View
233
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Volume 6. Nomor 2, Juli 2015
JOURNALAcademy Of Education
Jurnal Pendidikan Pancasila dan KewarganegaraanPengembangan Model Pembelajaran PPKn Quantum Teaching Berbasis Lingkunganmelalui Cooperative Learning di SMA Negeri kota YogyakartaNuryati dan Ahmad Nasir Aribowo
Birokrasi sebagai Sentralisasi Kekuasaan Politik-Ekonomi di Indonesia.Triwahyu Budiutomo dan Arif Wahyuanriawan
Membangun Moralitas dalam Hubungan Anak dan Orang TuaJoko wahono
Dana Talangan Haji: Antara Kebutuhan dan IroniCitra Ayudiati
Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, dan Kecerdasan SpiritualTerhadap Prestasi Belajar PKn Siswa SMP Negeri 1 Sewon BantulSri Ayomi
Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui Penilaian PortofolioSiswa Kelas X SMK Bhina Karya Rongkop Gunung Kidul Tahun Pelajaran 2014/2015Emiyatini
Pembelajaran Tematik pada Bidang Studi Pendidikan Kewarganegaraan Kelas IV di SDMendongan Playen Gunung Kidul Yogyakarta Tahun Pelajaran 2014/2015Slamet
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DANKEWARGANEGARAANFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS COKROAMINOTO YOGYAKARTA
ISSN:1907-2341
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
1
ACADEMY OF EDUCATION JOURNALJurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Volume 6 Nomor 2 Juli 2015ISSN 1907-2341Diterbitkan oleh:
Program Studi Pendidikan Pancasila dan KewarganegaraanFakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Cokroaminoto Yogyakarta
Penanggung Jawab:Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Cokroaminoto Yogyakarta
Dewan Redaksi:Dr. Suwardie
Drs. Triwahyu Budiutomo, M.Pd., M.T.Dra. Nuryati, M.Pd
Joko Wahono, S.Pd., M.A.P.
Redaktur Pelaksana:Ahmad Nasir Ari Bowo, M.Pd
Intan Kusumawati, M.Pd.Yenny Anggreini Sarumaha, MSc.
Sekretaris Redaksi:Yudiantiwi Laksmi Dewi, S.E.
Bendahara:Paiman, S.Pd., M.A.P.
Anggota:Heri Kurnia, S.Pd., Rahmawati, S.Pd.
Endarti Puriyanti, S.Pd, Arief Kurniawan Safei, S.S., Purwoko
Mitra Bestari:Prof. Dr. Yoyon Suryono, M.Pd. (Universitas Negeri Yogyakarta)
Prof. Dr. Abdul Gafur, M.Sc (Universitas Negeri Yogyakarta)Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Si. (Universitas Negeri Yogyakarta)
Drs. Cholisi, M.Si. (Universitas Negeri Yogyakarta)
Alamat Redaksi:Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Cokroaminoto Yogyakarta Jl. Perintis Kemerdekaan, Gambiran, Umbulharjo,Yogyakarta 55161 Telp. 0274-372274 (Hunting), Faks. 0274-372274.
i
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
2
DAFTAR ISI
Hal
Daftar Isi………………………………………………………………………….... iiPengantar Redaksi ………………………………………………………………… iii
Pengembangan Model Pembelajaran PPKn Quantum Teaching BerbasisLingkungan melalui Cooperative Learning di SMA Negeri kota YogyakartaNuryati dan Ahmad Nasir Aribowo………………………………………………… 4
Birokrasi sebagai Sentralisasi Kekuasaan Politik-Ekonomi di IndonesiaTri Wahyu Budiutomo dan Arif Wahyuanriawan …………………………………. 13
Membangun Moralitas dalam Hubungan Anak dan Orang TuaJoko Wahono ..……………………………………………………………………... 23
Dana Talangan Haji: Antara Kebutuhan dan IroniCitra Ayudiati ……………………………………………………………………… 35
Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, dan KecerdasanSpiritual Terhadap Prestasi Belajar PKn Siswa SMP Negeri 1 Sewon BantulSri Ayomi ………………………………………………………………………….. 43
Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melaluiPenilaian Portofolio Siswa Kelas X SMK Bhina Karya RongkopGunung Kidul Tahun Pelajaran 2014/2015Emiyati …………………………………………………………………………….. 61
Pembelajaran Tematik pada Bidang Studi Pendidikan KewarganegaraanKelas IVdi SD Mendongan Playen Gunung Kidul YogyakartaTahun Pelajaran 2014/2015Slamet ……………………………………………………………………………… 71
ii
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
3
PENGANTAR REDAKSI
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan Academy of
Education Journal Volume 6 Nomor 2 Juli 2015 terbit dengan menyajikan tulisan-tulisan
tentang Pendidikan, Politik, dan Hukum. Journal ini terdapat 7 (tujuh) tulisan yang di buat oleh
para ahli di bidang mereka.
Journal ini ditujukan bagi peserta didik, mahasiswa, guru dan dosen pada umumnya.
Banyak pihak yang telah membantu dalam penulisan journal baik langsung maupun tidak
langsung. Pada kesempatan ini tim redaksi menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Universitas Cokroaminoto Yogyakarta dan juga pengirim naskah hasil penelitiannya. Tim
redaksi banyak mengucapkan terimakasih sehingga jurnal ini dapat di baca oleh berbagai pihak
sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Namun demikian, tentunya masih banyak kekurangan yang memerlukan
penyempurnaan pada cetakan selanjutnya. Tim redaksi mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi penyempurnaan jurnal ini. Di harapkan jurnal ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi peserta didik, mahasiswa, guru, dan dosen sehingga dapat
menerapkan tugas dan perannya secara kompeten dan professional.
Tim Redaksi
iii
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
4
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PPKn QUANTUM TEACHINGBERBASIS LINGKUNGAN MELALUI COOPERATIVE LEARNING
DI SMA NEGERI KOTA YOGYAKARTA
Oleh:Nuryati* Ahmad Nasir Ari bowo*
Universitas Cokroaminoto Yogyakarta
Abstrak
Latar belakang penelitian ini adalah banyaknya guru dalam melaksanakan pembelajaran,kurang memaksimalkan model, dan sumber belajar. Maka tujuan pendidikan tidak tercapai.Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan pemahaman konsep dan prestasi akademik melaluipengembangan model pembelajaran PPKn quantum teaching berbasis lingkungan di SMANegeri Yogyakarta. Jenis penelitian adalah research and development eksperimen. Subjekujicoba adalah kelas XI sebanyak 6 kelas.
Langkah-langkah model meliputi a) pendahuluan, b) penyajian materi, c) mengajukan,membandingkan dan menjelaskan analogi, d) pengujian analogi tim, e) test individu, f)perayaan, g) penutup. Dapat diketahui bahwa, terdapat peningkatan pemahaman konsep danprestasi akademik melalui implementasi model pembelajaran PPKn quantum teaching berbasislingkungan melalui cooperative learning.
Keyword: PPKn Quantum Teaching, Berbasis Lingkungan, Cooperative learning,perubahan perilaku
Pendahuluan
Pembelajaran belum dikatakan berhasil apabila guru dalam proses pembelajarannya
belum bisa menerapkan model pembelajaran yang memenuhi kriteria pembelajaran aktif,
inovatif, kreatif, efesien, dan menyenangkan. Sudah terbukti bahwa masih banyak sekolah
sampai sekarang ini, dalam proses pembelajaran guru belum mampu menerapkan model
pembelajaran yang memenuhi unsur kriteria tersebut atau belum bisa mengembangkannya. Hal
ini berakibat bahwa peserta didik belum mampu memahami dan mengimplemantasikan dengan
baik materi yang di peroleh. Proses pembelajaran seharusnya tidak hanya dilaksanakan dikelas
saja. Akan tetapi dapat dilaksanakan dilingkungan manapun dan dengan model pendekatan yang
humanis. Quantum teaching berbasis Lingkungan dapat menumbuh kembangkan motif untuk
belajar dengan baik dan produktif.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
5
Hasil wawancara peneliti dengan siswa yang mengikuti pembelajaran PPKn di beberapa
SMA Negeri Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa masih ada guru dalam mengajar belum
memanfaatkan lingkungan sebagai media atau sumber pembelajaran secara maksimal. Selain itu
model pembelajaran yang sering di gunakan adalah ceramah bervariasi, sehingga masih ada
siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran, bahkan ada yang merasa jenuh dan
mengantuk, ketika mengikuti pembelajaran. Dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran PPKn
di SMA Negeri Yogyakarta belum tercapai secara maksimal. Sehingga perlu ada pengembangan
model pembelajaran. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti mencoba melakukan penelitian
tentang pengembangan model pembelajaran PPKn quantum teaching berbasis lingkungan
melalui cooperative learning di SMA Negeri Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk: 1)
mendeskripsikan model pembelajaran PPKn yang dilaksanakan oleh guru SMA Negeri
Yogyakarta. 2) mendiskripsikan pengembangan model pembelajaran PPKn quantum teaching
berbasis lingkungan melalui cooperative learning di SMA Negeri Yogyakarta. 3)
mendiskripsikan implementasi model pembelajaran PPKn quantum teaching berbasis lingkungan
melalui cooperative learning di SMA Negeri Yogyakarta. 4) menguji dan membandingkan
perbedaan pemahaman konsep dapa mata pelajaran PPKn quantum teaching yang
pembelajarannya berbasis lingkungan cooperative learning di SMA Negeri Yogyakarta. 5)
menguji dan membandingkan prestasi akademik pada mata pelajaran PPKn quantum teaching
yang pembelajarannya berbasis lingkungan PPKn melalui cooperative learning di SMA Negeri
Yogyakarta.
Banyak penelitian yang berkaitan tentang model pengembangan pembelajaran,
pengembangan kurikulum, dan pengembangan materi ajar. Model pengembangan tersebut
sangatlah beragam. Hasil penelitian Chien dkk. (2009), dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pembelajaran dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa, termasuk pengetahuan dan tingkat
pemahaman. Persepsi mahasiswa dari kegiatan belajar ini tampaknya positif. Studi ini
mengidentifikasi dua faktor yang menonjol dalam efek positif: siswa terlibat dalam "mobile-
teknologi yang didukung" pengamatan selama penyelidikan ilmiah mereka; dan siswa terlibat
dalam "mobile-teknologi yang didukung" manipulasi selama penyelidikan ilmiah mereka.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
6
Akhirnya, kesimpulan bahwa penelitian kami telah menarik bisa merupakan panduan yang
berguna bagi praktisi pendidikan yang bersangkutan dengan potensi komputasi mobile di
sekolah, (Journal of education, technology and society volume 12 Issue p.344-358). Selain itu
hasil penelitian Hasio dkk., (2010) menunjukkan bahwa dalam pembelajaran di suatu sekolah
kelompok eksperimen mengungguli kelompok kontrol pada tes pengetahuan ekologi. Selain itu,
siswa dalam kelompok eksperimen merasa puas dengan sistem pembelajaran ekologi didukung
oleh sistem penentuan posisi. Implikasi pedagogis dari penelitian ini adalah bahwa siswa perlu
pengalaman langsung untuk memperoleh pemahaman tentang suatu topik tertentu (Journal of
education, technology and society volume 13 Issue 4 p.98-111).
Hasil penelitian Sarjono dkk., (2014) tentang management development of economic
learning that is based on environment with innovative approach at sma muhammadiyah
Surakarta dapat di simpulkan bahwa The research results showed that: 1) Economics learning
model that is based on environment with efective and adaptable through the steps, those are: a)
introduction, b) the presentation of substantive material, c) proposing, comparing and
explaining analogy, d) testing team, e) re exploration, and f) testing direct analogy. The model
showed self-awareness, demonstrating students’ cooperation/work together in teams, using an
objective approach in solving problems, applying religious values and building good character.
2) Implementation of economics learning model that is based on environment with inovative
learning approach at SMA Muhammadiyah Surakarta has given positive effect and contribution
on increasing student’concept understanding of Economics lesson, so that, tobe efective to have
been conducted by teachers. 3) there is an increasing on students’ academic achievement
through the implementation of economics learning model that is based on environment with
inovative learning approach at SMA Muhammadiyah Surakarta than before. (asia pacific
journal. Vol: 1 issue xiv, june 2014). Sarjono, dkk., (2014) melakukan penelitian tentang
pengembangan pengelolaan pembelajaran ekonomi berbasis dilngkungan dengan menerapkan
strategi pembelajaran inovatif di SMA Muhammadiyah Surakarta. Hasilnya dapat di ketahui
bahwa dengan penerapan model pembelajaran ekonomi berbasis lingkungan melalui strategi
inovatif, terdapat peningkatan pemahaman konsep dan prestasi akademik siswa.
Berbagai Hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan
menggunakan berbagai media, baik teknologi maupun sumber-sumber lain, dapat meningkatkan
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
7
pembelajaran yang lebih baik dan maksimal. Persamaan penelitian sebelumnya dengan
penelitian ini antara lain sama-sama menerapkan pembelajaran dengan beberapa sumber
lingkungan. selain itu pembelajaran tersebut dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam memahami materi. Selanjutnya perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah dalam hal model pembelajaran. Penelitian ini menerapkan berbagai model
pembelajaran yang inovatif. Salah satunya adalah menggunakan model quantum teaching dan
cooperative learning. Model pembelajaran tersebut di kembangkan untuk memudahkan siswa
dalam memahami materi.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah research and development pendekatan eksperimen. Hal
tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa metode eksperimen merupakan metode yang tepat
dan akurat untuk memenuhi fungsi ilmu yaitu menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol.
Metode eksperimen mempunyai struktur yang paling ketat dan transparan.
Adapun langkah-langkah modifikasi dalam penelitian ini adalah 1) studi pendahuluan 2)
pengembangan, dan 3) pengujian. Penelitian ini berlokasi di SMA Negeri Yogyakarta yaitu SMA
Negeri 5 dan SMA Negeri 6. yang beralamat di Yogyakarta. Subjek dalam pengembangan ini
adalah guru dan siswa. Survai awal di pilih kelas XI sebanyak 2 jam mata pelajaran dalam satu
minggu. Teknik analisis data yang digunakan yaitu terkait PPKn quantum teaching berbasis
lingkungan melalui cooperative learning di SMA Negeri Yogyakarta. Keabsahan data dalam
penelitian ini meliputi kualitatif, eksperimen, dan uji T.
Penelitian dan Pembahasan
A. Hasil Pengembangan
Adapun hasil pengembangan pembelajaran PPKn quantum teaching berbasis lingkungan
melalui cooperative learning di SMA Negeri Yogyakarta meliputi tujuh tahapan antara lain:
1. Tahap pertama, merupakan tahapan pendahuluan. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mempermudah guru dalam mengimplemtasikan model pembelajaran tersebut.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
8
2. Tahap kedua sebagai tahap penyajian materi, merupakan tahap pokok bagi keberhasilan
siswa dalam memperoleh materi. Tahap ini merupakan tahapan untuk mengarahkan pada
materi materi yang akan dibahas. Ibarat sebuah rumah, maka tahap ini bisa dijadikan pintu
masuknya dalam pembelajaran. sehingga dapat dikatakan bahwa tahapan ini akan
menentukan tahapan berikutnya. Apabila siswa kurang memahami pada tahapan ini maka
siswa tersebut akan semakin sulit mengikuti tahapan berikutnya. pengajar haruslah berhati-
hati dalam menyampaikan materi pada tahapan ini. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa
dapat mengikuti tahapan ini dengan baik. Dengan pendekatan konsep Taba, pengajar
diharapkan lebih mudah menyampaikan tahapan ini kepada siswa. dan juga pola pikir siswa
semakin berkembang. Disamping itu, agar tingkat penguasaan materi semakin meningkat
maka teknik yang digunakan adalah cooperative learning tipe STAD, karena dengan
pendekatan ini siswa dituntut untuk aktif dan kreatif dalam mengikuti materi.
3. Tahap ketiga, tahapan ini terdiri dari gabungan tahap analogi langsung, mengajukan analogi,
perbandingan analogi, dan penjelasan analogi. Implementasi pada tahapan ini ini diawali
dengan meminta siswa mengajukan atau membuat analogi langsung atas materi yang sedang
dibahas melalui berbagai informasi. tahapan ini dapat menambah dan memperkaya
pengetahuan serta wawasan, karena siswa mempelajari materi dari berbagai sumber terkait
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Selain itu memiliki fungsi untuk memfasilitasi siswa
dalam proses transmisi dan transformasi terhadap materi yang sedang dibahas. Siswa dapat
memperdalam materi dengan tahapan ini, dan juga mengetahui antara teori dan realitas yang
ada terkait materi.
4. Tahap keempat. Tahap pengujian analogi tim. Setelah siswa mempelajari tahapan
sebelumnya. Kelompok siswa diminta untuk, mendiskusikan materi, dan merangkum hasil
diskusi.
5. Tahap kelima. Tahap test individu. Siswa mengerjakan soal, terkait materi yang di pelajari.
6. Tahap keenam. Tahap perayaan. Siswa dalam tim maupun individu terbaik mendapatkan
penghargaan dari guru.
7. Tahap ketujuh, merupakan tahap penutup. Pengajar dan siswa bersama-sama menyimpulkan
materi yang telah dipelajari kemudian pemberian informasi oleh guru terkait tindak lanjut
pertemuan berikutnya.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
9
Implementasi model terlebih dahulu dilakukan uji coba terbatas pada kelas XI IPA 6
SMA Negeri 5 Yogyakarta. Terdapat peningkatan pemahaman konsep dan prestasi akademik
dalam uji coba terbatas ini. Namun, ada revisi dalam penerapan model. Selanjutnya uji coba
lebih luas di terapkan di dua kelas yaitu kelas XI IPA 5 dan XI IPA 4 di SMA Negeri 5
Yogyakarta. Dan terakhir uji coba validitas yang di lakukan di kelas XI IPA 2, XI IPA 3, dan XI
IPA 4 SMA Negeri 6 Yogyakarta. Hasil ujicoba skala terbatas, hasil ujicoba skala lebih luas, dan
hasil uji validitas dapat diketahui terdapat peningkatan pemahaman konsep dan prestasi
akademik. Adapun peningkatan tersebut sebagaimana di paparkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1. Hasil Pengembangan Model Pembelajaran PPKn Quantum Teaching BerbasisLingkungan melalui Cooperative Learning Tipe STAD
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dikemukakan bahwa dari ujicoba terbatas sampai pada
ujicoba validitas tingkat pemahaman konsep PPKn dan prestasi siswa mengalami peningkatan
yang berarti. Uji coba lebih luas yang dilakukan pada kelas XI IPA 5 dan XI IPA 4 memberikan
hasil yang tidak jauh berbeda, demikian juga pada uji validasi yang dilakukan pada kelas XI IPA
2, XI IPA 3 dan XI IPA 4.
B. Hasil Pembahasan
1. Model pembelajaran PPKn yang dilaksanakan oleh Guru SMA Negeri Yogyakarta.
Model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru mata pelajaran PPKn kelas XI SMA
Negeri 5 dan 6 Yogyakarta, masih kurang maksimal. Hal tersebut dapat diketahui bahwa rencana
pelaksanaan pembelajaran kurang lengkap selama mengajar satu semester. Guru hanya
mengandalkan materi buku paket dan modul atau lembar kerja siswa. Pelaksanaan pembelajaran
pun juga terkesan monoton. Sehingga hasil pembelajarannya pun belum dikatakan berhasil.
No Aspek Uji cobaterbatas
Uji coba lebih luas Uji coba validitas
XI IPA 626 siswa(SMAN 6)
XI IPA 528 siswa
(SMAN 6)
XI IPA 428 siswa(SMAN 6)
XI IPA 230 siswa
(SMAN 7)
XI IPA 328 siswa(SMAN 7)
X IPA 430 siswa(SMAN 7)
1 Pemahamankonsep
24 siswa 26 siswa 28 siswa 29 siswa 29 siswa 30 siswa
2 Prestasirata-ratakelas
85 86 87 74 79 77
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
10
2. Pengembangan model pembelajaran PPKn quantum teaching berbasis lingkungan
melalui cooperative learning di SMA Negeri Yogyakarta
Pengembangan model pembelajaran PPKn Quantum teaching berbasis lingkungan pada
tahapan pertama masih ada beberapa sisi kelemahannya. Hal tersebut dapat diketahui pada waktu
uji coba model kelas terbatas. pengajar masih belum begitu menguasai konsep model
pembelajaran PPKn quantum teaching berbasis lingkungan. Selanjutnya perlu diadakan evaluasi
agar menjadi lebih baik. Selanjutnya pada tahap ujicoba lebih luas pengajar sudah dapat
menerapkan model pembelajaran dengan baik. Hal tersebut dapat diketahui dari perubahan pada
siswa.
3. Implementasi model pembelajaran PPKn quantum teaching berbasis lingkunganmelalui cooperative learning di SMA Negeri Yogyakarta
Implementasi model pembelajaran PPKn Quantum teaching berbasis lingkungan terlaksana
dengan baik, Meskipun perlu evaluasi. Hal tersebut dapat diketahui guru dan peneliti melakukan
implementasi model 6 kelas pada jenjang yang sama. Dari hasil implementasi tersebut teryata
terdapat perbedaan yang signifikan pada siswa.
4. Pemahaman konsep dan prestasi akademik pada mata pelajaran PPKn quantumteaching berbasis lingkungan melalui cooperative learning di SMA Negeri Yogyakarta
Pemahaman konsep PPKn dan prestasi siswa mengalami peningkatan yang berarti. Ujicoba lebihluas yang dilakukan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda, demikian juga pada uji validasi.
C. Perbandingan dengan Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Chien dkk. (2009), Witthaus (2009), Hasio dkk., (2010) dan Sarjono
dkk., (2014) terkait penelitian berbasis lingkungan sebagaimana yang dipaparkan dalam uraian
sebelumnya, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan dan persamaan dengan penelitian ini.
Adapun persamaan dalam penelitian ini antara lain adalah sama-sama penelitian yang berbasis
lingkungan, mempunyai dampak yang signifikan setelah diadakan penelitian, dan penelitian
terfokus dalam salah satu bidang. Selanjutnya perbedaannya adalah pada penelitian terdahulu
lebih menekankan pada lingkungan e-learning, mobile teknologi, sedangkan dalam penelitian ini
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
11
lebih menekankan pada pendekatan yaitu quantum teaching dan sumber di berbagai lingkungan
yang meliputi internet, buku, masyarakat, serta berbagai media. Hasil dalam penelitian ini lebih
menekankan pada model pembelajaran yang inovatif.
Kesimpulan
Model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru mata pelajaran PPKn kelas XI SMA
Negeri 5 dan 6 Yogyakarta, masih kurang maksimal. Hal tersebut dapat diketahui bahwa rencana
pelaksanaan pembelajaran kurang lengkap selama mengajar satu semester. Guru hanya
mengandalkan materi buku paket dan modul atau lembar kerja siswa. Pelaksanaan pembelajarn
pun juga terkesan monoton. Sehingga hasil pembelajarannya pun belum dikatakan berhasil.
Pengembangan model pembelajaran PPKn quantum teaching berbasis lingkungan pada
tahapan pertama masih ada beberapa sisi kelemahannya. Hal tersebut dapat diketahui pada waktu
uji coba model kelas terbatas. pengajar masih belum begitu menguasai konsep model
pembelajaran PPKn quantum teaching berbasis lingkungan. Selanjutnya perlu diadakan evaluasi
agar menjadi lebih baik. Selanjutnya pada tahap ujicoba lebih luas pengajar sudah dapat
menerapkan model pembelajaran dengan baik. Hal tersebut dapat diketahui dari perubahan pada
siswa.
Implementasi model pembelajaran PPKn quantum teaching berbasis lingkungan terlaksana
dengan baik, Meskipun perlu evaluasi. Hal tersebut dapat diketahui guru dan peneliti melakukan
implementasi model 6 kelas pada jenjang yang sama. Dari hasil implementasi tersebut teryata
terdapat perbedaan yang signifikan pada siswa. Pemahaman konsep PPKn dan prestasi siswa
mengalami peningkatan yang berarti. Ujicoba lebih luas yang dilakukan memberikan hasil yang
tidak jauh berbeda, demikian juga pada uji validasi.
Daftar Pustaka
Chien Liu, Tzu dkk. 2009. The effects of mobile natural-science learning based on the 5Elearning cycle: A case study. Journal Educational Technology & Society. Taiwan:Institute of Graduate Institute of Learning & Instruction, National Central University,Taiwan // 2Institute of Education, National Chiao Tung University, Taiwan // 3 TaipeiMunicipal Shi-Dong Elementary School, Taiwan // 4 Department of Nature Science,Taipei Municipal University of Education.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
12
Hsiao, Hsien Sheng dkk. 2010. Ocation Based Services for Outdoor Ecological LearningSystem: Design and Implementation. Educational Technology & Society. Taiwan:Department of Technology Application and Human Resource Development, NationalTaiwan Normal University, Taipei, Taiwan 1 Department of English, National TaiwanNormal University.
Sarjono, Yety, dkk., 2014. management development of economic learning that is based onenvironment with innovative approach at SMA Muhammadiyah Surakarta. Asia Pacificjournal of research. Volume: 1 issue xiv, june 2014. (http://apjor.com/downloads/-1907201413.pdf)
Witthaus, Gabrille. (2009). The Implication of SCORM Conformance for Workplace e-learning.Electronic Journal of e-Learning Volume 7 Issue 2 2009,hal 01 (183-190). England:Journal International New Leaf Training Network Ltd.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
13
BIROKRASI SEBAGAI SENTRALISASI KEKUASAANPOLITIK – EKONOMI DI INDONESIA
Oleh :Triwahyu Budiutomo*, Arif Wahyuanriawan*
Universitas Cokroaminoto Yogyakarta
Abstrak
Integrasi suatu negara dengan sistem ekonomi internasional yang kapitalis menyebabkansistem ekonomi nasional negara menjadi subordinasi dari internasional ekonomi karena teori inimelihat dunia terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : negara pusat, negara yang dapat dikatakansebagai negara yang memiliki sistem kapitalisme modern (misalnya : negara-negara G7) dankelompok negara satelit (bekas negara koloni).
Suatu hal menarik dari teori ini adanya pembagian kerja internasional di mana negara-negara metropol adalah negara yang memproses bahan-bahan mentah yang disediakan olehnegara-negara satelit menjadi produk-produk industri yang kemudian dijual kembali sebagaiproduk industrial di negara-negara yang sedang berkembang. Dalam hal ini sektor ekonomitradisional mendapat fungsi baru yaitu sebagai penyedia tenaga yang murah dan lahan yangmurah untuk kepentingan pengembangan sektor modern yang merupakan wakil kapitalismemodern. Akibatnya muncul kelompok birokrat politik sebagai sebagai pusat kekuasaan, birokrasisebagai penunjang kebijakan-kebijakan ekonomi. Jadi negara dengan aparatnya oleh pendekatanini dianggap sebagai Comprador : kelompok yang memberikan fasilitas utama bagi kepentingan-kepentingan modal asing dengan memperoleh bayaran tertentu. Ia juga merupakan kelompokyang menyebarluaskan prinsip-prinsip dasar kapitalisme itu sendiri, karena industrialisasi mulamuncul di negara-negara yang sedang berkembang.
Kata Kunci: Birokrasi, Sentralisasi Kekuasaan, Politik, Ekonomi Indonesia
A. Pendahuluan
Teori ketergantungan (dependency theory) meramalkan bahwa industrialisasi kapitalis
terjadi di beberapa negara pinggiran (periphery). Hal ini disebabkan pada akhir abad ke-20 dunia
mengalami perubahan yang mendasar dan kapitalisme muncul sebagai suatu sistem ekonomi
yang dominan di dunia dan menjadi harapan bagi sebagian negara-negara yang sedang
berkembang (Loekman Sutrisno, 1994: 3). Jelas bahwa negara seperti Korea Selatan, Taiwan,
Singapura, dan Hongkong tidak mengalami proses ketergantungan (under-development). Ini
berarti bahwa prediksi teori ketergantungan dapat dikatakan meleset. Melesetnya teori
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
14
ketergantungan ini disebabkan oleh : pertama, pendekatan ini mengabaikan analisis pada tingkat
produksi. Kedua, pendekatan ini berpendapat bahwa apa yang terjadi di pinggiran ditentukan
oleh apa yang terjadi di pusat (core), dan lebih jauh mengabaikan peran aktif pinggiran dalam
pembentukan sejarah. Pengabaian analisis pada tingkat produksi terjadi karena pendekatan
ketergantungan memusatkan perhatian pada arus surplus dari pinggiran ke pusat, yang
dimungkinkan oleh keadidayaan pusat yang telah berhasil menciptakan dan mendominasi sistem
kapitalis dunia.
Para pendukung teori ini berpendapat bahwa negeri pinggiran hanya muncul karena
dibutuhkan oleh pusat sebagai sumber bahan mentah, pasar, tenaga kerja murah, dan fasilitas
industri lainnya. Menurut Wallerstein, jika ada negara periphery yang dapat melakukan
industrialisasi itu hanyalah untuk memenuhi kebutuhan pusat akan sektor-sektor menengah
(middle sectors) dalam sistem kapitalis dunia (Wallerstein, 1979: 112). Negara pinggiran bisa
muncul karena adanya kontradiksi ekonomi negara-negara pusat atau karena kolaborasi dengan
mereka dan juga negara-negara pinggiran ini tidak mempunyai dinamika sendiri, karena memang
pendekatan ini mengabaikan proses akumulasi modal di dalam negara-negara pinggiran.
Pendekatan ketergantungan ini ditentang oleh Ball Warren yang mengatakan bahwa
imperialisme ekspor modal dan kapitalisme monopoli dari negara-negara maju tidak membuat
negara-negara dunia ketiga terbelakang, tetapi sebaliknya proses tersebut membuat mereka
menjadi negara industri dengan sistem kapitalisme meskipun ada hambatan-hambatannya yang
berasal dari kontradiksi internal di negara dunia ketiga itu sendiri (Warren, 1973: 4).
Pada dekade 70-an, industrialisasi kapitalis mengalami keberhasilan di negara-negara
yang sedang berkembang, tetapi juga mengalami kegagalan-kegagalan di negara-negara lainnya.
Proses industrialisasi kapitalis mendorong rakyat ke posisi marginal seperti Brasil, Argentina,
Chili. Sedang di negara Korea Selatan dan Taiwan marginalisasi tidak terjadi. Oleh karena itu
pertumbuhan sektor manufaktur merupakan aktor utama di bidang ekonomi, oleh karena itu
makalah ini akan mencoba membahas sektor manufaktur di negara-negara yang sedang
berkembang, khususnya di Indonesia.
B. Sirkuit Modal
Pendekatan ketergantungan memandang industrialisasi di pinggiran ditentukan oleh pusat,
karena itu perlu dilihat kegagalan dan keberhasilan industrialisasi di negara-negara pinggiran.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
15
Akumulasi modal tidak dimulai tanpa modal uang, tetapi adalah keliru kalau mengasumsikan
bahwa tersedianya modal uang begitu saja menjami suksesnya industrialisasi. Dewasa ini modal
bisa diperoleh dari bantuan luar asal memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu : demokrasi,
pengakuan hak asasi manusia, dan pelestarian lingkungan (Loekman Sutrisno, 1994: 5). Mereka
melakukan investasi di negara-negara pinggiran untuk mencari laba yang lebih tinggi atau pasar-
pasar baru melalui penanaman modal asing. Akan tetapi kita melihat bahwa industrialisasi Brasil
dan Meksiko yang padat modal asing tidak bisa dibilang mengalami kesuksesan. Sementara
Taiwan dan Hongkong tidak mengalami nasib yang sama, bahkan Korea Selatan mampu
melakukan industrialisasi dengan memanfaatkan utang luar negeri (Alexander Irwan, 1994: 5).
Bagi negara-negara yang sedang berkembang, pengembangan alat-alat produksi secara
terus-menerus merupakan jalan untuk menguasai pasar domestik dan menembus pasar dunia.
Kombinasi tingkat produktivitas, tingkat proteksi efektif (effective protection rate) dan tingkat
penanaman modal terpasang (fixed = capital investment) dalam sektor manufaktur bisa dijadikan
tolok ukur kompetisi suatu negeri dalam sistem akumulasi intensif tersebut. Di lain pihak,
kuatnya negara telah memberi peluang kepada para birokrat dan pemimpin militer di kebanyakan
negara sedang berkembang untuk mengejar kepentingan ekonomi dan politik mereka sendiri,
termasuk mengembangkan kerajaan bisnis mereka atau sekedar menumpuk kekayaan yang
ternyata menghambat perkembangan sektor manufaktur. Seperti terjadi di Indonesia, sejak
kelompok nasionalis dan oposisi kini hilang (sekitar tahun 1965) merupakan kesempatan untuk
mengintroduksir kapital, karena di dalamnya militer terlibat.
C. Birokrasi sebagai Sentralisasi Kekuasaan Politik Ekonomi
Dalam dialog nasional pertekstilan bulan Maret 1987, para eksportir mengatakan bahwa
tidak mungkin mengekspor tekstil dan pakaian jadi tanpa subsidi, tanpa subsidi mereka tidak
berani menembus pasar dunia (Tempo, 21 Maret 1987), yang berarti produk mereka tidak
kompetitif. Sialnya subsidi tersebut dikecam oleh Amerika yang mengancam akan menutup
pasarnya. Pada tahun 1985 Menteri Perdagangan Rachmat Saleh terpaksa menandatangani Code
on Subsidies and Countervailing Duties yang mengakhiri subsidi yang disalurkan lewat sertifikat
eksport dan kredit eksport (Tempo, 21 Maret 1987). Melakukan subsidi untuk membuat harga
barang menjadi kompetitif sekarang sulit dilakukan.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
16
Terbelakangnya tingkat daya saing Indonesia merupakan masalah politik ekonomi.
Akarnya terletak pada kepentingan-kepentingan para birokrat politik dan para pimpinan militer.
Machie mengatakan bahwa masyarakat politik Indonesia bersifat patrimanial. Kekuasaan
terpusat di sekitar jajaran politik-ekonomi teratas yang sekaligus menguasai sumber-sumber
alam, lisensi, kredit, dan faktor-faktor kunci lainnya yang menentukan akumulasi kekayaan.
Sentralisasi tersebut sangat jelas di bawah pemerintahan Orde Baru (Machie, 1984: 32).
Sentralisasi kekuasaan dapat dilacak kembali ke idiologi dwi-fungsi yang dianut militer.
Kedudukan militer khususnya Angkatan Darat di Indonesia memang sangat unik. Apabila di
negara-negara Asia lainnya khususnya Myanmar dan Thailand sebelum tahun 1980-an, militer
selalu berada di bawah pemerintahan sipil dan hanya berfungsi sebagai negara dan bangsa, maka
ABRI di Indonesia merupakan kekuasaan sosial-politik di samping sebagai penjaga kedaulatan
bangsa dan negara (Loekman Sutrisno, 1994: 25). Itulah sebabnya militer mengklaim bahwa
selama perjuangan kemerdekaan sebelum tahun 1945 dan perjuangan menentang kembalinya
Belanda pada akhir dekade 1940-an, mereka tidak hanya terlibat dalam perang fisik, tetapi juga
doktrin yang dirumuskan pada tahun 1965 (dokrin Perjuangan TNI, Tri Ubaya Cakti). Militer
menggambarkan diri sebagai kekuatan sosial-politik. Aktivitas mereka mencakup bidang
ideologis, politik, sosial, ekonomi, budaya dan agama. Setelah militer mengambil alih kekuasaan
penuh dari Soekarno tahun 1967, konsep peran militer tersebut dipopulerkan sebagai Dwi-fungsi
ABRI dalam masyarakat (Crouch, 1975/1976: 516). Setelah itu konsep dwi-fungsi dipakai oleh
militer untuk melegimasikan campur tangan mereka dalam segala bidang kemasyarakatan. Akan
tetapi dalam pelaksanaannya dwi-fungsi dihadapkan pada situasi yang dilematis. Di satu pihak
sebagai kekuatan sosial-politik militer harus manunggal dengan rakyat, ABRI harus mau
berfungsi sebagai penyalur dan memperjuangkan aspirasi mereka, di pihak lain ABRI juga
berfungsi sebagai aparat keamanan yang mengharuskan mereka untuk mengamankan setiap
kebijaksanaan pemerintah yang tidak selalu disetujui oleh rakyat. Dualisme fungsional inilah
yang menurut Loekman Sutrisno merupakan titik rawan dalam pelaksanaan dwi-fungsi ABRI.
Yang pasti bahwa sentralisasi kekuasaan menimbulkan rasa ketergantungan, kesetiaan dan
bahkan muncul konsep loyalitas dan asas kekeluargaan. Hal ini menyebabkan adanya kompetisi
baik oleh pejabat-pejabat yang ada di pusat maupun yang ada di daerah untuk lebih dekat dengan
pusat kekuasaan, karena yang paling dekat dengan pusat kekuasaan akan memperoleh yang
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
17
paling banyak, hidupnya yang lebih baik. Sementara itu interest dari rakyat biasanya tidak
pernah didengarkan dengan kata lain Patrimanialisme menggambarkan satu negara tidak
responsif terhadap pendapat-pendapat negara lain. Birokrasilah yang menjadi pusat segala
kekuasaan dan oleh karena itu birokrasi tidak dapat dikontrol oleh masyarakat. Birokrasi
mempunyai kekuatan yang luar biasa, sebab birokrasi mempunyai kekuasaan untuk memobilisasi
rakyat dan hubungan rakyat dengan kepala negara didasarkan pada loyalitas total.
D. Kepentingan Kelompok Birokrat Politik
Setelah militer muncul sebagai pemegang kekuasaan tunggal pada tahun 1967, tidak ada
kelompok lain yang mampu mengontrol sepak terjang mereka. Mahasiswa yang membantu
militer melakukan tekanan terhadap Soekarno untuk melarang PKI segera dibungkam. Partai-
partai politik oposisi dilumpuhkan dan peranannya dimatikan untuk diperlihatkan kepada dunia
Barat bahwa Golkar mempunyai oposisi (Alexander Irwan, 1994: 14). Partai-partai politik
sebagai Lambang negara modern (Ramlan Surbakti, 1992: 114) juga dilarang untuk turun sampai
ke tingkat desa. Sementara itu negara membentuk badan-badan korporitas yang terdiri atas
organisasi pemuda, serikat buruh, organisasi perempuan, petani dan lain-lain.
Dalam bidang ekonomi, kelompok-kelompok bisnis juga lemah, posisi dominan modal
asing telah dihancurkan melalui kebijaksanaan nasionalisasi yang berlangsung dari tahun 1959
sampai tahun 1965. Posisi pengusaha Tionghoa dan Bumiputera juga lemah karena dalam
periode demokrasi terpimpin, negara membangun ekonomi industri dengan mengandalkan
perusahaan-perusahaan negara (Robinson, 1986: 78 – 86). Kombinasi dari ideologi dwi-fungsi,
dominasi militer dalam bidang sosial-politik dan lemahnya kelompok-kelompok bisnis
membawa keadaan ke sentralisasi kekuasaan. Gejala ini membuka peluang bagi negara untuk
melakukan tindakan yang berlawanan dengan kepentingan jangka panjang kelompok-kelompok
bisnis.
Kepentingan utama kelompok birokrat politik dari para pimpinan militer adalah mencari
dana di luar anggaran belanja untuk membiayai kegiatan militer, mempertahankan loyalitas di
kalangan militer dan birokrat dengan jalan memberikan intensif material, mengontrol sumber-
sumber daya ekonomi supaya tidak digunakan oleh pihak oposisi untuk menciptakan landasan
ekonomi dan membangun kerajaan bisnis mereka sendiri. Sebuah laporan yang ditujukan kepada
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
18
penanam modal asing mengatakan bahwa sejak tahun 1976 pemerintahan militer Indonesia
menyadari sulitnya membiayai kegiatan militer dengan uang anggaran resmi negara. Alasannya
pemerintah memberi prioritas dana untuk pembangunan ekonomi. Dana untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan yang dialokasikan resmi dari anggaran negara, hanya berjumlah
sekitar sepertiga atau setengah dari anggaran militer yang sesunggguhnya. Oleh karena itu
perusahaan-perusahaan yang dipimpin oleh militer dan birokrat politik digunakan untuk
menghasilkan dana bagi kepentingan militer seperti : Pertamina, Bulog dan lain-lain (Crouch,
1975/1976: 525 – 526). Di samping itu perusahaan-perusahaan negara di bawah manajemen
militer juga digunakan sebagai alat memperkaya diri (Maharim, 1982: 47 dan Budiman, 1985:
38).
Dengan menggunakan posisi mereka yang menguntungkan, para pimpinan militer dan
birokrat politik juga mengembangkan kerajaan bisnis mereka, bisanya dengan bekerjasama
dengan orang-orang Tionghoa dalam bidang manufaktur, keuangan, jasa dan perdagangan.
Alasan negara memberikan akses ekonomi kepada para birokrat politik, kelompok-kelompok
bisnis militer dan para pimpinan militer adalah mencari dana dari luar anggaran resmi
pemerintah untuk membiayai kegiatan militer dan untuk membangun dan mempertahankan
loyalitas. Kalau yang diberi akses ekonomi adalah anggota keluarga mereka sendiri, tujuannya
untuk membangun kerajaan ekonomi mereka. Negara melakukan tersebut untuk mencegah
kelompok oposisi membangun landasan ekonomi mereka, maka muncullah patronase bisnis.
Sebuah survey yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal tahun 1973
menunjukkan bahwa penanaman modal dalam negeri dan asing berkelompok di sekitar
perusahaan besar di Indonesia yang mempunyai hubungan dengan pemerintah atau keluarga dari
para birokrat (Tempo, 8 Januari 1977: 51). Di Indonesia wajar saja seorang penanam modal
harus punya patron politik agar bisa melakukan akumulasi modal (Maharim, 1982: 46 dan
Budiman, 1985: 39). Apabila patron mereka kehilangan kekuasaan politik, para penanam modal
juga akan mengalami kejatuhan. Akibatnya para penanam modal enggan melakukan investasi
jangka menengah dan panjang. Sebagai contoh dapat dilihat bisnis keluarga Ibnu Sutowo
mengalami kerugian besar di bidang industri galangan kapal. Hal ini disebabkan pada dekade
tahun 1980-an Menteri Riset dan Teknologi Habibie dengan dukungan Presiden mendirikan
industri kapal dengan teknologi canggih (PAL) di Surabaya yang dirancang untuk kekuatan
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
19
teknologi Indonesia. PAL sendiri memproduksi berbagai jenis kapal, dari tanker sampai kapal
patroli dan Hydrofoil (Robinson, 1987: 37).
Sudah dapat diduga mengapa industri kapal keluarga Ibnu Sutowo kehilangan order.
Ketidakpastian semacam ini yang diciptakan oleh patronasi bisnis, menyebabkan penanaman
modal cenderung hanya mau melakukan investasi jangka pendek yang bisa cepat
mengembalikan modal. Patronase bisnis juga menyebabkan pengusaha keturunan Tionghoa
menanam modal mereka di luar negeri, padahal mereka merupakan kelas pengusaha yang
dominan (Robinson, 1986: 277). Mereka ini sebenarnya mempunyai peranan penting dalam
pertumbuhan ekonomi, menjadi partner bisnis para pimpinan militer dan birokrat politik dan
mempunyai andil penting dalam pengumpulan dana untuk kepentingan militer di luar anggaran
resmi. Beberapa dari pengusaha keturunan Tionghoa menanam modalnya ke luar negeri untuk
menghindari jika patron politik mereka jatuh (Robinson, 1986: 310). Sebenarnya dalam situasi
seperti ini yang kita perlukan adalah penghapusan patronasi bisnis yang selama ini enggan
melakukan investasi jangka panjang. Pemerintah harus memaksa mereka melakukan penanaman
modal besar jangka panjang. Misalnya : Liem Sioe Liong dipaksa untuk menanam modal di
pabrik Cold Rolling Steel. Sebagai imbalannya ia meminta monopoli pasar dalam negeri untuk
pabrik tersebut (Budiman, 1985: 41) agar modalnya cepat kembali.
Bagaimana dengan modal asing di Indonesia? Sejak tahun 1976 modal asing dilarang
memasuki sektor transportasi, komunikasi, energi dan air. Pada tahun 1976 modal asing dipaksa
keluar dari industri substitusi import dan diminta untuk menanam modal di sektor pengolahan
bahan mentah dan produksi barang-barang modal dan industri setengah jadi. Kegiatan import
ditutup untuk modal asing sejak tahun 1970 dan sejak tahun 1977 perusahaan pengelolaan asing
diharuskan mempunyai partner domestik mereka, di samping itu ada peraturan untuk
membumiputerakan personel manajemen dan menggunakan bahan mentah lokal yang harganya
lebih mahal dari harga impor (Robinson, 1986: 184 – 189). Hal ini membuktikan bahwa iklim
usaha di Indonesia tidak ramah terhadap modal asing. Resiko rugi di masa depan tidak
dikompesensikan secara signifikan dengan potensi penghasilan laba yang tinggi dan stabil karena
prospek laba tersebut bisa sewaktu-waktu melorot drastis karena keputusan unilateral pemerintah
Indonesia atau karena di masa depan legislasi dan regulasi yang ada tiba-tiba di praktekkan
dengan ketat.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
20
Masih ada juga dana yang tersedia, selain dari Bank Dunia, tetapi ternyata negara-negara
berkembang yang membutuhkan dana tersebut cukup banyak; syarat yang ditetapkannya pun
cukup berat bagi negara-negara yang akan meminjam modal tersebut. Syarat-syarat tersebut ialah
adanya jaminan dari pihak calon peminjam dana bahwa setiap investasi yang dilakukan oleh si
pemilik modal, akan dijamin memberi keuntungan bagi si pemilik modal. Banyaknya negara
yang membutuhkan dana dan adanya persyaratan yang ketat, menyebabkan terhambatnya akses
dana swasta tersebut. Artinya akan terjadi persaiangan antar negara untuk memperoleh dana
internasional. Bagi negara yang bisa mendapat dana menurut Michael Hirsh dalam artikelnya
yang berjudul Capital Wars mengatakan permasalahan dana ini bisa bersifat kompleks karena
terjadinya suatu perubahan sifat dari investasi modal asing di suatu negara yaitu bahwa sewaktu-
waktu para investor dapat menarik modal mereka dan ditanamkan di negara lain yang dianggap
lebih menguntungkan.
E. Kesimpulan
Akumulasi modal di negara-negara yang sedang berkembang terjadi dalam konteks
sistem akumulasi intensif. Kesuksesan mereka bergantung pada kemampuan mereka untuk
mempertahankan dan meningkatkan daya saing, juga pada tersedianya pasar domestik dan luar
negeri dan pada kebijaksanaan negara dalam mengarahkan perekonomian. Industrialisasi di
negara-negara yang sedang berkembang menurut teori dependensi atau teori ketergantungan
sebagai negara periphery berusaha untuk mengintergrasikan kembali ekonomi mereka dengan
ekonomi internasional yang disebut dengan International Capital System.
Integrasi suatu negara dengan sistem ekonomi internasional yang kapitalis menyebabkan
sistem ekonomi nasional negara menjadi subordinasi dari internasional ekonomi karena teori ini
melihat dunia terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : negara pusat, negara yang dapat dikatakan
sebagai negara yang memiliki sistem kapitalisme modern (misalnya : negara-negara G7) dan
kelompok negara satelit (bekas negara koloni). Yang menarik dari teori ini adanya pembagian
kerja internasional di mana negara-negara metropol adalah negara yang memproses bahan-bahan
mentah yang disediakan oleh negara-negara satelit menjadi produk-produk industri yang
kemudian dijual kembali sebagai produk industrial di negara-negara yang sedang berkembang.
Dalam hal ini sektor ekonomi tradisional mendapat fungsi baru yaitu sebagai penyedia tenaga
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
21
yang murah dan lahan yang murah untuk kepentingan pengembangan sektor modern yang
merupakan wakil kapitalisme modern. Akibatnya muncul kelompok birokrat politik sebagai
sebagai pusat kekuasaan, birokrasi sebagai penunjang kebijakan-kebijakan ekonomi. Jadi negara
dengan aparatnya oleh pendekatan ini dianggap sebagai Comprador : kelompok yang
memberikan fasilitas utama bagi kepentingan-kepentingan modal asing dengan memperoleh
bayaran tertentu.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
22
Daftar Pustaka
Budiman, Arief. The State and Industrialization Process In Indonesia, The Institute Of SocialScience, Seoul National University, 1985.
Crouch, Harold, “General and Business in Indonesia”, Pasific Affair, Vol. 48, No. 4, 1975, 1976.
Gunnarson, Christen, “Development Theory and Third World Industralization : A ComparisonOf Pattens of Industralization In 19th Century Europe and The Thrid World”, Journal ofContemporary Asia, Vol. 15, No. 2 Tahun 1985.
Irwan, Alexander, “Patronase Bisnis, Kelas dan Politik”, Jakarta, Society for Political andEconomic Studies, 1994.
Loekman Sutrisno, “Hubungan Negara dan Rakyat di Indonesia pada Abad ke-21”, PidatoPengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Sastra pada Fakultas Sastra UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta, 1994.
Machie, J.A.C., “Harta dan Kuasa dalam Masa Orde Baru”, Prisma, No. 2 Februari 1984.
Maharim, N.A., “The Role of The State : From Monopoly to Bureaucratization”, Prisma, No. 7Juli 1982.
Robinson, Richard, “After The Gold Rush : The Polities of Economic Restructuring in Indonesiain The 1980’s”, dalam Richard Robinson, et. al., 1987.
_______________, “Indonesia The Rise Of Capital”, Sydney : Aller and Vuwin, 1986.SurbaktiRamlan, “Memahami Ilmu Politik”, Jakarta, PT. Gramedia, 1992.
Wallerstein, Immanuel, “Dependence and Independent World : The Limited Possibilities ofTransformation within The Capitalist World-Economic”, Dalam Capitalist WorldEconomy : Cambridge University Press, 1929.
Warren, Bill, “Imperialism and Captalist Industrialization”, New Left Review, No. 81September – Oktober 1973.
Tempo, Tanggal 21 Maret 1987.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
23
MEMBANGUN MORALITAS DALAM HUBUNGANANAK DAN ORANG TUA
Oleh:Joko Wahono*
Universitas Cokroaminoto Yogyakarta
Abstrak
Sebagaimana kita ketahui, bahwa manusia lahir di dunia ini tidaklah dapat lepas darikeberadaan orang tua kita masing-masing. Ketika Allah telah membuat satu ketentuan bahwaManusia dilahirkan adalah dijadikan sebagai khalifah Nya di muka bumi, maka terkandungkonsekuensi bahwa manusia harus diperkembang-biakkan.Maka dalam hubungan kodrati iniakan timbul pula hubungan antara yang lahir dengan yang dilahirkan. Dalam hal ini disebutdengan anak dan orang tua. Dari hubungan antara keduanya ini akhirnya melekat pula hubunganhak dan kewajiban antara keduanya.
Berbakti kepada orang tua merupakan perbuatan yang mulia dan termasuk kewajibanseorang anak. Tanpa orang tua tak mungkin kita bisa hadir di dunia ini. Sejak di dalamkandungan seorang anak telah merepotkan orang tuanya. Begitu pula disaat kelahiran, ibunyatelah mempertaruhkan myawanya demi kelahiran sang buah hati di dunia ini dengan selamat,bahkan ia lebih rela kehilangan nyawanya asalkan anaknya selamat.
Setelah lahir, seiring dengan masa pertumbuhannya, kedua orang tua memelihara danmerawat dengan segenap kasih sayangnya. Dengan senang hati kedua orang tua mengasuh danmenafkahi agar anaknya dapat tumbuh sehat sehingga dapat berkembang secara layaksebagaimana manusia yang lain. Waktu, tenaga, pikiran , nafkah hidup diprioritaskan untuk sangbuah hati. Hal seperti itu mereka curahkan hingga anaknya benar-benar dewasa dan dapat hidupmandiri, berkarya dan selanjutnya mampu memenuhi kebutuhannya sebagai manusia dewasa.Untuk mengingatkan hubungan kodrati tersebut, maka perlu kiranya dibentuk keluarga yangsarat dengan moralitas.
Kata Kunci: Membangun Hubungan, Moralitas, Anak dan Orang Tua
Pendahuluan
Dalam menjalani kehidupannya di dunia ini, manusia memiliki konsekuensi kodrati dari
Allah SWT Tuhan yang menciptakan dan mengatur kehidupan seluruh makhluknya di dunia.
Adapun ketetapan manusia yang merupakan makhluk yang bersifat individu sekaligus sebagai
makhluk sosial ini tentunya memiliki konsekuensi yang harus dipenuhi.
Salah satu konskuensi manusia sebagai makhluk sosial adalah keharusan berinteraksi
dengan manusia yang lain. Interaksi manusia yang paling dekat dan paling awal adalah
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
24
interaksinya dengan ibu, ayah dan saudara sebagai satu kesatuan keluarga. Dalam hal ini,
interaksi dengan ibu menjadi sangat erat karena sejak dalam kandungan pun manusia telah
berinteraksi dengan ibunya, apalagi setelah dilahirkan.dan hingga dewasa. Bagian interaksi
dengan ibu memilkim porsi paling banyak. Setelah itu, interaksi dengan ayah menduduki porsi
kedua. Ayahlah yang telah menafkahi keluarga dan bertanggung jawab atas kelangsungan biduk
keluarga, karena ayahlah sang nahkoda yang mengendalikan arah dan lajunya bahtera rumah
tangga. Inilah gambaran betapa besar tanggung jawab orangtua dalam memenuhi nafkah bagi
keluarganya.
Bisa di bayangkan ketika seorang ibu mengawali tanggung jawab besar terhadap anaknya
yakni dengan bertaruh nyawa melahirkan buah cintanya. Setelah perjuangan berat melahirkan
anaknya dimuka bumi ini, tidak serta merta setelah itu menjadi ringan beban pekerjaannya, akan
tetapi justru jauh lebih berat dari yang ia bayangkan, dimana seorang ibu harus menyusui,
merawat bahkan melindungi dari segala sesuatu yang membahayakan buah hatinya.
Disisi yang lain, seorang ayah bertanggung jawab untuk memenuhi segala kebutuhan
hidup bagi anggota keluarganya. Dia sanggup menghadang bahaya demi terpenuhinya kebutuhan
hidup, dia sanggup bertahan dalam terik matahari demi menyelesaikan pekerjaannya, dia tak
pernah mengeluh ketika harus kecapekan dalam melaksanakan tugasnya. Sungguh betapa besar
jasa mereka untuk anaknya. Namun semua itu dijalani dengan ikhlas demi melaksanakan
ketetapan sang maha pencipta.
Allah SWT berfirman :
ثى ياأيـها الناس إنا خلقناكم • وجعلناكم شعوبا وقـبائل من ذكر وأنـإن أكرمكم عند الله أتـقاكم لتـعارفوا
Artinya :”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuandan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu sekalian saling mengenal(ta’aruf). Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling takwa diantara kamu.” (QS. Al Hujurat 49:13).
Bertolak dari ayat di atas, sesungguhnya amatlah berat tugas dan tanggung jawab orang
tua terhadap anak. Disamping keduanya harus memenuhi kebutuhan nafkah duniawi, mereka
juga punya tanggung jawab spiritual, dimana dia harus mampu membentuk anaknya menjadi
manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Setelah kita tahu betapa besar tanggung jawab
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
25
orangtua terhadap anaknya, tentunya disisi lain mereka mempunyai hak dari anak-anaknya. Hak
itu adalah mendapatkan bakti dari anak-anak mereka.
Dengan dasar pemikiran di atas, maka bagi anak ada sebuah kewajiban untuk berbakti
dengan sepenuh hati kepada orangtuanya. Segala bentuk hubungan dan baktinya kepada orangtua
haruslah di jalani dengan segenap rasa keikhlasan dan penghormatan kepada kedua orangtua.
Hubungan antara dua kepentingan ini haruslah tercipta dengan suasana yang nyaman dan penuh
dengan moralitas yang memadai. Dengan kata lain kedua belah pihak harus memahami
kedudukan masing-masing. Dengan memahami kedudukan masing-masing niscaya akan tercipta
suasana yang kondusif dalam sebuah keluarga.
Diantara cara membentuk suasana yang kondusif dalam sebuah rumah tangga, terlebih
soal hubungan antara orangtua dan anak hendaknya dibangun dengan sebuah komunikasi yang
baik. Komunikasikan segala perasaan, kebutuhan maupun keinginan yang sekiranya harus
dikomunikasikan untuk memperoleh solusi dari setiap persoalan yang ada. Hubungan ini bukan
sekedar hubungan anak dan orangtua, akan tetapi merupakan hubungan moral yang harus dijaga
dan dilestarikan agar tercipta sebuah kelauarga yang damai dan penuh cinta. Satu sama lain
merupakan ikatan yang tak terpisahkan, ada ketergantungan yang erat karena hubungan ini
menyangkut hak dan kewajiban pada masing-masing pihak.
Kewajiban orangtua yang sekaligus menjadi hak anak adalah Menafkahi dan mendidik.
Nafkah lahir dan batin anak harus ditanggung oleh kedua orangtua. Dari segi pendidikan
haruslah mencakup pendidikan tauhid/agama maupun ilmu pengetahuan umum. Kedua macam
kewjiban di atas adalah menjadi hak bagi anak. Dimana anak boleh menuntut haknya sekalipun
harus mempertimbangkan kemampuan orangtuanya.
Dalam kehidupan dewasa ini, dimana tuntutan hidup dan perkembangan sosial sudah
sedemikian maju, terkadang ada anak yang mengajukan tuntutan kepada orangtuanya melebihi
kemampuan orangtua itu sendiri. Dengan alasan mengikuti perkembangan jaman, maka anak
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
26
menuntut harus sama pula dengan kawannya dalam pergaulan sehari-hari. Berawal dari
keprihatinan yang demikian ini, maka perlulah disadarkan akan pentingnya moralitas di dalam
hubungan anak dan orang tua. Bagaimanakah anak harus bersikap pada orangtua dan sebaliknya
bagaimana orangtua harus bersikap pada anaknya. Dengan sikap yang baik dan santun kiranya
akan dapat tercipta suasana yang nyaman dan komunikasi yang baik dalam memenuhi
kesenjangan kebutuhan antara anak dan orangtua.
Dengan memahami kedudukan, peran dan fungsi masing-masing kiranya akan
terbentuklah sebuah kondisi yang tenang dan seimbang di dalam keluarga. Setiap gerak dan
pekerjaan yang terjadi dalam keluarga itu merupakan satu sistem yang harmonis antara anak dan
orangtua. Dalam hubungan horizantal merupaka hubungan hak dan kewajiban sebagai manusia,
namun secara vertikal hubungan keduanya merupakan hubungan ibadah. Nafkah dan perhatian
orangtua kepada anak merupakan aktualisasi dari kewajiban akan amanah dari Tuhan yang
berupa anak. Sebaliknya Bakti anak-anak kepada orang tua adalah merupakan bentuk kewajiban
dan penghargaan atas jerih payah orangtua kepadanya. Dua konsekuensi yang harmonis ini
apabila bisa diwujudkan dalam keluarga merupakan nikmat yang tiada duanya bagi keluarga
tersebut, dimana akhirnya Tuhanpun akan senang menyaksikan makhluknya yang mampu
memenuhi kodratnya sebagai makhluk yang dimuliakan di muka bumi ini.
Berbakti kepada orangtua merupakan tindakan yang sangat disukai oleh Tuhan. Anak
yang dapat berbakti kepada orangtua tentu akan mendapat kecintaan Tuhan serta kedudukan
yang mulia di hadapan Nya. Dari Ibnu Mas’ud RA berkata:
Aku bertanya pada Rasulullah SAW : “Apakah amal yang paling utama ?” Beliau
menjawab : “Shalat pada waktunya”. Ku tanya : “Lalu apa lagi ?” Beliau menjawab : “Berbakti
kepada orangtua”. Kutanya lagi : “Lalu apa lagi ?”. Beliau menjawab : “Jihad di jalan Allah”.
(HR. Bukhari – Muslim). Dalam riwayat yang lain disebutkan,
Abdullah bin Umar berkata : “Suatu ketika ada orang laki-laki gagah lewat di depan
kami, maka salah seorang di antara kami ada yang berkata : “Alangkah baiknya jika laki-laki itu
pergi berjihad.” Dan ketika itu Nabi SAW mendengar perkataan tersebut, lalu beliau bersabda :
“Jika orangtua dari laki-laki itu masih hidup, dan dia mencari nafkah untuk mereka, maka itu
lebih baik dari berjihad di jalan Allah. Dan jika ia mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan
dirinya sendiri, maka itu juga lebih baik dari berjihad di jalan Allah.”
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
27
Berdasarkan dari dua hadits di atas, dapa disimpulkan bahwa agama islam pun sangat
mengapresiasi dan memberikan pemahaman kepada kita bahwa ketaatan dan kebaktian seorang
anak kepada orangtua merupakan amal yang sangat tinggi kedudukannya di mata Tuhan. Oleh
karena itu, amatlah penting hal ini kita tanamkan kepada anak agar ia memahami sebuah
kewajiban yang harus ia kerjakan terhadap orangtuanya. Bukan saja dia mengutamakan haknya
saja yang harus terpenuhi namaun ia juga akan menyeimbangkan diri dalam sikapnya sehari-hari,
bahwa dibalik hak tentunya ada kewajiban pula yang harus ia penuhi. Di sisi yanglain, apabila
kedua belah pihak telah menempatkan diri sesuai dengan kedudukannya, maka tentulah akan
terdapat hikmah yang baik bagi keduanya.
Buah Ketaatan Kepada Orang Tua
Terbayang sudah buah ketaatan anak kepada orangtua, jika dari kacamata manusia saja
akan mendapatkan kebaikan, tentunya dari sudut kacamata Tuhan akan di dapatkah hikmah
kemuliaan bagi anak-anak yang mampu berbakti dengan sepenuh hati kepada kedua orangtua.
Ibarat sebuah tanaman, tentu tanaman itu akan kita harap buahnya untuk kita. Diantara buah dari
ketaatan anak kepada orangtua adalah :
1. Dicintai oleh Allah SWT.
Secara kodrati, orangtua dalam menafkahi anaknya adalah merupakan bentuk
ketaatannya kepada Allah dengan merawat amanah berupa anak yang Allah titipkan
kepadanya. Berarti orangtua telah mewakili Allah dalam melangsungkan perkembang
biakan khalifah di muka bumi. Maka, jika ada anak yang mampu mencintai orangtua
sebagaimana orangtua mencintai dirinya, dengan sendirinya anak yang demikian ini akan
disayangi dan dicintai oleh Allah SWT.
2. Mulia dalam kehidupannya di dunia maupun di akhirat.
Dalam kehidupannya di dunia, anak yang dengan nyata berbakti kepada kedua
orangtua secara tulus tentu akan mendapatkan kecintaan orangtua, saudara danmasyarakat di
sekitarnya.Dia akan dimuliakan oleh manusia dalam kehidupannya di dunia. Di sisi yang
lain Allahpun ridla akan amalnya itu sehingga Dia berkenan memberikan kemuliaan di
akhirat dengan memberikan nikmat surgawi sebagai balasan amalnya menjunjung tinggi
kedua orangtuanya.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
28
3. Akan di lebur dosa-dosa besarnya.
Ridla Allah tergantung dari ridla orangtua. Barangsiapa bisa meraih ridla dari kedua
orangtua berarti Allahpun akan ridla kepadanya. Dengan keridlaan dari Allah inilah maka
Dia berkenan akan menghapus dosa-dosa besarnya, bahkan diapun akan dijaga oleh Allah
terhadap perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan dosa itu sendiri.
4. Mendapat berkah dalam hidupnya.
Dengan mendapatkan ridla orangtua dan Allah sebagaimana di atas, maka Allah akan
berkenan memberikan berkah dalam hidup anak yang berbakti kepada orangtua. Keberkahan
itu merupakan sinergi doa orangtua yang ikhlas karena berkenan membalas bakti anak
kepadanya dengan doanya tersebut. Maka ketentraman, kesehatan, dimudahkan urusan serta
dicukupkan akan hajat-hajatnya adalah merupakan berkah yang besar dari Allah SWT.
5. Akan dilimpahkan rizkinya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa rizkiitu tidaklah berwujud harta benda semata.
Selain itu kesehatan dan ketentraman hidup, mudahnya urusan dan penjagaan Allah dari
segala mara bahaya adalah kekayaan non materiil yang tak terbilang nilainya dalan
kehidupan. Dengan modal keadaan yang demikian itu, tentunya kelancaran dalam mengais
rizkinya Allah akan mudah dilaksanakan. Dengan demikian maka akan lancar pula
penghasilan dalam bentuk harta materiil. Dengan lancarnya penghasilan, maka akan
diperoleh pula harta yang melimpah penuh berkah.
6. Akan di panjangkan umurnya.
Panjang umur di sini bukan panjang umur secara tekstual dengan banyaknya bilangan
umur kita, akan tetapi lebih bermakna panjangnya berkah dan manfaat atas segala pemberian
Allah sehingga hidup akan di penuhi dengan amal kebaikan bahkan hingga ia meninggalpun
kemanfaatan itu masih bisa dirasakan oleh manusia lain sepeninggalnya. Inilah yang
dimaksud dengan manusia yang dipanjangkan umurnya.
7. Sarana mendatangi telaga Nabi di surga nanti.
Barangsiapa berbakti kepada orangtua dengan bakti yang tulus, maka Allah berkenan
mempertemukan dia dengan Nabi SAW di surga nanti. Bahkan Allah ijinkan anak yang
demikian itu mendatangi telaganya Nabi di surga.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
29
Melayani dan Mendoakan Orang Tua
Melihat konteks hubungan antara anak dan orangtua, maka sudah selayaknyalah jika anak
berkewajiban untuk melayani kedua orangtua baik ketika orang tua masih dalam keadaan mampu
karena usia yang masih cukup muda, terlebih jika keadaan orangtua kita sudah dalam keadaan
tua dan renta. Dulu ketika kita dalam keadaan masih tergantung pada orang dewasa, orangtua
kitalah yang telah tulus merawat dan melindungi diri kita. Mereka berdua lebih mementingkan
kebutuhan anaknya daripada kebutuhan mereka sendiri.
Sebagai anak yang berbakti, tentunya harus mengingat yang demikian ini. Kita harus
bergantian memperhatikan kepentingan mereka terlebih jika kondisi orangtua kita telah payah
dan renta. Penat dan renta dirinya karena di masa lalu sibuk dengan perjuangannya menafkahi
kita. Sekarang giliran mereka telah lemah, tegakah hati kita menyakiti dan mngabaikan mereka ?.
Sebagai anak yang bermoralitas tinggi, tentu tidak akan sanggup menyaksikan penderitaan
orangtuanya, terlebih ketika mereka telah renta dan tak mandiri lagi. Hati anak akan tersayat
ketika melihat kenyataan bahwa dulu mereka tegar demi kita. Sekarang bisakah kita tegar demi
mereka ?.
Pertanyaan seperti inilah yang harus kita jawab dengan bahasa moral, bukan logika
semata. Ketika seorang anak mengingat betapa besar perjuangan dan pengorbanan mereka, tentu
akan sangat memperhatikan kebutuhan beliau, melayani sepenuh hatinya sebagaimana dulu kita
dilayani oleh mereka. Mereka ingin diperhatikan, dilayani, dicukupi dan disayangi oleh anak-
anak yang mereka dambakan dan banggakan. Orangtua selalu bangga ketika melihat anaknya
menjadi orang yang sukses dan mapan kehidupannya. Lancar ekonominya, tentram keluarganya,
sehat anak-anaknya. Ini merupakan dambaan setiap orangtua pada anak kesayangannya. Setiap
orangtua tidak akan pernah tega melihat anaknya hidup sengsara. Di sinilah kita sebagai anak
balik di uji oleh ALLAH, tegakah kita menyaksikan orang tuanya hidup menderita ? Jawabannya
ada pada diri kita, sudah sejauh mana kebaktian kita kepada kedua orangtua, terlebih pada saat
mereka berdua berusia tua dan kondisinya sudah renta.
Bentuk pengabdian seorang anak kepada orangtua yang paling sederhana adalah dengan
mendoakan mereka agar mendapatkan ampunan dan kasih sayang Allah sebagaimana mereka
menyayangi kita ketika kita masih kecil.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
30
“ Allahummaghfirlii wa liwaalidayya warhamhuma kamaa rabbayaani saghiraa “(Ya Allah,
ampunilah aku dan kedua orangtua ku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi aku
diwaktu diwaktu aku masih kecil).
Demikian bentuk kasih sayang kita kepada orangtua yang paling sederhana. Lalu sedapat
mungkin kita perhatikan kebutuhan mereka. Jika mereka hidup bersama kita di usia senjanya,
maka bertutur katalah dengan baik kepada mereka. Jangan kita buat mereka tersinggung dengan
ucapan mereka. Bahagiakan mereka dengan memperhatikan apa-apa yang membuat mereka
senang. Karena sesungguhnya tak ada satu orangtuapun yang mengharap semua jasanya di balas
atau dikembalikan. Mereka hanya memberi tapi tak pernah mengharap kembali. Keikhlasan
mereka mencurahkan semua pengorbanan kepada anaknya tiada tandingan dan bandingannya.
Sebagai anak tak mungkin akan mampu membalas pengorbanan mereka. Maka dari itu jangan
lah pernah berlaku sombong terhadap orang tua, terlebih kepada ibu. Ada satu hal yang tak
penah bisa kita balas dengan apapun juga. Jika ibu pernah melahirkan anaknya, tapi seorang
mustahil akan melahirkan ibunya. Inilah jasa seorang ibu yang taka akan pernah tertebus dengan
apapun juga. Maka wajarlah jika Allah memberikan predikat seorang ibu adalah pemegang kunci
surga bagi anak-anaknya. Dengan kata lain, jika ada anak berani durhaka pada ibunya, maka
mustahil dia akan mendapatkan surganya di akhirat nanti.
Memuliakan Orang Tua
Agama islam memandang dan menempatkan kedudukan orangtua pada posisi yang
sangat mulia. Maka sudah sepantasnyalah jika seorang anak wajib memuliakan keduanya sebagai
bantuk ketaatan pada agama agar ketaatan tersebut memiliki kedudukan sebagai ibadah kepada
Allah SWT. Berkat perjuangan ibu kita bisa lahir di dunia ini, berkat nafkah yang dicurahkan
oleh ayah kita bisa bertahan hidup, dengan kasih sayang dan perawatannya kita bisa selamat dan
akhirnya dapat hidup wajar sebagai manusia dewasa seperti sekarang ini.
Lelahnya mngurus dan merawat anaknya di waktu kecil, keikhlasannya dalam memberi
penjagaan dan perlindungan kepada anaknya melebihi penjagaan terhadap dirinya sendiri.
Bahkan ketika menyaksikan anaknya sakit, seorang ibu selalu akan berkata, Ya Allah lebih baik
sakit yang Engkau timpakan kepada anakku Engkau pindahkan kepadaku saja, sungguh aku
tidak tega menyaksikan penderitaan anakku. Demikian naluriah seorang ibu ketika mendampingi
anaknya yang menderita karena menahan sakit.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
31
Demikian mulia akhlak dan jasa serta perjuangan mereka demi keselematan anak sebagai
buah hatinya. Maka sebagai seorang anak, saat kita mendampingi orangtua kita diuji oleh Allah
SWT mampukah kita menempatkan orangtua menjadi bagian dari hati kita ? Jawabannya
adalah, hanya ada segelintir orang yangmemiliki kekhawatiran terhadap keadaan orangtuanya
hingga benar-benar masuk sampai kedalam lubuk hatinya.
Maka Allah SWT telah perintahkan agar kita dapat berbuat baik dan memuliakan kedua
orangtua melebihi kita memuliakan makhluk yang lain. Allah SWT berfirman di dalam QS Al
Ahqaaf ayat 15, yang artinya :
“ Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu bapak,ibunya
mengandung dengan susah payah dan melahirkan dngan susah payah pula....”
Coba kita renungkan ayat di atas, dimana ayat itu menggambarkan betapa besar
pengorbanan seorang ibu saat mengandung anaknya. Semakin bertambah usia kandungannya,
maka bertambah berat pula penderitaannya. Belum lagi kita bayangkan peraaannya,
kekhawatirannya akan keadaan anaknya kelak. Seorang ibu harus menata dan mempersiapkan
persalinan yang semakin dekat. Pada saat hari kelahiran tiba, ibu memperjuangkan buah hatinya
dengan mengenyampingkan keselamatan nyawanya sendiri. Dia tidak lagi mementingkan
kehidupan dirinya, namun dia lebih mengutamakan pada kehidupan dan keselamatan bayinya.
Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman, yang artinya :
“ Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baikmkepada kedua ibu bapaknya,
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya
dalam dua tahun.” (QS Lukmaan : 14)
Mengingat jasa ibu yang begitu besar, maka Allah pun akan memberikan penghargaan
mulia bagi anak yang mampu berbakti kepada ibunya. Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut
Artinya : Barangsiapa mencium kedua mata ibunya, maka hal itu akan menjadi tabir dari apineraka.”
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
32
Menurut penafsiran hadits di atas, jika ada anak yang mencium dan menjaga kedua mata
ibunya dari mengeluarkan air mata maka akan di jauhkan dari api neraka. Dengan kata lain jika
ada anak yang mampu berbuat baik kepada ibunya dengan membuat dia merasa mulia, bahagia
dan bangga. Maka anak tersebut akan dilindungi Allah dari siksa neraka. Hal itu di karenakan
anak tersebut telah berbakti dan tidak pernah menyakiti hati ibunya, sehingga Allahpun ridla
terhadap anak tersebut dan Allah sendiri pula yang akan menyelamatkan dia dari siksa api
neraka. Kebaktian anak dimaksud, tentunya adalah kebaktian yang mengikuti kaidah-kaidah baik
berdasarkan moralitas pergaulan sehari-hari dalam kehidupan pada khalayak pada umumnya,
terlebih moralitas yang berlandaskan pada al quran sebagai kitab Allah SWT.
Mencari Rizki yang Halal demi Kelangsungan Hidup Keluarga
Setelah merenungkan betapa berat perjuangan seorang ibu dalam andilnya melahirkan
kita ke dunia, di sisi yang lain ada konsekuensi bagi seorang ayah. Dengan kelahiran anak
sebagai buah hatinya, maka terbayang pula nafkah yang harus di tanggungnya demi sia anak.
Dari nafkah paling dekat yakni beaya persalinan anaknya, perwatan ketika sakit, kebutuhan
fasilitas kehidupan dan pendidikan, ayah jalani dengan penuh keikhlasan tanpa mengharap
balasan dari si anak. Karena ayah berprinsip pada keyakina kepada Tuhan, dimana Allah SWT
telah berfirman sebagai berikut :
Artinya : Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanya mengharap keridlaan Allah,kami tidak menharap balasan terima kasih dari kamu.” (QS Al Insaan : 9).
Dengan penuh keyakinan, seorang ayah mampu menerjang terik matahari, menantang
resiko maut, tak peduli dengan segenap kepenatan hidup, semuanya di laksanakan dengan penuh
keikhlasan demi memperoleh sesuap nasi dan beaya hidup untuk anak-anak dan keluarganya.
Karena alasan di atas itulah maka seorang anak hendaknya berbakti dan memuliakan kedua
orangtuanya yang telah merawat dan memperjuangkan kehidupan anaknya. Dengan demikian,
berbakti dengan sepenuh hati dengan membangun moralitas yang tinggi menjadi satu kewajaran
dan sekaligus kewajiban bagi seorang anak kepada kedua orangtuanya. Sebaliknya jika ada anak
yang durhaka kepada kedua orangtua, maka sudah barang tentu Allah pun tak akan ridla
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
33
kepadanya, sehingga bisa jadi mengantarkan anak tersebut pada kesengsaraan hidup di dunia dan
siksa hidup di akhirat. Maka benarlah kiranya apa yang telah di sabdakan Nabi SAW
bahwasannya Ridla Allah terhadap seorang anak itu bergantung pada keridlaan orangtuanya.
Kesimpulan dan Hikmah
Begitu besar penghargaan Allah SWT kepada orangtua yang telah rela Dia titipi amanh
berupa anak sebagai khalifah penerus yang di harapkan membawa kebaikan dan kesejahteraan di
masa datang. Seiring dengan kemuliaan yang di berikan Allah kepada orangtua, maka ada
sebuah konsekuensi bagi anak, dimana anak mempunyai kewsjiban untuk berbakti kepada
orangtua sebagai imbalan curahan pengorbanan orangtua kepada anak sejak anak lahir hingga
anak dewasa dan mandiri.
Dalam hal ini ada kaidah yang telah di atur dalam agama islam sebagai bentuk
pengabdian anak kepada orangtua. Kidah-kaidah tersebut antara lain :
1. Dalam hal berbakti kepada orangtua hendaknya lebih mengutamakan ibu, kamudia
bapak.
2. Tidak boleh berkata kasar dan keras sehingga menyakiti hati kedua orangtua. Terlebih
jika orangtua sudah dalam keadaan tua.
3. Menghormati kedua orangtua ketika masih hidup ataupun telah wafat.
4. Menjalin kasih sayang pada keduanya terlebih jika keduanya atau salah satunya masih
hidup. Minimal dengan mendoakan kesehatan dan kesejahteraan mereka di hari tua serta
memodhonkan ampunan.
5. Menjalin hubungan silaturaahmi, terlebih jika keduanya atau salah satunya masih hidup.
Hikmah yang akan kita peroleh dengan kita membangun moralitas dalam hubungan anak
dan orangtua, maka kita akan memahami betapa besar pengorbanan mereka dikala kita masih
kecil. Kasih sayang yang tercurah dari keduanya tak tergantikan, pengorbanan mereka tak
terhitungkan, kemuliaan meraka tak tergeserkan. Maka jika ada anak yang mampu memuliakan
kedua orangtua, maka Allahpun berkenan memuliakan anak tersebut.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
34
Daftar Pustaka :
Al Hikmah, Al Quran dan terjemahnya, Yayasan Penterjemah Al Quran, Disempurnakan LajnahPentashih Mushaf Al Quran, Diponegoro, Bandung, 2005.
Kumpulan Hadits Terpilih Shahih Bukhari, Ust,Maftuh Ahnan Asy, Terbit Terang, Surabaya,2003.
Hukum Islam, Prof.H.Mohammad Daud Ali, SH, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, EdisiRevisi, 2014.
Ilmu Sosial Dasar, Ir.M.Munandar Soelaeman MS, PT. Eresco, Bandung, 1993.
Berita dari Surga dan Neraka, Terjemah Daqoiqul Akhbar, Karya Toha Putra, Semarang, 1992.
Ilmu Tauhid Tingkat Dasar, Achmad Sunarto, Al Miftah, Surabaya, 2012.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
35
DANA TALANGAN HAJI: ANTARA KEBUTUHAN DAN IRONI
Oleh:Citra Ayudiati*
Universitas Cokroaminto Yogyakarta
Abstrak
Untuk lembaga keuangan syariah agar menerapkan fatwa DSN dan tidak keluar darifatwa, yaitu menarik biaya admnistrasi yang nyata-nyata diperlukan dengan besaran biaya tetap,tidak berdasarkan besarnya pinjaman. Jika ini dilanggar, maka akan menyebabkan terjaruh kedalam praktik riba. Untuk DSN, selain mengeluarkan fatwa diharapkan dapat memberikan sanksibagi lembaga-lembaga yang menerapkan produk tidak sesuai dengan yang difatwakan melaluiDewan Pengawas Syariah yang terdapat di setiap bank syariah.
Untuk masyarakat yang mendaftar haji jangan sampai terjebak dalam produk ini karenamengandung syubhat riba yang berakibat terhadap kemabruran hajinya karena berangkatmenggunakan harta yang diperoleh dengan cara riba. Hendaklah ia membayar tunai sebanyakRp 20 juta agar bisa mendapatkan kepastian seat (nomor urut) untuk tahun keberangkatan, danjangan menggunakan dana talangan bank.
Kata Kunci: Dana Talangan Haji, Kebutuhan dan Ironi
Pendahuluan
Pengertian dana talangan haji adalah pinjaman dari Lembaga Keuangan Syariah kepada
nasabah untuk menutupi kekurangan dana guna memperoleh kursi haji pada saat pelunasan
BPIH (Biaya Perjalanan Haji Indonesia) Bagi nasabah yang memiliki kekurangan dana untuk
berangkat maka disinilah peran lembaga keuangan syariah untuk memberikan talangan atau
pinjaman dimana nanti LKS juga akan menguruskan berkas berkas sampai nasabah tersebut
mendapatkan nomor antrian. Dan atas jasa tersebut maka LKS mendapatkan ujroh (uang jasa)
atas pengurusan haji tersebut. Landasan diperbolehkannya penggunaan dana talangan untuk
berhaji :
Al Baqarah ayat 282 , Kesaksian dalam mu'amalah
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
36
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki,
maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu
enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis
hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya.
Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. “
[179]. Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
Al Qashash ayat 26
“ Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya."
Ketentuan umum dalam fatwa DSN MUI tentang Dana Talangan Haji :
1. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan
menggunakan prnsip al ijarah sesuai dengan fatwa DSN MUI nomor 9/DSN MUI/IV/2000
2. Apabila diperlukan LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan
menggunakan prinsip al Qardh sesuai dengan fatwa DSN MUI nomor 19/DSN
MUI/IV/2000
3. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian
talangan haji,
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
37
4. Besar imbalan jasa al ijarah tidak boleh didarkan pada jumlah talangan al Qardh yang
diberikan LKS kepada nasabah
Penjelasan Fatwa DSN MUI
Penjelasan mengenai fatwa DSN MUI tentang penggunaan 2 akad tersebut telah sesuai
namun apakah itu semua telah dilaksanakan dengan jelas oleh Bank Syariah. Hal ini yang masih
menjadi polemik, dalam ketentuan fatwa MUI pada bagian pengurusan haji disana telah
diebutkan bahwa LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji. Namun pada
prakteknya dilapangan kita telah menjumpai bahwa Bank Syariah yang memberikan talangan
pasti juga akan mempersyaratkan pengurusan hajinya dengan mereka. Dan jelas hal ini telah
melanggar fatwa MUI pada ketentuan yang ke 3. Dasar dari larangan ini dapat kita lihat sebagai
berikut :
1. Hadist Abdullah bin Amru radhiyalluanhu
“Dari Abdullah bin Amru ia berkata ,” Rasulullah SAW bersabda : “Tidak halal menjual
sesuatu dengan syarat memberikan hutangan, dua syarat dalam satu transaksi, keuntungan
menjual sesuatu yang belum engkai jamin, serta menjual sesuatu yang bukan milikmu.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi sanadnya Shahih)
2. Kaidah fiqh yang disarikan dari hadist
“ Setiap pinjaman yang membawa manfaat (bagi pemberi pinjaman) adalah riba
3. Pinjaman adalah kegiatan social yang bertujuan membentu sesame dan mencari pahala dari
Allah sehingga Allah tidak boleh dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan.
Tinjauan fiqih berhaji dengan Hutang
Tinjauan Fiqih
Jika diperhatikan secara seksama, maka didapati bahwa dalam produk dana talangan haji
ini ada dua akad yang digabung dalam sebuah produk. Kedua akad tersebut Adalah akad qardh
(pinjam meminjam) dalam bentuk pemberian talangan dana haji dari pihak bank kepada
pendaftar haji. Akad yang kedua Adalah ijarah (jual beli jasa) dalam bentuk ujrah (fee
administrasi yang diberikan oleh pendaftar haji sebagai pihak terhutang kepada LKS atau bank
sebagai pemberi pinjaman).
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
38
Menggabungkan akad qardh dengan ijarah telah dilarang oleh Rasulullah :صلى هللا علیھ وسلم
الیحل سلف وبیع
Tidak halal menggabungkan akad pinjaman dan akad jual beli. (HR. Abu Daud dan
dishahihkan oleh al-Albani (رحمھ هللا Dan akad ijarah termasuk akad jual-beli yaitu jual-beli
jasa.
Dengan demikian, produk dana talangan haji ini bertentanggan dengan hadits Nabi صلى
هللا علیھ وسلم di atas karena dalam produk tersebut digabungkan dua akad tersebut. Alasan lainnya,
akad ijarah ini bisa dimanfaatkan oleh pemberi pinjaman untuk mengambil laba dari pinjaman
yang diberikan sehingga termasuk dalam larangan pinjaman yang mendatangkan manfaat
(keuntungan).
Namun bila pintu pengambilan keuntungan ini dapat ditutup rapat maka bisa saja
digunakan sebagaimana difatwakan oleh berbagai lembaga fikih Nasional dan Internasional.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam fatwa DSN yang membolehkan mengambil biaya
administrasi yang nyata-nyata diperlukan dalam jumlah tetap dan bukan berdasarkan besarnya
pinjaman. Namun ternyata fatwa tersebut tidak dijalankan pada praktek yang dijelaskan
sebelumnya, dimana (besarnya biaya administrasi bervariasi berdasarkan besarnya pinjaman
yang diberikan oleh pihak bank. Ini jelas-jelas bahwa pihak bank tidak sekedar menarik biaya
admninistrasi yang nyata-nyata diperlukan akan tetapi di sana telah dimasukkan laba dari
pinjaman. Maka jelas ini hukumnya termasuk riba.
Jika dilihat dari persentase besarnya biaya administrasi ini, yaitu sekitar 10 % dari
besarnya pinjaman, ini hampir sama dengan bunga pinjaman yang ditarik oleh bank
konyensional. Berangkat haji adalah impian setiap muslim yang ada didunia, dengan peluh dan
keringat sebagian dari umat muslim khususnya yang ada di Indonesia dikerjakan untuk
mengumpulkan ongkos guna berangkat haji dan kenyataannya mereka mampu mberangkat
namun dengan usia yang telah menjelang senja. Begitu besar kerinduan umat Islam ini untuk
berangkat haji menjadi muncul sebuah fenomena yang dinamakan dana talangan haji. Fenomena
ini begitu cepat menjadi idola bagi umat muslim yang merasa tabungan hajinya jauh dari cukup
dan begitu sangat ingin berangkat haji namun sangat disayangkan ternyata praktek yang selam
ini ada didalam masyarakat masih belumbisa sempurna. Kurangnya kehati hatian kita dalam
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
39
mengkaji ilmu bisa menjadi salah satu alasan mengapa praktek ini menurut kami masih
meragukan kehalalannya. Walaupun Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa namun
hendaknya kita juga mengkaji segala sesuatu dengan sifat uyang kritis dan berhati hati apalagi ini
terkait dengan perjalanan ibadah haji. Nah kami akan coba untuk membedah dengan lebih hati
hati apa sebenarnya yang dimaksud dengan dana talangan haji yang dijasikan salah satu cara
untuk mendaftar haji. Kalo kita bisa mencermati mengenai akad yang ada didalam talangan haji
maka kita akan menemukana 2 akad yang berbeda yang digabungkan menjadi satu. Yaitu akad
Qardh (piutang) dan akad Ijarah (sewa menyewa). Dan masing masing akad ini adaah halal jika
kita melakukannya secara ter pisah. Namun apabila kedua akad ini dijadikan satu bagaimanakah
seharusnya, maka disini kita akan coba melihat berdasarkan dalil dan juga tuntunan yang Allah
SWT berikan kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Beberapa hadist yang mengacu pada hal ini
1. “Tidak halal menggabungkan antara piutang dengan akad jual beli “. (HR. Abu Dawud)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “ pada hadist ini Nabi Muhammad SAW melarang
penggabungan antara piutang dengan akad jual beli. Dengan demikian jika kita
menggabungkan antara akad utang piutang dan sewa menyew, dengan demikian setiap akad
social semisal hibah pinjam meminjam, hibah buah buahan yang masih diatas pohonnnya,
diskon pada akan penggarapan lading atau sawah dan lainya semakna dengan akad utang
piutang yaitu tidak boleh digabungkan dengan akad jual beli dan sewa menyewa,” (majmu
fatawa Ibnu Taimiyah 29/62)
2. Riba terselubung. Secara lahir kreditur tidak emungut tambahan atau riba atau bunga dari
piutangnya, namun secara tidak langsung ia telah emndapatkannya yaitu dari uang sewa
yang ia pungut. Seaw menyewa jual jas pengurusan haji ) yang dilakukan oeh lembaga
keuangan terkait langsung dengan akad utang piutang . Biasanya yang telah memiliki dana
sendiri untuk biaya hajinya tidak akan menggunakan layanan dana talangan ini. Dengan
demikian adanya talangan haji ini menjadikan lembaga keuangan terkait dapat memasarkan
jasanya dan pasti mendapatkan keuntungan dari jual beli jasa tersebut. Syakhul Islam Ibnu
Taimiyah menjelaskan hal ini dengan berkata, “Kesimpulan dari hadist ini meeaskan bahwa,
“ Tidak dibenarkan menggabungkan antara akad komersial dengan akad social. Yang
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
40
demikian itu karena keduanya menjalin akad social disebabkan adanya akad komersial
antara mereka. Dengan demikian akad ini tidak sepenuhnya akad social.
3. Memberatkan masyarakat. Adanya praktek memaksakan diri ini tidak diragukan membebani
masyarakat. Terlebih lebih menjadikan agama islam yang awalnya teras mudah menjadi
berat dan sulit. Untuk dapat berhaji harus menunggu sekian lama dan mereka juga harus
membayar cicilan piutang. Hal nini sangatlah bertentangan syariat Islam. “ Wahai umat
manusia, hendaknya kalian mengerjakan amalan yang kuasa kalian kerjakan, karena
sejatinya Allah tidak pernah merasa bosan (diibadahi) walaupun kalian sudah merasakannya.
Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah Adalah amalan yang dilakukan secara
terus menerus.” (HR. Bukhari).
Dalam urusan haji Allah Ta’ala berfirman :
“ Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah , yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalan ke Baitullah .” (QS. Ali Imron : 97)
Bentuk dan Akad Talangan Haji
Seseorang yang ingin mendaftar haji mendatangi salah satu lembaga keuangan syariah
lalu mendaftarkan diri untuk haji dengan membuka rekening tabungan haji, serta membayar
saldo minimal Rp 500 ribu. Kemudian agar ia mendapatkan kepastian seat (kursi) untuk tahun
berapa maka ia harus melunasi sebanyak Rp 20 juta . Bank dapat memberikan dana talangan
dengan pilihan Rp 10 juta, Rp 15 juta, Rp 18 juta.
Andai pendaftar memilih talangan Rp 18 juta berarti ia mengeluarkan dana tunai
pribadinya sebesar Rp 2 juta. Dan 18 juta akan ditalangi oleh Lembaga keuangan Syariah. Utang
pendaftar ini ke Lembaga Keuangan Syari'at (Selanjutnya akan disingkat menjadi LKS)
sebanyak Rp 18 juta akan dibayar secara angsuran selama satu tahun ditambah dengan biaya
administrasi sebanyak Rp 1,5 juta. Sehingga yang harus dibayar ke LKS sebanyak Rp 19,5 juta.
Jika dalam setahun tidak terlunasi hutangnya kepada bank maka ia dikenakan biaya administrasi
baru. Andai pendaftar memilih talangan sebesar Rp 15 juta berarti ia mengeluarkan dana
pribadinya sebesar Rp 5 juta tunai, sementara Rp 15.000.000,-akan ditalangi oleh LKS. Utang
pendaftar yang berjumlah Rp. 15.000.000,- akan dibayarkan ke LKS secara angsuran selama 1
tahun ditambah dengan biaya administrasi sebanyak Rp 1,3 juta. Sehingga yang harus
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
41
dibayarnya ke LKS sebanyak Rp 16, 3 juta. Jika dalam setahun tidak terlunasi hutangnya kepada
LKS maka ia dikenakan biaya administrasi baru. Andai pendaftar memilih talangan Rp 10 juta
berarti ia mengeluarkan dana pribadinya sebesar Rp 10 juta tunai. Dan 10 juta akan ditalangi
oleh Lembaga keuangan Syariah. Utang pendaftar ini ke LKS sebanyak Rp 10 juta akan dibayar
secara angsuran selama 1 tahun ditambah dengan biaya administrasi sebanyak Rp 1 juta.
Sehingga yang harus dibayarnya ke LKS sebanyak Rp 11 juta. Jika dalam setahun tidak terlunasi
hutangnya kepada bank maka ia dikenakan biaya administrasi baru.
Himbauan
Untuk lembaga keuangan syariah agar menerapkan fatwa DSN dan tidak keluar dari
fatwa, yaitu menarik biaya admnistrasi yang nyata-nyata diperlukan dengan besaran biaya tetap,
tidak berdasarkan besarnya pinjaman. Jika ini dilanggar, maka akan menyebabkan terjaruh ke
dalam praktik riba. Untuk DSN, selain mengeluarkan fatwa diharapkan dapat memberikan sanksi
bagi lembaga-lembaga yang menerapkan produk tidak sesuai dengan yang difatwakan melalui
Dewan Pengawas Syariah yang terdapat di setiap bank syariah. Untuk masyarakat yang
mendaftar haji jangan sampai terjebak dalam produk ini karena mengandung syubhat riba yang
berakibat terhadap kemabruran hajinya karena berangkat menggunakan harta yang diperoleh
dengan cara riba. Hendaklah ia membayar tunai sebanyak Rp 20 juta agar bisa mendapatkan
kepastian seat (nomor urut) untuk tahun keberangkatan, dan jangan menggunakan dana talangan
bank. Bagi yang telah terlanjur, maka ingatlah firman Allah :رحمھ هللا
ومن عاد فأولئك أصحا ب النار ھم فیھا خالدون فمن جاءه موعظة من ربھ فانتھى فلھ ما سلف وأمره إلى هللا
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu Adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. al-
Baqarah/2:275).
Dan hendaklah ia berusaha sekuat tenaga untuk menutupi sisa talangan secepatnya. Semoga
Allah عزوجل menerima ibadah haji umat Islam.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
42
Daftar Pustaka
Antonio, Syafi,i. M. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insan Press.
Ash-Shawi, Shalah dan al—Muslih, Abdullah, 2001. Fikih ekonomi Keuangan Islam. Jakarta:Darul Haq.
Fatwa DSn tantang Dana talangan Haji.
Muhammad. 2002. Lembaga KeuanganUmat Kontemporer. Yogyakarta: UII Press.
Muhammad, Rifqi.2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Yogyakarta: UUI Press.
Solihin, Ahmad Ifham.2010. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramedia.
Warde, Ibrahim. 2009. Islamic Finance: Keuangan Islam Dalam Perekonomian Global.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Zulkifli, Sunato. 2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
43
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, KECERDASAN INTELEKTUAL DANKECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA
PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SISWA SMPNEGERI 1 SEWON BANTUL
Oleh:
Sri Ayomi*Universitas Cokroaminoto Yogyakarta
Abstrak
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sewon
Bantul Yogyakarta yang berjumlah 215 siswa. Sedangkan sampel penelitian ini sebanyak 78
responden, diambil dengan metode random samplingpada siswa kelas VII.Sedangkan Penelitian
ini menggunakan analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar siswa SMP
Negeri 1 Sewon Bantul Yogyakarta.Penggunaan analisis regresi berganda dikarenakan dalam
penelitian ini beberapa variabel bebas (kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan
kecerdasan spiritual) dan satu variabel terikat (prestasi belajar mata pelajaran PKn).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas yang berpengaruh secara positif
signifikan terhadap prestasi belajar adalah kecerdasan intelektual dan kecerdasan
spiritual.Sedangkankecerdasan emosional tidak menunjukkan pengaruh terhadap prestasi belajar.
Hal ini disebabkan karena tingkat signifikansi uji t di atas 0,05.
Kata kunci: Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Sipritual, PrestasiBelajar Pendidikan Kewarganegaraan, Siswa SMP Negeri 1 Sewon Bantul
Pendahuluan
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal 3 Undang-
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
44
Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).Salah satu faktor yang dapat
mendukung keberhasilan proses pembelajaran di setiap sekolah adalah sikap dan mental dari
siswa itu sendiri, terutama dalam mengembangkan kepribadiannya yang semakin dituntut untuk
memiliki kemampuan dalam pemahaman ilmu Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga hal
tersebut dapat dijadikan nilai tambah kehidupan bermasyarakat dan berwarganegara.Kebanyakan
program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ) saja yaitu berorientasi untuk
menghasilkan nilai akademik, padahal yang diperlukan sebenarnya adalah bagaimana
mengembangkan kecerdasan hati seperti pengenalan diri, pengendalian diri dan motivasi.
Banyak contoh di sekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan intelektual
saja tetapi tidak memiliki kecerdasan emosional, belum tentu sukses di dunia pekerjaan tetapi
terpuruk di tengah persaingan. Sebaliknya banyak orang yang hanya berpendidikan formal lebih
rendah ternyata banyak yang lebih berhasil karena diimbangi dengan kecerdasan emosional yang
baik dan tinggi.
Kecerdasan emosional mampu melatih kemampuan untuk mengelola perasaannya,
kemampuan untuk memotivasi dirinya, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi,
kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati
yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan ini yang
mendukung seorang siswa dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.Kecerdasan intelektual (IQ)
dan kecerdasan emosional (EQ) itu saja belum cukup untuk menghantarkan seseorang mencapai
puncak kesuksesan dalam kehidupannya. Spiritualitas siswa yang cerdas akan mampu membantu
siswa dalam pemecahan permasalahan-permasalahan dalam pendidikan di sekolah.Pembelajaran
yang hanya berpusat pada kecerdasan intelektual tanpa menyeimbangkan sisi spiritual akan
menghasilkan generasi yang mudah putus asa, depresi, suka tawuran bahkan menggunakan obat-
obat terlarang, sehingga banyak siswa yang kurang menyadari tugasnya sebagai seorang siswa
akan mengakibatkan kurangnya motivasi untuk belajar dan sulit untuk berkonsentrasi, sehingga
siswa akan sulit untuk memahami suatu mata pelajaran. Siswa yang hanya mengejar prestasi
berupa nilai dan mengabaikan nilai spiritual, akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
nilai yang bagus, mereka cenderung untuk bersikap tidak jujur seperti mencontek pada saat ujian.
Kecerdasan spiritual mampu mendorong siswa untuk mencapai keberhasilan dalam belajarnya
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
45
karena kecerdasan spiritual merupakan dasar untuk mendorong berfungsinya secara efektif
kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ).
A. Deskripsi Teori
1.Mata Pelajaran PKn
PKn bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang
cerdas dan baik. PKn adalah nama mata pelajaran yang ada dalam kurikulum tingkat satuan
pendidikan dimana didalamnya mencakup aspek pengetahuan kewarganegaraan, aspek
keterampilan kewarganegaraan, dan watak atau karakter kewarganegaraan, serta dapat digunakan
untuk membentuk peserta didik menjadi warga Negara yang baik.
2. Prestasi Belajar PKn
Beberapa ahli sepakat bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan. Dimana hasil yang
dimaksud adalah hasil yang memiliki ukuran atau nilai. Dibawah ini merupakan pendapat para
ahli dalam memahami kata prestasi yaitu:
a. WJS Poerdarminta dalam Djamarah (1994: 20) berpendapat, bahwa prestasi adalah hasil
yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan lain sebagainya).
b. Mas’ud Khasan Abu Qodar dalam Djamarah (1994: 21), prestasi adalah apa yang telah
diciptakan, hasil pekerjaan, hasil menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan
kerja.
Sedangkan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah nama mata pelajaran yang ada
dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan dimana didalamnya mencakup aspek pengetahuan
kewarganegaraan, aspek keterampilan kewarganegaraan, dan watak atau karakter
kewarganegaraan, serta dapat digunakan untuk membentuk peserta didik menjadi warga Negara
yang baik.
3. Kecerdasan Emosional
a. Pengertian Kecerdasan Emosional
kecerdasan emosional adalah kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain
dalam mengelola emosi yang baik.
b. Komponen Kecerdasan Emosional
Goleman (2005: 10) membagi kecerdasan emosional menjadi lima bagian yaitu
1) Pengenalan Diri (Self Awareness)
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
46
Pengenalan diri adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui perasaan dalam dirinya
dan digunakan untuk membuat keputusan bagi diri sendiri, memiliki tolok ukur yang
realistis atas kemampuan diri dan memiliki kepercayaan diri yang kuat.
2) Kesadaran emosi (emosional awareness), yaitu mengenali emosinya sendiri dan efeknya.
3) Penilaian diri secara teliti (accurate self awareness), yaitu mengetahui kekuatan dan batas-
batas diri sendiri.
4) Percaya diri (self confidence), yaitu keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.
5) Pengendalian Diri (Self Regulation)
Pengendalian diri adalah kemampuan menangani emosi diri sehingga berdampak positif
pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati, sanggup menunda kenikmatan sebelum
tercapainya suatu sasaran, dan mampu segera pulih dari tekanan emosi.
6) Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah kemampuan menggunakan hasrat agar setiap saat dapat
membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih baik, serta mampu
mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif.
7) Empati (Emphaty)
Empati adalah kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Mampu
memahami perspektif orang lain dan menimbulkan hubungan saling percaya, serta mampu
menyelaraskan diri dengan berbagai tipe individu. Kesadaran politis (political awareness),
yaitu mampu membaca arus-arus emisi sebuah kelompok dan hubungannya dengan
perasaan.
8) Keterampilan Sosial (Social Skills)
Keterampilan sosial adalah kemampuan menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain, bisa mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah,
menyelesaikan perselisihan dan bekerjasama dalam tim.
4. Kecerdasan Intelektual
a. Pengertian Kecerdasan Intelektual
Intelektual merupakan kecerdasan intelegensia yang diuji dari hasil tes kemampuan
dalam menyelesaikan suatu problem yang biasanya diaplikasikan dalam angka-angka dan
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
47
sejenisnya yang biasa dilakukan dalam dunia pendidikan dan dari hasil tes itu akan diberi nilai,
maka nilai itulah dijadikan ukuran kemampuan intelektual seseorang (Napitulu, 2009: 6).
b. Komponen Kecerdasan Intelektual
Dalam penelitian ini kecerdasan intelektual siswa diukur dengan beberapa indikator
sebagai berikut (Stenberg, 1981) dalam buku Dwijayanti (2009 : 17) :
1) Kemampuan memecahkan masalah, yaitu mampu menunjukkan pengetahuan mengenai
masalah yang dihadapi, mengambil keputusan tepat, menyelesaikan masalah secara optimal,
menunjukkan pikiran jernih.
2) Intelegensi verbal, yaitu kosa kata baik, membaca dengan penuh pemahaman, ingin tahu
secara intelektual, menunjukkan keingintahuan.
3) Intelegensi praktis, yaitu tahu situasi, tahu cara mencapai tujuan, sadar terhadap dunia
sekeliling, menunjukkan minat terhadap dunia luar.
5. Kecerdasan Spiritual
a. Pengertian Kecerdasan Spiritual
kecerdasan spiritual adalah kemampuan manusia dalam memaknai arti dari
kehidupan yang dijalani serta memahami nilai yang terkandung dari setiap perbuatan yang
dilakukan.
B. Hasil Penelitian
1. Uji Kualitas Data
Uji validitas adalah tingkat kemampuan suatu alat ukur untuk mengungkap sesuatu yang
menjadi sasaran pokok pengukuran.Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur kualitas
kuesioner yang digunakan sebagai instrument penelitian, sehingga dapat dikatakan instrumen
tersebut sudah valid.
Dalam penelitian ini diuji validitas untuk mengetahui apakah kuesioner yang dibagikan
kepada responden memenuhi syarat valid.Tabel berikut menyajikan hasil uji validitas.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
48
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian
Item PernyataanPearsons’s
CorrelationsRtabel Keterangan
Kecerdasan EmosionalButir 1 0,425 0,220 ValidButir 2 0,298 0,220 ValidButir 3 -0,053 0,220 Tidak ValidButir 4 0,550 0,220 ValidButir 5 0,387 0,220 ValidButir 6 0,434 0,220 ValidButir 7 0,597 0,220 ValidButir 8 0,602 0,220 ValidButir 9 0,477 0,220 ValidButir 10 0,457 0,220 ValidButir 11 0,460 0,220 ValidButir 12 0,512 0,220 ValidButir 13 0,360 0,220 ValidButir 14 0,592 0,220 ValidButir 15 0,552 0,220 Valid
em PernyataanPearsons’s
CorrelationsRtabel Keterangan
Kecerdasan SpiriIttualButir 1 0,650 0,220 ValidButir 2 0,551 0,220 ValidButir 3 0,713 0,220 ValidButir 4 0,658 0,220 ValidButir 5 0,539 0,220 ValidButir 6 0,504 0,220 ValidButir 7 0,528 0,220 ValidButir 8 0,349 0,220 ValidButir 10 0,569 0,220 ValidButir 11 0,693 0,220 ValidButir 12 0,714 0,220 Valid
Sumber : Data Diolah
Dari hasil perhitungan pearson correlation di atas, terdapat item pertanyaan yang tidak
valid yaitu butir pertanyaan nomor 3 untuk variabel kecerdasan emosional sehingga item tersebut
tidak digunakan untuk analisis selanjutnya sedangkan item pernyataan tersisa mempunyai
rhitung > rtabel, yang artinya seluruh item pernyataan dan pertanyaan pada variabel penelitian
dinyatakan valid, sehingga item pernyataan tersebut dapat dinyatakan layak sebagai instrumen
untuk mengukur data penelitian.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
49
Kelas
26 33.3 33.3 33.327 34.6 34.6 67.925 32.1 32.1 100.078 100.0 100.0
VII AVII CVII DTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah pengujian untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur
dapat diandalkan.Dalam penelitian ini diuji reliabilitas untuk mengetahui apakah kuesioner yang
dibagikan kepada responden memenuhi syarat reliabel. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan
menggunakan cooficient cronbach alpha dengan batas toleransi 0,6 untuk data yang dapat
dianggap reliable. Hasil analisis uji reliabilitas adalah sebagai berikut :
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian
Variabel Cronbach Alpha Keterangan
Kecerdasan Emosional 0,750 Reliabel
Kecerdasan Spiritual 0,831 Reliabel
Sumber : data diolah
Dari hasil uji reliabilitas diperoleh seluruh variabel penelitian ini dapat dinyatakan sangat
reliabel karena koefisien alpha lebih besar dari 0,6, maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir
pernyataan dan pertanyaan dapat digunakan sebagai instrumen untuk penelitian selanjutnya.
3. Analisis Deskriptif Statistik
a. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi kelas, usia, jenis
kelamin, nilai tes IQ, nilai UAS PKn, nilai akhlak mulia dan kepribadian. Karakteristik
responden tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kelas
Sumber : data primer
Karakteristik responden berdasarkan kelas adalah sebagai berikut:
KarakteristikResponden Penelitian Berdasarkan Kelas
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
50
Usia
19 24.4 24.4 24.450 64.1 64.1 88.5
8 10.3 10.3 98.71 1.3 1.3 100.0
78 100.0 100.0
12 Tahun13 Tahun14 Tahun15 TahunTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Jenis Kelamin
36 46.2 46.2 46.242 53.8 53.8 100.078 100.0 100.0
Laki-LakiPerempuanTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden berasal dari
kelas VIIC sebanyak 27 responden atau sebesar 34,6% sedangkan responden yang berasal dari
kelas VII A dan VII D masing-masing sebesar 26 dan 25 responden atau 33,3 % dan 32,1%.
2. Usia
Karakteristik responden berdasarkan usia adalah sebagai berikut :
KarakteristikResponden Penelitian Berdasarkan Usia
Sumber : data primer
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden berusia 13
tahun sebanyak 50 responden atau sebesar 64,1% sedangkan responden yang berusia 12 tahun
sebesar 19 responden atau 24,4%. Responden yang berumur 14 dan 15 tahun masing-masing
berjumlah 8 dan 1 responden atau 10,3% dan 1,3%.
3. Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut :
Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber : Data primer
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin
perempuan sebanyak 42 responden atau sebesar 53,8% sedangkan responden laki-laki sebesar 36
responden atau 46,2%.
4. Nilai tes IQ
Karakteristik responden berdasarkan tes IQ adalah sebagai berikut :
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
51
Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Nilai Tes IQ
No Nilai Jumlah Kriteria1 70-79 0 Rendah / Keterbelakangan mental2 80-90 0 IQ Rendah (dalam kategori normal)3 91-110 63 IQ normal atau rata-rata4 111-120 15 IQ Tinggi dalam kategori normal5 120-130 0 IQ Superior6 >130 0 IQ sangat superior
Sumber : Data primer SMP N 1 Sewon
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden mempunyai
nilai IQ normal atau rata-rata yaitu antara 91-110 sebanyak 63 siswa sedangkan responden yang
mempunyai nilai IQ tinggi kategori normal yaitu antara 111-120 sebanyak 15 siswa.
5. Nilai UAS
Karakteristik responden berdasarkan nilai UAS PKN adalah sebagai berikut :
Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Nilai UAS Pkn
No Nilai Jumlah Kriteria1 ≤ 20 0 Gagal2 21-40 0 Kurang3 41-60 18 Cukup4 61-80 54 Baik5 81-100 6 Sangat Baik
Sumber : Data primer SMP N 1 Sewon
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden mempunyai
nilai UAS sebesar 61-80 sebanyak 54 siswa sedangkan responden yang mempunyai nilai 41-60
sebanyak 18 siswa dan yang terakhir responden yang mempunyai nilai 81-100 sebesar 54 siswa.
6. Nilai Akhlak Mulia
Karakteristik responden berdasarkan nilai Akhlak Mulia adalah sebagai berikut :
Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Nilai Akhlak Mulia
No Nilai Jumlah Kriteria1 ≥ 86 5 A2 76 ≤ Skor ≥86 73 B3 65 ≤ Skor ≥76 0 C4 ≤ 65 0 D
Sumber : Data primer SMP N 1 Sewon
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
52
Kecerdasan Emosional
4 5.1 5.1 5.170 89.7 89.7 94.9
4 5.1 5.1 100.078 100.0 100.0
Tidak SetujuSetujuSangat SetujuTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden mempunyai
nilai akhlak mulai sebesar 76 sampai 86 sebanyak 73 siswa sedangkan responden yang
mempunyai nilai lebih besar 86 sebesar 5 responden.
7. Nilai Kepribadian
Karakteristik responden berdasarkan nilai kepribadian adalah sebagai berikut :
Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kepribadian
No Nilai Jumlah Kriteria1 ≥ 90 5 A2 76 ≤ Sko r≥90 73 B3 65 ≤ Skor ≥76 0 C4 ≤ 65 0 D
Sumber : Data primer SMP N 1 Sewon
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden mempunyai
nilai akhlak mulai sebesar 76 sampai 90 sebanyak 73 siswa sedangkan responden yang
mempunyai nilai lebih besar 86 sebesar 5 responden.
8. Kecerdasan Emosional
Hasil analisis deskriptif jawaban responden untuk variabel kecerdasan emosional adalah
sebagai berikut :
Deskriptif Statistik Kecerdasan Emosional
Dari hasil analisis data di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden setuju dengan
kecerdasan emosional yang mereka miliki yaitu sebesar 70 responden menjawab setuju atau
89,7%.
9. Kecerdasan Spiritual
Hasil analisis deskriptif jawaban responden untuk variabel kecerdasan spiritual adalah
sebagai berikut :
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
53
Kecerdasan Spiritual
22 28.2 28.2 28.252 66.7 66.7 94.9
4 5.1 5.1 100.078 100.0 100.0
Tidak SetujuSetujuSangat SetujuTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Deskriptif Statistik Kecerdasan Spiritual
Sumber : Data Diolah,
Dari hasil analisis data di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden setuju
dengan kecerdasan spiritual yang mereka miliki yaitu sebesar 52 responden menjawab setuju
atau 66,7%.
10. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Hasil analisis mengenai koefisien model regresi adalah seperti yang
tercantum dalam tabel berikut ini :
Analisis Regresi Linier Berganda
Berdasarkan tabel diatas, maka model regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Y = -67,273 – 1,364X1 + 1,337X2 + 1,383X3 + e
Dari hasil persamaan regresi linier dapat diartikan sebagai berikut :
1. Konstanta (α) sebesar -67,273 memberi pengertian jika kecerdasanemosional (X1),
kecerdasan intelektual (X2) dan kecerdasan spiritual konstan (X3) atau sama dengan nol (0),
maka besarnya tingkat prestasi belajar (Y) sebesar -67,273 satuan.
Coefficientsa
-67.273 7.018 -9.586 .000
-.1.364 .866 -082 -1576 .119
1.337 .063 .915 21.061 .000
1.383 .683 .107 2.025 .047
(Constant)Kecerdasan Emosional(X1)Kecerdasan Intelektual(X2)Kecerdasan Spiritual (X3)
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Prestasi Belajar (Y)a.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
54
2. Untuk variabel kecerdasan emosional (X1), diperoleh nilai koefisien sebesar -1,364 yang
berarti bahwa apabila pada kecerdasan emosional (X1) meningkat sebesar 1 satuan, maka
prestasi belajar (Y) akan menurun sebesar 1,364 satuan dengan asumsi bahwa variabel
independen lain dalam kondisi konstan.
3. Untuk variabel kecerdasan intelektual (X2), diperoleh nilai koefisien sebesar 1,337yang dapat
diartikan bahwa apabila pada variabel kecerdasan intelektual (X1) meningkat sebesar 1
satuan, maka prestasi belajar (Y) akan meningkat sebesar 1,337 satuan dengan asumsi bahwa
variabel independen lain dalam kondisi konstan.
4. Untuk variabel kecerdasan spiritual (X3), diperoleh nilai koefisien sebesar 1,383 yang berarti
bahwa apabila pada kecerdasan spiritual meningkat sebesar 1 satuan, maka prestasi belajar
(Y) akan meningkat sebesar 1,383 satuan dengan asumsi bahwa variabel independen lain
dalam kondisi konstan.
11. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Dalam penelitian ini pengujian
normalitas dilakukan uji statistik kolmogorov-smirnov.Hasil uji normalitas dengan menggunakan
uji kolmogorov-smirnov dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
78.0000000
1.76809833.088.056
-.088.779.579
NMeanStd. Deviation
Normal Parameters a,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardized Residual
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Sumber : Data Output SPSS
Dari hasil uji kolmogorov-smirnov di atas, dihasilkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar
0,579. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data residual dalam model regresi ini terdistribusi
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
55
normal karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) di atas 0,05 dan model regresi tersebut layak
digunakan untuk analisis selanjutnya
12. Multikolinieritas
Untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala multikolinieritas pada model regresi
berganda yang dihasilkan dapat dilakukan dengan menghitung nilai Variance Inflation Factor (
VIF ) dan nilai tolerance dari masing-masing variabel bebas dalam model regresi. Tidak adanya
masalah multikolinieritas dalam model regresi apabila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai
tolerance lebih dari 0,1.
Hasil Uji Multikolinieritas
Sumber : Data SPSS diolah
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa pada bagian collinierity statistic, nilai VIF pada
seluruh variabel independen lebih kecil dari 10 dan nilai tolerance di atas 0.1. Hasil tersebut
dapat diartikan bahwa seluruh variabel independen pada penelitian ini tidak ada gejala
multikolinieritas.
13. Heteroskedastisitas
Penyimpangan asumsi model klasik yang lain adalah adanya heteroskedastisitas, artinya
varians variabel dalam model tidak sama (konstan). Pengujian heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan menggunakan grafik scatterplots, jika grafik terlihat titik-titik menyebar secara
acak dan tersebar di atas maupun dibawah angka 0 sumbu Y maka tidak terjadi
heteroskedastistas pada model regresi. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar di
bawah ini :
Coefficientsa
.675 1.481
.979 1.021
.664 1.506
Kecerdasan Emosional(X1)Kecerdasan Intelektual(X2)Kecerdasan Spiritual (X3)
Model1
Tolerance VIFCollinearity Statistics
Dependent Variable: Prestasi Belajar (Y)a.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
56
43210-1-2
Regression Standardized Predicted Value
3
2
1
0
-1
-2
-3
Regr
essio
n Stu
dent
ized R
esidu
al
Dependent Variable: Prestasi Belajar (Y)
Scatterplot
Sumber : Data SPSS diolah
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Dari hasil analisis uji heteroskedastisitas di atas, pada grafik scatterplotterlihat titik-titik
menyebar secara acak dan tersebar di atas maupun dibawah angka 0 sumbu Y. Hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas dalam model regresi dan dapat
digunakan untuk analisis selanjutnya.
14. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji statistik t. Hasil uji statistik t
dapat dilihat pada:
Hasil Pengujian Hipotesis
Coefficientsa
-67.273 7.018 -9.586 .000
-1.364 .888 -.082 -1.576 .119
1.337 .063 .915 21.061 .000
1.383 .683 .107 2.025 .047
(Constant)Kecerdasan Emosional(X1)Kecerdasan Intelektual(X2)Kecerdasan Spiritual (X3)
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Prestasi Belajar (Y)a.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
57
Sumber : Data Diolah
Adapun hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pengujian Hipotesis Pertama
Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan melalui pengujian signifikansi koefisien
regresi dari variabel kecerdasan emosional.Hipotesis pertama penelitian ini adalah kecerdasan
emosional berpengaruh negatif terhadap prestasi belajar siswa. Dari hasil analisis besarnya
koefisien regresi yaitu -1,364 dan nilai ρ = 0,119. Pada tingkat signifikansi α = 5%, maka
koefisien regresi tersebut tidak signifikan karena ρ = 0,119 > 0,05. Berdasarkan hasil pengujian
hipotesis di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kecerdasan emosional tidak berpengaruh
signifikan terhadap prestasi belajar siswa sehingga hipotesis pertama penelitian ini tidak
diterima.
2. Pengujian Hipotesis Kedua
Pengujian terhadap hipotesis kedua dilakukan melalui pengujian signifikansi koefisien
regresi dari variabel kecerdasan intelektual.Hipotesis kedua penelitian ini adalah kecerdasan
intelektual berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Dari hasil analisis besarnya
koefisien regresi yaitu 1,337 dan nilai ρ = 0,000. Pada tingkat signifikansi α = 5%; maka
koefisien regresi tersebut signifikan karena ρ = 0,0000< 0,05. Berdasarkan hasil pengujian
hipotesis di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kecerdasan intelektual berpengaruh positif
signifikan terhadap prestasi belajar siswa sehingga hipotesis kedua penelitian ini diterima.
3. Pengujian Hipotesis Ketiga
Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan melalui pengujian signifikansi koefisien
regresi dari variabel kecerdasan spiritual.Hipotesis ketiga penelitian ini adalah kecerdasan
spiritual berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Dari hasil analisis besarnya
koefisien regresi yaitu 1,383 dan nilai ρ = 0,047. Pada tingkat signifikansi α = 5%; maka
koefisien regresi tersebut signifikan karena ρ = 0,047 < 0,05. Berdasarkan hasil pengujian
hipotesis di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kecerdasan spiritual berpengaruh positif
signifikan terhadap prestasi belajar siswa sehingga hipotesis ketiga penelitian ini diterima.
4. Pengujian Hipotesis Keempat
Pengujian hipotesis keempat dalam penelitian ini menggunakan uji F. Hasil uji F dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
58
Hasil Pengujian Hipotesis
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan hasil uji F di atas, dihasilkan nilai Fhitung dan nilai signifikansi 0,000. Pada
taraf signifikansi 5%, nilai Fhitung tersebut signifikan karena nilai signifikansi 0,000 < 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosioanl, kecerdasan intelektual, dan
kecerdasan spiritual secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar
sehingga hipotesis keempat penelitian ini diterima.
C. Pembahasan
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP N 1 Sewon yang
berjumlah 215 siswa. Sedangkan sampel penelitian ini sebanyak 78 responden, diambil dengan
metode random sampling pada siswa kelas VII. Karakteristik responden yang dianalisis dalam
penelitian ini meliputi kelas, usia, jenis kelamin, nilai tes IQ, nilai UAS PKn, nilai akhlak mulia
dan kepribadian.
Karakteristik responden berdasarkan kelas, mayoritas berasal dari kelas VIIC sebanyak
27 responden atau sebesar 34,6% sedangkan responden yang berasal dari kelas VII A dan VII D
masing-masing sebesar 26 dan 25 responden atau 33,3 % dan 32,1%. Karakteristik responden
berdasarkan usia, mayoritas responden berusia 13 tahun sebanyak 50 responden atau sebesar
64,1% sedangkan responden yang berusia 12 tahun sebesar 19 responden atau 24,4%. Responden
yang berumur 14 dan 15 tahun masing-masing berjumlah 8 dan 1 responden atau 10,3% dan
1,3%.Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin mayoritas responden berjenis kelamin
perempuan, yaitu sebanyak 42 responden atau sebesar 53,8% sedangkan responden laki-laki
sebesar 36 responden atau 46,2%.
ANOVAb
1520.503 3 506.834 155.810 .000a
240.715 74 3.2531761.219 77
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Kecerdasan Spiritual (X3),Kecerdasan Intelektual (X2), Kecerdasan Emosional (X1)
a.
Dependent Variable: Prestasi Belajar (Y)b.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
59
Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh
pengaruh kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual terhadap
prestasi belajar siswa SMP Negeri 1 Sewon Bantul Yogyakarta. Penggunaan analisis regresi
berganda dikarenakan dalam penelitian ini beberapa variabel bebas (kecerdasan emosional,
kecerdasan intelektual, dan kecerdasan spiritual) dan satu variabel terikat (prestasi belajar mata
pelajaran PKn).
D. Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dari hasil analisis data di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional (EQ) tidak
berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat pada
besarnya koefisien regresi yaitu -4,093 dan nilai ρ = 0,119. Pada tingkat signifikansi α = 5%;
maka koefisien regresi tersebut tidak signifikan karena ρ = 0,119 > 0,05. Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kecerdasan emosional tidak
berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar siswa.
2. Dari hasil analisis data di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan intelektual (IQ)
berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat pada
besarnya koefisien regresi yaitu 2,011 dan nilai ρ = 0,000. Pada tingkat signifikansi α = 5%;
maka koefisien regresi tersebut signifikan karena ρ = 0,0000< 0,05. Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kecerdasan intelektual
berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi belajar siswa.
3. Dari hasil analisis data di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi kecerdasan spiritual (SQ)
berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat pada
besarnya koefisien regresi yaitu 4,149 dan nilai ρ = 0,047. Pada tingkat signifikansi α = 5%;
maka koefisien regresi tersebut signifikan karena ρ = 0,047 < 0,05. Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kecerdasan spiritual berpengaruh
positif signifikan terhadap prestasi belajar siswa.
4. Hasil analisis uji F di atas, dihasilkan nilai Fhitung dan nilai signifikansi 0,000. Pada taraf
signifikansi 5%, nilai Fhitung tersebut signifikan karena nilai signifikansi 0,000 < 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosioanl (EQ), kecerdasan intelektual (IQ),
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
60
dan kecerdasan spiritual (SQ) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap prestasi
belajar siswa.
Daftar Pustaka
Arie Pangestu Dwijayanti. (2009). “ Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual,Kecerdasan Spiritual, dan Kecerdasan Sosial Terhadap Pemahaman Akuntasi”. Skripsi:Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
Daniel Goleman. (2005). “Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi”, Jakarta:Gramedia.
Ilham Hidayah Napitupulu. (2009). “Pengaruh Kecerdasan Intelektual dan KecerdasanEmosional Terhadap Tingkat Pemahaman Pelajaran Akuntansi Sebagai VariabelModerating (Studi Pada Siswa SMK Bisnis dan Manajemen di kota Sibolga Kelas XIIJurusn Akuntansi)”. Skripsi: Universitas Sumatra Utara.
Saiful Bahri Djamarah. (1994). “Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru”. Surabaya: UsahaNasional.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
61
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAANMELALUI PENILAIAN PORTOFOLIO SISWA KELAS X SEKOLAH
MENENGAH KEJURUAN BHINA KARYA RONGKOPGUNUNG KIDUL TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Oleh:Emiyatini*
Universitas Cokroaminoto Yogyakarta
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran PendidikanKewarganegaraan melalui penilaian portofolio siswa kelas X SMK Bhina Karya, Rongkop,Gunungkidul tahun pelajaran 2014/2015. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitianadalah guru dan siswa kelas X SMK Bhina Karya, Rongkop, Gunungkidul. Untuk mendapatkandata digunakan metode wawancara observasi dan dokumentasi. Sedangkan untuk menganalisadata digunakan analisa data kualitatif dan kuantitatif. Analisa data kualitatif digunakan untukmenganalisa data yang berupa keterangan-keterangan, dan analisis data kuantitatif digunakanuntuk menganalisa data perubahan jumlah atau frekuensi dari hasil pekerjaan siswa, selanjutnyadianalisa dengan rumus persentase. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaanpenilaian portofolio bagi guru merupakan model yang efektif, tidak membebani dan dapatdilaksanakan secara baik. Bagi siswa merasa diperhatikan oleh guru dan hubungan guru dengansiswa terjalin secara baik.
Kata kunci: Pembelajaran, Pendidikan Kewarganegaraan, penilaian portofolio.
Pendahuluan
Upaya peningkatan mutu pembelajaran merupakan bagian terpadu dan peningkatan
kreativitas belajar siswa. Salah satu faktor yang dapai mempengaruhi keberhasilan siswa adalah
profesionalitas yang dimiliki oleh guru dalam mengelola kelas. Peranan pentingnya guru sebagai
pengelola kelas akan mengorganisasikan sumber belajar dan menghubungkan sumber belajar
sehingga dapat mewujudkan tujuan pembelajaran dengan cara efektif, efisien dan ekonomis.
Untuk melakukan upaya peningkatan pembelajaran ada beberapa unsur antara lain :
1. Kesiapan
2. Motivasi
3. Persepsi
4. Tujuan
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
62
5. Perbedaan Individual
6. Transfer dan Retensi
7. Belajar Kognitif
8. Belajar Afektif
9. Belajar Psikomotorik
10. Evaluasi (Paulina Panen, 1999: 11)
Seperti yang telah kita ketahui bahwa, Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan
yang dirancang untuk mendukung proses belajar. Oleh karena itu dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran, guru perlu memperhatikan unsur-unsurnya.
1. Kesiapan. Yang dimaksud dengan kesiapan adalah kondisi individu yang memungkinkan ia
dapat belajar.
2. Motivasi. Yang dimaksud dengan motivasi adalah suatu kondisi individu yang memprakarsai
kegiatan, mengatur arah kegiatan, dan memelihara kesungguhan. Secara alami siswa ingin
tahu, dan rasa ingin tahu ini seharusnya didorong dan bukan dihambat.
3. Persepsi. Persepsi adalah interpretasi tentang situasi hidup. Setiap individu melihat dunia
dengan caranya sendiri yang berbeda dengan yang lain.
4. Tujuan. Tujuan adalah sasaran khusus yang hendak dicapai seseorang. Tujuan harus
tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para siswa pada saat proses belajar terjadi.
5. Perbedaan Individual. Proses belajar yang terjadi pada setiap individu berbeda satu sama lain.
Perbedaan ini disebabkan oleh karena setiap individu berbeda satu sama lain, baik fisik
maupun psikis.
6. Transfer dan Retensi. Dalam proses belajar seseorang dituntut untuk menyerap dan
menyimpan hasil belajar serta menggunakannya dalam situasi baru. Oleh karena itu. belajar
dianggap bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil belajar dalam
situasi baru.
7. Belajar Kognitif. Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan dan penemuan. Belajar
kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep, penemuan masalah dan
keterampilan memecahkan masalah, selanjutnya membentuk perilaku baru. Berpikir,
menalar, menilai dan berimajinasi merupakan aktivitas mental yang berkaitan dengan proses
belajar kognitif.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
63
8. Belajar Afektif. Belajar afektif seseorang menentukan bagaimana ia menghubungkan dirinya
dengan pengalaman baru. Belajar afektif mencakup nilai, emosi, dorongan,minat dan sikap.
9. Belajar Psikomotorik. Belajar psikomotorik menentukan bagaimana individu mampu
mengendalikan aktivitas ragawinya. Belajar psikomotorik menuntut keaktifan aspek mental
dan fisik.
10. Evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan, yang
berupa hasil pekerjaan siswa, bisa berupa hasil tes, hasil tugas, hasil praktikum, hasil
pekerjaan rumah dan sebagainya.
Dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan penilaian seharusnya
dilaksanakan secara berkala, berkesinambungan, menaksir sesuatu secara menyeluruh yang
meliputi bakat, penyesuaian personal dan sosial, sikap dan minatnya. Namun dalam praktek
secara langsung guru lebih banyak mengukur dan menilai hasil belajar siswa hanya berdasarkan
pada prestasi akademik saja, tidak menjangkau seluruh aspek-aspek tersebut di atas. Tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk pembentukan diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat Indonesia, agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.(BSN, 2006: 271)
Salah salu bentuk penilaian yang dipandang dapat dilaksanakan secara berkala,
berkesinambungan, menaksir secara menyeluruh yang meliputi bakat, penyesuaian personal dan
sosial, sikap dan minatnya adalah Model Penilaian berbasis portofolio. Penilaian portofolio ialah
merupakan kumpulan atau arsip yang disimpan secara rapi dalam map atau dijilid. Ditinjau dari
isinya ia merupakan kumpulan hasil karya seseorang baik tertulis, berupa hasil kara seni,
maupun berupa penampilan yang tersimpan dalam kaset atau audio. (Joko Sudomo, 2000 : 7).
Adapun keadaan siswa SMK Bhina Karya Rongkop Gunungkidul menurut data hasil sekolah
(data anak asuh) sebagian besar berasal dan keluarga yang berlatar pendidikan rendah dan faktor
ekonomi yang kurang mampu, sehingga orang tua tidak mempunyai banyak waktu untuk
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
64
membimbing putra-putranya. Bahkan ada juga siswa yang pulang sekolah harus membantu orang
tuanya bekerja diladang atau mencari makan ternak, sehingga siswa sering tidak mengerjakan
tugas-tugas dari sekolah. Dengan adanya penilaian portofolio siswa diharuskan mengerjakan
tugas-tugas rumah dan ulangan harian dengan sungguh-sungguh.
Berdasarkan dan latar belakang masalah tersebut di atas maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pelaksanaan model penilaian dalam pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan di SMK Bhina Karya Rongkop Gunungkidul melalui portofolio?
(2) Bagaimanakah hasil pelaksanaan penilaian portofolio kelas X Sekolah Menengah Kejuruan
Bhina Karya Rongkop Gunungkidul semester ganjil tahun 2014/2015?.
Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui pelaksanaan model penilaian dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMK Bhina Karya Rongkop
Gunungkidul melalui portofolio, (2) Untuk mengetahui hasil pelaksanaan model penilaian
portofolio pada kelas X SMK Bhina Karya Rongkop Gunungkidul tahun pelajaran 2014/2015.
Hasil penelitian dapat mengembangkan atau memperdalam kajian tentang strategi pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan dan evaluasi Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu, hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi guru dalam penilaian Pendidikan
Kewarganegaraan serta dapat memberi masukan dalam pengambilan kebijakan dalam bidang
pendidikan dan pengembangan evaluasi Pendidikan Kewarganegaraan.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mengambil lokasi di SMK Bhina Karya Rongkop Gunung
kidul. Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 bulan September
sampai dengan November 2014. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian antara lain,
guru mata pelajaran PKn (Pendidikan Kewarganegaraan) SMK Bhina Karya Rongkop
Gunungkidul dan siswa SMK Bhina Karya Rongkop Gunungkidul kelas X Ak. Metode ini
digunakan untuk menganalisa hasil penelitian portofolio siswa kelas X SMK Bhina Karya
Rongkop Gunungkidul.
Dalam pengumpulan data diperlukan data yang dapat dipertanggung jawabkan akan
kebenarannya sesuai dengan yang akan diteliti, maka penulis menggunakan metode interview,
observasi, dan dokumentasi. Interview digunakan untuk mengumpulkan data yang berupa
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
65
tanggapan atau pendapat siswa dan guru mengenai pelaksanaan penilaian portofolio pada mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas. Sedangkan observasi digunakan untuk
mengetahui pelaksanaan pengajaran dan pelaksanaan penilaian di Sekolah. Metode dokumentasi
penulis gunakan untuk mengetahui data pengasuh, data siswa, letak geografis, sarana dan
prasarana Sekolah Menangah Kejuruan (SMK) Bhina Karya Rongkop Gunungkidul evaluasi
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaaran dengan model portofolio.
Analisa data kualitatif digunakan untuk menganalisa data yang berupa keterangan-
keterangan, seperti hasil observasi, wawasan dan dokumentasi dengan menggunakan dua cara
berpikir yaitu berfikir deduktif dan berfikir induktif. Analisa data kuantitatif digunakan untuk
menganalisa data yang berupa perubahan jumlah atau frekuensi siswa dari hasil pekerjaan setelah
dinilai diperbaiki oleh siswa. Data yang berwujud angka tersebut dianalisa dengan statistik
sederhana atau rumus persentase sebagai , dengan F adalah frekuensi yang dicari
persentasenya, N adalah jumlah frekuensinya/banyaknya individu, dan P adalah angka
persentase.
Pembahasan
1. Hasil Penelitian Portofolio Tahap Pertama
Pelaksanaan Portofolio yang materi pokok bahasan dilaksanakan pada minggu kesatu
sampai minggu keempat. Hasil analisis mengenai kegiatan siswa saat melaksanakan tugas LKS
pada umumnya semua siswa berupaya melaksanakan dengan sungguh-sungguh. Namun masih
ada beberapa siswa yang belum dapat secara lancar mengerjakan soal-soal dalam LKS. Hal
tersebut terjadi karena siswa masih kurang memahami isi dan maksud dari pertanyaan.
Setelah guru memberikan penjelasan seperlunya tentang maksud dari soal-soal yang
dianggap sulit, siswa dapat menerimanya dan dapat menjawab soal-soal tersebut dengan benar.
Melalui cara-cara menjawab soal seperti ini diharapkan siswa dapat mengerjakan soal Pekerjaan
Rumah (PR) secara baik di rumah.
Awal dari pelaksanaan LKS, siswa masih terlihat banyak pertanyaan. Masalah yang
dirasakan pada umumnya adalah masih nampak kesulitan dalam pemahaman bahasa. Upaya guru
dalam membantu masalah ini adalah memberikan penjelasan mengenai maksud dari hal tersebut.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
66
Hasil mengenai penyelesaian LKS diselesaikan bersama-sama di kelas antara siswa dan dipandu
oleh guru.
Selanjutnya untuk minggu berikutnya guru memberi tugas pekerjaan rumah (PR). Tugas
pekerjaan rumah dikerjakan oleh siswa secara mandiri di rumah masing-masing dengan acuan
materi yang sudah diajarkan.
2. Hasil Penilaian Portofolio Tahap Kedua
Hasil penilaian Portofolio tahap kedua siswa mengerjakan tugas rumah (PR I) yang dibuat
oleh guru. Untuk kegiatan ini siswa baru pertama kali diberikan tugas rumah. Sebelumnya tugas-
tugas tersebut dikerjakan di kelas, sebelumnya diadakan kesepakatan antara siswa dengan guru.
Kesepakatan mengenai jenis tugas yang harus dikerjakan dan waktu penyelesaian tugas untuk
diserahkan kembali setelah selesai dikerjakan siswa. Selain itu guru dan siswa mengadakan
kesepakatan agar tugas yang sudah selesai dikerjakan akan diperiksa oleh guru dan dikembalikan
lagi untuk diperbaiki kembali bagi siswa yang memperoleh nilai <10.
Hasil selengkapnya tentang hasil pelaksanaan penilaian portofolio tahap kedua
ditampilkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 1.Hasil Penilaian Tugas Rumah Pertama Untuk Siswa Kelas X
SMK Bhina Karya Rongkop Gunungkidul
Nilai
Penilaian Pekerjaan Rumah ISebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan
ketF(Frekuensi)
%(Persentase)
F(Frekuensi)
%(Persentase)
10 10 27,77 27 759,5 - - - -9 9 25 4 11,11
8,5 - - - -8 7 19,44 5 13,88
7,5 - - - -7 4 11,11 - -
6,5 - - - -6 6 16,66 - -
36 100 36 100Berdasarkan tabel 1, hasil penilaian pekerjaan rumah pertama sebelum perbaikan untuk
siswa yang belum memperoleh nilai 10 adalah 27,77%,nilai 9 adalah 25%, nilai 8 adalah 19,44%,
nilai 7 adalah 11,11%, nilai 6 adalah 16,66%. Hasil Pekerjaan Rumah yang nilainya <10
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
67
dikembalikan untuk diperbaiki sebanyak 72,23%. Setelah diadakan perbaikan oleh siswa hasilnya
yaitu nilai 8 adalah 13.88%, nilai 9 adalah 11,11% dan nilai 10 adalah 75%.
3. Hasil Penilaian Portofolio Tahap Ketiga
Hasil Penilaian Portofolio tahap ketiga yaitu pada pembelajaran dengan pokok bahasan
peran Komnasham, diuraikan sebagai berikut. Seperti halnya pada penilaian portofolio tahap
kedua, pada tahap ketiga ini siswa mengerjakan tugas rumah kedua (PR II) yang dibuat oleh guru.
Untuk kegiatan ini siswa mulai nampak ada sedikit persaingan yaitu ingin secara cepat
menyerahkan hasil pekerjaan rumahnya. Upaya belajarnya juga ada peningkatan dengan ditandai
semakin sedikitnya siswa yang memperoleh nilai enam (6) sekitar 2,77 dan semakin banyaknya
siswa yang memperoleh nilai 10 dengan demikian, melalui pekerjaan rumah tahap kedua siswa
mulai ada kesadaran untuk meningkatkan belajar.
Secara lengkap hasil Pelaksanaan Penilaian Portofolio tahap ketiga ini ditampilkan pada
tabel berikut ini :
Tabel 2.Hasil Penilaian Tugas Rumah Kedua Untuk Siswa Kelas X
SMK Bhina Karya Rongkop Gunungkidul
Nilai
Penilaian Pekerjaan Rumah ISebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan
KetF(Frekuensi)
%(Persentase)
F(Frekuensi)
%(Persentase
10 12 33,33 29 80,559,5 - - - -9 9 25 5 13,88
8,5 - - - -8 7 19,44 2 5,55
7,5 - - - -
7 7 19,44 - -6,5 - - - -6 1 2,77 - -
36 100 36 100Berdasarkan tabel 2 hasil penilaian pekerjaan rumah kedua sebelum perbaikan untuk
siswa yang memperoleh nilai 10 adalah 33,33%, nilai 8 adalah 19,44%, nilai 7 adalah 19,44%
dan nilai 6 adalah 2,77%. Hasil pekerjaan rumah <10 dikembalikan untuk diperbaiki sebanyak
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
68
66,67%. Setelah diadakan perbaikan hasilnya yaitu nilai 8 adalah 5,55%, nilai 9 adalah 13,88%
dan nilai 10 adalah 80,55%.
4. Pelaksanaan Penilaian Portofolio Tahap Keempat
Hasil penilaian portofolio untuk tahap keempat ini siswa mengerjakan ulangan harian
dengan materi pokok Hak Asasi Manusia. Soal ulangan harian dibuat oleh guru. Selanjutnya hasil
secara lengkap mengenai pelaksanaan penilaian Portofolio tahap keempat ini ditampilkan pada
tabel berikut
Tabel 3.Distribusi Persentase Ulangan Harian Untuk Siswa Kelas X SMK Bhina Karya Rongkop
Gunung kidul
Nilai
Penilaian Pekerjaan Rumah ISebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan
KetF(Frekuensi)
%(Persentase)
F(Frekuensi)
%(Persentase)
10 10 27,77 25 69,449,5 3 8,33 - -9 8 22,22 5 13,88
8,5 4 11,11 - -8 2 5,55 5 13,88
7,5 4 11,11 1 2,777 5 13,88 - -
6,5 - - - -6 - - - -
36 100 36 100Berdasarkan tabel 3 hasil ulangan harian memperoleh hasil untuk nilai paling bawah
adalah 7 sebanyak 13,88% dan paling atas adalah 10 sebanyak 27,77%. Hasil ulangan harian
yang nilainya <10 dikembalikan untuk diperbaiki sebanyak 72,23%. Setelah ada perbaikan
memperoleh nilai paling bawah 7,5 sebanyak 2,77% dan nilai 10 sebanyak 69,44%.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
69
5. Hasil Rata-rata Persentase Pekerjaan Rumah dan Ulangan Harian
Tabel 4.Rata-rata Persentase Pekerjaan Rumah dan Ulangan Harian untuk Kelas X SMK Bhina
Karya Rongkop Gunungkidul
No
Nilai Rata-rata PR Nilai Rata-rata UHSebelumPerbaikan
<10%
SesudahPerbaikan
<10%
SebelumPerbaikan
<10%Sesudah Perbaikan <10%
1. 69,45 22,21 72,23 30,55
Berdasar tabel 4 mengenai hasil persentase rata-rata mengenai pekerjaan rumah dan
ulangan harian bagi siswa yang memperoleh nilai <10 sebagai berikut:
a. Pekerjaan Rumah
Sebelum perbaikan yang memperoleh nilai <10 adalah 69,45%dan sesudah perbaikan
adalah 22,21%.
b. Ulangan Harian
Sebelum perbaikan yang memperoleh nilai <10 adalah 72,23%dan sesudah perbaikan
adalah 30,55%. Hal ini disebabkan karena sebelum perbaikan pada umumnya anak kurang
memahami maksud dari soal-soal, dan sesudah diadakan penjelasan seperlunya, anak
mengerjakan perbaikan dengan lebih baik.
Kesimpulan
Hasil Penelitian Pelaksanaan Penilaian Portofolio pada Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan kelas X SMK Bhina Karya Rongkop Kabupaten Gunungkidul disimpulkan
sebagai berikut :
1. Model Penilaian pada Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan melalui
Portofolio terdiri dari dua tugas yaitu pekerjaan rumah dan ulangan harian, dua hal tersebut
dapat dilaksanakan sesuai dengan kelas yang dipakai sebagai subyek penelitian. Bagi guru
Penilaian Portofolio merupakan suatu model yang efektif, tidak merasa membebani dan dapat
dilaksanakan secara baik. Sedangkan bagi siswa merasa diperhatikan oleh guru dan hubungan
antara guru dengan siswa terjalin secara baik.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
70
2. Hasil Pelaksanaan Penilaian Portofolio menunjukkan adanya peningkatan jumlah nilai siswa
yang memperoleh nilai 10, baik sebelum siswa mengadakan perbaikan maupun setelah
diadakan perbaikan oleh siswa. tugas rumah maupun ulangan harian. Hasil rata-rata untuk
pekerjaan rumah yang memperoleh nilai <10 sebelum perbaikan 69,45% dan sesudah
perbaikan 22,21%. Sedangkan untuk ulangan harian yang memperoleh nilai <10 sebelum,
perbaikan 72.23% dan sesudah perbaikan 30,55%.
Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini disarankan sebagai berikut ini:
1. Pelaksanaan model Penilaian Portofolio supaya dapat dikembangkan dan dilaksanakan untuk
semua kelas maupun semua bidang studi.
2. Untuk kelas yang memiliki siswa banyak apabila guru mengembangkan Penilaian Portofolio
perlu mengadakan kesepakatan dengan siswa mengenai waktu penyelesaian tugas-tugasnya.
Hal ini diperlukan untuk mengatur guru dalam memberikan waktu koreksi dan balikan
terhadap hasil pekerjaan siswa.
Daftar Pustaka
Budimansyah, Dasin. 2000. Metode Pembelajaran dan Penilaian Portofolio.
Depdikbud, 1997, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Fajar, Arni. 2002. Portopolio Dalam Pembelajaran IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Panen, Paulina. 1999. Belajar dan Pembelajaran I. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sudomo, Joko et.al., 2000. Laporan Penelitian, Model Penilaian Pembelajaran Fisika di SMU
Melalui Portofolio. Yogyakarta: Lemlit UNY.
Surapranata, Sumarna, Dr dan Dr. Muhammad Hatta. Penilaian Portofolio ImplementasiKurikulum 2004. Jakarta : Rosda.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
71
PEMBELAJARAN TEMATIK PADA BIDANG STUDI PKn KELAS IV DI SEKOLAHDASAR MENDONGAN PLAYEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA TAHUN
PELAJARAN 2014/2015
Oleh:Slamet*
Universitas Cokroaminoto Yogyakarta
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perencanaan pembelajaran tematik dan prosespembelajaran tematik serta evaluasi pembelajaran tematik di kelas IV Sekolah Dasar NegeriMendongan Playen Gunungkidul. Penelitian ini termasuk dalam penelitian diskriptif denganpendekatan kualitatif. Pada penelitian ini yang menjadi subyek adalah guru kelas IV serta siswakelas IV Sekolah Dasar Negeri Mendongan Playen Gunungkidul tahun 2014/2015 denganjumlah siswa 16 ( L=11 dan P=5 ). Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini, di antaranya: (1)Guru kelas IV SD Negeri Mendongan Playen Gunungkidul belum melakukan perencanaantematik sebagaimana mestinya seperti tidak merumuskan tema untuk pembelajaran selama satusemester tapi sudah melakukan perencanaan pembelajaran secara umum seperti pembuatan RPPdan lain-lain; (2) Evaluasi yang dilaksanakan di sesuaikan dengan konsep KTSP yaitu evaluasidari seluruh aspek yakni aspek kognitif, afektif dan psikomotorik; dan (3) Hambatan-hambatanyang dialami guru kelas IV SD Negeri Mendongan Playen Gunungkidul yaitu kesulitan dalampengelolaan kelas, kesulitan dalam penyatuan tema serta belum bisa melaksanakan pembelajarantematik yang sesungguhnya yaitu mengintegralkan bidang studi dalam satu tema.
Kata kunci: Pembelajaran, pembelajaran tematik, tema.
Pendahuluan
Pendidikan yang berorientasi pada siswa seyoganya mengutamakan belajar cara-cara
belajar (learning how to learn) dan bukan sekedar mempelajari materi-materi. Ini berarti bahwa
pendidikan yang demokratis harus memberlakukan beragam metode yang menggali kemampuan
siswa untuk berperan secara aktif dengan mengakui perbedaan kemampuan intelektual,
kecepatan, belajar, sikap, sifat dan minatnya. Menurut Conny Semiawan (2000:21-22) bahwa
pengajar masih berperan sebagai aktor utama di kelas. Sehingga siswa secara dominan bersifat
pasif, hanya mendengarkan, mencatat penjelasan guru sehingga siswa tidak menjadi komunikatif
dan tidak memiliki keterampilan menyatakan diri. Meskipun siswa memahami apa yang mereka
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
72
dengar tapi jarang terjadi pengembangan mandiri berdasarkan aktivitas kreatif dalam konteks
tipe pembelajar yang bersifat eksploratif.
Permasalahan lain yang perlu diperhatikan dalam pendidikan di Indonesia adalah isi
kurikulum yang diajarkan sering bersifat teoritis abstrak (Conny Semiawan;2000:22), sedangkan
kenyataan kehidupan menuntut keterlibatan langsung dalam berbagai perkara. Guru kebanyakan
memaparkan fakta-fakta dan pengetahuan ataupun hukum tertentu kepada siswa tapi tidak
mengaitkannya dengan pengalaman empiris yang akan diamati untuk diinterpretasikan dan
disimpulkan sebagai suatu pemikiran yang bersifat hipotesis.
Salah satu ruang kreatif dalam implementasi KTSP adalah pembelajaran tematik, yaitu
sebuah model pembelajaran yang menekankan pada pemaknaan pengalaman belajar siswa,
dengan memadukan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain dalam satu
tema yang mengangkat tema-tema aktual dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan upaya
untuk menyiasati kurikulum yang padat dan muatan kegiatan yang tinggi dengan berbagai
macam mata pelajaran, pembelajaran tematik menjadi pilihan yang tepat bagi sekolah. Metode
ini tidak mengesampingkan kurikulum nasional, melainkan sebagai upaya untuk menerapkan
kurikulum 2006 dengan cara yang menarik dan mudah sesuai dengan infrastruktur dan instansi
pengembang yang terlatih, kreatif dan fasilitas yang memadai. (Sutirjo dan Sri Istuti Mamik,
2004:3).
Alasan mendasar mengenai model belajar ini adalah, pertama, bahwa kenyataan empiris
dalam kehidupan sehari-hari tidak satupun fenomena alam yang berdiri sendiri, namun bersifat
kompleks dan terpadu, artinya satu fenomena terkait antara satu dengan yang lainnya. Kedua,
perkembangan IPTEK yang begitu pesat dan permasalahan ilmiah ini membutuhkan penyikapan
yang realistis. Jika setiap materi dari perkembangan permasalahan yang pesat dimunculkan
dalam satu bidang mata pelajaran sendiri-sendiri, tidak terbayangkan betapa banyak beban studi
yang harus diterima. Oleh karena itu tujuan model pembelajaran ini adalah untuk
mengakomodasikan perkembangan IPTEK serta permasalahan yang begitu kompleks dalam
masyarakat sehingga anak tidak terpisah dengan kenyataan hidup. (Sutirjo dan Sri Istuti
Mamik;2005:4).
Upaya kreatif ini, utamanya yang berkaitan dengan kurikulum 2006 KTSP ditegaskan
bahwa kegiatan pembelajaran yang telah disiapkan secara nasional menjadi acuan sekolah untuk
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
73
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi lingkungan masing-masing, namun
kompetensi dasar harus tetap tercapai. “Hal mendasar yang harus diperhatikan oleh guru adalah
bahwa proses pembelajaran yang akan dilakukan adalah untuk memperkaya pengalaman belajar
siswa. Sedangkan tujuan dasar pembelajaran tematik adalah untuk efisiensi waktu, beban materi,
metode penggunaan sumber belajar yang tematik, sehingga dapat mencapai kompetensi yang
tepat dan efisien.” (Sutirjo dan Sri Istuti Mamik;2005:12).
Oleh karena itu, untuk menerapkan suatu konsep model pembelajaran tematik ini,
diperlukan suatu kerangka yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman
dalam merancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian aktivitas belajar mengajar benar-benar tertata dan
merupakan suatu kegiatan yang sistematis.
Salah satu lembaga pendidikan yang telah mencoba menggunakan metode ini adalah
Sekolah Dasar Negeri Mendongan Kecamatan Playen Gunungkidul. Penerapan metode ini
terutama pada kelas rendah (kelas I - IV). Menjadi sesuatu yang menarik peneliti, untuk
kemudian menggali lebih jauh aspek-aspek yang berkait dengan pelaksanaannya.
Persoalan pelaksanaan model pembelajaran tematik pada prinsipnya terletak pada aspek-
aspek sistem pelaksanaan. Maka yang dimaksud “model pembelajaran”, kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. (Udin
Saparudin, 1997:78-79).
Dengan demikian, dari konsep metode pembelajaran tematik ini, ada beberapa hal
mendasar yang harus diperhatikan, pertama, prosedur pengorganisasian pengalaman belajar yang
sesuai dengan kebutuhan siswa di Sekolah Dasar Negeri Mendongan Kecamatan Playen
Gunungkidul. Kedua, perlunya kreatifitas pemilihan metode belajar, sistem pengelolaan kelas
dan sistem evaluasi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ketiga, perlunya pemanfaatan
sumber belajar dengan memanfaatkan infrastruktur dan lingkungan yang tersedia, dan keempat,
mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat sebagai upaya optimalisasi
pelaksanaan konsep pembelajaran tematik.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
74
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: (1) Bagaimana perencanaan dan proses
pembelajaran tematik di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Mendongan Kecamatan Playen
Gunungkidul?; (2) Bagaimana evaluasi pembelajaran tematik di kelas IV Sekolah Dasar Negeri
Mendongan Playen Gunungkidul? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1)
Perencanaan pembelajaran tematik dan proses pembelajaran tematik di kelas IV Sekolah Dasar
Negeri Mendongan Playen Gunungkidul; (2) Evaluasi pembelajaran tematik di kelas IV Sekolah
Dasar Negeri Mendongan Playen Gunungkidul.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan teori/bidang ilmu strategi
belajar mengajar dan perencanaan mengajar, digunakan sebagai bahan masukkan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran tematik, digunakan sebagai bahan masukan untuk
mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran tematik.
Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian diskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut
Sumadi Suryasubrata (2003:76), penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk
membuat diskripsi mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Data yang dikumpulkan
semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, mengenai
hipotesis, membuat prediksi, maupun mencari implikasi. Jadi dalam penelitian ini akan
mengumpulkan data deskriptif yang diperoleh dari pengumpulan data yang nantinya dituangkan
dalam bentuk laporan dan uraian berupa kata-kata.
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Mendongan Playen Gunungkidul
yang merupakan sekolah dasar yang melaksanakan pembelajaran tematik untuk kelas 1V. Dalam
penelitian ini peneliti mengambil kelas IV karena siswa sudah belajar dengan pembelajaran
tematik. Penelitian ini akan dilakukan sekitar 2 bulan yaitu bulan Desember 2014 sampai bulan
Februari 2015 yang digunakan untuk mengumpulkan data. Pada penelitian ini yang menjadi
subyek adalah guru kelas IV serta siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Mendongan Playen
Gunungkidul tahun 2014/2015 dengan jumlah siswa 16 ( L=11 dan P=5 ).
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan 3 teknik, yaitu wawancara,
observasi dan dokumentasi sebagai pendukung. Wawancara dapat dipakai untuk melengkapi data
yang diperoleh melalui observasi. Pada penelitian ini wawancara akan dilaksanakan sebelum dan
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
75
sesudah observasi dilaksanakan. Wawancara dilaksanakan terhadap guru dan siswa kelas IV SD
Mendongan Playen Gunungkidul. Mengingat keterbatasan indera manusia dalam pengamatan,
maka sebelum mengadakan observasi sebaiknya mempunyai konsep lebih dahulu, yaitu konsep
tentang hal-hal apa saja yang diperlukan untuk diamati, bagian-bagian mana yang diperlukan,
seberapa banyak yang dibutuhkan. Observasi dalam penelitian ini akan dilaksanakan sejak awal
hingga akhir penelitian. Dalam penelitian ini, dokumen yang dimaksud adalah data tentang
perencanaan pembelajaran yang telah disusun oleh guru. Dengan metode ini yang diamati bukan
benda hidup tetap benda mati. Dalam menggunakan metode ini peneliti memegang checklist
untuk mencari variabel yang sudah ditentukan.
Dalam penelitian ini peneliti mempunyai kedudukan sebagai instrumen yang terjun
langsung ke lapangan dalam pengambilan data dengan metode wawancara, observasi dan
dokumentasi. Dalam penelitian ini analisa data dimaksudkan untuk mengorganisasikan data yang
telah terkumpul dari hasil wawancara dan observasi. Pekerjaan analisa data dalam hal ini adalah
mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode dan mengategorikannya. Semua data
dikelompokkan dengan menggunakan acuan analisis non statistik yang konkret.
1. Reduksi data
Tahap ini merupakan kegiatan pemilihan data, penyederhanaan data serta transformasi
data kasar dari catatan pengamatan. Hasil reduksi berupa uraian singkat yang telah digolongkan
dalam satu kegiatan tertentu.
2. Display data
Data-data yang telah dikumpulkan, dituangkan ke dalam matrik, bagan, grafik dan uraian
deskriptif seperlunya sehingga data itu dapat adanya hubungan secara keseluruhan serta mudah
dibaca dan dipahami.
3. Mengambil kesimpulan/verifikasi data
Kesimpulan diambil sejak penelitian dimulai hingga selesainya penelitian sehingga
diperoleh kesimpulan yang dijamin kredibilitasnya dan efektivitasnya.
Teknik keabsahan data pada penelitian ini menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. (Moleong; 2000:178).
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
76
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yang
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif, yang dapat dicapai dengan jalan
membandingkan antara pengamatan dengan data hasil wawancara dan membandingkan hasil
wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan dengan variabel penelitian.
Pembahasan
1. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Mendongan Playen
Gunungkidul.
Setting kelas IV Sekolah Dasar Negeri Mendongan Playen Gunungkidul diatur seperti
kelas biasa. Tempat duduk siswa dibuat 4 saff. Satu meja untuk dua orang siswa dengan 2 kursi.
Dua saff dikanan di tempati oleh siswa putra dan dua saff kiri ditempati oleh siswa putri.
Di dinding kelas ditempeli hasil karya siswa, gambar-gambar beserta bahasa Inggris, gambar
presiden dan wakil presiden di depan kelas. Jadwal piket siswa serta gambar-gambar lain yang
mendukung.
Aktivitas selanjutnya setelah guru melakukan perencanaan pembelajaran adalah
pelaksanaan atau realisasi dari perencanaan yang telah dibuat guru untuk diterapkan di kelas.
Aktivitas tersebut terdiri dari membuka pelajaran, menyampaikan materi serta menutup pelajaran.
Kegiatan aktivitas ini tidak terlepas dari komponen-komponen pembelajaran seperti siswa,
metode, media dan lain-lain.
Membuka pembelajaran adalah upaya untuk mengondisikan siswa agar siap belajar.
Banyak hal yang dilakukan dalam membuka pelajaran seperti menyampaikan tujuan yang hendak
dicapai, memberikan masalah-masalah pokok yang hendak dipelajari atau hal-hal lain yang bisa
menarik perhatian siswa untuk mengikuti pelajaran.
Menurut Soetomo (1994:106) membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru
dalam pembelajaran untuk menciptakan suasana yang menjadikan siswa siap mental dan
menimbulkan perhatian siswa terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari.
Berdasarkan pengamatan penelitian di kelas Sekolah Dasar Mendongan Playen
Gunungkidul membuka pelajaran pada jam pertama dan jam-jam pelajaran selanjutnya berbeda.
Baik guru M dan guru Y, pada saat jam pelajaran pertama membuka pelajaran dengan
mengucapkan salam kepada siswa dan membaca doa mau belajar. Setelah itu biasanya siswa
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
77
diajak tepuk irama dan bernyanyi. Guru juga biasanya menanyakan pengalaman siswa seperti
pada saat tema Hewan dan Tumbuhan di Lingkungan Rumahku, guru memulai dengan
menanyakan hal-hal seputar pribadi siswa dan kegiatan siswa sebelum berangkat sekolah dan
diselipi dengan pesan-pesan moral. Seperti, menanyakan siapa yang hari ini bangun pagi dan
sholat atau menanyakan siapa yang membantu orang tua sebelum berangkat ke sekolah dan
pekerjaan apa yang dilakukan. Pemanasan apersepsi yang dilakukan di awal pembelajaran
sebaiknya dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami oleh siswa. Apersepsi juga bisa
dilakukan dengan menyampaikan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi siswa, hal ini
membangkitkan motivasi siswa.
Pada umumnya Guru kelas di Sekolah Dasar jarang menyampaikan tujuan pembelajaran
kepada siswa dan jarang menjelaskan apa saja yang akan mereka pelajari. Padahal menurut
Soetomo (1993:40-41), dengan menyampaikan tujuan pembelajaran terlebih dahulu, siswa akan
merasa tertarik pada materi yang akan disampaikan guru, karena siswa tahu apa yang diharapkan
dari dirinya oleh guru dan siswa tahu untuk apa dirinya belajar. Dengan demikian anak tidak
meraba-raba maksud guru menerangkan materi itu. Selain itu memberitahukan tujuan juga
berguna untuk guru karena menjadi pedoman guru untuk mengarahkan semua kegiatan
pembelajaran agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Setelah itu, guru membagi siswa ke
dalam kelompok-kelompok berdasarkan shaf-shaf tempat duduk siswa. Sedangkan pada jam
pelajaran selanjutnya pelajaran dibuka dengan menertibkan siswa, kemudian diajak bernyanyi.
Lalu guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok. Nama kelompok ditentukan sendiri
oleh siswa berdasarkan tema saat itu. Pada saat tema Kejadian sehari-hari, nama kelompok adalah
nama kegiatan sehari-hari yang biasa dilakukan siswa seperti mandi, sholat, bermain, belajar dan
lain-lain. Setiap pelajaran nama-nama kelompok selalu diubah, jika pelajaran bahasa Jawa maka
nama kelompok dalam bahasa Jawa. Seringkali dalam pemilihan nama kelompok terjadi
keributan di kelas sehingga guru perlu mengkondisikan siswa kembali. Untuk mengkondisikan
siswa, perlu waktu yang tidak sedikit agar mereka siap belajar. Bahkan terkadang guru sama
sekali tidak bisa mengkondisikan mereka sehingga pembelajaran tidak bisa berjalan secara
optimal.
Setelah siswa dalam kondisi siap untuk belajar pada saat itu, guru mulai mengawali
materi. Dalam menyampaikan pelajaran, guru M lebih sering menggunakan media, terutama
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
78
untuk mata pelajaran sains dan matematika. Media yang digunakan sangat sederhana. Seperti,
media kartu angka yang dibuat sendiri dengan menggunakan kertas karton. Selain itu juga
menggunakan sedotan, karet gelang, lidi, korek api dan manik-manik. Media-media ini
digunakan pada saat siswa belajar tentang bilangan. Guru membagikan ke tiap-tiap kelompok
benda-benda tersebut. Kelompok satu mendapat sedotan, kelompok 2 mendapat karet. Kelompok
tiga mendapat manik-manik dan kelompok empat mendapat sedotan. Kemudian siswa diberi
tugas untuk mengelompokkan benda yang telah dibagikan sesuai dengan bilangan loncat yang
mereka pelajari, misalnya loncat 5. Siswa mengelompokkan benda tersebut 5-5 sampai benda
tersebut habis atau sisa. Kemudian mereka menghitung jumlah benda tersebut. Biasanya guru
juga menggunakan media secara refleks tanpa disiapkan terlebih dahulu. Misalnya pada saat
membahas tentang benda padat dan benda cair, untuk memberi contoh benda padat dan benda
cair guru menggunakan air minum yang dibawa siswa atau benda-benda di sekitar siswa.
Guru kelas IV Sekolah Dasar Negeri Mendongan Playen Gunungkidul dalam
pembelajaran walaupun masih bersifat sangat sederhana. Penggunaan medianya tergantung
dengan materi yang disampaikan. Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai guru menyiapkan
media yang akan digunakan. Media yang digunakan adalah benda-benda yang ada di sekitar
siswa. Selain itu guru juga menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar bagi siswa.
Dalam proses pembelajaran yang berkedudukan sebagai pengirim pesan adalah guru dan
siswa sebagai penerima pesan. Guru menggunakan media dalam pembelajaran untuk
mempermudah menyampaikan materi kepada siswa. Dalam menyampaikan materi, guru M dan
guru Y menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dimengerti oleh siswa. Terkadang
guru secara tidak sengaja menggunakan kata-kata yang belum dimengerti siswa dan siswa
langsung menanyakan arti dari kata tersebut, seperti, ketika guru M memberikan nasehat bahwa
siswa harus konsisten dengan peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama di kelas. Salah
satu siswa langsung bertanya arti kata konsisten tersebut. Penyampaian materi selalu diawali
dengan hal-hal kontekstual atau yang berhubungan dekat dengan siswa. Pada saat menyampaikan
pelajaran bahasa Indonesia dengan tema kegiatan sehari-hari, guru Y terlebih dahulu menanyakan
kepada siswa siapa yang sering membantu orang tua di rumah dan pekerjaan apa yang sering
mereka lakukan. Pembelajaran tematik selalu bertumpu pada masalah-masalah kontekstual dan
terintegrasi dengan lingkungan.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
79
Kegiatan belajar di luar kelas antara lain siswa mencari data, bermain sambil belajar dan
lain-lain. Salah satu hal yang membedakan pembelajaran konvensional dengan pembelajaran
tematik adalah pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pada pembelajaran konvensional
atau pembelajaran yang selama ini terjadi, menggunakan kelas sebagai satu-satunya tempat
belajar. Sedangkan dalam pembelajaran tematik, menggunakan tempat belajar secara bervariasi
di dalam dan di luar kelas sehingga pembelajaran yang berlangsung tidak membosankan. Pada
saat pelajaran PKn yang membahas tentang guru Y menggunakan halaman sekolah sebagai
tempat belajar siswa. Kegiatan belajar dikemas dalam bentuk permainan. Guru Y menyebar
kartu-kartu di halaman sekolah, ada yang ditempel di pohon ataupun di dinding sekolah. Kartu-
kartu tersebut terdiri dari kartu yang bertuliskan dan kartu yang merupakan terjemahan dari.
Siswa yang telah dibagi ke dalam kelompok diminta untuk mencari kartu-kartu tersebut dan
menyesuaikan dengan artinya masing-masing setelah itu kartu-kartu tersebut ditempel di papan
tulis berdasarkan kelompok masing-masing.
Selain menyampaikan materi, guru selalu menyampaikan pesan-pesan moral kepada
siswa baik itu terkait dengan materi maupun tidak. Misalnya ada siswa yang tidak mau masuk ke
kelompoknya karena tidak suka dengan salah satu temannya. Guru menjelaskan bahwa kita tidak
boleh memilih teman karena Allah SWT Maha Besar telah menciptakan kita tidak sama satu
sama lain baik dengan kelebihan maupun dengan kekurangan masing-masing. Siswa juga
dilibatkan dalam penyelesaian masalah. Jika ada yang bertengkar guru menanyakan bagaimana
penyelesaiannya dan siswa yang bertengkar tersebut diminta untuk memaafkan. Guru M
menjelaskan, “Siswa tidak semata-mata mempelajari ilmu-ilmu umum atau aspek kognitif saja
tapi dengan pesan-pesan moral ini atau tausiyah ini diharapkan siswa tidak hanya pintar dari segi
intelektual saja tapi juga memiliki moral atau akhlak yang baik.” Inilah salah satu bentuk
keterpaduan pembelajaran di SD Negeri Mendongan Playen Gunungkidul, guru tidak hanya
bertanggung jawab menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan aspek kognitif saja tapi guru
juga menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan aspek kognitif saja tapi guru juga
menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan aspek afektif dan dikaitkan dengan akhlak Islami.
Jika materi tidak tersampaikan atau tujuan yang telah ditetapkan tidak tercapai maka guru akan
mengulang materi tersebut hingga sebagian besar siswa bisa memahaminya. Guru M
mengatakan, “tidak apa-apa tidak tercapai karena RPP sekedar rencana kalo’ manusia bisa
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
80
mengubah dan materi tersebut tetap diulang,” Sedangkan guru Y mengatakan, “materi tetap
diulang sampai sebagaian besar siswa mengerti.” Berkaitan dengan masalah waktu, guru telah
mengalokasikan waktu cadangan jadi tidak khawatir kekurangan waktu jika mengulang materi
hingga sebagian siswa memahaminya. Tapi pengulangan materi ini juga ada batasannya. Hal ini
bisa diamati dari dokumentasi, guru mengalokasikan waktu cadangan untuk setiap mata
pelajaran, selain itu hal ini juga dipertegas oleh guru Y, “Saya tidak khawatir kekurangan waktu
karena sudah dialokasikan waktu cadangan.” Tapi pengulangan materi ini juga ada batasannya
dan biasanya diulang sekilas sebelum materi yang baru disampaikan. Seperti yang diungkapkan
oleh guru M, “….materi-materi yang kurang itu saya ulang bersamaan dengan materi baru.”
Berdasarkan prinsip belajar tuntas, seorang peserta dididik dipandang tuntas belajar jika ia
mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65
% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan jika keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta
didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 65 % dan sekurang-kurangnya 85 %
dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut (Mulyasa, 2003:99). Guru maupun sekolah
perlu memberikan perlakuan khusus kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar melalui
kegiatan remidial, sedangkan peserta didik yang kemajuan belajarnya baik, diberikan kesempatan
untuk mempertahankan kecepatan belajarnya melalui kegiatan pengayaan. (Mulyasa, 2003:99).
Dalam pembelajaran, siswa menjadi pusat dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa selalu
dilibatkan dalam setiap kegiatan belajar, sehingga siswa menjadi aktif. Ciri pembelajaran tematik
yang efektif adalah aktif dan berpusat pada siswa. Guru hanya memberikan ruang kondusif dan
memfasilitasi tumbuhnya pengalaman-pengalaman yang berarti bagi siswa dengan menempatkan
siswa sebagai subjek dalam belajar. Peranan guru dalam penyajian materi pembelajaran dan
dalam mengelola proses pembelajaran dalam rangka menciptakan suasana belajar yang lebih
melibatkan siswa untuk aktif dalam melatih berpikir logis, kritis, dan analitis serta
mengembangkan potensi yang ada pada diri siswa.
Pada pembelajaran konvensional, pembelajaran didominasi oleh guru. Jadi guru masih
sebagai aktor di kelas. Guru berperan sebagai penyampai informasi sebanyak-banyaknya kepada
siswa. Siswa lebih banyak mendengar, mencatat dan menghafal informasi. Siswa tidak banyak
terlibat dalam pembelajaran serta tidak diberi peluang untuk mencari dan menemukan sesuatu,
sehingga anak kehilangan sesuatu yaitu pengalaman pembelajaran alamiah langsung. Siswa kelas
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
81
IV Sekolah Dasar Negeri Mendongan Playen Gunungkidul Yogyakarta berani ketika disuruh
gurunya maju baik untuk bermain peran maupun mengerjakan soal-soal bahkan terkadang sampai
rebutan hingga kelas menjadi ribut. Keributan ini terkadang menganggu kegiatan pembelajaran.
Penjelasan dari guru sulit untuk didengar oleh siswa yang lain. Dan biasanya jika sudah ribut,
siswa sulit dikondisikan. Keributan ini bisa disebabkan oleh siswa yang berbicara dengan suara
keras di kelas, ada yang keluar kelas dan ada yang jalan-jalan di kelas. Selain itu siswa juga
diberi kebebasan dan berani mengemukakan ide, pendapat dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
dari guru bahkan siswa juga tidak sungkan untuk bertanya jika mereka tidak mengerti apa yang
dijelaskan oleh guru.
Dalam pembelajaran guru harus sering mengkondisikan siswa. Guru tidak pernah
memarahi ataupun membentak siswa. Jika ada siswa dalam kondisi seperti ini, guru akan
mendekati mereka lalu mengajak mereka untuk belajar kembali. Jika hal tidak bisa juga, guru
akan mengadakan lomba “anteng-antengan” bagi kelompok yang anggota kelompoknya tenang
dan duduk tertib maka nilai kelompoknya akan ditambah dan sebaliknya jika ada anggota
kelompoknya yang tidak tenang atau masih ribut maka nilai kelompoknya akan dikurangi atau
tidak dikasih nilai. Cara seperti ini cukup ampuh, siswa yang masih jalan di kelas biasanya
langsung duduk ditempat masing-masing. Semua siswa menjadi tenang. Dan guru bisa
melanjutkan pelajaran kembali. Tapi biasanya kelas akan menjadi ribut kembali apalagi jika ada
tanya jawab maka guru seringkali mengkondisikan siswa sehingga waktu belajar banyak yang
terpotong untuk mengkondisikan mereka.
Pertengkaran antar siswa juga sering terjadi di kelas dan hal ini juga terjadi di saat
pembelajaran berlangsung, sehingga guru harus mendamaikan keduanya, biasanya agar tidak
mengganggu siswa yang lain, siswa yang bertengkar tersebut dibawa ke kantor. Hal ini sedikit
banyak mempengaruhi situasi kondusif belajar yang telah tercipta.
Pengelolaan kelas yang dilakukan guru ada yang kalanya tidak sepenuhnya bisa
mengkondisikan siswa untuk memiliki mental belajar. Pada awalnya siswa bisa kembali tenang
dan mengikuti pelajaran tapi beberapa saat kemudian siswa kembali ribut. Seringkali usaha yang
dilakukan guru gagal karena siswa sudah sangat tidak bisa lagi untuk dikendalikan. Kondisi siswa
seperti ini mengganggu pelaksanaan pembelajaran sehingga pembelajaran tidak berjalan dengan
optimal dan tujuan yang telah ditetapkan tidak tercapai.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
82
Penggunaan media, metode yang bervariasi pun kadangkala tidak mampu untuk menarik
perhatian siswa. Walaupun kondisi kelas seperti ini, tapi masih ada siswa yang benar-benar
belajar, mengerjakan setiap tugas yang diberikan guru serta menyimak setiap penjelasan dari
guru. Guru perlu memberikan teguran secara tegas dan jelas kepada siswa yang menunjukkan
perilaku yang mengganggu atau menyimpang tapi harus menghindari ejekan dan peringatan yang
kasar dan menyakitkan. (Abdul Majid, 2005:120).
Keberhasilan dalam pembelajaran juga salah satunya ditentukan oleh metode yang
digunakan guru dalam penyampaian materi. Metode yang digunakan dalam pembelajaran di kelas
2 Sekolah Dasar Negeri Mendongan Playen Gunungkidul Yogyakarta divariasikan dan
disesuaikan dengan materi yang sedang dipelajari agar siswa tidak pbosan. Hal ini dipertegas
oleh guru Y, “kreativitas guru sangat dituntut, metode, media, sarana dan strategi di variasi tapi
itu semua butuh pemikiran ekstra. Kalo’ anak bosan ini, diganti yang lain.”
Adapun metode-metode yang digunakan adalah :
1) Ceramah
Berdasarkan pengamatan peneliti, metode ceramah digunakan oleh guru M dan guru Y di
awal pembelajaran untuk menjelaskan materi. Tapi terkadang metode ini juga digunakan
ditengah-tengah pada saat guru menjelaskan kembali materi jika ada siswa yang belum mengerti.
2) Tanya jawab
Metode ini sering dipadukan dengan metode-metode lain. Hal ini untuk melihat
pemahaman siswa serta melatih siswa untuk berfikir kreatif dan melibatkan siswa secara aktif.
Dalam menjawab pertanyaan guru, siswa sangat antusias bahkan kelas sampai menjadi ribut.
3) Bermain peran
Bermain peran lebih sering digunakan untuk mata pelajaran Sosial dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Bermain peran masih dibimbing oleh guru. Guru menunjuk beberapa siswa,
kemudian guru membagi peran kepada siswa yang ditunjuk. Guru membisikkan sesuatu kepada
salah satu siswa berdasarkan peran masing-masing, siswa yang telah dibisikkan oleh guru
tersebut kemudian mengucapkan sesuatu berdasar apa yang telah ia dengar dari gurunya,
begitulah seterusnya. Terkadang untuk menarik perhatian siswa, yang bermain peran adalah guru
M dan guru Y. Setelah bermain peran selesai, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
83
siswa seputar cerita atau nilai-nilai yang terkandung pada cerita tersebut yang telah diperankan
oleh beberapa siswa.
4) Pemberian tugas
Guru sering memberikan tugas kepada siswa, baik itu PR ataupun tugas-tugas lainnya.
Ketika guru selesai menjelaskan materi, guru memberikan tugas-tugas kepada siswa, seperti
mencari data sesuai dengan materi yang dipelajari ataupun mengerjakan latihan-latihan di buku
paket.
Pada saat mengerjakan tugas ini seringnya tidak semua siswa mengerjakan. Mereka
biasanya bermain-main, mengobrol bahkan ada yang bermain di luar kelas.
5) Demonstrasi dan Eksperimen
Metode demonstrasi dan eksperimen sering digunakan pada mata pelajaran Sains . Seperti
pada mata pelajaran Sains dengan bahasan perubahan wujud benda. Guru M melakukan
demonstrasi dengan memanaskan gula pasir hingga mencair. Ini untuk menjelaskan kepada
siswa tentang perubahan wujud benda dari padat ke cair. Selain itu dilakukan juga eksperimen.
Sebelumnya siswa dibagi menjadi 5 kelompok dan setiap anggota kelompok mendapat tabel
observasi. Di kelas, dibagi menjadi 5 pos. Pos I terdapat lilin dan korek api. Siswa disuruh
melakukan sesuatu yang dapat merubah lilin dari bentuk semula. Kemudian siswa diminta
mengamati lilin setelah terbakar api dan setelah dingin. Di pos 2, diletakkan karet dan kapur.
Siswa diminta merubah bentuk benda-benda tersebut. Di pos 3 ada segelas air dan piring kosong.
Siswa diminta melakukan sesuatu agar air berubah bentuk di pos 4 terdapat es batu yang
tengahnya di beri garam. Siswa diminta mengamati apa yang terjadi dengan es batu tersebut
terutama yang dibagian yang ada garamnya. Di pos 5 terdapat cincau yang telah membeku.
Proses pembuatan cincau ini disaksikan oleh siswa juga mereka terlibat dalam pembuatannya.
Setiap kelompok bergiliran mengunjungi pos-pos ini. Di setiap pos mereka melakukan apa yang
telah ditugaskan. Setelah semua pos mereka kunjungi, mereka secara individual mengisi lembar
tabel observasi yang telah dibagikan guru.
6) Cerita
Untuk menyampaikan materi agar menarik perhatian siswa, guru menggunakan metode
cerita. Metode ini sering digunakan untuk mata pelajaran-pelajaran selain matematika. Dalam
bercerita, guru menyesuaikan mimik dan suaranya sesuai dengan isi cerita. Siswa terkadang
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
84
tertawa atau tersenyum mendengarkan cerita dari guru tapi mereka antusias untuk mendengarkan
cerita tersebut. Setelah itu, guru melontarkan pertanyaan kepada siswa berkaitan dengan isi cerita.
7) Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap benda-benda atau hal-hal yang ada disekitar siswa hingga
lingkungan sekolah. Seperti pada mata pelajaran Sains dengan bahasan benda mati dan benda
hidup. Setelah guru menjelaskan ciri-ciri dan beberapa contoh benda mati dan benda hidup, siswa
diberi tugas untuk mengamati benda-benda di sekitar kelas ataupun lingkungan sekolah.
Kemudian menuliskan apa saja yang termasuk benda mati dan benda hidup serta ciri-ciri dari
benda tersebut. Jawaban siswa beraneka ragam sesuai dengan benda-benda yang dilihat dan
diamati mereka.
Agar siswa semangat belajar, guru juga memberikan motivasi kepada siswa. Pemberian
motivasi ini dilakukan dengan memberikan pujian, hadiah ataupun nasehat-nasehat. Seperti yang
dijelaskan oleh guru Y “Saya memberi motivasi, bisa disela-sela pembelajaran atau pada saat
kegiatan pembelajaran berlangsung. Bentuknya bisa dengan pujian, hadiah ataupun nasehat-
nasehat.” Pemberian motivasi juga dilakukan dengan sedikit ancaman seperti yang diungkapkan
oleh guru M “…. Saya beri mereka dua pilihan, mau ikut pelajaran di kelas 2 atau mengerjakan
tugasnya di kelas 1V”. Hal ini dilakukan guru M apabila ada siswa yang tidak mau mengikuti
pelajaran. Sebelum memberikan dua pilihan itu, guru M terlebih dulu mendekati dan menanyakan
secara baik-baik kepada siswa tersebut alasan mengapa ia tidak mau mengikuti pelajaran.
Pembelajaran tematik menunjang penciptaan pembelajaran aktif dan dapat memotivasi
siswa. Motivasi dapat tercipta jika guru dapat meyakinkan siswa akan kegunaan materi pelajaran
bagi kehidupan siswa secara nyata. Selain itu guru dapat menciptakan situasi belajar sehingga
materi pelajaran selalu tampak menarik dan tidak membosankan. Seyogyanya guru memiliki
sensitivitas yang tinggi untuk segera merefleksi dan memperkaya metodologi pembelajaran yang
lebih tepat guna dan menyenangkan.
Tahap akhir yang dilakukan guru dalam pembelajaran adalah menutup pelajaran yaitu
dengan membuat kesimpulan atas materi-materi yang dipelajari. Guru kelas IV Sekolah Dasar
Negeri selalu membuat kesimpulan terhadap materi-materi yang telah disampaikan. Jika kondisi
siswa sudah tidak memungkinkan lagi untuk belajar maka guru tidak membuat kesimpulan saat
itu. Menyimpulkan materi yang telah dibahas biasanya juga dilakukan guru pada saat siswa mau
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
85
pulang yang dilakukan sebelum berdoa. Guru menanyakan kepada siswa apa saja yang telah
mereka pelajari pada setiap mata pelajaran hari itu. Setelah itu guru menyimpulkan kembali
sebagai penegasan dari jawaban siswa. Tapi jika saat itu kondisi sudah tidak memungkinkan
maka guru tidak membuat kesimpulan terhadap mata pelajaran yang telah dipelajari dari awal
sampai akhir. Padahal hal ini penting dilakukan, agar siswa merasa ikut terlibat dalam
menyimpulkan materi yang akhirnya memungkinkan siswa untuk belajar lagi setelah sampai di
rumah. Kegiatan selanjutnya adalah membaca do’a penutup mencari ilmu.
2. Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran Tematik di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Mendongan
Kecamatan Playen Gunungkidul
Evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru kelas IV SDN Mendongan evaluasi
proses dan hasil yang mencakup 3 aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Evaluasi dari sisi kognitif adalah siswa bisa menjawab pertanyaan ataupun soal-soal yang
diberikan guru baik melalui lisan ataupun secara tertulis dan ini termasuk evaluasi hasil. Evaluasi
hasil juga bisa berupa produk akhir dari karya siswa. Sedangkan dari sisi afektif dan psikomotor
lebih banyak masuk dalam evaluasi proses. Kesungguhan dan keaktifan siswa dalam belajar
termasuk dalam evaluasi ini.
Bentuk evaluasi yang dilakukan adalah ulangan harian, mid semester, ulangan umum,
tugas-tugas dan unjuk kerja. Dari ulangan harian bisa melihat sejauh mana pemahaman siswa
terhadap materi yang telah dipelajari. Jika ternyata banyak siswa yang tidak bisa atau salah dalam
menjawab soal maka guru akan mengulang kembali ulangan harian itu dengan terlebih dulu
mengulang materi tersebut kembali. Guru M mengatakan “...pada akhirnya saya harus
menentukan batas kapan saya mereview. Saya akan mengulang ulangan harian itu jika 30 % anak
tidak mencapai target. Nanti jika sudah diulang jumlahnya mengecil maka saya teruskan
materinya dan saya rencanakan materi-materi yang kurang itu saya ulang bersamaan dengan
pemberian materi baru”. Mendekati akhir semester guru melakukan pengayaan terhadap materi-
materi yang telah dipelajari, hal ini tercantum dalam dokumentasi, guru mengalokasikan waktu
untuk pengayaan materi serta perbaikan nilai per mata pelajaran.
Hasil dokumentasi memaparkan bahwa evaluasi telah direncanakan oleh guru, yaitu :
1) Ulangan harian dengan alokasi yang berbeda-beda tiap mata pelajaran.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
86
2) Mid semester tiap mata pelajaran rata-rata 2-3 jam pelajaran per semester.
3) Tes hasil belajar semester I yang dilakukan setelah seluruh materi dipelajari.
Berdasarkan wawancara dengan guru diketahui bahwa ketika tes tertulis ada siswa yang
tidak bisa mengerjakan soal-soal padahal ketika latihan dan praktek di kelas siswa mengerti dan
bisa mengerjakan soal-soal yang diberikan guru. Kesulitan siswa ini ternyata pada pemahaman
soal karena ada beberapa siswa yang belum lancar membaca serta ketidaktelitian siswa dalam
membaca soal, hal ini terlihat pada saat observasi. Ketika tanya jawab secara lisan atau praktek di
kelas, siswa mampu menjawab pertanyaan guru dengan benar tapi ketika tes tertulis, siswa
memerlukan waktu yang lebih untuk bisa menjawab seluruh soal dan itu pun masih bertanya
kepada guru. Guru beberapa kali mengadakan ulangan harian perbaikan karena banyak siswa
yang salah menjawab soal. Evaluasi yang dilakukan guru kelas IV SD Negeri Mendongan Playen
Gunungkidul. sesuai dengan evaluasi yang dirancang pada kurikulum Tingkat satuan Pendidikan
Kesimpulan
Dari pembahasan dan analisis data yang diperoleh tentang pelaksanaan pembelajaran tematik
di kelas 1V SD Negeri Mendongan Playen Gunungkidul , maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Guru kelas IV SD Negeri Mendongan Playen Gunungkidul belum melakukan perencanaan
tematik sebagaimana mestinya seperti tidak merumuskan tema untuk pembelajaran selama satu
semester tapi sudah melakukan perencanaan pembelajaran secara umum seperti pembuatan RPP
dan lain-lain. Pada prinsipnya pembelajaran tematik yang saat ini dilaksanakan di kelas 1V SD
Negeri Mendongan Playen Gunungkidul masih memerlukan pengembangan-pengembangan
seperti konsep pembelajaran tematik yang sesungguhnya.
Pelaksanaan pembelajaran tematik di kelas IV SD Negeri Mendongan Playen Gunungkidul
masih memiliki kelemahan-kelemahan jika dibandingkan dengan konsep pembelajaran secara
umum dan pembelajaran tematik pada khususnya. Dalam membuka pelajaran guru sudah
melakukan dengan baik yaitu dengan apersepsi untuk mengkondisikan siswa agar siap belajar.
Dalam menyampaikan materi guru menggunakan media walau bersifat sangat sederhana, variasi
metode dan pemanfaatan lingkungan sekitar. Tapi terkadang kegiatan pembelajaran ini sering
terkacaukan dengan keributan-keributan yang ditimbulkan siswa sehingga penjelasan dari guru
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
87
sulit didengar oleh siswa yang lain. Selain itu keributan ini mempengaruhi siswa yang lain
dalam belajar. Guru sudah berupaya untuk mengkondisikan siswa, tapi usaha guru adakalanya
kurang berhasil. Selain itu dalam menutup pelajaran guru jarang menyimpulkan pokok-pokok
materi yang telah dipelajari. Jika ditinjau dari konsep pembelajaran tematik, pelaksanaan
pembelajaran tematik di SD Negeri Mendongan Playen Gunungkidul masih memisahkan mata
pelajaran mata pelajaran dengan jelas, artinya mata pelajaran tersebut masih berdiri sendiri-
sendiri sehingga dalam pelaksanaannya ketika menyelesaikan masalah tidak ada keterkaitan
antara mata pelajaran untuk menyelesaikan masalah.
2. Evaluasi yang dilaksanakan disesuaikan dengan konsep KTSP yaitu evaluasi dari seluruh aspek
yakni aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
3. Hambatan-hambatan yang dialami guru kelas IV SD Negeri Mendongan Playen Gunungkidul
yaitu kesulitan dalam pengelolaan kelas, kesulitan dalam penyatuan tema serta belum bisa
melaksanakan pembelajaran tematik yang sesungguhnya yaitu mengintegralkan bidang studi
dalam satu tema.
Daftar Pustaka
Arief S. Sadiman, dkk., (2003), Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan danPemanfaatannya, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Jana, Sudjana, (2002), Strategi Pembelajaran, Bandung : Falah Production
Mulyani Sumantri dan Johar Permana, (1998/1999), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta :Depdikbud Dirjen Dikti Proyek PGSD
Siti Partini Suardiman, (1995), Psikologi Perkembangan, Yogyakarta : FIP IKIP, Yogyakarta
Soetomo, (1993), Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya : Nasional
Suprihadi Saputro, dkk., (2000), Strategi Pembelajaran (Bahan Sajian Program PendidikanAkta Mengajar), Malang : Depdiknas Universitas Negeri Malang Press
Sutirjo dan Sri Istuti Mamik, (2005), Tematik Pembelajaran Efektif dalam Kurikulum 2004,Malang : Bayu Media
Toeti Soekamto dan Udin Saripudin W, (1997), Teori Belajar dan Model-modelPembelajaran,Jakarta : PAU-PPAI Universitas Terbuka.
Academy Of Education Journal. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 Juli 2015
88
PEDOMAN PENULISANAcademy Of Education Journal
FKIP UCY
1. Naskah berupa ringkasan hasil penelitian, kajian pustaka, dan resensi buku.2. Naskah belum pernah di publikasikan atau dijadwalkan untuk dipublikasikan di media cetak
lain.3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah-kaidah Ejaan Yang Di
sempurnakan (EYD) atau dalam bahasa Inggris baku.4. Sistematika penulisan:
a. Judul tulisan jelas, lugas dan ringkas.b. Nama penulis di tulis tanpa mencantumkan sebutan dan gelar.c. Lembaga tempat penulisan bekerja.d. Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dengan panjang maksimal 250 kata yang memuat
tujuan, rumusan masalah, metode penelitian, pembahasan, dan kesimpulan.e. Keyword (kata kunci) maksimal 5 (lima) istilah.f. Isi naskah ditulis dengan spasi ganda sebanyak 10-25 halaman (1.500-5.000 kata) pada
kertas A4.g. Sumber kutipan (nama penulis, tahun terbit, dan halaman) ditulis pada tubuh Isi Naskah.h. Daftar Pustaka berisikan karya yang dikutip dalam Isi Naskah dan ditulis dengan urutan
dengan urutan alfabetis: nama penulis, tahun terbit, judul buku/tulisan, nama berkala,volume, kota penerbit, dan nama penerbit.
i. Biografi ringkas penulis.5. Naskah dikirim dalam bentuk digital (softcopy) dan/ atau cetak (hardcopy) ke alamat
Redaksi.6. Redaksi berhak menyunting naskah tanpa mengubah isinya.7. Naskah yang diseleksi dan dibaca oleh Redaksi dan Mitra Bestari dikategorikan jadi:
a. Diterima tanpa revisib. Diterima dengan revisic. Ditolak karena tidak relevan dan/atau tidak sesuai dengan Pedoman Penulisan.
8. Penulis yang tulisannya diterbitkan akan dikirimi 2 (dua) eksemplar jurnal ini sebagai buktiterbit.
Alamat Redaksi:Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan Universitas Cokroaminoto Yogyakarta Jl. Perintis Kemerdekaan, Gambiran,
Umbulharjo, Yogyakarta 55161 Telp. 0274-372274 (Hunting), Faks. 0274-372274.
Recommended