Upload
poltekkestasikamalaya
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan
metabolisme karbohidrat, di mana glukosa darah
tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga
menyebabkan keadaan hiperglikemia. DM merupakan
kelainan endokrin yang terbanyak dijumpai.
Penderita DM mempunyai risiko untuk menderita
komplikasi yang spesifik akibat perjalanan
penyakit ini, yaitu retinopati (bisa menyebabkan
kebutaan), gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis
(bisa menyebabkan stroke), gangren, dan penyakit
arteria koronaria (Coronary artery disease).
Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar
penetapan diagnosisnya berbeda-beda. Berdasarkan
kriteria American Diabetes Association (ADA),
sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat (AS)
menderita DM dan yang tidak terdiagnosis sekitar
5,4 juta. Dengan demikian, diperkirakan lebih dari
15 juta orang di AS menderita DM. Sementara itu,
di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3%
penduduk usia >15 tahun, bahkan di daerah Manado
prevalensi DM sebesar 6,1%.
Pemeriksaan laboratorium bagi penderita DM
diperlukan untuk menegakkan diagnosis serta
1
memonitor dan timbulnya komplikasi spesifik akibat
penyakit. Dengan demikian, perkembangan penyakit
bisa dimonitor dan dapat mencegah komplikasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis
merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi diabetes melitus?
2. Bagaimana patofisiologi diabetes melitus?
3. Apa saja etiologi diabetes melitus?
4. Bagaimana patogenesis diabetes melitus?
5. Bagaimana gejala klinis diabetes melitus?
6. Bagaimana pemeriksaan lab pada diabetes
melitus?
7. Bagaimana diagnosa diabetes melitus?
8. Bagaimana interaksi obat dengan zat gizi
diabetes melitus?
9. Bagimana diit diabetes melitus?
10. Bagaimana penatalaksanaan diabetes melitus?
11. Bagimana pencegahan diabetes melitus?
C. Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas,
makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui
dan mendeskripsikan :
1. Definisi Diabetes Melitus.
2. Patofisiologi Diabetes Melitus.
2
3. Etiologi Diabetes Melitus.
4. Patogenesis Diabetes Melitus.
5. Gejala klinis Diabetes Melitus
6. Pemeriksaan Lab Diabetes Melitus.
7. Diagnosa Diabetes Melitus.
8. Interaksi Obat Dengan Zat Gizi Diabetes Melitus
9. Diit Diabetes Melitus.
10. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
11. Pencegahan Diabetes Melitus
D. Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan
kegunaan baik secara teoretis maupun secara
praktis. Secara teoretis makalah ini diharapkan
bermanfaat bagi :
1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan
dan konsep keilmuan khususnya tentang “Diabetes
Melitus”.
2. Pembaca, sebagai media informasi tentang
Diabetes Melitus.
E. Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan teknik
studi pustaka, artinya penulis mengambil data
melalui kegiatan membaca berbagai literatur yang
3
relevan dengan tema makalah. Data tersebut diolah
dengan teknik analisis isi melalui kegiatan
mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data
tersebut dalam konteks tema masalah.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon).
Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat
diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes
melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap
insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi
pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA)
tahun 2005, diabetus merupakan suatu kelompok
panyakit metabolik dengan karakterristik
5
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam
darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang
tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).
B. Patofisiologi Diabetes Melitus
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah
glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga.
disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi
tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam
tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium
dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh
urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan
dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan
kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq
natrium, kalium serta klorida selam periode waktu
24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah
pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan
6
diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton
yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan
insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya
keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan
bila bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton
akan menimbulkan asidosis metabolik.
C. Etiologi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu sindroma
klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi,
danpolifagi serta peningkatan kadar glukosa atau
disebut hiperglikemia yaitu suatu kadar guladarah
yang tingginya sudah membahayakan (farkolUI,2009).
Hal tersebut dikarenakan tubuhtidak mampu
mengendalikan jumlah gula, atau glukosa, dalam
aliran darah dan terjadi sekresi insulin yang
tidak adekuat atau tidak ada, dengan atau tanpa
gangguan kerja insulin(Katzung,2007). Insulin
merupakan suatu hormon polipeptida yang disintesis
oleh sel khususdi pancreas yaitu sel beta pulau
Langerhans. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh
agarmenyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormone
pancreas lain yang disebut glukagon, juga
mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila
tubuh menghasilkan terlampausedikit insulin atau
jika tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat
7
terjadilah diabetesmellitus. Gangguan metabolisme
lemak dan protein serta resiko timbulnya
gangguanmikrovaskular dan makrovaskular meningkat
dapat terjadi apabila diabetes mellitus
tidak segera diatasi(farkol UI,2009).Beberapa cara
yang bisa dilakukan untuk mengendalikan diabetes
mellitus antara lainmakanan yang rendah kadar
gulanya, obat yang di minum, atau suntikan insulin
secarateratur. Meskipun begitu, penyakit ini lama
kelamaan terkadang menyebabkan komplikasi seperti
kebutaan dan stroke. Penyebab utama diabetes di
era globalisasi adalah adanyaperubahan gaya hidup
(pola makan yang tidak seimbang, kurang aktivitas
fisik). Selain itu,adanya stress, kelainan genetika,
usia yang semakin lama semakin tua dapat pula
menjadisalah satu faktor penyebab timbulnya
penyakit diabetes. Penyakit ini dapat dicegah
denganmerubah pola makan yang seimbang (hindari makanan
yang banyak mengandung protein,lemak, gula, dan
garam), melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit
setiap hari (berenang,bersepeda, jogging, jalan
cepat), serta rajin memeriksakan kadar gula urine
setiap tahun(Sinaga, 2003).
Klasifikasi dan Etiologi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun
2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah sbb:
1. Diabetes Melitus tipe 1
8
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes
“Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis
prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi
kematian dalam beberapa hari yang disebabkan
ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri
diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi
mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-
13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir
usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin
yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar
glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta
pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang
semestinya meningkatkan sekresi insulin.
DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai
penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi
pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit
dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien
ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang
glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas
tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada
pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti
penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau
myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki
Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4.
Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya
dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem
9
imun pada orang dengan kecenderungan genetik
tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang
‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi
destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-
faktor yang diduga berperan memicu serangan
terhadap sel beta, antara lain virus (mumps,
rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan
konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM
tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak
ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM
tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi
akibat faktor keturunan, misalnya pada ras
tertentu Afrika dan Asia.
1. Diabetes Melitus tipe 2
Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak
memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau
autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel
beta yang masih berfungsi (walau terkadang
memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung
seumur hidup). DM tipe 2 ini bervariasi mulai
dari yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan
gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi
pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons
yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi
10
peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma,
penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan
produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.
Efek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh
gaya hidup yang diabetogenik (asupan kalori yang
berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas)
ditambah kecenderungan secara genetik. Nilai BMI
yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah
berbeda-beda untuk setiap ras.
2. Diabetes Melitus tipe lain
Defek genetik fungsi sel beta
Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan
defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan
dengan onset hiperglikemia pada usia yang
relatif muda (<25 tahun) atau disebut maturity-
onset diabetes of the young (MODY). Terjadi gangguan
sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan
tetap normal. Saat ini telah diketahui
abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom,
yang paling sering adalah mutasi kromosom 12,
juga mutasi di kromosom 7p yang mengkode
glukokinase. Selain itu juga telah
diidentifikasi kelaian genetik yang
mengakibatkan ketidakmampuan mengubah
proinsulin menjadi insulin.
Defek genetik kerja insulin
11
Terdapat mutasi pada reseptor insulin, yang
mengakibatkan hiperinsulinemia, hiperglikemia
dan diabetes. Beberapa individu dengan kelainan
ini juga dapat mengalami akantosis nigricans,
pada wanita mengalami virilisasi dan pembesaran
ovarium.
Penyakit eksokrin pankreas
Meliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi,
dan carcinoma pankreas.
Endokrinopati
Beberapa hormon seperti GH, kortisol, glukagon
dan epinefrin bekerja mengantagonis aktivitas
insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti
pada sindroma Cushing, glukagonoma,
feokromositoma dapat menyebabkan diabetes.
Umumnya terjadi pada orang yang sebelumnya
mengalami defek sekresi insulin, dan
hiperglikemia dapat diperbaiki bila kelebihan
hormon-hormon tersebut dikurangi.
Karena obat/zat kimia
Beberapa obat dapat mengganggu sekresi dan
kerja insulin. Vacor (racun tikus) dan
pentamidin dapat merusak sel beta. Asam
nikotinat dan glukokortikoid mengganggu kerja
insulin.
Infeksi
12
Virus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel
beta, seperti rubella, coxsackievirus B, CMV,
adenovirus, dan mumps.
Imunologi
Ada dua kelainan imunologi yang diketahui,
yaitu sindrom stiffman dan antibodi antiinsulin
reseptor. Pada sindrom stiffman terjadi
peninggian kadar autoantibodi GAD di sel beta
pankreas.
o Sindroma genetik lain
o Down’s syndrome, Klinefelter syndrome,
Turner syndrome, dll.
3. Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai
intoleransi glukosa dengan onset pada waktu
kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi
pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi
glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga.
Epidemiologi
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan
sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia
menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8%
dari total populasi. Insidensnya terus meningkat
dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030,
angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau
sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di
seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe
13
2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan
prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika,
sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan
gaya hidup, seperti pola makan “Western-style”
yang tidak sehat.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417
responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami
Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200
mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi
glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami
Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2%
mengalami Diabetes Melitus yang tidak
terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak
ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih
sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan
status sosial rendah. Daerah dengan angka
penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat
dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok
usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun
yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan
risiko terkena DM adalah obesitas (sentral),
hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi
sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.
D. Patogenesis Diabetes Melitus
14
Menurut Brunner dan Suddarth (2001),
patogenesis DM yaitu :
1. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia bisa terjadi akibat produksi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu,
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup
tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar : akibatnya, glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlabihan diekskresikan ke urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini
dinamakan dieresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (Polifagia), akibat
15
menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.
2. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah
utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu :
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi sel
resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan
demikian insuliin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini ter-jadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe
II.
E. Gejala klinis Diabetes Melitus
16
Untuk mengetahui apakah seorang menderita
DM yaitu dengan memeriksakan kadar gula dalam
darah. Kadar gula darah normal adalahPada saat :
Puasa (nucthter): 80 -<110 mg/dl dan Setelah
makan: 110-<160 gr/dl. Gejala akut yang
ditunjukkan pada satu penderita dengan penderita
yang lain selalu tidak sama. Namun ada gejala
yang khas yang sering kurang dirasakan.Adapun
gejala-gejala yang ditunjukkan oleh penderita
DM adalah sebagai berikut:
1. Sering kencing (pelyuria), teritama dalam
malam hari.
2. Sering haus (polidipsia) dan makan
(poliphgia)
3. Berat badan menurun meskipun banyak makan.
4. Sering merasa leleh dan mengantuk.
5. Gatal-gatal dan bila ada luka sikar sembuh.
6. Nyeri otot.
7. Menurunnya gairah seks.
Sedangkan pada diabetes kronis biasanya
gejala timbul secara perlahan, antara lain:
1. Sering kesemutan
2. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk
jarum
3. Rasa tebal di kulit
4. Mudah kram
5. Mengantuk
17
6. Mata kabur
7. Gatal sekitar kemaluan (terutama wanita)
8. Gigi mudah goyang dan lepas
9. Kemampuan seksual menurun bahkan impotent
Pada ibu hamil sering terjadi keguguran
yang mengakibatkan kematian janin dalam
kandungan. Kalau bayi dilahirkan selamat pun
berta lahir bayi lebih dari 4 kg.Diabetes
mellitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan
sendirinya setelah persalinan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya
timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang
dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut
dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di
dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian
besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa
insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari
sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan
menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia
beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam
(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis
diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang
berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut
(terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi
dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk
memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita
tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan,
18
ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi
koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak
menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun.
Jika kekurangan insulin semakin parah, maka
timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan
sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis.
Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai
lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat
stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka
penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang
bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing,
kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.Gejala
awalnya berhubungan dengan efek langsung dari
kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula
darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa
akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih
tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan
untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang
hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih
dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita
sering berkemih dalam jumlah yang banyak
(poliuri).DM dapat dicegah dengan menerapkan
hidup sehat sedini mungkin yaitu dengan
mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat
dan seimbang dengan meningkatkan konsumsi
19
sayuran, buah dan serat, membatasi makanan yang
tidak tinggi karbohidrat protein dan lemak,
mempertahankan BB yang normal sesuai dengan
umur dan tinggi badan serta olah raga teratur
sesui dengan umur dan kemampuan.
F. Pemeriksaan Lab Diabetes Melitus.
Seperti diketahui bahwa masalah yang dihadapi
oleh seorang diabetisi adalah timbulnya komplikasi
spesifik seperti retinopati (bisa menyebabkan kebutaan), gagal
ginjal, neuropati, aterosklerosis (bisa menyebabkan stroke),
gangren, dan penyakit arteria koronaria (coronary artery disease).
Oleh sebab itu seorang diabetisi membutuhkan
beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui dan memantau perkembangan komplikasi
spesifik diatas. Dengan demikian, perkembangan
penyakit bisa dimonitor dan dapat mencegah
komplikasi.
Jenis Pemeriksaan Medis Kedokteran yang biasa
dilakukan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam
PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya
HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin. Pemeriksaan
fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena
pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan
waktu lama. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan
ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa
20
dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau
terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.
1. Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-
enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A
dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini
diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin
yang stabil dan ireversibel.
Metode pemeriksaan HbA1C
a) Metode Ion-exchange chromatography: harus
dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom,
kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens
yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang
bisa memberikan hasil negatif palsu.
b) Metode HPLC (high performance liquid
chromatography): prinsip sama dengan ion
exchange chromatography, bisa diotomatisasi,
serta memiliki akurasi dan presisi yang baik
sekali. Metode ini juga direkomendasikan
menjadi metode referensi.
c) Metode Electroforesis: hasilnya berkorelasi
baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang
dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif
palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan
HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.
21
d) Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C,
tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A
dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.
e) Metode Affinity chromatography: non-glycated
hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak
mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak
dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS,
ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode
ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan
glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran
dengan metode ini lebih tinggi dari metode
HPLC.
f) Metode Analisis kimiawi dengan Kolorimetri:
waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik
karena tidak dipengaruhi non-glycosylated
ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu
lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang
kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.
Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C
HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah
meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat
kualitas kontrol glukosa darah pada penderita diabetes
(glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-
nya) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C
meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk
menghindari komplikasi.Nilai yang dianjurkan
22
PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.
Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah
penatalaksanaan sudah ada kuat atau belum.
Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan
secara rutin tiap 3 bulan sekali.
2. Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi Diabetes
Komplikasi spesifik DM: Aterosklerosis,
Nefropati, Neuropati, dan Retinopati. Pemeriksaan
laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi
beberapa dari komplikasi spesifik tersebut,
misalnya untuk memprediksi Nefropati dan gangguan
Aterosklerosis.
Memprediksi Nefropati
Pemeriksaan mikroalbuminuria untuk memantau
komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta
heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang
dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin
adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin
untuk melihat fungsi ginjal.
Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin
sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200
mg/menit. Mikroalbuminuria ini dapat
berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali
makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi
penurunan yang menetap dari fungsi ginjal.
Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki
mikroalbuminuria pada beberapa pasien,
23
sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa
diperlambat.
Pengukuran mikroalbuminuria secara
semikuantitatif dengan menggunakan strip atau
tes latex agglutination inhibition, tetapi
untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang
akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering
adalah cara kuantitatif: metode Radial
Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay
(RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay
(ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode
kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas,
dan range yang mirip, serta semuanya
menggunakan antibodi terhadap human albumin.
Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini
adalah sampel urine 24 jam.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Mikroalbuminuria
Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori
albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20
mg/menit), mikroalbuminuria (20–200
mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit).
Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan
minimal 1 X per tahun pada semua penderita DM
usia > 12 tahun.
3. Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis
24
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi
aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu
kolesterol total, low density lipoprotein
cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein
cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta
mikroalbuminuria. Pada pemeriksaan profil lipid
ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam
(karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan
mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).
4. Tes Toleransi Glukosa Oral/TTGO
Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance
test, OGTT) dilakukan pada kasus hiperglikemia yang
tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau
glukosa puasa antara 110-126 mg/dl, atau bila ada
glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini
dapat diindikasikan pada penderita
yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes
mellitus; pada penderita penyakit vaskular, atau
neurologik, atau infeksi yang tidak jelas
sebabnya.
TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada
kehamilan (diabetes gestasional). Banyak di antara
ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan
gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme
glukosa pada waktu hamil. Penting untuk
menyelidiki dengan teliti metabolisme glukosa pada
waktu hamil yang menunjukkan glukosuria
25
berulangkali, dan juga pada wanita hamil dengan
riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya
janin pada kehamilan, atau riwayat melahirkan bayi
dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes hamil
sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 26-
32 minggu. Pada mereka dengan risiko tinggi
dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal.
Nilai Rujukan
Puasa : 70 – 110 mg/dl (3.9 – 6.1 mmol/L)
½ jam : 110 – 170 mg/dl (6.1 – 9.4
mmol/L)
1 jam : 120 – 170 mg/dl (6.7 – 9.4
mmol/L)
1½ jam : 100 – 140 mg/dl (5.6 – 7.8
mmol/L)
2 jam : 70 – 120 mg/dl (3.9 – 6.7 mmol/L
Interpretasi
a) Toleransi glukosa normal
Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa darah
meningkat dan mencapai puncaknya pada waktu 1
jam, kemudian turun ke kadar 2 jam yang
besarnya di bawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Tidak
ada glukosuria.Gambaran yang diberikan berikut
adalah untuk darah vena. Jika digunakan darah
kapiler, kadar puasa lebih tinggi 5.4 mg/dl
(0.3 mmol/L), kadar puncak lebih tinggi 19.8 –
30.6 mg/dl (1.1 – 1.7 mmol/L), dan kadar 2 jam
26
lebih tinggi 10.8 – 19.8 mg/dl (0.6 – 1.1
mmol/L). Untuk plasma vena kadar ini lebih
tinggi sekitar 18 mg/dl (1 mmol/L).
b) Toleransi glukosa melemah
Pada toleransi glukosa yang melemah, kurva
glukosa darah terlihat meningkat dan memanjang.
Pada diabetes mellitus, kadar glukosa darah di
atas 126 mg/dl (7.0 mmol/L); jika tak begitu
meningkat, diabetes bisa didiagnosis bila kadar
antara dan kadar 2 jam di atas 180 mg/dl (10
mmol/L). Toleransi glukosa melemah ringan (tak
sebanyak diabetes) jika kadar glukosa puasa
dibawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L), kadar antara di
bawah 180 mg/dl (10 mmol/L), dan kadar 2 jam
antara 126-180 mg/dl (7.0-10.0 mmol/L).
Terdapat glukosuria, walaupun tak selalu ada
dalam sampel puasa.
Pada diabetes gestasional, glukosa puasa
normal, glukosa 1 jam 165 mg/dl (9.2 mmol/L),
dan glukosa 2 jam 145 mg/dl (8.0 mmol/L).
Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1
jam karena kadar glukosa darah meningkat pada
keseluruhan waktu tes. Kurva diabetik dari
jenis yang sama dijumpai pada penyakit Cushing
yang berat.
Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada
obesitas (kegemukan), kehamilan lanjut (atau
27
karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang
berat (terutama staphylococci, sindrom Cushing,
sindrom Conn, akromegali, tirotoksikosis,
kerusakan hepar yang luas, keracunan menahun,
penyakit ginjal kronik, pada usia lanjut, dan
pada diabetes mellitus yang ringan atau baru
mulai.
Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan
steroid dapat membantu mendeteksi diabetes yang
baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO
dilaksanakan, penderita diberikan 100 mg
kortison, maka glukosa darah pada 2 jam bisa
meningkat di atas 138.8 mg/dl (7.7 mmol/L) pada
orang-orang yang memiliki potensi menderita
diabetes.
c) Penyimpanan glukosa yang lambat
Kadar glukosa darah puasa normal. Terdapat
peningkatan glukosa darah yang curam. Kadar
puncak dijumpai pada waktu ½ jam di atas 180
mg/dl (10 mmol/L). Kemudian kadar menurun tajam
dan tingkatan hipoglikemia dicapai sebelum
waktu 2 jam. Terdapat kelambatan dalam memulai
homeostasis normal, terutama penyimpanan
glukosa sebagai glikogen. Biasanya ditemukan
glukosuria transien.
Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepar
tertentu yang berat dan kadang-kadang para
28
tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat
karena absorbsi yang cepat setelah gastrektomi,
gastroenterostomi, atau vagotomi. Kadang-kadang
dapat dijumpai pada orang yang normal.
d) Toleransi glukosa meningkat
Kadar glukosa puasa normal atau rendah, dan
pada keseluruhan waktu tes kadarnya tidak
bervariasi lebih dari ± 180 mg/dl (1.0 mmol/L).
Kurva ini bisa terlihat pada penderita
miksedema (yang mengurangi absorbsi
karbohidrat) atau yang menderita antagonis
insulin seperti pada penyakit Addison dan
hipopituarisme. Tidak ada glukosuria. Kurva
yang rata juga sering dijumpai pada penyakit
seliak. Pada glukosuria renal, kurva toleransi
glukosa bisa rata atau ormal tergantung pada
kecepatan hilangnya glukosa melalui urine.
Faktor yang dapat Mempengaruhi Hasil
Laboratorium
a) Penggunaan obat-obatan tertentu
b) Stress (fisik, emosional), demam, infeksi,
trauma, tirah baring, obesitas dapat
meningkatkan kadar glukosa darah.
c) Aktifitas berlebihan dan muntah dapat
menurunkan kadar glukosa darah. Obat
hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa
darah.
29
d) Usia. Orang lansia memiliki kadar glukosa darah
yang lebih tinggi. Sekresi insulin menurun
karena proses penuaan.
G. Diagnosa Diabetes Melitus.
Diagnosis DM harus didasarkan atas
pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria
saja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus
diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan
cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan glukosa
darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah dilakukan di
laboratorium klinik yang terpercaya . Untuk
memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan
darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alat
pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering
yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat
tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi
dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai
dengan cara standar yang dianjurkan. Secara
berkala , hasil pemantauan dengan cara reagen
kering perlu dibandingkan dengan cara
konvensional.
30
a) Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan
untuk DM pada penduduk umumnya (mass-screening =
pemeriksaan penyaring) tidak dianjurkan karena
disamping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut
bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka
yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan
penyaring bersama penyakit lain (general check
up), adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam
rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan.
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada
kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk
DM, yaitu :
Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT >
27 (kg/m2)}
Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
Riwayat keluarga DM
Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000
gram
Riwayat DM pada kehamilan
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau
Trigliserida > 250 mg/dl
Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau
GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
31
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
b) Langkah-langkah untuk Menegakkan Diagnosis
Diabetes Melitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan
bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien
adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia
pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada
pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan
glukosa darah sewaktu adalah 200 mg/dl sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah puasa adalah 126 mg/dl juga
digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk
kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan
glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal ,
belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis
klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut
dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal,
32
baik kadar glukosa darah puasa adalah 126 mg/dl,
kadar glukosa darah sewaktu adalah 200 mg/dl pada
hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi
glukosa oral (TTGO) yang abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985) :
3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang
biasa dilakukan
Puasa semalam, selama 10-12 jam
Kadar glukosa darah puasa diperiksa
Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB,
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum
selama/dalamwaktu 5 menit
Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam
sesudah beban glukosa, selama pemeriksaan
subyek yangdiperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus :
Kadar glukosa darah sewaktu (plasma
vena) = 200 mg/dl
Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) = 126
mg/dl
(Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak
10 jam terakhir )
Kadar glukosa plasma = 200 mg/dl pada 2 jam
sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO
33
H. Interaksi Obat Dengan Zat Gizi Diabetes Melitus
1. Interaksi Obat Diabetes
Insulin dan antidiabetika oral mudah sekali
dipengaruhi efeknya oleh obat-obat lain yang
diberikan bersamaan, dengan akibat yang tidak
nyaman dan berbahaya bagi pasien. Obat-obat yang
paling sering menimbulkan interaksi terbagi dalam
efek yang ditimbulkannya, yaitu :
o Efek potensial
a) Analgetika : salisilat, fenilbutazon
b) Antibiotika : kloramfenikol, tetrasiklin,
sulfonamid, INH
c) Lain-lain : alkohol, antikoagulansia,
klofibrat, probenesid
o Efek memperlemah
Yang terkenal adalah diuretika tiazida dan
furosemida, hormon-hormon kortikoida, tiroksin,
esterogen ( pil anti hamil ), adrenalin dan
glukagon.
2. Kaitan Gizi dengan Diabetes Melitus
DM adalah gangguan metabolisme karbohidrat
yang merupakan salah satu unsur zat gizi makro.
Gangguan metabolisme ini juga menyebabkan gangguan
metabolisme zat gizi lain yaitu protein, lemak,
vitamin, dan mineral yang mana proses metabolisme
tubuh itu saling berinteraksi antar semua unsur
zat gizi. Oleh karena itu, DM adalah merupakan
34
salah satu dari “Nutrition Related Disease” dimana
gangguan salah satu metabolisme zat gizi dapat
menimbulkan penyakit. Terapi diet adalah
penatalaksanaan gizi paling penting pada penderita
DM. Tanpa pengaturan jadwal dan jumlah makanan
serta kualitas makanan sepanjang hari, sulit
mengontrol kadar gula darah agar tetap dalam batas
normal. Bila dibiarkan dalam jangka waktu lama,
akan mengakibatkan komplikasi baik akut atau
kronis, yang pada akhirnya dapat membahayakan
keselamatan penderita DM sendiri atau mempengaruhi
produktivitas kerja. (contoh: pada penderita DM
yang mengalami luka gangren yang harus diamputasi
karena kadar gulanya selalu tinggi sehingga
lukanya tidak dapat sembuh).
I. Diit Diabetes Melitus
Syarat Diet :
a. Energi cukup untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan normal. Kebutuhan
energi ditentukan dengan memperhitungkan
kebutuhan. Untuk metabolisme basal sebesar
25-30 kkal/kgBB normal, ditambah kebutuhan
untuk aktifitas fisik dan keadaan khusus
misalnya kehamilan atau laktasi serta ada
tidaknya komplikasi. Makanan dibagi dalam
tiga porsi besar, yaitu makan pagi (20%),
35
siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi
kecil untuk makanan selingan (masing-masing
10-15%)
b. Kebutuhan protein normal yaitu 10-15% dari
kebutuhan energi total.
c. Kebutuhan lemak sedang yaitu 20-25% dari
kebutuhan energi total. Kolesterol kurang
dari 300 mg/hari
d. Kh 60-70% terutama karbohidrat kompleks
dengan indeks glikemik yang rendah
e. Penggunaan gula murni dalam minuman dan
makanan tidak diperbolehkan kecuali sedikit
sebagai bumbu masakan. Bila kadar gula
terkendali diperbolehkan mengkonsumsi gula
murni sampai 5% dari kebutuhan energi total.
f. Penggunaan gula alternative (selain sukrosa)
dalam jumlah terbatas. Ada dua jenis gula
alternative yaitu yang bergizi (fruktosa gula
alkohol berupa sorbitol,manitol,dan silitol)
dan gula alternative tidak bergizi ( aspartam
dan sakarin)
g. Asupan serat 25-50 g/hari dengan menggunakan
serat larut air
h. Asupan natrium pada penderita DM tanpa
hipertensi yaitu 1-3 g/hari tetapi bila
terdapat hipertensi asupan natrium dikurangi
i. Cukup vitamin dan mineral.
36
J. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
a. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap
tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah
normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM,
yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
Memperbaiki kesehatan umum penderita
Mengarahkan pada berat badan normal
Menekan dan menunda timbulnya penyakit
angiopati diabetic
Memberikan modifikasi diit sesuai dengan
keadaan penderita
Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
Jumlah sesuai kebutuhan
Jadwal diet ketat
Jenis : boleh dimakan / tidak
37
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari
hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
Jumlah kalori yang diberikan harus habis,
jangan dikurangi atau ditambah
Jadwal diit harus sesuai dengan
intervalnya
Jenis makanan yang manis harus dihindari
2) Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari
bagi penderita DM, adalah :
Meningkatkan kepekaan insulin, apabila
dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan,
berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atau
menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan
reseptornya.
Mencegah kegemukan bila ditambah latihan
pagi dan sore
Memperbaiki aliran perifer dan menambah
suplai oksigen
Meningkatkan kadar kolesterol – high
density lipoprotein
Kadar glukosa otot dan hati menjadi
berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
38
Menurunkan kolesterol (total) dan
trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
3) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk
penyuluhan kesehatan kepada penderita DM,
melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video,
diskusi kelompok, dan sebagainya.
4) Obat
a) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat
Hipoglikemik Oral (OHO)
Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi
pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dam
meningkatkan sekresi insulin sebagai
akibat rangsangan glukosa. Obat golongan
ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bisa
dipakai pada pasien yang berat badannya
sedikit lebih.
Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik,
tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
39
a) Biguanida pada tingkat prereseptor →
ekstra pankreatik
Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor
insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor :
meningkatkan jumlah reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor:
mempunyai efek intraselluler
b) Insulin
Indikasi penggunaan insulin
o DM tipe I
o DM tipe II yang pada saat tertentu
tidak dapat dirawat dengan OAD
o DM kehamilan
o DM dan gangguan faal hati yang berat
o DM dan gangguan infeksi akut
(selulitis, gangren)
o DM dan TBC paru akut
o DM dan koma lain pada DM
o DM operasi
o DM patah tulang
o DM dan underweight
o DM dan penyakit Graves
5) Cangkok pancreas
40
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah
segmental dari donor hidup saudara
kembar identik.
K. Pencegahan Diabetes Melitus
1. Pencegahan Primer
Bertujuan untuk mencegah terjadinya diabetes.
Faktor yang harus dilakukan yaitu :
a) Selalu menjaga pola makan sehari-hari
b) Olahraga secara teratur
c) Tidur yang cukup
d) Hindari stress
e) Hindari obat-obatan yang dapat menimbulkan
diabetes (diabetogenik)
2. Pencegahan Sekunder
Bertujuan agar penyakit diabetes melitus yang
sudah terlanjur tidak menimbulkan komplikasi
penyakit lain. Hal yang harus dilakukan
diantaranya :
a) Sering melakukan pengetesan kadar gula darah
dalam tubuh
b) Selalu menjaga berat badan supaya stabil
c) Selalu melakukan olahraga secara teratur
sesuai dengan kemampuan fisik dan usia
3. Pencegahan Tersier
41
Bertujuan untuk mencegah kecacatan lebih
lanjut dari komplikasi penyakit yang sudah
terjadi, diantaranya :
a) Mencegah terjadinya kebutaan jika menyerang
pembuluh darah mata
b) Mencegah gagal ginjal kronik yang menyerang
pembuluh darah ginjal
c) Mencegah stroke bila menyerang pembuluh darah
otak
Adapun beberapa upaya yang harus dilakukan
agar bisa terhindar dari penyakit diabetes melitus
:
Terapkan pola hidup sehat
Terapkan pola makan yang baik dan sehat
Jaga kondisi mental spiritual
Lakukan aktivitas fisik secara rutin
Jaga berat badan pada batas ideal
Jauhi rokok dan minuman beralkohol
Konsumsi berbagai herbal yang bisa mencegah
diabetes melitus
42
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Diabetes atau yang sering disebut dengan
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kelainan
metabolisme yang disebabkan kurangnya produksi
insulin,zat yang dihasilkan oleh kelenjar
pankreas.Bisa pula karena adanya gangguan pada
fungsi insulin,meskipun jumlahnya normal.
2. Penyakit Diabetes terdiri atas dua macam, yaiti
Diabetes tipe 1 (IDDM) dan Diebetes tipe 2
(NIDDM).
3. Cara mengontrol gula darah dalam tubuh ialah
dengan cara berolah raga secara teratur,
melakukan senam khusus diabetes, berjalan
kaki, bersepeda, berenang, serta diet dengan
cara yang benar.
B. Saran
43
1. Untuk mahasiswa semoga makalah ini dapat
menjadi referensi bagi mahasiswa yang ingin
membuat makalah penyimpanan bahan pangan kering
dan dapat menambah wawasan bagi mahasiswa.
2. Untuk dosen pengajar kami memohon bimbingan
apabila dalam pembuatan tugas makalah ini
terjadi kesalah atau kekurangan, agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus. [Online]:Http://Lpkeperawatan.Blogspot.Co.Id/2013/11/
Diabetes-Mellitus-A.Html
(Di Akses Pada Tanggal 08 September 2015)
Nadjib, Salamah. 2011. Bimbingan Dokter Pada Diabetes.
[Online]:
Http://Ummupunya.Blogspot.Co.Id/ (Di Akses Pada
Tanggal 08 September 2015)
44
Suhud, Moch Kharis. 2011. Diabetes Melitus. [Online]: Http://Mujamu.Blogspot.Co.Id/2011/06/Diabetes-
Melitus.Html(Di Akses Pada Tanggal 08 September
2015)
Tahitian, Noni. 2015. Pemeriksaan Diabetes Melitus.
[Online]:
Http://Www.Bioactives-Morinda.Com/Tahitiannoni/
Nonikesehatan/11-Pemeriksaan-Diabetes-Melitus(Di
Akses Pada Tanggal 08 September 2015)
Wardany, Yulia. 2013. Nutrisi Pada Diabetes Melitus. [online]:
http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2013/10/
nutrisi-diet-aturan-makan-dan-gizi-pada_11.html(Di
akses pada tanggal 08 September 2015)
45