Upload
independent
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
39
BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA
(TERM OF REFERENCE)
SURVEY INVESTIGASI DAN DESAIN (SID)
DERMAGA KAPAL PATROLI
TAHUN ANGGARAN 2016
Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Perhubungan
Unit Eselon I/II : Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Program : Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Laut
Hasil (Outcome) : Meningkatkan Keandalan Prasarana dan Sarana Transportasi Laut
Kegiatan : Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Ditjen Hubla
Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah Lokasi Pelabuhan yang Optimal untuk mendukung Keamanan dan Kenyamanan Sandar Kapal Patroli
Jenis Keluaran (Output) : Dokumen
Volume Keluaran (Output) : 1 (satu)
Satuan Ukur Keluaran (Output) : Dokumen
A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.02/2015 Tentang Standar Biaya
Masukan Tahun Anggaran 2016;
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.02/2015 Tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran;
d. Keputusan Menteri Perhubungan nomor 65 tahun 2002 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai.;
e. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Perhubungan;
f. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 78 Tahun 2014 Tentang Standar Biaya
Umum
40
2. Gambaran Umum
a. Kondisi Geografis dan Teritorial
Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957
oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah
deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk
laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan
wilayah NKRI. Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia
mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme
Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda
ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan
setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini
berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-
pulau tersebut. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut
prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat
pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun
merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi
Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan
Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari
2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang
walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional.
Terkait dengan penetapan garis batas teritorial Negara Kesatuan Republik
Indonesia, setelah melalui perjuangan yang penjang, pada tahun 1982 akhirnya
dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982
(United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya
delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang
pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
b. Alur Pelayaran dan Lintas Perdagangan
ALUR Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) merupakan rute pelayaran dan
penerbangan bagi kapal dan pesawat udara asing di wilayah perairan Indonesia.
ALKI yang merupakan ALKI I, II, dan III beserta cabang-cabangnya. Pelaksanaan
hak ALKI membuat keamanan maritim di wilayah Indonesia menjadi prioritas bagi
negara-negara di dunia karena terganggunya jalur ALKI dapat mengancam
perekonomian dunia implementasi ketentuan UNCLOS (United Nation Convention
41
on The Law of The Sea) 1982, yang telah diratifikasi melalui Undang- 2 Undang RI
Nomor 17 Tahun 1985. ALKI memberikan konsekuensi bagi Pemerintah Indonesia
untuk menjamin keamanan bagi kapal dan pesawat udara asing dari segala bentuk
gangguan dan ancaman.
Gambar 1 : Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia
c. Undang-Undang 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran pada
Bab XVII Pasal 276 sampai dengan pasal 281 diatur tentang bidang Penjagaan
Laut dan Pantai. Pada pasal 276 ayat 1 disebutkan bahwa : Untuk menjamin
terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dilaksanakan fungsi
penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai.
Pada ayat 2 dan 3 dijabarkan bahwa pelaksanaan untuk menjamin keselamatan
dan keamanan di bidang pelayaran dilaksanakan oleh pejagaan laut dan pantai
yang dioperasional kan oleh Menteri dan bertanggungjawab kepada Presiden.
Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) adalah lembaga yang
melaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan
di laut dan pantai yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan
secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri.
Selain hal tersebut di atas, yang juga diatur secara tegas dan jelas dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tentang Pelayaran adalah pembentukan institusi di
bidang penjagaan laut dan pantai (Sea and Coast Guard) yang dibentuk dan
bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan
oleh Menteri. Penjaga laut dan pantai memiliki fungsi komando dalam
42
penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dan fungsi
koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keselamatan pelayaran. Penjagaan
laut dan pantai tersebut merupakan pemberdayaan Badan Koordinasi Keamanan
Laut dan perkuatan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai. Diharapkan dengan
pengaturan ini penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan
pelayaran dapat dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi dengan baik
sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan penegakan hukum di laut
yang dapat mengurangi citra Indonesia dalam pergaulan antarbangsa.
Dalam rangka melakanakan tugasnya Pejagaan laut dan Pantai didukung
oleh prasarana berupa pangkalan armada penjaga laut dan pantai yang berlokasi
di seluruh wilayah Indonesia, dan dapat menggunakan kapal dan pesawat udara
yang berstatus sebagai kapal negara atau pesawat udara negara.
Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia
terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil. Transportasi laut sebagai bagian dari
sistem transportasi nasional terus dikembangkan dalam rangka mewujudkan
prinsip Wawasan Nusantara untuk mempersatukan seluruh wilayah teritorial
Indonesia. Transportasi merupakan kegiatan yang vital dalam mendukung
perekonomian suatu bangsa. Dengan semakin meningkatnya kualitas sistem dan
jaringan transportasi, akan meningkat pula interaksi di antara pelaku ekonomi
yang pada gilirannya dapat memajukan perekonomian di seluruh wilayah negara.
Selama ini perwujudan terhadap fungsi Penjagaan Laut dan Pantai
diwujudkan di dalam organisasi Penjagaan Laut dan Pantai di bawah naungan
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan. Hal ini
sebagaimana diatur di dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 65
Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Pangkalan Penjagaan Laut dan
Pantai.
Tugas pokok yang diemban adalah melaksanakan kegiatan penjagaan,
penyelamatan, pengamanan dan penertiban serta penegakan peraturan
dibidang pelayaran di perairan laut dan pantai. Fungsinya adalah melaksanakan
operasi dan penegakan peraturan dibidang pelayaran, penyelidikan dan
penyidikan terhadap tindak pidana pelayaran, pengawasan kegiatan salvage dan
pekerjaan bawah air, eksplorasi dan eksploitasi dan bantuan SAR,
penanggulangan kebakaran, pengawasan SBNP dan penanggulangan
pencemaran.
43
d. Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai
Total jumlah pangkalan PLP yang ada saat ini adalah 5 (lima) pangkalan dengan
gambaran umum sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Gambaran umum profil Pangkalan PLP
N
o
Pangkalan
PLP
Kls
Esln SDM
Kelas Kapal Keterangan
I II III IV V
1 Tanjung Priok I III 352 2 8 1 - - 11 Memiliki dermaga
tambat, kantor,
bengkel,
Peralatan SAR,
selam, senpi dan
sapras lainnya.
2 Tanjung Uban II IV 71 2 - 1 1 4 8
3 Tanjung Perak II IV 66 1 - 3 - - 4
4 Bitung II IV 50 1 - 1 - 1 2
5 Tual II IV 114 1 1 2 - - 3
T o t a l 653 7 9 8 1 5 30
Batasan wilayah operasi yang menjadi tanggung jawab dari kapal patroli pangkalan PLP
adalah wilyah perairan Indonesia di luar Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah
Lingkungan Kepentingan (DLKp) dari setiap pelabuhan.
Kondisi keberadaan sarana prasarana pendukung atau instalasi, termasuk kapal yang ada
pada setiap pangkalan saat ini ditunjukkan pada tabel 2 dan tabel 3 berikut ini.
Tabel 2. Keberadaan Instalasi Pangkalan PLP saat ini
No
Pangkalan
PLP
Instalasi atau Sarana Penunjang
Kap
al
De
rmag
a
Ru
ang
KK
Be
ng
kel
Asram
a
Bu
ng
ker
Gu
dan
g S
Gu
dan
g P
Ru
ang
T
Ge
ne
rator
He
lly Pad
Slip
Way
1 Tanjung Priok - - -
2 Tanjung Uban - - - - -
3 Tanjung Perak - - - - - - - - - -
4 Bitung - - - - - - - - - - -
5 Tual - - - - - -
44
Tabel 3. Spesifikasi Kapal Patroli
N
o
Tipe
Kapal
Jumlah
(unit) Tahun
(L)
Meter
(V)
knot
Jelajah
Nm
Keterangan
(bahan, umur)
1 Kelas I 7 2004/ 2010 60 17 3000 Baja, < 10 tahun
2 Kelas II 9 1983 40 15 1500 Baja, 30 tahun
3 Kelas III 8 2000 28 20 250 Fibreglass, < 15 tahun
4 Kelas IV 1 2000 12-16 20 50 Fibreglass, < 15 tahun
5 Kelas V 5 2000 8-11 25 20 Fibreglass, < 15 tahun
Dari penjelasan-penjelasan diatas, jelas terlihat bahwa adanya ketidakseimbangan antara
luas wilayah yang harus diawasi dengan jumlah jumlah kapal patroli dan pangkalan PLP
yang ada saat ini. Disamping itu letak dari beberapa pangkalan PLP berada pada lokasi
yang kurang strategis, sehingga wilayah-wilayah perairan dengan tingkat lalulintas yang
tinggi, rawan kecelakaan, dan rawan tindakan pelanggaran hukum di laut menjadi tidak
tersentuh.
Oleh karena itu, pengembangan pangkalan PLP dan penambahan armada kapal patroli
ke depan menjadi suatu langkah yang harus dipertimbangkan untuk segera dilaksanakan
guna mengoptimalkan tugas dan fungsi Pangkalan PLP khususnya dan Direktorat KPLP
pada umumnya.
e. Pengembangan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai
1) Penambahan Pangkalan
Penambahan pangkalan PLP kedepan dilakukan dengan pendekatan
kewilayahan yang berbasis pada Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan
kerawanan wilayah, dengan sasaran memperpendek jalur komando dan waktu
tanggap (respon time), yang dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama. Membentuk 5 (lima) Sub Pangkalan dari ke-5 pangkalan, yang
akan menjadi wilayah kerja (wilker) dari masing-masing pangkalan, dikepalai
seorang pejabat non struktural dengan penugasan bersifat di Bawah Kendali
Operasi (BKO). Tahapan ini dimulai pada kuartal ke III 2015, realisasi dan
operasionalnya diharapkan tahun 2016.
Tahap Kedua. Membangun 3 (tiga) pangkalan baru yang diproyeksikan menjadi
pangkalan utama PLP pada wilayah Barat, Tengah dan Timur. Tindaklanjut dari
penyelesaian pembangunan ini akan dilakukan penyesuaian terhadap struktur
45
organisasi dan klasifikasi pangkalan PLP. Perencanaannya dimulai tahun 2015,
realisasi dan operasionalnya diharapkan pada tahun 2018/2019.
2) Pembentukan Sub Pangkalan
Pembentukan sub pangkalan sebagai wilayah kerja dari ke-5 pangkalan
merupakan langkah paling memungkinkan untuk direalisasi dalam waktu dekat
karena tidak mengakibatkan perpindahan pegawai dan aset secara masal, dan
memanfaatkan infrastruktur yang ada pada unit pelaksana teknis yang memiliki
tingkat frekwensi aktifitas tergolong sangat rendah. Oleh karena itu,
pertimbangan pemilihan suatu lokasi sub pangkalan dipengaruhi oleh hal-hal
dibawah ini, yaitu:
a) Keterjangkauan dengan pangkalan induk;
b) Tingkat kerawanan wilayah;
c) Kekosongan atau kekurangan pengawasan; dan
d) Ketersediaan infrastruktur
Untuk itu, lokasi-lokasi sebagaimana dijelaskan pada tabel 4 berikut yang
dianggap dapat ditetapkan sebagai sub pangkalan PLP. Khusus untuk sub
pangkalan PLP Kelas II Tanjung Perak, diperlukan upaya-upaya yang lebih
terencana, karena masalah pemukiman penduduk atas tanah Distrik Navigasi
Kelas I Surabaya di desa Bansering, Banyuwangi.
Tabel 4. Pilihan Lokasi Sub Pangkalan PLP
No PLP Induk Sub PLP Pertimbangan
1 Kelas I Tanjung Priok
Cikoneng/ Anyer, Banten
Waktu tempuh < dari 1 hari, sangat ramai, sering terjadi musibah, terletak di ALKI I, ketersediaan infrastruktur pada Menara Suar Cikoneng atau UPP Anyer
2 Kelas II Tanjung Uban
Teluk Bayur, Padang,
Waktu tempuh < dari 4 hari, kondisi laut berbahaya, jalur imigran gelap, jarang diawasi, ketersediaan infrastruktur pada Distrik Navigasi Kelas II Teluk Bayur.
3 Kelas II Tanjung Perak
Bansering, Banyuwangi Jawa Timur
Waktu tempuh < dari 1 hari, rawan kecelakaan kapal rakyat, terletak di ALKI II, ketersediaan tanah Distrik Navigasi Kelas I Surabaya.
4 Kelas II Bitung Waisai, Sorong, Papua Barat
Waktu tempuh < dari 2 hari, rawan kecelakaan kapal antar pulau, jarang diawasi, yacht wisatawan, ketersediaan infrastruktur pada UPP Saonek.
5 Kelas II Tual Wonreli, Maluku Barat Daya
Waktu tempuh < dari 2 hari, jarang diawasi, batas luar negara, terletak pada ALKI III, ketersediaan infrastruktur pada UPP Wonreli
46
Keterangan : warna kuning = pangkalan induk (saat ini),
warna biru = sub pangkalan
Realisasi sub pangkalan PLP pada lokasi-lokasi sebagaimana dijelaskan pada tabel 4 diatas,
ditempuh dengan solusi sebagai berikut:
a. Penerbitan Surat Keputusan Menteri Perhubungan tentang Pembentukan 5 (lima) Sub
Pangkalan PLP;
b. Pembahasan (penyelesaian) internal;
c. Pemancangan papan nama sub pangkalan;
d. Penerbitan Surat Perintah Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Laut kepada para
Kepala pangkalan PLP untuk penugasan unsur kapal patroli.
Tahapan ini akan dimuali pada triwulan ke II-III 2015, menyesuaikan proses realisasi anggaran
tambahan 2015. Garis besar tahapan realisasi sub pangkalan PLP ditunjukkan pada matriks
berikut ini.
Tg. Uban:
Tg. PriokTg. Perak:
Bitung:
T u a l:
Banyuwangi
Teluk Bayur
Anyer
Wonreli
Saonek
47
Tabel 5. Tahapan Penyelesaian Sub Pangkalan PLP
No
Kegiatan
2015 (triwulan)
I II III IV
1. Penyusunan konsep dan legalitas
2. Pembahasan internal dan penyelesaian
administrasi
3. Peninjauan lokasi (disesuaikan DIPA-APBNP 2015)
4. Pemancangan papan nama dan hal teknis lainnya
5. Sosialisasi (5 lokasi)
6. Peluncuran (Teluk Bayur/Waisai/Wonreli)
3) Pembangunan Pangkalan Baru
Pembangunan 3 (tiga) pangkalan baru yang diproyeksikan sebagai pangkalan utama PLP
yang merepresentasikan wilayah Barat, Tengah dan Timur harus direncanakan dengan
baik. Untuk lokasi ketiga pangkalan dimaksud disarankan berlokasi pada pulau-pulau besar
diluar pulau Jawa, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Papua.
Dengan pertimbangan pengembangan pelabuhan ke depan, tingkat kerawanan wilayah,
kedekatan ke Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), serta kemudahan akses ke pusat
Pemerintahan dan pemerintahan daerah setempat, maka lokasi-lokasi berikut ini
dipandang layak untuk dikemukakan sebagai lokasi pangkalan utama PLP, yaitu:
a) Kuala Tanjung;
b) Sampit; dan
c) Merauke.
Kuala Tanjung akan berfungsi sebagai pangkalan Utama PLP untuk wilayah Barat, Sampit
sebagai pangkalan Utama PLP wilayah Tengah dan Merauke sebagai pangkalan Utama
PLP wilayah Timur Indonesia.
Pengaturan jumlah pangkalan PLP pada setiap wilayah akan diatur kemudian, dengan
asumsi pembagian wilayah sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2 berikut.
48
Gambar 3. Pemetaan Lokasi Pangkalan Baru
Realisasi pembangunan pangkalan baru PLP pada lokasi-lokasi sebagaimana yang
direncanakan pada gambar 2 diatas, ditempuh dengan tahapan yang lazim, yaitu:
a) Revisi Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 2002 sebagai legalitas
Penetapan Klasifikasi Pangkalan Utama PLP;
b) Pembahasan internal dan eksternal;
c) Perencanaan, studi dan pembangunan;
d) Peresmian operasional.
Tahapan ini akan dimulai pada triwulan ke III-IV 2015 dan diharapkan seluruh tahapan
dapat diselesaikan pada tahun 2019.
Tabel 6. Tahapan Penyelesaian Pembangunan Pangkalan PLP
No
Kegiatan
2015 – 2019
2015 2016 2017 2018 2019
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Perencanaan
2. Studi
3. Pembangunan
4. Operasional
49
Pemetaan dari penyelesaian kedua tahapan diatas dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.
Gambar 4. Sub Pangkalan, Pangkalan Baru dan Pangkalan PLP saat ini
4) Penyesuaian Kriteria Pangkalan.
Konsekwensi dari pembentukan sub pangkalan dan pembangunan pangkalan baru
sebagaimana dimaksud diatas, patut ditindaklanjuti dengan langkah penyesuaian
terhadap klasifikasi pangkalan PLP kedepan.
Klasifikasi pangkalan PLP kedepan direncanakan sebagai berikut:
a) Pangkalan Utama PLP;
b) Pangkalan PLP Kelas I;
c) Pangkalan PLP Kelas II; dan
d) Sub Pangkalan PLP.
Pengklasifikasian pangkalan PLP dimaksud, selanjutnya akan digunakan sebagai landasan
untuk pengaturan jumlah dan kelas kapal, instalasi pendukung lainnya dan sumber daya
manusia yang diperlukan kedepan.
Legalitas penyesuaian klasifikasi pangkalan akan dituangkan dalam revisi terhadap Surat
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai.
50
5) Pengembangan Instalasi Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai
Instalasi atau sarana pendukung pangkalan PLP menurut ketentuan terdiri dari kapal,
dermaga, ruang komando dan kendali, bengkel, asrama, bungker, gudang senjata, gudang
perlengkapan, ruang tahanan, generator, hely pad (tempat pendaratan helikopter) dan
sleep way (trek untuk perbaikan kapal).
Pengaturan keberadaan instalasi-instalasi dimaksud pada pangkalan PLP kedepan
dijelaskan pada tabel 7.
Tabel 7. Instalasi Menurut Pangkalan PLP
No
Nama Instalasi
Keberadaan Pada Pangkalan
Utama Kelas I Kelas II Sub P
1 Kapal
2 Dermaga
3 Ruang Kontrol dan Kendali -
4 Asrama/Mes -
5 Gudang Perlengkapan/Logistik -
6 Gudang Senjata -
7 Bengkel -
8 Lapangan Tembak - -
9 Ruang Pelatihan - -
10 Ruang Olah Raga -
11 Kolam Renang -
12 Hely pad - -
13 Sleep Way - - -
6) Faktor Kebutuhan Kapal
Kebutuhan kapal KPLP yang ideal untuk mengawasi wilayah teritorial ditentukan
berdasarkan beberapa faktor, diantaranya adalah tinggi gelombang, luas wilayah
teriotorial, tingkat kerawanan, data angka kecelakaan dan Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI).
Berdasarkan data 1 (satu) tahun terakhir dari BMKG tinggi gelombang antara 2 Meter s/d
5 Meter hampir merata di seluruh Perairan Indonesia dan terjadi di luar daerah pantai.
Sedangkan tinggi gelombang antara 3 s/d 5 meter terjadi berfariasi dan lebih banyak pada
perairan yang dalam. Sesuai data tersebut diperkirakan tinggi gelombang antara 4 s/d 5
51
Meter yang terjadi di perairan Indonesia dapat mencapai 25% s/d 30% dari total perairan
1.020.500 Mil.
7) Kapasitas dan Kemampuan Kapal
Kemampuan layar kapal patroli secara teknis dan operasional dalam menghadapi kondisi
gelombang di laut menjadi hal yang utama untuk diperhatikan agar pelaksanaan tugas dan
fungsi sebagai kapal patroli menjadi lebih efektif. Pendekatan Kondisi teknis dan fisik
kapal patroli KPLP berdasarkan operasional pangkalan selama ini dapat dirangkum pada
tabel berikut :
Tabel 8. Operasional Kapal dan Kondisi Gelombang
No Kelas Kapal Tipe Kapal Tinggi
Ombak
Panjang
Kapal (M) Keterangan
1 Kapal Kelas I
Kapal Utama/
Multipurpose 6-8 Meter 80 -120
Kapal Kelas I
Patroli 4-5 Meter > 60
Kapal Kelas I
MDPS 4-5 Meter > 60
2 Kapal Kelas II Kapal Patroli 3-3.5 Meter 40-50
3 Kapal Kelas III Kapal Patroli 2-3 Meter 28-30
4 Kapal Kelas IV Kapal Patroli 1-2 Meter 14-20
5 Kapal Kelas V Kapal Patroli 0-1,2 Meter 8 -12
8) Kebutuhan Kapal Patroli Untuk Pangkalan PLP
Berdasarkan analisa pada berbagai sumber keahlian bahwa wilayah yang efektif bagi
pengawasan kapal patroli untuk daerah dengan tingkat kerawanan tinggi (sangat rawan)
adalah 30 NM dan daerah dengan tingkat kerawanan sedang adalah 50 NM.
Suatu wilayah dikategorikan sangat rawan apabila pada daerah 30 NM terdapat angka
kecelakaan diatas 4 kali dan atau ketinggian ombak di atas /lebih besar 4 (empat) Meter.
Sedangkan tingkat kerawanan sedang adalah jumlah kecelakaan lebih kecil 4 Kecelakaan
atau gelombang dengan tinggi 1 s/d 4 Meter
52
Tabel 9. Analisa dan Prediksi Kebutuhan Kapal
Catatan :
Luas Wilayah Kerja PLP dihitung berdasarkan google maps
1 Kapal mengawasi luas 2830 NM (Sangat rawan) atau radius 30 NM
1 Kapal mengawasi luas 7850 NM (kerawanan sedang) atau Radius 50 NM
1 Kapal dioperasikan 75% / Tahun dan 25% Off (Pemeliharaan / Perbaikan-Naik Dok)
Berdasarkan analisa dan prediksi kebutuhan kapal patroli KPLP di atas, Jumlah kapal
patroli kelas I yang dibutuhkan adalah 101 (seratus satu) unit dan kapal patroli kelas II
adalah 152 (seratus lima puluh dua) unit. Hasil analisa dan prediksi tersebut sesuai
Instruksi Menteri Perhubungan nomor 5 tahun 2015 tentang Fokus Program dan Kegiatan
Dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Perhubungan Tahun 2016 pada diktum
Pertama huruf g nomor urut 3 terkait pengadaan 100 unit kapal patroli kelas I. Analisa dan
telaahan ini lebih diprioritaskan pada Kebutuhan kapal patroli untuk pangkalan PLP untuk
melakukan kegiatan patroli di luar DLKp dan DLKr pelabuhan umum. Klasifikasi kapal
sesuai kebutuhan sebagai berikut :
53
Tabel 10. Kebutuhan dan Type Kapal
No Kelas Kapal Type Kapal Kebutuhan Existing
1
Kelas I
Kapal Utama/Multipurpose 3 Kapal -
Kapal Patroli (FPV) 90 Kapal -
Kapal MDPS 15 Kapal 7 Kapal
2 Kelas II Kapal Patroli 152 Kapal 9 Kapal
9) Pembangunan Dermaga Kapal patroli
Berdasarkan analisa akan kebutuhan jumlah pangkalan dan kebutuhan kapal, maka
kebutuhan akan instalasi pangkalan penjagaan laut dan pantai niscaya dibutuhkan,
khususnya instalasi pokok guna mendukung akan fungsi penjagaan akan keamanan dan
keselamatan.
Selain akan kebutuhan kapal, kebutuhan instalasi dermaga akan diperlukan guna
mendukung operasional kapal patroli pada nantinya.
Tahapan awal untuk pembangunan dermaga Kapal Patroli adalah penyusunan studi desain
terhadap konstruksi dermaga kapal patroli beserta fasilitas pendukungnya. Studi desain
ini mutlak dilakukan guna bagian dari penyusunan instalasi lainnya dari pangkalan PLP.
Studi pembangunan dermaga kapal patroli diwujudkan di dalam kegiatan studi Survey
Investigasi Dan Desain dermaga kapal patroli.
Studi investigasi dan desain untuk dermaga kapal patroli akan dilaksanakan di lokasi :
Wonreli, Maluku Barat Daya sebagai Sub Pangkalan PLP dari PLP Induk Tual
B. PENERIMA MANFAAT
Penerima manfaat adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian
Perhubungan.
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
Kegiatan akan dilaksanakan oleh pihak ketiga dengan cara kontraktual jasa konsultan studi,
dan melalui proses pengadaan seleksi umum.
Pihak ketiga atau konsultan studi nantinya berpedoman pada Kerangka Acuan Kerja
sebagai pedoman umum dan pedoman teknis di dalam pelaksanaan kegiatan dari dimulai
kontrak sampai dengan kontrak berakhir.
54
1. METODE PELAKSANAAN
Ruang Lingkup Pelaksanaan
Survey Reconnaissance;
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam pelaksanaan reconnaisance yakni
pengamatan lokasi, untuk mengetahui:
1) Layak atau tidaknya lokasi tersebut dibangun untuk pembangunan pangkalan,
sub pangkalan dan dermaga kapal patroli yang direncanakan bila ditinjau dari
aspek teknis, operasional, keselamatan pelayaran, sosial, ekonomi dan
manfaat.
2) Posisi geografis dari lokasi yang potensial untuk dibangun pangkalan dan
dermaga kapal patroli.
3) Luas area yang perlu dijadikan obyek survey hidrografi maupun topografi dan
dilakukan pengukuran dengan hand load guna mengetahui kedalaman pada
beberapa tempat yang diperlukan.
4) Kondisi lingkungan, menyangkut keberadaan daerah konservasi (daerah
perlindungan lingkungan lainnya) di wilayah perairan maupun daratan (hutan
lindung, hutan bakau, dsb), kondisi sosial masyarakat, dan faktor-faktor lain
yang akan mempengaruhi pembangunan dan operasional armada kapal
patroli serta operasional pangkalan di masa yang akan datang.
5) Jalan akses menuju lokasi pangkalan atau kemungkinan pembangunan jalan
akses di masa mendatang.
6) Data kecelakaan pelayaran selama 10 tahun terakhir;
7) Data potensi gangguan keselamatan pelayaran;
8) Dokumentasi berupa foto dan video yang dilengkapi dengan foto/video udara
(aerial photo/video) yang telah di edit sehingga dapat menjelaskan kondisi
perairan hingga darat lokasi rencana pelabuhan.
Di samping itu, dilakukan pula pengumpulan data-data sekunder meliputi kondisi
wilayah pelabuhan yang ada (informasi teknis dan operasional), makro ekonomi,
jaringan transportasi, demografi, meteorologi (lokasi terdekat) dan Rencana
Umum Tata Ruang (dari pemerintah daerah setempat). Perencanaan
pengembangan pangkalan dan sub pangkalan dilengkapi dengan alternatif lokasi
yang memungkinkan.
55
1. Survei Quarry Material
Survei Quarry Material untuk : reklamasi, timbunan batu, material beton seperti
pasir dan batu split. Survei material yang harus dilakukan meliputi : lokasi quarry,
mutu material, perijinan untuk pengambilan material. Survei Quarry material Survei
quarry material yang harus dilakukan meliputi :
1) Material timbunan untuk reklamasi di laut;
2) Material batu untuk revetment;
3) Material dasar untuk beton seperti pasir, batu split.
Dalam survei quarry material tersebut harus dapat memberikan informasi
mengenai:
1) Jumlah/kuantitas dari material;
2) Kualitas material yg dilengkapi dengan hasil pengujian campuran material
beton sampai usia 28 hari dilapangan dengan metode hammer test dan kuat
tekan pada benda uji dimaksud;
3) Lokasi quarry dan jarak dari lokasi pekerjaan ini;
4) Perijinan yang diperlukan;
Untuk quarry material yang berada di laut, harus memperlihatkan kedalaman dasar
laut dimana quarry berada.
2. Survey Hidrografi dan Topografi;
Wilayah survey hidrografi seluas + 60 Ha dan topografi seluas + 20 Ha (luas dapat
berubah sesuai dengan hasil survey reconnaissance) untuk mendapatkan
gambaran tentang:
1) Profil kontur dasar laut/sungai.
2) Profil/potongan melintang pantai, laut dan sungai.
3) Bangunan-bangunan yang termasuk dalam kategori rintangan navigasi (kapal
tenggelam, letak karang, dll).
4) Kedudukan pasang surut.
5) Kedudukan dan arah arus.
6) Karakteristik gelombang saat mencapai dermaga (hasil transformasi).
7) Kondisi air laut (kadar suspensi dan kadar garam/salinitas).
8) Perubahan kedalaman perairan akibat erosi dan sedimentasi
9) Kondisi topografi daerah survey.
56
3. Survey dan Penyelidikan Tanah;
Pekerjaan penyelidikan tanah berupa penelitian di lapangan dan di laboratorium
adalah untuk mengetahui struktur dan jenis tiap lapisan tanah di bawah
permukaan, dimana hasil pekerjaan penyelidikan tanah ini dimaksudkan sebagai
data yang akan dipergunakan untuk melaksanakan konstruksi yang akan dibangun
di lokasi bersangkutan. Hasil tersebut harus memadai sebagai bahan analisa
perencanaan dan perhitungan yang meliputi :
1) Perencanaan sistem pondasi.
2) Analisa daya dukung (bearing capacity) untuk pondasi dangkal dan/atau
pondasi dalam.
3) Analisa penurunan tanah (settlement).
4) Analisa perbaikan tanah (soil improvement).
5) Perencanaan retaining wall dan analisa slip circle.
Kegiatan yang dilakukan pada saat survey penyelidikan tanah antara lain:
1) Boring laut : 3 titik (2 titik di ujung dermaga terluar dan 1 titik di
pangkal/tengah trestle, titik boring dapat berubah sesuai dengan kondisi
lapangan)
2) Sondir darat : 3 titik (titik sondir dilakukan sesuai rencana tataletak dermaga
kapal patroli pada area darat yang memerlukan daya dukung tanah seperti
causeway, talud, reklamasi, gedung operasional dll)
3) Uji lapangan : Undisturbed dan Disturbed
4) Uji laboratorium: Undisturbed dan Disturbed
4. Desain Perencanaan Konstruksi;
Lingkup pekerjaan pembuatan desain meliputi perhitungan konstruksi, Metode
Konstruksi, Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS), Bill of Quantity (BQ), Rencana
Anggaran dan Biaya (RAB) serta gambar rencana pokok dan rencana rinci (detailed
design).
a) Dermaga dan Trestle
Untuk perencanaan dermaga, data-data di bawah ini akan digunakan sebagai
dasar untuk penetapan alternatif sistem konstruksi dengan pertimbangan
57
biaya pembangunan dan umur rencana bangunan yang paling
menguntungkan.
Beban yang bekerja pada bangunan atas dermaga dan trestle yaitu beban-
beban di bawah ini:
a) Berat sendiri konstruksi dermaga.
b) Beban hidup di atas dermaga.
c) Beban akibat sandar dan tambat kapal dengan memperhatikan jenis
kapal yang direncanakan untuk singgah (dalam perencanaan desain
trestle, jika trestle tidak digunakan sebagai fasilitas bertambat bagi kapal,
maka beban ini tidak perlu disertakan).
d) Beban gempa.
e) Beban karena pengaruh cuaca (beban angin dapat diabaikan untuk
struktur dengan ketinggian di bawah 10 m dari ground/sea level).
f) Beban akibat arus dan gelombang.
Metode perhitungan dimensi elemen struktur mengikuti aturan standar yang
disajikan dalam pemodelan struktur menggunakan perangkat lunak yang
sesuai.
b) Causeway
Causeway adalah jalan yang dibuat dengan urugan tanah yang dipadatkan
dan distabilisasi dengan talud pasangan batu pada kedua sisinya. Causeway
menghubungkan areal darat dengan trestle. Dalam perencanaan desain
causeway, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain :
a) Desain elevasi lantai causeway harus sama dengan elevasi lantai dermaga
dan trestle;
b) Pasangan batu pada kedua sisi causeway harus memenuhi perhitungan
kestabilan lereng;
c) Konstruksi talud agar disesuaikan dengan kondisi tanah dan pasang surut
serta pasangan batu pada dasar talud agar diperdalam (digali) dari
elevasi tanah dasar;
d) Pada permukaan causeway agar diberikan inlet drainase setiap jarak 10
m;
e) Causeway agar dilengkapi dengan pipa drainase untuk sirkulasi air di
dalam timbunan tanah;
58
f) Causeway agar dilengkapi dengan geotextile;
g) Pekerjaan pemadatan tanah agar dilakukan setiap 30 cm dan dipadatkan
hingga mencapai nilai CBR 95%;
h) Pada area rencana pekerjaan reklamasi/talud/causeway, dilakukan
penyelidikan tanah dangkal (sondir dan hand boring) untuk mengetahui
karakteristik tanah dasar;
i) Pada area rencana pekerjaan reklamasi/talud/causeway, dilakukan
penyelidikan tanah dangkal (sondir dan hand boring) untuk mengetahui
karakteristik tanah dasar;
j) Pada kondisi tanah yang lunak, konstruksi causeway agar diperkuat
dengan anyaman bambu dan cerucuk dolken dengan ukuran diameter
cerucuk dan jarak antar cerucuk yang disesuaikan dengan data
penyelidikan tanah dan analisa perhitungan kestabilan lereng;
c) Fasilitas pangkalan lainnya yang dibutuhkan
Fasilitas pangkalan selain dermaga/trestle/causeway yang dibutuhkan untuk
menunjang kelancaran operasional penjagaan dan penyelamatan, antara lain:
a) Ruang kontrol atau kendali utama pangkalan
b) Asrama / mess
c) Gudang perlengkapan/ logistik
d) Gudang senjata
e) Gedung bengkel / workshop
f) Ruang latihan
g) Lapangan tembak
h) Lapangan latihan
i) Pagar, dll
Data kedalaman laut, pasang surut dan bobot kapal (Kapal patroli) digunakan
sebagai besaran untuk perencanaan :
a) Posisi alur dan letak dermaga yang paling menguntungkan, panjang
trestle/causeway.
b) Elevasi dermaga, konstruksi fender dan penyangganya, elevasi
trestle/causeway maupun areal timbunan dan talud.
59
c) Klasifikasi tinggi pasang surut:
(a) Pasang surut kecil : < 1,50 meter
(b) Pasang surut sedang : 1,50 meter s/d 2,50 meter
(c) Pasang surut besar : > 2,50 meter
d) Klasifikasi dimensi kapal untuk perencanaan dermaga
Dimensi Kapal
(DWT)
Minimum Depth
(m-LWS)
Panjang Dermaga
(m’)
s.d. 500 4 50
501 – 1.000 5 70
1.001 – 2.000 6 80
2.001 – 3.000 8 90
3.001 – 4.000 10 100
4.001 – 5.000 11 120
> 5.000 12 140
d) Data kondisi tanah digunakan untuk perencanaan beberapa besaran di
bawah ini:
a) Daya dukung tanah untuk pondasi langsung yaitu gravity structure, areal
penimbunan dan lain-lain.
b) Daya dukung tiang pancang untuk penyangga konstruksi trestle,
dermaga, dolphin dan lain-lain.
c) Penentuan taraf penjepitan lateral tiang pancang dermaga dan trestle
untuk pemodelan struktur;
d) Daya dukung lateral tiang pancang yang akan dihitung dengan metode
Broms dan Brich Hansen atau metode lain yang sesuai;
e) Perhitungan consolidation settlement untuk pondasi langsung, timbunan
dan lain-lain.
e) Penyusunan Dokumen Tender dan Gambar Pelaksanaan
a) Gambar-gambar konstruksi
b) Penyusunan Rencana kerja dan syarat-syarat teknis
c) Penyusunan Spesifikasi umum dan khusus
d) Bill of Quantity (BQ)
60
e) Rencana Anggaran Biaya (RAB) atau Engineer Estimate (EE)
f) Analisa Harga Satuan
g) Perhitungan konstruksi
h) Sistem pelaksanaan dan peralatan yang sesuai dengan keadaan alam dan
teknis di lokasi pembangunan.
f) Rencana konstruksi dermaga harus mengacu pada standar yang berlaku
seperti :
a) Technical Standard and Commenteries for Port and Harbour Fasilities in
Japan, The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, 2010
b) Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 03-
2847-2002
c) Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan
Non Gedung SNI 03-1726-2012
d) Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, SNI 03-
1729-2002
e) Baja Tulangan Beton, SNI 07-2052-2002
f) Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung SNI-1727-
2002
g) Tata Cara Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON) untuk Jalan Raya SNI
03-1737-1989
h) Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya, SNI 03 -1732 -
1989
i) Metode Pengujian CBR Lapangan SNI 03-1738-1989
j) Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tanah, SNI DT-91-0006-
2007.
k) Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan pondasi, SNI DT-91-0007-
2007.
l) Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton, SNI DT-91-0008-
2007.
m) Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan dinding, SNI DT-91-0009-
2007.
n) Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan plesteran, SNI DT-91-0010-
2007.
61
o) Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan kayu, SNI DT-91-0011-2007.
p) Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan penutup lantai dan
dinding, SNI DT-91-0012-2007.
q) Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan langit-langit, SNI DT-91-
0013-2007.
r) Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan besi dan aluminium, SNI
DT-91-0014-2007.
s) Sistem Plumbing, SNI 03 -6481 -2000
t) dll.
5. Kebutuhan Tenaga Ahli dan Tenaga Pendukung Teknis
Kualifikasi minimal dari personil yang dipersyaratkan untuk pekerjaan ini adalah
sebagai berikut:
I. Tenaga Ahli
1) Ahli Perencanaan Kepelabuhanan (Team Leader)
Sarjana Teknik Sipil dengan pengalaman minimal 7 (tujuh) tahun di
bidang Perencanaan Pelabuhan.
2) Ahli Struktur
Sarjana Teknik Sipil dengan pengalaman minimal 3 (tiga) tahun di bidang
perencanaan struktur pelabuhan atau bangunan air.
3) Ahli Geoteknik
Ahli Geoteknik disyaratkan yang telah memiliki sertifikat G1 disyaratkan
minimal memiliki kualifikasi pendidikan dan pengalaman sebagai berikut :
Untuk yang memiliki ijazah setara dengan Sarjana (S1) Teknik
Sipil/Serumpun sekurang-kurangnya telah memiliki
pengalaman/pemagangan di bidang perencanaan pelabuhan atau
bangunan air selama 3 (tiga) tahun.
Untuk yang memiliki ijazah setara dengan Magister (S2) Teknik
Sipil/Serumpun sekurang-kurangnya telah memiliki
pengalaman/pemagangan di bidang perencanaan pelabuhan atau
bangunan air selama 1 (satu) tahun.
Untuk yang memiliki ijazah setara dengan Doktor (S3) Teknik
Sipil/Serumpun sekurang-kurangnya telah memiliki
62
pengalaman/pemagangan di bidang perencanaan pelabuhan atau
bangunan air selama 0 (nol) tahun.
Ahli Geoteknik Madya disyaratkan minimal menguasai kualifikasi
kompetensi sebagai berikut:
Sifat Indeks Tanah
Sifat Mekanika Tanah
Sifat HidrolisTanah
Pengujian Tanah di Labolatorium
Pengujian Tanah di Lapangan
Teori Tekanan Tanah
Sifat Kompaksi Tanah
Pondasi Dangkal
Pondasi Dalam
Sistem Penahan Tanah Dangkal/Sederhana
Stabilitas Lereng Sederhana
Pengetahuan Aplikasi Komputer (Software Geoteknik)
Pengetahuan Peralatan Geoteknik
4) Ahli Spesifikasi dan Dokumen Tender
Sarjana Teknik Sipil min. 3 (tiga) tahun dalam penyusunan spesifikasi
teknis dan engineering estimate konstruksi dermaga, trestle, causeway,
prasarana sandar/tambat kapal dan fasilitas darat untuk dokumen
tender.
5) Ahli Geodesi
Sarjana Teknik Geodesi Pengalaman min. 3 (tiga) tahun dalam
mengerjakan perancangan prasarana pangkalan (dermaga, ruang
kendali, jalan, gudang, lapangan dll) dan menguasai sistem operasional
pelabuhan.
6) Ahli Desain
Sarjana arsitektur yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam
melakukan keahlian dan kemampuan penerapan dibidang perencanaan
perancangan arsitektur dan pengelolaan proses pembangunan
63
lingkungan yang berpengalaman dibidangnya selama minimal 3 (tiga)
tahun.
7) Ahli Struktur Pratama
Sarjana Teknik Sipil dengan pengalaman minimal 3 (tiga) tahun di bidang
perencanaan pelabuhan atau bangunan air.
8) Ahli Kelautan/ Teknik Pantai
Sarjana Teknik Sipil dengan pengalaman minimal 3 (tiga) tahun di
bidang perencanaan bangunan pengendalian/pengamanan pantai.
Personil yang diusulkan harus mempunyai kemampuan untuk
menyiapkan desain sesuai dengan kriteria dan membuat
pemodelan arus gelombang dan pemodelan hidrodinamika.
II. Tenaga Pendukung Teknis
1) Bor Master
Minimal berijazah Sekolah Menengah Kejuruan berpengalaman sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun dalam pekerjaan boring.
2) Surveyor
Minimal berijazah Sekolah Menengah Kejuruan berpengalaman sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun dalam survey pemetaan.
3) Laborant
Minimal berijazah Sekolah Menengah Kejuruan berpengalaman sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun dalam pengujian laboratorium mekanika tanah.
4) Draftman
Minimal berijazah Sekolah Menengah Kejuruan berpengalaman sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun dalam menggambar desain konstruksi
menggunakan program komputer (Auto Cad).
2. METODOLOGI TEKNIS PELAKSANAAN KEGIATAN
a. Pekerjaan Pemeruman (Sounding)
1) Koordinat titik-titik dalam peta hidrografi harus mengunakan koordinat
geografis (disarankan menggunakan GPS), atau dapat menggunakan
koordinat lokal (x,y) atau UTM (dengan persetujuan Pengguna Jasa).
2) Pengukuran-pengukuran sudut dalam penentuan titik referensi dan
beacon maupun azimuth menggunakan theodolit Wild T2.
64
3) Semua perhitungan agar dilampirkan dalam laporan.
4) Pengukuran jarak basis lebih dari 200 m diukur dengan alat ukur optik
(theodolit Wild T2), untuk jarak basis kurang dari 200 m boleh memakai
alat pengukur panjang pita baja (meetbond).
5) Kedalaman diukur dengan alat perum gema (echosounder) dengan
ketelitian yang tinggi dan telah mendapat persetujuan dari Pengguna
Jasa. Alat perum gema yang dimaksud adalah alat gema yang
mengunakan kertas pencatat kedalaman ataupun pencatatan secara
digital dan bukan sinar, dengan skala 1 cm pada kertas pencatat = 1 m
kedalaman.
6) Setiap hari Penyedia Jasa Konsultansi harus melakukan bar-check
terhadap alat echosounder yang dipakai sebelum dan sesudah pekerjaan
sounding. Salah satu
hasil bar-check dilampirkan dalam laporan (bar-check untuk setiap beda
kedalaman 1 m, jarak kedalaman minimal 5X = 5 m, lebih dalam lebih
teliti).
7) Bidang surutan yang dipakai sebagai dasar pengukuran dan data-data
pengamatan pasang-surut yang asli di lapangan harus dibawa untuk
diperlihatkan kepada Tim Evaluasi saat pembahasan Laporan Antara.
8) Bidang surutan yang dipakai adalah 0,00 m-LWS.
9) Semua kertas echosounder atau rekaman data hasil pengukuran dan
data-data sudut asli di lapangan harus dibawa untuk diperlihatkan kepada
Tim Evaluasi saat pembahasan Laporan Antara.
10) Posisi pemeruman
Posisi sounding ditentukan dengan salah satu dari cara-cara sebagai
berikut:
a) Cara Snellius dengan mengunakan 2 buah sextant
Dalam Laporan Antara harus dilampirkan data-data lapangan dengan
urutan sebagai berikut:
- Titik-titik yang dipakai dan rencana lembar-lembar busur (arch-
sheet).
- Perhitungan lembar-lembar busur yang sudah dicek.
- Daftar seluruh pasangan sudut dari tiap posisi fixed sounding
(dalam daftar rapih).
65
b) Cara perpotongan dua jarak dengan mengunakan alat elektronik
(MRS III dan sejenisnya).
c) Cara gabungan jalur arah dan jarak dengan menggunakan pengukur
sudut elektronik.
Untuk cara-cara dalam butir a), b) dan c) dalam Laporan Antara
harus dilampirkan data-data lapangan dengan urutan sebagai
berikut:
- Sketsa titik-titik lengkap dengan pembagian lembarnya (sheet).
- Daftar sudut-sudut dan jarak-jarak lengkap dengan formula/cara
perhitungan (dalam daftar rapih).
d) Cara gabungan Raai dan potongan/cutting (dipergunakan untuk
areal yang tidak luas)
e) Untuk proyek-proyek baru dengan luas > 100 Ha, harus digunakan
alat positioning dengan GPS atau DGPS.
11) Bila terdapat areal di dekat garis pantai yang tidak dapat di-sounding,
maka kedalamannya harus diukur dengan bandul pengukur hand-load
atau disipat datar (levelling) dari darat.
12) Selama pekerjaan sounding, kecepatan kapal harus tetap dipertahankan
konstan (maksimum 4 knot) dan berada dalam satu jalur, dengan posisi
echosounder tetap diaktifkan.
13) Haluan perum diusahakan tegak lurus pantai atau dermaga, sedangkan
untuk pengontrolan kedalaman pada jalur sounding dilakukan dengan
cara sounding silang minimal 3 jalur.
b. Pengamatan Pasang Surut
1) Maksud pengamatan pergerakan pasang surut adalah untuk
menentukan kedudukan air tertinggi, duduk tengah dan air terendah
yang dicapai maupun kedudukan LWS.
2) Penempatan lokasi palem yang digunakan untuk pengamatan pasang
surut harus selalu terendam dengan air laut.
3) Pengamatan/pencatatan pergerakan muka air dilakukan minimum
selama 15×24 jam terus menerus menggunakan alat pencatat otomatis
(automatic tide gauge) atau dengan pencatatan (pengamatan)
mandiri.
66
4) Kertas rekaman atau hasil pencatatan dibawa untuk diperlihatkan
kepada Tim Evaluasi Teknis saat pembahasan Laporan Antara dengan
Tim Evaluasi Teknis.
5) Untuk perhitungan-perhitungan konstanta harmonis, duduk tengah,
air tinggi yang dapat dicapai maupun LWS mempergunakan metode
Admiralty (tidak diperkenankan menggunakan formula penentuan air
terendah untuk Indian Low Water Spring). Uraian perhitungan dengan
metode Admiralty agar disampaiakan dengan urutan sebagai berikut:
- Rumus umum yang dipakai dalam perhitungan.
- Perhitungan konstanta harmonis dan elevasi duduk tengah (DT)
atau MSL.
- Perhitungan elevasi 0,00 LWS dan air tinggi yang dapat dicapai.
- Sketsa urutan tiap elevasi air untuk 0,00 LWS, DT, AT yang dapat
dicapai berdasarkan perhitungan.
6) Data hasil perhitungan dengan metode Admiralty harus dibandingkan
dengan hasil perhitungan menggunakan metode Least Square. Untuk
menambah tingkat akurasi dari hasil perhitungan dengan kedua
metode tersebut, dapat digunakan data model pasang surut global
sebagai rujukan.
7) Elevasi LWS harus dipindahkan ke bangunan gudang atau dermaga
yang ada pada bagian yang aman, terlindung dan mudah terlihat.
8) Data air tertinggi atau muka air banjir yang pernah terjadi harus
dicatat dengan jelas (bila data ada).
c. Pengukuran Arus
1) Pengamatan kecepatan dan arah arus dilakukan minimal pada 2 lokasi.
2) Pengamatan dilakukan selama 25 jam terus menerus dengan interval
waktu 60 menit, menggunakan alat current meter dan floater yang
dilakukan pada saat pasang tertinggi (Spring Tide) dan pada saat
pasang terendah (Neap Tide) pada bulan yang sama.
3) Posisi pengamatan arus adalah 0,2d; 0,6d; dan 0,8d dari permukaan air,
dimana d = kedalaman di lokasi pengamatan arus.
67
4) Apabila memungkinkan, hasil simulasi arus dengan menggunakan
perangkat lunak agar ditampilkan pada saat pembahasan laporan
dengan Tim Evaluasi.
5) Lokasi pengamatan diplotkan dalam peta hidrografi dan hasil
pengamatan arus dilampirkan pada laporan dalam bentuk:
- Grafik hubungan antara pergerakan pasang surut dan kecepatan
arus.
- Peta arah arus dalam beberapa kondisi/waktu yang berbeda.
d. Pengambilan Contoh Air
1) Pengambilan contoh air dilakukan dengan water sampler pada posisi
pengamatan arus pada kedalaman 0,2d; 0,6d dan 0,8d.
2) Pengambilan contoh air dilakukan pada saat Spring Tide dan Neap Tide
pada bulan yang sama.
3) Contoh air kemudian diuji di laboratorium dalam hal kadar
endapan/sedimen dan kadar garam/salinitas. Satuan kadar garam dalam
0/0 dan satuan sedimen dalam mg/l.
e. Pembuatan Bench Mark (BM)
Bench Mark (BM) dibangun minimum 2 (dua) buah pada posisi yang aman dan
saling terlihat dengan ketinggian berdasarkan LWS dan jarak antara kedua BM
minimal 100 cm. BM tersebut dibuat dari beton dengan ukuran 40x40x150 cm3
yang ditanam sedalam 100 cm dari permukaan tanah dan diplot dalam peta.
Penempatan BM harus mempertimbangkan rencana pengembangan
pelabuhan, sehingga BM dapat bermanfaat untuk jangka waktu lama dan
mudah pengawasannya. BM berfungsi sebagai titik awal pemetaan, dicat
dengan warna biru muda dan pada bagian atas ditulis BM.1 HUBLA dan BM.2
HUBLA serta tanggal pembuatan. Setelah pekerjaan survey selesai, BM harus
diserahkan kepada pejabat setempat dengan Berita Acara.
f. Pekerjaan Topografi
1) Pengamatan azimuth matahari (pengukuran azimuth) dilakukan pada
salah satu BM.
2) Pengukuran dengan menggunakan sistem triangulasi:
68
- Dipakai titik BM sebagai basis.
- Pengukuran jarak basis dengan alat elektronik atau optis (T2 dan
intervarbasis) atau sejenis.
- Pengukuran sudut dilakukan dengan 4 (empat) seri biasa-luar
biasa. Selisih sudut antara tipa bacaan titik boleh lebih daripada 10
detik.
3) Pengukuran Poligon
- Pengukuran poligon sepanjang titik-titik poligon dengan jarak
antara titik-titik poligon maksimum 50 m dan radius survey dari tiap
poligon adalah 75 m.
- Pengukuran harus dimulai dari titik ikat awal dan pengukuran
poligon harus tertutup (dimulai dari titik ikat awal dan berakhir
pada titik yang sama atau ditutup pada titik lain yang sudah
diketahui koordinatnya sehingga kesalahan-kesalahan sudut
maupun jarak dapat dikontrol).
4) Pengukuran Sipat Datar
- Pengukuran sipat datar dilakukan sepanjang titik-titik poligon dan
diikatkan pada Bench Mark.
- Pengukuran sipat datar dari Bench Mark ke Bench Mark dengan
alat waterpass dilakukan dengan teliti, dengan kesalahan penutup
tidak boleh lebih dari (3 Vd) mm dimana d= jarak jalur pengukuran
(dalam km).
- Semua ketinggian harus mengacu pada LWS.
- Pengukuran sipat datar dilakukan dengan cara double stand
(pulang pergi). Selisih bacaan setiap stand maksimum 2 mm dan
selisih hasil ukuran total antara pergi dan pulang tidak boleh lebih
dari (8 Vd) mm dimana d= jarak jalur pengukuran (dalam km).
5) Pengukuran Situasi dan Detail
- Bangunan-bangunan yang penting dan berkaitan dengan pekerjaan
desain harus diambil posisinya.
- Setiap ujung dermaga existing harus diambil posisinya dan jarak
antara ujung-ujung dermaga yang bersebelahan juga harus diukur
(guna pengecekan)
69
6) Buku ukur harus diperlihatkan kepada Pengguna Jasa.
g. Pekerjaan Pemetaan
1) Metode Pemetaan
Perhitungan dalam pembuatan peta hidrografi disajikan dalam
lintang/bujur (apabila didapatkan BM berkoordinat geografis) dengan
metode:
- Ellipsoide : bessel 1841.
- Proyeksi : mercator.
- Skala peta : untuk kolam pelabuhan 1:1.000, untuk alur pelayaran
1:2.500.
- Meridian utama yang dipakai adalah Jakarta Baru.
- Dalam hal tidak didapatkan titik tetap, koordinat geografis bisa
menggunakan sistem lokal (X,Y) atau UTM (dengan persetujuan
Pengguna Jasa).
- Peta menggunakan kertas ukuran A1 dan bila luas daerah yang
disurvey melebihi ukuran di atas, peta dibagi dalam beberapa
lembar. Peta harus dibuat dengan skala besar yang
memperlihatkan area survey secara keseluruhan.
- Peta hidrografi dan topografi dibuat di atas kertas kalkir dengan
posisi selalu menghadap Utara.
- Penulisan angka-angka kedalaman pada masing-masing jalur
maksimum 10 cm untuk skala 1:1.000 dan maksimum 25 m untuk
skala 1:2.500.
- Jarak antara lajur sounding adalah 25 m, kecuali untuk daerah di
sekitar rencana dermaga digunakan jarak antara 10 m.
2) Ruang Lingkup Pemetaan
Peta yang akan disajikan harus memperhatikan/menggambarkan
keadaan-keadaan penting seperti:
- Daerah dangkal.
- Karang tenggelam maupun timbul.
- Kerangka kapal tenggelam.
70
- Rintangan-rintangan yang masuk dalam kategori rintangan
navigasi.
- Garis kedalaman/ketinggian (kontur).
a. Untuk hidrografi, kontur yang ditarik adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5,
6, 7, 8, 10, 15, 20, dst.
b. Untuk topografi, kontur yang ditarik adalah: 1, 2, 3, dst
(interval 1 meter).
- Garis pantai dibuat lebih tebal, agar terlihat beda antara daratan
dan perairan.
- Daerah ketinggian antara 0,00 m-LWS dan garis pantai supaya
diberikan angka-angka ketinggian (hal ini perlu mendapat
perhatian khusus).
- Pada peta dicantumkan nilai LWS (muka surutan) terhadap MSL
(duduk tengah) dan HWS (muka air tertinggi), serta hubungan
antara pasang surut dan BM.
Simbol-simbol yang dipakai dalam penggambaran seperti: karang,
pantai berpasir, kerangka kapal dan lain-lain harus mengacu kepada
peta yang diterbitkan Dishidros TNI-AL atau Bakosurtanal.
3) Gambar Potongan
Untuk lokasi tertentu (alternatif rencana dermaga dan trestle)
diharuskan membuat gambar-gambar potongan melintang setiap jarak
25 m dengan skala vertikal 1:100 dan skala horizontal 1:500 atau 1:1.000
sejumlah minimum 3 profil untuk setiap alternatif (kecuali bila ada
ketentuan lain dalam aanwijzing). Dalam gambar harus terlihat posisi
potongan profil.
h. Pekerjaan Boring
Pekerjaan lapangan disyaratkan mengikuti prosedur ASTM. Pengeboran
dilaksanakan di titik lokasi sesuai rencana tataletak dermaga kapal patroli
diperairan sampai kedalaman -30 meter dari dasar laut dengan pengambilan
contoh tanah dan pelaksanaan SPT setiap interval 2 meter (SPT pertama kali
dilaksanakan pada kedalaman -1 meter dari dasar laut).
71
Pelaksanaan SPT diberhentikan setelah SPT > 60 sebanyak 3 (tiga) kali untuk
penurunan berturut-turut setinggi 30 cm sampai dengan ketebalan minimal 5
meter, sedangkan pengeborannya sendiri tetap dilakukan sampai – 30 meter
dari dasar laut.
Apabila sampai pada kedalaman – 30 meter dari dasar laut belum dijumpai
lapisan tanah keras (SPT > 60) maka hal tersebut harus segera dilaporkan
kepada Pengguna Jasa untuk mendapat petunjuk lebih lanjut.
Apabila sangat diperlukan, kedalaman pengeboran dapat ditambah atau
dikurangi dengan persetujuan Pengguna Jasa. Penambahan/pengurangan
akan diperhitungan sebagai pekerjaan tambah kurang.
1) Metode Pelaksanaan Pengeboran
Sebelum pelaksanaan pengeboran dimulai, semua peralatan yang akan
dipergunakan dalam pekerjaan tersebut harus sudah dipersiapkan
terlebih dahulu di tempat sehingga pelaksanaan dapat berjalan dengan
lancar. Pengeboran dilakukan dengan alat bor yang mempunyai
kemampuan dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Mampu menembus tanah keras dengan nilai N-60
- Kemampuan alat bor dapat mencapai kedalaman 100 m
- Mesin diesel kapasitas 80 PK
- Water pump dengan kapasitas (50 s/d 60 liter/menit)
- Casing dengan diameter minimum 97 mm
- Drilling rod (4,05 cm)
- Tabung sampel panjang 50 cm dan diameter 7,5 cm
- Mata bor klep
- Tabung SPT
- Piston dan piston rod untuk keperluan pengambilan undisturbed
sample
Kapasitas pompa harus cukup besar sehingga terjamin bahwa sisa
pengeboran yang keluar dari lubang harus selalu diamati agar diketahui
bila ditemui perubahan lapisan tanah yang dibor dengan melihat
perubahan jenis tanah yang keluar. Lubang bor yang terjadi sewaktu
pengeboran harus dilindungi dengan casing agar tidak terjadi
kelongsoran sehingga diperoleh hasil pengeboran yang baik dan teliti.
72
Pada setiap tambahan kedalaman tertentu, casing harus diturunkan
sampai dasar lubang dengan menambah sambungan pada bagian atas
casing. Untuk tanah lunak (soft soil) sistem pengeboran harus
dilaksanakan dengan casing system yaitu mengebor dengan casing
yang berputar (drilling rod) dan ujung casing diberi mata bor.
2) Data dan Hasil Pekerjaan Lapangan
Dari setiap pengeboran harus dilakukan pencatatan pelaksanaan
pekerjaan terutama masalah teknis lapangan yang ditemui. Hasil
pekerjaan lapangan tersebut dituangkan ke dalam bor-log yang
menggambarkan:
- Elevasi muka tanah terhadap Datum
- Number of blows pada standard penetration test dan
kedalamannya (dalam angka dan grafik)
- Kedalaman tanah dimana undisturbed sample diambil
- Elevasi lapisan batas atas dan bawah dari setiap perubahan
lapisan tanah yang ditemui selama pengeboran
- Deskripsi dari jenis tanah untuk tiap interval kedalaman
- Hal-hal lain (khusus) yang ditemui/terjadi pada saat pengeboran
dilaksanakan
- Penjelasan teknis dari penyimpangan-penyimpangan atau
kejanggalan yang terjadi selama pengeboran.
3) Undisturbed Sampling
Untuk setiap interval kedalaman 2 meter diambil undisturbed sample
dan untuk pertama kalinya diambil sampel pada kedalaman – 3 m dari
muka tanah yang bersangkutan. Tabung contoh tanah (tube sample)
yang disyaratkan adalah seamless tube sampler ukuran OD 3 inch dan ID
2 7/8 inch (ID=Internal Diameter, OD=Outer Diameter), tebal tabung 1/16
inch, dengan panjang 50 cm. Tabung yang dipakai tipe fixed-piston
sampler terbuat dari baja atau kuningan.
Tebal tabung: baja 1,5 ± 0,1 mm dan ID 75 ± 0,5 mm
Bila akan dipakai ID yang lain dari harga di atas harus dipenuhi
persyaratan Degree of disturbance:
73
A(%) = 100 (OD2- ID2) < 10 %
ID2
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi pada waktu pengambilan
contoh tanah adalah:
- Dasar lubang bor di mana akan diambil contoh tanah harus bersih
dari sisa pengeboran dengan memompakan air ke dalam lobang
bor yang berfungsi untuk membersihkan sisa-sisa tanah yang
tertinggal, lama mencuci minimum 5 menit sebelum diadakan
pengambilan sampel.
- Ujung bawah casing pada saat itu harus berada pada dasar
lubang bor untuk menghindari adanya longsoran-longsoran pada
dasar lubang dan sisa pengeboran (sludge)
- Segera setelah lubang bor bersih, tabung contoh tanah ditekan
ke dalam tanah dengan tekanan tenaga manusia. Penekanan
harus dilakukan dengan hati-hati, continuous (single movement)
dan perlahan agar air yang terdapat dalam tabung diberi
kesempatan keluar melalui katup (ball-valve) yang terdapat pada
kepala tabung (connector head). Dalam segala hal tidak
diperkenankan menekan tabung dengan pukulan.
- Sebelum tabung ditarik dari dalam tanah, tabung harus diputar
3600 untuk melepaskan tabung bersama isinya dari tanah dan
kemudian diangkat keluar dari dalam tabung.
- Tanah pada kedua ujung tabung harus dibuang secukupnya dan
ruangan itu kemudian diberi parafin panas sebagai penutup dan
pelindung tanah dalam tabung. Tebal parafin pada bidang bawah
minimum 1 cm dan pada bidang atas minimum 3 cm.
- Untuk pelaksanaan uji laboratorium, sampel dapat dipotong di
lapangan dengan hati-hati sesuai dengan panjang yang
diperlukan dan tidak boleh merusak keaslian sampel sisanya yang
belum diuji.
- Pengangkutan sampel harus dilakukan hati-hati, dijaga dari
guncangan dan beda temperatur yang tinggi (panas sinar
matahari dll), sedapat mungkin pengujian dilakukan pada
74
laboratorium yang dekat jaraknya dengan lokasi pengeboran (bila
terdapat laboratorium yang memenuhi syarat).
- Untuk jenis tanah khusus yang sukar diambil undisturbed sampel-
nya dengan cara biasa, harus digunakan tabung sampel yang
sesuai: soft cohessive soil dengan alat piston sampler, non
cohessive soil dengan alat piston sampler atau core cutter
sampler, dan hard cemented soil dengan core barrel.
4) Standard Penetration Test (SPT)
Pelaksanaan SPT pertama kali pada kedalaman -1 meter dari sea bed,
SPT kedua dan selanjutnya dimulai setelah pengambilan undisturbed
sample pada kedalaman -3 meter dari sea bed (interval 2 meter).
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi adalah:
- Tabung SPT harus mempunyai ukuran diameter OD 2 inch/profil ID
138 inch, panjang 24 inch menggunakan split spoon sampler type.
- Hammer yang dipakai untuk melakukan penumbukan seberat 140
lbs (63,5 kg), tinggi jatuh bebas hammer adalah 30 inch (±75 cm).
- Sebelum melakukan percobaan SPT, casing harus diturunkan
sampai dasar lubang. Lubang bor kemudian dibersihkan dari sisa
pengeboran dari tanah yang ada di dasar lubang bor seperti yang
diuraikan pada undisturbed sampling (h.1), h.2), h.3).
- Perhitungan dilakukan sebagai berikut
a. Tabung SPT ditekan ke dalam dasar lubang sedalam 15 cm.
b. Untuk setiap interval 10 cm dilakukan perhitungan jumlah
pukulan untuk memasukkan tabung ke dalam tanah sampai
dicapai 3 x 10 cm.
- Tabung diangkat ke permukaan tanah dan split spoon sampler
dibuka. Sludge yang terdapat dalam tabung harus dibuang,
kemudian terhadap sampel diadakan klasifikasi. Unified soil
classification dipergunakan untuk menyusun soil description atau
lithology. Tanah tersebut dapat dipakai untuk laboratorium test.
Untuk itu sampel harus dimasukkan dalam kantong plastik yang
ditutup dengan baik dan diberi identitas nomor boring dan
kedalamannya.
75
- Percobaan SPT dihentikan setelah didapatkan harga SPT-60
sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut (pengeboran tetap
dilaksanakan hingga kedalaman -30 meter dari seabed dengan
memakai core tube system/diamond bit).
- Jika pada kondisi lapangan tidak ditemukan nilai NSPT 60 hingga
kedalaman 30 meter maka pekerjaan pengeboran harus dihentikan
dan segera dilaporkan ke pemilik pekerjaan dan dapat melanjutkan
pekerjaan setelah mendapat persetujuan dari pemilik pekerjaan.
i. Pembuatan Desain
1) Umum
Konsultan ditugaskan untuk melaksanakan pekerjaan-perkerjaan di
bawah ini sebagai suatu kesatuan pekerjaan dengan menggunakan
data-data dari desain dermaga prototipe, hasil survey topografi,
bathymetri dan penyelidikan tanah serta data-data sekunder, yaitu
mencakup:
a) Tata letak dermaga kapal patroli yang dibutuhkan/direncanakan.
b) Posisi alur (access channel), labuh jangkar (anchorage) dan
kolam pelabuhan (turning basin).
c) Sistem struktur bangunan atas dermaga dan dermaga kapal
patroli lainnya.
d) Bahan bangunan yang akan digunakan dan sumber materialnya.
e) Perencanaan sistem pondasi.
f) Dokumen tender dan gambar-gambar perencanaan standar.
g) Sistem pelaksanaan pembangunan dermaga dan dermaga kapal
patroli yang dibutuhkan dalam hal sistem struktur, bahan
bangunan, sistem pondasi lapangan terkait dengan kondisi
lapangan, peralatan, mobilisasi dan logistik.
2) Penentuan Sistem Struktur Bangunan Atas Dermaga dan Dermaga
kapal patroli Lainnya yang dibutuhkan
Sistem struktur bangunan atas dermaga dan dermaga kapal patroli
lainnya didasarkan atas kekuatan/keamanan, kesesuaian bahan
76
bangunan, tingkat kemudahan pelaksanaan dan kebutuhan pelayanan
bongkar muat pelabuhan.
Tipe bangunan atas dermaga meliputi:
a) Floating type: ponton (baja, beton).
b) Fixed type: lantai dermaga, balok-balok pendukung lantai, kepala
tiang, dudukan fender dan bolder, tipe dan instalasi fender,
sarana sandar dan apabila dibutuhkan dilengkapi dengan
breasting dolphin atau mooring dolphin.
Sistem struktur bangunan atas dermaga dapat terdiri dari:
a) Struktur monolit (peer, balok).
b) Sistem pracetak (lantai).
c) Sistem dengan menggunakan bahan kayu.
Sistem struktur fasilitas pangkalan lainnya, antara lain:
a) Jalan dan lapangan
Bagian atas : aspal, coneblock, lapisan perkerasan, dll.
Pondasi : pasangan batu kosong, urugan pasir/sirtu, dll.
Bagian tepi/pinggir : pasangan batu kosong/spesi, kansteen, dll.
b) Gudang perlengkapan
Atap : kuda-kuda kayu/baja, atap genteng/seng/baja
deck, dll.
Dinding : batu bata, batako, spesi, ring balk beton, dll.
Lantai : beton, keramik, dll.
Lain-lain : pintu, jendela, ventilasi, dll.
c) Fasilitas penunjang, antara lain: instalasi air bersih, instalasi air
kotor, instalasi listrik, pagar, dll.
3) Bahan bangunan yang digunakan.
Bahan bangunan yang digunakan harus dipertimbangkan
kesesuaiannya dengan aspek keawetan, kekuatan dan kemudahan
pengerjaannya. Macam bahan bangunan yang dapat dipilih mencakup :
77
a) Bahan alam asli, misalnya batu gunung maupun sungai, kerikil,
pasir, kayu dan lain-lain.
b) Bahan batuan, misalnya beton (bertulang/tidak
bertulang/pratekan), baja, karet dan lain-lain
c) Mutu beton rencana fc’ 35 Mpa.
4) Informasi lain-lain
a) Informasi mengenai sumber bahan bangunan termasuk
tersedianya air kerja juga menjadi bahan pertimbangan untuk
perencanaan.
b) Hal-hal lain yang spesifik pada daerah/lokasi yang akan dibangun,
misalnya adanya benda hanyutan sungai, kemungkinan hilangnya
bagian-bagian konstruksi dan lain-lain agar menjadi pertimbangan
juga.
5) Perencanaan sistem pondasi
Berdasarkan hasil survey soil, hidrografi, pembebanan dan pemilihan
sistem konstruksi dermaga kapal patroli, kemudian dikerjakan
perencanaan sistem pondasi. Sistem pondasi yang direncanakan juga
harus memperhitungan bahan bangunan yang akan digunakan dan
sistem pelaksanaanya serta lingkungan pekerjaan (di air laut atau di air
tawar). Setiap alternatif sistem pondasi akan mempengaruhi berbagai
parameter lainnya, sehingga untuk menetapkan alternatif sistem
pondasi perlu dibahas kembali parameter-parameter yang
mempengaruhi.
6) Dokumen tender dan gambar pelaksanaan
Dokumen tender sesuai dengan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010
terdiri dari:
a) Gambar-gambar konstruksi
b) Rencana kerja dan syarat-syarat
c) Spesifikasi umum dan khusus
d) Bill of Quantity
Termasuk dalam dokumen tender:
78
a) Sistem pelaksanaan dan peralatan yang akan digunakan dalam
pelaksanaan pekerjaan.
b) Kesesuaian dengan keadaan alam dan sifat operasional lokasi
pembangunan.
Persyaratan peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan
pekerjaan, mencakup:
a) Alat pancang apung
b) Mobile crane
c) Ponton (dalam jumlah cukup)
d) Tug boat
e) Work boat
Gambar Pelaksanaan :
Gambar pelaksanaan harus dapat memberi pedoman kepada pelaksana
dalam mewujudkan konstruksi yang direncanakan. Pedoman tersebut
antara lain menyangkut: posisi konstruksi, dimensi konstruksi, volume
konstruksi, elevasi konstruksi, tahapan konstruksi, dll. Seluruh gambar
pelaksana harus dilengkapi dengan skala, ukuran, elevasi berdasarkan
lebih kurang 0,00 m-LWS, kualitas yang akan dicapai (misalkan: mutu
baja, mutu beton), dll. Seluruh gambar pelaksanaan dibuat dengan
menggunakan komputer (CAD) dan soft copy-nya diserahkan bersama
Laporan Akhir kepada Pengguna Jasa. Gambar pelaksanaan meliputi:
a) Gambar lay-out (dilengkapi dengan garis kontur, arah mata angin,
skala posisi BM, dll)
b) Gambar denah (misalkan posisi tiang, balok, dll)
c) Gambar potongan memanjang dan melintang
d) Gambar detail
Pada setiap kolom keterangan pada gambar kontruksi, dilengkapi
dengan keterangan gambar dan spesifikasi teknis yang terkait.
Gambar konstruksi dilengkapi dengan grafik pasang surut, bor log,
korelasi (statigrafi) tanah antar bor log, tataletak rencana dermaga
kapal patroli dengan keterangan titik sondir dan boring, denah dermaga
kapal patroli, tampak, potongan dan detail konstruksi.
79
Dalam gambar pelaksanaan dilampirkan data: grafik pasang surut, profil
tanah, peta hidrografi dan topografi.
7) Dasar-dasar Perencanaan
a) Sistem konstruksi
Dari hasil review desain dermaga prototipe, konsultan perencana
harus menetapkan alternatif sistem konstruksi yang sesuai dengan
kondisi pelabuhan dimana akan direncanakan pembangunan
dermaga.
Pilihan alternatif yang sesuai harus ditetapkan mencakup:
Sistem konstruksi bangunan atas.
Sistem konstruksi bangunan bawah/pondasi.
Bahan bangunan yang akan digunakan.
Metode pelaksanaan konstruksi dan peralatan yang akan
digunakan
b) Data peta kedalaman laut dan peta topografi
Data peta kedalaman laut dan peta topografi yang digunakan
sebagai dasar perencanaan dermaga kapal patroli adalah sesuai
dengan hasil survey konsultan.
Peta-peta tersebut di atas akan digunakan untuk perencanaan
Tatanan prasarana laut dan darat (general lay-out plan)
Alur dan kolam pelabuhan
Olah gerak kapal
Kebutuhan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), dll
c) Data hasil penyelidikan tanah
Data hasil penyelidikan tanah untuk pelabuhan yang akan
direncanakan sesuai hasil survey yang telah dilakukan. Data hasil
penyelidikan tanah digunakan untuk merencanakan sistem pondasi
baik pondasi langsung maupun pondasi dalam atau tiang pancang.
Data-data tersebut juga dipergunakan untuk perhitungan
konsolidasi dan stabilitas timbunan.
80
d) Data-data sekunder
Data-data sekunder antara lain: data operasional pelabuhan dan
arsitektur daerah setempat. Data operasional pelabuhan untuk
merencanakan pengembangan pelabuhan meliputi tata letak
bangunan, luas bangunan, jenis bangunan dan arsitektur daerah
digunakan untuk merencanakan bentuk bangunan (misalnya
bentuk bangunan terminal penumpang yang merupakan ciri khas
daerah tersebut).
3. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
a. Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Untuk pelaksanaan pekerjaan ini, Penyedia Jasa Konsultansi diberikan waktu 150
(seratus lima puluh) hari kalender terhitung sejak kontrak ditandatangani.
b. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan (Schedule)
Jadwal pelaksanaan kegiatan disampaikan terlampir.
c. Indikator Keluaran (Kualitatif)
1) Berdasarkan data-data teknis dari hasil survey di lapangan dan hasil uji
laboratorium serta data-data meteorologi, akan diperoleh kesimpulan/kesan
teknis terhadap alternatif lokasi dan posisi dermaga berdasarkan kondisi
lingkungan terkini.
2) Pembangunan dan pengembangan pelabuhan akan meningkatkan pelayanan
jasa kepelabuhanan dan transportasi laut kepada masyarakat di sekitar lokasi.
3) Peningkatan aktivitas transportasi di wilayah setempat akan mendukung
perekonomian lokal maupun nasional.
d. Keluaran (Kuantitatif)
Hasil pekerjaan survey hidrografi, topografi, penyelidikan tanah dan pembuatan
desain dilaporkan secara tertulis kepada Pengguna Jasa dalam bentuk buku yang
dijilid dengan baik dan disusun secara sistematis beserta softcopy-nya dimasukkan
dalam perangkat USB Flashdrive.
81
1) Laporan Pendahuluan (Hasil Reconnaissance Survey)
Laporan dibuat sebanyak 10 (sepuluh) set, dimana 5 (lima) set digunakan untuk
pembahasan dan 5 (lima) set adalah penyempurnaan dari hasil pembahasan. Isi
laporan meliputi:
- Kondisi sistem transportasi dalam rangka pencapaian lokasi pekerjaan,
meliputi access road dan status lahan pelabuhan.
- Kondisi sistem transportasi pada lokasi berupa jaringan transportasi
eksisting, kondisi jalan darat, pelabuhan eksisting terdekat dll.
- Analisa financial terhadap kebutuhan terhadap pendanaan pembangunan
infrastruktur sarana dan prasarana dermaga kapal patroli dan fasilitas
pendukungnya
- Kondisi lapangan secara garis besar dan data-data teknis yang ada
kaitannya dengan rencana pelaksanaan survey.
- Rencana kerja, tahapan dan metode survey disesuaikan dengan kondisi
lapangan.
- Tanggapan terhadap KAK termasuk ruang lingkup pekerjaan dikaitkan
dengan hasil peninjauan dan kondisi lapangan.
- Rekomendasi sementara review desain lengkap dengan hasil check
sounding secara garis besar, pengamatan visual dan rencana tata letak
dermaga kapal patroli (luas area topografi dan hidrografi ) serta dilengkapi
dengan fasilitas yang ada dinilai dengan parameter keakuratan secara
ilmiah.
- Status lahan lokasi rencana pelabuhan
- Data kapal eksisting yang beroperasi disekitar lokasi pembangunan berupa
jenis, ukuran dan jumlah kapal dalam kurun waktu 5 tahun terakhir .
- kebijakan pemerintah setempat baik rencana tata ruang maupun tatanan
transportasi terkait dengan rencana pengembangan pelabuhan dan sarana
transportasi lainnya.
- Hasil wawancara dengan pejabat setempat setempat terkait dan
masyarakat terhadap rencana pembangunan dermaga kapal patroli.
- Berita acara pelaksanaan reconnaissance survey.
- Foto-foto lengkap yang menjelaskan kondisi perairan hingga darat lokasi
rencana pelabuhan.
82
- Desain kriteria: Rencana peruntukan, jenis, ukuran kapal yang sandar dan
arus kunjungan kapal.
2) Laporan Antara (Interim Report)
Laporan dibuat sebanyak 10 (sepuluh) set, dimana 5 (lima) set digunakan untuk
pembahasan dan 5 (lima) set adalah penyempurnaan dari hasil pembahasan.
Konsultan diharuskan menyampaikan laporan pekerjaan lapangan yang
meliputi:
- Prosedur pekerjaan lapangan, uraian teknis bila ada penyimpangan-
penyimpangan.
- Pengambilan titik-titik tetap dan elevasinya terhadap LWS.
- Spesifikasi peralatan-peralatan pokok.
- Penetapan koordinat, levelling, penentuan azimuth matahari, konstanta
harmonis berikut AT dan LWS.
- Data arus, grafik kecepatan arus yang memperlihatkan hubungannya
dengan pasang surut, peta arah dan kecepatan arus, suspensi dan salinitas.
- Grafik pasang surut lengkap dengan DT, AT dan LWS
- Analisa pasang surut digunakan metode admiralty yang dibandingkan
dengan metode least square (dipilih analisa metode yang hasilnya paling
mendekati data pasang surut sebenarnya).
- permodelan hidrodinamika untuk memperoleh kecepatan dan pola arus di
sekitar lokasi rencana dengan menggunakan perangkat lunak yang sesuai.
- Analisa pergerakan sedimentasi dan perubahan kedalaman yang terjadi
pada lokasi rencana pembangunan pelabuhan yang diduga berpotensi
mengalami pendangkalan
- Pada lokasi rencana pembangunan pelabuhan di sungai disertai data banjir
tahunan, 5 tahunan dan 10 tahunan.
- Rekomendasi sementara alternatif tata letak dermaga berdasarkan simulasi
gelombang dan arus serta dinilai dengan parameter keakuratan secara
ilmiah.
- Gambar hasil survey bathimetri menggunakan kertas A0.
- Data meteorologi (curah hujan minimum 5 tahun terakhir dan data angin)
- Gambar situasi (hasil survey hydrografi/topografi) dilengkapi dengan
koordinat dan posisi pengamatan arus dan pengambilan sampel sedimen.
- Gambar profil melintang dan memanjang.
83
- Semua gambar harus dilengkapi dengan tanggal pelaksanaan, nama dan
tanda tangan pelaksana, penggambar dan penanggung jawab, disarankan
dibuat dengan menggunakan komputer.
- Salah satu dari bar-check yang sudah dilaksanakan.
- Lembar busur Snellius (bila menggunakan sistem Snellius)
- Evaluasi dan rekomendasi sementara dari hasil survey.
- Semua berita acara dari semua tahapan dan peleyesaian pekerjaan
lapangan. Semua data asli hasil pengukuran dibundel tersendiri dan
diserahkan/diperlihatkan kepada Pengguna Jasa saat pembahasan laporan
dengan Tim Evaluasi Teknis
- Data sekunder
3) Draft Laporan Akhir (Draft Final Report) Survey
Setelah seluruh pekerjaan lapangan dan pekerjaan laboratorium selesai,
Penyedia Jasa Konsultansi diminta menyampaikan Draft Laporan Akhir Survey
sebanyak 5 (lima) buku yang merupakan penyempurnaan Laporan Antara
(seperti tersebut sebelumnya), ditambah dan dilengkapi dengan :
- Bor-log yang memperlihatkan hubungan antara kedalaman dalam m LWS
dan SPT, soil description berdasarkan contoh (sample) yang diperoleh dari
spon sampler, sample dan lain-lain dengan memasukkan hasil dan besaran
dari percobaan laboratorium.
- Gambar korelasi (stratigrafi) tanah antar bor log dengan konstanta
kedalaman m LWS dan N-SPT.
- Hasil pekerjaan sondir berupa grafik-grafik dan tabel-tabel yang
mengambarkan besaran-besaran tahanan ujung (end resistance), tahanan
geser setempat (local friction) dan jumlah tahanan geser (total friction).
- Hasil percobaan laboratorium lengkap dengan lampiran-lampiran grafik,
tabel dan lain-lain untuk penentuan index and physical properties.
- Evaluasi atas hasil pekerjaan lapangan laboratorium
- Posisi/koordinat titik-titik boring diplotkan dalam gambar
hydrografi/topografi.
- Stratigrafi tanah (soil profile).
- Dibuat grafik hubungan antara kedalaman (Z) dengan:
a) qu (Unconfined Compression Test)
84
b) qc (Dutch Cone Penetrometer Test)
c) N (Standard Penetration Test)
d) γn ( Unit weight/bulk density)
e) d (Unit dry)
f) Wn (Water content)
g) Grain Size Analysis
h) Specific Gravity (Gs)
i) Cv (Coefficient of consolidation - cm2/min)
j) Cc (Compression index)
- Grafik hubungan antara:
a) qc (Dutch cone penetrometer test) dengan qu (Unconfined
compression test)
b) qc (Dutch cone penetrometer test) dengan N (Standard penetration
test)
c) qu (Unconfined compression test) dengan N (Standard penetration
test)
d) Ip (Plasticity Index) dengan W (Water content)
e) Average consolidation pressure (kg/cm2) dengan Cv (Coefficient of
consolidation - cm2/min)
- Hubungan antara derajat konsolidasi (u%) dengan waktu penurunan (time
settlement).
- Klasifikasi tanah (triangular chart classification)
- Rekomendasi dan kesimpulan yang meliputi:
a) Rencana sistem pondasi
b) Analisa daya dukung tanah (bearing capacity untuk deep dan shallow
foundation)
c) (Perbandingan desain pondasi tiang pancang dibuat dengan variasi
diameter dan tebal tiang pancang dari terkecil hingga terbesar yang
dapat diaplikasikan pada konstruksi dermaga dan dipilih yang paling
efisien dan layak dari segi teknis)
d) Analisa soil improvement (Analisa stabilitas lereng untuk konstruksi
timbunan/urugan dan talud yang mempertimbangkan 4 kriteria:
momen guling, sliding, daya dukung & settlement, stabilitas global)
85
e) Apabila hasil-hasil laboratorium tidak sesuai dengan lapangan atau
dijumpai kejanggalan-kejanggalan dalam hasil lapangan/laboratorium
maka Penyedia Jasa Konsultansi dapat merekomendasikan tambahan
pekerjaan penyelidikan tanah sebelum pekerjaan konstruksi dimulai.
- Data sekunder yang dibutuhkan.
4) Draft Laporan Akhir (Draft Final Report: Draft Final Desain dan Draft Final
Survey))
Laporan dibuat sebanyak 5 (lima) buku, meliputi:
- Analisis permodelan struktur dermaga berisikan permodelan struktur
secara keseluruhan, permodelan beban – beban yang bekerja pada
struktur tersebut dan hasil analisa permodelan;
- Kontrol Desain Beton Bertulang
Kontrol Desain dilakukan untuk analisa hasil pendetailan struktur dermaga dan
trestle, dimana harus memenuhi syarat keamanan dan sesuai dengan batas-
batas tertentu yang dipersyaratkan menurut peraturan. Kontrol Desain yang
dilakukan berupa pengecekan terhadap kontrol geser, kuat lentur, momen
nominal, beban layan (serviceability) dan beban ultimate. Bila telah memenuhi
syarat tersebut, maka dapat diteruskan ke tahap penggambaran, namun bila
tidak maka harus dilakukan re-design.
- Tipikal Detail Penulangan
a) Tipikal Penulangan Balok Induk Eksterior dan Interior;
b) Tipikal Penulangan pelat lantai;
c) Tipikal Penulangan pile cap.
d) Tipikal Detail Panjang Penyaluran Tulangan.
e) Tipikal Detail Penulangan plank fender.
(kontrol desain beton bertulang dan tipikal detail penulangan dapat berubah
sesuai dengan tipe konstruksi dermaga yang direncanakan)
86
- Analisa sistem konstruksi dermaga beserta seluruh sarana pendukungnya
dan dermaga kapal patroli lainnya yang dibutuhkan berdasarkan hasil
survey.
- Sistem pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kondisi lapangan dan
sistem struktur yang digunakan.
- Kebutuhan peralatan yang diperlukan untuk pekerjaan.
- Gambar-gambar detail konstruksi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
pekerjaan.
- Penanda (marker) agar direncanakan kapasitas standar kapal maksimal
yang dipasang permanen di dermaga.
- Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS) mencangkup item/pekerjaan
sesuai perencanaan.
- Pada setiap kolom keterangan pada gambar kontruksi, dilengkapi
dengan keterangan gambar dan spesifikasi teknis yang terkait.
- Gambar konstruksi dilengkapi dengan grafik pasang surut, bor log,
korelasi (statigrafi) tanah antar bor log, tataletak rencana dermaga kapal
patroli dengan keterangan titik sondir dan boring, denah dermaga kapal
patroli, tampak, potongan dan detail konstruksi.
- Spesifikasi umum dan khusus
- Bill of Quantity (BQ)
- Rencana Anggaran Biaya (RAB)
- Analisa Harga Satuan
- Perhitungan konstruksi
5) Laporan Akhir Desain (Final Report)
Laporan dibuat sebanyak 5 (lima) buku yang berisi perbaikan/penyempurnaan
dari Draft Laporan Akhir
6) Laporan Ringkasan Eksekutif (Executive Summary)
Dibuat sebanyak 5 (lima) buku ukuran A4 dan 5 (lima) buku ukuran A5 yang
meliputi antara lain:
87
a) Ringkasan hasil Reconnaissance Survey
b) Kriteria Desain
c) Ringkasan hasil survey hidrografi, topografi dan penyelidikan tanah
yang menyajikan parameter-parameter penting dengan jelas.
d) Ringkasan peta stratigrafi tanah (dibuat dalam satu lembar).
e) Rekomendasi sistem pondasi dan ringkasan hasil perhitungan daya
dukung.
f) Ringkasan dimensi elemen struktur dan fasilitas yang digunakan
g) Lay-out desain pelabuhan.
7) Softcopy dari seluruh Laporan dan Gambar
Seluruh data yang diperoleh dan laporan selama pelaksanaan pekerjaan dalam
bentuk softcopy dihimpun dalam 2 (dua) buah Harddisk Eskternal dan
diserahkan kepada Pengguna Jasa pada saat akhir pekerjaan bersama-sama
dengan Laporan Akhir.
D. KURUN WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN
Kurun waktu pencapaian keluaran Kegiatan SID Dermaga Kapal Patroli akan dilakukan
pada lokasi yang telah ditetapkan oleh Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai.
Dan untuk pelaksanaan pekerjaan ini, Penyedia Jasa Konsultansi diberikan waktu 150
(seratus lima puluh) hari kalender terhitung sejak kontrak ditandatangani.
E. SUMBER BIAYA
Kegiatan SID Dermaga Kapal Patroli di Wonreli, Maluku Barat Daya sebagai Sub Pangkalan
PLP dari PLP Induk Tual akan dibiayai melalui DIPA Satuan Kerja Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2016.