19
JURNAL PENANGANAN ILLEGAL FISHING DALAM UPAYA PENYELAMATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI INDONESIA UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATAKULIAH Oceanografi yang dibina oleh Bapak Bagus Setiabudi Wiwoho Disusun Oleh: Sulusy Audia Zulkha 130721607435 Off B 2013 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN GEOGRAFI PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI Desember 2015

penanganan illegal fishing

  • Upload
    mboir

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

JURNAL

PENANGANAN ILLEGAL FISHING DALAM UPAYA PENYELAMATAN

SUMBERDAYA PERIKANAN DI INDONESIA

UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATAKULIAHOceanografi

yang dibina oleh Bapak Bagus Setiabudi Wiwoho

Disusun Oleh:

Sulusy Audia Zulkha

130721607435

Off B 2013

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN GEOGRAFIPROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI

Desember 2015

PENANGANAN ILLEGAL FISHING DALAM UPAYA PENYELAMATAN

SUMBERDAYA PERIKANAN DI INDONESIA

Sulusy Audia [email protected]

Universitas Negeri MalangPendidikan Geografi

Abstrak

Indonesia sebagai Negara kepulauan dan Negara maritime memiliki sumberdaya yang melimpah. Indonesia sebagai Negara maritime memiliki sumberdaya kelautan utamanya sumberdaya perikanan dengan keanekaragaman hayati yang beragam jenisnya. Sumberdaya perikanan biasanya berada pada wilayah upwelling yang kaya akan fitoplankton sehingga memungkinkan ikan – ikan berkumpul pada wilayah ini. Daerah upwelling berada pada wilayah ZEE atau zona ekonomi eksklusif yang memungkinkan nelayan asing masuk ke wilayah ini sehingga seringkali terjadi tindak illegal fishing. Illegal fishing ini terjadi karena kurangnya pengawasan pemerintah Indonesia terhadap kapal – kapal yang masuk ke wilayah ZEE untuk mengambil sumberdaya perikanan di Indonesia. Indonesia sendiri kurang tegas dalam menangani masalah illegal fishing yang terjadi di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan upaya penanganan kasus illegal fishing dengan cara membuat peraturan kelautan Penetapan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/50/MEN/2012 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUU Fishing), Kerjasama Internasional Regional Fisheris Management Organization (RFMO), memberikan penyuluhan kepada nelayan dalam negeri untuk melakukan penangkapan ikan pada wilayah yang diperbolehkan dan mengawasi nelayan yang menggunakan peralatan yang dilarang agar tidak merusak terumbu karang dan habitat ikan, serta mengadakan daerah konservasi laut sebagai upaya perlindungan terhadap habitat perikanan di wilayah Indonesia

Kata Kunci: Sumberdaya perikanan, illegal fishing, upaya penanganan illegal fishing

Pendahuluan

Indonesia merupakan Negara yang terkenal dengan Negara maritim atau Negara dengan

wilayah perairan yang cukup luas. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia,

dengan 2/3 dari keseluruhan wilayahnya merupakan wilayah laut, dengan jumlah pulau sekitar

17.504 pulau dan panjang garis pantai 81.000 km. Luas lautan Indonesia kurang lebih sekitar 5,8

juta km². Di dalam laut tersebut, tersimpan kekayaan alam yang luar biasa besarnya. Sumberdaya

kelautan atau sumber daya laut adalah unsur hayati dan non hayati yang terdapat di wilayah laut

dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Sumberdaya

kelautan ini beragam bentuknya, mulai dari sumberdaya perikanan, pariwisata, pertambangan,

dan lain – lain.

Sumberdaya kelautan di Indonesia dapat dilihat dari berbagai potensi yang ada. Dilihat

dari potensi wilayah atau posisi geografis kepulauan di Indonesia sangat strategis karena

merupakan pusat lalu lintas maritim antar benua. Indonesia juga memiliki kedaulatan terhadap

laut, wilayahnya meliputi; perairan pedalaman, perairan nusantara, dan laut territorial (sepanjang

12 mil dari garis dasar). Disamping itu ada juga zona tambahan Indonesia, yang memiliki hak –

hak berdaulat dan kewenangan tertentu. Selain itu ada juga Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

sejauh 200 mil dari garis pangkal, dimana Indonesia mempunyai hak – hak berdaulat atas

kekayaan alam (perikanan), kewenangan untuk memelihara lingkungan laut, mengatur dan

mengizinkan penelitian ilmiah kelautan, pemberian izin pembangunan pulau – pulau buatan,

instalasi dan bangunan – bangunan lainnya.

Potensi lain yaitu sumberdaya hayati yang terdapat di laut Indonesia. Sebagai Negara

tropis, Indonesia kaya akan sumberdaya hayati yang dinyatakan dengan tingkat keanekaragaman

hayati yang tinggi. Dari 7000 spesies ikan di dunia, 2000 jenis diantaranya terdapat di Indonesia.

Potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia kurang lebih 6,4 juta ton per tahun, terdiri

dari : ikan pelagis besar (1,16 juta ton), pelagis kecil (3,6 juta ton), lobster udang penaeid (0,094

juta ton), cumi – cumi (0,028 juta ton), dan ikan – ikan karang konsumsi (0,14 juta ton). Dari

potensi tersebut jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB) sebanyak 5,12 juta ton per tahun, atau

sekitar 80% dari potensi lestari. Potensi sumberdaya ikan ini tersebar di 9 (Sembilan) wilayah

pengelolaan perikanan Indonesia. Potensi budidaya laut, terdiri dari potensi budidaya ikan

(kakap, kerapu, gobia); udang, moluska (kerang – kerangan, mutiara, teripang); dan rumput laut,

potensi luasan budidayanya sebesar 2 juta ha (20% dari total potensi lahan perairan pesisir dan

laut berjarak 5 km dari garis pantai) dengan volume 46,73 juta ton per tahun. Sedangkan potensi

budidaya payau (tambak) mencapai 913.000 ha. Untuk potensi bioteknologi kelautan masih

besar peluangnya untuk dikembangkan, seperti industri bahan baku untuk makanan, industri

bahan pakan alami, dan benih ikan dan udang. Perairan indo – pasifik, yang sebagian besar

terletak di perairan Indonesia merupakan pusat keanekaragaman terumbu karang dunia, dengan

lebih dari 400 spesies. Juga berbagai jenis ganggang laut tersebar di berbagai wilayah pantai.

Sumberdaya hayati laut selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi juga mempunyai

luas habitat yang besar, yaitu 2,4 juta ha kawasan hutan bakau dan 8,5 juta ha terumbu karang.

Secara biologi, kawasan pesisir dan laut Indonesia juga mempunyai nilai global, karena perairan

Indonesia merupakan tempat bertelur ikan – ikan yang bermigrasi (hightly migratory species)

seperti tuna, lumba – lumba dan berbagai jenis ikan paus serta penyu.

Laut Indonesia juga memiliki potensi sumberdaya mineral dan energy. Sekitar 70%

produksi minyak dan gas bumi Indonesia berasal dari kawasan pesisir dan laut. Dari 60 cekungan

yang potensial mengandung migas, 40 cekungan terdapat di lepas pantai, 14 di kawasan pesisir,

hanya 6 yang di daratan. Dari seluruh cekungan tersebut, potensinya diperkirakan sebesar 11,3

miliar barel minyak bumi. Cadangan gas bumi di kawasan ini diperkirakan sebesar 101,7 triliun

kubik. Selain itu kawasan ini juga kaya akan berbagai jenis bahan tambang dan mineral seperti :

emas, perak, timah, bijih besi, dan mineral berat. Di perairan pesisir dan laut Indonesia, juga

ditemukan jenis energy baru pengganti BBM, berupa gas hidrat dan gas bionic di lepas pantai

barat Sumatera, selatan Jawa Barat serta bagian utara selat Makassar dengan potensi yang sangat

besar, melebihi seluruh potensi minyak dan gas bumi Indonesia (Richardson, 2008 dalam Dahuri

2010). Selain sumber energy diatas, terdapat juga sumber – sumber energy non konvensional

seperti : energy pasang surut, energy gelombang, OTEC (ocean thermal energy conversion),

tenaga surya dan angin. Potensi sumberdaya mineral lainnya yang dapat dikembangkan adalah

air laut dalam (deep ocean water). Air laut dalam merupakan air di kedalaman 200 m, memiliki

karakteristik yang berguna untuk kepentingan perikanan, kosmetika, dan air mineral.

Potensi lain yang ada di kelautan Indonesia adalah potensi pariwisata. Pariwisata

Indonesia yang terkenal kebanyakan adalah wisata baharinya. Indonesia dengan panjang garis

pantai 95.200 km dan memiliki 6 terumbu karang (Raja Ampat, Wakatobi, Tukang Besi,

Bunaken, Gili IMT, dan P.Rubiah) dari 10 terumbu karang terindah di dunia, total devisa

pariwisata Indonesia sebesar US$5 milyar (WTO 2008 dalam Dahuri 2010). Hal ini tentu

membuat Indonesia kaya akan panorama pariwisata dan keindahan alam terutama wisata

baharinya yang terkenal di dunia.

Dari berbagai macam potensi sumberdaya yang ada, sumberdaya perikanan merupakan

sektor penting dalam sumberdaya kelautan. Sumberdaya ikan diharapkan menjadi satu tumpuan

ekonomi nasional di masa mendatang. Hal ini disebabkan ikan telah menjadi salah satu

komoditas penting, tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga masyarakat dunia. Konsumsi ikan

masyarakat global akan semakin meningkat yang disebabkan oleh : a) meningkatnya jumlah

penduduk disertai meningkatnya pendapatan masyarakat dunia, b) meningkatnya apresiasi

terhadap makanan sehat sehingga mendorong konsumsi daging dari pola red meat ke white meat,

c) adanya globalisasi menuntut adanya makanan yang bersifat universal, dan d) berjangkitnya

penyakit hewan sumber protein hewani selain ikan sehingga produk perikanan menjadi pilihan

alternative terbaik (Kusumastanto, 2008). Sumberdaya perikanan merupakan salah satu sektor

utama wilayah kelautan kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi wilayah pesisir atau pantai.

Sumberdaya perikanan ini merupakan penghasil utama ekonomi penduduk sekitar pesisir pantai.

Mata pencaharian penduduk pesisir kebanyakan merupakan nelayan yang sehari – harinya

mengandalkan sumberdaya ikan atau perikanan wilayah pantai tersebut.

Pantai atau pesisir merupakan batas antara daratan dengan laut sampai kedalaman 200

mil dari bibir pantai. Daerah peralihan antara daratan dan lautan ini sering ditandai dengan

adanya suatu perubahan kedalaman yang berbeda – beda. Hal ini dapat dibedakan adanya tiga

buah daerah (dalam wilayah pantai), yaitu: a) Continental Shelf, adalah suatu daerah yang

mempunyai lereng yang landai (kemiringannya kira – kira sebesar 0,4 %) dan berbatasan

langsung dengan daerah daratan. Daerah ini biasanya mempunyai lebar antara 50 – 70 km dan

kedalaman maksimum dari lautan yang ada di atasnya tidak lebih besar di antara 100 – 200 m, b)

Continental Slope adalah daerah yang mempunyai lereng yang lebih terjal dari continental shelf

dimana kemiringannya bervariasi antara 3 % dan 6 %, c) Continental Rise merupakan daerah

yang mempunyai lereng yang kemudian perlahan – lahan menjadi datar pada dasar lautan. Di

beberapa tempat bentuk dari batas – batas pantai adalah kompleks. (Sahala Hutabarat dan

Stewart M. Evans, 2014).

Dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, pemerintah membuat pembagian wilayah atau

zona ekonomi sebagai hak kedaulatan Negara Indonesia dalam pengelolaan sumberdaya

perikanan dan kelautan. Pemerintah membuat sebuah pembagian wilayah yaitu Zona Ekonomi

Eksklusif atau ZEE dimana zona ini merupakan suatu wilayah di luar dan berdampingan dengan

zona territorial, yang tidak melebihi jarak 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut

territorial diukur (yaitu, 200 mil laut yang tidak diukur dari batas laut terluar dari laut terluar dari

laut territorial), (Definisi ZEE dalam ketentuan pasal 55 dan 57 Konvensi Hukum Laut Tahun

1982). Disebutkan juga dalam pasal 2 UU No. 5 Tahun 1983 bahwa Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana yang

ditetapkan berdasarkan Undang – Undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi

dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut

diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Kaitannya dengan batas wilayah daratan dan

lautan dalam pembagian wilayah pantai, Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE ini berada pada

wilayah continental shelf hingga sampai wilayah continental rise bahkan lebih. Pada wilayah ini

seringkali terdapat arus turbidity, yaitu arus – arus kuat yang mempunyai kecepatan yang amat

besar yaitu kira – kira mencapai 102 km/jam. Arus ini kebanyakan membawa sedimen yang akan

mengendap pada daerah continental rise. Adanya suatu arus disebabkan oleh angin yang bertiup

di atas permukaan yang mengakibatkan adanya arus permukaan. Faktor – faktor pembangkit arus

permukaan antara lain : a) bentuk topografi dasar laut dan pulau – pulau yang ada di sekitarnya,

serta b) gaya coriolis dan arus ekman yang mempengaruhi aliran massa air.

Angin merupakan salah satu faktor yang paling bervariasi dalam membangkitkan arus.

Angin dapat juga menyebabkan timbulnya arus air vertikal yang dikenal dengan upwelling dan

sinking pada beberapa daerah pantai. Hal ini terjadi dalam keadaan dimana arah angin sejajar

dengan garis pantai. Proses upwelling adalah suatu proses dimana massa air di dorong ke arah

atas dari kedalaman sekitar 100 sampai 200 m yang terjadi di sepanjang pantai barat di banyak

benua. Walaupun angin bertiup dari barat, tapi umumnya rata – rata arus adalah membentuk

sudut siku – siku ke dan dari arah lautan sebagai hasil dari adanya gaya coriolis. Gaya coriolis

merupakan gaya yang timbul akibat perputaran bumi pada porosnya yang akan mempengaruhi

aliran massa air, dimana gaya ini akan membelokkan arah mereka dari arah yang lurus. Aliran

lapisan permukaan air yang menjauhi pantai mengakibatkan massa air yang berasal dari lapisan

dalam akan naik menggantikan kekosongan tempat ini. Massa air yang berasal dari lapisan dalam

ini belum berhubungan dengan atmosfer dan karena itu mengandung kadar oksigen yang rendah.

Akan tetapi mereka ini kaya akan larutan nutrient, seperti nitrat dan fosfat. Karena itu aliran

massa air ini mengandung banyak fitoplankton. Fitoplankton merupakan dasar dari rantai

makanan di lautan, maka area – area upwelling merupakan suatu tempat yang subur bagi

populasi ikan.

Daerah – daerah upwelling dimana airnya kaya nutrient merupakan daerah yang penting.

Dimana daerah ini hanya meliputi 0,1 % bagian saja dari seluruh jumlah lautan, tetapi

menghasilkan sekitar 25 % dari jumlah tangkapan ikan per tahun dunia. Di Indonesia dijumpai

adanya upwelling dan daerah – daerah pantai mempunyai persediaan ikan yang banyak dan

industri perikanan yang sangat penting. Daerah atau wilayah ZEE merupakan salah satu wilayah

di Indonesia yang memiliki potensi arus upwelling dan berpotensi sebagai tempat berkumpulnya

ikan sebagai sumberdaya perikanan di Indonesia. Pada wilayah ZEE ini Indonesia mempunyai

hak – hak berdaulat atas kekayaan alam (perikanan), dimana pengeksploitasian sumberdaya

perikanan, penetapan daerah tangkapan ikan, serta batas – batas wilayah penangkapan ikan di

zona ini sudah diatur sedemikian rupa demi menjaga kelestarian sumberdaya perikanan.

Sumberdaya perikanan terdiri dari perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Perikanan

budidaya merupakan usaha atau kegiatan ekonomi dalam bidang pembudidayaan ikan dalam

wilayah air tawar, air payau maupun air laut dengan menggunakan alat yang tidak merusak

ekosistem dan habitat makhluk hidup yang lain. Perikanan budidaya ini dipengaruhi oleh

perlakuan terhadap ekosistem yang ada di hulu, seperti hutan dan daerah aliran sungai. Apabila

terdapat perilaku yang merusak sumberdaya di hulu secara berlebihan akan mengganggu daerah

aliran sungai sehingga menyebabkan sedimentasi dan kurangnya pasokan air dan pakan alami.

Sedangkan Menurut Dirjen Perikanan Tangkap (2003) perikanan tangkap adalah kegiatan

ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di

laut atau perairan umum secara bebas. Sumberdaya perikanan tangkap dipengaruhi oleh jumlah

kapal, dan alat penangkapan ikan, keberadaan ekosistem pesisir seperti terumbu karang dan

hutan mangrove. Oleh karena itu metode penangkapan ikan oleh nelayan sangat mempengaruhi.

Pemanfaatan sumberdaya (produksi) ikan terkait dengan kelestarian sumberdaya

perikanan, maka semua kebijakan yang diterapkan mempertimbangkan keberadaan sumberdaya

dalam jangka waktu yang relatif lama. Sumberdaya perikanan sebagai usaha milik bersama

(common property) memungkinkan masuknya nelayan baru ke wilayah areal penangkapan ikan

akan membuat intensitas penangkapan akan bertambah. Namun demikian, karena jumlah potensi

perairan terbatas pada akhirnya akan menurunkan produksi hasil tangkapan per unit usaha.

Untuk meningkatkan produksi, maka nelayan akan terus berusaha meningkatkan kapasitas

penangkapan dengan menambah jumlah alat tangkap (Clark et al., 1985). Kelestarian

sumberdaya perikanan juga tergantung dari cara penangkapan ikan oleh nelayan. Tergantung

peralatan dan metode apa yang digunakan nelayan dalam menangkap ikan. Bila ini terjadi

penangkapan ikan secara berlebihan (biological overfishing) terjadi secara bersama dengan

kelebihan investasi (economic overfishing) (Nikijuluw et al., 2000).

Overfishing adalah suatu cara penangkapan ikan secara terus – menerus yang dapat

mengakibatkan suatu efek yang membahayakan bagi persediaan ikan. Overfishing ini

menyebabkan terjadinya penurunan standingstock sumberdaya ikan perikanan tangkap. Dimana

jumlah ikan yang seharusnya bertambah atau tetap menjadi berkurang jumlahnya. Penurunan

standingstock juga disebabkan adanya destructive fishing yaitu pengambilan sumberdaya

perikanan dan kelautan dengan menggunakan alat dan metode yang merusak. Misalnya seperti

penangkapan ikan dengan menggunakan pukat harimau serta pengambilan ikan di tempat atau

lokasi yang sama sehingga menyebabkan tidak adanya kesempatan ikan untuk berkembang biak.

Selain itu, penurunan standingstock juga disebabkan oleh illegal, unreported, and unregulated

(IUU) fishing atau yang biasa disebut illegal fishing. Menurut International Plan of Action-

Illegal (IPOA-IUU), illegal fishing atau penangkapan ikan adalah kegiatan penangkapan ikan

yang dilakukan oleh suatu Negara tertentu atau kapal asing di perairan yang bukan merupakan

yuridiksinya tanpa izin dari Negara yang memiliki yuridiksi atau kegiatan penangkapan ikan

tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan Negara itu. Menurut Kusumastanto

(2008:49-50), problem IUU fishing tidak hanya mencakup permasalahan klasik pencurian ikan,

tetapi juga masalah: perikanan yang tidak dilaporkan (unreported fishing), dan perikanan yang

tidak diatur (unregulated fishing). Unreported fishing adalah kegiatan penangkapan ikan berupa

penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan yang sesungguhnya atau pemalsuan

data hasil tangkapan, hasil tangkapan ikan yang langsung dibawa ke Negara lain (transhipment)

di tengah laut. Unregulated fishing adalah kegiatan penangkapan ikan dalam suatu cara

penangkapan yang telah ditetapkan dan penangkapan ikan menggunakan modifikasi dari alat

tangkap ikan yang dilarang. Praktek pertama mencakup kegiatan penangkapan ikan yang tidak

dilaporkan, terdapat kesalahan dalam pelaporannya dan pelaporan yang tidak semestinya.

Praktek kedua mencakup kegiatan penangkapan ikan yang tidak diatur oleh Negara yang

bersangkutan. Dua praktek ini dilarang dengan alasan, bahwa cadangan ikan di suatu Negara

seharusnya diidentifikasi dan diatur pemanfaatannya sehingga tidak terjadi kerusakan global di

masa mendatang.

Terjadinya illegal fishing ini juga disebabkan karena adanya access right, yaitu

kesempatan pemanfaatan sumberdaya hayati kelautan suatu Negara yang tidak dimanfaatkan

secara maksimal sumberdaya hayatinya dan harus memberikan kesempatan untuk dimanfaatkan

oleh Negara lain dalam wilayah ZEE (Pasal 62 (3) dan (4) LOS 1982). Pemberian access right

ini membawa konsekuensi tersendiri bagi Negara pantai. Hal positif dari pemberian access right

ini adalah apabila dikelola dengan baik akan menambah pendapatan Negara pantai dari kegiatan

perikanan oleh nelayan asing. Penetapan access right oleh suatu Negara pantai biasanya

ditetapkan berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tertentu dari pemerintah Negara pantai

tersebut. seperti Indonesia, penetapan acces right sangat berkaitan dengan jumlah tangkapan

maksimal yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Selain itu daerah tangkapan juga sudah

ditentukan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap potensi sumberdaya ikan yang

ada di wilayah tersebut. penetapan ini sangat penting guna menjaga kelestarian sumberdaya

perikanan dan mencegah terjadinya tangkapan yang berlebihan (over capacity) di suatu daerah

tertentu. Sebagaimana pada umumnya setiap pemberian access right menimbulkan konsekuensi

dan permasalahan tersendiri bagi Negara pantai yaitu berkenaan dengan pemberian access right

di ZEE mereka.

Pada dasarnya Pasal 62 ayat (3) LOS 1982 dengan tegas telah menjelaskan tentang

kesempatan akses Negara asing di ZEE suatu Negara pantai dan melakukan pemanfaatan sumber

kekayaan hayati oleh asing hanya jika Negara pantai tidak optimal memanfaatkannya dan dengan

memperhitungkan faktor – faktor yang relevan. Faktor yang relevan itu sendiri dapat ditentukan

oleh Negara masing – masing sesuai dengan keadaan geografis, ekonomi, politik, atau hal lain

yang dianggap penting oleh Negara pantai. Kebijakan – kebijakan pemerintah yang tertuang

dalam peraturan perundang – undangan dan peraturan palaksana lainnya yang mengatur tentang

hak ikut serta (access right) penangkapan yang salah satunya berupa izin penangkapan ikan bagi

kapal nelayan asing, ternyata mengalami permasalahan dalam penerapannya. Izin yang diberikan

sering disalah gunakan, salah satu cara yang paling sering dilakukan adalah mempergunakan izin

yang sama oleh dua atau lebih kapal nelayan asing. Hal ini terjadi karena kurangnya armada

pengamanan laut dan sistem pengawasan perikanan yang masih lemah, selain itu kecanggihan

kapal nelayan asing dalam hal kecepatan dan peralatan penangkapan ikan telah memberi peluang

terjadinya illegal fishing.

Kegiatan illegal fishing yang umum terjadi di perairan Indonesia adalah: a) penangkapan

ikan tanpa izin, b) penangkapan ikan dengan menggunakan izin palsu, c) penangkapan ikan

dengan menggunakan alat tangkap terlarang, d) penangkapan ikan dengan jenis (spesies) yang

tidak sesuai dengan izin. Penyebab illegal fishing sendiri adalah: a) meningkat dan tingginya

permintaan ikan (dalam negeri ataupun luar negeri), b) berkurang atau habisnya sumberdaya ikan

di Negara lain, c) lemahnya armada perikanan nasional, d) izin atau dokumen pendukung

dikeluarkan lebih dari satu instansi, e) lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di laut, f)

lemahnya delik tuntutan dan putusan pengadilan, g) belum ada visi yang sama aparat penegak

hukum, h) lemahnya peraturan perundangan dan ketentuan pidana. Dampak kegiatan IUU

Fishing bagi Indonesia adalah: a) ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan, b) terdesaknya

mata pencaharian masyarakat nelayan lokal dengan armada penangkapan skala kecil dan alat

tangkap sederhana, karena kalah bersaing dengan pelaku illegal fishing, c) hilangnya sebagian

produksi ikan dan peluang perolehan devisa Negara, d) berkurangnya Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNPB), e) terhambatnya upaya Indonesia untuk memperkuat industri pengolahan ikan di

dalam negeri, termasuk meningkatkan daya saing, f) merusak citra Indonesia pada kancah

internasional, karena kapal asing yang menggunakan bendera Indonesia maupun kapal milik

warga Negara Indonesia melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal yang bertentangan

dengan konvensi dan kesepakatan internasional. Hal ini juga dapat berdampak ancaman embargo

terhadap hasil perikanan Indonesia yang dipasarkan di luar negeri.

Adanya kegiatan illegal fishing ini tentu sangat mengkhawatirkan bagi kelestarian

sumberdaya perikanan di Indonesia. Indonesia perlu tahu bagaimana cara atau upaya dalam

penanganan illegal fishing tersebut. Untuk itu perlu adanya penanganan dalam upaya

penyelamatan sumberdaya perikanan di Indonesia.

Metode Penelitian

Metode penelitian dalam jurnal ini bersifat deskriptif eksplanatif yang analisa

penelitiannya dilakukan secara kualitatif berdasarkan data – data yang sudah tersedia yang

dikumpulkan dalam rangka memperoleh bahan untuk dapat memberikan jawaban terhadap

pokok permasalahan yang ada sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan adalah menghubungkan teori dengan data – data yang di

dapatkan melalui riset perpustakaan (library research). Data – data tersebut dikatakan dari buku

– buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan sumber lainnya (document analysis). Selain itu, penulis

juga menggunakan sarana internet dalam proses pengumpulan data yang berkaitan dan relevan

dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

Pembahasan

Sumberdaya adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumberdaya ini dibagi menjadi sumberdaya hayati (dapat

diperbaharui) dan sumberdaya non – hayati (tidak dapat diperbaharui). Sumberdaya tersebut

bermacam – macam, salah satunya adalah sumberdaya kelautan. Hampir seluruh mineral –

mineral yang berasal dari lautan mempunyai sifat tidak dapat diperbaharui (non – renewable).

Dengan kata lain berarti bahwa sebenarnya mereka ini dapat diperbaharui secara lambat sekali,

tetapi jumlah yang dieksploitasikan jauh melebihi dari kemampuan mereka untuk membentuk

diri kembali. Akibatnya kita melihat seolah – olah mereka merupakan jenis mineral yang tidak

dapat diperbaharui lagi. Sebagai contoh, beberapa sumber alam hanya dapat dieksploitasi dalam

jangka waktu yang terbatas saja sampai akhirnya akan habis dipakai sama sekali. Minyak bumi

dan gas alam (migas) dan bahan tambang lainnya termasuk golongan mineral semacam ini.

Sehingga manusia dipaksa untuk mencari bentuk sumber energy yang lain. Pengaturan

pemakaian sumber alam yang ada tampaknya secara esensial harus dilakukan secara hati – hati.

Walaupun demikian sedikit terbukti bahwa manusia memperhatikan hal tersebut secara serius

dengan cara mengurangi kebutuhan mereka akan bahan – bahan dari alam ini untuk waktu yang

akan datang. Sedangkan sumberdaya hayati (dapat diperbaharui) sebagai contoh adalah

sumberdaya perikanan, karena dengan pengelolaan yang baik dan benar kapasitas sumberdaya

perikanan dapat terjaga kestabilannya. Dimana ikan – ikan akan terus berkembang biak dan

dapat menjadi sumberdaya yang akan mencukupi untuk generasi yang akan datang.

Lautan yang berbatasan dengan daratan biasanya mempunyai sumber perikanan yang

berpotensial tinggi. Dari jumlah seluruh daerah lautan, hanya 8% saja yang merupakan daerah

dangkal (continental shelf) dan hampir seluruh produksi ikan dunia berasal dari daerah ini.

Daerah – daerah upwelling dimana airnya kaya akan nutrient (mengandung fitoplankton)

merupakan suatu daerah yang penting. Daerah upwelling hanya meliputi 0,1% bagian saja dari

jumlah seluruh lautan, tetapi menghasilkan sekitar 25% dari jumlah tangkapan ikan per tahun

dunia.

Gambar 1. Diagram jumlah tangkapan ikan dunia antara tahun 1938 - 1974

Di Indonesia dijumpai adanya upwelling dan daerah – daerah pantai mempunyai

persediaan ikan yang banyak dan industri perikanan yang sangat penting. Diperkirakan bahwa

67% protein hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia berasal dari ikan. Kira – kira

berjumlah 1,7 juta ton atau sama dengan 11,7 kg per-orang/tahun. Pendapatan devisa Negara

yang berasal dari sektor perikanan juga sangat mengesankan. Ekspor produksi perikanan

melompat dari jumlah yang tidak berarti sebelum tahun 1969 menjadi 193 juta USD pada tahun

1978. Ini berarti menghasilkan sekitar 1,7% dari devisa yang diterima oleh Negara. Di dalam

melengkapi kebutuhan – kebutuhan yang telah di sebut di atas, produksi perikanan yang berasal

dari laut akan menjadi begitu penting artinya di masa yang akan datang. Produksi ikan secara

keseluruhan (nasional) juga telah ditambah dari sektor budidaya tambak. Pemeliharaan ikan

bandeng dan udang telah meningkat sebesar lebih kurang dua setengah kali diantara tahun 1968

dan tahun 1978 (Sahala Hutabarat dan Stewart M. Evans, 2014).

Gambar 2. Jumlah hasil produksi ikan di Indonesia antara tahun 1968 - 1979

Sumberdaya perikanan sendiri dibagi menjadi perikanan budidaya dan perikanan

tangkap. Dimana perikanan budidaya berasal dari tambak, keramba, maupun pengelolaan

masyarakat yang berbasis budidaya ikan. Sedangkan perikanan tangkap berasal dari usaha para

nelayan atau masyarakat dalam hal penangkapan ikan yang sudah di tetapkan lokasi atau wilayah

penangkapannya. Sumberdaya perikanan tangkap dipengaruhi oleh jumlah kapal, dan alat

penangkapan ikan, keberadaan ekosistem pesisir seperti terumbu karang dan hutan mangrove.

Oleh karena itu metode penangkapan ikan oleh nelayan sangat mempengaruhi.

Wilayah upwelling yang kaya akan sumberdaya perikanan ini termasuk dalam kawasan

ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif). Perikanan tangkap sangat memungkinkan adanya nelayan baru

yang masuk ke dalam wilayah perikanan tangkap. Sehingga sumberdaya perikanan di wilayah ini

semakin berkurang. Belum lagi karena adanya access right yang memungkinkan Negara lain

atau Negara asing ikut ambil bagian dalam pengelolaan wilayah ZEE dalam hal pengelolaan

perikanan tangkap yang dapat mengurangi keuntungan Indonesia dalam pendapatan sumberdaya

perikanannya. Dalam tiga dasawarsa terakhir, stok berbagai jenis ikan kebanyakan wilayah laut

dunia terus menurun, bahkan beberapa jenis ikan telah punah. Pada awal 2000-an, sekitar 75%

dari seluruh stok ikan laut dunia telah mencapai status pemanfaatan jenuh (fully exploited),

tangkap lebih (over-fishing) atau terkuras. Kemudian pada 2008 persentase stok ikan laut dunia

yang status pemanfaatannya telah jenuh, tangkap lebih dan terkuras meningkat menjadi 84%.

Dengan perincian, status sudah jenuh 53%, tangkap lebih 28%, terkuras 3%, dan yang baru pulih

dari kondisi terkuras 1% (FAO, 2010) (Dalam jurnal kajian lemhanas RI, edisi 16, November

2013).

Penurunan stok jenis ikan ini tentu berpengaruh terhadap kelangsungan sumberdaya

perikanan di Indonesia. Adanya penurunan stok jumlah ikan disebabkan Karena adanya

overfishing atau penangkapan ikan yang berlebihan, penangkapan ikan menggunakan alat yang

tidak semestinya, serta illegal fishing. Akhir – akhir ini seringkali illegal fishing dianggap

sebagai faktor utama penyebab berkurangnya jumlah sumberdaya perikanan di Indonesia.

Departemen Kelautan dan Perikanan memperkirakan dari 7.000 ijin operasi penangkapan ikan,

di perairan Indonesia 70 % diantaranya terdiri dari kapal asing. Karena itu, perkiraan kerugian

dapat mencapai Rp. 16,6 trilyun per tahun, berupa kerugian akibat hilangnya fee, iuran

ketrampilan tenaga kerja, iuran hasil penangkapan dan lost akibat subsidi BBM secara tidak

langsung. (( Akhmad Fauzi, 2005 : 132-133) dalam jurnal praktek illegal fishing, jurnal sasi

vol.16 no.3 bulan juli – September 2010 hal. 62) Sumberdaya hayati kelautan ini diambil oleh

bangsa asing sebagai akibat kurangnya pengawasan serta pengelolaan sumberdaya perikanan

yang kurang terpadu. Pemerintah dengan mudah meloloskan perijinan kapal asing kaitannya

dengan pengambilan sumberdaya hayati atau sumberdaya perikanan dengan jalan access right

sebagai pintu masuk utama. Access right, yaitu kesempatan pemanfaatan sumberdaya hayati

kelautan suatu Negara yang tidak dimanfaatkan secara maksimal sumberdaya hayatinya dan

harus memberikan kesempatan untuk dimanfaatkan oleh Negara lain dalam wilayah ZEE (Pasal

62 (3) dan (4) LOS 1982). Access right menimbulkan beragam konflik yang menyebabkan

tindakan illegal fishing, yaitu kegiatan penangkapan ikan secara illegal di wilayah perairan atau

ZEE suatu Negara, dengan tidak memiliki izin dari Negara pantai. Kasus illegal fishing sampai

sekarang belum terselesaikan disebabkan juga karena belum maksimalnya upaya yang dilakukan

oleh Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di ZEE Indonesia. Pengawasan di

seluruh perairan Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia masih kekurangan dalam

hal kapal pengawas dan juga jumlah hari operasi. Illegal fishing yang terus menerus terjadi akan

menimbulkan suatu dampak lingkungan yang berpengaruh pada keberlangsungan

keanekaragaman hayati perairan Indonesia. Banyak beragam jenis ikan yang berkurang, hilang,

bahkan punah akibat illegal fishing yang terjadi.

Kasus illegal fishing ini seringkali terjadi di perairan lepas pantai Indonesia. Misalnya

saja kasus penangkapan kapal berbendera Malaysia di kawasan selat malaka. Petugas pengawas

perairan Indonesia menangkap dua kapal asing berbendera Malaysia di wilayah ZEE Indonesia

pada bulan September 2013. Dari kedua kapal ini berhasil diamankan barang bukti berupa hasil

tangkapan dan juga alat tangkap yang merupakan alat tangkap terlarang yaitu berupa Trawl

(pukat harimau). Keduanya juga ditangkap karena tidak mempunyai Surat Izin Usaha Perikanan

(SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dari pemerintah RI. Dari 10 orang ABK, tiga

diantaranya kapten kapal telah dinyatakan sebagai tersangka karena ketiga kapten tersebut adalah

orang yang paling bertanggung jawab, sementara yang lainnya rencananya akan di deportasi.

Kasus lainnya yaitu kasus penangkapan kapal berbendera Vietnam di kawasan perairan Sorong,

Papua Barat. Petugas pengawas perairan Indonesia juga menangkap kapal berbendera Vietnam

di kawasan perairan Sorong, Papua Barat. Kapal berbendera Vietnam memasuki wilayah

perairan Indonesia tanpa izin dan tidak memiliki dokumen pelayaran serta kedapatan melakukan

penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Pemerintah Indonesia mengambil

kebijakan mendeportasi kedua belas nelayan Vietnam pelaku pelanggaran illegal fishing

tersebut. Kebijakan ini diambil karena beberapa faktor, diantaranya karena hubungan bilateral

antara Indonesia - Vietnam yang selama ini sudah terjalin dengan baik diharapkan tidak terputus

karena faktor ini.

Sikap tidak konsisten Indonesia dalam menerapkan sanksi bagi pelaku kasus illegal

fishing di wilayah perairan Indonesia dapat dilihat dari tindakan yang diambil Indonesia pada

kasus nelayan Malaysia dan Vietnam di atas. Dua kasus di atas jika dilihat secara seksama

sebetulnya sama, yaitu baik kapal berbendera Malaysia maupun Vietnam sama-sama memasuki

wilayah ZEE Indonesia tanpa izin dari pemerintah Indonesia disertai menangkap ikan dengan

menggunakan alat penangkap ikan terlarang. Namun dalam memproses kasusnya Indonesia

menerapkan kebijakan yang berbeda. Hal inilah yang menjadikan Indonesia dinilai tidak tegas

dalam menangani permasalahan illegal fishing di wilayah Indonesia.

Untuk menangani masalah illegal fishing yang semakin membabi buta, maka Indonesia

terus berupaya menangani kasus tersebut. Beberapa upaya Indonesia kaitannya dengan masalah

illegal fishing : a) Penetapan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

KEP/50/MEN/2012 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Illegal,

Unreported, and Unregulated Fishing (IUU Fishing). Upaya penanggulangan IUU Fishing di

Indonesia dilakukan antara lain melalui : 1) Mengadopsi atau meratifikasi peraturan

internasional, 2) Review dan penyesuaian legislasi nasional jika diperlukan, 3) Merekrut

pengawas perikanan dan PPNS serta melakukan pengembangan kapasitas, 4) Berpartisipasi aktif

dalam RFMO dan organisasi perikanan internasional lainnya, 5) Berperan aktif dalam RPOA-

IUU, 6) Mengimplementasikan MCS melalui VMS, observer, log book dan pemeriksaan

pelabuhan, 7) Membentuk dan mengembangkan kapasitas UPT Pengawasan SDKP di daerah, 8)

Menyediakan infrastruktur pengawasan, seperti kapal pengawas dan speedboat, 9) Meningkatkan

kapasitas Pokmaswas, 10) Membentuk Peradilan Perikanan, dan 11) Mengintensifkan operasi

pengawasan dan melakukan patrol bersama atau terkoordinas.

Kemudian b) Kerjasama Internasional Regional Fisheris Management Organization

(RFMO). RFMO adalah kerjasama antar Negara (regional cooperation) untuk melakukan

tindakan konservasi dan pengelolaan Highly Migratory Fish Stocks dan Straddling Fish Stocks,

guna menjamin pemanfaatan sumber daya tuna secara berkelanjutan. RFMO dibagi dalam

beberapa zona : 1) Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) yang mengelola Laut lepas

Samudera Hindia, 2) Convention on Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) yang

mengelola Laut lepas Samudera Hindia Bagian Selatan, 3) Western Central Pacific Fisheries

Commission (WCPFC) yang mengelola Laut lepas Samudera Pasifik Bagian Barat, 4) Inter-

America Tropical Tuna Commission (IATTC) yang mengelola Laut lepas Samudera Pasifik

Bagian Timur, 5) International Commission for the Conservation of Atlantic Tunas (ICCAT)

yang mengelola Laut lepas Samudera Atlantik. Kategori IUU Fishing berdasarkan RFMO yaitu :

1) Melakukan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan tuna dan spesies seperti tuna di Laut

Lepas dan/atau wilayah pengelolaan RFMO tanpa memiliki Izin dan/atau, 2) Melakukan

penangkapan dan/atau pengangkutan ikan tuna dan spesies seperti tuna di Laut Lepas dan/atau

wilayah pengelolaan RFMO sebelum tercantum dalam RFMO- Record of Vessels Authorized to

Fish or to Operate dan/atau, 3) Melakukan penangkapan tuna dan spesies seperti tuna di wilayah

pengelolaan RFMO, ketika negara bendera kapal tidak mempunyai kuota dan/atau terkena

pembatasan ikan hasil tangkapan dan/atau alokasi upaya penangkapan (effort) berdasarkan

tindakan pengelolaan dan konservasi yang diadopsi oleh RFMO dan/atau, 4) Tidak mencatat atau

tidak melaporkan ikan hasil tangkapan di wilayah laut lepas dan/atau wilayah pengelolaan

RFMO sesuai dengan persyaratan pelaporan yang ditetapkan RFMO atau membuat laporan hasil

tangkapan palsu dan/atau, 5) Melakukan penangkapan atau mendaratkan tuna dan spesies seperti

tuna yang berukuran belum cukup, yang bertentangan dengan tindakan konservasi yang diadopsi

oleh RFMO dan/atau, 6) Melakukan penangkapan ikan selama musim penangkapan ikan ditutup

atau dalam wilayah penangkapan ikan yang tertutup, yang bertentangan dengan tindakan

konservasi yang diadopsi RFMO dan/atau, 7) Menggunakan alat penangkapan ikan yang

dilarang, yang bertentangan dengan tindakan konservasi yang diadopsi RFMO dan/atau, 8)

Memindahkan ikan hasil tangkapan, atau turut serta dalam operasi penangkapan ikan

gabungan/bersama seperti memberikan pasokan logistik atau pasokan bahan bakar kepada kapal-

kapal yang tercantum dalam daftar kapal yang telah melakukan kegiatan IUU Fishing dan/atau

kapal yang tercantum dalam IUU Vessel List dan/atau, 9) Melakukan penangkapan tuna dan

spesies seperti tuna di perairan dibawah yurisdiksi negara lain tanpa memiliki izin dan/atau

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pantai dan/atau, 10)

Melakukan penangkapan tuna di wilayah konvensi RFMO tanpa kebangsaan kapal, 11) Terlibat

dalam penangkapan tuna, termasuk alih muatan (transhipment), pengisian bahan bakar dan/atau

logistik dengan cara yang bertentangan dengan tindakan konservasi dan pengelolaan.

Selanjutnya c) memberikan penyuluhan kepada nelayan dalam negeri untuk melakukan

penangkapan ikan pada wilayah yang diperbolehkan dan mengawasi nelayan yang menggunakan

peralatan yang dilarang agar tidak merusak terumbu karang dan habitat ikan, d) mengadakan

daerah konservasi laut sebagai upaya perlindungan terhadap habitat perikanan di wilayah

Indonesia. Dengan upaya – upaya dan solusi di atas diharapkan Indonesia dapat menangani

masalah illegal fishing sehingga masalah illegal fishing dapat ditindak lanjuti dan segera

diselesaikan dengan baik agar habitat perikanan laut dapat terjaga kelestariannya.

Kesimpulan

Indonesia sebagai Negara kepulauan dan Negara maritime memiliki sumberdaya yang

melimpah. Indonesia sebagai Negara maritime memiliki sumberdaya kelautan utamanya

sumberdaya perikanan dengan keanekaragaman hayati yang beragam jenisnya. Sumberdaya

perikanan biasanya berada pada wilayah upwelling yang kaya akan fitoplankton sehingga

memungkinkan ikan – ikan berkumpul pada wilayah ini. Daerah upwelling berada pada wilayah

ZEE atau zona ekonomi eksklusif yang memungkinkan nelayan asing masuk ke wilayah ini

sehingga seringkali terjadi tindak illegal fishing. Illegal fishing ini terjadi karena kurangnya

pengawasan pemerintah Indonesia terhadap kapal – kapal yang masuk ke wilayah ZEE untuk

mengambil sumberdaya perikanan di Indonesia. Indonesia sendiri kurang tegas dalam menangani

masalah illegal fishing yang terjadi di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan upaya penanganan

kasus illegal fishing dengan cara membuat peraturan kelautan Penetapan Keputusan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/50/MEN/2012 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan

dan Penanggulangan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUU Fishing), Kerjasama

Internasional Regional Fisheris Management Organization (RFMO), memberikan penyuluhan

kepada nelayan dalam negeri untuk melakukan penangkapan ikan pada wilayah yang

diperbolehkan dan mengawasi nelayan yang menggunakan peralatan yang dilarang agar tidak

merusak terumbu karang dan habitat ikan, serta mengadakan daerah konservasi laut sebagai

upaya perlindungan terhadap habitat perikanan di wilayah Indonesia.

Daftar Pustaka

Dahuri R. 2010. Positioning Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Kelautan Nasional. Bahan

Kuliah Umum di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT Manado. 206 p

Lasabuda, Ridwan. 2013. Jurnal PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN

DALAM PERSPEKTIF NEGARA KEPULAUAN REPUBLIK INDONESIA. Jurnal

ilmiah platax vol 1-2, januari 2013

Ignatius Yogi Widianto Setyadi. 2014. Jurnal UPAYA NEGARA INDONESIA DALAM

MENANGANI MASALAH ILLEGAL FISHING DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

INDONESIA. Universitas atma jaya Yogyakarta.

Yanti Amelia Lewerissa. 2010. Jurnal PRAKTEK ILLEGAL FISHING DI PERAIRAN

MALUKU SEBAGAI BENTUK KEJAHATAN EKONOMI. Jurnal Sasi vol.16 no.3

bulan juli – September 2010

M. Ismail. 2013. Jurnal IMPLEMENTASI PROGRAM PELESTARIAN SUMBERDAYA

KELAUTAN DAN PERIKANAN DI KABUPATEN SITUBONDO. IAIN Sunan

Ampel Surabaya.