Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERBEDAAN KECEMASAN ANTARA AYAH DAN IBU YANG
MEMILIKI ANAK AUTIS
Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat meraih gelar
Sarjana Psikologi pada Fakultas Pskologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
disusun oleh:
Juniati Sembiring
999114077
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu setia
mengasihiku.
Kedua orang tuaku; A. Sembiring & J. Singarimbun.
Adikku Maria Elsa Maya Sari Sembiring.
iv
Sebuah Pesan
Menjadi dewasa dalam dunia berbahaya ini sulit dan
menakutkan.
Bagaimana kau bisa hidup sesuai dengan janji-janji masa
depan?
Kau telah diberi contoh bahwa Tuhan sudah mempunyai
rencana.
Kami mendukungmu untuk menerima setiap tantangan
dengan kekuatan dan keyakinan, dengan kesabaran dan
keseimbangan.
Bersikaplah jujur, lembut dan selalu memaafkan.
Melalui bela rasa kau akan belajar cara hidup bersama
penuh pengertian.
Bertualanglah dengan mata terbuka lebar.
Untuk bekal perjalanan, seringlah menengok ke alam
sadar.
Carilah pantun, gairah, keindahan, dan seni.
Simpan sihir dan keajaiban dekat hati.
v
Rayakan kegagalan dengan satu lagi upaya.
Hargailah kekayaan yang tak dapat dibeli raga.
Bersyukurlah atas kekayaan, tapi ketahuilah apa
taruhannya.
Dan kembalikan ke bumi apa yang kau ambil, dengan
lebih banyak upaya.
Tanami kebun, beri makan merpati, berjalan pelan di atas
salju.
Dengan memelihara semua kehidupan, kau membantu
dirimu sendiri melaju.
Jadilah sepolos kanak-kanak, sering tertawa, dan
membagi setiap ceria.
Hormatilah sang wanita dewasa, ingat sang bocah remaja.
Menangislah karena film sedih dan ketika berduka.
Air mata adalah cara hati memberi pelipur lara.
Belajarlah dari penderitaanmu, untuk membantumu
bijaksana.
Yang terutama, ingatlah bahwa cinta tak pernah sirna.
vi
Lalu, ketika menyusuri kilometer terakhir yang bisa kau
ukur,
Lihatlah kebelakang dengan senyum penuh syukur,
Ingatlah semua wajah yang membantu menerangi
perjalananmu.
Ucapkan terima kasih atas cinta mereka dan ingatlah hari
ini selalu.
---Tom Witte---
vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 31 Oktober 2007
Penulis
(Juniati Sembiring)
viii
Abstrak
Perbedaan Kecemasan Antara Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak autisJuniati Sembiring
Universitas Sanata Dharma2007
Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu, ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis
Penelitian ini adalah penelitian komparatif. Subjek penelitian ini berjumlah 80 orang, yang terdiri dari 40 orang ayah dan 40 orang ibu. Metode pengambilan data dilakukan dengan memberikan skala kecemasan kepada subjek. Skala kecemasan tersebut diuji validitasnya melalui professional judgement yang dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi, seleksi item dan uji reliabilitas.
Data penelitian dianalisis dengan independent sample t-test dari program SPSS for windows versi 12,00. Hasil analisis uji-t menunjukkan harga t sebesar 3,471 dengan probabilitas (p) 0,001 (<0,05). Mean subjek ayah adalah 114,8250 dan mean subjek ibu 133,7250. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis, dimana kecemasan ibu lebih tinggi daripada kecemasan ayah.
Kata kunci: Anak autis, Kecemasan, ayah dan ibu
ix
Abstract
A difference of Anxiety Between Father And Mother Whose Have A Child With Autism
Juniati SembiringSanata Dharma University of Yogyakarta
2007
This research aimed to see the difference of anxiety between father and mother owning autism child. This research hypothesis was there is a difference of anxiety between father and mother whose have child with autism.
This research was comparative research. The amount of subject in this research were 80 people, consisted by 40 father and 40 mother. The method of data collecting was conducted by giving anxiety scale to subject. The anxiety scale tested its validity through professional judgement conducted by counsellor lecturer, item selection and reliability tested.
Research data analysed by independent sample t-test from SPSS for Windows 12.00 version program. T-test analyzing result showed the t value equal to 3,471 and the probability (p) 0,001 (< 0,05). Mean of father was 114,8250 and mean of mother was 133,7250. Pursuant to inferential analysis result that there was a difference of anxiety between father and mother whose have a child with autism, and mother’s anxiety was higher than father.
Keyword : autism child, anxiety, father and mother
x
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas
kasih sayang dan kekuatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini
memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis tetap terbuka terhadap kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, yang membantu penulis dalam menghadapi kesulitan-kesulitan
yang penulis temukan selama proses penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, atas banyak keajaiban-keajaiban kecil yang telah
dianugerahkan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.
2. Bapak dan Ibuku tercinta, yang penuh kesabaran, selalu menyayangi,
mendukung dan mempercayaiku.
3. Adikku Maya atas kasih sayang dan dukungannya selama proses penulisan
skripsi ini.
4. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
xi
5. Ibu Sylvia CMYM., S.Psi., M.Si, selaku Kaprodi fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma yang selalu menyemangati penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi. yang telah membimbingku selama proses
pengerjaan skripsi ini.
7. Bapak T.Priyo Widiyanto, M.Si dan Bapak Minta Istono, M.Si atas kritik dan
saran yang telah diberikan.
8. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah
mendidik dan membimbingku selama kuliah.
9. Seluruh staff seketariat dan laboratorium Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma atas bantuannya
10. Almarhum Bapak Tengah dan Mamak Tengah yang telah menerimaku di
rumah, selalu menolongku saat mengalami kesulitan dan memperlakukanku
seperti anak sendiri.
11. Keluarga Pdt. Petrus Ginting, khususnya Ibu Ginting. “Makasih ya Kak atas
bantuannya nyari subjek penelitian di Sarjito”
12. Ruben adik sepupuku, atas pinjaman komputernya “Jangan manja terus dek,
kan udah STM, dengerin kata-kata dan nasehat Mama. Semua itu untuk
kebaikan Ruben loh”
13. Bibiku Martha Sinuraya. “Bagaimanapun, Kalau ga ada bibi Uni ga akan
sampai di Yogya”
xii
14. Samuel, kakak sepupuku, “Thanks ya bang untuk sms-sms Ayo cepat
lulusnya”
15. Sarah Sinuraya dan Susi Sinuraya, “Melalui kakak aku lebih mengenal dan
mengasihi Yesus”
16. Bang Makmur yang sering bertanya “Udah selesai belum skripsinya?”
sehingga memacu semangat penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
17. Sahabatku Yussri yang memberi warna dalam hari-hariku “Ga nyangka ya
kita jadi deket, makasih atas buku statistiknya. Hidup naruto, hidup bleach,
hidup anime.”
18. Sahabatku Kristianus Siahaan, “Walau 12 tahun kita ga ketemu, tapi berkat
Hp kita tetap berteman dan saling support. Makasih karena selalu
menyemangatiku untuk cepat lulus”
19. Temen-temenku, Vincent, Yuyun, Tony, Andi, Abas yang telah berbagi
informasi ataupun mengajariku selama proses penyusunan skripsi ini.
20. Temen-temenku Agung dan Riyadi yang telah membantuku dalam mencari
subjek penelitian untuk skripsi ini.
21. Temen-temenku ex-CSP & NICCO Japan Platform; Mba Nita, Mba Octi,
Yussri, Janti, Dendi, Daniel, Mas Anto, Dimas, Lisa, Pak Hadi, Pak Kukuh,
Pak Seno, Pak Sarjono, Sato, Kubo, Yumi, Eiko, “terimakasih atas
xiii
kesempatan dan atas pelajaran hidup yang aku terima saat kita masih
bekerjasama”
22. Terakhir buat semua pihak yang telah terlibat dalam proses penulisan skripsi
ini baik secara moral maupun material yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, dengan sepenuh hati penulis ucapkan terimakasih.
xiv
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman Persetujuan Pembimbing Skripsi ii
Halaman Persembahan iii
Halaman Motto iv
Pernyataan Keaslian Karya vi
Abstrak vii
Abstract viii
Kata Pengantar ix
Daftar Isi xii
Daftar Tabel xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian 8
D. Manfaat Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
A. Kecemasan 10
1. Pengertian Kecemasan 10
2. Aspek-Aspek Kecemasan 13
xv
3. Sumber-Sumber Kecemasan 15
B. Ayah dan Ibu 18
1. Peran Ayah dan Ibu dalam Keluarga 18
2. Peran Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak Autis 20
C. Anak Autis 22
1. Pengertian Autis 22
2. Gejala Autisme 25
3. Penyebab Autisme 29
D. Perbedaan Kecemasan Ayah dan Ibu yang 38
Memiliki Anak Autis
E. Hipotesis 41
BAB III METODE PENELITIAN 42
A. Jenis Penelitian 42
B. Identifikasi Variabel Penelitian 42
C. Defenisi Operasional Variabel Penelitian 42
D. Subjek Penelitian 44
E. Metode Pengumpulan Data 44
F. Validitas dan Reabilitas 46
G. Metode Analisis Data 48
BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN 50
xvi
DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian 50
B. Analisis item dan Uji Reabilitas 51
C. Deskripsi Data Penelitian 53
1. Deskripsi Berdasarkan Mean Empirik dan 53
mean teoririk
2. Kategorisasi Jenjang 54
D. Analisis Data 55
1. Hasil Uji Asumsi 55
2. Uji Hipotesis 57
E. Pembahasan 58
BAB V PENUTUP 65
A. Kesimpulan 65
B. Saran 65
Daftar Pustaka 67
Lampiran 71
xvii
DAFTAR TABEL
1. Blue Print Skala Kecemasan Ayah dan Ibu yang Memiliki 45
Anak Autis
2. Tabel Spesifikasi Skala Kecemasan Antara Ayah Dan Ibu 52
yang Memiliki Anak Autis
3. Table Spesifikasi Skala Kecemasan antara Ayah dan Ibu 52
yang Memiliki Anak Autis Setelah Uji Coba
4. Deskripsi Data Penelitian 53
5. Norma Kategorisasi 54
6. Kategorisasi Kecemasan Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak Autis 55
7. Hasil Penghitungan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov 56
8. Hasil Uji Homogenitas Varians 56
9. Rangkuman Hasil Uji Hipotesis (Independent Sample t-test) 57
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Memiliki anak normal, sehat jasmani dan rohani merupakan dambaan
setiap orang tua dan keluarga. Semenjak anak dalam kandungan, orang tua
terutama ibu selalu menjaga kondisi fisik dan psikisnya agar bayi yang
dikandungnya lahir dengan sehat dan normal. Harapan dan cita-cita orang tua
dan keluarga atas bayi yang dikandung begitu besar, namun kenyataan yang
dialami belum tentu sama dengan harapan. Anak yang dilahirkan dapat
mengalami kelainan tertentu salah satunya adalah gangguan autisme.
Kata autis berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang
ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya
sendiri”. Autis adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh
adanya abnormal yang muncul sebelum usia tiga tahun dengan ciri fungsi
yang abnormal dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan
interaksi sosial (Judarwanto, 2004). Mereka tidak mampu mengekspresikan
perasaan maupun keinginannya, yang mengakibatkan perilaku dan
hubungannya dengan orang tua terganggu. Pemakaian istilah autis kepada
penyandang pertama kali diperkenalkan oleh Leo Karner, seorang psikiater
dari Harvard pada tahun 1943. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan
hasil pengamatannya terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala
kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang
tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh (Judarwanto, 2004).
1
Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai
belahan dunia. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen
sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9
kasus autis per-harinya. Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada
60.000 – 15.000 anak di bawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan
prevalens autis 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan
1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan
angka kejadian autis meningkat sangat pesat, dicurigai 1 di antara 10 anak
menderita autisma. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini
belum diketahui berapa persisnya jumlah penderita namun diperkirakan
jumlah anak autis dapat mencapai 150 -–200 ribu orang. Perbandingan antara
laki dan perempuan adalah 2,6 – 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena
akan menunjukkan gejala yang lebih berat (Judarwanto, 2004).
Ciri khas anak autis adalah sejak dilahirkan mempunyai kontak sosial
yang sangat terbatas. Perhatiannya hampir tidak tertuju pada orang-orang lain,
melainkan hanya pada benda-benda mati. Dalam bidang kognitif anak autis
mempunyai ingatan yang baik tetapi tegar, fantasi yang kurang, pengamatan
yang baik dan perkembangan bahasa terlambat. Anak autis terganggu dalam
interaksi sosialnya, berkomunikasi, serta bertingkahlaku dan tertarik pada
sesuatu yang berulang, terbatas, dan khas (Monks dkk, 1991).
Ginanjar (2007) mengemukakan bahwa ciri-ciri awal yang dapat
diketahui dari seorang anak autis adalah jika sampai umur 12 bulan tidak ada
babbling (kata-kata baba baba baba, dst), sampai umur 18 bulan belum keluar
2
satu kata pun atau bila sampai usia 24 bulan belum dapat membentuk satu
kalimat sederhana atau menyebut sesuatu tidak dalam konteks sebenarnya
seperti menyebut kata ”mama” pada semua perempuan. Ciri autis pada anak
usia besar, yaitu adanya gangguan berbahasa, verbal maupun nonverbal.
Selain itu, bisa juga berupa gangguan interaksi dengan anak seumurnya, tidak
mau bergaul, tidak mau bermain, perilakunya aneh, goyang-goyang terus
(body rocking), memutar badan (spin) tanpa efek apa-apa, atau kalau diberi
mainan, tidak digunakan untuk fungsi yang sesungguhnya.
Elmira (2002) mengungkapkan ciri-ciri anak yang menderita autisme,
yaitu: 1) adanya gangguan komunikasi verbal dan non-verbal, seperti
terlambat bicara, mengucapkan kata-kata yang tidak dimengerti, membeo,
meniru kata tanpa mengerti makna dan bila ingin sesuatu benda, anak itu
menarik tangan orang lain untuk menjangkau benda tersebut, 2) mengalami
gangguan interaksi sosial berupa menolak atau menghindar untuk bertatap
mata, tidak menengok bila dipanggil namanya, menolak untuk dipeluk, asyik
main sendiri, tidak mau bergabung dengan orang lain dan bila didekati, malah
menjauh, 3) gangguan perilaku, misalnya menunjukkan perilaku berlebihan
dan sebaliknya kekurangan, dan 4) gangguan emosi atau perasaan, misalnya
tergugah perasaan bila menghadapi stimulasi emosi dari lingkungan, tertawa
sendiri atau marah tanpa sebab, mengamuk tak terkendali bahkan menjadi
agresif dan destruktif.
Dampak kondisi autisme terhadap perilaku anak autis bisa berlebihan
dan kekurangan. Perilaku berlebihan misalnya hiperaktif, melompat-lompat,
3
lari ke sana-sini takterarah, berputar-putar atau mengulang-ulang gerakan
tertentu. Sedang perilaku kekurangan seperti bengong, tatapan matanya
kosong, bermain dengan monoton, kurang variatif dan biasanya dilakukan
secara berulang-ulang (Yusuf, 2003). Kusuma (2005) mengatakan bahwa anak
autis memiliki beberapa masalah diantaranya tidak mampu bergaul, berbicara
dan bertingkahlaku dengan baik, mereka tidak memahami apa yang orang lain
ucapkan, dan kurang bisa mengendalikan emosi.
Safaria (2005) mengemukakan ada berbagai reaksi yang sering dialami
oleh para orang tua saat mengetahui bahwa anaknya menyandang autisme,
beberapa diantaranya yaitu: pertama, shock. Perasaan shock menimbulkan
dampak negatif secara fisik seperti tubuh yang lemas, dingin, dada yang sesak,
merasa mual hingga hampir pingsan; kedua, perasaan menolak keadaan.
Orang tua tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya menyandang
autisme, mereka berusaha mencari berbagai pengobatan, berganti-ganti dokter
termasuk pengobatan alternatif; ketiga, perasaan tidak berdaya. Setelah dapat
menerima keadaan anak, orang tua mulai mencari sebanyak mungkin
informasi tentang autis. Saat mereka memperoleh informasi-informasi
tersebut, timbul perasaan tidak berdaya karena banyaknya biaya yang harus
dikeluarkan atau besarnya tuntutan akan perhatian orang tua terhadap anak.
Pada tahap ini, jika ayah dan ibu tidak saling mendukung maka beban dalam
keluarga tersebut semakin bertambah; keempat, kecemasan, bisa berbentuk
kesedihan akan nasib anak di masa depan, apa yang akan terjadi, bagaimana
anak harus hidup kelak, bagaimana kalau di tengah jalan orang tua meninggal,
4
bagaimana pendapat orang di lingkungan sekitar, dan lain sebagainya. Jika
perasaan-perasaan negatif itu terus berlanjut, orang tua menjadi depresi atau
stress.
Salah satu reaksi yang muncul saat orang tua mengetahui bahwa
anaknya menyandang autisme adalah kecemasan. Kecemasan merupakan
emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan gejala seperti
kekhawatiran, dan perasaan takut. Segala bentuk situasi yang mengancam
kesejahteraan organisme dapat menumbuhkan kecemasan. Adanya ancaman
fisik, ancaman terhadap harga diri, serta perasaan tertekan untuk melakukan
sesuatu di luar kemampuan juga menumbuhkan kecemasan (Atkinson,1996).
Noor (2003) menjelaskan bahwa kecemasan yang dialami orang tua
penderita autisme dapat muncul dalam bentuk reaksi fisik, psikis maupun
perilaku. Berbagai keluhan seperti miggrain, sesak nafas, maag dan keluhan
lain berupa sulit tidur, nafsu makan menurun, konsentrasi menurun, mudah
tersinggung dan marah bahkan ada yang lebih berat lagi seperti depresi. Gejala
tersebut bersifat sangat individual dalam arti tidak semua orang tua yang
mempunyai anak autis mengalami keluhan-keluhan tersebut. Sementara itu,
reaksi masing-masing orang tua atas kondisi anak autis berbeda-beda. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan informasi, kesiapan mental untuk menerima
kenyataan, tingkat berat ringannya gangguan yang dialami dan dukungan yang
didapat dari keluarga dan masyarakat (Dewo, 2006).
Kecemasan ini kadang-kadang begitu mengganggu sehingga membuat
orang tua tidak sempat lagi untuk berbagi perhatian pada anaknya yang lain
5
(Safaria, 2005). Adriana (2003) menambahkan bahwa kecemasan yang
dialami orang tua yang mempunyai anak autis yaitu terkait dengan kesulitan
anak untuk bersosialisasi dengan lingkungannya, kesulitan untuk menemukan
sekolah yang bersedia menerima kondisi anak, dan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa sebagai orang
tua, tentu saja muncul kecemasan atas kondisi anaknya yang mengalami
gangguan autis. Pupusnya impian, harapan, kebingungan, kekhawatiran atas
masa depan anaknya, dan biaya finansial yang harus dikeluarkan merupakan
suatu kecemasan yang dialami orang tua. Namun demikian, kecemasan yang
dirasakan oleh orang tua (ayah dan ibu) yang mempunyai anak autis
cenderung berbeda. Berdasarkan hasil penelitian dalam kelompok kecil yang
pernah dilakukan oleh Adriana, pada tahun 1999, dikatakan bahwa orang tua
mengalami stress, kecemasan bahkan ada yang depresi setelah mengetahui
anaknya menderita autis. Biasanya pihak ibu berperan aktif mencoba berbagai
terapi dan pengobatan, sementara pihak ayah tidak (Adriana, 2003). Jika
dikaitkan dengan peran ibu dan ayah secara tradisional, dimana peran ayah
adalah seorang kepala keluarga, tokoh identifikasi keluarga, dan penghubung
dengan dunia luar, sedangkan peran ibu adalah seseorang yang membimbing
dan mendidik anak sejak dalam kandungan, merawat, membesarkan, dan
mendidik anak hingga tumbuh dewasa (Supriyadi, 2006), maka sudah
sewajarnya jika peran aktif ibu dalam perkembangan dan pertumbuhan anak
lebih besar dari pada ayah. Oleh karena ibu yang lebih intensif merawat dan
mendampingi anak, maka ibu lebih mengetahui keadaan anak daripada ayah.
6
Hal ini menyebabkan kecemasan yang dirasakan oleh ibu lebih besar dari pada
ayah. Selain itu, menurut Trismiati (2004) secara psikologis wanita lebih
mudah cemas daripada pria.
Berdasarkan wawancara singkat peneliti di saat pra penelitian dengan
ayah dan ibu yang memiliki anak autis menunjukkan bawah ibu lebih cemas
daripada ayah. Ibu lebih teliti dalam memperhatikan dan mengikuti
perkembangan anak sehingga mengakibatkan ibu lebih sensitif terhadap
perkembangan anak dan ibu cenderung lebih mudah merasa bersalah, dengan
alasan subjektif bahwa dialah sumber penyebab gangguan yang diderita
anaknya karena tugas ibulah menjaga dan mendidik anak, sedangkan ayah
lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah baik untuk bekerja maupun
aktivitas yang lain sehingga pengetahuannya mengenai perkembangan anak
lebih sedikit daripada ibu. Selain itu para ayah tersebut mengatakan bahwa
mereka adalah laki-laki oleh sebab itu mereka tidak boleh lemah dan cengeng.
Menurut peneliti, pernyataan para ayah tersebut disebabkan adanya perbedaan
pola asuh dan tuntutan sosial terhadap laki-laki dan perempuan, dimana
seorang laki-laki di harapkan untuk maskulin dan perempuan feminin..
Walaupun laki-laki dituntut dan diasuh untuk maskulin dan perempuan
harus feminin, tetapi maskulinitas maupun feminitas antara individu yang satu
dengan yang lainnya berbeda. Begitu pula dengan kecemasan, besar kecilnya
kecemasan antara individu berbeda. Dengan stimulus yang sama seorang laki-
laki bisa merasa lebih cemas daripada laki-laki lainnya, dan seorang
perempuan merasa lebih cemas daripada perempuan lainnya. Pernyataan ada
perbedaan kecemasan antara laki-laki dan perempuan dimana perempuan
7
cenderung lebih cemas daripada laki-laki sudah bukan rahasia lagi, tetapi tidak
bisa dipungkiri dalam kehidupan sehari-hari adakalanya seorang laki-laki
lebih merasa cemas daripada perempuan saat berada dalam situasi tertentu.
Bagaimana bila situasi atau keadaannya adalah laki-laki dan perempuan
tersebut memiliki anak yang menderita autis? Dengan alasan tersebut ada
kemungkinan laki-laki akan lebih cemas daripada perempuan atau sebaliknya.
Berdasarkan teori-teori yang menyatakan bahwa ibu cenderung lebih
cemas akan keadaan anak karena ibulah yang intensif merawat dan
memelihara anak sejak dalam kandungan hingga dewasa dan kemungkinan-
kemungkinan laki-laki lebih cemas daripada perempuan dalam situasi dan
kondisi tertentu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan
membuktikan apakah ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang
memiliki anak autis? Siapakah yang paling cemas, ayah atau ibu?
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun perumusan masalah
sebagai berikut: ”Apakah ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang
memiliki anak autis”?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empiris
perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak, antara lain sebagai berikut:
8
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi mengenai perbedaan kecemasan ayah dan ibu
dari anak autis sehingga dapat menambah khasanah pengetahuan psikologi
pada umumnya dan khususnya pada psikologi klinis.
2. Manfaat Praktis
Bagi orang tua, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan refleksi dan
evaluasi mengenai perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu. Dengan
merefleksi dan mengevaluasi kehidupan keluarga selama ini, orang tua belajar
untuk mengubah sikap dan perilakunya terhadap pasangan dan anak-anak
sehingga bisa mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh pasangannya.. Bila
selama ini ayah menyerahkan seluruh tugas perawatan anak kepada ibu,
dengan mengetahui bahwa hal tersebut dapat membuat ibu menjadi sangat
cemas dan kecemasan tersebut bisa mempengaruhi kesehatan dan kinerja ibu
sehari-hari maka ayah diharapkan mengambil bagian dalam tugas ibu dalam
merawat dan memelihara anak, misalnya menemani ibu melakukan terapi
pada anak, bergaul dengan anak di rumah, mendiskusikan segala sesuatu demi
perkembangan anak dan lain sebagainya.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan (anxiety) adalah suatu kekhawatiran bahwa sesuatu yang
buruk akan segera terjadi. Kecemasan merupakan respon yang tepat terhadap
ancaman atau terhadap perubahan lingkungan, tetapi bisa menjadi abnormal
bila tingkatannya tidak sesuai dengan proposi ancaman atau datang tanpa ada
penyebabnya (Nevid dkk, 2003). Kecemasan atau dalam bahasa Inggrisnya
“anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango,
anci” yang berarti mencekik (Trismiati, 2004).
Menurut Atkinson (1996) kecemasan merupakan emosi yang tidak
menyenangkan yang ditandai dengan gejala seperti kekhawatiran, dan
perasaan takut. Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan
organisme dapat menumbuhkan kecemasan. Adanya ancaman fisik, ancaman
terhadap harga diri, serta perasaan tertekan untuk melakukan sesuatu di luar
kemampuan juga menumbuhkan kecemasan. Johnston (dalam Trismiati, 2004)
menyatakan kecemasan dapat terjadi karena kekecewaan, ketidakpuasan,
perasaan tidak aman atau adanya permusuhan dengan orang lain.
Freud (Boeree, 1997) menjelaskan kecemasan merupakan tanda
peringatan bagi individu bahwa ia dalam bahaya, memberi isyarat pada ego
untuk melakukan tindakan-tindakan yang tepat. Ego “keakuan” berdiri di
tengah-tengah kekuatan-kekuatan dasyat yaitu: realitas masyarakat dan norma-
10
norma sosial atau peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan sekitar
sebagaimana yang direpresentasikan oleh superego; biologis, dorongan-
dorongan primitive sebagaimana yang direpresentasikan Id. Ketika terjadi
konflik di antara kekuatan-kekuatan ini untuk menguasai ego, maka ego akan
merasa terjepit dan terancam, serta merasa seolah-olah akan lenyap digilas
kekuatan-kekuatan tersebut. Perasaan terjepit dan terancam ini disebut
kecemasan.
Handoyo (Farida, 2004) mendefinisikan kecemasan sebagai suatu
keadaan emosional yang dialami oleh seseorang, dimana ia merasa tegang
tanpa sebab-sebab yang nyata dan keadaan ini memberikan pengaruh yang
tidak menyenangkan serta mengakibatkan perubahan-perubahan pada
tubuhnya baik secara somatis maupun psikologis. Perubahan-perubahan
somatis yang dimaksud yaitu mungkin timbulnya rasa mual, sering buang air
kecil, denyut jantung yang bertambah keras dan lain-lain. Sedangkan
perubahan-perubahan psikologis dapat ditemui seperti adanya perasaan ragu-
ragu, kurang percaya diri, kegelisahan, rasa rendah diri dan lain-lain.
Menurut Sulivan (Feist & Feist, 2006) walaupun kecemasan bermula
dari rasa takut dan khawatir, namun masih bisa dibedakan dalam berbagai hal
yaitu; 1) Kecemasan biasanya berasal dari situasi-situasi interpersonal yang
kompleks dan hanya samar-samar disadari sedangkan ketakutan sumbernya
lebih jelas dan mudah diketahui. 2) Kecemasan tidak memiliki nilai-nilai
positif. 3) Kecemasan dapat menghalangi pemuasan dari kebutuhan-
kebutuhan, sedangkan ketakutan kadang-kadang membantu orang memuaskan
11
beberapa kebutuhan. Kekhawatiran, menurut Fabella (1993) berbeda pula
dengan kecemasan. Kekhawatiran berasal dari suatu situasi tertentu yang
diantisipasi oleh seseorang dan datang dari suatu masalah yang objektif (ujian,
masalah uang), sedangkan kecemasan merupakan suatu keadaan emosi yang
menyeluruh dan berasal dari masalah yang subjektif.
Mulyadi (2003) menjelaskan kecemasan dapat berakibat buruk karena
mengganggu proses berpikir, konsentrasi dan dengan sendirinya juga
mengganggu proses belajar dan persepsi. Keadaan ini akan menimbulkan
hambatan-hambatan dalam tugas dan kehidupan sehari-hari. Selain itu, orang
yang dalam keadaan takut dan cemas cenderung untuk selektif dalam berpikir
dan menjadi tidak tajam pengamatannya terhadap hal-hal lain, kecuali akan
hal-hal yang menghantui pikiran dan kecemasannya. Akibatnya muncul sikap
apriori dan berprasangka. Kecemasan membahayakan manusia, merusak
kesehatannya, mengikis kemampuannya dan mengurangi penghargaan
terhadap dirinya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kecemasan adalah suatu kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan segera
terjadi. Suatu keadaan kurang menyenangkan, yang menimbulkan rasa kurang
aman, tidak tentram dan perasaan terancam yang muncul karena adanya
rangsangan dari luar yang disertai dengan reaksi fisiologis dan reaksi
psikologis. Jika kecemasan berlangsung secara terus menerus, akan
menghambat individu dalam melaksanakan tugas sehari-hari dan dapat
mempengaruhi kesehatan.
12
2. Aspek-aspek Kecemasan
Langgulung (1986) mengemukakan bahwa aspek-aspek kecemasan
terdiri dari:
a) Fisiologis, merupakan reaksi tubuh terutama oleh organ-organ yang
diasuh oleh saraf otonomi simpatik seperti jantung, peredaran darah,
kelenjar, pupil mata dan siatem pembuangan. Dengan meningkatnya
emosi atau perasaan cemas satu atau lebih organ-organ tersebut akan
meningkat fungsinya sehingga dapat dijumpai meningkatnya jumlah
asam lambung selama kecemasan atau meningkatnya detak jantung
dalam memompa darah, sering buang air atau sekresi keringat yang
berlebihan. Kadang-kadang individu mengalami rasa sakit yang
berkaitan dengan organ yang meningkat fungsinya secara tidak wajar
dalam situasi ini.
b) Psikologis, biasanya disertai dengan reaksi fisiologis misalnya adanya
perasaan tegang, bingung dan perasaan tidak menentu, terancam, tidak
berdaya, rendah diri, kurang percaya diri, tidak dapat memusatkan
perhatian dan adanya gerakan-gerakan yang tidak terarah atau tidak
pasti. Selain itu reaksi psikologis dapat berupa peningkatan dorongan
untuk berperilaku efektif.
Menurut Trismiati (2004) simtom-simtom somatis yang dapat
menunjukkan ciri-ciri kecemasan adalah muntah-muntah, diare, denyut
jantung yang bertambah keras, seringkali buang air, nafas sesak disertai
tremor pada otot. Kecemasan ditandai dengan emosi yang tidak stabil,
sangat mudah tersinggung dan marah, sering dalam keadaan excited atau
gempar gelisah.
13
Hawari (1996) menguraikan beberapa aspek kecemasan yang
sering dialami oleh individu yaitu memandang diri rendah, sulit untuk
merasa senang atau pemurung, mudah menangis, tidak ada kepercayaan
diri, mudah tegang dan gelisah, menghindari hal-hal yang tidak
menyenangkan, jantung sering berdebar-debar, mulut terasa kering,
berkeringat dan merasa takut mati.
Penderita kecemasan sering mengalami gejala-gejala seperti
berkeringat berlebihan walaupun udara tidak panas dan bukan karena
berolahraga, jantung berdegup ekstra cepat atau terlalu keras, dingin pada
tangan atau kaki, mengalami gangguan pencernaan, merasa mulut kering,
merasa tenggorokan kering, tampak pucat, sering buang air kecil melebihi
batas kewajaran dan lain-lain. Mereka juga sering mengeluh pada
persendian, kaku otot, cepat merasa lelah, tidak mampu rileks, sering
terkejut, dan ada kalanya disertai gerakan-gerakan wajah atau anggota
tubuh dengan intensitas dan frekuensi berlebihan, misalnya pada saat
duduk terus menerus, menggoyang-goyangkan kaki, meregangkan leher,
mengernyitkan dahi dan lain-lain (Gunarsa dkk dalam farida, 2004).
Mochtar (1998) menyatakan bahwa individu yang mengalami
kecemasan ditandai dengan nafas yang pendek-pendek, muncul diare,
kehilangan nafsu makan, lemas, pening, gemetar dan sering buang air
kecil. Selain ada perasaan tidak menentu, tidak berdaya, gugup dan sukar
untuk konsentrasi, kebanyakan dari individu yang mengalami kecemasan
menjadi kurang percaya diri, dan dianggap kurang menyenangkan bagi
14
orang lain. Kecemasan berkaitan dengan ketidakpastian yang
menimbulkan rasa was-was, apakah ada rasa aman dan terbebas dari
penderitaan atau kemungkinan adanya ancaman.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu; aspek fisiologis, seperti sakit
kepala, sulit tidur, buang air tidak seperti biasanya, jantung berdebar, sesak
nafas, cepat lelah, nyeri otot, gangguan lambung ringan, dan ciri lainnya
serta aspek psikologis, seperti perasaan khawatir, tegang, panik, perasaan
tidak menentu, bingung, susah berkonsentari, gelisah, mudah tersinggung
dan marah, tertekan serta tidak percaya diri sehingga perilakunya menjadi
tidak efektif.
3. Sumber-sumber penyebab kecemasan
Accocella dkk (1996) memaparkan sumber-sumber penyebab
munculnya kecemasan dari beberapa sudut pandang teori :
1. Teori-teori psikodinamika
Menurut para ahli psikodinamika, gangguan kecemasan bersumber
pada faktor-faktor internal. Jiwa individu terdiri atas tiga bagian, yaitu
bagian kesadaran (counsciousness), bagian pra-kesadaran (pre-
counsciousness) dan bagian ketidaksadaran (uncounsciousness). Bagian
ketidak-sadaran ini berisi id, yaitu dorongan-dorongan primitif, belum
dipengaruhi oleh kebudayaan atau peraturan-peraturan yang ada di
lingkungan. Ego, yang menjadi pusat dari kesadaran, harus mengatur
15
dorongan-dorongan mana yang boleh muncul dan mana yang tetap
tinggal di ketidak-sadaran karena ketidak-sesuaiannya dengan superego,
yaitu salah satu unit pribadi yang berisi norma-norma sosial atau
peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan sekitar. Jika ego tidak
cukup kuat menahan desakan atau dorongan id maka terjadilah
gangguan-gangguan kejiwaan. Jadi, individu yang mengalami
kecemasan, bersumber dari ketidak-mampuan egonya untuk mengatasi
dorongan-dorongan yang muncul dari dalam dirinya sehingga ia akan
mengembangkan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan
diri ini sebenarnya upaya ego untuk menyalurkan dorongan dalam
dirinya dan bisa tetap berhadapan dengan lingkungan.
2. Teori humanistik-eksistensial
Para ahli dari aliran humanistik-eksistensial mengatakan bahwa
konsep kecemasan bukan hanya sekedar masalah yang bersifat
individual, tetapi juga merupakan hasil konflik antara konsep diri
individu dengan konsep ideal dalam masyarakat atau lingkungan
sosialnya. Jadi, sumber kecemasan adalah konsep diri; adanya gap antara
diri yang sesungguhnya (real self) dengan diri yang diinginkan (ideal
self). Setiap individu diharapkan untuk menjadi dirinya sendiri
(authenticity), sedangkan individu yang mengalami gangguan kecemasan
adalah individu yang gagal menjadi diri sendiri (inauthenticity) karena
mereka mengembangkan konsep diri yang keliru/palsu (false self).
16
3. Teori behavioristik
Dari sudut pandang behavioristik, kecemasan disebabkan karena
terjadi kesalahan dalam belajar, bukan hasil dari konflik
intrapsikis/unconsciousness conflict.
Ada 2 tahapan belajar yang berlangsung dalam diri individu, yang
menghasilkan kecemasan, yaitu :
a. Dalam pengalaman individu, beberapa stimulus netral, tidak
berbahaya atau tidak menimbulkan kecemasan, dihubungan dengan
stimulus yang menyakitkan (aversive) akan menimbulkan
kecemasan (melalui respondent conditioning).
b. Individu yang menghindar dari stimulus yang sudah terkondisi, dan
sejak penghindaran ini menghasilkan pembebasan/terlepas dari
rasa cemas, maka respon menghindar ini akan menjadi kebiasaan
(melalui operant conditioning).
4. Teori kognitif
Ahli psikologi yang bekerja dalam kerangka teori kognitif
berpendapat bahwa gangguan kecemasan bersumber pada kesalahan
dalam mempersepsikan atau menginterpretasikan stimulus internal
ataupun eksternal. Individu yang mengalami gangguan kecemasan
melihat suatu hal yang tidak benar-benar mengancam sebagai sesuatu
yang mengancam. Mereka secara terus menerus terlalu melebih-
lebihkan derajat bahaya maupun kemungkinan bahaya.
17
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab kecemasan
berasal dari faktor internal individu, yaitu adanya konflik-konflik alam
bawah sadar dan faktor eksternal, yaitu terjadi kesalahan dalam belajar
atau mempersepsi stimulus yang ada di lingkungan.
B. Ayah dan Ibu
1. Peran Ayah dan Ibu dalam Keluarga
Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, dan orang
yang memiliki peran paling utama adalah orangtua (ayah dan ibu). Orang tua
bertanggung jawab untuk mengembangkan keseluruhan eksistensi anak.
Orang tua berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan si anak, baik
dari sudut organis maupun psikologis, seperti: kebutuhan akan makanan,
kebutuhan akan perkembangan intelektual melalui pendidikan, kebutuhan
akan rasa dikasihi, dimengerti dan rasa aman. Dengan terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan tersebut, diharapkan anak dapat tumbuh dan
berkembang tanpa adanya gangguan-gangguan, penyakit-penyakit sehingga
menjadi anak yang sehat, ideal sesuai dengan umurnya. Dari segi intelektual,
si anak diharapkan dapat mencapai prestasi optimal sesuai dengan potensi-
potensinya serta memiliki aspek tingkah-laku yang baik, dapat mengadakan
hubungan interpersonal dengan lancar dan tepat (adequate) dan tidak
mengalami ketegangan-ketegangan psikis sehingga membentuk gambaran
kepribadian yang harmonis dan matang sesuai harapan ayah dan ibunya
(Gunarsa, 1984).
18
Menurut konsep tradisional ibu rumah tangga adalah wanita yang
mempersembahkan waktunya untuk memelihara, melatih dan mengasuh anak
menurut pola-pola yang dibenarkan oleh masyarakat sekitar. Ayah adalah
pribadi yang punya hak tindak bagi keluarganya, mendisiplinkan dan memberi
nasehat pada anak-anak, serta memberi contoh-contoh tindakan maskulin
(Mappiare, 1983). Tetapi menurut Santrock (1997), ayah dan ibu memiliki
peran dan tanggung jawab yang sama terhadap perkembangan anak. Ayah dan
ibu diharapkan untuk bekerjasama dan saling mendukung dalam membentuk
karakter anak yang positif. Selain itu, dengan adanya tanggung jawab bersama
tersebut, dapat mengurangi tingkat stress seorang ibu.
Di dalam keluarga peran ibu dan ayah dapat dirinci sebagai berikut:
a. Peran Ayah
Menurut Gunarsa (2001) secara umum peran ayah seolah-olah
hanya menjalankan urusan yang ada di luar keluarga yaitu sebagai
pencari nafkah. Peran ayah juga sebagai suami, sebagai orang yang
berpartisipasi dalam pendidikan anaknya, dan sebagai pelindung bagi
keluarga. Menurut Purwanto (2004), peran seorang ayah yaitu: 1) sumber
kekuasaan di dalam keluarga; 2) penghubung intern keluarga dengan
masyarakat atau dunia luar; 3) pemberi perasaan aman bagi seluruh
anggota keluarga; 4) pelindung terhadap ancaman dari luar; 5) hakim
atau yang mengadili jika terjadi perselisihan; dan 6) pendidik dalam segi-
segi rasional. Santrock menuliskan peran ayah adalah; 1) bertanggung
jawab dalam mengajarkan nilai-nilai moral khususnya nilai religius; 2)
19
sebagai model maskulinitas bagi putranya; 3) mengontrol dan
mendisiplinkan anak; 4) aktif dalam mengasuh dan memelihara anaknya.
b. Peran Ibu
Menurut Gunarsa (2001), peran ibu dalam keluarga adalah sebagai
berikut: 1) memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis; 2) merawat
dan mengurus keluarga; 3) sebagai pendidik yang mampu mengatur dan
mengendalikan anak; 4) sebagai contoh dan teladan; 5) ibu sebagai
manajer yang bijaksana; 6) sebagai seorang yang memberi rangsangan
dan pelajaran bagi anak-anaknya; dan 7) ibu juga sebagai istri. Menurut
Purwanto (2004), peran seorang ibu yaitu: 1) sumber dan pemberi rasa
kasih sayang; 2) pengasuh dan pemelihara; 3) pemberi tempat
mencurahkan isi hati; 4) pengatur kehidupan dalam rumah tangga; 5)
pembimbing hubungan pribadi; dan 6) pendidik dalam segi-segi
emosional. Kartono Kartini (1992) menambahkan, sebagai pendidik dan
pengasuh seorang ibu harus mampu menciptakan iklim psikis yang
gembira, bahagia dan bebas sehingga suasana rumah tangga menjadi
semarak dan memberikan rasa aman, hangat serta penuh kasih sayang.
2. Peran Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak Autis
Chandra (dalam Setia, 2003) mengemukakan bahwa peran orang tua yang
efektif bagi anak dengan gangguan perkembangan atau menyandang autis
antara lain berupa:
a. Selalu mencari informasi terbaru dan memperdalam ilmu mengenai
autisme
20
b. Mendidik atau melatih orang dewasa lainnya seperti anggota keluarga,
guru atau pengasuh sehingga mereka benar-benar mengerti tentang
gangguan yang diderita oleh anak dan mereka juga perlu tahu bagaimana
cara menolong anak untuk mencapai tahapan pelaksanaan tingkah laku
yang diharapkan
c. Mencari evaluasi dan treatment yang profesional. Evaluasi dan penilaian
yang menyeluruh dari potensi dan kelemahan anak, dengan tujuan
membantu orang tua dan terapis dalam mengembangkan terapi yang tepat
atau sesuai dan efektif
d. Mengikuti atau mencari pelatih bagi orang tua dari para profesional yang
berpengalaman. Pelatih orang tua yang efektif dapat membantu orang tua
dalam mempelajari:
1) Membuat harapan, arahan, dan batasan yang jelas dan konsisten
2) Menetapkan sistem disiplin yang efektif
3) Membuat pelatihan tingkah laku yang bervariasi dalam merubah
perilaku yang paling bermasalah
4) Membantu anak dalam masalah-masalah sosial
5) Mencari solusi atau potensi anak dan menggunakan potensi ini
untuk membuat anak merasa mampu dan mempunyai rasa
kebanggaan
6) Menetapkan waktu-waktu yang spesial setiap hari bagi anak
21
e. Mencari dukungan untuk orang tua. Dengan membentuk kelompok
berbagi atau kelompok pendukung di antara orang tua sehingga dapat
saling berbagi informasi dan dukungan
f. Berusaha untuk mencari konseling pada saat orang tua merasa lelah atau
kecewa. Memberitahu anak saat orang tua merasa lelah dan mengatakan
bahwa mereka mencintainya, menyayanginya, dan akan selalu membantu
walau dalam keadaan apa pun
g. Memberi kesempatan pada anak untuk belajar mengetahui dan belajar
merasakan kebersamaan melalui keadaan yang baik maupun keadaan yang
buruk sekalipun.
Chandra menyatakan bahwa peran orang tua sebagai pemberi dukungan
dan partisipasi aktif dalam menangani dan mendidik anak penyandang autisme
akan sangat berarti bagi kemajuan terapi untuk mencapai kesembuhan.
Selanjutnya peran orang tua yang berupaya berkomunikasi dengan para ahli dan
memperdalam pengetahuan bisa berdampak sampai sebesar 80% bagi kemajuan
pendidikan anak autis.
C. Anak Autis
1. Pengertian Autis
Autisme adalah ketidakmampuan yang disebabkan ada gangguan pada
sistem pusat tubuh. Orang-orang sering mengatakan autisme sama dengan
gangguan mental, tetapi pendapat tersebut tidak benar. Autisme mempengaruhi
kemampuan individu dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain,
tetapi bukan berarti autisme adalah tanda dari gangguan mental.
22
(http://37minutes.com/autism/index1.php). Menurut Yusuf (2003) autisme
berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain
lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat
kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autis
sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri. Autis adalah gangguan
perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya abnormal yang muncul
sebelum usia tiga tahun, dengan ciri fungsi yang abnormal dalam tiga bidang
yaitu interaksi sosial, komunikasi dan perilaku yang terbatas dan berulang.
Gangguan ini dijumpai tiga sampai empat kali lebih banyak pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan, dan anak perempuan yang terkena akan
menunjukkan gejala yang lebih berat (PPDGJ III, 1993).
Dalam kamus psikologi, Reber (1985) mendefenisikan autisme
adalah suatu kecenderungan untuk menarik diri, suatu keadaan dimana pikiran,
perasaan dan keinginan diarahkan kedalam dirinya sendiri. Individu menolak
realitas dan tidak mampu berbagi dengan orang lain, hidup dalam fantasi,
mimpi, pikiran dan harapannya sendiri.
Autisme merupakan ganguan perkembangan fungsi otak yang
mencakup bidang sosial dan afeksi, komunikasi verbal (bahasa) dan non –
verbal, imajinasi, fleksibilitas, lingkup interest (minat), kognisi dan atensi. Ini
suatu kelainan dengan ciri perkembangan terlambat atau yang abnormal dari
hubungan sosial dan bahasa. Gejala penting lainnya adalah tidak suka dengan
perubahan, prilaku motorik yang “aneh”, kedekatan yang tidak biasa dengan
benda tertentu dan reaksi emosional yang mendadak. Kelainan ini terlihat
23
sebelum usia tiga tahun (Purwati, 2005). Kerusakan saraf otak ini muncul
karena banyak faktor, termasuk masalah genetik dan faktor lingkungan.
Berdasarkan waktu munculnya, gangguan autisme dapat dibedakan menjadi
autisme klasik dan autisme regresif. Disebut autisme klasik manakala
kerusakan saraf sudah terdapat sejak lahir, karena sewaktu mengandung, ibu
terinfeksi virus, seperti rubella, atau terpapar logam berat berbahaya seperti
merkuri dan timbal yang berdampak mengacaukan proses pembentukan sel-sel
saraf di otak janin. Jenis kedua disebut autisme regresif muncul saat anak
berusia antara 12 sampai 24 bulan. Sebelumnya perkembangan anak relatif
normal, namun tiba-tiba saat usia anak menginjak dua tahun kemampuan anak
merosot. Anak yang tadinya sudah bisa membuat kalimat dua sampai tiga kata
berubah diam dan tidak lagi berbicara. Anak terlihat acuh dan tidak mau
melakukan kontak mata. Kesimpulan yang beredar di kalangan ahli
menyebutkan autisme regresif muncul karena anak terkontaminasi langsung
oleh faktor pemicu. Saat ini faktor pemicu yang paling disorot adalah paparan
logam berat terutama merkuri dan timbal dari lingkungan serta pengaruh
imunisasi.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa autis adalah
gangguan perkembangan pervasif pada anak yang muncul sebelum usia tiga
tahun dengan ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam
bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
24
2. Gejala Autisme
Gejala autisme pada anak muncul saat anak berusia dua atau tiga
tahun, khas dengan adanya keterlambatan dan penyimpangan
perkembangan komunikasi, interaksi sosial, perilaku, serta keterampilan
tertentu. Menurut analisa para ahli, anak-anak yang di diagnosis mengalami
autis pada usia 2 atau tiga tahun sebenarnya telah menunjukkan gejala-
gejala pada tahun pertama bahkan sejak lahir
( http://www.quackwatch.com/03HealthPromotion/immu/autism.html , 2001).
Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi
dengan ibunya pada usia tiga sampai empat bulan. Bila ibu merangsang
bayinya dengan menggerincingkan mainan dan mengajak berbicara, maka
bayi tersebut akan merespon dan bereaksi dengan ocehan serta gerakan.
Semakin lama bayi semakin responsif terhadap rangsang dari luar seiring
dengan berkembangnya kemampuan sensorik. Pada umur enam sampai
delapan bulan bayi sudah bisa berinteraksi dan memperhatikan orang yang
mengajaknya bermain dan berbicara. Hal ini tidak muncul atau sangat
kurang pada bayi autistik. Bayi bersikap acuh tidak acuh, seakan-akan
menolak interaksi dengan orang lain dan lebih suka bermain dengan
“dirinya sendiri” atau dengan mainannya (Yusuf, 2003).
Purwati (2005) menjelaskan gejala yang dialami anak autisme dapat
berupa gejala gangguan perilaku dan gangguan intelektual, dan dapat
disertai oleh gangguan fisik. Gangguan perilaku yang mencolok ialah
interaksi dan hubungan yang abnormal terhadap lingkungan atau sosial.
25
Anak kurang menunjukan respon, tidak menikmati sentuhan fisik dan
menghindari kontak mata (pandangan). Pada usia dua sampai tiga tahun
anak tidak mancari orang tuanya untuk bermanja – manja, dan dengan
bertambahnya usia, abnormalitas lainnya muncul misalnya tidak bermain
dengan anak lain. Pada usia remaja individu mempunyai hubungan yang
kurang pas, kurang sadar pada opini orang lain atau perasaan orang lain.
Komunikasi verbal (bahasa) dan non verbal juga terganggu. Bila
kemampuan bicara berkembang terdapat ketidaknormalan, seperti echolalia
(mengulangi kata seperti burung beo) dan neologisme (“kata baru”). Anak
autis kurang mampu bermain imajinatif (menggandai, misalnya ia sebagai
pengemudi mobil balap) hal ini mungkin karena kurang berkembangnya
pikiran simbolik pada individu. Perilaku motorik yang sering dijumpai ialah
anak yang suka berputar – putar, jalan jinjit, atau bertepuk tangan.
Anak autis mempunyai ritual yang stereotip dan bila digangu
menyebabkan distress dan kadang ia menentang. Mereka sering terikat pada
objek–objek yang “sepele” misalnya kaleng. Letupan emosional sering
terjadi, misalnya marah, gelisah atau cemas, dan hal ini dapat dicetuskan
oleh masalah yang kecil. Anak autis juga mempunyai masalah dengan tidur,
buang air besar dan buang air kecil. Epilepsi didapatkan pada sekitar 15 %
pederita remaja, dan biasanya ringan. Penderita autis ada yang mengalami
gangguan pada fungsi motorik kasar dan halus dan gangguan ini lebih berat
pada mereka dengan IQ yang lebih rendah.
26
Neale dkk (Kuwanto & Natalia, 2001) mengatakan ada beberapa
gejala gangguan perkembangan pada penyandang autisme yang sering
dijumpai, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak harus ada pada semua
anak penyandang autis. Pada penyandang autis yang berat mungkin hampir
semua gejala itu ada, namun pada kelompok yang tergolong ringan hanya
terdapat sebagian dari gejala-gejala tersebut. Adapun gejala-gejala tersebut
yaitu:
a. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal
meliputi:
1) Terlambat bicara
2) Berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain
3) Bila kata-kata mulai diucapkan, ia tidak mengerti artinya
4) Bicara tidak dipakai untuk komunikasi
5) Ia banyak meniru dan membeo (echolalia)
6) Beberapa anak sangat pandai menirukan beberapa nyanyian, nada
maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya, sebagian dari anak-
anak ini tetap tidak dapat bicara sampai dewasa.
7) Bila menginginkan sesuatu, ia menarik tangan yang terdekat dan
mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
1) Menolak/menghindari tatapan mata
2) Tak mau menengok bila dipanggil
3) Seringkali menolak untuk dipeluk
27
4) Tak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, lebih
asik main sendiri
5) Bila didekati untuk diajak bermain, ia malah menjauh.
c. Gangguan dalam bidang perilaku
1) Pada anak autistik terlihat adanya perilaku berkelebihan (exces)
atau kekurangan (deficit). Contoh perilaku yang berlebihan adalah:
adanya hiperaktivitas motorik, seperti tidak bisa diam, jalan
mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas, melompat-lompat,
mengulang-ulang suatu gerakan tertentu. Contoh perilaku yang
kekurangan adalah: duduk diam dengan tatapan kosong,
melakukan permainan yang sama/monoton, sering duduk diam
terpukau oleh sesuatu hal, misalnya benda yang berputar.
2) Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu yang terus
dipegangnya dan dibawa kemana-mana.
3) Perilaku yang ritualistik
d. Gangguan dalam bidang perasaan atau emosi
1) Tidak dapat ikut merasakan yang dirasakan orang lain, misalnya
melihat anak menangis ia tidak merasa kasihan melainkan merasa
terganggu dan anak yang menangis itu mungkin didatangi dan
dipukul.
2) Kadang-kadang tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah
tanpa sebab yang nyata.
28
3) Sering mengamuk tak terkendali, terutama bila tidak mendapatkan
apa yang diinginkan, ia bisa menjadi agresif destruktif.
e. Gangguan dalam bidang persepsi sensoris
1) Mencium-cium atau menggigit mainan atau benda-benda apa saja
2) Bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga
3) Tidak menyukai rabaan atau pelukan
4) Merasa sangat tidak nyaman bila dipakaikan pakaian dari bahan
kasar.
Sampai saat ini belum ada suatu pemeriksaan tertentu untuk
memperkirakan bahwa seorang anak adalah penyandang autisme. Untuk
diagnosis, hampir seluruh dunia menggugunakan kriteria DSM-IV
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourt Edition)
atau dapat juga digunakan kriteria ICD-10 (International Classification of
Disease, Tenth Edition). Selain itu sekarang dikembangkan tes yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis autisme pada anak yaitu tes Childhood
Autism Rating Scale (CARS), Autism Diagnostic Observation Schedule
(ADOS) dan Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) (www.autism-
society.org, 2003).
3. Penyebab Utama Autisme
Penyebab autisme pada anak belum diketahui dengan pasti. Beberapa
ahli mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat
bahwa autisme disebabkan oleh kombinasi makanan yang salah atau
lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan
29
kerusakan usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan
fisik termasuk autis (Judarwanto, 2004).
Berdasarkan berbagai literatur, penyebab seorang anak menyandang
autis dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Penyebab psikologis
Ketika autisme pertama kali ditemukan tahun 1943 oleh Leo Kanner,
autisme diperkirakan disebabkan pola asuh yang salah. Kasus-kasus perdana
banyak ditemukan pada keluarga kelas menengah dan berpendidikan, yang
orang tuanya bersikap dingin dan kaku pada anak (emotional refrigerator).
Kanner beranggapan sikap keluarga tersebut kurang memberikan stimulasi
bagi perkembangan komunikasi anak yang akhirnya menghambat
perkembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial anak. Bruno
Bettelheim, seorang ahli psikoanalisis mengungkapkan hal yang sama,
autisme disebabkan oleh pengasuhan ibu yang tidak hangat dan sikap
penolakan terhadap anak sehingga anak cenderung menarik diri dan sibuk
dengan dunianya. Charles Fester, ahli behavioristik berpendapat bahwa anak
menderita autisme karena orangtua tidak memberikan perhatian dan ganjaran
saat anak mengerjakan perilaku sosial yang tepat (Alloy dkk, 2004).
Margareth Mahler, seorang peneliti anak-anak autistik mengatakan anak-
anak autistik mengalami kerusakan yang parah pada egonya karena sejak
lahir tidak mampu dan tidak tertarik menjadikan ibu atau orang-orang lain
sebagai patner dalam melakukan eksplorasi terhadap dunia luar dan dunia
dalamnya. Mereka juga mengalami regresi ke arah tahap kehidupan yang
30
paling primitif serta menutup diri dari kehidupan yang menuntut respon-
respon emosional dan sosial (Ginanjar, 2007).
b) Penyebab neurobiologis
Pertumbuhan atau perkembangan sel-sel otak sangat pesat terjadi pada
periode kehamilan, sehingga segala gangguan atau penyakit pada ibu
tentunya dapat berpengaruh pada janin. Pada saat pembentukan sel-sel
tersebut timbul gangguan dari virus (rubella, toxoplasma, herpes), jamur
(candida), oksigenasi, keracunan dari makanan, sehingga pertumbuhan sel-
sel otak dibeberapa tempat menjadi tidak sempurna (Kuwanto & Natalia,
2001)
Proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan
nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya autisme. Setelah
bayi lahirpun (post partum) faktor pemicu tersebut masih ada, misalnya :
infeksi ringan sampai berat pada bayi, imunisasi MMR dan hepatitis B
(mengenai 2 jenis imunisasi ini masih kontroversial), logam berat, MSG,
zat pewarna, zat pengawet, protein susu sapi (kasein) dan protein tepung
terigu (gluten). Tumbuhnya jamur yang berlebihan di susu anak sebagai
akibat dari pemakaian antibiotika yang berlebihan, dapat menyebabkan
terjadinya ‘kebocoran’ usus (leaky gut syndrome) sehingga pencernaan
kasein dan gluten tidak sempurna. Kedua protein ini hanya terpecah sampai
polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut terserap
kedalam aliran darah, masuk ke otak dan dirubah oleh reseptor opioid
menjadi morfin yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat
31
fungsi otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi
kognitif, reseptif, atensi dan perilaku (Purwati, 2005)
Menurut Kuwanto dan Natalia (2001) ada tiga lokasi di otak
penyandang autisme yang mengalami gangguan, yaitu gangguan pada
cerebellum (otak kecil), sistem limbik dan lobus parietalis. Berdasarkan
MRI (Magnetic Resonance Imaging) yang dilakukan oleh Eric Courchesnes
pada penyandang autisme ditemukan hipoplasia cerebellum (pengecilan
cerebellum) terutama pada lobus VI-VII. Cerebellum berperan dalam
mengatur keseimbangan, proses sensorik, berpikir, daya ingat, belajar
berbahasa dan perhatian. Kerusakan pada area ini membuat penyandang
autisme tidak mampu untuk mengalihkan perhatiannya dengan cepat bila
sedang memperhatikan sesuatu. Selain itu ditemukan kekurangan jumlah sel
purkinye, yaitu sel yang mempunyai kandungan serotonin tinggi. Serotonin
berfungsi untuk pengendalian mood, kontrol makan, tidur dan bangun serta
rasa nyeri. Kerja serotonin terkait dengan kerja dopamin. Fungsi dopamin
adalah untuk mengendalikan gerakan, perhatian, dan proses belajar.
Kurangnya sel purkinye menyebabkan keseimbangan antara serotonin dan
dopamin terganggu sehingga menyebabkan kegagalan pada peningkatan
minat dan masalah pengendalian mood serta menyebabkan kacaunya jalur
implus di otak. Pemeriksaan MRI juga menunjukkan 43% penyandang
autisme mengalami pengurangan jumlah sel dan pelebaran lekukan otak
pada lobus parietalis. Gangguan pada lobus parietalis ini menyebabkan
terbatasnya perhatian terhadap lingkungan. Gangguan pada sistem limbik,
32
khususnya terjadi pada area yang disebut amigdala dan hippocampus.
Kelainan itu diperkirakan terjadi semasa janin. Tugas amigdala adalah
mengontrol fungsi agresi dan emosi. Kelainan pada amigdala menyebabkan
penyandang autisme kurang dapat mengendalikan emosinya sehingga
mereka sering mengamuk bila tidak mendapat yang diinginkan, mendadak
tertawa, menanggis ataupun marah tanpa sebab, dan menunjukkan rasa
takut yang tidak lazim. Area hippocampus berperan dalam fungsi belajar
dan daya ingat. Gangguan pada area ini menyebabkan penyandang autisme
kesulitan dalam menyimpan informasi baru dalam memorinya, juga bisa
mengakibatkan terjadinya hiperaktivitas dan perilaku aneh yang diulang-
ulang.
Penelitian-penelitian mengenai kelainan otak tersebut terus berlanjut.
Courchesne dkk yang sebelumnya menyatakan adanya penurunan jumlah
purkinye pada cerebellum sebagai penyebab autisme, dalam penelitian
lanjutannya menghasilkan hipotesis baru. Para peneliti tersebut berpendapat
bahwa pada saat lahir bayi autistik memiliki ukuran otak yang normal.
Namun setelah mencapai usia dua atau tiga tahun ukuran otak mereka
membesar melebihi normal, terutama pada lobus frontalis dan otak kecil
yang disebabkan oleh pertumbuhan white matter (area putih) dan gray
matter (area abu-abu) yang berlebihan. Sementara sel saraf yang ada lebih
sedikit dibandingkan pada otak normal dan kekuatannya juga lebih lemah.
Kondisi inilah yang tampaknya berkaitan dengan gangguan pada
perkembangan kognitif, bahasa, emosi dan interaksi sosial (Ginanjar, 2007)
33
c) Penyebab genetik
Sampai saat ini faktor genetik diduga berpengaruh kuat atas
munculnya kasus autisme. Siegel (2003) menuliskan, dari penelitian-
penelitian yang pernah dilakukan pada kelompok besar, diketahui bahwa
autisme disebabkan oleh beberapa gen, bukan hanya satu gen saja. Anak-
anak dalam satu keluarga tidak memiliki gen yang persis sama kecuali pada
kembar identik. Oleh sebab itu apabila dalam satu keluarga terdapat anak
yang menderita autisme, saudara kandungnya (siblings) belum dapat di
pastikan mengalami hal yang sama.
Menurut Siegel 10-25 % saudara sekandung (siblings) dari anak autis
akan mengalami kesulitan berkomunikasi atau kesulitan bersosialisasi. Hal
ini berarti anak tersebut memiliki beberapa gen yang sama seperti yang
dimiliki oleh saudaranya yang menderita autisme. Seorang anak kembar
tidak identik biasanya memiliki 50 % gen yang sama dengan saudara
kembarnya. Oleh sebab itu bila seorang anak kembar tidak identik
menderita autisme maka kemungkinan saudara kembarnya menderita
autisme sebesar 30-45 %. Berbeda dengan anak kembar identik, mereka
memiliki gen yang persis sama. Apabila satu dari kembar identik menderita
autisme, maka 90-95 % saudara kembarnya akan menderita autisme. Siegel
menambahkan, bila satu keluarga memiliki anak laki-laki autisme,
kemungkinan anak yang lahir berikutnya mengalami autisme adalah 3 %.
Apabila anak yang pertama menderita autisme adalah perempuan, maka
34
kemungkinan anak yang lahir berikutnya akan menderita autisme diatas
12%.
Awalnya para ahli menduga kromosom X-rapuh (fragile-X
chromosom), sebagai penyebab autisme. Pada penelitian selanjutnya
ditemukanpula keganjilan pada kromosom 15 dalam gen penderita autisme,
bahkan diduga seluruh kromosom penderita autisme mengalami gangguan
kecuali kromosom 14 (Alloy dkk, 2002).
Scherer, peneliti dari Universitas Toronto, Kanada bersama para
ilmuwan dari sembilan negara melakukan penelitian dengan mengumpulkan
gen dari 1.168 keluarga. Tiap-tiap keluarga memiliki minimal dua anak
autis. Scherer memeriksa kromosom X yang berjumlah 23, ternyata pada
masing-masing kromosom ada beberapa gen yang abnormal dan pada
kromosom nomor 11 yang paling menonjol kelainannya.. Berdasarkan fakta
ini Scherer berkesimpulan bahwa 90 % penyebab autisme adalah genetik.
Melalui penelitian itu, Scherer berharap bisa mengetahui keterkaitan antara
gen-gen dan berapa banyak gen abnormal yang terlibat. Penelitian tersebut
di danai oleh Autism Genome Project cabang Kanada. Dokter Bridget
Fernandez selaku ketua Autism Genome Project memperkuat temuan
Scherer. Menurut beliau autisme seperti juga asma berkaitan dengan faktor
keturunan atau genetik. Jika autisme tidak muncul dalam satu jenjang
keturunan, artinya autisme tidak diturunkan dari orangtua, bisa juga
melalui garis dari buyut (Kelana dan Larasati, 2007)
35
Selain itu sejak lima tahun lalu (sejak 2002) para ilmuwan yang
tergabung dalam Autism Genome Project melakukan penelitian terhadap
keluarga-keluarga yang memiliki beberapa kasus autis. Mereka
mengumpulkan bahan riset mereka dan mengujinya. Penelitian ini
mempelajari 1200 keluarga dengan melibatkan 120 ilmuwan dari 50
lembaga yang tersebar dilebih dari 19 negara. Seperti dilaporkan dalam
jurnal Nature Genetics, penelitian ini menemukan kromosom 11 dan gen
khusus yang bernama Neurexin sebagai penyebab autis. Neurexin
merupakan bagian dari keluarga gen yang membantu komunikasi sel syaraf.
Menurut para ilmuwan, gen ini memainkan peran penting dalam terjadinya
sindrom autis. Mereka menggunakan teknologi chip gen untuk melihat
kesamaan genetik di antara orang-orang autis. Proyek ini didanai oleh
organisasi nirlaba Autism Speak dan departemen kesehatan Amerika Serikat.
(http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0702/19/145456.htm)
d). Penyebab Imunisasi
Judarwanto (2004) mengatakan berkembangnya informasi mengenai
kandungan merkuri dan thimerosal dalam imunisasi dapat menyebabkan
autisme, membuat banyak orangtua menolak pemberian imunisasi pada
anak. Akibatnya anak tidak mendapatkan perlindungan imunisasi untuk
menghindari penyakit-penyakit yang berbahaya seperti hepatitis B, Difteri,
Tetanus, Pertusis, TBC dan sebagainya. Thimerosal atau thiomersal adalah
senyawa merkuri organik atau dikenal sebagai sodium etilmerkuri
thiosalisilat mengandung 49,6% merkuri. Bahan ini digunakan sejak tahun
36
1930, sebagai bahan pengawet dan stabilizer dalam vaksin, produk biologis
atau produk farmasi lainnya. Thimerosal sangat efektif dalam membunuh
bakteri dan jamur dan mencegah kontaminasi bakteri terutama pada
kemasan vaksin multidosis yang telah terbuka. Pada dosis tinggi, merkuri
dan metabolitnya seperti etilmerkuri dan metilmerkuri bersifat nefrotoksis
dan neurutoksis. Senyawa merkuri ini mudah sekali menembus sawar darah
otak dan dapat merusak otak.
Pemberian vaksin MMR (measles, mumps, and rubella) juga diduga
dapat menyebabkan anak menjadi autis. Vaksin MMR menyebabkan
kerusakan usus dan menyebabkan autis. Imunisasi MMR adalah imunisasi
kombinasi untuk mencegah penyakit campak, campak Jerman dan penyakit
gondong. Vaksin MMR biasanya diberikan pada anak berusia 16 bulan.
Vaksin ini adalah gabungan vaksin hidup yang dilemahkan. Semula vaksin
ini ditemukan secara terpisah, namun dalam beberapa tahun kemudian
digabung menjadi vaksin kombinasi. Kombinasi tersebut terdiri dari virus
hidup Campak galur Edmonton atau Schwarz yang telah dilemahkan,
komponen Antigen Rubella dari virus hidup Wistar RA 27/3 yang
dilemahkan dan Antigen gondongen dari virus hidup galur Jerry Lynn atau
Urabe AM-9.
Banyak penelitian yang dilakukan secara luas ternyata membuktikan
bahwa autisme tidak berkaitan dengan thimerosal, tetapi memang terdapat
teori atau kesaksian yang menunjukkan bahwa Autisme berhubungan
dengan thimerosal. Prof Dr Andrew Wakefield, konsultan gastroenterologis
37
pada Rumah Sakit Free Royal, London adalah salah seorang yang
membenarkan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme pada anak.
Klaim ini didasarkan atas kasus 170 anak yang datang ke kliniknya. Anak-
anak tersebut mengalami sindrom autisme dan penyakit usus setelah
diinjeksi dengan vaksin ini. Beberapa orang tua penderita autisme di
Indonesiapun berkesaksian bahwa anaknya terkena autisme setelah diberi
imunisasi (Judarwanto, 2004). Sutadi (2004), wakil ketua yayasan autisme
Indonesia mengakui terdapat beberapa keluhan dari sejumlah orang tua
seputar keterlambatan bicara anaknya setelah divaksin MMR. Mental anak
menurun dan kontak mata anak mereka menurun perlahan-lahan, namun
menurutnya tidak semua anak yang diberi vaksin MMR akan menjadi autis.
Semuanya tergantung pada si anak, ada anak yang beresiko tinggi untuk
menderita autis ada yang tidak.
D. Perbedaan Kecemasan antara Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak
Autis
Goldberg (Santrock, 2002) mengemukakan bahwa perbedaan kritis
antara laki-laki dan perempuan menciptakan jarak yang besar di antara
keduanya. Perbedaan itu adalah perempuan dapat merasakan dan
mengartikulasikan perasaan dan masalah mereka; laki-laki karena
pengkondisian maskulinitasnya, tidak dapat. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa perempuan lebih banyak terpuruk pada kecemasan tiga
kali lipat daripada laki-laki. Hal ini di sebabkan karena lebih banyak tuntutan
sosial yang dibebankan pada perempuan daripada laki-laki.
38
Trismiati (2004) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan
ketidakmampuannya dibanding laki-laki. Perempuan lebih sensitif sedangkan
lak-laki lebih aktif dan eksploitatif. Berkaitan dengan kecemasan laki-laki dan
perempuan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan lebih mudah
dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan, sedangkan laki-laki lebih
rileks. Perempuan cenderung lebih cemas, kurang sabar dan mudah
mengeluarkan air mata.
Purwanto (2004) mengemukakan bahwa pada kebanyakan keluarga,
ibulah yang memegang peranan yang terpenting terhadap anak-anaknya. Sejak
anak itu dilahirkan, ibulah yang selalu disampingnya. Ibulah yang
mengandung, memberi makan dan minum, memelihara, dan selalu bercampur
gaul dengan anak-anak. Itulah sebabnya kebanyakan anak selalu cinta kepada
ibunya daripada anggota keluarga lainnya.
Di samping ibu, seorang ayah pun memegang peranan yang penting
pula. Anak memandang ayahnya sebagai orang yang tertinggi gengsinya atau
prestisenya. Kegiatan seorang ayah terhadap pekerjaannya sehari-hari sungguh
besar pengaruhnya kepada anak-anaknya, lebih-lebih anak yang telah agak
besar. Meskipun demikian, di beberapa keluarga masih terdapat kesalahan-
kesalahan yang diakibatkan oleh tindakan ayah. Karena sibuknya bekerja
mencari nafkah, ayah tidak ada waktu untuk bergaul mendekati anak-anaknya
(Purwanto, 2004).
Adriana pernah melakukan penelitian kecil pada tahun 1999 yang
melibatkan 33 orang tua dari anak autis. Dari hasil penelitiannya itu, Adriana
39
mengemukakan bahwa masalah yang kerap muncul pada keluarga yang
mempunyai anak autis adalah konteks hubungan anak dan orang tua. Menurut
Adriana, biasanya pihak ibu lebih berperan aktif mencoba berbagai terapi dan
pengobatan dibanding ayah. Hal ini memunculkan perbedaan pendapat dalam
keluarga, yang akhirnya menimbulkan berbagai gangguan emosi seperti
kecemasan hingga depresi (Adriana. 2003).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan kondisi yang terjadi pada
diri anak autis menimbulkan kecemasan pada ayah dan ibu anak autis. Namun,
tingkat kecemasan yang dirasakan antara ayah dan ibu yang mempunyai anak
autis cenderung berbeda. Biasanya ibu cenderung untuk lebih cemas karena
secara psikologis dikatakan bahwa perempuan lebih mudah cemas dan
tertekan daripada laki-laki. Alasan-alasan subjektif seperti ibulah yang
mengandung dan memelihara anak, membuat ibu yang memiliki anak autis
semakin lebih merasa bersalah. Selain itu peran ibu yang dominan di dalam
rumah menyebabkannya lebih banyak berinteraksi dengan anak-anak,
sedangkan ayah lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah baik untuk
bekerja maupun aktivitas yang lain sehingga ibu lebih mengetahui kondisi dan
perkembangangan anak. Interaksi intensif antara ibu dan anak ini
menyebabkan tingkat kecemasan ibu yang memiliki anak autis lebih tinggi
dari pada kecemasan seorang ayah.
40
E. Hipotesis
Berdasarkan teori di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah ”ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak
autis”.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan komparatif
(perbandingan). Penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-
persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang,
tentang prosedur, kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok,
terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja. Dapat juga membandingkan
kesamaan pandangan dan perubahan-perubahan pandangan orang, grup atau
negara terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa atau terhadap ide-ide
(Arikunto, 1989).
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Sesuai dengan hipotesis yang diajukan, maka dibuat rancangan
penelitian dengan variabel penelitian sebagai berikut :
1. Variabel Bebas (x) : Ayah dan Ibu
2. Variabel Tergantung (y) : Kecemasan
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Kecemasan
Kecemasan adalah keadaan emosi yang kurang menyenangkan,
yang menimbulkan rasa kurang aman, tidak tentram dan perasaan
terancam yang muncul karena adanya rangsangan dari luar yang disertai
dengan reaksi fisiologis dan reaksi psikologis. Pada penelitian ini
42
pengukuran kecemasan ayah dan ibu terhadap anak autis dilakukan dengan
skala kecemasan yang didasarkan pada teori aspek kecemasan dari
Langgulung (1986) yaitu terdiri dari aspek fisiologis seperti peningkatan
detak jantung dan tekanan darah, diare, sesak nafas, mulut kering, leher
terasa terkecik dan aspek psikologis seperti tidak percaya diri, sukar
berkonsentrasi, mudah tersinggung dan marah, merasa tidak berdaya dan
tidak ada harapan bagi masa depan. Semakin tinggi skor yang diperoleh
dalam skala ini maka semakin tinggi tingkat kecemasan ayah dan ibu yang
memiliki anak autis, sebaliknya semakin rendah skor dalam skala ini,
maka semakin rendah pula tingkat kecemasan ayah dan ibu yang memiliki
anak autis.
2. Ayah dan Ibu
Ayah adalah kepala keluarga, tokoh identifikasi keluarga,
penghubung dengan dunia luar. Ayahlah bertugas melindungi keluarga dari
ancaman luar dan sebagai pendidik segi-segi rasional. Sedangkan ibu
adalah seseorang yang membimbing dan mendidik anak sejak dalam
kandungan. Ibu bertugas merawat, membesarkan, dan mendidik anak
hingga tumbuh dewasa (Supriyadi, 2006). Karena ibu yang mengandung
dan merawat anak hingga dewasa, maka ibu lebih mengerti keadaan anak
daripada ayah. Oleh sebab itu ada kecenderungan ibu lebih
mengkhawatirkan anaknya dari pada ayah. Selain itu secara psikologis,
banyak penelitian yang mengatakan ibu (wanita) lebih sensitif dan lebih
mudah cemas sedangkan ayah (pria) lebih rileks.
43
Ayah dan ibu yang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ayah
dan ibu yang memiliki anak autis dan mengasuhnya sendiri. Pengukuran
terhadap ayah dan ibu atau untuk membedakan antara ayah dan ibu dilakukan
dengan mengisi identitas pada skala.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
ayah dan ibu penyandang autis yang berada di yogyakarta, khususnya ayah
dan ibu dari siswa-siswa di sekolah khusus autis Fredofios Yogyakarta, ayah
dan ibu penyandang autis yang menjadi pasien di RS. Sarjito Yogyakarta.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampling atau sampling bertujuan. Dalam purposive sampling pemilihan
sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang
sudah diketahui sebelumnya. Nama purposive sampling menunjukkan bahwa
teknik ini digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Hadi, 2004).
Untuk mengetahui data pribadi masing-masing subjek maka disediakan isian
tentang data responden yang terdiri dari: jenis kelamin, usia, pendidikan,
jumlah anak yang menderita autis, dan usia anak.
E. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data diperoleh dengan cara kuantitatif dengan
menggunakan skala yang terdiri dari item-item, yaitu suatu metode
pengumpulan data yang berdasar pada respon tertulis dari subjek terhadap
sejumlah pertanyaan yang telah disusun sebelumnya (Hadi, 2004). Metode
44
penskalaan yang digunakan untuk melihat perbedaan kecemasan ayah dan ibu
yang memiliki anak autis adalah metode summated ratings dari Likert yang
terdiri dari empat kategori jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),
Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pilihan respon R (ragu-
ragu) ditiadakan dengan alasan menghindari kecenderungan responden untuk
memberi jawaban atau pilihan ketengah-tengah (netral), dimana hal ini dapat
mengurangi banyak informasi yang dapat diperoleh dari responden. Selain itu
pilihan respon R (ragu-ragu) bisa pula berarti bahwa responden belum bisa
menentukan atau memilih jawaban, apakah responden setuju atau tidak setuju
terhadap pernyataan yang ada.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecemasan
yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek psikologis dan fisiologis. Butir-
butir dalam skala terbagi atas dua kelompok yaitu: 1) butir favorabel, yaitu
butir yang sesuai dengan variabel, 2) butir unfavorabel, yaitu butir yang tidak
sesuai dengan variabel (Hadi, 2004).
Berikut ini disajikan tabel distribusi item-item skala kecemasan ayah
dan ibu terhadap anak autis:
45
Tabel 1.
Blue Print Skala Kecemasan Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak AutisNo. Aspek Nomor Aitem
Favorabel UnfavorabelTotal
1 Fisiologis 1, 4, 9, 15, 22, 26, 30, 36, 39, 43, 47, 51, 53, 55, 59
5, 7, 11, 13, 17, 20, 24, 28, 32, 34, 37, 41, 45, 49, 60
30
2 Psikologis 2, 6, 10, 14, 18, 21, 25, 29, 33, 40, 44, 48, 52, 54, 57
3, 8, 12, 16, 19, 23, 27, 31, 35, 38, 42, 46, 50, 56, 58
30
Jumlah 30 30 60
Setiap item skala kecemasan ayah dan ibu yang memiliki anak autis ini
disediakan empat alternatif jawaban yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),
Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Penskoran setiap item
dalam skala kecemasan ayah dan ibu terhadap anak autis tergantung pada
bentuk pernyataannya. Untuk pernyataan favorabel, jawaban sangat sesuai
mendapat skor 4, sesuai mendapat skor 3, tidak sesuai mendapat skor 2, dan
sangat tidak sesuai mendapat skor 1. Sebaliknya, untuk pernyataan
unfavorable, jawaban sangat sesuai mendapat skor 1, sesuai mendapat skor 2,
tidak sesuai mendapat skor 3, dan sangat tidak sesuai mendapat skor 4.
F. Validitas Dan Reliabilitas
Validitas dan reliabilitas alat ukur mempunyai peran sangat penting
dalam penelitian untuk upaya pengembangan ilmu sosial dan psikologi
khususnya. Alat ukur yang valid dan reliabel tercermin dalam koefesien
reliabilitasnya dan validitas yang akan menghasilkan data informasi yang
akurat objektif, dan dapat dipertanggung jawabkan serta kesimpulan yang
46
diambil nantinya tidak salah dan memberikan gambaran yang tidak jauh beda
dari keadaan yang sesungguhnya (Azwar, 2007).
1. Validitas
Validitas adalah adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan
valid apabila mampu mengungkap data dari variabel yang diteliti secara
tepat. Tinggi rendahnya validitas menunjukkan sejauh mana data yang
terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang
dimaksud (Arikunto,1989). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat
pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau profesional
judgement (Azwar, 2007). Pada penelitian ini, yang bertindak sebagai
profesional judgement adalah dosen pembimbing.
2. Seleksi Item
Untuk melakukan seleksi item maka perlu dilakukan pengukuran
koefisien korelasi item-total (rix). Item dalam tes jika kualitasnya tidak
baik harus disingkirkan. Perhitungan korelasi skor item dengan skor total
menggunakan teknik perhitungan korelasi product moment dari Pearson.
Pengujian kesahihan item dilakukan dengan cara menghitung korelasi total
dengan menggunakan batasan 0,30 yang berarti item dengan nilai di atas
0,30 dianggap baik atau layak sedangkan item di bawah 0,30 dianggap
buruk atau gugur (Azwar, 2007).
47
3. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang berasal
dari kata rely dan ability. Reliabilitas alat ukur berhubungan dengan sejauh
mana hasil atau pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran dapat
dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap
kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama
aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar,
2007). Uji reliabilitas ini dihitung dengan menggunakan Alpha dari
Cronbach. Hasil reliabilitas dengan menggunakan teknik ini lebih cermat
karena mendekati hasil yang sebenarnya. Perhitungan reliabilitas butir soal
dalam penelitian ini digunakan dengan menggunakan bantuan program
SPSS for windows versi. 12.00.
B. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi
Sebelum dilakukan uji hipotesis, dilakukan uji asumsi untuk melihat
apakah data yang diperoleh memenuhi syarat penggunaan analisis uji-t
dan untuk dapat menarik kesimpulan yang tidak menyimpang. Adapun uji
asumsi yang dilakukan meliputi dua hal yaitu:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data
berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan
fasilitas komputer SPSS for Windows 12.00.
b. Uji Homogenitas
48
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui bahwa populasi
homogen sehingga sampel yang diambil mewakili keseluruhan
populasi. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan fasilitas
komputer SPSS for Windows 12.00.
2. Uji Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan yang bisa diuji kebenarannya dan yang
bisa menjadi solusi atau jawaban terhadap suatu masalah. Metode analisis
data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah
metode analisis statistik. Teknik statistik yang digunakan untuk
menganalisa data adalah teknik Uji – t. Semua perhitungan statistik dalam
penelitian ini menggunakan bantuan Program SPSS for windows versi.
12.00
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan hanya satu kali saja karena
peneliti menggunakan try out terpakai. Data yang dianalisa adalah data dari
item-item yang sahih atau valid. Pelaksanaan penelitian berlangsung selama
dua minggu, yaitu tanggal 2 Oktober sampai dengan 17 Oktober. Peneliti
mendatangi beberapa sekolah autis di Yogyakarta, tetapi hanya beberapa
sekolah autis saja yang bersedia membantu peneliti dalam melakukan
penelitian dengan cara membagikan skala yang berupa skala kecemasan
kepada orang tua siswa. Alasan dari pihak sekolah adalah sebelumnya banyak
mahasiswa yang mengadakan penelitian disekolah tersebut dengan cara
menyebarkan angket ataupun pada orang tua, tetapi angket atau skala yang
terkumpul kembali hanya beberapa saja karena orang tua siswa kurang bisa
bekerjasama. Sekolah-sekolah yang memberi ijin kepada peneliti untuk
melakukan penelitianpun sejak awal telah mengatakan hal serupa. Dari
beberapa sekolah yang memberi ijin tersebut, peneliti hanya berhasil
mendapat data dari sekolah autis Fredofios.
Sekolah Autis Fredofios merupakan sekolah lanjutan bagi penyandang
autis yang diresmikan tahun 2003. Fredofios merupakan Sekolah Lanjutan
Autis satu-satunya yang ada di Yogyakarta. Sekolah ini berada dibawah
Yayasan Autisma Nusantara (YAN) Yogyakarta dan memiliki daya tampung
50
20 orang siswa. Nama Fredofios berasal dari Fred (konsultan sekolah lanjutan
autis yang berasal dari Belanda), Ofig dan Osi (nama-nama siswa).
Peneliti menyerahkan skala kepada Kepala Sekolah untuk dibagikan
kepada orang tua siswa pada tanggal 2 Oktober 2007. dari 16 skala yang
disebarkan, hanya 10 skala yang terkumpul. Jumlah tersebut belum memadai,
oleh sebab itu peneliti mencari informasi mengenai keluarga yang memiliki
anak penyandang autis dan meminta kesediaan orang tua tersebut untuk
mengisi skala yang diberikan peneliti. Jumlah subjek yang terkumpul 73
subjek, jadi total keseluruhan adalah 83 subjek. Peneliti membatasi penelitian
dengan 80 subjek saja, yaitu 40 orang ayah dan 40 orang ibu.
B. Analisis Item dan Uji Reliabilitas.
Item dalam tes yang disusun yang tidak memperlihatkan kualitas yang
baik harus disingkirkan, hanya item yang memiliki kualitas yang tinggi sajalah
yang boleh digunakan dalam tes (Azwar, 2007). Biasanya digunakan harga
koefisien korelasi yang minimal sama dengan 0,30. Dengan demikian, semua
pernyataan yang memiliki skor skala kurang dari 0,30 harus disisihkan.
Untuk menguji kesahihan tiap butir item dalam skala kecemasan ini,
peneliti melakukan analisis statistik dengan menggunakan Reliability Analisis-
Scale (Alpha) dari SPSS for Windows versi 12.00. dengan taraf signifikansi
5%. Berdasarkan hasil analisis, dari 60 item skala kecemasan dengan 80
subjek penelitian diperoleh korelasi item total berkisar antara 0,164 hingga
0,910. Setelah melakukan seleksi terhadap item-item tersebut, diperoleh 50
51
item yang lolos seleksi dan 10 item gugur. Item yang lolos seleksi tersebut
memiliki korelasi antara 0,300 hingga 0,910.
Item-item yang lolos seleksi dan gugur tersebut dapat dilihat pada table 2 dan
3 berikut ini:
Tabel 2Tabel spesifikasi skala kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki
anak autisNo. Aspek Nomor Aitem
Favorabel UnfavorabelTotal
1 Fisiologis 1, 4, 9, 15, (22), 26, 30, 36, 39, 43, 47, 51, 53, 55, 59
5, 7, (11), 13, 17, 20, (24), (28), (32), 34, 37, 41, 45, 49, 60
30
2 Psikologis 2, 6, 10, 14, 18, 21, 25, 29, (33), 40, 44, (48), 52, 54, 57
3, 8, 12, 16, (19), 23, 27, (31), 35, 38, 42, 46, 50, 56, (58)
30
Jumlah 30 30 60
(…) : Item-item yang gugur.
Tabel 3Tabel spesifikasi skala kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak
autis setelah uji cobaNo. Aspek Nomor Aitem
Favorabel UnfavorabelTotal
1 Fisiologis 1, 4, 9, 14, 22, 25, 28, 31, 35, 39, 42, 44, 46, 49
5, 7, 12, 16, 18, 26, 29, 33, 37, 40, 50
25
2 Psikologis 2, 6, 10, 13, 17, 19, 21, 24, 32, 36, 43, 45, 48
3, 8, 11, 15, 20, 23, 27, 30, 34, 38, 41, 47
25
Jumlah 27 23 50
Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur,
yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Dalam aplikasinya,
reabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas (rxx`) berada pada rentang
52
angka 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reabilitasnya
(mendekati 1,00) semakin tinggi tingkat kepercayaan terhadap hasil ukur alat
tes tersebut (Azwar, 2007). Cara menghitung reliabilitas penelitian ini adalah
dengan menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, dan diolah dengan
SPSS for Windows versi 12.00. Hasil koefisien reliabilitas yang diperoleh
adalah 0,964, mengindikasikan bahwa alat ukur yang berupa skala kecemasan
ini dapat dipercaya.
C. Deskripsi Data Penelitian
1. Deskripsi Berdasarkan Mean Empirik dan Mean Teoritik
Mean teoritik adalah rata-rata skor alat penelitian. Mean teoritik ini
diperoleh dari angka yang menjadi titik tengah alat ukur penelitian. Mean
empirik adalah rata – rata skor data penelitian yang diperoleh dari angka yang
merupakan rata – rata data hasil penelitian.
Tabel 4Deskripsi Data Penelitian
Satistik Teoritik EmpirikAyah Ibu
N
Xmax
Xmin
Mean
SD
80
200
50
125
25
40
149
35
114,8250
22,30544
40
177
92
133,7250
26,23854
Dari tabel tersebut dapat dilihat skor Mean teoritik adalah sebesar 125,
skor Mean empirik ayah sebesar 114,8250, dan skor Mean empirik ibu sebesar
133,7250. Skor Mean empirik ayah lebih kecil dari skor Mean teoritik
53
(114,8250 < 125), hal ini berarti kelompok ayah memiliki kecenderungan
memilih jawaban pada kategori rendah. Skor Mean empirik ibu lebih besar
dari skor Mean teoritik (133,7250 > 125), artinya kelompok ibu memiliki
kecenderungan memilih jawaban pada kategori tinggi. Skor Mean empirik ibu
lebih besar dari skor Mean empirik ayah (133,7250 > 114,8250), berarti
kecemasan kelompok ibu lebih tinggi daripada kelompok ayah.
2. Kategori Jenjang
Menurut Azwar (2007), sekalipun skor pada skala yang ditentukan lewat
prosedur penskalaan akan menghasilkan angka-angka pada level pengukuran
interval namun dalam interpretasinya hanya dapat dihasilkan kategori-kategori
atau kelompok-kelompok skor yang berada pada level ordinal. Skor mentah
(raw score) yang dihasilkan suatu skala belum memberikan makna yang
memiliki nilai diagnostik, oleh sebab itu skor mentah perlu diacukan pada
suatu norma kategorisasi. Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan
individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang
menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur.
Tabel 5Norma Kategorisasi
X < ( -1,0 ) Rendah( - 1,0 ) ≤ X < ( + 1,0 ) Sedang
( + 1,0 ) ≤ X Tinggi
Skor skala penelitian ini digolongkan ke dalam 3 kategori, yakni rendah,
sedang dan tinggi. Skala kecemasan ini terdiri atas 50 item yang setiap
itemnya diberi skor 1, 2, 3, dan 4. Skor terkecil yang mungkin diperoleh
subjek pada skala tersebut adalah 50 (50x1) dan skor terbesarnya adalah 200
54
(50x4), sehingga jarak sebarannya adalah 200-50 = 150. Satuan deviasi
standarnya bernilai = 150 / 6 = 25 (dimana 6 merupakan banyaknya satuan
deviasi standar pada distribusi normal) dan mean teoritiknya adalah =
50x2,5 = 125.
Tabel 6Kategorisasi Kecemasan Ayah dan Ibu yang Memiliki Anak Autis
Kategori Jumlah SubjekAyah Ibu
X < 100 Rendah 7 5100 ≤ X < 150 Sedang 33 21
150 ≤ X Tinggi 0 14
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa subjek ayah yang termasuk pada
kategori rendah ada 7 orang, yang termasuk pada kategori sedang sebanyak 33
orang dan tidak ada yang masuk pada kategori tinggi. Untuk subjek ibu ada 14
orang yang termasuk pada kategoti tinggi, 21 orang yang termasuk kategori
sedang dan 5 orang yang termasuk kategori rendah.
D. Analisis Data
1. Hasil Uji Asumsi
Untuk memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang dari tujuan
penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi, yang meliputi:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji normal tidaknya sebuah
distribusi data. Jika p < 0,05 berarti distribusi data tidak normal, sebaliknya
jika p > 0,05 berarti distribusi data normal.
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS for
Windows versi 12.00. dengan one sample Kolmogorov-Smirnov.
55
Tabel 7Hasil Penghitungan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Ayah Ibu
Kolmogorov-Smirnov Z 0,793 0,833
Asymp.Sig(p) 2-Tailed 0,555 0,491
Berdasarkan tabel uji normalitas diketahui probabilitas (p) kecemasan
pada ayah sebesar 0,555 (p > 0,05) dan probabilitas (p) kecemasan pada ibu
sebesar 0,491 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi pada seluruh
sampel adalah normal. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah sample-sampel dalam
penelitian berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama. Dasar
pengambilan keputusan adalah jika p > 0,05 berarti data berasal dari populasi
yang sama, sedangkan bila p < 0,05 berarti data berasal dari populasi yang
berbeda. Untuk memperoleh hasil homogenitas digunakan Levene Test for
equity of variance dari SPSS for Windows versi 12.00.
Tabel 8Hasil Uji Homogenitas Varians
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3,050 1 78 0,085
Dari tabel 5 terlihat bahwa Levene tes hitung adalah 3,050 dengan
probabilitas (p) 0,085. Hal ini berarti data berasal dari populasi yang
memiliki varian yang sama, yakni p = 0,085 (p > 0,05).
56
2. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya
dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Independent Sample t-test
dengan program SPSS for windows versi 12.00. Rangkuman hasil uji hipotesis
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 9Rangkuman Hasil Uji Hipotesis
(Independent Sample t-test)Kecemasan Ayah Ibu
N 40 40MD 114,8250 133,7250
Sig. (2-tailed) 0,001t 3,471
Keterangan:
Taraf signifikansi 5% (two tailed)
N : Jumlah Subjek
MD: Perbedaan Mean
t : Hasil perhitungan Uji-t
Hipotesis:
Ho : Tidak ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki
anak autis (kecemasan ayah dan ibu identik).
Hi : Ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak
autis (kecemasan ayah dan ibu tidak identik).
Jika P > 0,05 berarti Ho diterima.
Jika P < 0,05 berarti Ho ditolak.
Total jumlah subjek ayah dan ibu adalah 80 orang. Dari tabel 6
diketahui mean yang diperoleh oleh kelompok ayah sebesar 114,8250 dan
57
mean yang diperoleh oleh kelolmpok ibu sebesar 133,7250. Hal ini berarti
mean kelompok ibu lebih besar daripada mean kelompok ayah. Oleh sebab itu
dapat disimpulkan bahwa berdasarkan perbedaan mean kelompok ibu
memiliki kecemasan yang lebih tinggi daripada kelompok ayah.
Hipotesis penelitian ini (Hi) adalah “Ada perbedaan tingkat kecemasan
antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis”, sedangkan Hipotesis nol (Ho)
penelitian ini adalah “Tidak ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu
yang memiliki anak autis”. Dasar pengambilan keputusan diterima atau
ditolaknya Hipotesis nol (Ho) adalah jika p > 0,05 berarti Hipotesis nol (Ho)
diterima dan jika p < 0,05 berarti Hipotesis nol (Ho) ditolak. Dari hasil
perhitungan Independent Sample t-test diperoleh nilai thitung sebesar 3,471 dan
Probabilitas (p) sebesar 0,001 (< 0,05) maka keputusan yang diambil adalah
Hipotesis nol (Ho) ditolak, berarti Ada perbedaan kecemasan antara ayah dan
ibu yang memiliki anak autis.
E. Pembahasan
Mean empirik kelompok ayah adalah sebesar 114,8250, lebih kecil jika
dibandingkan dengan mean empirik kelompok ibu yang sebesar 133,7250.
Mean teoritik penelitian ini adalah sebesar 125. Jika mean teoritik dan mean
empirik ini dibandingkan maka mean empirik ayah lebih kecil dari mean
teoritik, artinya kelompok ayah memiliki kecenderungan untuk menjawab pada
kategori rendah. Berbeda dengan kelompok ibu, mean empirik ibu lebih besar
daripada mean teoritik, artinya kelompok ibu cenderung untuk memberi
jawaban pada kategori tinggi. Berdasarkan uji hipotesis diketahui thitung sebesar
58
3,471 dan probabilitas (p) sebesar 0,001, karena p < 0,05 berarti hipotesis nol
(Ho) ditolak dan hipotesis penelitian (Hi) diterima. Hal ini berarti ada
perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis.
Dalam analisa data deskriptif, peneliti menggolongkan subjek penelitian
ke dalam 3 kategori, yaitu kelompok yang memiliki kecemasan pada kategori
rendah, kelompok yang memiliki kecemasan pada kategori sedang dan
kelompok yang memiliki kecemasan pada kategori tinggi. Pada subjek ayah,
jumlah subjek yang termasuk kelompok kategori rendah ada 7 orang, yang
termasuk pada kategori sedang ada 33 orang dan 0 orang termasuk pada
kategori tinggi. Pada subjek ibu, jumlah subjek yang termasuk kategori rendah
ada 5 orang, yang termasuk kategori sedang ada 21 orang dan yang termasuk
dalam kategori tinggi ada 14 orang. Artinya kedua kelompok subjek memiliki
kecenderungan merasa cemas terhadap kondisi anak mereka, tetapi ibu
cenderung lebih tinggi kecemasannya daripada ayah.
Atkinson (1996) mengatakan kecemasan terjadi karena adanya ancaman
terhadap kesejahteraan organisme. Adanya ancaman terhadap harga diri,
perasaan tertekan karena harus melakukan sesuatu diluar kemampuannya,
kekecewaan, ketidakpuasan dan adanya permusuhan dengan orang lain dapat
menumbuhkan kecemasan. Pada penelitian ini, ayah dan ibu penderita autis
cenderung cemas dengan keadaan anak mereka. Kekurangan yang diderita oleh
anak autis menimbulkan perasaan kecewa pada orang tua. Ayah dan ibu harus
menerima tatapan miring atau perkataan orang lain yang dapat melukai harga
diri mereka, harus bekerja keras mengumpulkan biaya untuk perawatan anak
59
yang tidak murah, harus rela mengorbankan waktu dan kebebasan mereka
untuk mendampingi anak karena perhatian yang dibutuhkan oleh anak autis
lebih besar dari anak normal, dan memikirkan masa depan anaknya bila
orangtua sudah tidak ada atau tidak mampu untuk mendampingi lagi. Semua itu
dapat menumbuhkan perasaan cemas terhadap orang tua. Walaupun kedua
orang tua cenderung cemas akan keadaan anak mereka yang menderita autis,
tetapi ada perbedaan kecemasan antara ayah dan ibu. Berdasarkan hasil
penelitian, kecemasan yang dirasakan oleh ibu cenderung lebih tinggi daripada
kecemasan yang dirasakan oleh ayah.
Goldberg (Santrock, 2002) mengatakan bahwa perempuan cenderung
lebih cemas daripada laki-laki, salah satu penyebabnya adalah tuntutan sosial
yang dibebankan kepada perempuan lebih besar daripada laki-laki. Menurut
Trismiati (2004) perempuan lebih sensitif dan lebih cemas akan
ketidakmampuannya dibanding laki-laki serta mudah dipengaruhi oleh tekanan-
tekanan lingkungan sedangkan laki-laki cenderung lebih eksploitatif dan rileks.
Perempuan cenderung kurang sabar dan mudah mengeluarkan air mata. Dengan
adanya tuntutan sosial yang besar terhadap perempuan dan perasaan sensitif
serta mudah tertekan tersebut maka ibu yang memiliki anak autis cenderung
lebih cemas daripada ayah karena ayah (laki-laki) cenderung lebih rileks.
Salah satu tuntutan sosial terhadap wanita adalah konsep dimana ibu
rumah tangga adalah wanita yang mempersembahkan waktunya untuk
memelihara, melatih, dan mengasuh anak menurut pola-pola yang dibenarkan
oleh masyarakat sekitar (Mappiare, 1983). Ibulah yang memegang peranan
60
yang terpenting terhadap anak-anaknya. Sejak anak itu dilahirkan, ibu yang
selalu disampingnya. Ibulah yang mengandung, memberi makan dan minum,
memelihara, dan selalu bercampur gaul dengan anak-anak (Purwanto, 2004).
Perasaan sensitif dan mudah tertekan yang dimiliki ibu membuat mereka
mudah merasa cemas bila tidak mampu menjalankan perannya sesuai tuntutan
masyarakat sekitarnya. Peran ayah seolah-olah hanya menjalankan urusan
yang ada di luar keluarga yaitu sebagai pencari nafkah. Peran ayah juga
sebagai suami, sebagai orang yang berpartisipasi dalam pendidikan anaknya,
dan sebagai pelindung bagi keluarga (Gunarsa, 2001). Kesibuknya bekerja
mencari nafkah, menyebabkan ayah tidak memiliki waktu untuk bergaul dan
berkumpul dengan anak-anaknya sehingga ayah kurang mengerti
pertumbuhan dan perkembangan anaknya (Purwanto, 2004). Karena ibu yang
lebih banyak berinteraksi dengan anak sedangkan ayah lebih sering
menghabiskan waktu di luar rumah baik untuk bekerja maupun aktivitas yang
lain maka ibu lebih mengetahui kondisi dan perkembangangan anak. Interaksi
intensif antara ibu dan anak ini menyebabkan tingkat kecemasan ibu yang
memiliki anak autis lebih tinggi daripada kecemasan seorang ayah. Selain itu
alasan-alasan subjektif bahwa ibulah yang mengandung dan bertugas
memelihara dan merawat anak membuat ibu merasa lebih cemas daripada
ayah bila anak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Berkaitan dengan peran ibu sebagai orang yang mengandung,
mengasuh, merawat dan memelihara anak maka saat anak mengalami
gangguan pihak ibulah yang cenderung lebih aktif dalam mencoba berbagai
61
terapi dan pengobatan daripada ayah dan hal ini seringkali menimbulkan
perbedaan pendapat dan membuat kecemasan seorang ibu meningkat
(Adriana, 2003).
Teori psikodinamika mengatakan bahwa kecemasan bersumber dari
ketidakmampuan ego mengatasi dorongan-dorongan primitif dari dalam diri
(id) yang bertentangan dengan superego (Acocella dkk, 1996). Superego berisi
tuntutan atau norma-norma sosial atau peraturan yang berlaku di masyarakat
sekitar. Tuntutan sosial (superego) terhadap perempuan lebih besar daripada
laki-laki, termasuk dalam urusan perawatan dan pemeliharaan anak. Oleh
sebab itu ego harus terus-menerus menahan id yang tidak sesuai dengan
superego dan hal ini membuat ibu tertekan dan merasa cemas. Bila ego
membiarkan id keluarpun ibu tetap saja merasa cemas karena seorang
perempuan cenderung mudah merasa bersalah atas ketidakmampuan atau
kegagalannya mengikuti aturan sosial yaitu sebagi ibu yang baik di mata
masyarakat. Pada laki-laki aturan sosial yang direpresentasikan oleh superego
lebih longgar daripada perempuan, oleh sebab itu ego tidak harus terus
menerus mengatasi pertentangan id dengan superego sehingga kecemasan
lebih jarang muncul. Selain itu bila ego tidak mampu menahan id keluar, laki-
laki cenderung lebih rileks.
Bila teori psikodinamika mengatakan bahwa kecemasan terjadi karena
ketidakmampuan ego mengatasi pertentangan antara id dengan superego, lain
halnya dengan teori humanistik-eksistensial. Teori ini mengatakan bahwa
kecemasan muncul karena adanya gap antara diri sesungguhnya (real self)
62
dengan diri yang diinginkan (ideal self) (Acocella dkk, 1996). Ideal self
adalah diri yang sesuai dengan tuntutan atau harapan masyarakat. Ideal self
seorang ibu biasanya sesuai dengan konsep tradisional yaitu wanita yang
mempersembahkan waktunya untuk mengandung, memelihara, melatih, dan
mengasuh anak menurut pola-pola yang dibenarkan oleh masyarakat sekitar.
Kecenderungan untuk mudah tertekan, perasaan sensitif, dan kecenderungan
merasa bersalah bila mengalami kegagalan membuat seorang ibu sering
mudah cemas karena tidak mampu berperilaku sebagai ibu ideal yang
diharapkan masyarakat. Hal ini berbeda dengan ayah, karena laki-laki lebih
fleksibel dan rileks maka bila real self tidak sesuai dengan ideal self mereka
tidak mudah merasa cemas seperti perempuan.
Adanya tuntutan sosial yang besar terhadap seorang ibu, dimana
merekalah yang mengandung dan bertanggung jawab merawat dan
memelihara anak membuat seorang ibu menjadi cemas jika tidak mampu
memenuhi peran mereka tersebut. Dengan alasan-alasan tersebut ibu
menyalahkan dirinya sendiri jika anak mengalami gangguan, contohnya
autisme. Perannya sebagai seorang ibulah yang membuat ibu mengerti
keadaan anaknya daripada ayah, karena ibu lebih sering bertemu dengan anak
daripada ayah yang sibuk bekerja. Intensitas pertemuan ini membuat ibu
mengerti perkembangan dan pertumbuhan anaknya, sehingga ibu merasa lebih
cemas daripada ayah. Bila ayah cenderung sibuk dengan dunia luar seperti
mencari nafkah sehingga tidak bisa mendampingi atau mendukung ibu dalam
melakukan tugasnya akan menambah perasaan cemas ibu terhadap kondisi
63
anak. Selain itu sebagai seorang perempuan, pada dasarnya ibu memiliki
kecemasan yang lebih tinggi dari ayah, seorang pria lebih rileks. Oleh sebab
itu benar adanya hipotesis penelitian ini, yaitu ada perbedaan kecemasan
antara ayah dan ibu yang memiliki anak autis
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mean empirik ibu lebih besar dari mean empirik ayah (133,7250 >
114,8250) dan berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh thitung sebesar 3,471 dan
p 0,001 (< 0,05), artinya hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis penelitian
(Hi) diterima. Jadi kesimpulan penelitian ini ada perbedaaan kecemasan antara
ayah dan ibu yang memiliki anak autis.
B. Saran
1. Bagi Orang Tua
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kecemasan ibu lebih tinggi
daripada kecemasan ayah. Berdasarkan hasil tersebut peneliti menyarankan
untuk mengurangi kecemasan pasangan, ayah lebih memperhatikan keadaan
anaknya. Ayah diharapkan mengambil bagian dalam memelihara anak-anak
dan dalam tugas-tugas rumah lainnya. Misalnya bila selama ini tugas ibulah
yang mengantar anak untuk terapi, maka untuk selanjutnya ayah disarankan
untuk menemani ibu atau bergantian mengantar anak terapi. Ayah yang selama
ini jarang berkumpul dan bergaul dengan anak dan istri karena kesibukannya
di luar rumah diharapkan untuk meluangkan waktu dalam mendampingi dan
merawat anak secara langsung, bukan sekedar memenuhi kebutuhan materi.
Bentuk perhatian tersebut bisa pula dengan menanyakan atau mendiskusikan
65
perkembangan anak dengan pasangan, sehingga beban perawatan anak tidak
ditanggung oleh satu pihak saja. Selain dapat mengurangi kecemasan yang
dirasakan oleh ibu, perhatian dan waktu yang diberikan oleh ayah buat
keluarga juga sangat berarti bagi anak-anak, apalagi bagi anak-anak yang
mengalami gangguan, karena mereka membutuhkan perhatian yang lebih
besar dari anak-anak normal.
2. Penelitian Selanjutnya
Disarankan bagi peneliti lain untuk menambah jumlah subjek penelitian
dan usia anak dari subjek yang diteliti tersebut lebih bervariasi. Pada
penelitian ini usia anak yang dimiliki oleh subjek penelitian rata-rata di bawah
usia 7 tahun, hanya sebagian kecil saja yang sudah remaja. Jadi belum bisa
dipastikan apakah hipotesis penelitian ini berlaku pada orang tua yang
memiliki anak autis usia dewasa.
Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat kecemasan antara ayah dan ibu
yang menerima diagnosa bahwa anak mereka menderita autisme. Oleh sebab
itu peneliti tidak melakukan tes atau penelitian terhadap anak untuk
memastikan bahwa mereka benar-benar autis atau tidak. Untuk memperkaya
penelitian-penelitian di bidang psikologi, peneliti menyarankan agar peneliti
selanjutnya memberikan seperangkat alat tes yang bisa dipercaya terhadap
anak untuk memastikan autis tidaknya anak tersebut. Jadi tidak hanya
berdasarkan pernyataan instansi atau orang tua anak saja.
66
DAFTAR PUSTAKA
Acocella, J., Alloy, LB., Bootzin, RR. (1996). Abnormal Psychology : CurrentPerspectives. New York : Mc Graw Hill, Inc.
Adriana, S.G. (2003) Stres Orang Tua dengan Anak Autis. http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=133773&kat_id=215&kat_id1=&kat_id2 .
Alloy, L.B., Riskin, J.H. & Manos, M.J. (2004). Abnormal Psychology Current Perspectives (9nd ed). New York: McGraw-Hill
An, (2007). Gen Penyebab Autis Ditemukan. http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0702/19/145456.htm
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rhineka Cipta
Atkinson, R. (1996). Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Airlangga
Azwar, S. (2007) Penyusunan Skala Psikologi, Cetakan IX, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Azwar, S. (2007). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Boeree, C.G. (1997). Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Penterjemah: Inyiak Ridwan Muzir. Jogjakarta: Prismasophie.
Dewo, E.S. (2006). Anak Autis. http://dewo.wordpress.com/2006/01/17/anak-autis/
Direktorat Kesehatan Jiwa. (1993). PPDGJ-III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Mesik. Departemen RI.
Fabella, A.T. (1993). Anda Sanggup Mengatasi Stress. Bandung: Indonesia Publishing House.
Farida, (2004). Kecemasan Pada Pemain Basket Pria Sebelum Pertandingan. http://library.gunadarma.ac.id/files/disk1/13/jbptgunadarma-gdl-s1-2004-farida1050-632-babipi.pdf.
67
Feist, J. & Feist, G.J. (2006). Theories of Personality (6th.ed). New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Ginanjar, A.S. (2007). Memahami Spektrum Autistik Secara Holistik. http://puterakembara.org/rm/adriana_sg_dst.pdf
Gunarsa, S.D. (1984). Psikologi Perkembangan. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Gunarsa, S.D. (2001). Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Hadi, S. (2004). Statistik, Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset
Hawari, D. (1996). Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Ikawati & Astuti, S. (2004). Perbedaan Tingkat Kecemasan antara Anak Korban Kerusuhan dengan Anak Bukan Korban Kerusuhan. Jurnal PKS Vol. III No. 10.
Judarwanto, W. (2004). Kekhawatiran Terhadap Thimerosal dan Autisme: Menyikapi Kontroversi Autuisme dan Imunisasi MMR. http://puterakembara.org/rm/Alergi4.shtml/2004/03/13
Kartono, Kartini. (1992). Psikologi Wanita; Mengenal Wanita Sebagai Ibu dan Nenek (Jilid 2). Bandung: CV. Mondar Maju.
Kelana, A. & Larasati, E.D. (2007). Kromosom Abnormal Penyebab Autis. http://www.gatra.com/artikel.php?id=102873
Kuwanto, L. & Natalia, J. (2001). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Keterampilan Berbahasa Pada Anak Autistik. Anima. Indonesian Psychological Journal: Vol. 16, No 2, 190-214.
Langgulung, H., (1986). Teori-Teori Kesehatan Mental. Jakarta: Al. Husna.
Mappiare, A. (1983). Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional Indonesia.
Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obsetri: Obsetri Fisiologi, Obsetri Patologi. Edisi II. Jilid I, EGC, Jakarta.
Monks, Knoers, dan Haditono, S.R. (1991). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
68
Mulyadi, R. (2003). Kenali Rasa Cemas yang Tidak Rasional. http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/1114/kes1.html
Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. (2003). Psikologi abnormal (5thed). Jakarta: Erlangga
Noor, R. (2003). Bisakah Anak Autis MAsuk Sekolah Umum?. http://www.indomedia.com/bpost/042003/30/opini/opini1.htm.
Purwati, N.N.H. (2005). Teknik Bermain Kreatif Verbal dan Non Verbal Pada Anak Autisme.
http://www.inna-ppni.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=129
Purwanto, M.N. (2004). Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya
Reber, A. S. (1985). Dictionary of Psychology (2nd ed). New York: The Penguin Books
Santrock, J.W. (2002). Life-span development (Perkembangan masa hidup) (5th
ed). Jakarta: Erlangga.
Safaria, (2005). Autisme, Pemahaman Baru untuk Bermakna bagi Orang Tua. Yogyakarta: Graha Ilmu
Santrock, J.W. (1997). Life Span Development. New York: Brown and Benchmark Publisher.
Schultz, D. & Schultz, S.E. (1998). Theories of Personality (6th.ed). Monterey, CA: Brooks/Cole Publishing Company
Setia, Y.D.S. (2003). Studi Kasus Terapi Autisme dan Peranan Orangtua dalam Proses Terapi pada Anak Autistik. Skripsi, Fakultas Psikologi. Universitas Sanata Dharma. Tidak diterbitkan.
Siegel, B. (2003). Helping Children with Autism Learn: Treatment Approaches for Parents and Professionals. New York: Oxford University Press.
Supriyadi, (2006). Peranan Orang Tua Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial. Vol : 11
Sutady, R. (2004). Peluang Sembuh Penderita Autisme Sudah Terbuka. http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=930&tbl=artikel
69
Trismiati, (2004). Perbedaan Tingkat Kecemasan antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Psyche. Vol. 1.No 1. http://psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/jurnal_trismiati.pdf
Yusuf, E.A. (2003). Autisme: Masa Kanak. http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-elvi.pdf
---------- (2001). Misconceptions about Immunization. http://www.quackwatch.com/03HealthPromotion/immu/autism.html
---------- (2003). Diagnostic Tools. www.autism-society.org
---------- ( ) What is Autism? Learn What Really Causes Autism, Early Symptoms & Latest Treatments. http://37minutes.com/autism/index1.php
70
Yogyakarta, Oktober 2007
Dengan hormat,
Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang sedang
menyelesaikan tugas akhir. Sehubung dengan itu, ditengah-tengah kesibukan
Bapak dan Ibu sekalian, ijinkanlah saya memohon kesediaannya untuk
meluangkan waktu sejenak guna mengisi skala ini.
Skala ini semata-mata diperlukan untuk kepentingan ilmiah saja, oleh karena itu
jawaban yang sungguh-sungguh dan apa adanya sesuai keadaan, perasaan dan
pikiran Bapak dan Ibu sangat diperlukan. Setiap jawaban yang Bapak dan Ibu
berikan adalah benar, oleh karena itu tidak perlu ragu dalam menjawab.
Perlu diketahui bahwa semua jawaban yang Bapak dan Ibu berikan akan dijamin
kerahasiaannya.
Atas bantuan dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.
Hormat saya,
(Juniati Sembiring)
72
Sebelum mengerjakan, tulislah dahulu identitas bapak dan ibu dan bacalah petunjuk
pengerjaan yang ada :
Jenis Kelamin :
Usia :
Pendidikan Terakhir :
Usia anak :
Jumlah anak yang menderita autis :
Petunjuk Pengerjaan :
Bacalah setiap pernyataan dengan teliti dan seksama, kemudian berikan jawaban
dengan memberi tanda ( √ ) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia di sebelah
kanannya. Tidak ada jawaban yang salah. Semua pilihan jawaban adalah benar,
karena itu pilihlah jawaban yang sesuai diri anda sendiri.
Pilihan jawaban yang tersedia yaitu:
SS apabila pernyataan tersebut Sangat Sesuai dengan keadaan yang saudara rasakan
S apabila pernyataan tersebut Sesuai dengan keadaan yang saudara rasakan
TS apabila pernyataan tersebut Tidak Sesuai dengan keadaan yang saudara rasakan
STS apabila pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan keadaan yang
saudara rasakan
Selamat Mengerjakan
73
N
oPernyataan STS TS S SS
1Saya sering merasa sakit perut secara tiba-tiba bila mengingat
anak saya
2Saya sering merasa khawatir membayangkan kehidupan anak
saya bila saya tidak ada lagi
3Saya tidak mudah menangis bila memikirkan keadaan anak
saya.
4Tidur saya sering terganggu dan tidak nyenyak saat
memikirkan kehidupan anak saya kelak5 Sistem pencernaan saya jarang mengalami gangguan6 Saya kurang percaya diri dengan keadaan anak saya
7Tangan dan kaki saya jarang sekali gemetar saat memikirkan
keadaan anak saya
8Saya yakin anak saya akan baik-baik saja dan orang lain dapat
menerima keadaannya9 Saya enggan bila diajak bicara tentang anak saya
10Saya tidak mengalami kekakuan pada otot-otot tubuh saya bila
membayangkan masa depan anak saya.11 Saya merasa tenang dan rileks melihat tingkah laku anak saya12 Saya sering merasa bahwa hidup saya sudah tak berarti lagi
13Jantung saya berdebar lebih keras saat memikirkan kehidupan
anak saya nantinya
14Saya bangga walaupun anak saya memiliki kekurangan anak
saya
15Saya jarang mengalami gangguan pernafasan saat memikirkan
masa depan anak saya16 Saya merasa bersalah dengan kondisi anak saya
17Komentar dari orang lain mengenai anak saya akan membuat
saya gugup dan gelisah
18Frekuensi buang air kecil saya tetap normal walaupun sedang
memikirkan kehidupan anak saya kelak.
74
19 Saya sering merasa panik bila teringat keadaan anak saya
20Walaupun anak saya memiliki kekurangan, saya tetap merasa
percaya diri
21Saya merasa tertekan ketika harus mendiskusikan keadaan
anak saya dengan ahli terapinya.
22Saya merasa tubuh saya sangat letih saat memikirkan keadaan
anak saya
23Mengingat keadaan anak saya tidak membuat konsentrasi saya
dalam bekerja berkurang
24Saya sering merasa bingung dan merasa tidak mampu
merawat anak saya
25Otot-otot bahu dan leher saya sering menjadi tegang saat saya
memikirkan anak saya
26Saya jarang merasakan sakit pada bagian tubuh saya ketika
memikirkan anak saya
27Saya bisa bermain atau melakukan suatu aktivitas dengan anak
saya tanpa perasaan khawatir28 Leher saya seperti terkecik bila melihat tingkah laku anak saya
29Saya merasa santai dan rileks saat menceritakan
perkembangan anak saya dengan orang lain.
30Saya kurang peduli mengenai apa yang dipikirkan orang lain
tentang anak saya
31Berat badan saya terus berkurang sejak menerima diagnosa
bahwa anak saya menderita autisme
32Rasanya saya ingin lari karena tidak sanggup menerima
kenyataan bahwa anak saya menderita autis33 Saya mengalami diare karena terlalu memikirkan anak saya
34Saya tidak merasa kecewa dengan keadaan anak kesayangan
saya
35Nafas saya menjadi sesak bila membayangkan masa depan
anak saya
36Saya sering merasa tegang pada waktu melakukan aktivitas
bersama anak saya
37Jantung saya tidak berdebar-debar jika memikirkan masa
depan anak saya38 Saya tidak merasa was-was dengan keadaan anak saya
39Bila melihat tingkah laku anak saya, punggung dan kaki saya
terasa kaku dan tidak bisa untuk digerakkan
75
40 Saya tidak merasa gugup bila menceritakan keadaan anak saya
41Saya tidak berprasangka buruk bila ada yang menanyakan
perkembangan anak saya.
42Walaupun udara tidak panas, saya mengeluarkan keringat
berlebih bila memikirkan anak saya
43Saya sulit meyakinkan diri saya bahwa anak saya akan baik-
baik saja44 Tingkah laku anak saya membuat wajah saya menjadi pucat
45Saya kehilangan minat dan semangat dalam bekerja bila tiba-
tiba teringat keadaan anak saya
46Mata saya sering berkunang-kunang melihat tingkah laku anak
saya
47Saya menjadi lebih sensitive dan mudah marah setelah
menerima diagnosa bahwa anak saya menderita autisme
48
Saat mengingat anak saya, berbagai pemikiran yang tidak
penting sering melintas dalam pikiran saya dan sangat
mengganggu saya.
49Tangan saya menjadi dingin dan lembab saat memikirkan
keadaan anak saya
50Saya tidak merasa pusing bila memikirkan biaya perawatan
anak saya.
Periksalah Kembali Jangan Sampai Ada Nomor yang Terlewatkan
Terimakasih
Analisis Item
Subjek JK
it1
it2
it3
it4
it5
it6
it7
it8
it9
it10
it11
it12
it13
it14
it15
1 P 3 4 4 3 4 3 2 3 4 4 4 4 1 4 42 P 2 2 2 3 2 3 2 1 2 2 2 2 1 2 13 P 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 34 P 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 45 P 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 2 4 36 P 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 37 P 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 38 P 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 1 3 4 3 29 P 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 4 2
10 P 1 1 1 3 1 1 3 2 1 2 2 2 2 2 211 P 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 312 P 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
76
13 P 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 314 P 3 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 215 P 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 1 4 416 P 2 1 1 3 1 1 2 1 1 2 2 2 2 3 217 P 2 1 1 3 1 3 2 2 1 3 2 4 2 3 218 P 3 3 3 4 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 219 P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 220 P 2 2 2 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 121 P 2 1 3 3 1 1 3 2 3 1 2 1 2 3 222 P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 223 P 3 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 3 4 224 P 2 2 3 3 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 125 P 2 3 2 2 3 3 3 4 2 3 3 3 2 3 226 P 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 327 P 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 228 P 1 4 1 3 4 4 4 2 3 4 3 4 3 4 329 P 3 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 1 4 430 P 3 4 3 4 4 4 4 2 3 4 4 4 3 4 231 P 2 1 2 3 1 1 1 2 2 2 2 3 2 4 232 P 2 4 2 4 4 4 4 3 2 4 3 4 2 4 333 P 2 2 3 3 2 2 2 1 3 2 2 2 1 2 134 P 3 3 3 3 3 3 3 2 1 3 2 3 2 3 335 P 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 236 P 3 3 4 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 337 P 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 338 P 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 439 P 3 3 2 3 3 3 3 1 3 3 1 3 4 3 240 P 3 3 1 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 341 L 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 342 L 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 243 L 3 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 344 L 2 2 4 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 245 L 1 1 4 2 1 1 1 1 3 1 3 1 1 1 146 L 2 4 2 3 4 4 4 3 3 4 3 4 2 4 247 L 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 1 2 248 L 2 4 2 3 4 4 4 3 2 4 3 4 2 4 249 L 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 250 L 2 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 2 4 251 L 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 252 L 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 1 2 353 L 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 254 L 2 2 4 3 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 255 L 2 2 4 2 2 2 2 3 3 2 3 2 1 2 256 L 1 2 4 3 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 257 L 2 1 4 2 1 1 1 1 3 1 3 1 1 1 158 L 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 259 L 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 1 2 260 L 1 2 4 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 261 L ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?62 L 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2
77
63 L 2 3 2 2 1 1 1 1 2 1 3 1 1 1 164 L 1 2 4 2 2 2 2 3 3 2 3 2 1 2 265 L 2 3 2 2 1 1 1 1 3 1 3 1 1 1 166 L 1 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 2 4 267 L 3 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 268 L 3 3 3 3 3 3 3 4 1 3 3 3 3 3 369 L 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 370 L 3 2 3 2 2 2 2 3 1 2 3 2 1 2 271 L 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 1 2 372 L 2 2 3 3 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 173 L 1 3 3 2 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 174 L 1 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 2 175 L 2 4 2 2 4 4 4 2 2 4 3 4 2 4 276 L 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 2 3 377 L 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 378 L 2 4 2 3 4 4 4 3 3 4 3 4 2 4 279 L 2 3 4 2 1 1 1 2 3 1 3 1 2 1 180 L 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 2
Subjek JK
it16
it17
it18
it19
it20
it21
it22
it23
it24
it25
it26
it27
it28
it29
it30
1 P 4 4 3 2 1 2 2 4 4 2 4 2 2 3 42 P 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 23 P 3 3 3 4 2 2 2 3 3 2 3 3 3 3 34 P 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 3 4 4 3 35 P 4 4 4 3 2 4 2 4 4 2 4 3 4 4 46 P 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 3 37 P 3 3 3 4 3 2 3 3 3 2 3 1 1 3 38 P 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 39 P 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 2 2 4 4
10 P 1 1 3 3 1 2 3 1 2 2 1 2 2 3 111 P 4 4 4 3 3 4 4 4 3 2 4 2 2 4 412 P 2 2 2 2 2 2 2 B 2 2 2 2 2 2 213 P 4 4 4 3 3 4 4 4 3 2 4 2 2 4 414 P 4 4 4 4 2 4 4 4 3 2 4 3 2 4 415 P 4 4 4 2 1 2 4 4 3 3 4 4 3 4 4
78
16 P 1 1 3 2 2 1 2 1 1 3 1 1 2 3 117 P 1 1 3 3 1 2 2 1 2 2 1 2 2 3 118 P 3 3 3 4 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 319 P 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 220 P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 221 P 2 1 3 3 1 2 1 2 2 3 3 2 2 3 222 P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 223 P 2 4 4 4 2 4 4 4 3 3 3 3 3 4 224 P 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 325 P 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 326 P 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 327 P 2 3 3 2 2 3 3 3 4 2 2 2 2 3 328 P 2 4 4 3 3 3 4 1 3 3 2 2 3 4 229 P 3 4 4 2 1 2 4 1 4 3 4 4 3 4 130 P 3 4 4 4 2 4 4 4 3 3 2 3 3 4 231 P 2 1 1 2 2 2 1 2 2 3 3 2 2 1 232 P 2 4 4 3 2 4 4 1 4 2 3 3 2 4 133 P 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 4 4 2 2 234 P 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 1 4 3 335 P 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 236 P 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 337 P 2 3 3 3 2 2 3 2 3 2 4 3 4 2 238 P 2 3 3 3 2 3 3 1 4 2 1 4 2 2 239 P 2 3 3 2 2 3 3 1 3 2 4 2 1 3 140 P 3 3 3 4 3 2 3 4 3 3 2 1 2 3 241 L 2 3 3 2 1 2 3 2 2 2 4 2 2 3 242 L 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 4 2 1 2 343 L 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 3 344 L 3 2 2 3 2 1 2 4 2 2 1 1 2 2 345 L 4 1 1 2 1 1 1 3 1 2 1 2 2 1 346 L 2 4 4 2 2 3 4 3 4 2 3 2 2 1 347 L 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 2 248 L 2 4 4 2 2 3 4 3 4 2 2 2 1 4 349 L 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 1 2 2 2 350 L 3 4 4 2 2 3 4 3 4 2 2 2 2 4 351 L 2 2 2 3 2 1 2 4 2 2 4 1 2 2 352 L 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 153 L 2 2 2 3 2 1 2 4 2 2 3 1 1 2 354 L 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 355 L 3 2 2 2 2 3 2 3 3 2 3 2 2 2 256 L 4 2 2 2 2 2 2 2 3 2 4 2 2 2 357 L 3 1 1 2 2 2 1 2 3 2 4 2 2 1 358 L 2 2 2 2 1 1 2 3 1 2 4 2 2 2 359 L 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 1 2 1 1 260 L 4 2 2 3 2 1 2 4 2 2 4 1 2 2 361 L ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?62 L 2 2 2 3 2 1 2 4 2 2 3 1 2 2 363 L 2 1 1 2 1 1 1 3 1 2 2 2 2 1 364 L 4 2 2 2 2 3 2 3 5 2 3 2 2 2 265 L 2 1 1 2 1 1 1 3 1 2 3 2 2 1 3
79
66 L 4 4 4 2 2 3 4 3 4 2 3 2 2 4 367 L 3 2 2 2 1 2 2 2 2 3 3 2 3 2 268 L 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 369 L 2 3 3 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 3 270 L 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 2 271 L 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 272 L 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 273 L 2 3 3 2 2 1 3 2 4 2 1 2 2 3 374 L 2 2 2 2 2 1 2 2 3 2 4 2 2 2 275 L 2 4 4 3 2 1 4 4 2 2 2 1 1 4 376 L 3 3 3 2 2 2 3 2 3 2 4 2 3 3 377 L 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 2 3 3 278 L 2 4 4 2 2 3 4 3 2 3 4 3 3 4 179 L 4 1 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 1 280 L 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 1 1 2 3
Subjek JK
it31
it32
it33
it34
it35
it36
it37
it38
it39
it40
it41
it42
it43
it44
it45
1 P 3 4 4 2 3 4 2 4 4 4 2 4 1 2 42 P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 13 P 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 34 P 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 45 P 4 3 4 4 4 4 3 3 4 2 4 4 4 3 36 P 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 37 P 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 4 1 28 P 3 1 3 2 2 3 3 2 3 2 3 2 1 2 39 P 4 3 4 1 3 4 3 4 4 2 4 3 3 3 2
10 P 3 2 1 3 3 1 4 3 1 2 1 3 2 1 311 P 4 3 4 1 3 4 4 4 4 2 4 3 3 1 212 P 2 2 2 3 3 2 4 2 2 2 2 3 3 1 213 P 4 3 4 4 2 4 3 4 4 2 4 2 4 2 214 P 4 4 4 3 3 4 2 3 4 4 4 4 3 2 215 P 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 2 1 2 416 P 3 2 1 2 3 1 3 2 1 2 2 3 2 3 317 P 3 2 1 3 2 1 2 3 1 2 2 3 2 2 3
80
18 P 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 319 P 2 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 1 220 P 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 121 P 3 2 3 3 3 1 3 3 2 2 2 3 2 3 322 P 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 223 P 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 2 3 2 224 P 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 125 P 3 2 3 3 3 3 3 4 2 2 3 2 4 2 226 P 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 327 P 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 2 3 228 P 4 3 4 3 3 4 4 2 2 2 4 3 2 2 329 P 4 4 2 3 3 4 3 4 2 3 4 3 1 3 430 P 4 4 2 3 3 3 3 3 2 3 4 3 3 3 231 P 1 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 332 P 4 3 3 4 3 4 2 3 3 2 4 3 4 3 333 P 2 2 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 2 1 134 P 3 3 4 2 3 3 2 3 3 4 3 4 3 2 335 P 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 336 P 3 3 3 2 4 3 4 3 3 3 3 2 3 2 337 P 3 3 3 3 4 3 3 3 1 2 3 4 3 3 338 P 3 3 3 4 2 3 2 4 2 2 2 3 3 3 439 P 3 1 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 1 1 340 P 3 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 4 2 241 L 1 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 4 3 342 L 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 1 243 L 1 3 2 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 344 L 2 1 3 3 2 2 3 2 2 2 2 1 1 2 145 L 1 2 3 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 246 L 4 3 3 3 2 4 3 3 2 2 4 2 2 2 347 L 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 2 248 L 4 3 3 3 2 4 2 3 2 2 4 2 2 1 349 L 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 250 L 4 3 3 3 2 4 3 3 2 2 4 1 2 2 351 L 2 1 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 152 L 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 253 L 2 1 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 154 L 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 1 2 2 255 L 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 1 3 2 256 L 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 257 L 1 2 3 2 2 1 3 2 2 2 1 1 2 2 258 L 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 259 L 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 1 260 L 2 1 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 161 L ? ? 3 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 262 L 2 1 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2 163 L 1 2 3 2 3 1 2 2 2 2 1 2 2 2 264 L 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 265 L 1 2 3 2 2 1 3 2 2 2 1 2 2 2 266 L 4 3 3 3 2 4 2 3 2 2 4 2 2 2 367 L 2 4 2 3 3 2 3 3 2 3 2 3 4 3 3
81
68 L 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 369 L 3 4 3 3 3 3 2 3 2 2 3 2 4 2 370 L 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 3 3 271 L 2 3 3 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 272 L 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 273 L 3 3 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 3 274 L 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 375 L 4 1 3 3 2 4 2 2 2 2 4 2 3 2 276 L 3 3 1 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 277 L 3 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 278 L 4 3 3 3 2 4 3 3 2 2 4 2 2 1 379 L 1 3 2 3 2 1 2 3 2 2 1 2 2 2 280 L 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2
Subjek JK
it46
it47
it48
it49
it50
TOTAL
1 P 3 4 4 1 2 1552 P 2 2 2 2 2 963 P 2 3 3 3 3 1394 P 3 3 3 4 4 1555 P 3 4 4 3 4 1776 P 3 3 3 3 3 1407 P 2 3 3 2 3 1348 P 1 3 3 1 2 1279 P 2 4 4 2 4 168
10 P 2 1 1 2 2 9511 P 2 4 4 2 4 16712 P 2 2 2 2 2 10213 P 2 4 4 2 4 17014 P 3 4 4 1 4 17115 P 2 4 4 3 2 17016 P 2 1 1 2 2 9217 P 2 1 1 2 2 9918 P 2 3 3 3 4 15019 P 1 2 2 2 2 102
82
20 P 2 2 2 2 2 10021 P 2 1 2 2 2 10922 P 2 2 2 2 2 10423 P 2 4 4 3 4 16624 P 2 2 2 2 2 9825 P 2 3 3 2 3 13526 P 3 3 2 3 3 14027 P 2 3 2 3 3 13228 P 3 4 2 4 3 15129 P 3 4 2 3 2 15730 P 3 4 2 3 4 16231 P 2 4 2 2 2 10532 P 3 4 3 3 3 15633 P 3 2 3 4 3 11134 P 3 3 2 1 3 13835 P 2 2 2 2 2 10836 P 2 3 4 3 3 14137 P 3 3 3 3 4 14238 P 2 3 3 2 4 13639 P 2 3 3 2 2 11940 P 1 3 3 1 3 13041 L 3 3 3 3 4 13642 L 1 2 4 2 2 10643 L 3 3 3 3 3 14744 L 2 2 3 2 3 10645 L 2 3 2 1 3 8846 L 3 4 3 2 3 14647 L 2 2 3 2 3 11148 L 1 4 4 2 2 14249 L 3 2 3 3 2 11250 L 2 4 3 2 3 14951 L 3 2 3 2 3 10852 L 2 2 3 2 3 10753 L 1 2 4 2 3 10254 L 2 2 3 2 2 11055 L 2 2 3 2 3 11556 L 2 2 2 1 2 10957 L 2 1 3 2 3 9458 L 2 2 3 2 2 10559 L 1 2 4 2 3 10660 L 2 2 2 1 3 10761 L 1 1 4 2 3 3562 L 2 2 3 2 3 10663 L 2 1 3 2 3 8864 L 2 2 2 1 3 11565 L 3 2 3 2 3 9266 L 2 4 2 1 3 14867 L 3 2 3 3 4 12568 L 3 3 3 3 3 14569 L 2 3 3 2 4 131
83
Case Processing Summary
80 100.0
0 .0
80 100.0
Valid
Excludeda
Total
CasesN %
Listwise deletion based on allvariables in the procedure.
a.
Reliability Statistics
.964 50
Cronbach'sAlpha N of Items
Item-Total Statistics
122.7500 582.544 .395 .964
122.2375 556.285 .856 .962
122.1750 579.918 .327 .964
122.1500 576.003 .623 .963
122.3125 551.331 .921 .962
122.2875 554.081 .887 .962
122.2625 556.525 .872 .962
122.6500 572.104 .529 .963
122.3375 578.834 .411 .964
122.2500 554.620 .906 .962
122.3625 581.652 .401 .964
122.2250 555.797 .869 .962
122.8625 575.487 .465 .964
122.1875 557.243 .856 .962
122.6750 570.551 .630 .963
122.3625 577.652 .432 .964
122.3125 551.331 .921 .962
122.2250 557.240 .862 .962
122.3875 580.418 .452 .964
122.9375 585.376 .333 .964
122.6375 560.335 .742 .962
122.3250 558.728 .813 .962
122.2750 580.404 .313 .964
122.2875 568.461 .579 .963
122.6125 587.785 .323 .964
122.1250 575.908 .388 .964
122.8250 577.893 .467 .964
122.7250 580.050 .440 .964
122.3125 559.534 .783 .962
122.3625 582.335 .317 .964
122.2750 558.987 .788 .962
122.4125 568.853 .637 .963
122.0250 582.556 .379 .964
122.2250 584.936 .300 .964
122.3625 580.285 .472 .964
122.2875 553.701 .895 .962
122.2375 585.196 .310 .964
122.1500 575.724 .612 .963
122.5500 574.124 .600 .963
122.6750 584.298 .435 .964
122.3375 555.745 .883 .962
122.5250 582.708 .353 .964
122.4750 580.632 .335 .964
122.8000 583.909 .324 .964
122.5250 577.645 .457 .964
122.7000 585.327 .312 .964
122.2750 556.101 .842 .962
122.1000 580.066 .390 .964
122.6875 583.737 .311 .964
122.0375 578.214 .483 .964
item1
item2
item3
item4
item5
item6
item7
item8
item9
item10
item11
item12
item13
item14
item15
item16
item17
item18
item19
item20
item21
item22
item23
item24
item25
item26
item27
item28
item29
item30
item31
item32
item33
item34
item35
item36
item37
item38
item39
item40
item41
item42
item43
item44
item45
item46
item47
item48
item49
item50
Scale Mean ifItem Deleted
ScaleVariance if
Item Deleted
CorrectedItem-TotalCorrelation
Cronbach'sAlpha if Item
Deleted
70 L 3 2 3 3 3 11771 L 3 2 3 2 3 10972 L 2 2 2 2 2 9973 L 2 3 2 2 4 12274 L 2 2 2 2 3 10475 L 2 1 3 2 3 13376 L 1 3 3 2 3 13477 L 3 3 2 3 2 13478 L 2 4 3 3 3 14879 L 2 1 3 1 3 9580 L 3 2 3 3 2 107
Reliability
84
NPar Tests
Descriptive Statistics
80 124.2750 25.99853 35.00 177.00jmlhN Mean Std. Deviation Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
80
124.2750
25.99853
.133
.133
-.070
1.187
.120
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
jmlh
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
NPar Tests
85
Descriptive Statistics
40 133.7250 26.23854 92.00 177.00IbuN Mean Std. Deviation Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
40
133.7250
26.23854
.132
.132
-.091
.833
.491
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Ibu
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
NPar TestsDescriptive Statistics
40 114.8250 22.30544 35.00 149.00AyahN Mean Std. Deviation Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
40
114.8250
22.30544
.125
.125
-.114
.793
.555
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Ayah
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
86
Oneway
Test of Homogeneity of Variances
jmlh
3.050 1 78 .085
LeveneStatistic df1 df2 Sig.
T-Test
Group Statistics
40 114.8250 22.30544 3.52680
40 133.7250 26.23854 4.14868
jkayah
ibu
jmlhN Mean Std. Deviation
Std. ErrorMean
87
Descriptives
jmlh
40 114.8250 22.30544 3.52680 107.6914 121.9586 35.00 149.00
40 133.7250 26.23854 4.14868 125.3335 142.1165 92.00 177.00
80 124.2750 25.99853 2.90672 118.4893 130.0607 35.00 177.00
ayah
ibu
Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
Independent Samples Test
3.050 .085 -3.471 78 .001 -18.90000 5.44517 -29.74049 -8.05951
-3.471 76.030 .001 -18.90000 5.44517 -29.74492 -8.05508
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
jmlhF Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means