Upload
khangminh22
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PENATAAN
PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR MINASAMAUPA
KABUPATEN GOWA
SYAMSUL JUNAID
Nomor Stambuk : 105640 1211 11
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
i
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PENATAAN
PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR MINASAMAUPA
KABUPATEN GOWA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun dan Diusulkan Oleh
SYAMSUL JUNAID
Nomor Stambuk : 105640 1211 11
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Syamsul Junaid
Nomor Stambuk : 105640 1211 11
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.
Makassar, 15 September 2015
Yang Menyatakan,
Syamsul Junaid
v
ABSTRAK
SYAMSUL JUNAID. Peran Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan
Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa
(dibimbing oleh Nurmaeta dan Muhammad Tahir).
Pedagang Kaki lima menjadi bagian dari kehidupan di kabupaten maupun
perkotaan. Hampir setiap kabupaten memiliki masalah yang hampir sama yaitu
masalah ketertiban, kemacetan, kebersihan, dan tata ruang. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti terdorong untuk mencoba menggambarkan dan menjelaskan
peran Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan penataan pedagang kaki lima di
Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
menggambarkan secara jelas mengenai Peran Pemerintah Daerah dalam
Pelaksanaan Penataan PKL di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa. Sedangkan
teknik pengumpulan data yang di gunakan peneliti adalah observasi, wawancara
dan dokumentasi. Sementara informan dalam penelitian ini adalah Kepala Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, Kepala Badan Satuan Polisi Pamong Praja,
Anggota Badan Satuan Polisi Pamong Praja, Pengunjung Pasar Minasamaupa dan
Pedagang di Pasar Minasamaupa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penataan pedagang kaki lima di
Pasar Minasamaupa yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sudah cukup baik
dimana sebagian besar pedagang tidak lagi berjualan di luar pasar karena telah
direlokasi ke dalam pasar. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
penataan pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa yakni melakukan penataan
tempat usaha, pembinaan dan pengawasan. Adapun faktor pendukung dalam
pelaksanaan penataan pedagang kaki lima tersebut yaitu adanya Peraturan Daerah
Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan
Pedagang Kaki Lima. Dan faktor penghambat pelaksanaan penataan pedagang
kaki lima tersebut yaitu rendahnya partisipasi pedagang dalam mematuhi
peraturan yang ada sehingga Pemerintah Daerah perlu meningkatkan pengawasan
terhadap pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa sehingga tempat usaha yang
aman, nyaman dan produktif dapat diwujudkan.
KataKunci : Peran Pemerintah Daerah, Penataan Pedagang Kaki Lima. 2015.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Pemerintah Daerah Dalam
Pelaksanaan Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Minasamaupa Kabupaten
Gowa“.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari juga bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Ibu Dra. Hj. St. Nurmaeta, MM selaku Pembimbing I dan Bapak Drs.
Muhammad Tahir, M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan
waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
2. Bapak Dr. Irwan Akib, M.Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar.
3. Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Bapak A. Luhur Prianto, S.IP, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu
Pemerintahan yang sangat baik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
5. Seluruh Staf Pengajar, baik Dosen maupun Asisten Dosen dan seluruh Staf
Pegawai di Lingkup Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah banyak memotivasi, mendorong dan
berdiskusi dengan penulis.
6. Kedua Orang Tuaku yan tercinta, Ayahanda Abdullah dan Ibunda Sunniati
yang telah mencurahkan seluruh cinta dan kasih sayangnya, cucuran keringat
dan air mata, untaian do’a, serta pengorbanan tiada henti, yang hingga
kapanpun penulis tidak mampu membalas segala kebaikan dan kasih
sayangnya. Semoga Allah SWT akan terus menjagamu dan melindungimu,
serta menyapamu dengan Cinta-Nya.
7. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gowa, Badan Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Makassar, Pemerintah Kecamatan Somba Opu serta
semua pihak yang telah banyak memberikan informasi dan data yang
dibutuhkan selama penelitian
8. Seluruh teman-teman yang tak henti-hentinya memberi saran dan membantu
serta memberikan dukungan semangat kepada penulis.
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan
dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, 15 September 2015
Yang Menyatakan,
Syamsul Junaid
viii
DAFTAR ISI
Halaman Pengajuan Skripsi ............................................................................... i
Halaman Persetujuan ......................................................................................... ii
Halaman Penerimaan Tim ................................................................................. iii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ..................................................... iv
Abstrak ............................................................................................................... v
Kata Pengantar .................................................................................................. vi
Daftar Isi ............................................................................................................ viii
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
D. Kegunaan penelitian ........................................................................ 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Peran .................................................................................. 9
B. Konsep Pemerintah Daerah ............................................................. 10
C. Kebijakan Pemerintah ..................................................................... 14
D. Implementasi Kebijakan .................................................................. 18
E. Konsep Pedagang Kaki Lima .......................................................... 19
F. Kerangka Pikir ................................................................................ 23
G. Fokus Penelitian .............................................................................. 25
H. Definisi Fokus Penelitian ................................................................ 25
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................... 27
B. Jenis dan Tipe Penelitian ................................................................. 27
C. Sumber Data .................................................................................... 28
D. Informan Penelitian ......................................................................... 28
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 29
F. Teknik Analisis Data ....................................................................... 30
G. Pengabsahan Data ........................................................................... 31
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian ............................................................. 32
B. Peran Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima di
Pasar Minasamaupa ......................................................................... 45
C. Faktor - faktor yang mendukung dan menghambat Peran Pemerintah
Daerah dalam Pelaksanaan Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar
Minasamaupa Kabupaten Gowa ...................................................... 62
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 65
B. Saran ............................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan adalah suatu proses perubahan dari sesuatu kondisi yang
kurang baik kearah yang lebih baik atau pembangunan merupakan suatu
proses perubahan dari suatu kondisi nasional ke kondisi nasional yang lain
yang harus dinilai lebih baik dari keadaan sebelumnya. Pembangunan
mengandung berbagai makna baik dari segi ekonomi, sosial, politik dan
budaya yang kesemuanya mengandung arti masing-masing.
Begitu halnya juga pembangunan di tiap wilayah atau daerah, di dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pembangunan dilaksanakan
secara terstruktur, baik dari pusat-pusat kota sampai kepada daerah-daerah
pedesaan yang semuanya bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat
kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik.
Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang
berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran
utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau
masyarakat suatu bangsa. Ini berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak
dari suatu keadaan atau kondisi kehidupan yang kurang baik menuju suatu
kehidupan yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu
bangsa.
Menurut Sedarmayanti (2007:260), Penyelenggaraan pembangunan
yang baik dalam setiap daerah juga tidak lepas dari kinerja para pegawai
1
2
negeri sipil, semakin baik kinerja pegawai negeri sipil disetiap daerah maka
pembangunan di daerah tersebut akan semakin maju dan berkembang, dimana
kinerja di definisikan sebagai catatan mengenai out come yang dihasilkan dari
suatu aktivitas tertentu, selama kurun waktu tertentu pula (performance is
defined as the record of outcomes produced on a specific job function or
activity during a specific time period).
Begitupun halnya dalam bidang pembanguan ekonomi
kemasyarakatan, masyarakat juga diharapkan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan kota/daerah melalui lembaga-lembaga sosial ekonomi
kemasyarakatan, dan berusaha untuk meningkatkan derajat kehidupan
masyarakat seperti halnya di Kabupaten Gowa khususnya di Pasar
Minasamaupa dengan semakin banyaknya pertumbuhan gerakan ekonomi
kemasyarakatan, di berbagai sudut kehidupan masyarakat seperti halnya dalam
bidang usaha, khususnya pedagang kaki lima atau sektor informal.
Masalah pedagang kaki lima sendiri, tidak kunjung selesai di setiap
daerah di Indonesia khususnya di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa.
Permasalahan ini muncul setiap tahun dan terus saja berlangsung tanpa ada
solusi yang tepat dalam pelaksanaannya. Keberadaan pedagang kaki lima
kerap dianggap ilegal karena menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan
visi kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan
kerapihan kota. Oleh karena itu, pedagang kaki lima seringkali menjadi target
utama kebijakan-kebijakan Pemerintah Daerah, seperti penggusuran karena
kehadiran pedagang kaki lima tersebut sering dikaitkan dengan dampak
3
negatif bagi lingkungan perkotaan, dengan munculnya kesan buruk, kotor,
kumuh dan tidak tertib.
Pedagang kaki lima memunculkan permasalahan sosial dan lingkungan
berkaitan dengan masalah kebersihan, keindahan dan ketertiban suatu Kota,
(Soemirat, 2009:64). Ruang-ruang publik yang seharusnya menjadi hak bagi
masyarakat umum untuk mendapatkan kenyamanan baik untuk jalan kaki
maupun berkendaraan menjadi terganggu. Saat ini kualitas ruang kota kita
semakin menurun dan masih jauh dari standar minimum sebuah kota yang
nyaman, terutama pada penciptaan maupun pemanfaatan ruang terbuka yang
kurang memadai. Keberadaan pedagang kaki lima di lapangan selalu
berhadapan dengan kenyamanan masyarakat selaku pengguna jalan umum
khususnya pengendara beroda dua maupun beroda empat yang mengakibatkan
kemacetan di sekitar lokasi tempat mereka berjualan. Dengan melihat kondisi
yang demikian, seringkali muncul persepsi kepentingan yang berbeda, dimana
pada satu sisi pemerintah dan sebagian besar masyarakat menghendaki adanya
penertiban dalam penggunaan ruang bagi pedagang kaki lima. Sementara pada
sisi lain, para pedagang kaki lima menghendaki adanya kesempatan secara
relatif bebas dalam menggunakan tempat di pusat kota untuk melakukan
kegiatan usahanya. Kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan keinginan
pedagang kaki lima seperti menertibkan dengan tindakan represif atau
memindahkan lokasi pedagang kaki lima ke tempat-tempat tertentu yang
dianggap tidak mengganggu ketertiban dan keindahan kota sehingga kesan
kotor dan semrawut dapat dikurangi. Tetapi hal ini sering ditentang oleh para
4
pedagang kaki lima karena tempat-tempat yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah tersebut dianggap tidak strategis dan jauh dari pusat keramaian. Hal
inilah yang menyebabkan para pedagang kaki lima meninggalkan tempat
tersebut dan kembali berjualan secara liar di pusat keramaian. Oleh karena itu,
aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa dibantu dengan aparat keamanan
serta dinas-dinas/instansi terkait, dalam melakukan penataan pedagang kaki
lima yang berada di Kabupaten Gowa khususnya di Pasar Minasamaupa
diharapkan agar tetap berpedoman pada undang-undang yang berlaku dan
sudah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penataan
dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Gowa dan perturan-
peraturan lainnya.
Salah satu peran Pemerintah Daerah dalam penataan pedadang kaki
lima adalah dengan memfungsikan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten
Gowa. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah Pasal 255 ayat (1) bahwa Satuan Polisi Pamong
Praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan
ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan
masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2009
tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, upaya Pemerintah
Kabupaten Gowa dalam rangka mengatur keberadaan pedagang kaki lima
adalah melalui kegiatan penataan lokasi usaha bagi pedagang kaki lima,
pengaturan pemberian perizinan, dan pengaturan mengenai pemberian
5
sanksinya serta senantiasa melaksanakan pembinaan, penyuluhan dan
pengawasan sehingga mereka dapat mengembangkan usaha dalam
meningkatkan kesejahteraannya serta diharapkan akan menunjang
pertumbuhan perekonomian daerah dari sektor informal. Oleh karena itu,
semua sektor lini pemerintahan sangat dibutuhkan dalam hal menciptakan
suatu sistem tata kelola pemerintahan yang baik atau apa yang dikenal dengan
istilah good governance.
Dengan demikian, Pemerintah kota menganggap kebijakan penataan
tersebut merupakan tindakan yang terbaik untuk memudahkan pedagang kaki
untuk berjualan. Karena dengan adanya kios-kios yang disediakan pemerintah,
pedagang tidak perlu membongkar muat dagangannya. Selain itu, pemerintah
juga akan memperhatikan aspek promosi, pemasaran, bimbingan pelatihan,
dan kemudahan modal usaha.
Penataan pedagang kaki lima dalam Peraturan Daerah di atas
mempunyai dua peranan yang sangat penting, yaitu satu sisi merupakan
perlindungan dan pengakuan terhadap keberadaan pedagang kaki lima di
Kabupaten Gowa, sedangkan di sisi lainnya Peraturan Daerah ini merupakan
dasar hukum yang kuat bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan
fasilitasi/pembinaan, pengaturan dan penertiban terhadap pedagang kaki lima.
Selain hal tersebut di atas tujuan penataan pedagang kaki lima juga
untuk mewujudkan Kabupaten Gowa yang seimbang, aman, tertib, lancar dan
sehat. Oleh karena itu, disamping pedagang kaki lima diberi kesempatan untuk
6
dikembangkan, namun faktor keseimbangan terhadap kebutuhan bagi kegiatan
lainnya juga harus tetap terjaga.
Menurut Pena (1999), terdapat tiga pilihan mengatasi pedagang kaki
lima yaitu: Pertama, negara harus menjadi kunci dalam mengatur pedagang
kaki lima, karena keberadaan negara sangat penting dalam proses
pembangunan. Kedua, organisasi pedagang kaki lima dibiarkan untuk terus
mengatur kegiatan mereka sendiri. Ketiga, menyarankan pemerintah dan
pedagang kaki lima untuk menegosiasikan ruang-ruang aksinya (lokasi usaha).
Pemberdayaan pedagang kaki lima melalui penataan tersebut ditujukan
untuk formalisasi aktor informal, artinya dengan ditempatkannya pedagang
kaki lima pada kios-kios yang disediakan maka pedagang kaki lima telah legal
menurut hukum. Sehingga dengan adanya legalisasi tersebut Pemerintah
Daeraah dapat menarik restribusi dari para pedagang agar masuk kas
pemerintah dan tentunya akan semakin menambah Pendapatan Asli Daerah.
Adapun pengertian dari pedagang kaki lima adalah pedagang yang
berasal dari desa atau daerah satu ke daerah yang lain, atau para pedagang
yang berasal dari wilayah yang sama (Provinsi, Kabupaten/Kota), dan mencari
tempat berjualan yang baru. Khusus bagi pedagang kaki lima ini, adalah para
pedagang yang terkena dampak penggusuran atau relokasi di suatu
daerah/tempat yang sama (Provinsi, Kabupaten/Kota), sehingga mencari
tempat yang baru dan layak untuk berjualan disuatu daerah/tempat yang sama
(Provinsi, Kabupaten/Kota) pula.
7
Pada perkembangannya pedagang kaki lima terbagi menjadi dua, yaitu:
Pedagang Kaki Lima (PKL) Legal, yaitu pedagang kaki lima yang memiliki
ijin usaha, biasanya merupakan pedagang kaki lima binaan pemerintah. Dan
Pedagang Kaki Lima (PKL) Ilegal, yaitu pedagang kaki lima yang tidak
memiliki ijin usaha. Pedagang kaki lima jenis kedua inilah yang membutuhkan
“penanganan khusus” terutama dari pemerintah, karena mereka seringkali
tidak mengindahkan tata tertib yang telah ada. Akibatnya, pedagang kaki lima
menimbulkan masalah dalam pengembangan usaha tata ruang kota seperti
mengganggu ketertiban umum dan timbulnya kesan penyimpangan terhadap
peraturan akibat sulitnya mengendalikan perkembangan sektor informal ini.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengambil
judul skripsi ini tentang “Peran Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan
Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa“.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan dalam latar belakang di atas, maka
untuk mempermudah arah dan proses pembahasan peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Peran Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Penataan
Pedagang Kaki Lima di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa?
2. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat Peran Pemerintah
Daerah dalam Pelaksanaan Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar
Minasamaupa Kabupaten Gowa?
8
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Peran Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Penataan
Pedagang Kaki Lima di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang yang mendukung dan menghambat
Peran Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Penataan Pedagang Kaki
Lima di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti
diharapkan berguna untuk menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua
pihak, diantaranya sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi positif
bagi perkembangan Ilmu Pemeritahan serta dapat dijadikan bahan kajian
untuk melaksanakan penelitian selanjutnya mengenai Peran Pemerintah
Daerah dalam Pelaksanaan Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar
Minasamaupa Kabupaten Gowa.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah wawasan
dan pengetahuan serta memberikan manfaat bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten Gowa sebagai suatu bahan masukan dan bahan pertimbangan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam penataan pedagang kaki
lima di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Peran
Pengertian umum peranan dapat diartikan sebagai perbuatan seseorang
atas sesuatu pekerjaan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Peranan
adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. Peranan
merupakan suatu aspek yang dinamis dari suatu kedudukan (status).
Menurut Sedarmayanti (2004:33), peranan merupakan sebuah landasan
persepsi yang digunakan setiap orang yang berinteraksi dalam suatu kelompok
atau organisasi untuk melakukan suatu kegiatan mengenai tugas dan
kewajibannya. Dalam kenyataannya, mungkin jelas dan mungkin juga tidak
begitu jelas. tingkat kejelasan ini akan menentukan pula tingkat kejelasan
peranan seseorang.
Menurut Soekanto (2009:243), peranan adalah aspek dinamis
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.
Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan
adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-
pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya
(Soekanto, 2009:212-213).
9
10
Levinson (Soekanto, 2009:213) mengatakan peranan mencakup tiga
hal, antara lain:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan bermasyarakat.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
2. Konsep Pemerintah Daerah
1. Pengertian Pemerintah Daerah
Pemerintah sebagai alat kelengkapan negara dapat diberi pengertian
luas atau dalam arti sempit. Pemerintah dalam arti luas mencakup semua alat
kelengkapan negara yang pada pokoknya terdiri dari badan eksekutif, legislatif
dan yudikatif atau alat-alat kelengkapan negara lain yang juga bertindak untuk
dan atas nama negara. Dalam arti sempit pemerintah adalah lembaga
kekuasaan eksekutif. Kekuasaan eksekutif mewakili dua hal, pertama sama
dengan yudikatif dan legislatif berperan sebagai alat kelengkapan negara,
bertindak untuk dan atas nama negara, kedua sebagai badan administrasi
negara yang mempunyai kekuasaan mandiri yang dlilimpahkan negara.
Berdasarkan gambaran tersebut di atas, dapat dikonstruksikan bahwa
pemerintah dalam arti luas dalam konteks Indonesia adalah keseluruhan alat
11
kelengkapan negara, yaitu lembaga tinggi negara (MPR, DPR, Presiden, MA
dan BPK). Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah presiden beserta
jajaran/aparatur yang berada pada lingkup kekuasaan eksekutif yang selain
atau tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan yudikatif. Sesuai
dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, Pemerintahan Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Inonesia.
Sesuai pasal 18 UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan
jelas mengenai bentuk dan susunan Pemerintahan Daerah dalam kerangka
Negara Republik Indonesia. Pasal 18 ayat (1) berbunyi “Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu
mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur Undang-Undang”. Sedang Pasal
18 ayat (5) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Pemerintah Daerah merupakan
daerah otonom yang dapat menjalankan urusan pemerintahan dengan seluas-
luasnya serta mendapat hak untuk mengatur kewenangan pemerintahan
kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai
urusan pemerintahan pusat”.
12
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah, Pemerintah Daerah merupakan Kepala Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Sedangkan
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Melihat definisi Pemerintahan Daerah seperti yang telah dikemukakan
diatas, maka yang dimaksud Pemerintahan Daerah disini adalah
penyelenggara daerah otonom oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas desentralisasi dimana unsur
penyelenggara Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan
perangkat daerah lainnya.
2. Peran Pemerintah Daerah
Fungsi pemerintah dalam kaitannya dengan pemberdayaan yaitu
mengarahkan masyarakat kemandirian dan pembangunan demi terciptanya
kemakmuran, tidak serta merta dibebankan oleh masyarakat. Perlu adanya
peran pemerintah yang secara optimal dan mendalam untuk membangun
masyarakat, maka peran pemerintah yang dimaksud antara lain :
13
1. Pemerintah sebagai regulator
Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk
menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan
peraturan-peraturan. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan
dasar kepada masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur segala
kegiatan pelaksanaan pemberdayaan.
2. Pemerintah sebagai dinamisator
Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan
partisipasi masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses
pembangunan untuk mendorong dan memelihara dinamika pembangunan
daerah. Pemerintah berperan melalui pemberian bimbingan dan
pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat. Biasanya
pemberian bimbingan diwujudkan melalui tim penyuluh maupun badan
tertentu untuk memberikan pelatihan.
3. Pemerintah sebagai fasilitator
Peran pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi
yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan untuk menjembatani
berbagai kepentingan masyarakat dalam mengoptimalkan pembangunan
daerah. Sebagai fasilitator, pemerintah bergerak di bidang pendampingan
melalui pelatihan, pendidikan, dan peningkatan keterampilan, serta di
bidang pendanaan atau permodalan melalui pemberian bantuan modal
kepada masyarakat yang diberdayakan.
14
Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto (2002:243), yaitu peran
merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
menjalankan suatu peranan.
Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah, peran Pemerintah Daerah juga dimaksudkan dalam rangka
melaksanakan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan sebagai
wakil pemerintah di daerah otonom yaitu untuk melakukan:
1. Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.
2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau
kepada Gubernur dan Bupati/WaliKota sebagai penanggung jawab urusan
pemerintahan umum.
3. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah
otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi
kepada daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan sebagian urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi.
3. Kebijakan Pemerintah
Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata
policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena
15
pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk
mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan
umum. Ini sejalan dengan pengertian publik itu sendiri dalam bahasa
indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat atau umum.
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan
kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan
dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku
(misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan),
kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin
memperoleh hasil yang diinginkan.
Menurut David Easton dalam Nugroho (2009:47) mendefinisikan
kebijakan sebagai akibat aktifitas pemerintah (the impact of government
activity). Menurut Carl I. Friedrich dalam Nugroho (2009:48)
mendefinisikannya sebagai rangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,
kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman
dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk
memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka
mencapai tujuan tertentu.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses
pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi
berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan
16
pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai
mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai
suatu tujuan eksplisit.
Pengertian kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atas dasar
kebijakan yang bersifat luas. Kebijakan adalah usaha mencapai tujuan tertentu
dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. Sedangkan kebijakan
pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat
secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang
menyangkut kepentingan umum.
Pengertian kebijakan pemerintah sama dengan kebijaksanaan berbagai
bentuk seperti misalnya jika dilakukan oleh Pemerintah Pusat berupa
Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Menteri (Kepmen) dan lain-lain.
Sedangkan jika kebijakan pemerintah tersebut dibuat oleh Pemerintah Daerah
akan melahirkan Surat Keputusan (SK), Peraturan Daerah (Perda) dan lain-
lain.
Dalam penyusunan kebijaksanaan/kebijakan mengacu pada hal-hal
berikut:
1. Berpedoman pada kebijaksanaan yang lebih tinggi.
2. Konsisten dengan kebijaksanaan yang lain yang berlaku.
3. Berorientasi ke masa depan.
4. Berpedoman kepada kepentingan umum
5. Jelas dan tepat serta transparan
6. Dirumuskan secara tertulis.
17
Sedangkan kebijakan atau kebijaksanaan pemerintah mempunyai
beberapa tingkatan yaitu :
a. Kebijakan Nasional
Yaitu kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis untuk
mencapai tujuan nasional/negara sesuai dengan amanat UUD 1945 GBHN.
Kewenangan dalam pembuat kebijaksanaan adalah MPR, dan Presiden
bersama-sama dengan DPR. Bentuk kebijaksanaan nasional yang dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan dapat berupa :
1) UUD 1945
2) Ketetapan MPR
3) Undang-Undang
4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dibuat oleh
Presiden dalam hal kepentingan memaksa setelah mendapat
persetujuan DPR.
b. Kebijaksanaan Umum
Kebijaksanaan yang dilakukan oleh Presiden yang bersifat nasional dan
menyeluruh berupa penggarisan ketentuan-ketentuan yang bersifat garis besar
dalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan sebagai
pelaksanaan UUD 1945, Ketetapan MPR maupun Undang-Undang guna
mencapai tujuan nasional.
Penetapan kebijaksanaan umum merupakan sepenuhnya kewenangan
presiden, sedangkan bentuk kebijaksanaan umum tersebut adalah tertulis berupa
peraturan perundang-undangan seperti halnya Peraturan Pemerintah (PP),
Keputusan Presiden (Kepres) serta Instruksi Presiden (Inpres).
18
c. Strategi Kebijakan
Merupakan salah satu kebijakan pelaksanaan yang secara hirarki
dibuat setingkat Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota berupa Surat Keputusan
(SK) yang mengatur tatalaksana kerja dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan Sumber Daya Manusia. Pengertian strategi merupakan serangkaian
sasaran organisasi yang kemudian mempengaruhi penentuan tindakan
komprehensif untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan atau alat dengan
mana tujuan akan dicapai.
4. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih tidak kurang. Untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang
ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program
atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik
tersebut. (Riant Nugroho D, 2003)
Tujuan kebijakan pada prinsipnya adalah melakukan intervensi. Oleh
karena itu, implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action)
intervensi itu sendiri. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik
ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri atas
content of policy dan context of policy. Content of policy menurut Grindle
adalah: (a) Interest affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi),
(b) Type of benefit (tipe manfaat), (c) Extent of change envision (derajat
perubahan yang ingin dicapai), (d) Site of decision making (letak pengambilan
19
keputusan), (e) Program implementer (pelaksanaan program), (f) Resource
committed (sumber daya yang digunakan). Context of Policy menurut Grindle
adalah: (a) Power, Interest and Srategy of actor involved (kekuasaan,
kepentingan-kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat), (b) Institution
and regime characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa),
(c) Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon
dari pelaksana). (Riant Nugroho D : 2003)
Pemerintah ingin mengembalikan fungsi awal Pasar Minasamaupa
sebagai tempat yang bersih, tertata rapi dan jalan yang dilalui kendaraan ramai
lancar. Pemerintah akhirnya berinisiatif untuk menertibkan para pedagang
kaki lima. Dalam upaya penertiban pemerintah tidak semata-mata hanya
menata dan menggusur mereka, karena pedagang juga memiliki kelangsungan
hidup untuk kedepannya.
Pemerintah Kabupaten Gowa juga bertahap dalam menata pedagang,
mulai dari mensosialisasikan sampai memberikan pembinaan kepada mereka.
Ini guna untuk mengakomodasi keinginan pemerintah maupun keinginan
pedagang kaki lima dalam keputusan pemerintah untuk memindahkan mereka
untuk kepentingan bersama.
5. Konsep Pedagang Kaki Lima
Apabila kita berbicara tentang masalah pedagang, kita akan ingat
kepada jual beli, khususnya dan pada ekonomi umumnya, karena setiap kali
kita pergi berbelanja ke pasar kita berjumpa dengan pedagang, sebab
pedagang ini adalah orang yang berjualan.
20
Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia, sektor informal dapat diartikan
sebagai, “Usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi dan/atau distribusi
barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dan penghasilan bagi
mereka yang terlibat dalam unit tersebut serta bekerja dengan keterbatasan,
baik modal, fisik, tenaga, maupun keahlian”. (www.kamusbesar.com,2012).
W.J.S. Poerdarminta (2003:171) di dalam bukunya Kamus Umum
Bahasa Indonesia memberikan pengertian tentang pedagang yaitu: “Orang
yang berjualan”. Pengertian yang diberikan W.J.S. Poerwadarminta ini maka
dapat dilihat bahwa setiap orang yang pekerjaannya berjualan, baik ia
berjualan bahan-bahan pokok kebutuhan sehari-hari (primer) maupun bahan-
bahan kebutuhan tambahan (sekunder) adalah disebut pedagang.
Menurut Limbong (2007), pedagang kaki lima sebagai salah satu
kelompok sektor informal yang diakui memiliki keunggulan kompetitif
dibandingkan kelompok lainnya. Keunggulan kompetitif yang dimilikinya
adalah kemampuannya untuk tetap bertahan dalam kondisi ekonomi yang
sulit.
Pedagang adalah orang yang bekerja dengan cara membeli barang dan
kemudian menjualnya kembali dengan mengambil keuntungan dari barang
yang di jualnya kembali. Kaki lima diartikan sebagai lokasi berdagang yang
tidak permanen atau tetap.
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil Dan Menengah, pedagang kaki lima masuk dalam kelompok
usaha mikro. Usaha mikro sesuai pasal 6 ayat 1 mempunyai pengertian usaha
21
produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah).
Sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2009
tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, yang dimaksud
dengan pedagang kaki lima adalah orang yang melakukan usaha dagang dan
atau jasa di tempat umum, yaitu tepi-tepi jalan umum, lapangan serta tempat
lain di atas tanah negara yang ditetapkan oleh Bupati.
Pedagang kaki lima disebut juga pedagang liar atau pedagang eceran
yaitu pedagang yang berjualan di pinggir-pinggir jalan, emperan toko-toko, di
halaman bangunan pasar, lapangan-lapangan terbuka dan tempat-tempat lain
yang sifatnya sementara dan belum mendapat izin resmi dari pemerintah.
Menurut Mc Gee, pedagang kaki lima adalah orang yang menawarkan
barang-barang atau jasa-jasa dari tempat-tempat masyarakat umum terutama
di jalan-jalan dan di trotoar (Argyo Demartoto, 2000).
Menurut Winardi, pedagang kaki lima adalah orang yang dengan
modal relatif sedikit, berusaha (produksi penjualan barang/jasa) untuk
memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu di dalam masyarakat,
usahanya dilaksanakan di tempat-tempat yang dianggap strategis di dalam
suasana lingkungan yang informal (Argyo Demartoto, 2000).
22
Jadi berdasarkan definisi-definisi di atas, yang dimaksud dengan
pedagang kaki lima adalah orang yang melakukan usaha dagang atau jasa
secara mandiri dan bersifat informal yang berdagang di tempat-tempat umum
dan strategis namun kegiatan usahanya dengan jaringan sosial ekonomi yang
melingkupinya.
Sekaitan pengertian luas di atas, jelas bahwa pedagang kaki lima ini
adalah bersifat sementara dan belum mendapat izin, sebagaimana kita lihat
tempat-tempat pedagang kaki lima ini belum mendapat tempat-tempat
berjualan seperti para pedagang yang ditempatkan di dalam suatu pasar tetapi
tidak di dalam sarana pasar tersebut, mereka hanya untuk menggunakan badan
jalan sebagai tempat berjualan, sehingga tak jarang menimbulkan kemacetan
arus lalu lintas.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5
Tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima bahwa
Pemerintah Daerah berhak memberikan penataan tempat usaha, pengawasan
dan pembinaan kepada pedagang kaki dengan mewujudkan tempat usaha yang
aman, nyaman dan produktif.
Lain dengan tinjauan hukum, pendefinisian secara ilmiah mengenai
Pedagang Kaki Lima seringkali membutuhkan bantuan dengan cara
pengidentifikasikan sejumlah ciri atau karakteristiknya. Kesulitan memberikan
definisi secara tepat ini dinyatakan oleh Ray Bromley (Rusli, 1992) dengan
menyatakan, “Pedagang kaki lima terletak pada tepal batas penelitian yang
tidak di definisikan secara tepat, antara penelitian kesempatan kerja dan
23
patologi sosial dan ciri pokoknya, mobilitas, ketidakmampuan, serta
kemiskinan dan tingkat pendidikan relatif rendah dari kebanyakan pelakunya
sangat mempersulit penelitian”.
Pejabat kota dan sebagian kaum elit lokal biasanya memandang
pedagang kaki lima sebagai gangguan yang membuat kota menjadi kotor dan
tidak rapi menyebabkan lalu lintas macet, pembuangan sampah di sembarang
tempat, gangguan bagi para pejalan kaki, pesaing pedagang toko yang terkena
pajak besar. Ada beberapa profesi di sektor informal rentan dengan
pelanggaran hukum atau justru merupakan bentuk pelanggaran hukum seperti
prostitusi, sehingga sering dikejar-kejar oleh petugas ketertiban umum dari
Pemerintah Kota/Kabupaten. Fungsi Peraturan Daerah (Perda) bukan untuk
mengantisipasi terjadinya permasalahan, tetapi ditetapkan setelah terjadi
permasalahan, sebagai pembenaran atas penertiban yang dilakukan petugas.
6. Kerangka Pikir
Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa dalam Penataan Pedagang
Kaki Lima adalah dengan memfungsikan Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten Gowa sebagai pembantu Kepala Daerah dalam penegakan
Peraturan Daerah, penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Kontribusi Satuan Polisi Pamong Praja sangat diperlukan dalam pelaksanaan
penataan pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa.
Dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang penataan dan Pembinaan,
Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, menata, mengatur dan
menarik retribusi serta mengawasi tempat usaha pedagang kaki lima.
24
Penetapan tempat usaha pedagang kaki lima ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah dengan mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, ketertiban,
keamanan, kebersihan dan kesehatan serta rencana tata ruang kota.
Sesuai Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun
2009 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima bahwa
Pemerintah Daerah berhak memberikan penataan tempat usaha, pengawasan
dan pembinaan kepada pedagang kaki dengan mewujudkan tempat usaha yang
aman, nyaman dan produktif.
Terwujudnya tempat usaha yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 tahun 2009 dijelaskan
bahwa tempat-tempat yang dipergunakan sebagai tempat usaha pedagang kaki
lima adalah tempat-tempat umum yang telah mempunyai fungsi tersendiri
sebagaimana diatur dalam rencana umum tata ruang wilayah, maka perlu
diadakan pengaturan agar tetap terjaga ketertiban, kerapian, keindahan,
kebersihan, kesehatan lingkungan dan keamanannya serta tetap dapat
berfungsi sessuai dengan fungsi aslinya.
Berdasarkan uraian kerangka pikir di atas, maka dapat digambarkan
sebagai berikut:
25
Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pikir
7. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini yaitu Peran Pemerintah Daerah dalam Penataan
Pedagang Kaki Lima dan faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan
Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa.
8. Definisi Fokus Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka peneliti membuat definisi
fokus penelitian sebagai berikut:
1. Peran Pemerintah Daerah adalah suatu tindakan untuk mencapai tujuan
penataan dan pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
rangka melaksanakan penataan pedagang kaki lima.
Peran Pemerintah Daerah dalam
Penataan Pedagang Kaki Lima di
Pasar Minasamaupa Kabupaten
Gowa
Faktor
Penghambat
Kurangnya
pastisipasi
masyarakat
Indikator Penataan Pedagang Kaki Lima:
1. Penataan tempat usaha
2. Pembinaan
3. Pengawasan
Faktor
Pendukung
Adanya
Perda No.5
Tahun 2009
Mewujudkan Tempat Usaha yang
Aman, Nyaman dan Produktif
26
2. Pedagang Kaki Lima adalah orang yang dengan modal yang relatif sedikit
berusaha di bidang produksi dan penjualan barang/jasa untuk memenuhi
kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha tersebut
dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana
lingkungan yang informal.
3. Penataan Tempat Usaha adalah peran Pemerintah Daerah dalam
memberikan lokasi tempat usaha dengan melakukan pengaturan letak dan
lokasi pedagang kaki lima sehingga terlihat rapi, indah, teratur dan aman
agar fungsi pasar dapat dimaksimalkan sesuai perkembangan kota,
kehidupan masyarakat, dan perekonomian pada umumnya.
4. Pembinaan adalah Pemerintah Daerah memberikan nasehat, arahan dan
petunjuk kepada pedagang kaki lima untuk melaksanakan kegiatan usaha
sesuai dengan aturan yang ada.
5. Pengawasan adalah serangkaian tindakan pemerintah dalam mengawasi
kegiatan pedagang kaki lima dengan maksud mengadakan pemantauan dan
pemeriksaan terhadap barang, pedagang atau tempat yang menimbulkan
gangguan keamanan dan ketertiban umum.
6. Tujuan Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa dalam Penataan
Pedagang Kaki Lima di Pasar Minasamaupa adalah mewujudkan tempat
usaha yang aman, nyaman dan produktif.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yang berlokasi di
Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa, dengan alasan bahwa penataan
pedagang kaki lima di pasar tersebut masih terlihat semrawut tempat
usahanya. Hal ini diasumsikan bahwa penegakan Peraturan Daerah (Perda)
tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima belum maksimal
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, artinya
suatu jenis penelitian yang berusaha memberikan penjelasan dengan gambaran
mengenai berbagai macam data yang telah dikumpulkan dari objek penelitian
yang berkaitan dengan Peran Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Penataan
Pedagang Kaki Lima di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa.
2. Tipe Penelitian
Peneliti menggunakan tipe penelitian studi kasus yaitu penelitian yang
mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci dan menyertakan
berbagai sumber informasi dengan menggambarkan tentang situasi atau
fenomena sosial secara detail yang bertujuan mendeskripsikan sesuatu secara
jelas (deskriptif kualitatif).
27
28
C. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dengan cara mengadakan
wawancara secara langsung pada informan melalui, observasi, wawancara dan
dokumentasi secara langsung yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung kepada
obyek penelitian yang dapat berupa dokumen, buku, catatan-catatan, makalah,
laporan, arsip, statistik dan profil pedagang kaki lima, terutama yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian.
D. Informan Penelitian
Informan penelitian mengenai pelaksanaan penataan pedagang kaki
lima di Pasar Minasamaupa yaitu: Disperindag, Kepala Satpol PP, Anggota
Satpol PP, Pedagang Kaki Lima dan Pengunjung Pasar. Adapun informan
penelitian ini dapat dijelaskan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 1.1 Informan Penelitian
No Informan Penelitian Jumlah
1 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Gowa 2 Orang
2 Kepala Satpol PP Kab. Gowa 1 Orang
2 Anggota Satpol PP Kab. Gowa 2 Orang
3 Pedagang Kaki Lima 2 Orang
4 Pengunjung Pasar 2 Orang
Jumlah 9 Orang
29
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diperlukan adalah teknik pengumpulan
data yang paling tepat, sehingga benar-benar didapat data yang valid dan
reliabel. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu:
1. Observasi adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan
langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan
mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang
diamati tentang perilaku kebiasaan dalam Peran Pemerintah Daerah dalam
Pelaksanaan Penataaan Pedagang Kaki Lima di Pasar Minasamaupa
Kabupaten Gowa.
2. Wawancara adalah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan
informasi dengan cara tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak
yang terkait dan berhadapan langsung dengan informan yang dianggap
mengerti mengenai permasalahan yang diteliti.
3. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah
kehidupan, cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Tujuan digunakan
metode ini untuk memperoleh data secara jelas dan konkret tentang Peran
Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Penataaan Pedagang Kaki Lima di
Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa.
30
F. Teknik Analisis Data
Analisa Data menurut Patton (Moleong, 2002) adalah proses mengatur
uraian data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan
uraian dasar.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpresentasikan data yang
diperoleh dari observasi lapangan dan dari informan observasi. Menurut Miles
dan Huberman (Manurung, 2005), ada tiga unsur utama dalam proses analisis
data penelitian kualitatif yaitu:
1. Reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang mempertegas,
memperpendek dan membuang hal-hal yang tidak penting sehingga
kesimpulan penelitian dapat dilaksanakan. Jadi laporan lapangan sebagian
bahan disingkat dan disusun lebih sistematis sehingga lebih mudah
dikendalikan. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam
tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari
kembali data yang diperoleh apabila diperlukan.
2. Sajinan data adalah susunan informasi yang memungkinkan dapat
ditariknya suatu kesimpulan penelitian. Penyajian data dalam bentuk
gambaran, skema dan tabel mungkin akan berguna untuk mendapatkan
gambaran yang jelas serta memudahkan dalam penyusunan kesimpulan
penelitian. Pada dasarnya, sajian data dirancang untuk menggambarkan
suatu informasi secara sistematis dan mudah dilihat serta dipahami dalam
bentuk keseluruhan sajiannya.
31
3. Kesimpulan merupakan hasil akhir dari reduksi data dan penyajian data.
Kesimpulan penelitian perlu diverifikasi agar mantap dan benar-benar bisa
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
G. Keabsahan Data
Penelitian metodologi kualitatif pengabsahan data menggunakan
metode triangulasi, dimana metode ini merupakan pengecekan akan kebenaran
data dengan menggunakan teknik pengumpulan data lainnya serta pengecekan
pada waktu yang berbeda. Triangulasi terdiri atas tiga bagian, antara lain:
1. Triangulasi Sumber Data
Dilakukan dengan membandingkan dan mengecek baik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang
berbeda dalam metode kualitatif yang dilakukan dengan membandingkan data
hasil pengamatan dan hasil wawancara (Paton dalam Haryanti, 2003).
2. Triangulasi Metode
Dilakukan untuk menguji sumber data, memiliki tujuan untuk mencari
kesamaan data dengan metode berbeda.
3. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu berkenaan dengan waktu pengambilan data peneliti
melakukan wawancara dengan informan dalam kondisi waktu yang berbeda
untuk menentukan kredibilitas data.
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
1. Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Gowa
Kabupaten Gowa berada pada 119,3773o Bujur Barat dan 120,0317
o
Bujur Timur serta 5,0829342862o Lintang Utara dan 5,577305437
0 Lintang
Selatan, dimana wilayahnya terletak di bagian selatan Provinsi Sulawesi
Selatan dengan luas wilayah 1.883,33 km², atau setara dengan 3,01% dari luas
Provinsi Sulawesi Selatan.
Sebagai kabupaten daerah otonom, sebelah utara berbatasan dengan
Kota Makassar dan Kabupaten Maros, pada sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Bantaeng, sebelah
selatan berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Takalar.
Berdasarkan wilayah administrasinya Kabupaten Gowa terbagi atas 18
wilayah Kecamatan, 123 Desa dan 44 Kelurahan dengan luas 1.883, 88 Km2
atau 3,01% dari wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, sebagian besar wilayah
Kabupaten Gowa merupakan dataran tinggi yakni sekitar 80,17% dan 19,83%
merupakan dataran rendah.
Secara umum Kabupaten Gowa beriklim tropis dengan temperatur
27,125º celcius dimana dapat ditemui daerah beriklim basah dan kering,
dengan ketinggian 5 – 1300 meter diatas permukaan laut.
Jumlah penduduk Kabupaten sebanyak 670.465 jiwa yang terdiri dari
329.673 jiwa atau 49,17% penduduk laki-laki, dan 340.792 jiwa atau 50,83%
32
33
penduduk perempuan. Dengan demikian jumlah penduduk perempuan lebih
banyak dibanding dengan jumlah penduduk laki-laki. Angka perbandingan
penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan (sex ratio) sebesar 97, ini
berarti bahwa setiap 100 jiwa penduduk perempuan terdapat 97 jiwa penduduk
laki-laki. Bila dilihat dari kelompok umur, penduduk anak-anak (usia 0-14
tahun) jumlahnya mencapai 31,71%, sedangkan penduduk usia produktif
mencapai 60,29% dan penduduk usia lanjut terdapat 7,99% dari jumlah
penduduk di Kabupaten Gowa rata-rata laju pertumbuhan sebesar 2,68%
pertahun.
2. Iklim
Seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia, di Kabupaten Gowa
hanya dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Biasanya
musim kemarau dimulai pada Bulan Juni hingga September, sedangkan
musim hujan dimulai pada Bulan Desember hingga Maret. Keadaan seperti itu
berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan, yaitu Bulan
April-Mei dan Oktober-November.
Curah hujan disuatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan
iklim, keadaan geografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu,
jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak suatu wilayah. Curah
hujan tertinggi yang dipantau oleh beberapa stasiun/pos pengamatan terjadi
pada Bulan Desember yang mencapai rata-rata 716 mm, sedangkan curah
hujan terendah pada Bulan Juli-September yang bisa dikatakan hampir tidak
ada hujan.
34
3. Visi Misi Kabupaten Gowa
Visi Pembangunan Daerah yaitu “Terwujudnya Gowa yang Handal
dalam Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat dan Penyelenggaraan
Pemerintahan”.
Sejalan dengan visi yang telah ditetapkan dan dengan memperhatikan
kondisi obyektif yang dimiliki Kabupaten Gowa, dirumuskan Misi Kabupaten
Gowa, sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada hak-
hak dasar masyarakat.
2. Meningkatkan interkoneksitas wilayah dan keterkaitan sektor ekonomi.
3. Meningkatkan penguatan kelembagaan dan peran masyarakat.
4. Meningkatkan penerapan prinsip tata pemerintahan yang baik.
5. Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam yang mengacu pada
kelestarian lingkungan hidup.
Sebagai bentuk komitmen Pemerintah Kabupaten Gowa terhadap
pengelolaan ruang kota yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, pada
tahun 2012 telah terbit Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 15 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gowa Tahun 2012-
2032.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 15 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gowa Tahun 2012-2032
dikatakan bahwa tujuan penataan ruang Kabupaten Gowa adalah untuk
mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Gowa yang terkemuka, aman, nyaman,
35
produktif, berkelanjutan, berdaya saing dan maju dibidang pertanian, industri,
jasa, perdagangan dan wisata melalui inovasi, peningkatan kualitas sumber
daya manusia secara berkelanjutan, dan mendukung fungsi Kawasan Strategis
Nasional (KSN) Perkotaan Mamminasata.
4. Profil Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai salah satu Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) mempunyai tugas pokok: Melaksanakan urusan
Pemeintahan Daerah di Bidang Perindustrian dan Perdagangan berdasarkan
asas otonomi dan tugas pembantuan sesuai dengan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gowa
berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Sebagai penjabaran daripada tugas pokok, maka Dinas Perindustrian
dan Perdagangan mempunyai fungsi: Melaksanakan pengawasan dan
pembinaan terhadap usaha perdagangan dan usaha industri, menyelenggarakan
standar kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) industri dan aparatur
pembina industri, memberikan perlindungan kepastian berusaha terhadap
usaha indutri dan pemberian fasilitas pengembangan Industri Kecil dan
Menengah (IKM) yang ada di Kabupaten Gowa.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis
Daerah Kabupaten Gowa. Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai salah
satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maka susunan organisasi Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gowa adalah sebagai berikut:
36
a. Kepala Dinas
b. Sekretariat, dengan 3 (tiga) Sub. Bagian masing-masing:
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
2. Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan
c. Bidang Perindustrian
1. Seksi Industri Hasil Pertanian
2. Seksi Industri Kimia dan Kerajinan
3. Seksi Industri Mesin, Logam dan Elektronika
d. Bidang Pengembangan Usaha Mikro
1. Seksi Pengembangan Pasar dan Promosi
2. Seksi Kerjasama dan Kemitraan Usaha
3. Seksi Pengembangan Kelembagaan
e. Bidang Perdagangan
1. Seksi Pembinaan Usaha dan Sarana Perdagangan
2. Seksi Pembinaan dan Perlindungan Konsumen
3. Seksi Pengawasan dan Distribusi Barang
Berikut ini akan digambarkan struktur organisasi Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Kabupaten Gowa:
37
Gambar 1.2
Struktur Organisasi Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten
Gowa
Sesuai tugas pokok dan fungsi yang diembannya, Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Kabupaten Gowa mempunyai rencana stratejik yang
berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 5 (lima) tahun,
dengan mendasarkan pada isu-isu stratejik yang timbul baik isu stratejik
KEPALA DINAS
Kelompok
Jabatan
Fungsional
SEKRETARIS
Subag Umum
dan
Kepegawaian
Subag
Perencanaan
dan Pelaporan
Sub Bagian
Keuangan
Bidang
Pengembangan
Usaha Mikro
Bidang
Perdagangan
Seksi
Pengembangan Pasar dan
Promosi
Seksi Kerjasama dan
Kemitraan
Usaha
Seksi Pengembangan
Kelembagaan
usaha
Seksi
Pembinaan Usaha
dan Sarana Perdagangan
Seksi
Pembinaan dan
Perlindungan
Konsumen
Seksi
Pengawasan dan
Distribusi Barang
Bidang
Perindustrian
Seksi Industri
Hasil Pertanian
Seksi Industri
Kimia dan
Kerajinan
Seksi Industri
Mesin, Logam
dan Elektronika
UPTD
38
lingkungan internal maupun eksteranal yang akan menjadi potensi, peluang
dan tantangan bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupten Gowa.
Rencana stratejik Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupten Gowa ini
mencakup pernyataan visi, misi, tujuan, sasaran, serta cara pencapaian tujuan
dan sasaran akan diuraikan dalam bab ini. Selanjutnya sasaran yang ingin
dicapai dalam tahun 2014 akan dijelaskan dalam Rencana Kinerja
(Perfomance Plan) 2014.
4. Visi Misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gowa
Visi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gowa, yang
mengacu pada daerah yaitu: “Industri Dan Perdagangan Menjadi Penggerak
Utama Pembangunan Ekonomi Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan”.
Mewujudkan visi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Gowa tersebut, maka ditetapkan misi sebagai berikut:
a. Meningkatkan pembinaan untuk pengembangan industri kecil yang
berkualitas dan berdaya saing tinggi.
b. Menjamin kelancaran distribusi dan ketersediaan barang/jasa.
c. Menciptakan iklim usaha yang kondusif serta jaminan kepastian bagi
investor.
d. Menyiapkan data potensi yang akurat dengan pemanfaatan sistem
informasi.
e. Melakukan pengawasan terhadap barang yang beredar dan perlindungan
terhadap konsumen.
f. Mengembangkan agroindustri dan agrobisnis.
39
g. Memperluas pangsa pasar (pemasaran) hasil industri dan agrobisnis.
h. Menata dan membina usaha kecil mikro termasuk pedagang kaki lima dan
asongan.
5. Profil Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa
Badan Satuan Polisi Pamong Praja kabupaten Gowa dibentuk
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Badan satuan Polisi Pamong Praja dan Sekretariat DPRD
Kabupaten Gowa. Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa
mempunyai tugas dan berkewajiban membantu Bupati dan menyusun
kebijakan dan mengkoordinasikan dinas-dinas daerah, Lembaga Teknis
Daerah dan Perangkat Daerah lainnya sesuai kewenangannya berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, fungsi dari Badan Satuan
Polisi Pamong Praja mencakup:
a. Perumusan kebijakan di bidang Satuan Polisi Pamong Praja;
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah di bidang
Satuan Polisi Pamong Praja;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Satuan Polisi Pamong Praja
serta ketatausahaan satuan;
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014, Satuan Polisi Pamong Praja
mempunyai kewenangan:
40
a. Melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda
dan/atau Perkada;
b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
c. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur,
atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda
dan/atau Perkada; dan
d. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur,
atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau
Perkada.
Susunan organisasi Badan Satuan Pamong Praja Kabupaten Gowa
terdiri atas Kepala Badan Satuan, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Sub
Bagian dan Kepala Seksi. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi
tersebut, Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa mempunyai
struktur organisasi yang tercantum dalam susunan perangkat dan tata kerja
sekretariat sebagai berikut:
a. Kepala Badan Satuan
b. Sekretariat
1. Sub Bagian Program
2. Sub Bagian Keuangan
3. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
c. Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah
41
1. Seksi Pembinaan Pengawasasan dan Penyuluhan
2. Seksi Penyelidikan dan Penyidikan
d. Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat
1. Seksi Operasi dan Pengendalian
2. Seksi Kerjasama
e. Bidang Sumber Daya Aparatur
1. Seksi Pelatihan Dasar
2. Seksi Teknis Fungsional
f. Bidang Perlindungan Masyarakat
1. Seksi Satuan Linmas
2. Seksi Bina Potensi Masyarakat
Berikut ini akan digambarkan struktur organisasi Badan Satuan Polisi
Pamong Praja Kabupaten Gowa.
42
Gambar 1.3
Struktur Organisasi Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa
6. Visi Misi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa
a. Visi
Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana
Instansi pemerintah harus dibawa dan berkarya agar konsisten dan dapat eksis,
antisipatif, inovatif serta produktif. Visi tidak lain adalah suatu gambaran yang
KEPALA SATUAN
H. Hasanuddin, S.Sos., M.Si
SEKRETARIS
Abd. Majid Hayat, SH
Sub Bagian
Program
ST. Rahmawati, SH
Sub Bagian
Keuangan
Kasman, S.Sos
Sub Bagian
Umum dan Kpegawaian
Jamilah Rasyid, SH
Bidang Penegakan
Perundang-undangan
Hasrum Salim, SH., MH
Bidang Ketertiban
Umum dan Ketentraman
Masyarakat
Salahuddin, S.STP
Bidang Sumber
Daya Aparatur
Drs. Zulfikar A.S
Bidang Perlindungan
Masyarakat
Irwandi Hamidi, SH., MH
Seksi Pembinaan
Pengawasan dan
Penyuluhan
Wahyuningsih, S.Sos
Seksi Penyelidikan dan
Penyidikan
Agussalim, SH
Seksi Opersasi dan
Pengendalian
Nursalim, S.Sos
Seksi Kerjasama
Irwan Kadir, S.Sos, M.Si
Seksi Pelatihan
Dasar
Indrawira Muslim, SE
Seksi Satuan
Linmas
Saharuddin, SE
Seksi Teknis
Fungsional
Misbahuddin, S.H
Seksi Bina Potensi
Masyarakat
Soraya Nurjannah, S.STP
UPTD
43
menentang tentang keadaan masa depan berisikan cita dan citra yang ingin
diwujudkan oleh instansi pemerintah. Dengan mengacu pada batasan tersebut,
visi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa dijabarkan sebagai berikut:
“Terwujudnya Situasi Keamanan, Ketertiban dan Ketentraman
Masyarakat serta Tegaknya Peraturan Perundang-Undangan dalam Pelayanan
Pemerintahan dan Aktivitas Masyarkat Kabupaten Gowa”.
Makna pokok yang terkandung dalam visi Badan Satuan Polisi
Pamong Praja Kabupaten Gowa tersebut antara lain: Terwujudnya kondisi
masyarakat Kabupaten Gowa yang aman dan tertib mengandung makna
bahwa masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Gowa dapat melakukan
aktivitas kegiatannya di segala aspek kehidupan dengan lancar dalam suasana
tenteram dan damai serta penuh toleransi. Tercapainya pemahaman maupun
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada setiap
lini aparat dan masyarakat mengandung makna bahwa terdapat peningkatan
kesadaran hukum yang berdampak pada semakin menurunnya angka
pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku termasuk
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah serta keputusan Kepala Daerah,
yang pada akhirnya bermuara pada sistem pemerintahan yang terbuka, bersih
dan akuntabel serta senantiasa mendapat legitimasi dan dukungan penuh dari
publik.
b. Misi
Untuk memenuhi visi tersebut, Badan Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten Gowa mencanangkan misi. Misi adalah sesuatu yang harus
44
dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah agar tujuan organisasi dapat tercapai
dan berhasil dengan baik.
Pernyataan misi yang ditetapkan ini, diharapkan seluruh pegawai dan
pihak berkepentingan dapat melaksanakannya. Dan Badan Satuan Polisi
Pamong Praja Kabupaten Gowa dapat mengetahui alasan dan perannya lebih
dalam.
Misi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut:
1. Optimalisasi Pengawasan, Pengamanan dan Penegakan Peraturan Daerah
dan Kebijakan Pemerintah Daerah lainnya
2. Meningkatkan Kualitas SDM Badan Satuan Polisi Pamong Praja
3. Menetapkan Pelaksanaan Koordinasi, Integritas, Implementasi dan
Sinkronisasi
c. Tujuan
Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka
waktu satu sampai lima tahun. Pencapaian tujuan didasarkan pernyataan visi
dan misi serta mengakomodasi isu-isu tren yang berkembang ke arah
perubahan dari analisis stratejik. Tujuan harus dapat menunjukkan suatu
kondisi konkrit dan logis yang ingin dicapai di masa datang dengan tujuan
yang telah ditetapkan, maka perumusan sasaran, kebijakan, program dan
kegiatan akan semakin terarah dalam rangka teresalisasinya suatu misi.
Sehubungan dengan itu, maka Badan Satuan Polisi Pamong Praja dan
Perlindungan Masyarakat Kabupaten Gowa menetapkan tujuan yang akan
dicapai sebagai berikut:
45
1. Dalam rangka mewujudkan misi pertama adalah: “Menciptakan aparatur
dan masyarakat yang taat kepada hukum dan perundang-undangan”.
2. Dalam rangka mewujudkan misi kedua adalah: “Meningkatkan kualitas
aparat Peraturan Daerah yang mumpuni dan mampu mengayomi
masyarakat”.
3. Dalam rangka mewujudkan misi ketiga adalah: “Mewujudkan
pemberdayaan potensi perlindungan masyarakat dalam mendukung
penanggulangan bencana dan penanganan gangguan trantibum lainnya
dalam masyarakat”.
B. Peran Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima di
Pasar Minasamaupa
Secara konseptual perlu dipahami tentang posisi Pemerintah Daerah
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk
menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah
membentuk Peraturan Daerah (Perda) yang dibentuk oleh DPRD dengan
persetujuan bersama Kepala Daerah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah
Kabupaten Gowa mempunyai hak untuk melaksanakan Peraturan Daerah
Kabupaten Gowa Nomor 5 tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan
Pedagang Kaki Lima dengan menugaskan unit kerja terkait terutama Satuan
46
Polisi Pamong Praja.
Pemerintah Daerah mempunyai peranan tertentu dalam mengatasi
masalah pedagang kaki lima melalui kebijakan penataan pedagang kaki lima
yang berada di Pasar Minasamaupa. Kebijakan tersebut memuat penataan
pasar untuk memberi fasilitas penempatan dagang terhadap pedagang kaki
lima, sehingga memberi kesadaran yang memungkinkan berpartisipasi dalam
pembangunan yang dinamis. Oleh karena itu, Kabupaten Gowa melakukan
upaya kebijakan penataan pedagang kaki lima dengan mengeluarkan Perda
Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima,
dengan indikator sebagai berikut:
1. Penataan Tempat Usaha
Penataan tempat usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Gowa dalam melaksanakan penataan pedagang kaki lima yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun
2009 bertujuan agar pedagang kaki lima tidak menempati lokasi yang dapat
mengganggu ketertiban dan tata ruang kota.
Pemerintah Daerah bertujuan untuk mewujudkan alokasi tempat usaha
yang layak untuk memberikan kesempatan berusaha bagi pedagang serta
menciptakan lingkungan yang indah dan bersih, namun juga dapat
memberdayakan keberadaan pedagang kaki lima untuk menopang ekonomi
daerah.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2009
tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima dijelaskan bahwa
47
pertumbuhan pedagang kaki lima telah dipengaruhi oleh pertumbuhan pusat-
pusat keramaian terutama pada tempat-tempat umum antara tepi-tepi jalan
umum, trotoar, lapangan dan alun-alun sebagai tempat usaha pedagang kaki
lima, maka dipandang pelu untuk ditata dan dibina.
Berikut wawancara dengan Kepala Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Gowa mengatakan bahwa:
“Pembangunan tempat usaha merupakan wujud kepedulian pemerintah
dalam hal menyejahterakan pedagang. Jadi pada dasarnya para
pedagang tidak perlu khawatir kalau mereka tidak akan bisa
melanjutkan usahanya, karena kami dari Pemerintah sudah
menyiapkan tempat usaha berupa kios-kios sebagai tempat usaha
mereka”. (Hasil wawancara dengan TM, tanggal 15 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa penataan
pedagang kaki lima yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten Gowa sebagai penegak Peraturan Daerah merupakan wujud
kepedulian Pemerintah Daerah dalam mewujudkan tempat usaha yang
nyaman, aman dan produktif dalam mensejahterakan masyarakat
Senada dengan wawancara dengan Kepala Badan Satuan Polisi
Pamong Praja Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:
“Kami melaksanakan penataan di Pasar Minasamaupa sebagai salah
satu tugas kami dalam penegakan Perda. Penataan yang dilaksanakan
berdasarkan surat perintah oleh Bupati. Penegakan Peraturan Daerah
ini tidak hanya dilakukan dengan penertiban, tetapi pedagang diberikan
tempat usaha dan disewakan sesuai kemampuan mereka”. (Hasil
wawancara dengan HH, tanggal 10 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa penataan
pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa yang dilakukan Badan Satuan
Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa sesuai Peraturan Daerah dan surat
perintah oleh Bupati mengenai penataan pedagang kaki lima. Penataan
48
pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa dilakukan dengan memberikan
tempat usaha yang layak bagi pedagang sebagai wujud kepedulian Pemerintah
Daerah dalam hal mensejahterakan pedagang.
Berikut wawancara dengan salah satu pedagang di Pasar Minasamaupa
yang mengatakan bahwa:
“Kebijakan pemerintah dalam menyiapkan tempat usaha bagi
pedagang sudah baik. Pedagang didata kemudian diberikan tempat
usaha yang disewa berupa kios-kios sesuai dengan kemampuan
pedagang. Akan tetapi mengenai kebersihan dan keamanan perlu juga
di perhatikan”. (Hasil wawancara dengan DN, tanggal 20 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa penataan
pedagang kaki lima yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
mewujudkan keserasian antara kehidupan manusia dengan lingkungannya,
keserasian dengan pertumbuhan dan perkembangan kawasan perkotaan telah
dilaksanakan dengan baik. Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa berharap agar
Pasar Minasa dapat memberikan kesempatan berusaha bagi pedagang dengan
tempat usaha yang bersih, indah, tertib dan aman serta sarana dan prasarana
yang memadai.
Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa dalam melakukan penataan
pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa yang didasari atas adanya
Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2009 sudah dapat
dirasakan oleh masyarakat. Hal ini terlihat bahwa kesemrautan dan kemacetan
yang sering terjadi di sepanjang jalan Pasar Minasamaupa kini telah berkurang
akibat pedagang kaki lima yang tumpah ruah di pinggir jalan.
49
Berikut wawancara dengan salah satu pengunjung di Pasar
Minasamaupa mengatakan bahwa:
“Relokasi pedagang yang ada di Pasar Minasamaupa untuk pindah
berjualan masuk ke Pasar cukup baik karena kemacetan akibat
banyaknya kendaraan masyarakat yang singgah untuk berbelanja kini
sudah berkurang. Resiko kecelakaan juga dapat minimalisir, sehingga
kami pengguna jalan sudah tidak was-was saat melintasi wilayah ini”.
(Hasil wawancara dengan AA, tanggal 21 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menujukkan bahwa masyarakat
merasa senang dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut dalam
merelokasi pedagang ke tempat yang aman. Selain tidak lagi menimbulkan
kesan tempat yang kurang baik di masyarakat, namun juga akan mengurangi
kemacetan dari semakin padatnya kendaraan yang melewati wilayah tersebut.
Senada wawancara dengan anggota Badan Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:
“Kenyataan di lapangan masyarakat sudah merasa senang karena
ketentraman sudah dapat dirasakan dan pembeli juga merasa senang
karena pengelompokkan penjual sudah dilakukan”. (Hasil wawancara
dengan DS, tanggal 10 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa pelaksanaan
penataan pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa telah mendapat reaksi yang positif dari
masyarakat yang melihat dan merasakan suasana Pasar Minasamaupa yang
sudah cukup rapi dibanding kondisi sebelumnya yang semrawut dan
memberikan kemudahan kepada pembeli dalam berbelanja kebutuhan sehari-
hari karena pengelompokkan penjual tersebut.
Pemberdayaan pedagang kaki lima melalui penataan yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa ditujukan untuk formalisasi aktor
50
informal, artinya dengan ditempatkannya pedagang kaki lima pada kios-kios
yang disediakan maka pedagang kaki lima telah legal menurut hukum.
Sehingga dengan adanya legalisasi tersebut Pemda Gowa dapat menarik
restribusi dari para pedagang agar masuk kas pemerintah dan tentunya akan
semakin menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2. Pembinaan Pedagang
Penataan pedagang kaki lima yang dilakukan diharapkan tidak hanya
menjadi eksistensi Pemerintah Daerah dalam menjalankan Peraturan Daerah
dengan baik, namun Pemerintah Daerah sebagai perpanjangan tangan dari
Pemerintah Pusat harus memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada
pedagang untuk kepentingan pengembangan usaha dan peningkatan
kesejahteraan pedagang kaki lima. Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa
sebagai dinamisator berperan melalui pemberian bimbingan dan pengarahan
secara intensif dan efektif kepada masyarakat khususnya pedagang kaki lima
dengan memberikan pelatihan dan pembinaan.
Berikut wawancara dengan Kepala Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:
“Disperindag melakukan sosialisasi dan rapat bersama dengan
pedagang untuk penempatan kios-kios untuk melakukan
pengelompokkan pedagang sesuai jenis jualan mereka dan diberikan
hak sewa tempat jualan untuk setiap pedagang”. (Hasil wawancara
dengan TM, tanggal 15 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa sebelum
merelokasi pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa, Pemerintah Daerah
malakukan pertemuan dan sosialisasi kepada pedagang tentang penataan
51
tempat usaha agar pedagang tidak merasa dirugikan karena adanya penataan
tersebut.
Demikian pula keterangan yang diungkapkan oleh salah satu pedagang
di Pasar Minasamaupa yang mengatakan bahwa:
“Kami diberikan kios sesuai jenis dagangan yang kami jual yang
dikenakan biaya sebesar Rp.1.000/hari atau lebih. Pembinaan yang
diberikan berupa pemilihan jenis jualan yang layak untuk kami jual ke
konsumen”. (Hasil wawancara dengan DT, tanggal 20 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa Pemerintah
Daerah dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gowa
melakukan pembinaan kepada pedagang kaki lima dengan memberikan
sosialisasi penempatan dan pengelompokkan pedagang berdasarkan jenis
jualan mereka. Pengelompokkan tersebut dilakukan agar memudahkan
pengawasan dan menjadikan Pasar Minasamaupa agar tertata dengan baik.
Berikut wawancara dengan salah satu pengunjung di Pasar
Minasamaupa yang mengatakan bahwa:
“Adanya pengelompokkan pedagang yang dilakukan pemerintah
sangat memudahkan pembeli mencari bahan makanan yang mereka
butukhkan. Dan keberadaan pedagang yang tidak lagi berjualan di luar
otomatis mengurangi resiko keselamatan pedagang dan pembeli saat
melakukan transaksi jual beli”. (Hasil wawancara dengan MK, tanggal
21 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa masyarakat
merasa senang dengan kondisi Pasar Minasamaupa yang sudah bagus dan
pedagang juga sudah dapat ditata dengan baik. Sehingga kesemrawutan akibat
kemacetan yang biasa terjadi di pagi maupun sore hari sudah berkurang karena
relokasi pedagang ke dalam Pasar yang biasanya menempati ruas-ruas jalan.
52
Berikut wawancara dengan Kepala Bidang Perdagangan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:
“Pemerintah Daerah menyiapkan sarana yang ditetapkan kurang lebih
933 kios. Sehingga pedagang kaki lima tidak lagi bertebaran lagi
dipinggir jalan dan tidak menggangu lalu lintas. Disamping itu
Pemerintah Daerah juga menyiapkan sarana bongkar muat untuk
pedagang-pedagang yang datang dari luar kota yang jumlahnya sekitar
1.500 pedagang.” (Hasil wawancara dengan HMR, tanggal 15 Juli
2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa Pemerintah
Daerah Kabupaten Gowa berupaya menyiapkan sarana dan prasarana yang
dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat dalam melakukan jual beli
tanpa mengganggu arus lalu lintas. Namun, jumlah kios yang disiapkan oleh
pemerintah tidak sebanding dengan jumlah pedagang yang ada sehingga masih
ada pedagang yang menepati ruas-ruas jalan di sekitar wilayah tersebut.
Setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak sepenuhnya
dapat diterima oleh masyarakat khususnya pedagang kaki lima yang
menganggap peraturan tersebut akan mengurangi bahkan menghilangkan mata
pencaraharian mereka. Sebagaimana wawancara dengan salah satu pedagang
di Pasar Minasamaupa yang mengatakan bahwa:
“Kami berjualan di tempat ini karena kios yang ada di Pasar
Minasamaupa itu sudah banyak yang menempati. Kami berjualan di
sini karena dagangan kami cepat laku dibanding bejualan di dalam
pasar yang lokasinya berada di dalam”. (Hasil wawancara dengan DT,
tanggal 20 Juli 2015).
Berdasakan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa pedagang
menilai lokasi Pasar Minasamaupa yang disiapkan oleh pemerintah tidak
sesuai kebutuhan pedagang karena hasil yang didapatkan itu jauh berbeda
dengan hasil yang didapat ketika berjualan di luar.
53
Senada wawancara dengan pedagang yang lain di Pasar Minasamaupa
yang mengatakan bahwa:
“Kebijakan pemerintah dalam merelokasi pedagang untuk masuk ke
Pasar sudah tepat walaupun untung yang kami berbeda ketika saya
berjualan di luar. Karena pembeli kadang malas masuk ke Pasar yang
jauh ke dalam”. (Hasil wawancara dengan DN, tanggal 20 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa untuk dapat
menjual dagangannya maka pedagang kaki lima harus bisa diberikan sarana
dan prasarana yang baik karena jumlah pedagang dan tempat berjualan (kios-
kios) di Pasar Minasamaupa masih belum sesuai sehingga masyarakat
mengharapkan adanya tempat usaha yang layak sehingga baik pedagang
maupun para pengunjung dapat menikmati suasana yang menyenangkan bisa
ada di tempat tersebut.
Berikut wawancara dengan Kepala Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:
“Memang masih ada beberapa pedagang kaki lima yang datang
berjualan di Pasar Minasamaupa tidak memiliki kemampuan atau
keterampilan untuk pekerjaan lain selain menjadi pedagang kaki lima,
dan kami dari selaku Pemerintah Daerah bekerjasama untuk
melakukan program pembinaan bagi pedagang supaya diharapkan dari
program pembinaan ini, para pedagang kaki lima mempunyai
kemampuan dan keterampilan untuk mendapatkan atau menciptakan
pekerjaan lain selain menjadi pedagang kaki lima”. (Hasil wawancara
dengan TM, tanggal 15 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa pentingnya
peran dari Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa untuk melakukan pembinaan
yang baik kepada para pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa agar para
pedagang ini mendapatkan kemampuan dan keterampilan untuk mendapatkan
54
bahkan menciptakan lapangan kerja baru yang tentunya yang dapat
menguntungkan bagi mereka.
Dalam proses pelaksanan penataan pedagang kaki lima, upaya yang
dilakukan oleh pemerintah antara lain sosialisasi informasi mengenai rencana
pentaan, membangun tempat usaha bagi pedagang kaki lima dan
menertibkannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan berdasarkan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya oleh tim operasional penataan pedagang kaki
lima. Sebagaimana wawancara dengan Kepala Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:
“Sebelum melakukan relokasi, pemerintah terlebih dahulu melakukan
upaya persuasif dengan cara mengadakan sosialisasi dengan para
pedagang kaki lima yang dilakukan oleh tim operasional dan
dikemukakan lokasi dan tempat-tempat yang telah pemerintah
tetapkan”. (Hasil wawancara dengan TM, tanggal 15 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa penataan
pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gowa
selalu melakukan upaya-upaya persuasif untuk menciptakan keamanan dan
ketenteraman di tengah masyarakat.
Demikian pula wawancara dengan Kepala Bidang Penegakan
Perundang-undangan Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa
yang mengatakan bahwa:
“Setiap melaksanakan penertiban kami tidak hanya melakukan
tindakan secara rensponsif kepada pedagang namun harus ada solusi
yang diberikan. Kami melakukan pendataan kepada pedagang
kemudian kami berikan kios-kios sebagai tempat usaha mereka”.
(Hasil wawancara dengan HS, tanggal 10 Juli 2015).
55
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa dalam
menjamin kelestarian dan kelangsungan hidup bagi pedagang kaki lima di
Pasar Minasamaupa, Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa tidak hanya
memberikan penataan kepada pedagang kaki lima saja yang melakukan
kesalahan namun juga memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan
tersebut dengan memberikan lahan atau tempat untuk berjualan dan
melakukan sosialisasi kepada pihak pedagang kaki lima demi menciptakan
kondisi yang tertib demi kepentingan umum.
Pernyataan di atas, Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan
Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa menambahkan bahwa:
“Pemerintah Daerah selaku Pembina dari para pedagang untuk dapat
menimbulkan kesadaran akan pentingnya keteraturan dalam mencari
nafkah melalui usaha sehingga dapat menimbulkan harmonisasi yang
baik antara penjual, pemerintah dan masyarakat. Serta terciptanya
ketenteraman dan ketertiban umum bagi pengguna jalan”. (Hasil
wawancara dengan HS, tanggal 10 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa upaya yang
dilakukan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan penataan pedagang kaki
lima untuk memberikan kesadaran kepada pedagang dalam mematuhi aturan
yang ada sehingga masyarakat luas dapat merasakan kenyamanan saat
melakukan transaksi jual beli karena ketenteraman dan ketertiban yang tetap
dijaga oleh semua pihak.
Pelaksanaan penataan pedagang kaki lima dilakukan oleh pemerintah
untuk memberikan lokasi tempat usaha pedagang kaki lima yang layak.
Adanya suatu kesadaran bahwa pedagang kaki lima tidak dapat diatasi dengan
penggusuran merupakan alasan yang melatarbelakangi Pemerintah Daerah
56
Kabupaten Gowa untuk menata pedagang kaki lima dan membangun Pasar
Minasamaupa sebagai tempat usaha yang layak bagi pedagang. Sebagaimana
wawancara dengan Kepala Badan Satuan Polisi Pomong Praja Kabupaten
Gowa yang mengatakan bahwa:
“Pembangunan tempat usaha merupakan bukti bahwa pemerintah tidak
akan begitu saja menelantarkan pedagang kaki lima. Jadi pada
dasarnya para pedagang kaki lima tidak perlu khawatir kalau mereka
tidak akan bisa melanjutkan usahanya, karena kami dari pemerintah
sudah menyiapkan tempat usaha yang layak bagi mereka. Dan yang
perlu ditekankan adalah bahwa kebijakan penataan pedagang kaki lima
bukanlah menggusur, tetapi menata pedagang pada lokasi yang
sesuai”. (Hasil wawancara dengan HH, tanggal 10 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa
pembangunan tempat usaha dimaksudkan oleh pemerintah untuk tetap
memberikan kesempatan kepada para pedagang kaki lima dalam menjalankan
usahanya. Pemerintah juga berusaha menghilangkan tanggapan para pedagang
kaki lima yang selama ini menganggap diri mereka sebagai pihak yang selalu
ditelantarkan selama proses penataan pedagang kaki lima. Dengan adanya
pembangunan tempat usaha yang baru bagi mereka, maka Pemerintah
menginginkan para pedagang kaki lima menempati lokasi yang telah
ditentukan dan tidak lagi mempergunakan lokasi-lokasi yang melanggar
peraturan.
3. Pengawasan
Dalam melaksanakan penataan pedagang kaki lima Pemerintah Daerah
Kabupaten Gowa melakukan pengawasan dengan memberikan nasehat, arahan
dan petunjuk kepada pedagang kaki lima untuk melaksanakan kegiatan usaha
sesuai dengan peraturan yang ada. Disamping menciptakan lingkungan yang
57
bersih, penciptaan keamanan dan ketertiban juga harus menjadi perhatian
Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa demi kepentingan umum.
Berikut wawancara dengan Kepala Bidang Penegakan Perundang-
undangan Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa yang
mengatakan bahwa:
“Kami membantu Bupati dalam menciptakan keamanan dan ketertiban
serta penegakan Peraturan Daerah tentunya akan melaksanakan seluruh
program Pemerintah Daerah dalam bidang ketentraman dan ketertiban
umum sebagai salah satu urusan wajib Pemerintah Daerah dalam
upaya menciptakan situasi yang kondusif dan teratur di tengah
masyarakat sehingga pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan
baik sesuai dengan Rencana Strategi Pemerintah Daerah (Renstrada)”.
(Hasil wawancara dengan HS, tanggal 10 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa Badan
Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa diberikan amanah sesuai dengan
tujuannya untuk memberikan keamanan dan ketertiban kapada masyarakat
dalam menciptakan situasi yang kondusif dan teratur sesuai dengan Rencana
Strategi Pemerintah Daerah (Renstrada).
Senada wawancara dengan anggota Satuan Polisi Pomong Praja
Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:
“Penataan pedagang kaki lima kami laksanakan berdasarkan perintah
yang tentunya untuk memberikan kenyamanan bagi masyarakat dan
pedagang itu sendiri”. (Hasil wawancara dengan DS, tanggal 10 Juli
2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa Pemerintah
Daerah melaksanakan penataan pedagang kaki lima sesuai dengan peraturan
yang ada dan berupaya menciptakan situasi yang kondusif demi memberikan
kenyamanan untuk kepentingan masyarakat. Pandangan pedagang kaki lima
terhadap pelaksanaan penataan yang dilakukan pemrintah dianggap sebagai
58
upaya untuk mematikan usaha mereka, diskriminatif, bertentangan dengan
HAM, dan mengancam keberlangsungan hidup pedagang kaki lima.
Sebagaimana wawancara dengan Kepala Badan Satuan Polisi Pamong Praja
yang mengatakan bahwa:
“Kendala yang kami hadapi adalah adanya masyarakat heterogen dan
masih banyaknya pedagang yang belum memahami aturan yang ada
khususnya di bidang penataan dan hubungan kekeluargaan antara
pedagang dan petugas merasa hibah akibatnya kami melalaikan tugas
pokok serta kesalahan persepsi pedagang dalam memaknai filosofi
budaya “Lebih baik mati berdarah daripada mati kelaparan”. (Hasil
wawancara dengan HH, tanggal 10 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa Pemerintah
Daerah telah melaksanakan penataan pedagang kaki lima sesuai dengan
peraturan yang ada, namun masih kurangnya pemahaman masyarakat dalam
hal ini pedagang kaki lima tentang aturan tersebut sehingga tidak jarang
pedagang melakukan upaya apapun demi mempertahankan tempat usaha
mereka yang sebenarnya menjadi lokasi yang di larang untuk berjualan.
Permasalahan tersebut tentunya juga tidak terlepas dari adanya penegakan
peraturan yang baik dilakukan oleh Badan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai
pembantu Pemerintah Daerah dalam bidang ketentraman. Badan Satuan Polisi
Pamong Praja berkewajiban untuk melakukan penataan terhadap pedagang
kaki lima yang melanggar peraturan tersebut demi menciptakan kepastian
hukum bagi masyarakat, melihat tugas Polisi Pamong Praja sebagai penegak
Peraturan Daerah.
Berikut wawancara dengan salah satu pengunjung di Pasar
Minasamaupa yang mengatakan bahwa:
59
“Menurut saya pengawasan terhadap tempat usaha pedagang tidak ada
sanksi yang tegas dari pemerintah dalam hal ini aparat, sehingga masih
ada pedagang yang berjualan di tempat yang tidak sesuai dengan
aturan yang ada.” (Hasil wawancara dengan AA, tanggal 21 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa pengawasan
terhadap pedagang kaki lima yang dilakukan oleh pemerintah tidak
memberikan kepuasan terhadap masyarakat mengenai upaya penataan
pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa untuk memberikan sanksi yang
tegas bagi pedagang yang menyalahi aturan yang ada.
Berikut wawancara dengan pengunjung yang lain di Pasar Minasa
yang mengatakan bahwa:
“Keamanan dan ketertiban tentunya tidak terlepas dari aparat
keamanan yang harus terus dilakukan termasuk Satuan Polisi Pamong
Praja. Dan harus menjamin keadilan bagi semua pihak dalam
menegakkan aturan-aturan yang ada”. (Hasil wawancara dengan MK,
tanggal 21 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa Penegakan
Peraturan Daerah terkait penataan pedagang kaki lima dalam mejamin
keadilan untuk memberikan kepastian hukum telah dilaksanakan dengan baik
oleh Pemerintah Daerah melaui aparat penegak Peraturan Daerah. Penegakan
Perda tersebut masyarakat berharap untuk ke depan semua pihak baik
pemerintah maupun pedagang dapat saling bekerja sama untuk
mempertahankan dan meningkatkan upaya tersebut demi menjadikan
Kabupaten Gowa sebagai kota yang tertib, aman dan nyaman.
Berikut wawancara dengan salah satu pengunjung di Pasar
Minasamaupa yang mengatakan bahwa:
“Menurut saya, dalam pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah
terhadap pedagang masih kurang maksimal dalam melaksanakan
60
tugasnya. Karena masih adanya pedagang yang berjualan di pinggir
jalan padahal sudah ada tempat yang disediakan di dalam pasar.”
(Hasil wawancara dengan AA, tanggal 21 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa pengawasan
yang dilakukan oleh pemerintah masih kurang terlaksana karena masyarakat
menganggap keberadaan pedagang yang berjualan selain di tempat yang
disediakan itu sangat mengganggu kenyamanan masyarakat. Tidak hanya
pedagang yang ada di sekitar jalan Pasar Minasamaupa, pedagang yang berada
di Jalan Syekhyusuf, Jalan Aroepala juga di anggap illegal.
Berikut wawancara dengan Kepala Bidang Penegakan Perundang-
undangan Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa yang
mengatakan bahwa:
“Kami tetap memelihara dan menjaga keamanan dan ketertiban agar
situasi tetap kondusif sebagai para penjual dapat mencari nafkah
dengan aman dan teratur, di lain pihak masyarakat juga dapat
memenuhi kebutuhannya dengan puas dan aman karena adanya
keteraturan tersebut. Dan sanksi yang diberikan sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur yang ada serta di dasarkan atas Peraturan Daerah
Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penataan dan
Pembinaan Pedagang Kaki Lima serta Peraturan Bupati Lainnya”.
(Hasil wawancara dengan HS, tanggal 10 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa penataan
pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa tidak terlepas dari upaya
Pemerintah Daerah yang dilakukan oleh Badan Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten Gowa dalam menciptakan situasi tetap kondusif bagi semua pihak
dengan memberikan sanksi yang tegas bagi pedagang yang melanggar
sehingga ketentraman dan ketertiban dapat tetap terjaga demi kepentingan
masyarakat.
61
Suatu kebijakan yang dijalankan selalu memberikan pengaruh terhadap
publik atau masyarakat, maupun juga terhadap kelompok-kelompok (pihak-
pihak) tertentu. Kebijakan penataan pedagang kaki lima merupakan salah satu
kebijakan yang dirancang untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di
Kabupaten Gowa. Perwujudan kebijakan penataan pedagang kaki lima
tersebut tentunya memberi implikasi terhadap berbagai pihak kepentingan.
Kebijakan penataan pedagang kaki lima yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah kabupaten Gowa memberikan pengaruh kepada beberapa
antara lain: Pertama adalah pihak-pihak yang berada di lingkungan Pemda
Gowa, yang memiliki tanggungjawab dalam melakukan penataan terhadap
pedagang kaki lima. Kedua adalah masyarakat umum yang secara langsung
dan tidak langsung menjadi pihak yang menerima manfaat. Dan ketiga adalah
para pedagang kaki lima yang menjadi sasaran dalam kebijakan penataan
pedagang kaki lima.
C. Faktor - faktor yang Mendukung dan Menghambat Peran Pemerintah
Daerah dalam Pelaksanaan Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar
Minasamaupa Kabupaten Gowa
1. Faktor Pendukung
Terselenggaranya pelaksanaan penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar
Minasamaupa merupakan amanat dari Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun
2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dan
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Penataan dan Pembinaan
Pedagang Kaki Lima. Upaya pelaksanaan penataan Pedagang Kaki Lima
62
merupakan kerja nyata dari Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa dan untuk
menciptakan kesejahteraan masyarakat dan demi terciptanya Kabupaten Gowa
dan Khsusnya Pasar Minasamaupa yang bersih dan nyaman.
Berikut wawancara dengan Kepala Bidang Penegakan Peundang-
undangan di Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa yang
mengatakan bahwa:
“Penataan pedagang kaki lima yang dilakukan Pemerintah Daerah
tidak terlepas karena adanya Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009
dan Peraturan-peraturan lainnya yang menjadi rujukan untuk
menciptakan tata ruang ataupun tempat-tempat umum yang bebas dari
pedagang-pedagang liar yang menjadi salah satu penyebab kemacetan,
kesemtawutan atau dampak lain yang mengganggu masayarakat”.
(Hasil wawancara dengan HS, tanggal 10 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa faktor yang
mendukung pelaksanaan pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa adalah
adanya Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009 dan Peraturan-peraturan
lainnya mengenai pedagang kaki lima, sehingga Pemerintah Daerah dan
Instansi terkait mempunyai dasar hukum untuk menindak pedagang kaki lima
yang menyalahi aturan yang ada.
Realisasi penegakan Peraturan Daerah tersebut juga tidak terlepas
karena adanya koordinasi yang baik diantara instansi terkait dalam
melaksanakan penataan Pedagang Kaki Lima dalam rangka mewujudkan
keamanan, kenyamanan, dan ketertiban di Pasar Minasamaupa.
2. Faktor Penghambat
Kehadiran para pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa yang terus
bertambah didasari karena faktor kualitas Sumber Daya Manusia (SDM),
63
dimana masih banyaknya pedagang kaki lima yang belum mempunyai
pengetahuan dan keterampilan tentang pekerjaan lain selain menjadi pedagang
kaki lima terutama dalam segi pendidikan yang dimana para pedagang kaki
lima di Pasar Minasamaupa ini adalah kebanyakan tamatan SMP dan SMA
sehingga banyak yang menganggur, dan pengangguran inilah yang
menjadikan pedagang kaki lima sebagai profesi baru bagi mereka.
Jumlah pedagang kaki lima yang terus bertambah tentunya harus
mendapat perhatian serius dari Pemerintah Daerah dalam menangani
permasalahan pedagang kaki lima di Kabupaten Gowa. Selain mengenai
aturan lokasi tempat usaha pedagang, rendahnya partisipasi pedagang juga
menjadi faktor pengahambat bagi pemerintah untuk menerapkan aturan dalam
pelaksanaan penataan pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa.
Sebagaimana wawancara dengan Kepala Bidang Perdagangan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:
“Dalam penerapan Peraturan mengenai penataan pedagang kaki lima
yang kami lakukan, seringkali terkendala karena masih banyak
pedagang yang tidak paham bahkan masyarakat kurang peka terhadap
aturan yang dibuat oleh pemerintah yang sebenarnya dapat
memberikan kenyamanan kepada masyarakat.” (Hasil wawancara
dengan HMR, tanggal 15 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa kendala
yang dihadapi oleh pemerintah dalam melaksanakan penataan pedagang kaki
lima di Pasar Minasamaupa yakni minimnya partisipasi masyarakat tentang
peraturan yang dibuat pemerintah sehingga terkadang sikap acuh tak acuh
diperlihatkan oleh masyarakat dan tindakan melawan aparat yang dilakukan
oleh para pedagang tak dapat terhindarkan.
64
Senada wawancara dengan salah satu pengunjung di Pasar
Minasamaupa yang mengatakan bahwa:
“Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam melaksanakan penataan
pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa sebenarnya sudah benar
adanya. Namun, tindakan yang biasanya diperlihatkan oleh pedagang
mencerminkan bahwa kesadaran mereka masih minim akan peraturan
yang ada.” (Hasil wawancara dengan AA, tanggal 21 Juli 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa memang
partisipasi masyarakat masih minim tentang peraturan tentang penataan
pedagang kaki lima sehingga dalam penerapannya banyak masyarakat yang
tidak mematuhi aturan tersebut.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut:
1. Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa dalam pelaksanaan penataan
pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa sudah cukup baik, dimana
Pemerintah Daerah melalui koodinasi Dinas Perindustrian dan
Perdagangan dan Badan Satuan Polisi Pamong Praja serta instansi
pemerintahan terkait dalam melaksanakan penataan pedagang kaki lima
berdasarkan beberapa indikator antara lain:
- Penataan tempat usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Gowa dalam melaksanakan penataan pedagang kaki lima
di Pasar Minasamaupa bertujuan agar pedagang kaki lima tidak
menempati lokasi yang dapat mengganggu ketertiban dan tata ruang
kota. Penataan yang dilakukan dengan memberikan tempat usaha bagi
pedagang kaki lima berupa kios-kios yang telah ditata berdasarkan
jenis jualan pedagang.
- Pembinaan, Pemerintah Daerah dan instansi pemerintahan terkait
memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada pedagang untuk
kepentingan pengembangan usaha dan peningkatan kesejahteraan
pedagang kaki lima. Serta untuk meningkatkan kemampuan pedagang
sehingga mereka dapat menopang ekonomi yang lebih maju dan dapat
65
66
memberikan kontribusi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten Gowa.
- Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Dinas
Perindustrian dan Perdagangan dan Badan Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten masih belum maksimal. Karena melihat banyaknya
pedagang kaki lima yang masih menempati lokasi yang dilarang
sebagai tempat usaha, seperti di Jalan Syekhyusuf, dimana lokasi
tersebut berada di sebelah kantor Bupati Kabupaten Gowa dan Badan
Satuan Polisi Pamong Praja yang seolah luput dari pengawasan
Pemerintah Daerah.
2. Faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan penataan pedagang kaki lima
di Pasar Minasamaupa yaitu adanya Peraturan Daerah Kabupaten Gowa
Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki
Lima untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dan demi terciptanya
Kabupaten Gowa khususnya Pasar Minasamaupa yang bersih dan nyaman
dan adanya koordinasi yang baik diantara instansi terkait dalam
melaksanakan penataan pedagang kaki lima dalam rangka mewujudkan
keamanan, kenyamanan, dan ketertiban di Pasar Minasamaupa.
Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan penataan pedagang kaki
lima di Pasar Minasamaupa yaitu rendahnya partisipasi pedagang dalam
mematuhi peraturan yang ada, Aturan yang diterapkan oleh Pemerintah
Daerah sangat dipengaruhi oleh kesadaran para pedagang untuk
melaksanakan aturan tersebut sehingga Pemerintah Daerah perlu
67
meningkatkan pengawasan terhadap pedagang kaki lima di Pasar
Minasamaupa sehingga tempat usaha yang aman, nyaman dan produktif
dapat diwujudkan.
3. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa yang
melakukan koordinasi dengan instansi pemerintahan yang terkait dalam
hal penataan pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa sudah cukup baik,
namun masih ada beberapa program yang belum tersosialisasikan dengan
baik, sehingga masih ada beberapa pedagang kaki lima yang belum
mengetahui hal tersebut dan masih ada yang menempati lokasi-lokasi
yang dilarang untuk berjualan di Kabupaten Gowa.
B. Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan tersebut di atas dan menganalisa
hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis memberikan saran-
saran sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa perlu melakukan pengawasan
terhadap pedagang kaki lima, bila ada pedagang kaki lima yang
melakukan pelanggaran, maka harus segera diambil tindakan untuk
mencegah bertambahnya pedagang kaki lima baru di lokasi yang telah
ditata.
2. Diperlukan adanya sosialisasi terhadap adanya larangan oleh Pemerintah
Daerah bagi pedagang kaki lima untuk berjualan melalui alat bantu sarana
sosialiasi dan informasi bagi masyarakat luas sehingga pedagang kaki
lima akan dengan mudah mengetahui tentang adanya kebijakan terkait
68
larangan beserta tujuan dan maksud larangan tersebut. Seperti halnya
pembuatan tanda-tanda larangan berjualan bagi pedagang kaki lima,
spanduk-spanduk, iklan di media, dan lainnya dengan maksud informasi
tersebut dapat diketahui oleh masyarakat luas.
3. Semua pedagang kaki lima harus mampu berkontribusi dan berpartisispasi
dalam meningkatkan kesadaran untuk mematuhi aturan yang berlaku agar
penataan pedagang kaki lima yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
baik di Pasar Minasamaupa maupun di Kabupaten Gowa secara umum
dapat tersosialisasikan dengan baik.
69
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Afabeta.
Alfian, Bayu. 2011. Peluang dan Tantangan Sektor Informal Perekonomian PKL.
Online. http://bayualfian.blogspot.com. Diakses tanggal 08 November
2011.
Al-Shihab, Arhy A. 2010. Kebijakan Pemerintah Terhadap Masalah Pedagang
Kaki Lima. Online. http://arhypemerintahan.blogspot.com. Di akses
tanggal 15 Februari 2010.
Bratakusumah, Deddy Supriady dan Solihin, Dadang. 2004. Otonomi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Bryson, John M. 2003. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Demartoto, Argyo dkk. 2000. Sektor Informal Alternatif Kesempatan Kerja bagi
Golongan Berpendidikan Rendah Dan Miskin. Surakarta: Makalah Diktat
Penelitian UNS.
David, Fred R. 2004. Manajemen Startegi Konsep. Jakarta: Salemba Empat.
Dwi Fristaloka, Gina. 2013. Evaluasi Kebijakan, Perda K3, PKL. Online.
http://elib.unikom.ac.id. Diakses tanggal 11 Desember 2013.
Djohan, Djohermansyah. Kebijakan Desentralisasi Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Di Indonesia. Online.
http://www.ditjenotda.depdagri.go.id. Diakses tanggal 16 Maret 2013.
Haryanti, Kristiana. 2003. Pedoman Penelitian Kualitatif. Jakarta.
Ignatius Eddgar, Joshua. 2013. Kebijakan Pemerintah. Online:
https://joshuaig.wordpress.com. Diakses tanggal 9 Mei 2013.
Ismail, Irsan. 2014. Desentralisasi dan Dekonsentrasi. Online. http://echtheid-
irsan.blogspot.com. Diakses tanggal 18 November 2014.
J, Salusu. 2003. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan
Organisasi Nonprofit. Jakarta: PT Grasindo.
Kartasasmita, G. 2007. Power and Empowermant: Sebuah Telaah Mengenal
Konsep Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Badan Perencanaan
Pembangunan Nasoinal.
Limbong, Dayat. 2007. Aspek Hukum Penataan Pemanfaatan Dan Penguasaan
Tanah Yang Berwawasan Lingkungan Terhadap Usaha Kecil Sektor
Informal. Jakarta.
69
70
Madani, Muhlis dkk. 2014. Pedoman Penulisan Proposal Penelitian dan Skripsi
Fisipol Unismuh Makassar. Makassar.
Manurung. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Muhadjir, Neong. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasani.
Negara, Jia. 2013. Kebijakan Penanganan Pedagang Kaki (PKL). Online.
http://staff.unila.ac.id. Diakses padsa September 2009.
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik. Jakarta: Elexmedia Komputindo.
Nugroho, Riant. 2009. Public Policy. Jakarta: Elexmedia Komputindo.
Rusli, Ramli. 1992. Sektor Informal Perkotaan Pedagang Kaki Lima. Jakarta.
Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi
Dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung : PT.Rafika Aditama.
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sumodiningrat, Gunawan. 1996. Pembangunan daerah dan Pemberdayaan
Masyarakat. Bina Rena Pariwara, 1990 Halaman II.
Pena. 1999. Jurnal Kebijakan Dalam Pelaksanaan Penataan PKL di Kota
Bandung.
Poerdarminta, W.J.S. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil Dan
Menengah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 41 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima.
Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Gowa Tahun 2012-2032.
Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Gowa.
71
RIWAYAT HIDUP
SYAMSUL JUNAID. Lahir pada tanggal 28 Mei 1993
di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Penulis adalah
anak pertama yang lahir dari pasangan Abdullah dan
Sunniati. Penulis Tamat sekolah dasar tahun 2005 di SD
Pa’bangiang Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.
Kemudian untuk pendidikan sekolah menengah pertama
penulis melanjutkan di SMP Negeri 4 Sungguminasa Kabupaten Gowa dan tamat
tahun 2008. Setelah menempuh pendidikan ke sekolah menengah atas di SMA
Negeri 2 Sungguminasa Kabupaten Gowa dan tamat tahun 2011, penulis
melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Muhammadiyah Makassar Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Pemerintahan dan tamat Tahun 2015.
Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha,
penulis akhirnya mampu menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Peran Pemerintah
Daerah dalam Pelaksanaan Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Minasamaupa
Kabupaten Gowa”.
71