40
LAPORAN PRAKTIKUM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI ACARA 3 PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN Disusun oleh: Nama : Arif Sumakna NIM : 11/318837/TP/10085 Shift : IV Asisten : Dwita Rahmawati Arvisna Datu Kumala Siwi LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

Perencanaan Kebutuhan Bahan

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM

PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI

ACARA 3

PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN

Disusun oleh:

Nama : Arif Sumakna

NIM : 11/318837/TP/10085

Shift : IV

Asisten : Dwita Rahmawati

Arvisna Datu Kumala Siwi

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan Praktikum

1. Mengajarkan mahasiswa untuk melakukan

perencanaan kebutuhan bahan dengan metode

material requirement planning (MRP) yang

berbasis komputer.

2. Mengajarkan mahasiswa tentang input-input yang

dibutuhkan dalam perencanaan kebutuhan bahan

3. Mengajarkan mahasiswa tentang output yang

dihasilkan dari perencanaan kebutuhan bahan

dengan metode MRP.

C. Manfaat Praktikum

1. Mahasiswa dapat melakukan perencanaan

kebutuhan bahan dengan menggunakan metode

material requirement planning (MRP) yang

berbasis komputer.

2. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai input-

input yang dibutuhkan dalam perencanaan

kebutuhan bahan

3. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai output-

output yang dihasilkan dari perencanaan

kebutuhan bahan dengan metode MRP.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Material Requirement Planning (MRP) adalah

suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik

transaksi yang dirancang untuk menerjemahkan jadwal

induk produksi menjadi kebutuhan bersih untuk semua

item. Di samping itu MRP dirancang untuk membuat

pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk mengatur

aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga

sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir.

Tujuan MRP adalah untuk menghasilkan informasi yang

tepat dalam melakukan tindakan yang tepat (pembatalan

pesanan, pesan ulang, dan penjadwalan ulang). Tindakan

ini juga merupakan dasar untuk membuat keputusan baru

mengenai pembelian atau produksi yang merupakan

perbaikan atas keputusan yang telah dibuat sebelumnya

(Baroto, 2002).

Menurut Gasperz (2005) ada empat kemampuan yang menjadi

ciri utama dari sistem MRP yaitu

1.Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.

Maksudnya adalah menentukan secara tepat “kapan”

suatu pekerjaan harus diselesaikan atau “kapan”

material harus tersedia untuk memenuhi permintaan

atas produk akhir yang sudah direncanakan pada

Jadwal Induk Produksi.

2.Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item.

Dengan diketahuinya akan produk jadi, MRP dapat

menetukan secara tepat sistem penjadwalan

(berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua

kebutuhan minimal setiap item komponen.

3.Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan.

Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan

pemesanan atau pembatalan terhadap pesanan harus

dilakukan, baik pemesanan yang diperoleh dari luar atau

dibuat sendiri.

4. Menentukan penjadwalan ulang atau

pembatalan atas suatu jadwal yang sudah

direncanakan. Apabila kapasitas yang ada tidak

mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu

yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan

indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang

dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis.

Jika penjadwalan masih tidak memungkinkan untuk

memenuhi pesanan, berarti perusahaan tidak mampu

memenuhi permintaan konsumen, sehingga perlu dilakukan

pembatalan atas pesanan konsumen tersebut.

Krajewski dan Ritzman (2000) mengatakan proses MRP

membutuhkan lima sumber informasi utama yaitu:

1. Master Production Schedule (MPS),

merupakan suatu perencanaan definitif tentang

produk akhir yang direncanakan perusahaan untuk

diproduksi, berapa jumlah kuantitas yang

dibutuhkan, waktu dubutuhkan, dan waktu produk

itu akan diproduksi. MPS biasanya dinyatakan dalam

konfigurasi spesifik.

2. Bill Of Material (BOM), merupakan daftar

dari semua material, parts, dan subassemblies,

serta kuantitas dari masing – masing yang dibutuhkan

untuk memproduksi satu unit produk atau parent

assembly. MRP menggunakan BOM sebagai basis untuk

perhitungan banyaknya setiap material yang dibutuhkan

untuk setiap periode waktu. BOM tidak hanya

menspesifikasikan kebutuhan produksi, tapi juga

berguna untuk pembebanan biaya, dan dapat dipakai

sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan untuk

karyawan produksi atau perakitan. Bila BOM

digunakan dengan cara ini biasanya dinamakan daftar

pilih.

3. Item Master, merupakan suatu file yang

berisi informasi status persediaan tentang material,

parts, subassemblies, dan produk-produk yang

menunjukkan kuantitas on-hand, kuantitas yang

dialokasikan (allocated quantity).

4. Pesanan-pesanan (orders), memberitahu

tentang berapa banyak dari setiap item yang akan

diperoleh sehingga akan meningkatkan stock on hand di

masa mendatang.

5 .Kebutuhan-kebutuhan (requirements),

memberitahukan tentang berapa banyak dari masing–

masing item itu dibutuhkan sehingga akan

mengurangi stock on hand di masa mendatang.

Menurut Nahmias (2000) input utama dari sistem MRP

adalah

1. Pengendali jadwal produksi (MPS).

Pengendali jadwal produksi (MPS) menguraikan

secara singkat rencana produksi untuk semua item

akhir, yang menyatakan berapa banyak dari tiap

item direncanakan dan manakala itu diinginkan.

Keluaran item akhir ini dikembangkan dari

peramalan item akhir dan pesanan pelanggan. MRP

mengambil jadwal induk dan menerjemahkannya ke

dalam individual time-phased component requirements.

2. Arsip struktur produk

Arsip struktur produk, juga dikenal sebagai

daftar kebutuhan bahan/bill of materials records

(BOM), berisi informasi atas semua material, komponen,

atau subassemblies yang diperlukan untuk

menghasilkan masing-masing item akhir (atau master

scheduled item). BOM sebagai pengendali jadwal

produksi (MPS) merencanakan berapa banyak dari

tiap item akhir harus tersedia pada waktu-waktu

tertentu untuk mencukupi permintaan independen. Arsip

struktur produk (product structure records)

digunakan untuk menurunkan jumlah dari komponen

yang dependen, yang diperlukan untuk membangun

end items.

3. Arsip status inventori

Arsip status inventori berisi on-hand dan status

on-order dari tiap item inventori. Arsip ini

dicek untuk menentukan inventori apa yang akan

tersedia untuk memenuhi jadwal produksi dan jika

lebih akan diperlukan untuk menutupi kebutuhan pada

periode tertentu. Di samping informasi atas

jumlah/kuantitas on-hand dan on-order, arsip dalam

file status inventori berisi data pada lead-time

untuk lead-time yang offsetting (penyesuaian order

atau pesanan untuk memperhatikan periode lead-

time). Informasi lain, seperti ukuran lot

(kelompok), uraian item, daftar penjual, pemakaian

sampai saat ini, sejarah permintaan, pencapaian

penyerahan penjual, catatan dalam pemesanan

terkemuka, dan tingkat tarif sisa, mungkin nampak pada

arsip ini. Pemeliharaan file/data harus dilaksanakan

untuk melindungi ketelitian informasi ini.

Output sistem MRP adalah memberikan catatan tentang

jadwal pemesanan yang harus dilakukan, memberikan

indikasi bila diperlukan penjadwalan ulang, memberikan

indikasi untuk pembatalan atas pemesanan, memberikan

indikasi tentang keadaan dari persediaan (Anonim,

2011).

Menurut Nasution (1999), MRP dapat diolah dengan

empat langkah dasar sebagai berikut

1. Netting (Perhitungan Kebutuhan Bersih).

Kebutuhan Bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari

Kebutuhan Kotor (GR) minus Jadwal Penerimaan (SR)

minus Persediaan Ditangan (OH). Kebutuhan Bersih

dianggap nol bila NR lebih kecil dari atau sama

dengan nol.

2. Lotting (Penentuan Ukuran Lot). Langkah

ini bertujuan menentukan besarnya pesanan individu

yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan

kebutuhan bersih. Langkah ini ditentukan

berdasarkan teknik lotting/lotsizing yang tepat.

Parameter yang digunakan biasanya adalah biaya simpan

dan biaya pesan. Metode yang umum dipakai dalam

prakteknya adalah Lot-for Lot (L-4-L).

3. Offsetting (Penentuan Waktu Pemesanan).

Langkah ini bertujuan agar kebutuhan komponen

dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan dengan

memperhitungkan lead time pengadaan komponen

tersebut.

4. Explosion. Langkah ini merupakan proses

perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item

(komponen) pada level yang lebih rendah dari

struktur produk yang tersedia.

Teknik penetapan ukuran lot yang sering digunakan

adalah sebagai berikut

1. Lot For Lot (LFL), merupakan teknik

lotsizing yang paling sederhana yaitu berdasar

pada ide menyediakan persediaan sesuai dengan yang

diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan

seminimal mungkin, sehingga sifatnya dinamis. Jadi

metode ini bertujuan untuk meminimalisasikan biaya

penyimpanan perunit sampai nol, karena ukuran lot

disesuaikan dengan kebutuhan. Kelebihn dari metode ini

tidak ada persediaan, sehingga tidak ada biaya

simpan. Sedangkan kekurangannya adalah pada metode ini,

apabila ada error yang datang tiba-tiba, dan melebihi

jumlah permintaan yang diperkirakan, perusahaan

akan mengalami kesulitan dalam memenuhi permintaan

tersebut, karena perusahaan tidak mempunyai inventori.

2. Economic Order Quantity (EOQ)

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa

persediaan bersifat kontinyu dengan permintaan yang

stabil. Kelebihan dari metode ini adalah mudah untuk

memasukkan parameter biaya dan teknik yang menentukan

trade off antara biaya pesan, set up dan ongkos simpan.

Kekurangan metode ini adalah mengabaikan kemungkinan

permintaan yang akan datang pada MRP. Teknik ini

bukan teknik eksak sehingga sering mengakibatkan

adanya sisa dari persediaan sehingga akan

meningkatkan ongkos simpan.

3. Periode Order Quantity (POQ)

Metode ini sering disebut juga dengan metode

Uniform Order Cycle, merupakan pengembangan dari

metode EOQ untuk permintaan yang tidak seragam

dalam beberapa periode. Rata-rata permintaan

digunakan dalam model EOQ untuk mendapatkan rata-rata

jumlah barang dalam sekali pesan. Angka ini selanjutnya

dibagi dengan rata-rata jumlah permintaan per periode

dan hasilnya dibulatkan. Angka akhir menunjukkan

jumlah periode waktu yang dicakup dalam setiap kali

pemesanan. Kelebihan teknik ini adalah menunjukkan

jumlah biaya periode pemesanan dibandingkan dengan

jumlah pemesanan pada unit-unitnya. Kekurangan metode

ini adalah mengabaikan kemungkinan permintaan yang

akan datang pada MRP.

4. Fixed Order Quantity (FOQ)

Kelebihan metode ini adalah memunculkan kemungkinan-

kemungkinan permintaan yang ada pada masa yang akan

datang pada MRP dan meminimasi ongkos pesan.

Kekurangannya adalah kurang tanggap terhadap perubahan

permintaan dibandingkan dengan L4L. Teknik ini

digunakan apabila kita membutuhkan barang dan

dilakukan pemesanan secara periodik dengan besar

pemesanan tetap (sudah ditetapkan).

5. Fixed Period Requirement (FPR)

Metode ini melakukan pemesanan secara periodik

sesuai dengan besarnya kebutuhan selam periode

tersebut. Misalnya metode yang ditetapkan adalah 2

maka setiap 2 periode, perusahaan akan melakukan

pemesanan dengan besar pemesanan disesuaikan besar

demand pada 2 periode tersebut.

6. Least Unit Cost (LUC)

Metode ini memilih ongkos unit terkecil selama periode

berurutan. Kelebihan metode ini adalah dapat digunakan

untuk jarak permintaan yang akan datang di dalam

MRP melengkapi kuantitas yang nyata dan usaha

untuk meminimasi ongkos. Kekurangannya adalah dapat

menyebabkan gangguan pada pemilihan kuantitas dan

setiap periode yang sedang berjalan dalam MRP.

7. Silver Meal Algorithm (LTC)

Metode ini hampir sama dengan LUC, namun pada

metode ini memilih ongkos total terkecil selam

periode berurutan dengan cara menggabungkan

kebutuhan sampai ongkos simpan mendekati ongkos pesan.

Metode ini mempunyai keuntungan dan kerugian yang sama

dengan metode LUC.

8. Part Period Balancing (PPB)

Merupakan variasi dari LTC. Pada metode ini

dilakukan konversi ongkos pesan menjadi Equivalent

Part Period (EPP).

9. Wagner Within Algorithm (WWA)

Metode ini merupakan metode dengan total biaya

yang paling minimum

karena menggunakan program dinamis dan pendekatan

matematisnya sangat detail sehingga diperoleh biaya

minimum.

Kholil (2012) mengatakan dalam penerapan MRP terdapat

beberapa faktor yang menyulitkan praktisi. Faktor-

faktor tersebut adalah

1. Struktur produk, merupakan sesuatu yang

mutlak harus ada bila sistem MRP ingin diterapkan.

Struktur produk yang rumit dan banyak tingkat akan

membuat perhitungan semakin kompleks terutama pada fase

explosion.

2. Ukuran Lot, beberapa teknik ukuran lot yang

bisa dipakai adalah teknik L4L, EOQ, PPB, dan

sebagainya. Teknik-teknik tersebut akan memberikan

hasil yang berbeda dalam biaya total persediaanya,

tetapi yang banyak dipakai karena sederhana adalah

teknik L4L.

3. Lead Time yang berubah-ubah, lead time akan

mempengaruhi proses offsetting sehingga jika lead time

berubah-ubah maka offsetting akan berubah juga. Hal ini

akan berdampak pada kegiatan produksi yang tidak

terjadwal dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Baroto, T. 2004. Simulasi Perbandingan Algoritma Region

Approach, Positional Weight, dan Modie-Young Dalam Efisiensi dan

Keseimbangan Lini Produksi. Malang: Jurusan Teknik

Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Muhammadiyah Malang.

Elsayed, E. A. 1985. Analysis and Control of Production Systems.

Prentice Hall Inc. New York.

Gaspers, V. 2000. Production Planning and Inventory Control.

Jakarta: Gramedia

Harnanto, 1992, Akuntansi Biaya Perhitungan Harga Pokok Produksi

(Sistem Biaya Historis), Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE.

Nahmias, S. 1997. Production and Operation Analysis. McGraw

Hill Inc. New York.

Schroeder. 1989. Operation Management, 3th Edition. McGraw-

Hill Inc. New York.

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Program WinQSB

2. Data deskripsi operasi perakitan

B. Metode Praktikum

1. Tentukan tujuan analisis (analisis keseimbangan

lini produksi)

2. Pemasukan data dan analisis dilakukan dengan

berdasarkan tabel

- Jalankan program WinQSB dengan memilih

Facility, Location and Layout

- Pada menu “File” dipilih “New Problem” dan

diisikan data

a. Problem type = Line Balancing

b. Problem title = Keseimbangan Lintasan

c. Number of operational task = 8

d. Time Unit = minute

- Klik OK

- Task information diisikan sesuai dengan tabel

dalam modul

- Pada menu “Solve and Analyze” klik “Solve the

Problem”

- Pada solution method dipilih “Heuristic

Procedure”

- Pada cycle time in minute = tidak peru diisi

- Pada time length in minute = 420 ( didapat

dari 7 jam x 60 menit )

- Pada desired production quantity = 100 ( yang

berarti 100 unit produk perhari)

- Pada Primary heuristic dipilih “longest task

time”

- Pada Tie breaker dipilih random

- Klik OK

- Data disimpan

- Hasil dilihat dalam “Show Line balancing

solution”, “Show line balancing summary” dan

“ Show Line layout in graph”.

3. Modifikasi pengisia data dilakukan dengan waktu

siklus yang berbeda dan metode primary

heuristic yang berbeda pula.

4. Dilakukan analisis efisiensi lini produksi,

balance delay serta kebutuhan operator pada

masing-masing metode analisis diatas.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir

B. Pembahasan

Judul praktikum acara 3 Perencanaan dan pengendalian

produksi kali ini adalah perencanaan kebutuhan bahan.

Praktikum perencanaan kebutuhan bahan ini bertujuan

mengajarkan mahasiswa untuk melakukan perencanaan

kebutuhan bahan dengan metode material requirement

planning (MRP) yang berbasis komputer, mengajarkan

mahasiswa tentang input-input yang dibutuhkan dalam

perencanaan kebutuhan bahan, dan mengajarkan mahasiswa

tentang output yang dihasilkan dari perencanaan

kebutuhan bahan dengan metode MRP.

Sistem MRP memerlukan syarat pendahuluan dan asumsi-

asumsi yang harus dipenuhi. Bila syarat pendahuluan dan

asumsi-asumsi tersebut telah dipenuhi, maka kita bisa

mengolah MRP dengan empat langkah dasar sebagai berikut

:

1. NETTING (Perhitungan Kebutuhan Bersih)

Kebutuhan Bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari

Kebutuhan Kotor (GR) minus Jadwal Penerimaan (SR)

minus Persediaan Ditangan (OH). Kebutuhan Bersih

dianggap nol bila NR lebih kecil dari atau sama

dengan nol.

NR = GR – SR –OH

POH : Planned On Hand, yaitu persediaan yang siap

digunakan

POH = On Hand – Safety Stock – Allocated – Scrap

OH : On Hand, total persediaan ditangan

SS : safety stock, persediaan pengaman

Ditentukan berdasarkan fluktuasi demand (s),

distribusi demand (Z) dan leadtime (LT) SS = s. Z.

LT All : allocated, persediaan yang telah

dialokasikan untuk yang lain

2. LOTTING (Penentuan Ukuran Lot).

Langkah ini bertujuan menentukan besarnya pesanan

individu yang optimal berdasarkan hasil dari

perhitungan kebutuhan bersih. Langkah ini

ditentukan berdasarkan teknik lotting/lotsizing

yang tepat. Parameter yang digunakan biasanya

adalah biaya simpan dan biaya pesan. Metode yang

umum dipakai dalam prakteknya adalah Lot- for Lot

(L-4-L).

3. OFFSETTING (Penentuan Waktu Pemesanan).

Langkah ini bertujuan agar kebutuhan komponen

dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan dengan

memperhitungkan lead time pengadaan komponen

tersebut.

4. EXPLOSION

Langkah ini merupakan proses perhitungan kebutuhan

kotor untuk tingkat item (komponen) pada level

yang lebih rendah dari struktur produk yang

tersedia.

( Diktat Kuliah Production Planning and Control,

hal. 132-133)

Teknik penetapan ukiiran lot dapat dibagi menjadi

empat bagian, yaitu: Teknik ukuran lot untuk satu

tingkat (single level) dengan kapasitas tak terbatas.

Teknik teknik yang sering digunakan:

a. Fixed Order Quantity

b. Economic Order Quantity

c. Period Order Quantity

d. Lot for Lot

e. Part Period Balancing

f. Least Unit Cost

g. Least Total Cost

h. Fixed Period Requirement

i. Algoritma Wagner Within

Teknik ukuran lot untuk satu tingkat (single level)

dengan kapasitas terbatas. Teknik yang digunakan

umumnya bersitat .heuristik tetapi dapat juga digunakan

metoda optimasi dengan memasukkan kendala-kendala yang

ada ke dalam formulasi permasalahan. Metoda lain yang

digunakan adalah metoda Newton dengan logika mencari

jalan terpendek-(shortest path) dalam sebuah jaringan.

Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat (multiple level)

dengan kapasitas tak terbatas. Berbagai macarn

pendekatan yang telah digunakan dalam teknik ukuran lot

ini adalah :

a. Programa integer

b. Metode Mc Laren

c. Metode Blackburn & Miilen

d. Metode Carlson & Kropp

e. Metode Graves

Metode Kebijakan Keputusan Ukuran Lot

1. Lot For Lot (LFL)

Merupakan teknik sizing yang paling sederhana yaitu

berdasar pada ide menyediakan persediaan sesuai dengan

yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan

seminimal mungkin, sehingga sifatnya dinamis. Jadi,

metode ini bertujuan untuk meminimalisasikan biaya

penyimpanan perunit sampai nol, karena ukuran lot

disesuaikan dengan kebutuhan. Kelebihan : Metode ini

tidak ada persediaan, sehingga tidak ada biaya simpan.

Kekurangan : Pada metode ini, apabila ada error yang

datang tiba-tiba, dan melebihi jumlah demand yang

diperkirakan, perusahaan akan mengalami kesulitan dalam

memenuhi demand tersebut, karena perusahaan tidak

mempunyai inventori.

2. Economic Order Quantity (EOQ)

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa persediaan

bersifat kontinyu

dengan permintaan yang stabil.

EOQ=√ 2SDHdimana : EOQ = jumlah pembelian bahan baku yang

ekonomis

S = biaya pesan setiap kali pemesanan

D = jumlah kebutuhan bahan baku untuk satu periode

H = biaya penyimpanan

Kelebihan : Merupakan teknik yang mudah yang memasukkan

parameter biaya dan teknik yang menentukan trade off

antara biaya pesan, set up dan ongkos simpan.

Kekurangan : Metode ini mengabaikan kemungkinan

permintaan yang akan datang pada MRP. Teknik ini bukan

teknik eksak sehingga sering mengakibatkan adanya sisa

dari persediaan sehingga akan meningkatkan ongkos

simpan.

3. Periode Order Quantity (POQ)

Metode ini sering disebut juga dengan metode Uniform

Order Cycle, merupakan pengembangan dari metode EOQ

untuk permintaan yang tidak seragam dalam beberapa

periode. Rata-rata permintaan digunakan dalam model EOQ

untuk mendapatkan rata-rata jumlah barang dalam sekali

pesan. Angka ini selanjutnya dibagi dengan rata-rata

jumlah permintaan per periode dan hasilnya dibulatkan.

Angka akhir menunjukkan jumlah periode waktu yang

dicakup dalam setiap kali pemesanan. Kelebihan : Teknik

ini menunjukkan jumlah biaya periode pemesanan

dibandingkan dengan jumlah pemesanan pada unit-unitnya.

Kekurangan : Metode ini mengabaikan kemungkinan

permintaan yang akan datang pada MRP.

4. Fixed Order Quantity (FOQ)

Kelebihan : Memunculkan kemungkinan-kemungkinan

permintaan yang ada pada masa yang akan datang pada MRP

dan meminimasi ongkos pesan.

Kekurangan : Kurang tanggap terhadap perubahan

permintaan dibandingkan dengan L4L. Teknik ini

digunakan apabila kita membutuhkan barang dan dilakukan

pemesanan secara periodik dengan besar pemesanan tetap

(sudah ditetapkan).

5. Fixed Period Requirement (FPR)

Metode ini melakukan pemesanan secara periodik sesuai

dengan besarnya kebutuhan selam periode tersebut.

Misalnya metode yang ditetapkan adalah 2 maka setiap 2

periode, perusahaan akan melakukan pemesanan dengan

besar pemesanan disesuaikan besar demand pada 2 periode

tersebut.

6. Least Unit Cost (LUC)

Metode ini memilih ongkos unit terkecil selama periode

berurutan.

Kelebihan : Digunakan untuk jarak permintaan yang akan

dating di dalam

MRP melengkapi quantity yang nyata dan usaha untuk

meminimasi ongkos. Kekurangan : Dapat menyebabkan

gangguan pada pemilihan quantity dan setiap periode

yang sedang berjalan dalam MRP.

Perhitungan Manual :

Incremental Holding Cost = ph x (T-1) x RT

TRC (T) = Biaya Pesan + Cumulative Holding Cost

Dimana :

ph = Biaya simpan

RT = Demand (kebutuhan bersih)

7. Silver Meal Algorithm/Least Unit Cost (LTC)

Metode ini hampir sama dengan LUC, namun pada metode

ini memilih ongkos total terkecil selam periode

berurutan dengan cara menggabungkan kebutuhan sampai

ongkos simpan mendekati ongkos pesan.

8. Part Period Balancing (PPB)

Merupakan variasi dari LTC. Pada metode ini dilakukan

konversi ongkos

pesan menjadi Equivalent Part Period (EPP).

Rumus yang digunakan dalam metode ini adalah :

9. Wagner Within Algorithm (WWA)

Metode ini merupakan metode dengan total biaya yang

paling minimum

karena menggunakan program dinamis dan pendekatan

matematisnya sangat

detail sehingga diperoleh biaya minimum.

Hasil dari MRP akan memberikan informasi tentang:

Bahan / komponen yang diperlukan, Jumlah komponen yang

diperlukan, Waktu komponen diperlukan.

Item A100 pada mulanya memiliki 80 unit tersimpan,

selanjutnya pada minggu pertama memiliki Scedule

receipt (jumlah pesanan yang dijadwalkan datang)

sebanyak 70 unit, dan projected on hand (jumlah yang

diperkirakan dipegang/dimiliki perusahaan) adalah

sebesar 150 unit didapatkan dari penjumlahan antara

inventori awal yaitu 80 ditambah dengan perencanaan

barang yang akan diterma pada minggu tersebut sebanyak

70 unit sehingga bila dijumlahkan akan menjadi 150 unit

projected hand di minggu pertama. Untuk minggu kedua

terdapat projected on hand yang sama dengan minggu

sebelumya karena pada minggu kedua tidak terdapat

perencanaan apapun sedangkan di minggu kedua terdpat

Planned order release (jumlah yang harus dipesan)

sebnyak 200 uit karena untuk memenuhi kebutuhan pada

minggu selanjutnya yaitu minggu ketiga yang memiliki

lead time selama 1 minggu sehingga perlu dilakukan

pemesanan pada minggu sebelumya. Untuk minggu ketiga

dibutuhkan barang sebanyak 200 unit karena untuk

memeneuhi kebutuhan pada minggu ketiga sebanyak 300

unit, sedangkan pada minggu sebelumnya sudah memiliki

persediaan sebnayak 150 unit, digunakan unutk safety

stock sebesar 50 sehingga yang digunakan untuk memenuhi

permintaan adalah sebnayak 100 dan masih memiliki

kekurangan 200 unit yang dipenuhi dengan pemesanan pada

minggu kedua sebanyak 200 unit. Sehingga pada minggu

ketiga dalam MRP report tercantum keterangan gross

requirement sebanyak 300 unit, Projected on hand yaitu

safety stock yang ditetapkan yaitu sebnayak 50 unit,

Projected net requirement yaitu jumlah total yang

dibutuhkan yaitu sebnayak 200unit didaptkan dari 300-

100 unit, planned order receipt yaitu sebanyak 200 unit

didapatkan dari pemesanan yang dilakukan pada minggu

kedua sebnyak 200 unit yang diterima pada minggu

ketiga. Pada minggu keempat Gross requiremnet adalah

sebesar 0, sedangkan schedule receipt atau jumlah yang

akan datang dan diterima pada minggu keempat adalah

sebesar 120 sehingga projected on hand akan bertambah

menjadi 170 unit yang didapatkan dari projected on hand

pada minggu ketiga ditambahkan dengan 120 unit yang

akan diterima pada minggu keempat. Selanjutnya untuk

minggu kelima gross requiremnet sebanyak 80 unit tanpa

adanya pemesanan barang, sehingga pemenuhan permintaa

sebnayak 80 unit tersebut diambil dari barang yang

sudah tersedia dalam projected on hand sehingga nilai

projected on hand yang pada minggu sebelumnya adalah

sebesar 170 unit dikurangi dengan pemenuhan kebutuhan

pada minggu kelima sebsar 80 unit sehingga menyisakan

projected on hand sebesar 90 unit.Untuk minggu keenam

tidak terdapt kegiatan yang memperngaruhi persediaan.

Untuk minggu ketujuh tedapt projecetd on hand sama

seperti minggu kelima dan keenam yaitu sebsar 90 unit,

sedangkan di minggu ketujuh terdapat planned order

release sebesar 80 unit yaitu unutk memmenuhi kebutuhan

pada minggu selanjutnya atau minggu kedelapan yang

memiliki Gross requirement sebsar 120 unit. 120 unit

tersbut dipenuhi dengan projected on hand dikurangi

dengan safety stock, sehingga unit pada projected on

hand yang dapat digunakann untuk memenuhi permintaan

adalahs sebesar 40 unit, sehingga masih memiliki

kekurangna 80 unit yang dipenuhi dengan melakukan

pemesanan pada minggu sebelumnya karena memiliki lead

time 1 minggu, sehingga pemesana dilakukan pada minggu

ketujuh, pada planned order release sebesar 80 unit,

sehingga pada minggu kedelapan terdapat 80 unit barang

yang diterima tercantum dalam planned order receipt.

Untuk minggu kesembilan gross requirementnya adalah

nol, sedangkan projected on hand nya sebesar50 unit

yaitu safety stock dari minggu sebelumnya, sedangkan

pada minggu ini dilakuka pemesanan sebesar 350 unit

yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan pada minggu

kesepuluh. Padaminggu kesepuluh terdapt gross

requirement sebsar 350 unit, karena yang tersedia

tinggal safety stock yang tidak dapat digunakan unutk

pemeneuhan permintaan maka dilakukan pemesanan pada

minggu sebelumnya sebesar 350 unit yang akan diterima

pada minggu kesepeuluh sebesar permintaan yaitu 350

unit.

Untuk item B100, diawal terdapat 120 unit. Pada

minggu pertama tidak terdapat kegiatan yang

memperngaruhi perubahan pada alir kebutuhan bahan. Pada

minggu kedua terdapat barang yang diterima dalam kolom

schedule receipt sebesar 130 unit sehingga projected on

hand yang semula 120 unit ditambah dengan 130 unit

sehingga menjadi 250 unit. Pada minggu kedua terdapat

planned order release sebnayak 40 unit yang akan

digunakan unutk memenuhi minggu keempat karena

mempunyai lead time selama 2 minggu. Untuk minggu

ketiga terdapat pnerimaan barang sebsar 50 unit

sehingga persediaan on hand adalah sebsar persediaan

semula sebesar 250 unit ditambah dengan penerimaan

barang pada minggu ke tiga yaitu sebesar 50 unit

sehingga total projected on hand pada minggu ketiga

adalah sebesar 300 unit. Untuk minggu keempat terdapat

Gross requirement atau permintaan sebesar 260 unit.

Permintaan sebesar 260 unit tersebut dipenuhi dengan

Projected on hand sebesar 300 unit dikurangi dengan

safety stock sebesar 80 unit sehingga unutk mencukupi

permintaan sudah tersukupi sebsar 220 unit, sehingga

terjadi kekurangn sebesar 40 unit, kekurangn tersebut

dipesan pada minggu kedua karena memiliki lead time

selama 2 minggu, sehingga planned order receipt atau

barnag akan diterima sebesar 40 unit. Pada minggu

kelima terdapat planned order release sebesar 140 unit

yang akan digunakan unutk memnuhi kebutuhan pada minggu

ketujuh, sedangkan tidak terdapat perubahan pada

rencana kbutuhan bahan di aspek lain pada minggu

kelima. Untuk minggu keenam tidak terdapt perubahan

pada aliran rencana kebutuhan bahan. Untuk minggu

ketujuh terdapat gross requirement sebesar 140 unit

sedangkan projected on hand hanya terdapat safety stock

sebesar 80 unit sehigga gross requiremnet sebesar 140

unit tersebut dipenuhi dengan pemesanan pada minggu ke

lima sebesar 140 unit, sehingga pada minggu ketujuh

planned order receipt adalah sebesar 140 unit. Pada

minggu ketujuh juga dilakuka pemesanan sebesar 270 unit

untuk memenuhi kebutuhan minggu kesembilan. Untuk

minggu kedelapan tidak terdapat perubahan pada aliran

rencana kebutuhan bahan, Untuk minggu kesembilan

terdapat gross requirement sebsar 270 unit dipenuhi

dengan melakukan pemesanan pada minggu ke tujuh sebesar

gross requiremnt tersebut yaitu 270 unit. Untuk bulan

kesepuluh tidak terdapat perubahan aliran rencana

kebutuhan bahan.

Untuk item C200, pada mulanya terdapat 400 unit

projected on hand, kemudian terdapat penerimaan sebesar

90 unit sehingga pada minggu kedua projected on hand

menjadi 490, didapat dari 400 unit persediaan awal

ditambah dengan penerimaan pada minggu kedua sebesar 90

unit. Untuk minggu ketiga terdapat gross requirement

sebsar 310, kebutuhka dapat dicukupi dengan projected

on hand, tanpa melakukan penambahan atau pemesanan

lagi, sehingga unutk memenuhi gross requirement sebesar

310, Projected on hand yang semula pada minggu kedua

sebesar 410 berkurang menjadi 180. Untuk minggu keempat

terdapat penerimaan barang sebesar 60 unit tanpa adanya

pengeluaran sehingga persediaan dala projected on hand

bertamabah dari 180 unit menjadi 240 unit. Pada minggu

kelima Gross requirement sebesar 340 unit.Sehingga

untuk mencukupinya diambil dari Projected on hand

sebesar 240 unit, sehingga masih mengalam kekurangan

(net requirment) sebesar 100 unit, sedangkan unutk

menjaga safety stock tetap 100 maka dilakukan

penambahan menjadi 200 unit. Dalam bahan c200 terdapat

scrap sebesar 5% sehingga Projected reqiement total

menjadi 210 karena terdapat tambahan scrap sebesar 10%

dari 200 unit yaitu sebesar 10 unit. Sedangkan unutk

Planned order receipt dilakukakan pemesanan sebesar EOQ

atau sebeesar 475 unit didapatkan dari rumus EOQ yaitu.

Sehingga didapatkan hasil 475 untuk setiap kali

pemesanan dengan lead times selama 1 minggu. Untuk

minggu keenam tidak ada permintaan dan penambahan

persediaan sehingga aliran kebutuhan bahan tetap, dari

minggu sebelumnya. Untuk minggu ketujuh memiliki Gross

Requirement sebanyak 620 unit. Dihitung selisih

antara on hand pada periode sebelumnya dengan Gross

Requirement yaitu 375 dikurangi 620 menjadi 245.

Karena terjadi kekurangan maka dilakukan pemesanan

kembali sejumlah EOQ 475 unit dan dilakukan di minggu

keenam dengan pertimbangan lead time 1 minggu.

Projected On Hand kini menjadi EOQ 475 dikurangi

245 atau 230 unit. Net requirement-nya diperoleh dari

persamaan Net Requirement sama dengan gross requirement

dikurangi on hand inventory ditambah scheduled receipt

menjadi 620. Adanay scrap 5% dari net requiremen

atau sama dengan 31 maka Projected net requirement

total adalah 620 ditambah 31 menjadi 651 unit. Pada

minggu kedelapan tidak terdapat aktivitas pengeluaran

maupun pencitraa sehingga unutk minggu kedelapan tetap.

Untuk minggu kesembilan terdapat permintaan sebesar 350

unit. On hand inventory yang ada adalah 230

sehinggamasih terdapt kekurangan 120 unit,

unutkmencukupi kekuranga tersebut maka dilakukan

pemesanan kembali sebesar EOQ atau sebesar 475 unit,

maka terdapat projected on hand menjadi 355 didapat

dari 475 dikurangi 120 sehingga menajadi 355 unit.

Sedangkan nilai projected net requierment sebesar 350

unit ditambkan dengan scrap sebesar 5% atau 18 unit

sehingga menjadi 368 unit. Pada minggu terakhir tidak

terdapat perubahan pada sistem perencanaan kebutuhan

bahan.

Untuk item D200 lotsizing dilakukan dengan

menggunakan metode FOQ. Dalam metode FOQ ini pemesanan

bahan baku dilakukan dengan mendasarkan pada ukuran lot

yang sudah ditentukan. Dalalm kasusu ini ukuran lot

yang dipesan adalah 200 unit. Diawal projected on hand

yang dimilliki adalah 375 unit. Pada minggu pertama

tidak terdapat kegiatan yang mengubah aliran

perencanaan kebutuhan bahan, karena tidak terdapat

permintaan dan penambahan bahan. Untuk minggi kedua

terdaoat Gross requirement sebnayak 240 unit, maka

projected on hand yang semula 375 menjadi 135 karena

telah dikurarngi dengan 240 unit. Untuk minggu ketiga

dan minggu keempat tidak terdapat permintaan, namun

untuk minggu ketiga terdapat planned order release

sebanyak 200 unit. Untuk minggu kelima terdapat gross

requiremnet sebnayak 140 unit. Maka net requiremnenya

adalah 135 dikurangi dengan 140 sehingga memiliki nilai

-5, safety stock harus tetap terjaga sebnayak 100 unit

sehinga net requiremnetnya menjadi 105 unit. Net

requiremnets tersebut kemudian ditambhkan dengan scrap

yaitu sebnayak 5 % atau 6 unit sehingga menjadi

111unit. Sedangkan unutk nilai Planned order receipt

dipenagruhi oleh metode FOQ. Nilai FOQ telah ditetapkan

sebnayak 200 sehingga setiap kali pemesanan harus

dilakukan sebnayak 200 atau kelipatan 200. Pada minggu

keenam tidak ada permintaan sehingga tidak mengalami

perubahan.Minggu ketujuh terdapat gross requiremnet

sebnayak 350 unit sehingga net requiremnetnya adalah

dari projected on hand sebayak 195 sehingga terjadi

kekurangan sebnayak 155 unit. Terdapat penerimaan

barang 400 unit sehingga masih menysakan project on

hand sebesar 245 yaitu dari 400 dikurangi dengan 155.

Sehingga net requiremnet adalah sebesar 368 unit yaitu

350 unit ditambahakna dengan %5 scrap sehingga mnejadi

368 unit. Untu minggu kedelapan tidak terdapat

pemrintaan. Untuk bulan kesembilan terdapat gross

requiremnet sebnaayk 350 unit untuk mencukupi nya

dengan projected on hand masih terdapat kurang sebesar

105 unit. 105 unit dapat dicukupi dengan planned order

receipt pada minggu tersebut sebesar 400 unit sehingga

akan menysiakan projected on hand, 400 - 105 sehingga

menyisakan 295 unit pada projected on hand.Pada minggu

kesepuluh tidak terdapat pemesanan dan penerimaan.

Untuk item E200 lotsizing dilakukan dengan metode

Least Unit Cost (LUC). Diawal memiliki projected on

hand sebesar 100 unit, untuk minggu pertama tidak

terdapat gross requiremnet. Untuk minggu kedua terdapat

gross requirement sebesar 40 unit dan barang datang

dalam scheduled receipt sebnayak 240 unit, sehingga

projected on hand menjadi 300 unit didapat dari 100

unit dikurangi 40 unit dan ditambahkan dnegan 240 unit.

Sehingga menjadi 300 unit unutk projected on hand nya.

Untuk minggu ketiga tidak terdapat gross requirement

dan projected on handnya tetap.Untuk minggu keempat

terdapat.kedatnagan sebesar 100 sehingga projected on

hand menjadi 400. Pada minggu kelima terdapat

permintaan sebesar 140 unit sehingga Projected on hand

menjadi 400 - 140 atau 260, sehingga permintaan

tersebut dapat terpenuhi tanpa harus melakukan

pemesanan.Pada minggu keenam tidak terdapat permintaan

sehingga on hand tetap. Untuk minggu ketujuh terdapat

gross requirement sebesar 270 unit, dapat dipenuhi

dengan projected on hand dan measih terdapat

kekuarnagan sebnayak 10 unit, namun juga harus memenuhi

safety stock sebesar 100 dan ditambahkan dengan nilai

scrap 5 % sehingga order receipt yang harus dipesan

adalah sebesar 116 unit. Order ini dilakukakna pada

minggu keenam. Untuk minggu kedelapan, kesembilan dan

kesepuluh tidak ada permintaan seingga gross

requiremnet 0 sehingga tidak ada perubahan.

Untuk f300 lotsizign dilakukan dengan metode PPB

(Part Period Balancing Algorithm), pada mulanya

projected on hand yang dimiliki adlaah 350. Untuk

minggu pertama terdapat kedatangan sebanyak 250 unit

sehingga projected on hand menjadi 600. Untuk minggu

kedua terdapat permintaan sebesar 400 unit sehingga

projected on han menjadi 200 karena sebanyak 400

diguunakan untuk memenuhi permintaan. Pada minggu

ketiga tidak terdapat permintaan sehingga projected on

hand tetap 200 unit. Untuk minggu keempat gross Gross

Requirement sebesar 475 unit dengan Scheduled Receipt 0

maka Projected On Hand menjadi 200 – 475 atau

terjadi kekurangan sebanyak 275 unit. Untuk dapat

memenuhinya dilakukan pemesanan berdasarkan net

requirement 275 ditambah safety stock 120 unit sehingga

totalnya 395 unit. Terdapat scrap 5% dari 395 unit atau

sebanyak 20 unit sehingga total Projected net

requirement menjadi 415.Planned order receipt

ditentukan dengan menyeimbangkan biaya pengadaan (setup

cost) dan biaya penyimpanan (holding cost), dari

perhitungan diperoleh biaya setup sebesar 65 dan biaya

holding 0,038. Biaya setup diperoleh antara biaya per

unit dan biaya setp sehingga diperoleh 65 unit

sedangkan biaya holding diperoleh dari biaya

holding cost setahun dibagi dengan jumlah periode

selama satu tahun (2/52) = 0,038 dan kemudian

diperoleh Economic Part-Periode (EPP) sama dengan

biaya setup dibagi dengan biaya holding atau

65/0.038 sama dengan 1690. Proses ini dilanjutkan

dengan menentukan nilai Accumulated Part-Periode (APP)

untuk setiap ukuran lot terbesar untuk pengadaan barang

yang bisa disatukan dalam 1 periode.

Untuk item G300 lotsizing dilakukan dengan

menggunakan metode EOQ. Dengan menggunakan metode EOQ

pemesanan bahan baku berdasarkan nilai EOQ. Persediaan

awal g300 adalah 300 unit. Pada minggu pertama dan

kedua tidak terdapat permintaan sehingga projected on

hand nya tetap 300 unit, sedangkan untuk minggu ketiga

gross requiremnet sebanyak 200 sehingga dipenuhi dengan

menggunakan projected on hand, sehingga menyisakan 100,

namun pada minggu kedua juga terdapat schedule receipt

sebnayak 70 sehingga menambah nilai projected on hand

menjadi 170 unit. Pada minggu kedua dilakukan pemesanan

untuk minggu keempat sebesar nilai EOQ yaitu sebesar

895 unit. Pada minggu keempat tidak terdapat gross

requiremnet dan projected on handnya tetap 170 unit.

Untuk minggu kelima terdapat permintaan sebesar 400

unit dengan schedule receipt 0 sehingga terdapat

kekurangan sebnayak 230 unit. Net requirmentnya adlaah

230 unit kekurangan ditambah dengan nilai safety stock

sebesar 150 sehinggamenjadi 380 unit. Nilai tersebut

ditambahkan dengan scrap sebesar 5% sehingga nilain

totalnya menajdi 399 unit. Pada minggu keenam terdapat

gross requirment sebesar 116 unit. Sehingga projected

on hand menajdi 549 unit yaitu didapat dari 665

dikurangi dengan 116 unit. Untuk net requiremnet

didapatkan nilai 116 ditambah dengan nilai scrap yaitu

menajdi 122 unit. Pada minggu ketujuh gross requiremnet

sebanyak 400 unit. Sehingga projected on hand menjadi

549 dikurangi dengan 400 menjadi 149 unit. Nilai

tersebut tidak memenuhi safety stock sebesar 150

sehingga dilakukan pemesanan. Nilai net requirmnet

berdasarkan gross requirment diperoleh 400 ditambahkan

dengan nilai scrap yaitu 5 % sehingga total net

requirment adalah sebesar 420 unit. Planne order

release dilakukan pada minggu ketujuh karena terdapat

lead time selama 2 hari. Pada minggu kedelapan,

kesembilan dankesepuluh tidak terdapt perubahan pada

safety stock karena tidak ada permintaan dan

penambahan.

BAB V

KESIMPULAN

1. Dalam praktikum kali ini dapat dilakukan

perencanaan kebutuhan bahan dengan menggunakan

program WinQSB. Sistematika pengolahanan data

unutk memperoleh MRP adalah netting, offsetting,

lotting, dan bom exploding.

2. Dalam melakukan pengolahan pengolahan data MRP

input yang dibutuhkan adalah Jadwal induk

produksi, inventory record dan Bill of Material.

3. Output yang dihasilkan dari praktikum ini adalah

berupa perencanaan kebutuhan bahan baku dengan

menggunakan berbagai metode lotting.

LAMPIRAN