmatis bagi Indonesia untuk kembali meraih kejayaan sebagai bangsa maritim. Buku Al Qur’an dan Lautan ini patut dijadikan referensi bagi siapa saja yang terlibat dalam mengaktualisasikan nilai–nilai Al Qur’an pada kehidupan masyarakat negeri kepulauan ini dari segi ekologi, sains, ekonomi dan sosial politik. ”

(Prof. Dr. Rokhmin Dahuri MS, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, 1999-2004)

“Saudara Agus S. Djamil, dengan kecerdasan spiritual, emosional dan intelektualnya mencoba membedah secara terpadu ayat-ayat yang berwujud “Al-Quran dan Lautan” dalam satu pemahaman Islam yang “rahmatan lil’alamin”. Sudah tiba saatnya – walaupun terlambat, paradigma pembangunan nasional Indonesia yang berwawasan dan berorientasi ke potensi serta kekayaan laut dikedepankan. Dan buku ini sarat muatan dan pesan cerdas menuju ke arah itu. ”

(Prof. A. Malik Fadjar M. Sc. , Menteri Pendidikan Nasional RI, 1999-2004)

“Kajian-kajian dan tulisan-tulisan yang mengembalikan setiap perilaku manusia termasuk dalam bidang sains dan teknologi kepada sumber asalnya dalam al-Quran dan Sunnah seperti buku al-Quran dan Lautan tulisan sdr. Agus S Djamil ini sangatlah dialu-alukan dan ditunggu-tunggu. ”

(Dr. Abdurrahman Haqqi, Ahli Tafsir dan Hukum

(Prof. Dr. Rokhmin Dahuri MS, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, 1999-2004)

“Saudara Agus S. Djamil, dengan kecerdasan spiritual, emosional dan intelektualnya mencoba membedah secara terpadu ayat-ayat yang berwujud “Al-Quran dan Lautan” dalam satu pemahaman Islam yang “rahmatan lil’alamin”. Sudah tiba saatnya – walaupun terlambat, paradigma pembangunan nasional Indonesia yang berwawasan dan berorientasi ke potensi serta kekayaan laut dikedepankan. Dan buku ini sarat muatan dan pesan cerdas menuju ke arah itu.”(Prof. A. Malik Fadjar M.Sc., Menteri Pendidikan Nasional RI, 1999-2004)

“Kajian-kajian dan tulisan-tulisan yang mengembalikan setiap perilaku manusia termasuk dalam bidang sains dan teknologi kepada sumber asalnya dalam al-Quran dan Sunnah seperti buku al-Quran dan Lautan tulisan sdr. Agus S Djamil ini sangatlah dialu-alukan dan ditunggu-tunggu.”(Dr. Abdurrahman Haqqi, Ahli Tafsir dan Hukum Syariah, Deputy Dean of Faculty of Shariah, Univeriti Islam Sultan Sharif Ali, Brunei Darussalam)

“Saya yakin buku ini adalah sumbangan yang sangat berarti buat bangsa Indonesia khususnya dan ummat Islam umumnya.” (Dr. M. Nabil Almunawar, Deputy Dean of Faculty of Economy & Business, Univ. Brunei Darussalam)

“Buku-buku Harun Yahya berhenti pada kekaguman, tetapi buku ini tidak berhenti pada kekaguman semata, dan bahkan meneruskannya hingga bagaimana mengelola lautan secara Qur’ani. Buku ini menunjukkan bagaimana SDM Indonesia dengan Qur’annya ditambah dengan potensi Lautannya, akan bisa membawa kemajuan.” (Ir Rahmat Kurnia MS, Pengajar di Fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB)

“Sebagai orang yang awam akan dunia laut saya merasa dapat memahami tulisan-tulisan tersebut dengan mudah. Gagasan yang

“Semua yang ingin saya katakan sudah ada dalam buku ini. Buku ini seperti menjawab kerinduan kita.”

(Prof.Dr.MuchtarAchmad,pakarbiologikelautan,RektorUNRI-Riau)

“Buku ini mudah-mudahan menggugah bangsa Indonesia, karena penulis buku berhasil memaparkan secara gamblang posisi strategis Indonesia. Disampaikan dengan sangat eloquent.“

“Gagasan-gagasan dan solusi penulis sungguh unik, reformatif dan pragmatis bagi Indonesia untuk kembali meraih kejayaan sebagai bangsa maritim. Buku Al Qur’an dan Lautan ini patut dijadikan referensi bagi siapa saja yang terlibat dalam mengaktualisasikan nilai–nilai Al Qur’an pada kehidupan masyarakat negeri kepulauan ini dari segi ekologi, sains, ekonomi dan sosial politik.”

(Prof.Dr.RokhminDahuriMS,MenteriKelautandanPerikananRI,1999-2004)

“Kajian-kajian dan tulisan-tulisan yang mengembalikan setiap perilaku manusia termasuk dalam bidang sains dan teknologi kepada sumber asalnya dalam al-Quran dan Sunnah seperti buku al-Quran dan Lautan tulisan sdr. Agus S Djamil ini sangatlah dialu-alukan dan ditunggu-tunggu.”

(Dr. Abdurrahman Haqqi, Ahli Tafsir dan HukumSyariah, InstitutPengajian IslamSultanHajiOmarAliSaifuddien,UniversitiBruneiDarussalam)

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

viii | H a l a m a n

Syariah, Deputy Dean of Faculty of Shariah, Univeriti Islam Sultan Sharif Ali, Brunei Darussalam)

“Pak Agus Djamil adalah seseorang yang mengilhami saya untuk masuk ke bisnis offshore (di laut). Setelah saya baca bukunya “Al Quran dan Lautan”, kami undang beliau untuk memaparkan bukunya di mesjid kantor kami. Walaupun saya sudah membaca bukunya, tapi saya sangat terinspirasi dengan paparannya…. Saya bersyukur bisa berkenalan dengan Agus Djamil . . . . . . . . . . . . . . one of Indonesia’s best”.

(Triharyo Soesilo, Presiden Direktur PT Rekayasa Industri dan Anggota Dewan Komisaris PT Pertamina)

“Saya yakin buku ini adalah sumbangan yang sangat berarti buat bangsa Indonesia khususnya dan ummat Islam umumnya. ”

(Dr. M. Nabil Almunawar, Deputy Dean of Faculty of Economy & Business, Univ. Brunei Darussalam)

“Buku-buku Harun Yahya berhenti pada kekaguman, tetapi buku ini tidak berhenti pada kekaguman semata, dan bahkan meneruskannya hingga bagaimana mengelola lautan secara Qur’ani. Buku ini menunjukkan bagaimana SDM Indonesia dengan Qur’annya ditambah dengan potensi Lautannya, akan bisa membawa kemajuan. ”

(Ir Rahmat Kurnia MS, Pengajar di Fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB)

“Sebagai orang yang awam akan dunia laut saya merasa dapat memahami tulisan-tulisan tersebut dengan mudah. Gagasan yang digali dengan melihat sejarah, mempunyai nilai originalitas yang selayaknya patut ditonjolkan. ”

“Saudara Agus S. Djamil, dengan kecerdasan spiritual, emosional dan intelektualnya mencoba membedah secara terpadu ayat-ayat yang berwujud “Al-Quran dan Lautan” dalam satu pemahaman Islam yang “rahmatan lil’alamin”. Sudah tiba saatnya – walaupun terlambat, paradigma pembangunan nasional Indonesia yang berwawasan dan berorientasi ke potensi serta kekayaan laut dikedepankan. Dan buku ini sarat muatan dan pesan cerdas menuju ke arah itu.”

(Prof. A. Malik Fadjar M.Sc., Menteri PendidikanNasionalRI,1999-2004)

“Saya yakin buku ini adalah sumbangan yang sangat berarti buat bangsa Indonesia khususnya dan ummat Islam umumnya.”

(Dr.M.NabilAlmunawar,HeadofBusinessAdmin.Dept,Univ.BruneiDarussalam)

“Buku-buku Harun Yahya berhenti pada kekaguman, tetapi buku ini tidak berhenti pada kekaguman semata, dan bahkan meneruskannya hingga bagaimana mengelola lautan secara Qur’ani. Buku ini menunjukkan bagaimana SDM Indonesia dengan Qur’annya ditambah dengan potensi Lautannya, akan bisa membawa kemajuan.”

(IrRahmatKurniaMS,PengajardiFakultasPerikanandanKelautan,IPB)

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

i x H a l a m a n |

(Hendro Setyanto, Astronomer, Observatorium Bosscha - Lembang )

“Saya sedang membaca buku Anda. Saya suka sekali. Pertama-tama, bahasanya enak dibaca. Kedua, isinya kaya sekali. Saya sangat menikmatinya. ”

(Sirikit Syah, Budayawan, Sastrawan, Wartawan, Dosen Ilmu Jurnalistik & Komunikasi, Feb 2005)

“Buku ini merupakan sumbangan berharga bagi khasanah ilmu pengetahuan dan dunia Islam. ”

(Adabi Darban, Penulis, Dosen Ilmu Sejarah UGM)

“Buku ini kaya akan informasi. Agus mengingatkan, bahwa bukunya bukan kitab tafsir. Namun uraiannya tentang fenomena laut bisa memperkaya khazanah penafsiran Al-Quran. ”

(Alfian, Resensi, Majalah GATRA, 19 Maret 2005)

“Bisa dibilang, buku ini mendekati tafsir-tafsir ilmiah yang salama ini dikembangkan Harun Yahya. Buku ini mudah sekali dibaca, karena disajikan dalam bahasa yang lugas dan tidak njelimet. ”

(Resensi, Harian REPUBLIKA, 29 April 2005)

“Buku ini amat krusial bukan saja bagi peminat kajiankelautan dan

“Sebagai orang yang awam akan dunia laut saya merasa dapat memahami tulisan-tulisan tersebut dengan mudah. Gagasan yang digali dengan melihat sejarah, mempunyai nilai originalitas yang selayaknya patut ditonjolkan.”

(Hendro Setyanto, Astronomer, ObservatoriumBosscha-Lembang)

“Saya sedang membaca buku Anda. Saya suka sekali. Pertama-tama, bahasanya enak dibaca. Kedua, isinya kaya sekali. Saya sangat menikmatinya.”

(Sirikit Syah, Budayawan, Sastrawan, Wartawan,DosenIlmuJurnalistik&Komunikasi,Feb2005)

“Buku ini merupakan sumbangan berharga bagi khasanah ilmu pengetahuan dan dunia Islam.”

(AdabiDarban,Penulis,DosenIlmuSejarahUGM)

“Buku ini kaya akan informasi. Agus mengingatkan, bahwa bukunya bukan kitab tafsir. Namun uraiannya tentang fenomena laut bisa memperkaya khazanah penafsiran Al-Quran.”

(Alfian,Resensi,MajalahGATRA,19Maret2005)

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

x | H a l a m a n

ilmu kebumian, tetapi juga buat siapa saja yang ingin memperdalam tentang ayat-ayat yang mengungkap tentang pelbagai fenomena alam dan ilmu pengetahuan. ”

(D. Syofyan, Resensi, Harian MIMBAR MINANG, 13 Maret 2005)

“Buku tebal –yang terdiri dari 5 bab— yang ditulis dengan menggunakan sentuhan spiritual dan intelektual ini banyak mengungkap rahasia dan misteri lautan sebagaimana diungkap oleh al-Qur’an yang belum diungkap banyak orang. ”

(Cholis, Resensi, www. hidayatullah. com )

“Bisa dibilang, buku ini mendekati tafsir-tafsir ilmiah yang salama ini dikembangkan Harun Yahya. Buku ini mudah sekali dibaca, karena disajikan dalam bahasa yang lugas dan tidak njelimet.”

(Resensi,HarianREPUBLIKA,29April2005)

“Buku ini amat krusial bukan saja bagi peminat kajiankelautan dan ilmu kebumian, tetapi juga buat siapa saja yang ingin memperdalam tentang ayat-ayat yang mengungkap tentang pelbagai fenomena alam dan ilmu pengetahuan.”

(D.Syofyan,Resensi,HarianMIMBARMINANG,13Maret2005)

“Buku tebal –yang terdiri dari 5 bab— yang ditulis dengan menggunakan sentuhan spiritual dan intelektual ini banyak mengungkap rahasia dan misteri lautan sebagaimana diungkap oleh al-Qur’an yang belum diungkap banyak orang.”

(Cholis,Resensi,www.hidayatullah.com)

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

x i H a l a m a n |

Persembahan

Untuk anak-anakku tercinta Rara, Nayo, Alta, Nuha, ‘Imad dan Na’imah serta kawan-kawan mereka dan seluruh generasi muda negeri pemuda Indonesia…

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

xi i | H a l a m a n

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

xiii H a l a m a n |

Motto

“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur”. (AnNahl16:14)

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

xiv | H a l a m a n

Daftar Isi

KATA PENGANTAR .......................................................................................12

Cuplikan dari Resonansi Syafii Ma’arif di Koran

REPUBLIKA, Selasa, 20 November 2007 .............................................13

JATI DIRI BANGSA KEPULAUAN ..........................................................15

AIR LAUT SEBAGAI SOLUSI, BUKAN KENDALA ......................19

GEOEKONOMI INDONESIA YANG DAHSYAT ..........................23

Selat Malaka Menghubungkan

Lautan Hindia Dan Lautan Pasifik ........................................................25

Siapa Berkepentingan Dengan Selat Malaka? ................................29

MENGELOLA RAHMAT ALLAH SESUAI SUNATULLAH .....33

PERGESERAN PARADIGMA KE LAUT ..............................................35

MENUJU KEJAYAAN BANGSA BAHARI...........................................41

Sosialisasi dan Apresiasi .........................................................................41

Rancangan Tindakan Strategis............................................................42

Rancangan Tindakan Taktis ...................................................................78

PENULIS .................................................................................................................81

Back Cover ............................................................................................................82

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

x v H a l a m a n |

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahri robbil ‘alamiin. Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam, yang telah memberikan rahmat dan barakahnya sehingga dapat terselesaikannya buku kecil ini. Sholawat dan salaam bagi junjungan kita Rasulullah SAW, uswatun hasanah yang telah menyampaikan kebenaran dan membawa kita semua ke akhir zaman yang tercerahkan dengan petunjuk dan wahyu.

Buku kecil PERGESERAN PARADIGMA KE LAUT ini adalah bagian dari buku induk ALQURAN DAN LAUTAN dari penulis yang diterbitkan oleh ArRasy Mizan pada tahun 2004. Buku dalam format yang lebih kecil ini dikembangkan lebih lanjut, diperkaya dengan redaksional dan beberapa tambahan di sana sini sehingga diharapkan lebih mudah dibaca, lebih komunikatif, dan terlebih lagi formatnya yang berupa eBook, akan lebih mudah dibaca dimana saja dalam multimedia yang mutakhir, dan lebih murah untuk sampai ke tangan pembaca.

Beberapa bagian dari buku induk yang sama juga diterbitkan dalam format dan pembaruan yang sama sebagai satu seri.

Selamat membaca, dan memohon masukan, serta doanya agar apa saja manfaat yang bisa ditarik dari buku ini, bisa menjadi amal jariah dan mengurangi dosa kesalahan dari penulis. Amiin.

Bandar Seri Begawan, Maret 2012

Agus S. Djamil

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

xvi | H a l a m a n

Cuplikan dari Resonansi Syafii Ma’arif di Koran REPUBLIKA, Selasa, 20 November 2007

AlQurandanLautanJudul Resonansi ini berasal dari karya tulis Bung Agus S Djamil, seorang geo-saintis yang sejak 1998 bekerja di Brunei. Agus, kelahiran Banjarnegara, adalah cucu KRH Hadjid, salah seorang murid Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dan kemudian Hadjid menjadi salah seorang pemimpin gerakan Islam itu. Sebenarnya Bung Agus telah menghadiahi saya karyanya itu sekitar tahun 2005, tetapi saya lalai untuk membukanya.

Beberapa hari yang lalu Bung Agus singgah ke rumah sambil membawakan lagi karyanya itu yang sudah cetakan kedua (2005), terbitan Arasy Mizan, Bandung. Buku ini sangat penting untuk dibaca, siapa pun kita, Muslim dan non-Muslim. Agus memaparkan dengan rinci berdasarkan data mutakhir tentang kekayaan lautan kita yang luar biasa. Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sangat dijanjikan oleh kandungan planet biru nusantara kita.

Nilai buku ini, bukan saja karena Alquran banyak berbicara tentang lautan dengan segala potensinya, tetapi hari depan Indonesia untuk survival akan sangat bergantung kepada lautan, tidak saja sebagai sumber protein yang melimpah, bahan-bahan obat, dan juga sebagai sumber energi yang tidak akan pernah habis. Bung Agus telah sangat berhasil mengenalkan kepada kita betapa sentralnya posisi lautan, baik dilihat dari ekonomi, maupun ditinjau dari kepentingan militer. Disebut misalnya letak Selat Malaka, Selat Lombok, dan Selat Makassar, yang sungguh strategis bagi kepentingan lalu lintas pelayaran dunia.

Tentang Selat Malaka, Agus menulis: ‘’Selat Malaka sendiri merupakan salah satu jalur laut yang terpadat di dunia. Suatu tantangan bagi penduduk Riau, dan kawasan pesisir timur Sumatra, mengapa potensi yang sangat luar biasa ini hanya bisa diraih oleh Singapura yang arealnya kecil. Mengapa Riau hanya bisa jadi penonton dan menguntungkan Singapura, bahkan ‘melukai diri sendiri’ dengan menjual pasir dan kerikil untuk menimbun rawa-rawa di kawasan Jurong Singapura untuk disulap menjadi sentra kawasan industri yang melayani industri kelautan dan perminyakan dunia. ‘’ (Hlm. 417-418).

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

xvii H a l a m a n |

Pernyataan dengan nada ini beberapa kali dilontarkan Agus dalam bukunya itu. Tujuannya jelas, agar pembacanya terbangun dari tidur mendengkur untuk segera menukikkan pandangan ke lautan, mencintainya, dan dengan bantuan teknologi tinggi memanfaatkan karunia Allah yang tersimpan di dalamnya.

Bung Agus mengusulkan kepada bangsa ini agar paradigma pembangunan Indonesia yang berbasis daratan digeser ke paradigma pembangunan yang berbasis kelautan. Sebuah pemikiran yang menurut hemat saya patut benar direnungkan oleh seluruh kekuatan bangsa Indonesia. Bukankah Indonesia adalah negara kepulauan yang terbesar di muka bumi di mana luas lautan sekitar lima kali luas daratan?

Bangsa ini sebenarnya sungguh dahsyat, tetapi sayang rakyat dan pemimpinnya belum cukup cerdas dan peka dalam membaca potensi lautan ini. Maka, untuk menebus keteledoran ini, saya mengusulkan agar masalah kelautan dimasukkan dalam kurikulum sekolah dari tingkat SD sampai SMA. Siapa tahu generasi yang akan datang menjadi terbelalak matanya untuk memanfaatkan potensi lautan yang tak ternilai itu. Sebagai kelanjutannya adalah agar Angkatan Laut harus melebihi kekuatan Angkatan Darat sebagai akibat logis dari pergeseran paradigma pembangunan nasional: Dari darat ke lautan.

Bung Agus melalui karya tulisnya sungguh telah berjasa menyingkapkan potensi lautan untuk kepentingan umat manusia. Dan Alquran ternyata telah sekian abad merangsang rasa ingin tahu kita tentang kelautan, tetapi tingkat kehirauan dan intensitas perhatian kita tetap saja lemah dan rendah selama kurun yang panjang. Pengetahuan kita, khususnya saya, tentang lautan masih berada di bawah batas minimal. Bagaimana Anda? Mudah-mudahan lebih baik dari saya!

Selasa , 20 November 2007

SyafiiMa’arif

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

xviii | H a l a m a n

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

1 H a l a m a n |

JATI DIRI BANGSA KEPULAUAN

Kita sebagai umat Islam Indonesia ini sejatinya orang-orang kepulauan, orang yang dekat dengan laut. Lebih dari 100 juta manusia berjejalan di pulau Jawa yang sempit. Dari pantai di Laut Jawa ke pantai di Lautan Hindia tidak lebih dari 300 km. Lebih dari 90% penduduk Indonesia tinggal pada kawasan 100 km dari bibir pantai.

Kekeliruan kita pada beberapa puluh tahun terakhir adalah tidak menyadari akan kekhasan benua maritim yang kita miliki. Kebijaksanaan pembangunan nasional kita tidak difokuskan pada keunggulan kompetitif bangsa Indonesia dalam hal kemaritiman. Laut telah dipandang sebagai ‘kendala’. Padahal laut adalah opportunitas yang perlu mendapat perhatian besar dalam pembangunan.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

2 | H a l a m a n

Pengeliling dunia pertama pertama yang sejati adalah beberapa pelaut asal Maluku pada tahun 1521, bukanlah FerdinandMagellan. Orang-orang Maluku ini, menurut buku The Encyclopaedia of the Earth: Oceans and Islands,karangan Talbot, F.H. & R.E. Stevenson, 1991, merupakan pelaut-pelaut yang direkrut oleh Ferdinand Magellan untuk menjadi awak di kapalnya yang bernama Victoria. Disebutkan dalam buku tersebut : “On March 6, 1521 they reached the Marianas, and the following months landed at Cebu in the Philiphines. They were back in the charted waters. Unhappily, Magellan was shortly thereafter killed, and the expedition was reduced to a single ship, the Victoria, under the command of Sebastian del Cano. When they reached the Mollucas a crewman who had been born there became, technically, the world’s first circumnavigator. (Talbot, F.H. & R.E. Stevenson, 1991, Hal 100), terjemahannya: “Pada tanggal 6 Maret 1521 mereka mencapai kepulauan Mariana, dan beberapa bulan kemudian mendarat di Cebu di kepulauan Filipina. Kembali ke kawasan yang telah tertera dalam peta. Namun, tak berapa lama di sana Magellan terbunuh.

Ekspedisi ini kemudian surut menjadi tinggal sebatang perahu saja, Victoria, di bawah komando nahkoda Sebastian del Cano. Saat mereka berlayar lagi dan mencapai kepulauan Maluku, seorang awak kapal yang berasal dari Maluku telah, secara teknis, menjadi manusia pertama yang mengelilingi bumi.” Buku Talbot tadi memang menyebut cuma seorang Maluku, namun menurut sebuah buku karangan Mr. Muhammad Yamin, kalau tidak keliru disebutkan bahwa orang-orang dari kepulauan di nusantara ini berjumlah sembilan orang.

Jadi secara teknis sebenarnya orang-orang dari kepulauan nusantara inilah yang sebenarnya adalah the first circumnavigator dari bumi ini dengan melintasi lautan-lautan luas.

Apatah lagi Magellan, pada saat kapalnya melintasi Cebu di Filipina telah dibunuh oleh penduduk setempat. Hanya kapalnya saja, Victoria, yang berlayar terus hingga kembali ke Portugal dengan diawaki oleh beberapa pelaut Maluku tadi.

Dalam biografi Julius Tahija, pendiri Bank Niaga dan bekas President Caltex Pacific Indonesia (Beyond The Horizon, 1995), dicantumkan nama orang Maluku pengeliling dunia tersebut adalah Enrique de Mollucas. Dalam biografi tersebut tidak disebutkan sumber dari mana nama Enrique terebut dicatat.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

3 H a l a m a n |

Pada saat itu, tahun1520-an Kepulauan Maluku belumlah dijamah oleh penjajah Portugis apalagi Belanda. Kerajaan yang ada disana adalah Kerajaan Islam Ternate dan Tidore. Nama Kerajaan atau Al Mulk pun dilafazkan oleh orang-orang Eropa menjadi Mollucas.

Kesultanan Islam di Maluku ini sudah berumur tua seperti catatan Sprigg berikut; “there is evidence from Aru of large trading ports such as at Ujir

where the stone remains of a substantial Islamic settlement have been found, and later sites on the east coast of Aru. These sites appear to have become abandoned by the mid-19th century, perhaps because introduced diseases decimated the population.” (Sprigg, M., 1999). Bukti bekas-bekas batu-batuannya yang menunjukkan perkampungan Islam saat itu. Pelabuhan perdagangan yang besar, menurut catatan sejarah tersebut pernah ada di Ujir di Kepulauan Aru.

Majapahit yang pernah jaya dengan penguasaan lautannya sehingga Sultan Muhammad Syah atau Awang Alak Betatar, Sultan Brunei yang pertama tunduk membayar upeti tahunan kepada Raja Hayam Wuruk, akhirnya runtuh dengan makin kuatnya kesultanan Islam semenjak abat 13. “Moslem merchants from Gujarat and Persia began visiting Indonesia in the 13th Century and established trade links between this country and India and Persia. Along with trade, they propagated Islam among the Indonesians people, particularly along the coastal areas of Java, like Demak. At a later stage they even influenced and converted Hindu kings to Islam, the first being the Sultan of Demak. This Moslem Sultan later spread Islam westwards to Cirebon and Banten, and eastward along the northern coast of Java to the kingdom of Gresik. In the end, he brought the downfall of the powerful kingdom of Majapahit (1293-1520). After the fall of Majapahit, Islam spread further east to where the sultanates of Bone and Goa in Sulawesi were established. Also under the influence of Islam, were the Sultanates of Ternate and Tidore in the Maluku.” (Soetjipto, H., 1994)

Relief perahu layar pada dinding dekat gerbang timur pada Candi Borobudur. Dibuat pada masa Dinasti Cailendra yang berkuasa antara tahun 750 - 850, atau sekitar 400 tahun sebelum katedral-katedral di Eropa dibangun.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

4 | H a l a m a n

Jadi pada abad ke 13, Islam masuk ke Indonesia dan sejak itu secara bertahap merubah kerajaan di kepulauan nusantara ini menjadi kesultanan-kesultanan Islam termasuk Ternate dan Tidore di Maluku, dan pada periode awal abad 16 itulah Majapahit yang juga terkenal dengan ekspansi samudranya di bawah raja Hayam Wuruk dengan Maha Patih Gadjah Mada-nya mulai terdesak sampai akhirnya runtuh.

Mengenai pelaut asal Maluku di kapal Magellan ini kemungkinan lain boleh jadi karena para orang Portugis yang datang ke Malaka pada tahun 1511 itu, tidak bisa membedakan antara orang Maluku atau orang-orang dari kepulauan lain, seperti Bugis misalnya. Hal mana seperti halnya tidak mudah bagi kita untuk bisa membedakan antara orang Spanyol dengan orang Itali.

Yang jelas, pencapaian penduduk nusantara ini --yang kemudian menjadi Indonesia ini-- pada pertengahan Millenium ke dua ini wajib dicatat dalam sejarah para eksplorer, dan penjelajah dunia. Barat tidak bisa terus menerus curang, menutup-nutupi kenyataan sejarah akan kenyataan bahwa manusia pengeliling bumi yang pertama kali bukanlah Ferdinan Magellan, tetapi beberapa putera-putera nusantara.

Tradisi kemaritiman bangsa Indonesia bukanlah baru seumur jagung. Jauh sebelum masa bangsa-bangsa Eropa mendayung perahunya, para leluhur bangsa kita di antero Dwipantara, atau Nusantara telah mengembangkan layarnya, menyambut angin dan membaca hidayat maruto (petunjuk angin) mengarungi samudra mencapai peradaban lain di ujung dunia. Mereka ke utara hingga bibir pantai Vietnam, Filipina dan China. Ke barat hingga kepulauan Madagaskar dan ujung selatan Afrika. Dan ke timur berputar-putar di Samudra Pasifik hingga menemukan dan menempati ratusan kepulauan seperti Marquesas, Hawaii, Tahiti dan Aeteroa (atau New Zealand sekarang).

Situs arkeologis, artefak teknologi dan seni, serta bahasa dan budaya yang tersisa hingga saat ini, serta catatan-catatan sejarah membuktikan itu semua. Di Candi Borobudur misalnya. Borobudur yang dibangun oleh dinasti Cailendra yang berkuasa antara tahun 750 - 850, sekitar 400 tahun sebelum katedral-katedral di Eropa dibangun, mempunyai relief pada salah satu sisi dinding sebelah timur bergambar perahu layar yang mengembang layarnya. Kerajaan Cailendra juga terkenal dengan ketangguhannya dalam perdagangan dan angkatan lautnya. Sebuah catatan panduan berbentuk nyanyian yang dikenal dengan Chandra Cha-an, pertama kali ditulis pada tahun 778 ( Soetjipto, H., et all, 1994).

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

5 H a l a m a n |

Relief perahu layar megah yang sangat indah itu mengabadikan keperkasaan kerajaan dinasti Cailendra di Jawa Tengah dalam eksplorasinya di lautan. Perdagangan melalui pelayaran dengan negeri China telah pun dilakukan oleh bangsa Indonesia bahkan pada tahun-tahun di awal Millenium pertama !. Menurut catatan China bertarikh 132 masehi menuliskan adanya hubungan diplomatik antara China dengan Java-Dwipa.

Dari buku Bo’ Sangaji Kai: Catatan Kerajaan Bima, disebutkan bahwa daerah Bima di Nusa Tenggara pun sudah disebut dalam kitab Nagarakertagama dan Pararaton, sebagai dua kronik Jawa Kuno pada abad ke-14, sebagai pelabuhan kuno yang disinggahi dari abad ke-10. Setelah itu, Tome Pires menggambarkan daerah itu sebagai tempat berniaga yang ramai yang menghubungkan Malaka, Cina, Jawa dan Maluku pada abad ke-16. (Wolas Krenak, Pembaruan, 10/2/2000).

Beralih ke belahan bumi timur. Penjelajah lautan tradisional kita, yang orang barat mencatatnya sebagai seafarer, pada saat prehistorik sudah mengapungkan kano-nya mencapai deretan pulau-pulau di Samudra Pasifik. Kini kita bisa menyaksikan bahwa penduduk kepulauan Hawaii, Maori di New Zealand, Tahiti, Tonga dan masih banyak lagi kepulauan Polynesia mempunyai banyak kesamaan budaya dengan berbagai budaya saudara kita di seantero nusantara.

Pada waktu saya mengunjungi Bishop Museum di Honolulu, di sana terdapat mural, gambar besar di dinding yang menggambarkan migrasi penduduk di berbagai kepulauan di Samudra Pasifik. Buku The Encyclopaedia of the Earth: Oceans and Islands (Talbot, F.H. & R.E. Stevenson, 1991) juga mencantumkan sejarah migrasi penduduk polynesia tersebut. Penduduk Hawaii ternyata

Pelaut Nusantara telah berhasil menghidupkan pereko-nomian dengan perahu layar Pinisi semacam ini. Para penulis barat banyak yang mengingkari bahwa manusia pengeliling dunia pertama sebenarnya bukan Ferdinand Magellan pada1521. Tetapi sembilan orang pelaut Nus-antara dari Maluku yang berada di atas kapal Magellan, Victoria. Mereka telah menyelesaikan the first circumnavi-gation (keliling bumi) pada saat mereka melewati Maluku. Magellan sendiri terbunuh di Fillipina saat itu, sebelum sempat kembali ke Portugal.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

6 | H a l a m a n

berasal dari kepulauan di Indonesia yang mulai berlayar meninggalkan kepulaun nusantara ini pada 7000-5000 tahun dahulu (atau BP=before present).

Etape migrasi terakhir diceritakan bahwa masyarakat Polynesia yang telah berlayar jauh dari nusantara dan mencapai kepulauan Marquesas (pada sekitar tahun 300-an) ini kemudian berlayar ke Barat Laut ke kawasan Pasifik Selatan yaitu ke kepulauan yang mereka namakan Aeteuroa (pulau yang berawan panjang) pada sekitar tahun 750-an, atau orang Inggris kemudian menamakan kepulauaan itu dengan New Zealand.

Pada tahun 1981 saat saya mengikuti program AFS di New Zealand, saya menjumpai bahwa bahasa orang Maori sangat mirip dengan bahasa kita di Nusantara ini. Mereka menggunakan kata “Wai” yang berarti air untuk mengawali nama sungai, danau atau pun pantai. Waimakariri adalah nama sungai besar di South Island. Hal mana sama juga dengan orang Hawaii menamakan pantai Waikiki. Dimana Wai berarti air. Perhatikan dengan nama-nama tempat di Indonesia seperti Wai Kambas, Waingapu, dll.Cara orang Maori menghitung juga amat mirip dengan beberapa daerah kita baik di kawasan timur Indonesia atau bahkan dengan bahasa Jawa !. Menghitung satu hingga sepuluh adalah : Tahi (satu), rua (dua), toru (tiga), fa (empat), rimo (lima), ono (enam), fitu (tujuh), woru (delapan), ? (sembilan), sapulo (sepuluh). Penyebutan angka ini pada beberapa angka amat mirip dengan bahasa Bugis, Makasar, Timor dan bahkan dengan bahasa Jawa.

Bukti antropologi ini menunjukkan bahwa penduduk Polynesia dan Melanesia dari kawasan nusantara ini telah melakukan perjalanan laut yang amat jauh hingga mencapai pulau-pulau di Samudra Pasifik hingga ke Hawaii dan Tahiti.

Sedangkan pada usia sejarah yang berikutnya perahu Phinisi pada masa itu telah mampu berlayar hingga ke Africa. Ekspedisi modern dengan menggunakan PhinisiNusantaradengan mengarungi lautan terluas, Lautan Pacific, telah pun membuktikan ketangguhan dengan pelayaran dari Makassar hingga mencapai Vancover di Canada.

Hari ini pelayaran nusantara dipenuhi dengan para pelaut dengan menggunakan perahu Phinisi seperti kita bisa saksikan di pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta.

Foto dari internet

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

7 H a l a m a n |

AIR LAUT SEBAGAI SOLUSI,

BUKAN KENDALA

Kita saksikan hingga hari ini, bagaimana kawasan-kawasan dunia yang tidak mempunyai akses terhadap sungai maupun laut, masih juga tertinggal sebagai kawasan yang terisolir dan tidak maju. Tanpa akses ke arah laut, suatu kawasan akan sangat lamban untuk berkembang.

Air sebagai solusi inilah telah menumbuhkan peradaban di penjuru dunia. Di mana pusat-pusat peradaban selalu berada pada kota yang mempunyai akses laut ataupun sungai. Kamajuan peradaban di Jawa sejak juta atau ribuan tahun sebelum masehi hingga hingga ke awal abad masehi, dipengaruhi oleh kehidupan yang berhubungan dengan aliran sungai, entah Bengawan Solo, sungai Brantas ataupun sungai besar lainnya. Demikian pula kejayaan Sri Wijaya mulai abad ke-7 sangat berkaitan dengan kehidupan air di seputar Sungai Musi, Sungai Kampar, dan Selat Malaka.

Paradigma pemikiran kita yang kini cenderung pada kedaratan, dan selalu melihat lautan sebagai kendala untuk menjalani hidup ini. Ini kemunduran yang menyengsarakan.

Adanya air laut laut bukanlah kendala, malah justru merupakan solusi.

Perhatikan persoalan berikut. Kita dihadapkan pada persoalan untuk mentransportasikan barang yang cukup berat dari suatu titik A ke titik B. Pada gambar kiri kita berhadapan dengan daratan yang mempunyai topografi yang bervariasi, naik turun, antara ke dua titik itu. Pada gambar kanan, pada lokasi yang sama, tetapi lembah bertopografi tadi terendam oleh air laut.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

8 | H a l a m a n

Kita akan mendapati bahwa keberadaan air laut di antara kedua titik tadi ternyata mempunyai beberapa kelebihan.

Daratan Lautan

Jarak tempuh Berliku-liku mengikuti kontur topografi àjarak lebih panjang

Lurus, jarak terpendek

Berat Bobot kargo terbatas. Bobot kargo ratus ribu ton

Daya tahan kendaraan Daya tahan kendaraan harus kuat

Kapal mengapung àringan

Energy Perlu daya dorong motor, gesekan jalan = ‘Banyak Energi’

Terapung dan Ikut arus = ‘Tan-pa Energi’= Minimal energi

Waktu tempuhLambat sampai tujuan

Cepat sampai tujuan

Daya dukung jalan Dibatasi daya dukung jalan dan jembatan

Bebas batas beban

Saya akan membuat ilustrasi berikut (lihat diagram di bawah ini), bagaimana kita memandang laut sebagai solusi. Dan bandingkan pada orang yang justru

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

9 H a l a m a n |

melihat dengan cara pandang kedaratan. Bagaimana kita menyikapi adanya selat atau laut di antara pulau-pulau. Dengan paradigma kedaratan yang menyelimuti hati dan pikiran kita saat ini, maka pendekatan kita adalah mencari cara untuk membangun jalan sepanjang pesisir hingga titik terujung dan lalu membangun sebuah jembatan yang melintas selat. Kalau selatnya terlampau lebar, maka dicarilah pulau-pulau karang di selat itu yang bisa dipakai sebagai ‘batu’ lompatan untuk membangun jembatan.

Namun apabila paradigma batas dua lautan yang kita miliki, maka dalam ilmu kita, adanya selat di antara dua pulau adalah berkah.

Dengan adanya air yang melimpah itu kita bisa memindahkan ratusan ribu ton barang dan komoditas secara cepat dengan sekali angkut dari ”A” di satu sisi pulau ke ”B” di satu sisi pulau lain yang jaraknya terpisah ratusan kilometer. Kita hanya perlu sebuah pontoon / barge / kapal tongkang, ’rakit’ modern dan dua buah pelabuhan di sisi kedua pulau itu.

Atas kasih sayangNya, Allah SWT, memfasilitasi manusia dengan air laut mempunyai karakter fisika yang bisa mengapungkan ratusan ribu ton besi apabila diangkut dengan kapal (Al Isra’ 17:66). Kapal itu sendiri merupakan teknologi pertama yang diwahyukan langsung oleh Allah SWT kepada manusia melalui Nabi Nuh. (lihat Hud 11:37 dan Al Mu’minun 25: 27).

“Tuhan-mu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu” (Al Isra’ 17:66).

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

1 0 | H a l a m a n

Perhatikan bagaimana kita telah diberi petunjuk yang membuat hidup kita akan lebih cepat, efisien dan penuh kenikmatan: “Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah. Supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur”. Luqman (31:31)

Ayat-ayat AlQuran yang membicarakan laut itu sendiri adalah fondasi bagi dimulainya membangun Paradigma batas dua lautan untuk membangun negeri kita. Keimanan haruslah menjadi dasar yang kokoh melandasi kita dalam menghimpun ilmu dan melaksanakan amal perbuatan. Keimanan pulalah yang merupakan ranah (domain) bagi perubahan paradigma, dari paradigma kedaratan ke paradigma kelautan.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

1 1 H a l a m a n |

GEOEKONOMI INDONESIA

YANG DAHSYAT

Istilah geoekonomi sesungguhnya sudah lama muncul. Tetapi tidak sesering sekarang dipakainya. Sewaktu orang ngomong “globalisasi”; tumbuhnya “emerging market BRIC” (Brazil Rusia India China); “single European market”; “Pasar bersama ASEAN”; dan lain-lain pertumbuhan ekonomi yang berkonotasi kolaborasi ekonomi global ataupun regional, maka di situlah sejatinya geoekonomi semakin mengokohkan arti pentingnya.

Dalam skala mikro, studi geoekonomi menganalisa posisi lokasi sebuah toko terhadap arus lalu lintas manusia calon konsumennya. Misalnya, McDonald akan melakukan studi, dimana akan membuka gerai berikutnya: di perempatan Jl. Thamrin ataukah di perempatan Pondok Indah? Mana lebih menguntungkan?.

Atau kalau kita balik. Kalau punya kapling di perempatan Semanggi, bisnis apa yang paling ideal dan banyak mendatangkan untung? Untuk ukuran makro regional – global, pertanyaan kita, “kapling” Indonesia di “perempatan” Asia Tenggara ini cocoknya untuk bikin usaha apa? Bikin pabrik apa? Jual jasa apa? Lalu Rancangan Pembangunan Jangka Panjang yang bagaimana yang perlu kita susun.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

1 2 | H a l a m a n

Setelah 100 tahun lebih kita bangkit ke-nasional-an kita, maka mari kita bangkit sekali lagi, melihat “nation” kita ini dalam “peta global”. Bukan sibuk mengorek luka di dalam tubuh sendiri. Saling menohok kawan seiring dalam kebangkitan.

Kebangkitan nasional kita perlu ditingkatkan lagi menjadi permainan yang seru dimana kita bisa menang. Bukannya setelah “BANGKIT” selanjutnya bisa “BERJALAN, BERLARI dan BERMAIN”? Dan permainan kita di kancah global ini adalah memanfaatkan keunggulan geoekonomi kita yang khas. Kalau kita mahir main badminton, khan kita tidak akan ngajak tanding sepak takraw, bukan?

Geoekonomi makro melekat dengan masalah jalur pelayaran maritim. Maka kelautan inilah keunggulan yang harus kita mainkan. Ketahuilah bahwa Indonesia secara geoekonomi punya lokasi paling strategis di dunia. Lebih strategis ketimbang punya kapling di pojokan Semanggi. Kita ibaratnya punya kapling sepanjang Jalan Thamrin-nya dunia. Keunggulan komparatif ini tidak dimiliki Singapore dan Malaysia, bahkan tidak juga India dan China. Dua sobat raksasa kita di Asia ini yang dipuja dan dikagumi dunia.

Lokasi geoekonomi kita yang strategis itu berada di simpang jalan pusat pertumbuhan ekonomi dunia di Asia Timur yang dimotori China, dan pusat pertumbuhan ekonomi dunia lainnya India. Sebagai pemilik simpang jalan, kita bisa menentukan motor ekonomi apa yang layak kita hidupkan. Permainan perdagangan apa yang bisa menangkan dengan mudah.

Lalu apa kita perlu buat? Geoekonomi kita yang khas akan membuka peluang antara lain; (1) Hub atau terminal pengolahan bahan sumber daya alam menjadi produk setengah jadi untuk mendukung pertumbuhan China dan India. Mengolah crude oil menjadi aneka refined product. Mengolah CPO menjadi biodiesel dan minyak goreng. Mengolah bijih nikel, alumunium, besi, menjadi lembaran, pellet atau batangan. Dlsb.

(2) Pusat pasar dan hub komoditas dunia: pelabuhan curah batubara, minyak mentah, rempah ratus, crude palm oil, beras, jagung, kedelai, biodiesel, gandum, dll. (3) Pelabuhan hub perdagangan internasional tempat barang dialih-agihkan, kapal China bisa mengalirkan cargonya di kita untuk didistribusikan ke India dan Eropa, dan sebaliknya.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

1 3 H a l a m a n |

(4) Pelabuhan bebas pajak yang menjadi magnet 50% pelayaran dunia yang melintasi perairan kita, dan 95% pelayaran dagang di Asia-Pacific yang menembusi perairan kita. Dengan bebas pajak, mereka datang. Kita bisa menjual jasa lain seperti logistik, gudang, dll.

(5) Dan karena sibuknya perdagangan di pelabuhan-pelabuhan itu, maka jasa keuangan, legal, management dan jasa lain akan menjadi keharusan yang akan ikut tumbuh subur. Lihatlah bagaimana Singapore kini mengukuhkan diri menjadi Islamic Financial Center. Ini hanya efek samping. Kita bisa menyusulnya kalau mau dan tahu caranya. (6) Jasa pelayanan perawatan kapal, galangan kapal dan Industri berat maritim.

Saya terus terang tidak habis pikir, membaca prioritas industri nasional yang akan dikembangkan Indonesia dalam jangka panjang. Lima industri prioritas yaitu itu: (1) sektor agrobisnis, (2) manufaktur dan alat angkut, (3) elektronika dan telematika, (4) industri kreatif serta (5) UKM. Padahal pada era Presiden Soeharto, industri manufaktur, elektronika, agrobisnis dan UKM merupakan industri yang juga menjadi prioritas. Lalu Reformasi itu ngapain aja? Bedanya cuma nomer 4, dan itupun isinya: Industri film, design industry, buku, dll. Apa artinya Kebangkitan Nasional, Reformasi, Indonesia Bangkit, dsb?

Coba bayangkan soal dampak mengandalkan agrobisnis. Tanah kita cuma 20% dari luar negeri. 80% air laut. Dari yang 20% itu mayoritas hutan rain forest, yang oleh negara lain mendikte kita untuk dilestarikan demi mencegah global warming. Tanah paling subur cuma di Jawa, berebut lahan dengan impian industri manufaktur dan angkutan. Kalau pun agrobisnis sukses, artinya mekanisasi pertanian dan bibit unggul. Maka jumlah tenaga kerja yang terserap makin sedikit, sementara penduduk makin banyak. Sektor manufaktur dan alat angkut tanpa focus ke industri kelautan, sama juga memelihara anak harimau di tengah kampung.

Intinya, kalau kita mengabaikan geoekonomi kita, maka kita seperti pemilik kapling sepanjang jalan Thamrin yang cukup puas menanam bayam di jaur hijau, atau jasa ojeg di mulut gang, atau jualan asongan, pengamen dan pengemis di perempatan jalan. Agroindustri?Angkutan? Industri Kreatif? UKM?.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

1 4 | H a l a m a n

Uniknya lagi, kita punya 2 keunggulan lain yang tidak dimiliki oleh tetangga kita yang sudah mengeksploitir habis potensi geoekonomi-nya. Atau bahkan kompetitor emerging market dunia lainnya. Kita punya: Sumber Daya Manusia yang tumbuh berkembang, kreatif dan resilient (ulet), dan Sumber Daya Alam yang berlimpah. Tapi toh inipun belum disyukuri, tapi malah dikufuri, dikubur, dicover-up, dilupakan.

Ketika negara lain sibuk mencari pasar buat menjual produknya, maka seperti halnya China dan India, kita punya captured market yang ada di bumi pertiwi Indonesia. Demografi kita dengan captured market ini dicemburui oleh negeri-negeri berpenduduk terbatas. Ada 230 juta mulut yang menganga (istilah Taufiq Ismail) yang senantiasa perlu makan, maka Nestle, Cocacola, Unilever dan Danone memprioritaskan industrinya di Indonesia. Ada 230 juta tubuh yang selalu perlu sandang, papan dan nyaman. Maka Nokia, VW, Bluesteel, dll buru-buru bikin pabrik di sini. Ada 230 juta penduduk yang kesejahteraannya tumbuh 6 % pertahun. Maka equity fund, Channel, Louis Vutton, menjaga eksistensinya di pasar besar ini. Dan tingkat kecerdasan manusia Indonesia yang berjibun ini juga meningkat setapak-demi meningkat. Setiap tahun ada 12000 mahasiswa kita belajar di Amerika, ada 15000 mahasiswa kita kuliah di Australi, dan ada 6. 9 juta anak-anak kita yang sedang kuliah di dalam negeri. Spiritually, ada 220 ribu jamaah haji setiap tahun yang tulus berdoa di depan Ka’bah untuk kemakmuran keluarga dan negerinya. Dan kita haqqul yakin bahwa setiap doa pasti dikabulkan oleh Allah bukan? Ud’u ni, astajib lakum; berdoalah, pasti Aku kabulkan. Begitu dalam AlQuran.

Kita juga dimodaliNYA sumber daya alam yang berlimpah. Posisi di batas dua samudra yang geoekonomisnya strategis. Arus laut lintas Indonesia yang memfasilitasi 50% spesies ikan dunia berbiak diperairan kita. Species terumbu karang kita 75% terumbu karang dunia. Cadangan minyak & gas kita terbesar di Asia Tenggara & Timur.

Tambang emas Freeport terbesar di dunia, dengan produksi sekitar 56 ton/tahun, meski produksi nasional kita nomer 7 di dunia. Kita eksportir batubara terbesar di dunia. Penghasil minyak sawit nomer 1 di dunia. Pulau Jawa dengan gunung berapi terpadat di dunia adalah di antara tanah paling subur di dunia. Tapi ingat, semua sumber daya alam ini, hanyalah pelengkap bagi jutaan manusia yang ulet dan kreatif yang berada pada posisi geoekonomi

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

1 5 H a l a m a n |

yang sangat unggul. Sumber daya alam ini harus diolah sebelum dijual. Bukan jamannya lagi menjual mentah komoditas kita ke pasar global.

Dengan memahami masalah geoekonomi kita yang khas ini, selayaknya akan memudahkan kita semua menemukan jalan keluar dari kesumpekan negeri tercinta.

SelatMalakaMenghubungkanLautanHindiaDanLautanPasifik

Indonesia dengan Selat Malaka, Selat Makassar dan Laut Malukunya, menghubungkan kawasan haus minyak pabrik-pabrik dunia di Asia Timur dengan kawasan 80% cadangan minyak terbesar di dunia di Timur Tengah.

Kecuaian (cuek atau ignorance) yang berkepanjangan dari para pemimpin kita untuk memposisikan Selat Malaka sebagai asset yang penting bagi Indonesia dalam berbagai segi, telah membuat rakyat kita dari segala lapisan dan latar belakang, merasa asing dengan Selat Malaka.

Masyarakat dunia dan juga masyarakat kita secara umum mempunyai persepsi bahwa Selat Malaka adalah hanya milik Malaysia. Mungkin karena nama ”Malaka” adalah nama kota di semenanjung Malaysia. Saya menjumpai pada peta buku pelajaran di Brunei misalnya, disebutkan ”Malaca Strait, Malaysia”. Kenapa demikian?

Seorang perwira menengah angkatan laut kita, komandan salah satu kapal perang kita, penrnah menanyakan kepada saya: ”Mana yang lebih dalam, Selat Malaka ataukah Selat Makassar?”. Terus terang saat itu saya terpana, sebelum menjawabnya. Ini salah satu bukti ’keterasingan’ kita di negeri sendiri. Beliau yang seharusnya faham semua karakteristik, segala celuk laut dan bibir pantai perairan laut kita, justru tidak mengenalnya. Apatah lagi rakyat kebanyakan yang tidak bersentuhan dengan lautan dalam kesehariannya.

Selat Malaka merupakan jalur maritim terpenting di dunia dan berada di bawah kedaulatan Indonesia, Malaysia dan Singapura. Selat Malaka sangat dangkal, bahkan pada bagian di selatan Singapura terancam dengan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

1 6 | H a l a m a n

pendangkalan. Panjangnya 550 mil dengan lebar 300 mil di ujung barat laut dan mengerucut menjadi sesempit 1. 5 mil di Selat Singapura dan Selat Phillips.

Selat Malaka sendiri peran lokal – bilateralnya sangat sibuk. Tidak kurang dari 80,000 orang yang menumpangi ferry menyeberangi selat ini setiap harinya, antara Indonesia, Malaysia dan Singapore.

Sekitar 80 % dari import minyak dan gas untuk Jepang, China, Taiwan dan Korea Selatan diangkut melalui Selat Malaka. Negara-negara ini adalah negara yang paling produktif di dunia dan China bahkan diberi julukan “pabrik dunia”. Tidak kurang dari 2500 kapal khusus bermuatan LNG/LPG setiap tahunnya. Dua per tiga LNG dunia diangkut melalui Selat Malaka.

Dalam kurun 20 tahun ke depan, ketergantungan China pada pasokan minyak dari Timur Tengah semakin membludak. Dua per tiga import minyak China akan dipasok dari Timur Tengah, dalam volume empat kali lipat dari jumlah hari ini. Nyaris keseluruhan minyak itu akan diangkut tanker melalui Selat Malaka ini.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

1 7 H a l a m a n |

Untuk mengurangi resiko ketergantungan pada Selat Malaka, sementara ini China sedang berpikir keras dan merancang jalur alternatif lain yaitu memipakan langsung dari Asia Tengah ke China dengan melintasi gurun Gobi. Jalur kombinasi lain yang dirancang adalah mengapalkannya hingga ke Myanmar, lalu dipindahkan melalui pipa minyak dari pelabuhan Myanmar melintasi daratan dan pegunungan ke utara hingga mencapai China. Tidak mengherankan kalau seringkita mendengar bangaimana Myanmar selalu dalam sorotan Amerika, karena jalur minyak ke China menjadi salah satu issue yang hangat dan strategis.

Perairan Selat Malaka dikuasai bersama antara Indonesia, Malaysia dan Singapura. Bagian terluas dan terpanjang dari Selat Malaka ini justru merupakan perairan di bawah kedaulatan Indonesia [lihat peta]. Singapura, sesuai dengan garis pantainya yang pendek, hanya mempunyai sedikit saja potongan dari Selat Malaka.

Namun demikian, ironisnya, Singapura adalah pengguna paling intens dari Selat Malaka ini. Seandainya selat ini tersekat karena sesuatu hal, maka perekonomian Singapura akan hancur (’devastated’, menurut istilah Bronson Percival) dan bahkan tidak mustahil eksistensi negara Singapura inipun terancam.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

1 8 | H a l a m a n

Hari ini, lebih dari 10 Juta barrel minyak mentah per hari diangkut tanker melintasi selat ini. Volume ini meliputi sekitar sepertiga dari total minyak yang dikapalkan di seluruh dunia. Aliran komoditi sangat penting ini menjadikan selat ini paling strategis di dunia dalam transportasi minyak setelah berlepas dari Teluk Persia.

Dalam tahun 2005 saja, ada sekitar 50 – 60 ribu kapal berukuran di atas 300 ton yang melayari selat sempit ini. Jumlah ini sama dengan hampir separoh armada kapal yang ada di muka bumi.

Sedikitnya, ada 600 freighter (kapal cargo/container) yang melalui selat ini mengangkut apa saja barang penting dan bernilai. Dari bahan baku untuk industri China, beras Vietnam dan Thailand untuk India, mobil Hyundai dari Korea ke Eropa, mobil Eropa untuk Asia, mobil Jepang untuk Eropa hingga limbah nuklir dari Jepang untuk diolah di Eropa.

Setiap tahun tidak kurang dari USD 1. 000 Milyar nilai barang yang diangkut melintasi Selat Malaka, atau hampir sama dengan GDP China, sekitar 1. 5 kali GDP Indonesia atau sepuluh kali GDP Singapura!

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

1 9 H a l a m a n |

SiapaBerkepentinganDenganSelatMalaka?

Apakah Jakarta punya kepentingan dengan Selat Malaka sebesar kepentingan Amerika, Jepang, Korea, China dan Singapore?

Seandainya Selat Malaka tersekat. Alur laut (passage) alternatifnya adalah melalui selat Sunda atau Lombok. Keadaan ini justru akan meningkatkan keekonomian Indonesia, karena dengan demikian pemakai jasa pelayaran di perairan Indonesia akan semakin tergantung kepada jasa yang bisa diberikan oleh Indonesia. Beberapa pelabuhan pada alur laut ini seperti pelabuhan Benoa Bali, Makassar, Bojanegara ataupun Lampung akan bisa menjual jasa pelayanan keperluan pelayaran.

Seawal abad pertama, ketika suku bangsa dari kepulauan nusantara ini telah berlayar jauh mengarungi lautan hingga merapat di Madagaskar, perairan Indonesia merupakan tempat bertemunya berbagai peradaban dan kepentingan.

Kerajaan Sriwijaya dan Malaka mencapai kejayaannnya di abad 7 karena berhasil memanfaatkan keunggulan komparatifnya menguasai Selat Malaka. Kerajaan ini secara damai membangun pasar, economic hub yang dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari India, Arab dan China. Sri Wijaya berada pada persimpangan jalan yang sangat strategis.

Para pedagang China, India dan Arab bertemu pada kerajaan yang dalam terminologi hari ini mungkin lebih tepat dikatanan sebagai Oceanopolitan atau bisa juga Cosmopelago, bukan hanya cosmopolitan. Ruang Kepulauan yang bernuansa dan beratmosfer multinasional, multicultural.

Catatan perjalanan dari Ibnu Batutah, Itching, Antonio Pigafeta, Vasco DeGama, ChengHo, Marcopolo, dan masíh banyak lagi menorehkan kondisi yang oceanopolitan di kawasan perairan Indonesia ini.

Bagaimana dengan keamanan perdagangan lintas laut dan bajak laut? Ternyata “bisnis” bajak laut cukup lukratif. Nilai estimasi barang yang hilang (atau dianggap hilang) karena pembajakan laut berkisar antara US$ 16 – 25 Milyard pada tahun 2000-an. Ini jumlah yang besar, atau sekitar sama dengan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

2 0 | H a l a m a n

GDP negeri minyak Brunei pada tahun 2010.

Apakah nilai pasar masif ini akan dianggap sepi oleh para cukong yang jeli? Apakah mudah menjual barang dan kapal hasil bajakan ini dipasar gelap raksasa bisa dilakukan dengan mudah tanpa campur tangan pemain besar juga? Rasanya mustahil bukan?

Apakah penduduk riau yang jadi pembajak itu bisa memasarkan hasil rompakannya yang bernilai 4 kali lipat GDP Indonesia? Apakah orang-orang kepulauan Riau yang tidak pandai berbahas Inggris ini mampu mengadakan deal-deal, mengganti lambung kapal, memasarkan papal “baru” hasil rompakan dengan surat-surat legalitas ’aspal’ (asli tapi palsu) yang baru?

Sama tidak mustahilnya kalau kita menengarai adanya permainan yang luar biasa kotor dan besar dalah hal bajak laut ini. Bahkan tidak mustahil terjadi kolaborasi permainan antara ”perusahaan” asuransi, perusahaan pelayaran, pemilik barang sendiri dan para pemain invicible besar. Bajak laut kelihatannya bukan mainan orang-orang kepulauan dengan motor tempelnya dan sejnata murahan. Ini bisnis besar yang melibatkan pemain besar.

Bagaimana dengan geostrategis dan konstelasi politik global? Beberapa analisa ternyata menunjukkan bahwa Amerika sangat bernafsu untuk berkongsi urusan bagaimana menghandel “hot pursuit” di Selat Malaka. Mereka menuduh Indonesia dan Malaysia sebagai penguasa Selat Malaka yang jealously guard their sovereignty over territorial waters and deny cross-boundary “pursuit and entry,” often colloquially known as “hot pursuit,” by their neighbors. Mengapa sampai demikian jauh negara adidaya ini ingin campur tangan masalah pengamanan Selat Malaka yang letaknya jauh dari negeri mereka? Angka-angka di atas tadi sudah cukup menunjukkan strategisnya jalur ini.

Tidak mustahil di masa depan, ada suatu scenario “serangan teroris” di Selat Malaka ini, yang akan dipakai sebagai pretext atau alasan bagi Amerika untuk memaksakan kehendaknya.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

2 1 H a l a m a n |

Kita perlu mencermati, bahwa setelah peristiwa drama tragis 9/11 telah kemudian digunakan sebagai pretext bagi Amerika untuk menyerang negara lain: Afghanistan dan Iraq. Maka bukan hal yang mustahil hal yang mirip juga akan dimainkan di perairan Selat Malaka. Namun untuk benar-benar bermain dengan mengacaukan selat ini, harga yang harus dipikul amat sangat mahal bagi dunia keseluruhan. Para pengguna jalur ekonomi ini tentu tidak tinggal diam.

Amerika menghendaki adanya perubahan sikap Indonesia dan Malaysia sehubungan dengan kekukuhan kedua negara berjiran ini untuk mengawal selat. Analisa ahli strategis Amerika Bronson Parcival bahwa “the high priority Indonesia and Malaysia place on “sovereignty” may not be modified unless a maritime terrorism attack takes place in Southeast Asia. ” Ini bisa diartikan bahwa Amerika memerlukan suatu “contoh soal”, pretext yang akan dipakainya sebagai alibi untuk “masuk” ke Selat Malaka, apapun kejengkelan yang akan dirasakan kedua negara berjiran ini.

Sebelum drama tragis 9/11terjadi, para analis strategis Amerika meneriakkan bahwa mereka memerlukan ”pearl harbour like event” untuk mentriger suatu proyek besar New American Century. Dan begitu terjadi peristiwa 9/11, pagi itu Direktur CIA George Tennert langsung berujar bahwa peristiwa ini seperti “serangan Pearl Harbor”.

Apakah ”serangan teroris” di Selat malaka akan dimainkan untuk memulai suatu proyek besar di Asia Tenggara terutama negara kepulaun nusantara sebagai negara kepulauan paling strategis di muka bumi dan dikawal oleh jamaah Islam terbesar dimuka bumi pula?

Kawasan Indonesia adalah kancah permainan Amerika terpenting nomer dua setelah timur tengah. Seperti kata mereka sendiri: “The American focus on terrorism in Southeast Asia became so intense that the region was labeled the “second front” in the “Global War on Terrorism. ” For the first time since 1975, the dominant national security issue in U. S. global policy became the unifying and energizing principle of U. S. strategy in Southeast Asia. ”(Bronson Percival, 2005)

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

2 2 | H a l a m a n

Kenapa demikian? Karena Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia ! dan ini masalah besar untuk kebijakan politik luar negeri regim yang berkuasa di Amerika.

Intrusi campur tangan Amerika di Indonesia menurut catatan seorang analis ternyata dilakukan secara diam-diam pada level para perwira dan diplomat tingkat menengah, bukan pada level panglima atau menteri luar negeri. Menurut Percival (2005): “the U. S. maritime security initiatives for the Malacca Straits were designed and largely implemented by enterprising mid-level diplomats and navy officers within their respective bureaucracies. ” Menarik bukan?

Selat Malaka hingga saat ini, (2012), belum pernah menjadi issue politik di Indonesia. Di kemudian hari issue besar ini bisa dengan mudah diangkat untuk kepentingan politik nasional sekaligus internasional.

Issue yang bisa dipolitisir dalam skala high profil tentu saja bajak laut dan ancaman konspirasi teorisme. Terutama dalam kaitannya dengan masalah keamanan, keselamatan, dan campur tangan asing dalam pengamanan selat malaka.

Sedangkan dengan efek yang sama, issue yang diangkat bisa juga dalam hal antara lain pencemaran lingkungan hidup, kerjasama bilateral, pengentasan kemiskinan masyarakat kepulauan Riau, pendangkalan, biota laut, pengembangan Propinsi Riau Kepulauan, kapitalisasi jalur penting ini jangkar ekonomi Indonesia, jalur ini sebagai bargaining power bagi politik internasional Indonesia.

Atau bahkan, skenario yang menarik juga, “diam”nya kalangan eltite pengambil keputusan di Indonesia adalah juga sebagai suatu ”aksi” yang justru memberikan ruang keluasaan untuk mengontrol Selat Malaka melawan bernafsunya kepentingan asing di Selat ini. Indonesia dengan ‘mendiamkan’ isu Selat Malaka ini, akan dapat menjerumuskan kepentingan asing tersebut ke suatu keadaan blunder.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

2 3 H a l a m a n |

Masalah paling utama saat ini adalah ketidak-tahuan masyarakat Indonesia terutama pada jajaran elite politik dan pembuat kebijakan di Indonesia, mengenai potensi, peluang dan ancaman yang dimiliki Selat Malaka.

Langkah pertama mungkin dengan mempopulerkan Selat Malaka kepada umum seluas mungkin.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

2 4 | H a l a m a n

MENGELOLA RAHMAT ALLAH

SESUAI SUNATULLAH

Umat Islam Indonesia sejatinya sudah diberi dua fasilitas untuk sukses dunia-akherat. Yaitu dengan diberi petunjuk dalam AlQuran dan dilahirkan di lokasi paling strategis di dunia dengan karunia sumber kelautan yang tak terhingga. Kestrategisan itu antara lain, separo armada pelayaran dunia melewati perairankita. Selat Malaka yang sempit itu saja dilalui oleh 50 ribu kapal setiap tahunnya. Dimana di antaranya, sekitar 40% armada tanker dunia yang membawa 10 kali lipat produksi minyak nasional , atau sepertiga volume minyak dunia yang diangkut tanker.

Modal berupa populasi umat terbesar di muka bumi dengan berada di rangkaian kepulauan terluas di batas dua samudra, dan berbekal Al Qur’an, maka dengan keunggulan komparatif ini insyaAllah bisa menjadikan kita sebagai bangsa bermartabay dan bisa mengemban amanah mulia. Pada masa lalu, saya yakin AlQuran pernah menjadi inspirasi bagi muslim untuk menjelajah lautan sebagaimana telah dibuktikan dan tercatat dalam sejarah tentang pelaut Maluku, Bugis, dan para penemu muslim dari bangsa lain. Kita perlu menggalinya kembali dan mengembangkannya.

Dalam pengelolaan kelautan marilah kita mempertimbangkan manusia Indonesia, pegangan manusia Indonesia dan lingkungan di mana manusia Indonesia itu berada. Dan itu bisa dirumuskan dengan rumus yang disederhanakan berikut ini:

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

2 5 H a l a m a n |

Secara demografis, di panggung global, sebenarnya umat Islam Indonesia ini membuat ”ngiri sekaligus ngeri” bangsa-bangsa lain. Ironisnya, ummat ini justru merasa rendah diri di negeri sendiri. Merasa asing dengan ayat-ayat AlQuran yang berhubungan dengan kenusantaraan kita (ayat-ayat laut) dan belum berhasil mengkapitalisasikan potensi kelautan yang sudah dikaruniakan oleh Allah pada bangsa Indonesia.

Padahal Allah SWT berulang kali menyindir kita dalam Ar Rahman (55:19, 20,21,22): “Dia membiarkan dua laut mengalir yang keduanya kemudian bertemu”,”antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing”,”Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”,”Dari keduanya keluar mutiara dan marjan”.

Apakah kita bangsa yang telah mendustakan ayat-ayat ini? Naudzubillahi min dzaalik. Keberadaan populasi muslim terpadat di batas dua samudra –Pasifik dan Hindia– ini seharusnya mampu menuai karunia “mutiara dan marjan” itu dalam banyak segi kehidupan: ekonomi, ekologi, hingga peradaban.

Umat Islam terbanyak ini kenapa justru tidak mampu ”melihat” karunia yang begitu melimpah. Kenapa kita mendustakannya?

Yang mengelitik adalah, kenapa Allah SWT pada saat ini sudah memberikan “kemampuan melihat” kepada suadara-saudara kita di Singapura. Sehingga ia mampu menjadi salah satu poros ekonomi dunia.

Apabila kita kembali berpegang kepada AlQuran maka insyaAllah kita sebagai bangsa besar dan ummat terbaik akan menjadi bangsa yang bermartabat, sejajar dan bahkan melebihi negara-negara makmur lainnya. Kita akan bisa sejajar dengan negara-negara maju, yang umumnya juga adalah negara yang posisi geografisnya sebagai coastal states (mempunyai garis pantai dan akses ke laut lepas) ataupun archipelagic states (kepulauan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

2 6 | H a l a m a n

di dikelilingi lautan). Negara-negara pulau yang telah maju dan kaya seperti Jepang, Inggris, Singapore, Hongkong, Taiwan, New Zealand, dan Bahrain.

Nenek moyang kita, Majapahit dan Sriwijaya pernah mencapai kejayaan juga karena mempunyai wawasan kelautan. Rajanya tahu memanfaatkan potensi lautnya untuk mencapai sumber-sumber daya di seberang lautan. Sebaliknya ketika Mataram masuk ke padalaman dan berbasis agraris, maka pelan-pelan surut dan terisolasi dari dunia perdagangan global.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

2 7 H a l a m a n |

PERGESERAN PARADIGMA KE LAUT

Indonesia telah berhasil melewati krisis moneter 1998. Demikian pula saat krisis ekonomi global 2008, Indonesia bahkan tumbuh. Pertumbuhan ekonomi dan juga kenaikan GDP per kapita memang patut disyukuri. Tetapi masih berjuta rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Masih banyak tuga yang belium selesai.

Banyak potensi perekonomian untuk mensejahteraan rakyat belum terealisir. Salah satu sebabnya menurut penulis adalah karena Indonesia telah melalaikan potensi kelautannya. Padahal, posisi dan keadaan geografis kepulauan Indonesia yang berada di batas dua samudra juga telah menegaskan potensi yang luar biasa. Sejarah juga mencatat keunggulan maritim penduduk Pulau Jawa dan kepulauan lain sempat berjaya hingga ke Madagaskar dan Pasifik.

Indonesia bisa mengoreksi kekeliruan selama ini dengan mulai menghargai potensi kelautannya. Memfokuskan diri untuk mengaktualisasikan potensi geoekonomi dan sumber daya kelautannya yang dahsyat dan hanya dimiliki oleh negeri di batas dua benua ini. Sumber daya kelautan itu ialah geostrategis, perkapalan, biodiversitas kelautan, arus laut yang raksasa dan abadi, sumber pangan & protein, sumber energi terbarukan, sumber mineral dan bahan tambang. Jasa yang berhubungan dengan kelautan juga begitu luas dan luar biasa besar.

Selat Malaka sendiri merupakan salah satu jalur laut yang terpadat di dunia. Suatu tantangan bagi penduduk Riau, dan kawasan pesisir timur Sumatra.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

2 8 | H a l a m a n

Namun kenapa potensi yang sangat luar biasa ini hanya bisa diraih oleh Singapura yang areal tanahnya kecil. Mengapa Riau hanya bisa jadi penonton dan menguntungkan Singapura bahkan “melukai diri sendiri” dengan menjual pasir dan kerikil untuk menimbun rawa-rawa di kawasan Jurong Singapura untuk disulap menjadi sentra kawasan industri yang melayani industri kelautan dan perminyakan dunia.

Singapura bahkan kini menetapkan sebagai pusat distribusi BBM untuk Asia timur. Sempitnya lahan, disiasati dengan membangun tanki-tanki cadangan bahan bakar minyaknya di bawah tanah. Mereka sedang menggali terowongan-terowongan atau gua raksasa yang lebarnya hingga 30 meter, pada kedalaman 130 meter di bawah permukaan laut. Gua ini akan dipakai sebagai gudang penyimpan BBM, bahkan juga untuk membangun kota bawah tanah.

Mengapa Riau dengan ribuan pulau di seputar Singapura justru tidak mampu mengubahpulau-pulau tersebut menjadi pangkalan-pangkalan singgah pelayaran dan perawatan kapal-kapal yang melintasi perairan Selat Malaka dan Selat Karimata atau bahkan galangan-galangan kapal dan anjungan minyak dunia sebagaimana halnya Singapura, Jepang, dan Korea Selatan.

Sudah saatnya para pengambil keputusan untuk berani melakukan pergeseran paradigma pembangunan Indonesia dari pembangunan nasional yang berbasis daratan ke pembangunan nasional berbasis kelautan. Paradigma kelautan menuntut berbagai pergeseran pola pemikiran lain, utamanya oleh para pengambil keputusan di tingkat nasional. Pergeseran paradigma harus dilakukan dari pola pemikiran yang berkiblat pertanian-domestik pada perdagangan yang terbuka antarpulau dan lintas lautan. Bergeser dari wawasan monokultural yang terisolasi pada wawasan multikultural yang kaya interaksi budaya. Bergeser dari nasionalisme yang eksklusif ke nasionalisme yang inklusif.

Pola pemikiran yang berkiblat pertanian-domestik harus dikembangkan menjadi perdagangan yang terbuka antarpulau dan lintas lautan. Pertanian yang sukses dan berlimpah tidak akan ada dampak kesejahteraan untuk rakyat apabila tidak dikendalikan dengan kemampuan memperdagangkan hasil panen dan olahannya.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

2 9 H a l a m a n |

Dengan luas wilayah yang 80% berupa lautan dan berada di urat nadi pelayaran serta perekonomian dunia, kita perlu lebih maju daripada sekadar negara agraris yang berdesakan di daratan yang hanya 20% dari wilayah negeri ini.

Perdagangan antar pulau dan lintas lautan adalah langkah ke depan yang juga akan mendorong tumbuhnya pertanian dan industri di dalam negeri. Karena terbukanya jalur perdagangan dengan luar pulau hingga luar negeri, akan membentuk pasar-pasar baru dan sekaligus menjadi pulling factor bagi tumbuhnya pertanian dan industri itu sendiri.

Kita juga jangan hanya puas dengan swasembada pangan dan kebutuhan pertanian dalam negeri. Kita harus melihat luas ke sekeliling kita. Permintaan pasar di kawasan pertumbuhan Asia timur, terutamannya China, serta kawasan Asia selatan atau India, tentu akan lebih menggairahkan kegiatan produksi yang mulanya hanya diniatkan untuk swasembada.

Apalagi Indonesia berada pada “simpang raya” jalur laut urat nadi perekonomian dunia. Seharusnya produksi olahan hasil bumi, lautan, dan industri kita bisa lebih mudah untuk menembus pasaran dunia. Singapura menjadi negeri yang makmur seperti sekarang ini tidak lebih daripada kemampuannya menjadi penjual jasa, menjadi “pedagang” yang memanfaatkan posisi geografisnya yang berada di jalur urat nadi perekonomian.

PergeseranParadigma

Pembangunan nasional berbasis DARATAN

KE Pembangunan nasional berbasis LAUTAN

Pola pemikiran yang berkiblat pertanian-domestik

à Perdagangan terbuka antar pulau dan hub perdagangan global lintas lautan

Wawasan monokultural yang terisolasi

à Wawasan multikultural yang kaya interaksi budaya

Nasionalisme yang eksklusif à Nasionalisme yang inklusif

Wawasan monokultural yang terisolasi harus dikikis sehingga kita bisa memiliki wawasan multikultural yang kaya interaksi budaya. Indonesia

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

3 0 | H a l a m a n

yang sudah aslinya terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama, merupakan modal yang amat bernilai untuk lebih berkembang lagi. Islam menerima keanekaragaman suku, bangsa, dan budaya. Yang dianjurkan Islam kepada umatnya adalah saling mengenal, li ta‘ârafû, saling berinteraksi, dan membangun kesadaran berbangsa yang multikultur. Dengan demikian, kita menjadi bangsa yang terbuka dan mampu berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dari belahan bumi mana pun.

Budaya Indonesia tunggal yang monolitik mungkin tidak akan pernah ada, maka tidak perlu mencarinya, apalagi mencoba menyintesiskannya melalui penyeragaman budaya Indonesia dengan menerapkan budaya dari satu suku yang dominan dengan dalih sebagai budaya Indonesia. Kebhinekaan yang multikultural itulah yang akan selalu kita alami pada masa depan, ketika orang-orang dari berbagai pulau saling bertukar tempat, mencari nafkah, dan membina kehidupannya di seberang pulau.

Kita juga harus mampu menggeser cara pandang nasionalisme yang eksklusif menjadi nasionalisme yang inklusif. Nasionalisme eksklusif yang sempit terpenjara pada stereotip simbol-simbol dan romantisme kebangsaan masa lalu yang diwarnai dengan sifat heroik yang meledak-ledak, bahkan cenderung chauvinistik dengan menganggap suku bangsa dan budayanya sendiri yang terbaik. Nasionalisme yang eksklusif adalah juga nasionalisme sempit dengan kecenderungan xenofobia yang tertutup terhadap bangsa-bangsa lain, tidak toleran terhadap perbedaan ras, dan mudah teriritasi dengan pencapaian yang dialami oleh ras lain.

Ketertutupannya membuat enggan beranjak jauh dari tempat kelahiran dan asal nenek moyangnya. Sifat eksklusif seperti ini juga bisa bermakna sebaliknya jika terbentur dengan masalah, merasa hanya bangsanya sendiri yang punya masalah besar, merasa bangsanya sendiri yang dimusuhi, merasa hanya bangsanya sendiri yang paling korup, dan segala perasaan negatif yang ditimpakan secara eksklusif bagi bangsanya sendiri.

Sikap nasionalisme eksklusif yang sempit dan memenjarakan ini harus digeser menjadi nasionalisme dengan makna yang luas, merangkumi

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

3 1 H a l a m a n |

dan komprehensif, yang dengan kebesaran jiwanya mampu menerima kemajuan, kelebihan sekaligus kekurangan bangsa lain, sama derajat dengan bangsa lain di mana pun tanpa kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.

Rasulullah Saw. , mencontohkan dalam Perang Khandaq, bagaimana beliau yang berasal dari Suku Quraisy Arab, bisa dengan berbesar hati menerima ide pemuda Salman Al-Farisidari Persia yang memperkenalkan teknologi perang dengan membangun parit untuk pertahanan kota Madinah. Bagaimana juga masyarakat pendatang Muhajirin dari Makkah dapat hidup dan tumbuh bersama Kaum Anshor yang merupakan penduduk asli Madinah.

Hari ini, penduduk negeri kepulauan Nusantara adalah sekaligus penduduk Muslim terbesar di muka bumi. Namun ironisnya,sebagian penduduk Muslim melupakan kejayaan maritim masa lalu dan lalai pada pesan-pesan kitab suci Al-Quran untuk turun ke laut. Mereka lalai misalnya dengan, Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur (QS Al-Jâtsiyah [45]: 12).

Sebagai Muslim yang mayoritas mendiami kepulauan terbesar di muka bumi ini, dan menjadi motor penggerak pembangunan, tidaklah berlebihan apabila penulis merujuk pada ayat-ayat suci Al-Quran untuk lebih memantapkan hati dalam menyikapi pergeseran paradigma ke arah aktualisasi potensi sumber daya kelautan Nusantara. Bahasa yang dipakai oleh Allah dalam mewajibkan manusia Indonesia untuk menggali potensi lautan adalah sangatlah indah dan lugas. Perhatikan bunyi ayatnya:

Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS Al-Nahl [16]: 14)

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

3 2 | H a l a m a n

Tuhan-mu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu. (QS Al-Isrâ’ [17]: 66)

Petunjuk Allah dalam Surah Al-Isrâ’ ayat 66 di atas, bersama dengan keberadaan kita di kawasan kepulauan terbesar di jagat ini, merupakan ekspresi kecintaan dan kasih sayang Allah kepada hambanya yang berserah diri, hambanya yang Muslim. Kita ditempatkan di negeri kepulauan di batas dua samudra yang begitu khas penuh kenikmatan, kemudian diberi-Nya juga kitab Al-Quran yang begitu penuh dengan putunjuk dan kunci untuk hidup sukses di negeri kepulauan ini dan sukses kelak hidup di akhirat.

Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum kaum itu memulai mengubah dirinya sendiri. Oleh karena itu, kita pun harus terus berupaya untuk berubah maju, membetulkan cara pandang kita. Allah SWT menciptakan kita dalam sebaik-baik kejadian, melengkapkan segala fasilitas hidup di dunia dan mengalokasikan rezeki yang cukup dalam bentuk sumber daya ataupun karunia siap pakai, serta mengirimkan malaikat-malaikat untuk mengawal keselamatan dan kebahagiaan kita. Dan Allah SWT pun menjamin tidak akan merubah kondisi itu, kecuali kita manusia sendiri yang merubah kondisi asli yang baik itu itu ke keadaan yang dekaden, merosot.

Oleh karena kelengkapan fasilitas itu, maka sejatinya kita hanya perlu kembali. Kembali kepada fitrah kita, dan pada karunia berlimpah yang sudah difasilitaskan kepada kita, dimana kita berada. Karena kita di kepulauan Indonesia, maka kita perlu kembali kepada keunggulan fasilitas yang dikaruniakan Allah SWT pada kita. Kalau kita cuma cinta daratan dan pulau yang kita diami, itu bukanlah kembali pada fitrah. Fitrah mensyukuri nikmat penghuni kepulauan terbesar di muka bumi ini adalah dengan melakukan perubahan cara pandang, perubahan paradigma.

Kita memerlukan pergeseran paradigma ini karena: (1) Laut, kepulauan, dan posisi geopolitik perairan Indonesia merupakan keunggulan komparatif Indonesia di percaturan ekonomi global; (2) Situasi dan kondisi geografis dan demografis kita di negara kepulauan ini memerlukan solusi yang khas

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

3 3 H a l a m a n |

dalam berbagai sektor kehidupan kita; (3) Saat ini hanya negara-negara tetangga saja yang mengambil keuntungan ekonomis dari keunggulan Indonesia ini (baik melalui pelayanan jasa maritim maupun pengerukan sumber daya kelautan); (4) Bersandar kepada industri berorientasi agraris dan kehutanan maupun pertanian sendiri tidak cukup langgeng (sustained) untuk mendukung pertumbuhan populasi yang sangat besar sedangkan jumlah daratan kepulauan hanya sekitar 20% dari luas wilayah Republik Indonesia;

(5) Sumber daya manusia mayoritas Indonesia adalah umat Islam yang mendapat petunjuk dari Al-Quran tentang beberapa fenomena di laut dan perintah untuk mencari karunia di lautan; dan (6) Laut adalah tempat masa depan umat manusia ditentukan (pangan, sumber protein, sumber obat-obatan, energi, bahan bakar, bahan baku industri, dan lain-lain).

Dari pergeseran pola pemikiran ini maka dalam menyikapi perubahan dunia serta menyusun kebijakan pembangunan negara kepulauan Indonesia ini, insya Allah akanmembawa kita pada solusi jangka panjang bagi persoalan laten bangsa ini, sehingga akan lebih mudah jalan untuk mencapai kemajuan dan bahkan kejayaan bangsa bahari.

TransformasiDariPolaNegaraAgrarisKeNegaraMaritim

Aksi yang harus dibuat: menghayati paradigm kelautan untuk pembangunan peradaban Indonesia dan selanjutnya melakukan transformasi dari pola negara agraris ke negara maritim.

Apa beda ‘transformasi’ dengan ‘pergeseran paradigma’? Paradigma pada kawasan pola pikir. Sedang Transformasi pada kawasan aksi sebagai indak lanjut dari pola piker yang sudah terbentuk.

Tabulasi berikut mencoba membuat garis besar tranformasi yang bisa dilakukan dan dampak yang akan dirasakan sebagai manfaat oleh masyarakat dan kesejahteraan bangsa.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

3 4 | H a l a m a n

PARADIGMAMARITIM,TRANSFORMASIDIBERBAGAIBIDANGDANDAMPAKNYA

BIDANG PARADIGMAAGRARIS

PARADIGMAMARITIM DAMPAK

1. PANGAN - Beras, Sayur, Daging, Bijih-bijihan

- Sama, ditambah dengan Algae, Agar, Kerageenan, aneka ikan, Obat-obatan

- Memperbanyak variasi pangan.

- Kualitas meningkat: protein, vitamin, kenyamanan / renyah

2. PAPAN - Aset lahan : 30% daratan- Jawa terbebani 60%

populasi, sementara pulau-pulaua lain ‘kosong’.

- Aset lahan : 70% lautan- Jasa selat-selat- Produksi selat-selat- Inland volcanic island

untuk pertanian pangan- Redesign tata ruang:- Jawa: lumbung pangan &

financial- Kalimantan: energy

intensive industries; pusat pemerintahan

- Aman & selamat

- Tumbuh merata

- Tata ruang yang berkeadilan sesuai dengan geosaintifik faktornya.

3. SAN-DANG

- Import kapas & wool- Polyester

- Consumer good dari laut: polyester dari gas alam & nafta.

- Pulp kertas dari rumput laut

- Pupuk organis dari algae- Kelp untuk pengganti

serat

- Penghematan devisa.

- Mengurangi beban hutan produksi.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

3 5 H a l a m a n |

4. UTILITAS - Oil & gas untuk listrik dan kendaraan.

- PLTA- Diesel- Artesis dan penjernihan

air sungai untuk suplai air tawar.

- Oil & gas untuk petro-chemical

- PLT Hidrokinetik: arus laut, arus pasang-surut, arus sungai

- Geothermal: listrik, heat-ing, cooling.

- OTEC: Listrik, Hidrogen, Desalanisasi suplai air tawar, mariculture air dingin.

- Clean Energy, Carbon credit

- Listrik abadi- Eksport baru:

listrik & energy hydrogen

5. TATASOSIALEKONOMI

- Exclusive- Crowded metropolitan- Inland growth- Berbasis hutang (fiat

money)- Grow + Produce

- Inclusive- Oceanopolitan- Coastal growth- Berbasis riil (asset based

value)- Produce + Manufacture

+ Trade

- Terlibat dalam global vibrant economy

- Expanding economy

6. TRANS-PORTASI

- Truk- Jembatan- Airport- Circle-island transporta-

tion network- Atmospheric telcom

satellite

- Kapal kargo & pontoon- Pelabuhan- Water airport: hydrofoil,

jet boat, albatross- Cross-island transporta-

tion network- SOFAR-Channel telcom

satellite

- Pembangu-nan antar pulau yang lebih cepat dan merata.

- Komuni-kasi yang lebih cepat dan bersih.

7. SUSTAIN-ABILITAS

- Reforestasi & Reboisasi à nilai ekonomi yang mero-sot & lahan penduduk yang kurang.

- CO2 absorpsi: algae à biofuel sekaligus nutrisi super

- Upwelling air dingin & OTEC à surface cooling à Salmon & Cooler climate

- Ruang daratan untuk perta-nian pangan

- Ecosistem yang lebih baik.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

3 6 | H a l a m a n

MENUJU KEJAYAAN

BANGSA BAHARI

Kekhasan geografis dan demografis Indonesia menuntut kreativitas, inovasi, dan kepeloporan serta pendekatan yang terpadu dan mengikut sunatullah dalam maritime governance. Luasnya kawasan laut dibanding dengan daratan serta penduduk yang mayoritas Muslim dengan heterogenitas etnis yang tinggi, menjadikan tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa dijadikan model yang dapat kita contoh untuk pembangunan negara berdasarkan keunggulan kemaritiman kita.

Beberapa kasus memang dapat dicontoh dari beberapa negara, tetapi diperlukan beberapa adaptasi besar bahkan reformasi dari yang sudah ada dan bahkan overhaul terhadap model dari luar tersebut. Dengan demikian,akan kita miliki model pengelolaan kemaritiman yang sesuai, berjaya serta langgeng (sustainable), dan memuaskan rakyat hingga ke pelosok kepulauan.

Setelah kita mendapat wawasan yang lebih baik mengenai lautan dan Al-Quran serta merasakan bagaimana masyarakat di Indonesia mempunyai beban amanah sebagai khalifah yang menjaga sudut bumi. Untuk mengenali kombinasi dua potensi kita, penulis ingin mengajukan beberapa gagasan pemikiran sebagai masukan penyusuan rancangan tindakan (action plan) untuk mempromosikan kelautan bagi kembali mencapai kejayaan maritim umat Islam di rantau Nusantara ini.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

3 7 H a l a m a n |

Rancangan tindakan ini tidak saja kepada pihak pemerintah, tetapi juga bagi siapa saja dalam kapasitasnya sebagai anggota masyarakat yang memiliki perhatian dan keprihatinan terhadap laut. Secara garis besar, usulan ini penulis kelompokkan: Pertama, membangkitkan kesadaran kelautan melalui sosialisasi dan apresiasi melalui berbagai media, Kedua usulan dalam bentuk tindakan strategis untuk jangka panjang dan Ketiga, usulan tindakan taktis yang bisa dilakukan dan dirasakan segera.

SosialisasidanApresiasi

Penulis memulai ini dengan menulis di berbagai media, dalam bentuk buku dan ebook. Ceramah di kampus-kampus di seluruh Indonesia, di sekolah-sekolah, masjid-masjid, kantor-kantor pemerintahan maupun swasta, di partai-partai politik, di kalangan militer, loby dan sebagainya, serta dimana saja peluang itu ada. Pada berbagai kesempatan dialog langsung dengan tokoh masyarakat dan pejabat tinggi pemerintahan, juga disampaikan sosialisasi masalah perlunya kita kembali membangun Indonesia dengan keunggulan komparatif kelautan kita.

Giliran pembaca meneruskan, apa yang sudah dibaca dari seri buku ini, ataupun yang sudah sempat mendengar ceramah dan pemaparan penulis. Riak kecil yang coba saya gerakkan dari sini, InsyaAllah dengan idzin Allah SWT akan bisa menjadi gelombang besar pada suatu hari nanti, dengan peran serta anda sekalian pembaca buku ini.

RancanganTindakanStrategis

Dalam rangkaian tindakan strategis ini kita soroti beberapa sektor penting, contoh kasus dan gagasan menarik seperti batas wilayah, cetak biru pembangunan nasional berbasis kelautan, keselamatan dan keamanan (Safety and Security), pendidikan, dakwah dan pesantren, kesejahteraan sosial dan budaya, pembinaan pusat industri dan finansial sekunder berbasis kelautan, jalan akses ke pesisir, teknologi pengindraan jauh dengan satelit, serta teknologi informasi dan telekomunikasi bawah laut.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

3 8 | H a l a m a n

CetakBiruPembangunanNasionalBerbasisKelautan

Cetak biru yang merupakan masterplan dalam maritime governance mencakup serangkaian rancangan strategis dan taktis yang dapat diaplikasikan oleh berbagai komponen dan konstituen bangsa dalam tenggang waktu tertentu yang sama-sama disepakati.

Dalam kerangka rancangan strategis perlu digariskan hal-hal mengenai:

1. Kepastian batas wilayah lautan RI hingga ke batas luar paparan benua;

2. Administrasi negara dan struktur lembaga eksekutif terutama yang berkaitan dengan fungsi fasilitator dan regulator dalam program pembangunan berbasis kelautan;

3. Pemanfaatan sains dan teknologi bagi pengembangan kelautan;

4. Penanganan keselamatan dan keamanan di perairan Indonesia;

5. Pendidikan nasional berwawasan kelautan;

6. Pengembangan pusat-pusat industri dan finansial baik pimer maupun sekunder yang berbasis kelautan;

7. Peningkatan kualitas kesejahteraan dan kesehatan masyarakat pesisir ;

8. Perencanaan tataruang kepulauan;

9. Jaringan transportasi terintegrasi poros-antar pulau dan poros-pesisir-pedalaman;

10. Pemberdayaan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan nonpemerintah dalam memajukan kelautan Indonesia.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

3 9 H a l a m a n |

Langkah Pemerintah Indonesia dalam era Reformasi dengan membentuk Departemen Kelautan dan Eksplorasi Kelautan (yang kemudian berubah menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan) adalah langkah yang tepat dan strategis. Terbukti salah satunya dengan peningkatan yang signifikan dari produksi perikanan. Jumlah produksi sektor perikanan meningkat dari 4,8 juta ton pada 1999 menjadi 5,5 juta ton pada 2002. Nilai ekspor usaha perikanan pun meningkat dari 1,6 miliar dolar AS pada 1999 menjadi 2,3 miliar dolar AS pada 2002.

Namun, manajemen lembaga eksekutif yang berkaitan dengan lautan seyogianya tidak hanya membatasi bidang perikanan dan budidaya kelautan, serta masyarakat pesisir saja, tetapi juga bidang perdagangan, industri, sumber daya mineral, dan pertambangan. Kolaborasi dengan berbagai sektor sangat diharapkan bisa dijalin dan memberikan hasil yang optimal.

Melihat betapa pentingnya sumber daya kelautan dan keunggulan komparatif kita dibanding dengan seluruh negara di dunia, maka sangat relevan apabila kita memberikan porsi yang lebih besar terhadap pengurusan hal ikhwal maritim Indonesia melalui beberapa reformasi dalam administrasi negara kepulauan Indonesia ini.

Dalam hal cetak biru yang menyangkut administrasi negara dan struktur lembaga eksekutif, perlu dipertimbangkan adanya dua lembaga kementerian di dalam pemerintahan, yaitu Kementerian/Departemen Perdagangan dan Industri Maritim dan Kementerian/Departemen Sumber-Sumber Daya Maritim. Hal ini berkaitan dengan fungsi fasilitator dan regulator dalam program pembangunan berbasis kelautan

Kementerian/Departemen Perdagangan dan Industri Maritim dapat membawahkan beberapa direktorat seperti Direktorat Jenderal Industri Berat Maritim (yang mengurusi industri pembuatan kapal dan struktur lepas pantai/platform, dan lain-lain); Direktorat Jenderal Industri Makanan Laut; Direktorat Jenderal Konstruksi dan Infrastruktur Maritim (yang mengurusi pembangunan pelabuhan, dermaga, dan lain-lain); Direktorat Jenderal Industri Ringan dan Menengah Maritim (yang mengurusi industri kerajinan, wisata laut, kapal tradisional, perlengkapan wisata bahari, dan lain-lain); Badan Otorita Pusat Finansial dan Industri Primer dan Sekunder Kelautan (Otorita–otorita yang mengelola kawasan khusus pusat-pusat finansial dan industri primer dan sekunder kelautan pada kota/kawasan-

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

4 0 | H a l a m a n

kawasan tertentu di seluruh Indonesia).

Kementerian/Departemen Sumber-Sumber Daya Maritim dapat membawahkan beberapa direktorat seperti Direktorat Jenderal Perikanan dan Budidaya Laut; Direktorat Jenderal Pertambangan dan Mineral Bawah Laut; Direktorat Jenderal Informasi Geografi dan Survei (yang mengurusi segala informasi geografis kelautan, pemetaan, dan survei, termasuk mengelola satelit pemantau kelautan untuk kepentingan industri maritim dan perikanan); serta Direktorat Jenderal Pengawasan Lingkungan, Keselamatan, dan Kesehatan Maritim.

Secara politik, Indonesia perlu menyelesaikan masalah perbatasan dengan negara-negara tetangga secara baik dan bersahabat. Sebagaimana dengan usaha kepeloporan Indonesia di forum internasional dalam masalah konsep negara kepulauan (Wawasan Nusantara) dan inisiatif dalam membina confidence building measure di antara negara-negara yang bersengketa mengenai Kepulauan Spratly di Lautan Cina Selatan, makin banyak diperlukan anak-anak bangsa Indonesia yang memelopori penggalangangan kerja sama kelautan antarnegara ASEAN, Asia Timur, dan Pasifik Barat.

Selain untuk kepentingan ekonomi, hal terebut juga strategis dalam menjaga keutuhan negara kesatuan Indonesia yang aman dan stabil. Di samping itu, pemerintah perlu juga melakukan fasilitasi kolaborasi antara industri-industri strategis dan lembaga penelitian dan penerapan teknologi, seperti Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT), bagi pengembangan masyarakat pesisir.

Undang-UndangKelautanNusantara

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif masih memiliki tugas yang sangat banyak dalam menghasilkan undang-undang yang berkaitan dengan masalah kelautan. Kita memerlukan berbagai undang-undang seperti undang-undang tentang pembangunan kawasan pesisir, konsesi lahan penangkapan ikan di lepas pantai, budidaya perikanan laut, pertanian laut, energi terbarukan dari laut, pengembangan kekuatan angkatan laut yang tangguh dan berwibawa; jalur-jalur perlayaran, pelabuhan-pelabuhan, industri perkapalan, dan masih banyak lagi.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

4 1 H a l a m a n |

Dan lebih dari itu semua, saya yakin bahwa kita juga memerlukan suatu Undang-Undang Kelautan Nusantara yang komprehensif. Kalau Anda saat ini sedang duduk di DPR, ini adalah kesempatan untuk memuat insiatif membuat rancangan undang-undang ini. Kalau pun Anda bukan anggota DPR, silakan menghubungi wakil yang Anda pilih waktu Pemilu dan memintanya untuk menyusun perangkat undang-undang itu.

Diperlukan kerja keras untuk menyusun perundang-undangan ini. Undang-Undang Nomor: 6 Tahun 1996 (6/1996), Tanggal 8 Agustus 1996 (Jakarta), tentang perairan Indonesia perlu dilengkapi adendum ataupun peraturan pemerintah termasa kini (up-to-date) yang mencakup daftar nama Indonesia bagi pulau-pulau pada ujung-ujung terluar negara kepulauan, berikut koordinatnya dan peta yang presisi dan akurat. Belajar dari pengalaman kelemahan kita bahwa Peraturan Pemerintah No 4 Prp. tahun 1960 tentang Perairan Laut Negara Republik Indonesia, ternyata tidak mencakup Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dalam kawasan wilayah Indonesia. 2

Selain itu, masih banyak publikasi resmi maupun populer yang menyebutkan bahwa kepulauan Indonesia terdiri dari 13. 000 pulau, padahal pada tahun 1980-an Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) telah mengumumkan hasil penghitungan kembali bahwa jumlah kepulauan Indonesia adalah 17. 508 pulau (bahkan hasil perhitungan tahun 2003 adalah sebanyak 18. 108 pulau) dan di samping itu, ternyata masih ribuan yang belum memiliki nama resmi.

Undang-Undang Kelautan Nusantara tidak saja untuk mengatur hubungan dengan negara tetangga atau kepentingan asing yang menggunakan perairan kita, tetapi terutama untuk kepentingan pembangunan dalam negeri. Potensi konflik kewenangan menangkap ikan atau eksplorasi sumber daya alam nonhayati tidak saja antarnegara, tetapi juga bisa terjadi antarprovinsi bahkan antarkabupaten yang memiliki hak otonomi masing-masing.

Perlu diatur dengan bijaksana dan saksama hak dan kewajiban dalam pengelolaan sumber daya laut atau sumber daya alam yang ada di bawah dasar, dalam, dan di atas lautan dengan pembagian wewenang yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten dan Provinsi.

Ketika setiap provinsi dipacu untuk menghasilkan sendiri pendapatan asli daerahnya (PAD), maka potensi konflik akan terjadi sehubungan dengan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

4 2 | H a l a m a n

sumber daya alam kelautan yang terletak di perbatasan provinsi. Contohnya, nelayan dari provinsi lain yang memenuhi perairan Laut Bengkulu untuk melakukan penangkapan ikan hiu dan ikan pari di dalam wilayah tangkapan nelayan tradisional Bengkulu atau 12 mil dari garis pantai. Oleh para nelayan Bengkulu, hal ini dianggap sebagai “pencerobohan” dan mengambil rezeki orang. Sebelum hal ini berlarut-larut, maka aturan perundang-undangan harus dibuat dengan jelas dan dikawal dengan baik.

Undang-Undang Kelautan Nusantara juga termasuk hal yang mendesak untuk segera disusun. Konsekuensi dari otonomi daerah serta masalah pelestarian sumber daya alam, juga menuntut adanya landasan hukum yang mengatur wilayah laut mana yang menjadi porsi pengelolaan pemerintah pusat dan mana yang menjadi pengelolaan pemerintah daerah. Berapa mil dari pantai batas dari wilayah kabupaten, berapa mil wilayah laut provinsi dan berapa mil kawasan laut yang menjadi wilayah pemerintah pusat.

Bagaimana mengelola udara, air laut, dan lapisan tanah di bawah dasar laut dari tiap-tiap kawasan wilayah tadi. Bagaimana metode menarik garis batas ke arah laut untuk menentukan wilayah sebuah kabupaten pesisir. Bagaimana nanti menyelesaikan konflik atau perbedaan pendapat mengenai pengelolaan sumber daya kelautan di kawasan perbatasan dua provinsi atau kabupaten yang berdekatan.

Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, Bagian 3 Pasal 6 Ayat 6 dalam penerimaan dari sektor pertambangan, diperlukan pendefinisian “wilayah” yang jelas di lepas pantai, di mana ladang migas seumpamanya berada. Perbedaan batas dalam beberapa ratus meter saja bisa berakibat mengalirnya dana ke tempat yang tidak semestinya. Apabila suatu ladang minyak dan gas di lepas pantai melampar hingga melintasi pesisir beberapa kabupaten, bagaimana nanti pembagian hasil yang bisa dinikmati oleh kabupaten-kabupaten tersebut.

Kejelasan hukum diperlukan karena menyangkut perhitungan ekonomis dari investor migas yang harus jeli memprediksi perolehan investasi yang bernilai miliar dan dolar. Tanpa kejelasan hukum, maka investor akan ragu untuk menanam modal dan memulai usahanya. Perlu diingat bahwa masa depan industri peminyakan bergantung pada eksplorasi dan produksi dari kawasan lepas pantai, terutama pada kawasan lepas pantai dan laut dalam.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

4 3 H a l a m a n |

Industri perikanan laut kita wajib dilindungi dari kekuatan industri perikanan asing. Kawasan penangkapan ikan di laut perlu ditata dan diatur dengan seadil mungkin agar nelayan kecil dapat memperoleh rezeki yang sama menguntungkannya dengan nelayan bermodal besar. Keinginan untuk menerapkan sistem Production Sharing Contract yang biasa dilakukan di dunia perminyakan, pada industri perikanan tangkap, perlu dipertimbangkan masak-masak.

Ada perbedaan dasar yang mencolok, misalnya dalam perminyakan, sumber dayanya tidak terbarukan (nonrenewable), ikan-ikan sebaliknya; industri minyak hanya bagi perusahaan besar dan modal kuat saja, sedangkan perikanan dimainkan juga oleh jutaan nelayan kecil; sumber daya yang diusahakan dalam satu kawasan operasi minyak tidak bisa berpindah, sedangkan sumber daya perikanan laut bebas berkeliaran ke kawasan kontrak operasi lain; dan masih banyak lagi.

Kelestarian sumber daya perikanan perlu dijaga dengan pengaturan yang baik tentang kawasan tangkap, musim tangkap, jenis ikan yang boleh ditangkap, dan lain sebagainya. Demikian pula bagaimana mengatur dan menyelesaikan persoalan yang mungkin bakal timbul karena tumpang tindih pemanfaatan kawasan laut, jalur laut, dan kawasan dasar laut.

Untuk kepentingan nasional, pemerintah dengan bantuan pihak-pihak yang berkompeten harus segera mendefinisikan dan memproklamasikan batas-batas laut wilayah Republik Indonesia, terutama yang berbatasan dengan negara tetangga. Prof Hasyim Djalal, dalam diskusi panel tahun 2003 mengemukakan bahwa dalam hal batas laut wilayah yang sudah ada dengan negara tetangga barulah di Selat Malaka bagian selatan dengan Malaysia dan di Selat Singapura bagian tengah dengan Singapura. Beliau juga mengemukakan bahwa hingga saat itu belum ada perjanjian batas laut wilayah antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura di bagian barat Selat Singapura dan di bagian timur dari Selat Singapura tersebut. Inilah isu yang sangat penting dalam rangka pengelolaan dan penambangan pasir laut di perairan Indonesia untuk diekspor ke Singapura. Di tempat lain pun, juga belum ada garis batas laut seperti di Laut Sulawesi.

Apabila kita perhatikan negara tetangga Australia dan New Zealand, yang luas lautannya tak sebanyak kita, mereka telah mengajukan klaim dan menjelaskan batas wilayah lautnya yang berbatasan dengan negara

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

4 4 | H a l a m a n

tetangga. Mereka juga telah memiliki seperangkat perundang-undangan yang berhubungan dengan pengelolaan lautan dan tanah dasar laut serta lapisan bumi di bawahnya.

Australia antara lain memiliki Undang-Undang Maritim (Maritime Legislation); Akta Manajemen Perikanan (Fisheries Management Act); Akta Laut dan Tanah di Bawahnya (Seas and Submerged Lands Act); Akta Peminyakan dan Dasar Laut (Petroleum and Submerged Lands Act); dan Konsitusi Penyelesaian Lepas Pantai (Offshore Constitutional Settlement).

Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya juga dapat menyusun perangkat undang-undang ini dengan mengacu pada pasal-pasal yang ada dalam Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 dan dengan melakukan perbandingan dengan negara-negara lain yang telah menyusunnya.

Kita juga perlu waspada agar tidak mudah terjebak dalam romantika dan retorika “pecinta lingkungan”Barat yang sangat vokal dengan kritik terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintahan negara-negara berkembang. Isu global warming masih merupakan isu politik yang penuh kontroversi. Kritik mereka belum tentu sesuai dengan kondisi pembangunan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia.

Perlu diingatkan bahwa tidak kesemuanya bergerak tanpa pamrih dan tulus ikhlas. Sebagian adalah mendapat bantuan dana dari kepentingan besar dan dipakai sebagai pembentuk opini publik demi menguntungkan kepentingan ekonomis pihak pemberi dana, yang justru menghambat pembangunan negara berkembang.

BatasWilayahHinggakeBatasLuarPaparanBenua

Penentuan batas wilayah bagi negara yang memiliki laut adalah sangat penting dan strategis. Hal ini untuk kepentingan pertahanan dan keamanan sekaligus untuk kepentingan kesejahteraan warga negaranya. Sepengetahuan penulis, hingga tahun 2004 ini, Indonesia belum dengan tegas mendefinisikan Zona Ekonomi Eksklusifnya (ZEE) dan memproklamirkannya ke dunia luar.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

4 5 H a l a m a n |

Meskipun hak mendapatkan ZEE ini suatu hak yang boleh dikatakan otomatis dimiliki oleh negara pesisir ataupun negara kepulauan, tetapi penentuan ini sangat penting terutama pada kawasan laut yang berbatasan dengan negara tetangga. Misalnya batas Indonesia dengan Thailand, Malaysia, Filipina yang laut-lautnya membatasi di antara negara-negara yang bersebelahan ini kurang dari 200 mil jaraknya. Zona Ekonomi Eksklusif ini perlu segera didefinisikan untuk menghindari potensi konflik yang mungkin terjadi pada kemudian hari.

Selain itu, Indonesia bersama dengan sekira 150 negara pesisir lain, memiliki potensi untuk menambah wilayah ZEE hingga mencapai 350 nm dari garis dasar kepulauan (archipelagic base line). Hal ini dijamin secara sah oleh Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 Part VI Continental Shelf dalam Artikel 76 dan 77 serta Part XI Seabed Mining. Penambahan ini tidak berlaku secara otomatis, tetapi diperlukan klaim resmi dari pemerintah kepada badan PBB yang mengurusi hal kelautan, yaitu The Commission on the Limits of the Continental Shelf. Pengajuan klaim ini harus dengan menyerahkan peta-peta yang didukung dengan argumentasi berdasarkan riset saintifik terutama penelitian geodesi, geofisika, dan geologi untuk menentukan batas luar paparan benua Indonesia.

Menurut penulis, ada tiga kawasan di lepas pantai lautan dalam yang berpotensi untuk diklaim oleh Indonesia sebagai bagian dari tambahan Zona Ekonomi Eksklusifnya. KawasanIndonesian Outer Continental Shelf (IOCS) itu dua berada di Lautan Hindia dan satu berada di Lautan Pasifik (lihat peta). IOCS-1 bisa mencapai seluas Pulau Sumatra, sedangkan IOCS-2 bisa mencapai seluas Pulau Jawa. Satu lagi IOCS-3 di utara Pulau Papua dapat mencapai seluas Pulau Jawa juga. Jumlah tambahan luas ini ada sekira 0,75 juta kilometer persegi! Kawasan ini tidak berpotensi konflik dengan tetangga mana pun karena batas ZEE yang 200 mil tersebut adalah laut bebas atau The Area.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

4 6 | H a l a m a n

Mengapa kita perlu mengajukan klaim?Sebab itu adalah hak yang dijamin dan diharuskan untuk mengajukan klaim. Sebab kedua adalah potensi sumber daya alam yang terdapat pada kedalaman lautan itu luar biasa besar. Secara khusus, pada IOCS-1, menurut perkiraan penulis akan menjorok hingga mencapai kawasan pegunungan bawah laut Ninety East Ridge di tengah Lautan Hindia.

Di kawasan itu banyak terdapat hidrotermal, black smokers, cadangan gas beku methane hydrate,dan kandungan polimetalik mineral sulfid yang kaya dengan mangan, emas, platina, perak, tembaga, nikel, kobalt, timah, dan seng dalam kandungan yang besar. Para eksplorer Barat telah melakukan penelitian dan memetakan kawasan ini dengan mengambil sampel nodul dan crust, berupa bongkah polimetalik mineral sulfida dengan kandungan tembaga, emas, perak, dan mineral lain yang sangat tinggi. Selain itu, pada kawasan hidrotermal ini ditenggarai banyak terdapat fenomena biologis berupa mikroorganisme yang sangat unik dan sangat bermanfaat bagi kepentingan bioteknologi, pengobatan, dan perlindungan lingkungan hidup. Kita perlu menyelamatkan potensi sumber daya alam di laut dalam ini untuk kepentingan anak-cucu kita pada masa depan.

Negara-negara raksasa terutama Amerika Serikat yang tidak menandatangani Konvensi Hukum Laut UNCLOS bersemangat untuk menyatakan bahwa

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

4 7 H a l a m a n |

pada laut lepas, sumber daya yang ditemukan adalah milik siapa saja yang mampu mengambilnya. Mereka sangat percaya diri bahwa mereka telah menguasai teknologinya. Padahal menurut UNCLOS Artikel 136, sumber daya apa saja yang ditemukan di sana adalah dianggap sebagai warisan umat manusia tempat umat manusia yang tinggal di negara-negara tak berpantai (landlock) seperti Mali, Nepal, Afghanistan, Laos, Mongolia, dan lain-lain juga memiliki hak atas pembagian sumber daya alam yang ditambang dari kawasan laut bebas yang didefinisikan UNCLOS sebagai The Area.

Pemerintah Indonesia harus segera mengambil peran aktif dengan memobilisasi para tenaga ahli geofisika, geologi, geodesi, dan kelautan serta ahli hukum laut internasional untuk bersegera melaksanakan survei saintifik dan mengajukan klaim resmi. Karena apabila sampai dengan Mei 2009 kita gagal mengajukan klaim, kawasan berpotensi tadi lepas begitu saja dari Indonesia. Perlu dicatat bahwa negara-negara seperti Australia dan New Zealand, bahkan Kenya dengan aktif telah melakukan riset saintifik untuk mengajukan klaim dan mengejar waktu jatuh tempo tahun 2009 ini. Penulis pernah mengemukakan hal ini pada forum pertemuan ilmiah tahunan Himpunan Ahli Geofisika Indonesia dan Ikatan Ahli Geologi Indonesia pada 16 Desember 2003 di Jakarta.

KeselamatandanKeamanan

Telah dikemukakan di bagian awal buku ini tentang betapa penting dan strategisnya jalur laut di perairan Indonesia, yang secara resmi disebut Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), atau penulis menjulukinya dengan Jalur Emas Hitam Laut. Jalur laut ini harus dikawal dan dirawat dengan baik. Jalur laut ini adalah salah satu aset dalam keunggulan kompetitif negara kita di percaturan ekonomi global dan geopolitik. Demikian pula Laut Wilayah (Territorial Sea), Zona Penerusan (Contiguous Zone), dan Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone) perlu dikawal dengan saksama selain untuk menjaga kedaulatan, juga untuk melindungi para pengguna perairan kita, dari nelayan kecil-besar hingga tanker dan kapal kargo yang berlalu-lalang.

Keselamatan dan keamanan dalam kegiatan ekonomi di perairan Nusantara menuntut perhatian serius. Negara memerlukan Kesatuan Pengawal Pantai Nasional (KPPN) yang, khusus mengawal keselamatan dan keamanan seluruh perairan Indonesia dan dapat bergerak cepat ke seluruh penjuru

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

4 8 | H a l a m a n

perairan hingga ke kawasan Zona Ekonomi Eksklusif, menjaga keamanan dari provokasi militer negara asing, gangguan para bajak laut, pencuri ikan, penyelundup, penceroboh, sabotase terhadap fasilitas lepas pantai dan bawah laut. Juga untuk mengantisipasi sabotase terhadap kapal-kapal tanker dan keselamatan para nelayan kita yang mengais rezeki serta keselamatan para pemakai laut secara umum.

Kekuatan angkatan laut kita masih amat kurang memadai, tidak sebanding dengan luas lautan yang menjadi wilayah pengawasannya. Contoh yang memprihatinkan adalah Indonesia hingga tahun 2003 tidak memiliki alat deteksi antikapal selam untuk menangkal penyalahgunaan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) oleh kekuatan militer negara asing, terutama yang menggunakan kapal selam. Oleh karena itu, diperlukan kemauan politik dari semua pihak baik lembaga eksekutif maupun legislatif untuk memperkuat armada pengawal wilayah laut Indonesia. Ini tidak saja meliputi lembaga angkatan laut yang telah ada, tetapi juga dengan reformasi pemikiran dan kebijakan dalam membentuk kesatuan pengawal pantai nasional.

Dalam bayangan penulis, kesatuan semacam ini merupakan kesatuan yang memiliki gabungan kemahiran dan kemampuan yang saat ini tersebar dalam berbagai kesatuan militer maupun sipil. Kesatuan Pengawal Pantai Nasional ini akan memiliki tugas seperti yang diemban oleh polisi laut, pemadam kebakaran, pengawasudara maupun satelit, kesatuan marinir angkatan laut. Di dalam kesatuan ini dilengkapi unit-unit elite reaksi cepat semacam Special Boat Service(SBS) milik Angkatan Laut Kerajaan Inggris atau SEAL-nya Amerika Serikat serta Search And Rescue(SAR) yang tangguh.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

4 9 H a l a m a n |

Indonesia tidak memerlukan kapal induk seperti Kapal Induk yang dapat berfungsi sebagai “pulau” terapung untuk mengakomodasikan ribuan pasukan dan membawa puluhan pesawat tempur untuk menyerang negara yang jauh dari tanah airnya. Ada belasan ribu pulau yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pertahanan dalam negeri. Namun, barangkali lebih sesuai bila memiliki ratusan kapal hydrofoil pemburu cepat untuk menghalau dan menangkap para pencuri ikan yang menggerogoti kekayaan alam laut Indonesia serta para bajak laut yang merugikan tamu yang berlalu-lalang di perairan kita. Model Hydrofoil pemburu (Gambar bawah) menarik untuk dicermati sebagai alternatif kapal pemburu bagi kapal asing pencuri ikan.

Sumber & Copy right: Hydrofoil Inc, 2007

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

5 0 | H a l a m a n

PendidikanTerpadu

Salah satu faktor yang paling menentukan maju mundurnya bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim adalah pengembangan sumber daya manusia yang berwawasan kelautan. Sebagai umat Islam yang kebetulan ditakdirkan Allah sebagai populasi terbesar di negara kepulauan terbesar di Bumi, kita dapat menjadi pelopor dan motor bagi pembangunan berbasis kelautan dengan kaidah dan nilai yang digariskan Al-Quran. Pembinaan dari menara akademik perguruan tinggi hingga ke tingkat akar rumput di desa-desa pesisir perlu dilakukan.

Organisasi Islam besar seperti Nahdatul Ulama (NU) dengan ribuan pondok pesantrennya dan Muhammadiyah dengan perguruan tingginya dapat menyinergikan langkah untuk membentuk insan kamil yang berwawasan kelautan. Langkah yang sinergi tersebut, misalnya Muhammadiyah membentuk perguruan tinggi khusus kelautan baik tingkat diploma maupun sarjana.

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah umum di sekolah-sekolah swasta Islam, dengan dipelopori Muhammadiyah yang memiliki ribuan sekolah, perlu diperkaya dengan muatan kelautan dan wawasan Indonesia sebagai negara kepulauan. Sekolah-sekolah menengah kejuruan kelautan milik lembaga pendidikan Islam juga wajib dilipatgandakan. Sedangkan NU membuat pesantren khusus kelautan yang di dalamnya para santri di samping memperoleh pendidikan formal—agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi—juga dibekali dengan keterampilan untuk mengais rezeki di lautan.

Sinergi dan gotong royong semacam ini insya Allah dapat memberikan hasil yang positif bagi kesejahteraan umat Islam yang akan menjadi penggerak pusat-pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan. Pada akhirnya sebutan umat Islam sebagai rahmatan lil ‘alamîn ukan sekadar angan-angan, melainkan benar-benar dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata.

Dalam Konvensi Hukum Laut Internasional, UNCLOS 1982, ditegaskan perlunya didirikan pusat-pusat studi di tingkat regional untuk melaksanakan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

5 1 H a l a m a n |

program-program pelatihan dan pendidikan pada segala tingkatan dan dalam segala aspek sains dan teknologi kelautan, terutama dalam bidang biologi kelautan, manajemen sumber daya yang hidup di laut, oseanografi, hidrografi, teknik, geologi eksplorasi bawah dasar laut, pertambangan, teknologi desalinisasi, studi manajemen, studi-studi yang berkaitan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan kelautan serta kontrol polusi.

Secara khusus digariskan pula kewajiban negara-negara pesisir untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada penduduknya untuk kepentingan perlindungan dan pelestarian lingkungan kelautan serta pencegahan, pengurangan, dan pengawasan terhadap polusi di lautan.

Dalam kerangka nasional diperlukan semakin banyak sekolah dan peningkatan kualitas sekolah vokasional/kejuruan kelautan tingkat menengah dalam bidang teknik kelautan, teknologi pengolahan hasil laut, perikanan laut, perkapalan, navigasi, bisnis serta administrasi kelautan. Sekolah kejuruan pelayaran seperti yang ada di Marunda-Jakarta, Mauk-Tangerang, Semarang, Barombong-Sulsel, dan lain-lain perlu semakin diperkuat dan ditambah keragaman jurusannya.

Sebagaimana disebutkan dalam buku ini, hampir separuh dari pelayaran dunia melintasi perairan Indonesia, maka sejatinya pasar tenaga kerja pelayaran dan yang berkaitan dengan pelayaran ini cukup besar. Konon, awak kapal asal Filipina menguasai pasaran tenaga kerja pelaut di dunia. Dengan kata lain, banyak perusahaan pelayaran yang merekrut tenaga kerja asing dari kawasan Asia ini. Ini artinya, pasaran TKI (Tenaga Kerja Indonesia, yang merantau ke luar negeri) pelayaran masih sangat besar peluangnya.

Saat ini, banyaknya TKI yang bekerja di anjungan minyak lepas pantai sudah diakui oleh dunia internasional. Sayangnya, banyak dari mereka menggunakan agen dari Singapura dan negara-negara lain. Para agen/calo inilah yang mengeruk keuntungan dan banyak mengurangi penghasilan mereka.

Perlu pula dibangun lembaga pendidikan teknologi kelautan terpadu atau pesantren bahari. Untuk standardisasi sekolah yang diselenggarakan merata di banyak tempat di kepulauan Indonesia ini, dapat memanfaatkan jaringan internet sebagai platformstandardisasi sehingga materi pendidikan, pengajaran, dan akreditasinya selalu terjamin kualitas dan ketermasakiniannya.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

5 2 | H a l a m a n

Sedangkan untuk menghemat biaya penyelenggaraan laboratorium dan bengkel teknik kelautan yang lengkap, jaringan pesantren bahari ini dapat menggunakan laboratorium dan bengkel terapung berupa kapal survei secara bersamaan untuk pendidikan keterampilan kelautan yang secara periodik mengunjungi pesantren bahari yang tersebar tersebut. Laboratorium dan bengkel ini diadakan di atas kapal yang secara rutin mengunjungi pesantren, sambil sekaligus melatih para pelajarnya melakukan praktiksurvei kelautan pada lingkungan kelautan tempat sekolah tersebut berdomisili.

Pusat riset dan institut kelautan yang canggih perlu didirikan oleh pemerintah sendiri ataupun berkolaborasi dengan swasta. Industri perminyakan dan industri-industri yang memiliki kepentingan dengan lautan dapat menjadi sponsor dan kontributor, yang dengannya upaya sinergis dan praktikal yang saling menguntungkan dapat dijalankan. Di negara-negara maju, sering kali pendirian pusat penelitian kelautan diawali dan didanai oleh para philanthropic atau miliuner dermawan. Scripp Institution of Oceanography yang mendunia dan berpusat di La Jolla, California adalah salah satu contohnya. Ia didirikan oleh keluarga Scripp yang sukses dalam bidang persuratkabaran.

Riset tentang desain perahu layar yang canggih juga dimungkinkan dengan dukungan industrialis jutawan yang bisnisnya bukan di laut. Di Indonesia, tidak sedikit orang yang sangat kaya, meskipun kita secara kolektif adalah negara yang miskin. Peluang mereka untuk menjadi philantropicseperti itu tidak tertutup kemungkinannya. Andaikata tidak, usaha kolektif melalui organisasi dapat pula diupayakan.

Pusat-pusat riset lapangan kelautan (marine station) perlu didirikan di beberapa pulau yang memiliki kekhasan di seantero Indonesia dengan fokus penelitian dan keunggulan komparatif yang berlainan dari tiap-tiap pusat riset lapangan kelautan tersebut.

Universitas-universitas raksasa (Stanford University, California University, Massachusetts Institute of Technology, Imperial College, Oxford University) dan lembaga penelitian dunia, penulis yakin akan berminat membina kerja sama membangun dan mengelola marine station di perairan tropis, di kepulauan terluas dengan diversitas biologinya yang besar, kawasan perairan tempat pertukaran air laut dari Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, dan segala keunikan lain yang tak dimiliki belahan bumi mana pun.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

5 3 H a l a m a n |

Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dikelola oleh gerakan-gerakan dakwah amar ma‘ruf nahi mungkar seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, LSM-LSM Islam, justru perlu mengambil inisiatif dan menjadi pionir memberikan prioritas kepada sekolah menengah kejuruan pelayaran dan budidaya laut. Sebagai lembaga swadaya masyarakat, mereka tidak perlu menunggu upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Kerja sama dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan sama bisa digalang secara internasional.

Pembiayaan bisa dicarikan melalui berbagai lembaga internasional Islam, keilmuwan, atau lingkungan hidup. Buku ini atau yang sejenisnya bisa pula dipergunakan sebagai bahan bacaan wajib ataupun pelengkap bagi kurikulum yang memberikan porsi signifikan tentang kemaritiman dan Al-Quran; tidak hanya sebagai kurikulum muatan lokal, tetapi masuk dalam kurikulum nasional.

Tidak kalah pentingnya dalam penyediaan fasilitas pendidikan adalah pemberian beasiswa untuk menuntut ilmu-ilmu yang berhubungan dengan kelautan di luar negeri. Jika cetak biru pembangunan nasional berbasis kelautan telah dicanangkan, akan terpetakan dengan jelas bidang apa saja yang memerlukan sumber daya manusia yang berhubungan dengan kelautan.

Beberapa sektor yang cepat menghasilkan tenaga ahli mungkin perlu diberikan insentif berupa beasiswa sebanyak mungkin untuk mahasiswa atau sarjana agar dapat segera memperoleh ilmu dan kesempatan magang di luar negeri. Misalnya beasiswa belajar tentang Hukum Laut Internasional ke Belanda, Australia, dan Inggris. Demikian pula beasiswa teknologi dan industri kelautan serta perikanan ke Norwegia, Finlandia, Belanda, Jepang, Jerman, Amerika, dan Korea.

Beasiswa ke luar negeri bukan saja untuk meningkatkan kepentingan akademik yang bersangkutan, melainkan juga tidak kalah pentingnya adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk menjalin jaringan (networking) secara internasional dalam lingkup profesinya yang akan sangat bermanfaat dalam praktik di lapangan kelak. Mereka juga akan memiliki referensi, melihat contoh kasus di negeri lain, mencari inspirasi dan memotivasi sehingga wawasannya semakin luas dan timbul kepercayaan dirinya untuk berkreasi dalam konteks Indonesia.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

5 4 | H a l a m a n

Menurut pengalaman penulis, program beasiswa ini juga semakin menambah kecintaan tanah air kepada kita karena dengan berada di luar Indonesia akan semakin bisa melihat negeri ini secara lebih utuh, mampu mengapresiasi kelebihan, dan lebih objektif dalam melihat kekurangan yang ada.

DakwahdanPeranPesantren

Kita ingin menyaksikan manusia Indonesia memiliki kualitas insan kamil, pribadi mukminmuttaqin yang mukhlisin sekaligus berwawasan kelautan. Tugas meningkatkan kualitas indvidu dan masyarakat Muslim ini bukan hanya tugas pemerintah atau Depatemen Agama, melainkan juga tugas setiap Muslim sendiri terutama mereka yang berhimpun dalam organisasi dakwah amar ma‘ruf nahi mungkar. Tugas ini harus dilakukan di segala arena kehidupan manusia dan di segala tingkatan usia.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bersama Departemen Agama dan organisasi masyarakat nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah serta lembaga-lembaga riset kelautan dapat berkolaborasi menyusun kurikulum sekolah-sekolah Islam dan pondok pesantren, dengan subjek Al-Quran dan Lautan. Ini merupakan investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang yang insya Allah akan menciptakan kesadaran akan laut, memotivasi dan memberi inspirasi kepada generasi muda Muslim untuk terjun menekuni profesi kelautan.

Bangsa ini memiliki aset lembaga pendidikan pesantren yang meluas di tingkat akar rumput. Lembaga pendidikan semacam ini bisa lebih diperkaya dan diberdayakan lagi sesuai dengan kondisi georgarfis dan demografis Indonesia. Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama dan juga pendidikan umum, saat ini nyaris keseluruhannya berlokasi di pedesaan yang berorientasi pada pertanian, kecuali beberapa yang baru.

Untuk itu perlu terus dipelopori berdirinya rangkaian pesantren berbasis kelautan di beberapa kantung kampung nelayan. Pesantren, sebagai aset nasional, perlu dikembangkan untuk meningkatkan kualitas generasi muda yang sadar pada laut. Khazanah pesantren modern seperti Pondok Pesantren Gontor, barangkali perlu diperkaya lagi dengan membuka cabang pesantren maritim atau pesantren bahari. Gagasan pesantren bahari ini

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

5 5 H a l a m a n |

sejalan dengan Konvensi Hukum Laut internasional, UNCLOS 1982, pada pada Artikel 202, 244, 268, dan 277 tentang perlunya negara-negara pesisir dan kepulauan untuk menyelenggarakan pendidikan kelautan.

Penulis mengidamkan adanya suatu model pesantren kelautan atau pesantren bahari yang dibangun dengan dengan kolaborasi lintas disiplin. Para Kyai muda perlu bekerja sama dengan ahli yang berlatar belakang pendidikan, sains & teknologi, naturalis, ekonomi-keuangan, angkatan laut, dan bahkan para product designer dan seniman. Lembaga resmi baik pemerintah maupun non-pemerintah perlu ikut terlibat bahu-membahu memfasilitasi tumbuh berkembangnya model pesantren ini.

Model ini nantinya dapat dikloning atau digandakan ke seluruh pelosok kepulauan Nusantara. Pesantren-pesantren bahari ini alangkah asrinya jika dibina di teluk-teluk tenang lokasi para nelayan yang memungkinkan para tarunanya (atau santrinya) tumbuh berkembang bersama penduduk pesisir di sana. Para taruna dan mentornya, baik Kyai maupun teknolog, naturalis, dan bahkan seniman, bersinergi memberikan nilai tambah pada hasil tangkapan atau budidaya para nelayan di lokasi pesantren-pesantren itu.

Selain membina diri dan masyarakat dalam bidang akidah dan syarîah dengan memanfaatkan laut, para taruna ini diharapkan akan mampu menjadi pelopor dan bibit unggul bagi bangkitnya kembali industri kelautan rakyat pesisir di seluruh pelosok Indonesia dan pada gilirannya dapat membangkitkan kembali industri maritim Nusantara jaya.

Dalam bidang dakwah, secara praktis, pemerintah dan organisasi nirlaba dapat memberikan panduan kepada para dai untuk memberikan muatan kelautan di dalam ceramah-ceramah motivasi keagamaan di kalangan masyarakat, terutama generasi muda. Perlu dilakukan pemberdayaan lembaga dakwah dengan memberi pelatihan kepada para dai dengan tema Al-Quran dan lautan sepadan dengan keberadaan umat Islam Indonesia di negeri kepulauan terluas di jagat ini.

Modul-modul materi khotbah yang dengan mudah dapat dibaca oleh para khatib di masjid-masjid pelosok kampung nelayan perlu disusun dan disebarluaskan untuk memberi wawasan kelautan dalam konteks keislaman, serta untuk memberantas takhayul mengenai laut yang membatasi aktivitas nelayan mengeksplorasi laut secara optimal.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

5 6 | H a l a m a n

Tindakan dakwah nyata (bilhal) perlu lebih konkrit, misalnya dalam rangka membantu menegakkan syarîah dan menghilangkan was-was bagi konsumen dalam hal kehalalan produk makanan laut, perlu didisiplinkan dan lebih diprofesionalkan tugas sertifikasi halal dari Departemen Agama bersama lembaga terkait. Sertifikasi halal pada produk-produk olahan hasil laut yang selain akan dikonsumsi oleh umat Islam di dalam negeri juga, penting bagi persyaratan ekspor ke negara-negara Islam. Para ahli hukum syarîah secara proaktif dapat memberikan masukan materi kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk menyusun perundang-undangan yang berhubungan dengan ekplorasi dan eksploitasi laut yang adil dan bertanggung jawab, berasaskan prinsip-prinsip Qurani dan Sunnah Nabi.

KesehatanMasyarakatPesisirdanKepulauan

Untuk melayani kesejahteraan rakyat secara adil dan merata, perlu tindakan proaktif dan kreatif. Rumah sakit terapung dengan para dokter ahli dan perlengkapan yang canggih, secara periodik dapat mengunjungi pulau-pulau terpencil dengan memberikan pelayanan dan penyuluhan kesehatan. Rumah sakit terapung seperti yang dimiliki Angkatan Laut Republik Indonesia, sebaiknya juga ada yang dioperasikan oleh sipil untuk melayani kesehatan masyarakat.

Sebagai gambaran, misalnya rumah sakit terapung USNS Comford yang dimiliki oleh Angkatan Laut Amerika Serikat, memiliki kapasitas 1. 000 tempat tidur. Dilengkapi dengan 12 kamar operasi dan dilengkapi dengan peralatan canggih kedokteran seperti CT-Scan dan Digital Radiological Services, serta fasilitas laboratorium medis, laboratorium optometri, apotik, dan bahkan pabrik gas oksigen.

Di dunia ini, mungkin hanya Indonesia yang memerlukan pelayanan terapung dan mobile seperti rumah sakit terapung karena luasnya lautan dan banyaknya pulau tempat masyarakat tinggal di sana. Membangun rumah sakit yang lengkap peralatannya di setiap provinsi akan memakan dana yang besar. Mungkin lebih efisien membangun dua atau tiga rumah sakit terapung/kapal yang dapat mengunjungi setiap provinsi dan kota pelabuhan secara periodik. Fasilitas medis dan laboratorium yang lengkap—menurut penulis—masuk dalam kategori yang penting, tetapi tidak mendesak.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

5 7 H a l a m a n |

Sehingga pada tahap awal, tidak perlu setiap provinsi memiliki rumah sakit yang lengkap seperti itu. Cukup beberapa rumah sakit terapung yang lengkap dan secara rutin mengunjungi pelabuhan-pelabuhan. Setiap pasien yang memerlukan pelayanan dengan fasilitas canggih dapat menunggu hingga rumah sakit kapal tersebut berlabuh di kotapelabuhan terdekat. Pelayanan cuci darah (dialisis) bagi penderita gagal ginjal yang memerlukan perawatan dengan peralatan canggih setiap dua minggu atau satu bulan sekali, merupakan kasus yang bisa dilayani rumah sakit terapung yang singgah secara periodik di kota pasien.

Masalah dana, penulis yakin dapat diusahakan dengan bantuan berbagai pihak. Pihak galangan kapal dan produsen instrumen dapat membantu mencari investoruntuk proyek kemanusiaan ini. Biaya operasional rutin dapat didukung oleh pabrik obat. Populasi Indonesia yang besar dan kondisi kesehatan yang masih rendah menjadikan Indonesia sebagai pasar obat yang menggiurkan. Pabrik obat di dunia saat ini sangat royal “mensponsori” para dokter di negara mana pun untuk jalan-jalan “menghadiri seminar” ke mancanegara secara rutin atau memberikan berbagai freebies, perks, dan hadiah.

Pabrik-pabrik obat saling bersaing melakukan ini. Dan ini artinya begitu banyak dana—konon 30% dari harga obat—yang digunakan sebagai promosi obat secara terselubung kepada para dokter ini. Menurut penulis, mendukung program rumah sakit terapung yang melayari Nusantara ini, melalui sponsorship jangka panjang merupakan public relation campaign ataupun bentuk corporate social resposibility yang positif bagi produsen obat, daripada menghabiskan dana promosi obat dengan membiayai sebagian dokter berjalan-jalan “menghadiri seminar” ke luar negeri.

Keuangan

Sektor keuangan dan finansial di Indonesia belum memihak dunia usaha berbasis kelautan. Suku bunga dunia perbankan konvensional bagi usaha perikanan di Indonesia masih tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand, Jepang, dan Australia. Alokasi dana perbankan Indonesia ke sektor perikanan hanya 0,2%. Ini tidak saja sungguh sangat memprihatinkan, tetapi juga memalukan bagi bangsa yang hidup di tengah

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

5 8 | H a l a m a n

kepulauan dan tumpukan ikan yang berjuta ton. Dan ini perlu dicarikan jalan keluar yang serius bagi puluhan juta jiwa yang menggantungkan hidup pada sektor kelautan dan perikanan dan ratusan juta manusia Indonesia yang bergantung pada pasokan protein dari laut.

Dalam hal posisinya sebagai pusat finansial sekunder, termasuk di kota-kota pilihan tersebut perlu dirancang berbagai perangkat kebijaksanaan fiskal; skema pembiayaan yang mendukung baik oleh lembaga milik pemerintah maupun swasta; berbagai insentif untuk investasi bagi industri berbasis kelautan; insentif berupa bebas pajak untuk impor mesin produksi pengolah hasil laut; atau mesin-mesin pembuat kapal; insentif pendirian usaha kerja sama bagi hasil (production sharing atau co-operation) untuk eksplotasi hasil perikanan laut, insentif ekspor dan berbagai keistimewaan seperti yang dimiliki oleh kawasan pertumbuhan ataupun daerah otorita yang ada sekarang. Pemerintah pusat seharusnya juga memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah dalam menerapkan kebijakan ini dan memfasilitasi perkembangannya secara sinergis di antara sesama pusat-pusat industri dan keuangan berbasis kelautan.

Secara nasional dan pada skala besar, perlu dilakukan inisiatif untuk mengadakan Bank Kelautan Nasional. Bank dengan fokus melayani sektor kelautan ini dapat didirikan dengan mengkonversikan bank yang sudah ada dengan cabang yang cukup banyak di beberapa pulau dan kota pesisir, khususnya kota-kota yang ditargetkan sebagai pusat industri dan finansial primer dan sekunder. Konversi bank yang sudah ada ini alangkah lebih baiknya apabila sekaligus dikonversi menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syarîah. Penulis yakin bahwa pangsa pasar pembiayaan bagi bank masih sangat besar.

Pembiayaan untuk pembangunan pabrik es, pembiayaan pembuatan kapal-kapal penangkap ikan dan kapal patroli, pembiayaan pembangunan pabrik pemrosesan hasil tangkapan laut, pembiayaan pembangunan pasar-pasar ikan modern dan sekolah-sekolah teknologi kelautan atau sekolah-sekolah pelayaran yang didirikan oleh tiap-tiap kabupaten pesisir, dan bahkan pembiayaan berskala raksasa seperti pembangunan dermaga-dermaga dengan fasilitas pergudangan dan bongkar muat kontainer.

Pada skala mikro, belajar dari kesuksesan program 3. 500 Unit Desa dari Bank Rakyat Indonesia yang dipuji dunia, serta ketangguhan Bank Perkreditan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

5 9 H a l a m a n |

Rakyat Syarîah(BPR Syarîah) di kota-kota kabupaten dalam melewati masa krisis moneter tahun 1997-1998, perlu dirancang suatu pola perbankan sederhana semacam kedua sistem tersebut yang dapat ditumbuhkan di lokasi-lokasi pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan.

Selain upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dengan bantuan bank-bank negara seperti skema Mina Mandiri oleh Bank Mandiri, Swamitra Mina oleh Bank Bukopin, dan BRI Mina, yang masih berdasarkan sistem perekonomian konvensional, perlu juga secara proaktif para pelaku ekonomi mencari terobosan yang lebih mendatangkan barakah.

Sistem ekonomi syarîah yang terbukti tahan banting dan bertahan selama krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997-2000 harus berani tampil untuk menjadi alternatif solusi finansial yang memihak dan memberikan dukungan kepada para wirasusahawan pemilik keahlian, kepiawaian, dan keterampilan di sektor kelautan.

Secara khas, BPR Syarîah Kelautan tadi, katakanlah demikian, dapat didorong pertumbuhannya dengan dukungan dana dan berbagai insentif dari pihak Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk dapat bertindak sebagai micro financial intermediary bagi para pelaku industri berbasis kelautan. Mereka dapat memberikan pelayanan bai‘ bi-tsaman âjilatau lease purchaseuntuk motor, jaring trawler atau bahkan perahu nelayan atau memberikan pinjaman mudhârabah pada para perajin produk hasil ikan tangkapan dan masih banyak lagi.

Para pedagang perantara dapat pula memperoleh manfaat pinjaman dana untuk membeli perlengkapan gudang berpendingin, perlengkapan pengepakan, atau alat transportasi. Sebagai BPR Syarîah Kelautan, lembaga ini berperan langsung membelikan barang kebutuhan para pelaku usaha kelautan dan kemudian ikut menanamkan sahamnya dalam skema-skema pembiyaan Mudhârabah, Al-Ijârah, Musyârakah, Musyârakah Al-Mutanâqishah,dan lain sebagainya.

BPR Syarîah dapat didirikan dengan biaya yang relatif rendah. Menurut peraturan yang berlaku pada tahun 2002, untuk mendirikan BPR Syarîah di kota kabupaten hanya diperlukan modal Rp500 juta (kurang dari US$60 ribu, uang tahun 2002). Lembaga semacam ini sangat menolong pedagang kecil dan nelayan kecil karena dapat menggantikan peran tauke dan tengkulak

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

6 0 | H a l a m a n

ikan di perkampungan nelayan, yang sering kali merupakan pemburu untung besar (rent seeker) atau riba yang haram karena menyengsarakan buruh nelayan.

Pengalaman pribadi penulis bersama kawan-kawan di Caltex dan Pekanbaru dalam mendirikan BPR Syarîah Berkah Dana Fadlillah di Air Tiris, sangat membesarkan hati. Sebagai semacam pilot project, bank mikro yang memberikan pinjaman dalam skala mikro kepada para pedagang kecil di pasar ternyata mampu menolong para pedagang kecil tersebut dari kebergantungan pada para inang-inang pemetik riba. Lembaga keuangan mikro berbasis syarîahini pun menunjukkan keunggulannya karena mampu bertahan dalam badai krisis ekonomi Indonesia di penghujung abad ke-20 dan bahkan masih dapat memberikan keuntungan bagi para pemegang sahamnya.

Lembaga keuangan Syarîah besar seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI) barangkali dapat mengambil inisiatif menangkap peluang ini melalui kerja sama dengan pemerintah daerah yang sebagiannya mendapat dana bagi hasil pertambangan minyak dan gas, serta bersama investor lokal, untuk sama-sama mendirikan BPR Syarîah Kelautan di pusat-pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan ini.

Selain sebagai peluang untuk mendapat untung dari tijârah (business), upaya lembaga keuangan ini sebenarnya juga memegang amanah dan melaksanakan fardu kifayah. Harus ada sekelompok umat Islam yang berkemampuan untuk mengambil peran dalam memberantas kemiskinan yang mendekatkan kepada kekufuran itu. Sebab saat ini peran financial intermediary yang memberikan pinjaman keuangan untuk keperluan konsumtif dan produktif di daerah nelayan dimainkan oleh para tauke dan tengkulak yang justru melanggengkan kesengsaraan nelayan.

Pusat Industri dan Finansial SekunderBerbasisKelautan

Beberapa perencana pembangunan Indonesia pada pertengahan tahun 1990-an telah menggagas pengembangan Sabuk Ekonomi Maritim. Sabuk yang mengikat beberapa kawasan maritim berbasis ekonomi ini dimaksudkan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

6 1 H a l a m a n |

untuk memberdayakan wilayah tertinggal dengan prinsip kemandirian sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Ini merupakan ide bagus dan perlu mendapatkan perhatian. Apatah lagi program ini dikemas dalam bingkai pembangunan yang berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Melalui perencanaan pembangunan wilayah diupayakan terjadi pemerataan keadilan dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir.

Sabuk Ekonomi Maritim merupakan jaring penghubung pulau-pulau kecil dan kota pantai yang memiliki potensi untuk berkembang dalam aspek perikanan, pariwisata, transportasi, dan jasa pelabuhan serta pertambangan. Secara umum, kegiatan pertambangan di wilayah Sabuk Ekonomi Maritim yang sudah beroperasi terdapat di Kepulauan Riau, Indramayu, Bawean, Bontang, dan Sale di Irian. Di Kepulauan Riau, selain penambangan batu granit, saat ini juga aktif dilakukan penambangan pasir laut dari kawasan Kepulauan Riau di sekitar Singapura, untuk diekspor ke negara jiran Singapura.

Terlepas dari masalah pro dan kontra, masalah penambangan pasir yang gencar ini perlu mendapatkan porsi perhatian yang serius dari pihak pemerintah. Apalagi dampak permasalahan yang ditimbulkan tidak hanya masalah kelestarian lingkungan hidup, tetapi juga dampak geopolitik karena proyek penimbunan yang dilakukan oleh Singapura dengan menggunakan pasir dari Riau tersebut akanmemengaruhi batas wilayah negara antara Indonesia dan Singapura. Dan pertanyaan yang paling penting adalah apakah usaha eksploitasi yang merupakan bagian dari industri pertambangan tersebut memberikan nilai tambah kepada masyarakat kecil penduduk di kawasan kepulauan tersebut.

Jika boleh meminjam visi pembangunan mantan Gubernur Jawa Timur, Mohammad Nur, pembangunan adalah gawe gumuyune wong cilik, ‘pembangunan itu adalah membuat rakyat kecil tersenyum bahagia’. Visi yang diungkapkan beliau pada tahun 1970-an itu sangat relevan hingga hari ini, lebih dari sepertiga abad kemudian dan bahkan hingga negara kita ini benar-benar telah kuat.

Dalam masalah pembangunan berbasis kelautan juga seharusnya mengadopsi visi Pak M. Noer ini, sebagaimana pada konsep manajemen modern, para pelaku bisnis selalu diingatkan untuk mengukur kesuksesan dengan kepuasan pengguna jasa. Rakyat kecil adalah pengguna jasa yang utamabagi para

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

6 2 | H a l a m a n

administrator negara—baik yang di lembaga lesgilatif maupun di eksekutif yang mendapat amanah—yang sangat layak mendapatkan haknya secara adil dengan mendapatkan manfaat dari pembangunan. Tanda rakyat yang benar-benar puas adalah gumuyu atau tersenyum bahagia, bukan tersenyum kecut, apalagi teriak-teriak protes di pinggir jalan.

Selain itu, ada pula gagasan Kawasan Perikanan Terpadu (integrated fisheries zone) yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rokhmin Dahuri. Namun, juga perlu dikembangkan kawasan-kawasan terpadu dengan pusat-pusatnya yang tidak saja terfokus pada perikanan, tetapi lebih terpadu lagi dalam hal industri berbasis kelautan dengan segala sarana pendukungnya.

Dalam perencanaan tataruang regional berbasis kelautan, menyambung gagasan Sabuk Ekonomi Maritim serta gagasan Kawasan Perikanan Terpadu di atas, penulis ingin mengajukan pemikiran agar dilakukan perencanaan yang matang dan terpadu untuk mengoptimalisasikan lokasi strategis di Indonesia yang berpotensi besar. Perlu dipikirkan pengembangan pusat-pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan dengan optimalisasi pemanfaatan energi yang langgeng (sustainable) dan dekat dengan sumber energi (insitu).

Secara strategis, kita dapat menetapkan beberapa kota menengah, mungkin kota kabupaten, sebagai pusat perkembangan industri dan finansial sekunder dengan membagi Indonesia menjadi dua belas wilayah pengembangan strategis dan mendirikan dua belas maritime based industrial and financial secondary centers di pusat-pusat ekonomi sekunder di seluruh Indonesia.

Pengembangan pusat-pusat industri dan finansial sekunder ini dilandaskan pada faktor keunggulan kelautan, faktor geografis, dan demografis serta faktor ketersediaan sumber daya energi yang langgeng. Pusat-pusat yang diusulkan ini selayaknya dipandang sebagai koreksi atas pelaksanaan pembangunan pada masa lalu yang menurut penulis mengandung beberapa kekeliruan cara pandang: Pertama, memusatkan pertumbuhan industri dan finansial dengan berorientasi ke daratan saja utamanya Pulau Jawa;

Kedua, pengabaian sektor kelautan sebagai sektor keunggulan komparatif bangsa Indonesia; dan Ketiga, pengabaian akan faktor penduduk beragama Islam yang mana mereka diwajibkan oleh Tuhannya untuk mencari karunia-Nya dari lautan dan Al-Quran sangat inspiratif pada pengembangan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

6 3 H a l a m a n |

kelautan. Keempat, kawasan penghasil sumber daya alam justru terabaikan hanya sebagai daerah kantung (enclave) yang menjadi sapi perah (cash cow) bagi kepentingan pemerintah pusat.

Faktor keunggulan kelautan merupakan dasar utama karena hal inilah yang menjadi falsafah dasar pembangunan berbasis kelautan. Faktor keunggulan kelautan antara lain; potensi alam yang memungkinkan untuk dibangun pelabuhan air dalam (deepwater port) yang terlindungi dari badai (well sheltered); potensi dekat dengan kawasan yang kaya dengan ikan, berdekatan dengan arus laut yang kaya nutrisi; berdekatan dengan potensi eksplorasi dan eksploitasi mineral, pertambangan dasar laut, minyak, dan gas di lepas pantai.

Faktor geografis dan demografis seperti posisi lokasi yang strategis sebagai portal atau pintu gerbang pada Alur Laut Kepulauan Indonesia yang dilayari kapal-kapal dagang internasional; titik ekspor yang optimal dari lokasi produksi di pedalaman ke jalur pelayaran internasional; lokasi yang berpotensi sebagai andalan (anchor) untuk pertumbuhan ekonomi di kawasan pedalaman dan pulau-pulau di sekitarnya; pemberdayaan sumber daya insani Islam usia muda untuk dikembangkan sebagai penggerak pembangunan berbasis kelautan; serta penyebaran penduduk secara alamiah karena faktor tarikan dari keduabelas maritime based industrial and financial secondary center di pusat-pusat ekonomi sekunder di seluruh Indonesia tersebut.

Faktor ketersediaan sumber daya energi yang langgeng merupakan jaminan bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan efisien. Oleh karena itu, lokasi yang dipilih wajib memiliki jaminan kelanggengan pasokan energi secara ekonomis. Faktor ini meliputi kedekatan lokasi terhadap sumber energi, terutama minyak, gas, batu bara, panas bumi, dan kemungkinan menuai energi terbarukan dari laut dan angin.

Pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan dimaksudkan untuk menjadi kawasan pengembangan yang memiliki beberapa kemudahan dari segi infrastruktur bagi tumbuhnya industri berbasis kelautan maupun kemudahan dalam peraturan-peraturan pemerintah terutama masalah keuangan, fiskal, dan birokrasi.

Pemerintah Daerah dalam era reformasi memiliki otonomi yang memungkinkan untuk mengoptimalisasikan potensi daerah dengan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

6 4 | H a l a m a n

lebih leluasa. Sinergi, kerja sama yang serempak, dan saling memperkuat dengan pemerintah-pemerintah daerah lain sangatlah diperlukan dalam memaksimalkan usaha pembinaan pusat pengembangan dan industri berbasis kelautan ini. Asosiasi Pemerintah Kota/Daerah dari dua belas kota yang memiliki potensi sejenis (common potential) dan kesamaan kepentingan (common interest) dapat pula didirikan. Tujuannya adalah untuk membentuk suatu forum yang dapat dipakai untuk saling berbagi pengalaman—sharing best practices—dan memperkuat jaringan pertumbuhan pusat industri dan finansial sekunder berbasis kelautan.

Pusat-pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan dapat dirancang di berbagai pulau di Indonesia secara merata. Lokasi-lokasi ini bisa dalam wewenang kota madya, kabupaten atau daerah tingkat I. Menurut penulis, lokasi yang sesuai untuk diusulkan adalah: Banda Aceh, Dumai, Bengkulu, Pontianak, Balikpapan, Tuban, Kendari, Bima, Toli-toli, Ternate, Biak, dan Merauke. Kota-kota ini sebagian mungkin masih sebagai kota yang lesu (sleepy town) atau mungkin baru bangkit, tetapi penulis percaya potensinya pada masa depan akan bagus dan menjadi tumpuan dari kawasan di sekitarnya.

Kota-kota ini merupakan pengembangan dari pusat perkembangan industri dan finansial “utama” yang sudah ada, seperti Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Semarang, Batam, Surabaya, Makassar ataupun Manado-Bitung. Penambahan ini dipandang perlu dari sudut memusatkan kembali perhatian bidang usaha (business refocusing) pada basis kelautan yang ditawarkan dan pemerataan pembangunan negara kepulauan Nusantara ini.

Mari kita tinjau beberapa kota pesisir pilihan ini satu per satu. Tidak tertutup kemungkinan bahwa beberapa kota menengah lainnya dapat pula dikembangkan sebagaimana kota-kota ini.

Banda Aceh diusulkan sebagai pusat pengembangan strategis wilayah barat karena posisi geografisnya yang sangat strategis berdekatan dengan Malaysia, India, Thailand, Myanmar, Bangladesh, dan kawasan Afrika Timur, serta menghubungkan pesisir barat bagian utara dari Sumatra. Kawasan pantai barat Sumatra sebelah utara memiliki potensi kelautan yang cukup baik. Dengan adanya gugusan pulau busur luar seperti Simeulue, Pulau Batu-batu, Nias, Siberut, dan Pini merupakan posisi yang strategis bagi penangkapan ikan. Melihat posisinya yang berhadapan dengan laut-dalam

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

6 5 H a l a m a n |

lautan Hindia, bisa diduga adanya beberapa lokasi upwelling atau lokasi di mana plankton dari laut-dalam muncul ke permukaan laut-dangkal sehingga ikan akan berkumpul dan menjadi lokasi target penangkapan ikan. Kawasan pantai barat ini memerlukan sentra industri pengolahan hasil tangkapan laut dan titik ekspor yang memadai.

Cadangan energinya di ujung Sumatra cukup untuk menggerakkan perekonomiannya secara langsung di lokasi yang bersangkutan (insitu). Lahan gas alam, meskipun semakin berkurang, tetapi relatif lebih banyak daripada daerah lain. Cekungan-cekungan sedimen di pantai timur Aceh pada kawasan lepas pantai Langsa hingga ke kawasan Laut Andaman, masih menjanjikan untuk dilakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas. Beberapa lapangan minyak dan gas telah ditemukan sejak dari arah selatan di Pangkalan Berandan hingga ke kawasan perairan negara Myanmar di utara.

Selain itu, cekungan-cekungan sedimen yang berpotensi menghasilkan minyak dan gas alam di lepas pantai barat provinsi Aceh, pada kawasan yang dikenal sebagai forearcs basin juga masih menjanjikan untuk bisa diekplorasi untuk menemukan cadangan gas alam.

Pengalaman pribadi penulis waktu melakukan eksplorasi minyak di kawasan itu, melihat bahwa perairan Pulau Nias sebenarnya banyak memiliki potensi yang bisa digali, baik bahan tambang untuk bahan baku pabrik semen, batu mulia maupun cadangan gas. Ekplorasi Caltex di perairan Nias memang dihentikan tahun 1998 karena tidak mendapatkan akumulasi gas atau minyak yang cukup ekonomis menurut ukuran Caltex untuk dieksploitasi lebih lanjut. Meskipun demikian, potensi berupa prospek ladang gas alam di lepas pantai Nias dan pulau-pulau di busur luar lainnya bukannya hilang begitu saja.

Dari segi perikanan Aceh memang masih memprihatinkan. Para nelayan yang turun ke laut masih menggunakan perahu yang amat sederhana. Meskipun demikian, hasil tangkapannya lumayan banyak untuk ukuran sampan yang menebar jala di lautan bebas. Suatu malam, penulis pernah berkemah di sebuah teluk yang sangat cantik di Pantai Moale, sisi Pulau Nias yang menghadap ke Lautan Hindia. Malam itu kami menyaksikan puluhan lampu kelap-kelip dari sampan para nelayan, muncul tenggelam dipermainkan ombak. Pada pagi harinya, kami memborong banyak ikan segar yang

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

6 6 | H a l a m a n

melimpah dari para nelayan kecil ini. Penulis rasa lokasi ini memang banyak ikannya, seperti yang dikemukakan oleh lembaga riset kelautan Australia. Demikian juga dengan kemungkinan terjadinya fenomena upwelling dari Lautan Hindia, di lokasi pesisir barat Nias dan pulau-pulau lain di sebelah barat Sumatra.

Kota minyak Dumai, pelabuhan untuk pengapalan ratusan ribu barel minyaksetiap hari ke negara-negara Asia Timur dan Amerika Serikat merupakan portal menuju ekonomi dunia. Roda perekonomian dunia memerlukan bahan bakar minyak, dan Dumai merupakan pintu gerbang keluarnya jutaan barel minyak. Di lepas pantai Dumai ribuan tanker berlalu-lalang melaju membawa minyak dari Timur Tengah dan dari bumi Riau sendiri untuk memberi tenaga dan melumasi dunia.

Setiap tahun, ada 50. 000 kapal kargo, tanker, dan kapal lain yang melalui Selat Malaka di depan Dumai ini. Dan sekira 10,3 juta barel minyak mengalir dari Timur Tengah ke Asia Timur melalui Selat ini. Dumai, yang berada di tepi“jalan raya utama” dan urat nadi perekonomian dunia ini dapat lebih ditingkatkan menjadi titik ekspor segala hasil perkebunan dan produksi dari pedalaman Sumatra bagian tengah. Pada tahun 2000, pelabuhan Dumai sibuk melayani tanker-tanker yang mengantarsekira 750. 000 barel minyak per hari dari bumi Riau ke segala penjuru dunia atau separuh lebih besar daripada ekspor minyak mentah Indonesia.

Track record ini selayaknya bisa dipakai untuk mengembangkan Dumai lebih dari sekadar titik ekspor minyak mentah. Dumai dan Pulau Rupat berpotensi untuk dapat dikembangkan sebagai pelabuhan kontainer untuk ekspor hasil olahan perkebunan dan pelayanan docking ribuan kapal yang melalui Selat Malaka. Hasil olahan hulu kepala sawit di kawasan Riau dan Sumatra Utara seperti Crude Palm Oil (CPO) atau hasil olahan hulu perkebunan karet berupa latex dari kawasan Kotapinang dapat terus diekspor melalui pelabuhan Dumai.

Dumai memiliki lokasi yang strategis sebagai penjaga gawang Selat Malaka, sebagai jalur 70% kebutuhan minyak mentah Asia Timur, demikian pula sebagai pintu gerbang terdekat ke Malaysia. Kapal-kapal yang berlalu di Selat Malaka ini menghidupkan ekonomi Asia Timur, Timur Tengah, pesisir barat Amerika, bahkan Eropa. Saat ini, hampir semua keperluan kapal-kapal ini dilayani oleh galangan kapal dan pelabuhan di Singapura.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

6 7 H a l a m a n |

Dumai juga didukung Pulau Rupat dan apabila keduanyabersinergi dengan Batam dan Belawan-Medan seharusnya mereka bisa merebut pasar pelayanan kapal-kapal besar yang berlalu-lalang ini, mulai dari yang sekadar mengisi bahan bakar, mengisi bekal bahan makan, perawatan kapal hingga ke aneka pelayanan galangan kapal (docking), di samping sebagai gerbang ekspor produk-produk Sumatra sendiri.

Cadangan energi untuk mendukung perkembangan industri berbasis maritim, yang melayani industri kelautan di Selat Malaka, dengan mudah diperoleh dari cadangan minyak dan gas di Cekungan Sumatra Tengah dengan lapangan minyak Minas, Zamrut, dan Duri serta lebih dari seratus ladang minyak kecil di Riau.

Bengkulu di pesisir barat Sumatra sebagai pusatbagi kawasan pengembangan pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan bersinergi dengan Padang serta kawasan industri di Anyer dan Bandar Lampung. Kota pesisir ini berada di pertengahan antara Padang dan Bandar Lampung. Meskipun pembangunan sudah lama dilaksanakan di bagian pesisir ini, tetapi sektor kelautan tidak mendapat perhatian yang selayaknya. Dengan terbukanya jalan raya lintas Sumatra pada sisi pesisir timur, maka jalur tepi barat relatif menjadi sepi. Oleh karena itu, pembangunan pelabuhan dan perhatian terhadap sektor kelautan akan membuka peluang yang lebih besar untuk menggali potensi yang ada.

Apabila pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan lebih ditekankan sebagai exit point, Bengkulu perlu mendapat penekanan sebagai entry point untuk pembangunan wilayah pantai barat Sumatra bagian selatan dan kawasan pesisir barat hingga ke Padang. Pada kawasan Bukit Barisan, terdapat berbagai bahan tambang termasuk tambang emas yang berpotensi untuk dieksplorasi dan dieksploitasi. Pelabuhannya dapat digunakan untuk jalur ekspor hasil tambang dan mineral dari kawasan barat Sumatra.

Lokasi Bengkulu juga berdekatan dengan potensi sumber panas bumi (geotermal) yang dapat digunakan sebagai sumber pasokan energi untuk pengembangan industri. Sepanjang Bukit Barisan pada Patahan Semangko, terdapat banyak lokasi yang memiliki prospek pembangkit listrik tenaga panas bumi seperti di Tambang Sawah, Gedong Hululais, Suban Graga, Bukit Daun, Bukit Kaba, Gunung Dempo, Lumut Balai (possible reserves: 300 MW), Ranau (resource: 125 MW), dan Suoh Sekincau (possible reserves: 375 MW).

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

6 8 | H a l a m a n

Beberapa blok telah ditawarkan oleh Pertamina untuk dieksplorasi bagi perusahaan yang berminat. Tersedianya pasokan listrik yang cukup besar akan memudahkan untuk mendirikan industri yang memberikan nilai tambah pada sumber daya alam sebelum diekspor ke luar negeri. Beberapa prospek minyak dan gas di lepas pantai Bengkulu pernah dieksplorasi oleh Fina Oil dan Canadian Petroleum. Beberapa indikasi akan adanya sumber daya ini ditemukan di kawasan laut sebagaimana di perairan Pulau Nias. Namun, hingga hari ini memang belum ada produksi minyak dan gas.

Industri perikanan dari laut dalam pada kawasan Zona Ekonomi Eksklusif ke arah Lautan Hindia masih belum dikembangkan di kawasan ini. Sayangnya para nelayan kita mayoritas masih tradisional. Contohnya hasil tangkapan nelayan Bengkulu pada tahun 2002 baru sekira 20. 000 ton atau 20 persen dari potensi yang diperkirakan ada di kawasan Bengkulu.

Para nelayan masih menggunakan jaring dan kapal tradisional dan hanya mampu beroperasi di kawasan laut kurang dari 12 nm. Padahal, potensi laut terbesar diyakini berada di wilayah 12 nm hingga kawasan ZEE. Di kawasan ini hidup lebih dari 51 jenis ikan dan beberapa telah dikenali memiliki nilai yang tinggi dan memenuhi standar ekspor seperti tuna besar, tongkol, dan tenggiri yang kualitasnya bagus. Di samping itu, perairan Bengkulu dikenali memiliki potensi ikan hiu dan ikanpari yang bernilai jual tinggi. Selanjutnya proses nilai tambah, seperti pemrosesan dan pengalengan produk sebelum diekspor dapat dilakukan di Bengkulu.

Menurut hasil riset industri yang dilakukan Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) Australia, di sekitar perairan barat, utara, dan selatan Nias terdapat ikan tuna sirip biru dengan berat 350 kg per ekor yang harganya mencapai 75 ribu dolar AS. Namun, kenyataannya hingga hari ini sektor perikanan di kawasan pantai barat Sumatra ini sangat memprihatinkan. Nelayan di Pulau Nias hanya mampu menangkap ikan tuna dengan berat 1-30 kg dan dijual dengan harga maksimal Rp10. 000 per kg atau sekira Rp0,3 juta saja per tangkapan. Apa yang dipanen masih sangat jauh dari potensinya yang bisa mencapai Rp600 juta per tangkapan (dengan kurs dolar = Rp8. 000).

Pulau Nias dan Pini pada gugusan kepulauan busur luar Sumatra yang menerus hingga ke Kepulauan Mentawai dan Enggano di seberang Bengkulu juga memiliki lobster. Pengalaman pribadi menyantap lobster yang

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

6 9 H a l a m a n |

besar sangat nikmat dan mengesankan bagi kami yang waktu itu membawa tamu-tamu kami dari perusahaan minyak. Menurut cerita nelayan di sana, lobster-lobster besar ini masih ditangkap dengan cara yang amat sederhana di Pulau Pini, ditangkap satu per satu dengan tangan oleh penyelam tanpa tabung oksigen. Tangkapan eksotis lainyang bernilai tinggi adalah kepiting-kepiting raksasa yang selalu menjadi oleh-oleh yang dinanti-nanti.

Kawasan ketiga, Pontianak sebagai pusat bagi kawasan perkembangan strategis di kawasan pesisir barat Kalimantan dapat bersinergi dengan Batam. Pulau Kalimantan yang begitu luas memerlukan export point di pantai barat. Selain jalur ekspor tradisional melalui darat ke negara jiran Serawak, kawasan Pontianak sebagaimana Batam juga memiliki keunggulan geografis seperti Singapura pada ujung paling depan dari Indonesia terhadap pusat pertumbuhan Asia tempat pasaran produk.

Lokasi pilihan di Kalimantan Barat ini dapat diperuntukkan sebagai tempat relokasi industri-industri yang berorientasi ekspor ke negara-negara pasar Serawak, Brunei, dan Sabah, bahkan ke negara-negara berpopulasi besar seperti Cina, Vietnam, Thailand, Hong Kong, Taiwan, dan Kampuche. Infrastruktur darat dari Pontianak ke negara-negara yang tumbuh pesat di Kalimantan sebelah utara (northen Borneo) ini dapat dipakai sebagai media ekspor hasil laut dan produk pemrosesan hasil laut yang ditangkap atau dibudidaya di kawasan Laut Natuna.

Lahan yang luas dan akses ke sumber daya alam di pedalaman Kalimantan, justru merupakan keunggulan yang tidak dimiliki Singapura. Di luar kota Pontianak, pada ujung utara yang berbatasan dengan Serawak, karena lokasinya berdekatan dengan Kepulauan Natuna yang memiliki cadangan gas raksasa di lepas pantainya, dapat pula dipertimbangkan untuk industri hilir perminyakan (downstream) dan industri padat energi (energy intensive) seperti pabrik kertas dan pulpa, pabrik baja, peleburan alumunium (alumunium smelter), pabrik pengolahan karet/ban, pabrik semen, atau industri yang menggunakan gas sebagai bahan baku (feedstock) seperti pabrik Petrokimia dan pabrik pupuk urea danammonia.

Hasil perikanan dari kawasan pesisir Kalimantan Barat yang menghadap Laut Natuna dan Selat Karimata yang relatif “tenang” sebagaimana Laut Jawa, justru membuka peluang industri budidaya perikanan sebagaimana yang telah dilakukan para pengusaha di pesisir Sumatra Selatan dan Lampung.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

7 0 | H a l a m a n

Pemasaran hasil budidaya dan hasil laut ini memiliki akses ekspor melalui darat ke Kuching, Bintulu, Miri, Brunei, dan Kota Kinabalu. Hal ini mengingat jalur jalan raya dari Pontianak hingga sepanjang Serawak, Brunei, dan Sabah telah terbuka lebar.

Jalur kereta api lintas Borneo bahkan sudah mulai dirintis dari ujung utara. Kenyataan ini memberikan keunggulan kompetitif yang unik bagi Pontianak, di mana penyediaan fasilitas, infrastruktur yang menarik bagi investasi budidaya kelautan, akan menarik investor dari negara tetangga yang datang dengan modal dan siap dengan pasar di negerinya yang telah menunggu. Perbedaan nilai tukar mata uang di perbatasan ini, juga merupakan tambahan daya tarik bagi investasi dan perdagangan. Para pengusaha dari Brunei yang pernah penulis temui mengatakan bahwa mereka tertarik melakukan bisnis dengan para pengusaha di Pontianak.

Kawasan Balikpapan ke utara hingga Bontang mewakili Kalimantan belahan timur disebabkan beberapa faktor penunjang diantaranya: sumber daya energi yang berlimpah, dilewati alur laut penting, gerbang timur menuju ke Kalimantan, faktor lahan dan geologis yang berlimpah, serta peran komplementer dalam pembangunan berbasis kelautan serta hasil hutan dan bumi yang juga berlimpah.

Lokasi Balikpapan dekat dengan sumber-sumber energi pembangkit listrik yang sangat dibutuhkan oleh industri berat padat energi, pabrik-pabrik, dan industri manufaktur. Memiliki sumber-sumber energi yang melimpah untuk pembangkit listrik dan bahkan untuk diekspor. Ladang-ladang minyak dan gas bertebaran dari kawasan Delta Sungai Mahakam hingga ke kawasan laut dalam (deepwater) Selat Makassar. Ladang minyak dan gas raksasa dari bagian laut dalam (lebih dari 1. 000 meter kedalaman air) tersebut dapat dipipakan langsung gasnya dari ladang-ladangnya ke pusat-pusat pembangkit listrik di Balikpapan. Apabila dirasakan perlu, bahan bakar lain untuk pembangkit listrik, Kalimantan Timur memiliki cadangan batu bara terbesar di Indonesia yang bisa dimanfaatkan dan dekat dengan sumbernya.

Sumber energi terbarukan (renewable energy source) dari laut juga berpotensi untuk dikembangkan di lepas pantai Kalimantan Timur ini. Contohnya, Pembangkit Listrik OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion), Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut, Pembangkit Listrik Tenaga Pasang-Surut (tide), dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin. Potensi ini ditunjang oleh kondisi, (1)

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

7 1 H a l a m a n |

Jarak pantai hingga laut dalam (>1000 meter) yang relatif dekat (<10 km). Adanya laut-dalam di dekat khatulistiwa memungkinkan diperoleh gradien suhu yang besar antara permukaan laut tropis (~27°C) dan laut-dalam (~4. 5°C) sehingga cukup potensial untuk mengembangkan OTEC; (2) Delta Sungai Mahakam yang cukup dipengaruhi oleh aliran pasang-surut (tide) setinggi 1,5 – 3,2 meter yang terus bergerak dan berbalik arah dalam siklus 12 jam dan mampu menggenangi hingga 50 km ke arah hulu; (3) Aliran Arus Laut Indonesia (Arlindo) yang mengalir deras di Selat Makassar dengan debit sekitar 9 juta meter kubik per detik dari Lautan Pasifik ke arah selatan menuju Lautan Hindia.

Relokasi kawasan industri yang memiliki ciri banyak memerlukan energi (energy intensive) dan berorientasi ekspor (export oriented) dari Pulau Jawa yang terlalu padat ke Kalimantan perlu dipertimbangkan. Relokasi ini dapat pula memberi kesempatan yang lebih luas pada swasta untuk mengembangkan kawasan tersebut untuk membangun industri logam, mesin dan industri galangan kapal, dan modifikasi anjungan lepas pantai.

Bahan gas dan kondensat yang melimpah serta ekses bahan bakar dari gas alam yang dieksploitasi dari kawasan lepas pantai Balikpapan serta cadangan batu bara (termasuk limbah gas metananya) yang amat melimpah dapat dimanfaatkan untuk membangun industri kertas dan pulpa yang lebih baik daripada sekadar ekspor kayu gelondongan; pabrik baja, peleburan alumunium (alumunium smelter), pabrik pengolahan karet/ban, pabrik semen yang bahannya dari pegunungan Meratus di selatan atau yang menggunakan gas sebagai bahan baku (feedstock) seperti pabrik Petrokimia, dan pabrik pupuk urea dan amonia.

Industri-industri ini sekilas tidak berhubungan dengan laut, tetapi karena hampir kesemuanya berorientasi ekspor, maka kebutuhan akan pelabuhan, kapal, dan segala penunjangnya akan ikut berkembang.

Bahkan, industri pelat baja prepabrikasi untuk bahan pembuatan kapal-kapal berikut galangan kapalnya dan anjungan produksi minyak dapat dikembangkan di sini. Mengapa tidak dicoba ditawarkan pada industri maritim berat di Jepang atau Korea Selatan, yang aktif membuat kapal, tanker, dan peralatan berat, untuk melakukan joint venture dan merelokasi pabriknya ke kawasan ini, mengingat mereka saat ini menggunakan listrik dari LNG yang diekspor dari Bontang di utara Balikpapan.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

7 2 | H a l a m a n

Kawasan Balikpapan dan Kalimantan Timur yang menghadap Selat Makassar berada pada Alur Laut Kepulauan Indonesia alur resmi yang sibuk dengan pelayaran internasional dari Australia, Timur Tengah, dan Afrika ke kawasan pertumbuhan ekonomi Asia Timur dan ASEAN Timur. Balikpapan juga merupakan provinsi Indonesia yang terdekat dengan Sabah, Serawak, Brunei, Filipina, dan lepas pantai Selat Makassar yang memiliki sumber gas alam dan minyak besar di kawasan Asia Timur–Tenggara. Lokasi geografisnya berada di gerbang Indonesia terhadap pusat pertumbuhan Asia Timur tempat pemasaran produk.

Kawasan pertumbuhan di negara-negara seputar Laut Sulawesi dan Laut Cina Selatan menjadi lebih mudah dijangkau, dibandingkan dengan kawasan lain di Indonesia. Sebagai kawasan relokasi industri, Balikpapan juga dapat digunakan sebagai pusat untuk berbagai kawasan perkembangan strategis di kawasan pedalaman Pulau Kalimantan ke dunia Asia Timur, Pasifik, Australia, dan Afrika.

Pulau Kalimantan dengan pedalaman yang luas dan pesisirnya yang panjang, secara geologis tanahnya lebih stabil dengan seismisitas (kemungkinan suatu kawasan mengalami gempa bumi) yang rendah dibandingkan dengan kawasan Jawa dan Sumatra. Dari seluruh pulau di Indonesia, Kalimantan memiliki seismisitas yang paling rendah. Ini artinya, kemungkinan mendapat risiko bencana gempa bumi sangat kecil. Dengan risiko yang rendah ini, maka biaya pendirian pabrik dalam masalah teknis dan biaya pembayaran premi asuransinya menjadi rendah, demikian pula harga lahan yang tentu sangat bersaing daripada Jawa, Sabah, Serawak, Singapura ataupun Semenanjung Malaysia. Oleh karena itu, biaya investasi industri berat berorientasi kelautan diharapkan lebih kompetitif dibandingkan dengan tempat lain.

Tuban di pantai utara Jawa Timur berpotensi besar sebagai hub atau poros pengembangan untuk berbagai kawasan perkembangan strategis berbasis kelautan, perminyakan lepas pantai, dan industri hilir (downstream industry) perminyakan di kawasan Laut Jawa dan pantai utara Jawa Timur.

Industri petrokimia terbesar yang terintegrasi telah dan sedang dibangun di kawasan Tuban ini. Industri ini memberikan nilai tambah pada produk minyak, gas, dan kondensat. Selain menyediakan lapangan kerja bagi ratusan ribu orang, industri ini juga membuat para pengusaha kecil dan menengah akan turut berkembang. Berkembangnya jasa kelautan juga akan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

7 3 H a l a m a n |

ikut tumbuh dengan ditingkatkannya kualitas dan kuantitas pelabuhan di kawasan ini. Industri petrokimia terintegrasi ini menjadikan tersedianya bahan polipropilenadan bahan-bahan kimia dasar yang sangat berguna bagi industri superplastik dan fiberglass yang pada giliran berikutnya membuka jalan bagi industri galangan kapal.

Kawasan Tuban juga berdekatan dengan sumber minyak dan gas dari Cepu, ladang minyak dan gas raksasa Banyu Urip yang baru ditemukan tahun 2000, serta beberapa ladang minyak lepas pantai di kawasan utara Pulau Madura yang banyak ditemukan pada awal abad 21. Kenyataan bahwa kawasan utara Pulau Jawa ini telah lama menjadi kawasan minyak dari Cepu hingga Wonokromo, tidak menjadikan kawasan ini sepi dari penemuan ladang minyak baru baik di daratan seperti Banyu Urip terlebih lagi di lepas pantai dari barat Bawean hingga Kangean.

Kekurangsuburan lapisan tanah di kawasan pantai utara Jawa ini, seharusnya diterima sebagai karunia terselubung (blessing in disguise) bagi pengembangan potensi kelautannya. Perikanan dan industri pengolahan hasil laut, di samping industri migas lepas pantai dan petrokimia terpadu, seharusnya digarap lebih serius. Pendanaan bukanlah hal yang sulit untuk didatangkan ke daerah ini, apabila ada proyek yang menarik. Tuban telah membuktikan ini dengan dibangunnya kompleks industri petrokimia terpadu. Industri tersebut bermula dari suatu impian, proyek dijual kepada pemilik modal dan pemilik mesin-mesin, dan dana pun akhirnya mengalir meski pemilik proyeknya sendiri hanya memiliki dana yang terbatas.

Kendari yang berada di Teluk Kendari yang indah dapat difungsikan sebagai hub untuk berbagai kawasan perkembangan strategis di kawasan timur Indonesia bagian tengah. Kota ini juga terkenal dengan berbagai keterampilan penduduknya mulai dari kerajinan perak yang sudah terkenal seantero Nusantara, juga pandai besi dan pelautnya. Dari lokasi ini dapat digunakan sebagai pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis pada kelautan untuk melayani industri berbasis kelautan yang beroperasi di laut-dalam (lebih dari 5. 000 meter) antara Maluku dan pesisir timur Sulawesi hingga Laut Banda.

Kepulauan Wakatobi di selatan Kendari dengan Pulau Tukang Besi yang terkenal dengan keterampilan para perajin besinya serta keindahan alam lautnya merupakan modal pembangunan di kawasan ini. Dari keindahan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

7 4 | H a l a m a n

taman lautnya, para pakar terumbu karang laut internasional memberi nilai yang sangat tinggi bagi Pulau Tukang Besi di Kepulauan Wakatobi, yaitu pada skala 34.

Keindahan karang dasar lautnya menurut mereka melebihi kepulaun Tahiti di Pasifik yang diberinya skala 22, Kepulauan Karibia di Atlantik pada skala 25, dan Kepulauan Maldives di Lautan Hindia, yang hanya 28. Ketiga nama tempat di luar negeri tadi memang lebih terkenal dan mendapat tempat di masyarakat dunia karena pemasaran turisme yang gencar. Namun pada masa depan,aset nyata seperti terumbu karang, insya Allahakan dapat dikenal dunia dan memberi nilai tambah bagi kepariwisataan laut, dan yang lebih penting lagi ia dapat memberi manfaat bagi peningkatan kualitas hidup dan kehidupan penduduk di kawasan Sulawesi Tenggara dan sekitarnya.

Selain itu, kepandaian para pandai besi di pulau ini, sehingga pulau ini diberi nama Tukang Besi, serta kemampuan berlayar dengan menggunakan kapal Lambo, yang lebih kecil dari Pinisi, telah mengantar mereka hingga ke Laut Arafuru di Utara Australia. Dan uniknya lagi, penduduk di sini ternyata memiliki keahlian menjinakkan bom yang banyak dijatuhkan di laut oleh para Tentara Sekutu pada Perang Dunia ke-II dan belum meletus. Kepiawaian para pandai besi di tingkat masyarakat pedesaan dan pesisir ini merupakan aset budaya yang bernilai untuk dikembangkan ke arah industri berbasis kelautan dengan teknologi yang lebih baik.

Beberapa sumber minyak dan gas yang cukup berarti telah ditemukan, di daerah Senoro-Toili, pada tahun 2002. Penemuan ini tentu menaikkan nilai ekonomi pesisir timur dan tenggara Sulawesi yang sudah lama tertinggal dan mendorong masuknya para investor. Perusahaan minyak dan gas, termasuk industri hilirnya, mulai melirik kawasan ini. Cadangan gas yang besar mendorong rencana didirikannya kilang LNG keempat di Indonesia setelah Aceh, Bontang, dan Tangguh-Irian. Produksi LNG ini nantinya akandiekspor ke Meksiko dan negara-negara haus energi. Bagi masyarakat dan pemerintah daerah, hal ini cukup menggembirakan, terlebih lagi dengan aturan baru yang memberi bagian atas hasil minyak dan gas kepada masyarakat di daerah tersebut melalui Pemerintah Daerah. Dana segar ini dapat dimanfaatkan melalui lembaga-lembaga finansial yang khusus didirikan untuk memfasilitasi tumbuhnya industri berbasis kelautan.

Proses pengayaan dan peningkatan nilai bagi hasil tambang dari Pegunungan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

7 5 H a l a m a n |

Verbeek di utara dan hasil aspal dari Pulau Buton di selatan dapat dilaksanakan di kawasan Kendari. Bijih nikel dapat diberi nilai tambah dengan mengolahnya di kawasan Kendari ini.

Bima diusulkan untuk menjadi pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan bagi kawasan tenggara Indonesia dengan Australia dan Timor-Timur. Saat ini, kepulauan di Nusa Tenggara ini seolah terabaikan pembangunannya, padahal potensi kelautan yang bisa digarap tidaklah kecil. Bima pernah menjadi pelabuhan penting pada jalur samudra klasik yang sudah tercatat dalam sejarah sejak abad ke-10. Sayangnya, kawasan kepulauan Nusa Tenggara ini tertinggal dalam memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi global.

Sebagai contoh, budidaya mutiara sudah lama dikenal dan membudaya di Kepulauan Nusa Tenggara ini. Potensi ini harus dikapitalisasi sehingga menjadi industri menengah yang berkembang dan mapan. Industri tidak hanya berhenti hingga panenan hasil budidaya, tetapi juga dilanjutkan hingga proses nilai tambah. Misalnya,dengan membuat industri kecil berupa pembuatan hiasan disertai pengepakan yang bagus dan didukung promosi penciptaan citra di pasaran dunia.

Aneka perhiasan dari dasar laut, seperti cangkang kerang, pecahan karang, sisik ikan, dan lain-lain dapat dikembangkan dengan mengikuti industri kerajian perhiasan mutiara yang sudah terkenal terlebih dahulu. Di New Zealand, industri hiasan—termasuk kancing baju—dari kulit kerang paua shell, tumbuh sebagai bagian dari industri modern. Produk berkualitasnya dapat diekspor dan dapat meningkatkan kualitas hidup pekerjanya.

Terlebih istimewa lagi, kawasan pedalaman dari pulau ini juga memiliki kandungan emas yang cukup besar. Perusahaan penambang emas dari Australia telah aktif mengeksplorasi dan mengeksploitasi cadangan bijih emas berkelas dunia (porphyry copper-gold deposit, 914 Mt @ 0. 53% CU, 0. 40g/t Au)15 yang ada di kawasan Batu Hijau di pulau tempat Kota Bima berada. Selayaknya, emas yang ditambang dari sini tidak hanya diekspor dalam bentuk bijih mentah, tetapi diberikan proses nilai tambah juga. Industri pengecorannya yang berpotensi untuk menyuplai industri perhiasan lokal perlu diadakan. Alangkah idealnya apabila kemilau mutiara dari dasar lautan dapat dirangkai dengan emas dari perbukitan Pulau Sumbawa.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

7 6 | H a l a m a n

Melihat jaraknya yang tidak jauh dari Bali, Pulau Komodo, Selat Lombok, dan Timor Leste yang sudah terkenal dalam sorotan dunia internasional, maka situasi ini dapat dimanfaatkan untuk mempromosikan potensi kelautan kawasan ini kepada dunia, baik dalam hal pariwisata, industri kerajian, industri emas maupun untuk budidaya laut. Mata dunia sudah terbiasa melihat sudut kepulauan ini, maka branding dapat dilakukan untuk menjual dan memopulerkan Bima sebagai hub wisata kelautan yang menangguk para turis yang datang ke Bali. Objek-objek yang bisa dijadikan sebagai andalan (anchor) antara lain Pulau Komodo, gugusan karang Pulau Masalembo, padang rumput dengan kuda-kuda liar, budidaya mutiara, dan Danau Tigawarna.

Toli-toli di ujung utara Indonesia untuk wilayah tengah utara yang berada pada daerah segitiga pertumbuhan BIMEAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Philipines/kawasan East ASEAN Growth). Toli-toli sebagai kota laut yang lama, posisi geografisnya sangat strategis karena merupakan pintu gerbang masuk ke Selat Makassar dari Laut Sulawesi. Posisinya pada sebuah teluk dengan kedalaman air laut yang cukup dalam, dan menghadap ke Filipina dan Sabah, juga jalur ke kawasan pertumbuhan Asia Timur sangat ideal.

Pelayaran dari Australia ke kawasan negara-negara macan Asia Timur, melalui perairan Toli-toli ini. Bahkan, lokasi ini lebih menguntungkan daripada Manado yang berada di ujung Semenanjung Sulawesi Utara. Budaya laut dari masyarakat di seputar pesisir Laut Sulawesi ini pun telah terbukti sejak berabad-abad lampau. Dan inilah modal budaya yang bernilai.

Kawasan ini juga tidak begitu jauh dari ladang-ladang minyak dan gas yang baru ditemukan di kawasan laut-dalam di Selat Makassar. Prospek sumber energi lain dari panas bumi (geotermal) juga ada di Semenanjung Sulawesi Utara. Saat ini, baru panas bumi di Lahendong, Tomaso, dan Kotamubagu di dekat Manado yang telah dieksploitasi. Pasokan energi ini dapat menghasilkan listrik untuk menggerakkan industri pengolahan hasil laut dan industri lain yang berbasis kelautan di kawasan itu.

Sebagai kawasan laut yang “tertutup” dan menampung sedimen dari kawasan daratan seperti Kalimantan, maka Laut Sulawesi memiliki potensi yang cukup besar bagi ditemukannya cadangan minyak dan gas pada kawasan laut-dalamnya pada kemudian hari. Aktivitas eksplorasi migas saat ini dilakukan di bagian utara lepas pantai Kepulauan Palawan di Filipina, dan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

7 7 H a l a m a n |

juga di kawasan barat lepas pantai Sipadan-Ligitan, Bunyu hingga Ujung Mangkalihat di Kalimantan Timur.

Ternate merupakan kota tua bekas tapak Kesultanan Ternate pada awal milenium yang lalu, juga bekas ibu kota Maluku. Meski hanya berada pada sebuah pulau yang “kecil”,sekira 15 km2, pulau ini memiliki pendukung alam yang bagus. Dengan gunung berapi Gamalama dan dua buah danau air tawar, serta pelabuhan yang menghadap laut-dalam dan merupakan alur laut internasional yang penting, maka Ternate akan mampu menjadi jangkar pengembangan kawasan yang berterusan.

Ternate dan Pulau Halmahera sampai saat ini perairannya belum dikenali sebagai penghasil minyak bumi dan gas alam. Daratannya memang belum diketahui terdapat panas bumi sebagai energi penggerak. Namun, ini tidak berarti tidak memiliki potensi ekonomi yang kuat. Pada abad ke-16, kawasan ini mulai dikenal oleh Portugis karena kekayaan rempah-rempahnya sehingga namaKerajaan Islam pada Jazîratâ Al-Mulk,yang kemudian dikenal dengan Maluku, menjadi perebutan berbagai kepentingan politik dan penyebaran agama para kolonialis. Kesan historis yang telah dikenal oleh dunia ini dapat dipergunakan sebagai citra (image dan branding) untuk membangkitkan dan memasarkan kembali kejayaan Kepulauan Maluku sebagai penghasil rempah-rempah dan kemudian untuk menjual hasil lautnya

Namun, posisi Pulau Halmahera yang berada di utara dan menghadap ke Lautan Pasifik, sangat kaya dengan hasil perikanan. Lokasi Pulau Halmahera berada pada pertemuan dua buah arus besar equatorial countercurrent yang dingin dari arah utara berbelok ke timur serta sebagian arus besar south equatorial dari arah timur, menjadikan lokasi ini bagaikan “pintu gerbang tol” lewatnya ikan-ikan. Berkah lokasi yang strategis ini perlu dimanfaatkan untuk membina industri perikanan yang modern. Armada penangkap ikan modern, termasuk dengan bantuan sonar dan satelit pendeteksi plankton di angkasa luar serta pabrik pengolahan hasil tangkapannya berpeluang untuk menangguk keuntungan sepanjang tahun di perairan ini. Fokuspada industri pengolah hasil tangkapan laut dapat menjadi potensi yang besar. Negara-negara tujuan ekspor ke Cina, Jepang, Korea, dan Amerika pun lebih dekat dicapai dari sini.

Kawasan Biak beserta teluknya yang dalam dan terlindungi dari lautan terbuka dapat dikembangkan menjadi pusat pengembangan industri dan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

7 8 | H a l a m a n

finansial sekunder kawasan paling timur Indonesia. Lokasinya merupakan gerbang Indonesia ke lingkar Pasifik Barat, melayani wilayah Pasifik Basin dan Asia Timur, yaitu Jepang, Korea, Filipina, Pantai Barat Amerika, dan negara-negara kepulauan Pasifik. Sebagaimana Ternate di Halmahera, perairan di sini pun merupakan kawasan yang kaya dengan sumber perikanan dan masih belum diusahakan secara maksimal.

Lokasi kota Biak pada sebuah pulau yang menghadap ke Lautan Pasifik sebelah barat dan berada pada gerbang utara Pulau Papua merupakan lokasi yang strategis, bahkan demikian pula dalam pertimbangan Jepang pada masa PD II dan juga negara adidaya Amerika Serikat. Strategis dalam arti pertahanan militer dan dalam hal perekonomian.

Pembentukan pusat pengembangan industri berbasis kelautan di kawasan ini sejalan dan menjadi pelengkap usulan Menteri Riset dan Teknologi waktu itu, B. J. Habibie, tentang pengembangan DAS (daerah aliran sungai) Mamberamo di daratan Papua (Irian Jaya). Kawasan ini selain dekat dengan pasar dunia, juga dekat dengan sumber daya energi pendukung seperti potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dari Sungai Mamberamo dan lapangan minyak dan gas alam raksasa Tangguh (Wiriagar) serta lapangan minyak lain di sekitarnya. Pelabuhan Udara Biak yang melayani penerbangan ke Benua Amerika dan penerbangan internasional lainnya, merupakan pintu gerbang ekspor yang telah tersedia dan dapat dikembangkan lagi.

Pulau tempatkota ini berada juga berhampiran dengan garis khatulistiwa. Lokasi di bawah garis khatulistiwa ini menarik bagi kepentingan peluncuran roket dan satelit. Bentuk bola bumi yang pepat di kedua kutubnya membuat kawasan di bawah garis khatulistiwa memiliki gaya gravitasi yang relatif lebih kecil. Ditambah dengan rotasi bumi pada porosnya, maka kawasan ini juga memiliki gayasentripetal yang optimal. Kedua faktor ini, di samping beberapa faktor lain, akan menjadikan peluncuran roket satelit di kawasan garis khatulistiwa menjadi pilihan yang ideal. Untuk kepentingan ini, Biak telah diincar oleh banyak negara besar yang ingin menumpang meluncurkan roketnya dari titik strategis ini.

Angkatan Laut Republik Indonesia sudah selayaknya memiliki Pangkalan Armada yang kuat dan tangguh di lokasi ini sebagaimana di ujung-ujung kawasan laut teritorial kita yang terluar, seperti di Banda Aceh, Miangas, dan Natuna. Angkatan Laut yang kuat ini bukan dimaksudkan untuk keperluan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

7 9 H a l a m a n |

perang, melainkan sebagai penjaga keamanan perairan dan memberikan jaminan ketenangan dan keamanan kepada para pelaku ekonomi yang mengail rezeki di perairan teritorial Indonesia hingga ke kawasan Zona Ekonomi Eksklusif yang jauh menjorok hingga 200 nm ke Lautan Pasifik, dan bahkan berpotensi mencapai 350 nmdari garis pantai Pulau Biak. Kapal-kapal patroli dapat mengawasi dan melindungi perairan dari perairan Pulau Miangas di selatan Filipina hingga ke lepas Pantai Jayapura, dari para nelayan pencuri ikan dari yang menggunakan perlengkapan modern dan para penceroboh perairan.

Pulau Biak juga memiliki banyak pantai yang indah sebagai aset pariwisata bahari yang sangat unggul seperti Pantai Bosnik, Paprare, Tanjung Korem, dan pulau-pulau beserta taman lautnya yang luar biasa. Di darat juga terdapat Air Terjun Wardo dan Sumber Biru. Wisata laut lain yang paling menarik adalah Kepulauan Mapia yang dipenuhi terumbu karang yang indah. Pulau Isnobabi, Rani, dan Padaido oleh sebuah pengelola perjalanan wisata disebut sebagai the most wonderful sea gardens in the world.

Klaim ini mengikuti penilaian para pakar wisata laut yang mendasarkan pada standart rating keelokan terumbu karang yang telah diterima internasional. Taman laut dan pantai di sini mendapat skor tiga puluh lima. Sebagai gambaran, skor yang diberikan kepada beberapa taman laut di luar negeri dan di Indonesia adalah Pulau Bunaken di dekat Manado mendapat skor 24; Tahiti di Lautan Pasifik mendapat skor 22, Caribbia di Atlantik mendapat skor 25, Maldives di Lautan Hindia mendapat skor 28, Flores mendapat skor 31, dan Pulau Tukang Besi di Sulawesi Tenggara mendapat skor 34.

Pernilaian ini meliputi kejernihan air, jenis ikan yang ada, jenis dan keadaan terumbu karang yang tumbuh, pasir, dan sinar matahari. Dalam hal fauna di darat, sebagai bagian dari aset wisata kepulauan, di pulau ini terdapat pula kehidupan burung-burung eksotis yang langka di dunia seperti Kakaktua Hitam dan Cenderawasih.

Merauke yang sebutan sebenarnya adalah “Ermasoek”, memiliki posisi geografis yang strategis dan perlu dikembangkan sebagai bagian penting dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kota ini menyimpan sejarah perjuangan pendirian NKRI karena banyak pejuang kemerdekaan dan interlektual Indonesia yang pernah “dibuang dan diasingkan” di Boven Digul dan Tanah Merah di dekat Merauke ini. Yang lebih terutama lagi adalah

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

8 0 | H a l a m a n

pada daerah di kawasan timur Indonesia ini masih sangat terbelakang dan kurang mendapat perhatian, padahal posisinya strategis karena merupakan pintu gerbang paling timur Indonesia ke kawasan Papua Nugini, New Zealand, Australia, dan negara-negara Pasifik Selatan.

Sebagai laluan utama dan jalan menuju pasar luar negeri, Merauke yang menghadap Selat Torres merupakan gerbang masuk kawasan Laut Arafura dan menghadap ke Teluk Carpentaria yang sejak dahulu kerap dikunjungi oleh para nelayan Bugis. Merauke dapat menjadi jangkar perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di kawasan selatan Pulau Papua yang amat luas. Dari titik ini dapat menjadi pintu masuk ke dataran rendah di Pulau Papua melalui banyak sungai yang menuju pedalaman di sebelah utara.

Sungai Maro di dekat Merauke memiliki nilai yang penting, tidak saja sebagai pemasok air tawar, tetapi juga berpotensi sebagai urat nadi transportasi yang efektif sebelum jalan-jalan potong ke pedalaman banyak dibuka. Sungai Maro yang lebarnya lebih kurang 500 meter itu bersama sembilan sungai besar lainnya, yaitu Bian, Digul, Yuliana, Lorents, Unir, Kouh, Braza, Sirets, dan Bets, merupakan sumber air tawar untuk pengairan dan potensi prasarana angkutan. Meski sebagai prasarana transportasi belum mudah untuk membuka daerah yang luasnya hampir sama dengan seluruh Pulau Jawa, setidaknya jalan air ini lebih ekonomis untuk membuka daerah dan merealisasikan potensi yang ada di pedalaman.

Untuk menggerakkan ekonomi diperlukan sumber daya energi yang potensinya dapat diperoleh dari minyak dan gas di lepas pantai atau dari sumber energi terbarukan dari sungai-sungai di situ. Kegiatan eksplorasi minyak menunjukkan peningkatan pada kawasan Arafura ini yang berdekatan dengan cekungan sedimen Arafura. Beberapa survei seismik telah dilakukan. Penemuan-penemuan besar di celah Timor, di paparan Northwest Australia, di kepala burung Papua serta daerah di Papua Nugini telah menghidupkan kembali minat para pencari minyak untuk mengevaluasi kembali kawasan Laut Arafuru ini.

Kawasan ini memiliki potensi besar dalam perikanan laut dan darat, teripang, dan berbagai jenis moluska sebagaimana yang dicari para nelayan Bugis sejak abad ke-17-18. Sembilan puluh delapan persen luas wilayah Merauke memang masih berupa hutan. Tahun 2000 misalnya, kehutanan memberikan

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

8 1 H a l a m a n |

kontribusi terbesar bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Meskipun demikian, sektor perikanan juga bersaing ketat dan menjadi penyumbang terbesar kedua bagi berlangsungnya kegiatan ekonomi wilayah ini. Luas perairan laut kawasan ini pun terbilang besar, 75. 000 kilometer persegi ditambah perairan darat 71. 000 kilometer persegi. Dari perairan ini dihasilkan antara lain udang, ikan pelagis, ikan demersal, kakap, belanak, dan tenggiri.

Ikan hias yang amat mahal, Arwana, pun ada di sana. Populasi terbesar ikan Arwana ada di Sungai Kumbe, Bulaka, Biau, dan Sungai Digul. Selain sebagai potensi untuk dapat dibudidayakan, ikan ini juga merupakan daya tarik pariwisata bahari di samping binatang-binatang eksotis seperti Kuskus, Kasuari, Cenderawasih, Kakaktua Hitam dan Putih, Buaya, dan masih banyak lagi.

Sungai Digul yang dalam dan tenang juga dapat dilayari hingga ke pedalaman. Objek budaya yang sudah dikenal dunia dan menjadi andalan kawasan ini adalah seni Patung Asmat yang dihasilkan oleh suku Asmat di daerah ini. Potensi yang terakhir ini melengkapi sederetan keunggulan kompetitif Merauke sebagai pusat sekunder bagi pengembangan pariwisata bahari.

PorosPesisir-Pedalaman

Rekan penulis, Ahmiyul Rauf, di Riau mencoba menjual ide yang sangat brilian menyangkut akses para penduduk Riau terhadap aset Riau yang besar, Selat Malaka. Beliau pernah mengusulkan agar, di samping jalan lintas timur Sumatra yang sudah ada, perlu diupayakan segera pembangunan jalan-jalan yang memotong lintas timur Sumatra tersebut menuju ke pesisir-pesisir timur Sumatra yang menghadap ke Selat Malaka. Membuat jalan yang memotong lintas timur Sumatra berarti mengembangkan Poros Pesisir–Pedalaman. Prasarana transportasi yang dirancang tegak lurus dari garis pantai ini sangat masuk akal. Akan lebih membawa dampak lagi apabila prasarana yang dibuat merupakan kombinasi penetrasi antara jalan air berupa sungai dan kanal dan jalan darat.

Pemindahan ibu kota Riau ke Pekanbaru sendiri sebenarnya adalah suatu kemunduran apabila dipandang dari segi aksesibilitas kota ini pada jalur

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

8 2 | H a l a m a n

laut utama. Akses dan interkoneksi yang tinggi yang dimiliki Tanjungpinang sebagai ibu kota Riau terhadap dunia internasional, menjadi hilang saat ibu kota Riau berpindah ke pedalaman di Pekanbaru. Meski masih juga di tepi Sungai Siak yang bisa dilayari kapal pengangkut kontainer, tetapi lokasinya tetap lebih menjorok ke dalam dibandingkan dengan ibu kota Kerajaan Siak kuno di Siak Sri Inderapura.

Penulis sendiri pernah menggunakan speedboat yang melaju kencang dari Pekanbaru menuju Muara Kampar, perlu sekitar 6 jam untuk mencapai muara Sungai Siak sendiri. Apatah lagi kapal dagang bermuatan komoditas ekspor, akan merayap menyusuri Sungai Siak yang berkelok-kelok. Dalam hal keterbatasan akses pada pelayaran dan lintasan perdagangan internasional yang ada di Selat Malaka inilah, lokasi Pekanbaru sebagai ibu kota Riau kurang menguntungkan dan cenderung mengabaikan keunggulan kompetitif provinsi Riau yang menjadi “penghulu” dari Selat Malaka.

Di daratan Sumatra dan pulau-pulau besar lainnya di Indonesia, daerah-daerah pedalaman yang banyak menghasilkan sumber daya alamiah bisa semakin diberdayakan dengan diberi kemudahan akses ke jalur perdagangan dan ekonomi dunia. Pedalaman harus terhubung dengan baik dengan kawasan pesisir. Ini akan sangat banyak faedahnya untuk masyarakat pedalaman maupun masyarakat pesisir. Para nelayan akan lebih mudah memasarkan hasil tangkapannya ke konsumen di sisi pedalaman pulau, sedangkan para petani, peladang, dan pekebun produsen hasil agroindustri bisa lebih cepat memasarkan ke kawasan Nusantara atau bahkan ekspor ke mancanegara. Barang-barang dan mesin-mesin produksi yang dibuat di mancanegara dapat pula dibawa masuk dengan mudah hingga jauh ke pedalaman.

Dua potensi Poros Pesisir-Pedalaman yang perlu diperhatikan adalah, Pertama, jalan potong ke pedalaman. Kedua, sungai atau kanal. Keduanya bisa diterapkan secara bersamaan dengan mempertimbangkan kondisi alam dan nilai keunggulan daerah ataupulau.

Jalan potong ke pedalaman atau jalan masuk/akses dari pesisir yang menusuk ke jantung pulau di pedalaman akan menghasilkan aliran barang dari dua kutub yang memiliki beda potensial yang besar. Perbedaan potensial yang besar ini tentu akan menggerakkan arus ekonomi yang kuat dan berkesinambungan.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

8 3 H a l a m a n |

Potensi kelautan berupa bahan pangan kaya protein, dan mineral dapat diuangkan jika dipasarkan di daratan tempat permintaan (demand) belum terpenuhi. Sebaliknya, potensi di pedalaman berupa bahan pangan karbohidrat dapat dipasok untuk memenuhi permintaan di kota pelabuhan atau diekspor.

Apabila negara mencarikan anggaran dana yang cukup untuk membangun jalan raya yang menghubungkan Pontianak dan Banjarmasin melalui pesisir, maka akan lebih strategis jika dana yang sama kita alokasikan untuk membangun Poros Pesisir-Pedalaman dengan kombinasi jalan air (sungai dan kanal) dan jalan darat. Pembangunan dapat dirancang dengan mengombinasikan jalur Sungai Mahakam, Kapuas, Barito, dan beberapa kanal buatan dengan jalan raya interkoneksi antarpelabuhan sungai di pedalaman.

Kalau tidak, barangkali anggaran dana yang sama dipakai untuk membuat jalan raya lintas Poros Pesisir-Pedalaman Kalimatan Timur sebelah utara dengan memanfaatkan Sungai Sesayap hingga Kota Bangalan kemudian diteruskan dengan membangun jalan menuju Kota Longbawang di perbatasan negara dan terus menembus Kota Bangar di Brunei dan Kota Lawas di Serawak serta ke Kota Kinabalu di Sabah. Jalur kombinasi ini akan memberdayakan potensi yang dimiliki oleh kawasan yang dilalui poros ini.

Beberapa provinsi di Indonesia, secara sendiri-sendiri maupun bersama, telah mencanangkan rencana pembangunan jalan raya lingkar pulau, di Provinsi Banten dan beberapa Provinsi Kalimantan tadi. Jalan lingkar pulau memang memiliki nilai positif untuk pertahanan dan kelak juga diperlukan kalau memang sudah ada aset ekonomi yang perlu dipertahankan. Namun sebagai prioritas, dahulukan membangun prasarana untuk tumbuh berkembang dan prasarana untuk mewujudkan potensi yang terkandung di pulau yang bersangkutan. Menurut penulis, jalan lingkar pesisir lebih banyak membawa kemudaratan daripada keuntungan.

Alasannya antara lain: (1) Membuat jalan lingkar pulau, berarti menyia-nyiakan “jalan raya” laut yang sudah ada secara alamiah; (2) Tidak membawa nilai tambah bagi peningkatan ekonomi pedalaman tempat bahan pangan dan mineral dihasilkan; (3) Teknologi yang lebih banyak tantangannya untuk membangun jalan di tepi pantai pada kawasan yang kemungkinan besar berawa (swampy), berpotensi terkena abrasi, jenis tanah yang labil, tebing karang atau malah berpasir ; (4) Biaya akan lebih mahal karena

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

8 4 | H a l a m a n

memerlukan teknologi canggih yang penuh tantangan; (5) Lebih murah jika kita membangun beberapa dermaga di ujung jalan Poros Pesisir–Pedalaman daripada membangun banyak jembatan yang memotong beberapa muara sungai di sepanjang lingkar pulau; (6) Beberapa habitat pesisir berupa flora dan fauna pesisir seperti bakau berpotensi untuk dirusakkan.

Di Sumatra tengah, alangkah baiknya jika titik ekspor Riau tidak hanya bergantung pada Pelabuhan Dumai saja, tetapi juga pada pelabuhan-pelabuhan lain yang tumbuh berkembang karena terhubung dengan pusat-pusat produsen getah karet di Kampar, kelapa sawit di seantero Riau, rambutan, durian, dan lain-lain. Sungai Kampar yang cukup lebar dan dapat dilayari hingga ke jantung Riau perlu diberdayakan untuk menjadi prasarana pengangkutan hasil perkebunan di pedalaman. Kota Butun dan Sungai Pakning misalnya perlu dihubungkan dengan jaringan jalan lintas pedalaman timur laut-barat daya yang layak dan memadai, seperti ide Ahmiyul tadi. Kombinasi lintasan-lintasan jalan air dan jalan darat sebagai Poros Pesisir-Pedalaman lain perlu diupayakan sepanjang Pulau Sumatra dan pulau-pulau besar lain yang miskin prasarana transportasi.

Orang Riau dan juga para pengambil kebijakan pembangunan di seluruh pelosok wilayah Indonesia, selayaknya menyikapi pergeseran paradigma dalam memandang sumber daya alam. Minyak dan segala bahan tambang bukanlah segala-galanya dalam hal sumber daya alam. Lokasi yang strategis alamiah bangsa Indonesia yang dikaruniakan oleh Allah dengan jaringan dan jalur pelayaran laut ini adalah juga merupakan sumber daya alam yang perlu dikembangkan dan diaktualisasikan semaksimal mungkin.

Perhatikan Singapura yang tidak memiliki sumber daya alam berupa energi minyak seperti Riau, tetapi mengeksploitir keunggulan lokasi geografis yang dimilikinya. Singapura paham betul bahwa memiliki lokasi yang bagus sama beruntungnya atau bahkan lebih beruntung daripada memiliki biliunan barel minyak mentah atau miliaran kubik meter kayu, tetapi tidak punya point of export yang strategis dan kompetitif.

Kondisi yang telanjur dibuat misalnya di Riau masih bisa diperbaiki dengan mengapitalisasikan potensi Riau yang lain. Sungai Siak sebagai urat nadi perekonomian dapat diperbaiki. Kita dapat belajar dari pengalaman negara-negara maju dalam memanfaatkan jalur air untuk meningkatkan ekonomi daerah di pedalaman. Kota industri—dan kota bola—Manchester di Inggris

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

8 5 H a l a m a n |

yang terletak sekitar 54 kilometer dari pesisir dapat meningkat ekonominya dan menjadi kota industri manufaktur yang maju pesat serta memiliki pelabuhan besar karena didukung oleh sebuah kanal ManchesterShip Canal—kanal paling penting di Inggris—yang menjadi Poros Pesisir-Pedalaman.

Kota minyak Houston di Amerika Serikat, yang terletak sekitar 80 kilometer di pedalaman juga dapat menjadi kota industri minyak yang ekfektif dengan dimilikinya kanal Houston Ship Canal yang menghubungkannya dengan Teluk Meksiko. Kapal-kapal yang membawa muatan berat untuk kepentingan pembangunan dan industri dapat merapat di kota pedalaman tersebut karena adanya kanal yang sengaja dibuat.

Potensi kedua dari Poros Pesisir-Pedalaman adalah sungai dan kanal. Kekayaan kawasan perairan Nusantara tidak hanya laut saja, tetapi juga kekayaan berupa lebih dari seribu sungai dan danau. Sungai yang sudah dipetakan, baik yang pendek dan yang panjang ada 1. 278 (menurut Sudaryono 1976). Jumlah sungai di Indonesia yang tercatat dan panjangnya lebih dari 40 km di Pulau Jawa ada sekitar 268 aliran sungai, di Sumatra ada 61 sungai, di Kalimantan ada 20 batang sungai, di Sulawesi ada 41 batang sungai, dan di Papua (Irian Jaya) ada 43 batang sungai. Sedangkan panjang seluruh sungai di Indonesia ada 18. 000 kilometer dengan 10. 000 kilometer sungai yang dapat dilayari kapal pada musim kemarau.

Dari data tersebut, Jawa tampaknya pulau yang paling banyak memiliki sungai yang panjang, tetapi kemampuan untuk dilayari kapal barangkali menjadi masalah. Sedangkan di pulau-pulau besar lainnya, sungai-sungai yang ada dapat dilayari secara efektif hingga jauh ke pedalaman.

Sistem sungai-sungai besar seperti Bengawan Solo, Brantas, Ciliwung, Musi, Batanghari, Kampar, Siak, Pinang, Barito, Kapuas, Mahakam, Jeneberang, Merauke, Mamberamo, dan lainnya dapat ditingkatkan sebagai urat nadi perekonomian, prasarana transportasi yang memberdayakan potensi pedalaman dan menjadi Poros Pesisir-Pedalaman.

Beberapa sungai yang lebar dan dalam, dapat dilayari kapal besar hingga jauh ke arah hulu. Seperti Sungai Siak di Riau sebagai sungai yang terdalam Indonesia, mampu dilayari hingga ratusan kilometer ke arah hulu hingga kotaPekanbaru oleh kapal-kapal peti kemas. Namun, bentuk sungai yang

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

8 6 | H a l a m a n

berkelok-kelok (meandering) menjadikan perjalanan di sungai ini memakan waktu yang lama. Mungkin beberapa pelurusan dengan membuat kanal-kanal pada beberapa tempat dan pelebaran sungai ini, dapat menjadikan prasarana pengangkutan muatan berat dan massa yang efisien, cepat, dan murah.

Ketika jaringan jalan raya belum berkembang di banyak pulau, terlebih lagi jalur kereta api masih belum dibangun, pilihan memberdayakan jalan air berupa sungai-sungai merupakan pilihan perintisan yang menarik. Hutan-hutan tropis curah hujan yang lebat di pedalaman terlalu bernilai untuk ditebangi. Biaya membersihkan hutan dan memperkuat lapisan tanah yang umumnya lunak ini juga memakan biaya yang besar. Sebagai alternatif untuk perintisan, menumbuhkan Poros Pesisir-Pedalaman dapat dilakukan dengan memberdayakan jalan air melalui sungai-sungai besar. Dermaga-dermaga sungai pada berapa titik kota pedalaman di arah hulu sungai dapat dibangun. Jalur air ini memiliki beberapa kelebihan pada tahap perintisan Poros Pesisir-Pedalaman ini.

Kelebihan jalan air berupa sungai dan kanal buatan antara lain memungkinkan pengangkutan barang kargo yang berukuran besar dan berat dengan cepat dan murah, berupa hasil panen, alat-alat berat untuk keperluan pembangunan, generator listrik, bahan bakar minyak, mesin-mesin pabrik dan industri, barang-barang pabrik, dan lain-lain. Bus air dan feri di sungai dapat digunakan untuk pengangkutan penumpang secara massal dari muara atau kota pelabuhan di pesisir menuju ke kota pedalaman.

Selain itu, kanal buatan dapat ditambahkan atau dibangun berdasarkan sistem sungai yang telah ada. Sistem interkoneksi antarkanal dan yang menghubungkan sungai-sungai juga memudahkan transportasi dan komunikasi massal seperti di Eropa. Kanal yang menghubungkan sungai-sungai dan danau dapat berupa sistem irigasi untuk keperluan pertanian dan perkebunan. Selain itu, kanal buatan dapat pula berfungsi sebagai sistem pembuangan limbah (drainage), penanggulangan banjir sekaligus pembangkit listrik tenaga air.

Kita bisa mengambil pelajaran bagaimana ibu kota Belanda tumbuh berkembang dari sebuah desa nelayan, Amstel-dam (kini Amsterdam). Amsterdam kini justru merupakan kota kanal yang sibuk sebagai kota

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

8 7 H a l a m a n |

perdagangan internasional sekaligus cantik dan menawan. Ada sekitar 100 kilometer panjang kanal yang saling memotong di dalam dan seputar kota ini bagai rumah laba-laba. Ada seribuan jembatan di kota ini yang melintas di atas kanal-kanal itu. Orang dapat bepergian dengan berganti-ganti antara mengendarai bus ataupun perahu feri di kota ini.

Kanal-kanal besar yang melewati Amsterdam juga menghubungkan Laut Utara dengan sistem sungai yang ada di pedalaman Eropa. Kanal-kanal ini sengaja dibuat atau hasil modifikasi dari sungai-sungai yang ada. Pendekatan ini berhasil membuka keterkungkungan kawasan pedalaman. Poros Pesisir-Pedalaman memang sangat penting untuk memajukan wilayah sebuah negara secara merata. Potensi pedalaman dalam direalisasikan dengan terbukanya jalur poros seperti ini. Jaringan kanal di Eropa dan Amerika, demikan juga di Cina, telah membuktikan dapat membantu pertumbuhan ekonomi melalui industri manufaktur maupun pertanian dan sumber daya alam.

Di Cina, yang menyadari akan daratan yang begitu luas dan membatasi berlangsungnya transformasi sosial dan ekonomi, telah pula memakai pendekatan pembangunan jalan air untuk memperoleh akses ke pesisir. Kanal tertua dan terbesar di dunia ada di Cina, yaitu The Grand Canal of China, yang mulai dibuat pada 7 abad sebelum Masehi dan baru diselesaikan oleh Kubilai Khan pada 1280. Panjang kanal ini lebih dari 1. 600 kilometer.

Hari ini hampir seluruh Eropa telah dipenuhi oleh jaringan jalan air hingga ke pedalaman, baik yang menghubungkan sungai-sungai alamiah maupun jaringan kanal buatan. Seluruh sistem sungai besar di Eropa Utara telah tersambung karena adanya kanal-kanal.

Di Benua Amerika, pencapaian penting dari pembangunan kanal di pedalaman sebelah timur Amerika adalah terbukanya kawasan Great Lakes bagi industri dan pertanian, sekaligus menjadi pembuka pasar baru bagi barang pabrikan dari pabrik-pabrik yang berada di kota-kota pesisir timur Amerika. Saat ini, total ada sekitar 4. 500 kilometer jalan air pedalaman (intracoastal waterway) di Amerika Serikat. Sistem jalan air di Illinois menghubungkan antara The Great Lakes dan Teluk Mexico melalui sungai Mississippi, memungkinkan kapal masuk dari Teluk Mexico dan terus menuju kota-kota di jantung Amerika hingga ke Detroit.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

8 8 | H a l a m a n

Pemandangan yang sangat menakjubkan saat kapal pesiar mewah raksasa Celebrity Silhouette sedang mengarungi Sungai Ems dari galangan kapal pembuatnya di Meyer Werft di Pepenburg Jerman,sejauh 26 mil menuju Laut Utara. Kapal berukuran panjang hampir 3 kali lapangan sepak bola dan tinggi hampir seperti hotel 10 tingkat ini dengan hati-hati melayari sungai Ems yang dalamnya hanya 7,3 meter dimana di beberapa tempat jharus bermanuver dengan menyisakan sela selebar 5 ft dengan memperhitungkan waktu air pasang. Air yang memiliki sifat cair dan mampu menahan beban yang amat berat ini memungkinkan orang mengangkut dan memindahkan barang yang amat berat dari satu tempat ke tempat lain yang jauh. Industri mesin-mesin berat dan bahkan perkapalan dapat dibuat di kota pedalaman sepanjang tersedia jalan air berupa sungai atau kanal yang dapat mengangkut produk hasil industri tersebut ke laut lepas dan kemudian ke pasar. Sumber: http://www. cruisenewsweekly. com/2011/07/01/celebrity-silhouette-completes-tight-squeeze/.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

8 9 H a l a m a n |

PencitraanSatelit

Indonesia selayaknya juga mengerahkan berbagai sumber daya manusianya di segala bidang untuk mendayagunakan potensi yang ada di negara kepulauan Nusantara ini. Negara-negara lain yang tidak memiliki jumlah lautan dan pulau sebanyak Indonesia saja lebih proaktif mengerahkan para ahlinya dengan segala insentifnya untuk terjun ke laut. Untuk memahami laut tidaklah melulu harus dengan mencebur langsung ke laut. Teknologi remote sensing yang semakin canggih dengan resolusi yang makin tinggi, bandwidth yang semakin sempit dengan rangkaian multispektral telah membuktikan sebagai teknologi yang sangat penting bagi penelitian dan pendayagunaan laut. Saat ini, telah semakin banyak satelit observasi lautan yang diluncurkan guna memahami sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi dari lautan dalam untuk kepentingan menggali potensinya yang melimpah ruah.

Salah satu negara yang telah aktif memanfaatkan teknologi ruang angkasa untuk memahami lautan adalah India. Pada 26 Mei 1999 India telah meluncurkan satelit pengamat samudra canggihnya, IRS-P4. Satelit yang dikhususkan untuk penelitian oseanografis tersebut mengorbit pada ketinggian 727 kilometer diorbit polar Sun-synchronous bersama dengan satelit-satelit peneliti milik Korea Selatan dan Jerman.

IRS-P4 memuat dua buah instrumen utama, yaitu sebuah Ocean Colour Monitor (OCM) dan sebuah Multifrequency Scanning Microwave Radiometer(MSMR) untuk mempelajari sifat-sifat biologis dan dinamika fisika samudra. Data hasil pengukuran OCM maupun MSMR dipancarkan dari satelit dan diterima oleh stasiun bumi National Remote Sensing Agency (NRSA) yang berpusat di Hyderabad. Masyarakat kelautan dan ilmuwan selanjutnya dapat memanfaatkan data-data yang sangat bernilai tersebut untuk kepentingan ekonomis maupun riset. Alat OCM, yang dibuat para ilmuwan India dengan bantuan teknologi Jerman, didesain untuk mengamati sifat-sifat optik pigmen phytoplankton dan partikel-partikel anorganik di lautan.

Pemahaman mengenai kondisi phytoplankton itu penting karena phytoplanktonmerupakan komponen dari sistem rantai makanan yang penting dalam daur kehidupan di laut. Pertumbuhan dan kematian

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

9 0 | H a l a m a n

phytoplankton dalam lingkungan laut memberikan indikasi bagi kondisi kesuburan laut. Perkiraan akan mutu phytoplankton yang hidup di lautan ini dapat terdeteksi dari angkasa berdasarkan pada perubahan sifat optik air laut yang disebabkan oleh klorofil.

Informasi ini selanjutnya dapat digunakan oleh para nelayan untuk menunjukkan dengan tepat kawasan yang masih kaya dengan ikan. Alat instrumen lain pada satelit India tersebut, MSMR, memiliki bermacam-macam aplikasi yang potensial untuk mengumpulkan data dinamika lautan dan atmosfer untuk membuat perkiraan mengenai suhu permukaan laut, kecepatan angin di permukaan laut, kandungan air awan serta muatan uap air di atmosfer. Data MSMR dapat digunakan untuk meramalkan kapan datangnya musim hujan, memperkirakan badai tropis bahkan memahami dinamika lapisan es di Antartika yang memengaruhi suhu global terutama suhu air laut.

Lembaga-lembaga penelitian di tanah air pun alhamdulillah telah semakin maju dalam menginventarisasikan potensi kelautan kita. Meski penulis belum mendengar program survei, inventarisasi, dan karakterisasi kelautan kita dengan memanfaatkan teknologi satelit milik sendiri, tetapi lembaga seperti Bakosurtanal, Lembaga Oseanologi Nasional, Hidros TNI-AL, LIPI, dan BPPT, telah banyak bekerja sama dengan berbagai lembaga keilmuwan, profesi, dan industri kelautan dari negara-negara lain untuk menginventarisasi sumber daya laut serta memonitor kekayaan kelautan Nusantara.

Survei geofisika, geologi, geokimia, biologi kelautan, perikanan, teknologi kelautan, hingga ke masalah sosial penduduk pesisir telah dan terus dilaksanakan. Beberapa negara maju ikut pula berkepentingan dan ikut andil dalam proyek-proyek ini. Survei yang dilakukan antara lain dengan melakukan pemetaan digital atas beberapa potensi kelautan kita antara lain, jaringan stasiun diferensial GPS, stasiun pengukuran standar air pasang-surut, survei Alur Laut Kepulauan Indonesia, penentuan garis dasar kepulauan, pemantauan perubahan suhu air laut, dan lain-lain.

Selain lembaga-lembaga yang jelas memiliki kepentingan kelautan di atas, perlu juga dilibatkan lembaga antariksa seperti Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) untuk menyingsingkan lengan menyisihkan dana untuk proyek angkasa dan penerbangan untuk kepentingan laut. Segmen pasar hasil penelitian ini lebih jelas daripada program eksplorasi angkasa

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

9 1 H a l a m a n |

luar yang dibiarkan saja untuk sementara waktu menjadi proyek negara-negara maju. Sebagai contoh, penentuan batas kontinental margin, dapat dilakukan dengan menggunakan satelite altimeter.

Sehingga penentuan Zona Ekonomi Eksklusif juga semakin akurat. Pemetaan struktur retakan, patahan, dan lipatan bumi yang berguna bagi eksplorasi minyak dan gas serta mineral di dasar samudra kini juga dilakukan dengan bantuan satelit. Deteksi rembesan minyak dari dasar laut yang memberikan indikasi terdapatnya petroleum sistem atau kemungkinan cadangan minyak, juga dapat dilakukan dengan mempelajari hasil pengukuran yang dilakukan oleh satelit. Pengawasan polusi di atas permukaan laut juga kini dilakukan dari atas angkasa luar selain dari foto udara dengan menggunakan pesawat terbang.

RancanganTindakanTaktis

Beberapa tindakan taktis dan populer dapat dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran bahari (maritime awareness) dan menanamkan wawasan kelautan kepada orang-orang Indonesia, terutama pada generasi mudanya.

Lembaga pemerintah maupun nonpemerintah dapat mengambil inisiatif mengoordinir beberapa lembaga terkait untuk bersinergi menyelenggarakan program-program pendidikan, budaya, olahraga, atau hiburan yang berorientasi ke laut. Misalnya dalam hal membuka wawasan kelautan dan memajukan teknologi perahu layar dapat dimulai dengan menjadi penyelengara dan tuan rumah bagi rangkaian lomba perahu layar tingkat dunia untuk perahu layar dengan teknologi tinggi (yacht). Atau secara rutin mengadakan rangkaian perlombaan perahu layar tradisional, Pinisi, dan perahu jenis lainsecara nasional lebih sering daripada yang sudah dilakukan di beberapa tempat seperti di Pare-Pare Sulawesi Selatan. Yang pada lomba tradisional tadi dapat diperkenalkan teknik dan penemuan baru yang akan meningkatkan kualitas perahu tradisional secara umum.

Berbagai aktivitas latihan kepemimpinan dengan menggunakan sarana kelautan juga dapat diselenggarakan. Misalnya, outward bound dengan acara puncak melayarkan perahu pinisi untuk menumbuhkan rasa percaya diri bagi remaja dan pemuda serta mempromosikan kelautan Nusantara.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

9 2 | H a l a m a n

Dalam bidang sastra dan budaya, tema kelautan juga dapat diangkat sebagai latar belakang kisah roman, komedi, petualangan, tragedi, dan metafora sejarah ribuan tahun pembentukan budaya maritim Nusantara. Penerjemahan karya epik legendaris seperti La Galigo(Sureq Galigo) perlu dilakukan, sebagaimana juga kisah-kisah legendaris yang dapat menumbuhkan keinginan anak-anak bangsa untuk lebih mengenal dan mencintai lautnya.

Epik La Galigo, dengan tokoh putra mahkota penakluk laut, Sawerigading, dan seorang putri cantik jelita, We Tanriabeng, perlu diperkenalkan kepada anak bangsa di seluruh pelosok Nusantara, jangan hanya masyhur di tanah Bugis dan Makassar. Ramuan kisah cinta, tragedi, pertempuran di laut lepas, mistis, dan petualangan dengan latar belakang budaya laut akan sangat indah diangkat dan dikemas dengan format dan media modern.

Epik yang disebut sebagai karya sastra prosa lirik terpanjang di dunia, 300.000 larik sajak, terkumpul dalam 6000 lembar halaman lontara, mengalahkan epik Mahabarata dari India, perlu diterjemahkan, dibuatkan film atau sinetron ceritanya, film dokumentasi penelitiannya, dan banyak lagi. Bukankah suatu ironi jika penduduk kepulauan yang dikelilingi air lebih mengenal epik Mahabarata yang berbasis benua yang datang dari seberang, daripada epik La Galigo yang berbasis lautan dan berasal dari Pulau Sulawesi, negeri kita sendiri. Epik La Galigo ditulis pada abad ke-14 di lembaran daun lontar (sejenis nipah). Padahal, penjelajahan maritim yang dilakukan oleh tokoh-tokoh epik La Galigo hingga ke belahan bumi barat pada masa itu, tampaknya menerobos hingga ke Anak Benua India dan Jazirah Arab, ke utara hingga ke Cina. Tentunya ini merupakan rekaman dalam versi sastra atas pencapaian masyarakat maritim Nusantara pada abad itu.

Promosi keunggulan kompetitif lautan Indonesia dalam dunia pariwisata dan budaya dapat dilakukan melalui media film cerita dan film dokumenter. Film cerita untuk konsumsi internasional dapat dilakukan dengan mengambil setting lokasi di objek-objek kelautan yang eksotik dan penuh nuansa etnis di seluruh Indonesia. Cerita yang diangkat bisa dibuat oleh penulis internasional. Bahkan, bisa diangkat kisah science fiction yang dikembangkan dari binatang eksotis Indonesia seperti Komodo, Dugong, Ikan Coelacanth, Orang Utan, dan lain sebagainya. Atau dengan mengangkat kisah epik Nusantara berbasis kelautan seperti cerita yang diangkat dari fragmen epik La-Galigo yang luar biasa.

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

9 3 H a l a m a n |

Citra pariwisata bahari yang berbau 3S, Sea-Sunshine-Sex, seperti di beberapa pantai di Bali harus secara proaktif diubah melalui counter action dengan memberikan alternatif yang tak kalah menariknya dalam kerangka pariwisata bahari Indonesia.

Film dokumenter untuk ditayangkan di televisi kabel seperti National Geographic, Discovery Channel, dan sejenisnya pun dapat dibuat. Ribuan topik dan panorama laut dan kepulauan Indonesia sangat layak untuk

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

9 4 | H a l a m a n

itu. Buku ini insya Allah juga akan diikuti dengan versi audiovisual serta multimedianya. Untuk pendidikan masyarakat global, akan pula diusahakan dalam versi bahasa Inggris.

Semua yang dikemukakan di atas hanyalah sebagian kecil dari apa yang dapat diupayakan. Penulis yakin berjuta generasi muda yang “melek” laut dan tumbuh kesadaran kelautannya akan mampu berbuat lebih banyak lagi.

Latihan kepemimpinan pemuda Indonesia, semacam outward bound, dapat memanfaatkan perahu layar sebagai sarana melatih semangat gotong-royong (team work) sekaligus membangun wawasan dan kesadaran akan lautan. []

AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N PA R A D I G M A K E L A U T

9 5 H a l a m a n |

Penulis

Agus S. Djamil adalah penulis buku AL QUR’AN DAN LAUTAN. Master of Science dalam bidang Exploration and Development Geophysics dari Stanford University di Palo Alto, Amerika Serikat pada tahun 1996. Menyelesaikan Sarjana Geofisika di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tahun 1988. Setamat SMAN III di Makassar, mengikuti

program pertukaran pelajar AFS tahun 1981-1982 hingga lulus dari Christchurch Boys High School di Christchurch, New Zealand.

Sejak 1998 bekerja pada Jabatan Perdana Menteri Kerajaan Negara Brunei Darussalam di Bandar Seri Begawan. Sebelumnya, 1988-1998, sebagai Sr. Geophysicist di Caltex Pacific Indonesia.

Bukunya, ALQURAN DAN LAUTAN diterbitkan oleh Arasy-Mizan, 25 Desember 2004. Buku setebal 612 halaman ini merupakan buku pertama yang membahas ayat-ayat Al Quran mengenai lautan dan mendapat sambutan yang sangat positif dari berbagai kalangan.

Kegiatan di masyarakat, sebagai Penasehat Persatuan Masyarakat Indonesia di Brunei Darussalam. Email: [email protected]