10
Laporan Praktikum Mata Kuliah Manajemen Kualitas Air Teknologi & Manajemen Perikanan Budi Daya Departemen Budi Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor 2014 Manajemen Kualitas Kimia Air dengan Bakteri (Chemical Water Quality Management With Bacteria) Kelompok 6 Muhammad Agung (C14120001), Lasmaria Manik (C14120004), Savni Retalia S (C14120023), Khoirul Umam (C14120031), Ruwaidah H (C14120047), Tiky Setyawany (C14120065), Acep Muhamad Hidayat (C14120076), Irma Herwanti (C14120080), Asda Wittah (C14120099) Asisten : Abstrak Beberapa upaya pengelolaan perairan untuk mencegah pencemaran yang umumnya banyak dilakukan para petani tambak, antara lain teknik sedimentasi, pemakaian kincir dan penggunaan bahan kimia (antara lam saponin dan antibiotik). Salah satu upaya alternatif yang terus dikaji dan dikembangkan ialah teknik bioremediasi, teknik ini merupakan pendekatan biologis dalam pengelolaan kualitas air tarnbak dengan memanfaatkan aktivitas bakteri. Praktikum ini bertujuan mampu memahami dan mempelajari cara pemanfaatan bakteri sebagai agen untuk perbaikan kualitas air. Praktikum ini menggunakan bahan yaitu bakteri EM4 pada masing-masing akuarium sebanyak 8 μL, 9 μL, 10 μL, 11 μL, 12 μL. Hasil didapat menunjukkan bahwa kadar EM4 yang terbaik yaitu pada dosis 9 μL, karena pada dosis tersebut menunjukkan bahwa pH dari h0-h7 berkisar 6-8 dan kadar amoniak yang didapat 0,6 ppm dari pengukuran pertama sampai terakhir. kata kunci: Bioremediasi, EM4, pencemaran dan kualitas air. Abstract Some water management measures to prevent contamination which generally much do farmers farms, among other things sedimentation technique, the use of windmills and use of chemicals (between lam saponins and antibiotics). One alternative efforts that continue to be studied and developed is bioremediation techniques, this technique is a biological approach to water quality management tarnbak by utilizing bacterial activity. The aim of this practicum is able to understand and learn how to use bacteria as agents for water quality improvement. Practical use of materials such as bacteria EM4 in each aquarium as much as 8 μL, 9 μL, 10 μL, 11 μL, 12 μL. The results obtained showed that the levels of the best EM4 is at 9 μL doses, because at these doses showed that the pH of h0-h7 ranges 6-8 and levels of 0.6 ppm ammonia obtained from the first to the last measurement. Keyword: Bioremediation, EM4, pollution and water quality.

Manajemen Kualitas Kimia Air dengan Bakteri (Chemical Water Quality Management With Bacteria

Embed Size (px)

Citation preview

Laporan Praktikum Mata Kuliah Manajemen Kualitas Air Teknologi & Manajemen Perikanan Budi Daya Departemen Budi Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor 2014

Manajemen Kualitas Kimia Air dengan Bakteri (Chemical Water Quality Management With Bacteria)

Kelompok 6

Muhammad Agung (C14120001), Lasmaria Manik (C14120004), Savni Retalia S (C14120023), Khoirul Umam (C14120031), Ruwaidah H (C14120047), Tiky Setyawany (C14120065), Acep

Muhamad Hidayat (C14120076), Irma Herwanti (C14120080), Asda Wittah (C14120099)

Asisten :

Abstrak

Beberapa upaya pengelolaan perairan untuk mencegah pencemaran yang umumnya banyak dilakukan para petani tambak, antara lain teknik sedimentasi, pemakaian kincir dan penggunaan bahan kimia (antara lam saponin dan antibiotik). Salah satu upaya alternatif yang terus dikaji dan dikembangkan ialah teknik bioremediasi, teknik ini merupakan pendekatan biologis dalam pengelolaan kualitas air tarnbak dengan memanfaatkan aktivitas bakteri. Praktikum ini bertujuan mampu memahami dan mempelajari cara pemanfaatan bakteri sebagai agen untuk perbaikan kualitas air. Praktikum ini menggunakan bahan yaitu bakteri EM4 pada masing-masing akuarium sebanyak 8 μL, 9 μL, 10 μL, 11 μL, 12 μL. Hasil didapat menunjukkan bahwa kadar EM4 yang terbaik yaitu pada dosis 9 μL, karena pada dosis tersebut menunjukkan bahwa pH dari h0-h7 berkisar 6-8 dan kadar amoniak yang didapat 0,6 ppm dari pengukuran pertama sampai terakhir.

kata kunci: Bioremediasi, EM4, pencemaran dan kualitas air.

Abstract Some water management measures to prevent contamination which generally much do

farmers farms, among other things sedimentation technique, the use of windmills and use of chemicals (between lam saponins and antibiotics). One alternative efforts that continue to be studied and developed is bioremediation techniques, this technique is a biological approach to water quality management tarnbak by utilizing bacterial activity. The aim of this practicum is able to understand and learn how to use bacteria as agents for water quality improvement. Practical use of materials such as bacteria EM4 in each aquarium as much as 8 μL, 9 μL, 10 μL, 11 μL, 12 μL. The results obtained showed that the levels of the best EM4 is at 9 μL doses, because at these doses showed that the pH of h0-h7 ranges 6-8 and levels of 0.6 ppm ammonia obtained from the first to the last measurement. Keyword: Bioremediation, EM4, pollution and water quality.

PENDAHULUAN

Budidaya perikanan merupakan usaha yang potensial dan bernilai ekonomi tinggi. Indonesia merupakan negara yang mempunyai peluang besar untuk mengembangkan usaha ini. namun saat ini terus mengalami penurunan produksi yang sangat berarti, yang disebabkan oleh pencemaran liigkungan, akumulasi bahan organik dan penurunan kualitas air. Pencemaran lingkungan perairan oleh bahan organik yang umumnya berasal dari limbah industri dan domestik, yang dalam beberapa tahun terakhiir ini terus meningkat (Gunalan 1993). Pencemaran pada perairan budidaya selain berasal dari limbah industri clan domestik juga berasal dari sisa pakan buatan (pelet) dan feces hewan yang dibudidayakan. Kandungan protein pelet (pakan udang buatan) cukup tinggi, sekitar 40 %, sehingga pembusukan (perombakan) pelet akan menghasikan senyawa nitrogen anorganik berupa N-NH3 / N-N&+ (amonidamonium) yang merupakan salah satu senyawa toksik (Boyd 1990).

Beberapa upaya pengelolaan perairan yang umumnya banyak dilakukan para petani tambak, antara lain teknik sedimentasi dengan menggunakan kolam tandon air untuk menyimpan air sebelum air diukkan kedalam tambak, pemakaian kincir air untuk meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut dan penggunaan bahan kimia (antara lam saponin dan antibiotik) untuk mengantisipasi hama dan penyakit. Namun upaya-upaya tersebut belum memberikan hasil yang optimal. Salah satu upaya alternatif yang terus dikaji dan dikembangkan ialah teknik bioremediasi, teknik ini merupakan pendekatan biologis dalam pengelolaan kualitas air tarnbak dengan memanfaatkan aktivitas bakteri dalam merombak bahan organik dalam sistem perairan budidaya. Beberapa jenis atau kelompok bakteri diketahui mampu melakukan proses perombakan (dekomposisi) senyawa-senyawa metabolit toksik, dan dapat dikembangkan sebagai bakteri agen bioremediasi untuk pengendalian kualitas air. Jenis atau kelompok bakteri tersebut antara lain bakteri nitrifkasi, bakteri sulfur (pereduksi sulfit), dan

bakteri pengoksidasi amonia. Kelompok atau jenis bakteri tersebut perlu dikondisikan agar lebih aktif dalam membantu proses perombakan, sehingga dapat mengelimilasi senyawa-senyawa toksik tersebut dari dalam sistem perairan (Garno. S. Y. 2004).

Tingginya kadar amonia di dalam air dapat menyebabkan racun bagi hewan akuatik, tetapi amonia tersebut dapat digunakan sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan tumbuhan air maupun metabolisme pada bakteri. Detoksifikasi kontaminan bisa dengan cara transformasi senyawa dari senyawa toksik menjadi senyawa non toksik atau dengan cara degradasi kontaminan menjadi karbon dioksida dan air. Proses biologi yang terjadi merupakan proses pemulihan komponen lingkungan secara biologis (Backer dan Herson, 1994) dengan cara mengekslopitasi kemampuan katalitik sifat organismeuntuk meningkatkan laju perombakan suatu polutan ( Sheehan, 1997). Dalam teknik bioremediasi ada dua tujuan utama dalam penanggulangan lingkungan yang tercemar oleh senyawa hidrokarbon yaitu transformasi senyawa toksin menjadi senyawa non toksin dan Membuat akumulasi antrophogenik lebih cepat memasuki siklus biogeokimia alami. Bioremediasi merupakan proses biologi secara alami yang aplikasinya merupakan proses mikrobilogi yang menyebabkan terjadinya terjadinya pemutusan senyawa dari senyawa komplek menjadi senyawa sederhana dan mengakibatkan perubahan sifat polutan dari bersifattoksik menjadi non toksik. Pada proses bioremediasi ada beberapa persyaratan supaya bioremediasi dapat berjalan dengan sukses, adapun kriteria menurut (Siahaan, N.H.T 2004) adalah adanya populasi mikroba, yaitu mikroba yang dapat mendegradasi polutan serta terdapatnya sumber energi dan sumber karbon yang bisa digunakan sebagai sumber energi dengan melepaskan elektron selama transformasi dan juga digunakan oleh sel mikroba tersebut. Praktikum ini bertujuan mampu memahami dan mempelajari cara pemanfaatan bakteri sebagai agen untuk perbaikan kualitas air.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 10-17 Desember 2014 di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan (BDP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah akuarium, aerator, pH meter, DO meter dan alat pengukur TAN. Sedangkan bahannya yaitu EM4.

METODE KERJA

Persiapan Wadah

Pelaksanaan persiapan wadah mencangkup beberapa tahap yaitu persiapan akuarium dan penambahan EM4. Tahap pertama yaitu pembersihan akuarium, akuarium dicuci hingga bersih dan dibilas dengan air. Selanjutnya akuarium diisi dengan air sebanyak ¾ tinggi akuarium. Selanjutnya dilakukan penambahan EM4 pada masing-masing akuarium sebanyak 8 μL, 9 μL, 10 μL, 11 μL, 12 μL. Uji Parameter Kualitas Air Suhu

Suhu diukur dengan menggunakan termometer. Termometer dicelupkan pada akuarium yang berisi air. Setelah suhu terlihat pada termometer dan tidak berubah lagi, suhu kemudian dicatatat. pH

pH diukur dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunkan pH terlebih dahulu dikalibrasi pada cairan yang telah disediakan dengan pH tertentu. Setelah itu, bilas dan pH meter dimasukan pada cairan sampel yang akan diukur. Probe akan membaca dan akhirnya pH akan terukur. Probe dibilas kembali probe dan celupkan pada cairan buffer. DO

DO diukur dengan menggunakan DO meter. Prinsip penggunaan sama seperti pH meter. Mula mula alat dikalibrasi setelah itu

dicelup dan diputar-putar pada air sampel. Setelah angka pada layar menunjukan gerakan yang stabil. Barulah hasil pengukurannya dicatat. TAN

TAN diukur dengan menggunakan metode Chlorox-Penate. Mula mula cairan sampel diambil sebanyak 10 ml. Kemudian ditambahkan 1 tetes MnSO4. Kemudian ditambahkan 0,5 Clorox, dan 0,6 Penate. lalu diamkan selama 10 menit dan kemudian air sampel dimasukan pada alat spektofotometer dengan panjang gelombang 630 nm. Nitrit

Sampel dibawa dari air akurium dimasukan ke dalam botol sampel tanpa bubling diambil sebanyak sebanyak 10 ml, kemudian sampel ditetesi dengan sulfamilamid sebanyak 4 tetes, lalu ditetesi kembali dengan NED sebanyak 4 tetes, kemudian sampel didiamkan selama 10 menit. Terakhir setelah 10 menit dilakukan spektrofotometer dengan absorbansi 543 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Berikut ini merupakan grafik

pengukuran suhu

Gambar 1 Pengukuran suhu Berdasarkan Gambar diatas dapat diketahui bahwa pada pengukuran pertama (h0) suhu untuk semua perlakuan sama dan stabil yaitu 26,50C. Begitu juga untuk pengukuran h4 dan h7 menunjukkan suhu yang sama untuk semua perlakuan yaitu 250C.

Berikut ini merupakan grafik pengukuran DO (Dissolve Oxygen)

Gambar 2. Pengukuran DO Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa DO pada pengukuran pertama sama untuk semua perlakuan yaitu berada pada 6,7 mg/l. Sedangkan untuk pengukuran h4 berbeda-beda untuk masing-masing perlakuan. Perlakuan kelompok 1-5 dan kontrol masing masing 3,5 mg/l, 6,9 mg/l, 5,1 mg/l, 8 mg/l, 5 mg/l, 5mg/l, 4,5 mg/l. Hasil pengukuran DO h7 untuk masing-masing perlakuan yaitu 6,1 mg/l, 5,8 mg/l, 6,7 mg/l, 6,5 mg/l, 6,8 mg/l, 6,4 mg/l.

Berikut ini merupakan grafik pengukuran pH

Gambar 3. Pengukuran pH Berdasarkan Gambar 3. diketahui bahwa nilai pH pada pengukuran h0 untuk masing-masing perlakuan semua sama yaitu 6,68. Sedangkan untuk h4 nilai pH masing-masing perlakuan berbeda yaitu 7.42, 7.43, 6.85, 7.48,7.05, 7.3. Untuk pengukuran h7 yaitu 4.75, 7.39, 6.93, 7.41, 7.3, 7.14.

Berikut ini merupakan grafik pengukuran TAN

Gambar 4. Pengukuran TAN Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa nilai TAN untuk pengukuran pertama (h0) sama untuk semua perlakuan yaitu 0,14 ppm. Sedangkan untuk nilai TAN pada pengukuran h4 berbeda-beda untuk masing-masing perlakuan yaitu 1,19 ppm, 0,57 ppm, 0,53 ppm, 0,8 ppm, 0,69 ppm, 1,01 ppm. Untuk perlakuan h7 yaitu 1,527 ppm, 0,209 ppm, 0,751 ppm,0,519 ppm, 0,596 ppm, 1,062 ppm.

Berikut ini merupakan grafik pengukuran nitrit

Gambar 5. Pengukuran Nitrit Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa untuk pengukuran h0 nilai nitrit untuk semua perlakuan sama yaitu 0,01 ppm. Sedangkan untukpengukuran h4 nilai TAN berbeda-beda untuk masing-masing perlakuan yaitu 0,45 ppm, 0,56 ppm, 0,63 ppm, 0,48 ppm, 0,56 ppm, 0,65 ppm. Untuk pengukuran h7 berbeda pula untuk tiap perlakuan yaitu 1,206 ppm, 0,496 ppm, 0,549 ppm, 0,943 ppm, 0,614 ppm, 1,166 ppm.

Berikut ini merupakan grafik pengukuran nitrat

Gambar 6. Pengukurat Nitrat Berdasarkan gambar diatas diketahui nilai nitrat untuk pengukuran h0 yaitu sama untuk semua perlakuan yaitu 0,22 ppm,

sedangkan untuk pengukuran h4 nilai nitrat untuk masing-masing perlakuan berbeda-beda yaitu 3,36 ppm, 2,09 ppm, 2,14 ppm, 4,7 ppm, 2,13 ppm, 1,98 ppm. Untuk pengukuran pada h7 nilai nitrit untuk masing-masing perlakuan yaitu 2,213 ppm, 1,864 ppm, 1,786 ppm, 1,98 ppm, 2,29 ppm, 2,329 ppm.

Pembahasan

Bioremediasi ialah pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme Laju degradasi mikroba terhadap logam berat tergantung pada beberapa faktor, yaitu aktivitas mikroba, nutrisi, derajat keasaman dan faktor lingkungan.

Bioremidiasi memiliki beberapa jenis, salah satunya adalah 1) Biostimulasi yaitu pemanfaatan Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, yang ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut. 2) Bioaugmentasi yaitu mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Bakteri yang digunakan bakteri komersil. 3) Bioremediasi Intrinsik yaitu bioremediasi yang terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar. 4) Bioremidiasi ekstrinsik yaitu pemanfaatan bakteri yang dimasukkan dari luar wadah budidaya. 5) Fitoremidiasi yaitu pemanfaatan tanaman untuk memperbaiki kualitas air yang tercemar (Hardiani dkk 2011).

Teknologi EM (Evective Microorganism) dapat digunakan dalam bidang pertanian, peternakan, perikanan, lingkungan, kesehatan, dan industri. EM merupakan campuran mikroornagisme bermanfaat yang terdiri dari lima kelompok, 10 Genius 80 Spesies dan setelah di lahan 125 spesies. EM berupa larutan coklat dengan pH 3,5-4,0. Terdiri dari mikroorganisme aerob dan anaerob. Meski berbeda dalammemberikan ultiple seffect yang secara dramatis meningkatkan mikro flora tanah. Bahan terlarut seperti asam

amino, sacharida, alkohol dapat diserap langsung oleh akar tanaman.

Kandungan EM terdiri dari bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, actinomicetes, ragi dan jamur fermentasi. Bakteri fotosintetik membentuk zat-zat bermanfaat yang menghasilkan asam amino, asam nukleat dan zat-zat bioaktif yang berasal dari gas berbahaya dan berfungsi untuk meningikat nitrogen dari udara. Bakteri asam laktat, percepat perombakan bahan organik, lignin dan cellulose, dan menekankan pethogen dengan asam laktat yang dihasilkan (Horison 2011) EM4 perikanan dan tambak dapat berfungsi sebagai penigketan pertahanan tubuh udang/ikan (SR), pertumbuhan dan size ikan/udang, eningkatkan pertumbuhan dan size ikan/udang GR, Meningkatkan imunostimulan / daya tahan ikan/udang, meningkatkan daya tahan tubuh ikan/udang sehingga mengurangi penggunaan Antibiotik, efisiensi energi dan pengelolaan kualitas air, memfermentasi sisa pakan, kotoran, cangkang udang di dasar tambak, meningkatkan oksigen terlarut (DO) dan air menjadi bersih sehingga tidak diperlukan penggantian air berulang-ulang, menguraikan gas-gas amoniak, metan dan hydrogen sulfide, mempertahankan kualitas lingkungan, aman dan ramah lingkungan. Penggunaan Em4 pada perikanan dan tambak udang dapat diaplikasikan pada saat pengolahan tanah dasar tambak atau pada masa pemeliharaan.

Menurut Kadarwati et al. (1994) mikroorganisme yang banyak hidup dan berperan dilingkungan hidrokarbon minyak bumi sebagian besar adalah bakteri. Bakteri yang sesuai harus mempunyai kemampuan fisiologi dan metabolic untuk mendegradasi bahan pencemar. Menurut Connel dan Miller (1995) bakteri mampu beradaptasi pada lingkungan hidrokarbon memalui beberapa cara yaitu 1) pembentukan bagian hidrofobik pada dinding sel sehingga meningkatkan afinitas sel terhadap hidrokarbon. 2) dihasilkannya surfaktan ekstraselular yang dapat meningkatkan kelarutan hidrokarbon dan 3) modifikasi intraselular membrane sitoplasmik yang dapat mengurangi toksisitas hidrokarbon terhadap bakteri. Dalam beberapa hal, lingkungan yang akan

dilakukan bioremediasi sudah terdapat bakteri indigenous yang lebih sesuai.

Air merupakan lingkungan yang tak dapat terlepas dari kehidupan ikan. Ikan akan selalu hidup berdampingan dengan lingkungan dan patogen. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan adalah faktor biologis, fisika dan kimia. Faktor fisika yang diamati adalah suhu, faktor kimia yang diamati adalah pH, TAN, nitrat dan faktor biologi yang diamati adalah DO. Suhu adalah salah satu parameter fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang diterima suatu bahan. Kisaran suhu yang optimal untuk kelangsungan hidup ikan adalah 28oC-32oC. Kisaran kedua, suhu yang baik untuk budidaya ikan Nila yaitu 25-30oC (Monalisa dan Infa 2010)

Berdasarkan Gambar 1. dapat diketahui bahwa pada pengukuran pertama (h0) suhu untuk semua perlakuan sama dan stabil yaitu 26,50C. Begitu juga untuk pengukuran h4 dan h7 menunjukkan suhu yang sama untuk semua perlakuan yaitu 250C. Bila dibandingkan dengan literatur kisaran yang diperoleh pada hari pertama hingga hari ke 7 sama sekali tidak masuk kedalam kriteria suhu yang optimal bagi ikan yaitu 28-32oC. Namun, kedua kisaran tersebut masuk kedalam kisaran suhu yang baik bagi ikan nila yaitu 25-30oC. Variasi suhu secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap berbagai aktivitas metabolisme dari organisme yang ada di dalam perairan. Suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti intensitas cahaya yang tiba di permukaan perairan, keadaan cuaca, awan dan oproses pengadukan. Suhu yang optimal akan mampu mempengaruhi pertumbuhan ikan (Maniagasi, Sipriana dan Yoppy 2013) DO adalah salah satu parameter kimia yang digunakan untuk menghitung berapa kadar suatu oksigen terlarut yang digunakan organisme akuatik untuk beraktivitas di dalam suatu perairan. Berdasarkan Gambar 2. diketahui bahwa DO pada pengukuran pertama sama untuk semua perlakuan yaitu berada pada 6,7 mg/l. Sedangkan untuk pengukuran h4 berbeda-beda untuk masing-masing perlakuan. Perlakuan kelompok 1-5 dan

kontrol masing masing 3,5 mg/l, 6,9 mg/l, 5,1 mg/l, 8 mg/l, 5 mg/l, 5mg/l, 4,5 mg/l. Hanya kelompok 4 dan 2 yang memperlihatkan kenaikan DO pada hari ke empat. Namun pada hari ke 7 DO menjadi stabil lagi yaitu 6,1 mg/l, 5,8 mg/l, 6,7 mg/l, 6,5 mg/l, 6,8 mg/l, 6,4 mg/l. Menurut Monalisa dan Infa (2010), konsentrasi yang baik bagi kehidupan ikan ialah 5 ppm. Lebih lengkapnya kadar oksigen dalam yang baik untuk budidaya berkisar antara 5-7 ppm. Bila dibandingkan dengan literatur, kisaran suhu yang tidak sesuai adalah kelompok 5 pada hari ke 4. Selain dari itu semua menunjukan kondisi yang optimal hingga akhir pemeliharaan. DO adalah faktor yang sangat penting untuk menentukan kelangsungan hidup ikan. Menururt Monalisa dan Infa (2010), pernafasan ikan akan terganggu bila oksigen dalam perairan berkurang. Nilai DO yang berada pada kisaran 4ppm ikan akan tetap melangsungakan hidupnya namun nafsu makan akan menurun. Meskipun ada yang mampu bertahan pada DO 3 ppm akan tetapi ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. pH adalah salah satu faktor kimia yang mengukur tentang derajat keasaman suatu bahan. Menurut Monalisa dan Infa 2010, ikan akan mengalami pertumbuhan yang optimal pada pH 6,5. Berdasarkan Gambar 3. diketahui bahwa nilai pH pada pengukuran h0 untuk masing-masing perlakuan semua sama yaitu 6,68. Sedangkan untuk h4 nilai pH masing-masing perlakuan berbeda yaitu 7.42, 7.43, 6.85, 7.48,7.05, 7.3. Untuk pengukuran h7 yaitu 4.75, 7.39, 6.93, 7.41, 7.3, 7.14. Bila dibandingkan dengan literatur baik pH awal yaitu 6,68 hingga pH akhir ynag cukup stabil dan masuk kedalam kriteria pH yang optimal dalam budidaya yaitu 6,5 -9,0. Saat kondisi pH mencapai nilai 5 makan ikan masih dapat mentolelir namun pertumbuhannya akan terhambat. Ikan akan mengalami pertumbuhan yang optimal pada pH 6,5 hingga 9. pH yang baik untuk budidaya ikan nila itu sendiri adalah 6-8,5 dengan kisaran optimum 7-8. Dengan demikian pH pada kelompok 1 hingga 5 dan kontrol semuanya berada pada kisaran yang aman (Monalisa dan Infa 2010)

TAN adalah suatu parameter kimia yang digunakan untuk melihat total amoniak yang terdapat di dalam suatu perairan. Sumber dari TAN itu sendiri umumnya merupakan hasil dari metabolisme ikan yang berupa kotoran padat (feces) dan terlarut ( amonia ), dan dikeluarkan melewati anus, ginjal dan jaringan insang. Pada saat feces menyentuh perairan bahan organik dengan protein yang tinggi diuraikan menjadi polypeptida, asam-asam amino dan pada akhirnya amoniak. Semakin tinggi nilai konsentrasi oksigen, pH dan suhu maka makin tinggi pula konsentrarasi NH3. Kadar yang baik bagi kelangsungan hidup ikan adalah kurang dari 1 ppm.

Berdasarkan Gambar 4. diketahui bahwa nilai TAN untuk pengukuran pertama (h0) sama untuk semua perlakuan yaitu 0,14 ppm. Sedangkan untuk nilai TAN pada pengukuran h4 berbeda-beda untuk masing-masing perlakuan yaitu 1,19 ppm, 0,57 ppm, 0,53 ppm, 0,8 ppm, 0,69 ppm, 1,01 ppm. Untuk perlakuan h7 yaitu 1,527 ppm, 0,209 ppm, 0,751 ppm,0,519 ppm, 0,596 ppm, 1,062 ppm. Hal ini menunjukan adanya peningkatan TAN pada semua perlakuan mulai dari hari 1 ke hari ke 7. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya sisa-sisa pakan yang tak termakan oleh ikan uji selama penelitian dan kotoran yang dihasilkan tidak tersifon dengan baik. Kelompok yang memiliki kadar yang sesuai untuk TAN adalah 2, 3, 4 , 5 karena dari awal sampai akhir menunjukan nilai yang kurang dari 1. Kadar nitrit yang memenuhi standar baku adalah 0,06 mg/L. Kadar nitrit yang tinggi dapat disebabkan oleh banyak faktor yaitu pada saat pengambilan air kondisi akuarium sedang terjadi proses penumpukan pada titik dimana air sample diambil. Meningkatnya kadar nitrit berkaitan erat dengan bahan organik. Selain itu Nitrit juga dipengaruhi oleh kadar suhu pada suatu perairan. Oksigen digunakan untuk mengubah senyawa nitrat menjadi nitrit (Hendrawati, Tri dan Nuni 2008).

Berdasarkan Gambar 5. diketahui bahwa untuk pengukuran h0 nilai nitrit untuk semua perlakuan sama yaitu 0,01 ppm. Sedangkan untukpengukuran h4 nilai TAN berbeda-beda untuk masing-masing perlakuan yaitu 0,45 ppm, 0,56 ppm, 0,63

ppm, 0,48 ppm, 0,56 ppm, 0,65 ppm. Untuk pengukuran h7 berbeda pula untuk tiap perlakuan yaitu 1,206 ppm, 0,496 ppm, 0,549 ppm, 0,943 ppm, 0,614 ppm, 1,166 ppm. Bila dibandingkan dengan literatur kadar awal pemeliharaan kadarnya masih sesuai dengan standar baku yaitu 0,06 mg/L. Namun setelah hari ke 4 dan ke 7 semua nilai pengukuran menunjukan nilai yang tidak sesuai dengan batas toleransi. Menurut Hendrawati, Tri dan Nuni (2008), senyawa nitrit akan menyebabkan menurunnya kemampuan darah suatu organisme untuk mengikat oksigen. Hal ini disebabkan oleh kadar nitrit yang mampu mengikat kuat dengan hemoglobin yang kemudian akan mengakibatkan kematian ikan. Tingginya senyawa amoniak dan nitrit akan mengakibatkan proses pengeluaran senyawa nitrit dan amoniak di dalam tubuh ikan, sehingga akan terakumulasi di dalam tubuh ikan. Nitrat merupakan senyawa metabolik yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup ikan. Keberadaannya dapat memacu ledakkan pertumbuhan algae di suatu perairan (algae bloom). Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan dan merupakan nutrien utama utnuk pertumbuhan algae. Nitrat mudah sekali larut dalam perairan. Berdasarkan Gambar 6. diketahui nilai nitrat untuk pengukuran h0 yaitu sama untuk semua perlakuan yaitu 0,22 ppm, sedangkan untuk pengukuran h4 nilai nitrat untuk masing-masing perlakuan berbeda-beda yaitu 3,36 ppm, 2,09 ppm, 2,14 ppm, 4,7 ppm, 2,13 ppm, 1,98 ppm. Untuk pengukuran pada h7 nilai nitrit untuk masing-masing perlakuan yaitu 2,213 ppm, 1,864 ppm, 1,786 ppm, 1,98 ppm, 2,29 ppm, 2,329 ppm. Bila dibandingkan dengan standar baku nitrat mengenai keberadaanya di perairan adalah 30 mg/L. Hal ini menunjukan bahwa semua perlakuan dan kontrol masuk dalam kondisi aman. Dalam kondisi perairan yang sebenarnya, peningkatan seperti pada hari awal sampai hari ke 7 itu dapat terjadi karena masuknya limbah domestik atau pertanian (pemupukan pertanian) yang banyak mengandung nitrat.

Menurut Kordi (2004), Oksigen (O2) merupakan salah satu faktor pembatas sehingga apabila ketersediaannya

dalam perairan tidak mencukupi kebutuhan organisme yang ada, maka segala aktivitas organisme tersebut akan terhambat. Kadar oksigen yang terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan semakin kecil atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin sedikit. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah. semakin banyak banyak bakteri komersil yang terdapat diperairan akan meningkatkan kadar co2 yang akan dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis, sehingga oksigen terlarut diperairan tersebut akan meningkat akibat hasil fotosintesis.

Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa pemberian kadar EM4 yang terbaik yaitu pada dosis 9 μL, karena pada dosis tersebut menunjukkan bahwa pH dari h0-h7 berkisar 6-8 hal ini sesuai dengan pendapat Sari (2009), bahwa Ph yang baik diperairan yaitu tidak lebih dari 9 dan tingkat pH lebih kecil dari 4, 8 dan lebih besar dari 9, 2 sudah dapat dianggap tercemar. pada dosis terseburt juga diperoleh kadar amoniak, yaitu tidak lebih dari 0,6 ppm dari pengukuran pertama sampai terakhir. Hal ini juga didukung oleh Asdak (2007), yang menyatakan bahwa Kadar amonia optimum untuk budidaya ikan adalah dibawah 1,4 ppm. Suhu yang diperoleh pada perlakuan ini berkisar antara 25 C – 26.5 C. Menurut Asdak (2007) bahwa Secara umum suhu air 25-32 0 C baik untuk budidaya ikan.

KESIMPULAN

Bioremediasi merupakan salah satu teknik bioteknologi lingkungan untuk memperbaiki pencemaran lingkungan dengan cara biologi atau pemanfaatan bakteri. Hasil yang didapat bahwa penggunaan EM4 dengan dosis 9 μL baik untuk perairan.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak. 2007. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Boyd, c. E. And t. Ahmad. 1987. Evaluation of Aeratorsfor Channel Catfzsh Farming. Ala Agr. Exp. Sta., Auburn Univ., Ala., Bull. 584. 52 p.

Connel, D. W. dan Miller, G. J. 1995. Kimia dan Otoksikologi Pencemaran. Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia.

Garno. S. Y. 2004. Biomanipulasi. Paradigma Baru dalum Pengendalian Limbah Organik pada Budidaya Perikanan di Waduk dun Tambak Orasi Ilmiah Ahli Peneliti Utama. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta. 58 hal.

Gunalan, d. E. A. 1993. Penerapan Bioremediasi untuk Melenyapkan Polutan Organik dari Lingkungan. Makalah Diskusi Panel. Kongres Nasional Perhimpunan Miobiologi Indonesia, Surabaya 2-4 Desember 1993. Univ. Erlangga. 13 hal.

Hardiani, dkk. 2011. Bioremediasi Logam Timbal (Pb) dalam Tanah Terkontaminasi Limbah Sludge Industri Kertas Proses Deinking. Jurnal Selulosa. Vol 1 (1): 31 –41.

Hendrawati, Tri HP, Nuni NR. 2008. Analisis Kadar Phosfat dan N-Nitrogen (Amonia, Nitrat, Nitrit) pada Tambak Air Payau akibat Rembesan Lumpur Lapindo di Sidoardjo, Jawa Timur. Artikel Ilmiah. Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Horison. 20111. Menakar komposisi Kandungan EM4 [terhubung berkala] http://www.wattpad.com/311953-menakar-komposisi-kandungan-em4 (14 Desember 2014).

Kadarwati S, et al. 1994. Aktifitas mikroba dalam transformasi substansi di lingkungan situs hidrokarbon. Lembaran publikasi Lemigas, Jakarta 2:28-38.

Kordi, K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT Rineka Cipta dan PT Bina Aksara.Jakarta.

Maniagasi R, Sipriana ST, Yoppy M. 2013. Analisis kualitas fisika kimia air di area budidaya ikan Danau Tondano

Provinsi Sulawesi Utara. Budidaya Perairan. Vol.1 No.2 29-37

Monalisa SS, dan Infa M. 2010. Kualitas Air yang mempengaruhi Pertumbuhan ikan nila (Oreocromis niloticus) di Kolam Beton dan Terpal. Journal of Tropical Fisheries.5 (2) :526-530.

Sary. 2006. Bahan Kuliah Manajemen Kualitas Air. Politehnik vedca. Cianjur.

Sheehan, D. 1997. Bioremediation Protocol. Humana Press. Totowa. New Jersey.

Siahaan, N.H.T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Erlangga. Jakarta.

Wididana, GN. 2011.Pemanfaatan Teknologi (Effective Microorganisms) Untuk Budidaya Udang [terhubung berkala] http://em4indonesia.com/pemanfaatan-teknologi-effective-microorganisms-untuk-budidaya-udang-oleh-g-n-wididana (14 Desember 2014).

LAMPIRAN