Upload
independent
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat,
dan kondisi yang tidak diinginkan manusia (Sukman dan
Yakub, 2002). Menurut Kleiber (1968), definisi utama
gulma adalah tumbuhan yang muncul tidak pada tempatnya.
Terdapat dua kelompok definisi gulma yang dianggap
penting yaitu definisi subjektif dan objektif. Definisi
subjektif menyatakan gulma merupakan tumbuhan
kontroversial yang tidak semua buruk maupun tidak
semuanya baik, tergantung pandangan seseorang (Anderson,
1977). Menurut definisi ekologis gulma didefinisikan
sebagai tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat
buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas
manusia (Sastroutomo, 1990).
Gulma sering ditempatkan dalam kompetisi atau campur
tangannya terhadap aktivitas manusia atau pertanian. Bagi
pertanian, gulma tidak dikehendaki karena: a) menurunkan
produksi akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara,
air, sinar matahari dan ruang hidup, b) mengeluarkan
senyawa allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman, c) menjadi inang hama dan penyakit tanaman, d)
mengganggu tata guna air dan e) meningkatkan atau
menambah biaya untuk usaha pengendalian. Mengingat
keberadaan gulma menimbulkan akibat-akibat yang merugikan
maka dilakukan usaha-usaha pengendalian secara teratur
dan terencana. Pengendalian gulma bukan lagi merupakan
usaha sambilan, tapi merupakan usaha tersendiri yang
memerlukan langkah efisien, rasional berdasarkan
pertimbangan ilmiah yang teruji (Sukman dan Yakub, 2002)
Gulma dapat dikelompokkan menurut morfologi daun,
tingkat keganasan, morfologi batang, habitat dan lokasi
tumbuh. Menurut lokasi tumbuhnya dapat dibagi menjadi
gulma umum dan gulma ruderal. Gulma umum adalah gulma
yang umum ditemui pada agroekosistem atau sistem
pertanaman yang spesifik lainya seperti kehutanan. Gulma
ruderal adalah gulma yang umum ditemui diluar kedua
sistem tersebut seperti pada areal publik, rel kereta
api, bandara dan sebagainya. Gulma ruderal penting untuk
dikendalikan karena merupakan sumber gulma bagi wilayah
pertanian di sekitarnya. Terciptanya gulma ruderal karena
minimnya program pengendalian gulma pada areal-areal
publik. Gulma ruderal di perkotaan selain merugikan
secara ekonomi juga merusak keindahan kota. Namun
demikian gulma ruderal di Indonesia belum ditangani
dengan baik. Mengetahui jenis-jenis gulma ruderal sangat
penting untuk mengembangkan program pengendalian baik
secara preventif maupun eradikatif.
Salah satu kawasan yang mempunyai tingkat
keanekaragaman hayati yang tinggi di Sumatera Barat
adalah Kota Payakumbuh, secara administratif tepatnya
terletak di Sarasah Bonta, Jorong Lubuak Limpato,
Kenagarian Tarantang, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima
Puluh Kota. Di sana memiliki keanekaragaman hayati yang
lebih, yaitu wilayah hutan dan kawasan air terjun, dalam
hal ini penulis mengkhususkan kawasan Sarasah Bonta yang
memiliki air terjun sekaligus hutan. Menurut Marisa
(1987), secara umum hutan di daerah ini tergolong hutan
sekunder, namun terdapat beberapa daerah yang wilayah
hutannya masih merupakan hutan primer.
Sarasah Bonta terletak pada ketinggian ± 400-500 m
dpl, dan dari struktur tanahnya tergolong memiliki tanah
yang subur. Beragam jenis tumbuhan yang ditemukan pada
daerah tersebut dipengaruhi oleh suhu, keadaan tanah dan
curah hujan. Daerah tersebut memiliki curah hujan yang
tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu lembab. Objek
wisata air terjun Sarasah Bonta memiliki koleksi tanaman
lebih banyak dibandingkan dengan agroekologi pertanian.
Tingginya keragaman tersebut membuka peluang lebih besar
untuk mengeksplor sistem biologi terkait interaksi gulma
dengan tanaman, terutama mengenai gulma invasif yang
keberadaannya mampu mengganggu tanaman asli yang ada
diwilayah tersebut.
Menurut Tjitrosoedirdjo (2010), invasi adalah
ekspansi geografis dari suatu spesies pada daerah yang
sebelumnya tidak ada spesies tersebut. Definisi ini
mengandung konotasi bahwa spesies yang invasif biasanya
eksotik, tumbuhan asing, walaupun ini bukan satu-satunya
definisi yang tepat. Invasi tumbuhan membawa konsekuensi
biaya ekologi maupun biaya ekonomi yang sangat tinggi.
Beberapa besaran biaya ekonomi dapat dikuantifikasi
seperti biaya pengendalian dengan herbisida dan penurunan
produksi pertanian. Tetapi biaya lainnya, tidak mudah
dikuantifikasi seperti kerusakan ekosistem, kehilangan
areal rekreasi, punahnya spesies atau jenis tertentu. Di
Asia Tenggara belum ada yang mengestimasikan biaya
sehubungan dengan tumbuhan invasif ini. Di negara maju
seperti Amerika Serikat biaya terkait dengan tumbuhan
invasif ini pada tanaman budidaya dan padang rumput saja
berjumlah lebih dari U$34 milyar tiap tahunnya(Pimentel
et al., dalam Tjitrosoedirdjo, 2010), sedangkan di Eropa
dalam kurun waktu antara tahun 1988 sampai tahun 2000
kerugiannya mencapai U$5 milyar (Purwono, 2002).
Pengetahuan tentang gulma invasif dan interaksinya
dengan tanaman tertentu berguna secara agronomi untuk
pengembangan metode pengendalian. Selain itu,
identifikasi gulma-gulma invasif berguna untuk studi-
studi alelopati baru yang saat ini menjadi bagian penting
pada pengembangan pertanian berkelanjutan.
1.2 Rumusan Permasalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dihadapi
saat ini yaitu bagaimana caranya kita mengenali macam-
macam gulma dan cara pengendaliannya.
1.3 Tujuan
Tujuan melakukan kuliah lapangan Ilmu Gulma di Lembah
Harau Payakumbuh, untuk mengetahui jenis-jenis gulma dan
bagaimana cara pengendaliannya.
1.4 Manfaat
Manfaat dari kuliah lapangan ilmu gulma yaitu kita dapat
mengetahui jenis-jenis gulma dan bagaimana cara
pengendaliannya menurut jenis gulma tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di suatu tempat
dalam waktu tertentu tidak dikehendaki oleh manusia.
Gulma tidak dikehendaki karena bersaing dengan tanaman
yang dibudidayakan dan dibutuhkan biaya pengendalian yang
cukup besar yaitu sekitar 25-30% dari biaya produksi
(Soerjani et al., 1996). Persaingan tersebut dalam hal
kebutuhan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh
sehingga dapat: 1) Menurunkan hasil, 2) Menurunkan
kualitas hasil, 3) Menurunkan nilai dan produktivitas
tanah, 4) Meningkatkan biaya pengerjaan tanah, 5)
Meningkatkan biaya penyiangan, 6) Meningkatkan kebutuhan
tenaga kerja, dan 7) Menjadi inang bagi hama dan
penyakit.
Menurut Sukman dan Yakub (2002), terdapat berbagai
sistem klasifikasi gulma yang menggambarkan
karakteristiknya, seperti klasifikasi berdasarkan
karakteristik reproduksi, bentuk kehidupan, botani dan
sebagainya. Dalam prakteknya terutama untuk kepentingan
pengelolaan vegetasi maka klasifikasi botani biasa
digunakan. Menurut klasifikasi ini gulma dibedakan
menjadi: teki, rumput dan daun lebar. Berdasarkan bentuk
masa pertumbuhan terdiri atas: gulma berkayu, gulma air,
gulma perambat termasuk epiphytes dan parasit. Ditinjau
dari siklus hidupnya dikenal gulma semusim, dua musim dan
tahunan. Beberapa jenis gulma mungkin termasuk kombinasi
dari karakteristik-karakteristik tersebut.
Teki (sedges) mempunyai batang berbentuk segitiga,
kadang-kadang bulat dan tidak berongga, daun berasal dari
nodia dan warna ungu tua. Gulma ini mempunyai sistem
rhizoma dan umbi. Sifat yang menonjol adalah cepatnya
membentuk umbi baru yang dapat bersifat dorman pada
lingkungan tertentu. Dengan karakter yang demikian, teki
menjadi menjadi relatif sulit dikendalikan secara manual.
Rumput (grasses) mudah dibedakan karena mempunyai batang
bulat atau pipih dan berongga, kesamaannya dengan teki
karena bentuk daunnya sama-sama sempit, tetapi dari sudut
pengendalian terutama responnya terhadap herbisida
berbeda.
Gulma berdaun lebar (broad-leaves weeds) membentuk
daun-daun lebar yang berasal dari pertumbuhan meristem
apikal dan sangat sensitif terhadap bahan kimia. Pada
permukaan daun terutama permukaan bawah terdapat stomata
yang memungkinkan cairan masuk. Gulma ini mempunyai
tunas-tunas pada nodus atau titik memencarnya daun.
Berdasarkan siklus hidupnya gulma dibagi menjadi
gulma semusim, dua musim dan tahunan. Menurut Sastroutomo
(1990), gulma semusim merupakan gulma yang mempunyai daur
hidup hanya satu tahun atau kurang dari mulai
perkecambahan biji hingga dapat menghasilkan biji lagi.
Gulma semusim dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
semusim dingin (winter annuals) dan semusim panas (summer
annuals). Gulma semusim panas akan berkecambah di musim
semi, menghasilkan biji dan kemudian mati pada musim
panas dari tahun yang sama. Gulma semusim dingin akan
berkecambah di musim gugur, istirahat di musim dingin,
tumbuh lagi untuk menghasilkan biji kemudian mati di
musim semi atau panas berikutnya. Gulma dua musim
merupakan gulma yang dapat hidup lebih dari satu tahun
tetapi kurang dari dua tahun. Pada fase pertumbuhan awal,
kecambah biasanya berbentuk roset. Setelah mengalami
musim dingin bunga terbentuk diikuti pembentukan biji dan
kemudian mati. Gulma tahunan adalah gulma yang dapat
hidup lebih dari dua tahun. Ciri-ciri gulma jenis ini
adalah setiap tahunnya pertumbuhan dimulai dengan
perakaran yang sama.
Golongan gulma berkayu (woody weeds) adalah mencakup
semua tumbuh-tumbuhan yang batangnya membentuk cabang-
cabang sekunder. Gulma berkayu disebut juga sebagai gulma
keras. Sifatnya yang demikian menyebabkan metode
pengendalian berbeda dengan gulma lunak (Sastroutomo,
1999). Gulma air (aquatic weeds) adalah tumbuhan yang
beradaptasi terhadap keadaan air kontinu atau paling
tidak toleran terhadap kondisi tanah berair untuk periode
waktu hidupnya. Dalam prakteknya gulma air
diklasifikasikan sebagai marginal (tepian), emergent
(gabungan antara tenggelam dan terapung), submerged
(melayang), anchored with floating leaves (tenggelam), freefloating
(mengapung), dan plankton atau algae (Sastroutomo, 1999).
Selain yang tersebutkan diatas gulma juga ada yang
merambat, epifit dan parasit. Karakter gulma merambat
adalah melilit dan memanjat dapat menyebabkan penutupan
areal yang luas dan cepat. Perambat kadang-kadang juga
epifit atau hemiparasit. Akibat dari serangan gulma jenis
ini adalah tanaman inang akan kehilangan daun karena
cabang-cabangnya telah dimatikan oleh parasit tersebut.
Pengelompokan gulma yang paling sederhana dan biasa
digunakan adalah mengelompokkan berdasarkan habitatnya.
Ada beberapa kelompok gulma yang penting yaitu; agrestal
atau segetal, ruderal, gulma padang rumput, gulma air,
gulma hutan, dan gulma lingkungan. Tumbuhan ruderal
adalah tumbuhan yang tidak dibudidayakan, tumbuh pada
habitat alami yang terganggu (ruderal) tapi bukan
digunakan untuk tujuan produksi (Sukman dan Yakub, 2002).
Menurut Sastroutomo (1990), tumbuhan ruderal umumnya
dijumpai di tempat-tempat ruderal yang berasal dari
bahasa Latin rudus yang artinya sisa-sisa (dalam arti
luas). Termasuk di dalamnya adalah habitat-habitat tepi
jalan, rel kereta api, atap gedung, tepi-tepi
kolam/danau/rawa/sungai, tempat pembuangan sampah, dan
lain-lain. Semua tempat ini mempunyai persamaan yang
nyata yaitu telah mengalami gangguan akibat adanya
aktivitas manusia. Jenis-jenis gulma yang dijumpai pada
habitat-habitat ini sangat bervariasi mulai dari yang
sederhana hingga berupa pohon yang yang tinggi.
Keanekaragaman jenis yang terjadi disebabkan adanya
perubahan lingkungan yang nyata sejalan dengan waktu dari
proses suksesi sekunder pada habitat ruderal ini.
Perubahan biasanya diawali dari jenis-jenis yang semusim
kemudian berubah menjadi herba menahun dan akhirnya akan
didominasi oleh pohon berkayu dan cukup tinggi.
Mashhadi dan Radosevich (2004) menyatakan tumbuhan
invasif tidak seperti rumput liar pertanian, tumbuhan
invasif berhasil atau dapat menempati dan menyebar ke
habitat baru tanpa bantuan lebih lanjut dari manusia.
Tumbuhan kelompok ini dapat mengokupasi ke daerah baru
yang sudah penuh sesak dengan vegetasi asli dan bahkan
kemudian mampu menggantikannya. Spesies invasif erat
kaitannya dengan spesies asing (alien spesies), maka
seringkali disebut spesies asing invasif (invasive alien
species). Spesies asing invasif didefinisikan sebagai
spesies yang bukan spesies lokal dalam suatu ekosistem
dan menyebabkan gangguan terhadap ekonomi dan lingkungan,
serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Campbell,
2005). Sementara itu, menurut Purwono et al. (2002) spesies
asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna,
termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat
alaminya, tumbuh dengan pesat karena tidak memiliki musuh
alami, sehingga menjadi gulma, hama, dan penyakit pada
spesies asli.
Spesies invasif juga erat kaitannya dengan spesies
eksotik. Spesies eksotik menurut Primack (1998), adalah
spesies yang terdapat di luar distribusi alaminya. Tidak
semua spesies eksotik dapat berkembang di habitat yang
baru, namun ada sebagian dari spesies tersebut dapat
tumbuh dan berkembang di lokasi yang baru, dan sebagian
lagi diantaranya bersifat invasif.
Perhatian terhadap habitat yang dinvasikan dan asal-
usul tumbuhan invasif bisa dibedakan menjadi tiga
kategori, yaitu; (1) Gulma, yang merugikan pemanfaatan
lahan oleh manusia. Dipandang dari sudut anthropogenic,
gulma tersebut menggangu obyektif atau tujuan usaha
manusia. (2) Invator, yang berhasil mapan pada habitat
baru. Dipandang dari sudut biogeografi, ada tumbuhan
asing, eksotis, alien, jenis eksotik. (3) Kolonial,
tumbuhan yang berhasil pada daerah yang sebelumnya telah
terganggu (disturbed). Dipandang dari sudut ekologis,
dikenal ada tumbuhan primer dalam proses suksesi
(Rejmanek, 1995).
Karakter biologis gulma menurut Baker (1974) antara
lain adalah sebagai berikut: pertama viabilitas biji lama
dan dikendalikan secara internal, sehingga perkecambahan
bersifat tidak kontinu, dua“Self-compatible”, tetapi tidak
autogamus atau apomistik, ketiga biji diproduksi
sepanjang hidup tumbuhan secara kontinu, empat biji dapat
diproduksi dalam berbagai kondisi lingkungan, lima
propagul teradaptasi untuk penyebaran jarak dekat maupun
jarak jauh dan terakhir kalau tumbuhan tahunan, ramet
mudah putus dan sukar untuk dicabut dari tanah.
Tjitrosemito (2004) menambahkan, jenis tumbuhan
eksotik yang bersifat invasif memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan tanaman natif, sehingga mampu
mendominasi kawasan tumbuhnya, karakter tersebut yaitu
pertumbuhan yang cepat, perakarannya banyak dan rapat,
sehingga mendominasi perakaran disekitarnya, mampu
menggunakan penyerbuk lokal sehingga mampu memproduksi
biji, metode penyebaran biji efektif, seperti buah yang
disukai hewan atau biji ringan sehingga mudah terbawa
angin, biji yang dihasilkan banyak, sehingga cepat
mendominasi areal, memiliki senyawa allelopati yang
menghambat pertumbuhan jenis tumbuhan lokal.
Tjitrosoedirdjo (2010) juga menambahkan enumerasi
karakter tumbuhan asing invasif, antara lain adalah cepat
membangun naungan yang lebat, tumbuhan invasif juga dapat
bersifat different phenology tumbuh lebih dulu, daun hijau
lebih lama, berbunga lebih lama dan berbunga lebih dulu,
biasanya tumbuhan invasif tidak mempunya musuh alami yang
dapat mengendalikan pertumbuhan populasinya. Booth et al.
(2004) menyatakan sulit untuk memprediksi apakah suatu
habitat akan invasibel berdasarkan karakteristik habitat
sederhana. Tingkat kerentanan habitat pada invasi
tergantung pada banyak faktor dan berubah dari waktu ke
waktu. Faktor-faktor lain yang penting untuk memahami
invasi yaitu spesies gulma yang melakukan invasi. Hanya
jenis gulma tertentu memiliki beberapa sifat yang
memungkinkan untuk menyerang habitat yang diciptakan oleh
sistem manajemen habitat tersebut.
Cara efektif untuk mempelajari tanaman invasif
adalah dengan mengetahui
proses invasi. Proses tersebut terdiri dari tiga tahap,
introduksi, kolonisasi, dan naturalisasi. Introduksi
adalah proses awal sebuah tanaman invasif berhasil masuk
ke daerah baru. Proses ini biasanya dibantu oleh adanya
gangguan. Kolonisasi sering membutuhkan jeda waktu lama
sebelum tahap berikutnya dimulai. Pada proses ini terjadi
pertumbuhan eksponensial yang cepat dan penyebaran
populasi baru juga terjadi selama invasi. Naturalisasi
terjadi apabila populasi baru mendiami semua relung yang
tersedia, dan daya dukung tercapai. Kedua faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik biologi lingkungan
diperlukan untuk invasi yang sukses (Mashhadi dan
Radosevich, 2004). Tahapan invasi tersebut menurut
Tjitrosoedirdjo (2010) tidak cukup sebagai dasar untuk
investigasi dari mekanisme invasi. Tahapan atau subdivisi
seharusnya mampu mengungkap kesukaran yang dialami
tumbuhan untuk mencapai satu demi satu dari tiga tahapan
tersebut. Model yang dibuat harus dapat membedakan antara
tahapan (stages) dan langkah (steps) dari invasi. Tahapan
invasi bermanfaat untuk mendeskripsikan status yang telah
dicapai oleh tumbuhan, sedangkan langkah invasi adalah
proses yang mengimplikasikan kesulitan yang mungkin
timbul.
Tahapan (stages) yang dimaksud adalah sebagai
berikut, pertama berada di daerah baru. Periode atau
tahapan dimana tanaman budidaya dan tanaman hias mulai
dari periode budidaya atau periode pemeliharan sampai
mereka lepas dari budidaya atau kultivasi dan menjadi
feral. Tumbuhan yang tidak dikultivasi pada tahapan ini
sejajar dengan periode dorman dari propagul. Kedua mapan
secara spontan. Tanaman yang telah memasuki tahapan ini
setidaknya satu generasi telah berhasil dihasilkan pada
daerah baru tersebut, tanpa bantuan dari manusia. Ketida
mapan secara permanen. Tumbuhan sudah mencapai tahapan
ini apabila setidaknya ada satu populasi di daerah baru
tersebut yang mempunyai peluang bagus untuk tetap
bertahan disitu (i.e. the minimum viable population, MVP
tercapai). Keempat persebaran di daerah baru tersebut
telah tuntas. Pada tahap ini tumbuhan itu sudah
menginvasi seluruh lokasi yang cocok untuk pertumbuhannya
yang mengimplikasikan batas penyebaran baru sudah
tercapai.
Tumbuhan harus melewati langkah berikut untuk maju
dari satu tahap ketahapan berikutnya, tahapan pertama
yaitu imigrasi. Satu atau lebih individual meninggalkan
home range-nya dan mencapai daerah baru, oleh karenanya
melewati pembatas penyebaran. Pada kasus ini banyak
imigrasi yang difasilitasi oleh manusia.
Tahapan kedua adanya pertumbuhan dan reproduksi yang
independen setidaknya satu individu. Pada daerah baru itu
setidaknya satu individu telah berhasil tumbuh,
berkembang dan berbiak. Tanaman budidaya dan tanaman hias
harus tumbuh sampai berbiak dilakukan sendiri bebas tanda
dari kultivasi manusia. Tahapan ketiga Pertumbuhan
populasi taraf MVP (the minimum viable population) tercapai.
Tumbuhan harus membangun populasi yang cukup besar untuk
menggaransi survival di lingkungan baru. Pada tahap ini
memerlukan perubahan cara pandang, subyek investigasi
bukan lagi individu tetapi populasi di daerah baru yang
menjadi subyek penting. Tahapan keempat akuisisi lokasi
baru, pada langkah ini tumbuhan menginvasi lokasi lain
dengan kualitas lingkungan sama atau mungkin malah
berbeda. Langkah-langkah diatas mengkompromikan masalah
utama dimana suatu tumbuhan harus menghadapinya dalam
rangkaian proses invasi. Hal tersebut menciptakan urutan
kendala terhadap tumbuhan, dan langkah terakhir tidak
dapat dicapai tanpa mengatasi seluruh langkah lainnya.
Masalah yang timbul dikelompokan dalam langkah ini
menurut hubungan dan waktu kejadiannya sehingga
memberikan dasar untuk analisa yang sistematik. Kebutuhan
untuk menganalisis kemampuan gulma invasif sebelum invasi
terjadi tidak bisa dipungkiri, penelitian demi penelitian
menunjukkan bahwa spesies invasif menimbulkan kerusakan
terhadap spesies asli, ekosistem, pertanian, dan
keselamatan manusia. Pada saat ini belum ada data
penelitian yang komprehensif mengenai model invasif yang
berlaku umum. Hal tersebut karena gulma memiliki dinamika
dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perlu langkah
mengumpulkan pengetahuan untuk menilai risiko yang
ditimbulkan oleh spesies invasif (Reichard, 2001).
III. PELAKSANAAN KULIAH LAPANGAN
3.1 Waktu dan Tempat
Kuliah lapangan ini dilaksanakan pada hari Jumat-Minggu
tanggal 24-26 Oktober 2014 di Sarasah Bonta, Jorong
Lubuak Limpato, Kenagarian Tarantang, Kecamatan Harau,
Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat dan kemudian
dilanjutkan di Herbarium Universitas Andalas.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada adalah tali rafia,
meteran, pancang, plastik 1/2kg, plastik packing, kamera,
karet, serta alat tulis.
3.3. Metoda
Pengamatan dan pengambilan data gulma di lapangan pada
beberapa lokasi menggunakan metode kuadrat. Pada lokasi
pengamatan dibuat plot berukuran 2 x 2 m2 sebanyak 10
plot.
3.4 Cara Kerja
Dibuatplot dengan ukuan 2 m x 2 m untuk masing-masing
kelompok, kemudian amati dan dicatat jenis – jenis
tumbuhan yang terdapat didalam plot tersebut berupa
seedling dan vegetasi dasar (tumbuhan yang menutupi
tanah). Kemudian lakukan pembuatan plot hingga
mendapatkan 10 plot dengan mencatat semua tumbuh-tumbuhan
yang terdapat didalam plot. Lalu identifikasi jenis
tumbuhan tersebut dengan menggunakan buku identifikasi
tumbuhan atau melalui ahli tumbuhan.
3.5 Analisis Data
1. Persentase Famili = jumlah individu satu famili x 100 %
jumlah semua individu
2. Kerapatan (K) = Jumlah individu satu jenisLuas plot
3. Kerapatan relatif (KR) = Kerapatan suatu jenisx 100%
Kerapatan semua jenis
4. Frekuensi (F) = jumlah plot yang ditempatisatu jenis
Jumlah seluruh plot
5. Frekuensi relatif (KR) = Frekuensi suatu jenis x 100%
Frekuensi semua jenis
6. Indeka Nilai Penting (INP) = KR + FR.
7. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)
H’ = -Σ Pi ln Pi
Pi = ¿N
Dimana : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon
ni = Jumlah suatu spesies
N = Jumlah seluruh spesies
Keterangan :
H>3 = keanekaragaman sangat tinggi
H 1,5-3 = tinggi
H 1-1,5 = sedang
H < 1 = rendah
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Komposisi
4.1.1 Komposisi Jenis Tumbuhan Pada Vegetasi Semak Di
Jalur Tengah /Gulma di Sarasah Bonta, Nagari
Tarantang, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh
Kota.
Tabel 1. Komposisi Gulma di Sarasah Bonta
No. Jenis Famili
JumlahIndivi
duKeterangan
1. Asystasia gangetica Acanthaceae 192. Ageratum conyzoides Asteraceae 733. Areca sp. Arecaceae 14. Cassia alata L. Fabaceae 45. Cinnamomum burmannii Lauraceae 36. Cleome sp. Cleomaceae 19
7. Clitoria laurifolia Caesalpiniaceae 21
8. Elephantopus tomentosa Asteraceae 259. Clidemia hirta L. Melastomatac
eae9
10. Hedyotis corymbosa L. Rubiaceae 8
11. Leguminocecae Leguminoceca
e 4
12. Licopodium sp. Lycopodiacea
e 5
13. Lygodium sp. Filicales 13
16. Melastoma malabathricum Melastomatac
ecae 1
17. Mikania micrantha Kunth Asteraceae 8
18. Mimosa pigra Fabaceae 27
19. Mimosa pudica Fabaceae 38
20. Passiflora foetida L. Passiflorace
ae 15
21. Phyllanthus sp. Euphorbiacea
e 10
23. Polygala paniculata L. Polygalaceae 20
24. Salacca zalacca Arecaceae 1
25. Scleria sumatrana Cyperaceae 37
26. Sida acuta Malvaceae 4
27. Solanum torvum Solanacecae 1
28. Stachytarpheta jamaicensis Verbenaceae 50
29. Stenochlaena palustris Blechnaceae 21
30. Urena lobata L. Malvaceae 2
31. Vitis hastata Vitaceae 3
Jumlah 442
4.1.2 Famili Dominan Dan Co Dominan
No. Famili Spesies Jumlah % Famili
1. Acanthaceae Asystasia gangetica 194,29864253
4
2.
Arecaceae
Areca sp. 10,22624434
4
3. Salacca zalacca 10,22624434
44.
Asteraceae
Ageratum conyzoides 73 16,5158371
5. Elephantopus tomentosa 255,65610859
7
6. Mikania micrantha Kunth 81,80995475
1
7. Blechnaceae Stenochlaena palustris 214,75113122
2
8.Caesalpiniaceae Clitoria laurifolia 21
4,751131222
9.Cleomaceae Cleome sp. 19
4,298642534
10. Cyperaceae Scleria sumatrana 378,37104072
4
11. Euphorbiaceae Phyllanthus sp. 102,26244343
9
12.
Fabaceae
Cassia alata L. 40,90497737
6
13. Mimosa pigra 276,10859728
5
16. Mimosa pudica 388,59728506
8
17. Filicales Lygodium sp. 132,94117647
1
18. Lauraceae Cinnamomum burmannii) 30,67873303
2
19. Leguminocecae Leguminocecae 40,90497737
6
20. Lycopodiaceae Licopodium sp. 51,13122171
9
21.
Malvaceae
Sida acuta 40,90497737
6
23. Urena lobata L. 20,45248868
8
24.Melastomataceae
Clidemia hirta L. 9 2,036199095
25.Melastomatacecae
Melastoma malabathricum 1
0,226244344
26. Passifloraceae Passiflora foetida L. 153,39366515
8
27. Polygalaceae Polygala paniculata L. 204,52488687
8
28. Rubiaceae Hedyotis corymbosa L. 81,80995475
1
29. Solanacecae Solanum torvum 10,22624434
4
30. VerbenaceaeStachytarpheta jamaicensis 50
11,31221719
31. Vitaceae Vitis hastata 30,67873303
2
Jumlah 442Keterangan :
%famili > 20 % = Dominan%famili 10-20% = Co dominan
4.2 Struktur
4.2.1 Indeks Nilai Penting
Tabel 2. Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi gulma seluruh plot
No Jenis Jumlah K KR (%) F FR(%)
INP(%)
1. Asystasia gangetica 190,475
4.30 0.5 4,95 9,25
2. Ageratum conyzoides 73 1.825
16.5 0,8 7,9 24,4
3. Areca sp. 10,025
0,22 0,3 2,97 3,19
4. Cassia alata L. 4 0,1 0,90 0,4 3,96 4,86
5. Cinnamomum burmannii 3
0,075
0,67 0,1 0,99 1,66
6. Cleome sp. 19 0,475
4.30 0,1 0,99 5,29
7. Clitoria laurifolia 210,525
4,75 0,2 1,98 6,73
8. Elephantopus tomentosa 25 0,62
54.30 0,2 1,98 6,28
9. Clidemia hirta L. 9 0,225
4,75 0,2 1,98 6,73
10 Hedyotis corymbosa 8 0,2 5,52 0,3 2,97 8,49
. L.11. Leguminocecae 4 0,1 1,98 1 9,9 11,88
12. Licopodium sp. 5 0,12
51,81 1 9,9 11,71
13. Lygodium sp. 13
0,325
0,88 0,5 4,95 5,83
14.
Melastoma malabathricum 1 0,02
51,13 0,5 4,95 6,08
15.
Mikania micrantha Kunth 8 0,2 2,94 0,2 1,98 4,92
16. Mimosa pigra 27 0,67 6,07 0,2 1,98 8,05
17. Mimosa pudica 38 0,95 8,61 0,8 7,92 16,53
18. Passiflora foetida L. 15 0,37 3,35 0,3 2,97 6,32
19. Phyllanthus sp. 10 0,25 2,26 0,4 3,96 6,22
20.
Polygala paniculata L. 20 0,5 4,41 0,2 1,98 6,39
21. Salacca zalacca 1 0,02 0,181 0,1 0,99 1,171
22. Scleria sumatrana 37
0,925
8,38 0,2 1,98 10,36
23. Sida acuta 4 0,1 0,90 0,3 2,97 3,87
24. Solanum torvum 1
0,025
0,22 0,1 0,99 1,1
25.
Stachytarpheta jamaicensis 50 1,25 11,33 0,2 1,98 13,31
26.
Stenochlaena palustris 21
0,525
4,75 0,5 4,95 9,7
27. Urena lobata L. 2 0,05 0,45 0,2 1,98 2,43
28. Vitis hastata 3
0,075
0,67 0,3 2,97 3,64
Jumlah 442 11,032
106,531
10,1
99,5 29,08
4.2.2 Indeks Keanekaragaman Jenis
Tabel 3. Indeks Keanekaragaman Jenis Gulma di daerah
Sarasah BontaNo Jenis Jumlah pi ln pi pi ln pi
1. Asystasia gangetica 19 0,043 -3,147 -0,135
2. Ageratum conyzoides 73 0,165 -1,801 -0,297
3. Areca sp. 1 0,002 -6,091 -0,0144. Cassia alata L. 4 0,009 -4,705 -0,043
5. Cinnamomum burmannii 3 0,007 -4,993 -0,034
6. Cleome sp. 19 0,043 -3,147 -0,1357. Clitoria laurifolia 21 0,048 -3,047 -0,145
8. Elephantopus tomentosa 25 0,057 -2,872 -0,162
9. Clidemia hirta L. 9 0,020 -3,894 -0,07910.
Hedyotis corymbosa L. 8 0,018 -4,012 -0,073
11. Leguminocecae 4 0,009 -4,705 -0,043
12. Licopodium sp. 5 0,011 -4,482 -0,051
13. Lygodium sp. 13 0,029 -3,526 -0,104
16.
Melastoma malabathricum 1 0,002 -6,091 -0,014
17.
Mikania micrantha Kunth 8 0,018 -4,012 -0,073
18. Mimosa pigra 27 0,061 -2,795 -0,171
19. Mimosa pudica 38 0,086 -2,454 -0,211
20. Passiflora foetida L. 15 0,034 -3,383 -0,115
21. Phyllanthus sp. 10 0,023 -3,789 -0,086
23.
Polygala paniculata L. 20 0,045 -3,096 -0,140
24. Salacca zalacca 1 0,002 -6,091 -0,014
25. Scleria sumatrana 37 0,084 -2,480 -0,208
26. Sida acuta 4 0,009 -4,705 -0,043
27. Solanum torvum 1 0,002 -6,091 -0,014
28.
Stachytarpheta jamaicensis 50 0,113 -2,179 -0,247
29.
Stenochlaena palustris 21 0,048 -3,047 -0,145
30. Urena lobata L. 2 0,005 -5,398 -0,024
31. Vitis hastata 3 0,007 -4,993 -0,034
Jumlah 442Pi ln pi∑ -2,850
H’ 2,80