106
PERBEDAAN KECEMASAN ANTARA AYAH DAN IBU YANG MEMILIKI ANAK AUTIS Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Pskologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta disusun oleh: Juniati Sembiring 999114077 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

BAB I - USD Repository

Embed Size (px)

Citation preview

PERBEDAAN KECEMASAN ANTARA AYAH DAN IBU YANG

MEMILIKI ANAK AUTIS

Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat meraih gelar

Sarjana Psikologi pada Fakultas Pskologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

disusun oleh:

Juniati Sembiring

999114077

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk :

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu setia

mengasihiku.

Kedua orang tuaku; A. Sembiring & J. Singarimbun.

Adikku Maria Elsa Maya Sari Sembiring.

iv

Sebuah Pesan

Menjadi dewasa dalam dunia berbahaya ini sulit dan

menakutkan.

Bagaimana kau bisa hidup sesuai dengan janji-janji masa

depan?

Kau telah diberi contoh bahwa Tuhan sudah mempunyai

rencana.

Kami mendukungmu untuk menerima setiap tantangan

dengan kekuatan dan keyakinan, dengan kesabaran dan

keseimbangan.

Bersikaplah jujur, lembut dan selalu memaafkan.

Melalui bela rasa kau akan belajar cara hidup bersama

penuh pengertian.

Bertualanglah dengan mata terbuka lebar.

Untuk bekal perjalanan, seringlah menengok ke alam

sadar.

Carilah pantun, gairah, keindahan, dan seni.

Simpan sihir dan keajaiban dekat hati.

v

Rayakan kegagalan dengan satu lagi upaya.

Hargailah kekayaan yang tak dapat dibeli raga.

Bersyukurlah atas kekayaan, tapi ketahuilah apa

taruhannya.

Dan kembalikan ke bumi apa yang kau ambil, dengan

lebih banyak upaya.

Tanami kebun, beri makan merpati, berjalan pelan di atas

salju.

Dengan memelihara semua kehidupan, kau membantu

dirimu sendiri melaju.

Jadilah sepolos kanak-kanak, sering tertawa, dan

membagi setiap ceria.

Hormatilah sang wanita dewasa, ingat sang bocah remaja.

Menangislah karena film sedih dan ketika berduka.

Air mata adalah cara hati memberi pelipur lara.

Belajarlah dari penderitaanmu, untuk membantumu

bijaksana.

Yang terutama, ingatlah bahwa cinta tak pernah sirna.

vi

Lalu, ketika menyusuri kilometer terakhir yang bisa kau

ukur,

Lihatlah kebelakang dengan senyum penuh syukur,

Ingatlah semua wajah yang membantu menerangi

perjalananmu.

Ucapkan terima kasih atas cinta mereka dan ingatlah hari

ini selalu.

---Tom Witte---

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 31 Oktober 2007

Penulis

(Juniati Sembiring)

viii

Abstrak

Perbedaan Kecemasan Antara Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak autisJuniati Sembiring

Universitas Sanata Dharma2007

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu, ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis

Penelitian ini adalah penelitian komparatif. Subjek penelitian ini berjumlah 80 orang, yang terdiri dari 40 orang ayah dan 40 orang ibu. Metode pengambilan data dilakukan dengan memberikan skala kecemasan kepada subjek. Skala kecemasan tersebut diuji validitasnya melalui professional judgement yang dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi, seleksi item dan uji reliabilitas.

Data penelitian dianalisis dengan independent sample t-test dari program SPSS for windows versi 12,00. Hasil analisis uji-t menunjukkan harga t sebesar 3,471 dengan probabilitas (p) 0,001 (<0,05). Mean subjek ayah adalah 114,8250 dan mean subjek ibu 133,7250. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis, dimana kecemasan ibu lebih tinggi daripada kecemasan ayah.

Kata kunci: Anak autis, Kecemasan, ayah dan ibu

ix

Abstract

A difference of Anxiety Between Father And Mother Whose Have A Child With Autism

Juniati SembiringSanata Dharma University of Yogyakarta

2007

This research aimed to see the difference of anxiety between father and mother owning autism child. This research hypothesis was there is a difference of anxiety between father and mother whose have child with autism.

This research was comparative research. The amount of subject in this research were 80 people, consisted by 40 father and 40 mother. The method of data collecting was conducted by giving anxiety scale to subject. The anxiety scale tested its validity through professional judgement conducted by counsellor lecturer, item selection and reliability tested.

Research data analysed by independent sample t-test from SPSS for Windows 12.00 version program. T-test analyzing result showed the t value equal to 3,471 and the probability (p) 0,001 (< 0,05). Mean of father was 114,8250 and mean of mother was 133,7250. Pursuant to inferential analysis result that there was a difference of anxiety between father and mother whose have a child with autism, and mother’s anxiety was higher than father.

Keyword : autism child, anxiety, father and mother

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas

kasih sayang dan kekuatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini

memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis tetap terbuka terhadap kritik dan

saran yang membangun dari para pembaca.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan

dari berbagai pihak, yang membantu penulis dalam menghadapi kesulitan-kesulitan

yang penulis temukan selama proses penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, atas banyak keajaiban-keajaiban kecil yang telah

dianugerahkan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.

2. Bapak dan Ibuku tercinta, yang penuh kesabaran, selalu menyayangi,

mendukung dan mempercayaiku.

3. Adikku Maya atas kasih sayang dan dukungannya selama proses penulisan

skripsi ini.

4. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

xi

5. Ibu Sylvia CMYM., S.Psi., M.Si, selaku Kaprodi fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang selalu menyemangati penulis untuk segera

menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi. yang telah membimbingku selama proses

pengerjaan skripsi ini.

7. Bapak T.Priyo Widiyanto, M.Si dan Bapak Minta Istono, M.Si atas kritik dan

saran yang telah diberikan.

8. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah

mendidik dan membimbingku selama kuliah.

9. Seluruh staff seketariat dan laboratorium Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma atas bantuannya

10. Almarhum Bapak Tengah dan Mamak Tengah yang telah menerimaku di

rumah, selalu menolongku saat mengalami kesulitan dan memperlakukanku

seperti anak sendiri.

11. Keluarga Pdt. Petrus Ginting, khususnya Ibu Ginting. “Makasih ya Kak atas

bantuannya nyari subjek penelitian di Sarjito”

12. Ruben adik sepupuku, atas pinjaman komputernya “Jangan manja terus dek,

kan udah STM, dengerin kata-kata dan nasehat Mama. Semua itu untuk

kebaikan Ruben loh”

13. Bibiku Martha Sinuraya. “Bagaimanapun, Kalau ga ada bibi Uni ga akan

sampai di Yogya”

xii

14. Samuel, kakak sepupuku, “Thanks ya bang untuk sms-sms Ayo cepat

lulusnya”

15. Sarah Sinuraya dan Susi Sinuraya, “Melalui kakak aku lebih mengenal dan

mengasihi Yesus”

16. Bang Makmur yang sering bertanya “Udah selesai belum skripsinya?”

sehingga memacu semangat penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi

ini.

17. Sahabatku Yussri yang memberi warna dalam hari-hariku “Ga nyangka ya

kita jadi deket, makasih atas buku statistiknya. Hidup naruto, hidup bleach,

hidup anime.”

18. Sahabatku Kristianus Siahaan, “Walau 12 tahun kita ga ketemu, tapi berkat

Hp kita tetap berteman dan saling support. Makasih karena selalu

menyemangatiku untuk cepat lulus”

19. Temen-temenku, Vincent, Yuyun, Tony, Andi, Abas yang telah berbagi

informasi ataupun mengajariku selama proses penyusunan skripsi ini.

20. Temen-temenku Agung dan Riyadi yang telah membantuku dalam mencari

subjek penelitian untuk skripsi ini.

21. Temen-temenku ex-CSP & NICCO Japan Platform; Mba Nita, Mba Octi,

Yussri, Janti, Dendi, Daniel, Mas Anto, Dimas, Lisa, Pak Hadi, Pak Kukuh,

Pak Seno, Pak Sarjono, Sato, Kubo, Yumi, Eiko, “terimakasih atas

xiii

kesempatan dan atas pelajaran hidup yang aku terima saat kita masih

bekerjasama”

22. Terakhir buat semua pihak yang telah terlibat dalam proses penulisan skripsi

ini baik secara moral maupun material yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, dengan sepenuh hati penulis ucapkan terimakasih.

xiv

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Halaman Persetujuan Pembimbing Skripsi ii

Halaman Persembahan iii

Halaman Motto iv

Pernyataan Keaslian Karya vi

Abstrak vii

Abstract viii

Kata Pengantar ix

Daftar Isi xii

Daftar Tabel xv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 8

C. Tujuan Penelitian 8

D. Manfaat Penelitian 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10

A. Kecemasan 10

1. Pengertian Kecemasan 10

2. Aspek-Aspek Kecemasan 13

xv

3. Sumber-Sumber Kecemasan 15

B. Ayah dan Ibu 18

1. Peran Ayah dan Ibu dalam Keluarga 18

2. Peran Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak Autis 20

C. Anak Autis 22

1. Pengertian Autis 22

2. Gejala Autisme 25

3. Penyebab Autisme 29

D. Perbedaan Kecemasan Ayah dan Ibu yang 38

Memiliki Anak Autis

E. Hipotesis 41

BAB III METODE PENELITIAN 42

A. Jenis Penelitian 42

B. Identifikasi Variabel Penelitian 42

C. Defenisi Operasional Variabel Penelitian 42

D. Subjek Penelitian 44

E. Metode Pengumpulan Data 44

F. Validitas dan Reabilitas 46

G. Metode Analisis Data 48

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN 50

xvi

DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian 50

B. Analisis item dan Uji Reabilitas 51

C. Deskripsi Data Penelitian 53

1. Deskripsi Berdasarkan Mean Empirik dan 53

mean teoririk

2. Kategorisasi Jenjang 54

D. Analisis Data 55

1. Hasil Uji Asumsi 55

2. Uji Hipotesis 57

E. Pembahasan 58

BAB V PENUTUP 65

A. Kesimpulan 65

B. Saran 65

Daftar Pustaka 67

Lampiran 71

xvii

DAFTAR TABEL

1. Blue Print Skala Kecemasan Ayah dan Ibu yang Memiliki 45

Anak Autis

2. Tabel Spesifikasi Skala Kecemasan Antara Ayah Dan Ibu 52

yang Memiliki Anak Autis

3. Table Spesifikasi Skala Kecemasan antara Ayah dan Ibu 52

yang Memiliki Anak Autis Setelah Uji Coba

4. Deskripsi Data Penelitian 53

5. Norma Kategorisasi 54

6. Kategorisasi Kecemasan Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak Autis 55

7. Hasil Penghitungan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov 56

8. Hasil Uji Homogenitas Varians 56

9. Rangkuman Hasil Uji Hipotesis (Independent Sample t-test) 57

xviii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memiliki anak normal, sehat jasmani dan rohani merupakan dambaan

setiap orang tua dan keluarga. Semenjak anak dalam kandungan, orang tua

terutama ibu selalu menjaga kondisi fisik dan psikisnya agar bayi yang

dikandungnya lahir dengan sehat dan normal. Harapan dan cita-cita orang tua

dan keluarga atas bayi yang dikandung begitu besar, namun kenyataan yang

dialami belum tentu sama dengan harapan. Anak yang dilahirkan dapat

mengalami kelainan tertentu salah satunya adalah gangguan autisme.

Kata autis berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang

ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya

sendiri”. Autis adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh

adanya abnormal yang muncul sebelum usia tiga tahun dengan ciri fungsi

yang abnormal dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan

interaksi sosial (Judarwanto, 2004). Mereka tidak mampu mengekspresikan

perasaan maupun keinginannya, yang mengakibatkan perilaku dan

hubungannya dengan orang tua terganggu. Pemakaian istilah autis kepada

penyandang pertama kali diperkenalkan oleh Leo Karner, seorang psikiater

dari Harvard pada tahun 1943. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan

hasil pengamatannya terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala

kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang

tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh (Judarwanto, 2004).

1

Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai

belahan dunia. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen

sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9

kasus autis per-harinya. Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada

60.000 – 15.000 anak di bawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan

prevalens autis 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan

1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan

angka kejadian autis meningkat sangat pesat, dicurigai 1 di antara 10 anak

menderita autisma. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini

belum diketahui berapa persisnya jumlah penderita namun diperkirakan

jumlah anak autis dapat mencapai 150 -–200 ribu orang. Perbandingan antara

laki dan perempuan adalah 2,6 – 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena

akan menunjukkan gejala yang lebih berat (Judarwanto, 2004).

Ciri khas anak autis adalah sejak dilahirkan mempunyai kontak sosial

yang sangat terbatas. Perhatiannya hampir tidak tertuju pada orang-orang lain,

melainkan hanya pada benda-benda mati. Dalam bidang kognitif anak autis

mempunyai ingatan yang baik tetapi tegar, fantasi yang kurang, pengamatan

yang baik dan perkembangan bahasa terlambat. Anak autis terganggu dalam

interaksi sosialnya, berkomunikasi, serta bertingkahlaku dan tertarik pada

sesuatu yang berulang, terbatas, dan khas (Monks dkk, 1991).

Ginanjar (2007) mengemukakan bahwa ciri-ciri awal yang dapat

diketahui dari seorang anak autis adalah jika sampai umur 12 bulan tidak ada

babbling (kata-kata baba baba baba, dst), sampai umur 18 bulan belum keluar

2

satu kata pun atau bila sampai usia 24 bulan belum dapat membentuk satu

kalimat sederhana atau menyebut sesuatu tidak dalam konteks sebenarnya

seperti menyebut kata ”mama” pada semua perempuan. Ciri autis pada anak

usia besar, yaitu adanya gangguan berbahasa, verbal maupun nonverbal.

Selain itu, bisa juga berupa gangguan interaksi dengan anak seumurnya, tidak

mau bergaul, tidak mau bermain, perilakunya aneh, goyang-goyang terus

(body rocking), memutar badan (spin) tanpa efek apa-apa, atau kalau diberi

mainan, tidak digunakan untuk fungsi yang sesungguhnya.

Elmira (2002) mengungkapkan ciri-ciri anak yang menderita autisme,

yaitu: 1) adanya gangguan komunikasi verbal dan non-verbal, seperti

terlambat bicara, mengucapkan kata-kata yang tidak dimengerti, membeo,

meniru kata tanpa mengerti makna dan bila ingin sesuatu benda, anak itu

menarik tangan orang lain untuk menjangkau benda tersebut, 2) mengalami

gangguan interaksi sosial berupa menolak atau menghindar untuk bertatap

mata, tidak menengok bila dipanggil namanya, menolak untuk dipeluk, asyik

main sendiri, tidak mau bergabung dengan orang lain dan bila didekati, malah

menjauh, 3) gangguan perilaku, misalnya menunjukkan perilaku berlebihan

dan sebaliknya kekurangan, dan 4) gangguan emosi atau perasaan, misalnya

tergugah perasaan bila menghadapi stimulasi emosi dari lingkungan, tertawa

sendiri atau marah tanpa sebab, mengamuk tak terkendali bahkan menjadi

agresif dan destruktif.

Dampak kondisi autisme terhadap perilaku anak autis bisa berlebihan

dan kekurangan. Perilaku berlebihan misalnya hiperaktif, melompat-lompat,

3

lari ke sana-sini takterarah, berputar-putar atau mengulang-ulang gerakan

tertentu. Sedang perilaku kekurangan seperti bengong, tatapan matanya

kosong, bermain dengan monoton, kurang variatif dan biasanya dilakukan

secara berulang-ulang (Yusuf, 2003). Kusuma (2005) mengatakan bahwa anak

autis memiliki beberapa masalah diantaranya tidak mampu bergaul, berbicara

dan bertingkahlaku dengan baik, mereka tidak memahami apa yang orang lain

ucapkan, dan kurang bisa mengendalikan emosi.

Safaria (2005) mengemukakan ada berbagai reaksi yang sering dialami

oleh para orang tua saat mengetahui bahwa anaknya menyandang autisme,

beberapa diantaranya yaitu: pertama, shock. Perasaan shock menimbulkan

dampak negatif secara fisik seperti tubuh yang lemas, dingin, dada yang sesak,

merasa mual hingga hampir pingsan; kedua, perasaan menolak keadaan.

Orang tua tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya menyandang

autisme, mereka berusaha mencari berbagai pengobatan, berganti-ganti dokter

termasuk pengobatan alternatif; ketiga, perasaan tidak berdaya. Setelah dapat

menerima keadaan anak, orang tua mulai mencari sebanyak mungkin

informasi tentang autis. Saat mereka memperoleh informasi-informasi

tersebut, timbul perasaan tidak berdaya karena banyaknya biaya yang harus

dikeluarkan atau besarnya tuntutan akan perhatian orang tua terhadap anak.

Pada tahap ini, jika ayah dan ibu tidak saling mendukung maka beban dalam

keluarga tersebut semakin bertambah; keempat, kecemasan, bisa berbentuk

kesedihan akan nasib anak di masa depan, apa yang akan terjadi, bagaimana

anak harus hidup kelak, bagaimana kalau di tengah jalan orang tua meninggal,

4

bagaimana pendapat orang di lingkungan sekitar, dan lain sebagainya. Jika

perasaan-perasaan negatif itu terus berlanjut, orang tua menjadi depresi atau

stress.

Salah satu reaksi yang muncul saat orang tua mengetahui bahwa

anaknya menyandang autisme adalah kecemasan. Kecemasan merupakan

emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan gejala seperti

kekhawatiran, dan perasaan takut. Segala bentuk situasi yang mengancam

kesejahteraan organisme dapat menumbuhkan kecemasan. Adanya ancaman

fisik, ancaman terhadap harga diri, serta perasaan tertekan untuk melakukan

sesuatu di luar kemampuan juga menumbuhkan kecemasan (Atkinson,1996).

Noor (2003) menjelaskan bahwa kecemasan yang dialami orang tua

penderita autisme dapat muncul dalam bentuk reaksi fisik, psikis maupun

perilaku. Berbagai keluhan seperti miggrain, sesak nafas, maag dan keluhan

lain berupa sulit tidur, nafsu makan menurun, konsentrasi menurun, mudah

tersinggung dan marah bahkan ada yang lebih berat lagi seperti depresi. Gejala

tersebut bersifat sangat individual dalam arti tidak semua orang tua yang

mempunyai anak autis mengalami keluhan-keluhan tersebut. Sementara itu,

reaksi masing-masing orang tua atas kondisi anak autis berbeda-beda. Hal ini

disebabkan adanya perbedaan informasi, kesiapan mental untuk menerima

kenyataan, tingkat berat ringannya gangguan yang dialami dan dukungan yang

didapat dari keluarga dan masyarakat (Dewo, 2006).

Kecemasan ini kadang-kadang begitu mengganggu sehingga membuat

orang tua tidak sempat lagi untuk berbagi perhatian pada anaknya yang lain

5

(Safaria, 2005). Adriana (2003) menambahkan bahwa kecemasan yang

dialami orang tua yang mempunyai anak autis yaitu terkait dengan kesulitan

anak untuk bersosialisasi dengan lingkungannya, kesulitan untuk menemukan

sekolah yang bersedia menerima kondisi anak, dan besarnya biaya yang harus

dikeluarkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa sebagai orang

tua, tentu saja muncul kecemasan atas kondisi anaknya yang mengalami

gangguan autis. Pupusnya impian, harapan, kebingungan, kekhawatiran atas

masa depan anaknya, dan biaya finansial yang harus dikeluarkan merupakan

suatu kecemasan yang dialami orang tua. Namun demikian, kecemasan yang

dirasakan oleh orang tua (ayah dan ibu) yang mempunyai anak autis

cenderung berbeda. Berdasarkan hasil penelitian dalam kelompok kecil yang

pernah dilakukan oleh Adriana, pada tahun 1999, dikatakan bahwa orang tua

mengalami stress, kecemasan bahkan ada yang depresi setelah mengetahui

anaknya menderita autis. Biasanya pihak ibu berperan aktif mencoba berbagai

terapi dan pengobatan, sementara pihak ayah tidak (Adriana, 2003). Jika

dikaitkan dengan peran ibu dan ayah secara tradisional, dimana peran ayah

adalah seorang kepala keluarga, tokoh identifikasi keluarga, dan penghubung

dengan dunia luar, sedangkan peran ibu adalah seseorang yang membimbing

dan mendidik anak sejak dalam kandungan, merawat, membesarkan, dan

mendidik anak hingga tumbuh dewasa (Supriyadi, 2006), maka sudah

sewajarnya jika peran aktif ibu dalam perkembangan dan pertumbuhan anak

lebih besar dari pada ayah. Oleh karena ibu yang lebih intensif merawat dan

mendampingi anak, maka ibu lebih mengetahui keadaan anak daripada ayah.

6

Hal ini menyebabkan kecemasan yang dirasakan oleh ibu lebih besar dari pada

ayah. Selain itu, menurut Trismiati (2004) secara psikologis wanita lebih

mudah cemas daripada pria.

Berdasarkan wawancara singkat peneliti di saat pra penelitian dengan

ayah dan ibu yang memiliki anak autis menunjukkan bawah ibu lebih cemas

daripada ayah. Ibu lebih teliti dalam memperhatikan dan mengikuti

perkembangan anak sehingga mengakibatkan ibu lebih sensitif terhadap

perkembangan anak dan ibu cenderung lebih mudah merasa bersalah, dengan

alasan subjektif bahwa dialah sumber penyebab gangguan yang diderita

anaknya karena tugas ibulah menjaga dan mendidik anak, sedangkan ayah

lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah baik untuk bekerja maupun

aktivitas yang lain sehingga pengetahuannya mengenai perkembangan anak

lebih sedikit daripada ibu. Selain itu para ayah tersebut mengatakan bahwa

mereka adalah laki-laki oleh sebab itu mereka tidak boleh lemah dan cengeng.

Menurut peneliti, pernyataan para ayah tersebut disebabkan adanya perbedaan

pola asuh dan tuntutan sosial terhadap laki-laki dan perempuan, dimana

seorang laki-laki di harapkan untuk maskulin dan perempuan feminin..

Walaupun laki-laki dituntut dan diasuh untuk maskulin dan perempuan

harus feminin, tetapi maskulinitas maupun feminitas antara individu yang satu

dengan yang lainnya berbeda. Begitu pula dengan kecemasan, besar kecilnya

kecemasan antara individu berbeda. Dengan stimulus yang sama seorang laki-

laki bisa merasa lebih cemas daripada laki-laki lainnya, dan seorang

perempuan merasa lebih cemas daripada perempuan lainnya. Pernyataan ada

perbedaan kecemasan antara laki-laki dan perempuan dimana perempuan

7

cenderung lebih cemas daripada laki-laki sudah bukan rahasia lagi, tetapi tidak

bisa dipungkiri dalam kehidupan sehari-hari adakalanya seorang laki-laki

lebih merasa cemas daripada perempuan saat berada dalam situasi tertentu.

Bagaimana bila situasi atau keadaannya adalah laki-laki dan perempuan

tersebut memiliki anak yang menderita autis? Dengan alasan tersebut ada

kemungkinan laki-laki akan lebih cemas daripada perempuan atau sebaliknya.

Berdasarkan teori-teori yang menyatakan bahwa ibu cenderung lebih

cemas akan keadaan anak karena ibulah yang intensif merawat dan

memelihara anak sejak dalam kandungan hingga dewasa dan kemungkinan-

kemungkinan laki-laki lebih cemas daripada perempuan dalam situasi dan

kondisi tertentu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan

membuktikan apakah ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang

memiliki anak autis? Siapakah yang paling cemas, ayah atau ibu?

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun perumusan masalah

sebagai berikut: ”Apakah ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang

memiliki anak autis”?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empiris

perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

berbagai pihak, antara lain sebagai berikut:

8

1. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi mengenai perbedaan kecemasan ayah dan ibu

dari anak autis sehingga dapat menambah khasanah pengetahuan psikologi

pada umumnya dan khususnya pada psikologi klinis.

2. Manfaat Praktis

Bagi orang tua, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan refleksi dan

evaluasi mengenai perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu. Dengan

merefleksi dan mengevaluasi kehidupan keluarga selama ini, orang tua belajar

untuk mengubah sikap dan perilakunya terhadap pasangan dan anak-anak

sehingga bisa mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh pasangannya.. Bila

selama ini ayah menyerahkan seluruh tugas perawatan anak kepada ibu,

dengan mengetahui bahwa hal tersebut dapat membuat ibu menjadi sangat

cemas dan kecemasan tersebut bisa mempengaruhi kesehatan dan kinerja ibu

sehari-hari maka ayah diharapkan mengambil bagian dalam tugas ibu dalam

merawat dan memelihara anak, misalnya menemani ibu melakukan terapi

pada anak, bergaul dengan anak di rumah, mendiskusikan segala sesuatu demi

perkembangan anak dan lain sebagainya.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan (anxiety) adalah suatu kekhawatiran bahwa sesuatu yang

buruk akan segera terjadi. Kecemasan merupakan respon yang tepat terhadap

ancaman atau terhadap perubahan lingkungan, tetapi bisa menjadi abnormal

bila tingkatannya tidak sesuai dengan proposi ancaman atau datang tanpa ada

penyebabnya (Nevid dkk, 2003). Kecemasan atau dalam bahasa Inggrisnya

“anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango,

anci” yang berarti mencekik (Trismiati, 2004).

Menurut Atkinson (1996) kecemasan merupakan emosi yang tidak

menyenangkan yang ditandai dengan gejala seperti kekhawatiran, dan

perasaan takut. Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan

organisme dapat menumbuhkan kecemasan. Adanya ancaman fisik, ancaman

terhadap harga diri, serta perasaan tertekan untuk melakukan sesuatu di luar

kemampuan juga menumbuhkan kecemasan. Johnston (dalam Trismiati, 2004)

menyatakan kecemasan dapat terjadi karena kekecewaan, ketidakpuasan,

perasaan tidak aman atau adanya permusuhan dengan orang lain.

Freud (Boeree, 1997) menjelaskan kecemasan merupakan tanda

peringatan bagi individu bahwa ia dalam bahaya, memberi isyarat pada ego

untuk melakukan tindakan-tindakan yang tepat. Ego “keakuan” berdiri di

tengah-tengah kekuatan-kekuatan dasyat yaitu: realitas masyarakat dan norma-

10

norma sosial atau peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan sekitar

sebagaimana yang direpresentasikan oleh superego; biologis, dorongan-

dorongan primitive sebagaimana yang direpresentasikan Id. Ketika terjadi

konflik di antara kekuatan-kekuatan ini untuk menguasai ego, maka ego akan

merasa terjepit dan terancam, serta merasa seolah-olah akan lenyap digilas

kekuatan-kekuatan tersebut. Perasaan terjepit dan terancam ini disebut

kecemasan.

Handoyo (Farida, 2004) mendefinisikan kecemasan sebagai suatu

keadaan emosional yang dialami oleh seseorang, dimana ia merasa tegang

tanpa sebab-sebab yang nyata dan keadaan ini memberikan pengaruh yang

tidak menyenangkan serta mengakibatkan perubahan-perubahan pada

tubuhnya baik secara somatis maupun psikologis. Perubahan-perubahan

somatis yang dimaksud yaitu mungkin timbulnya rasa mual, sering buang air

kecil, denyut jantung yang bertambah keras dan lain-lain. Sedangkan

perubahan-perubahan psikologis dapat ditemui seperti adanya perasaan ragu-

ragu, kurang percaya diri, kegelisahan, rasa rendah diri dan lain-lain.

Menurut Sulivan (Feist & Feist, 2006) walaupun kecemasan bermula

dari rasa takut dan khawatir, namun masih bisa dibedakan dalam berbagai hal

yaitu; 1) Kecemasan biasanya berasal dari situasi-situasi interpersonal yang

kompleks dan hanya samar-samar disadari sedangkan ketakutan sumbernya

lebih jelas dan mudah diketahui. 2) Kecemasan tidak memiliki nilai-nilai

positif. 3) Kecemasan dapat menghalangi pemuasan dari kebutuhan-

kebutuhan, sedangkan ketakutan kadang-kadang membantu orang memuaskan

11

beberapa kebutuhan. Kekhawatiran, menurut Fabella (1993) berbeda pula

dengan kecemasan. Kekhawatiran berasal dari suatu situasi tertentu yang

diantisipasi oleh seseorang dan datang dari suatu masalah yang objektif (ujian,

masalah uang), sedangkan kecemasan merupakan suatu keadaan emosi yang

menyeluruh dan berasal dari masalah yang subjektif.

Mulyadi (2003) menjelaskan kecemasan dapat berakibat buruk karena

mengganggu proses berpikir, konsentrasi dan dengan sendirinya juga

mengganggu proses belajar dan persepsi. Keadaan ini akan menimbulkan

hambatan-hambatan dalam tugas dan kehidupan sehari-hari. Selain itu, orang

yang dalam keadaan takut dan cemas cenderung untuk selektif dalam berpikir

dan menjadi tidak tajam pengamatannya terhadap hal-hal lain, kecuali akan

hal-hal yang menghantui pikiran dan kecemasannya. Akibatnya muncul sikap

apriori dan berprasangka. Kecemasan membahayakan manusia, merusak

kesehatannya, mengikis kemampuannya dan mengurangi penghargaan

terhadap dirinya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

kecemasan adalah suatu kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan segera

terjadi. Suatu keadaan kurang menyenangkan, yang menimbulkan rasa kurang

aman, tidak tentram dan perasaan terancam yang muncul karena adanya

rangsangan dari luar yang disertai dengan reaksi fisiologis dan reaksi

psikologis. Jika kecemasan berlangsung secara terus menerus, akan

menghambat individu dalam melaksanakan tugas sehari-hari dan dapat

mempengaruhi kesehatan.

12

2. Aspek-aspek Kecemasan

Langgulung (1986) mengemukakan bahwa aspek-aspek kecemasan

terdiri dari:

a) Fisiologis, merupakan reaksi tubuh terutama oleh organ-organ yang

diasuh oleh saraf otonomi simpatik seperti jantung, peredaran darah,

kelenjar, pupil mata dan siatem pembuangan. Dengan meningkatnya

emosi atau perasaan cemas satu atau lebih organ-organ tersebut akan

meningkat fungsinya sehingga dapat dijumpai meningkatnya jumlah

asam lambung selama kecemasan atau meningkatnya detak jantung

dalam memompa darah, sering buang air atau sekresi keringat yang

berlebihan. Kadang-kadang individu mengalami rasa sakit yang

berkaitan dengan organ yang meningkat fungsinya secara tidak wajar

dalam situasi ini.

b) Psikologis, biasanya disertai dengan reaksi fisiologis misalnya adanya

perasaan tegang, bingung dan perasaan tidak menentu, terancam, tidak

berdaya, rendah diri, kurang percaya diri, tidak dapat memusatkan

perhatian dan adanya gerakan-gerakan yang tidak terarah atau tidak

pasti. Selain itu reaksi psikologis dapat berupa peningkatan dorongan

untuk berperilaku efektif.

Menurut Trismiati (2004) simtom-simtom somatis yang dapat

menunjukkan ciri-ciri kecemasan adalah muntah-muntah, diare, denyut

jantung yang bertambah keras, seringkali buang air, nafas sesak disertai

tremor pada otot. Kecemasan ditandai dengan emosi yang tidak stabil,

sangat mudah tersinggung dan marah, sering dalam keadaan excited atau

gempar gelisah.

13

Hawari (1996) menguraikan beberapa aspek kecemasan yang

sering dialami oleh individu yaitu memandang diri rendah, sulit untuk

merasa senang atau pemurung, mudah menangis, tidak ada kepercayaan

diri, mudah tegang dan gelisah, menghindari hal-hal yang tidak

menyenangkan, jantung sering berdebar-debar, mulut terasa kering,

berkeringat dan merasa takut mati.

Penderita kecemasan sering mengalami gejala-gejala seperti

berkeringat berlebihan walaupun udara tidak panas dan bukan karena

berolahraga, jantung berdegup ekstra cepat atau terlalu keras, dingin pada

tangan atau kaki, mengalami gangguan pencernaan, merasa mulut kering,

merasa tenggorokan kering, tampak pucat, sering buang air kecil melebihi

batas kewajaran dan lain-lain. Mereka juga sering mengeluh pada

persendian, kaku otot, cepat merasa lelah, tidak mampu rileks, sering

terkejut, dan ada kalanya disertai gerakan-gerakan wajah atau anggota

tubuh dengan intensitas dan frekuensi berlebihan, misalnya pada saat

duduk terus menerus, menggoyang-goyangkan kaki, meregangkan leher,

mengernyitkan dahi dan lain-lain (Gunarsa dkk dalam farida, 2004).

Mochtar (1998) menyatakan bahwa individu yang mengalami

kecemasan ditandai dengan nafas yang pendek-pendek, muncul diare,

kehilangan nafsu makan, lemas, pening, gemetar dan sering buang air

kecil. Selain ada perasaan tidak menentu, tidak berdaya, gugup dan sukar

untuk konsentrasi, kebanyakan dari individu yang mengalami kecemasan

menjadi kurang percaya diri, dan dianggap kurang menyenangkan bagi

14

orang lain. Kecemasan berkaitan dengan ketidakpastian yang

menimbulkan rasa was-was, apakah ada rasa aman dan terbebas dari

penderitaan atau kemungkinan adanya ancaman.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu; aspek fisiologis, seperti sakit

kepala, sulit tidur, buang air tidak seperti biasanya, jantung berdebar, sesak

nafas, cepat lelah, nyeri otot, gangguan lambung ringan, dan ciri lainnya

serta aspek psikologis, seperti perasaan khawatir, tegang, panik, perasaan

tidak menentu, bingung, susah berkonsentari, gelisah, mudah tersinggung

dan marah, tertekan serta tidak percaya diri sehingga perilakunya menjadi

tidak efektif.

3. Sumber-sumber penyebab kecemasan

Accocella dkk (1996) memaparkan sumber-sumber penyebab

munculnya kecemasan dari beberapa sudut pandang teori :

1. Teori-teori psikodinamika

Menurut para ahli psikodinamika, gangguan kecemasan bersumber

pada faktor-faktor internal. Jiwa individu terdiri atas tiga bagian, yaitu

bagian kesadaran (counsciousness), bagian pra-kesadaran (pre-

counsciousness) dan bagian ketidaksadaran (uncounsciousness). Bagian

ketidak-sadaran ini berisi id, yaitu dorongan-dorongan primitif, belum

dipengaruhi oleh kebudayaan atau peraturan-peraturan yang ada di

lingkungan. Ego, yang menjadi pusat dari kesadaran, harus mengatur

15

dorongan-dorongan mana yang boleh muncul dan mana yang tetap

tinggal di ketidak-sadaran karena ketidak-sesuaiannya dengan superego,

yaitu salah satu unit pribadi yang berisi norma-norma sosial atau

peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan sekitar. Jika ego tidak

cukup kuat menahan desakan atau dorongan id maka terjadilah

gangguan-gangguan kejiwaan. Jadi, individu yang mengalami

kecemasan, bersumber dari ketidak-mampuan egonya untuk mengatasi

dorongan-dorongan yang muncul dari dalam dirinya sehingga ia akan

mengembangkan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan

diri ini sebenarnya upaya ego untuk menyalurkan dorongan dalam

dirinya dan bisa tetap berhadapan dengan lingkungan.

2. Teori humanistik-eksistensial

Para ahli dari aliran humanistik-eksistensial mengatakan bahwa

konsep kecemasan bukan hanya sekedar masalah yang bersifat

individual, tetapi juga merupakan hasil konflik antara konsep diri

individu dengan konsep ideal dalam masyarakat atau lingkungan

sosialnya. Jadi, sumber kecemasan adalah konsep diri; adanya gap antara

diri yang sesungguhnya (real self) dengan diri yang diinginkan (ideal

self). Setiap individu diharapkan untuk menjadi dirinya sendiri

(authenticity), sedangkan individu yang mengalami gangguan kecemasan

adalah individu yang gagal menjadi diri sendiri (inauthenticity) karena

mereka mengembangkan konsep diri yang keliru/palsu (false self).

16

3. Teori behavioristik

Dari sudut pandang behavioristik, kecemasan disebabkan karena

terjadi kesalahan dalam belajar, bukan hasil dari konflik

intrapsikis/unconsciousness conflict.

Ada 2 tahapan belajar yang berlangsung dalam diri individu, yang

menghasilkan kecemasan, yaitu :

a. Dalam pengalaman individu, beberapa stimulus netral, tidak

berbahaya atau tidak menimbulkan kecemasan, dihubungan dengan

stimulus yang menyakitkan (aversive) akan menimbulkan

kecemasan (melalui respondent conditioning).

b. Individu yang menghindar dari stimulus yang sudah terkondisi, dan

sejak penghindaran ini menghasilkan pembebasan/terlepas dari

rasa cemas, maka respon menghindar ini akan menjadi kebiasaan

(melalui operant conditioning).

4. Teori kognitif

Ahli psikologi yang bekerja dalam kerangka teori kognitif

berpendapat bahwa gangguan kecemasan bersumber pada kesalahan

dalam mempersepsikan atau menginterpretasikan stimulus internal

ataupun eksternal. Individu yang mengalami gangguan kecemasan

melihat suatu hal yang tidak benar-benar mengancam sebagai sesuatu

yang mengancam. Mereka secara terus menerus terlalu melebih-

lebihkan derajat bahaya maupun kemungkinan bahaya.

17

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab kecemasan

berasal dari faktor internal individu, yaitu adanya konflik-konflik alam

bawah sadar dan faktor eksternal, yaitu terjadi kesalahan dalam belajar

atau mempersepsi stimulus yang ada di lingkungan.

B. Ayah dan Ibu

1. Peran Ayah dan Ibu dalam Keluarga

Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, dan orang

yang memiliki peran paling utama adalah orangtua (ayah dan ibu). Orang tua

bertanggung jawab untuk mengembangkan keseluruhan eksistensi anak.

Orang tua berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan si anak, baik

dari sudut organis maupun psikologis, seperti: kebutuhan akan makanan,

kebutuhan akan perkembangan intelektual melalui pendidikan, kebutuhan

akan rasa dikasihi, dimengerti dan rasa aman. Dengan terpenuhinya

kebutuhan-kebutuhan tersebut, diharapkan anak dapat tumbuh dan

berkembang tanpa adanya gangguan-gangguan, penyakit-penyakit sehingga

menjadi anak yang sehat, ideal sesuai dengan umurnya. Dari segi intelektual,

si anak diharapkan dapat mencapai prestasi optimal sesuai dengan potensi-

potensinya serta memiliki aspek tingkah-laku yang baik, dapat mengadakan

hubungan interpersonal dengan lancar dan tepat (adequate) dan tidak

mengalami ketegangan-ketegangan psikis sehingga membentuk gambaran

kepribadian yang harmonis dan matang sesuai harapan ayah dan ibunya

(Gunarsa, 1984).

18

Menurut konsep tradisional ibu rumah tangga adalah wanita yang

mempersembahkan waktunya untuk memelihara, melatih dan mengasuh anak

menurut pola-pola yang dibenarkan oleh masyarakat sekitar. Ayah adalah

pribadi yang punya hak tindak bagi keluarganya, mendisiplinkan dan memberi

nasehat pada anak-anak, serta memberi contoh-contoh tindakan maskulin

(Mappiare, 1983). Tetapi menurut Santrock (1997), ayah dan ibu memiliki

peran dan tanggung jawab yang sama terhadap perkembangan anak. Ayah dan

ibu diharapkan untuk bekerjasama dan saling mendukung dalam membentuk

karakter anak yang positif. Selain itu, dengan adanya tanggung jawab bersama

tersebut, dapat mengurangi tingkat stress seorang ibu.

Di dalam keluarga peran ibu dan ayah dapat dirinci sebagai berikut:

a. Peran Ayah

Menurut Gunarsa (2001) secara umum peran ayah seolah-olah

hanya menjalankan urusan yang ada di luar keluarga yaitu sebagai

pencari nafkah. Peran ayah juga sebagai suami, sebagai orang yang

berpartisipasi dalam pendidikan anaknya, dan sebagai pelindung bagi

keluarga. Menurut Purwanto (2004), peran seorang ayah yaitu: 1) sumber

kekuasaan di dalam keluarga; 2) penghubung intern keluarga dengan

masyarakat atau dunia luar; 3) pemberi perasaan aman bagi seluruh

anggota keluarga; 4) pelindung terhadap ancaman dari luar; 5) hakim

atau yang mengadili jika terjadi perselisihan; dan 6) pendidik dalam segi-

segi rasional. Santrock menuliskan peran ayah adalah; 1) bertanggung

jawab dalam mengajarkan nilai-nilai moral khususnya nilai religius; 2)

19

sebagai model maskulinitas bagi putranya; 3) mengontrol dan

mendisiplinkan anak; 4) aktif dalam mengasuh dan memelihara anaknya.

b. Peran Ibu

Menurut Gunarsa (2001), peran ibu dalam keluarga adalah sebagai

berikut: 1) memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis; 2) merawat

dan mengurus keluarga; 3) sebagai pendidik yang mampu mengatur dan

mengendalikan anak; 4) sebagai contoh dan teladan; 5) ibu sebagai

manajer yang bijaksana; 6) sebagai seorang yang memberi rangsangan

dan pelajaran bagi anak-anaknya; dan 7) ibu juga sebagai istri. Menurut

Purwanto (2004), peran seorang ibu yaitu: 1) sumber dan pemberi rasa

kasih sayang; 2) pengasuh dan pemelihara; 3) pemberi tempat

mencurahkan isi hati; 4) pengatur kehidupan dalam rumah tangga; 5)

pembimbing hubungan pribadi; dan 6) pendidik dalam segi-segi

emosional. Kartono Kartini (1992) menambahkan, sebagai pendidik dan

pengasuh seorang ibu harus mampu menciptakan iklim psikis yang

gembira, bahagia dan bebas sehingga suasana rumah tangga menjadi

semarak dan memberikan rasa aman, hangat serta penuh kasih sayang.

2. Peran Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak Autis

Chandra (dalam Setia, 2003) mengemukakan bahwa peran orang tua yang

efektif bagi anak dengan gangguan perkembangan atau menyandang autis

antara lain berupa:

a. Selalu mencari informasi terbaru dan memperdalam ilmu mengenai

autisme

20

b. Mendidik atau melatih orang dewasa lainnya seperti anggota keluarga,

guru atau pengasuh sehingga mereka benar-benar mengerti tentang

gangguan yang diderita oleh anak dan mereka juga perlu tahu bagaimana

cara menolong anak untuk mencapai tahapan pelaksanaan tingkah laku

yang diharapkan

c. Mencari evaluasi dan treatment yang profesional. Evaluasi dan penilaian

yang menyeluruh dari potensi dan kelemahan anak, dengan tujuan

membantu orang tua dan terapis dalam mengembangkan terapi yang tepat

atau sesuai dan efektif

d. Mengikuti atau mencari pelatih bagi orang tua dari para profesional yang

berpengalaman. Pelatih orang tua yang efektif dapat membantu orang tua

dalam mempelajari:

1) Membuat harapan, arahan, dan batasan yang jelas dan konsisten

2) Menetapkan sistem disiplin yang efektif

3) Membuat pelatihan tingkah laku yang bervariasi dalam merubah

perilaku yang paling bermasalah

4) Membantu anak dalam masalah-masalah sosial

5) Mencari solusi atau potensi anak dan menggunakan potensi ini

untuk membuat anak merasa mampu dan mempunyai rasa

kebanggaan

6) Menetapkan waktu-waktu yang spesial setiap hari bagi anak

21

e. Mencari dukungan untuk orang tua. Dengan membentuk kelompok

berbagi atau kelompok pendukung di antara orang tua sehingga dapat

saling berbagi informasi dan dukungan

f. Berusaha untuk mencari konseling pada saat orang tua merasa lelah atau

kecewa. Memberitahu anak saat orang tua merasa lelah dan mengatakan

bahwa mereka mencintainya, menyayanginya, dan akan selalu membantu

walau dalam keadaan apa pun

g. Memberi kesempatan pada anak untuk belajar mengetahui dan belajar

merasakan kebersamaan melalui keadaan yang baik maupun keadaan yang

buruk sekalipun.

Chandra menyatakan bahwa peran orang tua sebagai pemberi dukungan

dan partisipasi aktif dalam menangani dan mendidik anak penyandang autisme

akan sangat berarti bagi kemajuan terapi untuk mencapai kesembuhan.

Selanjutnya peran orang tua yang berupaya berkomunikasi dengan para ahli dan

memperdalam pengetahuan bisa berdampak sampai sebesar 80% bagi kemajuan

pendidikan anak autis.

C. Anak Autis

1. Pengertian Autis

Autisme adalah ketidakmampuan yang disebabkan ada gangguan pada

sistem pusat tubuh. Orang-orang sering mengatakan autisme sama dengan

gangguan mental, tetapi pendapat tersebut tidak benar. Autisme mempengaruhi

kemampuan individu dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain,

tetapi bukan berarti autisme adalah tanda dari gangguan mental.

22

(http://37minutes.com/autism/index1.php). Menurut Yusuf (2003) autisme

berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain

lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat

kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autis

sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri. Autis adalah gangguan

perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya abnormal yang muncul

sebelum usia tiga tahun, dengan ciri fungsi yang abnormal dalam tiga bidang

yaitu interaksi sosial, komunikasi dan perilaku yang terbatas dan berulang.

Gangguan ini dijumpai tiga sampai empat kali lebih banyak pada anak laki-laki

dibandingkan dengan anak perempuan, dan anak perempuan yang terkena akan

menunjukkan gejala yang lebih berat (PPDGJ III, 1993).

Dalam kamus psikologi, Reber (1985) mendefenisikan autisme

adalah suatu kecenderungan untuk menarik diri, suatu keadaan dimana pikiran,

perasaan dan keinginan diarahkan kedalam dirinya sendiri. Individu menolak

realitas dan tidak mampu berbagi dengan orang lain, hidup dalam fantasi,

mimpi, pikiran dan harapannya sendiri.

Autisme merupakan ganguan perkembangan fungsi otak yang

mencakup bidang sosial dan afeksi, komunikasi verbal (bahasa) dan non –

verbal, imajinasi, fleksibilitas, lingkup interest (minat), kognisi dan atensi. Ini

suatu kelainan dengan ciri perkembangan terlambat atau yang abnormal dari

hubungan sosial dan bahasa. Gejala penting lainnya adalah tidak suka dengan

perubahan, prilaku motorik yang “aneh”, kedekatan yang tidak biasa dengan

benda tertentu dan reaksi emosional yang mendadak. Kelainan ini terlihat

23

sebelum usia tiga tahun (Purwati, 2005). Kerusakan saraf otak ini muncul

karena banyak faktor, termasuk masalah genetik dan faktor lingkungan.

Berdasarkan waktu munculnya, gangguan autisme dapat dibedakan menjadi

autisme klasik dan autisme regresif. Disebut autisme klasik manakala

kerusakan saraf sudah terdapat sejak lahir, karena sewaktu mengandung, ibu

terinfeksi virus, seperti rubella, atau terpapar logam berat berbahaya seperti

merkuri dan timbal yang berdampak mengacaukan proses pembentukan sel-sel

saraf di otak janin. Jenis kedua disebut autisme regresif muncul saat anak

berusia antara 12 sampai 24 bulan. Sebelumnya perkembangan anak relatif

normal, namun tiba-tiba saat usia anak menginjak dua tahun kemampuan anak

merosot. Anak yang tadinya sudah bisa membuat kalimat dua sampai tiga kata

berubah diam dan tidak lagi berbicara. Anak terlihat acuh dan tidak mau

melakukan kontak mata. Kesimpulan yang beredar di kalangan ahli

menyebutkan autisme regresif muncul karena anak terkontaminasi langsung

oleh faktor pemicu. Saat ini faktor pemicu yang paling disorot adalah paparan

logam berat terutama merkuri dan timbal dari lingkungan serta pengaruh

imunisasi.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa autis adalah

gangguan perkembangan pervasif pada anak yang muncul sebelum usia tiga

tahun dengan ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam

bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.

24

2. Gejala Autisme

Gejala autisme pada anak muncul saat anak berusia dua atau tiga

tahun, khas dengan adanya keterlambatan dan penyimpangan

perkembangan komunikasi, interaksi sosial, perilaku, serta keterampilan

tertentu. Menurut analisa para ahli, anak-anak yang di diagnosis mengalami

autis pada usia 2 atau tiga tahun sebenarnya telah menunjukkan gejala-

gejala pada tahun pertama bahkan sejak lahir

( http://www.quackwatch.com/03HealthPromotion/immu/autism.html , 2001).

Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi

dengan ibunya pada usia tiga sampai empat bulan. Bila ibu merangsang

bayinya dengan menggerincingkan mainan dan mengajak berbicara, maka

bayi tersebut akan merespon dan bereaksi dengan ocehan serta gerakan.

Semakin lama bayi semakin responsif terhadap rangsang dari luar seiring

dengan berkembangnya kemampuan sensorik. Pada umur enam sampai

delapan bulan bayi sudah bisa berinteraksi dan memperhatikan orang yang

mengajaknya bermain dan berbicara. Hal ini tidak muncul atau sangat

kurang pada bayi autistik. Bayi bersikap acuh tidak acuh, seakan-akan

menolak interaksi dengan orang lain dan lebih suka bermain dengan

“dirinya sendiri” atau dengan mainannya (Yusuf, 2003).

Purwati (2005) menjelaskan gejala yang dialami anak autisme dapat

berupa gejala gangguan perilaku dan gangguan intelektual, dan dapat

disertai oleh gangguan fisik. Gangguan perilaku yang mencolok ialah

interaksi dan hubungan yang abnormal terhadap lingkungan atau sosial.

25

Anak kurang menunjukan respon, tidak menikmati sentuhan fisik dan

menghindari kontak mata (pandangan). Pada usia dua sampai tiga tahun

anak tidak mancari orang tuanya untuk bermanja – manja, dan dengan

bertambahnya usia, abnormalitas lainnya muncul misalnya tidak bermain

dengan anak lain. Pada usia remaja individu mempunyai hubungan yang

kurang pas, kurang sadar pada opini orang lain atau perasaan orang lain.

Komunikasi verbal (bahasa) dan non verbal juga terganggu. Bila

kemampuan bicara berkembang terdapat ketidaknormalan, seperti echolalia

(mengulangi kata seperti burung beo) dan neologisme (“kata baru”). Anak

autis kurang mampu bermain imajinatif (menggandai, misalnya ia sebagai

pengemudi mobil balap) hal ini mungkin karena kurang berkembangnya

pikiran simbolik pada individu. Perilaku motorik yang sering dijumpai ialah

anak yang suka berputar – putar, jalan jinjit, atau bertepuk tangan.

Anak autis mempunyai ritual yang stereotip dan bila digangu

menyebabkan distress dan kadang ia menentang. Mereka sering terikat pada

objek–objek yang “sepele” misalnya kaleng. Letupan emosional sering

terjadi, misalnya marah, gelisah atau cemas, dan hal ini dapat dicetuskan

oleh masalah yang kecil. Anak autis juga mempunyai masalah dengan tidur,

buang air besar dan buang air kecil. Epilepsi didapatkan pada sekitar 15 %

pederita remaja, dan biasanya ringan. Penderita autis ada yang mengalami

gangguan pada fungsi motorik kasar dan halus dan gangguan ini lebih berat

pada mereka dengan IQ yang lebih rendah.

26

Neale dkk (Kuwanto & Natalia, 2001) mengatakan ada beberapa

gejala gangguan perkembangan pada penyandang autisme yang sering

dijumpai, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak harus ada pada semua

anak penyandang autis. Pada penyandang autis yang berat mungkin hampir

semua gejala itu ada, namun pada kelompok yang tergolong ringan hanya

terdapat sebagian dari gejala-gejala tersebut. Adapun gejala-gejala tersebut

yaitu:

a. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal

meliputi:

1) Terlambat bicara

2) Berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain

3) Bila kata-kata mulai diucapkan, ia tidak mengerti artinya

4) Bicara tidak dipakai untuk komunikasi

5) Ia banyak meniru dan membeo (echolalia)

6) Beberapa anak sangat pandai menirukan beberapa nyanyian, nada

maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya, sebagian dari anak-

anak ini tetap tidak dapat bicara sampai dewasa.

7) Bila menginginkan sesuatu, ia menarik tangan yang terdekat dan

mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.

b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial

1) Menolak/menghindari tatapan mata

2) Tak mau menengok bila dipanggil

3) Seringkali menolak untuk dipeluk

27

4) Tak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, lebih

asik main sendiri

5) Bila didekati untuk diajak bermain, ia malah menjauh.

c. Gangguan dalam bidang perilaku

1) Pada anak autistik terlihat adanya perilaku berkelebihan (exces)

atau kekurangan (deficit). Contoh perilaku yang berlebihan adalah:

adanya hiperaktivitas motorik, seperti tidak bisa diam, jalan

mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas, melompat-lompat,

mengulang-ulang suatu gerakan tertentu. Contoh perilaku yang

kekurangan adalah: duduk diam dengan tatapan kosong,

melakukan permainan yang sama/monoton, sering duduk diam

terpukau oleh sesuatu hal, misalnya benda yang berputar.

2) Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu yang terus

dipegangnya dan dibawa kemana-mana.

3) Perilaku yang ritualistik

d. Gangguan dalam bidang perasaan atau emosi

1) Tidak dapat ikut merasakan yang dirasakan orang lain, misalnya

melihat anak menangis ia tidak merasa kasihan melainkan merasa

terganggu dan anak yang menangis itu mungkin didatangi dan

dipukul.

2) Kadang-kadang tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah

tanpa sebab yang nyata.

28

3) Sering mengamuk tak terkendali, terutama bila tidak mendapatkan

apa yang diinginkan, ia bisa menjadi agresif destruktif.

e. Gangguan dalam bidang persepsi sensoris

1) Mencium-cium atau menggigit mainan atau benda-benda apa saja

2) Bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga

3) Tidak menyukai rabaan atau pelukan

4) Merasa sangat tidak nyaman bila dipakaikan pakaian dari bahan

kasar.

Sampai saat ini belum ada suatu pemeriksaan tertentu untuk

memperkirakan bahwa seorang anak adalah penyandang autisme. Untuk

diagnosis, hampir seluruh dunia menggugunakan kriteria DSM-IV

(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourt Edition)

atau dapat juga digunakan kriteria ICD-10 (International Classification of

Disease, Tenth Edition). Selain itu sekarang dikembangkan tes yang dapat

digunakan untuk mendiagnosis autisme pada anak yaitu tes Childhood

Autism Rating Scale (CARS), Autism Diagnostic Observation Schedule

(ADOS) dan Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) (www.autism-

society.org, 2003).

3. Penyebab Utama Autisme

Penyebab autisme pada anak belum diketahui dengan pasti. Beberapa

ahli mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat

bahwa autisme disebabkan oleh kombinasi makanan yang salah atau

lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan

29

kerusakan usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan

fisik termasuk autis (Judarwanto, 2004).

Berdasarkan berbagai literatur, penyebab seorang anak menyandang

autis dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Penyebab psikologis

Ketika autisme pertama kali ditemukan tahun 1943 oleh Leo Kanner,

autisme diperkirakan disebabkan pola asuh yang salah. Kasus-kasus perdana

banyak ditemukan pada keluarga kelas menengah dan berpendidikan, yang

orang tuanya bersikap dingin dan kaku pada anak (emotional refrigerator).

Kanner beranggapan sikap keluarga tersebut kurang memberikan stimulasi

bagi perkembangan komunikasi anak yang akhirnya menghambat

perkembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial anak. Bruno

Bettelheim, seorang ahli psikoanalisis mengungkapkan hal yang sama,

autisme disebabkan oleh pengasuhan ibu yang tidak hangat dan sikap

penolakan terhadap anak sehingga anak cenderung menarik diri dan sibuk

dengan dunianya. Charles Fester, ahli behavioristik berpendapat bahwa anak

menderita autisme karena orangtua tidak memberikan perhatian dan ganjaran

saat anak mengerjakan perilaku sosial yang tepat (Alloy dkk, 2004).

Margareth Mahler, seorang peneliti anak-anak autistik mengatakan anak-

anak autistik mengalami kerusakan yang parah pada egonya karena sejak

lahir tidak mampu dan tidak tertarik menjadikan ibu atau orang-orang lain

sebagai patner dalam melakukan eksplorasi terhadap dunia luar dan dunia

dalamnya. Mereka juga mengalami regresi ke arah tahap kehidupan yang

30

paling primitif serta menutup diri dari kehidupan yang menuntut respon-

respon emosional dan sosial (Ginanjar, 2007).

b) Penyebab neurobiologis

Pertumbuhan atau perkembangan sel-sel otak sangat pesat terjadi pada

periode kehamilan, sehingga segala gangguan atau penyakit pada ibu

tentunya dapat berpengaruh pada janin. Pada saat pembentukan sel-sel

tersebut timbul gangguan dari virus (rubella, toxoplasma, herpes), jamur

(candida), oksigenasi, keracunan dari makanan, sehingga pertumbuhan sel-

sel otak dibeberapa tempat menjadi tidak sempurna (Kuwanto & Natalia,

2001)

Proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan

nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya autisme. Setelah

bayi lahirpun (post partum) faktor pemicu tersebut masih ada, misalnya :

infeksi ringan sampai berat pada bayi, imunisasi MMR dan hepatitis B

(mengenai 2 jenis imunisasi ini masih kontroversial), logam berat, MSG,

zat pewarna, zat pengawet, protein susu sapi (kasein) dan protein tepung

terigu (gluten). Tumbuhnya jamur yang berlebihan di susu anak sebagai

akibat dari pemakaian antibiotika yang berlebihan, dapat menyebabkan

terjadinya ‘kebocoran’ usus (leaky gut syndrome) sehingga pencernaan

kasein dan gluten tidak sempurna. Kedua protein ini hanya terpecah sampai

polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut terserap

kedalam aliran darah, masuk ke otak dan dirubah oleh reseptor opioid

menjadi morfin yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat

31

fungsi otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi

kognitif, reseptif, atensi dan perilaku (Purwati, 2005)

Menurut Kuwanto dan Natalia (2001) ada tiga lokasi di otak

penyandang autisme yang mengalami gangguan, yaitu gangguan pada

cerebellum (otak kecil), sistem limbik dan lobus parietalis. Berdasarkan

MRI (Magnetic Resonance Imaging) yang dilakukan oleh Eric Courchesnes

pada penyandang autisme ditemukan hipoplasia cerebellum (pengecilan

cerebellum) terutama pada lobus VI-VII. Cerebellum berperan dalam

mengatur keseimbangan, proses sensorik, berpikir, daya ingat, belajar

berbahasa dan perhatian. Kerusakan pada area ini membuat penyandang

autisme tidak mampu untuk mengalihkan perhatiannya dengan cepat bila

sedang memperhatikan sesuatu. Selain itu ditemukan kekurangan jumlah sel

purkinye, yaitu sel yang mempunyai kandungan serotonin tinggi. Serotonin

berfungsi untuk pengendalian mood, kontrol makan, tidur dan bangun serta

rasa nyeri. Kerja serotonin terkait dengan kerja dopamin. Fungsi dopamin

adalah untuk mengendalikan gerakan, perhatian, dan proses belajar.

Kurangnya sel purkinye menyebabkan keseimbangan antara serotonin dan

dopamin terganggu sehingga menyebabkan kegagalan pada peningkatan

minat dan masalah pengendalian mood serta menyebabkan kacaunya jalur

implus di otak. Pemeriksaan MRI juga menunjukkan 43% penyandang

autisme mengalami pengurangan jumlah sel dan pelebaran lekukan otak

pada lobus parietalis. Gangguan pada lobus parietalis ini menyebabkan

terbatasnya perhatian terhadap lingkungan. Gangguan pada sistem limbik,

32

khususnya terjadi pada area yang disebut amigdala dan hippocampus.

Kelainan itu diperkirakan terjadi semasa janin. Tugas amigdala adalah

mengontrol fungsi agresi dan emosi. Kelainan pada amigdala menyebabkan

penyandang autisme kurang dapat mengendalikan emosinya sehingga

mereka sering mengamuk bila tidak mendapat yang diinginkan, mendadak

tertawa, menanggis ataupun marah tanpa sebab, dan menunjukkan rasa

takut yang tidak lazim. Area hippocampus berperan dalam fungsi belajar

dan daya ingat. Gangguan pada area ini menyebabkan penyandang autisme

kesulitan dalam menyimpan informasi baru dalam memorinya, juga bisa

mengakibatkan terjadinya hiperaktivitas dan perilaku aneh yang diulang-

ulang.

Penelitian-penelitian mengenai kelainan otak tersebut terus berlanjut.

Courchesne dkk yang sebelumnya menyatakan adanya penurunan jumlah

purkinye pada cerebellum sebagai penyebab autisme, dalam penelitian

lanjutannya menghasilkan hipotesis baru. Para peneliti tersebut berpendapat

bahwa pada saat lahir bayi autistik memiliki ukuran otak yang normal.

Namun setelah mencapai usia dua atau tiga tahun ukuran otak mereka

membesar melebihi normal, terutama pada lobus frontalis dan otak kecil

yang disebabkan oleh pertumbuhan white matter (area putih) dan gray

matter (area abu-abu) yang berlebihan. Sementara sel saraf yang ada lebih

sedikit dibandingkan pada otak normal dan kekuatannya juga lebih lemah.

Kondisi inilah yang tampaknya berkaitan dengan gangguan pada

perkembangan kognitif, bahasa, emosi dan interaksi sosial (Ginanjar, 2007)

33

c) Penyebab genetik

Sampai saat ini faktor genetik diduga berpengaruh kuat atas

munculnya kasus autisme. Siegel (2003) menuliskan, dari penelitian-

penelitian yang pernah dilakukan pada kelompok besar, diketahui bahwa

autisme disebabkan oleh beberapa gen, bukan hanya satu gen saja. Anak-

anak dalam satu keluarga tidak memiliki gen yang persis sama kecuali pada

kembar identik. Oleh sebab itu apabila dalam satu keluarga terdapat anak

yang menderita autisme, saudara kandungnya (siblings) belum dapat di

pastikan mengalami hal yang sama.

Menurut Siegel 10-25 % saudara sekandung (siblings) dari anak autis

akan mengalami kesulitan berkomunikasi atau kesulitan bersosialisasi. Hal

ini berarti anak tersebut memiliki beberapa gen yang sama seperti yang

dimiliki oleh saudaranya yang menderita autisme. Seorang anak kembar

tidak identik biasanya memiliki 50 % gen yang sama dengan saudara

kembarnya. Oleh sebab itu bila seorang anak kembar tidak identik

menderita autisme maka kemungkinan saudara kembarnya menderita

autisme sebesar 30-45 %. Berbeda dengan anak kembar identik, mereka

memiliki gen yang persis sama. Apabila satu dari kembar identik menderita

autisme, maka 90-95 % saudara kembarnya akan menderita autisme. Siegel

menambahkan, bila satu keluarga memiliki anak laki-laki autisme,

kemungkinan anak yang lahir berikutnya mengalami autisme adalah 3 %.

Apabila anak yang pertama menderita autisme adalah perempuan, maka

34

kemungkinan anak yang lahir berikutnya akan menderita autisme diatas

12%.

Awalnya para ahli menduga kromosom X-rapuh (fragile-X

chromosom), sebagai penyebab autisme. Pada penelitian selanjutnya

ditemukanpula keganjilan pada kromosom 15 dalam gen penderita autisme,

bahkan diduga seluruh kromosom penderita autisme mengalami gangguan

kecuali kromosom 14 (Alloy dkk, 2002).

Scherer, peneliti dari Universitas Toronto, Kanada bersama para

ilmuwan dari sembilan negara melakukan penelitian dengan mengumpulkan

gen dari 1.168 keluarga. Tiap-tiap keluarga memiliki minimal dua anak

autis. Scherer memeriksa kromosom X yang berjumlah 23, ternyata pada

masing-masing kromosom ada beberapa gen yang abnormal dan pada

kromosom nomor 11 yang paling menonjol kelainannya.. Berdasarkan fakta

ini Scherer berkesimpulan bahwa 90 % penyebab autisme adalah genetik.

Melalui penelitian itu, Scherer berharap bisa mengetahui keterkaitan antara

gen-gen dan berapa banyak gen abnormal yang terlibat. Penelitian tersebut

di danai oleh Autism Genome Project cabang Kanada. Dokter Bridget

Fernandez selaku ketua Autism Genome Project memperkuat temuan

Scherer. Menurut beliau autisme seperti juga asma berkaitan dengan faktor

keturunan atau genetik. Jika autisme tidak muncul dalam satu jenjang

keturunan, artinya autisme tidak diturunkan dari orangtua, bisa juga

melalui garis dari buyut (Kelana dan Larasati, 2007)

35

Selain itu sejak lima tahun lalu (sejak 2002) para ilmuwan yang

tergabung dalam Autism Genome Project melakukan penelitian terhadap

keluarga-keluarga yang memiliki beberapa kasus autis. Mereka

mengumpulkan bahan riset mereka dan mengujinya. Penelitian ini

mempelajari 1200 keluarga dengan melibatkan 120 ilmuwan dari 50

lembaga yang tersebar dilebih dari 19 negara. Seperti dilaporkan dalam

jurnal Nature Genetics, penelitian ini menemukan kromosom 11 dan gen

khusus yang bernama Neurexin sebagai penyebab autis. Neurexin

merupakan bagian dari keluarga gen yang membantu komunikasi sel syaraf.

Menurut para ilmuwan, gen ini memainkan peran penting dalam terjadinya

sindrom autis. Mereka menggunakan teknologi chip gen untuk melihat

kesamaan genetik di antara orang-orang autis. Proyek ini didanai oleh

organisasi nirlaba Autism Speak dan departemen kesehatan Amerika Serikat.

(http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0702/19/145456.htm)

d). Penyebab Imunisasi

Judarwanto (2004) mengatakan berkembangnya informasi mengenai

kandungan merkuri dan thimerosal dalam imunisasi dapat menyebabkan

autisme, membuat banyak orangtua menolak pemberian imunisasi pada

anak. Akibatnya anak tidak mendapatkan perlindungan imunisasi untuk

menghindari penyakit-penyakit yang berbahaya seperti hepatitis B, Difteri,

Tetanus, Pertusis, TBC dan sebagainya. Thimerosal atau thiomersal adalah

senyawa merkuri organik atau dikenal sebagai sodium etilmerkuri

thiosalisilat mengandung 49,6% merkuri. Bahan ini digunakan sejak tahun

36

1930, sebagai bahan pengawet dan stabilizer dalam vaksin, produk biologis

atau produk farmasi lainnya. Thimerosal sangat efektif dalam membunuh

bakteri dan jamur dan mencegah kontaminasi bakteri terutama pada

kemasan vaksin multidosis yang telah terbuka. Pada dosis tinggi, merkuri

dan metabolitnya seperti etilmerkuri dan metilmerkuri bersifat nefrotoksis

dan neurutoksis. Senyawa merkuri ini mudah sekali menembus sawar darah

otak dan dapat merusak otak.

Pemberian vaksin MMR (measles, mumps, and rubella) juga diduga

dapat menyebabkan anak menjadi autis. Vaksin MMR menyebabkan

kerusakan usus dan menyebabkan autis. Imunisasi MMR adalah imunisasi

kombinasi untuk mencegah penyakit campak, campak Jerman dan penyakit

gondong. Vaksin MMR biasanya diberikan pada anak berusia 16 bulan.

Vaksin ini adalah gabungan vaksin hidup yang dilemahkan. Semula vaksin

ini ditemukan secara terpisah, namun dalam beberapa tahun kemudian

digabung menjadi vaksin kombinasi. Kombinasi tersebut terdiri dari virus

hidup Campak galur Edmonton atau Schwarz yang telah dilemahkan,

komponen Antigen Rubella dari virus hidup Wistar RA 27/3 yang

dilemahkan dan Antigen gondongen dari virus hidup galur Jerry Lynn atau

Urabe AM-9.

Banyak penelitian yang dilakukan secara luas ternyata membuktikan

bahwa autisme tidak berkaitan dengan thimerosal, tetapi memang terdapat

teori atau kesaksian yang menunjukkan bahwa Autisme berhubungan

dengan thimerosal. Prof Dr Andrew Wakefield, konsultan gastroenterologis

37

pada Rumah Sakit Free Royal, London adalah salah seorang yang

membenarkan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme pada anak.

Klaim ini didasarkan atas kasus 170 anak yang datang ke kliniknya. Anak-

anak tersebut mengalami sindrom autisme dan penyakit usus setelah

diinjeksi dengan vaksin ini. Beberapa orang tua penderita autisme di

Indonesiapun berkesaksian bahwa anaknya terkena autisme setelah diberi

imunisasi (Judarwanto, 2004). Sutadi (2004), wakil ketua yayasan autisme

Indonesia mengakui terdapat beberapa keluhan dari sejumlah orang tua

seputar keterlambatan bicara anaknya setelah divaksin MMR. Mental anak

menurun dan kontak mata anak mereka menurun perlahan-lahan, namun

menurutnya tidak semua anak yang diberi vaksin MMR akan menjadi autis.

Semuanya tergantung pada si anak, ada anak yang beresiko tinggi untuk

menderita autis ada yang tidak.

D. Perbedaan Kecemasan antara Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak

Autis

Goldberg (Santrock, 2002) mengemukakan bahwa perbedaan kritis

antara laki-laki dan perempuan menciptakan jarak yang besar di antara

keduanya. Perbedaan itu adalah perempuan dapat merasakan dan

mengartikulasikan perasaan dan masalah mereka; laki-laki karena

pengkondisian maskulinitasnya, tidak dapat. Beberapa penelitian

membuktikan bahwa perempuan lebih banyak terpuruk pada kecemasan tiga

kali lipat daripada laki-laki. Hal ini di sebabkan karena lebih banyak tuntutan

sosial yang dibebankan pada perempuan daripada laki-laki.

38

Trismiati (2004) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan

ketidakmampuannya dibanding laki-laki. Perempuan lebih sensitif sedangkan

lak-laki lebih aktif dan eksploitatif. Berkaitan dengan kecemasan laki-laki dan

perempuan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan lebih mudah

dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan, sedangkan laki-laki lebih

rileks. Perempuan cenderung lebih cemas, kurang sabar dan mudah

mengeluarkan air mata.

Purwanto (2004) mengemukakan bahwa pada kebanyakan keluarga,

ibulah yang memegang peranan yang terpenting terhadap anak-anaknya. Sejak

anak itu dilahirkan, ibulah yang selalu disampingnya. Ibulah yang

mengandung, memberi makan dan minum, memelihara, dan selalu bercampur

gaul dengan anak-anak. Itulah sebabnya kebanyakan anak selalu cinta kepada

ibunya daripada anggota keluarga lainnya.

Di samping ibu, seorang ayah pun memegang peranan yang penting

pula. Anak memandang ayahnya sebagai orang yang tertinggi gengsinya atau

prestisenya. Kegiatan seorang ayah terhadap pekerjaannya sehari-hari sungguh

besar pengaruhnya kepada anak-anaknya, lebih-lebih anak yang telah agak

besar. Meskipun demikian, di beberapa keluarga masih terdapat kesalahan-

kesalahan yang diakibatkan oleh tindakan ayah. Karena sibuknya bekerja

mencari nafkah, ayah tidak ada waktu untuk bergaul mendekati anak-anaknya

(Purwanto, 2004).

Adriana pernah melakukan penelitian kecil pada tahun 1999 yang

melibatkan 33 orang tua dari anak autis. Dari hasil penelitiannya itu, Adriana

39

mengemukakan bahwa masalah yang kerap muncul pada keluarga yang

mempunyai anak autis adalah konteks hubungan anak dan orang tua. Menurut

Adriana, biasanya pihak ibu lebih berperan aktif mencoba berbagai terapi dan

pengobatan dibanding ayah. Hal ini memunculkan perbedaan pendapat dalam

keluarga, yang akhirnya menimbulkan berbagai gangguan emosi seperti

kecemasan hingga depresi (Adriana. 2003).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan kondisi yang terjadi pada

diri anak autis menimbulkan kecemasan pada ayah dan ibu anak autis. Namun,

tingkat kecemasan yang dirasakan antara ayah dan ibu yang mempunyai anak

autis cenderung berbeda. Biasanya ibu cenderung untuk lebih cemas karena

secara psikologis dikatakan bahwa perempuan lebih mudah cemas dan

tertekan daripada laki-laki. Alasan-alasan subjektif seperti ibulah yang

mengandung dan memelihara anak, membuat ibu yang memiliki anak autis

semakin lebih merasa bersalah. Selain itu peran ibu yang dominan di dalam

rumah menyebabkannya lebih banyak berinteraksi dengan anak-anak,

sedangkan ayah lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah baik untuk

bekerja maupun aktivitas yang lain sehingga ibu lebih mengetahui kondisi dan

perkembangangan anak. Interaksi intensif antara ibu dan anak ini

menyebabkan tingkat kecemasan ibu yang memiliki anak autis lebih tinggi

dari pada kecemasan seorang ayah.

40

E. Hipotesis

Berdasarkan teori di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian

ini adalah ”ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak

autis”.

41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan komparatif

(perbandingan). Penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-

persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang,

tentang prosedur, kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok,

terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja. Dapat juga membandingkan

kesamaan pandangan dan perubahan-perubahan pandangan orang, grup atau

negara terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa atau terhadap ide-ide

(Arikunto, 1989).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Sesuai dengan hipotesis yang diajukan, maka dibuat rancangan

penelitian dengan variabel penelitian sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (x) : Ayah dan Ibu

2. Variabel Tergantung (y) : Kecemasan

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Kecemasan

Kecemasan adalah keadaan emosi yang kurang menyenangkan,

yang menimbulkan rasa kurang aman, tidak tentram dan perasaan

terancam yang muncul karena adanya rangsangan dari luar yang disertai

dengan reaksi fisiologis dan reaksi psikologis. Pada penelitian ini

42

pengukuran kecemasan ayah dan ibu terhadap anak autis dilakukan dengan

skala kecemasan yang didasarkan pada teori aspek kecemasan dari

Langgulung (1986) yaitu terdiri dari aspek fisiologis seperti peningkatan

detak jantung dan tekanan darah, diare, sesak nafas, mulut kering, leher

terasa terkecik dan aspek psikologis seperti tidak percaya diri, sukar

berkonsentrasi, mudah tersinggung dan marah, merasa tidak berdaya dan

tidak ada harapan bagi masa depan. Semakin tinggi skor yang diperoleh

dalam skala ini maka semakin tinggi tingkat kecemasan ayah dan ibu yang

memiliki anak autis, sebaliknya semakin rendah skor dalam skala ini,

maka semakin rendah pula tingkat kecemasan ayah dan ibu yang memiliki

anak autis.

2. Ayah dan Ibu

Ayah adalah kepala keluarga, tokoh identifikasi keluarga,

penghubung dengan dunia luar. Ayahlah bertugas melindungi keluarga dari

ancaman luar dan sebagai pendidik segi-segi rasional. Sedangkan ibu

adalah seseorang yang membimbing dan mendidik anak sejak dalam

kandungan. Ibu bertugas merawat, membesarkan, dan mendidik anak

hingga tumbuh dewasa (Supriyadi, 2006). Karena ibu yang mengandung

dan merawat anak hingga dewasa, maka ibu lebih mengerti keadaan anak

daripada ayah. Oleh sebab itu ada kecenderungan ibu lebih

mengkhawatirkan anaknya dari pada ayah. Selain itu secara psikologis,

banyak penelitian yang mengatakan ibu (wanita) lebih sensitif dan lebih

mudah cemas sedangkan ayah (pria) lebih rileks.

43

Ayah dan ibu yang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ayah

dan ibu yang memiliki anak autis dan mengasuhnya sendiri. Pengukuran

terhadap ayah dan ibu atau untuk membedakan antara ayah dan ibu dilakukan

dengan mengisi identitas pada skala.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

ayah dan ibu penyandang autis yang berada di yogyakarta, khususnya ayah

dan ibu dari siswa-siswa di sekolah khusus autis Fredofios Yogyakarta, ayah

dan ibu penyandang autis yang menjadi pasien di RS. Sarjito Yogyakarta.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive

sampling atau sampling bertujuan. Dalam purposive sampling pemilihan

sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang

sudah diketahui sebelumnya. Nama purposive sampling menunjukkan bahwa

teknik ini digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Hadi, 2004).

Untuk mengetahui data pribadi masing-masing subjek maka disediakan isian

tentang data responden yang terdiri dari: jenis kelamin, usia, pendidikan,

jumlah anak yang menderita autis, dan usia anak.

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data diperoleh dengan cara kuantitatif dengan

menggunakan skala yang terdiri dari item-item, yaitu suatu metode

pengumpulan data yang berdasar pada respon tertulis dari subjek terhadap

sejumlah pertanyaan yang telah disusun sebelumnya (Hadi, 2004). Metode

44

penskalaan yang digunakan untuk melihat perbedaan kecemasan ayah dan ibu

yang memiliki anak autis adalah metode summated ratings dari Likert yang

terdiri dari empat kategori jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),

Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pilihan respon R (ragu-

ragu) ditiadakan dengan alasan menghindari kecenderungan responden untuk

memberi jawaban atau pilihan ketengah-tengah (netral), dimana hal ini dapat

mengurangi banyak informasi yang dapat diperoleh dari responden. Selain itu

pilihan respon R (ragu-ragu) bisa pula berarti bahwa responden belum bisa

menentukan atau memilih jawaban, apakah responden setuju atau tidak setuju

terhadap pernyataan yang ada.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecemasan

yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek psikologis dan fisiologis. Butir-

butir dalam skala terbagi atas dua kelompok yaitu: 1) butir favorabel, yaitu

butir yang sesuai dengan variabel, 2) butir unfavorabel, yaitu butir yang tidak

sesuai dengan variabel (Hadi, 2004).

Berikut ini disajikan tabel distribusi item-item skala kecemasan ayah

dan ibu terhadap anak autis:

45

Tabel 1.

Blue Print Skala Kecemasan Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak AutisNo. Aspek Nomor Aitem

Favorabel UnfavorabelTotal

1 Fisiologis 1, 4, 9, 15, 22, 26, 30, 36, 39, 43, 47, 51, 53, 55, 59

5, 7, 11, 13, 17, 20, 24, 28, 32, 34, 37, 41, 45, 49, 60

30

2 Psikologis 2, 6, 10, 14, 18, 21, 25, 29, 33, 40, 44, 48, 52, 54, 57

3, 8, 12, 16, 19, 23, 27, 31, 35, 38, 42, 46, 50, 56, 58

30

Jumlah 30 30 60

Setiap item skala kecemasan ayah dan ibu yang memiliki anak autis ini

disediakan empat alternatif jawaban yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),

Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Penskoran setiap item

dalam skala kecemasan ayah dan ibu terhadap anak autis tergantung pada

bentuk pernyataannya. Untuk pernyataan favorabel, jawaban sangat sesuai

mendapat skor 4, sesuai mendapat skor 3, tidak sesuai mendapat skor 2, dan

sangat tidak sesuai mendapat skor 1. Sebaliknya, untuk pernyataan

unfavorable, jawaban sangat sesuai mendapat skor 1, sesuai mendapat skor 2,

tidak sesuai mendapat skor 3, dan sangat tidak sesuai mendapat skor 4.

F. Validitas Dan Reliabilitas

Validitas dan reliabilitas alat ukur mempunyai peran sangat penting

dalam penelitian untuk upaya pengembangan ilmu sosial dan psikologi

khususnya. Alat ukur yang valid dan reliabel tercermin dalam koefesien

reliabilitasnya dan validitas yang akan menghasilkan data informasi yang

akurat objektif, dan dapat dipertanggung jawabkan serta kesimpulan yang

46

diambil nantinya tidak salah dan memberikan gambaran yang tidak jauh beda

dari keadaan yang sesungguhnya (Azwar, 2007).

1. Validitas

Validitas adalah adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan

valid apabila mampu mengungkap data dari variabel yang diteliti secara

tepat. Tinggi rendahnya validitas menunjukkan sejauh mana data yang

terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang

dimaksud (Arikunto,1989). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini

adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat

pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau profesional

judgement (Azwar, 2007). Pada penelitian ini, yang bertindak sebagai

profesional judgement adalah dosen pembimbing.

2. Seleksi Item

Untuk melakukan seleksi item maka perlu dilakukan pengukuran

koefisien korelasi item-total (rix). Item dalam tes jika kualitasnya tidak

baik harus disingkirkan. Perhitungan korelasi skor item dengan skor total

menggunakan teknik perhitungan korelasi product moment dari Pearson.

Pengujian kesahihan item dilakukan dengan cara menghitung korelasi total

dengan menggunakan batasan 0,30 yang berarti item dengan nilai di atas

0,30 dianggap baik atau layak sedangkan item di bawah 0,30 dianggap

buruk atau gugur (Azwar, 2007).

47

3. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang berasal

dari kata rely dan ability. Reliabilitas alat ukur berhubungan dengan sejauh

mana hasil atau pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran dapat

dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap

kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama

aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar,

2007). Uji reliabilitas ini dihitung dengan menggunakan Alpha dari

Cronbach. Hasil reliabilitas dengan menggunakan teknik ini lebih cermat

karena mendekati hasil yang sebenarnya. Perhitungan reliabilitas butir soal

dalam penelitian ini digunakan dengan menggunakan bantuan program

SPSS for windows versi. 12.00.

B. Metode Analisis Data

1. Uji Asumsi

Sebelum dilakukan uji hipotesis, dilakukan uji asumsi untuk melihat

apakah data yang diperoleh memenuhi syarat penggunaan analisis uji-t

dan untuk dapat menarik kesimpulan yang tidak menyimpang. Adapun uji

asumsi yang dilakukan meliputi dua hal yaitu:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data

berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan

fasilitas komputer SPSS for Windows 12.00.

b. Uji Homogenitas

48

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui bahwa populasi

homogen sehingga sampel yang diambil mewakili keseluruhan

populasi. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan fasilitas

komputer SPSS for Windows 12.00.

2. Uji Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan yang bisa diuji kebenarannya dan yang

bisa menjadi solusi atau jawaban terhadap suatu masalah. Metode analisis

data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah

metode analisis statistik. Teknik statistik yang digunakan untuk

menganalisa data adalah teknik Uji – t. Semua perhitungan statistik dalam

penelitian ini menggunakan bantuan Program SPSS for windows versi.

12.00

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan hanya satu kali saja karena

peneliti menggunakan try out terpakai. Data yang dianalisa adalah data dari

item-item yang sahih atau valid. Pelaksanaan penelitian berlangsung selama

dua minggu, yaitu tanggal 2 Oktober sampai dengan 17 Oktober. Peneliti

mendatangi beberapa sekolah autis di Yogyakarta, tetapi hanya beberapa

sekolah autis saja yang bersedia membantu peneliti dalam melakukan

penelitian dengan cara membagikan skala yang berupa skala kecemasan

kepada orang tua siswa. Alasan dari pihak sekolah adalah sebelumnya banyak

mahasiswa yang mengadakan penelitian disekolah tersebut dengan cara

menyebarkan angket ataupun pada orang tua, tetapi angket atau skala yang

terkumpul kembali hanya beberapa saja karena orang tua siswa kurang bisa

bekerjasama. Sekolah-sekolah yang memberi ijin kepada peneliti untuk

melakukan penelitianpun sejak awal telah mengatakan hal serupa. Dari

beberapa sekolah yang memberi ijin tersebut, peneliti hanya berhasil

mendapat data dari sekolah autis Fredofios.

Sekolah Autis Fredofios merupakan sekolah lanjutan bagi penyandang

autis yang diresmikan tahun 2003. Fredofios merupakan Sekolah Lanjutan

Autis satu-satunya yang ada di Yogyakarta. Sekolah ini berada dibawah

Yayasan Autisma Nusantara (YAN) Yogyakarta dan memiliki daya tampung

50

20 orang siswa. Nama Fredofios berasal dari Fred (konsultan sekolah lanjutan

autis yang berasal dari Belanda), Ofig dan Osi (nama-nama siswa).

Peneliti menyerahkan skala kepada Kepala Sekolah untuk dibagikan

kepada orang tua siswa pada tanggal 2 Oktober 2007. dari 16 skala yang

disebarkan, hanya 10 skala yang terkumpul. Jumlah tersebut belum memadai,

oleh sebab itu peneliti mencari informasi mengenai keluarga yang memiliki

anak penyandang autis dan meminta kesediaan orang tua tersebut untuk

mengisi skala yang diberikan peneliti. Jumlah subjek yang terkumpul 73

subjek, jadi total keseluruhan adalah 83 subjek. Peneliti membatasi penelitian

dengan 80 subjek saja, yaitu 40 orang ayah dan 40 orang ibu.

B. Analisis Item dan Uji Reliabilitas.

Item dalam tes yang disusun yang tidak memperlihatkan kualitas yang

baik harus disingkirkan, hanya item yang memiliki kualitas yang tinggi sajalah

yang boleh digunakan dalam tes (Azwar, 2007). Biasanya digunakan harga

koefisien korelasi yang minimal sama dengan 0,30. Dengan demikian, semua

pernyataan yang memiliki skor skala kurang dari 0,30 harus disisihkan.

Untuk menguji kesahihan tiap butir item dalam skala kecemasan ini,

peneliti melakukan analisis statistik dengan menggunakan Reliability Analisis-

Scale (Alpha) dari SPSS for Windows versi 12.00. dengan taraf signifikansi

5%. Berdasarkan hasil analisis, dari 60 item skala kecemasan dengan 80

subjek penelitian diperoleh korelasi item total berkisar antara 0,164 hingga

0,910. Setelah melakukan seleksi terhadap item-item tersebut, diperoleh 50

51

item yang lolos seleksi dan 10 item gugur. Item yang lolos seleksi tersebut

memiliki korelasi antara 0,300 hingga 0,910.

Item-item yang lolos seleksi dan gugur tersebut dapat dilihat pada table 2 dan

3 berikut ini:

Tabel 2Tabel spesifikasi skala kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki

anak autisNo. Aspek Nomor Aitem

Favorabel UnfavorabelTotal

1 Fisiologis 1, 4, 9, 15, (22), 26, 30, 36, 39, 43, 47, 51, 53, 55, 59

5, 7, (11), 13, 17, 20, (24), (28), (32), 34, 37, 41, 45, 49, 60

30

2 Psikologis 2, 6, 10, 14, 18, 21, 25, 29, (33), 40, 44, (48), 52, 54, 57

3, 8, 12, 16, (19), 23, 27, (31), 35, 38, 42, 46, 50, 56, (58)

30

Jumlah 30 30 60

(…) : Item-item yang gugur.

Tabel 3Tabel spesifikasi skala kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak

autis setelah uji cobaNo. Aspek Nomor Aitem

Favorabel UnfavorabelTotal

1 Fisiologis 1, 4, 9, 14, 22, 25, 28, 31, 35, 39, 42, 44, 46, 49

5, 7, 12, 16, 18, 26, 29, 33, 37, 40, 50

25

2 Psikologis 2, 6, 10, 13, 17, 19, 21, 24, 32, 36, 43, 45, 48

3, 8, 11, 15, 20, 23, 27, 30, 34, 38, 41, 47

25

Jumlah 27 23 50

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur,

yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Dalam aplikasinya,

reabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas (rxx`) berada pada rentang

52

angka 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reabilitasnya

(mendekati 1,00) semakin tinggi tingkat kepercayaan terhadap hasil ukur alat

tes tersebut (Azwar, 2007). Cara menghitung reliabilitas penelitian ini adalah

dengan menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, dan diolah dengan

SPSS for Windows versi 12.00. Hasil koefisien reliabilitas yang diperoleh

adalah 0,964, mengindikasikan bahwa alat ukur yang berupa skala kecemasan

ini dapat dipercaya.

C. Deskripsi Data Penelitian

1. Deskripsi Berdasarkan Mean Empirik dan Mean Teoritik

Mean teoritik adalah rata-rata skor alat penelitian. Mean teoritik ini

diperoleh dari angka yang menjadi titik tengah alat ukur penelitian. Mean

empirik adalah rata – rata skor data penelitian yang diperoleh dari angka yang

merupakan rata – rata data hasil penelitian.

Tabel 4Deskripsi Data Penelitian

Satistik Teoritik EmpirikAyah Ibu

N

Xmax

Xmin

Mean

SD

80

200

50

125

25

40

149

35

114,8250

22,30544

40

177

92

133,7250

26,23854

Dari tabel tersebut dapat dilihat skor Mean teoritik adalah sebesar 125,

skor Mean empirik ayah sebesar 114,8250, dan skor Mean empirik ibu sebesar

133,7250. Skor Mean empirik ayah lebih kecil dari skor Mean teoritik

53

(114,8250 < 125), hal ini berarti kelompok ayah memiliki kecenderungan

memilih jawaban pada kategori rendah. Skor Mean empirik ibu lebih besar

dari skor Mean teoritik (133,7250 > 125), artinya kelompok ibu memiliki

kecenderungan memilih jawaban pada kategori tinggi. Skor Mean empirik ibu

lebih besar dari skor Mean empirik ayah (133,7250 > 114,8250), berarti

kecemasan kelompok ibu lebih tinggi daripada kelompok ayah.

2. Kategori Jenjang

Menurut Azwar (2007), sekalipun skor pada skala yang ditentukan lewat

prosedur penskalaan akan menghasilkan angka-angka pada level pengukuran

interval namun dalam interpretasinya hanya dapat dihasilkan kategori-kategori

atau kelompok-kelompok skor yang berada pada level ordinal. Skor mentah

(raw score) yang dihasilkan suatu skala belum memberikan makna yang

memiliki nilai diagnostik, oleh sebab itu skor mentah perlu diacukan pada

suatu norma kategorisasi. Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan

individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang

menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur.

Tabel 5Norma Kategorisasi

X < ( -1,0 ) Rendah( - 1,0 ) ≤ X < ( + 1,0 ) Sedang

( + 1,0 ) ≤ X Tinggi

Skor skala penelitian ini digolongkan ke dalam 3 kategori, yakni rendah,

sedang dan tinggi. Skala kecemasan ini terdiri atas 50 item yang setiap

itemnya diberi skor 1, 2, 3, dan 4. Skor terkecil yang mungkin diperoleh

subjek pada skala tersebut adalah 50 (50x1) dan skor terbesarnya adalah 200

54

(50x4), sehingga jarak sebarannya adalah 200-50 = 150. Satuan deviasi

standarnya bernilai = 150 / 6 = 25 (dimana 6 merupakan banyaknya satuan

deviasi standar pada distribusi normal) dan mean teoritiknya adalah =

50x2,5 = 125.

Tabel 6Kategorisasi Kecemasan Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak Autis

Kategori Jumlah SubjekAyah Ibu

X < 100 Rendah 7 5100 ≤ X < 150 Sedang 33 21

150 ≤ X Tinggi 0 14

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa subjek ayah yang termasuk pada

kategori rendah ada 7 orang, yang termasuk pada kategori sedang sebanyak 33

orang dan tidak ada yang masuk pada kategori tinggi. Untuk subjek ibu ada 14

orang yang termasuk pada kategoti tinggi, 21 orang yang termasuk kategori

sedang dan 5 orang yang termasuk kategori rendah.

D. Analisis Data

1. Hasil Uji Asumsi

Untuk memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang dari tujuan

penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi, yang meliputi:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji normal tidaknya sebuah

distribusi data. Jika p < 0,05 berarti distribusi data tidak normal, sebaliknya

jika p > 0,05 berarti distribusi data normal.

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS for

Windows versi 12.00. dengan one sample Kolmogorov-Smirnov.

55

Tabel 7Hasil Penghitungan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Ayah Ibu

Kolmogorov-Smirnov Z 0,793 0,833

Asymp.Sig(p) 2-Tailed 0,555 0,491

Berdasarkan tabel uji normalitas diketahui probabilitas (p) kecemasan

pada ayah sebesar 0,555 (p > 0,05) dan probabilitas (p) kecemasan pada ibu

sebesar 0,491 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi pada seluruh

sampel adalah normal. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah sample-sampel dalam

penelitian berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama. Dasar

pengambilan keputusan adalah jika p > 0,05 berarti data berasal dari populasi

yang sama, sedangkan bila p < 0,05 berarti data berasal dari populasi yang

berbeda. Untuk memperoleh hasil homogenitas digunakan Levene Test for

equity of variance dari SPSS for Windows versi 12.00.

Tabel 8Hasil Uji Homogenitas Varians

Levene Statistic df1 df2 Sig.

3,050 1 78 0,085

Dari tabel 5 terlihat bahwa Levene tes hitung adalah 3,050 dengan

probabilitas (p) 0,085. Hal ini berarti data berasal dari populasi yang

memiliki varian yang sama, yakni p = 0,085 (p > 0,05).

56

2. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya

dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Independent Sample t-test

dengan program SPSS for windows versi 12.00. Rangkuman hasil uji hipotesis

dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 9Rangkuman Hasil Uji Hipotesis

(Independent Sample t-test)Kecemasan Ayah Ibu

N 40 40MD 114,8250 133,7250

Sig. (2-tailed) 0,001t 3,471

Keterangan:

Taraf signifikansi 5% (two tailed)

N : Jumlah Subjek

MD: Perbedaan Mean

t : Hasil perhitungan Uji-t

Hipotesis:

Ho : Tidak ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki

anak autis (kecemasan ayah dan ibu identik).

Hi : Ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak

autis (kecemasan ayah dan ibu tidak identik).

Jika P > 0,05 berarti Ho diterima.

Jika P < 0,05 berarti Ho ditolak.

Total jumlah subjek ayah dan ibu adalah 80 orang. Dari tabel 6

diketahui mean yang diperoleh oleh kelompok ayah sebesar 114,8250 dan

57

mean yang diperoleh oleh kelolmpok ibu sebesar 133,7250. Hal ini berarti

mean kelompok ibu lebih besar daripada mean kelompok ayah. Oleh sebab itu

dapat disimpulkan bahwa berdasarkan perbedaan mean kelompok ibu

memiliki kecemasan yang lebih tinggi daripada kelompok ayah.

Hipotesis penelitian ini (Hi) adalah “Ada perbedaan tingkat kecemasan

antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis”, sedangkan Hipotesis nol (Ho)

penelitian ini adalah “Tidak ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu

yang memiliki anak autis”. Dasar pengambilan keputusan diterima atau

ditolaknya Hipotesis nol (Ho) adalah jika p > 0,05 berarti Hipotesis nol (Ho)

diterima dan jika p < 0,05 berarti Hipotesis nol (Ho) ditolak. Dari hasil

perhitungan Independent Sample t-test diperoleh nilai thitung sebesar 3,471 dan

Probabilitas (p) sebesar 0,001 (< 0,05) maka keputusan yang diambil adalah

Hipotesis nol (Ho) ditolak, berarti Ada perbedaan kecemasan antara ayah dan

ibu yang memiliki anak autis.

E. Pembahasan

Mean empirik kelompok ayah adalah sebesar 114,8250, lebih kecil jika

dibandingkan dengan mean empirik kelompok ibu yang sebesar 133,7250.

Mean teoritik penelitian ini adalah sebesar 125. Jika mean teoritik dan mean

empirik ini dibandingkan maka mean empirik ayah lebih kecil dari mean

teoritik, artinya kelompok ayah memiliki kecenderungan untuk menjawab pada

kategori rendah. Berbeda dengan kelompok ibu, mean empirik ibu lebih besar

daripada mean teoritik, artinya kelompok ibu cenderung untuk memberi

jawaban pada kategori tinggi. Berdasarkan uji hipotesis diketahui thitung sebesar

58

3,471 dan probabilitas (p) sebesar 0,001, karena p < 0,05 berarti hipotesis nol

(Ho) ditolak dan hipotesis penelitian (Hi) diterima. Hal ini berarti ada

perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis.

Dalam analisa data deskriptif, peneliti menggolongkan subjek penelitian

ke dalam 3 kategori, yaitu kelompok yang memiliki kecemasan pada kategori

rendah, kelompok yang memiliki kecemasan pada kategori sedang dan

kelompok yang memiliki kecemasan pada kategori tinggi. Pada subjek ayah,

jumlah subjek yang termasuk kelompok kategori rendah ada 7 orang, yang

termasuk pada kategori sedang ada 33 orang dan 0 orang termasuk pada

kategori tinggi. Pada subjek ibu, jumlah subjek yang termasuk kategori rendah

ada 5 orang, yang termasuk kategori sedang ada 21 orang dan yang termasuk

dalam kategori tinggi ada 14 orang. Artinya kedua kelompok subjek memiliki

kecenderungan merasa cemas terhadap kondisi anak mereka, tetapi ibu

cenderung lebih tinggi kecemasannya daripada ayah.

Atkinson (1996) mengatakan kecemasan terjadi karena adanya ancaman

terhadap kesejahteraan organisme. Adanya ancaman terhadap harga diri,

perasaan tertekan karena harus melakukan sesuatu diluar kemampuannya,

kekecewaan, ketidakpuasan dan adanya permusuhan dengan orang lain dapat

menumbuhkan kecemasan. Pada penelitian ini, ayah dan ibu penderita autis

cenderung cemas dengan keadaan anak mereka. Kekurangan yang diderita oleh

anak autis menimbulkan perasaan kecewa pada orang tua. Ayah dan ibu harus

menerima tatapan miring atau perkataan orang lain yang dapat melukai harga

diri mereka, harus bekerja keras mengumpulkan biaya untuk perawatan anak

59

yang tidak murah, harus rela mengorbankan waktu dan kebebasan mereka

untuk mendampingi anak karena perhatian yang dibutuhkan oleh anak autis

lebih besar dari anak normal, dan memikirkan masa depan anaknya bila

orangtua sudah tidak ada atau tidak mampu untuk mendampingi lagi. Semua itu

dapat menumbuhkan perasaan cemas terhadap orang tua. Walaupun kedua

orang tua cenderung cemas akan keadaan anak mereka yang menderita autis,

tetapi ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu. Berdasarkan hasil

penelitian, kecemasan yang dirasakan oleh ibu cenderung lebih tinggi daripada

kecemasan yang dirasakan oleh ayah.

Goldberg (Santrock, 2002) mengatakan bahwa perempuan cenderung

lebih cemas daripada laki-laki, salah satu penyebabnya adalah tuntutan sosial

yang dibebankan kepada perempuan lebih besar daripada laki-laki. Menurut

Trismiati (2004) perempuan lebih sensitif dan lebih cemas akan

ketidakmampuannya dibanding laki-laki serta mudah dipengaruhi oleh tekanan-

tekanan lingkungan sedangkan laki-laki cenderung lebih eksploitatif dan rileks.

Perempuan cenderung kurang sabar dan mudah mengeluarkan air mata. Dengan

adanya tuntutan sosial yang besar terhadap perempuan dan perasaan sensitif

serta mudah tertekan tersebut maka ibu yang memiliki anak autis cenderung

lebih cemas daripada ayah karena ayah (laki-laki) cenderung lebih rileks.

Salah satu tuntutan sosial terhadap wanita adalah konsep dimana ibu

rumah tangga adalah wanita yang mempersembahkan waktunya untuk

memelihara, melatih, dan mengasuh anak menurut pola-pola yang dibenarkan

oleh masyarakat sekitar (Mappiare, 1983). Ibulah yang memegang peranan

60

yang terpenting terhadap anak-anaknya. Sejak anak itu dilahirkan, ibu yang

selalu disampingnya. Ibulah yang mengandung, memberi makan dan minum,

memelihara, dan selalu bercampur gaul dengan anak-anak (Purwanto, 2004).

Perasaan sensitif dan mudah tertekan yang dimiliki ibu membuat mereka

mudah merasa cemas bila tidak mampu menjalankan perannya sesuai tuntutan

masyarakat sekitarnya. Peran ayah seolah-olah hanya menjalankan urusan

yang ada di luar keluarga yaitu sebagai pencari nafkah. Peran ayah juga

sebagai suami, sebagai orang yang berpartisipasi dalam pendidikan anaknya,

dan sebagai pelindung bagi keluarga (Gunarsa, 2001). Kesibuknya bekerja

mencari nafkah, menyebabkan ayah tidak memiliki waktu untuk bergaul dan

berkumpul dengan anak-anaknya sehingga ayah kurang mengerti

pertumbuhan dan perkembangan anaknya (Purwanto, 2004). Karena ibu yang

lebih banyak berinteraksi dengan anak sedangkan ayah lebih sering

menghabiskan waktu di luar rumah baik untuk bekerja maupun aktivitas yang

lain maka ibu lebih mengetahui kondisi dan perkembangangan anak. Interaksi

intensif antara ibu dan anak ini menyebabkan tingkat kecemasan ibu yang

memiliki anak autis lebih tinggi daripada kecemasan seorang ayah. Selain itu

alasan-alasan subjektif bahwa ibulah yang mengandung dan bertugas

memelihara dan merawat anak membuat ibu merasa lebih cemas daripada

ayah bila anak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Berkaitan dengan peran ibu sebagai orang yang mengandung,

mengasuh, merawat dan memelihara anak maka saat anak mengalami

gangguan pihak ibulah yang cenderung lebih aktif dalam mencoba berbagai

61

terapi dan pengobatan daripada ayah dan hal ini seringkali menimbulkan

perbedaan pendapat dan membuat kecemasan seorang ibu meningkat

(Adriana, 2003).

Teori psikodinamika mengatakan bahwa kecemasan bersumber dari

ketidakmampuan ego mengatasi dorongan-dorongan primitif dari dalam diri

(id) yang bertentangan dengan superego (Acocella dkk, 1996). Superego berisi

tuntutan atau norma-norma sosial atau peraturan yang berlaku di masyarakat

sekitar. Tuntutan sosial (superego) terhadap perempuan lebih besar daripada

laki-laki, termasuk dalam urusan perawatan dan pemeliharaan anak. Oleh

sebab itu ego harus terus-menerus menahan id yang tidak sesuai dengan

superego dan hal ini membuat ibu tertekan dan merasa cemas. Bila ego

membiarkan id keluarpun ibu tetap saja merasa cemas karena seorang

perempuan cenderung mudah merasa bersalah atas ketidakmampuan atau

kegagalannya mengikuti aturan sosial yaitu sebagi ibu yang baik di mata

masyarakat. Pada laki-laki aturan sosial yang direpresentasikan oleh superego

lebih longgar daripada perempuan, oleh sebab itu ego tidak harus terus

menerus mengatasi pertentangan id dengan superego sehingga kecemasan

lebih jarang muncul. Selain itu bila ego tidak mampu menahan id keluar, laki-

laki cenderung lebih rileks.

Bila teori psikodinamika mengatakan bahwa kecemasan terjadi karena

ketidakmampuan ego mengatasi pertentangan antara id dengan superego, lain

halnya dengan teori humanistik-eksistensial. Teori ini mengatakan bahwa

kecemasan muncul karena adanya gap antara diri sesungguhnya (real self)

62

dengan diri yang diinginkan (ideal self) (Acocella dkk, 1996). Ideal self

adalah diri yang sesuai dengan tuntutan atau harapan masyarakat. Ideal self

seorang ibu biasanya sesuai dengan konsep tradisional yaitu wanita yang

mempersembahkan waktunya untuk mengandung, memelihara, melatih, dan

mengasuh anak menurut pola-pola yang dibenarkan oleh masyarakat sekitar.

Kecenderungan untuk mudah tertekan, perasaan sensitif, dan kecenderungan

merasa bersalah bila mengalami kegagalan membuat seorang ibu sering

mudah cemas karena tidak mampu berperilaku sebagai ibu ideal yang

diharapkan masyarakat. Hal ini berbeda dengan ayah, karena laki-laki lebih

fleksibel dan rileks maka bila real self tidak sesuai dengan ideal self mereka

tidak mudah merasa cemas seperti perempuan.

Adanya tuntutan sosial yang besar terhadap seorang ibu, dimana

merekalah yang mengandung dan bertanggung jawab merawat dan

memelihara anak membuat seorang ibu menjadi cemas jika tidak mampu

memenuhi peran mereka tersebut. Dengan alasan-alasan tersebut ibu

menyalahkan dirinya sendiri jika anak mengalami gangguan, contohnya

autisme. Perannya sebagai seorang ibulah yang membuat ibu mengerti

keadaan anaknya daripada ayah, karena ibu lebih sering bertemu dengan anak

daripada ayah yang sibuk bekerja. Intensitas pertemuan ini membuat ibu

mengerti perkembangan dan pertumbuhan anaknya, sehingga ibu merasa lebih

cemas daripada ayah. Bila ayah cenderung sibuk dengan dunia luar seperti

mencari nafkah sehingga tidak bisa mendampingi atau mendukung ibu dalam

melakukan tugasnya akan menambah perasaan cemas ibu terhadap kondisi

63

anak. Selain itu sebagai seorang perempuan, pada dasarnya ibu memiliki

kecemasan yang lebih tinggi dari ayah, seorang pria lebih rileks. Oleh sebab

itu benar adanya hipotesis penelitian ini, yaitu ada perbedaan kecemasan

antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mean empirik ibu lebih besar dari mean empirik ayah (133,7250 >

114,8250) dan berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh thitung sebesar 3,471 dan

p 0,001 (< 0,05), artinya hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis penelitian

(Hi) diterima. Jadi kesimpulan penelitian ini ada perbedaaan kecemasan antara

ayah dan ibu yang memiliki anak autis.

B. Saran

1. Bagi Orang Tua

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kecemasan ibu lebih tinggi

daripada kecemasan ayah. Berdasarkan hasil tersebut peneliti menyarankan

untuk mengurangi kecemasan pasangan, ayah lebih memperhatikan keadaan

anaknya. Ayah diharapkan mengambil bagian dalam memelihara anak-anak

dan dalam tugas-tugas rumah lainnya. Misalnya bila selama ini tugas ibulah

yang mengantar anak untuk terapi, maka untuk selanjutnya ayah disarankan

untuk menemani ibu atau bergantian mengantar anak terapi. Ayah yang selama

ini jarang berkumpul dan bergaul dengan anak dan istri karena kesibukannya

di luar rumah diharapkan untuk meluangkan waktu dalam mendampingi dan

merawat anak secara langsung, bukan sekedar memenuhi kebutuhan materi.

Bentuk perhatian tersebut bisa pula dengan menanyakan atau mendiskusikan

65

perkembangan anak dengan pasangan, sehingga beban perawatan anak tidak

ditanggung oleh satu pihak saja. Selain dapat mengurangi kecemasan yang

dirasakan oleh ibu, perhatian dan waktu yang diberikan oleh ayah buat

keluarga juga sangat berarti bagi anak-anak, apalagi bagi anak-anak yang

mengalami gangguan, karena mereka membutuhkan perhatian yang lebih

besar dari anak-anak normal.

2. Penelitian Selanjutnya

Disarankan bagi peneliti lain untuk menambah jumlah subjek penelitian

dan usia anak dari subjek yang diteliti tersebut lebih bervariasi. Pada

penelitian ini usia anak yang dimiliki oleh subjek penelitian rata-rata di bawah

usia 7 tahun, hanya sebagian kecil saja yang sudah remaja. Jadi belum bisa

dipastikan apakah hipotesis penelitian ini berlaku pada orang tua yang

memiliki anak autis usia dewasa.

Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat kecemasan antara ayah dan ibu

yang menerima diagnosa bahwa anak mereka menderita autisme. Oleh sebab

itu peneliti tidak melakukan tes atau penelitian terhadap anak untuk

memastikan bahwa mereka benar-benar autis atau tidak. Untuk memperkaya

penelitian-penelitian di bidang psikologi, peneliti menyarankan agar peneliti

selanjutnya memberikan seperangkat alat tes yang bisa dipercaya terhadap

anak untuk memastikan autis tidaknya anak tersebut. Jadi tidak hanya

berdasarkan pernyataan instansi atau orang tua anak saja.

66

DAFTAR PUSTAKA

Acocella, J., Alloy, LB., Bootzin, RR. (1996). Abnormal Psychology : CurrentPerspectives. New York : Mc Graw Hill, Inc.

Adriana, S.G. (2003) Stres Orang Tua dengan Anak Autis. http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=133773&kat_id=215&kat_id1=&kat_id2 .

Alloy, L.B., Riskin, J.H. & Manos, M.J. (2004). Abnormal Psychology Current Perspectives (9nd ed). New York: McGraw-Hill

An, (2007). Gen Penyebab Autis Ditemukan. http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0702/19/145456.htm

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rhineka Cipta

Atkinson, R. (1996). Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Airlangga

Azwar, S. (2007) Penyusunan Skala Psikologi, Cetakan IX, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Azwar, S. (2007). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Boeree, C.G. (1997). Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Penterjemah: Inyiak Ridwan Muzir. Jogjakarta: Prismasophie.

Dewo, E.S. (2006). Anak Autis. http://dewo.wordpress.com/2006/01/17/anak-autis/

Direktorat Kesehatan Jiwa. (1993). PPDGJ-III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Mesik. Departemen RI.

Fabella, A.T. (1993). Anda Sanggup Mengatasi Stress. Bandung: Indonesia Publishing House.

Farida, (2004). Kecemasan Pada Pemain Basket Pria Sebelum Pertandingan. http://library.gunadarma.ac.id/files/disk1/13/jbptgunadarma-gdl-s1-2004-farida1050-632-babipi.pdf.

67

Feist, J. & Feist, G.J. (2006). Theories of Personality (6th.ed). New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Ginanjar, A.S. (2007). Memahami Spektrum Autistik Secara Holistik. http://puterakembara.org/rm/adriana_sg_dst.pdf

Gunarsa, S.D. (1984). Psikologi Perkembangan. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Gunarsa, S.D. (2001). Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Hadi, S. (2004). Statistik, Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset

Hawari, D. (1996). Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.

Ikawati & Astuti, S. (2004). Perbedaan Tingkat Kecemasan antara Anak Korban Kerusuhan dengan Anak Bukan Korban Kerusuhan. Jurnal PKS Vol. III No. 10.

Judarwanto, W. (2004). Kekhawatiran Terhadap Thimerosal dan Autisme: Menyikapi Kontroversi Autuisme dan Imunisasi MMR. http://puterakembara.org/rm/Alergi4.shtml/2004/03/13

Kartono, Kartini. (1992). Psikologi Wanita; Mengenal Wanita Sebagai Ibu dan Nenek (Jilid 2). Bandung: CV. Mondar Maju.

Kelana, A. & Larasati, E.D. (2007). Kromosom Abnormal Penyebab Autis. http://www.gatra.com/artikel.php?id=102873

Kuwanto, L. & Natalia, J. (2001). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Keterampilan Berbahasa Pada Anak Autistik. Anima. Indonesian Psychological Journal: Vol. 16, No 2, 190-214.

Langgulung, H., (1986). Teori-Teori Kesehatan Mental. Jakarta: Al. Husna.

Mappiare, A. (1983). Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional Indonesia.

Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obsetri: Obsetri Fisiologi, Obsetri Patologi. Edisi II. Jilid I, EGC, Jakarta.

Monks, Knoers, dan Haditono, S.R. (1991). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

68

Mulyadi, R. (2003). Kenali Rasa Cemas yang Tidak Rasional. http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/1114/kes1.html

Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. (2003). Psikologi abnormal (5thed). Jakarta: Erlangga

Noor, R. (2003). Bisakah Anak Autis MAsuk Sekolah Umum?. http://www.indomedia.com/bpost/042003/30/opini/opini1.htm.

Purwati, N.N.H. (2005). Teknik Bermain Kreatif Verbal dan Non Verbal Pada Anak Autisme.

http://www.inna-ppni.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=129

Purwanto, M.N. (2004). Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya

Reber, A. S. (1985). Dictionary of Psychology (2nd ed). New York: The Penguin Books

Santrock, J.W. (2002). Life-span development (Perkembangan masa hidup) (5th

ed). Jakarta: Erlangga.

Safaria, (2005). Autisme, Pemahaman Baru untuk Bermakna bagi Orang Tua. Yogyakarta: Graha Ilmu

Santrock, J.W. (1997). Life Span Development. New York: Brown and Benchmark Publisher.

Schultz, D. & Schultz, S.E. (1998). Theories of Personality (6th.ed). Monterey, CA: Brooks/Cole Publishing Company

Setia, Y.D.S. (2003). Studi Kasus Terapi Autisme dan Peranan Orangtua dalam Proses Terapi pada Anak Autistik. Skripsi, Fakultas Psikologi. Universitas Sanata Dharma. Tidak diterbitkan.

Siegel, B. (2003). Helping Children with Autism Learn: Treatment Approaches for Parents and Professionals. New York: Oxford University Press.

Supriyadi, (2006). Peranan Orang Tua Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial. Vol : 11

Sutady, R. (2004). Peluang Sembuh Penderita Autisme Sudah Terbuka. http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=930&tbl=artikel

69

Trismiati, (2004). Perbedaan Tingkat Kecemasan antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Psyche. Vol. 1.No 1. http://psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/jurnal_trismiati.pdf

Yusuf, E.A. (2003). Autisme: Masa Kanak. http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-elvi.pdf

---------- (2001). Misconceptions about Immunization. http://www.quackwatch.com/03HealthPromotion/immu/autism.html

---------- (2003). Diagnostic Tools. www.autism-society.org

---------- ( ) What is Autism? Learn What Really Causes Autism, Early Symptoms & Latest Treatments. http://37minutes.com/autism/index1.php

70

71

Yogyakarta, Oktober 2007

Dengan hormat,

Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang sedang

menyelesaikan tugas akhir. Sehubung dengan itu, ditengah-tengah kesibukan

Bapak dan Ibu sekalian, ijinkanlah saya memohon kesediaannya untuk

meluangkan waktu sejenak guna mengisi skala ini.

Skala ini semata-mata diperlukan untuk kepentingan ilmiah saja, oleh karena itu

jawaban yang sungguh-sungguh dan apa adanya sesuai keadaan, perasaan dan

pikiran Bapak dan Ibu sangat diperlukan. Setiap jawaban yang Bapak dan Ibu

berikan adalah benar, oleh karena itu tidak perlu ragu dalam menjawab.

Perlu diketahui bahwa semua jawaban yang Bapak dan Ibu berikan akan dijamin

kerahasiaannya.

Atas bantuan dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.

Hormat saya,

(Juniati Sembiring)

72

Sebelum mengerjakan, tulislah dahulu identitas bapak dan ibu dan bacalah petunjuk

pengerjaan yang ada :

Jenis Kelamin :

Usia :

Pendidikan Terakhir :

Usia anak :

Jumlah anak yang menderita autis :

Petunjuk Pengerjaan :

Bacalah setiap pernyataan dengan teliti dan seksama, kemudian berikan jawaban

dengan memberi tanda ( √ ) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia di sebelah

kanannya. Tidak ada jawaban yang salah. Semua pilihan jawaban adalah benar,

karena itu pilihlah jawaban yang sesuai diri anda sendiri.

Pilihan jawaban yang tersedia yaitu:

SS apabila pernyataan tersebut Sangat Sesuai dengan keadaan yang saudara rasakan

S apabila pernyataan tersebut Sesuai dengan keadaan yang saudara rasakan

TS apabila pernyataan tersebut Tidak Sesuai dengan keadaan yang saudara rasakan

STS apabila pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan keadaan yang

saudara rasakan

Selamat Mengerjakan

73

N

oPernyataan STS TS S SS

1Saya sering merasa sakit perut secara tiba-tiba bila mengingat

anak saya

2Saya sering merasa khawatir membayangkan kehidupan anak

saya bila saya tidak ada lagi

3Saya tidak mudah menangis bila memikirkan keadaan anak

saya.

4Tidur saya sering terganggu dan tidak nyenyak saat

memikirkan kehidupan anak saya kelak5 Sistem pencernaan saya jarang mengalami gangguan6 Saya kurang percaya diri dengan keadaan anak saya

7Tangan dan kaki saya jarang sekali gemetar saat memikirkan

keadaan anak saya

8Saya yakin anak saya akan baik-baik saja dan orang lain dapat

menerima keadaannya9 Saya enggan bila diajak bicara tentang anak saya

10Saya tidak mengalami kekakuan pada otot-otot tubuh saya bila

membayangkan masa depan anak saya.11 Saya merasa tenang dan rileks melihat tingkah laku anak saya12 Saya sering merasa bahwa hidup saya sudah tak berarti lagi

13Jantung saya berdebar lebih keras saat memikirkan kehidupan

anak saya nantinya

14Saya bangga walaupun anak saya memiliki kekurangan anak

saya

15Saya jarang mengalami gangguan pernafasan saat memikirkan

masa depan anak saya16 Saya merasa bersalah dengan kondisi anak saya

17Komentar dari orang lain mengenai anak saya akan membuat

saya gugup dan gelisah

18Frekuensi buang air kecil saya tetap normal walaupun sedang

memikirkan kehidupan anak saya kelak.

74

19 Saya sering merasa panik bila teringat keadaan anak saya

20Walaupun anak saya memiliki kekurangan, saya tetap merasa

percaya diri

21Saya merasa tertekan ketika harus mendiskusikan keadaan

anak saya dengan ahli terapinya.

22Saya merasa tubuh saya sangat letih saat memikirkan keadaan

anak saya

23Mengingat keadaan anak saya tidak membuat konsentrasi saya

dalam bekerja berkurang

24Saya sering merasa bingung dan merasa tidak mampu

merawat anak saya

25Otot-otot bahu dan leher saya sering menjadi tegang saat saya

memikirkan anak saya

26Saya jarang merasakan sakit pada bagian tubuh saya ketika

memikirkan anak saya

27Saya bisa bermain atau melakukan suatu aktivitas dengan anak

saya tanpa perasaan khawatir28 Leher saya seperti terkecik bila melihat tingkah laku anak saya

29Saya merasa santai dan rileks saat menceritakan

perkembangan anak saya dengan orang lain.

30Saya kurang peduli mengenai apa yang dipikirkan orang lain

tentang anak saya

31Berat badan saya terus berkurang sejak menerima diagnosa

bahwa anak saya menderita autisme

32Rasanya saya ingin lari karena tidak sanggup menerima

kenyataan bahwa anak saya menderita autis33 Saya mengalami diare karena terlalu memikirkan anak saya

34Saya tidak merasa kecewa dengan keadaan anak kesayangan

saya

35Nafas saya menjadi sesak bila membayangkan masa depan

anak saya

36Saya sering merasa tegang pada waktu melakukan aktivitas

bersama anak saya

37Jantung saya tidak berdebar-debar jika memikirkan masa

depan anak saya38 Saya tidak merasa was-was dengan keadaan anak saya

39Bila melihat tingkah laku anak saya, punggung dan kaki saya

terasa kaku dan tidak bisa untuk digerakkan

75

40 Saya tidak merasa gugup bila menceritakan keadaan anak saya

41Saya tidak berprasangka buruk bila ada yang menanyakan

perkembangan anak saya.

42Walaupun udara tidak panas, saya mengeluarkan keringat

berlebih bila memikirkan anak saya

43Saya sulit meyakinkan diri saya bahwa anak saya akan baik-

baik saja44 Tingkah laku anak saya membuat wajah saya menjadi pucat

45Saya kehilangan minat dan semangat dalam bekerja bila tiba-

tiba teringat keadaan anak saya

46Mata saya sering berkunang-kunang melihat tingkah laku anak

saya

47Saya menjadi lebih sensitive dan mudah marah setelah

menerima diagnosa bahwa anak saya menderita autisme

48

Saat mengingat anak saya, berbagai pemikiran yang tidak

penting sering melintas dalam pikiran saya dan sangat

mengganggu saya.

49Tangan saya menjadi dingin dan lembab saat memikirkan

keadaan anak saya

50Saya tidak merasa pusing bila memikirkan biaya perawatan

anak saya.

Periksalah Kembali Jangan Sampai Ada Nomor yang Terlewatkan

Terimakasih

Analisis Item

Subjek JK

it1

it2

it3

it4

it5

it6

it7

it8

it9

it10

it11

it12

it13

it14

it15

1 P 3 4 4 3 4 3 2 3 4 4 4 4 1 4 42 P 2 2 2 3 2 3 2 1 2 2 2 2 1 2 13 P 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 34 P 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 45 P 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 2 4 36 P 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 37 P 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 38 P 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 1 3 4 3 29 P 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 4 2

10 P 1 1 1 3 1 1 3 2 1 2 2 2 2 2 211 P 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 312 P 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

76

13 P 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 314 P 3 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 215 P 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 1 4 416 P 2 1 1 3 1 1 2 1 1 2 2 2 2 3 217 P 2 1 1 3 1 3 2 2 1 3 2 4 2 3 218 P 3 3 3 4 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 219 P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 220 P 2 2 2 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 121 P 2 1 3 3 1 1 3 2 3 1 2 1 2 3 222 P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 223 P 3 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 3 4 224 P 2 2 3 3 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 125 P 2 3 2 2 3 3 3 4 2 3 3 3 2 3 226 P 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 327 P 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 228 P 1 4 1 3 4 4 4 2 3 4 3 4 3 4 329 P 3 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 1 4 430 P 3 4 3 4 4 4 4 2 3 4 4 4 3 4 231 P 2 1 2 3 1 1 1 2 2 2 2 3 2 4 232 P 2 4 2 4 4 4 4 3 2 4 3 4 2 4 333 P 2 2 3 3 2 2 2 1 3 2 2 2 1 2 134 P 3 3 3 3 3 3 3 2 1 3 2 3 2 3 335 P 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 236 P 3 3 4 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 337 P 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 338 P 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 439 P 3 3 2 3 3 3 3 1 3 3 1 3 4 3 240 P 3 3 1 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 341 L 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 342 L 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 243 L 3 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 344 L 2 2 4 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 245 L 1 1 4 2 1 1 1 1 3 1 3 1 1 1 146 L 2 4 2 3 4 4 4 3 3 4 3 4 2 4 247 L 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 1 2 248 L 2 4 2 3 4 4 4 3 2 4 3 4 2 4 249 L 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 250 L 2 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 2 4 251 L 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 252 L 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 1 2 353 L 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 254 L 2 2 4 3 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 255 L 2 2 4 2 2 2 2 3 3 2 3 2 1 2 256 L 1 2 4 3 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 257 L 2 1 4 2 1 1 1 1 3 1 3 1 1 1 158 L 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 259 L 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 1 2 260 L 1 2 4 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 261 L ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?62 L 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2

77

63 L 2 3 2 2 1 1 1 1 2 1 3 1 1 1 164 L 1 2 4 2 2 2 2 3 3 2 3 2 1 2 265 L 2 3 2 2 1 1 1 1 3 1 3 1 1 1 166 L 1 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 2 4 267 L 3 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 268 L 3 3 3 3 3 3 3 4 1 3 3 3 3 3 369 L 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 370 L 3 2 3 2 2 2 2 3 1 2 3 2 1 2 271 L 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 1 2 372 L 2 2 3 3 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 173 L 1 3 3 2 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 174 L 1 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 2 175 L 2 4 2 2 4 4 4 2 2 4 3 4 2 4 276 L 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 2 3 377 L 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 378 L 2 4 2 3 4 4 4 3 3 4 3 4 2 4 279 L 2 3 4 2 1 1 1 2 3 1 3 1 2 1 180 L 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 2

Subjek JK

it16

it17

it18

it19

it20

it21

it22

it23

it24

it25

it26

it27

it28

it29

it30

1 P 4 4 3 2 1 2 2 4 4 2 4 2 2 3 42 P 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 23 P 3 3 3 4 2 2 2 3 3 2 3 3 3 3 34 P 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 3 4 4 3 35 P 4 4 4 3 2 4 2 4 4 2 4 3 4 4 46 P 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 3 37 P 3 3 3 4 3 2 3 3 3 2 3 1 1 3 38 P 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 39 P 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 2 2 4 4

10 P 1 1 3 3 1 2 3 1 2 2 1 2 2 3 111 P 4 4 4 3 3 4 4 4 3 2 4 2 2 4 412 P 2 2 2 2 2 2 2 B 2 2 2 2 2 2 213 P 4 4 4 3 3 4 4 4 3 2 4 2 2 4 414 P 4 4 4 4 2 4 4 4 3 2 4 3 2 4 415 P 4 4 4 2 1 2 4 4 3 3 4 4 3 4 4

78

16 P 1 1 3 2 2 1 2 1 1 3 1 1 2 3 117 P 1 1 3 3 1 2 2 1 2 2 1 2 2 3 118 P 3 3 3 4 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 319 P 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 220 P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 221 P 2 1 3 3 1 2 1 2 2 3 3 2 2 3 222 P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 223 P 2 4 4 4 2 4 4 4 3 3 3 3 3 4 224 P 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 325 P 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 326 P 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 327 P 2 3 3 2 2 3 3 3 4 2 2 2 2 3 328 P 2 4 4 3 3 3 4 1 3 3 2 2 3 4 229 P 3 4 4 2 1 2 4 1 4 3 4 4 3 4 130 P 3 4 4 4 2 4 4 4 3 3 2 3 3 4 231 P 2 1 1 2 2 2 1 2 2 3 3 2 2 1 232 P 2 4 4 3 2 4 4 1 4 2 3 3 2 4 133 P 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 4 4 2 2 234 P 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 1 4 3 335 P 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 236 P 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 337 P 2 3 3 3 2 2 3 2 3 2 4 3 4 2 238 P 2 3 3 3 2 3 3 1 4 2 1 4 2 2 239 P 2 3 3 2 2 3 3 1 3 2 4 2 1 3 140 P 3 3 3 4 3 2 3 4 3 3 2 1 2 3 241 L 2 3 3 2 1 2 3 2 2 2 4 2 2 3 242 L 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 4 2 1 2 343 L 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 3 344 L 3 2 2 3 2 1 2 4 2 2 1 1 2 2 345 L 4 1 1 2 1 1 1 3 1 2 1 2 2 1 346 L 2 4 4 2 2 3 4 3 4 2 3 2 2 1 347 L 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 2 248 L 2 4 4 2 2 3 4 3 4 2 2 2 1 4 349 L 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 1 2 2 2 350 L 3 4 4 2 2 3 4 3 4 2 2 2 2 4 351 L 2 2 2 3 2 1 2 4 2 2 4 1 2 2 352 L 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 153 L 2 2 2 3 2 1 2 4 2 2 3 1 1 2 354 L 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 355 L 3 2 2 2 2 3 2 3 3 2 3 2 2 2 256 L 4 2 2 2 2 2 2 2 3 2 4 2 2 2 357 L 3 1 1 2 2 2 1 2 3 2 4 2 2 1 358 L 2 2 2 2 1 1 2 3 1 2 4 2 2 2 359 L 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 1 2 1 1 260 L 4 2 2 3 2 1 2 4 2 2 4 1 2 2 361 L ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?62 L 2 2 2 3 2 1 2 4 2 2 3 1 2 2 363 L 2 1 1 2 1 1 1 3 1 2 2 2 2 1 364 L 4 2 2 2 2 3 2 3 5 2 3 2 2 2 265 L 2 1 1 2 1 1 1 3 1 2 3 2 2 1 3

79

66 L 4 4 4 2 2 3 4 3 4 2 3 2 2 4 367 L 3 2 2 2 1 2 2 2 2 3 3 2 3 2 268 L 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 369 L 2 3 3 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 3 270 L 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 2 271 L 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 272 L 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 273 L 2 3 3 2 2 1 3 2 4 2 1 2 2 3 374 L 2 2 2 2 2 1 2 2 3 2 4 2 2 2 275 L 2 4 4 3 2 1 4 4 2 2 2 1 1 4 376 L 3 3 3 2 2 2 3 2 3 2 4 2 3 3 377 L 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 2 3 3 278 L 2 4 4 2 2 3 4 3 2 3 4 3 3 4 179 L 4 1 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 1 280 L 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 1 1 2 3

Subjek JK

it31

it32

it33

it34

it35

it36

it37

it38

it39

it40

it41

it42

it43

it44

it45

1 P 3 4 4 2 3 4 2 4 4 4 2 4 1 2 42 P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 13 P 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 34 P 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 45 P 4 3 4 4 4 4 3 3 4 2 4 4 4 3 36 P 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 37 P 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 4 1 28 P 3 1 3 2 2 3 3 2 3 2 3 2 1 2 39 P 4 3 4 1 3 4 3 4 4 2 4 3 3 3 2

10 P 3 2 1 3 3 1 4 3 1 2 1 3 2 1 311 P 4 3 4 1 3 4 4 4 4 2 4 3 3 1 212 P 2 2 2 3 3 2 4 2 2 2 2 3 3 1 213 P 4 3 4 4 2 4 3 4 4 2 4 2 4 2 214 P 4 4 4 3 3 4 2 3 4 4 4 4 3 2 215 P 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 2 1 2 416 P 3 2 1 2 3 1 3 2 1 2 2 3 2 3 317 P 3 2 1 3 2 1 2 3 1 2 2 3 2 2 3

80

18 P 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 319 P 2 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 1 220 P 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 121 P 3 2 3 3 3 1 3 3 2 2 2 3 2 3 322 P 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 223 P 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 2 3 2 224 P 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 125 P 3 2 3 3 3 3 3 4 2 2 3 2 4 2 226 P 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 327 P 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 2 3 228 P 4 3 4 3 3 4 4 2 2 2 4 3 2 2 329 P 4 4 2 3 3 4 3 4 2 3 4 3 1 3 430 P 4 4 2 3 3 3 3 3 2 3 4 3 3 3 231 P 1 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 332 P 4 3 3 4 3 4 2 3 3 2 4 3 4 3 333 P 2 2 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 2 1 134 P 3 3 4 2 3 3 2 3 3 4 3 4 3 2 335 P 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 336 P 3 3 3 2 4 3 4 3 3 3 3 2 3 2 337 P 3 3 3 3 4 3 3 3 1 2 3 4 3 3 338 P 3 3 3 4 2 3 2 4 2 2 2 3 3 3 439 P 3 1 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 1 1 340 P 3 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 4 2 241 L 1 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 4 3 342 L 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 1 243 L 1 3 2 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 344 L 2 1 3 3 2 2 3 2 2 2 2 1 1 2 145 L 1 2 3 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 246 L 4 3 3 3 2 4 3 3 2 2 4 2 2 2 347 L 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 2 248 L 4 3 3 3 2 4 2 3 2 2 4 2 2 1 349 L 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 250 L 4 3 3 3 2 4 3 3 2 2 4 1 2 2 351 L 2 1 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 152 L 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 253 L 2 1 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 154 L 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 1 2 2 255 L 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 1 3 2 256 L 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 257 L 1 2 3 2 2 1 3 2 2 2 1 1 2 2 258 L 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 259 L 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 1 260 L 2 1 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 161 L ? ? 3 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 262 L 2 1 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2 163 L 1 2 3 2 3 1 2 2 2 2 1 2 2 2 264 L 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 265 L 1 2 3 2 2 1 3 2 2 2 1 2 2 2 266 L 4 3 3 3 2 4 2 3 2 2 4 2 2 2 367 L 2 4 2 3 3 2 3 3 2 3 2 3 4 3 3

81

68 L 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 369 L 3 4 3 3 3 3 2 3 2 2 3 2 4 2 370 L 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 3 3 271 L 2 3 3 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 272 L 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 273 L 3 3 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 3 274 L 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 375 L 4 1 3 3 2 4 2 2 2 2 4 2 3 2 276 L 3 3 1 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 277 L 3 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 278 L 4 3 3 3 2 4 3 3 2 2 4 2 2 1 379 L 1 3 2 3 2 1 2 3 2 2 1 2 2 2 280 L 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2

Subjek JK

it46

it47

it48

it49

it50

TOTAL

1 P 3 4 4 1 2 1552 P 2 2 2 2 2 963 P 2 3 3 3 3 1394 P 3 3 3 4 4 1555 P 3 4 4 3 4 1776 P 3 3 3 3 3 1407 P 2 3 3 2 3 1348 P 1 3 3 1 2 1279 P 2 4 4 2 4 168

10 P 2 1 1 2 2 9511 P 2 4 4 2 4 16712 P 2 2 2 2 2 10213 P 2 4 4 2 4 17014 P 3 4 4 1 4 17115 P 2 4 4 3 2 17016 P 2 1 1 2 2 9217 P 2 1 1 2 2 9918 P 2 3 3 3 4 15019 P 1 2 2 2 2 102

82

20 P 2 2 2 2 2 10021 P 2 1 2 2 2 10922 P 2 2 2 2 2 10423 P 2 4 4 3 4 16624 P 2 2 2 2 2 9825 P 2 3 3 2 3 13526 P 3 3 2 3 3 14027 P 2 3 2 3 3 13228 P 3 4 2 4 3 15129 P 3 4 2 3 2 15730 P 3 4 2 3 4 16231 P 2 4 2 2 2 10532 P 3 4 3 3 3 15633 P 3 2 3 4 3 11134 P 3 3 2 1 3 13835 P 2 2 2 2 2 10836 P 2 3 4 3 3 14137 P 3 3 3 3 4 14238 P 2 3 3 2 4 13639 P 2 3 3 2 2 11940 P 1 3 3 1 3 13041 L 3 3 3 3 4 13642 L 1 2 4 2 2 10643 L 3 3 3 3 3 14744 L 2 2 3 2 3 10645 L 2 3 2 1 3 8846 L 3 4 3 2 3 14647 L 2 2 3 2 3 11148 L 1 4 4 2 2 14249 L 3 2 3 3 2 11250 L 2 4 3 2 3 14951 L 3 2 3 2 3 10852 L 2 2 3 2 3 10753 L 1 2 4 2 3 10254 L 2 2 3 2 2 11055 L 2 2 3 2 3 11556 L 2 2 2 1 2 10957 L 2 1 3 2 3 9458 L 2 2 3 2 2 10559 L 1 2 4 2 3 10660 L 2 2 2 1 3 10761 L 1 1 4 2 3 3562 L 2 2 3 2 3 10663 L 2 1 3 2 3 8864 L 2 2 2 1 3 11565 L 3 2 3 2 3 9266 L 2 4 2 1 3 14867 L 3 2 3 3 4 12568 L 3 3 3 3 3 14569 L 2 3 3 2 4 131

83

Case Processing Summary

80 100.0

0 .0

80 100.0

Valid

Excludeda

Total

CasesN %

Listwise deletion based on allvariables in the procedure.

a.

Reliability Statistics

.964 50

Cronbach'sAlpha N of Items

Item-Total Statistics

122.7500 582.544 .395 .964

122.2375 556.285 .856 .962

122.1750 579.918 .327 .964

122.1500 576.003 .623 .963

122.3125 551.331 .921 .962

122.2875 554.081 .887 .962

122.2625 556.525 .872 .962

122.6500 572.104 .529 .963

122.3375 578.834 .411 .964

122.2500 554.620 .906 .962

122.3625 581.652 .401 .964

122.2250 555.797 .869 .962

122.8625 575.487 .465 .964

122.1875 557.243 .856 .962

122.6750 570.551 .630 .963

122.3625 577.652 .432 .964

122.3125 551.331 .921 .962

122.2250 557.240 .862 .962

122.3875 580.418 .452 .964

122.9375 585.376 .333 .964

122.6375 560.335 .742 .962

122.3250 558.728 .813 .962

122.2750 580.404 .313 .964

122.2875 568.461 .579 .963

122.6125 587.785 .323 .964

122.1250 575.908 .388 .964

122.8250 577.893 .467 .964

122.7250 580.050 .440 .964

122.3125 559.534 .783 .962

122.3625 582.335 .317 .964

122.2750 558.987 .788 .962

122.4125 568.853 .637 .963

122.0250 582.556 .379 .964

122.2250 584.936 .300 .964

122.3625 580.285 .472 .964

122.2875 553.701 .895 .962

122.2375 585.196 .310 .964

122.1500 575.724 .612 .963

122.5500 574.124 .600 .963

122.6750 584.298 .435 .964

122.3375 555.745 .883 .962

122.5250 582.708 .353 .964

122.4750 580.632 .335 .964

122.8000 583.909 .324 .964

122.5250 577.645 .457 .964

122.7000 585.327 .312 .964

122.2750 556.101 .842 .962

122.1000 580.066 .390 .964

122.6875 583.737 .311 .964

122.0375 578.214 .483 .964

item1

item2

item3

item4

item5

item6

item7

item8

item9

item10

item11

item12

item13

item14

item15

item16

item17

item18

item19

item20

item21

item22

item23

item24

item25

item26

item27

item28

item29

item30

item31

item32

item33

item34

item35

item36

item37

item38

item39

item40

item41

item42

item43

item44

item45

item46

item47

item48

item49

item50

Scale Mean ifItem Deleted

ScaleVariance if

Item Deleted

CorrectedItem-TotalCorrelation

Cronbach'sAlpha if Item

Deleted

70 L 3 2 3 3 3 11771 L 3 2 3 2 3 10972 L 2 2 2 2 2 9973 L 2 3 2 2 4 12274 L 2 2 2 2 3 10475 L 2 1 3 2 3 13376 L 1 3 3 2 3 13477 L 3 3 2 3 2 13478 L 2 4 3 3 3 14879 L 2 1 3 1 3 9580 L 3 2 3 3 2 107

Reliability

84

NPar Tests

Descriptive Statistics

80 124.2750 25.99853 35.00 177.00jmlhN Mean Std. Deviation Minimum Maximum

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

80

124.2750

25.99853

.133

.133

-.070

1.187

.120

N

Mean

Std. Deviation

Normal Parametersa,b

Absolute

Positive

Negative

Most ExtremeDifferences

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

jmlh

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

NPar Tests

85

Descriptive Statistics

40 133.7250 26.23854 92.00 177.00IbuN Mean Std. Deviation Minimum Maximum

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

40

133.7250

26.23854

.132

.132

-.091

.833

.491

N

Mean

Std. Deviation

Normal Parametersa,b

Absolute

Positive

Negative

Most ExtremeDifferences

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Ibu

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

NPar TestsDescriptive Statistics

40 114.8250 22.30544 35.00 149.00AyahN Mean Std. Deviation Minimum Maximum

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

40

114.8250

22.30544

.125

.125

-.114

.793

.555

N

Mean

Std. Deviation

Normal Parametersa,b

Absolute

Positive

Negative

Most ExtremeDifferences

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Ayah

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

86

Oneway

Test of Homogeneity of Variances

jmlh

3.050 1 78 .085

LeveneStatistic df1 df2 Sig.

T-Test

Group Statistics

40 114.8250 22.30544 3.52680

40 133.7250 26.23854 4.14868

jkayah

ibu

jmlhN Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean

87

Descriptives

jmlh

40 114.8250 22.30544 3.52680 107.6914 121.9586 35.00 149.00

40 133.7250 26.23854 4.14868 125.3335 142.1165 92.00 177.00

80 124.2750 25.99853 2.90672 118.4893 130.0607 35.00 177.00

ayah

ibu

Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval forMean

Minimum Maximum

Independent Samples Test

3.050 .085 -3.471 78 .001 -18.90000 5.44517 -29.74049 -8.05951

-3.471 76.030 .001 -18.90000 5.44517 -29.74492 -8.05508

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

jmlhF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means