Upload
independent
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENINGKATAN KUALITAS SUMBERDAYA APARATUR (PEGAWAI NEGERI) UNTUK MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)
Ana Jauharul Islam (0910310009) Kelas G
Fia Publik, Universitas Brawijaya Malang
Blog: Ana7asharu.wordpress.com
Abstrak
Dalam upaya penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik di Indonesia
dengan agenda pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme serta disiplin kerja
yang bertanggungjawab, serta pelayanan yang prima kepada masyarakat.
untuk itu tulisan ini berusaha mendeskripsikan bagaimana dalam
penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik memfokuskan pada upaya
penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan; peningkatan kualitas sumber daya
manusia aparatur agar memiliki kinerja yang optimal dengan disertai upaya
perbaikan tingkat kesejahteraan pegawai negeri.
Hal tersebut juga tertuang dalam RPJM yakni Kebijakan Peningkatan Kualitas
SDM Aparatur dan Pengembangan Etika Moral Aparatur. Karena untuk
terwujudnya keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintah tidak lepas dari
kualitas sumberdaya para pegawai negeri dalam menyelenggarakan setiap tugas
secara cepat, tepat tertib, serta kinerja yang optimal.
Sehingga pada hal ini sumberdaya aparatur pada pemerintahan di
hadapkan pada beberapa permasalahan yang sangat urgen yakni kualitas
sumberdaya yang dipandang masih rendah Permasalahan yang lain adalah
obyektivitas pemerintah daerah dalam penempatan pegawai negeri sesuai dengan
kompetensi dasar dan bidang masing-masing pegawai. Masih sedikit jumlah
pemerintah daerah yang secara serius melakukan tes kelayakan dan kepatutan (fit
and proper test) dalam rangka penempatan ataupun promosi pegawai.
Key Word: Pengembangan Birokrasi pemerintah, pelayanan yang baik,
peningkatan sumberdaya aparaturt, pemberdayaan masyarakat, tata
pemerintahan yang baik.
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPengembangan atau perubahan organisasi pemerintah
merupakan suatu tuntutan yang senantiasa harus dilakukan
secara sistimatis. Pengembangan organisasi didasarkan pada
upaya penyesuaian terhadap berbagai perubahan yang telah,
sedang maupun akan terjadi. Karena itu, setiap organisasi
harus melakukan evaluasi secara terus menerus terhadap
hubungan atau nilai tawar organisasi yang dimilikinya dengan
seluruh sistem yang melingkupinya.
Menurut Varney (lndrawijaya, 1989:57), terdapat empat
faktor yang mempengaruhi) organisasi untuk berubah, yaitu: (1)
Organisasi secara keseluruhan, meliputi perubahan dalam iklim
dan kultur organisasi, gaya atau strategi kepemimpinan,
hubungan dengan lingkungannya, pola komunikasi atau proses
saling mempengaruhi, dan struktur organisasi; (2) Sub-sistem
dan organisasi, meliputi perubahan dalam norma yang berlaku,
struktur kelompok, struktur kekuasaan dan wewenang; (3)
Pekerjaan dalam kelompok, meliputi perubahan dalam prosedur
pengambilan keputusan, norma kerja, norma dan prosedur
komunikasi, peran-peran dalam kelompok, kekuasaan dan
wewenang; (4) Tingkat-tingkat penjenjangan, meliputi perubahan
dalam pola saling mempengaruhi yang terjadi antar berbagai
tingkat penjenjangan, lokasi pekerjaan atau tanggung jawab,
kekuasaan dan wewenang, praktek dan prosedur komunikasi,
tingkat saling percaya, citra diri dan citra orang lain
terhadap citra diri sendiri, dan pengendalian
Artinya dapat dikatakan berdasarkan analisis yang saya
uraikan diatas adalah bagaimana untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya aparatur tidak hanya diperlukan untuk bagaimana
merubah individunya saja tetapi juga bagaimana merubah sistem
dalam organisasi tersebut atau dengan kata lain dapat
dikatakan dapat diawali dengan merubah dari organisasinya dulu
karena jika organ-organ dari organisasi tersebut dapat
dibenahi terlebih dahulu misalnya aturan-aturan dari
organisasi, struktur organisasinya, atau dapat dikatakan
pembenahan dalam kelembagaan organisasi tersebut terlebih
dahulu karena apa kalau kemudian perubahan pertama kali di
lakukan kepada aparaturnya, maka apabila organisasi tersebut
tidak mengginginkan untuk berubah maka sama saja dengan akan
tidak berguna karena pasti aparaturnya tersebut juga akan
secara tidak langsung atau lama kelamaan akan mengikuti
organisasinya tersebut. Atau kemudian jika pimpinan dalam
organisasi tersebut juga tidak menggigkan untuk berubah maka
aparatur tersebut juga tidak akan dapat menolak, karena pasti
sebagai pimpinan orang tersebut juga menginginkan bagaimana
aparatur pegawainya juga mengikuti prosedur yang dia terapkan,
inillah beberapa hal yang ditakutkan jika dalam sebuah
oranisasi atau lembaga publik pembenahan sumberdaya yang
dibenahi terlebih dahulu adalah pada aparaturnya karena
diyakini mereka tidak akan dapat menghindar dari lingkaran
keburukan organisasi. Namun kalau kemudian perubahan tersebut
dilakukan terlebih dahulu kepada organisasinya tersebut
misalnya dengan merubah mulai dari strukturnya, hubungan dalam
lingkungan internal maupun eksternal organisasi dan juga pola
komunikasi yang baik dan juga adanya aturan yang jelas dan
telah disepakati bersama oleh seluruh anggota.karena dengan
merubah langsung dari kelembagaan organisasi tersebut maka
aparatur tersebut akan merubah dengan sendirinya karena kalau
kemudian dia tidak dapat menaati peraturan maka akan
mendapatkan sanksi dari organisasinya. Jadi intinya kalau
kemudian jika ingin merubah suatu lembaga bukan dari
individunya dahulu, maka harus dirubah dari organisasinya
terlebih dahulu.
` Kemudian di era globalisasi yang penuh persaingan ini,
telah terjadi reformasi di berbagai bidang kehidupan sebagai
konsekuensi dari pesatnya pembangunan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK). Komunikasi dan informasi telah menimbulkan
dampak yang signifikan di seluruh aspek kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara. Reformasi pemerintahan yang terjadi
di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya pergeseran
paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari paradigma
senteralistis ke arah desentralisasi yang ditandai dengan
pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut dimana pemerintah
memberikan kepada daerah otonomi yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab, sehingga kondisi ini merubah konfigurasi
penyelenggaraan manajemen pemerintahan di daerah. Pemberian
otonomi daerah ini diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan (empowering), dan peran serta masyarakat dalam
menata pembangunan daerah. Disamping itu, melalui otonomi yang
luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan, kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman
daerah dalam sistem negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam menyikapi perubahan yang terjadi mengiringi
diberlakukannya Undang-Undang dimaksud, diperlukan kesiapan
daerah dalam berbagai bidang pembangunan untuk membangun dan
mengembangkan potensi daerahnya. Kesiapan daerah dari segi
Sumber Daya Manusia khususnya dalam bidang aparatur
pemerintahan daerah sebagai subjek dan objek dari pelayanan
dan pembangunan daerah, serta dalam bidang pendidikan baik
pendidikan formal maupun pendidikan non formal sebagai faktor
terpenting dalam proses pembangunan daerah menuju
kesejahteraan masyarakat.
Artinya dalam hal dalam menyikapi paradigma perubahan
terhadap undang-undang yang telah berlaku saat ini adalah
bahwa kemudian diperlukannya kesiapan pemerintah dalam
mengimplementasikan apa yang menjadi tujuan dari pencapaian
sasaran lembaga-lembaga pemerintah yang ada dan juga bagaimana
pemerintah menyiapkan peran-peran yang akan menjalankan amanat
yang telah dibebankan dalam undang-undang tersebut. Namun
pemerintah khususnya daerah harus melihat terlebih dahulu
bagaimana atau sejauh-mana kesiapan tiap-tiap lembaga dalam
menyiapkan hal utama yang akan dibenahi. Kalau kemudian kita
berbicara mengenahi hal utama apa yang harus dibenahi dalam
melakukan kesiapan ini adalah bagaimana kita mepersiapkan
sumberdaya aparaturnya karena individu-individu inilah yang
akan menjadi subjek maupun objek dalam melakukan perubahan ini
karena pembenahan aparatur merupakan komponen utama dalam
proses pembangunan daerah.
Untuk itu jika dilihat dalam berbagai kajian dilihat
bahwa, kritik masyarakat terhadap semakin buruknya kinerja,
produktivitas, serta motivasi aparatur pemerintahan daerah
Kabupaten diseluruh Indonesia mulai dari pemerintah level
atas hingga pemerintah level paling bawah (kepala kampung)
sebagai penyedia layanan (service provider) bagi masyarakat antara
lain di sebabkan karena kurangnya kesiapan Sumber Daya Manusia
bagi aparatur pemerintahan daerah.
Oleh karena itu, diharapkan pemerintah daerah dapat
mengambil langkah-langkah konkrit untuk perbaikan kinerja
aparatur pemerintah sebagai penyedia layanan terhadap
masyarakat melalui peningkatan kualitas sumber daya aparatur
pemerintahan secara profesional dan terencana serta adanya
kebijakan-kebijakan khusus dalam meningkatkan kualitas sumber
daya aparatur pemerintahan sebagai penyedia layanan (service
provider) tersebut.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menekankan
dua faktor mendasar yang dapat mempengaruhi peningkatan
kualitas kinerja aparatur pemerintah daerah Kabupaten di
seluruh Indonesia dalam meningkatkan pemberian pelayanan
kepada masyarakat anatar lain seperti:
Sistem Rekrutmen Pegawai negeri
pemerintahan dan pembangunan di daerah dan juga tidak
lepas dari peranan Pegawai negeri dalam meningkatkan roda
pemerintahan dan pembangunan di daerah.
Menyadari akan pentingnya hal tersebut, diharapkan
Rekrutmen adalah proses mendapatkan sejumlah calon tenaga
kerja yang kualifaid untuk jabatan dan pekerjaan tertentu
dalam suatu organisasi atau perusahaan.Stoner (1995),
sedangkan tujuan dari rekrutmen adalah mendapatkan calon
tenaga kerja yang memungkinkan pihak manajemen untuk memilih
atau ,menyeleksi calon sesuai dengan kualifikasi yang
dibutuhkan oleh organisasi atau perusahaan.
Sudah barang tentu melalui penerimaan pegawai yang baik
dan benar akan mendapatkan tenaga-tenaga aparatur negara yang
berkualitas baik dan sesuai dengan kompotensi yang dibutuhkan.
Namun kenyataannya hal tersebut tidak sesuai dengan kenyataan
yang terjadi malah disinilah awal mula kesalahan atau
kebobrokan dari pegawai. Persoalan tersebut patut kita
maklumi, namun ingat bahwa Pegawai adalah unsur utama sumber
daya manusia aparatur negara yang mempunyai peranan penting
dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintah
daerah dalam hal ini pihak pembuat kebijakan agar kedepan jeli
melihat persoalan ini, karena rekrutmen Calon Pegawai negeri
merupakan hal mendasar yang dapat menentukan kualitas kinerja
aparatur pemerintahan itu sendiri terhadap peningkatan
pelayanan masyarakat sebagai penyedia layanan.
Karena apa selama ini rekrutmen sebagai pintu pertama
dalam manajemen sumberdaya manusia ternyata tidak selamanya
digunakan sebagai pangkal penempatan dan penggembangan
sumberdaya manusia. Dalam beberapa kenyataan Hal- hal ini akan
di tunjukan dalam kasus promosi, mutasi dan penempatan seperti
yang terjadi dalam kasus penerapan peraturan pemerintah (PP)
no.8 tahun 2003. Rekrutmen yang katanya harus melalui tes,
ternyata secara umum tidak bisa digunakan sebagai instrument
yang predictable dalam kaitanya dengan Track karier di kemudian
hari. Seperti lingkaran setan, rekrutmen didasarkan pada anjab
yang kemudian dikaitkan dengan analisis kebutuhan pegawai,
namun kalau kedua hal tersebut tidak dilakukan dengan baik,
maka penentuan kebutuhan pegawai akhirnya spekulatif. Kalau
kemudian rekrutmen spekulatif , maka proses penempatan,
promosi dan seterusnya juga tidak rasional, sistem rekrutmen
memang harus dilihat secara integral, bukan partial.
Artinya dalam beberapa paparan yang saya ungkapkan diatas
maka dapat saya ambil sebuah kesimpulan bawasanya proses
rekrutmen merupakan semuah proses awal untuk mendapat pegawai
yang berkualitas artinya dengan demikian proses ini harus
dibenahi karena ini merupakan proses awal dalam mendapatkan
pegawai karena bila dalam proses ini hancur dan tenaga pegawai
yang didapatkan tidak sesuai yang diharapkan, maka kedepanya
juga pegawai tersebut tidak akan dapat bekerja secara
maksimal. Maka hal apa yang kemudian pertama harus dibenahi
adalah pembenahan dalam proses rekrutmen.
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai negeri
Disamping penerimaan pegawai yang baik dan benar, perlu
diperhatikan pula terhadap pembinaan aparatur tersebut pada
saat bertugas yang antara lain dapat meningkatkan kualitas
sumber dayanya melalui mengikutsertakan pendidikan dan
pelatihan (Diklat) yang tersedia dan bermutu. Dalam hal ini,
pendidikan dan pelatihan yang mengarah kepada 3 (tiga) aspek,
yaitu (a) meningkatkan sikap dan semangat pengabdian yang
berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
(b) meningkatkan potensi teknik manajerial dan atau
kepemimpinan. (c) meningkatkan efesiensi, efektifitas, dan
kualitas, pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan semangat
kerja sama dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja
dan organisasinya.
Pengembangan sumber daya manusia bagi aparatur
pemerintahan, melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat)
merupakan faktor dominan dalam meningkatkan efesiensi kinerja,
serta produktifitas kinerja pegawai agar Pegawai dapat
menyesuaikan diri dengan tuntutan nasional dan tantangan
global. Dalam upaya meningkatkan efesiensi kinerja, serta
produktivitas kinerja aparatur melalui pendidikan maupun
pelatihan-pelatihan serta pembinaan-pembinaan terhadap
Pegawai.
Menyadari akan persoalan tersebut diperlukan upaya-upaya
pemerintah daerah secara terus menerus dalam meningkatkan
pembinaan dan pengembangan program pendidikan dan pelatihan.
Sebab diklat itu sendiri pada hakekatnya adalah “proses
transformasi kualitas sumber daya manusia aparatur negara”
yang menyentuh empat dimensi utama yaitu dimensi spiritual,
intelektual, mental, dan physical yang terarah pada perubahan-
perubahan mutu dari keempat dimensi sumber daya apratur
pemerintahan itu.
Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dalam
meningkatkan sumber daya aparatur pemerintah agar Pegawai
dapat berkembang ke arah yang lebih maju sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi perkembangan jaman. Diperlukan pembinaan
Pegawai di setiap instansi pemerintahan. Dengan harapkan di
setiap instansi mempunyai kewajiban untuk menyusun program
pendidikan diklat.
Masalah ini perlu dipikirkan secara baik dan bijaksana,
sebab sumber daya manusia dalam bidang paratur pemerintahan
merupakan power bagi pelayanan publik demi suksesnya
pembangunan di seluruh bidang serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Hal ini tidak dapat dipungkiri oleh siapa saja, termasuk
pemerintah daerah dalam menigkatkan sumber daya manusia dalam
bidang aparatur pemerintahan yang cerdas, berdisiplin,
tanggap, bijaksana, profesional, mempunyai mentalitas rohani,
dan jasmani yang baik serta terampil dalam mensosialisasikan
setiap kebijakan baik dari pemerintah pusat maupun dari
pemerintah daerah. Untuk menciptakan sumber daya aparatur
pemerintahan yang handal dan profesional diperlukan suatu
pengorbanan, sehingga harus memiliki komitmen bersama antara
pemerintah dan masyarakat mewujudkan pemerintahan yang bersih,
bertanggung jawab dan tidak adanya Korupsi Kolusi dan
Nepotisme (KKN). Agar kabupaten daerah di Indonesia menjadi
setara dengan kabupaten lain di Papua dan di seluruh Indonesia
pada umumnya.
Artinya dalam hal ini bawasanya selain rekrutmen pelatih
kepada pegawai juga sangat diperlukan karena apa kalau
kemudian kita melihat kebelakang apa yang menjadi permasalahan
di dalam proses pelatihan pegawai adalah tidak adanya sebuah
hasil yang dapat diperoleh atau diterapkan pada saat kembali
dari pelatihan karena biasanya para pegawai tidak mendapatkan
hasil yang maksimal setelah kembalinya dari diklat atau dengan
kata lain setelah diklat para pegawai tersebut bukannya tambah
menjadi lebih baik tetapi malah terkesan menjadi lebih buruk
dan terkesan malas-malasan dalam menjalankan tugasnya. Untuk
itulah maka berdasarkan analisis tersebut saya dapat mengambil
sebuah solusi bawasanya perlu diadakan pembenahan secara
serius dalam proses pelatihan pegawai, misalnya saja dengn
mengambil pemateri dari luar yang lebih berkualitas, kemudian
agar mereka tidak lupa dengan apa yang dia dapatkan dalam
pelatihan, maka setiap kembali dari diklat diharapkan para
pegawai tersebut untuk mempresentasikan beberapa poin-poin
penting yang dia dapatkan dari pelatihan tersebut agar lebih
efektif dan tidak lupa.
Dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi
teknologi informasi (e-Government) merupakan tantangan tersendiri
dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, baik dan
berwibawa. Hal tersebut terkait dengan makin meningkatnya
ketidakpastian akibat perubahan faktor lingkungan politik,
ekonomi, dan sosial yang terjadi dengan cepat; makin derasnya
arus informasi dari manca negara yang dapat menimbulkan
infiltrasi budaya dan terjadinya kesenjangan informasi dalam
masyarakat (digital divide). Perubahan-perubahan ini, membutuhkan
aparatur negara yang memiliki kemampuan pengetahuan dan
keterampilan yang handal untuk melakukan antisipasi, menggali
potensi dan cara baru dalam menghadapi tuntutan perubahan.
Di samping itu, aparatur negara harus mampu meningkatkan
daya saing, dan menjaga keutuhan bangsa dan wilayah negara.
Untuk itu, dibutuhkan suatu upaya yang lebih komprehensif dan
terintegrasi dalam mendorong peningkatan kinerja birokrasi
aparatur Negara dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan
akuntabel yang merupakan amanah reformasi dan tuntutan rakyat.
KAJIAN TEORITIS2.1 Dinamika Birokrasi
Birokrasi menurut Blow dan Mayer (1987:5) adalah
organisasi besar merupakan lembaga yang sangat berkuasa yang
mempunyai kemampuan sangat besar untuk berbuat kebaikan atau
keburukan. Pengertian birokrasi yang disampaikan Blow dan
mayer sangat sesuai dengan kenyataan birokrasi dewasa ini
dengan salah satu kata kuncinya yaitu: organisasi besar yang
sangat berkuasa
Organisasi besar yang sangat berkuasa, hal ini dengan
mudah dapat dipahami. Dimanapun birokrasi dapat memaksakan
berjalannya regulasi seperti pegawai yang tidak masuk seperti
apa yang menjadi kesepakatanya atau jam kerjanya maka
birokrasi dapat memberikan penalty/ denda. Apabila batas
toleransi ijin tidak masuk atau cuti untuk keperluan lainnya
telah dilalui maka birokrasi wajib memberika sanksi yang lebih
berat lagi. Birokrasi memiliki personalia hingga jutaan orang,
suatu jumlah yang sangat besar bagi organisasi yang besar
pula.
Organisasi besar dalam artian birokrasi pemerintah yang
kadang memiliki jutaan pegawai, kadang merupakan pemborosan
keuangan Negara yang tidak sedikit. Hal ini dikarenakan
beberapa hal antara lain: pengkajian formasi yang tidak
objektif, nepotisme, penyelewengan dan sebagainya.
Artinya dalam hal kajian tersebut diatas dapat saya
simpulkan bawasanya untik memperbaiki kualitas pegawai hal
pertama yang harus kita rubah adalah dari lembaga
birokrasinya, karena dari sanalah nantinya para pegawai
tersebut dicetak, mulai dari sistem rekrutmen, seleksi dan
penempatan, untuk itu birokrasi harus memperbaiki kualitas
kerjanya agar nantinya output yang dihasilkan oleh pegawai
tersebut dapat mencerminkan tata pemerintahan yang baik dan
berkualitas.
2.2 Pelayanan Publik
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian
layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang
mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan
pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik
tadi adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi
aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai
abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi
publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga
negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state).
Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu
perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat
yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang
dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo, 2001).
Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan
publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan
responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah).
Dengan ciri sebagai berikut:
1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang
menjadi tujuan dan sasaran;
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/ tata cara pelayanan
diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat dan tidak berbelit-
belit.
3. Ketepatan waktu, criteria ini mengandung arti pelaksanaan
pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah diselesaikan.
4. Responsif, lebih mengandung arti daya tanggap dan cepat
dalam menghadapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan aspirasi
masyarakat yang akan dilayani.
5. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi
tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang
senantiasa mengalami tumbuh kembang.
Artinya dalam konteks pelayanan ini dapat saya ambil
sebuah kajian bahwa seorang pegawai diharapkan dapat
memberikan sebuah pelayanan yang professional dalam artian
memberikan pelayanan yang sederhana artinya pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat harus lah cepat,tepat dan tidak
banyak aturan, dan yang lebih penting adalah tepat waktu dan
memperhatikan aspirasi masyrakat.
2.3 Manajemen Sumberdaya Manusia Aparatur
Arah kebijakan pembangunan nasional yang ditetapkan dalam
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) tahun 2005 – 2025 dan
Pembangunan Jangka Menegah (PJM) tahun 2005-2009, maupun dalam
Kebijakan Strategis Nasional bidang Pendayagunaan Aparatur
Negara (Jakstrapan) tahun 2005-2009, pada bidang aparatur
negara tahun 2005 hingga tahun 2009 adalah sebagai berikut:
Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam
bentuk praktik-praktik KKN, dengan cara: a) Penerapan prinsip-
prinsip tata-pemerintahan yang baik ( good governance) pada
setiap tingkat dan lini pemerintahan dan pada semua kegiatan;
b) Pemberian sanksi yang seberat-beratnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku; c) Peningkatan efektivitas pengawasan
aparatur negara melalui pengawasan internal, pengawasan
fungsional, dan pengawasan masyarakat; d) Peningkatan budaya
kerja serta pengetahuan dan pemahaman para penyelenggara
negara terhadap prinsip-prinsip (good governance);
Meningkatkan kualitas penyelenggaran administrasi negara
melalui: a) Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan
pemerintahan agar dapat berfungsi secara lebih memadai,
ramping, luwes dan reponsif; b) Peningkatan efektivitas dan
efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan
lini pemerintahan; c) Penataan dan peningkatan kapasitas SDM
aparatur agar sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk
memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat; d)
Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem
karier berdasarkan prestasi;
Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan dengan cara : a) Peningkatan kualitas pelayanan
publik terutama pelayanan dasar; b) Peningkatan kapasitas
masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan
dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Sebagaimana Kebijakan Strategis Nasional bidang
Pendayagunaan Aparatur Negara (Jakstrapan) tahun 2005-2009,
pembangunan sumber daya manusia aparatur hendaknya difokuskan
pada :
Peningkatan kualitas pelayanan publik dan percepatan
pemberantasan KKN;
Peningkatan kinerja aparatur melalui penerapan sistem
penggajian yang berbasis merit dan remunerasi, akuntabilitas
dan penegakan disiplin secara konsisten, kelembagaan sesuai
visi-misi, dan ketatalaksanaan yang efektif.
Strategi yang dilakukan untuk melaksanakan pembangunan
sumber daya manusia aparatur tadi adalah dengan :
Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good
governance) pada semua tingkat, lini, dan kegiatan pemerintahan;
Peningkatan kualitas pelayanan publik yang semakin mudah,
cepat, murah, bebas KKN, dan tidak diskriminatif; Meningkatkan
koordinasi pendayagunaan aparatur negara (sinkronisasi,
integrasi, simplifikasi);
Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat mandiri,
berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya
pemerintahan;
Peningkatan intensitas dan efektivitas pengawasan aparatur
negara melalui pengawasan internal, pengawasan fungsional dan
pengawasan masyarakat;
Penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya aparatur agar
sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakaan tugas dan
fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi
masyarakat;
2.4 Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan menurut Ife (1995:56) adalah meningkatkan
kekuasaan atas mereka yang kurang beruntung. “ empowerment
aims to increase the power of disadvantage”.
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya gerakan terus-
menerus untuk menghasilkan suatu kemandirian (self propelled
development). Pemberdayaan harus berawal dari kemauan politik
(political will), para penguasa seperti yang dikemukakan oleh
Reonard D. White (dalam Suhendra 1998:2).
Adapun Unsur-unsur pemberdayaan masyarakat diantaranya
adalah :
Kemauan politik yang mendukung.
Suasana kondusif untuk mengembangkan potensi secara
menyeluruh..
Motivasi
Potensi masyarakat.
Peluang yang tersedia.
Kerelaan mengalihkan wewenang
Perlindungan.
Awerness (Kesadaran)
2.5 Konsep Good Governance
Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan,
adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi
guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. (Asian
Development Bank, (1999), Governance : Sound Development
Management) Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme,
proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak
hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan
diantara mereka.
Good Governance (Miftah Thoha, 2003) adalah Governance
(tata pemerintahan) yang dijalankan pemerintah, swasta,dan
rakyat secara seimbang, tidak sekedar jalan melainkan harus
masuk kategori yang baik (good).
Pengertian ini sejalan dengan (Loina Lalolo KP, 2003)
yang berpendapat bawasanya keseimbangan pelaksanaan peran dan
fungsi antara negara, pasar, dan masyarakat.
Berdasarkan pengertian di atas ,good governance memiliki
sejumlah cirri sebagai berikut (Bappenas,2002):
- Akuntabel, artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus
disertai pertanggungjawabannya
- Transparan, artinya harus tersedia informasi yang memadai
kepada masyarakat terhadap proses pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan
- Responsif, artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan harus mampu melayani semua stakeholder
- Setara dan inklusif, artinya seluruh anggota masyarakat tanpa
terkecuali harus memperoleh kesempatan dalam proses pembuatan
dan pelaksanaan sebuah kebijakan.
- Efektif dan efisien, artinya kebijakan dibuat dan dilaksanakan
dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang tersedia dengan
cara yang terbaik.
- Mengikuti aturan hukum, artinya dalam proses pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan membutuhkan kerangka hukum yang adil dan
ditegakan.
- Partisipatif, artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus
membuka ruang keterlibatan banyak actor.
- Berorientasi pada konsesus(kesepakatan). Artinya pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan
bersama diantara para aktor yang terlibat.
Artinya dalam penerapan prespektif teori ini seorang
pegawai dituntut untuk bagaimana bemberikan kinerja secara
baik itu dalam artian kemampuan mamupun pelayanan yang baik
untuk bagaimana mewujudkan tata pemerintahan yang baik,sesuai
dengan prinsip-prinsip yang telah dituangkan dalam teori
tersebut
ANALISIS FAKTUAL & TEORITIS3.1 Perubahan dan perkembangan kebijakan pembangunan
Dalam RPJM telah mengidentifikasi 11 (sebelas)
permasalahan pembangunan yang dihadapi lima tahun kedepan,
salah satu diantaranya adalah permasalahan sumber daya manusia
aparatur termasuk di dalamnya adalah PNS. Permasalahan
tersebut adalah rendahnya kualitas pelayanan umum antara lain
karena tingginya penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan,
rendahnya kinerja sumber daya aparatur, belum memadainya
sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan
(manajemen) pemerintahan, rendahnya kesejahteraan PNS, serta
banyaknya peraturan perundangundangan yang sudah tidak sesuai
dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan. Untuk
itu salah satu agenda pembangunan nasional yang disusun adalah
Menciptakan Tata Pemerintahan Yang Bersih dan Berwibawa. Upaya
untuk mewujudkan hal tersebut, disusun arah kebijakan
pembangunan penyelenggaraan negara tahun 2004-2009, yang
ditetapkan sebagai berikut:
Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam
bentuk praktik-praktik KKN melalui: Penerapan prinsip-prinsip
tata pemerintahan yang baik (good governance), Pemberian
sanksi yang berat bagi pelaku KKN, Peningkatan efektivitas
pengawasan aparatur, Peningkatan budaya kerja aparatur,
Percepatan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan;
Meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara
melalui: Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan
pemerintahan agar dapat lebih memadai, efektif dengan struktur
lebih ramping, luwes dan responsif, Peningkatan efektivitas
dan efisiensi ketatalaksanaan pada semua tingkat dan lini
pemerintahan, Penataan dan peningkatan kapasitas SDM aparatur
agar lebih profesional, Peningkatan kesejahteraan pegawai dan
memberlakukan sistem karier berdasarkan prestasi, optimalisasi
pengembangan dan pemanfaatan e-Government dan dokumen/arsip
negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan;
Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan. Dua dari tiga arah kebijakan pembangunan nasional
penyelenggaraan negara tersebut diatas mengamanatkan
dilakukannya upaya-upaya yang difokuskan pada dua aspek
pembangunan yaitu aspek kelembagaan dan sumber daya manusia
aparatur. Maksud dari arah kebijakan tersebut yaitu agar
pembangunan penyelenggaraan negara mampu mewujudkan aparatur
yang profesional, aparatur yang akuntabel, dan aparatur yang
sejahtera serta kelembagaan yang efisien dan tanggap terhadap
perubahan. Dengan terwujudnya kondisiaparatur sebagai tersebut
diatas, diharapkan dapat mengantarkan upaya pembangunan
nasional penyelenggaraan negara mencapai tujuan agenda
pembangunan nasional: Menciptakan Tata Pemerintahan Yang Bersih dan
Berwibawa.
Artinya dalam hal ini bahwa sangat jelas bawasannya apa
yang menjadi tantangan atau hal apa yang harus dirubah, yakni
yang utama adalah perbaikan pada masalah sumberdaya paratur
terutama yang menyangkut kelembagaan pegawai negeri, yang
seharusnya memberikan pelayanan dan kinerja yang bermanfaat
bagi masyarakat agar nantinya tercipta pemerintahan yang
bersih dan bertanggung jawab secara professional. oleh sebab
itulah diperlukan sebuah aturan agar bagaimana nantinya
terwujud pemerintahan yang bersih dan akuntabel yang dapat
dipantau oleh seluruh masyarakat.
3.2 Pesatnya Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi.
Globalisasi dan revolusi teknologi informasi-komunikasi
menjadi tantangan tersendiri bagi birokrasi dalam upaya
menciptakan pemerintahan yang baik, pemerintahan yang bersih,
dan berwibawa. Pemanfaatan teknologi informasi dalam birokrasi
secara tepat guna, dengan didukung kualitas sumber daya
manusia yang baik akan mampu meningkatkan efisiensi dan
efektivitas birokrasi untuk meningkatkan kinerjanya. Namun
demikian apabila ketersediaan sarana tersebut tidak dapat
dimanfaatkan secara tepat guna dan tidak didukung dengan
sumber daya manusia yang berkualitas baik, maka hal tersebut
hanya akan menciptakan inefisiensi dan akan menghambat sistem
manajemen secara keseluruhan. Permasalahan klasik kepegawaian
yang sering timbul berkaitan dengan kurang berdayanya sistem
informasi manajemen kepegawaian adalah :
Kesalahan data PNS pada surat keputusan mutasi kepegawaian yang
ditetapkan oleh pejabat kepegawaian, hal demikian terjadi
(pada umumnya) dikarenakan dalam proses pembuatan keputusan
tersebut tidak didukung dengan data yang akurat dan mutakhir.
Belum berdayanya sistem informasi kepegawaian untuk
menghadirkan data dan informasi PNS secara cepat, tepat dan
akurat, setiap saat diperlukan dalam rangka pembuatan
keputusan-kebijakan kepegawaian nasional. Sedangkan
pemeliharaan data PNS secara manual kurang dapat mengimbangi
percepatan perubahan dan perkembangan lingkungan yang terjadi.
Artinya: Dalam hal ini agar kinerja yang dihasilkan dapat
bermanfaat atau dapat dicapai dengan cepat, tepat dan
bermanfaat bagi masyarakat untuk itu para pegawai harus
didukung dengan penerapan teknologi dalam hal ini misalnya
pengunaan komputer/ laptop. Peran teknologi ini sangat penting
disamping untuk mengikuti perkembangan teknologi juga untuk
bagaimana memanfaatkan teknologi tersebut untuk kelancaran
kerja agar nantinya pekerjaan tersebut dapat terselesaikan
dengan cepat dan akurat.Tetapi yang lebih utama adalah
bagaimana menerapkan teknologi tersebut dengan benar atau
sesuai prosedur agar tidak terjadi penyimpangan dan disalah
gunakan.
3.3 Peluang Kepegawaian Ke Depan
Keberadaan Pegawai Negeri Sipil sebagai aparat birokrasi
yang berasal dari jalur karier kepegawaian (non political
appointees) selalu dijumpai di setiap pemerintahan suatu negara,
dan keberadaannya akan terus eksis selama pemerintahan negara
tersebut masih ada. Keberadaan PNS dibutuhkan oleh pemerintah
dan negara (stakeholder), dimana PNS selaku pelaksana kebijakan
untuk menggerakan birokrasi, dan dibutuhkan oleh masyarakat
secara umum (customer) dalam wujud pelayanan publik yang
diberikan kepada masyarakat (fungsi public service). Oleh karena
itu Pegawai Negeri Sipil disebut “public servant atau civil servant,”
yang selalu dibutuhkan oleh Pemerintah/Negara, dan Masyarakat
sebagai pengguna jasa PNS.
Perubahan dari dua faktor utama (pemerintah selaku
stakeholder dan PNS selaku pelaksana kebijakan/penyelenggara
birokrasi serta penyedia pelayanan kepada masyarakat)
diperlukan, karena dipengaruhi oleh dinamika perubahan di
berbagai bidang, seperti: POLEKSOS, demografi, dan
meningkatnya tuntutan publik kepada PNS, serta pengaruh
global. Dari sisi pemerintah, perkembangan dan perubahan
lingkungan yang terjadi telah disikapi dengan berbagai upaya
penyesuaian arah kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan
pembangunan penyelenggaraan negara, diarahkan untuk
menciptakan Pemerintahan Yang Bersih dan berwibawa sebagaimana
tertuang dalam RPJM.Sejahtera, dimana penghasilan PNS dapat
memenuhi tingkat hidup layak bagi diri dan keluarganya, yang
didukung dengan sistern penghargaan non materiil yang adil dan
rasional, sehingga mampu menumbuhkan motivasi yang selanjutnya
memacu peningkatan kinerja, dan terciptanya aparatur yang
bersih dari KKN.
Sedangkan penyesuaian yang harus dilakukan oleh
kepegawaian adalah menyelaraskan program-program kepegawaian
dengan arah kebijakan pembangunan nasional serta tuntutan
stakeholder (pemerintah) dan masyarakat yang menghendaki
terwujudnya PNS yang profesional, dan bersih dari KKN,
sehingga mampu menghadirkan pelayanan terbaik bagi masyarakat
dan mendorong terciptanya kepemerintahan yang baik (good
governance). Untuk itu masih terbuka peluang bagi kepegawaian
di masa depan, apabila mampu mengembangkan sistem manajemen
kepegawaian yang ada, sehingga dapat mewujudkan PNS
sebagaimana diharapkan oleh stakeholder dan customernya.
3.4 Memperbaiki Manajemen Kepegawaian
Sistem manajemen kepegawaian yang berawal dari sistem
perekrutan, promosi dan mobilisasi, esolonisasi, renumerasi,
pendidikan dan pelatihan, kesejahteraan pegawai, disiplin, dan
pensiun. Memerlukan perbaikan manajemen kepegawaian yang
terintegral dan komprehensif. Maka hendaknya instansi yang
menangani manajemen kepegawaian seperti Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara (menpan), Badan Kepegawaian
Negara (BKN), Badan Kepegawaian Daerah (BKD), lembaga
Administrasi Negara (LAN) sebagai pengelola PNS untuk bisa
duduk bersama memperbaiki manajemen kepegawaian yang lebih
baik. Ada beberapa masukan untuk memperbaiki manajemen
kepegawaian sebagai berikut :
Manajemen kepegawaian (PNS) yang cenderung menggunakan
system tertutup karena akibat dari desentralisasi dan otonomi
daerah, maka perlu dikembalikan ke system manajemen nasional
yang terpadu dan terbuka sehingga memungkinkan semua orang
bisa memasuki atau menjadi pegawai pemerintah tanpa dihalangi
oleh asal usul etnis dan kedaerahannya. Dengan demikian, hal-
hal yang bisa dibantu antara lain menata dan mereformasi
manajemen kepegawaian secara menyeluruh dengan menggunakan
system yang tepat untuk wilayah Indonesia yang luas;
Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan PNS tidak lagi
dititkberatkan kepada Diklat Struktural yang cenderung
menjadikan orientasi pegawai hanya untuk mendapatkan jabatan
struktural, namun Diklat diarahkan untuk meningkatkan keahlian
dan kecakapan pegawai;
Dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, pengelolaan Manajemen
kepegawaian di daerah dilakukan secara otonom oleh daerah
mulai dari rekrutmen sampai dengan pensiun. Perlu adanya
restrukturisasi kelembagaan dalam manajemen kepegawaian di
daerah tidaknya bersifat administratif, namun perlu struktur
kelembagaan baru yang diarahkan dan berorientasi terhadap
pengembangan potensi dan profesionalisme pegawai, memberi
pelayanan yang opimal kepada masyarakat. Maka perlu kiranya
manajemen kepegawaian dibantu melakukan analisis organisasi,
analisis jabatan yang tepat bagi pemenuhan kebutuhan
peningkatan kompetensi dan profesionalisme pegawai.
3.5 Prespektif Perbaikan Kinerja Untuk Mewujudkan Tata Kelola
Pemerintahan Yang Baik
Aparatur negara merupakan salah satu pilar dalam
mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance).
Kepemerintahan yang baik (good governance) bukan hanya konsep
yang perlu disosialisasikan, namun perlu diterapkan pada semua
level pemerintah di manapun berada. Penerapan konsep good
governance untuk kasus pemerintah di Indonesia diamanatkan dalam
Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Kemudian pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Undang-Undang
No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dri Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme.
Beberapa poin penting yang terkait dengan implementasi
prinsip-prinsip Good Governance merupakan pegangan bagi
birokrasi publik dalam melakukan transformasi manajemen
pemerintahan. Menurut Tjokroamidjojo, tuntutan ke arah Good
Governance juga lahir akibat kualitas pelayanan publik yang
rendah.
Untuk itu diharapkan adanya penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik tingkat kompetensi aparatur seperti
misalnya dengan memiliki pegangan seperti antara lain:
Insentif dan responsive terhadap peluang dan tantangan baru
yang timbul.
Tidak terpaku pada kegiatan-kegiatan rutin yang terkait
dengan fungsi instrumen birokrasi, akan tetapi harus mampu
melakukan terobosan melalui pemikiran yang kreatif dan
inovatif
Mempunyai wawasan yang luas dan jauh kedepan.
Memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, mempertimbangkan
dan meminimalkan resiko
Tanggap terhadap peluang dan potensi yang dapat
dikembangkan.
Memiliki kemampuan untuk menggali sumber-sumber potensial
Artinya disini diharapkan kepada bagaimana sumberdaya
aparatur yang dalam hal ini adalah pegawai negeri untuk
bagaimana memberikan pelayanan dan kinerja yang betanggung
jawab agar bagaimana dapat mencerminkan tata pemerintahan yang
baik, dalam hal ini pegawai tidak hanya menunggu apa kemudian
langkah yang diambil oleh pemerintah untuk memperbaiki
kinerjanya tersebut namun bagaimana para pegawai tersebut
nantinya dapat mengambil peluang tersendiri untuk bagaimana
memciptakan sebuah terobosan-terobosan yang dapat memperbaiki
kualitasnya atau kinerjanya dalam mewujudkan tata pemerintahan
yang baik.
KESIMPULAN
Dari beberapa paparan yang dapat saya ungkapkan diatas
dapat kita ambil sebuah kesimpulan yakni bagaimana akan
pentingnya sumberdaya aparatur yang dalam hal ini adalah
pegawai negeri untuk bagaimana memperbaiki kinerjanya misalnya
mulai dari perekrutan pegawai baru, seleksi, penetapan dan
pelatihan setelah dan sebelum menjadi pegawai yang selama ini
dipandang dalam masyarakat sangat rendah karena kualitas
pelayanan, kineja dan profesionalisme yang masih kurang dan
terkesan setelah menjadi pegawai mereka tambah malas . banyak
masyarakat yang mengeluhkan akan hal ini. Sehingga aparatur
pemerintahan ini selalu mendapatkan kritikan , karena inilah
para pegawai diharapkan untuk nantinya dapat menciptakan tata
kelola pemerintahan yang baik yang sesuai dengan prinsip-
prinsip yang tertuang dalam Good Governance, dan ada beberapa
hal yang menjadi kunci perubahan sumberdaya aparatur
antaralain:
Besarnya political will/government will secara konsisten, sungguh-
sungguh, dan serius dalam pemberantasan KKN serta perubahan
mind-set;
Meningkatnya kesamaan persepsi dalam tujuan, pola tindak serta
rencana;
Memanfaatkan teknologi informasi (e-gov, e-procurement) dalam
pemberantasan KKN;
Adanya kesepakatan penerapan single identity number (SIN);
Pembaharuan peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih;
Penataan criminal justice system.
Artinya dalam hal ini tidak hanya pemerintah tapi
aparaturnya yang dalam hal ini adalah pegawai negeri haruslah
sudah siap dan benar-benar bersungguh-sungguh untuk merubah
kinerjanya dalam berbagai aspek, dalam rangka mewujudkan cita-
cita bersama yakni penciptaan tata kelola pemerintahan yang
baik bersih dari unsur KKN.
DAFTAR PUSTAKA< Albrow Martin,1989, Birokrasi; Terjemahan M. Rusli Karim
dan Totok Daryanto, Yogyakarta: Tiara Wacana.
< Bratakusumah, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. PT.Gramedia, Jakarta. 2002.
< Dwiyanto, Agus, dkk. Mewujudkan Good Governance MelaluiPelayanan Publik. Gajah Mada Press, Yogyakarta. 2006.
< Ife, Jim. 1995, Commutity Development, creatingcommunity alternatives Visions analisis and practices,Australia : Logman Inc.
< Suhendra.2006, Peran Birokrasi Dalam PemberdayaanMasyarakat, bandung : Tria Kencana.
< Saiful H. Djarot, Manajemen Pelayanan Publik DalamPelaksanaan Otonomi Daerah dan Penataan Kelembagaan diPemerintah.
< Teguh Sulistiyani, Ambar. 2004, Memahami Good GovernanceDalam Prespektif Sumberdaya Manusia.
Referensi Lain:
< http://www.foxitsoftware.com, diakses 28 Desember 2010
< www.badilag.net/.../OPTIMALISASI%20 PELAYANAN %20 PUBLIK .Diakses 28 desember 2010.
< www.docstoc.com/.../Pembangunan- Aparatur -yang- Partisipatif-menuju- Good - Governance -Tinjauan-Peningkatan- Pelayanan-Publik-serta-Kese, Diakses 1 Januari 2011.
< www.dailybust.com/.../administrasi-pembangunan- dalam - kualitas - sumber-daya -manusia - Diakses 2 Januari 2011.
< mardoto.wordpress.com/.../suara-mahasiswa-003-mengkritisi-clean-and- good - governance -di-indonesia/ Diakses 3 Januari 2011