View
10.946
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang
Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada
dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan hukum perdata yang
merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu suatu penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata
Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Gugatan yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum yang merasa dirugikan tersebut haruslah
dengan alasan-alasan sesuai yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU No 5 Tahun 1986. Secara umum
jika kita kaji mengenai Isi atau bagian-bagian dari suatu Putusan, maka hal ini diatur dalam Pasal 109
ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu memuat: Kepala putusan harus berbunyi: “ Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “.
a. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersengketa,
b. Ringkasan gugatan dan jawaban Tergugat yang jelas,
c. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa,
d. Alasan hakim yang menjadi dasar putusan,
e. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara, dan
f. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera serta keterangan tentang
hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI secara
keseluruhan sudah memuat semua bagian-bagian isi dari suatu putusan sesuai Pasal 109 ayat (1) di
atas.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas dan untuk mempermudah pemahaman mengenai analisis terhadap
Putusan sengketa tata usaha negara yang dalam hal ini terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN JBI di atas, maka kelompok kami akan mencoba menjelaskan
atau menguraikannya satu persatu dari hal-hal yang perlu untuk diketahui dan membuktikan apakah
memang keputusan tersebut bisa di pertanggung jawabkan secara hukum?
1 http://annekasaldianmardhiah.blogspot.com/2012/07/analisis-putusan-pengadilan-tata-usaha.html diakses pada tanggal 19 April 2013
BAB II
PEMBAHASAN
Secara keseluruhan jika kita sudah pada tahap penganalisaan suatu Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
maka secara tidak langsung sudah menunjukkan bahwa prosedur sebelumnya sudah terpenuhi, yaitu seperti
mengenai syarat-syarat dari suatu surat gugatan terutama syarat formil, yang jika dalam kasus sengketa tata
usaha negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di atas adalah diajukan oleh
Ir.Sudjarwo (Penggugat), didaftarkan 9 Januari 2003 dengan Register Perkara Nomor : 01/ G/TUN/ 2003/
PTUN.JBI . Tidak mungkin suatu sengketa tata usaha negara dapat diperiksa, diadili, dan diputus di PTUN jika
tidak lulus dari pemeriksaan awal suatu surat gugatan di Kepaniteraan PTUN, Karena sebelum surat gugatan
dapat di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara syarat formilnya harus terpenuhi secara
lengkap terlebih dahulu, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 UU No.5 Tahun
1986. Beberapa hal lain yang perlu kita cermati adalah:
A. Kompetensi Mengadili
2Kewenangan mengadili terbagi dalam :
Kekuasaan Kehakiman atribusi (attribute van recht smacht-smacht)
Kewenangan mutlak atau kompetensi absolute sebagai kewenagan badan pengadilan untuk
memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidaka dapat diperiksa pengadilan lain.
Kekuasaan Kehakiman Distribusi ( distributie van recht-smacht)
Kewenangan nisbi atau kompetensi relatif sebagai kewenagan badan pengadilan untuk memeriksa
sesuai asas Actor Sequuitur Forum Rei (yang berwenang pengadilan tempat kedudukan tergugat).
Kompetensi Absolut
3Kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara adalah memeriksa sengketa tata
usaha Negara yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara (Pasal 1
angka 9 Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 danPasal 3 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986, kecuali (secara limitatif) keputusan tata usaha negara yang dimaksud dalam
ketentuan pasal 49 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 oleh Badanatau Pejabat Tata
2 Prof. Dr. H. Eko Sugiarto, S.H., C.N., M.Hum. dan Tjondro Tirtamulia, S.H., C.N. , Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Surabaya: Brilian Internasional, 2012), hal.133 Ibid, 14 - 15
Usaha Negara (Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor Tahun 2009) antara orang atau
badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara.
Dasar hukum pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan: “Pengadilan
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha
negara”.
Pasal 18 UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan:
“kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi.”
Jadi, dibawah lingkungan peradilan Mahkamah Agung terdapat 4 (empat) lingkungan
peradilan (Piramida Peradilan):
Lingkungan peradilan umum,
Lingkungan peradilan agama,
Lingkungan peradilan militer, dan
Lingkungan Peradilalan Tata Usaha Negara.
Selanjutnya kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
dilaksanakan oleh:
o Pengadilan Tata Usaha Negara;
o Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Kekuasaan Kehakiman di lingkungan peradilan Tata Usaha Negara berpuncak pada
Mahkamah Agung sebagai pengadilan Negara Tinggi.
Ketentuan pasal 4 UU Nomor 9 Tahun 2004 dan Pasal 5 UU Nomor Tahun 1986,
menegaskan, bahwa Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman bagi “ rakyat pencari keadilan” (setiap orang baik warga negara Indonesia
maupun orang asing, dan badan hukum perdata yang mencari keadilan pada peradilan
Tata Usaha Negara) terhadap sengketa tata usaha negara.
Kompetensi Relatif
4Kompetensi relatif Pengadilan Tata Usaha Negara adalah kewenagan pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat (pasal 54 ayat (1) UU No.5 Tahun
1986).
Ketentuan pasal 54 ayat (1) UU No.5 Tahun 1986, menentukan: “Gugatan sengketa tata
usaha Negara diajukan kepada pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan tergugat.”
Dalam penjelasannya, ketentuan Pasal 54 ayat (1) menegaskan , bahwa yang
dimaksudkan dengan “tempat kedudukan tergugat” adalah tempat kedudukan secara
nyata atau tempat kedudukan menurut hukum, namun demikian jika tempat kedudukan
tergugat berada diluar daerah hukum pengadilan tempat kediaman penggugat, gugatan
dapat disampaikan kepada pengadilan tata usaha negara tempat kediaman penggugat
untuk diteruskan kepada pengadilan yang bersangkutan.
Demikian pula, apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada diluar negeri,
gugatan diajukan kepada pengadilan di Jakarta. Penggugat yang ber ada diluar negeri
dapat mengajukan gugatannya dengan surat atau menunjuk seseorang yang diberi kuasa
yang berada di Indonesia.
Selanjutnya ketentuan pasal 6 UU no. 9 Tahun 2004 menetukan, tempat kedudukan
pengadilan tata usaha negara:
1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota kabupaten/Kota dan
daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/Kota.
2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudkan di ibukoya provinsi dan
daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
Berkaitan dengan pembentukannya, ketentuan pasal 9 UU no. 5 Tahun 1986 menetukan
pengadilan tatat usaha negara dibentuk dengan keputusan presiden dan pasal 10 UU no. 5
Tahun 1986 menetukan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk dengan undang-
undang.
Sengketa Tata Usaha Negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Jambi di atas, Penulis sependapat dengan eksepsi Tergugat dan putusan Hakim, karena
jenis sengketa tersebut adalah sengketa kepegawaian, sehingga berdasarkan pada Pasal 48
4 Prof. Dr. H. Eko Sugiarto, S.H., C.N., M.Hum. dan Tjondro Tirtamulia, S.H., C.N. , Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Surabaya: Brilian Internasional, 2012), hal.20-21
Jo Pasal 51 ayat (3) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 seharusnya gugatan tersebut di
ajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Maka Pengadilan Tata Usaha Negara
Jambi tidak berwenang memeriksa perkara tersebut.
B. Subjek Sengketa
5Ketentuan mengenai pencantuman pihak-pihak dalam sengketa tata usaha ini di atur dalam Pasal
109 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986, bahwa yang harus
dicantumkan terkait subjek atau pihak-pihak yang berperkara dalam proses Peradilan Tata Usaha
Negara ini adalah Pertama; nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan penggugat atau
kuasanya. Kedua; nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat.
1) Penggugat
Nama : Sudjarwo
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jalan Imam Bonjol No.28 RT.18 RW.05, Kelurahan
Pematang Kandis, Bangko
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Pemda Kabupaten Merangin
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 05/ TUN/ LBHDB/ II/ 2003 tanggal 4 Februari 2003
memberikan kuasa kepada Faidillah Darma SH, Budi Asmara SH, dan Alimin SH, Advokat/Pengacara
yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum “Darma Bakti”.
2) Tergugat6
Nama Jabatan : Bupati Merangin
Tempat Kedudukan : Jalan Jenderal Sudirman No.1 Bangko
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 067/SKH/HK&ORG/2003 tanggal 20 Januari 2003 dan
Surat Kuasa Khusus Nomor: 137/ SKH/HK&ORG/ 2003 tanggal 30 Januari 2003 Jo Nomor : B-78/
5 Prof. Dr. H. Eko Sugiarto, S.H., C.N., M.Hum. dan Tjondro Tirtamulia, S.H., C.N. , Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Surabaya: Brilian Internasional, 2012), hal.44 (syarat formal)6 Ibid, 44 (syarat formal)
N.5.14/ G.31/ 2003 tanggal 30 Januari 2003 memberi kuasa kepada Irdam SH, Isnadil SH, Dedie Tri
Hariyadi SH, Asep Dahwan S. SH.
C. Objek Sengketa
Objek yang disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.5 Tahun 1986, yaitu suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan
hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata.
Dalam perkara ini objek gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan suatu Keputusan Tata
Usaha Negara yaitu berupa Surat Keputusan Bupati Merangin No. 335 tahun 2002 tanggal 03
Desember 2002 tentang Pemberhentian Penggugat ( Sudjarwo ) dari Jabatan Kepala Dinas Tata Kota
Kabupaten Merangin (eselon II/b) menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Pariwisata Kabupaten
Merangin (eselon III/a).
Berdasarkan hal tersebut, Maka benarlah bahwa kasus tersebut termasuk kedalam objek sengketa
tata usaha negara, tepatnya sengketa kepegawaian yang dapat diperiksa di Pengadilan Tata Usaha
Negara Jambi, karena selain merupakan suatu penetapan tertulis yang bersifat individual, konkret, dan
final, juga pihak Penggugat merasa dirugikan oleh keputusan tersebut.
D. Posita Dan Petitum7
Seperti yang telah diketahui bahwasanya pada penulisan ini Penulis sedang menganalisis sebuah
Putusan Tata Usaha Negara. Suatu Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara akan berisikan rangkuman
secara keseluruhan dari pemeriksaan-pemeriksaan yang telah dilakukan selama persidangan sesuai
isi/sistematika putusan yang telah ditentukan undang-undang. Walaupun pada dasarnya Posita dan
Petitum gugatan berawal dari suatu surat gugatan, namun hal itu tidak menghalangi kita untuk dapat
mengetahui apa yang menjadi Posita maupun Petitum dari gugatan Penggugat, karena hal tersebut
tetap dicantumkan pada suatu Putusan Tata Usaha.
Posita atau dasar gugatan berisikan dalil-dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan yang diuraikan
secara ringkas, sederhana, dan harus jelas atau terang, biasanya berisi tentang kejadian-kejadian atau
peristiwa-peristiwa yang merupakan uraian dari duduk perkara suatu sengketa dan berisi fakta hukum
7 Prof. Dr. H. Eko Sugiarto, S.H., C.N., M.Hum. dan Tjondro Tirtamulia, S.H., C.N. , Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara , Surabaya: Brilian Internasional, 2012), hal.46 – 48 (Syarat Material)
terkait hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat. Sedangkan Petitum adalah kesimpulan
gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim.
Pada sengketa Tata Usaha Negara sesuai contoh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor:
01/ G/ TUN/ 2003/PTUN.JBI di atas, yang menjadi Posita dan Petitumnya adalah:
Posita
Secara keseluruhan uraian mengenai kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa terkait duduk
perkara yang tertuju pada dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara dapat dilihat dan
dicermati pada halaman ke-2 dari Putusan TUN tersebut. Bertitik tolak kepada ketentuan Pasal 53
ayat (2) Undang-Undang No.9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.5 Tahun
1986, bahwa alasan-alasan Penggugat untuk menggugat adalah:
a) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di atas, alasan Penggugat
mengatakan KTUN tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan adalah karena
penerbitan SK Bupati Merangin Nomor 335 Tahun 2002 tanggal 3 Desember 2002 tersebut adalah
bertentangan dengan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 13 Tahun 2002 yang
merupakan ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 yang
menyebutkan bahwa “ untuk menjamin pembinaan karir yang sehat tidak diperbolehkan
perpindahan jabatan struktural dari eselon yang lebih tinggi kedalam eselon yang lebih rendah”.
b) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan azas-azas umum
pemerintahan yang baik
Pada contoh salinan Putusan PTUN di atas, hal ini dapat dilihat atau dibuktikan pada penjabaran
“duduk perkara” point ke 16-17, yang menyebutkan bahwa mutasi yang dirasa merugikan
Penggugat tersebut dinilai melanggar atau tidak sesuai dengan azas kepatutan kepegawaian yang
berlaku umum dan azas larangan berbuat sewenang-wenang.
Petitum
Yang menjadi tuntutan Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim terhadap perkara gugatan dalam
sengketa tata usaha negara tersebut adalah:
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya,
b. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Bupati Merangin No. 335 Tahun 2002
tertanggal 3 Desember 2002 tentang Pemberhentian Penggugat dari Jabatan Kepala
Dinas Tata Kota Kabupaten Merangin yang ditempatkan sebagai Kepala Bagian Tata
Usaha Dinas Pariwisata, Seni dan Kebudayaan Kabupaten Merangin,
c. Memerintahkan Tergugat menerbitkan Surat Keputusan yang isinya mencabut Surat
Keputusan Bupati Merangin yang disebutkan di atas,
d. Memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan yang isinya merehabilitasi
Penggugat sesuai harkat, martabat dan kedudukannya,
e. Menetapkan bahwa Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi tentang
penundaan pelaksanaan lebih lanjut Surat Keputusan yang menjadi objek sengketa, tetap
sah dan berlaku, dan
f. Menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara yang timbul dalam perkara.
E. Pembuktian
Pembuktian merupakan pengujian terhadap ada atau tidaknya suatu fakta, dapat berupa fakta
hukum yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang keberadaannya tergantung dari penerapan
suatu peraturan perundang-undangan, dan fakta biasa yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan
yang juga ikut menentukan adanya fakta hukum tertentu (Wiyono, 2007: 148). Fakta-fakta yang
disebutkan di atas akan menjadi bahan pertimbangan Hakim dalam menentukan putusan akhir.
Jika mencermati contoh putusan di atas, yang menjadi fakta biasa dalam sengketa Tata Usaha
Negara tersebut berdasarkan pada bukti-bukti yang ada diantaranya adalah bahwa kinerja Penggugat
(Sujdarwo) ketika menjabat sebagai Kepala Dinas Tata Kota adalah kurang baik, hal ini dapat dilihat
pada halaman ke-34 Putusan tersebut terkait pertimbangan Hakim menyebutkan “ Menimbang, bahwa
dari semua saksi yang diajukan oleh Tergugat sebanyak 4 (empat) orang kesemuanya menerangkan
kinerja Penggugat sebagai Kepala Dinas Tata Kota adalah kurang baik”.
Sedangkan yang menjadi Fakta hukum dari sengketa Tata Usaha Negara yang timbul dari adanya
fakta biasa di atas diantaranya adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh
Tergugat (Bupati Merangin) berupa Surat Keputusan(SK) Bupati Merangin Nomor 335 Tahun 2002
tanggal 3 Desember 2002 tentang Pemberhentian, Pemindahan, dan Pengangkatan Penggugat
( Sudjarwo) dari Kepala Dinas Tata Kota Kabupaten Merangin(eselon II/b) menjadi Kepala Bagian
Tata Usaha Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Kabupaten Merangin(eselon III/a).
Pada Pasal 107 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
menyebutkan “ Hakim menetukan apa yang harus dibutikan, beban pembuktian beserta penilaian
pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan
keyakinan Hakim”. Dengan demikian Hakim dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
sengketa Tata Usaha Negara memiliki kebebasan atau dapat menentukan sendiri siapa yang harus
dibebani pembuktian, serta Hakim tidak tergantung atau terikat pada fakta dan hal yang diajukan oleh
para pihak yang bersengketa.
Terkait alat bukti, Undang-Undang No 5 Tahun 1986 mengaturnya dalam Pasal 100, yaitu:
a. Surat atau tulisan
b. Keterangan ahli
c. Keterangan saksi
d. Pengakuan para pihak
e. Pengetahuan Hakim
Atas dasar pengaturan terkait alat bukti sebagai pada pasal-pasal di atas, maka pada contoh
kasus/sengketa di atas menurut pencermatan Penulis alat bukti yang digunakan sebagai pertimbangan
Hakim dalam menentukan putusan akhir adalah:
a. Surat atau tulisan ; Bukti ini dapat diperhatikan dari uraian bukti-bukti surat yang diajukan
oleh Penggugat maupun Tergugat berupa foto copy yang telah dilegalisir, bermaterai cukup
atau dengan kata lain surat-surat yang sudah dianggap sah dan dapat dipergunakan di
Pengadilan.
b. Keterangan ahli ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut pihak Penggugat
telah mengajukan 1 (satu) orang saksi ahli untuk diperdengarkan kesaksiannya di depan
Hakim tentang hal yang diketahuinya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya.
c. Keterangan saksi ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut juga diperdengarkan
keterangan dari saksi-saksi (saksi fakta) yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat.
d. Pengetahuan Hakim ; Dalam hal ini adalah pengetahuan hakim mengenai azas-azas dan
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemeriksaan dan penyelesaian suatu sengketa tata
usaha negara, misalnya pada sengketa TUN dalam Putusan di atas adalah sehubungan dengan
pertimbangan Hakim untuk mencabut Penetapan Ketua Pengadilan TUN Jambi mengenai
Penangguhan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan karena
berdasarkan fakta yang ada bahwa jabatan Dinas Tata Kota merupakan institusi pelayanan
publik yang harus terus berjalan dan tidak boleh dibiarkan kosong. Maka disinilah letak
pertimbangan Hakim yang sesuai dengan pengetahuannya, yaitu berdasarkan pada azas
penyelenggaraan kepentingan umum dan Pasal 67 ayat (4) huruf b yang menyebutkan bahwa
“permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara tidak dapat dikabulkan
apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya
keputusan tersebut”.
Dari penjelasan di atas, maka dengan adanya lebih dari dua alat bukti yang digunakan sebagai
pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara, maka amar/putusan yang ditetapkan atau
diambil oleh Hakim nantinya tidak akan diragukan lagi ketepatan putusannya.
F. Diktum / Amar Putusan
Setelah semua tahap-tahap pemeriksaan di persidangan dilakukan (pembacaan gugatan oleh
Penggugat, pembacaan jawaban dari Tergugat, replik, duplik, pengjuan alat-alat bukti, kesimpulan),
diman inti dari hasil pemeriksaan di sidang Pengadilan mengenai sengketa Tata Usaha Negara itu
adalah Pertama, Penggugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang dikeluarkan oleh Tergugat
agar dinyatakan batal atau tidak sah. Kedua, Tergugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang
telah dikeluarkan adalah sah (Wiyono, 2007: 123).
Kini tibalah saatnya kita pada tahap pembahasan penjatuhan putusan akhir. Diktum atau Amar
Putusan adalah apa yang diputuskan secara final oleh pengadilan dan merupakan titik akhir yang
terpenting bagi Penggugat atau Tergugat, dengan kata lain Diktum atau amar putusan juga dapat
dikatakan jawaban atau tanggapan dari petitum.
Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim setelah pemeriksaan sengketa Tata
Usaha Negara selesai yang mengakhiri sengketa tersebut pada tingkat pengadilan tertentu.
Berdasarkan Pasal 97 ayat (7) bentuk Putusan pengadilan dapat berupa8:
1. Gugatan ditolak
2. Gugatan dikabulkan
3. Gugatan tidak diterima
4. Gugatan gugur.
8 Prof. Dr. H. Eko Sugiarto, S.H., C.N., M.Hum. dan Tjondro Tirtamulia, S.H., C.N. , “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara” , Surabaya: Brilian Internasional, 2012), hal.99-100 (Putusan Pengadilan)
Pada contoh sengketa Tata Usaha Negara dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi
Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI di atas yang menjadi Diktum atau Amar putusan yang
diputuskan dalam Rapat Permusyawaratn Majelis Hakim pada hari Rabu tanggal 7 Mei 2003 yaitu,
mengadili:
1. Menerima Eksepsi Tergugat,
2. Mencabut Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/
2003/ PTUN.JBI. tanggal 24 Januari 2003,
3. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima, dan
4. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang diperhitungkan, sebesar
Rp. 427.000,- (empat ratus dua puluh tujuh rupiah).
Dengan diterimanya eksepsi tergugat maka otomatis gugatan Penggugat tidak diterima yaitu
putusan yang menyatakan bahwa syarat-syarat yang telah ditentukan tidak dipenuhi oleh gugatan yang
diajukan oleh Penggugat dan Diktum putusan tersebut tidak membawa perubahan apa-apa dalam
hubungan hukum yang ada antara Penggugat dengan Tergugat, artinya keadaan tetap seperti yang
berlaku semula, dimana Penggugat (Sudjarwo) tetap pada posisi jabatannya ketika dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi Objek sengketa dan Keputusan Tata Usaha Negara yang
dikeluarkan oleh Tergugat (Bupati Merangin) tetap berlaku atau sah menurut hukum, yaitu dengan
adanya Putusan Hakim mencabut Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/
G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI. tanggal 24 Januari 2003 tentang Penundaan Pelaksanaan Lebih Lanjut
Surat Keputusan tanggal 3 Desember 2002 Nomor 335 Tahun 2002.
Menghukum Penggugat (Sudjarwo) untuk membayar biaya perkara menurut Penulis sudah tepat,
karena berdasarkan Pasal 100 Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa “Pihak yang
dikalahkan untuk seluruhnya atau sebagian dihukum membayar biaya perkara”. Lebih lanjut Pasal 111
UU No.5 Tahun 1986 mengatur, yang termasuk dalam biaya perkara itu adalah:
a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai,
b. Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa dengan catatan bahwa pihak yang meminta
pemeriksaan lebih dari lima orang saksi harus membayar biaya untuk saksi yang lebih
itu meskipun pihak tersebut dimenangkan, dan
c. Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan biaya lain yang diperlukan
bagi pemutusan sengketa atas perintah Hakim Ketua Sidang.
Yang perlu ditekankan dalam penjatuhan putusan adalah bahwa Majelis Hakim wajib menjatuh
putusan terhadap semua petitum dan dilarang menjatuhkan putusan di luar atau melebihi petitum.
Pasal 68 ayat(1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan “Pengadilan memeriksa dan
memutus sengketa Tata Usaha Negara dengan tiga orang Hakim”. Jika kita cermati, pada contoh
Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas sudah memenuhi aturan Pasal tersebut, dapat terlihat
pada bagian penutup Putusan PTUN, Majelis Hakim yang memutus tersebut adalah M.Arif
Nurdu’a,SH Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi selaku Hakim Ketua Majelis, R.Basuki
Santoso,SH dan Husban,SH masing-masing sebagai Hakim Anggota.
Pasal 108 ayat(1) dan(2) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 mengatur bahwa Putusan
Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan jika hal tersebut tidak terpenuhi
maka akan mengakibatkan putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Jika berpandangan pada pasal tersebut, contoh Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas
adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum, karena putusan tersebut diucapkan dalam sidang yang
dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 8 Mei 2003 oleh Majelis Hakim dan dibantu
oleh Bowo Winoto, SH sebagai Panitera sidang yang dihadiri oleh Kuasa Penggugat dan Kuasa
Tergugat. Kekuatan hukum dari Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas adalah mengikat semua
yang berkepentingan untuk menaati dan melaksanakannya, yaitu semua orang dan/atau semua badan
hukum, baik badan hukum perdata maupun badan hukum publik, karena Putusan Hakim di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara mengikuti azas Erga Omnes, yang artinya putusan berlaku
bagi semua orang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa Putusan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/ G/
TUN/ 2003/ PTUN.JBI terkait sengketa Tata Usaha Negara antara Sudjarwo(Penggugat) yang menggugat Surat
Keputusan Bupati Merangin No.335 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Bupati Merangin (Tergugat) secara
keseluruhan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik dari segi isi putusan maupun
maupun sistematika putusan, begitu juga dengan Subjek, Objek, Kompetensi, tenggang waktu mengajukan
gugatan sudah tepat. Sehingga hal tersebut mengindikasikan bahwa Putusan Tata Usaha Negara tersebut dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur Internet :
http://annekasaldianmardhiah.blogspot.com/2012/07/analisis-putusan-pengadilan-tata-usaha.html diakses pada tanggal 19 April 2013
http://yogalih.wordpress.com diakses pada tanggal 19 April 2013
Literatur Buku :
Prof. Dr. H. Eko Sugiarto, S.H., C.N., M.Hum. dan Tjondro Tirtamulia, S.H., C.N. 2012. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Surabaya: Brilian Internasional
Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan tata Usaha Negara
Undang -Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERADILAN TATA USAHA
NEGARA BERDASAR KAN UNDANG-UNDANG
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Oleh
YANELS GARSIONE D ( 115010107111103 )
VEGA REZALDI ( 115010100111133 )
RIFMI RAMDHANI ( 115010107111106 )
ADITYA WARDANA ( 115010107111102 )
M. AGUNG DHARMAWAN ( 115010107111098 )
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2013
Recommended