View
209
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
TUGAS AKHIR PRAKTIKUM BIOPROSES
PRODUK FERMENTASI YOGHURT DAN SAUERKRAUT
Disusun Oleh :
Brilliant Meilyaristiani F34100128
Hernanda Wisnu F34100135
Wening Rizkiana F34100139
Gita Melisa Yolanda F34100144
Daniel Kristianto F34100151
Alfyandi F34100155
Dosen : Drs. Purwoko, Msi
2012
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keragaman hayati dan
keragaman hayati tersebut memiliki nilai potensial yang tinggi bila dapat
dimanfaatkan. Keragaman hayati tersebut salah satunya yang menjadi bahan baku
agroindustri. Hasil pertanian, peternakan, dan perikanan adalah yang sangat sering
digunakan sebagai bahan baku agroindustri. Hasil-hasil tersebut diolah menjadi
produk yang bernilai ekonomi. Namun, sebenarnya hasil-hasil tersebut memiliki nilai
potensi ekonomi yang tinggi bila menggunakan teknologi yang tepat. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu teknologi pengolahan dimana potensi bahan baku agroindustri
dapat termanfaatkan.
Teknologi biproses mungkin menjadi salah satu jawabannya. Pada bidang
industri terutama agroindustri akan sering ditemui proses ini. Fermentasi merupakan
salah satu teknologi bioproses yang sudah banyak diterapkan pada industri terutama
industri pangan. Fermentasi ini melibatkan mikroba dalam proses dan mikroba yang
digunakan jelas bukan mikroba patogen. Dengan memfermentasi bahan, produk yang
dihasilkan selain memiliki nilai gizi yang tinggi juga akan memberi nilai tambah
pada bahan yang digunakan. Peningkatan nilai gizi produk fermentasi tersebut
berasal dari produk yang dihasilkan mikroba yang tumbuh dan berkembang pada
bahan saat proses.
Jadi, teknologi bioproses fermentasi dapat digunakan sebagai teknologi dalam
meningkatkan nilai tambah pada bahan baku. Selain itu, hasil produk fermentasi ini
mengandung nilai gizi yang cukup tinggi, menambah diversifikasi produk dari suatu
bahan baku, dan dapat memperpanjang umur simpan pada bahan baku.
B. Tujuan
Praktikum produk fermentasi yoghurt dan sauerkraut bertujuan mengetahui
cara pembuatan yoghurt dan sauerkraut serta mengetahui pengaruh perbedaan waktu
terhadap keberhasilan pembuatan produk dengan uji-uji antara lain waktu
penggumpalan, total asam, pH, dan identifikasi mikroba.
II. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum produk fermentasi yoghurt dan
sauerkraut ini antara lain termometer, gelas piala, gelas plastik bertutup, pisau,
talenan, baskom, buret, labu ukur 250 ml, erlenmeyer, mortar, penangas air, kertas
pH, kaca objek, mikroskop, bunsen, dan batang gelas pengaduk. Sedangkan bahan
yang digunakan antara lain 1 liter susu segar, 100 gram susu skim, starter
(Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcusthermophilis), 500 gram kol, aquades,
indikator pp, larutan NaOH 0.01 N, zat warna karbol fuksin, dan 12,5 gram garam.
B. Metode
Pembuatan Yoghurt
Sebanyak 1 liter susu segar dicampur dengan 100 gram susu skim bubuk sampai homogen
Campuran sampel susu dipasteurisasi dengan suhu 70˚C selama 15 menit
Sampel susu didinginkan sampai dicapai suhu 45@C, lalu sampel dicampur dengan starter sampai homogen
Sampel susu dimasukkan ke dalam wadah gelas, lalu diinkubasi pada suhu kamar dengan perlakuan 4, 12, dan 24 jam
Yoghurt
Pembuatan Sauerkraut
Uji Waktu Penggumpalan
Uji pH
Sebanyak 500 gram kol segar dilayukan 1 malam dalam baskom
Setelah layu, kol dirajang tipis kira-kira 2-3 mm, lalu dicampur dengan garam dan diremas-remas untuk mengeluarkan air
Lalu, kol dimasukkan ke dalam gelas bertutup dan dicampur dengan air garam
Kol diinkubasi pada suhu kamar dengan perlakuan 3, 6, 9, dan 12 hari
Sauerkraut
Penggumpalan sampel yoghurt selama perlakuaan waktu
Sampel diamati yang saat menggumpal seluruhnya
Sampel yoghurt diukur kadar pHnya dengan kertas pH
Lalu hasil dibandingkan dari perlakuan waktu yang lain
Uji Total Asam
Uji Identifikasi Mikroba (Pewarnaan Sederhana)
Sebanyak 10 gram sampel dihaluskan, kalu diencerkan dengan 100 ml aquades
Sampel disaring, lalu filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur dan diencerkan sampai tanda tera
Sampel diambil sebanyak 100 ml dan diberi 3 tetes indikator pp
Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0,01 N sampai warna pink yang muncul tidak berubah
ml NaOH yang hilang dihitung, lalu kadar asam laktat dihitung
Kadar Asam Laktat (%)=
Larutan sampel diambil sebanyak 1 ose dan digoreskan pada kaca preparat yang telah steril sebesar kira-kira 1 cm2
Kaca preparat sampel difiksasi diatas bunsen sebanyak kira-kira 6-7 kali dan ditetesi dengan setetes karbol fuksin
Zat warna dikeringkan dengan diangin-anginkan dan sampel diamati di bawah objek
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
[Terlampir]
B. Pembahasan
Yoghurt adalah produk susu yang mengalami fermentasi. Yoghurt dibuat
dengan mengasamkan susu, menggunakan biakan murni bakteri. Spesies bakteri
yang biasa digunakan adalah Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus
bulgaricus. Bakteri tersebut akan mengubah laktosa menjadi asam laktat yang akan
membentuk flavour yoghurt yang khas. Asam juga menyebabkan koagulasi protein
susu dan membantu mengawetkan yoghurt (Buckle et al, 1987). Di Indonesia produk
yoghurt ini semakin dikenal dan diminati masyarakat, khususnya di daerah perkotaan
seperti Jakarta, Bandung, dan Bogor.
Yoghurt berasal dari kata yugurt yang berasal dari Bahasa Turki. Nama
Produk ini bervariasi di berbagai negara (Tamime dan Deeth, 1980). Yoghurt
merupakan susu asam yang dihasilkan dari fermentasi susu oleh campuran bakteri
asam laktat thermophilik yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus. Dua jenis bakteri ini bersama-sama membentuk rasa asam,
memperbanyak asam laktat, meningkatkan intesitas flavour serta kekentalan (Bottazi,
1983)
Streptococcus thermophillus merupakan BAL gram negatif, berbentuk bulat
yang membentuk rantai panjang atau pendek, dapat mereduksi litmus milk dan
katalase negative, serta memiliki pH optimal pertumbuhan 6,5. Bakteri ini tidak
toleran terhadap garam lebih dari 6,5 % (Tamime dan Robinson, 1989).
Lactobacillus bulgaricus adalah BAL yang dapat hidup dalam usus manusia
sekitar tiga jam setelah masuk ke dalam usuu manusia. Menurut Rahman et al
(1992), bakteri ini termasuk bakteri gram positif, berbentuk batang (basil) medium
atau panjang, dapat mereduksi litmus kuat, tidak tahan garam lebih dari 6,5%, dan
bersifat termodurik.
Yoghurt umumnya dibuat dari susu sapi kecuali di India dari susu kerbau.
Terkadang ditambahkan susu bubuk untuk menambahkan kandungan padatan. Mula-
mula susu dipasteurisasi dan jika susu telah mencapai suhu kamar, kemudian
ditambahkan bibit yoghurt yang terdiri dari bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophylus, kedua bakteri ini hidup bersama-sama secara simbiosis.
Sejak bibit ditanam pada susu terjadilah perlombaan pertumbuhan antara kedua
mikroba tersebut, Streptococus thermophylus lebih cepat pertumbuhannya sehingga
dalam waktu singkat, pertumbuhannya jauh melebihi Lactobacillus bulgaricus. Hal
ini berlangsung sampai rasio 3 : 1 . Pada tahap ini jumlah asam laktat yang
dihasilkan besar sehingga dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus
thermophylus dan Lactobacillus bulgaricus berkembang pesat karena tumbuh dalam
kondisi asam yang cukup tinggi. Akhirnya pertumbuhan mikroba sampai pada
keseimbangan dengan rasio 1 : 1. Proses pembuatan yoghurt dapat lebih cepat selesai
jika dilakukan pada suhu 31°C (inkubator) selama 10-24 jam. Untuk mendapatkan
rasa biasanya ditambahkan essense buah-buahan dan kalium sorbat untuk mencegah
tumbuhnya jamur.
Bila diamati tekstur yoghurt terlihat seperti puding. Hal ini diakibatkan oleh
misela-misela kasein susu yang mengendap membentuk jel sehingga menyebabkan
tekstur yoghurt seperti puding. Penyebab dari pengendapan misela-misela susu yaitu
susu yang berubah menjadi asam akibat dari aktivitas BAL. Bakteri asam laktat
(BAL) adalah bakteri yang menghasilkan asam organik seperti asam laktat dan asam
asetat yang dapat membantu dalam mengatur aktivitas dan memperbaiki pencernaan
serta absorpsi pada tubuh manusia. Selama proses inkubasi akan terjadi fermentasi
pada susu dimana laktosa pada susu akan dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa
oleh enzim laktase yang dihasilkan oleh BAL. Kemudian unit-unit monosakarida
yang telah terbentuk akan diubah menjadi asam laktat. Hal inilah yang menyebabkan
pH pada susu menurun.
Menurut Chandan (1982) yoghurt dikenal sebagai minuman sehat anti diare
karena dapat mencegah aktivitas dan pertumbuhan berbagai bakteri patogen
penyebab gastroenteritis yang dapat menyebabkan penyakit diare. Hal ini disebabkan
karena L. bulgaricus mempunyai aktivitas anti enterotoksin terhadap E. coli.
Yoghurt sering digunakan sebagai minuman untuk tujuan diet dan
pengobatan. Orang-orang yang alergi terhadap susu (lactose intolerance) sangat baik
mengkonsumsi produk susu fermentasi ini, karena kadar laktosa atau gula susunya
rendah (Tamime dan Robinson, 1980). Yoghurt merupakan sumber kalsium bagi
penderita lactose intolerance, selain itu ketersediaan kalsium dalam yoghurt lebih
dapat dimanfaatkan daripada kalsium dalam bentuk yang lain (Tamime dan
Robinson, 1999). Yoghurt yang bermutu baik harus berbentuk halus, lembut dan
tidak berbutir (Vedamuthu, 1982).
Teori Fermentasi
Fermentasi dalam bahasa latin yaitu “fervere” yang mendidih atau menyebut
aktivitas yeast pada ekstrak bir dan larutan malt. Peristiwa pendidihan terjadi karena
terbentuknya gelembung oleh proses katabolisme dalam ekstrak bir atau larutan malt.
Secara biokimia, fermentasi dapat diartikan sebagai pembentukan energi melalui
proses katabolisme senyawa organik. Karena penggunaan fermentasi banyak
ditemukan dalam individu, maka untuk aplikasi dalam industri, fermentasi diarahkan
pada suatu proses untuk mengubah bahan bakar menjadi suatu produk dengan
menggunakan sel mikro. Penentuan media fermentasi yang paling tepat untuk suatu
proses fermentasi memerlukan pemilihan khusus. Namun pada dasarnya semua
organisme membutuhkan air, sumber energi, karbon, nitrogen, vitamin dan oksigen
pada proses aerob.
Skema Pembuatan Yoghurt
.
Gambar 1. Skema PembuatanYoghurt
Pembuatan yoghurt yang dilakukan pada percobaan kali ini adalah yoghurt
alami dengan metode set yoghurt, karena yoghurt yang dibuat menggunakan
peralatan fermentasi yang kecil dan memiliki gumpalan susu yang utuh serta pada
pembuatannya yoghurt tidak berguncang/ tidak diaduk. Yoghurt ini juga disebut
yoghurt alami karena tidak ada penambahan perasa untuk hasil yoghurt tersebut,
pada banyak industri yoghurt diberikan perasa buah-buahan pada saat yoghurt sudah
terbentuk. Pembuatan yoghurt memerlukan pemanasan susu yang bertujuan
mematikan bakteri awal yang terdapat pada susu dan menghilangkan / mengurangi
kadar airnya, agar starter yang diberikan tidak kalah oleh bakteri yang sudah tumbuh
dan mendapatkan zat makanan dengan mudah.
Penginkubasian yang dilakukan untuk percobaan ini menggunakan suhu
kamar, meskipun pada suhu yang lebih tinggi aktivitas mikroba yang digunakan
dalam pembuatan yoghurt menjadi lebih tinggi. Dari hasil percobaan dilihat
perubahan pH yang terjadi untuk bahan 4 dan 12 jam, yoghurt hanya memiliki
penurunan pH sebesar 1 , dan tidak terjadi perubahan viskositas. Hal ini
menunjukkan pada awal inkubasi hanya terjadi aktivitas dari Strepcocus yang
menurunkan pH. Kemudian fermentasi yoghurt ini berlanjut sampai 24 jam hingga
adanya aktivitas dari Lactobacillus yang mengubah tekstur dari susu tersebut. Ini
sesuai dengan percobaan yang dilakukan Anonim (2007) yang mendapatkan hasil
bahwa inkubasi untuk yoghurt pada suhu ruang yang menunjukkan hasil pada 14-16
jam.
Sayuran, terutama yang berdaun hijau, merupakan salah satu bahan pangan
yang baik karena mengandung vitamin dan mineral, antara lain vitamin C,
provitamin A, zat besi, dan kalsium. Sayuran dapat tumbuh pada berbagai kondisi
lingkungan dan suhu yang berbeda, sehingga beragam jenisnya.Salah satu sifat
sayuran adalah cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya penanganan lepas
panen. Untuk memperpanjang masa simpannya dapat dilakukan dengan berbagai
pengolahan, misalnya acar, sauerkraut, sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain.
Sayuran ini diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagi zat
pengawetnya. Proses pembuatannya sebenarnya tidak begitu jauh berbeda dengan
sayur asin, hanya saja sayurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Tujuan pengolahan
ini selain mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran itu. Kol atau
kubis merupakan sayuran yang paling umum diolah menjadi sauerkraut, karena jenis
sayuran ini banyak ditanam di Indonesia. Selain kubis, sayuran lain yang dapat
diolah menjadi sauerkraut atntara lain : sawi, kangkung, genjer, dan lain-lain.
Sauerkraut (kol asam) adalah makanan Jerman dari kubis yang diiris halus
dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc,
Lactobacillus dan Pediococcus (Farnworth 2003). Sauerkraut dapat bertahan lama
dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam
laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi. Kubis yang dicampur
dengan garam dan cairan yang bersifat asam sebenarnya sudah ada sejak zaman
prasejarah namun kemungkinan dideskripsikan pertama kali oleh Gaius Plinius
Secundus di abad pertama Masehi. Cara pembuatan sauerkraut seperti sekarang
diperkirakan berkembang sekitar tahun 1550 hingga 1750.
Diagram alir pembuatan sauerkraut
Pada proses pembuatannya proses fermentasi spontan, fermentasi spontan
merupakan fermentasi yang tidak ditambahkan mikroorganisme sebagai
starter/inokulum atau ragi. Sauerkraut pada dasarnya adalah kubis asam (Bukle,
1987). Dalam pembuatan suerkraut ini tidak perlu ditambahkan inokulum karena
bakteri asam laktat yang akan memecah glukosa menjadi asam laktat sudah terdapat
pada permukaan daun kubis.
Langkah-langkah yang dilakukan yakni penimbangan terhadap kubis yang
sudah dilayukan terlebih dahulu, penimbangan ini bertujuan untuk mengetahui bobot
awal kubis sebelum mendapatkan perlakuan. Setelah itu, membuang daun bagian
luar sebagai implementasi dari sortasi. Langkah selanjutnya adalah membuang
empulurnya, karena empulur merupakan bagian yang kurang enak untuk dimakan
sebab teksturnya keras. Setelah itu, mengiris kubis tersebut dengan tebal sekitar 2
mm – 3 mm. Pengirisan ini merupakan proses pengecilan ukuran. Lalu dilakukan
penimbangan kembali, penimbangan kali ini bertujuan untuk mengetahui bobot sawi
setelah mendapatkan beberapa perlakuan sebelum fermentasi. Kemudian dilakukan
penambahan garam.
Pada dasarnya, penambahan garam ini bertujuan untuk merangsang
pertumbuhan dan aktivitas bakteri asam laktat. Hal ini dimaksudkan, garam akan
menyebabkan adanya peristiwa osmosis, yaitu keluarnya cairan beserta zat gizi yang
terkandung dalam kubis. Zat-zat gizi yang keluar tersebut akan melengkapi substrat
untuk pertumbuhan bakteri sehingga dihasilkan asam laktat. Garam dan asam laktat
inilah yang akan menghambat pertumbuhan organisme lain yang tidak diinginkan
selama proses berlangsung. Selain itu juga dapat menghambat kerja enzim dalam hal
pelunakan jaringan kubis. Adanya garam menjadikan air dan zat gizi seperti gula
tertarik keluar secara osmosis dari sel-sel sayuran. Gula-gula dalam cairan tersebut
merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam
laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Jumlah
garam yang yang ditambahkan harus memiliki perbandingan yang tepat. Karena
jumlah yang kurang bukan hanya dapat mengakibatkan pelunakan jaringan, tetapi
juga akan menghasilkan flavor yang tidak diinginkan. Sedangkan bila terlalu banyak
garam dapat menunda fermentasi alamiah dan menyebabkan warna menjadi gelap
dan memungkinkan pertumbuhan khamir (Bukle, 1987).
Untuk pembuatan sauerkraut, sebaiknya menggunakan kadar garam sekitar 5
– 10%. Apabila kadar garam terlalu rendah maka akan menyebabkan timbulnya
bakteri proteolitik (pemecah protein). Sedangkan apabila kadar garam terlalu tinggi
maka akan timbul bakteri halofilik (senang terhadap kadar garam tinggi) sehingga
menyebabkan kecepatan reaksi fermentasi menjadi lambat bahkan tidak berjalan
sama sekali. Metode penggaraman yang dipakai pada sauerkraut adalah metode
penggaraman kering, yaitu dengan langsung menaburkan garam pada kubis. Setelah
itu, dilakukan pengadukan kubis dengan garam dan membiarkannya selama beberapa
menit. Setelah itu, kubis tersebut dimasukkan ke dalam cup. Kubis yang dimasukkan
ke dalam cup harus ditutup dengan lembaran plastik yang cukup lebar untuk
menutupi semua bagian tepi dari cup, lalu masukkan air ke dalam jar tersebut. Air
yang dimasukkan ke dalam lembaran ini digunakan sebagai pemberat sehingga
berfungsi sebagai penutup efektif. Berat air pada penutup menyebabkan irisan kubis
terendam. Kubis harus benar-benar terendam karena jika ada bagian yang tidak
tercelup dalam larutan garam, maka akan mengakibatkan pertumbuhan khamir dan
kapang dipermukaanya. Hal ini menimbulkan flavor yang tidak diinginkan yang
dapat masuk ke dalam seluruh sauerkraut sehingga mengakibatkan produk menjadi
lunak dan berwarna gelap. Kubis yang telah dimasukkan ke dalam cup ini disimpan
di tempat gelap selama waktu yang telah ditentukan. Penyimpanan ini bertujuan
untuk menjaga agar RH dan suhu tetap konstant serta terlindung dari cahaya.
Setelah sauerkraut disimpan selama waktu yang telah ditentukan sebagai
parameter, dilakukan pengujian total asam dan identifikasi mikroba. Pengujian total
asam dilakukan dengan prinsip titrasi. Sauerkraut dihaluskan dan ditimbang 10 gram,
kemudian diencerkan dengan 100 ml aquades. Setelah itu, dimasukkan dalam labu
ukur 250 ml sampai tanda tera. Sampel diambil 100 ml, ditambahkan 3 tetes PP dan
dititrasi dengan larutan NaOH sampai warnanya tidak berubah lagi. Hasil total asam
yang telah didapatkan dari perhitungan merupakan produk asam laktat yang
dihasilkan. Pengujian selanjutnya adalah identifikasi mikroorganisme dengan
melakukan pewarnaan sederhana. Pewarnaan sederhana dilakukan untuk mengetahui
morfologi bakteri. Dari hasil pewarnaan sederhana, diketahui bahwa bakteri yang
terdapat pada sauerkraut adalah bakteri dengan bentuk batang.
Seperti yang dijelaskan di atas penghasil asam pada sauerkraut adalah
bakteri-bakteri asam laktat, bakteri ini pada dasarnya adalah bakteri perusak atau
patogen. Akan tetapi bakteri patogen yang digunakan untuk membuat sauerkraut
pada bahan pertanian (sayuran) mengkonversi karbohidrat pada kubis yang hanya
berkisar 9% (Anonim,2010) dari kubis tersebut maka jika dilihat dari fisiknya kubis
tersebut masih dalam keadaan utuh. Dari itu tumbuh-tidaknya bakteri pada
sauerkraut dilihat dari total asam yanbg terdapat pada sauerkraut. Meskipun
mengandung bakteri, di dalam bahan-bahan pertanian bakteri ini jumlahnya relatif
sedikit dibandingkan dengan jika melakukan proses yang menggunakan starter. Oleh
karena itu, sauerkraut yang dihasilkan tidak berubah bentuk fisiknya yang terlalu
banyak sehingga sauerkraut bisa dikonsumsi.
Sauerkraut pada percobaan, dihasilkan rasa asam dan memiliki rasa yang
agak asin. Ini dikarenakan fermentasi asam laktat serta adanya penambahan garam
pada proses yang dilakukan. Untuk lebih jelasnya pada sauerkraut dilakukan uji total
asam agar dapat diidentifikasi asam yang dihasilkan pada proses yang dilakukan.
Untuk yang 3 hari sauerkraut yang dihasilkan dapat dikatakan belum selesai, ini
sesuai dengan percobaan yang dilakukan oleh Intan (2005) bahwa sauerkraut yang
sudah matang kadar asamnya mencapai 0.2 %, sedangkan pada H-3 kadar asamnya
masih berkisar 1,35 x 10-2 %. Pada hari ke 6, 9 dan 12 nilai total asamnya sudah
meningkat dan sudah dikatakan menjadi sauerkraut yang jadi karena jika dilihat pada
total asamnya sudah di atas 0.2 %. Akan tetapi yang sudah lebih dari 6 hari
sauerkraut sudah mengeluarkan bau yang busuk dan teksturnya sudah tidak bagus
atau lunak. Menurut Srikandi (1997) sauerkraut yang bagus itu dihasilkan pada 4-6
hari, dengan peningkatan total asamnya 0.27%.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Yoghurt adalah produk susu yang mengalami fermentasi menggunakan
bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus. Proses pembuatan
yoghurt ini dimulai dengan susu di pasteurisasi menggunakan laktosa kemudian
didinginkan menggunakan gelatin lalu susu di inokulasi yang selanjutnya didiamkan
pada suhu kamar hingga susu berubah menjadi yoghurt.
Sauerkraut…………………………
Pada uji waktu penggumpalan, yoghurt dalam waktu 24 jam mengalami
penggumpalan cukup banyak. Ini disebabkan ………………………….
Pada uji nilai pH, yoghurt dari waktu ke waktu semakin kecil nilainya
(semakin asam) karena…………………………….
Pada uji total asam (kadar asam laktat), sauerkraut nilai total asamnya
semakin lama semakin besar menunjukkan sauerkraut semakin asam. Hal ini
disebabkan……………….
Pada uji identifikasi mikroba, sauerkraut …………..
B. Saran
Dalam melakukan praktikum sebaiknya memahami prosedur dengan jelas
agar dapat menghasilkan produk yang baik. Alat yang digunakan serta saat
menjalankan prosedur pun juga harus steril agar tidak terkontaminasi dengan
mikroba. Waktu untuk membuat suatu produk pun tak luput harus diperhatikan
karena sangat berpengaruh dengan hasil yang diinginkan. Bahan – bahan yang akan
digunakan harus memiliki kualitas baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2007.YOGHURT.http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan
/pangan /ipb/ Yoghurt.pdf . [terhubung berkala] 6 juni 2012
Anonim. 2010. Nilai-kandungan Gizi Kubis-kembang kol-cabage. http://eemoo-
esprit.blogspot.com/2010/10/nilai-gizi-kubis-kembang-kol-cabbage.html.
[terhubung berkala] 6 juni 2012
Bottazi, V. 1983. Other fermented dairy product. In : Biotechnology : Food and
Feed Production with Microorganism. Vol 5. Verlag Chemie, Florida.
Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H. Fleet dan M. Wooten. 1987. Ilmu Pangan,
Terjemahan H. Purnomo. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Chandan, R.C. 1982. Other fermented dairy products. In: G. Reed (Ed). Prescott and
Dunn’s Industrial Microbiology. 4th Ed. AVI Publishing Co. Westport,
Connecticut.
Farnworth, Edward R. (2003). Handbook of Fermented Functional Foods. CRC.
ISBN 0-8493-1372-4.
Fardiaz, Srikandi. 1997. Isolasi dan Seleksi Bakteri Asam Laktat. [terhubung
berkala]. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/83971321.pdf (6 Juni 2012).
Rachmawati, Intan. 2005. Uji Antibakteri Asam Laktat. [terhubung berkala].
http://biosains.mipa.uns.ac.id/C/C0202/C020202.pdf (6 Juni 2012).
Rahman, A., S. Fardiaz, W.P. Rahayu, Suliantari dan C.C. Nurwitri. 1992. Teknologi
Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Tamime, A. Y. And H.C. Deeth. 1980. Yoghurt, Technology and Biochemistry.
J.Food Protect. 43(12):937-977.
Tamime, A.Y. And R.K. Robinson. 1989. Yoghurt : Science and Technology. 1st Ed.
Pergamon Press, London.
Tamime, A.Y. And R.K. Robinson. 1999. Yoghurt : Science and Technology. 2nd
Ed. Woodhead Publishing Ltd, England.
Vedamuthu, E.R. 1982. Fermente milks. In : Feermented Foods. Economic
Microbiology. Vol 7. Academic Press, New York
LAMPIRAN
YoghurtWaktu Penggumpalan
4 jam -12 jam -24 jam +++
Nilai pH4 jam 612 jam 524 jam 4
Ket : - = belum menggumpal +++ = menggumpal semua
SauerkrautTotal Asam (Kadar Asam Laktat)
H-3 1,35 x 10-2 %H-6 4,32 x 10-1 %H-9 4,86 x 10-1 %H-12 5,4 x 10-1 %Identifikasi Mikroba (Pewarnaan sederhana)H-3
H-6 -H-9 -H-12 -
Recommended