Upload
independent
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IKAN LOMPA( Thrissina baelama )
BIOLOGI LAUT
OLEH :
JUEN CARLLA WARELLA
NIM : 2012-40-153
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2012
DAFTAR ISI
BAB I
- PERANAN Thrissina baelama
A. Biologi Thrissina baelama
B. Morfologi Thrissina baelama
C. Anatomi Thrissina baelama
D. Reproduksi Thrissina baelama
E. Proses – Proses Fisiologi Thrissina baelama
F. Cara Adaptasi Thrissina baelama
- PENYEBARAN JENIS Thrissina baelama
A. Daera Mingrasi
B. Distribusi
C. Kondisi Oseanografi
BAB II
- PENUTUP
A. Referensi & Daftar Pustaka
B. Pandangan Pengembangan Jenis
C. Rekomendasi
ABSTRAK
Perairan sungai Learisa-Kayeli merupakan salah satu
habitat ikan Lompa (Thryssa baelama) di Maluku Tengah dari
area penyebaran di seluruh dunia. Ikan Lompa berpotensi
menjadi makanan fungsional sebagai sumber beta karoten.
Masyarakat desa Haruku telah memanfaatkan hasil perairan
pantai khususnya daerah estuaria ( sungai Learisa-Kayeli)
berupa ikan lompa setiap musim panen dalam jumlah besar.
Menurut Papilaya (1990; 2) , bahwa setiap tahun masyarakan
desa Haruku masih dapatmenikmati ikan lompadengan keuntungan
uang yang lebih tinggi.
Salah satu cara untuk melestarikan kehadiran dan
kepadatan populasi ikan ini, yaitu dengan mengadakan
budidaya alami yang diatur oleh peraturan pemerintah desa
stempat secara terarah dan terpadu. Cara tersebut dikenal
dengan nama “Sasi”. Menurut Elisa Kissya (Unsur Masyarakat
Kewang Haruku Kabupaten Maluku Tengah) Pengertian sasi dengan
dalam kaitannya dengan kehadiran ikan lompa di sungan
Learisa-Kayeli yaitu melarang masyarakat setempat untuk
tidak mengambil ikan dalm kurun waktu tertentu.
Kata kunci: Kepadatan, dinamika populasi, makanan
fungsional, Thryssa baelama
BAB I
ISI
Thrissina baelama
Biologi Thrissina baelama
Menurut Saanin (1968) secara ilmiah ikan loma atau
Thrissina baelama merupakan salah satu ikan teleostomi, dengan
klasifikasi :
Klasifikasi :
Kingdom : Pisces
Sub Kingdom : Metazoa
Filum : Pisces
Sub Filum : Vertebrata
Klas : Teleostomi
Sub Klas : Actinopterygii
Ordo : Clupeoidei
Family : Engrauliade
Genus : Thrissina
Species : Thrissina baelama
Wilayah Nusantara yang luas dan berkedudukan di
khatulistiwa pada posisi silang dua benua dan dua samudra
dengan kondisi alamiahnya yang memiliki berbagai keunggulan
merupakan salah satu modal dasar bagi bangsa Indonesia
(Pidato Presiden R.I.,1993;12). Dengan letaknay dibawah
katulistiwa, membawa banyak konsekwensi banyak biota laut
yang terdapat didalamnya termasuk ikan, merupaka komoditi
perikanan terpenting.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian diperkirakan kurang
lebih dari 4000 jenis ikan yang terdapat di perairan
Indonesia (Subani,1983;68). Selanjutnya dikatakan bahwa dari
4000 jenis tersebut sekitar 3000 jenis dan sisanya terdapat
diperairan tawar dan payau.
Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan pangan, maka tidak
dapat disangkal lagi bahwa manusia akan berpaling kearah
laut, (Burhanudin dan Praseno, 1982;12). Selanjutnya, agar
kita dapat memanfaatkan sumber-sumber kekayaan laut secara
optimal, diperlukan perencanaan yang tepat dan bijaksana
agar keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari salah satu
segi tidak merugikan segi-segi yang lain.
Provinsi Maluku dijuluki sebagai provinsi seribu pulau
memberi keuntungan yang cukup tinggi bagi kehidupan
masyarakat seribu pulau ini. Oleh karenanya, perairan Maluku
perlu dijaga dengan baik, karena kaya akan hasil-hasilnya.
Pulau Haruku adalah salah satu pulau dalam jajaran
provinsi Maluku, merupakan contoh dari kepulauan seribu
pulau dengan salah satu ciri khasnya yaitu mempunyai daerah-
daerah estuaria. Estuari merupakan daerah pantai semi ter-
tutup yang penting bagi kehidupan ikan. Berbagai fungsinya
bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah
pengasuhan, dan lumbung makanan serta jalur migrasi
menjadikan estuari kaya dengan keanekaragaman hayati ikan
pada berbagai tahapan dalam stadium hidupnya (larva, juwana,
dewasa) (Blaber, 1997; Costa et al., 2002), termasuk ikan
lompa (Thrissina baelama). Di daerah esturaria, pulau haruku
ditemukan sebaran ( dispersion ) populasi ikan lompa
(Thrissina baelama) serta kepadatannya cukup tinggi dan
sewaktu-waktu menyebar masuk kedalam sungai, seperti
terlihat pada sungai Learisa-Kayeli.
Masyarakat desa Haruku telah memanfaatkan hasil
perairan pantai khususnya daerah estuaria ( sungai Learisa-
Kayeli) berupa ikan lompa setiap musim panen dalam jumlah
besar. Menurut Papilaya (1990; 2) , bahwa setiap tahun
masyarakan desa Haruku masih dapatmenikmati ikan lompadengan
keuntungan uang yang lebih tinggi.
Salah satu cara untuk melestarikan kehadiran dan
kepadatan populasi ikan ini, yaitu dengan mengadakan
budidaya alami yang diatur oleh peraturan pemerintah desa
stempat secara terarah dan terpadu. Cara tersebut dikenal
dengan nama “Sasi”. Menurut Elisa Kissya (Unsur Masyarakat
Kewang Haruku Kabupaten Maluku Tengah) Pengertian sasi dengan
dalam kaitannya dengan kehadiran ikan lompa di sungan
Learisa-Kayeli yaitu melarang masyarakat setempat untuk
tidak mengambil ikan dalm kurun waktu tertentu.
Dengan adanya penerapan sasi oleh pemerintah desa
Haruku sehingga hasil panen ikan setiap waktu pengambilannya
memberikan jumlah yang banyak. Setiap musim panen diperoleh
25 Ton dan dilakukan sampai tiga kali. Keberhasilan sasi
hanya dapat tercapai bila kesadaran masyarakat terhadap
pelaksanaannya secara baik, melindungi badan sungai dari
berbagai pencemaran serta perlindungan terhadap daerah
aliran sungai. Beberapa faktor yang mempengaruhi kehadiran
dan kepadatan ikan lompa yaitu faktor biotik seperti
plankton (fitoplankton dan zooplankton) dan faktor abiotic
seperti suhu , salinitas, kecepatan arus, pH, dan kecerahan
air
Morfologi Thrissina baelama
Bentuk morfologi dari ikan lompa dapat digambarkan sebagai
berikut :
Bagian Kepala
- Hidung menonjol dan agak meruncing menyerupai hidung babi
dan tidak berhubungan dengan rongga mulut, lubang
hidungnya berhubungan dengan alat pencium yang sangat
peka dan terbagi menjadi dua bagian berfungsi untuk
mengantar atar air masuk ke alat-alat penciuman.
- Mempunyai mulut yang didalamnya terdapat gigi-gigi kecil
dan tajam, jumlahnya lebih dari 100 buah
- Memiliki dua buah mata dengan pupila yang bulat besar,
tidak mempunyai kelopak mata tetap dan ditutupi oleh
selaput bening.
- Tapisan ingsan berjumlah 125 filamen
- Mempunyai maxilla yag panjang, meruncing dan mononjol
melewati rahang bawah.
Bagian Badan
- Tubuh berbentuk compress dan lonjong dengan hampir
menyerupai silinder, dan agak meruncing kearah ekor dan
melengkung.
- Perutnya berbentuk bulat telur.
- Pada bagian luar tubuh dilapisi oleh lapisan epidermis
yang licin dan lunak, banyak mengandung kelenjar mucous
atau lendir yang gunanya untuk memudahkan pergerakan
dalam air serta melindungi diri dari hewan-hewan yang
bersifat parasit.
- Bagian luar tubuh ditutupi oleh sisik-sisik kecil yang
tersusun rapi seperti genteng. Bentuk sisik-sisik yang
serupa ini disebut “Cycloid”. Sumadiharga ( 2983;12).
- Mempunyai beberapa sirip yang terletak pada bagian
tertentu antara lain :
1. Sirip dada terdiri dari 14 tulang
2. Sirip punggung terdiri dari 32 tulang
3. Sirip perut terdiri dari 15 tulang
4. Sirip dubut terdiri dari 30 tulang
5. Sirip ekor terdiri dari 20 tulang sirip.
Antar sirip dada dengan sirip perut terdapat 7 buah sisik
duri, sedangkan antara perut dengan sirip dubur terdapat
8 buah sisik duri.
- Tubuh berwarna biru kecoklatan pada bagian punggungnya,
sedangkan pada bagian sisi tubuh berwarna keperak-
perakan, tidak ada jalur gurat sisi atau garis lateral
pada sisi tubuh Thrissina baelama.
Bagian Ekor
- Ithmus membentang hingga ke belakang sirip yang terakhir
dari sirip punggung.
Proses – Proses Fisiologi dan Anatomi Thrissina
baelama
Menurut Effendi, mengemukakan bahwa Fisiologis Ikan
lompa terdiri dari lima sistem yaitu :
1. Sistem Pencernaan ( Digesterium )
2. Sistem Pernapasan ( Respiratorium )
3. Sistem Peredaran Darah ( Cardiovasculare )
4. Sistem Otot ( Musculare )
5. Sistem Saraf ( Nervosum )
- Sistem Pencernaan ( Digesterium )
Pencernaan pada ikan dimulai dari mulut dan berakhir
di anus. Fungsi ala pencernaan adalah untuk menghancurkan
zat makanan (molekul makro) menjadi zat terlarut (molekul
mikro) sehingga zat makanan tersebut mudah diserap dan
kemudian dapat digunakan pada proses metabolisme di dalam
tubuh ikan. Proses pencernaan pada ikan terjadi dalam dua
bentuk yaitu secara fisik yang terjadi di dalam rongga
mulut dan lambung, dan secara kimiawi yang terjadi di
dalam lambung dan usus.
Sistem pencernaan dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
saluran pencernaan makanan ( Trantus digestivus ) dan
kelenjar pencernaan ( glandula digesterium ).
a. Saluran pencernaan makanan ( Trantus digestivus )
Saluran pencernaan makanan, terdiri atas : Mulut (cavum
oris), pangkal tenggorokan (pharynx), kerongkongan
(esophagus), dan usus (intestinum)
Mulut :
Mulut berguna untuk menangkap atau mengambil
makanan. Adaptasi mulut ikan terhadap makanannya
menyebabkan ditemukannya beraneka macam bentuk mulut
ikan. Ikan-ikan yang biasanya mencari makanan dengan
memangsa jenis ikan lain, umumnya mempunyai mulut
yang lebar, sedangkan ikan-ikan yang biasa mengambil
makanan dengan jalan mengisap organisme yang
menempel pada substrat (perifiton) biasanya
mempunyai bentuk bibir yang tebal
Rongga mulut :
Rongga mulut berfungsi untuk tempat mencabik
atau memotong-motong makanan. Di dalam rongga mulut
terdapat gigi-gigi yang tumpul dan kadang-kadang
halus. Berdasarkan letaknya, terdapat tiga macam
gigi pada ikan bertulang sejati, yaitu gigi mulut,
gigi rahang, dan gigi pharynx
Kerongkongan :
Kerongkongan berfungsi sebagai tempat lewatnya
makanan yang telah dikunyah di mulut. Makanan yang
melewati kerongkongan akan membuat otot-otot
kerongkongan berkontraksi dan membuat makanan
seperti bolus-bolus.
Usus :
Thrissina baelama tidak memiliki lambung tetapi
usus bagian depan membesar membentuk lambung palsu
panjang usus beberapa kali panjang tubuhnya. Usus
Berbentuk seperti pipa panjang yang berkelok-kelok
dan sama besarnya, berakhir dan bermuara keluar pada
lubang anus. Usus ini diikat oleh suatu alat
penggantung yang disebut mesenterium, yang merupakan
derivat dari pembungkus rongga perut (peritonium).
b. Kelenjar pencernaan ( Glandula digesterium )
Kelenjar pencernaan, terdiri atas : hati (hevar) dan
kantung empedu (vescia fellea).
Hati :
Bentuknya besar, berwarna merah kecoklat-
coklatan, letaknya di bagian depan rongga badan dan
meluas mengelilingi usus.
Kantung Empedu :
Bentuknya bulat bila berisi penuh, berwarna
kehijau-hijauan, terletak pada bagian depan dari
hati, mempunyai saluran yang disebut ductus cysticus
yang bermuara pada usus. Kantong empedu berfungsi
untuk menampung dan menyimpan empedu (bilus) dan
- Sistem Pernapasan ( Respiratorium )
Pernapasan merupakan proses pengambilan oksigen dan
pelepasan karbon dioksida oleh suatu organisme hidup.
Untuk dapat bernapas maka diperlukan organ pernapasan.
Sistem prnapasan pada ikan umumnya berupa ingsang yang
memiliki tutup ingsang (apparatus opercularis).
Insang berbentuk lembaran-lembaran tipis berwarna
merah muda dan selalu lembap. Bagian terluar dari insang
berhubungan dengan air, sedang bagian dalam berhubungan
erat dengan kapilerkapiler darah. Tiap lembaran insang
terdiri dari sepasang filamen dan tiap filamen mengandung
banyak lapisan tipis (lamela). Pada filamen terdapat
pembuluh darah yang memiliki banyak kapiler, sehingga
memungkinkan O2 berdifusi masuk dan CO2 berdifusi keluar.
Mekanisme pernapasan terbagi menjadi dua fase
yaitu :
a. Fase Inspirasi
Gerakan tutup insang ke samping dan selaput
tutup insang tetap menempel pada tubuh
mengakibatkan rongga mulut bertambah besar,
sebaliknya celah belakang insang tertutup.
Akibatnya, tekanan udara dalam rongga mulut lebih
kecil daripada tekanan udara luar. Celah mulut
membuka sehingga terjadi aliran air ke dalam
rongga mulut.
b. Fase Ekspirasi
Setelah air masuk ke dalam rongga mulut,
celah mulut menutup. Insang kembali ke kedudukan
semula diikuti membukanya celah insang. Air dalam
mulut mengalir melalui celah-celah insang dan
menyentuh lembaran-lembaran insang. Pada tempat
ini terjadi pertukaran udara pernafasan. Darah
melepaskan CO2 ke dalam air dan mengikat O2 dari
air.
Pada fase inspirasi, O2 dan air masuk ke
dalam insang, kemudian O2 diikat oleh kapiler
darah untuk dibawa ke jaringan-jaringan yang
membutuhkan. Sebaliknya pada fase ekspirasi, CO2
yang dibawa oleh darah dari jaringan akan bermuara
ke insang, dan dari insang diekskresikan keluar
tubuh.
- Sistem Peredaran Darah ( Cardiovasculare )
Sistim peredaran darah pada ikan bersifat tunggal,
artinya hanya terdapat satu jalur sirkulasi peredaran
darah. Sistem ini terdiri dari Jantung (cor) darah, Vasa
(pembuluh-pembuluh darah) dan Limfa.
a. Jantung :
Pada ikan, jantung umumnya terletak di
belakang insang. Ikan bertulang sejati
(Osteichthyes) memiliki letak jantung relatif
lebih ke depan dibandingkan dengan ikan bertulang
rawan (Chondrichthyes). Jantung disusun oleh otot
jantung yang bekerja tidak di bawah pengaruh
rangsang (involuntary). Jantung berfungsi untuk
memompakan darah yang kadar oksigennya rendah
menuju ke insang untuk mengikat oksigen dan
selanjutnya diedarkan ke seluruh tubuh.
Jantung terdapat di dalam rongga pericardium.
Jantung ini dibungkus oleh suatu selaput yang
disebut pericardium dan terdiri atas:
Sinus venosus, berdinding tipis dan berwarna
merah coklat, terdapat pada bagian caudo-dorsal
dari bagian jantung yang lain. Menerima darah
dari vena hepatica dan ductus Cuvier.
Atrium (serambi), berdinding tipis dan berwarna
merah tua, bersifat tunggal dan menerima darah
dari sinus venosus.
Ventikel (bilik), berwarna merah muda karena
dindingnya tebal, bersifat tunggal, menerima
darah dari atrium.
Bulbus arteriosus (conus arteriosus), merupakan
lanjutan dari ventrikel, berwarna putih,
menerima darah dari ventrikel dan
mengalirkannya ke aorta ventralis.
b. Darah
Darah adalah cairan yang di dalamnya
terkandung bahan-bahan terlarut dan bahan-bahan
tersuspensi. Darah tersusun dari dua komponen
yaitu plasma darah dan sel darah. Plasma darah
antara lain tersusun atas air, mineral, nutrien,
gas terlarut, enzim, hormon, dan antibodi. Sel
darah dapat dibedakan atas dua bagian yaitu butir-
butir darah merah (eryhtrocyte) dan butir-butir
darah putih (leucocyte). Selanjutnya, butir darah
putih terdiri atas granulocyte (yang memiliki
granula) dan agranulocyte (yang tidak memiliki
granula). Granulosit dapat dibedakan atas tiga
komponen berdasarkan kemampuannya menyerap warna,
yaitu acidophil, neutrophil, dan basophil.
Sebaliknya, agranulosit yang merupakan penyusun
terbesar butir-butir darah putih terdiri atas
lymphocyte, monocyte, dan thrombocyte (Affandi et
al., 1992).
Darah berfungsi untuk mengedarkan zat makanan
ke seluruh tubuh, mengambil sisa-sisa metabolisme
untuk dibuang, mengedarkan enzim, hormon, dan zat
imunitas ke bagian tubuh yang memerlukannya. Butir
darah merah mengandung haemoglobine (Hb) yang
memiliki kemampuan untuk mengikat oksigen, yang
selanjutnya akan digunakan untuk proses
metabolisme. Pada ikan, pembentukan dan
pembersihan darah dilakukan pada organ limfa
(spleen, lien).
c. Vasa (pembuluh-pembuluh darah)
Saluran pembuluh darah atau sistem pembuluh
darah dalam tubuh ikan dapat dibedakan atas
(Gambar 68 – 76):
Pembuluh utama, yaitu arteri dan vena, yang
terdapat di sepanjang tubuh. Arteri (pembuluh
nadi) merupakan pembuluh darah yang mempunyai
dinding yang tebal dan kuat tetapi tidak
mempunyai klep-klep, berfungsi untuk membawa
darah meninggalkan jantung. Vena (pembuluh
balik) merupakan pembuluh darah yang
berdinding tipis dan mempunyai klep-klep pada
setiap jarak tertentu, berfungsi untuk
membawa darah kembali ke jantung.
Pembuluh cabang, yaitu cabang-cabang dari
pembuluh utama yang menuju ke kulit, rangka,
otot, spina cord (sumsum tulang belakang),
organ pencernaan, dan lain-lain.
d. Limfa (Lien)
Limfa berfungsi dalam pembentukan sel darah dan
untuk mengembalikan darah yang masuk jaringan ke
sistim-sistim sirkulasi. Sistem limfatik adalah
suatu bagian penting dalam sirkulasi sehubungan
dengan kembalinya plasma yang keluar dari saluran
darah dan masuk ke dalam jaringan. Fungsi sistem
limfatik selain mengumpulkan limfa juga untuk
memurnikannya dan mengembalikannya kepada saluran
darah.
- Sistem Otot ( Musculare )
Sistem otot ikan dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu : yang dibawah rangsangan otak dan yang tidak
dibawah rangsangan otak. Pada prinsipnya ikan mempunyai
tiga macam urat daging atau otot berdasarkan struktur dan
fungsinya, yaitu: otot polos, otot bergaris, dan otot
jantung.
a. Otot Polos (Urat Daging Licin)
Serabut otot polos lebih sederhana dan kecil
dibandingkan dengan serabut otot lainnya. Serabut
ini tumbuh dari mesenchim embrio. Secara primer
berasal dari mesoderm dengan disertai sel-sel
jaringan ikat, kemudian berkembang menjadi otot
polos. Kerja otot polos ini disebut involuntary
karena kerjanya tidak dipengaruhi oleh rangsangan
otak. Otot polos antara lain terdapat pada:
Otot polos yang terdapat pada dinding saluran
pencernaan, baik yang melingkar maupun yang
memanjang. Otot ini digunakan untuk meng-
gerakkan makanan (gerakan peristaltik); yang
lainnya ditemukan pada saluran kelenjar
pencernaan, kantung urine, trakhea dan bronkhi
dari paru-paru.
Otot polos yang terdapat pada saluran peredaran
darah, yaitu urat daging melingkar berguna
untuk mengatur tekanan darah.
Otot polos yang terdapat pada mata yang
digunakan dalam mengatur akomodasi dengan
menggerakkan lensa mata dan mengatur intensitas
cahaya.
Otot polos yang terdapat pada saluran ekskresi
dan reproduksi digunakan dalam menggerakkan
produk yang ada di dalamnya.
b. Otot Jantung (Urat Daging Jantung)
Jaringan otot jantung memperlihatkan garis-
garis melintang pada serabutnya. Pada otot ini
tidak ada serabut yang terpisah, masing-masing
berhubungan satu sama lainnya. Otot jantung
berkontraksi kuat dan terus menerus bekerja,
sampai individu ini mati. Kerja otot jantung ini
sifatnya involuntary karena bekerja diluar
rangsangan otak.
Secara embriologi, otot jantung merupakan
tipe istimewa dari otot polos, dimana sel-selnya
menjadi bersatu seperti syncytium. Otot ini
berwarna merah tua, berbeda dengan otot bergaris
yang berkisar antara warna putih hingga warna
merah jambu bergantung pada jenis ikannya. Otot
ini disebut pula sebagai myocardium. Myocardium
ini dilapisi oleh selaput pericardium (selaput
luar) dan endocardium (selaput dalam).
c. Otot Bergaris (Urat Daging Bergaris)
Disebut otot bergaris karena serabutnya
memperlihatkan garis-garis melintang dengan banyak
inti tersebar pada bagian-bagian pinggirnya. Otot
ini disebut juga otot rangka karena melekat pada
rangka atau kulit, dan disebut voluntary karena
kerjanya dipengaruhi oleh rangsangan otak.
Bagian-bagian besar otot bergaris pada tubuh ikan ada
empat, yaitu:
Otot ocolomotor, yang terdapat pada mata dengan
jumlah tiga pasang
Otot hypobranchial, terdapat pada dasar pharynx,
rahang, hyoid dan lengkung insang (berfungsi sebagai
pengembang).
Otot branchiomeric yang terdapat pada muka, rahang
dan lengkung insang (berfungsi sebagai pengkerut).
Otot yang bekerja terhadap rawan insang pada hiu
ialah kelompok otot branchial yang terdiri dari
otot-otot konstriktor, levator dan interakualia.
Otot appendicular yang berfungsi untuk menggerakkan
sirip.
- Sistem Saraf ( Nervosum )
Ikan menerima rangsang dari lingkungannya melalui
organ perasa. Rangsangan tersebut selanjutnya diteruskan
dalam bentuk impuls ke otak. Respon yang diberikan oleh
otak dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku. Sel-sel
saraf mulai berkembang sejak permulaan stadia embrio dan
berasal dari lapisan germinal terluar (ectoderm). Unit
terkecil dari sistem saraf disebut neuron (sel saraf).
Setiap neuron terdiri atas inti dan jaringan
(perpanjangan sel). Perpanjangan sel terdiri atas
dendrite (berfungsi sebagai penerima impuls) dan axon
(berfungsi sebagai penerus impuls). Pertemuan antara axon
dan dendrite dari sel saraf lainnya disebut synapse.
Sistem saraf pada vertebrata dapat dibedakan atas:
Sistem saraf pusat (systema nervorum centrale),
disusun oleh otak (encephalon) dan sumsum tulang
belakang (medulla spinalis).
Sistem saraf tepi (systema nervorum periphericum),
disusun oleh saraf otak (nervi cerebralis) dan
saraf spinal (nervi spinalis).
Sistem saraf otonom, disusun oleh sistem saraf
parasymphatic dan sistem saraf symphatic.
Organ perasa khusus (special sense organs),
terdiri atas organ gurat sisi (linea lateralis),
hidung, telinga, dan mata.
a. Jenis-jenis Saraf
Berdasarkan pada fungsi organ yang dirangsang,
saraf dapat digolongkan atas:
Saraf cerebrospinalis, yaitu saraf yang merangsang
otot bergaris (striated muscle).
Saraf otonom (vegetatif), yaitu saraf yang
merangsang jantung (cardiac muscle), urat daging
licin (smooth muscle), dan kelenjar-kelenjar.
Berdasarkan atas fungsi dari rangsang itu
sendiri, saraf dapat digolongkan atas:
Saraf sensibel (afferent), yaitu saraf yang
meneruskan rangsang dari perifer (sistem saraf
tepi) ke pusat (sistem saraf pusat).
Saraf motoris (efferent), yaitu saraf yang
meneruskan rangsang dari pusat ke perifer.
Saraf penghubung, yaitu saraf yang menghubungkan
antara jenis saraf yang satu dengan yang lainnya,
misalnya antara saraf sensibel dengan saraf
motoris.
b. Otak
Bagian-bagian otak dari muka ke belakang adalah
sebagai berikut :
Telencephalon, adalah bagian otak yang paling
depan, terdiri atas:
Lobus olfactorius, merupakan bagian
telencephalon yang paling anterior
Tractus olfactorius, merupakan lanjutan dari
lobus olfactorius dan berfungsi sebagai nervus
cerebralis I.
Bulbus olfactorius, merupakan lanjutan dari
tractus olfactorius dan berakhir sebagai
sepasang ‘bola’, mempunyai lanjutan sebagai
benang-benang halus yang menuju ke dinding
lekuk hidung.
Hemisphaerium cerebri, terdapat di bagian
posterior lobus olfactorius. Bagian dasarnya
disebut corpus striatum, sedangkan bagian atap
dan dinding samping disebut pallium.
Diencephalon, terletak di sebelah belakang dari
telencephalon bagian ventral. Bersama-sama dengan
telencephalon termasuk bagian dari otak muka
(prosencephalon). Pada diencephalon terdapat
thalamus, hypothalamus, lobus inferior, dan saccus
vasculosus.
Mesencephalon, merupakan otak bagian tengah dengan
organ utama yang tampak menonjol adalah lobus
opticus. Lobus opticus berbentuk bulat dan besar,
terletak di sebelah belakang bagian dorsal dari
diencephalon. Di bagian sebelah ventral terletak
lobi inferior (bagian dari diencephalon) yang
merupakan tempat melekat hypophyse (hypothalamus).
Pada bagian anterior hypophyse terdapat
persilangan dari nervus opticus (nervus cerebralis
II) yang disebut chiasma nervi optici. Selain
lobus opticus, pada mesencephalon juga terdapat
torus semicircularis.
Metencephalon, disebut juga cerebellum, relatif
besar dan terletak di belakang mesencephalon.
Myelencephalon, disebut juga medulla oblongata,
melanjutkan diri ke caudal sebagai sumsum tulang
belakang (medulla spinalis) yang berjalan di dalam
canalis vertebralis. Bersama-sama dengan
cerebellum, medulla oblongata termasuk bagian dari
otak belakang (rhombexcephalon)
Reproduksi Thrissina baelama
Fungsi reproduksi pada ikan pada dasarnya merupakan
bagian dari sistem reproduksi yang terdiri dari komponen
kelenjar kelamin atau gonad, dimana pada ikan betina disebut
ovarium sedang pada jantan disebut testis beserta
salurannya.
Pada prinsipnya, seksualitas pada ikan terdiri dari dua
jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Ikan jantan adalah
ikan yang mempunyai organ penghasil sperma, sedangkan ikan
betina adalah ikan yang mempunyai organ penghasil telur.
Sifat seksual primer pada ikan ditandai dengan adanya organ
yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi,
yaitu ovarium dan pembuluhnya pada ikan betina, dan testis
dengan pembuluhnya pada ikan jantan. Sifat seksual sekunder
ialah tanda-tanda luar yang dapat dipakai untuk membedakan
ikan jantan dan ikan betina.
a. Ovarium
Pada kelompok Teleostei terdapat sepasang ovarium yang
memanjang dan kompak. Ovarium terdiri dari oogonia dan
jaringan penunjang atau stroma. Mereka tergantung pada
bagian atas rongga tubuh dengan perantaraan mesovaria, di
bawah atau di samping gelembung renang (jika ada. Ukuran dan
perkembangannya pada rongga tubuh bervariasi dengan tingkat
kematangannya. Pada keadaan matang , ovarium bisa mencapai
70 % dari berat tubuhnya. Sebagian besar pada waktu masih
muda warna keputih-putihan dan menjadi kekuning-kuningan
pada saat matang.
Pada ovarium terdapat oosit pada berbagai stadia
tergantung pada tipe reproduksinya (Nagahama dalam Hoar,
1983). Menurut Harder (1975) tipe reproduksi dibagi
menjadi :
Tipe sinkronisasi total dimana oosit berkembang
pada stadia yang sama. Tipe ini biasanya terdapat
pada spesies ikan yang memijah hanya sekali dalam
setahun;
Tipe sinkronisasi kelompok dengan dua stadia,
yaitu oosit besar yang matang, di samping itu ada
oosit yang sangat kecil tanpa kuning telur; dan
Tipe asinkronisasi dimana ovarium terdiri dari
berbagai tingkat stadia oosit.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi
reproduksi pada spesies ikan terdiri dari faktor eksternal
dan faktor internal.
Faktor eksternal meliputi curah hujan, suhu, sinar
matahari, tumbuhan dan adanya ikan jantan. Pada
umumnya ikan-ikan di perairan alami akan memijah
pada awal musim hujan atau pada akhir musim hujan,
karena pada saat itu akan terjadi suatu perubahan
lingkungan atau kondisi perairan yang dapat
merangsang ikan-ikan untuk berpijah.
Faktor internal meliputi kondisi tubuh dan adanya
hormone reproduksi (Redding & Reynaldo, 1993).
Adapun faktor internal yaitu tersedianya hormon
steroid dan gonadotropin baik dalam bentuk hormon
Gonadotropin I (GtH I) dan Gonadotropin II (GtH
II) dalam jumlah yang cukup dalam tubuh untuk
memacu kematangan gonad diikuti ovulasi serta
pemijahan. Sebaliknya bilamana salah satu atau
kedua hormon; tersebut tidak mencukupi dalam tubuh
maka perkembangan oosit dalam ovarium terganggu
bahkan akan berhenti dan mengalami atresia
(Pitcher, 1995).
b. Testes
Testes (gonad jantan) bersifat internal dan
bentuknya longitudinal, pada umumnya berpasangan.
Lamprey dan Hagfishes mempunyai testes tunggal. Pada
chodrichtyhes, seringkali gonad yang satu lebih besar
dari pada yang lainnya. Testes ini bergantung pada
bagian atas rongga tubuh dengan perantaraan mesorchium,
di bawah atau di samping gelembung gas (jika ada).
Mereka tersusun dari folikel-folikel tempat spermatozoa
berkembang. Ukuran dan warna gonad bervariasi
tergantung pada tingkat kematangannya dengan berat bias
mencapai 12% atau lebih dari bobot tubuhnya. Kebanyakan
testes berwarna putih kekuningan dan halus.
Pembentukan spermatozoa dari spermatid di dalam
testes disebut spermatogenesis. Proses ini meliputi
poliferasi spermatogenia melalui pembelahan mitosis
yang berulang dan tumbuh membentuk spermatocyte primer,
kemudian melalui pembelahan reduksi (meiosis) membentuk
spermatocyte sekunder. Spermatocyte sekunder membelah
menjadi spermatid, yang mengadakan metamorphose menjadi
gamet yang ``motile`` (dapat bergerak) dan punya
potensi fungsional yang dinamakan spermatozoa. Proses
metamorfose spermatid sering dinamakan
``spermatogenesis``. (Hoar,1969).
c. Strategi reproduksi Thrissina baelama
Thrissina baelama termasuk dalam Golongan ovipar
yaitu ikan yang mengeluarkan telur pada waktu
pemijahan. Sebagian besar jenis ikan tergolong ke
dalam golongan ovipar.
Beberapa ikan berpijah secara bersama-sama dan
tanpa berpasangan. Sejumlah ikan jantan dan betina
megeluarkan sperma dan telur secara bersama dalam
suatu lingkungan yang cocok. Jumlah telur yang
banyak dibiarkan hanyut dalam perairan terbuka,
terbawa dan terapung oleh turbulensi arus, kemudian
menempel pada substrat.
Thrissina baelama Merupakan ikan yang hidup pada
salinitas rendah, sehingga pada saat pemijahan
dilakukan di muara sungai.
Cara Adaptasi Thrissina baelama
Cara adaptasi Thrissina baelama dengan lingkungan ditinjau dari
beberapa aspek
- Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam
mengatur proses kehidupan dan penyebaran serta
mempengaruhi aktifitas metabolisme maupun
perkembangbiakan dari organisme.
Menurut Sverdrup at all (1942), bahwa proses-proses
seperti absorbsi, konduksi dan kondensasi yang terjadi
dilaut akan menaikan suhu air laut sedangkan proses
raiasi kembali, konduksi dan evaporasi dapat menurunkan
suhu air laut pada lapisan permukaan perairan.
Sebagaimana diketahui bahwa suhu perairan sangat
penting untuk mengatur proses-proses alamiah organisme
akuatik, baik aktifitas untuk pertumbuhan maupun
reproduksi. Clark (1974) dan Soukota (1995;19),
menyatakan bahwa suhu juga berpengaruh terhadap efisiensi
metabolisme dalam suatu perairan.
Rumahlatu (1995) Berdasarkan hasil penelitian, hasil
pengukuran suhu air pada keseluruhan areal sungai
Learisa-Kayeli sebagai berikut :
Pada bagian muara sungai, suhu air permukaan selama
periode pasang surut berdistribusi antara 25°C-28°C
dengan rata-rata berkisar antara 26,60°C-26,97°C.
Pada bagian tengah sungai, suhu air permukaan berkisar
antara 25°C-29°C dengan rata-rata 26,17°C-28,17°C.
Pada bagian daerah percabangan sungai, suhu air
permukaan berkisar antara 27°C-30°C dengan rata-rata
28°C-28,97°C.
Terjadinya peningkatan suhu tersebut disebabkan oleh
berkurangnya volume air pada waktu air surut, sehingga
memperbesar penitrasi cahaya matahari ke dalam sungai.
Jika suhu dikaitkan dengan buku mutu lingkungan menurut
anonimus (1988), menyatakan bahwa secara alami suhu
bervariasi antara 25,60°C-26,97°C, maka hasil pengukuran
dalam kondisi normal dan dapat dikatakan bahwa kondisi
sungai Learisa-Kayeli, masih layak untuk budidaya biota
laut khususnya Thrissina baelama . Nyabakken, (1988)
mengemukakan bahwa suhu di estuaria lebih bervariasi dari
pada perairan didekatnya. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar di estuaria volume air lebih kecil
sedangkan luas permukaan lebih besar, dengan demikian
maka air di estuaria lebih cepat panas dan cepat pula
dingin.
Kondisi ini menyebabkan Thrissina baelama mampu untuk
beradaptasi dengan suhu yang terdapat di sungai Learisa-
Kayeli karena suhu yang bervariasi serta dapat berubah
lebih cepat dari lingkungan perairan disekitarnya.
Byabakken (1988).
- Kecepatan arus
Kecepatan arus merupakan faktor yang penting dalam
proses adaptasi Thrissina baelama , baik arus lemah maupun
arus kuat. Kecepatan arus merupakan media transportasi
yang sangat menguntungkan bagi Thrissina baelama karena arus
membawa oksigen maupun bahan makanan bagi biota yang
berhabitat di lumpur, lumpur bepasir serta hewan-hewan
yang merayap didasar perairan. Keadaan demikian
mempercepat proses sedimentasi sebagai akibat terjadinya
suatu kondisi yang tidak seimbang pada dasar perairan
berpasir maupun berlumpur.
- Kecerahan air
Rumahlatu (1995) Berdasarkan hasil penelitian
kecerahan air mempengaruhi keberlangsungan hidup dari
Thrissina baelama karena pada muara sungai Learisa-Kayeli
memiliki nilai kecerahan yang relative rendah yaitu :
1,30m-1,35m pada periode surut dan 1,50m-1,55m pada
periode pasang. Hal ini dimungkinkan oleh adanya pengaruh
degrasi sungai Learisa-Kayeli yang menyebabkan
terakumulasinya proses sedimentasi pada muara sungai.
Dilain pihak yaitu bagian tengah sungau Learisa-
Kayeli nilai kecerahan relative tinggi, hal ini
menunjukan suatu indikasi bahwa selama periode pasang
surut, badan sungai masih dapat ditembusi oleh cahaya
matahari. Cahaya matahari yang masuk ke sungai Learisa-
Kayeli menyebabkan keberlangsungan hidup tumbuhan-
tumbuhan yang merupakan produsen dalam hal ini
terjadinya proses fotosintesis. Proses fotosintesis yang
terjadi akan menyediakan banyak suplai makanan bagi
biota-biota laut yang tinggal termasuk Thrissina baelama .
- Derajat keasaman (pH)
Thrissina baelama merupakan ikan yang hidup pada daerah
yang memiliki derajat keasaman yang rendah sehingga dalam
proses adaptasi dengan tempat tinggal, Thrissina baelama
cenderung mencari tempat tinggal dengan derajat keasaman
yang relative rendah (Basa) karena menunjang proses
metabolismenya
Berdasarkan hasil penelitian Sungai Learisa-Kayeli
memiliki tingkat derajat keasaman yang relative rendah
dengan kisaran 7,07 Yang memungkinkan dan menunjang bagi
kehidupan Thrissina baelama .
Benerjea (1976) mengatakan bahwa tingkat kesuburan
perairan berdasarkan nilai pH 6,5-7,5 adalah produktif
dan syarat mutlak 7,5-8,5. Selain itu, NTAC (1986)
mengatakan bahwa kisaran pH yang cocok untuk perikanan
adalah 6,5-8,5 dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Thrissina baelama mampu beradaptasi dengan lingkungannya.
- Salinitas
Thrissina baelama merupakan ikan yang hidup di kadar
garam yang rendah, hal ini menyebabkan Thrissina baelama
mampu beradaptasi dengan kondisi sungai Learisa-Kayeli
yang memiliki kadar garam rendah, sehingga Thrissina
baelama dapat meyusuri sungai sepanjang 1000m sampai ke
hulu.
Menurut Kinne (1964) nilai salinitas pada sungai
Learisa-Kayeli masih menunjang biota perairan estuaria
khususnya Thrissina baelama , serta keragaman organisme dan
jumlah spesies pada perairan estuaria mencapai nilai
salinitas maksimum 0,5°/oo- 30°/oo
- Makanan dan kebiasaan makan Thrissina baelama
Makanan merupakan faktor pembatan bagi organisme.
Dengan mempelajari makanan dari suatu organisme maka kita
akan mengetahui makanan utamanya yang merupakan hal
penting dalam usaha budidaya organisme tersebut (Soukotta
1995)
Thrissina baelama merupakan ikan yang hidup dia air
tawar dan air asin, dengan demikian Thrissina baelama
memiliki variasi terhadap makanan , menurut Nicolsky
(1963) mengemukakan bahwa makanan mempunyai fungsi
penting dalam hidup dan kehidupan suatu organisme. Suatu
organisme dapat hidup, tumbuh dan berkembangbiak karena
adanya energy yang berasal dari makanannya. Selanjutnya
Lagler (1966) menyatakan bahwa sebagai komponen
lingkungan, makanan merupakan faktor yang menentukan bagi
populasi, pertumbuhan dan kondisi organisme di suatu
perairan. Dimana keberadaan suatu organisme dipengaruhi
oleh kemampuannya dalam metolerir faktor atau kondisi
lingkungannya.
Kebiasaan makan Thrissina baelama merupakan faktor
penting dalam mempengaruhi disertifikasi dan modifikasi
perkembangannya. Atas dasar ini ikan dapat dibagi secara
luas atas pemakan plankton dan pemakan nekton (Bayard dan
Zottoli 1983)
PENYEBARAN JENIS
Thrissina baelama Daerah Mingrasi
Ikan Lompa (Thryssa baelama) adalah salah satu jenis ikan
yang mempunyai penyebaran luas di laguna, dermaga, mangrove,
dan estuari (Tuhumuri, 2004). Habitat yang beragam ini
mengindikasikan bahwa ikan Lompa mempunyai toleransi yang
lebar terhadap salinitas (Tuhumuri, 2004).
Di Maluku, ikan Lompa dapat ditemukan di beberapa
lokasi seperti di perairan Pulau Ambon, Pulau Seram, dan
Pulau Haruku (Schuster & Djajadireja, 1952). Daerah
tersebut merupakan daerah imigrasi dari Thrissina baelama .
Salah satu wilayah di Maluku Tengah yang merupakan habitat
lokasi ikan Lompa selain di Haruku adalah di Perairan Pantai
Apui, Kota Masohi. Masyarakat disana umumnya memanfaatkan
ikan Lompa sebagai sumber makanan dan ikan umpan. Ikan Lompa
dalam bentuk segar digunakan sebagai umpan ikan tuna
(Kissya, 1993), dikonsumsi mentah setelah dicampur dengan
bumbu tertentu, digoreng (Tuhumuri, 2006) dan dikeringkan
(Kissya, 1993; Tuhumuri, 2004). Secara ekologis, ikan Lompa
mempunyai peranan penting dalam rantai makanan di perairan
yaitu sebagai sumber makanan bagi ikan-ikan lainnya dengan
ukuran lebih besar.
Berkaitan dengan itu, potensi ikan Lompa di Perairan
Pantai Apui dan Haruku juga perlu dihitung untuk mengetahui
berapa besar kontribusi ikan Lompa terhadap vitamin A. Salah
satu metode untuk menduga potensi ikan bergerombol seperti
ikan Lompa dalam perairan adalah Virtual Population Analysis (VPA)
berdasarkan panjang terstruktur (Prodanov & Stoyanova,
2001).
Kepadatan dan biomassa populasi ikan lompa di Kabupaten
Maluku Tengah adalah 921 individuper tangkapan (catch per
unit fishing effort) dan 13.328,65 g. Populasi ikan lampa
yang didapatkan mempunyai ukuran panjang tubuh berkisar
antara 7,1 -14,1 cm.
Distribusi
Ikan lompa Thrissina baelama merupakan salah satu jenis
ikan yang mempunyai penyebaran luas di laguna, dermaga,
pesisir pantai, mangrove, dan estuari (Tuhumuri, 2006).
Menurut Tuhumury, et al (2006) bahwa Thrissina baelama ini
banyak di distribusikan di samudera Hindia dan Pasifik
Barat, pantai timur Afrika, Sri Langka dan Kepulauan Indo-
Australia. Di Maluku, khususnya Kabupaten Maluku Tengah,
ikan lompa banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir baik
sebagai lauk maupun sebagai umpan. Penangkapan ikan lompa
secara intensif dan penggunaan alat tangkap yang tidak
Secara geografis Provinsi Maluku terletak antara 2° 30'
- 9° Lintang Selatan dan 124° - 136° Bujur Timur. Batas-
batas wilayah provinsi Maluku, sebelah Utara berbatasan
dengan Laut Seram, sebelah Selatan Berbatasan dengan Lautan
Indonesia dan Laut Arafuru, Sebelah Timur Berbatasan dengan
Pulau Irian, dan Sebelah Barat Berbatasan dengan Pulau
Sulawesi.
Perairan sungai Learisa-Kayeli merupakan daerah yang
terletah pada posisi geografis 128°24’30” - 128°25’30” BT
dan 03°37’00” LS.
Adapun pulau Haruku dibatasi oleh beberapa selat antara
lain :
a. Sebelah utara berbatasan dengan selat Seram
b. Sebelah selatan berbatasan dengan laut Banda
c. Sebelah timur berbatasan dengan selat Saparua
d. Selebah barat berbatasan dengan selat Haruku
Desa Haruku merupakan ibukota kecamatan pulau Haruku
debgan batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah utara beratasan dengan Desa Sameth
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Oma
c. Sebelah timur berbatasan dengan Gunung Amahoratu
d. Sebelah barat berbatasan dengan selat Haruku
Sungai Learisa-Kayeli merupakan gabungan dari dua buah
sungai yaitu sungai Wai Ira dan Wai Memi dimana hulunya
ditemukan pada pusat pulau haruku.
Daerah muara sungai Learisa-Kayeli disebut sebagai
daerah estuaria karena merupakan pertemuan antara air tawar
dan air laut yang berperan sebagai daerah peralihan antara
kedua ekosistem dan juga memiliki potensi
Definisi sederhana mengenai estuaria yaitu bentuk teluk
di pantai yang sebagian tertutup, dimana air laut dan air
tawar bertemu dan bercampur (Nybakken 1988). Dikatakan pula
bahwa definisi tersebut memberi arti adanya hubungan bebas
antara laut dengan air tawar paling sedikit selama setengah
waktu dari setahun. Dengan demikian sungai Learisa-Kayeli
disebut sebagai daerah estuaria karena secara periodic badan
sungai ini telah dimasuki oleh air laut dan berlumpur.
Daerah estuaria Sungai Learisa-Kayeli memiliki struktur
dasar perairan sebagai berikut : lumut berpasir, berlumpur,
berbatu dan berpasir. Vegetasi daratan yang dijumpai
dibagian hulu didominasi oleh sagu (Metroxilon spp), nipa
(Nipa practicans), beringin ( Ficus benjamina), kelapa
(Cocos nucifera), pada bagian muara sungai didominasi oleh
tanaman bakau, yang cukup besar dan berfungsi sebagai
penahan ombak dan erosi serta lumpur.
Karakteristik perairan yang merupakan habitat ikan
lompa di Kabupaten Maluku Tengah adalah sebagai berikut :
Suhu berkisar antara 26,03 -29,57 DC, Salinitas berkisar
antara 4,37 - 24,47 %0, pH berkisar antara 7,72 -8,34, DO
berkisar antara 2,33 -16,95 mg/L, Kecepatan arus berkisar
antara 1,36 -21,96 m/det dan kedalaman berkisar antara 0,74
-1,96 m. Jenis substrat umumnya adalah pasir bercampur batu
dan lumpur. Plankton yang ditemukan terdiri dari 85 genus
fitoplankton dan 16 genus zooplankton.
BAB III
PENUTUP
Referensi & Daftar Pustaka
1. Tuhumury.,Evelin., Leinena., Hendy E P., Sahetapy., dan
Decky (2007) Ekologi ikan lompa (Thryssa baelama
forsskal) Dan Strategi Pengelolaannya Di Kabupaten Maluku
Tengah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pattimura. Maluku Tengah. 99 hlm
2. Indrayani, E (2006) Kebijakan Pembangunan
Perikanan.Universitas Brawijaya. Malang
3. Effendie, M. I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka
Nusatama, Jogyakarta. 163.
4. Yunalinda, I. (2010) Jaminan Sosial Sumberdaya Perikanan
Pada Masyarakat Nelayan di Pantai Damas, Desa
Karanggandu, Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek.
Laporan Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.Universitas Brawijaya. Malang
5. Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi.
Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
6. Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono.
1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
7. Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders
Company, Philadelphia.
8. Nybakken, J.W., 1988. Biologi Laut. Suatu pendekatan
ekologi. P.T.Gramedia Jakarta. Hal 290-298
9. Jurnal :
‐ ESTIMATION OF BETA CAROTENE CONTENT OF LOMPA FISH
(Thryssa baelama) AT COASTAL AREA OF APUI, CENTRAL
MALUKU ,Meillisa C. Mainassy1*, Jacob L.A. Uktolseja
dan Martanto Martosupono
‐ EKSISTENSI HUKUM ADAT DALAM MELINDUNGI PELESTARIAN
SASI IKAN LOMPA DI DESA HARUKU KABUPATEN MALUKU
TENGAH. Sakina Safarina Karepesina, Edi Susilo dan
Erlinda Indrayani
Pandangan Pengembangan Jenis1. Ikan Lompa memiliki potensi kandungan beta karoten yang
berkontribusi untuk memenuhi kebutuhan vitamin A bagi
penduduk Apui, sehingga ia dapat menjadi makanan fungsional
untuk kesehatan. Untuk meningkatkan penyerapan biologis
(bioaccessible) beta karoten ikan Lompa, maka perlu
dipertahankan dan ditambah kandungan lemak ikan Lompa dalam
proses pasca panen dan pemasakan.
Rekomendasi1. Para kewang beserta anggotanya : Membuat bentangan jaring
penghalang yang lebih pendek sehingga tidak menutupi semua
batas kali pada saat panen sasi ikan lompa, untuk
memungkinkan ada beberapa ikan yang terlepas dan dapat
bertelur kembali untuk beregenerasi lagi.
2. Pemerintah : Lebih memperketat pengawasan di laut dengan
memberikan penjagaan melalui polisi laut yang selalu
beroperasi seminggu sekali dan bermitra dengan masyarakat
untuk melihat adanya pelanggaran di laut yang digunakan
sebagai eksploirasi lahan penambangan oleh beberapa
perusahaan dan penangkapan ikan yang berlebihan akibat
adanya bagan apung dan diberi denda untuk setiap pelanggaran
yang terjadi serta adanya pengaturan batas wilayah laut
untuk aktifitas penangkapan ikan di setiap Negri/Desa perlu
diatur dalam peraturan daerah agar tidak terjadi
pengkavlingan laut karena bentuk geografis daerah Maluku
Tengah yang terdiri dari pulau-pulau berdekatan untuk
memperkecil aktifitas bagang apung disekitar perairan agar
mereka tidak menangkap ikan di Negri/Desa orang lain seperti
contoh yang terjadi pada perairan Negri Haruku
3. Masyarakat : Tidak lagi melakukan kegiatan di kali seperti
mencuci baju yang dapat mengakibatkan tercemarnya kali
ataupun sungai learisa kayeli tempat ikan lompa hidup