26
I. PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang tidak diinginkan manusia (Sukman dan Yakub, 2002). Menurut Kleiber (1968), definisi utama gulma adalah tumbuhan yang muncul tidak pada tempatnya. Terdapat dua kelompok definisi gulma yang dianggap penting yaitu definisi subjektif dan objektif. Definisi subjektif menyatakan gulma merupakan tumbuhan kontroversial yang tidak semua buruk maupun tidak semuanya baik, tergantung pandangan seseorang (Anderson, 1977). Menurut definisi ekologis gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia (Sastroutomo, 1990). Gulma sering ditempatkan dalam kompetisi atau campur tangannya terhadap aktivitas manusia atau pertanian. Bagi pertanian, gulma tidak dikehendaki karena: a) menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara, air, sinar matahari dan ruang hidup, b) mengeluarkan senyawa allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, c) menjadi inang hama dan penyakit tanaman, d) mengganggu tata guna air dan e) meningkatkan atau menambah biaya untuk usaha pengendalian. Mengingat

LAPORAN KL ILMU

Embed Size (px)

Citation preview

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat,

dan kondisi yang tidak diinginkan manusia (Sukman dan

Yakub, 2002). Menurut Kleiber (1968), definisi utama

gulma adalah tumbuhan yang muncul tidak pada tempatnya.

Terdapat dua kelompok definisi gulma yang dianggap

penting yaitu definisi subjektif dan objektif. Definisi

subjektif menyatakan gulma merupakan tumbuhan

kontroversial yang tidak semua buruk maupun tidak

semuanya baik, tergantung pandangan seseorang (Anderson,

1977). Menurut definisi ekologis gulma didefinisikan

sebagai tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat

buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas

manusia (Sastroutomo, 1990).

Gulma sering ditempatkan dalam kompetisi atau campur

tangannya terhadap aktivitas manusia atau pertanian. Bagi

pertanian, gulma tidak dikehendaki karena: a) menurunkan

produksi akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara,

air, sinar matahari dan ruang hidup, b) mengeluarkan

senyawa allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan

tanaman, c) menjadi inang hama dan penyakit tanaman, d)

mengganggu tata guna air dan e) meningkatkan atau

menambah biaya untuk usaha pengendalian. Mengingat

keberadaan gulma menimbulkan akibat-akibat yang merugikan

maka dilakukan usaha-usaha pengendalian secara teratur

dan terencana. Pengendalian gulma bukan lagi merupakan

usaha sambilan, tapi merupakan usaha tersendiri yang

memerlukan langkah efisien, rasional berdasarkan

pertimbangan ilmiah yang teruji (Sukman dan Yakub, 2002)

Gulma dapat dikelompokkan menurut morfologi daun,

tingkat keganasan, morfologi batang, habitat dan lokasi

tumbuh. Menurut lokasi tumbuhnya dapat dibagi menjadi

gulma umum dan gulma ruderal. Gulma umum adalah gulma

yang umum ditemui pada agroekosistem atau sistem

pertanaman yang spesifik lainya seperti kehutanan. Gulma

ruderal adalah gulma yang umum ditemui diluar kedua

sistem tersebut seperti pada areal publik, rel kereta

api, bandara dan sebagainya. Gulma ruderal penting untuk

dikendalikan karena merupakan sumber gulma bagi wilayah

pertanian di sekitarnya. Terciptanya gulma ruderal karena

minimnya program pengendalian gulma pada areal-areal

publik. Gulma ruderal di perkotaan selain merugikan

secara ekonomi juga merusak keindahan kota. Namun

demikian gulma ruderal di Indonesia belum ditangani

dengan baik. Mengetahui jenis-jenis gulma ruderal sangat

penting untuk mengembangkan program pengendalian baik

secara preventif maupun eradikatif.

Salah satu kawasan yang mempunyai tingkat

keanekaragaman hayati yang tinggi di Sumatera Barat

adalah Kota Payakumbuh, secara administratif tepatnya

terletak di Sarasah Bonta, Jorong Lubuak Limpato,

Kenagarian Tarantang, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima

Puluh Kota. Di sana memiliki keanekaragaman hayati yang

lebih, yaitu wilayah hutan dan kawasan air terjun, dalam

hal ini penulis mengkhususkan kawasan Sarasah Bonta yang

memiliki air terjun sekaligus hutan. Menurut Marisa

(1987), secara umum hutan di daerah ini tergolong hutan

sekunder, namun terdapat beberapa daerah yang wilayah

hutannya masih merupakan hutan primer.

Sarasah Bonta terletak pada ketinggian ± 400-500 m

dpl, dan dari struktur tanahnya tergolong memiliki tanah

yang subur. Beragam jenis tumbuhan yang ditemukan pada

daerah tersebut dipengaruhi oleh suhu, keadaan tanah dan

curah hujan. Daerah tersebut memiliki curah hujan yang

tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu lembab. Objek

wisata air terjun Sarasah Bonta memiliki koleksi tanaman

lebih banyak dibandingkan dengan agroekologi pertanian.

Tingginya keragaman tersebut membuka peluang lebih besar

untuk mengeksplor sistem biologi terkait interaksi gulma

dengan tanaman, terutama mengenai gulma invasif yang

keberadaannya mampu mengganggu tanaman asli yang ada

diwilayah tersebut.

Menurut Tjitrosoedirdjo (2010), invasi adalah

ekspansi geografis dari suatu spesies pada daerah yang

sebelumnya tidak ada spesies tersebut. Definisi ini

mengandung konotasi bahwa spesies yang invasif biasanya

eksotik, tumbuhan asing, walaupun ini bukan satu-satunya

definisi yang tepat. Invasi tumbuhan membawa konsekuensi

biaya ekologi maupun biaya ekonomi yang sangat tinggi.

Beberapa besaran biaya ekonomi dapat dikuantifikasi

seperti biaya pengendalian dengan herbisida dan penurunan

produksi pertanian. Tetapi biaya lainnya, tidak mudah

dikuantifikasi seperti kerusakan ekosistem, kehilangan

areal rekreasi, punahnya spesies atau jenis tertentu. Di

Asia Tenggara belum ada yang mengestimasikan biaya

sehubungan dengan tumbuhan invasif ini. Di negara maju

seperti Amerika Serikat biaya terkait dengan tumbuhan

invasif ini pada tanaman budidaya dan padang rumput saja

berjumlah lebih dari U$34 milyar tiap tahunnya(Pimentel

et al., dalam Tjitrosoedirdjo, 2010), sedangkan di Eropa

dalam kurun waktu antara tahun 1988 sampai tahun 2000

kerugiannya mencapai U$5 milyar (Purwono, 2002).

Pengetahuan tentang gulma invasif dan interaksinya

dengan tanaman tertentu berguna secara agronomi untuk

pengembangan metode pengendalian. Selain itu,

identifikasi gulma-gulma invasif berguna untuk studi-

studi alelopati baru yang saat ini menjadi bagian penting

pada pengembangan pertanian berkelanjutan.

1.2 Rumusan Permasalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dihadapi

saat ini yaitu bagaimana caranya kita mengenali macam-

macam gulma dan cara pengendaliannya.

1.3 Tujuan

Tujuan melakukan kuliah lapangan Ilmu Gulma di Lembah

Harau Payakumbuh, untuk mengetahui jenis-jenis gulma dan

bagaimana cara pengendaliannya.

1.4 Manfaat

Manfaat dari kuliah lapangan ilmu gulma yaitu kita dapat

mengetahui jenis-jenis gulma dan bagaimana cara

pengendaliannya menurut jenis gulma tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di suatu tempat

dalam waktu tertentu tidak dikehendaki oleh manusia.

Gulma tidak dikehendaki karena bersaing dengan tanaman

yang dibudidayakan dan dibutuhkan biaya pengendalian yang

cukup besar yaitu sekitar 25-30% dari biaya produksi

(Soerjani et al., 1996). Persaingan tersebut dalam hal

kebutuhan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh

sehingga dapat: 1) Menurunkan hasil, 2) Menurunkan

kualitas hasil, 3) Menurunkan nilai dan produktivitas

tanah, 4) Meningkatkan biaya pengerjaan tanah, 5)

Meningkatkan biaya penyiangan, 6) Meningkatkan kebutuhan

tenaga kerja, dan 7) Menjadi inang bagi hama dan

penyakit.

Menurut Sukman dan Yakub (2002), terdapat berbagai

sistem klasifikasi gulma yang menggambarkan

karakteristiknya, seperti klasifikasi berdasarkan

karakteristik reproduksi, bentuk kehidupan, botani dan

sebagainya. Dalam prakteknya terutama untuk kepentingan

pengelolaan vegetasi maka klasifikasi botani biasa

digunakan. Menurut klasifikasi ini gulma dibedakan

menjadi: teki, rumput dan daun lebar. Berdasarkan bentuk

masa pertumbuhan terdiri atas: gulma berkayu, gulma air,

gulma perambat termasuk epiphytes dan parasit. Ditinjau

dari siklus hidupnya dikenal gulma semusim, dua musim dan

tahunan. Beberapa jenis gulma mungkin termasuk kombinasi

dari karakteristik-karakteristik tersebut.

Teki (sedges) mempunyai batang berbentuk segitiga,

kadang-kadang bulat dan tidak berongga, daun berasal dari

nodia dan warna ungu tua. Gulma ini mempunyai sistem

rhizoma dan umbi. Sifat yang menonjol adalah cepatnya

membentuk umbi baru yang dapat bersifat dorman pada

lingkungan tertentu. Dengan karakter yang demikian, teki

menjadi menjadi relatif sulit dikendalikan secara manual.

Rumput (grasses) mudah dibedakan karena mempunyai batang

bulat atau pipih dan berongga, kesamaannya dengan teki

karena bentuk daunnya sama-sama sempit, tetapi dari sudut

pengendalian terutama responnya terhadap herbisida

berbeda.

Gulma berdaun lebar (broad-leaves weeds) membentuk

daun-daun lebar yang berasal dari pertumbuhan meristem

apikal dan sangat sensitif terhadap bahan kimia. Pada

permukaan daun terutama permukaan bawah terdapat stomata

yang memungkinkan cairan masuk. Gulma ini mempunyai

tunas-tunas pada nodus atau titik memencarnya daun.

Berdasarkan siklus hidupnya gulma dibagi menjadi

gulma semusim, dua musim dan tahunan. Menurut Sastroutomo

(1990), gulma semusim merupakan gulma yang mempunyai daur

hidup hanya satu tahun atau kurang dari mulai

perkecambahan biji hingga dapat menghasilkan biji lagi.

Gulma semusim dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu

semusim dingin (winter annuals) dan semusim panas (summer

annuals). Gulma semusim panas akan berkecambah di musim

semi, menghasilkan biji dan kemudian mati pada musim

panas dari tahun yang sama. Gulma semusim dingin akan

berkecambah di musim gugur, istirahat di musim dingin,

tumbuh lagi untuk menghasilkan biji kemudian mati di

musim semi atau panas berikutnya. Gulma dua musim

merupakan gulma yang dapat hidup lebih dari satu tahun

tetapi kurang dari dua tahun. Pada fase pertumbuhan awal,

kecambah biasanya berbentuk roset. Setelah mengalami

musim dingin bunga terbentuk diikuti pembentukan biji dan

kemudian mati. Gulma tahunan adalah gulma yang dapat

hidup lebih dari dua tahun. Ciri-ciri gulma jenis ini

adalah setiap tahunnya pertumbuhan dimulai dengan

perakaran yang sama.

Golongan gulma berkayu (woody weeds) adalah mencakup

semua tumbuh-tumbuhan yang batangnya membentuk cabang-

cabang sekunder. Gulma berkayu disebut juga sebagai gulma

keras. Sifatnya yang demikian menyebabkan metode

pengendalian berbeda dengan gulma lunak (Sastroutomo,

1999). Gulma air (aquatic weeds) adalah tumbuhan yang

beradaptasi terhadap keadaan air kontinu atau paling

tidak toleran terhadap kondisi tanah berair untuk periode

waktu hidupnya. Dalam prakteknya gulma air

diklasifikasikan sebagai marginal (tepian), emergent

(gabungan antara tenggelam dan terapung), submerged

(melayang), anchored with floating leaves (tenggelam), freefloating

(mengapung), dan plankton atau algae (Sastroutomo, 1999).

Selain yang tersebutkan diatas gulma juga ada yang

merambat, epifit dan parasit. Karakter gulma merambat

adalah melilit dan memanjat dapat menyebabkan penutupan

areal yang luas dan cepat. Perambat kadang-kadang juga

epifit atau hemiparasit. Akibat dari serangan gulma jenis

ini adalah tanaman inang akan kehilangan daun karena

cabang-cabangnya telah dimatikan oleh parasit tersebut.

Pengelompokan gulma yang paling sederhana dan biasa

digunakan adalah mengelompokkan berdasarkan habitatnya.

Ada beberapa kelompok gulma yang penting yaitu; agrestal

atau segetal, ruderal, gulma padang rumput, gulma air,

gulma hutan, dan gulma lingkungan. Tumbuhan ruderal

adalah tumbuhan yang tidak dibudidayakan, tumbuh pada

habitat alami yang terganggu (ruderal) tapi bukan

digunakan untuk tujuan produksi (Sukman dan Yakub, 2002).

Menurut Sastroutomo (1990), tumbuhan ruderal umumnya

dijumpai di tempat-tempat ruderal yang berasal dari

bahasa Latin rudus yang artinya sisa-sisa (dalam arti

luas). Termasuk di dalamnya adalah habitat-habitat tepi

jalan, rel kereta api, atap gedung, tepi-tepi

kolam/danau/rawa/sungai, tempat pembuangan sampah, dan

lain-lain. Semua tempat ini mempunyai persamaan yang

nyata yaitu telah mengalami gangguan akibat adanya

aktivitas manusia. Jenis-jenis gulma yang dijumpai pada

habitat-habitat ini sangat bervariasi mulai dari yang

sederhana hingga berupa pohon yang yang tinggi.

Keanekaragaman jenis yang terjadi disebabkan adanya

perubahan lingkungan yang nyata sejalan dengan waktu dari

proses suksesi sekunder pada habitat ruderal ini.

Perubahan biasanya diawali dari jenis-jenis yang semusim

kemudian berubah menjadi herba menahun dan akhirnya akan

didominasi oleh pohon berkayu dan cukup tinggi.

Mashhadi dan Radosevich (2004) menyatakan tumbuhan

invasif tidak seperti rumput liar pertanian, tumbuhan

invasif berhasil atau dapat menempati dan menyebar ke

habitat baru tanpa bantuan lebih lanjut dari manusia.

Tumbuhan kelompok ini dapat mengokupasi ke daerah baru

yang sudah penuh sesak dengan vegetasi asli dan bahkan

kemudian mampu menggantikannya. Spesies invasif erat

kaitannya dengan spesies asing (alien spesies), maka

seringkali disebut spesies asing invasif (invasive alien

species). Spesies asing invasif didefinisikan sebagai

spesies yang bukan spesies lokal dalam suatu ekosistem

dan menyebabkan gangguan terhadap ekonomi dan lingkungan,

serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Campbell,

2005). Sementara itu, menurut Purwono et al. (2002) spesies

asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna,

termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat

alaminya, tumbuh dengan pesat karena tidak memiliki musuh

alami, sehingga menjadi gulma, hama, dan penyakit pada

spesies asli.

Spesies invasif juga erat kaitannya dengan spesies

eksotik. Spesies eksotik menurut Primack (1998), adalah

spesies yang terdapat di luar distribusi alaminya. Tidak

semua spesies eksotik dapat berkembang di habitat yang

baru, namun ada sebagian dari spesies tersebut dapat

tumbuh dan berkembang di lokasi yang baru, dan sebagian

lagi diantaranya bersifat invasif.

Perhatian terhadap habitat yang dinvasikan dan asal-

usul tumbuhan invasif bisa dibedakan menjadi tiga

kategori, yaitu; (1) Gulma, yang merugikan pemanfaatan

lahan oleh manusia. Dipandang dari sudut anthropogenic,

gulma tersebut menggangu obyektif atau tujuan usaha

manusia. (2) Invator, yang berhasil mapan pada habitat

baru. Dipandang dari sudut biogeografi, ada tumbuhan

asing, eksotis, alien, jenis eksotik. (3) Kolonial,

tumbuhan yang berhasil pada daerah yang sebelumnya telah

terganggu (disturbed). Dipandang dari sudut ekologis,

dikenal ada tumbuhan primer dalam proses suksesi

(Rejmanek, 1995).

Karakter biologis gulma menurut Baker (1974) antara

lain adalah sebagai berikut: pertama viabilitas biji lama

dan dikendalikan secara internal, sehingga perkecambahan

bersifat tidak kontinu, dua“Self-compatible”, tetapi tidak

autogamus atau apomistik, ketiga biji diproduksi

sepanjang hidup tumbuhan secara kontinu, empat biji dapat

diproduksi dalam berbagai kondisi lingkungan, lima

propagul teradaptasi untuk penyebaran jarak dekat maupun

jarak jauh dan terakhir kalau tumbuhan tahunan, ramet

mudah putus dan sukar untuk dicabut dari tanah.

Tjitrosemito (2004) menambahkan, jenis tumbuhan

eksotik yang bersifat invasif memiliki beberapa kelebihan

dibandingkan dengan tanaman natif, sehingga mampu

mendominasi kawasan tumbuhnya, karakter tersebut yaitu

pertumbuhan yang cepat, perakarannya banyak dan rapat,

sehingga mendominasi perakaran disekitarnya, mampu

menggunakan penyerbuk lokal sehingga mampu memproduksi

biji, metode penyebaran biji efektif, seperti buah yang

disukai hewan atau biji ringan sehingga mudah terbawa

angin, biji yang dihasilkan banyak, sehingga cepat

mendominasi areal, memiliki senyawa allelopati yang

menghambat pertumbuhan jenis tumbuhan lokal.

Tjitrosoedirdjo (2010) juga menambahkan enumerasi

karakter tumbuhan asing invasif, antara lain adalah cepat

membangun naungan yang lebat, tumbuhan invasif juga dapat

bersifat different phenology tumbuh lebih dulu, daun hijau

lebih lama, berbunga lebih lama dan berbunga lebih dulu,

biasanya tumbuhan invasif tidak mempunya musuh alami yang

dapat mengendalikan pertumbuhan populasinya. Booth et al.

(2004) menyatakan sulit untuk memprediksi apakah suatu

habitat akan invasibel berdasarkan karakteristik habitat

sederhana. Tingkat kerentanan habitat pada invasi

tergantung pada banyak faktor dan berubah dari waktu ke

waktu. Faktor-faktor lain yang penting untuk memahami

invasi yaitu spesies gulma yang melakukan invasi. Hanya

jenis gulma tertentu memiliki beberapa sifat yang

memungkinkan untuk menyerang habitat yang diciptakan oleh

sistem manajemen habitat tersebut.

Cara efektif untuk mempelajari tanaman invasif

adalah dengan mengetahui

proses invasi. Proses tersebut terdiri dari tiga tahap,

introduksi, kolonisasi, dan naturalisasi. Introduksi

adalah proses awal sebuah tanaman invasif berhasil masuk

ke daerah baru. Proses ini biasanya dibantu oleh adanya

gangguan. Kolonisasi sering membutuhkan jeda waktu lama

sebelum tahap berikutnya dimulai. Pada proses ini terjadi

pertumbuhan eksponensial yang cepat dan penyebaran

populasi baru juga terjadi selama invasi. Naturalisasi

terjadi apabila populasi baru mendiami semua relung yang

tersedia, dan daya dukung tercapai. Kedua faktor

intrinsik dan faktor ekstrinsik biologi lingkungan

diperlukan untuk invasi yang sukses (Mashhadi dan

Radosevich, 2004). Tahapan invasi tersebut menurut

Tjitrosoedirdjo (2010) tidak cukup sebagai dasar untuk

investigasi dari mekanisme invasi. Tahapan atau subdivisi

seharusnya mampu mengungkap kesukaran yang dialami

tumbuhan untuk mencapai satu demi satu dari tiga tahapan

tersebut. Model yang dibuat harus dapat membedakan antara

tahapan (stages) dan langkah (steps) dari invasi. Tahapan

invasi bermanfaat untuk mendeskripsikan status yang telah

dicapai oleh tumbuhan, sedangkan langkah invasi adalah

proses yang mengimplikasikan kesulitan yang mungkin

timbul.

Tahapan (stages) yang dimaksud adalah sebagai

berikut, pertama berada di daerah baru. Periode atau

tahapan dimana tanaman budidaya dan tanaman hias mulai

dari periode budidaya atau periode pemeliharan sampai

mereka lepas dari budidaya atau kultivasi dan menjadi

feral. Tumbuhan yang tidak dikultivasi pada tahapan ini

sejajar dengan periode dorman dari propagul. Kedua mapan

secara spontan. Tanaman yang telah memasuki tahapan ini

setidaknya satu generasi telah berhasil dihasilkan pada

daerah baru tersebut, tanpa bantuan dari manusia. Ketida

mapan secara permanen. Tumbuhan sudah mencapai tahapan

ini apabila setidaknya ada satu populasi di daerah baru

tersebut yang mempunyai peluang bagus untuk tetap

bertahan disitu (i.e. the minimum viable population, MVP

tercapai). Keempat persebaran di daerah baru tersebut

telah tuntas. Pada tahap ini tumbuhan itu sudah

menginvasi seluruh lokasi yang cocok untuk pertumbuhannya

yang mengimplikasikan batas penyebaran baru sudah

tercapai.

Tumbuhan harus melewati langkah berikut untuk maju

dari satu tahap ketahapan berikutnya, tahapan pertama

yaitu imigrasi. Satu atau lebih individual meninggalkan

home range-nya dan mencapai daerah baru, oleh karenanya

melewati pembatas penyebaran. Pada kasus ini banyak

imigrasi yang difasilitasi oleh manusia.

Tahapan kedua adanya pertumbuhan dan reproduksi yang

independen setidaknya satu individu. Pada daerah baru itu

setidaknya satu individu telah berhasil tumbuh,

berkembang dan berbiak. Tanaman budidaya dan tanaman hias

harus tumbuh sampai berbiak dilakukan sendiri bebas tanda

dari kultivasi manusia. Tahapan ketiga Pertumbuhan

populasi taraf MVP (the minimum viable population) tercapai.

Tumbuhan harus membangun populasi yang cukup besar untuk

menggaransi survival di lingkungan baru. Pada tahap ini

memerlukan perubahan cara pandang, subyek investigasi

bukan lagi individu tetapi populasi di daerah baru yang

menjadi subyek penting. Tahapan keempat akuisisi lokasi

baru, pada langkah ini tumbuhan menginvasi lokasi lain

dengan kualitas lingkungan sama atau mungkin malah

berbeda. Langkah-langkah diatas mengkompromikan masalah

utama dimana suatu tumbuhan harus menghadapinya dalam

rangkaian proses invasi. Hal tersebut menciptakan urutan

kendala terhadap tumbuhan, dan langkah terakhir tidak

dapat dicapai tanpa mengatasi seluruh langkah lainnya.

Masalah yang timbul dikelompokan dalam langkah ini

menurut hubungan dan waktu kejadiannya sehingga

memberikan dasar untuk analisa yang sistematik. Kebutuhan

untuk menganalisis kemampuan gulma invasif sebelum invasi

terjadi tidak bisa dipungkiri, penelitian demi penelitian

menunjukkan bahwa spesies invasif menimbulkan kerusakan

terhadap spesies asli, ekosistem, pertanian, dan

keselamatan manusia. Pada saat ini belum ada data

penelitian yang komprehensif mengenai model invasif yang

berlaku umum. Hal tersebut karena gulma memiliki dinamika

dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perlu langkah

mengumpulkan pengetahuan untuk menilai risiko yang

ditimbulkan oleh spesies invasif (Reichard, 2001).

III. PELAKSANAAN KULIAH LAPANGAN

3.1 Waktu dan Tempat

Kuliah lapangan ini dilaksanakan pada hari Jumat-Minggu

tanggal 24-26 Oktober 2014 di Sarasah Bonta, Jorong

Lubuak Limpato, Kenagarian Tarantang, Kecamatan Harau,

Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat dan kemudian

dilanjutkan di Herbarium Universitas Andalas.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada adalah tali rafia,

meteran, pancang, plastik 1/2kg, plastik packing, kamera,

karet, serta alat tulis.

3.3. Metoda

Pengamatan dan pengambilan data gulma di lapangan pada

beberapa lokasi menggunakan metode kuadrat. Pada lokasi

pengamatan dibuat plot berukuran 2 x 2 m2 sebanyak 10

plot.

3.4 Cara Kerja

Dibuatplot dengan ukuan 2 m x 2 m untuk masing-masing

kelompok, kemudian amati dan dicatat jenis – jenis

tumbuhan yang terdapat didalam plot tersebut berupa

seedling dan vegetasi dasar (tumbuhan yang menutupi

tanah). Kemudian lakukan pembuatan plot hingga

mendapatkan 10 plot dengan mencatat semua tumbuh-tumbuhan

yang terdapat didalam plot. Lalu identifikasi jenis

tumbuhan tersebut dengan menggunakan buku identifikasi

tumbuhan atau melalui ahli tumbuhan.

3.5 Analisis Data

1. Persentase Famili = jumlah individu satu famili x 100 %

jumlah semua individu

2. Kerapatan (K) = Jumlah individu satu jenisLuas plot

3. Kerapatan relatif (KR) = Kerapatan suatu jenisx 100%

Kerapatan semua jenis

4. Frekuensi (F) = jumlah plot yang ditempatisatu jenis

Jumlah seluruh plot

5. Frekuensi relatif (KR) = Frekuensi suatu jenis x 100%

Frekuensi semua jenis

6. Indeka Nilai Penting (INP) = KR + FR.

7. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)

H’ = -Σ Pi ln Pi

Pi = ¿N

Dimana : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon

ni = Jumlah suatu spesies

N = Jumlah seluruh spesies

Keterangan :

H>3 = keanekaragaman sangat tinggi

H 1,5-3 = tinggi

H 1-1,5 = sedang

H < 1 = rendah

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi

4.1.1 Komposisi Jenis Tumbuhan Pada Vegetasi Semak Di

Jalur Tengah /Gulma di Sarasah Bonta, Nagari

Tarantang, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh

Kota.

Tabel 1. Komposisi Gulma di Sarasah Bonta

No. Jenis Famili

JumlahIndivi

duKeterangan

1. Asystasia gangetica Acanthaceae 192. Ageratum conyzoides Asteraceae 733. Areca sp. Arecaceae 14. Cassia alata L. Fabaceae 45. Cinnamomum burmannii Lauraceae 36. Cleome sp. Cleomaceae 19

7. Clitoria laurifolia Caesalpiniaceae 21

8. Elephantopus tomentosa Asteraceae 259. Clidemia hirta L. Melastomatac

eae9

10. Hedyotis corymbosa L. Rubiaceae 8

11. Leguminocecae Leguminoceca

e 4

12. Licopodium sp. Lycopodiacea

e 5

13. Lygodium sp. Filicales 13

16. Melastoma malabathricum Melastomatac

ecae 1

17. Mikania micrantha Kunth Asteraceae 8

18. Mimosa pigra Fabaceae 27

19. Mimosa pudica Fabaceae 38

20. Passiflora foetida L. Passiflorace

ae 15

21. Phyllanthus sp. Euphorbiacea

e 10

23. Polygala paniculata L. Polygalaceae 20

24. Salacca zalacca Arecaceae 1

25. Scleria sumatrana Cyperaceae 37

26. Sida acuta Malvaceae 4

27. Solanum torvum Solanacecae 1

28. Stachytarpheta jamaicensis Verbenaceae 50

29. Stenochlaena palustris Blechnaceae 21

30. Urena lobata L. Malvaceae 2

31. Vitis hastata Vitaceae 3

Jumlah 442

4.1.2 Famili Dominan Dan Co Dominan

No. Famili Spesies Jumlah % Famili

1. Acanthaceae Asystasia gangetica 194,29864253

4

2.

Arecaceae

Areca sp. 10,22624434

4

3. Salacca zalacca 10,22624434

44.

Asteraceae

Ageratum conyzoides 73 16,5158371

5. Elephantopus tomentosa 255,65610859

7

6. Mikania micrantha Kunth 81,80995475

1

7. Blechnaceae Stenochlaena palustris 214,75113122

2

8.Caesalpiniaceae Clitoria laurifolia 21

4,751131222

9.Cleomaceae Cleome sp. 19

4,298642534

10. Cyperaceae Scleria sumatrana 378,37104072

4

11. Euphorbiaceae Phyllanthus sp. 102,26244343

9

12.

Fabaceae

Cassia alata L. 40,90497737

6

13. Mimosa pigra 276,10859728

5

16. Mimosa pudica 388,59728506

8

17. Filicales Lygodium sp. 132,94117647

1

18. Lauraceae Cinnamomum burmannii) 30,67873303

2

19. Leguminocecae Leguminocecae 40,90497737

6

20. Lycopodiaceae Licopodium sp. 51,13122171

9

21.

Malvaceae

Sida acuta 40,90497737

6

23. Urena lobata L. 20,45248868

8

24.Melastomataceae

Clidemia hirta L. 9 2,036199095

25.Melastomatacecae

Melastoma malabathricum 1

0,226244344

26. Passifloraceae Passiflora foetida L. 153,39366515

8

27. Polygalaceae Polygala paniculata L. 204,52488687

8

28. Rubiaceae Hedyotis corymbosa L. 81,80995475

1

29. Solanacecae Solanum torvum 10,22624434

4

30. VerbenaceaeStachytarpheta jamaicensis 50

11,31221719

31. Vitaceae Vitis hastata 30,67873303

2

Jumlah 442Keterangan :

%famili > 20 % = Dominan%famili 10-20% = Co dominan

4.2 Struktur

4.2.1 Indeks Nilai Penting

Tabel 2. Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi gulma seluruh plot

No Jenis Jumlah K KR (%) F FR(%)

INP(%)

1. Asystasia gangetica 190,475

4.30 0.5 4,95 9,25

2. Ageratum conyzoides 73 1.825

16.5 0,8 7,9 24,4

3. Areca sp. 10,025

0,22 0,3 2,97 3,19

4. Cassia alata L. 4 0,1 0,90 0,4 3,96 4,86

5. Cinnamomum burmannii 3

0,075

0,67 0,1 0,99 1,66

6. Cleome sp. 19 0,475

4.30 0,1 0,99 5,29

7. Clitoria laurifolia 210,525

4,75 0,2 1,98 6,73

8. Elephantopus tomentosa 25 0,62

54.30 0,2 1,98 6,28

9. Clidemia hirta L. 9 0,225

4,75 0,2 1,98 6,73

10 Hedyotis corymbosa 8 0,2 5,52 0,3 2,97 8,49

. L.11. Leguminocecae 4 0,1 1,98 1 9,9 11,88

12. Licopodium sp. 5 0,12

51,81 1 9,9 11,71

13. Lygodium sp. 13

0,325

0,88 0,5 4,95 5,83

14.

Melastoma malabathricum 1 0,02

51,13 0,5 4,95 6,08

15.

Mikania micrantha Kunth 8 0,2 2,94 0,2 1,98 4,92

16. Mimosa pigra 27 0,67 6,07 0,2 1,98 8,05

17. Mimosa pudica 38 0,95 8,61 0,8 7,92 16,53

18. Passiflora foetida L. 15 0,37 3,35 0,3 2,97 6,32

19. Phyllanthus sp. 10 0,25 2,26 0,4 3,96 6,22

20.

Polygala paniculata L. 20 0,5 4,41 0,2 1,98 6,39

21. Salacca zalacca 1 0,02 0,181 0,1 0,99 1,171

22. Scleria sumatrana 37

0,925

8,38 0,2 1,98 10,36

23. Sida acuta 4 0,1 0,90 0,3 2,97 3,87

24. Solanum torvum 1

0,025

0,22 0,1 0,99 1,1

25.

Stachytarpheta jamaicensis 50 1,25 11,33 0,2 1,98 13,31

26.

Stenochlaena palustris 21

0,525

4,75 0,5 4,95 9,7

27. Urena lobata L. 2 0,05 0,45 0,2 1,98 2,43

28. Vitis hastata 3

0,075

0,67 0,3 2,97 3,64

Jumlah 442 11,032

106,531

10,1

99,5 29,08

4.2.2 Indeks Keanekaragaman Jenis

Tabel 3. Indeks Keanekaragaman Jenis Gulma di daerah

Sarasah BontaNo Jenis Jumlah pi ln pi pi ln pi

1. Asystasia gangetica 19 0,043 -3,147 -0,135

2. Ageratum conyzoides 73 0,165 -1,801 -0,297

3. Areca sp. 1 0,002 -6,091 -0,0144. Cassia alata L. 4 0,009 -4,705 -0,043

5. Cinnamomum burmannii 3 0,007 -4,993 -0,034

6. Cleome sp. 19 0,043 -3,147 -0,1357. Clitoria laurifolia 21 0,048 -3,047 -0,145

8. Elephantopus tomentosa 25 0,057 -2,872 -0,162

9. Clidemia hirta L. 9 0,020 -3,894 -0,07910.

Hedyotis corymbosa L. 8 0,018 -4,012 -0,073

11. Leguminocecae 4 0,009 -4,705 -0,043

12. Licopodium sp. 5 0,011 -4,482 -0,051

13. Lygodium sp. 13 0,029 -3,526 -0,104

16.

Melastoma malabathricum 1 0,002 -6,091 -0,014

17.

Mikania micrantha Kunth 8 0,018 -4,012 -0,073

18. Mimosa pigra 27 0,061 -2,795 -0,171

19. Mimosa pudica 38 0,086 -2,454 -0,211

20. Passiflora foetida L. 15 0,034 -3,383 -0,115

21. Phyllanthus sp. 10 0,023 -3,789 -0,086

23.

Polygala paniculata L. 20 0,045 -3,096 -0,140

24. Salacca zalacca 1 0,002 -6,091 -0,014

25. Scleria sumatrana 37 0,084 -2,480 -0,208

26. Sida acuta 4 0,009 -4,705 -0,043

27. Solanum torvum 1 0,002 -6,091 -0,014

28.

Stachytarpheta jamaicensis 50 0,113 -2,179 -0,247

29.

Stenochlaena palustris 21 0,048 -3,047 -0,145

30. Urena lobata L. 2 0,005 -5,398 -0,024

31. Vitis hastata 3 0,007 -4,993 -0,034

Jumlah 442Pi ln pi∑ -2,850

H’ 2,80