Upload
independent
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia pendidikan tidak lepas dari peran seorang guru. Peran
guru sangat dibutuhkan dalam program pendidikan kita, karena
tanpa guru siapa yang akan mengajar anak-anak di sekolah.
Menjadi seorang guru adalah profesi yang tidak mudah. Banyak
yang belum kita ketahui tentang bagaimana menjadi seorang
guru. Sebagai calon guru kita harus tahu bagaimana menjadi
guru yang profesional dan juga syarat-syarat menjadi seorang
guru profesional. Namun terlebih dahulu kita harus tahu
tentang pengertian profesi keguruan tersebut. Selain itu kita
harus tahu tentang kode etik profesi keguruan seperti apa dan
organisasi apa saja yang menjadi wadah perkumpulan guru-guru
di Indonesia. Jika kita ingin menjadi seorang guru yang benar-
benar ingin profesional kita harus memiliki sikap yang
profesinal untuk menjadi seorang guru serta saran-saran untuk
menjadi guru yang profesional tersebut sampai dengan
pengembangan menjadi guru yang profesional agar nantinya kita
menjadi guru yang benar-benar menggunakan profesi tersebut
secara baik sesuai dengan aturan yang berlaku.
Untuk itulah kami membuat makalah ini agar menjadi bahan
kajian kita semua sebagai calon guru dimasa depan yang
memiliki sikap dan perilaku yang benar-benar mencerminkan
seorang tenaga pengajar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka
permasalahan yang hendak dikaji adalah:
1. Apa pengertian dan syarat-syarat profesi keguruan?
2. Bagaimana kode etik profesi keguruan?
3. Apa saja organisasi profesional keguruan?
4. Apa pengertian sikap profesional keguruan?
5. Apa saja saran sikap profesional?
6. Bagaimana pengembangan sikap profesional?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Syarat-Syarat Profesi
1. Pengertian Profesi
Menurut Ornstein dan Levine (1984) menyatakan profesi itu
adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi dibawah
ini:
a. Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan
sepanjang hayat ( tidak berganti-ganti pekerjaan).
b. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar
jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat
melakukannya).
c. Menggunakan hsil penelitian dan aplikasi dari teori ke
praktek.
d. Memerlukan pelatihan khusus.
e. Mempunyai persyaratan masuk.
f. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja
tertentu.
g. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil,
tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi
dan mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dank klien.
i. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya.
j. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi
sendiri.
k. Mempunyai asosiasi profesi.
l. Mempunyai kode etik.
m. Mempuyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan
anggotanya.
n. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi. (Ornstein
dan Levine,1984).
Menurut Sanusi et al (1991) mengutarakan ciri-ciri utama suatu
profesi itu sebagai berikut :
a. Suatu jabatan yang memiliki fungdi dan signifikansi sosial
yang menentukan (crusial).
b. Jabatan yang menuntut keahlian dan keterampilan tertentu.
c. Keterampilan/keahlian yang di tuntut jabatan itu, didapat
melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode
ilmiah.
d. Jabatan itu berdasarkan pada disiplin ilmu yang jelas,
sistematik, ekspilisit, yang bukan sekedar pendapat umum.
e. Jabatan itu memerlukan pendidikan perguruan tinggi yang
waktunya cukup lama.
f. Proses pendidikan untuk jabatan juga merupakan aplikasi dan
sosialisasi nilai-nilai profesional.
g. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, anggota
profesi berpegang teguh pada kode etik yang di control oleh
organisasi profesi.
h. Mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap
permasalahn profesi yang dihadapinya.
i. Dalam praktek melayani masyarakat anggota profesi otonom
dan bebas dari campur tangan orang luar.
j. Jabatan ini mempunyai pretise yang tinggi dalam masyarakat.
( Sanusi et al, 1991)
• “Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu peryataan atau
janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada
suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang
tersebut merasa untuk menjabat pekerjaan itu”.(buku MATERI
POKOK PROFESI KEGURUAN I, PGSM3904/2 SKS/MODUL 1-6, Jakarta
1997/1998).
• Jika ditelaah, pengertian tersebut mengandung beberapa hal
yakni, bahwa profesi itu merupakan pernyataan atau janji
terbuka; profesi itu mengandung unsur pengabdian; dan profesi
adalah suatu jabatan atau pekerjaan. (buku MATERI POKOK
PROFESI KEGURUAN I, PGSM3904/2 SKS/MODUL 1-6, Jakarta
1997/1998).
• Profesi merupakan pernyataan atau janji terbuka, maksudnya,
bahwa pernyataan atau janji yang dinyatakannya (oleh seorang
profesional) tidak sama dengan suatu janji atau pernyataan
yang dikemukakan oleh seorang yang bukan profesional. (buku
MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I, PGSM3904/2 SKS/MODUL 1-6,
Jakarta 1997/1998).
• Profesi adalah suatu pekerjaanyang memerlukan pengetahuan
dan keterampilan yang berkualifikasi tinggi dalam melayani
atau mengabdi kepentingan umum untuk mencapai kesejahteraan
insani. (BUKU MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I, PGSM3904/2
SKS/MODUL 1-6, Jakarta 1997/1998).
• Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut
keahlian (expertise) dari para anggotanya.(BUKU MATERI POKOK
PROFESI KEGURUAN I, MKDK4304/2 SKS/MODUL 1-6, 2003).
• Profesi adalah wewenang praktek suatu kejuruan yang bersifat
pelayanan pada kemanusiaan secara intelektual spesifik yang
sangat tinggi, yang didukung oleh penguasaan pengetahuan
keahlian serta seperangkat sikap dan keterampilan teknik, yang
diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusuh, yang
penyelenggaraannya dilimpahkan kepada lembaga pendididkan
tinggi, yang bersama memberikan izin praktek atau penolakan
praktek dan kelayakan praktek dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku, baik yang diawasi langsung
oleh Pemerintah maupun asosiasi profesi yang bersangkutan.
(Encyclopedia of Social Sciences) (BUKU MATERI POKOK PROFESI
KEGURUAN I, MKDK4304/2 SKS/MODUL 1-6, 2003)..
• Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan
tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan
teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. (BUKU MATERI
POKOK PROFESI KEGURUAN I, MKDK4304/2 SKS/MODUL 1-6, 2003)
2. Pengertian dan Syarat-Syarat Profesi Keguruan
National Education Association (NEA) (1948) menyarankan
kriteria khusus jabatan guru sebagai berikut:
a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
Mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat
didominasi kegiatan intelektual. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari
semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itumengajar
seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnet
dan Huggett,1963).
b. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang
membangun keahlian mereka dengan melindungi masyarakat dari
penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok
tertentu yang ingin mencari keuntungan. Namun, belum ada
kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari
pendidikan (education) atau keguruan (teaching) (Ornstein and
Levine,1984).
Menurut Stinnett and Huggett (1963) menurut kelompok pertama
mengajar adalah suatu sains (science), sementara kelompok
kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art)
(Stinnett and Huggett,1963). Namun, dalam karangan-karangan
yang ditulis dalam Encyclopedia of Educational Researches,
misalnya terdapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah
secara intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya.
Sebaliknya Sanusi et al berpendapat bahwa ilmu pendidikan
sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya tidak jelas,
batas-batasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge
samar-samar ( sanusi et al ., 1991).
Ilmu penegetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu
pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dpat dibimbing langsung
dengan peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan
metodologi yang jelas. Ilmu yang terpakai dalam dunia nyata
pengajaran masih banyak yang banyak belum teruji validasinya
dan yang disetujui sebagaian besar ahlinya (Gideonse,1982 dan
Woodring 1983).
c. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.
Yang membedakan jabatan profesional dengan non-profesional
antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui
kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/institut atau
melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campur
pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui
perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional,
sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman
praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah di
peruntukkan bagi jabatan yang non-profesional (Ornstein dan
Levine,1984).
d. Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang
bersinambungan.
Jabatan guru cenderung menunjukan bukti yang kuat sebagai
jabatan profesional, karena melakukan berbagai kegiatan
latihan profesional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit
maupun tanpa kredit.
e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang
permanen.
Syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan titik
yang paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan
profesional
f. Jabatan yang menentukan baku ( standarnya ) sendiri
Menurut Ornstein dan Levine (1984) mengungkapkan pengawasan
luar adalah musuh alam dari profesi, karena membatasi
kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar
(Ornstein dan Levine,1984).
Peter Blau dan W. Richard Scott (1965: 51-52) menulis :“
Profesional service … requires that the [professional]
maintain independence of judgement and not permit the clients’
wishes as distinguished from their interests to influence his
decisions.”
Para profesional harus mempunyai pengetahuan dan kecakapan
dalam membuat penilaian, sebaliknya tidak demikian
denganklien, sebagaimana yang di ungkapkan Blau dan Scott,“
and the clients not qualified to evaluate the services he
needs.” Profesional yang membolehkan langganannya untuk
mengatakan apa yang harus dia kerjakan akan gagal dalam
memberikan layanan yang optimal (Peter Blau dan W. Richard
Scott, 1965)
g. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan
pribadi.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu
jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk
membantu orang lain bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi
atau keuangan. Mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah
ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah.
h. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan
terjalin erat.
Berdasarkan analisis ini tampaknya jabatan guru belum
sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai suatu profesi yang
utuh, dan bahkan banyak orang sependapat bahwa guru hanya
jabatan semiprofesional atau profesi yang baru muncul
(emerging profession) karena semua belum cirri-ciri di atas
yang dapat dipenuhi.
Menurut Amitai Etzioni (1969: p.v. ) guru adalah jabatan
semiprofesional disebabkan oleh:
” … the training [of teachers] is shotters, their status less
legitimated [low or moderate], their right to privileged
communication less established.; theirs is less of a
specialized knowledge, and they have less autonomy from
supervision or societal control than ‘the professions’…”
(Amitai Etzioni, 1969).
Robert B. Howsam et al (1976) menulis bahwa guru harus dilihat
sebagai profesi yang harus baru muncul, dan karena itu
mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan
semiprofesional, malahan mendekati status jawaban profesi
penuh (Robert B. Howsam, 1976).
Dengan adanya peraturan dari Manteri Pendidikan daan
Kebudayaan bahwa yang boleh menjadi guru yang hanya mempunyai
akta mengajar yang dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK). Selain itu, guru diberi penghargaan oleh
pemerintah melalui Keputusan Menpan No.26 Tahun 1989, dengan
memberikan tunjangan fungsional sebagai pengajar, dan dengan
kemungkinan kenaikan pangkat yang terbuka.
Jabatan profesional sangat memperhatikan layanan yang
diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka
menjga dan meningkatkan layanan ini secara optimal serta
menjaga agar masyarakat tidak dirugikan oleh orang-orang yang
tak bertanggung jawab, tuntutan jabatan profesional harus
sangat tinggi.
Profesi keguruan mempunyai tugas utama melayani masyarakat
dalam dunia pendidikan dan profesionalisasi dalam bidang
keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha
dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan
diberikan kepada masyarakat.
Saniusi et al (1991) mengajukan enam asumsi yang melandasi
perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yakni sebagai
berikut:
1) Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan,
pengetahuan, emosi, perasaan dan dapat dikembangkan segala
potensinya;dan pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai
kemanusian yang menghargai martabat manusia.
2) Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar
dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat
olah norma-norma dan nilai-nilai baik yang secara universal,
nasional maupun local, yang merupakan acuan para pendididk,
pserta didik, dan pengelol pendidikan.
3) Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam
menjawab permaslahan pendidikan.
4) Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia,
yakni manusia mempunyai potensi yang baik untung berkembang.
Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan
potensi unggul tersebut.
5) Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, situasi yang
terjadi dalam dialog antara peserta dididk dengan pendidik,
yang memungkinka peserta didik tumbuh kearah yang dikehendaki
oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung
tinggi masyarakat.
6) Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan,
yakni menjadikan manusia sebagai manusia yang baik( dimensi
intristik), dengan misi instrumental yakni merupakan alat
untuk perubahan atau mencapai sesuatu (Sanusi at al,1991).
Syarat – Syarat profesi (BUKU MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I,
MKDK4304/2 SKS/MODUL 1-6, 2003)
1. Kompetensi Profesional, artinya ia memiliki pengetahuan
yang luas serta dalam subjek matter (bidang study) yang akan
diajarkan serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki
pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat
serta mampu menggunakan berbagai metode dalam proses belajar
mengajar. Guru pun harus memiliki pengetahuan luas tentang
landasan kependidikan dan pemahaman terhadap subjek didik
(murid).
2. Kompetensi Personal, artinya memiliki sikap kepribadian
yang mantab, sehingga mampu menjadi sumber identifikasi bagi
subjek.
3. Kompetensi Sosial, artinya ia menujukkan kemampuan
berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan
sesama teman guru, dengan kepala sekolah bahkan dengan
masyarakat luas.
4. Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya
yang berarti mengutamakan nilai kemanusiaan dari pada nilai
benda material.
3. Perkembangan Profesi Keguruan
Nasution (1987) menjelaskan dalam bukunya Sejarah Pendidikan
Indonesia dengan secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di
indonsia terutama dalam zaman kolonial Belanda, termasuk juga
sejarah profesi keguruan. Awal mulanya guru-guru diangkat dari
orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru ,
secara beangsur-asur dilengkapi dengan guru-guru yang lulus
dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di
Solo tahun 1852. Dikarenakan kebutuhan guru mendesak maka
Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru, yaitu:
1) Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang
berwenang penuh,
2) Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian
yang diadakan untuk menjadi guru,
3) Guu bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu,
4) Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang
merupakan calon guru, dan
5) Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang
berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.
Sejalan dengan pendirian sekoalah-sekolah yang lebih tinggi
tingkatnya dari sekolah umum seperti Hollands Inlandwsews
School (HIS), Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO), Hogere
Burgeschool (HBS), dan Algemene Middelbare School (AMS) maka
secara berangsur-angsur dan didirikan pula lembaga pendidikan
guru atau kursus-kursus untuk mempersiapkan guru-gurunya,
seperti Hogere Kweekschool (HKS) untuk guru HIS dan guru
kursus Hoofdacte (HA) untuk kepala sekolah (Nasution,1987).
Selangkah demi selangkah pendidikan guru meningkatkan jenjang
kualifikasi dan mutunya, sehingga saat kita hanya mempunyai
Lembaga Pendidikan Guru yang tunggal, yaitu Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK). Di Indonesia telah ada Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi persatuan guru,
dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR.
Dalam sejarah pendidikan Guru Indonesia, guru mempunyai status
dan wibawa yang sangat tinggi dalam masyarakat, dan dianggap
sebagai orang serba tahu, karena peranan guru tidak hanya
mendidik anak di depan kelas tetapi tetapi mendidik masyarakat
,tempat mendidik masyarakat dan untuk tempat masyarakat
bertanya. Namun, kewibawaan guru mulai memudar seiring
kemajuan zaman , perkembangan ilmu dan teknologi, dan
kepedulian guru yang meningkat tentang imbalan atau jasa
(Sanusi et al,1991).
B. Kode Etik Profesi Keguruan
1. Pengertian Kode Etik
a) Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian
Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jela menyatakan bahwa
“Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman
sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar
kedinasan”. Bahwa, Kode Etik merupakan pedoman sikap, tingkah
laku dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup
sehari-hari.
b) Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai
Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia
merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga
PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja
sebagai guru (PGRI,1973). Kode Etik Guru Indonesia terdapat
dua unsur pokok, yaitu : (1) sebagai landasan moral, (2)
sebagai pedoman tingkah laku.
Kode Etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus
diindahkan oleh setiap anggota profesi didalam melaksanakan
tugasnya dan di dalam hidupnya di masyarakat.
2. Tujuan Kode Etik
Tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentinagn organisasinya. Secara umum
tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (R.
Hermawan S,1979):
a) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
b) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan anggotanya
c) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d) Untuk meningkatkan mutu profesi
e) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
3. Penetapan Kode Etik
Kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan,
melaikan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk
dan atan nama anggota-anggota profesi dari organisasi
tersebut.
4. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Pada umumnya, kode etik adalah landasan moral dan merupakan
pedoman sikap, tingkah laku, dan pebuatan maka sanksi terhadap
pelanggaran kode etik adalah sanksi rekannya, dan sanksi yang
terberat adalah sipelanggar dikeluarkan dari organisasi
profesi.
5. Kode Etik Guru Indonesia
Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral
dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam
menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam
maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari. Maka
Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang sangat penting
untuk pembentukan sikap profesional para amggota profesi
keguruan.
Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan didalam suatu kongres yang
dihadiri oleh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari
seluruh penjuru tanah air, pertama dalam Kongres XIII di
Jakarta tahun 1973, dan kemudian di sempurnakan dalam kongres
PGRI XVI tahun 1989 dan juga di Jakarta.
C. Organisasi Profesional Keguruan
1. Fungsi Organisasi Profesional Keguruan
Jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk menyatukan gerak
langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi , yakni
organisasi profesi. Di Negara kita telah mempunyai satu wadahh
yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal
dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di Surakarta Pada
tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru
Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa
(Hermawan S.,1989).
Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap,
mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan
kesejahteraan mereka (Basuni,1986) dan Basuni meguraikan empat
misi utama PGRI, yaitu : (1) Misi politis/ideologi, (2) Misi
persatuan organisators, (3) Misi profesi, dan (4) Misi
Kesejateraan.
Kebanyakan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu
profesi biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan
peringatan ulang tahun atau kongres, baik di pusat maupun di
daerah (Sanusi et al, 1991).
2. Jenis-Jenis Organisasi Keguruan
Selain PGRI yang satu-satunya organisasi guru-guru sekolah
yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru
yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejenis
yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Organisasi ini bertujuan untuk
meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam
kelompoknya masing-masing. Ada juga Ikatan Sarjana Pendidikan
Indonesia (ISPI) yang saat ini telah mempunyyai divisi-divisi
antara lain, Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI),
Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN),
Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI) dan masih
banyak lagi.
D. Sikap Profesional Keguruan
A. Pengertian
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di
masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa
ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat
sekelilingnya.
Berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru yang dalam
memahami,menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan
sikap profesionalnya. Dan dalam pola tingkah laku guru ini
sesuai dengan sasarannya, yakni sikap profesional keguruan
terhadap : (1) Peraturan perundang- undang, (2) Organisasi
profesi, (3) Teman sejawat, (4) Anak didik, (5) Tempat kerja,
(6) Pemimpin, dan (7) Pekerjaan.
Guru sebagai professional mempunyai citra yang baik di
masyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa ia
layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya.
Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan
guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani
atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya,
meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan
kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan
berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya
serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat
luas.
Walaupun segala prilaku guru selalu diperhatikan masyarakat,
tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus
prilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Hal ini
berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam
memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan
sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru yang berhubungan
dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya, yakni
sikap professional keguruan terhadap:
1. Peraturan perundang-undangan,
2. Organisasi profesi,
3. Teman sejawat,
4. Anak didik,
5. Tempat kerja,
6. Pemimpin,
7. Pekerjaan.
1. Konsep Dasar Sikap dan Perilaku
Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, sikap
adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui
gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan
atau suatu objek. Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan
sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi,
dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk
bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan
dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang
(dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari
sesuatu.Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap
adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian
seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan
bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan
positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.
Struktur sikap siswa terhadap konselor terdiri dari tiga
komponen yang terdiri atas: 1). Komponen kognitif, Komponen
ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan
tentang objek. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana orang
mempersepsi objek sikap. 2). Komponen afektif, Komponen
afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang
terhadap sikap. Perasaan tersebut dapat berupa rasa senang
atau tidak senang terhadap objek, rasa tidak senang merupakan
hal yang negatif.. komponen ini menunjukkan ke arah sikap
yaitu positif dan negatif. Komponen afektif menyangkut masalah
emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap
(Azwar, 2000:26), secara umum komponen afektif disamakan
dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun
pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda
perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.3. Komponen konatif,
Komponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi,
bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan
intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak
atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Komponen-
komponen tersebut di atas merupakan komponen yang membentuk
struktur sikap. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan
dan tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut
apabila seseorang menghadapi suatu objek tertentu, maka
melalui komponen kognitifnya akan terjadi persepsi pemahaman
terhadap objek sikap.
Katz (dalam Walgito, 1990:110) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi
manfaat.Fungsi ini berkaitan dengan sarana tujuan. Di sini
sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Orang memandang
sampai sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana
dalam mencapai tujuan. Bila objek sikap dapat membantu
seseorang dalam mencapai tujuannya, maka orang akan bersikap
positif terhadap objek sikap tersebut. Demikian sebaliknya
bila objek sikap menghambat dalam pencapaian tujuan, maka
orang akan bersikap negatif terhadap objek sikap tersebut.
Fungsi ini juga disebut fungsi manfaat, yang artinya sampai
sejauh mana manfaat objek sikap dalam mencapai tujuan. Fungsi
ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian, artinya sikap
yang diambil seseorang akan dapat menyesuaikan diri secara
baik terhadap sekitarnya.
2. Fungsi pertahanan ego, Ini merupakan sikap yang diambil
oleh seseorang demi untuk mempertahankan ego atau akunya.
Sikap diambil seseorang pada waktu orang yang bersangkutan
terancam dalam keadaan dirinya atau egonya, maka dalam keadaan
terdesak sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
ego. 3. Fungsi ekspresi nilai. Sikap yang ada pada diri
seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan
nilai yang ada dalam dirinya. Dengan mengekspresikan diri
seseorang akan mendapatkan kepuasan dan dapat menunjukkan
keadaan dirinya. Dengan mengambil nilai sikap tertentu, akan
dapat menggambarkan sistem nilai yang ada pada individu yang
bersangkutan. 4. Fungsi pengetahuan. Fungsi ini mempunyai arti
bahwa setiap individu mempunyai dorongan untuk ingin tahu.
Bringham dalam Azwar (2000:138) menjelaskan tipe ukuran sikap
yang paling sering dipakai adalah questioner self-report yang
disebut skala sikap dan biasanya meliputi respon setuju atau
tidak dalam beberapa kelompok-kelompok. Ukuran self-report
mudah digunakan namun ukuran itu dapat memiliki sifat
kemenduaan (ambiguity) atau adanya ukuran lain. Sikap dari
skala sikap ini adalah isi pernyataan yang berupa pernyataan
langsung yang jelas tujuan ukuran atau pernyataan tidak
langsung yang kurang jelas untuk tujuan ukurannya bagi
responde
2. Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional
Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan
kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan
loka karya, bahkam melalui pendidikan formal bahkan dengan
menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun
dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak
penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu
kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki
ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif
dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang
mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang
melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang
seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada
tujuh kesalahan.
Kesalahan-kesalahn itu antara lain : mengambil jalan pintas
daolam pembelajaran, menunggu peserta didik nerperilaku
negatif, menggunakan destruktif disiplin, mengabaikan
kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,
merasa diri paling pandai di kelasnya, tidak adil
(diskriminatif), serta memaksakan hak peserta didik
(Mulyasa,2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru
yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi
tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:
kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik, kompetensi kepribadian adalah kemampuan
kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa
serta menjadi teladan peserta didik, kompetensi profesional
adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta
didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar.
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya
akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif
berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu
timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang
memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik
buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang
kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek
sikap (Azwar, 2000: 15).Sedangkan perilaku merupakan bentuk
tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi
respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap
merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan
bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan
nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan
nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga
ditentukan faktor eksternal lainnya.
Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005,
ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap
dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari,
diantaranya: Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benar-
benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh.
Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan
budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari
pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya
menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi
pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat,
adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru
(sekolah), dan orang tua.Terkait dengan hal di atas, Hasil
temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab
kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain
adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan
oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie,
2005:62).Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis
ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang
dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini
dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal
ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin
menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk
diatasi.
Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat
mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan
pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi
peserta didik.Jika para pendidik menyadari dan memiliki
menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan
memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan
negaranya.Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah.
Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi.
Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran
diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran yang ada. Namun
realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan
hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi
pekerti yang harus diajarkan justru dilupakan.
B. Sasaran Sikap Profesional
1. Sikap Terhadap Peraturan Perundag-Undang
Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa:
“Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan “ (PGRI, 1973). Guru merupakan unsur
aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu
mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan
yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Untuk menjaga agar guru
Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan,
Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut, seperti yang
tertentu dalam dasar kesembilan dari kode etik guru. Dengan
demikian setiap guru Indonesia harus tunduk dan taat terhdap
aturan-aturan pemerintah.
2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
Dalam dasar keenam dari Kode Etik ini dengan gamblang juga
dituliskan, bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama,
mengembangkan , dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahwa “Guru memelihara
hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial.”
Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi,
yakni hubungan formal, dan hubungan kekeluargaan. Hubungan
formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka
melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan kekeluargaan
ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan,baik dalam
lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan dalam
rangka menunjung tercapainya keberhasilan anggota profesi.
a. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Sikap profesional yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah
sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling
pengertian, dan rasa tanggung jawab.
b. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
Guru harus menumbuhkan sikap profesionalnya tidak hanya di
tempat kerja tetapi juga di tempat lingkungan keseluruhan.
4. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa :
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Tujuan pendidikan
nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa pancasila. Prinsip yang lain adalah
membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja.
Pengertian membimbing seperti dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara, dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang
terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu
mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh,
harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan
peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan
peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru
memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi
peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya.
5. Sikap Terhadap Tempat Kerja
Untuk menciptakan suasana kerja yang baik ada dua hal yang
harus diperhatikan, yaitu : (a) guru sendiri, (b) hubungan
guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling. Dan dalam
Kode Etik pun berbunyi : “ Guru menciptakan suasana sekolah
sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar
mengajar”
6. Sikap Terhadap Pemimpin
Kerja sama harus ada agar terciptanya kemajuan bersama dan
sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif.
7. Sikap Terhadap Pekerjaan
Dalam butir keenam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi :
Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
8. Pengembangan Sikap Pofesional
1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
2. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan.
C. Pengembangan Sikap Keprofesionalan Guru
Pengembangan terhadap guru merupakan hal mendasar dalam proses
pendidikan. Saat ini guru dianggap sebuah profesi yang sejajar
dengan profesi yang lain, sehingga seorang guru dituntut
bersikap profesional dalam melaksanakan tugasnya. Guru yang
profesional adalah “guru yang mempunyai sejumlah kompetensi
yang dapat menunjang tugasnya yang meliputi kompetensi
pendagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial maupun
kompetensi pribadi”. Dari kompetensi tersebut guru dapat
menciptakan suasana.
• Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalammelaksanakan
tugasnya memerlukan/menuntutkeahlian (expertise), menggunakan
teknik-teknikilmiah, serta dedikasi yang tinggi
• Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yangdilakukan
oleh seseorang dan menjadi sumberpenghasilan kehidupan yang
memerlukankeahlian, kemahiran, dan kecakapan yangmemenuhi
standar mutu atau norma tertentuserta memerlukan pendidikan
profesi.
• Sikap Profesional Keguruan adalah sikap seorang guru
dalammenjalankan pekerjaannya yangmencakup keahlian,
kemahiran, dankecakapan yang memenuhi standarmutu atau norma
tertentu sertamemerlukan pendidikan profesikeguruan.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada
penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta
strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa
profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan
manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan
profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya
memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu
tingkah laku yang dipersyaratkan.
Kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang guru
1. Kompetensi pedagogik
Kompetensi ini terdiri dari lima subkompetensi, yaitu
• memahami peserta didik secara mendalam,
• merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan
pendidikan untuk kepentingan pembelajaran,
• melaksanakan pembelajaran,
• merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran dan,
• mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensinya.
2. Kompetensi kepribadian.
Kompetensi ini terdiri dari lima subkompetensi, yaitu
• Kepribadian yang mantap dan stabil,
• Dewasa,
• Arif,
• Berwibawa,
• Dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi sosial.
Kompetensi ini memiliki tiga subranah.
• Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik.
• Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama
pendidik dan tenaga kependidikan.
• Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang
tua /wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi profesional.
Kompetensi ini terdiri dari dua ranah subkompetensi.
• Subkompetensi menguasai substansi keilmuan yang terkait
dengan bidang studi memiliki indikator esensial : memahami
materi ajar yang ada dalam kurikulum, memahami struktur,
konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan
materi ajar, memahami hubungan konsep antarmata pelajaran
terkait, dan menerapkan konsep – konsep keilmuan dalam
kehidupan sehari – hari.
• Subkompetensi menguasai struktur dan metode keilmuan
memiliki indikator esensial menguasai langkah – langkah
penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan/materi bidang studi.
Sebagai guru yang berkompeten harus memiliki :
1. Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik,
2. Penguasaan bidang studi, baik dari sisi keilmuan maupun
kependidikan,
3. Kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik,
4. Kemauan dan kemampuan mengembangkan profesionalitas dan
kepribadian secara berkelajuan.
Ada beberapa Sikap Profesiaonal Guru yaitu :
• Sikap terhadap peratuan perundang-undangan
• Sikap terhadap organisasi profesi :
• Sikap terhadap teman sejawat
• Sikap terhadap anak didik
• Sikap terhadap tempat kerja
• Sikap terhadap pemimpin
• Sikap terhadap pekerjaan
Terdapat Pengembangan Sikap Profesional Guru yaitu :
1. Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru, perlu
adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia
yang profesional di Pengembangan sikap selama pendidikan
prajabatan. Calon guru dididik dalam berbagaipengetahuan,
sikap danketerampilan yang diperlukan dalampekerjaannya nanti.
Merupakanpendidikan persiapan mahasiswantuk meniti karir dalam
bidangpendiikan dan pengajaran.
2. Pengembangan sikap selama dalam jabatan
Pengembangan sikap professional tidak berhenti apabila calon
guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha
yang dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan
mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah
lainnya.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru, perlu adanya
paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang
profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang
matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3)
keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains
dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara
berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu
kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan
usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru
yang profesional.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab
rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang
tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan
rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi
keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan
masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak
terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya
kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4)
masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi
materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum
berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara
makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa
disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat
meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa
mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme
para anggotanya.
Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari
alternative untuk meningkatkan profesi guru. Upaya
Meningkatkan Profesionalisme Guru, Pemerintah telah berupaya
untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya
meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan
yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat
persekolahan sampai perguruan tinggi.
Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang
dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program
sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek
Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang
telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten
dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati,
2001).
Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di
Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya
PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang
memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam
memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan
mengajarnya (Supriadi, 1998).
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus
menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan
dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi
profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap
profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi,
peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-
sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang
termasuk guru.
Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas,
faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan
kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam
kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan
pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan
tambahan untuk mencukupi kebutuhannya
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan bahwa: Seorang guru mempunyai tiga tugas pokok
yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas
kemasyarakatan (sivic mission).Guru juga harus bersikap
profesional dan bertanggung jawab atas jabatan yang telah ia
miliki. Dan dalam menjalankan tugasnya guru pun harus
mengetahui Kode etik guru yang merupakan pedoman mengatur
hubungan guru dengan teman kerja, murid dan wali murid,
pimpinan dan masyarakat serta dengan misi tugasnya.
Dengan penjelasan-penjelasan yang ada tersebut maka menjadi
seorang guru itu harus mengetahui terlebih dahulu apa itu arti
sebuah profesi keguruan beserta syarat-syaratnya dan bagaimana
untuk menjadi seorang guru yang profesional yang memiliki jiwa
pengajar yang berlandaskan dengan aturan-aturan yang telah ada
dalam Undang-Undang Kependidikan. Selain itu untuk menjadi
seorang guru harus memiliki etika yang baik serta sikap
profesional keguruan.
B. SARAN
Guru dan calon guru perlu mengetahui apa arti sebuah profesi
keguruan, syarat-syarat untuk menjadi seorang guru yang
profesional karena mereka adalah calon tenaga pengajar yang
akan memberikan ilmu mereka kepada anak-anak bangsa. Seorang
guru adalah contoh bagi semua murid-muridnya,karena itu mereka
harus benar-benar mengerti bagaimana arti dari sebuah profesi
keguruan yang mereka lakukan sekarang atau nanti agar mereka
tidak salah mengartikan profesi untuk mengajar tersebut dan
agar mereka bisa menyadari pentingnya menjadi guru yang
profesional.
Menjadi seorang guru juga harus memiliki sikap yang
profesional di bidangnya tersebut yakni mengajar. Karena
seorang guru akan berdiri sendiri di depan kelas untuk
memberikan ilmu kepada murid-muridnya tanpa bantuan seorang
asisten atau sejenisnya. Jadi segala sikap yang baik dan buruk
akan dilihat oleh para murid, karena seorang guru adalah
panutan dari semua murid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dwi Siswoyo, Drs., Buku Materi Pokok 3. Peserta didik dan
pendidik, Pengantar Ilmu Pendidikan.
2. Redja Mudyahardjo, Drs. & Waini Rasyidin, Drs., M.Ed.,
Buku Materi Pokok 1-3 Dasar-dasar Kependidikan,Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka 1986.
3. Wakitri,Dra. Dkk., Buku Materi Pokok 1-12., Landasan
Kependidikan, Karunika Universitas Terbua, 1990.
4. Ny. Reostiyah N. K; Masalah-masalah Ilmu Keguruan
Pendidikan, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1986.
5. Soedijarto dan T. Raka Jono., Pendidikan Prajabatan Guru
Sekolah Dasar, Siknah Pemikiran dalam rangka menyongsong
pendidikan tahun, Makalah, Jakarta, 1991.
6. Dr. Phil. Eka Darmaputera., Etika Sederhana untuk Semua,
PT.BPK Gunung Mulia, Cetakan III, Jakarta,1898.
7. T. Raka Joni., Wawasan Kependidikan Guru Proyek
Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Jakarta, 1982.
8. Drs. Soekarto Indrafachrudi, Drs. Diranwar, Drs.
Lamberi., Pengantar Kepemimpian
Pendidikan, Badan Penerbit Alda, 1984.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT
Karena berkat dan rahmat-Nya jualah sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh bapak Dosen Pembimbing
Dalam isi makalah ini kami membahas tentang “Konsep Profesi
Keguruan dan Sikap Profesional Keguruan”. Kami menyadari bahwa
dalam penyelesaian makalah ini banyak sekali mendapatkan
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu. Ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas segala bantuan yang diberikan, semoga
mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari
bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
pada kesempatan ini penulis mengharapkan kritikan dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan dari segenap
pembaca.
Raha, Januari
2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar.....................................................
.................................................... i
Daftar
Isi...........................................................
...................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang......................................................
.............................................. 1
B. Rumusan
Masalah.......................................................
......................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Syarat-Syarat
Profesi.......................................................
............ 2
B. Kode Etik Profesi
Keguruan......................................................
........................ 8
C. Organisasi Profesional
Keguruan......................................................
................... 9
D. Sikap Profesional
Keguruan......................................................
........................... 9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan....................................................
..................................................... 19
B. Saran-
saran.........................................................
.................................................. 19
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................
....................................... 20