252
EFEKTIVITAS PENGAWASAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN TERHADAP PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2018 TESIS HERMAN PELANI NIM 4617101011 Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR 2019

efektivitas pengawasan komisi penyiaran indonesia daerah

Embed Size (px)

Citation preview

EFEKTIVITAS PENGAWASAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA

DAERAH SULAWESI SELATAN TERHADAP PEMILIHAN

KEPALA DAERAH TAHUN 2018

TESIS

HERMAN PELANI

NIM 4617101011

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar

Magister

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2019

ii

iii

iv

v

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, karena dengan berkah dan limpahan rahmat serta kasih

sayang-Nya, sehingga Tesis yang berjudul ―Efektivitas Pelaksanaan

Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Terhadap

Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018‖ ini dapat penulis selesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan suatu karya ilmiah tidaklah mudah,

oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan dalam penyusunan Tesis ini

terdapat banyak kekurangan, olehnya itu penulis sangat mengharapkan

masukan, saran, dan kritikan yang bersifat membangun guna kesempurnaan

Tesis ini.

Proses penyusunan Tesis ini tidak terlepas dari berbagai rintangan, mulai

dari pengumpulan literatur, pengumpulan data sampai pada pengolahan data

maupun dalam tahap penulisan. Namun, dengan kesabaran dan ketekunan yang

dilandasi dengan rasa tanggung jawab selaku mahasiswa dan juga bantuan dari

berbagai pihak, baik materiil maupun moril semua kesulitan dan hambatan itu

dapat penulis lalui dengan baik.

Olehnya itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang tak terhingga kepada:

1. Kedua Orang Penulis yang tercinta, Ayahanda Ambo Nik

(Almarhum) dan Ibunda Muderang (Almarhumah) yang telah

mencurahkan seluruh cinta, kasih sayang, cucuran keringat dan air

mata, untaian doa serta pengorbanan tiada henti, yang hingga kapan

vi

pun penulis takkan bisa membalasnya. Keselamatan di akhirat sana

semoga selalu untukmu ayah dan ibuku terkasih.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Saleh Pallu, M.Eng, selaku

Rektor Universitas Bosowa yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menyelesaikan studi Strara Dua (S2) di

Universitas Bosowa.

3. Bapak Prof. Dr. Batara Surya, ST., M.Si selaku Direktur

Pascasarjana Universitas Bosowa beserta seluruh stafnya.

4. Bapak Dr. Baso Madiong, S.H, M.H selaku Ketua Program Studi

Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Bosowa yang juga

selaku Pembimbing I, dan Bapak Dr. Zulkifli Makkawaru, S.H, M.H

selaku Pembimbing II. Selain pembimbing Tesis bagi penulis, beliau

berdua juga merupakan mentor dalam berbagai hal bagi penulis,

yang telah memotivasi, membantu, dan mengarahkan penulis hingga

penyelesaian penelitian Tesis ini.

5. Bapak Dr. Ruslan Renggong, S.H, M.H dan Bapak Dr. Almusawir,

S.H, M.H selaku tim penguji yang telah memberikan saran dan

kritikan, sehingga penelitian Tesis ini dapat terselesaikan dengan

baik.

6. Para Guru Besar, Dosen, dan Staf Pascasarjana Universitas Bosowa

yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

7. Bapak Mattewakkan, S.IP., M.Si selaku ketua dan Ibu Herwanita,

S.Sos., M.I.Kom selaku koordinator bidang pengawasan dan isi

vii

siaran, Saudara Muhammad Iswar Ramadhan, S.Sos., M.Si Selaku

Analis serta Saudara Ihwan, S.Sos selaku staf monitoring pada

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Periode 2017-

2020 beserta seluruh staf yang telah meluangkan waktunya untuk

penulis wawancarai.

8. Saudara-saudaraku, Angkatan 2017 Jurusan Ilmu Hukum Program

Pascasarjana Universitas Bosowa. Kebersamaan kita merupakan hal

yang terindah dan akan selalu mendapat tempat di dalam hati,

semoga persahabatan dan perjuangan kita tidak berhenti sampai di

sini, serta kekeluargaan yang sudah terjalin dapat terus terjaga,

sukses selalu dalam meraih cita-cita dan harapan. Maaf penulis tidak

sebutkan nama kalian satu per satu.

Selain itu, penulis juga mengucapkan permohonan maaf yang sedalam-

dalamnya jika telah banyak melakukan kesalahan dan kekhilafan, baik dalam

bentuk ucapan maupun tingkah laku, semenjak penulis menginjakkan kaki

pertama kali di Universitas Bosowa hingga menyelesaikan studi.

Penulis berharap agar apa yang disajikan dalam tesis ini dapat bermanfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga kesemuanya ini dapat bernilai

ibadah di sisi-Nya, Aamiin.

Makassar, 21 Agustus 2019

Penulis,

Herman Pelani

viii

ABSTRAK

HERMAN PELANI, 4617101011. Efektivitas Pengawasan Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Tahun

2018. (Dibimbing oleh Baso Madiong dan Zulkifli Makkawaru).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan dan

faktor yang memengaruhi efektivitas pelaksanaan pengawasan Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap program Pemilihan

Kepala Daerah Tahun 2018.

Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar, dengan lokasi penelitian pada

Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan yang

beralamat di Jalan Botolempangan Nomor 48 Kota Makassar. Tipe penelitian

yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan kualitatif.

Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari

objek penelitian lapangan dan data sekunder yang diperoleh dari hasil studi

pustaka.

Hasil penelitian dan analisis data yang telah penulis lakukan, maka dapat

disimpulakan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Terhadap Program Pemilihan Kepala

Daerah Tahun 2018 dilakukan dengan pengawasan langsung dan tidak

langsung, meski demikian belum berjalan secara efektif. Adapun faktor yang

memengaruhi efektifitas pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Sulawesi Selatan Terhadap Program Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018

adalah kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya sumber daya manusia, dan

sanksi hukum yang tidak menjerakan bagi lembaga penyiaran yang melakukan

pelanggaran.

Kata Kunci: Efektitivitas, Pengawasan, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Sulawesi Selatan, Pemilihan Umum Kepala Daerah.

ix

ABSTRACT

HERMAN PELANI, 4617101011. The Effectiveness of the Supervision of

the South Sulawesi Regional Indonesian Broadcasting Commission on

Regional Head Elections in 2018 (Supervised by Baso Madiong and Zulkifli

Makkawaru).

This study aims to determine the implementation of supervision and the

factors that affect the effectiveness of the implementation of the supervision of

the South Sulawesi Regional Indonesian Broadcasting Commission on the

Regional Head Election program in 2018.

This research was conducted in Makassar City, with the research location

at the Secretariat of the Indonesian Broadcasting Commission, South Sulawesi,

which is located at Jalan Botolempangan Number 48 Makassar City. The type

of research used is empirical legal research with a qualitative approach. The

data used are primary data obtained directly from the object of field research

and secondary data obtained from literature studies.

The results of the research and data analysis that the author has done, it

can be concluded that the supervision carried out by the South Sulawesi

Regional Indonesian Broadcasting Commission on the Regional Head Election

Program in 2018 is carried out with direct supervision and indirect, even

though it has not been running effectively. The factors that affect the

effectiveness of the supervision of the South Sulawesi Regional Indonesian

Broadcasting Commission on the Regional Head Election Program in 2018 are

the lack of facilities and infrastructure, lack of human resources, and legal

sanctions that do not deter broadcasting institutions that commit violations.

Keywords: Effectiveness, Supervision, Indonesian Broadcasting

Commission, South Sulawesi Region, Regional Head General

Election.

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ ii

HALAMAN PENERIMAAN ................................................................ iii

PERNYATAAN KEORSINILAN ......................................................... iv

PRAKATA ............................................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................. viii

ABSTRACT ............................................................................................. ix

DAFTAR ISI .......................................................................................... x

DAFTAR TABEL .................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................ 11

C. Tujuan Penelitian .............................................................. 11

D. Manfaat Penelitian ............................................................ 12

E. Lingkup Penelitian ............................................................ 12

F. Sistematika Penulisan........................................................ 13

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL .......... 15

A. Deskripsi Teori .................................................................. 15

1. Teori Efektivitas Hukum ............................................ 15

2. Pengawasan ................................................................ 26

a. Pengertian Pengawasan ....................................... 26

b. Jenis-Jenis Pengawasan ...................................... 29

c. Tujuan Pengawasan ............................................ 33

d. Tolok Ukur Keberhasilan Pengawasan ............... 34

3. Penyiaran .................................................................... 35

a. Pengertian Penyiaran .......................................... 35

b. Asas, Tujuan, Fungsi dan Arah Penyiaran .......... 36

c. Lembaga Penyiaran ............................................. 38

xi

d. Pelaksanaan Siaran.............................................. 44

e. Program Pemilihan Kepala Daerah ..................... 50

f. Regulasi Program Pemilihan Kepala Daerah ...... 52

g. Urgensi Pengawasan Siaran Pemilihan Kepala

Daerah ................................................................. 58

h. Sanksi dan Cara Penegakannya .......................... 60

4. Komisi Penyiaran Indonesia dan Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah ........................................................ 72

a. Dasar Hukum Pembentukan Komisi Penyiaran

Indonesia ............................................................. 72

b. Komisi Penyiaran Indonesia Sebagai Lembaga

Negara Independen ............................................. 75

c. Keanggotaan Komisi Penyiaran Indonesia dan

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah ................... 79

d. Fungsi, Wewenang, Tugas dan Kewajiban

Komisi Penyiaran Indonesia ............................... 81

e. Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah 82

5. Pemilihan Kepala Daerah ........................................... 84

a. Pengertian dan Pentingnya Pemilihan Kepala

Daerah ................................................................. 84

b. Asas-Asas Pemilihan Kepala Daerah.................. 88

c. Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah ........... 89

d. Peserta Pemilihan Kepala Daerah ....................... 99

B. Penelitian Terdahulu ......................................................... 103

C. Kerangka Pikir .................................................................. 104

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 106

A. Desain Penelitian ............................................................... 106

B. Lokasi Penelitian ............................................................... 106

C. Fokus dan Deskripsi Fokus ............................................... 106

D. Sampel Data Penelitian ..................................................... 108

E. Instrumen Penelitian.......................................................... 108

xii

F. Jenis dan Sumber Data ...................................................... 109

G. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 109

H. Teknik Anlisis Data........................................................... 110

I. Rencana Pengujian Keabsahan Data ................................. 111

J. Definisi Operasional.......................................................... 113

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 115

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. 115

1. Profil Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi

Selatan ........................................................................ 115

2. Visi dan Misi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Sulawesi Selatan ........................................................ 116

3. Wewenang, Tugas dan Kewajiban Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Selatan ........................... 118

4. Sumber Daya Manusia Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah Sulawesi Selatan ............................................ 119

5. Prosedur Perizinan Lembaga Penyiaran .................... 122

B. Temuan Penelitian ............................................................. 122

1. Pelakanaan Pengawasan Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Selatan ........................... 122

2. Faktor yang Mempengaruhi Efektivias Pengawasan

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Seatan 127

C. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................ 128

1. Pelaksanaan Pengawasan Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Terhadap

Program Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018 ........ 128

a. Pengawasan Langsung ........................................ 128

b. Pengawasan Tidak Langsung .............................. 169

2. Faktor yang Memengaruhi Efektivitas Pelaksanaan

Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Sulawesi Selatan Terhadap Program Pemilihan

Kepala Daerah Tahun 2018 ........................................ 171

xiii

a. Sarana dan Prasarana .......................................... 171

b. Sumber Daya manusia ........................................ 174

c. Sanksi Hukum ..................................................... 176

BAB V PENUTUP ................................................................................. 183

A. Kesimpulan ....................................................................... 183

B. Saran .................................................................................. 184

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 186

LAMPIRAN ........................................................................................... 191

DAFTAR RIWAYAT PENULIS ........................................................... 235

xiv

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 4.1 Susunan Keanggotaan Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah Sulawesi Selatan Periode 2017-2020 ...................... 120

Tabel 4.2 Staf Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan 121

Tabel 4.3 Jumlah Lembaga Penyiaran yang Berizin Komisi Peyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Selatan ..................................... 124

Tabel 4.4 Pemetaan Pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilgub

Sulsel di Televisi Tahun 2018 ............................................. 157

Tabel 4.5 Sumber Berita Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel di

Televisi Tahun 2018 ............................................................ 159

Tabel 4.6 Pemetaan Penyiaran (Dialog/Talkshow) Pilwalkot

Makassar dan Pilgub Sulsel di Televisi Tahun 2018 ........... 161

Tabel 4.7 Narasumber Dialog/Talkshow Pilwalkot Makassar dan

Pilgub Sulsel di Televisi Tahun 2018 .................................. 163

Tabel 4.8 Pemetaan Iklan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel di

Televisi Tahun 2018 ............................................................ 165

Tabel 4.9 Pengiklan pada Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel di

Televisi Tahun 2018 ............................................................ 167

xv

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir ..................................................... 105

Gambar 4.1 Foto Komisioner KPID Sulsel Periode 2017-2020......... 121

Gambar 4.2 Mekanisme Penjatuhan Sanksi Administratif ................. 125

Gambar 4.3 Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota

Makassar Tahun 2018 Sebeleum pasangan DIAMI

Didiskualifikasi ............................................................... 131

Gambar 4.4 Kertas suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota

Makassar Tahun 2018 Setelah Pasangan DIAMI

Didiskualifikasi ............................................................... 132

Gambar 4.5 Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan Celebes

TV ................................................................................... 134

Gambar 4.6 Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan Fajar TV 135

Gambar 4.7 Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan TVRI ..... 135

Gambar 4.8 Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan I-News

TV ................................................................................... 136

Gambar 4.9 Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan Metro TV

Sulsel ............................................................................... 137

Gambar 4.10 Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan VE-

Channel ........................................................................... 137

Gambar 4.11 Contoh Program Siaran Tone Positif .............................. 139

Gambar 4.12 Contoh Program Siaran Tone Negatif ............................ 140

Gambar 4.13 Contoh Program Siaran Pilkada Netral ........................... 140

Gambar 4.14 Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur

Sulawesi Selatan Tahun 2018 ......................................... 142

Gambar 4.15 Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan Celebes TV ...... 143

Gambar 4.16 Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan Fajar TV ........... 144

Gambar 4.17 Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan TVRI ................ 145

Gambar 4.18 Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan I-News TV ....... 146

xvi

Gambar 4.19 Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot

Makassar yang Ditayangkan CelebesTV ........................ 149

Gambar 4.20 Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot

Makassar yang Ditayangkan Fajar TV ........................... 150

Gambar 4.21 Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot

Makassar yang Ditayangkan TVRI................................. 151

Gambar 4.22 Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot

Makassar yang Ditayangkan I-News TV ........................ 152

Gambar 4.23 Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot

Makassar yang Ditayangkan VE-Channel ...................... 153

Gambar 4.24 Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot

Makassar yang Ditayangkan Metro TV Sulsel ............... 154

Gambar 4.25 Frekuensi Pemberitaan Pilkada yang Dilakukan

Lembaga Penyiaran Televisi ........................................... 156

Gambar 4.26 Pemetaan Pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilgub

Sulsel Tahun 2018 .......................................................... 157

Gambar 4.27 Sumber Pemberitaan Pilkada yang Ditayangkan

Lembaga Penyiaran Televisi ........................................... 158

Gambar 4.28 Frekuensi Penyiaran Pilkada yang Dilakukan Lembaga

Penyiaran Televisi........................................................... 160

Gambar 4.29 Pemetaan Penyiaran Pilkada yang Ditayangkan

Lembaga Penyiaran Televisi ........................................... 161

Gambar 4.30 Narasumber Pilkada yang Ditayangkan Lembaga

Penyiaran Televisi........................................................... 162

Gambar 4.31 Frekuensi Iklan Pilkada yang Ditayangkan Lembaga

Penyiaran Televisi........................................................... 164

Gambar 4.32 Pemetaan Iklan Pilkada yang Ditayangkan Lembaga

Penyiaran Televisi........................................................... 165

Gambar 4.33 Pemetaan Pengiklan Pilkada yang Ditayangkan

Lembaga Penyiaran Televisi .......................................... 166

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian............................................ 192

Lampiran 2 Data Penelitian ................................................................ 193

Lampiran 3 Pertanyaan Wawancara ................................................... 233

Lampiran 4 Foto Penelitian ................................................................ 234

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indoneisa merupakan negara hukum dan demokrasi yang menghormati

hak asasi manusia (HAM) bagi warganya. Salah satu hak asasi yang yang

dimiliki oleh warga negara Indonesia adalah mendapatkan informasi dari

segala jenis saluran yang ada untuk pengembangan diri pribadi dan lingkungan

sosialnya. Hal tersebut dijamanin oleh Undamg-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 28 F

yang berbunyi bahwa:

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak

untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia.

Dari bunyi pasal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa

memperoleh informasi dari segala jenis saluran yang ada untuk pengembangan

diri dan lingkungan sosial merupakan bagian dari HAM. Adnan Buyung

Nasution (Ruslan Renggong 2016:31) menjelaskan bahwa ―... HAM

merupakan rumusan berbagai hak dasar yang inheren dalam diri setiap

manusia.‖

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa mendapatkan informasi bagi

setiap orang di Indonesia tidak dapat dicegah dan pemenuhannya harus

dilakukan oleh negera. Mendapatkan informasi yang diamaksud terkait dengan

banyak hal, termasuk mendapatkan informasi mengenai pemilihan kepala

daerah (Pilkada). Karena mendapatkan informasi yang berkaitan dengan

2

Pilkada, seseorang dapat memilih pemimpin yang terbaik untuk pengembangan

pribadi, dan lingkungan sosialnya. Dengan demikian hal tersebut, menjadi

penting bagi setiap warga negara sehingga harus dipenuhi oleh negara.

Di tahun 2018 yang, ada 171 (seratus tujuh puluh satu) Pilkada di seluruh

Indonesia yang terdiri atas 17 (tujuh belas) Pemilihan Gubernur (Pilgub), 115

(seratus lima belas) Pemilihan Bupati (Pilbut) dan 39 (tiga puluh sembilan)

Pemilihan Walikota (Pilwalkot), yang berlangsung serentak pada 27 Juni.

Salah satu daerah yang menggelar Pilkada tahun 2018 adalah Provinsi

Sulawesi Selatan yang terdiri atas 1 (satu) Pilgub, untuk memilih Gubernur

Provinsi Sulawesi Selatan, 3 (tiga) Pilwalkot untuk memilih Walikota di

Palopo, Parepare dan Makassar, serta 9 (sembilan) Pilbut untuk memilih Bupati

di Bone, Sinjai, Bantaeng, Enrekang, Sidenreng Rappang (Sidrap), Jeneponto,

Wajo, Luwu dan Pinrang.

Dengan Pilkada, rakyat di daerah melaksanakan kedaulatan yang telah

dirumuskan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan secara eksplisit bahwa

―kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-

Undang.‖ Dengan pelaksanaan Pilkada tersebut, maka kedaulatan rakyat dalam

menentukan pemimpin di daerahnya sendiri dapat terwujud. Hal tersebut

dikarenakan, masyarakat sendiri yang menentukan pemimpin secara sadar dan

sesuai dengan hati nurani tampa adanya paksaan dari pihak lain.

Menurut Jimly Asshiddiqie (2015: 140) bahwa ―dalam faham kedaulatan

rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik, dan sekaligus

3

pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara.‖ Karena jumlah

rakyat Indonesia sangat banyak, maka tentu tidaklah mungkin kekuasaan

(kedaulatan) tersebut dijalankan oleh seluruh rakayat Indonesia. Maka sarana

untuk menjalankan kedaulatan adalah memilih diantara masyarakat Indonesia

sendiri yang memilki kemauan, kemampuan dan dipercaya oleh rakyat melalui

proses pemilihan yang telah diatur oleh regulasi yang ada.

Salah satu cara agar masyarakat pemilih dapat memperoleh informasi

mengenai calon pemimpin yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk

menjadi pemimpin masyarakat, adalah dengan melalui media penyiaran yang

dilakukan di televisi. Televisi merupakan salah satu media yang paling banyak

digunakan oleh masyarakat Indonesia, sehingga efektif untuk menyampaikan

pesan apalagi media ini dapat didengar dan dilihat (audio visual). Sehingga

lebih unggul dalam penyampaian pesan dari pada media lain.

Penyiaran yang dilakukan oleh media di Indonesia diatur dengan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (UU Penyiaran).

Di dalam UU Penyiaran, Pasal 2 disebutkan bahwa: ―penyiaran

diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata,

kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian,

kebebasan, dan tanggung jawab.‖

Berdasarkan bunyi pasal tersebut di atas dapat dipahami bahwa dalam

melakukan penyiaran, lembaga penyiaran, termasuk televsi harus sesuai

dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar serta tidak lepas dari asas

4

manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman,

kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Hal ini

menadakan bahwa penyiaran di Indonesia harus selalu berpedoman pada aturan

yang ada.

Mengenai tujuan penyiaran, dapat diketahui dari rumusan Pasal 3 UU

Penyiaran yang menyebutkan bahwa:

Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi

nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan

bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan

umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis,

adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.

Ditegaskan pula di dalam Pasal 4 UU Penyiaran bahwa ―penyiaran

sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media

informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial serta

mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.‖

Televisi merupakan salah satu bentuk media penyiaran yang memiliki

kelebihan dibandingkan lembaga penyiaran radio. Dengan televisi kita dapat

melihat orang yang menyampaikan pesan (komunikator) dan mendengar pesan

secara langsung yang dapat diterima secara serentak sehingga memiliki daya

tarik bagi masyarakat.

Menurut Sumeizita Suarman (2009:13) bahwa daya tarik media televisi

membuat benda ini menjadi alat atau sarana untuk mencapai tujuan manusia,

baik itu kepentingan politik maupun perdagangan. Kekuatannya adalah

menguasai jarak dan ruang karena teknologi televisi telah menggunakan

5

elektromagnetik, kabel dan fiber yang ditransmisikan melalui satelit dengan

sasaran untuk menjangkau massa yang cukup besar.

Untuk mencapai tujuan para calon kepala daerah dalam kontestasi politik

yakni memenangkan pemilihan, media televisi memiliki peran yang cukup

ampuh. Hal itu dilakukan dengan mengkostruksi citra para kandidat untuk

mendongkrat popularitas. Melelaui televisi inilah para calon kepala daerah

menyampaikan visi, misi dan program mereka demi meningkatkan citra di

mata pemilih sehingga menarik simpati dan dukungan warga pemilih yang

akan menentukan pilihan politiknya. Menurut Gun Gun Heryanto (2018:223)

bahwa kandidat yang menguasai industri citra tentunya akan memperbesar

peluangnya memenangkan pertarungan tersebut.

Mengingat pentingnya peran media televisi dalam percaturan politik

sebagaimana diutarakan di atas, maka objektifitas dan indepensi media mutlak

diperlukan dalam Pilkada. Media televisi pada hakikatnya harus memberikan

pendidikan moral dan politik yang netral, independen, objektif dan pelaksana

kontrol yang efektif.

Namun, kadang hal tersebut tidak dilakukan oleh televisi karena berbagai

hal. Seperti yang disampaikan Aswar Hasan dkk (2010:42)... ada hubungan

emosional/kekerabatan-modal/kepemilikan-apiliasi politik antara

kandidat/caleg dengan pemilik media. Trend para politisi dan birokrat yang

ikut memiliki LP atau pengusaha media yang meramaikan bursa pencalonan

kepala daerah dan calon legislatif merupakan sebuah dinamika yang berpotensi

menggiring agenda setting media ke arah politik perkoncoan.

6

Dalam menyiarkan siaran pemilihan kepala daerah, kadangkala lembaga

penyiaran televisi berpihak kepada salah satu pasangan calon sehingga

merugikan pasangan lain. Akibatnya masyarakat tidak mendapatkan informasi

yang berimbang sehingga dapat mempengaruhi pilihan mereka. Masyarakat

bisa salah dalam memilih calon kepala daerah akibat informasi yang tidak

berimbang dari televisi.

Demi menjamin netralitas media penyiaran televisi dalam menyiarkan

siaran Pilkada maka lembaga yang diberikan amanat oleh UU Penyiaran untuk

melakukan pengawasan terhadap siaran di televisi adalah Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI) di Pusat dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) di

daerah provinsi. KPI dan KPID merupakan lembaga negara independen yang

berwenang menyusun, mengawasi dan memberi sanksi yang terkait dengan

penyiaran.

Dalam Pasal 8 UU Penyiaran disebutkan bahwa:

(1) KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi

aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran

(2) Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), KPI mempunyai wewenang:

a. Menetapkan standar program siaran;

b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku

penyiaran;

c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku

penyiran serta standar program siaran;

d. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan

pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;

e. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan

Pemerintah, lembaga penyiran dan masyarakat

(3) KPI mempunyai tugas dan kewajiban:

a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang

layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia;

b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;

7

c. Ikut membangun iklin persaingan yang sehat antar lembaga

penyiaran dan industri terkait;

d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan

seimbang;

e. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan,

sanggahan, serta kritik dan aspirasi masyarakat terhadap

penyelenggaraan penyiaran; dan

f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia

yang menjamin profesionalitas di bidang penyiran.

Terkait dengan wewenang KPI menetapkan standar progrm siaran dan

menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran maka, KPI

mengeluarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/03/2012

Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Peraturan Komisi Penyiaran

Indonesia Nomor 02/P/03/2012 Tentang Standar Program Siaran (SPS).

Dalam Pasal 50 P3 disebutkan bahwa:

(1) Lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi

peliputan pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala

daerah

(2) Lembaga penyiaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap

para peserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala

daerah

(3) Lembaga penyiaran tidak boleh bersikap partisan terhadap salah

satu pemesta pemilihan umum dan /atau pemilihan umum kepala

daerah;

(4) Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan program siaran yang

didanai atau disponsori oleh peserta pemilihan umum dan/atau

pemilihan umum kepala daerah.

(5) Lembaga penyiaran wajib tunduk pada Peraturan Perundang-

Undangan serta Peraturan dan Kebijakan Teknis tentang Pemilihan

Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah yang ditetapkan

oleh lembaga yang berwenang.

Sementara dalam SPS hal yang berkaitan dengan Pilkada disebutkan

dalam Pasal 71 yang berbunyi:

(1) Program siaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi

peliputan Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala

Daerah.

8

(2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para

peserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala daerah.

(3) Proram siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilihan

Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah

(4) Program siaran dilarang dibiayai atau disponsori oleh peserta

pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala daerah, kecuali

dalam bentuk iklan.

(5) Program siaran wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan

serta peraturan dan kebijakan teknis tentang pemilihan umum

dan/atau pemilihan umum kepala daerah yang ditetapkan oleh

lembaga yang berwenang.

(6) Program siaran iklan kampanye tunduk pada peraturan perundang-

undangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye

yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.

Namun, meski telah disebutkan dalam regulasi mengenai apa saja yang

tidak boleh dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi, dan menjadi objek

pengawasan KPID, nyatanya masih ada saja pelanggaran yang dilakukan oleh

lembaga penyiaran televisi. Salah satu pelanggaran yang kerap dilakukan oleh

lembaga penyiaran televisi adalah terkait siaran Pilkada. Hal tersebut, seperti

yang diinformasikan oleh media Terkini.id (Jumat, 11 Mei 2018), yang

menyebutkan bahwa.

Terkini.id — Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel

menemukan sejumlah pelanggaran terkait isi siaran dalam momen

Pilkada serentak di Sulsel 2018.

Berdasarkan temuan selama proses pengawasan dari 714 pelanggaran, 26

di antaranya merupakan jenis pelanggaran terkait Pilkada. Jenis

pelanggaran yang ditemukan di antaranya, netralitas seperti keberpihakan

lembaga penyiaran terhadap kandidat Pilkada.

Berdasarkan informasi di atas, diketahui bahwa hasil pengawasan yang

telah dilakukan oleh KPID Sulawesi Selatan sebagai lembaga yang berwenang

melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran dalam menyiarkan

program Pilkada ditemukan adanya pelanggaran sebanyak 26 pelanggaran.

Jenis pelanggaran yang ditemukan oleh KPID Sulsel di antaranya, tidak

9

netralnya lembaga penyiaran denagn ada keberpihakan lembaga penyiaran

terhadap kandidat Pilkada. Hal ini menjadi pelanggaran yang harus

mendapatkan perhatian dari KPID Sulsel, sehingga pelanggaran dapat dicegah.

Dengan demikian KPID Sulsel diharapkan dapat bekerja secara efektif agar

pengawasan berjalan sebagaimana mestinya. Apalagi mengingat area kerja

KPID cukup luas yakni dari 1 (satu) Propinsi dan yang terdiri atas 24 (dua

puluh emapt) kabupaten/kota. Mengutip pernyataan Ketua KPI Pusat,

Yuliandre Darwis yang dirilis pada 10 November 2017 di situs KPI Pusat

www.kpi.go.id.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Yuliandre Darwis

mengatakan, dukungan yang diberikan pada KPID menumbuhkan efek

positif atau semangat bagi mereka dalam pengawasan pemilihan kepala

daerah yang lingkup begitu luas hingga kota dan kabupaten. Dukungan

material dinilai sangat krusial karena saat ini banyak KPID yang

mengalami kesulitan anggaran.

―KPID memerlukan alat utama sistem pertahanan atau alusista dalam

pengawasan isi siaran di daerah. Karena itu, dukungan dari DPRD

sangat diharapkan agar mereka dapat menjalankan fungsi pengawasan

dengan baik,‖ kata Yuliandre saat menerima kunjungan pimpinan dan

Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali di Kantor KPI Pusat, Jumat

(10/11/2017)

Dari berita tersebut dapat dipahami bahwa salah satu yang sering menjadi

hambatan bagi KPID dalam melakukan pengawasan adalah masalah anggaran

dan alat pertahanan utama sistem pertahanan atau alusista dalam pengawasan

isi siaran. Padahal berdasarkan Pasal 9 ayat (6) UU Penyiaran yang

menyebutkan ―pendanaan KPI Pusat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara dan pendanaan KPI Daerah berasal dari Anggaran dan Pendapat

Belanja Daerah.

10

Namun meski sudah disebutkan dalam regulasi mengenai pendanaan bagi

KPID yang bersal dari APBD Provinsi, kenyataannya tidak berjalan

sebagaimana seharusnya. Ini terbukti dari fakta yang disajikan oleh media

online TEMPO.CO.

Jakarta - Sejak awal 2017, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID)

Sumarera Barat tidak berkegitan lagi. Kantornya juga sudah kosong.

Hampir seluruh aset yang ada di dalam kantor sudah disetorkan kepada

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. ―Berkas-berkas kami sudah

dikarungin semua. Perabot, televisi, mobil dinas, sudah dikembalikan

kepada Pemprov sejak januari lalu,‖ kata Ketua Bidang Perizinan KPID

Sumatera Barat, Ardian, kemarin.

Selama ini operasional KPID didukung oleh anggaran pendapatan dan

belanja daerah.

―Pemerintah provinsi mengatakan sudah tidak memiliki anggaran untuk

membiayai kami dan menyerahkannya ke KPI Pusat‖ kata Ardian.

Dari fakta di atas menunjukkan bahwa apa yang sudah diatur dalam

peraturan perundang-undangan tidak selamanya berjalan sesuai dengan

ketentuan. Hal itulah yang mendorong penulis untuk mengkaji lebih dalam

suatu karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul: EFEKTIVITAS

PENGAWASAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH

SULAWESI SELATAN TERHADAP PEMILIHAN KEPALA DAERAH

TAHUN 2018

11

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis menyusun

rumusan masalah sebagai berkut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah Sulawesi Selatan terhadap program Pemilihan Kepala Daerah

tahun 2018?

2. Faktor apakah yang memengaruhi efektivitas pelaksanaan pengawasan

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap program

Pemilihan Kepala Daerah tahun 2018?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan pengawasan Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap program

Pemilihan Kepala Daerah tahun 2018.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang memengaruhi

efektivitas pelaksanaan pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Sulawesi Selatan terhadap program Pemilihan Kepala Daerah tahun

2018.

12

D. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan di atas, maka

penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Dari Segi Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang

berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya bagi

mahasiswa yang mengambil konsentarsi minat Hukum Tata Negara.

Selain itu diharapkan juga menjadi sebuah acuan alternatif atau

perbandingan bagi para peneliti yang ingin mengadakan penelitian yang

sejenis.

2. Dari Segi Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai kontribusi

ataupun saran yang berfungsi sebagai masukan bagi Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan serta sebagai bahan bacaan

dan sumber pengetahuan bagi masyarakat umum tentang pengawasan

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan terhadap

program siaran Pemilihan Kepala Daerah yang ditayangkan oleh

Lembaga Penyiaran Televisi.

E. Lingkup Penelitian

Pembahasan dalam penelitian ini, terfokus pada:

1. Pelaksanaan pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi

Selatan terhadap program siaran Pemilihan Kepala Daerah yang

diayangkan oleh lebaga penyiaran televisi pada tahun 2018.

13

2. Faktor yang memengaruhi pelaksanaan pengawasan Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Seatan terhadap program siaran Pemilihan

Kepala Daerah yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi pada

tahun 2018.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami penulisan tesis ini, maka secara

keseluruhan sistematika pembahaan disusun sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULAN

Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang. Dari uraian

latar belakang tersebut kemudian ditarik rumusan masalah, tujuan,

manfaat, lingkup dan sistematika penelitian

BAB II : KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

Merupakan bab yang memuat uraian umum tentang deskripsi teori: (1)

teori efektivitas hukum, (2) pengawasan yang terdiri dari: pengertian

pengawasan, jenis-jenis pengawsan, tujuan pengawasan, tolok ukur

keberhasilan pengawasan, (3) penyiaran terdiri dari: pengertian

penyiaran, jenis-jenis penyiaran, asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran,

lembaga penyiaran, pelaksanaan siaran, program Pemilihan Kepala

Daerah, regulasi program Pemilihan Kepala Daerah, sanksi dan cara

penegakannya, (4) Komisi Penyiaran Indonesia dan Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah yang terdiri dari: dasar hukum pembentukan Komisi

Penyiaran Indonesia dan Komisi Penyiaran Indnesia Daerah, Komisi

Peniaran Indonesia sebagai lembaga negara independen, keanggotaan

14

Komis Penyiaran Idonesia dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah,

fungsi, wewenang, tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran Indoenesia,

sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah dan (5) Pemilihan

Kepala Daerah terdiri dari: pengertian dan pentingnya Pemilihan Kepala

Daerah, asas-asas Pemilihan Kepala Daerah, Penyelengara Pemilihan

Kepala Daerah, Peserta Pemilihan Kepala Daerah dan juga memuat

Kerangka Pikir Penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari desain

peneitan, tipe penelitian, lokasi penelitian, fokus dan deskripsi fokus,

sampel data penelitian, instrumen penelitan, jenis dan sumber data,

rencana pengajuan keabsahan data, dan definisi operasinal.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAAN

Bab ini memuat tentang data dan informasi dari lokasi penelitian serta

hasil analisis menurut interpretasi (penafsiran) data.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab terakhir ini, penulis mengambil kesimpulan dari hasil

penelitian dan memberikan saran yang diharapkan dapat berguna dan

menjadi referensi atau acuan bagi yang membutuhkan untuk dapat

diterapkan dalam pelaksanaan di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

15

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. Deskripsi Teori

1. Teori Efektivitas Hukum

Menurut Syarif (Fredrich C. Kuen, 2008:24) bahwa efektivitas adalah

suatu kondisi atau keadaan dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai

dan sarana atau peralatan yang digunakan disertai dengan kemampuan yang

dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan

hasil yang memuaskan.

Marwan Mas (2011:14) menyatakan bahwa definisi hukum sampai saat

ini belum disepakati oleh para ahli hukum, menunjukkan bahwa untuk

membangun suatu definisi yang lengkap, sistematis, padat dan jelas, memang

sangat sulit. Lebih lanjut Marwan Mas menyebutkan bahwa belum adanya

kesepakatan para ilmuan hukum, karena terdapat kesulitan dalam

mendefinisikan atau memberikan pengertian hukum.

Lebih lanjut Marwan Mas (2011:15-18) menyebutkan bahwa kesulitan

tersebut disebabkan oleh dua faktor, sebagai berikut.

1. Faktor intern

Faktor intern adalah hal-hal atau kondisi-kondisi yang terdapat

dalam diri atau lingkup hukum yang terdiri atas dua jenis, sebagai

berikut

a. Hukum itu bersifat abstrak. Artinya, hukum memiliki sifat

yang abstrak kendati dalam aplikasinya dapat berwujud

konkret, seperti yang telihat dalam mekanisme peradilan dan

pelaksanaan putusan hakim. Akan tetapi perwujudan hukum

di pengadilan itu hanyalah salah satu bentuk pelaksanaan

hukum, pabila terjadi perkara pidana atau terjadi konflik

dalam masyarakat. Hukum jauh lebih luas dan sifatnya

16

abstrak jika dibandingkan dengan proses peradilan dan

hukum tertulis.

b. Hukum mengatur hampir sebagian besar kehidupan manusia,

baik ketika masih dalam kandungan maupun setelah

meninggal dunia.

2. Faktor ekstern

Faktor ekstern maksudnya adalah hal-hal dan kondisi-kondisi

mempengaruhi kesulitan mendefinisikan hukum yang ada di luar

hukum, karena beberapa faktor berikut.

a. Faktor bahasa, yaitu kesulitan membahasakan simbol atau

lambang-lambang hukum disebabkan beragamnya bahasa-

bahasa di dunia. Artinya, keanekaragaman bahasa di dunia

mnyebabkan kesulitan untuk melambangkan simbol-simbol

hukum dalam bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami

oleh manusia secara universal. Hal tersebut menunjukkan,

bahwa faktor bahasa menjadi salah satu penyebab hukum

didefinisikan yang dapat dimengerti oleh semua bangsa di

dunia. Penyimbolan hukum dalam satu kata oleh satu bahasa,

memungkinan akan lain maknanya jika diartikan ke dalam

bahasa lain, begitu pula sebaliknya.

b. Belum adanya kesepakatan para ilmuwan hukum. Artinya,

para ilmuawan hukumatau juris belum sepakat menetapkan

rumusan definisi hukum, karena dipengaruhi oleh sudut

pandang masing-masing. Sarjana hukum yang melihat hukum

dari aspek pidana misalnya, akan berbeda rumusannya

dengan sarjana hukum yang melihat hukum dari aspek

perdata dan sebagainya.

Meski sulit mendefinisikan hukum secara lengkap, jelas dan sistematis,

namun ada beberapa ilmuwan hukum (juris) yang mencoba mendefinisikan

hukum itu. Beberapa juris yang membuat definis hukum berdasarkan aliran

atau faham yang dianutnya sebagaimana yang dikutip oleh Achmad Ali

(Marwan Mas, 2011:19-21) sebagai berikut.

1. Paham hukum alam

a. Aristoteles, hukum adalah sesuatu yang berbeda daripada

sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari

konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkahlaku

para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan

hukuman terhadap pelanggar.

17

b. Grotius, hukum adalah peraturan tentang tindakan moral

yang menjamin keadilan pada peraturan hukum tentang

kemerdekaan.

2. Paham antripologis

a. Schapera, hukum adalah setiap aturan tingkah laku yang

mungkin diselenggarakan oleh pengadilan.

b. Paul Bohannan, hukum adalah merupakan himpunan

kewajiban yang teleh dilembagakan kembali dalam pranata

hukum.

c. Pospisil, hukum adalah aturan-aturan tingkah laku yang

dibuat menjadi kewajiban melalui sanksi-sanksi yang

dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan kejahatan melalui

suatu otoritas pengadilan.

3. Paham historis

a. Karl von Savigny, hukum adalah aturan yang terbentuk

melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui

pengoprasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar

pada sejarah manusia, di mana akarnya dihidupkan oleh

kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan warga masyarakat.

b. Marxist, hukum adalah suatu pencerminan dari hubungan

umum ekonomis dalam masyarakat pada suatu tahap

perkembangan tertentu.

4. Paham positivis dan dogmatis

a. John Austin, melihat hukum sebagai seperangkat perintah,

baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang

berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan

masyarakat politik yang independen, di mana otoritasnya

(pihak yang berkuasa) merupakan otoritas tertinggi.

Kelemahan pandangan John Austin adalah sebagai berikut.

1) Hukum dibuat semata-mata sebagai kaidah bersanksi

yang dibuat dan diberlakukan oleh negara, padahal di

dalam kenyataannya kaidah tersebut belum belum tentu

berlaku

2) Undang-undang yang dibuat oleh negara, hanya

merupakan salah satu dari sumber-sumber hukum.

3) Hanya warga masyarakat yang dilihat sebagai subjek

hukum, padahal dalam kenyataannya dikenal pula

adanya hukum tata negara, hukum administrasi negara,

dan sebagainya.

b. Hans Kelsen, hukum adalah suatu perintah terhadap tingkah

laku manusia. Hukum adalah kaidah primer yang menetapkan

sanksi-sanksi.

c. Paul Scholten, hukum adalah suatu petunjuk tentang apa yang

layak dilakukan dan apa yang tidak layak untuk dilakukan

yang bersifat perintah.

18

d. Van Kan, hukum adalah keseluruhan aturan hidup yang

bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di

dalam masyarakat.

5. Paham sosiologis

a. Rescoe Pound, bahwa hukum itu dibedakan dalam dua arti

sebagai berikut.

1) Hukum dalam arti sebagai tata hukum, mempunyai

pokok bahasan, a) hubungan antara manusia dengan

individu lainnya; b) tingkah laku para individu yang

mempengaruhi individu lainnya.

2) Hukum dalam arti kumpulan dasar-dasar kewenangan

dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan

administratif. Pandangan Rescoe Pound tergolong

dalam aliran Sosiologis dan Realis.

b. Eugen Ehrlich (seorang pakar hukum Jerman) mengatakan,

hukum sesuatu yang berkaitan dengan fungsi kemasyarakatan

dan memandang sumber hukum hanya dari legal history and

jurisprudence dan living law (hukum yang hidup dalam

masyarakat).

c. Bellefroid mengatakan, bahwa hukum adalah kaidah hukum

yang berlaku di suatu masyarakat yang mengatur tata tertib

masyarakat, dan didasarkan atas kekuasaan yang ada di

dalam masyarakat.

6. Paham realis

a. Holmes (seorang hakim Amerika Serikat) menyatakan,

hukum adalah apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh

pengadilan.

b. Llewellyn mengatakan, bahwa hukum adalah apa yang

diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu persengketaan

hukum itu sendiri.

c. Salmond, hukum adalah kumpulan asas-asas yang dakui dan

diterapkan oleh negara di dalam pengadilan

Sementara Jimly Asshiddiqie (2015:1) mengemukakan bahwa:

hukum dalam arti luas meliputi keseluruhan aturan normatif yang

mengatur dan menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara dengan didukung oleh sistem sanksi tertentu terhadap setiap

penyimpangan terhadapnya. Bentuk-bentuk aturan normatif seperti itu

tumbuh sendiri dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan bernegara

ataupun sengaja dibuat menurut prosedur-prosedur yang ditentukan

dalam sistem organisasi kekuasaan dalam masyarakat yang bersangkutan.

Menurut Baso Madiong (2019:102) bahwa ―efektvitas hukum merupakan

proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.‖ Sementara

19

Zainuddin Ali (2015:62) mengemukakan bahwa bila membicarakan efektivitas

hukum dalam masyarakat berarti membicarakan daya kerja hukum itu dalam

mengatur dan/atau memaksa warga masyarakat untuk taat terhadap hukum.

Efektivitas hukum dimaksud, berarti mengkaji kaidah hukum yang harus

memenuhi syarat, yaitu berlaku secara yuridis, berlaku secara sosiologis, dan

berlaku secara filosofis.

Hal senada juga disebutkan oleh Marwan Mas (2011:57) bahwa.

... tiga dasar kekuatan berlakunya hukum (peraturan perundang-

undangan), yaitu kekuatan berlaku yuridis, sosiologis dan filosofis.

Ketiganya merupakan syarat kekuatan berlakunya suatu peraturan

perundang-undangan yang diharpakan memberikan dampak positif bagi

pencapaian efektivitas hukum itu sendiri.

Bekerjanya hukum secara efektif di masyarakat tentu tidak lepas dari

adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Zainuddin Ali

(2016:94-96) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum yang berfungsi

dalam masyarakat adalah sebagai berikut.

1. Kaidah Hukum

Di dalam teori ilmu hukum, dapat dibedakan anatara tiga hal

mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, yakni sebagai berikut.

a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya

didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau

terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.

b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah

tersebut efektif. Artinya, kaidah itu dapat dipaksakan

berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh

warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah itu berlaku

karena adanya pengakuan dari masyarakat.

c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan

cita hukum sebagai nilai positi yang tertinggi.

Kalau dikaji secara mendalam agar hukum itu berfungsi

maka setiap kaidah harus memenuhi ketiga unsur kaidah di

atas, sebab (1) apabila kaidah hukum hanya berlaku secara

yuridis, ada kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati;

(2) kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori

20

kekuasaan, kaidah itu menjadi aturan pemaksa; (3) apabila

hanya berlaku secara filosofis, kemungkinannya kaidah itu

hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (ius

constituendum).

2. Penegak Hukum

Penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan hukum

mencakup ruang lingkup yang sangat luas. Sebab, menyangkut

petugas pada strata atas, menengah dan bawah. Artinya di dalam

melaksanakan tugas penerapan hukum, petugas seyogyanya harus

memiliki satu pedoman salah satunya peraturan tertulis tertentu

yang mencakup ruang lingkup adalah tugasnya. Di dalam

penegakan hukum tersebut, kemungkinan petugas penegak hukum

menghadapi hal-hal sebagai berikut:

1. Sampai sejauh mana petugas terikat dengan peraturan yang

ada;

2. Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan

kebijakan;

3. Teladan macam apakah yang sebaiknya sebaiknya diberikan

oleh petugas kepada masyarakat;

4. Sampai sejauh manakah derajat sinkronisasi penugasan yang

diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas-

batas yang tegas pada wewenangnya.

3. Sarana/Fasilitas

Fasilitas atau sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu

aturan tertentu. Ruang lingkup sarana dimaksud, terutama sarana

fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung.

4. Warga Masyarakat

Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah

warga masyarakat. Warga masyarakat dimaksud, adalah

kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan perundang-

undangan, derajat kepatuhan. Secara sederhana dapat dikatakan,

bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan

salah satu indikator berungsinya hukum yang bersangkutan.

Bagir Manan (Marwan Mas, 2011:57-58) menguraikan maksud dari tiga

kekuatan pemberlakuan peraturan perundang-undangan dalam masyarakat,

yaitu sebagai berikut.

1. Dasar kekuatan berlaku yuridis (juridische gelding) pada

prinsipnya menunjukkan:

a. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan

perundang-undangan, dalam arti harus dibuat oleh badan atau

pejabat yang berwenang.

21

b. Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan

perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama

kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi atau sederajat;

c. Keharusan mengikuti tata cara tertentu, seperti pengundangan

(pengumuman) setiap undang-undang harus dalam Lembaran

Negara, atau peraturan daerah harus dapat persetujuan dari

DPRD bersangkutan;

d. Keharusan bahwa tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.

2. Dasar kekuatan berlaku sosiologis (sosiologische gelding)

mencerminkan kenyataan penerimaan masyarakat.

3. Dasar kekuatan berlaku filosofis, menyangkut pandangan mengenai

inti atau hakikat dari kaidah hukum itu, yaitu apa yang menjadi cita

hukum (reshtsidee) adalah apa yang mereka harapkan dari hukum,

misalnya untuk keadilan, ketertiban, kesejahteraan, dan

sebagainya.

Mengenai dasar berlakunya hukum, mengutip pendapat beberapa ahli,

AM. Arfah Pattenreng (2017:292-293) menyebutkan bahwa tentang hal

berlakunya kaidah hukum ada anggapan-anggapan sebagai berikut:

(1) Ada beberapa anggapan mengenai berlakunya hukum secara

yuridis, yakni:

a. Hans Kelsen menyatakan bahwa hukum berlaku secara

yuridis, apabila penetuannya berdasarkan pada kaidah yang

lebih tinggi tingkatnya (ini didasarkan pada ―teori Stufenbau‖

nya Kelsen). Dalam hal ini perlu diperhatikan, apa yang

dimaksud dengan efektivitas hukum yang dibedakannya

dengan hal berlakunya hukum, oleh karena efektivitas

merupakan fakta.

b. W. Zevenbergen menyatakan, jika kaidah tersebut terbentuk

menjurut cara yang telah ditetapkan;

c. J.H.A. Logemann menyatakan kaidah hukum mengikat,

apabila menunjukkan hubungan keharusan antara suatu

kondisi dan akibatnya.

(2) Hal berlakunya hukum secara sosiologis, yang berintikan pada

efektivitas hukum, perihal ini ada dua teori yang menyatakan

sebagai berikut:

a. Teori kekuasaan pada pokoknya menyatakan, bahwa hukum

berlaku secara sosiologis, apabila dipaksakan berlakunya oleh

penguasa, dan hal itu terlepas dari masalah apakah

masyarakat menerima atau menolaknya;

22

b. Teori pengakuan berpokok pangkal pada pendirian, bahwa

berlakunya hukum didasarkan pada penerimaan atau

pengakuan oleh mereka kepada siapa hukum tadi tertuju.

(3) Hal berlakunya hukum secara filosofis, artinya bahwa hukum

tersebut sesuai dengan cita-cita hukum, sebagai nilai positif yang

tertinggi, misalnya Pancasila, masyarakat adil dan makmur dan

seterusnya.

Meskipun suatu peraturan perundang-undangan telah memiliki kekuatan

berlaku yuridis, sosiologis dan filosofis namun, tidak selamanya perturan

perundang-undangan tersebut tidak lagi memiliki kekurangan. Menurut Bagir

Manan (Marwan Mas, 2011:58) bahwa: sebab suatu peraturan perundang-

uandangan yang kurang baik dapat tejadi karena tidak jelas perumusannya

sehingga tidak jelas arti, maksud, dan tujuannya (ambiguous), atau terjadi

inkonsistensi dalam penggunaan peristilahan, atau sistematika yang tidak baik,

atau bahasa yang berbelit-belit sehingga sukar dimengerti yang memungkinkan

lahirnya bermacam-macam interpretasi.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa suatu peraturan perundang-

undangan agar dapat berlaku secara efektif di tengah-tengah masyarakat, maka

peraturan perundang-undangan tersebut haruslah baik. Peraturan perundang-

uandangan yang baik menurut beberapa ahli sebagai berikut (Marwan Mas,

2011:58-60).

a. Menurut Van der Vlies.

Dalam membentuk peraturan perundang-undangan yang baik, perlu

diperhatikan asas formil dan asas materiil, yaitu sebagai berikut.

1. Asas formil, meliputi:

a. Asas tujuan yang jelas;

b. Asas organ/lembaga yang tepat;

c. Asas perlunya peraturan

d. Asas dapat dilaksanakan

e. Asas konsensus

23

2. Asas-asas materiil, meliputi:

a. Asas terminologi dan sistematika yang benar;

b. Asas dapat dikenali;

c. Asas perlakuan yang sama di bawah hukum

d. Asas kepastian hukum

e. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan

individual.

b. Menurut Allot

Ada empat syarat dari suatu peraturan perundang-undangan yang

baik dan dapat berlaku secara efektif, yaitu:

1. Ada survei pendahuluan yang mendahului (adequate

preliminary survey);

2. Komunikasi, termasuk sosialisasi (communication);

3. Ada penerimaan dari warga masyarakat (acceptance); dan

4. Mekanisme penegakan hukum (enforcement mechanism).

c. Menurut Satjipto Raharjo

Mengurai empat karakteristik atau ciri hukum yang baik agar dapat

diterima oleh warga masyarakat, yaitu sebagai berikut

1. Bersifat terbuka, bertujuan agar hukum mampu

mengkomunikasikan suatu nilai-nilai yang tertutup di dalam

masyarakat melalui kaidah-kaidahnya, sehingga warga

masyarakat dapat memahami dan menghayatinya dan

kemudian dipatuhi.

2. Memberitahu terlebih dahulu, bahwa isi atau materi suatu

peraturan hukum haruslah disiarkan, diinformasikan, dan

disosialiksasikan secara luas kepada warga masyarakat, agar

mereka mengetahuinya.

3. Tujuannya jelas, yaitu memberikan penjelasan tentang tujuan

serta manfaat yang hendak dicapai oleh peraturan tersebut.

4. Mengatasi kegoncangan, bahwa suatu peraturan hukum harus

mampu mengatasi setiap goncangan dan konflik yang terjadi

dalam masyarakat. Bukan sebaliknya, menimbulkan

keresahan dan goncangan dalam kehidupan masyarakat.

Seperti yang disebutkan di atas bahwa salah satu syarat peraturan

perundang-undangan (hukum) yang baik dan dapat berlaku secara efektif

adalah adanya penerimaan dari warga masyarakat (acceptance). Artinya bahwa

warga masyarakat mematuhi hukum tersebut. Menurut beberapa ahli yang

dikutip AM. Arfah Pattenreng (2017:294-298) sebagai berikut.

24

1. Schuyt

Menyatakan bahwa orang itu mematuhi hukum ada dua yaitu:

a. Kepatuhan tersebut dipaksakan oleh sanksi (teori paksaan)

b. Kepatuhan tersebut diberikan atas dasar persetujuan oleh

paraanggota masyarakat terhadap hukum yang diberlakukan

terhadap mereka (teori persyujuan).

2. Soekanto

Seseorang warga masyarakat menaati hukum karena berbagai

sebab, yaitu sebagai berikut:

(1) Takut kena sanksi apabila hukum dilanggar;

(2) Untuk menjaga hubungan baik dengan penguasa;

(3) Untuk menjaga hubungan baik dengan rekan sesamanya;

(4) Karena hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianut;

(5) Karena kepentingan terjamin.

3. Salman

Masyarakat mematuhi hukum dapat disebabkan oleh beberapa

faktor, yaitu:

a. Compliance, yaitu suatu kepatuhan yang didasarkan pada

suatu imbalan dan usaha untuk selalu menghindarkan diri

dari hukuman (sanksi) yang mungkin dikenakan bagi

seseorang yang melanggar ketentuan hukum;

b. Identification, yaitu kepatuhan terhadap kaidah hukum, agar

keanggotaan kelompok tetap terjaga, serta ada hubungan baik

dengan yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah

hukum tersebut;

c. Internalization, yaitu seseorang mematuhi hukum, karena

kaidah-kaidah hukum itu sesuai dengan nilai-nilai pribadinya;

d. Seseorang mematuhi hukum karena kepentingan-

kepentingannya dalam masyarakat terjamin oleh wadah

hukum yang ada.

4. Bierstedt

Dasar kepatuhan hukum masyarakat adalah sebagai berikut:

(1) Indoctrination, sebab pertama warga masyarakat mematuhi

suatu kaidah hukum adalah karena dia diberi indoktrinasi

untuk berbuat demikian. Sebab sejak kecil manusia

didoctrinir dan dididik agar mematuhi kaidah hukum yang

berlaku dalam masyarakat sebagaimana halnya dengan unsur

kebudayaan lainnya yang telah ada sejak seseorang dilahirkan

dan menerimanya secara tidak sadar.

(2) Habituation, oleh karena manusia sejak kecil mengalami

proses sosialisasi, lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan

untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku, akan tetapi

apabila hal itu setiap hari ditemui, maka lama kelamaan

menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhinya terutama

apabila manusia sudah mulai mengulangi perbuatan-

perbuatannya dengan bentuk dan cara yang sama;

25

(3) Utility, pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan

untuk hidup pantas dan teratur; akan tetapi apa yang pantas

dan teratur untuk seseorang, belum tentu pantas dan teratur

bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu patokan

tentang kepantasan dan keteraturan itu. Patokan-patokan

itulah merupakan pedoman atau takaran tentang tingkah laku,

maka salah satu faktor menyebabkan seseorang mematuhi

suatu kaidah, karena kegunaannya dari kaidah hukum itu;

(4) Group Identification, salah satu sebab seseorang patuh pada

kaidah-kaidah, adalah karena kepatuhan itu, merupakan salah

satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan

kelompok; seseorang mematuhi kaidah yang berlaku dalam

kelompoknya, bukan karena dia menganggap kelompoknya

lebih dominan dari kelompok lainnya, akan tetapi justru

karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompoknya

tadi; bahkan kadang-kadang seseorang mematuhi kaidah-

kaidah kelompok lain, karena ingin mengadakan identifikasi

dengan kelompok lain tersebut.

5. Lawrence Meir Friedman

Efektif tidaknya suatu ketentuan hukum ditentukan oleh sistem

hukum yang terdiri atas tiga unsur yaitu:

1. Subtansi hukum, mencakup aturan-aturan hukum, baik yang

tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan

pengadilan;

2. Struktur hukum, mencakup institusi-institusi penegak hukum,

termasuk penegak hukumnya.

3. Kultur hukum, mencakup opini-opini, kebiasaan-kebiasaan,

cara berpikir dan cara bertindak, baik dari para penegak

hukum, maupun warga masyarakatnya.

Menurut Soemardjan (AM Arfah Patenreng, 2017:299) ...efektifitas

hukum berkaitan erat dengan faktor-faktor sebagai berikut:

(1) Usaha-usaha menanamkan hukum di dalam masyarakat, yaitu

penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi, dan metode

agar warga masyarakat mengetahui dan memahami hukum;

(2) Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai

yang berlaku, artinyamasyarakat mungkin menolak atau

menentang atau mungkin mematuhi hukum karena complian,

identification, internalization atau kepentingan-kepentingan

mereka terjamin sepenuhnya;

(3) Jangka waktu penanaman hukumny, yaitu panjang atau

pendeknya jangka waktu, dimana usaha-usaha menanam itu

dilakukan dan diarahkan memberi hasil.

26

2. Pengawasan

a. Pengertian Pengawasan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengawasan memiliki definisi

suatu bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih tinggi

kepada pihak yang di bawahnya. Sementara Lembaga Administrasi Negara

(Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih, 2016:13) mendefinisikan

pengawasan sebagai proses suatu kegiatan seseorang pemimpin untuk

menjamin agar pelaksanaan kegiatan organisasi sesuai dengan rencana,

kebijaksanaan, dan ketentuan yang telah ditetapkan.

Menurut Ruslan Renggong (2014:70) bahwa :

Secara umum pengawasan diartikan sebagai suatu kegiatan bertujuan

untuk mengadakan evaluasi terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan

apakah sesuai atau tidak dengan perencanaan. Disamping itu,

pengawasan dapat dilakukan baik dalam bentuk preventif maupun

refresif.

Mengenai pengawasan preventif dan refresif Acmad S. Ruky (Ruslan

Renggong, 2014:70-71) bahwa:

Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum suatu

tindakan dalam pelaksanaan kegiatan, yang biasanya berbentuk prosedur

yanh harus ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan, sedangkan

pengawasan refresif adalah pengawsana yang dilakukan setelah suatu

tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yanmg terjadi dan apa

yang seharusnya terjadi dan diwujudkan dalam bentuk pemeriksaan

setempat, verifikasi, monitoring dan sebagainya.

Menurut Muchan (Sirajuddin dkk, 2016:126) bahwa:

Pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas

secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan hanya terbatas pada

pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolak

ukur yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini berwujud suatu

rencana/plan)

27

Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih (2016:13-14)

mengutip pendapat beberapa ahli yang mendefinisikan pengawasan, antara

lain sebagai berikut:

1. Siagian

Siagian memberikan definisi bahwa pengawasan adalah proses

pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk

menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan

berjalan sesuai dngan rencana yangtelah ditentukan sebelumnya.

2. George R. Terry

George R. Terry mendefinisikan pengawasan sebagai berikut:

control is to detemine what is accomplished evalute it, and apply

corrective measures, if needed to insure result in keeping with plan.

Terjemahan bebesnya, pengawasan dilakukan untuk tujuantindakan

evaluasi dan melakukan koreksi terhadap hasil yang telah dicapai

dengan tujuan agar apa yang dilakukan sesuai dengan apa yang

direncanakan.

3. Suyamto

Suyamto mendefinisikan pengawasan sebagai segala usaha atau

kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya

mengenai pelaksanaan tugas dan kegiatan, apakah sesuai dengan

yang semestinya atau tidak.

Dari beberapa pengertian pengawasan yang diuraikan oleh beberapa ahli

maka kemudian disimpulkan oleh Angger Sigit Pramukti dan Meylani

Chahyaningsih, (2016:15) yang menyebutkan bahwa:

Pengawasan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menilai dari

pelaksanaan kegiatan apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan.

Selanjutnya diutamakan pada tindakan evaluasi serta koreksi terhadap

hasil yang dicapai. Selain itu pengawasan juga dapat disamakan dengan

adanya koreksi terhadap Das sein dan Das Sollen. Di mana Das Sollen

(rencana) harus sesuai dengan Das Sein (kenyataan).

Sementara Philipus M. Hadjon dkk (2011:118) berpendapat bahwa:

―.....salah satu persyaratan yang sekaligus merupakan cara pengendalian adalah

pengawasan.‖

28

Menurut Muchsan (Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih,

2016:15) dalam pengawasan dibutuhkan unsur-unsur sebagai berikut:

1. Adanya kewenangan yang jelas yang dimiliki oleh aparat

pengawas;

2. Adanya suatu rencana yang mantap sebagai alat penguji terhadap

pelaksanaan suatu tugas yang akan diawasi;

3. Tindakan pengawasan bisa dilakukan terhadap suatu proses

kegiatan yang tengah berjalan maupaun terhadap hasil yang dicapai

dari kegiatan tersebut;

4. Tindakan pengawasan berakhir dengan disusunnya evaluasi akhir

terhadap kegiatan yang dilaksanakan senta pencocokan hasil yang

dicapai dengan rencana sebagai tolak ukurnya;

5. Untuk selanjutnya tindakan pengawasan akan diteruskan

dengantindak lanjut baik secara administratif maupun yuridis.

Begitu pentingnya pengawasan kemudian Ridwan HR (2013:296)

mengemukakan bahwa: ―pengawasan merupakan langkah preventif untuk

memaksakan kepatuhan.‖

Pentingnya pengawasan menurut Angger Sigit Pramukti dan Meylani

Chahyaningsih (2016:4) bahwa: pengawasan merupakan kegiatan yang sangat

penting dalam suatu organisai atau dalam suatu kegiatan agar apa yang

direncanakan semula bisa berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu,

pengawasan juga berfungsi sebagai tindakan koreksi atas kekurangan suatu

kegiatan.

Sementara Hendra Karianga (2015:309) mengutarakan pendapatnya akan

pentingnya pengawasan, bahwa: pengawasan ibarat pagar kawat berduri yang

membuat batasan-batasan pengamanan terhadap halaman rumah agar tidak

dimasuki oleh orang yang bukan pemilik rumah untuk mencuri, merampok,

dan merusak.

29

Dari berbagai pendapat yang telah dipaparkan oleh banyak kalangan,

Sirajuddin dkk (2016:282) berpendapat bahwa.

Maka dapat ditangkap makna dasar dari pengawasan adalah (1)

pengawasan ditujukan sebagai upaya pengelolaan untuk mencapai hasil

dari tujuan; (2) adanya tolok ukur yang dipakai sebagai acuan

keberhasilan; (3) adanya kegiatan untuk mencocokkan antara hasil yang

dicapai dengan tolok ukur yang ditetapkan; (4) mencegah terjadinya

kekeliruan dan menunjukkan cara dan tujuan yang benar; dan (5) adanya

tindakan koreksi apabila hasil yang dicapai tidak sesuai dengan tolok

ukur yang ditetapkan.

b. Jenis-Jenis Pengawasan

Philipus M. Hadjon dkk (2011:118-119) membagi pengawasan menjadi 3

(tiga), yaitu:

1. Pengawasan Umum

Pengawasan umum terhadap Pemerintah Daerah meliputi bidang-

bidang pemerintahan, kepegawaian, keuangan dan peralatan,

pembangunan, perusahaan daerah, yayasan-yayasan dan lain-lain

yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri (dibantu oleh

Inspektur Jenderal), Gubernur (dibantu Oleh Inspektur Wilayah)

dan Bupati/Walikotamadya (dibantu oleh Inspektur

Kabupaten/Kotamadya. Untuk desa selain oleh para pejabat di atas,

pengawasan umum dilakukan juga oleh Camat.

2. Pengawasan Preventif

Pengawasan preventif berkaitan dengan pengesahan (goedkeuring)

Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah tertentu.

3. Pengawasan Represif

Pengawasan represif dapat berbentuk penangguhan berlaku

(schorsing) atau pembatalan (vernietiging).

Paulus E. Latulung (Ridwan HR, 2013:296-297) mengemukakan

beberapa pengawasan yaitu:

1. Ditinjau dari segi kedudukan dari badan/organ yang melaksanakan

kontrol itu terhadap badan/organ yang dikontrol, dapat dibedakan

antara kontrol intern dan ekstern

Kontrol intern berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh badan

yang secara organisatoris/struktural masih termasuk dalam

lingkungan pemerintah sendiri, sedangkan kontrol ekstern adalah

30

pengawasan yang dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga

yang secara organisatoris/struktural berada di luar pemerintah.

2. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya pengawasan atau kontrol

dibedakan dalam dua jenis yaitu kontrol a-priori dan a-posteriori.

Kontrol a-priori adalah bilamana pengawasan itu dilaksanakan

sebelum dikeluarkannya keputusan pemerintah, sedangkan kontrol

a-posteriori adalah bilamana pengawsan baru dilaksanakan sesudah

dikeluarkannya keputusan pemerintah.

3. Ditinjau dari segi objek yang diawasi yang terdiri dari kontrol segi

hukum (rechmatigheid) dan kontrol segi kemanfaatan

(doelmatigheid).

Kontrol dari segi hukum dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau

pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (segi legalitas) yaitu

segi rechmatigheid dari perbuatan pemerintah, sedangkan kontrol

segi kemanfaatan dimaksudkan untuk menilai benar tidaknya

perbuatan pemerintah itu dari segi atau pertimbangan

kemanfaatannya.

Sementara Schermehon (Ruslan Renggong, 2014:71-72) membagi

pengawasan dalam beberapa jenis sebagai berikut.

1. Pengawasan Feedforward (umpan di depan) meliputi:

a. Dilakukan sebelum aktifitas dimulai

b. Dalam rangka menjamin kejelasan sasaran, tersedianya

arahan yang memadai, ketersediaan sumber daya yang

dibutuhkan;

c. Memfokuskan pada kualitas sumber daya

2. Pengawasan Concurent (bersamaan)

a. Memfokuskan kepada apa yang terjadi selama proses

berjalan;

b. Memonitor aktivitas yang sedang berjalan untuk menjamin

segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan rencana;

c. Dapat mengurangi hasil yang tidak diinginkan.

3. Pengawasan Feedbach (umpan balik)

a. Terjadi setelah aktivitas selesai dilaksanakan;

b. Memfokuskan kepada kualitas dari hasil;

c. Menyediakan informasi yang berguan untuk meningkatkan

kinerja di masa depan.

4. Pengawasan Internal dan Eksternal

a. Pengawasan intenal memberikan kesempatan unuk

memperbaiki sendiri;

b. Pengawasan eksternal terjadi melalui supervise dan

penggunaan sistem administasi formal.

31

5. Pengawasan Fungsional

a. Dilakukan secara funsional oleh aparat pengawasan

fungsional pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah

kabupaten dan pemerintah kota;

b. Dilaksanakan agar sesuai dengan rencana dan peraturan

perundang-undangan.

6. Pengawasan Masyarakat

a. Dilakuakan oleh masyarakat dengan membuat keterangan

dan memberikan informasi yang disampaikan baik secara

lisan maupun tertulis kepada pemerintah, DPR-RI, maupun

melalui media massa dan lembaga lain;

b. Merupakan fasiltas dan hirarchi pengawasan, artinya bila

pengawasan lain efektif, kebocoran itu tidak bakal ada dan

pengawasan masyarakat tidak ada lagi;

c. Memiliki tataran lebih luas dari bentuk pengawasan lainnya

karena dilaksanakan oleh LSM-LSM, media massa dan

masyarakat.

Sementara Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih (2016:19-

22) membagi jenis pengawasan dalam beberapa kategori, yaitu.

1. Jenis pengawasan dilihat dari pola pemeriksaan:

a. Pemeriksaan operasional

Pemeriksaan terhadap cara pengelolaan suatu organisasi

untuk melakukan tugas denganbaik. Pemeriksaan

menekankan pada menilaian dari sudut efesiensi dan

kehematan

b. Pemeriksaan finansial

Pemeriksaan yang mengutamakan pada masalah keuangan

(transaksi, dokumen, buku daftar serta laporan keuangan)

antara lain untuk memperoleh kepastian bahwa berbagai

transaksi keunagan dilaksankan sesuai dengan undang-

undang, peraturan, kepastian, instruksi yang bersangkutan

dan seterusnya;

c. Pemeriksaan program

Pemeriksaan yang dimaksud untuk menilai program secara

keseluruhan, contoh: suartu program pengendalian

pemcemaran air. Ditinjau dari segi efektivitasnya untuk

mengetahui apakah tujuan semula telah ditentukan juga telah

dicapai serta apakah dalam usaha pencapaian tujuan tersebut

digunakan alternatif yang wajar

d. Pemeriksaan lengkap

Pemeriksaan yang mencakup tiga pemeriksaan di atas.

32

2. Jenis pengawasan dilihat dari waktu pelaksanaanya

a. Pengawasan preventif

Pengawasan yang melalui pre audit sebelum pekerjaan

dimulai, contohnya adalah dengan mengadakan pengawasan

terhadap persiapan-persiapan, rencana kerja, rencana

anggaran, rencana perencanaan tenaga, dan sumber-sumber

lain.

b. Pengawasan represif

Pengawasan yang dilaksanakan lewat post audit, dengan

pemeriksaan terhadap pelaksanaan dan sebagainya.

3. Jenis pengawasan berdasarkan subjek yang melakukan

pengawasan.

a. Pengawasan melekat

Pengawasan yang dilakukan oleh setiap pimpinan terhadap

bawahan dalam suatu kerja yang dipimpinnya

b. Pengawasan fungsional

Pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang tugas pokoknya

melakukan pengawasan seperti Inspektorat Jenderal,

Itwilprop, BPKP, dan Bakeda.

c. Pengawasan legislatif

Pengawasan yang dilakukan oleh perwakilan rakyat baik di

pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD).

d. Pengawasan Masyarakat

Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, seperti yang

termuat di dalam media massa atau elektronik.

e. Pengawasan politis

Pengawasan politis adalah pengawasan yang dilakukan oleh

lembaga politis.

4. Jenis pengawasan berdasarkan cara pelaksanaanya

a. pengawasan langsung

pengawasan yang digelar di tempat kegitan berlangsung,

yaitu dengan mengadakan inspeksi dan pemeriksaan

b. pengawasan tidak langsung

pengawasan yang dilakukan dengan mengadakan pemantauan

dan pengkajian laporan dari pejabat atau satuan kerja yang

bersangkutan, aparat pengawas fungsional, pengawas

legislatif, pengawas masyarakat.

5. Jenis pengawasan berdasarkan waktu pelaksanaan

a. Sebelum kegiatan

Pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dimulai, antara

lain dengan mengadakan pemeriksaan dan persetujuan

rencana kerja dan rencana anggarannya, dan penetapan

petunjuk operasional.

b. Selama kegiatan

Pengawasan yang dilakukan selama pekerjaan masih

berlangsung. Pengawasan ini bersifat represif terhadap yang

33

sudah terjadi dan sekaligus bersifat preventif untuk mencegah

berkembangnya atau berulang kesalahan pada tahap-tahap

selanjutnya

c. Sesudah kegiatan

Pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan selesai

dilaksanakan, dengan membandingkan antara rencana dan

hasil. Pemeriksaan apakah semuanya telah sesuai dengan

kebijakan atau ketentuan yang berlaku. Tujuan pengawasan

ini untuk mengoreksi atas kesalahan-kesalahan yang telah

terjadi sehingga bersifat represif

6. Dari sisi objek yang diawasi

a. Pengawasan khusus

Pengawasan khusus adalah pengawasan yang dilakukan

berkaitan dengan keuangan dan pembangunan negara.

Contonya adalah BPK hanya melakukan pengawasan

terhadap penggunaan anggaran negara

b. Pengawasan umum

Pengawasan umum adalah pengawasan yang dilakukan

secara keseluruhan. Contonya adalah Inspektur Jenderal

melakukan pengawasan terhadap semua bidang kegiatan

Menteri tersebut.

c. Tujuan Pengawasan

Setiap kegiatan yang dilakukan tentu mempunyai tujuan yang ingin

dicapai. Begitu pula dengan pengawasan, punya tujuan tersendiri. Tujuan

pengawasan menurut Victor M. Situmorang dan Jusuf Jahir (Angger Sigit

Pramukti dan Meylani Chahyaningsih, 2016:18-19) bahwa:

a. Agar terciptanya aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa

yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintahan yang

berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi

masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud

pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang objektif, sehat dan

bertanggung jawab.

b. Agar terselenggaranya tertib administrasi dilingkungan aparatur

pemerintahan, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat. Agar adanya

keleluasaan dalam melaksankan tugas, fungsi/kegiatan, tumbuhnya

budaya maka dalam diri masing-masing aparat, rasa bersalah dan

rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal-hal yang

tercelah terhadap masyarakat dan ajara agama.

34

Sementara Arifin Abdul Rachman mengemukakan pendapatnya tentang

tujuan pengawasan (Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih,

2016:18-19) bahwa.

Pengawasan bertujuan untuk mengetahui apakah segala sesuatu yang

berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mengetahui

apakah segala sesuatu berjalan sesuai dngan instruksi serta prinsip-

prinsip yang telah ditetapkan, untuk mengetahui apakah kelemahan-

kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalan lainnya,

sehingga bisa dilakukan perbaikan untuk memperbaiki dan mencegah

pengulangan kegiatan-kegiatan yang salah, untuk mengetahui apakah

segala sesuatu berjalan efesien, dan apakah tidak dapat diadakan

perbaikan-perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efesiensi yang lebih

besar.

Dari beberapa pendapat di atas, setidaknya dapat dikemukan bahwa

pengawasan bertujuan untuk mengetahui dan memastikan apa yang seharusnya

dilakanakan betul-betul dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah

dicanangkan sebelumnya sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan

keinginan pula.

d. Tolok Ukur Keberhasilan Pengawasan

Untuk menilai suatu pengawasan yang dilakukan berhasil atau tidak,

maka diperlukan sebuah tolok ukur yang bisa dijadikan sebagai indikator

keberhasilan pengawasan yang dilakukan. Dengan tolok ukur tersebut dapat

diketahui pengawasan yang telah dilakukan berhasil atau tidak. Untuk menilai

keberhasilan suatu pengawasan yang dilakukan maka tidak dapat dilihat

sepintas saja. Namun, menurut Angger Sigit Pramukti dan Meylani

Chahyaningsih (2016:24) bahwa ―...tolok ukur yang sebenarnya dari

keberhasilan pengawasan adalah tercapainya tujuan awal dibentuknya lembaga

pengawasan tersebut.‖

35

Menurut Sujamto (Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih,

2016:23) bahwa keberhasilan suatu perangkat pengawasan juga tidak dapat

diukur dengan banyaknya orang yang bertindak di lingkungan organisasi yang

bersangkutan, karena kesimpulan paling dekat yang dapat ditarik dan keadaan

sedemikian itu adalah banyaknya penyelewengan dan tegasnya pimpinan

organisasi yang bersangkutan.

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa tolok ukur keberhasilan

sebuah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawas adalah tercapainya

apa yang menjadi tujuan pengawasan itu dilakukan. Sehingga dengan

tercapaianya tujuan pengawasan tersebut, maka akan didapatkan hasil yang

diinginkan sebagaimana yang seharusnya.

3. Penyiaran

a. Pengertian Penyiaran

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU

Penyiaran), disebutkan bahwa:

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana

pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antarariksa

dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel

dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan

bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

Dari pengertian di atas, Judhariksawan (2013:17) perpandangan bahwa:

―...pengertian ini mengindikasikan bahwa segala bentuk teknologi

telekomunikasi yang memancarluaskan ―siaran‖ yang dapat diterima secara

serentak dan bersamaan oleh masyarakat melalui alat penerima siaran

dikategorikan sebagai penyairan.‖

36

Selain itu, Judhariksawan (2013:17) mendefinisikan bahwa ―hukum

penyiaran adalah seluruh kaidah dan aturan yang menyangkut kegiatan

pemancarluasan, termasuk sarana teknis, sistem dan spektrum frekuensi hingga

penerimaan masyarakat secara serentak melalui alat penerima siaran.‖

b. Asas, Tujuan, Fungsi dan Arah Penyiaran

Asas penyiaran disebutkan dalam Pasal 2 UU Penyiaran yang berbunyi:

Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata,

kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian,

kebebasan, dan tanggung jawab.

Semetara tujuan penyiaran sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 3

UU Penyiaran bahwa.

Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi

nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan

bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan

umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis,

adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyaiaran Indonesia

Fungsi penyiaran sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 4 UU

Penyiaran adalah:

(1) Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi

sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol

dan perekat sosial.

(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

penyiaran juga mempunyai fungsi sebagai ekonomi dan

kebudayaan.

Menyimak bunyi pasal tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa

fungsi penyiaran berdasarkan UU Penyiaran memiliki peranan yang sangat

penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena sebagai media

37

informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial serta

fungsi sebagai ekonomi dan kebudayaan. Dengan berbagai fungsi tersebut,

maka dengan penyiaran, maka berbagai masalah yang ada di tengah-tengah

masyarakat dapat diatasi. Misalnya dengan fungsi penyiaran sebagai perekat

sosial, maka penyiaran dapat membangun kecintaaan masyarakat akan

persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga ego sektoral yang ada dapat

dihilangkan dari masyarakat Indonesia yang plural.

Sementara arah penyiaran di Indonesia disebutkan dalam Pasal 5 UU

Penyiaran yang berbunyi bahwa Penyiaran diarahkan untuk:

a. Menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta

jati diri bangsa;

c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia;

d. Menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa;

e. Meningktkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional;

f. Menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif

masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta

melestarikan lingkungan hidup;

g. Mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang

sehat di bidang penyiaran;

h. Mendorong peningkatan kemampuan perekonomian raktyat,

mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa

dalam era globalisasi;

i. Memberikan informasi yang benar, berimbang, dan bertanggung

jawab;

j. Memajukan kebudayaan nasional.

Menurut M. Ansar Akil (2009:3) bahwa memperhatikan tugas dan fungsi

lembaga penyiaran yang begitu penting dan luas cakupannya, maka segenap

pengelola lembaga penyiaran perlu meningkatkan kompetensi dan

profesionalisme dalam mengembangkan industri penyiaran yang sehat,

berkualitas, dan memenuhi standar profesi penyiaran. Hal tersebut dapat

38

terwujud jika lembaga penyiaran menerapkan standar manajemen yang

merencanakan, menlaksanakan, mengontrol, dan mengevaluasi input, proses,

dan output dari setiap lembaga penyiaran profesional.

Lebih lanjut Ansar mengatakan bahwa dengan demikian, lembaga

penyiaran dapat melaksankan fungsi sesuai dengan amanat undang-undang,

memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi yang aktual, sehat, mendidik

serta mampu memelihara tatanan iklim persaingan yang sehat sesama lembaga

penyiaran yang ada.

c. Lembaga Penyiaran

Pengertian lembaga penyiaran disebutkan pada Pasal 1 angka 9 UU

Penyiaran yang berbunyi bahwa:

Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga

penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran

komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam

melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lembaga penyiaran inilah sebagai penyelenggara penyiaran di Indonesia.

Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) disebutkan bahwa jasa penyiaran terdiri atas: a.

jasa penyiran radio dan b. jasa penyiaran televisi. Penyiaran radio adalah media

komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam

bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan

berkesinambungan. Sedangkan penyiaran televisi adalah media komunikasi

dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara

dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang

teratur dan berkesinambungan.

39

Pada ayat (2) disebutkan bahwa jasa penyiaran tersebut diselenggarakan

oleh:

a. Lembaga Penyiaran Publik;

b. Lembaga Penyiaran Swasta;

c. Lembaga Penyiaran Komunitas; dan

d. Lembaga Penyiaran Berlangganan

Adapun penjelasan mengenai keempat Lembaga Penyiaran tesebut

bedasarkan UU Penyiaran, Danrivanto Budhijanto (2013:81-82 & 89-90)

merangkumnya sebagai berikut:

a. Lembaga Penyiaran Publik

Adapun penjelasan mengenai Lembaga Penyiaran Publik

bedasarkan UU Penyiaran yang telah dirangkum Danrivanto

Budhijanto (2013:81-82) sebagai berikut:

Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah lembaga penyiaran yang

berbentuk badan hukum yang didirian oleh negara, bersifat

independen, netral, tidak komersial dan berfungsi memberikan

layanan untuk kepentingan masyarakat. LPP terdiri atas Radio

Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI)

yang sasium pusat penyiarannya berada di ibukota Negara

Republik Indonesia. LPP Lokal dapat didirikan di daerah provinsi,

kabupaten, atau kota.

Organisasi LPP terdiri dari dewan Pengawas dan Dewan Direksi

yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dewan Pengawas ditetapkan oleh Presiden bagi RRI dan

TVRI atas usul Dewan Perwakilan Rakyat RI, LPP Lokal

ditetapkan oleh Gubernur, Bupati atau Walikota atas usul Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah. Calon anggota Dewan Pengawas LPP

melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka atas masukan

dari pemerintah dan atau masyarakat. Jumlah anggota Dewan

Pengawas LPP bagi RRI dan TVRI adalah sebanyak 5 (lima) orang

dan Dewan Pengawas bagi LPP Lokal adalah sebanyak 3 (tiga)

orang. Dewan Direksi LPP diangkat dan ditetapkan oleh Dewan

Pengawas LPP. Dewan Pengawas dan Dewan Direksi LPP

40

mempunyai masa kerja selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih

kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa kerja berikutnya. LPP

ditingkat Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia dan LPP di tingkat daerah diawasi oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

Sumber pembiayaan LPP berasal dari:

a. Iuaran penyiaran;

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah;

c. Sumbangan masyarakat;

d. Siaran iklan;

e. Usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan

penyiaran.

LPP wajib membuat laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan

publik dan hasilnya diumumkan melalui media massa pada setiap

akhir tahun anggaran.

Menurut Efendi Gazali (Riswandi, 2009:17-18) bahwa terdapat 5

(lima) ciri penyiaran publik sebagai berikut:

1. Akses publik, akses publik di sini dimaksudkan tidak hanya

coverage area, tetapi juga menyangkut bagaimana penyiaran

publik mau mengangkat isu-isu lokal dan program-program

lokal dan tokoh-tokoh lokal.

2. Dana publik, perlu diingat bahwa lembaga penyiaran publik

tidak hanya mengandalkan keuangan dari anggaran negara,

tetapi juga dari iuran dan donatur.

3. Akuntabilitas publik, karena dana utamanya dari publik,

maka terdapat kewajiban bagi penyiaran publik untuk

membuat akuntabilitas finansialnya.

4. Keterlibatan publik: artinya adanya keterlibatan menjadi

penonton atau menjadi kelompok yang rela membantu

menyumbangkan tenaga, pikiran, dan dana untuk

kelangsungan penyiaran publik.

5. Kepentingan publik, kepentingan publik lebih diutamakan

daripada kepentingan iklan. Mislanya ada suatu acara yang

sangat baik dan bermanfaat bagi publik, namun ratingnya

tendah, maka ia akan tetap diproduksi dan tetap

dipertahankan penayangannya

Lebih lanjut Riswan (2009:18) menyebutkan bahwa hakikat

penyiaran publik adalah diakuinya supervisi dan evaluasi publik

pada level yang signifikan. Bagi penyiaran publik, iklan bukanlah

41

sesuatu yang ―haram‖. Tergantung bagaimana publik ikut

menentukan berapa pembatasan penayangan iklan perjamnya, dan

iklan mana yang pas bagi penyiaran publik.

b. Lembaga Penyiaran Swasta Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) adalah lembaga penyiaran yang

bersiat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang

usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan

televisi. Warga negara asing dilarang menjadi pengurus LPS

kecuali untuk bidang keuangan dan bidang teknik.

LPS didirikan dengan modal awal yang seluruhnya dimiliki oleh

Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. LPS

dapat melakukan penambahan dan pengembangan dalam rangka

pemenuhan modal yang bersal dari modal asing, yang jumlahnya

tidak lebih 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh modal dan

minimun dimiliki oleh 2 (dua) pemegam saham. LPS wajib

memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki saham

perusahaan dan memberikan bagian laba perusahaan.

UU Penyiaran membatasi pemusatan kepemilikan dan penguasaan

LPS oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah

siaran maupun di beberapa wilayah siaran. UU Penyiaran membatsi

kepemilikan silang antara LPS yang menyelenggarakan jasa

penyiaran radio dan LPS yang menyelenggarakan jasa penyiaran

televisi, anatara LPS dan perusahaan media cetak, serta anatara

LPS dan LPS jasa penyiaran lainnya baik secara langsung maupun

tidak langsung.

Sumber pembiayaan LPS diperoleh dari siaran iklan dan atau usaha

lain yang sah yng terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. LPS

jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing

hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu)

saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran.

c. Lembaga Penyiaran Komunitas

Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) merupakan lembaga

penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh

komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial,

dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta

untuk melayani kepentingan komunitasnya. LPK diselenggarakan

tidak untuk mencari laba atau keuntungan atau tidak merupakan

bagian perusahaan yang mencari keuntungan semata; dan untuk

mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai

kesejahteraan, dengan melaksanakan program acara yang meliputi

budaya, pendidikan, dan informasi yang menggambarkan identitas

bangsa. LPK merupakan komunitas nonpartisan yang keberadaan

42

organisasinya tidak mewakili organisasi atau lembaga asing serta

bukan komunitas internasional, tidak terkait dengan organisasi

terlarang, dan tidak untuk kepentingan propagandabagi kelompok

atau golongan tertentu.

LPK didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi komunitas

tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut. LPK dapat

memperoleh sumber pembiayaan dari sumbangan, hibah, sponsor,

dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Namun LPK

dilarang menerima bantuan dana awal mendirikan dan dana

opersional dari pihak asing. LPK dilarang pula melakukan siaran

iklan dan atau siaran komersial lainnya, kecuali iklan layanan

masyarakat.

LPK wajib membuat kode etik dan tata tertib untuk diketahui oleh

komunitas dan masyarakat lainnya. LPK wajib melakukan tindakan

sesuai dengan pedoman dan ketentuan yang berlaku jika terjadi

pengaduan dari komunitas atau masyarakat lain terhadap

pelanggaran kode etik dan atau tata tertib.

d. Lembaga Penyiaran Berlangganan

Lembaga Penyiaran Berlanggana (LPB) adalah lembaga penyiaran

berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya

menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib terlebih

dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan.

LPB memancarluaskan atau menyalurkan materi siarannya secara

khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi, multimedia, atau

media informasi lainnya. LPB dalam melakukan kegiatan

penyiarannya dapat melalui satelit, kabel, dan teristerial.

UU penyiaran mengharuskan ketentuan yang harus dipenuhi oleh

LPB melalui satelit yaitu:

1. LPB memiliki jangkauan siaran yang dapat diterima di

wilayah Negara Republik Indonesia;

2. LPB memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di

Indonesia;

3. LPB memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di

Indonesia;

4. LPB menggunakan satelit yang mempunyai landing right di

Indonesia;

5. LPB menjamin agar siarannya hanya diterima oleh

pelanggan.

LPB melalui kabel dan melalui terestrial harus memiliki jangkauan

siaran yang meliputi satu daerah layanan sesuai dengan izin yang

diberikan dan menjamin agar siarannya hanya diterima oleh

pelanggan.

UU Penyiaran memberikan ketentuan bahwa LPB dalam

menyelenggarakan siarannya diharuskan untuk:

43

1. Melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang

akan disiarkan dan/atau disalurkan;

2. Menyediakan paling sedikit 10% dari kapasitas kanal saluran

untuk menyalurkan program dari LPP dan LPS; dan

3. Menyediakan 1 (satu) kanal saluran produksi dalam negeri

berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi luar negeri paling

sedikit 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri.

Pembiayaan LPB bersal dari iuran berlangganan dan usaha lainnya

yang sah dan terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.

e. Lembaga Penyiaran Asing

UU Penyiaran melarang Lembaga Penyiaran Asing (LPA) untuk

didirikan di Indonesia. LPA dan kantor penyiaran asing yang akan

melakukan kegiatan jurnalistik di Indonesia, baik yang disiarkan

secara langsung maupun dalam rekaman harus memenuhi

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut M. Ansar A. Akil (2009:11) bahwa ―agar lembaga penyiaran

dapat melaksanakan fungsi dan perannya bila memiliki kapasitas dan

kompetensi sesuai dengan standar profesi penyiaran. Oleh karena itu,

dibutuhkan peningkatan kompetensi dan penguatan manajemen

kelembagaan...‖

Lebih lanjut M. Ansar A. Akil (2009:12) menyatakan bahwa standarisasi

manajemen lembaga penyiaran mempunyai tujuan agar.

1. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan

Negara Republik Indonesia ;

2. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi nilai agama serta budaya

bangsa yang multikultural;

3. Lembaga penyiaran taat dan patuh terhadap peraturan perundangan

yang berlaku di Indonesia;

4. Lembaga penyiaran mempunyai standar kelayakan organisasi

sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku serta standar

kelayakan organisasi penyiaran;

5. Lembaga penyiaran mempunyai standar kelayakan manajemen

yang profesional, dan bertanggung jawab dalam menjalankan

fungsi lemabaga penyiaran sesuai dengan aturan perundangan yang

berlaku dan standar kelayakan profesi penyiaran;

6. Lembaga penyiaran mempunyai standar kelayakan sumber daya

manusia yang memiliki pengetahuan, keahlian, perilaku, dan nilai-

44

nilai profesioanal sesuai dengan standar kelayakan profesi

penyiaran;

7. Lembaga penyiaran mempunyai standar kelayakan teknis sesuai

dengan persyaratan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku;

8. Lembaga penyiaran mampu menjalankan fungsinya sebagai media

informasi, pendidikan, hiburang yang sehat, kontrol dan perekat

sosial. Dalam menjalankan fungsi tersebut, lembaga penyiaran juga

fungsi ekonomi dan kebudayaan sesuai dengan amanat Undang-

Undang Penyiaran.

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa standarisasi

manajemen lembaga penyiaran memiliki peran starategis dalam

mewujudkan penyiaran yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan

masyarakat dan regulasi yang ada. Dengan demikian demi mewujudkan

penyiaran yang profesional sesuai dengan kebutuhan dan regulasi yang

ada, maka standarisasi manajemen lembaga penyiaran harus

dilaksanakan di setiap lembaga penyiaran yang ada di seluruh wilayah

Indonesia.

d. Pelaksanaan Siaran

Terkait dengan pelaksanaan penyelenggaran siaran yang dilakukan oleh

lembaga penyaiaran di Indonesia, UU Penyiaran telah mengaturnya. Adapun

yang menjadi objek pengaturan meliputi: isi siran, bahasa siaran, relai dan

siaran bersama, kegiatan jurnalistik, hak siar, ralat siaran, arsip siaran, siran

iklan dan sensor isi siaran.

1) Isi Siaran

Berdasrkan Pasal 36 UU Penyiaran lembaga penyiaran dalam

menyelenggarakan kegiatan penyiaran wajib untuk memenuhi

ketentuan isi siran sebagai berikut:

45

1. Isi siran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan,

dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak,

moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan

kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya

Indonesia.

2. Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan

oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran

Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% (enam puluh

per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.

3. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan

kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja dengan

menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga

penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan

klasiikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.

4. Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh

mengutamakan kepentingan golongan tertentu.

5. Isi siaran dilarang:

a. Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan, dan/atau

berbohong;

b. Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian,

penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau

c. Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar

golongan

6. Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan,

melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama,

martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan

internasional.

2) Bahasa siaran

Mengenai bahasa dalam acara siaran yang diselenggarakan oleh

lembaga penyiaran televisi, UU Penyiaran mengatur dalam Pasal

37, Pasal 38 dan Pasal 39 sebagai berikut:

Pasal 37 menyebutkan bahwa ―bahasa pengantar utama dalam

penyelenggaraan program siaran harus Bahasa Indonesia yang baik

dan benar.‖

46

Pasal 38 menyebutkan bahwa.

(1) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar

dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan,

apabila diperlukan untuk mendukung mata acara tertentu.

(2) Bahasa asing hanya dapat digunakan sebagai bahasa

pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara siaran.

Sementara Pasal 39 menyebutkan bahwa:

(1) Mata acara siaran berbahasa asing dapat disiarkan dalam

bahasa aslinya dan khusus untuk jasa penyiaran televisi harus

diberi teks Bahasa Indonesia atau secara selektif

disulihsuarakan ke dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan

keperluan mata acara tertentu.

(2) Sulih suara bahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia dibatasi

paling banyak 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah mata

acara berbahasa asing yang disiarkan.

(3) Bahasa isyarat dapat digunakan dalam mata acara tertentu

untuk khalayak tuna rungu.

3) Relai dan Siaran Bersama

Mengenai relai siaran yang diselenggarakan oleh lembaga

penyaiaran atas siaran lembaga penyiaran lain, baik lembaga

penyiaran dalam negeri maupun lembaga penyiaran luar negeri

disebutkan dalam Pasal 40 UU Penyiaran sebagai berikut:

(1) Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga

penyiaran lain, baik lembaga penyiaran dalam negeri maupun

dari lembaga penyiaran luar negeri.

(2) Relai siaran yang digunakan sebagai acara tetap, baik yang

bersal dari dalam negeri maupun luar negeri, dibatasi.

(3) Khusus untuk relai siaran acara tetap yang berasal dari

lembaga penyiaran luar negeri, durasi, jenis dan jumlah mata

acaranya dibatasi.

(4) Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga

penyiaran lain secara tetap atas mata acara tertentu yang

bersifat nasional, internasional, dan/atau mata acara pilihan.

Sementara mengenai siaran bersama antara lembaga penyiaran

disebutkan dalam Pasal 41 UU Penyiaran sebagai berikut bahwa

47

―antar lembaga penyiaran dapat melakukan siaran bersama

sepanjang siaran dimaksud tidak mengarah pada monopoli

informasi dan monopoli pembentukan opini.‖

4) Kegiatan Jurnalistik

Mengenai kegiatan Jurnalistik disebutkan pada Pasal 42 UU

Penyiaran yang berbunyi ―wartawan penyiaran dalam

melaksanakan kegiatan jurnalistik media elektronik tunduk pada

Kode Etik Jurnalistik dan peraturan perundang-undangan.‖

Menurut Riswan (2009:33) kode etik adalah sekumpulan aturan

atau patokan yang harus dihormati oleh pelaku profesi di bidang

penyiaran. Dalam konteks televisi, selain narasi atau kata-kata yang

diucapkan, gambar seringkali mempunyai arti dan pengaruh yang

cukup besar. Itulah sebabnya kode etik televisi juga mencakup

aturan-aturan mengenai gambar.

5) Hak Siar

Hak siar diatur dalam Pasal 43 UU Penyiaran sebagai berikut:

(1) Setiap mata acara yang disiarkan wajib memiliki hak siar

(2) Dalam menayangkan acara siaran, lembaga penyiaran wajib

mencantumkan hak siar.

(3) Kepemilikan hak siar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

harus disebutkan secara jelas dalam mata acara.

(4) Hak siar dari setiap mata acara siaran dilindungi berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6) Ralat Siaran

Mengenai Siaran Ralat yang dilakukan oleh lembaga penyiaran

televisi disebutkan pada Pasal 44 UU Penyiaran sebagai berikut:

48

(1) Lembaga penyiaran wajib melakukan ralat apabila siaran

dan/atau berita diketahui terdapat kekeliruan dan/atau

kesalahan, atau terjadi sanggahan atas isi siaran dan /atau

berita

(2) Ralat atau pembetulan dilakukan dalam jangka waktu kurang

dari 24(dua puluh empat) jam berikutnya, dan apabila tidak

memungkinkan untuk dilakukan, ralat dapat dilakukan pada

kesempatan pertama serta mendapatkan perlakuan utama.

(3) Ralat atau pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

tidak membebaskan tanggung jawab atau tuntutan hukum

yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.

7) Arsip Siaran

Mengenai arsip siaran disebutkan pada Pasal 45 UU Penyiaran

sebagaiberikut:

(1) Lembaga penyiaran wajib menyimpan bahan siaran, termasuk

rekaman audio, rekaman video, foto, dan dokumen, sekurang-

kurangnya untuk jangka waktu 1 (satu) tahun setelah

disiarkan.

(2) Bahan siaran yang memiliki nilai sejarah, nilai informasi,

atau nilai penyiaran yang tinggi, wajib diserahkan kepada

lembaga yang ditunjuk untuk menjaga kelestariannya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8) Siaran Iklan

Pengertian siaran iklan disebutkan pada Pasal 1 angka 5 UU

Penyiaran yang berbunyi bahwa ―siaran iklan adalah siaran

informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang

tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan

oleh khalayak dengan atau tampa imbalan kepada lembaga

penyiaran yang bersangkutan‖.

Siaran iklan diatur dalam Pasal 46 UU Penyiaran sebagai berikut:

(1) Siaran iklan terdiri atas iklan niaga dan iklan layanan

masyarakat.

49

(2) Siaran iklan wajib menaati asas, tujuan, fungsi dan arah

penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3,

Pasal 4, dan Pasal 5.

(3) Siaran iklan niaga dilarang melakukan:

a. Promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama,

ideologi, pribadi dan/atau kelompok , yang

menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat

agama lain, ideologi lain, pribadi atau kelompok lain;

b. Promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan zat

adiktif;

c. Promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;

d. Hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan

masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau

e. Eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas)

tahun.

(4) Materi siaran iklan yang disiarakan melalui lembaga

penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan

oleh KPI.

(5) Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab

lembaga penyiaran.

(6) Siaran iklan niaga yang ditayangkan pada mata acara siaran

anak-anak wajibmengikuti standar siaran untuk anak-anak.

(7) Lembaga Penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran

iklan layanan masyarakat.

(8) Waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta

paling banyak 20% (dua puluh per seratus), sedangkan untuk

Lembaga Penyiaran Publik paling banyak 15% (lima belas

per seratus) dari seluruh waktu siaran.

(9) Waktu siaran iklan layanan masyarakat untuk Lembaga

Penyiaran Swasta paling sedikit 10% (sepuluh per seratus)

dari siaran iklan niaga, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran

Publik paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) dari siaran

iklannya.

(10) Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa

pun untuk kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran iklan.

(11) Materi siaran iklan wajib menggunakan sumber daya dalam

negeri.

Menurut Penjelasan UU Penyiaran bahwa yang dimaksud dengan

sumber daya dalam negeri adalah pemeran dan latar belakang

produk iklan, bersumber dari dalam negeri.

50

9) Sensor Isi Siaran

Mengenai sensor isi siaran diatur pada Pasal 47 UU Penyiaran yang

menyebutkan sebagai berikut: ―Isi siaran dalam bentuk film

dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga

yang berwenang.

e. Program Pemilihan Kepala Daerah

Televisi sebagai lembaga penyiaran, oleh regulasi diwajibkan

menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan pemilihan umum dan/atau

pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Dalam melakukan siaran yang

berkaitan dengan Pilkada, televisi tidak boleh berpihak kepada salah satu

pasangan calon. Hal itu penting, agar semua pihak memiliki akses yang sama

terhadap lembaga penyiaran serta lembaga penyiaran dapat dimanfaatkan

secara adil, proporsional dan profesional.

Pengaturan mengenai penyiaran pemilihan kepala daerah setidaknya

dapat dilihat dalam P3 Pasal 1 angka 26 dan SPS Pasal 1 angka 29 yang

berbunyi bahwa:

Program Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah adalah

program siaran yang mengandung kampanye, sosialisasi, dan

pemberitaan tentang pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Pusat

dan Daerah, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan

Umum Kepala Daerah.

Dari bunyi pasal tersebut di atas diketahui bahwa dalam program Pilkada

ada tiga jenis yaitu: kampanye pemilihan kepala daerah, sosialisasi pemilihan

kepala daerah dan pemberitaan pemilihan kepala daerah.

51

Menurut Gun Gun Heryanto (2018:89) bahwa kampanye merupakan

aktivitas persuasif yang diselenggarakan dalam suatu periode waktu tertentu.

Pfau dan Parrot (Gun Gun Heryanto, 2018:89) memiliki rumusan tentang

kampanye sebagai berikut:

A campaign over conscious, sustained and incremental process designed

to be implemented over a specified of time for the purpose of influencing

aspecified audience (Kampanye adalah suatu proses yang dirancang

secara sadar, bertahap, dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang

waktu tertentu dengan tujuan memengaruhi khalayak sasaran yang telah

ditetapkan).

Lebih lanjut Gun Gun Heryanto (2018:92) menyebutkan bahwa tujuan

kampanye secara umum adalah sebagai berikut:

1. Untuk menciptakan perubahan pada tataran pengetahuan kognitif.

Pada tahap ini, pengaruh yang diharapkan adalah munculnya

kesadaran, berubahnya keyakinan, atau meningkatnya pengetahuan

khalayak terhadap isu tertentu.

2. Kampanye diarahkan pada perubahan sikap. Sasaran utamanya

adalah untuk memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian atau

keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye.

3. Pada tahap terakhir, kegiatan kampanye ditujukan untuk mengubah

perilaku khalayak secara konkrit dan teratur. Tahap ini

menghendaki adanya tindakan tertentu yang dilakukan oleh sasaran

komunikasi kampanye.

Dalam Pasal 1 angka 21 UU Pilkada disebutkan bahwa kampanye

pemilihan yang selanjutnya disebut kampanye adalah kegiatan untuk

meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program calon

Gubernur dan calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,

serta Calon Walikota dan Calon Wakil Wakikota.

Menurut Gun Gun Heryanto (2018:103) bahwa dalam praktek kerap kali

kampanye itu bisa dikategorikan menjadi dua tipologi. Pertama, kampanye

positif (positive campaign) yang berisi kelebihan, kekuatan, dan nilai plus dari

52

para calon.... kedua, kampanye menyerang (atticking campaign) pihak lain.

Jika dipilah lagi kampanye menyerang ini ada dua jenis, yaitu kampanye

negatif (negative campaign) dan kampanye hitam (black campaign).

Kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilihan kepala daerah dapat

dilaksanakan melalui media massa cetak dan media massa elektronik. berupa

iklan yang ditayangkan di televisi yang disebut sebagai iklan kampanye

sebagaiaman disebutkan UU Pilkada Pasal 65 ayat (1) huruf f.

f. Regulasi Program Pemilihan Kepala Daerah

Regulasi yang mengatur tentang program Pilkada yang ditayangkan di

lembaga penyiaran adalah UU Penyiaran serta Peraturan Komisi Penyiaran

Indonesia Nomor 01/P/03/2012 Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/03/2012 Tentang Standar

Program siaran (SPS) yang biasa disingkat menjadi P3SPS.

Pedoman Perilaku Penyiaran adalah ketentuan-ketentuan bagi lembaga

penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiran Indonesia sebagai panduan

tentang batasan perilaku penyelenggaraan penyiaran dan pengawasan

penyiaran nasional.

Pada Pasal 5 P3 disebutkan bahwa: Pedoman Perilaku Penyiaran adalah

dasar bagi penyusunan Standar Program Siaran yang berkaitan dengan:

a. Nilai nilai kesukuan, agama, ras, dan antargolongan;

b. Nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan;

c. Etika profesi;

d. Kepentingan publik;

e. Layanan publik;

f. Hak privasi;

g. Perlindungan kepada anak;

h. Perlindungan kepada orang dan kelompok asyarakat tertentu;

53

i. Muatan seksual;

j. Muatan kekerasan;

k. Muatan program siaran yang terkait rokok, NAPZA (narkotika,

psikotropika, dan zat adiktif) dan minuman beralkohol;

l. Muatan program siaran terkait perjudian;

m. Muatan mistik dan supranatural;

n. Penggolongan program siaran;

o. Prinsip-prinsip jurnalistik;

p. Narasumber dan sumber informasi;

q. Bahasa, bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan;

r. Sensor;

s. Lembaga penyiaran berlangganan;

t. Siaran iklan;

u. Siaran asing;

v. Siaran lokal dan sistem stasiuan jaringan;

w. Siaran langsung;

x. Muatan penggalangan dana danm bantuan;

y. Muatan program kuis, undian berhadiah, dan permainan lain;

z. Siaran pemilihan umum dan pemilihan umum kepala daerah; dan

aa. Sanksi dan tata cara pemberian sanksi

Sementara standar program siaran adalah strandar isi siaran yang berisi

tentang batasan-batasan, pelanggaran, kewajiban dan pengaturan penyiaran,

serta sanksi berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran yang ditetapkan oleh

KPI.

Menurut KPI (Judhariksawan, 2013:97) bahwa pedoman Perilaku

penyiaran bertujuan agar lembaga penyiaran:

1. Menjunjung tinggi dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan

Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2. Meningkatkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan segenap

peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia;

3. Menghormati dan menjungjung tinggi norma dan nilai-nilai agama

dan budaya bangsa yang multikultural;

4. Menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsi demokrasi

5. Menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia;

6. Menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak dan kepentingan

publik;

7. Menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak anak, remaja, dan

perempuan;

54

8. Menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak kelompok

masyarakkat minoritas dan marjinal; dan

9. Mennjunjung tinggi prinsi-prinsip junalistik.

Berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/03/2012

Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Pasal 1 angka 26 dan Peraturan

Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/03/2012 Tentang Standar Program

siaran (SPS) Pasal 1 angka 29 disebutkan bahwa:

Program Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah adalah

program siaran yang mengandung kampanye, sosialisasi, dan

pemberitaan tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Pusat

dan Daerah, Pemilihan Umum Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala

Daerah.

Bedasarkan bunyi pasal P3SPS di atas, maka dapat dikatakan bahwa

penyiaran program Pilkada adalah program siaran yang mengandung

kampanye, sosialisasi dan pemberitaan terkait pemilihan kepala daerah. Hal itu

dilakukan agar para calon kepala daerah mengenalkan diri, program visi dan

misi mereka kepada masyarakat. Sehingga masyarakat dapat menjatuhkan

pilihan politik kepada calon kepala daerah yang menurut mereka mampu dan

layak menjadi pemimpin daerah.

Selanjutanya dalam P3 hal yang berkaitan dengan siaran Pilkada

disebutkan dalam Pasal 50 sebagai berikut:

(1) Lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi

peliputan pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala

daerah;

(2) Lembaga penyiaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap

para peserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala

daerah

(3) Lembaga penyiaran tidak boleh bersikap partisan terhadap salah

satu peserta pemilihan umum dan /atau pemilihan umum kepala

daerah;

55

(4) Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan program siaran yang

didanai atau disponsori oleh peserta pemilihan umum dan/atau

pemilihan umum kepala daerah.

(5) Lembaga penyiaran wajib tunduk pada Peraturan Perundang-

Undangan serta Peraturan dan Kebijakan Teknis tentang Pemilihan

Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah yang ditetapkan

oleh lembaga yang berwenang.

Sementara dalam SPS hal yang berkaitan dengan Pilkada disebutkan

dalam Pasal 71 yang berbunyi:

(1) Program siaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi

peliputan Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala

Daerah.

(2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para

peserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala daerah.

(3) Proram siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilihan

Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah

(4) Program siaran dilarang dibiayai atau disponsori oleh peserta

pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala daerah, kecuali

dalam bentuk iklan.

(5) Program siaran wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan

serta peraturan dan kebijakan teknis tentang pemilihan umum

dan/atau pemilihan umum kepala daerah yang ditetapkan oleh

lembaga yang berwenang.

(6) Program siaran iklan kampanye tunduk pada peraturan perundang-

undangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye

yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu program

siaran yang terkait dengan program Pilkada adalah kampanye. Kampanye dapat

berbentuk iklan yang biasa disebut iklan kampanye. Pengaturan mengenai iklan

kampanye menurut Pasal 71 SPS program siaran iklan kampanye tunduk pada

peraturan perundang-unangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang

kampanye yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.

Selain itu, untuk mengingatkan keharusan bagi lembaga penyiaran masa

Pilkada 2018 mematuhi regulasi yang ada, KPI mengeluarkan Surat Edaran

56

tentang Penyiaran Masa Pilkada 2018. Surat edaran yang dikeluarkan tanggal

12 Februari 2018 tersebut ditujukan kepada seluruh Direktur Utama Lembaga

Penyiaran dan ditembuskan kepada seluruh KPI Daerah yang ada di Indonesia.

Dalam Surat Edaran tersebut, KPI menyampaikan bahwa:

Sehubungan dengan dimulainya masa pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil

Walikota 2018, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat perlu

menyampaikan beberapa hal terkait penyiaran kepada seluruh lembaga

penyiaran televisi dan radio demi mendukung dan melancarkan

penyelenggaraan Pilkada 2018.

Dalam Surat Edaran tersebut KPI menekankan bahwa lembaga penyiaran

yang melakukan kegiatan penyiaran pada masa Pilkada 2018 wajib mematuhi

ketentuan-ketentuan sebagai berikut.

1. Masa Kampanye

1.1. Lembaga Penyiaran wajib mengedepankan prinsip

keberimbangan dan proporsionalitas dalam penyiaran

pemilihan 2018 dalam bentuk:

- Penayangan Peserta Pemilihan 2018 sebagai

narasumber maupun materi pemberitaan

- Kehadiran Peserta Pemilihan 2018 sebagai bagian

dalam program siaran.

1.2. Lembaga Penyiaran dilarang menayankan Peserta Pemilihan

2018 sebagai pemeran sandiwara seperti sinetron, drama,

film, dan/atau bentuk lainnya.

1.3. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan Peserta Pemilihan

2018 sebagai pembawa progrm siaran.

1.4. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan iklan kampanye

selain yang dibiayai oleh Penyelenggara Pilkada.

1.5. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan Peserta Pemilihan

2018 sebagai pemeran iklan selain yang dibiayai oleh

Penyelenggara Pilkada.

1.6. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan ―ucapan selamat‖

oleh Peserta Pemilihan 2018

2. Masa Tenang

2.1. Lembaga Penyiaran dilarang menyiarkan seluruh ketentuan

yang diatur pada poin 1.

2.2. Lembaga Penyiaran dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak

Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon

57

dan/atau Tim Kampanye yang menguntungkan atau

merugikan Pasangan Calon.

2.3. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan kembali debat

terbuka

2.4. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan kembali liputan

kegitan kampanye.

2.5. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan jajak pendapat

tentang Pasangan Calon Peserta Pemilihan 2018.

3. Hari Pemilihan

3.1. Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan jajak pendapat

tentang Pasangan Calon Peserta Pemilihan 2018.

3.2. Penayangan hasil hitung cepat dapat dilaksanakan setelah

Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditutup pada pukul 13.00

waktu setempat.

Menindaklanjuti surat edaran KPI Pusat di atas yang ditembuskan kepada

seluruh KPID di Indonesia, KPID Sulawesi Selatan mengeluarkan Surat

Keputusan Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Terkait Perlidungan Kepentingan Publik Terhadap Pengawasan Pemberitaan,

Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,

Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2018

yang ditujukan kepada seluruh Pimpinan Lembaga Penyiaran se-Sulawesi

Selatan.

Dalam Pasal 2 Surat Edaran KPID Sulawesi Selatan tersebut disebutkan

bahwa Keputusan ini bertujuan untuk memberikan petunjuk pelaksanaan

terkait perlindungan kepentingan publik, siaran jurnalistik, iklan dan siaran

Pemilihan Umum Kepala Daerah yang digunakan oleh Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Selatan dalam menerapkan Pedoman Perilaku

Penyiaran dan Standar Program Siaran.

Adapun yang diatur dalam Surat Keputusan KPID Sulawesi Selatan

tersebut yang menyangkut progrma siaran adalah:

58

a. Perlindungan Kepentingan Publik

b. Netralitas isi program siaran jurnalistik

c. Siaran iklan dan siaran iklan kampanye

d. Siaran Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah

g. Urgensi Pengawasan Siaran Pemilihan Kepala Daerah

Untuk memastikan siaran Pemilihan Kepala Daerah yang dilakukan oleh

lembaga penyiaran berjalan sesuai dengan aturan yang ada, maka harus

dilakukan pengawasan. Pengawasan tersebut bertujuan untuk memastikan

semua pihak memiliki akses yang sama terhadap lembaga penyiaran, sekaligus

agar lembaga penyiaran dimanfaatkan secara adil, proporsonal, dan profesional

oleh semua yang bertarung dalam pemilihan kepala daerah sehingga paling

tidak akan meminimalisir kemungkinan terjadinya gesekan dan kegaduhan

politik yang bisa mencederai proses demokrasi.

Menurut Aswar Hasan dkk (2010:42) bahwa:

Secara garis besar dapat dijelaskan bahwa yang menjadi fokus

pengawasan siaran kampanye Pemilu/Pemilukada meliputi aspek

legalitas lembaga penyiran, conten siaran termasuk pemanfaatan anak-

anak dalam iklan kampanye, durasi dan frekuensi iklan, presentase siaran

iklan, serta waktu dan jam siaran karena terkait dengan larangan

menyiarkan iklan kampanye pada jam tayang anak. Di samping itu, juga

soal pelaksanaan jajak pendapat (pooling), penghitungan cepat (quit

count), ketaatan pada prinsip-prinsip jurnalistik, serta larangan

melakukan blocking program/segmen.

Mengingat salah satu sumber penghasilan media atau televisi dari iklan,

dan pasangan calon ingin lebih dikenal lewat media, ini bisa menjadi celah

media untuk tidak netral dalam kontestasi politik dan terseret dalam

kepentingan politik pencitaan calon tertentu. Menurut Henry Subiakto dan

59

Rachmah Ida (2015:194) kepentingan politik para bakal calon walikota, bupati

atau gubernur terhadap media mungkin tampaknya melulu untuk kepentingan

popularitas, karena semakin populer seseorang yang sering dilansir oleh media,

semakin punya kans besar untuk terpilih.

Lebih lanjut Menurut Henry Subiakto dan Rachmah Ida (2015:195)

menyatakan bahwa bagi perusahaan media, selama itu membayar dan cash

flow yang jelas, isi maupun arah informasi bisa di-create atau diciptakan untuk

kepentingan pihak yang bermain dalam politik.

Mengutip pendapat Henry Subiakto dan Rachmah Ida (2015:196) yang

menyatakan bahwa ... kekhawatiran media tidak objektif atau pernyataan media

harus objektif sebaiknya tidak dilihat dalam konteks jika media berpihak atau

tidak objektif, maka media akan merusak sistem demokrasi dan pembodohan

politik terhadap rakyat; melainkan ketidakobjektifan media atau keberpihakan

media sebaiknya juga dilihat sebagai bentuk upaya media untuk meneguhkan

konsentrasi kapital monopolinya, sekaligus upaya istitusi media memperbesar

profitnya dengan menggunakan situasi politik yang krusial untuk kepentingan

sepihak.

Jadi dalam pandangan penulis, alasan mengapa televisi perlu diawasi

dalam pemilihan kepala daerah agar televisi bisa berlaku adil, proporsional,

tidak berpihak sehingga informasi yang diterima oleh publik tidak salah. Selain

itu, untuk memastikan bahwa izin penggunaan frekuensi yang merupakan

sumber daya alam terbatas digunakan sebesar-sebarnya untuk kepentingan

publik sebagai pemegang kedaulatan, dan pengawasan tersebut sebagai sarana

60

untuk dapat memberikan penghargaan bagi lembaga penyiaran yang berjasa

dalam upaya memberikan informasi yang sehat kepada publik, serta

memberikan sanksi bagi lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran

sesuai dengan aturan yang berlaku.

h. Sanksi dan Cara Penegakannya

Sanksi yang dapat diberikan kepada lembaga penyiaran yang melakukan

pelanggaran sebagaimana yang diatur dalam UU Penyiaran ada dua yaitu

sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi administratif yang dimkasud di

atas dapat berupa: teguran tertulis, penghentian sementara mata acara yang

bermasalah setelah melalui tahap tertentu, pembatasan durasi dan waktu siaran,

denda administratif, pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu, tidak

diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran, pencabutan izin

penyelenggaraan penyiaran

Sementara dalam Peraturan KPI tentang Standar Program Siaran (SPS)

disebutkan pasal dan jenis sanksi administratif yang dikenakan. Adapun jenis

pelanggaran dan sanksi administratifnya sebagai berikut:

1) Sanksi Administratif

a) Teguran tertulis

Jenis sanksi teguran tertulis dikenakan pada program siaran yang

melanggar cukup banyak. Berdasarkan Pasal 79 SPS ada 60 (enam

puluh) pasal, tapi khusus pelanggaran yang terkait program pemilihan

kepala daerah hanya ada 1 (satu) pasal, yaitu Pasal 71

61

(1) Program siaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi

peliputan Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala

Daerah.

(2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para

peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala

Daerah.

(3) Program siaran dilarang memihak salah satu peserta pemilihan

Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah.

(4) Program siaran dilarang dibiayai atau disponsori oleh peserta

Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah,

kecuali dalam bentuk iklan.

(5) Program siaran wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan,

serta peraturan dan kebijakan teknis terkait Pemilihan Umum

dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah yang ditetapkan oleh

lembaga yang berwenang.

(6) Program siaran iklan kampanye tunduk pada peraturan perundang-

undangan, serta peraturan kebijakan teknis tentang kampanye yang

ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.

Jangka waktu pengenaan sanksi administratif berupa teguran

tertulis pertama dan kedua atas pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga

penyiaran paling sedikit selama 7 (tujuh) harin kalender.

Dalam hal lembaga penyiaran tidak memperhatikan teguran

pertama dan kedua, KPI akan memberikan sanksi administratif lain

sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 75 ayat (2).

Cara pemberian sanksi administratif berupa teguran tertulis

disebutkan dalam Pasal 85 ayat (1) SPS yang berbunyi ―penjatuhan

sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama dan kedua dapat

dilakukan oleh KPI tampa melalui tahapan klarifikasi dari lembaga

penyiaran‖

Jadi dapat dipahami bahwa apabila lembaga penyiaran dalam

menyajikan program siaran yang dianggap melanggar oleh KPI/KPID,

maka KPI/KPID bisa langsung melayangkan surat teguran kepada

62

lembaga penyiran yang bersangkutan tampa harus mendapatkan

klarifikasi dari lembaga yang bersangkutran.

b) Penghentian sementara

Adapun program siaran yang melanggar dan dikenakan sanksi

administratif berupa penghentian sementara mata acara yang bermasalah

setelah melalui tahap tertentu ada 12 (dua belas) dan tidak ada yang

menyebutkan terkait dengan siaran pemilihan kepala daerah.

Berdasarkan Pasal 80 ayat (2) disebutkan bahwa selama waktu

pelaksanaan sanksi administratif penghentian sementara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) di atas berlangsung, lembaga penyiaran dilarang

menyajikan program siaran dengan format sejenis pada waktu siar yang

sama atau waktu lain.

Tata cara pemberian sanksi administratif penghentian sementara

program siaran diatur dalam Pasal SPS berikut:

1) Pasal 85

(2) Penjatuhan sanksi administratif di luar ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dilakukan

melalui tahapan klarifikasi dengan ketentuan sebagai berikut:

a. KPI menyampaikan surat undangan pemeriksaan

pelanggaran kepada lembaga penyiaran yang diduga

melakukan pelanggaran setelah ditetapkan dalam rapat

pleno KPI;

b. Setiap lembaga penyiaran yang diminta melakukan

klarifikasi wajib memenuhi undanga KPI dan diwakili

oleh redaksi dan/atau pejabat pengambil keputusan

yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap

program siaran yang melanggar;

c. Dalam hal lembaga penyiaran tidak memenuhi

undangan dari KPI dan/atau hanya memberikan

klarifikasi secara tertulis, maka lembaga penyiaran

yang bersangkutan dianggap telah menggunakan

63

haknya untuk menyampaikan klarifikasi terhadap

pelanggaran yang dilakukan;

d. Sidang pemeriksaan pelanggaran dipimpin oleh Ketua,

Wakil Ketua atau Anggota KPI yang ditunjuk untuk

memimpin sidang pemeriksaan;

e. Sidang pemeriksaan pelanggaran dihadiri sekurang-

kurangnya 2 (dua) orang Anggota KPI dan dituangkan

dalam berita acara Pemeriksaan yang ditandatangani

oleh perwakilan lembaga penyiaran dan Anggota KPI

yang hadir;

f. Sidang pemeriksaan pelanggaran dilakukan secara

tertutup, didokumentasikan secara administratif, dan

tidak diumumkan kepada publik;

g. Dokumen pemeriksaan, bukti rekaman pelanggaran,

dokumen temuan pemantauan, dan berita acara

pemeriksaan menjadi bahan bukti dalam penjatuhan

sanksi; dan

h. Hasil pemeriksaan pelanggaran selanjutnya dilaporkan

ke rapat pleno KPI yang akan memutuskan dan/atau

menetapkan jenis sanksi administratif yang dijatuhkan

atas pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga

penyiaran.

2) Pasal 86

(1) Penjatuhan setiap jenis sanksi administratif wajib dilakukan

oleh KPI dalam rapat pleno.

(2) Rapat pleno penjatuhan sanksiadministratif dilakukan oleh

KPI selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah proses

pemeriksaan pelanggaran.

(3) Penetapan jenis sanksi administrarif sebagaimana yang

dimaksud pada Pasal 85 ayat (2) dilakukan dengan

mempertimbangkan hasil klarifikasi yang didukung dengan

bukti-bukti yang meliputi: bukti aduan, bukti rekaman,

dan/atau bukti hasil analisis.

(4) Keputusan rapat pleno penjatuhan sanksi administratif

sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 85 ayat (2)

dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh

Anggota KPI yang menghadiri rapat pleno.

3) Pasal 89

(1) Keputusan penjatuhan sanksi administratif dibuat dalam surat

keputusan KPI

(2) Surat keputusan KPI mengenai sanksi administratif

sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 85 ayat (2) diberikan

dalam sidang khusus KPI dengan agenda penyampaian

penjatuhan sanksi admnistratif.

(3) Sidang khusus KPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di

atas wajib dihadiri oleh lembaga penyiaran yang diwakili

64

oleh direksi dan/atau pejabat pengambil keputusan yang

berwenang dan bertanggung jawab terhadap rogram siaran

yang melanggar.

(4) Proses sidang khusus penyampaian keputusan dituangkan

dalam berita acara yang ditandatangani oleh pihak lembaga

penyiaran dan Anggota KPI yang hadir.

4) Pasal 90

(1) Lenmbaga penyiaran berhak mengajukan keberatan atas surat

keputusan KPI mengenai sanksi administratif.

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas

disampaikan kepada KPI secara tertulis paling lambat 3 (tiga)

hari kerja terhitung sejak tanggal surat keputusan mengenai

sanksi administratif KPI diterima.

(3) KPI wajib mempelajari kebertan yang disampaikan oleh

lembaga penyiaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat

(1).

(4) Tanggapan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) di atas

diputuskan melalui rapat pleno yang dilengkapi dengan berita

acara rapat.

(5) KPI wajib menyampaikan tanggapan atas keberatan lembaga

penyiaran secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari setelah

rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas

dilaksanakan.

(6) Isi tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) di atas

dapat berupa diterima atau ditolak keberatan.

(7) Bila rapat pleno memutuskan keberatan diterima, KPI

mengubah dan/atau memperbaiki surat keputusan KPI

mengenai sanksi administratif.

(8) Jika lembaga penyiaran mengajukan keberatan atas sanksi

administratif, maka pelaksanaan surat keputusan KPI

mengenai sanksi administratif dapat dilaksanakan setelah KPI

menyampaikan keputusan berupa tanggapan atas keberatan

yang diajukan oleh lembaga penyiaran.

(9) Hak mengajukan keberatan atas surat keputusan KPI

mengenai sanksi administrasi hanya dapat dilakukan 1 (satu)

kali.

5) Pasal 91

(1) KPI wajib membuat dokumen rekapitulasi penjatuhan sanksi

administratif setiap lembaga penyiaran.

(2) KPI wajib mengumumkan kepada publik setiap sanksi

administratif yang dijatuhakan kepada lembaga penyiaran.

(3) KPI dapat menyampaikan dokumen rekapitulasi sanksi

administratif yang telah diberikan kepada lembaga penyiaran

kepada publik dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.

65

(4) Dokumen rekapitulasi sanksi administratif menjadi dasar

pertimbangan bagi KPI dalam memproses perpanjangan izin

penyelenggaraan penyiaran.

c) Pembatasan durasi dan waktu siaran

Pemberian sankasi administratif berupa pembatasan durasi dan

waktu siar pada lembaga penyiran yang program acaranya melakukan

pelanggaran disebutkan pada Pasa 80 ayat (3) SPS yang menyebutkan

bahwa:

Dalam hal lembaga penyiaran tidak melaksanakan ketentuan

sebagaimana dimaksud ayat (1), setelah diberikan peringatan

tertulis, maka program siaran yang mendapat sanksi administratif

penghentian sementara tersebut dikenakan sanksi administratif lain

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 75 ayat (2).

Dari bunyi pasal tersebut di atas diketahui bahwa sanksi

administratif pembatasan durasi dan waktu siaran diberikan kepada

lembaga penyiaran yang tidak melaksanakan ketetapan KPI/KPID berupa

lembaga penyiaran dilarang menyajikan program siaran dengna format

jenis pada waktu siar yang sama atau waktu lain. Apabila lembaga

penyiran tetap menyajikan program siaran dengna format jenis pada

waktu siar yang sama atau waktu lain yang telah mendapatkan sanksi

administratif penghentian sementara program siaran maka oleh

KPI/KPID memberikan sanksi administratif pembatasan durasi dan

waktu siaran kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.

Jadi sanksi administratif pembatasan durasi dan waktu siaran

merupakan sanksi lanjutan dari sanksi administrasi sebelumnya yang

berupa penghentian sementara mata acara yang bermasalah. Apabila

66

sanksi sebelumnya itu tidak dilaksanakan oleh lembaga penyiaran yang

melakukan pelanggaran tersebut.

d) Sanksi denda administratif

Sanksi denda administratif yang dia atur dalam PSP ada 3 (tiga)

Pasal yakni Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83. Adapun pelanggaran dan

besaran sanksi denda administratif adalah sebagai berikut:

a. Pasal 81

program siaran iklan niaga yang melebihi 20% (dua puluh per

seratus) dari seluruh waktu siaran per hari sebagaimana dimaksud

pada Pasal 58 ayat (2), setelah mendapat teguran tertulis sebanyak

2 (dua) kali, dikenai sanksi administratif berupa denda administratif

untuk jasa penyiaran radio paling banyak Rp. 100.000.000,-

(seratus juta rupiah) dan untuk jasa penyiaran televisi paling

banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

b. Pasal 82

Program siaran iklan rokok yang disiarkan di luar pukul 21.30 –

05.00 waktu setemapat sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 ayat

(1), setelah mendapat teguran tertulis sebanyak 2 (dua) kali, dikenai

sanksi administratif berupa denda administratif untuk jasa

penyiaran radio paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta

rupiah) dan untuk jasa penyiaran televisi paling banyak Rp.

1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

c. Pasal 83

Lembaga penyiaran swasta yang tidak menyediakan waktu siaran

untuk program siaran iklan layanan masyarakat paling sedikit 10%

(sepuluh per seratus) dari seluruh waktu siaran iklan niaga per hari

sebagaimana dimaksud pada Pasal 60 ayat (1), setelah

mendapatkan teguran tertulis sebanyak 2 (dua) kali, dikenai sanksi

administratif berupa denda administratif untuk jasa penyiaran radio

paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan untuk

jasa penyiaran televisi paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu

milyar rupiah).

Dari 3 (tiga) pasal tersebut di atas tidak ada yang menyebutkan

secara eksplisit mengenai pelanggaran program siaran Pilkada. Adapun

cara pemberian sanksi denda administratif adalah disebutkan dalam

Pasal 87 SPS sebagai berikut:

67

(1) Sanksi denda administratif di luar ketentuan sebagaimana diatur

pada Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83 dapat dijatuhkan berdasarkan

sanksi denda administratif yang diatur dalam Undang-Undang

Penyiaran, Peraturan Pemerintah, serta Pedoman Perilaku

Penyiaran dan Standar Program Siaran.

(2) Pembayaran denda administratif dilakukan oleh lembaga penyiaran

paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak surat keputusan

penjatuhan sanksi denda administratif diterima.

(3) Pembayaran denda administratif oleh lembaga penyiaran dilakukan

pada kantor kas negara sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(4) Dalam pelaksanaan sanksi denda administratif yang dibayarkan

kepada kas negara, KPI melakukan koordinasi dengan Kementerian

Keuangan RI untuk memperoleh laporan pembayaran pelaksanaan

sanksi denda administratif.

(5) Lembaga penyiaran wajib menyampaikan salinan tanda bukti

pembayaran denda administratif kepda KPI dan KPI wajib

mencatat serta membuat laporan keunagan tentang pembayaran

denda administratif secara berkala sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

e) Sanksi pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu

Sanksi pembekuan kegiatan siaran untuk sementara waktu bagi

lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran disebutkan pada Pasal

84 SPS yang berbunyi:

Dalam hal lembaga penyiaran swasta tidak melaksanakan denda

administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, Pasal 82, dan

Pasal 83 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender setelah

denda administratif dijatuhkan, maka sanksi ditingkatkan menjadi

pembekuan kegiatan siaran sampai dipenuhinya kewajiban

membayar denda administratif

Dari bunyi pasal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa sanksi

pembekuan kegiatan siaran untuk sementara waktu bagi lembaga

penyiaran yang melakukan pelanggaran diberikan apabila denda

administratif yang harusnya dibayar oleh lembaga penyiaran yang

68

melakukan pelanggaran tidak membayar denda administratif tersebut

dalam jangka 30 hari kalender setelah denda dijatuhkan.

Adapun cara pemberian sanksi pembekuan kegiatan siaran untuk

sementara waktu bagi lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran

disebutkan dalam Pasal 88 SPS sebagai berikut:

(1) Sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk waktu

tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin penyelenggaraan

penyiaran hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan

pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan disebabkan

terjadinya pelanggaran oleh lembaga penyiaran dilakukan oleh KPI

berdasarkan keputusan rapat pleno dan dilengkapi dengan berita

acara rapat.

(3) Dasar penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan untuk

penetapan sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk

waktu tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin

penyelenggaraan penyiaran dilakukan sesuai dengan peraturan

perundang-uandangan yang berlaku.

f) Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran

Mengenai pelanggaran yang dapat diberikan sanksi administratif

tidak diberikan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran, tidak ada

yang disebutkan secara eksplisit dalam regulasi penyiaran. Tapi paling

tidak hal yang berkaitan dengan sanksi administratif ini, disinggung

dalam Pasal 91 SPS yang menyebutkan bahwa:

(1) KPI wajib membuat dokumen rekapitulasi penjatuhan sanksi

administratif setiap lembaga penyiaran.

(2) KPI wajib mengumumkan kepada publik setiap sanksi administratif

yang dijatuhakan kepada lembaga penyiaran.

(3) KPI dapat menyampaikan dokumen rekapitulasi sanksi

administratif yang telah diberikan kepada lembaga penyiaran

kepada publik dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.

(4) Dokumen rekapitulasi sanksi administratif menjadi dasar

pertimbangan bagi KPI dalam memproses perpanjangan izin

penyelenggaraan penyiaran.

69

Dari bunyi pasal tersebut di atas, setidaknya dapat diketahui bahwa

pemberian sanksi administratif berupa tidak diberikan perpanjangan izin

penyelenggaraan penyiaran bagi lembaga penyiaran yang ingin

melakukan perpanjangan izin, maka dokumen rekapitulasi penjatuhan

sanksi administratif bagi lembaga penyiran yang bersangkutan, menjadi

dasar bagi KPI/KPID dalam memproses perpanjangan izin lembaga

penyiaran.

Artinya bahwa KPI/KPID bisa saja tidak memberikan rekomendasi

perpanjangan izin penyelenggaran penyiaran kepada lembaga penyiran

yang telah banyak melakukan pelanggaran.

g) Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran

Pencabutan izin penyelenggaran penyiaran (IPP) merupakan sanksi

administratif yang paling berat. Sanksi administrati pencabutan IPP

disebutkan dalam Pasal 88 SPS sebagai berikut:

(1) Sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk waktu

tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin penyelenggaraan

penyiaran hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan

pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan disebabkan

terjadinya pelanggaran oleh lembaga penyiaran dilakukan oleh KPI

berdasarkan keputusan rapat pleno dan dilengkapi dengan berita

acara rapat.

(3) Dasar penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan untuk

penetapan sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk

waktu tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin

penyelenggaraan penyiaran dilakukan sesuai dengan peraturan

perundang-uandangan yang berlaku.

Meskipun sanksi administratif telah diatur dalam UU Penyiran, dan

P3SP tapi tampaknya sanksi tersebut belum berjalan secara optimal

70

sehingga tidak meberikan efek jera bagi lembaga penyiaran yang

melakukan pelanggaran. Ini menunjukkan adanya persolan. Menurut

Juhdariksawan (2013:144-146) bahwa:

Persoalan yang kemudian lahir dari penerapan sanksi administratif

ini anatara lain berkisar pada faktor kewenangan. Jika selama ini

Komisi Penyiaran Indonesia hanya bertindak sebagai regulator,

maka kewenangan eksekutor yang seharusnya juga melekat

padanya tidak berlaku efektif secara keseluruhan. Sebagai contoh,

teguran-teguran tertulis yang telah diajukan oleh KPI tidak menjadi

―alat jera‖ karena berbagai bentuk pelanggaran yang menjadi dasar

teguran tersebut tetap saja dilakukan. Jika suatu acara diberikan

sanksi administratif, hal itu tidak menghentikan penyelenggaraan

penyiaran untuk tidak berbuat hal yang sama pada mata acara

lainnya. Sehingga KPI seharusnya tidak menerapkan sanksi

administratif tersebut dalam konteks per mata acara siaran yang

melanggar, akan tetapi terhadap pelaku penyelenggara penyiaran,

dalam hal ini yang bertanggung jawab secara keseluruhan atas isi

siaran dan penyelenggaraan penyiaran.

Kelemahan sifat eksekutorial KPI juga diperlemah oleh rezim

perizinan yang harus berbagi dengan pemerintah. Hal ini

mengakibatkan lembaga penyiaran tidak merasa terlalu terikat pada

kewenangan KPI karena masih tereduksi oleh peran pemerintah

yang mengeluarkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan Izin

Stasiun Radio. Sehingga wajar jika sampai saat ini ancaman sanksi

administratif berupa pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran

masih bersifat keniscayaan.

Persoalan lainnya adalah baik KPI maupun pemerintah, sama-sama

tidak pernah mengatur secara jelas batasan-batasan tentang kapan

dan bagimana bentuk sanksi administratif dijatuhkan.Terdapat

kesan kuat adanya kekhawatiran atau keengganan memberikan

sanksi yang cukup berat terhadap berbagai pelanggaran akibat

fenomena reformasi penyelenggaraan pemerintaha yang anti

―pembredelan‖ atas nama kebebasa pers. Padahal antara pers

(cetak) dan penyiaran terdapat perbedaan yang sangat signifikan,

terletak pada penggunaan spektrum frekuensi sebagai ranah publik.

Dari penjelasn di atas, dapat dipahami bahwa ternyata sanksi

administratif yang dapat diberikan oleh KPI dan KPID kepada lembaga

penyiaran yang melakukan pelanggaran, ternyata masih memiliki

berbagai masalah yang harus mendapatkan pemecahan sehingga tidak

71

melahirkan masalah baru yang lebih besar di kemudian hari, sehingga

dapat merugikan dan merusak tatanan penyiaran yang diharpakan dapat

menjawab berbagai persoalan di tengah-tengah masyarakat dan bangsa

Indonesia.

2) Sanksi Pidana

Selain sanksi administratif, lembaga penyiaran yang melakukan

pelanggaran terhadap regulasi penyiaran dapat pula dikenakan sanksi pidana.

Adaupun sanksi pidana bagi lembaga penyairan yang melanggar aturan

sebagaimana diatur dalam UU Penyiaran sebagai berikut:

1. Pasal 57

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar

rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp

10.000.000.000,00 (sepuluh milyar) untuk penyiaran televisi, setiap

orang yang:

b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17

ayat (3)

c. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18

ayat (2);

d. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30

ayat (1)

e. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36

ayat (5)

f. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36

ayat (6)

2. Pasal 58

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

untuk penyiaran radio dan dipidana penjara dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp

5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) untuk penyiaran televisi

setiap orang:

b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18

ayat (1);

c. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33

ayat (1)

72

d. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34

ayat (4)

e. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46

ayat (3)

3. Pasal 59

Setiap orang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 46 ayat (10) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk penyiaran radio dan

paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) untuk

penyiaran televisi.

Apabila ada tindak pidana yang dilakukan berdasarkan UU Penyiaran,

maka penyidikannya dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana. Hal tersebut disebutkan dalam UU Penyiaran Pasal 56 ayat (1)

yang berbunyi ― penyidikan terhadap tindak pidana yang diatur dalam Undang-

undang ini dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana‖. Dan pada ayat (2) disebutkan ―khusus bagi tindak pidana yang terkait

dengan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5)

huruf b dan huruf e, penyidikan dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil

sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku.‖

4. Komisi Penyiaran Indonesia dan Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah

a. Dasar Hukum Pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia

Indonesia merupakan negara hukum, sehingga dalam setiap kegiatan dan

segala urusan termasuk dalam pembentukan lembaga negara harus berdasarkan

aturan yang ada sebagai dasar hukumnya. Tujuanya agar lembaga negara

tersebut tidak dianggap sebagai sesuatu yang ilegal. Olehnya itu dasar hukum

itu penting, sebagai dasar keabsahan dan legitimasi akan keberadaan lembaga

tersebut.

73

Menurut Jimly Asshiddiqie (2014:121) bahwa ―dasar hukum ataupun

landasan hukum adalah legal basis atau legal ground, yaitu norma hukum yang

mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat

dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum.‖

Dasar hukum pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia yang

selanjutnya disingkat KPI ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2002 Tentang Penyiaran (UU Penyiaran). Dalam Pasal 6 ayat (4) UU

Penyiaran disebutkan bahwa untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk

sebuah komisi penyiaran. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tujuan

pembentukan KPI berdasarkan UU Penyiaran adalah untuk urusan

penyelenggaraan penyiaran di Indonesia.

Meski sudah jelas dasar hukum pembentukan KPI sebagai lembaga

negara yang khusus mengurusi urusan penyelenggaraan siaran di Indonesia,

namun beberapa pakar mencoba mengutarakan pandangannya terkait

pembentukan KPI. Pandangan itu misalnya diutarakan oleh Judhariksawan,

guru besar ilmu hukum yang juga mantan Komisioner KPID Provinsi Sulawesi

Selatan dan KPI Pusat.

Menurut Judhariksawan (2013:7) bahwa ―spirit pembentukan KPI adalah

pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh

sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun

kepentingan kekuasaan.‖

Sementara Menurut Agus Sudibyo (Zainal Arifin Mochtar, 2016:97-98)

bahwa setidaknya ada 4 (empat) faktor dibalik hadirnya KPI, yaitu.

74

Pertama, daulat publik atas ranah publik. Berangkat dari tesis bahwa

negara tidak boleh mempunyai kepentingan pada dirinya sendiri, yang

terlepas dari kepentingan rakyat. Titik pijaknya, ranah penyiaran adalah

ranah publik. Praktik penyiaran menggunakan spektrum frekuensi yang

merupakan properti publik. Kegiatan penyiaran juga merupakan wahana

bagi masyarakat untuk menyalurkan kebebasan berpendapat, ekspresi

budaya dan untuk melakukan komunikasi politik. Oleh karena itu,

intervensi pemerintah harus dibatasi pada ranah penyiaran dan

masyarakat harus diberi peran lebih besar untuk mengaturnya. Hal yang

selain dimaknai secara politik, daulat publik atas ranah penyiaran juga

dimaknai secara sosial, yakni daulat rakyat atas penciptaan ruang publik

media yang sesuai dengan kepentingan, minat dan hajat hidup orang

banyak. Di sini konten siaran media penyiaran secara umum harus

menggambarkan kepentingan, minat dan nilai masyarakat yang menjadi

pemirsanya. Nilai yang dimiliki masyarakat secara luas dan tidak

segmented.

Kedua, sebagai bentuk kontrol kekuasaan, KPI tentu saja dibentuk untuk

melakukan checks and balance terhadap kekuasaan eksekutif dalam

mengatur media dan penyiaran. Paling tidak, jika belajar dari Orde Baru

dan Orde Lama yang diwarnai pola kepemilikan media yang monolistik,

mobilisasi media untuk mendukung proyek-proyek pemerintah,

kecenderungan penyeragaman isi siaran, retriksi-retriksi kebebasan

berpendapat dan berbicara melalui media penyiaran.

Ketiga, lebih beragamnya pemilik dan konten siaran. Hal bisa tercapai

dengan melakukan demokratisasi di wilayah penyairan yakni membatasi

pemusatan kepemilikan media, membatasi kepemilikan silang,

membatasi siaran nasional dan mewajibkan media televisi nasional untuk

melakukan siaran berjaringan. Pembatasan yang bertujuan untuk

mengurangi monopoli, karena monopoli kepemilikan tidak kondusif bagi

upaya untuk menjaga keutamaan-keutamaan media penyiaran sebgai

ranah publik. Monopoli kepemilikan hampir selalu identik dengan

monopoli informasi dan monopoli legitimasi politik-ekonomi.

Keempat, desentralisasi dunia penyiaran. Jika selama ini daerah hanya

dianggap sebagai ―pemirsa‖, maka ini menumbuhkan semangat dan

optimisme baru tentang perkembangan radio dan televisi lokal’ berikut

dampak-dampak positinya terhadap perkembangan ekonomi daerah. UU

Penyiaran mengubah sistem penyiaran nasional, sebagaimana yang

berlangsung selama ini, menjadi sistem penyiaran lokal dan berjaringan.

Dengan desentralisasi industri penyiaran, secara prinsip industri

penyiaran seharusnya tidak hanya melihat daerah sebagai pasar. Namun,

daerah mesti dikembangkan sebagai sentra-sentra baru industri

penyiaran, dan orang-orang daerah perlu diberi kesempatan untuk

mengembangkan potensi penyiaran di daerahnya.

75

b. Komisi Penyiaran Indonesia Sebagai Lembaga Negara Independen

Lembaga negara merupakan sesuatu yang mutlak keberadaanya dalam

sebuah negara berdaulat. Karena lembaga negara tersebut yang menjalankan

fungsi negara. Lembaga negara dibentuk untuk menyelenggarakan urusan

kenegaraan sesuai dengan tugas, wewenang, fungsi, hak, dan kewajiban

masing-masing lembaga negara.

Menurut Marwan Mas (2018:196) bahwa ―secara sederhana lembaga

negara dapat diartikan sebagai organ atau badan kenegaraan yang mengemban

fungsi menyelenggarakan pemerintahan negara. Organ negara atau badan

negara itulah yang diberikan tugas dan fungsi mengemban dalam sistem

penyelenggaraan negara.‖

Lebih lanjut Marwan Mas (2018: 197) menyebutkan bahwa secara umum

tugas dan wewenang lembaga negara antara lain:

1. Membantu menjalankan roda pemerintahan negara

2. Menjaga kestabilan atau stabilitas keamanan, politik, hukum HAM,

dan budaya

3. Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif, aman, dan harmonis.

4. Menjadi badan penghubung antara negara dan rakyatnya.

5. Menjadi sumber inspirator dan aspirator rakyat.

6. Memberantas tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme

Lembaga negara di Indonesia ada yang dibentuk berdasarkan UUD 1945,

undang-undang, atau peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang

seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden (Kepres), atau Peraturan

Menteri. Salah satu lembaga negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang

adalah KPI. Menurut UU Penyiaran Pasal 7 bahwa:

(1) Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4)

disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI

76

(2) KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur

hal-hal mengenai penyiran

(3) KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI

Daerah dibentuk di tingkat provinsi.

(4) Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya,

KPI pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, dan

KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi.

Dari bunyi pasal tersebut di atas, diketahui bahwa KPI merupakan sebuah

lembaga negara independen yang mengatur hal mengenai penyiaran. Menurut

Zainal Arifin Mochtar (2016:97) bahwa ―...salah satu ide besar di balik

pembentukan lembaga negara independen untuk mengurusi perihal penyiaran

ini, adalah mengurangi kepemilikan media penyiaran di tangan konglomerasi

media.‖

KPI sebagai lembaga negara independen harus menjaga independesinya

agar tidak menjadi subordinat dari cabang kekuasaan lain khususnya eksekutif.

Menurut Judhariksawan (2013:9) bahwa: indepeden dimaksudkan untuk

mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah

publik harus dikelola oleh sebuah lembaga yang bebas dari intervensi modal

maupun kepentingan kekuasaan. Semenara Jimly Asshidiqie (Zainal Arifin

Mochtar, 2016:137) menyebutkan bahwa:

Secara subtantif independensi yang harus dimiliki oleh suatu lembaga

negara independen setidaknya mencakup tiga hal: (1) independensi

institusional atau struktural; (2) independensi fungsional, tercermin

dengan proses pengambilan keputusan, yang memiliki tujuan independen

dan instrumen independennya bisa diterapkan oleh lembaga itu secara

mandiri; dan (3) independensi administratif, dalam bentuk independensi

keuangan dan independensi personalia.

Lembaga negara independen, tentu memiliki ciri tersendiri yang

membedakannya dengan lembaga negara lain. Zainal Arifin Mochtar

77

(2013:64) menyebutkan bahwa ada 8 (delapan) karakteristik/ciri lembaga

negara independen.

Pertama, lembaga yang lahir dan ditempatkan tidak menjadi bagian dari

cabang kekuasaan yang ada, meskipun pada saat yang sama ia menjadi

lembaga independen yang mengerjakan tugas yang dulunya dipegang

oleh pemerintah; Kedua, proses pemilihannya melalui seleksi dan bukan

oleh political appointee, atau dalam kaidah khusus tidak melalui

monopoli satu cabang kekuasaan tertentu, akan tetapi melibatkan

lembaga negara lain dalam kerangka checks and balance. Bisa juga

diserahkan sepenuhnya kepada segmentasi tertentu di publik untuk

memilih perwakilannya, intinya tidak melibatkan kekuatan politik.

Ketiga, proses pemilihan dan pemberhentiannya hanya bisa dilakukan

berdasarkan pada mekanisme yang ditentukan oleh aturan yang

mendasarinya; Keempat, meski memegang kuasa sebagai alat negara,

tetapi proses deliberasinya sangat kuat, sehingga baik keanggotaan,

proses pemilihan dan pelaporan akan kinerjanya didekatkan dengan

rakyat selaku pemegang kedaulatan negara, baik secara langsung kepada

masyarakat maupun secara tidak langsung melalui parlemen; kelima,

kepemimpinan yang bersifat kolegial dan kolektif dalam pengambilan

setiap keputusan kelembagaan yang berkaitan dengan tugas dan

fungsinya.

Keenam, bukan merupakan lembaga negara utama yang dalam kaidah

tampa keberadaannya negara mustahil berjalan. Tetapi bukan berarti

tidak penting untuk ada. Keberadaannya tetap penting karena tuntutan

masa transisi maupun kebutuhan ketatanegaraan yang semakin konpleks.

Ketujuh, memiliki kewenangan yang lebih devolutif yakni bersifat self

regulated dalam artian bisa mengeluarkan aturan sendiri yang juga

berlaku secara umum. Kedelapan, memiliki basis legitimasi di aturan

baik konstitusi dan/atau undang-undang. Dalam artian ada basis

legitimasi di situ, meskipun kemudian dibentuk dengan undang-undang

saja untuk lembaga yang ada di konstitusi dan peraturan pemerintah saja

untuk lembaga yang ada di undang-undang.

Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa KPI dibentuk untuk

melakukan checks and balance terhadap kekuasaan eksekutif dalam mengatur

media dan penyiaran. Menurut Jimly Asshiddiqie (2015:281) Sistem checks

and balance dimaksudkan untuk mengimbangi pembagian kekuasaan yang

dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga

pemegang kekuasaan tertentu atau terjadi kebuntuan dalam hubungan antar

78

lembaga. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan suatu kekuasaan selalu ada peran

tertentu dari lembaga lain.

Menurut Judharikshawan (2013:8) karena frekuensi adalah milik publik

yang sipatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya untuk

kepentingan publik. Sebesar-besarnya untuk kepentingan publik artinya adalah

media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi yang sehat.

Sementara Danrivanto Budhijanto (2013:75-76) menyatakan bahwa

pengaturan penyiaran di Indonesia memiliki pokok-pokok pemikiran sebagai

berikut:

1. Penyiaran harus mampu menjamin dan melindungi kebebasan

berekspresi atau mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis,

termasuk menjamin kebebsan berkreasi dengan bertumpu pada asas

keadilan, demokrasi, dan supremasi hukum.

2. Penyiaran harus mencerminkan keadilan dan demokrasi dengan

menyeimbangkan antara hak dan kewajiban masyarakat ataupun

pemerintah, termasuk hak asasi setiap individu/orang lain;

3. Memperhatikan seluruh aspek kehidupan bangsa dan negara, juga

harus memperhatikan penyiaran sebagai lembaga ekonomi yang

penting dan strategis, baik dalam skala nasional maupun

internasional;

4. Mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan

informasi, khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital,

kompresi, komputerisasi, televisi kabel, satelit, internet, dan

bentuk-bentuk khusus lain dalam penyiaran;

5. Lebih memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial

dan berpartisipasi dalam memajukan penyiaran naional; karenanya

dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia yang diharpakan dapat

menampung aspirasi masyarakat dan mewakili kepentingan publik

dalam kegiatan penyiaran;

6. Penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio

dan orbit satelit geostasioner yang merupakan sumber daya alam

yang terbatas sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif

dan efiesien; dan

7. Pengembangan penyiaran diarahkan pada terciptanya siaran yang

berkualitas, bermartabat, mampu menyerap, dan merefleksikan

aspirasi masyarakat yang beraneka ragam, untuk meningkatkan

79

daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk nilai budaya

asing.

c. Keanggotaan Komisi Penyiaran Indonesia dan Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah

Pengertian Anggota KPI tidak ditemukan secara eksplisit dalam UU

Penyiaran, namun pengertian tersebut dapat ditemukan dalam Peraturan

Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan

Komisi Penyiaran Indonesia. Dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan KPI ini,

disebutkan bahwa anggota KPI adalah seseorang yang dipilih oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan secara administratif ditetapkan

oleh Presiden untuk KPI Pusat serta seseorang yang dipilih oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan secara administratif ditetapkan oleh

Gubernur untuk KPI Daerah.

Adapun jumlah anggota KPI Pusat dan KPI Daerah, UU Penyiaran telah

menentukannya. Hal itu disebutkan dalam Pasal 9 sebagai berikut:

(1) Anggota KPI Pusat berjumlah 9 (sembilan) orang dan KPI Daerah

berjumlah 7 (tujuh) orang;

(2) Ketua dan wakil ketua KPI dipilih dari dan oleh anggota;

(3) Masa jabatan ketua, wakil ketua dan anggota KPI Pusat dan KPI

Daerah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1

(satu) kali masa jabatan berikutnya;

(4) KPI dibantu oleh sekretariat yang dibiayai oleh negara;

(5) Dalam melaksanakan tugasnya, KPI dapat dibantu oleh tenaga ahli

sesuai dengan kebutuhan;

(6) Pendanaan KPI Pusat bersal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara dan pendanaan KPI Daerah bersal dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah.

80

Syarat untuk menjadi anggota KPI disebutkan dalam Pasal 10 ayat (1)

UU Penyiaran yang berbunyi untuk dapat diangkat menjadi anggota KPI harus

dipenuhi syarat sebagai berikut:

a. Warga negara Republik Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa;

b. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

c. Berpendidikan sarjana atau memiliki kompetensi intelektual yang

setara;

d. Sehat jasmani dan rohani

e. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;

f. Memiliki kepedulian, pengetahuan dan/atau pengalaman dalam

bidang penyiaran;

g. Tidak terkait langsung atau tudak langsung dengan kepemilikan

media massa;

h. Bukan anggota legislatif dan yudikatif

i. Bukan pejabat pemerintah; dan

j. Non partisan

Adapun yang memilih angota KPI Pusat dan KPI Daerah disebutkan

dalam Pasal 10 ayat (2) UU Penyiaran bahwa: Anggota KPI Pusat dipilih oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan KPI Daerah dipilih oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat memalui uji

kepatutan dan kelayakan secara terbuka.

Setelah terpilih 9 (sembilan) anggota KPI Pusat yang dipilih oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Indonesia dan 7 (tujuh) anggota KPI Daerah yang dipilih

oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, maka mereka ditetapkan

secara administratif. Berdasrkan Pasal 10 ayat (3) UU Penyiaran disebutkan

bahwa: ―anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden atas

usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan anggota KPI Daerah

81

secara administratif ditetapkan oleh Gubernur atas usul Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Provinsi.‖

Sementara mengenai kapan anggota KPI berhenti sebagai anggota KPI,

Pasal 10 ayat (4) UU Penyiaran menyebutkan bahwa: anggota KPI berhenti

karena:

a. Masa jabatan berakhir;

b. Meninggal dunia;

c. Mengundurkan diri;

d. Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

memperoleh kekuatan hukum tetap; atau

e. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1).

Mengenai cara pergantian apabila anggota KPI berhenti, Pasal 11 UU

Penyiaran menyebutkan bahwa:

(1) Apabila anggota KPI berhenti dalam masa jabatannya karena

alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b,

huruf c, huruf d dan huruf e, yang bersangkutan digantikan oleh

anggota pengganti sampai habis masa jabatannya;

(2) Penggantian anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh

Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

dan anggota KPI Daerah secara administratif ditetapkan oleh

Gubernur atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

(3) Ketentuan mengenai tata cara penggantian anggota KPI

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh KPI.

d. Fungsi, Wewenang, Tugas dan Kewajiban Komisi Penyiaran

Indonesia

Fungsi Komisi Penyiaran Indonesia disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1)

UU Penyiaran bahwa KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi

mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiran. Dari

rumusan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa KPI dan KPID mempunyai

82

fungsi untuk mewakili kepentingan masyarakat Indonesia dalam bidang

penyiaran yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Sementara wewenang KPI dalam Pasal 8 ayat (2) UU Penyiaran

disebutkan bahwa dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1), KPI mempunyai wewenang:

a. Menetapkan standar program siaran;

b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;

c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiran

serta standar program siaran;

d. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman

perilaku penyiaran serta standar program siaran;

e. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah,

lembaga penyiran dan masyarakat

Sementara tugas KPI disebutkan dalam Pasal 8 ayat (3) bahwa KPI

mempunyai tugas dan kewajiban:

a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan

benar sesuai dengan hak asasi manusia;

b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;

c. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga

penyiaran dan industri terkait;

d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan

seimbang;

e. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan,

serta kritik dan aspirasi masyarakat terhadap penyelenggaraan

penyiaran; dan

f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang

menjamin profesionalitas di bidang penyiran.

e. Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Keberadaan Sekeretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah merupakan

hal yang sangat perlu, demi mendukung pelaksanaan tugas yang diemban oleh

KPID di wilayah Propinsi. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU Penyiaran yang

menyebutkan bahwa KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang dibiayai oleh

83

negara. Berdasarkan Perturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2008

Tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Sekretariat Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Pasal 2 yang menyebutkan:

(1) Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi KPI

Daerah, dibentuk Sekretariat KPI Daerah di Provinsi.

(2) Sekretariat KPI Daerah merupakan bagian dari perngkat Daerah

sebagai unsur pemberian pelayanan administratif KPI Daerah.

(3) Pembentukan Sekretariat KPI Daerah di tetapkan dengan peraturan

Daerah dan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri ini.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Perturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organiasi dan Tatakerja Sekretariat

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, adapun yang memimpin Sektetariat KPID

adalah Kepala Sekretariat. Kepala sekeretariat KPID secara ungsional

bertanggung jawab kepada KPID dan secara administratif Kepada Kepala

Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Demi menjalankan tugasnya memberikan pelayanan administratif kepada

KPID, sekretariat menyelenggaran fungsi:

a. Penyusunan program Sekretariat KPI Daerah;

b. Fasilitasi penyiapan program KPI Daerah;

c. Fasilitasi dan pemberian pelayanan teknis KPI Daerah;

d. Pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian, perlengkapan,

rumah tangga dan ketatausahaan di lingkungan KPI Daerah

Mengenai eselon, pengangkatan dan pemberhentian dilingkup sekretariat

KPID disebutkan pula dalam Perturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun

2008 tentang Pedoman Organiasi dan Tatakerja Sekretariat Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah, sebagai berikut: kepala Sekretariat KPI Daerah jabatan

Eselon III.a, dan Kepala Subbagian pada sekretariat adalah jabatan Eselon

IV.a. Kepala sekretariat diangkat dan diberhentikan oleh Kepala daerah atas

84

usul Sekretris Daerah. Pejabat struktural eselon IV dan pegawai lainnya

dilingkungan Sekretariat KPI Daerah, diangkat dan diberhentikan oleh Kepala

Daerah atau Pejabat lain yang diberi kewenangan oleh Kepala Daerah atas usul

Kepala Sekretariat KPI Daerah.

Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri ini disebutkan

bahwa dalam menjalankan tugasnya, setiap unsur di lingkungan Sekretariat

KPI Daerah wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan

simplifikasi baik di lingkungan Sekretariat maupun dalam hubungannya

dengan Instansi Pemerintah dan/atau Instansi lain

5. Pemilihan Kepala Daerah

a. Pengertian dan Pentingnya Pemilihan Kepala Daerah Langsung

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang di dalam Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati

dan Walikota menjadi Undang-Undang. Dalam UU tersebut tidak disebut

sebagai Pemilihan Kepala Daerah tetapi disebut sebagai Pemilihan Gubernur

dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil

Walikota. Dalam Pasal 1 angka 1 UU Pilkada disebutkan bahwa:

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta

Walikota dan Wakil Walikota yang sekanjutnya disebut Pemilihan

adalah pelaksanaan kedaultan rakyat di wilayah provinsi dan

kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati

dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung

dan demokratis.

85

Indonesia sebagai negara demokrasi yang meletakkan kedaulatan di

tangan rakyat untuk menetukan pemimpinnya sendiri. Bukan hanya pemimpin

dalam lingkup negara secara nasional, tapi juga dalam lingkup daerah propinsi

dan kabupaten/kota. Cara yang ditempuh untuk menentukan pemimpin di

daerah adalah dengan memilih langsung kepala daerah. Pemilihan langsung

Kepala Daerah oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan ini sering disebut

pemilihan kepala daerah, yang disingkat Pilkada. Menurut Fajlurrahman Jurdi

(2018:110) bahwa Pemilihan Kepala Daerah ini merupakan tuntutan akan

demokrasi di tingkat lokal, agar rakyat di daerah dapat menentukan sendiri

―siapa yang memimpin‖ mereka selama 5 (lima) tahun.

Sementara Sodikin (2014:178) berpandangan ―secara umum dikatakan

bahwa Pemilihan Kepala Daerah secara langsung itu lebih demokratis.‖

Mengutip pendapat Mexsasai Indra, Sodikin mengemukakan bahwa:

Setidaknya ada 2 (dua) alasan mengapa gagasan pemilihan langsung

dianggap perlu. Pertaman, untuk lebih membuka pintu bagi tampilnya

Kepala Daerah yang sesuai dengan kehendak mayoritas rakyat sendiri.

Kedua, untuk menjaga stabilitas pemerintahan agar tidak mudah

dijatuhkan di tengah jalan.

Menurut AAGN Ari Dwipayana (Sirajuddin dkk, 2016:140-141) bahwa

setidaknya ada beberapa kondisi yang mendorong Pilkada dilakukan secara

langsung.

Pertama, pengaturan Pilkada langsung menawarkan sejumalah manfaat

dan segaligus harapan bagi pertumbuhan pendalaman dan perluasan

demokrasi lokal. Demokrasilangsung melalui Pilkada akan membuka

ruang aspirasi yang lebih luas bagi warga dalam proses demokrasi dan

menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal dibandingkan dengan

sistem demokrasi perwakilan yang lebih banyak meletakkan kuasa untuk

menetukan rekruitmen calon di tangan segelintir orang di DPRD.

86

Kedua, dari sisi kompetisi politik, pilkada langsung memungkinkan

munculnya secara lebih lebar preferensi kandidat-kandidat yang bersaing

serta memungkinkan masing-masing kandidat berkompetisi dalam ruang

yang lebih terbuka dibandingkan ketertutupan yang sering terjadi dalam

demokrasi perwakilan. Pilkada langsung bisa memberikan sejumlah

harapan pada uapaya pembalikan ―syndrome‖ dalam demokrasi

perwakilan yang ditandai dengan model kompetisi yang tidak fair,

seperti: praktik politik uang (money politic). Ketiga, sistem pemilihan

langsung akan memberi peluang bagi warga untuk mengaktualisasi hak-

hak politiknya secara lebih baik tampa harus direduksi oleh kepentingan-

kepentingan elite politik seperti yang kasat mata muncul dalam sistem

demokrasi perwakilan. Setidaknya, melalui konsep demokrasi langsung,

warga di aras lokal akan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh

semacam pendidikan politik; training kepemimpinan politik dan

sekaligus mempunyai posisi yang setara untuk terlibat dalam

pengambilan keputusan politik.

Keempat, Pilkada langsung memperbesar harapan untuk mendapatkan

figur pemimpin yang aspiratif, kompeten, legitimate. Karena melalui

Pilkada langsung, kepala daerah yang terpilih akan lebih berorentasi pada

warga dibandingkan pada segelintir elite di DPRD. Dengan demikian

Pilkada mempunyai sejumlah manfaat, berkaitan dengan peningkatan

kualitas tanggung jawab pemerintah daerah pada warganya yang pada

akhirnya akan mendekatkan kepala daerah dengan masyarakat. Kelima,

kepala daerah yang terpilih malaui Pilkada akan memiliki legitimasi yang

kuat sehingga akan terbangun perimbangan kekuatan (check and

balances) di daerah; anatara kepala derah dengan DPRD. Perimbangan

kekuatan ini akan meminimalisasi penyalahgunaan kekuasaan seperti

muncul dalam format politik yang monolitik.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Pilkada merupakan

pemenuhan hak dan kedaulatan rakyat di daerah untuk memilih secara

langsung pemimpinnya. Hal tersebut penting dilakukan, agar dapat melahirkan

pemimpin yang betul-betul keinginan rakyat di daerah, sehingga pemimpin

yang terpilih memiliki kedekatan dengan rakyat dan memahami persoalan yang

dihadapi sehingga dapat memberikan solusi jitu atas persoalan yang ada.

Dengan demikian, kesejahteraan rakyat di daerah dapat diwujudkan sehingga

tercipta kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan arah yang telah

87

digariskan oleh para pendiri bangsa yang berlandaskan pada Pancasila dan

UUD NRI Tahun 1945.

Mengenai persamaan Pilkada dengan Pemilu, menurut Ni’matul Huda

dan Imam Nasef (2017:247-249) bahwa.

Apabila menggunakan pendekatan perbandingan, maka ditemukan bahwa

terdapat sejumlah persamaan unsur antara Pilkada dan Pemilu sebagai

berikut. Pertama, sama seperti pemilu, asas Pilkada langsung adalah

―langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 2 UU No. 1/2015 sebagaimana telah diubah dengan UU No.

8/2015. Kedua, sama dengan pemilu, waktu atau periode

penyelenggaraan Pilkada langsung oleh pembentuk undang-undang

ditetapkan setiap lima tahun sekali secara serentak,sebagaimana diatur

dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 8/2015. Ketiga, sama seperti Pemilu,

jabatan yang diisi melalui Pilkada sesungguhnya juga jabatan yang

masuk kategori jabatan yang diisi dengan cara pemilihan (elected

official). Dalam Pemilu, jabatan yang dipilih adalah anggota DPR, DPD,

Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPRD, sedangkan dalam Pilkada

langsung jabatan yang dipilih adalah Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah. Persamaan lain antara Pilkada langsung dengan Pemilu dalam

kaitannya dengan pengisian jabatan adalah sama-sama ditujukan untuk

memilih Pemimpin Pemerintahan. Jika Pemilu salah satunya ditujukan

untuk memilih Pemimpin Pemerintah di tingkat pusat, yaitu Presiden dan

Wakil Presiden, maka Pilkada adalah untuk memilih Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah sebagai pemimpin pemerintah dalam skala yang

lebih kecil, yaitu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Keempat, sama seperti Pemilu, peserta Pilkada adalah partai politik dan

perseorangan. Peserta Pilkada langsung adalah perseorangan yang

diusulkan oleh partai politik, seperti halnya pula peserta perseorangan

dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai

politik. Hanya saja, dalam Pilkada langsung tidak hanya partai politik

saja yang diperbolehkan mengusulkan, tetapi calon perseorangan atau

calon independen pun diperbolehkan. Kelima, sama seperti Pemilu,

badan yang diberikan kewenangan untuk menjadi penyelenggara Pilkada

adalah KPU sebagai unsur penyelenggara dan Bawaslu sebagai

pengawasnya.

Keenam, sama seperti Pemilu, badan yang diberikan kewenangan untuk

menyelesaikan perselisihan tentang hasil Pilkada adalah Mahkamah

Konstitusi.Kewenangan MK dalam mengadili dan memutus perselisihan

hasil Pilkada langsung sudah diberikan oleh pembentuk undang-undang

sejak tahun 2008 berdasarkan UU No. 12/2008, setelah sebelumnya

perselisihan hasil Pilkada langsung diselesaikan di MA. Bahkan setelah

MK mengeluarkan Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 yang menyatakan

88

lembaga kekuasaan kehakiman tersebut tidak lagi berwenang mengadili

perselisihan hasil Pilkada, UU No. 8/2015 masih memberikan kewengan

itu kepada MK, sampai dengan terbentuknya badan peradilan khusus.

Terakhir badan yang diberikan kewenangan untuk membuat regulasi atau

bertindak selaku regulator dalam Pilkada langsung sebenarnya sama

dengan badan yang diberikan kewenangan untuk membuat regulasi atau

bertindak selaku regulator Pemilu, yaitu KPU. Sebelum dibentuk UU

No.22/2007, memang pembentuk undang-undang melalui UU No.

32/2004 masih menentukan regulator Pilkada langsung adalah

pemerintah yang diberikan kewenangan menerbitkan peraturan

pemerintah. Namun sejak Pilkada langsung dimasukkan sebagai rezim

Pemilu maupun sesudah tidak lagi dimasukkan sebagai rezim Pemilu,

regulator Pilkada yang ditetapkan oleh undang-undang tetaplah KPU

yang menerbitkan seluruh peraturan mengenai Pilkada langsung.

Berdasarakan unsur-unsur sebagaimana diuraikan di atas, dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara Pilkada

dan Pemilu. Bahkan dapat dikatakan bahwa Pilkada sangat identik

dengan Pemilu sebagaimana ketentuan Pasal 22E UUD 1945.

b. Asas-Asas Pemilihan Kepala Daerah

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah

dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 2 yang berbunyi bahwa ―Pemilihan

dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas Langsung, Umum, Bebas,

Rahasia, Jujur dan Adil.

Menurut Ni’matul Huda dan Imam Nasef (2017:247) bahwa ―Pilkada

secara langsung dapat dikonstruksikan sebagai Pemilu.‖ Sehingga dalam

pandangan mereka unsur-unsur yang ada dalam Pilkada sebenarnya sama

dengan unsur-unsur dalam Pemilu.

Mengenai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil,

Fajlurrahman Jurdi (2018:28-32) menjelaskan sebagai berikut:

1) Langsung

Langsung berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara

langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati

nuraninya, tampa perantara. Hak itu tidak diwakilkan kepada

89

sesorang. Penggunaan hak direct, langsung kepada siapa yang mau

diberikan kekuasaan.

2) Umum

Umum berarti pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi

persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 (tujuh

belas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut memilih dalam

pemilihan umum. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung

makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua

warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tampa

diskriminasi (pengecualian) berdasarkan acuan suku, agama, ras,

golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial.

3) Bebas

Bebas berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas

menentukan pilihannya tampa tekanan dan paksaan dari siapa pun.

Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin

keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan hati nurani

dan kepentingannya.

4) Rahasia

Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin

bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan

dengan jalan apa pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat

suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa

suaranya diberikan.

5) Jujur

Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum,

penyelenggara/pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta

pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta

semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap

dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku.

6) Adil

Adil berarti dalam menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan

partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta

bebas dari kecurangan pihak mana pun.

c. Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah

Untuk bisa melaksanakan pemilihan kepala daerah dengan baik, maka

dibutuhkan sebuah lembaga khusus yang bertanggung jawab terlaksananya

kegitan pesta domokrasi tersebut dengan baik. Adapun lembaga yang diberikan

tugas untuk melaksanakan hal tersebut adalah.

90

1) Komisi Pemilihan Umum

Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan sebuah lembaga

penyelenggara pemilihan umum dan pemilhan kepala daerah,

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 UU Pilkada bahwa:

a. Penyelenggaraan pemilihan menjadi tanggung jawab bersama

KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota

b. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh

KPU Provinsi.

c. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota

dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota

Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur meliputi:

a. Merencanakan program dan anggaran;

b. Merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur

c. Menyususn dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi,

KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan

memperhatikan pedoman dari KPU

d. Menyususn dan menetapkan pedoman teknis untuk

setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur

dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

e. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan

mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan dengan

memperhatikan pedoman dari KPU

f. Menerima datar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota

dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur.

g. Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data

kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh

Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:

1. Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah

2. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,

dan

3. Pemilihan, serta menetapkannya sebagai daftar

pemilih

91

h. Menetapkan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang

telah memenuhi persyaratan;

i. Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi

pernghitungan suara Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan

suara di KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi

yang bersangkutan;

j. Membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat

hasil penghitungan suara serta wajib menyerahkannya

kepada saksi peserta pemilihan dan Bawaslu Provinsi;

k. Menerbitkan keputusan KPU Provinsi untuk

mengesahkan hasil pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur dan mengumumkannya;

l. Mengumumkan pasangan calon Gubernur dan calon

Wakil Gubernur terpilih dan membuat berita acaranya;

m. Melaporkan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur kepada KPU dan Menteri;

n. Menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu

Provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan

pelanggaran pemilihan;

o. Mengenakan sanksi administratif dan/atau

menonaktikan sementara anggota KPU

Kabupaten/Kota, Sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai

sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan

tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan

penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan rekomendasi

Bawaslu Provinsi dan/atau ketentuan peraturan

perundang-undangan;

p. Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur dan/atau yang berkaitan

dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada

masyarakat;

q. Melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh KPU;

r. Memberikan pedoman terhadap penetapan organisasi

dan tata cara penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan

Wakil Gubernur sesuai dengan tahapan yang diatur

dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;

s. Melakukan evaluasi dan membuat laporan

penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur;

t. Menyampaikan laporan mengenai hasil Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur kepada DPRD Provinsi;

dan

u. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan

oleh KPU dan/atau ketentuan peraturan perundang-

undangan.

92

Sementara dalam Pasal 12 UU Pilkada disebutkan bahwa dalam

pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU

Provinsi wajib:

a. Melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur dengan tepat waktu;

b. Memperlakukan peserta pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur secara adil dan merata;

c. Menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur kepada masyarakat;

d. Melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan

penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur

kepada KPU dan Menteri;

f. Mengelola, memelihara dan merawat arsip/dokumen serta

melaksanakan penyusustannya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

g. Menyampaikan laopran periodik mengenai tahapan

penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur

kepada KPU dan Menteri dengan tembusan kepada Bawaslu;

h. Membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Provinsi

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

i. Menyediakan dan menyampaikan data hasil pemilihan

Gubernur di tingkat Provinsi;

j. Melaksanakan keputusan DKPP; dan

k. Melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU dan/atau

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam

pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil

Walikota meliputi:

a. Merencanakan program dan anggaran

b. Merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Bupati dan

Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;

c. Menyususn dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU

Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan

Bupat dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota

dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU

Provinsi;

93

d. Menyususn dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap

tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati

serta Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

e. Membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan Gubernur

dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati

serta Walikota dan Wakil Walikota dalam wilayah kerjanya;

f. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan

semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil

Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan dengan

memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;

g. Menerima datar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan

Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil

Walikota;

h. Memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data kependudukan

yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan

memperhatikan data terakhir:

1. Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah

2. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan

3. Pemilihan, serta menetapkannya sebagai daftar pemilih

i. Menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan

menyampaikannya kepada KPU Provinsi;

j. Menetapkan pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati serta

pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota yang telah

memenuhi persyaratan;

k. Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi

pernghitungan suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta

Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan hasil rekapitulasi

penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah

Kabupaten/Kota yang bersangkutan;

l. Membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil

penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada

saksi peserta pemilihan, Panwaslu Kabupaten/Kota dan KPU

Provinsi;

m. Menerbitkan Keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk

mengesahkan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serat

Walikota dan Wakil Walikota;

n. Mengumumkan pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati

serta pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih

dan membuat berita acaranya;

94

o. Melaporkan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta

Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri

melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;

p. Menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu

Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan

pelanggaran pemilihan;

q. Mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktikan

sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretariat KPU

Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU

Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang

mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan

Pemilihan berdasarkan rekomendasi Panwaslu

Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-

undangan;

r. Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan

dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU Kabupaten/Kota

kepada masyarakat;

s. Melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU

dan/atau KPU Provinsi;

t. Melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan

pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota

dan Wakil Walikota

u. Menyampaikan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati

serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada KPU

Provinsi, Gubernur, dan DPRD Kabupaten/Kota; dan

v. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh

KPU, KPU Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Dalam Pasal 14 UU Pilkada disebutkan bahwa KPU

Kabupaten/Kota dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta

Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota wajib:

a. Melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan

Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil

Walikota dengan tepat waktu;

b. Memperlakukan peserta pemilihan Bupati dan Wakil Bupati

serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota secara adil dan

merata;

c. Menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan

Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil

Walikota kepada masyarakat;

95

d. Melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan

penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta

Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri

melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;

f. Mengelola, memelihara dan merawat arsip/dokumen serta

melaksanakan penyusustannya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

g. Mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

h. Menyampaikan laopran periodik mengenai tahapan

penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta

Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri

melalui Gubernur, kepada KPU melalui KPU Provinsi serta

menyampaikan tembusan kepada Bawaslu Provinsi;

i. Membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU

Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

j. menyampaikan data hasil pemilihan dari tiap TPS pada

tingkat Kabupaten/Kota kepada peserta Pemilihan paling

lama 7 (tujuh) hari setelah rekapitulasi di Kabupaten/Kota;

k. Melaksanakan keputusan DKPP; dan

l. Melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU, KPU

Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Badan Pengawas Pemilihan Umum

Salah satu yang juga tergolong sebagai penyelenggara Pilkada

adalah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Dalam

pemilihaan Gubernur dan Wakil gubernur, yang mempunyai

tanggung jawab untuk melakukan pengawasan adalah Bawaslu

Provinsi. Berdasarkan UU Pilkada, Bawaslu Provinsi mempunyai

tugas dan wewenang sebagai berikut:

a. Mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilihan di wilayah

Provinsi yang meliputi:

1. Pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data

2. kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih

Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;

96

3. Pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata

cara pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur;

4. Proses penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon

Wakil Gubernur;

5. Penetapan pasangan Calon Gubernur dan Wakil

Gubernur;

6. Pelaksanaan kampanye

7. Pengadaan logistik pemilihan dan pendistribusiannya;

8. Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara dan

penghitungan suara hasil pemilihan;

9. Pengawasan seluruh proses penghitungan suara di

wilayah kerjanya;

10. Proses rekapitulasi suara dari seluruh Kabupaten/Kota

yang dilakukan oleh KPU Provinsi;

11. Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara

ulang, pemilihan lanjutan, dan pemilihan susulan; dan

12. Proses penetapan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur;

b. Mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta

melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi

arsip yang disusun oleh Bawaslu Provinsi dan lembaga

kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan

oleh Bawaslu dan Arsip Nasonal Republik Indonesia;

c. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan

peraturan mengenai Pemilihan, perundang-undangan

d. Menyampaikan temuan dan Provinsi untuk ditindaklanjuti;

laporan kepada KPU

e. Meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi

kewenangannya kepada instansi yang berwenang;

f. Menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk

mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan

adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya

tahapan penyelenggaraan Pemilihan oleh Penyelenggara di

tingkat Provinsi;

g. Mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu

tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi,

sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Propinsi yang

terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan

terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang

sedang berlangsung;

h. Mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan

pemilihan; dan

i. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh

peraturan perundang-undangan.

97

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tersebut, Bawaslu

Provinsi dapat:

1. Memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan

sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas

pelanggaran pada ayat (1) huruf f;

2. Memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas

temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung

unsur tindak pidana Pemilihan.

Sementara yang melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan

pemilihan calon Bupati dan Wakil Bupati serta calon Walikota dan

Wakil Walikota disebut panitia pengawas pemilihan yang

selanjutnya disebut Panwas Kabupaten/Kota. Panwas Kabupaten/

Kota adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang

bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan di wilayah

Kabupaten/Kota.

Berdasarkan UU Pilkada, Tugas dan wewenang Panwas

Kabupaten/Kota adalah:

a. Mengawasi tahapan penyelenggaraan yang meliputi:

1. Pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data

kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih

Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;

2. Pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata

cara pencalonan;

3. Proses penetapan pasangan Calon;

4. Pelaksanaan kampanye

5. Perlengkapan pemilihan dan pendistribusiannya;

6. Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara

hasil pemilihan;

7. Mengendalikan pengawasan seluruh proses

penghitungan suara;

8. Penyampaian surat suara dari tingkat TPS sampai ke

PPK;

98

9. Proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU

Provinsi, Kabupaten dan Kota dari seluruh Kecamatan;

dan

10. Pelaksanaan perhitungan dan pemungutan suara ualang,

pemilihan lanjutan, dan pemilihan susulan;

b. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan

peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan;

c. Menyelesaikan temuan dan laporan sengketa

penyelenggaraan pemilihan yang tidak mengandung unsur

tindak pidana;

d. Menyampaikan temuan dan laporan kepda KPU Provinsi dan

KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;

e. Meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi

kewenangannya kepada instansi yang berwenang;

f. Menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk

mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan

adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya

tahapan penyelenggaraan Pemilihan oleh Penyelenggara di

tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota;

g. Mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu

tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi dan

KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat

KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang terbukti

melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya

tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang sedang

berlangsung;

h. Mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan

pemilihan; dan

i. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh

peraturan perundang-undangan.

3) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum

Selain KPU dan Bawaslu, salah satu lembaga yang juga termasuk

dalam penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah adalah Dewan

Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Menurut Pasal 1

angka 11 UU Pilkada bahwa

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum yang

selanjutnya disingkat DKPP adalah lembaga yang bertugas

menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan umum

dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan

umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang

99

mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang

diberikan tugas dan wewenang dalam menangani pelanggaran kode

etik penyelenggara pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur

dalam Undang-Undang ini.

Dari bunyi pasal tersebut di atas diketahui bahwa DKPP

merupakan salah satu lembaga penyelenggara Pilkada yang

mempunyai tugas dan kewenangan khusus dalam menangani

pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh sesamanya

penyelenggara Pilkada, dalam hal ini KPU Provinsi dan jajarannya

ke bawah dan Bawaslu Propinsi sampai jajarannya yang paling di

bawah.

d. Peserta Pemilihan Kepala Daerah

Menurut Fajlurrahman Jurdi (2018:177) peserta adalah mereka yang

―ikut serta‖. Ikut serta bisa dilakukan dalam berbagai even kegitan.

Berdasarkan Pasal 39 UU Pilkada disebutkan bahwa peserta pemilihan adalah:

a. Calon Gubernur, Calon Bupati dan Calon Walikota yang diusulkan

oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik; dan/atau

b. Calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.

Ketentuan bagi Partai Politik atau gabungan Partai Politik agar dapat

mendatarkan pasangan calon kepala daerah disebutkan dalam Pasal 40, dan

Pasal 40A UU Pilkada sebagai berikut:

Pasal 40

a. Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan

pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan

paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima

per sen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan

100

umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah

yang bersangkutan.

b. Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam

mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan

memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh per sen) dari

jumlah kursih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , jika hasil bagi jumlah

kursih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menghailkan angka

pecahan maka perolehan dari jumlah kursi dihitungan dengan

pembulatan ke atas.

c. Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik

mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan

memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima per sen) dari

akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) , ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik

yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

d. Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengusulkan 1 (satu)

pasangan calon.

e. Perhitungan persentase dari jumlah kursi sebagaimana yang

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kecuali bagi kursi

anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Dewan

Perwakilan Rakyat Papua Barat yang diangkat.

Pasal 40A

(1) Partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 merupakan Partai

Politik yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2) Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , kepengurusan Partaii

Politik tingkat pusat yang dapat mendatarkan pasangan calon

merupakan kepengurusan partai politik tingkat pusat yang

sudah memperoleh putusan Mahkamah Partai atau sebutan

lain dan didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan

menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang hukum dan hak asasi manusia.

(3) Jika masih terdapat perselisihan atas putusan Mahkamah

Partai atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

kepengurusan partai politik tingkat pusat yang dapat

mendatarkan pasangan calon merupakan kepengurusan yang

sudah memperoleh putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dan didaftarkan serta

ditetapkan dengan keputusan menteri yang

101

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum

dan hak asasi manusia.

(4) Putusan Mahkamah Partai atau sebutan lain atau putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau ayat (3) wajib

didaftarkan ke kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling

lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terbentuknya

kepengurusan yang baru dan wajib ditetapkan dengan

keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling

lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya persyaratan.

(5) Dalam hal pendaftaran dan penetapan kepengurusan partai

politik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum selesai,

sementara batas waktu pendataran pasangan calon di KPU

Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota akan berakhir,

kepengurusan partai politik yang berhak mendaftarkan

pasangan calon adalah kepengurusan partai politik yang

tercantum dalam keputusan terakhir menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum

dan hak asasi manusia.

Sementara untuk calon kepala daerah yang akan maju lewat jalur

perseorangan ketentuannya disebutkan pada Pasal 41 UU Pilkada sebagai

berikut.

(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon

Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat

dukungan jumlah penduduk mempunyai hak pilih dan termuat

dalam daftar pemilih tetap pada pemilihan umum atau pemilihan

sebelumnya yang paling akhir di daerah bersangkutan, dengan

ketentuan:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar

pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus

didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada datar

pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai

dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling

sedikit 8,5% (delapan setengah persen);

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar

pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai

dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung

paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);

102

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang temuat pada daftar

pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa

harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen);

dan

e. Jumlah dukungan sebagimana dimaksud pada huruf a, huruf

b, huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh

persen) jumlah kabupaten/kota di Provinsi dimaksud

(2) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati

dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil

Walikota jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang

mempunyai hak pilih dan temuat dalam daftar pemilih tetap di

daerah bersangkutan pada pemilihan umum atau pemilihan

sebelumnya yang paling akhir, dengan ketentuan:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada

daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima

puluh ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh

persen);

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada

datar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh

ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus

didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada

daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa

sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung

paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang temuat pada

daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus

didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan

e. Jumlah dukungan sebagimana dimaksud pada huruf a, huruf

b, huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh

persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud.

(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat

dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotocopi Kartu

Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan yang diterbitkan

oleh dinas kependudukan dan catatan sipil yang menerangkan

bahwa penduduk tersebut berdomisili di wilayah administratif yang

sedang menyelenggarakan pemilihan paling singkat 1 (satu) tahun

dan tercantum dalam DPT pemilihan umum sebelumnya di provinsi

atau kabupaten/kota dimaksud.

(4) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan

kepada 1 (satu) pasangan calon perseorangan.

103

B. Penelitian Terdahulu

Sejauh pengamatan penulis, terdapat beberapa hasil karya ilmiah dalam

bentuk tesis terkait dengan pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran

Indonesia maupun Komisi Penyiaran Indnesia Daerah, terdapat beberapa tesis

yang meneliti dan mengkajinya. Namun, penelitian-penelitian terdahulu

berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan ini. Sebagai bahan

perbandingan, penulis tampilkan beberapa Tesis yang memiliki kemiripan

subtansi dengan Tesis yang dikaji peneliti.

Andi Adrianto, Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu

Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta, Judul Tesisnya adalah Tindakan

Komunikatif KPI Pusat Dalam Pengawasan Iklan Kampanye di Televisi (Studi

Kasus Pemilu Legislatif 2014 Periode 16 Maret - 5 April 2014). Penulis dalam

penulisan tesis tersebut fokus pada iklan kampanye pada masa 21 hari terhitung

dari tanggal 16 Maret sampai 5 April 2014. Penulis menganalisis tindakan

komunikatif dilakukan regulaor penyiaran yakni Komisi Penyiaan Indonesia

dalam melakukan pengawasan iklan kampaye Pemilu Legislatif tahun 2014

khususnya pada masa kampanye dengan pokok pembahasan tentang Kegiatan

Komsi Penyiaran Inonesia dalam mengawasi tayangan iklan kampanye Pemilu

legislatif 2014 dan langkah-langkah Komisi Penyiaran Indoeisa dalam

menindaklanjuti pelanggaran tayangan iklan kampanye.

104

C. Kerangka Pikir

Hak untuk mendapatkan informasi dan memilih pemimpin merupakan

hak warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Salah satu cara agar dapat mendapatkan informasi

terkait pasangan calon yang akan berlaga pada pemilihan kepala daerah melalui

lembaga penyiaran televisi. Demi mewujudkan keadilan dalam penyiaran oleh

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran),

lembaga yang diberikan tugas untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga

penyiaran adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Pusat dan Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) di tingkat provinsi.

Dalam melakukan pengawasan terhadap Penyiaran Pemilihan Kepala

Daerah yang dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi, KPI dan KPID

menggunakan Peraturan KPI yang biasa disebut Pedoman Perilaku Penyiaran

dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah sebagai variabel

berpengaruh (independent variable) yaitu pelaksanaan pengawasan, faktor

memengaruhi pengawasan. Sebagai variabel terpengaruh (dependent variable)

adalah terwujudnya penyiaran pemilihan kepala daerah yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Untuk memperjelas hubungan antar variabel tersebut, dapat digambarkan

dalam bagan kerangkan pemikiran sebagai berikut:

105

Bagan Kerangka Pikir

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Pikir

UUD NRI TAHUN 1945

UU NO. 32 TAHUN 2002

PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN DAN

STANDAR PROGRAM SIARAN

Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi

Selatan Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018

Pelaksanaan Pengawasan

a. Pengawasan Langsung

b. Pengawasan Tidak Langsung

Faktor yang Memengaruhi Pengawasan

a. Sanksi Hukum

b. Sarana dan Prasarana

c. Sumber Daya Manusia

Terwujudnya Penyiaran Pemilihan Kepala Daerah yang

Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan

106

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan tipe penelitian deskriptif kualitatif, karena

dalam penelitian ini mendeskripsikan pengawasan yang dilakukan oleh Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terkait dengan pengawasan

penyiaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dilakukan oleh lembaga

penyiaran televisi di Sulawesi Selatan.

Menurut Zainuddin Ali (2014:105) penelitian yuridis normatif yang

bersifat kualitatif, adalah penelitian yang mengacu pada norma hukum yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta

norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian tesis ini akan dilakukan di Kantor Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah Sulawesi Selatan yang beralamat di Jalan Botolempangan Nomor 48

Kota Makassar. Penelitian ini direncanakan akan dilakuan dalam jangka waktu

1 (satu) bulan terhitung sejak penelitian ini dipresentasikan dalam seminar

proposal dengan disetujui oleh para pembimbing dan penguji.

C. Fokus dan Deskripsi Fokus

Masalah pada penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Adapun

maksud dalam merumuskan masalah penelitian dengan cara memanfaatkan

fokus yaitu pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi, kedua, penetapan

107

fokus berfungsi untuk memenuhi inklusi-inklusi atau kriteria masuk-keluar

(inclution-exclution criteria) atau informasi baru yang diperoleh di lapangan.

Dalam penulisan peneltian karya llmiah tesis ini, penulis memfokuskan

penelitian pada Efektifitas pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Sulawesi Selatan terhadap program siaran Pemlihan Kepala Daerah tahun 2018

yang ditayangkan di televisi. Aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini

adala:

1. Undang-undang Penyiaran

Ingin melihat sejauh mana pelaksanan UU Penyiaran dalam mendukung

efekivitas pengawasan yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah Sulawesi Selatan terhadap progrma siaran Pemilihan Kepala

Daerah yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi di Sulawesi

Selatan pada tahun 2018.

2. P3SPS

Ingin melihat pelaksaan P3SPS di lapangan dalam hal pengawasan yang

dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan

sejauh mana efekivitas pengawasan yang dilakukan Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap progrma siaran Pemilihan

Kepala Daerah yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi di

Sulawesi Selatan pada tahun 2018.

3. Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan

Melihat sejauh mana efekivitas pengawasan yang dilakukan Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap program siaran

108

Pemilihan Kepala Daerah yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran

televisi di Sulawesi Selatan pada tahun 2018.

D. Sampel Data Penelitian

Menurut Rachmat Kriyantono (2014:153) bahwa sebagian dari

keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati inilah yang disebut

sampel. Dengan demikian dapat dipahami bahwa sampel merupakan bagian

dari populasi. Atau dengan kata lain, sampel adalah sebagian atau yang

mewakili objek yang diteliti. Sehingga sampel penelitian merupkan sebagian

dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh

populasi.

Adapun Sampel data dalam penelitian ini adalah data dari hasil

wawancara dengan Ketua, anggota, analis dan pemantau siaran (montoring)

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan serta data dari Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terkait dengan pengawasan

lembaga penyiaran televisi yang melakkan siaran pada Pemilihan Kepala

Daerah di Seulawesi Selatan Tahun 2018

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam

penelitian karena merupakan alat yang digunakan untuk mengupulkan data

agar penelitian yang dilakukan lebih mudah dan hasilnya lebih baik. Adapun

instrumen (alat) yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

109

1) Buku catatan

Buku catatan berfungsi untuk mencatat hasil penelitian yang penting dan

di luar perkiraan sebelumnya di lapangan.

2) Kamera

Kamera berfungsi untuk mendokumentasikan kejadian yang penting

dalam penelitian misalnya dokumen saat wawancara dengan narasumber.

3) Alat perekam

Alat perekam digunakan untuk merekam suara narasumber pada saat

wawancara agar tidak ada penjelasan yang luput dari catatan.

F. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik

melalui wawancara, observasi, maupun laporan dalam bentuk dokumen

tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.

2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,

buku-buku yang berhubungna dengan objek penelitian, hasil penelitian

dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-

undangan.

G. Teknik Pengumpulan Data

1) Penelitian Kepustakaan (Library Recearch)

Yaitu dengan menelaah pelaksanaan pengawsaan Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap program siaran Pilkada yang

dilakukan televisi di Sulawesi Selatan sebagaimana yang diatur di dalam

110

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Peraturan

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/03/2012 Tentang

Pedoman Perilaku Penyiaran, dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia

Nomor 02/P/03/2012 Tentang Standar Program Siaran, dan Peraturan

Perundang-Undangan yang terkait dengan Program Siaran Pilkada serta

menganalisis buku-buku dan literatur-literatur sebagai landasan teoritis

yang akan mendukung dalam menjawab permasalahan.

2) Penelitian Lapangan (Field Recearch)

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara langsung

dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini melakukan teknik Interview

(wawancara) secara langsung dengan pihak Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah Sulawesi Selatan diantaranya Ketua, beberapa Staf Monitoring

dan Staf Analisis Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan

dan beberapa pengelola televisi di Sulawesi Selatan.

H. Teknik Analisis Data

Setelah Penulis memeroleh data melalui wawancara, dan

observasi/pengamatan seperti yang tersebut di atas, kemudian diolah dan

dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif serta digeneraliskan dalam sub-sub

sesuai klasifikasi data. Maka selanjutnya untuk menghasilkan sebuah karya

ilmiah (tesis) yang terpadu dan sistematis diperlukan suatu sistem analisis data

yang dikenal dengan analisis yuridis deskriptif yaitu dengan cara

menyelaraskan dan menggambarkan keadaan yang nyata mengenai

111

pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap

program siaran Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018.

I. Rencana Pengujian Keabsahan Data

Agar data dalam penelitan kualitatif ini dapat pertanggungjawabkan

sebagai peneltian ilmiah, maka perlu dilakukan uji keabsahan data. Adapun

cara melakukan uji keabsahan data dapat dilakukan dengan.

1) Credibility

Uji Credibility (kredibilitas) merupakan uji kepercayaan terhadap data

hasil penelitian yang disajikan oleh peneliti agar hasil penelitian yang

dilakukan tidak diragukan sebagai karya ilmiah.

Hal itu dapat dilakukan dengan:

a. Meningkatkan kecermatan dalam penelitian

Dengan meningkatkan kecermatan dalam penelitian, maka

kepastian data dan urutan kronologis peristiwa dapat dicatat dengan

baik sehingga dapat disajikan dengan baik pula dalam sebuah karya

ilmiah.

b. Triangulasi

Triangulasi di sini diartiakan sebagai pengecekan data dari berbagai

sumber dengan berbagai waktu.

c. Analisis kasus negatif

Analisis kasus negatif artinya bahwa peneliti mengupulkan data

yang berbeda dan bahkan bertentangan dengan data yang telah ada

sebelumnya.

112

d. Menggunakan bahan referensi

Yang dimaksud dengan referensi di sini adalah bahan pendukung

untuk membuktikan dan menguatkan data yang telah ditemukan

sebelunya oleh peneliti. Data tersebut misalnya didukung oleh foto

atau dokumen autentik sehingga lebih bisa dipercaya.

e. Mengadakan membercheck

Membercheck bertujuan untuk menguji seberapa jauh data yang

diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Hal

itu dilakukan untuk memastikan agar data yang telah diperoleh

dapat digunakan dalam laporan berdasarkan maksud dari sumber

pemberi data.

2) Transferabiliy

Uji Transferabiliy dilakukan sebagai bentuk validasi eksternal dalam

penelitian kualitatif. Ini penting dilakukan sebagai upaya menunjukan

derajat ketepatan hasil penelitian sehingga dapat diertanggungjawabkan

secara ilmiah.

3) Dependability

Pengujian dependebility dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap

keseluruhan proses penelitian. Dengan cara auditor independen atau

pembimbing yang independen mangaudit keseluruhan aktivitas yang

dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Seperti yang

dilakukan pembimbing penulis yang melakukan audit dimulai saat

penulis menentukan masalah, terjun ke lapangan, memilih sumber data,

113

melakukan analis data, melakukan uji keabsahan data, sampai pada

pembuatan laporan hasil penelitian. Semuanya dipantau untuk

memastikan keabsahan data yang diperoleh.

4) Confirmability

Objektivitas pengujian kualitatif disebut juga dengan comfirmability

penelitian. Penelitian bisa dikatakan objekif apaila hasil penelitian telah

disepakati oleh lebih banyak orang. Penelitian kualiatif uji comfirmability

berarti menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses yang telah

dilakukan. Apabila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses

penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi

standar comfirmability.

J. Definisi Operasional

Adapun beberapa variabel yang perlu mendapatkan penjelasan adalah

sebagai berikut:

1) Pengawasan Langsung adalah Pengawasan yang dilakukan Oleh

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap Lembaga

Penyiaran Televisi yang menyajikan siaran Pemilihan Kepala Daerah,

dengan cara melakukan pengawasan secara langsung dengan menonton

program siaran yang ditayangkan di lembaga penyiaran televsi

2) Pengawasan Tidak Langsung adalah Pengawasan yang dilakukan oleh

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap Lembaga

Penyiaran Televisi yang menyajikan siaran Pemilihan Kepala Daerah,

dengan cara mendapatan laporan atau aduan dari masyarakat.

114

3) Sanksi Hukum adalah hukuman yang diberikan oleh Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Selatan kepada Lembaga Penyiaran Televisi

yang melakukan pelanggaran saat menyajikan siaran Pemilihan Kepala

Daerah.

4) Sarana dan Prasarana adalah semua fasilitas yang berkaitan dan

menunjang pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah terhadap siaran Pemilihan Kepala Daerah di

Sulawesi Selatanyang disajiakn oleh Lembaga Penyiaran Televisi .

5) Sumber Daya Manusia adalah orang/personil Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Selatan yang terlibat dalam pengawasan

siaran Pemilihan Kepala Daerah di Sulawesi Selatan yang disajiakan oleh

Lembaga Penyiaran Televisi.

115

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Profil Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah yang

berkedudukan tingkat provinsi. Anggota KPI Pusat berjumlah 9 (sembilan)

orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota KPI Daerah

berjumlah 7 (tujuh) orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Selain itu, anggaran program kerja KPI Pusat dibiayai oleh Anggaran

Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan KPI Daerah dibiayai oleh Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi.

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI dibantu oleh sekretariat tingkat eselon

II yang stafnya terdiri dari staf pegawai negeri sipil serta staf profesional non

PNS. KPI merupakan wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi

aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran harus

mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja dengan selalu

memperhatikan tujuan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 Tahun

2002 Pasal 3 bahwa: ―Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk

memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang

beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan

kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri,

116

demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran

Indonesia.‖

Untuk mencapai tujuan tersebut organisasi KPI dibagi menjadi tiga

bidang, yaitu bidang kelembagaan, struktur penyiaran dan pengawasan isi

siaran. Bidang kelembagaan menangani persoalan hubungan antar

kelembagaan KPI, koordinasi KPID serta pengembangan kelembagaan KPI.

Bidang struktur penyiaran bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis

penyiaran. Sedangkan bidang pengawasan isi siaran menangani pemantauan isi

siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media.

Mekanisme pembentukan KPI dan rekrutmen anggota yang diatur oleh

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 akan menjamin bahwa pengaturan

sistem penyiaran di Indonesia akan dikelola secara partisipatif, transparan,

akuntabel sehingga menjamin independensi KPI.

2. Visi dan Misi Komisi Penyiaran Indoneisa Daerah Sulawesi Selatan

Visi

Terciptanya sistem penyiaran di Sulawesi Selatan yang dimanfaatkan

sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kepentingan masyarakat Sulawesi

Selatan serta mendorong majunya lembaga penyiaran di Sulawesi Selatan

untuk mendukung terciptanya Sistem Penyiaran Nasional yang sesuai amanat

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002.

Misi:

1. Membangun dan memelihara tatanan informasi daerah Sulawesi

Selatan yang adil, merata dan seimbang melalui penciptaan

117

infrastruktur yang tertib dan teratur, serta arus informasi yang

harmonis antara pusat dan daerah jawa barat, antar wilayah di

daerah Sulawesi Selatan, juga antara daerah Sulawesi Selatan dan

daerah lainnya di Indonesia.

2. Mendorong lembaga penyiaran untuk menjunjung tinggi nilai nilai

religi, khasanah lokalitas, serta kearifan lokal yang telah menjadi

budaya komunikasi sosial antar anggota masyarakat Sulawesi

Selatan.

3. Mendorong lembaga penyiaran di Sulawesi Selatan untuk menjadi

lembaga yang profesional dengan mempunyai kredibilitas serta

daya saing melalui peningkatan kualitas sdm dan teknologi pada

skala nasional maupun global.

4. Mendorong masyarakat untuk menjadi khalayak yang kritis dan

rasional dalam menjamin hak masyarakat mendapatkan informasi

yang benar dan bermanfaat.

5. Menjadikan KPID Sulawesi Selatan sebagai perwujudan peran

serta masyarakat dengan tetap memelihara hubungan yang sinergis

dengan masyarakat penyiaran dan pemerintah dalam upaya

membangun kehidupan penyiaran di Sulawesi Selatan yang

demokratis dan bertanggungjawab.

118

3. Wewenang, Tugas dan Kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah Sulawesi Selatan

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan (KPID Sulsel)

merupakan bagian dari wujud peran serta masyarakat Sulsel dalam hal

penyiaran, baik sebagai wadah aspirasi maupun mewakili kepentingan

masyarakat sebagaimana disebutkan dalam UU Penyiaran. Legitimasi politik

bagi posisi KPID Sulsel dalam kehidupan kenegaraan diatur oleh UU

Penyiaran sebagai lembaga negara independen yang mengatur hal-hal

mengenai penyiaran sebagaiman disebutkan dalam UU Penyiaran. Secara

konseptual posisi ini mendudukkan KPID Sulsel sebagai lembaga kuasi negara

di daerah provinsi atau dalam istilah lain juga biasa dikenal dengan auxilarry

state institution.

Sebagai lembaga negara independen, KPID Sulsel memiliki Wewenang,

tugas dan kewajiban. Adapun yang menjadi kewenangan, tugas dan kewajiban

KPID Sulsel sebagai perpanjangan tangan KPI Pusat dalam rangka melakukan

pengaturan penyiaran yang diberikan oleh UU Penyiaran adalah sebagai

berikut.

Wewenang

1. Menetapkan standar program siaran

2. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran

(diusulkan oleh asosiasi/masyarakat penyiaran kepada KPI)

3. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran

serta standar program siaran

119

4. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman

perilaku penyiaran serta standar program siaran

5. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah,

lembaga penyiaran, dan masyarakat

Tugas dan Kewajiban

1. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan

benar sesuai dengan hak asasi manusia

2. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran

3. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga

penyiaran dan industri terkait

4. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan

seimbang

5. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan,

serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan

penyiaran

6. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang

menjamin profesionalitas di bidang penyiaran

4. Sumber Daya Manusia Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Sulawesi Selatan

Sebagai sebuah organisasi yang membutuhkan sumber daya manusia

yang melaksankan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang lembaga,

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan memiliki sumber daya

120

manusia yang bekerja dalam lembaga tersebut. Sumber daya manusia yang

bekerja pada lembaga negara independen ini terdiri atas komisioner dan staf.

Komisioner sebagaimana yang telah dibahas pada bab tinjauan pustaka

sebelumnya bahwa terdiri atas 7 orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan

kelayakan secara terbuka yang selanjutnya mereka ditetapkan secara

administratif. Berdasrkan UU Penyiaran Pasal 10 ayat (3) disebutkan bahwa:

―... anggota KPI Daerah secara administratif ditetapkan oleh Gubernur atas

usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.‖

Adapun pimpinan atau komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Sulawesi Selatan Periode 2017 sampai 2020 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Susunan Keanggotaan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi

Selatan Periode 2017-2020

No. Nama Komisioner Jabatan

1 Mattewakkan, S.IP., M.Si. Ketua

2 Drs. H. Waspada Santing, M.Sos.I.,

M.HI. Wakil Ketua

3 Herwanita, S.Sos., M.I.Kom. Koordinator Bidang

Pengawasan Isi Siaran

4 Muhammad Hasrul Hasan, S.E.,

M.M.

Koordinator Bidang Fasilitasi

dan Infrastruktur Perizinan

5 Andi Muhammad Irawan, S.S.,

M.Hum., Ph.D Anggota Bidang Perizinan

6 Arie Andyka, S.H. Anggota Bidang

Kelembagaan

7 Riswansyah Muchsin, S.H., M.H. Koordinator Bidang

Kelembagaan Sumber: KPID Sulsel, 2018

121

Sumber: KPID Sulsel, 2019

Gambar 4.1

Foto Komisioner KPID Sulsel Periode 2017-2020

Sementara staf yang bekerja pada Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2

Staf Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan

No Nama Posisi

1 Rian Oktora Prihandoko, S.I.Kom. Analis

2 Muh. Iswar Ramadhan, S.Sos., M.Si. Analis

3 Nur Hadijah, S.Sos. Monitoring

4 Andi Syurganda, S.S., MA. Monitoring

5 Ihwan, S.Sos. Monitoring

6 Ardiyanti Amiruddin, S.E. Monitoring

7 Marwah, S.Sos. Monitoring

8 Herman Pelani, S.H. Monitoring

9 Hendra, S. Sos., M.Si. Monitoring

10 Dita Haritza, S.I.Kom. Monitoring

11 Dwi Wulandari, S.I.Kom Perizinan

12 Fahreza Oktansyah, S.H. Perizinan

13 Sri Astuti, S.H. Keuangan

14 Rosmanidar Rahman, S.Pd. Keuangan

15 Fickram Azis, S.Sos. Kelembagaan

16 Iswandi Rusli, S.H. Kelembagaan

17 Gordon Kirby, S.E. Kelembagaan

18 Jordan Ofice Boy Sumber: KPID Sulsel 2018

122

5. Prosedur Perizinan Lembaga Penyiaran

Alur Mendapatkan Izin Penyiaran:

- Pemohon mengajukan permohonan ke KPID, pemda dan menteri

- Pemohon mengisi formulir

- Dilakukan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP)

- Penerbitan rekomendasi kelayakan

- Penerbitan izin penyelenggraraan penyiaran (IPP) sementara

- Diakukan uji kelayakan

- Evaluasi tim

- Menteri menerbitkan IPP tetap

Masa berlaku IPP:

- 10 Tahun untuk izin penyiaran televisi

- 5 Tahun untuk izin penyiaran radio

Retribusi:

- Nol rupiah (gratis)

KPID beralamat di Jl. Botolempangan No. 48 Lantai II, Kota Makasar

Kode Pos 90113. Tlp/Fax: [0411] 3611700, Email: [email protected].

B. Temuan Penelitian

1. Pelaksanaan Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Sulawesi Selatan Terhadap Program Pemilihan Kepala Daerah

Tahun 2018

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan (KPID Sulsel)

merupakan sebuah lembaga negara independen yang ada di Daerah Provinsi

123

Sulawesi Selatan yang melakukan pengawsan terhadap lembaga penyiaran

(Televisi dan Radio) dalam menyiarkan tayangan termasuk siaran atau program

Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah di Sulawesi Selatan.

Pengawasan ini penting agar lembaga penyiaran televisi yang melakukan

penyiaran sesuai dengan regulasi yang berlaku, sehingga keadilan dalam

penyiaran program siaran Pilkada dapat terwujud.

Khusus pada tahun 2018 di Sulawesi Selatan, penyelenggaran Pemilihan

Kepala Daerah (Pilkada) digelar untuk memilih Kepala Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan (Gubernur dan Wakil Gubernur) serta Pemilihan Kepala

Daera di 13 (tiga belas) kabupaten/kota yakni Kabupaten Bone, Kabupaten

Sinjai, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Sidrap,

Kabupaten Enrekang, Kabupaten Wajo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Pinrang.

Sedangkan Kota yang menggelar Pilkada yang memilih Walikota dan Wakil

Walikota terdiri dari Kota Pare-pare, Kota Palopo, serta Kota Makassar.

Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah, lembaga penyiaran berperan

penting dalam mensosialisasikan program calon kepala daerah sehingga dapat

menarik simpati publik yang akan menentukan hak pilihnya. Namun, tidak

semua lembaga penyiaran dapat menyiarkan program pemilihan kepala daerah.

Lembaga penyiaran dapat menyiarkan probram pemilihan kepala daerah

terlebih dahulu harus memiliki izin penyelenggaraan penyiaran (IPP).

Terkait penggunaan spectrum frekuensi untuk kepentingan penyiaran

kegiatan kampanye dan sosialisasi Pilkada serentak di Sulawesi Selatan tahun

2018 maka Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan

124

menyampaikan Lembaga Penyiaran yang bisa menyiarkan program siaran

Pemilihan Kepala Daerah.

Adapun jumlah Lembaga Penyiaran setiap daerah di Sulawesi Selatan

yang berizin KPID Sulsel, Update Februari 2018 dapat dilihat pada pada tabel

di bawah ini. (secara lengkap dapat dilihat pada lampiran).

Tabel 4.3

Jumlah Lembaga Penyiaran Yang Berizin

Komisi Peyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan

No. Daerah Kabupaten/Kota Jumlah Lembaga Penyaiaran

Televisi TV Kabel Radio

1 Makassar 9 7 19

2 Maros - 1 1

3 Gowa 6 - -

4 Pangkep - 1 -

5 Parepare 2 1 3

6 Pinrang - - 3

7 Sidrap - 2 -

8 Bantaeng - 1 1

9 Takalar 4 - 2

10 Bulukumba 1 4 2

11 Sinjai 1 - 1

12 Bone 1 3 1

13 Wajo - 3 1

14 Soppeng - 1 1

15 Selayar - 2 1

16 Enrekang - 1 -

17 Tana Toraja - - -

18 Toraja Utara - 1 -

19 Palopo 1 2 4

20 Luwu - 1 -

21 Luwu Timur - 1 -

22 Luwu Utara - 1 1

Jumlah Lembaga Penyiaran 25 33 41 Sumber: Diolah data KPID Sulsel, 2018

Dari tabel 4.3 tersebut di atas diketahui bahwa di Sulawesi Selatan cukup

banyak lembaga penyiaran berizin yang dapat menyiarkan program siaran

Pemilihan Kepala Daerah. Ada 25 (dua puluh lima) lembaga penyiaran televisi,

125

33 (tiga puluh tiga) lembaga penyiaran berlangganan (TV kabel) dan 41 (empat

puluh satu) lembaga penyiaran radio. Jadi total keseluruhan lembaga penyiaran

yang berizin yang dapat menyiarkan program Pilkada tahun 2018 di Sulsel ada

99 (sembilan Puluh sembilan). Belum lagi lembaga penyiaran yang tidak

berizin yang mungkin saja ada dan menyiarkan program siaran Pilkada secara

ilegal. Ini pun harus mendapatkan pengawasan yang serius oleh KPID Sulsel

demi tercapainya penyiaran yang yang sesuai dengan amanat UU Penyiaran

untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa

yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan

kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat mandiri,

demokratis, adil dan sejahtera serta menumbuhkan industri penyiaran

Indonesia.

Untuk lebih memahami mekanisme pemberian sanksi administrasi dapat

dilihat pada bagan berikut ini:

Sumber: KPID Sulawesi Selatan, 2019

Gambar 4.2

Mekanisme Penjatuhan Sanksi Adminstratif

126

Dari data KPID Sulsel diketahui bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan ada

25 (dua puluh lima) lembaga penyiaran televisi, 33 (tiga puluh tiga) lembaga

penyiaran berlangganan (TV kabel) dan 41 (empat puluh satu) lembaga

penyiaran radio yang memiliki izin penyelenggaraan penyiaran. Jadi total

keseluruhan lembaga penyiaran yang berizin yang dapat menyiarkan program

Pilkada ada 99 (sembilan Puluh sembilan, KPID Sulsel pada masa kampanye

Pilkada 2018, hanya melakukan pengawasan atau monitoring terhadap 3

lembaga Penyiaran Lokal, 1 Lembaga Penyiaran Publik, dan beberapa lembaga

penyiaran berjaringan yang ada di Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan

adalah purposive sampling dengan menganalisa seluruh pemberitaan,

penyiaran dan iklan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan Kepala

Daerah di Sulawesi Selatan.

Selama masa kampanye terbuka di lembaga penyiaran televisi, sejak

bulan Februari hingga Bulan Juni 2018, KPID mengawasi isi siaran televisi

dengan menggolongkan menjadi 3 kategori yaitu: pengawasan pemberitaaan,

pengawasan penyiaran, dan pengawasan iklan.

Pengawasan yang dilakukan oleh KPID Sulsel dilakukan dengan 2 (dua)

cara yakni dengan pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung.

Pengawasan langsung dilakukan dengan mengawasi pelaksanaan penyiaran di

televisi, sedangkan pengawasan tidak langsung adalah dengan melalui

pengaduan dan/atau laporan dari masyarakat, baik secara lansung datang ke

Sekretariat KPID Sulsel maupun dengan menggunakan media komunikasi yang

ada seperti telepon, e-mail dan sebagainya.

127

2. Faktor yang Mempenaruhi Efektivitas Pelaksanan penawasan

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Terhadap

Program Pemilihan Kapala Daerah Tahun 2018.

Berdasakan hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan Ketua,

Angota Komisioner, staf Analis dan staf pengawas pengawas isi siaran

(monitoring) ditemukan bahwa ada beberapa faktor mempengaruhi efektivitas

pelaksanan penawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan

dalam melakukan pengawasan terhadap program pemilihan kapala daerah

tahun 2018 yang di tayangkan di televisi.

Faktor penghambat tersebut adalah masih kurangnya sarana dan

prasarana yang dimiliki, kurangnya sumber daya manusia dalam melakukan

pengawasan, dan sanksi hukum yang diberikan belum bisa memberikan efek

jerah kepada lembaga penyiaran televisi yang melakukan pelanggaran. Dengan

demikian, KPID Sulsel belum bisa efektif dalam mengawasi lembaga

penyiaran khususnya televisi yang melakukan penyiaran Pemilihan Umum

Kepala Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan pada Tahun 2018.

Akibat dari belum efektinya pengawasan yang dilakukan oleh KPID

Suawesi Selatan terhadap program pemilihan kepala daerah yangdlakukan oleh

lembaga penyiaran televisi dapat berdampat pada adanya pelanggaran yang

dapat merugikan salah satu calon sehingga dapat menimbulkan komplit dan

mengurangi nilai demokrasi dan keadailan pada kontetasi politik yang

merupakan pesta demokrasi untuk memilih pemipin daerah sesuai dengan

keinginan rakyat tampa adanya kecurangan apapun.

128

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pelaksanaan Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Sulawesi Selatan Terhadap Program Pemilihan Kepala Daerah

Tahun 2018

a. Pengawasan Langsung

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan Sebagai

lembaga negara independen yang diberikan kewenangan untuk mengawasi

pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran dan satndar program

siaran di daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Salah satu yang menjadi objek

pengawasan KPID Sulawesi Selatan adalah terkait dengan siaran pemilihan

umum dan pemilihan umum kepala daerah.

Khusus pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang diselenggarakan di

beberapa daerah secara serentak tahun 2018 di Sulawesi Selatan, KPID

Sulawesi Selatan melakukan pengawasan atau monitoring terhadap siaran

pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh lembaga penyiaran di masa

kampanye terbuka. Hal tersebut dilakukan, mengingat media massa menjadi

sarana strategis bagi peserta calon kepala daerah untuk menyampaikan pesan

politiknya baik melalui penyiaran, iklan maupun pemberitaan. Iklan dan

pemberitaan melalui media massa signifikan dalam mendongkrak popularitas

calon dan mempengaruhi preferensi pemilih yang akan menentukan hak

pilihnya di bilik suara.

Tahun 2018, di Provinsi Sulawesi Selatan digelar 13 Pemilihan Kepala

Daerah (Pilkada) serentak. Pilkada tersebut terdiri dari pemilihan Gubernur dan

129

Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, Pemilihan bupati dan wakil bupati

di 9 Daerah Kabupaten yang terdiri dari Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai,

Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Sidrap, Kabupaten

Enrekang, Kabupaten Wajo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Pinrang. Sedangkan

pemilihan walikota dan wakil walikota dilaksanakan di Kota Pare-pare, Kota

Palopo, dan Kota Makassar.

Karena dalam pilkada tersebut, lembaga penyiaran televisi merupakan

sarana yang banyak digunakan calon kepala daerah untuk menyampaikan

program, visi dan misi untuk menarik simpati pemilih. Olehnya itu lembaga

penyiaran televisi ini perlu diawasi oleh KPID Sulsel agar tidak ada

pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi.

Pada Pilkada tahun 2018, KPID melakukan pengawasan atau monitoring

terhadap 3 lembaga Penyiaran Lokal, 1 Lembaga Penyiaran Publik, dan

beberapa lembaga penyiaran berjaringan yang ada di Sulawesi Selatan.

Lembaga penyiaran lokal yang diawasi terdiri atas Celebes TV, Fajar TV, dan

Ve Channel. Semnatara Lembaga Penyiaran Publik yang diawasi adalah TVRI

Sulawesi Selatan dan beberapa lembaga penyiaran berjaringan yang ada di

Sulawesi Selatan adalah INews TV dan Metro TV. Metode yang digunakan

adalah purposive sampling dengan menganalisa seluruh pemberitaan,

penyiaran dan iklan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan Kepala

Daerah di Sulawesi Selatan.

130

Seperti yang disampaikan, Mattewakkan selaku ketua oleh ketua KPID

Sulawesi Selatan saat penulis wawancarai di Sekretariat KPID Sulawesi

Selatan (wawancara 9 Mei 2019) menyatakan bahwa:

Pengawasan siaran pilkada dilakukan oleh KPID sebagai pengawas isi

siaran, yang diharapkan semua isi siaran itu sesuai dengan P3SPS.

Sehingga siaran yang dikonsumsi oleh masyarakat berupa siaran yang

berkualitas sehingga bisa meningkatkan kehidupan sosial mereka.

Khusus pada Pilkada tahun 2018, kita lebih fokus pada pengawasan

siaran yang terkait Pilkada itu sendiri berupa berita, informasi, hiburan,

tentang kandidat apakah dalam bentuk kampanye, penyampaian visi-

misi.

Yang pertama kita lihat adalah kontennya, apakah tidak ada

pelanggaran P3SPS. Kedua pelanggaran aturan-aturan yang sudah

ditetapkan oleh PKPU, selanjunya yang kita lihat adalah memastikan

lembaga penyiaran berlaku adil (netral) terhadap semua kontestan

pilkada. Nilai berita setiap paslon harus seimbang, kalau calon yang

satu dipuji maka paslon lain pun harus dipuji juga keberhasilannya.

Jangan calon A ditampilkan keberhasilannya dan calon lain ditampilkan

yang negatif. Kemudian waktu, memberitakan pada waktu yang sama

dan selanjutnya durasi kalau paslon A menyampaikan waktu visi

misinya setengah jam maka paslon lainpun juga harus setengah jam

pula. Begitu pula dari segi harga iklan. Semua paslon harus sama. Tidak

boleh berbeda harga iklan antara paslon yang satu dengan paslon yang

lain.

Lebih lanjut, Mattewakkan menjelaskan (wawancara 9 Mei 2019) bahwa:

Khusus pada Pilkada tahun 2018, pengawasan yang dilakukan oleh KPID

Sulsel dengan menonton semua program siaran televisi yang terkait

dengan Pilkada. Apabila ada pelanggaran maka staf pengawas isi siaran

(monitoring) mencatat pada lembaran pemantauan secara detail. Mulai

dari Stasiun TV, hari dan tanggal, Program Acara (Talkshow, Iklan,

Berita), Waktu Tayang, Narasumber (Talkshow dan Berita) Tema

Talkshow/Dialog dan Deskripsi Tayangan.

Setelah dicatat dan dideskripsikan tayangan yang terindikasi melanggar

oleh monitoring, lalu dibawa ke anlis untuk dianalisis dengan melihat

kembali pada alat perekam untuk memastikan apa betul itu sebuah

pelanggaran atau bukan. Apabila menurut analis itu betul merupakan

pelanggaran, maka analis akan mencari pasal apa saja yang dilanggar dan

selanjutnya menyampaikan ke koordinator isi siaran yang selanjutnya

dirapat plenokan oleh para Komisioner untuk menentukan jenis

pelanggaran dan sanksi yang akan diberikan kepada lembaga penyiaran

yang melakukan pelanggaran tersebut.

131

Sementara Herwanita selaku koordinator bidang pengawasan dan isi

siaran menyampaikan, (wawancara, 9 Mei 2019) bahwa:

Untuk memastikan lembaga penyiaran mematuhi aturan yang ada, kami

mengeluarkan peraturan KPID Sulawesi Selatan terkait penyiaran di

masa kampanye pilkada 2018, yang kedua melakukan diskusi dengan

stakholder terkait, KPU dan Bawaslu dan pakar komunikasi media terkait

peran media dalam mensukseskan Pilkada 2018. Hal itu dilakukan untuk

membentuk persepsi dan komitmen yang sama dalam menjaga netralitas

pada Pilkada 2018.

KPID Sulsel sebagai lembaga negara independen yang melakukan

pengawasan terhadap lembaga penyiaran yang menyelenggarakan program

siaran Pilkada Provinsi dan Pilkada Walikota Makassar. Adapun monitoring

yang dilakukan oleh KPID Sulsel terhadap lembaga penyiaran televisi yang

melakukan program siaran Pilkada pada Pemilihan Walikota Makassar. Di

awal penyiaran pemilihan walikota diikuti oleh dua pasangan calon walikota

Makassar.

Adapun kedua Pasangan calon Walikota Makassar yang akan disiarkan

oleh lembaga penyiaran televisi dapat dilihat pada di bawa ini (sebelum

pasangan DIAMI didiskualifikasi:

Sumber: KPU Kota Makassar 2018

Gambar 4.3

Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota

Makassar Tahun 2018 Sebelum Pasangan DIAMI Didiskualifikasi

132

Karena dalam proses perjalan pencalonan, Pasangan Calon Walikota dan

Wakil Walikota Makassar pasangan Muhammad Ramdhan Pomanto dan Indira

Mulyasari (DIAMI) didiskualifikasi, maka selanjutnya hanya satu pasangan

calon Walikota Makassar yakni pasangan Munafri Arifuddin dan Andi

Rahmatika Dewi (APPI CICU) yang melakukan sosialisasi dan penyiaran di

lembaga penyiaran televisi

Sumber: Google, 2018

Gamabar 4.4

Kertas Suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota

Makassar Tahun 2018 Setelah Pasangan DIAMI Didiskualifikasi

133

Dalam melakukan pengawasan terhadap program siaran yang disajikan

oleh lembaga penyiaran televisi yang dilakukan oleh KPID Sulsel, memetakan

program siaran tersebut dalam 3 (tiga) kategori itu adalah tone positif, tone

negatif dan netral.

Menurut Muhammad Iswar Ramadhan yang merupakan analis KPID

Sulsel (wawancara 8 Juli 2019) bahwa:

Tone positif artinya bahwa dalam program siaran pemilihan kepala

daerah, lembaga penyaiaran televisi senangtiasa mengangkat citra paslon

sehingga dapat meningkatkan elektabiliasnya di kalangan pemilih.

Sementara tone negatif artinya program siaran yang dilakukan oleh

lembaga penyiaran yang ditampilkan adalah kejelekan dari paslon

sehingga dapat menurunkan tingkat elektabilitas paslon tersebut.

Sedangkan program siaran yang netral artinya bahwa program siaran

yang disajikan oleh lembaga penyiaran televisi menempatkan semua

paslon pada posisi yang sama. Semua paslon mendapatkan perlakuan dan

porsi yang sama, tidak ada yang diangkat dan tidak ada pula yang

dijatuhkan.

Adapun program siaran pemilihan umum kepala daerah yang dilakukan

oleh lembaga penyiaran televisi pada Pemilihan Calon Walikota dan Wakil

Walikota Makassar tahun 2018 dapat dilihat pada grafik. Karena dalam

penulisan Tenis ini, Penulis menggunkan singkatan pasangan calon, maka agar

dapat dimengerti singkatan tersebut maka dapat dilihat pada keterangan berikut

ini:

- DIAMI : Pasangan Muhammad Ramdhan Pomanto dan Indira Mulyasari

- APPI CICU: Munafri Arifuddin dan Andi Rahmatika Dewi

134

Adapun pemberitaan yang dilakukan ole lembaga penyiaran televisi

berikut ini: (Laporan Monitoring Pilkada Per 1-12 Maret 2018).

Berita Pilwalkot Makassar (CELEBES TV)

Sumber: KPID Sulsel, 2018

Gambar 4.5

Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan Celebes TV

Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa porsi pemberitaan Pilkada

pada Pemilihan Walikota Makassar tahun 2018 yang dilakukan oleh Celebes

TV pasangan calon Appi-Cicu lebih banyak dan tonenya positif. Sedangkan

paslon Diami lebih sedikit dan itupun tonenya negatif.

Sedangakan pemberitaan yang dilakukan oleh Fajar TV pada pemilihan

Walikota Makassar tahun 2018 dapat dilihat pada tabel grafik berikut ini

0

10

20

30

40

50

60

DIAMIAPPI CICU

Netral

Positif

Negatif

Netral

135

Berita Pilwalkot Makassar (Fajar TV)

Sumber: KPID Sulsel, 2018.

Gambar 4.6

Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan Fajar TV

Dari gambar grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pemberitaan pilkada

yang dilakukanoleh Fajar TV lebih banyak memberikan porsi kepada pasangan

Diami dan semuanya tonenya positif. Sementara paslon Appi-Cicu lebih sedikit

mendapatkan porsi. Namaun demikian tetap juga mendapatkan pemberitaan

yang bertone fositif.

Sementara pemberitaan yang dilakukan oleh TVRI dapat dilihat pada

tabel berikut ini

Berita Pilwalkot Makassar (TVRI)

Sumber: KPID Sulsel, 2018.

Gambar 4.7

Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan TVRI

0

5

10

15

DIAMIAPPI CICU

Netral

Positif

Negatif

Netral

0

5

10

15

DIAMIAPPI CICU

Netral

Positif

Negatif

Netral

136

Dari grafik pemberitaan tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa

pemberitaan yang dilakukan oleh TVRI pada pemilihan Walikota Makassar

memperlihatkan bahwa media televisi ini masih netral. Pemebritaan yang

disajikan tidak ada yang berpihak kepada paslon tertentu.

Sementara pemberitaan yang dilakukan oleh Inews TV Sulsel dapat

dilihat pada gfraik berikut ini

Berita Pilwalkot Makassar (INews TV Sulsel)

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.8

Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan I-News TV

Berdasarkan grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pemberitaan yang

dilakuakn oleh lembaga penyaiaran Inews TV Sulsel tidak memberikan porsi

yang sama pada pemilihan walikota. Pasangan Diami lebih banyak

mendapatkan porsi dan semuanya positif sementara pasangan Appi-Cicu cuma

mendapatkan sedikit porsi positif dan negatinya lebih banyak.

Selnjutnya pemberitaan siaran Pilwalkot Makassar yang dilakukan oleh

Metro TV Sulsel dapat dilihat pada grafik berikut:

0

1

2

3

4

5

DIAMIAPPI CICU

Netral

Positif

Negatif

Netral

137

Berita Pilwalkot Makassar (Metro TV Sulsel)

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.9

Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan Metro TV Sulsel

Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa penyaiaran yang dilakukan

oleh Metro TV Makassar, lebih banyak memberikan porsi kepada Paslon Appi-

Cicu meski tone negatinya lebih banyak. Sementara pemberitaan yang

dilakukan oleh VE Chanel dapat dilihat pada graik di bawah ini

Berita Pilwalkot Makassar (VE Channel)

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.10

Berita Pilwalkot Makassar yang Ditayangkan VE Channel

0

0.5

1

1.5

2

DIAMIAPPI CICU

Netral

Positif

Negatif

Netral

0

0.5

1

1.5

2

DIAMIAPPI CICU

Netral

Positif

Negatif

Netral

138

Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pemberitaan yang dilakukan

oleh Ve Chanel lebih memberikan porsi yang lebih besar kepada Paslon Appi-

Cicu dan semuanya tone fositif. Sementara paslon Diami mendapatkan porsi

yang lebih sedikit, itupun anatara tone positif dan negatifnya sama.

Dari grafik pemberitaan yang bersumber dari KPID Sulsel tersebut di

atas, dapat dijelaskan bahwa, lembaga penyiaran Televisi dalam menyairkan

siaran Pilkada sebagian besar tidak netral. Hanya TVRI yang terlihat netral

pada Pilwalkot Makassar tahun 2018.

Menurut penulis, ini merupakan sebuah masalah karena lembaga

penyiaran baik, lembaga penyiaran Publik (TVRI), lembaga penyiaran Lokal

Swasta (Celebes TV, Fajar TV, Ve Chanel) dan lembaga Swasta berjaringan

(Inews TV dan Metro TV) harus independen. Tidak boleh berpihak kepada

paslon tertentu. Lembaga penyiaran ini harus mengedepankan kepentingan

informasi kepada publik yang bebas dari kepentingan apapun.

Berdasarkan data dari KPID Sulsel tahun 2018, dapat dijelaskan bahwa

pada pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar tahun 2018, media

yang diawasi oleh KPID Sulsel, hanya TVRI yang independen, yang lain

semuanya terlihat tidak netral. Hal itu dibuktikan dengan pemberitaan terhadap

kedua paslon tidak berimbang. Ada paslon yang mendapatkan porsi yang lebih

banyak dibandingkan paslon yang lain. Begitupun dari segi tonenya, ada paslon

yang banyak mendapatkan pemberitaan dengan tone positif sehingga dapat

mengangkat citra paslon adapula yang banyak mendapatkan pemberitaan tapi

tonenya negatif, yang justru merugikan paslon tersebut.

139

Dari data tersebut dapat pula dijelaskan bahwa program siaran Jurnalistik

di yang disiarkan oleh beberapa, misalnya Celebes TV terdapat pelanggaran.

Program tersebut menampilkan pemberitaan tentang Pasangan calon yang

didominasi oleh pasangan calon APPI-CICU. Informasi yang disajikan

program tersebut cenderung berpihak sehingga berpotensi melanggar UU

Penyiaran, P3 dan SPS.

Adapun contoh program siaran yang dikategorikan sebgai tone positif

dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar. 4.11

Contoh Program Siaran Tone Positif

Sementara program siaran yang tone negatif dapat dilihat pada gambar

berikut ini.

140

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.12

Contoh Program Siaran Tone Negatif

Adapun contoh program siaran pilkada yang netral dapat dilihat pada

gambar berukut ini.

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.13

Contoh Program Siaran Pilkada Netral

141

Menurut Penulis, program siaran pemilihan kepala daerah yang disajikan

oleh lembaga penyiaran sudah ternmasuk kategori pelanggaran. Adapun aturan

yang dilanggar menurut pandangan penulis diantaranya adalah.

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada Pasal 36

ayat (4) bahwa: ―Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh

mengutamakan kepentingan golongan tertentu‖

2. Pasal 11 P3

(1) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan

perlindungan untuk kepentingan publik.

(2) Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi

siaran dalam setiap program siaran

3. Pasal 11 SPS

(1) Program siaranwajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan

tidak untuk kepentingan kelompok tertentu.

(2) Program siaran dilarang dimanaatkan untuk kepentingan pribadi

pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan/atau kelompoknya

4. Pasal 40 SPS yang berbunyi bahwa Program siaran jurnalistik wajib

memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik sebagai berikut:

(a) Akurat, adil, berimbang, tidak berpihak, tidak beritikad buruk,

tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta

dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur kekerasan, dan tidak

mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan

5. Pasal 71

(2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap

parapeserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala

daerah.

(3) Program siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilihan

Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah

Harusnya dengan pelangaran tersebut, KPID selaku lembaga negera

independen yang mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap isi siaran

yang terkait dengan Pilkada, dapat memberikan sanksi bagi lembaga penyiaran

yang melakukan pelanggaran tersebut sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Sementara pemberitaan pada Pemilihan Calon Gubernur dan Calon

Wakil Gubernur Sulawesi Selatan diikuti oleh empat pasangan calon yang

142

disiarkan oleh lembaga penyiaaran televisi. Adapun pasangan calon yang

berkontestasi dalam Pemilihan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur

Sulawesi Selatan Tahun 2018 dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sumber: KPU Sulsel 2018

Gambar 4.14

Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur

Sulawesi Selatan Tahun 2018

Pemberitaan lembaga penyiaran televisi terkait Pemilihan Calon

Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Tahun 2018 akan

disajikan dalam bentuk grafik. Pada grafik yang akan disajikan, Penulis

memakai singkatan nama pasangan calon. Agar mudah dipahami singkatan

tersebut maka Penulis memberikan keterangan sebagai berikut :

- NH-Azis: Pasangan Nurdin Halid-Abd. Azis Qahar Muzakkar

- Agus-TBL: Pasangan Agus Arifin Nu’man-Tanri Bali Lamo

- Prof NA-SS: Pasangan Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman

- Punggawa-Cakka: Pasangan Ichsan Yasin Limpo-Andi Muzakkar

Adapun penyiaran program siaran Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur yang dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi sebagai beikut:

Berita Pilgub Sulsel (CELEBES TV)

143

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.15

Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan Celebes TV

Berdasarkan grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pemberitaan yang

disirkan oleh Celebes TV pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur

Sulawesi Selatan tahun 2018 masih banyak pemberitaan yang netral. Meski

demikian, di antara 5 paslon yang ada hanya dua paslon yang mendapatkan

porsi pemberitaan. Yaitu NH-Azis dengan tone positif, sedangkan paslon lain

yang mendaptakan pemberitaan adalah Punggawa-Cakka tapi dengan tone

negatif.

Selanjutnya pemberitaan Pilkada yang dilakukan oleh Fajar TV dapat

dilihat pada grafik berikut ini

Berita Pilgub Sulsel (Fajar TV)

0

20

40

60

Positif

Negatif

Netral

144

Sumber: KPID Sulsel, 2018

Gambar 4.16

Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan Fajar TV

Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pemebritaan yang disiarkan

oleh Fajar TV lebih banyak yang netral, namun demikian tidak semua paslon

mendapatkan porsi dalam pemberitaan. Hanya paslon NH-Azis dan Prof NA-

SS yang mendapatkan porsi pemberitaan dengan tone positif.

Selanjutnya pemberitaan Pilkada yang dilakukan oleh TVRI Sulsel pada

pilkada gubernur dan wakil gubernur tahun 2018 dapat dilihat pada grafik

berikut ini.

0

2

4

6

8

10

12

14

Positif

Negatif

Netral

145

Berita Pilgub Sulsel (TVRI)

Sumber: Data KPID Sulsel 2018

Gambar 4.17

Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan TVRI

Berdasarkan grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pmberitaan yang

dilakukan oleh TVRI pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur tahun 2018

masih netral. Itu tebukti karena semua paslon mendapatkan poirsi yang sama

besar dengan tone positif semua.

Selanjutnya, pemberitaan yang dilakukan oleh Inews TV Sulsel pada

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel tahun 2018 dapat dilihat pada

grafik berikut ini.

0

2

4

6

8

10

12

14

Positif

Negatif

Netral

146

Berita Pilgub Sulsel (I-News Sulsel)

Sumber: Data KPID Sulsel 2018

Gambar 4.18

Berita Pilgub Sulsel yang Ditayangkan I-News Sulsel

Berdasarkan grafik ditersebut dapat dijelaskan bahwa pemberitaan yang

dilakukan oleh INews TV Sulsel pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur

sulsel tahun 2018 dapat dijelasakan bahwa penyiaran yang dilakukan tidak

berimbang. Hal itu terbukti hanya paslon Punggawa-Cakka yang mendapatkan

porsi pemberitaan. Sementara paslon lain tidak mendapatkan sama sekali.

Dari grafik pemberitaan yang bersumber dari KPID Sulsel tersebut di

atas, dapat dijelaskan bahwa, lembaga penyiaran televisi dalam menyiarkan

siaran Pilkada sebagian besar tidak netral. Hanya TVRI yang terlihat netral

pada Pilwalkot Makassar tahun 2018.

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

Positif

Negatif

Netral

147

Menurut penulis, ini merupakan sebuah masalah karena lembaga

penyiaran baik, lembaga penyiaran publik (TVRI), lembaga penyiaran Lokal

Swasta (Celebes TV, Fajar TV, Ve Chanel) dan lembaga Swasta berjaringan

(Inews TV dan Metro TV) harus independen. Tidak boleh berpihak kepada

paslon tertentu. Lembaga penyiaran ini harus mengedepankan kepentingan

informasi kepada publik yang bebas dari kepentingan apapun.

Sama seperti penyiaran yang dilakukan oleh lemaga penyiaran televisi

pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar tahun 2018,

Berdasarkan data dari KPID Sulsel tahun 2018, dapat dijelaskan bahwa pada

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel tahun 2018, media yang

diawasi oleh KPID Sulsel, hanya TVRI yang independen, yang lain semuanya

terlihat tidak netral. Hal itu dibuktikan dengan pemberitaan terhadap keempat

paslon tidak berimbang. Ada paslon yang mendapatkan porsi yang lebih

benyak dibandingkan paslon yang yang. Begitupun dari segi tonenya, ada

paslon yang banyak mendapatkan pemberitaan tapi tonenya negatif sehingga

tentu merugikan paslon tersebut.

Dari data tersebut dapat pula dijelaskan bahwa program siaran jurnalistik

(berita) yang disiarkan oleh beberapa lembaga penyiaran televisi, misalnya

Celebes TV terdapat pelanggaran. Program tersebut menampilkan pemberitaan

yang didominasi oleh pasangan calon APPI-CICU. Informasi yang disajikan

program tersebut cenderung berpihak sehingga melanggar UU Penyiaran, P3

dan SPS. Adapaun aturan yang dilanggar menurut pandangan penulis adalah.

148

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada Pasal 36

ayat (4) bahwa: ―Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh

mengutamakan kepentingan golongan tertentu‖

2. Pasal 11 P3

(1) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan

perlindungan untuk kepentingan publik.

(2) Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi

siaran dalam setiap program siaran

3. Pasal 11 SPS

(1) Program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan

tidak untuk kepentingan kelompok tertentu.

(2) Program siaran dilarang dimanaatkan untuk kepentingan pribadi

pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan/atau kelompoknya

4. Pasal 40 SPS yang berbunyi bahwa Program siaran jurnalistik wajib

memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik sebagai berikut:

(a) Akurat, adil, berimbang, tidak berpihak, tidak beritikad buruk,

tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta

dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur kekerasan, dan tidak

mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan

5. Pasal 71

(2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap

parapeserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala

daerah.

(3) Program siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilihan

Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah

Berdasarkan hasil wawancara dengan Mattewakkan selaku ketua KPID

Sulsel, (wawancara, 9 Mei 2019) bahwa:

Apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran, terkait

program siaran pilkada, kami memberikan sanksi. Sanksi yang kami

berikan adalah sanksi administratif berupa teguran tertulis agar mereka

(lembaga penyiaran) tidak melakukan lagi pelanggaran selanjutnya.

Selama pilkada, kami Cuma memberikan sanksi teguran tertulis kepada

lembaga penyiaran karena menurut kami, pelanggaran yang mereka

lakukan belum termasuk pelanggaran yang berat. Lagi pula oleh regulasi

yang ada, kami tidak diberikan kewenangan untuk memberikan sanksi

yang berat bagi lembaga penyiaran. Kami hanya bisa memberikan sanksi

administratif saja.

Dari hasil wawancara tersebut di atas diketahui bahwa KPID Sulsel

selaku lembaga negera independen yang mempunyai tugas melakukan

pengawasan terhadap isi siaran yang terkait dengan Pilkada, dapat memberikan

149

sanksi bagi lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran tersebut sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku telah memberikan sanksi

terhadap lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran. Tapi pemberian

sanksi tersebut hanya berupa teguran tertulis yang tidak menjerakan lembaga

penyiaran.

Selain mengawasi dari segi pemberitaan yang dilakukanoleh lembaga

penyiaran, KPID Sulsel juga mengawasi siaran yang diselenggarakan oleh

lembaga penyiaran dari segi sumber pemberitaan. Sumber pemberitaan adalah

seseorang yang memberikan keterangan atau penjelasan dalam sebuah acara

televisi.

Adapun sumber pemberitaan program siaran pilkada tahun 2018 yang

disiarkan oleh Celebes TV dapat dilihat pada grafik berikut ini

Sumber: Data KPID Sulsel 2018

Gambar 4.19

Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar yang

Ditayangkan Celebes TV

010203040506070

Pas

lon

DIA

MI

Pas

lon

AP

PIC

ICU

Pas

lon

NH

-Azi

s

Pas

lon

Agu

sTB

Pas

lon

Pro

f N

A-S

S

Pas

lon

Pu

ngg

awa-…

Aka

dem

isi/

Pe

nga

mat

Tim

Pe

men

anga

n …

Tim

Pe

men

anga

n …

Tim

Pe

men

anga

n …

Tim

Pe

men

anga

n …

Tim

Pe

men

anga

n N

A

Tim

Pe

men

anga

n …

Pe

sert

a P

em

ilu …

KP

U S

ULS

EL &

Baw

aslu

Pan

was

lu …

Red

aksi

Lain

nya

Sumber Pemberitaan

150

Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa dari segi sumber pemberitaan

siaran pilkada yang terdiri atas PilwalkotMakassar dan pilgub Sulsel dapat

dijelaskan bahwa setiap paslon atau tim pemengangan paslon tidak

mendapatkan porsi yang sama. Ada aslon yang mendapatkan porsi menjadi

sumber pemberitaan ada pula yang tidak. Begitu pula dengan tim

pemengangan, ada yang mendapatkan porsi ada pula yang tidak.

Selanjutnya sumber pemberitaan yang ditampilkan oleh Fajar TV pada

Pilwalkotdan pilgub 2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini

Sumber: Data KPID Sulsel 2018

Gambar 4.20

Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar

yang Ditayangkan Fajar TV

0

2

4

6

8

10

Pas

lon

DIA

MI

Pas

lon

AP

PIC

ICU

Pas

lon

NH

-Azi

s

Pas

lon

Agu

sTB

Pas

lon

Pro

f N

A-S

S

Pas

lon

Pu

ngg

awa-

Cak

ka

Aka

dem

isi/

Pe

nga

mat

Tim

Pe

men

anga

n D

IAM

I

Tim

Pe

men

anga

n A

PP

I CIC

U

Tim

Pem

enan

gan

NH

Azi

s

Tim

Pe

men

anga

n A

gusT

B

Tim

Pe

men

anga

n N

A

Tim

Pe

men

anga

n P

un

ggaw

a-…

Pes

erta

Pem

ilu K

abu

pat

en

KP

U S

ULS

EL &

Kab

up

aten

/Ko

ta

Baw

aslu

Kab

up

aten

/Ko

ta

Pan

was

lu K

abu

pat

en/K

ota

Red

aksi

Lain

nya

Sumber Pemberitaan

151

Berdasarkan grafik sumber pemberitaan yang ditayangkan di Fajar TV

pada Pemilihan Calon Walikota Makassar dan Pemilihan Calon Gubernur

Sulsel tahun 2018 dapat dijelaskan bahwa, Fajar TV dalam mengambil sumber

pada siaran pilkada tidak berimbang. Hal itu terbukti adanya paslon yang

mendapatkan porsi dan ada pula yang tidak mendapatkan porsi. Begitu pula

dengan tim pemengan ada yang mendapatkan porsi sebagai sumber

pemberitaan ada pula yang tidak mendapatkan porsi.

Selantnya, untuk mengetahui sumber pemberitaan yang ditampilkan oleh

TVRI pada pemilihan Walikota Makassar dan Gubernur Sulsel Tahun 2018

dapat dilihat pada grafik berikut ini

Sumber: Data KPID Sulsel 2018

Gambar 4.21

Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar

yang Ditayangkan TVRI

0

2

4

6

8

10

Pas

lon

DIA

MI

Pas

lon

AP

PIC

ICU

Pas

lon

NH

-Azi

s

Pas

lon

Agu

sTB

Pas

lon

Pro

f N

A-S

S

Pas

lon

Pu

ngg

awa-

Cak

ka

Aka

dem

isi/

Pe

nga

mat

Tim

Pem

enan

gan

DIA

MI

Tim

Pe

men

anga

n A

PP

I CIC

U

Tim

Pe

men

anga

n N

H A

zis

Tim

Pe

men

anga

n A

gusT

B

Tim

Pe

men

anga

n N

A

Tim

Pe

men

anga

n …

Pe

sert

a P

em

ilu K

abu

pat

en

KP

U S

ULS

EL &

Baw

aslu

Kab

up

aten

/Ko

ta

Pan

was

lu K

abu

pat

en/K

ota

Red

aksi

Lain

nya

Sumber Pemberitaan

152

Dari grafik tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa sumber pemberitaan

yang ditampilkan oleh TVRI pada pemilihan Walikota Makassar dan Gubernur

Sulsel tahun 2018 tidak berimbang. Hal itu terbukti karena ada tim

pemenangan mendapatkan porsi sebagai sumber pemberitaan ada pula yang

tidak.

Selanjutnya, untuk mengetahui sumber pemberitaan yang ditayangkan

oleh I-News TV Sulsel dapat dilihat pada grafik berikut ini

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.22

Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar

yang Ditayangkan I-News TV

Dari gambar grafik di atas, dapat dijelaskan bahwa INews TV dalam

menampilkan sumber pemberitaan pada Pemilihan calon Walikota Makssar

dan Calon Gubernur Sulsel tahun 2018 juga tidak berimbang. Hal itu

0

1

2

3

Pas

lon

DIA

MI

Pas

lon

AP

PIC

ICU

Pas

lon

NH

-Azi

s

Pas

lon

Agu

sTB

Pas

lon

Pro

f N

A-S

S

Pas

lon

Pu

ngg

awa-

Cak

ka

Aka

dem

isi/

Pen

gam

at

Tim

Pem

enan

gan

DIA

MI

Tim

Pem

enan

gan

AP

PI …

Tim

Pem

enan

gan

NH

Azi

s

Tim

Pem

enan

gan

Agu

sTB

Tim

Pem

enan

gan

NA

Tim

Pem

enan

gan

Pes

erta

Pem

ilu …

KP

U S

ULS

EL &

Baw

aslu

Kab

up

aten

/Ko

ta

Pan

was

lu …

Red

aksi

Lain

nya

Sumber

Pemberi

taan

153

dibuktikan dengan adanya paslon yang menjadi sumber pemberitaan, smentara

yang lain tidak.

Selanjutnya, untuk mengetahui sumber pemberitaan yang ditampilkan

oleh Ve Channel pada pemilihan Walikota Makassar dan Gubernur Sulsel

tahun 2018 dapat dilihat Pada grafik berikut ini.

Sumber: KPID Sulsel, 2018

Gambar 4.23

Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar yang

Ditayangkan VE Channel

Berdasarkan grafik sumber pemberitaan tersebut di atas, dapat dijelaskan

bahwa Ve Channel dalam menampilkan sumber pemberitaan pada Pemilihan

Walikota Makassar tidak berimbang hal itu dibuktikan dengan tidak samanya

porsi sumber yang diberikan kepada Paslon. Namun, pada pemilihan Gubernur

Sulsel sudah berimbang. Hal itu dibuktikan dengan tidak adanya paslon

amupun tim pemenangan yang mendaptkan porsi sebagai sumber pemberitaan.

0

0.5

1

1.5

2

Pas

lon

DIA

MI

Pas

lon

AP

PIC

ICU

Pas

lon

NH

-Azi

s

Pas

lon

Agu

sTB

Pas

lon

Pro

f N

A-S

S

Pas

lon

Pu

ngg

awa-

Cak

ka

Aka

dem

isi/

Pen

gam

at

Tim

Pem

en

anga

n D

IAM

I

Tim

Pem

en

anga

n A

PP

I …

Tim

Pem

en

anga

n N

H A

zis

Tim

Pem

en

anga

n A

gusT

B

Tim

Pem

en

anga

n N

A

Tim

Pem

en

anga

n …

Pes

erta

Pem

ilu K

abu

pat

en

KP

U S

ULS

EL &

Baw

aslu

Kab

up

aten

/Ko

ta

Pan

was

lu K

abu

pat

en/K

ota

Red

aksi

Lain

nya

Sumber

Pemberi

taan

154

Selanjutnya untuk mengetahui sumber pemberitaan yang ditampilkan

oleh Metro TV Sulsel pada Pemilihan Walikota Makassar dan Gubernur Sulsel

Tahun 2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Sumber: KPID Sulsel, 2018

Gambar 4.24

Sumber Pemberitaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar

yang Ditayangkan Metro TV Sulsel

Berdasarkan gambar grafik sumber pemberitaan tersebut di atas, dapat

dijelaskan bahwa Metro TV dalam menampilkan sumber pemberitaan pada

Pemilihan Walikota Makassar memperlihatkan bahwa media tersebut tidak

berimbang. Hal itu terbukti karena Cuma satu paslon yang menjadi sumber

pembetitaan, sementara paslon yang lain tidak sama sekali. Sementara pada

Pemilihan Gubernur Sulsel masih berimbang, karena semua paslon tidak ada

0

0.5

1

1.5

2

Pas

lon D

IAM

I

Pas

lon A

PP

ICIC

U

Pas

lon N

H-A

zis

Pas

lon A

gusT

B

Pas

lon P

rof

NA

-SS

Pas

lon P

unggaw

a-C

akka

Akad

emis

i/P

engam

at

Tim

Pem

enan

gan

DIA

MI

Tim

Pem

enan

gan

AP

PI …

Tim

Pem

enan

gan

NH

Azi

s

Tim

Pem

enan

gan

AgusT

B

Tim

Pem

enan

gan

NA

Tim

Pem

enan

gan

Pes

erta

Pem

ilu K

abup

aten

KP

U S

UL

SE

L &

Baw

aslu

Kab

up

aten

/Kota

Pan

was

lu K

abup

aten

/Kota

Red

aksi

Lai

nnya

Sumber

Pemberitaan

155

yang ditampilkan sebagai sumber pemberitaan, begitu pula dengan tim

pemenangan.

Dari data secara keseluruhan tersebut di atas Dari data tersebut dapat pula

dijelaskan bahwa program siaran Jurnalistik (berita) yang disiarkan oleh

beberapa lembaga penyiaran televisi, misalnya Celebes TV terdapat

pelanggaran. Program tersebut menampilkan pemberitaan tentang Pasangan

calon yang didominasi oleh pasangan calon APPI-CICU. Informasi yang

disajikan oleh lembaga penyiaran tersebut cenderung berpihak sehingga

melanggar UU Penyiaran, P3 dan SPS. Adapaun aturan yang dilanggar

menurut pendapat penulis adalah.

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada Pasal 36

ayat (4) bahwa: ―Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh

mengutamakan kepentingan golongan tertentu‖

2. Pasal 11 P3

(1) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan

perlindungan untuk kepentingan publik.

(2) Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi

siaran dalam setiap program siaran

3. Pasal 11 SPS

(1) Program siaranwajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan

tidak untuk kepentingan kelompok tertentu.

(2) Program siaran dilarang dimanaatkan untuk kepentingan pribadi

pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan/atau kelompoknya

4. Pasal 40 SPS yang berbunyi bahwa Program siaran jurnalistik wajib

memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik sebagai berikut:

b. Akurat, adil, berimbang, tidak berpihak, tidak beritikad buruk,

tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta

dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur kekerasan, dan tidak

mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan

5. Pasal 71

(2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap

parapeserta pemilihan umum dan/atau pemilihan umum kepala

daerah.

(3) Program siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilihan

Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah.

156

Sementara data pengawasan KPID Sulsel terhadap Pemilihan Kepala

Daerah tahun 2018 dari awal pengawasan sampai akhir yang terdiri atas tiga

jenis kategori yakni pengawasan pemberitaan, penyiaran, dan iklan.

Pengawasan tersebut dapat dilihat pada garfik berikut ini.

1. Pengawasan Pemberitaan

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.25

Frekuensi Pemberitaan Pilkada yang Dilakukan

Lembaga Penyiaran Televisi

Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa Media yang paling banyak

melakukan pemberitaan terkait isu Pilkada 2018 di Sulawesi Selatan adalah,

Celebes TV (78%), kemudian INews TV Makassar (10%) Fajar TV (8%) dan

TVRI (3%).

Pemetaan Pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilkada Sulsel 2018 yang

ditayangkan lembaga penyiaran televisi selama kampanye terbuka pada

Bulan Februari hingga Bulan Juni 2018 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

78%

8%

0%

3%10%

Celebes TV Fajar TV VE Channel TVRI Inews Makassar Metro TV Sulsel

157

Tabel 4.4

Pemetaan Pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel

di Televisi Tahun 2018

Nama Paslon Pilwalkot Makassar Positif Negatif Netral

Dani Pomanto / Kotak Kosong 67 206

Munafri Arifuddin 382 27

Nama Paslon Pilgub Sulsel

Nurdin Halid 44 0

Agus Arifin Nu’mang 17 0

Nurdin Abdullah 26 0

Ichsan Yasin Limpo 33 18

Netral

899 Sumber: KPID Sulsel 2018

Pemetaan Pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel 2018 yang

ditayangkan lembaga penyiaran televisi selama kampanye terbuka pada

Bulan Februari hingga Bulan Juni 2018 dapat juga dilihat pada grafik berikut

ini.

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.26

Pemetaan Pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel 2018

0100200300400500600700800900

Positif

Negatif

Netral

158

Adapun yang menjadi Sumber Berita Pilgub Sulsel dan Pilwalkot

Makassar yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi selama masa

kampanye terbuka pada bulan Februari sampai bulan Juni tahun 2018, dapat

dilihat pada grafik berikut ini.

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.27

Sumber Pemberitan Pilkada yang Ditayagkan

Lembaga Penyiaran Televisi

Adapun yang dijadikan Sumber Berita Pilgub Sulsel dan Pilwalkot

Makassar oleh lembaga penyiaran televisi selama masa kampanye terbuka

yang ditayangkan pada Bulan Februari hingg Bulan Juni 2018 dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

050

100150200250300350400450500

Pas

lon D

ani

Po

man

to /

Ko

tak …

Pas

lon M

unaf

ri A

rifu

dd

in

Pas

lon N

urd

in H

alid

Pas

lon A

gusT

BA

gus

Ari

fin …

Pas

lon N

urd

in A

bdull

ah

Pas

lon I

chsa

n Y

asin

Lim

po

Akad

emis

i/P

engam

at

Tim

Pem

enan

gan D

ani

Po

man

to

Tim

Pem

enan

gan M

unaf

ri …

Tim

Pem

enan

gan N

urd

in H

alid

Tim

Pem

enan

gan A

gus

Ari

fin …

Tim

Pem

enan

gan N

urd

in A

bdull

ah

Tim

Pem

enan

gan I

chsa

n y

asin

Pes

erta

Pem

ilu K

abupat

en

KP

U S

UL

SE

L &

Kab

upat

en/K

ota

Baw

aslu

Kab

upat

en/K

ota

Pan

was

lu K

abupat

en/K

ota

Red

aksi

Lai

nnya

Sumber Pemberitaan

159

Tabel 4.5

Sumber Berita Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel

di Televisi tahun 2018

No. Sumber Berita Frekuensi

1 Paslon Dani Pomanto / Kotak Kosong 28

2 Paslon Munafri Arifuddin 72

3 Paslon Nurdin Halid 20

4 Paslon Agus Arifin Nu'mang 7

5 Paslon Nurdin Abdullah 14

6 Paslon Ichsan Yasin Limpo 21

7 Akademisi/Pengamat 106

8 Tim Pemenangan Dani Pomanto 40

9 Tim Pemenangan Munafri Arifuddin 177

10 Tim Pemenangan Nurdin Halid 17

11 Tim Pemenangan Agus Arifin Nu'mang 7

12 Tim Pemenangan Nurdin Abdullah 5

13 Tim Pemenangan Ichsan yasin Limpo 9

14 Peserta Pemilu Kabupaten 17

15 KPU SULSEL & Kabupaten/Kota 259

16 Bawaslu Kabupaten/Kota 442

17 Panwaslu Kabupaten/Kota 70

18 Redaksi 454

19 Lainnya 340

Sumber: KPID Sulsel, 2018

Berdasarkan tabel di atas, analis KPID Sulsel Muhammad Iswar

Ramadhan (wawancara, 8 Juli 2019) menjelaskan bahwa

Berdasarkan tabel tersebut di atas kami melakukan temuan. Pertama,

frekuensi pemberitaan pada pemilihan walikota Makassar lebih banyak

didominasi oleh pasangan Munafri Arifuddin dan Rahmatika Dewi

(Appi-Cicu) dengan tone positif. Hal ini berbanding terbalik dengan

Pasangan Dani Pomanto-Indira Mulyasari (DIAMI) yang mendapat tone

160

negatif dengan jumlah yang besar. Kedua, Isu utama yang membuat tone

negatif pasangan DIAMI cukup besar adalah adanya isu penyalahgunaan

kekuasaan oleh calon Dani Pomanto yang juga merupakan incumbent

Walikota Makassar. Ketiga, pada pemberitaan pemilihan Gubernur

Sulawesi Selatan cenderung merata, hal ini diakibatkan memang

minimnya porsi pemberitaan terhadap para calon gubernur dan timnya

pada saat kampanye terbuka yang dimulai pada 15 Februari 2018.

2. Pengawasan Penyiaran

Sumber: KPID Sulsel, 2018

Gambar 4.28

Frekuensi Penyiaran Pilkada yang Dilakukan

Lembaga Penyiaran Televsi

Media yang paling banyak melakukan dialog/talkshow terkait isu pilkada

2018 di Sulawesi Selatan adalah, Celebes TV (78%), Inews TV (10%), Fajar

TV (8%) dan TVRI (3%)..

Pemetaan pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilkada Sulsel selama

masa kampanye terbuka yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi

pada Bulan Februari sampai dengan Bulan Juni 2018 dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

78%

8%

0%

3%10%

0%

Celebes TV Fajar TV VE Channel TVRI Inews Makassar Metro TV Sulsel

161

Tabel 4.6

Pemetaan Penyiaran (Dialog/Talkshow) Pilwalkot Makassar

dan Pilgub di Televisi Sulsel Tahun 2018

Nama Paslon Pilwalkot Makassar Positif Negatif Netral

Dani Pomanto / Kotak Kosong 6 10 -

Munafri Arifuddin 3 0 -

Nama Paslon Pilgub Sulsel

Nurdin Halid 0 0 -

Agus Arifin Nu’mang 2 0 -

Nurdin Abdullah 2 0 -

Ichsan yasin Limpo 0 0 -

Netral

78 Sumber: KPID Sulsel 2018

Pemetaan pemberitaan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel selama

masa kampanye terbuka yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi

pada Bulan Februari sampai dengan Bulan Juni 2018 dapat juga dilihat pada

grafik berikut ini.

Sumber: Data KPID Sulsel 2018

Gambar 4.29

Pemetaan Penyiaran Pilkada yang Ditayangkan

Lembaga Penyiaran Televisi

01020

30

40

50

60

70

80

Positif

Negatif

Netral

162

Adapun yang menjadi Narasumber Dialog Pilgub Sulsel dan Pilwalkot

Makassar selama kampanye terbuka di media televisi yang dilaksanakan pada

Bulan Februari hingga Bulan Juni 2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.30

Narasuber Pilkada yang Ditayangkan Lembaga Penyiaran Televisi

Adapun yang menjadi Narasumber Dialog Pilgub Sulsel dan Pilwalkot

Makassar di media televisi pada masa kamanye terbuka di media pada Bulan

Februari hingga Bulan Juni dapat dilihat pada tabel berikut ini.

0

20

40

60

80

Pas

lon D

ani

Po

man

to /

Pas

lon M

unaf

ri A

rifu

dd

in

Pas

lon N

urd

in H

alid

Pas

lon A

gusT

BA

gus …

Pas

lon N

urd

in A

bdull

ah

Pas

lon I

chsa

n Y

asin

Lim

po

Akad

emis

i/P

engam

at

Tim

Pem

enan

gan D

ani …

Tim

Pem

enan

gan …

Tim

Pem

enan

gan N

urd

in …

Tim

Pem

enan

gan A

gus …

Tim

Pem

enan

gan N

urd

in …

Tim

Pem

enan

gan I

chsa

n …

Pes

erta

Pem

ilu K

abupat

en

KP

U S

UL

SE

L &

Baw

aslu

Kab

upat

en/K

ota

Pan

was

lu K

abupat

en/K

ota

Red

aksi

Lai

nnya

Naras

umber Dialo

g

163

Tabel 4.7

Narasumber Dialog / Talkshow Pilwalkot Makassar dan

Pilgub Sulsel di Televisi Tahun 2018

No. Narasumber Dialog/Talkshow Frekuensi

1 Paslon Dani Pomanto / Kotak Kosong 2

2 Paslon Munafri Arifuddin 0

3 Paslon Nurdin Halid 1

4 Paslon Agus Arifin Nu'mang 1

5 Paslon Nurdin Abdullah 1

6 Paslon Ichsan Yasin Limpo 1

7 Akademisi/Pengamat 72

8 Tim Pemenangan Dani Pomanto 2

9 Tim Pemenangan Munafri Arifuddin 11

10 Tim Pemenangan Nurdin Halid 1

11 Tim Pemenangan Agus Arifin Nu'mang 2

12 Tim Pemenangan Nurdin Abdullah 0

13 Tim Pemenangan Ichsan yasin Limpo 1

14 Peserta Pemilu Kabupaten 11

15 KPU SULSEL & Kabupaten/Kota 31

16 Bawaslu Kabupaten/Kota 9

17 Panwaslu Kabupaten/Kota 1

18 Redaksi 13

19 Lainnya 19

Sumber: KPID Sulsel 2018

Berdasarkan tabel di atas, analis KPID Sulsel Muhammad Iswar

Ramadhan (wawancara, 8 Juli 2019) menjelaskan bahwa pertama, frekuensi

penyiaran pada pemilihan Walikota Makassar cenderung netral, walaupun pada

beberapa topik pasangan calon DIAMI (sebelum didiskualifikasi) mendapat

lebih banyak tone negatif. Kedua, isu yang kerap diangkat pada aspek

164

penyiaran yang juga membuat tone negatif pasangan DIAMI adalah adanya isu

penyalahgunaan kekuasaan oleh calon Dani Pomanto yang juga merupakan

incumbent Walikota Makassar. Ketiga, pada aspek penyiaran pemilihan

Gubernur Sulawesi Selatan juga cenderung netral, karena isu pemilihan

gubernur memang jarang diangkat pada aspek penyiaran di beberapa lembaga

penyiaran di Sulawesi Selatan.

3. Pengawasan Iklan

Sumber: KPID Susel 2018

Gambar 4.31

Freukensi Iklan Pilkada yang

Ditayangkan Lembaga Penyiran Televisi

Media yang paling banyak menyiarkan iklan terkait pilkada 2018 di

Sulawesi Selatan adalah, Celebes TV (71%), Fajar TV (21%), TVRI (5%) dan

Inews TV Makassar (3%).

Adapun Pemetaan Iklan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel yang

ditayangkan di lembaga penyiaran Televisi pada masa kampanye terbuka pada

bulan Februari sampai dengan Bulan Juni 2019 dapat dilihat pada tabel berikut

Ini.

71%

21%

0%5% 3% 0%

Celebes TV Fajar TV VE Channel TVRI Inews TV Makassar Metro TV Sulsel

165

Tabel 4.8

Pemetaan Iklan Pilwalkot dan Pilgub Sulsel

di Televisi Tahun 2018

Nama PaslonPilwalkot Makassar Positif Negatif Netral

Dani Pomanto / Kotak Kosong 0 0

Munafri Arifuddin 42 0

Nama Paslon Pilgub Sulsel

Nurdin Halid 0 0

Agus Arifin Nu’mang 0 0

Nurdin Abdullah 0 0

Ichsan yasin Limpo 0 0

Netral

112 Sumber: KPID Sulsel 2018

Pemetaan Iklan Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel yang ditayangkan

dilembaga penyiaran televisi pada masa kampanye terbuka pada bulan Februari

sampai dengan Bulan Juni 2019 dapat juga dilihat pada grafik berikut Ini.

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.32

Pemetaan Iklan Pilkada yang Ditayangkan

Lembaga Penyiaran Televisi

0

20

40

60

80

100

120

Positif

Negatif

Netral

166

Adapaun yang menjadi pengiklan dalam Pilgub Sulsel dan Pilwalkot

Makassar pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2018 dapat dilihat

pada grafik berikut ini.

Sumber: KPID Sulsel 2018

Gambar 4.33

Pemetaan Pengiklan Pilkada yang Ditayangkan

Lembaga Penyiaran Televisi

Adapaun yang menjadi pengiklan pada Pilgub Sulsel dan Pilwalkot

Makassar pada masa kampanye terbuka di lembaga penyiaran televisi yang

ditayangkan pada Bulan Februari sampai dengan Bulan Juni 2018 dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

0102030405060708090

Pas

lon D

ani P

om

anto

/ K

ota

k K

oso

ng

Pas

lon M

unaf

ri A

rifu

ddin

Pas

lon N

urd

in H

alid

Pas

lon A

gusT

BA

gus

Ari

fin N

u'm

ang

Pas

lon N

urd

in A

bdull

ah

Pas

lon I

chsa

n Y

asin

Lim

po

Akad

emis

i/P

engam

at

Tim

Pem

enan

gan

Dan

i P

om

anto

Tim

Pem

enan

gan

Munaf

ri A

rifu

ddin

Tim

Pem

enan

gan

Nu

rdin

Hal

id

Tim

Pem

enan

gan

Nurd

in A

bdull

ah

Tim

Pem

enan

gan

Ich

san y

asin

Lim

po

Pes

erta

Pem

ilu K

abupat

en

KP

U S

UL

SE

L &

Kab

upat

en/K

ota

Baw

aslu

Kab

upat

en/K

ota

Pan

was

lu K

abupat

en/K

ota

Red

aksi

Lai

nnya

Pengiklan

167

Tabel 4.9

Pengiklan pada Pilwalkot Makassar dan Pilgub Sulsel

di Televisi Tahun 2018

No. Pengiklan Frekuensi

1 Paslon Dani Pomanto / Kotak Kosong 0

2 Paslon Munafri Arifuddin 42

3 Paslon Nurdin Halid 6

4 Paslon Agus Arifin Nu'mang 6

5 Paslon Nurdin Abdullah 6

6 Paslon Ichsan Yasin Limpo 6

7 Akademisi/Pengamat 0

8 Tim Pemenangan Dani Pomanto 0

9 Tim Pemenangan Munafri Arifuddin 0

10 Tim Pemenangan Nurdin Halid 0

11 Tim Pemenangan Agus Arifin Nu'mang 0

12 Tim Pemenangan Nurdin Abdullah 0

13 Tim Pemenangan Ichsan yasin Limpo 0

14 Peserta Pemilu Kabupaten 0

15 KPU SULSEL & Kabupaten/Kota 84

16 Bawaslu Kabupaten/Kota 22

17 Panwaslu Kabupaten/Kota 0

18 Redaksi 0

19 Lainnya 0

Sumber: KPID Sulsel 2018

Berdasarkan tabel di atas, analis KPID Sulsel, Muhammad Iswar

Ramadhan (wawancara, 8 Juli 2019) menjelaskan bahwa

Sebaran iklan selama kampanye terbuka dan masa kampanye di media

massa khususnya televisi pada kontestasi pemilihan Walikota Makassar

2018 didominasi oleh pasangan calon Munafri Arifuddin dan Rahmatika

Dewi (Appi-Cicu) hal ini dikarenakan gugurnya pasangan Dani

Pomanto-Indira Mulyasari (DIAMI) yang menjadi lawan tunggal dari

168

pasangan Appi-Cicu akibat penyalahgunaan wewenang saat menjadi

Walikota Makassar. Sedangkan pada kontestasi pemilihan gubernur

cenderung netral. Iklan seluruh calon yang menampilkan visi misi hanya

muncul sebanyak 6 kali, dimana iklan tersebut langsung menampilkan

visi dan misi masing-masing calon dengan durasi yang sama.

Dari pengawasan yang dilakukan oleh KPID terhadap program pemilihan

Kepala Daerah tahun 2018, oleh Muhammad Iswar Ramadhan (wawancara, 8

Juli 2019) disimpulkan bahwa

Pertama, Selama periode kampanye terbuka hingga H-1 pemilihan

Walikota Makassar pada aspek pemberitaan dan penyiaran, pasangan

calon Walikota Dani Pomanto dan Indira Mulyasari (DIAMI) mendapat

tone negatif yang cukup besar dan berbanding terbalik dengan pasangan

Munafri Arifuddin-Rahmatika Dewi (Appi-Cicu) yang cenderung

mendapat tone positif. Sedangkan pada kontestasi pemilihan Gubernur

Sulawesi Selatan pada aspek pemberitaan, penyiaran dan iklan relatif

netral, tanpa adanya salah satu kandidat yang mendominasi.

Kedua, Distribusi Iklan pada pemilihan Walikota Makassar memang

didominasi oleh pasangan Appi-Cicu, hal ini dikarenakan

didiskualifikasinya pasangan Dani Pomanto dan Indira Mulyasari akibat

penyalahgunaan wewenang saat menjabat sebagai Walikota Makassar

Ketiga, Tone negatif pasangan Dani Pomanto dan Indira Mulyasari

(DIAMI) sebelum digugurkan oleh KPU, lebih banyak disumbang oleh

Dani Pomanto.

Keempat, Selama proses kampanye terbuka hingga pelaksanaan

pemilihan kepala daerah serentak di Sulawesi Selatan, ada pelanggaran

yang dilakukan oleh lembaga penyiaran.

Dan kelima, Selama proses kampanye terbuka di lembaga penyiaran

yang ada di Sulawesi Selatan, terdapat pelanggaran yang dilanggar oleh

lembaga penyiaran. Diantaranya isu ketidakberimbangan lembaga

penyiaran yang dimana melanggar pasal 71 SPS Poin 2 terkait ―Program

siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para peserta

Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah‖

Dari data data yang telah disajiakan tersebut, dapat dipahami bahwa

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan telah melakukan

pengawasan terhadap siaran pemilihan Kepala Daerah tahun 2018. Namun

tidak semua televisi yang memiliki izin penyelenggaraan penyiaran diawasi.

Sehingga dalam pengawasan tersebut tidak bisa dipastiakn bahwa semua

169

penyiaran pilkada yang ada di Sulawesi selatan telah berjalan sesuai dengan

regulasi yang ada. Karena luput dari pemantaun. Hanya pemilihan calon

Walikota Makassar dan Pemilihan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang

mendapatkan pemantauan.

Penyiaran yang dipantau saja masih sangat banyak pelanggaran

ditemukan, apalagi yang tidak dipantau seperti yang ada di daerah lain di

seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Apalagi ada daerah yang

paslonnya merupakan petahana yang boleh dibilang menguasai lembaga

penyiaran di daerahnya. Sehingga sulit bagi pasangan calon lain untuk

mendapatkan porsi yang sama dalam pemberitaan, penyiaran dan iklan Pilkada.

Sehingga hal tersebut tidak mencerminkan keadilan bagi semua pasangan calon

yang ikut berkontestasi dalam Pemilihan Kepala Daerah yang diadakan.

b. Pengawasan Tidak Langsung

Selain melakukan pengawasan secara langsung, KPID Sulsel juga

melakukan pengawasa secara tidak langsung. Pengawasan tidak langsung

merupakan bentuk peran serta masyarakat. Pengawasan tersebut dilakukan

dengan cara melibatkan masyarakat sebagai pengawas isi siaran pemilihan

kepala daerah. Apabila dalam pengawasan masyarakat ada indiasi pelanggaran,

maka masyarakat dapat melaporan atau mnengadukan kepada KPID Sulsel.

Penaduan atau laporan tersebut dapat dilakukan dengan datang langsung ke

Sekretariat KPID Sulsel di Jalan Botolempangan Nomor 48 lantai 2 Kota

Makassar, bisa juga melalui Telepon/Fax: (0411) 3611700, SMS atau melalui

E-mail: [email protected].

170

Seperti yang diungkapkan Mattewakkan selaku ketua KPID Sulsel,

(wawancara, 9 Mei 2019) bahwa:

Karena jumlah staf tim monitoring (pengawas isi siaran) dan alat

pemantau (televisi) kami terbatas, maka peran serta masyaraat sangat

kami harapkan utamanya di dearah untuk ikut megawasi siaran di

televisi. Apabila ada pelanggaran, masyaraat dapat melapor atau

mengadukan kepada kami (KPID Sulsel) dengan cara menelpon

langsung, sms, atau lewat e-mail. Lapoan atau aduan masyarakat pasti

kami tindak lanjuti.

Sebagai Upaya untuk meningkatkan peran serta masyakat dalam

melakukan pengawasan siaran televisi di daerah, KPID Sulsel telah

membentuk Forum Masyarakat Peduli Penyairan Sehat (FMPPS). FMPPS

telah dibentuk di setiap Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, termasuk di

beberapa Perguruan Tinggi. Hal itu dilakukan demi menjaga agar tidak ada

pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi. Keberadaan

FMPPS di daerah dan di perguruan tinggi di Sulawesi Selatan diharapkan dapat

membantu KPID Sulsel dalam melakukan pengawasan isi siaran yang

ditayangkan lembaga penyiaran televisi maupun radio.

Meski sudah terbenuk FMPPS di daerah kabupaten/kota dan di

Perguruan Tinggi, namun selama pelaksanaan Pilkada tahun 2018 di Sulawesi

Selatan, tidak ada laporan maupun pengaduan yang diterima oleh KPID Sulsel

baik secara langsung maupun melalui telepon, SMS ataupu e-mail. Seperti

yang disampaikan oleh Mattewakkan selaku ketua KPID Sulsel, (wawancara, 9

Mei 2019) bahwa:

Selama Pilkada 2018 tidak ada loporan atau aduan yang masuk ke kami

(KPID Sulsel) dari FMPPS yang ada di Perguruan Tinggi maupun dari

daerah atau masyarakat umum terkait adanya indikasi pelanggaran siaran

Pilkada yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran televisi.

171

Tidak adanya loporan atau pengaduan dari masyakat di daerah bisa

karena tidak adanya pelanggaran, atau ada pelanggaran tapi masyakat tidak

peduli atau abai terhadap pelanggaran tersebut. Olehnya itu keberadaan

FMPPS ini harus betul-betul dimanfaatkan dengan memberikan pemahaman

akan pentingnya penyelenggaraan penyiaran Pilkada yang baik dan

berintegritas demi menghasilakan pemimpin yang dapat memberian

kesejahteraan kepada masyakat di daerah.

2. Faktor yang Memengaruhi Efektivitas Pelaksanaan Pengawasan

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Terhadap

Program Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018

Adapun yang memengaruhi efektivitas pelaksanaan pengawasan KPID

Sulawesi Selatan terhadap program Pilkada tahun 2018 di Sulawesi Selatan ada

beberapa faktor, yaitu:

a. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana sangat penting keberadaannya untuk menunjang

eektivitas kinerja sebuah lembaga. Kurangnya sarana dan prasarana akan

memengaruhi atau menghambat pelaksanaan tugas sebuah lembaga, termasuk

KPID Sulawesi selatan. Seperti yang sampaikan oleh ketua KPID Sulawesi

Selatan Mattewakkan (wawancara, 9 Mei 2019) bahwa:

Peralatan yang dimiliki oleh KPID masih sangat minim apalagi untuk

menjangkau Sulawesi Selatan yang terbilang cukup luas. Dengan

peralatan yang kurang itu maka tidak semua daerah di Sulsel ini dapat

dipantau oleh tim monitoring miski di daerah ada lembaga penyiaran

yang mungkin saja melakukan penyiaran terkait pilkada.

Kami hanya punya 5 (lima) televisi, sementara kita tahu lembaga

penyiaran televisi yang berizin saja di Sulsel kurang lebih ada 25 TV

172

(dua puluh lima), TV Kabel ada sekitar 35. Jadi mana mungkin kami bisa

mengawasi itu semua.

Kurangnya sarana pendukung yang dimiliki oleh KPID Sulsel dalam

melakukan pengawasan terhadap penyairan yang dilakukan di daerah

berdampak pada tidak efektifnya pengawasan. Tidak semua daerah yang

menyelenggarakan pilkada dapat terpantau. Daerah yang dipantau oleh KPID

hanya penyiaran Pilwalkot Kota Makassar dan Pilgub yang disiarkan oleh

beberapa lembaga penyairan saja.

Sehingga di daerah lain yang menyelenggarakan Pilkada, tidak dapat

dipastikan apakah lembaga penyairan yang ada menyiarkan siaran pilkada

secara adil. Apalagi di daerah, ada calon petahana yang punya kans besar untuk

melakukan intervensi kepada lembaga penyiaran televisi yang melakukan

penyairan pilkada. Sehingga keberpihakan media penyiaran televisi kepada

kandidat petahana tidak bisa diawasi oleh KPID Sulsel sebagai lembaga yang

diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan siaran, yang salah

satunya siaran terkait dengan Pilkada.

Selain kurangnya sarana dan prasarana seperti yang disebutkan di atas,

menurut informasi yang disampaikan oleh salah seorang staf monitoring KPID

yang melakukan pengawasan pada pilkada tahun 2018, Ihwan, (wawancara, 10

Mei 2019) bahwa:

Salah satu yang menjadi penghambat dalam kami melakukan

pengawasan saat pilkada adalah pengaruh tidak bagusnya siaran. Kadang

saat menyairkan siaran pilkada lembaga penyiaran mengalami gangguan.

Apalagi kalau musin hujan, kadang siaran tidak bagus. Jadi kami tidak

bisa melakukan pengawasan dengan baik, karena tidak jelas gambar dan

suaranya.

173

Hal seperti apa yang disampaikan oleh staf monitoring tersebut di atas

juga perlu mendapatkan perhatian serius dan mendapatkan pembenahan.

Sarana pemantauan harus yang kualitasnya baik. Karena mungkin saja dari

lembaga penyiaran kualitas siaran bagus tapi karena alat penangkap siaran

yang dimiliki oleh KPID tidak bagus yang menyebabkan siaran yang dipantau

staf monitoring menjadi tidak bagus.

Salah satu cara yang dilakukan oleh KPID Sulsel untuk tetap bisa

memantau penyiaran di daerah yang tidak bisa dipantau oleh staf pemantau isi

siaran (monitoring) adalah dengan melibatkan masyarakat dan perguruan tinggi

untuk membantu KPID dalam melakukan pengawasan. Seperti yang

disamipakan Mattewakkan bahwa:

Kami membentuk forum masyarakat pencinta penyiaran sehat (FMPPS)

di daerah kabupaten/kota dan di beberapa perguruan tinggi. Mereka

diharapkan bisa ikut mengawasi penyiaran di Sulsel ini, termasuk pada

penyiaran Siaran Pilkada 2018. Apabila ada pelanggaran diharapkan bisa

melaporkan ke KPID Sulsel.

Tapi tahun 2018 lalu belum ada laporan dari FMPPS di daerah maupun

dari perguruan tinggi.

Keberadaan forum masyarakat pencinta penyiaran sehat sebenarnya bisa

membantu KPID dalam melakukan pengawasan siaran Pilkada di daerah yang

tidak bisa diawasi oleh monitoring. Namun, keberadaan forum ini harus

diberdayakan dengan pemberian pengetahuan dan kesadaran untuk ikut

berkontribusi dalam penyiaran yang adail, prporsional bagi seluruh peserta

pilkada sehingga melahirkan pemimpin daerah yang berkualitas berdasarkan

pilihan masyarakat di daerah. Pilihan tersebut bukan karena citra yang

dibangun diatas kebohongan di lembaga penyiaran televisi.

174

b. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penting dalam

melakukan pengawasan terhadap siaran pilkada yang ditayagkan oleh lembaga

penyaran televisi, karena merekalah yang mengamati secara langsung

penyiaran, sehingga isi penyiaran tersebut diketahui apakah sudah sesuai

dengan regulasi yang ada atau tidak. Sehingga apabila ditemukan ada

pelanggaran, inilah merupakan dasar bagi KPID Sulsel untuk memberikan

sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Seperti yang sampaikan oleh ketua KPID Sulawesi Selatan Mattewakkan

(wawancara, 9 Mei 2019) bahwa

Tenaga pemantau yang jumlahnya sangat kurang pada pilkada tahun

2018. Kami hanya punya 8 tenaga pemantau (monitoring) dan 2 tenaga

analis, sementara lembaga penyiaran di Sulawesi Selatan itu banyak

meski lembaga penyiaran televisi lokal ada 5, namun televisi kabel

banyak begitu juga lembaga penyiaran di daerah yang juga merupakan

tugas KPID untuk mengawasi.

Kurangnya tenaga monitoring pun berdampak pada efektivitas

pengawasan karena banyaknya lembaga penyiaran yang harus diawasi

sementara yang mengawasi sedikit. Lebih lagi karena staf monitoring yang

melakukan pengawasan hanya delapan orang, mereka mengawasi siaran hanya

5 jam sehari. Seperti yang sampaikan oleh Mattewakkan (wawancara, 9 Mei

2019) bahwa:

Staf monitoring bekerja selama enam hari selama seminggu, jadi mereka

punya libur satu hari. Dalam sehari staf monitoring itu bekerja 5 jam

sehari. Mereka (monitoring) shief-shiefan. Ada 3 shief yakni pagi, siang

dan malam. Yang shief pagi masuk jam 07.00 pagi sampai jam 12.00

siang, shief siang masuk jam 12.00 siang selesai jam 17.00 sore dan shief

malam masuk jam 17.00 sore sampai jam 22.00 malam.

175

Dengan kurangnya staf monitoring yang melakukan pengawasan siaran

pilkada ini sangat berdampak pada efektivitas pengawasan karena tidak bisa

memanatu semua lembaga penyiaran yang ada di Sulawesi Selatan yang

melakukan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2018. Apalagi kalau staf

monitoring tidak disiplin dalam menjalankan tugasnya. Ada staf monitoring

yang sering masuk terlambat sehingga pemantauan tidak berjalan. Seperti yang

dikatakan oleh Herwanita (wawancara, 9 Mei 2019) bahwa:

Kadang sih ada yang terlambat masuk, utamanya yang masuk pagi.

Namun untuk mengantisipasi hal tersebut ada alat perekam yang bisa

diputar ulang. Selain itu, agar teman-teman monitoring disiplin, maka

yang terlambat itu diberikan hukuman berupa gaji mereka dipotong

sesuai dengan keterlambatannya. Dan apabila ada yang berhalangan

masuk, maka bisa digantikan oleh temannya, tapi gajinya hari itu

diberikan kepada temannya yang menggantikan hari itu.

Sementara staf monitoring Ihwan (wawancara, 10 Mei 2019)

menambahkan bahwa:

Salah satu juga yang membuat pemantauan yang kami lakukan tidak

maksimal karena terkadang siarang pemilihan kepala daerah bertepatan

dengan waktu shalat. Di lain sisi kami harus mengawsi siaran sementara

di sisi lain kami juga mau shalat. Nah ketika kami pergi shalat maka

kami tidak bisa mengawasi siaran. Apalagi kalau hari Jumat. Bagus ji

kalau yang bertugas siang perempuan, tapi kalau laki-laki maka pasti

pemantauan tidak jalan karena mereka pergi shalat. Kita mau lihat

kembali pada alat perekaman, kadang-kadang alat tersebut tidak

berfungsi jadi siaran tidak terekam.

Seperti yang disampaikan oleh Ihwan tersebut di atas menurut penulis

bukanlah sesuatu yang susah diantisipasi. Hal tersebut dapat diantisipasi

dengan pembagian jam tugas. Laki-laki jangan diberikan jam tugas siang kalau

Hari Jumat. Tapi diberikan kepada perempuan yang tidak wajib pergi shalat

Jumat di Masjid. Karena basanaya televisi menayangkan siaran Pilkada pada

satenyiaran berita siang yang bersamaan dengan waktu shalat Jumat. Kalau

176

pada saat tersebut yang bertugas mengawasi isi siaran adalah lelakiyan pergi

meakukan shalat jumat, maka jelas pengawasan tidak akan teraksana dengan

baik. Padahal setiap siaran harus diawasi demi menjamin dan memasikan tidak

adanya pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga lenyaran televisi.

c. Sanksi Hukum

Kalau diperhatian regulasi terkait dengan penyiaran, yakni Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), Peraturan

Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman

Perilaku Penyiaran (P3), Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor

02/P/KPI/2012 tentang Standar Program Siaran (SPS), sanksi yang dapat

diberikan kepada lembaga penyiaran televisi yang melakukan pelanggaran

cukup banyak. Mulai dari sanksi pidana dan juga sanksi administratif.

Dalam pandagan penulis ada beberapa jenis pelanggaran yang berpontesi

dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi dalam program siaran Pemilihan

Kepala Daerah yang dapat diberikan sanksi pidana. Pelanggaran tersebut

misalnya pemberitaan yang sifatnya memfitnah, menghasut, menyesatkan dan

membuat berita bohong (hoax). Dalam UU Penyiaran disebutkan pada Pasal 36

ayat (5) yang berbunyi isi siaran dilarang: a bersifat fitnah, menghasut,

menyesatkan dan/atau bohong. Ancaman pidananya sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 57 UU Penyiaran adalah dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu

milyar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara 5

177

(lima tahun) dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh

milyar) untuk penyiaran televisi.

Pemberitaan yang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau

bohong bisa saja dilakukan oleh lembaga penyiaran yang berpihak kepada

pasangan calon kepala daerah tertentu demi menjatuhkan citra pasangan

lainnya. Jadi di sini dibutuhkan ketelitian KPID untuk melakukan pengawasan

dan penegakan hukum agar tidak ada pelanggaran dalam program acara

Pilkada, baik berita, penyiaran dalam hal ini dialog dan talkshow serta iklan

kampanye.

Selain itu, pelanggaran lain juga bisa berupa pembelian waktu siaran

lembaga penyiaran televisi oleh paslon tertentu untuk kepentingannya dalam

menyampaikan program yang akan mereka lakukan demi menarik dukungan

masyarakat. Dalam Pasal 46 ayat (10) yang berbunyi bahwa ―waktu siaran

lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun untuk kepentingan apapun,

kecuali untuk siaran iklan.‖ Ancaman pidana pelanggaran ini disebutkan pada

Pasal 59 yang berbunyi bahwa ―setiap orang yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (10) dipidana dengan pidana denda

paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk penyiaran radio

dan paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) untuk penyiaran

televisi.‖

Meski di dalam UU Penyiaran disebutkan adanya sanksi pidana, namun

yang melakukan proses hukum berupa penyidikan dilakukan oleh kepolisian

dan penyidik pegawai negeri sipil (Penyidik PNS), bukan oleh KPI dan KPID.

178

Hal tersebut sebagamana disebukan dalam Pasal 56 UU Penyiaran yang

berbunyi bahwa:

(1) Penyidikan terhadap tindak pidana yang diatur dalam Undang-

undang ini dilakukan sesuai dengan Kitab Udang-undang Hukum

Acara Pidana.

(2) Khusus bagi tindak pidana yang terkait dengan pelanggaran

ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5)

huruf b dan huruf e, penyidikan dilakukan oleh Pejabat Pegawai

Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang

berlaku.

Menurut pandangan penulis, harusnya ke depan yang melakukan

penyidikan apabila ada pelanggara pidana yang terkait dengan penyiaran

mestinya yang menjadi penyidiknya adalah penyidik dari KPI atau KPID.

Karena KPI dan KPID merupakan lembaga negara independen yang memang

punya tugas mengurusi urusan penyiaran di Indonesia. Jadi, semua yang terkait

dengan penyiaran harusnya menjadi tugas, wewenang dan tanggungjawab KPI

dan KPID, termasuk proses penyidikan apabila ada pelanggaran pidana dalam

penyiaran.

Demi menjaga program siaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran

televisi pada pemilihan kepala daerah agar senangtiasa bebas dari pelanggaran

maka, pengawasan KPID sangat perlu dilakukan dengan cermat. Sehingga

penyiaran yang dilakukan memberikan keadilan kepada semua paslon dan

masyarakat mendapatkan informasi yang benar.

Selain sanksi pidana yang telah penulis sebutkan di atas, lembaga

penyiaran yang melakukan pelanggaran dapat pula diberikan sanksi

administratif sebagaimana disebutkan pada Pasal 55 UU Penyiaran ayat (2)

179

yang berbunyi sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat

berupa:

a. Teguran tertulis;

b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui

tahap tertentu

c. Pembatasan durasi dan waktu siaran

d. Denda administratif

e. Pembekuan kegiatan untuk waktu tertentu;

f. Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran.

Melihat begitu banyak sanksi yang bisa diberikan kepada lembaga

penyiaran apabila melakukan pelanggaran, mestinya KPID bisa menerapkan

sanksi yang ada di UU Penyiaran tersebut. Jangan hanya memberikan sanksi

yang ringan padahal sudah bisa diberikan sanksi yang membuat lembaga

penyiaran takut berbuat pelanggaran. Jangan sampai karena KPI tidak

memberikan sanksi yang menjerakan bagi lembaga penyiaran yang melakukan

pelanggaran, membuat masyarakat tidak percaya dan mengharapkan

pembubaran lembaga ini karena dianggap tidak melakukan apa-apa. Karena

meski lembaga ini ada namun kenyataannya pelangaran pun tetap berlangsung.

Meski banyak jenis sanksi yang dapat diberikan kepada lembaga

penyiaran sesuai dengan tingkat kesalahannya, namun, KPID Sulsel dalam

menjatuhkan sanksi kepada lembaga penyiaran saat Pilkada 2018 hanya sanksi

administratif berupa teguran tertulis. Tidak ada sanksi yang menjerakan. Sanksi

admninistratif berupa teguran tertulis tidak bisa menjerakan lembaga penyairan

yang melakukan pelanggaran terkait penyelenggaraan penyiaran khususnya

penyiaran Pilkada.

.

180

Menurut Mattewakkan, (Wawancara 9 Mei 2019) bahwa

Sanksi yang kami berikan hanya sanksi administratif berupa teguran

tertulis karena kami berpandnagan bahwa pelanggaran yang dilakukan

oleh lembaga penyiaran televisi pada pemilihan kepala daerah 2018

masih dalam batas kewajaran. Belum ada pelanggaran berat yang bisa

mengakibatkan pemberian sanksi berat.

Dari penjelasan ketua KPID Sulsel tersebut di atas diketahui bahwa

dalam pandangan KPID Sulsel sanksi administratif berupa teguran tertulis

diberikan karena pelanggaran lembaga penyiaran masih dalam batas

kewajaran, bukan sebuah pelanggaran yang berat. Namun, menurut penulis

pelanggaran tersebut tidak bisa lagi dikatakan sebagai pelanggaran yang biasa

saja, karena yang dilakukan oleh lembaga penyiaran tidak hanya sekali, tapi

sudah berulang kali sehingga sanksi perlu ditingkatkan. Bukan hanya sanksi

teguran tertulis terus yang tidak berkesudahan. Sanksi ini sangat ringan,

sehingga tidak membuat lembaga penyiaran ―takut‖ untuk melakukan

pelanggaran. Lebih celaka lagi bahkan lembaga penyiaran tetap melakukan

pelanggaran yang telah mereka lakukan sebelumnya, meski telah mendapatkan

teguran tertulis berulang-kali.

Padahal sanksi lain bisa saja diberikan meski disadari persolan yang

kemudian lahir dari penerapan sanksi administratif ini anatara lain berkisar

pada faktor kewenangan. Jika selama ini Komisi Penyiaran Indonesia hanya

bertindak sebagai regulator, maka kewenangan eksekutor yang seharusnya juga

melekat padanya tidak berlaku efektif secara keseluruhan. Sebagai contoh,

teguran-teguran tertulis yang telah diberikan oleh KPI tidak menjadi ―alat jera‖

karena berbagai bentuk pelanggaran yang menjadi dasar teguran tersebut tetap

181

saja dilakukan. Jika suatu acara diberikan sanksi administratif, hal itu tidak

menghentikan penyelenggaraan penyiaran untuk tidak berbuat hal yang sama

pada mata acara lainnya. Sehingga KPID seharusnya tidak menerapkan sanksi

administratif tersebut dalam konteks per mata acara siaran yang melanggar,

akan tetapi terhadap pelaku penyelenggara penyiaran, dalam hal ini yang

bertanggung jawab secara keseluruhan atas isi siaran dan penyelenggaraan

penyiaran.

Selain itu, mengenai sanksi pencabutan izin. Dikatakan oleh ketua KIPD

Sul-Sel, Mattewakkan (wawancara, 9 Mei 2019) bahwa

Mengenai pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP), KPI dan

KPID cuma bisa memberikan rekomendasi. Yang melakukan pencabutan

adalah Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Dari seri Undang-Undang memang masih sangat jauh dari harapan

olehnya itu kami sangat berharap agar undang-undang terkait penyiaran

bisa direvisi dan dapat memberikan kewengang yang lebih kuat bagi KPI

dan KPID agar lebih kuat dari segi fungsi.

Dari segi pencabutan dan pemberian izin penyelenggaraan penyiaran

(IPP) KPID cuma bisa merekomendasikan kepada pemerintah dalam hal ini

Kementerian Komunikasi dan Informasi. Di sini terlihat kelemahan sifat

eksekutorial KPID dari segi perizinan yang harus berbagi dengan pemerintah.

Sehingga hal ini bisa saja menyebabkan lembaga penyiaran tidak merasa takut

pada kewenangan KPID karena masih tereduksi oleh peran pemerintah yang

mengeluarkan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Dengan demikian, wajar

saja jika sampai saat ini ancaman sanksi administratif berupa pencabutan izin

penyelenggaraan penyiaran masih sebatas ancaman tak menjerakan dan tak

menakutkan bagi lembaga penyiaran.

182

Karena selama ini yang diberikan hanya sanksi administrasi yang tidak

menjerakan bagi lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran, maka ke

depan perlu ada sanksi yang lebih memberikan efek jera. Sanksi itu berupa

pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran bagi lembaga penyiaran yang

memang telah melakukan pelanggaran berat. Sanksi pencabutan izin

penyelenggaraan penyiaran (IPP) harus menjadi kewenangan KPI di Pusat dan

KPID di Daerah.

Ke depan KPI dan KPID harus diberikan kewenangan yang lebih

memadai. Sebagai lembaga negara independen di bidang penyiaran yang

dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran (UU Penyiaran), KPI dan KPID tidak boleh hanya seperti ―macan

ompong‖ cuma kelihatan menakutkan tapi sejatinya tidak bisa menggigit.

Dengan demikian tentu dibutuhkan UU baru yang mengatur hal tersebut.

Karena UU yang sekarang belum mengakomodir kewenangan tersebut.

Olehnya itu revisi UU penyiaran menjadi hal yang urgen dilakukan demi KPI

dan KPID yang semakin efektif dan berwibawa dalam mengawasi penyiaran

di Indonesia.

183

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan mengenai

Efektivitas Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan

Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018, maka penulis dapat menarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi

Selatan terhadap Program Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018

dilakukan dengan dua cara yakni pengawasan langsung dan pengawasan

tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan dengan menontonton

secara langsung semua siaran di televisi yang terkait dengan pemilihan

kepala daerah, hasil pemanatauan dicatat pada lembar pemantauan.

Sementara pengawasan tidak langsung berasal dari laporan atau

pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Sulawesi Selatan. Hasil pengawasan tersebut baik

langsung maupun tidak langsung dianalisis dan apabila termasuk

pelanggaran, lalu ditentukan bentuk pelanggaran dan sanksi yang akan

dikenakan melalui rapat pleno. Meski demikian pengawasan yang

dilakukan belum berjalan efektif sebagaimana mestinya. Hal tersebut

terbukti dengan masih adanya lembaga penyiaran di Sulawesi Selatan

yang tidak diawasi. Sehingga hanya Pemilihan Calon Gubernur dan

Wakil Gubernur Sulawesi Selatan dan Pemilihan Calon Walikota dan

184

Calon Walikota Makassar. Padahal ada 13 (tiga belas) Pilkada yang

diselenggarakan di Sulawesi Selatan tahun 2018 tapi, fokus pengawasan

KPID Sulsel hanya di 2 (dua) Pemilihan.

2. Faktor yang memengaruhi efektivitas pelaksanaan pengawasan Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan terhadap Program

Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018 ada beberapa faktor yaitu: faktor

kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya sumber daya manusia, sanksi

hukum yang diberikan kepada lembaga penyiaran tidak menjerakan bagi

lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran karena hanya sanksi

administratif berupa teguran tertulis.

B. Saran

Dari penelitian yang telah penulis lakukan ini, maka penulis memberikan

saran sebagai berikut:

1. Agar Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan dalam

melakukan pengawasan siaran Pemilihan Kepala Daerah betul-betul

menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya dengan mengawasi

seluruh lembaga penyiaran yang ada di Sulawesi Selatan untuk

memastikan lembaga penyiaran dalam menyiarkan program siaran

Pemilihan Kepala Daerah sudah sesuai dengan regulasi yang ada.

2. Agar Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan mengalokasikan dana yang

dapat menunjang ketersedian sarana, prasarana dan sumber daya manusia

sesuai dengan kebutuhan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi

185

Selatan sehingga efektif dalam melakukan pengawasan terhadap program

siaran Pemilihan Kepala Daerah.

3. Agar Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama

Pemerintah segera merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran yang sekarang ini sudah tidak relevan lagi dengan

kebutuhan akan penyiaran. Diharapakan dengan UU Penyiaran yang baru

dapat mengakomodir:

b) Adanya pemberian kewenangan eksekutor kepada KPI dan KPID.

Dalam hal ini KPI dan KPID memiliki staf penyidik yang

melakukan penyidikan apabila ada pelanggaran pidana yang

dilakukan oleh lembaga penyiaran.

c) KPI dan KPID diberikan tugas menerbitkan izin penyelenggaraan

penyiaran (IPP) dan diberi kewenangan mencabut IPP tersebut

apabila lembaga penyiaran melakukan pelanggaran berat.

d) KPI dan KPID perlu diberikan tugas untuk mengawasi penyiaran di

media baru atau media online yang selama ini dalam pengertian

UU Penyiaran bukan menjadi tugas KPI dan KPID. Hal itu penting

dilakukan mengingat, saat ini penyiaran di media baru atau media

online banyak dilakukan oleh masyarakat termasuk para pasangan

calon Kepala Daerah.

186

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adi Badjuri. 2010. Jurnalistik Televisi. Graha Ilmu, Yogyakarta.

AM. Arfah Pattenreng. 2017. Hukum Kepemilikan dan Penguasaan Hak Atas

Tanah (Suatu Kajian Komprehensif). Bosowa Publishing Group,

Makassar.

Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih. 2016. Pengawasan Hukum

Terhadap Aparatur Negara. Pustaka Yustisia, Yogyakarta.

Aswar Hasan dkk. 2010. Panorama Penyiaran Di Sulawesi Selatan. PT.

Umitoha Ukhuwah Grafika Makassar Kerjasama dengan KPID Sulsel,

Makassar.

Baso Madiong. 2019. Sosiologi Hukum (Suatu Pengantar). Sah Media,

Makassar.

Burhan Bungin. 2018. Komunikasi Politik Pencitraan The Social Construction

of Public Administrasion (SCoPA) Konstruksi Sosial Atas Citra

Pemimpin Publik dan Kebijakan-Kebijakan Negara Dalam Perspektif

Postmodern Public Communication and New Public Administration.

Prenadamedia Group, Jakarta

Danrivanto Budhijanto. 2013. Hukum Telekomunikasi, Penyiaran dan

Teknologi Informasi: Regulasi dan Konvergensi. Refika Aditama,

Bandung.

-----------. 2014. Teori Hukum Konvergensi. Refika Aditama, Bandung.

Didik Sukriono. 2013. Hukum, Konstitusi dan Konsep Otonomi: Kajian Politik

Hukum tentang Konstitusi, Otonomi Daerah dan Desa Pasca Perubahan

Konstitusi. Setara Press, Malang.

Edi Suharto. 2014. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian

Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.

Reflika Aditama, Bandung.

Fajlurrahman Jurdi. 2018. Pengantar Hukum Pemilihan Umum. Prenadamedia

Group, Jakarta.

Fredrich C. Kuen. 2008. Jurnalisme dan Humanisme. LKBN Anatara Biro

Sulawesi Tenggara.

Gun Gun Heryanto. 2018. Media Komunikasi Politik: Relasi Kuasa Media di

Panggung Politik. IRCiSoD, Yogjakarta.

187

Hendra Karianga. 2015. Politik Hukum Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.

Prenadamedia Group, Jakarta.

Hendry Subiakto dan Rachmah Ida. 2015. Komunikasi Politik, Media, dan

Demokrasi. Prenadamedia Group, Jakarta.

Heru Widodo. 2017. Hukum Acara Perselisihan Hasil Pilkada Serentak di

Mahkamah Konstitusi. Sinar Graika, Jakarta.

Jimly Asshiddiqie. 2014. Pengantar Hukum Tata Negara. PT. RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

-----------. 2015. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Sinar

Grafika, Jakarta.

Judhariksawan. 2013. Hukum Penyiaran. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Marwan Mas. 2011. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia Indonesia, Bogor.

-----------. 2014. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ghalia Indonesia,

Bogor.

-----------. 2017. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Ghalia Indonesia, Bogor

-----------. 2018. Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara. Rajawali Pers,

Depok.

Miriam Budiardjo. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Moh. Mahfud MD. 2017. Politik Hukum di Indonesia. PT. RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

Morissan. 2015. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Prenadamedia

Group, Jakarta.

Muhammad Erwin. 2016. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis terhadap Hukum dan

Hukum Indonesia (dalam Dimensi Ide dan Aplikasi) (Edisi Revisi).

Rajawali Pers, Jakarta.

M. Anshar A. Akil. 2009. Standarisasi Manajemen Penyiaran: Mewujudkan

Profesionalisme Radio & TV. KPID Sulsel, Makassar.

Ni’matul Huda dan M. Imam Nasef. 2017. Penataan Demokrasi dan Pemilu di

Indonesia Pasca Reformasi. Prenadamedia Group, Jakarta.

188

Philipus M. Hadjon dkk. 2011. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia:

Introduction to the Indonesian Administrative Law. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Poerwadarminta W.J.S. 1985. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga.

Balai Pustaka, Jakarta.

Rachmat Kriyantono. 2014. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Prenadamedia

Group, Jakarta.

Ridwan H.R. 2013. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Riswandi. 2009. Dasar-Dasar Penyiaran. Graha Ilmu, Yogyakarta Kerjasama

Universitas Mercu Buana

Ruslan Renggong. 2014. Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.

Lapen Universitas 45, Makassar.

-----------. 2016. Hukum Acara Pidana: Memahami Perlindungan HAM dalam

Proses Penahanan di Indonesia. Prenadamedia Group, Jakarta.

Sarman dan Mohammad T. M. 2011. Hukum Pemerintahan Daerah di

Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta.

Sirajuddin dkk. 2016. Hukum Pelayanan Publik Berbasis Partisipasi dan

Keterbukaan Informasi. Setara Press, Malang.

----------- dkk. 2016a. Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah: Sejarah,

Asas, Kewenangan, dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah. Setara Press, Malang.

Siswanto Sunarno. 2012. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Sinar

Grafika, Jakarta.

Sodikin. 2014. Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan.

Gramata Publising, Bekasi.

Soetomo. 2015. Pemberdayaan Masyarakat: Mungkinkah Muncul

Antitesisnya?. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Sofian Effendi. 2012. Reformasi Tata Kepemerintahan: Menyiapkan Aparatur

Negara Untuk Mendukung Demokratisasi Politik dan Ekonomi Terbuka.

Gadja Mada University Press, Yogyakarta.

Sumeizita Suarman. 2006. Media dan Pemilu, Deskripsi untuk Pilkada. Komisi

Penyiaran Daerah Sulawesi Selatan, Makassar.

189

Syaiful Halim. 2015. Dasar-Dasar Jurnalistik Televisi: Panduan Praktis

Memahami Teknik-teknik Reportase dan Menulis Naskah Berita untuk

Media Televisi. Deepublish, Yogyakarta.

Thomas B. Pepinsky dkk. 2018. Kesalehan dan Pilihan Politik: Memahami

Kebangkitan Islam-Politik dari Perspektif Indonesia. Prenadamedia

Group, Jakarta.

Topo Santoso dan Ida Budhiati. 2019. Pemilu di Indonesia: Kelembagaan,

Pelaksanaan dan Pengawasan. Sinar Grafika, Jakarta.

Umar Said Sugiarto. 2013. Pengantar Hukum Indonesia. Sinar Grafika,

Jakarta.

Vieta I. C. 2016. Hukum Pemerintahan Daerah: Pengaturan dan Pembentukan

Daerah Otonomi Baru di Wilayah Perbatasan dan Pedalaman dalam

Perspektif Kedaulatan Negara. Aswaja Pressindo, Surabaya.

Zainal Arifin Mochtar. 2016. Lembaga Negara Independen: Dinamika

Perkembangan dan Urgensi Penataannya Kembali Pasca-Amandemen

Konstitusi. Rajawali Pers, Jakarta.

Zainuddin Ali. 2014. Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

-----------. 2015. Sosiologi Hukum. Sinar Grafika, Jakarta.

-----------. 2016. Filsafat Hukum. Sinar Grafika, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.

Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Pedoman

Organiasi dan Tatakerja Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah.

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/03/2012 Tentang Pedoman

Perilaku Penyiaran.

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/03/2012 Tentang Standar

Program siaran.

190

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/07/2014 Tentang

Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia.

Surat Edaran Komisi Penyiaran Indonesia Tentang Penyiaran Masa Pilkada

2018.

Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Nomor

240/SK/KPID-SS/03/2018 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Terkait

Perlindungan Kepentingan Publik Terhadap Pengawasan Pemberitaan,

Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil

Walikota Melalui Lembaga Penyiaran.

Media Online

Terkini.id

www.kpi.go.id

www.kpid-sulsel.go.id

TEMPO.CO

191

Lampiran

192

Lampiran 1

SURAT KETERANGAN PENELTIAN

193

Lampiran 2

DATA PENELITIAN

194

195

196

197

198

199

200

201

202

203

204

205

206

207

208

209

210

211

212

213

214

215

216

217

218

219

220

221

222

223

224

225

226

227

228

229

230

231

232

233

Lampiran 3

PERTANYAAN WAWANCARA

1. Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan oleh KPID Sul-Sel

terhadap program siaran Pilkada yang ditayangkan di lembaga penyiaran

televisi tahun 2018?

2. Apa saja jenis siaran Pilkada yang ditayangkan di lemabaga penyiaran

televisi yang diawasi oleh KPID Sul-Sel tahun 2018?

3. Bagiamana cara KPID Sul-Sel menentukan bahwa lembaga penyiaran

televisi melakukan pelanggaran dalam menyiarkan program siaran

Pilkada tahun 2018?

4. Bagaimana cara KPID Sul-Sel memberikan sanksi kepada lembaga

penyiaran televisi yang melakukan pelanggaran program siaran Pilkada

tahun 2018?

5. Sanksi apa saja yang telah KPID Sul-Sel berikan kepada lebaga

penyiaran televisi yang melakukan pelanggaran program siaran Pilkada

tahun 2018?

6. Apa saja yang menjadi faktor pemgambat KPID Sul-Sel dalam

melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran televisi yang

menyiarkan program siaran Pilkada tahun 2018?

7. Menurut anda, apa yang harus dilakukan oleh KPID Sul-Sel agar

pengawasan terhadap lembaga penyiaran televisi yang menyiarkan

program siaran Pilkada ke depan semakin baik?

234

Lampiran 4

FOTO PENELITIAN

Foto wawancara dengan Mattewakkan, S.IP., M.Si selaku Ketua Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Periode 2017-2020

Wawancara dengan Herwanita, S.Sos., M.I.Kom selaku Koordinator

Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan

Periode 2017-2020

235

DAFTAR RIWAYAT PENULIS

Herman Pelani, S.H., M.H., lahir di Dusun Cempalagi,

Desa Mallari, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone,

Sulawesi Selatan pada tanggal 1 Januari 1986. Anak

terakhir dari empat bersaudara, pasangan Bapak Ambo

Nik (Almarhum) dan Ibu Muderang (Almarhumah).

Adapun pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis:

1. SD Negeri Nomor 41 Mallari lulus tahun 1999.

2. SMP Negeri 1 Awangpone lulus tahun 2002.

3. SMA Amir Islam Watampone lulus tahun 2005.

4. S1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Bosowa lulus tahun 2017.

5. S2 Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Bosowa lulus tahun

2019.

Sementara Pengalaman organsasi dan pekerjaan penulis di antaranya:

1. Ketua Umum UKM LDK Al-Fur’qan Universitas Bosowa tahun 2013-

2014.

2. Ketua Majelis Syuro UKM LDK Al-Fur’qan Universitas Bosowa tahun

2015-2016.

3. Ketua Umum UKM Jurnalistik Universitas Bosowa tahun 2014-2015 dan

2015-2016.

4. Anggota Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum

(HIMAPSIH) Fakultas Hukum Universitas Bosowa tahun 2014-215.

5. Pemimpin Redaksi Surat Kabar Kampus Didaktis/Intelekual Universitas

Bosowa 2013-2017.

6. Ketua Penasehat Organisasi UKM Jurnalistik Universitas Bosowa tahun

2016-2017.

7. Anggota Forum Civitas Akademika-Pencinta Siaran Sehat (Focika-PPS)

Universitas Bosowa tahun 2015-2018.

8. Ketua Komunitas Anti Hoax Paraikatte Makassar tahun 2019-2020

9. Pengurus Masjid Agung 45 Makassar tahun 2014-sekarang.

10. Ketua Duta Halal Halalan Thoyyibah Centre (HTC) Universitas Bosowa

tahun 2019-Sekarang.

Selain Itu, Penulis juga pernah sebagai Asisten Dosen Mata Kuliah Jurnalistik

(Ko-Kurikuler) tahun 2014/2015 dan 2015/2016 dan pernah pula sebagai Staf

Pengawas Isi Siaran di Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan

tahun 2018-2019.