36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan tidak lepas dari peran seorang guru. Peran guru sangat dibutuhkan dalam program pendidikan kita, karena tanpa guru siapa yang akan mengajar anak-anak di sekolah. Menjadi seorang guru adalah profesi yang tidak mudah. Banyak yang belum kita ketahui tentang bagaimana menjadi seorang guru. Sebagai calon guru kita harus tahu bagaimana menjadi guru yang profesional dan juga syarat-syarat menjadi seorang guru profesional. Namun terlebih dahulu kita harus tahu tentang pengertian profesi keguruan tersebut. Selain itu kita harus tahu tentang kode etik profesi keguruan seperti apa dan organisasi apa saja yang menjadi wadah perkumpulan guru-guru di Indonesia. Jika kita ingin menjadi seorang guru yang benar- benar ingin profesional kita harus memiliki sikap yang profesinal untuk menjadi seorang guru serta saran-saran untuk menjadi guru yang profesional tersebut sampai dengan pengembangan menjadi guru yang profesional agar nantinya kita menjadi guru yang benar-benar menggunakan profesi tersebut secara baik sesuai dengan aturan yang berlaku. Untuk itulah kami membuat makalah ini agar menjadi bahan kajian kita semua sebagai calon guru dimasa depan yang memiliki sikap dan perilaku yang benar-benar mencerminkan seorang tenaga pengajar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak dikaji adalah: 1. Apa pengertian dan syarat-syarat profesi keguruan? 2. Bagaimana kode etik profesi keguruan?

MAKALAH PROFESI KEGURUAN 4

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan tidak lepas dari peran seorang guru. Peran

guru sangat dibutuhkan dalam program pendidikan kita, karena

tanpa guru siapa yang akan mengajar anak-anak di sekolah.

Menjadi seorang guru adalah profesi yang tidak mudah. Banyak

yang belum kita ketahui tentang bagaimana menjadi seorang

guru. Sebagai calon guru kita harus tahu bagaimana menjadi

guru yang profesional dan juga syarat-syarat menjadi seorang

guru profesional. Namun terlebih dahulu kita harus tahu

tentang pengertian profesi keguruan tersebut. Selain itu kita

harus tahu tentang kode etik profesi keguruan seperti apa dan

organisasi apa saja yang menjadi wadah perkumpulan guru-guru

di Indonesia. Jika kita ingin menjadi seorang guru yang benar-

benar ingin profesional kita harus memiliki sikap yang

profesinal untuk menjadi seorang guru serta saran-saran untuk

menjadi guru yang profesional tersebut sampai dengan

pengembangan menjadi guru yang profesional agar nantinya kita

menjadi guru yang benar-benar menggunakan profesi tersebut

secara baik sesuai dengan aturan yang berlaku.

Untuk itulah kami membuat makalah ini agar menjadi bahan

kajian kita semua sebagai calon guru dimasa depan yang

memiliki sikap dan perilaku yang benar-benar mencerminkan

seorang tenaga pengajar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka

permasalahan yang hendak dikaji adalah:

1. Apa pengertian dan syarat-syarat profesi keguruan?

2. Bagaimana kode etik profesi keguruan?

3. Apa saja organisasi profesional keguruan?

4. Apa pengertian sikap profesional keguruan?

5. Apa saja saran sikap profesional?

6. Bagaimana pengembangan sikap profesional?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Syarat-Syarat Profesi

1. Pengertian Profesi

Menurut Ornstein dan Levine (1984) menyatakan profesi itu

adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi dibawah

ini:

a. Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan

sepanjang hayat ( tidak berganti-ganti pekerjaan).

b. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar

jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat

melakukannya).

c. Menggunakan hsil penelitian dan aplikasi dari teori ke

praktek.

d. Memerlukan pelatihan khusus.

e. Mempunyai persyaratan masuk.

f. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja

tertentu.

g. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil,

tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi

dan mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.

h. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dank klien.

i. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya.

j. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi

sendiri.

k. Mempunyai asosiasi profesi.

l. Mempunyai kode etik.

m. Mempuyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan

anggotanya.

n. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi. (Ornstein

dan Levine,1984).

Menurut Sanusi et al (1991) mengutarakan ciri-ciri utama suatu

profesi itu sebagai berikut :

a. Suatu jabatan yang memiliki fungdi dan signifikansi sosial

yang menentukan (crusial).

b. Jabatan yang menuntut keahlian dan keterampilan tertentu.

c. Keterampilan/keahlian yang di tuntut jabatan itu, didapat

melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode

ilmiah.

d. Jabatan itu berdasarkan pada disiplin ilmu yang jelas,

sistematik, ekspilisit, yang bukan sekedar pendapat umum.

e. Jabatan itu memerlukan pendidikan perguruan tinggi yang

waktunya cukup lama.

f. Proses pendidikan untuk jabatan juga merupakan aplikasi dan

sosialisasi nilai-nilai profesional.

g. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, anggota

profesi berpegang teguh pada kode etik yang di control oleh

organisasi profesi.

h. Mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap

permasalahn profesi yang dihadapinya.

i. Dalam praktek melayani masyarakat anggota profesi otonom

dan bebas dari campur tangan orang luar.

j. Jabatan ini mempunyai pretise yang tinggi dalam masyarakat.

( Sanusi et al, 1991)

• “Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu peryataan atau

janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada

suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang

tersebut merasa untuk menjabat pekerjaan itu”.(buku MATERI

POKOK PROFESI KEGURUAN I, PGSM3904/2 SKS/MODUL 1-6, Jakarta

1997/1998).

• Jika ditelaah, pengertian tersebut mengandung beberapa hal

yakni, bahwa profesi itu merupakan pernyataan atau janji

terbuka; profesi itu mengandung unsur pengabdian; dan profesi

adalah suatu jabatan atau pekerjaan. (buku MATERI POKOK

PROFESI KEGURUAN I, PGSM3904/2 SKS/MODUL 1-6, Jakarta

1997/1998).

• Profesi merupakan pernyataan atau janji terbuka, maksudnya,

bahwa pernyataan atau janji yang dinyatakannya (oleh seorang

profesional) tidak sama dengan suatu janji atau pernyataan

yang dikemukakan oleh seorang yang bukan profesional. (buku

MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I, PGSM3904/2 SKS/MODUL 1-6,

Jakarta 1997/1998).

• Profesi adalah suatu pekerjaanyang memerlukan pengetahuan

dan keterampilan yang berkualifikasi tinggi dalam melayani

atau mengabdi kepentingan umum untuk mencapai kesejahteraan

insani. (BUKU MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I, PGSM3904/2

SKS/MODUL 1-6, Jakarta 1997/1998).

• Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut

keahlian (expertise) dari para anggotanya.(BUKU MATERI POKOK

PROFESI KEGURUAN I, MKDK4304/2 SKS/MODUL 1-6, 2003).

• Profesi adalah wewenang praktek suatu kejuruan yang bersifat

pelayanan pada kemanusiaan secara intelektual spesifik yang

sangat tinggi, yang didukung oleh penguasaan pengetahuan

keahlian serta seperangkat sikap dan keterampilan teknik, yang

diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusuh, yang

penyelenggaraannya dilimpahkan kepada lembaga pendididkan

tinggi, yang bersama memberikan izin praktek atau penolakan

praktek dan kelayakan praktek dilindungi oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku, baik yang diawasi langsung

oleh Pemerintah maupun asosiasi profesi yang bersangkutan.

(Encyclopedia of Social Sciences) (BUKU MATERI POKOK PROFESI

KEGURUAN I, MKDK4304/2 SKS/MODUL 1-6, 2003)..

• Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan

tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan

teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. (BUKU MATERI

POKOK PROFESI KEGURUAN I, MKDK4304/2 SKS/MODUL 1-6, 2003)

2. Pengertian dan Syarat-Syarat Profesi Keguruan

National Education Association (NEA) (1948) menyarankan

kriteria khusus jabatan guru sebagai berikut:

a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.

Mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat

didominasi kegiatan intelektual. Kegiatan-kegiatan yang

dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari

semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itumengajar

seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnet

dan Huggett,1963).

b. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus

Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang

membangun keahlian mereka dengan melindungi masyarakat dari

penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok

tertentu yang ingin mencari keuntungan. Namun, belum ada

kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari

pendidikan (education) atau keguruan (teaching) (Ornstein and

Levine,1984).

Menurut Stinnett and Huggett (1963) menurut kelompok pertama

mengajar adalah suatu sains (science), sementara kelompok

kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art)

(Stinnett and Huggett,1963). Namun, dalam karangan-karangan

yang ditulis dalam Encyclopedia of Educational Researches,

misalnya terdapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah

secara intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya.

Sebaliknya Sanusi et al berpendapat bahwa ilmu pendidikan

sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya tidak jelas,

batas-batasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge

samar-samar ( sanusi et al ., 1991).

Ilmu penegetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu

pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dpat dibimbing langsung

dengan peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan

metodologi yang jelas. Ilmu yang terpakai dalam dunia nyata

pengajaran masih banyak yang banyak belum teruji validasinya

dan yang disetujui sebagaian besar ahlinya (Gideonse,1982 dan

Woodring 1983).

c. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.

Yang membedakan jabatan profesional dengan non-profesional

antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui

kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/institut atau

melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campur

pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui

perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional,

sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman

praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah di

peruntukkan bagi jabatan yang non-profesional (Ornstein dan

Levine,1984).

d. Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang

bersinambungan.

Jabatan guru cenderung menunjukan bukti yang kuat sebagai

jabatan profesional, karena melakukan berbagai kegiatan

latihan profesional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit

maupun tanpa kredit.

e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang

permanen.

Syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan titik

yang paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan

profesional

f. Jabatan yang menentukan baku ( standarnya ) sendiri

Menurut Ornstein dan Levine (1984) mengungkapkan pengawasan

luar adalah musuh alam dari profesi, karena membatasi

kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar

(Ornstein dan Levine,1984).

Peter Blau dan W. Richard Scott (1965: 51-52) menulis :“

Profesional service … requires that the [professional]

maintain independence of judgement and not permit the clients’

wishes as distinguished from their interests to influence his

decisions.”

Para profesional harus mempunyai pengetahuan dan kecakapan

dalam membuat penilaian, sebaliknya tidak demikian

denganklien, sebagaimana yang di ungkapkan Blau dan Scott,“

and the clients not qualified to evaluate the services he

needs.” Profesional yang membolehkan langganannya untuk

mengatakan apa yang harus dia kerjakan akan gagal dalam

memberikan layanan yang optimal (Peter Blau dan W. Richard

Scott, 1965)

g. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan

pribadi.

Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu

jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk

membantu orang lain bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi

atau keuangan. Mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah

ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah.

h. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan

terjalin erat.

Berdasarkan analisis ini tampaknya jabatan guru belum

sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai suatu profesi yang

utuh, dan bahkan banyak orang sependapat bahwa guru hanya

jabatan semiprofesional atau profesi yang baru muncul

(emerging profession) karena semua belum cirri-ciri di atas

yang dapat dipenuhi.

Menurut Amitai Etzioni (1969: p.v. ) guru adalah jabatan

semiprofesional disebabkan oleh:

” … the training [of teachers] is shotters, their status less

legitimated [low or moderate], their right to privileged

communication less established.; theirs is less of a

specialized knowledge, and they have less autonomy from

supervision or societal control than ‘the professions’…”

(Amitai Etzioni, 1969).

Robert B. Howsam et al (1976) menulis bahwa guru harus dilihat

sebagai profesi yang harus baru muncul, dan karena itu

mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan

semiprofesional, malahan mendekati status jawaban profesi

penuh (Robert B. Howsam, 1976).

Dengan adanya peraturan dari Manteri Pendidikan daan

Kebudayaan bahwa yang boleh menjadi guru yang hanya mempunyai

akta mengajar yang dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan (LPTK). Selain itu, guru diberi penghargaan oleh

pemerintah melalui Keputusan Menpan No.26 Tahun 1989, dengan

memberikan tunjangan fungsional sebagai pengajar, dan dengan

kemungkinan kenaikan pangkat yang terbuka.

Jabatan profesional sangat memperhatikan layanan yang

diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka

menjga dan meningkatkan layanan ini secara optimal serta

menjaga agar masyarakat tidak dirugikan oleh orang-orang yang

tak bertanggung jawab, tuntutan jabatan profesional harus

sangat tinggi.

Profesi keguruan mempunyai tugas utama melayani masyarakat

dalam dunia pendidikan dan profesionalisasi dalam bidang

keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha

dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan

diberikan kepada masyarakat.

Saniusi et al (1991) mengajukan enam asumsi yang melandasi

perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yakni sebagai

berikut:

1) Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan,

pengetahuan, emosi, perasaan dan dapat dikembangkan segala

potensinya;dan pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai

kemanusian yang menghargai martabat manusia.

2) Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar

dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat

olah norma-norma dan nilai-nilai baik yang secara universal,

nasional maupun local, yang merupakan acuan para pendididk,

pserta didik, dan pengelol pendidikan.

3) Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam

menjawab permaslahan pendidikan.

4) Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia,

yakni manusia mempunyai potensi yang baik untung berkembang.

Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan

potensi unggul tersebut.

5) Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, situasi yang

terjadi dalam dialog antara peserta dididk dengan pendidik,

yang memungkinka peserta didik tumbuh kearah yang dikehendaki

oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung

tinggi masyarakat.

6) Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan,

yakni menjadikan manusia sebagai manusia yang baik( dimensi

intristik), dengan misi instrumental yakni merupakan alat

untuk perubahan atau mencapai sesuatu (Sanusi at al,1991).

Syarat – Syarat profesi (BUKU MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I,

MKDK4304/2 SKS/MODUL 1-6, 2003)

1. Kompetensi Profesional, artinya ia memiliki pengetahuan

yang luas serta dalam subjek matter (bidang study) yang akan

diajarkan serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki

pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat

serta mampu menggunakan berbagai metode dalam proses belajar

mengajar. Guru pun harus memiliki pengetahuan luas tentang

landasan kependidikan dan pemahaman terhadap subjek didik

(murid).

2. Kompetensi Personal, artinya memiliki sikap kepribadian

yang mantab, sehingga mampu menjadi sumber identifikasi bagi

subjek.

3. Kompetensi Sosial, artinya ia menujukkan kemampuan

berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan

sesama teman guru, dengan kepala sekolah bahkan dengan

masyarakat luas.

4. Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya

yang berarti mengutamakan nilai kemanusiaan dari pada nilai

benda material.

3. Perkembangan Profesi Keguruan

Nasution (1987) menjelaskan dalam bukunya Sejarah Pendidikan

Indonesia dengan secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di

indonsia terutama dalam zaman kolonial Belanda, termasuk juga

sejarah profesi keguruan. Awal mulanya guru-guru diangkat dari

orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru ,

secara beangsur-asur dilengkapi dengan guru-guru yang lulus

dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di

Solo tahun 1852. Dikarenakan kebutuhan guru mendesak maka

Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru, yaitu:

1) Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang

berwenang penuh,

2) Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian

yang diadakan untuk menjadi guru,

3) Guu bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu,

4) Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang

merupakan calon guru, dan

5) Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang

berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.

Sejalan dengan pendirian sekoalah-sekolah yang lebih tinggi

tingkatnya dari sekolah umum seperti Hollands Inlandwsews

School (HIS), Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO), Hogere

Burgeschool (HBS), dan Algemene Middelbare School (AMS) maka

secara berangsur-angsur dan didirikan pula lembaga pendidikan

guru atau kursus-kursus untuk mempersiapkan guru-gurunya,

seperti Hogere Kweekschool (HKS) untuk guru HIS dan guru

kursus Hoofdacte (HA) untuk kepala sekolah (Nasution,1987).

Selangkah demi selangkah pendidikan guru meningkatkan jenjang

kualifikasi dan mutunya, sehingga saat kita hanya mempunyai

Lembaga Pendidikan Guru yang tunggal, yaitu Lembaga Pendidikan

Tenaga Kependidikan (LPTK). Di Indonesia telah ada Persatuan

Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi persatuan guru,

dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR.

Dalam sejarah pendidikan Guru Indonesia, guru mempunyai status

dan wibawa yang sangat tinggi dalam masyarakat, dan dianggap

sebagai orang serba tahu, karena peranan guru tidak hanya

mendidik anak di depan kelas tetapi tetapi mendidik masyarakat

,tempat mendidik masyarakat dan untuk tempat masyarakat

bertanya. Namun, kewibawaan guru mulai memudar seiring

kemajuan zaman , perkembangan ilmu dan teknologi, dan

kepedulian guru yang meningkat tentang imbalan atau jasa

(Sanusi et al,1991).

B. Kode Etik Profesi Keguruan

1. Pengertian Kode Etik

a) Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-

Pokok Kepegawaian

Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jela menyatakan bahwa

“Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman

sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar

kedinasan”. Bahwa, Kode Etik merupakan pedoman sikap, tingkah

laku dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup

sehari-hari.

b) Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai

Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia

merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga

PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja

sebagai guru (PGRI,1973). Kode Etik Guru Indonesia terdapat

dua unsur pokok, yaitu : (1) sebagai landasan moral, (2)

sebagai pedoman tingkah laku.

Kode Etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus

diindahkan oleh setiap anggota profesi didalam melaksanakan

tugasnya dan di dalam hidupnya di masyarakat.

2. Tujuan Kode Etik

Tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk

kepentingan anggota dan kepentinagn organisasinya. Secara umum

tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (R.

Hermawan S,1979):

a) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi

b) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan anggotanya

c) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi

d) Untuk meningkatkan mutu profesi

e) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

3. Penetapan Kode Etik

Kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan,

melaikan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk

dan atan nama anggota-anggota profesi dari organisasi

tersebut.

4. Sanksi Pelanggaran Kode Etik

Pada umumnya, kode etik adalah landasan moral dan merupakan

pedoman sikap, tingkah laku, dan pebuatan maka sanksi terhadap

pelanggaran kode etik adalah sanksi rekannya, dan sanksi yang

terberat adalah sipelanggar dikeluarkan dari organisasi

profesi.

5. Kode Etik Guru Indonesia

Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral

dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam

menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam

maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari. Maka

Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang sangat penting

untuk pembentukan sikap profesional para amggota profesi

keguruan.

Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan didalam suatu kongres yang

dihadiri oleh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari

seluruh penjuru tanah air, pertama dalam Kongres XIII di

Jakarta tahun 1973, dan kemudian di sempurnakan dalam kongres

PGRI XVI tahun 1989 dan juga di Jakarta.

C. Organisasi Profesional Keguruan

1. Fungsi Organisasi Profesional Keguruan

Jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk menyatukan gerak

langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi , yakni

organisasi profesi. Di Negara kita telah mempunyai satu wadahh

yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal

dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di Surakarta Pada

tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru

Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa

(Hermawan S.,1989).

Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap,

mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan

kesejahteraan mereka (Basuni,1986) dan Basuni meguraikan empat

misi utama PGRI, yaitu : (1) Misi politis/ideologi, (2) Misi

persatuan organisators, (3) Misi profesi, dan (4) Misi

Kesejateraan.

Kebanyakan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu

profesi biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan

peringatan ulang tahun atau kongres, baik di pusat maupun di

daerah (Sanusi et al, 1991).

2. Jenis-Jenis Organisasi Keguruan

Selain PGRI yang satu-satunya organisasi guru-guru sekolah

yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru

yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejenis

yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Organisasi ini bertujuan untuk

meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam

kelompoknya masing-masing. Ada juga Ikatan Sarjana Pendidikan

Indonesia (ISPI) yang saat ini telah mempunyyai divisi-divisi

antara lain, Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI),

Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN),

Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI) dan masih

banyak lagi.

D. Sikap Profesional Keguruan

A. Pengertian

Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di

masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa

ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat

sekelilingnya.

Berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru yang dalam

memahami,menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan

sikap profesionalnya. Dan dalam pola tingkah laku guru ini

sesuai dengan sasarannya, yakni sikap profesional keguruan

terhadap : (1) Peraturan perundang- undang, (2) Organisasi

profesi, (3) Teman sejawat, (4) Anak didik, (5) Tempat kerja,

(6) Pemimpin, dan (7) Pekerjaan.

Guru sebagai professional mempunyai citra yang baik di

masyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa ia

layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya.

Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan

guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani

atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya,

meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan

kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan

berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya

serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat

luas.

Walaupun segala prilaku guru selalu diperhatikan masyarakat,

tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus

prilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Hal ini

berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam

memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan

sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru yang berhubungan

dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya, yakni

sikap professional keguruan terhadap:

1. Peraturan perundang-undangan,

2. Organisasi profesi,

3. Teman sejawat,

4. Anak didik,

5. Tempat kerja,

6. Pemimpin,

7. Pekerjaan.

1. Konsep Dasar Sikap dan Perilaku

Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, sikap

adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui

gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan

atau suatu objek. Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan

sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi,

dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk

bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan

dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang

(dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari

sesuatu.Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap

adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian

seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan

bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan

positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.

Struktur sikap siswa terhadap konselor terdiri dari tiga

komponen yang terdiri atas: 1). Komponen kognitif, Komponen

ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan

tentang objek. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana orang

mempersepsi objek sikap. 2). Komponen afektif, Komponen

afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang

terhadap sikap. Perasaan tersebut dapat berupa rasa senang

atau tidak senang terhadap objek, rasa tidak senang merupakan

hal yang negatif.. komponen ini menunjukkan ke arah sikap

yaitu positif dan negatif. Komponen afektif menyangkut masalah

emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap

(Azwar, 2000:26), secara umum komponen afektif disamakan

dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun

pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda

perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.3. Komponen konatif,

Komponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi,

bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan

intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak

atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Komponen-

komponen tersebut di atas merupakan komponen yang membentuk

struktur sikap. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan

dan tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut

apabila seseorang menghadapi suatu objek tertentu, maka

melalui komponen kognitifnya akan terjadi persepsi pemahaman

terhadap objek sikap.

Katz (dalam Walgito, 1990:110) menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai empat fungsi, yaitu:

1. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi

manfaat.Fungsi ini berkaitan dengan sarana tujuan. Di sini

sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Orang memandang

sampai sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana

dalam mencapai tujuan. Bila objek sikap dapat membantu

seseorang dalam mencapai tujuannya, maka orang akan bersikap

positif terhadap objek sikap tersebut. Demikian sebaliknya

bila objek sikap menghambat dalam pencapaian tujuan, maka

orang akan bersikap negatif terhadap objek sikap tersebut.

Fungsi ini juga disebut fungsi manfaat, yang artinya sampai

sejauh mana manfaat objek sikap dalam mencapai tujuan. Fungsi

ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian, artinya sikap

yang diambil seseorang akan dapat menyesuaikan diri secara

baik terhadap sekitarnya.

2. Fungsi pertahanan ego, Ini merupakan sikap yang diambil

oleh seseorang demi untuk mempertahankan ego atau akunya.

Sikap diambil seseorang pada waktu orang yang bersangkutan

terancam dalam keadaan dirinya atau egonya, maka dalam keadaan

terdesak sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan

ego. 3. Fungsi ekspresi nilai. Sikap yang ada pada diri

seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan

nilai yang ada dalam dirinya. Dengan mengekspresikan diri

seseorang akan mendapatkan kepuasan dan dapat menunjukkan

keadaan dirinya. Dengan mengambil nilai sikap tertentu, akan

dapat menggambarkan sistem nilai yang ada pada individu yang

bersangkutan. 4. Fungsi pengetahuan. Fungsi ini mempunyai arti

bahwa setiap individu mempunyai dorongan untuk ingin tahu.

Bringham dalam Azwar (2000:138) menjelaskan tipe ukuran sikap

yang paling sering dipakai adalah questioner self-report yang

disebut skala sikap dan biasanya meliputi respon setuju atau

tidak dalam beberapa kelompok-kelompok. Ukuran self-report

mudah digunakan namun ukuran itu dapat memiliki sifat

kemenduaan (ambiguity) atau adanya ukuran lain. Sikap dari

skala sikap ini adalah isi pernyataan yang berupa pernyataan

langsung yang jelas tujuan ukuran atau pernyataan tidak

langsung yang kurang jelas untuk tujuan ukurannya bagi

responde

2. Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional

Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan

kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan

loka karya, bahkam melalui pendidikan formal bahkan dengan

menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun

dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak

penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu

kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki

ijazah perguruan tinggi.

Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif

dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang

mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang

melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang

seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada

tujuh kesalahan.

Kesalahan-kesalahn itu antara lain : mengambil jalan pintas

daolam pembelajaran, menunggu peserta didik nerperilaku

negatif, menggunakan destruktif disiplin, mengabaikan

kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,

merasa diri paling pandai di kelasnya, tidak adil

(diskriminatif), serta memaksakan hak peserta didik

(Mulyasa,2005:20).

Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru

yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi

tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:

kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran

peserta didik, kompetensi kepribadian adalah kemampuan

kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa

serta menjadi teladan peserta didik, kompetensi profesional

adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,

kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi

dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta

didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan

masyarakat sekitar.

Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya

akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus

yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif

berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu

timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang

memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik

buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang

kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek

sikap (Azwar, 2000: 15).Sedangkan perilaku merupakan bentuk

tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi

respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap

merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan

bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan

nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan

nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga

ditentukan faktor eksternal lainnya.

Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005,

ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap

dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari,

diantaranya: Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benar-

benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh.

Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan

budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari

pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya

menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi

pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat,

adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru

(sekolah), dan orang tua.Terkait dengan hal di atas, Hasil

temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab

kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain

adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan

oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie,

2005:62).Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis

ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang

dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini

dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal

ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin

menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk

diatasi.

Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat

mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan

pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi

peserta didik.Jika para pendidik menyadari dan memiliki

menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan

memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan

negaranya.Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah.

Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi.

Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran

diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran yang ada. Namun

realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan

hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi

pekerti yang harus diajarkan justru dilupakan.

B. Sasaran Sikap Profesional

1. Sikap Terhadap Peraturan Perundag-Undang

Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa:

“Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam

bidang pendidikan “ (PGRI, 1973). Guru merupakan unsur

aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu

mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang

pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan

yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Untuk menjaga agar guru

Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang

merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan,

Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut, seperti yang

tertentu dalam dasar kesembilan dari kode etik guru. Dengan

demikian setiap guru Indonesia harus tunduk dan taat terhdap

aturan-aturan pemerintah.

2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi

Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu

organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

Dalam dasar keenam dari Kode Etik ini dengan gamblang juga

dituliskan, bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama,

mengembangkan , dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

3. Sikap Terhadap Teman Sejawat

Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahwa “Guru memelihara

hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan

sosial.”

Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi,

yakni hubungan formal, dan hubungan kekeluargaan. Hubungan

formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka

melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan kekeluargaan

ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan,baik dalam

lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan dalam

rangka menunjung tercapainya keberhasilan anggota profesi.

a. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja

Sikap profesional yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah

sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling

pengertian, dan rasa tanggung jawab.

b. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan

Guru harus menumbuhkan sikap profesionalnya tidak hanya di

tempat kerja tetapi juga di tempat lingkungan keseluruhan.

4. Sikap Terhadap Anak Didik

Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa :

Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia

Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Tujuan pendidikan

nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia

seutuhnya yang berjiwa pancasila. Prinsip yang lain adalah

membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja.

Pengertian membimbing seperti dikemukakan oleh Ki Hajar

Dewantara, dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang

terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing

madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu

mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh,

harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan

peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan

peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru

memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi

peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya.

5. Sikap Terhadap Tempat Kerja

Untuk menciptakan suasana kerja yang baik ada dua hal yang

harus diperhatikan, yaitu : (a) guru sendiri, (b) hubungan

guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling. Dan dalam

Kode Etik pun berbunyi : “ Guru menciptakan suasana sekolah

sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar

mengajar”

6. Sikap Terhadap Pemimpin

Kerja sama harus ada agar terciptanya kemajuan bersama dan

sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif.

7. Sikap Terhadap Pekerjaan

Dalam butir keenam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi :

Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan

meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

8. Pengembangan Sikap Pofesional

1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan

2. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan.

C. Pengembangan Sikap Keprofesionalan Guru

Pengembangan terhadap guru merupakan hal mendasar dalam proses

pendidikan. Saat ini guru dianggap sebuah profesi yang sejajar

dengan profesi yang lain, sehingga seorang guru dituntut

bersikap profesional dalam melaksanakan tugasnya. Guru yang

profesional adalah “guru yang mempunyai sejumlah kompetensi

yang dapat menunjang tugasnya yang meliputi kompetensi

pendagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial maupun

kompetensi pribadi”. Dari kompetensi tersebut guru dapat

menciptakan suasana.

• Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalammelaksanakan

tugasnya memerlukan/menuntutkeahlian (expertise), menggunakan

teknik-teknikilmiah, serta dedikasi yang tinggi

• Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yangdilakukan

oleh seseorang dan menjadi sumberpenghasilan kehidupan yang

memerlukankeahlian, kemahiran, dan kecakapan yangmemenuhi

standar mutu atau norma tertentuserta memerlukan pendidikan

profesi.

• Sikap Profesional Keguruan adalah sikap seorang guru

dalammenjalankan pekerjaannya yangmencakup keahlian,

kemahiran, dankecakapan yang memenuhi standarmutu atau norma

tertentu sertamemerlukan pendidikan profesikeguruan.

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada

penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta

strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa

profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan

manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan

profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya

memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu

tingkah laku yang dipersyaratkan.

Kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang guru

1. Kompetensi pedagogik

Kompetensi ini terdiri dari lima subkompetensi, yaitu

• memahami peserta didik secara mendalam,

• merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan

pendidikan untuk kepentingan pembelajaran,

• melaksanakan pembelajaran,

• merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran dan,

• mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensinya.

2. Kompetensi kepribadian.

Kompetensi ini terdiri dari lima subkompetensi, yaitu

• Kepribadian yang mantap dan stabil,

• Dewasa,

• Arif,

• Berwibawa,

• Dan berakhlak mulia.

3. Kompetensi sosial.

Kompetensi ini memiliki tiga subranah.

• Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan

peserta didik.

• Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama

pendidik dan tenaga kependidikan.

• Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang

tua /wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

4. Kompetensi profesional.

Kompetensi ini terdiri dari dua ranah subkompetensi.

• Subkompetensi menguasai substansi keilmuan yang terkait

dengan bidang studi memiliki indikator esensial : memahami

materi ajar yang ada dalam kurikulum, memahami struktur,

konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan

materi ajar, memahami hubungan konsep antarmata pelajaran

terkait, dan menerapkan konsep – konsep keilmuan dalam

kehidupan sehari – hari.

• Subkompetensi menguasai struktur dan metode keilmuan

memiliki indikator esensial menguasai langkah – langkah

penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam

pengetahuan/materi bidang studi.

Sebagai guru yang berkompeten harus memiliki :

1. Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik,

2. Penguasaan bidang studi, baik dari sisi keilmuan maupun

kependidikan,

3. Kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik,

4. Kemauan dan kemampuan mengembangkan profesionalitas dan

kepribadian secara berkelajuan.

Ada beberapa Sikap Profesiaonal Guru yaitu :

• Sikap terhadap peratuan perundang-undangan

• Sikap terhadap organisasi profesi :

• Sikap terhadap teman sejawat

• Sikap terhadap anak didik

• Sikap terhadap tempat kerja

• Sikap terhadap pemimpin

• Sikap terhadap pekerjaan

Terdapat Pengembangan Sikap Profesional Guru yaitu :

1. Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru, perlu

adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia

yang profesional di Pengembangan sikap selama pendidikan

prajabatan. Calon guru dididik dalam berbagaipengetahuan,

sikap danketerampilan yang diperlukan dalampekerjaannya nanti.

Merupakanpendidikan persiapan mahasiswantuk meniti karir dalam

bidangpendiikan dan pengajaran.

2. Pengembangan sikap selama dalam jabatan

Pengembangan sikap professional tidak berhenti apabila calon

guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha

yang dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan

mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah

lainnya.

Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru, perlu adanya

paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang

profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang

matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3)

keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains

dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara

berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu

kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan

usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru

yang profesional.

Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab

rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang

tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan

rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi

keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan

masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak

terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya

kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4)

masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi

materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum

berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara

makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.

Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa

disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat

meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa

mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme

para anggotanya.

Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya

profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari

alternative untuk meningkatkan profesi guru. Upaya

Meningkatkan Profesionalisme Guru, Pemerintah telah berupaya

untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya

meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan

yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat

persekolahan sampai perguruan tinggi.

Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang

dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program

sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan

Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek

Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang

telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten

dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati,

2001).

Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di

Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya

PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang

memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam

memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan

mengajarnya (Supriadi, 1998).

Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus

menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan

dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi

profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap

profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi,

peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-

sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang

termasuk guru.

Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas,

faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan

kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam

kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan

pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan

tambahan untuk mencukupi kebutuhannya

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menarik beberapa

kesimpulan bahwa: Seorang guru mempunyai tiga tugas pokok

yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas

kemasyarakatan (sivic mission).Guru juga harus bersikap

profesional dan bertanggung jawab atas jabatan yang telah ia

miliki. Dan dalam menjalankan tugasnya guru pun harus

mengetahui Kode etik guru yang merupakan pedoman mengatur

hubungan guru dengan teman kerja, murid dan wali murid,

pimpinan dan masyarakat serta dengan misi tugasnya.

Dengan penjelasan-penjelasan yang ada tersebut maka menjadi

seorang guru itu harus mengetahui terlebih dahulu apa itu arti

sebuah profesi keguruan beserta syarat-syaratnya dan bagaimana

untuk menjadi seorang guru yang profesional yang memiliki jiwa

pengajar yang berlandaskan dengan aturan-aturan yang telah ada

dalam Undang-Undang Kependidikan. Selain itu untuk menjadi

seorang guru harus memiliki etika yang baik serta sikap

profesional keguruan.

B. SARAN

Guru dan calon guru perlu mengetahui apa arti sebuah profesi

keguruan, syarat-syarat untuk menjadi seorang guru yang

profesional karena mereka adalah calon tenaga pengajar yang

akan memberikan ilmu mereka kepada anak-anak bangsa. Seorang

guru adalah contoh bagi semua murid-muridnya,karena itu mereka

harus benar-benar mengerti bagaimana arti dari sebuah profesi

keguruan yang mereka lakukan sekarang atau nanti agar mereka

tidak salah mengartikan profesi untuk mengajar tersebut dan

agar mereka bisa menyadari pentingnya menjadi guru yang

profesional.

Menjadi seorang guru juga harus memiliki sikap yang

profesional di bidangnya tersebut yakni mengajar. Karena

seorang guru akan berdiri sendiri di depan kelas untuk

memberikan ilmu kepada murid-muridnya tanpa bantuan seorang

asisten atau sejenisnya. Jadi segala sikap yang baik dan buruk

akan dilihat oleh para murid, karena seorang guru adalah

panutan dari semua murid.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dwi Siswoyo, Drs., Buku Materi Pokok 3. Peserta didik dan

pendidik, Pengantar Ilmu Pendidikan.

2. Redja Mudyahardjo, Drs. & Waini Rasyidin, Drs., M.Ed.,

Buku Materi Pokok 1-3 Dasar-dasar Kependidikan,Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka 1986.

3. Wakitri,Dra. Dkk., Buku Materi Pokok 1-12., Landasan

Kependidikan, Karunika Universitas Terbua, 1990.

4. Ny. Reostiyah N. K; Masalah-masalah Ilmu Keguruan

Pendidikan, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1986.

5. Soedijarto dan T. Raka Jono., Pendidikan Prajabatan Guru

Sekolah Dasar, Siknah Pemikiran dalam rangka menyongsong

pendidikan tahun, Makalah, Jakarta, 1991.

6. Dr. Phil. Eka Darmaputera., Etika Sederhana untuk Semua,

PT.BPK Gunung Mulia, Cetakan III, Jakarta,1898.

7. T. Raka Joni., Wawasan Kependidikan Guru Proyek

Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, Jakarta, 1982.

8. Drs. Soekarto Indrafachrudi, Drs. Diranwar, Drs.

Lamberi., Pengantar Kepemimpian

Pendidikan, Badan Penerbit Alda, 1984.

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT

Karena berkat dan rahmat-Nya jualah sehingga kami dapat

menyelesaikan tugas yang diberikan oleh bapak Dosen Pembimbing

Dalam isi makalah ini kami membahas tentang “Konsep Profesi

Keguruan dan Sikap Profesional Keguruan”. Kami menyadari bahwa

dalam penyelesaian makalah ini banyak sekali mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu. Ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya atas segala bantuan yang diberikan, semoga

mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari

bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka

pada kesempatan ini penulis mengharapkan kritikan dan saran

yang bersifat membangun demi kesempurnaan dari segenap

pembaca.

Raha, Januari

2014

Penulis

DAFTAR ISI

Kata

Pengantar.....................................................

.................................................... i

Daftar

Isi...........................................................

...................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar

Belakang......................................................

.............................................. 1

B. Rumusan

Masalah.......................................................

......................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Syarat-Syarat

Profesi.......................................................

............ 2

B. Kode Etik Profesi

Keguruan......................................................

........................ 8

C. Organisasi Profesional

Keguruan......................................................

................... 9

D. Sikap Profesional

Keguruan......................................................

........................... 9

BAB III PENUTUP

A.

Kesimpulan....................................................

..................................................... 19

B. Saran-

saran.........................................................

.................................................. 19

DAFTAR

PUSTAKA.......................................................

....................................... 20

TUGAS INDIVIDU

PROFESI KEGURUAN

OLEH

NAMA : NASRIA

SEMESTER : V (LIMA)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

SYARIF MUHAMMAD RAHA

2013 / 2014