Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EFEKTIVITAS PENGAWASAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA
DAERAH SULAWESI SELATAN TERHADAP PEMILIHAN
KEPALA DAERAH TAHUN 2018
TESIS
HERMAN PELANI
NIM 4617101011
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar
Magister
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2019
v
PRAKATA
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena dengan berkah dan limpahan rahmat serta kasih
sayang-Nya, sehingga Tesis yang berjudul ―Efektivitas Pelaksanaan
Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Terhadap
Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018‖ ini dapat penulis selesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan suatu karya ilmiah tidaklah mudah,
oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan dalam penyusunan Tesis ini
terdapat banyak kekurangan, olehnya itu penulis sangat mengharapkan
masukan, saran, dan kritikan yang bersifat membangun guna kesempurnaan
Tesis ini.
Proses penyusunan Tesis ini tidak terlepas dari berbagai rintangan, mulai
dari pengumpulan literatur, pengumpulan data sampai pada pengolahan data
maupun dalam tahap penulisan. Namun, dengan kesabaran dan ketekunan yang
dilandasi dengan rasa tanggung jawab selaku mahasiswa dan juga bantuan dari
berbagai pihak, baik materiil maupun moril semua kesulitan dan hambatan itu
dapat penulis lalui dengan baik.
Olehnya itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada:
1. Kedua Orang Penulis yang tercinta, Ayahanda Ambo Nik
(Almarhum) dan Ibunda Muderang (Almarhumah) yang telah
mencurahkan seluruh cinta, kasih sayang, cucuran keringat dan air
mata, untaian doa serta pengorbanan tiada henti, yang hingga kapan
vi
pun penulis takkan bisa membalasnya. Keselamatan di akhirat sana
semoga selalu untukmu ayah dan ibuku terkasih.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Saleh Pallu, M.Eng, selaku
Rektor Universitas Bosowa yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan studi Strara Dua (S2) di
Universitas Bosowa.
3. Bapak Prof. Dr. Batara Surya, ST., M.Si selaku Direktur
Pascasarjana Universitas Bosowa beserta seluruh stafnya.
4. Bapak Dr. Baso Madiong, S.H, M.H selaku Ketua Program Studi
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Bosowa yang juga
selaku Pembimbing I, dan Bapak Dr. Zulkifli Makkawaru, S.H, M.H
selaku Pembimbing II. Selain pembimbing Tesis bagi penulis, beliau
berdua juga merupakan mentor dalam berbagai hal bagi penulis,
yang telah memotivasi, membantu, dan mengarahkan penulis hingga
penyelesaian penelitian Tesis ini.
5. Bapak Dr. Ruslan Renggong, S.H, M.H dan Bapak Dr. Almusawir,
S.H, M.H selaku tim penguji yang telah memberikan saran dan
kritikan, sehingga penelitian Tesis ini dapat terselesaikan dengan
baik.
6. Para Guru Besar, Dosen, dan Staf Pascasarjana Universitas Bosowa
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
7. Bapak Mattewakkan, S.IP., M.Si selaku ketua dan Ibu Herwanita,
S.Sos., M.I.Kom selaku koordinator bidang pengawasan dan isi
vii
siaran, Saudara Muhammad Iswar Ramadhan, S.Sos., M.Si Selaku
Analis serta Saudara Ihwan, S.Sos selaku staf monitoring pada
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Periode 2017-
2020 beserta seluruh staf yang telah meluangkan waktunya untuk
penulis wawancarai.
8. Saudara-saudaraku, Angkatan 2017 Jurusan Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Bosowa. Kebersamaan kita merupakan hal
yang terindah dan akan selalu mendapat tempat di dalam hati,
semoga persahabatan dan perjuangan kita tidak berhenti sampai di
sini, serta kekeluargaan yang sudah terjalin dapat terus terjaga,
sukses selalu dalam meraih cita-cita dan harapan. Maaf penulis tidak
sebutkan nama kalian satu per satu.
Selain itu, penulis juga mengucapkan permohonan maaf yang sedalam-
dalamnya jika telah banyak melakukan kesalahan dan kekhilafan, baik dalam
bentuk ucapan maupun tingkah laku, semenjak penulis menginjakkan kaki
pertama kali di Universitas Bosowa hingga menyelesaikan studi.
Penulis berharap agar apa yang disajikan dalam tesis ini dapat bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga kesemuanya ini dapat bernilai
ibadah di sisi-Nya, Aamiin.
Makassar, 21 Agustus 2019
Penulis,
Herman Pelani
viii
ABSTRAK
HERMAN PELANI, 4617101011. Efektivitas Pengawasan Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Tahun
2018. (Dibimbing oleh Baso Madiong dan Zulkifli Makkawaru).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan dan
faktor yang memengaruhi efektivitas pelaksanaan pengawasan Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap program Pemilihan
Kepala Daerah Tahun 2018.
Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar, dengan lokasi penelitian pada
Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan yang
beralamat di Jalan Botolempangan Nomor 48 Kota Makassar. Tipe penelitian
yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan kualitatif.
Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari
objek penelitian lapangan dan data sekunder yang diperoleh dari hasil studi
pustaka.
Hasil penelitian dan analisis data yang telah penulis lakukan, maka dapat
disimpulakan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Terhadap Program Pemilihan Kepala
Daerah Tahun 2018 dilakukan dengan pengawasan langsung dan tidak
langsung, meski demikian belum berjalan secara efektif. Adapun faktor yang
memengaruhi efektifitas pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sulawesi Selatan Terhadap Program Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018
adalah kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya sumber daya manusia, dan
sanksi hukum yang tidak menjerakan bagi lembaga penyiaran yang melakukan
pelanggaran.
Kata Kunci: Efektitivitas, Pengawasan, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sulawesi Selatan, Pemilihan Umum Kepala Daerah.
ix
ABSTRACT
HERMAN PELANI, 4617101011. The Effectiveness of the Supervision of
the South Sulawesi Regional Indonesian Broadcasting Commission on
Regional Head Elections in 2018 (Supervised by Baso Madiong and Zulkifli
Makkawaru).
This study aims to determine the implementation of supervision and the
factors that affect the effectiveness of the implementation of the supervision of
the South Sulawesi Regional Indonesian Broadcasting Commission on the
Regional Head Election program in 2018.
This research was conducted in Makassar City, with the research location
at the Secretariat of the Indonesian Broadcasting Commission, South Sulawesi,
which is located at Jalan Botolempangan Number 48 Makassar City. The type
of research used is empirical legal research with a qualitative approach. The
data used are primary data obtained directly from the object of field research
and secondary data obtained from literature studies.
The results of the research and data analysis that the author has done, it
can be concluded that the supervision carried out by the South Sulawesi
Regional Indonesian Broadcasting Commission on the Regional Head Election
Program in 2018 is carried out with direct supervision and indirect, even
though it has not been running effectively. The factors that affect the
effectiveness of the supervision of the South Sulawesi Regional Indonesian
Broadcasting Commission on the Regional Head Election Program in 2018 are
the lack of facilities and infrastructure, lack of human resources, and legal
sanctions that do not deter broadcasting institutions that commit violations.
Keywords: Effectiveness, Supervision, Indonesian Broadcasting
Commission, South Sulawesi Region, Regional Head General
Election.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .......................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ ii
HALAMAN PENERIMAAN ................................................................ iii
PERNYATAAN KEORSINILAN ......................................................... iv
PRAKATA ............................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................. ix
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 11
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 11
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 12
E. Lingkup Penelitian ............................................................ 12
F. Sistematika Penulisan........................................................ 13
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL .......... 15
A. Deskripsi Teori .................................................................. 15
1. Teori Efektivitas Hukum ............................................ 15
2. Pengawasan ................................................................ 26
a. Pengertian Pengawasan ....................................... 26
b. Jenis-Jenis Pengawasan ...................................... 29
c. Tujuan Pengawasan ............................................ 33
d. Tolok Ukur Keberhasilan Pengawasan ............... 34
3. Penyiaran .................................................................... 35
a. Pengertian Penyiaran .......................................... 35
b. Asas, Tujuan, Fungsi dan Arah Penyiaran .......... 36
c. Lembaga Penyiaran ............................................. 38
xi
d. Pelaksanaan Siaran.............................................. 44
e. Program Pemilihan Kepala Daerah ..................... 50
f. Regulasi Program Pemilihan Kepala Daerah ...... 52
g. Urgensi Pengawasan Siaran Pemilihan Kepala
Daerah ................................................................. 58
h. Sanksi dan Cara Penegakannya .......................... 60
4. Komisi Penyiaran Indonesia dan Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah ........................................................ 72
a. Dasar Hukum Pembentukan Komisi Penyiaran
Indonesia ............................................................. 72
b. Komisi Penyiaran Indonesia Sebagai Lembaga
Negara Independen ............................................. 75
c. Keanggotaan Komisi Penyiaran Indonesia dan
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah ................... 79
d. Fungsi, Wewenang, Tugas dan Kewajiban
Komisi Penyiaran Indonesia ............................... 81
e. Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah 82
5. Pemilihan Kepala Daerah ........................................... 84
a. Pengertian dan Pentingnya Pemilihan Kepala
Daerah ................................................................. 84
b. Asas-Asas Pemilihan Kepala Daerah.................. 88
c. Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah ........... 89
d. Peserta Pemilihan Kepala Daerah ....................... 99
B. Penelitian Terdahulu ......................................................... 103
C. Kerangka Pikir .................................................................. 104
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 106
A. Desain Penelitian ............................................................... 106
B. Lokasi Penelitian ............................................................... 106
C. Fokus dan Deskripsi Fokus ............................................... 106
D. Sampel Data Penelitian ..................................................... 108
E. Instrumen Penelitian.......................................................... 108
xii
F. Jenis dan Sumber Data ...................................................... 109
G. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 109
H. Teknik Anlisis Data........................................................... 110
I. Rencana Pengujian Keabsahan Data ................................. 111
J. Definisi Operasional.......................................................... 113
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 115
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. 115
1. Profil Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi
Selatan ........................................................................ 115
2. Visi dan Misi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sulawesi Selatan ........................................................ 116
3. Wewenang, Tugas dan Kewajiban Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Selatan ........................... 118
4. Sumber Daya Manusia Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah Sulawesi Selatan ............................................ 119
5. Prosedur Perizinan Lembaga Penyiaran .................... 122
B. Temuan Penelitian ............................................................. 122
1. Pelakanaan Pengawasan Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Selatan ........................... 122
2. Faktor yang Mempengaruhi Efektivias Pengawasan
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Seatan 127
C. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................ 128
1. Pelaksanaan Pengawasan Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Terhadap
Program Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018 ........ 128
a. Pengawasan Langsung ........................................ 128
b. Pengawasan Tidak Langsung .............................. 169
2. Faktor yang Memengaruhi Efektivitas Pelaksanaan
Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sulawesi Selatan Terhadap Program Pemilihan
Kepala Daerah Tahun 2018 ........................................ 171
xiii
a. Sarana dan Prasarana .......................................... 171
b. Sumber Daya manusia ........................................ 174
c. Sanksi Hukum ..................................................... 176
BAB V PENUTUP ................................................................................. 183
A. Kesimpulan ....................................................................... 183
B. Saran .................................................................................. 184
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 186
LAMPIRAN ........................................................................................... 191
DAFTAR RIWAYAT PENULIS ........................................................... 235
xiv
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 4.1 Susunan Keanggotaan Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah Sulawesi Selatan Periode 2017-2020 ...................... 120
Tabel 4.2 Staf Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan 121
Tabel 4.3 Jumlah Lembaga Penyiaran yang Berizin Komisi Peyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Selatan ..................................... 124
Tabel 4.4 Pemetaan Pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilgub
Sulsel di Televisi Tahun 2018 ............................................. 157
Tabel 4.5 Sumber Berita Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel di
Televisi Tahun 2018 ............................................................ 159
Tabel 4.6 Pemetaan Penyiaran (Dialog/Talkshow) Pilwalkot
Makassar dan Pilgub Sulsel di Televisi Tahun 2018 ........... 161
Tabel 4.7 Narasumber Dialog/Talkshow Pilwalkot Makassar dan
Pilgub Sulsel di Televisi Tahun 2018 .................................. 163
Tabel 4.8 Pemetaan Iklan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel di
Televisi Tahun 2018 ............................................................ 165
Tabel 4.9 Pengiklan pada Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel di
Televisi Tahun 2018 ............................................................ 167
xv
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir ..................................................... 105
Gambar 4.1 Foto Komisioner KPID Sulsel Periode 2017-2020......... 121
Gambar 4.2 Mekanisme Penjatuhan Sanksi Administratif ................. 125
Gambar 4.3 Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
Makassar Tahun 2018 Sebeleum pasangan DIAMI
Didiskualifikasi ............................................................... 131
Gambar 4.4 Kertas suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
Makassar Tahun 2018 Setelah Pasangan DIAMI
Didiskualifikasi ............................................................... 132
Gambar 4.5 Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan Celebes
TV ................................................................................... 134
Gambar 4.6 Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan Fajar TV 135
Gambar 4.7 Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan TVRI ..... 135
Gambar 4.8 Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan I-News
TV ................................................................................... 136
Gambar 4.9 Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan Metro TV
Sulsel ............................................................................... 137
Gambar 4.10 Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan VE-
Channel ........................................................................... 137
Gambar 4.11 Contoh Program Siaran Tone Positif .............................. 139
Gambar 4.12 Contoh Program Siaran Tone Negatif ............................ 140
Gambar 4.13 Contoh Program Siaran Pilkada Netral ........................... 140
Gambar 4.14 Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur
Sulawesi Selatan Tahun 2018 ......................................... 142
Gambar 4.15 Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan Celebes TV ...... 143
Gambar 4.16 Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan Fajar TV ........... 144
Gambar 4.17 Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan TVRI ................ 145
Gambar 4.18 Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan I-News TV ....... 146
xvi
Gambar 4.19 Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot
Makassar yang Ditayangkan CelebesTV ........................ 149
Gambar 4.20 Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot
Makassar yang Ditayangkan Fajar TV ........................... 150
Gambar 4.21 Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot
Makassar yang Ditayangkan TVRI................................. 151
Gambar 4.22 Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot
Makassar yang Ditayangkan I-News TV ........................ 152
Gambar 4.23 Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot
Makassar yang Ditayangkan VE-Channel ...................... 153
Gambar 4.24 Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot
Makassar yang Ditayangkan Metro TV Sulsel ............... 154
Gambar 4.25 Frekuensi Pemberitaan Pilkada yang Dilakukan
Lembaga Penyiaran Televisi ........................................... 156
Gambar 4.26 Pemetaan Pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilgub
Sulsel Tahun 2018 .......................................................... 157
Gambar 4.27 Sumber Pemberitaan Pilkada yang Ditayangkan
Lembaga Penyiaran Televisi ........................................... 158
Gambar 4.28 Frekuensi Penyiaran Pilkada yang Dilakukan Lembaga
Penyiaran Televisi........................................................... 160
Gambar 4.29 Pemetaan Penyiaran Pilkada yang Ditayangkan
Lembaga Penyiaran Televisi ........................................... 161
Gambar 4.30 Narasumber Pilkada yang Ditayangkan Lembaga
Penyiaran Televisi........................................................... 162
Gambar 4.31 Frekuensi Iklan Pilkada yang Ditayangkan Lembaga
Penyiaran Televisi........................................................... 164
Gambar 4.32 Pemetaan Iklan Pilkada yang Ditayangkan Lembaga
Penyiaran Televisi........................................................... 165
Gambar 4.33 Pemetaan Pengiklan Pilkada yang Ditayangkan
Lembaga Penyiaran Televisi .......................................... 166
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian............................................ 192
Lampiran 2 Data Penelitian ................................................................ 193
Lampiran 3 Pertanyaan Wawancara ................................................... 233
Lampiran 4 Foto Penelitian ................................................................ 234
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indoneisa merupakan negara hukum dan demokrasi yang menghormati
hak asasi manusia (HAM) bagi warganya. Salah satu hak asasi yang yang
dimiliki oleh warga negara Indonesia adalah mendapatkan informasi dari
segala jenis saluran yang ada untuk pengembangan diri pribadi dan lingkungan
sosialnya. Hal tersebut dijamanin oleh Undamg-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 28 F
yang berbunyi bahwa:
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.
Dari bunyi pasal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa
memperoleh informasi dari segala jenis saluran yang ada untuk pengembangan
diri dan lingkungan sosial merupakan bagian dari HAM. Adnan Buyung
Nasution (Ruslan Renggong 2016:31) menjelaskan bahwa ―... HAM
merupakan rumusan berbagai hak dasar yang inheren dalam diri setiap
manusia.‖
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa mendapatkan informasi bagi
setiap orang di Indonesia tidak dapat dicegah dan pemenuhannya harus
dilakukan oleh negera. Mendapatkan informasi yang diamaksud terkait dengan
banyak hal, termasuk mendapatkan informasi mengenai pemilihan kepala
daerah (Pilkada). Karena mendapatkan informasi yang berkaitan dengan
2
Pilkada, seseorang dapat memilih pemimpin yang terbaik untuk pengembangan
pribadi, dan lingkungan sosialnya. Dengan demikian hal tersebut, menjadi
penting bagi setiap warga negara sehingga harus dipenuhi oleh negara.
Di tahun 2018 yang, ada 171 (seratus tujuh puluh satu) Pilkada di seluruh
Indonesia yang terdiri atas 17 (tujuh belas) Pemilihan Gubernur (Pilgub), 115
(seratus lima belas) Pemilihan Bupati (Pilbut) dan 39 (tiga puluh sembilan)
Pemilihan Walikota (Pilwalkot), yang berlangsung serentak pada 27 Juni.
Salah satu daerah yang menggelar Pilkada tahun 2018 adalah Provinsi
Sulawesi Selatan yang terdiri atas 1 (satu) Pilgub, untuk memilih Gubernur
Provinsi Sulawesi Selatan, 3 (tiga) Pilwalkot untuk memilih Walikota di
Palopo, Parepare dan Makassar, serta 9 (sembilan) Pilbut untuk memilih Bupati
di Bone, Sinjai, Bantaeng, Enrekang, Sidenreng Rappang (Sidrap), Jeneponto,
Wajo, Luwu dan Pinrang.
Dengan Pilkada, rakyat di daerah melaksanakan kedaulatan yang telah
dirumuskan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan secara eksplisit bahwa
―kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang.‖ Dengan pelaksanaan Pilkada tersebut, maka kedaulatan rakyat dalam
menentukan pemimpin di daerahnya sendiri dapat terwujud. Hal tersebut
dikarenakan, masyarakat sendiri yang menentukan pemimpin secara sadar dan
sesuai dengan hati nurani tampa adanya paksaan dari pihak lain.
Menurut Jimly Asshiddiqie (2015: 140) bahwa ―dalam faham kedaulatan
rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik, dan sekaligus
3
pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara.‖ Karena jumlah
rakyat Indonesia sangat banyak, maka tentu tidaklah mungkin kekuasaan
(kedaulatan) tersebut dijalankan oleh seluruh rakayat Indonesia. Maka sarana
untuk menjalankan kedaulatan adalah memilih diantara masyarakat Indonesia
sendiri yang memilki kemauan, kemampuan dan dipercaya oleh rakyat melalui
proses pemilihan yang telah diatur oleh regulasi yang ada.
Salah satu cara agar masyarakat pemilih dapat memperoleh informasi
mengenai calon pemimpin yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk
menjadi pemimpin masyarakat, adalah dengan melalui media penyiaran yang
dilakukan di televisi. Televisi merupakan salah satu media yang paling banyak
digunakan oleh masyarakat Indonesia, sehingga efektif untuk menyampaikan
pesan apalagi media ini dapat didengar dan dilihat (audio visual). Sehingga
lebih unggul dalam penyampaian pesan dari pada media lain.
Penyiaran yang dilakukan oleh media di Indonesia diatur dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (UU Penyiaran).
Di dalam UU Penyiaran, Pasal 2 disebutkan bahwa: ―penyiaran
diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata,
kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian,
kebebasan, dan tanggung jawab.‖
Berdasarkan bunyi pasal tersebut di atas dapat dipahami bahwa dalam
melakukan penyiaran, lembaga penyiaran, termasuk televsi harus sesuai
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar serta tidak lepas dari asas
4
manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman,
kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Hal ini
menadakan bahwa penyiaran di Indonesia harus selalu berpedoman pada aturan
yang ada.
Mengenai tujuan penyiaran, dapat diketahui dari rumusan Pasal 3 UU
Penyiaran yang menyebutkan bahwa:
Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi
nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan
bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan
umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis,
adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Ditegaskan pula di dalam Pasal 4 UU Penyiaran bahwa ―penyiaran
sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media
informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial serta
mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.‖
Televisi merupakan salah satu bentuk media penyiaran yang memiliki
kelebihan dibandingkan lembaga penyiaran radio. Dengan televisi kita dapat
melihat orang yang menyampaikan pesan (komunikator) dan mendengar pesan
secara langsung yang dapat diterima secara serentak sehingga memiliki daya
tarik bagi masyarakat.
Menurut Sumeizita Suarman (2009:13) bahwa daya tarik media televisi
membuat benda ini menjadi alat atau sarana untuk mencapai tujuan manusia,
baik itu kepentingan politik maupun perdagangan. Kekuatannya adalah
menguasai jarak dan ruang karena teknologi televisi telah menggunakan
5
elektromagnetik, kabel dan fiber yang ditransmisikan melalui satelit dengan
sasaran untuk menjangkau massa yang cukup besar.
Untuk mencapai tujuan para calon kepala daerah dalam kontestasi politik
yakni memenangkan pemilihan, media televisi memiliki peran yang cukup
ampuh. Hal itu dilakukan dengan mengkostruksi citra para kandidat untuk
mendongkrat popularitas. Melelaui televisi inilah para calon kepala daerah
menyampaikan visi, misi dan program mereka demi meningkatkan citra di
mata pemilih sehingga menarik simpati dan dukungan warga pemilih yang
akan menentukan pilihan politiknya. Menurut Gun Gun Heryanto (2018:223)
bahwa kandidat yang menguasai industri citra tentunya akan memperbesar
peluangnya memenangkan pertarungan tersebut.
Mengingat pentingnya peran media televisi dalam percaturan politik
sebagaimana diutarakan di atas, maka objektifitas dan indepensi media mutlak
diperlukan dalam Pilkada. Media televisi pada hakikatnya harus memberikan
pendidikan moral dan politik yang netral, independen, objektif dan pelaksana
kontrol yang efektif.
Namun, kadang hal tersebut tidak dilakukan oleh televisi karena berbagai
hal. Seperti yang disampaikan Aswar Hasan dkk (2010:42)... ada hubungan
emosional/kekerabatan-modal/kepemilikan-apiliasi politik antara
kandidat/caleg dengan pemilik media. Trend para politisi dan birokrat yang
ikut memiliki LP atau pengusaha media yang meramaikan bursa pencalonan
kepala daerah dan calon legislatif merupakan sebuah dinamika yang berpotensi
menggiring agenda setting media ke arah politik perkoncoan.
6
Dalam menyiarkan siaran pemilihan kepala daerah, kadangkala lembaga
penyiaran televisi berpihak kepada salah satu pasangan calon sehingga
merugikan pasangan lain. Akibatnya masyarakat tidak mendapatkan informasi
yang berimbang sehingga dapat mempengaruhi pilihan mereka. Masyarakat
bisa salah dalam memilih calon kepala daerah akibat informasi yang tidak
berimbang dari televisi.
Demi menjamin netralitas media penyiaran televisi dalam menyiarkan
siaran Pilkada maka lembaga yang diberikan amanat oleh UU Penyiaran untuk
melakukan pengawasan terhadap siaran di televisi adalah Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) di Pusat dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) di
daerah provinsi. KPI dan KPID merupakan lembaga negara independen yang
berwenang menyusun, mengawasi dan memberi sanksi yang terkait dengan
penyiaran.
Dalam Pasal 8 UU Penyiaran disebutkan bahwa:
(1) KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi
aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran
(2) Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), KPI mempunyai wewenang:
a. Menetapkan standar program siaran;
b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku
penyiaran;
c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku
penyiran serta standar program siaran;
d. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan
pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
e. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan
Pemerintah, lembaga penyiran dan masyarakat
(3) KPI mempunyai tugas dan kewajiban:
a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang
layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia;
b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;
7
c. Ikut membangun iklin persaingan yang sehat antar lembaga
penyiaran dan industri terkait;
d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan
seimbang;
e. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan,
sanggahan, serta kritik dan aspirasi masyarakat terhadap
penyelenggaraan penyiaran; dan
f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia
yang menjamin profesionalitas di bidang penyiran.
Terkait dengan wewenang KPI menetapkan standar progrm siaran dan
menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran maka, KPI
mengeluarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/03/2012
Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Peraturan Komisi Penyiaran
Indonesia Nomor 02/P/03/2012 Tentang Standar Program Siaran (SPS).
Dalam Pasal 50 P3 disebutkan bahwa:
(1) Lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi
peliputan pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala
daerah
(2) Lembaga penyiaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap
para peserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala
daerah
(3) Lembaga penyiaran tidak boleh bersikap partisan terhadap salah
satu pemesta pemilihan umum dan /atau pemilihan umum kepala
daerah;
(4) Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan program siaran yang
didanai atau disponsori oleh peserta pemilihan umum dan/atau
pemilihan umum kepala daerah.
(5) Lembaga penyiaran wajib tunduk pada Peraturan Perundang-
Undangan serta Peraturan dan Kebijakan Teknis tentang Pemilihan
Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah yang ditetapkan
oleh lembaga yang berwenang.
Sementara dalam SPS hal yang berkaitan dengan Pilkada disebutkan
dalam Pasal 71 yang berbunyi:
(1) Program siaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi
peliputan Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala
Daerah.
8
(2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para
peserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala daerah.
(3) Proram siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilihan
Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah
(4) Program siaran dilarang dibiayai atau disponsori oleh peserta
pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala daerah, kecuali
dalam bentuk iklan.
(5) Program siaran wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan
serta peraturan dan kebijakan teknis tentang pemilihan umum
dan/atau pemilihan umum kepala daerah yang ditetapkan oleh
lembaga yang berwenang.
(6) Program siaran iklan kampanye tunduk pada peraturan perundang-
undangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye
yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
Namun, meski telah disebutkan dalam regulasi mengenai apa saja yang
tidak boleh dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi, dan menjadi objek
pengawasan KPID, nyatanya masih ada saja pelanggaran yang dilakukan oleh
lembaga penyiaran televisi. Salah satu pelanggaran yang kerap dilakukan oleh
lembaga penyiaran televisi adalah terkait siaran Pilkada. Hal tersebut, seperti
yang diinformasikan oleh media Terkini.id (Jumat, 11 Mei 2018), yang
menyebutkan bahwa.
Terkini.id — Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel
menemukan sejumlah pelanggaran terkait isi siaran dalam momen
Pilkada serentak di Sulsel 2018.
Berdasarkan temuan selama proses pengawasan dari 714 pelanggaran, 26
di antaranya merupakan jenis pelanggaran terkait Pilkada. Jenis
pelanggaran yang ditemukan di antaranya, netralitas seperti keberpihakan
lembaga penyiaran terhadap kandidat Pilkada.
Berdasarkan informasi di atas, diketahui bahwa hasil pengawasan yang
telah dilakukan oleh KPID Sulawesi Selatan sebagai lembaga yang berwenang
melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran dalam menyiarkan
program Pilkada ditemukan adanya pelanggaran sebanyak 26 pelanggaran.
Jenis pelanggaran yang ditemukan oleh KPID Sulsel di antaranya, tidak
9
netralnya lembaga penyiaran denagn ada keberpihakan lembaga penyiaran
terhadap kandidat Pilkada. Hal ini menjadi pelanggaran yang harus
mendapatkan perhatian dari KPID Sulsel, sehingga pelanggaran dapat dicegah.
Dengan demikian KPID Sulsel diharapkan dapat bekerja secara efektif agar
pengawasan berjalan sebagaimana mestinya. Apalagi mengingat area kerja
KPID cukup luas yakni dari 1 (satu) Propinsi dan yang terdiri atas 24 (dua
puluh emapt) kabupaten/kota. Mengutip pernyataan Ketua KPI Pusat,
Yuliandre Darwis yang dirilis pada 10 November 2017 di situs KPI Pusat
www.kpi.go.id.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Yuliandre Darwis
mengatakan, dukungan yang diberikan pada KPID menumbuhkan efek
positif atau semangat bagi mereka dalam pengawasan pemilihan kepala
daerah yang lingkup begitu luas hingga kota dan kabupaten. Dukungan
material dinilai sangat krusial karena saat ini banyak KPID yang
mengalami kesulitan anggaran.
―KPID memerlukan alat utama sistem pertahanan atau alusista dalam
pengawasan isi siaran di daerah. Karena itu, dukungan dari DPRD
sangat diharapkan agar mereka dapat menjalankan fungsi pengawasan
dengan baik,‖ kata Yuliandre saat menerima kunjungan pimpinan dan
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali di Kantor KPI Pusat, Jumat
(10/11/2017)
Dari berita tersebut dapat dipahami bahwa salah satu yang sering menjadi
hambatan bagi KPID dalam melakukan pengawasan adalah masalah anggaran
dan alat pertahanan utama sistem pertahanan atau alusista dalam pengawasan
isi siaran. Padahal berdasarkan Pasal 9 ayat (6) UU Penyiaran yang
menyebutkan ―pendanaan KPI Pusat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan pendanaan KPI Daerah berasal dari Anggaran dan Pendapat
Belanja Daerah.
10
Namun meski sudah disebutkan dalam regulasi mengenai pendanaan bagi
KPID yang bersal dari APBD Provinsi, kenyataannya tidak berjalan
sebagaimana seharusnya. Ini terbukti dari fakta yang disajikan oleh media
online TEMPO.CO.
Jakarta - Sejak awal 2017, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID)
Sumarera Barat tidak berkegitan lagi. Kantornya juga sudah kosong.
Hampir seluruh aset yang ada di dalam kantor sudah disetorkan kepada
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. ―Berkas-berkas kami sudah
dikarungin semua. Perabot, televisi, mobil dinas, sudah dikembalikan
kepada Pemprov sejak januari lalu,‖ kata Ketua Bidang Perizinan KPID
Sumatera Barat, Ardian, kemarin.
Selama ini operasional KPID didukung oleh anggaran pendapatan dan
belanja daerah.
―Pemerintah provinsi mengatakan sudah tidak memiliki anggaran untuk
membiayai kami dan menyerahkannya ke KPI Pusat‖ kata Ardian.
Dari fakta di atas menunjukkan bahwa apa yang sudah diatur dalam
peraturan perundang-undangan tidak selamanya berjalan sesuai dengan
ketentuan. Hal itulah yang mendorong penulis untuk mengkaji lebih dalam
suatu karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul: EFEKTIVITAS
PENGAWASAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH
SULAWESI SELATAN TERHADAP PEMILIHAN KEPALA DAERAH
TAHUN 2018
11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis menyusun
rumusan masalah sebagai berkut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah Sulawesi Selatan terhadap program Pemilihan Kepala Daerah
tahun 2018?
2. Faktor apakah yang memengaruhi efektivitas pelaksanaan pengawasan
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap program
Pemilihan Kepala Daerah tahun 2018?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan pengawasan Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap program
Pemilihan Kepala Daerah tahun 2018.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang memengaruhi
efektivitas pelaksanaan pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sulawesi Selatan terhadap program Pemilihan Kepala Daerah tahun
2018.
12
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan di atas, maka
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Dari Segi Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang
berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya bagi
mahasiswa yang mengambil konsentarsi minat Hukum Tata Negara.
Selain itu diharapkan juga menjadi sebuah acuan alternatif atau
perbandingan bagi para peneliti yang ingin mengadakan penelitian yang
sejenis.
2. Dari Segi Praktis
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai kontribusi
ataupun saran yang berfungsi sebagai masukan bagi Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan serta sebagai bahan bacaan
dan sumber pengetahuan bagi masyarakat umum tentang pengawasan
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan terhadap
program siaran Pemilihan Kepala Daerah yang ditayangkan oleh
Lembaga Penyiaran Televisi.
E. Lingkup Penelitian
Pembahasan dalam penelitian ini, terfokus pada:
1. Pelaksanaan pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi
Selatan terhadap program siaran Pemilihan Kepala Daerah yang
diayangkan oleh lebaga penyiaran televisi pada tahun 2018.
13
2. Faktor yang memengaruhi pelaksanaan pengawasan Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Seatan terhadap program siaran Pemilihan
Kepala Daerah yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi pada
tahun 2018.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memahami penulisan tesis ini, maka secara
keseluruhan sistematika pembahaan disusun sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULAN
Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang. Dari uraian
latar belakang tersebut kemudian ditarik rumusan masalah, tujuan,
manfaat, lingkup dan sistematika penelitian
BAB II : KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
Merupakan bab yang memuat uraian umum tentang deskripsi teori: (1)
teori efektivitas hukum, (2) pengawasan yang terdiri dari: pengertian
pengawasan, jenis-jenis pengawsan, tujuan pengawasan, tolok ukur
keberhasilan pengawasan, (3) penyiaran terdiri dari: pengertian
penyiaran, jenis-jenis penyiaran, asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran,
lembaga penyiaran, pelaksanaan siaran, program Pemilihan Kepala
Daerah, regulasi program Pemilihan Kepala Daerah, sanksi dan cara
penegakannya, (4) Komisi Penyiaran Indonesia dan Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah yang terdiri dari: dasar hukum pembentukan Komisi
Penyiaran Indonesia dan Komisi Penyiaran Indnesia Daerah, Komisi
Peniaran Indonesia sebagai lembaga negara independen, keanggotaan
14
Komis Penyiaran Idonesia dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah,
fungsi, wewenang, tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran Indoenesia,
sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah dan (5) Pemilihan
Kepala Daerah terdiri dari: pengertian dan pentingnya Pemilihan Kepala
Daerah, asas-asas Pemilihan Kepala Daerah, Penyelengara Pemilihan
Kepala Daerah, Peserta Pemilihan Kepala Daerah dan juga memuat
Kerangka Pikir Penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari desain
peneitan, tipe penelitian, lokasi penelitian, fokus dan deskripsi fokus,
sampel data penelitian, instrumen penelitan, jenis dan sumber data,
rencana pengajuan keabsahan data, dan definisi operasinal.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAAN
Bab ini memuat tentang data dan informasi dari lokasi penelitian serta
hasil analisis menurut interpretasi (penafsiran) data.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab terakhir ini, penulis mengambil kesimpulan dari hasil
penelitian dan memberikan saran yang diharapkan dapat berguna dan
menjadi referensi atau acuan bagi yang membutuhkan untuk dapat
diterapkan dalam pelaksanaan di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
15
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Deskripsi Teori
1. Teori Efektivitas Hukum
Menurut Syarif (Fredrich C. Kuen, 2008:24) bahwa efektivitas adalah
suatu kondisi atau keadaan dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai
dan sarana atau peralatan yang digunakan disertai dengan kemampuan yang
dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan
hasil yang memuaskan.
Marwan Mas (2011:14) menyatakan bahwa definisi hukum sampai saat
ini belum disepakati oleh para ahli hukum, menunjukkan bahwa untuk
membangun suatu definisi yang lengkap, sistematis, padat dan jelas, memang
sangat sulit. Lebih lanjut Marwan Mas menyebutkan bahwa belum adanya
kesepakatan para ilmuan hukum, karena terdapat kesulitan dalam
mendefinisikan atau memberikan pengertian hukum.
Lebih lanjut Marwan Mas (2011:15-18) menyebutkan bahwa kesulitan
tersebut disebabkan oleh dua faktor, sebagai berikut.
1. Faktor intern
Faktor intern adalah hal-hal atau kondisi-kondisi yang terdapat
dalam diri atau lingkup hukum yang terdiri atas dua jenis, sebagai
berikut
a. Hukum itu bersifat abstrak. Artinya, hukum memiliki sifat
yang abstrak kendati dalam aplikasinya dapat berwujud
konkret, seperti yang telihat dalam mekanisme peradilan dan
pelaksanaan putusan hakim. Akan tetapi perwujudan hukum
di pengadilan itu hanyalah salah satu bentuk pelaksanaan
hukum, pabila terjadi perkara pidana atau terjadi konflik
dalam masyarakat. Hukum jauh lebih luas dan sifatnya
16
abstrak jika dibandingkan dengan proses peradilan dan
hukum tertulis.
b. Hukum mengatur hampir sebagian besar kehidupan manusia,
baik ketika masih dalam kandungan maupun setelah
meninggal dunia.
2. Faktor ekstern
Faktor ekstern maksudnya adalah hal-hal dan kondisi-kondisi
mempengaruhi kesulitan mendefinisikan hukum yang ada di luar
hukum, karena beberapa faktor berikut.
a. Faktor bahasa, yaitu kesulitan membahasakan simbol atau
lambang-lambang hukum disebabkan beragamnya bahasa-
bahasa di dunia. Artinya, keanekaragaman bahasa di dunia
mnyebabkan kesulitan untuk melambangkan simbol-simbol
hukum dalam bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami
oleh manusia secara universal. Hal tersebut menunjukkan,
bahwa faktor bahasa menjadi salah satu penyebab hukum
didefinisikan yang dapat dimengerti oleh semua bangsa di
dunia. Penyimbolan hukum dalam satu kata oleh satu bahasa,
memungkinan akan lain maknanya jika diartikan ke dalam
bahasa lain, begitu pula sebaliknya.
b. Belum adanya kesepakatan para ilmuwan hukum. Artinya,
para ilmuawan hukumatau juris belum sepakat menetapkan
rumusan definisi hukum, karena dipengaruhi oleh sudut
pandang masing-masing. Sarjana hukum yang melihat hukum
dari aspek pidana misalnya, akan berbeda rumusannya
dengan sarjana hukum yang melihat hukum dari aspek
perdata dan sebagainya.
Meski sulit mendefinisikan hukum secara lengkap, jelas dan sistematis,
namun ada beberapa ilmuwan hukum (juris) yang mencoba mendefinisikan
hukum itu. Beberapa juris yang membuat definis hukum berdasarkan aliran
atau faham yang dianutnya sebagaimana yang dikutip oleh Achmad Ali
(Marwan Mas, 2011:19-21) sebagai berikut.
1. Paham hukum alam
a. Aristoteles, hukum adalah sesuatu yang berbeda daripada
sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari
konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkahlaku
para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan
hukuman terhadap pelanggar.
17
b. Grotius, hukum adalah peraturan tentang tindakan moral
yang menjamin keadilan pada peraturan hukum tentang
kemerdekaan.
2. Paham antripologis
a. Schapera, hukum adalah setiap aturan tingkah laku yang
mungkin diselenggarakan oleh pengadilan.
b. Paul Bohannan, hukum adalah merupakan himpunan
kewajiban yang teleh dilembagakan kembali dalam pranata
hukum.
c. Pospisil, hukum adalah aturan-aturan tingkah laku yang
dibuat menjadi kewajiban melalui sanksi-sanksi yang
dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan kejahatan melalui
suatu otoritas pengadilan.
3. Paham historis
a. Karl von Savigny, hukum adalah aturan yang terbentuk
melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui
pengoprasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar
pada sejarah manusia, di mana akarnya dihidupkan oleh
kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan warga masyarakat.
b. Marxist, hukum adalah suatu pencerminan dari hubungan
umum ekonomis dalam masyarakat pada suatu tahap
perkembangan tertentu.
4. Paham positivis dan dogmatis
a. John Austin, melihat hukum sebagai seperangkat perintah,
baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang
berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan
masyarakat politik yang independen, di mana otoritasnya
(pihak yang berkuasa) merupakan otoritas tertinggi.
Kelemahan pandangan John Austin adalah sebagai berikut.
1) Hukum dibuat semata-mata sebagai kaidah bersanksi
yang dibuat dan diberlakukan oleh negara, padahal di
dalam kenyataannya kaidah tersebut belum belum tentu
berlaku
2) Undang-undang yang dibuat oleh negara, hanya
merupakan salah satu dari sumber-sumber hukum.
3) Hanya warga masyarakat yang dilihat sebagai subjek
hukum, padahal dalam kenyataannya dikenal pula
adanya hukum tata negara, hukum administrasi negara,
dan sebagainya.
b. Hans Kelsen, hukum adalah suatu perintah terhadap tingkah
laku manusia. Hukum adalah kaidah primer yang menetapkan
sanksi-sanksi.
c. Paul Scholten, hukum adalah suatu petunjuk tentang apa yang
layak dilakukan dan apa yang tidak layak untuk dilakukan
yang bersifat perintah.
18
d. Van Kan, hukum adalah keseluruhan aturan hidup yang
bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di
dalam masyarakat.
5. Paham sosiologis
a. Rescoe Pound, bahwa hukum itu dibedakan dalam dua arti
sebagai berikut.
1) Hukum dalam arti sebagai tata hukum, mempunyai
pokok bahasan, a) hubungan antara manusia dengan
individu lainnya; b) tingkah laku para individu yang
mempengaruhi individu lainnya.
2) Hukum dalam arti kumpulan dasar-dasar kewenangan
dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan
administratif. Pandangan Rescoe Pound tergolong
dalam aliran Sosiologis dan Realis.
b. Eugen Ehrlich (seorang pakar hukum Jerman) mengatakan,
hukum sesuatu yang berkaitan dengan fungsi kemasyarakatan
dan memandang sumber hukum hanya dari legal history and
jurisprudence dan living law (hukum yang hidup dalam
masyarakat).
c. Bellefroid mengatakan, bahwa hukum adalah kaidah hukum
yang berlaku di suatu masyarakat yang mengatur tata tertib
masyarakat, dan didasarkan atas kekuasaan yang ada di
dalam masyarakat.
6. Paham realis
a. Holmes (seorang hakim Amerika Serikat) menyatakan,
hukum adalah apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh
pengadilan.
b. Llewellyn mengatakan, bahwa hukum adalah apa yang
diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu persengketaan
hukum itu sendiri.
c. Salmond, hukum adalah kumpulan asas-asas yang dakui dan
diterapkan oleh negara di dalam pengadilan
Sementara Jimly Asshiddiqie (2015:1) mengemukakan bahwa:
hukum dalam arti luas meliputi keseluruhan aturan normatif yang
mengatur dan menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara dengan didukung oleh sistem sanksi tertentu terhadap setiap
penyimpangan terhadapnya. Bentuk-bentuk aturan normatif seperti itu
tumbuh sendiri dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan bernegara
ataupun sengaja dibuat menurut prosedur-prosedur yang ditentukan
dalam sistem organisasi kekuasaan dalam masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Baso Madiong (2019:102) bahwa ―efektvitas hukum merupakan
proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.‖ Sementara
19
Zainuddin Ali (2015:62) mengemukakan bahwa bila membicarakan efektivitas
hukum dalam masyarakat berarti membicarakan daya kerja hukum itu dalam
mengatur dan/atau memaksa warga masyarakat untuk taat terhadap hukum.
Efektivitas hukum dimaksud, berarti mengkaji kaidah hukum yang harus
memenuhi syarat, yaitu berlaku secara yuridis, berlaku secara sosiologis, dan
berlaku secara filosofis.
Hal senada juga disebutkan oleh Marwan Mas (2011:57) bahwa.
... tiga dasar kekuatan berlakunya hukum (peraturan perundang-
undangan), yaitu kekuatan berlaku yuridis, sosiologis dan filosofis.
Ketiganya merupakan syarat kekuatan berlakunya suatu peraturan
perundang-undangan yang diharpakan memberikan dampak positif bagi
pencapaian efektivitas hukum itu sendiri.
Bekerjanya hukum secara efektif di masyarakat tentu tidak lepas dari
adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Zainuddin Ali
(2016:94-96) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum yang berfungsi
dalam masyarakat adalah sebagai berikut.
1. Kaidah Hukum
Di dalam teori ilmu hukum, dapat dibedakan anatara tiga hal
mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, yakni sebagai berikut.
a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya
didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau
terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.
b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah
tersebut efektif. Artinya, kaidah itu dapat dipaksakan
berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh
warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah itu berlaku
karena adanya pengakuan dari masyarakat.
c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan
cita hukum sebagai nilai positi yang tertinggi.
Kalau dikaji secara mendalam agar hukum itu berfungsi
maka setiap kaidah harus memenuhi ketiga unsur kaidah di
atas, sebab (1) apabila kaidah hukum hanya berlaku secara
yuridis, ada kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati;
(2) kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori
20
kekuasaan, kaidah itu menjadi aturan pemaksa; (3) apabila
hanya berlaku secara filosofis, kemungkinannya kaidah itu
hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (ius
constituendum).
2. Penegak Hukum
Penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan hukum
mencakup ruang lingkup yang sangat luas. Sebab, menyangkut
petugas pada strata atas, menengah dan bawah. Artinya di dalam
melaksanakan tugas penerapan hukum, petugas seyogyanya harus
memiliki satu pedoman salah satunya peraturan tertulis tertentu
yang mencakup ruang lingkup adalah tugasnya. Di dalam
penegakan hukum tersebut, kemungkinan petugas penegak hukum
menghadapi hal-hal sebagai berikut:
1. Sampai sejauh mana petugas terikat dengan peraturan yang
ada;
2. Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan
kebijakan;
3. Teladan macam apakah yang sebaiknya sebaiknya diberikan
oleh petugas kepada masyarakat;
4. Sampai sejauh manakah derajat sinkronisasi penugasan yang
diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas-
batas yang tegas pada wewenangnya.
3. Sarana/Fasilitas
Fasilitas atau sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu
aturan tertentu. Ruang lingkup sarana dimaksud, terutama sarana
fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung.
4. Warga Masyarakat
Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah
warga masyarakat. Warga masyarakat dimaksud, adalah
kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan perundang-
undangan, derajat kepatuhan. Secara sederhana dapat dikatakan,
bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan
salah satu indikator berungsinya hukum yang bersangkutan.
Bagir Manan (Marwan Mas, 2011:57-58) menguraikan maksud dari tiga
kekuatan pemberlakuan peraturan perundang-undangan dalam masyarakat,
yaitu sebagai berikut.
1. Dasar kekuatan berlaku yuridis (juridische gelding) pada
prinsipnya menunjukkan:
a. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan
perundang-undangan, dalam arti harus dibuat oleh badan atau
pejabat yang berwenang.
21
b. Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan
perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama
kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi atau sederajat;
c. Keharusan mengikuti tata cara tertentu, seperti pengundangan
(pengumuman) setiap undang-undang harus dalam Lembaran
Negara, atau peraturan daerah harus dapat persetujuan dari
DPRD bersangkutan;
d. Keharusan bahwa tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
2. Dasar kekuatan berlaku sosiologis (sosiologische gelding)
mencerminkan kenyataan penerimaan masyarakat.
3. Dasar kekuatan berlaku filosofis, menyangkut pandangan mengenai
inti atau hakikat dari kaidah hukum itu, yaitu apa yang menjadi cita
hukum (reshtsidee) adalah apa yang mereka harapkan dari hukum,
misalnya untuk keadilan, ketertiban, kesejahteraan, dan
sebagainya.
Mengenai dasar berlakunya hukum, mengutip pendapat beberapa ahli,
AM. Arfah Pattenreng (2017:292-293) menyebutkan bahwa tentang hal
berlakunya kaidah hukum ada anggapan-anggapan sebagai berikut:
(1) Ada beberapa anggapan mengenai berlakunya hukum secara
yuridis, yakni:
a. Hans Kelsen menyatakan bahwa hukum berlaku secara
yuridis, apabila penetuannya berdasarkan pada kaidah yang
lebih tinggi tingkatnya (ini didasarkan pada ―teori Stufenbau‖
nya Kelsen). Dalam hal ini perlu diperhatikan, apa yang
dimaksud dengan efektivitas hukum yang dibedakannya
dengan hal berlakunya hukum, oleh karena efektivitas
merupakan fakta.
b. W. Zevenbergen menyatakan, jika kaidah tersebut terbentuk
menjurut cara yang telah ditetapkan;
c. J.H.A. Logemann menyatakan kaidah hukum mengikat,
apabila menunjukkan hubungan keharusan antara suatu
kondisi dan akibatnya.
(2) Hal berlakunya hukum secara sosiologis, yang berintikan pada
efektivitas hukum, perihal ini ada dua teori yang menyatakan
sebagai berikut:
a. Teori kekuasaan pada pokoknya menyatakan, bahwa hukum
berlaku secara sosiologis, apabila dipaksakan berlakunya oleh
penguasa, dan hal itu terlepas dari masalah apakah
masyarakat menerima atau menolaknya;
22
b. Teori pengakuan berpokok pangkal pada pendirian, bahwa
berlakunya hukum didasarkan pada penerimaan atau
pengakuan oleh mereka kepada siapa hukum tadi tertuju.
(3) Hal berlakunya hukum secara filosofis, artinya bahwa hukum
tersebut sesuai dengan cita-cita hukum, sebagai nilai positif yang
tertinggi, misalnya Pancasila, masyarakat adil dan makmur dan
seterusnya.
Meskipun suatu peraturan perundang-undangan telah memiliki kekuatan
berlaku yuridis, sosiologis dan filosofis namun, tidak selamanya perturan
perundang-undangan tersebut tidak lagi memiliki kekurangan. Menurut Bagir
Manan (Marwan Mas, 2011:58) bahwa: sebab suatu peraturan perundang-
uandangan yang kurang baik dapat tejadi karena tidak jelas perumusannya
sehingga tidak jelas arti, maksud, dan tujuannya (ambiguous), atau terjadi
inkonsistensi dalam penggunaan peristilahan, atau sistematika yang tidak baik,
atau bahasa yang berbelit-belit sehingga sukar dimengerti yang memungkinkan
lahirnya bermacam-macam interpretasi.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa suatu peraturan perundang-
undangan agar dapat berlaku secara efektif di tengah-tengah masyarakat, maka
peraturan perundang-undangan tersebut haruslah baik. Peraturan perundang-
uandangan yang baik menurut beberapa ahli sebagai berikut (Marwan Mas,
2011:58-60).
a. Menurut Van der Vlies.
Dalam membentuk peraturan perundang-undangan yang baik, perlu
diperhatikan asas formil dan asas materiil, yaitu sebagai berikut.
1. Asas formil, meliputi:
a. Asas tujuan yang jelas;
b. Asas organ/lembaga yang tepat;
c. Asas perlunya peraturan
d. Asas dapat dilaksanakan
e. Asas konsensus
23
2. Asas-asas materiil, meliputi:
a. Asas terminologi dan sistematika yang benar;
b. Asas dapat dikenali;
c. Asas perlakuan yang sama di bawah hukum
d. Asas kepastian hukum
e. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan
individual.
b. Menurut Allot
Ada empat syarat dari suatu peraturan perundang-undangan yang
baik dan dapat berlaku secara efektif, yaitu:
1. Ada survei pendahuluan yang mendahului (adequate
preliminary survey);
2. Komunikasi, termasuk sosialisasi (communication);
3. Ada penerimaan dari warga masyarakat (acceptance); dan
4. Mekanisme penegakan hukum (enforcement mechanism).
c. Menurut Satjipto Raharjo
Mengurai empat karakteristik atau ciri hukum yang baik agar dapat
diterima oleh warga masyarakat, yaitu sebagai berikut
1. Bersifat terbuka, bertujuan agar hukum mampu
mengkomunikasikan suatu nilai-nilai yang tertutup di dalam
masyarakat melalui kaidah-kaidahnya, sehingga warga
masyarakat dapat memahami dan menghayatinya dan
kemudian dipatuhi.
2. Memberitahu terlebih dahulu, bahwa isi atau materi suatu
peraturan hukum haruslah disiarkan, diinformasikan, dan
disosialiksasikan secara luas kepada warga masyarakat, agar
mereka mengetahuinya.
3. Tujuannya jelas, yaitu memberikan penjelasan tentang tujuan
serta manfaat yang hendak dicapai oleh peraturan tersebut.
4. Mengatasi kegoncangan, bahwa suatu peraturan hukum harus
mampu mengatasi setiap goncangan dan konflik yang terjadi
dalam masyarakat. Bukan sebaliknya, menimbulkan
keresahan dan goncangan dalam kehidupan masyarakat.
Seperti yang disebutkan di atas bahwa salah satu syarat peraturan
perundang-undangan (hukum) yang baik dan dapat berlaku secara efektif
adalah adanya penerimaan dari warga masyarakat (acceptance). Artinya bahwa
warga masyarakat mematuhi hukum tersebut. Menurut beberapa ahli yang
dikutip AM. Arfah Pattenreng (2017:294-298) sebagai berikut.
24
1. Schuyt
Menyatakan bahwa orang itu mematuhi hukum ada dua yaitu:
a. Kepatuhan tersebut dipaksakan oleh sanksi (teori paksaan)
b. Kepatuhan tersebut diberikan atas dasar persetujuan oleh
paraanggota masyarakat terhadap hukum yang diberlakukan
terhadap mereka (teori persyujuan).
2. Soekanto
Seseorang warga masyarakat menaati hukum karena berbagai
sebab, yaitu sebagai berikut:
(1) Takut kena sanksi apabila hukum dilanggar;
(2) Untuk menjaga hubungan baik dengan penguasa;
(3) Untuk menjaga hubungan baik dengan rekan sesamanya;
(4) Karena hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianut;
(5) Karena kepentingan terjamin.
3. Salman
Masyarakat mematuhi hukum dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu:
a. Compliance, yaitu suatu kepatuhan yang didasarkan pada
suatu imbalan dan usaha untuk selalu menghindarkan diri
dari hukuman (sanksi) yang mungkin dikenakan bagi
seseorang yang melanggar ketentuan hukum;
b. Identification, yaitu kepatuhan terhadap kaidah hukum, agar
keanggotaan kelompok tetap terjaga, serta ada hubungan baik
dengan yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah
hukum tersebut;
c. Internalization, yaitu seseorang mematuhi hukum, karena
kaidah-kaidah hukum itu sesuai dengan nilai-nilai pribadinya;
d. Seseorang mematuhi hukum karena kepentingan-
kepentingannya dalam masyarakat terjamin oleh wadah
hukum yang ada.
4. Bierstedt
Dasar kepatuhan hukum masyarakat adalah sebagai berikut:
(1) Indoctrination, sebab pertama warga masyarakat mematuhi
suatu kaidah hukum adalah karena dia diberi indoktrinasi
untuk berbuat demikian. Sebab sejak kecil manusia
didoctrinir dan dididik agar mematuhi kaidah hukum yang
berlaku dalam masyarakat sebagaimana halnya dengan unsur
kebudayaan lainnya yang telah ada sejak seseorang dilahirkan
dan menerimanya secara tidak sadar.
(2) Habituation, oleh karena manusia sejak kecil mengalami
proses sosialisasi, lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan
untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku, akan tetapi
apabila hal itu setiap hari ditemui, maka lama kelamaan
menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhinya terutama
apabila manusia sudah mulai mengulangi perbuatan-
perbuatannya dengan bentuk dan cara yang sama;
25
(3) Utility, pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan
untuk hidup pantas dan teratur; akan tetapi apa yang pantas
dan teratur untuk seseorang, belum tentu pantas dan teratur
bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu patokan
tentang kepantasan dan keteraturan itu. Patokan-patokan
itulah merupakan pedoman atau takaran tentang tingkah laku,
maka salah satu faktor menyebabkan seseorang mematuhi
suatu kaidah, karena kegunaannya dari kaidah hukum itu;
(4) Group Identification, salah satu sebab seseorang patuh pada
kaidah-kaidah, adalah karena kepatuhan itu, merupakan salah
satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan
kelompok; seseorang mematuhi kaidah yang berlaku dalam
kelompoknya, bukan karena dia menganggap kelompoknya
lebih dominan dari kelompok lainnya, akan tetapi justru
karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompoknya
tadi; bahkan kadang-kadang seseorang mematuhi kaidah-
kaidah kelompok lain, karena ingin mengadakan identifikasi
dengan kelompok lain tersebut.
5. Lawrence Meir Friedman
Efektif tidaknya suatu ketentuan hukum ditentukan oleh sistem
hukum yang terdiri atas tiga unsur yaitu:
1. Subtansi hukum, mencakup aturan-aturan hukum, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan
pengadilan;
2. Struktur hukum, mencakup institusi-institusi penegak hukum,
termasuk penegak hukumnya.
3. Kultur hukum, mencakup opini-opini, kebiasaan-kebiasaan,
cara berpikir dan cara bertindak, baik dari para penegak
hukum, maupun warga masyarakatnya.
Menurut Soemardjan (AM Arfah Patenreng, 2017:299) ...efektifitas
hukum berkaitan erat dengan faktor-faktor sebagai berikut:
(1) Usaha-usaha menanamkan hukum di dalam masyarakat, yaitu
penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi, dan metode
agar warga masyarakat mengetahui dan memahami hukum;
(2) Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai
yang berlaku, artinyamasyarakat mungkin menolak atau
menentang atau mungkin mematuhi hukum karena complian,
identification, internalization atau kepentingan-kepentingan
mereka terjamin sepenuhnya;
(3) Jangka waktu penanaman hukumny, yaitu panjang atau
pendeknya jangka waktu, dimana usaha-usaha menanam itu
dilakukan dan diarahkan memberi hasil.
26
2. Pengawasan
a. Pengertian Pengawasan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengawasan memiliki definisi
suatu bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih tinggi
kepada pihak yang di bawahnya. Sementara Lembaga Administrasi Negara
(Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih, 2016:13) mendefinisikan
pengawasan sebagai proses suatu kegiatan seseorang pemimpin untuk
menjamin agar pelaksanaan kegiatan organisasi sesuai dengan rencana,
kebijaksanaan, dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Menurut Ruslan Renggong (2014:70) bahwa :
Secara umum pengawasan diartikan sebagai suatu kegiatan bertujuan
untuk mengadakan evaluasi terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan
apakah sesuai atau tidak dengan perencanaan. Disamping itu,
pengawasan dapat dilakukan baik dalam bentuk preventif maupun
refresif.
Mengenai pengawasan preventif dan refresif Acmad S. Ruky (Ruslan
Renggong, 2014:70-71) bahwa:
Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum suatu
tindakan dalam pelaksanaan kegiatan, yang biasanya berbentuk prosedur
yanh harus ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan, sedangkan
pengawasan refresif adalah pengawsana yang dilakukan setelah suatu
tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yanmg terjadi dan apa
yang seharusnya terjadi dan diwujudkan dalam bentuk pemeriksaan
setempat, verifikasi, monitoring dan sebagainya.
Menurut Muchan (Sirajuddin dkk, 2016:126) bahwa:
Pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas
secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan hanya terbatas pada
pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolak
ukur yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini berwujud suatu
rencana/plan)
27
Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih (2016:13-14)
mengutip pendapat beberapa ahli yang mendefinisikan pengawasan, antara
lain sebagai berikut:
1. Siagian
Siagian memberikan definisi bahwa pengawasan adalah proses
pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk
menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan
berjalan sesuai dngan rencana yangtelah ditentukan sebelumnya.
2. George R. Terry
George R. Terry mendefinisikan pengawasan sebagai berikut:
control is to detemine what is accomplished evalute it, and apply
corrective measures, if needed to insure result in keeping with plan.
Terjemahan bebesnya, pengawasan dilakukan untuk tujuantindakan
evaluasi dan melakukan koreksi terhadap hasil yang telah dicapai
dengan tujuan agar apa yang dilakukan sesuai dengan apa yang
direncanakan.
3. Suyamto
Suyamto mendefinisikan pengawasan sebagai segala usaha atau
kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya
mengenai pelaksanaan tugas dan kegiatan, apakah sesuai dengan
yang semestinya atau tidak.
Dari beberapa pengertian pengawasan yang diuraikan oleh beberapa ahli
maka kemudian disimpulkan oleh Angger Sigit Pramukti dan Meylani
Chahyaningsih, (2016:15) yang menyebutkan bahwa:
Pengawasan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menilai dari
pelaksanaan kegiatan apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan.
Selanjutnya diutamakan pada tindakan evaluasi serta koreksi terhadap
hasil yang dicapai. Selain itu pengawasan juga dapat disamakan dengan
adanya koreksi terhadap Das sein dan Das Sollen. Di mana Das Sollen
(rencana) harus sesuai dengan Das Sein (kenyataan).
Sementara Philipus M. Hadjon dkk (2011:118) berpendapat bahwa:
―.....salah satu persyaratan yang sekaligus merupakan cara pengendalian adalah
pengawasan.‖
28
Menurut Muchsan (Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih,
2016:15) dalam pengawasan dibutuhkan unsur-unsur sebagai berikut:
1. Adanya kewenangan yang jelas yang dimiliki oleh aparat
pengawas;
2. Adanya suatu rencana yang mantap sebagai alat penguji terhadap
pelaksanaan suatu tugas yang akan diawasi;
3. Tindakan pengawasan bisa dilakukan terhadap suatu proses
kegiatan yang tengah berjalan maupaun terhadap hasil yang dicapai
dari kegiatan tersebut;
4. Tindakan pengawasan berakhir dengan disusunnya evaluasi akhir
terhadap kegiatan yang dilaksanakan senta pencocokan hasil yang
dicapai dengan rencana sebagai tolak ukurnya;
5. Untuk selanjutnya tindakan pengawasan akan diteruskan
dengantindak lanjut baik secara administratif maupun yuridis.
Begitu pentingnya pengawasan kemudian Ridwan HR (2013:296)
mengemukakan bahwa: ―pengawasan merupakan langkah preventif untuk
memaksakan kepatuhan.‖
Pentingnya pengawasan menurut Angger Sigit Pramukti dan Meylani
Chahyaningsih (2016:4) bahwa: pengawasan merupakan kegiatan yang sangat
penting dalam suatu organisai atau dalam suatu kegiatan agar apa yang
direncanakan semula bisa berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu,
pengawasan juga berfungsi sebagai tindakan koreksi atas kekurangan suatu
kegiatan.
Sementara Hendra Karianga (2015:309) mengutarakan pendapatnya akan
pentingnya pengawasan, bahwa: pengawasan ibarat pagar kawat berduri yang
membuat batasan-batasan pengamanan terhadap halaman rumah agar tidak
dimasuki oleh orang yang bukan pemilik rumah untuk mencuri, merampok,
dan merusak.
29
Dari berbagai pendapat yang telah dipaparkan oleh banyak kalangan,
Sirajuddin dkk (2016:282) berpendapat bahwa.
Maka dapat ditangkap makna dasar dari pengawasan adalah (1)
pengawasan ditujukan sebagai upaya pengelolaan untuk mencapai hasil
dari tujuan; (2) adanya tolok ukur yang dipakai sebagai acuan
keberhasilan; (3) adanya kegiatan untuk mencocokkan antara hasil yang
dicapai dengan tolok ukur yang ditetapkan; (4) mencegah terjadinya
kekeliruan dan menunjukkan cara dan tujuan yang benar; dan (5) adanya
tindakan koreksi apabila hasil yang dicapai tidak sesuai dengan tolok
ukur yang ditetapkan.
b. Jenis-Jenis Pengawasan
Philipus M. Hadjon dkk (2011:118-119) membagi pengawasan menjadi 3
(tiga), yaitu:
1. Pengawasan Umum
Pengawasan umum terhadap Pemerintah Daerah meliputi bidang-
bidang pemerintahan, kepegawaian, keuangan dan peralatan,
pembangunan, perusahaan daerah, yayasan-yayasan dan lain-lain
yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri (dibantu oleh
Inspektur Jenderal), Gubernur (dibantu Oleh Inspektur Wilayah)
dan Bupati/Walikotamadya (dibantu oleh Inspektur
Kabupaten/Kotamadya. Untuk desa selain oleh para pejabat di atas,
pengawasan umum dilakukan juga oleh Camat.
2. Pengawasan Preventif
Pengawasan preventif berkaitan dengan pengesahan (goedkeuring)
Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah tertentu.
3. Pengawasan Represif
Pengawasan represif dapat berbentuk penangguhan berlaku
(schorsing) atau pembatalan (vernietiging).
Paulus E. Latulung (Ridwan HR, 2013:296-297) mengemukakan
beberapa pengawasan yaitu:
1. Ditinjau dari segi kedudukan dari badan/organ yang melaksanakan
kontrol itu terhadap badan/organ yang dikontrol, dapat dibedakan
antara kontrol intern dan ekstern
Kontrol intern berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh badan
yang secara organisatoris/struktural masih termasuk dalam
lingkungan pemerintah sendiri, sedangkan kontrol ekstern adalah
30
pengawasan yang dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga
yang secara organisatoris/struktural berada di luar pemerintah.
2. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya pengawasan atau kontrol
dibedakan dalam dua jenis yaitu kontrol a-priori dan a-posteriori.
Kontrol a-priori adalah bilamana pengawasan itu dilaksanakan
sebelum dikeluarkannya keputusan pemerintah, sedangkan kontrol
a-posteriori adalah bilamana pengawsan baru dilaksanakan sesudah
dikeluarkannya keputusan pemerintah.
3. Ditinjau dari segi objek yang diawasi yang terdiri dari kontrol segi
hukum (rechmatigheid) dan kontrol segi kemanfaatan
(doelmatigheid).
Kontrol dari segi hukum dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau
pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (segi legalitas) yaitu
segi rechmatigheid dari perbuatan pemerintah, sedangkan kontrol
segi kemanfaatan dimaksudkan untuk menilai benar tidaknya
perbuatan pemerintah itu dari segi atau pertimbangan
kemanfaatannya.
Sementara Schermehon (Ruslan Renggong, 2014:71-72) membagi
pengawasan dalam beberapa jenis sebagai berikut.
1. Pengawasan Feedforward (umpan di depan) meliputi:
a. Dilakukan sebelum aktifitas dimulai
b. Dalam rangka menjamin kejelasan sasaran, tersedianya
arahan yang memadai, ketersediaan sumber daya yang
dibutuhkan;
c. Memfokuskan pada kualitas sumber daya
2. Pengawasan Concurent (bersamaan)
a. Memfokuskan kepada apa yang terjadi selama proses
berjalan;
b. Memonitor aktivitas yang sedang berjalan untuk menjamin
segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan rencana;
c. Dapat mengurangi hasil yang tidak diinginkan.
3. Pengawasan Feedbach (umpan balik)
a. Terjadi setelah aktivitas selesai dilaksanakan;
b. Memfokuskan kepada kualitas dari hasil;
c. Menyediakan informasi yang berguan untuk meningkatkan
kinerja di masa depan.
4. Pengawasan Internal dan Eksternal
a. Pengawasan intenal memberikan kesempatan unuk
memperbaiki sendiri;
b. Pengawasan eksternal terjadi melalui supervise dan
penggunaan sistem administasi formal.
31
5. Pengawasan Fungsional
a. Dilakukan secara funsional oleh aparat pengawasan
fungsional pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten dan pemerintah kota;
b. Dilaksanakan agar sesuai dengan rencana dan peraturan
perundang-undangan.
6. Pengawasan Masyarakat
a. Dilakuakan oleh masyarakat dengan membuat keterangan
dan memberikan informasi yang disampaikan baik secara
lisan maupun tertulis kepada pemerintah, DPR-RI, maupun
melalui media massa dan lembaga lain;
b. Merupakan fasiltas dan hirarchi pengawasan, artinya bila
pengawasan lain efektif, kebocoran itu tidak bakal ada dan
pengawasan masyarakat tidak ada lagi;
c. Memiliki tataran lebih luas dari bentuk pengawasan lainnya
karena dilaksanakan oleh LSM-LSM, media massa dan
masyarakat.
Sementara Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih (2016:19-
22) membagi jenis pengawasan dalam beberapa kategori, yaitu.
1. Jenis pengawasan dilihat dari pola pemeriksaan:
a. Pemeriksaan operasional
Pemeriksaan terhadap cara pengelolaan suatu organisasi
untuk melakukan tugas denganbaik. Pemeriksaan
menekankan pada menilaian dari sudut efesiensi dan
kehematan
b. Pemeriksaan finansial
Pemeriksaan yang mengutamakan pada masalah keuangan
(transaksi, dokumen, buku daftar serta laporan keuangan)
antara lain untuk memperoleh kepastian bahwa berbagai
transaksi keunagan dilaksankan sesuai dengan undang-
undang, peraturan, kepastian, instruksi yang bersangkutan
dan seterusnya;
c. Pemeriksaan program
Pemeriksaan yang dimaksud untuk menilai program secara
keseluruhan, contoh: suartu program pengendalian
pemcemaran air. Ditinjau dari segi efektivitasnya untuk
mengetahui apakah tujuan semula telah ditentukan juga telah
dicapai serta apakah dalam usaha pencapaian tujuan tersebut
digunakan alternatif yang wajar
d. Pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan yang mencakup tiga pemeriksaan di atas.
32
2. Jenis pengawasan dilihat dari waktu pelaksanaanya
a. Pengawasan preventif
Pengawasan yang melalui pre audit sebelum pekerjaan
dimulai, contohnya adalah dengan mengadakan pengawasan
terhadap persiapan-persiapan, rencana kerja, rencana
anggaran, rencana perencanaan tenaga, dan sumber-sumber
lain.
b. Pengawasan represif
Pengawasan yang dilaksanakan lewat post audit, dengan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan dan sebagainya.
3. Jenis pengawasan berdasarkan subjek yang melakukan
pengawasan.
a. Pengawasan melekat
Pengawasan yang dilakukan oleh setiap pimpinan terhadap
bawahan dalam suatu kerja yang dipimpinnya
b. Pengawasan fungsional
Pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang tugas pokoknya
melakukan pengawasan seperti Inspektorat Jenderal,
Itwilprop, BPKP, dan Bakeda.
c. Pengawasan legislatif
Pengawasan yang dilakukan oleh perwakilan rakyat baik di
pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD).
d. Pengawasan Masyarakat
Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, seperti yang
termuat di dalam media massa atau elektronik.
e. Pengawasan politis
Pengawasan politis adalah pengawasan yang dilakukan oleh
lembaga politis.
4. Jenis pengawasan berdasarkan cara pelaksanaanya
a. pengawasan langsung
pengawasan yang digelar di tempat kegitan berlangsung,
yaitu dengan mengadakan inspeksi dan pemeriksaan
b. pengawasan tidak langsung
pengawasan yang dilakukan dengan mengadakan pemantauan
dan pengkajian laporan dari pejabat atau satuan kerja yang
bersangkutan, aparat pengawas fungsional, pengawas
legislatif, pengawas masyarakat.
5. Jenis pengawasan berdasarkan waktu pelaksanaan
a. Sebelum kegiatan
Pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dimulai, antara
lain dengan mengadakan pemeriksaan dan persetujuan
rencana kerja dan rencana anggarannya, dan penetapan
petunjuk operasional.
b. Selama kegiatan
Pengawasan yang dilakukan selama pekerjaan masih
berlangsung. Pengawasan ini bersifat represif terhadap yang
33
sudah terjadi dan sekaligus bersifat preventif untuk mencegah
berkembangnya atau berulang kesalahan pada tahap-tahap
selanjutnya
c. Sesudah kegiatan
Pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan selesai
dilaksanakan, dengan membandingkan antara rencana dan
hasil. Pemeriksaan apakah semuanya telah sesuai dengan
kebijakan atau ketentuan yang berlaku. Tujuan pengawasan
ini untuk mengoreksi atas kesalahan-kesalahan yang telah
terjadi sehingga bersifat represif
6. Dari sisi objek yang diawasi
a. Pengawasan khusus
Pengawasan khusus adalah pengawasan yang dilakukan
berkaitan dengan keuangan dan pembangunan negara.
Contonya adalah BPK hanya melakukan pengawasan
terhadap penggunaan anggaran negara
b. Pengawasan umum
Pengawasan umum adalah pengawasan yang dilakukan
secara keseluruhan. Contonya adalah Inspektur Jenderal
melakukan pengawasan terhadap semua bidang kegiatan
Menteri tersebut.
c. Tujuan Pengawasan
Setiap kegiatan yang dilakukan tentu mempunyai tujuan yang ingin
dicapai. Begitu pula dengan pengawasan, punya tujuan tersendiri. Tujuan
pengawasan menurut Victor M. Situmorang dan Jusuf Jahir (Angger Sigit
Pramukti dan Meylani Chahyaningsih, 2016:18-19) bahwa:
a. Agar terciptanya aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa
yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintahan yang
berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi
masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud
pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang objektif, sehat dan
bertanggung jawab.
b. Agar terselenggaranya tertib administrasi dilingkungan aparatur
pemerintahan, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat. Agar adanya
keleluasaan dalam melaksankan tugas, fungsi/kegiatan, tumbuhnya
budaya maka dalam diri masing-masing aparat, rasa bersalah dan
rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal-hal yang
tercelah terhadap masyarakat dan ajara agama.
34
Sementara Arifin Abdul Rachman mengemukakan pendapatnya tentang
tujuan pengawasan (Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih,
2016:18-19) bahwa.
Pengawasan bertujuan untuk mengetahui apakah segala sesuatu yang
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mengetahui
apakah segala sesuatu berjalan sesuai dngan instruksi serta prinsip-
prinsip yang telah ditetapkan, untuk mengetahui apakah kelemahan-
kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalan lainnya,
sehingga bisa dilakukan perbaikan untuk memperbaiki dan mencegah
pengulangan kegiatan-kegiatan yang salah, untuk mengetahui apakah
segala sesuatu berjalan efesien, dan apakah tidak dapat diadakan
perbaikan-perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efesiensi yang lebih
besar.
Dari beberapa pendapat di atas, setidaknya dapat dikemukan bahwa
pengawasan bertujuan untuk mengetahui dan memastikan apa yang seharusnya
dilakanakan betul-betul dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah
dicanangkan sebelumnya sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan
keinginan pula.
d. Tolok Ukur Keberhasilan Pengawasan
Untuk menilai suatu pengawasan yang dilakukan berhasil atau tidak,
maka diperlukan sebuah tolok ukur yang bisa dijadikan sebagai indikator
keberhasilan pengawasan yang dilakukan. Dengan tolok ukur tersebut dapat
diketahui pengawasan yang telah dilakukan berhasil atau tidak. Untuk menilai
keberhasilan suatu pengawasan yang dilakukan maka tidak dapat dilihat
sepintas saja. Namun, menurut Angger Sigit Pramukti dan Meylani
Chahyaningsih (2016:24) bahwa ―...tolok ukur yang sebenarnya dari
keberhasilan pengawasan adalah tercapainya tujuan awal dibentuknya lembaga
pengawasan tersebut.‖
35
Menurut Sujamto (Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih,
2016:23) bahwa keberhasilan suatu perangkat pengawasan juga tidak dapat
diukur dengan banyaknya orang yang bertindak di lingkungan organisasi yang
bersangkutan, karena kesimpulan paling dekat yang dapat ditarik dan keadaan
sedemikian itu adalah banyaknya penyelewengan dan tegasnya pimpinan
organisasi yang bersangkutan.
Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa tolok ukur keberhasilan
sebuah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawas adalah tercapainya
apa yang menjadi tujuan pengawasan itu dilakukan. Sehingga dengan
tercapaianya tujuan pengawasan tersebut, maka akan didapatkan hasil yang
diinginkan sebagaimana yang seharusnya.
3. Penyiaran
a. Pengertian Penyiaran
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU
Penyiaran), disebutkan bahwa:
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana
pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antarariksa
dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel
dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan
bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Dari pengertian di atas, Judhariksawan (2013:17) perpandangan bahwa:
―...pengertian ini mengindikasikan bahwa segala bentuk teknologi
telekomunikasi yang memancarluaskan ―siaran‖ yang dapat diterima secara
serentak dan bersamaan oleh masyarakat melalui alat penerima siaran
dikategorikan sebagai penyairan.‖
36
Selain itu, Judhariksawan (2013:17) mendefinisikan bahwa ―hukum
penyiaran adalah seluruh kaidah dan aturan yang menyangkut kegiatan
pemancarluasan, termasuk sarana teknis, sistem dan spektrum frekuensi hingga
penerimaan masyarakat secara serentak melalui alat penerima siaran.‖
b. Asas, Tujuan, Fungsi dan Arah Penyiaran
Asas penyiaran disebutkan dalam Pasal 2 UU Penyiaran yang berbunyi:
Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata,
kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian,
kebebasan, dan tanggung jawab.
Semetara tujuan penyiaran sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 3
UU Penyiaran bahwa.
Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi
nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan
bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan
umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis,
adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyaiaran Indonesia
Fungsi penyiaran sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 4 UU
Penyiaran adalah:
(1) Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol
dan perekat sosial.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
penyiaran juga mempunyai fungsi sebagai ekonomi dan
kebudayaan.
Menyimak bunyi pasal tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa
fungsi penyiaran berdasarkan UU Penyiaran memiliki peranan yang sangat
penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena sebagai media
37
informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial serta
fungsi sebagai ekonomi dan kebudayaan. Dengan berbagai fungsi tersebut,
maka dengan penyiaran, maka berbagai masalah yang ada di tengah-tengah
masyarakat dapat diatasi. Misalnya dengan fungsi penyiaran sebagai perekat
sosial, maka penyiaran dapat membangun kecintaaan masyarakat akan
persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga ego sektoral yang ada dapat
dihilangkan dari masyarakat Indonesia yang plural.
Sementara arah penyiaran di Indonesia disebutkan dalam Pasal 5 UU
Penyiaran yang berbunyi bahwa Penyiaran diarahkan untuk:
a. Menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta
jati diri bangsa;
c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
d. Menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa;
e. Meningktkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional;
f. Menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif
masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta
melestarikan lingkungan hidup;
g. Mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang
sehat di bidang penyiaran;
h. Mendorong peningkatan kemampuan perekonomian raktyat,
mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa
dalam era globalisasi;
i. Memberikan informasi yang benar, berimbang, dan bertanggung
jawab;
j. Memajukan kebudayaan nasional.
Menurut M. Ansar Akil (2009:3) bahwa memperhatikan tugas dan fungsi
lembaga penyiaran yang begitu penting dan luas cakupannya, maka segenap
pengelola lembaga penyiaran perlu meningkatkan kompetensi dan
profesionalisme dalam mengembangkan industri penyiaran yang sehat,
berkualitas, dan memenuhi standar profesi penyiaran. Hal tersebut dapat
38
terwujud jika lembaga penyiaran menerapkan standar manajemen yang
merencanakan, menlaksanakan, mengontrol, dan mengevaluasi input, proses,
dan output dari setiap lembaga penyiaran profesional.
Lebih lanjut Ansar mengatakan bahwa dengan demikian, lembaga
penyiaran dapat melaksankan fungsi sesuai dengan amanat undang-undang,
memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi yang aktual, sehat, mendidik
serta mampu memelihara tatanan iklim persaingan yang sehat sesama lembaga
penyiaran yang ada.
c. Lembaga Penyiaran
Pengertian lembaga penyiaran disebutkan pada Pasal 1 angka 9 UU
Penyiaran yang berbunyi bahwa:
Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga
penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran
komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam
melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga penyiaran inilah sebagai penyelenggara penyiaran di Indonesia.
Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) disebutkan bahwa jasa penyiaran terdiri atas: a.
jasa penyiran radio dan b. jasa penyiaran televisi. Penyiaran radio adalah media
komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam
bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan
berkesinambungan. Sedangkan penyiaran televisi adalah media komunikasi
dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara
dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang
teratur dan berkesinambungan.
39
Pada ayat (2) disebutkan bahwa jasa penyiaran tersebut diselenggarakan
oleh:
a. Lembaga Penyiaran Publik;
b. Lembaga Penyiaran Swasta;
c. Lembaga Penyiaran Komunitas; dan
d. Lembaga Penyiaran Berlangganan
Adapun penjelasan mengenai keempat Lembaga Penyiaran tesebut
bedasarkan UU Penyiaran, Danrivanto Budhijanto (2013:81-82 & 89-90)
merangkumnya sebagai berikut:
a. Lembaga Penyiaran Publik
Adapun penjelasan mengenai Lembaga Penyiaran Publik
bedasarkan UU Penyiaran yang telah dirangkum Danrivanto
Budhijanto (2013:81-82) sebagai berikut:
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum yang didirian oleh negara, bersifat
independen, netral, tidak komersial dan berfungsi memberikan
layanan untuk kepentingan masyarakat. LPP terdiri atas Radio
Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI)
yang sasium pusat penyiarannya berada di ibukota Negara
Republik Indonesia. LPP Lokal dapat didirikan di daerah provinsi,
kabupaten, atau kota.
Organisasi LPP terdiri dari dewan Pengawas dan Dewan Direksi
yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dewan Pengawas ditetapkan oleh Presiden bagi RRI dan
TVRI atas usul Dewan Perwakilan Rakyat RI, LPP Lokal
ditetapkan oleh Gubernur, Bupati atau Walikota atas usul Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Calon anggota Dewan Pengawas LPP
melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka atas masukan
dari pemerintah dan atau masyarakat. Jumlah anggota Dewan
Pengawas LPP bagi RRI dan TVRI adalah sebanyak 5 (lima) orang
dan Dewan Pengawas bagi LPP Lokal adalah sebanyak 3 (tiga)
orang. Dewan Direksi LPP diangkat dan ditetapkan oleh Dewan
Pengawas LPP. Dewan Pengawas dan Dewan Direksi LPP
40
mempunyai masa kerja selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih
kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa kerja berikutnya. LPP
ditingkat Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan LPP di tingkat daerah diawasi oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Sumber pembiayaan LPP berasal dari:
a. Iuaran penyiaran;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah;
c. Sumbangan masyarakat;
d. Siaran iklan;
e. Usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan
penyiaran.
LPP wajib membuat laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan
publik dan hasilnya diumumkan melalui media massa pada setiap
akhir tahun anggaran.
Menurut Efendi Gazali (Riswandi, 2009:17-18) bahwa terdapat 5
(lima) ciri penyiaran publik sebagai berikut:
1. Akses publik, akses publik di sini dimaksudkan tidak hanya
coverage area, tetapi juga menyangkut bagaimana penyiaran
publik mau mengangkat isu-isu lokal dan program-program
lokal dan tokoh-tokoh lokal.
2. Dana publik, perlu diingat bahwa lembaga penyiaran publik
tidak hanya mengandalkan keuangan dari anggaran negara,
tetapi juga dari iuran dan donatur.
3. Akuntabilitas publik, karena dana utamanya dari publik,
maka terdapat kewajiban bagi penyiaran publik untuk
membuat akuntabilitas finansialnya.
4. Keterlibatan publik: artinya adanya keterlibatan menjadi
penonton atau menjadi kelompok yang rela membantu
menyumbangkan tenaga, pikiran, dan dana untuk
kelangsungan penyiaran publik.
5. Kepentingan publik, kepentingan publik lebih diutamakan
daripada kepentingan iklan. Mislanya ada suatu acara yang
sangat baik dan bermanfaat bagi publik, namun ratingnya
tendah, maka ia akan tetap diproduksi dan tetap
dipertahankan penayangannya
Lebih lanjut Riswan (2009:18) menyebutkan bahwa hakikat
penyiaran publik adalah diakuinya supervisi dan evaluasi publik
pada level yang signifikan. Bagi penyiaran publik, iklan bukanlah
41
sesuatu yang ―haram‖. Tergantung bagaimana publik ikut
menentukan berapa pembatasan penayangan iklan perjamnya, dan
iklan mana yang pas bagi penyiaran publik.
b. Lembaga Penyiaran Swasta Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) adalah lembaga penyiaran yang
bersiat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang
usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan
televisi. Warga negara asing dilarang menjadi pengurus LPS
kecuali untuk bidang keuangan dan bidang teknik.
LPS didirikan dengan modal awal yang seluruhnya dimiliki oleh
Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. LPS
dapat melakukan penambahan dan pengembangan dalam rangka
pemenuhan modal yang bersal dari modal asing, yang jumlahnya
tidak lebih 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh modal dan
minimun dimiliki oleh 2 (dua) pemegam saham. LPS wajib
memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki saham
perusahaan dan memberikan bagian laba perusahaan.
UU Penyiaran membatasi pemusatan kepemilikan dan penguasaan
LPS oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah
siaran maupun di beberapa wilayah siaran. UU Penyiaran membatsi
kepemilikan silang antara LPS yang menyelenggarakan jasa
penyiaran radio dan LPS yang menyelenggarakan jasa penyiaran
televisi, anatara LPS dan perusahaan media cetak, serta anatara
LPS dan LPS jasa penyiaran lainnya baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Sumber pembiayaan LPS diperoleh dari siaran iklan dan atau usaha
lain yang sah yng terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. LPS
jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing
hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu)
saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran.
c. Lembaga Penyiaran Komunitas
Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) merupakan lembaga
penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh
komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial,
dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta
untuk melayani kepentingan komunitasnya. LPK diselenggarakan
tidak untuk mencari laba atau keuntungan atau tidak merupakan
bagian perusahaan yang mencari keuntungan semata; dan untuk
mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai
kesejahteraan, dengan melaksanakan program acara yang meliputi
budaya, pendidikan, dan informasi yang menggambarkan identitas
bangsa. LPK merupakan komunitas nonpartisan yang keberadaan
42
organisasinya tidak mewakili organisasi atau lembaga asing serta
bukan komunitas internasional, tidak terkait dengan organisasi
terlarang, dan tidak untuk kepentingan propagandabagi kelompok
atau golongan tertentu.
LPK didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi komunitas
tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut. LPK dapat
memperoleh sumber pembiayaan dari sumbangan, hibah, sponsor,
dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Namun LPK
dilarang menerima bantuan dana awal mendirikan dan dana
opersional dari pihak asing. LPK dilarang pula melakukan siaran
iklan dan atau siaran komersial lainnya, kecuali iklan layanan
masyarakat.
LPK wajib membuat kode etik dan tata tertib untuk diketahui oleh
komunitas dan masyarakat lainnya. LPK wajib melakukan tindakan
sesuai dengan pedoman dan ketentuan yang berlaku jika terjadi
pengaduan dari komunitas atau masyarakat lain terhadap
pelanggaran kode etik dan atau tata tertib.
d. Lembaga Penyiaran Berlangganan
Lembaga Penyiaran Berlanggana (LPB) adalah lembaga penyiaran
berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib terlebih
dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan.
LPB memancarluaskan atau menyalurkan materi siarannya secara
khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi, multimedia, atau
media informasi lainnya. LPB dalam melakukan kegiatan
penyiarannya dapat melalui satelit, kabel, dan teristerial.
UU penyiaran mengharuskan ketentuan yang harus dipenuhi oleh
LPB melalui satelit yaitu:
1. LPB memiliki jangkauan siaran yang dapat diterima di
wilayah Negara Republik Indonesia;
2. LPB memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di
Indonesia;
3. LPB memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di
Indonesia;
4. LPB menggunakan satelit yang mempunyai landing right di
Indonesia;
5. LPB menjamin agar siarannya hanya diterima oleh
pelanggan.
LPB melalui kabel dan melalui terestrial harus memiliki jangkauan
siaran yang meliputi satu daerah layanan sesuai dengan izin yang
diberikan dan menjamin agar siarannya hanya diterima oleh
pelanggan.
UU Penyiaran memberikan ketentuan bahwa LPB dalam
menyelenggarakan siarannya diharuskan untuk:
43
1. Melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang
akan disiarkan dan/atau disalurkan;
2. Menyediakan paling sedikit 10% dari kapasitas kanal saluran
untuk menyalurkan program dari LPP dan LPS; dan
3. Menyediakan 1 (satu) kanal saluran produksi dalam negeri
berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi luar negeri paling
sedikit 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri.
Pembiayaan LPB bersal dari iuran berlangganan dan usaha lainnya
yang sah dan terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.
e. Lembaga Penyiaran Asing
UU Penyiaran melarang Lembaga Penyiaran Asing (LPA) untuk
didirikan di Indonesia. LPA dan kantor penyiaran asing yang akan
melakukan kegiatan jurnalistik di Indonesia, baik yang disiarkan
secara langsung maupun dalam rekaman harus memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut M. Ansar A. Akil (2009:11) bahwa ―agar lembaga penyiaran
dapat melaksanakan fungsi dan perannya bila memiliki kapasitas dan
kompetensi sesuai dengan standar profesi penyiaran. Oleh karena itu,
dibutuhkan peningkatan kompetensi dan penguatan manajemen
kelembagaan...‖
Lebih lanjut M. Ansar A. Akil (2009:12) menyatakan bahwa standarisasi
manajemen lembaga penyiaran mempunyai tujuan agar.
1. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan
Negara Republik Indonesia ;
2. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi nilai agama serta budaya
bangsa yang multikultural;
3. Lembaga penyiaran taat dan patuh terhadap peraturan perundangan
yang berlaku di Indonesia;
4. Lembaga penyiaran mempunyai standar kelayakan organisasi
sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku serta standar
kelayakan organisasi penyiaran;
5. Lembaga penyiaran mempunyai standar kelayakan manajemen
yang profesional, dan bertanggung jawab dalam menjalankan
fungsi lemabaga penyiaran sesuai dengan aturan perundangan yang
berlaku dan standar kelayakan profesi penyiaran;
6. Lembaga penyiaran mempunyai standar kelayakan sumber daya
manusia yang memiliki pengetahuan, keahlian, perilaku, dan nilai-
44
nilai profesioanal sesuai dengan standar kelayakan profesi
penyiaran;
7. Lembaga penyiaran mempunyai standar kelayakan teknis sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
8. Lembaga penyiaran mampu menjalankan fungsinya sebagai media
informasi, pendidikan, hiburang yang sehat, kontrol dan perekat
sosial. Dalam menjalankan fungsi tersebut, lembaga penyiaran juga
fungsi ekonomi dan kebudayaan sesuai dengan amanat Undang-
Undang Penyiaran.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa standarisasi
manajemen lembaga penyiaran memiliki peran starategis dalam
mewujudkan penyiaran yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan regulasi yang ada. Dengan demikian demi mewujudkan
penyiaran yang profesional sesuai dengan kebutuhan dan regulasi yang
ada, maka standarisasi manajemen lembaga penyiaran harus
dilaksanakan di setiap lembaga penyiaran yang ada di seluruh wilayah
Indonesia.
d. Pelaksanaan Siaran
Terkait dengan pelaksanaan penyelenggaran siaran yang dilakukan oleh
lembaga penyaiaran di Indonesia, UU Penyiaran telah mengaturnya. Adapun
yang menjadi objek pengaturan meliputi: isi siran, bahasa siaran, relai dan
siaran bersama, kegiatan jurnalistik, hak siar, ralat siaran, arsip siaran, siran
iklan dan sensor isi siaran.
1) Isi Siaran
Berdasrkan Pasal 36 UU Penyiaran lembaga penyiaran dalam
menyelenggarakan kegiatan penyiaran wajib untuk memenuhi
ketentuan isi siran sebagai berikut:
45
1. Isi siran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan,
dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak,
moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan
kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya
Indonesia.
2. Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan
oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran
Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% (enam puluh
per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.
3. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan
kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja dengan
menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga
penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan
klasiikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
4. Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh
mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
5. Isi siaran dilarang:
a. Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan, dan/atau
berbohong;
b. Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian,
penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau
c. Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar
golongan
6. Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan,
melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama,
martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan
internasional.
2) Bahasa siaran
Mengenai bahasa dalam acara siaran yang diselenggarakan oleh
lembaga penyiaran televisi, UU Penyiaran mengatur dalam Pasal
37, Pasal 38 dan Pasal 39 sebagai berikut:
Pasal 37 menyebutkan bahwa ―bahasa pengantar utama dalam
penyelenggaraan program siaran harus Bahasa Indonesia yang baik
dan benar.‖
46
Pasal 38 menyebutkan bahwa.
(1) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar
dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan,
apabila diperlukan untuk mendukung mata acara tertentu.
(2) Bahasa asing hanya dapat digunakan sebagai bahasa
pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara siaran.
Sementara Pasal 39 menyebutkan bahwa:
(1) Mata acara siaran berbahasa asing dapat disiarkan dalam
bahasa aslinya dan khusus untuk jasa penyiaran televisi harus
diberi teks Bahasa Indonesia atau secara selektif
disulihsuarakan ke dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan
keperluan mata acara tertentu.
(2) Sulih suara bahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia dibatasi
paling banyak 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah mata
acara berbahasa asing yang disiarkan.
(3) Bahasa isyarat dapat digunakan dalam mata acara tertentu
untuk khalayak tuna rungu.
3) Relai dan Siaran Bersama
Mengenai relai siaran yang diselenggarakan oleh lembaga
penyaiaran atas siaran lembaga penyiaran lain, baik lembaga
penyiaran dalam negeri maupun lembaga penyiaran luar negeri
disebutkan dalam Pasal 40 UU Penyiaran sebagai berikut:
(1) Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga
penyiaran lain, baik lembaga penyiaran dalam negeri maupun
dari lembaga penyiaran luar negeri.
(2) Relai siaran yang digunakan sebagai acara tetap, baik yang
bersal dari dalam negeri maupun luar negeri, dibatasi.
(3) Khusus untuk relai siaran acara tetap yang berasal dari
lembaga penyiaran luar negeri, durasi, jenis dan jumlah mata
acaranya dibatasi.
(4) Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga
penyiaran lain secara tetap atas mata acara tertentu yang
bersifat nasional, internasional, dan/atau mata acara pilihan.
Sementara mengenai siaran bersama antara lembaga penyiaran
disebutkan dalam Pasal 41 UU Penyiaran sebagai berikut bahwa
47
―antar lembaga penyiaran dapat melakukan siaran bersama
sepanjang siaran dimaksud tidak mengarah pada monopoli
informasi dan monopoli pembentukan opini.‖
4) Kegiatan Jurnalistik
Mengenai kegiatan Jurnalistik disebutkan pada Pasal 42 UU
Penyiaran yang berbunyi ―wartawan penyiaran dalam
melaksanakan kegiatan jurnalistik media elektronik tunduk pada
Kode Etik Jurnalistik dan peraturan perundang-undangan.‖
Menurut Riswan (2009:33) kode etik adalah sekumpulan aturan
atau patokan yang harus dihormati oleh pelaku profesi di bidang
penyiaran. Dalam konteks televisi, selain narasi atau kata-kata yang
diucapkan, gambar seringkali mempunyai arti dan pengaruh yang
cukup besar. Itulah sebabnya kode etik televisi juga mencakup
aturan-aturan mengenai gambar.
5) Hak Siar
Hak siar diatur dalam Pasal 43 UU Penyiaran sebagai berikut:
(1) Setiap mata acara yang disiarkan wajib memiliki hak siar
(2) Dalam menayangkan acara siaran, lembaga penyiaran wajib
mencantumkan hak siar.
(3) Kepemilikan hak siar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
harus disebutkan secara jelas dalam mata acara.
(4) Hak siar dari setiap mata acara siaran dilindungi berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6) Ralat Siaran
Mengenai Siaran Ralat yang dilakukan oleh lembaga penyiaran
televisi disebutkan pada Pasal 44 UU Penyiaran sebagai berikut:
48
(1) Lembaga penyiaran wajib melakukan ralat apabila siaran
dan/atau berita diketahui terdapat kekeliruan dan/atau
kesalahan, atau terjadi sanggahan atas isi siaran dan /atau
berita
(2) Ralat atau pembetulan dilakukan dalam jangka waktu kurang
dari 24(dua puluh empat) jam berikutnya, dan apabila tidak
memungkinkan untuk dilakukan, ralat dapat dilakukan pada
kesempatan pertama serta mendapatkan perlakuan utama.
(3) Ralat atau pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
tidak membebaskan tanggung jawab atau tuntutan hukum
yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.
7) Arsip Siaran
Mengenai arsip siaran disebutkan pada Pasal 45 UU Penyiaran
sebagaiberikut:
(1) Lembaga penyiaran wajib menyimpan bahan siaran, termasuk
rekaman audio, rekaman video, foto, dan dokumen, sekurang-
kurangnya untuk jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
disiarkan.
(2) Bahan siaran yang memiliki nilai sejarah, nilai informasi,
atau nilai penyiaran yang tinggi, wajib diserahkan kepada
lembaga yang ditunjuk untuk menjaga kelestariannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8) Siaran Iklan
Pengertian siaran iklan disebutkan pada Pasal 1 angka 5 UU
Penyiaran yang berbunyi bahwa ―siaran iklan adalah siaran
informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang
tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan
oleh khalayak dengan atau tampa imbalan kepada lembaga
penyiaran yang bersangkutan‖.
Siaran iklan diatur dalam Pasal 46 UU Penyiaran sebagai berikut:
(1) Siaran iklan terdiri atas iklan niaga dan iklan layanan
masyarakat.
49
(2) Siaran iklan wajib menaati asas, tujuan, fungsi dan arah
penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3,
Pasal 4, dan Pasal 5.
(3) Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a. Promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama,
ideologi, pribadi dan/atau kelompok , yang
menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat
agama lain, ideologi lain, pribadi atau kelompok lain;
b. Promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan zat
adiktif;
c. Promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
d. Hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan
masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau
e. Eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas)
tahun.
(4) Materi siaran iklan yang disiarakan melalui lembaga
penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan
oleh KPI.
(5) Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab
lembaga penyiaran.
(6) Siaran iklan niaga yang ditayangkan pada mata acara siaran
anak-anak wajibmengikuti standar siaran untuk anak-anak.
(7) Lembaga Penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran
iklan layanan masyarakat.
(8) Waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta
paling banyak 20% (dua puluh per seratus), sedangkan untuk
Lembaga Penyiaran Publik paling banyak 15% (lima belas
per seratus) dari seluruh waktu siaran.
(9) Waktu siaran iklan layanan masyarakat untuk Lembaga
Penyiaran Swasta paling sedikit 10% (sepuluh per seratus)
dari siaran iklan niaga, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran
Publik paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) dari siaran
iklannya.
(10) Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa
pun untuk kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran iklan.
(11) Materi siaran iklan wajib menggunakan sumber daya dalam
negeri.
Menurut Penjelasan UU Penyiaran bahwa yang dimaksud dengan
sumber daya dalam negeri adalah pemeran dan latar belakang
produk iklan, bersumber dari dalam negeri.
50
9) Sensor Isi Siaran
Mengenai sensor isi siaran diatur pada Pasal 47 UU Penyiaran yang
menyebutkan sebagai berikut: ―Isi siaran dalam bentuk film
dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga
yang berwenang.
e. Program Pemilihan Kepala Daerah
Televisi sebagai lembaga penyiaran, oleh regulasi diwajibkan
menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan pemilihan umum dan/atau
pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Dalam melakukan siaran yang
berkaitan dengan Pilkada, televisi tidak boleh berpihak kepada salah satu
pasangan calon. Hal itu penting, agar semua pihak memiliki akses yang sama
terhadap lembaga penyiaran serta lembaga penyiaran dapat dimanfaatkan
secara adil, proporsional dan profesional.
Pengaturan mengenai penyiaran pemilihan kepala daerah setidaknya
dapat dilihat dalam P3 Pasal 1 angka 26 dan SPS Pasal 1 angka 29 yang
berbunyi bahwa:
Program Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah adalah
program siaran yang mengandung kampanye, sosialisasi, dan
pemberitaan tentang pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Pusat
dan Daerah, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan
Umum Kepala Daerah.
Dari bunyi pasal tersebut di atas diketahui bahwa dalam program Pilkada
ada tiga jenis yaitu: kampanye pemilihan kepala daerah, sosialisasi pemilihan
kepala daerah dan pemberitaan pemilihan kepala daerah.
51
Menurut Gun Gun Heryanto (2018:89) bahwa kampanye merupakan
aktivitas persuasif yang diselenggarakan dalam suatu periode waktu tertentu.
Pfau dan Parrot (Gun Gun Heryanto, 2018:89) memiliki rumusan tentang
kampanye sebagai berikut:
A campaign over conscious, sustained and incremental process designed
to be implemented over a specified of time for the purpose of influencing
aspecified audience (Kampanye adalah suatu proses yang dirancang
secara sadar, bertahap, dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang
waktu tertentu dengan tujuan memengaruhi khalayak sasaran yang telah
ditetapkan).
Lebih lanjut Gun Gun Heryanto (2018:92) menyebutkan bahwa tujuan
kampanye secara umum adalah sebagai berikut:
1. Untuk menciptakan perubahan pada tataran pengetahuan kognitif.
Pada tahap ini, pengaruh yang diharapkan adalah munculnya
kesadaran, berubahnya keyakinan, atau meningkatnya pengetahuan
khalayak terhadap isu tertentu.
2. Kampanye diarahkan pada perubahan sikap. Sasaran utamanya
adalah untuk memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian atau
keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye.
3. Pada tahap terakhir, kegiatan kampanye ditujukan untuk mengubah
perilaku khalayak secara konkrit dan teratur. Tahap ini
menghendaki adanya tindakan tertentu yang dilakukan oleh sasaran
komunikasi kampanye.
Dalam Pasal 1 angka 21 UU Pilkada disebutkan bahwa kampanye
pemilihan yang selanjutnya disebut kampanye adalah kegiatan untuk
meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program calon
Gubernur dan calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,
serta Calon Walikota dan Calon Wakil Wakikota.
Menurut Gun Gun Heryanto (2018:103) bahwa dalam praktek kerap kali
kampanye itu bisa dikategorikan menjadi dua tipologi. Pertama, kampanye
positif (positive campaign) yang berisi kelebihan, kekuatan, dan nilai plus dari
52
para calon.... kedua, kampanye menyerang (atticking campaign) pihak lain.
Jika dipilah lagi kampanye menyerang ini ada dua jenis, yaitu kampanye
negatif (negative campaign) dan kampanye hitam (black campaign).
Kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilihan kepala daerah dapat
dilaksanakan melalui media massa cetak dan media massa elektronik. berupa
iklan yang ditayangkan di televisi yang disebut sebagai iklan kampanye
sebagaiaman disebutkan UU Pilkada Pasal 65 ayat (1) huruf f.
f. Regulasi Program Pemilihan Kepala Daerah
Regulasi yang mengatur tentang program Pilkada yang ditayangkan di
lembaga penyiaran adalah UU Penyiaran serta Peraturan Komisi Penyiaran
Indonesia Nomor 01/P/03/2012 Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/03/2012 Tentang Standar
Program siaran (SPS) yang biasa disingkat menjadi P3SPS.
Pedoman Perilaku Penyiaran adalah ketentuan-ketentuan bagi lembaga
penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiran Indonesia sebagai panduan
tentang batasan perilaku penyelenggaraan penyiaran dan pengawasan
penyiaran nasional.
Pada Pasal 5 P3 disebutkan bahwa: Pedoman Perilaku Penyiaran adalah
dasar bagi penyusunan Standar Program Siaran yang berkaitan dengan:
a. Nilai nilai kesukuan, agama, ras, dan antargolongan;
b. Nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan;
c. Etika profesi;
d. Kepentingan publik;
e. Layanan publik;
f. Hak privasi;
g. Perlindungan kepada anak;
h. Perlindungan kepada orang dan kelompok asyarakat tertentu;
53
i. Muatan seksual;
j. Muatan kekerasan;
k. Muatan program siaran yang terkait rokok, NAPZA (narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif) dan minuman beralkohol;
l. Muatan program siaran terkait perjudian;
m. Muatan mistik dan supranatural;
n. Penggolongan program siaran;
o. Prinsip-prinsip jurnalistik;
p. Narasumber dan sumber informasi;
q. Bahasa, bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan;
r. Sensor;
s. Lembaga penyiaran berlangganan;
t. Siaran iklan;
u. Siaran asing;
v. Siaran lokal dan sistem stasiuan jaringan;
w. Siaran langsung;
x. Muatan penggalangan dana danm bantuan;
y. Muatan program kuis, undian berhadiah, dan permainan lain;
z. Siaran pemilihan umum dan pemilihan umum kepala daerah; dan
aa. Sanksi dan tata cara pemberian sanksi
Sementara standar program siaran adalah strandar isi siaran yang berisi
tentang batasan-batasan, pelanggaran, kewajiban dan pengaturan penyiaran,
serta sanksi berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran yang ditetapkan oleh
KPI.
Menurut KPI (Judhariksawan, 2013:97) bahwa pedoman Perilaku
penyiaran bertujuan agar lembaga penyiaran:
1. Menjunjung tinggi dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Meningkatkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan segenap
peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia;
3. Menghormati dan menjungjung tinggi norma dan nilai-nilai agama
dan budaya bangsa yang multikultural;
4. Menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsi demokrasi
5. Menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia;
6. Menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak dan kepentingan
publik;
7. Menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak anak, remaja, dan
perempuan;
54
8. Menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak kelompok
masyarakkat minoritas dan marjinal; dan
9. Mennjunjung tinggi prinsi-prinsip junalistik.
Berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/03/2012
Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Pasal 1 angka 26 dan Peraturan
Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/03/2012 Tentang Standar Program
siaran (SPS) Pasal 1 angka 29 disebutkan bahwa:
Program Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah adalah
program siaran yang mengandung kampanye, sosialisasi, dan
pemberitaan tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Pusat
dan Daerah, Pemilihan Umum Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala
Daerah.
Bedasarkan bunyi pasal P3SPS di atas, maka dapat dikatakan bahwa
penyiaran program Pilkada adalah program siaran yang mengandung
kampanye, sosialisasi dan pemberitaan terkait pemilihan kepala daerah. Hal itu
dilakukan agar para calon kepala daerah mengenalkan diri, program visi dan
misi mereka kepada masyarakat. Sehingga masyarakat dapat menjatuhkan
pilihan politik kepada calon kepala daerah yang menurut mereka mampu dan
layak menjadi pemimpin daerah.
Selanjutanya dalam P3 hal yang berkaitan dengan siaran Pilkada
disebutkan dalam Pasal 50 sebagai berikut:
(1) Lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi
peliputan pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala
daerah;
(2) Lembaga penyiaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap
para peserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala
daerah
(3) Lembaga penyiaran tidak boleh bersikap partisan terhadap salah
satu peserta pemilihan umum dan /atau pemilihan umum kepala
daerah;
55
(4) Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan program siaran yang
didanai atau disponsori oleh peserta pemilihan umum dan/atau
pemilihan umum kepala daerah.
(5) Lembaga penyiaran wajib tunduk pada Peraturan Perundang-
Undangan serta Peraturan dan Kebijakan Teknis tentang Pemilihan
Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah yang ditetapkan
oleh lembaga yang berwenang.
Sementara dalam SPS hal yang berkaitan dengan Pilkada disebutkan
dalam Pasal 71 yang berbunyi:
(1) Program siaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi
peliputan Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala
Daerah.
(2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para
peserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala daerah.
(3) Proram siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilihan
Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah
(4) Program siaran dilarang dibiayai atau disponsori oleh peserta
pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala daerah, kecuali
dalam bentuk iklan.
(5) Program siaran wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan
serta peraturan dan kebijakan teknis tentang pemilihan umum
dan/atau pemilihan umum kepala daerah yang ditetapkan oleh
lembaga yang berwenang.
(6) Program siaran iklan kampanye tunduk pada peraturan perundang-
undangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye
yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu program
siaran yang terkait dengan program Pilkada adalah kampanye. Kampanye dapat
berbentuk iklan yang biasa disebut iklan kampanye. Pengaturan mengenai iklan
kampanye menurut Pasal 71 SPS program siaran iklan kampanye tunduk pada
peraturan perundang-unangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang
kampanye yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
Selain itu, untuk mengingatkan keharusan bagi lembaga penyiaran masa
Pilkada 2018 mematuhi regulasi yang ada, KPI mengeluarkan Surat Edaran
56
tentang Penyiaran Masa Pilkada 2018. Surat edaran yang dikeluarkan tanggal
12 Februari 2018 tersebut ditujukan kepada seluruh Direktur Utama Lembaga
Penyiaran dan ditembuskan kepada seluruh KPI Daerah yang ada di Indonesia.
Dalam Surat Edaran tersebut, KPI menyampaikan bahwa:
Sehubungan dengan dimulainya masa pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil
Walikota 2018, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat perlu
menyampaikan beberapa hal terkait penyiaran kepada seluruh lembaga
penyiaran televisi dan radio demi mendukung dan melancarkan
penyelenggaraan Pilkada 2018.
Dalam Surat Edaran tersebut KPI menekankan bahwa lembaga penyiaran
yang melakukan kegiatan penyiaran pada masa Pilkada 2018 wajib mematuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1. Masa Kampanye
1.1. Lembaga Penyiaran wajib mengedepankan prinsip
keberimbangan dan proporsionalitas dalam penyiaran
pemilihan 2018 dalam bentuk:
- Penayangan Peserta Pemilihan 2018 sebagai
narasumber maupun materi pemberitaan
- Kehadiran Peserta Pemilihan 2018 sebagai bagian
dalam program siaran.
1.2. Lembaga Penyiaran dilarang menayankan Peserta Pemilihan
2018 sebagai pemeran sandiwara seperti sinetron, drama,
film, dan/atau bentuk lainnya.
1.3. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan Peserta Pemilihan
2018 sebagai pembawa progrm siaran.
1.4. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan iklan kampanye
selain yang dibiayai oleh Penyelenggara Pilkada.
1.5. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan Peserta Pemilihan
2018 sebagai pemeran iklan selain yang dibiayai oleh
Penyelenggara Pilkada.
1.6. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan ―ucapan selamat‖
oleh Peserta Pemilihan 2018
2. Masa Tenang
2.1. Lembaga Penyiaran dilarang menyiarkan seluruh ketentuan
yang diatur pada poin 1.
2.2. Lembaga Penyiaran dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak
Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon
57
dan/atau Tim Kampanye yang menguntungkan atau
merugikan Pasangan Calon.
2.3. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan kembali debat
terbuka
2.4. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan kembali liputan
kegitan kampanye.
2.5. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan jajak pendapat
tentang Pasangan Calon Peserta Pemilihan 2018.
3. Hari Pemilihan
3.1. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan jajak pendapat
tentang Pasangan Calon Peserta Pemilihan 2018.
3.2. Penayangan hasil hitung cepat dapat dilaksanakan setelah
Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditutup pada pukul 13.00
waktu setempat.
Menindaklanjuti surat edaran KPI Pusat di atas yang ditembuskan kepada
seluruh KPID di Indonesia, KPID Sulawesi Selatan mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Terkait Perlidungan Kepentingan Publik Terhadap Pengawasan Pemberitaan,
Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2018
yang ditujukan kepada seluruh Pimpinan Lembaga Penyiaran se-Sulawesi
Selatan.
Dalam Pasal 2 Surat Edaran KPID Sulawesi Selatan tersebut disebutkan
bahwa Keputusan ini bertujuan untuk memberikan petunjuk pelaksanaan
terkait perlindungan kepentingan publik, siaran jurnalistik, iklan dan siaran
Pemilihan Umum Kepala Daerah yang digunakan oleh Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Selatan dalam menerapkan Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran.
Adapun yang diatur dalam Surat Keputusan KPID Sulawesi Selatan
tersebut yang menyangkut progrma siaran adalah:
58
a. Perlindungan Kepentingan Publik
b. Netralitas isi program siaran jurnalistik
c. Siaran iklan dan siaran iklan kampanye
d. Siaran Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah
g. Urgensi Pengawasan Siaran Pemilihan Kepala Daerah
Untuk memastikan siaran Pemilihan Kepala Daerah yang dilakukan oleh
lembaga penyiaran berjalan sesuai dengan aturan yang ada, maka harus
dilakukan pengawasan. Pengawasan tersebut bertujuan untuk memastikan
semua pihak memiliki akses yang sama terhadap lembaga penyiaran, sekaligus
agar lembaga penyiaran dimanfaatkan secara adil, proporsonal, dan profesional
oleh semua yang bertarung dalam pemilihan kepala daerah sehingga paling
tidak akan meminimalisir kemungkinan terjadinya gesekan dan kegaduhan
politik yang bisa mencederai proses demokrasi.
Menurut Aswar Hasan dkk (2010:42) bahwa:
Secara garis besar dapat dijelaskan bahwa yang menjadi fokus
pengawasan siaran kampanye Pemilu/Pemilukada meliputi aspek
legalitas lembaga penyiran, conten siaran termasuk pemanfaatan anak-
anak dalam iklan kampanye, durasi dan frekuensi iklan, presentase siaran
iklan, serta waktu dan jam siaran karena terkait dengan larangan
menyiarkan iklan kampanye pada jam tayang anak. Di samping itu, juga
soal pelaksanaan jajak pendapat (pooling), penghitungan cepat (quit
count), ketaatan pada prinsip-prinsip jurnalistik, serta larangan
melakukan blocking program/segmen.
Mengingat salah satu sumber penghasilan media atau televisi dari iklan,
dan pasangan calon ingin lebih dikenal lewat media, ini bisa menjadi celah
media untuk tidak netral dalam kontestasi politik dan terseret dalam
kepentingan politik pencitaan calon tertentu. Menurut Henry Subiakto dan
59
Rachmah Ida (2015:194) kepentingan politik para bakal calon walikota, bupati
atau gubernur terhadap media mungkin tampaknya melulu untuk kepentingan
popularitas, karena semakin populer seseorang yang sering dilansir oleh media,
semakin punya kans besar untuk terpilih.
Lebih lanjut Menurut Henry Subiakto dan Rachmah Ida (2015:195)
menyatakan bahwa bagi perusahaan media, selama itu membayar dan cash
flow yang jelas, isi maupun arah informasi bisa di-create atau diciptakan untuk
kepentingan pihak yang bermain dalam politik.
Mengutip pendapat Henry Subiakto dan Rachmah Ida (2015:196) yang
menyatakan bahwa ... kekhawatiran media tidak objektif atau pernyataan media
harus objektif sebaiknya tidak dilihat dalam konteks jika media berpihak atau
tidak objektif, maka media akan merusak sistem demokrasi dan pembodohan
politik terhadap rakyat; melainkan ketidakobjektifan media atau keberpihakan
media sebaiknya juga dilihat sebagai bentuk upaya media untuk meneguhkan
konsentrasi kapital monopolinya, sekaligus upaya istitusi media memperbesar
profitnya dengan menggunakan situasi politik yang krusial untuk kepentingan
sepihak.
Jadi dalam pandangan penulis, alasan mengapa televisi perlu diawasi
dalam pemilihan kepala daerah agar televisi bisa berlaku adil, proporsional,
tidak berpihak sehingga informasi yang diterima oleh publik tidak salah. Selain
itu, untuk memastikan bahwa izin penggunaan frekuensi yang merupakan
sumber daya alam terbatas digunakan sebesar-sebarnya untuk kepentingan
publik sebagai pemegang kedaulatan, dan pengawasan tersebut sebagai sarana
60
untuk dapat memberikan penghargaan bagi lembaga penyiaran yang berjasa
dalam upaya memberikan informasi yang sehat kepada publik, serta
memberikan sanksi bagi lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran
sesuai dengan aturan yang berlaku.
h. Sanksi dan Cara Penegakannya
Sanksi yang dapat diberikan kepada lembaga penyiaran yang melakukan
pelanggaran sebagaimana yang diatur dalam UU Penyiaran ada dua yaitu
sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi administratif yang dimkasud di
atas dapat berupa: teguran tertulis, penghentian sementara mata acara yang
bermasalah setelah melalui tahap tertentu, pembatasan durasi dan waktu siaran,
denda administratif, pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu, tidak
diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran, pencabutan izin
penyelenggaraan penyiaran
Sementara dalam Peraturan KPI tentang Standar Program Siaran (SPS)
disebutkan pasal dan jenis sanksi administratif yang dikenakan. Adapun jenis
pelanggaran dan sanksi administratifnya sebagai berikut:
1) Sanksi Administratif
a) Teguran tertulis
Jenis sanksi teguran tertulis dikenakan pada program siaran yang
melanggar cukup banyak. Berdasarkan Pasal 79 SPS ada 60 (enam
puluh) pasal, tapi khusus pelanggaran yang terkait program pemilihan
kepala daerah hanya ada 1 (satu) pasal, yaitu Pasal 71
61
(1) Program siaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi
peliputan Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala
Daerah.
(2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para
peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala
Daerah.
(3) Program siaran dilarang memihak salah satu peserta pemilihan
Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah.
(4) Program siaran dilarang dibiayai atau disponsori oleh peserta
Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah,
kecuali dalam bentuk iklan.
(5) Program siaran wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan,
serta peraturan dan kebijakan teknis terkait Pemilihan Umum
dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah yang ditetapkan oleh
lembaga yang berwenang.
(6) Program siaran iklan kampanye tunduk pada peraturan perundang-
undangan, serta peraturan kebijakan teknis tentang kampanye yang
ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
Jangka waktu pengenaan sanksi administratif berupa teguran
tertulis pertama dan kedua atas pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga
penyiaran paling sedikit selama 7 (tujuh) harin kalender.
Dalam hal lembaga penyiaran tidak memperhatikan teguran
pertama dan kedua, KPI akan memberikan sanksi administratif lain
sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 75 ayat (2).
Cara pemberian sanksi administratif berupa teguran tertulis
disebutkan dalam Pasal 85 ayat (1) SPS yang berbunyi ―penjatuhan
sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama dan kedua dapat
dilakukan oleh KPI tampa melalui tahapan klarifikasi dari lembaga
penyiaran‖
Jadi dapat dipahami bahwa apabila lembaga penyiaran dalam
menyajikan program siaran yang dianggap melanggar oleh KPI/KPID,
maka KPI/KPID bisa langsung melayangkan surat teguran kepada
62
lembaga penyiran yang bersangkutan tampa harus mendapatkan
klarifikasi dari lembaga yang bersangkutran.
b) Penghentian sementara
Adapun program siaran yang melanggar dan dikenakan sanksi
administratif berupa penghentian sementara mata acara yang bermasalah
setelah melalui tahap tertentu ada 12 (dua belas) dan tidak ada yang
menyebutkan terkait dengan siaran pemilihan kepala daerah.
Berdasarkan Pasal 80 ayat (2) disebutkan bahwa selama waktu
pelaksanaan sanksi administratif penghentian sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di atas berlangsung, lembaga penyiaran dilarang
menyajikan program siaran dengan format sejenis pada waktu siar yang
sama atau waktu lain.
Tata cara pemberian sanksi administratif penghentian sementara
program siaran diatur dalam Pasal SPS berikut:
1) Pasal 85
(2) Penjatuhan sanksi administratif di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dilakukan
melalui tahapan klarifikasi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. KPI menyampaikan surat undangan pemeriksaan
pelanggaran kepada lembaga penyiaran yang diduga
melakukan pelanggaran setelah ditetapkan dalam rapat
pleno KPI;
b. Setiap lembaga penyiaran yang diminta melakukan
klarifikasi wajib memenuhi undanga KPI dan diwakili
oleh redaksi dan/atau pejabat pengambil keputusan
yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap
program siaran yang melanggar;
c. Dalam hal lembaga penyiaran tidak memenuhi
undangan dari KPI dan/atau hanya memberikan
klarifikasi secara tertulis, maka lembaga penyiaran
yang bersangkutan dianggap telah menggunakan
63
haknya untuk menyampaikan klarifikasi terhadap
pelanggaran yang dilakukan;
d. Sidang pemeriksaan pelanggaran dipimpin oleh Ketua,
Wakil Ketua atau Anggota KPI yang ditunjuk untuk
memimpin sidang pemeriksaan;
e. Sidang pemeriksaan pelanggaran dihadiri sekurang-
kurangnya 2 (dua) orang Anggota KPI dan dituangkan
dalam berita acara Pemeriksaan yang ditandatangani
oleh perwakilan lembaga penyiaran dan Anggota KPI
yang hadir;
f. Sidang pemeriksaan pelanggaran dilakukan secara
tertutup, didokumentasikan secara administratif, dan
tidak diumumkan kepada publik;
g. Dokumen pemeriksaan, bukti rekaman pelanggaran,
dokumen temuan pemantauan, dan berita acara
pemeriksaan menjadi bahan bukti dalam penjatuhan
sanksi; dan
h. Hasil pemeriksaan pelanggaran selanjutnya dilaporkan
ke rapat pleno KPI yang akan memutuskan dan/atau
menetapkan jenis sanksi administratif yang dijatuhkan
atas pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga
penyiaran.
2) Pasal 86
(1) Penjatuhan setiap jenis sanksi administratif wajib dilakukan
oleh KPI dalam rapat pleno.
(2) Rapat pleno penjatuhan sanksiadministratif dilakukan oleh
KPI selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah proses
pemeriksaan pelanggaran.
(3) Penetapan jenis sanksi administrarif sebagaimana yang
dimaksud pada Pasal 85 ayat (2) dilakukan dengan
mempertimbangkan hasil klarifikasi yang didukung dengan
bukti-bukti yang meliputi: bukti aduan, bukti rekaman,
dan/atau bukti hasil analisis.
(4) Keputusan rapat pleno penjatuhan sanksi administratif
sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 85 ayat (2)
dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh
Anggota KPI yang menghadiri rapat pleno.
3) Pasal 89
(1) Keputusan penjatuhan sanksi administratif dibuat dalam surat
keputusan KPI
(2) Surat keputusan KPI mengenai sanksi administratif
sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 85 ayat (2) diberikan
dalam sidang khusus KPI dengan agenda penyampaian
penjatuhan sanksi admnistratif.
(3) Sidang khusus KPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di
atas wajib dihadiri oleh lembaga penyiaran yang diwakili
64
oleh direksi dan/atau pejabat pengambil keputusan yang
berwenang dan bertanggung jawab terhadap rogram siaran
yang melanggar.
(4) Proses sidang khusus penyampaian keputusan dituangkan
dalam berita acara yang ditandatangani oleh pihak lembaga
penyiaran dan Anggota KPI yang hadir.
4) Pasal 90
(1) Lenmbaga penyiaran berhak mengajukan keberatan atas surat
keputusan KPI mengenai sanksi administratif.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas
disampaikan kepada KPI secara tertulis paling lambat 3 (tiga)
hari kerja terhitung sejak tanggal surat keputusan mengenai
sanksi administratif KPI diterima.
(3) KPI wajib mempelajari kebertan yang disampaikan oleh
lembaga penyiaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(1).
(4) Tanggapan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) di atas
diputuskan melalui rapat pleno yang dilengkapi dengan berita
acara rapat.
(5) KPI wajib menyampaikan tanggapan atas keberatan lembaga
penyiaran secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas
dilaksanakan.
(6) Isi tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) di atas
dapat berupa diterima atau ditolak keberatan.
(7) Bila rapat pleno memutuskan keberatan diterima, KPI
mengubah dan/atau memperbaiki surat keputusan KPI
mengenai sanksi administratif.
(8) Jika lembaga penyiaran mengajukan keberatan atas sanksi
administratif, maka pelaksanaan surat keputusan KPI
mengenai sanksi administratif dapat dilaksanakan setelah KPI
menyampaikan keputusan berupa tanggapan atas keberatan
yang diajukan oleh lembaga penyiaran.
(9) Hak mengajukan keberatan atas surat keputusan KPI
mengenai sanksi administrasi hanya dapat dilakukan 1 (satu)
kali.
5) Pasal 91
(1) KPI wajib membuat dokumen rekapitulasi penjatuhan sanksi
administratif setiap lembaga penyiaran.
(2) KPI wajib mengumumkan kepada publik setiap sanksi
administratif yang dijatuhakan kepada lembaga penyiaran.
(3) KPI dapat menyampaikan dokumen rekapitulasi sanksi
administratif yang telah diberikan kepada lembaga penyiaran
kepada publik dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.
65
(4) Dokumen rekapitulasi sanksi administratif menjadi dasar
pertimbangan bagi KPI dalam memproses perpanjangan izin
penyelenggaraan penyiaran.
c) Pembatasan durasi dan waktu siaran
Pemberian sankasi administratif berupa pembatasan durasi dan
waktu siar pada lembaga penyiran yang program acaranya melakukan
pelanggaran disebutkan pada Pasa 80 ayat (3) SPS yang menyebutkan
bahwa:
Dalam hal lembaga penyiaran tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud ayat (1), setelah diberikan peringatan
tertulis, maka program siaran yang mendapat sanksi administratif
penghentian sementara tersebut dikenakan sanksi administratif lain
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 75 ayat (2).
Dari bunyi pasal tersebut di atas diketahui bahwa sanksi
administratif pembatasan durasi dan waktu siaran diberikan kepada
lembaga penyiaran yang tidak melaksanakan ketetapan KPI/KPID berupa
lembaga penyiaran dilarang menyajikan program siaran dengna format
jenis pada waktu siar yang sama atau waktu lain. Apabila lembaga
penyiran tetap menyajikan program siaran dengna format jenis pada
waktu siar yang sama atau waktu lain yang telah mendapatkan sanksi
administratif penghentian sementara program siaran maka oleh
KPI/KPID memberikan sanksi administratif pembatasan durasi dan
waktu siaran kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.
Jadi sanksi administratif pembatasan durasi dan waktu siaran
merupakan sanksi lanjutan dari sanksi administrasi sebelumnya yang
berupa penghentian sementara mata acara yang bermasalah. Apabila
66
sanksi sebelumnya itu tidak dilaksanakan oleh lembaga penyiaran yang
melakukan pelanggaran tersebut.
d) Sanksi denda administratif
Sanksi denda administratif yang dia atur dalam PSP ada 3 (tiga)
Pasal yakni Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83. Adapun pelanggaran dan
besaran sanksi denda administratif adalah sebagai berikut:
a. Pasal 81
program siaran iklan niaga yang melebihi 20% (dua puluh per
seratus) dari seluruh waktu siaran per hari sebagaimana dimaksud
pada Pasal 58 ayat (2), setelah mendapat teguran tertulis sebanyak
2 (dua) kali, dikenai sanksi administratif berupa denda administratif
untuk jasa penyiaran radio paling banyak Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah) dan untuk jasa penyiaran televisi paling
banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
b. Pasal 82
Program siaran iklan rokok yang disiarkan di luar pukul 21.30 –
05.00 waktu setemapat sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 ayat
(1), setelah mendapat teguran tertulis sebanyak 2 (dua) kali, dikenai
sanksi administratif berupa denda administratif untuk jasa
penyiaran radio paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) dan untuk jasa penyiaran televisi paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
c. Pasal 83
Lembaga penyiaran swasta yang tidak menyediakan waktu siaran
untuk program siaran iklan layanan masyarakat paling sedikit 10%
(sepuluh per seratus) dari seluruh waktu siaran iklan niaga per hari
sebagaimana dimaksud pada Pasal 60 ayat (1), setelah
mendapatkan teguran tertulis sebanyak 2 (dua) kali, dikenai sanksi
administratif berupa denda administratif untuk jasa penyiaran radio
paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan untuk
jasa penyiaran televisi paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah).
Dari 3 (tiga) pasal tersebut di atas tidak ada yang menyebutkan
secara eksplisit mengenai pelanggaran program siaran Pilkada. Adapun
cara pemberian sanksi denda administratif adalah disebutkan dalam
Pasal 87 SPS sebagai berikut:
67
(1) Sanksi denda administratif di luar ketentuan sebagaimana diatur
pada Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83 dapat dijatuhkan berdasarkan
sanksi denda administratif yang diatur dalam Undang-Undang
Penyiaran, Peraturan Pemerintah, serta Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran.
(2) Pembayaran denda administratif dilakukan oleh lembaga penyiaran
paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak surat keputusan
penjatuhan sanksi denda administratif diterima.
(3) Pembayaran denda administratif oleh lembaga penyiaran dilakukan
pada kantor kas negara sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(4) Dalam pelaksanaan sanksi denda administratif yang dibayarkan
kepada kas negara, KPI melakukan koordinasi dengan Kementerian
Keuangan RI untuk memperoleh laporan pembayaran pelaksanaan
sanksi denda administratif.
(5) Lembaga penyiaran wajib menyampaikan salinan tanda bukti
pembayaran denda administratif kepda KPI dan KPI wajib
mencatat serta membuat laporan keunagan tentang pembayaran
denda administratif secara berkala sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
e) Sanksi pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu
Sanksi pembekuan kegiatan siaran untuk sementara waktu bagi
lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran disebutkan pada Pasal
84 SPS yang berbunyi:
Dalam hal lembaga penyiaran swasta tidak melaksanakan denda
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, Pasal 82, dan
Pasal 83 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender setelah
denda administratif dijatuhkan, maka sanksi ditingkatkan menjadi
pembekuan kegiatan siaran sampai dipenuhinya kewajiban
membayar denda administratif
Dari bunyi pasal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa sanksi
pembekuan kegiatan siaran untuk sementara waktu bagi lembaga
penyiaran yang melakukan pelanggaran diberikan apabila denda
administratif yang harusnya dibayar oleh lembaga penyiaran yang
68
melakukan pelanggaran tidak membayar denda administratif tersebut
dalam jangka 30 hari kalender setelah denda dijatuhkan.
Adapun cara pemberian sanksi pembekuan kegiatan siaran untuk
sementara waktu bagi lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran
disebutkan dalam Pasal 88 SPS sebagai berikut:
(1) Sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk waktu
tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin penyelenggaraan
penyiaran hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan
pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan disebabkan
terjadinya pelanggaran oleh lembaga penyiaran dilakukan oleh KPI
berdasarkan keputusan rapat pleno dan dilengkapi dengan berita
acara rapat.
(3) Dasar penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan untuk
penetapan sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk
waktu tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin
penyelenggaraan penyiaran dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-uandangan yang berlaku.
f) Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran
Mengenai pelanggaran yang dapat diberikan sanksi administratif
tidak diberikan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran, tidak ada
yang disebutkan secara eksplisit dalam regulasi penyiaran. Tapi paling
tidak hal yang berkaitan dengan sanksi administratif ini, disinggung
dalam Pasal 91 SPS yang menyebutkan bahwa:
(1) KPI wajib membuat dokumen rekapitulasi penjatuhan sanksi
administratif setiap lembaga penyiaran.
(2) KPI wajib mengumumkan kepada publik setiap sanksi administratif
yang dijatuhakan kepada lembaga penyiaran.
(3) KPI dapat menyampaikan dokumen rekapitulasi sanksi
administratif yang telah diberikan kepada lembaga penyiaran
kepada publik dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.
(4) Dokumen rekapitulasi sanksi administratif menjadi dasar
pertimbangan bagi KPI dalam memproses perpanjangan izin
penyelenggaraan penyiaran.
69
Dari bunyi pasal tersebut di atas, setidaknya dapat diketahui bahwa
pemberian sanksi administratif berupa tidak diberikan perpanjangan izin
penyelenggaraan penyiaran bagi lembaga penyiaran yang ingin
melakukan perpanjangan izin, maka dokumen rekapitulasi penjatuhan
sanksi administratif bagi lembaga penyiran yang bersangkutan, menjadi
dasar bagi KPI/KPID dalam memproses perpanjangan izin lembaga
penyiaran.
Artinya bahwa KPI/KPID bisa saja tidak memberikan rekomendasi
perpanjangan izin penyelenggaran penyiaran kepada lembaga penyiran
yang telah banyak melakukan pelanggaran.
g) Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran
Pencabutan izin penyelenggaran penyiaran (IPP) merupakan sanksi
administratif yang paling berat. Sanksi administrati pencabutan IPP
disebutkan dalam Pasal 88 SPS sebagai berikut:
(1) Sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk waktu
tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin penyelenggaraan
penyiaran hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan
pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan disebabkan
terjadinya pelanggaran oleh lembaga penyiaran dilakukan oleh KPI
berdasarkan keputusan rapat pleno dan dilengkapi dengan berita
acara rapat.
(3) Dasar penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan untuk
penetapan sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk
waktu tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin
penyelenggaraan penyiaran dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-uandangan yang berlaku.
Meskipun sanksi administratif telah diatur dalam UU Penyiran, dan
P3SP tapi tampaknya sanksi tersebut belum berjalan secara optimal
70
sehingga tidak meberikan efek jera bagi lembaga penyiaran yang
melakukan pelanggaran. Ini menunjukkan adanya persolan. Menurut
Juhdariksawan (2013:144-146) bahwa:
Persoalan yang kemudian lahir dari penerapan sanksi administratif
ini anatara lain berkisar pada faktor kewenangan. Jika selama ini
Komisi Penyiaran Indonesia hanya bertindak sebagai regulator,
maka kewenangan eksekutor yang seharusnya juga melekat
padanya tidak berlaku efektif secara keseluruhan. Sebagai contoh,
teguran-teguran tertulis yang telah diajukan oleh KPI tidak menjadi
―alat jera‖ karena berbagai bentuk pelanggaran yang menjadi dasar
teguran tersebut tetap saja dilakukan. Jika suatu acara diberikan
sanksi administratif, hal itu tidak menghentikan penyelenggaraan
penyiaran untuk tidak berbuat hal yang sama pada mata acara
lainnya. Sehingga KPI seharusnya tidak menerapkan sanksi
administratif tersebut dalam konteks per mata acara siaran yang
melanggar, akan tetapi terhadap pelaku penyelenggara penyiaran,
dalam hal ini yang bertanggung jawab secara keseluruhan atas isi
siaran dan penyelenggaraan penyiaran.
Kelemahan sifat eksekutorial KPI juga diperlemah oleh rezim
perizinan yang harus berbagi dengan pemerintah. Hal ini
mengakibatkan lembaga penyiaran tidak merasa terlalu terikat pada
kewenangan KPI karena masih tereduksi oleh peran pemerintah
yang mengeluarkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan Izin
Stasiun Radio. Sehingga wajar jika sampai saat ini ancaman sanksi
administratif berupa pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran
masih bersifat keniscayaan.
Persoalan lainnya adalah baik KPI maupun pemerintah, sama-sama
tidak pernah mengatur secara jelas batasan-batasan tentang kapan
dan bagimana bentuk sanksi administratif dijatuhkan.Terdapat
kesan kuat adanya kekhawatiran atau keengganan memberikan
sanksi yang cukup berat terhadap berbagai pelanggaran akibat
fenomena reformasi penyelenggaraan pemerintaha yang anti
―pembredelan‖ atas nama kebebasa pers. Padahal antara pers
(cetak) dan penyiaran terdapat perbedaan yang sangat signifikan,
terletak pada penggunaan spektrum frekuensi sebagai ranah publik.
Dari penjelasn di atas, dapat dipahami bahwa ternyata sanksi
administratif yang dapat diberikan oleh KPI dan KPID kepada lembaga
penyiaran yang melakukan pelanggaran, ternyata masih memiliki
berbagai masalah yang harus mendapatkan pemecahan sehingga tidak
71
melahirkan masalah baru yang lebih besar di kemudian hari, sehingga
dapat merugikan dan merusak tatanan penyiaran yang diharpakan dapat
menjawab berbagai persoalan di tengah-tengah masyarakat dan bangsa
Indonesia.
2) Sanksi Pidana
Selain sanksi administratif, lembaga penyiaran yang melakukan
pelanggaran terhadap regulasi penyiaran dapat pula dikenakan sanksi pidana.
Adaupun sanksi pidana bagi lembaga penyairan yang melanggar aturan
sebagaimana diatur dalam UU Penyiaran sebagai berikut:
1. Pasal 57
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar) untuk penyiaran televisi, setiap
orang yang:
b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (3)
c. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2);
d. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (1)
e. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (5)
f. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (6)
2. Pasal 58
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
untuk penyiaran radio dan dipidana penjara dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) untuk penyiaran televisi
setiap orang:
b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1);
c. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1)
72
d. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (4)
e. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (3)
3. Pasal 59
Setiap orang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (10) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk penyiaran radio dan
paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) untuk
penyiaran televisi.
Apabila ada tindak pidana yang dilakukan berdasarkan UU Penyiaran,
maka penyidikannya dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana. Hal tersebut disebutkan dalam UU Penyiaran Pasal 56 ayat (1)
yang berbunyi ― penyidikan terhadap tindak pidana yang diatur dalam Undang-
undang ini dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana‖. Dan pada ayat (2) disebutkan ―khusus bagi tindak pidana yang terkait
dengan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5)
huruf b dan huruf e, penyidikan dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil
sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku.‖
4. Komisi Penyiaran Indonesia dan Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah
a. Dasar Hukum Pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia
Indonesia merupakan negara hukum, sehingga dalam setiap kegiatan dan
segala urusan termasuk dalam pembentukan lembaga negara harus berdasarkan
aturan yang ada sebagai dasar hukumnya. Tujuanya agar lembaga negara
tersebut tidak dianggap sebagai sesuatu yang ilegal. Olehnya itu dasar hukum
itu penting, sebagai dasar keabsahan dan legitimasi akan keberadaan lembaga
tersebut.
73
Menurut Jimly Asshiddiqie (2014:121) bahwa ―dasar hukum ataupun
landasan hukum adalah legal basis atau legal ground, yaitu norma hukum yang
mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat
dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum.‖
Dasar hukum pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia yang
selanjutnya disingkat KPI ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2002 Tentang Penyiaran (UU Penyiaran). Dalam Pasal 6 ayat (4) UU
Penyiaran disebutkan bahwa untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk
sebuah komisi penyiaran. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tujuan
pembentukan KPI berdasarkan UU Penyiaran adalah untuk urusan
penyelenggaraan penyiaran di Indonesia.
Meski sudah jelas dasar hukum pembentukan KPI sebagai lembaga
negara yang khusus mengurusi urusan penyelenggaraan siaran di Indonesia,
namun beberapa pakar mencoba mengutarakan pandangannya terkait
pembentukan KPI. Pandangan itu misalnya diutarakan oleh Judhariksawan,
guru besar ilmu hukum yang juga mantan Komisioner KPID Provinsi Sulawesi
Selatan dan KPI Pusat.
Menurut Judhariksawan (2013:7) bahwa ―spirit pembentukan KPI adalah
pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh
sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun
kepentingan kekuasaan.‖
Sementara Menurut Agus Sudibyo (Zainal Arifin Mochtar, 2016:97-98)
bahwa setidaknya ada 4 (empat) faktor dibalik hadirnya KPI, yaitu.
74
Pertama, daulat publik atas ranah publik. Berangkat dari tesis bahwa
negara tidak boleh mempunyai kepentingan pada dirinya sendiri, yang
terlepas dari kepentingan rakyat. Titik pijaknya, ranah penyiaran adalah
ranah publik. Praktik penyiaran menggunakan spektrum frekuensi yang
merupakan properti publik. Kegiatan penyiaran juga merupakan wahana
bagi masyarakat untuk menyalurkan kebebasan berpendapat, ekspresi
budaya dan untuk melakukan komunikasi politik. Oleh karena itu,
intervensi pemerintah harus dibatasi pada ranah penyiaran dan
masyarakat harus diberi peran lebih besar untuk mengaturnya. Hal yang
selain dimaknai secara politik, daulat publik atas ranah penyiaran juga
dimaknai secara sosial, yakni daulat rakyat atas penciptaan ruang publik
media yang sesuai dengan kepentingan, minat dan hajat hidup orang
banyak. Di sini konten siaran media penyiaran secara umum harus
menggambarkan kepentingan, minat dan nilai masyarakat yang menjadi
pemirsanya. Nilai yang dimiliki masyarakat secara luas dan tidak
segmented.
Kedua, sebagai bentuk kontrol kekuasaan, KPI tentu saja dibentuk untuk
melakukan checks and balance terhadap kekuasaan eksekutif dalam
mengatur media dan penyiaran. Paling tidak, jika belajar dari Orde Baru
dan Orde Lama yang diwarnai pola kepemilikan media yang monolistik,
mobilisasi media untuk mendukung proyek-proyek pemerintah,
kecenderungan penyeragaman isi siaran, retriksi-retriksi kebebasan
berpendapat dan berbicara melalui media penyiaran.
Ketiga, lebih beragamnya pemilik dan konten siaran. Hal bisa tercapai
dengan melakukan demokratisasi di wilayah penyairan yakni membatasi
pemusatan kepemilikan media, membatasi kepemilikan silang,
membatasi siaran nasional dan mewajibkan media televisi nasional untuk
melakukan siaran berjaringan. Pembatasan yang bertujuan untuk
mengurangi monopoli, karena monopoli kepemilikan tidak kondusif bagi
upaya untuk menjaga keutamaan-keutamaan media penyiaran sebgai
ranah publik. Monopoli kepemilikan hampir selalu identik dengan
monopoli informasi dan monopoli legitimasi politik-ekonomi.
Keempat, desentralisasi dunia penyiaran. Jika selama ini daerah hanya
dianggap sebagai ―pemirsa‖, maka ini menumbuhkan semangat dan
optimisme baru tentang perkembangan radio dan televisi lokal’ berikut
dampak-dampak positinya terhadap perkembangan ekonomi daerah. UU
Penyiaran mengubah sistem penyiaran nasional, sebagaimana yang
berlangsung selama ini, menjadi sistem penyiaran lokal dan berjaringan.
Dengan desentralisasi industri penyiaran, secara prinsip industri
penyiaran seharusnya tidak hanya melihat daerah sebagai pasar. Namun,
daerah mesti dikembangkan sebagai sentra-sentra baru industri
penyiaran, dan orang-orang daerah perlu diberi kesempatan untuk
mengembangkan potensi penyiaran di daerahnya.
75
b. Komisi Penyiaran Indonesia Sebagai Lembaga Negara Independen
Lembaga negara merupakan sesuatu yang mutlak keberadaanya dalam
sebuah negara berdaulat. Karena lembaga negara tersebut yang menjalankan
fungsi negara. Lembaga negara dibentuk untuk menyelenggarakan urusan
kenegaraan sesuai dengan tugas, wewenang, fungsi, hak, dan kewajiban
masing-masing lembaga negara.
Menurut Marwan Mas (2018:196) bahwa ―secara sederhana lembaga
negara dapat diartikan sebagai organ atau badan kenegaraan yang mengemban
fungsi menyelenggarakan pemerintahan negara. Organ negara atau badan
negara itulah yang diberikan tugas dan fungsi mengemban dalam sistem
penyelenggaraan negara.‖
Lebih lanjut Marwan Mas (2018: 197) menyebutkan bahwa secara umum
tugas dan wewenang lembaga negara antara lain:
1. Membantu menjalankan roda pemerintahan negara
2. Menjaga kestabilan atau stabilitas keamanan, politik, hukum HAM,
dan budaya
3. Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif, aman, dan harmonis.
4. Menjadi badan penghubung antara negara dan rakyatnya.
5. Menjadi sumber inspirator dan aspirator rakyat.
6. Memberantas tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme
Lembaga negara di Indonesia ada yang dibentuk berdasarkan UUD 1945,
undang-undang, atau peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden (Kepres), atau Peraturan
Menteri. Salah satu lembaga negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang
adalah KPI. Menurut UU Penyiaran Pasal 7 bahwa:
(1) Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4)
disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI
76
(2) KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur
hal-hal mengenai penyiran
(3) KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI
Daerah dibentuk di tingkat provinsi.
(4) Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya,
KPI pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, dan
KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi.
Dari bunyi pasal tersebut di atas, diketahui bahwa KPI merupakan sebuah
lembaga negara independen yang mengatur hal mengenai penyiaran. Menurut
Zainal Arifin Mochtar (2016:97) bahwa ―...salah satu ide besar di balik
pembentukan lembaga negara independen untuk mengurusi perihal penyiaran
ini, adalah mengurangi kepemilikan media penyiaran di tangan konglomerasi
media.‖
KPI sebagai lembaga negara independen harus menjaga independesinya
agar tidak menjadi subordinat dari cabang kekuasaan lain khususnya eksekutif.
Menurut Judhariksawan (2013:9) bahwa: indepeden dimaksudkan untuk
mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah
publik harus dikelola oleh sebuah lembaga yang bebas dari intervensi modal
maupun kepentingan kekuasaan. Semenara Jimly Asshidiqie (Zainal Arifin
Mochtar, 2016:137) menyebutkan bahwa:
Secara subtantif independensi yang harus dimiliki oleh suatu lembaga
negara independen setidaknya mencakup tiga hal: (1) independensi
institusional atau struktural; (2) independensi fungsional, tercermin
dengan proses pengambilan keputusan, yang memiliki tujuan independen
dan instrumen independennya bisa diterapkan oleh lembaga itu secara
mandiri; dan (3) independensi administratif, dalam bentuk independensi
keuangan dan independensi personalia.
Lembaga negara independen, tentu memiliki ciri tersendiri yang
membedakannya dengan lembaga negara lain. Zainal Arifin Mochtar
77
(2013:64) menyebutkan bahwa ada 8 (delapan) karakteristik/ciri lembaga
negara independen.
Pertama, lembaga yang lahir dan ditempatkan tidak menjadi bagian dari
cabang kekuasaan yang ada, meskipun pada saat yang sama ia menjadi
lembaga independen yang mengerjakan tugas yang dulunya dipegang
oleh pemerintah; Kedua, proses pemilihannya melalui seleksi dan bukan
oleh political appointee, atau dalam kaidah khusus tidak melalui
monopoli satu cabang kekuasaan tertentu, akan tetapi melibatkan
lembaga negara lain dalam kerangka checks and balance. Bisa juga
diserahkan sepenuhnya kepada segmentasi tertentu di publik untuk
memilih perwakilannya, intinya tidak melibatkan kekuatan politik.
Ketiga, proses pemilihan dan pemberhentiannya hanya bisa dilakukan
berdasarkan pada mekanisme yang ditentukan oleh aturan yang
mendasarinya; Keempat, meski memegang kuasa sebagai alat negara,
tetapi proses deliberasinya sangat kuat, sehingga baik keanggotaan,
proses pemilihan dan pelaporan akan kinerjanya didekatkan dengan
rakyat selaku pemegang kedaulatan negara, baik secara langsung kepada
masyarakat maupun secara tidak langsung melalui parlemen; kelima,
kepemimpinan yang bersifat kolegial dan kolektif dalam pengambilan
setiap keputusan kelembagaan yang berkaitan dengan tugas dan
fungsinya.
Keenam, bukan merupakan lembaga negara utama yang dalam kaidah
tampa keberadaannya negara mustahil berjalan. Tetapi bukan berarti
tidak penting untuk ada. Keberadaannya tetap penting karena tuntutan
masa transisi maupun kebutuhan ketatanegaraan yang semakin konpleks.
Ketujuh, memiliki kewenangan yang lebih devolutif yakni bersifat self
regulated dalam artian bisa mengeluarkan aturan sendiri yang juga
berlaku secara umum. Kedelapan, memiliki basis legitimasi di aturan
baik konstitusi dan/atau undang-undang. Dalam artian ada basis
legitimasi di situ, meskipun kemudian dibentuk dengan undang-undang
saja untuk lembaga yang ada di konstitusi dan peraturan pemerintah saja
untuk lembaga yang ada di undang-undang.
Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa KPI dibentuk untuk
melakukan checks and balance terhadap kekuasaan eksekutif dalam mengatur
media dan penyiaran. Menurut Jimly Asshiddiqie (2015:281) Sistem checks
and balance dimaksudkan untuk mengimbangi pembagian kekuasaan yang
dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga
pemegang kekuasaan tertentu atau terjadi kebuntuan dalam hubungan antar
78
lembaga. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan suatu kekuasaan selalu ada peran
tertentu dari lembaga lain.
Menurut Judharikshawan (2013:8) karena frekuensi adalah milik publik
yang sipatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya untuk
kepentingan publik. Sebesar-besarnya untuk kepentingan publik artinya adalah
media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi yang sehat.
Sementara Danrivanto Budhijanto (2013:75-76) menyatakan bahwa
pengaturan penyiaran di Indonesia memiliki pokok-pokok pemikiran sebagai
berikut:
1. Penyiaran harus mampu menjamin dan melindungi kebebasan
berekspresi atau mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis,
termasuk menjamin kebebsan berkreasi dengan bertumpu pada asas
keadilan, demokrasi, dan supremasi hukum.
2. Penyiaran harus mencerminkan keadilan dan demokrasi dengan
menyeimbangkan antara hak dan kewajiban masyarakat ataupun
pemerintah, termasuk hak asasi setiap individu/orang lain;
3. Memperhatikan seluruh aspek kehidupan bangsa dan negara, juga
harus memperhatikan penyiaran sebagai lembaga ekonomi yang
penting dan strategis, baik dalam skala nasional maupun
internasional;
4. Mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi, khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital,
kompresi, komputerisasi, televisi kabel, satelit, internet, dan
bentuk-bentuk khusus lain dalam penyiaran;
5. Lebih memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial
dan berpartisipasi dalam memajukan penyiaran naional; karenanya
dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia yang diharpakan dapat
menampung aspirasi masyarakat dan mewakili kepentingan publik
dalam kegiatan penyiaran;
6. Penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio
dan orbit satelit geostasioner yang merupakan sumber daya alam
yang terbatas sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif
dan efiesien; dan
7. Pengembangan penyiaran diarahkan pada terciptanya siaran yang
berkualitas, bermartabat, mampu menyerap, dan merefleksikan
aspirasi masyarakat yang beraneka ragam, untuk meningkatkan
79
daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk nilai budaya
asing.
c. Keanggotaan Komisi Penyiaran Indonesia dan Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah
Pengertian Anggota KPI tidak ditemukan secara eksplisit dalam UU
Penyiaran, namun pengertian tersebut dapat ditemukan dalam Peraturan
Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan
Komisi Penyiaran Indonesia. Dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan KPI ini,
disebutkan bahwa anggota KPI adalah seseorang yang dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan secara administratif ditetapkan
oleh Presiden untuk KPI Pusat serta seseorang yang dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan secara administratif ditetapkan oleh
Gubernur untuk KPI Daerah.
Adapun jumlah anggota KPI Pusat dan KPI Daerah, UU Penyiaran telah
menentukannya. Hal itu disebutkan dalam Pasal 9 sebagai berikut:
(1) Anggota KPI Pusat berjumlah 9 (sembilan) orang dan KPI Daerah
berjumlah 7 (tujuh) orang;
(2) Ketua dan wakil ketua KPI dipilih dari dan oleh anggota;
(3) Masa jabatan ketua, wakil ketua dan anggota KPI Pusat dan KPI
Daerah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya;
(4) KPI dibantu oleh sekretariat yang dibiayai oleh negara;
(5) Dalam melaksanakan tugasnya, KPI dapat dibantu oleh tenaga ahli
sesuai dengan kebutuhan;
(6) Pendanaan KPI Pusat bersal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan pendanaan KPI Daerah bersal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
80
Syarat untuk menjadi anggota KPI disebutkan dalam Pasal 10 ayat (1)
UU Penyiaran yang berbunyi untuk dapat diangkat menjadi anggota KPI harus
dipenuhi syarat sebagai berikut:
a. Warga negara Republik Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa;
b. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Berpendidikan sarjana atau memiliki kompetensi intelektual yang
setara;
d. Sehat jasmani dan rohani
e. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
f. Memiliki kepedulian, pengetahuan dan/atau pengalaman dalam
bidang penyiaran;
g. Tidak terkait langsung atau tudak langsung dengan kepemilikan
media massa;
h. Bukan anggota legislatif dan yudikatif
i. Bukan pejabat pemerintah; dan
j. Non partisan
Adapun yang memilih angota KPI Pusat dan KPI Daerah disebutkan
dalam Pasal 10 ayat (2) UU Penyiaran bahwa: Anggota KPI Pusat dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan KPI Daerah dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat memalui uji
kepatutan dan kelayakan secara terbuka.
Setelah terpilih 9 (sembilan) anggota KPI Pusat yang dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Indonesia dan 7 (tujuh) anggota KPI Daerah yang dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, maka mereka ditetapkan
secara administratif. Berdasrkan Pasal 10 ayat (3) UU Penyiaran disebutkan
bahwa: ―anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden atas
usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan anggota KPI Daerah
81
secara administratif ditetapkan oleh Gubernur atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi.‖
Sementara mengenai kapan anggota KPI berhenti sebagai anggota KPI,
Pasal 10 ayat (4) UU Penyiaran menyebutkan bahwa: anggota KPI berhenti
karena:
a. Masa jabatan berakhir;
b. Meninggal dunia;
c. Mengundurkan diri;
d. Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
memperoleh kekuatan hukum tetap; atau
e. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
Mengenai cara pergantian apabila anggota KPI berhenti, Pasal 11 UU
Penyiaran menyebutkan bahwa:
(1) Apabila anggota KPI berhenti dalam masa jabatannya karena
alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b,
huruf c, huruf d dan huruf e, yang bersangkutan digantikan oleh
anggota pengganti sampai habis masa jabatannya;
(2) Penggantian anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh
Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
dan anggota KPI Daerah secara administratif ditetapkan oleh
Gubernur atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
(3) Ketentuan mengenai tata cara penggantian anggota KPI
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh KPI.
d. Fungsi, Wewenang, Tugas dan Kewajiban Komisi Penyiaran
Indonesia
Fungsi Komisi Penyiaran Indonesia disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1)
UU Penyiaran bahwa KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi
mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiran. Dari
rumusan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa KPI dan KPID mempunyai
82
fungsi untuk mewakili kepentingan masyarakat Indonesia dalam bidang
penyiaran yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Sementara wewenang KPI dalam Pasal 8 ayat (2) UU Penyiaran
disebutkan bahwa dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), KPI mempunyai wewenang:
a. Menetapkan standar program siaran;
b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;
c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiran
serta standar program siaran;
d. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman
perilaku penyiaran serta standar program siaran;
e. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah,
lembaga penyiran dan masyarakat
Sementara tugas KPI disebutkan dalam Pasal 8 ayat (3) bahwa KPI
mempunyai tugas dan kewajiban:
a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan
benar sesuai dengan hak asasi manusia;
b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;
c. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga
penyiaran dan industri terkait;
d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan
seimbang;
e. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan,
serta kritik dan aspirasi masyarakat terhadap penyelenggaraan
penyiaran; dan
f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang
menjamin profesionalitas di bidang penyiran.
e. Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Keberadaan Sekeretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah merupakan
hal yang sangat perlu, demi mendukung pelaksanaan tugas yang diemban oleh
KPID di wilayah Propinsi. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU Penyiaran yang
menyebutkan bahwa KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang dibiayai oleh
83
negara. Berdasarkan Perturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2008
Tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Sekretariat Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Pasal 2 yang menyebutkan:
(1) Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi KPI
Daerah, dibentuk Sekretariat KPI Daerah di Provinsi.
(2) Sekretariat KPI Daerah merupakan bagian dari perngkat Daerah
sebagai unsur pemberian pelayanan administratif KPI Daerah.
(3) Pembentukan Sekretariat KPI Daerah di tetapkan dengan peraturan
Daerah dan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri ini.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Perturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organiasi dan Tatakerja Sekretariat
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, adapun yang memimpin Sektetariat KPID
adalah Kepala Sekretariat. Kepala sekeretariat KPID secara ungsional
bertanggung jawab kepada KPID dan secara administratif Kepada Kepala
Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Demi menjalankan tugasnya memberikan pelayanan administratif kepada
KPID, sekretariat menyelenggaran fungsi:
a. Penyusunan program Sekretariat KPI Daerah;
b. Fasilitasi penyiapan program KPI Daerah;
c. Fasilitasi dan pemberian pelayanan teknis KPI Daerah;
d. Pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian, perlengkapan,
rumah tangga dan ketatausahaan di lingkungan KPI Daerah
Mengenai eselon, pengangkatan dan pemberhentian dilingkup sekretariat
KPID disebutkan pula dalam Perturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun
2008 tentang Pedoman Organiasi dan Tatakerja Sekretariat Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah, sebagai berikut: kepala Sekretariat KPI Daerah jabatan
Eselon III.a, dan Kepala Subbagian pada sekretariat adalah jabatan Eselon
IV.a. Kepala sekretariat diangkat dan diberhentikan oleh Kepala daerah atas
84
usul Sekretris Daerah. Pejabat struktural eselon IV dan pegawai lainnya
dilingkungan Sekretariat KPI Daerah, diangkat dan diberhentikan oleh Kepala
Daerah atau Pejabat lain yang diberi kewenangan oleh Kepala Daerah atas usul
Kepala Sekretariat KPI Daerah.
Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri ini disebutkan
bahwa dalam menjalankan tugasnya, setiap unsur di lingkungan Sekretariat
KPI Daerah wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan
simplifikasi baik di lingkungan Sekretariat maupun dalam hubungannya
dengan Instansi Pemerintah dan/atau Instansi lain
5. Pemilihan Kepala Daerah
a. Pengertian dan Pentingnya Pemilihan Kepala Daerah Langsung
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang di dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota menjadi Undang-Undang. Dalam UU tersebut tidak disebut
sebagai Pemilihan Kepala Daerah tetapi disebut sebagai Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota. Dalam Pasal 1 angka 1 UU Pilkada disebutkan bahwa:
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta
Walikota dan Wakil Walikota yang sekanjutnya disebut Pemilihan
adalah pelaksanaan kedaultan rakyat di wilayah provinsi dan
kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung
dan demokratis.
85
Indonesia sebagai negara demokrasi yang meletakkan kedaulatan di
tangan rakyat untuk menetukan pemimpinnya sendiri. Bukan hanya pemimpin
dalam lingkup negara secara nasional, tapi juga dalam lingkup daerah propinsi
dan kabupaten/kota. Cara yang ditempuh untuk menentukan pemimpin di
daerah adalah dengan memilih langsung kepala daerah. Pemilihan langsung
Kepala Daerah oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan ini sering disebut
pemilihan kepala daerah, yang disingkat Pilkada. Menurut Fajlurrahman Jurdi
(2018:110) bahwa Pemilihan Kepala Daerah ini merupakan tuntutan akan
demokrasi di tingkat lokal, agar rakyat di daerah dapat menentukan sendiri
―siapa yang memimpin‖ mereka selama 5 (lima) tahun.
Sementara Sodikin (2014:178) berpandangan ―secara umum dikatakan
bahwa Pemilihan Kepala Daerah secara langsung itu lebih demokratis.‖
Mengutip pendapat Mexsasai Indra, Sodikin mengemukakan bahwa:
Setidaknya ada 2 (dua) alasan mengapa gagasan pemilihan langsung
dianggap perlu. Pertaman, untuk lebih membuka pintu bagi tampilnya
Kepala Daerah yang sesuai dengan kehendak mayoritas rakyat sendiri.
Kedua, untuk menjaga stabilitas pemerintahan agar tidak mudah
dijatuhkan di tengah jalan.
Menurut AAGN Ari Dwipayana (Sirajuddin dkk, 2016:140-141) bahwa
setidaknya ada beberapa kondisi yang mendorong Pilkada dilakukan secara
langsung.
Pertama, pengaturan Pilkada langsung menawarkan sejumalah manfaat
dan segaligus harapan bagi pertumbuhan pendalaman dan perluasan
demokrasi lokal. Demokrasilangsung melalui Pilkada akan membuka
ruang aspirasi yang lebih luas bagi warga dalam proses demokrasi dan
menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal dibandingkan dengan
sistem demokrasi perwakilan yang lebih banyak meletakkan kuasa untuk
menetukan rekruitmen calon di tangan segelintir orang di DPRD.
86
Kedua, dari sisi kompetisi politik, pilkada langsung memungkinkan
munculnya secara lebih lebar preferensi kandidat-kandidat yang bersaing
serta memungkinkan masing-masing kandidat berkompetisi dalam ruang
yang lebih terbuka dibandingkan ketertutupan yang sering terjadi dalam
demokrasi perwakilan. Pilkada langsung bisa memberikan sejumlah
harapan pada uapaya pembalikan ―syndrome‖ dalam demokrasi
perwakilan yang ditandai dengan model kompetisi yang tidak fair,
seperti: praktik politik uang (money politic). Ketiga, sistem pemilihan
langsung akan memberi peluang bagi warga untuk mengaktualisasi hak-
hak politiknya secara lebih baik tampa harus direduksi oleh kepentingan-
kepentingan elite politik seperti yang kasat mata muncul dalam sistem
demokrasi perwakilan. Setidaknya, melalui konsep demokrasi langsung,
warga di aras lokal akan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh
semacam pendidikan politik; training kepemimpinan politik dan
sekaligus mempunyai posisi yang setara untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan politik.
Keempat, Pilkada langsung memperbesar harapan untuk mendapatkan
figur pemimpin yang aspiratif, kompeten, legitimate. Karena melalui
Pilkada langsung, kepala daerah yang terpilih akan lebih berorentasi pada
warga dibandingkan pada segelintir elite di DPRD. Dengan demikian
Pilkada mempunyai sejumlah manfaat, berkaitan dengan peningkatan
kualitas tanggung jawab pemerintah daerah pada warganya yang pada
akhirnya akan mendekatkan kepala daerah dengan masyarakat. Kelima,
kepala daerah yang terpilih malaui Pilkada akan memiliki legitimasi yang
kuat sehingga akan terbangun perimbangan kekuatan (check and
balances) di daerah; anatara kepala derah dengan DPRD. Perimbangan
kekuatan ini akan meminimalisasi penyalahgunaan kekuasaan seperti
muncul dalam format politik yang monolitik.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Pilkada merupakan
pemenuhan hak dan kedaulatan rakyat di daerah untuk memilih secara
langsung pemimpinnya. Hal tersebut penting dilakukan, agar dapat melahirkan
pemimpin yang betul-betul keinginan rakyat di daerah, sehingga pemimpin
yang terpilih memiliki kedekatan dengan rakyat dan memahami persoalan yang
dihadapi sehingga dapat memberikan solusi jitu atas persoalan yang ada.
Dengan demikian, kesejahteraan rakyat di daerah dapat diwujudkan sehingga
tercipta kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan arah yang telah
87
digariskan oleh para pendiri bangsa yang berlandaskan pada Pancasila dan
UUD NRI Tahun 1945.
Mengenai persamaan Pilkada dengan Pemilu, menurut Ni’matul Huda
dan Imam Nasef (2017:247-249) bahwa.
Apabila menggunakan pendekatan perbandingan, maka ditemukan bahwa
terdapat sejumlah persamaan unsur antara Pilkada dan Pemilu sebagai
berikut. Pertama, sama seperti pemilu, asas Pilkada langsung adalah
―langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 2 UU No. 1/2015 sebagaimana telah diubah dengan UU No.
8/2015. Kedua, sama dengan pemilu, waktu atau periode
penyelenggaraan Pilkada langsung oleh pembentuk undang-undang
ditetapkan setiap lima tahun sekali secara serentak,sebagaimana diatur
dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 8/2015. Ketiga, sama seperti Pemilu,
jabatan yang diisi melalui Pilkada sesungguhnya juga jabatan yang
masuk kategori jabatan yang diisi dengan cara pemilihan (elected
official). Dalam Pemilu, jabatan yang dipilih adalah anggota DPR, DPD,
Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPRD, sedangkan dalam Pilkada
langsung jabatan yang dipilih adalah Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah. Persamaan lain antara Pilkada langsung dengan Pemilu dalam
kaitannya dengan pengisian jabatan adalah sama-sama ditujukan untuk
memilih Pemimpin Pemerintahan. Jika Pemilu salah satunya ditujukan
untuk memilih Pemimpin Pemerintah di tingkat pusat, yaitu Presiden dan
Wakil Presiden, maka Pilkada adalah untuk memilih Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah sebagai pemimpin pemerintah dalam skala yang
lebih kecil, yaitu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Keempat, sama seperti Pemilu, peserta Pilkada adalah partai politik dan
perseorangan. Peserta Pilkada langsung adalah perseorangan yang
diusulkan oleh partai politik, seperti halnya pula peserta perseorangan
dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai
politik. Hanya saja, dalam Pilkada langsung tidak hanya partai politik
saja yang diperbolehkan mengusulkan, tetapi calon perseorangan atau
calon independen pun diperbolehkan. Kelima, sama seperti Pemilu,
badan yang diberikan kewenangan untuk menjadi penyelenggara Pilkada
adalah KPU sebagai unsur penyelenggara dan Bawaslu sebagai
pengawasnya.
Keenam, sama seperti Pemilu, badan yang diberikan kewenangan untuk
menyelesaikan perselisihan tentang hasil Pilkada adalah Mahkamah
Konstitusi.Kewenangan MK dalam mengadili dan memutus perselisihan
hasil Pilkada langsung sudah diberikan oleh pembentuk undang-undang
sejak tahun 2008 berdasarkan UU No. 12/2008, setelah sebelumnya
perselisihan hasil Pilkada langsung diselesaikan di MA. Bahkan setelah
MK mengeluarkan Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 yang menyatakan
88
lembaga kekuasaan kehakiman tersebut tidak lagi berwenang mengadili
perselisihan hasil Pilkada, UU No. 8/2015 masih memberikan kewengan
itu kepada MK, sampai dengan terbentuknya badan peradilan khusus.
Terakhir badan yang diberikan kewenangan untuk membuat regulasi atau
bertindak selaku regulator dalam Pilkada langsung sebenarnya sama
dengan badan yang diberikan kewenangan untuk membuat regulasi atau
bertindak selaku regulator Pemilu, yaitu KPU. Sebelum dibentuk UU
No.22/2007, memang pembentuk undang-undang melalui UU No.
32/2004 masih menentukan regulator Pilkada langsung adalah
pemerintah yang diberikan kewenangan menerbitkan peraturan
pemerintah. Namun sejak Pilkada langsung dimasukkan sebagai rezim
Pemilu maupun sesudah tidak lagi dimasukkan sebagai rezim Pemilu,
regulator Pilkada yang ditetapkan oleh undang-undang tetaplah KPU
yang menerbitkan seluruh peraturan mengenai Pilkada langsung.
Berdasarakan unsur-unsur sebagaimana diuraikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara Pilkada
dan Pemilu. Bahkan dapat dikatakan bahwa Pilkada sangat identik
dengan Pemilu sebagaimana ketentuan Pasal 22E UUD 1945.
b. Asas-Asas Pemilihan Kepala Daerah
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 2 yang berbunyi bahwa ―Pemilihan
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas Langsung, Umum, Bebas,
Rahasia, Jujur dan Adil.
Menurut Ni’matul Huda dan Imam Nasef (2017:247) bahwa ―Pilkada
secara langsung dapat dikonstruksikan sebagai Pemilu.‖ Sehingga dalam
pandangan mereka unsur-unsur yang ada dalam Pilkada sebenarnya sama
dengan unsur-unsur dalam Pemilu.
Mengenai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil,
Fajlurrahman Jurdi (2018:28-32) menjelaskan sebagai berikut:
1) Langsung
Langsung berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara
langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati
nuraninya, tampa perantara. Hak itu tidak diwakilkan kepada
89
sesorang. Penggunaan hak direct, langsung kepada siapa yang mau
diberikan kekuasaan.
2) Umum
Umum berarti pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi
persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 (tujuh
belas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut memilih dalam
pemilihan umum. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung
makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua
warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tampa
diskriminasi (pengecualian) berdasarkan acuan suku, agama, ras,
golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial.
3) Bebas
Bebas berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas
menentukan pilihannya tampa tekanan dan paksaan dari siapa pun.
Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin
keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan hati nurani
dan kepentingannya.
4) Rahasia
Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin
bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan
dengan jalan apa pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat
suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa
suaranya diberikan.
5) Jujur
Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum,
penyelenggara/pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta
pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta
semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap
dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
6) Adil
Adil berarti dalam menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan
partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta
bebas dari kecurangan pihak mana pun.
c. Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah
Untuk bisa melaksanakan pemilihan kepala daerah dengan baik, maka
dibutuhkan sebuah lembaga khusus yang bertanggung jawab terlaksananya
kegitan pesta domokrasi tersebut dengan baik. Adapun lembaga yang diberikan
tugas untuk melaksanakan hal tersebut adalah.
90
1) Komisi Pemilihan Umum
Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan sebuah lembaga
penyelenggara pemilihan umum dan pemilhan kepala daerah,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 UU Pilkada bahwa:
a. Penyelenggaraan pemilihan menjadi tanggung jawab bersama
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
b. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh
KPU Provinsi.
c. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota
dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota
Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur meliputi:
a. Merencanakan program dan anggaran;
b. Merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur
c. Menyususn dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi,
KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan
memperhatikan pedoman dari KPU
d. Menyususn dan menetapkan pedoman teknis untuk
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan pedoman dari KPU
f. Menerima datar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota
dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur.
g. Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1. Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah
2. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,
dan
3. Pemilihan, serta menetapkannya sebagai daftar
pemilih
91
h. Menetapkan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang
telah memenuhi persyaratan;
i. Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi
pernghitungan suara Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan
suara di KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi
yang bersangkutan;
j. Membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat
hasil penghitungan suara serta wajib menyerahkannya
kepada saksi peserta pemilihan dan Bawaslu Provinsi;
k. Menerbitkan keputusan KPU Provinsi untuk
mengesahkan hasil pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur dan mengumumkannya;
l. Mengumumkan pasangan calon Gubernur dan calon
Wakil Gubernur terpilih dan membuat berita acaranya;
m. Melaporkan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur kepada KPU dan Menteri;
n. Menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu
Provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan
pelanggaran pemilihan;
o. Mengenakan sanksi administratif dan/atau
menonaktikan sementara anggota KPU
Kabupaten/Kota, Sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai
sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan rekomendasi
Bawaslu Provinsi dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan;
p. Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dan/atau yang berkaitan
dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada
masyarakat;
q. Melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh KPU;
r. Memberikan pedoman terhadap penetapan organisasi
dan tata cara penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur sesuai dengan tahapan yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
s. Melakukan evaluasi dan membuat laporan
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur;
t. Menyampaikan laporan mengenai hasil Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur kepada DPRD Provinsi;
dan
u. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh KPU dan/atau ketentuan peraturan perundang-
undangan.
92
Sementara dalam Pasal 12 UU Pilkada disebutkan bahwa dalam
pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU
Provinsi wajib:
a. Melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dengan tepat waktu;
b. Memperlakukan peserta pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur secara adil dan merata;
c. Menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur kepada masyarakat;
d. Melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
kepada KPU dan Menteri;
f. Mengelola, memelihara dan merawat arsip/dokumen serta
melaksanakan penyusustannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
g. Menyampaikan laopran periodik mengenai tahapan
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
kepada KPU dan Menteri dengan tembusan kepada Bawaslu;
h. Membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Provinsi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
i. Menyediakan dan menyampaikan data hasil pemilihan
Gubernur di tingkat Provinsi;
j. Melaksanakan keputusan DKPP; dan
k. Melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota meliputi:
a. Merencanakan program dan anggaran
b. Merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;
c. Menyususn dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan
Bupat dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota
dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU
Provinsi;
93
d. Menyususn dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. Membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota dalam wilayah kerjanya;
f. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan
semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
g. Menerima datar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota;
h. Memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data kependudukan
yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan
memperhatikan data terakhir:
1. Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
2. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan
3. Pemilihan, serta menetapkannya sebagai daftar pemilih
i. Menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan
menyampaikannya kepada KPU Provinsi;
j. Menetapkan pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota yang telah
memenuhi persyaratan;
k. Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi
pernghitungan suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
l. Membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil
penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada
saksi peserta pemilihan, Panwaslu Kabupaten/Kota dan KPU
Provinsi;
m. Menerbitkan Keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk
mengesahkan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serat
Walikota dan Wakil Walikota;
n. Mengumumkan pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati
serta pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih
dan membuat berita acaranya;
94
o. Melaporkan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri
melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;
p. Menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu
Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan
pelanggaran pemilihan;
q. Mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktikan
sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretariat KPU
Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU
Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilihan berdasarkan rekomendasi Panwaslu
Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-
undangan;
r. Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan
dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU Kabupaten/Kota
kepada masyarakat;
s. Melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU
dan/atau KPU Provinsi;
t. Melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota
dan Wakil Walikota
u. Menyampaikan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada KPU
Provinsi, Gubernur, dan DPRD Kabupaten/Kota; dan
v. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh
KPU, KPU Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dalam Pasal 14 UU Pilkada disebutkan bahwa KPU
Kabupaten/Kota dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota wajib:
a. Melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota dengan tepat waktu;
b. Memperlakukan peserta pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota secara adil dan
merata;
c. Menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota kepada masyarakat;
95
d. Melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan
penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri
melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;
f. Mengelola, memelihara dan merawat arsip/dokumen serta
melaksanakan penyusustannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
g. Mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. Menyampaikan laopran periodik mengenai tahapan
penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri
melalui Gubernur, kepada KPU melalui KPU Provinsi serta
menyampaikan tembusan kepada Bawaslu Provinsi;
i. Membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
j. menyampaikan data hasil pemilihan dari tiap TPS pada
tingkat Kabupaten/Kota kepada peserta Pemilihan paling
lama 7 (tujuh) hari setelah rekapitulasi di Kabupaten/Kota;
k. Melaksanakan keputusan DKPP; dan
l. Melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU, KPU
Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Badan Pengawas Pemilihan Umum
Salah satu yang juga tergolong sebagai penyelenggara Pilkada
adalah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Dalam
pemilihaan Gubernur dan Wakil gubernur, yang mempunyai
tanggung jawab untuk melakukan pengawasan adalah Bawaslu
Provinsi. Berdasarkan UU Pilkada, Bawaslu Provinsi mempunyai
tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. Mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilihan di wilayah
Provinsi yang meliputi:
1. Pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data
2. kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
96
3. Pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata
cara pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur;
4. Proses penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur;
5. Penetapan pasangan Calon Gubernur dan Wakil
Gubernur;
6. Pelaksanaan kampanye
7. Pengadaan logistik pemilihan dan pendistribusiannya;
8. Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara dan
penghitungan suara hasil pemilihan;
9. Pengawasan seluruh proses penghitungan suara di
wilayah kerjanya;
10. Proses rekapitulasi suara dari seluruh Kabupaten/Kota
yang dilakukan oleh KPU Provinsi;
11. Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
ulang, pemilihan lanjutan, dan pemilihan susulan; dan
12. Proses penetapan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur;
b. Mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta
melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi
arsip yang disusun oleh Bawaslu Provinsi dan lembaga
kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan
oleh Bawaslu dan Arsip Nasonal Republik Indonesia;
c. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan
peraturan mengenai Pemilihan, perundang-undangan
d. Menyampaikan temuan dan Provinsi untuk ditindaklanjuti;
laporan kepada KPU
e. Meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi
kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f. Menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk
mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan
adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilihan oleh Penyelenggara di
tingkat Provinsi;
g. Mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu
tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi,
sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Propinsi yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang
sedang berlangsung;
h. Mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan
pemilihan; dan
i. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.
97
Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tersebut, Bawaslu
Provinsi dapat:
1. Memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan
sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas
pelanggaran pada ayat (1) huruf f;
2. Memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas
temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung
unsur tindak pidana Pemilihan.
Sementara yang melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemilihan calon Bupati dan Wakil Bupati serta calon Walikota dan
Wakil Walikota disebut panitia pengawas pemilihan yang
selanjutnya disebut Panwas Kabupaten/Kota. Panwas Kabupaten/
Kota adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang
bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan di wilayah
Kabupaten/Kota.
Berdasarkan UU Pilkada, Tugas dan wewenang Panwas
Kabupaten/Kota adalah:
a. Mengawasi tahapan penyelenggaraan yang meliputi:
1. Pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. Pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata
cara pencalonan;
3. Proses penetapan pasangan Calon;
4. Pelaksanaan kampanye
5. Perlengkapan pemilihan dan pendistribusiannya;
6. Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara
hasil pemilihan;
7. Mengendalikan pengawasan seluruh proses
penghitungan suara;
8. Penyampaian surat suara dari tingkat TPS sampai ke
PPK;
98
9. Proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU
Provinsi, Kabupaten dan Kota dari seluruh Kecamatan;
dan
10. Pelaksanaan perhitungan dan pemungutan suara ualang,
pemilihan lanjutan, dan pemilihan susulan;
b. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan;
c. Menyelesaikan temuan dan laporan sengketa
penyelenggaraan pemilihan yang tidak mengandung unsur
tindak pidana;
d. Menyampaikan temuan dan laporan kepda KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;
e. Meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi
kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f. Menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk
mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan
adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilihan oleh Penyelenggara di
tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota;
g. Mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu
tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat
KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang terbukti
melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang sedang
berlangsung;
h. Mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan
pemilihan; dan
i. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.
3) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum
Selain KPU dan Bawaslu, salah satu lembaga yang juga termasuk
dalam penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah adalah Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Menurut Pasal 1
angka 11 UU Pilkada bahwa
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum yang
selanjutnya disingkat DKPP adalah lembaga yang bertugas
menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan umum
dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan
umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
99
mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang
diberikan tugas dan wewenang dalam menangani pelanggaran kode
etik penyelenggara pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang ini.
Dari bunyi pasal tersebut di atas diketahui bahwa DKPP
merupakan salah satu lembaga penyelenggara Pilkada yang
mempunyai tugas dan kewenangan khusus dalam menangani
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh sesamanya
penyelenggara Pilkada, dalam hal ini KPU Provinsi dan jajarannya
ke bawah dan Bawaslu Propinsi sampai jajarannya yang paling di
bawah.
d. Peserta Pemilihan Kepala Daerah
Menurut Fajlurrahman Jurdi (2018:177) peserta adalah mereka yang
―ikut serta‖. Ikut serta bisa dilakukan dalam berbagai even kegitan.
Berdasarkan Pasal 39 UU Pilkada disebutkan bahwa peserta pemilihan adalah:
a. Calon Gubernur, Calon Bupati dan Calon Walikota yang diusulkan
oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik; dan/atau
b. Calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
Ketentuan bagi Partai Politik atau gabungan Partai Politik agar dapat
mendatarkan pasangan calon kepala daerah disebutkan dalam Pasal 40, dan
Pasal 40A UU Pilkada sebagai berikut:
Pasal 40
a. Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan
pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima
per sen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan
100
umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah
yang bersangkutan.
b. Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam
mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan
memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh per sen) dari
jumlah kursih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , jika hasil bagi jumlah
kursih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menghailkan angka
pecahan maka perolehan dari jumlah kursi dihitungan dengan
pembulatan ke atas.
c. Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik
mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan
memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima per sen) dari
akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) , ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik
yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
d. Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengusulkan 1 (satu)
pasangan calon.
e. Perhitungan persentase dari jumlah kursi sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kecuali bagi kursi
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Dewan
Perwakilan Rakyat Papua Barat yang diangkat.
Pasal 40A
(1) Partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 merupakan Partai
Politik yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , kepengurusan Partaii
Politik tingkat pusat yang dapat mendatarkan pasangan calon
merupakan kepengurusan partai politik tingkat pusat yang
sudah memperoleh putusan Mahkamah Partai atau sebutan
lain dan didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia.
(3) Jika masih terdapat perselisihan atas putusan Mahkamah
Partai atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
kepengurusan partai politik tingkat pusat yang dapat
mendatarkan pasangan calon merupakan kepengurusan yang
sudah memperoleh putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dan didaftarkan serta
ditetapkan dengan keputusan menteri yang
101
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
dan hak asasi manusia.
(4) Putusan Mahkamah Partai atau sebutan lain atau putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau ayat (3) wajib
didaftarkan ke kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terbentuknya
kepengurusan yang baru dan wajib ditetapkan dengan
keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling
lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya persyaratan.
(5) Dalam hal pendaftaran dan penetapan kepengurusan partai
politik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum selesai,
sementara batas waktu pendataran pasangan calon di KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota akan berakhir,
kepengurusan partai politik yang berhak mendaftarkan
pasangan calon adalah kepengurusan partai politik yang
tercantum dalam keputusan terakhir menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
dan hak asasi manusia.
Sementara untuk calon kepala daerah yang akan maju lewat jalur
perseorangan ketentuannya disebutkan pada Pasal 41 UU Pilkada sebagai
berikut.
(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat
dukungan jumlah penduduk mempunyai hak pilih dan termuat
dalam daftar pemilih tetap pada pemilihan umum atau pemilihan
sebelumnya yang paling akhir di daerah bersangkutan, dengan
ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar
pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada datar
pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai
dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 8,5% (delapan setengah persen);
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar
pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai
dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung
paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);
102
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang temuat pada daftar
pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa
harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen);
dan
e. Jumlah dukungan sebagimana dimaksud pada huruf a, huruf
b, huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh
persen) jumlah kabupaten/kota di Provinsi dimaksud
(2) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati
dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang
mempunyai hak pilih dan temuat dalam daftar pemilih tetap di
daerah bersangkutan pada pemilihan umum atau pemilihan
sebelumnya yang paling akhir, dengan ketentuan:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada
daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima
puluh ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh
persen);
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada
datar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh
ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus
didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada
daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa
sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung
paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang temuat pada
daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan
e. Jumlah dukungan sebagimana dimaksud pada huruf a, huruf
b, huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh
persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud.
(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat
dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotocopi Kartu
Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan yang diterbitkan
oleh dinas kependudukan dan catatan sipil yang menerangkan
bahwa penduduk tersebut berdomisili di wilayah administratif yang
sedang menyelenggarakan pemilihan paling singkat 1 (satu) tahun
dan tercantum dalam DPT pemilihan umum sebelumnya di provinsi
atau kabupaten/kota dimaksud.
(4) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan
kepada 1 (satu) pasangan calon perseorangan.
103
B. Penelitian Terdahulu
Sejauh pengamatan penulis, terdapat beberapa hasil karya ilmiah dalam
bentuk tesis terkait dengan pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran
Indonesia maupun Komisi Penyiaran Indnesia Daerah, terdapat beberapa tesis
yang meneliti dan mengkajinya. Namun, penelitian-penelitian terdahulu
berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan ini. Sebagai bahan
perbandingan, penulis tampilkan beberapa Tesis yang memiliki kemiripan
subtansi dengan Tesis yang dikaji peneliti.
Andi Adrianto, Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu
Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta, Judul Tesisnya adalah Tindakan
Komunikatif KPI Pusat Dalam Pengawasan Iklan Kampanye di Televisi (Studi
Kasus Pemilu Legislatif 2014 Periode 16 Maret - 5 April 2014). Penulis dalam
penulisan tesis tersebut fokus pada iklan kampanye pada masa 21 hari terhitung
dari tanggal 16 Maret sampai 5 April 2014. Penulis menganalisis tindakan
komunikatif dilakukan regulaor penyiaran yakni Komisi Penyiaan Indonesia
dalam melakukan pengawasan iklan kampaye Pemilu Legislatif tahun 2014
khususnya pada masa kampanye dengan pokok pembahasan tentang Kegiatan
Komsi Penyiaran Inonesia dalam mengawasi tayangan iklan kampanye Pemilu
legislatif 2014 dan langkah-langkah Komisi Penyiaran Indoeisa dalam
menindaklanjuti pelanggaran tayangan iklan kampanye.
104
C. Kerangka Pikir
Hak untuk mendapatkan informasi dan memilih pemimpin merupakan
hak warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Salah satu cara agar dapat mendapatkan informasi
terkait pasangan calon yang akan berlaga pada pemilihan kepala daerah melalui
lembaga penyiaran televisi. Demi mewujudkan keadilan dalam penyiaran oleh
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran),
lembaga yang diberikan tugas untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga
penyiaran adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Pusat dan Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) di tingkat provinsi.
Dalam melakukan pengawasan terhadap Penyiaran Pemilihan Kepala
Daerah yang dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi, KPI dan KPID
menggunakan Peraturan KPI yang biasa disebut Pedoman Perilaku Penyiaran
dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah sebagai variabel
berpengaruh (independent variable) yaitu pelaksanaan pengawasan, faktor
memengaruhi pengawasan. Sebagai variabel terpengaruh (dependent variable)
adalah terwujudnya penyiaran pemilihan kepala daerah yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Untuk memperjelas hubungan antar variabel tersebut, dapat digambarkan
dalam bagan kerangkan pemikiran sebagai berikut:
105
Bagan Kerangka Pikir
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pikir
UUD NRI TAHUN 1945
UU NO. 32 TAHUN 2002
PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN DAN
STANDAR PROGRAM SIARAN
Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi
Selatan Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018
Pelaksanaan Pengawasan
a. Pengawasan Langsung
b. Pengawasan Tidak Langsung
Faktor yang Memengaruhi Pengawasan
a. Sanksi Hukum
b. Sarana dan Prasarana
c. Sumber Daya Manusia
Terwujudnya Penyiaran Pemilihan Kepala Daerah yang
Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
106
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan tipe penelitian deskriptif kualitatif, karena
dalam penelitian ini mendeskripsikan pengawasan yang dilakukan oleh Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terkait dengan pengawasan
penyiaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dilakukan oleh lembaga
penyiaran televisi di Sulawesi Selatan.
Menurut Zainuddin Ali (2014:105) penelitian yuridis normatif yang
bersifat kualitatif, adalah penelitian yang mengacu pada norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta
norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian tesis ini akan dilakukan di Kantor Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah Sulawesi Selatan yang beralamat di Jalan Botolempangan Nomor 48
Kota Makassar. Penelitian ini direncanakan akan dilakuan dalam jangka waktu
1 (satu) bulan terhitung sejak penelitian ini dipresentasikan dalam seminar
proposal dengan disetujui oleh para pembimbing dan penguji.
C. Fokus dan Deskripsi Fokus
Masalah pada penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Adapun
maksud dalam merumuskan masalah penelitian dengan cara memanfaatkan
fokus yaitu pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi, kedua, penetapan
107
fokus berfungsi untuk memenuhi inklusi-inklusi atau kriteria masuk-keluar
(inclution-exclution criteria) atau informasi baru yang diperoleh di lapangan.
Dalam penulisan peneltian karya llmiah tesis ini, penulis memfokuskan
penelitian pada Efektifitas pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sulawesi Selatan terhadap program siaran Pemlihan Kepala Daerah tahun 2018
yang ditayangkan di televisi. Aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini
adala:
1. Undang-undang Penyiaran
Ingin melihat sejauh mana pelaksanan UU Penyiaran dalam mendukung
efekivitas pengawasan yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah Sulawesi Selatan terhadap progrma siaran Pemilihan Kepala
Daerah yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi di Sulawesi
Selatan pada tahun 2018.
2. P3SPS
Ingin melihat pelaksaan P3SPS di lapangan dalam hal pengawasan yang
dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan
sejauh mana efekivitas pengawasan yang dilakukan Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap progrma siaran Pemilihan
Kepala Daerah yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi di
Sulawesi Selatan pada tahun 2018.
3. Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan
Melihat sejauh mana efekivitas pengawasan yang dilakukan Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap program siaran
108
Pemilihan Kepala Daerah yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran
televisi di Sulawesi Selatan pada tahun 2018.
D. Sampel Data Penelitian
Menurut Rachmat Kriyantono (2014:153) bahwa sebagian dari
keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati inilah yang disebut
sampel. Dengan demikian dapat dipahami bahwa sampel merupakan bagian
dari populasi. Atau dengan kata lain, sampel adalah sebagian atau yang
mewakili objek yang diteliti. Sehingga sampel penelitian merupkan sebagian
dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh
populasi.
Adapun Sampel data dalam penelitian ini adalah data dari hasil
wawancara dengan Ketua, anggota, analis dan pemantau siaran (montoring)
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan serta data dari Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terkait dengan pengawasan
lembaga penyiaran televisi yang melakkan siaran pada Pemilihan Kepala
Daerah di Seulawesi Selatan Tahun 2018
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam
penelitian karena merupakan alat yang digunakan untuk mengupulkan data
agar penelitian yang dilakukan lebih mudah dan hasilnya lebih baik. Adapun
instrumen (alat) yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
109
1) Buku catatan
Buku catatan berfungsi untuk mencatat hasil penelitian yang penting dan
di luar perkiraan sebelumnya di lapangan.
2) Kamera
Kamera berfungsi untuk mendokumentasikan kejadian yang penting
dalam penelitian misalnya dokumen saat wawancara dengan narasumber.
3) Alat perekam
Alat perekam digunakan untuk merekam suara narasumber pada saat
wawancara agar tidak ada penjelasan yang luput dari catatan.
F. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik
melalui wawancara, observasi, maupun laporan dalam bentuk dokumen
tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.
2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,
buku-buku yang berhubungna dengan objek penelitian, hasil penelitian
dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-
undangan.
G. Teknik Pengumpulan Data
1) Penelitian Kepustakaan (Library Recearch)
Yaitu dengan menelaah pelaksanaan pengawsaan Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap program siaran Pilkada yang
dilakukan televisi di Sulawesi Selatan sebagaimana yang diatur di dalam
110
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Peraturan
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/03/2012 Tentang
Pedoman Perilaku Penyiaran, dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia
Nomor 02/P/03/2012 Tentang Standar Program Siaran, dan Peraturan
Perundang-Undangan yang terkait dengan Program Siaran Pilkada serta
menganalisis buku-buku dan literatur-literatur sebagai landasan teoritis
yang akan mendukung dalam menjawab permasalahan.
2) Penelitian Lapangan (Field Recearch)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara langsung
dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini melakukan teknik Interview
(wawancara) secara langsung dengan pihak Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah Sulawesi Selatan diantaranya Ketua, beberapa Staf Monitoring
dan Staf Analisis Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan
dan beberapa pengelola televisi di Sulawesi Selatan.
H. Teknik Analisis Data
Setelah Penulis memeroleh data melalui wawancara, dan
observasi/pengamatan seperti yang tersebut di atas, kemudian diolah dan
dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif serta digeneraliskan dalam sub-sub
sesuai klasifikasi data. Maka selanjutnya untuk menghasilkan sebuah karya
ilmiah (tesis) yang terpadu dan sistematis diperlukan suatu sistem analisis data
yang dikenal dengan analisis yuridis deskriptif yaitu dengan cara
menyelaraskan dan menggambarkan keadaan yang nyata mengenai
111
pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap
program siaran Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018.
I. Rencana Pengujian Keabsahan Data
Agar data dalam penelitan kualitatif ini dapat pertanggungjawabkan
sebagai peneltian ilmiah, maka perlu dilakukan uji keabsahan data. Adapun
cara melakukan uji keabsahan data dapat dilakukan dengan.
1) Credibility
Uji Credibility (kredibilitas) merupakan uji kepercayaan terhadap data
hasil penelitian yang disajikan oleh peneliti agar hasil penelitian yang
dilakukan tidak diragukan sebagai karya ilmiah.
Hal itu dapat dilakukan dengan:
a. Meningkatkan kecermatan dalam penelitian
Dengan meningkatkan kecermatan dalam penelitian, maka
kepastian data dan urutan kronologis peristiwa dapat dicatat dengan
baik sehingga dapat disajikan dengan baik pula dalam sebuah karya
ilmiah.
b. Triangulasi
Triangulasi di sini diartiakan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai waktu.
c. Analisis kasus negatif
Analisis kasus negatif artinya bahwa peneliti mengupulkan data
yang berbeda dan bahkan bertentangan dengan data yang telah ada
sebelumnya.
112
d. Menggunakan bahan referensi
Yang dimaksud dengan referensi di sini adalah bahan pendukung
untuk membuktikan dan menguatkan data yang telah ditemukan
sebelunya oleh peneliti. Data tersebut misalnya didukung oleh foto
atau dokumen autentik sehingga lebih bisa dipercaya.
e. Mengadakan membercheck
Membercheck bertujuan untuk menguji seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Hal
itu dilakukan untuk memastikan agar data yang telah diperoleh
dapat digunakan dalam laporan berdasarkan maksud dari sumber
pemberi data.
2) Transferabiliy
Uji Transferabiliy dilakukan sebagai bentuk validasi eksternal dalam
penelitian kualitatif. Ini penting dilakukan sebagai upaya menunjukan
derajat ketepatan hasil penelitian sehingga dapat diertanggungjawabkan
secara ilmiah.
3) Dependability
Pengujian dependebility dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian. Dengan cara auditor independen atau
pembimbing yang independen mangaudit keseluruhan aktivitas yang
dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Seperti yang
dilakukan pembimbing penulis yang melakukan audit dimulai saat
penulis menentukan masalah, terjun ke lapangan, memilih sumber data,
113
melakukan analis data, melakukan uji keabsahan data, sampai pada
pembuatan laporan hasil penelitian. Semuanya dipantau untuk
memastikan keabsahan data yang diperoleh.
4) Confirmability
Objektivitas pengujian kualitatif disebut juga dengan comfirmability
penelitian. Penelitian bisa dikatakan objekif apaila hasil penelitian telah
disepakati oleh lebih banyak orang. Penelitian kualiatif uji comfirmability
berarti menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses yang telah
dilakukan. Apabila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses
penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi
standar comfirmability.
J. Definisi Operasional
Adapun beberapa variabel yang perlu mendapatkan penjelasan adalah
sebagai berikut:
1) Pengawasan Langsung adalah Pengawasan yang dilakukan Oleh
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap Lembaga
Penyiaran Televisi yang menyajikan siaran Pemilihan Kepala Daerah,
dengan cara melakukan pengawasan secara langsung dengan menonton
program siaran yang ditayangkan di lembaga penyiaran televsi
2) Pengawasan Tidak Langsung adalah Pengawasan yang dilakukan oleh
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap Lembaga
Penyiaran Televisi yang menyajikan siaran Pemilihan Kepala Daerah,
dengan cara mendapatan laporan atau aduan dari masyarakat.
114
3) Sanksi Hukum adalah hukuman yang diberikan oleh Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Selatan kepada Lembaga Penyiaran Televisi
yang melakukan pelanggaran saat menyajikan siaran Pemilihan Kepala
Daerah.
4) Sarana dan Prasarana adalah semua fasilitas yang berkaitan dan
menunjang pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah terhadap siaran Pemilihan Kepala Daerah di
Sulawesi Selatanyang disajiakn oleh Lembaga Penyiaran Televisi .
5) Sumber Daya Manusia adalah orang/personil Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Selatan yang terlibat dalam pengawasan
siaran Pemilihan Kepala Daerah di Sulawesi Selatan yang disajiakan oleh
Lembaga Penyiaran Televisi.
115
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Profil Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah yang
berkedudukan tingkat provinsi. Anggota KPI Pusat berjumlah 9 (sembilan)
orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota KPI Daerah
berjumlah 7 (tujuh) orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Selain itu, anggaran program kerja KPI Pusat dibiayai oleh Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan KPI Daerah dibiayai oleh Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi.
Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI dibantu oleh sekretariat tingkat eselon
II yang stafnya terdiri dari staf pegawai negeri sipil serta staf profesional non
PNS. KPI merupakan wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi
aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran harus
mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja dengan selalu
memperhatikan tujuan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2002 Pasal 3 bahwa: ―Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk
memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang
beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan
kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri,
116
demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran
Indonesia.‖
Untuk mencapai tujuan tersebut organisasi KPI dibagi menjadi tiga
bidang, yaitu bidang kelembagaan, struktur penyiaran dan pengawasan isi
siaran. Bidang kelembagaan menangani persoalan hubungan antar
kelembagaan KPI, koordinasi KPID serta pengembangan kelembagaan KPI.
Bidang struktur penyiaran bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis
penyiaran. Sedangkan bidang pengawasan isi siaran menangani pemantauan isi
siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media.
Mekanisme pembentukan KPI dan rekrutmen anggota yang diatur oleh
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 akan menjamin bahwa pengaturan
sistem penyiaran di Indonesia akan dikelola secara partisipatif, transparan,
akuntabel sehingga menjamin independensi KPI.
2. Visi dan Misi Komisi Penyiaran Indoneisa Daerah Sulawesi Selatan
Visi
Terciptanya sistem penyiaran di Sulawesi Selatan yang dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kepentingan masyarakat Sulawesi
Selatan serta mendorong majunya lembaga penyiaran di Sulawesi Selatan
untuk mendukung terciptanya Sistem Penyiaran Nasional yang sesuai amanat
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002.
Misi:
1. Membangun dan memelihara tatanan informasi daerah Sulawesi
Selatan yang adil, merata dan seimbang melalui penciptaan
117
infrastruktur yang tertib dan teratur, serta arus informasi yang
harmonis antara pusat dan daerah jawa barat, antar wilayah di
daerah Sulawesi Selatan, juga antara daerah Sulawesi Selatan dan
daerah lainnya di Indonesia.
2. Mendorong lembaga penyiaran untuk menjunjung tinggi nilai nilai
religi, khasanah lokalitas, serta kearifan lokal yang telah menjadi
budaya komunikasi sosial antar anggota masyarakat Sulawesi
Selatan.
3. Mendorong lembaga penyiaran di Sulawesi Selatan untuk menjadi
lembaga yang profesional dengan mempunyai kredibilitas serta
daya saing melalui peningkatan kualitas sdm dan teknologi pada
skala nasional maupun global.
4. Mendorong masyarakat untuk menjadi khalayak yang kritis dan
rasional dalam menjamin hak masyarakat mendapatkan informasi
yang benar dan bermanfaat.
5. Menjadikan KPID Sulawesi Selatan sebagai perwujudan peran
serta masyarakat dengan tetap memelihara hubungan yang sinergis
dengan masyarakat penyiaran dan pemerintah dalam upaya
membangun kehidupan penyiaran di Sulawesi Selatan yang
demokratis dan bertanggungjawab.
118
3. Wewenang, Tugas dan Kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah Sulawesi Selatan
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan (KPID Sulsel)
merupakan bagian dari wujud peran serta masyarakat Sulsel dalam hal
penyiaran, baik sebagai wadah aspirasi maupun mewakili kepentingan
masyarakat sebagaimana disebutkan dalam UU Penyiaran. Legitimasi politik
bagi posisi KPID Sulsel dalam kehidupan kenegaraan diatur oleh UU
Penyiaran sebagai lembaga negara independen yang mengatur hal-hal
mengenai penyiaran sebagaiman disebutkan dalam UU Penyiaran. Secara
konseptual posisi ini mendudukkan KPID Sulsel sebagai lembaga kuasi negara
di daerah provinsi atau dalam istilah lain juga biasa dikenal dengan auxilarry
state institution.
Sebagai lembaga negara independen, KPID Sulsel memiliki Wewenang,
tugas dan kewajiban. Adapun yang menjadi kewenangan, tugas dan kewajiban
KPID Sulsel sebagai perpanjangan tangan KPI Pusat dalam rangka melakukan
pengaturan penyiaran yang diberikan oleh UU Penyiaran adalah sebagai
berikut.
Wewenang
1. Menetapkan standar program siaran
2. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran
(diusulkan oleh asosiasi/masyarakat penyiaran kepada KPI)
3. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran
serta standar program siaran
119
4. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman
perilaku penyiaran serta standar program siaran
5. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah,
lembaga penyiaran, dan masyarakat
Tugas dan Kewajiban
1. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan
benar sesuai dengan hak asasi manusia
2. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran
3. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga
penyiaran dan industri terkait
4. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan
seimbang
5. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan,
serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan
penyiaran
6. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang
menjamin profesionalitas di bidang penyiaran
4. Sumber Daya Manusia Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sulawesi Selatan
Sebagai sebuah organisasi yang membutuhkan sumber daya manusia
yang melaksankan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang lembaga,
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan memiliki sumber daya
120
manusia yang bekerja dalam lembaga tersebut. Sumber daya manusia yang
bekerja pada lembaga negara independen ini terdiri atas komisioner dan staf.
Komisioner sebagaimana yang telah dibahas pada bab tinjauan pustaka
sebelumnya bahwa terdiri atas 7 orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan
kelayakan secara terbuka yang selanjutnya mereka ditetapkan secara
administratif. Berdasrkan UU Penyiaran Pasal 10 ayat (3) disebutkan bahwa:
―... anggota KPI Daerah secara administratif ditetapkan oleh Gubernur atas
usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.‖
Adapun pimpinan atau komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sulawesi Selatan Periode 2017 sampai 2020 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Susunan Keanggotaan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi
Selatan Periode 2017-2020
No. Nama Komisioner Jabatan
1 Mattewakkan, S.IP., M.Si. Ketua
2 Drs. H. Waspada Santing, M.Sos.I.,
M.HI. Wakil Ketua
3 Herwanita, S.Sos., M.I.Kom. Koordinator Bidang
Pengawasan Isi Siaran
4 Muhammad Hasrul Hasan, S.E.,
M.M.
Koordinator Bidang Fasilitasi
dan Infrastruktur Perizinan
5 Andi Muhammad Irawan, S.S.,
M.Hum., Ph.D Anggota Bidang Perizinan
6 Arie Andyka, S.H. Anggota Bidang
Kelembagaan
7 Riswansyah Muchsin, S.H., M.H. Koordinator Bidang
Kelembagaan Sumber: KPID Sulsel, 2018
121
Sumber: KPID Sulsel, 2019
Gambar 4.1
Foto Komisioner KPID Sulsel Periode 2017-2020
Sementara staf yang bekerja pada Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2
Staf Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan
No Nama Posisi
1 Rian Oktora Prihandoko, S.I.Kom. Analis
2 Muh. Iswar Ramadhan, S.Sos., M.Si. Analis
3 Nur Hadijah, S.Sos. Monitoring
4 Andi Syurganda, S.S., MA. Monitoring
5 Ihwan, S.Sos. Monitoring
6 Ardiyanti Amiruddin, S.E. Monitoring
7 Marwah, S.Sos. Monitoring
8 Herman Pelani, S.H. Monitoring
9 Hendra, S. Sos., M.Si. Monitoring
10 Dita Haritza, S.I.Kom. Monitoring
11 Dwi Wulandari, S.I.Kom Perizinan
12 Fahreza Oktansyah, S.H. Perizinan
13 Sri Astuti, S.H. Keuangan
14 Rosmanidar Rahman, S.Pd. Keuangan
15 Fickram Azis, S.Sos. Kelembagaan
16 Iswandi Rusli, S.H. Kelembagaan
17 Gordon Kirby, S.E. Kelembagaan
18 Jordan Ofice Boy Sumber: KPID Sulsel 2018
122
5. Prosedur Perizinan Lembaga Penyiaran
Alur Mendapatkan Izin Penyiaran:
- Pemohon mengajukan permohonan ke KPID, pemda dan menteri
- Pemohon mengisi formulir
- Dilakukan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP)
- Penerbitan rekomendasi kelayakan
- Penerbitan izin penyelenggraraan penyiaran (IPP) sementara
- Diakukan uji kelayakan
- Evaluasi tim
- Menteri menerbitkan IPP tetap
Masa berlaku IPP:
- 10 Tahun untuk izin penyiaran televisi
- 5 Tahun untuk izin penyiaran radio
Retribusi:
- Nol rupiah (gratis)
KPID beralamat di Jl. Botolempangan No. 48 Lantai II, Kota Makasar
Kode Pos 90113. Tlp/Fax: [0411] 3611700, Email: [email protected].
B. Temuan Penelitian
1. Pelaksanaan Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sulawesi Selatan Terhadap Program Pemilihan Kepala Daerah
Tahun 2018
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan (KPID Sulsel)
merupakan sebuah lembaga negara independen yang ada di Daerah Provinsi
123
Sulawesi Selatan yang melakukan pengawsan terhadap lembaga penyiaran
(Televisi dan Radio) dalam menyiarkan tayangan termasuk siaran atau program
Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah di Sulawesi Selatan.
Pengawasan ini penting agar lembaga penyiaran televisi yang melakukan
penyiaran sesuai dengan regulasi yang berlaku, sehingga keadilan dalam
penyiaran program siaran Pilkada dapat terwujud.
Khusus pada tahun 2018 di Sulawesi Selatan, penyelenggaran Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) digelar untuk memilih Kepala Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan (Gubernur dan Wakil Gubernur) serta Pemilihan Kepala
Daera di 13 (tiga belas) kabupaten/kota yakni Kabupaten Bone, Kabupaten
Sinjai, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Sidrap,
Kabupaten Enrekang, Kabupaten Wajo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Pinrang.
Sedangkan Kota yang menggelar Pilkada yang memilih Walikota dan Wakil
Walikota terdiri dari Kota Pare-pare, Kota Palopo, serta Kota Makassar.
Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah, lembaga penyiaran berperan
penting dalam mensosialisasikan program calon kepala daerah sehingga dapat
menarik simpati publik yang akan menentukan hak pilihnya. Namun, tidak
semua lembaga penyiaran dapat menyiarkan program pemilihan kepala daerah.
Lembaga penyiaran dapat menyiarkan probram pemilihan kepala daerah
terlebih dahulu harus memiliki izin penyelenggaraan penyiaran (IPP).
Terkait penggunaan spectrum frekuensi untuk kepentingan penyiaran
kegiatan kampanye dan sosialisasi Pilkada serentak di Sulawesi Selatan tahun
2018 maka Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan
124
menyampaikan Lembaga Penyiaran yang bisa menyiarkan program siaran
Pemilihan Kepala Daerah.
Adapun jumlah Lembaga Penyiaran setiap daerah di Sulawesi Selatan
yang berizin KPID Sulsel, Update Februari 2018 dapat dilihat pada pada tabel
di bawah ini. (secara lengkap dapat dilihat pada lampiran).
Tabel 4.3
Jumlah Lembaga Penyiaran Yang Berizin
Komisi Peyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan
No. Daerah Kabupaten/Kota Jumlah Lembaga Penyaiaran
Televisi TV Kabel Radio
1 Makassar 9 7 19
2 Maros - 1 1
3 Gowa 6 - -
4 Pangkep - 1 -
5 Parepare 2 1 3
6 Pinrang - - 3
7 Sidrap - 2 -
8 Bantaeng - 1 1
9 Takalar 4 - 2
10 Bulukumba 1 4 2
11 Sinjai 1 - 1
12 Bone 1 3 1
13 Wajo - 3 1
14 Soppeng - 1 1
15 Selayar - 2 1
16 Enrekang - 1 -
17 Tana Toraja - - -
18 Toraja Utara - 1 -
19 Palopo 1 2 4
20 Luwu - 1 -
21 Luwu Timur - 1 -
22 Luwu Utara - 1 1
Jumlah Lembaga Penyiaran 25 33 41 Sumber: Diolah data KPID Sulsel, 2018
Dari tabel 4.3 tersebut di atas diketahui bahwa di Sulawesi Selatan cukup
banyak lembaga penyiaran berizin yang dapat menyiarkan program siaran
Pemilihan Kepala Daerah. Ada 25 (dua puluh lima) lembaga penyiaran televisi,
125
33 (tiga puluh tiga) lembaga penyiaran berlangganan (TV kabel) dan 41 (empat
puluh satu) lembaga penyiaran radio. Jadi total keseluruhan lembaga penyiaran
yang berizin yang dapat menyiarkan program Pilkada tahun 2018 di Sulsel ada
99 (sembilan Puluh sembilan). Belum lagi lembaga penyiaran yang tidak
berizin yang mungkin saja ada dan menyiarkan program siaran Pilkada secara
ilegal. Ini pun harus mendapatkan pengawasan yang serius oleh KPID Sulsel
demi tercapainya penyiaran yang yang sesuai dengan amanat UU Penyiaran
untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa
yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan
kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat mandiri,
demokratis, adil dan sejahtera serta menumbuhkan industri penyiaran
Indonesia.
Untuk lebih memahami mekanisme pemberian sanksi administrasi dapat
dilihat pada bagan berikut ini:
Sumber: KPID Sulawesi Selatan, 2019
Gambar 4.2
Mekanisme Penjatuhan Sanksi Adminstratif
126
Dari data KPID Sulsel diketahui bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan ada
25 (dua puluh lima) lembaga penyiaran televisi, 33 (tiga puluh tiga) lembaga
penyiaran berlangganan (TV kabel) dan 41 (empat puluh satu) lembaga
penyiaran radio yang memiliki izin penyelenggaraan penyiaran. Jadi total
keseluruhan lembaga penyiaran yang berizin yang dapat menyiarkan program
Pilkada ada 99 (sembilan Puluh sembilan, KPID Sulsel pada masa kampanye
Pilkada 2018, hanya melakukan pengawasan atau monitoring terhadap 3
lembaga Penyiaran Lokal, 1 Lembaga Penyiaran Publik, dan beberapa lembaga
penyiaran berjaringan yang ada di Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan
adalah purposive sampling dengan menganalisa seluruh pemberitaan,
penyiaran dan iklan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan Kepala
Daerah di Sulawesi Selatan.
Selama masa kampanye terbuka di lembaga penyiaran televisi, sejak
bulan Februari hingga Bulan Juni 2018, KPID mengawasi isi siaran televisi
dengan menggolongkan menjadi 3 kategori yaitu: pengawasan pemberitaaan,
pengawasan penyiaran, dan pengawasan iklan.
Pengawasan yang dilakukan oleh KPID Sulsel dilakukan dengan 2 (dua)
cara yakni dengan pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung.
Pengawasan langsung dilakukan dengan mengawasi pelaksanaan penyiaran di
televisi, sedangkan pengawasan tidak langsung adalah dengan melalui
pengaduan dan/atau laporan dari masyarakat, baik secara lansung datang ke
Sekretariat KPID Sulsel maupun dengan menggunakan media komunikasi yang
ada seperti telepon, e-mail dan sebagainya.
127
2. Faktor yang Mempenaruhi Efektivitas Pelaksanan penawasan
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Terhadap
Program Pemilihan Kapala Daerah Tahun 2018.
Berdasakan hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan Ketua,
Angota Komisioner, staf Analis dan staf pengawas pengawas isi siaran
(monitoring) ditemukan bahwa ada beberapa faktor mempengaruhi efektivitas
pelaksanan penawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan
dalam melakukan pengawasan terhadap program pemilihan kapala daerah
tahun 2018 yang di tayangkan di televisi.
Faktor penghambat tersebut adalah masih kurangnya sarana dan
prasarana yang dimiliki, kurangnya sumber daya manusia dalam melakukan
pengawasan, dan sanksi hukum yang diberikan belum bisa memberikan efek
jerah kepada lembaga penyiaran televisi yang melakukan pelanggaran. Dengan
demikian, KPID Sulsel belum bisa efektif dalam mengawasi lembaga
penyiaran khususnya televisi yang melakukan penyiaran Pemilihan Umum
Kepala Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan pada Tahun 2018.
Akibat dari belum efektinya pengawasan yang dilakukan oleh KPID
Suawesi Selatan terhadap program pemilihan kepala daerah yangdlakukan oleh
lembaga penyiaran televisi dapat berdampat pada adanya pelanggaran yang
dapat merugikan salah satu calon sehingga dapat menimbulkan komplit dan
mengurangi nilai demokrasi dan keadailan pada kontetasi politik yang
merupakan pesta demokrasi untuk memilih pemipin daerah sesuai dengan
keinginan rakyat tampa adanya kecurangan apapun.
128
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sulawesi Selatan Terhadap Program Pemilihan Kepala Daerah
Tahun 2018
a. Pengawasan Langsung
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan Sebagai
lembaga negara independen yang diberikan kewenangan untuk mengawasi
pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran dan satndar program
siaran di daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Salah satu yang menjadi objek
pengawasan KPID Sulawesi Selatan adalah terkait dengan siaran pemilihan
umum dan pemilihan umum kepala daerah.
Khusus pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang diselenggarakan di
beberapa daerah secara serentak tahun 2018 di Sulawesi Selatan, KPID
Sulawesi Selatan melakukan pengawasan atau monitoring terhadap siaran
pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh lembaga penyiaran di masa
kampanye terbuka. Hal tersebut dilakukan, mengingat media massa menjadi
sarana strategis bagi peserta calon kepala daerah untuk menyampaikan pesan
politiknya baik melalui penyiaran, iklan maupun pemberitaan. Iklan dan
pemberitaan melalui media massa signifikan dalam mendongkrak popularitas
calon dan mempengaruhi preferensi pemilih yang akan menentukan hak
pilihnya di bilik suara.
Tahun 2018, di Provinsi Sulawesi Selatan digelar 13 Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) serentak. Pilkada tersebut terdiri dari pemilihan Gubernur dan
129
Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, Pemilihan bupati dan wakil bupati
di 9 Daerah Kabupaten yang terdiri dari Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai,
Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Sidrap, Kabupaten
Enrekang, Kabupaten Wajo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Pinrang. Sedangkan
pemilihan walikota dan wakil walikota dilaksanakan di Kota Pare-pare, Kota
Palopo, dan Kota Makassar.
Karena dalam pilkada tersebut, lembaga penyiaran televisi merupakan
sarana yang banyak digunakan calon kepala daerah untuk menyampaikan
program, visi dan misi untuk menarik simpati pemilih. Olehnya itu lembaga
penyiaran televisi ini perlu diawasi oleh KPID Sulsel agar tidak ada
pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi.
Pada Pilkada tahun 2018, KPID melakukan pengawasan atau monitoring
terhadap 3 lembaga Penyiaran Lokal, 1 Lembaga Penyiaran Publik, dan
beberapa lembaga penyiaran berjaringan yang ada di Sulawesi Selatan.
Lembaga penyiaran lokal yang diawasi terdiri atas Celebes TV, Fajar TV, dan
Ve Channel. Semnatara Lembaga Penyiaran Publik yang diawasi adalah TVRI
Sulawesi Selatan dan beberapa lembaga penyiaran berjaringan yang ada di
Sulawesi Selatan adalah INews TV dan Metro TV. Metode yang digunakan
adalah purposive sampling dengan menganalisa seluruh pemberitaan,
penyiaran dan iklan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan Kepala
Daerah di Sulawesi Selatan.
130
Seperti yang disampaikan, Mattewakkan selaku ketua oleh ketua KPID
Sulawesi Selatan saat penulis wawancarai di Sekretariat KPID Sulawesi
Selatan (wawancara 9 Mei 2019) menyatakan bahwa:
Pengawasan siaran pilkada dilakukan oleh KPID sebagai pengawas isi
siaran, yang diharapkan semua isi siaran itu sesuai dengan P3SPS.
Sehingga siaran yang dikonsumsi oleh masyarakat berupa siaran yang
berkualitas sehingga bisa meningkatkan kehidupan sosial mereka.
Khusus pada Pilkada tahun 2018, kita lebih fokus pada pengawasan
siaran yang terkait Pilkada itu sendiri berupa berita, informasi, hiburan,
tentang kandidat apakah dalam bentuk kampanye, penyampaian visi-
misi.
Yang pertama kita lihat adalah kontennya, apakah tidak ada
pelanggaran P3SPS. Kedua pelanggaran aturan-aturan yang sudah
ditetapkan oleh PKPU, selanjunya yang kita lihat adalah memastikan
lembaga penyiaran berlaku adil (netral) terhadap semua kontestan
pilkada. Nilai berita setiap paslon harus seimbang, kalau calon yang
satu dipuji maka paslon lain pun harus dipuji juga keberhasilannya.
Jangan calon A ditampilkan keberhasilannya dan calon lain ditampilkan
yang negatif. Kemudian waktu, memberitakan pada waktu yang sama
dan selanjutnya durasi kalau paslon A menyampaikan waktu visi
misinya setengah jam maka paslon lainpun juga harus setengah jam
pula. Begitu pula dari segi harga iklan. Semua paslon harus sama. Tidak
boleh berbeda harga iklan antara paslon yang satu dengan paslon yang
lain.
Lebih lanjut, Mattewakkan menjelaskan (wawancara 9 Mei 2019) bahwa:
Khusus pada Pilkada tahun 2018, pengawasan yang dilakukan oleh KPID
Sulsel dengan menonton semua program siaran televisi yang terkait
dengan Pilkada. Apabila ada pelanggaran maka staf pengawas isi siaran
(monitoring) mencatat pada lembaran pemantauan secara detail. Mulai
dari Stasiun TV, hari dan tanggal, Program Acara (Talkshow, Iklan,
Berita), Waktu Tayang, Narasumber (Talkshow dan Berita) Tema
Talkshow/Dialog dan Deskripsi Tayangan.
Setelah dicatat dan dideskripsikan tayangan yang terindikasi melanggar
oleh monitoring, lalu dibawa ke anlis untuk dianalisis dengan melihat
kembali pada alat perekam untuk memastikan apa betul itu sebuah
pelanggaran atau bukan. Apabila menurut analis itu betul merupakan
pelanggaran, maka analis akan mencari pasal apa saja yang dilanggar dan
selanjutnya menyampaikan ke koordinator isi siaran yang selanjutnya
dirapat plenokan oleh para Komisioner untuk menentukan jenis
pelanggaran dan sanksi yang akan diberikan kepada lembaga penyiaran
yang melakukan pelanggaran tersebut.
131
Sementara Herwanita selaku koordinator bidang pengawasan dan isi
siaran menyampaikan, (wawancara, 9 Mei 2019) bahwa:
Untuk memastikan lembaga penyiaran mematuhi aturan yang ada, kami
mengeluarkan peraturan KPID Sulawesi Selatan terkait penyiaran di
masa kampanye pilkada 2018, yang kedua melakukan diskusi dengan
stakholder terkait, KPU dan Bawaslu dan pakar komunikasi media terkait
peran media dalam mensukseskan Pilkada 2018. Hal itu dilakukan untuk
membentuk persepsi dan komitmen yang sama dalam menjaga netralitas
pada Pilkada 2018.
KPID Sulsel sebagai lembaga negara independen yang melakukan
pengawasan terhadap lembaga penyiaran yang menyelenggarakan program
siaran Pilkada Provinsi dan Pilkada Walikota Makassar. Adapun monitoring
yang dilakukan oleh KPID Sulsel terhadap lembaga penyiaran televisi yang
melakukan program siaran Pilkada pada Pemilihan Walikota Makassar. Di
awal penyiaran pemilihan walikota diikuti oleh dua pasangan calon walikota
Makassar.
Adapun kedua Pasangan calon Walikota Makassar yang akan disiarkan
oleh lembaga penyiaran televisi dapat dilihat pada di bawa ini (sebelum
pasangan DIAMI didiskualifikasi:
Sumber: KPU Kota Makassar 2018
Gambar 4.3
Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota
Makassar Tahun 2018 Sebelum Pasangan DIAMI Didiskualifikasi
132
Karena dalam proses perjalan pencalonan, Pasangan Calon Walikota dan
Wakil Walikota Makassar pasangan Muhammad Ramdhan Pomanto dan Indira
Mulyasari (DIAMI) didiskualifikasi, maka selanjutnya hanya satu pasangan
calon Walikota Makassar yakni pasangan Munafri Arifuddin dan Andi
Rahmatika Dewi (APPI CICU) yang melakukan sosialisasi dan penyiaran di
lembaga penyiaran televisi
Sumber: Google, 2018
Gamabar 4.4
Kertas Suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
Makassar Tahun 2018 Setelah Pasangan DIAMI Didiskualifikasi
133
Dalam melakukan pengawasan terhadap program siaran yang disajikan
oleh lembaga penyiaran televisi yang dilakukan oleh KPID Sulsel, memetakan
program siaran tersebut dalam 3 (tiga) kategori itu adalah tone positif, tone
negatif dan netral.
Menurut Muhammad Iswar Ramadhan yang merupakan analis KPID
Sulsel (wawancara 8 Juli 2019) bahwa:
Tone positif artinya bahwa dalam program siaran pemilihan kepala
daerah, lembaga penyaiaran televisi senangtiasa mengangkat citra paslon
sehingga dapat meningkatkan elektabiliasnya di kalangan pemilih.
Sementara tone negatif artinya program siaran yang dilakukan oleh
lembaga penyiaran yang ditampilkan adalah kejelekan dari paslon
sehingga dapat menurunkan tingkat elektabilitas paslon tersebut.
Sedangkan program siaran yang netral artinya bahwa program siaran
yang disajikan oleh lembaga penyiaran televisi menempatkan semua
paslon pada posisi yang sama. Semua paslon mendapatkan perlakuan dan
porsi yang sama, tidak ada yang diangkat dan tidak ada pula yang
dijatuhkan.
Adapun program siaran pemilihan umum kepala daerah yang dilakukan
oleh lembaga penyiaran televisi pada Pemilihan Calon Walikota dan Wakil
Walikota Makassar tahun 2018 dapat dilihat pada grafik. Karena dalam
penulisan Tenis ini, Penulis menggunkan singkatan pasangan calon, maka agar
dapat dimengerti singkatan tersebut maka dapat dilihat pada keterangan berikut
ini:
- DIAMI : Pasangan Muhammad Ramdhan Pomanto dan Indira Mulyasari
- APPI CICU: Munafri Arifuddin dan Andi Rahmatika Dewi
134
Adapun pemberitaan yang dilakukan ole lembaga penyiaran televisi
berikut ini: (Laporan Monitoring Pilkada Per 1-12 Maret 2018).
Berita Pilwalkot Makassar (CELEBES TV)
Sumber: KPID Sulsel, 2018
Gambar 4.5
Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan Celebes TV
Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa porsi pemberitaan Pilkada
pada Pemilihan Walikota Makassar tahun 2018 yang dilakukan oleh Celebes
TV pasangan calon Appi-Cicu lebih banyak dan tonenya positif. Sedangkan
paslon Diami lebih sedikit dan itupun tonenya negatif.
Sedangakan pemberitaan yang dilakukan oleh Fajar TV pada pemilihan
Walikota Makassar tahun 2018 dapat dilihat pada tabel grafik berikut ini
0
10
20
30
40
50
60
DIAMIAPPI CICU
Netral
Positif
Negatif
Netral
135
Berita Pilwalkot Makassar (Fajar TV)
Sumber: KPID Sulsel, 2018.
Gambar 4.6
Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan Fajar TV
Dari gambar grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pemberitaan pilkada
yang dilakukanoleh Fajar TV lebih banyak memberikan porsi kepada pasangan
Diami dan semuanya tonenya positif. Sementara paslon Appi-Cicu lebih sedikit
mendapatkan porsi. Namaun demikian tetap juga mendapatkan pemberitaan
yang bertone fositif.
Sementara pemberitaan yang dilakukan oleh TVRI dapat dilihat pada
tabel berikut ini
Berita Pilwalkot Makassar (TVRI)
Sumber: KPID Sulsel, 2018.
Gambar 4.7
Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan TVRI
0
5
10
15
DIAMIAPPI CICU
Netral
Positif
Negatif
Netral
0
5
10
15
DIAMIAPPI CICU
Netral
Positif
Negatif
Netral
136
Dari grafik pemberitaan tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa
pemberitaan yang dilakukan oleh TVRI pada pemilihan Walikota Makassar
memperlihatkan bahwa media televisi ini masih netral. Pemebritaan yang
disajikan tidak ada yang berpihak kepada paslon tertentu.
Sementara pemberitaan yang dilakukan oleh Inews TV Sulsel dapat
dilihat pada gfraik berikut ini
Berita Pilwalkot Makassar (INews TV Sulsel)
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.8
Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan I-News TV
Berdasarkan grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pemberitaan yang
dilakuakn oleh lembaga penyaiaran Inews TV Sulsel tidak memberikan porsi
yang sama pada pemilihan walikota. Pasangan Diami lebih banyak
mendapatkan porsi dan semuanya positif sementara pasangan Appi-Cicu cuma
mendapatkan sedikit porsi positif dan negatinya lebih banyak.
Selnjutnya pemberitaan siaran Pilwalkot Makassar yang dilakukan oleh
Metro TV Sulsel dapat dilihat pada grafik berikut:
0
1
2
3
4
5
DIAMIAPPI CICU
Netral
Positif
Negatif
Netral
137
Berita Pilwalkot Makassar (Metro TV Sulsel)
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.9
Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan Metro TV Sulsel
Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa penyaiaran yang dilakukan
oleh Metro TV Makassar, lebih banyak memberikan porsi kepada Paslon Appi-
Cicu meski tone negatinya lebih banyak. Sementara pemberitaan yang
dilakukan oleh VE Chanel dapat dilihat pada graik di bawah ini
Berita Pilwalkot Makassar (VE Channel)
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.10
Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan VE Channel
0
0.5
1
1.5
2
DIAMIAPPI CICU
Netral
Positif
Negatif
Netral
0
0.5
1
1.5
2
DIAMIAPPI CICU
Netral
Positif
Negatif
Netral
138
Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pemberitaan yang dilakukan
oleh Ve Chanel lebih memberikan porsi yang lebih besar kepada Paslon Appi-
Cicu dan semuanya tone fositif. Sementara paslon Diami mendapatkan porsi
yang lebih sedikit, itupun anatara tone positif dan negatifnya sama.
Dari grafik pemberitaan yang bersumber dari KPID Sulsel tersebut di
atas, dapat dijelaskan bahwa, lembaga penyiaran Televisi dalam menyairkan
siaran Pilkada sebagian besar tidak netral. Hanya TVRI yang terlihat netral
pada Pilwalkot Makassar tahun 2018.
Menurut penulis, ini merupakan sebuah masalah karena lembaga
penyiaran baik, lembaga penyiaran Publik (TVRI), lembaga penyiaran Lokal
Swasta (Celebes TV, Fajar TV, Ve Chanel) dan lembaga Swasta berjaringan
(Inews TV dan Metro TV) harus independen. Tidak boleh berpihak kepada
paslon tertentu. Lembaga penyiaran ini harus mengedepankan kepentingan
informasi kepada publik yang bebas dari kepentingan apapun.
Berdasarkan data dari KPID Sulsel tahun 2018, dapat dijelaskan bahwa
pada pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar tahun 2018, media
yang diawasi oleh KPID Sulsel, hanya TVRI yang independen, yang lain
semuanya terlihat tidak netral. Hal itu dibuktikan dengan pemberitaan terhadap
kedua paslon tidak berimbang. Ada paslon yang mendapatkan porsi yang lebih
banyak dibandingkan paslon yang lain. Begitupun dari segi tonenya, ada paslon
yang banyak mendapatkan pemberitaan dengan tone positif sehingga dapat
mengangkat citra paslon adapula yang banyak mendapatkan pemberitaan tapi
tonenya negatif, yang justru merugikan paslon tersebut.
139
Dari data tersebut dapat pula dijelaskan bahwa program siaran Jurnalistik
di yang disiarkan oleh beberapa, misalnya Celebes TV terdapat pelanggaran.
Program tersebut menampilkan pemberitaan tentang Pasangan calon yang
didominasi oleh pasangan calon APPI-CICU. Informasi yang disajikan
program tersebut cenderung berpihak sehingga berpotensi melanggar UU
Penyiaran, P3 dan SPS.
Adapun contoh program siaran yang dikategorikan sebgai tone positif
dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar. 4.11
Contoh Program Siaran Tone Positif
Sementara program siaran yang tone negatif dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
140
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.12
Contoh Program Siaran Tone Negatif
Adapun contoh program siaran pilkada yang netral dapat dilihat pada
gambar berukut ini.
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.13
Contoh Program Siaran Pilkada Netral
141
Menurut Penulis, program siaran pemilihan kepala daerah yang disajikan
oleh lembaga penyiaran sudah ternmasuk kategori pelanggaran. Adapun aturan
yang dilanggar menurut pandangan penulis diantaranya adalah.
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada Pasal 36
ayat (4) bahwa: ―Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh
mengutamakan kepentingan golongan tertentu‖
2. Pasal 11 P3
(1) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan
perlindungan untuk kepentingan publik.
(2) Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi
siaran dalam setiap program siaran
3. Pasal 11 SPS
(1) Program siaranwajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan
tidak untuk kepentingan kelompok tertentu.
(2) Program siaran dilarang dimanaatkan untuk kepentingan pribadi
pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan/atau kelompoknya
4. Pasal 40 SPS yang berbunyi bahwa Program siaran jurnalistik wajib
memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik sebagai berikut:
(a) Akurat, adil, berimbang, tidak berpihak, tidak beritikad buruk,
tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta
dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur kekerasan, dan tidak
mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan
5. Pasal 71
(2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap
parapeserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala
daerah.
(3) Program siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilihan
Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah
Harusnya dengan pelangaran tersebut, KPID selaku lembaga negera
independen yang mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap isi siaran
yang terkait dengan Pilkada, dapat memberikan sanksi bagi lembaga penyiaran
yang melakukan pelanggaran tersebut sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Sementara pemberitaan pada Pemilihan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur Sulawesi Selatan diikuti oleh empat pasangan calon yang
142
disiarkan oleh lembaga penyiaaran televisi. Adapun pasangan calon yang
berkontestasi dalam Pemilihan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
Sulawesi Selatan Tahun 2018 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Sumber: KPU Sulsel 2018
Gambar 4.14
Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur
Sulawesi Selatan Tahun 2018
Pemberitaan lembaga penyiaran televisi terkait Pemilihan Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Tahun 2018 akan
disajikan dalam bentuk grafik. Pada grafik yang akan disajikan, Penulis
memakai singkatan nama pasangan calon. Agar mudah dipahami singkatan
tersebut maka Penulis memberikan keterangan sebagai berikut :
- NH-Azis: Pasangan Nurdin Halid-Abd. Azis Qahar Muzakkar
- Agus-TBL: Pasangan Agus Arifin Nu’man-Tanri Bali Lamo
- Prof NA-SS: Pasangan Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman
- Punggawa-Cakka: Pasangan Ichsan Yasin Limpo-Andi Muzakkar
Adapun penyiaran program siaran Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur yang dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi sebagai beikut:
Berita Pilgub Sulsel (CELEBES TV)
143
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.15
Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan Celebes TV
Berdasarkan grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pemberitaan yang
disirkan oleh Celebes TV pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
Sulawesi Selatan tahun 2018 masih banyak pemberitaan yang netral. Meski
demikian, di antara 5 paslon yang ada hanya dua paslon yang mendapatkan
porsi pemberitaan. Yaitu NH-Azis dengan tone positif, sedangkan paslon lain
yang mendaptakan pemberitaan adalah Punggawa-Cakka tapi dengan tone
negatif.
Selanjutnya pemberitaan Pilkada yang dilakukan oleh Fajar TV dapat
dilihat pada grafik berikut ini
Berita Pilgub Sulsel (Fajar TV)
0
20
40
60
Positif
Negatif
Netral
144
Sumber: KPID Sulsel, 2018
Gambar 4.16
Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan Fajar TV
Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pemebritaan yang disiarkan
oleh Fajar TV lebih banyak yang netral, namun demikian tidak semua paslon
mendapatkan porsi dalam pemberitaan. Hanya paslon NH-Azis dan Prof NA-
SS yang mendapatkan porsi pemberitaan dengan tone positif.
Selanjutnya pemberitaan Pilkada yang dilakukan oleh TVRI Sulsel pada
pilkada gubernur dan wakil gubernur tahun 2018 dapat dilihat pada grafik
berikut ini.
0
2
4
6
8
10
12
14
Positif
Negatif
Netral
145
Berita Pilgub Sulsel (TVRI)
Sumber: Data KPID Sulsel 2018
Gambar 4.17
Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan TVRI
Berdasarkan grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pmberitaan yang
dilakukan oleh TVRI pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur tahun 2018
masih netral. Itu tebukti karena semua paslon mendapatkan poirsi yang sama
besar dengan tone positif semua.
Selanjutnya, pemberitaan yang dilakukan oleh Inews TV Sulsel pada
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel tahun 2018 dapat dilihat pada
grafik berikut ini.
0
2
4
6
8
10
12
14
Positif
Negatif
Netral
146
Berita Pilgub Sulsel (I-News Sulsel)
Sumber: Data KPID Sulsel 2018
Gambar 4.18
Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan I-News Sulsel
Berdasarkan grafik ditersebut dapat dijelaskan bahwa pemberitaan yang
dilakukan oleh INews TV Sulsel pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur
sulsel tahun 2018 dapat dijelasakan bahwa penyiaran yang dilakukan tidak
berimbang. Hal itu terbukti hanya paslon Punggawa-Cakka yang mendapatkan
porsi pemberitaan. Sementara paslon lain tidak mendapatkan sama sekali.
Dari grafik pemberitaan yang bersumber dari KPID Sulsel tersebut di
atas, dapat dijelaskan bahwa, lembaga penyiaran televisi dalam menyiarkan
siaran Pilkada sebagian besar tidak netral. Hanya TVRI yang terlihat netral
pada Pilwalkot Makassar tahun 2018.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Positif
Negatif
Netral
147
Menurut penulis, ini merupakan sebuah masalah karena lembaga
penyiaran baik, lembaga penyiaran publik (TVRI), lembaga penyiaran Lokal
Swasta (Celebes TV, Fajar TV, Ve Chanel) dan lembaga Swasta berjaringan
(Inews TV dan Metro TV) harus independen. Tidak boleh berpihak kepada
paslon tertentu. Lembaga penyiaran ini harus mengedepankan kepentingan
informasi kepada publik yang bebas dari kepentingan apapun.
Sama seperti penyiaran yang dilakukan oleh lemaga penyiaran televisi
pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar tahun 2018,
Berdasarkan data dari KPID Sulsel tahun 2018, dapat dijelaskan bahwa pada
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel tahun 2018, media yang
diawasi oleh KPID Sulsel, hanya TVRI yang independen, yang lain semuanya
terlihat tidak netral. Hal itu dibuktikan dengan pemberitaan terhadap keempat
paslon tidak berimbang. Ada paslon yang mendapatkan porsi yang lebih
benyak dibandingkan paslon yang yang. Begitupun dari segi tonenya, ada
paslon yang banyak mendapatkan pemberitaan tapi tonenya negatif sehingga
tentu merugikan paslon tersebut.
Dari data tersebut dapat pula dijelaskan bahwa program siaran jurnalistik
(berita) yang disiarkan oleh beberapa lembaga penyiaran televisi, misalnya
Celebes TV terdapat pelanggaran. Program tersebut menampilkan pemberitaan
yang didominasi oleh pasangan calon APPI-CICU. Informasi yang disajikan
program tersebut cenderung berpihak sehingga melanggar UU Penyiaran, P3
dan SPS. Adapaun aturan yang dilanggar menurut pandangan penulis adalah.
148
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada Pasal 36
ayat (4) bahwa: ―Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh
mengutamakan kepentingan golongan tertentu‖
2. Pasal 11 P3
(1) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan
perlindungan untuk kepentingan publik.
(2) Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi
siaran dalam setiap program siaran
3. Pasal 11 SPS
(1) Program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan
tidak untuk kepentingan kelompok tertentu.
(2) Program siaran dilarang dimanaatkan untuk kepentingan pribadi
pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan/atau kelompoknya
4. Pasal 40 SPS yang berbunyi bahwa Program siaran jurnalistik wajib
memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik sebagai berikut:
(a) Akurat, adil, berimbang, tidak berpihak, tidak beritikad buruk,
tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta
dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur kekerasan, dan tidak
mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan
5. Pasal 71
(2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap
parapeserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala
daerah.
(3) Program siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilihan
Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah
Berdasarkan hasil wawancara dengan Mattewakkan selaku ketua KPID
Sulsel, (wawancara, 9 Mei 2019) bahwa:
Apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran, terkait
program siaran pilkada, kami memberikan sanksi. Sanksi yang kami
berikan adalah sanksi administratif berupa teguran tertulis agar mereka
(lembaga penyiaran) tidak melakukan lagi pelanggaran selanjutnya.
Selama pilkada, kami Cuma memberikan sanksi teguran tertulis kepada
lembaga penyiaran karena menurut kami, pelanggaran yang mereka
lakukan belum termasuk pelanggaran yang berat. Lagi pula oleh regulasi
yang ada, kami tidak diberikan kewenangan untuk memberikan sanksi
yang berat bagi lembaga penyiaran. Kami hanya bisa memberikan sanksi
administratif saja.
Dari hasil wawancara tersebut di atas diketahui bahwa KPID Sulsel
selaku lembaga negera independen yang mempunyai tugas melakukan
pengawasan terhadap isi siaran yang terkait dengan Pilkada, dapat memberikan
149
sanksi bagi lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku telah memberikan sanksi
terhadap lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran. Tapi pemberian
sanksi tersebut hanya berupa teguran tertulis yang tidak menjerakan lembaga
penyiaran.
Selain mengawasi dari segi pemberitaan yang dilakukanoleh lembaga
penyiaran, KPID Sulsel juga mengawasi siaran yang diselenggarakan oleh
lembaga penyiaran dari segi sumber pemberitaan. Sumber pemberitaan adalah
seseorang yang memberikan keterangan atau penjelasan dalam sebuah acara
televisi.
Adapun sumber pemberitaan program siaran pilkada tahun 2018 yang
disiarkan oleh Celebes TV dapat dilihat pada grafik berikut ini
Sumber: Data KPID Sulsel 2018
Gambar 4.19
Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar yang
Ditayangkan Celebes TV
010203040506070
Pas
lon
DIA
MI
Pas
lon
AP
PIC
ICU
Pas
lon
NH
-Azi
s
Pas
lon
Agu
sTB
Pas
lon
Pro
f N
A-S
S
Pas
lon
Pu
ngg
awa-…
Aka
dem
isi/
Pe
nga
mat
Tim
Pe
men
anga
n …
Tim
Pe
men
anga
n …
Tim
Pe
men
anga
n …
Tim
Pe
men
anga
n …
Tim
Pe
men
anga
n N
A
Tim
Pe
men
anga
n …
Pe
sert
a P
em
ilu …
KP
U S
ULS
EL &
…
Baw
aslu
…
Pan
was
lu …
Red
aksi
Lain
nya
Sumber Pemberitaan
150
Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa dari segi sumber pemberitaan
siaran pilkada yang terdiri atas PilwalkotMakassar dan pilgub Sulsel dapat
dijelaskan bahwa setiap paslon atau tim pemengangan paslon tidak
mendapatkan porsi yang sama. Ada aslon yang mendapatkan porsi menjadi
sumber pemberitaan ada pula yang tidak. Begitu pula dengan tim
pemengangan, ada yang mendapatkan porsi ada pula yang tidak.
Selanjutnya sumber pemberitaan yang ditampilkan oleh Fajar TV pada
Pilwalkotdan pilgub 2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini
Sumber: Data KPID Sulsel 2018
Gambar 4.20
Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar
yang Ditayangkan Fajar TV
0
2
4
6
8
10
Pas
lon
DIA
MI
Pas
lon
AP
PIC
ICU
Pas
lon
NH
-Azi
s
Pas
lon
Agu
sTB
Pas
lon
Pro
f N
A-S
S
Pas
lon
Pu
ngg
awa-
Cak
ka
Aka
dem
isi/
Pe
nga
mat
Tim
Pe
men
anga
n D
IAM
I
Tim
Pe
men
anga
n A
PP
I CIC
U
Tim
Pem
enan
gan
NH
Azi
s
Tim
Pe
men
anga
n A
gusT
B
Tim
Pe
men
anga
n N
A
Tim
Pe
men
anga
n P
un
ggaw
a-…
Pes
erta
Pem
ilu K
abu
pat
en
KP
U S
ULS
EL &
Kab
up
aten
/Ko
ta
Baw
aslu
Kab
up
aten
/Ko
ta
Pan
was
lu K
abu
pat
en/K
ota
Red
aksi
Lain
nya
Sumber Pemberitaan
151
Berdasarkan grafik sumber pemberitaan yang ditayangkan di Fajar TV
pada Pemilihan Calon Walikota Makassar dan Pemilihan Calon Gubernur
Sulsel tahun 2018 dapat dijelaskan bahwa, Fajar TV dalam mengambil sumber
pada siaran pilkada tidak berimbang. Hal itu terbukti adanya paslon yang
mendapatkan porsi dan ada pula yang tidak mendapatkan porsi. Begitu pula
dengan tim pemengan ada yang mendapatkan porsi sebagai sumber
pemberitaan ada pula yang tidak mendapatkan porsi.
Selantnya, untuk mengetahui sumber pemberitaan yang ditampilkan oleh
TVRI pada pemilihan Walikota Makassar dan Gubernur Sulsel Tahun 2018
dapat dilihat pada grafik berikut ini
Sumber: Data KPID Sulsel 2018
Gambar 4.21
Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar
yang Ditayangkan TVRI
0
2
4
6
8
10
Pas
lon
DIA
MI
Pas
lon
AP
PIC
ICU
Pas
lon
NH
-Azi
s
Pas
lon
Agu
sTB
Pas
lon
Pro
f N
A-S
S
Pas
lon
Pu
ngg
awa-
Cak
ka
Aka
dem
isi/
Pe
nga
mat
Tim
Pem
enan
gan
DIA
MI
Tim
Pe
men
anga
n A
PP
I CIC
U
Tim
Pe
men
anga
n N
H A
zis
Tim
Pe
men
anga
n A
gusT
B
Tim
Pe
men
anga
n N
A
Tim
Pe
men
anga
n …
Pe
sert
a P
em
ilu K
abu
pat
en
KP
U S
ULS
EL &
…
Baw
aslu
Kab
up
aten
/Ko
ta
Pan
was
lu K
abu
pat
en/K
ota
Red
aksi
Lain
nya
Sumber Pemberitaan
152
Dari grafik tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa sumber pemberitaan
yang ditampilkan oleh TVRI pada pemilihan Walikota Makassar dan Gubernur
Sulsel tahun 2018 tidak berimbang. Hal itu terbukti karena ada tim
pemenangan mendapatkan porsi sebagai sumber pemberitaan ada pula yang
tidak.
Selanjutnya, untuk mengetahui sumber pemberitaan yang ditayangkan
oleh I-News TV Sulsel dapat dilihat pada grafik berikut ini
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.22
Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar
yang Ditayangkan I-News TV
Dari gambar grafik di atas, dapat dijelaskan bahwa INews TV dalam
menampilkan sumber pemberitaan pada Pemilihan calon Walikota Makssar
dan Calon Gubernur Sulsel tahun 2018 juga tidak berimbang. Hal itu
0
1
2
3
Pas
lon
DIA
MI
Pas
lon
AP
PIC
ICU
Pas
lon
NH
-Azi
s
Pas
lon
Agu
sTB
Pas
lon
Pro
f N
A-S
S
Pas
lon
Pu
ngg
awa-
Cak
ka
Aka
dem
isi/
Pen
gam
at
Tim
Pem
enan
gan
DIA
MI
Tim
Pem
enan
gan
AP
PI …
Tim
Pem
enan
gan
NH
Azi
s
Tim
Pem
enan
gan
Agu
sTB
Tim
Pem
enan
gan
NA
Tim
Pem
enan
gan
…
Pes
erta
Pem
ilu …
KP
U S
ULS
EL &
…
Baw
aslu
Kab
up
aten
/Ko
ta
Pan
was
lu …
Red
aksi
Lain
nya
Sumber
Pemberi
taan
153
dibuktikan dengan adanya paslon yang menjadi sumber pemberitaan, smentara
yang lain tidak.
Selanjutnya, untuk mengetahui sumber pemberitaan yang ditampilkan
oleh Ve Channel pada pemilihan Walikota Makassar dan Gubernur Sulsel
tahun 2018 dapat dilihat Pada grafik berikut ini.
Sumber: KPID Sulsel, 2018
Gambar 4.23
Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar yang
Ditayangkan VE Channel
Berdasarkan grafik sumber pemberitaan tersebut di atas, dapat dijelaskan
bahwa Ve Channel dalam menampilkan sumber pemberitaan pada Pemilihan
Walikota Makassar tidak berimbang hal itu dibuktikan dengan tidak samanya
porsi sumber yang diberikan kepada Paslon. Namun, pada pemilihan Gubernur
Sulsel sudah berimbang. Hal itu dibuktikan dengan tidak adanya paslon
amupun tim pemenangan yang mendaptkan porsi sebagai sumber pemberitaan.
0
0.5
1
1.5
2
Pas
lon
DIA
MI
Pas
lon
AP
PIC
ICU
Pas
lon
NH
-Azi
s
Pas
lon
Agu
sTB
Pas
lon
Pro
f N
A-S
S
Pas
lon
Pu
ngg
awa-
Cak
ka
Aka
dem
isi/
Pen
gam
at
Tim
Pem
en
anga
n D
IAM
I
Tim
Pem
en
anga
n A
PP
I …
Tim
Pem
en
anga
n N
H A
zis
Tim
Pem
en
anga
n A
gusT
B
Tim
Pem
en
anga
n N
A
Tim
Pem
en
anga
n …
Pes
erta
Pem
ilu K
abu
pat
en
KP
U S
ULS
EL &
…
Baw
aslu
Kab
up
aten
/Ko
ta
Pan
was
lu K
abu
pat
en/K
ota
Red
aksi
Lain
nya
Sumber
Pemberi
taan
154
Selanjutnya untuk mengetahui sumber pemberitaan yang ditampilkan
oleh Metro TV Sulsel pada Pemilihan Walikota Makassar dan Gubernur Sulsel
Tahun 2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Sumber: KPID Sulsel, 2018
Gambar 4.24
Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar
yang Ditayangkan Metro TV Sulsel
Berdasarkan gambar grafik sumber pemberitaan tersebut di atas, dapat
dijelaskan bahwa Metro TV dalam menampilkan sumber pemberitaan pada
Pemilihan Walikota Makassar memperlihatkan bahwa media tersebut tidak
berimbang. Hal itu terbukti karena Cuma satu paslon yang menjadi sumber
pembetitaan, sementara paslon yang lain tidak sama sekali. Sementara pada
Pemilihan Gubernur Sulsel masih berimbang, karena semua paslon tidak ada
0
0.5
1
1.5
2
Pas
lon D
IAM
I
Pas
lon A
PP
ICIC
U
Pas
lon N
H-A
zis
Pas
lon A
gusT
B
Pas
lon P
rof
NA
-SS
Pas
lon P
unggaw
a-C
akka
Akad
emis
i/P
engam
at
Tim
Pem
enan
gan
DIA
MI
Tim
Pem
enan
gan
AP
PI …
Tim
Pem
enan
gan
NH
Azi
s
Tim
Pem
enan
gan
AgusT
B
Tim
Pem
enan
gan
NA
Tim
Pem
enan
gan
…
Pes
erta
Pem
ilu K
abup
aten
KP
U S
UL
SE
L &
…
Baw
aslu
Kab
up
aten
/Kota
Pan
was
lu K
abup
aten
/Kota
Red
aksi
Lai
nnya
Sumber
Pemberitaan
155
yang ditampilkan sebagai sumber pemberitaan, begitu pula dengan tim
pemenangan.
Dari data secara keseluruhan tersebut di atas Dari data tersebut dapat pula
dijelaskan bahwa program siaran Jurnalistik (berita) yang disiarkan oleh
beberapa lembaga penyiaran televisi, misalnya Celebes TV terdapat
pelanggaran. Program tersebut menampilkan pemberitaan tentang Pasangan
calon yang didominasi oleh pasangan calon APPI-CICU. Informasi yang
disajikan oleh lembaga penyiaran tersebut cenderung berpihak sehingga
melanggar UU Penyiaran, P3 dan SPS. Adapaun aturan yang dilanggar
menurut pendapat penulis adalah.
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada Pasal 36
ayat (4) bahwa: ―Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh
mengutamakan kepentingan golongan tertentu‖
2. Pasal 11 P3
(1) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan
perlindungan untuk kepentingan publik.
(2) Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi
siaran dalam setiap program siaran
3. Pasal 11 SPS
(1) Program siaranwajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan
tidak untuk kepentingan kelompok tertentu.
(2) Program siaran dilarang dimanaatkan untuk kepentingan pribadi
pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan/atau kelompoknya
4. Pasal 40 SPS yang berbunyi bahwa Program siaran jurnalistik wajib
memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik sebagai berikut:
b. Akurat, adil, berimbang, tidak berpihak, tidak beritikad buruk,
tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta
dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur kekerasan, dan tidak
mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan
5. Pasal 71
(2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap
parapeserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala
daerah.
(3) Program siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilihan
Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah.
156
Sementara data pengawasan KPID Sulsel terhadap Pemilihan Kepala
Daerah tahun 2018 dari awal pengawasan sampai akhir yang terdiri atas tiga
jenis kategori yakni pengawasan pemberitaan, penyiaran, dan iklan.
Pengawasan tersebut dapat dilihat pada garfik berikut ini.
1. Pengawasan Pemberitaan
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.25
Frekuensi Pemberitaan Pilkada yang Dilakukan
Lembaga Penyiaran Televisi
Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa Media yang paling banyak
melakukan pemberitaan terkait isu Pilkada 2018 di Sulawesi Selatan adalah,
Celebes TV (78%), kemudian INews TV Makassar (10%) Fajar TV (8%) dan
TVRI (3%).
Pemetaan Pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilkada Sulsel 2018 yang
ditayangkan lembaga penyiaran televisi selama kampanye terbuka pada
Bulan Februari hingga Bulan Juni 2018 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
78%
8%
0%
3%10%
Celebes TV Fajar TV VE Channel TVRI Inews Makassar Metro TV Sulsel
157
Tabel 4.4
Pemetaan Pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel
di Televisi Tahun 2018
Nama Paslon Pilwalkot Makassar Positif Negatif Netral
Dani Pomanto / Kotak Kosong 67 206
Munafri Arifuddin 382 27
Nama Paslon Pilgub Sulsel
Nurdin Halid 44 0
Agus Arifin Nu’mang 17 0
Nurdin Abdullah 26 0
Ichsan Yasin Limpo 33 18
Netral
899 Sumber: KPID Sulsel 2018
Pemetaan Pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel 2018 yang
ditayangkan lembaga penyiaran televisi selama kampanye terbuka pada
Bulan Februari hingga Bulan Juni 2018 dapat juga dilihat pada grafik berikut
ini.
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.26
Pemetaan Pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel 2018
0100200300400500600700800900
Positif
Negatif
Netral
158
Adapun yang menjadi Sumber Berita Pilgub Sulsel dan Pilwalkot
Makassar yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi selama masa
kampanye terbuka pada bulan Februari sampai bulan Juni tahun 2018, dapat
dilihat pada grafik berikut ini.
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.27
Sumber Pemberitan Pilkada yang Ditayagkan
Lembaga Penyiaran Televisi
Adapun yang dijadikan Sumber Berita Pilgub Sulsel dan Pilwalkot
Makassar oleh lembaga penyiaran televisi selama masa kampanye terbuka
yang ditayangkan pada Bulan Februari hingg Bulan Juni 2018 dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
050
100150200250300350400450500
Pas
lon D
ani
Po
man
to /
Ko
tak …
Pas
lon M
unaf
ri A
rifu
dd
in
Pas
lon N
urd
in H
alid
Pas
lon A
gusT
BA
gus
Ari
fin …
Pas
lon N
urd
in A
bdull
ah
Pas
lon I
chsa
n Y
asin
Lim
po
Akad
emis
i/P
engam
at
Tim
Pem
enan
gan D
ani
Po
man
to
Tim
Pem
enan
gan M
unaf
ri …
Tim
Pem
enan
gan N
urd
in H
alid
Tim
Pem
enan
gan A
gus
Ari
fin …
Tim
Pem
enan
gan N
urd
in A
bdull
ah
Tim
Pem
enan
gan I
chsa
n y
asin
…
Pes
erta
Pem
ilu K
abupat
en
KP
U S
UL
SE
L &
Kab
upat
en/K
ota
Baw
aslu
Kab
upat
en/K
ota
Pan
was
lu K
abupat
en/K
ota
Red
aksi
Lai
nnya
Sumber Pemberitaan
159
Tabel 4.5
Sumber Berita Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel
di Televisi tahun 2018
No. Sumber Berita Frekuensi
1 Paslon Dani Pomanto / Kotak Kosong 28
2 Paslon Munafri Arifuddin 72
3 Paslon Nurdin Halid 20
4 Paslon Agus Arifin Nu'mang 7
5 Paslon Nurdin Abdullah 14
6 Paslon Ichsan Yasin Limpo 21
7 Akademisi/Pengamat 106
8 Tim Pemenangan Dani Pomanto 40
9 Tim Pemenangan Munafri Arifuddin 177
10 Tim Pemenangan Nurdin Halid 17
11 Tim Pemenangan Agus Arifin Nu'mang 7
12 Tim Pemenangan Nurdin Abdullah 5
13 Tim Pemenangan Ichsan yasin Limpo 9
14 Peserta Pemilu Kabupaten 17
15 KPU SULSEL & Kabupaten/Kota 259
16 Bawaslu Kabupaten/Kota 442
17 Panwaslu Kabupaten/Kota 70
18 Redaksi 454
19 Lainnya 340
Sumber: KPID Sulsel, 2018
Berdasarkan tabel di atas, analis KPID Sulsel Muhammad Iswar
Ramadhan (wawancara, 8 Juli 2019) menjelaskan bahwa
Berdasarkan tabel tersebut di atas kami melakukan temuan. Pertama,
frekuensi pemberitaan pada pemilihan walikota Makassar lebih banyak
didominasi oleh pasangan Munafri Arifuddin dan Rahmatika Dewi
(Appi-Cicu) dengan tone positif. Hal ini berbanding terbalik dengan
Pasangan Dani Pomanto-Indira Mulyasari (DIAMI) yang mendapat tone
160
negatif dengan jumlah yang besar. Kedua, Isu utama yang membuat tone
negatif pasangan DIAMI cukup besar adalah adanya isu penyalahgunaan
kekuasaan oleh calon Dani Pomanto yang juga merupakan incumbent
Walikota Makassar. Ketiga, pada pemberitaan pemilihan Gubernur
Sulawesi Selatan cenderung merata, hal ini diakibatkan memang
minimnya porsi pemberitaan terhadap para calon gubernur dan timnya
pada saat kampanye terbuka yang dimulai pada 15 Februari 2018.
2. Pengawasan Penyiaran
Sumber: KPID Sulsel, 2018
Gambar 4.28
Frekuensi Penyiaran Pilkada yang Dilakukan
Lembaga Penyiaran Televsi
Media yang paling banyak melakukan dialog/talkshow terkait isu pilkada
2018 di Sulawesi Selatan adalah, Celebes TV (78%), Inews TV (10%), Fajar
TV (8%) dan TVRI (3%)..
Pemetaan pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilkada Sulsel selama
masa kampanye terbuka yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi
pada Bulan Februari sampai dengan Bulan Juni 2018 dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
78%
8%
0%
3%10%
0%
Celebes TV Fajar TV VE Channel TVRI Inews Makassar Metro TV Sulsel
161
Tabel 4.6
Pemetaan Penyiaran (Dialog/Talkshow) Pilwalkot Makassar
dan Pilgub di Televisi Sulsel Tahun 2018
Nama Paslon Pilwalkot Makassar Positif Negatif Netral
Dani Pomanto / Kotak Kosong 6 10 -
Munafri Arifuddin 3 0 -
Nama Paslon Pilgub Sulsel
Nurdin Halid 0 0 -
Agus Arifin Nu’mang 2 0 -
Nurdin Abdullah 2 0 -
Ichsan yasin Limpo 0 0 -
Netral
78 Sumber: KPID Sulsel 2018
Pemetaan pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel selama
masa kampanye terbuka yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi
pada Bulan Februari sampai dengan Bulan Juni 2018 dapat juga dilihat pada
grafik berikut ini.
Sumber: Data KPID Sulsel 2018
Gambar 4.29
Pemetaan Penyiaran Pilkada yang Ditayangkan
Lembaga Penyiaran Televisi
01020
30
40
50
60
70
80
Positif
Negatif
Netral
162
Adapun yang menjadi Narasumber Dialog Pilgub Sulsel dan Pilwalkot
Makassar selama kampanye terbuka di media televisi yang dilaksanakan pada
Bulan Februari hingga Bulan Juni 2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.30
Narasuber Pilkada yang Ditayangkan Lembaga Penyiaran Televisi
Adapun yang menjadi Narasumber Dialog Pilgub Sulsel dan Pilwalkot
Makassar di media televisi pada masa kamanye terbuka di media pada Bulan
Februari hingga Bulan Juni dapat dilihat pada tabel berikut ini.
0
20
40
60
80
Pas
lon D
ani
Po
man
to /
…
Pas
lon M
unaf
ri A
rifu
dd
in
Pas
lon N
urd
in H
alid
Pas
lon A
gusT
BA
gus …
Pas
lon N
urd
in A
bdull
ah
Pas
lon I
chsa
n Y
asin
Lim
po
Akad
emis
i/P
engam
at
Tim
Pem
enan
gan D
ani …
Tim
Pem
enan
gan …
Tim
Pem
enan
gan N
urd
in …
Tim
Pem
enan
gan A
gus …
Tim
Pem
enan
gan N
urd
in …
Tim
Pem
enan
gan I
chsa
n …
Pes
erta
Pem
ilu K
abupat
en
KP
U S
UL
SE
L &
…
Baw
aslu
Kab
upat
en/K
ota
Pan
was
lu K
abupat
en/K
ota
Red
aksi
Lai
nnya
Naras
umber Dialo
g
163
Tabel 4.7
Narasumber Dialog / Talkshow Pilwalkot Makassar dan
Pilgub Sulsel di Televisi Tahun 2018
No. Narasumber Dialog/Talkshow Frekuensi
1 Paslon Dani Pomanto / Kotak Kosong 2
2 Paslon Munafri Arifuddin 0
3 Paslon Nurdin Halid 1
4 Paslon Agus Arifin Nu'mang 1
5 Paslon Nurdin Abdullah 1
6 Paslon Ichsan Yasin Limpo 1
7 Akademisi/Pengamat 72
8 Tim Pemenangan Dani Pomanto 2
9 Tim Pemenangan Munafri Arifuddin 11
10 Tim Pemenangan Nurdin Halid 1
11 Tim Pemenangan Agus Arifin Nu'mang 2
12 Tim Pemenangan Nurdin Abdullah 0
13 Tim Pemenangan Ichsan yasin Limpo 1
14 Peserta Pemilu Kabupaten 11
15 KPU SULSEL & Kabupaten/Kota 31
16 Bawaslu Kabupaten/Kota 9
17 Panwaslu Kabupaten/Kota 1
18 Redaksi 13
19 Lainnya 19
Sumber: KPID Sulsel 2018
Berdasarkan tabel di atas, analis KPID Sulsel Muhammad Iswar
Ramadhan (wawancara, 8 Juli 2019) menjelaskan bahwa pertama, frekuensi
penyiaran pada pemilihan Walikota Makassar cenderung netral, walaupun pada
beberapa topik pasangan calon DIAMI (sebelum didiskualifikasi) mendapat
lebih banyak tone negatif. Kedua, isu yang kerap diangkat pada aspek
164
penyiaran yang juga membuat tone negatif pasangan DIAMI adalah adanya isu
penyalahgunaan kekuasaan oleh calon Dani Pomanto yang juga merupakan
incumbent Walikota Makassar. Ketiga, pada aspek penyiaran pemilihan
Gubernur Sulawesi Selatan juga cenderung netral, karena isu pemilihan
gubernur memang jarang diangkat pada aspek penyiaran di beberapa lembaga
penyiaran di Sulawesi Selatan.
3. Pengawasan Iklan
Sumber: KPID Susel 2018
Gambar 4.31
Freukensi Iklan Pilkada yang
Ditayangkan Lembaga Penyiran Televisi
Media yang paling banyak menyiarkan iklan terkait pilkada 2018 di
Sulawesi Selatan adalah, Celebes TV (71%), Fajar TV (21%), TVRI (5%) dan
Inews TV Makassar (3%).
Adapun Pemetaan Iklan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel yang
ditayangkan di lembaga penyiaran Televisi pada masa kampanye terbuka pada
bulan Februari sampai dengan Bulan Juni 2019 dapat dilihat pada tabel berikut
Ini.
71%
21%
0%5% 3% 0%
Celebes TV Fajar TV VE Channel TVRI Inews TV Makassar Metro TV Sulsel
165
Tabel 4.8
Pemetaan Iklan Pilwalkot dan Pilgub Sulsel
di Televisi Tahun 2018
Nama PaslonPilwalkot Makassar Positif Negatif Netral
Dani Pomanto / Kotak Kosong 0 0
Munafri Arifuddin 42 0
Nama Paslon Pilgub Sulsel
Nurdin Halid 0 0
Agus Arifin Nu’mang 0 0
Nurdin Abdullah 0 0
Ichsan yasin Limpo 0 0
Netral
112 Sumber: KPID Sulsel 2018
Pemetaan Iklan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel yang ditayangkan
dilembaga penyiaran televisi pada masa kampanye terbuka pada bulan Februari
sampai dengan Bulan Juni 2019 dapat juga dilihat pada grafik berikut Ini.
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.32
Pemetaan Iklan Pilkada yang Ditayangkan
Lembaga Penyiaran Televisi
0
20
40
60
80
100
120
Positif
Negatif
Netral
166
Adapaun yang menjadi pengiklan dalam Pilgub Sulsel dan Pilwalkot
Makassar pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2018 dapat dilihat
pada grafik berikut ini.
Sumber: KPID Sulsel 2018
Gambar 4.33
Pemetaan Pengiklan Pilkada yang Ditayangkan
Lembaga Penyiaran Televisi
Adapaun yang menjadi pengiklan pada Pilgub Sulsel dan Pilwalkot
Makassar pada masa kampanye terbuka di lembaga penyiaran televisi yang
ditayangkan pada Bulan Februari sampai dengan Bulan Juni 2018 dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
0102030405060708090
Pas
lon D
ani P
om
anto
/ K
ota
k K
oso
ng
Pas
lon M
unaf
ri A
rifu
ddin
Pas
lon N
urd
in H
alid
Pas
lon A
gusT
BA
gus
Ari
fin N
u'm
ang
Pas
lon N
urd
in A
bdull
ah
Pas
lon I
chsa
n Y
asin
Lim
po
Akad
emis
i/P
engam
at
Tim
Pem
enan
gan
Dan
i P
om
anto
Tim
Pem
enan
gan
Munaf
ri A
rifu
ddin
Tim
Pem
enan
gan
Nu
rdin
Hal
id
Tim
Pem
enan
gan
Nurd
in A
bdull
ah
Tim
Pem
enan
gan
Ich
san y
asin
Lim
po
Pes
erta
Pem
ilu K
abupat
en
KP
U S
UL
SE
L &
Kab
upat
en/K
ota
Baw
aslu
Kab
upat
en/K
ota
Pan
was
lu K
abupat
en/K
ota
Red
aksi
Lai
nnya
Pengiklan
167
Tabel 4.9
Pengiklan pada Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel
di Televisi Tahun 2018
No. Pengiklan Frekuensi
1 Paslon Dani Pomanto / Kotak Kosong 0
2 Paslon Munafri Arifuddin 42
3 Paslon Nurdin Halid 6
4 Paslon Agus Arifin Nu'mang 6
5 Paslon Nurdin Abdullah 6
6 Paslon Ichsan Yasin Limpo 6
7 Akademisi/Pengamat 0
8 Tim Pemenangan Dani Pomanto 0
9 Tim Pemenangan Munafri Arifuddin 0
10 Tim Pemenangan Nurdin Halid 0
11 Tim Pemenangan Agus Arifin Nu'mang 0
12 Tim Pemenangan Nurdin Abdullah 0
13 Tim Pemenangan Ichsan yasin Limpo 0
14 Peserta Pemilu Kabupaten 0
15 KPU SULSEL & Kabupaten/Kota 84
16 Bawaslu Kabupaten/Kota 22
17 Panwaslu Kabupaten/Kota 0
18 Redaksi 0
19 Lainnya 0
Sumber: KPID Sulsel 2018
Berdasarkan tabel di atas, analis KPID Sulsel, Muhammad Iswar
Ramadhan (wawancara, 8 Juli 2019) menjelaskan bahwa
Sebaran iklan selama kampanye terbuka dan masa kampanye di media
massa khususnya televisi pada kontestasi pemilihan Walikota Makassar
2018 didominasi oleh pasangan calon Munafri Arifuddin dan Rahmatika
Dewi (Appi-Cicu) hal ini dikarenakan gugurnya pasangan Dani
Pomanto-Indira Mulyasari (DIAMI) yang menjadi lawan tunggal dari
168
pasangan Appi-Cicu akibat penyalahgunaan wewenang saat menjadi
Walikota Makassar. Sedangkan pada kontestasi pemilihan gubernur
cenderung netral. Iklan seluruh calon yang menampilkan visi misi hanya
muncul sebanyak 6 kali, dimana iklan tersebut langsung menampilkan
visi dan misi masing-masing calon dengan durasi yang sama.
Dari pengawasan yang dilakukan oleh KPID terhadap program pemilihan
Kepala Daerah tahun 2018, oleh Muhammad Iswar Ramadhan (wawancara, 8
Juli 2019) disimpulkan bahwa
Pertama, Selama periode kampanye terbuka hingga H-1 pemilihan
Walikota Makassar pada aspek pemberitaan dan penyiaran, pasangan
calon Walikota Dani Pomanto dan Indira Mulyasari (DIAMI) mendapat
tone negatif yang cukup besar dan berbanding terbalik dengan pasangan
Munafri Arifuddin-Rahmatika Dewi (Appi-Cicu) yang cenderung
mendapat tone positif. Sedangkan pada kontestasi pemilihan Gubernur
Sulawesi Selatan pada aspek pemberitaan, penyiaran dan iklan relatif
netral, tanpa adanya salah satu kandidat yang mendominasi.
Kedua, Distribusi Iklan pada pemilihan Walikota Makassar memang
didominasi oleh pasangan Appi-Cicu, hal ini dikarenakan
didiskualifikasinya pasangan Dani Pomanto dan Indira Mulyasari akibat
penyalahgunaan wewenang saat menjabat sebagai Walikota Makassar
Ketiga, Tone negatif pasangan Dani Pomanto dan Indira Mulyasari
(DIAMI) sebelum digugurkan oleh KPU, lebih banyak disumbang oleh
Dani Pomanto.
Keempat, Selama proses kampanye terbuka hingga pelaksanaan
pemilihan kepala daerah serentak di Sulawesi Selatan, ada pelanggaran
yang dilakukan oleh lembaga penyiaran.
Dan kelima, Selama proses kampanye terbuka di lembaga penyiaran
yang ada di Sulawesi Selatan, terdapat pelanggaran yang dilanggar oleh
lembaga penyiaran. Diantaranya isu ketidakberimbangan lembaga
penyiaran yang dimana melanggar pasal 71 SPS Poin 2 terkait ―Program
siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para peserta
Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah‖
Dari data data yang telah disajiakan tersebut, dapat dipahami bahwa
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan telah melakukan
pengawasan terhadap siaran pemilihan Kepala Daerah tahun 2018. Namun
tidak semua televisi yang memiliki izin penyelenggaraan penyiaran diawasi.
Sehingga dalam pengawasan tersebut tidak bisa dipastiakn bahwa semua
169
penyiaran pilkada yang ada di Sulawesi selatan telah berjalan sesuai dengan
regulasi yang ada. Karena luput dari pemantaun. Hanya pemilihan calon
Walikota Makassar dan Pemilihan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang
mendapatkan pemantauan.
Penyiaran yang dipantau saja masih sangat banyak pelanggaran
ditemukan, apalagi yang tidak dipantau seperti yang ada di daerah lain di
seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Apalagi ada daerah yang
paslonnya merupakan petahana yang boleh dibilang menguasai lembaga
penyiaran di daerahnya. Sehingga sulit bagi pasangan calon lain untuk
mendapatkan porsi yang sama dalam pemberitaan, penyiaran dan iklan Pilkada.
Sehingga hal tersebut tidak mencerminkan keadilan bagi semua pasangan calon
yang ikut berkontestasi dalam Pemilihan Kepala Daerah yang diadakan.
b. Pengawasan Tidak Langsung
Selain melakukan pengawasan secara langsung, KPID Sulsel juga
melakukan pengawasa secara tidak langsung. Pengawasan tidak langsung
merupakan bentuk peran serta masyarakat. Pengawasan tersebut dilakukan
dengan cara melibatkan masyarakat sebagai pengawas isi siaran pemilihan
kepala daerah. Apabila dalam pengawasan masyarakat ada indiasi pelanggaran,
maka masyarakat dapat melaporan atau mnengadukan kepada KPID Sulsel.
Penaduan atau laporan tersebut dapat dilakukan dengan datang langsung ke
Sekretariat KPID Sulsel di Jalan Botolempangan Nomor 48 lantai 2 Kota
Makassar, bisa juga melalui Telepon/Fax: (0411) 3611700, SMS atau melalui
E-mail: [email protected].
170
Seperti yang diungkapkan Mattewakkan selaku ketua KPID Sulsel,
(wawancara, 9 Mei 2019) bahwa:
Karena jumlah staf tim monitoring (pengawas isi siaran) dan alat
pemantau (televisi) kami terbatas, maka peran serta masyaraat sangat
kami harapkan utamanya di dearah untuk ikut megawasi siaran di
televisi. Apabila ada pelanggaran, masyaraat dapat melapor atau
mengadukan kepada kami (KPID Sulsel) dengan cara menelpon
langsung, sms, atau lewat e-mail. Lapoan atau aduan masyarakat pasti
kami tindak lanjuti.
Sebagai Upaya untuk meningkatkan peran serta masyakat dalam
melakukan pengawasan siaran televisi di daerah, KPID Sulsel telah
membentuk Forum Masyarakat Peduli Penyairan Sehat (FMPPS). FMPPS
telah dibentuk di setiap Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, termasuk di
beberapa Perguruan Tinggi. Hal itu dilakukan demi menjaga agar tidak ada
pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi. Keberadaan
FMPPS di daerah dan di perguruan tinggi di Sulawesi Selatan diharapkan dapat
membantu KPID Sulsel dalam melakukan pengawasan isi siaran yang
ditayangkan lembaga penyiaran televisi maupun radio.
Meski sudah terbenuk FMPPS di daerah kabupaten/kota dan di
Perguruan Tinggi, namun selama pelaksanaan Pilkada tahun 2018 di Sulawesi
Selatan, tidak ada laporan maupun pengaduan yang diterima oleh KPID Sulsel
baik secara langsung maupun melalui telepon, SMS ataupu e-mail. Seperti
yang disampaikan oleh Mattewakkan selaku ketua KPID Sulsel, (wawancara, 9
Mei 2019) bahwa:
Selama Pilkada 2018 tidak ada loporan atau aduan yang masuk ke kami
(KPID Sulsel) dari FMPPS yang ada di Perguruan Tinggi maupun dari
daerah atau masyarakat umum terkait adanya indikasi pelanggaran siaran
Pilkada yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi.
171
Tidak adanya loporan atau pengaduan dari masyakat di daerah bisa
karena tidak adanya pelanggaran, atau ada pelanggaran tapi masyakat tidak
peduli atau abai terhadap pelanggaran tersebut. Olehnya itu keberadaan
FMPPS ini harus betul-betul dimanfaatkan dengan memberikan pemahaman
akan pentingnya penyelenggaraan penyiaran Pilkada yang baik dan
berintegritas demi menghasilakan pemimpin yang dapat memberian
kesejahteraan kepada masyakat di daerah.
2. Faktor yang Memengaruhi Efektivitas Pelaksanaan Pengawasan
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Terhadap
Program Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018
Adapun yang memengaruhi efektivitas pelaksanaan pengawasan KPID
Sulawesi Selatan terhadap program Pilkada tahun 2018 di Sulawesi Selatan ada
beberapa faktor, yaitu:
a. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana sangat penting keberadaannya untuk menunjang
eektivitas kinerja sebuah lembaga. Kurangnya sarana dan prasarana akan
memengaruhi atau menghambat pelaksanaan tugas sebuah lembaga, termasuk
KPID Sulawesi selatan. Seperti yang sampaikan oleh ketua KPID Sulawesi
Selatan Mattewakkan (wawancara, 9 Mei 2019) bahwa:
Peralatan yang dimiliki oleh KPID masih sangat minim apalagi untuk
menjangkau Sulawesi Selatan yang terbilang cukup luas. Dengan
peralatan yang kurang itu maka tidak semua daerah di Sulsel ini dapat
dipantau oleh tim monitoring miski di daerah ada lembaga penyiaran
yang mungkin saja melakukan penyiaran terkait pilkada.
Kami hanya punya 5 (lima) televisi, sementara kita tahu lembaga
penyiaran televisi yang berizin saja di Sulsel kurang lebih ada 25 TV
172
(dua puluh lima), TV Kabel ada sekitar 35. Jadi mana mungkin kami bisa
mengawasi itu semua.
Kurangnya sarana pendukung yang dimiliki oleh KPID Sulsel dalam
melakukan pengawasan terhadap penyairan yang dilakukan di daerah
berdampak pada tidak efektifnya pengawasan. Tidak semua daerah yang
menyelenggarakan pilkada dapat terpantau. Daerah yang dipantau oleh KPID
hanya penyiaran Pilwalkot Kota Makassar dan Pilgub yang disiarkan oleh
beberapa lembaga penyairan saja.
Sehingga di daerah lain yang menyelenggarakan Pilkada, tidak dapat
dipastikan apakah lembaga penyairan yang ada menyiarkan siaran pilkada
secara adil. Apalagi di daerah, ada calon petahana yang punya kans besar untuk
melakukan intervensi kepada lembaga penyiaran televisi yang melakukan
penyairan pilkada. Sehingga keberpihakan media penyiaran televisi kepada
kandidat petahana tidak bisa diawasi oleh KPID Sulsel sebagai lembaga yang
diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan siaran, yang salah
satunya siaran terkait dengan Pilkada.
Selain kurangnya sarana dan prasarana seperti yang disebutkan di atas,
menurut informasi yang disampaikan oleh salah seorang staf monitoring KPID
yang melakukan pengawasan pada pilkada tahun 2018, Ihwan, (wawancara, 10
Mei 2019) bahwa:
Salah satu yang menjadi penghambat dalam kami melakukan
pengawasan saat pilkada adalah pengaruh tidak bagusnya siaran. Kadang
saat menyairkan siaran pilkada lembaga penyiaran mengalami gangguan.
Apalagi kalau musin hujan, kadang siaran tidak bagus. Jadi kami tidak
bisa melakukan pengawasan dengan baik, karena tidak jelas gambar dan
suaranya.
173
Hal seperti apa yang disampaikan oleh staf monitoring tersebut di atas
juga perlu mendapatkan perhatian serius dan mendapatkan pembenahan.
Sarana pemantauan harus yang kualitasnya baik. Karena mungkin saja dari
lembaga penyiaran kualitas siaran bagus tapi karena alat penangkap siaran
yang dimiliki oleh KPID tidak bagus yang menyebabkan siaran yang dipantau
staf monitoring menjadi tidak bagus.
Salah satu cara yang dilakukan oleh KPID Sulsel untuk tetap bisa
memantau penyiaran di daerah yang tidak bisa dipantau oleh staf pemantau isi
siaran (monitoring) adalah dengan melibatkan masyarakat dan perguruan tinggi
untuk membantu KPID dalam melakukan pengawasan. Seperti yang
disamipakan Mattewakkan bahwa:
Kami membentuk forum masyarakat pencinta penyiaran sehat (FMPPS)
di daerah kabupaten/kota dan di beberapa perguruan tinggi. Mereka
diharapkan bisa ikut mengawasi penyiaran di Sulsel ini, termasuk pada
penyiaran Siaran Pilkada 2018. Apabila ada pelanggaran diharapkan bisa
melaporkan ke KPID Sulsel.
Tapi tahun 2018 lalu belum ada laporan dari FMPPS di daerah maupun
dari perguruan tinggi.
Keberadaan forum masyarakat pencinta penyiaran sehat sebenarnya bisa
membantu KPID dalam melakukan pengawasan siaran Pilkada di daerah yang
tidak bisa diawasi oleh monitoring. Namun, keberadaan forum ini harus
diberdayakan dengan pemberian pengetahuan dan kesadaran untuk ikut
berkontribusi dalam penyiaran yang adail, prporsional bagi seluruh peserta
pilkada sehingga melahirkan pemimpin daerah yang berkualitas berdasarkan
pilihan masyarakat di daerah. Pilihan tersebut bukan karena citra yang
dibangun diatas kebohongan di lembaga penyiaran televisi.
174
b. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penting dalam
melakukan pengawasan terhadap siaran pilkada yang ditayagkan oleh lembaga
penyaran televisi, karena merekalah yang mengamati secara langsung
penyiaran, sehingga isi penyiaran tersebut diketahui apakah sudah sesuai
dengan regulasi yang ada atau tidak. Sehingga apabila ditemukan ada
pelanggaran, inilah merupakan dasar bagi KPID Sulsel untuk memberikan
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seperti yang sampaikan oleh ketua KPID Sulawesi Selatan Mattewakkan
(wawancara, 9 Mei 2019) bahwa
Tenaga pemantau yang jumlahnya sangat kurang pada pilkada tahun
2018. Kami hanya punya 8 tenaga pemantau (monitoring) dan 2 tenaga
analis, sementara lembaga penyiaran di Sulawesi Selatan itu banyak
meski lembaga penyiaran televisi lokal ada 5, namun televisi kabel
banyak begitu juga lembaga penyiaran di daerah yang juga merupakan
tugas KPID untuk mengawasi.
Kurangnya tenaga monitoring pun berdampak pada efektivitas
pengawasan karena banyaknya lembaga penyiaran yang harus diawasi
sementara yang mengawasi sedikit. Lebih lagi karena staf monitoring yang
melakukan pengawasan hanya delapan orang, mereka mengawasi siaran hanya
5 jam sehari. Seperti yang sampaikan oleh Mattewakkan (wawancara, 9 Mei
2019) bahwa:
Staf monitoring bekerja selama enam hari selama seminggu, jadi mereka
punya libur satu hari. Dalam sehari staf monitoring itu bekerja 5 jam
sehari. Mereka (monitoring) shief-shiefan. Ada 3 shief yakni pagi, siang
dan malam. Yang shief pagi masuk jam 07.00 pagi sampai jam 12.00
siang, shief siang masuk jam 12.00 siang selesai jam 17.00 sore dan shief
malam masuk jam 17.00 sore sampai jam 22.00 malam.
175
Dengan kurangnya staf monitoring yang melakukan pengawasan siaran
pilkada ini sangat berdampak pada efektivitas pengawasan karena tidak bisa
memanatu semua lembaga penyiaran yang ada di Sulawesi Selatan yang
melakukan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2018. Apalagi kalau staf
monitoring tidak disiplin dalam menjalankan tugasnya. Ada staf monitoring
yang sering masuk terlambat sehingga pemantauan tidak berjalan. Seperti yang
dikatakan oleh Herwanita (wawancara, 9 Mei 2019) bahwa:
Kadang sih ada yang terlambat masuk, utamanya yang masuk pagi.
Namun untuk mengantisipasi hal tersebut ada alat perekam yang bisa
diputar ulang. Selain itu, agar teman-teman monitoring disiplin, maka
yang terlambat itu diberikan hukuman berupa gaji mereka dipotong
sesuai dengan keterlambatannya. Dan apabila ada yang berhalangan
masuk, maka bisa digantikan oleh temannya, tapi gajinya hari itu
diberikan kepada temannya yang menggantikan hari itu.
Sementara staf monitoring Ihwan (wawancara, 10 Mei 2019)
menambahkan bahwa:
Salah satu juga yang membuat pemantauan yang kami lakukan tidak
maksimal karena terkadang siarang pemilihan kepala daerah bertepatan
dengan waktu shalat. Di lain sisi kami harus mengawsi siaran sementara
di sisi lain kami juga mau shalat. Nah ketika kami pergi shalat maka
kami tidak bisa mengawasi siaran. Apalagi kalau hari Jumat. Bagus ji
kalau yang bertugas siang perempuan, tapi kalau laki-laki maka pasti
pemantauan tidak jalan karena mereka pergi shalat. Kita mau lihat
kembali pada alat perekaman, kadang-kadang alat tersebut tidak
berfungsi jadi siaran tidak terekam.
Seperti yang disampaikan oleh Ihwan tersebut di atas menurut penulis
bukanlah sesuatu yang susah diantisipasi. Hal tersebut dapat diantisipasi
dengan pembagian jam tugas. Laki-laki jangan diberikan jam tugas siang kalau
Hari Jumat. Tapi diberikan kepada perempuan yang tidak wajib pergi shalat
Jumat di Masjid. Karena basanaya televisi menayangkan siaran Pilkada pada
satenyiaran berita siang yang bersamaan dengan waktu shalat Jumat. Kalau
176
pada saat tersebut yang bertugas mengawasi isi siaran adalah lelakiyan pergi
meakukan shalat jumat, maka jelas pengawasan tidak akan teraksana dengan
baik. Padahal setiap siaran harus diawasi demi menjamin dan memasikan tidak
adanya pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga lenyaran televisi.
c. Sanksi Hukum
Kalau diperhatian regulasi terkait dengan penyiaran, yakni Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), Peraturan
Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman
Perilaku Penyiaran (P3), Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor
02/P/KPI/2012 tentang Standar Program Siaran (SPS), sanksi yang dapat
diberikan kepada lembaga penyiaran televisi yang melakukan pelanggaran
cukup banyak. Mulai dari sanksi pidana dan juga sanksi administratif.
Dalam pandagan penulis ada beberapa jenis pelanggaran yang berpontesi
dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi dalam program siaran Pemilihan
Kepala Daerah yang dapat diberikan sanksi pidana. Pelanggaran tersebut
misalnya pemberitaan yang sifatnya memfitnah, menghasut, menyesatkan dan
membuat berita bohong (hoax). Dalam UU Penyiaran disebutkan pada Pasal 36
ayat (5) yang berbunyi isi siaran dilarang: a bersifat fitnah, menghasut,
menyesatkan dan/atau bohong. Ancaman pidananya sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 57 UU Penyiaran adalah dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara 5
177
(lima tahun) dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar) untuk penyiaran televisi.
Pemberitaan yang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau
bohong bisa saja dilakukan oleh lembaga penyiaran yang berpihak kepada
pasangan calon kepala daerah tertentu demi menjatuhkan citra pasangan
lainnya. Jadi di sini dibutuhkan ketelitian KPID untuk melakukan pengawasan
dan penegakan hukum agar tidak ada pelanggaran dalam program acara
Pilkada, baik berita, penyiaran dalam hal ini dialog dan talkshow serta iklan
kampanye.
Selain itu, pelanggaran lain juga bisa berupa pembelian waktu siaran
lembaga penyiaran televisi oleh paslon tertentu untuk kepentingannya dalam
menyampaikan program yang akan mereka lakukan demi menarik dukungan
masyarakat. Dalam Pasal 46 ayat (10) yang berbunyi bahwa ―waktu siaran
lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun untuk kepentingan apapun,
kecuali untuk siaran iklan.‖ Ancaman pidana pelanggaran ini disebutkan pada
Pasal 59 yang berbunyi bahwa ―setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (10) dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk penyiaran radio
dan paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) untuk penyiaran
televisi.‖
Meski di dalam UU Penyiaran disebutkan adanya sanksi pidana, namun
yang melakukan proses hukum berupa penyidikan dilakukan oleh kepolisian
dan penyidik pegawai negeri sipil (Penyidik PNS), bukan oleh KPI dan KPID.
178
Hal tersebut sebagamana disebukan dalam Pasal 56 UU Penyiaran yang
berbunyi bahwa:
(1) Penyidikan terhadap tindak pidana yang diatur dalam Undang-
undang ini dilakukan sesuai dengan Kitab Udang-undang Hukum
Acara Pidana.
(2) Khusus bagi tindak pidana yang terkait dengan pelanggaran
ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5)
huruf b dan huruf e, penyidikan dilakukan oleh Pejabat Pegawai
Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang
berlaku.
Menurut pandangan penulis, harusnya ke depan yang melakukan
penyidikan apabila ada pelanggara pidana yang terkait dengan penyiaran
mestinya yang menjadi penyidiknya adalah penyidik dari KPI atau KPID.
Karena KPI dan KPID merupakan lembaga negara independen yang memang
punya tugas mengurusi urusan penyiaran di Indonesia. Jadi, semua yang terkait
dengan penyiaran harusnya menjadi tugas, wewenang dan tanggungjawab KPI
dan KPID, termasuk proses penyidikan apabila ada pelanggaran pidana dalam
penyiaran.
Demi menjaga program siaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran
televisi pada pemilihan kepala daerah agar senangtiasa bebas dari pelanggaran
maka, pengawasan KPID sangat perlu dilakukan dengan cermat. Sehingga
penyiaran yang dilakukan memberikan keadilan kepada semua paslon dan
masyarakat mendapatkan informasi yang benar.
Selain sanksi pidana yang telah penulis sebutkan di atas, lembaga
penyiaran yang melakukan pelanggaran dapat pula diberikan sanksi
administratif sebagaimana disebutkan pada Pasal 55 UU Penyiaran ayat (2)
179
yang berbunyi sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa:
a. Teguran tertulis;
b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui
tahap tertentu
c. Pembatasan durasi dan waktu siaran
d. Denda administratif
e. Pembekuan kegiatan untuk waktu tertentu;
f. Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran.
Melihat begitu banyak sanksi yang bisa diberikan kepada lembaga
penyiaran apabila melakukan pelanggaran, mestinya KPID bisa menerapkan
sanksi yang ada di UU Penyiaran tersebut. Jangan hanya memberikan sanksi
yang ringan padahal sudah bisa diberikan sanksi yang membuat lembaga
penyiaran takut berbuat pelanggaran. Jangan sampai karena KPI tidak
memberikan sanksi yang menjerakan bagi lembaga penyiaran yang melakukan
pelanggaran, membuat masyarakat tidak percaya dan mengharapkan
pembubaran lembaga ini karena dianggap tidak melakukan apa-apa. Karena
meski lembaga ini ada namun kenyataannya pelangaran pun tetap berlangsung.
Meski banyak jenis sanksi yang dapat diberikan kepada lembaga
penyiaran sesuai dengan tingkat kesalahannya, namun, KPID Sulsel dalam
menjatuhkan sanksi kepada lembaga penyiaran saat Pilkada 2018 hanya sanksi
administratif berupa teguran tertulis. Tidak ada sanksi yang menjerakan. Sanksi
admninistratif berupa teguran tertulis tidak bisa menjerakan lembaga penyairan
yang melakukan pelanggaran terkait penyelenggaraan penyiaran khususnya
penyiaran Pilkada.
.
180
Menurut Mattewakkan, (Wawancara 9 Mei 2019) bahwa
Sanksi yang kami berikan hanya sanksi administratif berupa teguran
tertulis karena kami berpandnagan bahwa pelanggaran yang dilakukan
oleh lembaga penyiaran televisi pada pemilihan kepala daerah 2018
masih dalam batas kewajaran. Belum ada pelanggaran berat yang bisa
mengakibatkan pemberian sanksi berat.
Dari penjelasan ketua KPID Sulsel tersebut di atas diketahui bahwa
dalam pandangan KPID Sulsel sanksi administratif berupa teguran tertulis
diberikan karena pelanggaran lembaga penyiaran masih dalam batas
kewajaran, bukan sebuah pelanggaran yang berat. Namun, menurut penulis
pelanggaran tersebut tidak bisa lagi dikatakan sebagai pelanggaran yang biasa
saja, karena yang dilakukan oleh lembaga penyiaran tidak hanya sekali, tapi
sudah berulang kali sehingga sanksi perlu ditingkatkan. Bukan hanya sanksi
teguran tertulis terus yang tidak berkesudahan. Sanksi ini sangat ringan,
sehingga tidak membuat lembaga penyiaran ―takut‖ untuk melakukan
pelanggaran. Lebih celaka lagi bahkan lembaga penyiaran tetap melakukan
pelanggaran yang telah mereka lakukan sebelumnya, meski telah mendapatkan
teguran tertulis berulang-kali.
Padahal sanksi lain bisa saja diberikan meski disadari persolan yang
kemudian lahir dari penerapan sanksi administratif ini anatara lain berkisar
pada faktor kewenangan. Jika selama ini Komisi Penyiaran Indonesia hanya
bertindak sebagai regulator, maka kewenangan eksekutor yang seharusnya juga
melekat padanya tidak berlaku efektif secara keseluruhan. Sebagai contoh,
teguran-teguran tertulis yang telah diberikan oleh KPI tidak menjadi ―alat jera‖
karena berbagai bentuk pelanggaran yang menjadi dasar teguran tersebut tetap
181
saja dilakukan. Jika suatu acara diberikan sanksi administratif, hal itu tidak
menghentikan penyelenggaraan penyiaran untuk tidak berbuat hal yang sama
pada mata acara lainnya. Sehingga KPID seharusnya tidak menerapkan sanksi
administratif tersebut dalam konteks per mata acara siaran yang melanggar,
akan tetapi terhadap pelaku penyelenggara penyiaran, dalam hal ini yang
bertanggung jawab secara keseluruhan atas isi siaran dan penyelenggaraan
penyiaran.
Selain itu, mengenai sanksi pencabutan izin. Dikatakan oleh ketua KIPD
Sul-Sel, Mattewakkan (wawancara, 9 Mei 2019) bahwa
Mengenai pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP), KPI dan
KPID cuma bisa memberikan rekomendasi. Yang melakukan pencabutan
adalah Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Dari seri Undang-Undang memang masih sangat jauh dari harapan
olehnya itu kami sangat berharap agar undang-undang terkait penyiaran
bisa direvisi dan dapat memberikan kewengang yang lebih kuat bagi KPI
dan KPID agar lebih kuat dari segi fungsi.
Dari segi pencabutan dan pemberian izin penyelenggaraan penyiaran
(IPP) KPID cuma bisa merekomendasikan kepada pemerintah dalam hal ini
Kementerian Komunikasi dan Informasi. Di sini terlihat kelemahan sifat
eksekutorial KPID dari segi perizinan yang harus berbagi dengan pemerintah.
Sehingga hal ini bisa saja menyebabkan lembaga penyiaran tidak merasa takut
pada kewenangan KPID karena masih tereduksi oleh peran pemerintah yang
mengeluarkan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Dengan demikian, wajar
saja jika sampai saat ini ancaman sanksi administratif berupa pencabutan izin
penyelenggaraan penyiaran masih sebatas ancaman tak menjerakan dan tak
menakutkan bagi lembaga penyiaran.
182
Karena selama ini yang diberikan hanya sanksi administrasi yang tidak
menjerakan bagi lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran, maka ke
depan perlu ada sanksi yang lebih memberikan efek jera. Sanksi itu berupa
pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran bagi lembaga penyiaran yang
memang telah melakukan pelanggaran berat. Sanksi pencabutan izin
penyelenggaraan penyiaran (IPP) harus menjadi kewenangan KPI di Pusat dan
KPID di Daerah.
Ke depan KPI dan KPID harus diberikan kewenangan yang lebih
memadai. Sebagai lembaga negara independen di bidang penyiaran yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran (UU Penyiaran), KPI dan KPID tidak boleh hanya seperti ―macan
ompong‖ cuma kelihatan menakutkan tapi sejatinya tidak bisa menggigit.
Dengan demikian tentu dibutuhkan UU baru yang mengatur hal tersebut.
Karena UU yang sekarang belum mengakomodir kewenangan tersebut.
Olehnya itu revisi UU penyiaran menjadi hal yang urgen dilakukan demi KPI
dan KPID yang semakin efektif dan berwibawa dalam mengawasi penyiaran
di Indonesia.
183
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan mengenai
Efektivitas Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan
Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi
Selatan terhadap Program Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018
dilakukan dengan dua cara yakni pengawasan langsung dan pengawasan
tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan dengan menontonton
secara langsung semua siaran di televisi yang terkait dengan pemilihan
kepala daerah, hasil pemanatauan dicatat pada lembar pemantauan.
Sementara pengawasan tidak langsung berasal dari laporan atau
pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sulawesi Selatan. Hasil pengawasan tersebut baik
langsung maupun tidak langsung dianalisis dan apabila termasuk
pelanggaran, lalu ditentukan bentuk pelanggaran dan sanksi yang akan
dikenakan melalui rapat pleno. Meski demikian pengawasan yang
dilakukan belum berjalan efektif sebagaimana mestinya. Hal tersebut
terbukti dengan masih adanya lembaga penyiaran di Sulawesi Selatan
yang tidak diawasi. Sehingga hanya Pemilihan Calon Gubernur dan
Wakil Gubernur Sulawesi Selatan dan Pemilihan Calon Walikota dan
184
Calon Walikota Makassar. Padahal ada 13 (tiga belas) Pilkada yang
diselenggarakan di Sulawesi Selatan tahun 2018 tapi, fokus pengawasan
KPID Sulsel hanya di 2 (dua) Pemilihan.
2. Faktor yang memengaruhi efektivitas pelaksanaan pengawasan Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap Program
Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018 ada beberapa faktor yaitu: faktor
kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya sumber daya manusia, sanksi
hukum yang diberikan kepada lembaga penyiaran tidak menjerakan bagi
lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran karena hanya sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
B. Saran
Dari penelitian yang telah penulis lakukan ini, maka penulis memberikan
saran sebagai berikut:
1. Agar Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan dalam
melakukan pengawasan siaran Pemilihan Kepala Daerah betul-betul
menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya dengan mengawasi
seluruh lembaga penyiaran yang ada di Sulawesi Selatan untuk
memastikan lembaga penyiaran dalam menyiarkan program siaran
Pemilihan Kepala Daerah sudah sesuai dengan regulasi yang ada.
2. Agar Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan mengalokasikan dana yang
dapat menunjang ketersedian sarana, prasarana dan sumber daya manusia
sesuai dengan kebutuhan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi
185
Selatan sehingga efektif dalam melakukan pengawasan terhadap program
siaran Pemilihan Kepala Daerah.
3. Agar Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama
Pemerintah segera merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran yang sekarang ini sudah tidak relevan lagi dengan
kebutuhan akan penyiaran. Diharapakan dengan UU Penyiaran yang baru
dapat mengakomodir:
b) Adanya pemberian kewenangan eksekutor kepada KPI dan KPID.
Dalam hal ini KPI dan KPID memiliki staf penyidik yang
melakukan penyidikan apabila ada pelanggaran pidana yang
dilakukan oleh lembaga penyiaran.
c) KPI dan KPID diberikan tugas menerbitkan izin penyelenggaraan
penyiaran (IPP) dan diberi kewenangan mencabut IPP tersebut
apabila lembaga penyiaran melakukan pelanggaran berat.
d) KPI dan KPID perlu diberikan tugas untuk mengawasi penyiaran di
media baru atau media online yang selama ini dalam pengertian
UU Penyiaran bukan menjadi tugas KPI dan KPID. Hal itu penting
dilakukan mengingat, saat ini penyiaran di media baru atau media
online banyak dilakukan oleh masyarakat termasuk para pasangan
calon Kepala Daerah.
186
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adi Badjuri. 2010. Jurnalistik Televisi. Graha Ilmu, Yogyakarta.
AM. Arfah Pattenreng. 2017. Hukum Kepemilikan dan Penguasaan Hak Atas
Tanah (Suatu Kajian Komprehensif). Bosowa Publishing Group,
Makassar.
Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih. 2016. Pengawasan Hukum
Terhadap Aparatur Negara. Pustaka Yustisia, Yogyakarta.
Aswar Hasan dkk. 2010. Panorama Penyiaran Di Sulawesi Selatan. PT.
Umitoha Ukhuwah Grafika Makassar Kerjasama dengan KPID Sulsel,
Makassar.
Baso Madiong. 2019. Sosiologi Hukum (Suatu Pengantar). Sah Media,
Makassar.
Burhan Bungin. 2018. Komunikasi Politik Pencitraan The Social Construction
of Public Administrasion (SCoPA) Konstruksi Sosial Atas Citra
Pemimpin Publik dan Kebijakan-Kebijakan Negara Dalam Perspektif
Postmodern Public Communication and New Public Administration.
Prenadamedia Group, Jakarta
Danrivanto Budhijanto. 2013. Hukum Telekomunikasi, Penyiaran dan
Teknologi Informasi: Regulasi dan Konvergensi. Refika Aditama,
Bandung.
-----------. 2014. Teori Hukum Konvergensi. Refika Aditama, Bandung.
Didik Sukriono. 2013. Hukum, Konstitusi dan Konsep Otonomi: Kajian Politik
Hukum tentang Konstitusi, Otonomi Daerah dan Desa Pasca Perubahan
Konstitusi. Setara Press, Malang.
Edi Suharto. 2014. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.
Reflika Aditama, Bandung.
Fajlurrahman Jurdi. 2018. Pengantar Hukum Pemilihan Umum. Prenadamedia
Group, Jakarta.
Fredrich C. Kuen. 2008. Jurnalisme dan Humanisme. LKBN Anatara Biro
Sulawesi Tenggara.
Gun Gun Heryanto. 2018. Media Komunikasi Politik: Relasi Kuasa Media di
Panggung Politik. IRCiSoD, Yogjakarta.
187
Hendra Karianga. 2015. Politik Hukum Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.
Prenadamedia Group, Jakarta.
Hendry Subiakto dan Rachmah Ida. 2015. Komunikasi Politik, Media, dan
Demokrasi. Prenadamedia Group, Jakarta.
Heru Widodo. 2017. Hukum Acara Perselisihan Hasil Pilkada Serentak di
Mahkamah Konstitusi. Sinar Graika, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie. 2014. Pengantar Hukum Tata Negara. PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta.
-----------. 2015. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Sinar
Grafika, Jakarta.
Judhariksawan. 2013. Hukum Penyiaran. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Marwan Mas. 2011. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia Indonesia, Bogor.
-----------. 2014. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ghalia Indonesia,
Bogor.
-----------. 2017. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Ghalia Indonesia, Bogor
-----------. 2018. Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara. Rajawali Pers,
Depok.
Miriam Budiardjo. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Moh. Mahfud MD. 2017. Politik Hukum di Indonesia. PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta.
Morissan. 2015. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Prenadamedia
Group, Jakarta.
Muhammad Erwin. 2016. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis terhadap Hukum dan
Hukum Indonesia (dalam Dimensi Ide dan Aplikasi) (Edisi Revisi).
Rajawali Pers, Jakarta.
M. Anshar A. Akil. 2009. Standarisasi Manajemen Penyiaran: Mewujudkan
Profesionalisme Radio & TV. KPID Sulsel, Makassar.
Ni’matul Huda dan M. Imam Nasef. 2017. Penataan Demokrasi dan Pemilu di
Indonesia Pasca Reformasi. Prenadamedia Group, Jakarta.
188
Philipus M. Hadjon dkk. 2011. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia:
Introduction to the Indonesian Administrative Law. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Poerwadarminta W.J.S. 1985. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga.
Balai Pustaka, Jakarta.
Rachmat Kriyantono. 2014. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Prenadamedia
Group, Jakarta.
Ridwan H.R. 2013. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Riswandi. 2009. Dasar-Dasar Penyiaran. Graha Ilmu, Yogyakarta Kerjasama
Universitas Mercu Buana
Ruslan Renggong. 2014. Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.
Lapen Universitas 45, Makassar.
-----------. 2016. Hukum Acara Pidana: Memahami Perlindungan HAM dalam
Proses Penahanan di Indonesia. Prenadamedia Group, Jakarta.
Sarman dan Mohammad T. M. 2011. Hukum Pemerintahan Daerah di
Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta.
Sirajuddin dkk. 2016. Hukum Pelayanan Publik Berbasis Partisipasi dan
Keterbukaan Informasi. Setara Press, Malang.
----------- dkk. 2016a. Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah: Sejarah,
Asas, Kewenangan, dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah. Setara Press, Malang.
Siswanto Sunarno. 2012. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Sinar
Grafika, Jakarta.
Sodikin. 2014. Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan.
Gramata Publising, Bekasi.
Soetomo. 2015. Pemberdayaan Masyarakat: Mungkinkah Muncul
Antitesisnya?. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Sofian Effendi. 2012. Reformasi Tata Kepemerintahan: Menyiapkan Aparatur
Negara Untuk Mendukung Demokratisasi Politik dan Ekonomi Terbuka.
Gadja Mada University Press, Yogyakarta.
Sumeizita Suarman. 2006. Media dan Pemilu, Deskripsi untuk Pilkada. Komisi
Penyiaran Daerah Sulawesi Selatan, Makassar.
189
Syaiful Halim. 2015. Dasar-Dasar Jurnalistik Televisi: Panduan Praktis
Memahami Teknik-teknik Reportase dan Menulis Naskah Berita untuk
Media Televisi. Deepublish, Yogyakarta.
Thomas B. Pepinsky dkk. 2018. Kesalehan dan Pilihan Politik: Memahami
Kebangkitan Islam-Politik dari Perspektif Indonesia. Prenadamedia
Group, Jakarta.
Topo Santoso dan Ida Budhiati. 2019. Pemilu di Indonesia: Kelembagaan,
Pelaksanaan dan Pengawasan. Sinar Grafika, Jakarta.
Umar Said Sugiarto. 2013. Pengantar Hukum Indonesia. Sinar Grafika,
Jakarta.
Vieta I. C. 2016. Hukum Pemerintahan Daerah: Pengaturan dan Pembentukan
Daerah Otonomi Baru di Wilayah Perbatasan dan Pedalaman dalam
Perspektif Kedaulatan Negara. Aswaja Pressindo, Surabaya.
Zainal Arifin Mochtar. 2016. Lembaga Negara Independen: Dinamika
Perkembangan dan Urgensi Penataannya Kembali Pasca-Amandemen
Konstitusi. Rajawali Pers, Jakarta.
Zainuddin Ali. 2014. Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
-----------. 2015. Sosiologi Hukum. Sinar Grafika, Jakarta.
-----------. 2016. Filsafat Hukum. Sinar Grafika, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Organiasi dan Tatakerja Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah.
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/03/2012 Tentang Pedoman
Perilaku Penyiaran.
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/03/2012 Tentang Standar
Program siaran.
190
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/07/2014 Tentang
Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia.
Surat Edaran Komisi Penyiaran Indonesia Tentang Penyiaran Masa Pilkada
2018.
Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Nomor
240/SK/KPID-SS/03/2018 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Terkait
Perlindungan Kepentingan Publik Terhadap Pengawasan Pemberitaan,
Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil
Walikota Melalui Lembaga Penyiaran.
Media Online
Terkini.id
www.kpi.go.id
www.kpid-sulsel.go.id
TEMPO.CO
233
Lampiran 3
PERTANYAAN WAWANCARA
1. Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan oleh KPID Sul-Sel
terhadap program siaran Pilkada yang ditayangkan di lembaga penyiaran
televisi tahun 2018?
2. Apa saja jenis siaran Pilkada yang ditayangkan di lemabaga penyiaran
televisi yang diawasi oleh KPID Sul-Sel tahun 2018?
3. Bagiamana cara KPID Sul-Sel menentukan bahwa lembaga penyiaran
televisi melakukan pelanggaran dalam menyiarkan program siaran
Pilkada tahun 2018?
4. Bagaimana cara KPID Sul-Sel memberikan sanksi kepada lembaga
penyiaran televisi yang melakukan pelanggaran program siaran Pilkada
tahun 2018?
5. Sanksi apa saja yang telah KPID Sul-Sel berikan kepada lebaga
penyiaran televisi yang melakukan pelanggaran program siaran Pilkada
tahun 2018?
6. Apa saja yang menjadi faktor pemgambat KPID Sul-Sel dalam
melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran televisi yang
menyiarkan program siaran Pilkada tahun 2018?
7. Menurut anda, apa yang harus dilakukan oleh KPID Sul-Sel agar
pengawasan terhadap lembaga penyiaran televisi yang menyiarkan
program siaran Pilkada ke depan semakin baik?
234
Lampiran 4
FOTO PENELITIAN
Foto wawancara dengan Mattewakkan, S.IP., M.Si selaku Ketua Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Periode 2017-2020
Wawancara dengan Herwanita, S.Sos., M.I.Kom selaku Koordinator
Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan
Periode 2017-2020
235
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
Herman Pelani, S.H., M.H., lahir di Dusun Cempalagi,
Desa Mallari, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone,
Sulawesi Selatan pada tanggal 1 Januari 1986. Anak
terakhir dari empat bersaudara, pasangan Bapak Ambo
Nik (Almarhum) dan Ibu Muderang (Almarhumah).
Adapun pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis:
1. SD Negeri Nomor 41 Mallari lulus tahun 1999.
2. SMP Negeri 1 Awangpone lulus tahun 2002.
3. SMA Amir Islam Watampone lulus tahun 2005.
4. S1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Bosowa lulus tahun 2017.
5. S2 Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Bosowa lulus tahun
2019.
Sementara Pengalaman organsasi dan pekerjaan penulis di antaranya:
1. Ketua Umum UKM LDK Al-Fur’qan Universitas Bosowa tahun 2013-
2014.
2. Ketua Majelis Syuro UKM LDK Al-Fur’qan Universitas Bosowa tahun
2015-2016.
3. Ketua Umum UKM Jurnalistik Universitas Bosowa tahun 2014-2015 dan
2015-2016.
4. Anggota Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum
(HIMAPSIH) Fakultas Hukum Universitas Bosowa tahun 2014-215.
5. Pemimpin Redaksi Surat Kabar Kampus Didaktis/Intelekual Universitas
Bosowa 2013-2017.
6. Ketua Penasehat Organisasi UKM Jurnalistik Universitas Bosowa tahun
2016-2017.
7. Anggota Forum Civitas Akademika-Pencinta Siaran Sehat (Focika-PPS)
Universitas Bosowa tahun 2015-2018.
8. Ketua Komunitas Anti Hoax Paraikatte Makassar tahun 2019-2020
9. Pengurus Masjid Agung 45 Makassar tahun 2014-sekarang.
10. Ketua Duta Halal Halalan Thoyyibah Centre (HTC) Universitas Bosowa
tahun 2019-Sekarang.
Selain Itu, Penulis juga pernah sebagai Asisten Dosen Mata Kuliah Jurnalistik
(Ko-Kurikuler) tahun 2014/2015 dan 2015/2016 dan pernah pula sebagai Staf
Pengawas Isi Siaran di Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan
tahun 2018-2019.