45
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, di mana glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. DM merupakan kelainan endokrin yang terbanyak dijumpai. Penderita DM mempunyai risiko untuk menderita komplikasi yang spesifik akibat perjalanan penyakit ini, yaitu retinopati (bisa menyebabkan kebutaan), gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis (bisa menyebabkan stroke), gangren, dan penyakit arteria koronaria (Coronary artery disease). Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar penetapan diagnosisnya berbeda-beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes Association (ADA), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat (AS) menderita DM dan yang tidak terdiagnosis sekitar 5,4 juta. Dengan demikian, diperkirakan lebih dari 15 juta orang di AS menderita DM. Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15 tahun, bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%. Pemeriksaan laboratorium bagi penderita DM diperlukan untuk menegakkan diagnosis serta 1

Diabetes Melitus

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan

metabolisme karbohidrat, di mana glukosa darah

tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga

menyebabkan keadaan hiperglikemia. DM merupakan

kelainan endokrin yang terbanyak dijumpai.

Penderita DM mempunyai risiko untuk menderita

komplikasi yang spesifik akibat perjalanan

penyakit ini, yaitu retinopati (bisa menyebabkan

kebutaan), gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis

(bisa menyebabkan stroke), gangren, dan penyakit

arteria koronaria (Coronary artery disease).

Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar

penetapan diagnosisnya berbeda-beda. Berdasarkan

kriteria American Diabetes Association (ADA),

sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat (AS)

menderita DM dan yang tidak terdiagnosis sekitar

5,4 juta. Dengan demikian, diperkirakan lebih dari

15 juta orang di AS menderita DM. Sementara itu,

di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3%

penduduk usia >15 tahun, bahkan di daerah Manado

prevalensi DM sebesar 6,1%.

Pemeriksaan laboratorium bagi penderita DM

diperlukan untuk menegakkan diagnosis serta

1

memonitor dan timbulnya komplikasi spesifik akibat

penyakit. Dengan demikian, perkembangan penyakit

bisa dimonitor dan dapat mencegah komplikasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis

merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa definisi diabetes melitus?

2. Bagaimana patofisiologi diabetes melitus?

3. Apa saja etiologi diabetes melitus?

4. Bagaimana patogenesis diabetes melitus?

5. Bagaimana gejala klinis diabetes melitus?

6. Bagaimana pemeriksaan lab pada diabetes

melitus?

7. Bagaimana diagnosa diabetes melitus?

8. Bagaimana interaksi obat dengan zat gizi

diabetes melitus?

9. Bagimana diit diabetes melitus?

10. Bagaimana penatalaksanaan diabetes melitus?

11. Bagimana pencegahan diabetes melitus?

C. Tujuan Makalah

Sejalan dengan rumusan masalah di atas,

makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui

dan mendeskripsikan :

1. Definisi Diabetes Melitus.

2. Patofisiologi Diabetes Melitus.

2

3. Etiologi Diabetes Melitus.

4. Patogenesis Diabetes Melitus.

5. Gejala klinis Diabetes Melitus

6. Pemeriksaan Lab Diabetes Melitus.

7. Diagnosa Diabetes Melitus.

8. Interaksi Obat Dengan Zat Gizi Diabetes Melitus

9. Diit Diabetes Melitus.

10. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

11. Pencegahan Diabetes Melitus

D. Kegunaan Makalah

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan

kegunaan baik secara teoretis maupun secara

praktis. Secara teoretis makalah ini diharapkan

bermanfaat bagi :

1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan

dan konsep keilmuan khususnya tentang “Diabetes

Melitus”.

2. Pembaca, sebagai media informasi tentang

Diabetes Melitus.

E. Prosedur Makalah

Makalah ini disusun dengan menggunakan teknik

studi pustaka, artinya penulis mengambil data

melalui kegiatan membaca berbagai literatur yang

3

relevan dengan tema makalah. Data tersebut diolah

dengan teknik analisis isi melalui kegiatan

mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data

tersebut dalam konteks tema masalah.

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang

berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon).

Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna

manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat

diartikan individu yang mengalirkan volume urine

yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes

melitus adalah penyakit hiperglikemia yang

ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau

penurunan relative insensitivitas sel terhadap

insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan

hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan

metabolik akibat gangguan hormonal, yang

menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,

ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi

pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan

mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)

Menurut American Diabetes Association (ADA)

tahun 2005, diabetus merupakan suatu kelompok

panyakit metabolik dengan karakterristik

5

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

DM merupakan sekelompok kelainan heterogen

yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam

darah atau hiperglikemia yang disebabkan

defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang

tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

B. Patofisiologi Diabetes Melitus

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah

glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga.

disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi

tidak terkendali. Kedua faktor ini akan

menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk

menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam

tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa

bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium

dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh

urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan

dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita

ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan

kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq

natrium, kalium serta klorida selam periode waktu

24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah

pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam

lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan

6

diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada

ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton

yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan

insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya

keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan

bila bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton

akan menimbulkan asidosis metabolik.

C. Etiologi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan suatu sindroma

klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi,

danpolifagi serta peningkatan kadar glukosa atau

disebut hiperglikemia yaitu suatu kadar guladarah

yang tingginya sudah membahayakan (farkolUI,2009).

Hal tersebut dikarenakan tubuhtidak mampu

mengendalikan jumlah gula, atau glukosa, dalam

aliran darah dan terjadi sekresi insulin yang

tidak adekuat atau tidak ada, dengan atau tanpa

gangguan kerja insulin(Katzung,2007). Insulin

merupakan suatu hormon polipeptida yang disintesis

oleh sel khususdi pancreas yaitu sel beta pulau

Langerhans. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh

agarmenyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormone

pancreas lain yang disebut glukagon, juga

mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila

tubuh menghasilkan terlampausedikit insulin atau

jika tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat

7

terjadilah diabetesmellitus. Gangguan metabolisme

lemak dan protein serta resiko timbulnya

gangguanmikrovaskular dan makrovaskular meningkat

dapat terjadi apabila diabetes mellitus

tidak segera diatasi(farkol UI,2009).Beberapa cara

yang bisa dilakukan untuk mengendalikan diabetes

mellitus antara lainmakanan yang rendah kadar

gulanya, obat yang di minum, atau suntikan insulin

secarateratur. Meskipun begitu, penyakit ini lama

kelamaan terkadang menyebabkan komplikasi seperti

kebutaan dan stroke. Penyebab utama diabetes di

era globalisasi adalah adanyaperubahan gaya hidup

(pola makan yang tidak seimbang, kurang aktivitas

fisik). Selain itu,adanya stress, kelainan genetika,

usia yang semakin lama semakin tua dapat pula

menjadisalah satu faktor penyebab timbulnya

penyakit diabetes. Penyakit ini dapat dicegah

denganmerubah pola makan yang seimbang (hindari makanan

yang banyak mengandung protein,lemak, gula, dan

garam), melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit

setiap hari (berenang,bersepeda, jogging, jalan

cepat), serta rajin memeriksakan kadar gula urine

setiap tahun(Sinaga, 2003).

Klasifikasi dan Etiologi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun

2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah sbb:

1. Diabetes Melitus tipe 1

8

DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes

“Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis

prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi

kematian dalam beberapa hari yang disebabkan

ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri

diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi

mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-

13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir

usia 30 atau menjelang 40.

Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin

yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar

glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta

pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang

semestinya meningkatkan sekresi insulin.

DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai

penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi

pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit

dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien

ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang

glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas

tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada

pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti

penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau

myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki

Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4.

Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya

dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem

9

imun pada orang dengan kecenderungan genetik

tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang

‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi

destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-

faktor yang diduga berperan memicu serangan

terhadap sel beta, antara lain virus (mumps,

rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan

konsumsi susu sapi pada masa bayi.

Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM

tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak

ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM

tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi

akibat faktor keturunan, misalnya pada ras

tertentu Afrika dan Asia.

1. Diabetes Melitus tipe 2

Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak

memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau

autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel

beta yang masih berfungsi (walau terkadang

memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung

seumur hidup). DM tipe 2  ini bervariasi mulai

dari yang predominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan

gangguan sekresi insulin bersama resistensi

insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi

pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons

yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi

10

peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma,

penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan

produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.

Efek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh

gaya hidup  yang diabetogenik (asupan kalori  yang

berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas)

ditambah kecenderungan secara genetik.  Nilai BMI

yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah

berbeda-beda untuk setiap ras.

2. Diabetes Melitus tipe lain

Defek genetik fungsi sel beta

Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan

defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan

dengan onset hiperglikemia pada usia yang

relatif muda (<25 tahun) atau disebut maturity-

onset diabetes of the young (MODY). Terjadi gangguan

sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan

tetap normal. Saat ini telah diketahui

abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom,

yang paling sering adalah mutasi kromosom 12,

juga mutasi di kromosom 7p yang mengkode

glukokinase. Selain itu juga telah

diidentifikasi kelaian genetik  yang

mengakibatkan ketidakmampuan mengubah

proinsulin menjadi insulin.

Defek genetik kerja insulin

11

Terdapat mutasi pada reseptor insulin, yang

mengakibatkan hiperinsulinemia, hiperglikemia

dan diabetes. Beberapa individu dengan kelainan

ini juga dapat mengalami akantosis nigricans,

pada wanita mengalami virilisasi dan pembesaran

ovarium.

Penyakit eksokrin pankreas

Meliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi,

dan carcinoma pankreas.

Endokrinopati

Beberapa hormon seperti GH, kortisol, glukagon

dan epinefrin bekerja mengantagonis aktivitas

insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti 

pada sindroma Cushing, glukagonoma,

feokromositoma dapat menyebabkan diabetes.

Umumnya terjadi pada orang yang sebelumnya

mengalami defek sekresi insulin, dan

hiperglikemia dapat diperbaiki bila kelebihan

hormon-hormon tersebut dikurangi.

Karena obat/zat kimia

Beberapa obat dapat mengganggu sekresi dan

kerja insulin. Vacor (racun tikus) dan

pentamidin dapat merusak sel beta. Asam

nikotinat dan glukokortikoid mengganggu kerja

insulin.

Infeksi

12

Virus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel

beta, seperti rubella, coxsackievirus B, CMV,

adenovirus, dan mumps.

Imunologi

Ada dua kelainan imunologi yang diketahui,

yaitu sindrom stiffman dan antibodi antiinsulin

reseptor. Pada sindrom stiffman terjadi

peninggian kadar autoantibodi GAD di sel beta

pankreas.

o Sindroma genetik lain

o Down’s syndrome, Klinefelter syndrome,

Turner syndrome, dll.

3. Diabetes Kehamilan/gestasional

Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai

intoleransi glukosa dengan onset pada waktu

kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi

pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi

glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga.

Epidemiologi

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan

sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia

menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8%

dari total populasi. Insidensnya terus meningkat

dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030,

angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau

sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di

seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe

13

2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan

prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika,

sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan

gaya hidup, seperti pola makan “Western-style”

yang tidak sehat.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417

responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami

Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200

mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi

glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami

Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2%

mengalami Diabetes Melitus yang tidak

terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak

ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih

sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan

status sosial rendah. Daerah dengan angka

penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat

dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok

usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun

yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan

risiko terkena DM adalah obesitas (sentral),

hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi

sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.

D. Patogenesis Diabetes Melitus

14

Menurut Brunner dan Suddarth (2001),

patogenesis  DM yaitu :

1. Diabetes Tipe I

Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan

untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta

pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.

Hiperglikemia bisa terjadi akibat produksi glukosa

yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu,

glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat

disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam

darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial

(sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup

tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua

glukosa yang tersaring keluar : akibatnya, glukosa

tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika

glukosa yang berlabihan diekskresikan ke urin,

ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan

elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini

dinamakan dieresis osmotik. Sebagai akibat dari

kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)

dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga mengganggu

metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan

penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami

peningkatan selera makan (Polifagia), akibat

15

menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya

mencakup kelelahan dan kelemahan.

2. Diabetes Tipe II

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah

utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu :

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor

khusus pada permukaan sel akibat terikatnya

insulin dengan reseptor tersebut, terjadi sel

resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai

dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan

demikian insuliin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan

mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus

terdapat peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan pada penderita toleransi glukosa

terganggu, keadaan ini ter-jadi akibat sekresi

insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau

sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi

peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar

glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe

II.

E. Gejala klinis Diabetes Melitus

16

Untuk mengetahui apakah seorang menderita

DM yaitu dengan memeriksakan kadar gula dalam

darah. Kadar gula darah normal adalahPada saat :

Puasa  (nucthter): 80 -<110 mg/dl dan Setelah

makan: 110-<160 gr/dl. Gejala akut yang

ditunjukkan pada satu penderita dengan penderita

yang lain selalu tidak sama. Namun ada gejala

yang khas yang sering kurang dirasakan.Adapun

gejala-gejala yang ditunjukkan oleh penderita

DM  adalah sebagai berikut:

1. Sering kencing (pelyuria), teritama dalam

malam hari.

2. Sering haus (polidipsia) dan makan

(poliphgia)

3. Berat badan menurun meskipun banyak makan.

4. Sering merasa leleh dan mengantuk.

5. Gatal-gatal dan bila ada luka sikar sembuh.

6. Nyeri otot.

7. Menurunnya gairah seks.

Sedangkan pada diabetes kronis biasanya

gejala timbul secara perlahan, antara lain:

1. Sering kesemutan

2. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk

jarum

3. Rasa tebal di kulit

4. Mudah kram

5. Mengantuk

17

6. Mata kabur

7. Gatal sekitar kemaluan (terutama wanita)

8. Gigi mudah goyang dan lepas

9. Kemampuan seksual menurun bahkan impotent

Pada ibu hamil sering terjadi keguguran

yang mengakibatkan kematian janin dalam

kandungan. Kalau bayi dilahirkan selamat pun

berta lahir bayi lebih dari 4 kg.Diabetes

mellitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan

sendirinya setelah persalinan.

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya

timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang

dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut

dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di

dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian

besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa

insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari

sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan

menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia

beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam

(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis

diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang

berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut

(terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi

dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk

memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita

tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan,

18

ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi

koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak

menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun.

Jika kekurangan insulin semakin parah, maka

timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan

sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis.

Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai

lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat

stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka

penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang

bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing,

kejang dan suatu keadaan yang disebut koma

hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.Gejala

awalnya berhubungan dengan efek langsung dari

kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula

darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa

akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih

tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan

untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang

hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih

dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita

sering berkemih dalam jumlah yang banyak

(poliuri).DM dapat dicegah dengan menerapkan

hidup sehat sedini mungkin yaitu dengan

mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat

dan seimbang dengan meningkatkan konsumsi

19

sayuran, buah dan serat, membatasi makanan yang

tidak tinggi karbohidrat protein dan lemak,

mempertahankan BB  yang normal sesuai dengan

umur dan tinggi badan serta olah raga teratur

sesui dengan umur dan kemampuan.

F. Pemeriksaan Lab Diabetes Melitus.

Seperti diketahui bahwa masalah yang dihadapi

oleh seorang diabetisi adalah timbulnya komplikasi

spesifik seperti retinopati (bisa menyebabkan kebutaan), gagal

ginjal, neuropati, aterosklerosis (bisa menyebabkan stroke),

gangren, dan penyakit arteria koronaria (coronary artery disease).

Oleh sebab itu seorang diabetisi membutuhkan

beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk

mengetahui dan memantau perkembangan komplikasi

spesifik diatas. Dengan demikian, perkembangan

penyakit bisa dimonitor dan dapat mencegah

komplikasi.

Jenis Pemeriksaan Medis Kedokteran yang biasa

dilakukan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam

PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya

HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin. Pemeriksaan

fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena

pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan

waktu lama. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan

ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa

20

dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau

terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.

1. Pemeriksaan HbA1C

HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-

enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A

dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini

diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin

yang stabil dan ireversibel.

Metode pemeriksaan HbA1C

a) Metode Ion-exchange chromatography: harus

dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom,

kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens

yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang

bisa memberikan hasil negatif palsu.

b) Metode HPLC (high performance liquid

chromatography): prinsip sama dengan ion

exchange chromatography, bisa diotomatisasi,

serta memiliki akurasi dan presisi yang baik

sekali. Metode ini juga direkomendasikan

menjadi metode referensi.

c) Metode Electroforesis: hasilnya berkorelasi

baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang

dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif

palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan

HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.

21

d) Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C,

tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A

dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.

e) Metode Affinity chromatography: non-glycated

hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak

mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak

dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS,

ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode

ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan

glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran

dengan metode ini lebih tinggi dari metode

HPLC.

f) Metode Analisis kimiawi dengan Kolorimetri:

waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik

karena tidak dipengaruhi non-glycosylated

ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu

lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang

kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.

Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C

HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah

meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat

kualitas kontrol glukosa darah pada penderita diabetes

(glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-

nya) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C

meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk

menghindari komplikasi.Nilai yang dianjurkan

22

PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.

Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah

penatalaksanaan sudah ada kuat atau belum.

Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan

secara rutin tiap 3 bulan sekali.

2. Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi Diabetes

Komplikasi spesifik DM: Aterosklerosis,

Nefropati, Neuropati, dan Retinopati. Pemeriksaan

laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi

beberapa dari komplikasi spesifik tersebut,

misalnya untuk memprediksi Nefropati dan gangguan

Aterosklerosis.

Memprediksi Nefropati

Pemeriksaan mikroalbuminuria untuk memantau

komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta

heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang

dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin

adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin

untuk melihat fungsi ginjal.

Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin

sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200

mg/menit. Mikroalbuminuria ini dapat

berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali

makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi

penurunan yang menetap dari fungsi ginjal.

Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki

mikroalbuminuria pada beberapa pasien,

23

sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa

diperlambat.

Pengukuran mikroalbuminuria secara

semikuantitatif dengan menggunakan strip atau

tes latex agglutination inhibition, tetapi

untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang

akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering

adalah cara kuantitatif: metode Radial

Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay

(RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay

(ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode

kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas,

dan range yang mirip, serta semuanya

menggunakan antibodi terhadap human albumin.

Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini

adalah sampel urine 24 jam.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan

Mikroalbuminuria

Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori

albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20

mg/menit), mikroalbuminuria (20–200

mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit).

Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan

minimal 1 X per tahun pada semua penderita DM

usia > 12 tahun.

3. Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis

24

Pemeriksaan untuk memantau komplikasi

aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu

kolesterol total, low density lipoprotein

cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein

cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta

mikroalbuminuria. Pada pemeriksaan profil lipid

ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam

(karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan

mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).

4. Tes Toleransi Glukosa Oral/TTGO

Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance

test, OGTT) dilakukan pada kasus hiperglikemia yang

tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau

glukosa puasa antara 110-126 mg/dl, atau bila ada

glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini

dapat diindikasikan pada penderita

yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes

mellitus; pada penderita penyakit vaskular, atau

neurologik, atau infeksi yang tidak jelas

sebabnya.

TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada

kehamilan (diabetes gestasional). Banyak di antara

ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan

gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme

glukosa pada waktu hamil. Penting untuk

menyelidiki dengan teliti metabolisme glukosa pada

waktu hamil yang menunjukkan glukosuria

25

berulangkali, dan juga pada wanita hamil dengan

riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya

janin pada kehamilan, atau riwayat melahirkan bayi

dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes hamil

sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 26-

32 minggu. Pada mereka dengan risiko tinggi

dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal.

Nilai Rujukan

Puasa : 70 – 110 mg/dl (3.9 – 6.1 mmol/L)

½ jam : 110 – 170 mg/dl (6.1 – 9.4

mmol/L)

1 jam : 120 – 170 mg/dl (6.7 – 9.4

mmol/L)

1½ jam : 100 – 140 mg/dl (5.6 – 7.8

mmol/L)

2 jam : 70 – 120 mg/dl (3.9 – 6.7 mmol/L

Interpretasi

a) Toleransi glukosa normal

Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa darah

meningkat dan mencapai puncaknya pada waktu 1

jam, kemudian turun ke kadar 2 jam yang

besarnya di bawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Tidak

ada glukosuria.Gambaran yang diberikan berikut

adalah untuk darah vena. Jika digunakan darah

kapiler, kadar puasa lebih tinggi 5.4 mg/dl

(0.3 mmol/L), kadar puncak lebih tinggi 19.8 –

30.6 mg/dl (1.1 – 1.7 mmol/L), dan kadar 2 jam

26

lebih tinggi 10.8 – 19.8 mg/dl (0.6 – 1.1

mmol/L). Untuk plasma vena kadar ini lebih

tinggi sekitar 18 mg/dl (1 mmol/L).

b) Toleransi glukosa melemah

Pada toleransi glukosa yang melemah, kurva

glukosa darah terlihat meningkat dan memanjang.

Pada diabetes mellitus, kadar glukosa darah di

atas 126 mg/dl (7.0 mmol/L); jika tak begitu

meningkat, diabetes bisa didiagnosis bila kadar

antara dan kadar 2 jam di atas 180 mg/dl (10

mmol/L). Toleransi glukosa melemah ringan (tak

sebanyak diabetes) jika kadar glukosa puasa

dibawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L), kadar antara di

bawah 180 mg/dl (10 mmol/L), dan kadar 2 jam

antara 126-180 mg/dl (7.0-10.0 mmol/L).

Terdapat glukosuria, walaupun tak selalu ada

dalam sampel puasa.

Pada diabetes gestasional, glukosa puasa

normal, glukosa 1 jam 165 mg/dl (9.2 mmol/L),

dan glukosa 2 jam 145 mg/dl (8.0 mmol/L).

Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1

jam karena kadar glukosa darah meningkat pada

keseluruhan waktu tes. Kurva diabetik dari

jenis yang sama dijumpai pada penyakit Cushing

yang berat.

Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada

obesitas (kegemukan), kehamilan lanjut (atau

27

karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang

berat (terutama staphylococci, sindrom Cushing,

sindrom Conn, akromegali, tirotoksikosis,

kerusakan hepar yang luas, keracunan menahun,

penyakit ginjal kronik, pada usia lanjut, dan

pada diabetes mellitus yang ringan atau baru

mulai.

Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan

steroid dapat membantu mendeteksi diabetes yang

baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO

dilaksanakan, penderita diberikan 100 mg

kortison, maka glukosa darah pada 2 jam bisa

meningkat di atas 138.8 mg/dl (7.7 mmol/L) pada

orang-orang yang memiliki potensi menderita

diabetes.

c) Penyimpanan glukosa yang lambat

Kadar glukosa darah puasa normal. Terdapat

peningkatan glukosa darah yang curam. Kadar

puncak dijumpai pada waktu ½ jam di atas 180

mg/dl (10 mmol/L). Kemudian kadar menurun tajam

dan tingkatan hipoglikemia dicapai sebelum

waktu 2 jam. Terdapat kelambatan dalam memulai

homeostasis normal, terutama penyimpanan

glukosa sebagai glikogen. Biasanya ditemukan

glukosuria transien.

Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepar

tertentu yang berat dan kadang-kadang para

28

tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat

karena absorbsi yang cepat setelah gastrektomi,

gastroenterostomi, atau vagotomi. Kadang-kadang

dapat dijumpai pada orang yang normal.

d) Toleransi glukosa meningkat

Kadar glukosa puasa normal atau rendah, dan

pada keseluruhan waktu tes kadarnya tidak

bervariasi lebih dari ± 180 mg/dl (1.0 mmol/L).

Kurva ini bisa terlihat pada penderita

miksedema (yang mengurangi absorbsi

karbohidrat) atau yang menderita antagonis

insulin seperti pada penyakit Addison dan

hipopituarisme. Tidak ada glukosuria. Kurva

yang rata juga sering dijumpai pada penyakit

seliak. Pada glukosuria renal, kurva toleransi

glukosa bisa rata atau ormal tergantung pada

kecepatan hilangnya glukosa melalui urine.

Faktor yang dapat Mempengaruhi Hasil

Laboratorium

a) Penggunaan obat-obatan tertentu

b) Stress (fisik, emosional), demam, infeksi,

trauma, tirah baring, obesitas dapat

meningkatkan kadar glukosa darah.

c) Aktifitas berlebihan dan muntah dapat

menurunkan kadar glukosa darah. Obat

hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa

darah.

29

d) Usia. Orang lansia memiliki kadar glukosa darah

yang lebih tinggi. Sekresi insulin menurun

karena proses penuaan.

G. Diagnosa Diabetes Melitus.

Diagnosis DM harus didasarkan atas

pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat

ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria

saja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus

diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan

cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM,

pemeriksaan yang dianjurkan adalah  pemeriksaan

glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan glukosa

darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM,

pemeriksaan glukosa darah dilakukan di

laboratorium klinik yang terpercaya . Untuk

memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan

darah kapiler.  Saat ini banyak dipasarkan alat

pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering

yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil

pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat

tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi

dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai

dengan cara standar yang dianjurkan. Secara

berkala , hasil pemantauan dengan cara reagen

kering perlu dibandingkan dengan cara

konvensional.

30

a) Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan

untuk DM pada penduduk umumnya (mass-screening =

pemeriksaan penyaring) tidak dianjurkan karena

disamping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut

bagi mereka yang positif belum ada.  Bagi mereka

yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan

penyaring bersama penyakit lain (general check

up), adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam

rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan.

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada

kelompok  dengan salah satu faktor risiko untuk

DM, yaitu :

Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )

Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT >

27 (kg/m2)}

Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)

Riwayat keluarga DM

Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000

gram

Riwayat DM pada kehamilan

Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau

Trigliserida > 250 mg/dl

Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau 

GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)

31

Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa

sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

 

 

 

 

 

 

b) Langkah-langkah untuk  Menegakkan Diagnosis

Diabetes Melitus

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan

bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,

polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien

adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia

pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada

pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan

glukosa darah sewaktu adalah 200 mg/dl sudah cukup

untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan

kadar glukosa darah puasa  adalah 126 mg/dl juga

digunakan untuk patokan diagnosis DM.  Untuk

kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan

glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal ,

belum cukup kuat untuk  menegakkan diagnosis

klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut

dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal,

32

baik kadar glukosa darah puasa adalah 126 mg/dl,

kadar glukosa darah sewaktu adalah 200 mg/dl pada

hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi

glukosa oral (TTGO) yang abnormal.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985) :

3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa

Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang

biasa dilakukan

Puasa semalam, selama 10-12 jam

Kadar glukosa darah puasa diperiksa

Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB,

dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum

selama/dalamwaktu 5 menit

Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam

sesudah beban glukosa, selama pemeriksaan

subyek yangdiperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.

Kriteria diagnostik Diabetes Melitus :

Kadar glukosa darah sewaktu (plasma

vena) = 200 mg/dl

Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) = 126

mg/dl

(Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak

10 jam terakhir )

Kadar glukosa plasma = 200 mg/dl pada 2 jam

sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO

33

H. Interaksi Obat Dengan Zat Gizi Diabetes Melitus

1. Interaksi Obat Diabetes

Insulin dan antidiabetika oral mudah sekali

dipengaruhi efeknya oleh obat-obat lain yang

diberikan bersamaan, dengan akibat yang tidak

nyaman dan berbahaya bagi pasien. Obat-obat yang

paling sering menimbulkan interaksi terbagi dalam

efek yang ditimbulkannya, yaitu :

o Efek potensial

a) Analgetika : salisilat, fenilbutazon

b) Antibiotika : kloramfenikol, tetrasiklin,

sulfonamid, INH

c) Lain-lain : alkohol, antikoagulansia,

klofibrat, probenesid

o Efek memperlemah

Yang terkenal adalah diuretika tiazida dan

furosemida, hormon-hormon kortikoida, tiroksin,

esterogen ( pil anti hamil ), adrenalin dan

glukagon.

2. Kaitan Gizi dengan Diabetes Melitus

DM adalah gangguan metabolisme karbohidrat

yang merupakan salah satu unsur zat gizi makro.

Gangguan metabolisme ini juga menyebabkan gangguan

metabolisme zat gizi lain yaitu protein, lemak,

vitamin, dan mineral yang mana proses metabolisme

tubuh itu saling berinteraksi antar semua unsur

zat gizi. Oleh karena itu, DM adalah merupakan

34

salah satu dari “Nutrition Related Disease” dimana

gangguan salah satu metabolisme zat gizi dapat

menimbulkan penyakit. Terapi diet adalah

penatalaksanaan gizi paling penting pada penderita

DM. Tanpa pengaturan jadwal dan jumlah makanan

serta kualitas makanan sepanjang hari, sulit

mengontrol kadar gula darah agar tetap dalam batas

normal. Bila dibiarkan dalam jangka waktu lama,

akan mengakibatkan komplikasi baik akut atau

kronis, yang pada akhirnya dapat membahayakan

keselamatan penderita DM sendiri atau mempengaruhi

produktivitas kerja. (contoh: pada penderita DM

yang mengalami luka gangren yang harus diamputasi

karena kadar gulanya selalu tinggi sehingga

lukanya tidak dapat sembuh).

I. Diit Diabetes Melitus

Syarat Diet :

a. Energi cukup untuk mencapai dan

mempertahankan berat badan normal. Kebutuhan

energi ditentukan dengan memperhitungkan

kebutuhan. Untuk metabolisme basal sebesar

25-30 kkal/kgBB normal, ditambah kebutuhan

untuk aktifitas fisik dan keadaan khusus

misalnya kehamilan atau laktasi serta ada

tidaknya komplikasi. Makanan dibagi dalam

tiga porsi besar, yaitu makan pagi (20%),

35

siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi

kecil untuk makanan selingan (masing-masing

10-15%)

b. Kebutuhan protein normal yaitu 10-15% dari

kebutuhan energi total.

c. Kebutuhan lemak sedang yaitu 20-25% dari

kebutuhan energi total. Kolesterol kurang

dari 300 mg/hari

d. Kh 60-70% terutama karbohidrat kompleks

dengan indeks glikemik yang rendah

e. Penggunaan gula murni dalam minuman dan

makanan tidak diperbolehkan kecuali sedikit

sebagai bumbu masakan. Bila kadar gula

terkendali diperbolehkan mengkonsumsi gula

murni sampai 5% dari kebutuhan energi total.

f. Penggunaan gula alternative (selain sukrosa)

dalam jumlah terbatas. Ada dua jenis gula

alternative yaitu yang bergizi (fruktosa gula

alkohol berupa sorbitol,manitol,dan silitol)

dan gula alternative tidak bergizi ( aspartam

dan sakarin)

g. Asupan serat 25-50 g/hari dengan menggunakan

serat larut air

h. Asupan natrium pada penderita DM tanpa

hipertensi yaitu 1-3 g/hari tetapi bila

terdapat hipertensi asupan natrium dikurangi

i. Cukup vitamin dan mineral.

36

J. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

a. Medis

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba

menormalkan aktivitas insulin dan kadar

glukosa darah dalam upaya mengurangi

terjadinya komplikasi vaskuler serta

neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap

tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah

normal tanpa terjadi hipoglikemia dan

gangguan serius pada pola aktivitas pasien.

Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM,

yaitu :

1) Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat :

Memperbaiki kesehatan umum penderita

Mengarahkan pada berat badan normal

Menekan dan menunda timbulnya penyakit

angiopati diabetic

Memberikan modifikasi diit sesuai dengan

keadaan penderita

Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah :

Jumlah sesuai kebutuhan

 Jadwal diet ketat

Jenis : boleh dimakan / tidak

37

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari

hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

Jumlah kalori yang diberikan harus habis,

jangan  dikurangi atau ditambah

Jadwal diit harus sesuai dengan

intervalnya

Jenis makanan yang manis harus dihindari

2) Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari

bagi penderita DM, adalah :

Meningkatkan kepekaan insulin, apabila

dikerjakan setiap 1 1/2  jam sesudah makan,

berarti pula mengurangi insulin resisten

pada penderita dengan kegemukan atau

menambah jumlah reseptor insulin dan

meningkatkan sensivitas insulin dengan

reseptornya.

Mencegah kegemukan bila ditambah latihan

pagi dan sore

Memperbaiki aliran perifer dan menambah

suplai oksigen

Meningkatkan kadar kolesterol – high

density lipoprotein

Kadar glukosa otot dan hati menjadi

berkurang, maka latihan akan dirangsang

pembentukan glikogen baru.

38

Menurunkan kolesterol (total) dan

trigliserida dalam darah karena pembakaran

asam lemak menjadi lebih baik.

3) Penyuluhan

Penyuluhan merupakan salah satu bentuk

penyuluhan kesehatan kepada penderita DM,

melalui bermacam-macam cara atau media

misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video,

diskusi kelompok, dan sebagainya.

4) Obat

a) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat

Hipoglikemik Oral (OHO)

Mekanisme kerja sulfanilurea

Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi

pelepasan insulin yang tersimpan,

menurunkan ambang sekresi insulin dam

meningkatkan sekresi insulin sebagai

akibat rangsangan glukosa. Obat golongan

ini biasanya diberikan pada penderita

dengan berat badan normal dan masih bisa

dipakai pada pasien yang berat badannya

sedikit lebih.

Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik,

tetapi mempunyai efek lain yang dapat

meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :

39

a) Biguanida pada tingkat prereseptor →

ekstra pankreatik

Menghambat absorpsi karbohidrat

Menghambat glukoneogenesis di hati

Meningkatkan afinitas pada reseptor

insulin

b) Biguanida pada tingkat reseptor :

meningkatkan jumlah reseptor insulin

c) Biguanida pada tingkat pascareseptor:

mempunyai efek intraselluler

b) Insulin

Indikasi penggunaan insulin

o DM tipe I

o DM tipe II yang pada saat tertentu

tidak dapat dirawat dengan OAD

o DM kehamilan

o DM dan gangguan faal hati yang berat

o DM dan gangguan infeksi akut

(selulitis, gangren)

o DM dan TBC paru akut

o DM dan koma lain pada DM

o DM operasi

o DM patah tulang

o DM dan underweight

o DM dan penyakit Graves

5) Cangkok pancreas

40

Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah

segmental dari donor hidup saudara

kembar identik.

K. Pencegahan Diabetes Melitus

1. Pencegahan Primer

Bertujuan untuk mencegah terjadinya diabetes.

Faktor yang harus dilakukan yaitu :

a) Selalu menjaga pola makan sehari-hari

b) Olahraga secara teratur

c) Tidur yang cukup

d) Hindari stress

e) Hindari obat-obatan yang dapat menimbulkan

diabetes (diabetogenik)

2. Pencegahan Sekunder

Bertujuan agar penyakit diabetes melitus yang

sudah terlanjur tidak menimbulkan komplikasi

penyakit lain. Hal yang harus dilakukan

diantaranya :

a) Sering melakukan pengetesan kadar gula darah

dalam tubuh

b) Selalu menjaga berat badan supaya stabil

c) Selalu melakukan olahraga secara teratur

sesuai dengan kemampuan fisik dan usia

3. Pencegahan Tersier

41

Bertujuan untuk mencegah kecacatan lebih

lanjut dari komplikasi penyakit yang sudah

terjadi, diantaranya :

a) Mencegah terjadinya kebutaan jika menyerang

pembuluh darah mata

b) Mencegah gagal ginjal kronik yang menyerang

pembuluh darah ginjal

c) Mencegah stroke bila menyerang pembuluh darah

otak

Adapun beberapa upaya yang harus dilakukan

agar bisa terhindar dari penyakit diabetes melitus

:

Terapkan pola hidup sehat

Terapkan pola makan yang baik dan sehat

Jaga kondisi mental spiritual

Lakukan aktivitas fisik secara rutin

Jaga berat badan pada batas ideal

Jauhi rokok dan minuman beralkohol

Konsumsi berbagai herbal yang bisa mencegah

diabetes melitus

42

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Diabetes atau yang sering disebut dengan

Diabetes Mellitus merupakan penyakit kelainan

metabolisme yang disebabkan kurangnya produksi

insulin,zat yang dihasilkan oleh kelenjar

pankreas.Bisa pula karena adanya gangguan pada

fungsi insulin,meskipun jumlahnya normal.

2. Penyakit Diabetes terdiri atas dua macam, yaiti

Diabetes tipe 1 (IDDM) dan Diebetes tipe 2

(NIDDM).

3. Cara mengontrol gula darah dalam tubuh ialah

dengan cara berolah raga secara teratur,

melakukan senam khusus diabetes,  berjalan

kaki, bersepeda, berenang, serta diet dengan

cara yang benar.

B. Saran

43

1. Untuk mahasiswa semoga makalah ini dapat

menjadi referensi bagi mahasiswa yang ingin

membuat makalah penyimpanan bahan pangan kering

dan dapat menambah wawasan bagi mahasiswa.

2. Untuk dosen pengajar kami memohon bimbingan

apabila dalam pembuatan tugas makalah ini

terjadi kesalah atau kekurangan, agar dalam

pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus. [Online]:Http://Lpkeperawatan.Blogspot.Co.Id/2013/11/

Diabetes-Mellitus-A.Html

(Di Akses Pada Tanggal 08 September 2015)

Nadjib, Salamah. 2011. Bimbingan Dokter Pada Diabetes.

[Online]:

Http://Ummupunya.Blogspot.Co.Id/ (Di Akses Pada

Tanggal 08 September 2015)

44

Suhud, Moch Kharis. 2011. Diabetes Melitus. [Online]: Http://Mujamu.Blogspot.Co.Id/2011/06/Diabetes-

Melitus.Html(Di Akses Pada Tanggal 08 September

2015)

Tahitian, Noni. 2015. Pemeriksaan Diabetes Melitus.

[Online]:

Http://Www.Bioactives-Morinda.Com/Tahitiannoni/

Nonikesehatan/11-Pemeriksaan-Diabetes-Melitus(Di

Akses Pada Tanggal 08 September 2015)

Wardany, Yulia. 2013. Nutrisi Pada Diabetes Melitus. [online]:

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2013/10/

nutrisi-diet-aturan-makan-dan-gizi-pada_11.html(Di

akses pada tanggal 08 September 2015)

45